asal usul hadist 1
Ad81ah: ke 'adilan seorang periwayat, salah satu laiteria keshahihan hadis.
Ah8d: hadis yang diriwayatkan oleh satu, dua, tiga orang periwayat atau lebih,
tetapi tidak sampai pada tingkat mutawdti r.
'Ardh, mu 'llradhah: cara memperoleh hadis di mana seorang murid membaca
ha.dis di hadapan gurunya, baik bersumber dari hafidannya maupun dari
sebuah catatan.
Dhabth: kekuatan ingatan seorang periwayat yang merupakan salah satu syarat
keshabihan hadis.
Dha ''ff: hadis lemah; hadis yang tidak memenuhi salah satu laiteria keshahiban
hadis.
Fiqh: pemahaman tentang ajaran agama; ilmu tentang hukum-hukum syar'iyyah
berdasarkan dalil-dalil yang terperinci.
Firqah: aliran teologi dalam Islam.
FullJ.n: seorang periwayat hadis yang menerima riwayat dari seorang gmu saja
dan kemudian menyampaikannya banya kepada seorang murid.
FuqahO. ': para pakar di bidang hukum Islam.
Ghartb: hadis yang diriwayatkan oleh seorang periwayat saja di mana pun
kesendirian periwayatan itu terjadi.
Hasan: hadis yang memenuhi laiteria hadis shal11l!, tetapi diriwayatkan oleh
periwayat yang kurang dhllbith (kuat ingatannya). JjO:zah: cara penerimaan hadis di mana guru hadis memberi ijin kepada seseorang
untuk meriwayatkan hadis yang eda padanya, baik dinyatakan secara lisan
maupun tertulis.
I 'Ulm al-rdwf: cara penerimaan hadis di mana seorang guru hadis
memberitahukan kepeda muridnya, hadis atau kitab hadis yang telah
diterimanya dari periwayatnya tanpa disertai pernyataan agar muridnya
tersebut meriwayatkannya lebih lanjut
'Jlm al-rija.l: ilmu yang mengkaji sejnh dan kualitas para periwayat hadis.
'Jllat: cacat yang tersembunyi yang mernsak kualitas hadis.
Imlld Gamak: asantd): raogkaian para periwayat hadis yang menjadi sandaran
keshahihan sebuah matan hadis.
Jsra 'tliyy8.t: riwayat-riwayat yang mengandung unsur-unsur dari literatur
legendaris dan keagamaan kaum Yabudi.
Jttisha.l: persambungan sanad antaraguru dan murid, salah satu kriteria kesahihan
hadis; lihat muttashil.
AJ-Jllmi 'al-Shal:l.rfl: kitab hadis yang mengbimpun hadis-hadis shal:l.fb. sllia tentang
seluruh persoalan: dari persoalan akidah dan hukum hingga persoalan
tafsir dan sejarah.
Khabar al-Jnjirad: hadis yang diriwayatkan oleh seorang periwayat saja; lihat
ghartb.
Kitdbah, muk8.tabah: cara penerimaan hadis di mana seorang guru hadis
menuliskan hadis yang diriwayatkannya untuk diberikan kepeda orang
tertentu. Al-kutub al-sittah: enam koleksi ha.dis yang dianggap paling otoritatii: yakni
koleksi Bukhir'i, Muslim, Abft Dlwud, Tirmidz1. Nasl'1, lbnu ~ah.
Maddr: poros.
Maqlab: badis yang terbalik sebagian matannya atau nama periwayal dalam
sanadnya etau sanad matannya.
Maqtha ·: badis yang diriwayatkan dari tabiin.
Marfil': hadis yang disandarkan kepada nabi saw., baik muttashil maupun
munqathi'.
Mawqllf badis yang diriwayatkan dari sahabat, baik muttashil maupun munqathi '.
Matn: teks ha.dis yang sebagian besamya disandarkan kepada nabi saw.
Mawld Gamak: ma.,.;dlt): budak.
Mu •ammarfln: para periwayat ha.dis yang diberi umur panjang oleh Tuhan.
Mu 'an 'an: badis yang diriwayatkan dengan menggunakan lafazh 'an.
Mu 'dhal: ha.dis yang dalam isnddnya terdapat dua orang periwayat atau lebih
yang gugur secara berurutan.
Mun8.walah: cara penerimaan ha.dis di mana seorang guru memberi kitab badis
kepada muridnya, baik disertai dengan ij in untulc meriwayatkannya
maupun tidak.
Munk'ar: badis yang diriwayatkan oleh periwayat lemah dan bertentangan dengan
riwayat dari para periwayat terpercaya (tsiqdt).
Mul!addi tsQ.n: para ahli hadis.
Mursal (jamak: marllsfl): ha.dis yang dalam isno.dnya terdapat seorang periwayat
dari generasi sahabat yang gugur. Mushannaf (jamak: mushannafat"): kitab hadis yang disusun berdasarkan bab-bab
tiqih dan mencakup ha.dis-ha.dis marfll ', mawq(Jf, dan maqthfl '; libat
rnuwaththa •.
Musnad (masdnid): kitab ha.dis yang disusun berdasadam nama sahabat
(sha1J.d.bah ).
Mustamlf: orang yang membantu dalam mengimla 1<an badis.
Mutaw8.tir: ha.dis yang diriwayatken oleh sekelompok periwa.yat dari sekeJompok
periwayat dari awal hingga akhir sanad yang - menurut nalar dan
kebiasaan - mereka tidak mungkin mengadakan persekongkoJan untuk
berbohong.
Muttashil: ha.dis yang bersambung sanadnya dari awal hingga akhir sanad, baik
marfll' maupun mawq(J.f; lihat itttshal.
Muwaththa' (jamak: Muwaththa 'at): kitab hadis yang disusun berdasarkan babbab :fiqih dan mencakup hadis-hadis marfll, mawq(J.f, dan maqtha '.
Q&ih1: hakim.
QirO. 'ah: lihat 'ardh, mu 'IJ.radhah.
Qushsh4sh: para tukang cerite.
Raw'i: periwayat hadis.
Riwllyah bi al-ma 'na: cara periwayatan ha.dis secara makna tanpa terikat dengan
tafazhnya.
AJ.-Salaf al-ShlJ.lifl: para ulama abad pertama bingga ketiga hijrah yang dikenal
pula dengan sebutan ulama rnutaqaddim1nSama ': cara memperoleh hadis dengan mendengar lafa.zh hadis secara laogsung
dari guru hadis (syaykh).
Shah.t'fl: hadis yang memenuhi lima kriteria keshahihan hadis: persambungan
sanad, ke 'Milan periwayat, kedhiJ.bithan periwayat, tidak mengandung
syud'Zfidz (kejanggalan), dan 'illat (cacat tersembunyi).
ShalJ.tfah (jamak: shah.4'if): lembaran;jenis kitab hadis abad pertama hijrah yang
disusun tidak secara sistematis.
Sunan: kitab hadis yang disusun berdasarkan bab-bab fiqih tetapi tidak berisi
selain hadis-hadis marfil '.
Sunnah: prilaku, perkataan, dan ketetapan nabi saw. yang aktual (yang sebenamya
terjadi).
Syarb.: penjelasan hadis.
SywfzO.dz: kejan,ggalan yang terdapat dalam hadis karena hadis tersebut
diriwayatkan oleh orang yang tsiqah (terpercaya), tetapi riwayatnya
bertentangan dengan riwayat yang dikemukakan oleh banyak periwayat
yangtsiqah juga.
Tadw1n: penghimpunan hadis.
Taqltd: mengikuti pendapat ulama tanpa mengetahui alasan-alasannya.
Thabaqah Gamak: thabaq8.t): generasi.
Tharfq (jamak: Thuruq): jalur; semakna dengan sanad atau wajh.
Tsiqah: gelar bagi periwayat hadis yang dapat diterima hadisnya.
Wadh ': pemalsuan hadis. Washiyyah: cara seoraog periwayat hadis yang mewasiatkan kitab hadis yang
diriwayatkannya kepada orang lain tanpa disertai dengan pernyataan agar
hadis-hadisnya diriwayatkan.
Wij8.dah: cara seseoraog memperoleh hadis yang ditulis oleh periwayatnya tidak
melalui pendengaran langsung (samd j atau ijin (ijdza.h) dari gurunya.
htBah-htllala I1111ru:
Ancient school of law: aliran fikih klasik, seperti Hanaft, MMik.1, Sylti'1, dan
Hanbalt
Backward-projection: Tecri Joseph Schacht yang menyatakan bahwa matan hadis
pada awalnya berasal dari generasi tabiin yang diproyeksikan ke belakang
kepada generasi sababat dan akhimya kepada nabi saw. dengan cara
menambah dan memperbaki isn8.d yang sudah ada.
Common link: Teori Joseph Schacht yang dikembangkan oleh Juynboll yang
menyatakan bahwa semakin banyak jalur isn8.d yang bertemu pada
seoraog periwayat, baik yang menuju kepadanya atau yang
meninggalkannya, semakin besar seoraog periwayat dan jalur
periwayatannya memiliki klaim kesejarahan.
Diving strand: Jalur isn8.d yang menyelam dan tiba-tiba bertemu pada seorang
tokoh atau periwayat di bawah common link.
E silentio: Tecri yang dikemukakan oleh Joseph Schacht yang menyatakan bahwa
cara terbaik untuk membuktikan bahwa sebuah hadis tidak ada pada masa
tertentu adalah dengan menunjukkan bahwa hadis tersebut tidak dipergunakan sebagai argumen hukum dalam diskusi yang mengharuskan
merujuk kepadanyajika hadis itu ada.
Fabricator: -Pemalsu ha.dis yang bertanggung jawab atas penyebaran isn8.d dan
matan hadis.
Inverted common link: periwayat bersama terbalik; periwayat: hadis yang
menerima laporan dari semua atau sebagian besar guru dan kemudian
menyampaikannya kepada (janm,g lebih dari) seorang murid
Inverted partial common link: periwayat: bersama sebagian terbalik; periwayat:
yang menerima laporan dari lebih dari seorang guru dan kemudian
menyampaikannya kepada (janm,g lebih dari) seorang murid
Living tradition: tradisi yang hidup.
Originator: lihatfabricator.
Partial common link: periwaat bersama sebagian; periwayat hadis yang menjadi
common linkuntuk sebagian jalur isn8.d.
Real common link: periwayat hadis yang menempati posisi common link yang
sebenamya.
Seeming (artijlcial) common link: periwayat hadis yang terlihat secara sekilas
sebagai common link, tetapi sebenamya tidak.
Silent transmission: teori yang dikemukakan oleh Fazlur Rahman yang
menyatakan bahwa badis nabi telah diriwayatkan secara diam-diam
melalui perbuatan para sahabat yang meneladani sunnah nabi saw.
Single strand: jalur tunggal dari nabi saw. hingga. ke common link. Source critical method: metode kritik sumber yang terdiri atas metode kritik isnad
dan metode kritik matan.
Spider: sebuah bundel imad yang terdiri <hri berbagai jalur tunggal, yakni tidak
seorang periwayat pun yang memiliki lebih dari seorang murid
Sebagian besar ahli hadis beranggapan bahwa apabila sebuah hadis
tertentu yang disandarkan kepada nabi saw. ditemukan dalam koleksi hadis
kanonik, lebih-lebih dalam Sha!ti!l BukhArt dan Muslim, maka dengan sendirinya
hadis itu bersumber dari nabi saw. Namun, berdasarlcan temuan O.RA Juynboll
(1935-) dengan menggunakan teori common link, walaupun sebuah hadis tertentu
telah direkam dalam al-kutub al-sittah, tetapi hadis itu belum tentu berasal dari
nabi saw. Tujuan pertama disertasi ini adalah mengkaji teori common link G.HA
Juynboll dan implikasinya terhadap persoalan asal-usul dan perkembangan awal
hadis. Teori common link yang berpijak pada asumsi yang berbeda dengan asumsi
metode kritik hadis di kalan.gan mu/ladditstn pada gilirannya menimbulkan akibat
yang cukup mengejutkan ahli hadis pada khususnya dan umat Islam pada
umumnya. Tujuan kedua adalah menguji kembali kebenaran teori tersebut dengan
cara menerapkannya pada hadis-hadis tentang syahadat dan rukun Islam dan
menawarkan penafsiran baru tentang fenomena common link dan fenomena
lairmya.
Verifikasi teori common link membuktikan bahwa teori ini dapat diterima
kebenarannya sebagai sebuah metode untuk menelusuri asal-usul hadis. Teori
tersebut dapat memberikan jawaban yang lebih akurat dan memadai mengenai
kapan, di mans, dan oleh siapa sebuah hadis mulai disebarkan secara publik.
Namun berbeda dengan Juynboll yang menganggap common link sebagai seorang
pemalsu (fabricator) hadis yang bertanggungjawab ates perkembangan isn&J dan
matan hadis dan bahwa bampir tidak pemah seorang sahabat memainkan peranan
sebagai common link, studi ini membuktikan bahwa common link adalah seorang
periwayat yang menjadi titik pindah dari periode periwayatan hadis secara
individual ke periode periwayatan hadis secara publik dan massal. Common link
bukanlah seorang pemalsu hadis. Ia adalah orang pertama yang meriwayatkan
hadis dengan kata-katanya sendiri, tetapi substansi maknanya tetap memiliki
kesinambungan dengan tokoh yang lebih tua daripada dirinya, baik sahabat
maupun nabi saw. Studi ini juga menunjukkan bahwa seorang periwayat yang
menduduki posisi common link dalam sebuah bundel tsndd berasal dm:i generasi
yang beragam: generasi sahabat kecil, tabiin atau tabiit tabiin walaupun sebagian
besar periwayat yang menduduki posisi tersebut berasal dari generasi tabiin.
Persoalan mengenai asal-usul hadis masih menjadi bahan perdebatan di
kalangan para pemikir hadis hio.gga saat ini. Sejmnlah pemikir meragukan apakah
hadis itu dapat dibuktikan secara historis berasal dari nabi, sedangkan sebagian
yang lain mempercayai bahwa ha.dis itu memang berasal dari nabi. Masing-masing
kelompok mengemukalam berbagai arpmen yang nampak sama-sama meyakiukao.1
Ignaz Ooldziher (18.50-1921) yang tennasuk kelompok pertama mengatakan,
fenomena hadis berasal dari zaman Islam yang paling awal. Naunm karena
kandnnpi hadis yang terns membengkak pada era selanjutnya dan dalam setiap
gelierasi muslim materi hadis berjalan paralel dengan doktrin-doktrin fiqih dan
teologi yang seringkali saling bertentangan, maka ia menyimpulkan babwa sangat
sulit menentukan hadis-hadis orisinal yang berasal dari nabi. 2 Sebagian besar
materi badis dalam koleksi badis, menurutnya, merupakan basil perkembangan
keagamaan, historis, dan sosial Islam selama dua abad pertama atau refleksi dari
kecendenmgan-kecendenmgan yang tampak pada masyarakat muslim selama masa-masa tersebut.3 Akibatnya, produk-produk kompilasi hadis yang ada saat ini tidak
dapat dipercaya secara keseluruban sebagai somber ajaran dan prilaku nabi
end .. 4
s ITl.
Joseph Schacht (1902-1969) yang mengklaim diri sebagai penerus
Goldziher menyatakan bahwa isn&J memiliki kecenderungan untuk berk:embaog ke
belakang. Menurutnya, isn&J berawal dari bentuk yang sederbana, lalu diperbaiki
sedemikian rupa dengan cara mengkaitkan doktrin-doktrin aliran fikih klasik kepada
tokob yang lebib awal, seperti sahabat dan akhimya kepada nabi.5 Karena isn&J
merupakan rekayasa sebagai basil dari pertentangan antara aliran fikih klasik dan
abli badis, maka tak satu pun hadis nabi, lebih-lebih yang berk:enaan dengan
persoalan hukum, dapat dipertimbangkan sebagai hadis sbabih. 6 Singkamya, hadishadis itu sebenamya tidak berasal dari nabi, tetapi dari generasi tabiin.
Teori-teori Ignaz Goldziher dan Joseph Schacht tersebut selanjutnya diikuti
dan dikembangkan oleh seorang abli sejarah Islam klasik dan hadis, G.HA
Juynboll, yang labir di Leiden pada tahun 1935. Sejak tahun 1965 hingga sekaran&
ia secara serius mengabdikan dirinya untuk mengkaji sejarah awal hadis. Hasilbasil temuanoya masih terus bermunculan di berbagai jurnal intemasional, seperti
Arabica, Der Islam, Bibliotheca Orientalis, Jerusalem Studies in Arabic and Islam, Le Museon dan Islamic Law and Society. la juga termasuk salah satu
kontributor dalam Encyclopedia of Islam New Edition, khususoya volmne VII, Vlil,
danIX.
Dalam mengkaji sejarab awa1 badis, Juynboll mengadopsi teori-teori
Schacht., terutama teori common link. Teori ini merupakan struktur fimdamental b88i
seluruh kaji81DlY& Menurutnya, teori common link adalah teori yang brilian.
Sayangnya, teori tersebut belmn dikembangkan dalam skala yang luas oleh para
pengkaji badis, muogkin kamia teori ini kunms mendapat perllatian, elaborasi atau
penekanan yang selayaknya, bahkan oleh Schacht sendiri7
• Padahal, jika orang
mencoba memahami teori ini, maka tampak bahwa teori ini cukup menarik dan
mengagmnkan, serta tergolong teori yang relatifbaru.
Common link adalah istilah untuk seo111118 periwayat yang mendengar
sesuatu dari (janmg lebih dari) seo111118 yang berwenang lalu menyiarkaonya kepada
sejmnlah murid yang pada gilirannya kebanyakan dari mereka menyiarkan lagi
kepada dua atau lebih muridnya. Dengan kata lain, common link adalah periwayat
tertua yang disebut dalam berlcas isn&:I yang meneruskan hadis kepada lebih dari
satu murid Jadi, ketika bmas isn&:I itu mulai menyebar pertama kali, maka di
sanalah ditemukan common linknya. Oleh sebab itu, teori ini berangkat dari asumsi dasar bahwa semakin banyak
garis periwayatan yang bertemu atau meninggalkan periwayat ~ semakin
besar momen periwayatan itu memiliki klaim kesejarahan. Sebaliknya, jika suatu
hadis diriwayadcan dari nabi melalui seseoraog, yakni seorang sahabat, kepada
orang lain, yakni seorang tabiin (kepada orang lain, yaitu tabiin lain) yang pada
akhirnya tiba di common link (kaitan bersama), dan setelah itu jalur isn&l tersebut
bercabang keluar, maka kesejarahan jalur periwayatan bmggal itu tidak dapat
dipertabankan. Dalam boyataaonya, sebagian besar isn&l yang mendukuog bagian
yang sama dari sebuab matn, hanya nmlai bercabang dari kaitan bersama, seoraog
periwayat yang berasal dari generasi kedua atau ketiga sesudab nabi.9
Dengan demikian, yang sering terjadi adalah bahwa kaitan bersama sebuab
hadis adalah tabiin dan muridnya. Jarang sekali seorang sahabat atau nabi menjadi
kaitan bersama. Kalan demikian, makahadis itu tidak berasal, atau setidak-tidalmya
secara historis belum terbukti, dari nabi atau sahabat, tetapi berasal dan bersumber
dari para tabiin. Hal ini memperlcuat idenya tentang kronologi hadis yang
menyatakan bahwa hadis yang berakhir pada tabiin lebih tua daripada hadis yang
berakbir pada sahabat yang pada gilirannya lebih tua daripada hadis nabi. Secara
sederhana dapat dikatakan bahwa semakin dalam penyelaman di bawah common
link, semakin baru asal-usul jalur isn&l itu dan, dengan demikian, semakin baru
asal-usul hadis tersebut.
Berdasarkan penemuan itu, ia lalu membuat kategori hadis sebasai berikut: 1. Hadis dengan i snad-i mad yang berakhir pada tabiin. Tabiin itu sendiri atau
seorang muridnya merupakan kaitan bersama atau sumbemya, jilca isnadnya
berganda dan dapat disatukan menjadi berlcas yang mengacu kepada kaitan
bersama itu;
2. Hadis dengan isnad yang berakbir pada sababat. Sangat janmg ia sendiri dan
kebanyakan mmidnya (seorang tabiin) atau orang lain dalam jabr bmggal yang
kemudian, yang merentang dari sahabat itu, merupakan kaitan bersama atau
sumber. Lagi-lagi bila adajalur isnad ganda yang bisa digabuns menjadi berkas
yang bisa dikembalikan kepada kaitan bersama itu.
3. Hadis dengan isnad-isnad yang berakhir pada nabi densar jallJI' bJn8gal yang
merentang dari nabi dan memuncak pada kaitan bersama atau sumber yang
tennasuk dalam generasi tabiin atau generasi berikutnya, jika ada sej1UDlab jallJI'
yang cukup banyak untuk membentuk suahl berlcas yang mengacu kepada kaitan
bersama. to
Teori tersebut tentu menimbulkan pertanyaan bagi para pengkaji hadis pada
kbususnya dan bagi IUllat Islam pada umumnya, apakah teori common link itu dapat
dibenarkan? Apakah teori Juynboll tersebut s11ngg11h-s11ngguh didukung oleh faktafakta historis yang akurat dan dapat diterima sebagai metode untuk menelusuri asal
usul hadis? Hal itulah yang menjadi masalah utama studi ini.
Dengan menggali teori common link yang relatif baru dan orisinal,
diharapkan diperoleh temuan yang berharga dalam usaha memabami asal-usul
hadis, karena selama ini orang benmggapan, apabila suatu hadis tertentu yang berkaitan dengan nabi dapat ditemukan dalam koleksi hadis kanonik, maka dengan
sendirinya asal-usul hadis tersebut pasti berpangkal pada nabi. Padahal,
berdasarkan temuan O.HA. Juynboll, walaupm sebuah hadis telah terekam dalam
al-kutub al-sittah, hadis tersebut tidak mesti bersumber dari nabi.11 Ini adalah
sebuah problem besar dalam kajian hadis.
Dari masalah utama tersebut dapat dirumuskan beberapa permasalahan
berikut ini: apayang dimaksud dengan teori common link? bagaimana implikasinya
terhadap persoalan asal-usul clan perlc:embaogan hadis? apakah teori common link
dapat dipertahankan kebenanmnya? Apakah interpretasi Juynboll meogenai
fenomena common link dapat diterima? Penyelidikan ini berangkat dari hipotesis
bahwa teori common link seoara 1Dll1llD dapat diterima sebagai metode mtuk
melacak sejarah periwayatan hadis. Hanya saja, terdapat beberapa anomali yang
memerlukan perba.ikan-perbaikan.
B. T elaab Pmtaka
Sudah ada sejumlah penulis yang membicarakan ide-ide Juynboll tentang
hadis, baik dalam bentuk buku maupm artikel. Hanya saja tulisan-tulisan itu, selain
tidak bersifat menyeluruh dan mendalam, juga tidak dimaksudkan untuk meneliti
teori common linlmya seoara khusus. Wael B. Hallaq dalam A History of Islamic Legal Theories menyatakan,
berbagai penelitian akbir-akhir ini tentang asal-usul badis menunjukkan bahwa
Ooldziher, Schacht, dan Juynboll terlalu skeptis dan bahwa sejumlah hadis dapat
dibubuhi tanggal lebih awal daripada pendapat mereka, bahkan seawal nabi
sendiri. Menmut temuan-temuan ini, walauptm sebagian besar hadis berasal dari
beberapa dekade setelah hijrab, tetapi ada sejumlah materi badis yang berasal dari
masa kehidupan nabi.12 Oleh karena itu, Hallaq tidak menyimpulkan secara a priori
bahwa sebnh hadis itu otentik, dan tidak pula menerima semuanya, walauptm
beberapa badis telah diakui shall.th. oleh ilmu laitik badis di kalangan muslim.
David S. Powers dalam Studies in Qur'an and Hadith meletakkan Juynboll
di antara believers dan sceptics berdasarkan pendapat-pendapat Juynboll dalam
Muslim Tradition. Meskiptm Juynboll mengakui bahwa setidak-tidalmya beberapa
hadis yang disandarkan kepada nabi mencenninkan apa yang sebenamya dikatakan
atau diperbuat oleh nabi, tetapi menurutnya, periwayatan badis nabi yang fonnal
dan terstandarisasi baru mulai dikembangkan antara tahtm 670 dan 700 M.13
L. T. Librande menjelaskan, pikiran Juynboll sejalan dengan Goldziher dan
Schacht yang berpendapat bahwa kesejarahan hadis belum terbukti kebenarannya.
Oleh karena itu, Juynboll menawarkan metodologi ldmsus untuk menelusuri tempat asal, waktu dan pengaraog hadis.14 Daniel W. Brown juga mengemukakan argumen
Juynboll secara singkat yang menyatakan bahwa dalam uraian-uraian biografi,
tokoh-tokoh awal yang bedrubtmgan dengan smmah jarang dikenali sebagai para
ahli di bidang hadis. Dalam kenyataannya, mereka seringkali dikritik karena
kecerobohan dalam periwayatan hadis atau babkan pemalsuannya. Selain itu, juga
dikatakan bahwa Juynboll adalah tokoh yang mengembangkan teori common link
dari Joseph Schacht. 15
Faisar Ananda Arfa dalam Sejarah Pembentulran Hukum Islam juga
membahas pikiran-pikiran Juynboll seputar sunah dan hadis nabi. Sayangnya,
pembahasannya tentan,g ide-ide Juynboll hanya dimaksudkan untuk membuktikan
bahwa Juynboll adalah pendukung sebagian besar gagasan dan argmnen Schacht. 16
Akh. Minhaji dalam Kontroversi Pembentukan Hu.Kum Islam
membicarakan Juynboll yang dipengaruhi oleh gagasan Schacht. Setelah membaca
karya Juynboll, Muslim Tradition, Minbaji menyatakan bahwa Juynboll sangat
kagum dan pada gilirarmya sangat terpenpruh oleh ide-ide Schacht. Untuk
mendulamg kecendnmgannya, Juynboll mengkritik basil temuan Se7.gin dan Abbott
yang berbeda dengan kesimpulan Schacht dan banyak mengandung kelemahan.
Dikatakan jugs, Juynboll adalah tokoh yang mendapat inspirasi dari teori-teori backward projection dan common link. Tetapi pembicaraan ini hanya dimaksudkan
sebagai bukti bahwa ide-ide Schacht tentang pembentukan bukum I.slam telah
mempengaruhi sarjana-sarjana berikutnya, seperti JuynboU. 17
Satu-satunya penulis yang mengkaji teori common link secara khusus adalah
HaraldMotzki. Iamenulis artikel denganjudul "Quo vadis, Hadt!-Forschung? Eine
kritische Untersuchung von G.RA Juynboll: "Nifi' the mawld of Tun 'Umar and
His Position in Muslim Hadtt Literature''. M~ temuan Juynboll - bahwa
semua hadis nabi dengan isn&J Nifi' - lbnu 'Umar tidak kembali kepada MAiik
tetapi kepada Nifi - tidak dapat dipertahankan. Dengan menggunakan contoh hadis
tentang zakdt al-flthr. Motzki mampu memmjukkan bahwa hipotesis Juynboll
tersebut tidak benar. Ia menyatakan bahwa hadis tersebut kembali kepada lbnu
'Umar dan tidak dipalsukan oleh MAiik. 18 Mesiti demikian, penelitian ini tetap tidak
sama dengan penelitian Motzki. Jika penyelidikan Motzki lebih bersif&t falsifikatif;
maka penyelidikan yang sekarang ini bersif&t verifikati£
Signifikansi studi hadis sangal terkait dengan status nabi saw. Hadis adalah
laporan-laporan men,genai sunnah nabi dan generasi DDJSlim awal. Smmah ini
merupakan praktik dan model tingkah laku yang mengantarkan nabi dan masyarakat Madinah ke pwcak kesuksesan. Apa saja yang dikatakan atau diperbuat oleh nabi
saw. dianggap oleh orang-orang muslim sebagai contoh ideal dan nonnatif ba.gi
mereka. Sejak awal, Muhammad saw. merupakan teladan dari apa yang diajarkan
oleh Quran. Oleh sebab itu, segala pengkajian mengenai badis, tennasuk kajian
tentang teori common link yang terlm.it dengan persoalan asal-usuJ hadis, memiliki
makna yang cukup penting.
Di sisi lain, hadis juga tidak dapat dipisabkan dari posisi hulam dalam
Islam. Telah diketalmi bahwa orang-orang muslim mengembangkan sebuah agama
yang sangat menekankan praktik ortodoks. Di taogan para faqahli ', fiqh telah
menterjemabkan smmah nabi ke dalam aturan-aturan tingkah laku. Dan Ha.dis
merupakan pendulamg smmah yang paling bemilai dan dapat dipercaya. Dengan
demikian, hukmn Islam tidak dapat berdiri tanpa dukungan hadis, lebih-lebih jika
persoalan asaJ-usuJ hadis beltBD terjawab secara memadai Dalam konteks itulah,
pengkajian ini perlu disambut baik.
Di samping itu, Juynboll adalah seoraug peogkaji hadis modern di Barat dan
sekaligus komentator dan penerjemah ide-ide Goldziher dan Schacht. Walaupun ia
tidak selalu mengikuti dan sejalan dengan keduanya, tetapi paling tidak melalui
teori common linlmya, orang dapat memahami dengan baik karya-karya kedua tokoh
itu. Hingga saat ini, Juynboll dapat dianggap sebBBai pengkaji ha.dis terbesar di
Baral Oleh karena itu, membaca dan menyimak teori common linknya merupakan
sebuah keharusan untuk melihat seberapajaub capaian-capaian studi hadis di Barat
yang telah diSlUllbangkan kepada studi badis pada ldmsusnya, dan studi Islam pada
mmmmya.
Penulis meoggunakan metode analisis intertekstualitas, analisis kritis , dan
analisis komparatif tmtuk mengkaji teori common link Juynboll. Metode analisis
intertektualitas merupakan salah salu metode dalam penelitian sastra yang
,
menganggap bahwa suatu teks memiliki malma, bukan dalam keadaannya seb88fti
sebuah struktur mandiri, melainkan karena teks itu berkaitan deogan teks-teks lain.
Oleb karena itu, setiap teks barns dibaca dan dikaji deogan latar belakang
peogetahuan meogenai teks-teks yang mendabuluinya. 19 Melalui metode ini, karyakarya Juynboll diteliti dan dianalisa dengan cara menghubungkannya deogan karyakarya para pengkaji badis modem di Barat, seperti Goldziher dan Schacht, di salu
sisi, dan Sezsin, Abbott, dan Azami, di sisi lain.
Metode analisis kritis difokuskan tmtuk mendeskripsikan, membahas dan
mengkritik ide-ide, konsep-konsep, dan teori-teori yang dikemukakan oJeh JuynboU
yang selanjutnya dibenturkan dengan ide-ide, konsep-konsep, dan teori-teori yang
lain dalam upaya melakukan perbandiogan, bub~ dan pengembangan model.20
Deskripsi dan pembahasan dimulai dari teori common link dan kemudian implikasi
teori itu terbadap berbagai persoalan seputar asal-usul dan perkembangan awa1
badis. Selanjutnya, interpretasi Juynboll tentaog fenomena common link itu
dibandingkan den,gan interpretasi para pemikir hadis kontemporer, seperti M.M.
Az.ami, Harald Mot2ki, Michael Cook, Norman Calder, dan David S. Powers.
Dengan membandingkan interpretasinya dengan interpretasi para pengkaji hadis ini,
diharapkan dapat diketahui kelebihan dan kelrunmpmya; kebenaran dan
kejanggalannya.
Untuk menverifikasi teori tersebut, tentu saja teori itu dipakai di sini untuk
diterapkan pada badis tentang syahadat dan rulam Islam. Teori common Jinlr dengan
metode analisis isn&inya tidak lain adalab sebuah metode kritik smnber (source
critical method) dalam ilmu sejarah. Metode Scbacbt21 yao,g dikemban,gkan oleh
Juynboll22 ini kemudian dielaborasi lebih rinci oleh Mot2ki dan meajadi metode
analisis isn&i-cum-matn. Metode yang bertujuan untuk melacak sejarab
periwayatan hadis tersebut terdiri atas beberapa hmgkab: 1) meJJBUIDPulkan
sebanyak nnmgkin varian hadis tertentu yang dilengkapi dengan isn&i; 2) berbagai
jalur periwayatannya dihimpm dan direkonstruksi untuk mendeteksi common link
yang terdapat pada generasi para periwayat yang berbeda-beda. Berdasarlcan
temuan dari langkah ini, hipotesis pertama tentang sejarab periwayatannya dapat
dinmmskan; 3) Teks-teks dari berba.gai varian dibandin,gkan satu sama lain untuk
mencari hubtmgan dan perbedaan di antara mereka, baik tentang struktur maupm
lafazhnya. Langkab ini juga memungkinkan untuk menmuskan sejarab periwayatnnya; dan 4) Temuan dari aoalisis isndd dan matan dibaodingkan. Sampai
sini, dapat diambil kesimpulao tentaog kapao dan di maoa hadis yang dibicarakao
keseluruhan, metode yang sangat terkait dengao problem penaoggalao hadis ini
merupakan salah satu metode dalam pendekatan sejarah (historical approach).
B. Samber-Samber
Untuk mendiskusikao teori common link Juynboll, Tiga karya utamaoya, The
Authenticity of the Tradition Literature: Discussions in Modern Egypr~ Muslim
Tradition: Studies in Chronology, Provenance and Authorship of Early Hadith, 25
dan Studies on the Origins and Uses of Islamic Hadith'26 merupakao smnber
peoting yang dapat dijadikao rujukan. Buku pertama yang berisi perdebatan seputar
kesahihao badis di kalangao para pemikir muslim modem di Mesir adalah disertasi
doktor yang diajukaonya kepada Universitas Leiden. Buku kedua yang ditulis pada
tahun 1976 bingga 1981 merupakao kmnpulao dari beberapa makalah yang di
aotaraoya telah disampaikao di berb88ai forum, konferensi dan seminar, sedBD&kan
buku ketiga yang diterbitkan pada 1996 juga. merupakan kumpulao tulisaoo.ya yang
mengkaji persoalao asal-usul hadis. Swnber penting Iaionya yang perlu dikaji adalah artikel-artikel Juynboll
yang diterbitkan oleb beberapa Jumal akhir-akhir ini, seperti "Sbu'ba b. Hajjaj
(dl60-776) and His Position among the Traditionists ofBasra",27 "An Excursus on
the Ahl as-Sunna in Connection with Van Ess, Theologie und Gesellschajt, vol.
N','ZB den "(Re)Appraisal of Some Teclmical Tenns in Hadtth Science".29
Tulisan-tulisan Juynboll juga dapat diperoleh dari Encyclopedia of Islam
New Edition, kbususnya pada jilid Vll4 Vll4 den IX 30 Semua persoalan yang
berkaitan dengan hadis den tokoh-tokoh hadis yang terdapat dalam jilid-jilid ini
hampir dapat dipastikan ditulis olehnya.
Smnber pendukung bagi kegiatan riset ini adalah karya-karya para pengkaji
hadis moderen di Barat, seperti Goldziher, Schacht, SeZ&in, Abbott, dan Azami.
Juga karya-karya berbahasa F.ropa yang sedikit banyak berisi infonnasi mengenai
teori common link, seperti (lagi) Azami, Harald Mot2ki, Michael Cook, Norman
Calder, den David S. Powers.
Tidak kalah pentingnya adalah swnber-swnber berbahasa Arab yang
tennasuk dalam kategori berikut ini: kamus-kamus hadis, berbagai koleksi h~is:
koleksi prakanonik, kanonik, dan pascakanonik, kitab-kitab syarfl. hadis, den karyakarya biografi para periwayat hadis. Kajian dan analisis dalam disertasi ini disajikan dalam lima bab. Bab
pertama membahas latar belakang, karya-karya dan posisi pemikiran hadis G.HA
Juynboll di antara para pengkaji hadis modem di Baral Hal ini dimaksudkan untuk
meletakkan posisi ide-ide Juynboll tentang hadis di antara de-ide para pengkaji
hadis, seperti Goldziher dan Schacht, di satu sisi, dan Se~ Abbott, dan Azami di
sisi lain. Dalam bab ini dinyatakan bahwa dari segi pendekatan, Juynboll lebih
dekat dengan Goldziher dan Schacht, tetapi dari segi basil temuan, tidak dapat
diingkari bahwa ia berada di tengah-tengah perdebatan sengit antara paradigma
revisionis dan paradigma tradisional.
Teori common link Juynboll didiskusikan pada bab dua. Pembahasan
dititikberatkan pada asumsi-asumsi dasar dari teori common link dan metode
rekonstruksi dan analisis isndd. Bab ini menguraikan apa yang dimaksud deugan
teori common link dengan metode analisis imddnya dan sekaligus memberikan
contoh penerapannya pada hadis misogini. Dijelaskan pula beberapa teori yang
terlcait dengan teori common link, seperti teori backward-projection dan teori e
silentio.
Bab tiga mengkaji implikasi teori common link terhadap asal-usul dan
perkembangan awal hadis. Bab ini berupaya menjelaskan implikasi teori common
link yang cukup mengejutkan terhadap berbagai persoalan di bidang hadis, seperti
smnber dan asaJ-usul hadis, metode kritik hadis konvensioanl, teori mutaw8Jir,
posisi Syu'bah b. al-Haij~ dalam perkembangan hadis dan historisitas isndd MAiik
- Nifi' - Ibnu 'Umar. Beberapa hadis penting. misalnya hadis yang merendahkan
martabat wanita, juga dibicarakan dalam bab ini. Berbagai interpretasi tentang fenomena common link disajikan dalam bah
empat. Bab ini memmjukkan bahwa interpretasi tentan,g fenomena common link itu
bermacam-macam dan sekaligus berbeda-beda. Dengan demikian fenomena
common link sebenamya tidak hanya dapat diinterpretasikan meDW'Ut perspektif
Juynboll, tetapi ID1JD8kin juga menurut perspektif para pengkaji hadis lainnya,
seperti MM Azami, Harald Motzki, Michael Cook, Norman Calder, dan David S.
Powers. Di bagian akhir bab ini, ditawarkan suatu interpretasi altematif yang
sedikit banyak dapat membantu memabami gejala common link dan berbagai gejala
yang terkait dengannya.
Akhimya, bab liina menguji kembali validitas metode common link den,gan
cara menerapkannya pada hadis-hadis tentaog syahadat dan ru1am Islam. F.mpat
versi hadis yang dijadikan obyek penelitian adalah versi 'Umar b. al-KhatbhthAb,
versi Ibnu 'Umar, versi Ibnu 'AbbAs, dan versi ThaJbah b. 'Ubayd AllAh. Bab
terakhir ini merupakan pembuktian kembali kebenaran teori common link. Dalam
bab ini, penulis membuktikan bahwa teori common link dapat diterima
kebenarannya sebagai alat untuk menelusuri asal-usul hadis nabi saw. Hanya saja
terdapat beberapa anomali dan misinterpretasi Juynboll tentang fenomena common
link yang tampaknya memerlukan perbaikan-perbaikan.
Gautier HA. Juynboll1
yang labir di Leiden, Belanda pada tahun 1935
adalah seorang pakar di bidang sejarah perlcembangan awal hadis. Selama tiga
puluh tahun lebih, secara serius ia menctnhkan perhatiannya untuk melakukan
penelitian hadis dari persoalan klasik hingga persoalan kontemporer. Kepakaran
murid J. Brugmen ini dalam kajian sejarah awaJ badis, men1D11t P.S. van
Koningsveld, telah memperoleh pen,gakuan internasional. 2 Tidak berlebihan, jika
ketokohannya di bidang itu dapat disejajarkan dengan nama·nama seperti James
Robson, Fazlur Rahman, M.M. Azami dan Michael Cook
Dalam pendahuluan bukunya yang berjudul Studies on the Origins and
Uses of Islamic Hadith,3 ia sendiri tel.ah menjelaskan perkembangan penelitiannya
atas literatur hadis secara kronologis sejak akhir tahun 60-an hingga tahun 1996. 4 Semasa menjadi mahasiswa SI, Juynboll bergabung bersama sekelompok kecil . . .
orang-orang untuk mengedit satu karya yang kemudian Qienghasilkan separuh
kedua dari kamus ha.dis, Concordance et.indices de .la tradition· musulmane, , .·-, -.
tepatnya dari pertengahan huruf ghayn hingga akhir karya tersebut > •• ,,1,,':,
.. , . ,~
Pada tahun 1965 hingga. 1966, dengan dana ban~ ~ ·Tlze Netherlands
Organization for the Advancement of Pure Research (ZWO), ia tingga1 · df Mesir
untuk melakukan penelitian disertasi mengenai pandangan para teolog Mesir · '
terbadap literatur ha.dis. Akhirnya, disertasi yang disusunnya itu dapat
dipertahankan di depan Komisi Senat pada hari Kamis, tanggal 27 Maret 1969,
pukul 14.15, dalam rangka meraih gelar Doktor di bidang sastra di Fakultas
Sastra, Universitas Negeri Leiden, Belanda. 5
Setelah disertasi tersebut diterbitkan pada 1969 oleh penerbit E.J. Brill,
Leiden, Juynboll selanjutnya melakukan penelitian mengenai berbagai persoalan,
baik yang klasik maupun kontemporer. Pada tahun 1974, dengan makalah, On The
Origins of Arabic Prose yang termuat dalam buku, Studies on the First Century of
Islamic Societl ia kembali memusatkan perhatiannya pada studi ha.dis den tidak
pemah meninggalkannya lagi. Selain meneliti, Juynboll yang dalam beberapa kesempatan seringkali
mengatakan. "Seluruhnya akan kupersembahkan untuk hadis nabi," juga mengajar
di berbagai universitas di Belanda. Hanya saja, kegiatan mengajar clan
membimbing mahasiswa yang sedang menulis tesis dan disertasi kurang begitu
diminatinya7 Sebagai seorang ilmuwan swasta (private scholar), ia tidak terikat
dengan universitas mana pun dan sebagai akibatnya tidak memiliki jabatan
akademis sebagaimana para ilmuwan besar lainnya 8 Oleh karena itu, kegiatan
sehari-harinya tiada lain adalah sebagai daily visitor di Perpustakaan Universitas
Leiden, Belanda untuk melakukan penelitian hadis dari pukul 09.00hingga13.00,
khususnya di ruang baca koleksi perpustakaan Timur Tengah klasik (Oriental
Reading Room), di bawah seorang supervisor yang bemama Hans van de Velde.
Di usianya yang telah menginjak 69 tahun ini, ia tinggal di Burggravenlaan 40
NL-2313 HW Leiden, Belanda. Sebagai seoraog ilmuwan dan peneliti dalam bidang studi ha.dis, Juynboll
telah menghasilkan sejumlah karya, baik dalam bentuk buku maupun artikel, yang
pada giliraonya ikut memberikan sumbangan terhadap studi ha.dis pada khususnya
dan studi Islam pada umumnya Sebagian besar pemikirannya, terutama yang
terkait dengan studi ha.dis dan teori common link, dielaborasi dalam tiga bukunya:
The Authenticity of the Tradition Literature: Discussion in Modem Egypt,
Muslim Tradition: Studies in Chronology, Provenance and Authorship of Early
Hadith dan Studies on the Origins and Uses of Islamic Hadfth. Oleh sebab itu,
tidak salah jika penulis memberikan pematian khusus kepada tiga karya tersebut
dan kemudian mengemukakan kandungannya secara ringkas.
The Authenticity adalah kmya orisinal yang, berdasarkan berbagai somber
ldasik dan kontemporer, mengkaji pendapat-pendapat para teolog muslim Mesir
tentang kesahihan ha.dis nabi. Dalam pendahuluannya, Juynboll menjelaskan
pendapat para orientalis, seperti A Sprenger, orang pertama yang menganggap
sebagian besar ha.dis sebagai palsu; G. Weil, W. Muir dan RP.A Dozy yang
menyatakan, setidak-tidaknya separuh ha.dis yang terdapat dalam koleksi Bukhari
adalah otentik.
Kemudian dilanjutkan dengan pendapat Ignaz Goldziher dan Joseph
Schacht serta pendapat para pemikir ha.dis modern, seperti Fuat Sezgin dan Fazlur
Rahman tentang kedudukan hadis dalam Islam. 10 Goldziher menyimpulkan bahwa
jarang sebuah ha.dis dapat dibuktikan sebagai perkataan nabi atau deskripsi
mengenai perilaku nabi yang asli dan dapat dipercaya. Literatw hadis, kata
Ooldziher, merupakan akibat dari perkembangan keagamaan, historis, dan sosial
Islam selama dua abad pertama, sedangkan Joseph Schacht mengatakan bahwa
isndd sebenamya memiliki kecenderungan berkembang ke belakang. Pada
awalnya, hadis hampir tidak pernah kembali ke nabi atau sahabat sekalipun, tetapi
disebarkan berdasarkan otoritas para tabiin. Di kemudian hari, badis seringkali
dikembalikan kepada seorang sahabat dan akhimya kepada nabi sendiri.11
Berbeda dengan Goldziher dan Schacht, Fazlw Rahman yang dibarapkan
dapat menjembatani jlD"&Dg antara kesarjanaan Barat dan nilai-nilai Islam
ortodoks, memperkenalkan konsep kesinambungan sunnah nabi dalam praktik
keagamaan umat Islam. Konsep sunnah nabi, menmutnya, sudah dipakai pada
masa hidup nabi saw. Deogan berbagai argumen, ia menegaskan bahwa sunnah,
sebagaimana dihimpun dalam koleksi badis, mencakup perilaku nabi. Dengan
kata lain, ia menghembuskan semangat nabi. Oleh karena itu, literatw hadis
seharusnya tidak dianggap sebagai data sejarab yang tidak dapat dipercaya sama
sekali dan dibuang secara keseluruhan. Meskipun bagian yang dianggap mewakili
sunnah nabi itu sedikit, tetapi sisanya merefleksikan sunnah yang hidup (living
tradition), sementara sunnah yang hidup merupakan penafsiran dan perumusan
progresif dari sunnah nabi. Sementara itu, Fuat Sezgin lebih mengarahkan perhatiannya pada problem penulisan hadis yang berujung pada bukti mengenai
kesejarahan isndd. Ia merevisi kesimpulan Goldziher tentang kronologi penulisan
hadis. Baginya, aktivitas penulisan hadis telah dipraktikkan pada mesa yang lebih
awal <hripada yang dipahami oleh Goldziber.12
Setelah itu, Juynboll mengemukakan definisi-definisi Islam ortodoks
tentang beberapa istilah teknis dan ringkasan historis mengenai evolusi hadis
dalam Islam den8BJ1 menekankan a.danya jarak satu abad dari masa nabi hingga
masa 'Umar b. 'Abdul 'Aziz dalam masalah penulisan hadis. Secara umum,
diskusi mengenai kesbahihan hadis dalam karya tersebut didasarkan pada
beberapa persoalan, seperti: persoalan tadwtn (penulisan hadis), 'adb.lah, wadh ',
periwayatan hadis, israiliyya.t, dan badis-badis tentang pengobatan. 13
Bab-bab berikutnya, menguji kesuksesan sejumlah teolog Mesir, seperti
M. Abduh, Rasyid Ridb, dan Mahmud Abu Rayyah yang menyoroti kesahihan
hadis. Dalam bab II buku tersebut, dikatakan bahwa sejak awal Muhammad
Abduh, yang merasa kesulitan untuk menentukanfi rqah yang selamat dalam hadis
satajf ariqu ummatt, tidak bermaksud menolak sebagian besar hadis sebagai tidak
relevan, tetapi lebib menekankan usahanya dalam rangka melepaskan diri dari
ketundukan (taqltd) kepada para ulama sebelumny, termasuk para teolog dan ahli
hadis.Pandangan kritis Rasyid Ridha tentang hadis dibicarakan pada bab ID.
Ridha sangat menghargai kedudukan sunnah dan kodifikasinya dalam literatur
hadis. Tetapi Ridha tidak bersandar kepada kritik hadis klasik. Ia memandang
sunnah sebagai akar kedua dari agama, dan karena itu, hadis sebagai registrasi
sunnah hams diteliti secara cennat untuk dipisabkan antara yang otentik dan
tidak. 15 Pada bab IV, dikemukakan bahwa setelah menguji enam koleksi badis
secara mendalam, Mahmud Abu Rayyah yakin bahwa tidak sedikit hadis tidak
sahib direkam dalam koleksi tersebut Ia menyesalkan para ulama badis yang
terlalu percaya kepada metode kritik badis dan menggunakaunya untuk meneliti
hadis seperti halnya para ulama abad pertengahan. Para ahli hadis, ka.tanya, tidak
memperllatikan kritik teks (kritik matan), dan tidak pernah mempertimbangkan
apakah sebuah matan hadis layak diterima atau tidak. 16
Bab V membicarakan perdebatan para ulama seputar persoalan tadwfn,
penulisan hadis. Rafiq al-'Azm, misalnya, berpendapat bahwa pada masa bidup
nabi, beberapa sababat membuat daftar sebagian besar sabda nabi dalam bentuk
tulisan, yang disebut sha!J.8. 'if. Sambil menyebutkan sejumlah hadis yang
mengijinkan penulisan hadis, ia menyimpulkan bahwa penulisan badis pada saat
itu tidak dilarang. Ridha mengkritik pendapat Rafiq seraya menyatakan bahwa
Rafiq banya menyebutkan badis-hadis yang memperbolebkan penulisan hadis.
Selanjutnya, Ridha menjelaskan seluruh badis yang melarang penulisan badis.Persoalan 'addlah (keadilan) sahabat dijadikan pokok bahasan bab Vl
Berl>eda dengan ahli hadis abad pertengahan, Rashid Ridha mengatakan bahwa
keadilan seorang periwayat tidak dapat dijadikan jaminan untuk menerima apa
saja yang diriwayatkan. Lebih jauh, menurut kaum modemis. kritik imdd klasik
dipandang tidak memadai. Mereka juga menolak pemyataan, "al-shah.ti.bah
kulluhum 'udOJ (semua sahabat berstatus '&111).18 Sebagai konsekwensinya,
ke '&iilan Abu Hurayrah juga diragukan, sebagaimana dikaji pada bah VII. Di
antara para penulis kontemporer, Abu Rayyah adalah orang yang paling keras
menyerang pribadi Abu Hurayrah. Bersama dengan Ahmad Amin, Abu Rayyah
mempertanyakan iktstl.r Abu Hurayrah. Dalam waktu yang sangat singkat sekitar
tiga tahun atau dua puluh satu bulan, tampaknya tidak masuk akaJ jika Abu
Hurayrah meriwayatkan sedemikian banyak hadis. Hal ini membuat Rasyid
Ridha mengemukakan sejumlah pendapat di kalanga.n ulama ortodoks. Dikatakan
oleh Ridha, Abu Hurayrah mengumpulkan hadis dengan maksud untuk
disebarkan, sementara sahabat lain memperbincangkan ha.dis bila diperlukan,
seperti ketika mengambil keputusan. 19
Dalam bab VIII, Juynboll lebih meneke.nbn betapa pemalsuan hadis
secara besar-besaran telah terjadi sehingga menimbulkan kerusakan terhadap
keseluruhan materi hadis. Pemalsuan tersebut dilakukan oleh lima golongan:
orang-orang zindiq, para teolog dan ahli hukum, orang-orang yang lemah daya ingatnya, para qushshdsh (para tukang cerita), clan orang-orang yang ingin
mendapatkan kedudukan dari penguasa. 20
Bab IX membicarakan periwayatan hadis, khususnya periwayatan hadis
secara makna (al-riwdyah bil al-ma 'nil). Semua penulis modern sepakat babwa
telah terjadi periwayatan secara makna dalam skala besar dalam sejarah awal
periwayatan hadis. Hanya saja, mereka berbeda pendapat mengenai konsekwensi
dari riwdyah bi al-ma 'na. Ridha, yang memandang babwa hadis dalam berb88ai
koleksi hadis adalah otentik, mengkhawatirkan riwdyah bi al-ma 'na karena,
menurutnya, kebanyakan periwayat hanya meriwayatkan hadis yang mereka
pahami, dan kadang-kadang pemahaman mereka tentang hadis yang diriwayatkan
juga kurang memadai. Lebih tegas lagi, Abu Rayyah mengemukakan bahwa
periwayatan dengan makna temyata telah menyebabkan hilangnya kata-kata nabi
yang asli karena para periwayat hadis seringkali merubah materi hadis. 21
Bab X membicarakan masalah isra 'iliyyat, hadis-hadis yang mengandung
unsur-unsur Yahudi. Ridha memandang israiliyyat secara negatif Menurutnya,.
orang-orang sezamannya harus berpegang pada ajaran Islam yang sesuai dengan
para leluhur yang saleh, al-salaf al-shilll!l. Mereka tidak memperhatikan kisahkisah orang Yahudi dan Persia yang masuk Islam, tetapi meajaga kebersihan
agama dari pengaruh luar. Tidak kalah pentingnya, bab terakhir membicarakan hadis-hadis tentang
pengobatan yang dirBBukan otentisitasnya Misalnya, hadis lalat yang membuat
heboh para teolog dan ilmuwan pengobatan. Riwayat Abu Hurayrah ini
mengatakan bahwa nabi saw. diduga pernah mengatakan,"Bila lalat jatuh ke
dalam kendimu, tenggelamkan sepenuhnya terlebih dahulu, kemudian buanglah
karena salah satu sayapnya membawa obat, sedangkan yang satunya lagi
membawa penyakit Sama rumgan Shidqi, Ridha melihat adanya keganjilan dalam
matan hadis lalat. Akan tetapi, ia juga memberikan pertimbangan mengenai
dualitas yang terdapat pada binatang yang mungkin saja sesuai dengan realitas.
Sebagaimana karya-karya ilmiah lainnya, buku Juynboll tersebut pasti
memiliki batas-batas tertentu. Kajian buku ini selain dibatasi oleh wilayah Mesir,
juga oleh rentang waktu studi, yakni dari tabun 1890 hingga 1960.23 Meski
demikian, batas-batas itu tidak mengunm.gi orisinalitas karya tersebut yang
mengandung pikiran-pikiran kritis dan mendalam mengenai kesahihan hadis.
Kacya Juynboll, Muslim Tradition, merupakan kumpulan makalah yang
disampaikan pada berbagai konftensi dan seminar dan ditulis sekitar tahun 1976
hingga tahun 1981. Bab II dan IV dibaca di depao Konggres UEAI yang
diselenggarakan di Aix-en-Provence pada tahun 1976 dan di Amsterdam pada
1978. Bab II disampaikan pula di sebuah seminar SOAS di London pada tahun
1977 dan juga di sebuah seminar yang diseJenggarakan oleh Institute for Advanced Studies of the Hebrew University di Yerusalem. Sementara bab ill dan
IV didiskusikan pada tahun 1979 hingga 1980. 24
Dalam buku ini, Juynboll ingin membuktikan bahwa standardisasi hadis
mulai diberlakukan tidak lebih awal daripada di penghujung abad pertama/
ketujuh. Dengan demikian, ia memilih jalan tengah ~ kepercayaan orangorang muslim kepada asal-usul hadis nabi dan pikiran para sarjana Barat yang
lebih awal, seperti Goldziher den Schacht, yang berasumsi bahwa hadis telah
dipalsukan secara masal. 25
Kmya tersebut berisi lima bab dan dilengkapi dengan lima apendiks. Bab
I, yang berdasarkan kerangka awd 'il, mencoba menjawab tiga pertanyaan penting
yang bemubungan dengan kronologi, sumber den kepengaran,gan hadis. Tiga
persoalan ini mendasari sebagian besar masalah yang dikaji pada bab-bab
berikutnya Yang bertanggungjawab atas penyebaran hadis, kata Juynboll, adalah
generasi tabiin dan generasi berikutnya, tabiit tabiin. Konsekwensinya, hadis itu
berasal dari daerah dan periode kehidupan seorang ahli hadis yang disebut dalam
isndd pada thabaqah tabiin.26 Bab II mengkaji peranan para qtl.dhf Islam awal,
yang turut berpartisipasi dalam penyebaran hadis dan disusun berdasarkan pusat
studi Islam awal. Para qadhl ini, menurut Juynboll, begitu mudah memalsukan
hadis kapan saja mereka menginginkannya. Merekajarang sekali tergolong orangorang yang ahli dalam periwayatan hadis. Hanya di Madinah saja, fikih dan hadis yang dianggap sahib dapat berjalan seiring, sedangkan di tempat-tempat lain,
periwayatan hadis lebih dilihat seba,gai balangan daripada keahlian dan
kepandaian seorangfllqi h. XI
Diskusi terperinci tentang dua hadis mutawati r, hadis tentang lanmgan
niydf!ah (meratapi orang yang telah meninggal) dan hadis man kadzaba terdapat
dalam bab m Hal ini dimaksudkan untuk menguji konsep mutawdti r dengan
bantuan teori e silentio. Hadis-hadis ini, berdasarkan metode laitik isnll.d di
kalangan para ahli hadis, dinyatakan sebagai hadis mutawatir, padahal
kemutawati ran sebuah hadis tidak menjamin kesejarahan penisbatannya kepada
nabi saw. Bab IV dan V mengkaji berbagai aspek dalam 'ilm al-rijlJ.1. Pada bab
IV, dibahas nama-nama yang terdapat dalam kamus biogra:fi. Juynboll
menunjukkan betapa tinggi nilai dari karya Ibnu Hajar, Tahdztb al-Tahdztb.
Walaupun ditulis pada periode yang relatif belakangan, abad kesembilan/kelima
belas, tetapi katya tersebut berisi bahan-bahan awal yang s~gat bernilai. Juynboll
memakai kamus dimaksud untuk menyelesaikan berbagai masalah yang dikenal di
kalangan para pengkaji hadis, seperti keberadaan orang-orang yang senama,
tsnl1.d-isnll.d keluarga, dan periwayat-periwayat tanpa nama. Bab V menganalisa
istilah-istilah teknis dalam ka