Yohanes-1-16 23

Tampilkan postingan dengan label Yohanes-1-16 23. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Yohanes-1-16 23. Tampilkan semua postingan

Senin, 10 Februari 2025

Yohanes-1-16 23



 uh yang terkulai. Kata Yesus kepadanya, Akulah ke-

bangkitan dan hidup (ay. 25-26). Ada dua hal yang 

Kristus tekankan supaya Marta percaya, berkenaan de-


 776

ngan kesulitan yang sedang dialaminya. Kedua hal itu 

juga merupakan sesuatu yang harus kita imani saat 

menghadapi perkara serupa. 

Pertama, Kuasa Kristus, kuasa-Nya yang berdaulat: 

Akulah kebangkitan dan hidup, sumber kehidupan, pe-

mimpin dan pelaku kebangkitan. Marta percaya bahwa 

melalui doa-Nya, Tuhan   akan memberikan apa saja, 

namun   Kristus hendak memberitahukannya bahwa mela-

lui perkataan-Nya, Ia dapat melakukan apa saja. Marta 

mengimani kebangkitan di akhir zaman, namun   Kristus 

memberitahukannya bahwa Ia memiliki kuasa di ta-

ngan-Nya, sehingga orang-orang mati pun akan mende-

ngar suara-Nya (5:25). Dengan demikian, mudah saja 

untuk menyimpulkan bahwa Dia yang dapat membang-

kitkan seisi dunia orang yang telah mati berabad-abad 

lamanya di dunia ini, pasti dapat pula melakukan hal 

yang sama terhadap satu orang yang telah mati selama 

empat hari saja. Perhatikan, kebenaran mengenai Yesus 

Kristus sebagai kebangkitan dan hidup merupakan 

penghiburan yang tidak terucapkan bagi seluruh orang 

Kristen yang saleh. Kebangkitan yaitu  kembali kepada 

kehidupan. Kristus yaitu  pencipta kebangkitan dan 

kehidupan dari kembalinya orang kepada hidup itu.  

Kita menanti-nantikan kebangkitan orang mati dan kehi-

dupan dunia yang akan datang. Kristus yaitu  kedua-

nya, yaitu pencipta dan dasar dari kedua hal tersebut, 

dan juga dasar pengharapan kita akan keduanya.  

Kedua, janji-janji yang terkandung dalam kovenan 

yang baru itu, yang memperdalam pengharapan kita 

bahwa kita akan hidup.  

Perhatikanlah:  

a.  Untuk siapa janji-janji tersebut dibuat, yaitu bagi 

semua orang yang percaya kepada Yesus Kristus, 

bagi semua orang yang mengakui dan percaya Yesus 

Kristus sebagai satu-satunya Perantara dalam pen-

damaian dan persekutuan antara Tuhan   dan manu-

sia, yang menerima pernyataan yang telah diberikan 

Tuhan   melalui firman-Nya mengenai Anak-Nya, dan 

Injil Yohanes 11:17-32 

 777 

secara tulus menaatinya dan berlaku sesuai dengan 

maksud-maksud agung yang terkandung di dalam-

nya. Dengan demikian, syarat dari janji yang ter-

akhir itu dapat diungkapkan demikian: Setiap orang 

yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, yang bisa 

saja diartikan sebagai:  

(a) Kehidupan jasmani: Setiap orang yang hidup di 

dunia ini, tidak masalah apakah dia orang Yahudi 

atau bukan-Yahudi, di mana pun dia tinggal, jika 

ia percaya kepada Kristus, maka ia akan hidup 

sebab -Nya. Akan namun  , pengertian ini memiliki 

keterbatasan waktu: Setiap orang selama ia 

hidup, selama dia ada di dalam masa ujian di 

dunia ini, percaya kepada-Ku, akan berbahagia 

di dalam-Ku, namun sesudah  kematian, segalanya 

sudah terlambat. Setiap orang yang hidup dan 

percaya, yaitu, yang hidup oleh iman (Gal. 2:20), 

memiliki iman yang mempengaruhi perilakunya. 

Atau juga,  

(b) Kehidupan rohani: Orang yang hidup dan yang 

percaya yaitu  orang yang dilahirkan kembali 

melalui iman ke dalam kehidupan sorgawi dan 

ilahi. Bagi orang demikian, hidup yaitu  Kristus, 

yaitu menjadikan Kristus sebagai kehidupan 

jiwanya.  

b.  Hal-hal yang dijanjikan yaitu  (ay. 25): Ia akan hi-

dup walaupun ia sudah mati, bahkan, tidak akan 

mati selama-lamanya (ay. 26). Manusia terdiri atas 

raga dan jiwa, dan kebahagiaan telah disediakan 

bagi keduanya.  

(a) Bagi raga: Inilah janji kebangkitan yang memba-

hagiakan itu. Meskipun tubuh akan mati sebab  

dosa (dan tidak ada obat yang bisa mencegah 

kematian itu), namun tubuh itu akan hidup lagi. 

Di sini, seluruh kesulitan yang menyertai kemati-

an tidak dipersoalkan, dan dianggap tidak ada 

apa-apanya. Meskipun hukuman mati itu adil, 

meskipun akibat kematian itu menakutkan, 


 778

meskipun belenggu kematian begitu kencang, 

meskipun orang akan mati dan dikuburkan, mati 

dan membusuk, dan meskipun abu jasadnya 

akan bercampur dengan debu lainnya sampai 

tidak ada seorang pun yang dapat membedakan-

nya lagi, apalagi memisahkannya, dan Anda bisa 

saja memikirkan hal-hal terburuk lainnya dari 

sisi gelap seperti itu, namun   kita bisa yakin bahwa 

ia akan hidup lagi: ia akan dibangkitkan lagi 

sebagai tubuh yang penuh kemuliaan. 

(b) Bagi jiwa: Inilah janji dari kekekalan yang mem-

bahagiakan. Orang yang hidup dan percaya, 

yang, sesudah  bersatu dengan Kristus melalui 

iman, kehidupan rohaninya disokong oleh perse-

kutuan itu, ia tidak akan mati selama-lamanya. 

Kehidupan rohani itu tidak akan pernah memu-

dar, melainkan disempurnakan dalam kehidupan 

yang kekal. Menurut sifat rohaninya sendiri, jiwa 

itu tidak bisa mati. sebab  itu, jika dengan iman 

jiwa itu menjalankan kehidupan yang rohani, se-

jalan dengan sifatnya tadi, maka kebahagiaannya 

juga akan abadi. Jiwa seperti itu tidak akan per-

nah mati, tidak akan merasakan apa pun lagi 

selain kenyamanan dan kebahagiaan, dan kehi-

dupannya tidak akan terganggu ataupun terhenti 

sebagaimana kehidupan tubuh jasmani. Tubuh 

yang fana itu akhirnya akan ditelan oleh hidup, 

namun   kehidupan jiwa yang percaya akan segera 

ditelan oleh kekekalan sesudah  dia mati. Dia tidak 

akan mati, eis ton aiōna, selama-lamanya – Non 

morietur in æternum, seperti yang dikutip oleh 

Cyprianus (seorang martir abad ketiga Masehi – 

pen.). Tubuh tidak akan selamanya mati di da-

lam kubur, namun   hanya mati (seperti kedua 

saksi itu) untuk sesaat saja, untuk sementara 

waktu, dan bila waktu itu sudah tidak ada lagi 

dan semua pembagiannya dihitung dan diakhiri, 

maka masuklah roh kehidupan dari Tuhan   ke da-

lamnya. namun   bukan itu saja, jiwa-jiwa itu tidak 

Injil Yohanes 11:17-32 

 779 

akan menderita kematian yang kekal, tidak akan 

mati selama-lamanya. Berbahagia dan kuduslah, 

artinya, terberkati dan berbahagialah ia yang 

melalui imannya mendapat bagian dalam kebang-

kitan pertama, mendapat bagian dalam Kristus 

yang merupakan kebangkitan itu sendiri, sebab 

kematian kedua, yang merupakan kematian ke-

kal, tidak berkuasa lagi atas mereka (6:40). 

Kristus pun bertanya kepada Marta, “Percayakah 

engkau akan hal ini? Dapatkah engkau meng-

imaninya dan berlaku seturut imanmu itu? Per-

cayakah engkau akan perkataan-Ku tadi?” Per-

hatikan, sesudah  kita membaca atau mendengar-

kan firman Kristus mengenai hal-hal besar di 

dunia yang akan datang, hendaknya kita ber-

sungguh-sungguh menanyakannya kepada diri 

kita sendiri, “Percayakah kita akan hal ini, khu-

susnya kebenaran ini, kebenaran ini yang diser-

tai dengan begitu banyak kesukaran, yang sesuai 

dengan perkara yang sedang kuhadapi ini? Apa-

kah imanku akan kebenaran itu nyata bagiku se-

hingga jiwaku pun diyakinkan mengenainya, se-

hingga aku tidak hanya dapat berkata, aku per-

caya akan hal itu, namun   juga, sebab  itulah aku 

percaya akan hal itu?” Marta ingin sekali sau-

daranya dibangkitkan di dunia ini. Sebelum Kris-

tus memberinya harapan akan hal itu, Ia sudah 

mengarahkan pikirannya ke kehidupan lain di 

dunia yang lain: “Lupakanlah dulu yang satu itu, 

namun   percayakah engkau akan hal yang Kukata-

kan padamu tentang kehidupan di masa yang 

akan datang ini?” Salib yang kita pikul dan ke-

nyamanan yang kita nikmati pada masa kini 

sebenarnya tidak akan begitu tertanam kuat da-

lam diri kita jika saja kita mempercayai hal-hal 

kekekalan sebagaimana yang seharusnya kita 

perbuat.  

[5] Kesetujuan Marta yang tulus mengenai perkataan Kris-

tus itu (ay. 27).  Di sini kita mendapati pernyataan iman 


 780

Marta, pengakuan saleh yang diutarakannya, sama se-

perti pengakuan Petrus yang membuatnya menerima 

pujian (Mat. 16:16-17), dan pengakuannya itu merupa-

kan kesimpulan akhir dari seluruh perkara itu.   

Pertama, inilah tuntunan imannya, yaitu firman 

Kristus: tanpa embel-embel, pengecualian, ataupun pra-

syarat tertentu, Marta menerima apa yang dikatakan 

Kristus seluruhnya: Ya, Tuhan. Perkataan ini menun-

jukkan bagaimana Marta mengimani segenap kebenar-

an dan bagian-bagiannya yang telah dijanjikan Kristus, 

sesuai dengan apa yang dimaksudkan-Nya: Apa pun itu. 

Iman yaitu  gaung terhadap pewahyuan ilahi, yakni 

menggemakan perkataan yang sama dan bertekad un-

tuk melakukannya: Ya, Tuhan, aku percaya dan meng-

imaninya sebagaimana yang dikatakan oleh firman, kata 

Ratu Elizabeth. 

Kedua, dasar iman Marta, yaitu wewenang Kristus. 

Ia mempercayai hal itu sebab  dia percaya bahwa yang 

mengatakannya yaitu  Kristus. Marta telah memiliki 

dasar yang teguh untuk menyokong hal-hal besar. Aku 

percaya, pepisteuka, “Aku sudah percaya bahwa Engkau 

yaitu  Kristus, dan sebab  itulah aku percaya akan apa 

yang Kaukatakan tadi.”  

Perhatikanlah di sini: 

a.  Apa yang dia percayai dan akui mengenai Yesus. Ada 

tiga hal, dan semuanya sama pentingnya:   

(a) Bahwa Ia yaitu  Kristus, atau Mesias, yang di-

janjikan dan dinantikan dalam nama dan gagas-

an ini: Yang Diurapi.  

(b)  Bahwa Ia yaitu  Anak Tuhan  . Demikianlah Mesias 

dipanggil (Mzm. 2:7), bukan hanya dengan nama 

jabatan-Nya saja, namun   juga dengan watak-Nya.   

(c)  Bahwa Dia-lah yang akan datang ke dalam du-

nia, sang ho erchomenos. Berkat dari segala ber-

kat yang telah dinanti-nantikan Gereja selama 

berabad-abad lamanya sebagai berkat di masa 

depan itu kini diterima Marta sebagai berkat 

masa kini. 

Injil Yohanes 11:17-32 

 781 

b.  Apa yang Marta maksudkan dalam perkataannya 

tadi, dan bagaimana dia menerapkannya. Jika dia 

mengakui bahwa Yesus yaitu  Kristus, maka tidak 

sulit lagi untuk percaya bahwa Dia yaitu  kebang-

kitan dan hidup. Sebab, jika Ia benar-benar Kristus, 

maka:   

(a)  Dia yaitu  sumber cahaya dan kebenaran, dan 

kita dapat meyakini bahwa semua perkataan dan 

janji-Nya itu setia dan ilahi. Jika Ia benar yaitu  

Kristus, maka Dia-lah nabi yang harus kita in-

dahkan dalam segala hal. 

(b)  Dia yaitu  sumber kehidupan dan keberkatan, 

dan sebab  itulah kita dapat bergantung pada 

kesanggupan-Nya serta juga pada kenyataan 

bahwa Dia penuh dengan kebenaran. Bagaimana 

mungkin tubuh yang sudah kembali menjadi 

debu bisa hidup lagi? Bagaimana mungkin jiwa 

yang gelap dan muram seperti jiwa kita, akan 

hidup untuk selama-lamanya? Kita tidak akan 

bisa mempercayai itu semua, kecuali jika kita 

percaya bahwa yang melakukannya yaitu  Anak 

Tuhan   yang memiliki hidup di dalam diri-Nya sen-

diri, dan yang memilikinya untuk diberikan 

kepada kita.  

2.  Percakapan antara Kristus dan Maria, saudari yang satunya 

lagi.  

Perhatikanlah di sini:  

(1) Kabar yang diberitahukan Marta kepadanya mengenai ke-

datangan Kristus (ay. 28): Sesudah berkata demikian, se-

perti orang yang tidak perlu berkata apa-apa lagi, ia pergi, 

dengan hati yang tenang, dan memanggil saudarinya Maria.  

[1] sesudah  mendapat bimbingan dan penghiburan dari 

Kristus secara langsung, Marta pun memanggil saudari-

nya untuk berbagi dengannya. Suatu saat  memang 

Marta pernah menginginkan Maria untuk menjauh dari 

Kristus dan membantunya yang sibuk sekali melayani 

(Luk. 10:40), namun   kini, untuk menebus kesalahannya 


 782

itu, ia justru hendak mendorong Maria untuk mendekat 

kepada Kristus.  

[2] Ia memanggil Maria secara diam-diam, berbisik di teli-

nganya, sebab saat itu mereka sedang dikelilingi oleh 

orang-orang Yahudi yang tidak ramah terhadap Kristus. 

Para orang kudus dipanggil ke dalam persekutuan de-

ngan Yesus Kristus melalui sebuah ajakan yang bersifat 

rahasia dan istimewa, yang diberikan khusus bagi me-

reka dan tidak bagi yang lainnya. Mereka memiliki ma-

kanan untuk dimakan yang tidak dikenal dunia, dan 

sukacita yang tidak pernah dirasakan oleh orang asing 

lain.  

[3] Dia memanggil Maria atas suruhan Kristus. Ia menyu-

ruh Marta pergi dan memanggil saudarinya. Panggilan 

yang menggugah seperti itu, siapa pun yang mengabar-

kannya, pastilah diutus oleh Kristus. Guru ada di sana 

dan Ia memanggil engkau.  

Pertama, Marta memanggil Kristus dengan sebutan 

Guru, didaskalos, Tuan Pengajar, gelar yang olehnya Ia 

biasa dipanggil dan dikenal di antara kedua bersaudara 

itu. Tuan George Herbert (seorang theolog Inggris abad 

ketujuh belas – pen.) senang sekali menyebut Kristus 

Guruku.  

Kedua, Marta amat bergirang dengan kedatangan-

Nya itu: Guru ada di sana (KJV: “Guru sudah datang” –

pen.). Dia telah lama dinanti-nantikan dan dirindukan, 

dan kini Ia telah datang, Ia telah datang. Kedatangan-

Nya ini terasa menyejukkan dalam situasi kedukaan 

seperti saat itu. “Lazarus telah pergi, dan penghiburan 

kita di dalam dia pun ikut pergi. namun   Guru telah da-

tang, dan Ia lebih baik dibandingkan  seorang teman terkasih 

sekalipun, dan Ia pasti sanggup menggantikan segenap 

rasa kehilangan yang kini kita derita. Guru kita telah 

datang, dan Ia akan mengajari kita untuk melewati ke-

sedihan kita (Mzm. 44:12). Ia akan mengajar dan meng-

hibur kita dengan ajaran-Nya itu.”  

Ketiga, Marta mengajak Maria untuk pergi dan me-

nemui Kristus: “Ia memanggil engkau, menanyakan ka-

barmu dan ingin supaya engkau menemui-Nya.” Per-

Injil Yohanes 11:17-32 

 783 

hatikan, saat Kristus Guru kita datang, Ia akan me-

manggil kita. Dia datang melalui firman dan kegiatan-

kegiatan ibadah, memanggil kita untuk datang mengha-

dirinya dan memanggil kita menemui-Nya. Dia khusus 

memanggilmu, memanggilmu dengan namamu (Mzm. 

27:8), dan jika Ia memanggilmu, maka Ia pun akan me-

mulihkan dan menghiburmu.  

(2) Bergegasnya Maria menemui Kristus saat  diberi tahu 

mengenai hal itu (ay. 29): Mendengar itu, yaitu kabar baik 

bahwa Guru telah datang, Maria segera bangkit lalu pergi 

mendapatkan Yesus. Tidak terpikir oleh Maria betapa de-

katnya Kristus dengannya saat itu, sebab Ia sering kali ber-

ada lebih dekat dengan mereka yang sedang berkabung di 

Sion dibandingkan  yang kita sadari. namun  , saat Maria menge-

tahui bahwa Kristus begitu dekat, ia pun mulai berlari de-

ngan gembira untuk mendapatkan-Nya. Sedikit kabar saja 

mengenai mendekatnya Kristus yang penuh rahmat itu su-

dah cukup bagi iman yang giat, yang selalu siap menyam-

but kabar itu dan menjawab panggilan pertama saat itu 

juga.  

saat  Kristus datang:  

[1] Maria tidak lagi memikirkan tata krama dalam perka-

bungan itu. Sebaliknya, dengan mengabaikan segala 

tata cara dan adat kebiasaan dalam situasi seperti itu, 

ia pun berlari melalui kota untuk mendapati Kristus. 

Biarlah tidak ada satu aturan yang menentukan kehor-

matan atau kedudukan menghalangi kita dari kesem-

patan untuk bercakap-cakap dengan Kristus.   

[2] Maria juga tidak meminta pendapat para tetangganya, 

yaitu orang-orang Yahudi yang saat itu ada bersama-

sama dengannya untuk menghiburkannya. Dia mening-

galkan mereka semuanya untuk datang kepada Kristus. 

Ia bukan saja tidak meminta nasihat mereka, namun   

juga tidak punya waktu untuk berpamitan atau memin-

ta maaf atas kekasarannya itu.  

(3) Di sini kita diberi tahu (ay. 30) di mana Maria menemukan 

Gurunya. Kristus belum sampai ke Betania, namun   sudah 

tiba di ujung kampung itu, di tempat Marta menjumpai-Nya.  


 784

Lihatlah di sini:  

[1] Betapa Kristus mencintai pekerjaan-Nya. Dia berada de-

kat-dekat kuburan itu supaya Ia siap untuk menuju ke 

sana. Dia tidak mau masuk ke dalam kampung untuk 

beristirahat sesudah  perjalanan yang melelahkan itu, 

kecuali Ia telah selesai menunaikan tugas yang mem-

bawa-Nya ke sana. Dia juga tidak mau pergi ke dalam 

kampung, supaya jangan sampai tindakan-Nya itu tam-

pak seperti mau pamer dan sengaja untuk menarik 

kerumunan orang untuk menonton mujizat-Nya itu.  

[2] Kasih Maria terhadap Kristus. Masih saja besar kasih-

nya itu. Meskipun Kristus tampaknya kurang berbaik 

hati dengan menunda kunjungan-Nya itu, Maria tidak 

menyalahkan Dia sama sekali. sebab  itu, biarlah kita 

juga pergi kepada Kristus di luar perkemahan (Ibr. 

13:13). 

(4) Kesalahpahaman orang-orang Yahudi yang sedang bersa-

ma-sama dengan Maria sewaktu ia bergegas pergi ke luar 

(ay. 31): Mereka berkata, ia pergi ke kubur untuk meratap di 

situ. Marta lebih tabah dalam menghadapi kesedihan di-

bandingkan Maria, sebab Maria yaitu  seorang wanita 

yang berhati lembut dan mudah terhanyut dalam kesedih-

an. Orang-orang seperti Maria perlu berjaga-jaga dalam 

menghadapi kedukaan dan memerlukan banyak belas ka-

sihan dan sokongan. Para pelayat mendapati Maria sama 

sekali tidak terhibur dengan segala tata cara penghiburan 

yang mereka lakukan, sebab dia terus saja berkubang 

dalam kesedihannya. sebab  itulah, saat Maria pergi ke 

luar dan menuju arah kuburan, mereka pun mengira ia 

hendak pergi ke kubur untuk meratap di situ.  

Lihatlah:  

[1] Kebodohan dan kesalahan yang biasanya didapati da-

lam diri orang yang sedang berkabung. Mereka sering-

kali sengaja memperparah kesedihan mereka dan mem-

perburuk keadaan. Dalam situasi seperti itu, biasanya 

kita cenderung berkutat dalam kepedihan hati sambil 

berkata, sudah selayaknya kita terus berduka, bahkan 

sampai mati. Kita cenderung enggan melepaskan hal-

Injil Yohanes 11:17-32 

 785 

hal yang sebenarnya menambah kesedihan kita. Pada-

hal, apa gunanya hal itu bagi kita, saat kita justru seha-

rusnya berserah pada kehendak Tuhan   dalam segala 

kesusahan itu? Mengapa orang-orang yang berkabung 

pergi ke kubur untuk meratap di situ, padahal mereka 

tidak perlu berduka seperti orang yang tidak punya 

pengharapan? Kesedihan itu sendiri sudah menyusah-

kan hati, mengapa kita harus menjadikannya lebih sulit 

lagi?  

[2] Hikmat dan kewajiban para pelayat, yaitu sedapat 

mungkin mencegah kembalinya perasaan sedih orang 

yang sedang berkabung dan berusaha untuk mengalih-

kan perhatian mereka dari kepedihan yang mendalam 

itu. sebab  itulah orang-orang Yahudi yang mengikuti 

Maria juga dituntun kepada Kristus dan menjadi saksi 

salah satu mujizat-Nya yang gemilang. Setia menemani 

kawan-kawan Kristus saat mereka berduka merupakan 

hal yang baik, sebab dengan begitu, kita dapat lebih da-

lam lagi mengenal Kristus.  

(5)  Sambutan Maria terhadap Tuhan Yesus kita (ay. 32): Dia 

datang dengan diikuti oleh para pelayat lain, lalu tersung-

kurlah ia di depan kaki-Nya, sebagai seorang yang sedang 

diselimuti kedukaan yang amat besar, dan berkata dengan 

air mata bercucuran (seperti yang terlihat dalam ay. 33), 

“Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti 

tidak mati,” seperti yang pernah dikatakan Marta sebelum-

nya, sebab mereka telah sering mengatakan hal tersebut 

satu sama lain.  

Di sini kita dapati:  

[1] Sikap Maria yang merendahkan dirinya dan berserah: 

Tersungkurlah ia di depan kaki-Nya, lebih dibandingkan  yang 

Marta lakukan, sebab dukacita Maria lebih dalam. Dia 

tersungkur bukan sebagai peratap yang kehilangan asa, 

namun tersungkur di kaki Kristus sebagai seorang pe-

mohon yang merendahkan dirinya. Maria ini jugalah 

yang dulunya duduk dekat kaki Tuhan untuk mende-

ngarkan perkataan-Nya (Luk. 10:39), dan kini kita men-

dapatinya lagi dalam posisi yang sama dengan tujuan 


 786

berbeda. Perhatikan, orang yang sewaktu keadaannya 

sedang damai menempatkan dirinya di kaki Kristus un-

tuk dibimbing oleh-Nya, dia juga dapat dengan rasa ter-

hibur dan yakin datang lagi ke kaki-Nya sewaktu keada-

annya sulit, untuk mencari pertolongan dari-Nya. Maria 

tersungkur di depan kaki-Nya, sebagai seorang yang 

berserah pada kehendak-Nya di dalam segala peristiwa 

yang telah terjadi, dan menyambut maksud baik-Nya 

melalui apa pun yang kini akan terjadi. Saat kita sedang 

bersusah hati, kita harus merendahkan diri kita di kaki 

Kristus dengan dukacita pertobatan dan kebencian 

terhadap dosa, serta memasrahkan diri kita dengan 

sabar terhadap kehendak Tuhan  . Tersungkurnya Maria 

di kaki Kristus menandakan rasa hormat dan pemuja-

annya yang mendalam terhadap Kristus. Demikianlah 

yang biasanya dilakukan rakyat jelata dalam menyata-

kan rasa hormat terhadap raja dan pangeran mereka, 

namun   Tuhan kita Yesus tidak berpenampilan agung 

secara duniawi seperti halnya penguasa di bumi ini, 

sehingga orang yang menyatakan rasa hormat kepada-

Nya dengan sikap seperti itu berarti memandang-Nya 

lebih dibandingkan  seorang manusia biasa, dan dengan 

begitu, bermaksud memberi-Nya kehormatan ilahi. De-

ngan begitu Maria mengakui iman Kristen sebagaimana 

yang telah dilakukan Marta, dan pada intinya mengata-

kan, aku percaya, bahwa Engkaulah Mesias. Bertekuk 

lutut di hadapan Kristus dan mengakui-Nya dengan 

lidah, dianggap sama artinya (Rm. 14:11; Flp. 2:10-11). 

Dia melakukan hal itu di hadapan orang-orang Yahudi 

yang mengikutinya, yang meskipun merupakan kawan-

kawan baginya dan keluarganya, mereka juga sangat 

memusuhi Kristus. Akan namun  , di hadapan mereka 

Maria tetap jatuh tersungkur di kaki Kristus, sebagai 

seorang yang tidak merasa malu untuk mengakui 

betapa ia memuja-Nya, juga tidak merasa takut kehi-

langan kawan-kawan dan tetangganya sebab  itu. Dia 

tetap tersungkur di kaki-Nya tanpa peduli bila mereka 

merasa tersinggung sebab  itu. Dan jika tindakan itu 

menjadikannya hina, dia bahkan rela menjadi lebih

Injil Yohanes 11:33-44 

 787 

hina lagi (Kid. 8:1). Kita melayani seorang Tuan yang 

membuat kita tidak perlu malu akan Dia. Penerimaan-

Nya akan segala pelayanan kita cukup untuk meng-

imbangi semua penghinaan dan cacian manusia. 

[2] Perkataan Maria sangat mengharukan: Tuhan, sekira-

nya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati. 

Penundaan yang dilakukan Kristus dimaksudkan untuk 

mendatangkan sesuatu yang terbaik, dan memang ter-

bukti demikian. Akan namun  , kedua bersaudari itu me-

lontarkan perkataan yang sama, yang sebenarnya tidak 

sopan terhadap-Nya, sebab perkataan mereka menyirat-

kan bahwa mereka mempersalahkan-Nya atas kematian 

saudara mereka. Kristus bisa saja menjadi tersinggung 

dengan perkataan mereka yang diulang-ulang itu, dan 

berkata pada mereka bahwa Ia pun memiliki pekerjaan 

lain, dan tidak harus selalu menuruti permintaan mere-

ka dan melayani mereka. Dia baru dapat datang sesudah  

urusan-Nya selesai. Namun, Dia justru tidak mengata-

kan apa-apa. Kristus memahami keadaan mereka yang 

sedang susah itu, dan bahwa orang-orang yang sedang 

kehilangan itu berpikir bahwa mereka layak bicara se-

perti itu, sehingga Ia pun memaafkan ketidaksopanan 

mereka dalam menyambut-Nya. Dengan begitu, Kristus 

memberi kita sebuah teladan untuk bersikap lembut 

dan lunak di saat-saat seperti itu. Maria tidak menam-

bahkan kata-kata lain seperti Marta, namun   dari apa 

yang terjadi sesudahnya, tampaknya apa yang tidak 

bisa ia ucapkan dengan kata-kata, ia ungkapkan de-

ngan air mata. Ia tidak berbicara sebanyak Marta, namun   

lebih banyak menangis. Dan air mata yang tercurah 

sebab  kasih sayang yang mendalam terdengar seperti 

suara nyaring di telinga Kristus. Tiada seni berbicara 

yang hebat seperti ini.  

Kristus di Kubur Lazarus; Kebangkitan Lazarus  

(11:33-44) 

33 saat  Yesus melihat Maria menangis dan juga orang-orang Yahudi yang 

datang bersama-sama dia, maka masygullah hati-Nya. Ia sangat terharu dan 


 788

berkata: 34 “Di manakah dia kamu baringkan?” Jawab mereka: “Tuhan, mari-

lah dan lihatlah!”35 Maka menangislah Yesus. 36 Kata orang-orang Yahudi: 

“Lihatlah, betapa kasih-Nya kepadanya!”37 namun   beberapa orang di antara-

nya berkata: “Ia yang memelekkan mata orang buta, tidak sanggupkah Ia 

bertindak, sehingga orang ini tidak mati?” 38 Maka masygullah pula hati 

Yesus, lalu Ia pergi ke kubur itu. Kubur itu yaitu  sebuah gua yang ditutup 

dengan batu. 39 Kata Yesus: “Angkat batu itu!” Marta, saudara orang yang 

meninggal itu, berkata kepada-Nya: “Tuhan, ia sudah berbau, sebab sudah 

empat hari ia mati.” 40 Jawab Yesus: “Bukankah sudah Kukatakan kepada-

mu: Jikalau engkau percaya engkau akan melihat kemuliaan Tuhan  ?” 41 Maka 

mereka mengangkat batu itu. Lalu Yesus menengadah ke atas dan berkata: 

“Bapa, Aku mengucap syukur kepada-Mu, sebab  Engkau telah mendengar-

kan Aku. 42 Aku tahu, bahwa Engkau selalu mendengarkan Aku, namun   oleh 

sebab  orang banyak yang berdiri di sini mengelilingi Aku, Aku mengatakan-

nya, supaya mereka percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.” 43 

Dan sesudah berkata demikian, berserulah Ia dengan suara keras: “Lazarus, 

marilah ke luar!” 44 Orang yang telah mati itu datang ke luar, kaki dan 

tangannya masih terikat dengan kain kapan dan mukanya tertutup dengan 

kain peluh. Kata Yesus kepada mereka: “Bukalah kain-kain itu dan biarkan 

ia pergi.”  

Di sini ada :  

I.  Rasa simpati yang lembut yang dimiliki Kristus atas teman-teman-

Nya yang sedang bersusah, dan bagaimana Ia turut merasakan 

kesedihan mereka, yang terlihat nyata melalui tiga hal:  

1.  Batin-Nya yang terharu dan hati-Nya yang menjadi masygul 

(ay. 33): Yesus melihat Maria menangis sebab  kehilangan sau-

dara yang sangat dikasihinya, dan juga orang-orang Yahudi 

yang datang bersama-sama dia menangisi perginya seorang 

tetangga dan kawan yang baik hati. Saat Kristus menyaksikan 

betapa menyedihkannya bochim, tempat berkumpulnya para 

peratap itu, maka masygullah hati-Nya dan Ia sangat terharu.  

Lihatlah di sini: 

(1)  Dukacita anak-anak manusia yang digambarkan oleh air 

mata Maria dan kawan-kawannya. Cucuran air mata mere-

ka itu menjadi lambang yang amat tepat bagi kedukaan di 

dunia ini. Secara alami, kita memang telah belajar untuk 

meratapi kawan-kawan kita yang terkasih sewaktu mereka 

direnggut oleh kematian. Demikianlah, pemeliharaan Tuhan   

juga melibatkan hari-hari tangis perkabungan. Mungkin 

saja kekayaan Lazarus kini jatuh ke tangan saudari-sau-

darinya itu dan merupakan tambahan besar atas nasib 

baik mereka. Di zaman sekarang, dalam keadaan seperti 

itu, biasanya orang-orang tidak menginginkan kerabat me-

Injil Yohanes 11:33-44 

 789 

reka hidup kembali, sekalipun tentu saja mereka tidak 

mengharapkan kematian mereka (setidaknya, mereka tidak 

mengatakan demikian). Namun, kedua bersaudari ini sung-

guh-sungguh menginginkan Lazarus hidup kembali, tanpa 

peduli sebesar apa pun kekayaan yang akan mereka terima 

sesudah  ia mati. Agama mengajarkan kita seperti ini, untuk 

menangis dengan orang yang menangis, sebagaimana 

orang-orang Yahudi yang datang bersama-sama Maria itu 

juga menangis, mengingat kita ini satu tubuh dengan yang 

lainnya. Orang-orang yang sungguh-sungguh mengasihi 

kawan-kawan mereka tentu akan selalu berbagi dengan 

mereka dalam suka dan duka, sebab, apakah itu persaha-

batan selain dibandingkan  saling menunjukkan kasih sayang 

satu sama lainnya? (Ayb. 16:5). 

(2) Kasih karunia dan belas kasihan Anak Tuhan   terhadap me-

reka yang ada dalam kesengsaraan. Ia menjadi Juruselamat 

mereka dalam segala kesesakan mereka (Yes. 63:9; Hak. 

10:16,  KJV: “Dialah yang menderita dalam segala kesesak-

an mereka” – pen.).  

Saat Kristus melihat mereka semua berlinang air mata:  

[1] Masygullah hati-Nya. Ia merelakan diri-Nya untuk dico-

bai (seperti kita saat sedang dirundung kesesakan be-

sar), hanya saja Ia tidak berbuat dosa. Kemasygulan 

hati-Nya itu merupakan ungkapan,  

Pertama, dari ketidaksenangan-Nya terhadap duka-

cita yang kacau balau dari orang-orang di sekeliling-Nya 

(seperti dalam Mrk. 5:39): “Mengapa kamu ribut dan 

menangis?  Betapa kacaunya keadaan di sini! Beginikah 

sikap orang yang percaya kepada Tuhan  , sorga dan dunia 

lain?” Atau,  

Kedua, dari perasaan-Nya mengenai kehidupan ma-

nusia yang penuh dengan bencana dan takluk pada 

kuasa maut yang telah menjatuhkan manusia berdosa. 

Kini, Kristus harus menyerang maut dan kubur sehing-

ga Ia pun mempersiapkan diri untuk menghadapi per-

tempuran itu. Ia mengenakan pakaian pembalasan, dan 

kemarahan-Nya itu menguatkan Dia, sehingga semakin 

diteguhkan untuk mengambil bagian dalam penderitaan 


 790

kita yang sangat besar, dan dalam pemulihan kita dari 

segala kedukaan itu. Dengan senang hati Kristus me-

nempatkan diri-Nya untuk menanggung beban itu, se-

hingga hati-Nya pun menjadi masygul sebab nya. Atau,  

Ketiga, sikap Kristus tersebut merupakan ungkapan 

dari rasa simpati terhadap teman-teman-Nya yang se-

dang berduka. Inilah hati yang tergerak dan kasih sa-

yang yang sungguh-sungguh dibutuhkan oleh gereja 

yang sedang menderita (Yes. 63:15). Kristus tidak saja 

terlihat prihatin, namun   juga menjadi masygul hati-Nya. 

Dia benar-benar tergugah sebab  kejadian itu dalam 

batin-Nya. Kawan-kawan palsu Daud berpura-pura ter-

gugah untuk menyembunyikan kejahatan mereka (Mzm. 

41:7), namun   kita harus belajar dari Kristus supaya 

memberikan kasih sayang dan rasa simpati kita tanpa 

berpura-pura. Keluhan Kristus benar-benar tulus dan 

mendalam.  

[2] Ia menjadi sangat terharu. Ia membiarkan diri-Nya men-

jadi terharu, begitulah arti sebenarnya dari kalimat itu. 

Kristus memiliki segala perasaan dan rasa kasih yang 

ada dalam sifat manusia, sebab di dalam segala hal Ia 

harus disamakan dengan saudara-saudara-Nya, namun   

Kristus dapat mengendalikan semua perasaan itu, yang 

dapat hanya bila dan saat  Ia kehendaki. Ia tidak per-

nah terharu, namun   membiarkan diri-Nya terharu, saat Ia 

menyaksikan perkara tertentu. Kristus sering kali mem-

biarkan diri-Nya tergugah oleh kesesakan, namun   tidak 

pernah direpotkan atau dikacaukan oleh kesesakan itu. 

Dengan kehendak-Nya sendiri Dia memperlihatkan pe-

rasan dan belas kasihan-Nya. Ia berkuasa meletakkan 

dukacita-Nya dan berkuasa pula untuk mengambilnya 

kembali.   

2. Keprihatinan-Nya terhadap mereka, yang terlihat melalui per-

tanyaan-Nya yang lembut mengenai jasad almarhum kawan-

Nya itu (ay. 34): Di manakah dia kamu baringkan? Dia tetap 

menanyakan itu walaupun Ia tahu betul di mana Lazarus 

dibaringkan, sebab: 

Injil Yohanes 11:33-44 

 791 

(1)  Ia hendak menunjukkan diri-Nya sebagai manusia, bahkan 

saat Ia hendak mengadakan kuasa Tuhan  . sebab  meng-

ambil rupa sebagai manusia, Ia pun menyesuaikan diri 

dengan kebiasaan dan cara anak-anak manusia: Non 

nescit, sed quasi nescit – Dia bukannya tidak tahu, melain-

kan berbuat seolah-seolah begitu, kata Augustinus.  

(2) Dia menanyakan letak kuburan Lazarus, supaya orang-

orang Yahudi yang tidak mau percaya itu tidak akan me-

miliki alasan untuk mencurigai bahwa Ia telah bersekong-

kol dengan Lazarus, seandainya Ia langsung pergi menuju 

kuburan yang letaknya sudah Ia ketahui melalui hikmat-

Nya. Banyak para penafsir mengamati hal ini dari pendapat 

Krisostom (seorang bapa gereja abad keempat – pen.).  

(3) Dengan demikian Ia hendak mengalihkan perhatian saha-

bat-sahabat-Nya yang sedang berdukacita itu, dengan 

membangkitkan harapan mereka akan sesuatu yang hebat. 

Seolah-olah Ia berkata, “Aku tidak datang kemari untuk 

berbelasungkawa dan mencucurkan air mata yang tidak 

bermanfaat apa-apa seperti yang kamu lakukan. Tidak, 

aku punya pekerjaan lain. Marilah kita pergi ke kubur dan 

menyelesaikan perkara ini.” Perhatikan, memusatkan per-

hatian kita kepada pekerjaan kita merupakan obat ampuh 

untuk melawan kesedihan yang berlebihan.  

(4)  Dengan berkata begitu Kristus hendak menegaskan kepada 

kita bahwa Ia selalu memperhatikan jasad para orang ku-

dus yang terbaring di kuburan. Dia memperhatikan di 

mana mereka dibaringkan dan akan menjaga mereka. Tidak 

saja ada  kovenan dengan debu, melainkan juga ada 

penjagaan terhadapnya.  

3.  Air mata-Nya yang berlinang. Orang-orang di sekeliling-Nya 

tidak memberitahu-Nya di mana jasad Lazarus dibaringkan, 

namun   mereka ingin supaya Ia datang dan melihatnya sendiri. 

Jadi mereka pun langsung membawa-Nya ke kubur itu supaya 

apa yang Ia lihat dengan mata-Nya akan menggugah hati-Nya 

lebih dalam lagi.  

(1)  Sementara berjalan ke kubur, menangislah Yesus (ay. 35), 

seolah-olah Ia sedang mengantar mayat itu ke sana. Ayat 


 792

itu memang amat pendek, namun   mengandung banyak pe-

tunjuk:  

[1] Bahwa Yesus Kristus itu benar-benar manusia yang se-

rupa dengan anak-anak manusia, bukan saja dalam 

darah dan daging, namun   juga dalam jiwa-Nya yang juga 

dapat tergugah oleh rasa sukacita, dukacita, dan pera-

saan-perasaan lainnya. Sebelum Ia menunjukkan bukti 

keilahian-Nya dalam membangkitkan Lazarus, Kristus 

membuktikan kemanusiaan-Nya atau jati diri-Nya seba-

gai manusia dalam dua pengertian, yaitu, sebagai ma-

nusia, Ia bisa menangis, dan sebagai manusia yang ber-

belas kasihan, Ia akan menangis.  

[2]  Bahwa Ia yaitu  seorang yang penuh kesengsaraan dan 

yang biasa menderita kesakitan, sebagaimana telah di-

nubuatkan sebelumnya (Yes. 53:3). Kita tidak pernah 

membaca bahwa Ia tertawa, namun   lebih dari sekali kita 

mendapati-Nya berlinang air mata. Dengan begitu, Ia 

menunjukkan bahwa keadaan yang menyedihkan bu-

kan saja beriringan dengan kasih Tuhan  , namun   juga ba-

rangsiapa yang menabur di dalam Roh harus juga 

menabur dalam cucuran air mata.   

[3]  Air mata belas kasihan layak menjadi bagian dari orang 

Kristen, dan menjadikan mereka lebih menyerupai Kris-

tus. Sangatlah melegakan bagi orang-orang yang ber-

duka saat kawan-kawan mereka turut bersimpati de-

ngan mereka, apalagi jika kawan itu yaitu  orang yang 

seperti Tuhan Yesus.  

(2)  Anggapan yang berbeda-beda terhadap tangisan Kristus 

itu.  

[1]  Beberapa orang mengartikannya baik dan tulus, dan 

sudah sewajarnya (ay. 36): Kata orang-orang Yahudi, 

lihatlah, betapa kasih-Nya kepadanya! Kelihatannya me-

reka heran melihat Kristus begitu mengasihi seorang 

yang sama sekali tidak punya hubungan saudara apa-

apa dengan-Nya, dan belum begitu lama dikenal-Nya, 

sebab Kristus menghabiskan kebanyakan waktu-Nya di 

daerah Galilea yang terletak amat jauh dari Betania. 

Seperti yang telah diteladankan oleh Kristus, kita juga 

harus memperlihatkan kasih kita kepada kawan-kawan 

kita, baik yang masih hidup maupun yang telah berpu-

lang. Kita harus turut berdukacita bagi saudara-sau-

dara kita yang telah tertidur di dalam Yesus sebagai-

mana orang-orang yang penuh dengan kasih, meskipun 

tidak berarti kita telah kehilangan harapan, seperti 

orang-orang saleh yang menguburkan mayat Stefanus 

(Kis. 8:2). Air mata kita tidak membawa manfaat apa-

apa bagi orang yang meninggal itu, namun tetap dapat 

mengawetkan kenangan kita akan mereka. Air mata 

itulah yang menjadi tanda kasih istimewa Kristus terha-

dap Lazarus, namun   Kristus juga telah menunjukkan 

bukti yang tak kalah kuatnya mengenai kasih-Nya ter-

hadap semua orang kudus, yaitu dengan mati bagi me-

reka. Saat Kristus hanya meneteskan air mata-Nya bagi 

Lazarus, mereka berkata, lihatlah, betapa kasih-Nya 

kepadanya! Jadi, terlebih lagi kita memiliki alasan lebih 

banyak untuk berkata demikian mengenai Dia yang te-

lah menyerahkan nyawa-Nya bagi kita: lihatlah, betapa 

kasih-Nya kepada kita! Tidak ada kasih yang lebih besar 

dari pada kasih seperti itu.  

[2] Beberapa orang lainnya memberikan penilaian yang ke-

liru mengenai tangisan Kristus, seolah-olah air mata-

Nya itu menandakan ketidakmampuan-Nya untuk me-

nolong teman-Nya (ay. 37): Ia yang memelekkan mata 

orang buta, tidak sanggupkah Ia bertindak untuk men-

cegah kematian Lazarus? Di sini tersirat secara licik,  

Pertama, bahwa kematian Lazarus menjadi keduka-

an yang besar bagi Kristus (seperti yang terlihat melalui 

air mata-Nya), sebab  jika Ia sanggup mencegah kemati-

annya, maka Ia pun pasti telah melakukannya, namun   

sekarang sebab  Ia tidak melakukan hal itu, maka 

mereka berkesimpulan bahwa Ia memang tidak mampu 

mencegah kematian Lazarus. Ini sama seperti yang me-

reka simpulkan saat Ia akan mati di kayu salib, bahwa 

sebab  Dia tidak menyelamatkan diri-Nya dengan turun 

dari salib itu, maka itu berarti Dia tidak sanggup me-

nyelamatkan diri-Nya sendiri. Mereka tidak ingat bahwa 

kuasa ilahi selalu dikerahkan berdasarkan hikmat ilahi 

dan tidak semata oleh keinginan-Nya saja, namun   berda-

sarkan hikmat dari kehendak-Nya itu. Kenyataan inilah 

yang harus kita terima. Jika kawan-kawan Kristus yang 

dikasihi-Nya mati, dan jika gereja yang dikasihi-Nya 

dianiaya dan mengalami kesukaran, kita tidak boleh 

lantas menyimpulkan bahwa hal itu disebabkan sebab  

ada cacat dalam kuasa maupun kasih-Nya, namun   harus 

tetap percaya bahwa semua itu terjadi sebab  ada mak-

sud-Nya yang terbaik.  

Kedua, mereka masih meragu-ragukan apakah Kris-

tus telah benar-benar mencelikkan mata orang buta. 

Artinya, bagi mereka itu hanya suatu rekayasa. Jika 

kini Ia tidak melakukan mujizat, maka mereka pikir hal 

itu cukup untuk meragukan mujizat yang telah Ia per-

buat sebelumnya. Setidaknya, hal itu menunjukkan 

bahwa Ia memiliki kuasa yang terbatas, dan sebab  itu, 

bukan kuasa ilahi. Kristus pun segera meyakinkan para 

penyebar fitnah itu dengan membangkitkan Lazarus dari 

kematiannya, yang merupakan perbuatan yang lebih 

besar lagi. Dia bisa saja mencegah kematian Lazarus, 

namun   tidak melakukannya sebab  Ia hendak menun-

jukkan kemuliaan-Nya dengan cara yang lebih gemi-

lang. 

II. Kristus menghampiri kuburan dan mempersiapkan segala yang 

diperlukan sebelum Ia membuat mujizat itu.  

1. Kristus sekali lagi merasa masygul, sewaktu Ia mendekati ku-

buran itu (ay. 38): Maka masygullah pula hati Yesus, lalu Ia 

pergi ke kubur itu.  

Dia merasa masygul:  

(1)  sebab  tidak senang melihat ketidakpercayaan orang-orang 

yang begitu meragukan kuasa-Nya, dan mempersalahkan-

Nya sebab  tidak mencegah kematian Lazarus. Ia berduka-

cita sebab  kedegilan mereka. Dosa dan kebodohan manu-

sia, terutama yang Ia dapati di Yerusalem (Mat. 23:37), 

membuatnya merasa masygul, lebih dari kemasygulan yang 

ditimbulkan oleh kesukaran atau kesengsaraan yang ditim-

pakan kepada-Nya.  

(2) sebab  Ia begitu tergugah dengan ratapan-ratapan di seki-

tar-Nya, yang sepertinya keluar dari mulut kedua bersau-

dari itu saat mereka hampir sampai di kuburan, ratapan 

yang semakin lama semakin nyaring dan menyedihkan 

dibandingkan  sebelumnya, sehingga hati-Nya yang lembut pun 

tersentuh oleh tangisan mereka itu. 

(3) Beberapa orang beranggapan bahwa hati-Nya menjadi 

masygul sebab  demi memuaskan keinginan kawan-ka-

wan-Nya itu, Ia akan membangkitkan Lazarus ke dalam 

dunia yang penuh dengan dosa dan masalah ini, dari per-

istirahatan yang baru saja ia masuki. Kebangkitannya itu 

memang merupakan kebaikan bagi Marta dan Maria, namun   

bagi Lazarus sendiri, hal itu seperti melemparkan kembali 

seseorang ke dalam lautan yang mengamuk sesudah  ia baru 

saja mendarat dengan selamat di pelabuhan yang tenang 

dan aman. Jika Lazarus dibiarkan di dunia lain, Kristus 

akan segera menyusul-Nya ke sana, namun   kini, sesudah  ia 

dihidupkan kembali, ia malah akan ditinggalkan oleh Kris-

tus di dunia ini.  

(4) Kristus menjadi masygul seperti seseorang yang tergugah 

oleh keadaan manusia yang berdosa dan celaka dan yang 

takluk kepada maut. Dari keadaan inilah Ia kini hendak 

mengangkat Lazarus keluar. sebab  itulah Ia menguatkan 

diri untuk berpegang teguh kepada Tuhan   melalui doa yang 

kini hendak Ia panjatkan, supaya Ia dapat mempersembah-

kan doa itu dengan ratap tangis (Ibr. 5:7). Saat diutus 

memberitakan Injil untuk membangkitkan jiwa-jiwa yang 

telah mati, para hamba Tuhan juga harus tergugah oleh 

keadaan menyedihkan dari orang-orang yang mereka khot-

bahi dan doakan itu. Hati mereka juga harus menjadi 

masygul saat memikirkan keadaan orang-orang itu.  

2.  Kuburan di mana Lazarus terbaring digambarkan demikian: 

Kubur itu yaitu  sebuah gua yang ditutup dengan batu. Kubur-

an orang biasa mungkin digali sebagaimana kuburan kita saat 

ini, namun   orang-orang yang terhormat dimakamkan dalam 

sebuah ruang makam yang tertutup baik, seperti juga kita. 

Demikian juga Lazarus, dan kuburan tempat Kristus dikubur-

kan. Mungkin saja kebiasaan itu dipertahankan di antara 

orang-orang Yahudi untuk meniru leluhur mereka yang me-

nguburkan jasad orang mati di dalam gua Makhpela (Kej. 

23:19). Perhatian besar yang mereka tunjukkan dalam meng-

urusi jasad kawan-kawan mereka menegaskan pengharapan 

mereka akan kebangkitan. Mereka menganggap seluruh upa-

cara penguburan selesai dilakukan bila sebuah batu besar 

telah digulingkan untuk menutupi kubur itu, atau seperti 

dalam kasus ini, diletakkan di sana, seperti batu yang diletak-

kan di mulut gua singa tempat Daniel dilemparkan (Dan. 

6:18), supaya tidak dapat dibuat perubahan apa-apa.  Hal ini 

menunjukkan bahwa orang mati dipisahkan dari orang hidup, 

dan bahwa mereka telah pergi ke tempat lain dan tidak akan 

kembali lagi. Batu itu mungkin saja batu nisan dengan sebuah 

tulisan yang terpatri di atasnya, yang disebut orang Yunani 

dengan mnēmeion – sebuah peringatan, sebab  merupakan ke-

nangan akan orang yang telah tiada itu, sekaligus juga peri-

ngatan bagi yang masih hidup, untuk mengingatkan mereka 

akan apa yang perlu diingat oleh kita semua. Orang Latin me-

nyebut batu itu Monumentum, à monendo, sebab memberikan 

peringatan.  

3.  Perintah untuk menyingkirkan batu itu (ay. 39): Angkat batu 

itu! Kristus ingin supaya batu itu disingkirkan supaya semua 

orang yang menonton dapat melihat jasad Lazarus terbaring 

kaku di dalam makam, dan supaya jalan keluar dari makam 

itu terbuka sehingga Lazarus dapat keluar dari sana. Juga, su-

paya tampak bahwa yang keluar itu yaitu  benar-benar tubuh 

manusia dan bukannya hantu atau makhluk halus. Kristus 

ingin supaya beberapa hamba menyingkirkan batu itu sehing-

ga mereka menjadi saksi-saksi yang mencium bau tubuhnya 

yang membusuk, yang menandakan bahwa tubuh itu memang 

benar-benar telah mati. Menyingkirkan batu merupakan se-

buah langkah awal yang bagus untuk membangkitkan sebuah 

jiwa ke dalam kehidupan rohani, yaitu saat prasangka dising-

kirkan dan sirna, dan sebuah jalan terbuka untuk firman ma-

suk ke dalam hati dan bekerja di sana serta mengatakan apa 

yang harus disampaikannya.  

4.  Marta keberatan untuk membuka kubur itu: Tuhan, ia sudah 

berbau, atau menjadi busuk, sebab sudah empat hari ia mati, 

tetartaios gar esti, quatriduanus est, telah empat hari lamanya 

ia ada di dunia lain, menjadi warga dan penghuni kubur se-

lama empat hari. Mungkin saja Marta telah mencium bau bu-

suk itu saat mereka sedang menyingkirkan batu itu, sehingga 

ia pun berseru begitu.  

(1)  Dengan demikian, mudah saja mengamati sifat alami tu-

buh manusia: empat hari tidaklah begitu lama, namun   per-

ubahan yang terjadi terhadap tubuh manusia itu selama 

waktu tersebut amatlah besar, jika tubuh itu begitu lama-

nya tidak menyentuh makanan, apalagi jika ada begitu 

lama tanpa kehidupan! Menurut Dr. Hammond, mayat ma-

nusia biasanya membusuk dalam kurun waktu tujuh pu-

luh dua jam. Orang Yahudi juga berpendapat bahwa pada 

hari keempat sesudah  kematian, mayat manusia akan sa-

ngat berubah sehingga tidak dapat dikenali lagi sebagai 

manusia. Begitulah pendapat Maimonides (seorang filsuf 

Yahudi – pen.) yang dikutip oleh Lightfoot. Kristus bangkit 

pada hari ketiga sebab  Dia tidak akan melihat kebinasaan.  

(2)  Tidak mudah menerka mengapa Marta berkata demikian. 

[1]  Beberapa orang berpendapat bahwa ia mengatakan itu 

dengan kelembutan dan rasa hormat yang seharusnya 

dimiliki terhadap jasad seseorang. sebab  kini jasad itu 

sudah mulai membusuk, Marta pun tidak mau jasad 

saudaranya itu dipertontonkan di hadapan orang ba-

nyak.  

[2]  Yang lain lagi berpendapat bahwa Marta mengatakan 

itu demi kebaikan Kristus, kalau-kalau bau busuk itu 

akan mengganggu-Nya. Demikianlah sesuatu yang ber-

bau busuk digambarkan dengan kubur yang menganga 

(Mzm. 5:10). Jika ada sesuatu yang berbau busuk, 

maka Marta tidak mau Sang Guru mendekatinya. Na-

mun, Dia tidaklah halus dan rapuh sampai tidak bisa 

tahan terhadap bau tidak sedap. Jika Ia seperti itu, 

pastilah Ia tidak akan sudi datang ke dunia manusia 

ini, yang telah dibuat dosa menjadi tumpukan kotoran 

dan berbau busuk (semuanya telah menjadi bejat) 

(Mzm. 14:3).  

[3] namun   dari jawaban yang diberikan Kristus, kelihatan-

nya perkataan Martha itu menggambarkan ketidakper-

cayaan dan keraguan Marta: “Tuhan, sekarang sudah 

terlambat untuk menolong Lazarus. Tubuhnya sudah 

mulai membusuk dan mustahil rasanya bahwa jasad-

nya yang telah bau itu dapat hidup kembali.” Marta 

telah patah arang dan kehilangan harapan bahwa Laza-

rus bisa bangkit kembali, sebab belum pernah terjadi, 

baik belakangan ini maupun sebelumnya, ada orang 

yang telah mati dan membusuk bisa hidup lagi. Saat 

tulang-tulang kita telah menjadi kering, kita pun lantas 

berkata bahwa pengharapan kita sudah lenyap. Akan 

namun  , ketidakpercayaan Marta itu membuat mujizat ini 

semakin terbukti nyata dan gemilang, sebab melalui 

perkataannya tadi, terbukti bahwa Lazarus memang 

telah benar-benar mati, dan bukannya hanya sekadar 

mati suri, sebab, sekalipun sosok orang mati dapat di-

buat-buat, namun tidak demikian halnya dengan bau-

nya. Anggapan Marta bahwa kebangkitan itu benar-

benar mustahil untuk dilakukan lebih membawa kehor-

matan kepada Kristus yang melakukannya.  

5.  Teguran lembut yang diucapkan Kristus terhadap Marta (ay. 

40), “Bukankah sudah Kukatakan kepadamu: Jikalau engkau 

percaya engkau akan melihat kemuliaan Tuhan  ?” Perkataan 

Kristus kepada Marta ini tidak dicatat sebelumnya, mungkin 

saja Ia telah berkata hal yang sama saat Marta menjawab (ay. 

27), Ya, Tuhan, aku percaya, sehingga cukup dicatat sekali 

saja di sini saat Kristus mengulanginya lagi.   

Perhatikan:  

(1)  Tuhan Yesus kita telah memberi jaminan penuh bahwa 

iman yang sejati pada akhirnya akan dikaruniai dengan 

penglihatan yang penuh rahmat: “Jikalau engkau percaya, 

engkau akan melihat kemuliaan Tuhan   tampak padamu, 

baik di dunia ini maupun di dunia lain.” Jika kita memper-

cayai firman Kristus itu dan bergantung pada kuasa dan 

kesetiaan-Nya, kita pun akan melihat kemuliaan Tuhan   dan 

berbahagia dengan penglihatan itu.  

(2)  Kita sering perlu diingatkan terus-menerus mengenai belas 

kasihan yang pasti ini, yang dipakai oleh Yesus Tuhan kita 

untuk mendorong kita. Kristus tidak memberikan jawaban 

langsung terhadap perkataan Marta ataupun berjanji un-

tuk melakukan sesuatu, melainkan menyuruhnya untuk 

berpegang teguh pada jaminan yang telah Ia berikan secara 

umum: Percaya sajalah. Kita sering kali lupa tentang apa 

yang telah Kristus katakan sehingga kita memerlukan-Nya 

untuk selalu mengingatkan kita akan hal itu melalui Roh-

Nya, “Bukankah sudah Kukatakan kepadamu begini begitu? 

Jadi masakan kini engkau berpikir bahwa Aku akan mem-

batalkan apa yang sudah kukatakan itu?”  

6.  Kubur itu akhirnya dibuka juga untuk mematuhi perintah 

Kristus, meskipun Marta berkeberatan (ay. 41): Maka mereka 

mengangkat batu itu. sesudah  Marta merasa yakin dan me-

nyingkirkan keberatannya itu, mereka pun melanjutkan mem-

buka kubur itu. Jika kita hendak melihat kemuliaan Tuhan  , 

kita harus membiarkan Kristus bertindak dengan cara-Nya 

sendiri, dan tidak boleh memaksakan keinginan kita, melain-

kan berserah kepada-Nya. Mereka mengangkat batu itu, dan 

hanya itulah yang dapat mereka lakukan. Hanya Kristus saja 

yang dapat menganugerahkan kehidupan. Apa yang dapat di-

perbuat manusia hanyalah mempersiapkan jalan bagi Tuhan, 

menimbun lembah dan meratakan bukit, dan seperti di sini, 

mengangkat batu itu.  

III. Bagaimana mujizat itu dilakukan. Tertarik dengan diangkatnya 

batu itu, para penonton yang mengelilingi kuburan itu, bukan 

untuk menyaksikan debu kembali ke debu, tanah kembali ke 

tanah, melainkan untuk menyambut debu dari debu, dan tanah 

dari tanah lagi. sesudah  harapan mereka bangkit lagi, Tuhan 

Yesus kita pun mulai melakukan pekerjaan-Nya.  

1.  Ia mengarahkan diri-Nya sendiri kepada Bapa-Nya yang hidup 

di sorga, demikianlah Ia memanggil-Nya (5:17), dan mengarah-

kan mata-Nya kepada-Nya.  

(1) Sikap tubuh yang ditunjukkan-Nya mengandung makna 

yang mendalam: Ia menengadah ke atas, sebuah sikap jas-

mani yang menunjukkan pengangkatan pikiran, untuk me-

nunjukkan kepada semua orang di sekeliling-Nya dari 

mana kuasa-Nya berasal, dan juga untuk memberikan 

sebuah teladan bagi kita. Sikap tubuh seperti inilah yang 

harus kita lakukan (17:1). Orang-orang duniawi akan me-

nertawakan hal ini, namun   di sini yang hendak ditekankan 

secara khusus kepada kita yaitu  untuk mengangkat hati 

kita kepada Tuhan   yang ada di sorga. Sebab, apakah doa itu, 

selain mengangkat jiwa kepada Tuhan   dan mengarahkan 

kasih sayang dan perasaan kita ke sorga? Kristus mene-

ngadah ke atas, melihat ke atas, melihat jauh melampaui 

kubur di mana Lazarus terbaring, dan mengatasi segala 

kesulitan yang terbentang di hadapan-Nya, supaya dengan 

teguh Ia dapat mengarahkan mata-Nya kepada Kemaha-

kuasaan ilahi. Dengan ini Ia hendak mengajari kita supaya 

berlaku seperti Abraham, yang imannya tidak menjadi 

lemah, walaupun ia mengetahui, bahwa tubuhnya sudah sa-

ngat lemah, dan bahwa rahim Sara telah tertutup. Abraham 

sama sekali tidak mempedulikan semua itu, sehingga ia 

pun memperoleh tingkat iman yang tinggi sampai tidak 

menjadi bimbang sebab  ketidakpercayaan (Rm. 4:20). 

(2) Kristus memalingkan hati-Nya kepada Tuhan   dengan keya-

kinan dan kepercayaan yang sangat besar: Bapa, Aku 

mengucap syukur kepada-Mu, sebab  Engkau telah mende-

ngarkan Aku. 

[1] Melalui teladan-Nya itu, di sini Ia hendak mengajarkan 

kita,  

Pertama, supaya memanggil Tuhan   sebagai Bapa da-

lam doa kita, dan untuk menghampiri-Nya sebagaimana 

anak-anak menghampiri ayah mereka, dengan sikap 

hormat dan rendah hati, namun dengan keberanian 

yang kudus.  

Kedua, supaya memuji Bapa dalam doa-doa kita dan 

mengucap syukur kepada-Nya atas pertolongan yang 

telah Ia berikan kepada kita sebelumnya, saat kita da-

tang untuk memohon belas kasihan yang lain. Peng-

ucapan syukur yang diarahkan bagi kemuliaan Tuhan   

(dan bukannya kemuliaan untuk diri kita sendiri seperti 

perkataan Ya Tuhan  , aku mengucap syukur kepada-Mu, 

yang terlontar dari mulut orang Farisi), merupakan sa-

rana yang layak untuk mengalaskan segala permintaan 

kita. 

[2] namun  , pengucapan syukur Sang Juruselamat kita di 

sini dimaksudkan untuk mengungkapkan keyakinan-

Nya yang tidak tergoyahkan dalam keberhasilan mujizat 

yang hendak dilakukan-Nya sebentar lagi, yang diper-

buat melalui kuasa-Nya dengan persetujuan Bapa-Nya: 

“Bapa, Aku mengucap syukur kepada-Mu, sebab  kehen-

dak-Ku dan kehendak-Mu, seperti yang selalu demi-

kian, sejalan dalam perkara ini.” Elia dan Elisa juga 

membangkitkan orang mati, namun   sebagai hamba-ham-

ba Tuhan   saja, melalui permohonan mereka yang tulus. 

Akan namun  , Kristus melakukannya sebagai seorang 

Anak, melalui wewenang-Nya sendiri sebagai seorang 

yang memiliki hidup dalam diri-Nya sendiri, dan kuasa 

untuk membangkitkan siapa pun yang Ia kehendaki, 

dan Ia menyatakan ini sebagai perbuatan-Nya sendiri 

(ay. 11): Aku pergi ke sana untuk membangunkan dia 

dari tidurnya. Walaupun begitu, Ia tetap berkata seolah-

olah Ia memperoleh kuasa itu melalui doa, sebab Bapa-

Nya mendengarkan Dia: mungkin saja Ia telah mendoa-

kan hal itu saat hati-Nya masygul, lagi dan lagi (ay. 33, 

38), melalui sebuah doa di dalam relung hati, dengan 

kemasygulan yang tidak terucapkan.  

Pertama, Kristus menyebut mujizat ini sebagai 

jawaban dari sebuah doa:  

1.  Untuk merendahkan diri-Nya. Meskipun Ia yaitu  

Sang Anak, Ia tetap belajar untuk taat, untuk me-

minta dan menerima. Mahkota-Nya sebagai Sang 

Perantara dikaruniakan kepada-Nya melalui sebuah 

permintaan, walaupun itu yaitu  hak-Nya (Mzm. 

2:8; Yoh. 17:5). Dia berdoa bagi kemuliaan yang te-

lah Ia miliki sebelum dunia ada, sekalipun Dia bisa 

saja menuntut-Nya sebab  Ia tidak pernah kehi-

langan hak atas kemuliaan itu.  

2.  Oleh sebab  Ia berkenan untuk menghormati doa, 

dan menjadikannya kunci untuk membuka peti har-

ta yang berisikan kuasa dan kasih karunia ilahi.  

Dengan demikian, Ia hendak mengajari kita untuk 

masuk ke dalam tempat kudus melalui doa dan pene-

rapan iman kita yang sungguh-sungguh.   

Kedua, dengan penuh keyakinan bahwa doa-Nya 

telah dijawab,  

Kristus pun menyatakan: 

a.  Pengabulan jawaban doa-Nya itu dengan penuh rasa 

syukur: Aku mengucap syukur kepada-Mu, sebab  

Engkau telah mendengarkan Aku. Sekalipun mujizat 

itu sendiri belum dilakukan, namun   doa itu sudah 

terjawab dan Kristus pun bersuka ria sebelum ke-

menangan-Nya terjadi. Tidak ada seorang pun yang 

dapat mengaku-ngaku memiliki keyakinan sebesar 

Kristus itu. Namun demikian, melalui iman akan 

janji Tuhan  , kita pun dapat memperoleh belas kasih-

an sebelum hal itu benar-benar diberikan, dan ber-

sukacita serta bersyukur kepada Tuhan   walaupun 

belum memperoleh belas kasihan itu. Dalam re-

nungan-renungan Daud, mazmur yang sama yang 

diawali dengan doa untuk mohon belas kasihan se-

lalu ditutup dengan pengucapan syukur atasnya.  

Perhatikan:  

(a) Belas kasihan yang diberikan sebagai jawaban 

doa harus diakui dengan cara istimewa melalui 

pengucapan syukur. Selain belas kasihan itu 

sendiri, kita pun harus menghargai pengabulan 

doa itu sendiri sebagai sebuah kebaikan besar 

sebab  doa-doa kita yang sederhana telah dide-

ngar.  

(b) Kita harus menyambut penampakan awal atas 

jawaban doa kita dengan pengucapan syukur se-

dini mungkin. Sebagaimana Tuhan   menjawab kita 

dengan belas kasihan-Nya, bahkan sebelum kita 

memanggil-Nya, dan mendengarkan kita bahkan 

saat  kita masih berbicara, begitu pula kita ha-

rus menjawab Dia dengan pujian bahkan sebe-

lum Ia mengaruniakan belas kasihan-Nya itu, 

dan mengucap syukur kepada-Nya sementara Ia 

tengah menyampaikan kabar baik dan perkataan 

yang menghibur.  

b.  Keyakinan-Nya yang penuh keceriaan akan jawaban 

atas doa-Nya di setiap waktu (ay. 42): Aku tahu, 

bahwa Engkau selalu mendengarkan Aku. Janganlah 

ada orang yang berpikir bahwa ini hanyalah sebuah 

kebaikan luar biasa yang hendak diberikan kepada-

Nya sekarang, sesuatu yang tidak pernah Ia peroleh 

sebelumnya, dan yang tidak akan lagi Ia miliki sete-

lah itu. Tidak, Dia selalu memiliki kuasa ilahi yang 

sama, yang menyertai-Nya dalam setiap pekerjaan 

yang Ia lakukan, dan Ia selalu mengerjakan apa 

yang seturut dengan hikmat Tuhan  . “Aku mengucap 

syukur” (kata-Nya) “sebab dalam perkara ini pun 

Engkau mendengarkan-Ku, sebab Aku yakin selalu 

didengar dalam segala hal.”  

Lihatlah di sini:   

(a) Betapa pentingnya kedudukan Tuhan Yesus di 

sorga. Bapa selalu mendengar-Nya, dan Ia selalu 

dapat menghampiri-Nya setiap waktu, dan berha-

sil dalam menunaikan setiap tugas yang diem-

ban-Nya. Dan kita juga dapat yakin bahwa kedu-

dukan pentingnya itu tidak berkurang dengan 

kepergian-Nya ke sorga, dan sebab  itu kita da-

pat tetap berteguh untuk menggantungkan diri 

pada doa-doa syafaat-Nya dan menaruh semua 

permohonan kita ke dalam tangan-Nya, sebab 

kita yakin bahwa Bapa selalu mendengar-Nya.  

(b) Keyakinan-Nya akan kedudukan-Nya yang pen-

ting itu: Aku tahu. Ia sama sekali tidak pernah 

meragukan hal itu, namun   benar-benar merasa 

puas dalam pikiran-Nya sendiri akan perkenanan 

Bapa-Nya terhadap Dia dan akan kesesuaian 

Bapa dengan Dia dalam segala hal. Kita tidak da-

pat memiliki keyakinan seteguh yang dimiliki 

Yesus, namun   kita tahu bahwa Ia akan menga-

bulkan apa saja yang kita minta menurut kehen-

dak-Nya (1Yoh. 5:14-15).  

Ketiga, namun, mengapa Kristus harus menunjuk-

kan di depan khalayak ramai bahwa Ia memperoleh 

kuasa untuk melakukan mujizat itu melalui doa? Ia 

pun menambahkan, “sebab  orang banyak yang berdiri 

di sini mengelilingi Aku, supaya mereka percaya, bahwa 

Engkaulah yang telah mengutus Aku.” Sebab, doa juga 

dapat dipakai untuk berkhotbah.  

1. Hal itu dimaksudkan untuk menghapuskan keberat-

an dan tuduhan para musuh-Nya. Orang-orang Fa-

risi dan antek-antek mereka telah menghujat Dia 

melakukan mujizat dengan bantuan Iblis. Sekarang, 

untuk membuktikan sebaliknya, kini Ia pun terang-

terangan memohon kepada Tuhan   melalui doa-doa, 

bukan mantera-mantera, bukan bisik-bisik dan ko-

mat-kamit seperti orang-orang yang meminta petun-

juk kepada arwah dan roh-roh peramal (Yes. 8:19), 

namun   dengan pandangan yang menengadah dan 

suara yang menyatakan hubungan dan ketergan-

tungan-Nya pada sorga.  

2. Hal itu dimaksudkan untuk meneguhkan iman 

orang-orang yang berpihak kepada-Nya: supaya me-

reka percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus 

Aku, bukan untuk membinasakan hidup manusia, 

melainkan untuk menyelamatkan mereka. Untuk 

membuktikan bahwa Tuhan  -lah yang mengutusnya, 

Musa membuat tanah terbelah dan menelan orang-

orang (Bil. 16:31), sedangkan Elia membuktikan diri-

nya diutus Tuhan   dengan membuat api turun dari 

langit dan memusnahkan manusia. Demikianlah, 

hukum Taurat yaitu  tata aturan yang memberi 

penghukuman dan kematian, namun   Kristus mem-

buktikan amanat-Nya dengan membangkitkan hidup 

orang yang telah mati. Beberapa orang mengartikan-

nya demikian: Seandainya Kristus secara terbuka 

mengumumkan bahwa mujizat-Nya itu dilakukan 

dengan kuasa-Nya sendiri, beberapa murid-Nya yang 

beriman lemah, yang belum memahami sifat 

keilahian-Nya, mungkin akan mengira bahwa Ia 

terlalu menyombongkan diri-Nya, sehingga mereka 

bisa saja tersandung sebab  itu. Bayi-bayi seperti 

mereka belum sanggup diberi makanan keras seperti 

itu, sehingga Ia pun memilih untuk menyatakan 

bahwa kuasa-Nya itu Ia peroleh dan terima dari 

Tuhan  . Dengan begitu, Ia menyangkal diri-Nya, su-

paya Dia dapat berbicara dengan lebih jelas kepada 

kita. Non ita respexit ad swam dignitatem atque ad 

nostram salutem – Dalam apa pun yang Ia katakan, 

Ia lebih mementingkan keselamatan kita dibandingkan  

kehormatan-Nya sendiri. – Jansenius (seorang theo-

log Belanda abad keenam belas – pen.). 

2.  Kini Ia mengalihkan perhatian-Nya kepada kawan-Nya yang 

sudah terbujur kaku di dalam tanah. Berserulah Ia dengan sua-

ra keras: Lazarus, marilah ke luar!  

(1) Kristus bisa saja membangkitkan Lazarus dengan menge-

rahkan kuasa dan kehendak-Nya secara diam-diam, dan 

bekerja tanpa terlihat melalui Roh kehidupan. Namun de-

mikian, Ia melakukannya melalui sebuah panggilan yang 

nyaring,  

[1] Untuk memaknai kuasa yang dikerahkan dalam mem-

bangkitkan Lazarus, bagaimana Ia menciptakan hal 

yang baru ini. Dia berfirman, dan hal itu pun terjadi.  Ia 

berseru dengan suara nyaring, untuk menandakan 

kebesaran pekerjaan itu dan kebesaran kuasa yang di-

gunakan, dan untuk menyemangati diri-Nya sendiri 

bahwa seolah-olah Ia sedang menyerang gerbang maut, 

bagaikan para serdadu yang menyerang sambil berseru 

nyaring. Untuk memanggil Lazarus, memang selayak-

nya dilakukan dengan seruan nyaring, sebab,  

Pertama, jiwa Lazarus yang hendak dipanggil kem-

bali berada di tempat yang jauh. Jiwanya tidak berke-

liaran di sekitar kubur sebagaimana yang dibayangkan 

orang-orang Yahudi, melainkan telah dipindahkan ke 

Hades (dunia orang mati), dunia roh.  Jadi, wajar saja 

untuk berseru nyaring saat kita memanggil seorang 

yang sudah jauh.  

Kedua, tubuh Lazarus yang hendak dipanggil itu 

kini telah tertidur, dan kita memang biasa berseru 

nyaring saat hendak membangunkan seseorang dari 

tidurnya. Kristus berseru dengan suara nyaring supaya 

tergenapilah firman Tuhan   (Yes. 45:19): Tidak pernah Aku 

berkata dengan sembunyi atau di tempat bumi yang 

gelap. 

[2] Untuk menjadikannya sebagai perlambang atau gam-

baran akan pekerjaan ajaib lainnya, terutama kebang-

kitan-kebangkitan lain yang hendak diperbuat Kristus 

dengan mengerahkan kuasa-Nya. Seruan nyaring itu 

menjadi gambaran dari,  

Pertama, panggilan Injil, yang melaluinya jiwa-jiwa 

yang mati dibangkitkan dari kuburan dosa. Inilah ke-

bangkitan yang dibicarakan oleh Kristus itu (5:25), dan 

yang dimaksudkan oleh perkataan-Nya itu (6:63). Kini, 

melalui peristiwa Lazarus ini Ia pun memberikan contoh 

tentang kebangkitan itu. Melalui firman-Nya, Ia berkata 

kepada jiwa-jiwa itu, “Engkau harus hidup” (Yeh. 16:6), 

“Bangkitlah dari antara orang mati” (Ef. 5:14). Roh kehi-

dupan dari Tuhan   memasuki orang-orang yang telah 

mati dan kering tulang belulangnya, saat  Yehezkiel 

bernubuat tentang mereka (Yeh. 37:10). Orang-orang 

yang berkesimpulan atas dasar perintah untuk berbalik 

dan hidup tersebut, bahwa Dia  memiliki kuasa dalam 

diri-Nya sendiri untuk mengubahkan dan menanamkan 

hidup yang baru, juga dapat menyimpulkan atas dasar 

panggilan terhadap Lazarus, bahwa Ia juga memiliki 

kuasa untuk membangkitkan diri-Nya sendiri.  

Kedua, peristiwa kebangkitan Lazarus itu merupa-

kan gambaran dari suara sangkakala penghulu malai-

kat pada akhir zaman, yang membangunkan orang-

orang yang sedang terlelap dalam debu dan mengum-

pulkan mereka ke depan pengadilan agung, saat Kristus 

akan turun dengan sebuah seruan, panggilan, atau 

perintah seperti di sini, marilah ke luar (Mzm. 50:4). Ia 

berseru, baik kepada langit di atas untuk memanggil 

jiwa-jiwa mereka, maupun kepada bumi untuk memang-

gil tubuh-tubuh mereka, supaya Ia dapat mengadili 

umat-Nya. 

(2)  Seruan yang nyaring ini singkat saja, namun   dahsyat melalui 

kekuatan Tuhan   untuk mengguncangkan benteng pertahan-

an kubur itu.  

[1] Kristus memanggilnya dengan namanya sendiri, “Laza-

rus,” seperti jika kita memanggil nama orang yang se-

dang tertidur untuk membangunkannya. Untuk me-

nunjukkan penyertaan-Nya, Tuhan   berkata kepada 

Musa, “Aku mengenal namamu.” Panggilan dengan me-

makai nama itu menandakan bahwa orang yang sama 

yang sudah mati itu akan bangkit lagi di akhir zaman. 

Ia yang menamai bintang-bintang juga dapat membeda-

kan nama-nama bintang-Nya yang bertaburan seperti 

debu jika dilihat dari bumi, dan tidak akan kehilangan 

satu pun dari antara mereka.  

[2] Ia memanggil Lazarus supaya keluar dari dalam kubur, 

berkata kepadanya seolah-olah ia telah hidup lagi dan 

tidak punya tugas lain selain keluar dari kuburannya 

itu. Kristus tidak mengatakan kepadanya, hiduplah, se-

bab Kristus sendirilah yang harus memberikan hidup 

itu. Sebaliknya, Ia berkata padanya, bergeraklah, kare-

na kita memang wajib untuk bergerak saat kehidupan 

rohani kita dibangkitkan oleh kasih karunia Kristus. 

Kubur dosa dan dunia ini bukanlah tempat bagi orang-

orang yang telah dihidupkan oleh Kristus, dan sebab  

itulah mereka harus keluar dari sana.  

[3] Peristiwa itu berlangsung sebagaimana yang telah di-

maksudkan: Orang yang telah mati itu datang ke luar 

(ay. 44). Kuasa mengikuti Firman Kristus untuk menya-

tukan jiwa dan raga Lazarus, dan ia pun datang ke luar. 

Mujizat tersebut digambarkan tidak dengan merincikan 

asal muasalnya yang tidak kelihatan supaya rasa 

penasaran kita terjawab, namun   melalui hasilnya yang 

tampak, supaya iman kita boleh diteguhkan sebab nya. 

Apakah ada orang yang bertanya di mana jiwa Lazarus 

berada selama empat hari saat terpisah dari raganya? 

Kita tidak diberi tahu mengenai hal itu, namun   kita 

memiliki alasan kuat untuk percaya bahwa jiwanya ada 

di firdaus, dalam sukacita dan kegembiraan. namun   kini 

Anda mungkin ingin berkata, “Bukankah itu menjadi 

sebuah hal yang tidak menyenangkan bagi Lazarus 

sebab  memicu  jiwanya kembali lagi ke dalam 

penjara tubuh jasmani?”  Sekalipun demikian, hal itu 

terjadi demi kehormatan Kristus dan kepentingan kera-

jaan-Nya, sehingga bagi Lazarus, hal itu pun tidak lebih 

dari siksaan yang harus dialami oleh Rasul Paulus yang 

harus terus merasakan duri dalam dagingnya saat ia 

tahu bahwa pergi menghadap Kristus tentunya akan 

jauh lebih menyenangkan. Jika ada yang bertanya ke-

pada Lazarus sesudah  ia dibangkitkan, apakah ia dapat 

menceritakan atau menggambarkan bagaimana jiwanya 

keluar atau bersatu kembali dengan tubuhnya, atau 

apa yang dilihatnya di dunia lain, saya kira perubahan-

perubahan itu tidaklah dapat dijelaskan oleh dia, se-

hingga ia pun akan setuju dengan pernyataan Paulus, 

“Entah di dalam tubuh, entah di luar tubuh, aku tidak 

tahu.” Juga, apa yang ia lihat dan dengar, mungkin saja 

hal itu memang tidak diperbolehkan atau tidak mung-

kin diungkapkan. Dalam dunia yang penuh dengan lo-

gika, kita tidak bisa memahami gagasan-gagasan yang 

memadai mengenai dunia roh dan perkara yang terjadi 

di dalamnya, apalagi menyampaikannya kepada orang 

lain. Biarlah kita tidak menjadi terlalu bernafsu untuk 

mengetahui lebih dari apa yang telah dicatatkan bagi 

kita mengenai kebangkitan Lazarus, selain bahwa orang 

yang telah mati itu datang ke luar. Sebagian orang 

mengamati bahwa sekalipun kita dapat membaca kisah 

tentang banyak orang yang dibangkitkan dari kematian, 

yang tidak diragukan lagi bergaul karib dengan orang 

lain sesudah  mereka bangkit, Kitab Suci tidak mencatat-

kan satu pun perkataan yang mereka ucapkan sesudah  

kejadian itu, selain yang terlontar dari mulut Tuhan 

Yesus sendiri. 

(3)  Mujizat itu dilaksanakan:  

[1]  Dengan segera. Tidak ada apa pun yang terjadi di an-

tara seruan marilah ke luar dengan hasilnya, ia datang 

ke luar. Dictum factum – segera terjadi sesudah  dikata-

kan. Biarlah kehidupan datang, dan kehidupan pun 

benar-benar datang. Demikianlah perubahan akibat ke-

bangkitan itu akan terjadi dalam sekejap mata (1Kor. 

15:52). Kuasa mahabesar yang sanggup melakukan hal 

itu sanggup juga melakukannya dalam sekejap: maka 

Engkau akan memanggil, dan aku pun akan menyahut. 

Aku akan datang saat dipanggil, sebagaimana Lazarus, 

ya, Tuhan.   

[2] Dengan sempurna. Tubuh Lazarus dibangkitkan secara 

menyeluruh sampai-sampai ia bangun dari kuburnya 

dalam keadaan yang sehat walafiat, seolah-olah ia baru 

saja bangun dari ranjangnya. Dia bukan saja kembali 

menjadi hidup, namun   juga dalam keadaan bugar. Dia 

tidak dibangkitkan dalam keadaan sakit seperti dulu, 

melainkan untuk hidup sebagaimana orang-orang lain-

nya.  

[3] Dengan diiringi mujizat tambahan lain ini, sebagaimana 

yang dipikirkan beberapa orang, yaitu bahwa Lazarus 

keluar dari kuburnya sekalipun ia masih terbebat kain 

kapan, yang mengikat kaki dan tangannya, dan muka-

nya tertutup dengan kain peluh (sebab demikianlah cara 

orang Yahudi menguburkan orang mati). Lazarus pun 

keluar dalam balutan yang sama yang ia pakai saat ia 

dikuburkan, supaya nyata bahwa dia memang benar-

benar Lazarus dan bukan orang lain, dan bahwa ia 

bukan saja hidup, namun   juga sehat dan mampu berja-

lan, sekalipun ia masih terbebat kain kapan. Kain peluh 

yang menutupi mukanya juga membuktikan bahwa ia 

telah benar-benar mati, sebab jika tidak demikian, pasti 

ia juga tidak akan bertahan hidup sebab  kain itu telah 

membekapnya selama beberapa hari. Orang-orang yang 

menonton di sana membuka ikatan kain itu dan meng-

urusinya, dan dapat melihat bahwa itu benar-benar 

Lazarus, sehingga mereka pun menjadi saksi dari muji-

zat itu.  

Lihatlah di sini:  

Pertama, betapa sedikitnya yang kita bawa bersama-

sama dengan kita saat kita meninggalkan dunia ini, ha-

nya sehelai lilitan kain dan sebuah peti mati. Tidak 

perlu berganti pakaian dalam kubur, hanya perlu sehe-

lai kain kapan saja.  

Kedua, bagaimana keadaan kita nanti di dalam 

kubur. Hikmat atau rupa seperti apakah yang kiranya 

ada  di tempat di mana kita menutup mata, dan 

apalah gunanya tangan dan kaki yang terbebat? Begitu-

lah yang akan terjadi dalam kubur, tempat yang kita 

tuju itu. Saat Lazarus keluar dengan tersandung-san-

dung dan merasa malu berada dalam balutan kain 

kapan itu, kita mungkin dapat membayangkan betapa 

takut dan terkejutnya orang-orang yang ada di sana 

melihat hal itu. Kita pun akan merasa demikian bila 

melihat seorang yang mati hidup lagi. namun   Kristus, 

untuk mencairkan suasana, menyuruh mereka untuk 

segera bekerja: “Bukalah kain-kain itu, longgarkan ikat-

an kain kapan yang membebatnya supaya ia dapat 

memakainya seperti pakaian biasa sampai ia tiba di 

rumahnya sendiri. Ia akan pergi sendiri ke sana dengan 

pakaian itu, tanpa harus diantar atau dituntun siapa 

pun.” Sebagaimana dalam Perjanjian Lama, pengang-

katan Henokh dan Elia merupakan penggambaran dari 

keadaan di masa depan yang masih kabur – yang satu 

diangkat di tengah-tengah zaman nenek moyang dulu, 

dan yang satunya lagi semasa pemerintahan Musa, 

demikian pula kebangkitan Lazarus dalam Perjanjian 

Baru dimaksudkan untuk meneguhkan ajaran menge-

nai kebangkitan.   

Perundingan Kaum Farisi; Nubuat Kayafas;  

Persekongkolan Melawan Kristus  

(11:45-57) 

45 Banyak di antara orang-orang Yahudi yang datang melawat Maria dan yang 

menyaksikan sendiri apa yang telah dibuat Yesus, percaya kepada-Nya. 46 

namun   ada yang pergi kepada orang-orang Farisi dan menceriterakan kepada 

mereka, apa yang telah dibuat Yesus itu. 47 Lalu imam-imam kepala dan 

orang-orang Farisi memanggil Mahkamah Agama untuk berkumpul dan me-

reka berkata: “Apakah yang harus kita buat? Sebab orang itu membuat 

banyak mujizat. 48 Apabila kita biarkan Dia, maka semua orang akan percaya 

kepada-Nya dan orang-orang Roma akan datang dan akan merampas tempat 

suci kita serta bangsa kita.” 49 namun   seorang di antara mereka, yaitu

Kayafas, Imam Besar pada tahun itu, berkata kepada mereka: “Kamu tidak 

tahu apa-apa, 50 dan kamu tidak insaf, bahwa lebih berguna bagimu, jika 

satu orang mati untuk bangsa kita dari pada seluruh bangsa kita ini binasa.” 

51 Hal itu dikatakannya bukan dari dirinya sendiri, namun   sebagai Imam Besar 

pada tahun itu ia bernubuat, bahwa Yesus akan mati untuk bangsa itu, 52 

dan bukan untuk bangsa itu saja, namun   juga untuk mengumpulkan dan 

mempersatukan anak-anak Tuhan   yang tercerai-berai. 53 Mulai dari hari itu 

mereka sepakat untuk membunuh Dia. 54 sebab  itu Yesus tidak tampil lagi 

di muka umum di antara orang-orang Yahudi, Ia berangkat dari situ ke dae-

rah dekat padang gurun, ke sebuah kota yang bernama Efraim, dan di situ Ia 

tinggal bersama-sama murid-murid-Nya. 55 Pada waktu itu hari raya Paskah 

orang Yahudi sudah dekat dan banyak orang dari negeri itu berangkat ke 

Yerusalem untuk menyucikan diri sebelum Paskah itu. 56 Mereka mencari 

Yesus dan sambil berdiri di dalam Bait Tuhan  , mereka berkata seorang kepada 

yang lain: “Bagaimana pendapatmu? Akan datang jugakah Ia ke pesta?” 57 

Sementara itu imam-imam kepala dan orang-orang Farisi telah memberikan 

perintah supaya setiap orang yang tahu di mana Dia berada memberitahu-

kannya, agar mereka dapat menangkap Dia. 

Di sini diceritakan mengenai akibat yang ditimbulkan oleh mujizat 

hebat tersebut, yang seperti biasanya, bag