ilmu tarekat mistik 11

Tampilkan postingan dengan label ilmu tarekat mistik 11. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ilmu tarekat mistik 11. Tampilkan semua postingan

Senin, 10 Februari 2025

ilmu tarekat mistik 11



 akni golongan pertama ini tiyaitu ia mengenai bahwa ada pe-

nyembahan/berhala dan sebagainya. Maka golongan pertama ini di 

waktu ia membaca L a ilaha illallah tiyaitu ia menafikan Allah -Allah  

yang lain, hanya dalam hatinya Tiada Allah  Melainkan Allah. ' Apa 

yang akan dinafikannya, bukanlah 360 berhala/patung di sekitar 

Baitullah yang sudah dimusnahkan oleh Nabi Muhammad saw, agar 

jangan ada yang menduga bahwa berhala itu yaitu Allah  juga. 

Bagi golongan kedua yang senantiasa terwaham-waham syak wa­

sangka dalam hatinya, bahwa ada pula Allah  patung berhala-berhala, 

lantas golongan kedua ini, di waktu mereka mengatakan la ilaha dinafi­

kannya Allah  yang batal, dan sampai perkataannya pada illallah, di-

isbatkannya Allah  yang sebenarnya. 

Di antara tarekat lain yang sefaham dengan ahli tarekat Naqsya­

bandiyah ialah Almarhum Said Usman bin Abdullah bin A k i l Yahya, 

selaku keturunan cucu dari Nabi Muhammad saw yang terkenal lautan 

ilmu, ya'ni almarhum yang ini telah menulis kitab sifat dua puluh 

di Jakarta pada tahun Hijrah 1324. 

Nyatalah dalam faham Almarhum yang ini di waktu memba­

ca kalimah la ilaha illallah sehuruf dan sedikit pun tiada pernah Almar-

335 

hum menafikan Allah  yang lain seumpama Allah  berhala. 

Perhatikanlah pada baris kedua katanya : Tiada Allah  yang di-

sembah dengan sebenarnya melainkan Allah. 

Yang sepaham dengan ahli tarekat Naqsyabandiyah lagi, ialah al­

marhum A . Hasan. Dalam tafsir Al-Furqan halaman (10), tanyanya 

apabila Qur'an dihasrarkan? Ayat yang dihasrarkan itu maksudnya 

ialah rangkaian kalimah yang terbatas dan terkepung. Umpama dengan 

kalimat la dan Ua atau sebangsanya, seperti la ilaha illallah, artinya : 

Tiada Allah  yang sebenarnya melainkan Al lah , demikian paham guru 

Persatuan Islam Bangil. 

Mari kita perhatikan perkataan-perkataan ahli tarekat Sufiyah. 

Pertama kata ahli Syufiyah : Tobat manusia dibandingkan  dosanya, 

dan tobat aku dari mengatakan L a Ilaha Illallah, yakni malu aku me­

ngatakan : Tiada Allah  yang sebenarnya melainkan Al lah . 

Berkata Zunnun Al-Masry : "Barang siapa yang memandang kepa­

da yang lain, maka ia berAllah kan kepada yang lain. Barang siapa me­

mandang kepada Al lah , maka hiduplah ia. Barang siapa memandang 

kepada yang lain, binasalah i a " . 

Kemudian perlu pula diperingatkan kepada keterangan Dr. Hamka 

dalam Kitabnya "Tasawwuf dari abad ke abad" halaman 166 katanya : 

" J ika aku berkata L a (tiada Allah ), tujuannya ialah Illah (ada 

Al lah) . " 

Untuk mempertahankan kebenarannya zikir Nafi Isbat (mata-pela-

jaran yang ketiga dalam tharekat Naqsyabandiyah), Dr. Syeikh H . Ja­

laluddin telah memberi keterangan : 

1. Pada Kitab Mas-alah, 2. Pada kitab rahasia Mutiara tarekat 

Naqsyabandiyah, 3. Pada kitab Mencari Allah dengan ilmu pasti dan 

4. Pada Sinar Keemasan No. 50/51, No. 53, No. 14/55 dan SK No. 58. 

Kalau ada pembaca yang belum puas dengan keterangan dalam ki ­

tab ini, silahkan membaca kitab-kitab yang tersebut. 

Zikir Nafi Isbat yang ini dilaksanakan ahli tarekat Naksya­

bandiyah, bukanlah L a ilaha illallah itu dibaca dengan lidah, malahan 

kalimah la ilaha illallah itu, dibaca dalam hati, sedang hal lidah kepala 

ditegakkan ke langit-langit, mata ditutup dan waktu membaca kalimah 

la ilaha illah itu, napas ditahan di bawah pusat. Syarat-syarat mengerja-

336 

kan zikir nafi isbat itu 7 macam. Kalau kurang syaratnya 7 macam, 

maka bathal (tidak sah) zikir itu dikerjakan. 

Di waktu kita masih hidup dilatih jiwa bersungguh-sungguh meng-

amalkannya, agar di waktu akan mati dengan mudah saja kita memba­

ca kalimah la ilaha illallah dengan hati. Kalau akan kita baca kalimah 

la ilaha illallah dengan lidah di waktu akhir nafas (mati) sangat tipis 

harapan akan dapat kita laksanakan, sebab biasanya seseorang yang 

hampir mati itu lidahnya sudah bisu (kelu). 

Demikian keterangan dan pendirian Naksyabandiyah mengenai Z i ­

kir Nabi Isbat. 

5. K H A L A W A T I Y A H . (I). 

Tarekat Khalawatiyah ialah suatu cabang dari tarekat aqidah Suh-

rawardiyah, yang didirikan di Bagdad oleh Abdul Qadhir Suhrawardi 

(mgl. 1167 M) dan oleh Umar Suhrawardi (mgl, 1234 M ) , yang tiap kali 

menamakan dirinya golongan Siddiqiyah, sebab  mereka menganggap 

dirinya berasal dari keturunan Khalifah A b u Bakar. Bidang usahanya 

yang terbesar ada di Afghanistan dan India. Di antara cabang-

cabangnya yang terkenal Jalaliyah, Jamair ah, Zainiyah, Safawiyah, 

Rawshaniyah dan yang akan kita bicarakan Khalawatiyah. Cabang 

Khalawatiyah didirikan di Khurasan oleh Zahiruddin (mgl. 1397 M) 

dan pesat sekali meluasnya di daerah Turki , sehingga bercabang-cabang 

pula sangat banyaknya, seperti di Anatolia Jarrahiyah, Ighitbashiyah, 

Usysyaqiyah, Niyaziyah, Sunbuliyah, Syamsiyah, Gulsaniyah dan Syu-

jaiyah, di Mesir Dhaifiyah, Hafnawiyah, Saba'iyah, Sawiyah-Dardiyah, 

dan Maghaziyah, di Nubiya, di Hejjaz dan di Somali Salihiyah, di Ka-

biliya Rahmaniyah. 

Memang keluarga Suhrawardi ini termasuk keluarga Sufi yang ter-

nama. Abul Futuh Suhrawardi terkenal dengan nama Syeikh Maqtul 

atau seorang tokoh sufi, yang oleh kawan-kawannya diberi gelar ulama 

berdasarkan paham malakut, dilahirkan di Zinjan, dekat Irak dalam 

tahun 549 H . Sesudah belajar beberapa waktu dalam ilmu hikmah dan 

usul fiqh pada Imam Majduddin A l - J i l i , dan dalam ilmu yang lain-lain 

pada beberapa guru-guru besar, ia lalu terkenal sebagai seorang yang 

337 

sangat ahli tentang keAllah an dan penafsiran Al-Qur 'an. Ialah yang 

mendirikan suatu aliran Sufi yang disebut mazhab Isyraqiyah, aliran 

yang menerangkan, bahwa Allah  itu yaitu  pokok dibandingkan  caha­

ya. Namanya mengagumkan tatkala ia menafsirkan ayat Al-Qur 'an me­

ngenai Nurullah, yang ini dalam Surat Nur, demikian jelasnya, 

sehingga orang menuduh dia memberi bentuk jisim dan jauhar kepada 

Allah , yang dianggap bertentangan dengan pendirian tauhid ahli Sun­

nah wal Jama'ah, bahwa Allah  itu tidak dapat diumpamakan dengan 

sesuatu zat apa pun juga yang baharu. Salahuddin Al-Ayyubi menang­

kap Abul Futuh dan menyerahkan kepada anaknya Az-Zahir, raja Ha-

lab, untuk dihukum bunuh, namun  hukuman ini diubah atas perminta­

annya sendiri menjadi hukuman penjara dalam sebuah kamar yang ge-

lap-gulita dengan tidak diberi makan dan minum sampai ia mati dalam 

tahun 587 H . 

Suhrawardi yang lain bernama Abu Hafas Umar Suhrawardi, juga 

seorang tokoh sufi terbesar di Baghdad, pengarang kitab "Awariful 

Ma'arif", sebuah karangan yang mengagumkan dan sangat menarik 

perhatian Imam Ghazali, sehingga seluruh kitab itu dimuat pada akhir 

karya "Ihya Ulumuddin" yang oleh tarekat Suhrawardiyah serta ca-

bang-cabangnya dijadikan pokok pegangan dalam suluknya, dan Suh­

rawardi ini meninggal dalam tahun 638 H . Sebelum ada kitab Ihya Ulu­

muddin, "Awariful Ma'arif" karangan Suhrawardi ini yaitu  

kitab tasauf yang terlengkap, yang membahas hampir semua masaa-

lah dalam bidang ilmu batin ini . Karangan ini terdiri dari lebih kurang 

enam puluh bab, dimulai dengan menguraikan sejarah nama dan ter-

jadinya serta fadhilatnya ilmu tasauf, sampai kepada membicarakan 

dengan mendalam ilmu tarekat mengenai nadhah bermacam-macam 

ibadat, sembahyang puasa dan amal-amal yang lain, sampai kepada 

kewajiban-kewajiban dalam suluk, mengenai syeikh, murid, ikhwan, 

mengenai ribadh dan adab, mengenai akhlak, mengenai khirqah, me­

ngenai ma'rifat dan mukasyafah sufi, mengenai khawatir, mengenai hal 

dan makam, dan persoalan-persoalan lain yang bersangkut-paut dengan 

tarekat. Kitab ini yaitu tuntunan yang terlengkap untuk tarekat-tare­

kat yang tergabung dalam mazhab Suhrawardiyah, dan oleh sebab  itu 

apa pun nama yang digunakan untuk cabang-cabang itu, semuanya ber-

pedoman kepada karangan Suhrawardi Sufi ini, meskipun di sana-sini 

ditambah dan dikurangi menurut keperluan yang dianggap perlu oleh 

338 

syeikh tarekat mursyid, dalam menjalankan tugasnya. Dalam bab ke­

enam puluh dua dimuat uraian istilah-istilah sufi yang sudah disaring 

menurut pendapat Suhrawardi, mengenai persoalan jama' dan tafar-

ruk, mengenai tajalli dan istitar, mengenai tajrid dan tafriq, mengenai 

ghulbah, mengenai musamarah, mengenai sakar dan sahu, mengenai 

ilmuyaqin, ainulyaqin dan haqqul yaqin, mengenai waktu, mengenai 

ghaibah dan syuhud, mengenai zauq dan syarab, mengenai muhadha-

rab, mukasyafah dan musyahadah, mengenai talwin dan tamkin, dan 

lain-lain persoalan yang bertalian dengan masaalah bidayah dan niha-

yah, yang semuanya dapat menunjukkan kepada kita sesuatu tarekat 

berasal dari ajaran Suhrawardi itu. 

Mengenai ma'rifat Suhrawardi menyaring, bahwa hamba Allah 

yang sungguh-sungguh mengenai ma'rifat itu (a'raful khalaq billah) 

ialah manusia yang luar biasa menaruh keheranan kepada perbuatan 

Allah. Manusia yang semacam ini memulai jalannya dengan amal ke­

mudian meningkat kepada ahwal, kemudian menghimpunkan antara 

amal dan ahwal, sehingga ia memasuki jalan kesudahan yang mengikat 

kecintaan hatinya kepada Allah , kecintaan yang bergerak saban detik 

dan hidup saban masa, bergerak jiwa, bergerak badan dan bergerak 

manusia yang terbentuk dari jiwa dan badan itu berdiri dengan Allah  

(Qa'iman billah) dan sujud di hadapan Allah (sajidan baina yadayillah), 

sebagaimana yang pernah diucapkan oleh Allah sendiri dalam Qur'an : 

"Semua sujud bagi Al lah , siapa dan apa yang ada dalam tujuh petala 

langit dan bumi, secara sukarela atau secara paksaan, maupun bayang-

bayang mereka, akan tunduk semua pagi dan sore kepada Allah  seru 

semesta". Jikalau hati sudah sujud dan jiwa sudah tersungkur, terjadi-

lah mahabbah kecintaan terpilih antara manusia itu dengan Allah nya 

dan antara Allah  dengan manusia itu, seluruh bahagian badannya ter-

getar dan hidup merasa lazat dengan zikir Allah  dan bacaan kalam-

nya, sebagaimana mahabbah Allah  pun tercurahlah kepadanya dan 

kepada seluruh keutamaan sekitarnya. Dengan menggunakan sebuah 

hadits Nabi dijelaskanlah, bahwa apabila Allah  telah mencintai se­

orang hamba-Nya, Ia mengatakan kepada Jibrail untuk diberitahukan 

kepada seluruh isi langit dan bumi, dan cinta itu lalu diterima oleh se­

mua makhluk (Abu Hurairah — Bukhari). 

Filsafat kedua Suhrawardi ini dibicarakan oleh Dr. Muhammad 

339 

Musthafa Hi lmi , guru besar dalam ilmu filsafat di Mesir, dalam kitab­

nya "Al-Hayatur Ruhiyah fil Islam" (Mesir, 1949). 

Saya tidak memiliki  sebuah kitab yang khusus membicarakan 

ajaran dan amalan tarekat Khalawatiyah, mungkin sebab  sebagai biasa 

terjadi dalam dunia tarekat, ajaran-ajaran itu hanya disampaikan oleh 

mursyid-mursyid kepada murid-muridnya dalam lingkungan terbatas, 

tidak dicetak dan disiarkan dalam pasar buku. namun  ada sebuah kitab 

kecil yang dicetak dan diterbitkan di Mesir, karangan Syeikh Hasan 

Abdur Raziq Al-Athwabi, yang meninggal pada 10 Syawwal th. 1941, 

bernama "Al-Futuhatur Rabbaniyah", yang rupanya diuntukkan bagi 

rnurid-muridnya dalam tarkat Khalawatiyah, sampai ke tangan saya, 

dan oleh sebab  itu dapat saya pelajari serba sedikit apa yang terjadi 

dengan ajaran dan amalan itu. Dalam kitab ini saya dapati sekumpulan 

syair dalam bahasa Arab yang diberi bernama Syu'bul Iman, ringkas 

dan padat segala ajaran dilukiskan oleh syiekh tarekat Abdur Razaq 

atau Abdul Raziq, yang diberi kata sambutan oleh seorang syeikh tare­

kat juga, Muhammad Ibrahim Al-Qayati dan beberapa ulama Azhar ter­

besar yang lain, yang dalam ucapan-ucapannya memberikan saya sedi­

kit penerangan tentang pribadi Hasan Abdur Razak ini mengenai per-

juangannya, kekeramatannya dan pengaruhnya dalam dunia tarekat 

Khalawatiyah. Syair yang hanya terdiri dibandingkan  enam puluh baris cu­

kup untuk memperingatkan seluruh pokok-pokok terpenting dibandingkan  

ajaran Khalawatiyah, dapat dibaca dan diingat oleh murid-muridnya 

dalam susunan sajak yang indah, kemudian dikupas dan ditafsirkan 

dalam kitab Al-Futuhatur Rabbaniyah ala Syu'bil Amaniyah, yang me­

rupakan suatu kupasan yang indah sekali dengan kata-kata dan gubah-

an penuh berirama. 

Apakah di Indonesia tarekat Khalawatiyah ini berpengaruh belum 

dapat saya pastikan, namun  pernah tersiar dan mempengaruhi dunia ta­

rekat di negeri ini. Di antara lain ternyata dari seorang tokoh tarekat 

terbesar, Syeikh Yusuf Al-Khalawati, yang kuburannya saya kunjungi 

ada di Lakiung (Goa) dekat Makasar. Pada kuburannya, yang sa­

ban jam menerima puluhan bahkan ratusan pengunjung dari mana-

mana, ada catatan, bahwa Syeikh Yusuf itu bernama juga Tuanku 

Salamaka, lahir 1626, pergi haji 1644, diasingkan oleh Belanda dari 

Banten ke Ceylon 1683> dipindahkan dari Ceylon ke Afrika Selatan 

340 

1694, meninggal 23-5-1699 dan dikuburkan di Lakiung ini 23-5-

1703. 

Di Sulawesi dan sekitarnya masih giat dikerjakan tarekat Khalawa­

tiyah itu. Saya pernah mengunjungi beberapa mesjidnya. 

K H A L A W A T I Y A H . (II). 

Oleh sebab  Khalawatiyah termasuk tarekat yang banyak tersiar 

dan banyak pemeluknya di Indonesia, saya ingin memperpanjang dan 

memperlengkap pembicaraan tentang tarekat ini sebagai berikut. Urai­

an ini saya petik dari kitab karangan Sa'id 'Aidrus Al-Habasyi '"Uqu-

dul La'al fi Asanidir Rijal" (Kairo, 1961), yang saya pinjam dibandingkan  

seorang ulama terkemuka di Jakarta, Sayyid Salim bin Jindan. 

Dalam kitab itu saya dapati ceritera, mengapa Ad-Dardir tertarik 

kepada tarekat Khalawatiyah dan menerimanya dari Al-Hafnawi Asy-

Syafï'i, begitu juga A l i A l -Wina ' i , sehingga mereka diberi persalin khir­

qah dari gurunya. Yang demikian itu ialah sebab  "Sir dan Suluk dari 

Syeikh Qasim Al-Khalawati" sangat sederhana dalam pelaksanaannya, 

untuk membawa jiwa dari tingkat yang rendah kepada tingkat yang 

sempurna melalui tujuh gelombang, yang disebut martabat tujuh dari 

jiwa itu. Bagi mereka yang sudah mengenai tarekat Naqsyabandiyah 

pembahagiaan jiwa manusia dalam tujuh tingkat ini tidak asing lagi. 

Tujuh tingkat yang dimaksudkan itu ialah nafsul ammarah, nafsul law-

wamah, nafsul mulhamah, nafsul muthma'innah, nafsul radhiyah, naf­

sul mardhiyah dan nafsul kamilah. 

1. Manusia yang berada dalam nafsul ammarah bersifat jahil, k i ­

kir, loba, takabur, pemarah, gemar kepada kejahatan, dipengaruhi 

syahwat, dan memiliki  sifat-sifat buruk yang lain. Manusia dalam 

keadaan ini hanya dapat meiepaskan dirinya dibandingkan  sifat-sifat yang 

buruk itu ialah dengan memperbanyak zikir dan mengurangi makan 

dan minum. 

2. Manusia yang berada dalam nafsul lawwamah, banyak kege-

maran dalam mujahadah dan pelaksanaan syari'at, ia banyak berbuat 

amal saleh, namun  masih bercampur aduk dengan sifat ujub, takabur 

dan ria. Meiepaskan dirinya dibandingkan  ria hanya dapat dilakukan de-

341 

ngan fana dalam ikhlas, dengan syuhud, bahwa penggerak dan penyem-

purna rasa ialah Al lah . Meiepaskan diri dibandingkan  dua sifat yang perta­

ma dapat dilakukan dengan mujahadah, yaitu meninggalkan adat ke­

biasaan yang buruk, dan melakukan enam perkara, yaitu mengurangi 

makan, mengurangi tidur, mengurangi bicara, sering berpisah diri dari 

manusia, tetap dalam zikir dan dalam pikiran yang sempurna. 

3. Manusia yang berada dalam nafsul mulhamad, biasanya kuat 

mujahadah dan melakukan tajrid, dan oleh sebab  itu menemui isya-

rah-isyarah tauhid, namun  ia belum dapat meiepaskan diri seluruhnya 

dibandingkan  hukum-hukum manusia. Maka oleh sebab  itu manusia ini 

harus membiasakan badan dan jiwanya, menenggelamkan batinnya ke 

dalam hakekat iman, dan menenggelamkan lahirnya ke dalam kesibuk-

an syari'at Islam. 

4. Manusia yang berada dalam keadaan nafsul muthma'innah, 

tidak dapat lagi meninggalkan hukum-hukum taklifi agama barang se-

jari, tidak merasa enak jika tidak berakhlak dengan akhlak Nabi M u ­

hammad, tidak merasa tenteram hatinya kecuali dengan menuruti sega­

la pertunjuk dan sabdanya, maka manusia yang seperti ini tak dapat 

tidak menyenangkan segala orang yang melihat kepadanya dan mende­

ngar ucapan-ucapannya. 

5. Manusia yang memiliki  nafsul radhiyah, ialah manusia yang 

ada dalam keadaan fana kedua, sudah terlepas dibandingkan  sifat-sifat ma­

nusia yang biasa, dengan tidak dipaksakan halnya dalam baqa. Di anta­

ra tanda-tandanya kita lihat, bahwa ia tidak menggantungkan dirinya 

kepada sesama manusia, hanya kepada Allah  semata-mata. 

6. Maka kita dapatilah manusia dalam keadaan nafsul mardhiyah, 

yaitu manusia yang telah dapat mencampurkan ke dalam dirinya kecin­

taan khalik dan khalak, tidak ada penyelewengan dalam syuhudnya, 

sebab  ia sudah kembali dibandingkan  alam gaib ke dalam alam syahadah. 

Ia menepati seluruh janji Allah  dan meletakkan sesuatu pada tempat-

nya. 

7. Manusia yang tertinggi berada dalam keadaan nafsul kamilah, 

yaitu manusia yang dalam pekerjaan ibadatnya turut seluruh badannya, 

lidahnya, hatinya dan anggota-anggotanya yang lain. Manusia yang de­

mikian banyak istigfar, banyak tawadu', kesenangan dan kegemaran-

nya ialah dalam tawajjuh khalak kepada Haq, sangat takut dan ngeri 

342 

berada dalam keadaan lain dibandingkan  itu. 

Oleh sebab  itu Khalawatiyah menafsirkan makam yang tujuh bu­

ah itu dengan 1. nafsul ammarah ialah maqam zulumatul aghyar, ke-

gelapan yang gelap-gulita, 2. nafsul lawwmah ialah makam anwar, ca­

haya yang bersinar, 3. nafsul mulhamah ialah maqam kamal, kesem-

purnaan, 5. nafsur radhiyah ialah maqam wisal, sampai dan berhu-

bungan, dan 6. Nafsul mardhiyah ialah maqam tajalli af'al, kelihatan 

perbuatan Allah , 7. nafsul kamilah ialah maqam tajalli sifat, tampak 

nyata segala sifat Allah . 

Tiap-tiap manusia berada dalam satu maqam, ia tidak dapat meli­

hat keadaan dalam maqam di atasnya, demikian sampai kepada maqam 

yang ketujuh. Manusia dalam maqam yang ketujuh masih belum dapat 

mengangkat hijab asma dibandingkan  tajalli zat. Hal ini sesuai dengan pen­

dapat Al-Junaid : "Mungkin seorang manusia dapat merasakan ketu­

juh maqam, namun  tidak dapat menyempurnakan maqam pertama". 

Diketahui orang, bahwa pancaran rabbani tidak dapat dibangkit-

kan dengan asma, namun  ia yaitu nur yang dikurniai Allah  bagi siapa 

ia suka, di tengah-tengah asma atau sesudahnya. Seorang salik dalam 

maqam yang pertama, oleh syeikhnya ditalqinkan asma, jika ia terus-

menerus melakukan bacaan, amalan, tinggi rendah suaranya, sambil 

duduk atau berdiri, Allah  menyalakan dengan berkah asma itu dalam 

batinnya, suatu nyala pelita malakut, maka melihatlah ia dengan mata 

hatinya segala yang buruk di sekitarnya, lalu berlari memasuki ikhlas. 

Tiap-tiap bertambah zikirnya, bertambah cepat larinya mencapai ke-

ikhlasan itu, dan dengan demikian pada akhirnya ia beroleh yang di­

namakan jazbah rahmaniyah, yang dapat membawa dia kepada derajat 

kamal dan menguatkan jiwanya dalam memikul amanah dan mengha­

dapi tajalliyat. Yang demikian ini dalam tarekat Khalawatiyah, dinama­

kan khasiyah ism pertama. 

Dalam khasiyah ism kedua salik yang bimbang itu keluar dibandingkan  

kegelapan ma'siat kepada cahaya taat yang terang benderang, sedang 

dalam khasiyah ism ketiga lahirlah huwiyah mutlak, hakikat imaniyah, 

ma'rifat qudaiyah rabbaniyah dalam hati salik yang bimbang itu. Tan-

danya ia lalu gemar kepada hidup abadi dan meiepaskan dirinya dari­

pada kekejian dunia, lalu masuk dalam maqam kamul. Khawas atau 

khasiyah asma ini tidak dapat lahir melainkan dengan memperbanyak 

343 

zikir jalli yang kuat dan khafi, dengan adab yang berkekalan. 

Khasiyah yang keempat dan kelima menyusul dalam keadaan zikir. 

Zikir itu dilakukan dalam keadaan menghadap kiblat, duduk di atas 

dua lutut atau berdiri, kosong dibandingkan  segala cita-cita, mendengar apa 

yang diucapkan, bersih lahir dan batin, terus-menerus dalam wudhuk, 

berpegang teguh kepada syari'at dan tarekat, dan meminta kelebihan 

dibandingkan  Allah  dengan tak ada henti-hentinya. 

Jika semua itu dikerjakan salik akan sampai kepada maqam yang 

keenam, yang dicapai dengan mujahadah dan riadhah. Adapun menca­

pai khasiyah maqam yang ketujuh memang tidak mungkin dengan usa­

ha, namun  dengan jazbah dibandingkan  Al lah . Maqam ini dinamakan ma­

qam Haqqul Yaqin, yang dinamakan juga maqam tauhid atau wihdatul 

wujud, bukan menjadi satu secara tunggal, namun  sampai kepada ong-

gokan mutiara derajat kamal, syuhud wihdatul wujud, sebagai hasil 

mujahadah, riadhah yang berturut-turut, zul iftiqar dan maskanah. 

Demikian beberapa catatan tentang tingkat khawas atau khasiyah 

dan tingkat merabat tujuh jiwa sebagai yang sudah diterangkan dalam 

suluk Khalawatiyah. Untuk mencapainya dimulai dengan menyesali do­

sa, membuang aib, berazam tidak akan kembali kepada ma'siat, me-

nyelidiki desas-desus diri , bersungguh-sungguh dalam beribadah kepada 

Allah  dengan mahabbah dan ikhlas dalam segala amal saleh dan ber-

akhlak dengan pekerti yang luhur. 

Had atau difinisi tasawwuf pada mereka ialah menyesal terhadap 

dosanya, tawajjuh dengan ikhlas kepada kerelaan Allah nya, meiepas­

kan jiwa dari pengaruh diri, mencari Hak dengan akal dan perasaan, 

membersihkan diri dibandingkan  kekejikan dan berakhlak dengan khuluk 

sepanjang Sunnah Nabi. Ada sepuluh perkara yang mereka jadikan ti-

ang amalnya, yaitu yaqdhah atau kesadaran, taubah atau minta am­

pun, muhasabah atau selalu memperhitungkan laba rugi, inabah atau 

berhasrat kembali kepada Allah , tafakkur atau selalu menggunakan 

pikiran, tazakkur selalu menyebut dan mengingat Allah , i'tisam, sela­

lu berpegang kepada pimpinan Allah , firar atau selalu lari dari keja­

hatan dan keduniaan yang tidak berfaedah, riadhah atau selalu melatih 

diri dalam amal, dan sima' atau selalu menggunakan pendengaran da­

lam mengikuti perintah-perintah agama. 

Di dalam tarekat ini dibicarakan secara pelik perpindahan dari ma-

344 

qam ke maqam, yang saya tinggalkan pembicaraannya, sesuai dengan 

bentuk kitab ini sebagai pengantar. namun  meskipun demikian saya 

ingin mengemukakan pendirian tarekat ini mengenai fana, yang dalam 

golongan fuqaha acap kali menimbulkan salah paham. Mereka mem-

bagikan fana atas tiga tingkat, pertama fana fil af'al, dengan arti, bah­

wa tidak ada yang menciptakan sesuatu kecuali Al lah , kedua fana fis 

sifat, yang berarti tidak ada kebenaran sebenar-benarnya dalam hake­

kat kecuali Al lah , dan ketiga fana fiz zat, yang dimaksudkan bahwa 

tidak ada yang maujud sebenar-benarnya melainkan zat Al lah sendiri. 

Adapun keadaan talqin dalam tarekat ini sama dengan cabang 

Naksyabandiyah yang lain : syeikh meletakkan tangannya dalam ta­

ngan murid, menyuruh mendengar zikir yang diucapkannya dengan me­

nutup dua mata, kemudian diikutnya perlahan-lahan. Sesudah istighfar 

dan do'a, bertahlil tiga kali yang diikuti oleh murid, membaca fatihah 

dsb. dan mengucapkan azan pada telinga kanan dan telinga kirinya. 

Sayyid A l i A l -Wina ' i menerangkan martabat asma atau zikir dalam 

tujuh tingkat, pertama lafadh syahadah sebagai perbandingan untuk 

ammarah, kedua lafadh Al lah , untuk lawwamah, ketiga lafadh huwa 

untuk mulhamah, keempat lafadh Haq untuk mutmainnah, kelima la­

fadh hayyun untuk radhiyah, keenam lafad qayyum untuk mardhiyah, 

dan ketujuh lafadh qahhar untuk nafsul kamilah, yang dinamakannya 

ghayatut talqin, talqin terakhir untuk murid. 

6. KHALIDIYAH. 

Cabang Naqsyabandiyah di Turkestan mengaku berasal dari tare­

kat Thaifuriyah dan cabang-cabang yang lain ada di Cina, Kazan, 

Turki , India dan Jawa. Disebutkan dalam sejarah, bahwa tarekat itu 

didirikan oleh Bahauddin, mgl. 1338 M . Dalam pada itu ada suatu ca­

bang Naqsyabandiyah di Turki , yang berdiri dalam abad ke X I X , ber­

nama Khalidiyah. 

Menurut sebuah kitab, yang saya terima dari Barmawi Umar, dika­

takan, bahwa pokok-pokok tarekat Khalidiyah Dhiya'iyah Majjiyah, 

345 

diletakkan oleh Syeikh Sulaiman Zuhdi Al-Khal idi , yang lama bertem-

pat tinggal di Mekkah. Kitab ini berisi silsilah dan beberapa pengertian 

yang digunakan dalam tarekat ini , setengahnya tertulis dalam bentuk 

sajak dan setengahnya tertulis dalam bentuk biasa. Dalam silsilah dapat 

dibaca, bahwa tawassul tarekat ini dimulai dengan Dhiyauddin Khalid, 

sambung-menyambung dengan beberapa syeikh Naqsyabandiyah, akhir­

nya sampai kepada Thaifur, Ja'far, Salman, Abu Bakar dan terus ke­

pada Nabi Muhammad, Jibril dan Al lah . Jika kita selidiki akan kelihat­

an, bahwa perpecahan tarekat ini dimulai dari tarekat Aliyah, satu ca­

bang dibandingkan  tarekat Naqsyabandiyah Khwajakaniyah yang terkenal. 

Dalam kitab ini dibicarakan silsilah tarekat, adab zikir, tawassul 

dalam tarekat, adab suluk, tentang salik dan maqamnya, tentang rabi­

thah, dan beberapa fatwa pendek yang diperbuat oleh Syeikh Sulaiman 

Zuhdi Al-Khal idi mengenai beberapa persoalan yang diterimanya dari 

bermacam-macam daerah, di mana tersiar tarekat ini, termasuk daerah 

Indonesia, mengenai talqin wanita oleh guru laki-laki, tentang khalifah-

khalifah yang meninggalkan petunjuk gurunya, tentang istiqamah dan 

pertanyaan-pertanyaan lain, di antaranya berasal dari Abdurrahman 

bin Yusuf AJ-Jawi Al-Banjari. 

Adab suluk yang dibicarakan dalam tarekat ini sesuai dengan ajar­

an Khwajakaniyah, terdiri dibandingkan  delapan tingkat, dinamakan menu­

rut bahasa Persi, pertama husye dardam, yaitu bernafas tanpa ghiflah, 

hudur dan wuquf dalam segala keluar masuk nafas pada tiap hal dan 

tempat, kedua nazar barqadam, melihat kepada kaki untuk menguat-

kan hudur dan membersihkan jiwa dalam air afaqi, sebab  konon pan-

ca indera yang lima yaitu sumber mata air yang dapat membersihkan 

hati, namun  dapat juga mengotorkannya, kewajibannya ialah menjaga 

hati itu yang luasnya seperti lautan samudera, agar tidak dikotorkan. 

Ketiga safar dar wathan, yang sebenarnya berarti merantau dalam ta­

nah air mencari dalam sesuatu daerah tertentu, namun  dimaksudkan 

ialah menukarkan akhlak dan sifat dalam sir diri, dari fana kepada ba-

qa, yang demikian itu dijelaskan dengan perpindahan dari suatu keada­

an kepada keadaan lain, dari sesuatu ta'yin kepada la ta'yin. Keempat 

ialah khalawatu dar anjuman, yang berarti tunggal dalam yang banyak. 

Dengan kata ini dimaksudkan, bahwa pada permulaan khalawat salik 

itu halnya yaitu banyak dalam tunggal, oleh sebab  itu ia diselubungi 

346 

khawatir. Apabila halnya sudah meningkat dan hudurnya sudah ber­

ubah, maka halnya menjadi tunggal dalam khalawat dan banyak dalam 

jalwat. Jika mu'amalahnya naik pula, maka keadaannya menjadi lebih 

berubah, yaitu menjadi satu tunggal dalam banyak. Maka menjadilah 

pendengarannya dan penglihatannya sesuai dengan Haq, sebagaimana 

disebutkan dalam Hadits. Kelima berbunyi yadkard, dengan arti zikrul­

lah yang dibagi atas zikir ism zat dengan wuquf, dan zikir nafi serta 

isbat dengan syarat. Keenam baz kasat, yang sama artinya dengan : 

" O , Allah  Engkaulah tujuanku! Kerelaan-Mulah yang kucari!" Per­

tunjuk ini yaitu  pokok dasar dan niat yang ikhlas dalam ibadat 

dan amal untuk Allah  semata-mata, dimulai dengan maksud pada per­

mulaan dan pada kesudahan. Barang siapa ingat kepada Allah  namun  

beramal untuk kepentingan dunia selain Allah  yaitu sama dengan 

meninggalkan tarekat Naqsyabandi. Ketujuh ialah nakah dasyat, yang 

dimaksudkan bahwa ia diingat dan yang mengingatnya ialah Allah , 

dan dengan demikian lahirlah dalam tarekat ini suatu latihan jiwa yang 

disebut muraqabah, selalu berada dalam pengawasan Allah . Kedela-

pan yad dasyat, yang berarti lahir tauhid hakiki dengan lidah sesudah 

fana dan baqa yang sesempurna-sempurnanya. Semua pokok ini menja­

di tujuan dan amal dalam suluk Khalidiyah. Selain dibandingkan  itu terma­

suk dunia semata-mata, yang diucapkan dengan bahasa Persi wa ghairu 

in hamah baidyasyt. 

Murid melatih diri dengan tingkat ini dalam suluknya, dan mur­

syid memimpinnya dengan baik. 

Baik tarekat rabithah, maupun tarekat zikir dari cabang Naqsya­

bandiyah ini terang dan jelas, kedua-duanya dilakukan sebagai suatu 

jalan untuk mencapai jazbah ilahiyah. Oleh sebab  itu sangat diminta 

perhatian untuk suluk dan arba'in melakukan syarat-syarat yang baik 

dan adab-adab yang sempurna, di antara lain menerima suluk itu dari 

mursyid sendiri, yang sudah ditunjukkan dan sudah berijazah untuk 

sesuatu daerah, menganggap khalawat sebagai tamsil kubur bagi mati, 

dan oleh sebab  itu segera taubat kepada Allah , niat untuk menyem-

purnakan arba'in atau empat puluh hari latihan, sebagaimana terselip 

dalam banyak kejadian ini dalam Firman Allah  dalam Qur'an 

mengenai pertunjuk empat puluh hari itu, seperti mi'raj Nabi Musa, 

pertapaan Nabi Muhammad dalam gua Hi ra ' , selesai pengadukan ta-

347 

nah untuk tubuh Adam, berbentuk manusia anak dalam kandungan dll , 

selanjutnya mengurangi bicara, mengurangi makan, mengurangi tidur, 

melakukan zikir yang berkekalan sebagaimana yang diperintahkan oleh 

syeikh, tidak melakukan perkara-perkara yang membawa kepada bid­

'ah, seperti menyanyi dan menari, dan lain-lain pertunjuk yang berfae­

dah, baik bagi mursyid, syeikh, maupun bagi murid yang akan menja­

lankan tarekat ini, seperti keterangan mengenai tawajjuh dan melaku­

kan khatam Khwajakan, yang tidak -saya perpanjang, sebab  sudah di­

bicarakan dalam pembicaraan mengenai tarekat Nasyabandiyah yang 

pokok. 

Uraian-uraian dalam tarekat Naqsyabandiyah, baik cabang A l -

Bahaiyah, Mujjaddidiyah, Khalidiyah, Dhiyaiyah maupun dalam Khala­

watiyah dsb. banyak berhubungan dengan istilah-istilah dalam bahasa 

Persi, bahasa pendirinya Naqsyabandi besar itu. Sebagaimana sukar 

mengikuti istilah-istilah itu dalam suluk dan riadhah, begitu juga dalam 

filsafatnya dan ilmu hakekatnya. Meskipun demikian saya mencoba 

mencatat beberapa pengertian dari risalah yang dinamakan "Masiratul 

Hikam Lis Salikin ala Siratis Sa'irin", di samping saya mempersilakan 

pembaca mempelajari persoalan-persoalan ini dalam kitab-kitab, yang 

dikarangkan oleh seorang ulama yang ahli dalam tarekat Naqsyabandi­

yah yaitu Dr. Syeikh H . Jalaluddin, karangan-karangan mana mudah 

ada dalam pasar buku. 

Umumnya diceriterakan, bahwa manusia itu terdiri dibandingkan  sepu-

luh latha'if, yang terbagi atas dua alam, lima dari alam khalak dan lima 

dari alam amar. Alam khalak itu terdiri dari nafsul haiwani, tubuh 

yang bersifat hewan, dan empat anasir yang dikenal dengan turab, ta­

nah, ma, air, hawa, angin, dan nar, api, keempat anasir susunan ma­

nusia yang kita kenal dalam ajaran tasawwuf. Anasir susunan tubuh 

manusia ini ada yang bersifat mengangkat manusia itu kepada tingkat 

Malaikat, ada yang menarik ke bawah ke tingkat binatang. Nafsul hai­

wani diumpamakan jauharah halus yang bersifat asap, yang mengge-

rakkan natiqah dan hakikat insan, yang bersama akal dapat digunakan 

juga roh haiwani, yang memberi kehidupan bagi manusia dan yang jika 

roh ini putus, manusia itu kembali menjadi mayat. Kekuatan diri itu 

terletak dalam otak, yang dinamakan nafsu natiqah dan hakikat insan, 

yang bersama akal dapat digunakan untuk musyahadatul a'yan sabitah 

348 

yang gaib dengan segala bahagian-bahagiannya dan kasyaf, baik yang 

bersifat wujdani maupun yang bersifat hakiki. 

Perasaan sebahagian terdiri dari panca indera dan sebahagian ter­

diri dibandingkan  tingkat jiwa yang tujuh, dimulai dengan jiwa ammarah 

disudahi dengan jiwa 'ubudiyah. 

Adapun alam amar terdiri dibandingkan  lima latha'if, yaitu qalb, hati, 

ruh, roh, sir, rahasia, khafi, ilham Allah , dan akhfa, ilham Allah  

yang lebih pelik. Sebenarnya dua perkataan terakhir ini tidak dapat di-

terjemahkah ke dalam bahasa Indonesia, khafa' menurut istilah ahli 

Sufi ialah lathifah rabbaniyah, yang dicurahkan Allah  ke dalam roh 

manusia dengan kekuatan tertentu, saya terjemahkan dengan ilham Tu­

han, hanya untuk memudahkan. Qalb atau hati yaitu lathifah sanu­

bari', berupa darah, terletak di sebelah dada kiri ke bawah, roh haiwani 

terletak di sebelah kanan, roh insani terletak di antara dada dan tetek 

kir i , dinamakan sir, yang terletak di antara dua tetek kanan dinama­

kan khafi, di tengah dada dinamakan akhfa. Lathifah-lathifah ini 

memiliki  sifat-sifat yang ajaib sebagai kurnia Allah . Hati merupa­

kan tempat riqqah, ma'rifah, hubb, sabr, yaitu kelemahan, ma'rifat, 

kecintaan dan sabar. Roh ialah tempat rahmah, basath dan surur, kasih 

sayang, kemurahan dan kegembiraan. Sir ialah tempat farah, dhahak, 

ghurur, gembira, tertawa, kebimbangan. Khafi ialah tempat hazan, 

khauf, buka', yaitu kecemasan, takut dan tangis. Akhfa yaitu tempat 

syahw'ah jur'ah, syaja'ah, harus, yaitu hawa nafsu, keberanian, kesa-

tria dan kesungguhan. Diterangkan lebih lanjut, bahwa maqam qalb 

itu yaitu wilayah Adam, maqam roh yaitu wilayah Nuh dan Ibra­

him, maqam sir yaitu wilayah Musa, maqam khafi yaitu wilayah Isa 

dan maqam akhfa yaitu wilayah Nabi Muhammad saw. Dalam penaf-

siran lain dijelaskan bahwa alam qalb ialah alam malak dan syahadan, 

alam roh yaitu alam malakut dan arwah, alam sir yaitu alam jaba-

rut, alam khafi yaitu alam lahut, dan alam akhfa yaitu alam gaib 

huwiyah ilahiyah. Oleh sebab  itu martabat hati itu dimasukkan ke 

dalam martabat af'al, martabat roh dimasukkan ke dalam martabat 

asma, martabat sir dimasukkan ke dalam martabat sifat subutiyah, 

martabat khafi dimasukkan ke dalam martabat sifat salabiyah, dan 

martabat akhfa yaitu martabat zat mutlaqah yang tertinggi. 

Tiap-tiap latha'f amar ini memiliki  nur atau cahaya. Lalu dise-

349 

but, bahwa cahaya hati itu kuning, cahaya roh merah, cahaya sir putih, 

cahaya khafi hitam, cahaya akhfa hijau, cahaya nafsun nathiqah ungu, 

semua cahaya ini diperoleh sebelum fana, namun  sesudah fana semuanya 

menjadi satu, yang disebut launul 'aqiqi, warna batu permata akik. 

Dan pada akhirnya sesudah baqa hakiki dalam zat, semua cahaya itu 

tidak memiliki  warna lagi, tidak diketahui bagaimana dan juga tidak 

dibolehkan mencari-cari, mengusut dan menggambar-gambarkan, kare­

na tidak ada contoh umpama baginya. 

Demikian kita catat beberapa hal mengenai filsafat dan aqidah 

Naqsyabandiyah dengan cabang-cabangnya, yang bertali dengan ria-

adhah dan suluk diri dan jiwa manusia, yang rapat hubungannya de­

ngan ajaran-ajaran amal dan zikirnya. 

Dari kitab yang saya sebutkan namanya pada permulaan karang­

an ini diketahui, bahwa tarekat Khalidiyah ini pun banyak ada di 

Indonesia, memiliki  syeikh, khalifah dan mursyid-mursyidnya, ter­

nyata dibandingkan  beberapa buah surat yang berasal dari Banjarmasin dan 

daerah-daerah lain, yang dimuat dalam kitab kecil ini di atas, ber-

kenaan dengan fatwa Sulaiman Az-Zuhdi Al-Khalidi dalam beberapa 

masalah dan kesukaran-kesukaran dalam pelaksanaan tarekat itu di 

Indonesia. 

7. SAMMANIYAH. 

Nama tarekat ini terambil dibandingkan  nama seorang guru tasawwuf 

yang masyhur, disebut Muhammad Samman, seorang guru tarekat 

yang ternama di Madinah, pengajarannya banyak dikunjungi orang-

orang Indonesia di antaranya berasal dari Aceh, dan oleh sebab  itu 

tarekatnya itu banyak tersiar di Aceh, biasa disebut tarekat Sammani-

yah. Ia meninggal di Madinah dalam tahun 1720 M . 

Sejarah hidupnya dibukukan orang dengan nama Manaqib Tuan 

Syeikh Muhammad Saman, tertulis bersama kisah Mi'raj Nabr Muham­

mad, dalam huruf Arab, disiarkan dan dibaca dalam kalangan yang 

sangat luas di Indonesia sebagai bacaan amalan dalam kalangan Rak­

yat. Sayang dalam Manaqib ini tidak berapa banyak yang mengenai ke­

hidupan sehari-hari dibandingkan  tokoh tarekat ini, namun  yang banyak di-

350 

ceriterakan ialah tentang salih dan zuhudnya, keramat dan keanehan-

keanehan yang ada pada dirinya sebagai kutub, yang pernah hidup 

di negeri Madinah. Dalam kitab ini disebutkan, bahwa khalifah Syeikh 

Muhammad Saman, yang bernama Syeikh Siddiq Al-Madani , tertarik 

akan kisah wali-wali Allah  dan tertarik kepada Hadits Nabi , yang ko­

non menjanjikan rakhmat Allah  bagi mereka yang suka membaca ma­

naqib wali-wali itu, di samping membaca Qur'an, membaca tahlil dan 

bersedaqah, tergeraklah ia akan menulis Manaqib gurunya Syeikh M u ­

hammad Saman, yang dianggap ahli syari'at, tarekat dan hakekat, qu­

tub dalam negeri Madinah. Konon pembacaan Manaqib Syeikh M u ­

hammad Saman ini demikian pengaruhnya, sehingga "barang siapa 

berkehendak ziarah akan kubur Rasulullah saw, padahal tiada minta 

izin kepadanya (Syeikh Muhammad Saman), niscaya yaitu ziarahnya 

itu sia-sia" (hal. 3). Apa sebab maka demikian, sebab  Syeikh Muham­

mad Saman itu pada waktu di Madinah yaitu orang yang sangat ber-

khidmat, sejak masa kecilnya sampai ia menjadi mursyid, seorang yang 

sangat memuliakan akan ibu bapanya, seorang yang selalu musyahadah 

dan muraqabah dan tidur tidak berkasur, pada waktu sahur ia bangun 

sendiri, lalu melakukan ratib, bersembahyang Subuh berjema'ah, dan 

segala amal ibadah yang lain. 

Dalam Manaqib itu diceriterakan segala cara Syeikh Muhammad 

Saman melakukan ibadatnya, yang oleh pengikut-pengikutnya diturut 

sebagai tarekat, misalnya ia sembahyang sunat asyraq dua raka'at, su­

nat Dhuha dua belas raka'at, membanyakkan riadhah, menjauhi kese­

nangan dunia. Dan oleh sebab  itu sebelum sampai umurnya ia sudah 

termasuk orang yang saleh. Pada suatu hari orang tuanya memberi ma­

kan kepadanya, tidak berapa lama kemudian orang tuanya kembali, 

namun  dengan terperanjat didapatinya makanan itu masih utuh. Tatkala 

oraflg tuanya menceriterakan hal itu kepada guru anaknya, guru itu 

menjawab bahwa anak itu tidak syak sudah menjadi waliyullah. Cerite­

ra ini mengemukakan lebih lanjut bagaimana Syeikh Muhammad Sa­

man siang malam duduk dalam zikrullah, bagaimana ia uzlah dan ma­

suk khalwat, ziarah ke Baqi ' , tempat kuburan segala isteri-isteri Nabi 

Muhammad yang terletak dekat kota Madinah. 

Manaqib itu selanjutnya menceriterakan kisah permulaan Syeikh 

Muhammad Saman menjalani tarekat dan hakekat. Pada suatu kali ia 

351 

memakai pakaian yang indah-indah. Kepadanya datang Syeikh Abdul-

kadir Al-Jailani membawa pakaian jubah putih. Syeikh Muhammad 

Saman, yang ketika itu dalam khalwat diperintahkan membuka pakai-

annya yang indah-indah itu lalu disuruh pakai jubah putih yang diba-

wanya. Katanya : "Inilah pakaian yang layak untukmu". 

Konon Syeikh Muhammad Saman selalu menutup-nutup dan me­

nyembunyikan ilmunya serta amalnya, hingga datanglah perintah dari­

pada Rasulullah menyuruh melahirkan ilmu dan amalnya itu dalam ko­

ta Madinah. Maka termasyhurlah ilmu dan amalnya itu, sehingga da­

tanglah orang berduyun-duyun dari beberapa negeri mengambil tarekat 

kepadanya. Tidak kurang banyaknya datang pengiriman-pengiriman 

mas dan perak dari raja-raja kepadanya, namun  mas dan perak itu sege­

ra dibagikan kepada fakir miskin, tidaklah ada yang tinggal padanya 

barang sesen jua pun. Kepada murid-murid Syeikh Muhammad Saman 

mengajarkan cara sembahyang, cara berzikir, cara bersalawat, memba­

ca istigfar, cara menghadapkan sesuatu permohonan kepada A l i ah. T i ­

dak lupa ia menasehatkan kepada murid-muridnya supaya ia beramah-

tamah dengan fakir miskin, jika ia guru berlemah-lembut kepada mu­

ridnya, mendidiknya naik dari satu martabat kepada martabat yang 

lebih tinggi. Selanjutnya wasiatnya itu berisi ajaran jangan tamak, ja­

ngan mencintai dunia, harus menukarkan akal basyariyah dengan akal 

rabbaniyah, tauhid kepada Allah dalam zat, sifat dan af'alnya. 

Kemudian Manaqib itu menceriterakan kekeramatan Syeikh M u ­

hammad Saman, di antara lain : Barang siapa menyerukan namanya 

tiga kali, akan hilang kesusahan dunia akhirat. Barang siapa ziarah ke­

pada kuburannya dan membaca Qur'an serta berzikir, Syeikh Muham­

mad Saman mendengarnya. Syeikh Muhammad Saman pernah menga­

takan, bahwa ia sejak dalam perut ibunya sudah pernah menjadi wali, 

barang siapa memakan makanannya, pasti masuk sorga, barang siapa 

memasuki langgarnya, niscaya diampuni Allah dosanya. 

Sebenarnya sejarah hidup yang lengkap dibandingkan  Syeikh Muham­

mad Saman ditulis orang dalam kitab Manaqib Al-Kubra , yang saya 

terangkan isinya ini yaitu catatan dari Manaqib itu, yang diusahakan 

oleh Haji Mohammad Idris bin Mohammad Tahir, Kampung Delapan 

Ilir Sungai Bayas, mungkin di Palembang. Pada penutup Manaqibnya 

diterangkan, bahwa seorang bernama Tuan Haji Muhammad Akib Ibn 

352 

Hasanuddin di negeri Palembang berhutang seribu enam puluh ringgit, 

yang tak ada jalan lagi untuk membayarnya sudah kira-kira lima tahun 

lebih. Maka ia pun dukacitalah sebab  hutangnya itu. Maka pada suatu 

hari sambil menangis ia meminta kepada Tuan Syeikh Muhammad Sa­

man, seraya katanya : "Jikalau sesungguhnya Tuan Syeikh Muhammad 

Saman itu qutub yang memiliki  keramat yang sangat besar, niscaya 

dilepaskan Allah SWT dari segala hutangku i tu" . Maka kata orang itu 

pula : " M a k a tiba-tiba belum boleh sampai setahun lamanya dibandingkan  

perkataan fakir itu, sudah dilepaskan Allah dibandingkan  segala hutang itu 

dengan berkat keramat Tuan Syeikh Muhammad Saman" (15). 

Demikianlah ceritera-ceritera yang aneh-aneh tentang Syeikh M u ­

hammad Saman, termuat dalam Manaqibnya, yang membuat orang ter­

tarik dan gemar untuk membacakan pada kesempatan-kesempatan 

yang penting. Manaqib ini dalam kalangan anak negeri, terutama 

di Sumatera, begitu juga dalam segala do'a dan amal ibadat bertawasul 

kepadanya. Manaqib pendek ini , yang mula-mula diterbitkan di Bom-

bay, kemudian oleh Sulaiman Mar ' i di Surabaya, tersiar sangat luas, 

pada akhirnya ditutup dengan sebuah do'a dalam bahasa Arab untuk 

bertawasul kepada Syeikh tarekat terbesar hu. 

Memang tarekat ini sangat luas tersiai di Aceh, sebagaimana di­

katakan oleh R . A . Dr. Hoesein Jayadiningrat dalam "Atjesch-Neder-

landsch Woordenboek" (Batavia, 1934), mula-mula dalam bentuk tare­

kat yang bersih dan zikirnya terkenal dengan Rated Saman, namun  lama 

kelamaan tarekat ini berubah menjadi suatu kesenian tari yang hampir 

sama sekali tidak ada lagi hubungan dengan tarekat. Bahkan kebanyak-

an ulama Aceh menentang Rateb Saman itu, yang dinamakan juga 

Meusaman atau seudati, sebab  yaitu  suatu kebudayaan yang 

dapat mengakibatkan hal-hal yang bertentangan dengan agama. Tidak 

saja bacaan-bacaan yang berasal dibandingkan  zikir sudah berubah bunyi-

nya menjadi sya'ir-sya'ir percintaan, bahkan sebagai pertumbuhan 

kebudayaan sudah menular kepada permainan kaum wanita, yang di­

namakan Seudati Inong. 

Dr. C. Snouck Hurgronje dalam bukunya "De Atjehers" (Batavia 

1894, deel. II) menceriterakan, bahwa Syukh Muhammad Saman me-

nyusun Ratebnya dalam bahagian pertama dari abad ke 18 di Madinah, 

dalam kota di mana Syeikh Ahmad Qusyasyi (mgl. 1661) pernah ju-

353 

ga menyiarkan ajaran tarekatnya yang berasal dari Syattariyah, tarekat 

yang tidak asing lagi di Indonesia. Tujuannya, sebagaimana guru-guru 

tarekat yang lain, ialah memberikan suatu latihan kepada murid-murid­

nya untuk pada akhirnya mencari keredhaan Allah  dan kedekatan ke­

padanya, sebagaimana ada dalam ajaran-ajaran sufi yang lain. Ke-

dua-dua guru tarekat ini melatih muridnya dalam ajaran yang sangat 

sederhana. Tarekat Samaniyah terdiri dibandingkan  ucapan-ucapan zikir, 

yang biasanya diamalkan malam Jum'at dalam mesjid dan langgar-

langgar bersama-sama sampai jauh malam. Zikir dan ratib itu biasa­

nya diucapkan dengan suara yang amat keras, terdiri dibandingkan  nama 

Allah  dan seruan kepadanya, dengan cara-cara yang tertentu, di ba­

wah pimpinan seorang guru. D i samping kalimah syahadat, ratib Sa­

man ini menunjukkan keistimewaannya dalam zikir, yang hanya meng­

gunakan perkataan H u , yaitu Dia (Allah). 

Dr. Snouck Hurgronje mengakui di samping ratib Samman, lebih 

popuier lagi di Aceh "Hikayat Samman", yang sebagaimana saya su­

dah ceriterakan di atas disusun dibandingkan  ceritera-ceritera yang aneh 

yang menunjukkan kekeramatannya. Tidak saja dibaca orang untuk 

mengetahui isinya, namun  juga untuk amal yang diharapkan pahala, di-

harapkan pertolongan untuk menyembuhkan sesuatu penyakit atau me­

iepaskan diri dibandingkan  sesuatu kecelakaan. Banyak orang bernazar 

akan memperoleh sesuatu, yang dilepaskannya dengan membaca Mana­

qib Syeikh Samman. 

Sepanjang penyelidikan saya, Manaqib Syeikh Samman itu, seba­

gaimana yang tersiar di Indonesia tidak semua sama isinya. Rupanya 

tiap-tiap pengarang Indonesia itu menterjemahkan beberapa bagian ter­

penting dari Manaqib Al-Kubra berbahasa Arab, mana-mana yang di­

anggapnya penting. Dalam Manaqib Syeikh Muhammad Saman, yang 

disusun oleh Haji Muhammad Nasir bin H . Muhammad Saleh Krukut 

dan dicetak pada percetakan Sayyid Usman Jakarta, saya dapati cerite­

ra-ceritera yang berlainan, meskipun semuanya mengenai kekeramatan 

Syeikh Muhammad Samman itu. D i antara ceritera yang dikemuka­

kan, tidak ada pada naskah ini di atas, yaitu mengenai su­

atu kejadian atas dirinya Syeikh Abdullah Al-Basri , yang konon sebab  

kesalahannya pernah dipenjarakan dalam bulan Ramadhan di Mekkah, 

dan dirantai kaki dan lehernya. Kehabisan akal menyebabkan Abdullah 

Al-Basri meminta tolortg dengan menyebutkan tiga kali nama Syeikh 

354 

Samman. Maka dengan tiba-tiba jatuhlah rantai itu semata demi sema-

ta, sehingga ia dapat keluar dari penjara. Hal itu diketahui oleh seorang 

murid Syeikh Samman yang lain, yang bertanya kepadanya bagaimana 

maka ia dapat terlepas dari rantai. Jawabnya : "Tatkala aku meneriak-

kan namanya tiga kali , aku lihat Tuan Syeikh Muhammad Samman 

berdiri di hadapanku dan marah. Tatkala aku pandang mukanya ter-

sungkurlah aku dan lupa akan diriku serta pingsan. Tatkala aku sadar 

kembali kulihat rantai itu telah terbuka dari badanku. Demikianlah ke-

keramatan Syeikh Muhammad Samman i tu" (14). 

Syeikh Muhammad Samman dilahirkan tahun 1189 H , pada hari 

Rebo, tanggal 2 hari bulan Zulhijjah, dan kuburannya di B a q i \ dekat 

kuburan segala isteri Nabi . 

8. RIFA'IYAH. 

Tidak banyak kita mengetahui tentang tarekat ini , meskipun nama­

nya terkenal di Indonesia sebab  tabuhan rebana, yang namanya di 

Aceh rapa'i, perkataan yang terambil dari Rifa ' i , pendiri dan penyiar 

tarekat ini , begitu juga dikenal orang di Sumatera permainan dabus, 

menikam diri dengan sepotong senjata tajam, yang diiringi zikir-zikir 

tertentu. 

Dalam "Handworterbuch des Islam", (Leiden, 1941) saya hanya 

mendapat beberapa catatan tentang Akhmad bin A l i Abu l Abbas, yang 

dianggap pencipta dibandingkan  tarekat Rifa'iyah itu. Ia meninggal di Umm 

Abidah pada 22 Jumadil Awal 578 H , (23 September 1183). Sedang 

tanggal lahirnya diperselisihkan orang, ada yang mengatakan dalam bu­

lan Muharram 500 H (September 1106) dan ada yang mengatakan da­

lam bulan Rajab th. 512 H (Oktober/Nopember 1118) di Qaryah Has-

san, dekat Basrah. Ada orang berpendapat, bahwa nama Rifa ' i ini ter­

ambil dibandingkan  nama aku Rifa 'a, yang sudah ada di Mekkah sejak 

tahun 317 H , pindah dari sana k.e Sevilla di Spanyol, dan dari sana da­

lam tahun 450 H datanglah kakek dari Ahmad itu ke Basrah. Oleh ka­

rena itu beberapa lama kakeknya itu memakai nama Al-Magribi , kare­

na ia datang dari Barat. 

355 

Ibn Khallikan tidak banyak menulis tentang sejarah hidupnya. Le­

bih banyak diutarakan beberapa catatan mengenai hidupnya dalam ki­

tab Tarikh Islam, karangan Az-Zahabi, dalam kitab Tanwirul Absar 

(Kairo, 1806), Qiladatul Jawahir (Bairut, 1801, dan sebagai orang Sufi 

--'alam Manaqib, yang tentu lebih banyak membicarakan tentang keke-

ramatannya dibandingkan  mengenai kepribadian, pendidikan dan perjuang-

annya, terutama yang ditulis oleh Al-Hammami dan Al-Faruthi (mgl. 

694). 

Dari sejarah hidupnya itu dapat kita ketahui, bahwa tatkala ia ber 

umur 7 tahun, ayahnya meninggal di Bagdad dalam tahun 419, dan ia 

dididik oleh pamannya Mansur Al-Batha' ihi , yang tinggal di Basrah. 

Menurut Sya'rani dalam kitabnya Lawaqihul Anwar, pamannya itu 

yaitu seorang Syeikh Tarekat, yang kemudian dinamakan menurut 

nama Ahmad "Rifa'iyah". Ia pernah belajar juga pada seorang pa­

mannya yang lain, Abu l Fadl A l i Al-Wasithi, mengenai hukum-hukum 

Islam dalam mazhab Syafi'i. Ia belajar dengan giat dalam segala ca­

bang ilmu sampai umur 27 tahun. Ia mendapat ijazah dari Abul Fadl 

dan Khirqah dari Mansur, yang telah bertempat tinggal di Umm A b i -

dah, dan yang kemudian meninggal di sana dalam tahun 540. Ahmad 

tidak meiepaskan keluarga ini dan banyak bergaul dengan anak-anak 

Mansur, yang semuanya ahli tarekat. 

Orang tidak mengetahui apa ia pernah menulis kitab mengenai tare-

katnya. Yaqut pun tidak menceriterakan apa-apa tentang itu. Beberapa 

hal mengenai tarekatnya ditulis oleh murid-muridnya, begitu juga ter­

dapat di sana-sini dalam kitab-kitab yang membicarakan tentang ilmu 

Sufi. Dengan demikian menjadi pentinglah yang ditulis oleh Abul Huda 

mengenai pengajaran-pengajarannya, kumpulan-kumpulan syairnya, 

do'a dalam bermacam bentuk, wirid-wirid dalam kitab-kitab yang ane-

ka warna. Dalam manaqib ada diterangkan, bahwa ia mengaku dirinya 

na'ib dari A l i dan Fatimah, dan banyak orang Sufi memberikan dia ge­

lar Qutub, Ghaus, dan Syeikh. 

Manaqibnya menceriterakan tentang bermacam-macam hal yang 

terjadi pada dirinya, misalnya tentang bersedekah, tentang pergaulan 

dengan seorang tokoh Sufi terbesar dalam zamannya, yang melebihi 

kekeramatannya. D i antara ceritera yang aneh ialah mengenai ziarah 

Rifa ' i ke Madinah. Tatkala menziarahi kubur Nabi Muhammad, Nabi 

356 

konon mengeluarkan tangannya dari dalam kubur, sehingga dapat di-

cium oleh Rifa ' i . 

Sebagaimana kita katakan, bahwa tarekat Rifa'iyah ini terkenal di 

Indonesia, meskipun agak berbeda dengan tarekat-tarekat lain dalam 

hal menyiksa diri dan melukakannya sebagai salah satu tandak khusus 

bagi tarekat ini . Permainan ini dinamakan dabus. 

Perkataan dabus ini berasal dari bahasa Arab Dabbus yaitu sepo-

tong besi yang tajam. Dalam permainan dabus ini orang-orang Rifa ' ­

iyah berzikir di tengah-tengah suara rebana yang gemuruh, di Aceh 

rapa'i namanya, sebagaimana kita katakan di atas berasal dari Rifa ' i , 

tokoh tarekat yang dianggap keramat, meninggal 1182 M , seorang te­

man semasa dengan tokoh tarekat besar yang lain. Abdul Kadir Jailani, 

meninggal 1166 M , pendiri tarekat Qadiriyah. Memang sebagaimana 

yang dikatakan oleh Dr. C . Snouck Hurgronje dalam "De Atjehers", 

j . II, hl . 256, permainan dabus dan rebana ini sangat rapat hubungan-

nya dengan tarekat Rifa'iyah itu. Penganut-penganut tarekat yang di­

anggap sudah sempurna dan keramat dikurniai Allah  dengan berma­

cam-macam keajaiban, di antaranya kebal, tidak dimakan senjata ta­

jam, tidak terbakar dalam api yang menyala-nyala dsb., sebab  dengan 

bantuan kedua wali Ahmad Rifa ' i dan Abdul Kadir Jailani, Allah  

memperlihatkan keajaiban-keajaiban itu kepadanya. 

Kita baca dalam "Encylopaedie van Nederlandsch Oost Indie", 

bahwa permainan dabus ini bersama-sama tarekat Rifa'iyah tersiar 

hampir seluruh Indonesia. C . Poensen menceriterakan tentang permain­

an dabus ini di tanah Pasundan dalam kitabnya "Het daboes van San-

tri Soenda", begitu juga kita baca dalam kitab-kitab karangan ahli ke-

timuran lain, bahwa permainan ini bersama-sama tarekatnya masuk ke 

Sumatera Barat dengan nama badabuih. 

Dalam kitab-kitab tua tulisan tangan, yang masih ada di sana-

sini di seluruh Indonesia, kita masih mendapati ajaran-ajaran Ahmad 

Rifa ' i ini, meskipun gerakan ini tidak begitu kelihatan lagi hidup da­

lam masyarakat. 

Tarekat Rifa'iyah ini, yang mula-mula berdiri di Irak kemudian 

tersiar luas ke Basrah, sampai ke Damaskus dan Stambul di Turki . Ca-

bang-cabangnya yang ada di Syria ialah Hariyah, Sa'diyah dan 

Sayyadiyah, yang ada di Mesir bernama Baziyah, Malikiyah dan 

357 

Habibiyah, terutama dalam abad yang ke X I X Masehi. Cabang Sa'di-

yah di Syria didirikan oleh Sa'duddin Jibawi (mgl. 1335 M ) , yang ber-

cabang pula, masing-masing didirikan oleh dan bernama Abdus Sa-

lamiyah dan Abdul Wafaiyah. Hariri , pendiri cabang di Syria mgl. 

1247. 

9. 'AIDRUSIYAH. 

Salah satu dibandingkan  tarekat yang masyhur dalam kalangan Ba'AJa-

wi ialah Al- 'Aidrusiyah, terutama dalam tasawwuf aqidah. Hampir ti­

ap-tiap buku tasawwuf menyebutkan nama Al- 'Aidrus sebagai salah se­

orang tokok Sufi yang ternama dan mengulangi beberapa ucapan me­

ngenai pandangannya dalam beberapa masaalah tasawwuf. Sayapun 

berjumpa beberapa kali dengan nama Al- 'Aidrus itu dalam penyelidik-

an saya mengenai beberapa masaalah tasawwuf, namun  dengan menye­

sal saya tidak dapat mengetahui dengan sebenarnya Al- 'Aidrus mana 

yang dikehendaki, sebab  penyebutan nama suku itu sangat sederhana 

sekali dalam beberapa kitab Sufi. Al- 'Aidrus yaitu nama salah satu 

suku Arab Selatan yang masyhur, yang di dalamnya banyak ada 

tokoh-tokoh Sufi ternama. Saya mencari sebuah kitab yang khusus 

membicarakan Al- 'Aidrus sebagai tokoh Sufi terbesar, yang pandang­

annya acap kali disinggung-singgung mengenai masalah tasawwuf, te­

tapi dengan menyesal saya tidak mendapati kitab yang semacam itu. 

Dari seorang ulama yang terkenal di Jakarta, S. Salim bin Jindan, sa­

ya mendapat beberapa buah kitab, yang dapat memberikan saya sedi­

kit keterangan mengenai tarekat dan wali-wali Al- 'Aidrus itu, yang da­

pat saya anggap pemimpin-pemimpin yang terkemuka dalam tarekat 

Al- 'Aidrusiyah. Terutama sebuah kitab yang saya pinjam dari ahli Ha­

dis ternama Bin Jindan itu, kitab "Al-Yawaqitul Jauhariyah" (Mesir, 

1317), mengenai tarekat Al- 'Alawiyah, dapat memberikan saya sedikit 

penerangan tentang Al- 'Aidrus itu. Kitab ini dikarang oleh tokoh 

Sufi yang terkemuka dari tarekat Al-Aidrusiyah itu, yang digelarkan 

qutub dan imamul 'Ar i f in , 'Aidrus ibn Umar bin 'Aidrus Al-Habasyi. 

Dalam kitab ini dibicarakan beberapa riwayat hidup dibandingkan  tokoh-

358 

tokoh Sufi Ba 'Alawi , pandangan dan sifat-sifat tarekat yang mereka 

jalankan, beberapa riwayat hidup dibandingkan  guru-guru tarekat yang 

memiliki  hubungan silsilah dan khirqah dengan tokoh-tokoh A l -

'Aidrusiyah. 

Sebagai gurunya yang kelima disebutnya nama Al-Hasan bin Salih 

bin 'Aidrus Al-Bahar Al-Jufr i , yang di antara lain banyak memberikan 

bantuan kepada pengarang kitab ini mengenai tarekat Al- 'Aidrus i ­

yah, baik dalam zikir maupun dalam melakukan suluk, dan dengan de­

mikian sampailah kepadanya ajaran-ajaran Syeikh Abdullah bin 'Alawi 

Al-Haddad dan ajaran-ajaran Syeikh Abdullah bin A b i Bakar A l -

'Aidrus Ba 'A lawi , sampai ia beroleh ijazah dari gurunya yang kelima 

itu (I : 101). Guru-guru yang lain yang telah mendidiknya dalam ilmu 

tarekat ialah Bin Samidh, Bin Thahir, Al-Jufr i , Al-Haddad, Al-Habasyi, 

Bin Saqqaf, Bin Yahya, Balfaqih, d l l , begitu juga ia menyebutkan na-

ma-nama tokoh-tokoh Sufi lain yang terkenal dalam segala bidang, se­

perti Al-Ghazali , untuk membuktikan, bahwa tarekat yang dianutnya 

dan disiarkan berdasarkan Qur'an dan Sunnah, melalui A h l i Baid, ber-

hubungan dengan Nabi Muhammad saw. 

Kitab "Baitus Siddiq" (Mesir, 1323), karangan S. Muhammad 

Taufiq Al -Bakr i , menyebut, bahwa tarekat Al- 'Alawiyah atau tarekat 

Ba 'alawi didirikan dan dinamakan menurut nama Imam Besar M u ­

hammad bin A l i Ba 'Alawi Al-Ja ' far i . Kalimat Al-Ja ' fari yang terakhir 

ini menunjukkan, bahwa ilmu fiqh yang diamalkan dalam tarekat ini 

mungkin menurut mazhab Al-Ja ' far i , salah satu mazhab dalam golong­

an Syi'ah yang terdekat dengan Ahl i Sunnah wal Jama'ah. Juga di da­

lam kitab itu disebut, bahwa tarekat Al- 'Aidrusiyah didirikan dan di­

siarkan yang pertama kali oleh Imam yang masyhur S. Abu Bakar A l -

'Aidrus, raja 'Adan, yang meninggal dunia dalam tahun 814 H . 

Pengarang kitab "Al-Yawaqitul Jauhariyah" yang baru kita sebut-

kan di atas ini , menerangkan, bahwa Syeikh Tarekat Al- 'Aidrusiyah 

itu, A b u Bakar ibn Syeikh Abdullah Al- 'Aidrus bin A b i Bakar As-

Sakran, diperanakkan di Tarim, sangat salih, menghafal Al-Qur 'an ser­

ta tafsir, mempelajari ilmu lahir dan batin pada beberapa tokoh-tokoh 

terkemuka, dan juga beroleh ijazah serta khirqah dari beberapa tokoh 

Sufi yang terkenal, di antaranya dari neneknya Abdul Rahman dalam 

tahun 865 H . Ia mempelajari memperdalam ilmu tasawwuf di antara-

359 

nya dengan membaca kitab-kitab yang terkenal, seperti Ihya, Awariful 

Ma'arif, Risalah Qusyairiyah dan kitab-kitab yang lain. Dalam kitab­

nya "Al-Silsilatul Quddusiyah", yang membahas khirqah Al- 'Aidrus i ­

yah, ia menerangkan, bahwa Syeikhnya Abu Bakar itu memiliki  

khirqah dan silsilah dari tokoh-tokoh Sufi yang terkemuka, sambung-

menyambung sampai kepada Syazili, Ibnal Maghrabi, Al-Jabarti, Abu 

Madyan, Abdul Kadir Jailani, Imam Suhrawardi dll , yang disebutkan 

namanya satu persatu orang dalam kitabnya. Sejarah hidup Al 'Aidrus 

ini menunjukkan maqam dan ahwalnya yang gilang-gemilang, penuh 

kemurnian, kesucian dan keajaiban, penuh dengan tanda-tanda sebagai 

yang dipunyai oleh seorang tokoh Sufi terbesar. Pada waktu ia ber-

umur 20 tahun ia dididik oleh saudaranya, dan banyak bergaul dengan 

Syeikh Umar Al-Mahdar, pamannya yang banyak menuntunnya dalam 

menempuh martabat suluk. Pernah ia mengatakan, bahwa pamannya 

itu telah mengurniainya tiga "tangan", pertama dari Nabi Muhammad 

mengenai tarekat Kasyaf, tangan dari Syeikh Abdur Rahman Saqqaf 

dan tangan dari salah seorang Rijalul Ghaib. Dapat kita ceriterakan, 

bahwa keluarganya dan sanak saudaranya yaitu orang-orang alim dan 

tokoh-tokoh Sufi, sehingga baik pergaulannya maupun pengajarannya 

memberi bekas yang mendalam kepada jiwa tasawwufnya. Banyak ia 

mempelajari tarekat serta ilmunya, yang kemudian dapat mengangkat 

kedudukannya, tarekat-tarekat yang berhubungan dengan ajaran suluk, 

jazab, yang berhubungan dengan adab, inayah dan qurub. Abdul Kadir 

bin Syeikh Al- 'Adrus pernah membuat syair untuk memujinya, yang 

isinya, bahwa tarekat yang baik itu yaitu tarekat yang pernah direlai 

Al- 'Aidrus , dan oleh sebab  katanya kerjakan dengan benar, tempuh 

dengan niat jujur dan ikuti dia dengan jazab yang berlimpah-limpah. 

Seorang muridnya Umar bin Abdur Rahman, menulis manaqib dan se­

jarah hidupnya yang gilang-gemilang itu. Kemudian banyak orang lain 

menulis pula manaqib dan sejarah hidup tokoh Tarekat 'Aidrusiyah ini. 

Syeikh Abdullah bin A b i Bakar bin Abdur Rahman meninggal di 

Tarim dalam usia 54 tahun dan dikuburkan di sana. 

Sebagaimana yang sudah kita katakan keluarga Al- 'Aidrus banyak 

sekali melahirkan tokoh-tokoh Sufi yang terkemuka, di antaranya S. 

Abdur Rahman bin Mustafa Al- 'Aidrus , yang pernah menjadi pembica­

raan Al-Jabarti dalam sejarahnya. Al-Jabarti menerangkan, bahwa S. 

360 

Abdurrahman mula-mula mendapat ijazah dari ayah dan kakeknya, 

pernah mempelajari ilmu fiqh dibandingkan  seorang tokoh ulama yang ter­

kemuka Abdur Rahman bin Abdullah Balfaqih. Dalam tahun 1153 ia 

pergi dengan ayahnya ke India dan di sana ia berkumpul dengan se­

orang tokoh yang terkemuka juga dalam tasawwuf, Abdullah ibn Umar 

Al-Mahdar Al - 'Aidrus , yang mendidiknya dalam tarekat zikir sampai 

ia diberi ijazah. Ia belajar juga pada Mustapa bin Umar Al- 'Aidrus , 

Husen bin Abdur Rahman bin Muhammad Al- 'Aidrus , Muhammad 

Fadlullah Al- 'Aidrus , sehingga ia beroleh ijazah yang bersilsilah. Guru-

gurunya yang lain yaitu Muhammad Fakhir Al-Abbasi , Ghulam A l i 

dan Ghulam Haidar Al-Husaini , belajar ilmu Hadits dari Yusuf As-

Surati, Azizullah Al -Hind i , selanjutnya belajar pada As-Sindi dl l . 

Dalam tahun 1158 H . ia berangkat ke Mesir yang mengagumkan 

ulama-ulama di Mesir, banyak di antaranya yang beroleh ijazah dari­

padanya. Ia berulang-ulang ke Mesir dan ke India, ia pernah naik haji 

tujuh kali dan mengunjungi Dimyath beberapa kali. Wirid-wiridnya di­

kemukakan dalam kitab ini di atas "Tqdul Yawaqit Al-Jauhari-

yah". 

Menurut sejarah Al-Jabarti, ia lahir di Tarim pada tgl. 9 bulan Sa­

far th. 1135 dan meninggal pada 10 Muharram th. 1192 H . di Mesir, 

disembahyangkan dalam mesjid Al-Azhar dengan imam Syeikh Ahmad 

Ad-Dardir dan dikuburkan dalam makam wali-wali Al-Itris, dekat 

Masyhad Sayyidah Zainab. Salah seorang muridnya ialah tokoh Sufi 

yang ternama di Mesir Abdur Rahman bin Sulaiman A l - M i s r i . 

Saya catat di sini untuk kesempurnaan, bahwa ratib Al- 'Aidrus 

lengkap dapat dibaca orang dalam kitab "Sabilul Muhtadin" (Mesir, 

1957 M . ) , karangan Habib Abdullah bin 'Alawi bin Hasan Al-Attas, 

hal. 15, dalam buku mana orang dapat juga membaca ratib-ratib dari 

tarekat Saqqafiyah, Bin Salim, Al-Mahdar, Al-Attas, Al-Haddad, A l -

Handawan, Jamalullail, Bin Samith, Al-Bar , Al-Jufr i , Bin Thahir, A l -

Habasyi, Al-Miqdadi , As-Sakran, serta do'a-do'a, hizib-hizib, zikir-

zikir dan salawat-salawat pilihan dari semua tarekat Ba 'Alawi yang ter­

nama. Di belakang kitab ini ditambah sebuah uraian mengenai kepen­

tingan tasawwuf dan wirid-wirid, dengan sejarah tokoh-tokoh ternama 

dari Ba 'A lawi , terutama mengenai uraian tentang tarekat, baik tarekat 

'aqidah maupun tarekat zikir dan wirid, puji-pujian terhadap kelebihan 

361 

tarekat Ba 'Alawi , dengan martabat-martabatnya dan pengakuan-penga-

kuan ulama, begitu juga syair-syair yang penuh dengan susunan kali­

mat dalam sajak yang indah, madah-madah yang berirama, yang biasa­

nya tertuang dari isi hati dan jiwa tokoh-tokoh Sufi dari tasawwuf fan-

niyah dan zauqiyah. 

Uraian ini hanya sekedar untuk memperkenalkan beberapa tarekat 

Ba 'Alawi , yang banyak juga diamalkan dan tersiar di tanah air kita 

Indonesia, dalam pada itu saya mengaku, bahwa saya dalam mencari 

bahan-bahan untuk uraian ini masih meraba-raba, sebab  memang ti­

dak ada kitab-kitab yang khusus membicarakan sejarah perkembangan 

tarekat-tarekat itu, baik dalam bahasa Arab maupun dalam bahasa 

asing lain yang saya ketahui. 

10. A L - H A D D A D . (I). 

Sayyid Abdullah bin Alawi bin Muhammad Al-Haddad dianggap 

salah seorang qutub dan arifin dalam ilmu tasawwuf. Banyak ia menga-

rang kitab-kitab mengenai ilmu tasawwuf dalam segala bidang, dalam 

aqidah, tarekat dsb. Kupasan-kupasannya mengenai akhlak sangat me-

narik. Bukan saja dalam ilmu tasawwuf, namun  juga dalam ilmu-ilmu 

yang lain banyak ia mengarang kitab. Kitabnya yang bernama : "Nasa-

'ihud Diniyah", sampai sekarang yaitu  kitab-kitab yang dianggap 

penting. 

Di antara kitab-kitab yang banyak itu, yang kita anggap penting 

untuk kita catat dalam uraian mengenai tarekat Sufi itu ialah risalah 

kecil namun  sangat berharga, yang bernama "Al-Mu'awanahfi Suluki 

Thariqil Akhirah", sebab  di dalamnya, berisi nasehat, yang merupa­

kan intisari dibandingkan  ajarannya. Tentu tidak ada kesempatan untuk ki­

ta kupas semua, dan oleh sebab  itu kita ambil beberapa hal yang kita 

anggap perlu untuk sekedar memperoleh gambaran dibandingkan  keindah-

an wasiatnya itu. 

Al-Haddad memulai wasiatnya dengan menguatkan keyakinan dan 

memperbaikinya, sebab  hal ini menjadi pokok yang terutama. Jika 

keyakinan seseorang sudah teguh dalam hatinya, yang gelap menjadi 

362 

terang, yang ghaib akan menjadi kesaksian. Ia memberikan alasan de­

ngan ucapan-ucapan A l i bin A b i Thalib dan Rasulullah sendiri, keya­

kinan itu dapat diperoleh dengan mendengar ayat-ayat Qur'an, Hadis 

dan khabar-khabar yang diriwayatkan Nabi serta sahabat-sahabatnya, 

yang di dalamnya nampak kebesaran Allah yang tak dapat disaingi da­

lam penciptaannya. Kemudian kita melihat kepada keadaan alam di 

sekitar kita dan kepada alam yang mengagumkan di seluruh cakrawala, 

perbuatan ini pasti akan membuahkan taat kita kepada Allah  dalam 

melakukan suruh tegahnya, sesudah kita merasa tidak berdaya dan ha­

rus menyerahkan diri kepadanya. Ia membagi yakin itu dalam tiga ting­

kat, pertama derajat ashabul yamin, yang iman namun  masih ada ke-

ragu-raguart, kedua derajat muqarrabin, yang memiliki  iman yang 

bulat, tidak dapat digoncangkan ke kanan dan ke kir i , yaitu  sum­

ber baginya untuk melihat dengan terang, apa-apa yang tertutup bagi 

orang lain, dan ketiga derajat Nabi-Nabi yang memiliki  iman sangat 

sempurna, tidak ada sesuatu pun yang dapat menyamainya dalam ke­

istimewaannya, terbuka baginya alam dunia dan alam akhirat. 

Wasiat yang berikutnya mengenai perbaikan niat, yang harus dila­

kukan pada tiap-tiap pekerjaan sesuatu dengan ajaran-ajaran agama. 

Baik pahala atau dosa, baik kesempurnaan sesuatu perbuatan atau ke-

gagalannya bergantung kepada niat, segala sesuatu ditujukan dengan 

niat taat kepada Allah . Kemudian dia memguraikan alasan-alasan aga­

ma dan bermacam-macam niat menurut tinggi rendah nilainya. 

Muraqabah termasuk wasiat Al-Haddad yang terpenting. Mura 

qabah artinya selalu diawasi Allah , dan orang yang sedang melakukan 

suluk hendaknya selalu Muraqabah dalam gerak dan diamnya, dalam 

segala masa dan zaman, dalam segala perbuatan dan kehendak, dalam 

keadaan aman dan bahaya, di kala lahir dan di kala tersembunyi, selalu 

menganggap dirinya berdampingan dengan Allah  dan diawasi oleh Tu­

han. Jika beribadat lakukanlah ibadat itu seakan-akan dilihat Allah , 

jika ia tidak melihat Allah  pun, niscaya Allah  dapat melihat dia dan 

memperhatikan segala amal ibadatnya. Bukankah Allah  ada di mana-

mana, juga di sampingmu, bahkan lebih dekat dengan dirimu sendiri 

pada urat lehermu sendiri. Al-Haddad mengatakan, bahwa Muraqabah 

itu termasuk maqam dan manzal, ia termasuk maqam ihsan yang selalu 

dipuji-puji Nabi Muhammad. 

363 

Dalam melakukan ibadat dan mengisi seluruh waktu dengan iba­

dat, sangat dianjurkan dalam wasiat At-Haddad itu, sehingga bukan 

saja segala ibadat yang fardhu dan sunat, namun  sampai-sampai kepada 

menentukan waktu makan dan minum serta berjalan dan duduk tidak 

ketinggalan dibandingkan  salah satu amal. Ia mengemukakan suri-suri kehi­

dupan dari órang-orang saleh, dari orang-orang Salaf, dari Ibn Atha-

'illah, dari Auf, apalagi dari sahabat dan Rasulullah sendiri, yang 

menggunakan tiap detik sujud pada Allah  atau zikir kepadanya. 

Alangkah buruknya laku seseorang suluk jika ia melalukan malam yang 

kosong itu tanpa ibadat. Lalu diuraikanlah macam-macam ibadat dan 

fadilatnya, dikupas dan diulas wazifah dan cara-cara melakukannya. 

Selanjutnya diwasiatkan banyak membaca Qur'an, banyak mem­

pelajari ilmu pengetahuan yang bermanfaat, banyak melakukan zikir, 

do'a dan wirid, sekitar sembahyang dan di luarnya, memperbanyak 

berfikir tentang kebesaran Allah  dan kekurangan diri, mempercepat 

kaki dan ringan tangan dalam segala kebajikan, berpegang teguh kepa­

da Qur'an dan Sunnah sebagai agama Allah  yang kuat dan jalannya 

yang lurus, menjauhkan diri dari segala bid'ah dan menuruti hawa naf­

su, menjalankan segala yang difardhukan Allah  dan menjauhkan sega­

la yang diharamkan Allah  dan memperbanyak amalan sunnat, yang 

dapat memperdekatkan hamba kepada Allah nya. 

Segala persoalan itu diuraikan dengan mengemukakan cukup alas­

an dari Qur'an dan Hadits dengan menyebutkan faham-faham tokoh 

Sufi terbesar, seperti Imam Ja'far Sadiq, Hasan Al -Asy 'a r i , Ibn Arabi , 

Imam Ghazali d l l . , sehingga kupasannya tidak hanya yaitu  ajar­

an agama namun  juga yaitu  uraian filsafat tasawwuf dan ilmu ha­

kikat yang mendalam. 

Selanjutnya Al-Haddad menyebutkan dalam wasiatnya mempela­

jari kaifiat-kaifiat ibadat dengan sempurna, menjaga kebersihan lahir 

dan batin sampai kepada persoalan yang kecil-kecil seperti mendahulu-

kan kanan dari kiri , bersiwak, berharum-haruman, begitu juga keber­

sihan bathin dengan membersihkan perangai-perangai yang tercela, 

seperti takabur, ria, hasad, cinta dunia, berlaku dengan akhlak yang 

mulia, seperti tawadu', bermalu, ikhlas, bermurah tangan dan berla-

pang dada. 

Terutama dalam akhlak dan budi pekerti wasiat itu sangat diper-

364 

luas, tidak saja dengan menyebutkan sifat-sifat utama dan tercela, yang 

harus dipakai dan disingkirkan, namun  juga sampai kepada adab-adab 

Islam yang terperinci, pada waktu berbicara, pada waktu berjalan, pa­

da waktu duduk dalam pertemuan, pada waktu makan, segala do'a-

do'a yang diperlukan, segala kelakuan yang harus diperhatikan dalam 

mesjid, ketika sembahyang, mengenai zakat, mengenai puasa, menge­

nai nazar dan sadaqah, mengenai amar ma'ruf dan nahimunkar, me­

ngenai keadilan dalam segala tindakan, mengenai silaturahmi dan ma-

af-maafan, mengenai hidup bertetangga dan berkeluarga, mengenai ke­

bajikan ibu dan bapa, semuanya itu dikupas secara terperinci dengan 

menggunakan alasan-alasan agama dan akal, sebagaimana biasa kita 

dapati dalam wasiat-wasiat Sufi seorang guru kepada muridnya, namun  

wasiat Al-Haddad ini demikian panjangnya sehingga yaitu  sebuah 

pelajaran tersendiri. 

Wasiat-wasiat itu ditulis berangsur-angsur mengenai persoalan-

persoalan syari'at dan tarekat, dan akhirnya mengenai persoalan hake­

kat dan ma'rifat. Pada bahagian yang terakhir ini ia membicarakan 

tentang kebahagiaan dengan segala perkembangan faham, mengenai 

syukur, mengenai ma'rifat hati, mengenai hamad dan sana, mengenai 

zuhud di dunia, mengenai jalan-jalan kepada durul khulud, mengenai 

keburukan terhadap cinta mas dan perak, mengenai tawakal, mengenai 

cinta Allah  dan Rasul, mengenai penyerahan diri kepada ridha dan 

qadha Al lah , dan mengenai do'a. Semua uraian-uraian itu ditutup de­

ngan pasal yang dinamakan wasiat Ilahiyah, yang katanya dipetik dari 

hadits-hadits Qudsi, ditulis demikian rupa dengan kata-kata yang indah 

dari susunan kalimat yang berirama, dan sebagaimana layak merupa­

kan penutup sebuah wasiat Sufi yang mengharukan dan acapkali mene-

teskan air mata. 

A L - H A D D A D . (II). 

Salah seorang dibandingkan  tokoh tarekat Ba Alawi ialah Sayyid Ab­

dullah bin Alawi bin Muhammad Al-Haddad, pencipta Ratib Haddad, 

yang banyak dikenal dan diamalkan, baik di Hadramaut atau di Indo­

nesia, India, Hijaz, Afr ika Timur dll . Al-Haddad ini lahirnya di Tarim, 

365 

sebuah kota yang terletak di Hadramaut, pada malam Senen, 5 Safar, 

th. 1044 H . Ia mempelajari agama Islam pada ulama-ulama Ba Alawi, 

kemudian juga ia berpindah belajar di Yaman dan kemudian menyem-

purnakannya ke Mekkah dan Madinah. Tatkala ditanya orang pada­

nya, pada guru-guru mana ia belajar, terutama ia mempelajari ilmu ta­

sawwuf dan tarekat, ia menjawab bahwa ia tidak dapat menyebutkan-

nya seorang demi seorang, sebab  jumlahnya lebih dari 100. Bagai-

manapun juga di antara guru-gurunya yang terpenting dapat kita baca 

di sana-sini disebut orang dalam