Yohanes-1-16 22

Tampilkan postingan dengan label Yohanes-1-16 22. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Yohanes-1-16 22. Tampilkan semua postingan

Senin, 10 Februari 2025

Yohanes-1-16 22



 anan dan baptisan Yohanes yang akan membuat mereka 

lebih mudah menerima Kristus dan ajaran-Nya. Saat itu belum 

ada tiga tahun lamanya semenjak Yohanes membaptis di sana, 

dan Kristus sendiri pun dibaptis di sana, di Betania. Demi-

kianlah Kristus datang ke sana untuk melihat buah-buah yang 

dihasilkan oleh usaha Yohanes Pembaptis di antara mereka. 

Dia juga mau melihat segala hal yang mereka masih pertahan-

kan dari apa yang telah mereka dengar dan terima. Peristiwa 

tersebut dapat dikatakan memenuhi pengharapan-Nya itu, 

sebab  kita mendapati:  

(1)  Bahwa mereka berduyun-duyun menghampiri-Nya (ay. 41): 

banyak orang datang kepada-Nya. Kembalinya kasih karu-

nia ke satu tempat sesudah  beberapa saat lamanya terpisah 

dari mereka, pastilah menimbulkan kembali gejolak kasih 

di hati. Beberapa orang berpendapat bahwa Kristus memi-

lih untuk tinggal di Betania, yang merupakan tempat berla-

buh perahu-perahu yang mereka pakai untuk menyebe-

rangi sungai Yordan, supaya kumpulan orang di sana men-

dapat kesempatan untuk datang dan mendengarkan-Nya 

saat Dia mengajar di sana tanpa harus beranjak dari pe-

rahu mereka. 

Injil Yohanes 10:39-42 

 741 

(2)  Bahwa mereka menimbang-nimbang hal-hal baik yang ada 

pada diri-Nya dan mencari-cari alasan untuk mendekatkan 

diri mereka kepada-Nya, segiat yang dilakukan orang-orang 

di Yerusalem dalam mencari-cari kesalahan pada diri-Nya. 

Mereka berkata dengan penuh hikmat, Yohanes memang 

tidak membuat satu tanda pun, namun   semua yang pernah 

dikatakan Yohanes tentang orang ini yaitu  benar. Ada dua 

hal yang mereka pertimbangkan saat  mengingat-ingat 

apa yang telah mereka lihat dan dengar dari Yohanes, dan 

membandingkan semua itu dengan pelayanan Kristus:  

[1] Bahwa Kristus jauh melampaui kuasa Yohanes Pem-

baptis, sebab Yohanes tidak membuat satu tanda pun, 

namun   Kristus membuat banyak sekali mujizat, sehingga 

mudah saja menyimpulkan bahwa Yesus lebih hebat 

dibandingkan  Yohanes. Lalu, jika Yohanes yaitu  seorang 

nabi yang besar, bayangkanlah betapa besarnya Yesus 

yang ada di hadapan mereka itu! Kristus memang 

paling dapat dikenali dan diakui melalui perbandingan 

dengan orang-orang lain yang menunjukkan bahwa Ia 

melampaui mereka semua. Meskipun Yohanes datang 

dalam roh dan kuasa Elia, dia tidak membuat suatu 

mujizat apa pun seperti Elia, supaya pikiran orang tidak 

menjadi ragu-ragu mengenai dia dan Yesus. sebab  

itulah, kehormatan untuk melakukan mujizat hanya 

diberikan kepada Yesus sebagai bunga di mahkota-Nya, 

supaya dapat ditunjukkan dengan nyata dan tak dapat 

dibantah lagi, bahwa sekalipun Ia datang kemudian, Dia 

lebih dipilih dibandingkan  Yohanes. 

[2] Bahwa Kristus benar-benar menggenapi kesaksian 

Yohanes Pembaptis. Yohanes bukan saja tidak membuat 

satu tanda pun supaya perhatian orang banyak tidak 

teralih dari Kristus, namun   dia mengatakan banyak hal 

untuk mengarahkan mereka kepada Kristus, dan me-

nyerahkan mereka menjadi murid-murid-Nya, dan kini 

mereka pun mengingat semuanya itu: semua yang per-

nah dikatakan Yohanes tentang orang ini yaitu  benar, 

yaitu bahwa Ia akan menjadi Anak Domba Tuhan  , akan 

membaptis dengan Roh Kudus dan api. Yohanes telah 

mengatakan hal-hal yang besar mengenai Dia sehingga 


 742

harapan mereka pun melambung tinggi, sedemikian 

rupa sehingga walaupun mereka tidak sampai bergiat 

mencari-Nya ke daerah asal-Nya, namun, saat Ia sendiri 

datang ke tempat mereka dan membawa serta Injil-Nya 

ke depan pintu rumah mereka, mereka pun mengakui 

bahwa Dia tepat seperti yang Yohanes pernah ceritakan. 

Saat kita mulai mengenal Kristus dan terus mencari-

cari, kita mendapati bahwa semua yang dikatakan fir-

man mengenai Dia yaitu  benar, bahkan kenyataannya 

melebihi kabar yang telah kita dengar (1Raj. 10:6-7). 

Saat itu, Yohanes Pembaptis memang sudah mati, 

namun   mereka mendapat manfaat dari apa yang dulu 

pernah mereka dengar darinya, dan dengan memban-

dingkan semua itu dengan apa yang kini mereka lihat, 

keuntungan mereka pun menjadi dua kali lipat, sebab,  

Pertama, Mereka sungguh mantap percaya bahwa 

Yohanes yaitu  seorang nabi yang menubuatkan hal-

hal seperti itu, dan membicarakan kebesaran Yesus 

sekalipun pada awalnya Ia terlihat begitu sederhana.  

Kedua, Mereka telah dipersiapkan untuk percaya 

bahwa Yesus yaitu  Kristus, dan di dalam Dia mereka 

melihat segala hal yang dinubuatkan Yohanes terge-

napi. Melalui semua itu kita bisa melihat bahwa keber-

hasilan dan keampuhan firman yang diberitakan tidak 

terbatas oleh umur si pemberita, dan tidak hilang se-

iring berakhirnya nafas kehidupannya, namun   apa yang 

terlihat seperti air yang tercurah ke bumi, masih mung-

kin bisa terkumpulkan lagi di kemudian hari (Za. 1:5-6).  

(3) Bahwa banyak orang di situ percaya kepada-Nya. sebab  

mereka percaya bahwa Dia yang melakukan banyak muji-

zat dan yang menggenapi nubuatan Yohanes itu yaitu  

benar seperti apa yang Ia akui, yaitu Anak Tuhan  , mereka 

pun menyerahkan diri sebagai murid-murid-Nya (ay. 42).  

Ada hal yang perlu ditekankan di sini:  

[1]  Tentang orang-orang yang percaya kepada-Nya. Jumlah 

mereka banyak. Mereka yang percaya kepada-Nya di 

daerah pinggiran sungai Yordan itu bagaikan tuaian 

besar yang terkumpul bagi-Nya, sementara mereka yang 

Injil Yohanes 10:39-42 

 743 

menerima dan menyambut ajaran-Nya di Yerusalem 

jumlahnya bagaikan butiran-butiran anggur sisa yang 

terjatuh saat  panen di ladang.  

[2] Tentang tempat di mana semua itu terjadi, yaitu tempat 

yang sama di mana Yohanes dulu berkhotbah dan 

membaptis dan menuai banyak keberhasilan. Di situ ba-

nyak orang percaya kepada Tuhan Yesus. Di mana ka-

bar pengajaran mengenai pertobatan telah mengalami 

keberhasilan, biasanya kabar mengenai pendamaian 

dan Injil anugerah juga akan menjadi berhasil. Di mana 

Yohanes diterima, Kristus pun tidak akan ditolak di 

sana. Suara sangkakala kemenangan pada hari Penda-

maian terdengar teramat manis di telinga jiwa-jiwa yang 

sebelumnya telah merendahkan diri mereka akibat 

dosa. 

 

 

 

PASAL 1 1  

alam pasal ini diceritakan tentang mujizat yang sangat mence-

ngangkan yang dibuat Kristus tidak lama sebelum kematian-

Nya, yaitu membangkitkan Lazarus yang telah mati. Kisah ini hanya 

dicatat oleh Yohanes, sebab ketiga penginjil lain lebih mengutamakan 

perbuatan-perbuatan yang dilakukan Kristus di Galilea, kediaman-

Nya yang utama, dan hampir tidak pernah mencatat kejadian di 

Yerusalem kecuali sejak minggu permulaan penderitaan Kristus. Ber-

lainan dengan mereka, catatan Yohanes lebih berkisar tentang peris-

tiwa-peristiwa di Yerusalem, sehingga perikop ini bisa kita dapati 

dalam tulisannya. Beberapa orang berpendapat bahwa sewaktu ke-

tiga penginjil lain menuliskan artikel  mereka, Lazarus masih hidup, 

dan ini mungkin dapat membahayakan keselamatan nyawanya atau 

bertentangan dengan sifat kerendahan hatinya. sebab  itu kejadian 

tersebut baru dapat dicatat sesudah  ia meninggal. Mujizat ini dicatat 

secara panjang lebar melebihi mujizat-mujizat Kristus lainnya, bukan 

hanya sebab  keadaan saat itu yang begitu menguntungkan untuk 

dipakai mengajari orang, atau sebab  mujizat itu sendiri merupakan 

bukti yang kuat bagi amanat yang diemban Kristus, melainkan kare-

na hal itu merupakan tanda yang melambangkan bukti terkuat dari 

semua bukti yang ada sebelumnya, yaitu kebangkitan Kristus sendiri. 

Di sini ada :  

I. Kabar yang dikirimkan kepada Tuhan Yesus kita mengenai 

Lazarus yang sedang sakit, dan sambutan-Nya terhadap ka-

bar tersebut (ay. 1-16).  

II. Kunjungan-Nya kepada saudara-saudara Lazarus sesudah  Ia 

mendengar kabar tentang kematiannya, dan sambutan me-

reka terhadap kunjungan-Nya itu (ay. 17-32).  


 746

III. Mujizat yang dibuat untuk membangkitkan Lazarus dari ke-

matian (ay. 33-44).  

IV. Pengaruh yang ditimbulkan mujizat itu terhadap orang ba-

nyak (ay. 45-57).  

Kematian Lazarus  

(11:1-16) 

1 Ada seorang yang sedang sakit, namanya Lazarus. Ia tinggal di Betania, 

kampung Maria dan adiknya Marta.2 Maria ialah wanita  yang pernah 

meminyaki kaki Tuhan dengan minyak mur dan menyekanya dengan ram-

butnya. 3 Dan Lazarus yang sakit itu yaitu  saudaranya. Kedua wanita  

itu mengirim kabar kepada Yesus: “Tuhan, dia yang Engkau kasihi, sakit.”  4 

saat  Yesus mendengar kabar itu, Ia berkata: “Penyakit itu tidak akan mem-

bawa kematian, namun   akan menyatakan kemuliaan Tuhan  , sebab oleh penya-

kit itu Anak Tuhan   akan dimuliakan.”5 Yesus memang mengasihi Marta dan 

kakaknya dan Lazarus. 6 Namun sesudah  didengar-Nya, bahwa Lazarus sakit, 

Ia sengaja tinggal dua hari lagi di tempat, di mana Ia berada; 7 namun   sesudah 

itu Ia berkata kepada murid-murid-Nya: “Mari kita kembali lagi ke Yudea.”8 

Murid-murid itu berkata kepada-Nya: “Rabi, baru-baru ini orang-orang 

Yahudi mencoba melempari Engkau, masih maukah Engkau kembali ke 

sana?” 9 Jawab Yesus: “Bukankah ada dua belas jam dalam satu hari? Siapa 

yang berjalan pada siang hari, kakinya tidak terantuk, sebab  ia melihat 

terang dunia ini. 10 namun   jikalau seorang berjalan pada malam hari, kakinya 

terantuk, sebab  terang tidak ada di dalam dirinya.”  11 Demikianlah perkata-

an-Nya, dan sesudah itu Ia berkata kepada mereka: “Lazarus, saudara kita, 

telah tertidur, namun   Aku pergi ke sana untuk membangunkan dia dari 

tidurnya.”12 Maka kata murid-murid itu kepada-Nya: “Tuhan, jikalau ia ter-

tidur, ia akan sembuh.” 13 namun   maksud Yesus ialah tertidur dalam arti 

mati, sedangkan sangka mereka Yesus berkata tentang tertidur dalam arti 

biasa. 14 sebab  itu Yesus berkata dengan terus terang: “Lazarus sudah mati; 

15 namun   syukurlah Aku tidak hadir pada waktu itu, sebab demikian lebih 

baik bagimu, supaya kamu dapat belajar percaya. Marilah kita pergi 

sekarang kepadanya.” 16 Lalu Tomas, yang disebut Didimus, berkata kepada 

teman-temannya, yaitu murid-murid yang lain: “Marilah kita pergi juga un-

tuk mati bersama-sama dengan Dia.” 

Dalam ayat-ayat di atas ada : 

I.  Gambaran khusus mengenai orang-orang yang paling terkait de-

ngan peristiwa tersebut (ay. 1-2).  

1.  Mereka tinggal di Betania, sebuah desa yang terletak tak jauh 

dari Yerusalem. Desa ini merupakan tempat di mana Kristus 

biasanya tinggal bila Ia ke Yerusalem untuk menghadiri pera-

yaan-perayaan. Di sini, tempat itu disebut juga kampung Maria 

dan Marta, yang berarti, desa di mana mereka tinggal, sebagai-

mana Betsaida disebut kota Andreas dan Petrus (1:44). Menu-

Injil Yohanes 11:1-16 

 747 

rut saya, kita tidak bisa menafsirkan, seperti yang dilakukan 

beberapa orang, bahwa kampung itu milik Marta dan Maria, 

sedangkan penduduk lain yaitu  para penyewa. 

2.  Di sana ada pula saudara laki-laki mereka yang bernama 

Lazarus. Nama Ibraninya mungkin Eleazar, namun   kemudian 

disingkat dan ditambahi akhiran dalam bahasa Yunani sehing-

ga menjadi Lazarus. Mungkin sebab  peristiwa ini pulalah 

Juruselamat kita memakai nama Lazarus dalam perumpama-

an yang dimaksudkan-Nya untuk menggambarkan kelegaan 

yang dinikmati orang-orang benar dalam pangkuan Abraham, 

segera sesudah  mereka mati (Luk. 16:22). 

3.  Dalam kisah ini ada juga dua wanita  bersaudara, Marta 

dan Maria, yang sepertinya bertugas mengurusi rumah tangga 

itu, sementara Lazarus mungkin sudah pensiun dan mem-

baktikan dirinya untuk belajar dan merenung. Mereka yaitu  

keluarga baik-baik, bahagia, dan rukun. Sebuah keluarga 

yang begitu karib dengan Kristus. Walaupun tidak ada suami 

maupun istri (sebagaimana yang terlihat di sini), namun   rumah 

itu diurusi oleh seorang saudara laki-laki dan kedua sau-

darinya yang hidup bersama dengan rukun. 

4.  Salah satu dari kedua saudari itu digambarkan sebagai Maria, 

wanita  yang pernah meminyaki kaki Tuhan dengan minyak 

mur (ay. 2). Beberapa orang berpendapat bahwa dialah wanita 

yang kita baca kisahnya dalam Lukas 7:37-38, yaitu seorang 

berdosa, seorang wanita  sundal. namun   saya lebih suka 

berpikir bahwa penggambaran Maria di atas itu lebih mengacu 

kepada pengurapan terhadap Kristus yang diceritakan oleh 

Yohanes (12:3), sebab para penginjil memang tidak pernah 

saling mencantumkan acuan satu sama lain, namun   Yohanes 

sering melakukannya dengan sebuah perikop yang mengacu 

pada perikop lain dalam artikel nya sendiri. Tindakan yang me-

nunjukkan kesalehan dan bakti yang luar biasa, yang berasal 

dari tujuan tulus dalam mengasihi Kristus, tidak saja hanya 

akan diterima dengan senang hati oleh-Nya, namun   juga dihor-

mati oleh gereja (Mat. 26:13).  Nah, Lazarus yang sakit itu ada-

lah saudara wanita  ini, dan memang, penyakit yang dide-

rita oleh orang-orang yang kita kasihi menjadi kesengsaraan 

juga bagi diri kita sendiri. Jadi, semakin banyak kawan kita, 

semakin sering pula kita didera rasa simpati, dan semakin erat 


 748

hubungan kita dengan mereka, semakin menyedihkan hati 

kita pula jika mereka jatuh sakit. Penghiburan ganda yang kita 

terima memang sebanding dengan kesusahan dan salib ganda 

yang harus kita pikul.  

II. Kabar yang dikirim kepada Tuhan Yesus kita mengenai Lazarus 

yang sedang sakit (ay. 3). Kedua saudari Lazarus tahu di mana 

Yesus berada saat itu, nun jauh di sana di seberang sungai Yor-

dan, dan mereka pun mengirim seorang utusan khusus kepada-

Nya untuk menyampaikan kesusahan yang sedang mendera ke-

luarga mereka.  

Hal ini melukiskan:  

1.  Kesusahan dan kepedulian yang mereka rasakan bagi saudara  

mereka.  Meskipun sepertinya harta benda milik Lazarus akan 

jatuh ke tangan mereka sesudah  ia mati, mereka tetap saja 

lebih menginginkannya hidup, sebagaimana yang seharusnya 

mereka rasakan. Kini mereka menunjukkan kasih mereka ter-

hadapnya saat ia terbaring sakit, sebab seorang saudara ikut 

menanggung kesusahan, dan begitu pula halnya dengan se-

orang saudari. Kita harus menangis bersama-sama dengan 

teman-teman kita saat mereka sedang berduka, seperti halnya 

kita juga turut bergembira dengan mereka saat mereka sedang 

bersukaria.   

2.  Sikap yang mereka tunjukkan kepada Tuhan Yesus, di mana 

mereka tidak segan-segan memberitahukan-Nya mengenai se-

gala persoalan mereka. Seperti Yefta, mereka tidak segan me-

numpahkan semua yang mereka rasakan di hadapan-Nya. 

Meskipun Tuhan   mengetahui segala kebutuhan, dukacita dan 

masalah kita, Dia tetap ingin mengetahui semuanya langsung 

dari kita, dan Ia merasa dihormati saat kita bersedia menaruh 

semua itu di hadapan-Nya. Kabar yang mereka sampaikan 

sangat pendek, tidak mengandung permohonan, apalagi me-

nyuruh atau mendesak, namun   hanya menyampaikan masalah-

nya dengan permohonan yang lembut, namun   sungguh sangat 

kuat pengaruhnya, Tuhan, dia yang Engkau kasihi, sakit. 

Mereka tidak mengatakan, dia yang kami kasihi, melainkan, 

dia yang Engkau kasihi. Penghiburan terbesar yang kita dapat-

kan melalui doa memang bersumber dari Tuhan   sendiri dan 

Injil Yohanes 11:1-16 

 749 

dari kasih karunia-Nya. Mereka tidak berkata, Tuhan, dia 

yang mengasihi Engkau, melainkan, dia yang Engkau kasihi, 

sebab inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Tuhan  , 

namun   Tuhan   yang telah mengasihi kita. Kasih kita terhadap-Nya 

tidak layak disanjung-sanjung, namun   kasih-Nya terhadap kita 

tidak akan pernah cukup tergambarkan melalui kata-kata.  

Perhatikan:  

(1)  Ada beberapa dari teman dan pengikut Tuhan Yesus yang 

dikasihi-Nya lebih istimewa dibandingkan yang lainnya. Di 

antara kedua belas murid, ada satu yang paling Yesus ka-

sihi.  

(2) Bukan hal yang aneh jika mendapati orang-orang yang di-

kasihi Kristus jatuh sakit: segala sesuatu sama bagi se-

kalian. Penyakit jasmani dapat memperbaiki kebusukan 

umat Tuhan   dan menguji kasih karunia.  

(3)  Merupakan penghiburan besar bagi kita bila kita memiliki 

orang-orang di sekitar kita yang mendoakan kita saat  kita 

sakit.  

(4) Hati kita akan sangat terdorong saat  berdoa bagi mereka 

yang sakit bila kita punya dasar untuk berharap bahwa 

mereka yaitu  orang-orang yang dikasihi Kristus. sebab  

itu, kita memiliki kewajiban untuk mengasihi dan berdoa 

bagi mereka yang kita percayai sebagai orang-orang yang 

dikasihi dan dipedulikan Kristus.  

III. Kisah mengenai tanggapan Kristus terhadap kabar tentang sakit-

nya teman-Nya itu.  

1.  Ia bernubuat mengenai kejadian dan perkara penyakit itu, dan 

mungkin juga menyampaikannya kepada kedua saudari Laza-

rus secepatnya, untuk menguatkan mereka sementara Ia sen-

diri menunda mengunjungi mereka. Ada dua hal yang Ia nu-

buatkan di sini: –  

(1) Penyakit itu tidak akan membawa kematian. Memang, pe-

nyakit itu benar-benar parah, dan bahkan terbukti memati-

kan, sebab tidak diragukan lagi, Lazarus memang akhirnya 

benar-benar mati selama empat hari. Akan namun  ,  

[1] Kematian itu bukanlah tujuan akhir mengapa penyakit 

itu dibiarkan melanda Lazarus. Penyakit itu tidak ber-


 750

akhir begitu saja di liang kubur, seperti penyakit lain 

pada umumnya, melainkan ada maksud yang lebih jauh 

dibandingkan  itu.  Jika hal itu memang dimaksudkan untuk 

berakhir di liang kubur, maka kebangkitannya dari 

alam maut pasti telah menggagalkan maksud tersebut.  

[2]  Kematian itu bukanlah hasil akhir yang disebabkan 

oleh penyakit itu. Lazarus memang mati, namun   dapat 

pula dikatakan bahwa ia tidak mati, sebab factum non 

dicitur quod non perseverat – hal yang tidak seterusnya 

berlangsung tidak bisa dikatakan telah benar-benar 

terjadi. Kematian merupakan perpisahan selamanya de-

ngan dunia ini, sebuah jalan yang tidak akan kita jalani 

kembali lagi, dan dalam hal ini, apa yang menimpa 

Lazarus tidaklah membawa kematian. Kuburan yaitu  

tempat tinggalnya dalam jangka waktu panjang, rumah-

nya untuk selamanya. sebab  itu pulalah Kristus ber-

kata tentang seorang anak wanita  yang hendak Ia 

bangkitkan lagi, bahwa dia tidak mati. Penyakit yang 

menimpa orang benar, sekalipun amat parah, tetap 

tidak akan membawa kematian, sebab hal itu tidak 

akan mendatangkan kematian yang kekal. Kematian 

tubuh dari dunia ini merupakan kelahiran jiwa ke da-

lam dunia yang lain. Saat kita atau teman-teman kita 

sakit, tentu saja kita berharap bahwa mereka akan 

sembuh, namun harapan kita itu mungkin akan dikece-

wakan. sebab  itulah, kita harus lebih bijaksana untuk 

membangun harapan kita di atas landasan yang tidak 

akan pernah mengecewakan. Bila orang menjadi milik 

Kristus, maka biarlah yang buruk dari terburuk sekali-

pun menerpa, mereka tidak akan merasa sakit apa-apa 

oleh kematian yang kedua, sehingga kematian yang per-

tama pun tidak akan begitu terasa menyakitkan. 

(2) namun   penyakit itu akan menyatakan kemuliaan Tuhan  , yaitu 

supaya kuasa Tuhan   yang mulia dan gemilang itu dapat di-

nyatakan dalam kesempatan itu. Kesengsaraan para orang 

kudus memang dimaksudkan untuk kemuliaan Tuhan  , su-

paya Ia mendapat kesempatan untuk menunjukkan perto-

longan-Nya kepada mereka, sebab belas kasihan termanis 

dan yang paling ampuh yaitu  yang didahului dengan ke-

Injil Yohanes 11:1-16 

 751 

sengsaraan. Biarlah hal ini membuat kita lebih tabah lagi 

untuk menjalani kesusahan yang telah ditentukan secara 

ilahi, sebab penyakit ini, kehilangan ini, atau kekecewaan 

ini, semuanya itu terjadi demi kemuliaan Tuhan  . Dan, jika 

melalui itu semua Tuhan   dipermuliakan, maka kita seharus-

nya merasa puas (Im. 10:3). Hal itu terjadi demi kemuliaan 

Tuhan  , sebab oleh penyakit itu Anak Tuhan   akan dimuliakan, 

sebab  hal itu memberi-Nya kesempatan untuk mengerja-

kan sebuah mujizat yang luar biasa, yaitu membangkitkan 

Lazarus dari dalam kubur. Sebagaimana sebelumnya, se-

orang dilahirkan dalam keadaan buta supaya Kristus men-

dapat kehormatan untuk menyembuhkannya (9:3), demi-

kian pula Lazarus harus sakit dan mati, supaya Kristus 

dipermuliakan sebagai Tuhan atas kehidupan ini. Biarlah 

kejadian ini menghibur mereka yang dikasihi Kristus, bah-

wa kejadian yang menimpa mereka dirancangkan supaya 

melaluinya Anak Tuhan   dimuliakan, dan bahwa supaya Dia 

dimuliakan atas hikmat, kuasa dan kebaikan-Nya dalam 

menopang dan melegakan mereka (2Kor. 12:9-10). 

2.  Kristus menunda mengunjungi pasien-Nya (ay. 5-6). Mereka 

telah memohon kepada-Nya, “Tuhan, dia itu orang yang Eng-

kau kasihi,” dan permohonan seperti itu layak diajukan (ay. 5): 

Yesus memang mengasihi Marta dan kakaknya dan Lazarus. 

Demikianlah seruan iman akan didengar di pelataran sorga. 

Nah, sesudah  itu, pastinya orang akan berpikir bahwa yang se-

harusnya terjadi yaitu  demikian, namun sesudah  didengar-

Nya, bahwa Lazarus sakit, maka segeralah Ia pergi mengun-

junginya tanpa membuang waktu lagi. Jika Ia benar-benar me-

ngasihi mereka, sekaranglah kesempatan untuk menunjukkan 

kasih-Nya itu dengan pergi mendapati mereka sesegera mung-

kin, sebab Dia tahu bahwa mereka sudah tidak sabar lagi 

mengharapkan kedatangan-Nya. namun  , Ia malah melakukan 

hal yang sebaliknya untuk menunjukkan kasih-Nya itu: di sini 

tidak disebutkan bahwa, Dia mengasihi mereka namun   Ia se-

ngaja tinggal di sana, melainkan ditulis bahwa Ia mengasihi 

mereka, dan sebab  itulah Ia sengaja tinggal di sana. Saat Ia 

mendengar bahwa sahabat-Nya sedang sakit, Ia tidak lang-

sung pergi untuk mendapatinya, namun   malah sengaja tinggal 

dua hari lagi di tempat di mana Ia berada.  


 752

(1) Ia mengasihi mereka, yakni, Ia sangat menghargai Marta 

dan Maria, hikmat dan kebaikan hati mereka, iman dan ke-

sabaran mereka, lebih dari para murid-Nya yang lain, 

sehingga Ia pun sengaja menunda kunjungan-Nya itu su-

paya Ia dapat menguji mereka, supaya ujian yang menimpa 

mereka ini akhirnya mendatangkan pujian dan kehormatan.  

(2) Ia mengasihi mereka, artinya, Ia hendak melakukan sesua-

tu yang besar dan luar biasa bagi mereka, yaitu membuat 

sebuah mujizat untuk melegakan mereka, yang tidak per-

nah Ia lakukan sebelumnya bagi kawan-kawan-Nya yang 

lain. sebab  itulah Ia sengaja menunda kunjungan-Nya itu 

supaya Lazarus benar-benar telah mati dan dikuburkan 

sewaktu Ia datang ke sana. Jika Kristus datang dengan 

segera dan menyembuhkan penyakit Lazarus, maka Ia me-

lakukan hal yang tidak lebih hebat dengan yang telah Ia la-

kukan sebelumnya bagi banyak orang lain. Jika Ia mem-

bangkitkan Lazarus sesaat sesudah  ia meninggal, maka Ia 

pun tidak melakukan hal yang lebih hebat dibandingkan  yang 

telah Ia lakukan sebelumnya bagi sebagian orang lain. 

Namun, dengan menundanya lebih lama, maka Ia memiliki 

kesempatan untuk melakukan sesuatu bagi Lazarus, se-

suatu yang lebih hebat dan belum pernah Ia lakukan bagi 

siapa pun sebelumnya. Perhatikan, Tuhan   bahkan memiliki 

tujuan mulia bahkan saat  segala sesuatu tampaknya ter-

tunda atau terlambat (Yes. 54:7; 49:14, dst.). Hanya sebab  

Ia tidak cepat-cepat menemui mereka sesudah  mengetahui 

kesusahan mereka, tidak berarti Kristus telah melupakan 

kawan-kawan-Nya di Betania itu. Saat tindakan penyela-

matan, baik yang bersifat jasmani maupun rohani, baik 

yang dilakukan di depan umum maupun secara pribadi, 

kelihatan mandek, hal itu hanyalah masalah waktu saja, 

sebab segala sesuatu indah pada waktunya.  

IV. Percakapan yang terjadi di antara Kristus dan para murid-Nya 

saat Ia hendak mengunjungi kawan-kawan-Nya di Betania itu (ay. 

7-16). Pembicaraan mereka itu begitu akrab dan leluasa sehingga 

benar-benar menggambarkan apa yang telah dikatakan Kristus 

ini, Aku menyebut kamu sahabat. Ada dua hal yang Ia percakap-

Injil Yohanes 11:1-16 

 753 

kan di sini, yaitu bahaya yang mengancam keselamatan-Nya 

sendiri dan kematian Lazarus.  

1.  Mara bahaya yang mengancam-Nya jika Ia pergi ke Yudea (ay. 

7-10).  

(1) Inilah pemberitahuan yang diberikan Kristus kepada para 

murid-Nya mengenai maksud-Nya pergi ke Yudea, menuju 

Yerusalem. Para murid-Nya ada di bawah arahan-Nya, dan 

Ia pun berkata kepada mereka (ay. 7), “Mari kita kembali 

lagi ke Yudea, meskipun penduduk di Yudea itu tidak layak 

kita kunjungi.” Demikianlah Kristus terus memberikan ke-

lembutan belas kasih-Nya kepada mereka yang sering 

menolak Dia.  

Hal ini dapat dianggap: 

[1] Sebagai maksud baik terhadap kawan-kawan-Nya di 

Betania, yang telah Ia ketahui kesengsaraan dan kese-

dihannya, sekalipun tak ada utusan lain yang dikirim-

kan kepada-Nya untuk mengetahui perkembangan ke-

adaan mereka. Sebab, sekalipun tubuh jasmani-Nya 

berada jauh dari mereka, Dia sebenarnya ada bersama-

sama mereka melalui Roh-Nya. Saat Ia tahu bahwa 

kesedihan mereka telah sampai pada puncaknya, yaitu 

saat kedua saudari itu telah mengucapkan selamat ting-

gal untuk selamanya pada kakak laki-laki mereka, 

barulah Kristus berkata, “Sekarang, marilah kita be-

rangkat ke Yudea.” Kristus akan bangkit untuk meno-

long umat-Nya saat sudah waktunya untuk mengasi-

haninya, sudah tiba saatnya. Dan biasanya, waktu yang 

telah ditentukan itu justru yaitu  saat yang terburuk, 

saat pengharapan sudah lenyap dan diri sudah hancur 

lebur, namun   justru pada saat itulah mereka akan me-

ngetahui bahwa Akulah TUHAN, pada saat Aku mem-

buka kubur-kubur (Yeh. 37:11, 13). Saat sedang terbe-

nam dalam kesusahan, biarlah kita ingat satu hal ini 

supaya kita tidak menjadi putus asa, yaitu bahwa pun-

cak kegentingan manusia merupakan kesempatan bagi 

Tuhan  , Jehovah-jireh. Atau,  

[2] Sebagai batu ujian bagi keberanian para murid untuk 

mengetahui apakah mereka bersedia menantang mara 


 754

bahaya dengan terus mengikuti Dia ke tempat yang pas-

ti sangat menakutkan bagi mereka oleh sebab  usaha-

usaha yang belakangan ini telah dilancarkan berbagai 

pihak untuk mencabut nyawa Guru mereka, yang mere-

ka anggap sebagai usaha untuk membunuh mereka 

juga. Pergi ke Yudea yang saat itu merupakan tempat 

yang sangat berbahaya bagi mereka, akan menjadi co-

baan berat yang akan  membuktikan diri mereka.  namun   

Kristus tidak berkata, “Pergilah kamu ke Yudea, Aku 

akan tinggal dan berlindung di sini.” Tidak begitu, me-

lainkan, Mari kita kembali lagi ke Yudea. Perhatikan, 

Kristus tidak akan pernah membawa umat-Nya ke da-

lam keadaan yang berbahaya, namun   justru menemani 

mereka di dalamnya, dan Ia akan terus menyertai mere-

ka, bahkan saat mereka berjalan dalam lembah keke-

laman. 

(2) Keberatan yang mereka ajukan terhadap rencana perjalan-

an itu (ay. 8): Rabi, baru-baru ini orang-orang Yahudi men-

coba melempari Engkau, masih maukah Engkau kembali ke 

sana?  

Di sini:  

[1] Mereka memperingatkan-Nya mengenai bahaya yang 

pernah Ia hadapi di sana beberapa waktu yang lalu. 

Murid-murid Kristus cenderung membesar-besarkan 

penderitaan yang mereka alami dan terus mengingat 

luka-luka mereka, lebih dibandingkan  yang diingat Guru 

mereka sendiri. Kristus sendiri telah melupakan bahaya 

itu, semuanya telah berlalu dan lenyap serta dilupakan, 

namun   para murid-Nya tidak bisa melupakannya. Baru-

baru ini, nyn – sekarang, seakan-akan persis hari ini, 

mereka mencoba melempari Engkau. Sekalipun peristiwa 

itu terjadi setidaknya dua bulan sebelumnya, ingatan 

akan ketakutan itu masih segar dalam pikiran mereka.  

[2] Mereka heran sebab  Ia ingin kembali ke sana lagi. 

“Engkau masih menyayangi orang-orang yang telah me-

ngucilkan-Mu dari wilayah mereka?” Cara Kristus melu-

pakan perlakuan buruk orang-orang terhadap-Nya jauh 

melampaui cara kita. “Engkau hendak memperlihatkan 

Injil Yohanes 11:1-16 

 755 

diri-Mu lagi kepada orang-orang yang begitu menen-

tang-Mu habis-habisan? Akankah Engkau kembali ke 

sana lagi, padahal di tempat itu Engkau telah diperla-

kukan dengan amat jahat?” Di sini mereka menunjuk-

kan kepedulian yang besar terhadap keselamatan nya-

wa Guru mereka, sebagaimana Petrus, saat ia berkata, 

Guru, selamatkanlah dirimu. Jika saja Kristus tergoda 

untuk menghindari penderitaan, Dia tidak perlu bujuk-

an dari kawan-kawan-Nya untuk melakukan itu. Na-

mun, Dia telah membuat persepakatan dengan Tuhan  , 

dan Ia tidak mau dan tidak bisa ingkar dari hal itu. Sa-

yangnya, sekalipun para murid-Nya memang benar-

benar mengkhawatirkan keselamatan nyawa-Nya, mere-

ka juga menunjukkan,  

Pertama, ketidakpercayaan akan kuasa-Nya, seolah-

olah Dia tidak sanggup menyelamatkan baik diri-Nya 

sendiri maupun mereka di Yudea saat itu, padahal se-

belumnya, Ia telah menunjukkan bahwa Ia mampu me-

lakukan hal tersebut. Apakah kini tangan-Nya sudah 

tidak berkuasa lagi? Saat kita begitu giat memperjuang-

kan kepentingan gereja dan kerajaan Kristus di dunia 

ini, kita juga harus sungguh-sungguh percaya akan 

hikmat dan kuasa Tuhan Yesus, yang tahu bagaimana 

mengamankan kawanan domba-Nya, bahkan di tengah-

tengah kumpulan serigala sekalipun.  

Kedua, ketakutan dalam diri mereka sendiri terha-

dap penganiayaan yang mungkin harus mereka hadapi, 

sebab mereka pun akan ikut menderita jika Ia mende-

rita. Saat kepentingan pribadi kita kebetulan sejalan 

dengan kepentingan umum, kita cenderung  mengang-

gap diri kita giat berbakti kepada Tuhan dari segala 

mahkluk, padahal sebenarnya, kita hanya ingin melin-

dungi harta, nama baik, kenyamanan dan keselamatan 

kita, serta mengutamakan kepentingan kita sendiri, de-

ngan berpura-pura giat mencari Kristus. sebab  itulah, 

kita perlu membedakan prinsip-prinsip atau dasar-da-

sar yang melandasi tindakan kita.  


 756

(3)  Tanggapan Kristus mengenai keberatan mereka itu (ay. 9-

10): Bukankah ada dua belas jam dalam satu hari?  Orang 

Yahudi membagi setiap hari menjadi dua belas jam, dan 

mengatur panjang atau pendeknya satu jam menurut ke-

adaan hari itu, sehingga bagi mereka, satu jam yaitu  

seperdua belas bagian dari waktu semenjak matahari terbit 

sampai terbenam dan muncul lagi keesokan harinya. Begi-

tulah pendapat sebagian orang. Atau juga, sebab  mereka 

berada di daerah yang lebih selatan dibandingkan  Inggris, hari-

hari mereka lebih mendekati dua belas jam lebih panjang 

dibandingkan  hari-hari di Inggris. Pemeliharaan Tuhan   telah me-

ngaruniakan kita terang di siang hari supaya kita dapat 

bekerja, dan membiarkan terang itu berlangsung untuk 

beberapa waktu lamanya. Dan, sepanjang tahun rata-rata 

setiap negara menikmati terang siang hari sebanyak malam 

hari, bahkan lebih lagi, jika senja hari ikut diperhitungkan. 

Hidup manusia itu ibarat suatu hari. Hari ini dibagi atas 

usia, keadaan dan kesempatan yang berbeda-beda, seba-

gaimana jam dibagi menjadi lebih singkat atau lebih lama, 

seperti yang telah ditetapkan Tuhan  . Pemahaman ini hen-

daknya mendorong kita untuk bukan hanya menjadi sa-

ngat bergiat dalam pekerjaan hidup ini (sebab jika hanya 

ada dua belas jam dalam satu hari, setiap jam harus dipa-

kai untuk menunaikan tugas dan tidak boleh ada sejam 

pun yang terbuang percuma), namun   juga menjadi lebih nya-

man dalam menghadapi mara bahaya dalam hidup ini. Hari 

kita akan diperpanjang sampai pekerjaan kita rampung 

dan kesaksian kita selesai. Itulah yang Kristus lakukan 

kini. Ia menunjukkan mengapa Ia harus kembali ke Yudea, 

sebab Ia memiliki panggilan yang jelas untuk pergi ke sana.  

Di awal penjelasan-Nya itu: 

[1] Ia menunjukkan penghiburan dan kepuasan yang bisa 

diperoleh seorang manusia dalam pikirannya saat ia se-

dang bergiat menunaikan tugasnya. Hal ini sesuai de-

ngan yang dilukiskan secara umum oleh firman Tuhan  , 

dan lebih khusus lagi ditentukan oleh pemeliharaan 

Tuhan  : Siapa yang berjalan pada siang hari, kakinya 

tidak terantuk. Artinya, jika seseorang selalu memper-

Injil Yohanes 11:1-16 

 757 

hatikan dan melaksanakan tugasnya, serta menjadikan 

kehendak Tuhan   sebagai pegangannya, dengan menun-

jukkan segenap rasa hormat terhadap seluruh perintah 

Tuhan  , dia tidak akan memiliki keraguan dalam benak-

nya, melainkan akan melangkah pasti dengan kepala 

tegak dan keyakinan suci yang teguh. Sebagaimana 

orang yang berjalan pada siang hari tidak terantuk ka-

kinya, melainkan terus berjalan dengan tegap dan riang 

sebab  ia melihat terang dunia ini, dan sebab  terang itu 

pula ia dapat melihat jalan yang terbentang di depan-

nya, begitu pulalah orang benar yang tidak memiliki 

jaminan keamanan atau tujuan-tujuan jahat, namun   

hanya mengandalkan firman Tuhan   sebagai pedoman 

hidupnya dan memusatkan tujuannya pada kemuliaan 

Tuhan  , sebab  ia melihat dua terang besar itu dan meng-

arahkan matanya kepada kedua hal tersebut. Demi-

kianlah ia diperlengkapi dengan seorang pemandu setia 

dalam segala keraguannya, serta seorang penjaga yang 

dahsyat dalam menghadapi segenap mara bahaya yang 

merintanginya (Gal. 6:4; Mzm. 119:6). Ke mana pun 

Kristus pergi, Ia selalu berjalan pada siang hari, sehing-

ga kita pun harus meneladani langkah-Nya itu.  

[2] Ia menunjukkan kesusahan dan bahaya yang dialami 

orang yang tidak berjalan sesuai dengan peraturan tadi 

(ay. 10): Jikalau seorang berjalan pada malam hari, 

kakinya terantuk. Artinya, jika ia berjalan menurut kata 

hatinya sendiri, dan dengan penglihatan matanya sen-

diri, serta sejalan dengan dunia ini, – jika ia lebih men-

dengarkan pikiran-pikiran kedagingannya sendiri dari-

pada kehendak dan kemuliaan Tuhan  , – ia akan jatuh ke 

dalam godaan dan jebakan, menghadapi kesusahan be-

sar dan selalu ketakutan. Ia akan gemetar bahkan ha-

nya sebab  suara dedaunan yang berkeletar, dan ia 

akan kabur bahkan saat tidak ada seorang pun yang 

memburunya. Sementara itu, orang yang benar masih 

bisa tertawa saat dia terancam di ujung tombak, dan 

berdiri tegak saat sepuluh ribu orang menyerbu (Yes. 

33:14-16). Kakinya terantuk sebab  terang tidak ada di 

dalam dirinya, sebab terang di dalam kita menjadi 


 758

pegangan tingkah laku moral kita, seperti halnya terang 

di sekeliling kita menjadi pedoman dalam tindakan-tin-

dakan keseharian kita. Orang itu tidak memiliki dasar 

hidup yang benar di dalam dirinya. Hatinya tidak tulus, 

matanya jahat. Demikianlah Kristus tidak hanya mem-

benarkan tujuan-Nya untuk kembali ke Yudea, namun   

juga mendorong para murid-Nya untuk turut bersama-

sama dengan Dia dan tidak perlu gentar terhadap keja-

hatan.  

2.  Di sini kematian Lazarus diperbincangkan oleh Kristus dan 

para murid-Nya (ay. 11-16), di mana bisa kita dapati: 

(1)  Pemberitahuan Kristus kepada murid-murid-Nya mengenai 

kematian Lazarus, dan penegasan bahwa tujuan-Nya pergi 

ke sana yaitu  untuk mencari Lazarus (ay. 11). sesudah  Ia 

mempersiapkan para murid untuk melakukan perjalanan 

berbahaya ke daerah musuh, Ia lalu mengatakan kepada 

mereka: 

[1] Penjelasan terus terang mengenai kematian Lazarus, se-

kalipun Ia belum mendapatkan kabar lebih lanjut ten-

tang keadaan Lazarus: Lazarus, saudara kita, telah ter-

tidur. Lihatlah di sini bagaimana Kristus menyebut 

orang percaya dan kematian orang percaya.  

Pertama, Ia menyebut orang percaya sebagai saha-

bat-Nya: Lazarus, saudara kita (KJV: sahabat).  

Perhatikan:  

1.  Ada ikatan (kovenan) persahabatan antara Kristus 

dan orang-orang percaya, serta kasih sayang dan 

persekutuan yang bersahabat di dalamnya, dan 

Tuhan Yesus kita tidak akan malu untuk mengakui-

nya. Dengan orang jujur Ia bergaul erat.  

2.  Orang yang diakui Kristus sebagai saudara atau sa-

habat-Nya harus dianggap demikian juga oleh semua 

murid-Nya yang lain. Kristus menyebut Lazarus 

sebagai saudara mereka semua: Saudara kita.  

3.  Kematian tidak memutus ikatan persahabatan an-

tara Kristus dengan orang percaya. Lazarus memang 

sudah mati, namun   dia masih tetap saudara kita.  

Injil Yohanes 11:1-16 

 759 

Kedua, Ia menyebut kematian orang percaya sebagai 

tidur: Ia telah tertidur. Memang baik menyebut kematian 

dengan nama dan istilah dengan cara demikian, supaya 

membantu membuat kematian itu terasa lebih akrab 

dan kurang menakutkan bagi kita. Kematian Lazarus 

dalam arti khusus memang ibarat tidur, seperti yang 

dialami oleh putri Yairus, sebab ia akan segera dibang-

kitkan lagi. Dan, sebab  kita yakin kita juga pasti akan 

bangkit lagi pada akhirnya, mengapa kita harus anggap 

kematian mereka dan kematian kita berbeda? Dan 

mengapa pengharapan iman akan kebangkitan menuju 

hidup yang kekal itu tidak bisa membuat kita merasa 

lebih nyaman untuk menyerahkan tubuh kita dan mati, 

layaknya menanggalkan pakaian kita sebelum tidur?  

Saat seorang Kristen yang baik meninggal, ia sedang 

tidur: ia sedang beristirahat sesudah  bekerja di hari-hari-

nya yang telah berlalu, dan sedang menyegarkan diri 

untuk bangun keesokan paginya. Bahkan, kematian se-

perti itu lebih baik dibandingkan  sekadar tidur biasa, sebab 

tidur hanyalah sebuah tenggang waktu sebelum kita 

harus menghadapi lagi kesusahan dan kerja keras, se-

dangkan kematian yaitu  titik akhir di mana kita terbe-

bas dari keduanya. Jiwa tidak tertidur, melainkan men-

jadi lebih giat. Sedangkan tubuhnya tertidur dengan 

nyaman, tanpa ketakutan, kesakitan atau gangguan. 

Bagi orang jahat, kuburan yaitu  penjara, dan kain 

kapan ibarat belenggu yang mengikat seorang penjahat 

yang sedang menunggu hukumannya. namun  , bagi 

orang saleh, kuburan yaitu  sebuah tempat tidur, de-

ngan kain-kainnya yang lembut, yang membuat tidur-

nya menjadi nyaman. Meskipun tubuh akan membusuk, 

namun   di pagi hari, tubuh itu akan dibangkitkan lagi 

seolah-olah tidak pernah mengalami kebusukan. Hal itu 

seperti menanggalkan pakaian kita untuk diperbaiki 

dan dihiasi dalam rangka menyambut hari perkawinan, 

sebab di hari penobatan itulah kita akan dibangkitkan 

lagi (Yes. 57:2; 1Tes. 4:14). Orang Yunani menyebut 

tempat pekuburan mereka asrama – koimeteria. 


 760

[2] Penegasan khusus mengenai maksud baik Kristus bagi 

Lazarus: namun   Aku pergi ke sana untuk membangunkan 

dia dari tidurnya. Dia bisa saja melakukan hal itu dari 

tempat di mana Ia sedang berada saat itu: Ia yang 

sanggup menyembuhkan seorang yang sedang sekarat 

dari jarak jauh (4:50) pastilah dapat pula membangkit-

kan orang yang sudah mati dari jarak jauh. Akan namun  , 

Ia ingin lebih memuliakan mujizat itu dengan melaku-

kannya dari samping kubur itu sendiri: Aku pergi, untuk 

membangunkan dia. Sebagaimana tidur itu serupa de-

ngan kematian, begitu pula orang terbangun dari tidur-

nya saat ia dipanggil, terutama bila ia dipanggil dengan 

namanya, yang melambangkan kebangkitan itu (Ayb. 

14:15): maka Engkau akan memanggil. Baru saja Kris-

tus berkata, saudara kita telah tertidur, namun   sekarang 

Ia menambahkan pula, Aku pergi ke sana untuk memba-

ngunkan dia. Saat Kristus memberi tahu umat-Nya be-

tapa parahnya sebuah keadaan, Ia juga segera memberi 

tahu mereka bahwa Ia dapat memperbaiki keadaan itu 

dengan cepat dan mudahnya. Pemberitahuan Kristus 

mengenai tujuan utama-Nya pergi ke Yudea mungkin 

membantu meringankan ketakutan para murid-Nya un-

tuk mengikuti-Nya ke sana, sebab Dia tidak hendak 

pergi terang-terangan ke tempat ibadah, melainkan me-

lakukan kunjungan pribadi yang tidak akan begitu me-

nonjolkan diri-Nya dan diri mereka ke hadapan khala-

yak ramai. Lagi pula, hal itu dilakukan untuk menolong 

sebuah keluarga yang wajib dilakukan oleh mereka se-

mua. 

(2) Kekeliruan mereka dalam mengartikan pemberitahuan 

Kristus itu, serta kesalahan yang mereka perbuat menge-

nainya (ay. 12-13): Mereka berkata, Tuhan, jikalau ia ter-

tidur, ia akan sembuh.  

Hal ini menunjukkan:  

[1] Sedikit kepedulian yang mereka miliki terhadap kawan 

mereka Lazarus. Mereka berharap supaya ia segera 

sembuh, sōthēsetai – ia akan diselamatkan dari maut 

pada saat itu. Mungkin, yang mereka pahami dari utus-

Injil Yohanes 11:1-16 

 761 

an yang mengabarkan tentang penyakit Lazarus itu 

yaitu  bahwa salah satu gejala yang paling parah yang 

sedang dialaminya yaitu  bahwa ia tidak bisa tidur dan 

selalu gelisah. Maka dari itu, sesudah  kini mereka 

mendengar bahwa dia sudah tidur, mereka pun berke-

simpulan bahwa demamnya sudah hilang, dan hal yang 

terburuk sudah lewat. Tidur biasanya yaitu  obat 

alamiah yang bisa mengembalikan kekuatan yang telah 

lenyap atau berkurang. Hal tersebut juga benar dalam 

hal tidur kematian. Jika seorang Kristen yang baik telah 

tertidur, maka keadaannya akan menjadi lebih baik 

dibandingkan  keadaannya di dunia sini.  

[2] Kepedulian yang lebih besar lagi bagi diri mereka sen-

diri. Dengan ini secara halus mereka mengusulkan su-

paya Kristus tidak perlu lagi pergi mendapati Lazarus, 

sehingga mereka tidak usah menampakkan diri di ha-

dapan orang banyak di sana. “Jika ia tidur, dia akan 

segera sembuh, dan kita bisa tinggal di sini saja.” Demi-

kianlah, jika ada bahaya, kita selalu berharap bahwa 

pekerjaan baik yang menjadi panggilan kita akan selesai 

dengan sendirinya, atau kalau tidak, telah diselesaikan 

oleh orang lain.  

(3) Kekeliruan mereka itu kemudian diperbaiki (ay. 13): Mak-

sud Yesus ialah tertidur dalam arti mati.  

Lihatlah di sini:  

[1] Betapa masih rendahnya pemahaman murid-murid 

Kristus saat itu. Jadi, biarlah kita tidak lantas meng-

hakimi orang sebagai sesat saat  mereka salah meng-

artikan suatu perkataan Kristus. Memang tidak baik 

membesar-besarkan kesalahan saudara-saudara kita 

sendiri, namun   yang satu ini memang kekeliruan yang 

besar sekali, sebab kesalahan ini bisa saja dicegah de-

ngan mudahnya seandainya mereka ingat betapa se-

ringnya kematian disebut sebagai tidur dalam Perjanji-

an Lama. Seharusnya, mereka bisa mengerti Kristus se-

waktu Ia berbicara kepada mereka dengan bahasa Kitab 

Suci. Lagi pula, aneh sekali jika Guru mereka mau me-

lakukan perjalanan selama dua sampai tiga hari hanya 


 762

untuk membangunkan seorang saudara yang sedang 

tertidur biasa, padahal orang lain pun bisa melakukan-

nya juga. sebab  itu, kita harus yakin bahwa apa pun 

yang hendak dilakukan Kristus yaitu  sesuatu yang he-

bat dan istimewa, sebuah pekerjaan yang layak Ia laku-

kan.  

[2] Betapa cermatnya sang penulis Injil memperbaiki keke-

liruan itu: Maksud Yesus ialah tertidur dalam arti mati. 

Orang-orang yang berbicara dalam bahasa yang tidak 

dikenal atau memakai perumpamaan-perumpamaan, 

hendaknya juga belajar untuk menerangkan maksud 

mereka, dan berdoa supaya mereka bisa mengartikan-

nya untuk menghindari kekeliruan. 

(4) Keterangan yang jelas dan langsung yang diberikan Yesus 

kepada mereka mengenai kematian Lazarus, dan tekad-Nya 

untuk pergi ke Betania (ay. 14-15).  

[1]  Ia memberi tahu mereka tentang kematian Lazarus. Apa 

yang sebelumnya hanya Ia katakan secara gelap, kini 

dijelaskan-Nya dengan terus terang dan tanpa memakai 

kata kiasan: Lazarus sudah mati (ay. 14). Kristus selalu 

memperhatikan kematian para orang kudus-Nya, sebab 

hal itu berharga di mata-Nya (Mzm. 116:15), dan Ia pun 

tidak senang bila kita tidak mengacuhkan hal itu dan 

tidak memperhatikannya dengan sungguh-sungguh. 

Lihatlah, betapa berbelas kasihannya Kristus sebagai 

seorang guru, sampai-sampai Dia mau merendahkan 

diri bagi mereka yang keluar dari jalur dengan menje-

laskan segala sesuatu yang belum mereka pahami mela-

lui perkataan dan perbuatan-Nya.  

[2] Dia mengemukakan alasan mengapa Ia menunda lama 

sekali sebelum akhirnya memutuskan untuk menengok 

Lazarus: Syukurlah Aku tidak hadir pada waktu itu. Jika 

Ia telah ada di sana sebelum itu, maka Ia akan dapat 

menyembuhkan penyakit Lazarus dan mencegah ke-

matiannya, yang pasti akan menghiburkan hati kawan-

kawan Lazarus, namun   jika itu terjadi, maka murid-

murid-Nya tidak akan mendapatkan kesempatan untuk 

menyaksikan bukti kuasa-Nya, selain dari apa yang 

Injil Yohanes 11:1-16 

 763 

telah sering mereka lihat sebelumnya, sehingga pastilah 

iman mereka tidak akan bertambah kuat sebab nya. 

namun   sesudah  Ia datang ke sana dan membangkitkan 

Lazarus dari kubur, ada banyak orang yang sebelumnya 

tidak percaya menjadi percaya kepada-Nya (ay. 45), dan 

juga, ada banyak peningkatan pesat dalam proses pe-

nyempurnaan iman mereka yang telah mempercayai-

Nya sebelum kejadian itu, yang memang menjadi tujuan 

Kristus: Sebab demikian lebih baik bagimu, supaya 

kamu dapat belajar percaya. 

[3] Kini Ia memutuskan untuk pergi ke Betania dan meng-

ajak serta murid-murid-Nya: Marilah kita pergi sekarang 

kepadanya. Ia tidak berkata, “Marilah kita pergi kepada 

saudari-saudarinya untuk menghibur hati mereka” 

(yang merupakan tindakan terbaik yang dapat kita la-

kukan), akan namun  , “Marilah kita pergi kepadanya,” se-

bab Kristus dapat menunjukkan keajaiban kepada orang 

mati. Kematian, yang akan memisahkan kita dari semua 

teman-teman kita dan memutuskan hubungan kita 

dengan mereka, tidak akan sanggup memisahkan kita 

dari kasih Kristus maupun menempatkan kita di luar 

jangkauan panggilan-Nya. Sebagaimana Ia akan mem-

pertahankan kovenan-Nya dengan debu (orang mati), 

demikian pula Ia dapat melawat debu itu. Lazarus 

sudah mati, namun   marilah kita datang kepadanya, se-

kalipun orang-orang yang berkata “jika ia hanya tidur, 

tidak perlu datang kepadanya lagi” telah siap-siap untuk 

berkata “Jika ia telah mati, sia-sia saja pergi ke sana.”  

(5) Tomas menyemangati rekan-rekannya untuk mengikuti 

langkah Guru mereka (ay. 16): Tomas, yang disebut Didi-

mus. Tomas dalam bahasa Ibrani dan Didimus dalam baha-

sa Yunani berarti kembar. Dikatakan tentang Ribka (Kej. 

25:24) bahwa ada anak kembar di dalam kandungannya, 

dan kata yang dipakai yaitu  Thomim. Mungkin Tomas 

juga yaitu  anak kembar. Dengan semangat dia berkata 

kepada teman-temannya (yang mungkin hanya saling ber-

pandangan dengan cemas dan khawatir sewaktu Kristus 

berkata dengan pasti, “Marilah kita datang kepadanya”), 


 764

“Marilah kita pergi juga untuk mati bersama-sama dengan 

Dia.”  

Dengan dia, artinya: 

[1] Dengan Lazarus, yang kini telah  mati, seperti yang diar-

tikan oleh beberapa orang. Lazarus yaitu  seorang ka-

wan dekat yang begitu dikasihi oleh Kristus dan murid-

murid-Nya, dan mungkin Tomas memiliki kedekatan 

yang lebih khusus lagi dengan dia. Nah, jika kini Laza-

rus sudah mati, kata Tomas, Marilah kita pergi juga un-

tuk mati bersama-sama dengannya. Sebab,  

Pertama, “Jika kita bertahan hidup, kita tidak tahu 

bagaimana kita bisa hidup tanpa dia.” Mungkin Lazarus 

telah melakukan banyak kebaikan bagi mereka, menye-

diakan tempat menginap, menyediakan keperluan me-

reka, dan telah menjadi penunjuk jalan bagi mereka. 

namun   sekarang sesudah  dia pergi, tidak ada lagi orang 

yang sebaik itu, dan  “sebab  itu,” kata Tomas, “kita 

lebih baik mati saja bersama-sama dia.” Begitulah, ter-

kadang kita juga berpikir bahwa hidup kita terikat pada 

hidup orang-orang yang kita kasihi, namun   Tuhan   akan 

mengajari kita untuk hidup, untuk hidup dengan nya-

man, dengan bergantung pada Dia, saat orang-orang 

yang kita kasihi meninggal dunia dan kita pikir kita 

tidak bisa terus hidup tanpa mereka. Akan namun  , ini 

belumlah semuanya.  

Kedua, “Jika kita mati, kita memiliki harapan untuk 

bisa berbahagia bersama-sama dengan dia.” Begitu 

kuatnya iman Tomas mengenai kebahagiaan yang akan 

dicapai sesudah  kematian, dan betapa baiknya harapan 

yang mereka punyai dalam kasih karunia mengenai diri 

mereka dan juga Lazarus di dalam kematian itu, sam-

pai-sampai ia ingin semuanya mati bersama dengan La-

zarus. Memang lebih baik mati dan pergi bersama-sama 

dengan kawan-kawan Kristen kita ke alam yang diper-

kaya oleh kepindahan mereka ke sana, dibandingkan  terting-

gal di dunia ini, yang mengalami kerugian besar akibat 

keberangkatan mereka dari tempat itu. Maka, semakin 

banyak kawan kita yang pindah, akan berarti semakin 

Injil Yohanes 11:1-16 

 765 

longgarnya ikatan kita dengan dunia ini, dan semakin 

besar pula hati kita ditarik ke arah sorga. Betapa me-

nyenangkannya cara orang benar berbicara mengenai 

kematian, seolah-olah hal itu sama dengan menanggal-

kan pakaian dan pergi tidur!  

[2] “Marilah kita pergi juga untuk mati bersama-sama de-

ngan Guru kita, yang sekarang hendak menghadapkan 

diri-Nya pada kematian dengan membahayakan diri-Nya 

dengan masuk ke Yudea,” begitulah pendapat saya me-

ngenai arti kalimat itu. “Jika Ia hendak menantang ba-

haya, marilah kita pergi juga dan mengambil bagian kita 

bersama-sama dengan Dia, sesuai dengan perintah 

yang kita terima, Ikutlah Aku.” Tomas tahu banyak me-

ngenai kedengkian orang-orang Yahudi terhadap Kris-

tus dan rancangan Tuhan   bagi-Nya, yang telah sering di-

beritahukan Kristus kepada mereka, sehingga tidaklah 

mengherankan untuk menduga jika kini Ia hendak pergi 

ke sana untuk mati. Tomas pun kini menyatakan,  

Pertama, kesiapannya yang tulus untuk mati ber-

sama Kristus, yang timbul dari kasihnya yang kuat 

terhadap-Nya, meskipun imannya lemah, seperti yang 

terbukti kemudian (14:5; 20:25). Di mana engkau mati, 

aku pun mati di sana  (Rut 1:17).  

Kedua, keinginan kuat untuk mendorong rekan-re-

kannya yang lain supaya bertindak serupa: “Marilah 

kita pergi, senasib dan sepenanggungan, untuk mati 

bersama dengan Dia. Jika orang melempari-Nya dengan 

batu, biarlah mereka melempari kita juga. Siapakah 

yang mau hidup tanpa Guru yang demikian?” Begitu-

lah, orang Kristen harus saling menyemangati satu 

sama lain di saat-saat yang sulit. Biarlah setiap kita 

berkata, “Marilah kita mati bersama-sama dengan Dia.” 

Perhatikan, ingatan akan kematian Tuhan Yesus harus 

membuat kita juga bersedia untuk mati, kapan pun 

Tuhan   memanggil kita.  


 766

Kristus di Betania  

(11:17-32) 

17 Maka saat  Yesus tiba, didapati-Nya Lazarus telah empat hari berbaring di 

dalam kubur. 18 Betania terletak dekat Yerusalem, kira-kira dua mil jauhnya. 

19 Di situ banyak orang Yahudi telah datang kepada Marta dan Maria untuk 

menghibur mereka berhubung dengan kematian saudaranya. 20 saat  Marta 

mendengar, bahwa Yesus datang, ia pergi mendapatkan-Nya. namun   Maria 

tinggal di rumah. 21 Maka kata Marta kepada Yesus: “Tuhan, sekiranya Eng-

kau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati. 22 namun   sekarang pun aku tahu, 

bahwa Tuhan   akan memberikan kepada-Mu segala sesuatu yang Engkau 

minta kepada-Nya.” 23 Kata Yesus kepada Marta: “Saudaramu akan bangkit.” 

24 Kata Marta kepada-Nya: “Aku tahu bahwa ia akan bangkit pada waktu 

orang-orang bangkit pada akhir zaman.” 25 Jawab Yesus: “Akulah kebang-

kitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia 

sudah mati, 26 dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, 

tidak akan mati selama-lamanya. Percayakah engkau akan hal ini?” 27 Jawab 

Marta: “Ya, Tuhan, aku percaya, bahwa Engkaulah Mesias, Anak Tuhan  , Dia 

yang akan datang ke dalam dunia.” 28 Dan sesudah berkata demikian ia pergi 

memanggil saudaranya Maria dan berbisik kepadanya: “Guru ada di sana 

dan Ia memanggil engkau.” 29 Mendengar itu Maria segera bangkit lalu pergi 

mendapatkan Yesus.30 namun   waktu itu Yesus belum sampai ke dalam kam-

pung itu. Ia masih berada di tempat Marta menjumpai Dia. 31 saat  orang-

orang Yahudi yang bersama-sama dengan Maria di rumah itu untuk meng-

hiburnya, melihat bahwa Maria segera bangkit dan pergi ke luar, mereka 

mengikutinya, sebab  mereka menyangka bahwa ia pergi ke kubur untuk 

meratap di situ. 32 Setibanya Maria di tempat Yesus berada dan melihat Dia, 

tersungkurlah ia di depan kaki-Nya dan berkata kepada-Nya: “Tuhan, sekira-

nya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati.” 

sesudah  keputusan diambil, yakni bahwa Kristus akan kembali ke 

Yudea beserta dengan murid-murid-Nya, mereka pun memulai perja-

lanan mereka. Di perjalanan ini terjadi beberapa hal yang dicatat oleh 

penulis Injil lainnya, misalnya penyembuhan seorang buta di Yerikho 

dan pertobatan Zakheus. Kita tidak boleh berhenti berbuat baik seka-

lipun kita sedang ada dalam perjalanan. Kita juga tidak boleh begitu 

larut dalam sebuah pekerjaan baik sampai membuat tugas baik 

lainnya terbengkalai.   

Akhirnya, Ia pun sampai ke dekat Betania, yang dikatakan berja-

rak kira-kira dua mil jauhnya dari Yerusalem (ay. 18). Hal itu dicatat 

di sini supaya nyata bahwa mujizat yang hendak dilakukan-Nya itu 

terjadi masih di sekitar Yerusalem dan dianggap terjadi di sana. Muji-

zat Kristus di Galilea memang lebih banyak, namun   mujizat yang dila-

kukan-Nya di dalam dan sekitar kota Yerusalem lebih gemilang. Di 

sanalah Ia menyembuhkan seorang yang telah menderita penyakit 

selama tiga puluh delapan tahun, lalu seorang lagi yang terlahir buta, 

dan membangkitkan seorang yang telah mati selama empat hari.  

Maka datanglah Kristus ke Betania, dan perhatikanlah: 

Injil Yohanes 11:17-32 

 767 

I.  Keadaaan yang tengah dialami kawan-kawan-Nya di sana. Saat Ia 

meninggalkan mereka sebelumnya, kemungkinan besar mereka 

dalam keadaan yang baik, sehat dan penuh sukacita. Akan namun  , 

saat kita berpisah dengan kawan-kawan kita, kita tidak tahu (se-

kalipun Kristus tahu) perubahan apa yang akan menimpa diri kita 

atau mereka sebelum kita bertemu lagi dengan mereka.   

1.  Ia mendapati Lazarus sahabat-Nya itu telah terbaring di dalam 

kubur (ay. 17). Saat Ia sampai di dekat kota, kemungkinan de-

kat area pemakaman di kota itu, Ia diberi tahu oleh para te-

tangga atau orang-orang yang berpapasan dengan-Nya, bahwa 

Lazarus telah dikubur selama empat hari. Beberapa pihak ber-

pendapat bahwa Lazarus mati pada hari yang sama saat  

utusan itu datang kepada Yesus dengan kabar sakit penyakit 

yang menimpanya, dan sebab  itu diperhitungkan bahwa Ia 

tetap tinggal di tempat itu dua hari dan dua hari lainnya lagi 

untuk perjalanan-Nya ke Betania. Saya lebih cenderung ber-

pendapat bahwa Lazarus mati tepat saat Yesus berkata, “Sau-

dara kita itu telah tertidur, ia kini sudah jatuh tertidur,” dan 

bahwa waktu antara kematian dan penguburan Lazarus (yang 

biasanya berlangsung dengan singkat di antara orang-orang 

Yahudi), termasuk empat hari terbaringnya ia di dalam kubur, 

dihabiskan Yesus dalam perjalanan-Nya itu. Kristus bepergian 

secara terang-terangan, seperti yang terlihat saat  Ia melalui 

Yerikho dan juga saat  Ia singgah di rumah Zakheus, yang 

pasti menyita waktu. Meskipun pasti akan terjadi, datangnya 

keselamatan yang telah dijanjikan sering lambat. 

2.  Ia mendapati kawan-kawan lainnya yang masih hidup sedang 

dalam kedukaan. Marta dan Maria begitu tenggelam dalam ke-

sedihan akibat kematian saudara mereka, yang terlihat dari 

pernyataan bahwa banyak orang Yahudi telah datang untuk 

menghibur mereka.  

Perhatikan:  

(1)  Biasanya, di mana ada kematian, di sana ada banyak orang 

yang meratap, terutama saat orang yang dekat dan begitu 

dikasihi dan yang telah berbuat banyak kebaikan bagi 

orang lain, dipanggil selamanya. Rumah di mana terjadi ke-

matian sering disebut rumah duka (Pkh. 7:2). Saat manusia 

pergi ke rumahnya yang kekal, peratap-peratap berkeliaran 


 768

di jalan (Pkh. 12:5), atau mungkin memilih untuk duduk 

sendiri dan berdiam diri. Rumah Marta, sebuah rumah 

yang dipenuhi dengan rasa takut akan Tuhan   dan diberkati 

oleh-Nya, kini menjadi rumah duka. Kasih karunia akan 

menjauhkan kedukaan dari hati (14:1), namun   bukan dari 

rumah.   

(2) Di mana ada peratap, di situ ada penghibur. Sudah menjadi 

kewajiban kita untuk berdukacita bersama-sama dengan 

mereka yang sedang berkabung, dan menghibur mereka. 

Sikap kita yang menunjukkan dukacita akan menjadi se-

macam penghiburan bagi mereka. Saat kita sedang diseli-

muti dukacita, kita cenderung melupakan hal-hal yang da-

pat menghibur hati kita. Oleh sebab itulah kita membutuh-

kan orang lain untuk mengingatkan kita. Memiliki orang-

orang seperti itu di saat kita sedang berkabung memang 

melegakan hati, dan itulah tugas kita kepada mereka yang 

sedang berdukacita. Alim ulama Yahudi juga menekankan 

pentingnya hal tersebut, sehingga mereka mewajibkan 

murid-murid mereka untuk menghibur mereka yang berdu-

ka sesudah  penguburan orang yang meninggal. Mereka pun 

menghibur Maria dan Marta berhubung dengan kematian 

saudaranya, yakni, dengan membicarakan tentang dia, bu-

kan hanya mengenai nama baik yang telah ia tinggalkan, 

namun   juga tentang keadaan bahagia yang kini telah ia ma-

suki. Saat kenalan dan kawan kita yang saleh diambil dari 

kita, maka sesedih apa pun kita yang telah ditinggal pergi 

dan yang telah kehilangan mereka itu, kita boleh merasa 

terhibur bahwa mereka telah pergi mendahului kita untuk 

memasuki kebahagiaan sehingga mereka tidak membutuh-

kan kita lagi. Kunjungan yang dilakukan oleh orang-orang 

Yahudi kepada Marta dan Maria merupakan bukti bahwa 

mereka yaitu  orang-orang yang terpandang dan penting. 

Meskipun mereka yaitu  pengikut Kristus, orang lain yang 

bahkan tidak menghormati Dia pun tetap memperlakukan 

mereka dengan baik, sebab  mereka selalu berlaku baik 

pada semua orang. Kehendak ilahi juga yang telah meng-

atur agar ada banyak sekali orang Yahudi, kemungkinan 

wanita-wanita Yahudi, yang datang berkumpul ke tempat 

itu, untuk menghibur mereka yang berduka, supaya ada 

Injil Yohanes 11:17-32 

 769 

saksi-saksi yang tak terbantahkan mengenai  mujizat terse-

but, dan juga supaya mereka bisa melihat bahwa sebagai 

penghibur, mereka itu tidak ada apa-apanya dibandingkan 

dengan Kristus. Biasanya Kristus tidak mengumpulkan 

saksi-saksi bagi mujizat-mujizat-Nya, namun   untuk mujizat 

ini ada pengecualiannya. Dalam kebijaksanaan-Nya Tuhan   

pun mengatur supaya mereka ini semua datang ke sana 

bersama-sama pada waktu itu, untuk menyaksikan mujizat 

itu, sehingga ketidakpercayaan pun dibungkamkan.  

II.  Percakapan yang terjadi antara Kristus dengan kawan-kawan-Nya 

yang masih hidup saat itu. Saat Kristus menunda kunjungan-Nya 

selama beberapa waktu, kunjungan-Nya itu menjadi lebih disam-

but dan ditunggu-tunggu. Demikian pula di sini. Kepergian-Nya 

membuat kepulangan-Nya semakin dinantikan, dan ketidakhadir-

an-Nya membuat kita belajar untuk lebih lagi menghargai keha-

diran-Nya.  

Di sini ada :  

1.  Percakapan antara Kristus dan Marta.  

(1)  Diceritakan bahwa ia pergi mendapatkan-Nya (ay. 20).  

[1] Kelihatannya Marta benar-benar menunggu dan meng-

harap-harapkan kedatangan Kristus. Mungkin saja dia 

telah mengutus orang untuk memberitahukannya jika 

Kristus telah datang, atau mungkin dia sering kali ber-

tanya, “Apakah kamu melihat jantung hatiku?”, sehingga 

orang pertama yang melihat Kristus datang segera ber-

lari menemui Marta untuk memberitahukan kabar baik 

itu. Apa pun itu, Marta sudah mendengar tentang keda-

tangan Kristus bahkan sebelum Dia benar-benar sam-

pai ke sana. Marta telah menunggu begitu lama dan 

sering kali bertanya, “Sudahkah Ia datang?” namun   tidak 

kunjung mendengar kabar berita tentang Dia. Namun 

akhirnya, yang telah lama dinanti-nantikan itu datang 

juga. Pada akhirnya, penglihatan pun akan berbicara, 

tanpa berdusta.  

[2]  Begitu mendengar kabar baik bahwa Yesus akan segera 

datang, Marta pun meninggalkan segalanya dan pergi 

mendapatkan-Nya, untuk menyambut Dia dengan sung-


 770

guh hati. Dia mengabaikan semua tata krama dan sikap 

hormat terhadap orang-orang Yahudi yang sedang me-

layat ke rumahnya, dan bergegas pergi untuk menemui 

Yesus. Perhatikan, saat Tuhan   melawat kita melalui anu-

gerah atau pemeliharaan-Nya untuk menunjukkan 

belas kasihan dan menghibur kita, kita pun harus maju 

dalam iman, pengharapan dan doa untuk menemui-

Nya. Beberapa orang berpendapat bahwa Marta pergi ke 

luar kota untuk menemui Yesus supaya ia dapat mem-

beritahukan-Nya bahwa di rumah mereka kini ada 

beberapa orang Yahudi yang mungkin tidak menyukai 

Yesus, sehingga kalau Yesus mau, Ia pun bisa menghin-

dar untuk datang ke sana.  

[3]  Saat Marta pergi untuk menemui Yesus, Maria tinggal di 

rumah. Beberapa orang berpendapat bahwa mungkin 

Maria tidak mendengar kabar itu sebab ia menarik diri 

ke dalam kamarnya, sambil menerima kunjungan bela-

sungkawa orang-orang, sementara Marta yang menyi-

bukkan diri dalam urusan rumah tangga mendengar 

kabar itu dengan segera. Mungkin saja Marta tidak mau 

memberi tahu saudarinya bahwa Kristus hampir tiba, 

sebab ia ingin mendapat kehormatan sebagai orang per-

tama yang menyambut-Nya. Sancta est prudentia clam 

fratribus clam parentibus ad Christum esse conferre – 

Kesigapan yang kudus membimbing kita kepada Kristus, 

sementara saudara dan orangtua bahkan tidak menge-

tahui apa yang kita lakukan. – Maldonat. in locum. Ada 

beberapa pihak lain juga berpendapat bahwa Maria 

mendengar kabar bahwa Kristus datang, namun   terlalu 

tenggelam dalam kesedihannya sehingga dia tidak mau 

bergerak sedikit pun, dan memilih untuk terus larut 

dalam kesedihannya itu, dengan duduk diam sambil te-

rus memikirkan dukacitanya, sambil berkata, “Selayak-

nyalah aku berkabung.” Dengan membandingkan kisah 

ini dengan kisah yang dicatat dalam Lukas 10:38 dan 

seterusnya, kita dapat melihat perbedaan sifat di antara 

kedua saudari itu, beserta dengan kelebihan dan kele-

mahannya masing-masing. Sifat temperamen Marta 

yaitu  giat dan selalu sibuk. Dia senang mondar-man-

Injil Yohanes 11:17-32 

 771 

dir untuk membereskan segala sesuatu. Sifatnya ini te-

lah menjadi perangkap baginya, sebab  bukan saja 

membuatnya menjadi cemas dan khawatir mengenai 

segala sesuatu, namun   juga menghalanginya untuk men-

jalankan ibadahnya. namun   kini, di masa sulit seperti 

ini, sifat giatnya itu justru membawa kebaikan baginya, 

sebab  dapat menghalau kedukaan dalam hatinya dan 

membuatnya begitu bersemangat untuk bertemu de-

ngan Kristus. Dan ia pun lebih cepat memperoleh peng-

hiburan dari-Nya. Sebaliknya, sifat Maria yaitu  lebih 

pemikir dan menahan diri. Sifat ini merupakan keun-

tungan baginya sebelum ini, sebab  membuatnya du-

duk di bawah kaki Kristus untuk mendengar firman-

Nya, dan memungkinkannya lebih memperhatikan Kris-

tus tanpa harus terganggu oleh tetek bengek yang meri-

saukan Marta. namun   kini di saat yang sulit ini, sifatnya 

itu menjadi suatu perangkap baginya, membuatnya 

sulit untuk melepaskan diri dari kesedihannya sehingga 

ia pun terus menerus terlarut di dalamnya: namun   Maria 

tinggal di rumah. Lihatlah di sini bagaimana kita benar-

benar harus berhikmat dalam berjaga-jaga terhadap 

berbagai godaan, dan memanfaatkan sebaik-baiknya si-

fat temperamen kita untuk keuntungan kita.  

(2)  Di sini ada  cerita lengkap mengenai percakapan yang 

terjadi antara Kristus dan Marta.   

[1]  Perkataan Marta terhadap Kristus (ay. 21-22).  

Pertama, ia mengeluhkan lamanya ketidakhadiran 

Kristus dan kedatangan-Nya yang tertunda. Dia menga-

takan hal itu bukan saja dengan kepedihan sebab  ke-

matian kakaknya, namun   juga menyiratkan sedikit sakit 

hati sebab  tindakan Guru yang kelihatannya tidak 

baik itu: Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, saudara-

ku pasti tidak mati.  

Di sini ada :  

1.  Suatu bukti imannya. Marta percaya kepada kuasa 

Kristus, yaitu, meskipun penyakit kakaknya itu 

sungguh berat, Dia pasti sanggup menyembuhkan-

nya dan mencegah kematiannya. Marta juga memer-


 772

cayai belas kasih-Nya, yaitu, jika saja Ia melihat 

Lazarus dalam kesakitannya yang luar biasa itu, dan 

bagaimana semua kenalan Lazarus menangis meli-

hat penderitaannya itu, Kristus pasti akan merasa 

iba dan mencegah terjadinya kesedihan itu, sebab 

belas kasihan-Nya tidak sia-sia. namun  ,  

2. Di sini ada gambaran ketidakpercayaannya. Iman 

Marta memang tulus, namun   lemah seperti sebatang 

buluh yang terkulai, sebab ia membatasi kuasa Kris-

tus dengan berkata, sekiranya Engkau ada di sini. 

Padahal dia seharusnya tahu bahwa Kristus sang-

gup menyembuhkan orang dari jarak jauh, dan bah-

wa cara kerja-Nya yang penuh anugerah itu tidak 

terbatas oleh kehadiran tubuh jasmani-Nya. Dia 

juga berpikiran serupa mengenai hikmat dan kebaik-

an Kristus, yaitu bahwa Dia tidak bergegas menda-

pati mereka saat mereka memanggil-Nya, seolah-

olah Ia tidak mengatur kegiatan-Nya dengan baik, 

dan malah tetap tinggal di tempat-Nya semula dan 

tidak segera datang, dan sekarang kedatangan-Nya 

sudah terlambat. Marta juga sudah tidak terpikir 

lagi untuk meminta pertolongan apa pun saat itu.  

Kedua, Marta kemudian meralat dan menghibur diri-

nya sendiri dengan memikirkan kebaikan yang Kristus 

sediakan di sorga. Setidaknya, kini dia menyalahkan 

dirinya sendiri sebab  tadi telah mempersalahkan Gu-

runya dan menyiratkan bahwa kedatangan-Nya itu su-

dah terlambat: namun   sekarang pun aku tahu, separah 

apa pun keadaannya, Tuhan   akan memberikan kepada-

Mu segala sesuatu yang Engkau minta kepada-Nya.  

Perhatikanlah:  

1.  Betapa berserahnya pengharapannya itu. Meski ia 

tidak punya nyali untuk meminta Yesus membang-

kitkan Lazarus, sebab pada waktu itu belum pernah 

ada orang yang telah lama mati dibangkitkan lagi, 

namun, layaknya seorang pemohon yang rendah 

hati, Marta bersedia menaruh perkara tersebut da-

lam kehendak Tuhan Yesus, sesuai dengan belas 

Injil Yohanes 11:17-32 

 773 

kasihan dan hikmat-Nya. Saat kita tidak tahu hal 

apa yang seharusnya kita minta atau harapkan, 

biarlah kita berserah diri kepada Tuhan   dan mem-

biarkan-Nya melakukan yang terbaik. Judicii tui est, 

non præsumptionis meæ – Aku menyerahkan hal itu 

pada keputusan-Mu, dan bukan pada pertimbang-

anku – Aug. in locum. Saat kita tidak tahu apa yang 

harus kita doakan, kita bisa merasa terhibur sebab  

Sang Perantara Agung selalu tahu apa yang harus Ia 

mintakan bagi kita, dan doa-Nya itu selalu didengar.  

2.  Betapa lemahnya iman Marta itu. Seharusnya dia 

berkata, “Tuhan, Engkau dapat melakukan apa saja 

yang Engkau mau;” namun   dia hanya berkata, “Eng-

kau bisa mendapatkan apa saja yang Kau minta da-

lam doa-Mu.” Dia sudah lupa bahwa Anak mem-

punyai hidup dalam diri-Nya sendiri, bahwa Ia mela-

kukan mujizat-mujizat dengan kuasa-Nya sendiri. 

Akan namun  , dua pertimbangan berikut harus diingat 

dalam mendorong iman dan pengharapan kita, dan 

satu pun tidak boleh diabaikan: Kuasa Kristus atas 

seluruh bumi dan hak serta pengantaraan-Nya di 

sorga. Dia memegang tongkat emas di satu tangan-

Nya, sementara tangan yang satunya lagi memegang 

ukupan emas. Kuasa-Nya selalu unggul, penganta-

raan-Nya selalu berhasil.  

[2] Kata-kata penghiburan yang diucapkan Kristus kepada 

Marta, sebagai jawaban terhadap pernyataannya yang 

menyedihkan tadi (ay. 23): Kata Yesus kepada Marta: 

“Saudaramu akan bangkit.” Dalam keluhannya, Marta 

menoleh ke belakang dan merenung dengan rasa sesal 

bahwa Kristus tidak ada di sana waktu itu, sebab pikir-

nya, “kalau saja Ia ada, pastilah saudaraku masih hi-

dup sekarang.” Dalam keadaan seperti itu, kita memang 

sering kali tergoda untuk menambah kesengsaraan kita 

sendiri dengan mengandai-andaikan hal berbeda yang 

mungkin bisa terjadi. “Jika saja cara yang itu yang dite-

rapkan, atau tabib itu yang dipanggil, pasti temanku 

tidak mati.” Kalimat-kalimat seperti ini sebenarnya ada-

lah sesuatu yang ada di luar jangkauan pengetahuan 


 774

kita, jadi apa gunanya berkata seperti itu? Saat kehen-

dak Tuhan   telah terjadi, tugas kita hanyalah berserah 

kepada-Nya saja. Kristus membimbing Marta (dan mela-

lui itu juga membimbing kita), untuk memandang ke 

depan dan memikirkan apa yang akan terjadi, sebab di 

sanalah terletak kepastian dan penghiburan: “Saudara-

mu akan bangkit.”  

Pertama, perkataan ini benar bagi Lazarus dalam 

arti khusus, bahwa sebentar lagi ia akan dibangkitkan. 

namun   Kristus menyatakan hal itu dalam arti yang lebih 

umum, yaitu sebagai sesuatu yang nanti akan terjadi, 

yang bukan akan dilakukan-Nya sendiri. Begitulah, be-

tapa rendah hatinya Kristus saat  berbicara mengenai 

apa yang dilakukan-Nya. Kristus juga mengucapkan 

perkataan itu dengan makna ganda, yang membuat 

Marta pada mulanya merasa tidak yakin dengan mak-

sud-Nya, apakah Ia hendak membangkitkan Lazarus 

sebentar lagi atau menunggu sampai akhir zaman, su-

paya dengan demikian Ia dapat menguji iman dan kesa-

barannya.  

Kedua, perkataan Kristus itu berlaku bagi semua 

orang kudus dan kebangkitan mereka pada akhir za-

man. Perhatikan, merupakan penghiburan bagi kita bila 

saat kita menguburkan teman dan kenalan kita yang 

saleh, kita tahu bahwa mereka akan bangkit lagi. Seba-

gaimana jiwa tidak hilang saat kematian, melainkan ha-

nya pergi, begitu juga tubuh tidak lenyap, melainkan 

hanya dibaringkan saja. Bayangkanlah dirimu mende-

ngar Kristus berkata, “Orangtuamu, anakmu, teman se-

penanggunganmu, akan bangkit lagi, tulang-tulang yang 

kering itu akan hidup lagi.” 

[3] Iman Marta yang bercampur dengan perkataan Kristus 

itu, dan ketidakpercayaan yang bercampur dengan 

imannya itu (ay. 24).  

Pertama, Marta menganggapnya sebagai perkataan 

yang harus diimani, yaitu bahwa ia akan bangkit pada 

waktu orang-orang bangkit pada akhir zaman. Meski 

ajaran mengenai kebangkitan itu baru benar-benar ter-

Injil Yohanes 11:17-32 

 775 

bukti penuh dengan terjadinya kebangkitan Kristus, te-

tapi sebagaimana terlihat di sini, Marta telah memper-

cayainya dengan teguh (Kis. 24:15), yaitu:  

1.  Bahwa akan ada akhir zaman, saat seluruh hari dan 

waktu akan dihitung dan dihentikan.  

2.  Bahwa akan terjadi kebangkitan besar pada saat itu, 

yaitu saat  bumi dan laut menyerahkan orang-

orang mati yang ada di dalamnya.  

3. Bahwa akan ada kebangkitan pribadi bagi setiap 

orang: “Aku tahu bahwa aku akan bangkit lagi, be-

gitu pula semua orang-orang yang kukasihi.” Seba-

gaimana tulang-tulang akan kembali bertemu satu 

sama lain pada hari itu, begitu pula seorang teman 

dengan temannya yang lain. 

Kedua, Meski begitu, kelihatannya Marta masih ber-

pikir bahwa perkataan itu tidaklah seberharga kenyata-

annya: “Aku tahu ia akan bangkit pada akhir zaman, 

namun   kami sekarang tidak merasa lebih baik sebab -

nya,” seolah-olah penghiburan yang ada dalam kebang-

kitan menuju hidup yang kekal itu tidak ada gunanya 

diperbincangkan pada saat itu, atau tidak membantu-

nya meringankan kesedihannya. Lihatlah kelemahan 

dan kebodohan kita. Kita membiarkan hal-hal indrawi 

sekarang ini terpatri dalam-dalam pada diri kita, baik 

itu duka maupun suka, dibandingkan dengan hal-hal 

yang menjadi sasaran iman kita. Aku tahu ia akan bang-

kit pada akhir zaman, apakah itu belum cukup? Seperti-

nya, memang belum cukup bagi Marta. Dengan demiki-

an, ketidakpuasan kita akan salib yang harus kita pikul 

sekarang dapat membuat kita meremehkan pengharap-

an kita akan masa depan, seolah-olah pengharapan itu 

tidak layak untuk diindahkan. 

[4] Arahan dan peneguhan lebih lanjut yang diberikan Kris-

tus kepada Marta, sebab Ia tidak akan memadamkan 

batang pohon yang terbakar ataupun mematahkan bu-

l