ilmu tarekat mistik 4

Tampilkan postingan dengan label ilmu tarekat mistik 4. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ilmu tarekat mistik 4. Tampilkan semua postingan

Senin, 10 Februari 2025

ilmu tarekat mistik 4


 



kan tentang keanehan-keanehan rahasia hati ini dalam karangan-ka-

110 

rangannya, di s ini lah terletak keist imewaan i l m u wal i -wal i dan N a b i -

N a b i . I lmu mereka datang dari da lam hat i , dar i p in tu yang sudah ter-

buka kepada a lam malakut , sedang i l m u mereka yang la in , seperti 

orang-orang a l im dan ahl i -ahl i filsafat, datang dar i pintu-pintu perasa-

an yang terbuka kepada a lam malak. 

Baga imana sahabat N a b i A b u Baka r dapat menentukan lebih da­

hulu jenis anak yang akan lahir dari kandungan ibunya? Bagaimana 

Umar dapat menyampaikan pesannya dalam khutbah Jum'a t kepada 

tentera yang ratusan kilometer jauhnya? Bagaimana U s m a n lantas ber­

kata kepada A n a s b in M a l i k , yang melihat perempuan d i j a lan , wak tu 

hendak mengunjunginya : " D a t a n g kepada saya seorang yang ada be­

kas zina kepada kedua m a t a n y a " , pertanyaan yang sangat membuat 

Anas terkejut? Baga imana A b d u l Abbas bin M a s r u q , yang bertanya 

darimana orang in i mendapat makan : " H a i A b d u l A b b a s ! Lepaskan 

tuhmah dan purba sangka agama dari ha t imu, sebab  T u h a n i tu sangat 

kasih sayang kepada hamba-hamba-Nya? Bagaimana keanehan sahabat 

in i , bagaimana keanehan wal i i tu , bagaimana ia mengetahui sedang ia > 

tidak melihat ? 

Inilah wal i -wal i T u h a n yang mendapat keist imewaan, yang i l m u -

nya mel iwat i i l m u manusia , in i l ah orang-orang salih yang setempat de­

ngan tempat syuhada ' dan N a b i - N a b i , kata Ashbahan i dalam ki tabnya 

"Hiliyatul Aulia". Sabda N a b i : "Sahabat-sahabatku i tu laksana b in-

tang, mana yang engkau i k u t i , ia member ikan d ikau per tun juk" . Sabda 

N a b i : " I t u l ah wal i -wal i Allah  hamba dan kecintaannya, yang selalu 

ingat kepadanya, oleh sebab  itu T u h a n pun mengingat kepadanya" 

( A m r bin Jumuh) . D a l a m Had i s Quds i T u h a n Berf i rman : " B a r a n g 

siapa menyaki t i w a l i - w a l i - K u , telah Kuperkenankan memerangi d i a " . 

Pada suatu hari U m a r bin Khatab melihat M u ' a z b in Jabal duduk me­

nangis pada kubur N a b i . U m a r bertanya, apa sebab ia menangis. M u ' a z 

menjawab, sebab  ia pernah mendengar N a b i bersabda : " R i a yang 

kecil pun yaitu  syirk , dan barang siapa yang memusuhi aul ia T u ­

han, m a k a diperkenankan memerangi d i a " . 

M e m a n g kedudukan-kedudukan yang baik di dunia dan d i akhirat 

di janj ikan bagi wal i -wal i atau aul ia A l l a h i tu . U m a r bin Khatab men­

ceri terakan, bahwa N a b i pada suatu hari menerangkan tentang wa l i -

wali i tu , katanya : " B a h w a ada manusia d i antara hamba-hamba T u h a n 

111 

yang bukan Nabi-Nabi dan bukan pula syuhada', namun  pada hari kiamat 

beroleh kedudukan yang tinggi sama dengan kedudukan Nabi-Nabi dan 

syuhada' itu pada sisi Allah ". Seorang bertanya : "Siapakah mereka 

itu, ya Rasulullah, dan apakah amalan-amalan yang dikerjakannya ? 

Terangkanlah kepada kami, agar kami mencintai mereka itu dan meng­

ambil dibandingkan nya suri teladan!" Maka kata Rasulullah : "Mereka itu 

yaitu segolongan manusia yang cinta-mencintai antara satu sama lain 

sebab  roh Allah semata-mata, terdorong oleh cinta kepada Allah  se-

mata-mata, tidak disebabkan oleh rasa belas kasihan atau oleh sesuatu 

ikatan antara satu sama lain, tidak pula digerakkan oleh keinginan ke­

pada harta benda. Demi Al lah , wajah mereka itu bersinar-sinar, dan 

singgasana mereka itu terbuat dibandingkan  nur yang kilau-kemilau, mereka 

tidak merasa gentar dan takut di kala manusia yang lain cemas dan 

ngeri, tidak merasa khawatir di kala orang-orang lain berputus asa". 

Rasulullah mengeluarkan kata-kata ini dengan rasa terharu, dan menu-

tup uraiannya dengan firman Allah  : "Bukankah wali-wali Allah itu 

tidak merasa takut dan tidak pula merasa cemas dan ngeri?" 

Di tempat yang lain kita sudah menceriterakan dan menyinggung 

kedudukan wali-wali dan orang yang salih ini, mereka yaitu  ikut-

an ummat manusia, seolah-olah yaitu  suluh yang memberi pene-

rangan dalam dunia yang penuh kekacauan dan suasana gelap-gulita 

kepada mereka yang ingin menjadi ummat Muhammad yang baik. Se­

karang kita ingin menceriterakan serba sedikit, bagaimana kehidupan 

mereka nanti di akhirat, sebagaimana yang kita petik dari kitab "Futu-

hat Rabbaniyah", karangan Al-Athwabi, demikian. 

Wahab bin Munabbih menceriterakan keadaan ummat Muham­

mad yang salih itu di hari kiamat, yang sampai mengherankan Nabi-

Nabi lain. Tatkala Nabi Musa membaca kelebihan ummat Muhammad, 

sebagai yang tertulis pada Luh Mahfuz, ia berkata kepada Allah  : 

"Wahai , Allah ku! Siapakah ummat-ummat yang berbahagia ini, yang 

namanya tercantum dengan megah pada Luh i tu?" Allah  menjawab, 

"bahwa itulah ummat Muhammad, yang rela dengan pemberian-Ku 

yang sederhana dan A k u pun rela dengan amal mereka itu yang seder­

hana. Mereka dimasukkan ke dalam sorga hanya dengan ucapan penga-

kuan : Tidak ada Allah  melainkan A l l a h . " 

Kemudian berkata lagi Musa : " A k u baca lagi, ada ummat yang 

112 

berkumpul pada hari kiamat itu dengan mukanya yang berseri-seri lak­

sana bulan purnama. O, Allah ku! Jadikanlah ummatku seperti i tu" . 

Maka firman Allah  "itulah ummat Muhammad, yang dikumpulkan 

di padang Mahsyar, datang sekonyong-konyong berjalan kak i " . Maka 

berkata lagi Musa : "Wahai , Allah ku : A k u melihat segolongan um­

mat tertulis pada Luh , yang membawa bekalan dan bersandangkan pe-

dang pada pinggangnya, yaitu  teman-teman dari kepala-kepala 

rumah-rumah ibadat, berseru-seru dan bertempik-sorak hendak mem-

bunuh Dajjal. Siapakah i tu?" Maka firman Allah  : "Itulah ummat 

Muhammad". Kemudian berkata pula Musa : " Y a , Allah ku : A k u 

membaca pada Luh ada segolongan ummat yang sembahyang saban 

hari lima waktu dibukakan kepadanya pintu-pintu langit, dan turun 

mendampinginya malaikat-malaikat-Mu?" Firman Allah  : "Itulah 

ummat Ahmad" . 

Musa makin bertambah heran membaca pada Luh ada segolongan 

ummat, yang setiap potong tanah yaitu  mesjid dan alat bersuci, 

yang baginya diperkenankan menerima harta rampasan dalam pepe-

rangan suci. Tatkala ia bertanya, siapakah ummat itu, maka Allah , 

menjawab : "Itulah ummat Ahmad" . Begitu juga tatkala Musa Heran 

dan membaca pada Luh, ada ummat yang saban bulan Ramadhan de­

ngan tha'at puasa untuk Allah , dan oleh itu diampuni dosanya, berta­

nya kepada Allah , siapa Ummat itu, Allah SWT lalu menjawab,-bah­

wa ummat yang ikhlas itu tidak lain dari ummat Ahmad. 

Pada akhirnya Musa berkata : " Y a , Allah ku : A k u heran memba­

ca pada Luh ada ummat tertulis, dengan tha'at naik haji ke Baitul Ha­

ram, tidak sebab  kehendak sendiri namun  menuruti perintah-Mu, mere­

ka menangis untuk-Mu sejadi-jadinya, dan hiruk-pikuklah suaranya 

memohonkan rahmat-Mu. Siapakah ummat i tu?" Maka firman Tu­

han : "Itulah ummat Muhammad". 

Diceriterakan, bahwa dalam sorga ada penghiburan mata yang di­

namakan Qubbah, diperbuat dari kesturi, anbar, kafur dan za'faran, 

tanahnya diaduk dari ma'ul hayawan. Kemudian berkata Allah  : "Ja-

dilah engkau!" Maka menjadilah dia suatu hiburan yang indah, tempat 

berkumpul asyik dan ma'syuk menikmatinya. Di tempat pancuran air, 

yang menjadikan aliran sungai yang bening, berombak beriak sepantun 

mutiara disinari cahaya keemasan cuaca matahari pagi, tertulis terukir 

113 

dengan tinta emas : "Barang siapa yang ingin kepadaku ini , hendaklah 

ia beramal dan tha'at kepada Allah ku". 

Memang aulia memiliki  kedudukan istimewa di hari kemudian. 

Nabi menerangkan : "Pada hari kiamat, sesudah selesai memasukkan 

•rang yang baik ke dalam sorga, dan orang jahat ke dalam neraka, Tu­

han memerintahkan Jibrail untuk mempersilakan aulia Allah  itu meng­

ambil tempat duduk, di singgasana kebenaran dan hak. Kemudian se­

sudah beberapa waktu dipanggillah ahli sorga dan wali-wali itu dalam 

istananya. Maka berkatalah Allah kepadanya : "Apakah yang kamu 

ingini dibandingkan -Ku?" Maka wali-wali itu menjawab : " K a m i ingin me­

lihat janji-Mu dipenuhi o Allah , kami ingin melihat wajah-Mu dan 

menikmati lemah-lembut kata-kata-Mu. Engkau telah menjanjikan 

yang demikian itu kepada kami semua". Maka diserukan kepada wali-

wali dan kekasih Allah  itu : "Nah , inilah aku Allah  seru sekalian pen-

cipta dan pengasuh!" Maka tatkala wali-wali dan habib-habib itu meli­

hat kepada wajah yang mulia itu, kharru sujjadan, rebah sujudlah me­

reka itu semuanya. Maka dikatakan kepadanya : "Angkatlah kepalamu 

sejenak dan pandanglah dengan pandangan yang mesra kepada kecinta-

anmu! Tak usah bermalu-malu dan ragu-ragu! Kamu semua kecintaan-

K u , inilah sorga-Ku!" 

Maka dalam pertemuan yang berbahagia itu dicurahkanlah intan 

permata, ditaburkanlah jauhar manikam. Hidangan dan nikmat yang 

serba lezat diangkat dan diusung oranglah ke depan orang-orang istime­

wa itu, belum dilihat sudah kenyang, belum diteguk sudah puas rasa 

seleranya. Harum-haruman semerbak di kanan-kiri, suara yang indah 

terdengar, bunyi yang merdu mendengung laksana buluh perindu. 

Konon wali-wali itu pun santaplah dengan nikmatnya, sambil me­

mandang dengan asyiknya kepada wajah Allah  yang dijanjikan kepa­

da mereka. Pengarang kitab "Futuhat Rabbaniyah" tsb. menambah 

ceriteranya, bahwa ada seorang di antara wali-wali yang banyak itu, 

yaitu A l i bin A b i A b i Thalib, berdiri dan menagih : "Junjungan Kami ! 

Allah ku! Engkau menjanjikan kami dalam kitab-Mu, bahwa pada hari 

ini Engkau akan menghidangkan kami minuman!" Maka berfirmanlah 

Allah : "Benar apa yang dikatakan wali-waliku itu! Minumlah seenak-

enaknya dan sepuas-puasnya!" Dengan tidak diketahui pula minuman 

itu pun melayanglah ke mulut wali-wali, diiringi dengan firman : " W a -

114 

hai, kecintaan-kecintaanku! Sekarang apa pula yang ingin engkau min-

ta?" Mereka menjawab : " K a m i ingin mendengar suara Dawud". Lalu 

Allah  memerintahkan Dawud membacakan kalamnya kepada aulia 

itu. Maka Dawud pun membacalah : "Dengan nama Allah , Allah  

yang pengasih lagi penyayang. Bahwasanya orang-orang yang mutta-

qin itu ditempatkan pada maqam yang sejahtera, dalam sorga-sorga 

dengan mata air memancur, memakai pakaian tenunan sutera, yang 

halus dan indah sulamannya, duduk berhadapan antara satu sama lain 

bercengkerama, dikawinkan Allah  dengan bidadari, yang matanya 

bercahaya laksana bintang timur. Bersenang-senang santap-menyantap 

buah-buahan dengan hati yang tenang, tidaklah mereka merasa mati, 

mati pertama sudah lalu, tidaklah mereka merasa Azab, azab diharam-

kan kepadanya, itulah balasan dari Allah , itulah ganjaran pencipta-

nya, ganjaran yang tidak terpermanai, kemenangan yang tak ada ban-

ding taranya" (Qur'an X L I V : 51 — 57). 

Pada hari yang sangat gembira itu tabuh-tabuhan dibunyikan, pu-

jian dan sanjungan diucapkan terhadap wali-wali itu. Ada yang mence­

riterakan, mereka berterbanganlah ke sana-sini sejauh dua ratus tahun. 

Kemudian Allah  berkata pula : "Apakah kamu mengingini pula sepa-

tah kalam-Ku?" Dan tatkala mereka memoenarkan maka berdatang 

firmanlah Allah yang maha agung : " A k u raiman, A k u rahim, Akulah 

Allah yang pengasih, yang mengajarkan Qur an dan menjadikan manu­

sia, mengajarkan ucapan kata yang indah, dsb." (Qur'an, Surat Ar -

Rahman). Maka kemudian wali-wali itu pun puaslah sepuas-puasnya, 

lenyap-senyaplah seribu tahun lamanya dalam alam malakut. 

Kemudian ceritera menggambarkan, bahwa serendah-rendahnya 

derajat sorga setinggi sepuluh kali dunia, bahwa wali-wali itu memakai 

pakaian yang tujuh puluh macam warnanya, yang tidak dapat disebut 

keindahannya, bahwa pohon Thuba dalam sorga itu asalnya dari ru-

mah Nabi, yang tiap cabangnya memasuki tingkat-tingkatan sorga, 

menjadi naungan untuk musyafir bertahun-tahun, dan buah-buahannya 

yang panca rasa lezatnya itu menjadi makanan wali-wali. Diceriterakan 

maka wali-wali itu beroleh kebahagiaan yang demikian besarnya ialah 

sebab  mereka di dunia tidak putus-putusnya berselawat kepada Nabi , 

inilah amalan terpokok, sedang amalan yang lain seperti tasbih dan tah-

mid dsb. dikerjakan dengan tak ada hingg.inya. 

115 

Demik ian l ah beberapa contoh gambaran yang d iber ikan kepada 

wal i -wal i dan golongannya oleh orang Suf i da lam ki tab-ki tabnya, se­

hingga tiap m u r i d , tiap pendengar, tiap penganut tarekat, bahkan tiap 

mus l im yang ber iman, meneteskan air l iur keinginan pada wak tu men-

dengarnya. W a l i - w a l i i tu yaitu  orang-orang yang akan menerus-

kan hidup suci dar i N a b i , orang-orang yang mujahadah, orang-orang 

yang menjaga waktu-waktu ibadat, yang rebut-merebut mengerjakan 

tha'at, yang t idak ingin lagi merasakankelezatan lahi r , kenikmatan panca 

indera, mengikut i jejak N a b i , mencontoh perbuatan M u h a j i r i n dan A n -

shar, lari ke gunung dan ke gua untuk beribadat, melat ih hati dan ma-

tanya untuk melihat T u h a n , merekalah yang berhak d inamakan A t q i -

y a ' , A k h f i y a ' , G h u r a b a ' , N u j a b a ' , d l l . nama-nama sanjungan yang in ­

dah yang dipersembahkan kepada mereka. 

N a b i berpesan, bahwa T u h a n mencintai A t q i y a ' dan A k h f i y a ' , T u ­

han mencintai G h u r a b ' , yaitu mereka yang ke sana-ke mari menyela-

matkan agamanya, yang nanti akan d ibangki tkan pada hari kiamat ber­

sama-sama Isa bin M a r y a m , T u h a n mencintai hamba-Nya yang mem-

bersihkan d i r inya , yang meiepaskan d i r inya dar ipada kesibukan anak 

b in i , ceritera-ceritera yang indah yang pernah d isampaikan oleh A b u 

Waqqash , A b d u l l a h b in U m a r , A b d u l l a h bin M a s ' u d , A b u U m a m a h , 

d l l . yang menjadi pembicaraan dalam kitab "Hilliyatul Aulia", sebagai 

kitab besar yang menyimpan keindahan dan kemegahan wal i -wal i i tu . 

Dicer i terakan lebih lanjut da lam ki tab-ki tab Suf i , bahwa wal i -wal i 

i tu yaitu  qutub-qutub atau khal i fah-khal i fah N a b i yang tidak ada 

putus-putusnya ada d i atas permukaan bumi i n i . M e r e k a mening­

kat kepada kedudukannya yang mul i a i tu sesudah mengetahui hakikat 

syari 'at , sesudah memahami rahasia kodrat T u h a n , sesudah tidak ma­

kan mela inkan apa yang diusahakan dengan tenaganya sendiri , sesudah 

tubuh dan j iwanya suci , t idak memerlukan lagi hidup dun iawi namun  

semata-mata menunjukkan perjalanannya menemui wajah T u h a n . 

Qutub-qutub itu d idampingi oleh amaman, yang seorang d i sebelah 

kanannya dan seorang mendampingi d i sebelah k i r inya , sampai qutub 

itu wafat dan barulah mereka itu dipanggil kemba l i . 

Dicer i terakan juga bahwa T u h a n menciptakan empat orang wa l i 

besar, yang d inamakan Autad, yang menjaga keselamatan dun ia i n i , se­

muanya ada empat orang, seorang d i T i m u r , seorang di Barat, seorang 

116 

di Syam, dan seorang di Yaman, masing-masing bertanggung jawab ter­

hadap seperempat dunia. Apabila seorang dari mereka wafat, diganti-

kan dengan tujuh wakil dengan tujuh daerah sebagai tanggung jawab­

nya, apabila yang seorang itu mati lalu digantikan dengan empat puluh 

laki-laki, j ika seorang laki-laki ini mati digantikan dengan tujuh puluh 

orang, yang dinamakan nujaba', begitu juga apabila salah seorang dari 

pada mereka mati, digantikan dengan tiga ratus orang penggantinya, 

yang dinamakan nuqaba', dan apabila seorang dari mereka ini wafat 

pula maka digantikan dengan lima ratus orang pilihan, yang dinama­

kan asaib, yang pada akhirnya berpecah atas orang-orang yang dinama­

kan mufarridun, yang berkeliaran di atas muka bumi sebagai orang 

biasa. Sebagai pemimpin umum dari segala golongan itu ialah Nabi 

Khaidir, dan sebagai wali yang terakhir ialah Imam Mahdi . Demikian­

lah diringkaskan dari ceritera Abdullah ibn Mas'ud. 

Abu Nu'ain menceriterakan bahwa orang-orang yang terpilih pada 

tiap-tiap abad berjumlah sebanyak lima ratus orang. 

Mengenai kehidupan wali-wali itu sesudah mati, diceriterakan bah­

wa kehidupan mereka itu bersipat berzakhiyah, mereka mengetahui, 

mereka berfikir, mereka mendengar, mereka melihat, mereka mengeta­

hui siapa yang datang berziarah kepadanya dan memberi salam serta 

menjawab salam itu, sekalian itu yaitu dengan kodrat Allah  yang 

maha kuasa. Tiap-tiap hamba Allah di dunia yang berbuat baik, meng-

girangkan kepadanya dan mereka berdo'a agar kebajikan itu ditambah-

tambah. Sebaliknya mereka juga mengetahui tiap orang yang berbuat 

jahat, dan untuk mereka dido'akan agar kembali kepada tha'at. Mere­

ka mengetahui segala hal ihwal orang yang hidup itu, sebagaimana Na­

bi juga pernah mengatakan, bahwa seseorang mayat yang sudah diku-

burkan mendengar bunyi terumpah orang-orang yang pulang dari me-

ngantarkannya ke kubur. 

Keyakinan-keyakinan Sufi ini di atas kita bertemu kembali 

dalam beberapa riwayat, meskipun tidak seluruhnya sama seperti yang 

diyakini itu. Dalam kitab "Hil l iyatul A u l i a " saya baca sebuah Hadis 

yang berasal dari Ibn Umar, yang mengatakan bahwa Rasulullah per­

nah menerangkan : "Pada tiap-tiap abad ada ummatku yang terpilih 

sejumlah lima ratus orang, dan penggantinya empat puluh orang. Jum-

lah lima ratus orang ini dan empat puluh orang itu tidak pernah ku-

117 

rang. Tiap-tiap mati seorang digantikan Allah  dengan seorang yang 

lain menempati kedudukannya dalam jumlah lima ratus orang itu, dan 

memasukkan kepada jumlah empat puluh". Tatkala sahabat minta di-

tunjukkan, apa-apa amal mereka itu Nabi berkata : "Mereka suka me-

ma'afkan orang yang berbuat zalim kepadanya, dan mereka suka me-

nolong orang lain dengan harta yang dikurniai Allah  kepadanya". As-

wad menceriterakan dari Abdullah, bahwa Nabi berkata : " D i antara 

makhluk Allah  ada tiga ratus manusia yang hatinya sama dengan hati 

Adam, empat puluh hati manusia yang sama dengan hati Musa, tujuh 

hati manusia yang sama dengan hati Ibrahim, lima hati manusia yang 

sama dengan hati Jibrail, tiga hati manusia yang sama dengan hati M i -

kail, dan satu hati manusia yang sama dengan hati Israfil. Apabila ada 

seorang yang mati, Allah  segera memberikan badal untuk menduduki 

tempatnya, dari tiga manusia, dari lima, dari tujuh, dari empat puluh, 

dan jika mati dari empat puluh diganti dengan tiga ratus orang pilihan, 

apabila mati dari tiga ratus diberi badal manusia biasa. Di antara mere­

ka itulah ada orang yang menghidupkan dan mematikan, menghu-

jankan dan menumbuhkan, dan rnenolak bala". Tatkala orang berta­

nya kepada Ibn Mas'ud, bagaimana orang itu menghidupkan dan me­

matikan, sahabat ini menjawab : "Mereka itu meminta kepada Allah  

untuk memperbanyak manusia, maka diperbanyaklah manusia itu, me­

reka itu meminta kehancuran untuk orang-orang yang suka memperko-

sa, maka hancurlah orang ini, mereka itu meminta dituruni hujan, ma­

ka turunlah hujan itu, mereka itu meminta agar bumi itu ditumbuhi 

tanam-tanaman, maka diperkenankanlah permintaannya. Mereka itu 

berdo'a, dan dengan do'anya itu terhindarlah bala dan malapetaka." 

Huzaifah bin Yaman menerangkan Rasulullah pernah berkata kepada­

nya : "Wahai , Huzaifah! Dalam tiap-tiap golongan ummatku ada 

serombongan yang berbaju buruk dan berdebu. Mereka ini menghen­

daki daku, mereka ini mengikuti daku, mereka ini menyiarkan isi kitab 

Al lah , mereka ini dari daku, dan aku sebahagian dibandingkan nya, meski­

pun mereka tidak melihat lagi akan daku". 

Tatkala Nabi Isa menerangkan, bahwa wali-wali Allah  itu tidak 

pernah mengenai takut dan gentar, sahabat-sahabatnya, bertanya, si­

apakah mereka itu, Isa menjawab : "Mereka itu ialah orang yang meli­

hat kepada dunia bathin, tatkala orang lain melihat kepada dunia lahir, 

118 

mereka itu melihat kepada akhirnya dunia, sementara orang lain meli­

hat kepada keabadian dunia itu, mereka menghindarkan apa yang 

mengganggu perjalanannya, mereka meninggalkan pekerjaan, yang pada 

persangkaannya kelak akan ditinggalkannya, mereka itu sering bersunyi 

diri, sering menyesali yang salah, tidak memikirkan dunia, tidak memi-

kirkan kerusakan rumah tangga, mati dalam hatinya, dihindarkannya 

segala kesenangan, dihidupkannya ingatan akan mati, mencintai Allah 

dengan sebenar-benarnya, mencintai zikirnya, bersuluh kepada nurnya 

dan bercahaya kepada cuacanya. Mereka beroleh berita-berita yang 

aneh, ilmu mereka yaitu ilmu kitab-kitab suci, amal mereka yaitu 

amal-amal yang dianjurkan oleh kitab-kitab suci, mereka tidak takut 

dan gentar". 

119 


VI 

URUSAN SUL UK DALAM THAREKA T 

l . M A C A M - M A C A M SULUK. 

Perkataan suluk sebenarnya hampir sama dengan tarekat, kedua-

duanya berarti cara atau jalan, dalam istilah sufi cara atau jalan men­

dekati Allah  dan beroleh ma'rifat. namun  pengertian suluk itu lama­

lama ditujukan kepada semacam latihan, yang dilakukan dalam jangka 

waktu tertentu untuk memperoleh sesuatu keadaan mengenai ihwal dan 

maqam dari orang yang melakukan tarekat itu, yang dinamakan salik. 

Kita ketahui bahwa tarekat itu tujuannya ialah mempelajari kesalahan-

kesalahan pribadi, baik dalam melakukan amal ibadat, atau dalam 

mempergauli manusia dalam masyarakatnya, dan memperbaikinya. Pe­

kerjaan ini dilakukan oleh seorang syeikh atau mursyid, yang pengeta-

huannya dan pengalamannya jauh lebih tinggi dibandingkan  murid yang 

akan diasuhnya dan dibawa kepada perbaikan-perbaikan, yang dapat 

menyempurnakan ke-Islamannya dan memberikan dia kebahagiaan da­

lam menempuh jalan kepada Allah  itu. Oleh sebab  kesalahan murid 

itu berlain-lainan dan kekurang-kekurangannya itu tidak sama, maka 

perbaikan-perbaikan yang diciptakan oleh ahli tarekat itu pun berma-

cam-macam adanya. Maka meskipun tujuannya semuanya satu, suluk 

atau jalan untuk mencapai tujuan itu berlain-lainan, melihat kepada 

kebuAllah  perbaikan yang akan dicapai oleh yang berkepentingan itu. 

Maka kita lihat dalam suluk ada orang yang memilih jalan ibadah, 

sibuk dengan air wudhu' dan sembahyang, sibuk dengan mengamalkan 

zikir dan segala sunat-sunat yang lain, begitu juga sibuk dengan menja­

ga dan melakukan wirid-wirid, yang diperintahkan kepadanya oleh gu-

121 

runya, dipelajari bacaan-bacaannya dengan baik dan diamalkannya. 

Jalan yang ditempuh dalam suluk semacam ini mengenai perbaikan sya-

riat, yang sebenarnya yaitu  kehidupan orang Islam sehari-hari 

berbeda dalam mempelajari dan banyak melakukannya, sehingga se­

mua ibadat-ibadat itu menjadi lebih sempurna. Meskipun demikian me-

- nurut anggapan orang sufi, pertunjuk yang diperoleh dalam amal yang 

demikian itu tidak sama, ada yang lekas mencapainya, ada yang sampai 

bertahun-tahun perbuatannya dan ihwalnya dalam beribadat itu belum 

berubah, yang berkepentingan belum dapat menangkap hikmah-hikmah 

dan kegemaran dalam ibadat lahir itu. 

Jalan suluk yang lain mengenai riadhah, latihan diri secara berta-

pa, mengurangi makan, mengurangi minum, mengurangi tidur, mengu­

rangi berkata-kata sebab  barangkali mursyid dibandingkan  tarekat itu 

menganggap penting riadhah-riadhah itu dilakukan oleh murid-murid­

nya, sebab  ia sudah melihat kekurangan-kekurangan muridnya itu da­

lam perkara-perkara tersebut. Seorang yang siang malam hanya memi-

kirkan makan minum saja, pribadinya tidak akan dapat meningkat le­

bih tinggi dibandingkan  kebanyakan makhluk Allah , dan otaknya tidak 

terang serta hatinya tidak terbuka untuk mengenai dirinya sebagai 

makhluk yang diciptakan lebih tinggi dan lebih mulia dibandingkan  yang 

lain-lain itu. Demikianlah seorang yang kegemarannya hanya membual 

dan mengoceh, melakukan upatan dan celaan di sana-sini, mengadu 

domba antara satu sama lain dengan perkataannya, pasti orang itu ti­

dak akan berbahagia hidupnya di tengah-tengah masyarakat manusia. 

Jika kekurangan ini tidak dapat diperbaikinya sendiri dengan meng-

ubah tingkah-lakunya, mursyidnya barang tentu memerintahkan dia 

melakukan suluk semacam ini , di antara lain mengurangi kata-kata 

yang tidak perlu dan berdiam diri, samat, dalam latihannya, untuk 

jangka waktu yang telah ditentukan baginya. Dalam suluk semacam ini 

ia harus berdaya upaya menahani nafsu dan syahwatnya dibandingkan  me­

ngerjakan segala kekurangan-kekurangan mengenai tingkah-lakunya. 

Suluk ini pun sangat utama dan sebenarnya yaitu pelajaran akhlak, 

yang diperintahkan di dalam Islam, berulang-ulang dibayangkan Allah  

dalam firman-Nya, dianjurkan oleh Nabi kita Muhammad saw dalam 

hadis-hadisnya. Memang orang mudah mengatakan dan mengucapkan 

semua ajaran itu, namun  tidak gampang meresapkan ke dalam dirinya 

sehingga menjadi kebiasaan dan yaitu  kepribadian hidup sehari-

122 

hari. Suluk sifat-sifat itu dijadikan perbuatan dan amalan sehari-hari 

bagi yang berkepentingan. 

Banyak juga orang memilih suluk yang mengenai latihan penderi-

taan, misalnya masuk sendiri-sendiri ke dalam hutan, bukit dan gu-

nung, atau berjalan ke negeri-negeri yang jauh, yang belum diketahui 

keadaannya. Sepintas lalu orang yang tidak mengetahui ilmu tasawwuf 

dan tarekat, menganggap pekerjaan ini suatu pekerjaan anak-anak yang 

tidak berfaedah. namun  j ika kita pikirkan, bahwa berapa banyak manu­

sia yang terikat kepada keluarganya dan tanah airnya demikian rupa, 

sehingga ia melupakan kepentingan-kepentingan yang lain yang tidak 

langsung menguntungkan dirinya sendiri dan keluarganya, dan sehing­

ga terjadilah cinta buta, baik kepada keluarganya atau kepada tanah 

airnya, asabiyah yang sangat berbahaya untuk perdamaian manusia 

dalam pergaulan antara satu sama lain, maka kita ketahuilah bahwa 

orang-orang sufi mengerjakan suluk semacam ini sangat penting artinya 

untuk membentuk pribadi pencinta-pencinta yang ta'asub itu. Apakah 

ta'asub itu sebenarnya? A l i bin A b i Thalib menerangkan, bahwa ta'­

asub itu artinya mencintai sesuatu keluarga atau sesuatu bangsa sendiri, 

sehingga tidak melihat lagi apakah perbuatan keluarga atau bangsa itu 

adil atau tidak adil terhadap kepada keluarga dan bangsa lain. Mencin­

tai keluarga sendiri dianjurkan dalam Islam, sebagaimana dianjurkan 

juga mencintai bangsa dan tanah air, namun  bersifat ta'asub atau cinta 

membabi buta, yang dapat memikat fitnah dan pertentangan dibandingkan  

keluarga atau bangsa lain, tidak diperbolehkan dalam ajaran Islam. 

Salah satu dibandingkan  usaha orang sufi untuk menormalisir kepriba-

dian ini ialah menyuruh melakukan siahah, safar, tagharub dalam da-

erah-daerah lain yang belum dikenalnya. 

Kadang-kadang gurunya melihat bahwa muridnya itu tidak kenal 

berbuat baik kepada sesama manusia, kikir dalam amal bantu-mem-

bantu dan tolong-menolong, selalu bangga kepada dirinya, kepada ke-

turunan dan kepada kedudukannya, merasa lebih tinggi dibandingkan  yang 

lain, tidak ringan kaki dan tangan dalam pergaulan sehari-hari, pendek-

nya tidak ada kegembiraan dalam berbuat baik dengan orang lain. Da­

lam hal yang demikian guru menunjukkan jalan baginya untuk memi­

lih semacam suluk yang dinamakan thariqul khidmah wa bazlul jah, 

di mana ia diberikan pendidikan agar ia sedikit demi sedikit beroleh 

123 

kegemaran dalam berbuat khidmat dan kebajikan terhadap manusia, 

begitu juga menghilangkan atau menyembunyikan kemegahan-keme-

gahan dan kebanggaan-kebanggaan keturunan dan kedudukannya, de­

ngan demikian terjadilah hubungan yang akrab antara murid ini dengan 

masyarakat pergaulan. Orang Hindu sangat mementingkan suluk sema­

cam ini. Dalam perjalanan saya ke Siam di Bangkok saya menemui la-

tihan-latihan seperti ini . Mereka memiliki  kuil-kuil suci, di mana 

berpuluh-puluh orang Budha dilatih dalam waktu yang tertentu untuk 

merendahkan dirinya dan melayani orang lain. Mereka tidak diperke-

nankan memasak sendiri, namun  diperintahkan hidup meminta-minta, 

dan hasil pengemisannya itulah yang dimakannya sehari-hari. Saya ber­

tanya, apakah orang-orang yang dilatih itu orang biasa saja. Salah se­

orang gurunya menjawab, bahwa di antara mereka ada orang-

orang besar dan priyayi, yang ingin dilatih kepribadiannya, agar ia da­

pat hidup berbahagia, di tengah-tengah orang banyak dan agar hilang 

kesombongannya, yang dibawanya dari keturunan dan kedudukannya. 

Terlepas dibandingkan  pertanyaan, apakah suluk semacam ini diambil 

dibandingkan  agama Hindu, saya tidak bicarakan di sini. namun  dalam ma­

sa Rasulullah pun ada ajaran-ajaran ini diajarkan kepada sahabat-

sahabatnya dan dilatih mereka berbuat khidmat kepada teman-teman-

nya seagama dan sesama manusia. Dalam pikiran kita masih terbayang, 

bagaimana Huzaifah Al-Adawiyah mengedarkan segelas air dalam pe-

perangan Tabuk, kepada tiga orang teman seperjuangan yang sedang 

menderita luka, namun  dalam keadaan yang berbahaya itu, Hisyam bin 

A s i , masih menyuruh antarkan air yang diantarkan kepada orang lain, 

sehingga ia sendiri mati kehausan. Ceritera ini bersama dengan ceritera-

ceritera yang lain saya ketengahkan pada salah satu kesempatan yang 

lain. 

Kita akui, bahwa banyak di antara manusia yang pengecut, teruta­

ma dalam peperangan dengan suasana yang huru-hara, banyak yang 

lari dibandingkan  tugasnya, tidak tahan menderita, tidak tahan lapar dan 

dahaga. Peperangan ini belum hilang hukumnya dalam Islam, kadang-

kadang diperlukan untuk mempertahankan agama, mempertahankan 

nusa dan bangsa, dan melenyapkan permusuhan dan kezaliman, seperti 

yang terjadi dalam masa Jengis dan Hulagu Khan menyerbu dan meng-

hancurkan Bagdad. Gurü-guru tarekat melatih orang-orang pengecut 

124 

itu menjadi pahlawan-pahlawan yang berani, membuat murid-murid-

tidak ada yang ditakutinya kecuali Allah dan perintah Ul i l Amrinya. 

Maka terjadilah suluk yang dinamakan Tariqul Mujahaidat Wa Ruku-

bil Ahwal (Sirus Salikin, III : 58). 

Dengan demikian banyaklah macam suluk-suluk itu menurut ke-

perluannya dan tujuannya, dengan maksud akan membawa muridnya 

kepada sesuatu tingkat, yang dalam bahasa Sufi disebut Maqam, yang 

tertentu. Ada suluk yang tujuannya ialah akan memperkuat keyakinan 

terhadap Allah , ada suluk yang bertujuan menghilangkan segala sifat-

sifat yang buruk pada seseorang, menanamkan sifat-sifat yang baik, 

sehingga ia menjadi manusia yang sempurna, ada suluk yang khusus 

ditujukan untuk memperbaiki akhlak menumbuhkan sifat-sifat yang 

terpuji atau mahmudah, yang biasa disebut dalam ilmu tarekat dengan 

istilah takhalli, tahalli dan tajalli, yang semuanya di sana-sini dalam 

risalah kecil ini saya singgung menurut halamannya yang terbatas. 

2. PEKERJAAN D A L A M SULUK. 

Dalam masa-masa pertama perkembangan tarekat, guru-guru atau 

Syeikh tarekat hanya memiliki  madrasah, sebagaimana yang terjadi 

dengan Syeikh Abdul Qadir Jailani, pencipta tarekat Qadiriyah di Bag­

dad. 

Dalam madrasah itu diajarkanlah pengajaran-pengajaran yang di-

perlukannya untuk diketahui dan diamalkan oleh murid-murid itu. Ru-

panya pengalaman menunjukkan, bahwa hasilnya kurang memuaskan, 

lalu ia memperluas pengajarannya itu dengan mengadakan ribath, suatu 

ikatan yang kokoh antara guru dan murid. Ini pun menurut pandang-

annya masih dapat disempurnakan, lalu didirikanlah suatu tempat khu­

sus untuk mendidik murid-muridnya itu dalam segala hal yang diperlu-

kannya. Tempat ini dinamakan Zawiyah, semacam asrama yang terle-

tak dekat mesjid atau sewaktu-waktu dapat menggantikan mesjid, di 

mana segala macam pendidikan tarekat itu dilaksanakan, mulai dari 

ibadat biasa, yang wajib dan yang sunat, sampai kepada latihan ber­

zikir dan berdo'a, latihan bergaul bahkan tempat berkhalwat atau ber-

sepi diri. Guru-guru tarekat yang tidak memiliki  Zawiyah tertentu, 

125 

menggunakan sebahagian dar i rumahnya untuk keperluan i tu , j i k a guru 

menghendaki seorang mur id harus siang ma lam berhubungan dengan 

gurunya, terutama pada saat-saat yang terpenting, sebab  gurunya ha-

rus memperhat ikan tidak saja kelakuannya yang lahir namun  juga me-

ngetahui gerak-geri j iwanya dan perobahan bathinnya. 

Dar ipada segala pekerjaan yang banyak i tu , yang pal ing penting 

bagi mur id yang menjalani suluk ialah sebagai yang d ika takan Imam 

A l - G h a z a l i , yaitu meninggalkan segala kekayaan dan kesenangan du-

n ia , membula tkan niat dan tekad untuk memi l ih ja lan akhirat yang 

akan menyampaikannya kepada T u h a n . Ia melihat iman dengan mata-

hat inya lebih berharga dari segala-galanya, seakan-akan ia memi l ih se-

butir m a n i k a m di antara permata batu dan permata kaca yang tidak 

berharga baginya. J i k a masih ada kegemaran dalam hat inya memil ih 

permata yang la in dar ipada m a n i k a m i tu , memi l ih keduniaan dan meni-

la ikannya yang lebih tinggi dar i iman , maka ia belum layak menjalani 

ja lan akhirat i tu . D e m i k i a n k i ra -k i ra ucapan Imam A l - G h a z a l i . 

A h l i - a h l i tarekat menamakan orang-orang yang memi l ih ja lan 

akhirat i n i , menempuh ja lan sufi salikin atau muqarrabin, da lam ting-

kat yang lebih tinggi d inamakan muttaqin. 

A k a n mencapai tingkat muqarrabin dan mut taqin i n i , ahl i tarekat 

berpendapat harus melatih di r i dan mempelajari i l m u pengetahuan aga-

ma yang d i ja lankan di bawah pengawasan seorang guru yang ah l i , yang 

mereka namakan Syeikh Tarekat atau Mursyid. A d a beberapa perkara 

yang harus di laksanakan dalam menjalani suluk i tu . 

Pertama me lakukan taubat di depan M u r s y i d bersama-sama de­

ngan menyerahkan d i r i kepadanya untuk menyempurnakan segala 

amalan dalam su luknya . Pekerjaan ini acapkal i d inamakan tahkim, 

yang d i l akukan sebagai suatu upacara, yang kadang-kadang dihadi r i 

oleh beberapa orang la in . 

A d a macam-macam lafad t ahk im itu da lam bahasa A r a b , namun  

umumnya berisi ucapan bismillah, syahadat tauhid dan syahadat Rasul, 

ayat-ayat Q u r ' a n yang berisi wasiat agar takut kepada T u h a n , pengaku-

an berbai 'at , pengakuan rela ber-Allah  kepada A l l a h , beragama de­

ngan Islam, bernabi dengan M u h a m m a d , dan kadang-kadang dijelas-

kan pula , agar mengaku juga ber-Syeikh yang menjadi M u r s y i d n y a i tu . 

J i k a ucapan ini sudah di turut i dengan lancar, maka Sye ikh meiepaskan 

126 

tangan bakal muridnya itu dan berkata kepada hadirin : "Bacalah un-

tuknya fatihah '. Kemudian Syeikh membaca do'a selamat. Jika se­

orang Mursyid teliti maka ia mengambil juga janji atau akad murid ba­

ru terhadap teman-temannya, yang berjalan juga dengan upacara pem-

bacaan fatihah dan beberapa ayat Qur'an yang berisi anjuran memper-

teguhkan sahabat di antara sesama orang yang beriman, berwasiat de­

ngan hak dan dengan sabar, membaca surat wal asri, yang semua ucap­

an itu diterima dengan pengakuan mengabulkannya. 

Maka murid yang baru itu bertaubat di depan gurunya dibandingkan  

segala perbuatan maksiat yang batin dan yang lahir, mengaku akan me­

ninggalkan segala kesenangan dunia dan kemegahannya, dan akan 

mempergunakan dari harta bendanya sekedar perlu untuk belanjanya 

dan keluarganya. Dalam bertaubat itu ia membenarkan akan ajaran 

tasawwuf yang menyuruh mempelajari ilmu-ilmu itu, baik yang sesuai 

dengan akal atau yang berdasar dengan naqal, sesuai dengan wasiat Ju-

naid Al-Bagdadi, yang menerangkan bahwa orang-orang yang membe­

narkan ilmu tasawwuf kami itu yaitu  wali-wali Allah yang kecil. 

Kedua di antara pekerjaan yang penting ialah yang mereka nama-

kan berbekal taqwa, yaitu takut kepada Allah sebenar-benar takut. A h ­

li tarekat menganggap taqwa ini perbekalan suluk yang terpenting, se­

suai dengan perintah Allah dalam Qur'an "Berkemas-kemaslah kamu 

dengan menyediakan perbekalan, dan perbekalan yang baik yaitu taq­

wa terhadap Allah " (Qur'an). Guru menekankan kepada arti taqwa 

itu, yaitu meninggalkan segala maksiat yang lahir dan batin dan me­

ngerjakan ta'at yang lahir dan yang batin. 

Ketiga laksana orang pergi berperang, seorang murid harus mem­

bawa senjata guna membasmi musuh-musuhnya. Senjata itu ialah 

zikir. Abu A l i Ad-Daqqaq menerangkan, bahwa zikir itu yaitu  

pedang bagi seorang murid yang digunakannya untuk membasmi mu­

suh-musuhnya, yaitu hawa nafsu dan setan, dan untuk rnenolak segala 

yang dapat membinasakan dirinya. Seorang ahli tarekat yang terkenal, 

Abdul Wahab Asy-Sya'rani, berpesan bahwa menyebut zikir yang terus 

menerus itu dapat menghilangkan penyakit-penyakit batin, di antara­

nya takabur, ujub, ria, jahat sangka, hasad, haqad, dan lain-lain sifat-

sifat yang merusakkan. Begitu juga ia mewasiatkan, agar zikir ini tidak 

boleh ditinggalkan dalam suluk, sebab  berzikir yang tetap dan terus-

127 

menerus itu melenyapkan segala kekhawatiran hati yang ditimbulkan 

oleh setan. 

Keempat ibarat orang pergi berperang juga seorang murid memer-

lukan kendaraan, yang dapat menuntun dalam perjalanannya yang ja-

uh itu. Adapun kendaraan itu ialah himmah, kesungguhan hati dan 'ik-

tikad bulat akan menjalani suluk itu terus-menerus, tidak lalai, tidak 

lupa, tidak segan-segan merasa letih dan capek, sampai kepada marta-

bat yang tinggi, dan percaya, bahwa seseorang yng berjihad di atas ja­

lan Al lah , akan menunjukkan jalannya, yang dapat membawa dia ke­

pada maqam-maqam yang mulia, maqam-maqam wali Al lah dan 

Ar i f in. 

Suatu pekerjaan yang penting sebagai amal suluk yang kelima ialah 

memilih dan mentaati guru yang mengetahui jalan kepada Allah  itu 

dan membimbingnya dalam mencapai tujuan tersebut. Ia tidak saja 

mengikut segala pertunjuk guru itu, namun  seorang murid yang salih 

menyerahkan dirinya seperti mayat kepada gurunya seakan-akan orang 

yang memandikannya dan mempersucikannya dari segala najis yang 

ada dalam hatinya yang yaitu  segala sifat kejahatan, yang dia 

sendiri tidak berdaya membersihkan dan melenyapkannya itu. Pekerja­

an ini oleh ahli tarekat dianggap wajib, seperti kata Syeikh Ibrahim A d -

Dasuqi : "Memil ih seorang Syeikh dalam menjalankan tarekat itu wa­

jib hukumnya bagi tiap-tiap murid, meskipun murid tarekat itu seorang 

alim besar sekalipun. Syeikh Tajuddin Naksyabandi menerangkan, bah­

wa seorang murid yang tidak mengambil seorang guru yang tetap, ma­

ka setanlah gurunya. Guru itu selalu hadir pada waktu murid itu me­

ngerjakan ibadat, mengerjakan ratib, mengerjakan zikir dan bertolong-

tolongan satu sama lain dalam segala kebajikan. 

Selain dibandingkan  garis besar yang disebutkan di atas barang tentu 

saja seorang murid yang sedang menjalankan suluk itu tidak boleh le-

ngah dibandingkan  semua kewajiban agama, baik yang fardu maupun yang 

sunnat, baik yang bertali dengan ilmu tauhid dan aqaid, maupun yang 

bersangkut-paut dengan ilmu fiqh. Sudah kita jelaskan, bahwa yang 

memasuki tarekat itu telah sempurna terlebih dulu ilmu-ilmu syari'at-

nya, sebab  di dalam keadaan tarekat ilmu-ilmu itu serta amalnya ting­

gal diperhalus dan diperindah. Di samping itu murid dipimpin oleh gu­

runya dalam melakukan wirid-wirid dan ratib. Ibrahim Ad-Dasuqi me-

128 

ngajarkan bahwa seorang salik yang baik tidak pernah memutuskan 

wiridnya, sebab  dengan putus wiridnya itu putus pula pertolongan dan 

berkat pada hari itu. 

Di samping pekerjaan-pekerjaan yang ini di atas, j ika Mur­

syid menganggap perlu, murid dipikulkan beberapa pekerjaan lain. Per­

tama diperintahkan biasa menahan lapar, j u ' , mengurang makan dan 

minum, katanya untuk mengurangkan darah yang ada dalam hati, tem­

pat bersarang setan, dan juga gunanya untuk memutihkan hati, me-

ringankan, membuat dia lemah-lembut, membuka matanya melihat Tu­

hannya. Di antara alasan yang dikemukakannya ialah ucapan Nabi Isa 

yang dihadapkan kepada teman-temannya : "Kosongkan perutmu, agar 

hatimu dapat melihat Allah mu!" Nabi Muhammad pernah menyuruh 

isterinya Aisyah : "Sempitkan lorong lalu-lintas setan dengan menahan 

lapar!" 

Kedua murid dalam suluk itu diperintahkan banyak mengurangi 

tidur dan berbuat ibadat malam, sebab  banyak tidur itu membuat se­

orang mati hatinya dan majal pikirannya. Mereka memerintahkan mu­

rid-muridnya agar makan sekedarnya dan tidur sekedar hajatnya pula. 

Biasanya kita lihat dengan Mursyid-Mursyid dalam memberikan kete-

rangan ini menggunakan tulisan Imam Ghazali, bahwa badal-badal 

yang suci itu sedikit tidurnya, makannya hanya kalau perlu dan perka-

taannya baru dikeluarkan, apabila orang sangat memerlukannya. 

Syeikh Al-Khawwas menambah keterangan itu, bahwa lebih dibandingkan  

tujuh puluh Siddiqin berpendapat, bahwa tidur itu disebabkan banyak 

minum dan makan, maka oleh sebab  itu mengurangi tidur hendaklah 

berjalan bersama-sama dengan mengurangi makan minum. 

Ketiga bagi salik sangat ditekankan supaya ia berdiam diri, samat. 

Samat ini bukan tidak boleh berbicara sama sekali, namun  tidak berbica­

ra kalau tidak perlu, apalagi berbicara hal-hal yang mengakibatkan do-

sa besar atau dosa kecil. Banyak berbicara mengenai kebajikan, misal­

nya menerangkan masa'alah-masa'alah agama, memberi nasihat yang 

baik dsb. dibolehkan. Ahli-ahli tarekat acapkali mengemukakan seba­

gai alasan, selain dibandingkan  firman dan Hadis mengenai samat ini, juga 

perkataan Syeikh Musthafa Al-Bakr i : "Orang-orang yang sedang me­

ngerjakan suluk baik banyak diam, tidak banyak menggunakan lidah­

nya dalam omongan yang tidak perlu dan perkataan yang sia-sia, mere-

129 

ka harus d iam juga dalam hatinya, tidak menyimpang dengan cita-cita-

nya ke sana-ke mar i , sebab  barang siapa menjaga diam l idah dan hati­

nya, niscaya terbuka baginya segala rahasia yang pel ik-pel ik, mereka 

berpindah kepada suatu maqam, di mana mereka berbicara dengan T u ­

hannya dalam s i r " . Imam A l - G h a z a l i menguatkan keterangan ini de­

ngan katanya : "Samat itu mudah d i l akukan dengan uzlah dan khal­

wat, sebab  kegemaran hati untuk berkata-kata i tu sangat besar, teruta­

ma bagi orang-orang a l im dalam i lmu lahir , dan menyegahkannya sa­

ngat sulit meskipun d iaku i ada yang berfaedah dar ipada pembicaraan 

i tu . Bagaimanapun juga faedah berdiam di r i lebih besar, sebab  lebih 

mendekatkan kepada mengenai soal-soal yang b a i k " . 

Keempat, maka dengan demikian terjadilah pekerjaan khalwat se­

bagai amal suluk yang tertinggi. Kha lwat boleh diar t ikan menjauhkan 

dir i dar ipada banyak bergaul dengan manusia, da lam tingkat yang pa­

ling tinggi khalwat itu diker jakan pada suatu tempat yang terkurung 

dan sepi. Sebagai gunanya khalwat itu di terangkan, bahwa mur id da­

lam keadaan demikian lebih mudah menghilangkan kebimbangan hati­

nya kepada selain A l l a h dan menujukan seluruh hatinya dan p ik i rannya 

kepada hadrad A l l a h semata-mata. 

Da lam i lmu tarekat diterangkan bahwa berkhalwat yang sebaik-

baiknya dalam suatu tempat yang kelam, kepala tertutup dengan ka in , 

kelopak matanya d ipe jamkan, dan seluruh anggota badannya tidak ber-

gerak. 

Ka tanya , bahwa dalam keadaan demikian itu kalau ia khusuk dan 

tawadhu ' melakukannya , salik itu akan mendengar seruan Allah nya 

dan melihat dengan mata hat inya akan keelokan hadrad Allah nya i tu . 

Demik ian ini dalam kitab "Sirus Salikin" III : 47 ( M a k k a h , 1330). 

A p a pekerjaan dalam khalwat i tu ? 

Khalwat hanya yaitu  kesempatan yang penting tempat mela­

kukan amalan suluk / a n g terpokok, yaitu z ik i r . Saya bicarakan ma-

cam-macam zik i r i tu di s in i , sebab  sangat bergantung kepada ja lannya 

tarekat masing-masing. namun  umumnya semua tarekat menggunakan 

z ik i r tahlil atau z ik i r nafi dan isbat. 

Z i k i r nafi dan isbat ini yang terdiri dar ipada " L a illaha illallah" 

atau "tidak ada Allah  melainkan Allah" yang d inamakan juga kali-

mal thayyibah, d iaku i sebagai p i l ihan z ik i r oleh Imam A l - G h a z a l i dan 

130 

ulama-ulama yang Sunni yang la in , sebab  ada nasnya yang kuat dari 

Nabi M u h a m m a d , yang menyuruh mengucapkan kal imat i tu . Q u r ' a n 

pun menunjukkan perintah berzikir dengan kalimat tauhid i tu . D i anta­

ra lain N a b i pernah bersabda : "Seba ik-ba ik apa yang kuka takan dan 

yang d ika takan N a b i sebelumku ialah la i l laha i l l a l l a h " . U m u m n y a ba­

nyak ulama-ulama tarekat berpendapat bahwa z ik i r yang sebaik-baik-

nya yaitu z iki r yang terdiri dar ipada kal imat yang ada memiliki  

pengertian seperti kal imat tauhid tersebut. Z i k i r ini juga d inamakan 

kalimatul ikhlas, sebab  is inya di tujukan untuk mengikhlaskan seluruh 

j iwa raga ki ta kepada T u h a n . Ibn Rajab menulis sebuah buku khusus 

mengenai uraian tentang hakekat ka l imatu l ikhlas i tu . Saya t inggalkan 

pembicaraan yang panjang itu di s ini , sebab  z iki r yang penting ini 

akan saya b icarakan dalam suatu bahagian khusus. 

M e s k i p u n demik ian banyak juga ulama-ulama yang berpendapat 

bahwa z ik i r orang-orang yang k a m i l dan ahli hakekat ialah cukup de­

ngan lafadh " A l l a h , A l l a h " atau dengan salah satu lafadh Jalalah yang 

lain. Pendapat in i berasal dari Syeikh M u h y i d d i n ibn A r a b i , yang me­

nganggap z ik i r " A l l a h , A l l a h " i tu yaitu z ik i r yang sebaik-baiknya da­

lam khalwat . Perkataan in i berasal dari pendapat ibn At tha i l l ah A s -

Sakandar i , yang berasal pula dari Syeikh A s - A s y i b l i , sebagaimana yang 

pernah d ikemukakannya dalam ki tabnya "Miftahul Fallah fi Zikril Ka-

rim al-Fattah". 

3. Z A W I Y A H D A N R I B A T H . 

Banyak pengarang-pengarang Barat mengatakan bahwa pendidik­

an melalui Z a w i y a h i tu d iambi l oleh orang Sufi dari orang Maseh i , yang 

mendidik pendeta-pendetanya dalam sebuah asrama khusus, seperti 

yang ada di mana-mana dalam dunia Kr is ten , baik untuk calon-

calon pendeta wani ta atau pendeta pr ia . namun  mereka lupa bahwa cara 

pendidikan seperti in i sudah ada da lam masa N a b i M u h a m m a d , 

yang menyediakan sebuah ruang yang tersendiri di samping mesjidnya 

di M a d i n a h , di mana tinggal dan d id id ik dalam i lmu agama sahabat-

sahabat yang mengikut inya dalam perjuangan dan pembangunan Islam, 

d inamakan Suffah, dan mereka yang keluar dari perguruan dan rumah 

pendidikan ini d igelarkan dengan nama Ahli Suffah, kemudian terkenal 

131 

sebagai sahabat-sahabat Nabi yang istimewa dan pemuka-pemuka Islam 

yang berpengaruh. 

Sebahagian besar dibandingkan  penghuni Suffah itu terdiri dari orang-

orang miskin yang mengikut Nabi ke Madinah, pada permulaannya se-

banyak empat ratus orang, namun  kemudian meningkat lipat ganda jum-

lahnya dibandingkan  itu. Mereka menerima pelajaran langsung dari Nabi, 

mempelajari Al-Qur 'an, berpuasa dan keluar mengikuti Nabi dalam pe­

perangan. Nabi Muhammad selalu mengundang mereka makan malam 

di rumahnya dan mengistimewakannya dibandingkan  sahabat-sahabatnya 

yang lain, acap kali juga memerintahkan sahabatnya yang berada untuk 

mengajak mereka makan di rumahnya. Di antara penghuni itu ialah 

Abu Hurairah, salah seorang sahabat yang terdekat kepadanya, yang 

selalu menjadi penghubung antara Nabi dengan Ahl i Suffah itu. Tiap 

kali Nabi menyerahkan sedekah kepada Abu Hurairah, Abu Hurairah 

membagi-bagikan sedekah itu kepada teman-temannya seasrama. 

Ahl i Suffah itu memiliki  akhlak yang luhur, iman yang sangat 

tebal, tawakkal dan ikhlas yang tidak ada bandingannya. Kehidupan 

mereka itu diperingati dengan megah dalam Qur'an : "Sedekah itu bagi 

orang fakir miskin yang terpenjara pada jalan Allah dan tidak kuasa 

berjalan sendiri di atas muka bumi mencari penghidupannya. Menurut 

dugaan orang-orang jahil mereka itu kaya-kaya, sebab  tidak pernah 

meminta-minta. namun  engkau lihat sendiri tanda-tandanya, bahwa me­

reka tidak mau mengemis kepada manusia, tidak mau meminta ber-

ulang-ulang. Apa-apa yang kamu berikan kepadanya dianggap kebajik­

an, yang diketahui Allah  seluruhnya" (Qur'an II : 373). Ayat ini di­

tujukan memuji sifat-sifat Ahl i Suffah yang sabar menderita, yang le­

bih suka hidup miskin dan salih dibandingkan  hidup kaya yang sombong. 

Banyak ayat-ayat Qur'an mengenai pribadi yang luhur dibandingkan  peng­

huni "Zawiyah" Nabi yang pertama ini tersebar di sana-sini dalam 

Qur'an. Ceritera yang lebih panjang dapat dibaca dalam Hadis-Hadis 

Nabi, terutama yang berasal dari pengalaman Abu Zar Al-Ghiffari dan 

Abu Hurairah. Abu Hurairah menerangkan, bahwa ia pada suatu hari 

dipersilakan minum susu oleh Nabi. Tatkala ia bertanya, dari mana 

susu itu, orang-orang menjawab, bahwa susu itu khusus dihidangkan 

orang kepada Abu Hurairah, dan Nabi menerangkan, bahwa yang de­

mikian itu terjadi sebab  ia seorang dibandingkan  Ahl i Suffah. Nabi me-

132 

nambahkan : "Ahl i -ah l i Suffah itu yaitu tamu-tamu orang Islam, me­

reka tidak memiliki  keluarga, tidak mencintai harta benda dan tidak 

terikat kepada seorang manusia pun hatinya kecuali kepada Allah dan 

Rasul". Nabi dan anak-anaknya sangat mencintai A h l i Suffah itu. Di 

antara lain kelihatan pada waktu Fatimah mengeluh tentang pekerjaan-

nya yang berat dan oleh sebab  itu ingin hendak memiliki  seorang 

khadam rumah tangga. Nabi berkata : " A k u tidak akan memperkenan-

kan dikau berbujang, sedang A h l i Suffah menderita kelaparan pagi dan 

petang". Nabi menyuruh anaknya yang dicintainya bekerja sendiri dan 

meminta tolong kepada Allah  dengan mengucapkan tasbih, takbir dan 

tahmid. 

Ibn Abbas menerangkan, bahwa Nabi pada suatu hari berdiri di 

depan sahabat-sahabatnya dari Suffah itu, melihat kemiskinannya, te­

tapi melihat juga kegiatan mereka dan kebaikan hati mereka. Lalu Nabi 

berkata : "Gembiralah kamu semua, wahai Ahl i Suffah! Barang siapa 

di antafa umatku yang meniru perilakumu dengan suka rela, maka 

orang itu menjadi sahabatku pula". Demikian dapat kita baca dalam 

karangan Muh . Ridha, Muhammad, Rasulullah (Mesir, 1949). 

Maka oleh sebab  itu tidaklah benar tuduhan Barat, bahwa cara 

pendidikan Zawiyah dan Ribath diambil orang Sufi dari kehidupan Ke-

risten. 

Sebagai yang diterangkan oleh Daumas dan Rozy, Zawiyah itu me­

rupakan suatu ruang tempat mendidik calon-calon SuFi, tempat mereka 

melakukan latihan-latihan tarekatnya, diperlengkapi dengan mihrab 

untuk mengerjakan sembahyang berjama'ah, tempat mereka membaca 

Qur'an dan mempelajari ilmu-ilmu yang lain, sehingga Zawiyah itu me­

rupakan sebuah asrama dan madrasah. Terutama tarekat-tarekat yang 

besar biasanya memiliki  Zawiyah yang indah-indah, daerah-daerah 

Persi dan Magribi yaitu daerah-daerah yang banyak memiliki  Za-

wiyah-Zawiyah yang besar dan indah. Di Persi dinamakan Ribath, juga 

penggunaan kata khankah, dair atau tekke, umum diketahui orang, se­

dang perkataan Zawiyah sudah digunakan sejak abad ke XIII M . di 

Magribi dan di daerah-daerah Afrika Utara yang lain. Dalam daerah 

Magribi Ribath digunakan juga tempat mendidik orang-orang Sufi da­

lam ketentaraan. 

Di Spanyol Islam tidak ada Zawiyah sebelum masa pemerin­

tahan An-Nasiri di Granada. Kemudian ada juga Zawiyah di sana 

133 

untuk pendidikan budi pekerti. Sebagai Zawiyah yang pernah mempu­

nyai pengaruh sangat besar disebut oleh H . A . R . Gibb dalam Shorter 

Encyel of Islam (Leiden, 1955) ialah Zawiyah Ad-Di l a ' , yang terletak di 

Tatdla, di pusat Marokko, yang pernah mengeluarkan pahlawan-pahla-

wan perang kerajaan Sa'dian dalam permulaan abad ke X V I I M . Zawi-

yah-Zawiyah yang paling baru didirikan oleh orang-orang Berber di 

Tazarawalt dan Ahansal di pusat pergunungan Atlas. 

Di Mesir kita dapati banyak sekali Zawiyah-Zawiyah yang penting, 

yang sejarah perkembangannya diceriterakan oleh Khafani dalam A l -

Muslim, sebuah majalah Sufi yang ternama di Mesir, dalam nomor 

Muharram 1381 H . (th. ke-XI : 6). Saya kutip beberapa hal seperti ter­

sebut di bawah ini. 

Perkembangan tasawwuf di Mesir dimulai dengan jatuhnya raja-

raja Mamluk dan datangnya ke Mesir pemerintahan Turki dalam tahun 

933 H . Ulama-ulama pada waktu itu ingin membangkukan kembali ke-

runAllah  Mesir dengan gerakan tarekat Sufi. Maka disebut-sebutlah 

dalam sejarah ini nama Syamsuddin Al-Hanafi dan hubungannya de­

ngan Sultan Faraj bin Barkuk dan Syamsuddin Ad-Diruthi (mgl. 921 H.) 

begitu juga nama Barkat Al-Khayyath, salah seorang ulama Azhar yang 

meninggal dalam tahun 923 H . 

sebab  perkembangan ilmu tasawwuf ini berkembang pulalah tem­

pat mengajar dan melatih salik-saliknya, yaitu Zawiyah. Zawiyah ini 

berdiri seperti jamur dalam musim hujan, Zawiyah Muhammad Surur 

berdiri th. 923 H . , Zawiyah Abus Su'ud Al-Jarihi (mgl. 930 H.) berdiri 

dekat masjid Jami' Amr bin As . Zawiyah Ibrahim, saudara seorang 

tokoh Sufi besar Damardasy, berdiri th. 940 H . , Zawiyah Jalaluddin 

Al-Bakri dalam th. 996 H . dekat Mesjid Al-Azhar , dan Zawiyah A l -

Khudairi dalam th. 965 H . , di belakang Mesjid Ibn Thulun. Lain dari­

pada itu kita dapati Zawiyah-Zawiyah Al-Haluji (688 H.), yang di 

dekatnya dikuburkan seorang alim Al-Balqini , Al-Khalawati Muham­

mad Karimuddin (meninggal 988 H.) Ad-Damardasy Al-Muhammadi 

(939 H.), di mana terkubur Usman Damardasy th. 1194, Tajuddin Az-

Zakir 920, Ahmad As-Safihah (942 H.), Su'udi Al-Majzub (941 H.) , 

dekat madrasah Sultan Hasan, Asy-Syamiyah (944 H.) , Asy-Sya'rani 

(973 H.), Ahmad Asy-Syambaki (933 H.), Abdurrahman Al-Majzub 

(944 H.), dekat Masjid Jami' Malikuz Zahir, Asfur (942 H.) , tidak 

134 

berapa jauh dengan Zawiyah Abul Hamid dan Abul Khair (927 H.), 

selanjutnya Zawiyah Madyan Al-Asymuni dan Zawiyah Mursyid, yang 

meninggal sesudah tahun 940 H , kemudian penting juga kita sebut Za­

wiyah Al i Al-Marsafï, yang berdiri tahun 930 H , Zawiyah Ahmad A l -

Munir, yang terkenal dengan Abu Thaqiyah, yang berdiri th. 930, Za­

wiyah Abdul Halim Al-Munzilawi, yang meninggal th. 931 H , Zawiyah 

Syeikh Madyan, Zawiyah Al i Al-Misri, yang meninggal 861 H , semua­

nya Zawiyah-Zawiyah lama yang terkenal di Mesir dalam abad ke X 

yang lampau. 

Pada waktu itu terkenal tarekat-tarekat besar di Mesir, yang de­

ngan sendirinya melahirkan Zawiyah-Zawiyah baru pula. Di antara ta­

rekat-tarekat itu ialah tarekat Qadiriyah, yang berasal dari Syeikh Ab­

dul Qadir Al-Jailani (mgl. 561 H.), tarekat Rifa'iyah, yang berasal dari 

Syeikh Ahmad Rifa'i (mgl. 576 H.), tarekat Syaziliyah. yang berasal 

dari Asy-Syazili (mgl. 606 H.), tarekat Ahmadiyah, yang berasal dari 

Ahmad Al-Badawi, (mgl. 675 H.), tarekat Naqsyabandiyah yang ber­

asal dari Syeikh Muhammad An-Naqsyabandi (mgl. 971 H.), dan tare­

kat Mualawiyah, yang berasal dari Jalaluddin Ar-Rumi, tokoh Sufi ter­

besar dari Persi (mgl. 673 H.). 

Dr. Taufiq At-Thawil menaksir banyaknya tarekat-tarekat Sufi di 

Mesir tidak kurang dari delapan puluh macam banyaknya. 

Juga di Indonesia dikenal orang perkataan Zawiyah ini. Di Aceh 

sampai sekarang masih ada mesjid-mesjid yang bernama Dayah, 

misalnya di kampong Peulanggahan, di Kutaraja (sekarang bernama 

Barida Aceh), sedang di Pasundan masih dipakai orang kata Dayeuh, 

misalnya sebagai nama Kampung Dayeuh Kolot. Begitu juga pengguna-

an kata Rabithah pernah dikenal orang di Indonesia, misalnya sebagai 

nama penjabat mesjid marbot, yang pada asalnya tidak lain dibandingkan  

ikhwan tarekat yang terikat dengan pelajaran suluk dalam Zawiyah 

marbuth dg. asramanya. Semua istilah ini menunjukkan, bahwa per­

kembangan ilmu tarekat di Indonesia pernah mengalami kemajuannya 

yang pesat. 

4. U Z L A H . 

Uzlah yaitu mengasingkan diri dari masyarakat banyak, terutama 

135 

yang di da lamnya ada banyak ma'siat dan kejahatan, sebab  ahli 

tarekat menganggap, bahwa masyarakat yang demikian itu dapat meng-

ganggu f ik i ran seseorang dar ipada mengingat T u h a n , da lam istilah Sufi 

d ikatakan dapat membimbangkan hat inya dari z ik i r kepada A l l a h , be­

gitu juga sebab  mereka berkeyakinan, bahwa pergaulan dengan ma­

syarakat yang demikian itu dapat menjatuhkannya ke dalam kejahatan 

dan kebinasaan. 

A d a beberapa perkataan yang hampir bersamaan art inya dengan 

uzlah , di antaranya tajrid, tafarrud atau infirad dan hijrah. namun  tiap-

tiap kata itu memiliki  arti yang tersendiri menurut ist i lah Su f i . Tajrid 

art inya menghilangkan dalam d i r i segala sifat-sifat dan sebab-sebab 

yang dapat mengikat seseorang kepada dunia , dan menghadapkan selu­

ruh nasibnya dan tawakka lnya kepada T u h a n semata-mata, da lam hal 

ini tidak usah nyata-nyata memisahkan dir i dari orang banyak. L e b i h 

keras dan nyata dar ipada tajrid ialah infirad, yang berjalan bersama-

sama dengan pemisahan badan dan pergaulan, juga dengan maksud sa­

lah satu dar ipada dua, supaya jangan kejahatan masyarakat menular. 

kepada d i r inya atau agar keburukan-keburukan budi pekert inya tidak 

membawa akibat yang buruk kepada pergaulan u m u m . 

J i k a seorang mursyid menganggap hukuman pendidikan ini masih 

ringan dan tidak dapat mengubah ihwal mur id yang sedang d i la t ihnya , 

ia lalu menunjukkan cara yang lebih berat, yaitu khalwat , menyendir i 

da lam sesuatu tempat yang sunyi , kadang-kadang tidak saja memisah­

kan d i r i dari masyarakat , namun  j i k a terpaksa sampai memisahkan d i r i 

dari keluarga sendir i . Tentu saja semua cara i tu menurut syarat-syarat 

yang ditetapkan dan berjalan bersamaan dengan ucapan z ik i r dan amal­

an yang la in . 

Da lam pada itu hijrah, yang meskipun berarti memisahkan d i r i 

juga dar i sesuatu masyarakat , memiliki  tujuan yang sangat berlain-

an. H i j r a h memiliki  tujuan pemisahan dir i yang bersifat sosial dan 

poli t is . N a b i M u h a m m a d hijrah ke M e d i n a h dengan pert imbangan, 

bahwa pergaulan dengan suku Qura isy tidak dapat d i lanjutkan lagi , 

sebab  memang antara mereka dengan orang Islam tidak ada lagi 

t i t ik-t i t ik persamaan dan kerja sama. D i sini saya teringat akan sikap 

hijrah yang d iambi l oleh P . S . I . I . , terhadap pemerintah penjajahan Be-

landa. Keterangan lebih lanjut dijelaskan dalam kitab "Hijrah", yang 

disusun oleh A . K . Baha lwan . 

136 

Kembali kita membicarakan soal uzlah. Dalam uzlah tingkat mu­

rid tidak sama, ada yang tidak menghendaki pergaulan dalam ilmu, ada 

yang tidak menganggap berfaedah dalam tindakan dan hukum. Dalam 

pengertian pertama, uzlah itu cukup dilakukan dengan mengurangi per­

gaulan, namun  tidak meninggalkan mengerjakan bersama dengan mere­

ka sembahyang Jum'at, sembahyang berjama'ah, sembahyang dua hari 

raya, ibadah haji, menghadiri pengajian agama, melakukan sesuatu hu­

bungan penghidupan, yang tidak dapat disingkirkan. namun  diterang­

kan bahwa yang lebih dalam melakukan pemisahan yang demikian itu, 

jangan diputuskan hubungan sehari-hari yang yaitu  kemaslahat-

an, namun  hubungan ini diteruskan dengan sabar dalam batas-batas ke­

bajikan. Jika pemutusan ini tidak juga berhasil, yang berkepentingan 

memilih sesuatu tempat untuk uzlah, yang tidak ada kewajiban agama 

khusus baginya, seperti sembahyang Jum'at yang terlepas dibandingkan  sya-

rat-syaratnya, seperti sembahyang berjama'ah sebab  tidak ada teman-

teman yang lain, misalnya ia memilih suatu penyepian yang terasing da­

lam hutan atau di atas gunung, yang pada pendapatnya dapat menjauh­

kan dirinya dibandingkan  godaan setan atas gangguan sesama manusia. 

Dalam ilmu tarekat dijelaskan, bahwa tidak jarang bertemu orang 

yang akan melakukan uzlah itu seorang pemimpin dalam sesuatu peng-

ajaran dan ilmu pengetahuan agama, yang dibutuhkan masyarakat pe-

nerangannya, untuk membasmi bid'ah atau melakukan da'wah kebajik­

an dengan perbuatan atau perkataan dsb. Orang-orang semacam itu 

tidak diperkenankan uzlah dari manusia, namun  dianjurkan bergaul te­

rus untuk memberikan nasihat-nasihat yang perlu, yang dilakukan de­

ngan penuh kesabaran, kesejahteraan, dengan sikap dan pandangan 

yang lemah-lembut, sambil meminta kepada Allah dapat bertahan da­

lam jihadnya. Dalam hal-hal kejahatan atau penyelewengan yang tidak 

dapat disetujuinya, yang berkepentingan memisahkan hati dan jiwanya 

(infirad, munfarid) dibandingkan  mereka, meskipun diri dengan badannya 

bergaul terus, mulutnya berbicara tidak berkeputusan, melakukan iba­

dat bersama, kunjung-mengunjungi bersama, menunaikan hak dan ke­

wajiban masyarakat selayaknya dan tidak bersikap Har. 

Seorang salik yang baik memutuskan perhubungannya sama sekali 

dengan mereka yang memang sudah berpembawaan melakukan keja­

hatan dan meringan-ringankan agama, sebab  pergaulan orang-orang 

137 

semacam itu yaitu  malapetaka besar dan musibah yang tidak ter-

hingga buruknya, sebab  tabi'at itu bisa berpindah-pindah dengan ti­

dak sadar, sebab  memang sudah yaitu  pembawaan manusia 

bahwa lama-lama kebencian itu kalau diperturuti menjadi kesenangan. 

Diceriterakan, bahwa Nabi Isa pernah menasihatkan : "Jangan kamu 

dekati orang mati, sebab  dapat mematikan hatimu!" Orang bertanya 

kepadanya, siapakah orang mati itu. Jawabnya j "Orang yang mencin­

tai dan yang menggemari dunia". Dalam sebuah hadis yang diriwayat­

kan dibandingkan  Nabi Muhammad, Rasulullah berkata : "Yang sangat aku 

takuti di antara ketakutan-ketakutan terhadap umatku ialah lemah ke-

yakinannya, dan kelemahan keyakinan itu disebabkan oleh dua hal ka­

rena melihat orang-orang yang lupa kepada agamanya atau sebab  ba­

nyak bergaul dengan orang-orang suka kepada kejahatan atau bersifat 

kasar". Dalam pada itu seorang Sufi besar Ibn Athaillah, pengarang 

aqidah filsafat tasawwuf Hikam, berkata : "Jangan kamu bersahabat 

dengan mereka yang berihwal buruk dan dapat mengaburkan hatimu 

terhadap Allah dengan ucapan-ucapannya!" 

Imam Ghazali menerangkan, bahwa ada waktunya orang melaku­

kan uzlah itu, pertama tatkala sesuatu masa mengalami kerusakan dan 

tatkala orang sangat takut terjadi fitnah terhadap agama, di kala itu 

uzlah dibandingkan  manusia lebih baik. Kedua j ika tanda-tanda kelihatan 

sebagai yang dikatakan Nabi : "Tatkala manusia sudah merusakkan 

janji-janjinya dan tatkala manusia meringan-ringankan amanah yang 

dipercayakan rakyat kepadanya". Tatkala Abdullah bin Amr bin 'As 

bertanya, apa yang dapat diperbuatnya di kala-kala kejadian tsb. Nabi 

menjawab : "Tinggal di rumah, kendalikan lidahmu kerjakan yang 

ma'ruf dan tinggalkan yang mungkar, kepadamu diperintahkan Allah  

kewajiban yang khusus, oleh sebab  itu tinggalkan kewajiban umum!" 

Dalam hadis-hadis yang lain masa yang disebutkan Rasulullah itu di-

jelaskan sbb : Orang-orang merasakan tidak aman, banyak tukang pi-

dato, sedikit ulama, banyak soal jawab, sedikit orang yang dapat mena­

han ma'siat, kurang sembahyang, banyak orang menjual agama dengan 

keuntungan sedikit. 

Umar bin Khattab menerangkan, bahwa uzlah itu menimbulkan 

keluasan dan kegembiraan, sebab  terlepas dari pergaulan jahat. Apa­

bila fitnah sudah bercabul terhadap agama, maka terjadilah suatu ke-

138 

adaan syubhat, t idak tentu halal dan haram. A p a b i l a ketakutan terha­

dap syubhat halal dan haram tidak dapat d ip isahkan lagi , m a k a uzlah 

itu lebih u tama. 

Syamsuddin A l - K a r m a n i menerangkan, bahwa uzlah atau i ' t i za l 

d iutamakan, apabi la d iper lukan untuk membersihkan d i r i dar ipada 

ma'siat. 

D a l a m menguraikan uzlah i n i , Imam Ghaza l i masih mempertahan­

kan sedapat m u n g k i n pergaulan yang suci , yang d ika takan banyak me-

ngandung faedah-faedah yang baik , di antaranya ada tujuh yang ter­

kenal, pertama sebab  mengutamakan belajar dan mengajar, yang da­

lam Islam yaitu  ibadat yang terpenting. D a l a m kesempatan in i 

uzlah t idak diperolehkan. Kedua meratakan manfa 'at kepada manusia , 

yang d i l akukan dengan harta atau badannya, dan mengambil manfa 'at 

dibandingkan  manusia dengan usaha-usaha yang d i l akukan dan hubungan 

penghidupan antara satu sama l a in . Ketiga mendid ik . Y a n g d imaksud-

kan dengan mendidik yai tu melatih orang lain da lam mempert inggikan 

akhlak dan adab, yang biasa diker jakan oleh guru-guru Suf i d i kala 

melatih mur id -mur idnya menghilangkan sifat-sifat yang buruk, mem­

biasakan mujahadah dalam menderita dan membasmi hawa nafsu. Ke­

empat pergaulan yang mesra (una) antara guru dan m u r i d , yang disun-

natkan dalam menjalankan agama untuk mencapai t ingkat taqwa. Ke-

l ima untuk beroleh bermacam-macam pahala, yang d i janj ikan dalam 

Islam, yang tidak bisa dicapai j i k a tidak dengan bergaul, seperti meng-

hadiri kemat ian, mengunjungi orang sakit, turut sembahyang H a r i R a -

ya, turut me lakukan Jum'a t dan j ama ' ah dalam segala sembahyang, 

yang tidak baik di t inggalkan (rukhsah), d l l . Keenam merendah d i r i (ta-

wadhu'), khusyu ' kepada T u h a n dalam mengerjakan ibadat d i tengah 

ramai . T a w a d h u ' in i suatu maqam Suf i , yang tidak dapat dicapai de­

ngan penyepian sendir i . Ketujuh membiasakan kebaj ikan (tajarrub) ter­

hadap manusia . Ini pun tidak dapat dicapai sendirian, j i k a t idak ada 

manusia lain tempat melakukan sasaran kebaj ikan i tu . 

Demik ian l ah Imam Ghaza l i d i samping menguraikan h ikmah-hik-

mah uzlah , juga mengemukakan faedah-faedah lawannya, yaitu ber­

gaul dengan manusia dalam masyarakat atau yang dengan istilah Sufi 

disebut mukhalathah. Orang dapat membaca uraian-uraian mengenai 

persoalan ini da lam ki tabnya 'Thya Ulumuddin", yang sudah dikenal 

orang. 

139 

5. BERTAPA DAN KHALWAT. 

Maksud khalwat pada golongan Sufi ialah belajar menetapkan ha­

ti, melatih jiwa dan hati itu berkekalan ingat kepada Allah dan dengan 

demikian tetap berkepanjangan memperhambakan diri kepada Allah. 

Alasan ini didasarkan kepada keterangan amalan-amalan yang tidak 

akan diterima oleh Allah kecuali j ika amalan-amalan itu dikerjakan 

dengan ikhlas semata-mata dan hanya ditujukan kepada Allah saja, 

menurut salah satu Hadis yang diriwayatkan oleh Nasa'i dengan sanad 

yang muttasil dari Abu Umamah : Hanya amalan-amalan yang bersih 

dan ditujukan kepada zat Allah semata-mata, tidak diperbuat sebab  

hawa nafsu dan sebab  lain Al lah , yang diterima oleh Allah . 

Ummat Islam makin jauh masanya dari Nabi Muhammad, makin 

kurang jernih matahari mereka itu, sebab  sebaik-baiknya masa ialah 

masa Nabi sendiri, kemudian menyusul abad berikutnya, dan kemudian 

abad sesudah itu. Kemudian bertebaranlah kedustaan, sehingga tidak 

layak lagi didasarkan sesuatu kebenaran atas perbuatan dan perkataan 

mereka itu. Ini yaitu maksud dibandingkan  Hadis yang diriwayatkan oleh 

Bukhari atau Muslim dibandingkan  Amran bin Mushain dan Abu Mas'ud, 

yang dipergunakan oleh ahli tarekat agar ummat yang terakhir lebih 

mempergiat membersihkan jiwanya guna mendekatkan dirinya kepada 

Allah . 

Selanjutnya mereka berkata bahwa sesudah zaman yang baik dan 

zaman pendusta itu, sehari demi sehari ummat Islam makin bertambah 

jauh juga dari cahaya lampu kebenaran nubuwah Rasulullah saw. Me­

reka mengemukakan bahwa jangankan kita orang yang masuk golong­

an jahil di dalam kabut hawa nafsu, sedangkan Imam Ghazali, yang 

telah mencapai puncak ilmu pengetahuan di zaman 500 tahun sesudah 

Nabi Muhammad lagi ada berkhalwat 40 hari, tiga kali banyaknya sam­

pai jumlah 120 hari. Demikian pula Nabi Muhammad pada waktu ia 

hampir diangkat menjadi rasul berkhalwat di gua Hi ra ' , sebuah gunung 

yang tinggi, yang letaknya kira-kira 3 mil jauhnya dari Mekkah, terle-

tak di sebelah kiri orang pergi ke Mina , sekarang lebih terkenal dengan 

nama Jabal Saur. Ia meninggalkan segala ahli dan isi rumahnya, dan 

dengan berbekal makanan ka'ka' dan zabib ia pun pergilah ke gua H i ­

ra' itu. Pekerjaannya dalam khalwat itu tafakur pada segala perbuatan 

Allah. Ada pula orang mengatakan pekerjaannya itu terdiri dari zikir 

140 

hati, yaitu semata-mata ingat kepada Allah dengan ikhlas dan sempur­

na, sehingga putus hubungannya dengan yang lain dari Allah. Ini pe­

kerjaan Nabi sebelum menjadi Rasul. namun  menurut ahli tarikh sesu­

dah menjadi Rasul pun Nabi pernah berkhalwat ke Jabal Saur, yaitu 

pada waktu ia keputusan wahyu. 

Pada suatu hari konon datang seorang kepada Nabi menanyakan, 

apakah hakekat roh. Nabi bertangguh beberapa hari akan menerang­

kan. namun  beberapa hari belum juga datang wahyu untuk menjawab 

pertanyaan orang musyrik itu. Lalu Nabi pergi ke Jabal Saur berkhal­

wat beberapa hari lamanya. Lalu sesudah itu turun wahyu dibandingkan  

Allah mengajarkan kepada Nabi, agar barang apa-apa yang akan di­

kerjakan hendaklah dikatakan insya Allah. Sebab waktu Nabi ditanya 

tadi Nabi tidak menjawab dengan kata insya Allah, maka sebab  itulah 

Allah konon menahan wahyu beberapa hari lamanya. 

Dikuatkannya keterangan dibandingkan  sebuah Hadis Nabi yang di­

riwayatkan oleh Abu Nu'aim dengan. sanad muttasil dari Abu Ayyub 

Al-Ansari , yang mengatakan bahwa siapa-siapa yang mengikhlaskan 

amalnya selama 40 hari maka akan terpencarlah kelahiran hikmah dari 

hatinya atas lidahnya. Hadis ini sesuai pula dengan keterangan yang 

dikemukakan oleh A b u Syeikh dan Dhia ' Al-Muqaddasi. Selanjutnya 

dipakai sebagai alasan Hadis Ibn Majah dari Usman yang menerangkan 

perbandingan antara menambat diri pada suatu malam atas jalan Allah 

lebih baik dari 1000 malam ibadat sembahyang dan puasa. Dan Hadis 

Baihaqi, bahwa manusia yang benar itu yaitu yang duduk bersepi diri 

mengenangkan kembali dosa-dosanya dan meminta ampun kepada Tu­

han. Akhirnya menjadi alasan juga bagi berkhalwat itu ceritera Nabi 

Musa di dalam Al-Qur 'an yang menerangkan, bahwa Allah menjanji­

kan kepada Nabi Musa 30 malam lamanya, kemudian disempurnakan 

10 malam lagi hingga cukuplah perjanjian itu 40 malam lamanya (Qur­

'an VII : ayat 142). 

Bagaimana cara berkhalwat itu, hal ini bergantung kepada macam 

tarekat dan ajarannya. 

Jika kita ambil tarekat yang terbesar dan yang terdekat kepada ahli 

Sunnah seperti tarekat Naqsyabandiyah, maka cara berkhalwat itu de­

mikian. 

Pertama. Dilakukan dengan i'tikaf, berhenti dalam mesjid selama 

141 

khalwat itu. Sedangkan sesa'at i 'tikaf dalam mesjid itu bukan sedikit 

pahalanya apalagi berpuluh-puluh hari. 

Kedua. Selama dalam berkhalwat itu senantiasa berwudhu' atau 

berair sembahyang. Tiap Bathal air sembahyangnya mereka memper-

baharui kembali, lalu sembahyang taubat dua raka'at, sebab  mening­

galkan khalwat itu dianggap telah berbuat dosa. 

Ketiga. Mengerjakan zikir-zikir yang telah ditentukan oleh tarekat-

nya masing-masing. Dalam tarekat Naqsyabandiyah zikir ini dibagi atas 

zikir Darajat dan zikir Hasanat. Selain dibandingkan  itu ada zikir yang di­

namakan zikir : 

I. Ismu zat, dan ada yang dinamakan. 

II. Zikir lathaif yang terdiri dari tujuh macam : 

1. Zikir Lathifatul tauhid. 

2. Lathifatur ruh. 

3. Lathifatur sir. 

4. Lathifatul khafi. 

5. Lathifatul akhfa. 

6. Lathifatul nafas. 

7. Lathifa