ilmu tarekat mistik 12
kitab-kitab mengenai dirinya, ialah
Sayyid bin Abdurakhman bin Muhammad bin A k i l As-Saqqaf, sebab
padanya ia mendapat ijazah atau khirqah Sufi. Memang As-Saqqaf ini
yaitu seorang tokoh sufi yang terkenal dalam mazhab Mulamatiyah.
Selanjutnya disebut orang sebagai gurunya ialah Sayyid Abubakar bin
Abdurakhman bin Syihabuddin dan guru sufi yang terkenal Abdur-
rakhman bin Syeikh Aid id . namun gurunya yang terpenting, menurut
keterangan yang saya peroleh, ialah Sayyid Umar bin Abdurakhman
Al-Attas, seorang dibandingkan tokoh tarekat yang terkenal, yang diang
gap luar biasa dalam ilmu hakekat. Al-Haddad sendiri menyebut nama
tokoh tarekat ini dengan penuh hormat sebagai gurunya, dan mene
rangkan bahwa dairpadanyalah ia beroleh ajaran tarekat zikir yang
sempurna serta beroleh khirqah terakhir.
Oleh sebab saya sangka bahwa tarekat Al-Haddad itu banyak di-
pengaruhi oleh tarekat dan ajaran tasawwuf Al-Attas ini, baiklah saya
ceriterakan agak panjang sedikit sejarah hidup gurunya itu. Sebenarnya
mengenai Al-Attas orang beroleh uraian yang panjang lebar dalam se
buah kitab yang bernama "Al-Qirthas fi Manaqib Al-Attas", karangan
Imam A l i bin Hasan Al-Attas, seorang tokoh tasawwuf yang terkenal
juga dan kuburnya ada di Hadramaut. Karangan ini belum pernah
dicetak, hanya ditulis dengan tangan, dan disalin oleh mereka yang ber
kepentingan, sehingga tersiar luas juga di Indonesia. Saya melihat M a
naqib ini pada Sayyid A l i bin Husain Al-Attas di Jakarta, yang berke-
murahan hati memberikan kepada saya mencatat beberapa hal menge
nai diri guru yang terpenting dari Al-Haddad yang akan kita tulis seja
rah hidup dan ratibnya itu.
Sayyid Umar bin Abdurakhman bin A k i l Al-Attas memiliki hu
bungan keturunan sampai kepada Imam Ja'far Sadiq, Imam A l i Zainal
Abidin, dan dengan demikian yaitu anak cucu dibandingkan Fatimah,
366
putri Nabi. Ia dilahirkan dalam sebuah desa di Hadramaut, yang ber
nama Al-Issak, dalam 1072 H . Al-Attas ini hanya belajar pada seorang
gurunya saja, bernama Sayyid Husain Ibn A b i Bakar bin Salim.
Diceriterakan bahwa Al-Attas ini pada waktu kecilnya kena se-
rangan penyakit cacar dan dengan demikian buta kedua belah matanya,
yaitu tatkala ia berumur 4 tahun. Kebutaannya itu tidak menghambat
kemajuan pendidikannya. Ia dalam waktu yang sangat singkat sudah
menghafal Al-Qur 'an seluruhnya, begitu juga pelajaran-pelajaran yang
disampaikan oleh gurunya ditangkap di luar kepala seluruhnya. Keluar-
biasaan ini tidak saja menimbulkan cinta kasih sayang gurunya kepada
nya, namun juga membuat gurunya sangat menghormatinya. Gurunya
tidak pernah bangkit berdiri untuk seseorang yang datang menemuinya,
kecuali terhadap Al-Attas itu, sambil mengucapkan selalu : "Marha-
ban".
Nüai kebesarannya Al-Attas itu tidak terletak dalam karangan-
karangannya, namun dalam kesalihannya dan amalnya, terutama murid-
muridnya yang diajarkan dalam keadaan tidak melihat itu. Katanya,
bahwa murid-muridnya itulah karangannya.
Banyak orang menceriterakan tentang keanehan dan kekeramat-
annya. D i antaranya Abu Turab, seorang pengarang yang terkenal,
yang menceriterakan, bahwa pada suatu hari ia haus dan ingin minum
seteguk air. Orang melihat ia menepuk tanah, dan konon '.erpancarlah
air dari dalam tanah itu. Konon pula tepukan yang pertama di atas ta
nah itu mengeluarkan sebuah bejana, yang tidak terpermanai indahnya,
terbuat dibandingkan kaca putih bersih. Abbul Abas Ar-Riqqi menerang
kan, bahwa bejana itu sampai sekarang masih tersimpan di Makkah.
Keanehan yang lain diceriterakan orang, bahwa ia kedatangan tamu
dan tidak memiliki lauk-pauk untuk memberi makannya. Tiba-tiba
seorang membawakan dia daging, dan ia lalu memotong-motong daging
itu dengan sebuah pisau, yang dengan tiba-tiba dikeluarkan dari saku
bajunya, sedang orang ketahui, bahwa sebelumnya saku bajunya itu
kosong adanya. Keanehan yang lain berbunyi, bahwa gurunya pernah
memerintahkan dia pergi ke sebuah desa yang penuh dengan orang ja
hat, terletak di Do'an dan di Wadi Oman. Ia lakukan perintah itu dan
ia sampaikan ajaran-ajarannya di sana selama 40 tahun lamanya, se
hingga seluruh penduduk desa itu menjadi orang baik-baik semuanya.
367
Abdullah bin Umar Ba Ubaid menerangkan, bahwa Sayyid Umar
ini yaitu seorang wali, yang tidak dapat disaingi pengetahuannya.
Ia seorang qutub dalam zamannya, sesudah gurunya Abubakar bin Salim
yang disebutkan di atas. Orang menyebutkan juga dia seorang ahli kasyaf.
Tarekat dan ratibnya termasyhur, dan tak dapat tidak mempenga
ruhi tarekat dan ratib muridnya Al-Haddad. Ratib Al-Attas ini sangat
luas dan disebutkan kupasan atau syarahnya dalam bahagian yang ke
dua dari kitab yang kita sebutkan di atas "Al-Qirthas fi Manaqibi Al-
Attas". Pengarangnya memberi uraian yang panjang lebar tentang tare-
katnya dan ratibnya dengan mengemukakan hadits-hadits Nabi yang
saheh dan ayat-ayat Qur'an yang langsung ada hubungannya. Sayang
kitab ini sampai sekarang tidak dicetak, sehingga kita tidak dapat
mempelajarinya secara perbandingan. Dan oleh sebab itu juga saya
berpendapat, bahwa tarekat Al-Attas itu tidak tersiar luas di Indonesia,
meskipun Al-Qirthas dalam bentuk manuskrip ada pada beberapa
orang yang tertentu.
Kita sudah sebutkan, bahwa ia tidak meninggalkan karangan-
karangannya, namun murid-muridnya yang banyak itu menyampaikan
ajarannya itu dari mulut ke mulut dan menyebut dalam kitab-kitab ka
rangan mereka.
Di antara murid-muridnya ialah Sayyid Isa bin Muhammad A l -
Habasyi di Khanfar, Hadramaut, Syeikh A l i bin Abdul Ilah Baras, di
Quraibah, Do'an, Hadramaut, d l l . , semuanya tokoh-tokoh terkenal
dalam tasawwuf.
namun sebagaimana kita katakan salah seorang yang sangat terke
muka dan dicintai di antara murid-muridnya ialah Sayyid Abdullah bin
Alawi bin Muhammad Al-Haddad, pencipta Ratib Haddad, yang se
dang kita bicarakan itu. Al-Haddad ini kemudian menjadi tokoh besar
dalam tarekat dan seorang pengarang yang ternama. Juga ia seorang
yang tidak dapat melihat, meskipun otaknya tajam dan ilmunya sangat
luas, mengajar di sana-sini, dan mengarang, yang disalin orang dari
pada ucapan-ucapannya yang berharga itu. Penyakit ini diperolehnya
sejak kecil, meskipun demikian tidak mengganggu jalan pendidikannya
dan jalan pengajarannya. l a terkenal sebagai seorang abid. Tiap hari ia
keliling kota Tarim untuk bersembahyang sunat dalam tiap-tiap mesjid.
Dalam kitab Masyra'ul Rawi disebutkan, bahwa ia seorang yang
368
melimpah-limpah ilmunya, ahli yang mempertemukan hakekat dan sya-
re'at, sejak kecil ia telah menghafal Al-Qur 'an 30 juz, seorang yang
bersungguh-sungguh dalam membersihkan dirinya dan mengumpulkan
ilmu pengetahuannya dari ulama-ulama terkenal yang semasa dengan
dia, seorang mujaddid yang terkenal ijtihad-ijtihadnya dalam persoalan
ibadah, seorang yang bersungguh-sungguh menghidupkan ilmu dalam
amal, dan oleh sebab itu dikenal orang di Timur dan di Barat. Terha
dap pendidikannya, sejarah Masyara'ul Rawi menerangkan, bahwa ia
seorang yang banyak melahirkan murid-murid yang salih, yang tersiar
kemudian ke seluruh pojok bumi dari zaman ke zaman. Diceriterakan
juga, bahwa ia pernah mengunjungi Mekkah dan Madinah dalam tahun
1080 H , dan salah seorang gurunya di Mekkah ialah Sayyid Muham
mad bin Alawi As-Saqqaf Ba Alawi .
Oleh sebab pada penutup ratibnya selalu disebut-sebut Ba Alawi
yang dianjurkannya menghadiahkan bacaan Fatihah, ada baiknya ka
lau kita mengetahui serba sedikit tentang Ba Alawi ini, yang tarekat
juga tak dapat tidak mempengaruhi Ratib Haddad. Dalam juz ke II
dibandingkan kitab "Masyara'ul Rawi fi Manaqibi Sadat Ba Alawi", ka
rangan seorang arifin Muhammad bin Abubakar Asy-Syill i , dapat kita
baca bahwa mungkin yang dimaksudkannya itu ialah Muhammad bin
A l i bin Muhammad, pencipta tarekat Ba Alawi ini , yang tarekatnya
juga tak dapat tidak mempengaruhi Ratib Haddad, yang keturunannya
sambung-menyambung sampai kepada Imam Ja'far Syadig, anak Imam
Al-Baqir, anak Imam A l i Zainal Abidin, anak Imam Husein bin A l i
A b i Thalib. Nama Zainal Abidin sangat terkenal dalam dunia tasawwuf
dan tarekat umum, serba sedikit sudah saya ceriterakan dalam kitab
saya "Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawwuf" dan saya bicarakan juga
tentang do'anya yang terkenal dengan nama Sajadiyah. Do'a-do'anya
itu sekarang sudah dikumpulkan dalam sebuah kitab yang bernama
"As-Sahifah Al-Kamilah As-Sajadiyah" (Nejef, 1321 H.) , yang saya
terima dari seorang alim Al-Ja ' far i , melalui Asad Shahab di Jakarta.
Muhammad bin A b i bin Muhammad Syahid Marba, yang kita bi
carakan ini , dilahirkan di Tarim dalam tahun 574 H , di mana ia hidup
dan mempelajari segala cabang ilmu pengetahuan Islam, pada guru-
gurunya yang ternama, seperti Ba Ubaid, Ba Isa, Ba Marwan, namun ta
sawwuf dan ilmu hakekat dipelajarinya dari Imam Salim bin Sasri, M u
hammad bin A l i Al-Qarib dan pamannya Syeikh Alawi bin Muham-
369
mad. Syahid Marba dan Syeikh Sofyan dari Yaman Bin Ab i l Hib , Ibn
Jadid.
Kembali kita menceriterakan tentang Al-Haddad, bahwa ia selain
dibandingkan ahli tarekat dan hakekat juga boleh dianggap seorang penga-
,ang yang utama, meskipun ia sejak kecil menderita alat penglihatan-
nya. Di antara kitab-kitabnya yang terpenting dan banyak tersiar dalam
pasar buku ialah An-Nasa'ih An-Diniyah, sebuah kitab dicetak di Indo
nesia, di antaranya oleh Salim Nabhan di Surabaya dan Al-Ma 'a r i f di
Bandung, pada pinggirnya tercatat kitab yang penting mengenai tare-
katnya, bernama "Sabilul Azkar". Selanjutnya kitabnya bernama
"Ad-Da'watul Ittihaful Sa'il, risalah Al-Mu'awanah, Al-Fusulul Ilmi-
yah, Risalatul Murid, Rasalatul Muzakarah, dan yang terpenting juga
ialah Kitabul Majmu', yang terdiri atas 4 bahagian berisi wasiat dan
massalah-massalah hikam yang terpenting, dan pada akhirnya ditutup
dengan kumpulan sajak-sajak yang indah, yang dinamakan Durrul
Mart/urn Banyak orang berpendapat, bahwa nilai sajak-sajaknya itu
sangat tinggi. Orang berkata, bahwa ilmu Sayyid Abdullah Al-Haddad
tidak tersimpan dalam karangannya, namun tersimpan dalam kepribadi-
an, dan ihwalnya, tersimpan dalam Sya'ir dan sajaknya.
Perlu kita catat di sini, bahwa seorang muridnya yang bernama
Syeikh Ahmad Al-Sawi, pernah mengarang sebuah kitab mengenai seja
rah hidup gurunya Al-Haddad itu, bernama "Tasbitul Fuad", dalam
jilid yang besar, namun sayang tidak dicetak, sampai sekarang tersimpan
dalam salah satu perpustakaan di Hadramaut.
Sayyid Abdullah Al-Haddad, Sahib Ratib ini, menurut sejarah me
ninggal pada malam Selasa tanggal 7 Zulkaedah th. 1132 H , dalam usia
lebih kurang 89 th. Empat puluh hari sebelum ia meninggal di kala sa-
kitnya pada akhir bulan Ramadhan, ia sudah menjelaskan kejadian-
kejadian yang akan datang pada dirinya.
Saya belum tutup bahagian Al-Haddad dalam karangan ini, sebe
lum saya menceriterakan sedikit tentang keluarganya Asy-Syili , M u
hammad bin Abu Bakar, Asy-Syili yaitu pengarang Masyra'ul Rawi
ini di atas. Lahir dï Tarim tahun 980 H , yaitu juga seorang yang
alim dan suka mengembara menyiarkan ilmunya sampai ke Yaman,
dan India, kemudian dari sana ia pernah melawat ke Aceh dalam masa
pemerintahan raja perempuan (mungkin Safiyatuddin Syah), yang di-
370
kunjunginya dan dipuji-puji kemuliaannya, kebesaraannya, kekuasaan-
nya, kesalehannya, selalu dikelilingi oleh wazir-wazir dan raja-raja ba-
wahannya. Ia kawin dengan anak seorang wazir, dan oleh sebab itu
beroleh kedudukan yang mulia dan beberapa orang anak, tinggal bebe
rapa lama di Aceh menyiarkan ilmunya sampai ia meninggal dunia di
sana (Masyara'ul Rawi, Jld. I, hal 171).
A L - H A D D A D . (III).
Ratib Haddad itu sangat sederhana, terdiri dibandingkan bacaan fate-
hah, ayat Al-Kurs i , Ayat Amanar Rasulu, Surat Al-Ikhlas dan dua su
rat Al-Qur 'an berikutnya dan tujuh belas bacaan, yang terdiri dibandingkan
tahlil, tasbih, istigfar, salawat, taawwuz, basmalah dan do'a-do'a yang
lain, yang semuanya disusun dan dipilih oleh penciptanya, Habib Abdul
lah bin Alawi bin Muhammad Al-Haddad, yang dianggap qutub mur
syid. Semuanya wirid dan do'a itu dipilih a as dasar hadits-hadits yang
mutawatir sebagaimana yang dibentangkai dalam Sullamut Thalib,
Syarah ratib Haddad, diterbitkan di Jakarta, karangan Sayyid A l i bin
Abdullah Al-Haddad.
Oleh sebab sangat sederhana dan mulahnya, maka ratib tarekat
ini banyak diamalkan orang di Hadramaut dan Indonesia dl l . , yang ke-
banyakan dikunjungi oleh orang-orang Arab dari Hadramaut itu. W i
rid ini dibacakan sesudah sembahyang, terutama sesudah sembahyang
Subuh, baik secara perseorangan, maupun secara beramai-ramai. Jika
dilakukan beramai-ramai bacaan itu biasanya dipimpin oleh Imam sem
bahyang, yang tentu dipilih dari orang yant; terutama, dan disahuti ber
sama-sama oleh yang hadir. Tiap-tiap bacaan dibacakan tiga kali, baca
an yang pertama mengenai pengakuan tidak ada Allah melainkan
Allah sendiri, yang tidak ada saingannya, baginya seluruh kerajaan la
ngit dan bumi, baginya kembali seluruh puji dan syukur, berkuasa da
lam menghidupkan dan mematikan sesuatu ciptaannya. Bacaan yang
kedua mengenai tasbih dan tahmid serta takbir, mempersucikan, me
muji dan mengagungkan Allah , yang memang suatu bacaan yang sa
ngat dianjurkan Nabi, sebagaimana ini dalam hadits-hadits, di
371
antaranya diriwayatkan oleh Abu Hurairah dan Malik bin Anas. Baca
an yang ketiga hampir bersamaan isinya, terambil dari hadits yang di
riwayatkan oleh Abu Hurairah, Jabir bin Abdullah dan Abu Umar.
Bacaan yang keempat mengenai permintaan taubat dan ampunan, su
atu ucapan yang sangat dianjurkan oleh Nabi sebab ia sendiri melaku
kannya setiap hari sampai tujuh puluh kali. Demikian diceriterakan da
lam hadits-hadits, di antaranya oleh Ibn Umar.
Bacaan yang kelima mengenai selawat dan taslim kepada Nabi M u
hammad, sebagaimana diperintahkan dalam Qur'an dan dipohonkan
oleh Nabi. Sesudah itu kita bertemu dengan zikir yang keenam permo
honan melindungi diri pada Allah dari semua kejahatan-kejahatan.
Perbuatan ini juga sebagai kata Imam Harawi sangat dipuji Tirmidi,
Ibn Sunni dalam kitabnya. Bacaan yang ketujuh berisi tasmiyah, yang
dianjurkan oleh agama dilakukan pada tiap perbuatan baik, sambil
mengharapkan kehilangan kesukaran dan kemudaratan dengan ucapan
nama Allah itu. Fadilatnya di antara lain diceriterakan oleh Usman bin
Affan.
Zikir yang kedelapan berisi penyerahan diri kepada Al lah , penga-
kuan menerima Islam sebagai agama dan Muhammad sebagai Nabi.
Dengan demikian dilanjutkan zikir ini dengan bacaan yang kesembilan,
di mana ini pengakuan bahwa tiap yang baik dan yang buruk itu
berasal dari Al lah . Di dalamnya juga ada pengakuan berterima
kasih kepada Allah , yang menentukan Qadha dan Qadarnya, yang ti
dak dapat diubah oleh manusia. Maka kita lihatlah dalam zikir yang
kesepuluh pengakuan percaya dengan sungguh-sungguh kepada Allah
dan hari kemudian serta bertaubat lahir dan bathin dengan sesungguh-
nya, sebagaimana yang dianjurkan dalam Qur'an dan dalam Sunnah
Nabi.
Dalam zikir yang kesebelas terisi permohonan minta ampun dan
maaf serta pembersihan diri dari semua dosa. Dalam keterangan dise
butkan oleh Nabi, yang selalu memperingatkan amal itu kepada pa
mannya Abbas menurut riwayat Sitti Aisyah. Selanjutnya do'a yang
ini dalam zikir kedua belas ialah : " O , Allah ku yang perkasa dan
pemurah, matikanlah kami dalam agama Islam". Berbeda dengan yang
lain bacaan ini diucapkan tujuh kali. Diceriterakan bahwa lafad "jalal
dan ikram" yang ini dalam zikir ini dipetik dari ayat Qur'an dan
Ü2
hadits, begitu juga permintaan dimatikan dalam agama Islam pun ber
asal dari ayat Qur'an yang berbunyi. "Janganlah kamu mati terlebih
dahulu, sebelum kaum seluruhnya Islam dan menyerah diri kepada Tu
han".
Bacaan yang ketiga belas berisi do'a untuk menghindarkan diri da
ri kejahatan orang-orang yang zalim. Nama Allah yang disebutkan
dalam bacaan ini terambil dari Asma'ul Husna. Kemudian kita bertemu
dalam zikir yang keempat belas dengan do'a Rasulullah yang memo-
honkan kepada Allah , agar dibereskan semua pekerjaan orang Islam,
dan dihilangkan semua rencana musuh yang menyakitinya. Pun do'a
yang ini dalam bacaan yang kelima belas tersusun dari nama-nama
Allah dari Asma'ul Husna, yang dianjurkan kepada manusia berdo'a
dengan nama-nama Allah yang indah itu agar diperkenankan.
Berlainan dengan zikir keenam belas, yang berisi keluhan hamba
kepada Allah nya, agar dilepaskannya dibandingkan kebimbangan dan ke-
sukaran, agar diampuni dan dikasihani. Khalifah Abu Bakar selalu ber
do'a dengan do'a itu.
Istigfar yang ini dalam bacaan ketujuh belas, yang diucapkan
empat kali, dapat dianggap sebagai penutüp tarekat ini. Kalimat itu
berbunyi : " A k u minta ampun kepada kepada-Mu, pencipta yang maha
Agung, agar Engkau ampuni dosaku".
Pada akhir ratib dianjurkan mengucapkan tahlil sekurang-kurang
nya dua puluh lima kali, banyaknya tidak terbatas. Kemudian disudahi
dengan syahadat tauhid dan syahadat rasul, meminta kerelaan untuk
Nabi Muhammad keluarganya yang suci, sahabat-sahabatnya yang mu
lia, isteri-isterinya yang bersih serta tabi'in di belakangnya. Sesudah
membaca tiga kali surat Ikhlas dan sekali masing-masing surat berikut-
nya, dibacakanlah Fatihah, di antaranya untuk Sayyid Muhammad bin
Ba Alawi, untuk Sayyid Abdullah bin Alawi bin Muhammad A l Had
dad dan untuk guru-guru yang lain serta kaum muslimin seluruhnya.
Do'a yang dibaca sesudah itu sangat pendek dan sederhana, berisi mo-
hon bantuan agar Allah memberikan kebajikan dan perlindungan.
Sebelum bubar didengungkannya bersama-sama sebanyak tiga
kali : " Y a Allah ku kami pohonkan rela-Mu dan anugerah sorga. Kami
berlindung pada-Mu dibandingkan kemurkaan-Mu dan azab neraka!"
373
11. TIJANIYAH.
Salah satu tarekat yang ada juga di Indonesia di samping tare
kat-tarekat yang lain ialah tarekat Tijaniyah. Dalam tahun berapa ta
rekat ini masuk ke Indonesia tidak diketahui orang dengan pasti, namun
sejak tahun 1928 mulai terdengar adanya gerakan ini di Cirebon. Se
orang Arab yang tinggal di Tasikmalaya, bernama A l i bin Abdullah At-
Thayyib Al-Azhar i , berasal dari Madinah, menulis sebuah kitab berke-
pala "Kitab Munayatul Murid" (Tasikmalaya, 1928 M. ) berisi bebera
pa pertunjuk mengenai tarekat ini, dan kitab itu ada tersebar luas
di Cirebon khususnya, dan di Jawa Barat umumnya.
Oleh sebab gerakan ini pernah mendapat perhatian umum, Pe-
merintah Belanda pernah menyelidikinya. Dr. G . F . Pijper, ketika itu
Adjunct-Adviseur Voor Inlandsche Zaken, menulis sebuah karangan
mengenai tarekat Tijaniyah itu, yang dimuat dalam kitabnya "Frag-
menta Islamica" (Leiden, 1934). Beberapa hal di antaranya kita kutip
sebagai di bawah ini.
Memang sebelum 1928 tarekat Tiyaniyah belum memiliki ang-
gotanya di Jawa, namun tarekat ini sudah terkenal dan tersiar luas di
Afr ika Barat dan Utara, selanjutnya di Mesir, dan di sebelah Barat Ja-
zirah Arab.
Pendirinya yaitu seorang ulama dari Algeria, bernama Abul Ab
bas Ahmad bin Muhammad bin Mukhtar At-Tijani, lahir di ' A i n Mah
di dalam tahun 1150 H . (1737 — 1738 M . ) . Diceriterakan bahwa dari
bapaknya ia keturunan dari Hasan bin A l i bin A b i Thalib, sedang nama
Tijani yaitu dari Tijanah dari keluarga ibunya. Sejak umur tujuh ta
hun konon ia sudah menghafal seluruh Qur'an, kemudian lalu ia mem
pelajari ilmu-ilmu Islam yang lain dengan giatnya, sehingga pada waktu
ia menjadi guru masih remaja putera.
Waktu ia berumur dua puluh satu tahun ia mulai bergaul dengan
orang-orang Sufi. Tatkala dalam tahun 1186 H . (1172 — 1773 M. ) ia
naik haji ke Mekkah, ia berhubungan dengan beberapa orang Sufi da
lam perjalanannya itu di Mesir, dan kemudian di Madinah berkenalan
dengan Muhammad bin Abdul Karim As-Samman, pendiri tarekat
Sammaniyah, dan belajar padanya mengenai ilmu-ilmu rahasia bathin.
Tiap guru agama yang didatanginya mengatakan bahwa ia akan mem
punyai harapan yang baik dan gilang-gemilang.
374
Dalam tahun 1196 H . (1781 — 1782 M.) ia pergi ke Tilimsan me
nambah ilmu pengetahuannya pada Abu Samghun dan As-Shalalah.
Di sini mulailah terbuka pandangan bathinnya. Bukan dalam tidur teta
pi dalam jaga dan sadar, konon ia bertemu dengan Nabi Muhammad,
yang mengajarkkan kepadanya beberapa wirid, istighfar, dan selawat,
yang masing-masing harus diucapkan seratus kali dalam sehari sema
lam, dan memerintahkan dia mengajarkan wirid itu kepada semua
orang Islam yang menghendakinya. Konon Nabi memerintahkan juga
kepadanya, agar ia meiepaskan diri dari tarekat-tarekat yang lain. Da
lam tahun 1200 H . (1785 — 1786 M. ) Rasulullah kelihatan lagi dalam
kasyafnya dan mengajarkan pula tambahan wiridnya dengan tahlil,
yang harus diucapkan seratus kali pula, sambil berkata : "Engkau me
rupakan penunggu yang akan menyelamatkan tiap hamba Allah yang
durhaka".
Sejak itu Tijani mulailah mengajar tarekatnya, yang dengan segera
tersiar ke sana-sini di sekitar tempat tinggalnya. Kemudian ia pergi ke
Fez, dan di sana tidak berapa lama kemudian ia pun berpulang ke rah-
matullah menemui Allah nya, yaitu pada suatu pagi tanggal 17 Syawal
1230 H (22 September 1815 M.) pada waktu ia berusia delapan puluh
tahun. Ia dikuburkan di Fez.
Tarekat Tijaniyah ini memiliki wirid yang sangat sederhana,
dan wazifah yang sangat mudah. Wiridnya terdiri dari istighfar seratus
kali, selawat seratus kali, dan tahlil seratus kali . Boleh dilakukan dua
kali sehari, yaitu pagi dan sore, pagi sesudah sembahyang Subuh sam
pai sembahyang Zuha, sore sesudah sembahyang Ashar sampai sem
bahyang Isya. Wazifahnya terdiri dari "astaghrirullah al-azim allazi la
ilaha illa huwal hayyul qayyum" (saya minta ampun kepada Allah, yang
tidak ada Allah melainkan Dia , Ia selalu hidup dan mengawasi), seba
nyak tiga puluh kali, kemudian dibaca shalatul fatih, yang berbunyi
"Allahumma salli ala sayyidina Muhammad al-fatihi lima ughliqa, wal-
khatimi lima sabaqa, nasrirul haqqi bil haqqi, wal hadi ila shirathil
mustaqim, wa ala alihi haqqa qadruhu wa migdaruhul azim (Ya, Tu
hanku! Berikanlah rahmat kepada penghulu kami Muhammad, yang
terbuka baginya apa yang tertutup, yang menjadi penutup bagi semua
yang sudah lampau, pembantu kebenaran dengan kebenaran, orang yang
menunjuki kepada jalan yang benar, begitu juga atas keluarganya seke-
375
dar yang layak dengan kadar yang besar) lima puluh kali, dan bacaan
"la ilaha illallah" (tidak ada Allah melainkan Allah) seratus kali, ke
mudian barulah ditutup dengan do'a yang dinamakan Jauharatal ka
mal, sebanyak dua belas kali, didapat dalam kitab "Fathur Rabbani",
pada halaman enam puluh.
Sebenarnya pembacaan wazifah ini boleh petang hari tapi yang ba
ik yaitu pada malam harinya, sekurang-kurangnya dua kali, pagi dan
sore.
Lain dibandingkan itu membaca hayhalah, yaitu pada hari Jum'at, ter
diri dari zikir tahlil dan Al lah , Al lah , sebanyak yang tidak ditentukan
sejak sudah sembahyang Ashar sampai kepada terbenamnya matahari.
Tarekat ini menentukan beberapa syarat untuk pelaksanaan itu,
pertama berwudhu, bersih pakaian dan tempat serta badan orang yang
mengerjakannya, tertutup segala auratnya, tidak boleh berbicara, ber-
niat yang tegas, mengucapkan wirid, wazifah, dan hayhalah sambil du
duk menghadap ke kiblat. Sebagaimana tarekat-tarekat yang lain tare
kat ini pun menganjurkan, agar murid-muridnya dalam mengerjakan
amalan itu, menggambarkan rupa gurunya dalam ingatannya, dan
mengikuti seluruh nasehat-nasehatnya dengan tenang.
Pernah terjadi perdebatan sekitar Cirebon oleh ulama-ulama me
ngenai tarekat ini, dan pernah orang menyerang guru-gurunya dengan
ucapan-ucapan dan surat-surat siaran sekitar tahun 1928 sampai 1931.
namun keadaan ini kemudian tenang kembali, sesudah Nahdatul Ulama
menyatakan sebagai keputusannya, bahwa tarekat itu tidak termasuk
kepada ajaran yang sesat, sebab amalan-amalannya sesuai dengan
ajaran Islam. namun majallah Al-Manar, Maret 1926 M . , Hal . 796 —
778, sebuah majallah dari golongan Salaf, menyatakan tarekat itu me-
nyeleweng dari ajaran Islam yang sebenarnya.
Di Cirebon tarekat Tijani ini pernah tersiar dengan suburnya di
bawah pimpinan Kiyai Buntet dan keluarganya, terutama di bawah
pimpinan alm. Kiyai Abbas Buntet dan saudaranya Kiyai Anas di desa
Martapada, dekat kota Cirebon. namun juga dikatakan, bahwa murid-
murid yang datang itu ada yang berasal dari jauh-jauh, dari Tasikmala
ya, Brebes dan Banyumas. Terutama dalam bulan Ramadhan kelihatan
kesibukan tarekat ini .
376
Perselisihan paham dengan tarekat-tarekat lain dan perkumpulan-
perkumpulan yang memang tidak menyetujui tarekat, seperti Muham-
madiyah, pernah menyebabkan debat-mendebat, sehingga terpaksa Pe-
merintah campur tangan. Begitu juga turutnya Kiyai Madrais, 1) se
orang guru yang sangat sederhana dekat Kuningan, ke dalam tarekat
ini, yang menarik ribuan murid-murid, menimbulkan kecurigaan bagi
Pemerintah Belanda. namun perkumpulan Nahdhatul Ulama, yang per
nah memeriksa wirid dan wazifah dibandingkan tarekat ini, menyatakan,
bahwa tarekat itu tidak menyimpang dibandingkan aliran yang benar (hal.
117 dari Fragmenta Islamica).
Di antara mereka yang sangat menentang tarekat ini termasuk se
orang alim Mekkah Sayyid Abdullah bin Sadaqah Dahlan, kemanakan
dari Mufti Syafi'i di Mekkah. Sementara Nahdhatul Ulama memasuk
kan pembicaraan tentang tarekat ini ke dalam acara Kongresnya di C i
rebon Agustus 1931, sebagai acara yang sangat menarik perhatian ula
ma-ulama di Indonesia.
Pemeriksaan pemerintah Belanda yang diadakan dalam th. 1932
menyatakan, bahwa gerakan Tijaniyah itu memiliki banyak guru-
guru dan murid-muridnya tersebar di Cirebon Kuningan, Tasikmalaya
dan dalam beberapa kabupaten di Jawa Tengah, semuanya berjalan
dengan damai dan tidak mengganggu ketenteraman umum.
Demikianlah kita catat beberapa hal mengenai tarekat Tijaniyah
itu.
12. AS-SANUSIYAH.
Sebuah tarekat yang lahir dan sangat luas tersiar di Afrika Utara
ialah Sanusiyah, tarekat yang bersifat sangat keras, terutama dalam
melakukan jihad atas jalan Allah dan mentaati pemimpin-pemimpin-
nya. Sebenarnya tarekat ini yaitu lanjutan dibandingkan sebuah tare
kat Marokko Khadhiriyah, yang didirikan oleh Ibn Dabbagh (mgl. 1717
1 ) Kiyai Madrais menamakan tarekatnya "Agama Sunda". Saya pernah menyelidiki
"Agama Sunda" ini. dan ternyata tidak berasal dari tarekat Tijaniyah.
377
M..), yang yaitu cabang juga dari Amirghaniyah dan Indrisiyah.
namun ada orang mengatakan, bahwa Khadhiriyah itu yang berasal dari
Sanusiyah. Tarekat ini terutama tersiar pada hari-hari pertama di Jagh-
bub kemudian berpindah ke Kufra, di sebelah timur Sahara.
Bagaimanapun juga tarekat Sanusiyah ini berkembang oleh se
orang tokoh tarekat yang bernama Sidi Muhammad bin A l i As-Sanusi"
dan oleh sebab ia termasuk cucu dibandingkan Al-Idrisi, maka tarekat ini'
dinamakan juga Al-Idrisiyah. Sanusi lahir dalam tahun 1791 di Tursy,
dekat Musytaghanam (Algeria atau Aljazirah) dan meninggal di Jagh-
bub (Cyrenaica).
Orang Barat menamakan, bahwa Sanusiyah yaitu tarekat yang
moderen, sangat sederhana dalam amal-amal dan wiridnya, tidak bera
pa menyimpang dibandingkan ajaran Islam yang asli.
Mengenai riwayat hidup dibandingkan pendiri tarekat ini dapat kita ce-
riterakan, bahwa As-Sanusi mula-mula mendapat didikan agama dari
seorang guru ternama Abu Ras (mgl. 1823 M) dan Belganduz (mgl.
1829 M) di tempat tinggalnya sendiri. Kemudian Sanusi pergi ke Fas
dari tahun 1821 sampai 1828, dan di sana ia memperdalam ilmunya me
ngenai tafsir Qur'an, ilmu Hadis, ilmu Hukum Fiqh, dl l . pengajaran
Islam tingkat lanjutan. Kemudian ia mengerjakan ibadat Haji ke Mek
kah, yang dilakukannya dengan perjalanan melalui Tunisia Selatan dan
Mesir. Diceriterakan bahwa ia kemudian mengambil tempat tinggal
yang tetap di Sabia, dan di sana dalam tahun 1837 untuk pertama kali
ia membuat zawiyah, tempat melatih murid-murid tarekatnya, di sebu
ah gunung yang terkenal di Mekkah, bernama Abu Qubais.
Sepulang dari sana ia tidak tinggal di Mesir, namun ia menetap be
berapa waktu di Cyreinaica, di mana ia mendirikan pula zawiyah suluk
dari tarekat Rifa ' i , kemudian pindah membuat zawiyah pula di A l -
Baidha dekat Cyreine (Jabal Akhdhar), kemudian pindah pula ke Te-
messa, dan akhirnya menetap di Jaghbub sampai tahun 1855, kota
mana pada awal mulanya sangat sepi, namun kemudian diisinya dengan
budak-budak yang sudah merdeka, yang kemudian menjadi pengikut-
pengikutnya yang gagah perkasa. Ia meninggal dalam kota ini dan di-
kuburkan orang di sana.
Riwayat hidupnya menceriterakan, bahwa dia memiliki dua
orang anak, pertama yang tua bernama Sidi Muhammad Al-Mahdi (la-
378
hir 1844 dan meninggal 1961 di Guro), yang kemudian menjadi khali-
fahnya, dan kedua bernama Sidi Muhammad Asy-Syarief (lahir 1846
dan meninggal 1896) Al-Mahdi meninggalkan dua orang anak, masing-
masing bernama Sidi Muhammad Idris, yang lahir 1883, dalam tahun
1909 diangkat menjadi raja Kecil, di bawah pengawasan Itali, dan me
merintah antara 1916 sampai 1923. Anak yang lain bernama Sidi R i
dha, yang memiliki enam orang putra, masing-masing bernama Sidi
Ahmad Syarif, lahir 1880, menjadi khalifah dibandingkan tarekat neneknya
antara tahun 1901 sampai 1916, kemudian dalam perang dunia pertama
ia memihak kepada Jerman namun kemudian ia pergi ke Turki dan tu.
rut dalam mengadakan propaganda untuk mendirikan gerakan Pan
Islamisme serta bertempat tinggal di Ankara. Lima orang anaknya yang
lain bernama Sidi Muhammad A l - ' A l b i d menjadi tuan tanah di sebelah
selatan Fezzan, antara tahun 1916 — 1918 memimpin pertempuran di
Saharan menentang Perancis, selanjutnya Sidi A l i Al-Khattab, Sidi Safi-
uddin, yang menjadi ketua Parlemen Itali di Cyreneica dalam tahun
1921, Sidi Al-Hal la l dan Sidi Ar-Ridha.
Markas Tarekat Sanusiyah ini pada mula-mulanya berada di Jagh-
bub antara 1855 — 1895, kemudian dipindahkan ke Kufra 1895, ke
Guro 1899, kemudian dipindahkan lagi ke Kufra 1902, sementara zawi-
yah-zawiyah sufinya, yang dalam tahun 1859 berjumlah hanya dua
puluh dua buah, meningkat dalam tahun 1884 sampai seratus buah ba
nyaknya.
Di antara wirid-wirid yang dilakukan secara sir oleh penganut-
penganut tarekat ini ialah ucapan : " Y a Lat i f" sebanyak seribu kali,
kemudian dalam hukum, sangat memegang kepada Qur'an dan Hadits.
Meskipun dalam pelaksanaan fiqh kadang-kadang ada perbedaan,
tarekat ini kuat memegang mazhab Mal ik i dan membuka pintu ijtihad
untuk penetapan hukum. Dalam kitab Sabilul Mukminin fi Thariqil
Arba ' in , yang berisi zikir-zikir serta hizib-hizib tarekat ini , kita ketahui
bahwa tujuannya tidak menyeleweng kepada hal-hal yang dibuat-buat.
Di antara kitab-kitab yang menyiarkan ajaran ini kita sebutkan Kitab
Risalah karangan Hasan Ujaimi (1702), yang kemudian diterjemahkan
atau diringkaskan oleh Sidi Murtadha Az-Zabidi menjadi Kitab Iqdul
Juman. Mengenai zikir Halliyah yang juga menjadi pembicaraan dalam
tarekat ini banyak diterangkan oleh A b i Sa'id Al-Qadiri dalam kitab-
379
nya Adabuz Zikir, yang ditulis dalam tahun 1686 di India, oleh Ivanov
disebut dalam Katalogusnya 1280.
Pengaruh Qadiriyah, sebagaimana yang dilihat orang dalam tarekat
ini di kala perkembangannya di Musytaghnam, dan pengaruh Tijaniyah
dan Thaibiyah, sebagai yang pernah dirasa orang dalam perkembangan
nya di Fas, mungkin diperoleh Sanusi di Mekkah, tatkala ia belajar pada
gurunya Ahmad bin Idris Al-Fasi (mgl. 1837 di Sabia), yang mendirikan
tarekat Qadiriyah-Idrisiyah, dan yang menjadi guru juga dari dua buah
tarekat lain Rasyidiyah dan Amirghaniyah.
Saya catat beberapa hal mengenai tarekat ini, sebab dengan tidak
langsung ada hubungannya dan pengaruhnya di Indonesia, yang sejak
purbakala banyak dikunjungi oleh "Syeikh-Syeikh Maghr ib i" , yang se
lain dari menjadi muballigh, tentu banyak sedikit sudah dipengaruhi
oleh paham-paham tarekat ini .
380
XII
DARI SYARI'A TKE HAKIKA T
1. KEDUDUKAN GHAZALI D A L A M T H A R E K A T .
Tarekat manapun juga menganggap, bahwa ajaran-ajaran Imam
Ghazali, sebagaimana yang ada dalam karangan-karangannya, di
antaranya kitab "Ihya Ulumuddin", yaitu pegangan dan sumber ilmu
syari'at hakikat yang tidak kering-keringnya. Tiap bertemu perselisihan
paham dalam ilmu tasawwuf, termasuk ilmu tarekat, orang mencahari
penyelesaiannya ke dalam ajaran-ajaran Ghazali.
Memang Ghazali yang dapat menyelesaikan pertentangan antara
ilmu Syari'at dan ilmu Hakikat, antara kehidupan lahir dan kehidupan
bathin ini, dan mempertemukannya dalam suatu bentuk ilmu Tasawwuf
yang kita kenal dalam Islam.
Sebagaimana dikatakan De Boer dalam kitabnya Sejarah Falsafat
Islam, yang pernah disalin ke dalam bahasa Arab sebab pentingnya,
Ghazali tidak dapat mencari kepuasan dalam mempelajari dan meng
ajarkan, baik ilmu pengetahuan alam, maupun ilmu peraturan agama
Islam, sebab ia tidak dapat melihat sesuatu apa dalam ilmu yang dapat
memberikan bekas kepada jiwanya yang gelisah dan haus kepada kebe
naran. De Boer berkata, bahwa bukanlah hanya kegemaran kepada
ilmu pengetahuan semata-mata yang telah membawa dia mempelajari
ilmu filsafat, namun ia mencemplungkan dirinya ke mari pun dengan
maksud ingin mencari sesuatu yang dapat meiepaskan keraguan-keragu-
an yang bersarang dalam pikirannya. Tidak mungkin ia sampai kepada
tujuannya dengan mempelajari alam yang lahir ini saja, begitu juga ti
dak hanya dengan mengisi dan mengasah pikirannya sejadi-jadinya, te-
381
tapi sebab ia berhasrat menenangkan hatinya dan merasakan hakikat
yang tertinggi dan terakhir.
Dengan demikian ia keluar masuk ke dalam dunia ilmu pengetahu
an, pulang pergi belajar dan mengajar, membaca dan menulis, sebab
agama, sebab syak dan wasangka, keraguan dan kegoncangan jiwanya
terhadap apa yang dicarinya itu.
Dalam kitabnya "Al-Munqiz minaz zalal" (terjemah dalam bahasa
Indonesia bernama "Pembebas dari Kesesatan" diselenggarakan oleh
Sdr. Abdullah bin Nuh, diterbitkan oleh "Tinta mas", Jakarta), Gha
zali menjelaskan, apa sebab ia tidak puas dengan ilmu syari'at saja,
jika tidak disertai dengan amal dan kehidupan bathin. Ia tidak puas ha
nya dengan ilmu lahir yang menyiarkan ilmu pengetahuan dan menja
lankan peraturan-peraturan syara' secara kaku, ia menghendaki lebih
banyak ilmu yang membuahkan amal, lebih banyak didikan yang dapat
memimpin kehidupan bathin. Ia berkata sebagai berikut :
"Setelah itu maka perhatianku tertarik oleh kehidupan Sufi, ter-
ikat oleh jalan kebathinan. Nyata sekali jalan ini tidak dapat ditempuh,
kecuali dengan ilmu dan amal kedua-duanya. Menempuh jalan ini ber
arti menghadapi tanjakan-tanjakan bathin dan menujukan amal itu le
bih banyak kepada membersihkan diri. Hal ini perlu untuk mengosong-
kan bathin manusia, dan kemudian mengisinya dengan zikir kepada
Allah Ta 'a la" .
Selanjutnya ia berkata : "Bagiku ilmu itu lebih mudah dibandingkan
amal. Maka segeralah aku memulai mempelajari ilmu Sufi serta mem
baca kitab-kitabnya di antara lain ialah kitab "Qutul-Qulub", karang
an Abu Thalib A l - M a k k i , dan kitab-kitab karangan Al-Haris Al -Muha-
sibi, begitu juga ucapan-ucapan Al-Junaid, Asy-Syibli, Abu Yazid AI-
Bisthami dl l . Dengan demikian dapatlah aku memahami tujuan mere
ka. Maka kuketahuilah yang lebih dalam lagi hanya dapat dicapai de
ngan perasaan, zauq' pengalaman dan perkembangan bathin. Jauh nian
perbedaan antara mengetahui arti sehat atau kenyang dengan menga-
lami sendiri rasa sehat dan kenyang itu. Mengalami mabuk lebih jelas
dibandingkan hanya mendengar keterangan tentang artinya. Padahal yang
mengalaminya mungkin belum mendengar sesuatu keterangan tentang
dia. Tabib yang sedang sakit tahu banyak tentang sehat, namun ia sendi
ri sedang tidak sehat.
382
Tahu arti dan syarat-syarat zuhud tidak sama dengan bersifat zu
hud.
Yang penting bagi mereka yaitu pengalaman, bukan perkataan.
Apa yang dapat dicapai dengan ilmu telah kucapai. Selanjutnya harus
dengan zauq dan suluk.
Ilmu-ilmu syari'iyah dan aqliyah, telah memperkuat imanku kepa
da Allah Ta'ala, kepada Nabi dan Hari Kemudian. Tak terhitung buk-
ti-bukti dan sebab-sebab yang menyebabkan kuatnya imanku itu. A k u
insyaf, bahwa hanya taqwa dan menguasai nafsu itulah jalan satu-satu
nya untuk mencapai kebahagiaan yang abadi. Pokoknya meiepaskan
bathin dari belenggu dunia untuk penuh-penuh menghadap Allah Ta '
ala. A k u tahu, itu tak mungkin sebelum terlepas dari pengaruh kedu
dukan dan harta beserta godaan dan rintangan lainnya.
A k u lihat diriku tenggelam dalam samudera godaan dan rintangan.
Segala pekerjaan yang terbaik tentang mengajar dan mendidik, kutin-
jau sedalam-dalamnya. Jelas aku sedang memperhatikan ilmu yang
tidak kurang penting untuk perjalanan ke Akhirat. A p a niat dan tujuanku
dengan mengajar dan mendidik, nyatalah tidak sebenarnya ikhlas yang
murni sebab Allah Ta'ala, melainkan dicampuri oleh pengaruh ingin
kepada kedudukan dan kemasyhuran. Maka terasalah kepadaku bahwa
aku sedang berdiri di pinggir jurang yang curam, di atas tebing terjal
yang hampir gugur. A k u akan jatuh ke neraka jika tidak segera mero-
bah sikap.
Lama juga aku berpikir. Maka timbullah keinginan hendak me
ninggalkan kota Baghdad dengan kesenangannya, namun kemudian
urung juga, hati masih ragu-ragu. Keinginan keras di waktu pagi untuk
menuntut bahagia abadi, menjadi lemah di petang harinya. Nafsu du-
niawi menarik hatiku ke arah kedudukan, nama dan pengaruh, namun
iman berseru : "Bersiap-siaplah, umur hampir berakhir, padahal perja
lanan sangat jauhnya, ilmu dan amalan hanyalah sombong dan pura-
pura, j ika tidak sekarang, bilakah akan bersiap".
Kemudian bertambah keras untuk membebaskan diri, namun setan
kembali pula. "Ini hanya pikiran sementara", kata setan, "jangan di-
turut ajakannya, sayang, jangan kau tinggalkan kedudukanmu yang
tiada taranya ini, kelak engkau akan menyesal, tak mudah kembali
kepadanya".
383
Lama juga tcrombang-ambing antara dunia dan akhirat, hampir
enam bulan, yaitu sejak bulan Rajab tahun 488. Akhirnya keadaan te
lah memuncak, tak dapat lagi melakukan tugas mengajar, namun sepa-
tah kata pun hampir tak dapat keluar dari mulutku. Hal ini sangat me-
nyedihkan. Nafsu makan pun hilang, kesehatan merosot. Akhirnya pa
ra dokter pun merasa putus asa. Untuk penyakit di dalam hati tiada
lain obatnya melainkan istirahat, membebaskan hati itu dari segala
yang mengganggunya, kata mereka.
Dengan segenap jiwa, hatiku menjerit kepada Allah yang Penga
sih dan Penyayang. Dan akhirnya permohonanku pun terkabullah, dan
relalah hati meninggalkan Baghdad, tempat kemuliaan, keluarga dan
handai taulan.
A k u berbuat seakan-akan hendak berziarah ke Mekkah, padahal
tujuanku negeri Syam. A k u kuatir kalau Khalifah dan beberapa kenal-
anku tahu akan maksudku hendak tinggal di tanah Syam. Akhirnya
berhasillah aku keluar dari tanah Baghdad dengan tidak menggempar-
kan dan niat tidak akan kembali lagi selama-lamanya.
Penduduk Irak tidak akan membenarkan tindakanku ini . Tak se
orang pun mengira bahwa niatku meninggalkan kedudukan tinggi di
Baghdad itu berdasarkan pertimbangan agama, sebab pada anggapan
mereka, kedudukanku tadi yaitu kedudukan yang tertinggi dalam
agama. Hanya sampai di situlah pandangan mereka.
Bermacam-macam dugaan mereka. Orang-orang yang jauh dari
Irak mengira ada keretakan dalam hubunganku dengan pemerintah
Irak. namun orang yang tahu betapa besar penghormatan pemerintah
kepadaku, meskipun aku tidak mendekat kepadanya, hanya berkata,
sudah takdir Ilahi, tak ada sebab musababnya melainkan orang Islam
dan ahli ilmu telah menetapkan demikian.
Demikian hartaku habis kubagi-bagikan, kecuali sedikit untuk be-
kal di jalanan dan untuk nafkah anak-anak yang masih kecil. sebab
kekayaan tanah Irak itu wakaf bagi umat Islam, maka seorang alim
boleh mengambil dari hasil wakaf ini sekedarnya untuk dirinya
sendiri beserta keluarganya. Untuk alim ulama tak ada yang lebih baik
dibandingkan kekayaan wakaf Irak itu.
Di tanah Syam aku tinggal kira-kira dua tahun, melakukan 'uzlah,
khalwah, riadhah dan mujahadah, menurut tasawwuf yang telah ku-
384
pelajari itu. Semua itu untuk menjernihkan bathin, agar supaya mudah
berzikir kepada Allah SWT sebagaimana mestinya.
Lama aku ber'itikaf di mesjid kota Damsyik, di atas menara se-
panjang hari dengan pintu tertutup. Dari Damsyik aku pergi Baital
Maqdis, di mana setiap hari aku masuk Qubbatus Sakhra dalam hatiku
berkeinginan untuk ibadah haji, berziarah ke Mekkah, Madinah dan
makam Rasulullah saw, yaitu setelah selesai ziarah ke makam Al-Khal i l
a.s. Demikianlah aku pergi ke tanah Hijaz.
Kemudian, sebab rindu dan ingin melihat anak-anak, pulanglah
aku kembali ke rumah, suatu keadaan yang dulunya tak pernah terlin-
tas dalam hatiku. Meskipun begitu, namun aku tetap ber'uzlah, ber-
khalwah, menjernihkan bathin untuk zikir. Berbagai peristiwa masa,
urusan keluarga dan keperluan hidup, mempengaruhi tujuan dan me-
rintangi kejernihan khalwah. Hanyalah sewaktu-waktu saja dapat ke
sempatan yang sempurna, namun tak putus asa, dan khalwah dapat
juga dijalankan. Yang demikian itu berlaku sepuluh tahun.
Sebelum waktu berkhalwah itu, terbukalah bagiku rahasia yang
tak terhitung jumlahnya, tak mungkin diceriterakan. Yang akan kuka-
takan untuk diambil manfa'atnya ialah, aku yakin benar-benar, kaum
Sufiyah itulah yang betul-betul telah menempuh jalan yang dikehendaki
Allah Ta'ala. Merekalah golongan yang paling utama cara-cara hidup
nya, paling tepat tindak lakunya dan paling tinggi budi pekertinya.
Bahkan andaikata semua para 'uqala, hukama, para ahli hukum dan
ilmu, para ulama yang tahu rahasia syara', semua itu dihimpunkan un
tuk menciptakan cara yang lebih utama dibandingkan cara Sufi itu, tiyaitu
akan memberi hasil, sebab segala gerak-gerik mereka (kaum Sufiyah),
baik lahir maupun bathin, diterangi sinar dari Cahaya Kenabian. Di
dunia tak ada cahaya yang lebih terang dibandingkan nya. Pendeknya, apa
kah yang akan dikatakan orang tentang sesuatu jalan, yang dimulai
sebagai syarat pertama untuk membersihkan hati, mengosongkan sama
sekali dari segala sesuatu selain Allah Ta'ala? Sedang kunci pembuka
pintunya laksana takbiratul ihram bagi sembahyang, ialah istigraq diri
dalam zikir kepada Al lah . Dan akhirnya sama sekali fana pada Allah
Ta'ala. Keadaan fana ini penutup taraf pertama, yang hampir masih
dalam batas ikhtiar dan kasab. Padahal ini sebenarnya yaitu per
mulaan tarekat, sedang yang sebelumnya itu hanyalah yaitu jihad
385
(jalan kecil) menuju kepadanya. Dari awal tarekat ini mulailah peristi
wa-peristiwa mukasyafah dan musyahadah, hingga akhirnya dalam ke
adaan jaga mereka dapat pelajaran dibandingkan nya. Dari tingkat ini, ia
naik pula beberapa tingkatan yang meninggi jauh di atas ukuran kata-
ksta. Tiap usaha untuk setiap kata yang dipakai pastilah mengandung
salah faham yang tak mungkin dihindarkannya.
Akhirnya sampai ia ke derajat yang begitu "dekat" (kepada-Nya)
hingga ada orang yang hampir mengiranya hulul, atau ittihad, atau wu-
sul. Semua kiraan itu salah, dan ini telah kami terangkan dalam ka
rangan kami "Al-Maqsidul Aqsa" (Tujuan Terakhir). Barang siapa
mengalaminya, hanya akan dapat mengatakan, bahwa itu suatu hal
yang tak dapat diterangkan, indah, utama, dan janganlah lagi bertanya.
Pendeknya, barang siapa belum dikurniai Allah mengalaminya,
belumlah ia mengenai hakekat kenabian, lebih dari namanya belaka.
Sebenarnya keramat aulia yaitu hidayat anbia. Yang kemudian itu
yaitu hal Rasulullah saw ketika berkhalwat di bukit Hi ra ' , hingga
orang-orang Arab berkata, Muhammad "jatuh-cinta kepada Allah
nya". Hal ini dapat dipahamkan dengan zauq oleh orang yang melalui
jalannya. Adapun orang yang belum mengalaminya dapat juga mema-
hami sekedarnya dengan sering bergaul dengan kaum Sufiyah itu atau
dengan membaca uraian-uraian yang ada pada karangan kami " A j a -
ibul Qalb" , "Ihya Ulumuddin", Usaha Menghidupkan Ilmu-ilmu.
Agama Mencapai sesuatu pengertian dengan alasan dan bukti dan ke
terangan yaitu ilmu namanya, mengalaminya bernama zauq, meneri-
manya sebab kepercayaan iman namanya. Jadi yaitu tiga derajat.
"Orang-orang yang iman dan orang-orang yang diberi ilmu diangkat
oleh Allah beberapa derajat". Di luar mereka yaitu orang-orang jahil,
menyimpang semua itu dari dasarnya dan mereka heran mendengar cerite-
ranya. Mendengar sambil mengejek dan menganggapnya sebagai
omong kosong. Tentang mereka itu Allah Ta'la berfirman : " D i antara
mereka ada yang mendengar perkataanmu, namun setelah keluar dari
tempatmu, mereka bertanya kepada orang-orang yang dianugerahinya
pengetahuan : Apakah yang dikatakannya tadi itu? Merekalah yang ha
tinya telah dicap oleh Allah dan mengikuti hawa nafsu. Maka ia telah
menjadikan mereka tuli dan buta".
Setelah menempuh jalan Sufinya itu, jelaslah bagiku hakikat kena-
386
bian dan khasiatnya.
Penafsir kitab Al-Munkiz , sejarah hidup Ghazali yang ditulisnya
sendiri, menerangkan tentang ini : "Bertimbun kitab diselidiki, semua
nya mengandung satu pembahasan, yaitu sekitar agama, yang menawan
hidupnya. Tentang apa pun ia menulis, tentang pendirian apa pun ia
pertahankan dalam ilmunya yang luas itu, ia pada akhirnya berulang
kembali kepada pokok yang satu itu. Lalu menjanjikan pengembaraan-
nya mencari Allah itu dengan kata-kata yang indah, jauh dibandingkan su
sunan kalimat biasa, selalu mengandung cahaya yang diburunya, yang
kemudian diikuti oleh pembaca-pembaca kitabnya itu. Yang demikian
itu menunjukkan, ke mana hatinya hendak dilekatkan, pikiran hendak
ditujukan, jiwanya hendak dipenuhi, disiram, disemai dan ditumbuh-
kan.
Sesudah tinggal beberapa lama di Nisabur, ia kembali ke Thus,
lalu mendirikan sekitar rumahnya dua sekolah tinggi, sekolah tinggi
bagi ilmu Fiqh dan sekolah tinggi bagi ilmu Tasawwuf, dengan demiki
an seakan-akan Ghazali berkata : "Lihat! Kedua-dua perlu untukmu,
dunia dan akhirat!" Ghazali meninggal pada tanggal 14 Jumadil Awai ,
505 F L , dihadiri oleh teman sesufinya Ahmad, dikuburkan sebelah ti
mur kuburan Thabiran, dekat kubur penya'r Firdausi yang terkenal.
Beberapa sa'at sebelum mati ia berkata : "Sekarang aku ketahui
bahwa aku telah kembali, meskipun dalam I atas menyiarkan ilmu pe
ngetahuan, sebab kembali itu pulang kepada asal adanya. Pada waktu
dahulu aku menyiarkan ilmu pengetahuan, yang menghasilkan keme
gahan bagi manusia, kusiarkan dengan segala kesungguhan hati ilmu
pengetahuan yang dapat meninggalkan kesombongan dan kemegahan.
Inilah tujuanku, inilah niatku dan inilah imanku. Mudah-mudahan
Allah mengetahui yang demikian dan menerimanya dibandingkan ku".
Demikianlah pandangan Imam Ghazali tentang tasawwuf dan tare
kat.
Pada akhirnya sampailah Ghazali kepaia tujuannya. Sebagai yang
dikatakan oleh Zwemer ia yaitu satu-satur.ya bapak orang Sufi, pena
sehat orang Sufi, paman orang Sufi. Saudara orang Sufi, guru besar
orang Sufi, kepercayaan orang Sufi, dan bintang masa orang Sufi.
Umumnya orang Barat menyebut nama Ghazali itu dengan penuh ke
hormatan : Bapak gereja dalam Islam. Pada kesempatan yang lain saya
387
pernah membaca penghargaan orang Barat terhadap Ghazali dalam
ucapannya : Jika seseorang akan mempelajari Islam, tak dapat tidak
akan bertemu dengan salah satu dibandingkan tiga nama, Muhammad, Bu
khari, atau Ghazali.
Prof. M c . Donald berkata : "Sebenarnya hidup kesufian dalam
Islam sudah ada sebelum Ghazali. namun acapkali orang menganggap
kesufian itu menyalahi syara', dan mengecam orang-orang yang meng-
ikut serta menyertainya. namun Ghazali, sesudah lahir dalam perjuang
an hidup, mulailah ia mengangkat ajaran Sufi itu dalam kupasan-
kupasannya, memasukkan ilmu Syari'at ke dalam Tasawwuf dan me
masukkan ilmu Tasawwuf ke dalam Syari'at, sehingga Agama Islam itu
seolah-olah terpilih menjadi satu antara ilmu Fiqh dan ilmu Tasawwuf,
antara ibadat lahir dan keyakinan bathin. Maka ilmu Tasawwuf itu
mendapat tempat yang terhormat, beroleh nilai yang tinggi dari semua
kaum Muslimin, bahkan dapat diterima oleh semua aliran yang ada
dalam Islam ketika i t u" .
Seorang ahli Filsafat Inggeris menulis kalimat peringatan untuk
Ghazali dalam kitabnya, yang menggambarkan ucapan ahli Sufi terbe
sar ini : " A k u meletakkan jiwaku di hadapan Allah ku. Tubuhku su
paya dikuburkan pada tempat yang tidak kelihatan. namun namaku,
ya aku ini yaitu pencipta masa-masa depan untuk seluruh ummat ma
nusia" (Sulaiman Dunia, Al-Hakikah fi nazri Al-Khazali, Mesir 1947
hl . 76).
Kehormatan yang besar ini hanya disebut oleh Ghazali dalam ki-
tab-kitabnya dengan kata-kata yang sangat sederhana : " M a k a terbu-
lah bagiku di tengah-tengah khalwat beberapa perkara yang tidak dapat
kunilai dan tidak dapat kusangka-sangka".
2. IMAN DAN SYARI'AT.
Dalam ilmu tarekat iman dan dan syari'at itu dipelajari lebih men
dalam dibandingkan dalam ilmu tasawwuf biasa atau dalam ilmu tauhid.
Rukun iman sebagaimana yang kita kenal sehari-hari dikupas dan ditaf-
sirkan lebih luas, sehingga j ika kita tidak mengenai ilmu tarekat itu
388
akan berpendapat, bahwa pengupasannya itu seakan-akan berlainan
dibandingkan yang kita dapati dalam ajaran Islam sehari-hari.
Ahli-ahli tarekat mengupas ilmu itu dengan menjawab pertanya-
an-pertanyaan : apakah iman itu, manakah kepalanya, manakah ba
dannya, manakah pohonnya, manakah cabangnya, manakah buah-
nya, manakah akarnya, manakah buminya, manakah airnya dan mana
kah kalinya? Dalam jawabannya akan kita dapati, bahwa iman itu arti
nya membenarkan, tasdhiq, yang dinamakan kepala ialah zuhud, yaitu
hidup lebih mencintai akhirat dibandingkan dunia, lebih mencintai Allah
dibandingkan kesenangan diri dan kekayaan duniawi. Bagi orang tarekat
kepala iman itu tidak cukup dengan zuhud saja, namun juga dengan tak-
wa, yaitu takut dan patuh kepada segala perintah Allah serta menjauhi
segala larangan-Nya. Keterangan tentang taqwa ini oleh ahli tarekat di-
perluas demikian rupa, sehingga seolah-olah tidak ada tempat lagi bagi
seorang yang mukmin untuk meiepaskan dirinya kecuali lari kepada Tu
hannya. Dengan demikian zuhud dan taqwa ini dianggap kepala dari
iman.
Dalam menjawab apakah yang yaitu badan iman itu, sebagai
kepentingan badan bagi manusia, diterangkan yaitu ta'at dan yakin.
Keterangan ini pun sangat luas. Mereka jelaskan ta'at lahir, yang terdiri
dibandingkan segala rukun Islam, segala ibadah dan mu'amalah, termasuk
jihad dan termasuk segala sunat-sunat mu'akkad. Begitu juga dalam
menafsirkan yakin, diperjelas dengan keterangan mengenai ilmul yaqin,
haqqulyaqin, dan 'ainulyaqin. Tentu saja dengan alasan-alasan yang
mereka petik dari uraian-uraian Qur'an dan Hadits.
Pertanyaan manakah pohonnya mengalihkan pikiran kita kepada
tugas-tugas sebatang pohon kayu mengenai yang penting dan yang lebih
penting. Pertanyaan ini harus dijawab, bahwa pohon iman itu ialah
amar ma'ruf dan nahi mungkar. Tentu saja dalam memberikan penaf-
siran jawaban ini guru merembet hampir seluruh amal kebajikan dan
amal kejahatan, yang membuahkan ta'at dan ma'siat, dengan segala
akibat-akibatnya yang membawa kepada surga dan neraka. Demikian
lah kita dengar jawaban mengenai cabang iman, yaitu tauhid, dengan
segala kepuasan-kepuasannya, selanjutnya buahnya yaitu zakat, urat-
nya yaitu salat dan ikhlas, buminya yaitu segala orang mu'min, airnya
yaitu segala kalam Allah dan kalinya yaitu ilmu Allah yang sangat
389
luas. Saya tidak memberikan penjelasan satu persatu tentang ini, cukup
beberapa buah di atas untuk menjadi contoh, sebab dalam jawaban-
jawaban inilah terletak kebijaksanaan Syeikh tarekat dan Mursyid itu.
namun pada umumnya ahli-ahli tarekat itu dalam memberi kupasan
persoalan-persoalan ini menggali dari pengertian hikmah dan hakikat
lebih banyak dibandingkan apa yang kita ketahui dalam ajaran Islam biasa.
Iman dan syari'at itu katanya berputar sekitar dua puluh bidang,
lima mengenai hati atau qalb, yaitu pengakuan bahwa Allah itu satu,
tidak ada kedua ketiganya, Allah itu pencipta makhluk, penjamin reze-
kinya, pemelihara, pemberi bantuan, pelindung dari suatu keadaan ke
pada keadaan yang lain. Semuanya ini termasuk lima bidang yang ter
sembunyi dalam hati dibandingkan pengertian iman dan syari'at itu.
Lima bidang yang mengenai lidah, lisan, yaitu percaya kepada
Allah, percaya kepada segala malaikat-Nya, percaya kepada segala ki-
tab-kitab-Nya, percaya kepada segala Rasul-Rasul-Nya, percaya kepada
hari Akhirat, dan percaya bahwa nasib baik dan jahat datang dari
Allah itu.
Perputaran kepada lima bidang ialah mengenai anggota badan,
jawarih, yaitu berpuasa, mengerjakan sembahyang, menunaikan haji,
mandi sebab nifas, sebab haid dan zunub dan perintah-perintah aga
ma yang semacam itu.
Lima bidang terakhir sebagai perputaran atau pilihan iman dan
syari'at, yang tidak dapat dipisahkan, ialah mengenai anggota-anggota
luar, kharijul jawarih. Yang dimaksudkan dengan lima dalam bidang
ini ialah ta'at kepada raja-raja dan sultan-sultan yang adil, ta'at kepa
da imam-imam, ta'at kepada tukang azan sembahyang, dan mencintai
fakir miskin.
Demikian uraian ahli tarekat mengenai iman dan syari'at, yang
katanya satu sama lain tunjang-menunjang dan bantu-membantu.
Bagaimana menjawab jika ditanyai apa iman, apa ma'rifat, apa
tauhid, apa syari'at, apa agama (din), dan apa keyakinan (millah),
dan apa peraturan atau namus. Jawabnya diajarkan oleh guru, bahwa
iman itu mengakui kesatuan Allah, ma'rifat itu mengenai Allah de
ngan tidak menggugat-gugat tentang bagaimana, tentang berapa, ten
tang keserupaan atau kesamaan, bahwa tauhid itu mengakui sebagai
seorang yang mengesakan Allah , bahwa Allah itu tunggal, tidak ada
390
awal berpermulaan dan tidak ada akhir berkesudahan, bahwa syari'at
itu mengikuti Allah nya dengan mengerjakan perintahnya dan men
jauhi larangannya, bahwa agama itu ialah menetap dalam melaksana-
kan keempat perkara ini sampai mati, bahwa agama atau din itu ha
nyalah Islam, sedang syari'at, atau millah yaitu qaedah-qaedah yang
tidak boleh dikesampingkan dalam keadaan apa pun jua.
Ahli-ahli tarekat memberikan arti kepada iman itu serta syarat-
syarat. Kita ketahui dalam ilmu fiqih, bahwa yang dinamakan rukun
yaitu bahagian dibandingkan satu-satu ibadat, dan yang dinamakan
syarat sesuatu pekerjaan di luar ibadat itu, namun j ika tidak dikerja
kan, ibadat itu tidak dapat dianggap syah. Rukun iman yaitu baha
gian dibandingkan iman, tidak aneh bagi kita ahli Fiqih. namun ahli tare
kat mengemukakan sebagai mata pelajaran syarat-syarat iman dalam i l
mu yang diajarkannya, di samping rukun-rukun iman sebagaimana
yang kita ketahui. Syarat-syarat iman ini terdiri dari sepuluh macam,
pertama khauf, takut terhadap Allah , kedua raja', penuh harap atas
kelimpahan kurnia rakhmatnya, ketiga kecintaan 'isyiq, rindu dendam
yang tidak habis-habisnya terhadap Allah , keempat ta'zim, menghor-
mati orang yang membesarkan Allah , kelima tahawun, menghinakan
orang yang menghinakanAllah , keenam ridha, rela dengan kadha dan
kadar Allah , ketujuh hazan, gentar terhadap pekerjaan-pekerjaan
yang dibenci oleh Allah , kedelapan syukur, merasa terima kasih atas
kurnia nikmat yang diberikan Allah kepada kita, kesembilan tawak-
kul, menyerah diri seluruhnya kepada Allah , kesepuluh tasbih, mem-
persucikan Allah dan mengagungkannya dengan mengembalikan se
gala puji kepadanya.
Ahli-ahli tarekat membagi iman itu atas beberapa tingkat, pertama
iman mat'buk, yaitu keyakinan yang tetap, yang tidak berlebih dan ti
dak berkurang, seperti iman malaikat, kedua iman ma'sum, iman yang
membuat orangnya terpelihara dibandingkan segala dosa, sebagai iman na-
bi-nabi, iman ini bertambah dengan turunnya hukum-hukum Allah
kepadanya, namun tidak menjadi kurang, ketiga iman maqbul, iman
yang bersih yang diterima oleh Al lah , seperti iman orang-orang mu'
min, iman ini mungkin sekali bertambah dalam ketaatannya, sekali ber
kurang sebab perbuatan yang terlanjur melakukan maksi'at. Ulama-
ulama Syafi'i menerangkan, bahwa iman itu berlebih dengan ta'at dan
berkurang dengan ma'siyat. Keempat dinamakan iman mauquf, iman
391
yang tidak diterima, seperti iman orang-orang munafiq dari umat M u
hammad. namun apabila kemunafiqan dalam hatinya itu sudah lenyap,
maka imannya itu sah kembali. Kelima iman mardud, iman yang terto-
lak, sama sekali tidak diterima dan diperhitungkan, seperti iman orang-
orang yang kafir terhadap Allah . Demikianlah syarat-syarat iman itu
ditetapkan oleh ahli tarekat.
Juga ahli-ahli tarekat membahas hakekat iman, apakah dia dapat
diusahakan ke dalam hati seseorang atau hanya beroleh dengan hidayat
Allah . Jawabnya bagi mereka, bahwa hakekat iman itu tidak dapat
diusahakan dan dicari, sebab ia yaitu nur dan hidayat, yang di-
tetaskan oleh Allah ke dalam hati hamba yang dikehendakinya. Dalam
pembahasan ini timbullah suatu pertanyaan hakekat, apakah Haq Ta '
ala ada dalam zihin atau dalam 'ain. Orang tarekat menjawab,
bahwa Allah itu ada serta tiap hamba-Nya sebab ini dalam
firman-Nya, bahwa Ia itu selalu berada serta kamu, di mana saja kamu
berada (Qur'an). Barang siapa berkata, bahwa Allah itu ada dalam
'ain, maka menjadi kafirlah ia, sebab jika terletak di dalam 'ain, tentu
dapat dilihat, namun j ika ia berada dalam zihin, tidak juga mungkin,
sebab yaitu tempat, sedang Allah bersih dibandingkan sifat-sifat ber-
masa dan bertempat itu.
Mengenai iman dan Islam juga dalam ilmu tarekat menjadi pembi
caraan dan mata pelajaran. Kedua-duanya terpilin, kedua-duanya men
jadi permulaan dan kedua-duanya menjadi kesudahan, kedua-duanya
menjadi kenyataan dan kedua-duanya menjadi kebatinan, yang meru
pakan persoalan kerohanian yang tidak dapat dipisahkan satu sama
yang lain, Syazili menerangkan, bahwa ada lima perkara, j ika tidak di-
miliki kelima-limanya, seorang tidak dapat dinamakan beriman, perta
ma taslim Islam, menyerah diri kepada keseluruhan perintah Al lah , ke
dua ridha, rela dengan qadha dan qadar Allah , ketiga selalu berpegang
kepada keputusan Allah , yang dinamakan tafwidh, keempat tawakkul,
bertawakkal diri kepada Allah , dan kelima sabar, bertahan diri di kala
pukulan-pukulan kesukaran pertama. Islam dengan tahqiq bersyukur
kepada Allah , Islam dengan nifaq, bersyukur kepada manusia.
Mengenai ubudiyah dikatakan, bahwa ubudiyah itu ialah meng
ikuti segala perintah Allah dan menjauhkan segala larangannya, namun
tidak itu saja, juga menampik segala hawa nafsu, dan berjalan untuk
392
memperoleh syuhud dan ' iyan T u h a n .
A d a lagi suatu isti lah da lam mata pelajaran tarekat ini mengenai
syari 'at , yai tu yang d inamakan syarat-syarat sifat iman , yang sebenar
nya yaitu r u k u n iman yang enam perkara, yang ki ta amalkan sehari-
hari . M e r e k a mengatakan syarat sifat iman i n i , yang mereka namakan
juga iman ijmali, ada enam macam, pertama percaya kepada A l l a h ,
kedua percaya kepada ma la ika t -Nya , ketiga percaya kepada ki tab-
k i t ab -Nya , keempat percaya kepada rasul-rasul-Nya, ke l ima percaya
kepada hari akhirat , dan keenam percaya bahwa qadar baik dan jahat
itu datang dar ipada A l l a h . Syarat iman ghaib ialah terdiri dar ipada
enam macam juga , pertama percaya kepada yang ghaib, dan meyakin i ,
bahwa tidak ada yang mengetahui segala yang ghaib itu kecuali A l l a h ,
selanjutnya membesarkan harapan terhadap rahmat T u h a n , takut dan
gentar menghadapi azab T u h a n , dan meyakin i yang halal i tu halal dan
yang haram itu haram
A d a p u n rukun iman i tu bagi mereka hanya dua, yang terdiri dari
pada da l i l aka l dan kesaksian naqal .
Mereka membicarakan juga tentang asas-asas Islam dan alamat-
nya, yang terdiri dar ipada l ima pokok , pertama kesaksian bahwa tidak
ada T u h a n mela inkan A l l a h dan bahwa M u h a m m a d itu hamba-Nya
dan rasu l -Nya , pelaksanaan sembahyang l ima waktu , puasa haji dan
mengeluarkan zakat. namun di samping itu ada istilah kewajiban (lawa-
zim), yang terdiri dar ipada tiga macam pekerjaan, pertama amar ma '
ruf, kedua nahi munkar , dan ketiga j ihad f isabi l i lah. Sedang hukum-
h u k u m iman i tu , yang mereka kupas, terdiri di antara la in , dar ipada
menjaga keselamatan orang-orang yang beriman mengenai darahnya,
hartanya dan keluarganya, selanjutnya menjaga rahasianya seluruhnya.
Syarat-syarat hakekat Islam yaitu di antara lain ber laku lemah-
lembut terhadap sesama manusia , melenyapkan segala perbuatan yang
jahat dan f i tnah, membinasakan orang-orang yang musyr ik , yang sesat,
yang z ind iq dan yang m u l h i d , yang z a l i m , yang keluar dari ahli sunnah
waljamaah (Khawarij). Bagaimana maka semua masa 'a lah peperangan
ini masuk ke da lam i l m u tarekat, saya tidak tahu ja lannya . sebab ada
tarekat-tarekat yang tidak pula menyebutkan persoalan in i da lam mata
pelajarannya. namun menurut persangkaan saya persoalan-persoalan
qital ini d imasukkan orang ke dalam ajaran tarekat da lam masa meng-
393
hadapi serangan Jenggis dan Hulagu Khan, di kala mereka menyerang
Baghdad. namun yang banyak termasuk di dalam uraian hakekat Islam
ini juga kasih-mengasihi di antara orang mu'min, bergembira sebab
mereka gembira, berduka-cita sebab mereka berduka-cita, nasehat-
menasehati, membantu segala kemuslahatan, berdo'a untuk mereka,
mengucap istigfar terhadap mereka, bantu-membantu dan gotong-ro-
yong, jangan ada curang dan penipuan, istiqamah atau ketetapan da
lam pendirian, maru'ah atau menjaga kehormatan, berlapang dada se
sama orang yang beriman, selalu jujur dan benar, suka bersedekah,
lemah-lembut dalam pemerintahan, berlaku sabar, ma'af-mema'afkan,
belajar menderita menahan kesakitan sesama saudara, cinta-mencintai,
bermurah tangan, wajib mempercayai, beriman yang teguh, beramal
saleh dan bersifat segala sifat-sifat kesempurnaan. Semua itu mereka
namak hakekat Islam dan wajib dilakukan oleh ahli-ahli tarekat, oleh
guru dan muridnya.
Uraian ini terbanyak saya petik dari kitab : "Jami'ul Usul Fil
Aulia", karangan Syeikh Akhmad Al-Kamsyakhanuwi, salah seorang
tokoh Naksyabandiyah yang terkenal, hal 188 — 189.
394
XIII
DARI HAKEKA T KE MA 'RIFA T
1. I L H A M D A N W A H Y U .
Sesudah kita mengerti Syari'at dan Tarekat, maka barulah kita
dapat mempelajari suatu lapangan ilmu yang pelik dalam tasawwuf
yaitu yang dinamakan hakekat, ilmu untuk mengenai sesuatu dengan
sesungguh-sungguhnya, siapa manusia itu dan siapa yang menjadikan-
nya, demikian juga siapa yang menciptakan sekalian itu. Jadi dimulai
dari dunia kecil atau pribadi manusia, berpindah kepada alam yang be
sar, yaitu dunia dengan segala susunan bulan, matahari dan bintang,
dan kemudian manusia itu dibawa memikirkan, bagaimana terjadinya
semuanya itu dan siapa penciptanya. Memasuki lapangan filsafat yang
pelik dan penting itu artinya memasuki mempelajari ilmu hakekat dan
ma'rifat, yang tujuannya mengetahui sesuatu dengan sesungguh-sung
guhnya.
Orang tasawwuf meringkaskan jalan pengetahuan ini dengan ucap
an : "Barangsiana mengenai dirinya, niscaya ia akan mengenai Allah
nya".
Seseorang tidak mudah mengenai dirinya, ia lebih mudah menge
nai diri orang lain, sebab beberapa sifat yang ada pada manusia
menghalangi dia mengetahui, siapa ia dan apa ia itu. Pengetahuan da
pat membuka kepadanya jalan untuk mencapai maksud tersebut, namun
tidak selamanya pengetahuan itu dapat membawanya kepada hakekat
atau kebenaran. Lalu terjadilah beberapa macam jalan atau tarekat,
seperti jalan yang ditempuh oleh ahli filsafat, jalan yang ditempuh oleh
ahli mantiq atau logika, jalan yang ditempuh oleh ahli akhlak, dsb.
395
Orang tasawwuf mengutamakan suatu jalan tertentu, yang mereka na-
makan thariqatus sufiyah, tarekat sufi yang terdiri dibandingkan latihan-
latihan ibadat, sebagaimana yang diperintahkan dalam agama.
Ghazali berpendapat, bahwa hakekat itu tidak dapat dipelajari de
ngan ilmu pengetahuan saja, dengan tidak ada latihan hakekat itu tidak
dapat dicapai. Seorang yang ingin mencintai Allah itu, namun biasanya
kecintaan itu belum meresap dalam dirinya, ia belum yakin dalam arti
kata yang sesungguhnya, pikirannya masih penuh dengan syak wasang-
ka. namun j ika ia melakukan riadah, menjalani aturan-aturan yang di-
wajibkan kepadanya dalam tarekat, baik mengenai latihan badan, mau
pun mengenai latihan jiwa dan berfikir, biasanya hal itu lebih melekas-
kan dia mencapai maksudnya.
Ghazali menerangkan, bahwa ilmu itu tidak begitu perlu untuk
mencapai hakekat, sebab hakekat itu keluar dari dalam hati. Sekali
hakekat itu datang terang dan jelas dalam hati, seakan-akan dicampak-
kan ke dalamnya dengan tidak diketahui, sekali ia diperoleh dengan
jalan penyelidikan dan mempelajari dalil-dalilnya. Hakekat yang diper
oleh tidak dengan usaha itu, disebut ilham, sedang yang diperoleh de
ngan mempelajari alasan dan penyelidikan, disebut i'tibar dan istibsar.
Yang diperoleh dalam hati dengan tidak bersusah payah dan bersung
guh-sungguh mencarinya dapat dibagi atas dua bahagian, pertama ti
dak diketahui dari mana dan bagaimana datangnya, hanya dengan tiba-
tiba sudah jelas dalam hatinya, disebut ilham, dan kedua diperoleh de
ngan musyahadah, yang disampaikan ke dalam hatinya oleh malaikat,
dinamakan wahyu, kejadian yang khusus ada pada diri Nabi-Nabi
dan Rasul. Mukasyafah yang diperoleh dengan tiba-tiba dibandingkan hake
kat itu biasanya diperoleh pada diri auliya dan asfiya, sedang hakekat
yang diperoleh dengan usaha yang dipelajari dari alasan dan penyelidik
an, hanya dapat dicapai oleh ulama-ulama.
Tiap-tiap sesuatu, baik benda dan keadaan, ada hakekatnya yang
sudah ditakdirkan pada azalnya oleh Allah , sudah tertulis pada Luh
Mahfud, tidak diketahui oleh manusia, tertutup atau lebih tepat dina
makan dengan istilah Sufi terdinding oleh hijab, yang menghalangi ma
nusia tidak dapat melihatnya. Sebagaimana manusia tidak dapat me
ngetahui perasaan atau sesuatu urat yang terkandung dalam hati manu
sia lain, begitu jugalah hakekat sesuatu yang tertulis pada Luh Mahfud,
396
yang menentukan perjalanan alam ini tidak dapat diketahui oleh manu
sia biasa sebab antara matanya dan Luh Mahfud Allah terhijab dan
tertutup. Manusia hanya dapat meraba-raba dengan ilmunya, dan me-
nerka dengan pikirannya dan akalnya yang sederhana, bagaimana du-
duknya sesuatu perkara dalam alam ini. Ghazali menerangkan, bahwa
hatilah yang dapat mencapai hakekat sebagaimana yang tertulis pada
Luh Mahfud itu, yaitu hati yang sudah bersih dan murni.
Memang kadang-kadang hijab antara hati dan Luh Mahfud itu da
pat dihilangkan dengan usaha anggauta badan dan panca indra yang
diasah dan dilatih, namun juga kadang-kadang di luar usaha manusia
hijab itu terbuka sebab tiupan bisikan Suci, yang dinamakan oleh
Ghazali : "riyahul althaf". Maka ketika itu terbukalah hijab yang me
nutup mata hati dan ketika itu jelas dan teranglah semua kepada orang
yang berkepentingan apa yang tertulis di atas Luh Mahfud itu. namun
juga hijab itu terbuka pada waktu tidur, orang yang berkepentingan itu
dapat melihat hal-hal yang akan terjadi di masa yang akan datang. H i
jab itu seluruhnya terangkat bagi seorang manusia apabila ia mati. Dan
tutup hijab itu dapat terangkat pada waktu terjaga, diangkatkan oleh
Allah , maka berpencar-pencaranlah cahaya dalam hati dari belakang
selubungan rahasia yaitu sesuatu ilmu yang pelik, yang tidak mu
dah didapat. Sekali kadang-kadang meletus cahaya itu seperti petir, lain
kali datang berturut-turut secara lemah-lunglai.
Inilah gambaran pokok-pokok ma'rifat Sufi, keistimewaan ulama
dan ambiya. Ulama menghilangkan hijab itu dengan usaha dan kegiat-
annya. Ambiya dan auliya tidak menghilangkan hijab itu dengan mem
pelajari dan menyelidiki, yang diusahakan dengan kegiatan, namun di-
tiupi ke dalam hatinya oleh "riyahul althaf", yang menyemburkan ca
haya suci, yang dapat mengangkat hijab dan melihat apa yang tertulis
di atas Luh Mahfud.
Apabila semua ini kita ketahui, maka tidaklah heran kita, bahwa
orang-orang Sufi itu lebih condong kepada ilmu ilhamiyah dibandingkan i l
mu ta'limiyah. Mereka tidak ingin bersusah payah untuk mempelajari i l
mu yang dikarang orang, dikupas dan diulas dalam jilid-jilid kitab yang
tebal. Mereka ingin menempuh jalan atau tarekat yang yaitu pen-
dahuluan mujahadah melenyapkan pada dirinya sifat-sifat yang tercela,
memutuskan segala hubungan yang dapat merugikan kesucian dirinya,
397
serta mempersiapkan diri untuk menerima pancaran nur Allah itu.
Tidak jarang hal itu berhasil, sebab Allah maha kaya terhadap
hamba-Nya, dan Allah yaitu sumber dibandingkan segala cahaya dan i l
mu itu. Apabila Allah telah menembusi hati hamba-Nya dengan nur
dan cahaya-Nya, berlimpah-ruahlah rahmat. Hati hamba-Nya bercaha-
ya terang-benderang, dadanya terbuka luas dan lapang, terangkatlah
tabir rahasia malakut dengan kurnia rahmat itu, dan tatkala itu jelaslah
segala hakekat keAllah an yang selama itu tersembunyi.
Ghazali meneruskan, bahwa tidak ada yang dikerjakan oleh se
orang hamba kecuali mempersiapkan dirinya dengan kesucian yang
murni, menyediakan himmahnya dengan kehendak yang benar, dan
menanti dengan tenang akan segala rahmat-Nya. Sungguh bagi Nabi-
Nabi dan Wali-Wali terbukalah apa yang tertutup, jelaslah apa yang
tersembunyi, ke dalam dadanya berlimpah nur dan cahaya, tidak de
ngan bertekun dan belajar, tidak dengan membolak-balikkan buku
yang bertimbun-timbun, namun dengan zuhud dalam dunia, dengan me
iepaskan hubungan yang tidak perlu d