Yohanes-1-16 24

Tampilkan postingan dengan label Yohanes-1-16 24. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Yohanes-1-16 24. Tampilkan semua postingan

Senin, 10 Februari 2025

Yohanes-1-16 24


 


i sebagian orang merupa-

kan bau kehidupan yang menghidupkan, sedangkan bagi sebagian 

lagi merupakan bau kematian yang mematikan.  

I.  Beberapa tergugah oleh sebab  kejadian itu, dan menjadi percaya. 

Banyak dari antara orang-orang Yahudi itu menjadi percaya ke-

pada-Nya sesudah  mereka menyaksikan sendiri apa yang telah 

dibuat Yesus, dan seharusnya memang begitu, sebab kejadian itu 

merupakan bukti yang tidak dapat disanggah lagi mengenai ama-

nat ilahi yang diemban-Nya. Mereka telah sering mendengar me-

ngenai mujizat-mujizat-Nya, namun   selalu mengelak untuk mem-

percayainya, dengan mengajukan berbagai pertanyaan dan kera-

guan. namun   kini, sesudah  mereka melihat kejadian itu dengan 

mata kepala mereka sendiri, kedegilan mereka pun luluh, sehing-

ga akhirnya mereka pun menyerah. Akan namun  , berbahagialah 

mereka yang tidak melihat, namun percaya. Semakin dalam kita 

mengarahkan mata kita kepada Kristus, semakin banyak pula 

alasan yang kita dapati untuk lebih mengasihi dan mempercayai-

Nya. Inilah yang terjadi pada orang-orang Yahudi yang datang 

untuk melawat dan menghibur Maria. Saat kita melakukan ke-

baikan kepada orang lain, kita sebenarnya sedang menempatkan 

diri kita dalam posisi yang tepat untuk menerima kebaikan dari 

Tuhan  , dan memiliki kesempatan untuk menjadi lebih baik saat 

kita sendiri sedang melakukan kebaikan.  

II.  Sebagian orang lagi malah terganggu sebab nya, dan semakin 

mengeraskan hati mereka dalam kedegilan. 

1.  Begitulah yang terjadi dalam diri para pelapor itu (ay. 46): 

Beberapa dari antara mereka, yang menjadi saksi mata dari  

mujizat tersebut, sama sekali tidak menjadi percaya, malahan 

pergi kepada orang-orang Farisi, yang mereka kenal sebagai 

musuh bebuyutan Kristus, dan menceriterakan kepada me-

reka, apa yang telah dibuat Yesus itu. Mereka menyampaikan 

itu bukan sekadar sebagai berita yang layak untuk dicermati, 

apalagi sebagai alasan yang dapat membuat mereka berpihak 

kepada Kristus, melainkan dengan maksud licik untuk meng-

hasut pihak-pihak yang begitu bernafsu untuk menganiaya-

Nya. Di sini terlihat sebuah contoh yang sangat tidak masuk 

akal:  

(1) Mengenai ketidakpercayaan yang amat mendarah daging, 

sampai-sampai sanggup menolak alasan pertobatan yang 

paling besar. Sukar sekali membayangkan mengapa me-

reka sampai dapat mengelak dari kekuatan bukti tersebut, 

namun   memang ilah zaman ini telah membutakan pikiran 

mereka.   

(2)  Mengenai permusuhan yang membabi buta. Setidaknya, jika 

mereka tetap bersikeras untuk tidak mempercayai-Nya 

sebagai Kristus, kita mungkin berpikir bahwa mereka pasti 

telah melunak dan terbujuk untuk tidak menganiaya-Nya. 

Akan namun  , jika air tidak cukup untuk memadamkan api 

yang menyala-nyala, hal itu justru akan semakin mengo-

barkan baranya. Mereka menceritakan apa yang telah di-

perbuat Yesus itu, dan tak lebih dari kebenaran mengenai 

apa yang telah terjadi itu, namun   kedengkian mereka men-

cemari laporan mereka itu sehingga membuatnya sama bu-

suknya dengan berbohong. Membelokkan kebenaran sama 

buruknya dengan membuat kepalsuan. Doëg disebut seba-

gai si lidah penipu, pendusta, dan palsu (Mzm. 52:2-4; 

120:2-3), sekalipun apa yang ia katakan itu benar adanya.  

2.  Para hakim, para pemimpin, pemimpin rakyat yang buta itu 

juga menjadi resah sebab  laporan yang disampaikan kepada 

mereka, dan di sini kita diberi tahu tentang apa yang mereka 

lakukan.   

(1) Suatu dewan khusus Mahkamah Agama dipanggil untuk 

berunding (ay. 47): Lalu imam-imam kepala dan orang-orang 

Farisi memanggil Mahkamah Agama untuk berkumpul, 

seperti yang telah dinubuatkan (Mzm. 2:2), Para pembesar 

bermufakat bersama-sama melawan TUHAN. Permufakatan 

Mahkamah Agama biasanya dimaksudkan demi kebaikan 

umum, namun   di sini, hal itu dipakai sebagai kedok untuk 

menutupi kedengkian dan kejahatan terbesar yang dilaku-

kan terhadap seluruh bangsa. Hal-hal yang menimbulkan 

kedamaian negeri disembunyikan dari mata mereka yang 

mempercayai keputusan-keputusan mereka. Mahkamah 

agama ini berkumpul bukan saja untuk berunding ber-

sama-sama, namun   juga untuk mengobarkan kebencian. 

Sebagaimana besi menajamkan besi, dan laksana bara dan 

kayu yang mengobarkan api, mereka saling menghasut 

satu sama lain dengan permusuhan dan angkara murka 

melawan Kristus dan pengajaran-Nya.   

(2) Sebuah perkara dikemukakan, yang ternyata terlihat sa-

ngat berbobot dan berpengaruh besar.  

[1] Masalah yang sedang mereka perdebatkan yaitu  tin-

dakan apa yang harus mereka ambil berkenaan dengan 

Yesus, untuk menghentikan kepentingan-Nya. Mereka 

berkata, Apakah yang harus kita buat? Sebab orang itu 

membuat banyak mujizat. Kabar tentang bangkitnya 

Lazarus telah terdengar, dan kini para pria, saudara, 

dan ayah mereka dipanggil untuk ikut mendukung ren-

cana mereka, seolah-olah seorang musuh yang mena-

kutkan telah memasuki jantung pertahanan daerah me-

reka dengan perlengkapan perang yang hebat.  

Pertama, mereka mengakui kebenaran mujizat-muji-

zat Kristus dan bahwa Ia memang telah banyak melaku-

kan mujizat tersebut. sebab  itulah, mereka menjadi 

saksi melawan diri mereka sendiri, sebab mereka meng-

akui kebenaran jati diri-Nya namun   mengingkari amanat 

yang diemban-Nya.  

Kedua, mereka sedang mempertimbangkan hal apa 

yang harus mereka perbuat, dan menyesal sebab  me-

reka tidak mencoba menindas-Nya dengan keras sedari 

dulu. Mereka sama sekali tidak mempedulikan apakah 

mereka harus menerima-Nya dan mengakui-Nya seba-

gai Mesias atau tidak, sekalipun mereka mengaku-aku 

menanti-nantikan Dia, dan Yesus benar-benar telah 

menunjukkan banyak bukti mengenai kebenaran jati 

diri-Nya tersebut. Malahan, mereka justru menganggap-

Nya sebagai musuh yang harus dikalahkan: “Apakah 

yang harus kita buat? Tidak pedulikah kita untuk me-

nyokong gereja kita? Apakah kita tidak mau tahu sama 

sekali saat sebuah ajaran yang begitu merusakkan 

kepentingan kita telah tersebar luas? Apakah kita harus 

menyerahkan begitu saja dasar pijakan yang telah kita 

peroleh dari orang banyak itu? Apakah kita akan tinggal 

diam saja melihat wewenang kita dicela dan hasil 

rekayasa yang selama ini menghidupi kita dihancur-

kan? Apa yang selama ini telah kita lakukan, dan apa 

yang kini kita pikirkan? Apakah kita akan selamanya 

hanya berkoar-koar saja dan tidak melakukan sesua-

tu?”  

[2] Hal yang membuat perkara itu begitu penting yaitu  

bahaya yang mereka sadari akan mengintai Gereja dan 

bangsa mereka dari bangsa Romawi (ay. 48): “Jika kita 

tidak membungkam-Nya, semua orang akan percaya 

kepada-Nya, dan ini berarti seorang raja baru akan 

diangkat, dan orang-orang Romawi akan marah sebab -

nya, lalu datang dengan pasukan mereka dan meram-

pas tempat suci kita serta bangsa kita. sebab  itulah, 

hal ini bukanlah sebuah perkara remeh.” Lihatlah pen-

dapat yang mereka miliki itu,  

Pertama, mengenai kuasa mereka sendiri. Mereka 

berbicara seolah-olah mereka berpikir bahwa kemajuan 

dan keberhasilan Kristus dalam pekerjaan-Nya bergan-

tung pada izin mereka. Seakan-akan Dia tidak akan 

bisa terus melakukan mujizat dan memperoleh banyak 

murid jika mereka tidak membiarkan-Nya melakukan 

semuanya itu. Seolah-olah mereka memiliki kuasa 

menaklukkan Dia yang telah menaklukkan maut. Atau, 

seakan-akan mereka mampu melawan Tuhan   dan ber-

hasil. namun   Dia yang bersemayam di sorga menertawa-

kan khayalan bodoh itu, yang mengkhayalkan melaku-

kan keinginan jahat dengan kemahakuasaannya, pada-

hal tidak ada apa-apanya.   

Kedua, mengenai kebijakan mereka sendiri. Mereka 

mengkhayalkan diri mereka sebagai pembesar-pembe-

sar yang memiliki pengetahuan dan ilmu yang hebat, 

serta hikmat yang mendalam dalam hal nubuatan 

akhlak. 

a.  Mereka berani menubuatkan bahwa, sebentar lagi, 

jika Ia terus dibiarkan leluasa untuk bekerja, semua 

orang akan percaya pada-Nya. Dengan begitu, untuk 

mencapai tujuan mereka, mereka mengakui bahwa 

pengajaran dan mujizat-mujizat-Nya memiliki kuasa 

yang sangat meyakinkan dan tidak dapat disanggah 

lagi, sehingga semua orang pasti akan menjadi peng-

ikut dan pembela-Nya. Demikianlah mereka meman-

dang kepentingan-Nya itu berbahaya, dan membuat-

nya menjadi sesuatu yang menjijikkan demi menca-

pai tujuan mereka sendiri (7:48), Adakah seorang di 

antara pemimpin-pemimpin yang percaya kepada-

Nya? Inilah hal yang sangat mereka takuti, yaitu 

bahwa orang-orang akan percaya kepada-Nya, dan 

segala pencapaian mereka pun akan hancur. Per-

hatikan, keberhasilan Injil merupakan sesuatu yang 

menakutkan bagi para lawan-lawannya. Jika jiwa-

jiwa diselamatkan, maka habislah mereka. 

b.  Mereka meramalkan bahwa jika kebanyakan orang 

ditarik mengikuti-Nya, maka murka bangsa Romawi 

pun akan menimpa mereka. Mereka akan datang 

dan akan merampas tempat kita, yaitu negeri mere-

ka, terutama Yerusalem, atau Bait Suci, tempat ku-

dus itu, dan tempat mereka, berhala mereka, atau 

kedudukan mereka di Bait Suci, tempat bercokolnya 

kuasa dan kewibawaan mereka. Memang benar bah-

wa bangsa Romawi mengawasi mereka dengan cem-

buru, sebab  mereka tahu bahwa tidak ada lagi yang 

diinginkan orang-orang Yahudi selain kuasa dan 

kesempatan untuk melepaskan diri dari kuk mereka. 

Benar juga bahwa jika pasukan Romawi menyerang 

mereka, maka bangsa Yahudi akan benar-benar ke-

sulitan untuk mengalahkan mereka, namun   di sini 

terlihat sikap pengecut yang tidak seharusnya dida-

pati dalam diri para imam Tuhan seandainya mereka 

tidak memakai kejahatan mereka untuk menyalah-

gunakan kedudukan mereka di hadapan Tuhan   dan 

orang-orang benar. Jika saja selama ini mereka te-

tap menjaga integritas atau kejujuran, mereka tidak 

perlu takut terhadap orang-orang Romawi. Namun, 

yang terjadi sebaliknya, mereka berbicara seperti 

orang-orang yang kehilangan asa, seperti bangsa 

Yehuda yang secara memalukan berkata kepada 

Simson, Tidakkah kauketahui, bahwa orang Filistin 

berkuasa atas kita? (Hak. 15:11). Saat orang kehi-

langan kesalehan mereka, keberanian mereka pun 

ikut sirna.  

namun  :  

(a) Tidak benar bahwa bangsa mereka sedang meng-

hadapi bahaya diserang oleh bangsa Romawi ka-

rena kemajuan Injil Kristus, sebab Injil-Nya sama 

sekali tidak mengancam penguasa ataupun peme-

rintahan, justru malah menguntungkan mereka. 

Bangsa Romawi sama sekali tidak merasa cem-

buru dengan kepentingan-Nya yang semakin ber-

kembang, sebab Dia mengajar orang banyak un-

tuk memberi upeti kepada Kaisar dan tidak boleh 

berbuat jahat, melainkan harus memikul salib. 

Wali negeri Romawi, dalam persidangan terha-

dap-Nya, tidak mendapati kesalahan apa pun 

pada-Nya. Sebenarnya, para imam-imam bangsa 

Yahudilah yang lebih berbahaya dalam menyulut 

kemarahan bangsa Romawi, dibandingkan de-

ngan Kristus sendiri. Perhatikan, ketakutan pal-

su biasanya dijadikan kedok rencana jahat.  

(b)  Jika benar-benar ada bahayanya bahwa bangsa 

Romawi akan menjadi tidak senang bila Kristus 

dibiarkan berkhotbah, hal itu pun tidak lantas 

membenarkan mereka untuk membenci dan 

menganiaya orang benar.  

Perhatikan:  

[a] Musuh-musuh Kristus dan Injil-Nya biasanya 

menutup-nutupi permusuhan mereka dengan 

berpura-pura peduli terhadap kebaikan dan 

keselamatan orang banyak, dan untuk itu, 

mereka pun mencap para nabi dan hamba-

hamba-Nya sebagai pembuat masalah di 

Israel dan sebagai orang-orang yang telah 

menjungkir-balikkan dunia ini.  

[b] Kebijakan yang timbul dari kedagingan biasa-

nya mengemukakan alasan-alasan untuk sua-

tu keadaan bertentangan dengan aturan-atur-

an keadilan. Saat manusia lebih memperhati-

kan kekayaan dan keselamatan mereka dari-

pada kebenaran dan kewajiban, hal itu dipicu 

oleh hikmat dari bawah, yaitu hikmat dunia 

yang penuh dengan hawa nafsu dan kebejat-

an. namun   lihatlah masalahnya. Mereka ber-

pura-pura takut bahwa membiarkan Injil 

Kristus akan sama dengan membiarkan ne-

geri mereka hancur oleh tangan orang-orang 

Romawi, dan sebab  itu, tak peduli benar 

atau salah, mereka pun bertekad melawan-

Nya. Akan namun  , selanjutnya malah terbukti 

bahwa tindakan penganiayaan mereka terha-

dap Injil itu justru menimpakan apa yang 

mereka takutkan, yaitu menggenapi takaran 

kejahatan mereka, dan orang-orang Romawi 

pun benar-benar datang dan merampas tem-

pat serta bangsa mereka, sehingga tempat 

mereka itu tidak mengenali mereka lagi.  Per-

hatikan, bencana justru akan menimpa ke-

pala kita bila kita berusaha menghindarinya 

dengan perbuatan dosa. Dan juga, orang-

orang yang berpikir bahwa dengan menentang 

kerajaan Kristus mereka dapat mengamankan 

dan memajukan kepentingan duniawi mereka, 

justru akan mendapati Yerusalem sebagai 

batu yang lebih berat untuk diangkat, dari-

pada yang mereka pikirkan sebelumnya (Za. 

12:3). Apa yang menggentarkan orang fasik, 

itulah yang akan menimpa dia (Ams. 10:24).  

(3)  Di tengah-tengah sidang mahkamah itu, Kayafas membuat 

pidato yang jahat namun   juga bersifat mistis (sulit dimeng-

erti oleh pikiran biasa). 

[1] Kejahatan itu tampak nyata di awal pidatonya (ay. 49, 

50). Kayafas, sebagai Imam Besar, dan dengan demikian 

bertugas sebagai ketua mahkamah itu, mengambil ke-

putusan untuk menilai perkara tersebut bahkan sebe-

lum hal itu dirundingkan: “Kamu tidak tahu apa-apa, 

keragu-raguanmu menunjukkan ketidaktahuanmu, se-

bab hal ini tidaklah layak untuk dipertentangkan, me-

lainkan akan segera selesai, jika kamu sekalian mau 

mempertimbangkan pernyataan ini, yaitu bahwa lebih 

berguna bagi kita, jika satu orang mati untuk bangsa 

kita.”  

Di sini terlihat: 

Pertama, anggota dewan itu yaitu  Kayafas yang 

merupakan Imam Besar pada tahun itu. Jabatan imam 

besar itu ditetapkan secara ilahi kepada keturunan pria 

dalam garis keturunan Harun, selama ia masih hidup di 

dunia ini, kemudian berlanjut ke keturunan laki-laki-

nya yang berikut. Akan namun  , pada zaman yang jahat 

itu, jabatan tersebut sering berpindah tangan, sekali-

pun tidak berganti setiap tahun, seperti jabatan konsul 

layaknya, sesuai dengan kepentingan mereka dalam ke-

kuasaan Romawi. Nah, pada tahun itu, Kayafas yang 

menduduki jabatan tersebut. 

Kedua, pada dasarnya arah nasihat itu yaitu  

bahwa harus ditemukan cara untuk menghukum mati 

Yesus. Kita sebenarnya memiliki alasan untuk berpikir 

bahwa sesungguhnya mereka memiliki dugaan yang 

kuat bahwa Dia yaitu  benar-benar Mesias. Namun, 

sebab  pengajaran-Nya begitu bertolak belakang dengan 

adat istiadat kesayangan dan kepentingan duniawi me-

reka, dan rencana-Nya tidak sesuai dengan pengharap-

an mereka akan kerajaan Mesias, maka mereka pun 

bertekad untuk membunuh-Nya, tak peduli siapa pun 

Dia itu sebenarnya. Kayafas tidak berkata, biarlah Dia 

dibungkam saja, dipenjara, dikucilkan. Padahal hal itu 

mungkin sudah cukup ampuh untuk mengekang sese-

orang yang mereka anggap berbahaya. Sebaliknya, me-

reka memutuskan bahwa Dia harus mati. Perhatikan, 

orang-orang yang menentang Kekristenan memang bia-

sanya mengabaikan kemanusiaan. Mereka juga terkenal 

dengan kekejaman mereka.  

Ketiga, usulan itu diajukan dengan halus, sehalus 

kelicikan si ular tua.  

1. Kayafas mengusulkan hikmatnya sendiri, yang me-

nurut anggapan kita pastilah sungguh berhikmat, 

sebab  dia seorang Imam Besar,  sekalipun Urim dan 

Thummim telah lama hilang. Betapa sombongnya ia 

berkata, “Kamu, imam-imam biasa, tidak tahu apa-

apa. Biarkan aku menelaah perkara ini lebih dalam 

dibandingkan  yang bisa kamu lakukan!” Begitulah biasa-

nya para penguasa menyalahgunakan wewenang 

mereka untuk memerintah seenaknya. sebab  mere-

ka diharuskan menjadi yang terbaik dan terbijak, 

maka mereka pun menginginkan supaya setiap 

orang percaya bahwa mereka memang demikian ada-

nya.  

2. Dia menganggap bahwa perkara ini sudah jelas de-

ngan sendirinya dan tidak perlu dipertentangkan 

lagi, dan hanya orang bodoh yang tidak melihatnya 

demikian. Perhatikan, nalar dan keadilan sering kali 

ditekan oleh tangan yang berkuasa. Kebenaran telah 

tersandung di tempat umum, dan saat itu pula kebe-

naran itu terjatuh ke bawah, dan ketulusan ditolak 

orang, dan saat ketulusan itu tertolak, maka ketu-

lusan pun hilang (Yes. 59:14).   

3.  Kayafas menegaskan pernyataan politik yang ber-

laku umum, yaitu bahwa kesejahteraan orang ba-

nyak harus lebih diutamakan dibandingkan  kepentingan 

segelintir orang-orang tertentu saja. Akan lebih ber-

guna bagi kita, sebagai imam-imam yang kehormat-

annya kini sedang dipertaruhkan, jika satu orang 

mati untuk bangsa kita. Sejauh itu, hal tersebut me-

mang mengandung kebenaran, bahwa lebih berguna 

dan juga merupakan sebuah perbuatan yang sangat 

mulia, bagi seorang manusia untuk mempertaruh-

kan nyawanya demi kepentingan bangsanya (Flp. 

2:17; 1Yoh. 3:16). Namun, menghukum mati sese-

orang yang tidak berdosa dengan berkedok menguta-

makan keamanan orang banyak yaitu  rancangan si 

Iblis. Dengan cerdiknya Kayafas menunjukkan bah-

wa orang yang yang terbaik dan terhebat, sekalipun 

major singulis – lebih hebat dari siapa pun juga, tetap 

saja minor universis – kurang hebat dari masyarakat 

banyak, dan sebab  itu orang itu wajib untuk memi-

kirkan agar hidupnya digunakan dengan baik, bila 

perlu sampai kehilangan hidupnya itu, untuk me-

nyelamatkan bangsa-Nya dari kehancuran. namun  , 

apa kaitan semuanya itu dengan pembunuhan se-

orang yang telah terbukti menjadi berkat, dengan 

berpura-pura bahwa hal itu perlu dilakukan untuk 

mencegah bencana menimpa bangsa mereka? Seha-

rusnya perkara itu dilihat dengan cara demikian: 

Apa gunanya bagi mereka untuk menimpakan darah 

seorang nabi ke atas diri mereka dan bangsa mereka 

sendiri hanya untuk mengamankan kepentingan ne-

geri mereka dari bahaya yang sebenarnya tidak perlu 

mereka takutkan? Apakah lebih berguna bagi me-

reka untuk menjauhkan Tuhan   dan kemuliaan-Nya 

dari diri mereka, ataukah menghadapi ketidakse-

nangan bangsa Romawi, yang pastinya tidak dapat 

membahayakan mereka bila Tuhan   ada di pihak 

mereka? Perhatikan, kebijakan lahiriah seperti itu, 

yang hanya mementingkan pertimbangan-pertim-

bangan keduniawian, pada akhirnya justru meng-

hancurkan segalanya, dan bukannya menyelamat-

kan segalanya. 

[2] Misteri yang terkandung dalam rancangan Kayafas itu 

pada awalnya tidak begitu kentara, namun   sang penulis 

Injil ini menuntun kita untuk mencermatinya (ay. 51-

52): Hal itu dikatakannya bukan dari dirinya sendiri, hal 

itu tidak hanya keluar dari rasa permusuhan dan per-

timbangannya sendiri, namun   dalam perkataan itu ia 

justru bernubuat, sekalipun ia sendiri tidak menya-

darinya, yaitu bahwa Yesus akan mati bagi bangsa itu. 

Berikut yaitu  tanggapan yang baik terhadap perkata-

an yang berbahaya itu. Rancangan Kayafas yang bejat 

itu dibuat supaya sejalan dengan rencana Tuhan   yang 

mulia. Kasih manusia mengajari kita untuk selalu 

mengartikan hal yang terbaik dari perkataan dan per-

buatan yang berbahaya dari orang lain, namun   kesalehan 

mengajari kita untuk memanfaatkan perkataan dan 

tindakan manusia untuk sesuatu yang baik, bahkan 

sekalipun maksud dari tindakan dan perkataan itu 

sebenarnya tidak demikian. Jika perbuatan orang jahat 

yang menentang kita bisa dipakai sebagai perpanjangan 

tangan Tuhan   untuk merendahkan hati dan mengubah-

kan diri kita, maka perkataan mereka melawan kita 

juga dapat dipakai sebagai perpanjangan mulut Tuhan   

untuk membimbing dan meyakinkan kita. Akan namun  , 

dalam perkataan Kayafas tersebut, ada  sebuah 

petunjuk istimewa dari sorga yang membuatnya mampu 

berkata seperti seorang yang memiliki pikiran mulia se-

cara rohani. Sebagaimana hati semua orang ada di 

tangan Tuhan  , begitu pula lidah mereka. Mereka yang 

berkata, “Lidah kami yaitu  milik kami sendiri, sehingga 

kita boleh berkata apa pun yang kita mau tanpa harus 

mempertanggungjawabkannya di hadapan Tuhan  , dan 

kita dapat mengatakan apa yang kita mau tanpa terke-

kang oleh kuasa dan rencana-Nya,” sesungguhnya se-

dang menipu diri mereka sendiri. Bileam tidak dapat 

mengucapkan apa yang ingin ia katakan saat ia ber-

maksud untuk mengutuk Israel, begitu pula Laban, 

sewaktu ia mengejar Yakub. 

(4) Sang penulis Injil menjelaskan dan membeberkan perkata-

an Kayafas itu. 

[1] Ia menerangkan perkataan Kayafas dan menunjukkan 

bahwa perkataan itu bukan hanya terlontar begitu saja, 

namun   juga memang dimaksudkan begitu, sesuai dengan 

tujuan yang agung itu. Dia tidak mengatakan hal itu 

dari dirinya sendiri. saat  dipakai untuk menghasut 

mahkamah supaya melawan Kristus, dia mengatakan 

hal itu dengan mulutnya sendiri, bahkan mungkin de-

ngan arahan Iblis. namun  , perkataannya itu yaitu  pe-

tunjuk dari Tuhan  , sebab  menyatakan tujuan dan ran-

cangan Tuhan   melalui kematian Kristus, untuk menyela-

matkan bangsa Israel rohani dari dosa dan murka 

Tuhan  . Dalam hal ini, Kayafas tidak berbicara dari diri-

nya sendiri, sebab dia sama sekali tidak tahu apa-apa 

mengenai itu. Dia sendiri tidak demikian maksudnya 

dan tidak demikian rancangan hatinya, sebab dalam 

hatinya tidak ada niat lain selain hendak memusnah-

kan dan melenyapkan (Yes. 10:7). 

Pertama, Kayafas bernubuat. Orang-orang yang ber-

nubuat tidak berbicara dari diri mereka sendiri. namun  , 

apakah ini berarti bahwa Kayafas juga termasuk salah 

seorang nabi? Begitulah kenyataannya, pro hâc vice –

hanya sekali itu saja, walaupun ia seorang yang jahat 

dan musuh yang paling kejam bagi Kristus dan Injil-

Nya.  

Perhatikan:  

1.  Tuhan   sanggup dan sering kali memakai orang-orang 

jahat sebagai alat untuk melayani tujuan-tujuan-

Nya, sekalipun hal itu bertentangan dengan maksud 

mereka sendiri. Sebab, Tuhan   tidak hanya mengikat 

mereka dengan belenggu untuk mencegah mereka 

berbuat kejahatan yang mereka rancangkan, namun   

juga melilit mereka dengan kekang untuk mengarah-

kan mereka supaya melakukan sesuatu yang sebe-

narnya tidak mereka inginkan.  

2.  Perkataan nubuatan yang keluar dari mulut tidak 

merupakan jaminan bahwa di dalam hati mereka 

juga ada  kasih karunia. Seruan Tuhan, Tuhan, 

bukankah kami bernubuat demi nama-Mu? Juga 

akan ditolak sebagai pembelaan yang tidak ada apa-

apanya. 

Kedua, Kayafas bernubuat sebagai Imam Besar pada 

tahun itu. Hal ini tidak berarti bahwa jabatannya seba-

gai Imam Besar ada kaitannya dengan kelayakan atau 

ketidaklayakannya menjadi seorang nabi. Kita tidak 

bisa menyimpulkan bahwa jubah istimewa seorang pe-

mimpin agama dapat menggerakkan orang bejat yang 

memakainya untuk bernubuat.  

Namun:  

1.  Sebagai Imam Besar, Kayafas memiliki kedudukan 

yang tinggi dalam kumpulan itu, sehingga Tuhan   pun 

lebih berkenan menaruh perkataan penting itu ke 

dalam mulutnya, dibandingkan  di mulut orang-orang 

lainnya, supaya hal itu lebih diperhatikan, dan jika 

tidak diperhatikan, maka hal itu benar-benar sudah 

keterlaluan. Petunjuk-petunjuk yang terlontar dari 

para pembesar memang dipandang layak untuk di-

cermati: Keputusan dari Tuhan   ada di bibir raja. Oleh 

sebab  itulah, pernyataan Tuhan   ini pun ditaruh di 

bibir Imam Besar, sehingga dari mulutnya pun ke-

luar pernyataan tersebut, bahwa Kristus mati demi 

kebaikan seluruh bangsa, dan bukan sebab  di ta-

ngannya ada  pelanggaran. Kayafas kebetulan 

tengah menjabat sebagai Imam Besar pada tahun 

penebusan itu, saat Mesias Sang Raja harus dising-

kirkan, padahal tidak ada salahnya apa-apa (Dan. 

9:26), dan ia pun harus mengakui kebenaran itu.   

2.  sebab  jabatan Kayafas sebagai Imam Besar pada 

tahun itu, tahun yang ternama sebab  saat itu akan 

ada  pencurahan Roh besar-besaran seperti yang 

belum pernah terjadi sebelumnya, berdasarkan nu-

buatan (Yl. 2:28-29, bdk. Kis. 2:17), maka sedikit 

tetes terang mulia pun ikut menerangi Kayafas, 

seperti remah-remah (begitulah yang dikatakan Dr. 

Lightfoot) roti milik anak-anak yang jatuh ke bawah 

meja dan dimakan oleh anjing.  Tahun itu merupa-

kan tahun berakhirnya jabatan imamat kaum Lewi, 

dan dari mulut Imam Besar tahun itu terlontarlah 

sebuah pernyataan terselubung mengenai penyerah-

an jabatannya kepada Seseorang yang tidak akan 

mengorbankan binatang (sebagaimana yang telah 

mereka lakukan selama berabad-abad) bagi bangsa 

itu, melainkan mengorbankan diri-Nya sendiri, dan 

dengan demikian, Ia pun mengakhiri upacara per-

sembahan korban untuk menebus dosa. Kayafas me-

nyerahkan jabatannya itu tanpa ia sadari, seperti 

Ishak saat  memberikan berkatnya kepada Yakub.  

Ketiga, inti dari nubuatannya itu yaitu  bahwa 

Yesus akan mati untuk bangsa itu, hal yang sama yang 

mengenainya semua nabi bersaksi, yang sebelumnya 

memberi kesaksian tentang segala penderitaan yang 

akan menimpa Kristus (1Ptr. 1:11), bahwa kematian 

Kristus berarti kehidupan dan keselamatan bagi Israel. 

Maksud Kayafas dengan bangsa itu yaitu  mereka yang 

teguh berpegang pada ajaran Yudaisme, namun   maksud 

Tuhan   mencakup semua orang yang mau menerima 

pengajaran Kristus dan menjadi pengikut-Nya, yaitu 

semua orang percaya, keturunan Abraham secara ro-

hani.  Kematian Kristus, yang kini tengah direncanakan 

oleh Kayafas itu terbukti menghancurkan seluruh ke-

pentingan bangsa yang ingin diamankan dan diteguh-

kan oleh Kayafas, sebab hal itu mendatangkan murka 

terhebat atas diri mereka. Dan sebaliknya juga kemati-

an-Nya itu terbukti membawa keberhasilan bagi sesua-

tu yang justru hendak dimusnahkannya, sebab dengan 

diangkatnya Kristus dari muka bumi ini, seluruh manu-

sia pun ditarik mendekat kepada-Nya. Nubuatan ini 

memang mengandung perkara yang amat besar, yaitu 

bahwa Yesus akan mati, mati bagi orang-orang lain, bu-

kan saja demi kebaikan mereka, namun   bahkan meng-

gantikan tempat mereka, mati bagi bangsa itu, sebab 

merekalah yang pertama kali ditawari keselamatan 

melalui kematian-Nya. Jika seluruh bangsa Yahudi se-

pakat untuk percaya kepada Kristus dan menerima 

Injil-Nya, maka mereka tidak hanya akan diselamatkan 

selamanya, namun   juga diselamatkan dari kehancuran 

mereka sebagai sebuah bangsa. Sumber itu pertama-

tama terbuka bagi keluarga Daud (Za. 13:1). Kristus 

mati bagi bangsa itu supaya seluruh bangsa itu tidak 

binasa, namun   supaya tinggal suatu sisa (Rm. 11:5).  

[2]  Penulis Injil ini menguraikan perkataan Kayafas itu (ay. 

52), bukan untuk bangsa itu saja, meskipun bangsa itu 

menganggap diri mereka sebagai kesayangan Sorga, 

namun   juga untuk mengumpulkan dan mempersatukan 

anak-anak Tuhan   yang tercerai-berai. Perhatikanlah di 

sini,  

Pertama, orang-orang yang baginya Kristus mati: 

bukan untuk bangsa Yahudi saja (sebab mana mungkin 

Anak Tuhan   harus menjalani pekerjaan yang begitu be-

sar hanya untuk mengembalikan keturunan Yakub yang 

masih terpelihara dan orang-orang Israel yang tercerai-

berai). Tidak demikian, melainkan Dia harus menyam-

paikan keselamatan sampai ke ujung bumi (Yes. 49:6). 

Kristus harus mati bagi anak-anak Tuhan   yang tercerai-

berai. 

1. Sebagian orang mengartikannya sebagai anak-anak 

Tuhan   di zaman itu, yang tercerai-berai di antara 

kaum bukan-Yahudi, yaitu orang-orang yang saleh 

dari segala bangsa (Kis. 2:5), yang takut akan Tuhan    

(Kis. 10:2), dan menyembah-Nya (Kis. 17:4), para 

penganut agama yang melayani Tuhan   Abraham te-

tapi tidak tunduk kepada tata cara hukum Taurat 

Musa, orang-orang yang beriman pada agama namun   

tersebar di antara bangsa-bangsa dan tidak memiliki 

pengakuan iman tertentu yang mempersatukan atau 

membedakan mereka dari kaum lainnya. Kristus 

mati untuk mempersatukan mereka dalam satu ke-

satuan masyarakat yang besar, untuk dinyatakan 

sebagai berasal dari kumpulan-Nya dan diperintah 

oleh-Nya. Ini artinya ada pedoman yang ditetapkan 

supaya semua orang yang menghormati Tuhan   dan 

peduli akan keselamatan jiwa mereka dapat berpe-

gang dan tunduk padanya.  

2.  Sebagian orang lagi mengartikan itu sebagai semua 

orang yang dipilih atas dasar anugerah, yang di-

panggil sebagai anak-anak Tuhan  , sekalipun mereka 

belum dilahirkan pada saat itu, sebab mereka telah 

dipilih Tuhan   sejak semula untuk menjadi anak-anak-

Nya (Ef. 1:5). Orang-orang itu tercerai berai di berba-

gai tempat di bumi ini, di antara banyak suku dan 

bahasa (Why. 7:9), dan di berbagai masa, sampai 

akhir zaman. Mereka yaitu  orang-orang yang takut 

akan Tuhan   di seluruh generasi. Bagi mereka inilah Ia 

mengarahkan mata-Nya saat  menjalankan pene-

busan dengan darah-Nya itu. Sebagaimana Dia ber-

doa bagi mereka, demikian pula Ia mati bagi semua 

orang yang percaya kepada-Nya.  

Kedua, Tujuan dan maksud kematian-Nya bagi 

orang-orang itu. Dia mati untuk mengumpulkan mereka 

yang telah tersesat, dan untuk mempersatukan mereka 

yang tercerai-berai, untuk mengundang mereka yang 

jauh dari-Nya supaya datang mendekat, dan untuk 

mempersatukan mereka yang ada di dalam Dia namun   

berjauhan satu sama lain.  

Kematian Kristus itu merupakan:  

1.  Daya tarik luar biasa yang mempesonakan hati kita, 

sebab itulah tujuan utama mengapa Ia ditinggikan, 

yaitu untuk menarik umat manusia mendekat kepa-

da-Nya. Berbaliknya jiwa-jiwa pengumpulan jiwa-

jiwa ke dalam Kristus sebagai penguasa dan perlin-

dungan mereka, sebagaimana merpati-merpati ter-

bang ke sarang mereka. Untuk itulah Dia mati. 

Melalui kematian-Nya ia menebus mereka menjadi 

milik-Nya, dan mendapatkan karunia Roh Kudus 

bagi mereka. Kasih-Nya sampai mau mati bagi kita 

itu yang terutama sekali yang menarik kasih kita. 

2. Pusat utama dari kebersamaan kita. Dia memper-

satukan mereka (Ef. 1:10). Mereka menjadi satu 

dengan Dia, satu tubuh, satu roh, dan menyatu de-

ngan yang lainnya di dalam Dia. Seluruh orang ku-

dus dari segala tempat dan masa bertemu di dalam 

Kristus, sebagaimana seluruh anggota di dalam ke-

pala dan semua cabang di dalam akar. Melalui ke-

matian-Nya, Kristus mengantarkan semua orang ku-

dus menjadi satu ke dalam kasih karunia dan belas 

kasihan Tuhan   (Ibr. 2:11-13), dan sebab  dasar kema-

tian-Nya pula, Ia mengajarkan mereka semua untuk 

mengasihi dan menyayangi satu sama lain (13:34). 

(5) Hasil dari perdebatan itu yaitu  keputusan bulat mahka-

mah untuk membunuh Yesus (ay. 53): Mulai dari hari itu 

mereka sepakat untuk membunuh Dia. Kini mereka telah 

saling memahami, dan setiap orang sudah bersepakat bah-

wa Yesus harus mati. Kelihatannya, sebuah dewan telah 

terbentuk dan duduk de die in diem – tiap-tiap hari, untuk 

mempertimbangkan, memperbincangkan dan menerima 

usulan untuk melaksanakan keputusan di atas. Perhati-

kan, kejahatan orang bejat selalu terus bertambah dalam 

(Yak. 1:15; Yeh. 7:10). Dua kemajuan besar kini telah me-

reka capai dalam rangka merancangkan kejahatan mela-

wan Kristus. 

[1]  Apa yang telah mereka pikirkan masing-masing secara 

terpisah kini telah disepakati bersama, sehingga kini 

mereka pun saling meneguhkan satu sama lain dalam 

niat jahat mereka, dan meneruskan rencana mereka 

dengan keyakinan yang lebih besar. Dengan berunding 

bersama, orang-orang jahat saling menguatkan dan 

mendorong dalam tindakan kejahatan mereka. Orang-

orang yang berakhlak bejat bergirang saat mereka men-

dapati orang lain juga sehati sepikiran dengan mereka: 

sehingga kejahatan yang sebelumnya terlihat sulit kini 

bukan saja tampaknya mungkin dilakukan, namun   juga 

lebih mudah untuk dijalankan, vis unita fortior – tenaga 

yang disatukan akan menjadi lebih kuat.  

[2] Sebelumnya, mereka tidak memiliki alasan yang kuat 

untuk menjalankan perbuatan yang sangat ingin me-

reka lakukan, namun   kini mereka diperlengkapi dengan 

kedok yang sempurna untuk membenarkan diri mereka 

sendiri, yang akan sangat bermanfaat, kalau bukan 

untuk menghilangkan rasa bersalah (yang sebetulnya

tidak begitu mereka pedulikan), maka bisa menghindari 

kemarahan orang banyak. Dengan demikian, mereka 

dapat memuaskan, kalau bukan kepentingan pribadi, 

maka kepentingan politis. Begitulah yang diperkirakan 

oleh sebagian orang. Banyak orang dengan entengnya 

terus saja melakukan tindakan yang jahat selama me-

reka memiliki dalih yang kuat untuk melakukannya. 

Tekad kuat mereka untuk menghukum mati Kristus, 

tanpa peduli benar ataupun salah, membuktikan bahwa 

serangkaian persidangan yang harus Ia hadapi itu 

hanyalah sekadar pertunjukan dan kedok belaka, sebab 

sebelum itu pun mereka sudah memutuskan tindakan 

mereka. 

(6) Kristus pun segera meninggalkan tempat itu dengan diam-

diam, sebab Ia tahu betul apa yang telah diputuskan mah-

kamah itu (ay. 54). 

[1] Dia menahan penampakan-Nya di depan umum: Ia 

tidak tampil lagi di muka umum di antara orang-orang 

Yahudi, di antara penduduk Yudea yang di sini disebut 

sebagai orang-orang Yahudi, terutama mereka yang ada 

di Yerusalem, ou periepatei – Ia tidak berjalan ke sana 

ke mari di antara mereka, tidak pergi dari satu tempat 

ke tempat lain, tidak berkhotbah dan melakukan muji-

zat dengan terang-terangan seperti sebelumnya, namun   

Dia tinggal di Yudea, tanpa diketahui di mana. Begitulah 

imam-imam kepala meletakkan Pelita bangsa Israel di 

bawah gantang.  

[2]  Dia menyepi ke tempat yang tidak begitu dikenal di ne-

geri itu, begitu terpencilnya sampai-sampai nama tem-

pat itu pun jarang sekali disebut-sebut di bagian lain. Ia 

berangkat ke daerah dekat padang gurun, seolah-olah Ia 

sudah terbuang dari antara manusia, atau seperti Yere-

mia, Ia berharap, sekiranya di padang gurun ia mempu-

nyai tempat penginapan bagi orang-orang yang sedang 

dalam perjalanan (Yer. 9:2). Ia masuk ke sebuah kota 

yang bernama Efraim, yang diartikan beberapa orang 

sebagai Efrata, yaitu Betlehem, tempat Ia dilahirkan, 

yang berbatasan dengan padang gurun Yudea. Ada pula 

yang mengartikannya sebagai Efron atau Efraim seperti 

yang disebutkan dalam 2 Tawarikh 13:19. Ke sana mu-

rid-murid-Nya pergi bersama-Nya. Mereka tidak mau 

meninggalkan-Nya sendirian saja, dan Ia pun tidak mau 

meninggalkan mereka dalam bahaya. Ke sanalah Ia me-

neruskan perjalanan-Nya, dietribe, di sana pula Ia terus 

berbicara, sebab Ia tahu bagaimana harus memanfaat-

kan waktu menyepi-Nya ini untuk berbicara secara 

pribadi, saat Ia tidak punya kesempatan untuk berkhot-

bah di hadapan umum. Saat Ia diusir dari Bait Tuhan  , 

Dia bercakap-cakap dengan para murid-Nya, yang ada-

lah keluarga-Nya, dan tidak diragukan lagi, diatribai 

atau percakapan-Nya itu, pastilah sangat membangun. 

Kita harus melakukan kebaikan semampu kita saat kita 

tidak dapat melakukan kebaikan seperti yang kita 

inginkan. namun  , mengapa kini Kristus mengundurkan 

diri? Hal itu dilakukan-Nya bukan sebab  Ia takut 

terhadap kuasa para musuh-Nya, atau sebab  Ia tidak 

mempercayai kuasa-Nya sendiri. Dia punya banyak cara 

untuk dapat meloloskan diri, dan tidak bermaksud 

untuk menghindari penderitaan atau tidak siap untuk 

menghadapi semua itu. Sebaliknya, Dia menyepi, 

 Pertama, untuk menunjukkan ketidaksenangan-Nya 

terhadap kota Yerusalem dan orang-orang Yahudi. Me-

reka menolak-Nya dan Injil-Nya. sebab  itu, sah-sah 

saja jika kini Ia menarik diri dan Injil-Nya dari antara 

mereka. Sang Raja segala Pengajar kini menyembunyi-

kan diri (Yes. 30:20), Dia tidak lagi terlihat kini. Inilah 

peringatan menyedihkan mengenai kegelapan besar 

yang sebentar lagi akan meliputi Yerusalem, sebab kota 

itu tidak tahu hari Tuhan   melawatnya.  

Kedua, untuk membuat kekejaman para musuh ter-

hadap-Nya menjadi benar-benar tidak terampuni. Jika 

penampakan-Nya di hadapan umum meresahkan diri 

mereka sendiri dan dianggap membahayakan rakyat ba-

nyak itu, maka Ia kini hendak melihat apakah kema-

rahan mereka akan surut jika Ia mengundurkan diri. 

Saat Daud lari ke Gat, Saul pun merasa puas dan tidak 

lagi mencarinya (1Sam. 27:4). Namun, nyawalah, nyawa 

yang berharga, yang kini diincar oleh orang-orang jahat 

ini.  

Ketiga, saat-Nya belumlah tiba, dan sebab  itulah Ia 

pun tidak mau menantang bahaya dan melakukannya 

dengan cara yang lumrah dilakukan manusia, yang Ia 

pakai untuk membenarkan sekaligus mendorong tin-

dakan menyelamatkan diri bagi para hamba-Nya pada 

masa penganiayaan, dan juga untuk menghiburkan hati 

mereka yang tidak lagi diperbolehkan bekerja dan ter-

paksa harus dikungkung dalam kesendirian dan kege-

lapan. Seorang murid tidak lebih baik dari pada guru-

nya.  

Keempat, Pengunduran diri-Nya untuk sementara 

waktu itu dimaksudkan untuk membuat kedatangan-

Nya kembali ke Yerusalem, bila saat-Nya telah tiba nan-

ti, menjadi lebih gemilang dan bercahaya. Inilah yang 

memicu seruan sukacita yang diserukan para pengikut-

Nya saat  Ia tampil lagi di hadapan mereka, saat Ia 

mengendarai keledai memasuki kota itu dengan penuh 

kemenangan.  

(7)  Pencarian yang mereka lakukan dengan saksama selama Ia 

menyepi (ay. 55-57). 

[1] Kesempatan emas datang saat hari raya Paskah sudah 

dekat, sebab mereka mengharapkan kedatangan-Nya, 

sesuai dengan kebiasaan saat itu (ay. 55): hari raya Pas-

kah orang Yahudi sudah dekat, yaitu sebuah perayaan 

yang begitu penting bagi mereka, dan yang selalu mere-

ka nantikan jauh-jauh hari sebelumnya. Paskah itu 

merupakan yang keempat sekaligus yang terakhir bagi 

Kristus sejak Ia mulai melakukan pelayanan-Nya, dan 

tentang hari Paskah itu dapat dikatakan, “Paskah sema-

cam itu tidak pernah lagi dirayakan di Israel (2Taw. 

35:18), sebab pada saat itulah Kristus, Domba Paskah 

kita, dikorbankan bagi kita.” Kini hari raya Paskah ham-

pir tiba, dan banyak orang dari negeri itu berangkat ke 

Yerusalem untuk menyucikan diri. Hal ini bisa berarti, 

Pertama, sebuah penyucian yang harus dilakukan oleh 

mereka yang telah cemar menurut adat istiadat mereka. 

Mereka datang untuk diperciki dengan air penyucian, 

dan untuk melakukan serangkaian ibadah pembersihan 

diri menurut hukum Taurat, sebab  mereka tidak boleh 

makan Paskah dalam keadaan najis (Bil. 9:6). Demi-

kianlah juga, sebelum merayakan Paskah Injil, kita pun 

harus memperbarui pertobatan kita dan membersihkan 

diri dalam darah Kristus melalui iman kita, sehingga 

dengan begitu, kita menghormati mezbah Tuhan  . Atau, 

Kedua, mereka ke Yerusalem untuk melakukan penyuci-

an diri secara sukarela, atau tindakan pemisahan diri, 

dengan berdoa dan berpuasa atau melakukan kegiatan-

kegiatan agamawi lainnya. Orang-orang yang sangat 

saleh memilih untuk melakukan ibadah-ibadah demi-

kian sebelum hari raya Paskah di Yerusalem, sebab  

ada pelayanan yang tersedia di Bait Tuhan   di sana. De-

mikian jugalah kita harus dengan sungguh hati mem-

persiapkan diri untuk naik ke gunung dan menantikan-

nantikan dengan yakin akan bertemu Tuhan   di sana.  

[2] Pencarian itu dilakukan dengan terang-terangan: Mere-

ka berkata, “Bagaimana pendapatmu? Akan datang ju-

gakah Ia ke pesta?” (ay. 56). 

Pertama, sebagian orang berpendapat bahwa perta-

nyaan di atas terlontar dari mulut orang-orang yang 

memihak kepada Kristus dan mengharapkan kedatang-

an-Nya, supaya mereka dapat mendengar pengajaran 

dan melihat mujizat-mujizat-Nya. Orang-orang yang 

pergi dari daerah mereka untuk menyucikan diri itu be-

nar-benar ingin bertemu dengan Kristus, dan mungkin 

mereka datang lebih awal dengan harapan bisa bertemu 

dengan-Nya. sebab  itulah, sambil mereka berdiri di 

dalam Bait Tuhan  , yang merupakan tempat penyucian 

diri mereka itu, mereka pun bertanya-tanya tentang 

kabar Kristus. Adakah orang yang dapat memberi mere-

ka secercah harapan untuk melihat Dia? Jika memang 

demikian, dan jika mereka itu yaitu  orang-orang yang 

paling saleh dan memperhatikan agama, yang begitu 

menghormati Kristus, maka hal itu merupakan teguran 

terhadap sikap permusuhan yang ditunjukkan imam-

imam kepala, serta sebuah kesaksian melawan mereka.   

Kedua, tampaknya saya lebih berpendapat bahwa 

orang-orang itu yaitu  musuh-musuh Kristus yang se-

dang memburu-Nya, yang sedang menanti-nantikan 

kesempatan untuk menahan Dia. Saat mereka melihat 

kota mulai dipenuhi oleh orang-orang saleh dari berba-

gai daerah lain, mereka pun bertanya-tanya mengapa 

Kristus tidak terlihat di antara mereka. Saat mereka 

seharusnya membantu orang-orang yang datang untuk 

menyucikan diri sesuai dengan tugas mereka di tempat 

itu, mereka malah merencanakan persekongkolan mela-

wan Kristus. Betapa dalamnya gereja Yahudi telah me-

rosot, saat imam-imam Tuhan justru menjadi serupa 

dengan imam-imam lembu berhala, sebuah perangkap 

bagi Mizpa, dan jaring yang dikembangkan di atas u

gunung Tabor, dan lobang yang dikeruk di lembah Sitim 

(Hos. 5:1-2), – saat mereka seharusnya menjalankan pe-

rayaan dengan roti tidak beragi, mereka malah mence-

mari diri mereka sendiri dengan ragi kejahatan yang 

paling busuk! Pertanyaan mereka itu, Bagaimana pen-

dapatmu? Akan datang jugakah Ia ke pesta? Menyi-

ratkan,  

1.  Anggapan yang rendah terhadap Kristus, seolah-olah 

Ia mungkin tidak akan berani datang dan menam-

pakkan diri di hari perayaan bagi Tuhan. Jika orang 

lain yang tidak mempedulikan agama tidak hadir, 

mereka tidak akan diperhatikan. Namun, jika Kris-

tus yang tidak hadir, sekalipun itu demi keselamat-

an nyawa-Nya (sebab Tuhan   lebih menghendaki belas 

kasihan dibandingkan  korban sembelihan), pastilah Ia 

akan dicela, seperti yang terjadi pada Daud saat kur-

sinya di jamuan terlihat kosong, padahal ia diun-

dang ke sana hanya sebab  Saul ingin mencari ke-

sempatan untuk menombaknya ke tembok (1Sam. 

20:25-27 dst.). Menyedihkan sekali bila ibadah yang 

suci diselewengkan untuk mencapai maksud yang 

kotor.  

2.  Ketakutan mereka kalau-kalau permainan mereka 

itu akan gagal: “Akan datang jugakah Ia ke pesta?  

Jika Ia tidak datang, maka sia-sialah rancangan kita

dan celakalah kita, sebab tidak mungkin menyuruh 

orang ke wilayah-Nya untuk menjemput-Nya.”  

[3] Perintah yang telah dikeluarkan oleh penguasa menge-

nai penangkapan Kristus sangatlah keras (ay. 57). Mah-

kamah Agama telah mengeluarkan peringatan keras 

yang mewajibkan siapa pun di kota atau daerah lain 

yang tahu di mana Dia berada (seolah-olah Dia itu se-

orang penjahat yang telah lari dari keadilan), untuk 

memberitahukan hal itu, supaya Kristus dapat ditang-

kap. Mungkin juga mereka mengiming-imingi orang de-

ngan hadiah jika mereka berhasil menemukan-Nya, dan 

mengancam siapa pun yang menyembunyikan-Nya. De-

ngan demikian, mereka membuat Kristus terlihat seba-

gai seorang yang sangat jahat dan berbahaya di mata 

orang banyak, seorang buronan yang layak diserang 

oleh siapa pun. Saul juga mengeluarkan peringatan se-

perti itu saat ia hendak menangkap Daud. Demikian 

pula dengan Ahab, saat ia hendak menangkap Elia.   

Lihatlah:  

Pertama, betapa bersungguh-sungguhnya mereka 

dalam niat mereka untuk menganiaya Yesus, dan be-

tapa tak kenal lelahnya mereka berusaha melaksanakan 

rencana itu, bahkan di saat mereka seharusnya begitu 

sibuk dengan banyak hal, sekiranya mereka benar-

benar menghormati agama dan tugas mereka sebagai 

imam.  

Kedua, betapa giatnya mereka menggalakkan orang 

lain untuk turut terlibat dalam kesalahan mereka. Jika 

ada orang yang sampai hati mengkhianati Kristus, 

mereka pasti akan mendorongnya untuk berpikir bahwa 

dia harus melakukannya. Itulah maksud utama yang 

mereka tanamkan dalam diri orang banyak demi tujuan 

yang sangat jahat itu. Perhatikan, dosa-dosa para pe-

nguasa yang jahat bertambah berat saat mereka menye-

tir bawahan mereka untuk menjadi alat dalam menja-

lankan kejahatan mereka itu. Namun, sekalipun terda-

pat peringatan seperti itu, walaupun tak diragukan lagi 

banyak orang tahu di mana Dia berada, Dia tetap tidak 

ditemukan, sebab  masih ada sebagian orang yang me-

ngasihi-Nya dan juga sebab  Tuhan   menguasai hati nu-

rani sebagian yang lainnya. Sebab, Tuhan menyembu-

nyikan-Nya.