Yohanes-1-16 23
uh yang terkulai. Kata Yesus kepadanya, Akulah ke-
bangkitan dan hidup (ay. 25-26). Ada dua hal yang
Kristus tekankan supaya Marta percaya, berkenaan de-
776
ngan kesulitan yang sedang dialaminya. Kedua hal itu
juga merupakan sesuatu yang harus kita imani saat
menghadapi perkara serupa.
Pertama, Kuasa Kristus, kuasa-Nya yang berdaulat:
Akulah kebangkitan dan hidup, sumber kehidupan, pe-
mimpin dan pelaku kebangkitan. Marta percaya bahwa
melalui doa-Nya, Tuhan akan memberikan apa saja,
namun Kristus hendak memberitahukannya bahwa mela-
lui perkataan-Nya, Ia dapat melakukan apa saja. Marta
mengimani kebangkitan di akhir zaman, namun Kristus
memberitahukannya bahwa Ia memiliki kuasa di ta-
ngan-Nya, sehingga orang-orang mati pun akan mende-
ngar suara-Nya (5:25). Dengan demikian, mudah saja
untuk menyimpulkan bahwa Dia yang dapat membang-
kitkan seisi dunia orang yang telah mati berabad-abad
lamanya di dunia ini, pasti dapat pula melakukan hal
yang sama terhadap satu orang yang telah mati selama
empat hari saja. Perhatikan, kebenaran mengenai Yesus
Kristus sebagai kebangkitan dan hidup merupakan
penghiburan yang tidak terucapkan bagi seluruh orang
Kristen yang saleh. Kebangkitan yaitu kembali kepada
kehidupan. Kristus yaitu pencipta kebangkitan dan
kehidupan dari kembalinya orang kepada hidup itu.
Kita menanti-nantikan kebangkitan orang mati dan kehi-
dupan dunia yang akan datang. Kristus yaitu kedua-
nya, yaitu pencipta dan dasar dari kedua hal tersebut,
dan juga dasar pengharapan kita akan keduanya.
Kedua, janji-janji yang terkandung dalam kovenan
yang baru itu, yang memperdalam pengharapan kita
bahwa kita akan hidup.
Perhatikanlah:
a. Untuk siapa janji-janji tersebut dibuat, yaitu bagi
semua orang yang percaya kepada Yesus Kristus,
bagi semua orang yang mengakui dan percaya Yesus
Kristus sebagai satu-satunya Perantara dalam pen-
damaian dan persekutuan antara Tuhan dan manu-
sia, yang menerima pernyataan yang telah diberikan
Tuhan melalui firman-Nya mengenai Anak-Nya, dan
Injil Yohanes 11:17-32
777
secara tulus menaatinya dan berlaku sesuai dengan
maksud-maksud agung yang terkandung di dalam-
nya. Dengan demikian, syarat dari janji yang ter-
akhir itu dapat diungkapkan demikian: Setiap orang
yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, yang bisa
saja diartikan sebagai:
(a) Kehidupan jasmani: Setiap orang yang hidup di
dunia ini, tidak masalah apakah dia orang Yahudi
atau bukan-Yahudi, di mana pun dia tinggal, jika
ia percaya kepada Kristus, maka ia akan hidup
sebab -Nya. Akan namun , pengertian ini memiliki
keterbatasan waktu: Setiap orang selama ia
hidup, selama dia ada di dalam masa ujian di
dunia ini, percaya kepada-Ku, akan berbahagia
di dalam-Ku, namun sesudah kematian, segalanya
sudah terlambat. Setiap orang yang hidup dan
percaya, yaitu, yang hidup oleh iman (Gal. 2:20),
memiliki iman yang mempengaruhi perilakunya.
Atau juga,
(b) Kehidupan rohani: Orang yang hidup dan yang
percaya yaitu orang yang dilahirkan kembali
melalui iman ke dalam kehidupan sorgawi dan
ilahi. Bagi orang demikian, hidup yaitu Kristus,
yaitu menjadikan Kristus sebagai kehidupan
jiwanya.
b. Hal-hal yang dijanjikan yaitu (ay. 25): Ia akan hi-
dup walaupun ia sudah mati, bahkan, tidak akan
mati selama-lamanya (ay. 26). Manusia terdiri atas
raga dan jiwa, dan kebahagiaan telah disediakan
bagi keduanya.
(a) Bagi raga: Inilah janji kebangkitan yang memba-
hagiakan itu. Meskipun tubuh akan mati sebab
dosa (dan tidak ada obat yang bisa mencegah
kematian itu), namun tubuh itu akan hidup lagi.
Di sini, seluruh kesulitan yang menyertai kemati-
an tidak dipersoalkan, dan dianggap tidak ada
apa-apanya. Meskipun hukuman mati itu adil,
meskipun akibat kematian itu menakutkan,
778
meskipun belenggu kematian begitu kencang,
meskipun orang akan mati dan dikuburkan, mati
dan membusuk, dan meskipun abu jasadnya
akan bercampur dengan debu lainnya sampai
tidak ada seorang pun yang dapat membedakan-
nya lagi, apalagi memisahkannya, dan Anda bisa
saja memikirkan hal-hal terburuk lainnya dari
sisi gelap seperti itu, namun kita bisa yakin bahwa
ia akan hidup lagi: ia akan dibangkitkan lagi
sebagai tubuh yang penuh kemuliaan.
(b) Bagi jiwa: Inilah janji dari kekekalan yang mem-
bahagiakan. Orang yang hidup dan percaya,
yang, sesudah bersatu dengan Kristus melalui
iman, kehidupan rohaninya disokong oleh perse-
kutuan itu, ia tidak akan mati selama-lamanya.
Kehidupan rohani itu tidak akan pernah memu-
dar, melainkan disempurnakan dalam kehidupan
yang kekal. Menurut sifat rohaninya sendiri, jiwa
itu tidak bisa mati. sebab itu, jika dengan iman
jiwa itu menjalankan kehidupan yang rohani, se-
jalan dengan sifatnya tadi, maka kebahagiaannya
juga akan abadi. Jiwa seperti itu tidak akan per-
nah mati, tidak akan merasakan apa pun lagi
selain kenyamanan dan kebahagiaan, dan kehi-
dupannya tidak akan terganggu ataupun terhenti
sebagaimana kehidupan tubuh jasmani. Tubuh
yang fana itu akhirnya akan ditelan oleh hidup,
namun kehidupan jiwa yang percaya akan segera
ditelan oleh kekekalan sesudah dia mati. Dia tidak
akan mati, eis ton aiōna, selama-lamanya – Non
morietur in æternum, seperti yang dikutip oleh
Cyprianus (seorang martir abad ketiga Masehi –
pen.). Tubuh tidak akan selamanya mati di da-
lam kubur, namun hanya mati (seperti kedua
saksi itu) untuk sesaat saja, untuk sementara
waktu, dan bila waktu itu sudah tidak ada lagi
dan semua pembagiannya dihitung dan diakhiri,
maka masuklah roh kehidupan dari Tuhan ke da-
lamnya. namun bukan itu saja, jiwa-jiwa itu tidak
Injil Yohanes 11:17-32
779
akan menderita kematian yang kekal, tidak akan
mati selama-lamanya. Berbahagia dan kuduslah,
artinya, terberkati dan berbahagialah ia yang
melalui imannya mendapat bagian dalam kebang-
kitan pertama, mendapat bagian dalam Kristus
yang merupakan kebangkitan itu sendiri, sebab
kematian kedua, yang merupakan kematian ke-
kal, tidak berkuasa lagi atas mereka (6:40).
Kristus pun bertanya kepada Marta, “Percayakah
engkau akan hal ini? Dapatkah engkau meng-
imaninya dan berlaku seturut imanmu itu? Per-
cayakah engkau akan perkataan-Ku tadi?” Per-
hatikan, sesudah kita membaca atau mendengar-
kan firman Kristus mengenai hal-hal besar di
dunia yang akan datang, hendaknya kita ber-
sungguh-sungguh menanyakannya kepada diri
kita sendiri, “Percayakah kita akan hal ini, khu-
susnya kebenaran ini, kebenaran ini yang diser-
tai dengan begitu banyak kesukaran, yang sesuai
dengan perkara yang sedang kuhadapi ini? Apa-
kah imanku akan kebenaran itu nyata bagiku se-
hingga jiwaku pun diyakinkan mengenainya, se-
hingga aku tidak hanya dapat berkata, aku per-
caya akan hal itu, namun juga, sebab itulah aku
percaya akan hal itu?” Marta ingin sekali sau-
daranya dibangkitkan di dunia ini. Sebelum Kris-
tus memberinya harapan akan hal itu, Ia sudah
mengarahkan pikirannya ke kehidupan lain di
dunia yang lain: “Lupakanlah dulu yang satu itu,
namun percayakah engkau akan hal yang Kukata-
kan padamu tentang kehidupan di masa yang
akan datang ini?” Salib yang kita pikul dan ke-
nyamanan yang kita nikmati pada masa kini
sebenarnya tidak akan begitu tertanam kuat da-
lam diri kita jika saja kita mempercayai hal-hal
kekekalan sebagaimana yang seharusnya kita
perbuat.
[5] Kesetujuan Marta yang tulus mengenai perkataan Kris-
tus itu (ay. 27). Di sini kita mendapati pernyataan iman
780
Marta, pengakuan saleh yang diutarakannya, sama se-
perti pengakuan Petrus yang membuatnya menerima
pujian (Mat. 16:16-17), dan pengakuannya itu merupa-
kan kesimpulan akhir dari seluruh perkara itu.
Pertama, inilah tuntunan imannya, yaitu firman
Kristus: tanpa embel-embel, pengecualian, ataupun pra-
syarat tertentu, Marta menerima apa yang dikatakan
Kristus seluruhnya: Ya, Tuhan. Perkataan ini menun-
jukkan bagaimana Marta mengimani segenap kebenar-
an dan bagian-bagiannya yang telah dijanjikan Kristus,
sesuai dengan apa yang dimaksudkan-Nya: Apa pun itu.
Iman yaitu gaung terhadap pewahyuan ilahi, yakni
menggemakan perkataan yang sama dan bertekad un-
tuk melakukannya: Ya, Tuhan, aku percaya dan meng-
imaninya sebagaimana yang dikatakan oleh firman, kata
Ratu Elizabeth.
Kedua, dasar iman Marta, yaitu wewenang Kristus.
Ia mempercayai hal itu sebab dia percaya bahwa yang
mengatakannya yaitu Kristus. Marta telah memiliki
dasar yang teguh untuk menyokong hal-hal besar. Aku
percaya, pepisteuka, “Aku sudah percaya bahwa Engkau
yaitu Kristus, dan sebab itulah aku percaya akan apa
yang Kaukatakan tadi.”
Perhatikanlah di sini:
a. Apa yang dia percayai dan akui mengenai Yesus. Ada
tiga hal, dan semuanya sama pentingnya:
(a) Bahwa Ia yaitu Kristus, atau Mesias, yang di-
janjikan dan dinantikan dalam nama dan gagas-
an ini: Yang Diurapi.
(b) Bahwa Ia yaitu Anak Tuhan . Demikianlah Mesias
dipanggil (Mzm. 2:7), bukan hanya dengan nama
jabatan-Nya saja, namun juga dengan watak-Nya.
(c) Bahwa Dia-lah yang akan datang ke dalam du-
nia, sang ho erchomenos. Berkat dari segala ber-
kat yang telah dinanti-nantikan Gereja selama
berabad-abad lamanya sebagai berkat di masa
depan itu kini diterima Marta sebagai berkat
masa kini.
Injil Yohanes 11:17-32
781
b. Apa yang Marta maksudkan dalam perkataannya
tadi, dan bagaimana dia menerapkannya. Jika dia
mengakui bahwa Yesus yaitu Kristus, maka tidak
sulit lagi untuk percaya bahwa Dia yaitu kebang-
kitan dan hidup. Sebab, jika Ia benar-benar Kristus,
maka:
(a) Dia yaitu sumber cahaya dan kebenaran, dan
kita dapat meyakini bahwa semua perkataan dan
janji-Nya itu setia dan ilahi. Jika Ia benar yaitu
Kristus, maka Dia-lah nabi yang harus kita in-
dahkan dalam segala hal.
(b) Dia yaitu sumber kehidupan dan keberkatan,
dan sebab itulah kita dapat bergantung pada
kesanggupan-Nya serta juga pada kenyataan
bahwa Dia penuh dengan kebenaran. Bagaimana
mungkin tubuh yang sudah kembali menjadi
debu bisa hidup lagi? Bagaimana mungkin jiwa
yang gelap dan muram seperti jiwa kita, akan
hidup untuk selama-lamanya? Kita tidak akan
bisa mempercayai itu semua, kecuali jika kita
percaya bahwa yang melakukannya yaitu Anak
Tuhan yang memiliki hidup di dalam diri-Nya sen-
diri, dan yang memilikinya untuk diberikan
kepada kita.
2. Percakapan antara Kristus dan Maria, saudari yang satunya
lagi.
Perhatikanlah di sini:
(1) Kabar yang diberitahukan Marta kepadanya mengenai ke-
datangan Kristus (ay. 28): Sesudah berkata demikian, se-
perti orang yang tidak perlu berkata apa-apa lagi, ia pergi,
dengan hati yang tenang, dan memanggil saudarinya Maria.
[1] sesudah mendapat bimbingan dan penghiburan dari
Kristus secara langsung, Marta pun memanggil saudari-
nya untuk berbagi dengannya. Suatu saat memang
Marta pernah menginginkan Maria untuk menjauh dari
Kristus dan membantunya yang sibuk sekali melayani
(Luk. 10:40), namun kini, untuk menebus kesalahannya
782
itu, ia justru hendak mendorong Maria untuk mendekat
kepada Kristus.
[2] Ia memanggil Maria secara diam-diam, berbisik di teli-
nganya, sebab saat itu mereka sedang dikelilingi oleh
orang-orang Yahudi yang tidak ramah terhadap Kristus.
Para orang kudus dipanggil ke dalam persekutuan de-
ngan Yesus Kristus melalui sebuah ajakan yang bersifat
rahasia dan istimewa, yang diberikan khusus bagi me-
reka dan tidak bagi yang lainnya. Mereka memiliki ma-
kanan untuk dimakan yang tidak dikenal dunia, dan
sukacita yang tidak pernah dirasakan oleh orang asing
lain.
[3] Dia memanggil Maria atas suruhan Kristus. Ia menyu-
ruh Marta pergi dan memanggil saudarinya. Panggilan
yang menggugah seperti itu, siapa pun yang mengabar-
kannya, pastilah diutus oleh Kristus. Guru ada di sana
dan Ia memanggil engkau.
Pertama, Marta memanggil Kristus dengan sebutan
Guru, didaskalos, Tuan Pengajar, gelar yang olehnya Ia
biasa dipanggil dan dikenal di antara kedua bersaudara
itu. Tuan George Herbert (seorang theolog Inggris abad
ketujuh belas – pen.) senang sekali menyebut Kristus
Guruku.
Kedua, Marta amat bergirang dengan kedatangan-
Nya itu: Guru ada di sana (KJV: “Guru sudah datang” –
pen.). Dia telah lama dinanti-nantikan dan dirindukan,
dan kini Ia telah datang, Ia telah datang. Kedatangan-
Nya ini terasa menyejukkan dalam situasi kedukaan
seperti saat itu. “Lazarus telah pergi, dan penghiburan
kita di dalam dia pun ikut pergi. namun Guru telah da-
tang, dan Ia lebih baik dibandingkan seorang teman terkasih
sekalipun, dan Ia pasti sanggup menggantikan segenap
rasa kehilangan yang kini kita derita. Guru kita telah
datang, dan Ia akan mengajari kita untuk melewati ke-
sedihan kita (Mzm. 44:12). Ia akan mengajar dan meng-
hibur kita dengan ajaran-Nya itu.”
Ketiga, Marta mengajak Maria untuk pergi dan me-
nemui Kristus: “Ia memanggil engkau, menanyakan ka-
barmu dan ingin supaya engkau menemui-Nya.” Per-
Injil Yohanes 11:17-32
783
hatikan, saat Kristus Guru kita datang, Ia akan me-
manggil kita. Dia datang melalui firman dan kegiatan-
kegiatan ibadah, memanggil kita untuk datang mengha-
dirinya dan memanggil kita menemui-Nya. Dia khusus
memanggilmu, memanggilmu dengan namamu (Mzm.
27:8), dan jika Ia memanggilmu, maka Ia pun akan me-
mulihkan dan menghiburmu.
(2) Bergegasnya Maria menemui Kristus saat diberi tahu
mengenai hal itu (ay. 29): Mendengar itu, yaitu kabar baik
bahwa Guru telah datang, Maria segera bangkit lalu pergi
mendapatkan Yesus. Tidak terpikir oleh Maria betapa de-
katnya Kristus dengannya saat itu, sebab Ia sering kali ber-
ada lebih dekat dengan mereka yang sedang berkabung di
Sion dibandingkan yang kita sadari. namun , saat Maria menge-
tahui bahwa Kristus begitu dekat, ia pun mulai berlari de-
ngan gembira untuk mendapatkan-Nya. Sedikit kabar saja
mengenai mendekatnya Kristus yang penuh rahmat itu su-
dah cukup bagi iman yang giat, yang selalu siap menyam-
but kabar itu dan menjawab panggilan pertama saat itu
juga.
saat Kristus datang:
[1] Maria tidak lagi memikirkan tata krama dalam perka-
bungan itu. Sebaliknya, dengan mengabaikan segala
tata cara dan adat kebiasaan dalam situasi seperti itu,
ia pun berlari melalui kota untuk mendapati Kristus.
Biarlah tidak ada satu aturan yang menentukan kehor-
matan atau kedudukan menghalangi kita dari kesem-
patan untuk bercakap-cakap dengan Kristus.
[2] Maria juga tidak meminta pendapat para tetangganya,
yaitu orang-orang Yahudi yang saat itu ada bersama-
sama dengannya untuk menghiburkannya. Dia mening-
galkan mereka semuanya untuk datang kepada Kristus.
Ia bukan saja tidak meminta nasihat mereka, namun
juga tidak punya waktu untuk berpamitan atau memin-
ta maaf atas kekasarannya itu.
(3) Di sini kita diberi tahu (ay. 30) di mana Maria menemukan
Gurunya. Kristus belum sampai ke Betania, namun sudah
tiba di ujung kampung itu, di tempat Marta menjumpai-Nya.
784
Lihatlah di sini:
[1] Betapa Kristus mencintai pekerjaan-Nya. Dia berada de-
kat-dekat kuburan itu supaya Ia siap untuk menuju ke
sana. Dia tidak mau masuk ke dalam kampung untuk
beristirahat sesudah perjalanan yang melelahkan itu,
kecuali Ia telah selesai menunaikan tugas yang mem-
bawa-Nya ke sana. Dia juga tidak mau pergi ke dalam
kampung, supaya jangan sampai tindakan-Nya itu tam-
pak seperti mau pamer dan sengaja untuk menarik
kerumunan orang untuk menonton mujizat-Nya itu.
[2] Kasih Maria terhadap Kristus. Masih saja besar kasih-
nya itu. Meskipun Kristus tampaknya kurang berbaik
hati dengan menunda kunjungan-Nya itu, Maria tidak
menyalahkan Dia sama sekali. sebab itu, biarlah kita
juga pergi kepada Kristus di luar perkemahan (Ibr.
13:13).
(4) Kesalahpahaman orang-orang Yahudi yang sedang bersa-
ma-sama dengan Maria sewaktu ia bergegas pergi ke luar
(ay. 31): Mereka berkata, ia pergi ke kubur untuk meratap di
situ. Marta lebih tabah dalam menghadapi kesedihan di-
bandingkan Maria, sebab Maria yaitu seorang wanita
yang berhati lembut dan mudah terhanyut dalam kesedih-
an. Orang-orang seperti Maria perlu berjaga-jaga dalam
menghadapi kedukaan dan memerlukan banyak belas ka-
sihan dan sokongan. Para pelayat mendapati Maria sama
sekali tidak terhibur dengan segala tata cara penghiburan
yang mereka lakukan, sebab dia terus saja berkubang
dalam kesedihannya. sebab itulah, saat Maria pergi ke
luar dan menuju arah kuburan, mereka pun mengira ia
hendak pergi ke kubur untuk meratap di situ.
Lihatlah:
[1] Kebodohan dan kesalahan yang biasanya didapati da-
lam diri orang yang sedang berkabung. Mereka sering-
kali sengaja memperparah kesedihan mereka dan mem-
perburuk keadaan. Dalam situasi seperti itu, biasanya
kita cenderung berkutat dalam kepedihan hati sambil
berkata, sudah selayaknya kita terus berduka, bahkan
sampai mati. Kita cenderung enggan melepaskan hal-
Injil Yohanes 11:17-32
785
hal yang sebenarnya menambah kesedihan kita. Pada-
hal, apa gunanya hal itu bagi kita, saat kita justru seha-
rusnya berserah pada kehendak Tuhan dalam segala
kesusahan itu? Mengapa orang-orang yang berkabung
pergi ke kubur untuk meratap di situ, padahal mereka
tidak perlu berduka seperti orang yang tidak punya
pengharapan? Kesedihan itu sendiri sudah menyusah-
kan hati, mengapa kita harus menjadikannya lebih sulit
lagi?
[2] Hikmat dan kewajiban para pelayat, yaitu sedapat
mungkin mencegah kembalinya perasaan sedih orang
yang sedang berkabung dan berusaha untuk mengalih-
kan perhatian mereka dari kepedihan yang mendalam
itu. sebab itulah orang-orang Yahudi yang mengikuti
Maria juga dituntun kepada Kristus dan menjadi saksi
salah satu mujizat-Nya yang gemilang. Setia menemani
kawan-kawan Kristus saat mereka berduka merupakan
hal yang baik, sebab dengan begitu, kita dapat lebih da-
lam lagi mengenal Kristus.
(5) Sambutan Maria terhadap Tuhan Yesus kita (ay. 32): Dia
datang dengan diikuti oleh para pelayat lain, lalu tersung-
kurlah ia di depan kaki-Nya, sebagai seorang yang sedang
diselimuti kedukaan yang amat besar, dan berkata dengan
air mata bercucuran (seperti yang terlihat dalam ay. 33),
“Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti
tidak mati,” seperti yang pernah dikatakan Marta sebelum-
nya, sebab mereka telah sering mengatakan hal tersebut
satu sama lain.
Di sini kita dapati:
[1] Sikap Maria yang merendahkan dirinya dan berserah:
Tersungkurlah ia di depan kaki-Nya, lebih dibandingkan yang
Marta lakukan, sebab dukacita Maria lebih dalam. Dia
tersungkur bukan sebagai peratap yang kehilangan asa,
namun tersungkur di kaki Kristus sebagai seorang pe-
mohon yang merendahkan dirinya. Maria ini jugalah
yang dulunya duduk dekat kaki Tuhan untuk mende-
ngarkan perkataan-Nya (Luk. 10:39), dan kini kita men-
dapatinya lagi dalam posisi yang sama dengan tujuan
786
berbeda. Perhatikan, orang yang sewaktu keadaannya
sedang damai menempatkan dirinya di kaki Kristus un-
tuk dibimbing oleh-Nya, dia juga dapat dengan rasa ter-
hibur dan yakin datang lagi ke kaki-Nya sewaktu keada-
annya sulit, untuk mencari pertolongan dari-Nya. Maria
tersungkur di depan kaki-Nya, sebagai seorang yang
berserah pada kehendak-Nya di dalam segala peristiwa
yang telah terjadi, dan menyambut maksud baik-Nya
melalui apa pun yang kini akan terjadi. Saat kita sedang
bersusah hati, kita harus merendahkan diri kita di kaki
Kristus dengan dukacita pertobatan dan kebencian
terhadap dosa, serta memasrahkan diri kita dengan
sabar terhadap kehendak Tuhan . Tersungkurnya Maria
di kaki Kristus menandakan rasa hormat dan pemuja-
annya yang mendalam terhadap Kristus. Demikianlah
yang biasanya dilakukan rakyat jelata dalam menyata-
kan rasa hormat terhadap raja dan pangeran mereka,
namun Tuhan kita Yesus tidak berpenampilan agung
secara duniawi seperti halnya penguasa di bumi ini,
sehingga orang yang menyatakan rasa hormat kepada-
Nya dengan sikap seperti itu berarti memandang-Nya
lebih dibandingkan seorang manusia biasa, dan dengan
begitu, bermaksud memberi-Nya kehormatan ilahi. De-
ngan begitu Maria mengakui iman Kristen sebagaimana
yang telah dilakukan Marta, dan pada intinya mengata-
kan, aku percaya, bahwa Engkaulah Mesias. Bertekuk
lutut di hadapan Kristus dan mengakui-Nya dengan
lidah, dianggap sama artinya (Rm. 14:11; Flp. 2:10-11).
Dia melakukan hal itu di hadapan orang-orang Yahudi
yang mengikutinya, yang meskipun merupakan kawan-
kawan baginya dan keluarganya, mereka juga sangat
memusuhi Kristus. Akan namun , di hadapan mereka
Maria tetap jatuh tersungkur di kaki Kristus, sebagai
seorang yang tidak merasa malu untuk mengakui
betapa ia memuja-Nya, juga tidak merasa takut kehi-
langan kawan-kawan dan tetangganya sebab itu. Dia
tetap tersungkur di kaki-Nya tanpa peduli bila mereka
merasa tersinggung sebab itu. Dan jika tindakan itu
menjadikannya hina, dia bahkan rela menjadi lebih
Injil Yohanes 11:33-44
787
hina lagi (Kid. 8:1). Kita melayani seorang Tuan yang
membuat kita tidak perlu malu akan Dia. Penerimaan-
Nya akan segala pelayanan kita cukup untuk meng-
imbangi semua penghinaan dan cacian manusia.
[2] Perkataan Maria sangat mengharukan: Tuhan, sekira-
nya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati.
Penundaan yang dilakukan Kristus dimaksudkan untuk
mendatangkan sesuatu yang terbaik, dan memang ter-
bukti demikian. Akan namun , kedua bersaudari itu me-
lontarkan perkataan yang sama, yang sebenarnya tidak
sopan terhadap-Nya, sebab perkataan mereka menyirat-
kan bahwa mereka mempersalahkan-Nya atas kematian
saudara mereka. Kristus bisa saja menjadi tersinggung
dengan perkataan mereka yang diulang-ulang itu, dan
berkata pada mereka bahwa Ia pun memiliki pekerjaan
lain, dan tidak harus selalu menuruti permintaan mere-
ka dan melayani mereka. Dia baru dapat datang sesudah
urusan-Nya selesai. Namun, Dia justru tidak mengata-
kan apa-apa. Kristus memahami keadaan mereka yang
sedang susah itu, dan bahwa orang-orang yang sedang
kehilangan itu berpikir bahwa mereka layak bicara se-
perti itu, sehingga Ia pun memaafkan ketidaksopanan
mereka dalam menyambut-Nya. Dengan begitu, Kristus
memberi kita sebuah teladan untuk bersikap lembut
dan lunak di saat-saat seperti itu. Maria tidak menam-
bahkan kata-kata lain seperti Marta, namun dari apa
yang terjadi sesudahnya, tampaknya apa yang tidak
bisa ia ucapkan dengan kata-kata, ia ungkapkan de-
ngan air mata. Ia tidak berbicara sebanyak Marta, namun
lebih banyak menangis. Dan air mata yang tercurah
sebab kasih sayang yang mendalam terdengar seperti
suara nyaring di telinga Kristus. Tiada seni berbicara
yang hebat seperti ini.
Kristus di Kubur Lazarus; Kebangkitan Lazarus
(11:33-44)
33 saat Yesus melihat Maria menangis dan juga orang-orang Yahudi yang
datang bersama-sama dia, maka masygullah hati-Nya. Ia sangat terharu dan
788
berkata: 34 “Di manakah dia kamu baringkan?” Jawab mereka: “Tuhan, mari-
lah dan lihatlah!”35 Maka menangislah Yesus. 36 Kata orang-orang Yahudi:
“Lihatlah, betapa kasih-Nya kepadanya!”37 namun beberapa orang di antara-
nya berkata: “Ia yang memelekkan mata orang buta, tidak sanggupkah Ia
bertindak, sehingga orang ini tidak mati?” 38 Maka masygullah pula hati
Yesus, lalu Ia pergi ke kubur itu. Kubur itu yaitu sebuah gua yang ditutup
dengan batu. 39 Kata Yesus: “Angkat batu itu!” Marta, saudara orang yang
meninggal itu, berkata kepada-Nya: “Tuhan, ia sudah berbau, sebab sudah
empat hari ia mati.” 40 Jawab Yesus: “Bukankah sudah Kukatakan kepada-
mu: Jikalau engkau percaya engkau akan melihat kemuliaan Tuhan ?” 41 Maka
mereka mengangkat batu itu. Lalu Yesus menengadah ke atas dan berkata:
“Bapa, Aku mengucap syukur kepada-Mu, sebab Engkau telah mendengar-
kan Aku. 42 Aku tahu, bahwa Engkau selalu mendengarkan Aku, namun oleh
sebab orang banyak yang berdiri di sini mengelilingi Aku, Aku mengatakan-
nya, supaya mereka percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.” 43
Dan sesudah berkata demikian, berserulah Ia dengan suara keras: “Lazarus,
marilah ke luar!” 44 Orang yang telah mati itu datang ke luar, kaki dan
tangannya masih terikat dengan kain kapan dan mukanya tertutup dengan
kain peluh. Kata Yesus kepada mereka: “Bukalah kain-kain itu dan biarkan
ia pergi.”
Di sini ada :
I. Rasa simpati yang lembut yang dimiliki Kristus atas teman-teman-
Nya yang sedang bersusah, dan bagaimana Ia turut merasakan
kesedihan mereka, yang terlihat nyata melalui tiga hal:
1. Batin-Nya yang terharu dan hati-Nya yang menjadi masygul
(ay. 33): Yesus melihat Maria menangis sebab kehilangan sau-
dara yang sangat dikasihinya, dan juga orang-orang Yahudi
yang datang bersama-sama dia menangisi perginya seorang
tetangga dan kawan yang baik hati. Saat Kristus menyaksikan
betapa menyedihkannya bochim, tempat berkumpulnya para
peratap itu, maka masygullah hati-Nya dan Ia sangat terharu.
Lihatlah di sini:
(1) Dukacita anak-anak manusia yang digambarkan oleh air
mata Maria dan kawan-kawannya. Cucuran air mata mere-
ka itu menjadi lambang yang amat tepat bagi kedukaan di
dunia ini. Secara alami, kita memang telah belajar untuk
meratapi kawan-kawan kita yang terkasih sewaktu mereka
direnggut oleh kematian. Demikianlah, pemeliharaan Tuhan
juga melibatkan hari-hari tangis perkabungan. Mungkin
saja kekayaan Lazarus kini jatuh ke tangan saudari-sau-
darinya itu dan merupakan tambahan besar atas nasib
baik mereka. Di zaman sekarang, dalam keadaan seperti
itu, biasanya orang-orang tidak menginginkan kerabat me-
Injil Yohanes 11:33-44
789
reka hidup kembali, sekalipun tentu saja mereka tidak
mengharapkan kematian mereka (setidaknya, mereka tidak
mengatakan demikian). Namun, kedua bersaudari ini sung-
guh-sungguh menginginkan Lazarus hidup kembali, tanpa
peduli sebesar apa pun kekayaan yang akan mereka terima
sesudah ia mati. Agama mengajarkan kita seperti ini, untuk
menangis dengan orang yang menangis, sebagaimana
orang-orang Yahudi yang datang bersama-sama Maria itu
juga menangis, mengingat kita ini satu tubuh dengan yang
lainnya. Orang-orang yang sungguh-sungguh mengasihi
kawan-kawan mereka tentu akan selalu berbagi dengan
mereka dalam suka dan duka, sebab, apakah itu persaha-
batan selain dibandingkan saling menunjukkan kasih sayang
satu sama lainnya? (Ayb. 16:5).
(2) Kasih karunia dan belas kasihan Anak Tuhan terhadap me-
reka yang ada dalam kesengsaraan. Ia menjadi Juruselamat
mereka dalam segala kesesakan mereka (Yes. 63:9; Hak.
10:16, KJV: “Dialah yang menderita dalam segala kesesak-
an mereka” – pen.).
Saat Kristus melihat mereka semua berlinang air mata:
[1] Masygullah hati-Nya. Ia merelakan diri-Nya untuk dico-
bai (seperti kita saat sedang dirundung kesesakan be-
sar), hanya saja Ia tidak berbuat dosa. Kemasygulan
hati-Nya itu merupakan ungkapan,
Pertama, dari ketidaksenangan-Nya terhadap duka-
cita yang kacau balau dari orang-orang di sekeliling-Nya
(seperti dalam Mrk. 5:39): “Mengapa kamu ribut dan
menangis? Betapa kacaunya keadaan di sini! Beginikah
sikap orang yang percaya kepada Tuhan , sorga dan dunia
lain?” Atau,
Kedua, dari perasaan-Nya mengenai kehidupan ma-
nusia yang penuh dengan bencana dan takluk pada
kuasa maut yang telah menjatuhkan manusia berdosa.
Kini, Kristus harus menyerang maut dan kubur sehing-
ga Ia pun mempersiapkan diri untuk menghadapi per-
tempuran itu. Ia mengenakan pakaian pembalasan, dan
kemarahan-Nya itu menguatkan Dia, sehingga semakin
diteguhkan untuk mengambil bagian dalam penderitaan
790
kita yang sangat besar, dan dalam pemulihan kita dari
segala kedukaan itu. Dengan senang hati Kristus me-
nempatkan diri-Nya untuk menanggung beban itu, se-
hingga hati-Nya pun menjadi masygul sebab nya. Atau,
Ketiga, sikap Kristus tersebut merupakan ungkapan
dari rasa simpati terhadap teman-teman-Nya yang se-
dang berduka. Inilah hati yang tergerak dan kasih sa-
yang yang sungguh-sungguh dibutuhkan oleh gereja
yang sedang menderita (Yes. 63:15). Kristus tidak saja
terlihat prihatin, namun juga menjadi masygul hati-Nya.
Dia benar-benar tergugah sebab kejadian itu dalam
batin-Nya. Kawan-kawan palsu Daud berpura-pura ter-
gugah untuk menyembunyikan kejahatan mereka (Mzm.
41:7), namun kita harus belajar dari Kristus supaya
memberikan kasih sayang dan rasa simpati kita tanpa
berpura-pura. Keluhan Kristus benar-benar tulus dan
mendalam.
[2] Ia menjadi sangat terharu. Ia membiarkan diri-Nya men-
jadi terharu, begitulah arti sebenarnya dari kalimat itu.
Kristus memiliki segala perasaan dan rasa kasih yang
ada dalam sifat manusia, sebab di dalam segala hal Ia
harus disamakan dengan saudara-saudara-Nya, namun
Kristus dapat mengendalikan semua perasaan itu, yang
dapat hanya bila dan saat Ia kehendaki. Ia tidak per-
nah terharu, namun membiarkan diri-Nya terharu, saat Ia
menyaksikan perkara tertentu. Kristus sering kali mem-
biarkan diri-Nya tergugah oleh kesesakan, namun tidak
pernah direpotkan atau dikacaukan oleh kesesakan itu.
Dengan kehendak-Nya sendiri Dia memperlihatkan pe-
rasan dan belas kasihan-Nya. Ia berkuasa meletakkan
dukacita-Nya dan berkuasa pula untuk mengambilnya
kembali.
2. Keprihatinan-Nya terhadap mereka, yang terlihat melalui per-
tanyaan-Nya yang lembut mengenai jasad almarhum kawan-
Nya itu (ay. 34): Di manakah dia kamu baringkan? Dia tetap
menanyakan itu walaupun Ia tahu betul di mana Lazarus
dibaringkan, sebab:
Injil Yohanes 11:33-44
791
(1) Ia hendak menunjukkan diri-Nya sebagai manusia, bahkan
saat Ia hendak mengadakan kuasa Tuhan . sebab meng-
ambil rupa sebagai manusia, Ia pun menyesuaikan diri
dengan kebiasaan dan cara anak-anak manusia: Non
nescit, sed quasi nescit – Dia bukannya tidak tahu, melain-
kan berbuat seolah-seolah begitu, kata Augustinus.
(2) Dia menanyakan letak kuburan Lazarus, supaya orang-
orang Yahudi yang tidak mau percaya itu tidak akan me-
miliki alasan untuk mencurigai bahwa Ia telah bersekong-
kol dengan Lazarus, seandainya Ia langsung pergi menuju
kuburan yang letaknya sudah Ia ketahui melalui hikmat-
Nya. Banyak para penafsir mengamati hal ini dari pendapat
Krisostom (seorang bapa gereja abad keempat – pen.).
(3) Dengan demikian Ia hendak mengalihkan perhatian saha-
bat-sahabat-Nya yang sedang berdukacita itu, dengan
membangkitkan harapan mereka akan sesuatu yang hebat.
Seolah-olah Ia berkata, “Aku tidak datang kemari untuk
berbelasungkawa dan mencucurkan air mata yang tidak
bermanfaat apa-apa seperti yang kamu lakukan. Tidak,
aku punya pekerjaan lain. Marilah kita pergi ke kubur dan
menyelesaikan perkara ini.” Perhatikan, memusatkan per-
hatian kita kepada pekerjaan kita merupakan obat ampuh
untuk melawan kesedihan yang berlebihan.
(4) Dengan berkata begitu Kristus hendak menegaskan kepada
kita bahwa Ia selalu memperhatikan jasad para orang ku-
dus yang terbaring di kuburan. Dia memperhatikan di
mana mereka dibaringkan dan akan menjaga mereka. Tidak
saja ada kovenan dengan debu, melainkan juga ada
penjagaan terhadapnya.
3. Air mata-Nya yang berlinang. Orang-orang di sekeliling-Nya
tidak memberitahu-Nya di mana jasad Lazarus dibaringkan,
namun mereka ingin supaya Ia datang dan melihatnya sendiri.
Jadi mereka pun langsung membawa-Nya ke kubur itu supaya
apa yang Ia lihat dengan mata-Nya akan menggugah hati-Nya
lebih dalam lagi.
(1) Sementara berjalan ke kubur, menangislah Yesus (ay. 35),
seolah-olah Ia sedang mengantar mayat itu ke sana. Ayat
792
itu memang amat pendek, namun mengandung banyak pe-
tunjuk:
[1] Bahwa Yesus Kristus itu benar-benar manusia yang se-
rupa dengan anak-anak manusia, bukan saja dalam
darah dan daging, namun juga dalam jiwa-Nya yang juga
dapat tergugah oleh rasa sukacita, dukacita, dan pera-
saan-perasaan lainnya. Sebelum Ia menunjukkan bukti
keilahian-Nya dalam membangkitkan Lazarus, Kristus
membuktikan kemanusiaan-Nya atau jati diri-Nya seba-
gai manusia dalam dua pengertian, yaitu, sebagai ma-
nusia, Ia bisa menangis, dan sebagai manusia yang ber-
belas kasihan, Ia akan menangis.
[2] Bahwa Ia yaitu seorang yang penuh kesengsaraan dan
yang biasa menderita kesakitan, sebagaimana telah di-
nubuatkan sebelumnya (Yes. 53:3). Kita tidak pernah
membaca bahwa Ia tertawa, namun lebih dari sekali kita
mendapati-Nya berlinang air mata. Dengan begitu, Ia
menunjukkan bahwa keadaan yang menyedihkan bu-
kan saja beriringan dengan kasih Tuhan , namun juga ba-
rangsiapa yang menabur di dalam Roh harus juga
menabur dalam cucuran air mata.
[3] Air mata belas kasihan layak menjadi bagian dari orang
Kristen, dan menjadikan mereka lebih menyerupai Kris-
tus. Sangatlah melegakan bagi orang-orang yang ber-
duka saat kawan-kawan mereka turut bersimpati de-
ngan mereka, apalagi jika kawan itu yaitu orang yang
seperti Tuhan Yesus.
(2) Anggapan yang berbeda-beda terhadap tangisan Kristus
itu.
[1] Beberapa orang mengartikannya baik dan tulus, dan
sudah sewajarnya (ay. 36): Kata orang-orang Yahudi,
lihatlah, betapa kasih-Nya kepadanya! Kelihatannya me-
reka heran melihat Kristus begitu mengasihi seorang
yang sama sekali tidak punya hubungan saudara apa-
apa dengan-Nya, dan belum begitu lama dikenal-Nya,
sebab Kristus menghabiskan kebanyakan waktu-Nya di
daerah Galilea yang terletak amat jauh dari Betania.
Seperti yang telah diteladankan oleh Kristus, kita juga
harus memperlihatkan kasih kita kepada kawan-kawan
kita, baik yang masih hidup maupun yang telah berpu-
lang. Kita harus turut berdukacita bagi saudara-sau-
dara kita yang telah tertidur di dalam Yesus sebagai-
mana orang-orang yang penuh dengan kasih, meskipun
tidak berarti kita telah kehilangan harapan, seperti
orang-orang saleh yang menguburkan mayat Stefanus
(Kis. 8:2). Air mata kita tidak membawa manfaat apa-
apa bagi orang yang meninggal itu, namun tetap dapat
mengawetkan kenangan kita akan mereka. Air mata
itulah yang menjadi tanda kasih istimewa Kristus terha-
dap Lazarus, namun Kristus juga telah menunjukkan
bukti yang tak kalah kuatnya mengenai kasih-Nya ter-
hadap semua orang kudus, yaitu dengan mati bagi me-
reka. Saat Kristus hanya meneteskan air mata-Nya bagi
Lazarus, mereka berkata, lihatlah, betapa kasih-Nya
kepadanya! Jadi, terlebih lagi kita memiliki alasan lebih
banyak untuk berkata demikian mengenai Dia yang te-
lah menyerahkan nyawa-Nya bagi kita: lihatlah, betapa
kasih-Nya kepada kita! Tidak ada kasih yang lebih besar
dari pada kasih seperti itu.
[2] Beberapa orang lainnya memberikan penilaian yang ke-
liru mengenai tangisan Kristus, seolah-olah air mata-
Nya itu menandakan ketidakmampuan-Nya untuk me-
nolong teman-Nya (ay. 37): Ia yang memelekkan mata
orang buta, tidak sanggupkah Ia bertindak untuk men-
cegah kematian Lazarus? Di sini tersirat secara licik,
Pertama, bahwa kematian Lazarus menjadi keduka-
an yang besar bagi Kristus (seperti yang terlihat melalui
air mata-Nya), sebab jika Ia sanggup mencegah kemati-
annya, maka Ia pun pasti telah melakukannya, namun
sekarang sebab Ia tidak melakukan hal itu, maka
mereka berkesimpulan bahwa Ia memang tidak mampu
mencegah kematian Lazarus. Ini sama seperti yang me-
reka simpulkan saat Ia akan mati di kayu salib, bahwa
sebab Dia tidak menyelamatkan diri-Nya dengan turun
dari salib itu, maka itu berarti Dia tidak sanggup me-
nyelamatkan diri-Nya sendiri. Mereka tidak ingat bahwa
kuasa ilahi selalu dikerahkan berdasarkan hikmat ilahi
dan tidak semata oleh keinginan-Nya saja, namun berda-
sarkan hikmat dari kehendak-Nya itu. Kenyataan inilah
yang harus kita terima. Jika kawan-kawan Kristus yang
dikasihi-Nya mati, dan jika gereja yang dikasihi-Nya
dianiaya dan mengalami kesukaran, kita tidak boleh
lantas menyimpulkan bahwa hal itu disebabkan sebab
ada cacat dalam kuasa maupun kasih-Nya, namun harus
tetap percaya bahwa semua itu terjadi sebab ada mak-
sud-Nya yang terbaik.
Kedua, mereka masih meragu-ragukan apakah Kris-
tus telah benar-benar mencelikkan mata orang buta.
Artinya, bagi mereka itu hanya suatu rekayasa. Jika
kini Ia tidak melakukan mujizat, maka mereka pikir hal
itu cukup untuk meragukan mujizat yang telah Ia per-
buat sebelumnya. Setidaknya, hal itu menunjukkan
bahwa Ia memiliki kuasa yang terbatas, dan sebab itu,
bukan kuasa ilahi. Kristus pun segera meyakinkan para
penyebar fitnah itu dengan membangkitkan Lazarus dari
kematiannya, yang merupakan perbuatan yang lebih
besar lagi. Dia bisa saja mencegah kematian Lazarus,
namun tidak melakukannya sebab Ia hendak menun-
jukkan kemuliaan-Nya dengan cara yang lebih gemi-
lang.
II. Kristus menghampiri kuburan dan mempersiapkan segala yang
diperlukan sebelum Ia membuat mujizat itu.
1. Kristus sekali lagi merasa masygul, sewaktu Ia mendekati ku-
buran itu (ay. 38): Maka masygullah pula hati Yesus, lalu Ia
pergi ke kubur itu.
Dia merasa masygul:
(1) sebab tidak senang melihat ketidakpercayaan orang-orang
yang begitu meragukan kuasa-Nya, dan mempersalahkan-
Nya sebab tidak mencegah kematian Lazarus. Ia berduka-
cita sebab kedegilan mereka. Dosa dan kebodohan manu-
sia, terutama yang Ia dapati di Yerusalem (Mat. 23:37),
membuatnya merasa masygul, lebih dari kemasygulan yang
ditimbulkan oleh kesukaran atau kesengsaraan yang ditim-
pakan kepada-Nya.
(2) sebab Ia begitu tergugah dengan ratapan-ratapan di seki-
tar-Nya, yang sepertinya keluar dari mulut kedua bersau-
dari itu saat mereka hampir sampai di kuburan, ratapan
yang semakin lama semakin nyaring dan menyedihkan
dibandingkan sebelumnya, sehingga hati-Nya yang lembut pun
tersentuh oleh tangisan mereka itu.
(3) Beberapa orang beranggapan bahwa hati-Nya menjadi
masygul sebab demi memuaskan keinginan kawan-ka-
wan-Nya itu, Ia akan membangkitkan Lazarus ke dalam
dunia yang penuh dengan dosa dan masalah ini, dari per-
istirahatan yang baru saja ia masuki. Kebangkitannya itu
memang merupakan kebaikan bagi Marta dan Maria, namun
bagi Lazarus sendiri, hal itu seperti melemparkan kembali
seseorang ke dalam lautan yang mengamuk sesudah ia baru
saja mendarat dengan selamat di pelabuhan yang tenang
dan aman. Jika Lazarus dibiarkan di dunia lain, Kristus
akan segera menyusul-Nya ke sana, namun kini, sesudah ia
dihidupkan kembali, ia malah akan ditinggalkan oleh Kris-
tus di dunia ini.
(4) Kristus menjadi masygul seperti seseorang yang tergugah
oleh keadaan manusia yang berdosa dan celaka dan yang
takluk kepada maut. Dari keadaan inilah Ia kini hendak
mengangkat Lazarus keluar. sebab itulah Ia menguatkan
diri untuk berpegang teguh kepada Tuhan melalui doa yang
kini hendak Ia panjatkan, supaya Ia dapat mempersembah-
kan doa itu dengan ratap tangis (Ibr. 5:7). Saat diutus
memberitakan Injil untuk membangkitkan jiwa-jiwa yang
telah mati, para hamba Tuhan juga harus tergugah oleh
keadaan menyedihkan dari orang-orang yang mereka khot-
bahi dan doakan itu. Hati mereka juga harus menjadi
masygul saat memikirkan keadaan orang-orang itu.
2. Kuburan di mana Lazarus terbaring digambarkan demikian:
Kubur itu yaitu sebuah gua yang ditutup dengan batu. Kubur-
an orang biasa mungkin digali sebagaimana kuburan kita saat
ini, namun orang-orang yang terhormat dimakamkan dalam
sebuah ruang makam yang tertutup baik, seperti juga kita.
Demikian juga Lazarus, dan kuburan tempat Kristus dikubur-
kan. Mungkin saja kebiasaan itu dipertahankan di antara
orang-orang Yahudi untuk meniru leluhur mereka yang me-
nguburkan jasad orang mati di dalam gua Makhpela (Kej.
23:19). Perhatian besar yang mereka tunjukkan dalam meng-
urusi jasad kawan-kawan mereka menegaskan pengharapan
mereka akan kebangkitan. Mereka menganggap seluruh upa-
cara penguburan selesai dilakukan bila sebuah batu besar
telah digulingkan untuk menutupi kubur itu, atau seperti
dalam kasus ini, diletakkan di sana, seperti batu yang diletak-
kan di mulut gua singa tempat Daniel dilemparkan (Dan.
6:18), supaya tidak dapat dibuat perubahan apa-apa. Hal ini
menunjukkan bahwa orang mati dipisahkan dari orang hidup,
dan bahwa mereka telah pergi ke tempat lain dan tidak akan
kembali lagi. Batu itu mungkin saja batu nisan dengan sebuah
tulisan yang terpatri di atasnya, yang disebut orang Yunani
dengan mnēmeion – sebuah peringatan, sebab merupakan ke-
nangan akan orang yang telah tiada itu, sekaligus juga peri-
ngatan bagi yang masih hidup, untuk mengingatkan mereka
akan apa yang perlu diingat oleh kita semua. Orang Latin me-
nyebut batu itu Monumentum, à monendo, sebab memberikan
peringatan.
3. Perintah untuk menyingkirkan batu itu (ay. 39): Angkat batu
itu! Kristus ingin supaya batu itu disingkirkan supaya semua
orang yang menonton dapat melihat jasad Lazarus terbaring
kaku di dalam makam, dan supaya jalan keluar dari makam
itu terbuka sehingga Lazarus dapat keluar dari sana. Juga, su-
paya tampak bahwa yang keluar itu yaitu benar-benar tubuh
manusia dan bukannya hantu atau makhluk halus. Kristus
ingin supaya beberapa hamba menyingkirkan batu itu sehing-
ga mereka menjadi saksi-saksi yang mencium bau tubuhnya
yang membusuk, yang menandakan bahwa tubuh itu memang
benar-benar telah mati. Menyingkirkan batu merupakan se-
buah langkah awal yang bagus untuk membangkitkan sebuah
jiwa ke dalam kehidupan rohani, yaitu saat prasangka dising-
kirkan dan sirna, dan sebuah jalan terbuka untuk firman ma-
suk ke dalam hati dan bekerja di sana serta mengatakan apa
yang harus disampaikannya.
4. Marta keberatan untuk membuka kubur itu: Tuhan, ia sudah
berbau, atau menjadi busuk, sebab sudah empat hari ia mati,
tetartaios gar esti, quatriduanus est, telah empat hari lamanya
ia ada di dunia lain, menjadi warga dan penghuni kubur se-
lama empat hari. Mungkin saja Marta telah mencium bau bu-
suk itu saat mereka sedang menyingkirkan batu itu, sehingga
ia pun berseru begitu.
(1) Dengan demikian, mudah saja mengamati sifat alami tu-
buh manusia: empat hari tidaklah begitu lama, namun per-
ubahan yang terjadi terhadap tubuh manusia itu selama
waktu tersebut amatlah besar, jika tubuh itu begitu lama-
nya tidak menyentuh makanan, apalagi jika ada begitu
lama tanpa kehidupan! Menurut Dr. Hammond, mayat ma-
nusia biasanya membusuk dalam kurun waktu tujuh pu-
luh dua jam. Orang Yahudi juga berpendapat bahwa pada
hari keempat sesudah kematian, mayat manusia akan sa-
ngat berubah sehingga tidak dapat dikenali lagi sebagai
manusia. Begitulah pendapat Maimonides (seorang filsuf
Yahudi – pen.) yang dikutip oleh Lightfoot. Kristus bangkit
pada hari ketiga sebab Dia tidak akan melihat kebinasaan.
(2) Tidak mudah menerka mengapa Marta berkata demikian.
[1] Beberapa orang berpendapat bahwa ia mengatakan itu
dengan kelembutan dan rasa hormat yang seharusnya
dimiliki terhadap jasad seseorang. sebab kini jasad itu
sudah mulai membusuk, Marta pun tidak mau jasad
saudaranya itu dipertontonkan di hadapan orang ba-
nyak.
[2] Yang lain lagi berpendapat bahwa Marta mengatakan
itu demi kebaikan Kristus, kalau-kalau bau busuk itu
akan mengganggu-Nya. Demikianlah sesuatu yang ber-
bau busuk digambarkan dengan kubur yang menganga
(Mzm. 5:10). Jika ada sesuatu yang berbau busuk,
maka Marta tidak mau Sang Guru mendekatinya. Na-
mun, Dia tidaklah halus dan rapuh sampai tidak bisa
tahan terhadap bau tidak sedap. Jika Ia seperti itu,
pastilah Ia tidak akan sudi datang ke dunia manusia
ini, yang telah dibuat dosa menjadi tumpukan kotoran
dan berbau busuk (semuanya telah menjadi bejat)
(Mzm. 14:3).
[3] namun dari jawaban yang diberikan Kristus, kelihatan-
nya perkataan Martha itu menggambarkan ketidakper-
cayaan dan keraguan Marta: “Tuhan, sekarang sudah
terlambat untuk menolong Lazarus. Tubuhnya sudah
mulai membusuk dan mustahil rasanya bahwa jasad-
nya yang telah bau itu dapat hidup kembali.” Marta
telah patah arang dan kehilangan harapan bahwa Laza-
rus bisa bangkit kembali, sebab belum pernah terjadi,
baik belakangan ini maupun sebelumnya, ada orang
yang telah mati dan membusuk bisa hidup lagi. Saat
tulang-tulang kita telah menjadi kering, kita pun lantas
berkata bahwa pengharapan kita sudah lenyap. Akan
namun , ketidakpercayaan Marta itu membuat mujizat ini
semakin terbukti nyata dan gemilang, sebab melalui
perkataannya tadi, terbukti bahwa Lazarus memang
telah benar-benar mati, dan bukannya hanya sekadar
mati suri, sebab, sekalipun sosok orang mati dapat di-
buat-buat, namun tidak demikian halnya dengan bau-
nya. Anggapan Marta bahwa kebangkitan itu benar-
benar mustahil untuk dilakukan lebih membawa kehor-
matan kepada Kristus yang melakukannya.
5. Teguran lembut yang diucapkan Kristus terhadap Marta (ay.
40), “Bukankah sudah Kukatakan kepadamu: Jikalau engkau
percaya engkau akan melihat kemuliaan Tuhan ?” Perkataan
Kristus kepada Marta ini tidak dicatat sebelumnya, mungkin
saja Ia telah berkata hal yang sama saat Marta menjawab (ay.
27), Ya, Tuhan, aku percaya, sehingga cukup dicatat sekali
saja di sini saat Kristus mengulanginya lagi.
Perhatikan:
(1) Tuhan Yesus kita telah memberi jaminan penuh bahwa
iman yang sejati pada akhirnya akan dikaruniai dengan
penglihatan yang penuh rahmat: “Jikalau engkau percaya,
engkau akan melihat kemuliaan Tuhan tampak padamu,
baik di dunia ini maupun di dunia lain.” Jika kita memper-
cayai firman Kristus itu dan bergantung pada kuasa dan
kesetiaan-Nya, kita pun akan melihat kemuliaan Tuhan dan
berbahagia dengan penglihatan itu.
(2) Kita sering perlu diingatkan terus-menerus mengenai belas
kasihan yang pasti ini, yang dipakai oleh Yesus Tuhan kita
untuk mendorong kita. Kristus tidak memberikan jawaban
langsung terhadap perkataan Marta ataupun berjanji un-
tuk melakukan sesuatu, melainkan menyuruhnya untuk
berpegang teguh pada jaminan yang telah Ia berikan secara
umum: Percaya sajalah. Kita sering kali lupa tentang apa
yang telah Kristus katakan sehingga kita memerlukan-Nya
untuk selalu mengingatkan kita akan hal itu melalui Roh-
Nya, “Bukankah sudah Kukatakan kepadamu begini begitu?
Jadi masakan kini engkau berpikir bahwa Aku akan mem-
batalkan apa yang sudah kukatakan itu?”
6. Kubur itu akhirnya dibuka juga untuk mematuhi perintah
Kristus, meskipun Marta berkeberatan (ay. 41): Maka mereka
mengangkat batu itu. sesudah Marta merasa yakin dan me-
nyingkirkan keberatannya itu, mereka pun melanjutkan mem-
buka kubur itu. Jika kita hendak melihat kemuliaan Tuhan ,
kita harus membiarkan Kristus bertindak dengan cara-Nya
sendiri, dan tidak boleh memaksakan keinginan kita, melain-
kan berserah kepada-Nya. Mereka mengangkat batu itu, dan
hanya itulah yang dapat mereka lakukan. Hanya Kristus saja
yang dapat menganugerahkan kehidupan. Apa yang dapat di-
perbuat manusia hanyalah mempersiapkan jalan bagi Tuhan,
menimbun lembah dan meratakan bukit, dan seperti di sini,
mengangkat batu itu.
III. Bagaimana mujizat itu dilakukan. Tertarik dengan diangkatnya
batu itu, para penonton yang mengelilingi kuburan itu, bukan
untuk menyaksikan debu kembali ke debu, tanah kembali ke
tanah, melainkan untuk menyambut debu dari debu, dan tanah
dari tanah lagi. sesudah harapan mereka bangkit lagi, Tuhan
Yesus kita pun mulai melakukan pekerjaan-Nya.
1. Ia mengarahkan diri-Nya sendiri kepada Bapa-Nya yang hidup
di sorga, demikianlah Ia memanggil-Nya (5:17), dan mengarah-
kan mata-Nya kepada-Nya.
(1) Sikap tubuh yang ditunjukkan-Nya mengandung makna
yang mendalam: Ia menengadah ke atas, sebuah sikap jas-
mani yang menunjukkan pengangkatan pikiran, untuk me-
nunjukkan kepada semua orang di sekeliling-Nya dari
mana kuasa-Nya berasal, dan juga untuk memberikan
sebuah teladan bagi kita. Sikap tubuh seperti inilah yang
harus kita lakukan (17:1). Orang-orang duniawi akan me-
nertawakan hal ini, namun di sini yang hendak ditekankan
secara khusus kepada kita yaitu untuk mengangkat hati
kita kepada Tuhan yang ada di sorga. Sebab, apakah doa itu,
selain mengangkat jiwa kepada Tuhan dan mengarahkan
kasih sayang dan perasaan kita ke sorga? Kristus mene-
ngadah ke atas, melihat ke atas, melihat jauh melampaui
kubur di mana Lazarus terbaring, dan mengatasi segala
kesulitan yang terbentang di hadapan-Nya, supaya dengan
teguh Ia dapat mengarahkan mata-Nya kepada Kemaha-
kuasaan ilahi. Dengan ini Ia hendak mengajari kita supaya
berlaku seperti Abraham, yang imannya tidak menjadi
lemah, walaupun ia mengetahui, bahwa tubuhnya sudah sa-
ngat lemah, dan bahwa rahim Sara telah tertutup. Abraham
sama sekali tidak mempedulikan semua itu, sehingga ia
pun memperoleh tingkat iman yang tinggi sampai tidak
menjadi bimbang sebab ketidakpercayaan (Rm. 4:20).
(2) Kristus memalingkan hati-Nya kepada Tuhan dengan keya-
kinan dan kepercayaan yang sangat besar: Bapa, Aku
mengucap syukur kepada-Mu, sebab Engkau telah mende-
ngarkan Aku.
[1] Melalui teladan-Nya itu, di sini Ia hendak mengajarkan
kita,
Pertama, supaya memanggil Tuhan sebagai Bapa da-
lam doa kita, dan untuk menghampiri-Nya sebagaimana
anak-anak menghampiri ayah mereka, dengan sikap
hormat dan rendah hati, namun dengan keberanian
yang kudus.
Kedua, supaya memuji Bapa dalam doa-doa kita dan
mengucap syukur kepada-Nya atas pertolongan yang
telah Ia berikan kepada kita sebelumnya, saat kita da-
tang untuk memohon belas kasihan yang lain. Peng-
ucapan syukur yang diarahkan bagi kemuliaan Tuhan
(dan bukannya kemuliaan untuk diri kita sendiri seperti
perkataan Ya Tuhan , aku mengucap syukur kepada-Mu,
yang terlontar dari mulut orang Farisi), merupakan sa-
rana yang layak untuk mengalaskan segala permintaan
kita.
[2] namun , pengucapan syukur Sang Juruselamat kita di
sini dimaksudkan untuk mengungkapkan keyakinan-
Nya yang tidak tergoyahkan dalam keberhasilan mujizat
yang hendak dilakukan-Nya sebentar lagi, yang diper-
buat melalui kuasa-Nya dengan persetujuan Bapa-Nya:
“Bapa, Aku mengucap syukur kepada-Mu, sebab kehen-
dak-Ku dan kehendak-Mu, seperti yang selalu demi-
kian, sejalan dalam perkara ini.” Elia dan Elisa juga
membangkitkan orang mati, namun sebagai hamba-ham-
ba Tuhan saja, melalui permohonan mereka yang tulus.
Akan namun , Kristus melakukannya sebagai seorang
Anak, melalui wewenang-Nya sendiri sebagai seorang
yang memiliki hidup dalam diri-Nya sendiri, dan kuasa
untuk membangkitkan siapa pun yang Ia kehendaki,
dan Ia menyatakan ini sebagai perbuatan-Nya sendiri
(ay. 11): Aku pergi ke sana untuk membangunkan dia
dari tidurnya. Walaupun begitu, Ia tetap berkata seolah-
olah Ia memperoleh kuasa itu melalui doa, sebab Bapa-
Nya mendengarkan Dia: mungkin saja Ia telah mendoa-
kan hal itu saat hati-Nya masygul, lagi dan lagi (ay. 33,
38), melalui sebuah doa di dalam relung hati, dengan
kemasygulan yang tidak terucapkan.
Pertama, Kristus menyebut mujizat ini sebagai
jawaban dari sebuah doa:
1. Untuk merendahkan diri-Nya. Meskipun Ia yaitu
Sang Anak, Ia tetap belajar untuk taat, untuk me-
minta dan menerima. Mahkota-Nya sebagai Sang
Perantara dikaruniakan kepada-Nya melalui sebuah
permintaan, walaupun itu yaitu hak-Nya (Mzm.
2:8; Yoh. 17:5). Dia berdoa bagi kemuliaan yang te-
lah Ia miliki sebelum dunia ada, sekalipun Dia bisa
saja menuntut-Nya sebab Ia tidak pernah kehi-
langan hak atas kemuliaan itu.
2. Oleh sebab Ia berkenan untuk menghormati doa,
dan menjadikannya kunci untuk membuka peti har-
ta yang berisikan kuasa dan kasih karunia ilahi.
Dengan demikian, Ia hendak mengajari kita untuk
masuk ke dalam tempat kudus melalui doa dan pene-
rapan iman kita yang sungguh-sungguh.
Kedua, dengan penuh keyakinan bahwa doa-Nya
telah dijawab,
Kristus pun menyatakan:
a. Pengabulan jawaban doa-Nya itu dengan penuh rasa
syukur: Aku mengucap syukur kepada-Mu, sebab
Engkau telah mendengarkan Aku. Sekalipun mujizat
itu sendiri belum dilakukan, namun doa itu sudah
terjawab dan Kristus pun bersuka ria sebelum ke-
menangan-Nya terjadi. Tidak ada seorang pun yang
dapat mengaku-ngaku memiliki keyakinan sebesar
Kristus itu. Namun demikian, melalui iman akan
janji Tuhan , kita pun dapat memperoleh belas kasih-
an sebelum hal itu benar-benar diberikan, dan ber-
sukacita serta bersyukur kepada Tuhan walaupun
belum memperoleh belas kasihan itu. Dalam re-
nungan-renungan Daud, mazmur yang sama yang
diawali dengan doa untuk mohon belas kasihan se-
lalu ditutup dengan pengucapan syukur atasnya.
Perhatikan:
(a) Belas kasihan yang diberikan sebagai jawaban
doa harus diakui dengan cara istimewa melalui
pengucapan syukur. Selain belas kasihan itu
sendiri, kita pun harus menghargai pengabulan
doa itu sendiri sebagai sebuah kebaikan besar
sebab doa-doa kita yang sederhana telah dide-
ngar.
(b) Kita harus menyambut penampakan awal atas
jawaban doa kita dengan pengucapan syukur se-
dini mungkin. Sebagaimana Tuhan menjawab kita
dengan belas kasihan-Nya, bahkan sebelum kita
memanggil-Nya, dan mendengarkan kita bahkan
saat kita masih berbicara, begitu pula kita ha-
rus menjawab Dia dengan pujian bahkan sebe-
lum Ia mengaruniakan belas kasihan-Nya itu,
dan mengucap syukur kepada-Nya sementara Ia
tengah menyampaikan kabar baik dan perkataan
yang menghibur.
b. Keyakinan-Nya yang penuh keceriaan akan jawaban
atas doa-Nya di setiap waktu (ay. 42): Aku tahu,
bahwa Engkau selalu mendengarkan Aku. Janganlah
ada orang yang berpikir bahwa ini hanyalah sebuah
kebaikan luar biasa yang hendak diberikan kepada-
Nya sekarang, sesuatu yang tidak pernah Ia peroleh
sebelumnya, dan yang tidak akan lagi Ia miliki sete-
lah itu. Tidak, Dia selalu memiliki kuasa ilahi yang
sama, yang menyertai-Nya dalam setiap pekerjaan
yang Ia lakukan, dan Ia selalu mengerjakan apa
yang seturut dengan hikmat Tuhan . “Aku mengucap
syukur” (kata-Nya) “sebab dalam perkara ini pun
Engkau mendengarkan-Ku, sebab Aku yakin selalu
didengar dalam segala hal.”
Lihatlah di sini:
(a) Betapa pentingnya kedudukan Tuhan Yesus di
sorga. Bapa selalu mendengar-Nya, dan Ia selalu
dapat menghampiri-Nya setiap waktu, dan berha-
sil dalam menunaikan setiap tugas yang diem-
ban-Nya. Dan kita juga dapat yakin bahwa kedu-
dukan pentingnya itu tidak berkurang dengan
kepergian-Nya ke sorga, dan sebab itu kita da-
pat tetap berteguh untuk menggantungkan diri
pada doa-doa syafaat-Nya dan menaruh semua
permohonan kita ke dalam tangan-Nya, sebab
kita yakin bahwa Bapa selalu mendengar-Nya.
(b) Keyakinan-Nya akan kedudukan-Nya yang pen-
ting itu: Aku tahu. Ia sama sekali tidak pernah
meragukan hal itu, namun benar-benar merasa
puas dalam pikiran-Nya sendiri akan perkenanan
Bapa-Nya terhadap Dia dan akan kesesuaian
Bapa dengan Dia dalam segala hal. Kita tidak da-
pat memiliki keyakinan seteguh yang dimiliki
Yesus, namun kita tahu bahwa Ia akan menga-
bulkan apa saja yang kita minta menurut kehen-
dak-Nya (1Yoh. 5:14-15).
Ketiga, namun, mengapa Kristus harus menunjuk-
kan di depan khalayak ramai bahwa Ia memperoleh
kuasa untuk melakukan mujizat itu melalui doa? Ia
pun menambahkan, “sebab orang banyak yang berdiri
di sini mengelilingi Aku, supaya mereka percaya, bahwa
Engkaulah yang telah mengutus Aku.” Sebab, doa juga
dapat dipakai untuk berkhotbah.
1. Hal itu dimaksudkan untuk menghapuskan keberat-
an dan tuduhan para musuh-Nya. Orang-orang Fa-
risi dan antek-antek mereka telah menghujat Dia
melakukan mujizat dengan bantuan Iblis. Sekarang,
untuk membuktikan sebaliknya, kini Ia pun terang-
terangan memohon kepada Tuhan melalui doa-doa,
bukan mantera-mantera, bukan bisik-bisik dan ko-
mat-kamit seperti orang-orang yang meminta petun-
juk kepada arwah dan roh-roh peramal (Yes. 8:19),
namun dengan pandangan yang menengadah dan
suara yang menyatakan hubungan dan ketergan-
tungan-Nya pada sorga.
2. Hal itu dimaksudkan untuk meneguhkan iman
orang-orang yang berpihak kepada-Nya: supaya me-
reka percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus
Aku, bukan untuk membinasakan hidup manusia,
melainkan untuk menyelamatkan mereka. Untuk
membuktikan bahwa Tuhan -lah yang mengutusnya,
Musa membuat tanah terbelah dan menelan orang-
orang (Bil. 16:31), sedangkan Elia membuktikan diri-
nya diutus Tuhan dengan membuat api turun dari
langit dan memusnahkan manusia. Demikianlah,
hukum Taurat yaitu tata aturan yang memberi
penghukuman dan kematian, namun Kristus mem-
buktikan amanat-Nya dengan membangkitkan hidup
orang yang telah mati. Beberapa orang mengartikan-
nya demikian: Seandainya Kristus secara terbuka
mengumumkan bahwa mujizat-Nya itu dilakukan
dengan kuasa-Nya sendiri, beberapa murid-Nya yang
beriman lemah, yang belum memahami sifat
keilahian-Nya, mungkin akan mengira bahwa Ia
terlalu menyombongkan diri-Nya, sehingga mereka
bisa saja tersandung sebab itu. Bayi-bayi seperti
mereka belum sanggup diberi makanan keras seperti
itu, sehingga Ia pun memilih untuk menyatakan
bahwa kuasa-Nya itu Ia peroleh dan terima dari
Tuhan . Dengan begitu, Ia menyangkal diri-Nya, su-
paya Dia dapat berbicara dengan lebih jelas kepada
kita. Non ita respexit ad swam dignitatem atque ad
nostram salutem – Dalam apa pun yang Ia katakan,
Ia lebih mementingkan keselamatan kita dibandingkan
kehormatan-Nya sendiri. – Jansenius (seorang theo-
log Belanda abad keenam belas – pen.).
2. Kini Ia mengalihkan perhatian-Nya kepada kawan-Nya yang
sudah terbujur kaku di dalam tanah. Berserulah Ia dengan sua-
ra keras: Lazarus, marilah ke luar!
(1) Kristus bisa saja membangkitkan Lazarus dengan menge-
rahkan kuasa dan kehendak-Nya secara diam-diam, dan
bekerja tanpa terlihat melalui Roh kehidupan. Namun de-
mikian, Ia melakukannya melalui sebuah panggilan yang
nyaring,
[1] Untuk memaknai kuasa yang dikerahkan dalam mem-
bangkitkan Lazarus, bagaimana Ia menciptakan hal
yang baru ini. Dia berfirman, dan hal itu pun terjadi. Ia
berseru dengan suara nyaring, untuk menandakan
kebesaran pekerjaan itu dan kebesaran kuasa yang di-
gunakan, dan untuk menyemangati diri-Nya sendiri
bahwa seolah-olah Ia sedang menyerang gerbang maut,
bagaikan para serdadu yang menyerang sambil berseru
nyaring. Untuk memanggil Lazarus, memang selayak-
nya dilakukan dengan seruan nyaring, sebab,
Pertama, jiwa Lazarus yang hendak dipanggil kem-
bali berada di tempat yang jauh. Jiwanya tidak berke-
liaran di sekitar kubur sebagaimana yang dibayangkan
orang-orang Yahudi, melainkan telah dipindahkan ke
Hades (dunia orang mati), dunia roh. Jadi, wajar saja
untuk berseru nyaring saat kita memanggil seorang
yang sudah jauh.
Kedua, tubuh Lazarus yang hendak dipanggil itu
kini telah tertidur, dan kita memang biasa berseru
nyaring saat hendak membangunkan seseorang dari
tidurnya. Kristus berseru dengan suara nyaring supaya
tergenapilah firman Tuhan (Yes. 45:19): Tidak pernah Aku
berkata dengan sembunyi atau di tempat bumi yang
gelap.
[2] Untuk menjadikannya sebagai perlambang atau gam-
baran akan pekerjaan ajaib lainnya, terutama kebang-
kitan-kebangkitan lain yang hendak diperbuat Kristus
dengan mengerahkan kuasa-Nya. Seruan nyaring itu
menjadi gambaran dari,
Pertama, panggilan Injil, yang melaluinya jiwa-jiwa
yang mati dibangkitkan dari kuburan dosa. Inilah ke-
bangkitan yang dibicarakan oleh Kristus itu (5:25), dan
yang dimaksudkan oleh perkataan-Nya itu (6:63). Kini,
melalui peristiwa Lazarus ini Ia pun memberikan contoh
tentang kebangkitan itu. Melalui firman-Nya, Ia berkata
kepada jiwa-jiwa itu, “Engkau harus hidup” (Yeh. 16:6),
“Bangkitlah dari antara orang mati” (Ef. 5:14). Roh kehi-
dupan dari Tuhan memasuki orang-orang yang telah
mati dan kering tulang belulangnya, saat Yehezkiel
bernubuat tentang mereka (Yeh. 37:10). Orang-orang
yang berkesimpulan atas dasar perintah untuk berbalik
dan hidup tersebut, bahwa Dia memiliki kuasa dalam
diri-Nya sendiri untuk mengubahkan dan menanamkan
hidup yang baru, juga dapat menyimpulkan atas dasar
panggilan terhadap Lazarus, bahwa Ia juga memiliki
kuasa untuk membangkitkan diri-Nya sendiri.
Kedua, peristiwa kebangkitan Lazarus itu merupa-
kan gambaran dari suara sangkakala penghulu malai-
kat pada akhir zaman, yang membangunkan orang-
orang yang sedang terlelap dalam debu dan mengum-
pulkan mereka ke depan pengadilan agung, saat Kristus
akan turun dengan sebuah seruan, panggilan, atau
perintah seperti di sini, marilah ke luar (Mzm. 50:4). Ia
berseru, baik kepada langit di atas untuk memanggil
jiwa-jiwa mereka, maupun kepada bumi untuk memang-
gil tubuh-tubuh mereka, supaya Ia dapat mengadili
umat-Nya.
(2) Seruan yang nyaring ini singkat saja, namun dahsyat melalui
kekuatan Tuhan untuk mengguncangkan benteng pertahan-
an kubur itu.
[1] Kristus memanggilnya dengan namanya sendiri, “Laza-
rus,” seperti jika kita memanggil nama orang yang se-
dang tertidur untuk membangunkannya. Untuk me-
nunjukkan penyertaan-Nya, Tuhan berkata kepada
Musa, “Aku mengenal namamu.” Panggilan dengan me-
makai nama itu menandakan bahwa orang yang sama
yang sudah mati itu akan bangkit lagi di akhir zaman.
Ia yang menamai bintang-bintang juga dapat membeda-
kan nama-nama bintang-Nya yang bertaburan seperti
debu jika dilihat dari bumi, dan tidak akan kehilangan
satu pun dari antara mereka.
[2] Ia memanggil Lazarus supaya keluar dari dalam kubur,
berkata kepadanya seolah-olah ia telah hidup lagi dan
tidak punya tugas lain selain keluar dari kuburannya
itu. Kristus tidak mengatakan kepadanya, hiduplah, se-
bab Kristus sendirilah yang harus memberikan hidup
itu. Sebaliknya, Ia berkata padanya, bergeraklah, kare-
na kita memang wajib untuk bergerak saat kehidupan
rohani kita dibangkitkan oleh kasih karunia Kristus.
Kubur dosa dan dunia ini bukanlah tempat bagi orang-
orang yang telah dihidupkan oleh Kristus, dan sebab
itulah mereka harus keluar dari sana.
[3] Peristiwa itu berlangsung sebagaimana yang telah di-
maksudkan: Orang yang telah mati itu datang ke luar
(ay. 44). Kuasa mengikuti Firman Kristus untuk menya-
tukan jiwa dan raga Lazarus, dan ia pun datang ke luar.
Mujizat tersebut digambarkan tidak dengan merincikan
asal muasalnya yang tidak kelihatan supaya rasa
penasaran kita terjawab, namun melalui hasilnya yang
tampak, supaya iman kita boleh diteguhkan sebab nya.
Apakah ada orang yang bertanya di mana jiwa Lazarus
berada selama empat hari saat terpisah dari raganya?
Kita tidak diberi tahu mengenai hal itu, namun kita
memiliki alasan kuat untuk percaya bahwa jiwanya ada
di firdaus, dalam sukacita dan kegembiraan. namun kini
Anda mungkin ingin berkata, “Bukankah itu menjadi
sebuah hal yang tidak menyenangkan bagi Lazarus
sebab memicu jiwanya kembali lagi ke dalam
penjara tubuh jasmani?” Sekalipun demikian, hal itu
terjadi demi kehormatan Kristus dan kepentingan kera-
jaan-Nya, sehingga bagi Lazarus, hal itu pun tidak lebih
dari siksaan yang harus dialami oleh Rasul Paulus yang
harus terus merasakan duri dalam dagingnya saat ia
tahu bahwa pergi menghadap Kristus tentunya akan
jauh lebih menyenangkan. Jika ada yang bertanya ke-
pada Lazarus sesudah ia dibangkitkan, apakah ia dapat
menceritakan atau menggambarkan bagaimana jiwanya
keluar atau bersatu kembali dengan tubuhnya, atau
apa yang dilihatnya di dunia lain, saya kira perubahan-
perubahan itu tidaklah dapat dijelaskan oleh dia, se-
hingga ia pun akan setuju dengan pernyataan Paulus,
“Entah di dalam tubuh, entah di luar tubuh, aku tidak
tahu.” Juga, apa yang ia lihat dan dengar, mungkin saja
hal itu memang tidak diperbolehkan atau tidak mung-
kin diungkapkan. Dalam dunia yang penuh dengan lo-
gika, kita tidak bisa memahami gagasan-gagasan yang
memadai mengenai dunia roh dan perkara yang terjadi
di dalamnya, apalagi menyampaikannya kepada orang
lain. Biarlah kita tidak menjadi terlalu bernafsu untuk
mengetahui lebih dari apa yang telah dicatatkan bagi
kita mengenai kebangkitan Lazarus, selain bahwa orang
yang telah mati itu datang ke luar. Sebagian orang
mengamati bahwa sekalipun kita dapat membaca kisah
tentang banyak orang yang dibangkitkan dari kematian,
yang tidak diragukan lagi bergaul karib dengan orang
lain sesudah mereka bangkit, Kitab Suci tidak mencatat-
kan satu pun perkataan yang mereka ucapkan sesudah
kejadian itu, selain yang terlontar dari mulut Tuhan
Yesus sendiri.
(3) Mujizat itu dilaksanakan:
[1] Dengan segera. Tidak ada apa pun yang terjadi di an-
tara seruan marilah ke luar dengan hasilnya, ia datang
ke luar. Dictum factum – segera terjadi sesudah dikata-
kan. Biarlah kehidupan datang, dan kehidupan pun
benar-benar datang. Demikianlah perubahan akibat ke-
bangkitan itu akan terjadi dalam sekejap mata (1Kor.
15:52). Kuasa mahabesar yang sanggup melakukan hal
itu sanggup juga melakukannya dalam sekejap: maka
Engkau akan memanggil, dan aku pun akan menyahut.
Aku akan datang saat dipanggil, sebagaimana Lazarus,
ya, Tuhan.
[2] Dengan sempurna. Tubuh Lazarus dibangkitkan secara
menyeluruh sampai-sampai ia bangun dari kuburnya
dalam keadaan yang sehat walafiat, seolah-olah ia baru
saja bangun dari ranjangnya. Dia bukan saja kembali
menjadi hidup, namun juga dalam keadaan bugar. Dia
tidak dibangkitkan dalam keadaan sakit seperti dulu,
melainkan untuk hidup sebagaimana orang-orang lain-
nya.
[3] Dengan diiringi mujizat tambahan lain ini, sebagaimana
yang dipikirkan beberapa orang, yaitu bahwa Lazarus
keluar dari kuburnya sekalipun ia masih terbebat kain
kapan, yang mengikat kaki dan tangannya, dan muka-
nya tertutup dengan kain peluh (sebab demikianlah cara
orang Yahudi menguburkan orang mati). Lazarus pun
keluar dalam balutan yang sama yang ia pakai saat ia
dikuburkan, supaya nyata bahwa dia memang benar-
benar Lazarus dan bukan orang lain, dan bahwa ia
bukan saja hidup, namun juga sehat dan mampu berja-
lan, sekalipun ia masih terbebat kain kapan. Kain peluh
yang menutupi mukanya juga membuktikan bahwa ia
telah benar-benar mati, sebab jika tidak demikian, pasti
ia juga tidak akan bertahan hidup sebab kain itu telah
membekapnya selama beberapa hari. Orang-orang yang
menonton di sana membuka ikatan kain itu dan meng-
urusinya, dan dapat melihat bahwa itu benar-benar
Lazarus, sehingga mereka pun menjadi saksi dari muji-
zat itu.
Lihatlah di sini:
Pertama, betapa sedikitnya yang kita bawa bersama-
sama dengan kita saat kita meninggalkan dunia ini, ha-
nya sehelai lilitan kain dan sebuah peti mati. Tidak
perlu berganti pakaian dalam kubur, hanya perlu sehe-
lai kain kapan saja.
Kedua, bagaimana keadaan kita nanti di dalam
kubur. Hikmat atau rupa seperti apakah yang kiranya
ada di tempat di mana kita menutup mata, dan
apalah gunanya tangan dan kaki yang terbebat? Begitu-
lah yang akan terjadi dalam kubur, tempat yang kita
tuju itu. Saat Lazarus keluar dengan tersandung-san-
dung dan merasa malu berada dalam balutan kain
kapan itu, kita mungkin dapat membayangkan betapa
takut dan terkejutnya orang-orang yang ada di sana
melihat hal itu. Kita pun akan merasa demikian bila
melihat seorang yang mati hidup lagi. namun Kristus,
untuk mencairkan suasana, menyuruh mereka untuk
segera bekerja: “Bukalah kain-kain itu, longgarkan ikat-
an kain kapan yang membebatnya supaya ia dapat
memakainya seperti pakaian biasa sampai ia tiba di
rumahnya sendiri. Ia akan pergi sendiri ke sana dengan
pakaian itu, tanpa harus diantar atau dituntun siapa
pun.” Sebagaimana dalam Perjanjian Lama, pengang-
katan Henokh dan Elia merupakan penggambaran dari
keadaan di masa depan yang masih kabur – yang satu
diangkat di tengah-tengah zaman nenek moyang dulu,
dan yang satunya lagi semasa pemerintahan Musa,
demikian pula kebangkitan Lazarus dalam Perjanjian
Baru dimaksudkan untuk meneguhkan ajaran menge-
nai kebangkitan.
Perundingan Kaum Farisi; Nubuat Kayafas;
Persekongkolan Melawan Kristus
(11:45-57)
45 Banyak di antara orang-orang Yahudi yang datang melawat Maria dan yang
menyaksikan sendiri apa yang telah dibuat Yesus, percaya kepada-Nya. 46
namun ada yang pergi kepada orang-orang Farisi dan menceriterakan kepada
mereka, apa yang telah dibuat Yesus itu. 47 Lalu imam-imam kepala dan
orang-orang Farisi memanggil Mahkamah Agama untuk berkumpul dan me-
reka berkata: “Apakah yang harus kita buat? Sebab orang itu membuat
banyak mujizat. 48 Apabila kita biarkan Dia, maka semua orang akan percaya
kepada-Nya dan orang-orang Roma akan datang dan akan merampas tempat
suci kita serta bangsa kita.” 49 namun seorang di antara mereka, yaitu
Kayafas, Imam Besar pada tahun itu, berkata kepada mereka: “Kamu tidak
tahu apa-apa, 50 dan kamu tidak insaf, bahwa lebih berguna bagimu, jika
satu orang mati untuk bangsa kita dari pada seluruh bangsa kita ini binasa.”
51 Hal itu dikatakannya bukan dari dirinya sendiri, namun sebagai Imam Besar
pada tahun itu ia bernubuat, bahwa Yesus akan mati untuk bangsa itu, 52
dan bukan untuk bangsa itu saja, namun juga untuk mengumpulkan dan
mempersatukan anak-anak Tuhan yang tercerai-berai. 53 Mulai dari hari itu
mereka sepakat untuk membunuh Dia. 54 sebab itu Yesus tidak tampil lagi
di muka umum di antara orang-orang Yahudi, Ia berangkat dari situ ke dae-
rah dekat padang gurun, ke sebuah kota yang bernama Efraim, dan di situ Ia
tinggal bersama-sama murid-murid-Nya. 55 Pada waktu itu hari raya Paskah
orang Yahudi sudah dekat dan banyak orang dari negeri itu berangkat ke
Yerusalem untuk menyucikan diri sebelum Paskah itu. 56 Mereka mencari
Yesus dan sambil berdiri di dalam Bait Tuhan , mereka berkata seorang kepada
yang lain: “Bagaimana pendapatmu? Akan datang jugakah Ia ke pesta?” 57
Sementara itu imam-imam kepala dan orang-orang Farisi telah memberikan
perintah supaya setiap orang yang tahu di mana Dia berada memberitahu-
kannya, agar mereka dapat menangkap Dia.
Di sini diceritakan mengenai akibat yang ditimbulkan oleh mujizat
hebat tersebut, yang seperti biasanya, bag