ilmu tarekat mistik 4
kan tentang keanehan-keanehan rahasia hati ini dalam karangan-ka-
110
rangannya, di s ini lah terletak keist imewaan i l m u wal i -wal i dan N a b i -
N a b i . I lmu mereka datang dari da lam hat i , dar i p in tu yang sudah ter-
buka kepada a lam malakut , sedang i l m u mereka yang la in , seperti
orang-orang a l im dan ahl i -ahl i filsafat, datang dar i pintu-pintu perasa-
an yang terbuka kepada a lam malak.
Baga imana sahabat N a b i A b u Baka r dapat menentukan lebih da
hulu jenis anak yang akan lahir dari kandungan ibunya? Bagaimana
Umar dapat menyampaikan pesannya dalam khutbah Jum'a t kepada
tentera yang ratusan kilometer jauhnya? Bagaimana U s m a n lantas ber
kata kepada A n a s b in M a l i k , yang melihat perempuan d i j a lan , wak tu
hendak mengunjunginya : " D a t a n g kepada saya seorang yang ada be
kas zina kepada kedua m a t a n y a " , pertanyaan yang sangat membuat
Anas terkejut? Baga imana A b d u l Abbas bin M a s r u q , yang bertanya
darimana orang in i mendapat makan : " H a i A b d u l A b b a s ! Lepaskan
tuhmah dan purba sangka agama dari ha t imu, sebab T u h a n i tu sangat
kasih sayang kepada hamba-hamba-Nya? Bagaimana keanehan sahabat
in i , bagaimana keanehan wal i i tu , bagaimana ia mengetahui sedang ia >
tidak melihat ?
Inilah wal i -wal i T u h a n yang mendapat keist imewaan, yang i l m u -
nya mel iwat i i l m u manusia , in i l ah orang-orang salih yang setempat de
ngan tempat syuhada ' dan N a b i - N a b i , kata Ashbahan i dalam ki tabnya
"Hiliyatul Aulia". Sabda N a b i : "Sahabat-sahabatku i tu laksana b in-
tang, mana yang engkau i k u t i , ia member ikan d ikau per tun juk" . Sabda
N a b i : " I t u l ah wal i -wal i Allah hamba dan kecintaannya, yang selalu
ingat kepadanya, oleh sebab itu T u h a n pun mengingat kepadanya"
( A m r bin Jumuh) . D a l a m Had i s Quds i T u h a n Berf i rman : " B a r a n g
siapa menyaki t i w a l i - w a l i - K u , telah Kuperkenankan memerangi d i a " .
Pada suatu hari U m a r bin Khatab melihat M u ' a z b in Jabal duduk me
nangis pada kubur N a b i . U m a r bertanya, apa sebab ia menangis. M u ' a z
menjawab, sebab ia pernah mendengar N a b i bersabda : " R i a yang
kecil pun yaitu syirk , dan barang siapa yang memusuhi aul ia T u
han, m a k a diperkenankan memerangi d i a " .
M e m a n g kedudukan-kedudukan yang baik di dunia dan d i akhirat
di janj ikan bagi wal i -wal i atau aul ia A l l a h i tu . U m a r bin Khatab men
ceri terakan, bahwa N a b i pada suatu hari menerangkan tentang wa l i -
wali i tu , katanya : " B a h w a ada manusia d i antara hamba-hamba T u h a n
111
yang bukan Nabi-Nabi dan bukan pula syuhada', namun pada hari kiamat
beroleh kedudukan yang tinggi sama dengan kedudukan Nabi-Nabi dan
syuhada' itu pada sisi Allah ". Seorang bertanya : "Siapakah mereka
itu, ya Rasulullah, dan apakah amalan-amalan yang dikerjakannya ?
Terangkanlah kepada kami, agar kami mencintai mereka itu dan meng
ambil dibandingkan nya suri teladan!" Maka kata Rasulullah : "Mereka itu
yaitu segolongan manusia yang cinta-mencintai antara satu sama lain
sebab roh Allah semata-mata, terdorong oleh cinta kepada Allah se-
mata-mata, tidak disebabkan oleh rasa belas kasihan atau oleh sesuatu
ikatan antara satu sama lain, tidak pula digerakkan oleh keinginan ke
pada harta benda. Demi Al lah , wajah mereka itu bersinar-sinar, dan
singgasana mereka itu terbuat dibandingkan nur yang kilau-kemilau, mereka
tidak merasa gentar dan takut di kala manusia yang lain cemas dan
ngeri, tidak merasa khawatir di kala orang-orang lain berputus asa".
Rasulullah mengeluarkan kata-kata ini dengan rasa terharu, dan menu-
tup uraiannya dengan firman Allah : "Bukankah wali-wali Allah itu
tidak merasa takut dan tidak pula merasa cemas dan ngeri?"
Di tempat yang lain kita sudah menceriterakan dan menyinggung
kedudukan wali-wali dan orang yang salih ini, mereka yaitu ikut-
an ummat manusia, seolah-olah yaitu suluh yang memberi pene-
rangan dalam dunia yang penuh kekacauan dan suasana gelap-gulita
kepada mereka yang ingin menjadi ummat Muhammad yang baik. Se
karang kita ingin menceriterakan serba sedikit, bagaimana kehidupan
mereka nanti di akhirat, sebagaimana yang kita petik dari kitab "Futu-
hat Rabbaniyah", karangan Al-Athwabi, demikian.
Wahab bin Munabbih menceriterakan keadaan ummat Muham
mad yang salih itu di hari kiamat, yang sampai mengherankan Nabi-
Nabi lain. Tatkala Nabi Musa membaca kelebihan ummat Muhammad,
sebagai yang tertulis pada Luh Mahfuz, ia berkata kepada Allah :
"Wahai , Allah ku! Siapakah ummat-ummat yang berbahagia ini, yang
namanya tercantum dengan megah pada Luh i tu?" Allah menjawab,
"bahwa itulah ummat Muhammad, yang rela dengan pemberian-Ku
yang sederhana dan A k u pun rela dengan amal mereka itu yang seder
hana. Mereka dimasukkan ke dalam sorga hanya dengan ucapan penga-
kuan : Tidak ada Allah melainkan A l l a h . "
Kemudian berkata lagi Musa : " A k u baca lagi, ada ummat yang
112
berkumpul pada hari kiamat itu dengan mukanya yang berseri-seri lak
sana bulan purnama. O, Allah ku! Jadikanlah ummatku seperti i tu" .
Maka firman Allah "itulah ummat Muhammad, yang dikumpulkan
di padang Mahsyar, datang sekonyong-konyong berjalan kak i " . Maka
berkata lagi Musa : "Wahai , Allah ku : A k u melihat segolongan um
mat tertulis pada Luh , yang membawa bekalan dan bersandangkan pe-
dang pada pinggangnya, yaitu teman-teman dari kepala-kepala
rumah-rumah ibadat, berseru-seru dan bertempik-sorak hendak mem-
bunuh Dajjal. Siapakah i tu?" Maka firman Allah : "Itulah ummat
Muhammad". Kemudian berkata pula Musa : " Y a , Allah ku : A k u
membaca pada Luh ada segolongan ummat yang sembahyang saban
hari lima waktu dibukakan kepadanya pintu-pintu langit, dan turun
mendampinginya malaikat-malaikat-Mu?" Firman Allah : "Itulah
ummat Ahmad" .
Musa makin bertambah heran membaca pada Luh ada segolongan
ummat, yang setiap potong tanah yaitu mesjid dan alat bersuci,
yang baginya diperkenankan menerima harta rampasan dalam pepe-
rangan suci. Tatkala ia bertanya, siapakah ummat itu, maka Allah ,
menjawab : "Itulah ummat Ahmad" . Begitu juga tatkala Musa Heran
dan membaca pada Luh, ada ummat yang saban bulan Ramadhan de
ngan tha'at puasa untuk Allah , dan oleh itu diampuni dosanya, berta
nya kepada Allah , siapa Ummat itu, Allah SWT lalu menjawab,-bah
wa ummat yang ikhlas itu tidak lain dari ummat Ahmad.
Pada akhirnya Musa berkata : " Y a , Allah ku : A k u heran memba
ca pada Luh ada ummat tertulis, dengan tha'at naik haji ke Baitul Ha
ram, tidak sebab kehendak sendiri namun menuruti perintah-Mu, mere
ka menangis untuk-Mu sejadi-jadinya, dan hiruk-pikuklah suaranya
memohonkan rahmat-Mu. Siapakah ummat i tu?" Maka firman Tu
han : "Itulah ummat Muhammad".
Diceriterakan, bahwa dalam sorga ada penghiburan mata yang di
namakan Qubbah, diperbuat dari kesturi, anbar, kafur dan za'faran,
tanahnya diaduk dari ma'ul hayawan. Kemudian berkata Allah : "Ja-
dilah engkau!" Maka menjadilah dia suatu hiburan yang indah, tempat
berkumpul asyik dan ma'syuk menikmatinya. Di tempat pancuran air,
yang menjadikan aliran sungai yang bening, berombak beriak sepantun
mutiara disinari cahaya keemasan cuaca matahari pagi, tertulis terukir
113
dengan tinta emas : "Barang siapa yang ingin kepadaku ini , hendaklah
ia beramal dan tha'at kepada Allah ku".
Memang aulia memiliki kedudukan istimewa di hari kemudian.
Nabi menerangkan : "Pada hari kiamat, sesudah selesai memasukkan
•rang yang baik ke dalam sorga, dan orang jahat ke dalam neraka, Tu
han memerintahkan Jibrail untuk mempersilakan aulia Allah itu meng
ambil tempat duduk, di singgasana kebenaran dan hak. Kemudian se
sudah beberapa waktu dipanggillah ahli sorga dan wali-wali itu dalam
istananya. Maka berkatalah Allah kepadanya : "Apakah yang kamu
ingini dibandingkan -Ku?" Maka wali-wali itu menjawab : " K a m i ingin me
lihat janji-Mu dipenuhi o Allah , kami ingin melihat wajah-Mu dan
menikmati lemah-lembut kata-kata-Mu. Engkau telah menjanjikan
yang demikian itu kepada kami semua". Maka diserukan kepada wali-
wali dan kekasih Allah itu : "Nah , inilah aku Allah seru sekalian pen-
cipta dan pengasuh!" Maka tatkala wali-wali dan habib-habib itu meli
hat kepada wajah yang mulia itu, kharru sujjadan, rebah sujudlah me
reka itu semuanya. Maka dikatakan kepadanya : "Angkatlah kepalamu
sejenak dan pandanglah dengan pandangan yang mesra kepada kecinta-
anmu! Tak usah bermalu-malu dan ragu-ragu! Kamu semua kecintaan-
K u , inilah sorga-Ku!"
Maka dalam pertemuan yang berbahagia itu dicurahkanlah intan
permata, ditaburkanlah jauhar manikam. Hidangan dan nikmat yang
serba lezat diangkat dan diusung oranglah ke depan orang-orang istime
wa itu, belum dilihat sudah kenyang, belum diteguk sudah puas rasa
seleranya. Harum-haruman semerbak di kanan-kiri, suara yang indah
terdengar, bunyi yang merdu mendengung laksana buluh perindu.
Konon wali-wali itu pun santaplah dengan nikmatnya, sambil me
mandang dengan asyiknya kepada wajah Allah yang dijanjikan kepa
da mereka. Pengarang kitab "Futuhat Rabbaniyah" tsb. menambah
ceriteranya, bahwa ada seorang di antara wali-wali yang banyak itu,
yaitu A l i bin A b i A b i Thalib, berdiri dan menagih : "Junjungan Kami !
Allah ku! Engkau menjanjikan kami dalam kitab-Mu, bahwa pada hari
ini Engkau akan menghidangkan kami minuman!" Maka berfirmanlah
Allah : "Benar apa yang dikatakan wali-waliku itu! Minumlah seenak-
enaknya dan sepuas-puasnya!" Dengan tidak diketahui pula minuman
itu pun melayanglah ke mulut wali-wali, diiringi dengan firman : " W a -
114
hai, kecintaan-kecintaanku! Sekarang apa pula yang ingin engkau min-
ta?" Mereka menjawab : " K a m i ingin mendengar suara Dawud". Lalu
Allah memerintahkan Dawud membacakan kalamnya kepada aulia
itu. Maka Dawud pun membacalah : "Dengan nama Allah , Allah
yang pengasih lagi penyayang. Bahwasanya orang-orang yang mutta-
qin itu ditempatkan pada maqam yang sejahtera, dalam sorga-sorga
dengan mata air memancur, memakai pakaian tenunan sutera, yang
halus dan indah sulamannya, duduk berhadapan antara satu sama lain
bercengkerama, dikawinkan Allah dengan bidadari, yang matanya
bercahaya laksana bintang timur. Bersenang-senang santap-menyantap
buah-buahan dengan hati yang tenang, tidaklah mereka merasa mati,
mati pertama sudah lalu, tidaklah mereka merasa Azab, azab diharam-
kan kepadanya, itulah balasan dari Allah , itulah ganjaran pencipta-
nya, ganjaran yang tidak terpermanai, kemenangan yang tak ada ban-
ding taranya" (Qur'an X L I V : 51 — 57).
Pada hari yang sangat gembira itu tabuh-tabuhan dibunyikan, pu-
jian dan sanjungan diucapkan terhadap wali-wali itu. Ada yang mence
riterakan, mereka berterbanganlah ke sana-sini sejauh dua ratus tahun.
Kemudian Allah berkata pula : "Apakah kamu mengingini pula sepa-
tah kalam-Ku?" Dan tatkala mereka memoenarkan maka berdatang
firmanlah Allah yang maha agung : " A k u raiman, A k u rahim, Akulah
Allah yang pengasih, yang mengajarkan Qur an dan menjadikan manu
sia, mengajarkan ucapan kata yang indah, dsb." (Qur'an, Surat Ar -
Rahman). Maka kemudian wali-wali itu pun puaslah sepuas-puasnya,
lenyap-senyaplah seribu tahun lamanya dalam alam malakut.
Kemudian ceritera menggambarkan, bahwa serendah-rendahnya
derajat sorga setinggi sepuluh kali dunia, bahwa wali-wali itu memakai
pakaian yang tujuh puluh macam warnanya, yang tidak dapat disebut
keindahannya, bahwa pohon Thuba dalam sorga itu asalnya dari ru-
mah Nabi, yang tiap cabangnya memasuki tingkat-tingkatan sorga,
menjadi naungan untuk musyafir bertahun-tahun, dan buah-buahannya
yang panca rasa lezatnya itu menjadi makanan wali-wali. Diceriterakan
maka wali-wali itu beroleh kebahagiaan yang demikian besarnya ialah
sebab mereka di dunia tidak putus-putusnya berselawat kepada Nabi ,
inilah amalan terpokok, sedang amalan yang lain seperti tasbih dan tah-
mid dsb. dikerjakan dengan tak ada hingg.inya.
115
Demik ian l ah beberapa contoh gambaran yang d iber ikan kepada
wal i -wal i dan golongannya oleh orang Suf i da lam ki tab-ki tabnya, se
hingga tiap m u r i d , tiap pendengar, tiap penganut tarekat, bahkan tiap
mus l im yang ber iman, meneteskan air l iur keinginan pada wak tu men-
dengarnya. W a l i - w a l i i tu yaitu orang-orang yang akan menerus-
kan hidup suci dar i N a b i , orang-orang yang mujahadah, orang-orang
yang menjaga waktu-waktu ibadat, yang rebut-merebut mengerjakan
tha'at, yang t idak ingin lagi merasakankelezatan lahi r , kenikmatan panca
indera, mengikut i jejak N a b i , mencontoh perbuatan M u h a j i r i n dan A n -
shar, lari ke gunung dan ke gua untuk beribadat, melat ih hati dan ma-
tanya untuk melihat T u h a n , merekalah yang berhak d inamakan A t q i -
y a ' , A k h f i y a ' , G h u r a b a ' , N u j a b a ' , d l l . nama-nama sanjungan yang in
dah yang dipersembahkan kepada mereka.
N a b i berpesan, bahwa T u h a n mencintai A t q i y a ' dan A k h f i y a ' , T u
han mencintai G h u r a b ' , yaitu mereka yang ke sana-ke mari menyela-
matkan agamanya, yang nanti akan d ibangki tkan pada hari kiamat ber
sama-sama Isa bin M a r y a m , T u h a n mencintai hamba-Nya yang mem-
bersihkan d i r inya , yang meiepaskan d i r inya dar ipada kesibukan anak
b in i , ceritera-ceritera yang indah yang pernah d isampaikan oleh A b u
Waqqash , A b d u l l a h b in U m a r , A b d u l l a h bin M a s ' u d , A b u U m a m a h ,
d l l . yang menjadi pembicaraan dalam kitab "Hilliyatul Aulia", sebagai
kitab besar yang menyimpan keindahan dan kemegahan wal i -wal i i tu .
Dicer i terakan lebih lanjut da lam ki tab-ki tab Suf i , bahwa wal i -wal i
i tu yaitu qutub-qutub atau khal i fah-khal i fah N a b i yang tidak ada
putus-putusnya ada d i atas permukaan bumi i n i . M e r e k a mening
kat kepada kedudukannya yang mul i a i tu sesudah mengetahui hakikat
syari 'at , sesudah memahami rahasia kodrat T u h a n , sesudah tidak ma
kan mela inkan apa yang diusahakan dengan tenaganya sendiri , sesudah
tubuh dan j iwanya suci , t idak memerlukan lagi hidup dun iawi namun
semata-mata menunjukkan perjalanannya menemui wajah T u h a n .
Qutub-qutub itu d idampingi oleh amaman, yang seorang d i sebelah
kanannya dan seorang mendampingi d i sebelah k i r inya , sampai qutub
itu wafat dan barulah mereka itu dipanggil kemba l i .
Dicer i terakan juga bahwa T u h a n menciptakan empat orang wa l i
besar, yang d inamakan Autad, yang menjaga keselamatan dun ia i n i , se
muanya ada empat orang, seorang d i T i m u r , seorang di Barat, seorang
116
di Syam, dan seorang di Yaman, masing-masing bertanggung jawab ter
hadap seperempat dunia. Apabila seorang dari mereka wafat, diganti-
kan dengan tujuh wakil dengan tujuh daerah sebagai tanggung jawab
nya, apabila yang seorang itu mati lalu digantikan dengan empat puluh
laki-laki, j ika seorang laki-laki ini mati digantikan dengan tujuh puluh
orang, yang dinamakan nujaba', begitu juga apabila salah seorang dari
pada mereka mati, digantikan dengan tiga ratus orang penggantinya,
yang dinamakan nuqaba', dan apabila seorang dari mereka ini wafat
pula maka digantikan dengan lima ratus orang pilihan, yang dinama
kan asaib, yang pada akhirnya berpecah atas orang-orang yang dinama
kan mufarridun, yang berkeliaran di atas muka bumi sebagai orang
biasa. Sebagai pemimpin umum dari segala golongan itu ialah Nabi
Khaidir, dan sebagai wali yang terakhir ialah Imam Mahdi . Demikian
lah diringkaskan dari ceritera Abdullah ibn Mas'ud.
Abu Nu'ain menceriterakan bahwa orang-orang yang terpilih pada
tiap-tiap abad berjumlah sebanyak lima ratus orang.
Mengenai kehidupan wali-wali itu sesudah mati, diceriterakan bah
wa kehidupan mereka itu bersipat berzakhiyah, mereka mengetahui,
mereka berfikir, mereka mendengar, mereka melihat, mereka mengeta
hui siapa yang datang berziarah kepadanya dan memberi salam serta
menjawab salam itu, sekalian itu yaitu dengan kodrat Allah yang
maha kuasa. Tiap-tiap hamba Allah di dunia yang berbuat baik, meng-
girangkan kepadanya dan mereka berdo'a agar kebajikan itu ditambah-
tambah. Sebaliknya mereka juga mengetahui tiap orang yang berbuat
jahat, dan untuk mereka dido'akan agar kembali kepada tha'at. Mere
ka mengetahui segala hal ihwal orang yang hidup itu, sebagaimana Na
bi juga pernah mengatakan, bahwa seseorang mayat yang sudah diku-
burkan mendengar bunyi terumpah orang-orang yang pulang dari me-
ngantarkannya ke kubur.
Keyakinan-keyakinan Sufi ini di atas kita bertemu kembali
dalam beberapa riwayat, meskipun tidak seluruhnya sama seperti yang
diyakini itu. Dalam kitab "Hil l iyatul A u l i a " saya baca sebuah Hadis
yang berasal dari Ibn Umar, yang mengatakan bahwa Rasulullah per
nah menerangkan : "Pada tiap-tiap abad ada ummatku yang terpilih
sejumlah lima ratus orang, dan penggantinya empat puluh orang. Jum-
lah lima ratus orang ini dan empat puluh orang itu tidak pernah ku-
117
rang. Tiap-tiap mati seorang digantikan Allah dengan seorang yang
lain menempati kedudukannya dalam jumlah lima ratus orang itu, dan
memasukkan kepada jumlah empat puluh". Tatkala sahabat minta di-
tunjukkan, apa-apa amal mereka itu Nabi berkata : "Mereka suka me-
ma'afkan orang yang berbuat zalim kepadanya, dan mereka suka me-
nolong orang lain dengan harta yang dikurniai Allah kepadanya". As-
wad menceriterakan dari Abdullah, bahwa Nabi berkata : " D i antara
makhluk Allah ada tiga ratus manusia yang hatinya sama dengan hati
Adam, empat puluh hati manusia yang sama dengan hati Musa, tujuh
hati manusia yang sama dengan hati Ibrahim, lima hati manusia yang
sama dengan hati Jibrail, tiga hati manusia yang sama dengan hati M i -
kail, dan satu hati manusia yang sama dengan hati Israfil. Apabila ada
seorang yang mati, Allah segera memberikan badal untuk menduduki
tempatnya, dari tiga manusia, dari lima, dari tujuh, dari empat puluh,
dan jika mati dari empat puluh diganti dengan tiga ratus orang pilihan,
apabila mati dari tiga ratus diberi badal manusia biasa. Di antara mere
ka itulah ada orang yang menghidupkan dan mematikan, menghu-
jankan dan menumbuhkan, dan rnenolak bala". Tatkala orang berta
nya kepada Ibn Mas'ud, bagaimana orang itu menghidupkan dan me
matikan, sahabat ini menjawab : "Mereka itu meminta kepada Allah
untuk memperbanyak manusia, maka diperbanyaklah manusia itu, me
reka itu meminta kehancuran untuk orang-orang yang suka memperko-
sa, maka hancurlah orang ini, mereka itu meminta dituruni hujan, ma
ka turunlah hujan itu, mereka itu meminta agar bumi itu ditumbuhi
tanam-tanaman, maka diperkenankanlah permintaannya. Mereka itu
berdo'a, dan dengan do'anya itu terhindarlah bala dan malapetaka."
Huzaifah bin Yaman menerangkan Rasulullah pernah berkata kepada
nya : "Wahai , Huzaifah! Dalam tiap-tiap golongan ummatku ada
serombongan yang berbaju buruk dan berdebu. Mereka ini menghen
daki daku, mereka ini mengikuti daku, mereka ini menyiarkan isi kitab
Al lah , mereka ini dari daku, dan aku sebahagian dibandingkan nya, meski
pun mereka tidak melihat lagi akan daku".
Tatkala Nabi Isa menerangkan, bahwa wali-wali Allah itu tidak
pernah mengenai takut dan gentar, sahabat-sahabatnya, bertanya, si
apakah mereka itu, Isa menjawab : "Mereka itu ialah orang yang meli
hat kepada dunia bathin, tatkala orang lain melihat kepada dunia lahir,
118
mereka itu melihat kepada akhirnya dunia, sementara orang lain meli
hat kepada keabadian dunia itu, mereka menghindarkan apa yang
mengganggu perjalanannya, mereka meninggalkan pekerjaan, yang pada
persangkaannya kelak akan ditinggalkannya, mereka itu sering bersunyi
diri, sering menyesali yang salah, tidak memikirkan dunia, tidak memi-
kirkan kerusakan rumah tangga, mati dalam hatinya, dihindarkannya
segala kesenangan, dihidupkannya ingatan akan mati, mencintai Allah
dengan sebenar-benarnya, mencintai zikirnya, bersuluh kepada nurnya
dan bercahaya kepada cuacanya. Mereka beroleh berita-berita yang
aneh, ilmu mereka yaitu ilmu kitab-kitab suci, amal mereka yaitu
amal-amal yang dianjurkan oleh kitab-kitab suci, mereka tidak takut
dan gentar".
119
VI
URUSAN SUL UK DALAM THAREKA T
l . M A C A M - M A C A M SULUK.
Perkataan suluk sebenarnya hampir sama dengan tarekat, kedua-
duanya berarti cara atau jalan, dalam istilah sufi cara atau jalan men
dekati Allah dan beroleh ma'rifat. namun pengertian suluk itu lama
lama ditujukan kepada semacam latihan, yang dilakukan dalam jangka
waktu tertentu untuk memperoleh sesuatu keadaan mengenai ihwal dan
maqam dari orang yang melakukan tarekat itu, yang dinamakan salik.
Kita ketahui bahwa tarekat itu tujuannya ialah mempelajari kesalahan-
kesalahan pribadi, baik dalam melakukan amal ibadat, atau dalam
mempergauli manusia dalam masyarakatnya, dan memperbaikinya. Pe
kerjaan ini dilakukan oleh seorang syeikh atau mursyid, yang pengeta-
huannya dan pengalamannya jauh lebih tinggi dibandingkan murid yang
akan diasuhnya dan dibawa kepada perbaikan-perbaikan, yang dapat
menyempurnakan ke-Islamannya dan memberikan dia kebahagiaan da
lam menempuh jalan kepada Allah itu. Oleh sebab kesalahan murid
itu berlain-lainan dan kekurang-kekurangannya itu tidak sama, maka
perbaikan-perbaikan yang diciptakan oleh ahli tarekat itu pun berma-
cam-macam adanya. Maka meskipun tujuannya semuanya satu, suluk
atau jalan untuk mencapai tujuan itu berlain-lainan, melihat kepada
kebuAllah perbaikan yang akan dicapai oleh yang berkepentingan itu.
Maka kita lihat dalam suluk ada orang yang memilih jalan ibadah,
sibuk dengan air wudhu' dan sembahyang, sibuk dengan mengamalkan
zikir dan segala sunat-sunat yang lain, begitu juga sibuk dengan menja
ga dan melakukan wirid-wirid, yang diperintahkan kepadanya oleh gu-
121
runya, dipelajari bacaan-bacaannya dengan baik dan diamalkannya.
Jalan yang ditempuh dalam suluk semacam ini mengenai perbaikan sya-
riat, yang sebenarnya yaitu kehidupan orang Islam sehari-hari
berbeda dalam mempelajari dan banyak melakukannya, sehingga se
mua ibadat-ibadat itu menjadi lebih sempurna. Meskipun demikian me-
- nurut anggapan orang sufi, pertunjuk yang diperoleh dalam amal yang
demikian itu tidak sama, ada yang lekas mencapainya, ada yang sampai
bertahun-tahun perbuatannya dan ihwalnya dalam beribadat itu belum
berubah, yang berkepentingan belum dapat menangkap hikmah-hikmah
dan kegemaran dalam ibadat lahir itu.
Jalan suluk yang lain mengenai riadhah, latihan diri secara berta-
pa, mengurangi makan, mengurangi minum, mengurangi tidur, mengu
rangi berkata-kata sebab barangkali mursyid dibandingkan tarekat itu
menganggap penting riadhah-riadhah itu dilakukan oleh murid-murid
nya, sebab ia sudah melihat kekurangan-kekurangan muridnya itu da
lam perkara-perkara tersebut. Seorang yang siang malam hanya memi-
kirkan makan minum saja, pribadinya tidak akan dapat meningkat le
bih tinggi dibandingkan kebanyakan makhluk Allah , dan otaknya tidak
terang serta hatinya tidak terbuka untuk mengenai dirinya sebagai
makhluk yang diciptakan lebih tinggi dan lebih mulia dibandingkan yang
lain-lain itu. Demikianlah seorang yang kegemarannya hanya membual
dan mengoceh, melakukan upatan dan celaan di sana-sini, mengadu
domba antara satu sama lain dengan perkataannya, pasti orang itu ti
dak akan berbahagia hidupnya di tengah-tengah masyarakat manusia.
Jika kekurangan ini tidak dapat diperbaikinya sendiri dengan meng-
ubah tingkah-lakunya, mursyidnya barang tentu memerintahkan dia
melakukan suluk semacam ini , di antara lain mengurangi kata-kata
yang tidak perlu dan berdiam diri, samat, dalam latihannya, untuk
jangka waktu yang telah ditentukan baginya. Dalam suluk semacam ini
ia harus berdaya upaya menahani nafsu dan syahwatnya dibandingkan me
ngerjakan segala kekurangan-kekurangan mengenai tingkah-lakunya.
Suluk ini pun sangat utama dan sebenarnya yaitu pelajaran akhlak,
yang diperintahkan di dalam Islam, berulang-ulang dibayangkan Allah
dalam firman-Nya, dianjurkan oleh Nabi kita Muhammad saw dalam
hadis-hadisnya. Memang orang mudah mengatakan dan mengucapkan
semua ajaran itu, namun tidak gampang meresapkan ke dalam dirinya
sehingga menjadi kebiasaan dan yaitu kepribadian hidup sehari-
122
hari. Suluk sifat-sifat itu dijadikan perbuatan dan amalan sehari-hari
bagi yang berkepentingan.
Banyak juga orang memilih suluk yang mengenai latihan penderi-
taan, misalnya masuk sendiri-sendiri ke dalam hutan, bukit dan gu-
nung, atau berjalan ke negeri-negeri yang jauh, yang belum diketahui
keadaannya. Sepintas lalu orang yang tidak mengetahui ilmu tasawwuf
dan tarekat, menganggap pekerjaan ini suatu pekerjaan anak-anak yang
tidak berfaedah. namun j ika kita pikirkan, bahwa berapa banyak manu
sia yang terikat kepada keluarganya dan tanah airnya demikian rupa,
sehingga ia melupakan kepentingan-kepentingan yang lain yang tidak
langsung menguntungkan dirinya sendiri dan keluarganya, dan sehing
ga terjadilah cinta buta, baik kepada keluarganya atau kepada tanah
airnya, asabiyah yang sangat berbahaya untuk perdamaian manusia
dalam pergaulan antara satu sama lain, maka kita ketahuilah bahwa
orang-orang sufi mengerjakan suluk semacam ini sangat penting artinya
untuk membentuk pribadi pencinta-pencinta yang ta'asub itu. Apakah
ta'asub itu sebenarnya? A l i bin A b i Thalib menerangkan, bahwa ta'
asub itu artinya mencintai sesuatu keluarga atau sesuatu bangsa sendiri,
sehingga tidak melihat lagi apakah perbuatan keluarga atau bangsa itu
adil atau tidak adil terhadap kepada keluarga dan bangsa lain. Mencin
tai keluarga sendiri dianjurkan dalam Islam, sebagaimana dianjurkan
juga mencintai bangsa dan tanah air, namun bersifat ta'asub atau cinta
membabi buta, yang dapat memikat fitnah dan pertentangan dibandingkan
keluarga atau bangsa lain, tidak diperbolehkan dalam ajaran Islam.
Salah satu dibandingkan usaha orang sufi untuk menormalisir kepriba-
dian ini ialah menyuruh melakukan siahah, safar, tagharub dalam da-
erah-daerah lain yang belum dikenalnya.
Kadang-kadang gurunya melihat bahwa muridnya itu tidak kenal
berbuat baik kepada sesama manusia, kikir dalam amal bantu-mem-
bantu dan tolong-menolong, selalu bangga kepada dirinya, kepada ke-
turunan dan kepada kedudukannya, merasa lebih tinggi dibandingkan yang
lain, tidak ringan kaki dan tangan dalam pergaulan sehari-hari, pendek-
nya tidak ada kegembiraan dalam berbuat baik dengan orang lain. Da
lam hal yang demikian guru menunjukkan jalan baginya untuk memi
lih semacam suluk yang dinamakan thariqul khidmah wa bazlul jah,
di mana ia diberikan pendidikan agar ia sedikit demi sedikit beroleh
123
kegemaran dalam berbuat khidmat dan kebajikan terhadap manusia,
begitu juga menghilangkan atau menyembunyikan kemegahan-keme-
gahan dan kebanggaan-kebanggaan keturunan dan kedudukannya, de
ngan demikian terjadilah hubungan yang akrab antara murid ini dengan
masyarakat pergaulan. Orang Hindu sangat mementingkan suluk sema
cam ini. Dalam perjalanan saya ke Siam di Bangkok saya menemui la-
tihan-latihan seperti ini . Mereka memiliki kuil-kuil suci, di mana
berpuluh-puluh orang Budha dilatih dalam waktu yang tertentu untuk
merendahkan dirinya dan melayani orang lain. Mereka tidak diperke-
nankan memasak sendiri, namun diperintahkan hidup meminta-minta,
dan hasil pengemisannya itulah yang dimakannya sehari-hari. Saya ber
tanya, apakah orang-orang yang dilatih itu orang biasa saja. Salah se
orang gurunya menjawab, bahwa di antara mereka ada orang-
orang besar dan priyayi, yang ingin dilatih kepribadiannya, agar ia da
pat hidup berbahagia, di tengah-tengah orang banyak dan agar hilang
kesombongannya, yang dibawanya dari keturunan dan kedudukannya.
Terlepas dibandingkan pertanyaan, apakah suluk semacam ini diambil
dibandingkan agama Hindu, saya tidak bicarakan di sini. namun dalam ma
sa Rasulullah pun ada ajaran-ajaran ini diajarkan kepada sahabat-
sahabatnya dan dilatih mereka berbuat khidmat kepada teman-teman-
nya seagama dan sesama manusia. Dalam pikiran kita masih terbayang,
bagaimana Huzaifah Al-Adawiyah mengedarkan segelas air dalam pe-
perangan Tabuk, kepada tiga orang teman seperjuangan yang sedang
menderita luka, namun dalam keadaan yang berbahaya itu, Hisyam bin
A s i , masih menyuruh antarkan air yang diantarkan kepada orang lain,
sehingga ia sendiri mati kehausan. Ceritera ini bersama dengan ceritera-
ceritera yang lain saya ketengahkan pada salah satu kesempatan yang
lain.
Kita akui, bahwa banyak di antara manusia yang pengecut, teruta
ma dalam peperangan dengan suasana yang huru-hara, banyak yang
lari dibandingkan tugasnya, tidak tahan menderita, tidak tahan lapar dan
dahaga. Peperangan ini belum hilang hukumnya dalam Islam, kadang-
kadang diperlukan untuk mempertahankan agama, mempertahankan
nusa dan bangsa, dan melenyapkan permusuhan dan kezaliman, seperti
yang terjadi dalam masa Jengis dan Hulagu Khan menyerbu dan meng-
hancurkan Bagdad. Gurü-guru tarekat melatih orang-orang pengecut
124
itu menjadi pahlawan-pahlawan yang berani, membuat murid-murid-
tidak ada yang ditakutinya kecuali Allah dan perintah Ul i l Amrinya.
Maka terjadilah suluk yang dinamakan Tariqul Mujahaidat Wa Ruku-
bil Ahwal (Sirus Salikin, III : 58).
Dengan demikian banyaklah macam suluk-suluk itu menurut ke-
perluannya dan tujuannya, dengan maksud akan membawa muridnya
kepada sesuatu tingkat, yang dalam bahasa Sufi disebut Maqam, yang
tertentu. Ada suluk yang tujuannya ialah akan memperkuat keyakinan
terhadap Allah , ada suluk yang bertujuan menghilangkan segala sifat-
sifat yang buruk pada seseorang, menanamkan sifat-sifat yang baik,
sehingga ia menjadi manusia yang sempurna, ada suluk yang khusus
ditujukan untuk memperbaiki akhlak menumbuhkan sifat-sifat yang
terpuji atau mahmudah, yang biasa disebut dalam ilmu tarekat dengan
istilah takhalli, tahalli dan tajalli, yang semuanya di sana-sini dalam
risalah kecil ini saya singgung menurut halamannya yang terbatas.
2. PEKERJAAN D A L A M SULUK.
Dalam masa-masa pertama perkembangan tarekat, guru-guru atau
Syeikh tarekat hanya memiliki madrasah, sebagaimana yang terjadi
dengan Syeikh Abdul Qadir Jailani, pencipta tarekat Qadiriyah di Bag
dad.
Dalam madrasah itu diajarkanlah pengajaran-pengajaran yang di-
perlukannya untuk diketahui dan diamalkan oleh murid-murid itu. Ru-
panya pengalaman menunjukkan, bahwa hasilnya kurang memuaskan,
lalu ia memperluas pengajarannya itu dengan mengadakan ribath, suatu
ikatan yang kokoh antara guru dan murid. Ini pun menurut pandang-
annya masih dapat disempurnakan, lalu didirikanlah suatu tempat khu
sus untuk mendidik murid-muridnya itu dalam segala hal yang diperlu-
kannya. Tempat ini dinamakan Zawiyah, semacam asrama yang terle-
tak dekat mesjid atau sewaktu-waktu dapat menggantikan mesjid, di
mana segala macam pendidikan tarekat itu dilaksanakan, mulai dari
ibadat biasa, yang wajib dan yang sunat, sampai kepada latihan ber
zikir dan berdo'a, latihan bergaul bahkan tempat berkhalwat atau ber-
sepi diri. Guru-guru tarekat yang tidak memiliki Zawiyah tertentu,
125
menggunakan sebahagian dar i rumahnya untuk keperluan i tu , j i k a guru
menghendaki seorang mur id harus siang ma lam berhubungan dengan
gurunya, terutama pada saat-saat yang terpenting, sebab gurunya ha-
rus memperhat ikan tidak saja kelakuannya yang lahir namun juga me-
ngetahui gerak-geri j iwanya dan perobahan bathinnya.
Dar ipada segala pekerjaan yang banyak i tu , yang pal ing penting
bagi mur id yang menjalani suluk ialah sebagai yang d ika takan Imam
A l - G h a z a l i , yaitu meninggalkan segala kekayaan dan kesenangan du-
n ia , membula tkan niat dan tekad untuk memi l ih ja lan akhirat yang
akan menyampaikannya kepada T u h a n . Ia melihat iman dengan mata-
hat inya lebih berharga dari segala-galanya, seakan-akan ia memi l ih se-
butir m a n i k a m di antara permata batu dan permata kaca yang tidak
berharga baginya. J i k a masih ada kegemaran dalam hat inya memil ih
permata yang la in dar ipada m a n i k a m i tu , memi l ih keduniaan dan meni-
la ikannya yang lebih tinggi dar i iman , maka ia belum layak menjalani
ja lan akhirat i tu . D e m i k i a n k i ra -k i ra ucapan Imam A l - G h a z a l i .
A h l i - a h l i tarekat menamakan orang-orang yang memi l ih ja lan
akhirat i n i , menempuh ja lan sufi salikin atau muqarrabin, da lam ting-
kat yang lebih tinggi d inamakan muttaqin.
A k a n mencapai tingkat muqarrabin dan mut taqin i n i , ahl i tarekat
berpendapat harus melatih di r i dan mempelajari i l m u pengetahuan aga-
ma yang d i ja lankan di bawah pengawasan seorang guru yang ah l i , yang
mereka namakan Syeikh Tarekat atau Mursyid. A d a beberapa perkara
yang harus di laksanakan dalam menjalani suluk i tu .
Pertama me lakukan taubat di depan M u r s y i d bersama-sama de
ngan menyerahkan d i r i kepadanya untuk menyempurnakan segala
amalan dalam su luknya . Pekerjaan ini acapkal i d inamakan tahkim,
yang d i l akukan sebagai suatu upacara, yang kadang-kadang dihadi r i
oleh beberapa orang la in .
A d a macam-macam lafad t ahk im itu da lam bahasa A r a b , namun
umumnya berisi ucapan bismillah, syahadat tauhid dan syahadat Rasul,
ayat-ayat Q u r ' a n yang berisi wasiat agar takut kepada T u h a n , pengaku-
an berbai 'at , pengakuan rela ber-Allah kepada A l l a h , beragama de
ngan Islam, bernabi dengan M u h a m m a d , dan kadang-kadang dijelas-
kan pula , agar mengaku juga ber-Syeikh yang menjadi M u r s y i d n y a i tu .
J i k a ucapan ini sudah di turut i dengan lancar, maka Sye ikh meiepaskan
126
tangan bakal muridnya itu dan berkata kepada hadirin : "Bacalah un-
tuknya fatihah '. Kemudian Syeikh membaca do'a selamat. Jika se
orang Mursyid teliti maka ia mengambil juga janji atau akad murid ba
ru terhadap teman-temannya, yang berjalan juga dengan upacara pem-
bacaan fatihah dan beberapa ayat Qur'an yang berisi anjuran memper-
teguhkan sahabat di antara sesama orang yang beriman, berwasiat de
ngan hak dan dengan sabar, membaca surat wal asri, yang semua ucap
an itu diterima dengan pengakuan mengabulkannya.
Maka murid yang baru itu bertaubat di depan gurunya dibandingkan
segala perbuatan maksiat yang batin dan yang lahir, mengaku akan me
ninggalkan segala kesenangan dunia dan kemegahannya, dan akan
mempergunakan dari harta bendanya sekedar perlu untuk belanjanya
dan keluarganya. Dalam bertaubat itu ia membenarkan akan ajaran
tasawwuf yang menyuruh mempelajari ilmu-ilmu itu, baik yang sesuai
dengan akal atau yang berdasar dengan naqal, sesuai dengan wasiat Ju-
naid Al-Bagdadi, yang menerangkan bahwa orang-orang yang membe
narkan ilmu tasawwuf kami itu yaitu wali-wali Allah yang kecil.
Kedua di antara pekerjaan yang penting ialah yang mereka nama-
kan berbekal taqwa, yaitu takut kepada Allah sebenar-benar takut. A h
li tarekat menganggap taqwa ini perbekalan suluk yang terpenting, se
suai dengan perintah Allah dalam Qur'an "Berkemas-kemaslah kamu
dengan menyediakan perbekalan, dan perbekalan yang baik yaitu taq
wa terhadap Allah " (Qur'an). Guru menekankan kepada arti taqwa
itu, yaitu meninggalkan segala maksiat yang lahir dan batin dan me
ngerjakan ta'at yang lahir dan yang batin.
Ketiga laksana orang pergi berperang, seorang murid harus mem
bawa senjata guna membasmi musuh-musuhnya. Senjata itu ialah
zikir. Abu A l i Ad-Daqqaq menerangkan, bahwa zikir itu yaitu
pedang bagi seorang murid yang digunakannya untuk membasmi mu
suh-musuhnya, yaitu hawa nafsu dan setan, dan untuk rnenolak segala
yang dapat membinasakan dirinya. Seorang ahli tarekat yang terkenal,
Abdul Wahab Asy-Sya'rani, berpesan bahwa menyebut zikir yang terus
menerus itu dapat menghilangkan penyakit-penyakit batin, di antara
nya takabur, ujub, ria, jahat sangka, hasad, haqad, dan lain-lain sifat-
sifat yang merusakkan. Begitu juga ia mewasiatkan, agar zikir ini tidak
boleh ditinggalkan dalam suluk, sebab berzikir yang tetap dan terus-
127
menerus itu melenyapkan segala kekhawatiran hati yang ditimbulkan
oleh setan.
Keempat ibarat orang pergi berperang juga seorang murid memer-
lukan kendaraan, yang dapat menuntun dalam perjalanannya yang ja-
uh itu. Adapun kendaraan itu ialah himmah, kesungguhan hati dan 'ik-
tikad bulat akan menjalani suluk itu terus-menerus, tidak lalai, tidak
lupa, tidak segan-segan merasa letih dan capek, sampai kepada marta-
bat yang tinggi, dan percaya, bahwa seseorang yng berjihad di atas ja
lan Al lah , akan menunjukkan jalannya, yang dapat membawa dia ke
pada maqam-maqam yang mulia, maqam-maqam wali Al lah dan
Ar i f in.
Suatu pekerjaan yang penting sebagai amal suluk yang kelima ialah
memilih dan mentaati guru yang mengetahui jalan kepada Allah itu
dan membimbingnya dalam mencapai tujuan tersebut. Ia tidak saja
mengikut segala pertunjuk guru itu, namun seorang murid yang salih
menyerahkan dirinya seperti mayat kepada gurunya seakan-akan orang
yang memandikannya dan mempersucikannya dari segala najis yang
ada dalam hatinya yang yaitu segala sifat kejahatan, yang dia
sendiri tidak berdaya membersihkan dan melenyapkannya itu. Pekerja
an ini oleh ahli tarekat dianggap wajib, seperti kata Syeikh Ibrahim A d -
Dasuqi : "Memil ih seorang Syeikh dalam menjalankan tarekat itu wa
jib hukumnya bagi tiap-tiap murid, meskipun murid tarekat itu seorang
alim besar sekalipun. Syeikh Tajuddin Naksyabandi menerangkan, bah
wa seorang murid yang tidak mengambil seorang guru yang tetap, ma
ka setanlah gurunya. Guru itu selalu hadir pada waktu murid itu me
ngerjakan ibadat, mengerjakan ratib, mengerjakan zikir dan bertolong-
tolongan satu sama lain dalam segala kebajikan.
Selain dibandingkan garis besar yang disebutkan di atas barang tentu
saja seorang murid yang sedang menjalankan suluk itu tidak boleh le-
ngah dibandingkan semua kewajiban agama, baik yang fardu maupun yang
sunnat, baik yang bertali dengan ilmu tauhid dan aqaid, maupun yang
bersangkut-paut dengan ilmu fiqh. Sudah kita jelaskan, bahwa yang
memasuki tarekat itu telah sempurna terlebih dulu ilmu-ilmu syari'at-
nya, sebab di dalam keadaan tarekat ilmu-ilmu itu serta amalnya ting
gal diperhalus dan diperindah. Di samping itu murid dipimpin oleh gu
runya dalam melakukan wirid-wirid dan ratib. Ibrahim Ad-Dasuqi me-
128
ngajarkan bahwa seorang salik yang baik tidak pernah memutuskan
wiridnya, sebab dengan putus wiridnya itu putus pula pertolongan dan
berkat pada hari itu.
Di samping pekerjaan-pekerjaan yang ini di atas, j ika Mur
syid menganggap perlu, murid dipikulkan beberapa pekerjaan lain. Per
tama diperintahkan biasa menahan lapar, j u ' , mengurang makan dan
minum, katanya untuk mengurangkan darah yang ada dalam hati, tem
pat bersarang setan, dan juga gunanya untuk memutihkan hati, me-
ringankan, membuat dia lemah-lembut, membuka matanya melihat Tu
hannya. Di antara alasan yang dikemukakannya ialah ucapan Nabi Isa
yang dihadapkan kepada teman-temannya : "Kosongkan perutmu, agar
hatimu dapat melihat Allah mu!" Nabi Muhammad pernah menyuruh
isterinya Aisyah : "Sempitkan lorong lalu-lintas setan dengan menahan
lapar!"
Kedua murid dalam suluk itu diperintahkan banyak mengurangi
tidur dan berbuat ibadat malam, sebab banyak tidur itu membuat se
orang mati hatinya dan majal pikirannya. Mereka memerintahkan mu
rid-muridnya agar makan sekedarnya dan tidur sekedar hajatnya pula.
Biasanya kita lihat dengan Mursyid-Mursyid dalam memberikan kete-
rangan ini menggunakan tulisan Imam Ghazali, bahwa badal-badal
yang suci itu sedikit tidurnya, makannya hanya kalau perlu dan perka-
taannya baru dikeluarkan, apabila orang sangat memerlukannya.
Syeikh Al-Khawwas menambah keterangan itu, bahwa lebih dibandingkan
tujuh puluh Siddiqin berpendapat, bahwa tidur itu disebabkan banyak
minum dan makan, maka oleh sebab itu mengurangi tidur hendaklah
berjalan bersama-sama dengan mengurangi makan minum.
Ketiga bagi salik sangat ditekankan supaya ia berdiam diri, samat.
Samat ini bukan tidak boleh berbicara sama sekali, namun tidak berbica
ra kalau tidak perlu, apalagi berbicara hal-hal yang mengakibatkan do-
sa besar atau dosa kecil. Banyak berbicara mengenai kebajikan, misal
nya menerangkan masa'alah-masa'alah agama, memberi nasihat yang
baik dsb. dibolehkan. Ahli-ahli tarekat acapkali mengemukakan seba
gai alasan, selain dibandingkan firman dan Hadis mengenai samat ini, juga
perkataan Syeikh Musthafa Al-Bakr i : "Orang-orang yang sedang me
ngerjakan suluk baik banyak diam, tidak banyak menggunakan lidah
nya dalam omongan yang tidak perlu dan perkataan yang sia-sia, mere-
129
ka harus d iam juga dalam hatinya, tidak menyimpang dengan cita-cita-
nya ke sana-ke mar i , sebab barang siapa menjaga diam l idah dan hati
nya, niscaya terbuka baginya segala rahasia yang pel ik-pel ik, mereka
berpindah kepada suatu maqam, di mana mereka berbicara dengan T u
hannya dalam s i r " . Imam A l - G h a z a l i menguatkan keterangan ini de
ngan katanya : "Samat itu mudah d i l akukan dengan uzlah dan khal
wat, sebab kegemaran hati untuk berkata-kata i tu sangat besar, teruta
ma bagi orang-orang a l im dalam i lmu lahir , dan menyegahkannya sa
ngat sulit meskipun d iaku i ada yang berfaedah dar ipada pembicaraan
i tu . Bagaimanapun juga faedah berdiam di r i lebih besar, sebab lebih
mendekatkan kepada mengenai soal-soal yang b a i k " .
Keempat, maka dengan demikian terjadilah pekerjaan khalwat se
bagai amal suluk yang tertinggi. Kha lwat boleh diar t ikan menjauhkan
dir i dar ipada banyak bergaul dengan manusia, da lam tingkat yang pa
ling tinggi khalwat itu diker jakan pada suatu tempat yang terkurung
dan sepi. Sebagai gunanya khalwat itu di terangkan, bahwa mur id da
lam keadaan demikian lebih mudah menghilangkan kebimbangan hati
nya kepada selain A l l a h dan menujukan seluruh hatinya dan p ik i rannya
kepada hadrad A l l a h semata-mata.
Da lam i lmu tarekat diterangkan bahwa berkhalwat yang sebaik-
baiknya dalam suatu tempat yang kelam, kepala tertutup dengan ka in ,
kelopak matanya d ipe jamkan, dan seluruh anggota badannya tidak ber-
gerak.
Ka tanya , bahwa dalam keadaan demikian itu kalau ia khusuk dan
tawadhu ' melakukannya , salik itu akan mendengar seruan Allah nya
dan melihat dengan mata hat inya akan keelokan hadrad Allah nya i tu .
Demik ian ini dalam kitab "Sirus Salikin" III : 47 ( M a k k a h , 1330).
A p a pekerjaan dalam khalwat i tu ?
Khalwat hanya yaitu kesempatan yang penting tempat mela
kukan amalan suluk / a n g terpokok, yaitu z ik i r . Saya bicarakan ma-
cam-macam zik i r i tu di s in i , sebab sangat bergantung kepada ja lannya
tarekat masing-masing. namun umumnya semua tarekat menggunakan
z ik i r tahlil atau z ik i r nafi dan isbat.
Z i k i r nafi dan isbat ini yang terdiri dar ipada " L a illaha illallah"
atau "tidak ada Allah melainkan Allah" yang d inamakan juga kali-
mal thayyibah, d iaku i sebagai p i l ihan z ik i r oleh Imam A l - G h a z a l i dan
130
ulama-ulama yang Sunni yang la in , sebab ada nasnya yang kuat dari
Nabi M u h a m m a d , yang menyuruh mengucapkan kal imat i tu . Q u r ' a n
pun menunjukkan perintah berzikir dengan kalimat tauhid i tu . D i anta
ra lain N a b i pernah bersabda : "Seba ik-ba ik apa yang kuka takan dan
yang d ika takan N a b i sebelumku ialah la i l laha i l l a l l a h " . U m u m n y a ba
nyak ulama-ulama tarekat berpendapat bahwa z ik i r yang sebaik-baik-
nya yaitu z iki r yang terdiri dar ipada kal imat yang ada memiliki
pengertian seperti kal imat tauhid tersebut. Z i k i r ini juga d inamakan
kalimatul ikhlas, sebab is inya di tujukan untuk mengikhlaskan seluruh
j iwa raga ki ta kepada T u h a n . Ibn Rajab menulis sebuah buku khusus
mengenai uraian tentang hakekat ka l imatu l ikhlas i tu . Saya t inggalkan
pembicaraan yang panjang itu di s ini , sebab z iki r yang penting ini
akan saya b icarakan dalam suatu bahagian khusus.
M e s k i p u n demik ian banyak juga ulama-ulama yang berpendapat
bahwa z ik i r orang-orang yang k a m i l dan ahli hakekat ialah cukup de
ngan lafadh " A l l a h , A l l a h " atau dengan salah satu lafadh Jalalah yang
lain. Pendapat in i berasal dari Syeikh M u h y i d d i n ibn A r a b i , yang me
nganggap z ik i r " A l l a h , A l l a h " i tu yaitu z ik i r yang sebaik-baiknya da
lam khalwat . Perkataan in i berasal dari pendapat ibn At tha i l l ah A s -
Sakandar i , yang berasal pula dari Syeikh A s - A s y i b l i , sebagaimana yang
pernah d ikemukakannya dalam ki tabnya "Miftahul Fallah fi Zikril Ka-
rim al-Fattah".
3. Z A W I Y A H D A N R I B A T H .
Banyak pengarang-pengarang Barat mengatakan bahwa pendidik
an melalui Z a w i y a h i tu d iambi l oleh orang Sufi dari orang Maseh i , yang
mendidik pendeta-pendetanya dalam sebuah asrama khusus, seperti
yang ada di mana-mana dalam dunia Kr is ten , baik untuk calon-
calon pendeta wani ta atau pendeta pr ia . namun mereka lupa bahwa cara
pendidikan seperti in i sudah ada da lam masa N a b i M u h a m m a d ,
yang menyediakan sebuah ruang yang tersendiri di samping mesjidnya
di M a d i n a h , di mana tinggal dan d id id ik dalam i lmu agama sahabat-
sahabat yang mengikut inya dalam perjuangan dan pembangunan Islam,
d inamakan Suffah, dan mereka yang keluar dari perguruan dan rumah
pendidikan ini d igelarkan dengan nama Ahli Suffah, kemudian terkenal
131
sebagai sahabat-sahabat Nabi yang istimewa dan pemuka-pemuka Islam
yang berpengaruh.
Sebahagian besar dibandingkan penghuni Suffah itu terdiri dari orang-
orang miskin yang mengikut Nabi ke Madinah, pada permulaannya se-
banyak empat ratus orang, namun kemudian meningkat lipat ganda jum-
lahnya dibandingkan itu. Mereka menerima pelajaran langsung dari Nabi,
mempelajari Al-Qur 'an, berpuasa dan keluar mengikuti Nabi dalam pe
perangan. Nabi Muhammad selalu mengundang mereka makan malam
di rumahnya dan mengistimewakannya dibandingkan sahabat-sahabatnya
yang lain, acap kali juga memerintahkan sahabatnya yang berada untuk
mengajak mereka makan di rumahnya. Di antara penghuni itu ialah
Abu Hurairah, salah seorang sahabat yang terdekat kepadanya, yang
selalu menjadi penghubung antara Nabi dengan Ahl i Suffah itu. Tiap
kali Nabi menyerahkan sedekah kepada Abu Hurairah, Abu Hurairah
membagi-bagikan sedekah itu kepada teman-temannya seasrama.
Ahl i Suffah itu memiliki akhlak yang luhur, iman yang sangat
tebal, tawakkal dan ikhlas yang tidak ada bandingannya. Kehidupan
mereka itu diperingati dengan megah dalam Qur'an : "Sedekah itu bagi
orang fakir miskin yang terpenjara pada jalan Allah dan tidak kuasa
berjalan sendiri di atas muka bumi mencari penghidupannya. Menurut
dugaan orang-orang jahil mereka itu kaya-kaya, sebab tidak pernah
meminta-minta. namun engkau lihat sendiri tanda-tandanya, bahwa me
reka tidak mau mengemis kepada manusia, tidak mau meminta ber-
ulang-ulang. Apa-apa yang kamu berikan kepadanya dianggap kebajik
an, yang diketahui Allah seluruhnya" (Qur'an II : 373). Ayat ini di
tujukan memuji sifat-sifat Ahl i Suffah yang sabar menderita, yang le
bih suka hidup miskin dan salih dibandingkan hidup kaya yang sombong.
Banyak ayat-ayat Qur'an mengenai pribadi yang luhur dibandingkan peng
huni "Zawiyah" Nabi yang pertama ini tersebar di sana-sini dalam
Qur'an. Ceritera yang lebih panjang dapat dibaca dalam Hadis-Hadis
Nabi, terutama yang berasal dari pengalaman Abu Zar Al-Ghiffari dan
Abu Hurairah. Abu Hurairah menerangkan, bahwa ia pada suatu hari
dipersilakan minum susu oleh Nabi. Tatkala ia bertanya, dari mana
susu itu, orang-orang menjawab, bahwa susu itu khusus dihidangkan
orang kepada Abu Hurairah, dan Nabi menerangkan, bahwa yang de
mikian itu terjadi sebab ia seorang dibandingkan Ahl i Suffah. Nabi me-
132
nambahkan : "Ahl i -ah l i Suffah itu yaitu tamu-tamu orang Islam, me
reka tidak memiliki keluarga, tidak mencintai harta benda dan tidak
terikat kepada seorang manusia pun hatinya kecuali kepada Allah dan
Rasul". Nabi dan anak-anaknya sangat mencintai A h l i Suffah itu. Di
antara lain kelihatan pada waktu Fatimah mengeluh tentang pekerjaan-
nya yang berat dan oleh sebab itu ingin hendak memiliki seorang
khadam rumah tangga. Nabi berkata : " A k u tidak akan memperkenan-
kan dikau berbujang, sedang A h l i Suffah menderita kelaparan pagi dan
petang". Nabi menyuruh anaknya yang dicintainya bekerja sendiri dan
meminta tolong kepada Allah dengan mengucapkan tasbih, takbir dan
tahmid.
Ibn Abbas menerangkan, bahwa Nabi pada suatu hari berdiri di
depan sahabat-sahabatnya dari Suffah itu, melihat kemiskinannya, te
tapi melihat juga kegiatan mereka dan kebaikan hati mereka. Lalu Nabi
berkata : "Gembiralah kamu semua, wahai Ahl i Suffah! Barang siapa
di antafa umatku yang meniru perilakumu dengan suka rela, maka
orang itu menjadi sahabatku pula". Demikian dapat kita baca dalam
karangan Muh . Ridha, Muhammad, Rasulullah (Mesir, 1949).
Maka oleh sebab itu tidaklah benar tuduhan Barat, bahwa cara
pendidikan Zawiyah dan Ribath diambil orang Sufi dari kehidupan Ke-
risten.
Sebagai yang diterangkan oleh Daumas dan Rozy, Zawiyah itu me
rupakan suatu ruang tempat mendidik calon-calon SuFi, tempat mereka
melakukan latihan-latihan tarekatnya, diperlengkapi dengan mihrab
untuk mengerjakan sembahyang berjama'ah, tempat mereka membaca
Qur'an dan mempelajari ilmu-ilmu yang lain, sehingga Zawiyah itu me
rupakan sebuah asrama dan madrasah. Terutama tarekat-tarekat yang
besar biasanya memiliki Zawiyah yang indah-indah, daerah-daerah
Persi dan Magribi yaitu daerah-daerah yang banyak memiliki Za-
wiyah-Zawiyah yang besar dan indah. Di Persi dinamakan Ribath, juga
penggunaan kata khankah, dair atau tekke, umum diketahui orang, se
dang perkataan Zawiyah sudah digunakan sejak abad ke XIII M . di
Magribi dan di daerah-daerah Afrika Utara yang lain. Dalam daerah
Magribi Ribath digunakan juga tempat mendidik orang-orang Sufi da
lam ketentaraan.
Di Spanyol Islam tidak ada Zawiyah sebelum masa pemerin
tahan An-Nasiri di Granada. Kemudian ada juga Zawiyah di sana
133
untuk pendidikan budi pekerti. Sebagai Zawiyah yang pernah mempu
nyai pengaruh sangat besar disebut oleh H . A . R . Gibb dalam Shorter
Encyel of Islam (Leiden, 1955) ialah Zawiyah Ad-Di l a ' , yang terletak di
Tatdla, di pusat Marokko, yang pernah mengeluarkan pahlawan-pahla-
wan perang kerajaan Sa'dian dalam permulaan abad ke X V I I M . Zawi-
yah-Zawiyah yang paling baru didirikan oleh orang-orang Berber di
Tazarawalt dan Ahansal di pusat pergunungan Atlas.
Di Mesir kita dapati banyak sekali Zawiyah-Zawiyah yang penting,
yang sejarah perkembangannya diceriterakan oleh Khafani dalam A l -
Muslim, sebuah majalah Sufi yang ternama di Mesir, dalam nomor
Muharram 1381 H . (th. ke-XI : 6). Saya kutip beberapa hal seperti ter
sebut di bawah ini.
Perkembangan tasawwuf di Mesir dimulai dengan jatuhnya raja-
raja Mamluk dan datangnya ke Mesir pemerintahan Turki dalam tahun
933 H . Ulama-ulama pada waktu itu ingin membangkukan kembali ke-
runAllah Mesir dengan gerakan tarekat Sufi. Maka disebut-sebutlah
dalam sejarah ini nama Syamsuddin Al-Hanafi dan hubungannya de
ngan Sultan Faraj bin Barkuk dan Syamsuddin Ad-Diruthi (mgl. 921 H.)
begitu juga nama Barkat Al-Khayyath, salah seorang ulama Azhar yang
meninggal dalam tahun 923 H .
sebab perkembangan ilmu tasawwuf ini berkembang pulalah tem
pat mengajar dan melatih salik-saliknya, yaitu Zawiyah. Zawiyah ini
berdiri seperti jamur dalam musim hujan, Zawiyah Muhammad Surur
berdiri th. 923 H . , Zawiyah Abus Su'ud Al-Jarihi (mgl. 930 H.) berdiri
dekat masjid Jami' Amr bin As . Zawiyah Ibrahim, saudara seorang
tokoh Sufi besar Damardasy, berdiri th. 940 H . , Zawiyah Jalaluddin
Al-Bakri dalam th. 996 H . dekat Mesjid Al-Azhar , dan Zawiyah A l -
Khudairi dalam th. 965 H . , di belakang Mesjid Ibn Thulun. Lain dari
pada itu kita dapati Zawiyah-Zawiyah Al-Haluji (688 H.), yang di
dekatnya dikuburkan seorang alim Al-Balqini , Al-Khalawati Muham
mad Karimuddin (meninggal 988 H.) Ad-Damardasy Al-Muhammadi
(939 H.), di mana terkubur Usman Damardasy th. 1194, Tajuddin Az-
Zakir 920, Ahmad As-Safihah (942 H.), Su'udi Al-Majzub (941 H.) ,
dekat madrasah Sultan Hasan, Asy-Syamiyah (944 H.) , Asy-Sya'rani
(973 H.), Ahmad Asy-Syambaki (933 H.), Abdurrahman Al-Majzub
(944 H.), dekat Masjid Jami' Malikuz Zahir, Asfur (942 H.) , tidak
134
berapa jauh dengan Zawiyah Abul Hamid dan Abul Khair (927 H.),
selanjutnya Zawiyah Madyan Al-Asymuni dan Zawiyah Mursyid, yang
meninggal sesudah tahun 940 H , kemudian penting juga kita sebut Za
wiyah Al i Al-Marsafï, yang berdiri tahun 930 H , Zawiyah Ahmad A l -
Munir, yang terkenal dengan Abu Thaqiyah, yang berdiri th. 930, Za
wiyah Abdul Halim Al-Munzilawi, yang meninggal th. 931 H , Zawiyah
Syeikh Madyan, Zawiyah Al i Al-Misri, yang meninggal 861 H , semua
nya Zawiyah-Zawiyah lama yang terkenal di Mesir dalam abad ke X
yang lampau.
Pada waktu itu terkenal tarekat-tarekat besar di Mesir, yang de
ngan sendirinya melahirkan Zawiyah-Zawiyah baru pula. Di antara ta
rekat-tarekat itu ialah tarekat Qadiriyah, yang berasal dari Syeikh Ab
dul Qadir Al-Jailani (mgl. 561 H.), tarekat Rifa'iyah, yang berasal dari
Syeikh Ahmad Rifa'i (mgl. 576 H.), tarekat Syaziliyah. yang berasal
dari Asy-Syazili (mgl. 606 H.), tarekat Ahmadiyah, yang berasal dari
Ahmad Al-Badawi, (mgl. 675 H.), tarekat Naqsyabandiyah yang ber
asal dari Syeikh Muhammad An-Naqsyabandi (mgl. 971 H.), dan tare
kat Mualawiyah, yang berasal dari Jalaluddin Ar-Rumi, tokoh Sufi ter
besar dari Persi (mgl. 673 H.).
Dr. Taufiq At-Thawil menaksir banyaknya tarekat-tarekat Sufi di
Mesir tidak kurang dari delapan puluh macam banyaknya.
Juga di Indonesia dikenal orang perkataan Zawiyah ini. Di Aceh
sampai sekarang masih ada mesjid-mesjid yang bernama Dayah,
misalnya di kampong Peulanggahan, di Kutaraja (sekarang bernama
Barida Aceh), sedang di Pasundan masih dipakai orang kata Dayeuh,
misalnya sebagai nama Kampung Dayeuh Kolot. Begitu juga pengguna-
an kata Rabithah pernah dikenal orang di Indonesia, misalnya sebagai
nama penjabat mesjid marbot, yang pada asalnya tidak lain dibandingkan
ikhwan tarekat yang terikat dengan pelajaran suluk dalam Zawiyah
marbuth dg. asramanya. Semua istilah ini menunjukkan, bahwa per
kembangan ilmu tarekat di Indonesia pernah mengalami kemajuannya
yang pesat.
4. U Z L A H .
Uzlah yaitu mengasingkan diri dari masyarakat banyak, terutama
135
yang di da lamnya ada banyak ma'siat dan kejahatan, sebab ahli
tarekat menganggap, bahwa masyarakat yang demikian itu dapat meng-
ganggu f ik i ran seseorang dar ipada mengingat T u h a n , da lam istilah Sufi
d ikatakan dapat membimbangkan hat inya dari z ik i r kepada A l l a h , be
gitu juga sebab mereka berkeyakinan, bahwa pergaulan dengan ma
syarakat yang demikian itu dapat menjatuhkannya ke dalam kejahatan
dan kebinasaan.
A d a beberapa perkataan yang hampir bersamaan art inya dengan
uzlah , di antaranya tajrid, tafarrud atau infirad dan hijrah. namun tiap-
tiap kata itu memiliki arti yang tersendiri menurut ist i lah Su f i . Tajrid
art inya menghilangkan dalam d i r i segala sifat-sifat dan sebab-sebab
yang dapat mengikat seseorang kepada dunia , dan menghadapkan selu
ruh nasibnya dan tawakka lnya kepada T u h a n semata-mata, da lam hal
ini tidak usah nyata-nyata memisahkan dir i dari orang banyak. L e b i h
keras dan nyata dar ipada tajrid ialah infirad, yang berjalan bersama-
sama dengan pemisahan badan dan pergaulan, juga dengan maksud sa
lah satu dar ipada dua, supaya jangan kejahatan masyarakat menular.
kepada d i r inya atau agar keburukan-keburukan budi pekert inya tidak
membawa akibat yang buruk kepada pergaulan u m u m .
J i k a seorang mursyid menganggap hukuman pendidikan ini masih
ringan dan tidak dapat mengubah ihwal mur id yang sedang d i la t ihnya ,
ia lalu menunjukkan cara yang lebih berat, yaitu khalwat , menyendir i
da lam sesuatu tempat yang sunyi , kadang-kadang tidak saja memisah
kan d i r i dari masyarakat , namun j i k a terpaksa sampai memisahkan d i r i
dari keluarga sendir i . Tentu saja semua cara i tu menurut syarat-syarat
yang ditetapkan dan berjalan bersamaan dengan ucapan z ik i r dan amal
an yang la in .
Da lam pada itu hijrah, yang meskipun berarti memisahkan d i r i
juga dar i sesuatu masyarakat , memiliki tujuan yang sangat berlain-
an. H i j r a h memiliki tujuan pemisahan dir i yang bersifat sosial dan
poli t is . N a b i M u h a m m a d hijrah ke M e d i n a h dengan pert imbangan,
bahwa pergaulan dengan suku Qura isy tidak dapat d i lanjutkan lagi ,
sebab memang antara mereka dengan orang Islam tidak ada lagi
t i t ik-t i t ik persamaan dan kerja sama. D i sini saya teringat akan sikap
hijrah yang d iambi l oleh P . S . I . I . , terhadap pemerintah penjajahan Be-
landa. Keterangan lebih lanjut dijelaskan dalam kitab "Hijrah", yang
disusun oleh A . K . Baha lwan .
136
Kembali kita membicarakan soal uzlah. Dalam uzlah tingkat mu
rid tidak sama, ada yang tidak menghendaki pergaulan dalam ilmu, ada
yang tidak menganggap berfaedah dalam tindakan dan hukum. Dalam
pengertian pertama, uzlah itu cukup dilakukan dengan mengurangi per
gaulan, namun tidak meninggalkan mengerjakan bersama dengan mere
ka sembahyang Jum'at, sembahyang berjama'ah, sembahyang dua hari
raya, ibadah haji, menghadiri pengajian agama, melakukan sesuatu hu
bungan penghidupan, yang tidak dapat disingkirkan. namun diterang
kan bahwa yang lebih dalam melakukan pemisahan yang demikian itu,
jangan diputuskan hubungan sehari-hari yang yaitu kemaslahat-
an, namun hubungan ini diteruskan dengan sabar dalam batas-batas ke
bajikan. Jika pemutusan ini tidak juga berhasil, yang berkepentingan
memilih sesuatu tempat untuk uzlah, yang tidak ada kewajiban agama
khusus baginya, seperti sembahyang Jum'at yang terlepas dibandingkan sya-
rat-syaratnya, seperti sembahyang berjama'ah sebab tidak ada teman-
teman yang lain, misalnya ia memilih suatu penyepian yang terasing da
lam hutan atau di atas gunung, yang pada pendapatnya dapat menjauh
kan dirinya dibandingkan godaan setan atas gangguan sesama manusia.
Dalam ilmu tarekat dijelaskan, bahwa tidak jarang bertemu orang
yang akan melakukan uzlah itu seorang pemimpin dalam sesuatu peng-
ajaran dan ilmu pengetahuan agama, yang dibutuhkan masyarakat pe-
nerangannya, untuk membasmi bid'ah atau melakukan da'wah kebajik
an dengan perbuatan atau perkataan dsb. Orang-orang semacam itu
tidak diperkenankan uzlah dari manusia, namun dianjurkan bergaul te
rus untuk memberikan nasihat-nasihat yang perlu, yang dilakukan de
ngan penuh kesabaran, kesejahteraan, dengan sikap dan pandangan
yang lemah-lembut, sambil meminta kepada Allah dapat bertahan da
lam jihadnya. Dalam hal-hal kejahatan atau penyelewengan yang tidak
dapat disetujuinya, yang berkepentingan memisahkan hati dan jiwanya
(infirad, munfarid) dibandingkan mereka, meskipun diri dengan badannya
bergaul terus, mulutnya berbicara tidak berkeputusan, melakukan iba
dat bersama, kunjung-mengunjungi bersama, menunaikan hak dan ke
wajiban masyarakat selayaknya dan tidak bersikap Har.
Seorang salik yang baik memutuskan perhubungannya sama sekali
dengan mereka yang memang sudah berpembawaan melakukan keja
hatan dan meringan-ringankan agama, sebab pergaulan orang-orang
137
semacam itu yaitu malapetaka besar dan musibah yang tidak ter-
hingga buruknya, sebab tabi'at itu bisa berpindah-pindah dengan ti
dak sadar, sebab memang sudah yaitu pembawaan manusia
bahwa lama-lama kebencian itu kalau diperturuti menjadi kesenangan.
Diceriterakan, bahwa Nabi Isa pernah menasihatkan : "Jangan kamu
dekati orang mati, sebab dapat mematikan hatimu!" Orang bertanya
kepadanya, siapakah orang mati itu. Jawabnya j "Orang yang mencin
tai dan yang menggemari dunia". Dalam sebuah hadis yang diriwayat
kan dibandingkan Nabi Muhammad, Rasulullah berkata : "Yang sangat aku
takuti di antara ketakutan-ketakutan terhadap umatku ialah lemah ke-
yakinannya, dan kelemahan keyakinan itu disebabkan oleh dua hal ka
rena melihat orang-orang yang lupa kepada agamanya atau sebab ba
nyak bergaul dengan orang-orang suka kepada kejahatan atau bersifat
kasar". Dalam pada itu seorang Sufi besar Ibn Athaillah, pengarang
aqidah filsafat tasawwuf Hikam, berkata : "Jangan kamu bersahabat
dengan mereka yang berihwal buruk dan dapat mengaburkan hatimu
terhadap Allah dengan ucapan-ucapannya!"
Imam Ghazali menerangkan, bahwa ada waktunya orang melaku
kan uzlah itu, pertama tatkala sesuatu masa mengalami kerusakan dan
tatkala orang sangat takut terjadi fitnah terhadap agama, di kala itu
uzlah dibandingkan manusia lebih baik. Kedua j ika tanda-tanda kelihatan
sebagai yang dikatakan Nabi : "Tatkala manusia sudah merusakkan
janji-janjinya dan tatkala manusia meringan-ringankan amanah yang
dipercayakan rakyat kepadanya". Tatkala Abdullah bin Amr bin 'As
bertanya, apa yang dapat diperbuatnya di kala-kala kejadian tsb. Nabi
menjawab : "Tinggal di rumah, kendalikan lidahmu kerjakan yang
ma'ruf dan tinggalkan yang mungkar, kepadamu diperintahkan Allah
kewajiban yang khusus, oleh sebab itu tinggalkan kewajiban umum!"
Dalam hadis-hadis yang lain masa yang disebutkan Rasulullah itu di-
jelaskan sbb : Orang-orang merasakan tidak aman, banyak tukang pi-
dato, sedikit ulama, banyak soal jawab, sedikit orang yang dapat mena
han ma'siat, kurang sembahyang, banyak orang menjual agama dengan
keuntungan sedikit.
Umar bin Khattab menerangkan, bahwa uzlah itu menimbulkan
keluasan dan kegembiraan, sebab terlepas dari pergaulan jahat. Apa
bila fitnah sudah bercabul terhadap agama, maka terjadilah suatu ke-
138
adaan syubhat, t idak tentu halal dan haram. A p a b i l a ketakutan terha
dap syubhat halal dan haram tidak dapat d ip isahkan lagi , m a k a uzlah
itu lebih u tama.
Syamsuddin A l - K a r m a n i menerangkan, bahwa uzlah atau i ' t i za l
d iutamakan, apabi la d iper lukan untuk membersihkan d i r i dar ipada
ma'siat.
D a l a m menguraikan uzlah i n i , Imam Ghaza l i masih mempertahan
kan sedapat m u n g k i n pergaulan yang suci , yang d ika takan banyak me-
ngandung faedah-faedah yang baik , di antaranya ada tujuh yang ter
kenal, pertama sebab mengutamakan belajar dan mengajar, yang da
lam Islam yaitu ibadat yang terpenting. D a l a m kesempatan in i
uzlah t idak diperolehkan. Kedua meratakan manfa 'at kepada manusia ,
yang d i l akukan dengan harta atau badannya, dan mengambil manfa 'at
dibandingkan manusia dengan usaha-usaha yang d i l akukan dan hubungan
penghidupan antara satu sama l a in . Ketiga mendid ik . Y a n g d imaksud-
kan dengan mendidik yai tu melatih orang lain da lam mempert inggikan
akhlak dan adab, yang biasa diker jakan oleh guru-guru Suf i d i kala
melatih mur id -mur idnya menghilangkan sifat-sifat yang buruk, mem
biasakan mujahadah dalam menderita dan membasmi hawa nafsu. Ke
empat pergaulan yang mesra (una) antara guru dan m u r i d , yang disun-
natkan dalam menjalankan agama untuk mencapai t ingkat taqwa. Ke-
l ima untuk beroleh bermacam-macam pahala, yang d i janj ikan dalam
Islam, yang tidak bisa dicapai j i k a tidak dengan bergaul, seperti meng-
hadiri kemat ian, mengunjungi orang sakit, turut sembahyang H a r i R a -
ya, turut me lakukan Jum'a t dan j ama ' ah dalam segala sembahyang,
yang tidak baik di t inggalkan (rukhsah), d l l . Keenam merendah d i r i (ta-
wadhu'), khusyu ' kepada T u h a n dalam mengerjakan ibadat d i tengah
ramai . T a w a d h u ' in i suatu maqam Suf i , yang tidak dapat dicapai de
ngan penyepian sendir i . Ketujuh membiasakan kebaj ikan (tajarrub) ter
hadap manusia . Ini pun tidak dapat dicapai sendirian, j i k a t idak ada
manusia lain tempat melakukan sasaran kebaj ikan i tu .
Demik ian l ah Imam Ghaza l i d i samping menguraikan h ikmah-hik-
mah uzlah , juga mengemukakan faedah-faedah lawannya, yaitu ber
gaul dengan manusia dalam masyarakat atau yang dengan istilah Sufi
disebut mukhalathah. Orang dapat membaca uraian-uraian mengenai
persoalan ini da lam ki tabnya 'Thya Ulumuddin", yang sudah dikenal
orang.
139
5. BERTAPA DAN KHALWAT.
Maksud khalwat pada golongan Sufi ialah belajar menetapkan ha
ti, melatih jiwa dan hati itu berkekalan ingat kepada Allah dan dengan
demikian tetap berkepanjangan memperhambakan diri kepada Allah.
Alasan ini didasarkan kepada keterangan amalan-amalan yang tidak
akan diterima oleh Allah kecuali j ika amalan-amalan itu dikerjakan
dengan ikhlas semata-mata dan hanya ditujukan kepada Allah saja,
menurut salah satu Hadis yang diriwayatkan oleh Nasa'i dengan sanad
yang muttasil dari Abu Umamah : Hanya amalan-amalan yang bersih
dan ditujukan kepada zat Allah semata-mata, tidak diperbuat sebab
hawa nafsu dan sebab lain Al lah , yang diterima oleh Allah .
Ummat Islam makin jauh masanya dari Nabi Muhammad, makin
kurang jernih matahari mereka itu, sebab sebaik-baiknya masa ialah
masa Nabi sendiri, kemudian menyusul abad berikutnya, dan kemudian
abad sesudah itu. Kemudian bertebaranlah kedustaan, sehingga tidak
layak lagi didasarkan sesuatu kebenaran atas perbuatan dan perkataan
mereka itu. Ini yaitu maksud dibandingkan Hadis yang diriwayatkan oleh
Bukhari atau Muslim dibandingkan Amran bin Mushain dan Abu Mas'ud,
yang dipergunakan oleh ahli tarekat agar ummat yang terakhir lebih
mempergiat membersihkan jiwanya guna mendekatkan dirinya kepada
Allah .
Selanjutnya mereka berkata bahwa sesudah zaman yang baik dan
zaman pendusta itu, sehari demi sehari ummat Islam makin bertambah
jauh juga dari cahaya lampu kebenaran nubuwah Rasulullah saw. Me
reka mengemukakan bahwa jangankan kita orang yang masuk golong
an jahil di dalam kabut hawa nafsu, sedangkan Imam Ghazali, yang
telah mencapai puncak ilmu pengetahuan di zaman 500 tahun sesudah
Nabi Muhammad lagi ada berkhalwat 40 hari, tiga kali banyaknya sam
pai jumlah 120 hari. Demikian pula Nabi Muhammad pada waktu ia
hampir diangkat menjadi rasul berkhalwat di gua Hi ra ' , sebuah gunung
yang tinggi, yang letaknya kira-kira 3 mil jauhnya dari Mekkah, terle-
tak di sebelah kiri orang pergi ke Mina , sekarang lebih terkenal dengan
nama Jabal Saur. Ia meninggalkan segala ahli dan isi rumahnya, dan
dengan berbekal makanan ka'ka' dan zabib ia pun pergilah ke gua H i
ra' itu. Pekerjaannya dalam khalwat itu tafakur pada segala perbuatan
Allah. Ada pula orang mengatakan pekerjaannya itu terdiri dari zikir
140
hati, yaitu semata-mata ingat kepada Allah dengan ikhlas dan sempur
na, sehingga putus hubungannya dengan yang lain dari Allah. Ini pe
kerjaan Nabi sebelum menjadi Rasul. namun menurut ahli tarikh sesu
dah menjadi Rasul pun Nabi pernah berkhalwat ke Jabal Saur, yaitu
pada waktu ia keputusan wahyu.
Pada suatu hari konon datang seorang kepada Nabi menanyakan,
apakah hakekat roh. Nabi bertangguh beberapa hari akan menerang
kan. namun beberapa hari belum juga datang wahyu untuk menjawab
pertanyaan orang musyrik itu. Lalu Nabi pergi ke Jabal Saur berkhal
wat beberapa hari lamanya. Lalu sesudah itu turun wahyu dibandingkan
Allah mengajarkan kepada Nabi, agar barang apa-apa yang akan di
kerjakan hendaklah dikatakan insya Allah. Sebab waktu Nabi ditanya
tadi Nabi tidak menjawab dengan kata insya Allah, maka sebab itulah
Allah konon menahan wahyu beberapa hari lamanya.
Dikuatkannya keterangan dibandingkan sebuah Hadis Nabi yang di
riwayatkan oleh Abu Nu'aim dengan. sanad muttasil dari Abu Ayyub
Al-Ansari , yang mengatakan bahwa siapa-siapa yang mengikhlaskan
amalnya selama 40 hari maka akan terpencarlah kelahiran hikmah dari
hatinya atas lidahnya. Hadis ini sesuai pula dengan keterangan yang
dikemukakan oleh A b u Syeikh dan Dhia ' Al-Muqaddasi. Selanjutnya
dipakai sebagai alasan Hadis Ibn Majah dari Usman yang menerangkan
perbandingan antara menambat diri pada suatu malam atas jalan Allah
lebih baik dari 1000 malam ibadat sembahyang dan puasa. Dan Hadis
Baihaqi, bahwa manusia yang benar itu yaitu yang duduk bersepi diri
mengenangkan kembali dosa-dosanya dan meminta ampun kepada Tu
han. Akhirnya menjadi alasan juga bagi berkhalwat itu ceritera Nabi
Musa di dalam Al-Qur 'an yang menerangkan, bahwa Allah menjanji
kan kepada Nabi Musa 30 malam lamanya, kemudian disempurnakan
10 malam lagi hingga cukuplah perjanjian itu 40 malam lamanya (Qur
'an VII : ayat 142).
Bagaimana cara berkhalwat itu, hal ini bergantung kepada macam
tarekat dan ajarannya.
Jika kita ambil tarekat yang terbesar dan yang terdekat kepada ahli
Sunnah seperti tarekat Naqsyabandiyah, maka cara berkhalwat itu de
mikian.
Pertama. Dilakukan dengan i'tikaf, berhenti dalam mesjid selama
141
khalwat itu. Sedangkan sesa'at i 'tikaf dalam mesjid itu bukan sedikit
pahalanya apalagi berpuluh-puluh hari.
Kedua. Selama dalam berkhalwat itu senantiasa berwudhu' atau
berair sembahyang. Tiap Bathal air sembahyangnya mereka memper-
baharui kembali, lalu sembahyang taubat dua raka'at, sebab mening
galkan khalwat itu dianggap telah berbuat dosa.
Ketiga. Mengerjakan zikir-zikir yang telah ditentukan oleh tarekat-
nya masing-masing. Dalam tarekat Naqsyabandiyah zikir ini dibagi atas
zikir Darajat dan zikir Hasanat. Selain dibandingkan itu ada zikir yang di
namakan zikir :
I. Ismu zat, dan ada yang dinamakan.
II. Zikir lathaif yang terdiri dari tujuh macam :
1. Zikir Lathifatul tauhid.
2. Lathifatur ruh.
3. Lathifatur sir.
4. Lathifatul khafi.
5. Lathifatul akhfa.
6. Lathifatul nafas.
7. Lathifa