islam 10
hal ini tidak diingat, maka tentu saja mereka akan lambat
laun berhadapan dengan “kaum awam” ini . Para teroris pe
ledak bom di Bali pada akhirnya berhadapan dengan Undangun
dang AntiTerorisme, yang merupakan produk mayoritas kaum
muslimin awam di negeri ini. Dari semula, NU bersikap tidak
menyetujui tindak terorisme.
eg
Dalam Muktamar tahun 1935 di Banjarmasin, ada perta
nyaan dalam “baths al-masâ’il”; wajibkah kaum muslimin di
kawasan Hindia Belanda mempertahankan kawasan itu, sedang
kan mereka diperintah oleh kaum nonmuslimin (para kolonialis
Belanda)? Jawab Muktamar; wajib, karena kawasan itu dahulu
nya memiliki kerajaankerajaan Islam, dan kini kaum muslimin
dapat menerapkan ajaranajaran agama ini dengan bebas.
Diktum pertama (mengenai kerajaankerajaan Islam di kawasan
ini) diambilkan dari sebuah teks kuno, Bughyah al-Mustarsyi-
dîn, sedangkan diktum kedua hasil pemikiran (reinterpretasi)
para ulama Indonesia sendiri, namun sebenarnya pernah diung
kapkan sarjana muslim kenamaan Ibn Taimiyyah, yang di nege
ri ini kemudian dikenal karena menjadi subjek disertasi doktor
nu dan tERoRIsmE bERkEdok Islam
Islam tEntanG kEkERasan dan tERoRIsmE
g 308 h
Nurcholish Madjid.1
Keputusan Muktamar NU sepuluh tahun sebelum prokla
masi kemerdekaan itu, meratakan jalan bagi pencabutan Piagam
Jakarta dari Pembukaan UUD 1945 oleh para wakil organisasi
organisasi Islam di negeri kita, seperti Muhammadiyah dan NU.
Kalau pemimpin dari gerakangerakan Islam tidak mewajibkan,
berarti negara yang didirikan itu tidaklah harus menjadi negara
Islam. Kalau demikian, Islam tidak didekati secara kelembagaan
atau institusional, melainkan dari sudut budaya. Selama “buda
ya” Islam masih ada di negeri ini, maka Islam tidak mengalami
kekalahan dan tidak harus “dipertahankan” dengan tindak keke
rasan, seperti terorisme.
Islam memiliki cara hidupnya sendiri, yang tidak perlu di
pertahankan dengan kekerasan, karena cukup dikembangkan
dalam bentuk budaya. Dan inilah yang terjadi, seperti adanya
MTQ, penerbitanpenerbitan Islam yang berjumlah sangat ba
nyak, dan berbagai manifestasi keIslaman lain. Bahkan seka
rang, wajah “kesenian Islam” sudah menonjol demikian rupa
sehingga layar televisi pun menampung sekian banyak dari
berbagai wajah seni Islam yang kita miliki. Karena itu, Islam
tidak perlu dipertahankan dari ancaman siapa pun karena ia
memiliki dinamika tersendiri. Sebagai responsi atas “tekanan
tekanan” modernisasi, terutama dari “proses pemBaratan”
yang terjadi, kaum muslimin di negeri ini dapat mengambil atau
menolak pilihanpilihan mereka sendiri dari proses ini ,
mana yang mereka anut dan mana yang mereka buang. Karena
itu, hasilnya juga akan berbedabeda dari satu orang ke orang
lain dan dari satu kelompok ke kelompok lain. Penerimaan be
ragam atas proses itu akan membuat variasi sangat tinggi dari
responsi ini , yang sesuai dengan firman Allah: “dan Ku-ja
1 Prof. Dr. H. Nurcholish Madjid (populer dipanggil Cak Nur; 1939–
2005) adalah seorang pemikir Islam, cendekiawan, dan budayawan Indonesia.
Ia dibesarkan di lingkungan keluarga kiai terpandang di Mojoanyar, Jombang,
Jawa Timur. Pendiri dan Pemimpin Paramadina. Setelah melewati pendidikan
di berbagai pesantren, termasuk Gontor, Ponorogo, Cak Nur menempuh studi
kesarjanaan IAIN Jakarta (19611968), tokoh HMI ini menjalani studi dokto
ralnya di Universitas Chicago, Amerika Serikat (19781984), dengan disertasi
tentang filsafat dan kalam Ibnu Taimiyah. Cak Nur meninggal dunia pada 29
Agustus 2005 akibat penyakit hati yang dideritanya. Beliau dimakamkan di Ta
man Makam Pahlawan Kalibata meskipun merupakan warga sipil karena di
anggap telah banyak berjasa kepada negara.
g 309 h
dikan kalian berbangsabangsa dan bersukusuku bangsa untuk
dapat saling mengenal (wa ja’alnâkum syu’ûban wa qabâ’ila li
ta’ârafû)” (QS al Hujurât [49]:13). Ayat itu jelas memerintahkan
adanya ke-bhinekaan dan melarang eksklusifisme dari kalangan
kaum muslimin manapun.
Sebenarnya di antara “kalangan teroris” itu, terdapat juga
mereka yang melakukan tindak kekerasan atas perintahpesanan
dari mereka yang tadinya memegang kekuasaan. Karena mereka
masih ingin berkuasa, mereka menggunakan orangorang itu
atas nama Islam, untuk menghalangi prosesproses munculnya
rakyat ke jenjang kekuasaan. Dengan demikian, kalanganka
langan itu memiliki tujuan menghadang proses demokratisasi
dan untuk itu sebuah kelompok kaum muslimin digunakan un
tuk membela kepentingan orangorang ini atas nama Is
lam. Sungguh sayang jika maksud itu berhasil dilakukan. Rasa
rasanya, NU berkewajiban menggagalkan rencana ini , dan
karenanya bersikap konsisten untuk menolak tindak kekerasan
dalam memperjuangkan “kepentingan Islam”.
Islam tidak perlu dibela sebagaimana juga halnya Allah.
Keduaduanya dapat mempertahankan diri terhadap gangguan
siapa pun. Inilah yang dimaksudkan firman Allah; “Hari ini Ku-
sempurnakan bagi kalian agama kalian dan Kusempurnakan
bagi kalian (pemberian) nikmatKu, dan Kurelakan bagi kalian
Islam sebagai agama (al-yauma akmaltu lakum dînakum wa
atmamtu ‘alaikum nikmatî wa radlîtû lakum al-Islâma dînan)”
(QS alMaidah [5]:3), menunjuk dengan tepat mengapa Islam
tidak perlu dipertahankan dengan tindakan apa pun, kecuali
dengan melaksanakan cara hidup Islam itu sendiri. Sangat indah
untuk diucapkan, namun sulit dilaksanakan, bukan? h
nu dan tERoRIsmE bERkEdok Islam
g 310 h
Peledakan bom di Denpasar, semakin hari semakin ba
nyak mendapat sorotan. Salah satu hal terpenting, adalah
mengetahui siapa yang melakukan, dan mengapa mereka
melakukannya. Dikatakan “mereka”, karena jelas sekali peris
tiwa seperti itu tidak akan mungkin dilakukan oleh seorang diri
belaka, sehingga digunakan kata ini untuk menunjuk para
pelakunya. Sayangnya, hingga hari ini belum dapat disebutkan
siapasiapa pelaku sebenarnya. Janganjangan, hasil pemeriksa
an tidak akan diumumkan secara jujur, karena menyangkut peja
bat yang berada dalam sistem kekuasaan. Bukankah banyak hal
di Indonesia selama ini tidak pernah dibongkar sampai tuntas,
melainkan ditutuptutupi dari mata masyarakat?.
Banyak pihak ditunjuk oleh orang yang berbedabeda seba
gai para pelaku kejadian itu, sesuai dengan kepentingan masing
masing. Juga karena adanya halhal yang dapat ditunjuk sebagai
persambungan dari peristiwa pemboman yang pernah terjadi.
Begitu juga, demikian banyak konspirasi/komplotan yang dapat
ditunjuk sebagai biang keladi, sehingga hal yang sebenarnya ter
jadi menjadi tertutup olehnya. Penulis khawatir, janganjangan
peristiwa yang sebenarnya, justru malah dikaburkan oleh sekian
banyak gambaran adanya konspirasi/komplotan yang terjadi di
Bali ini .
Bom di Bali dan Islam
g 311 h
Yang tampak jelas hanyalah beberapa hal saja. Pertama,
peledakan bom itu terjadi di Pulau Dewata Bali. Kedua, bahwa
korbannya adalah orangorang Australia, yang berjumlah sa
ngat besar dan menerbitkan amarah dunia internasional. Masih
menjadi pertanyaan lagi, mungkinkah pemerintah kita sendiri
dapat dan bersedia melakukan pelacakan atas kejadian ini
dengan tuntas? Mungkin pertanyaan ini terdengar agak sinis,
ta pi bukankah demikian banyak peristiwa yang telah terjadi di
negeri kita tanpa ada pemeriksaan sampai tuntas, hingga kita pa
tut bertanyatanya, benarkah pemerintah kita nanti akan mena
ngani segala sesuatunya secara serius? Buktinya, penulis telah
memerintahkan Panglima TNI dan Kapolri —sewaktu menjabat
sebagai Presiden, untuk melakukan penangkapanpenangkapan.
Namun, mereka tidak melaksanakan perintah ini , bahkan
sampai hari inipun pihak Mahkamah Agung (MA) belum mau
menjawab pertanyaan penulis, apakah terjadi tindakan insub
ordinatif oleh kedua pejabat ini , dengan menolak menger
jakannya? Kalau MA saja tidak memiliki keberanian untuk mem
berikan jawaban terhadap keadaan yang demikian jelas tadi, dan
pihak ekskutifpemerintah dan legislatifjuga tidak mau mem
pertanyakan hal itu, bukankah hal sejelas itu menunjukkan ada
nya kebuntuan pemerintahan? Bukankah kebuntuan itu juga
yang dapat menghentikan pemerintah untuk mencari tahu siapa
saja yang menjadi para pelaku peledakan bom di Denpasar itu?
eg
Terjadilah simpangsiur pendapat karenanya. Ada yang
mengatakan pelakunya adalah pihak luar negeri, dalam hal ini
adalah orangorang Amerika Serikat (AS). Di pihak lain, ada yang
beranggapan bahwa hanya pihak dalam negeri saja yang terlibat
dalam kejadian ini. Ada yang berpendapat lagi, bahwa pihak luar
negeri bekerjasama dengan unsurunsur yang ada di dalam nege
ri sendiri yang menjadi para pelaku. Demikian juga terjadi perbe
daan yang cukup tajam antara mereka yang berpendapat adakah
jaringan Islam ekstrim/garis keras terlibat dalam kejadian ini .
Jika jalan pikiran ini terus diikuti, tentu timbul pertanyaan
siapa saja atau organisasi mana yang membiarkan diri terlibat
dalam kejadian ini ? Laskar Jihadkah, yang merupakan ca
bang dari organisasi dengan nama serupa di Saudi Arabia. Lalu,
bom dI balI dan Islam
Islam tEntanG kEkERasan dan tERoRIsmE
g 312 h
mengapakah mereka “buruburu” membubarkan diri begitu
terjadi peristiwa di Bali ini ? Adakah hubungan antara ke
jadian ini di satu pihak, dengan masa depan organisasi itu?
Bukankah bubarnya organisasi itu di Saudi Arabia dan Indone
sia —pada waktu yang hampir bersamaan, justru menunjukkan
adanya jaringan (networking) dalam tubuh sebagian gerakan
Islam di dalam dan luar negeri? Bukankah ini menunjukkan ada
nya jaringan internasional di kalangan mereka, yang oleh pihak
lain dianggap sebagai bukti hadirnya jaringan internasional un
tuk mempromosikan versi mereka tentang hubungan gerakan
Islam dan nonIslam secara keseluruhan?
Demikian kacaunya perkembangan yang terjadi, hingga
ada pihak yang menganggap Abu Bakar Ba’asyir —seorang Kyai
pesantren dari Solo, sebagai salah seorang pelaku, sedangkan
yang lain menganggap ia tidak terkait sama sekali dengan peris
tiwa itu. Lalu, mengapakah ia sampai pingsan di rumah sakit,
begitu mengetahui dirinya akan diekstradisi ke AS? Ini lagilagi
menunjukkan ketidakjelasan yang kita hadapi. Hanya penelitian
yang mendalam dan kejujuranlah yang dapat mengungkapkan
hal ini secara terbuka kepada masyarakat. Rasanya, kalau tidak
ada tim khusus untuk melakukan hal itu, kita tetap tidak akan
tahu mengenai latar belakang maupun halhal lain dalam peris
tiwa itu.
eg
Dapat digambarkan di sini, betapa marahnya pihakpihak
internasional maupun domestik terhadap hal itu. Penulis yang
menggunakan rasio dengan tenang, dalam hal ini tidak dapat
mengemukakan secara menyeluruh dengan jujur apa yang ada
dalam pikirannya tentang kemungkinan siapa yang memerin
tahkan para pelaku sebenarnya yang melaksanakan pemboman
ini . Mengapa? Karena benak penulis penuh dengan nama
orangorang yang mungkin melakukan hal itu, dan juga nama
orangorang yang “patut diduga” (untuk meminjam istilah pe
langgaran konstitusi yang dilakukan para pemimpin partai poli
tik di DPR/MPR, dengan menggelar Sidang Istimewa beberapa
waktu yang lalu) terlibat dalam kasus ini.
Sementara, hal yang paling memilukan hati adalah nama
Islam dibawabawa dalam hal ini. Seolaholah kaum muslimin
g 313 h
seluruhnya turut serta melakukan hal ini , apalagi apa yang
terjadi di Pulau Dewata itu mayoritas penduduknya nonmuslim.
Demikian juga korban orang asing —yang keseluruhannya be
ragama nonmuslim. Padahal kita tahu kalaupun ada orang yang
beragama Islam terlibat dalam kasus ini, motif mereka bukanlah
faktor agama, melainkan uang, jabatan ataupun pengaruh. Kalau
orang yang benarbenar cinta terhadap Islam, mereka akan tahu
bahwa agama ini melarang tindak kekerasan, dan hanya
mengijinkannya untuk mempertahankan diri jika mereka diusir
dari rumah mereka (idzâ ukhrijû min diyârihim). Kalaupun ada
seorang muslim melakukan tindakan seperti itu guna membela
Islam dari “ancaman pihak lain” itu berarti ada penafsiran salah
yang dilakukan dalam memahami agama ini .
Demikianlah, Islam dan Indonesia menjadi korban dari
perbuatan yang tidak bertujuan mulia, jika alasan pribadi seper
ti, perebutan kekuasaan satu sama lain dengan korban rakyat
biasa dan para wisatawan mancanegara yang tak mengerti apa
apa, dipakai dalam hal ini. Semua dugaan dan rekonstruksi
bermacammacam di awal tulisan ini, akan menjadi terang jika
pemerintah membentuk tim independen yang diisi oleh orang
orang Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Organisasi
Massa (Ormas). namun , bukankah itu justru dianggap sebagai
sikap tidak percaya terhadap pemerintah, walaupun sebenarnya
kecurigaan seperti itu tidak pernah ada. Tragis, bukan? h
bom dI balI dan Islam
g 314 h
Beberapa waktu yang lalu, penulis diwawancarai oleh
wartawan dari Televisi SBS (Special Broadcasting Sys-
tem) dari Melbourne, Australia di lapangan terbang Ceng
kareng, sekitar jam 5.30 Wib. Ada tiga buah pertanyaan men
dasar yang diajukan pada penulis. Pertanyaan pertama berkisar
pada masalah mengapa penulis menganggap Abu Bakar Ba’asyir1
sebagai teroris? Penulis menjawab, bahwa laporan intelijen dari
lima negara menyebutkan hal ini . Termasuk di dalamnya
intelijen Malaysia dan Amerika Serikat, yang sejak dahulu tidak
pernah ada kecocokan antara keduanya. Selain itu penulis me
ngacu Hadits Nabi Saw menyatakan: “Kalau suatu masalah ti
dak diserahkan pada ahlinya, tunggulah datangnya kiamat (idzâ
wushida al ‘amru ilâ ghairi ahlihî fa intadziri al-sâ’ah).” Jadi,
sikap penulis itu sudah benar menurut ketentuan agama, dan ka
lau terbukti ada masalah lain akan diperiksa di kemudian hari.
1 Abu Bakar Ba’asyir (atau Abubakar Bashir) alias Abdus Somad (lahir
di Jombang pada 17 Agustus 1938) adalah seorang ustadz keturunan Arab asal
Indonesia. Ia juga dituding sebagai kepala spiritual Jemaah Islamiyah (JI), se
buah grup separatis militan Islam. Berbagai badan intelijen menuduh Ba’asyir
mempunyai hubungan dengan alQaeda. Ba’asyir membantah dia menjalin
hubungan dengan JI atau terorisme. Hingga saat ini, ia merupakan pemimpin
Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) yang bermarkas di Jogjakarta.
Benarkah mereka terlibat terorisme?
g 315 h
Beberapa hari sebelum itu, budayawan Emha Ainun Na
djib2 menyatakan dalam salah satu wawancara di Radio Rama
ko, bahwa keterangan mengenai keterlibatan Abu Bakar Ba’asyir
dalam terorisme, didasarkan pada pengakuan Umar Farouq3
pada pihak Amerika Serikat (AS). Menurut Emha, pengakuan
Umar Farouq tidak dapat diterima kebenarannya, karena ia ber
asal dari Ambon. Umar Farouq, demikian Emha menyimpulkan,
adalah lawan Abu Bakar Ba’asyir. Seolah-olah Emha mengikuti
pendapat AlIsfarayini bahwa pendapat seseorang tentang mu
suh atau lawannya tidak dapat diterima (la yuqbalu qaulu mujta-
hid ‘an-khashmihi). Benarkah pendapat Emha ini? Penulis meng
usulkan dalam sebuah konperensi pers sehari setelah itu, agar
dibuat komisi independen yang terdiri dari para ahli hukum dan
wakilwakil masyarakat, untuk meneliti mana yang benar: peng
akuan CIA (Central lntelligence Agency) ataukah Emha?
Sedangkan pendapat Wakil Presiden Hamzah Haz agar
Umar Farouq dibawa ke negeri ini untuk ditanyai, tidak sesuai
dengan kenyataan. CIA tidak akan mau mengirimkannya ke
negeri ini, karena khawatir jika tidak dilakukan penyelidikan
dengan benar. Sedangkan kalau dia diadili di sini (Indonesia),
kemungkinan mafia peradilan akan membebaskannya dari tu-
duhan ini . Bukankah segala hal dapat dibeli di negeri ini?
Demikian burukkah citra kita di dunia internasional, hingga ha
rapan seorang tokoh —seperti seorang Wakil Presiden Repub
lik Indonesia (RI)— disepelekan oleh pihak luar negeri? Tentu
saja kita tidak akan marah melihat kenyataan ini, karena hal itu
adalah kesalahan kita sendiri sebagai bangsa, yakni dengan mem
2 Emha Ainun Nadjib (Jombang, 27 Mei 1953), adalah seorang tokoh
intelektual Islam di Indonesia yang telah banyak menyusun buku esai dan
puisinya. Pendidikan formalnya hanya berakhir di semester 1 Fakultas Eko
nomi Universitas Gadjah Mada (UGM). Budayawan yang satu ini pernah lima
tahun hidup menggelandang di Malioboro Yogya antara 19701975 saat bela
jar sastra kepada guru yang dikaguminya, Umbu Landu Paranggi, seorang sufi
yang hidupnya misterius dan sangat mempengaruhi perjalanan Emha. Dalam
karir internasionalnya, ia pernah mengikuti lokakarya teater di Filipina (1980),
International Writing Program di Universitas Iowa, AS (1984), Festival Penyair
Internasional di Rotterdam (1984) dan Festival Horizonte III di Berlin Barat,
Jerman (1985) serta moment internasional lainnya.
3 Umar Farouq adalah tokoh jaringan teroris internasional Al Qaeda
untuk Asia Tenggara. Farouq ditangkap di Bogor 5 Juli 2002 dan ditahan di
penjara Bagram Afghanistan. Namun sejak Juli 2005, ia berhasil kabur dari
penjara super ketat milik Amerika Serikat itu.
bEnaRkaH mEREka tERlIbat tERoRIsmE?
Islam tEntanG kEkERasan dan tERoRIsmE
g 316 h
biarkan semua hal itu tanpa koreksi.
Lain halnya dengan Robert Gelbard, mantan Duta Besar
Amerika Serikat (AS) untuk Indonesia. Ia menyatakan kepada
pers Australia, bahwa ia kecewa karena telah memberitahukan
kepada pemerintah RI, ada gerakangerakan yang mencurigakan
di Indonesia. namun tidak ada upaya sungguhsungguh yang
memperhatikan hal ini, dan menangkal kemungkinan terjadinya
terorisme di negeri ini. Penulis sendiri sebagai Presiden pada
waktu itu, tidak pernah mendapat peringatan seperti itu secara
langsung dari Gelbard. Ini berarti ada pihak pemerintahan yang
menutupi keterangan itu dari pengetahuan penulis.
Hal ini tidak mengherankan dan penulis menyatakan pada
TV SBS, pada waktu itu —baik Panglima Tentara Nasional Indo
nesia (TNI) Jenderal Widodo AS maupun Kepala Kepolisian Re
publik Indonesia (Kapoiri) Jenderal Polisi S. Bimantoro tidak
mau melaksanakan perintah Presiden. saat lengser dari kursi
kepresidenan, penulis menanyakan kepada Mahkamah Agung
(MA), adakah tindakan kedua orang itu merupakan insubordi-
nasi? Sampai hari inipun, MA tidak pernah menjawab pertanya
an penulis, yang berarti juga bahwa lembaga itu telah melanggar
hukum dan undangundang dasar.
Keterangan Gelbard pada pers Australia ini , menun
jukkan bahwa dalam tubuh TNI, Polri maupun aparat pemerin
tahan kita memang terdapat perbedaan pendapat yang tajam.
Ada pihak yang mencoba menutupnutupi informasi hingga
pemerintahan tidak berjalan secara obyektif. Herankah kita, jika
akhirnya kebijakan pemerintah menjadi sulit dirumuskan? Apa
lagi kalau Presidennya tidak mau aktif menyusun kebijakannya
sendiri, melainkan menyerahkan keputusan sepenuhnya kepada
aparat di bawahnya. Ditambah Presiden berbeda paham dengan
Wakil Presiden, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Repub
lik Indonesia (MPRRI) dan sebagainya.
Juga, tidak ada kejelasan mengenai sikap yang diambil
Megawati Soekarnoputri dalam pemerintahannya. Umpama
nya, mengenai orientasi pejabat di bawahnya. Ia mengangkat
Bambang Kesowo, seorang etatis (paham serba negara). Dan
kombinasinya adalah Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sebelum bulan puasa
telah memutuskan harus terkumpul uang sebanyak lima trilyun
rupiah untuk menghadapi Pemilihan Umum 2004 mendatang.
g 317 h
Dari manakah akan diperoleh dana sejumlah itu? Apakah dari
BUMN (Badan Usaha Milik Negara)? namun , Megawati juga me
ngangkat Dorodjatun Kuntjorojakti dan Budiono sebagai Men
teri Koordinator (Menko) Ekuin dan Menteri Keuangan, —kedua
nya orang teknokrat yang percaya pada privatisasi/swastanisasi.
Lalu, kemanakah orientasi ekonomi yang diikuti Megawati? Ti
dak pernah jelas sampai sekarang, karena ia berdiam diri saja
tentang pilihan yang diambilnya. Ironis memang!
Penulis tertarik pada ucapan Habib Husein AlHabsyi4 dari
Pasuruan, yang menyatakan peristiwa ledakan bom atas Candi
Borobudur adalah rekayasa Ali Murtopo yang kemudian di dak
wakan pada dia sebagai pelakunya. saat TV SBS menanyakan
hal itu penulis langsung menjawab, Habib ini adalah pem
bohong. Mengapa? Karena ia sudah dijatuhi hukuman seumur
hidup oleh Pengadilan Negeri, dan ia pun di penjara di Lowok
Waru, Malang. Walaupun melalui seorang perwira tinggi TNI,
penulis berhasil membebaskan dia dari penjara, tapi apa yang
didapatkan penulis? Ternyata ia menyatakan di manamana bah
wa penulis tersangkut dengan kasus Bruneigate dan Bulogate,
di samping halhal lain. Itu semua adalah isapan jempol belaka,
karena sampai hari ini baik melalui pembentukan Pansus DPR
ataupun jalan lain, penulis tidak pernah terbukti melakukan hal
hal yang dituduhkan. Bukankah dengan demikian ia menjadi
pembohong?
Kalau seseorang berbohong tentang sesuatu hal, dapatkah
keterangannya bisa dipercaya? Karenanya, kita harus hatihati
menerima keterangan orang ini , bahwa ada rekayasa Ali
Murtopo yang membuat Habib ini mendapatkan hukuman
seumur hidup. Ini tidak berarti, bahwa penulis pembela Ali Mur
topo. namun kita harus berhatihati dalam menerima keterang
an orang tentang diri pejabat berbintang tiga (Letjen TNI) itu.
Hanya dengan sikap obyektif seperti itulah kita dapat memperta
4 Pada tahun 2000an Habib Husein Al Habsy mengaku sebagai Presi
den AlIkhwan AlMuslimun Indonesia. Habib yang berasal dari Malang, Jawa
Timur, itu, dalam sebuah laporan media dicoret keanggotannya dari perkumpu
lan Habib Indonesia. Habib Husein, dinilai pengurus perkumpulan itu di Ma
lang seringkali mencampurbaurkan persoalan agama dan politik. Pernyataan
pencoretan keanggotaan itu diungkapkan tiga pengurus Habaib Indonesia, ma
singmasing Habib Umar, Habib Abdullah Abdurachman Malahesa dan Habib
AlJufri di kantor Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Kota Malang, Jumat.
bEnaRkaH mEREka tERlIbat tERoRIsmE?
Islam tEntanG kEkERasan dan tERoRIsmE
g 318 h
hankan integritas pribadi di masamasa sulit ini. Sebab jika tidak
kita akan kehilangan obyektifitas atau takut mengemukakannya
dengan banyak orang tidak akan percaya lagi pada kita.
Itulah kirakira reaksi/jawaban penulis atas deretan per
tanyaan yang dikemukakan oleh wartawan TV SBS. Mudah
mudahan dengan demikian, publik internasional akan mengeta
hui keadaan sebenarnya di negeri kita, yang terkait dengan hal
hal yang ditanyakan kepada penulis di lapangan terbang Juanda,
Surabaya ini dan jawabannya disiarkan malam harinya di Austra
lia. Namun, tentu akan ada yang bertanya, bijaksanakah hal ini?
Jawaban penulis terhadap pertanyaan ini adalah kejujuran
merupakan kunci pemecahan masalah yang kita hadapi sebagai
bangsa dewasa ini. Dengan kejujuran inilah kita akan mengatasi
krisis multidimensional. Ukuran kejujuran inilah yang akan me
nentukan kualitas kita sebagai bangsa. Kedengarannya sederha
na tapi sulit dilaksanakan, bukan? h
g 319 h
Laporan dari berbagai pihak, baik intelejen maupun bukan,
menunjukkan bahwa Abu Bakar Ba’asyir termasuk pimpin-
an Jama’ah Islamiah (JI) di kawasan Asia Tenggara. De
wan Keamanan (DK) Perserikatan BangsaBangsa (PBB) telah
memasukkan JI (Al-Jama’ah Al-Islamiyah)1 ini ke dalam
daftar organisasi terorisme intemasional sebagai perkumpulan
ke88. namun kesimpulan ini disanggah oleh berbagai ka
langan, termasuk para pengamat yang menulis sebuah analisis
tentang keputusan DKPBB itu. Manakah yang benar antara
kedua pandangan ini ? Kita perlu berhatihati, walaupun
pihak Departemen Luar Negeri, Departemen Pertahanan, Ke
polisian Negara telah mencapai kesimpulan dan mendukung
Resolusi DK PBB itu.
Sekali lagi, manakah yang benar antara kedua pandangan
ini ? saat dibacakan laporan dari berbagai pihak —dian
taranya intelejen dari lima negara, yang menyebutkan bahwa
Abu Bakar Ba’asyir sebagai teroris, penulis dengan sederhana
1 Organisasi ini seringkali disandingkan dengan jaringan radikalisme
internasional yang bernama Al-Qa’idah. Karena secara ideologis kedua organ
isasi ini merupakan “buah” dari “pohon rindang” pemahaman skripturalistik
verbalis terhadap teksteks keagamaan yang dipaksakan untuk melegitimasi
“violence action” dengan menyeru jihad menebar teror (syann al-gharah) atas
nama “Allah ” dan atas nama “Agenda Rasul”. Sebagai sebuah organisasi gerak
an yang tidak dibatasi oleh wilayah teritorial sebuah negara, JI nampaknya
sudah sangat siap dan rapi dengan sebuah pedoman bertitelkan PUPJI (Pedo
man Umum Perjuangan Al-Jama’ah Al-Islamiyyah) yang memuat tujuan, tar
get, dan strategi untuk proyek “Khilafah Establishing” (pembangunan kembali
khilafah global) sebagai program besarnya.
Benarkah Ba’asyir teroris?
Islam tEntanG kEkERasan dan tERoRIsmE
g 320 h
menerima laporan ini . Penulis pun menganggap Abu Bakar
Ba’asyir dan kelompok Islam garis keras lainnya sebagai teroris,
yang dalam sebuah konperensi pers pernah penulis sebut seba
gai teroris domestik, karena kelakuan mereka yang membawa
senjata tajam di tempat umum membuat orang lain ketakutan.
Walaupun ada laporan banyak pihak bahwa Wakil Presiden
Hamzah Haz mengundang makan siang Ja’far Umar Thalib2
dan kawankawan ke Istana Wapres, dan mereka mengaku bu
kan teroris. Dari jawaban mereka itu, Hamzah Haz menyatakan
kepada dua orang Senator Amerika Serikat bahwa di Indonesia
tidak ada ada teroris. Dan, sehari kemudian terjadilah ledakan
bom di Bali itu.
Penulis menyebutkan dalam sebuah kolomnya, bahwa
Hamzah Haz mencampuradukan antara Wakil Presiden Repub
lik Indonesia, sebagai sebuah jabatan pemerintahan, dengan
fungsinya sebagai Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan
(PPP). Undangan makan siang kepada orangorang yang disang
ka sebagai teroris oleh masyarakat, ke Kantor Wakil Presiden RI,
seharusnya dilakukannya di luar kantor pemerintahan dan dalam
kedudukan sebagai Ketua Umum PPP. Karenanya, kita lalu jadi
serba salah, mempercayai atau tidak keterangan Hamzah Haz
itu. Keinginannya untuk memperoleh dukungan dari gerakan
gerakan Islam radikal dalam pemilu yang akan datang, tampak
sekali dalam tindakan itu, yang jelas sangat kita sayangkan.
eg
Kembali kepada tuduhan Abu Bakar Ba’asyir adalah tero
ris, kita tetap tidak tahu. Dalam rapat para penanggungjawab
keamanan di kota Solo hari Minggu malam (27 Oktober 2002),
diambil keputusan membawa orang itu dari Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Solo, ke Jakarta. Tentu ini adalah untuk peme
riksaan/klarifikasi atas persangkaan bahwa ia adalah seorang
2 Ja’far Umar Thalib adalah seorang tokoh keturunan ArabMadura
yang lahir di Malang pada tanggal 29 Desember 1961. Ia adalah pendiri Laskar
Jihad. Banyak yang menganggap dia teroris namun banyak pula yang mengang
gapnya seorang pahlawan pembela kebenaran. Mantan wapres Hamzah Haz
adalah salah seorang pengagum Ja’far Umar Thalib. Beliau pernah menjenguk
Ja’far saat mendekam di sel pada awal tahun 2002 dan mengunjungi pondok
pesantren milik Ja’far pada masa kampanye Pilpres 2004.
g 321 h
teroris. Kita tidak tahu, apakah pendapat para dokter yang mera
watnya di rumah sakit ini selama sembilan hari. Sedangkan
para pendukungnya, baik dari Pondok Pesantren alMukmin,
Ngruki di kawasan Solo dan lainlainnya, meminta agar ia diijin
kan beristirahat di pondok pesantren ini untuk dua sampai
tiga hari.
Warga masyarakat seperti kita, tidak mengetahui secara
lebih mendalam halhal yang bersangkutan dengan tokoh terse
but. Sedangkan selama ini pihak keamanan seringkali menunjuk
kan sikap berat sebelah dan melanggar asas praduga tak bersalah
(pressumption of innocent) dalam langkahlangkah mereka,
karenanya kita juga tidak merasa pas betul untuk percaya begitu
saja kepada keterangan pihak keamanan. Menurut hemat penu
lis, sebenarnya harus ada sebuah komisi independen dari ma
syarakat guna memastikan hal ini. Namun, apa boleh buat kita
harus percaya kepada aparat keamanan dengan harapan semoga
hal itu diberikan dengan jujur dan apa adanya.
Kita mengharapkan adanya kata pasti dalam kasus ini,
yang hanya dapat diperoleh kalau ada kejujuran. Sementara itu,
langkahlangkah memerangi terorisme domestik maupun inter
nasional, harus tetap dilanjutkan. Dengan demikian, kredibilitas
kita dapat segara dipulihkan walaupun kata “segera” bagi pihak
pihak yang berbeda, memiliki arti yang berlainan. Keputusan
kelompok yang dipimpin oleh Menko Kesra Jusuf Kalla yang
telah menganggap ringan akibat pemboman di Bali atas arus
datangnya para wisatawan ke pulau ini , tampak gegabah
alias terlalu optimis. Sikap inilah yang penulis harapkan tidak
dilakukan oleh pihak keamanan dalam memeriksa keterlibatan
Abu Bakar Ba’asyir dalam tindakan-tindakan terorisme.
eg
Alasan satusatunya bagi kaum muslimin untuk melaku
kan tindakan kekerasan adalah, “jika mereka di usir dari tempat
tinggal mereka (idzâ ukhrijû min diyârihim),” sehingga tidak
ada alasan lain untuk melakukan tindak terorisme terhadap para
turis asing, yang justru datang untuk membawakan usaha per
dagangan bagi masyarakat yang didatangi. Kalaupun mereka
melakukan pelanggaran atas ketentuanketentuan syariah Is
lamiyah, merekapun tidak terkena sanksi pidana Islam, karena
BenArkAh BA’ASyir terOriS?
Islam tEntanG kEkERasan dan tERoRIsmE
g 322 h
mereka bukan orang yang terkena (mukallaf) hukum Islam. Ini
adalah ketentuan Islam, dan berlaku hanya bagi kaum muslimin
saja, dan tidak berlaku bagi orangorang beragama lain.
Karena itulah, penulis menjadi pengikut Mahatma Gandhi,3
walaupun penulis adalah seorang Muslim. Mengapa? Bukankah
tidak layak bagi seorang Muslim untuk menjadi pengikut siapa
pun selain Nabi Muhammad Saw? Jawabannya sederhana saja,
yaitu untuk memudahkan penulis sendiri. Memang penolakan
terhadap kekerasan, telah ada dalam ajaran Islam kalau kita sung
guhsungguh menggalinya. Prinsip yang dikemukakan penulis di
atas, jelas merupakan penolakan Islam terhadap tindak kekeras
an. Tapi dengan melakukan identifikasi terhadap ajaran Gandhi,
penulis langsung menjadi teman seiring pula bagi ratusan juta
pengikut Gandhi, yang tersebar di seluruh dunia. Inilah maksud
penulis dengan menjadi pengikut Gandhi, bukannya karena pe
nulis menganggap ia memiliki ajaran lebih baik dari pada ajaran
Islam, tapi penulis hanya ingin melakukan kerja sama dengan
ratusan juta pengikutnya, sehingga penulis dalam memperjuang
kan citacita Islam dibantu oleh orangorang lain.
Kuncinya, bagaimana memperjuangkan citacita Islam,
dengan mencari persamaan dengan pahampaham lain di dunia
tanpa menentang dan berbeda dari citacita Islam sendiri. Prin
sip ini yang harus dipahami oleh para pejuang Islam, jika ingin
beriringan dengan perjuanganperjuangan yang lain. Yang harus
ditakuti adalah ketakutan itu sendiri, kata Franklin D. Roosevelt.
Karena itu para pejuang Islam tidak boleh takut beriringan dan
bergandengan tangan dengan pejuang lain. Sederhana saja, bu
kan? h
3 Nama lengkapnya adalah Mohandas Karamchand Gandhi (1869
1948) yang sering dikenal dengan Mahatma Gandhi (bahasa Sansekerta: “jiwa
agung”) adalah seorang pemimpin spiritual dan politikus dari India. Gandhi
adalah salah seorang yang paling penting yang terlibat dalam pergerakan un
tuk kemerdekaan India. Prinsip Gandhi, satyagraha, sering diterjemahkan se
bagai “jalan yang benar” atau “jalan menuju kebenaran”, telah menginspirasi
berbagai generasi aktivisaktivis demokrasi dan antirasisme seperti Martin
Luther King, Jr. dan Nelson Mandela. Gandhi sering mengatakan kalau nilai
nilai ajarannya sangat sederhana, yang berdasarkan kepercayaan Hindu tradi
sional: kebenaran (satya), nonkekerasan (ahimsa) dan tidak tergantung pada
siapa pun (swadesi).
g 323 h
Pada saat tulisan ini dibuat, terjadi perbedaan pendapat
tajam mengenai pelaku kasus peledakan bom di Bali.
Adakah itu ulah Abu Bakar Ba’asyir atau tidak. Yang ter
libat perbedaan ini adalah para pejabat pemerintah melawan
“orang luar” seperti Emha Ainun Nadjib dan Dr. Adnan Buyung
Nasution, SH.1 Pemerintah beralasan penangkapan Abu Bakar
Ba’asyir, adalah usaha mencari bukti hukum, adakah orang itu
terlibat dengan peledakan bom ini atau tidak? Karena itu
lah, Abu Bakar Ba’asyir diambil dari Rumah Sakit PKU di Solo,
dan dipindahkan ke Rumah Sakit Polri di Kramat Jati, Jakarta.
Diharapkan dengan demikian, penyelidikan dapat segera dimu
lai oleh aparat kepolisian, dengan harapan persoalannya akan
segera diketahui dan orang itu akan dibawa ke pengadilan kalau
ada bukti ia bersalah.
Di Australia, hari minggu 20 Oktober 2002 menjadi hari
berduka. Gerejagereja dan tempattempat beribadah lainnya
melakukan kebaktian duka bagi para korban peledakan bom
di Bali itu. Semenjak Perang Dunia II lebih dari 50 tahun yang
lalu, jumlah orang Australia yang meninggal dunia akibat tin
dak kekerasan belum pernah sebesar itu, karena itu dapat di
mengerti kemarahan orangorang Australia yang menuntut
segera dibuktikannya para pelaku peledakan bom di Bali terse
but. Dapat dimengerti, walaupun juga harus disesalkan tindakan
1 Adnan Buyung Nasution, lahir di Jakarta 20 Juli 1934 adalah man
tan Jaksa yang menjadi advokat handal. Pernah menjadi anggota DPR/MPR
tapi direcall. Ia membentuk Lembaga Bantuan Hukum Jakarta yang kemudian
menjadi YLBHI dan dikenal sebagai lokomotif demokrasi.
sikap yang Benar dalam kasus Bali
Islam tEntanG kEkERasan dan tERoRIsmE
g 324 h
pengerusakan masjid oleh sementara orang yang marah di benua
Kangguru itu. Juga dapat dimengerti pengiriman para penyelidik
Australia dan Amerika Serikat untuk mengetahui para pelaku ka
sus itu, karena hilangnya kepercayaan, apakah benar pemerintah
Indonesia akan menyelidiki secara tuntas kasus ini .
Kecenderungan menyalahkan Abu Bakar Ba’asyir dan ka-
wankawannya dari “gerakan Islam garis keras”, dilawan oleh
sementara kalangan dalam negeri sendiri. Emha Ainun Nad
jib menyatakan di Radio Ramako, Jakarta, bahwa Abu Bakar
Ba’asyir tidak akan melakukan hal itu. Walaupun ia menyesalkan
sikap Abu Bakar Ba’asyir yang tidak kooperatif dengan siapapun
dalam hal ini. namun , Abu Bakar Ba’asyir telah siap menerima
akibat sikap nonkooperatifnya. Menurut Emha Ainun Nadjib,
Ba’asyir termasuk menjadi “martir-syahid” bagi agama Islam.
Dr. Adnan Buyung Nasution SH menyatakan di media massa,
adanya anggapan dari luar negeri, bahwa Abu Bakar Ba’asyir
menjadi aktor intelektual kejadian pengeboman ini , karena
itu ia bersedia menjadi pembela tokoh ini . Benarkah sikap
itu? Tidak, kalau ia berpendapat Abu Bakar Ba’asyir tidak ber-
salah. Proses pengadilanlah yang akan membuktikan hal itu be
nar atau tidaknya. Bukan karena tokoh seperti dirinya, dan juga
bukan karena hakim yang kita belum tahu termasuk mafia peng-
adilan atau tidak.
Karena kita mudah menjadi partisan, lalu dalam perbe
daan pendapat yang terjadi kita jadi mudah memihak kepada
pendirian yang kita anut. Juga dalam kasus Abu Bakar Ba’asyir
ini, yang jika disarikan berbunyi: “Benarkah ia terlibat dengan
kejadian peledakan bom di Bali itu?” “Tidakkah ia menjadi kor
ban baru konspirasi asing/komplotan untuk memburukkan nama
Indonesia dan Islam?” Inilah yang harus diperiksa dengan teliti,
dan sebuah jawaban yang salah akan berakibat buruk bagi In
donesia, maupun pihakpihak asing itu. Kejadian ini mengingat
kan kita pada sikap Senator Robert A. Taft2 dari negeri bagian
Ohio, Amerika Serikat. Ia dalam tahun 1948 mengajukan kritik
atas pengadilan terhadap diri para pemimpin Nazi di Jerman,
dan menghukum mati mereka di tiang gantungan. Menurut Taft,
tindakan itu melanggar Undangundang Dasar Amerika Serikat.
2 Senator dari Partai Republik ini bernama lengkap Robert Alphonso
Taft, anak dari Presiden AS ke27 William H. Taft.
g 325 h
Dan untuk sikapnya membela kebenaran itu, ia kehilangan pen
calonan untuk menjadi Presiden Amerika Serikat.
Dalam kasus pengeboman di Bali itu, sikap Emha Ainun
Nadjib dan Dr. Adnan Buyung Nasution SH itu jelas menimbul
kan keberpihakan kepada Abu Bakar Ba’asyir. Dari situ muncul
penilaian, sikap mereka itu memiliki landasan empirik dan se
mangat orang-orang asing yang menggangap Ba’asyir terlibat
dalam kasus ini, tidak memiliki landasan empirik. Tentu saja kita
tidak boleh gegabah menyimpulkan demikian, karena kita adalah
negara besar dan memiliki UndangUndang Dasar (UUD), yang
dalam pembukaan UUD disebutkan untuk mendirikan negara
yang adil dan makmur. Kalau kita menyimpang dari hal itu, ber
arti kita tidak setia kepada UUD itu, yang kita buat sendiri dan
seharusnya kita pertahankan habishabisan.
namun , sikap sama tengah seperti ini, memang tidak popu
ler. Lebih mudah untuk mengikuti salah satu dari dua pendapat
ini : “Abu Bakar Ba’asyir memang terlibat dengan kasus
pengeboman di atas, atau sebaliknya, ia tidak bersalah sama
sekali.” Sikap tidak populer ini jarang diambil orang, karena me
nampilkan pendapat pertama maupun pendapat kedua, namun
harus kita ambil, kalau kita cinta kepada undangundang sendiri.
Penilaian dini, baik yang pro dan kontra, mengenai keterlibatan
Abu Bakar Ba’asyir dalam kasus peledakan bom di Denpasar itu,
sama artinya dengan mengkhianati UUD kita sendiri. Karena
nya, mau tidak mau kita harus mengambil tindakan berdasarkan
hukum yang tuntas tentang hal itu. Sikap lain kita tidak terima,
karena kita sudah terlalu lama menderita akibat penyimpangan
penyimpangan serius atas UUD kita sendiri.
Emha Ainun Nadjib, dalam wawancara Radio Ramako, me
nyatakan bahwa Umar Farouq yang kini ditahan CIA di Amerika
Serikat adalah pria kelahiran Ambon dan dengan demikian se
orang warga negara asli Indonesia. Dengan demikian, pengakuan
bahwa Abu Bakar Ba’asyir adalah bagian dari jaringan internasio-
nal AlQaeda, tidak dapat diterima. Ini tentu saja bertentangan
dengan versi pihak Amerika Serikat yang menyatakan bahwa
Umar Farouq adalah pria Kuwait yang beroperasi dan kawin lagi
di Tanah Air kita. Salah seorang anak buahnya adalah Abu Bakar
Ba’asyir. Manakah di antara dua versi itu yang dapat diterima?
Tentu saja hanya kenyataan empirik mengenai Umar Farouq itu
yang dapat dibenarkan. Berarti, harus ada orang dari pihak ke
sIkaP yanG bEnaR dalam kasus balI
Islam tEntanG kEkERasan dan tERoRIsmE
g 326 h
tiga untuk memberikan kesaksian tentang mana yang benar dari
kedua versi di atas.
Karena itu, penulis mengusulkan agar dibentuk sebuah ko
misi independen yang harus meneliti kenyataan empirik menge
nai Umar Farouq itu. Orang Ambon, bagaimanapun juga tentu
berbeda dari orang kelahiran Kuwait, sehingga dengan pertemu
an langsung, antara satudua orang anggota komisi independen
itu dengan Umar Farouq, akan memungkinkan mereka mene
tapkan adakah pria ini memang orang Ambon atau orang
Kuwait. Kalau ia ternyata orang kelahiran Ambon berarti peng
akuannya akan Abu Bakar Ba’asyir seorang teroris internasional
otomatis gugur, dan ia haruslah dihukum karena menuduh de
ngan cara fitnah, seorang warga negara Indonesia bernama Abu
Bakar Ba’asyir. Kalau yang terjadi justru sebaliknya, pengakuan
Umar Farouq mempunyai nilai yang sangat tinggi, dan peme
riksaan lebih mendalam harus dilanjutkan, atau klaim bahwa
Ba’asyir tidak berdosa harus diragukan.
Demikianlah, usul jalan tengah dari penulis melalui tu
lisan ini, yang sangat berbeda dari apa yang dikemukakan Emha
Ainun Nadjib, Dr. Adnan Buyung Nasution dan Wakil Presiden
Hamzah Haz. Mereka melihat masalahnya dari sudut pro dan
kontra sehingga mereka lupa akan perlunya verifikasi empirik,
yaitu dengan membentuk sebuah komisi independen. Usul pem
bentukan komisi ini sematamata didasarkan pada obyek
tifitas sikap dan pandangan, sehingga memiliki kredibilitas yang
cukup tinggi. Obyektifitas ini sangat diperlukan untuk menilai
sikap dan pandangan kita dalam menentukan secara hukum for
mal, mana yang benar antara dua versi yang bertentangan menge
nai sebuah kejadian. h
g 327 h
Pepatah di atas sudah sangat terkenal dalam bahasa kita,
karena demikian banyak ia dilakukan dalam praktek ke
hidupan. Maksudnya adalah, kita samasama mempunyai
rambut, namun pemikiran tetap berbeda. Jadi dalam ajaran Is
lam, satu ke lain orangpun terdapat pluralitas/kemajemukan
pendapat, ini diterima sebagai prinsip pengaturan hidup berma
syarakat: “Perbedaan para pemimpin adalah rahmat bagi umat
(ikhtilâf al-a‘immah rahmat al-ummah).” Prinsip ini sangat di
pegang teguh dalam kehidupan kaum muslimin, sehingga perbe
daan pandangan dilihat sebagai sesuatu yang wajarwajar saja.
Kaum muslimin hanya dapat dipersatukan dalam masalahma
salah dasar belaka, seperti keharusan adanya keadilan dan seba
gainya.
Keluarga penulis sendiri merupakan contoh yang tepat akan
pluralitas pandangan. Penulis sendiri menjadi Ketua Umum De
wan Syura DPP PKB, adik penulis menjadi ketua umum organi
sasi kaum ibu AlHidayah (yang oleh sementara orang dianggap
mendukung Partai Golkar), dan adik penulis mengikuti sebuah
partai politik sempalan (serta sekarang menjadi Wakil Ketua Tan
fidziyah PBNU). Tiga orang yang lain tidak mau memasuki parpol
ataupun organisasi nonprofesional. Ada semacam kesepakatan
antara penulis dan adikadiknya, kami berenam tidak akan mem
bicarakan aspirasi, partai politik atau organisasi apapun. Dengan
demikian terhindarlah kami dari perdebatan pendapat, yang bia
sanya berjalan cukup tajam.
eg
kepala sama Berbulu,
Pendapat Berlain-lain
Islam tEntanG kEkERasan dan tERoRIsmE
g 328 h
Habib Rizieq, pendiri dan pemimpin Front Pembela Islam
(FPI)1 ditangkap oleh Polda Metro Jaya. Dalam pandangannya,
proses penangkapan itu tidak berjalan sesuai prosedur yang di
tetapkan oleh undangundang, karenanya menjadi cacat hukum
dan ilegal. saat protesnya itu tidak didengarkan oleh aparat
keamanan, ia pun meminta para pengacaranya untuk mengaju
kan gugatan kepada pengadilan. Karena gugatannya itu, maka
Polda Metro Jaya segera mengirimkan utusan untuk berunding.
Hasil perundingan itu seperti tersirat dalam pemberitaan media
massa, akhirnya membuahkan sebuah cara penyelesaian yang
unik: Rizieq mencabut tuntutannya dari pengadilan, namun oleh
pihak kepolisian ia diberi status yang lebih ringan yaitu dirubah
dari tahanan Polda Metro Jaya menjadi tahanan rumah (house
arrest).
Kejadian itu menunjukan sesuatu yang sangat menarik,
yaitu bahwa Habib Rizieq masih menggangap kepolisian sebagai
penyelenggara keamanan dan pemeriksa hukum dalam negeri
yang memiliki wewenang memeriksa dirinya. Ini berarti, ia ma
sih mengakui sistem hukum yang berlaku di negeri kita, dengan
demikian ia mengakui wujud negara yang ada, yang oleh semen
tara kalangan disebut sebagai Negara Kesatuan Republik Indo
nesia. Jadi, apapun yang ia lakukan, masih dalam kerangka yang
ditetapkan oleh Undangundang Dasar 1945. Dengan demikian,
ia tidak menyimpang dari pengakuan akan adanya negara In
donesia, juga kepada sistem hukumnya. Berarti, ia tetap berada
dalam kerangka legal yang ada, dan dilindungi oleh kerangka
ini .
Dengan demikian, Habib Rizieq melindungi dirinya se
cara legal, betapa jauhnya sekalipun pandangan yang dianut
nya dari pandangan lembaga kenegaraan dan lembaga hukum
yang ada. Dengan demikian, ia menjaga dirinya dari tindakan
1 FPI (Front Pembela Islam) berkembang subur sejak masa pemerintah
an Presiden Habibie. Pada 6 November 2002, Habib Rizieq selaku pimpinan
FPI membekukan kegiatan FPI di seluruh Indonesia untuk waktu yang tidak
ditentukan. namun , menjelang invasi Amerika Serikat dan sekutunya ke Irak
pada Maret 2003, FPI kembali muncul dan melakukan pendaftaran mujahidin
untuk membantu Irak melawan agresornya. Hingga saat ini, organsiasi yang
memiliki sayap milisi yang dikenal sebagai Laskar Pembela Islam (LPI), masih
sering melakukan aksi-aksinya dalam rangka ‘membela Islam’. Sejak tanggal 17
Agustus 1998, organisasi ini dipimpin oleh Habib Muhammad Rizieq Syihab.
g 329 h
apapun yang tidak sesuai dengan Undangundang Dasar 1945.
Boleh jadi ia melanggar hukum, namun justru hukum itulah yang
melindunginya dari tindakan apapun oleh negara atas dirinya.
Secara teoritis ia terlindung dari tindakan yang tidak berdasar
kan hukum, siapapun yang melakukannya. Dengan kata lain,
ia memiliki hak asasinya sebagai manusia, yang sekaligus diper
olehnya dari kedudukan sebagai warga negara sebuah bangsa
yang berdaulat.
Prinsip inilah yang paling penting untuk dipegang oleh se
seorang dalam negara ini, yang katanya memiliki kedaulatan hu
kum. Pasalpasal dalam undangundang dasarlah yang memberi
kan perlindungan hukum ini , yang membedakannya dari
subyek politik. Sebagai seorang penduduk biasa, Habib Rizieq
memperoleh perlindungan politik dari tindakan apapun, walau
pun secara politik pula ia sering menganggu hakhak warga nega
ra yang lain, seperti saat ia memerintahkan sweeping. Tindak
an untuk mengatasi hal itu adalah tindakan hukum, yang dapat
dikenakan atas dirinya. Namun, ia juga memperoleh perlindung
an hukum, untuk tidak terkena tindakan hukum lebih jauh dari
itu. Prinsip inilah yang melindungi sekaligus mengekang lang
kahlangkahnya, agar tidak melanggar hukum dan merugikan
orang lain. Namun, perlindungan hukum itu juga mencegahnya
dari tindakan politik yang tentu merugikan dirinya. Dengan kata
lain ia harus bergerak dalam koridor hukum yang berlaku di
negeri ini.
eg
Lain halnya dengan Abu Bakar Ba’asyir, yang sejauh ini me-
nolak memberikan keterangan kepada pihak kepolisian, terlepas
dari kenyataan pihak kepolisian “mengambilnya” dari Rumah
Sakit PKU Muhammadiyah di Solo dengan prosedur yang salah
dan tidak memenuhi ketentuan hukum. Namun, pe nolakannya
untuk memberikan keterangan hukum, menempatkan tokoh
ini dalam kedudukan yang tidak sama dengan Habib Rizieq. Ini
tentu akan membawakan konsekuensikonsekuensinya sendiri.
Dengan demikian menjadi nyata, dua orang yang dalam status
hukum berkedudukan sama, ternyata dapat mengalami per
lakuan yang sangat berbeda satu dari yang lain. Benarlah kata
pepatah di atas, “kepala orang samasama berbulu pendapat ber
kEPala sama bERbulu PEndaPat laIn-laIn
Islam tEntanG kEkERasan dan tERoRIsmE
g 330 h
lain lain” artinya samasama memiliki rambut, tapi pemikiran
dapat berbeda.
Dengan menolak memberikan keterangan hukum, untuk
kepentingan pembuatan Berita Acara Pemeriksaan (BAP), Abu
Bakar Ba’asyir menempatkan diri di luar wewenang hukum. De-
ngan demikian, ia menjadi orang yang tidak menganggap negara
dan hukum memiliki wujud/eksistensi. Dan sudah tentu juga ia
tidak dapat bersikap terus demikian, karena negara harus meng
hadirkan adanya dua buah eksistensi yang berlainan: wujud ne
gara di satu sisi, dan keadilan atas tokoh ini di sisi lain.
Negara memiliki hak hukum untuk menganggapnya sebagai pem
berontak yang melanggar UndangUndang Dasar, dan dengan
demikian dapat memilih salah satu dari dua alternatif berikut:
mengusir atau menghukum mati tokoh ini . Ini adalah kon
sekuensi logis dan legal dari tindakan yang dilakukannya sendiri
dan Islampun dapat membenarkan hal ini .
Ketegasan pihak pemerintah diperlukan, dalam hal ini un
tuk mencegah anarkhi hukum. Ini juga pernah terjadi di masa
pemerintahan Bung Karno dan Panglima Besar Soedirman2 seba
gai panglima angkatan perangnya, yang memerintahkan Sekar
madji Kartosuwiryo3 untuk mendirikan DI/TII (Darul Islam/
Tentara Islam Indonesia) di Jawa Barat. Dasar perintah itu ada
lah ketentuan Perjanjian Renville, bahwa TNI harus ditarik dari
kawasan ini ke Jawa Tengah. Untuk menghindarkan vacu-
um di kawasan itu, yang akan dimanfaatkan oleh pasukanpasu
kan Belanda, maka dibentuklah DI/TII, sudah tentu perintah itu
diketahui oleh Presiden Soekarno sebagai Kepala Negara.
Namun, Sekarmadji Kartosuwiryo terus menggunakan
DI/TII untuk membunuh rakyat, melakukan pembakaran dan
merampok setelah kemerdekaan tercapai dan penyerahan kedau
latan berlangsung. Pemberontakan dan pemerintah menumpas
pemberontakan itu berakhir tahun 1962. Di saat itu, Presiden
Soekarno yang juga menjadi kepala pemerintahan, memerin
2 Jendral Soedirman (19161950) adalah seorang pahlawan Indonesia
yang berjuang pada masa upaya kemerdekaan Republik Indonesia. Beliau di
makamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta
3 Nama lengkapnya adalah Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo. Tokoh
yang telah memaklumatkan berdirinya Negara Islam Indonesia 7 Agustus 1949
dan membuat gerakan Darul Islam (DI) merupakan aktor yang paling bertang
gung jawab dalam peristiwa memanasnya Jawa Barat dari tahun 19481962.
g 331 h
tahkan Sekarmadji Kartosuwiryo diadili oleh Mahkamah Militer
yang kemudian menjatuhkan hukuman mati, atas diri tokoh dan
teman dekat Bung Karno itu. Bung Karno tidak memberikan gra
si/pengampunan kepadanya, karena Kartosuwiryo telah meme
rintahkan pembunuhan rakyat dan perampokan. Bung Karno
bahkan memerintahkan pelaksanaan hukum mati atas diri tokoh
itu, dan menghilangkan jejak penguburannya di Kepulauan Seri
bu. Persoalannya tidak rumit kalau kita memiliki keberanian,
bukan? h
kEPala sama bERbulu PEndaPat laIn-laIn
g 332 h
Dr. Djohan Effendi menulis dalam sebuah harian nasio
nal, bahwa baik Abdullah Sungkar maupun Abu Bakar
Ba’asyir dilaporkan sebagai pendiri gerakan Jama’ah Is-
lamiyah, baik di Malaysia maupun Singapura. Organisasi inilah
yang oleh intelijen Amerika Serikat (AS) maupun Australia, di
anggap sebagai gerakan teroris internasional. Bahkan, oleh pihak
intelijen Malaysia dan Singapura, organisasi itu dilaporkan telah
merencanakan tindak kekerasan di kedua negara ini . Pers
internasional menyebutkan, baik Sungkar maupun Ba’asyir, seba-
gai pemimpin spiritual organisasi ini . Benarkah organisasi
itu merupakan persambungan gerakan teroris AlQaeda1 seperti
yang disangkakan AS, yang berpangkalan di Afghanistan di masa
prapemboman atas AS? Sejarahlah yang akan menjawab perta
nyaan itu, setelah pemeriksaan teliti selama bertahuntahun.
Tulisan Dr. Djohan Effendi itu segera dijawab dalam hari
an yang sama, oleh Fauzan AlAnshori, Ketua Departemen Data
dan Informasi Majelis Mujahidin Indonesia (MII), beberapa hari
1 AlQaeda adalah sebuah organisasi yang semakin dikenal pasca serang
an 11 September 2001. CIA menuduh alQaeda sebagai otak dibalik serangan
terhadap WTC dan Pentagon. AlQaeda sebenarnya adalah nama file untuk
menunjukkan daftar anggotaanggota Mujahidin yang berjihad menentang
penjajahan Rusia di Afghanistan, di dalamnya Osama bin Laden dikenal seba
gai pimpinannya. Ia adalah anak didik CIA untuk proyek menentang Rusia di
Afghanistan. namun kini, senjata telah makan tuan, Osama bin Laden pula yang
membenci Amerika Serikat. Ini terjadi, oleh karena alQaeda telah menyeret
konflik “trading oil pipelines” ke wilayah paling suci yang bernama “Agama”
dengan menegaskan fatwa “Killing Americans civilian and military any where
and any time”, sebagai sebuah kewajiban setiap muslim dengan level “fardlu
ain”.
tak Cukup dengan Penamaan
g 333 h
kemudian. Namun, jawaban itu tidak menyangkal keterangan
Dr. Djohan Effendi akan kebenaran ungkapan, maupun penye
butan oleh pers internasional bahwa Abdullah Sungkar dan Abu
Bakar Ba’asyir sebagai pemimpin spiritual Jamaah Islamiyah.
Yang dilakukan Fauzan AlAnshori dalam jawaban tertulis itu,
hanya ‘mengungkit’ penamaan Dr. Djohan Effendi selaku salah
seorang yang disebutnya sebagai pemikir kaum Muslim neo
modernis. Kelompok terakhir ini disebutsebut dalam disertasi
Greg Barton2 dari Deakin University, Australia, sebagai pihak
yang meneliti dan menggunakan warisan budaya Islam lama un
tuk menafsirkan secara kontemporer tempat Islam dalam kebu
dayaan modern.
Greg Barton menyebutkan, Dr. Djohan Effendi, Dr. Nur
cholish Madjid, almarhum Ahmad Wahib, Dawam Rahardjo, dan
diri penulis sendiri, sebagai pemuka pendekatan neomodernis
itu. Orang boleh saja suka atau tidak suka terhadap kelompok
pemikir ini , bahkan juga dapat menerima atau menolaknya
sebagai cara berpikir yang absah dalam Islam. namun faktanya,
pemikiran dan kelompok pemikir seperti itu memang ada dalam
dunia Islam, jadi tidak dapat ditolak secara empirik. Demikian
pula, reaksi atasnya adalah sesuatu yang wajarwajar saja, seper
ti yang diperlihatkan oleh tokoh gerakan Majelis Mujahidin yang
membuat jawaban tertulis atas pendapat Dr. Djohan Effendi itu.
eg
Lagilagi terbukti adanya pendapat yang berbeda dalam ge
rakan Islam mengenai sesuatu. Tidakkah ini menunjukkan perbe
daan antara mereka di saatsaat yang sangat menentukan seperti
di masa kini, sebagai sesuatu dianggap penting.? Jawabannya,
persoalan itu tergantung dari sikap kaum muslimin sendiri. Seba
gaimana kita ketahui, kaum muslimin dapat dibagi dua, dalam
pendekatan mereka kepada perubahanperubahan sosial yang
terjadi. Di satu pihak, ada kaum muslimin yang merasakan tidak
ada keharusan bergabung dalam gerakangerakan Islam terse
2 Disertasi itu berjudul “The Emergence of Neo-Modernism; a Progres-
sive, Liberal Movement of Islamic Thought in Indonesia: A Textual study Ex-
amining the writings of Nurcholish Madjid, Djohan Effendi, Ahmad Wahib
and Abdurrahman Wahid 1968-1980”
tak cukuP dEnGan PEnamaan
Islam tEntanG kEkERasan dan tERoRIsmE
g 334 h
but. Di lain pihak, ada pengikut gerakangerakan Islam modernis
dan tradisional, dan di samping mereka yang mengikuti strategi
budaya atau strategi ideologis. Inilah yang senantiasa harus di
ingat, kalau kita berbicara tentang Islam Indonesia saat ini.
Seringkali, orang berbicara tentang Islam tanpa memper
hatikan kenyataan ini , terjadilah klaim yang sangat berani,
bahwa orang yang mengemukakan pendapat ini berbicara
atas nama Islam secara keseluruhan. Padahal, ia sebenarnya ha
nya berbicara atas nama kelompok atau pemikirannya sendiri
yang dalam bahasa teori hukum Islam (ushûl fiqh) disebutkan
sebagai langkah menyebutkan halhal umum, dan dimaksudkan
untuk halhal khusus (ithlâqu al-‘âm wa yurâdu bihi al-khâs).
Di sini, terjadi perpindahan dari seorang pengamat yang seha
rusnya bersikap obyektif, menjadi seorang aktivis perjuangan
yang sering bersikap subyektif.
Selama kaum muslimin belum dapat menghilangkan klaim
klaim ini di atas, selalu akan terjadi kerancuan berpikir, apa
lagi kalau hal itu disampaikan melalui media massa. Pantaslah ka
lau kaum muslimin pada umumnya dibuat kebingungan, mung
kin termasuk oleh penulis sendiri. Ini karena posisi penulis, yang
sering dikacaukan (dan juga mengacaukan) antara peranan seba
gai pengamat atau berperan sebagai aktivis perjuangan gerakan
Islam. Lima belas tahun penulis menjadi Ketua Umum Pengurus
Besar Nahdlatul Ulama (PB NU), dan sekarang pun masih men
jadi Mustasyar (penasehatnya). Warga Nahdlatul Ulama (NU)
saja sering kebingungan akan hal itu, apalagi orang lain.
eg
Menggunakan pendekatan ilmiah atau tidak subyektif ada
lah persyaratan mutlak bagi sebuah pandangan/pendapat yang
baik. Emosi tidak boleh digunakan, walaupun kita berada dalam
keadaan sesulit apapun dan terjepit/tersudut. Argumentasi yang
baik harus kering dari emosi untuk mencapai obyektivitas yang
dimaksudkan. Kalau ini tidak diperhatikan, maka pendapat itu
dianggap sebagai sesuatu yang memalukan dan tidak diterima
sebagai sesuatu yang rasional oleh publik. Salahsalah, pandang
an atau pendapat subyektif dan penuh emosi seperti itu akan
ditertawakan oleh masyarakat, dianggap sebagai lelucon yang
tidak lucu.
g 335 h
Demikian pula, sanggahan saudara Fauzan atas keterang
an Dr. Djohan Effendi itu, yang hanya berisi “tudingan“ bahwa
Dr. Djohan Effendi adalah anggota kelompok kaum neomo
dernis Islam di negeri kita. Kalau Dr. Djohan Effendi menggu
nakan rekaman atas keterangan Abdullah Sungkar dan Abu
Bakar Ba’asyir, mengenai peranan mereka dalam pembentukan
Jamaah Islamiyah, sehingga berani mengambil kesimpulan yang
dikemukakannya, sanggahan saudara Fauzan justru tidaklah
demikian. Yang dilakukan, hanyalah ‘penamaan’ terhadap Dr.
Djohan Effendi sebagai anggota kelompok neomodernis Islam
di negeri kita. Tentu orang bertanya, manakah obyektivitas sang
gahan ini ? Ternyata, yang dilakukan hanyalah penamaan
belaka, tanpa memberikan argumentasi apaapa. Tidakkah lang
kah ini justru akan ditertawakan? Tentu saja hal itu akan dilaku
kan penulis, jika tidak menyangkut sesuatu yang sangat penting
bagi kita bangsa Indonesia, seperti tragedi terorisme.
Dari kritikan di atas, menjadi jelas bahwa sanggahan ter
sebut sangat memalukan, karena tidak disertai argumentasi apa
pun. Bahwa keterlibatan Dr. Djohan Effendi dalam kelompok
neomodernis Islam di Tanah Air kita adalah informasi yang
benar. Dr. Djohan Effendi, dan juga penulis, tidak perlu merasa
malu dengan penamaan itu. Selama kita menghormati dan ber
sikap benar terhadap sebuah fakta, selama itu pula kita tidak
perlu merasa malu atau takut kepada siapapun. Sedangkan sang
gahan terhadap sikap itu, kalau hendak dibantah atau ditolak,
hendaknya berdasarkan argumentasi yang kuat dan rasional. Bu
kannya dengan penamaan belaka bahwa si fulan anggota kelom
pok ini atau warga kalangan itu. h
tak cukuP dEnGan PEnamaan
g 336 h
Dalam keterangannya yang dimuat Far Eastern Economic
Review (FEER) edisi 12 Desember 2002, Menteri Senior
Singapura Lee Kuan Yew, menyatakan dia bertanya ke
pada orangorang Muslim gerakan radikal dari Asia Tenggara.
Pertanyaannya, apa sebab mereka mengubah citra moderat kaum
Muslimin di Asia Tenggara menjadi radikalisme berlebihan? Bagi
penulis, pendapat Lee Kuan Yew tidak dapat diperhitungkan da
lam pandangannya mengenai Islam di Indonesia. Karena itu dia
mengajukan pertanyaan yang salah, seperti yang diajukannya
kepada gerakan Islam radikal: Mengapakah Anda membuat cit
ra Islam di Asia Tenggara menjadi begitu buruk dengan mele
dakkan bom? Sedangkan tadinya citra agama Islam di kawasan
ini begitu moderat? Mengapa penulis menganggap pertanyaan
itu salah, dan karena itu menilainya naif? Bukankah ini sebuah
“tuduhan berat” terhadap seorang pengamat sekaliber Lee yang
kawakan menguasai dunia perpolitikan di Singapura?
Tentu saja penulis mempunyai dasar yang cukup bagi “tu
duhannya” itu. Pertama, karena hal itu di kemukakan oleh tokoh
ini , dengan sendirinya didengarkan oleh banyak pihak, ter
utama pengambil keputusan di Barat. Karena itu, kalau memang
benar pernyataan Lee Kuan Yew itu salah atau naif, maka harus
segera dikoreksi. Koreksi itu harus segera dilakukan sebelum
pernyataan itu disimpulkan sebagai “kebenaran” oleh para peng
ambil keputusan di Barat. Demikian juga sebelum “kebenaran”
ini dipakai sebagai landasan berpikir oleh para pengamat
di seluruh dunia.
memandang masalah dengan Jernih
(menilik Pernyataan lee kuan Yew)
g 337 h
Walhasil, pendapat dari seorang tokoh seperti pimpinan
Singapura itu haruslah kita bedah dan koreksi bilamana perlu.
Kegagalan melakukan hal ini amat sangat merugikan bagi per
kembangan Islam di seluruh dunia. Karenanya tulisan ini dibuat
sebagai referensi atas ucapannya ini .
Kedua, agama Islam selama ini telah menjadi korban dari
sekian banyak anggapan. Karenanya diperlukan “keberanian mo
ral” untuk memulai koreksi atas kesalahan demi kesalahan yang
telah terjadi, guna menghindari terulangnya hal itu di masa de
pan. Bukankah tidak ada yang lebih baik untuk “memulai” deret
an responsi, selain menerangkan masalah sebenarnya dari per
nyataan Lee Kuan Yew itu? Melalui sebuah responsi yang sehat,
yaitu dengan mempertanyakan dasardasar apa yang digunakan
Lee Kuan Yew untuk menyusun pernyataannya itu. Begitu juga
tinjauan “dari dalam” Islam sendiri, adalah sesuatu yang sangat
penting guna “membaca” kebenaran sebuah pernyataan “orang
luar.” Tulisan ini justru dikemukakan dengan tujuan memper
oleh pandangan yang tepat tentang gerakan radikal Islam di
negeri kita.
Dalam mengajukan pernyataan di atas, Lee Kuan Yew tam
pak mempersamakan kekuatan gerakan Islam radikal dengan
gerakan Islam moderat di kawasan Asia Tenggara. Ini adalah
kesalahpandangan di kalangan “para pengamat.” namun , bagai
manapun juga Lee Kuan Yew harus disanggah, jika ia tidak me
ngemukakan kebenaran. Kenyataannya, gerakan Islam radikal
itu tidaklah besar, namun sanggup melakukan kekerasan. Hal itu
terjadi karena “kesalahan” prinsipil yang dilakukan pemerintah/
eksekutif di negeri kita. Hal ini juga terjadi karena kebanyakan
pengamat menganggap berbagai gerakan Islam radikal sebagai
sesuatu yang besar. Padahal sebenarnya, muslim yang “terlibat”
gerakan radikal itu, tidaklah banyak. Katakanlah, mereka hanya
berjumlah 50.000an orang, namun jumlah itu tidak ada artinya
di hadapan 200 juta umat Muslim yang moderat. Hanya saja, “ke
lompok” moderat ini tidak mempunyai dukungan materiil yang
kuat dan minimnya skill/kecakapan, lain halnya dengan gerakan
Islam radikal. Selain itu, gerakan Islam moderat belum memiliki
kohesi organisatoris, yang diperlukannya untuk maju ke depan.
Jika dibiarkan, ketakutan berlebihan peradaban “Islam”
yang merasa dikalahkan oleh peradaban “Barat”, akan menjadi
semakin besar. Padahal kalau dilihat secara budaya, persoalan
mEmandanG masalaH dEnGan jERnIH
Islam tEntanG kEkERasan dan tERoRIsmE
g 338 h
nya akan jauh berlainan dari pandangan ini . Kalaupun “Is
lam” dikalahkan “Barat”, itu mungkin hanya mencakup teknologi,
jaring an perdagangan dan komunikasi. Namun di bidangbidang
peradaban kultural lainnya, secara relatif sangat kuat kedudukan
nya. Karenanya, kita tidak usah merasa “kalah” oleh keadaan itu.
Kita tidak perlu “membuktikan” kehebatan kita melalui penggu
naan kekerasan (termasuk terorisme), yang berakibat kematian
orangorang yang tidak bersalah.
Salah satu tanda pendangkalan agama yang terjadi di ka
langan gerakan radikal Islam adalah upaya memandang halhal
yang berbau kelembagaan/institusional sebagai satusatunya
ukuran “keberhasilan” kaum muslimin. Padahal kultur Islam
lainnya, seperti, rebana, sufisme dan sebagainya, cukup menon-
jol, bahkan dengan kultur itu kaum muslimin berhasil menolak
pengaruh “Barat.”
Lihat saja siaran televisi, yang semakin lama, semakin me
nunjukkan warna Islam. Di sini kita melihat, tampak kebangki
tan kultural Islam dalam perpaduan yang lama dan yang baru,
seperti artis yang sudah tidak malu lagi mejeng membawakan
acara keagamaan pada bulan Ramadhan. Jadi, kebesaran Islam
tidak ditentukan oleh pakaian jubah yang dikenakan, atau jeng
got, sorban dan cadar yang dikenakan, yang menutup seluruh
badan dan wajah perempuan. Seorang perempuan yang meng
gunakan kerudung “biasa” sama Islamnya dengan yang menggu
nakan cadar. Karena itu, pandangan yang membedakan antara
mereka, adalah pandangan yang tidak mengenal kaum muslimin
dan hakikat Islam.
Dalam perdebatan dengan Samuel Huntington,1 tentang
teori perbenturan budaya (clash of civilization), penulis me
nyatakan, bahwa dalam teori perbenturan budaya Islam dan
Barat itu, Huntington hanya melihat pohon, tanpa mengenal
hutannya. Memang ada pohon dalam jumlah kecil yang berbe
da dari yang lainnya, namun keseluruhan hutannya justru mem
perlihatkan pohon yang sama dengan jumlahnya lebih besar.
1 Samuel Huntington adalah professor di Harvard University. Tahun
1993 dia menulis di sebuah Jurnal di AS, Foreign Affairs dengan judul ‘The
Clash of Civilizations’, h. 22-50. Tulisan ini kemudian menjadi perdebatan ba-
nyak kalangan tentang kemungkinan benturan antara Islam dan Barat. Setelah
terjadi “tragedi 11 September” teori ‘benturan peradaban’ ini kembali di
perbincangkan seolah menemukan titik pembenaran.
g 339 h
Maksudnya, puluhan ribu kaum Muslimin, tiap tahun belajar di
Barat dalam berbagai bidang, tentu saja kalau ada yang radikal di
antara mereka jumlahnya sangat kecil, dan tidak dapat dijadikan
ukuran bahwa mereka mewakili Islam. Arus belajar “ke Barat”
sangat besar, sehingga pertentangan Islam melawan Barat, tidak
usah dikhawatirkan, apalagi dijadikan momok.
Karena itu, ungkapan Lee Kuan Yew yang memandang ge
rakan Islam radikal secara berlebihlebihan, sebagai representasi
umat Islam ini , jelas tidak berada pada tempat sebenarnya.
Inilah yang harus diubah, yaitu penggunaan kelompok Islam ra
dikal sebagai ukuran bagi Islam dan kaum Muslimin yang mayo
ritas justru bersikap moderat dalam hampir semua hal. Untuk
perubahan itu, kita harus bersabar sedikit, untuk menunggu
hasil pemilihan umum yang akan datang, yang menurut penulis
akan menunjukkan keunggulan yang sangat besar dari gerakan
moderat dalam Islam. Penulis dapat mengatakan hal ini, karena
dalam sehari dapat melakukan tiga sampai empat kali komuni
kasi langsung dengan rakyat di seluruh pelosok tanah air. Ini
karena penulis dan partai politik yang dipimpinnya, tidak dapat
bersandar pada media massa domestik yang masih “lintang pu
kang” keadaannya.
Juga harus ada faktor lain yang harus diperhitungkan, ya
itu peranan pemerintah/eksekutif. Kalau pihak itu takut kepada
gerakan Islam radikal, seperti yang terjadi dewasa ini di Indo
nesia, maka gerakan ini akan menjadi berani dan melang
gar undangundang. Karena itu diperlukan keberanian bersikap
tegas (kalau perlu bertindak keras), terhadap unsurunsur garis
keras yang mengacaukan keamanan.
Penulis tidak setuju dengan RUU Antiterorisme, namun di
perlukan juga keberanian secara fisik berhadapan dengan para
pelaku kekerasan itu. Halhal inilah yang harus dimengerti oleh
orangorang seperti Lee Kuan Yew. Sederhana dalam konsep,
tapi sulit dilaksanakan bukan? h
mEmandanG masalaH dEnGan jERnIH
g 340 h
Pertemuan itu diadakan di sebuah kuil/gereja milik sebuah
agama baru di Jepang, pecahan dari agama Buddha. Dari
pihak penulis, hadir Konsul Jenderal Republik Indonesia
(Konjen Rl) untuk daerah Kansai, Hupudio Supaidi. Dari pihak
Jepang datang berpuluhpuluh agamawan dari berbagai agama,
termasuk tokohtokoh Kristen ProtestanKatolik serta seorang
peserta wanita dari Partai Komunis Jepang. Ia juga termasuk
seorang legislator lokal yang menjadi anggota dewan kota (town
consellor) dari Sakai, yang berpenduduk sekitar 800 ribu jiwa.
Sakai adalah kota satelit di Osaka, Jepang, yang sekarang sedang
berusaha menjadi sebuah provinsi/prefectures sendiri, lepas
dari Osaka.
Dalam pertemuan itu, penulis juga ditemani oleh Mr. Hi
toshi Kato, seorang politisi lokal yang mengundang penulis ke
Sakai dan sang keponakan Hisanori Kato1, seorang ahli tentang
negara kita dan dapat berbahasa Indonesia. Ia bekerja di Ma
nila dan kembali ke Sakai hanya untuk menemani penulis. Hi
toshi Kato datang ke Indonesia pada bulan Juli lalu, dan men
coba melakukan kerjasama dengan Universitas Indonesia (UI)
1 Hisanori adalah peraih PhD dari Universitas Sydney Australia. Ba
nyak karyanya tentang Indonesia, salah satunya adalah sebuah buku berjudul:
Agama Dan Peradaban: Islam Dan Terciptanya Masyarakat Demokratis
Yang Beradab Di Indonesia (Dian Rakyat, 2002).
kekurangan Informasi
g 341 h
dan Universitas Nasional (Unas) di Jakarta dengan Universitas
Hagoromo yang memiliki mahasiswa 2000 orang, padahal baru
didirikan beberapa bulan yang lalu di Sakai. Akibat pemberitaan
media massa di Jepang tentang peledakan bom di Bali, ia mem
punyai persepsi yang ‘salah’ tentang Islam dan kaum Muslimin,
sebagai kaum penjarah dan teroris. Padahal ia menyadari, ratus
an ribu warga daerah Kansai, di mana Osaka dan Sakai terletak,
memandang Bali sebagai tujuan pariwisata yang harus didatangi
berkalikali.
Ternyata, kesan mereka itu salah sama sekali, begitu ia
sampai di Jakarta, ia bertemu dengan orangorang yang ramah,
dan banyak di antaranya dapat dijadikan kawan. Ia bertemu pe
nulis, dan meminta keterangan tentang Islam dan kaum Mus
limin. Tentu saja, penulis menyatakan tindakan para teroris itu
—kalau benar dilakukan oleh gerakan Islam— adalah sebuah pe
nyimpangan kecil dari mayoritas gerakan Islam, yang terutama
banyak dikuasai oleh Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadi
yah. Jadi tidak benar, anggapan bahwa mayoritas kaum Muslim
in di negeri ini menyetujui peledakan bom di Bali yang dilakukan
oleh gerakan Islam. Karena tindakan itu akan dianggap diskrimi
natif oleh pemelukpemeluk agama Hindu, yang justru karena
penduduk Bali mayoritas beragama Hindu. Jelas gerakan Islam
tidak menyetujuinya, dan ini jelas bertentangan dengan agama
Islam yang memberikan perlindungan dan menjamin keselamat
an terhadap kaum minoritas.
Pelurusan pandangan itu, membuat Hitoshi Kato meng
anggap perlu mengundang penulis ke Sakai. la ingin agar penulis
menjelaskan sendiri kepada penduduk Jepang di Sakai, bahwa
apa yang digambarkan tentang Islam oleh media massa Jepang
selama ini adalah sesuatu yang salah, bertentangan dengan ke
nyataan sebenarnya. Tentu saja, penulis menyambut baik ajakan
itu, dan menyediakan waktu untuk itu pada minggu pertama bu
lan November 2002. Berbagai acara digelar, termasuk kunjungan
kepada Walikota Sakai dan pertemuan di Tokyo dengan Ambas-
sador Noburo Matsunaga dan Pendeta Niwano, keduanya teman
penulis yang akrab sejak beberapa tahun yang lalu. Sayang seka
li, penulis tidak bertemu dengan Daisaku Ikeda, pendiri gerakan
Buddhis Soka Gakkai, yang memiliki sebuah Universitas —tem
pat penulis menerima gelar Doctor Honoris Causa dalam bidang
humaniora pada bulan Apri