ilmu tarekat mistik 11
akni golongan pertama ini tiyaitu ia mengenai bahwa ada pe-
nyembahan/berhala dan sebagainya. Maka golongan pertama ini di
waktu ia membaca L a ilaha illallah tiyaitu ia menafikan Allah -Allah
yang lain, hanya dalam hatinya Tiada Allah Melainkan Allah. ' Apa
yang akan dinafikannya, bukanlah 360 berhala/patung di sekitar
Baitullah yang sudah dimusnahkan oleh Nabi Muhammad saw, agar
jangan ada yang menduga bahwa berhala itu yaitu Allah juga.
Bagi golongan kedua yang senantiasa terwaham-waham syak wa
sangka dalam hatinya, bahwa ada pula Allah patung berhala-berhala,
lantas golongan kedua ini, di waktu mereka mengatakan la ilaha dinafi
kannya Allah yang batal, dan sampai perkataannya pada illallah, di-
isbatkannya Allah yang sebenarnya.
Di antara tarekat lain yang sefaham dengan ahli tarekat Naqsya
bandiyah ialah Almarhum Said Usman bin Abdullah bin A k i l Yahya,
selaku keturunan cucu dari Nabi Muhammad saw yang terkenal lautan
ilmu, ya'ni almarhum yang ini telah menulis kitab sifat dua puluh
di Jakarta pada tahun Hijrah 1324.
Nyatalah dalam faham Almarhum yang ini di waktu memba
ca kalimah la ilaha illallah sehuruf dan sedikit pun tiada pernah Almar-
335
hum menafikan Allah yang lain seumpama Allah berhala.
Perhatikanlah pada baris kedua katanya : Tiada Allah yang di-
sembah dengan sebenarnya melainkan Allah.
Yang sepaham dengan ahli tarekat Naqsyabandiyah lagi, ialah al
marhum A . Hasan. Dalam tafsir Al-Furqan halaman (10), tanyanya
apabila Qur'an dihasrarkan? Ayat yang dihasrarkan itu maksudnya
ialah rangkaian kalimah yang terbatas dan terkepung. Umpama dengan
kalimat la dan Ua atau sebangsanya, seperti la ilaha illallah, artinya :
Tiada Allah yang sebenarnya melainkan Al lah , demikian paham guru
Persatuan Islam Bangil.
Mari kita perhatikan perkataan-perkataan ahli tarekat Sufiyah.
Pertama kata ahli Syufiyah : Tobat manusia dibandingkan dosanya,
dan tobat aku dari mengatakan L a Ilaha Illallah, yakni malu aku me
ngatakan : Tiada Allah yang sebenarnya melainkan Al lah .
Berkata Zunnun Al-Masry : "Barang siapa yang memandang kepa
da yang lain, maka ia berAllah kan kepada yang lain. Barang siapa me
mandang kepada Al lah , maka hiduplah ia. Barang siapa memandang
kepada yang lain, binasalah i a " .
Kemudian perlu pula diperingatkan kepada keterangan Dr. Hamka
dalam Kitabnya "Tasawwuf dari abad ke abad" halaman 166 katanya :
" J ika aku berkata L a (tiada Allah ), tujuannya ialah Illah (ada
Al lah) . "
Untuk mempertahankan kebenarannya zikir Nafi Isbat (mata-pela-
jaran yang ketiga dalam tharekat Naqsyabandiyah), Dr. Syeikh H . Ja
laluddin telah memberi keterangan :
1. Pada Kitab Mas-alah, 2. Pada kitab rahasia Mutiara tarekat
Naqsyabandiyah, 3. Pada kitab Mencari Allah dengan ilmu pasti dan
4. Pada Sinar Keemasan No. 50/51, No. 53, No. 14/55 dan SK No. 58.
Kalau ada pembaca yang belum puas dengan keterangan dalam ki
tab ini, silahkan membaca kitab-kitab yang tersebut.
Zikir Nafi Isbat yang ini dilaksanakan ahli tarekat Naksya
bandiyah, bukanlah L a ilaha illallah itu dibaca dengan lidah, malahan
kalimah la ilaha illallah itu, dibaca dalam hati, sedang hal lidah kepala
ditegakkan ke langit-langit, mata ditutup dan waktu membaca kalimah
la ilaha illah itu, napas ditahan di bawah pusat. Syarat-syarat mengerja-
336
kan zikir nafi isbat itu 7 macam. Kalau kurang syaratnya 7 macam,
maka bathal (tidak sah) zikir itu dikerjakan.
Di waktu kita masih hidup dilatih jiwa bersungguh-sungguh meng-
amalkannya, agar di waktu akan mati dengan mudah saja kita memba
ca kalimah la ilaha illallah dengan hati. Kalau akan kita baca kalimah
la ilaha illallah dengan lidah di waktu akhir nafas (mati) sangat tipis
harapan akan dapat kita laksanakan, sebab biasanya seseorang yang
hampir mati itu lidahnya sudah bisu (kelu).
Demikian keterangan dan pendirian Naksyabandiyah mengenai Z i
kir Nabi Isbat.
5. K H A L A W A T I Y A H . (I).
Tarekat Khalawatiyah ialah suatu cabang dari tarekat aqidah Suh-
rawardiyah, yang didirikan di Bagdad oleh Abdul Qadhir Suhrawardi
(mgl. 1167 M) dan oleh Umar Suhrawardi (mgl, 1234 M ) , yang tiap kali
menamakan dirinya golongan Siddiqiyah, sebab mereka menganggap
dirinya berasal dari keturunan Khalifah A b u Bakar. Bidang usahanya
yang terbesar ada di Afghanistan dan India. Di antara cabang-
cabangnya yang terkenal Jalaliyah, Jamair ah, Zainiyah, Safawiyah,
Rawshaniyah dan yang akan kita bicarakan Khalawatiyah. Cabang
Khalawatiyah didirikan di Khurasan oleh Zahiruddin (mgl. 1397 M)
dan pesat sekali meluasnya di daerah Turki , sehingga bercabang-cabang
pula sangat banyaknya, seperti di Anatolia Jarrahiyah, Ighitbashiyah,
Usysyaqiyah, Niyaziyah, Sunbuliyah, Syamsiyah, Gulsaniyah dan Syu-
jaiyah, di Mesir Dhaifiyah, Hafnawiyah, Saba'iyah, Sawiyah-Dardiyah,
dan Maghaziyah, di Nubiya, di Hejjaz dan di Somali Salihiyah, di Ka-
biliya Rahmaniyah.
Memang keluarga Suhrawardi ini termasuk keluarga Sufi yang ter-
nama. Abul Futuh Suhrawardi terkenal dengan nama Syeikh Maqtul
atau seorang tokoh sufi, yang oleh kawan-kawannya diberi gelar ulama
berdasarkan paham malakut, dilahirkan di Zinjan, dekat Irak dalam
tahun 549 H . Sesudah belajar beberapa waktu dalam ilmu hikmah dan
usul fiqh pada Imam Majduddin A l - J i l i , dan dalam ilmu yang lain-lain
pada beberapa guru-guru besar, ia lalu terkenal sebagai seorang yang
337
sangat ahli tentang keAllah an dan penafsiran Al-Qur 'an. Ialah yang
mendirikan suatu aliran Sufi yang disebut mazhab Isyraqiyah, aliran
yang menerangkan, bahwa Allah itu yaitu pokok dibandingkan caha
ya. Namanya mengagumkan tatkala ia menafsirkan ayat Al-Qur 'an me
ngenai Nurullah, yang ini dalam Surat Nur, demikian jelasnya,
sehingga orang menuduh dia memberi bentuk jisim dan jauhar kepada
Allah , yang dianggap bertentangan dengan pendirian tauhid ahli Sun
nah wal Jama'ah, bahwa Allah itu tidak dapat diumpamakan dengan
sesuatu zat apa pun juga yang baharu. Salahuddin Al-Ayyubi menang
kap Abul Futuh dan menyerahkan kepada anaknya Az-Zahir, raja Ha-
lab, untuk dihukum bunuh, namun hukuman ini diubah atas perminta
annya sendiri menjadi hukuman penjara dalam sebuah kamar yang ge-
lap-gulita dengan tidak diberi makan dan minum sampai ia mati dalam
tahun 587 H .
Suhrawardi yang lain bernama Abu Hafas Umar Suhrawardi, juga
seorang tokoh sufi terbesar di Baghdad, pengarang kitab "Awariful
Ma'arif", sebuah karangan yang mengagumkan dan sangat menarik
perhatian Imam Ghazali, sehingga seluruh kitab itu dimuat pada akhir
karya "Ihya Ulumuddin" yang oleh tarekat Suhrawardiyah serta ca-
bang-cabangnya dijadikan pokok pegangan dalam suluknya, dan Suh
rawardi ini meninggal dalam tahun 638 H . Sebelum ada kitab Ihya Ulu
muddin, "Awariful Ma'arif" karangan Suhrawardi ini yaitu
kitab tasauf yang terlengkap, yang membahas hampir semua masaa-
lah dalam bidang ilmu batin ini . Karangan ini terdiri dari lebih kurang
enam puluh bab, dimulai dengan menguraikan sejarah nama dan ter-
jadinya serta fadhilatnya ilmu tasauf, sampai kepada membicarakan
dengan mendalam ilmu tarekat mengenai nadhah bermacam-macam
ibadat, sembahyang puasa dan amal-amal yang lain, sampai kepada
kewajiban-kewajiban dalam suluk, mengenai syeikh, murid, ikhwan,
mengenai ribadh dan adab, mengenai akhlak, mengenai khirqah, me
ngenai ma'rifat dan mukasyafah sufi, mengenai khawatir, mengenai hal
dan makam, dan persoalan-persoalan lain yang bersangkut-paut dengan
tarekat. Kitab ini yaitu tuntunan yang terlengkap untuk tarekat-tare
kat yang tergabung dalam mazhab Suhrawardiyah, dan oleh sebab itu
apa pun nama yang digunakan untuk cabang-cabang itu, semuanya ber-
pedoman kepada karangan Suhrawardi Sufi ini, meskipun di sana-sini
ditambah dan dikurangi menurut keperluan yang dianggap perlu oleh
338
syeikh tarekat mursyid, dalam menjalankan tugasnya. Dalam bab ke
enam puluh dua dimuat uraian istilah-istilah sufi yang sudah disaring
menurut pendapat Suhrawardi, mengenai persoalan jama' dan tafar-
ruk, mengenai tajalli dan istitar, mengenai tajrid dan tafriq, mengenai
ghulbah, mengenai musamarah, mengenai sakar dan sahu, mengenai
ilmuyaqin, ainulyaqin dan haqqul yaqin, mengenai waktu, mengenai
ghaibah dan syuhud, mengenai zauq dan syarab, mengenai muhadha-
rab, mukasyafah dan musyahadah, mengenai talwin dan tamkin, dan
lain-lain persoalan yang bertalian dengan masaalah bidayah dan niha-
yah, yang semuanya dapat menunjukkan kepada kita sesuatu tarekat
berasal dari ajaran Suhrawardi itu.
Mengenai ma'rifat Suhrawardi menyaring, bahwa hamba Allah
yang sungguh-sungguh mengenai ma'rifat itu (a'raful khalaq billah)
ialah manusia yang luar biasa menaruh keheranan kepada perbuatan
Allah. Manusia yang semacam ini memulai jalannya dengan amal ke
mudian meningkat kepada ahwal, kemudian menghimpunkan antara
amal dan ahwal, sehingga ia memasuki jalan kesudahan yang mengikat
kecintaan hatinya kepada Allah , kecintaan yang bergerak saban detik
dan hidup saban masa, bergerak jiwa, bergerak badan dan bergerak
manusia yang terbentuk dari jiwa dan badan itu berdiri dengan Allah
(Qa'iman billah) dan sujud di hadapan Allah (sajidan baina yadayillah),
sebagaimana yang pernah diucapkan oleh Allah sendiri dalam Qur'an :
"Semua sujud bagi Al lah , siapa dan apa yang ada dalam tujuh petala
langit dan bumi, secara sukarela atau secara paksaan, maupun bayang-
bayang mereka, akan tunduk semua pagi dan sore kepada Allah seru
semesta". Jikalau hati sudah sujud dan jiwa sudah tersungkur, terjadi-
lah mahabbah kecintaan terpilih antara manusia itu dengan Allah nya
dan antara Allah dengan manusia itu, seluruh bahagian badannya ter-
getar dan hidup merasa lazat dengan zikir Allah dan bacaan kalam-
nya, sebagaimana mahabbah Allah pun tercurahlah kepadanya dan
kepada seluruh keutamaan sekitarnya. Dengan menggunakan sebuah
hadits Nabi dijelaskanlah, bahwa apabila Allah telah mencintai se
orang hamba-Nya, Ia mengatakan kepada Jibrail untuk diberitahukan
kepada seluruh isi langit dan bumi, dan cinta itu lalu diterima oleh se
mua makhluk (Abu Hurairah — Bukhari).
Filsafat kedua Suhrawardi ini dibicarakan oleh Dr. Muhammad
339
Musthafa Hi lmi , guru besar dalam ilmu filsafat di Mesir, dalam kitab
nya "Al-Hayatur Ruhiyah fil Islam" (Mesir, 1949).
Saya tidak memiliki sebuah kitab yang khusus membicarakan
ajaran dan amalan tarekat Khalawatiyah, mungkin sebab sebagai biasa
terjadi dalam dunia tarekat, ajaran-ajaran itu hanya disampaikan oleh
mursyid-mursyid kepada murid-muridnya dalam lingkungan terbatas,
tidak dicetak dan disiarkan dalam pasar buku. namun ada sebuah kitab
kecil yang dicetak dan diterbitkan di Mesir, karangan Syeikh Hasan
Abdur Raziq Al-Athwabi, yang meninggal pada 10 Syawwal th. 1941,
bernama "Al-Futuhatur Rabbaniyah", yang rupanya diuntukkan bagi
rnurid-muridnya dalam tarkat Khalawatiyah, sampai ke tangan saya,
dan oleh sebab itu dapat saya pelajari serba sedikit apa yang terjadi
dengan ajaran dan amalan itu. Dalam kitab ini saya dapati sekumpulan
syair dalam bahasa Arab yang diberi bernama Syu'bul Iman, ringkas
dan padat segala ajaran dilukiskan oleh syiekh tarekat Abdur Razaq
atau Abdul Raziq, yang diberi kata sambutan oleh seorang syeikh tare
kat juga, Muhammad Ibrahim Al-Qayati dan beberapa ulama Azhar ter
besar yang lain, yang dalam ucapan-ucapannya memberikan saya sedi
kit penerangan tentang pribadi Hasan Abdur Razak ini mengenai per-
juangannya, kekeramatannya dan pengaruhnya dalam dunia tarekat
Khalawatiyah. Syair yang hanya terdiri dibandingkan enam puluh baris cu
kup untuk memperingatkan seluruh pokok-pokok terpenting dibandingkan
ajaran Khalawatiyah, dapat dibaca dan diingat oleh murid-muridnya
dalam susunan sajak yang indah, kemudian dikupas dan ditafsirkan
dalam kitab Al-Futuhatur Rabbaniyah ala Syu'bil Amaniyah, yang me
rupakan suatu kupasan yang indah sekali dengan kata-kata dan gubah-
an penuh berirama.
Apakah di Indonesia tarekat Khalawatiyah ini berpengaruh belum
dapat saya pastikan, namun pernah tersiar dan mempengaruhi dunia ta
rekat di negeri ini. Di antara lain ternyata dari seorang tokoh tarekat
terbesar, Syeikh Yusuf Al-Khalawati, yang kuburannya saya kunjungi
ada di Lakiung (Goa) dekat Makasar. Pada kuburannya, yang sa
ban jam menerima puluhan bahkan ratusan pengunjung dari mana-
mana, ada catatan, bahwa Syeikh Yusuf itu bernama juga Tuanku
Salamaka, lahir 1626, pergi haji 1644, diasingkan oleh Belanda dari
Banten ke Ceylon 1683> dipindahkan dari Ceylon ke Afrika Selatan
340
1694, meninggal 23-5-1699 dan dikuburkan di Lakiung ini 23-5-
1703.
Di Sulawesi dan sekitarnya masih giat dikerjakan tarekat Khalawa
tiyah itu. Saya pernah mengunjungi beberapa mesjidnya.
K H A L A W A T I Y A H . (II).
Oleh sebab Khalawatiyah termasuk tarekat yang banyak tersiar
dan banyak pemeluknya di Indonesia, saya ingin memperpanjang dan
memperlengkap pembicaraan tentang tarekat ini sebagai berikut. Urai
an ini saya petik dari kitab karangan Sa'id 'Aidrus Al-Habasyi '"Uqu-
dul La'al fi Asanidir Rijal" (Kairo, 1961), yang saya pinjam dibandingkan
seorang ulama terkemuka di Jakarta, Sayyid Salim bin Jindan.
Dalam kitab itu saya dapati ceritera, mengapa Ad-Dardir tertarik
kepada tarekat Khalawatiyah dan menerimanya dari Al-Hafnawi Asy-
Syafï'i, begitu juga A l i A l -Wina ' i , sehingga mereka diberi persalin khir
qah dari gurunya. Yang demikian itu ialah sebab "Sir dan Suluk dari
Syeikh Qasim Al-Khalawati" sangat sederhana dalam pelaksanaannya,
untuk membawa jiwa dari tingkat yang rendah kepada tingkat yang
sempurna melalui tujuh gelombang, yang disebut martabat tujuh dari
jiwa itu. Bagi mereka yang sudah mengenai tarekat Naqsyabandiyah
pembahagiaan jiwa manusia dalam tujuh tingkat ini tidak asing lagi.
Tujuh tingkat yang dimaksudkan itu ialah nafsul ammarah, nafsul law-
wamah, nafsul mulhamah, nafsul muthma'innah, nafsul radhiyah, naf
sul mardhiyah dan nafsul kamilah.
1. Manusia yang berada dalam nafsul ammarah bersifat jahil, k i
kir, loba, takabur, pemarah, gemar kepada kejahatan, dipengaruhi
syahwat, dan memiliki sifat-sifat buruk yang lain. Manusia dalam
keadaan ini hanya dapat meiepaskan dirinya dibandingkan sifat-sifat yang
buruk itu ialah dengan memperbanyak zikir dan mengurangi makan
dan minum.
2. Manusia yang berada dalam nafsul lawwamah, banyak kege-
maran dalam mujahadah dan pelaksanaan syari'at, ia banyak berbuat
amal saleh, namun masih bercampur aduk dengan sifat ujub, takabur
dan ria. Meiepaskan dirinya dibandingkan ria hanya dapat dilakukan de-
341
ngan fana dalam ikhlas, dengan syuhud, bahwa penggerak dan penyem-
purna rasa ialah Al lah . Meiepaskan diri dibandingkan dua sifat yang perta
ma dapat dilakukan dengan mujahadah, yaitu meninggalkan adat ke
biasaan yang buruk, dan melakukan enam perkara, yaitu mengurangi
makan, mengurangi tidur, mengurangi bicara, sering berpisah diri dari
manusia, tetap dalam zikir dan dalam pikiran yang sempurna.
3. Manusia yang berada dalam nafsul mulhamad, biasanya kuat
mujahadah dan melakukan tajrid, dan oleh sebab itu menemui isya-
rah-isyarah tauhid, namun ia belum dapat meiepaskan diri seluruhnya
dibandingkan hukum-hukum manusia. Maka oleh sebab itu manusia ini
harus membiasakan badan dan jiwanya, menenggelamkan batinnya ke
dalam hakekat iman, dan menenggelamkan lahirnya ke dalam kesibuk-
an syari'at Islam.
4. Manusia yang berada dalam keadaan nafsul muthma'innah,
tidak dapat lagi meninggalkan hukum-hukum taklifi agama barang se-
jari, tidak merasa enak jika tidak berakhlak dengan akhlak Nabi M u
hammad, tidak merasa tenteram hatinya kecuali dengan menuruti sega
la pertunjuk dan sabdanya, maka manusia yang seperti ini tak dapat
tidak menyenangkan segala orang yang melihat kepadanya dan mende
ngar ucapan-ucapannya.
5. Manusia yang memiliki nafsul radhiyah, ialah manusia yang
ada dalam keadaan fana kedua, sudah terlepas dibandingkan sifat-sifat ma
nusia yang biasa, dengan tidak dipaksakan halnya dalam baqa. Di anta
ra tanda-tandanya kita lihat, bahwa ia tidak menggantungkan dirinya
kepada sesama manusia, hanya kepada Allah semata-mata.
6. Maka kita dapatilah manusia dalam keadaan nafsul mardhiyah,
yaitu manusia yang telah dapat mencampurkan ke dalam dirinya kecin
taan khalik dan khalak, tidak ada penyelewengan dalam syuhudnya,
sebab ia sudah kembali dibandingkan alam gaib ke dalam alam syahadah.
Ia menepati seluruh janji Allah dan meletakkan sesuatu pada tempat-
nya.
7. Manusia yang tertinggi berada dalam keadaan nafsul kamilah,
yaitu manusia yang dalam pekerjaan ibadatnya turut seluruh badannya,
lidahnya, hatinya dan anggota-anggotanya yang lain. Manusia yang de
mikian banyak istigfar, banyak tawadu', kesenangan dan kegemaran-
nya ialah dalam tawajjuh khalak kepada Haq, sangat takut dan ngeri
342
berada dalam keadaan lain dibandingkan itu.
Oleh sebab itu Khalawatiyah menafsirkan makam yang tujuh bu
ah itu dengan 1. nafsul ammarah ialah maqam zulumatul aghyar, ke-
gelapan yang gelap-gulita, 2. nafsul lawwmah ialah makam anwar, ca
haya yang bersinar, 3. nafsul mulhamah ialah maqam kamal, kesem-
purnaan, 5. nafsur radhiyah ialah maqam wisal, sampai dan berhu-
bungan, dan 6. Nafsul mardhiyah ialah maqam tajalli af'al, kelihatan
perbuatan Allah , 7. nafsul kamilah ialah maqam tajalli sifat, tampak
nyata segala sifat Allah .
Tiap-tiap manusia berada dalam satu maqam, ia tidak dapat meli
hat keadaan dalam maqam di atasnya, demikian sampai kepada maqam
yang ketujuh. Manusia dalam maqam yang ketujuh masih belum dapat
mengangkat hijab asma dibandingkan tajalli zat. Hal ini sesuai dengan pen
dapat Al-Junaid : "Mungkin seorang manusia dapat merasakan ketu
juh maqam, namun tidak dapat menyempurnakan maqam pertama".
Diketahui orang, bahwa pancaran rabbani tidak dapat dibangkit-
kan dengan asma, namun ia yaitu nur yang dikurniai Allah bagi siapa
ia suka, di tengah-tengah asma atau sesudahnya. Seorang salik dalam
maqam yang pertama, oleh syeikhnya ditalqinkan asma, jika ia terus-
menerus melakukan bacaan, amalan, tinggi rendah suaranya, sambil
duduk atau berdiri, Allah menyalakan dengan berkah asma itu dalam
batinnya, suatu nyala pelita malakut, maka melihatlah ia dengan mata
hatinya segala yang buruk di sekitarnya, lalu berlari memasuki ikhlas.
Tiap-tiap bertambah zikirnya, bertambah cepat larinya mencapai ke-
ikhlasan itu, dan dengan demikian pada akhirnya ia beroleh yang di
namakan jazbah rahmaniyah, yang dapat membawa dia kepada derajat
kamal dan menguatkan jiwanya dalam memikul amanah dan mengha
dapi tajalliyat. Yang demikian ini dalam tarekat Khalawatiyah, dinama
kan khasiyah ism pertama.
Dalam khasiyah ism kedua salik yang bimbang itu keluar dibandingkan
kegelapan ma'siat kepada cahaya taat yang terang benderang, sedang
dalam khasiyah ism ketiga lahirlah huwiyah mutlak, hakikat imaniyah,
ma'rifat qudaiyah rabbaniyah dalam hati salik yang bimbang itu. Tan-
danya ia lalu gemar kepada hidup abadi dan meiepaskan dirinya dari
pada kekejian dunia, lalu masuk dalam maqam kamul. Khawas atau
khasiyah asma ini tidak dapat lahir melainkan dengan memperbanyak
343
zikir jalli yang kuat dan khafi, dengan adab yang berkekalan.
Khasiyah yang keempat dan kelima menyusul dalam keadaan zikir.
Zikir itu dilakukan dalam keadaan menghadap kiblat, duduk di atas
dua lutut atau berdiri, kosong dibandingkan segala cita-cita, mendengar apa
yang diucapkan, bersih lahir dan batin, terus-menerus dalam wudhuk,
berpegang teguh kepada syari'at dan tarekat, dan meminta kelebihan
dibandingkan Allah dengan tak ada henti-hentinya.
Jika semua itu dikerjakan salik akan sampai kepada maqam yang
keenam, yang dicapai dengan mujahadah dan riadhah. Adapun menca
pai khasiyah maqam yang ketujuh memang tidak mungkin dengan usa
ha, namun dengan jazbah dibandingkan Al lah . Maqam ini dinamakan ma
qam Haqqul Yaqin, yang dinamakan juga maqam tauhid atau wihdatul
wujud, bukan menjadi satu secara tunggal, namun sampai kepada ong-
gokan mutiara derajat kamal, syuhud wihdatul wujud, sebagai hasil
mujahadah, riadhah yang berturut-turut, zul iftiqar dan maskanah.
Demikian beberapa catatan tentang tingkat khawas atau khasiyah
dan tingkat merabat tujuh jiwa sebagai yang sudah diterangkan dalam
suluk Khalawatiyah. Untuk mencapainya dimulai dengan menyesali do
sa, membuang aib, berazam tidak akan kembali kepada ma'siat, me-
nyelidiki desas-desus diri , bersungguh-sungguh dalam beribadah kepada
Allah dengan mahabbah dan ikhlas dalam segala amal saleh dan ber-
akhlak dengan pekerti yang luhur.
Had atau difinisi tasawwuf pada mereka ialah menyesal terhadap
dosanya, tawajjuh dengan ikhlas kepada kerelaan Allah nya, meiepas
kan jiwa dari pengaruh diri, mencari Hak dengan akal dan perasaan,
membersihkan diri dibandingkan kekejikan dan berakhlak dengan khuluk
sepanjang Sunnah Nabi. Ada sepuluh perkara yang mereka jadikan ti-
ang amalnya, yaitu yaqdhah atau kesadaran, taubah atau minta am
pun, muhasabah atau selalu memperhitungkan laba rugi, inabah atau
berhasrat kembali kepada Allah , tafakkur atau selalu menggunakan
pikiran, tazakkur selalu menyebut dan mengingat Allah , i'tisam, sela
lu berpegang kepada pimpinan Allah , firar atau selalu lari dari keja
hatan dan keduniaan yang tidak berfaedah, riadhah atau selalu melatih
diri dalam amal, dan sima' atau selalu menggunakan pendengaran da
lam mengikuti perintah-perintah agama.
Di dalam tarekat ini dibicarakan secara pelik perpindahan dari ma-
344
qam ke maqam, yang saya tinggalkan pembicaraannya, sesuai dengan
bentuk kitab ini sebagai pengantar. namun meskipun demikian saya
ingin mengemukakan pendirian tarekat ini mengenai fana, yang dalam
golongan fuqaha acap kali menimbulkan salah paham. Mereka mem-
bagikan fana atas tiga tingkat, pertama fana fil af'al, dengan arti, bah
wa tidak ada yang menciptakan sesuatu kecuali Al lah , kedua fana fis
sifat, yang berarti tidak ada kebenaran sebenar-benarnya dalam hake
kat kecuali Al lah , dan ketiga fana fiz zat, yang dimaksudkan bahwa
tidak ada yang maujud sebenar-benarnya melainkan zat Al lah sendiri.
Adapun keadaan talqin dalam tarekat ini sama dengan cabang
Naksyabandiyah yang lain : syeikh meletakkan tangannya dalam ta
ngan murid, menyuruh mendengar zikir yang diucapkannya dengan me
nutup dua mata, kemudian diikutnya perlahan-lahan. Sesudah istighfar
dan do'a, bertahlil tiga kali yang diikuti oleh murid, membaca fatihah
dsb. dan mengucapkan azan pada telinga kanan dan telinga kirinya.
Sayyid A l i A l -Wina ' i menerangkan martabat asma atau zikir dalam
tujuh tingkat, pertama lafadh syahadah sebagai perbandingan untuk
ammarah, kedua lafadh Al lah , untuk lawwamah, ketiga lafadh huwa
untuk mulhamah, keempat lafadh Haq untuk mutmainnah, kelima la
fadh hayyun untuk radhiyah, keenam lafad qayyum untuk mardhiyah,
dan ketujuh lafadh qahhar untuk nafsul kamilah, yang dinamakannya
ghayatut talqin, talqin terakhir untuk murid.
6. KHALIDIYAH.
Cabang Naqsyabandiyah di Turkestan mengaku berasal dari tare
kat Thaifuriyah dan cabang-cabang yang lain ada di Cina, Kazan,
Turki , India dan Jawa. Disebutkan dalam sejarah, bahwa tarekat itu
didirikan oleh Bahauddin, mgl. 1338 M . Dalam pada itu ada suatu ca
bang Naqsyabandiyah di Turki , yang berdiri dalam abad ke X I X , ber
nama Khalidiyah.
Menurut sebuah kitab, yang saya terima dari Barmawi Umar, dika
takan, bahwa pokok-pokok tarekat Khalidiyah Dhiya'iyah Majjiyah,
345
diletakkan oleh Syeikh Sulaiman Zuhdi Al-Khal idi , yang lama bertem-
pat tinggal di Mekkah. Kitab ini berisi silsilah dan beberapa pengertian
yang digunakan dalam tarekat ini , setengahnya tertulis dalam bentuk
sajak dan setengahnya tertulis dalam bentuk biasa. Dalam silsilah dapat
dibaca, bahwa tawassul tarekat ini dimulai dengan Dhiyauddin Khalid,
sambung-menyambung dengan beberapa syeikh Naqsyabandiyah, akhir
nya sampai kepada Thaifur, Ja'far, Salman, Abu Bakar dan terus ke
pada Nabi Muhammad, Jibril dan Al lah . Jika kita selidiki akan kelihat
an, bahwa perpecahan tarekat ini dimulai dari tarekat Aliyah, satu ca
bang dibandingkan tarekat Naqsyabandiyah Khwajakaniyah yang terkenal.
Dalam kitab ini dibicarakan silsilah tarekat, adab zikir, tawassul
dalam tarekat, adab suluk, tentang salik dan maqamnya, tentang rabi
thah, dan beberapa fatwa pendek yang diperbuat oleh Syeikh Sulaiman
Zuhdi Al-Khal idi mengenai beberapa persoalan yang diterimanya dari
bermacam-macam daerah, di mana tersiar tarekat ini, termasuk daerah
Indonesia, mengenai talqin wanita oleh guru laki-laki, tentang khalifah-
khalifah yang meninggalkan petunjuk gurunya, tentang istiqamah dan
pertanyaan-pertanyaan lain, di antaranya berasal dari Abdurrahman
bin Yusuf AJ-Jawi Al-Banjari.
Adab suluk yang dibicarakan dalam tarekat ini sesuai dengan ajar
an Khwajakaniyah, terdiri dibandingkan delapan tingkat, dinamakan menu
rut bahasa Persi, pertama husye dardam, yaitu bernafas tanpa ghiflah,
hudur dan wuquf dalam segala keluar masuk nafas pada tiap hal dan
tempat, kedua nazar barqadam, melihat kepada kaki untuk menguat-
kan hudur dan membersihkan jiwa dalam air afaqi, sebab konon pan-
ca indera yang lima yaitu sumber mata air yang dapat membersihkan
hati, namun dapat juga mengotorkannya, kewajibannya ialah menjaga
hati itu yang luasnya seperti lautan samudera, agar tidak dikotorkan.
Ketiga safar dar wathan, yang sebenarnya berarti merantau dalam ta
nah air mencari dalam sesuatu daerah tertentu, namun dimaksudkan
ialah menukarkan akhlak dan sifat dalam sir diri, dari fana kepada ba-
qa, yang demikian itu dijelaskan dengan perpindahan dari suatu keada
an kepada keadaan lain, dari sesuatu ta'yin kepada la ta'yin. Keempat
ialah khalawatu dar anjuman, yang berarti tunggal dalam yang banyak.
Dengan kata ini dimaksudkan, bahwa pada permulaan khalawat salik
itu halnya yaitu banyak dalam tunggal, oleh sebab itu ia diselubungi
346
khawatir. Apabila halnya sudah meningkat dan hudurnya sudah ber
ubah, maka halnya menjadi tunggal dalam khalawat dan banyak dalam
jalwat. Jika mu'amalahnya naik pula, maka keadaannya menjadi lebih
berubah, yaitu menjadi satu tunggal dalam banyak. Maka menjadilah
pendengarannya dan penglihatannya sesuai dengan Haq, sebagaimana
disebutkan dalam Hadits. Kelima berbunyi yadkard, dengan arti zikrul
lah yang dibagi atas zikir ism zat dengan wuquf, dan zikir nafi serta
isbat dengan syarat. Keenam baz kasat, yang sama artinya dengan :
" O , Allah Engkaulah tujuanku! Kerelaan-Mulah yang kucari!" Per
tunjuk ini yaitu pokok dasar dan niat yang ikhlas dalam ibadat
dan amal untuk Allah semata-mata, dimulai dengan maksud pada per
mulaan dan pada kesudahan. Barang siapa ingat kepada Allah namun
beramal untuk kepentingan dunia selain Allah yaitu sama dengan
meninggalkan tarekat Naqsyabandi. Ketujuh ialah nakah dasyat, yang
dimaksudkan bahwa ia diingat dan yang mengingatnya ialah Allah ,
dan dengan demikian lahirlah dalam tarekat ini suatu latihan jiwa yang
disebut muraqabah, selalu berada dalam pengawasan Allah . Kedela-
pan yad dasyat, yang berarti lahir tauhid hakiki dengan lidah sesudah
fana dan baqa yang sesempurna-sempurnanya. Semua pokok ini menja
di tujuan dan amal dalam suluk Khalidiyah. Selain dibandingkan itu terma
suk dunia semata-mata, yang diucapkan dengan bahasa Persi wa ghairu
in hamah baidyasyt.
Murid melatih diri dengan tingkat ini dalam suluknya, dan mur
syid memimpinnya dengan baik.
Baik tarekat rabithah, maupun tarekat zikir dari cabang Naqsya
bandiyah ini terang dan jelas, kedua-duanya dilakukan sebagai suatu
jalan untuk mencapai jazbah ilahiyah. Oleh sebab itu sangat diminta
perhatian untuk suluk dan arba'in melakukan syarat-syarat yang baik
dan adab-adab yang sempurna, di antara lain menerima suluk itu dari
mursyid sendiri, yang sudah ditunjukkan dan sudah berijazah untuk
sesuatu daerah, menganggap khalawat sebagai tamsil kubur bagi mati,
dan oleh sebab itu segera taubat kepada Allah , niat untuk menyem-
purnakan arba'in atau empat puluh hari latihan, sebagaimana terselip
dalam banyak kejadian ini dalam Firman Allah dalam Qur'an
mengenai pertunjuk empat puluh hari itu, seperti mi'raj Nabi Musa,
pertapaan Nabi Muhammad dalam gua Hi ra ' , selesai pengadukan ta-
347
nah untuk tubuh Adam, berbentuk manusia anak dalam kandungan dll ,
selanjutnya mengurangi bicara, mengurangi makan, mengurangi tidur,
melakukan zikir yang berkekalan sebagaimana yang diperintahkan oleh
syeikh, tidak melakukan perkara-perkara yang membawa kepada bid
'ah, seperti menyanyi dan menari, dan lain-lain pertunjuk yang berfae
dah, baik bagi mursyid, syeikh, maupun bagi murid yang akan menja
lankan tarekat ini, seperti keterangan mengenai tawajjuh dan melaku
kan khatam Khwajakan, yang tidak -saya perpanjang, sebab sudah di
bicarakan dalam pembicaraan mengenai tarekat Nasyabandiyah yang
pokok.
Uraian-uraian dalam tarekat Naqsyabandiyah, baik cabang A l -
Bahaiyah, Mujjaddidiyah, Khalidiyah, Dhiyaiyah maupun dalam Khala
watiyah dsb. banyak berhubungan dengan istilah-istilah dalam bahasa
Persi, bahasa pendirinya Naqsyabandi besar itu. Sebagaimana sukar
mengikuti istilah-istilah itu dalam suluk dan riadhah, begitu juga dalam
filsafatnya dan ilmu hakekatnya. Meskipun demikian saya mencoba
mencatat beberapa pengertian dari risalah yang dinamakan "Masiratul
Hikam Lis Salikin ala Siratis Sa'irin", di samping saya mempersilakan
pembaca mempelajari persoalan-persoalan ini dalam kitab-kitab, yang
dikarangkan oleh seorang ulama yang ahli dalam tarekat Naqsyabandi
yah yaitu Dr. Syeikh H . Jalaluddin, karangan-karangan mana mudah
ada dalam pasar buku.
Umumnya diceriterakan, bahwa manusia itu terdiri dibandingkan sepu-
luh latha'if, yang terbagi atas dua alam, lima dari alam khalak dan lima
dari alam amar. Alam khalak itu terdiri dari nafsul haiwani, tubuh
yang bersifat hewan, dan empat anasir yang dikenal dengan turab, ta
nah, ma, air, hawa, angin, dan nar, api, keempat anasir susunan ma
nusia yang kita kenal dalam ajaran tasawwuf. Anasir susunan tubuh
manusia ini ada yang bersifat mengangkat manusia itu kepada tingkat
Malaikat, ada yang menarik ke bawah ke tingkat binatang. Nafsul hai
wani diumpamakan jauharah halus yang bersifat asap, yang mengge-
rakkan natiqah dan hakikat insan, yang bersama akal dapat digunakan
juga roh haiwani, yang memberi kehidupan bagi manusia dan yang jika
roh ini putus, manusia itu kembali menjadi mayat. Kekuatan diri itu
terletak dalam otak, yang dinamakan nafsu natiqah dan hakikat insan,
yang bersama akal dapat digunakan untuk musyahadatul a'yan sabitah
348
yang gaib dengan segala bahagian-bahagiannya dan kasyaf, baik yang
bersifat wujdani maupun yang bersifat hakiki.
Perasaan sebahagian terdiri dari panca indera dan sebahagian ter
diri dibandingkan tingkat jiwa yang tujuh, dimulai dengan jiwa ammarah
disudahi dengan jiwa 'ubudiyah.
Adapun alam amar terdiri dibandingkan lima latha'if, yaitu qalb, hati,
ruh, roh, sir, rahasia, khafi, ilham Allah , dan akhfa, ilham Allah
yang lebih pelik. Sebenarnya dua perkataan terakhir ini tidak dapat di-
terjemahkah ke dalam bahasa Indonesia, khafa' menurut istilah ahli
Sufi ialah lathifah rabbaniyah, yang dicurahkan Allah ke dalam roh
manusia dengan kekuatan tertentu, saya terjemahkan dengan ilham Tu
han, hanya untuk memudahkan. Qalb atau hati yaitu lathifah sanu
bari', berupa darah, terletak di sebelah dada kiri ke bawah, roh haiwani
terletak di sebelah kanan, roh insani terletak di antara dada dan tetek
kir i , dinamakan sir, yang terletak di antara dua tetek kanan dinama
kan khafi, di tengah dada dinamakan akhfa. Lathifah-lathifah ini
memiliki sifat-sifat yang ajaib sebagai kurnia Allah . Hati merupa
kan tempat riqqah, ma'rifah, hubb, sabr, yaitu kelemahan, ma'rifat,
kecintaan dan sabar. Roh ialah tempat rahmah, basath dan surur, kasih
sayang, kemurahan dan kegembiraan. Sir ialah tempat farah, dhahak,
ghurur, gembira, tertawa, kebimbangan. Khafi ialah tempat hazan,
khauf, buka', yaitu kecemasan, takut dan tangis. Akhfa yaitu tempat
syahw'ah jur'ah, syaja'ah, harus, yaitu hawa nafsu, keberanian, kesa-
tria dan kesungguhan. Diterangkan lebih lanjut, bahwa maqam qalb
itu yaitu wilayah Adam, maqam roh yaitu wilayah Nuh dan Ibra
him, maqam sir yaitu wilayah Musa, maqam khafi yaitu wilayah Isa
dan maqam akhfa yaitu wilayah Nabi Muhammad saw. Dalam penaf-
siran lain dijelaskan bahwa alam qalb ialah alam malak dan syahadan,
alam roh yaitu alam malakut dan arwah, alam sir yaitu alam jaba-
rut, alam khafi yaitu alam lahut, dan alam akhfa yaitu alam gaib
huwiyah ilahiyah. Oleh sebab itu martabat hati itu dimasukkan ke
dalam martabat af'al, martabat roh dimasukkan ke dalam martabat
asma, martabat sir dimasukkan ke dalam martabat sifat subutiyah,
martabat khafi dimasukkan ke dalam martabat sifat salabiyah, dan
martabat akhfa yaitu martabat zat mutlaqah yang tertinggi.
Tiap-tiap latha'f amar ini memiliki nur atau cahaya. Lalu dise-
349
but, bahwa cahaya hati itu kuning, cahaya roh merah, cahaya sir putih,
cahaya khafi hitam, cahaya akhfa hijau, cahaya nafsun nathiqah ungu,
semua cahaya ini diperoleh sebelum fana, namun sesudah fana semuanya
menjadi satu, yang disebut launul 'aqiqi, warna batu permata akik.
Dan pada akhirnya sesudah baqa hakiki dalam zat, semua cahaya itu
tidak memiliki warna lagi, tidak diketahui bagaimana dan juga tidak
dibolehkan mencari-cari, mengusut dan menggambar-gambarkan, kare
na tidak ada contoh umpama baginya.
Demikian kita catat beberapa hal mengenai filsafat dan aqidah
Naqsyabandiyah dengan cabang-cabangnya, yang bertali dengan ria-
adhah dan suluk diri dan jiwa manusia, yang rapat hubungannya de
ngan ajaran-ajaran amal dan zikirnya.
Dari kitab yang saya sebutkan namanya pada permulaan karang
an ini diketahui, bahwa tarekat Khalidiyah ini pun banyak ada di
Indonesia, memiliki syeikh, khalifah dan mursyid-mursyidnya, ter
nyata dibandingkan beberapa buah surat yang berasal dari Banjarmasin dan
daerah-daerah lain, yang dimuat dalam kitab kecil ini di atas, ber-
kenaan dengan fatwa Sulaiman Az-Zuhdi Al-Khalidi dalam beberapa
masalah dan kesukaran-kesukaran dalam pelaksanaan tarekat itu di
Indonesia.
7. SAMMANIYAH.
Nama tarekat ini terambil dibandingkan nama seorang guru tasawwuf
yang masyhur, disebut Muhammad Samman, seorang guru tarekat
yang ternama di Madinah, pengajarannya banyak dikunjungi orang-
orang Indonesia di antaranya berasal dari Aceh, dan oleh sebab itu
tarekatnya itu banyak tersiar di Aceh, biasa disebut tarekat Sammani-
yah. Ia meninggal di Madinah dalam tahun 1720 M .
Sejarah hidupnya dibukukan orang dengan nama Manaqib Tuan
Syeikh Muhammad Saman, tertulis bersama kisah Mi'raj Nabr Muham
mad, dalam huruf Arab, disiarkan dan dibaca dalam kalangan yang
sangat luas di Indonesia sebagai bacaan amalan dalam kalangan Rak
yat. Sayang dalam Manaqib ini tidak berapa banyak yang mengenai ke
hidupan sehari-hari dibandingkan tokoh tarekat ini, namun yang banyak di-
350
ceriterakan ialah tentang salih dan zuhudnya, keramat dan keanehan-
keanehan yang ada pada dirinya sebagai kutub, yang pernah hidup
di negeri Madinah. Dalam kitab ini disebutkan, bahwa khalifah Syeikh
Muhammad Saman, yang bernama Syeikh Siddiq Al-Madani , tertarik
akan kisah wali-wali Allah dan tertarik kepada Hadits Nabi , yang ko
non menjanjikan rakhmat Allah bagi mereka yang suka membaca ma
naqib wali-wali itu, di samping membaca Qur'an, membaca tahlil dan
bersedaqah, tergeraklah ia akan menulis Manaqib gurunya Syeikh M u
hammad Saman, yang dianggap ahli syari'at, tarekat dan hakekat, qu
tub dalam negeri Madinah. Konon pembacaan Manaqib Syeikh M u
hammad Saman ini demikian pengaruhnya, sehingga "barang siapa
berkehendak ziarah akan kubur Rasulullah saw, padahal tiada minta
izin kepadanya (Syeikh Muhammad Saman), niscaya yaitu ziarahnya
itu sia-sia" (hal. 3). Apa sebab maka demikian, sebab Syeikh Muham
mad Saman itu pada waktu di Madinah yaitu orang yang sangat ber-
khidmat, sejak masa kecilnya sampai ia menjadi mursyid, seorang yang
sangat memuliakan akan ibu bapanya, seorang yang selalu musyahadah
dan muraqabah dan tidur tidak berkasur, pada waktu sahur ia bangun
sendiri, lalu melakukan ratib, bersembahyang Subuh berjema'ah, dan
segala amal ibadah yang lain.
Dalam Manaqib itu diceriterakan segala cara Syeikh Muhammad
Saman melakukan ibadatnya, yang oleh pengikut-pengikutnya diturut
sebagai tarekat, misalnya ia sembahyang sunat asyraq dua raka'at, su
nat Dhuha dua belas raka'at, membanyakkan riadhah, menjauhi kese
nangan dunia. Dan oleh sebab itu sebelum sampai umurnya ia sudah
termasuk orang yang saleh. Pada suatu hari orang tuanya memberi ma
kan kepadanya, tidak berapa lama kemudian orang tuanya kembali,
namun dengan terperanjat didapatinya makanan itu masih utuh. Tatkala
oraflg tuanya menceriterakan hal itu kepada guru anaknya, guru itu
menjawab bahwa anak itu tidak syak sudah menjadi waliyullah. Cerite
ra ini mengemukakan lebih lanjut bagaimana Syeikh Muhammad Sa
man siang malam duduk dalam zikrullah, bagaimana ia uzlah dan ma
suk khalwat, ziarah ke Baqi ' , tempat kuburan segala isteri-isteri Nabi
Muhammad yang terletak dekat kota Madinah.
Manaqib itu selanjutnya menceriterakan kisah permulaan Syeikh
Muhammad Saman menjalani tarekat dan hakekat. Pada suatu kali ia
351
memakai pakaian yang indah-indah. Kepadanya datang Syeikh Abdul-
kadir Al-Jailani membawa pakaian jubah putih. Syeikh Muhammad
Saman, yang ketika itu dalam khalwat diperintahkan membuka pakai-
annya yang indah-indah itu lalu disuruh pakai jubah putih yang diba-
wanya. Katanya : "Inilah pakaian yang layak untukmu".
Konon Syeikh Muhammad Saman selalu menutup-nutup dan me
nyembunyikan ilmunya serta amalnya, hingga datanglah perintah dari
pada Rasulullah menyuruh melahirkan ilmu dan amalnya itu dalam ko
ta Madinah. Maka termasyhurlah ilmu dan amalnya itu, sehingga da
tanglah orang berduyun-duyun dari beberapa negeri mengambil tarekat
kepadanya. Tidak kurang banyaknya datang pengiriman-pengiriman
mas dan perak dari raja-raja kepadanya, namun mas dan perak itu sege
ra dibagikan kepada fakir miskin, tidaklah ada yang tinggal padanya
barang sesen jua pun. Kepada murid-murid Syeikh Muhammad Saman
mengajarkan cara sembahyang, cara berzikir, cara bersalawat, memba
ca istigfar, cara menghadapkan sesuatu permohonan kepada A l i ah. T i
dak lupa ia menasehatkan kepada murid-muridnya supaya ia beramah-
tamah dengan fakir miskin, jika ia guru berlemah-lembut kepada mu
ridnya, mendidiknya naik dari satu martabat kepada martabat yang
lebih tinggi. Selanjutnya wasiatnya itu berisi ajaran jangan tamak, ja
ngan mencintai dunia, harus menukarkan akal basyariyah dengan akal
rabbaniyah, tauhid kepada Allah dalam zat, sifat dan af'alnya.
Kemudian Manaqib itu menceriterakan kekeramatan Syeikh M u
hammad Saman, di antara lain : Barang siapa menyerukan namanya
tiga kali, akan hilang kesusahan dunia akhirat. Barang siapa ziarah ke
pada kuburannya dan membaca Qur'an serta berzikir, Syeikh Muham
mad Saman mendengarnya. Syeikh Muhammad Saman pernah menga
takan, bahwa ia sejak dalam perut ibunya sudah pernah menjadi wali,
barang siapa memakan makanannya, pasti masuk sorga, barang siapa
memasuki langgarnya, niscaya diampuni Allah dosanya.
Sebenarnya sejarah hidup yang lengkap dibandingkan Syeikh Muham
mad Saman ditulis orang dalam kitab Manaqib Al-Kubra , yang saya
terangkan isinya ini yaitu catatan dari Manaqib itu, yang diusahakan
oleh Haji Mohammad Idris bin Mohammad Tahir, Kampung Delapan
Ilir Sungai Bayas, mungkin di Palembang. Pada penutup Manaqibnya
diterangkan, bahwa seorang bernama Tuan Haji Muhammad Akib Ibn
352
Hasanuddin di negeri Palembang berhutang seribu enam puluh ringgit,
yang tak ada jalan lagi untuk membayarnya sudah kira-kira lima tahun
lebih. Maka ia pun dukacitalah sebab hutangnya itu. Maka pada suatu
hari sambil menangis ia meminta kepada Tuan Syeikh Muhammad Sa
man, seraya katanya : "Jikalau sesungguhnya Tuan Syeikh Muhammad
Saman itu qutub yang memiliki keramat yang sangat besar, niscaya
dilepaskan Allah SWT dari segala hutangku i tu" . Maka kata orang itu
pula : " M a k a tiba-tiba belum boleh sampai setahun lamanya dibandingkan
perkataan fakir itu, sudah dilepaskan Allah dibandingkan segala hutang itu
dengan berkat keramat Tuan Syeikh Muhammad Saman" (15).
Demikianlah ceritera-ceritera yang aneh-aneh tentang Syeikh M u
hammad Saman, termuat dalam Manaqibnya, yang membuat orang ter
tarik dan gemar untuk membacakan pada kesempatan-kesempatan
yang penting. Manaqib ini dalam kalangan anak negeri, terutama
di Sumatera, begitu juga dalam segala do'a dan amal ibadat bertawasul
kepadanya. Manaqib pendek ini , yang mula-mula diterbitkan di Bom-
bay, kemudian oleh Sulaiman Mar ' i di Surabaya, tersiar sangat luas,
pada akhirnya ditutup dengan sebuah do'a dalam bahasa Arab untuk
bertawasul kepada Syeikh tarekat terbesar hu.
Memang tarekat ini sangat luas tersiai di Aceh, sebagaimana di
katakan oleh R . A . Dr. Hoesein Jayadiningrat dalam "Atjesch-Neder-
landsch Woordenboek" (Batavia, 1934), mula-mula dalam bentuk tare
kat yang bersih dan zikirnya terkenal dengan Rated Saman, namun lama
kelamaan tarekat ini berubah menjadi suatu kesenian tari yang hampir
sama sekali tidak ada lagi hubungan dengan tarekat. Bahkan kebanyak-
an ulama Aceh menentang Rateb Saman itu, yang dinamakan juga
Meusaman atau seudati, sebab yaitu suatu kebudayaan yang
dapat mengakibatkan hal-hal yang bertentangan dengan agama. Tidak
saja bacaan-bacaan yang berasal dibandingkan zikir sudah berubah bunyi-
nya menjadi sya'ir-sya'ir percintaan, bahkan sebagai pertumbuhan
kebudayaan sudah menular kepada permainan kaum wanita, yang di
namakan Seudati Inong.
Dr. C. Snouck Hurgronje dalam bukunya "De Atjehers" (Batavia
1894, deel. II) menceriterakan, bahwa Syukh Muhammad Saman me-
nyusun Ratebnya dalam bahagian pertama dari abad ke 18 di Madinah,
dalam kota di mana Syeikh Ahmad Qusyasyi (mgl. 1661) pernah ju-
353
ga menyiarkan ajaran tarekatnya yang berasal dari Syattariyah, tarekat
yang tidak asing lagi di Indonesia. Tujuannya, sebagaimana guru-guru
tarekat yang lain, ialah memberikan suatu latihan kepada murid-murid
nya untuk pada akhirnya mencari keredhaan Allah dan kedekatan ke
padanya, sebagaimana ada dalam ajaran-ajaran sufi yang lain. Ke-
dua-dua guru tarekat ini melatih muridnya dalam ajaran yang sangat
sederhana. Tarekat Samaniyah terdiri dibandingkan ucapan-ucapan zikir,
yang biasanya diamalkan malam Jum'at dalam mesjid dan langgar-
langgar bersama-sama sampai jauh malam. Zikir dan ratib itu biasa
nya diucapkan dengan suara yang amat keras, terdiri dibandingkan nama
Allah dan seruan kepadanya, dengan cara-cara yang tertentu, di ba
wah pimpinan seorang guru. D i samping kalimah syahadat, ratib Sa
man ini menunjukkan keistimewaannya dalam zikir, yang hanya meng
gunakan perkataan H u , yaitu Dia (Allah).
Dr. Snouck Hurgronje mengakui di samping ratib Samman, lebih
popuier lagi di Aceh "Hikayat Samman", yang sebagaimana saya su
dah ceriterakan di atas disusun dibandingkan ceritera-ceritera yang aneh
yang menunjukkan kekeramatannya. Tidak saja dibaca orang untuk
mengetahui isinya, namun juga untuk amal yang diharapkan pahala, di-
harapkan pertolongan untuk menyembuhkan sesuatu penyakit atau me
iepaskan diri dibandingkan sesuatu kecelakaan. Banyak orang bernazar
akan memperoleh sesuatu, yang dilepaskannya dengan membaca Mana
qib Syeikh Samman.
Sepanjang penyelidikan saya, Manaqib Syeikh Samman itu, seba
gaimana yang tersiar di Indonesia tidak semua sama isinya. Rupanya
tiap-tiap pengarang Indonesia itu menterjemahkan beberapa bagian ter
penting dari Manaqib Al-Kubra berbahasa Arab, mana-mana yang di
anggapnya penting. Dalam Manaqib Syeikh Muhammad Saman, yang
disusun oleh Haji Muhammad Nasir bin H . Muhammad Saleh Krukut
dan dicetak pada percetakan Sayyid Usman Jakarta, saya dapati cerite
ra-ceritera yang berlainan, meskipun semuanya mengenai kekeramatan
Syeikh Muhammad Samman itu. D i antara ceritera yang dikemuka
kan, tidak ada pada naskah ini di atas, yaitu mengenai su
atu kejadian atas dirinya Syeikh Abdullah Al-Basri , yang konon sebab
kesalahannya pernah dipenjarakan dalam bulan Ramadhan di Mekkah,
dan dirantai kaki dan lehernya. Kehabisan akal menyebabkan Abdullah
Al-Basri meminta tolortg dengan menyebutkan tiga kali nama Syeikh
354
Samman. Maka dengan tiba-tiba jatuhlah rantai itu semata demi sema-
ta, sehingga ia dapat keluar dari penjara. Hal itu diketahui oleh seorang
murid Syeikh Samman yang lain, yang bertanya kepadanya bagaimana
maka ia dapat terlepas dari rantai. Jawabnya : "Tatkala aku meneriak-
kan namanya tiga kali , aku lihat Tuan Syeikh Muhammad Samman
berdiri di hadapanku dan marah. Tatkala aku pandang mukanya ter-
sungkurlah aku dan lupa akan diriku serta pingsan. Tatkala aku sadar
kembali kulihat rantai itu telah terbuka dari badanku. Demikianlah ke-
keramatan Syeikh Muhammad Samman i tu" (14).
Syeikh Muhammad Samman dilahirkan tahun 1189 H , pada hari
Rebo, tanggal 2 hari bulan Zulhijjah, dan kuburannya di B a q i \ dekat
kuburan segala isteri Nabi .
8. RIFA'IYAH.
Tidak banyak kita mengetahui tentang tarekat ini , meskipun nama
nya terkenal di Indonesia sebab tabuhan rebana, yang namanya di
Aceh rapa'i, perkataan yang terambil dari Rifa ' i , pendiri dan penyiar
tarekat ini , begitu juga dikenal orang di Sumatera permainan dabus,
menikam diri dengan sepotong senjata tajam, yang diiringi zikir-zikir
tertentu.
Dalam "Handworterbuch des Islam", (Leiden, 1941) saya hanya
mendapat beberapa catatan tentang Akhmad bin A l i Abu l Abbas, yang
dianggap pencipta dibandingkan tarekat Rifa'iyah itu. Ia meninggal di Umm
Abidah pada 22 Jumadil Awal 578 H , (23 September 1183). Sedang
tanggal lahirnya diperselisihkan orang, ada yang mengatakan dalam bu
lan Muharram 500 H (September 1106) dan ada yang mengatakan da
lam bulan Rajab th. 512 H (Oktober/Nopember 1118) di Qaryah Has-
san, dekat Basrah. Ada orang berpendapat, bahwa nama Rifa ' i ini ter
ambil dibandingkan nama aku Rifa 'a, yang sudah ada di Mekkah sejak
tahun 317 H , pindah dari sana k.e Sevilla di Spanyol, dan dari sana da
lam tahun 450 H datanglah kakek dari Ahmad itu ke Basrah. Oleh ka
rena itu beberapa lama kakeknya itu memakai nama Al-Magribi , kare
na ia datang dari Barat.
355
Ibn Khallikan tidak banyak menulis tentang sejarah hidupnya. Le
bih banyak diutarakan beberapa catatan mengenai hidupnya dalam ki
tab Tarikh Islam, karangan Az-Zahabi, dalam kitab Tanwirul Absar
(Kairo, 1806), Qiladatul Jawahir (Bairut, 1801, dan sebagai orang Sufi
--'alam Manaqib, yang tentu lebih banyak membicarakan tentang keke-
ramatannya dibandingkan mengenai kepribadian, pendidikan dan perjuang-
annya, terutama yang ditulis oleh Al-Hammami dan Al-Faruthi (mgl.
694).
Dari sejarah hidupnya itu dapat kita ketahui, bahwa tatkala ia ber
umur 7 tahun, ayahnya meninggal di Bagdad dalam tahun 419, dan ia
dididik oleh pamannya Mansur Al-Batha' ihi , yang tinggal di Basrah.
Menurut Sya'rani dalam kitabnya Lawaqihul Anwar, pamannya itu
yaitu seorang Syeikh Tarekat, yang kemudian dinamakan menurut
nama Ahmad "Rifa'iyah". Ia pernah belajar juga pada seorang pa
mannya yang lain, Abu l Fadl A l i Al-Wasithi, mengenai hukum-hukum
Islam dalam mazhab Syafi'i. Ia belajar dengan giat dalam segala ca
bang ilmu sampai umur 27 tahun. Ia mendapat ijazah dari Abul Fadl
dan Khirqah dari Mansur, yang telah bertempat tinggal di Umm A b i -
dah, dan yang kemudian meninggal di sana dalam tahun 540. Ahmad
tidak meiepaskan keluarga ini dan banyak bergaul dengan anak-anak
Mansur, yang semuanya ahli tarekat.
Orang tidak mengetahui apa ia pernah menulis kitab mengenai tare-
katnya. Yaqut pun tidak menceriterakan apa-apa tentang itu. Beberapa
hal mengenai tarekatnya ditulis oleh murid-muridnya, begitu juga ter
dapat di sana-sini dalam kitab-kitab yang membicarakan tentang ilmu
Sufi. Dengan demikian menjadi pentinglah yang ditulis oleh Abul Huda
mengenai pengajaran-pengajarannya, kumpulan-kumpulan syairnya,
do'a dalam bermacam bentuk, wirid-wirid dalam kitab-kitab yang ane-
ka warna. Dalam manaqib ada diterangkan, bahwa ia mengaku dirinya
na'ib dari A l i dan Fatimah, dan banyak orang Sufi memberikan dia ge
lar Qutub, Ghaus, dan Syeikh.
Manaqibnya menceriterakan tentang bermacam-macam hal yang
terjadi pada dirinya, misalnya tentang bersedekah, tentang pergaulan
dengan seorang tokoh Sufi terbesar dalam zamannya, yang melebihi
kekeramatannya. D i antara ceritera yang aneh ialah mengenai ziarah
Rifa ' i ke Madinah. Tatkala menziarahi kubur Nabi Muhammad, Nabi
356
konon mengeluarkan tangannya dari dalam kubur, sehingga dapat di-
cium oleh Rifa ' i .
Sebagaimana kita katakan, bahwa tarekat Rifa'iyah ini terkenal di
Indonesia, meskipun agak berbeda dengan tarekat-tarekat lain dalam
hal menyiksa diri dan melukakannya sebagai salah satu tandak khusus
bagi tarekat ini . Permainan ini dinamakan dabus.
Perkataan dabus ini berasal dari bahasa Arab Dabbus yaitu sepo-
tong besi yang tajam. Dalam permainan dabus ini orang-orang Rifa '
iyah berzikir di tengah-tengah suara rebana yang gemuruh, di Aceh
rapa'i namanya, sebagaimana kita katakan di atas berasal dari Rifa ' i ,
tokoh tarekat yang dianggap keramat, meninggal 1182 M , seorang te
man semasa dengan tokoh tarekat besar yang lain. Abdul Kadir Jailani,
meninggal 1166 M , pendiri tarekat Qadiriyah. Memang sebagaimana
yang dikatakan oleh Dr. C . Snouck Hurgronje dalam "De Atjehers",
j . II, hl . 256, permainan dabus dan rebana ini sangat rapat hubungan-
nya dengan tarekat Rifa'iyah itu. Penganut-penganut tarekat yang di
anggap sudah sempurna dan keramat dikurniai Allah dengan berma
cam-macam keajaiban, di antaranya kebal, tidak dimakan senjata ta
jam, tidak terbakar dalam api yang menyala-nyala dsb., sebab dengan
bantuan kedua wali Ahmad Rifa ' i dan Abdul Kadir Jailani, Allah
memperlihatkan keajaiban-keajaiban itu kepadanya.
Kita baca dalam "Encylopaedie van Nederlandsch Oost Indie",
bahwa permainan dabus ini bersama-sama tarekat Rifa'iyah tersiar
hampir seluruh Indonesia. C . Poensen menceriterakan tentang permain
an dabus ini di tanah Pasundan dalam kitabnya "Het daboes van San-
tri Soenda", begitu juga kita baca dalam kitab-kitab karangan ahli ke-
timuran lain, bahwa permainan ini bersama-sama tarekatnya masuk ke
Sumatera Barat dengan nama badabuih.
Dalam kitab-kitab tua tulisan tangan, yang masih ada di sana-
sini di seluruh Indonesia, kita masih mendapati ajaran-ajaran Ahmad
Rifa ' i ini, meskipun gerakan ini tidak begitu kelihatan lagi hidup da
lam masyarakat.
Tarekat Rifa'iyah ini, yang mula-mula berdiri di Irak kemudian
tersiar luas ke Basrah, sampai ke Damaskus dan Stambul di Turki . Ca-
bang-cabangnya yang ada di Syria ialah Hariyah, Sa'diyah dan
Sayyadiyah, yang ada di Mesir bernama Baziyah, Malikiyah dan
357
Habibiyah, terutama dalam abad yang ke X I X Masehi. Cabang Sa'di-
yah di Syria didirikan oleh Sa'duddin Jibawi (mgl. 1335 M ) , yang ber-
cabang pula, masing-masing didirikan oleh dan bernama Abdus Sa-
lamiyah dan Abdul Wafaiyah. Hariri , pendiri cabang di Syria mgl.
1247.
9. 'AIDRUSIYAH.
Salah satu dibandingkan tarekat yang masyhur dalam kalangan Ba'AJa-
wi ialah Al- 'Aidrusiyah, terutama dalam tasawwuf aqidah. Hampir ti
ap-tiap buku tasawwuf menyebutkan nama Al- 'Aidrus sebagai salah se
orang tokok Sufi yang ternama dan mengulangi beberapa ucapan me
ngenai pandangannya dalam beberapa masaalah tasawwuf. Sayapun
berjumpa beberapa kali dengan nama Al- 'Aidrus itu dalam penyelidik-
an saya mengenai beberapa masaalah tasawwuf, namun dengan menye
sal saya tidak dapat mengetahui dengan sebenarnya Al- 'Aidrus mana
yang dikehendaki, sebab penyebutan nama suku itu sangat sederhana
sekali dalam beberapa kitab Sufi. Al- 'Aidrus yaitu nama salah satu
suku Arab Selatan yang masyhur, yang di dalamnya banyak ada
tokoh-tokoh Sufi ternama. Saya mencari sebuah kitab yang khusus
membicarakan Al- 'Aidrus sebagai tokoh Sufi terbesar, yang pandang
annya acap kali disinggung-singgung mengenai masalah tasawwuf, te
tapi dengan menyesal saya tidak mendapati kitab yang semacam itu.
Dari seorang ulama yang terkenal di Jakarta, S. Salim bin Jindan, sa
ya mendapat beberapa buah kitab, yang dapat memberikan saya sedi
kit keterangan mengenai tarekat dan wali-wali Al- 'Aidrus itu, yang da
pat saya anggap pemimpin-pemimpin yang terkemuka dalam tarekat
Al- 'Aidrusiyah. Terutama sebuah kitab yang saya pinjam dari ahli Ha
dis ternama Bin Jindan itu, kitab "Al-Yawaqitul Jauhariyah" (Mesir,
1317), mengenai tarekat Al- 'Alawiyah, dapat memberikan saya sedikit
penerangan tentang Al- 'Aidrus itu. Kitab ini dikarang oleh tokoh
Sufi yang terkemuka dari tarekat Al-Aidrusiyah itu, yang digelarkan
qutub dan imamul 'Ar i f in , 'Aidrus ibn Umar bin 'Aidrus Al-Habasyi.
Dalam kitab ini dibicarakan beberapa riwayat hidup dibandingkan tokoh-
358
tokoh Sufi Ba 'Alawi , pandangan dan sifat-sifat tarekat yang mereka
jalankan, beberapa riwayat hidup dibandingkan guru-guru tarekat yang
memiliki hubungan silsilah dan khirqah dengan tokoh-tokoh A l -
'Aidrusiyah.
Sebagai gurunya yang kelima disebutnya nama Al-Hasan bin Salih
bin 'Aidrus Al-Bahar Al-Jufr i , yang di antara lain banyak memberikan
bantuan kepada pengarang kitab ini mengenai tarekat Al- 'Aidrus i
yah, baik dalam zikir maupun dalam melakukan suluk, dan dengan de
mikian sampailah kepadanya ajaran-ajaran Syeikh Abdullah bin 'Alawi
Al-Haddad dan ajaran-ajaran Syeikh Abdullah bin A b i Bakar A l -
'Aidrus Ba 'A lawi , sampai ia beroleh ijazah dari gurunya yang kelima
itu (I : 101). Guru-guru yang lain yang telah mendidiknya dalam ilmu
tarekat ialah Bin Samidh, Bin Thahir, Al-Jufr i , Al-Haddad, Al-Habasyi,
Bin Saqqaf, Bin Yahya, Balfaqih, d l l , begitu juga ia menyebutkan na-
ma-nama tokoh-tokoh Sufi lain yang terkenal dalam segala bidang, se
perti Al-Ghazali , untuk membuktikan, bahwa tarekat yang dianutnya
dan disiarkan berdasarkan Qur'an dan Sunnah, melalui A h l i Baid, ber-
hubungan dengan Nabi Muhammad saw.
Kitab "Baitus Siddiq" (Mesir, 1323), karangan S. Muhammad
Taufiq Al -Bakr i , menyebut, bahwa tarekat Al- 'Alawiyah atau tarekat
Ba 'alawi didirikan dan dinamakan menurut nama Imam Besar M u
hammad bin A l i Ba 'Alawi Al-Ja ' far i . Kalimat Al-Ja ' fari yang terakhir
ini menunjukkan, bahwa ilmu fiqh yang diamalkan dalam tarekat ini
mungkin menurut mazhab Al-Ja ' far i , salah satu mazhab dalam golong
an Syi'ah yang terdekat dengan Ahl i Sunnah wal Jama'ah. Juga di da
lam kitab itu disebut, bahwa tarekat Al- 'Aidrusiyah didirikan dan di
siarkan yang pertama kali oleh Imam yang masyhur S. Abu Bakar A l -
'Aidrus, raja 'Adan, yang meninggal dunia dalam tahun 814 H .
Pengarang kitab "Al-Yawaqitul Jauhariyah" yang baru kita sebut-
kan di atas ini , menerangkan, bahwa Syeikh Tarekat Al- 'Aidrusiyah
itu, A b u Bakar ibn Syeikh Abdullah Al- 'Aidrus bin A b i Bakar As-
Sakran, diperanakkan di Tarim, sangat salih, menghafal Al-Qur 'an ser
ta tafsir, mempelajari ilmu lahir dan batin pada beberapa tokoh-tokoh
terkemuka, dan juga beroleh ijazah serta khirqah dari beberapa tokoh
Sufi yang terkenal, di antaranya dari neneknya Abdul Rahman dalam
tahun 865 H . Ia mempelajari memperdalam ilmu tasawwuf di antara-
359
nya dengan membaca kitab-kitab yang terkenal, seperti Ihya, Awariful
Ma'arif, Risalah Qusyairiyah dan kitab-kitab yang lain. Dalam kitab
nya "Al-Silsilatul Quddusiyah", yang membahas khirqah Al- 'Aidrus i
yah, ia menerangkan, bahwa Syeikhnya Abu Bakar itu memiliki
khirqah dan silsilah dari tokoh-tokoh Sufi yang terkemuka, sambung-
menyambung sampai kepada Syazili, Ibnal Maghrabi, Al-Jabarti, Abu
Madyan, Abdul Kadir Jailani, Imam Suhrawardi dll , yang disebutkan
namanya satu persatu orang dalam kitabnya. Sejarah hidup Al 'Aidrus
ini menunjukkan maqam dan ahwalnya yang gilang-gemilang, penuh
kemurnian, kesucian dan keajaiban, penuh dengan tanda-tanda sebagai
yang dipunyai oleh seorang tokoh Sufi terbesar. Pada waktu ia ber-
umur 20 tahun ia dididik oleh saudaranya, dan banyak bergaul dengan
Syeikh Umar Al-Mahdar, pamannya yang banyak menuntunnya dalam
menempuh martabat suluk. Pernah ia mengatakan, bahwa pamannya
itu telah mengurniainya tiga "tangan", pertama dari Nabi Muhammad
mengenai tarekat Kasyaf, tangan dari Syeikh Abdur Rahman Saqqaf
dan tangan dari salah seorang Rijalul Ghaib. Dapat kita ceriterakan,
bahwa keluarganya dan sanak saudaranya yaitu orang-orang alim dan
tokoh-tokoh Sufi, sehingga baik pergaulannya maupun pengajarannya
memberi bekas yang mendalam kepada jiwa tasawwufnya. Banyak ia
mempelajari tarekat serta ilmunya, yang kemudian dapat mengangkat
kedudukannya, tarekat-tarekat yang berhubungan dengan ajaran suluk,
jazab, yang berhubungan dengan adab, inayah dan qurub. Abdul Kadir
bin Syeikh Al- 'Adrus pernah membuat syair untuk memujinya, yang
isinya, bahwa tarekat yang baik itu yaitu tarekat yang pernah direlai
Al- 'Aidrus , dan oleh sebab katanya kerjakan dengan benar, tempuh
dengan niat jujur dan ikuti dia dengan jazab yang berlimpah-limpah.
Seorang muridnya Umar bin Abdur Rahman, menulis manaqib dan se
jarah hidupnya yang gilang-gemilang itu. Kemudian banyak orang lain
menulis pula manaqib dan sejarah hidup tokoh Tarekat 'Aidrusiyah ini.
Syeikh Abdullah bin A b i Bakar bin Abdur Rahman meninggal di
Tarim dalam usia 54 tahun dan dikuburkan di sana.
Sebagaimana yang sudah kita katakan keluarga Al- 'Aidrus banyak
sekali melahirkan tokoh-tokoh Sufi yang terkemuka, di antaranya S.
Abdur Rahman bin Mustafa Al- 'Aidrus , yang pernah menjadi pembica
raan Al-Jabarti dalam sejarahnya. Al-Jabarti menerangkan, bahwa S.
360
Abdurrahman mula-mula mendapat ijazah dari ayah dan kakeknya,
pernah mempelajari ilmu fiqh dibandingkan seorang tokoh ulama yang ter
kemuka Abdur Rahman bin Abdullah Balfaqih. Dalam tahun 1153 ia
pergi dengan ayahnya ke India dan di sana ia berkumpul dengan se
orang tokoh yang terkemuka juga dalam tasawwuf, Abdullah ibn Umar
Al-Mahdar Al - 'Aidrus , yang mendidiknya dalam tarekat zikir sampai
ia diberi ijazah. Ia belajar juga pada Mustapa bin Umar Al- 'Aidrus ,
Husen bin Abdur Rahman bin Muhammad Al- 'Aidrus , Muhammad
Fadlullah Al- 'Aidrus , sehingga ia beroleh ijazah yang bersilsilah. Guru-
gurunya yang lain yaitu Muhammad Fakhir Al-Abbasi , Ghulam A l i
dan Ghulam Haidar Al-Husaini , belajar ilmu Hadits dari Yusuf As-
Surati, Azizullah Al -Hind i , selanjutnya belajar pada As-Sindi dl l .
Dalam tahun 1158 H . ia berangkat ke Mesir yang mengagumkan
ulama-ulama di Mesir, banyak di antaranya yang beroleh ijazah dari
padanya. Ia berulang-ulang ke Mesir dan ke India, ia pernah naik haji
tujuh kali dan mengunjungi Dimyath beberapa kali. Wirid-wiridnya di
kemukakan dalam kitab ini di atas "Tqdul Yawaqit Al-Jauhari-
yah".
Menurut sejarah Al-Jabarti, ia lahir di Tarim pada tgl. 9 bulan Sa
far th. 1135 dan meninggal pada 10 Muharram th. 1192 H . di Mesir,
disembahyangkan dalam mesjid Al-Azhar dengan imam Syeikh Ahmad
Ad-Dardir dan dikuburkan dalam makam wali-wali Al-Itris, dekat
Masyhad Sayyidah Zainab. Salah seorang muridnya ialah tokoh Sufi
yang ternama di Mesir Abdur Rahman bin Sulaiman A l - M i s r i .
Saya catat di sini untuk kesempurnaan, bahwa ratib Al- 'Aidrus
lengkap dapat dibaca orang dalam kitab "Sabilul Muhtadin" (Mesir,
1957 M . ) , karangan Habib Abdullah bin 'Alawi bin Hasan Al-Attas,
hal. 15, dalam buku mana orang dapat juga membaca ratib-ratib dari
tarekat Saqqafiyah, Bin Salim, Al-Mahdar, Al-Attas, Al-Haddad, A l -
Handawan, Jamalullail, Bin Samith, Al-Bar , Al-Jufr i , Bin Thahir, A l -
Habasyi, Al-Miqdadi , As-Sakran, serta do'a-do'a, hizib-hizib, zikir-
zikir dan salawat-salawat pilihan dari semua tarekat Ba 'Alawi yang ter
nama. Di belakang kitab ini ditambah sebuah uraian mengenai kepen
tingan tasawwuf dan wirid-wirid, dengan sejarah tokoh-tokoh ternama
dari Ba 'A lawi , terutama mengenai uraian tentang tarekat, baik tarekat
'aqidah maupun tarekat zikir dan wirid, puji-pujian terhadap kelebihan
361
tarekat Ba 'Alawi , dengan martabat-martabatnya dan pengakuan-penga-
kuan ulama, begitu juga syair-syair yang penuh dengan susunan kali
mat dalam sajak yang indah, madah-madah yang berirama, yang biasa
nya tertuang dari isi hati dan jiwa tokoh-tokoh Sufi dari tasawwuf fan-
niyah dan zauqiyah.
Uraian ini hanya sekedar untuk memperkenalkan beberapa tarekat
Ba 'Alawi , yang banyak juga diamalkan dan tersiar di tanah air kita
Indonesia, dalam pada itu saya mengaku, bahwa saya dalam mencari
bahan-bahan untuk uraian ini masih meraba-raba, sebab memang ti
dak ada kitab-kitab yang khusus membicarakan sejarah perkembangan
tarekat-tarekat itu, baik dalam bahasa Arab maupun dalam bahasa
asing lain yang saya ketahui.
10. A L - H A D D A D . (I).
Sayyid Abdullah bin Alawi bin Muhammad Al-Haddad dianggap
salah seorang qutub dan arifin dalam ilmu tasawwuf. Banyak ia menga-
rang kitab-kitab mengenai ilmu tasawwuf dalam segala bidang, dalam
aqidah, tarekat dsb. Kupasan-kupasannya mengenai akhlak sangat me-
narik. Bukan saja dalam ilmu tasawwuf, namun juga dalam ilmu-ilmu
yang lain banyak ia mengarang kitab. Kitabnya yang bernama : "Nasa-
'ihud Diniyah", sampai sekarang yaitu kitab-kitab yang dianggap
penting.
Di antara kitab-kitab yang banyak itu, yang kita anggap penting
untuk kita catat dalam uraian mengenai tarekat Sufi itu ialah risalah
kecil namun sangat berharga, yang bernama "Al-Mu'awanahfi Suluki
Thariqil Akhirah", sebab di dalamnya, berisi nasehat, yang merupa
kan intisari dibandingkan ajarannya. Tentu tidak ada kesempatan untuk ki
ta kupas semua, dan oleh sebab itu kita ambil beberapa hal yang kita
anggap perlu untuk sekedar memperoleh gambaran dibandingkan keindah-
an wasiatnya itu.
Al-Haddad memulai wasiatnya dengan menguatkan keyakinan dan
memperbaikinya, sebab hal ini menjadi pokok yang terutama. Jika
keyakinan seseorang sudah teguh dalam hatinya, yang gelap menjadi
362
terang, yang ghaib akan menjadi kesaksian. Ia memberikan alasan de
ngan ucapan-ucapan A l i bin A b i Thalib dan Rasulullah sendiri, keya
kinan itu dapat diperoleh dengan mendengar ayat-ayat Qur'an, Hadis
dan khabar-khabar yang diriwayatkan Nabi serta sahabat-sahabatnya,
yang di dalamnya nampak kebesaran Allah yang tak dapat disaingi da
lam penciptaannya. Kemudian kita melihat kepada keadaan alam di
sekitar kita dan kepada alam yang mengagumkan di seluruh cakrawala,
perbuatan ini pasti akan membuahkan taat kita kepada Allah dalam
melakukan suruh tegahnya, sesudah kita merasa tidak berdaya dan ha
rus menyerahkan diri kepadanya. Ia membagi yakin itu dalam tiga ting
kat, pertama derajat ashabul yamin, yang iman namun masih ada ke-
ragu-raguart, kedua derajat muqarrabin, yang memiliki iman yang
bulat, tidak dapat digoncangkan ke kanan dan ke kir i , yaitu sum
ber baginya untuk melihat dengan terang, apa-apa yang tertutup bagi
orang lain, dan ketiga derajat Nabi-Nabi yang memiliki iman sangat
sempurna, tidak ada sesuatu pun yang dapat menyamainya dalam ke
istimewaannya, terbuka baginya alam dunia dan alam akhirat.
Wasiat yang berikutnya mengenai perbaikan niat, yang harus dila
kukan pada tiap-tiap pekerjaan sesuatu dengan ajaran-ajaran agama.
Baik pahala atau dosa, baik kesempurnaan sesuatu perbuatan atau ke-
gagalannya bergantung kepada niat, segala sesuatu ditujukan dengan
niat taat kepada Allah . Kemudian dia memguraikan alasan-alasan aga
ma dan bermacam-macam niat menurut tinggi rendah nilainya.
Muraqabah termasuk wasiat Al-Haddad yang terpenting. Mura
qabah artinya selalu diawasi Allah , dan orang yang sedang melakukan
suluk hendaknya selalu Muraqabah dalam gerak dan diamnya, dalam
segala masa dan zaman, dalam segala perbuatan dan kehendak, dalam
keadaan aman dan bahaya, di kala lahir dan di kala tersembunyi, selalu
menganggap dirinya berdampingan dengan Allah dan diawasi oleh Tu
han. Jika beribadat lakukanlah ibadat itu seakan-akan dilihat Allah ,
jika ia tidak melihat Allah pun, niscaya Allah dapat melihat dia dan
memperhatikan segala amal ibadatnya. Bukankah Allah ada di mana-
mana, juga di sampingmu, bahkan lebih dekat dengan dirimu sendiri
pada urat lehermu sendiri. Al-Haddad mengatakan, bahwa Muraqabah
itu termasuk maqam dan manzal, ia termasuk maqam ihsan yang selalu
dipuji-puji Nabi Muhammad.
363
Dalam melakukan ibadat dan mengisi seluruh waktu dengan iba
dat, sangat dianjurkan dalam wasiat At-Haddad itu, sehingga bukan
saja segala ibadat yang fardhu dan sunat, namun sampai-sampai kepada
menentukan waktu makan dan minum serta berjalan dan duduk tidak
ketinggalan dibandingkan salah satu amal. Ia mengemukakan suri-suri kehi
dupan dari órang-orang saleh, dari orang-orang Salaf, dari Ibn Atha-
'illah, dari Auf, apalagi dari sahabat dan Rasulullah sendiri, yang
menggunakan tiap detik sujud pada Allah atau zikir kepadanya.
Alangkah buruknya laku seseorang suluk jika ia melalukan malam yang
kosong itu tanpa ibadat. Lalu diuraikanlah macam-macam ibadat dan
fadilatnya, dikupas dan diulas wazifah dan cara-cara melakukannya.
Selanjutnya diwasiatkan banyak membaca Qur'an, banyak mem
pelajari ilmu pengetahuan yang bermanfaat, banyak melakukan zikir,
do'a dan wirid, sekitar sembahyang dan di luarnya, memperbanyak
berfikir tentang kebesaran Allah dan kekurangan diri, mempercepat
kaki dan ringan tangan dalam segala kebajikan, berpegang teguh kepa
da Qur'an dan Sunnah sebagai agama Allah yang kuat dan jalannya
yang lurus, menjauhkan diri dari segala bid'ah dan menuruti hawa naf
su, menjalankan segala yang difardhukan Allah dan menjauhkan sega
la yang diharamkan Allah dan memperbanyak amalan sunnat, yang
dapat memperdekatkan hamba kepada Allah nya.
Segala persoalan itu diuraikan dengan mengemukakan cukup alas
an dari Qur'an dan Hadits dengan menyebutkan faham-faham tokoh
Sufi terbesar, seperti Imam Ja'far Sadiq, Hasan Al -Asy 'a r i , Ibn Arabi ,
Imam Ghazali d l l . , sehingga kupasannya tidak hanya yaitu ajar
an agama namun juga yaitu uraian filsafat tasawwuf dan ilmu ha
kikat yang mendalam.
Selanjutnya Al-Haddad menyebutkan dalam wasiatnya mempela
jari kaifiat-kaifiat ibadat dengan sempurna, menjaga kebersihan lahir
dan batin sampai kepada persoalan yang kecil-kecil seperti mendahulu-
kan kanan dari kiri , bersiwak, berharum-haruman, begitu juga keber
sihan bathin dengan membersihkan perangai-perangai yang tercela,
seperti takabur, ria, hasad, cinta dunia, berlaku dengan akhlak yang
mulia, seperti tawadu', bermalu, ikhlas, bermurah tangan dan berla-
pang dada.
Terutama dalam akhlak dan budi pekerti wasiat itu sangat diper-
364
luas, tidak saja dengan menyebutkan sifat-sifat utama dan tercela, yang
harus dipakai dan disingkirkan, namun juga sampai kepada adab-adab
Islam yang terperinci, pada waktu berbicara, pada waktu berjalan, pa
da waktu duduk dalam pertemuan, pada waktu makan, segala do'a-
do'a yang diperlukan, segala kelakuan yang harus diperhatikan dalam
mesjid, ketika sembahyang, mengenai zakat, mengenai puasa, menge
nai nazar dan sadaqah, mengenai amar ma'ruf dan nahimunkar, me
ngenai keadilan dalam segala tindakan, mengenai silaturahmi dan ma-
af-maafan, mengenai hidup bertetangga dan berkeluarga, mengenai ke
bajikan ibu dan bapa, semuanya itu dikupas secara terperinci dengan
menggunakan alasan-alasan agama dan akal, sebagaimana biasa kita
dapati dalam wasiat-wasiat Sufi seorang guru kepada muridnya, namun
wasiat Al-Haddad ini demikian panjangnya sehingga yaitu sebuah
pelajaran tersendiri.
Wasiat-wasiat itu ditulis berangsur-angsur mengenai persoalan-
persoalan syari'at dan tarekat, dan akhirnya mengenai persoalan hake
kat dan ma'rifat. Pada bahagian yang terakhir ini ia membicarakan
tentang kebahagiaan dengan segala perkembangan faham, mengenai
syukur, mengenai ma'rifat hati, mengenai hamad dan sana, mengenai
zuhud di dunia, mengenai jalan-jalan kepada durul khulud, mengenai
keburukan terhadap cinta mas dan perak, mengenai tawakal, mengenai
cinta Allah dan Rasul, mengenai penyerahan diri kepada ridha dan
qadha Al lah , dan mengenai do'a. Semua uraian-uraian itu ditutup de
ngan pasal yang dinamakan wasiat Ilahiyah, yang katanya dipetik dari
hadits-hadits Qudsi, ditulis demikian rupa dengan kata-kata yang indah
dari susunan kalimat yang berirama, dan sebagaimana layak merupa
kan penutup sebuah wasiat Sufi yang mengharukan dan acapkali mene-
teskan air mata.
A L - H A D D A D . (II).
Salah seorang dibandingkan tokoh tarekat Ba Alawi ialah Sayyid Ab
dullah bin Alawi bin Muhammad Al-Haddad, pencipta Ratib Haddad,
yang banyak dikenal dan diamalkan, baik di Hadramaut atau di Indo
nesia, India, Hijaz, Afr ika Timur dll . Al-Haddad ini lahirnya di Tarim,
365
sebuah kota yang terletak di Hadramaut, pada malam Senen, 5 Safar,
th. 1044 H . Ia mempelajari agama Islam pada ulama-ulama Ba Alawi,
kemudian juga ia berpindah belajar di Yaman dan kemudian menyem-
purnakannya ke Mekkah dan Madinah. Tatkala ditanya orang pada
nya, pada guru-guru mana ia belajar, terutama ia mempelajari ilmu ta
sawwuf dan tarekat, ia menjawab bahwa ia tidak dapat menyebutkan-
nya seorang demi seorang, sebab jumlahnya lebih dari 100. Bagai-
manapun juga di antara guru-gurunya yang terpenting dapat kita baca
di sana-sini disebut orang dalam