kesehatan mental 2

Tampilkan postingan dengan label kesehatan mental 2. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kesehatan mental 2. Tampilkan semua postingan

Kamis, 22 Februari 2024

kesehatan mental 2





 menyesuaikan diri dengan lingkungan tanpa kehilangan

identitas

c. Mampu mengembangkan potensi dan bakat 

d. Memiliki keimanan pada Tuhan dan berupaya untuk hidup

sesuai ajaran-ajaran agama yang dianutnya.

Erich Fromm menjelaskan bahwa manusia yang berkepribadian sehat

adalah manusia yang produktif (berkarakter produktif), yaitu mereka

yang mampu mengembangkan potensi, memiliki cinta kasih, imaginasi,

serta kesadaran diri yang baik. Sedangkan menurut Allport, individu

berkepribadian sehat diistilahkan dengan mature personality, yang

memiliki kemampuan mengembangkan dirinya, memiliki hubungan

interpersonal yang baik, realistis, memiliki filosofi hidup, serta bersikap

berani dan objektif terhadap diri sendiri. Istilah lain dari kepribadian

sehat adalah self-actualize person (Maslow), serta oleh Victor Frankl

disebut sebagai The meaning of people. B. Konsep-konsep dalam Kepribadian Sehat

Kepribadian sehat merupakan proses yang berlangsung terus-mene-rus

dalam kehidupan manusia, sehingga kualitasnya dapat menurun atau

naik. Hal inilah yang akan mempengaruhi kondisi kesehatan mental

individu tersebut. Berbagai pendekatan dalam Psikologi juga membahas

konsep-konsep kepribadian sehat, antara lain:

TEORI PSIKODINAMIK. Teori Psikodinamik mejelaskan individu

yang memiliki kepribadian sehat sebagai individu yang:

a. Mampu untuk mencintai & bekerja (lieben und arbeiten)

(Freud): individu mampu peduli pada orang lain secara mendalam,

terikat dalam suatu hubungan yang intim dan mengarahkannya dalam

kehidupan kerja yang produktif. Selain itu, impuls seksual dapat

diekspresikan dalam relasi dengan orang dewasa yang berlainan gender,

sedangkan impuls yang lain tersalurkan dalam kegiatan sosial produktif.

b. Memiliki ego strength

ego dari individu yang berkepribadian sehat memiliki kekuatan

mengendalikan dan mengatur id dan superego-nya, sehingga ekspresi

primitif id berkurang dan ekspresi yang sesuai dengan situasi yang

muncul tanpa adanya represi dari ego secara berlebihan.

c. Merupakan creative self

(Jung & Adler): mengungkapkan bahwa individu yang berkepribadian

sehat merupakan self yang memiliki kekuatan 

untuk mengarahkan perilaku mengembangkan potensi yang

dimilikinya.

d. Mampu melakukan kompensasi bagi perasaan inferiornya

(Adler): juga menambahkan bahwa individu haruslah

menyadari ketidaksempurnaan dirinya dan mampu mengem- bangkan potensi yang ada untuk mengimbangi kekurangannya

tersebut.

e. Memiliki hasil yang positif dalam setiap tahap interaksinya

dengan lingkungan sosial (Erikson): Setiap keberhasilan dalam

tiap tahap psikososial yang diungkap Erikson memberikan

kontribusi pada individu yang sehat kepribadiannya. Misal: bayi

akan sangat baik apabila memiliki kepercayaan dasar, sehingga

akan dapat berkegiatan aktif ketika masa sekolah, dan mampu

memahami dirinya ketika remaja, yang akan membantu mereka

menjalin relasi yang intim dengan pasangan setelah dewasa.

TEORI PENSIFATAN (TRAIT). Teori Pensifatan memiliki asumsi

bahwa faktor herediter mempengaruhi kepribadian seseorang. Hal

tersebut membuat teori trait menjelaskan kepribadian sehat sebagai

bentuk kompilasi antara sifat-sifat yang diturunkan ke individu

dengan kemampuan individu menyesuaikan diri dengan sifat

tersebut dan lingkungannya. Pribadi yang sehat adalah individu yang

mampu menemukan potensi positif dalam sifat-sifat yang

dimilikinya serta mengarahkan sifat-sifat yang ada untuk menjadi

apa yang diinginkannya. Adapun bentuk-bentuk penyesuaian dalam

perspektif teori trait, dicontohkan sebagai mereka yang mampu

mencari jenis pekerjaan dan aktivitas sosial yang sesuai dengan sifat- sifat yang dimilikinya.

TEORI BELAJAR. Teori belajar mengungkapkan bahwa kepribadian

tak dapat diamati dan diukur, yang dapat diamati dan diukur adalah

bagian yang menyusunnya yaitu tingkah laku. Kepribadian sehat

diartikan sebagai kemampuan individu untuk berperilaku adaptif, yaitu

perilaku individu yang tepat menurut lingkungan dalam proses

belajarnya dan menghasilkan reinforcement. Teori Sosial-kognitif mengungkapkan inidvidu dengan kepribadian

sehat adalah mereka yang memiliki variabel-variabel:

a. banyak melakukan proses belajar-pengamatan

b. mempelajari kompetensi (keterampilan tertentu) 

c. akurat dalam melakukan pengkodean situasi tertentu

d. akurat dalam memiliki ekspetansi dan efikasi diri yang positif

e. dapat mengekspresikan emosi dengan baik

f. memiliki sistem regulasi diri yang efisien.

TEORI EKSISTENSI-HUMANISTIK. Fokus dalam pembahasan

kepriba-dian sehat adalah fungsi dari individu yang sehat secara

psikologis. Adapun karakteristiknya adalah:

a. Mengalami hidup saat ini & masa datang

b. Terbuka terhadap pengalaman baru

c. Mengekspresikan ide dan perasaannya

d. Terlibat dalam aktivitas yang bermakna, memiliki perasaan

bermakna serta mengalami pengalaman puncak

e. Mampu membuat perubahan besar dalam hidupnya, sehingga

memiliki cara dalam menginterpretasikan pengalaman, berjuang

menuju tujuan baru, dan bertindak dengan bebas.

f. Saya adalah saya, yaitu memiliki nilai dan cara sendiri untuk

membangun peristiwa, dan memahami konsekuensi atau Resiko

sehingga dapat mengantisipasi dan mengendalikan situasi

tersebut.

C. Pengembangan Diri

Setiap individu memiliki kesempatan untuk berfungsi dalam mening-katkan

level kesejahteraan psikologisnya (psychological well-being). Kesempatan

dalam meningkatkan level kesejahteraan psikologis tersebut terkait dengan

pengembangan kesehatan psikologis, atau pribadi yang sehat (Hahn &

Payne, 2003). Ada beberapa langkah dalam mengembangkan kepribadian

sehat, yaitu dengan:

a. Memperbaiki komunikasi, keterampilan mendengar aktif, berempati, verbal & non-verbal skill, asertif

b. Penggunaan humor secara efektif

(Catatan: Anda dapat melihat film berjudul “Patch Adams”)

c. Memperbaiki keterampilan mengelola konflik

d. Menggunakan pendekatan proaktif dalam hidup, yang terdiri

atas:

1. membangun gambaran mental

2. menerima gambaran mental

3. berusaha memperoleh pengalaman baru 

4. gambaran mental yang tersusun dijadikan sebagai pola

atau acuan dalam beraktivitas.

Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam upaya melakukan

pengembangan pada diri untuk mencapai kepribadian yang sehat

adalah:

POTENSI DIRI. Potensi manusia terdiri atas potensi fisik, yaitu

kesehatan, kekuatan, serta keindahan atau kemenarikan (charm).

Selain itu, adanya potensi mental dan spiritual, seperti ketabahan,

kepintaran, kemampuan mengendalikan diri. Sebagian besar potensi

tersebut berupa kemampuan atau bakat terpendam. Mengenali

potensi diri diawali dengan upaya melepaskan diri dari rutinitas

kebiasaan. Terkadang dalam mengenali potensi individu diperlukan

bantuan orang lain, yang sabar dan selalu memberikan penghargaan

(courage) pada kita. Selain itu, diperlukan kesadaran diri (self- awareness).

ASAS-ASAS SUKSES. Pribadi yang sehat memiliki prioritas

dalam mencapai keberhasilan dalam kehidupannya. Hal ini tidak

dapat dilakukan hanya dengan memahami potensi dirinya semata.

Ada tiga asas besar yang menopang kesuksesan seseorang dalam

meraih keberhasilan dan kebahagiaan hidupnya.

1. Asas yang pertama adalah Perbaikan Diri, yang sifatnya

membenahi diri dengan meningkatkan yang positif dan

mengurangi yang negatif, dimana terdapat:

a. Asas Keyakinan, mempercayai sungguh-sungguh sesuatu

yang positif meskipun belum terjadi.

b. Asas Memberi, keyakinan bahwa apabila kita dengan tulus

memberi maka kita akan menerima lebih dari yang lain.

c. Asas Menyingkirkan, keberanian untuk menyingkirkan hal- hal yang tidak kita inginkan untuk memberi ruang bagi hal- hal yang diinginkan.

d. Asas Ucapan, meyakini bahwa apapun yang diucapkan

secara lisan ajan benar-benar terjadi sehingga lebih berhati- hati dalam bertutur atau memilih diam ketika terpancing

emosi negatif.

2. Asas yang kedua adalah asas Cita-cita, yang memiliki:

a. Asas kreasi, yaitu kemampuan untuk menentukan dengan

jelas dan spesifik apa yang diinginkan, serta

merumuskannya 

dalam 5W1H (what, when, who, where, why, & how) sehingga

muncul personal involvement. Contoh: menuliskan secara spesifik

apa yang kita inginkan dalam agenda.

b. Asas Visualisasi, kemampuan membuat gambaran yang jelas

dalam pikiran mengenai hal-hal yang kita inginkan,

menghayatinya, serta memegang teguh gambaran tersebut.

Kesuksesan dapat dicapai dengan dasar impian, usaha, dan

perasaan.

3. Asas yang ketiga adalah asas Etos Kerja, yaitu bagaimana kita

mampu menyemangati diri untuk melakukan suatu tugas dan

pekerjaan. Asas ini terdiri atas:

a. Asas Antusias, memiliki sikap dan cara hidup seperti

antusiasme anak-anak (ingin tahu, aktif, tak kenal lelah,

mencurahkan pikiran-semangat-rasa); percaya akan “God

with us”; menyenangi tugas dengan semangat; bicarakan hal

yang sifatnya good news.

b. Asas Disiplin Diri, melakukan apa yang seharusnya dilakukan

terlepas dari rasa suka/ tidak terhadap pekerjaan tersebut.

Self-dicipline: - tetapkan fokus pada satu tujuan yang hendak dicapai - memiliki keyakinan untuk dapat mengendalikan sesuatu

dan memperoleh manfaat dari hal tersebut (tugas on time,

ada sisa waktu untuk santai)

- hindari melakukan banyak hal sekaligus dalam satu

waktu.

c. Asas Tindakan, melakukan apa yang harus dilakukan tanpa

menunda dan sempat memikirkan kelemahan kita.

d. Asas Kegigihan, melakukan terus-menerus hingga tuntas

walaupun menghadapi rintangan, penolakan, dan kendala.

DYNAMIC LIVING. Merupakan bentuk kehidupan yang dipenuhi

dengan kesenangan dan kebahagiaan sepanjang waktu, dimana

terbebas dari rasa takut, terhindar dari kekhawatiran, yang secara

terus-menerus sebagai proses meraih tujuan-tujuan yang luas.

Konsep ini diperkenalkan oleh Skip Ross pada tahun 1978. Individu

sehat mental menurut Ross memiliki penyesuaian yang baik dalam

enam ranah kehidupan (pekerjaan, rumah, sosial, fisik, mental, dan

spiritual). Ross juga membuat suatu formula untuk menjelaskan

bagaimana dynamic living dapat diraih, dengan cara sebagai berikut: 

Dynamic Living merupakan hasil perhitungan antara apa yang diberikan

Tuhan pada kita ditambah dengan asas-asas kesuksesan yang kita terapkan,

dikalikan dengan Citra diri (self-image) yang sesuai. Sehingga perubahan ke

arah yang positif dapat terjadi apabila ada kemauan dan tindakan diri dalam

merubah arah kita saat ini. Apa yang terjadi pada diri kita murni karena kita

dan apa yang ada dalam diri kita, tidak karena orang lain.

Ketika kita berada dalam situasi yang sulit, maka empat tahapan problem- solving process dapat digunakan.

1. hadapi fakta bahwa memang ada masalah, kenali masalah

sebagai tantangan, dan jangan mencari simpati untuk masalah

kita sendiri tetapi cobalah melihat sisi positif dari masalah.

2. deskripsikan sejelas mungkin apa masalah yang sebenarnya

dihadapi, karena akan menyita energi, waktu, dan emosi kita

bila berusaha menyelesaikan masalah yang tidak jelas.

3. tentukan solusi terbaik menurut kita dan lakukan

4. jangan pernah lagi menceritakan masalah tersebut, kecuali

solusinya. 

Kepribadian Sehat : keadaan individu yang mengarah pada perkembangan

yang adekuat dan kemampuan mental yang memiliki kesesuaian fungsi,

sehingga individu mampu mengem-bangkan kemampuan-kemampuan

mentalnya secara lebih baik.

Dynamic Living : bentuk kehidupan yang dipenuhi dengan kesenangan dan

kebahagiaan sepanjang waktu, dimana terbebas dari rasa takut, terhindar dari

kekhawatiran, yang secara terus-menerus sebagai proses meraih tujuan tujuan yang luas. 

.


Manusia sebagai makhluk sosial memiliki konsekuensi untuk terus-menerus

melakukan interaksi dengan individu atau kelompok sosial lain di

sekitarnya. Interaksi dengan individu lain disebut dengan hubungan

interpersonal (interpersonal relationship). Dalam suatu relationship, individu tidaklah lepas dari harapan (expectancy) tertentu yang dipengaruhi

oleh pengalaman-pengalamannya.

Salah satu karakteristik individu dengan mental yang sehat adalah memiliki

hubungan interpersonal yang sehat pula. Pokok bahasan kali ini akan

membahas bagaimana cara kita memahami berbagai makna dari hubungan

antar individu (models of interpersonal relationship), serta mengajak kita

untuk mencermati berbagai makna dan implementasi dari hubungan antar

individu sehari-hari. Harapan-nya, dengan memahami berbagai model

relationship dan makna yang terkandung di dalamnya, kita mampu

membangun relationship yang sehat dan membantu individu lain

menyelesaikan konflik interpersonalnya.

1.1.2 Relevansi

Setelah mempelajari materi berikut, diharapkan mahasiswa dapat

mengaplikasikan suatu relasi interpersonal yang sehat dalam kehidupan dan

memberikan penjelasan kepada lingkungan sosial di sekitarnya mengenai

memelihara suatu relasi yang sehat. 


Pengaruh Sosial dan Mempengaruhi Orang Lain

Dalam kehidupan sosial, manusia satu dengan yang lain saling berinteraksi

dan berkomunikasi. Beberapa orang ada yang mengadopsi pemikiran,

perasaan, bahkan perilaku orang lain di sekitarnya sebagai miliknya dalam

upayanya merespon tuntutan sekitar. Misalnya seorang yang biasanya

pendiam dan pasif, ketika menonton pertunjukkan band terkenal bersama

kelompok massa, dapat berubah menjadi individu yang bersemangat,

berteriak-teriak, berjoget, bahkan ikut menjadi agresif manakala kelompok

massa di sekitarnya tersebut menjadi agresif. Hal tersebut dikenal dengan

proses pengaruh sosial. Pengaruh sosial dapat terjadi kepada siapa saja yang

terlibat dalam hubungan interpersonal, dengan beberapa cara yang akan kita

bahas berikut ini. 


PERSUASI. Perilaku individu dapat berubah dengan metode persuasi. Proses

persuasi sendiri terbagi atas dua rute, yaitu rute central dan rute tepi

(peripherali). Pada rute central terisi argumentasi logis serta bukti-bukti

mengenai suatu objek. Sedangkan dalam rute peripheral kita

mengasosiasikan objek dengan tanda-tanda positif maupun negatif. Persuasi

yang bersifat emotional akan lebih mengena pada individu lain daripada

persuasi yang berisi presentasi logis semata. Selain itu, pesan yang berulang

akan lebih meninggalkan kesan pada individu yang menerimanya daripada

pesan yang hanya sekali diterima. Kebanyakan orang akan lebih mudah

terpersuasi oleh figur-figur yang dikenal dan dianggap sama dengan mereka,

seperti selebritis dan tokoh-tokoh tertentu.

KOMFORMITAS. Dalam interaksi sosial, perubahan perilaku seseorang

menjadi taat atau sesuai pada perilaku yang ditampilkan kelompoknya atau

norma sosialnya disebut dengan komformitas. Ada beberapa faktor yang

membuat individu mudah melakukan komformitas, antara lain: berada pada

budaya yang bersifat kolektif, adanya keinginan untuk disukai atau diterima

kelompok tertentu, rendahnya harga diri, nilai personal yang mudah

dipengaruhi, serta kurangnya pertahanan diri.

DEINDIVIDUASI. Deindividuasi merupakan suatu kondisi berkurangnya

kesadaran individu dan rendahnya perhatian individu terhadap evaluasi sosial.

Faktor yang mempengaruhi seseorang mengalami deindividuasi adalah

anonymity, ketidakjelasan tanggung jawab, dorongan yang sangat kuat, dan

fokus yang lebih besar terhadap norma kelompok daripada nilai personal.

Kebanyakan individu yang berada dalam kerumunan atau kelompok besar

akan melakukan perilaku kelompok yang sebenarnya tidak dapat mereka

terima atau lakukan ketika sendirian.

ALTRUISM. Kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain dengan

mengurangi perhatian pada diri sendiri, yang biasanya ditampilkan dalam

perilaku menolong orang lain disebut dengan altruism. Tetapi, mengapa

seseorang kadang mau berkorban untuk orang lain dan terkadang juga tampak

tidak peduli? Hal ini dapat terjadi karena seseorang akan cenderung peduli

ketika 

dalam mood yang baik, empatik, meyakini bahwa harus segera

melakukan sesuatu untuk orang lain tersebut, merasa bertanggung

jawab untuk bertindak, tahu apa yang harus dilakukannya, dan

merasa dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Akan tetapi, kondisi di

atas dapat menjadi melemah ketika kita berada dalam suatu

kelompok atau kerumunan karena dalam kelompok tersebut kita

merasakan ketidakjelasan tanggung jawab. Intinya seseorang akan

lebih tampil menolong orang lain apabila kita berpikir sebagai salah

seorang yang ada di lokasi tersebut dan mampu untuk menolong.

B. Komunikasi dalam Hubungan Interpersonal (Relasi)

SOCIAL MODEL (FAIR-EXCHANGE MODEL). Model Sosial

disebut juga sebagai bentuk relationship dengan pertukaran yang adil.

Tujuannya adalah mencapai kepuasaan kebutuhan di antara individu individu yang terlibat (mutual satisfaction of needs). Beberapa istilah

mengenai Model Sosial antara lain Exchange Theory (Thibaut dan

Kelley, 1959), Reciprocity Theory (Altman dan Taylor, 1973), Equity

Theory (Walster dan Berscheid, 1973) atau Economic Theory. Tiga

prinsip dasar komunikasi dalam Model Sosial, yaitu:

1. REWARD

Penghargaan merupakan semua bentuk keuntungan dari suatu

hubungan yang memiliki nilai positif. Macam penghargaan ada yang

nyata (makanan, seks, uang) dan kompleks (pengakuan, restu).

Kondisi yang ditemui terkait dengan penghargaan adalah bahwa

seringkali penghargaan diartikan berbeda antar individu. Selain itu,

nilai terhadap penghargaan dapat berubah setiap waktu dari respon

yang diperoleh.

2. COST

Cost adalah semua bentuk kehilangan yang didapat dari suatu

hubungan dan memiliki nilai negatif. Sering diistilahkan dengan

kerugian. Cost memiliki macam emosional, waktu, dan biaya.

Kesemuanya muncul sebagai bentuk kekecewaan terhadap respon

yang diberikan individu lain. Beberapa faktor yang mempengaruhi

cost, antara lain faktor individual, waktu, dan berbagai aspek dalam

hubungan itu sendiri. Seringkali terjadi dalam suatu hubungan, akan

menjadi buruk apabila harapan atau tuntutan di antara mereka

membebani atau terlalu besar. 

FAIR-EXCHANGE

Adanya perbedaan antara reward dan cost akan membentuk

dinamika suatu hubungan. Apabila reward lebih besar dari cost-nya

maka hubungan tersebut akan dirasakan menguntungkan. Sedangkan

apabila cost lebih besar dari reward yang di dapat, maka hubungan

tersebut menjadi tidak adil. Biasanya hal ini

terjadi ketika salah satu dari individu yang terlibat mencari

keuntungan yang sebesar-besarnya dari pasangannya atau terlalu

banyak menuntut.

Untuk membentuk suatu hubungan yang adil, kedua individu yang

terlibat harus saling mengakomodasikan keuntungan maksimal dan

kerugian minimal bagi pasangannya. Hal tersebut dapat dicapai

apabila keduanya saling mencari dan mengkomuni-kasikan hal-hal

yang saling memuaskan keduanya.

Akan tetapi, dapatkah hubungan yang saling memuaskan tadi akhirnya

merenggang atau putus? Dapat, karena salah satu merasa kepuasan yang

maksimal dan memunculkan sedikit kerugian di pihak yang lain. Lalu,

dapatkah suatu hubungan yang buruk bertahan? Dapat, biasanya terjadi

apabila individu tersebut tidak menyadari cost yang diterimanya atau

menyadari akan tetapi tidak dapat menemukan pasangan lain yang

dianggap lebih “menjanjikan”.

TRANSACTIONAL ANALYSIS MODEL. Seringkali disebut

dengan Teori Permainan yang mengkombinasikan antara ego states

dan transaksi eksternal (Berne, 1964 dan Harris, 1967). Konsep

dasar model ini adalah:

A. EGO STATES

Merupakan konsep yang menjelaskan sistem yang berhubungan

antara perasaan dalam diri individu dengan persepsinya yang

dimanifestasikan dalam pola-pola perilaku, seperti kata-kata yang

diucapkan, perubahan suara, ekspresi wajah, gerak tubuh, dan posisi

tubuh. Ada tiga macam ego state: Anak (C), Orangtua (P), Dewasa

(A).

Anak (child ego state) = seluruh keinginan dan perasaan yang

muncul secara alami, terdiri dari: natural child (free child) dan

socialized child

Orangtua (parent ego state) = seluruh persepsi, sikap dan pola

perilaku orangtua, dipelajari dari luar diri sepanjang perkembangan

kita terutama dari orangtua, terdiri dari: 


nurturing parent (mendukung, membimbing) dan critical parent

(mengendalikan, menekan).

Dewasa (adult ego state) = bersifat rasional dan berorientasi pada

realita, muncul dari proses berbagai sumber untuk mengatur

perilaku (biasanya socially desirable).

Ketiganya bersifat esensial. Dapat menjadi tidak sesuai apabila

terjadi ketidakseimbangan kepribadian, misal: sangat dominan,

terlalu kaku. Biasanya setiap individu memiliki satu ego state

dominan, tetapi ketiganya dapat digunakan. Yang dianggap efektif

adalah free child, nurturing parent, dan adult. B. TRANSACTION

Transaksi adalah pertukaran antara individu yang terlibat memberi

stimulus dan individu yang merespon di antara masing-masing ego

state mereka.

1. Complimentary (antar ego state sama atau paralel) 

C. STROKE

Merupakan tanda perhatian atau sentuhan pada individu lain. Stroke

positif bersifat menyenangkan bagi orang lain, misal: senyuman,

pelukan, tepukan bahu, acungan ibu jari.

Stroke negatif menunjukkan perasaan tidak menyenangkan ke orang

lain, misal: omelan, wajah cemberut.

Ada yang sifatnya bersyarat ataupun tidak (lihat tabel 6.1) 

D. LIFE POSITION

Menunjukkan empat tipe individu dalam posisi Ok atau tidak Ok

dalam suatu hubungan dengan orang lain.

1. Depresif

karakteristiknya: pecundang, cemas, merendahkan diri, tidak suka

pada diri sendiri, menyakiti diri, dan menjaga jarak.

2. Sia-sia (abuse victim)

karakteristiknya: “saya memang jelek tapi orang lain lebih jelek”,

memusuhi orang lain, merendahkan orang lain, ingin menyakiti

orang, waspada.

3. Sehat

karakteristiknya: “kita semua akan berhasil”, nyaman dengan diri

sendiri, nyaman bersama orang lain, merasa tidak perlu

merendahkan orang lain, tidak ingin menyakiti, tidak memasang

benteng.

4. Paranoid

karakteristiknya: cenderung selalu usaha membuktikan siapa

pemenang, suka kekuasaan, selalu ingin unggul, mengenyah-kan orang

lain yang ingin dekat, curiga akan disakiti. 

MEMULAI SUATU HUBUNGAN. Dalam memulai suatu relasi,

individu satu dengan yang lain biasanya melalui proses berikut:

PEMBENTUKAN KESAN. Kesan muncul dalam waktu singkat,

biasanya hanya merupakan hasil pengamatan indera semata (misal:

kontak mata), merupakan penilaian singkat yang disesuaikan dengan

harapan subjektif, serta hanya menyimpan sedikit informasi tentang

objek pengamatan tersebut. Objek kesan antara lain: jenis kelamin,

usia, ras, daya tarik fisik, cara berpakaian. Adapun faktor-faktor

yang mempengaruhi kesan:

a. Terbatasnya informasi

b. Kesamaan (asumsi kesamaan), membandingkan objek dengan

diri kita.

c. Isyarat yang keliru, seperti: perempuan yang ramah pasti mau

diajak kencan.

d. Stereotipe, merupakan keyakinan umum, seperti: rambut

gondrong pasti anak berandal; profesor biasanya berkepala

botak.

e. Kesalahan logis, seperti: orang yang mudah menarik perhatian

biasanya cerdas dan intelek atau orang sukses dan sebaliknya.

f. Hallo effect dan devil effect, rasa suka atau tidak suka akan

mempengaruhi penilaian kita terhadap perilaku orang lain.

KETERTARIKAN INTERPERSONAL. Individu mulai tertarik

pada individu lain karena beberapa faktor berikut:

1. Kedekatan fisik (physical proximity), misal: satu fakultas,

tetangga dekat.

2. Kesamaan diri, contoh: punya kesamaan prinsip, sikap, atau

latar sosial budaya.

3. Saling menyukai (mutual liking). Penelitian Aronson (1980)

yang terkait: - kita akan menyukai orang yang menyukai kita

- orang akan menyukai kita apabila kita menyukainya 

kita lebih menyukai seseorang yang rasa sukanya mulai

muncul atau bertambah kepada kita, daripada dengan orang

yang telah dari dulu menyukai kita.

4. Ketertarikan fisik, biasanya tergantung pada standar individu,

jenis kelamin, dan budaya. - laki-laki menyukai perempuan karena daya tarik seksualnya. - perempuan menyukai laki-laki karena kepribadiannya atau

kecakapannya.

PERAN DALAM SUATU HUBUNGAN. Hubungan antar individu

dapat berkembang karena dipengaruhi oleh peran sosial dan perilaku

yang diharapkan, tujuannya mencari kesesuaian antara satu dengan

yang lain.

MODEL PERAN. Peran adalah perilaku yang diharapkan, biasanya

dihubungkan dengan posisi yang diberikan atau status sosial yang

dimiliki seseorang. Peran memudahkan individu dalam

bersosialisasi, bahkan sebelum dirinya mampu memahami dan

mengendalikan perilaku secara rasional. Peran seseorang dapat

berubah seiring berjalannya waktu.

KESESUAIAN DAN KONFLIK PERAN. Kesesuaian dan konflik

peran muncul sebagai akibat adanya beberapa peran yang dimiliki

individu sekaligus. Fleksibilitas peran adalah kemampuan individu

menyelaraskan satu sama lain peran yang dimilikinya atau

memindahkan satu peran ke dalam peran yang lain. Seharusnya

apabila antar peran berkonflik, maka salah satu ada yang harusnya

dikalahkan dari yang lain.

PERAN YANG AUTENTIK. Peran yang dimiliki seseorang dapat

bersifat natural dan palsu. Yang perlu menjadi perhatian adalah adanya

overidentifying dimana satu peran dominan dari peran yang lain,

terkadang kita hanya sedikit mengenali diri dalam peran kita sendiri,

dan kesadaran bahwa berperan adalah lain dengan harapan sosial.

C. Keintiman

KONSEP KEINTIMAN. Membicarakan suatu relasi yang intim,

akan mengarahkan kita pada aspek emosional manusia yang

biasanya dikaitkan dengan ikatan cinta. Termasuk di dalam relasi

yang intim adalah kedekatan antara individu, saling berbagi, adanya

komunikasi, dan usaha untuk saling mendukung. Keintiman

memiliki arti kelekatan personal kepada individu lain, dimana

pasangan tersebut saling berbagi pemikiran dan perasaan

terdalamnya. Sedangkan hubungan personal (intim) merupakan

hubungan yang memiliki kedekatan emosional antara dua orang atau

lebih, seperti dengan teman, kekasih, sahabat, yang mungkin atau 

tidak melibatkan keintiman baik secara fisik atau seksual.

Berdasarkan pendekatan dalam Teori Hubungan Interpersonal,

keintiman dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Fair-exchange model. Keintiman merupakan hubungan satu

sama lain tidak menghitung untung-rugi, antar pasangan saling

memberi dan menerima secara spontan di mana satu sama lain

merasa terpuaskan.

b. Transactional analysis model. Keintiman melibatkan kasih

sayang, game-free transaction antar pasangan, dengan

sedikit manipulasi di antara keduanya.

c. Role model.Keintiman diharapkan sebagai hubungan personal

yang kaya, memiliki komunikasi yang terbuka antara pasangan,

dan keterlibatan mendalam secara emosional melebihi peran- peran lain yang diharapkan.

KONDISI-KONDISI YANG BERHUBUNGAN

DENGAN KEINTIMAN.

Keintiman bukanlah suatu relasi yang begitu saja terjadi. Suatu

hubungan interpersonal dapat berkembang lebih mendalam menjadi

intim, apabila kondisi-kondisi berikut ini berkembang ke arah

positif. Adapun, kondisi tersebut adalah:

1. Saling mengungkapkan diri

Mutual self-disclosure dapat diartikan sebagai kesadaran antara dua

orang atau lebih untuk berbagi pemikiran dan perasaan terdalamnya.

Pengungkapan diri berhubungan erat dengan kepercayaan (trust).

2. Kesesuaian pribadi (compatibility)

Kesesuaian pribadi merupakan faktor yang menghubungkan antara

pengungkapan diri dengan keintiman pada individu. Adapun faktor faktor yang mempengaruhi kesesuaian adalah kesamaan: budaya,

sosial, latar pendidikan, minat, tempera-men, pemikiran, serta

keinginan saling melengkapi 

3. Saling membantu

Kondisi saling membantu dalam suatu relasi terdiri atas keinginan

membantu pasangan serta keinginan mendapatkan bantuan dari

pasangan (mutual). Tahapan dalam kondisi tersebut adalah

memahami pasangan dengan arah berempati, unconditional giving, dan menyesuaikan diri dengan gaya keintiman pasangan.

HUBUNGAN INTIM YANG SEHAT. Idealnya, dalam suatu

hubungan intim pasangan yang terlibat akan terbantu untuk

bertumbuh seba-gai seorang individu. Hal ini dapat tercapai apabila

ada atmosfir hubungan yang aman, bebas mengembangkan diri,

serta muncul-nya perasaan diterima dan disayangi. Selain itu,

kebersamaan dalam menghadapi dan menyelesaikan konflik atau

masalah. Akan tetapi, biasanya keintiman hanya mengubah salah

satu dari pasangan, seperti: - salah satu dimanipulasi oleh yang lain (misal: ketergantungan

ekonomi)

- ketergantungan (addictive) salah satu pasangan pada yang lain

Mengapa tidak semua hubungan intim mengarah pada individu yang

bertumbuh?

Hal tersebut dapat terjadi karena adanya kebutuhan akan

ketergantungan dan rasa aman yang tak terpecahkan dalam

hubungan mereka dengan pasangan. Sehingga akan menciptakan

hubungan intim yang sifatnya adiktif, yaitu:

a. secara emosional terlibat dan terpreokupasi pada hubungan

tersebut, sehingga memutus semua hubungan di luarnya.

b. membatasi minat, aktivitas atau individu yang dianggap dapat

mengancam rasa aman keduanya.

Hubungan intim yang sehat (mature) adalah hubungan intim dimana

pasangan yang terlibat merasakan keinginan untuk bertumbuh dan

mengembangkan hubungan bersama-sama, serta terbuka terhadap

perubahan dan terlibat dengan pasangan dalam memperkaya

kehidupan hubungan keduanya. Dalam kehidupan sehari-hari,

kebanyakan hubungan intim yang ada merupakan kombinasi

keduanya.

PERNIKAHAN DAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS. Hasil

survei (Myers, 2000) pada 41.974 perempuan dan laki-laki Amerika

dari tahun 1972-2000 mengungkap bahwa tingkat kebahagiaan

individu dilihat berdasar status pernikahannya, sebagai berikut:

a. individu yang menikah memiliki prosentase kebahagiaan paling

tinggi dibanding dengan individu yang tidak pernah menikah

dan bercerai.

b. individu yang bercerai memiliki prosentase kebahagiaan lebih

rendah dari dua kelompok lainnya.

c. perempuan lebih menunjukkan kebahagiaan dari pada laki-laki

pada ketiga kelompok di atas.

Tujuh kualitas yang dianggap penting dalam pernikahan yang sukses

(Lauer dan Kerr, 1990), yang diungkap baik suami atau istri:

1. Pasangan saya adalah sahabat saya.

2. Saya menyukai pasangan saya sebagai seorang individu

3. Saya meyakini bahwa pernikahan adalah komitmen yang

panjang.

4. Kami menyepakati tujuan dan target.

5. Pasangan saya bertumbuh menjadi lebih menarik.

6. Saya menginginkan hubungan ini sukses.

7. Pernikahan adalah institusi yang sakral.

KESEPIAN. Peplau dkk (1982) mengungkap bahwa kesepian

meru-pakan kondisi perasaan dan pikiran murni yang muncul akibat

ketidaksesuaian antara kehidupan nyata dengan beberapa keingi- nannya. Kesepian juga didefinisikan sebagai keadaan subjektif

individu yang merefleksikan kualitas dan kuantitas dari hubungan

yang diinginkan lebih rendah daripada jaringan hubungan yang

tersedia (Archibald, Bartholomew, & Marx, 1995, dalam Duffy &

Atwater, 2005).

SIAPA YANG KESEPIAN ?

• Terbanyak pada usia 18-25 tahun, alasan: perbedaan yang besar

antara keinginan mencari keintiman dengan kegagalan

memperolehnya. Berkurang seiring usia. • Secara umum, individu yang kesepian merasa tidak puas

dengan keseluruhan hidupnya, termasuk hubungan cinta,

perkawinan, dan kehidupan seksualnya. 

• Kesepian dirasakan secara subjektif oleh individu,

sebagian besar • merasakan perasaan terpisah, tidak ada pertolongan, dan

ditinggalkan.

REAKSI KESEPIAN. Reaksi kesepian terdiri atas reaksi pasif

(misal: menangis, tidur, menonton tv) dan reaksi aktif (seperti:

bekerja, membaca, bertelepon atau mengunjungi teman). Kesepian

juga terkait dengan kondisi depresi, cemas, tidak bahagia, malu,

serta kesehatan seseorang (Nero, 1992).

PENYEBAB KESEPIAN. Seseorang menjadi merasa kesepian

sangat tergantung pada aspek kehidupan individu yang dimaknai

sangat berpengaruh. Dapat pula karena kurangnya jaringan sosial

atau dalam kondisi terisolasi secara emosional. Kebutuhan untuk

menyendiri tidak mengarah pada kesepian. Ada beberapa faktor

yang mempengaruhi kesepian, yaitu:

a. Pola asuh orangtua yang hangat dan membantu akan

mengurangi jumlah remaja kesepian.

b. Pemaknaan subjektif terhadap situasi-situasi kehilangan.

c. Harga diri. Individu yang memiliki self esteem tinggi dan

individu memiliki sahabat tampil ‘sama’ saat tidak bersama

teman atau dapat menikmati waktu sendirian.

d. Kecerdasan Emosi (EQ), yang kemampuan untuk meregulasi

emosinya sendiri dan dapat berempati pada emosi orang lain

(Gibbs, 1995, dalam Duffy & Atwater, 2005).

e. Budaya, dapat menimbulkan culture shock. MENGATASI KESEPIAN. Kesepian dapat diatasi dengan tidak

menya-lahkan kelemahan diri, tidak terlalu fokus pada tuntutan

lingkungan, berusaha lepas dari ”jerat” kesepian dengan reaksi aktif,

dan meminta bantuan profesional untuk melakukan intervensi kognitif.

PERSAHABATAN. Persahabatan merupakan tipe hubungan unik

yang tumbuh karena pengakuan adanya kebebasan memilih dari

sekedar karena kebutuhan. Persahabatan dapat berkembang dengan

peran yang berbeda, misal: karena teman sekerja tumbuh melebihi

peran sosial, muncul kehangatan, kepercayaan, dan afeksi. Beberapa

bentuk persahabatan: teman kerja, teman beraktivitas, dan teman

penolong. Dapat dibedakan antara teman kebanyakan dengan 

teman dekat karena adanya pembicaraan intim, berbagi pemikiran,

perasaan, dan rahasia dalam atmosfir kepercayaan; loyalitas dan mampu

membuat kita tetap nyaman; hangat, penuh afeksi, dan mendukung kita.

Lamanya persahabatan menunjukkan kualitas suatu hubungan.

Persahabatan dapat rusak karena: rasa dikhianati, berubah pandangan

atau minat. Jenis kelamin mempengaruhi cara seseorang memaknai

persahabatan. Apabila ingin memiliki teman, menurut Parlee (1979)

maka jadilah pendengar yang baik. Hasil jajak pendapat mengenai :

kualitas terpenting dalam pertemanan, pada 40.000 pembaca

Psychology Today Magazine dilaporkan Parlee (1979,

dalam Duffy & Atwater, 2005) sebagai berikut:

1. Kemampuan menjaga rahasia 89%

2. Kesetiaan 88%

3. Hangat dan kasih sayang 82%

4. Mendukung 75%

5. Jujur dan terbuka 73%

6. Humor 72%

7. Kesediaan untuk menyediakan waktu bersama 62%

8. Independen 61%

9. Kemampuan berdialog 59%

10. Kesadaran sosial 49%

CINTA. Cinta adalah emosi positif yang kuat yang melibatkan

perasaan sayang dan dorongan untuk bersama serta membantu

individu lain (Duffy & Atwater, 2005). Clyde & Susan Hendrick

(1986) mengembangkan skala sikap terkait dengan cinta dengan

membedakan 6 gaya cinta:

1. Eros – cinta romantis:

kekasih saya adalah ideal; kami saling tertarik pada pandangan

pertama.

2. Ludus – cinta permainan:

saya akan buat kekasih saya ”melayang”, saya dengan mudah

terlibat percintaan.

3. Storge – cinta persahabatan

cinta yang terbaik berkembang dari sebuah persahabatan.

4. Pragma – cinta logika

Saya mempertimbangkan potensi yang ada pada kekasih saya

sebelum berkomitmen; saya pertimbangkan bahwa kekasih saya

adalah calon ortu yang baik. 

5. Mania – cinta menggebu, posesif

Saya begitu merasa menggebu ketika jatuh cinta sehingga sulit tidur;

saya akan jatuh sakit ketika kekasih mengabaikan saya.

6. Agape – cinta menyendiri

Saya akan lakukan apapun untuk orang yang saya cintai; kebutuhan

dan keinginan kekasih adalah lebih penting ketimbang saya sendiri.

Terungkap bahwa: setiap individu memiliki gaya cinta yang

merupakan kombinasi di antara 6 gaya tersebut. Ada perbedaan gaya

terkait gender: laki-laki lebih ”ludic” daripada perempuan,

perempuan lebih ”storgic, pragmatic, dan manic” daripada laki-laki,

serta tidak ada perbedaan gender pada gaya cinta agape dan eros.

SEGITIGA CINTA . Robert Stenberg (1988) memperkenalkan tiga

komponen cinta :

a. Keintiman

Merupakan komponen emosional, mau berbagi informasi terdalam

dan memiliki perasaan menerima satu sama lain.

b. Nafsu

Motivasi pendorong di balik cinta, di dalamnya terdapat ketertarikan

seksual dan dorongan untuk memiliki keintiman seksual.

c. Komitmen

Merupakan kompenen kognitif dalam cinta, terkait dengan

pengambilan keputusan bahwa dialah yang akan dipilih. Berdasar

kombinasi 3 komponen tersebut, Stenberg (dalam Duffy & Atwater,

2005) mengungkap ada 7 tipe cinta:

1. Liking (Saling suka)

Persahabatan sejati, tanpa nafsu ataupun komitmen jangka panjang.

2. Companionate Love (Cinta pertemanan)

Pertemanan dengan komitmen jangka panjang, misal dalam

hubungan pernikahan tetapi tanpa nafsu.

3. Empty Love

Hubungan dengan komitmen kuat yang mengingatkan kebersamaan

tetapi tanpa keintiman dan nafsu.

4. Infatuation 

Cinta yang obsesif, muncul pada pandangan pertama (ketertarikan fisik)

tanpa keinginan untuk berkomitmen atau menjadi lebih intim.

5. Romantic Love

Hubungan yang dilandasi dengan ketertarikan secara fisik dan emosional

satu sama lain, tanpa komitmen.

Contoh: cinta “lokasi”

6. Fatuous Love (Cinta “bebal”)

Komitmen berdasar nafsu tapi mengabaikan waktu berkembangnya

keintiman, hubungan yang bersifat dangkal, misal: whirlwind courtship

7. Consumate Love (Cinta yang sempurna)

Cinta yang lengkap dengan ketiga komponen didalamnya, merupakan tipe

cinta yang ideal dan sulit dipelihara terus-menerus.. Ada varian kesesuaian

dari consumate love (3), yaitu: pair-matching, salah satu dominan dari

pasangannya, dan antar pasangan memiliki perbedaan dominansi tipe

cintanya.  

Cinta : emosi positif yang kuat yang melibatkan perasaan

sayang dan dorongan untuk bersama serta

membantu individu lain. Aspek-aspek dalam

hubungan percintaan yaitu keintiman, nafsu, dan

komitmen.

Empati : mencoba memahami orang lain dengan

menggunakan pola kesadaran sendiri

Unconditional giving : melakukan perubahan untuk membantu pasang- annya memenuhi kebutuhan dan keinginannya,

diperkenalkan oleh Erich Fromm Tahun 1956.

Intimacy : keintiman 


Deskripsi Singkat

Kehidupan manusia tak luput dari stres. Setiap individu yang hidup tidak

lepas dari stres dalam kesehariannya (Powell, 1983). Banyak individu

mengenal istilah stres, meskipun secara harfiah stres sendiri sulit

didefinisikan karena memiliki banyak makna bagi orang yang berbeda.

Beberapa orang merasa stres membantunya lebih bersemangat dalam

bekerja, tetapi ada juga yang menyatakan bahwa stres menghambat dirinya

untuk mengembangkan diri. Dalam pokok bahasan kali ini, kita akan

membahas mengenai stres itu sendiri, apa saja jenisnya, bagaimana hal

tersebut mempe-ngaruhi kehidupan kita, dan bagaimana mengelolanya

sehingga keseharian kita menjadi lebih efektif.

1.1.2. Relevansi

Setelah mempelajari materi ini, diharapkan mahasiswa dapat menerapkan

pengelolaan stres dalam kehidupan sehari-hari dan merancang suatu

program pengelolaan stres bagi kelompok masyarakat di lingkungannya. 


Stres dan Jenis Stres

DEFINISI STRES. Stres dikenali sebagai interaksi antara kemampuan

coping seseorang dengan tuntutan lingkungannya. Stres merupakan proses

psikobiologikal (adanya: stimulus yang membahayakan fisik dan psikis

bersifat mengancam, lalu memunculkan reaksi-reaksi kecemasan). Menurut

Atwater (1983), stres merupakan suatu tuntutan penyesuaian, yang

menghendaki individu untuk meresponnya secara adaptif. Stres adalah suatu

proses dalam rangka menilai suatu peristiwa sebagai suatu yang mengancam,

menantang, ataupun membahayakan; serta individu merespon peristiwa itu

baik pada level fisiologis, emosional, kognitif dan tingkah laku (Feldman,

1989). Sedangkan Hans Selye (dalam, Hahn & Payne, 2003) menjelaskan

stres adalah respon yang tak spesifik dari tubuh terhadap berbagai tuntutan

yang ada, dimana respon tersebut dapat berupa respon fisik atau emosional. 

JENIS STRES. Stres Psikologis (Psychological Stress), merupakan istilah dalam

membahas stres yang dihubungkan dengan bagaimana kita menerima &

beradaptasi dengan dorongan & peristiwa yang sifatnya membuat individu

merasakan stres. Pembedaan jenis stres berdasar efeknya (Berne, Selye, 1991):

Eustress (good stress) merupakan stres yang menimbulkan stimulasi dan

kegairahan, sehingga memiliki efek yang bermanfaat bagi individu yang

mengalaminya.

Yang kedua adalah Distress, merupakan stres yang memunculkan efek yang

membahayakan bagi individu yang mengalaminya, seperti: tuntutan yang

tidak menyenangkan atau berlebihan yang menguras energi individu sehingga

membuatnya menjadi lebih mudah jatuh sakit.

Ketiga adalah Hyperstress, yaitu stres yang berdampak luar biasa bagi yang

mengalaminya. Meskipun dapat bersifat positif atau negatif tetapi stres ini

tetap saja membuat kita terbatasi kemampuan adaptasinya. Contohnya adalah

stres akibat serangan teroris.

Keempat adalah Hypostress, merupakan stres yang muncul karena kurangnya

stimulasi. Contohnya, stres karena bosan atau karena pekerjaan yang rutin.

STRESSOR. Sesuatu atau peristiwa atau keadaan yang menimbulkan stres.

Seringkali disebut dengan Stresssful Event (peristiwa yang memberikan

tekanan). Sesuatu atau peristiwa atau keadaan dapat menimbulkan tekanan

tertentu bagi individu dengan intensitas yang berbeda, biasanya tergantung

penilaian dan respon individu pada peristiwa atau keadaan tersebut.

EFEK DARI STRES. Tidak semua bentuk stres yang membuat kondisi fisik

individu yang mengalaminya menjadi lemah atau jatuh sakit berasal dari

peristiwa-peristiwa sosial yang tidak diinginkan atau peristiwa yang dianggap

negatif. Contoh: menikah, promosi jabatan, pindah rumah. Efek stres terhadap

individu dipengaruhi oleh gabungan dari berbagai peristiwa yang

meningkatkan stres individu tersebut dengan predisposisi individu untuk

menjadi sakit.

Social-Readjustment Rating Scale (Holmes & Rahe, 1967)

1) Membuat skala yang menunjukkan peringkat rata-rata dari

potensi stres pada berbagai peristiwa dalam kehidupan kita. 

2) Faktor yang terpenting adalah total impact (pengaruh kuat

secara keseluruhan) dari peristiwa tersebut yang menunjukkan

intensitas kebutuhan individu terhadap respon yang adaptif.

Yaitu: 150-199LCU (Life-change Units) = mild life crisis

200-299LCU = moderate crisis

300 lebih LCU = major crisis

Semakin tinggi LCU, maka semakin besar resiko jatuh sakit.

Kelemahan pendekatan Life-events pada stres di atas :

1. tidak semua peristiwa yang dicantumkan memiliki nilai

yang relevan antar kelompok satu dengan yang lain, misal:

antara pelajar dengan buruh pabrik.

2. tidak dapat menilai bagaimana individu menerima & ber- adaptasi dengann perubahan yang didapatnya, misal: tidak

dapat membedakan intensitas stres yang muncul akibat

menikah dengan hubungan menikah yang tidak harmonis.

PROLONGED STRESS (STRES BERKEPANJANGAN). Apa

yang terjadi jika kita mengalami stress yang intens dalam waktu

yang lama? Tiga tingkatan reaksi individu ketika mengalami stres:

1. Reaksi Alarm (the alarm reaction)

Merupakan respon darurat awal terhadap agen pembangkit stres,

berupa respon fisiologis dan psikologis. Respon fisiologis berupa

perubahan yang kompleks pada kimiawi tubuh & jasmani yang

menghasilkan simtom yang serupa tanpa memperhatikan tipe

stressor-nya. Dalam fase ini, beberapa orang dengan penyakit yang

berbeda mengeluhkan gejala yang umum, seperti demam, sakit

kepala, nyeri otot atau sendi, kehilangan nafsu makan, dan perasaan

lelah terus-menerus. Sedangkan respon psikologis berupa

meningkatnya perasaan cemas, bangkit dan mengerahkan

mekanisme pertahanan diri, sehingga muncul perasaan bertambah

gelisah, sulit tidur atau tidak nyenyak, dirundung kesedihan.

Mekanisme pertahanan diri yang sering digunakan denial dan

rasionalisasi.

2. Tingkat atau taraf resistan (the stage of resistance)

Tingkat dimana tubuh telah mampu beradaptasi dengan stres yang

berkepanjangan, diikuti dengan menghilangnya simtom fisiologis

tapi terjadi peningkatan sekresi pada glandula dan organ tubuh

tertentu, inilah yang menyebabkan rendahnya resistensi atau daya

tahan terhadap infeksi, sering terjadi “penyakit adaptasi”, seperti

hipertensi, tukak lambung (Selye, 1974) dan kecemasan kronis,

individu menjadi neurotik dengan sistem defens yang kaku. 

3. Tingkat atau taraf sangat keletihan (the stage of exhaustion)

Tingkat ini akan muncul jika stres terus berlanjut, akibatnya

pertahanan tubuh hancur, energi untuk beradaptasi terkuras

habis, tanda-tanda fisiologis terhadap stres muncul kembali.

Dampak jangka panjangnya terjadi penuaan, kematian dan dapat

terganggu secara psikologis (jadi psikotik).

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRES. Merupakan

gabungan dari faktor internal (individu) dan eksternal (sosial), yaitu:

1. Sosial

a. jumlah peristiwa yang menjadi stressor, kemunculannya

secara bersamaan.

b. situasi tertentu, misal: dengan siapa kita hidup, seberapa

lama kita mengalami stres tersebut.

2. Individual

a. Karakteristik kepribadian individu, misal: pemarah,

ambisius, agresif.

b. Kemampuan dalam menyelesaikan masalah dan beradaptasi

dengan stres, antara lain: inteligensi, fleksibilitas berpikir,

banyak akal.

c. Harga diri (self-esteem).

d. Bagaimana individu menerima atau mempersepsikan

peristiwa yang potensial memunculkan stres.

e. Toleransi terhadap stres, tergantung pada: kondisi

kesehatan, tingkat kecemasan.

TIPE-TIPE STRES PSIKOLOGIS. Dapat dengan mudah

membuat perbedaan, tetapi sulit memisahkan berbagai bentuk stres

yang dialami individu.

1. Tekanan (Pressure). Tekanan bersumber dari dalam diri (misal:

ambisi) atau luar diri (misal: kompetisi di lingkungan), bahkan

dapat berupa gabungan keduanya. Apabila terlalu keras

menuntut diri sendiri, muncul perilaku self-defeating, dimana

diri kita kalah dengan tuntutan kita sendiri yang berlebihan

(contoh: pada orang perfeksionis). Tekanan lingkungan lainnya,

sepert menghadapi ujian, tagihan hutang. 

2. Frustrasi (Frustration). Muncul karena adanya hambatan

terhadap motif atau perilaku kita dalam mencapai tujuan. Dapat

muncul akibat tidak adanya objek tujuan yang sesuai, misal: saat

lapar, tidak ada makanan; atau adanya penundaan, misal:

menunggu lampu lalu-lintas hijau; atau adanya rintangan sosial,

misal: ingin jadi juara menyanyi tapi tidak pernah punya

kesempatan. Sumber frustrasi dari dalam diri individu:

a. tidak punya kemampuan

b. rendahnya komitmen

c. rendahnya kepercayaan diri

d. perasaan bersalah

e. karakteristik individu: jenis kelamin, warna kulit

Tingkat frustrasi tertentu merupakan bagian dari proses

pertumbuhan (contoh: masa remaja masa matang fisik dan seksual

sehingga ingin independen, padahal secara ekonomi masih dependen

pada orangtua). Frustrasi dapat menimbulkan kemarahan dan

perilaku yang agresif, semakin rendah toleransi kita terhadap

frustrasi maka semakin mudah kita untuk cenderung menjadi

agresif.

3. Konflik. Muncul ketika individu berada dalam kondisi di bawah

tekanan untuk merespon dua atau lebih dorongan yang saling

bertentangan secara simultan atau bersamaan. Konflik

dibedakan berdasar nilai dari masing-masing pilihan; jika

pilihannya memiliki tujuan yang positif bagi individu maka

dinamakan sebagai approach tendency. Sedangkan jika

pilihannya memiliki tujuan negatif dinamakan avoidance

tendency. Macam-macam konflik:

a. approach- approach conflict

dua pilihan yang masing-masing memiliki alternatif yang

diinginkan.

b. avoidance-avoidance conflict

dua pilihan yang sama-sama memiliki konsekuensi negatif.

c. approach-avoidance conflict

satu objek memiliki konsekuensi positif maupun negatif.

d. double approach-avoidance conflict

dua alternatif yang sama-sama punya konsekuensi positif dan

negatif.

4. Cemas. Merupakan perasaan samar-samar, rasa yang tidak

mudah untuk merasakan bahaya di masa yang akan datang. 

Simtom cemas: jantung berdebar, ketegangan otot, keringat dingin. Secara

psikologis dianggap wajar jika dalam intensitas yang normal, karena

kecemasan merupakan tanda alarm yang memperingatkan kita bahwa

bahaya sudah dekat dan membangkitkan kita untuk meresponnya secara

tepat. Stres terhadap kecemasan dipelajari dan berfungsi dalam hubu- ngannya dengan perasaan aman. Kecemasan taraf ringan-sedang :

menstimulasi individu menjadi lebih waspada dan resposif pada situasi yang

membutuhkan perhatian lebih (fascilitating anxiety). Kecemasan yang

berlebihan : memperburuk performa kita (debilitating anxietyi). Beda

kecemasan dengan rasa takut: - rasa takut: jika merasa terancam pada sesuatu yang spesifik

& jelas letaknya

- cemas : lebih subjektif dan umum ancamannya, lebih

stressful, karena ancaman tidak diketahui objek dan

efeknya; lebih mudah terakumulasi sehingga membuat

berkurangnya kesadaran dan memburuknya performa kita.

B. Coping Stres

PENYESUAIAN TERHADAP STRES. Merupakan respon individu

dengan cara tertentu terhadap jenis stres yang dialaminya. Masing- masing individu berbeda-beda cara penyesuaiannya terhadap beragam

stres, merupakan cara penyesuaian diri yang khas.

Dipengaruhi oleh :

1. kemampuan yang dimiliki (misal: inteligensi, kreativitas,

kecerdasan emosional)

2. pengaruh lingkungan

3. pendidikan

4. bagaimana pengembangan dirinya

5. usia

Adapun langkah-langkah penyesuaian terhadap stres secara umum:

a. individu secara psikofisiologis menilai situasi stres 

kategorisasi stres; memperkirakan bahaya yang berkaitan dengan

stres

b. merumuskan alternatif tindakan yang paling mungkin dilakukan

(baik secara disadari/ tidak)

c. melakukan tindakan yang terarah dalam rangka penyesuaian

terhadap stres 

d. feedback

dua langkah terakhir merupakan langkah paling sulit.

Macam penyesuaian diri terhadap stres, ada dua yaitu:

a. Penyesuaian yang bersifat mengurangi atau

memperlemah simtom stres

b. Penyesuaian yang sifatnya berusaha atau membantu

mengatasi secara lebih terarah sumber stres yang ada,

disebut dengan penyesuaian efektif. a. PENYESUAIAN YANG BERSIFAT MENGURANGI SIMTOM

STRES.

Ada dua macam:

1) Yang bersifat tak disadari: seringkali dilakukan adalah

defense mechanisms (mekanisme pertahanan diri atau ego).

2) Yang bersifat disadari: membicarakannya dengan orang lain;

mela-kukan pekerjaan lain yang mengurangi simtom stres;

tertawa.

MEKANISME PERTAHANAN DIRI. Merupakan reaksi awal dalam

kehidupan manusia untuk menjaga diri mereka dari kelebihan dosis

intensif dari adanya stres psikologis. Mekanisme pertahanan diri

digunakan oleh self (=ego, dalam Psikoanalisa) untuk melindungi dari

segala ancaman. Sifatnya kebanyakan tak disadari, otomatis muncul

saat individu menghadapi ancaman baik dengan kesadaran minimum

atau tidak sama sekali. Tujuannya meredakan ketegangan akibat stres.

Biasanya muncul karena terpicu adanya: kecemasan, konflik, atau

frustrasi. Kemunculannya berbeda antar individu (ada yang saat benar- benar terdesak, ada yang jadi bagian kesehariannya). Patologis bila ada

self-deception (pengingkaran atau pembohongan diri), disam-ping

distorsi realita, kepercayaan berlebihan pada nasib. Jenisnya:

1) Represi (repression). Berusaha menekan pengalaman- pengalaman yang tidak menyenangkan ke bawah sadar

(motivated forgetting) – fungsi normal kembali. Akibatnya membebaskan dari

ketidaknyamanan akibat selalu waspada pada ancaman, tetapi

mempersempit kesadaran kita, membuat perilaku jadi kaku.

2) Supresi (supression). Upaya sadar individu untuk

mengendalikan keinginan-keinginan yang memunculkan

kecemasan, dan mengekspresikannya pada waktu tertentu

saja. Proses yang lebih ‘sehat’ karena sangat kecil nilai self- deception nya. Berusaha menolak atau menghambat realita

internal. 

3) Pengingkaran (Denial). Menolak melihat atau mendengar aspek

realita yang tidak menyenangkan atau mengancam. Menolak

pengakuan eksternal atau realita sosial.

4) Rasionalisasi. Usaha untuk memberikan alasan pada perilaku

yang tidak diterima dalam cara yang diterima sosial dan

rasional. Nilai self-deception sangat besar, mirip dengan

berbohong atau mengingkari orang lain.

5) Regresi. Mengurangi ketegangan dalam dirinya dengan berting-kah

laku mencari perhatian (seperti anak kecil; merajuk, marah) – agar

diperhatikan. Mundur pada fase perkembangan sebelumnya.

6) Proyeksi. Upaya individu untuk melemparkan penyebab

frustrasinya pada orang lain. Misal: cinta orang lain, tapi takut

bilang, yang muncul adalah bilang dicintai orang tersebut.

7) Reaksi-formasi. Mengalihkan motif yang dimiliki ke motif lain

yang berlawanan, sebagai upaya mengurangi kecemasan yang

muncul akibat motif pertama yang tadi tidak diterima superego

atau moral. Contoh: benci orangtua, tampil sebagai anak yang

sayang pada orangtua berlebihan.

8) Sublimasi (displacement). Tidak tercapainya suatu motif tertentu,

yang kemudian dialihkan pada motif yang sejenis tapi beda

kegiatan. Misal: ingin jadi dokter – suka terlibat menolong orang.

9) Acting Out. Membebaskan tegangan dari impuls yang tidak

dapat diterima dgn mengekspresikannya secara simbolik. Misal:

ingin merasa independen dari orangtua maka remaja jadi tampil

modis, bolos sekolah, penundaan atau mogok, seks bebas,

tawuran. Sifatnya tidak disadari.

10) Fantasi. Membebaskan tekanan dengan tindakan imajinasi.

Tetapi tidak semua imajinasi merupakan bagian dari defens.

Misal: melamun, yakin bahwa jadi tokoh dalam film, tokoh

dalam film kaya seperti harapannya (ada unsur self-deception, distorsi realita).

SARANA COPING UNTUK STRES MINOR. Merupakan respon

terhadap stres ringan, yang sangat dipengaruhi oleh proses belajar

individu. Berlaku otomatis, tetapi lebih disadari oleh individu (ada

pada level kesadaran). Sarana yang dilakukan dipengaruhi juga oleh:

situasi, kekuatan dan kesegeraan gangguan, serta pola kebiasaan

individu dalam menghadapi stres. Jenisnya:

a. kontak fisik (dielus), makan, minum 

b. tertawa, menangis, memaki/ mengutuk

c. membicarakan dengan orang lain, merenungi masalah seorang diri

d. melakukan aktivitas yang meredakan ketegangan (misal: olah

raga, jalan-jalan, main games).

Akan tetapi sifatnya: tidak menghilangkan sumber stres, sementara,

memiliki keterbatasan dalam mengurangi kete-gangan akibat stres.

b. PENDEKATAN PROBLEM-SOLVING TERHADAP STRES.

Merupakan jenis penyesuaian terhadap stres yang bersifat disadari,

berupaya menghilangkan sumber stres, tidak tergesa-gesa dan lebih

terarah serta ada strategi tertentu, sehingga lebih efektif. Jenisnya:

a. memodifikasi diri agar lebih toleran terhadap stres.

b. memodifikasi situasi yang menimbulkan stres.

MENINGKATKAN TOLERANSI TERHADAP STRES

a. Toleransi terhadap tekanan. Membiasakan diri bekerja di bawah

stres dengan meningkatkan kemampuan dan keterampilan.

b. Toleransi terhadap frustrasi. Berusaha lebih independen

terhadap lingkungan mencoba memahami sumber frustrasi kita

belajar untuk menunda pemuasaan atau kesenangan.

c. Toleransi terhadap konflik. Menyadari adanya konflik mencari

segi positif terbanyak dan efek emosionalnya.

d. Toleransi terhadap kecemasan. Mencoba tetap merasakan

kecemasan tanpa mengurangi performa kita menggali lebih

banyak pengalaman dan belajar menghadapi situasi yang

membuat kita cemas.

PENDEKATAN YANG BERORIENTASI TUGAS

a. Pendekatan Asertif. Merupakan pendekatan yang menekankan

pada usaha-usaha individu untuk mengekspresikan hak dan

keinginan tanpa merebut hak orang lain.

b. Pendekatan Menarik Diri. Dapat dilakukan apabila sumber stres

tidak dapat dihilangkan dengan asertif dan kompromi. Strategi

sementara untuk mengatasi stres yang dapat berakibat

memperburuk kesehatan individu tersebut. Misal: cuti kuliah

untuk mengumpulkan biaya kuliah.

c. Berkompromi. Biasa digunakan apabila agen sumber stres

memiliki otoritas lebih tinggi dari kita, atau sama-sama

seimbang. Baik-buruknya sangat tergantung pada sejauhmana

kepuasan dapat diperoleh individu, dan sebesar apa usaha yang

dilakukan untuk mengurangi stres. 

Tiga tipe kompromi:

1. Comformity

merubah sikap menjadi lebih realistik mengikuti prosedur umum

yang berlaku.

2. Negotiation

secara aktif mencapai kompromi dengan berbagai situasi stres, biasa

digunakan pada area publik dan interpersonal, lebih baik daripada

kompromi karena sifatnya mutual.

3. Substitution

memutuskan alternatif pemecahan terbaik untuk mencapai tujuan

yang sama.

C. Pengelolaan Stres

Pengelolaan stres dapat dilakukan dengan tiga langkah sederhana, yaitu

dengan mengenali stres yang kita alami, pahami dampaknya bagi kita

(fisik, emosi, perilaku), dan strategi pengendalian stres (penundaan,

antisipasi, pengelolaan).

STRATEGI MENGHADAPI STRES.

COPING.

a. Emotion Focused Coping: usaha individu mengatasi reaksi

emosional dari stres yang dialami.

b. Problem Focused Coping: usaha individu untuk merubah ling- kungan atau menemukan solusi untuk menghilangkan stressor.

Dapat membantu kita mengatasi stres apabila kita memahami

gaya coping kita (fisik (behavioral), cerebral (kognitif), atau

emosi (lihat IV.4 Latihan).

KENDALI DIRI (self-control)

a. Efikasi diri. Efikasi diri merupakan perasaan mampu individu

untuk melakukan suatu tindakan tertentu. Efikasi diri membantu

seseorang untuk mengurangi respon terhadap stres yang

dihadapinya (Bandura, 1982; Lazarus & Folkman, 1987).

b. Hardiness. Hardiness merefleksikan karakteristik individu yang

memiliki kendali pribadi, mau menghadapi tantangan, dan 

memiliki komitmen. Tingkat hardiness seseorang mempe-ngaruhi

penerimaan seseorang terhadap stresor potensial dan respon terhadap stres- nya (Maddi & Kobasa, 1984).

c. Mastery. Merupakan perasaan mampu mengendalikan respon stres yang

muncul pada dirinya. Tingkat mastery memiliki hubu– ngan dengan respon

stres seseorang (Karasek & Theorell, 1990).

MODIFIKASI LINGKUNGAN.

a. Asertif. Mengekspresikan hak dan perasaan kita tanpa melanggar hak

orang lain.

b. Menghindari jika perlu. Beralih secara fisik maupun emosional dari

aktivitas atau kelompok atau individu yang memunculkan stres.

Dilakukan apabila asertif dan kompromi tidak berhasil.

c. Berkompromi ketika dapat saling menyesuaikan.

MEMPERKUAT GAYA HIDUP

1. Membangun toleransi terhadap stress, dengan memahami seberapa

batasan kita dapat bertahan dari stres tanpa munculnya perilaku yang

irasional.

2. Mengubah langkah hidup, merubah kebiasaan hidup kita menjadi lebih

tahan stres, misal: berjalan lebih lambat, bangun lebih pagi, sempatkan

sarapan, hindari menunda pekerjaan, konsentrasi pada pekerjaan (matikan

telepon), berkumpul dengan teman, lakukan aktivitas santai, hindari kafein- alkohol-obat.

3. Mengendalikan pemikiran yang mengarah pada distress, dengan

berpikir positif, libatkan pada aktivitas humor dan tertawalah.

4. Mencari pertolongan untuk meningkatkan kemampuan memecahkan

masalah dengan mengikuti workshop: asertivitas, keterampilan sosial,

manajemen stres. Carilah dukungan sosial: teman, pasangan, keluarga,

sahabat. Jangan mencari teman hanya pada saat anda kesulitan!

TIPS PENGENDALIAN STRES (Pemecahan Masalah Sistematik) • Identifikasi situasi yang penuh stres

• Stres = wajar, masalah yang dapat diselesaikan

• Diskusikan/ curah pendapat dengan ortu, guru, teman, keluarga

• Antisipasi berbagai kemungkinan pemecahan masalah

• Pilih satu solusi 

• Evaluasi hasilnya

• Jangan berharap akan kesempurnaan

• Berikan tindakan terbaik & belajar dari pengalaman

• Perbaiki keterampilan mengatasi masalah

• Praktekkan komunikasi yang asertif • Temukan seseorang yang berhasil mengatasi stres, tirulah! • Peregangan dan relaksasi • Humor dan tertawalah ! • Dengarkanlah musik favoritmu

• Latihlah angkat bahu

• Kurangi bicara, perbanyak mendengar • Bersyukurlah, hitung seberapa banyak anugerah yang kau dapat! • Bandingkan dirimu yang dulu dengan sekarang, lihatlah

perubahannya

• Jangan melakukan apapun, duduk tenang saja

• Ekspresikan stress kita, dengan menulis, olah raga, bicara pada

orang yang kita percayai • Bertanggungjawablah pada hidupmu 

Stressor : penamaan untuk stimuli baik yang bersifat

eksternal maupun internal, yang membangkitkan

stres.

Stress-related illness : berbagai penyakit yang kemunculannya

dipengaruhi oleh emosi, gaya hidup, atau

lingkungan individu.

Stress tolerance : tingkat stres yang dapat diatasi atau kemampuan

seseorang mengatasi tuntutan tanpa menjadi

irasional dalam mengelolanya. 


Deskripsi Singkat

Kehidupan manusia tidak lepas dari problematika khususnya ketika berinteraksi

dengan lingkungan sosialnya. Interaksi interpersonal seringkali mengalami

dinamika permasalahan yang bersumber dari disfungsi kemampuan