islam 7
a dekat, jelas
lah sekali bertentangan dengan UUD 1945, yang menyamakan
kedudukan, hakhak dan kewajibankewajiban warga negara le
laki dan perempuan. Syariatisasi macam inilah yang seharusnya
dilihat bertentangan dengan UUD 1945, atau tidak oleh MA yang
penakut itu. Kalau ada upaya membuat syariatisasi yang sejalan
atau tidak bertentangan dengan UUD 1945, persoalannya adalah
penggunaan nama syari’ah itu sendiri. Tentu itu dilakukan de-
ngan tujuan “mengIslamkan” perundangundangan di negeri
ini, sesuatu yang sebenarnya berbau politik. Mantan Ketua Mah
SyAri’AtiSASi dAn BAnk SyAri’Ah
Islam dan EkonomI kERakyatan
g 194 h
kamah Agung Mesir, AlAsmawi3 pernah mengemukakan dalam
sebuah buku, bahwa tiap undangundang yang berisikan pence
gahan dan hukuman (deterrence and punishment) pada haki
katnya dapat diperlakukan sebagai bagian dari hukum Islam?
Jelaslah dengan demikian, upaya melakukan syari’atisasi
dengan menggunakan kerangka AlAsmawi itu, adalah apa
yang oleh fiqh (hukum Islam) dan cabangcabangnya dinamai
“melakukan hal yang tidak perlu, karena sudah dilakukan” (tah-
sil al-hasil). Yang tercapai hanyalah penamaan saja, sedangkan
substansi atau isinya tidak diperhatikan, sehingga dilakukan se
cara sembarangan saja. Sedangkan seharusnya, proses syari’ati-
sasi lebih tepat dilakukan oleh masyarakat sendiri, tanpa peng
gunaan nama syari’ah. Hal ini dapat terjadi sebagai proses
dalam hidup bernegara. Dengan demikian dapat disimpulkan,
karena terbawa oleh kerancuan kerangka berpikir, penyebutan
syari’ah dalam produk-produk DPRD propinsi, kabupaten dan
kota hanya bersifat politis saja, sesuatu yang perlu disayangkan.
eg
Hal lain yang perlu kita sayangkan, bahwa beberapa bank
pemerintah telah mendirikan bank syari’ah, sesuatu hal yang ma
sih dapat diperdebatkan. Bukankah bank seperti itu menyatakan
tidak memungut bunga bank (interest) namun menaikkan ong
kosongkos (bank cost) di atas kebiasaan? Bukankah dengan
demikian, terjadi pembengkakan ongkos yang tidak termoni
tor, sesuatu yang berlawanan dengan prinsipprinsip cara kerja
sebuah dengan bank yang sehat. Lalu, bagaimanakah halnya
dengan transparansi yang dituntut dari cara kerja sebuah bank
agar biaya usaha dapat ditekan serendah mungkin.
Karenanya, banyak bankbank swasta dengan para pemi
lik saham non-muslim, turut terkena “demam syari’atisasi” ter-
sebut. Hal itu disebabkan oleh kurangnya pengetahuan mereka
tentang hukum Islam ini . Begitu juga, sangat kurang dike
tahui bahwa Islam dapat dilihat secara institusional/kelem
3 Muhammad Said AlAsymawi, selain pernah menjabat sebagai Ketua
Mahkamah Agung di Mesir, dia juga dikenal luas sebagai pakar agama dan in
telektual humanis terkemuka penentang kecenderungan politik Islamis, khu
susnya di Mesir. Dia menulis buku al-Islam al-Siyasi (Islam Politik) yang ban
yak mendapat apresiasi dari banyak kalangan intelektual sekaligus hujatan dari
kaum Islamis.
g 195 h
bagaan di satu pihak, dan sebagai kultur/budaya dipihak lain.
Kalau kita mementingkan budaya/kultur, maka lembaga yang
mewakili Islam tidak harus dipertahankan matimatian, seperti
partai Islam, pesantren, dan tentu saja bank syari’ah. Selama
budaya Islam masih hidup terus, selama itu pula benihbenih
berlangsungnya cara hidup Islam tetap terjaga. Karena itu, kita
tidak perlu berlomba-lomba mengadakan syari’atisasi, bahkan
itu dilarang UUD 1945 jika dilakukan oleh pihak pemerintah dan
lembagalembaga negara. Mudah dikatakan, namun sulit dilak
sanakan bukan? h
SyAri’AtiSASi dAn BAnk SyAri’Ah
g 196 h
Dalam tiga dasawarsa terakhir ini, beberapa pemikir me
ngemukakan apa yang mereka namakan sebagai teori
ekonomi Islam. Semula, gagasan ini berangkat dari
ajaran formal Islam mengenai riba dan asuransi, yang berintikan
penolakan terhadap bunga bank sebagai riba, dan praktek asuran
si yang bersandar pada sifat “untunguntungan”. Ditambahkan
dalam kedua hal itu, penolakan pada persaingan bebas (laisses
faire) sebagai sistem ekonomi yang banyak digunakan. Intinya
dalam hal ini adalah sikap melindungi yang lemah dan mem
batasi yang kuat seperti dalam pandangan Islam.
Dalam perkembangan berikutnya, pada dasawarsa 80an
muncul sejumlah orang yang dianggap menjadi eksponen pan
dangan ekonomi Islam. Mereka banyak berasal dari lingkung
an lembaga swadaya masyarakat (LSM), hingga tak heran jika
mereka mengacu pada orientasi kepentingan rakyat kecil dan
menolak peranan perusahaanperusahaan besar dalam tatanan
ekonomi yang ada waktu itu. Namun, mereka gagal mengajukan
sebuah teori yang bulat dan utuh yang dapat dianggap mewakili
ekonomi Islam. Keberatan mereka terhadap praktekpraktek
kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN), monopoli dan dominasi
(oleh kerjasama pengusaha dengan para pejabat pemerintahan),
adalah keberatan yang tidak didukung oleh teori yang lengkap,
dan dengan demikian hanya dianggap sebagai orientasi kelom
pok belaka.
Ekonomi Rakyat ataukah
Ekonomi Islam?
g 197 h
Dengan perubahan kebijaksanaan di masa pemerintahan
Presiden Soeharto, di ujung dasawarsa itu dan didukung pula
oleh kemunculan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI),
kelompok ini lalu berubah pikiran dan ikut memperebut
kan kekuasaan sebagai pejabat pemerintah. Dengan merebut
institusiinstitusi pemerintahan, berarti mereka lebih menguta
makan pendekatan institusional dan cenderung meninggalkan
perjuangan kultural. Namun, “kemenangan” institusional itu ti
dak membuat mereka semakin kuat, karena mereka tidak dapat
menghambat korupsi, dan bahkan akhirnya justru mereka sendi
rilah yang melakukan korupsi. Akhirnya mereka menghamba
pada kekuasaan. Justru organisasiorganisasi Islam seperti Mu
hammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) yang mempelopori per
lawanan kultural itu, dengan tetap menolak untuk melegitimasi
institusi pemerintahan.
eg
Dengan demikian, watak merakyat dari perjuangan di para
cendikiawan itu berubah menjadi perjuangan politik. Karenanya,
halhal ekonomi pun juga diukur dengan ukuranukuran politik.
Nyata sekali dalam hal ini, contohnya yang terjadi dengan kredit
usaha tani (KUT). KUT yang semula merupakan program eko
nomi, dengan cepat berubah menjadi sebuah program politik.
Yaitu mengusahakan sebuah program pendukung kekuasaan
untuk menang dalam pertarungan politik melawan pihakpihak
lain, tanpa memandang kecakapan ekonomis dan kemampuan
finansial. Jadilah pelaku program itu seperti sekarang ini, yakni
menjadi bulanbulanan pihak Pengadilan Negeri (PN) karena
mereka dihadapkan pada pengadilan, termasuk di dalamnya
para kyai. Ini semua, merupakan kenyataan yang tidak dapat
dibantah oleh siapapun, dan metamorfosa yang terjadi adalah
bagian dari perjuangan politik, dan bukan bagian dari perjuang
an ekonomi.
Dengan metamorfosa itu, otomatis upaya menolong rak
yat kecil hanya menjadi sisasisa. Bahwa upaya politik mem
pertahankan institusi, baik itu institusi mikro seperti proyek
proyek yang tergabung dalam KUT, maupun upaya makro untuk
mempertahankan kekuasaan, jelas menggambarkan kenyataan
menarik: kegagalan dalam mengembangkan apa yang dinama
EkonomI Rakyat ataukaH EkonomI Islam?
Islam dan EkonomI kERakyatan
g 198 h
kan ekonomi Islam, baik dalam teori maupun praktek. Rentetan
yang terjadi adalah, upaya pelestarian kekuasaan secara politis
juga menghadapi kegagalan pula.
Turut hancur pula dalam proses ini, pengembangan teori
ekonomi Islam, karena ia dikaitkaitkan dengan kekuasaan yang
ada. Keadaan diperparah oleh kenyataan tidak adanya penin
jauan ulang terhadap kebijakankebijakan ekonomi pemerintah
di masa lampau. Ini berarti, gagasan tentang ekonomi Islam di
negeri kita, tidak pernah didasarkan atas peninjauan mendalam
dari kebijakan, langkahlangkah dan keputusankeputusan peme
rintah di bidang ini . Bagaimana akan dibuat acuan menge
nai sebuah sistem ekonomi Islam, kalau faktafakta ekonomi dan
finansial semenjak kita merdeka tak pernah ditinjau ulang?
eg
Dari tinjauan ulang itu akan dapat diketahui, bahwa tata
nan ekonomi dan finansial kita, didasarkan hampir seluruhnya
atas kecenderungan menolong sektor yang kuat dan mengabai
kan sektor yang dianggap sebagai ekonomi lemah. Ketimpangan
ini dapat dilihat, umpamanya dalam hal pemberian fasilitas,
kemudahan dan pertolongan bagi usaha kuat. Apalagi, setelah
beberapa pengusaha keturunan Tionghoa, yang belakangan men
jadi konglomerat, berhasil menguasai sektor ini . Ekonomi
rakyat menjadi semakin tidak diperhatikan, dan ungkapanung
kapan tentang ekonomi rakyat itu dalam kebijakan pemerintah
hanyalah bersifat retorika belaka.
Alokasi dana untuk pengembangan ekonomi rakyat dalam
RAPBN, umpamanya, menunjukkan betapa sedikitnya perha
tian kepada sektor ini. Kebocoran RAPBN, yang dalam perkiraan
Prof. Soemitro Djojohadikusumo telah mencapai 30% dari jum
lah anggaran, menunjukkan sangat kecilnya perhatian pemerin
tah kepada sektor ini. Belum lagi matinya kreatifitas usaha kecil
dan menengah (UKM) di hadapan birokrasi pemerintahan yang
sangat kaku. saat para pemikir ekonomi Islam tidak mencari
pemecahan bagi masalahmasalah yang dihadapi tadi, di sinilah
tampak adanya kegagalan terhadap apa yang dinamakan ekono
mi Islam. Itulah sebabnya, mengapa pemikiran mengenai eko
nomi Islam sekarang menjadi sangat mandul.
saat Drs. Kwik Kian Gie mengemukakan keinginan agar
g 199 h
Indonesia keluar dari dana moneter internasional (IMF, Inter-
national Monetary Fund), tak ada seorang pun dari para pemikir
gagasan ekonomi Islam itu yang menyatakan suara menerima
atau menolak pandangan ini . Ini tentu disebabkan oleh pe
rubahan besar dari pemikir ekonomi itu yang tertuju pada upaya
politik seperti digambarkan di atas.
Padahal, salah satu gagasan yang sering dilontarkan pe
nulis secara lisan dalam rapatrapat umum di seluruh bagian
negeri ini, jelas mengacu pada kebuAllah ini . Keharusan
kita untuk mempertahankan kompetisi, tata niaga internasional
dan efisiensi yang rasional, merupakan bagian yang tidak bisa
ditinggalkan dari sebuah kebangkitan ekonomi. Namun, yang
harus didorong sekuat tenaga, adalah ekonomi rakyat dalam ben
tuk kemudahankemudahan, fasilitasfasilitas dan sistem kredit
sangat murah bagi perkembangan UKM dengan cepat. Dibarengi
dengan peningkatan pendapatan pegawai negeri sipil dan mili
ter, yang harus dilakukan guna mendorong peningkatan kemam
puan daya beli (purchasing power) mereka.
Perkembangan gagasan ekonomi Islam jelas menunjukkan
kemandulan, karena lebih cenderung untuk mempermasalahkan
aspekaspek normatif, seperti bunga bank dan asuransi. Artinya,
pemikiran yang dikembangkan dalam gagasan ekonomi Islam itu
lebih banyak menyangkut pencarian nilainilai daripada pencari
an caracara/ aplikasi yang dilakukan oleh nilainilai ini .
Jadi, masalahnya cukup sederhana bukan? h
EkonomI Rakyat ataukaH EkonomI Islam?
g 200 h
Sebagai penulis kata pengantar buku “Perekonomian In-
donesia dari Bangkrut Menuju Makmur” ini (Teplok
Press, Januari 2003), saya bukanlah seorang ahli ekono
mi. Karena tidak mengetahui lebih mendalam tentang ekonomi
rakyat (people economics), dan tidak tahu halhal lain mengenai
sebuah perekonomian, kecuali dua hal saja. Pertama, ekonomi
adalah pemenuhan kebuAllah manusia, dan ia memiliki meka
nisme sendiri. Selebihnya, haruslah dirumuskan oleh para ahli
ekonomi, dan mereka harus mempertimbangkan kaitan sebuah
perekonomian dengan halhal lain dalam kehidupan seperti,
politik, hukum, teknologi, pasar, agama dan lainlain. Dengan
kata lain, kebijakan ekonomi (economic policy) tidak pernah
sepenuhnya dapat diterapkan, sehingga harus selalu diingat
keterkaitan ekonomi dengan halhal lain dalam kehidupan sebu
ah negara. Kedua, sebuah perekonomian tidak pernah terlepas
dari perdagangan atau transaksi, baik di tingkat lokal, nasional
maupun internasional, dengan demikian tidak pernah ada tempat
untuk memisahkan perekonomian kita sendiri dari perekonomi
an global, yang membuat kita sengsara lebih dari perkiraan kita
sendiri.
Hal ini dapat kita lihat pada perjalanan sejarah bangsa
bangsa di dunia ini, yang baru berjalan puluhan ribu tahun saja.
Karenanya, sangatlah menarik untuk melihat bagaimana kebijak
an ekonomi yang diambil dalam sejarah sebuah bangsa. Sejarah
memberikan pengaruh sangat besar kepada para pemimpin
bangsa yang bersangkutan, dalam menentukan kebijakan demi
apakah itu Ekonomi Rakyat?
g 201 h
kebijakan selanjutnya. Ini adalah bidang tersendiri, yang sering
dinamai sejarah perekonomian (economic history), yang merupa
kan disiplin ilmu, yang harus diketahui seorang penguasa peme
rintahan. Namun wajar saja, jika seorang penguasa tidak menge
tahui hal itu, mereka mengira apa yang mereka putuskan hanya
bersifat teknis belaka, paling tinggi sebagai sebuah “keputusan
politik”. Dengan demikian, mereka tidak menyadari keputusan
mereka sebenarnya menyangkut bidang politik ekonomi. Tin
dakan penguasa itu bagaikan menganggap “susu kerbau sebagai
susu sapi” hanya karena samasama putih warnanya.
Kerancuan mengira apa yang dibaca atau diamatinya dari
sejarah sebuah bangsa, sebagai sebuah keputusan politik pada
hal itu adalah keputusan politik ekonomi, pernah juga dialami
oleh penulis kata pengantar ini (selanjutnya disebut penulis).
Pada waktu baru di terbitkan, penulis membaca karya Arthur
M. Schlesinger Jr,1 penulis pidato masa mendiang Presiden Ken
nedy, yang berjudul “The Age of Jackson”.2 Sebagai dosen Uni
versitas Harvard di bidang sejarah, ia menghasilkan apa yang
oleh penulis dianggap sebagai buku sejarah. Baru belakangan
disadari penulis, bahwa yang dilakukan Presiden Jackson itu
adalah pengambilan keputusan politik ekonomi yang sangat men
dasar. Jackson memutuskan untuk mengangkat Kepala Gubenur
Bank Sentral Amerika dari seorang Jerman berkewarganegaraan
Amerika Serikat. Ia memimpin sekian orang direktur dengan ja
batan gubenur, dan bersama mereka mengemudikan bank sen
tral yang kemudian bernama Federal Reserve System.
eg
Keputusan Jackson membawa perubahan mendasar atas
jalannya sistem ekonomi di negara ini . Karena ia meng
anggap pemimpin Bank Sentral di negerinya harus ditetapkan
presiden dengan persetujuan kongres. Padahal teori kapitalisme
1 Arthur Meier Schlesinger, Jr. (Lahir di Colombus, Ohio 15 Oktober
1917) adalah seorang sejarawan Amerika dan kritikus sosial. Sebagai staf ke
presidenan, dia memusatkan pekerjaannya pada upaya memberikan masu
kanmasukan filosofis atas kebijakan presidenpresiden AS, (Andrew Jackson,
Franklin D. Roosevelt, John F. Kennedy, dan Richard Nixon).
2 Buku ini mendapat hadiah Pulitzer tahun 1946 untuk kategori penu
lisan sejarah.
aPakaH Itu EkonomI Rakyat?
Islam dan EkonomI kERakyatan
g 202 h
klasik menyatakan pemerintah tidak boleh ikut campur dalam
urusan ekonomi nasional, dan pengangkatan pejabat ekono
mi dan finansial sepenuhnya menjadi wewenang pihak swasta
bukan pemerintah. namun Jackson justru mengangkat para pe
jabat pemerintahan untuk mengelola bank sentral itu. Hal ini
menunjukkan keyakinan Jackson, bahwa urusan bank sentral
tidak terbatas hanya pada bidang ekonomi saja, melainkan juga
menyangkut pengelolaan uang pajak yang dibayarkan rakyat se
bagai warga negara. Untuk melakukan pengelolaan itu dan sete
rusnya, juga menggunakannya untuk keperluan rakyat, harus
dilakukan oleh “orangorang pemerintah”. Dengan demikian,
Jackson berkeyakinan bank sentral bukanlah sematamata ber
tanggung jawab atas jalannya perekonomian nasional, melain
kan juga bertanggung jawab atas tingkat kesejahteraan rakyat.
Apa yang dilakukan Presiden Jackson itu, melahirkan apa
yang disebut sebagai “kapitalisme rakyat” (folks capitalism). Bah
wa negara biangnya kapitalisme seperti Amerika Serikat, dapat
mengembangkan paham kerakyatan seperti itu, adalah suatu hal
yang sangat menarik. Ini menunjukkan kapitalisme bukan ba
rang mati melainkan dapat berkembang sesuai dengan kebutuh
an. Kebencian Bung Karno terhadap kapitalisme, sebenarnya
adalah penolakan terhadap kapitalisme klasik itu, yang hanya
dipergunakan untuk mencari keuntungan maksimal bagi para
pemilik modal belaka. Jika kapitalisme dapat menerima modifi
kasi, dan dapat dipakai untuk tujuan memperbaiki tingkat hidup
dan kesejahteraan rakyat di sebuah negara, ia tidak patut lagi
dibenci seperti itu. Karena itu, kebencian Bung Karno terhadap
kapitalisme klasik, bukanlah sesuatu yang harus berlaku secara
tetap atau permanen, melainkan juga harus diarahkan kepada
modifikasi ideologi ini .
Dengan demikian, jelaslah bahwa ada perbedaan besar an
tara berpikir ilmiah dan berpikir ideologis. Secara ilmiah pandang
an apapun memiliki kemungkinan menerima modifikasi, yang
terkadang merubah orientasi dan pandangan itu sendiri. Sedang
kan pemikiran ideologis adalah sesuatu yang “jahat”. Karena itu,
kita harus bedakan benar pemikiran ideologis dan pemikiran il
miah. Sewaktu membuat pledoi (pembelaan) di muka pengadilan
kolonial di tahun 1931, sikap Bung Karno memang benar, mela
wan kapitalisme klasik itu. Ini karena pandangan ini digu
nakan untuk menindas bangsa kita. Karena itulah, Bung Karno
g 203 h
menulis pledoinya ini , yang belakangan diterbitkan dalam
bentuk buku berjudul “Indonesia Menggugat”.
eg
Sebuah contoh lain dapat dikemukakan dalam hal ini ya
itu kebijakan Dr. Hjalmar Schacht, Menteri Perekonomian Jer
man tahun 30an, di bawah Kepala Pemerintahan Adolf Hitler.
Ia memutuskan membangun jaringan jalan aspal yang halus
(autobahnen) di seluruh negeri, sepanjang lebih dari 80.000
kilometer. Pembuatan jalan raya bagi kendaraan bermotor de
ngan menggunakan hotmix itu, dengan sendirinya menaikkan
pendapatan bangsa ini , yang kemudian mendorong mun
culnya industri pembuatan barang (manufacturing industry)
yang kuat. Kita ingat pabrik lokomotif Kruff dan mobil Volkswa
gen yang tangguh. Bahwa kemudian Hitler menempuh kebijakan
lebensraum (ruang hidup) dengan menjarah negerinegeri lain,
tidak merubah kenyataan bahwa pandangan Schacht itu meru
pakan sesuatu yang sangat diperlukan bangsa Jerman.
Kesalahan Hitler itu, yang berakibat pecah Perang Dunia
II dengan korban 35 juta jiwa melayang, kemudian diganti oleh
sebuah pandangan lain yang belakangan dikemukakan oleh Kan
selir (Perdana Menteri) Jerman Barat Ludwig Erhard.3 Dengan
pandangan yang terkenal “Sozialen Marktwirtschaft”, adalah
sebuah upaya untuk meneruskan upaya Schacht itu. Dengan
pandangannya itu, Erhard mementingkan fungsi sosial, pening
katan kesejahteraan dan perebutan pasar bagi industri Jerman
di seantero dunia. Yang direbut bukanlah negara, melainkan pa
sar tanpa melalui peperangan dan melanggar perikemanusian.
Jelas ini merupakan modifikasi atas kapitalisme klasik yang oleh
Karl Marx dan Friederich Engels dianggap mengandung benih
benih “kontradiksi struktural” yang akan menimbulkan kekeras
an. Kaum kapitalisme akan berhadapan dengan kaum proletar
dalam sebuah kontradiksi maha dahsyat, yang akan meliputi se
luruh dunia.
eg
3 Ludwig Erhard (1897 1977) adalah seorang politikus Jerman dari Par
tai Christian Democratic Union dan Kanselir Jerman (19631966).
aPakaH Itu EkonomI Rakyat?
Islam dan EkonomI kERakyatan
g 204 h
Buku yang ada di tangan pembaca ini, yang ditulis oleh
Hendi Kariawan memang tidak menyebutkan kontradiksi seperti
itu, ataupun menggambarkan modifikasi atas kapitalisme klasik
yang dilakukan oleh tokohtokoh seperti Andrew Jackson. namun
buku ini sendiri adalah cerminan dari sebuah pandangan, bahwa
perekonomian nasional sebuah negeri memang harus meng
abdi kepada kesejahteraan dan tingkat hidup tinggi (high living
standard) suatu bangsa. Ini adalah juga pandangan dari kapital
isme klasik yang mengalami modifikasi. Bahwa hal itu kemudian
dinamai pandangan ekonomi rakyat, tidak dapat menghilangkan
kenyataan adanya modifikasi itu sendiri. Selama perekonomian
nasional berdasarkan persaingan atau kompetisi terbuka, dan
tetap dalam lingkup perdagangan internasional yang bebas dan
menggunakan prinsip efisiensi rasional, selama itu pula ia tetap
akan memelihara semangat kapitalisme, walaupun dengan nama
lain.
Sumbangan pemikiran ekonomi dari buku ini, adalah se
suatu yang harus kita hargai. Dalam bahasa lain, buku ini menya
jikan daya hidup (vitalitas) yang terkandung dalam paham
kapitalisme, perlu dikaji secara ilmiah, bukan secara ideologis.
Bahwa kemudian muncul sosialisme sebagai lawan kapitalisme
tidak berarti “konfrontasi” itu bersifat tetap/permanen. Kalau
meminjam filsafat Hegel tentang thesa melawan antithesa akan
lahir sinthesa, maka dari kapitalisme klasik melawan sosialisme
akan lahir pandangan ekonomi rakyat seperti yang digambarkan
buku ini. h
g 205 h
Sejak kemerdekaan di tahun 1945, orientasi ekonomi kita
banyak ditekankan pada kepentingan para pengusaha be
sar dan modern. Di tahun 1950an, dilakukan kebijakan
Benteng, dengan para pengusaha pribumi atau nasional memper
oleh hampir seluruh lisensi, kredit dan pelayanan pemerintah
untuk “mengangkat” mereka. Hasilnya adalah lahir perusahaan
“Ali-Baba” , yaitu dengan mayoritas pemilikan ada di tangan para
pengusaha pribumi (Ali) dan pelaksana perusahaan seperti itu
dipimpin oleh keturunan Tionghoa (Baba). Ternyata, kebijakan
itu gagal. ‘Si Baba’ atau pengusaha keturunan Tionghoa, karena
ketekunan dan kesungguhannya mulai menguasai dunia usaha,
baik yang bersifat peredaran/perdagangan barangbarang mau
pun pembuatan/produksinya, walau adanya pembatasan ruang
gerak warga negara keturunan Tionghoa, untuk tidak aktif/me
mimpin di bidangbidang selain perdagangan.
Demikian pula dengan sistem quota dalam pendidikan,
mau tidak mau mempengaruhi ruang gerak warga negara ketu
runan Tionghoa di bidang perdagangan saja. Mereka dengan
segera memanfaatkan kelebihan uang mereka, untuk membiayai
pendidikan anakanak mereka di luar negeri. Karena tidak ter
ikat dengan sistem beasiswa yang disediakan pemerintah untuk
berbagai bidang studi, mereka lalu memanfaatkan pendidikan
luar negeri yang memberikan perhatian lebih besar kepada pen
didikan berbagai bidang seperti, teknologi, produksi, kimia, ko
munikasi terapan, kemasan (package), pemasaran, penciptaan
jaringan (networking) dan permodalan. Di tahuntahun terakhir
ini, para pengusaha keturunan Tionghoa itu bahkan sudah men
Ekonomi ditata dari Orientasinya
Islam dan EkonomI kERakyatan
g 206 h
capai tingkatan kesempurnaan (excellence) dalam bidangbidang
ini , seperti terbukti dari hasilhasil yang dicapai anakanak
mereka di luar negeri.
Karena itu tidaklah mengherankan, jika lalu dunia usaha
(bisnis) mereka kuasai. Para manager/pimpinan usaha ada di
tangan mereka, bahkan hal itu terasa pada tingkat usaha di bi
dang keuangan/finansial. Bahkan Bulog dan Dolog hampir selu
ruhnya berhutang uang pada mereka. Sehingga praktis merekalah
yang menentukan jalannya kebijakan teknis, dalam halhal yang
menyangkut sembilan macam kebuAllah pokok bangsa. Tidak
mengherankan jika lalu ada pihak yang merasa, ekonomi negeri
kita dikuasai oleh keturunan Tionghoa. Itu wajar saja. Bahkan
lontaran emosional itu akan menjadi sangat berbahaya, jika di
tutuptutupi oleh pemerintah dan media dalam negeri. Namun,
harus segera ditemukan sebuah kerangka lain, untuk menghin
darkan lontaranlontaran perasaan yang emosional seperti itu.
Janganlah berbagai reaksi itu, lalu berkembang karena diper
caya oleh orang banyak.
Kesenjangan kayamiskin yang terus menjadi besar dalam
kenyataan, maka diperlukan sebuah penataan ekonomi bangsa
kita. Bagaimanapun juga harus diakui, bahwa apaapa yang ter
baik di negeri kita, dikuasai/dimiliki oleh mereka yang kaya, baik
golongan pribumi maupun golongan keturunan Tionghoa. Na
mun untuk menyelamatkan diri dari kemarahan orang melarat,
baik yang merasa miskin ataupun yang memang benarbenar
tidak menguasai/memiliki apaapa, maka elite ekonomi/orang
kaya kalangan pribumi selalu meniupniupkan bahwa perekono
mian nasional kita dikuasai/dimiliki para pengusaha golongan
keturunan Tionghoa. Karena memang selama ini media nasio
nal dan kekuasaan politik selalu berada di tangan mereka, de
ngan mudah saja pendapat umum dibentuk dengan mengang
gap golongan keturunan Tionghoa, yang lazim disebut golongan
nonpribumi, sebagai penguasa perekonomian bangsa kita.
Kesan salah itu dapat segera dibetulkan dengan sebuah
koreksi total atas jalannya orientasi perekonomian kita sendiri.
Koreksi total itu harus dilakukan. Orientasi yang lebih memen
tingkan pelayanan kepada pengusaha besar dan raksasa, apa
pun alasannya, termasuk klaim pertolongan kepada pengusaha
nasional “pribumi”, haruslah disudahi. Sebenarnya yang harus
ditolong adalah pengusaha kecil dan menengah, seperti yang
g 207 h
diinginkan oleh Undangundang Dasar kita, maupun berbagai
peraturan yang lain. Dengan demikian tidaklah tepat memperso
alkan “pribumi” dan “nonpribumi”, karena persoalannya bukan
terletak di situ, masalahnya adalah kesenjangan antara kaya dan
miskin.
Jadi, yang harus dibenahi, adalah orientasi yang terlalu
melayani kepentingan orangorang kaya, atas kerugian orang
miskin. Kita harus jeli melihat masalah ini dengan kacamata yang
jernih. Perubahan orientasi itu terletak pada dua bidang utama,
yaitu pertolongan kepada UKM, Usaha Kecil dan Menengah dan
upaya mengatasi kemiskinan. Kedua langkah itu harus disertai
pengawasan yang ketat, disamping likuliku birokrasi, yang me
mang merupakan hambatan tersendiri bagi upaya memberikan
kredit murah kepada UKM. Padahal saat ini, apapun upaya yang
dilakukan untuk menolong UKM, selalu menghadapi hambatan.
Jadi, haruslah dirumuskan kerangka yang tepat untuk tujuan ini.
Dan tentu saja, upaya mengatasi kemiskinan menghadapi begitu
banyak rintangan dan hambatan, terutama dari lingkungan biro
krasi sendiri.
eg
Padahal tujuan pemerintah dan kepemimpinan dalam
pandangan Islam adalah maslahah al-‘âmmah, yang secara se
derhana diterjemahkan dengan kata kesejahteraan. Kata kesejah
teraan ini, dalam Undangundang Dasar kita, dinamakan keadil
an dan kemakmuran. Sekaligus dalam pembukaan UUD 1945
diterangkan, bahwa tujuan bernegara bagi kita semua diibarat
kan menegakkan masyarakat yang adil dan makmur. Ini juga
menjadi sasaran dari ketentuan Islam itu, dengan pengungkap
an “kebijakan dan tindakan seorang pemimpin atas rakyat yang
dipimpinnya, terkait langsung dengan kepentingan rakyat yang
dipimpinnya (tasharruf al-imâm ‘alâ ar-ra’iyyah manûthun bi-
al-mashlahah).“
Dalam bahasa sekarang, sikap agama seperti itu dirumus
kan sebagai titik yang menentukan bagi orientasi kerakyataan.
Itulah yang seharusnya menjadi arah kita dalam menyelengga
rakan perekonomian nasional. Bukannya mempersoalkan asli
dan tidak dengan latar belakang seorang pengusaha. Pandangan
picik seperti itu, sudah seharusnya digantikan oleh orientasi per
EkonomI dItata daRI oRIEntasInya
Islam dan EkonomI kERakyatan
g 208 h
ekonomian nasional kita yang lebih sesuai dengan kebuAllah
mayoritas bangsa.
Masalahnya sekarang, perekonomian nasional kita terkait
sepenuhnya dengan persaingan bebas, keikutsertaan dalam per
dagangan internasional yang bebas dan mengutamakan efisiensi
rasional. Karenanya orientasi ekonomi rakyat harus difokuskan
kepada prinsip “menjaga dan mendorong” UKM. Namun sebe
lumnya dalam hal ini adalah, keharusan merubah orientasi per
ekonomian nasional itu sendiri. h
g 209 h
Pertanyaan di atas harus diajukan kepada pemerintahan
sekarang ini, yang tampaknya tidak memiliki konsep apa
pun dalam menangani krisis multidimensi yang meng
hinggapi bangsa kita. Sebab kenyataannya, pemerintah tidak
memiliki keberanian untuk mengambil satu sikap saja dalam
setiap persoalan. Karena konsistensi pandangan yang diambil
tidak diperhatikan, maka orientasi permasalahan tidak pernah
memiliki kejelasan. Bukti yang paling jelas adalah, inkonsistensi
dalam orientasi ekonomi kita. Di satu pihak, kita merasakan ada
nya kecenderungan untuk membiarkan optimalisasi keuntungan,
yaitu perusahaan mendiktekan “keharusankeharusan” yang ke
mudian diikuti pemerintah. Di antaranya adalah dihilangkannya
bentukbentuk subsidi bagi kebuAllah masyarakat, untuk meng
hilangkan “kerugiankerugian” setiap usaha.
Contoh yang paling jelas dan aktual adalah berbagai kenaik
an tarif dan harga penjualan BBM (Bahan Bakar Minyak). Jelas,
hal itu disebabkan oleh desakan luar negeri, agar supaya segala
macam subsidi dihilangkan. Hal itu diperlukan, guna menghin
darkan “kerugian” pada berbagai BUMN (Badan Usaha Milik
Negara). Padahal subsidi bagi sejumlah hajat hidup orang ba
nyak, adalah sebuah keharusan. Dan yang perlu diubah bukan
lah keberadaan subsidi, melainkan terjadinya biaya tinggi ekono
mi (high cost economy) akibat permainan birokrasi pemerintah.
Untuk mengikis KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) yang
tambah merajalela ini, diperlukan keberaniaan moral yang tinggi
dan kemauan politik yang kuat. Bukan dengan mengurangi subsi
di yang akan menyusahkan rakyat banyak saja.
Akibatnya sekarang, masyarakat ditimpa dua hal yang sebe
narnya berbeda satu dengan yang lain. Pertama, rakyat menderita
Benarkah Harus ada konsepnya?
Islam dan EkonomI kERakyatan
g 210 h
akibat dicabutnya subsidi dari berbagai barang yang menjadi ke
buAllah pokok. Kedua, yang secara politis dianggap sebagai “ke
buAllah pokok”, yaitu perdagangan dunia, rakyat juga “terkena
imbasnya” akibat kemahiran birokrasi pemerintahan berKKN.
Kedua hal inilah yang dikhawatirkan akan menciptakan situasi
sangat negatif bagi perekonomian nasional kita, dan bahkan revo
lusi atau anarki sosial yang tidak terkendalikan lagi. Dalam ung
kapan lain, bahaya akan terjadinya konflik horisontal haruslah
benarbenar dirasakan pemerintah, justru agar supaya kita tidak
terdesak oleh perkembangan keadaan yang sama sekali tidak ter
duga. Semua itu disebabkan langkanya konsep dalam menangani
permasalahan krisis multidimensi yang kita hadapi saat ini.
eg
Di ruang tunggu Bandara SoekarnoHatta, Cengkareng,
menjelang keberangkatan ke Semarang, penulis mendengar dari
tayangan televisi mengenai aktivitas sebuah LSM di Kabupaten
Simalungun (Sumatera Utara), yang mengusahakan agar masya
rakat merasakan perlunya kepemilikan hutan pohon meranti di
sebuah suaka alam yang hanya seluas 200 Ha. Kepemilikan itu
ternyata berdampak pada terlindung dan terjaganya hutan itu
dari para perambah hutan, karena masyarakat merasa penting
melestarikan hutan Meranti itu. Ini menunjukkan bahwa rasa
turut memiliki oleh rakyat, sebagai sebuah faktor dalam pereko
nomian kita, memang sangat dibutuhkan. Jadi, penghapusan
subsidi secara semenamena akan sangat mempengaruhi kemam
puan kita untuk menyelesaikan krisis ekonomi, karena hilangnya
faktor rakyat tadi.
Apa yang terjadi di Kecamatan Purba Tengah di kawasan
Simalungun itu bersesuaian sepenuhnya dengan usul Erna Witoe
lar, semasa menjadi Menteri Permukiman dan Pengembangan
Wilayah, dengan gagasan agar masyarakat diberi kepemilikan
sejumlah luas tertentu atas hutanhutan kita, agar mereka mera
sa berkepentingan untuk menjaga kelestarian hutan. Usul itu
diajukan untuk mencegah pembakaran hutan oleh orangorang
yang membuat ladang.
Di sini jelas tidak ada perbedaan antara upaya mengatasi
pembakaran hutan dengan upaya melestarikanya. Kedua kenya
taan di atas membuktikan betapa pentingnya menciptakan rasa
g 211 h
memiliki hutanhutan kita oleh masyarakat luas. Ini dimungkin
kan, jika pemerintah mengenal sangat dalam atas adanya rasa
memiliki itu di kalangan masyarakat.
Jadi, faktor masyarakat menjadi sesuatu yang tidak dapat
dipungkiri lagi oleh siapa pun, terutama pemerintah. Tanpa ada
nya rasa memiliki seperti itu, siasialah kebijakan apa pun yang
akan di ambil, walaupun para perumus kebijakan itu sendiri
adalah tokohtokoh intelektual dengan berbagai gelar ilmu dari
beberapa perguruan tinggi, yang memiliki reputasi ilmiah yang
sangat baik. Jadi, benarlah kata sebaris sajak Arab: “Bukanlah
pemuda kalau mengatakan itulah bapak kami (yang berbuat),
melainkan seorang pemuda yang berani berkata inilah aku (laisa
al-fatâ man yaqûlû kâna abî lâkin al-fatâ man yaqûlû hâ’anâ
dza).”
eg
Sikap menghamba kepada ‘orang luar’ tanpa memikirkan
kerugian orang banyak adalah sikap yang sangat sempit, yang
didasarkan ketakutan pada pihak asing itu sendiri. Dalam ajar
an Islam, kepentingan orang banyak itu dirumuskan sebagai ke
buAllah umum (al-mashlahah al-‘âmmah) yang dalam bahasa
kita digantikan oleh kata kesejahteraan. Dalam pembukaan Un
dangundang Dasar 1945, hal itu dirumuskan sebagai masyara
kat adil dan makmur. Kata adil (al-adlu) dan kemakmuran (ar-
rafahiyah), menunjukkan orientasi mementingkan kebuAllah
orang banyak dan kesejahteraan mereka (moril dan materiil).
Jadi, orientasi kepentingan orang banyak menjadi ukuran pe
nyelenggaraan pemerintahan dalam Islam. Menarik sekali, ung
kapan fiqh “kebijakan dan tindakan seorang pemimpin atas/
bagi rakyat yang dipimpin, harus terkait langsung, dengan kese
jahteraan mereka (tasharruf al-Imâm ‘alâ ar-ra’iyyah manû-
thun bi al-mashlahah). Karena itu, kepentingan rakyat adalah
ukuran satusatunya dalam Islam bagi penyelenggaraan peme
rintahan yang baik.
Dalam dunia modern sekarang, kebijakan subsidi yang
tidak begitu mempengaruhi perdagangan bebas selalu terjadi.
Seperti di Amerika Serikat, dana milyaran dollar US untuk mem
beli dan menyimpan susu dan produk ikutannya (keju, mentega,
dan sebagainya), dimasukkan dalam anggaran belanja negara
bEnaRkaH HaRus ada konsEPnya?
Islam dan EkonomI kERakyatan
g 212 h
(federal budget) tiap tahunnya. Mengapa? Karena subsidi yang
diberikan itu menyangkut persediaan dan permintaan (supply
and demand). Mengapa kita tidak berani menetapkan ukuran
sendiri mengenai harga minyak bumi dan barangbarang tam
bang lainnya? Bukankah mark-up dan pungutan–pungutan
yang dibebankan kepada Pertamina, mengakibatkan mahalnya
bahan bakar di negeri ini? Bukankah dalam hal ini diperlukan
subsidi tertentu kepada minyak bumi kita? Subsidi untuk kenda
raan maupun angkutan yang diperlukan rakyat kebanyakan?
Jadi, penghapusan subsidi bahan bakar tanpa melihat keperluan
rakyat, berarti kita menaikkan biaya hidup masyarakat keban
yakan, tanpa diimbangi oleh kenaikan pendapatan mereka.
Jadi, kebijakan mengurangi subsidi minyak atau menghi
langkan subsidi bahan bakar minyak adalah sebuah tindakan
kapitalistik, tanpa melihat pendapatan kebanyakan orang. Ka
lau pemerintah lalu menaikan harga BBM dan menaikkan tarif
tarif tertentu, ini jelas menunjukkan orientasi memaksimalkan
keuntungan (profit maximalization) telah berhasil didesakkan
oleh negaranegara kapitalis kepada pemerintah. Sikap ini jelas
menunjukkan berhasilnya tekanantekanan beberapa negara
kuat di Barat atas pemerintah kita, walaupun bertentangan de
ngan UUD 1945 yang berorientasi memenuhi kebuAllah orang
banyak. Tugas kita adalah memberikan koreksi atas keputusan
ini , karena sudah demikian jelas Islam berorientasi kepada
kebuAllah orang banyak. h
g 213 h
Serombongan orang mendatangi kantor penulis pada suatu
siang. Singkatan nama mereka adalah R, S, H dan F. R
menjadi kontraktor dan supplier sebuah perusahaan nega
ra yang besar, si S semula bekerja di sebuah perusahaan swasta
dan sekarang menjadi supplier bagi pemerintah daerah di se
buah propinsi. H dan F juga pengusaha yang aktif, tapi penulis
tidak bertanya tentang jenis kegiatan mereka. Dua hal penting
yang penulis lihat dalam kiprah mereka adalah: pimpinan dae
rah sebuah parpol, dan dengan demikian menjadi “anak buah”
penulis; dan mereka mempunyai SPK (surat perintah kerja)
pelaksana bisnis dari Pemerintah Daerah tempat mereka tinggal,
untuk menjadi supplier agrobisnis bagi rakyat di tempat mereka
tinggal.
Yang menarik perhatian penulis, adalah cara berpikir mere
ka. Di satu sisi, mereka tidak mengandalkan diri pada caracara
politik lama seperti pembagian kaos oblong dan sejenisnya, da
lam meraih perolehan suara melalui pemilu akan datang; dan di
pihak lain, mereka langsung menghubungkan masalah politik
dengan kesejahteraan masyarakat. Dengan kata lain, mereka me
lihat politik sebagai sebuah proses, dan tidak mendasarkan ke
giatan politik atas caracara usang, melainkan dengan pendekat
an menghilangkan kemiskinan. Dalam bahasa klise, yang mereka
perbuat bukanlah memberikan ikan kepada rakyat, melainkan
memberikan kail pada mereka untuk mencari ikan sendiri. Ini
berarti, tingkat kesejahteraan rakyat, ditentukan oleh masyara
kat sendiri, bukan orang lain. Pendekatan baru ini, katakanlah
kemiksinan, kaum muslimin,
dan Partai Politik
Islam dan EkonomI kERakyatan
g 214 h
sebuah pendekatan struktural dalam menangani masalah ke
miskinan yang bersifat memberdayakan masyarakat, dan tidak
bertumpu pada santunan kepada mereka. Pendekatan seperti
inilah yang jarang terlihat dalam pendekatan partai politik pada
masyarakat yang terbiasa dengan janji kosong untuk memberan
tas kemiskinan, dan hanya memberi santunan materi dan him
bauan moral belaka dalam kampanye pemilihan umum.
eg
Sebuah tindakan merubah kehidupan masyarakat terjadi
saat rakyat Amerika Serikat memilih Presiden Andrew Jack
son1 dalam Abad ke 19 Masehi. Mereka memilih pemimpin yang
mengerti benar mana yang menjadi hak rakyat, dan mana yang
menjadi hak perorangan para kapitalis/bankir/industrialis. Me
reka, di mata Jackson adalah orangorang yang harus melaku
kan kegiatan ekonomi dalam arti membangun dan membesar
kan perusahaan di berbagai bidang namun tingkat kesejahteraan
rakyat, adalah tanggung jawab Presiden dan Kongres yang di
pilih untuk periode tertentu oleh rakyat. Ini berarti, keduanya
tidak boleh dicampur aduk dan pemisahan ini harus tercermin
dalam kebijakan pemerintah di bidang ekonomi dan finansial/
keuangan. Ia melihat Bank Sentral Amerika Serikat di samping
menjadi alat pemupukan modal negara, juga menyangkut penge
lolaan uang pajak penduduk negeri; dan karena itu pengelolaan
nya ada pada mereka. Maka Bank Sentral negara ini , harus
lah diisi dengan pimpinan yang ditunjuk rakyat melalui Presiden
dan Kongres sebagai lembaga perwakilan rakyat. Ini adalah lang
kah pertama kearah Folks Kapitalism (kapitalisme rakyat), yang
berbeda dari kapitalisme klasik dari John Stuart Mill.2 Akibat
sikapnya ini, Jackson harus berhadapan dengan para kapitalis/
bankir/ industrialis yang beranggapan, pemerintah sama sekali
tidak boleh campur tangan dalam Bank Sentral.
Pendapat Jackson itu sebenarnya adalah pendekatan struk
tural, artinya, hanya dengan perubahan struktur menuju pem
1 Pria kelahiran Waxhaw, South Carolina 15 Maret 1767 ini adalah Pres
iden AS ketujuh. Ia berkuasa dari 18291837.
2 John Stuart Mill (1806–1873). Mills terkenal dengan teori ekonomi
kapitalisme klasiknya, sebagaimana tertuang dalam buku Principles of Political
Economy yang diterbitkan tahun 1848.
g 215 h
berdayaan masyarakat yang dapat mengurus diri sendiri, barulah
masyarakat itu akan terbebas dari kemiskinan. Jika hal ini yang
ingin dicapai sebuah parpol melalui pemilu, maka perubahan
itu seharusnya menuju pada hilangnya kemiskinan, karena ter
jadi perubahan struktur masyarakat. Kalau tadinya rakyat hanya
menunggu santunan pemerintah atau pihakpihak tertentu saja,
maka dengan cara pemberian kail ini masyarakat akan mampu
memecahkan masalahmasalah ekonomi mereka sendiri. Di
sinilah terletak hubungan antara sebuah sistem ekonomi ideal
dengan sistem ekonomi yang ada.
Kemampuan rakyat mengubah nasib mereka sendiri de
ngan bantuan parpol dan sistem politik yang ada merupakan
masalah pokok yang dihadapi oleh pemilu yang demokratis dan
melayani kepentingan rakyat. Dan yang dihasilkan adalah para
anggota perwakilan rakyat, seperti Dewan Perwakilan Rakyat
yang benarbenar bertanggung jawab atas keselamatan negeri
dalam arti yang luas, yang berfungsi baik, dengan wewenang
wewenang yang jelas. Dengan cara itulah pembagian wewenang
antara pihakpihak eksekutif, legislatif, dan yudikatif terjaga
dalam keseimbangan, karena semua berkewajiban melayani ma
syarakat dan tidak mementingkan pelayanan dari masyarakat
kepada dirinya.
eg
Bagi kaum muslimin tujuan itu benarbenar merupakan
kewajiban mutlak. Kitab suci al-Qur’ân menyatakan; “Dibuatkan
bagi kaum muslimim kehinaan dan kemiskinan (wa dhuribat
a’laihim adz-dzillatu wa al-maskanah)” (QS. alBaqarah [2]:
61), berarti Islam menolak kemiskinan sebagai sesuatu yang
langgeng dan tetap, Islam menganggap kedua hal berubahubah
menurut struktur masyarakat. Dengan demikian, terserah ke
pada manusia jualah untuk menghapuskan atau melestarikan
kemiskinan itu. Allah atau nasib tidak terkait dengan hal itu,
sepenuhnya diserahkan kepada manusia. Termasuk di dalamnya
struktur masyarakat yang menghapuskan atau melestarikan ke
miskinan itu sendiri. Walaupun banyak sekali pemahaman kaum
muslimin yang menganggap masalah kemiskinan sebagai kepas
tian dari Allah, karena itu harus diganti dengan pemahaman
lain dari pemahaman itu. Allah akan melestarikan kemiskinan
kEmIskInan, kaum muslImIn dan PaRPol
Islam dan EkonomI kERakyatan
g 216 h
apabila manusia sebagai warga masyarakat tidak mengadakan
perubahan melalui sistem politik yang dianutnya sendiri.
Jelaslah dengan demikian, manusia menentukan nasib
mereka sendiri, dan jika tidak menjalankan perubahan itu mere
ka akan dipersalahkan Allah. Dalam hal ini kitab suci al-Qur’ân
menyatakan, “Tidaklah kau lihat orang yang menipu agama?
Yaitu mereka yang membiarkan anakanak yatim (terlantar)
dan tidak perduli atas makanan orang miskin? (ara’aita al-ladzî
yukadzdzibu bi al-dîn fadzâlikâ al-ladzî yadu’ulyatîm. Wa lâ
yahudhdhu ‘alâ tha’âmi al-miskîn)” (QS. alMaun [107]:13) me
nunjukan dengan jelas kepada kita adanya orangorang yang jus
tru memanipulasi kesengsaraan anak yatim dan hak orang mis
kin demi kepentingan mereka sendiri. Karena manipulasi seperti
itu dianggap sebagai perbuatan menipu agama, dengan sendiri
nya perbaikan harus dilakukan oleh manusia yang sadar untuk
sistem politik yang membela kepentingan rakyat. Kesimpulan
seperti itulah yang dicapai oleh kelompok muda yang menjadi
pimpinan sebuah partai politik di suatu daerah, dan inilah yang
membahagiakan hati penulis. Perbuatan nyata yang harus men
jadi dasar bagi perkembangan sebuah parpol, dan bukannya re
torika belaka. h
g 217 h
Pada pertengahan Desember tahun 2002, penulis bertemu
sutradara Garin Nugroho1 di Airport Adi Sucipto, Yogya
karta. Sambil menunggu pesawat terbang yang akan mem
bawa kami ke Jakarta, Garin Nugroho dan penulis terlibat dalam
pembicaraan mengenai cara mengatasi krisis multidimensi yang
kita hadapi saat ini. Sebagai seorang yang melakukan referensi
terus menerus atas kitab suci al-Qur’ân, penulis mengemukakan
analogi dari para kyai. Mereka berpendapat krisis multidimensi
yang kita hadapi saat ini adalah seperti krisis Mesir di zaman Nabi
Yusuf dahulu. Krisis itu memakan waktu tujuh tahun, menurut
kitab suci ini . Kalau ini kita analogikan kepada keadaan
sekarang, maka era tujuh tahun itu akan berakhir pada tahun
2003 (1997 hingga 2003). Memang, sekarang kalangan atas mu
lai dapat mengatasi krisis ekonomi, terbukti dari penuhnya jalan
dengan kendaraan dan lapangan terbang, namun kalangan bawah
masih saja mengeluh dan kesusahan karena memang mereka
masih dilanda krisis.
Keluhan utama adalah menurunnya daya beli secara dras
tis, sedangkan hargaharga beberapa jenis barang kebuAllah
seharihari justru melonjak. Dengan demikian, masih menjadi
pertanyaan apakah dalam waktu cepat krisis multidimensi itu
dapat dipecahkan, katakanlah pertengahan tahun 2003. Dalam
hal ini, sangat menarik pembicaraan penulis dengan Kyai Nuk
man Thahir dari Ampel, Surabaya. Ia menyatakan, kalau kitab
suci al-Qur’ân dibaca dengan mendalam, di sana disebutkan
bahwa krisis Nabi Yusuf berlangsung tujuh tahun, namun un
tuk mengatasi krisis ini diperlukan juga waktu tujuh tahun
1 Garin Nugroho Riyanto (lahir di Yogyakarta pada 6 Juni 1961) adalah
seorang sutradara kenamaan Indonesia. Karyanya sering mendapatkan peng
hargaan internasional.
menyelesaikan krisis
mengubah keadaan
Islam dan EkonomI kERakyatan
g 218 h
lamanya. Penulis menjawab apa yang ia terima dari para kyai
adalah waktu berlangsungnya krisis itu tujuh tahun lamanya,
tidak pernah mereka mengatakan diperlukan waktu tertentu
untuk menyelesaikan krisis. Karenanya, penulis mengungkap
kan bahwa penyelesaian krisis itu sendiri, terjadi secara formal
dimulai dalam waktu bersamaan/simultan dengan berakhirnya
krisis itu. Karenanya, penyelesaian krisis tidak merupakan enti
tas yang berdiri sendiri terlepas dari krisis yang dialami.
eg
Percakapan penulis dengan Garin Nugroho di bawah ini
menjadi petunjuk kongkrit cara penyelesaian masalah secara
simultan itu. Mulamula Garin Nugroho mengatakan dua hal
sangat penting, satu pihak, ada perbedaan/ kesenjangan antara
para teoritisi hukum dan pembuat undangundang (DPR dan
MPR). Para ahli teori hukum itu mengemukakan hukumhukum
baru dalam bentuk undangundang maupun lainnya dari ber
bagai sumber Eropa Continental yang kita kenal. namun pelak
sana berbagai macam peraturan itu, pada umumnya dididik di
lingkungan hukum AngloSaxon yang berlaku di Amerika Seri
kat. Tidak usah heran, jika terjadi kesenjangan antara kedua
sistem hukum AngloSaxon dan Eropa Continental itu. Adalah
tugas kita, menurut Garin Nugroho, untuk “mendamaikan” an
tara keduanya, inilah yang harus diperbuat untuk menyelesaikan
krisis.
Dalam percakapan itu, penulis mengemukakan bahwa se
cara kongkrit apa yang dinamai Garin Nugroho dengan “men
damaikan” itu, haruslah tercermin dalam empat buah sistem
politik baru. Katakanlah konsepsi mengenai empat buah sistem
baru yang diperlukan, untuk kongkritisasi gagasan “mendamai
kan” dari Garin itu. Di sini, penulis akan mencoba mengemuka
kan beberapa konsep seperti di bawah ini.
Tentu saja, konsepsikonsepsi yang dikemukakan itu adalah
bukan bentuk final dari apa yang penulis pikirkan, karena jus
tru masih memerlukan perbaikanperbaikan serius, dan belum
dapat digunakan sebagai konsepsi formal. Konsep empat sistem
ini, masih harus diperjuangkan untuk masa kehidupan kita yang
akan datang. Hanya dengan cara demikianlah, bangsa kita dapat
mengatasi krisis multidimensional itu dengan cepat.
g 219 h
Empat sistem baru yang penulis kemukakan kepada Ga
rin Nugroho; meliputi sistem politik (pemerintahan), perbaikan
sistem ekonomi dengan mengemukakan sebuah orientasi baru,
sistem pendidikan nasional dan sistem etika atau hukum, yang
semuanya harus serba baru. Mengapa baru? Karena sistem lama
tidak dapat dipakai lagi, tanpa akibatakibat serius bagi kita.
Yang didahulukan adalah sistem politik (pemerintahan) yang
baru. Kedua badan legislatif yang baru, DPR dan DPD (Dewan
Perwakilan Daerah) haruslah menjadi perwakilan bikameral.
Mereka bertugas menetapkan undangundang serta menyetujui
pengangkatan eksekutif dengan pemungutan suara. Sedangkan
Presiden dan Wakil Presiden, Gubernur dan Wakil Gubernur,
Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota di
pilih langsung oleh rakyat, karena kalau diserahkan pada DPR
dan DPRD saja hanya akan memperbesar korupsi saja.
Disamping itu juga dibentuk MPR, yang hanya bersidang
enam bulan saja, dalam lima tahun. Mereka bertugas menyusun
GarisGaris Besar Haluan Negara (GBHN), yang harus dilaksana
kan seluruh komponen pemerintahan. Keanggotaanya, terdiri
dari para anggota DPR, DPD dan dari golongan fungsional, guna
menguntungkan kelompokkelompok minoritas ikut serta dalam
proses pengambilan keputusan, yang dicapai melalui prosedur
musyawarah untuk mufakat, bukannya melalui pemungutan sua
ra. Dengan demikian, kalangan minoritas turut serta memutus
kan jalannya kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini diper
lukan, agar semua pihak merasa memiliki negara ini, dan dengan
demikian menghindarkan separatisme yang mulai bermunculan
di sanasini. Justru inilah yang merupakan tugas demokrasi, bu
kannya liberalisasi total.
eg
Orientasi baru dalam sistem perekonomian kita, dicapai
dengan melakukan pilihan berat antara dua hal, yaitu moratorium
(penundaan sementara) cicilan tanggungan luar negeri kita, dan
pembebasan para konglomerat hitam yang nakal dari tuntutan
perdata, jika membayar kembali 95% kredit yang dia terima dari
bankbank pemerintah (namun tuntutan pidana tetap dilakukan
oleh petugaspetugas hukum). Uang yang didapat dari kedua
langkah ini, menurut perkiraan sekitar US$ 230 milyar, dan di
mEnyElEsaIkan kRIsIs mEnGubaH kEadaan
Islam dan EkonomI kERakyatan
g 220 h
gunakan terutama untuk: Pertama, memberikan kredit ringan,
kirakira 5% setahun, bagi UKM (Usaha Kecil dan Menengah)
dengan pengawasan yang ketat. Kedua, peningkatan pendapat
an PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan militer, kirakira sepuluh
kali lipat dalam masa tiga tahun. Langkah ini guna mencegah
KKN dan menegakkan kedaulatan hukum. Melalui cara ini pula,
dapat memperbesar jumlah wajib pajak, menjadi 20 juta orang
dalam lima tahun dan melipatgandakan kemampuan daya beli
masyarakat.
Sudah tentu dikombinasikan dengan halhal, seperti per
baikan undangundang dan peraturanperaturan yang ada, ser
ta penataan kembali BI (Bank Indonesia) dan MA (Mahkamah
Agung). Melalui langkahlangkah ini, diharapkan dengan cepat
sebuah pemerintahan yang baru akan segera mengatasi krisis
multidimensional ini. Hal penting lainnya, kemampuan peme
rintah dalam mengatasi krisis juga sangat bergantung pada ke
mampuan bekerja sama dengan negerinegeri lain. Sudah ten
tu, ini harus dibarengi oleh dua buah perbaikan sistematik lain.
Perbaikan pertama, adalah pada perbaikan sistem pendidikan
kita, yang hampir tidak memperhatikan penanaman nilai dari
pada hafalan. Karena tekanan yang sangat kecil kepada praktek
kehidupan, dengan sendirinya hafalan mendapatkan perhatian
yang luar biasa, dan pemahaman nilainilai menjadi terbeng
kalai. Keadaan ini mengharuskan dibuatnya sistem pendidikan
baru yang lebih ditekankan kepada sistem nilai dan struktur ma
syarakat yang ada, sehingga pendidikan berdasarkan masyarakat
(community-based education) dapat dilaksanakan.
Dikombinasikan dengan perbaikan sistematik pada kerang
ka etika/moralitas/akhlak yang telah ada dalam kehidupan bang
sa, maka perbaikan sistem hukum, akan menjadi dasar bagi pe
ngampunan umum/rekonsiliasi atas kesalahankesalahan masa
lampau, kecuali mereka yang bersalah dan dapat dibuktikan
secara hukum oleh kekuasaan kehakiman dengan sistem peng
adilan kita. Tentu saja, ini juga meliputi mereka yang sekarang
disebut sebagai kaum ekstremis/fundamentalis dalam gerakan
Islam, selama kejahatan yang mereka perbuat tidak dapat di
buktikan secara hukum. Sudah tentu ini berlawanan dengan ke
hendak orang lain yang ingin menghukum segala macam “kesa
lahan.” Namun, kita harus bertindak secara hukum, bukan kare
na pertimbanganpertimbangan lain. h
BAB V
ISLAM PENDIDIKAN DAN
MASALAH SOSIAL BUDAYA
g 223 h
Pendidikan Islam Harus Beragam
Dalam sebuah dialog tentang pendidikan Islam, yang ber
langsung di Beirut (Lebanon) tanggal 1314 Desember
2002 dan diselenggarakan oleh KAF (Konrad Adenauer
Stiftung), ternyata disepakati adanya berbagai corak pendidikan
agama. Hal ini juga berlaku untuk pendidikan Islam. Ternyata
ada beberapa orang yang terus terang mengakui, maupun yang
menganggap, pendidikan Islam yang benar haruslah mengajar
kan “formalisasi” Islam. Termasuk dalam barisan ini adalah
dekan-dekan Fakultas Syari’ah dan Perundang-undangan dari
Universitas AlAzhar di Kairo. Diskusi tentang mewujudkan
“pendidikan Islam yang benar” memang terjadi, tapi tidak ada
seorang peserta pun yang menafikan dan mengingkari peranan
berbagai corak pendidikan Islam yang telah ada. Penulis sendiri
membawakan makalah tentang pondok pesantren sebagai ba
gian dari pendidikan Islam.
Dalam makalah itu, penulis melihat pondok pesantren dari
berbagai sudut. Pondok pesantren sebagai “lembaga kultural”
yang menggunakan simbolsimbol budaya Jawa; sebagai “agen
pembaharuan” yang memperkenalkan gagasan pembangunan
pedesaan (rural development); sebagai pusat kegiatan belajar
masyarakat (centre of community learning); dan juga pondok pe
santren sebagai lembaga pendidikan Islam yang bersandar pada
silabi, yang dibawakan oleh intelektual prolifik Imam Jalaluddin
Islam, PEndIdIkan dan masalaH sosIal budaya
g 224 h
Abdurrahman AlSuyuti1 lebih dari 500 tahun yang lalu, dalam
Itmam al-Dirayah. Silabi inilah yang menjadi dasar acuan pon
dok pesantren tradisional selama ini, dengan pengembangan “ka
jian Islam” yang terbagi dalam 14 macam disiplin ilmu yang kita
kenal sekarang ini, dari nahwu/ tata bahasa Arab klasik hingga
tafsir al-Qur’ân dan teks Hadits Nabi. Semuanya dipelajari dalam
lingkungan pondok pesantren sebagai sebuah lembaga pendidik
an Islam. Melalui pondok pesantren juga nilai keIslaman ditu
larkan dari generasi ke generasi.
Sudah tentu, cara penularan seperti itu merupakan titik
sambung pengetahuan tentang Islam secara rinci, dari generasi
ke generasi. Di satu sisi, ajaranajaran formal Islam dipertahan
kan sebagai sebuah “keharusan” yang diterima kaum muslimin
di berbagai penjuru dunia. namun , di sini juga terdapat “benih
benih perubahan”, yang membedakan antara kaum muslimin di
sebuah kawasan dengan kaum muslimin lainnya dari kawasan
yang lainnya. Tentang perbedaan antara kaum muslimin di
suatu kawasan ini, penulis pernah mengajukan sebuah makalah
kepada Universitas PBB di Tokyo pada tahun 1980an. Tentang
perlu adanya “studi kawasan” tentang Islam di lingkungan Af
rika Hitam, budaya Afrika Utara dan negerinegeri Arab, budaya
TurkiPersiaAfghan, budaya Islam di Asia Selatan, budaya Is
lam di Asia Tenggara dan budaya minoritas muslim di kawasan
kawasan industri maju. Sudah tentu, kajian kawasan (area studi-
es) ini diteliti bersamaan dengan kajian Islam klasik (classiccal
Islamic studies).
eg
1 Nama lengkapnya adalah Abu alFadl Abdur Rahman bin Abu Bakar
bin Muhammad Jalaluddin asSuyuti. Ulama besar kelahiran Kairo, 1 Rajab
849/3 Oktober 1445 ini dikenal sebagai penulis kitab dalam berbagai disiplin
ilmu yang produktif. AsSuyuti yang hidup pada masa Dinasti Mamluk pada
abad ke15, memulai aktivitas menulisnya sejak umur 17 tahun. Menurut
catatan para sejarawan, AsSuyuti telah menulis 571 buah buku, baik berupa
buku dengan jumlah halaman yang banyak, maupun bukubuku kecil dan ka
rangankarangan singkat. Bukunya yang terkenal di kalangan pesantren dalam
bidang kaidah fikih adalah al-Asbah wa an-Nazair fi Qawa’id wa Furu’ Fiqh
asy-Syafi’i. Dalam kitab ini, asSuyuti menjelaskan secara gamblang dengan
contoh-contoh penerapan dan kandungan al-Qawa’id al-Khamsah yang ber
laku dalam Mazhab Syafi’i.
g 225 h
Pembahasan pada akhirnya lebih banyak ditekankan pada
dua hal yang saling terkait dalam pendidikan Islam. Kedua hal
itu adalah, pembaharuan pendidikan Islam dan modernisasi
pendidikan Islam, dalam bahasa Arab: tajdid al-tarbiyah al-Islâ-
miah dan al-hadâsah. Dalam liputan istilah pertama, tentu saja
ajaranajaran formal Islam harus diutamakan, dan kaum musli
min harus dididik mengenai ajaranajaran agama mereka. Yang
diubah adalah cara penyampaiannya kepada peserta didik, se
hingga mereka akan mampu memahami dan mempertahankan
“kebenaran”. Bahwa hal ini memiliki validitas sendiri, dapat di
lihat pada kesungguhan anakanak muda muslimin terpelajar,
untuk menerapkan apa yang mereka anggap sebagai “ajaranajar
an yang benar” tentang Islam. Contoh paling mudahnya adalah
menggunakan tutup kepala di sekolah nonagama, yang di negeri
ini dikenal dengan nama jilbab. KeIslaman lahiriyah seperti itu,
juga terbukti dari semakin tingginya jumlah mereka dari tahun
ketahun yang melakukan ibadah umroh/ haji kecil.
Demikian juga, “semangat menjalankan ajaran Islam”, da
tangnya lebih banyak dari komunikasi di luar sekolah, antara ber
bagai komponen masyarakat Islam. Dengan kata lain, pendidik
an Islam tidak hanya disampaikan dalam ajaranajaran formal
Islam di sekolahsekolah agama/madrasah belaka, melainkan
juga melalui sekolahsekolah nonagama yang berserakserak di
seluruh penjuru dunia. Tentu saja, kenyataan seperti itu tidak
dapat diabaikan di dalam penyelenggaraan pendidikan Islam di
negeri manapun. Hal lain yang harus diterima sebagai kenyataan
hidup kaum muslimin di manamana, adalah respon umat Islam
terhadap “tantangan modernisasi”. Tantangan seperti pengen
tasan kemiskinan, pelestarian lingkungan hidup dan sebagainya,
adalah respon yang tak kalah bermanfaatnya bagi pendidikan Is
lam, yang perlu kita renungkan secara mendalam.
Pendidikan Islam, tentu saja harus sanggup “meluruskan”
responsi terhadap tantangan modernisasi itu, namun kesadar
an kepada hal itu justru belum ada dalam pendidikan Islam di
manamana. Hal inilah yang merisaukan hati para pengamat
seperti penulis, karena ujungnya adalah diperlukan jawaban yang
benar atas pernyataan berikut: bagaimanakah caranya membuat
kesadaran struktural sebagai bagian alamiah dari perkembangan
pendidikan Islam? Dengan ungkapan lain, kita harus menyimak
perkembangan pendidikan Islam di berbagai tempat, dan mem
PEndIdIkan Islam HaRus bERaGam
Islam, PEndIdIkan dan masalaH sosIal budaya
g 226 h
buat peta yang jelas tentang konfigurasi pendidikan Islam itu sen-
diri. Ini merupakan pekerjaan rumah, yang mau tak mau harus
ditangani dengan baik.
eg
Jelas dari uraian di atas, pendidikan Islam memiliki begitu
banyak model pengajaran, baik yang berupa pendidikan sekolah,
maupun “pendidikan nonformal” seperti pengajian, arisan dan
sebagainya. Tak terhindarkan lagi, keragaman jenis dan corak
pendidikan Islam terjadi seperti kita lihat di tanah air kita dewasa
ini. Ketidakmampuan memahami kenyataan ini, yaitu hanya me
lihat lembaga pendidikan formal seperti sekolah dan madrasah2
di tanah air sebagai sebuah institusi pendidikan Islam, hanyalah
akan mempersempit pandangan kita tentang pendidikan Islam
itu sendiri. Ini berarti, kita hanya mementingkan satu sisi be
laka dari pendidikan Islam, dan melupakan sisi nonformal dari
pendidikan Islam itu sendiri. Tentu saja ini menjadi tugas berat
para perencana pendidikan Islam. Kenyataan ini menunjukkan
di sinilah terletak lokasi perjuangan pendidikan Islam.
Dalam kenyataan ini haruslah diperhitungkan juga penja
baran tarekat dan gerakan shalawat Nabi, yang terjadi demikian
cepat di manamana. Tentu saja, “kenyataan yang diam” seperti
itu sebenarnya berbicara sangat nyaring, namun kita sendiri yang
tidak dapat menangkapnya. Seorang warga Islam yang memper
oleh kedamaian dengan ritual memuja Nabi itu, dengan sendiri
2 Kata ini berasal dari bahasa Arab yang berarti tempat belajar (dari akar
kata darasa= belajar). Istilah madrasah di tanah air seringkali digunakan un
tuk penyebutan sekolah agama Islam, tempat proses belajar mengajar ajaran
Islam secara formal yang mempunyai kelas (dengan sarana antara lain; meja,
bangku, dan papan tulis) dan kurikulum dalam bentuk klasikal. Namun dalam
perkembangan selanjutnya, kata madrasah secara teknis mempunyai arti atau
konotasi tertentu, yaitu suatu gedung atau bangunan tertentu yang lengkap
dengan segala sarana dan fasilitas yang menunjang proses belajar agama.
Dalam pengertiannya yang lebih luas, istilah madrasah juga berarti aliran atau
mazhab, yaitu sebuatan bagi sekelompok ahli yang mempunyai pandangan atau
paham yang sama dalam ilmuilmu keislaman, seperti di bidang fikih (hukum
Islam). Penulispenulis Barat menerjemahkannya menjadi school atau aliran,
seperti Madrasah Maliki, Madrasah Syafi’I, Madrasah Hanafi dan Madrasah
Hanbali yang sinonim dengan Mazhab Maliki, Mazhab Syafi’i, Mazhab Hanafi,
dan Mazhab Hanbali.
g 227 h
nya berupaya menyesuaikan hidupnya dari pola hidup Nabi yang
diketahuinya, yaitu kepaAllah kepada ajaran Islam. Ritual itu,
tentu saja akan menyadarkan kembali orang ini kepada ke
hidupan agama walaupun hanya bersifat parsial (juz’i) belaka.
Hal inilah yang seharusnya kita pahami sebagai “kenyataan so
sial” yang tidak dapat kita pungkiri dan abaikan.
Karenanya, peta “keberagaman” pendidikan Islam seperti
dimaksudkan di atas, haruslah bersifat lengkap dan tidak meng
abaikan kenyataan yang ada. Lagilagi kita berhadapan dengan
kenyataan sejarah, yang mempunyai hukumhukumnya sendiri.
Mengembangkan keadaan dengan tidak memperhitungkan hal
ini, mungkin hanya bersifat meninabobokan kita belaka dari
tugas sebenarnya yang harus kita pikul dan laksanakan. Sikap
mengabaikan keberagaman ini, adalah sama dengan sikap bu
rung onta yang menyembunyikan kepalanya di bawah timbunan
pasir tanpa menyadari badannya masih tampak. Jika kita masih
bersikap seperti itu, akan berakibat sangat besar bagi perkem
bangan Islam di masa yang akan datang. Karenanya jalan terbaik
adalah membiarkan keanekaragaman sangat tinggi dalam pendi
dikan Islam dan membiarkan perkembangan waktu dan tempat
yang akan menentukan. h
PEndIdIkan Islam HaRus bERaGam
g 228 h
Dalam kitab suci al-Qur’ân dinyatakan: “Demi masa, manu
sia selalu merugi, kecuali mereka yang beriman, beramal
shaleh, berpegang kepada kebenaran dan berpegang ke
pada kesabaran (Wa al-‘ashri inna al–insâna la fî khusrin illâ al-
ladzîna ‘âmanû wa ‘amilu al-shâlihâti wa tawâshau bi al-haqqi
wa tawâshau bi al-shabr)” QS al‘Ashr (103):13). Ayat ini
mengharuskan kita senantiasa menyerukan kebenaran namun
tanpa kehilangan kesabaran. Dengan kata lain, kebenaran baru
lah ada artinya, kalau kita juga memiliki kesabaran. Kadangkala
kebenaran itu baru dapat ditegakkan secara bertahap, seperti
halnya demokrasi. Di sinilah rasa pentingnya arti kesabaran.
Demikian pula sikap pemaaf juga disebutkan sebagai tanda
kebaikan seorang muslim. Sebuah ayat menyatakan: “Apa yang
mengenai diri kalian dari (sekian banyak) musibah yang menim
pa, (tidak lain merupakan) halhal berupa buah tangan kalian
sendiri. Dan (walaupun demikian) Allah memaafkan sebagian
(besar) halhal itu (mâ ashâbakum min mushîbatin fa bimâ ka-
sabat a’ydîkum wa ya’fû ‘an katsîrin)” (QS alSyura (42):30).
Firman Allah ini mengharuskan kita juga mudah memberikan
maaf kepada siapapun, sehingga sikap saling memaafkan adalah
sesuatu yang secara inherent menjadi sifat seorang muslim. Ini
lah yang diambil mendiang Mahatma Gandhi sebagai muatan
dalam sikap hidupnya yang menolak kekerasan (ahimsa), yang
terkenal itu. Sikap inilah yang kemudian diambil oleh mendiang
Bersabar dan memberi maaf
g 229 h
Pendeta Marthin Luther King Junior1 di Amerika Serikat, dalam
tahuntahun 60an, saat ia memperjuangkan hakhak sipil
(civil rights) di kawasan itu, yaitu agar warga kulit hitam berhak
memilih dalam pemilu.
Hal ini membuktikan, kesabaran dalam membawakan kebe
naran adalah sifat utama yang dipuji oleh sejarah. Sebagaimana
dituturkan oleh kisah perwayangan, para ksatria Pandawa yang
dengan sabar dibuang ke hutan untuk jangka waktu yang lama,
juga merupakan contoh sebuah kesabaran. Jadi, kesadaran akan
perlunya kesabaran itu, memang sudah sejak lama menjadi sifat
manusia. Tanpa kesabaran, konflik yang terjadi akan dipenuhi
oleh kekerasan. Sesuatu yang merugikan manusia sendiri. Ke
kerasan tidak akan dipakai, kecuali dalam keadaan tertentu. Hal
ini memang sering dilanggar oleh kaum muslimin sendiri. Su
dah waktunya kita kaum muslimin kembali kepada ayat di atas
dan mengambil kesabaran serta kesediaan memberi maaf, atas
segala kejadian yang menimpa diri kita sebagai hikmah.
eg
Hiruk pikuk kehidupan, selalu penuh dengan godaan ke
pada kita untuk tidak bersikap sabar dan mudah memberikan
maaf. Dalam pandangan penulis, kedua hal ini seharus
nya selalu digunakan oleh kaum muslimin. namun harus kita
akui dengan jujur, bahwa justru kesabaran itulah yang paling
sulit ditegakkan dan kalau kita tidak dapat bersabar bagaima
na kita akan memberi maaf atas kesalahan orang kepada kita?
Jelas, bahwa antara keduanya terdapat hubungan timbal balik
yang sangat mendalam, walaupun tidak dapat dikatakan terjadi
hubungan kausalitas antara kesabaran dan kemampuan memaaf
kan kesalahan orang lain pada diri kita.
Kita sebagai seorang muslim, mau tidak mau harus menye
1 Dr. Marthin Luther King Jr. (19291968) adalah seorang pendeta di
Amerika Serikat yang terkenal dengan komitmen dan perjuangannya terhadap
persamaan antar ras dan perbedaan kulit, hitam dan putih, di negaranya. Ia
berhasil memimpin pendobrakan segregasi antar ras dan perbedaan kulit di di
pabrikpabrik serta di kendaraan dan tempattempat umum di AS yang mem
berikan inspirasi bagi persamaan umat manusia dan kebebasan sipil di seluruh
dunia. Karena perjuangannya ini , ia mendapatkan Nobel Perdamaian ta
hun 1964.
bERsabaR dan mEmbERI maaF
Islam, PEndIdIkan dan masalaH sosIal budaya
g 230 h
diakan keduanya sebagai pegangan hidup baik secara kolek
tif maupun secara perorangan. Dari sinilah dapat dimengerti,
mengapa hikmah 1 Muharam 1424 Hijriyah ini sebaiknya tetap
ditekankan pada penciptaan kesabaran dan penumbuhan ke
mampuan untuk memberikan maaf kepada orang yang dalam
pandangan kita, berbuat salah kepada diri kita. Bukankah kedua
ayat kitab suci yang dikemukakan di atas, sudah cukup kuat da
lam mendorong kita membuat kesabaran dan kemampuan me
maafkan kesalahan orang kepada diri kita, sebagai hikmah yang
kita petik di hari raya yang mulia ini . Kedengarannya prin
sip yang sederhana, namun sulit dikembangkan dalam diri kita.
Namun, lain halnya dengan para politisi yang berinisiatif
menyelenggarakan Sidang Istimewa yang terakhir, dengan dasar
“kebenaran” hasil penafsiran politik masingmasing. Tindakan
ini berarti melanggar Undangundang Dasar 1945, karena tidak
memiliki landasan hukum. Dengan “nafsu” politiknya –yaitu Pre
siden harus lengser mereka pun meninggalkan jalan permusya
waratan. Padahal, semua persoalan yang melibatkan orang ba
nyak harus dipecahkan dengan negosiasi, seperti firman Allah:
“dan persoalan mereka harus lah di musyawarahkan oleh mereka
sendiri (wa amruhum syûrâ bainahum)” (QS alSyura [42]:38).
Terlihat selain melanggar konstitusi, dalam hal ini merekalah
yang tidak dapat memaafkan. Sederhana saja, walaupun rumit
dalam kehidupan politik kita sebagai bangsa dan negara. h
g 231 h
Ketua Umum PIB Syahrir membuat tulisan menarik dalam
sebuah media. Dalam kesimpulan penulis, dalam karya
nya itu, Syahrir menyebutkan ada orang berkuasa namun
tidak memimpin. Dengan tepat, Syahrir menunjukkan pada kita
sebagai bangsa yang sedang porakporanda, karena tidak adanya
kepemimpinan. Buktinya, krisis multidimensi yang sedang kita
hadapi dewasa ini, sama sekali tidak mendapatkan pemecahan
–kalau tidak dikatakan justru diperparah oleh ulah para pemim
pin kita sendiri—. Ada pejabat yang menganggap TKI (Tenaga
Kerja Indonesia) di Malaysia sebagai persoalan pemerintah dae
rah, padahal seluruh peraturan yang menyangkut diri mereka
dibuat oleh pemerintah pusat. Demikian juga pejabat lain yang
tidak mau meninggalkan jabatan, walaupun telah diputuskan
oleh Pengadilan Negeri di Jakarta sebagai pihak yang bersalah.
Alasannya, karena menunggu putusan Pengadilan Tinggi. Bukan
kah ini berarti sebuah pengakuan, bahwa sistem pengadilan kita
bekerja di bawah pengaruh mafia peradilan? Alangkah tragisnya
keadaan kita saat ini?
Dengan tepat pula, Syahrir menunjuk kepada pemerin
tahan kita yang memiliki sejumlah orang berkuasa, namun tidak
sanggup memimpin. Bahkan, aparat penegak hukum kita cende
rung melanggar konstitusi. Pertanyaan Klinik Hukum Merdeka,
adakah DPR/MPR kita dewasa ini legal atau tidak, mengingat
baru 60% suara hasil pemilihan umum (Pemilu) tahun 1999
Berkuasa dan Harus memimpin
Islam, PEndIdIkan dan masalaH sosIal budaya
g 232 h
yang lalu dihitung, namun pemerintah telah mengumumkan Su
rat Keputusan (SK) Presiden, mengenai komposisi DPR/MPR
—tidak dijawab hingga saat ini oleh Mahkamah Agung (MA). Be
gitu juga, pertanyaan penulis kepada MA, apakah Maklumat Ke
adaan Bahaya yang dikeluarkan penulis sebagai Presiden tanggal
2123 Juli 2001 merupakan tindakan legal atau illegal berdasar
kan konstitusi, juga tidak mendapatkan jawaban.
Ditambah lagi, bahwa showroom mobil termahal (mewah)
di dunia saat ini berada di halaman gedung DPR, yang dipenuhi
oleh mobil para anggotanya, bahkan tanpa mengindahkan ba
tas besarnya kubik silinder (cc) yang dimiliki kendaraan terse
but. Keluhan birokrasi pemerintahan dan kejengkelan rakyat
sama sekali tidak diperhatikan. DPR tidak lagi memperhatikan
kepentingan rakyat, melainkan hanya sibuk dengan urusan mere
ka sendiri tampak jelas di mata kita. Dengan kata lain, para ang
gota DPR/MPR kita tengah menikmati kekuasaan yang mereka
peroleh tanpa memperhatikan sah atau tidaknya kekuasaan me
reka itu. Dengan demikian, pengamatan Syahrir itu juga berlaku
bagi para anggota D