asal usul hadist 1

Tampilkan postingan dengan label asal usul hadist 1. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label asal usul hadist 1. Tampilkan semua postingan

Senin, 10 Februari 2025

asal usul hadist 1


 


Ad81ah: ke 'adilan seorang periwayat, salah satu laiteria keshahihan hadis. 


Ah8d: hadis yang diriwayatkan oleh satu, dua, tiga orang periwayat atau lebih, 


tetapi tidak sampai pada tingkat mutawdti r. 


'Ardh, mu 'llradhah: cara memperoleh hadis di mana seorang murid membaca 


ha.dis di hadapan gurunya, baik bersumber dari hafidannya maupun dari 


sebuah catatan. 


Dhabth: kekuatan ingatan seorang periwayat yang merupakan salah satu syarat 


keshabihan hadis. 


Dha ''ff: hadis lemah; hadis yang tidak memenuhi salah satu laiteria keshahiban 


hadis. 


Fiqh: pemahaman tentang ajaran agama; ilmu tentang hukum-hukum syar'iyyah 


berdasarkan dalil-dalil yang terperinci. 


Firqah: aliran teologi dalam Islam. 


FullJ.n: seorang periwayat hadis yang menerima riwayat dari seorang gmu saja 


dan kemudian menyampaikannya banya kepada seorang murid. 


FuqahO. ': para pakar di bidang hukum Islam. 


Ghartb: hadis yang diriwayatkan oleh seorang periwayat saja di mana pun 


kesendirian periwayatan itu terjadi. 


Hasan: hadis yang memenuhi laiteria hadis shal11l!, tetapi diriwayatkan oleh 


periwayat yang kurang dhllbith (kuat ingatannya). JjO:zah: cara penerimaan hadis di mana guru hadis memberi ijin kepada seseorang 


untuk meriwayatkan hadis yang eda padanya, baik dinyatakan secara lisan 


maupun tertulis. 


I 'Ulm al-rdwf: cara penerimaan hadis di mana seorang guru hadis 


memberitahukan kepeda muridnya, hadis atau kitab hadis yang telah 


diterimanya dari periwayatnya tanpa disertai pernyataan agar muridnya 


tersebut meriwayatkannya lebih lanjut 


'Jlm al-rija.l: ilmu yang mengkaji sejnh dan kualitas para periwayat hadis. 


'Jllat: cacat yang tersembunyi yang mernsak kualitas hadis. 


Imlld Gamak: asantd): raogkaian para periwayat hadis yang menjadi sandaran 


keshahihan sebuah matan hadis. 


Jsra 'tliyy8.t: riwayat-riwayat yang mengandung unsur-unsur dari literatur 


legendaris dan keagamaan kaum Yabudi. 


Jttisha.l: persambungan sanad antaraguru dan murid, salah satu kriteria kesahihan 


hadis; lihat muttashil. 


AJ-Jllmi 'al-Shal:l.rfl: kitab hadis yang mengbimpun hadis-hadis shal:l.fb. sllia tentang 


seluruh persoalan: dari persoalan akidah dan hukum hingga persoalan 


tafsir dan sejarah. 


Khabar al-Jnjirad: hadis yang diriwayatkan oleh seorang periwayat saja; lihat 


ghartb. 


Kitdbah, muk8.tabah: cara penerimaan hadis di mana seorang guru hadis 


menuliskan hadis yang diriwayatkannya untuk diberikan kepeda orang 


tertentu. Al-kutub al-sittah: enam koleksi ha.dis yang dianggap paling otoritatii: yakni 


koleksi Bukhir'i, Muslim, Abft Dlwud, Tirmidz1. Nasl'1, lbnu ~ah. 


Maddr: poros. 


Maqlab: badis yang terbalik sebagian matannya atau nama periwayal dalam 


sanadnya etau sanad matannya. 


Maqtha ·: badis yang diriwayatkan dari tabiin. 


Marfil': hadis yang disandarkan kepada nabi saw., baik muttashil maupun 


munqathi'. 


Mawqllf badis yang diriwayatkan dari sahabat, baik muttashil maupun munqathi '. 


Matn: teks ha.dis yang sebagian besamya disandarkan kepada nabi saw. 


Mawld Gamak: ma.,.;dlt): budak. 


Mu •ammarfln: para periwayat ha.dis yang diberi umur panjang oleh Tuhan. 


Mu 'an 'an: badis yang diriwayatkan dengan menggunakan lafazh 'an. 


Mu 'dhal: ha.dis yang dalam isnddnya terdapat dua orang periwayat atau lebih 


yang gugur secara berurutan. 


Mun8.walah: cara penerimaan ha.dis di mana seorang guru memberi kitab badis 


kepada muridnya, baik disertai dengan ij in untulc meriwayatkannya 


maupun tidak. 


Munk'ar: badis yang diriwayatkan oleh periwayat lemah dan bertentangan dengan 


riwayat dari para periwayat terpercaya (tsiqdt). 


Mul!addi tsQ.n: para ahli hadis. 


Mursal (jamak: marllsfl): ha.dis yang dalam isno.dnya terdapat seorang periwayat 


dari generasi sahabat yang gugur. Mushannaf (jamak: mushannafat"): kitab hadis yang disusun berdasarkan bab-bab 


tiqih dan mencakup ha.dis-ha.dis marfll ', mawq(Jf, dan maqthfl '; libat 


rnuwaththa •. 


Musnad (masdnid): kitab ha.dis yang disusun berdasadam nama sahabat 


(sha1J.d.bah ). 


Mustamlf: orang yang membantu dalam mengimla 1<an badis. 


Mutaw8.tir: ha.dis yang diriwayatken oleh sekelompok periwa.yat dari sekeJompok 


periwayat dari awal hingga akhir sanad yang - menurut nalar dan 


kebiasaan - mereka tidak mungkin mengadakan persekongkoJan untuk 


berbohong. 


Muttashil: ha.dis yang bersambung sanadnya dari awal hingga akhir sanad, baik 


marfll' maupun mawq(J.f; lihat itttshal. 


Muwaththa' (jamak: Muwaththa 'at): kitab hadis yang disusun berdasarkan bab￾bab :fiqih dan mencakup hadis-hadis marfll, mawq(J.f, dan maqtha '. 


Q&ih1: hakim. 


QirO. 'ah: lihat 'ardh, mu 'IJ.radhah. 


Qushsh4sh: para tukang cerite. 


Raw'i: periwayat hadis. 


Riwllyah bi al-ma 'na: cara periwayatan ha.dis secara makna tanpa terikat dengan 


tafazhnya. 


AJ.-Salaf al-ShlJ.lifl: para ulama abad pertama bingga ketiga hijrah yang dikenal 


pula dengan sebutan ulama rnutaqaddim1nSama ': cara memperoleh hadis dengan mendengar lafa.zh hadis secara laogsung 


dari guru hadis (syaykh). 


Shah.t'fl: hadis yang memenuhi lima kriteria keshahihan hadis: persambungan 


sanad, ke 'Milan periwayat, kedhiJ.bithan periwayat, tidak mengandung 


syud'Zfidz (kejanggalan), dan 'illat (cacat tersembunyi). 


ShalJ.tfah (jamak: shah.4'if): lembaran;jenis kitab hadis abad pertama hijrah yang 


disusun tidak secara sistematis. 


Sunan: kitab hadis yang disusun berdasarkan bab-bab fiqih tetapi tidak berisi 


selain hadis-hadis marfil '. 


Sunnah: prilaku, perkataan, dan ketetapan nabi saw. yang aktual (yang sebenamya 


terjadi). 


Syarb.: penjelasan hadis. 


SywfzO.dz: kejan,ggalan yang terdapat dalam hadis karena hadis tersebut 


diriwayatkan oleh orang yang tsiqah (terpercaya), tetapi riwayatnya 


bertentangan dengan riwayat yang dikemukakan oleh banyak periwayat 


yangtsiqah juga. 


Tadw1n: penghimpunan hadis. 


Taqltd: mengikuti pendapat ulama tanpa mengetahui alasan-alasannya. 


Thabaqah Gamak: thabaq8.t): generasi. 


Tharfq (jamak: Thuruq): jalur; semakna dengan sanad atau wajh. 


Tsiqah: gelar bagi periwayat hadis yang dapat diterima hadisnya. 


Wadh ': pemalsuan hadis. Washiyyah: cara seoraog periwayat hadis yang mewasiatkan kitab hadis yang 


diriwayatkannya kepada orang lain tanpa disertai dengan pernyataan agar 


hadis-hadisnya diriwayatkan. 


Wij8.dah: cara seseoraog memperoleh hadis yang ditulis oleh periwayatnya tidak 


melalui pendengaran langsung (samd j atau ijin (ijdza.h) dari gurunya. 


htBah-htllala I1111ru: 


Ancient school of law: aliran fikih klasik, seperti Hanaft, MMik.1, Sylti'1, dan 


Hanbalt 


Backward-projection: Tecri Joseph Schacht yang menyatakan bahwa matan hadis 


pada awalnya berasal dari generasi tabiin yang diproyeksikan ke belakang 


kepada generasi sababat dan akhimya kepada nabi saw. dengan cara 


menambah dan memperbaki isn8.d yang sudah ada. 


Common link: Teori Joseph Schacht yang dikembangkan oleh Juynboll yang 


menyatakan bahwa semakin banyak jalur isn8.d yang bertemu pada 


seoraog periwayat, baik yang menuju kepadanya atau yang 


meninggalkannya, semakin besar seoraog periwayat dan jalur 


periwayatannya memiliki klaim kesejarahan. 


Diving strand: Jalur isn8.d yang menyelam dan tiba-tiba bertemu pada seorang 


tokoh atau periwayat di bawah common link. 


E silentio: Tecri yang dikemukakan oleh Joseph Schacht yang menyatakan bahwa 


cara terbaik untuk membuktikan bahwa sebuah hadis tidak ada pada masa 


tertentu adalah dengan menunjukkan bahwa hadis tersebut tidak dipergunakan sebagai argumen hukum dalam diskusi yang mengharuskan 


merujuk kepadanyajika hadis itu ada. 


Fabricator: -Pemalsu ha.dis yang bertanggung jawab atas penyebaran isn8.d dan 


matan hadis. 


Inverted common link: periwayat bersama terbalik; periwayat: hadis yang 


menerima laporan dari semua atau sebagian besar guru dan kemudian 


menyampaikannya kepada (janm,g lebih dari) seorang murid 


Inverted partial common link: periwayat: bersama sebagian terbalik; periwayat: 


yang menerima laporan dari lebih dari seorang guru dan kemudian 


menyampaikannya kepada (janm,g lebih dari) seorang murid 


Living tradition: tradisi yang hidup. 


Originator: lihatfabricator. 


Partial common link: periwaat bersama sebagian; periwayat hadis yang menjadi 


common linkuntuk sebagian jalur isn8.d. 


Real common link: periwayat hadis yang menempati posisi common link yang 


sebenamya. 


Seeming (artijlcial) common link: periwayat hadis yang terlihat secara sekilas 


sebagai common link, tetapi sebenamya tidak. 


Silent transmission: teori yang dikemukakan oleh Fazlur Rahman yang 


menyatakan bahwa badis nabi telah diriwayatkan secara diam-diam 


melalui perbuatan para sahabat yang meneladani sunnah nabi saw. 


Single strand: jalur tunggal dari nabi saw. hingga. ke common link. Source critical method: metode kritik sumber yang terdiri atas metode kritik isnad 


dan metode kritik matan. 


Spider: sebuah bundel imad yang terdiri <hri berbagai jalur tunggal, yakni tidak 


seorang periwayat pun yang memiliki lebih dari seorang murid









Sebagian besar ahli hadis beranggapan bahwa apabila sebuah hadis 

tertentu yang disandarkan kepada nabi saw. ditemukan dalam koleksi hadis 

kanonik, lebih-lebih dalam Sha!ti!l BukhArt dan Muslim, maka dengan sendirinya 

hadis itu bersumber dari nabi saw. Namun, berdasarlcan temuan O.RA Juynboll 

(1935-) dengan menggunakan teori common link, walaupun sebuah hadis tertentu 

telah direkam dalam al-kutub al-sittah, tetapi hadis itu belum tentu berasal dari 

nabi saw. Tujuan pertama disertasi ini adalah mengkaji teori common link G.HA 

Juynboll dan implikasinya terhadap persoalan asal-usul dan perkembangan awal 

hadis. Teori common link yang berpijak pada asumsi yang berbeda dengan asumsi 

metode kritik hadis di kalan.gan mu/ladditstn pada gilirannya menimbulkan akibat 

yang cukup mengejutkan ahli hadis pada khususnya dan umat Islam pada 

umumnya. Tujuan kedua adalah menguji kembali kebenaran teori tersebut dengan 

cara menerapkannya pada hadis-hadis tentang syahadat dan rukun Islam dan 

menawarkan penafsiran baru tentang fenomena common link dan fenomena 

lairmya. 

Verifikasi teori common link membuktikan bahwa teori ini dapat diterima 

kebenarannya sebagai sebuah metode untuk menelusuri asal-usul hadis. Teori 

tersebut dapat memberikan jawaban yang lebih akurat dan memadai mengenai 

kapan, di mans, dan oleh siapa sebuah hadis mulai disebarkan secara publik. 

Namun berbeda dengan Juynboll yang menganggap common link sebagai seorang 

pemalsu (fabricator) hadis yang bertanggungjawab ates perkembangan isn&J dan 

matan hadis dan bahwa bampir tidak pemah seorang sahabat memainkan peranan 

sebagai common link, studi ini membuktikan bahwa common link adalah seorang 

periwayat yang menjadi titik pindah dari periode periwayatan hadis secara 

individual ke periode periwayatan hadis secara publik dan massal. Common link 

bukanlah seorang pemalsu hadis. Ia adalah orang pertama yang meriwayatkan 

hadis dengan kata-katanya sendiri, tetapi substansi maknanya tetap memiliki 

kesinambungan dengan tokoh yang lebih tua daripada dirinya, baik sahabat 

maupun nabi saw. Studi ini juga menunjukkan bahwa seorang periwayat yang 

menduduki posisi common link dalam sebuah bundel tsndd berasal dm:i generasi 

yang beragam: generasi sahabat kecil, tabiin atau tabiit tabiin walaupun sebagian 

besar periwayat yang menduduki posisi tersebut berasal dari generasi tabiin. 

Persoalan mengenai asal-usul hadis masih menjadi bahan perdebatan di 

kalangan para pemikir hadis hio.gga saat ini. Sejmnlah pemikir meragukan apakah 

hadis itu dapat dibuktikan secara historis berasal dari nabi, sedangkan sebagian 

yang lain mempercayai bahwa ha.dis itu memang berasal dari nabi. Masing-masing 

kelompok mengemukalam berbagai arpmen yang nampak sama-sama meyakiukao.1 

Ignaz Ooldziher (18.50-1921) yang tennasuk kelompok pertama mengatakan, 

fenomena hadis berasal dari zaman Islam yang paling awal. Naunm karena 

kandnnpi hadis yang terns membengkak pada era selanjutnya dan dalam setiap 

gelierasi muslim materi hadis berjalan paralel dengan doktrin-doktrin fiqih dan 

teologi yang seringkali saling bertentangan, maka ia menyimpulkan babwa sangat 

sulit menentukan hadis-hadis orisinal yang berasal dari nabi. 2 Sebagian besar 

materi badis dalam koleksi badis, menurutnya, merupakan basil perkembangan 

keagamaan, historis, dan sosial Islam selama dua abad pertama atau refleksi dari 

kecendenmgan-kecendenmgan yang tampak pada masyarakat muslim selama masa-masa tersebut.3 Akibatnya, produk-produk kompilasi hadis yang ada saat ini tidak 

dapat dipercaya secara keseluruban sebagai somber ajaran dan prilaku nabi 

end .. 4 

s ITl. 

Joseph Schacht (1902-1969) yang mengklaim diri sebagai penerus 

Goldziher menyatakan bahwa isn&J memiliki kecenderungan untuk berk:embaog ke 

belakang. Menurutnya, isn&J berawal dari bentuk yang sederbana, lalu diperbaiki 

sedemikian rupa dengan cara mengkaitkan doktrin-doktrin aliran fikih klasik kepada 

tokob yang lebib awal, seperti sahabat dan akhimya kepada nabi.5 Karena isn&J 

merupakan rekayasa sebagai basil dari pertentangan antara aliran fikih klasik dan 

abli badis, maka tak satu pun hadis nabi, lebih-lebih yang berk:enaan dengan 

persoalan hukum, dapat dipertimbangkan sebagai hadis sbabih. 6 Singkamya, hadis￾hadis itu sebenamya tidak berasal dari nabi, tetapi dari generasi tabiin. 

Teori-teori Ignaz Goldziher dan Joseph Schacht tersebut selanjutnya diikuti 

dan dikembangkan oleh seorang abli sejarah Islam klasik dan hadis, G.HA 

Juynboll, yang labir di Leiden pada tahun 1935. Sejak tahun 1965 hingga sekaran& 

ia secara serius mengabdikan dirinya untuk mengkaji sejarah awal hadis. Hasil￾basil temuanoya masih terus bermunculan di berbagai jurnal intemasional, seperti 

Arabica, Der Islam, Bibliotheca Orientalis, Jerusalem Studies in Arabic and Islam, Le Museon dan Islamic Law and Society. la juga termasuk salah satu 

kontributor dalam Encyclopedia of Islam New Edition, khususoya volmne VII, Vlil, 

danIX. 

Dalam mengkaji sejarab awa1 badis, Juynboll mengadopsi teori-teori 

Schacht., terutama teori common link. Teori ini merupakan struktur fimdamental b88i 

seluruh kaji81DlY& Menurutnya, teori common link adalah teori yang brilian. 

Sayangnya, teori tersebut belmn dikembangkan dalam skala yang luas oleh para 

pengkaji badis, muogkin kamia teori ini kunms mendapat perllatian, elaborasi atau 

penekanan yang selayaknya, bahkan oleh Schacht sendiri7

• Padahal, jika orang 

mencoba memahami teori ini, maka tampak bahwa teori ini cukup menarik dan 

mengagmnkan, serta tergolong teori yang relatifbaru. 

Common link adalah istilah untuk seo111118 periwayat yang mendengar 

sesuatu dari (janmg lebih dari) seo111118 yang berwenang lalu menyiarkaonya kepada 

sejmnlah murid yang pada gilirannya kebanyakan dari mereka menyiarkan lagi 

kepada dua atau lebih muridnya. Dengan kata lain, common link adalah periwayat 

tertua yang disebut dalam berlcas isn&:I yang meneruskan hadis kepada lebih dari 

satu murid Jadi, ketika bmas isn&:I itu mulai menyebar pertama kali, maka di 

sanalah ditemukan common linknya. Oleh sebab itu, teori ini berangkat dari asumsi dasar bahwa semakin banyak 

garis periwayatan yang bertemu atau meninggalkan periwayat ~ semakin 

besar momen periwayatan itu memiliki klaim kesejarahan. Sebaliknya, jika suatu 

hadis diriwayadcan dari nabi melalui seseoraog, yakni seorang sahabat, kepada 

orang lain, yakni seorang tabiin (kepada orang lain, yaitu tabiin lain) yang pada 

akhirnya tiba di common link (kaitan bersama), dan setelah itu jalur isn&l tersebut 

bercabang keluar, maka kesejarahan jalur periwayatan bmggal itu tidak dapat 

dipertabankan. Dalam boyataaonya, sebagian besar isn&l yang mendukuog bagian 

yang sama dari sebuab matn, hanya nmlai bercabang dari kaitan bersama, seoraog 

periwayat yang berasal dari generasi kedua atau ketiga sesudab nabi.9 

Dengan demikian, yang sering terjadi adalah bahwa kaitan bersama sebuab 

hadis adalah tabiin dan muridnya. Jarang sekali seorang sahabat atau nabi menjadi 

kaitan bersama. Kalan demikian, makahadis itu tidak berasal, atau setidak-tidalmya 

secara historis belum terbukti, dari nabi atau sahabat, tetapi berasal dan bersumber 

dari para tabiin. Hal ini memperlcuat idenya tentang kronologi hadis yang 

menyatakan bahwa hadis yang berakhir pada tabiin lebih tua daripada hadis yang 

berakbir pada sahabat yang pada gilirannya lebih tua daripada hadis nabi. Secara 

sederhana dapat dikatakan bahwa semakin dalam penyelaman di bawah common 

link, semakin baru asal-usul jalur isn&l itu dan, dengan demikian, semakin baru 

asal-usul hadis tersebut. 

Berdasarkan penemuan itu, ia lalu membuat kategori hadis sebasai berikut: 1. Hadis dengan i snad-i mad yang berakhir pada tabiin. Tabiin itu sendiri atau 

seorang muridnya merupakan kaitan bersama atau sumbemya, jilca isnadnya 

berganda dan dapat disatukan menjadi berlcas yang mengacu kepada kaitan 

bersama itu; 

2. Hadis dengan isnad yang berakbir pada sababat. Sangat janmg ia sendiri dan 

kebanyakan mmidnya (seorang tabiin) atau orang lain dalam jabr bmggal yang 

kemudian, yang merentang dari sahabat itu, merupakan kaitan bersama atau 

sumber. Lagi-lagi bila adajalur isnad ganda yang bisa digabuns menjadi berkas 

yang bisa dikembalikan kepada kaitan bersama itu. 

3. Hadis dengan isnad-isnad yang berakhir pada nabi densar jallJI' bJn8gal yang 

merentang dari nabi dan memuncak pada kaitan bersama atau sumber yang 

tennasuk dalam generasi tabiin atau generasi berikutnya, jika ada sej1UDlab jallJI' 

yang cukup banyak untuk membentuk suahl berlcas yang mengacu kepada kaitan 

bersama. to 

Teori tersebut tentu menimbulkan pertanyaan bagi para pengkaji hadis pada 

kbususnya dan bagi IUllat Islam pada umumnya, apakah teori common link itu dapat 

dibenarkan? Apakah teori Juynboll tersebut s11ngg11h-s11ngguh didukung oleh fakta￾fakta historis yang akurat dan dapat diterima sebagai metode untuk menelusuri asal 

usul hadis? Hal itulah yang menjadi masalah utama studi ini. 

Dengan menggali teori common link yang relatif baru dan orisinal, 

diharapkan diperoleh temuan yang berharga dalam usaha memabami asal-usul 

hadis, karena selama ini orang benmggapan, apabila suatu hadis tertentu yang berkaitan dengan nabi dapat ditemukan dalam koleksi hadis kanonik, maka dengan 

sendirinya asal-usul hadis tersebut pasti berpangkal pada nabi. Padahal, 

berdasarkan temuan O.HA. Juynboll, walaupm sebuah hadis telah terekam dalam 

al-kutub al-sittah, hadis tersebut tidak mesti bersumber dari nabi.11 Ini adalah 

sebuah problem besar dalam kajian hadis. 

Dari masalah utama tersebut dapat dirumuskan beberapa permasalahan 

berikut ini: apayang dimaksud dengan teori common link? bagaimana implikasinya 

terhadap persoalan asal-usul clan perlc:embaogan hadis? apakah teori common link 

dapat dipertahankan kebenanmnya? Apakah interpretasi Juynboll meogenai 

fenomena common link dapat diterima? Penyelidikan ini berangkat dari hipotesis 

bahwa teori common link seoara 1Dll1llD dapat diterima sebagai metode mtuk 

melacak sejarah periwayatan hadis. Hanya saja, terdapat beberapa anomali yang 

memerlukan perba.ikan-perbaikan. 

B. T elaab Pmtaka 

Sudah ada sejumlah penulis yang membicarakan ide-ide Juynboll tentang 

hadis, baik dalam bentuk buku maupm artikel. Hanya saja tulisan-tulisan itu, selain 

tidak bersifat menyeluruh dan mendalam, juga tidak dimaksudkan untuk meneliti 

teori common linlmya seoara khusus. Wael B. Hallaq dalam A History of Islamic Legal Theories menyatakan, 

berbagai penelitian akbir-akhir ini tentang asal-usul badis menunjukkan bahwa 

Ooldziher, Schacht, dan Juynboll terlalu skeptis dan bahwa sejumlah hadis dapat 

dibubuhi tanggal lebih awal daripada pendapat mereka, bahkan seawal nabi 

sendiri. Menmut temuan-temuan ini, walauptm sebagian besar hadis berasal dari 

beberapa dekade setelah hijrab, tetapi ada sejumlah materi badis yang berasal dari 

masa kehidupan nabi.12 Oleh karena itu, Hallaq tidak menyimpulkan secara a priori 

bahwa sebnh hadis itu otentik, dan tidak pula menerima semuanya, walauptm 

beberapa badis telah diakui shall.th. oleh ilmu laitik badis di kalangan muslim. 

David S. Powers dalam Studies in Qur'an and Hadith meletakkan Juynboll 

di antara believers dan sceptics berdasarkan pendapat-pendapat Juynboll dalam 

Muslim Tradition. Meskiptm Juynboll mengakui bahwa setidak-tidalmya beberapa 

hadis yang disandarkan kepada nabi mencenninkan apa yang sebenamya dikatakan 

atau diperbuat oleh nabi, tetapi menurutnya, periwayatan badis nabi yang fonnal 

dan terstandarisasi baru mulai dikembangkan antara tahtm 670 dan 700 M.13 

L. T. Librande menjelaskan, pikiran Juynboll sejalan dengan Goldziher dan 

Schacht yang berpendapat bahwa kesejarahan hadis belum terbukti kebenarannya. 

Oleh karena itu, Juynboll menawarkan metodologi ldmsus untuk menelusuri tempat asal, waktu dan pengaraog hadis.14 Daniel W. Brown juga mengemukakan argumen 

Juynboll secara singkat yang menyatakan bahwa dalam uraian-uraian biografi, 

tokoh-tokoh awal yang bedrubtmgan dengan smmah jarang dikenali sebagai para 

ahli di bidang hadis. Dalam kenyataannya, mereka seringkali dikritik karena 

kecerobohan dalam periwayatan hadis atau babkan pemalsuannya. Selain itu, juga 

dikatakan bahwa Juynboll adalah tokoh yang mengembangkan teori common link 

dari Joseph Schacht. 15 

Faisar Ananda Arfa dalam Sejarah Pembentulran Hukum Islam juga 

membahas pikiran-pikiran Juynboll seputar sunah dan hadis nabi. Sayangnya, 

pembahasannya tentan,g ide-ide Juynboll hanya dimaksudkan untuk membuktikan 

bahwa Juynboll adalah pendukung sebagian besar gagasan dan argmnen Schacht. 16 

Akh. Minhaji dalam Kontroversi Pembentukan Hu.Kum Islam 

membicarakan Juynboll yang dipengaruhi oleh gagasan Schacht. Setelah membaca 

karya Juynboll, Muslim Tradition, Minbaji menyatakan bahwa Juynboll sangat 

kagum dan pada gilirarmya sangat terpenpruh oleh ide-ide Schacht. Untuk 

mendulamg kecendnmgannya, Juynboll mengkritik basil temuan Se7.gin dan Abbott 

yang berbeda dengan kesimpulan Schacht dan banyak mengandung kelemahan. 

Dikatakan jugs, Juynboll adalah tokoh yang mendapat inspirasi dari teori-teori backward projection dan common link. Tetapi pembicaraan ini hanya dimaksudkan 

sebagai bukti bahwa ide-ide Schacht tentang pembentukan bukum I.slam telah 

mempengaruhi sarjana-sarjana berikutnya, seperti JuynboU. 17 

Satu-satunya penulis yang mengkaji teori common link secara khusus adalah 

HaraldMotzki. Iamenulis artikel denganjudul "Quo vadis, Hadt!-Forschung? Eine 

kritische Untersuchung von G.RA Juynboll: "Nifi' the mawld of Tun 'Umar and 

His Position in Muslim Hadtt Literature''. M~ temuan Juynboll - bahwa 

semua hadis nabi dengan isn&J Nifi' - lbnu 'Umar tidak kembali kepada MAiik 

tetapi kepada Nifi - tidak dapat dipertahankan. Dengan menggunakan contoh hadis 

tentang zakdt al-flthr. Motzki mampu memmjukkan bahwa hipotesis Juynboll 

tersebut tidak benar. Ia menyatakan bahwa hadis tersebut kembali kepada lbnu 

'Umar dan tidak dipalsukan oleh MAiik. 18 Mesiti demikian, penelitian ini tetap tidak 

sama dengan penelitian Motzki. Jika penyelidikan Motzki lebih bersif&t falsifikatif; 

maka penyelidikan yang sekarang ini bersif&t verifikati£

Signifikansi studi hadis sangal terkait dengan status nabi saw. Hadis adalah 

laporan-laporan men,genai sunnah nabi dan generasi DDJSlim awal. Smmah ini 

merupakan praktik dan model tingkah laku yang mengantarkan nabi dan masyarakat Madinah ke pwcak kesuksesan. Apa saja yang dikatakan atau diperbuat oleh nabi 

saw. dianggap oleh orang-orang muslim sebagai contoh ideal dan nonnatif ba.gi 

mereka. Sejak awal, Muhammad saw. merupakan teladan dari apa yang diajarkan 

oleh Quran. Oleh sebab itu, segala pengkajian mengenai badis, tennasuk kajian 

tentang teori common link yang terlm.it dengan persoalan asal-usuJ hadis, memiliki 

makna yang cukup penting. 

Di sisi lain, hadis juga tidak dapat dipisabkan dari posisi hulam dalam 

Islam. Telah diketalmi bahwa orang-orang muslim mengembangkan sebuah agama 

yang sangat menekankan praktik ortodoks. Di taogan para faqahli ', fiqh telah 

menterjemabkan smmah nabi ke dalam aturan-aturan tingkah laku. Dan Ha.dis 

merupakan pendulamg smmah yang paling bemilai dan dapat dipercaya. Dengan 

demikian, hukmn Islam tidak dapat berdiri tanpa dukungan hadis, lebih-lebih jika 

persoalan asaJ-usuJ hadis beltBD terjawab secara memadai Dalam konteks itulah, 

pengkajian ini perlu disambut baik. 

Di samping itu, Juynboll adalah seoraug peogkaji hadis modern di Barat dan 

sekaligus komentator dan penerjemah ide-ide Goldziher dan Schacht. Walaupun ia 

tidak selalu mengikuti dan sejalan dengan keduanya, tetapi paling tidak melalui 

teori common linlmya, orang dapat memahami dengan baik karya-karya kedua tokoh 

itu. Hingga saat ini, Juynboll dapat dianggap sebBBai pengkaji ha.dis terbesar di 

Baral Oleh karena itu, membaca dan menyimak teori common linknya merupakan 

sebuah keharusan untuk melihat seberapajaub capaian-capaian studi hadis di Barat 

yang telah diSlUllbangkan kepada studi badis pada ldmsusnya, dan studi Islam pada 

mmmmya.


Penulis meoggunakan metode analisis intertekstualitas, analisis kritis , dan 

analisis komparatif tmtuk mengkaji teori common link Juynboll. Metode analisis 

intertektualitas merupakan salah salu metode dalam penelitian sastra yang 

menganggap bahwa suatu teks memiliki malma, bukan dalam keadaannya seb88fti 

sebuah struktur mandiri, melainkan karena teks itu berkaitan deogan teks-teks lain. 

Oleb karena itu, setiap teks barns dibaca dan dikaji deogan latar belakang 

peogetahuan meogenai teks-teks yang mendabuluinya. 19 Melalui metode ini, karya￾karya Juynboll diteliti dan dianalisa dengan cara menghubungkannya deogan karya￾karya para pengkaji badis modem di Barat, seperti Goldziher dan Schacht, di salu 

sisi, dan Sezsin, Abbott, dan Azami, di sisi lain. 

Metode analisis kritis difokuskan tmtuk mendeskripsikan, membahas dan 

mengkritik ide-ide, konsep-konsep, dan teori-teori yang dikemukakan oJeh JuynboU 

yang selanjutnya dibenturkan dengan ide-ide, konsep-konsep, dan teori-teori yang 

lain dalam upaya melakukan perbandiogan, bub~ dan pengembangan model.20 

Deskripsi dan pembahasan dimulai dari teori common link dan kemudian implikasi 

teori itu terbadap berbagai persoalan seputar asal-usul dan perkembangan awa1 

badis. Selanjutnya, interpretasi Juynboll tentaog fenomena common link itu 

dibandingkan den,gan interpretasi para pemikir hadis kontemporer, seperti M.M. 

Az.ami, Harald Mot2ki, Michael Cook, Norman Calder, dan David S. Powers. 

Dengan membandingkan interpretasinya dengan interpretasi para pengkaji hadis ini, 

diharapkan dapat diketahui kelebihan dan kelrunmpmya; kebenaran dan 

kejanggalannya. 

Untuk menverifikasi teori tersebut, tentu saja teori itu dipakai di sini untuk 

diterapkan pada badis tentang syahadat dan rulam Islam. Teori common Jinlr dengan 

metode analisis isn&inya tidak lain adalab sebuah metode kritik smnber (source 

critical method) dalam ilmu sejarah. Metode Scbacbt21 yao,g dikemban,gkan oleh 

Juynboll22 ini kemudian dielaborasi lebih rinci oleh Mot2ki dan meajadi metode 

analisis isn&i-cum-matn. Metode yang bertujuan untuk melacak sejarab 

periwayatan hadis tersebut terdiri atas beberapa hmgkab: 1) meJJBUIDPulkan 

sebanyak nnmgkin varian hadis tertentu yang dilengkapi dengan isn&i; 2) berbagai 

jalur periwayatannya dihimpm dan direkonstruksi untuk mendeteksi common link 

yang terdapat pada generasi para periwayat yang berbeda-beda. Berdasarlcan 

temuan dari langkah ini, hipotesis pertama tentang sejarab periwayatannya dapat 

dinmmskan; 3) Teks-teks dari berba.gai varian dibandin,gkan satu sama lain untuk 

mencari hubtmgan dan perbedaan di antara mereka, baik tentang struktur maupm 

lafazhnya. Langkab ini juga memungkinkan untuk menmuskan sejarab periwayatnnya; dan 4) Temuan dari aoalisis isndd dan matan dibaodingkan. Sampai 

sini, dapat diambil kesimpulao tentaog kapao dan di maoa hadis yang dibicarakao 

keseluruhan, metode yang sangat terkait dengao problem penaoggalao hadis ini 

merupakan salah satu metode dalam pendekatan sejarah (historical approach). 

B. Samber-Samber 

Untuk mendiskusikao teori common link Juynboll, Tiga karya utamaoya, The 

Authenticity of the Tradition Literature: Discussions in Modern Egypr~ Muslim 

Tradition: Studies in Chronology, Provenance and Authorship of Early Hadith, 25 

dan Studies on the Origins and Uses of Islamic Hadith'26 merupakao smnber 

peoting yang dapat dijadikao rujukan. Buku pertama yang berisi perdebatan seputar 

kesahihao badis di kalangao para pemikir muslim modem di Mesir adalah disertasi 

doktor yang diajukaonya kepada Universitas Leiden. Buku kedua yang ditulis pada 

tahun 1976 bingga 1981 merupakao kmnpulao dari beberapa makalah yang di 

aotaraoya telah disampaikao di berb88ai forum, konferensi dan seminar, sedBD&kan 

buku ketiga yang diterbitkan pada 1996 juga. merupakan kumpulao tulisaoo.ya yang 

mengkaji persoalao asal-usul hadis. Swnber penting Iaionya yang perlu dikaji adalah artikel-artikel Juynboll 

yang diterbitkan oleb beberapa Jumal akhir-akhir ini, seperti "Sbu'ba b. Hajjaj 

(dl60-776) and His Position among the Traditionists ofBasra",27 "An Excursus on 

the Ahl as-Sunna in Connection with Van Ess, Theologie und Gesellschajt, vol. 

N','ZB den "(Re)Appraisal of Some Teclmical Tenns in Hadtth Science".29 

Tulisan-tulisan Juynboll juga dapat diperoleh dari Encyclopedia of Islam 

New Edition, kbususnya pada jilid Vll4 Vll4 den IX 30 Semua persoalan yang 

berkaitan dengan hadis den tokoh-tokoh hadis yang terdapat dalam jilid-jilid ini 

hampir dapat dipastikan ditulis olehnya. 

Smnber pendukung bagi kegiatan riset ini adalah karya-karya para pengkaji 

hadis moderen di Barat, seperti Goldziher, Schacht, SeZ&in, Abbott, dan Azami. 

Juga karya-karya berbahasa F.ropa yang sedikit banyak berisi infonnasi mengenai 

teori common link, seperti (lagi) Azami, Harald Mot2ki, Michael Cook, Norman 

Calder, den David S. Powers. 

Tidak kalah pentingnya adalah swnber-swnber berbahasa Arab yang 

tennasuk dalam kategori berikut ini: kamus-kamus hadis, berbagai koleksi h~is: 

koleksi prakanonik, kanonik, dan pascakanonik, kitab-kitab syarfl. hadis, den karya￾karya biografi para periwayat hadis. Kajian dan analisis dalam disertasi ini disajikan dalam lima bab. Bab 

pertama membahas latar belakang, karya-karya dan posisi pemikiran hadis G.HA 

Juynboll di antara para pengkaji hadis modem di Baral Hal ini dimaksudkan untuk 

meletakkan posisi ide-ide Juynboll tentang hadis di antara de-ide para pengkaji 

hadis, seperti Goldziher dan Schacht, di satu sisi, dan Se~ Abbott, dan Azami di 

sisi lain. Dalam bab ini dinyatakan bahwa dari segi pendekatan, Juynboll lebih 

dekat dengan Goldziher dan Schacht, tetapi dari segi basil temuan, tidak dapat 

diingkari bahwa ia berada di tengah-tengah perdebatan sengit antara paradigma 

revisionis dan paradigma tradisional. 

Teori common link Juynboll didiskusikan pada bab dua. Pembahasan 

dititikberatkan pada asumsi-asumsi dasar dari teori common link dan metode 

rekonstruksi dan analisis isndd. Bab ini menguraikan apa yang dimaksud deugan 

teori common link dengan metode analisis imddnya dan sekaligus memberikan 

contoh penerapannya pada hadis misogini. Dijelaskan pula beberapa teori yang 

terlcait dengan teori common link, seperti teori backward-projection dan teori e 

silentio. 

Bab tiga mengkaji implikasi teori common link terhadap asal-usul dan 

perkembangan awal hadis. Bab ini berupaya menjelaskan implikasi teori common 

link yang cukup mengejutkan terhadap berbagai persoalan di bidang hadis, seperti 

smnber dan asaJ-usul hadis, metode kritik hadis konvensioanl, teori mutaw8Jir, 

posisi Syu'bah b. al-Haij~ dalam perkembangan hadis dan historisitas isndd MAiik 

- Nifi' - Ibnu 'Umar. Beberapa hadis penting. misalnya hadis yang merendahkan 

martabat wanita, juga dibicarakan dalam bab ini. Berbagai interpretasi tentang fenomena common link disajikan dalam bah 

empat. Bab ini memmjukkan bahwa interpretasi tentan,g fenomena common link itu 

bermacam-macam dan sekaligus berbeda-beda. Dengan demikian fenomena 

common link sebenamya tidak hanya dapat diinterpretasikan meDW'Ut perspektif 

Juynboll, tetapi ID1JD8kin juga menurut perspektif para pengkaji hadis lainnya, 

seperti MM Azami, Harald Motzki, Michael Cook, Norman Calder, dan David S. 

Powers. Di bagian akhir bab ini, ditawarkan suatu interpretasi altematif yang 

sedikit banyak dapat membantu memabami gejala common link dan berbagai gejala 

yang terkait dengannya. 

Akhimya, bab liina menguji kembali validitas metode common link den,gan 

cara menerapkannya pada hadis-hadis tentaog syahadat dan ru1am Islam. F.mpat 

versi hadis yang dijadikan obyek penelitian adalah versi 'Umar b. al-KhatbhthAb, 

versi Ibnu 'Umar, versi Ibnu 'AbbAs, dan versi ThaJbah b. 'Ubayd AllAh. Bab 

terakhir ini merupakan pembuktian kembali kebenaran teori common link. Dalam 

bab ini, penulis membuktikan bahwa teori common link dapat diterima 

kebenarannya sebagai alat untuk menelusuri asal-usul hadis nabi saw. Hanya saja 

terdapat beberapa anomali dan misinterpretasi Juynboll tentang fenomena common 

link yang tampaknya memerlukan perbaikan-perbaikan.


Gautier HA. Juynboll1 

yang labir di Leiden, Belanda pada tahun 1935 

adalah seorang pakar di bidang sejarah perlcembangan awal hadis. Selama tiga 

puluh tahun lebih, secara serius ia menctnhkan perhatiannya untuk melakukan 

penelitian hadis dari persoalan klasik hingga persoalan kontemporer. Kepakaran 

murid J. Brugmen ini dalam kajian sejarah awaJ badis, men1D11t P.S. van 

Koningsveld, telah memperoleh pen,gakuan internasional. 2 Tidak berlebihan, jika 

ketokohannya di bidang itu dapat disejajarkan dengan nama·nama seperti James 

Robson, Fazlur Rahman, M.M. Azami dan Michael Cook 

Dalam pendahuluan bukunya yang berjudul Studies on the Origins and 

Uses of Islamic Hadith,3 ia sendiri tel.ah menjelaskan perkembangan penelitiannya 

atas literatur hadis secara kronologis sejak akhir tahun 60-an hingga tahun 1996. 4 Semasa menjadi mahasiswa SI, Juynboll bergabung bersama sekelompok kecil . . . 

orang-orang untuk mengedit satu karya yang kemudian Qienghasilkan separuh 

kedua dari kamus ha.dis, Concordance et.indices de .la tradition· musulmane, , .·-, -. 

tepatnya dari pertengahan huruf ghayn hingga akhir karya tersebut > •• ,,1,,':, 

.. , . ,~ 

Pada tahun 1965 hingga. 1966, dengan dana ban~ ~ ·Tlze Netherlands 

Organization for the Advancement of Pure Research (ZWO), ia tingga1 · df Mesir 

untuk melakukan penelitian disertasi mengenai pandangan para teolog Mesir · ' 

terbadap literatur ha.dis. Akhirnya, disertasi yang disusunnya itu dapat 

dipertahankan di depan Komisi Senat pada hari Kamis, tanggal 27 Maret 1969, 

pukul 14.15, dalam rangka meraih gelar Doktor di bidang sastra di Fakultas 

Sastra, Universitas Negeri Leiden, Belanda. 5 

Setelah disertasi tersebut diterbitkan pada 1969 oleh penerbit E.J. Brill, 

Leiden, Juynboll selanjutnya melakukan penelitian mengenai berbagai persoalan, 

baik yang klasik maupun kontemporer. Pada tahun 1974, dengan makalah, On The 

Origins of Arabic Prose yang termuat dalam buku, Studies on the First Century of 

Islamic Societl ia kembali memusatkan perhatiannya pada studi ha.dis den tidak 

pemah meninggalkannya lagi. Selain meneliti, Juynboll yang dalam beberapa kesempatan seringkali 

mengatakan. "Seluruhnya akan kupersembahkan untuk hadis nabi," juga mengajar 

di berbagai universitas di Belanda. Hanya saja, kegiatan mengajar clan 

membimbing mahasiswa yang sedang menulis tesis dan disertasi kurang begitu 

diminatinya7 Sebagai seorang ilmuwan swasta (private scholar), ia tidak terikat 

dengan universitas mana pun dan sebagai akibatnya tidak memiliki jabatan 

akademis sebagaimana para ilmuwan besar lainnya 8 Oleh karena itu, kegiatan 

sehari-harinya tiada lain adalah sebagai daily visitor di Perpustakaan Universitas 

Leiden, Belanda untuk melakukan penelitian hadis dari pukul 09.00hingga13.00, 

khususnya di ruang baca koleksi perpustakaan Timur Tengah klasik (Oriental 

Reading Room), di bawah seorang supervisor yang bemama Hans van de Velde. 

Di usianya yang telah menginjak 69 tahun ini, ia tinggal di Burggravenlaan 40 

NL-2313 HW Leiden, Belanda. Sebagai seoraog ilmuwan dan peneliti dalam bidang studi ha.dis, Juynboll 

telah menghasilkan sejumlah karya, baik dalam bentuk buku maupun artikel, yang 

pada giliraonya ikut memberikan sumbangan terhadap studi ha.dis pada khususnya 

dan studi Islam pada umumnya Sebagian besar pemikirannya, terutama yang 

terkait dengan studi ha.dis dan teori common link, dielaborasi dalam tiga bukunya: 

The Authenticity of the Tradition Literature: Discussion in Modem Egypt, 

Muslim Tradition: Studies in Chronology, Provenance and Authorship of Early 

Hadith dan Studies on the Origins and Uses of Islamic Hadfth. Oleh sebab itu, 

tidak salah jika penulis memberikan pematian khusus kepada tiga karya tersebut 

dan kemudian mengemukakan kandungannya secara ringkas. 

The Authenticity adalah kmya orisinal yang, berdasarkan berbagai somber 

ldasik dan kontemporer, mengkaji pendapat-pendapat para teolog muslim Mesir 

tentang kesahihan ha.dis nabi. Dalam pendahuluannya, Juynboll menjelaskan 

pendapat para orientalis, seperti A Sprenger, orang pertama yang menganggap 

sebagian besar ha.dis sebagai palsu; G. Weil, W. Muir dan RP.A Dozy yang 

menyatakan, setidak-tidaknya separuh ha.dis yang terdapat dalam koleksi Bukhari 

adalah otentik. 

Kemudian dilanjutkan dengan pendapat Ignaz Goldziher dan Joseph 

Schacht serta pendapat para pemikir ha.dis modern, seperti Fuat Sezgin dan Fazlur 

Rahman tentang kedudukan hadis dalam Islam. 10 Goldziher menyimpulkan bahwa 

jarang sebuah ha.dis dapat dibuktikan sebagai perkataan nabi atau deskripsi

mengenai perilaku nabi yang asli dan dapat dipercaya. Literatw hadis, kata 


Ooldziher, merupakan akibat dari perkembangan keagamaan, historis, dan sosial 


Islam selama dua abad pertama, sedangkan Joseph Schacht mengatakan bahwa 


isndd sebenamya memiliki kecenderungan berkembang ke belakang. Pada 


awalnya, hadis hampir tidak pernah kembali ke nabi atau sahabat sekalipun, tetapi 


disebarkan berdasarkan otoritas para tabiin. Di kemudian hari, badis seringkali 


dikembalikan kepada seorang sahabat dan akhimya kepada nabi sendiri.11 


Berbeda dengan Goldziher dan Schacht, Fazlw Rahman yang dibarapkan 


dapat menjembatani jlD"&Dg antara kesarjanaan Barat dan nilai-nilai Islam 


ortodoks, memperkenalkan konsep kesinambungan sunnah nabi dalam praktik 


keagamaan umat Islam. Konsep sunnah nabi, menmutnya, sudah dipakai pada 


masa hidup nabi saw. Deogan berbagai argumen, ia menegaskan bahwa sunnah, 


sebagaimana dihimpun dalam koleksi badis, mencakup perilaku nabi. Dengan 


kata lain, ia menghembuskan semangat nabi. Oleh karena itu, literatw hadis 


seharusnya tidak dianggap sebagai data sejarab yang tidak dapat dipercaya sama 


sekali dan dibuang secara keseluruhan. Meskipun bagian yang dianggap mewakili 


sunnah nabi itu sedikit, tetapi sisanya merefleksikan sunnah yang hidup (living 


tradition), sementara sunnah yang hidup merupakan penafsiran dan perumusan 


progresif dari sunnah nabi. Sementara itu, Fuat Sezgin lebih mengarahkan perhatiannya pada problem penulisan hadis yang berujung pada bukti mengenai 


kesejarahan isndd. Ia merevisi kesimpulan Goldziher tentang kronologi penulisan 


hadis. Baginya, aktivitas penulisan hadis telah dipraktikkan pada mesa yang lebih 


awal <hripada yang dipahami oleh Goldziber.12 


Setelah itu, Juynboll mengemukakan definisi-definisi Islam ortodoks 


tentang beberapa istilah teknis dan ringkasan historis mengenai evolusi hadis 


dalam Islam den8BJ1 menekankan a.danya jarak satu abad dari masa nabi hingga 


masa 'Umar b. 'Abdul 'Aziz dalam masalah penulisan hadis. Secara umum, 


diskusi mengenai kesbahihan hadis dalam karya tersebut didasarkan pada 


beberapa persoalan, seperti: persoalan tadwtn (penulisan hadis), 'adb.lah, wadh ', 


periwayatan hadis, israiliyya.t, dan badis-badis tentang pengobatan. 13 


Bab-bab berikutnya, menguji kesuksesan sejumlah teolog Mesir, seperti 


M. Abduh, Rasyid Ridb, dan Mahmud Abu Rayyah yang menyoroti kesahihan 


hadis. Dalam bab II buku tersebut, dikatakan bahwa sejak awal Muhammad 


Abduh, yang merasa kesulitan untuk menentukanfi rqah yang selamat dalam hadis 


satajf ariqu ummatt, tidak bermaksud menolak sebagian besar hadis sebagai tidak 


relevan, tetapi lebib menekankan usahanya dalam rangka melepaskan diri dari 


ketundukan (taqltd) kepada para ulama sebelumny, termasuk para teolog dan ahli 


hadis.Pandangan kritis Rasyid Ridha tentang hadis dibicarakan pada bab ID. 


Ridha sangat menghargai kedudukan sunnah dan kodifikasinya dalam literatur 


hadis. Tetapi Ridha tidak bersandar kepada kritik hadis klasik. Ia memandang 


sunnah sebagai akar kedua dari agama, dan karena itu, hadis sebagai registrasi 


sunnah hams diteliti secara cennat untuk dipisabkan antara yang otentik dan 


tidak. 15 Pada bab IV, dikemukakan bahwa setelah menguji enam koleksi badis 


secara mendalam, Mahmud Abu Rayyah yakin bahwa tidak sedikit hadis tidak 


sahib direkam dalam koleksi tersebut Ia menyesalkan para ulama badis yang 


terlalu percaya kepada metode kritik badis dan menggunakaunya untuk meneliti 


hadis seperti halnya para ulama abad pertengahan. Para ahli hadis, ka.tanya, tidak 


memperllatikan kritik teks (kritik matan), dan tidak pernah mempertimbangkan 


apakah sebuah matan hadis layak diterima atau tidak. 16 


Bab V membicarakan perdebatan para ulama seputar persoalan tadwfn, 


penulisan hadis. Rafiq al-'Azm, misalnya, berpendapat bahwa pada masa bidup 


nabi, beberapa sababat membuat daftar sebagian besar sabda nabi dalam bentuk 


tulisan, yang disebut sha!J.8. 'if. Sambil menyebutkan sejumlah hadis yang 


mengijinkan penulisan hadis, ia menyimpulkan bahwa penulisan badis pada saat 


itu tidak dilarang. Ridha mengkritik pendapat Rafiq seraya menyatakan bahwa 


Rafiq banya menyebutkan badis-hadis yang memperbolebkan penulisan hadis. 


Selanjutnya, Ridha menjelaskan seluruh badis yang melarang penulisan badis.Persoalan 'addlah (keadilan) sahabat dijadikan pokok bahasan bab Vl 


Berl>eda dengan ahli hadis abad pertengahan, Rashid Ridha mengatakan bahwa 


keadilan seorang periwayat tidak dapat dijadikan jaminan untuk menerima apa 


saja yang diriwayatkan. Lebih jauh, menurut kaum modemis. kritik imdd klasik 


dipandang tidak memadai. Mereka juga menolak pemyataan, "al-shah.ti.bah 


kulluhum 'udOJ (semua sahabat berstatus '&111).18 Sebagai konsekwensinya, 


ke '&iilan Abu Hurayrah juga diragukan, sebagaimana dikaji pada bah VII. Di 


antara para penulis kontemporer, Abu Rayyah adalah orang yang paling keras 


menyerang pribadi Abu Hurayrah. Bersama dengan Ahmad Amin, Abu Rayyah 


mempertanyakan iktstl.r Abu Hurayrah. Dalam waktu yang sangat singkat sekitar 


tiga tahun atau dua puluh satu bulan, tampaknya tidak masuk akaJ jika Abu 


Hurayrah meriwayatkan sedemikian banyak hadis. Hal ini membuat Rasyid 


Ridha mengemukakan sejumlah pendapat di kalanga.n ulama ortodoks. Dikatakan 


oleh Ridha, Abu Hurayrah mengumpulkan hadis dengan maksud untuk 


disebarkan, sementara sahabat lain memperbincangkan ha.dis bila diperlukan, 


seperti ketika mengambil keputusan. 19 


Dalam bab VIII, Juynboll lebih meneke.nbn betapa pemalsuan hadis 


secara besar-besaran telah terjadi sehingga menimbulkan kerusakan terhadap 


keseluruhan materi hadis. Pemalsuan tersebut dilakukan oleh lima golongan: 


orang-orang zindiq, para teolog dan ahli hukum, orang-orang yang lemah daya ingatnya, para qushshdsh (para tukang cerita), clan orang-orang yang ingin 


mendapatkan kedudukan dari penguasa. 20 


Bab IX membicarakan periwayatan hadis, khususnya periwayatan hadis 


secara makna (al-riwdyah bil al-ma 'nil). Semua penulis modern sepakat babwa 


telah terjadi periwayatan secara makna dalam skala besar dalam sejarah awal 


periwayatan hadis. Hanya saja, mereka berbeda pendapat mengenai konsekwensi 


dari riwdyah bi al-ma 'na. Ridha, yang memandang babwa hadis dalam berb88ai 


koleksi hadis adalah otentik, mengkhawatirkan riwdyah bi al-ma 'na karena, 


menurutnya, kebanyakan periwayat hanya meriwayatkan hadis yang mereka 


pahami, dan kadang-kadang pemahaman mereka tentang hadis yang diriwayatkan 


juga kurang memadai. Lebih tegas lagi, Abu Rayyah mengemukakan bahwa 


periwayatan dengan makna temyata telah menyebabkan hilangnya kata-kata nabi 


yang asli karena para periwayat hadis seringkali merubah materi hadis. 21 


Bab X membicarakan masalah isra 'iliyyat, hadis-hadis yang mengandung 


unsur-unsur Yahudi. Ridha memandang israiliyyat secara negatif Menurutnya,. 


orang-orang sezamannya harus berpegang pada ajaran Islam yang sesuai dengan 


para leluhur yang saleh, al-salaf al-shilll!l. Mereka tidak memperhatikan kisah￾kisah orang Yahudi dan Persia yang masuk Islam, tetapi meajaga kebersihan 


agama dari pengaruh luar. Tidak kalah pentingnya, bab terakhir membicarakan hadis-hadis tentang 


pengobatan yang dirBBukan otentisitasnya Misalnya, hadis lalat yang membuat 


heboh para teolog dan ilmuwan pengobatan. Riwayat Abu Hurayrah ini 


mengatakan bahwa nabi saw. diduga pernah mengatakan,"Bila lalat jatuh ke 


dalam kendimu, tenggelamkan sepenuhnya terlebih dahulu, kemudian buanglah 


karena salah satu sayapnya membawa obat, sedangkan yang satunya lagi 


membawa penyakit Sama rumgan Shidqi, Ridha melihat adanya keganjilan dalam 


matan hadis lalat. Akan tetapi, ia juga memberikan pertimbangan mengenai 


dualitas yang terdapat pada binatang yang mungkin saja sesuai dengan realitas. 


Sebagaimana karya-karya ilmiah lainnya, buku Juynboll tersebut pasti 


memiliki batas-batas tertentu. Kajian buku ini selain dibatasi oleh wilayah Mesir, 


juga oleh rentang waktu studi, yakni dari tabun 1890 hingga 1960.23 Meski 


demikian, batas-batas itu tidak mengunm.gi orisinalitas karya tersebut yang 


mengandung pikiran-pikiran kritis dan mendalam mengenai kesahihan hadis. 


Kacya Juynboll, Muslim Tradition, merupakan kumpulan makalah yang 


disampaikan pada berbagai konftensi dan seminar dan ditulis sekitar tahun 1976 


hingga tahun 1981. Bab II dan IV dibaca di depao Konggres UEAI yang 


diselenggarakan di Aix-en-Provence pada tahun 1976 dan di Amsterdam pada 


1978. Bab II disampaikan pula di sebuah seminar SOAS di London pada tahun 


1977 dan juga di sebuah seminar yang diseJenggarakan oleh Institute for Advanced Studies of the Hebrew University di Yerusalem. Sementara bab ill dan 


IV didiskusikan pada tahun 1979 hingga 1980. 24 


Dalam buku ini, Juynboll ingin membuktikan bahwa standardisasi hadis 


mulai diberlakukan tidak lebih awal daripada di penghujung abad pertama/ 


ketujuh. Dengan demikian, ia memilih jalan tengah ~ kepercayaan orang￾orang muslim kepada asal-usul hadis nabi dan pikiran para sarjana Barat yang 


lebih awal, seperti Goldziher den Schacht, yang berasumsi bahwa hadis telah 


dipalsukan secara masal. 25 


Kmya tersebut berisi lima bab dan dilengkapi dengan lima apendiks. Bab 


I, yang berdasarkan kerangka awd 'il, mencoba menjawab tiga pertanyaan penting 


yang bemubungan dengan kronologi, sumber den kepengaran,gan hadis. Tiga 


persoalan ini mendasari sebagian besar masalah yang dikaji pada bab-bab 


berikutnya Yang bertanggungjawab atas penyebaran hadis, kata Juynboll, adalah 


generasi tabiin dan generasi berikutnya, tabiit tabiin. Konsekwensinya, hadis itu 


berasal dari daerah dan periode kehidupan seorang ahli hadis yang disebut dalam 


isndd pada thabaqah tabiin.26 Bab II mengkaji peranan para qtl.dhf Islam awal, 


yang turut berpartisipasi dalam penyebaran hadis dan disusun berdasarkan pusat 


studi Islam awal. Para qadhl ini, menurut Juynboll, begitu mudah memalsukan 


hadis kapan saja mereka menginginkannya. Merekajarang sekali tergolong orang￾orang yang ahli dalam periwayatan hadis. Hanya di Madinah saja, fikih dan hadis yang dianggap sahib dapat berjalan seiring, sedangkan di tempat-tempat lain, 


periwayatan hadis lebih dilihat seba,gai balangan daripada keahlian dan 


kepandaian seorangfllqi h. XI 


Diskusi terperinci tentang dua hadis mutawati r, hadis tentang lanmgan 


niydf!ah (meratapi orang yang telah meninggal) dan hadis man kadzaba terdapat 


dalam bab m Hal ini dimaksudkan untuk menguji konsep mutawdti r dengan 


bantuan teori e silentio. Hadis-hadis ini, berdasarkan metode laitik isnll.d di 


kalangan para ahli hadis, dinyatakan sebagai hadis mutawatir, padahal 


kemutawati ran sebuah hadis tidak menjamin kesejarahan penisbatannya kepada 


nabi saw. Bab IV dan V mengkaji berbagai aspek dalam 'ilm al-rijlJ.1. Pada bab 


IV, dibahas nama-nama yang terdapat dalam kamus biogra:fi. Juynboll 


menunjukkan betapa tinggi nilai dari karya Ibnu Hajar, Tahdztb al-Tahdztb. 


Walaupun ditulis pada periode yang relatif belakangan, abad kesembilan/kelima 


belas, tetapi katya tersebut berisi bahan-bahan awal yang s~gat bernilai. Juynboll 


memakai kamus dimaksud untuk menyelesaikan berbagai masalah yang dikenal di 


kalangan para pengkaji hadis, seperti keberadaan orang-orang yang senama, 


tsnl1.d-isnll.d keluarga, dan periwayat-periwayat tanpa nama. Bab V menganalisa 


istilah-istilah teknis dalam ka