fasik

Tampilkan postingan dengan label fasik. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label fasik. Tampilkan semua postingan

Senin, 10 Februari 2025

fasik


 


6Fậsiq dalam tafsir al-Misbah adalah orang yang memiliki sifat dan prilaku 

keluar dari ketaatan pada Allah. Sifat dan prilaku ini mendarah daging bagi pelakunya.

Pada tarap terendah fậsiq adalah orang yang melakukan dosa besar, namun pada tarap 

tertinggi fậsiq adalah orang yang kafir kepada Allah swt. Analisis ayat-ayat fậsiq dalam 

Alquran menurut Qurash Shihab ditujukan kepada: 1) Golongan Yahudi dan Nasrani 

yang tidak mengimani Nabi Muhamamd saw., orang yang membangkang pada 

pemimpin dan menyepelekan dosa kecil. 2) Umat Nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad 

saw. yang durhaka kepada Nabi-Nabi Allah dan kitab Allah. 3) Kaum muslimin yang meragukan Islam dan melakukan dosa besar dan keluar dari keimanan kepada Allah.

Fậsiq merupakan dampak dari tidak berkembangnya secara sempurna potensi jismiyah 

dan ruhiyah manusia, yang ditandai dengan ketidaksesuaian fungsi dengan bentuk fisik 

dan ketidakmampuan menggunakan potensi ‘aql, al-nafs dan al-qalb. Keseimbangan 

kedua potensi ini akan menghantarkan manusia menjadi insan kamil, seperti tercermin 

dalam kepribadian Rasulullah saw. Dimensi rûh sangat menentukan dalam 

pembentukan kepribadian seseorang, meski pada fitrahnya rûh adalah suci, namun 

dalam realita sering kali tergelincir dan ternodai. Dalam konteks empiris, maka proses 

pembentukan, pembinaan dan pengembangan kepribadian manusia terutama untuk 

menghindari munculnya kepribadian fậsiq, maka dibutuhkan konseling keagamaan 

dengan pendekatan fitrah, yang diawali diawali dengan tazkiyah al-nafs,dilanjutkan 

dengan tazkiyah al-‘aql dan tazkiyah al-jism Dalam bahasa Arab kata fậsiq berasal dari kata ق سْ فِ

 سو ق al-Fisq) atau) الْ

 فْال (al￾Fusuq) yang maknanya keluarnya dari sesuatu.1 Sedangkan secara terminologi menurut 

Manzhur dalam Lisân al-‘Arab fasiq memiliki makna maksiat, yaitu suatu 

ditinggalkanya terhadap segala perintah Allah swt, dan penyimpang terhadap jalan yang 

benar yang telah ditunjukkan Allah swt.2 Sejalan dengan hal tersebut, maka al-Qurthubi 

berpendapat bahwa fậsiq adalah seorang muslim yang banyak atau gemar melakukan 

tindakan maksiat, dengan secara sengaja mengabaikan terhadap segala perintah Allah 

swt, serta dengan sengaja keluar dari ajaran agama yang benar.3 Sedangkan jika 

merujuk pada pengertian syariat tentang maka fậsiq maka tentunya memiliki artinya di 

antaranya keluarnya dari melakukan ketaatan. Adapun yang dimaksud ketaatan disini 

merupakan segala bentuk perbuatan, yang apabila pelakunya meninggalkannya maka 

menyebabkan kekufuran maupun apabila ditinggalkan oleh pelakunya tidak 

menyebabkan kekufuran.

Sedangkan kata kepribadian dipahami oleh para ahli jiwa sebagai satu bentuk 

perilaku yang dapat membedakan antara diri seorang individu dengan yang lain,


Karena menurut Al-Rasyidin, prilaku seseorang merupakan wujud nyata kepribadian 

seseorang.5

 Secara jelas kepribadian manusia tidak dapat terpahami secara jelas 

melainkan dengan memahami terhadap realitas faktor-faktor yang membentuk 

kepribadian seseorang.6 Terbentuknya kepribadian seseorang diantara faktor-faktornya 

adalah: dari faktor genetika (keturunan) selain itu juga dengan faktor lingkungan,7

Karena pada dasarnya kepribadian adalah anugrah tuhan yang terus mengalami proses 

perkembangan dan pembentukan. Selain faktor hereditas, faktor lingkungan, seperti 

pendidikan merupakan faktor yang salah satunya dapat menentukan terhadap terjadinya 

perkembangan dan pembentukan kepribadian seseorang. Dari uraian-uraian ini dapat 

dipahami bahwa kepribadian fậsiq adalah adalah prilaku penyimpangan dari ketaatan 

kepada Alah, secara terus menerus yang akhirnya menjadi identitas bagi si pelaku.8

Tulisan ini akan mengkaji konsep fậsiq, sebagai satu pola kepribadian terbelah 

dalam Alquran. Pemilihan tafsir al-Misbah karena tafsir ini bercorak tafsir maudhu’iy,

atau tematik. Dalam pembahasannya tulisan ini diawali dengan penelusuran trema￾terma fậsiq dalam ayat Alquran dalam kitab Mu’jam mufarras alfậzh Alquran al￾Karim. Untuk kemudian dicari maknanya sesuai konteks ayat dalam tafsir al-Misbah.

Diakhir pembahasan ditutup dengan terapi al-Quran melalui konseling islami bagi orang 

yang memiliki sifat fậsiq.

B. Pembahasan

1. Tafsir Ayat-Ayat Alquran Tentang Fậsiq Dalam Tafsir Al-Misbah.

Dalam kitab Mu’jam mufarras alfậzh Alquran al-Karim ditemukan terma fasiq

dalam beberapa bentuk yaitu 1) fasaqa, 2) Fasaqû 3) Tafsuqûn, 4) Yafsuqûn 5)

Fisqun 6) Fisqan 7) Fậsiqun, 8) Fậsiqan, 9) al-Fậsiqûna 10) Al-Fậsiqīn dan 11)

Al-Fusûq.9 Secara lebih rinci terma tersebut akan dirinci berdasarkan wazan-nya,Dari tafsir ayat-ayat tentang fậsiq difahami bahwa, fậsiq adalah salah satu 

bentuk pola kepribadian tercela yang diakibatkan oleh prilaku yang melanggar atau 

tidak sesuai dengan ajaran Islam. Ke-fậsiq-an merupakan sikap yang membuat manusia 

menjadi keluar dari kebenaran serta keadilan, karena berbuat suatu perbuatan yang 

bertentangan terhadap ajaran Islam di antaranya: 1). Durhaka kepada Allah seperti yang 

ditunjukkan iblis86 2). Menyembah berhala dan mengikuti kesesatan, hidup berfoya￾foya, melakukan penganiayaan dan pengrusakan, seperti yang dilakukan kaum 

musyrikin Mekkah.87 3). Membangkang dan melalaikan perintah Allah seperti yang 

dilakukan bani israil.88 4). Menyukai sesama jenis kelamin, seperti yang diperbuat kaum 

nabi Luth.89 5). Lebih mencintai duniawi (keluarga dan harta) dari pada Allah.90 Fậsiq 

adalah gelar yang disandangkan pada seseorang akibat prilaku meyimpang yang ia 

lakukan. Oleh karenanya Fậsiq merupakan seburuk-buruk gelar atau sebutan bagi 

seseorang. Dalam QS al-Hujarat : 11, kata لاسم١ mengandung makna sebutan. yakni 

sebutan yang memanggil seseorang dengan gelar yang mengandung makna kefasikan 

setelah dia disifati dengan keimanan. Sedangkan makna lain dari istilah لاسم١ adalah 

tanda yaitu meperkenalkan seseorang dengan perbuatan dosa yang pernah 

dilakukanya.91

Di antara watak orang yang memiliki kepribadian fậsiq adalah bersifat ganda 

atau bermuka dua. Ini dipahami dari tafsir QS at-taubah: 53. Ayat ini bercerita tentang 

prilaku orang munafik pada masa nabi saw. Dimana mereka tidak mau ikut memerangi 

kaum musyrikin, agar tidak dinilai memusihi mereka, disisi lain menunjukkan kepada 

kaum muslimin dengan menafkahkan harta mereka untuk berjihad.92

 Pemahaman ini 

didukung oleh tafsir terhadap QS. at-taubah:96 yang ditujukan kepada Orang yang 

telah keluar dari keimanan dan bergelimang dosa,93 saat  berada di kalangan orang beriman mereka berdalih dengan bersumpah untuk menghindari kecaman dan menarik 

simpati kaum muslimin pada mereka.

Fậsiq terdiri dari beberapa tingkatan dan tingkatan yang tertinggi adalah kufur 

kepada Allah.95 Ayat lain yang menjelaskan tentang fậsiq akbar ini adalah firman Allah 

dalam Quran surah As-Sajadah: 18-20:

ُوۥ َن

ۚ الا يَ ۡستَ

ا

َمن َكا َن ُمۡؤ ِمٗنا َكَمن َكا َن فَا ِسقٗ

فَ

َ

أ ١٨ 

ْ

ِ َما َكانُوا

ب

َو َّٰى نُ ُزَلا ا

ۡ

َمأ

ۡ

ُت ٱل

َّٰ

ُهۡم َجنا

ِت فَلَ

َح َّٰ

ِل

ٱل اصَّٰ

ْ

ُوا

َو َعِمل

ْ

َمنُوا

ِذي َن َءا

ا

اما ٱل

َ

أ

ُو َن

يَۡع ١٩ ام َمل

َ

َو ُه أ

َوقِي َل لَ

َها

فِي

ْ

ِعيدُوا

ُ

َهآ أ

ِمنۡ

ْ

ۡخ ُر ُجوا

َن يَ

أ

ْ

ٓوا

َرادُ

َ

َمآ أ

ا

ُۖ ُكل

َوَّٰى ُهُم ٱلناا ُر

ۡ

َمأ

فَ

ْ

َسقُوا

ِذي َن فَ

ا ٱل ِذي ا

ا

ِر ٱل

َعذَا َب ٱلناا

ْ

ۡم ذُوقُوا

ِبُو َن

ُكنتُم ب ٢٠ ِ ِهۦ تُ َكذ 

Apakah sama antara orang-orang beriman itu dengan orang-orang yang fasik? 

Tentunya tidak sama mereka. Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan 

amal saleh, maka bagi mereka jannah tempat kediaman, sebagai pahala terhadap apa 

yang mereka kerjakan. Dan adapun orang-orang yang fasik (kafir) maka tempat mereka 

adalah jahannam. Setiap kali mereka hendak keluar daripadanya, mereka dikembalikan 

ke dalamnya dan dikatakan kepada mereka: "Rasakanlah siksa neraka yang dahulu 

kamu mendustakannya" (QS. as-Sajadah: 18-20) 96

Para mufassir berpendapat bahwa fậsiq dalam ayat ini adalah kekafiran, karena 

dipergunakan sebagai lawan kata untuk iman dan diberikan ancaman oleh Allah berupa 

siksa neraka yang abadi. Sedangkan fậsiq kecil merupakan perilaku tercela yang 

berbeda pada derajat kekafiran. Ini dapat dipahami dari firman Allah pada:

ِك ان ٱ اّللَ َحبا

َّٰ

َولَ

ۡم

ۡمِر لَعَنِتُّ

ۡۡلَ

ٖر ِ م َن ٱ

ُكۡم فِي َكثِي

ۡو يُ ِطيعُ

ان فِي ُكۡم َر ُسو َل ٱ اّللِۚ لَ

َ

أ

ْ

ُمٓوا

ٱ ۡعلَ

ۡل َو ِ

لَۡي ُكُم ٱ

َو َك َب إ ارهَ ِ

ُكۡم

ِ

ُوب

ل

َن َو َزيانَهۥُ فِي قُ

َمَّٰ

ي

ِشدُو َن

ُم ٱل ار َّٰ

ئِ َك هُ

َّٰٓ

ْولَ

ُ

أ

ِع ۡصيَا َنۚ

ۡ

ُسو َق َوٱل

فُ

ۡ

َر َوٱل

ۡ

ُكف

ۡ

لَۡي ُكُم ٱل

ِ

إ ٧ 

Dan ketahuilah oleh kamu bahwa pada kalanganmu terdapat Rasulullah. Kalau ia 

menuruti kemauanmu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu mendapat 

kesusahan, tetapi Allah menjadikan kamu "cinta" kepada keimanan dan menjadikan 

keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, 

kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang 

lurus (QS. al-Hujarat: 7).

Pada ayat ini Allah menyebutkan kekafiran, kemudian ke- fậsiq-an dan 

kedurhakaan, yang menunjukkan tiga perbuatan yang berbeda. Oleh karenanya ulama 

memahami kefasikan dalam ayat ini adalah fasik kecil, yaitu pelaku dosa besar, artinya 

bukan kekufuran. Pemahaman inilah melahirkan kaedah para Ulama tentang syarat 

persaksian bahwa tidak boleh diterima kesaksian orang fậsiq.

2. Fậsiq sebagai Bentuk Kepribadian Terbelah.

Dalam kajian Filsafat Islam konsep tentang manusia melahirkan beberapa 

pandangan para filosof tentang siapa itu manusia? Diantaranya adalah pendapat Ibn 

Maskwaih yang menyatakan bahwa manusia terdiri dari dari jasmani dan rohani. Baik 

jasmani maupun rohani memiliki bentuk yang berbeda satu sama lain.98 Namun secara 

umum para filosof sepakat bahwa manusia dalam konsep Islam, diciptakan dalam 

kesempurnaan jismiyah dan ruhiyah.99 Ini yang difahami dari makna yang terkandung 

dalam firman Allah QS at-Tiin: 4 dalam lafazh ahsan taqwîm. yaitu bentuk fisik dan 

psikhis yang sempurna.100

 Kesempurnaan fisik ditandai dengan kesesuaian fungsi 

dengan bentuk fisik, sedangkan kesempurnaan rûh ditandai dengan kemampuan 

menggunakan potensi ‘aql, al-nafs dan al-qalb. Dalam kajian filsafat pendidikan Islam 

kesempurnaan al-jism dan al-rûh dimaksudkan sebagai potensi yang harus 

dikembangkan dalam rangka menunaikan tujuan, fungsi, dan tugas penciptaan manusia 

oleh Allah di muka bumi ini.101 Keseimbangan antara perkembangan al-jism dan al-rûh 

akan menghantarkan manusia menjadi insan kamil, seperti tercermin dalam kepribadian 

Rasulullah saw.102

Implikasi filosofi dari makna ‘abd Allah, pada hakekatnya adalah 

mengaktualisasikan daya al-jism dan al-rûh untuk taat kepada perintah Allah.103 Dari 

konsep ini idealnya pendidikan Islam harus mencegah munculnya pribadi fậsiq, karena 

demensi rûh sangat menentukan dalam pembentukan kepribadian seseorang. Pada dasarnya rûh adalah suci, yang menunjuki manusia kepada cahaya keimanan. Namun 

seringkali menjadi menyimpang saat  berinteraksi dengan alam materi. Pada kondisi 

yang sangat futur, akan memunculkan kepribadian, kufr, fậsiq, munafiq bahkan musyrik. 

Kebalikannya pada kondisi fitrahnya yang suci maka rûh akan melahirkan pribadi 

mukmin, muslim, muhsin, dan muttaqîn.104 Dalam konteks empiris, maka proses 

pembentukan, pembinaan dan pengembangan kepribadian manusia terutama untuk 

menghindari munculnya kepribadian fậsiq, maka pendidikan harus diawali dengan 

tazkiyah al-nafs, al-‘aql, wa al-jism105 yang dilanjutkan dengan ta’lim, tarbiyah dan 

ta’dib.

Dalam konsep fitrah; sifat dasar manusia106 rûh manusia adalah suci. Selain 

kata fitrah dalam bahasa Arab ada istilah lain yang memiliki kemiripan makna dengan 

fitrah yaitu al-Gharizah.

107 Yang membedakan keduanya adalah gharizah ditujukan 

untuk hewan sedangkan fitrah untuk manusia. Menurut Ibn Khaldun , potensi dasar

manusia adalah baik, sehingga penyimpangan kepribadian manusia adalah merupakan 

pengaruh lingkungannya. Kebiasaan sehari-hari akan menjadi prilaku (khuluqun), yang 

akan menjadi sifat bentukan (malakah) dan akhirnya menjadi kebiasaan (‘adatan). yang 

kemudian pada proses akhirnya akan menjadi sifat dasar (tabi’atan dan watak 

asli/kepribadian jibillah).

108 untuk lebih jelasnya kami coba gambarkan dalam skema di 

bawah ini.

Dari penjelasan di atas dipahami bahwa jiwa manusia yang suci akan redup dan 

sirna apabila dalam lingkungannya manusia terbiasa melakukan prilaku tercela. Dampak

dari kebiasaan buruk yang mendarah daging ini membuat manusia sulit menerima 

kebaikan dan nasehat. Pendapat ini sesuai dengan tafsir QS ash-Shaf: 5 tentang prilaku 

orang-orang fậsiq dari kalangan bani Israil, yang memiliki prilaku buruk yang sudah mendarah daging sehingga tidak ada lagi jalan memperbaikinya.109 Tidak hanya 

lingkungan, makanan yang dikonsumsipun berdampak pada lahirnya prilaku fᾰsiq. 

Dalam kajian empiris ditemukan bahwa makanan tidak hanya mempengaruhi fisik tapi 

juga jiwa dan perasaan manusia.

Dalam kajian Konseling Islami, kepribadian fᾰsiq merupakan satu bentuk 

kepribadian menyimpang yang membutuhkan penanganan serius. Meski pada fitrahnya 

rûh adalah suci, namun dalam realita sering kali tergelincir dan ternodai, padahal 

demensi rûh sangat menentukan dalam pembentukan kepribadian seseorang. Dalam 

konteks empiris, maka proses pembentukan, pembinaan dan pengembangan kepribadian 

manusia terutama untuk menghindari munculnya kepribadian fậsiq, maka dibutuhkan 

konseling dengan pendekatan keagamaan. Kegiatan konseling ini, harus diawali dengan 

tazkiyah al-nafs, al-‘aql, wa al-jism111 yang dilanjutkan dengan ta’lim, tarbiyah dan 

ta’dib. Tazkiyah al-nafs, al-‘aql, wa al-jism ini memerlukan pelatihan dan rutinitas 

melalui pengamalan ajaran Islam seperti shalat, puasa, zakat, shadaqah, silaturrahmi 

bahkan menunaikan ibadah haji, serta wirid seperti istighfar dan zikr sesuai ajaran Islam 

yang terkandung dalam Al-quran al-Karim. Pendapat ini disandarkan pada pendapat 

Ustman Najati yang mengatakan bahwa “Tidak diragukan lagi bahwa dalam al-Qur’an 

terdapat kekuatan spiritual yang luar biasa dan mempunyai pengaruh mendalam atas diri 

manusia” 112 Konsep ini sesuai dengan pandangan Ibn Khaldun yang telah diuraikan sebelumnya bahwa, potensi dasar manusia adalah baik, dan lingkungan memiliki 

pengaruh yang kuat dalam penyimpangan kepribadian manusia. Perlunya pembiasaan

amalan ajaran Islam akan menjadi prilaku yang menjadi sifat dan kebiasaan yang baik, 

yang pada akhirnya akan menjadi pribadi yang sempurna/ insan kamil.

Salah satu pendekatan Konseling Islami yang dapat diterapkan dalam 

menangani kasus prilaku menyimpang ini adalah dengan pendekatan fitrah. Pendekatan 

ini mendasarkan konsepnya bahwa pada dasarnya manusia membawa potensi 

berketauhidan, apabila potensi ini kemudian tidak berkembang atau menyimpang maka 

ini disebabkan karena pengaruh lingkungan.113 Konsep ini sesuai dengan pandangan Ibn 

Khaldun bahwa, potensi dasar manusia adalah baik, dan lingkungan memiliki 

pengaruh yang kuat dalam penyimpangan kepribadian manusia. Perlunya pembiasaan 

amalan ajaran Islam akan menjadi prilaku yang menjadi sifat dan kebiasaan yang baik, 

yang pada akhirnya akan menjadi pribadi yang sempurna/ insan kamil.

114 Konseling 

Islami dengan pendekatan fitrah, berusaha membantu individu untuk kembali kepada 

fitrahnya apabila telah terjadi penyimpangan, namun lebih dari itu pendekatan fitrah 

berupaya agar fitrah keberagaman individu dapat berkembang secara maksimal 

sehingga menghantarkannya menjadi peribadi yang sempurna. Wa Allahu a’lam bi ash￾shawab.1. Fậsiq dalam tafsir al-Misbah adalah orang yang memiliki sifat dan prilaku yang 

keluar dari ketaatan pada Allah, sifat dan prilaku yang mendarah daging bagi 

pelakunya. Pada tarap terendah fậsiq adalah orang yang melakukan dosa besar, 

namun pada tarap tertinggi fậsiq adalah orang yang kafir kepada Allah swt. 

Analisis ayat-ayat fậsiq dalam Alquran menurut Qurash Shihab ditujukan kepada: 

1) Golongan Yahudi dan Nasrani yang tidak mengimani Nabi Muhamamd saw., 

membangkang pada pemimpin dan menyepelekan dosa kecil. 2) Umat Nabi-nabi 

sebelum Nabi Muhammad saw. yang durhaka kepada Nabi-Nabi Allah dan kitab 

Allah. 3) Kaum muslimin yang meragukan Islam dan melakukan dosa besar dan 

keluar dari keimanan kepada Allah.

2. Fậsiq merupakan dampak dari tidak berkembangnya secara sempurna potensi 

jismiyah dan ruhiyah manusia.

115 Kesempurnaan jismiyah, ditandai dengan 

kesesuaian fungsi dengan bentuk fisik, sedangkan kesempurnaan rûh ditandai 

dengan kemampuan menggunakan potensi ‘aql, al-nafs dan al-qalb. Keseimbangan 

kedua potensi ini akan menghantarkan manusia menjadi insan kamil, seperti 

tercermin dalam kepribadian Rasulullah saw. Demensi rûh sangat menentukan 

dalam pembentukan kepribadian seseorang, meski pada fitrahnya rûh adalah suci, 

namun dalam realita sering kali tergelincir dan ternodai. Dalam konteks empiris, 

maka proses pembentukan, pembinaan dan pengembangan kepribadian manusia 

terutama untuk menghindari munculnya kepribadian fậsiq, maka dibutuhkan 

konseling dengan pendekatan keagamaan. Kegiatan harus diawali dengan tazkiyah 

al-nafs, al-‘aql, wa al-jism116 yang dilanjutkan dengan ta’lim, tarbiyah dan ta’dib, 

melalui pendekatan fitrah.