Yohanes 1-16 6
penjara, untuk menjelaskan urutan peristiwa-
nya, dan untuk menunjukkan bahwa bacaan-bacaan dalam
perikop ini terjadi sebelum Matius 4:12. Yohanes tidak pernah
berhenti dari pekerjaannya selama ia masih menikmati udara
bebas. Bahkan lebih dari itu, ia tampak semakin tekun lagi,
sebab ia tahu waktunya tinggal sebentar saja. Ia belum dima-
sukkan ke dalam penjara, namun ia sadar waktunya tidak akan
lama lagi (9:4).
III. Perselisihan di antara murid-murid Yohanes dengan seorang Ya-
hudi tentang penyucian (ay. 25). Lihatlah bagaimana Injil Kristus
datang bukan untuk membawa damai di atas bumi melainkan
perpecahan.
Perhatikanlah:
1. Siapa pihak-pihak yang berselisih itu: murid-murid Yohanes,
dan orang-orang Yahudi yang tidak mau memberi diri untuk
menerima baptisan pertobatan darinya. Dunia yang berdosa
ini terbagi antara orang-orang yang bertobat dan orang-orang
yang tidak bertobat. Dalam perselisihan ini, tampaknya murid-
murid Yohaneslah yang terlebih dulu menyerang dan memberi-
kan tantangan. Dan ini merupakan tanda bahwa mereka ada-
lah para petobat baru, yang menunjukkan lebih banyak sema-
ngat dibandingkan hikmat. Kebenaran-kebenaran Tuhan sering kali
ternoda oleh kegegabahan orang-orang yang berusaha mem-
belanya sebelum mereka mampu melakukannya.
2. Apa yang dipersoalkan dalam pertengkaran itu: tentang penyu-
cian, tentang upacara pembasuhan dalam agama.
(1) Kita bisa beranggapan bahwa murid-murid Yohanes ini
menyerukan baptisannya, penyuciannya, sebagai sesuatu
yang instar omnium – lebih unggul dibandingkan yang lain, dan
mengutamakannya sebagai penyucian yang menyempurna-
kan dan menggantikan semua upacara penyucian orang
Yahudi, dan dalam hal ini mereka memang benar. Akan
namun , para petobat baru biasanya terlalu cepat membang-
ga-banggakan apa yang telah mereka capai, padahal ba-
rangsiapa yang menemukan harta karun haruslah ia me-
nyembunyikannya terlebih dulu sampai ia yakin bahwa ia
benar-benar telah memilikinya, dan tidak terlalu membica-
rakannya ke mana-mana pada awalnya.
(2) Tentu saja orang-orang Yahudi dengan sama yakinnya
mengunggulkan penyucian-penyucian yang biasa mereka
lakukan, baik yang ditetapkan oleh hukum Musa maupun
yang diwajibkan oleh adat istiadat nenek moyang, sebab
untuk hukum Musa mereka memiliki jaminan ilahi, dan
untuk adat istiadat nenek moyang mereka sudah terbiasa
menjalankannya secara turun temurun di dalam jemaat.
Nah, dalam perselisihan ini sangatlah mungkin bahwa ke-
tika orang-orang Yahudi tidak dapat menyangkal kebaikan
dari sifat dan rancangan baptisan Yohanes, mereka meng-
ajukan keberatan mengenai baptisannya itu dengan meng-
gunakan baptisan Kristus sebagai dalih. Dengan dalih ter-
sebut mereka menyampaikan keluhan sebagai berikut (ay.
26): “Yohanes membaptis di satu tempat,” kata mereka,
“dan Yesus pada saat yang sama juga membaptis di tempat
lain. sebab itu, baptisan Yohanes, yang begitu nyaring di-
serukan oleh pada muridnya, yaitu baptisan yang entah,”
[1] “Berbahaya, dan tidak baik bagi ketenangan jemaat dan
bangsa Yahudi, sebab kita melihat bahwa hal ini mem-
buka pintu bagi terjadinya perpecahan golongan yang
tiada habisnya. Sekarang, kalau Yohanes sudah mulai
membaptis secara demikian, maka sebentar lagi pasti
bermunculan guru-guru kecil lain lagi yang juga akan
membaptis. Atau,”
[2] “Sebaik apa pun baptisannya itu, itu yaitu baptisan
yang cacat dan tidak sempurna. Jika baptisan Yohanes,
yang kamu seru-serukan dengan begitu nyaring itu me-
mang mengandung suatu kebaikan di dalamnya, baptis-
an Yesus di sana jauh lebih mengunggulinya, sehingga
cahaya kamu sendiri sudah pudar oleh cahaya yang
lebih terang, dan sebentar lagi baptisanmu pun tidak
akan diminati orang.” Demikianlah keberatan terhadap
Injil dibuat dengan menggunakan kemajuan dan penca-
paian terang Injil sebagai dalihnya, seolah-olah masa
kanak-kanak dan masa dewasa bertentangan satu sama
lain, dan bangunan sebelah atas berlawanan dengan
fondasinya. Tidak ada alasan sama sekali untuk mem-
pertentangkan baptisan Kristus dengan baptisan Yoha-
nes, sebab keduanya saling melengkapi dan menjadi
satu.
IV. Keluhan yang disampaikan murid-murid Yohanes terhadap guru
mereka mengenai Kristus dan baptisan-Nya (ay. 26). Mereka, ka-
rena kebingungan oleh keberatan yang disebutkan sebelumnya,
dan mungkin sebab jengkel dan dibuat panas olehnya, datang
kepada guru mereka, dan berkata kepadanya, “Rabi, orang yang
bersama dengan engkau, dan yang dibaptis oleh engkau, sekarang
melakukan pembaptisan sendiri. Dia membaptis juga dan semua
orang pergi kepada-Nya. Apakah engkau akan membiarkannya
begitu saja?” Rasa gatal mereka untuk berselisih membuat mere-
ka melakukan ini. Biasanya saat sudah terpojok dalam suatu
perdebatan yang panas, orang lalu menyalahkan orang lain yang
sebenarnya tidak berbuat apa-apa terhadap mereka. Seandainya
murid-murid Yohanes ini tidak memulai perselisihan tentang
masalah penyucian ini sebelum mereka mengerti ajaran pembap-
tisan, mereka mungkin dapat menjawab keberatan itu tanpa luap-
an amarah seperti itu. Dalam keluhan mereka, mereka berbicara
dengan hormat kepada guru mereka sendiri, Rabi, namun mereka
berbicara dengan sangat merendahkan tentang Juruselamat kita,
walaupun mereka tidak menyebutkan nama-Nya.
1. Mereka berpikir bahwa perbuatan Kristus yang melakukan
pembaptisan sendiri itu merupakan suatu perbuatan yang
lancang dan tidak bertanggung jawab. Seolah-olah sebab dia
yang terlebih dulu menjalankan upacara pembaptisan, maka
dialah yang harus menguasainya dan berhak sepenuhnya atas
hasil temuan itu: “Orang yang bersama dengan engkau di su-
ngai Yordan, sebagai muridmu, lihatlah dan heranlah, orang
yang sama ini, ya orang yang sama ini, membaptis dan mere-
but pekerjaanmu dari tanganmu.” Demikianlah kerendahan
hati dan kesukarelaan Tuhan Yesus, seperti pembaptisan-Nya
oleh Yohanes, sering kali justru dengan tidak adil dan dengan
sangat jahatnya dijadikan sebagai celaan bagi-Nya.
2. Mereka menyatakan bahwa dengan berbuat seperti itu Ia
sungguh tidak tahu berterima kasih kepada Yohanes, “Orang
yang tentang Dia engkau telah memberi kesaksian kini mem-
baptis.” Mereka berkata seolah-olah Yesus berutang kepada
Yohanes atas segala nama baik yang telah diperoleh-Nya, se-
bab Yohaneslah yang menggambarkan-Nya dengan sifat ter-
puji, dan bukannya berterima kasih, Ia malah meningkatkan
nama baik-Nya dengan cara yang tidak pantas dan merugikan
Yohanes. Akan namun , Kristus tidaklah memerlukan kesaksian
Yohanes (5:36). Ia sebenarnya justru lebih banyak memberi-
kan kehormatan kepada Yohanes dibandingkan menerima kehor-
matan darinya. Namun demikian, itulah yang biasa terjadi di
antara kita, kita sering berpikir berlebihan bahwa orang lain
sangat berutang budi kepada kita, lebih dibandingkan yang sebe-
narnya. Lagi pula, baptisan Kristus sama sekali bukan mem-
batalkan, melainkan justru mengembangkan baptisan Yoha-
nes, yang tujuannya hanya untuk menunjukkan jalan kepada
baptisan Kristus. Yohanes bersikap adil terhadap Kristus, da-
lam memberikan kesaksian tentang-Nya, dan tanggapan Kris-
tus terhadap kesaksiannya lebih memperkaya dibandingkan mem-
permiskin pelayanannya.
3. Mereka menyimpulkan bahwa baptisan Kristus itu akan be-
nar-benar menghapus baptisan Yohanes: “Semua orang pergi
kepada-Nya. Mereka yang dulu mengikuti kita sekarang ber-
bondong-bondong mengikuti Dia. Oleh sebab itu, sekaranglah
saatnya kita harus memperhatikan apa yang sedang terjadi di
sekeliling kita.” Sebenarnya tidaklah mengherankan bahwa
semua orang pergi kepada-Nya. Sejauh Kristus dinyatakan, Ia
akan dipermuliakan. namun mengapakah murid-murid Yohanes
tidak senang akan hal ini? Perhatikanlah, keinginan untuk
memperoleh kemuliaan dan kehormatan untuk diri sendiri
telah menjadi kutuk bagi gereja sepanjang zaman, dan telah
membawa kecemaran bagi para anggota dan pelayannya. De-
mikian halnya juga dengan perebutan kepentingan, persaingan
dan saling berlomba sebab rasa dengki. Karunia dan anu-
gerah, kerja keras dan kebergunaan yang menonjol dari diri
seseorang tidaklah dimaksudkan untuk mengerdilkan atau
merendahkan orang lain yang beroleh belas kasihan untuk
berlaku setia. Sebab Roh bekerja dengan bebas, Ia memberikan
kepada setiap orang apa yang dikehendaki-Nya. Paulus bersu-
kacita saat ia melihat orang lain dapat berguna, meskipun
itu orang-orang yang telah menentangnya (Flp. 1:18). Kita ha-
rus tunduk kepada Tuhan saat Ia memilih, mempekerjakan,
dan menghormati alat-alat yang dipakai-Nya sendiri sesuai de-
ngan kehendak-Nya, dan kita tidak boleh berkeinginan untuk
hanya dipakai seorang diri saja.
V. Inilah tanggapan Yohanes terhadap keluhan yang disampaikan
murid-muridnya ini (ay. 27, dst.). Murid-muridnya berharap bah-
wa ia akan merasa marah seperti mereka dalam masalah ini.
Akan namun , dinyatakannya Kristus kepada Israel bukanlah suatu
hal yang mengejutkan bagi Yohanes, melainkan justru apa yang
dinantikannya. Hal ini bukan suatu gangguan bagi dia, namun
justru merupakan sesuatu yang dirindukannya. Oleh sebab itu, ia
menegur mereka sebab keluhan itu, seperti yang diperbuat
Musa, “Apakah engkau begitu giat mendukung diriku?” dan me-
manfaatkan kesempatan ini untuk meneguhkan kesaksian-kesak-
sian yang telah diberikannya sendiri tentang Kristus sebagai
orang yang lebih unggul darinya, dan dengan senang hati melim-
pahkan kepada-Nya segala kepentingannya di Israel. Dalam kisah
mengenai Yohanes ini kita melihat si pelayan Injil pertama ini (ka-
rena memang demikianlah Yohanes adanya) sungguh menjadi se-
orang teladan yang luar biasa bagi semua pelayan Injil yang lain,
supaya mereka merendahkan diri sendiri dan meninggikan Tuhan
Yesus.
1. Yohanes di sini memandang dirinya lebih rendah dibandingkan
Kristus (ay. 27-30). Semakin orang meninggikan kita, semakin
kita harus merendahkan diri, dan membentengi diri melawan
godaan-godaan yang berbentuk pujian dan penghormatan, dan
kedengkian teman-teman kita sebab penghormatan yang kita
dapatkan, dengan mengingat dari mana kita berasal dan siapa
diri kita sebenarnya (1Kor. 3:5).
(1) Yohanes berserah pada ketetapan ilahi, dan merasa puas
dengannya (ay. 27): Tidak ada seorang pun yang dapat
mengambil sesuatu bagi dirinya, kalau tidak dikaruniakan
kepadanya dari sorga, yang dari sana setiap pemberian
yang baik datang (Yak. 1:17). Ini suatu kebenaran umum
yang sangat cocok dengan permasalahan di sini. Tugas-
tugas yang berbeda ditentukan berdasarkan Penyelengga-
raan ilahi, dan pemberian-pemberian yang berbeda dibagi-
bagikan berdasarkan kasih karunia ilahi. Tidak seorang
pun dapat mengambil kehormatan yang sesungguhnya bagi
dirinya sendiri (Ibr. 5:4). Kita harus terus bergantung pada
kasih karunia Tuhan dalam segala tindakan dan perbuatan
kehidupan rohani kita, sama seperti kita bergantung pada
pemeliharaan Tuhan dalam segala tindakan dan perbuatan
kehidupan jasmani kita.
Dan inilah alasannya:
[1] Mengapa kita tidak boleh iri terhadap mereka yang di-
beri bagian karunia yang lebih besar atau yang lebih
luas manfaatnya dibandingkan kita. Yohanes memperingat-
kan murid-muridnya bahwa Yesus tidak akan dapat
mengunggulinya seperti itu kalau tidak dikaruniakan ke-
pada-Nya dari sorga, sebab Kristus, sebagai Manusia
dan Pengantara, menerima pemberian-pemberian. Dan
jika Tuhan memberikan kepada-Nya Roh-Nya dengan
tidak terbatas (ay. 34), mengapakah mereka harus ma-
rah sebab nya? Alasan yang sama juga berlaku bagi
orang lain. Jika Tuhan berkenan memberikan kepada
orang lain kemampuan dan keberhasilan yang melebihi
kita, apakah kita akan tidak senang sebab nya dan
menganggap Tuhan tidak adil, tidak bijak, dan pilih ka-
sih? (Mat. 20:15).
[2] Mengapa kita tidak boleh merasa tidak puas, walaupun
karunia dan kegunaan kita tidaklah sebanyak orang
lain, dan cahaya kita menjadi pudar sebab keistimewa-
an-keistimewaan mereka. Yohanes bersedia mengakui
bahwa semuanya hanyalah pemberian, pemberian
cuma-cuma dari sorga, yang menjadikannya pengkhot-
bah, nabi, dan pembaptis. Tuhan lah yang membuatnya
dikasihi dan dihargai banyak orang, dan jika sekarang
kehormatannya menurun, biarlah kehendak Tuhan saja
yang jadi! Ia yang memberi, Ia pula yang mengambil. Apa
yang kita terima dari sorga haruslah kita pandang seba-
gai pemberian. Nah, Yohanes tidak pernah menerima
amanat untuk menduduki suatu jabatan apa pun un-
tuk selamanya, namun hanya untuk sementara, yang se-
bentar lagi akan berakhir. Oleh sebab itu, saat ia
telah memenuhi pelayanannya, ia dengan puas dan
tenang bisa melihat pelayanannya itu sudah tidak di-
perlukan lagi. Sebagian orang memberikan pengertian
yang agak lain terhadap kata-kata ini: Yohanes sudah
bersusah payah mengajar murid-muridnya bahwa bap-
tisannya merujuk pada Kristus, yang akan datang sete-
lah dia, namun yang harus lebih diutamakan dibandingkan
dia, dan yang akan berbuat kepada mereka apa yang
tidak bisa diperbuatnya sendiri. Namun demikian, sete-
lah semua yang dikatakannya itu, mereka tetap meng-
agung-agungkan Yohanes, dan merasa jengkel melihat
keutamaan Kristus yang melebihi dia. Baiklah kalau
begitu, kata Yohanes, saya melihat bahwa tidak ada se-
orang pun yang dapat menerima (yaitu memahami) se-
suatu bagi dirinya, kalau tidak dikaruniakan kepadanya
dari sorga. Semua kerja keras hamba-hamba Tuhan
akan sia-sia, jika anugerah Tuhan tidak membuatnya
berhasil. Manusia tidak mengerti apa yang diuraikan
dengan sejelas-jelasnya, atau percaya kepada apa yang
sudah dibuktikan kebenarannya, jika kepada mereka
tidak dikaruniakan sesuatu dari sorga untuk mengerti
dan memercayainya.
(2) Yohanes meminta mereka untuk memperhatikan kesaksian
yang telah diberikannya mengenai Kristus sebelumnya (ay.
28): Kamu sendiri dapat memberikan kesaksian mengenai
kebenaran perkataanku, bahwa aku telah berkata, ber-
ulang-ulang kali, “Aku bukan Mesias, namun aku diutus un-
tuk mendahului-Nya.” Lihatlah betapa tegar dan setianya
Yohanes dalam memberikan kesaksiannya tentang Kristus,
dan tidak seperti buluh yang digoyangkan angin kian ke-
mari. Kernyit dahi imam-imam kepala ataupun pujian-puji-
an para muridnya sendiri tidak bisa membuatnya meng-
ubah pendiriannya.
Nah, perkataannya ini merupakan:
[1] Suatu peneguhan bagi murid-muridnya bahwa keluhan
mereka itu tidak masuk akal. Mereka sendiri telah ber-
bicara mengenai kebenaran kesaksian yang diberikan
guru mereka tentang Yesus (ay. 26): “Sekarang,” kata
Yohanes, “tidakkah kamu ingat kesaksian apa yang te-
lah aku sampaikan? Coba ingat-ingat lagi, maka kamu
akan mendapatkan jawaban untuk persoalan sepele
yang kamu ributkan ini. Bukankah aku telah berkata,
aku bukan Mesias? Lantas mengapa kamu mempermu-
suhkan aku dengan-Nya? Bukankah aku telah berkata,
aku diutus untuk mendahului-Nya? Lantas mengapa ka-
mu tampak heran melihat aku harus tinggal diam dan
memberikan jalan bagi-Nya?”
[2] Dia merasa tenang bahwa selama ini dia tidak pernah
memberikan kesempatan apa pun kepada murid-murid-
nya untuk membuatnya bersaing dengan Kristus. Seba-
liknya, secara khusus ia telah memperingatkan mereka
untuk tidak melakukan kesalahan ini, meskipun ia bisa
saja memanfaatkannya demi keuntungannya sendiri.
Hamba-hamba yang setia akan merasa puas apabila
mereka telah melakukan apa yang dapat mereka laku-
kan untuk mencegah hal-hal berlebihan yang dapat di-
perbuat oleh jemaat mereka. Yohanes bukan hanya
tidak pernah mendorong mereka untuk berharap bahwa
ia yaitu Mesias, namun juga dengan jelas telah menga-
takan kepada mereka hal yang sebaliknya, dan kini tin-
dakannya ini memberikan kepuasan baginya. Biasanya
orang yang mendapatkan penghormatan secara tidak
layak akan berujar, Si populus vult decipi, decipiatur –
Jika orang banyak tertipu, biarkan saja mereka. Akan
namun , ungkapan seperti ini tidaklah baik bagi seorang
yang pekerjaannya yaitu untuk menyadarkan orang
lain. Bibir yang mengatakan kebenaran tetap untuk se-
lama-lamanya.
(3) Yohanes mengungkapkan kepuasannya yang sangat besar
terhadap kemajuan Kristus dan kepentingan-Nya. Ia tidak
menyesalinya sedikit pun, seperti yang diperbuat murid-
muridnya, sampai-sampai ia turut bersukacita di dalam-
nya. Hal ini diungkapkannya dengan sebuah perumpama-
an yang sangat elok (ay. 29).
[1] Ia membandingkan Juruselamat kita dengan mempelai
laki-laki: “Yang empunya mempelai wanita , ialah
mempelai laki-laki. Adakah semua orang pergi kepada-
Nya? Itu bagus, ke mana lagi mereka harus pergi? Apa-
kah Ia kini bertakhta di dalam hati manusia? Memang-
nya siapa lagi yang harus bertakhta di sana? Itu yaitu
hak-Nya. Kepada siapa lagi mempelai wanita harus
dibawa kecuali kepada mempelai laki-laki?” Kristus
dinubuatkan dalam Perjanjian Lama sebagai mempelai
laki-laki (Mzm. 45). Firman itu telah menjadi manusia,
sehingga dengan demikian kesenjangan alam tidak lagi
menjadi penghalang bagi perkawinan itu. Ada persedia-
an tersendiri yang sudah dibuat untuk menyucikan ge-
reja, sehingga kecemaran dosa tidak menjadi pengha-
lang bagi-Nya. Kristus mengambil gereja sebagai mem-
pelai-Nya sendiri. Ia memiliki mempelai wanita ,
sebab Ia memiliki kasihnya, memiliki janjinya. Jemaat
tunduk kepada Kristus. Selama jiwa-jiwa manusia
mengabdi kepada-Nya dalam iman dan kasih, selama
itu pulalah mempelai laki-laki memiliki mempelai pe-
rempuan.
[2] Ia membandingkan dirinya sendiri dengan sahabat
mempelai laki-laki, yang berada bersama-Nya, untuk
memberikan penghormatan dan pelayanannya kepada-
Nya, untuk membantu-Nya melaksanakan pesta perka-
winan itu, untuk mengatakan hal-hal yang baik ten-
tang-Nya, untuk menggunakan kepentingan-Nya atas
nama Dia, dan untuk bersukacita bersama-Nya selama
pesta perkawinan itu berlangsung, terutama saat se-
muanya berhasil, dan Ia pun memiliki mempelai pe-
rempuan. Semua yang telah dilakukan Yohanes dalam
berkhotbah dan membaptis hanyalah untuk memper-
kenalkan-Nya. Dan sebab sekarang Kristus sudah
datang, ia sudah mendapatkan apa yang diharapkan-
nya: Sahabat mempelai laki-laki berdiri siap dan mende-
ngarkan kedatangannya. Ia berdiri mengharapkan keda-
tangannya dan menanti-nanti. Akhirnya, ia sangat ber-
sukacita mendengar suara sang mempelai laki-laki, ka-
rena ia pada akhirnya datang juga ke pesta perkawinan
itu sesudah lama ditunggu-tunggu.
Perhatikanlah:
Pertama, hamba-hamba yang setia yaitu para sa-
habat sang mempelai laki-laki, yang menyarankan
anak-anak manusia agar mereka mengasihi dan memi-
lih-Nya, yang membawa berbagai surat dan pesan dari-
Nya, sebab Ia mengundang orang lain melalui para
wakil-Nya. Dalam hal ini mereka haruslah setia kepada-
Nya.
Kedua, para sahabat mempelai laki-laki harus ber-
diri dan mendengarkan suara mempelai laki-laki, harus
menerima petunjuk-petunjuk dari-Nya dan mematuhi
perintah-perintah-Nya, harus berkeinginan untuk mem-
punyai bukti-bukti bahwa Kristus berbicara di dalam
diri mereka dan berada bersama mereka (2Kor. 13:3).
Itulah suara sang mempelai laki-laki.
Ketiga, pernikahan jiwa-jiwa dengan Yesus Kristus,
dalam iman dan kasih, membuat penuh sukacita setiap
hamba yang baik. Jika hari pernikahan Kristus merupa-
kan hari kesukaan hati-Nya (Kid. 3:11), pastilah ini juga
merupakan hari kesukaan bagi mereka yang mengasihi-
Nya dan yang mengharapkan kebaikan bagi kehormatan
dan kerajaan-Nya. Bagi mereka pastilah tidak ada lagi
sukacita yang lebih besar dibandingkan ini.
(4) Ia mengakui, sungguh pantas dan perlu bahwa nama baik
dan kepentingan Kristus harus maju, sementara nama baik
dan kepentingannya sendiri harus pudar (ay. 30): Ia harus
makin besar, namun aku harus makin kecil. Jika mereka
bersedih hati sebab Tuhan Yesus bertambah besar, maka
sudah pasti kesedihan mereka itu semakin hari akan sema-
kin menjadi-jadi, seperti yang biasa dialami oleh orang-
orang yang selalu iri dan hanya ingin bersaing. Yohanes
berbicara tentang Kristus yang semakin besar dan dia yang
semakin kecil, bukan hanya sebagai sesuatu yang bukan
hanya penting dan tidak terelakkan, yang tidak dapat dihin-
dari dan sebab itu mau tidak mau harus diterima, melain-
kan juga sebagai sesuatu yang sangat adil dan berterima,
dan yang memberinya kepuasan penuh.
[1] Ia sangat senang melihat Kerajaan Kristus mulai men-
dapat kemajuan: “Ia harus makin besar. Kamu berpikir
Ia sudah memperoleh banyak keberhasilan, namun ini
belum apa-apa jika dibandingkan dengan apa yang
akan diperoleh-Nya nanti.” Perhatikanlah, Kerajaan
Kristus merupakan, dan akan selalu menjadi, Kerajaan
yang terus bertumbuh, seperti cahaya pagi, seperti biji
sesawi.
[2] Ia sama sekali tidak marah bahwa semua ini membuat
kehormatannya sendiri menjadi berkurang: aku harus
makin kecil. Segala keunggulan yang merupakan hasil
ciptaan di dunia ini tunduk pada hukum ini, yaitu bah-
wa semuanya itu harus makin kecil. Aku telah melihat
batas-batas kesempurnaan.
Perhatikanlah:
Pertama, cemerlangnya terang kemuliaan Kristus
memudarkan kilauan segala kemuliaan yang lain. Ke-
muliaan yang bersaing dengan Kristus, seperti kemulia-
an duniawi dan kedagingan, akan semakin berkurang
dan kehilangan tempat berpijak di dalam jiwa saat
pengetahuan dan kasih terhadap Kristus semakin besar
dan mendapatkan tempat berpijak di sana. namun di
sini kemuliaan daging itu dikatakan tunduk kepada-Nya
dan melayani-Nya. saat terang pagi semakin bertam-
bah, cahaya bintang fajar pun semakin redup.
Kedua, jika kekurangan dan kerendahan diri kita
dapat berperan dalam memajukan nama Kristus, mes-
kipun hanya sangat sedikit, kita harus dengan senang
hati menerimanya, dan merasa puas untuk menjadi apa
saja, bahkan untuk tidak menjadi apa-apa, supaya
Kristus bisa menjadi segala-galanya.
2. Yohanes Pembaptis di sini mengutamakan Kristus, dan meng-
ajar murid-muridnya mengenai Dia, supaya mereka tidak per-
lu bersedih sebab begitu banyak orang yang pergi kepada-
Nya, namun sebaliknya pergi kepada-Nya.
(1) Ia mengajar mereka tentang harkat dan martabat pribadi
Kristus (ay. 31): Siapa yang datang dari atas, yang datang
dari sorga, yaitu di atas semuanya.
Di sini:
[1] Ia menganggap benar asal usul-Nya yang ilahi, bahwa Ia
datang dari atas, dari sorga, yang tidak hanya berbicara
mengenai garis keturunan-Nya yang ilahi, namun juga
tabiat ilahi-Nya. Ia memiliki suatu wujud sebelum Ia
berada dalam kandungan, suatu wujud sorgawi. Tidak
ada yang lain kecuali Dia yang datang dari sorga yang
pantas menunjukkan kepada kita kehendak sorga atau
jalan ke sorga. saat Tuhan ingin menyelamatkan ma-
nusia, Ia menjangkau dari tempat tinggi.
[2] Oleh sebab itu, ia mengambil kesimpulan tentang we-
wenang-Nya yang berdaulat: Ia berada di atas semua-
nya, di atas segala sesuatu dan semua orang, Tuhan di
atas segalanya, yang terpuji sampai selama-lamanya.
Sungguh lancang jika kita berdebat dengan-Nya menge-
nai masalah keutamaan. saat kita berbicara tentang
kehormatan-kehormatan Tuhan Yesus, kita mendapati
bahwa semua kehormatan-Nya itu melampaui segala
pemikiran dan ungkapan, sampai pada akhirnya kita
hanya bisa mengatakan, “Ia berada di atas segalanya.”
Telah dikatakan tentang Yohanes Pembaptis bahwa di
antara mereka yang dilahirkan oleh wanita tidak
ada seorang pun yang lebih besar dari pada dia. Akan
namun , turunnya Kristus dari sorga memberikan kehor-
matan yang begitu besar kepada-Nya sebab Ia tidak ke-
hilangan kemuliaan sorgawi-Nya dengan menjelma
menjadi daging. Ia masih berada di atas segalanya. Hal
ini digambarkan Yohanes lebih lanjut dengan memper-
lihatkan betapa rendahnya orang jika dibandingkan
dengan Dia: Siapa yang berasal dari bumi, termasuk
pada bumi, ho ōn ek tēs gēs, ek tēs gēs esti – siapa yang
berasal dari bumi yaitu dari bumi. Siapa yang berasal
dari bumi, mendapatkan makanannya dari bumi, ber-
gaul dengan hal-hal bumi atau duniawi, dan kepeduli-
annya yaitu mengenai hal-hal duniawi itu. Perhatikan-
lah, pertama, manusia berasal dari bumi (tanah), bukan
hanya Adam pada waktu pertama kali, melainkan kita
juga masih dibentuk dari tanah liat (Ayb. 33:6). Pan-
danglah gunung batu yang dibandingkan nya kita terpahat.
Kedua, oleh sebab itu, wujud manusia bersifat dunia-
wi, bukan hanya tubuhnya rapuh dan fana, melainkan
juga jiwanya cemar dan bersifat kedagingan, dan segala
keinginan serta kecondongan hatinya sangat kuat ter-
hadap hal-hal duniawi. Para nabi dan rasul juga diben-
tuk dari bahan yang sama seperti orang lain. Mereka
hanyalah bejana tanah liat, walaupun mereka mempu-
nyai harta kekayaan berlimpah tersimpan di dalamnya.
Dan jika demikian halnya, akankah mereka dapat di-
bandingkan dengan Kristus? Biarlah beling periuk ber-
bantah dengan beling periuk, namun janganlah ia ber-
usaha menyaingi Dia yang datang dari sorga.
(2) Mengenai keunggulan dan kepastian ajaran-Nya. Murid-
murid Yohanes tidak senang sebab ajaran Kristus lebih di-
kagumi dan didengarkan dibandingkan ajaran guru mereka.
Akan namun , ia memberi tahu mereka bahwa hal tersebut
cukup beralasan.
sebab :
[1] Ia sendiri hanya berkata-kata mengenai bumi (dunia),
dan begitu pula dengan orang-orang lain yang berasal
dari bumi ini. Para nabi yaitu manusia dan berbicara
seperti manusia. Dari diri mereka sendiri, tidak ada yang
bisa mereka bicarakan selain mengenai hal-hal yang
berasal dari dunia ini (2Kor. 3:5). Ajaran para nabi dan
ajaran Yohanes hanyalah merupakan ajaran yang ren-
dah dan datar jika dibandingkan dengan ajaran Kristus.
Seperti sorga terletak jauh di atas bumi, demikian pula-
lah segala pemikiran-Nya jauh mengatasi segala pemi-
kiran mereka. Melalui mereka Tuhan berbicara di bumi,
namun di dalam Kristus Ia berbicara dari sorga.
[2] Ia yang datang dari sorga ada di atas semua nabi yang
pernah hidup di bumi, bukan hanya dalam hal pribadi-
Nya, namun juga ajaran-Nya. Tidak ada seorang pun
yang mengajar seperti Dia.
Ajaran Kristus di sini disarankan kepada kita:
Pertama, sebagai ajaran yang pasti dan tidak bisa sa-
lah, dan yang harus diterima demikian (ay. 32): Ia mem-
beri kesaksian tentang apa yang dilihat-Nya dan yang
didengar-Nya.
Perhatikanlah di sini:
1. Pengetahuan ilahi yang dimiliki Kristus. Ia tidak
memberikan kesaksian lain kecuali apa yang dilihat-
Nya dan yang didengar-Nya, apa yang dipahami-Nya
secara sempurna dan apa yang diketahui-Nya secara
utuh. Apa yang ditemukan-Nya mengenai tabiat ilahi
dan dunia yang tidak terlihat, itulah yang telah dili-
hat-Nya. Apa yang diungkapkan-Nya mengenai pikir-
an Tuhan yaitu apa yang telah didengar-Nya lang-
sung dari Dia, dan bukan dari pihak kedua. Para
nabi bersaksi tentang apa yang diberitahukan ke-
pada mereka dalam mimpi dan penglihatan melalui
pengantaraan para malaikat, namun bukan tentang
apa yang telah mereka lihat dan dengar. Yohanes
yaitu suara orang yang berseru, “Buatlah jalan bagi
sang saksi, dan diamlah selama keputusan diberi-
kan,” namun ia kemudian menyerahkan kepada sang
saksi itu untuk memberikan kesaksiannya sendiri,
dan kepada hakim untuk memberikan keputusan-
nya sendiri. Injil Kristus bukanlah suatu pendapat
yang bisa diragukan, seperti halnya sebuah hipotesis
(dugaan) atau gagasan baru dalam filsafat, yang de-
ngan bebas bisa diterima atau ditolak siapa saja,
melainkan suatu pewahyuan pikiran Tuhan , yang de-
ngan sendirinya merupakan kebenaran kekal dan
sangat penting bagi kita.
2. Anugerah dan kebaikan ilahi-Nya: apa yang telah di-
lihat dan didengar-Nya diberitahukan-Nya dengan
senang hati kepada kita sebab Ia tahu bahwa hal-
hal itu sangat penting bagi kita. Apa yang telah dili-
hat dan didengar Paulus dalam Firdaus ketiga tidak
dapat disaksikannya (2Kor. 12:4), namun Kristus tahu
bagaimana mengutarakan apa yang telah dilihat dan
didengar-Nya. Ajaran Kristus di sini disebut sebagai
kesaksian-Nya, untuk menunjukkan,
(1) Bukti yang meyakinkan akan ajaran-Nya itu.
Ajaran ini tidak disampaikan seperti kabar yang
didengar dari orang lain, namun disaksikan seperti
bukti yang diberikan di pengadilan, yang dilaku-
kan dengan sangat hati-hati dan penuh keyakin-
an.
(2) Kesungguhan hati dalam penyampaiannya. Ajar-
an itu disaksikan dengan kepedulian dan kegi-
gihan yang sungguh besar, seperti dalam Kisah
Para Rasul 18:5.
Dari kepastian ajaran Kristus, Yohanes meng-
ambil kesempatan:
[1] Untuk meratapi ketidakpercayaan sebagian
besar orang: walaupun Ia menyaksikan apa
yang pasti benar, tidak seorang pun yang me-
nerima kesaksian-Nya, hanya sangat sedikit
yang menerima, hampir-hampir tidak ada,
jika dibandingkan dengan orang-orang yang
menolaknya. Mereka tidak menerimanya, me-
reka tidak mau mendengarnya, mereka tidak
memperhatikannya, atau menghargainya. Hal
ini dibicarakannya bukan semata-mata kare-
na ia heran bahwa kesaksian seperti itu tidak
diterima (Siapakah yang percaya kepada be-
rita kami? Betapa bodoh dan tololnya sebagi-
an besar umat manusia, betapa mereka me-
musuhi diri mereka sendiri!), melainkan juga
sebab ia berduka. Murid-murid Yohanes ber-
duka sebab semua orang pergi kepada Kris-
tus (ay. 26), mereka berpikir bahwa pengikut-
pengikut-Nya terlalu banyak. namun Yohanes
berduka sebab tidak seorang pun datang ke-
pada-Nya, terlalu sedikit menurutnya. Perha-
tikanlah, ketidakpercayaan orang-orang ber-
dosa merupakan kedukaan bagi orang-orang
kudus. Untuk inilah Rasul Paulus sangat ber-
dukacita (Rm. 9:2).
[2] Ia mengambil kesempatan untuk memuji
iman umat pilihan yang tersisa (ay. 33): Siapa
yang menerima kesaksian-Nya itu (dan me-
mang ada orang yang menerimanya, meski-
pun hanya sedikit) ia mengaku, bahwa Tuhan
yaitu benar. Tuhan tetaplah benar, meskipun
kita tidak mengakuinya. Tuhan yaitu benar,
dan semua manusia pendusta. Kebenaran-
Nya tidak memerlukan dukungan iman kita,
namun jika kita dengan iman berserah kepada
kebenaran-Nya, maka kita berlaku hormat
dan adil terhadap diri kita sendiri, dan de-
ngan demikian Tuhan pun memandang diri-
Nya dihormati. Semua janji Tuhan yaitu ya
dan amin. Dengan iman, kita mengucapkan
amin terhadap semua janji-Nya itu, seperti
yang tertulis dalam Wahyu 22:20. Perhatikan-
lah, barangsiapa menerima kesaksian Kristus,
ia berserah diri bukan hanya kepada kebenar-
an Kristus melainkan juga kepada kebenaran
Tuhan , sebab nama-Nya yaitu Firman Tuhan .
Perintah-perintah Tuhan dan kesaksian Kristus
dipadukan secara bersama-sama (Why.
12:17). Dengan mempercayai Kristus, maka
kita mengaku, Pertama, bahwa Tuhan yaitu
benar dan setia kepada semua janji yang
telah dibuat-Nya mengenai Kristus, yaitu apa
yang difirmankan-Nya dengan perantaraan
nabi-nabi-Nya yang kudus. Apa yang dijanji-
kan-Nya kepada bapa leluhur kita telah terpe-
nuhi semuanya, dan tidak ada satu titik atau
satu kata pun darinya yang dibiarkan jatuh
ke tanah dengan sia-sia (Luk. 1:70, dst.; Kis.
13:32-33). Kedua, bahwa Ia benar dan setia
terhadap semua janji yang telah dibuat-Nya di
dalam Kristus. Kita mempertaruhkan jiwa kita
pada kejujuran Tuhan , sebab kita yakin bah-
wa Ia yaitu benar. Kita bersedia berurusan
dengan-Nya atas dasar kepercayaan, dan ber-
sedia meninggalkan segala sesuatu di dunia
ini demi mendapatkan kebahagiaan nanti, ke-
bahagiaan yang tidak terlihat. Bila kita mela-
kukan ini, kita sangat menghormati kesetiaan
Tuhan . Barangsiapa yang kita beri pujian, kita
memberinya juga kehormatan.
Kedua, ajaran itu disarankan kepada kita sebagai
ajaran ilahi, bukan ajaran-Nya sendiri, melainkan ajar-
an Dia yang mengutus-Nya (ay. 34): Sebab siapa yang
diutus Tuhan , Dialah yang menyampaikan firman Tuhan .
Dia diutus untuk menyampaikan firman Tuhan , dan Dia
dimampukan untuk melakukannya, sebab Tuhan me-
ngaruniakan Roh-Nya dengan tidak terbatas kepada-
Nya. Para nabi yaitu seperti pembawa pesan yang
membawa surat-surat dari sorga, namun Kristus datang
sebagai seorang duta besar, dan Ia berurusan dengan
kita dalam kapasitas-Nya ini, sebab ,
1. Ia menyampaikan firman Tuhan , dan tidak ada satu
pun dari apa yang disampaikan-Nya itu dipengaruhi
oleh kelemahan-kelemahan manusia. Baik isi mau-
pun bahasanya bersifat ilahi. Ia membuktikan diri-
Nya diutus Tuhan (ay. 2), dan sebab itu firman-Nya
harus diterima sebagai firman Tuhan . Dengan pedom-
an inilah kita bisa menguji roh: mereka yang ber-
bicara sebagai orang yang menyampaikan firman
Tuhan dan yang bernubuat sesuai dengan iman ha-
ruslah diterima sebagai utusan Tuhan .
2. Ia berbicara tidak seperti nabi-nabi lain, sebab
Tuhan mengaruniakan Roh-Nya dengan tidak terbatas
kepada-Nya. Tidak ada yang bisa mengatakan firman
Tuhan tanpa Roh Tuhan (1Kor. 2:10-11). Nabi-nabi Per-
janjian Lama memiliki Roh, dan dalam tingkatan
yang berbeda-beda (2Raj. 2:9-10). Akan namun , jika
kepada mereka Tuhan memberikan Roh-Nya dengan
terbatas (1Kor. 12:4), kepada Kristus Ia memberikan
Roh-Nya dengan tidak terbatas. Segala kepenuhan
berdiam di dalam diri-Nya, kepenuhan ke-Tuhan -an,
kepenuhan tanpa batas. Roh Tuhan tidak berada di
dalam Kristus seperti di dalam bejana, melainkan
seperti di dalam sumber mata air, seperti di dalam
laut yang tak berdasar, tak terbatas dalamnya. “Para
nabi yang memiliki Roh secara terbatas, yang
hanya berkaitan dengan suatu pewahyuan tertentu,
kadang-kadang berkata-kata dari diri mereka sendiri.
namun Dia memiliki Roh yang selalu berdiam di
dalam diri-Nya, tanpa henti, selalu mengatakan fir-
man Tuhan .” Begitulah menurut Dr. Whitby.
(3) Mengenai kuasa dan wewenang yang ada pada-Nya, yang
memberi-Nya keutamaan di atas yang lain, dan nama yang
jauh melebihi nama-nama lain.
[1] Ia yaitu Anak yang dikasihi Bapa (ay. 35): Bapa me-
ngasihi Anak. Para nabi berlaku setia sebagai hamba,
namun Kristus sebagai Anak. Mereka dipekerjakan seba-
gai hamba, namun Kristus dikasihi sebagai Anak, selalu
menjadi Anak kesayangan-Nya (Ams. 8:30). Bapa sa-
ngat berkenan kepada-Nya. Ia tidak hanya telah menga-
sihi-Nya, namun juga terus mengasihi-Nya. Ia terus me-
ngasihi-Nya bahkan dalam keadaan-Nya yang hina, Ia
mengasihi-Nya kendati dengan segala kemiskinan dan
penderitaan-Nya.
[2] Ia yaitu Tuhan atas segalanya. Bapa, sebagai bukti
akan kasih-Nya kepada-Nya, telah menyerahkan segala
sesuatu kepada-Nya. Kasih itu murah hati. Bapa begitu
puas dan yakin terhadap-Nya sehingga Ia menetapkan-
Nya sebagai orang yang dapat dipercaya untuk meng-
urus umat manusia. sesudah memberi-Nya Roh dengan
tidak terbatas, Ia memberikan segala sesuatu kepada-
Nya, sebab dengan demikianlah Ia memenuhi syarat un-
tuk menjadi Tuan dan Pengatur atas segalanya. Perhati-
kanlah, yaitu kehormatan bagi Kristus, dan penghi-
buran yang tiada terhingga bagi semua orang Kristen,
bahwa Bapa telah memberikan segala sesuatu ke dalam
tangan Sang Pengantara. Pertama, segala kuasa, demi-
kianlah yang dijelaskan dalam Matius 28:18. Segala
karya penciptaan diserahkan di bawah kaki-Nya, semua
urusan penebusan diserahkan ke dalam tangan-Nya, Ia
yaitu Tuhan atas segalanya. Para malaikat yaitu
hamba-Nya, dan setan-setan yaitu tawanan-Nya. Ia
memiliki kuasa atas segala yang hidup, bangsa-
bangsa diberikan kepada-Nya sebagai milik pusaka-
Nya. Kerajaan pemeliharaan Tuhan diserahkan ke dalam
pengurusan-Nya. Ia memiliki kuasa untuk menentu-
kan syarat-syarat bagi kovenan perdamaian sebagai Pe-
nguasa yang agung, untuk mengatur jemaat-Nya seba-
gai Pemberi hukum yang agung, untuk membagi-bagi-
kan kebaikan-kebaikan ilahi sebagai Penderma yang
agung, dan untuk meminta pertanggungjawaban dari
semua makhluk sebagai Hakim yang agung. Baik tong-
kat emas maupun gada besi diserahkan ke dalam ta-
ngan-Nya. Kedua, semua anugerah diberikan ke dalam
tangan-Nya, supaya tangan-Nya menjadi saluran anuge-
rah. Ini mencakup segala sesuatu, segala sesuatu yang
baik yang diniatkan Tuhan untuk diberikan kepada
anak-anak manusia, yaitu kehidupan kekal beserta se-
mua hal yang mendahuluinya. Tidaklah layak bagi kita
jika Bapa memberikan semuanya itu ke dalam tangan
kita, sebab kita telah membuat diri kita sendiri sebagai
anak-anak bagi murka-Nya. Oleh sebab itu, Ia telah
menetapkan Anak kesayangan-Nya sebagai wali kita,
dan hal-hal yang diniatkan-Nya bagi kita diberikan-Nya
ke dalam tangan-Nya, yang layak dan yang pantas un-
tuk mendapatkan baik kehormatan bagi diri-Nya sendiri
maupun kebaikan-kebaikan bagi kita. Semua itu diberi-
kan ke dalam tangan-Nya oleh Dia, untuk diberikan
nanti ke dalam tangan kita. Semuanya ini sungguh sa-
ngat meneguhkan iman kita, bahwa kekayaan-kekayaan
kovenan baru disimpan di dalam tangan yang begitu
terjamin, begitu baik, dan begitu benar. Tangan-Nya
telah memperoleh semua itu bagi kita, dan yang telah
memperoleh kita bagi diri-Nya sendiri, yang mampu
menjaga semua hal yang diserahkan kepada-Nya, se-
suai dengan persetujuan Tuhan dan orang-orang per-
caya.
[3] Dialah yang merupakan sasaran iman, dan iman ini
yaitu syarat utama untuk mendapatkan kebahagiaan
kekal, dan dengan demikian Ia memiliki keutamaan di
atas semua yang lain: Barangsiapa percaya kepada
Anak, ia beroleh hidup yang kekal (ay. 36). Di sini kita
melihat penerapan dari apa yang telah dikatakan Yoha-
nes mengenai Kristus dan ajaran-Nya, dan ini merupa-
kan kesimpulan dari semuanya. Jika Tuhan telah mem-
berikan kehormatan ini kepada Anak, maka kita dengan
iman harus memberikan penghormatan kepada-Nya.
Sama seperti Tuhan menawarkan dan menyampaikan
hal-hal yang baik kepada kita melalui kesaksian Yesus
Kristus, yang firman-Nya merupakan sarana kebaikan-
kebaikan ilahi, demikian pula kita menerima dan ikut
ambil bagian dalam kebaikan-kebaikan itu dengan me-
mercayai kesaksian-Nya, dan menerima firman-Nya se-
bagai firman yang benar dan baik. Cara menerima se-
perti ini sesuai dengan cara pemberiannya. Di sini kita
melihat inti dari Injil yang harus diberitakan kepada
setiap makhluk itu (Mrk. 16:16).
Inilah:
Pertama, kebahagiaan bagi semua orang Kristen
yang sejati: Barangsiapa percaya kepada Anak, ia ber-
oleh hidup yang kekal.
Perhatikanlah:
1. Ciri atau sifat orang Kristen yang sejati yaitu bah-
wa ia percaya kepada Anak Tuhan , dan tidak hanya
memercayai-Nya, bahwa apa yang dikatakan-Nya
benar, namun juga percaya kepada-Nya, taat kepada-
Nya dan memercayakan diri kepada-Nya. Kekristen-
an yang sejati mendatangkan keuntungan yang
sungguh besar, bahkan sampai pada kehidupan
kekal. Inilah yang diperoleh Kristus bagi kita dan
yang dianugerahkan-Nya kepada kita melalui keda-
tangan-Nya. Kebahagiaan ini sungguh besar, keba-
hagiaan jiwa yang kekal di dalam Tuhan yang kekal.
2. Orang-orang percaya yang sejati, bahkan pada saat
ini, sudah memiliki hidup yang kekal. Mereka tidak
hanya akan memilikinya nanti di akhirat, namun juga
sudah memilikinya sekarang.
sebab :
(1) Mereka memiliki jaminan yang sangat baik
untuk itu. Akta yang dengannya kehidupan kekal
diperoleh kini telah dimeteraikan dan disampai-
kan kepada mereka, dan dengan demikian mere-
ka memilikinya. Kehidupan kekal ini diberikan ke
dalam tangan Penjaga mereka, dan dengan demi-
kian mereka memilikinya, meskipun hal itu be-
lum digunakan sebagai barang milik. Mereka me-
miliki Anak Tuhan , yang di dalam-Nya mereka ber-
oleh hidup yang kekal, dan Roh Tuhan , yang de-
ngan-Nya mereka menjalani hidup di dunia ini
dengan benar dan sungguh-sungguh.
(2) Mereka sudah mencicipi hidup kekal itu dengan
penuh penghiburan, yaitu dalam persekutuan
saat ini dengan Tuhan dan tanda-tanda kasih-Nya.
Anugerah yaitu kemuliaan yang sudah dimulai.
Kedua, keadaan menyedihkan dan menyengsarakan
yang menimpa orang-orang yang tidak percaya: Barang-
siapa tidak taat kepada Anak akan binasa, ho apeithōn.
Kata Yunani ini mencakup baik ketidakpercayaan mau-
pun ketidaktaatan. Orang yang tidak percaya yaitu
orang yang tidak mau menghargai dan percaya akan
kebenaran ajaran Kristus, dan tidak pula tunduk pada
pemerintahan-Nya. Nah, orang-orang yang tidak mau
diajar atau diperintah oleh Kristus,
1. Mereka tidak bisa berbahagia di dunia ini, atau di
dunia yang akan datang: Ia tidak akan melihat hi-
dup, hidup yang hendak dianugerahkan Kristus de-
ngan kedatangan-Nya. Ia tidak akan menikmatinya,
ia tidak akan mendapatkan segala penghiburan dari-
nya, tidak akan pernah melihat seperti apa kehidup-
an itu, malah akan semakin kehilangan hidup itu.
2. Yang mereka alami hanyalah kesengsaraan: Murka
Tuhan tetap ada di atas orang yang tidak percaya. Ia
tidak saja berada di bawah murka Tuhan , namun juga
murka itu tetap ada di atasnya. Ini artinya kematian
bagi jiwanya, sama pastinya seperti perkenanan-Nya
merupakan kehidupan bagi jiwanya. Segala murka
yang didatangkannya sendiri atas dirinya dengan
melanggar hukum Tuhan , jika tidak dihapuskan oleh
anugerah Injil, akan diikatkan padanya. Murka Tuhan
terhadap pelanggaran-pelanggaran yang diperbuat-
nya setiap hari akan berkobar dan berdiam di atas-
nya. Kesalahan-kesalahan lama dibiarkan tak terha-
pus, dan kesalahan-kesalahan baru bertambah: se-
tiap hari ada sesuatu yang dilakukan untuk meme-
nuhi takarannya, dan tak ada satu pun yang dilaku-
kan untuk mengosongkannya. Dengan demikian
murka Tuhan tetap, sebab murka itu tertimbun pada
hari waktu mana murka Tuhan dinyatakan.
PASAL 4
ungguh suatu kemuliaan bagi tanah Israel, lebih dari apa pun,
bahwa tanah ini yaitu negri Imanuel (Yes. 8:8), bukan hanya
merupakan tempat kelahiran Kristus, melainkan juga tempat Ia ber-
khotbah dan mengadakan mujizat. Pada masa Juruselamat kita,
wilayah ini dibagi menjadi tiga bagian: Yudea di selatan, Galilea di
utara, dan Samaria terletak di antara keduanya. Nah, dalam pasal ini
kita mendapati Kristus berada di ketiga wilayah ini.
I. Berangkat dari Yudea (ay. 1-3).
II. Melewati Samaria. Walaupun hanya suatu persinggahan saja,
kunjungan-Nya ini banyak mendapat tempat di perikop ini.
1. Kedatangan-Nya di Samaria (ay. 4-6).
2. Percakapan-Nya dengan seorang wanita Samaria di
sebuah sumur (ay. 7-26).
3. Pemberitahuan tentang Dia yang disampaikan wanita
tersebut kepada orang-orang di kota (ay. 27-30).
4. Perbincangan Kristus dengan murid-murid-Nya semen-
tara wanita itu pergi ke kota (ay. 31-38).
5. Dampak yang baik dari pemberitaan wanita itu di
antara orang-orang Samaria (ay. 39-42).
III. Kita mendapati bahwa Dia tinggal selama beberapa waktu di
Galilea (ay. 43-46), dan di sana Ia menyembuhkan anak se-
orang pegawai istana yang sedang sekarat (ay. 46-54).
Perjalanan Kristus ke Galilea
(4:1-3)
1 saat Tuhan Yesus mengetahui, bahwa orang-orang Farisi telah mende-
ngar, bahwa Ia memperoleh dan membaptis murid lebih banyak dari pada
Yohanes 2 – meskipun Yesus sendiri tidak membaptis, melainkan murid-
muridNya, – 3 Ia pun meninggalkan Yudea dan kembali lagi ke Galilea.
Sebelumnya kita sudah membaca tentang kedatangan Kristus ke
Yudea sesudah Ia merayakan hari raya di Yerusalem (3:22). Sekarang
Ia meninggalkan Yudea, empat bulan sebelum musim menuai, seperti
yang dikatakan di sini (ay. 35). Jadi, jika dihitung-hitung, Ia tinggal
di Yudea kira-kira enam bulan, untuk membangun di atas dasar yang
sudah diletakkan Yohanes di sana. Kita tidak memiliki catatan ter-
perinci tentang khotbah-khotbah dan mujizat-mujizat-Nya di sana,
hanya garis besarnya saja (ay. 1).
I. Bahwa Ia memperoleh murid-murid. Ia memenangkan banyak
orang, sehingga mereka menerima ajaran-Nya dan mengikuti Dia
sebagai seorang guru yang datang dari Tuhan . Pelayanan-Nya ver-
hasil, meskipun ada banyak tantangan (Mzm. 110:2-3); Mathētas
poiei – yang artinya sama dengan mathēteuo – memuridkan atau
menjadikan murid. Bandingkan dengan Kejadian 12:5. Orang-
orang yang diperoleh mereka, artinya yang mereka jadikan, yaitu
mereka jadikan murid atau pengikut baru. Perhatikan, Kristus
memiliki hak istimewa untuk memperoleh murid, pertama untuk
membawa mereka ke kaki-Nya, lalu membentuk dan menjadikan
mereka sesuai dengan kehendak-Nya. Fit, non nascitur, Chris-
tianus – Orang Kristen dijadikan, bukan dilahirkan. Tertullian
(seorang bapa gereja – pen.).
II. Bahwa Ia membaptis orang-orang yang Ia peroleh sebagai murid,
menerima mereka dengan cara membasuh mereka dengan air.
Bukan Ia sendiri yang melakukannya, melainkan melalui pelayan-
an murid-murid-Nya (ay. 2).
1. sebab Ia hendak membuat perbedaan antara baptisan-Nya
dengan baptisan Yohanes, yang membaptis sendiri semua mu-
ridnya. Ini sebab Yohanes membaptis sebagai seorang hamba,
sedangkan Kristus sebagai seorang tuan.
2. Ia ingin lebih banyak mengabdikan diri-Nya untuk memberita-
kan Injil, sebab ini merupakan pekerjaan yang lebih baik
(1Kor. 1:17).
3. Ia ingin memberi kehormatan kepada murid-murid-Nya, de-
ngan memberdayakan mereka dan mempekerjakan mereka
untuk melakukan pekerjaan membaptis itu, dan dengan demi-
kian melatih mereka untuk pelayanan-pelayanan lebih lanjut.
4. Jika Ia sendiri yang membaptis beberapa orang, orang-orang
ini akan cenderung menilai tinggi diri mereka berdasarkan
baptisan-Nya itu, lalu merendahkan yang lain. Hal inilah yang
ingin dicegah oleh Kristus, sama seperti Paulus (1Kor. 1:13-
14).
5. Ia hendak mengkhususkan diri-Nya untuk kehormatan mem-
baptis dengan Roh Kudus (Kis. 1:5).
6. Ia hendak mengajar kita bahwa kekuatan sakramen tidak
tergantung pada kuasa tangan yang melaksanakannya. Apa
yang dilakukan oleh hamba-hamba-Nya berdasarkan perintah-
Nya, Ia akui seperti Ia sendiri yang melakukannya.
III. Bahwa Ia memperoleh dan membaptis murid lebih banyak dari
pada Yohanes. Bukan hanya lebih banyak dibandingkan yang sudah
dibaptis Yohanes pada waktu itu, melainkan lebih banyak dari-
pada yang pernah dibaptis Yohanes pada waktu kapan pun. Per-
kataan Kristus lebih berkuasa dibandingkan Yohanes. Mujizat-mujizat-
Nya meyakinkan, dan semua penyembuhan yang Ia lakukan
dengan cuma-cuma sangat mengundang.
IV. Bahwa orang-orang Farisi diberi tahu tentang hal ini. Mereka
mendengar betapa banyak orang yang Ia baptis. Sejak pemuncul-
an pertama-Nya mereka sudah mengawasi-Nya dengan perasaan
dengki, dan tidak habis-habisnya menyuruh kaki tangan mereka
memata-matai Dia.
Perhatikanlah baik-baik:
1. saat orang-orang Farisi berpikir bahwa mereka sudah mele-
paskan diri dari Yohanes (sebab saat itu ia sedang dalam
penjara), dan merasa tenang sebab nya, Kristus muncul, dan
Ia lebih mengesalkan hati mereka dibandingkan Yohanes. Saksi-
saksi akan bangkit kembali.
2. Yang menyusahkan hati mereka yaitu bahwa Kristus mem-
peroleh murid yang sangat banyak. Keberhasilan Injil mem-
buat kesal musuh-musuhnya, dan suatu tanda yang baik
bahwa Injil berhasil yaitu saat kuasa kegelapan menjadi
murka kepadanya.
V. Bahwa Tuhan kita Yesus tahu betul informasi apa yang diberikan
kepada orang-orang Farisi untuk menentang Dia. Mungkin saja
orang-orang yang memberikan informasi ingin supaya nama me-
reka dirahasiakan, dan orang-orang Farisi itu tidak ingin rancang-
an mereka diketahui orang. Namun tidak seorang pun dapat
menggali lubang yang cukup dalam untuk dapat menyembunyi-
kan dalam-dalam rancangannya terhadap TUHAN (Yes. 29:15),
dan dalam perikop ini Kristus disebut Tuhan. Ia tahu apa yang
diberitahukan kepada orang-orang Farisi, dan mungkin juga sebe-
rapa jauh berita itu menyimpang dari kebenaran, sebab tampak-
nya Yesus belum membaptis lebih banyak dari Yohanes. Namun
demikianlah yang disampaikan orang, untuk membuat Dia tam-
pak lebih berbahaya (2Raj. 6:12).
VI. Bahwa sesudah itu Tuhan kita Yesus meninggalkan Yudea dan
kembali lagi ke Galilea.
1. Ia meninggalkan Yudea, sebab mungkin Ia akan dianiaya di
situ, bahkan sampai mati. Demikianlah kemarahan orang-
orang Farisi terhadap-Nya, dan rancangan mereka yang tidak
saleh untuk menghancurkan Anak Manusia pada awal masa
pelayanan-Nya. Untuk menghindari rancangan-rancangan me-
reka, Kristus meninggalkan daerah tersebut, dan pergi ke tem-
pat di mana pelayanan-Nya tidak terlalu menyulut kemarahan,
dibandingkan jika Ia berada tepat di bawah pengawasan me-
reka.
sebab :
(1) Saat-Nya belum tiba (7:30), saat yang ditetapkan oleh ren-
cana Tuhan , dan yang dinubuatkan dalam Perjanjian Lama,
yaitu saat bagi Mesias untuk dibunuh. Ia belum menye-
lesaikan kesaksian-Nya, oleh sebab itu Ia belum mau me-
nyerahkan atau membahayakan diri-Nya.
(2) Murid-murid yang sudah Ia kumpulkan di Yudea tidak
mampu menanggung kesukaran, maka Ia tidak ingin me-
nempatkan mereka dalam bahaya.
(3) Dengan tindakan-Nya ini Ia memberi contoh peraturan-Nya
sendiri: Apabila mereka menganiaya kamu dalam kota yang
satu, larilah ke kota yang lain. Kita tidak dipanggil untuk
menderita, selama kita dapat menghindarinya tanpa mela-
kukan dosa. Oleh sebab itu, walaupun kita tidak boleh
berpindah agama, kita boleh berpindah tempat, demi kese-
lamatan diri kita. Kristus menyelamatkan diri-Nya bukan
dengan mujizat, melainkan dengan cara yang biasa bagi
manusia, sebagai tuntunan dan dorongan bagi umat-Nya
yang menderita.
2. Ia berangkat ke Galilea, sebab di sana Ia memiliki pekerjaan
yang harus dilakukan, serta banyak teman dan lebih sedikit
musuh.
Ia pergi ke Galilea saat itu:
(1) sebab saat itu pelayanan Yohanes telah membuka jalan
bagi-Nya di sana. Ini sebab Galilea, yang berada di bawah
kekuasaan Herodes, yaitu tempat terakhir baptisan Yoha-
nes.
(2) sebab penahanan Yohanes telah memberikan tempat bagi-
Nya di sana. Pelita itu sekarang diletakkan di bawah gan-
tang, maka pikiran orang tidak akan terbagi antara dia dan
Kristus. Jadi, baik kebebasan maupun belenggu dialami
oleh pelayan-pelayan yang baik untuk kemajuan Injil (Flp.
1:12). Namun untuk tujuan apakah Ia pergi menyelamat-
kan diri ke Galilea? Herodes, yang menganiaya Yohanes,
tidak akan menjadi pelindung bagi Yesus. Mengenai hal ini
Chemnitius menulis, Pii in hâc vitâ quos fugiant habent; ad
quos vero fugiant ut in tuto sint non habent, nisi ad te, Deus,
qui solus regugium nostrum es – Orang-orang benar, dalam
hidup ini, memiliki orang-orang yang dapat menjadi tempat
mereka melarikan diri, namun tidak ada seorang pun yang
menjadi tempat melarikan diri itu dapat menyediakan
perlindungan bagi mereka, kecuali Engkau, ya Tuhan .
Kristus di Sumur Samaria
(4:4-26)
4 Ia harus melintasi daerah Samaria. 5 Maka sampailah Ia ke sebuah kota di
Samaria, yang bernama Sikhar dekat tanah yang diberikan Yakub dahulu ke-
pada anaknya, Yusuf. 6 Di situ ada sumur Yakub. Yesus sangat letih
oleh perjalanan, sebab itu Ia duduk di pinggir sumur itu. Hari kira-kira
pukul dua belas. 7 Maka datanglah seorang wanita Samaria hendak me-
nimba air. Kata Yesus kepadanya: “Berilah Aku minum.” 8 Sebab murid-mu-
rid-Nya telah pergi ke kota membeli makanan. 9 Maka kata wanita Sama-
ria itu kepada-Nya: “Masakan Engkau, seorang Yahudi, minta minum kepa-
daku, seorang Samaria?” (Sebab orang Yahudi tidak bergaul dengan orang
Samaria.) 10 Jawab Yesus kepadanya: “Jikalau engkau tahu tentang karunia
Tuhan dan siapakah Dia yang berkata kepadamu: Berilah Aku minum! niscaya
engkau telah meminta kepada-Nya dan Ia telah memberikan kepadamu air
hidup.” 11 Kata wanita itu kepada-Nya: “Tuhan, Engkau tidak punya tim-
ba dan sumur ini amat dalam; dari manakah Engkau memperoleh air hidup
itu? 12 Adakah Engkau lebih besar dari pada bapa kami Yakub, yang mem-
berikan sumur ini kepada kami dan yang telah minum sendiri dari dalamnya,
ia serta anak-anaknya dan ternaknya?” 13 Jawab Yesus kepadanya: “Barang-
siapa minum air ini, ia akan haus lagi, 14 namun barangsiapa minum air yang
akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya.
Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di
dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang
kekal.” 15 Kata wanita itu kepada-Nya: “Tuhan, berikanlah aku air itu,
supaya aku tidak haus dan tidak usah datang lagi ke sini untuk menimba
air.” 16 Kata Yesus kepadanya: “Pergilah, panggillah suamimu dan datang ke
sini.” 17 Kata wanita itu: “Aku tidak memiliki suami.” Kata Yesus
kepadanya: “Tepat katamu, bahwa engkau tidak memiliki suami, 18 sebab
engkau sudah memiliki lima suami dan yang ada sekarang padamu, bu-
kanlah suamimu. Dalam hal ini engkau berkata benar.” 19 Kata wanita
itu kepada-Nya: “Tuhan, nyata sekarang padaku, bahwa Engkau seorang
nabi. 20 Nenek moyang kami menyembah di atas gunung ini, namun kamu
katakan, bahwa Yerusalemlah tempat orang menyembah.” 21 Kata Yesus
kepadanya: “Percayalah kepada-Ku, hai wanita , saatnya akan tiba, bah-
wa kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di
Yerusalem. 22 Kamu menyembah apa yang tidak kamu kenal, kami menyem-
bah apa yang kami kenal, sebab keselamatan datang dari bangsa Yahudi. 23
namun saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-
penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab
Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian. 24 Tuhan itu Roh dan
barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebe-
naran.” 25 Jawab wanita itu kepada-Nya: “Aku tahu, bahwa Mesias akan
datang, yang disebut juga Kristus; apabila Ia datang, Ia akan memberitakan
segala sesuatu kepada kami.” 26 Kata Yesus kepadanya: “Akulah Dia, yang
sedang berkata-kata dengan engkau.”
Di sini diceritakan mengenai apa yang dilakukan oleh Kristus yang
baik itu di Samaria, saat Ia melalui daerah itu dalam perjalanan-
Nya ke Galilea. Orang Samaria, baik dalam darah maupun agama,
yaitu Yahudi campuran, keturunan orang-orang dari daerah-daerah
kekuasaan lain yang ditempatkan di Samaria oleh raja Asyur sesudah
penawanan sepuluh suku, yang hidup bersama dengan orang-orang
miskin dari daerah itu yang ditinggalkan, dan banyak orang Yahudi
lainnya sesudah itu. Mereka hanya menyembah Tuhan Israel, dan
bagi-Nya mereka telah membangun sebuah bait di atas gunung
Gerizim, untuk menyaingi bait yang ada di Yerusalem. Ada rasa
permusuhan yang sangat besar antara mereka dengan orang Yahudi.
Orang Samaria tidak mau menerima Kristus, saat mereka melihat-
Nya pergi ke Yerusalem (Luk. 9:53). Orang Yahudi berpikir bahwa
tidak ada julukan buruk lain yang lebih pantas diberikan bagi Dia
selain dari Ia orang Samaria. saat orang Yahudi berada dalam ke-
makmuran, orang Samaria menyatakan diri ada hubungan dengan
mereka (Ezr. 4:2), namun , saat orang Yahudi berada dalam kesusah-
an, mereka menjadi orang Media dan Persia; lihat Joseph. Antiq. 11.
340-341; 12. 257.
Sekarang amatilah:
I. Kedatangan Kristus di Samaria. Ia menyuruh murid-murid-Nya
untuk tidak masuk ke dalam kota orang Samaria (Mat. 10:5),
artinya untuk tidak memberitakan Injil atau mengerjakan mujizat
apa pun. Di sini Ia pun tidak berkhotbah di depan umum, atau
mengerjakan mujizat apa pun, sebab pandangan-Nya tertuju
kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel. Kebaikan yang
Ia lakukan di sini sifatnya sambil lalu saja; hanya remah-remah
dari roti anak-anak yang kebetulan jatuh dari meja tuannya.
1. Jalan Kristus dari Yudea ke Galilea terbentang melintasi dae-
rah Samaria (ay.4): Ia harus melintasi daerah Samaria. Tidak
ada jalan lain, kecuali Ia mau mengambil jalan memutar di sisi
lain sungai Yordan, namun itu jalan memutar yang jauh. Orang-
orang jahat dan duniawi saat ini sudah begitu bercampur
dengan Israel kepunyaan Tuhan sehingga, kecuali kita keluar
dari dunia ini, kita tidak dapat menghindari pertemuan dengan
orang-orang seperti itu (1Kor. 5:10). Oleh sebab itu kita mem-
butuhkan perlengkapan senjata kebenaran di tangan kiri dan
kanan, supaya kita tidak membangkitkan amarah mereka
ataupun menjadi cemar sebab mereka. Janganlah kita masuk
ke tempat-tempat pencobaan kecuali kalau harus perlu demi-
kian; dan kalau harus terpaksa, janganlah kita tinggal di da-
lamnya, melainkan harus bergegas melewatinya. Sebagian
orang berpikir bahwa Kristus harus melintasi daerah Samaria
sebab pekerjaan baik yang harus Ia lakukan di sana; ada se-
orang wanita miskin yang harus diubahkan, seekor dom-
ba yang harus dicari dan diselamatkan. Ini yaitu pekerjaan
yang selalu ada di hati-Nya, jadi Ia harus melewati jalan terse-
but. Inilah kebahagiaan bagi Samaria, bahwa daerah itu terle-
tak di jalan Kristus, sehingga Ia memiliki kesempatan untuk
memanggil mereka. Maka Aku lalu dari situ dan Aku berkata
kepadamu: Engkau harus hidup (Yeh. 16:6).
2. Tempat peristirahatan-Nya terletak di sebuah kota di Samaria.
Sekarang perhatikan:
(1) Gambaran tentang tempat tersebut. Tempat itu disebut
Sikhar, mungkin sama dengan Sikhem atau Sekhem, tem-
pat yang sering kita baca dalam Perjanjian Lama. Demi-
kianlah nama-nama tempat biasanya berubah seiring per-
jalanan waktu. Sikhem menghasilkan orang bukan-Yahudi
pertama yang masuk ke dalam jemaat Israel (Kej. 34:24),
dan sekarang tempat ini menjadi tempat pertama di mana
Injil diberitakan di luar wilayah Israel. Demikianlah menu-
rut pengamatan Dr. Lightfoot. Begitu juga yang terjadi de-
ngan lembah Akhor, yang menjadi pintu pengharapan, yaitu
pengharapan bagi orang-orang bukan-Yahudi yang malang,
yang melintasi kota ini (Hos. 2:14). Ini yaitu tempat Abi-
melekh menjadi raja dan pusat kerajaan Yerobeam, namun
saat penulis Kitab Injil ini hendak menceritakan kepada
kita masa lalu tempat tersebut, ia memperhatikan harta
Yakub di situ, yang lebih mendatangkan kehormatan bagi
tempat itu dibandingkan raja-raja.
[1] Di sinilah letak tanah Yakub, sebidang tanah yang Ya-
kub berikan kepada anaknya, Yusuf, yang tulang-tu-
langnya dikuburkan di sana (Kej. 48:22; Yos. 24:32).
Mungkin hal ini disebutkan untuk mengisyaratkan
bahwa Kristus, saat Ia beristirahat di situ, mengambil
kesempatan dari tanah yang diberikan Yakub kepada
Yusuf, untuk merenungkan kesaksian baik yang diha-
silkan para nenek moyang dengan iman mereka. Bapa
Gereja Hieronimus memilih untuk tinggal di tanah Ka-
naan, supaya pemandangan di tempat itu membuatnya
lebih dapat menghayati kisah-kisah di dalam Alkitab.
[2] Di sinilah tempat sumur Yakub, yaitu sumur yang di-
galinya, atau paling tidak digunakannya, untuk dirinya
sendiri dan keluarganya. Sumur ini tidak pernah dise-
butkan di dalam Perjanjian Lama, namun berdasarkan
tradisi orang mempercayai bahwa ini yaitu sumur
Yakub.
(2) Posisi tubuh Tuhan kita Yesus di tempat itu. Yesus sangat
letih oleh perjalanan, sebab itu Ia duduk di pinggir sumur
itu.
Di sini diceritakan Tuhan kita Yesus:
[1] Mengalami kelelahan yang biasa dialami orang-orang
yang dalam perjalanan. Ia sangat letih oleh perjalanan.
Walaupun saat itu masih pukul dua belas, dan Ia baru
menjalani setengah dari perjalanan satu hari-Nya, na-
mun Ia sudah sangat letih; mungkin juga sebab waktu
itu pukul dua belas, saat paling panas dalam sehari,
maka Ia menjadi sangat letih.
Di sini kita melihat:
Pertama, bahwa Ia benar-benar seorang manusia,
dan dapat merasakan kelemahan seperti manusia pada
umumnya. Dosa mendatangkan kerja keras (Kej. 3:19),
maka Kristus, yang menjadikan diri-Nya kutuk sebab
kita, harus mengalaminya.
Kedua, bahwa Ia yaitu orang yang miskin. Jika
tidak, Ia mungkin melakukan perjalanan dengan me-
nunggang kuda atau mengendarai kereta kuda. Ia me-
rendahkan diri-Nya bagi kita sampai pada kehinaan dan
mati raga seperti ini, sehingga Ia melakukan perjalanan-
Nya dengan berjalan kaki. saat budak-budak menung-
gang kuda, pembesar-pembesar berjalan kaki seperti
budak-budak (Pkh. 10:7). saat kita dapat menempuh
perjalanan dengan mudah, marilah kita mengingat
kelelahan Tuan kita.
Ketiga, tampaknya Ia hanyalah seorang yang lemah
lembut, yang tidak memiliki tubuh yang kekar. Tampak-
nya murid-murid-Nya tidak letih, sehingga mereka da-
pat pergi ke kota tanpa kesulitan, sementara Guru me-
reka duduk dan tidak mampu berjalan lebih jauh.
Tubuh yang terbuat dari tanah yang rapuh ini memang
sangat peka terhadap rasa lelah, sehingga hampir tidak
dapat menanggungnya.
[2] Di sini diceritakan Ia berusaha memulihkan diri-Nya
dengan cara yang biasa dilakukan orang-orang yang da-
lam perjalanan. Yesus sangat letih oleh perjalanan,
sebab itu Ia duduk di pinggir sumur itu.
Pertama, Ia duduk di pinggir sumur itu, sebuah tem-
pat yang tidak nyaman, dingin dan keras. Ia tidak me-
miliki bangku ataupun kursi yang nyaman untuk ber-
istirahat, namun memanfaatkan apa saja yang tersedia
di situ, untuk mengajar kita agar tidak memilih-milih
dan mencari kenyamanan dalam hidup, melainkan puas
dengan hal-hal yang sederhana saja.
Kedua, Ia duduk di situ, dengan posisi tubuh yang
tidak nyaman; duduk sembarangan saja – incuriose et
neglectim, atau Ia duduk dengan cara yang biasa dilaku-
kan orang-orang yang sangat letih sebab perjalanan
jauh.
II. Percakapan-Nya dengan seorang wanita Samaria, yang dica-
tat dengan lengkap di sini, sedangkan perdebatan-Nya dengan
para alim ulama dan percakapan-Nya dengan Musa dan Elia di
atas gunung terkubur dalam keheningan.
Percakapan ini dapat dibagi menjadi empat pokok:
1. Mereka bercakap-cakap tentang air (ay. 7-15).
(1) Di sini digambarkan situasi yang melandasi percakapan
tentang air ini.
[1] Seorang wanita Samaria datang untuk menimba
air. Ini mengisyaratkan kemiskinannya, ia tidak memi-
liki hamba untuk menimba air baginya. Ini juga berbi-
cara mengenai kerajinannya, bahwa ia mau mengerja-
kannya sendiri.
Lihatlah di sini:
Pertama, bagaimana Tuhan mengakui dan berkenan
atas kerajinan yang disertai dengan sifat jujur dan ren-
dah hati dalam pekerjaan-pekerjaan kita. Dulu, kabar
mengenai Kristus juga diberitakan kepada para gembala
saat mereka sedang menjaga kawanan domba mereka.
Kedua, bagaimana Tuhan Sang Pemelihara mengerja-
kan tujuan-tujuan mulia melalui peristiwa-peristiwa
yang bagi kita hanya tampak kebetulan dan tidak dise-
ngaja. Pertemuan wanita ini dengan Kristus di su-
mur mungkin mengingatkan kita akan kisah tentang
Ribka, Rahel, dan anak wanita Yitro, yang semua-
nya berjumpa dengan suami-suami mereka, yaitu sua-
mi-suami yang baik, yang tiada lain yaitu Ishak, Ya-
kub, dan Musa sendiri, saat mereka pergi ke sumur
mencari air.
Ketiga, bagaimana anugerah Tuhan kadang kala ber-
tindak terlebih dahulu dan secara tak terduga memba-
wa orang ke dalam pertobatan dan keselamatan. Ia ber-
kenan ditemukan oleh mereka yang tidak mencari-Nya.
[2] Murid-murid-Nya telah pergi ke kota membeli makanan.
Ambillah pelajaran:
Pertama, tentang keadilan dan kejujuran. Kristus
membeli dan membayar makanan yang Ia makan, sama
seperti Paulus (2Tes. 3:8).
Kedua, tentang ketergantungan pada Tuhan Sang Pe-
melihara setiap hari: Janganlah kamu khawatir akan
hari esok. Kristus tidak pergi ke kota untuk makan, me-
lainkan menyuruh murid-murid-Nya membawakan
makanan-Nya ke situ, bukan sebab Ia segan makan di
sebuah kota Samaria, melainkan,
1. sebab ia memiliki suatu pekerjaan baik yang harus
dikerjakan di sumur itu, yang mungkin dapat di-
kerjakan sementara murid-murid-Nya sedang meng-
usahakan makanan. Mengisi menit-menit kosong
kita dengan hal-hal baik, sehingga tidak ada potong-
an waktu yang hilang, yaitu bijaksana. Petrus,
saat makan malamnya sedang dipersiapkan, tiba-
tiba rohnya diliputi kuasa ilahi (Kis. 10:10).
2. sebab Ia dapat makan dengan lebih menyendiri dan
tenang, lebih murah dan sederhana, jika makanan-
Nya dibawa ke situ, dibandingkan jika ia pergi ke kota.
Mungkin kantong-Nya tipis, dan Ia hendak mengajar
kita cara mengatur sumber daya dengan baik, mem-
belanjakan uang sesuai dengan apa yang kita miliki
dan tidak besar pasak dibandingkan tiang. Paling tidak,
Ia hendak mengajar kita untuk tidak terpikat pada
hal-hal yang mewah. Kristus dapat menyantap ma-
kanannya di pinggir sumur sama nikmatnya seperti
makan di penginapan terbaik di kota. Marilah kita
bertindak sesuai dengan keadaan kita. Nah, situasi
ini memberi Kristus sebuah kesempatan untuk ber-
cakap-cakap dengan wanita ini tentang hal-hal
rohani, dan Ia menggunakan kesempatan tersebut.
Ia sering kali berkhotbah kepada orang banyak yang
mengerumuni-Nya untuk mendapatkan pengajaran,
namun di sini Ia berkenan merendah untuk mengajar
satu orang, seorang wanita , wanita yang
miskin, seorang asing, seorang Samaria. Ini meng-
ajar pelayan-pelayan-Nya untuk melakukan hal yang
sama, supaya mereka mengerti bahwa menolong,
walaupun hanya satu jiwa, untuk menyelamatkan-
nya dari kematian, yaitu sebuah prestasi yang mu-
lia.
(2) Mari kita memperhatikan perincian dari percakapan ini.
[1] Yesus memulai percakapan dengan sebuah permintaan
sederhana akan seteguk air: Berilah Aku minum. Ia yang
oleh sebab kita menjadi miskin di sini malah menjadi
pengemis, supaya mereka yang kekurangan dan tidak
dapat bekerja, tidak perlu malu untuk mengemis. Kris-
tus meminta air, bukan hanya sebab Ia membutuhkan
air dan membutuhkan bantuan wanita ini untuk
mengambil air, melainkan sebab Ia hendak memancing
percakapan lebih jauh dengan wanita tersebut. Ia
juga ingin mengajar kita untuk bersedia meminta tolong
kepada orang yang paling hina jika perlu. Hingga kini,
Kristus masih mengemis demi umat-Nya yang miskin,
dan segelas air dingin yang diberikan kepada mereka
dalam nama-Nya, seperti dari wanita Samaria ini, tidak
akan kehilangan upahnya.
[2] wanita ini, walaupun tidak menolak permintaan
Kristus, berbantah dengan-Nya sebab Ia tidak bersikap
seperti kebiasaan bangsa-Nya sendiri (ay. 9): Masakan?
Amatilah:
Pertama, alangkah parahnya perseteruan yang ada
di antara orang Yahudi dan orang Samaria: Orang Ya-
hudi tidak bergaul dengan orang Samaria. Orang-orang
Samaria yaitu lawan orang Yehuda (Ezr. 4:1), yang
dalam setiap kesempatan bersikap jahat terhadap mere-
ka. Orang Yahudi pun sangat mendendam terhadap
orang Samaria. Mereka "menganggap orang Samaria
tidak memiliki bagian dalam kebangkitan, mengucilkan
dan mengutuk mereka demi nama Tuhan yang kudus,
demi tulisan agung pada loh-loh batu, dan demi kutuk
yang dijatuhkan lembaga pengadilan tinggi dan rendah,
dan dengan hukum ini, tidak ada orang Israel yang
makan apa pun yang menjadi milik orang Samaria, ka-
rena itu sama seperti makan daging babi.” Demikian Dr.
Lightfoot, dari Rabbi Tanchum. Perhatikan, pertikaian
tentang agama biasanya yaitu yang paling keras dari
semua jenis pertikaian. Manusia diciptakan untuk ver-
gaul satu sama lain. Namun jika manusia, sebab yang
satu beribadah di bait yang satu dan yang lain beriba-
dah di bait yang lain, menyangkal ibadah kemaunsiaan,
kasih kepada sesama, dan aturan kesopanan umum,
maka mereka akan penuh sifat permusuhan dan tidak
sehat. Orang seperti itu suka menghina dan mencela,
dan dengan diwarnai semangat yang menggebu-gebu
untuk agama, mereka hanya menunjukkan bahwa wa-
laupun agama mereka mungkin benar, mereka tidak
benar-benar beragama. Dengan berpura-pura berpegang
teguh pada agama, mereka justru menggagalkan tujuan
agama tersebut.
Kedua, bagaimana wanita ini siap untuk men-
cela Kristus sebab kesombongan dan sifat buruk bang-
sa Yahudi: Masakan Engkau, seorang Yahudi, minta
minum kepadaku? Dengan memperhatikan pakaian
atau logat-Nya, atau keduanya, ia mengetahui bahwa
Kristus pastilah seorang Yahudi, dan merasa aneh bah-
wa Ia tidak melibatkan diri dalam berbagai kejahatan
tak terkendali yang dilakukan orang Yahudi lain terha-
dap orang Samaria. Perhatikan, orang-orang yang tidak
berlebihan dalam mengikuti kelompok mana pun, se-
perti Yosua dan teman-temannya (Za. 3:8), merupakan
suatu lambang (KJV: orang-orang yang dikagumi). Dua
hal yang membuat wanita ini heran atau merasa
kagum yaitu :
1. Bahwa Kristus meminta kebaikan ini darinya. Pada-
hal kebanggaan orang Yahudi yaitu mereka lebih
suka menanggung penderitaan dibandingkan meminta
tolong dari seorang Samaria. Ini yaitu bagian dari
perendahan diri Kristus, bahwa Ia dilahirkan dari
bangsa Yahudi, yang bukan saja saat itu berada
dalam kondisi buruk sebab berada di bawah pen-
jajahan Romawi, melainkan juga memiliki nama bu-
ruk di antara bangsa-bangsa. Dengan penuh peng-
hinaan Pilatus bertanya, Apakah aku seorang Ya-
hudi? (Yoh. 18:35) Dengan demikian Ia bukan saja
telah mengosongkan diri-Nya sendiri, Ia bahkan men-
dapatkan reputasi yang buruk. Dalam hal ini Ia
memberi kita teladan untuk melawan arus kejahatan
yang sudah menjadi kebiasaan umum. Kita harus,
seperti Guru kita, mengenakan kebaikan dan kemu-
rahan hati, walaupun sifat seluruh bangsa kita atau
tabiat kelompok kita sangat penuh dengan kebenci-
an dan kejahatan. wanita ini mengira Kristus
akan bersikap sama seperti orang Yahudi lainnya.
Sungguh tidaklah adil untuk menuduh setiap orang
akan melakukan kesalahan-kesalahan yang umum
dilakukan dalam masyarakatnya. Tidak ada hukum
tanpa perkecualian.
2. wanita ini heran bahwa Kristus berharap mene-
rima kemurahan hati darinya, yang yaitu seorang
Samaria: “Kalian orang Yahudi biasa tidak mau ber-
murah hati kepada salah seorang dari bangsa kami,
jadi mengapa kami harus melakukannya bagi salah
seorang dari kalian?” Begitulah, perselisihan terus
dipanas-panasi dengan balas dendam dan saling hu-
kum.
[3] Kristus memakai kesempatan ini untuk mengajar pe-
rempuan tersebut mengenai hal-hal ilahi: Jikalau eng-
kau tahu tentang karunia Tuhan , niscaya engkau telah
meminta kepada-Nya (ay. 10).
Perhatikanlah:
Pertama, Ia menolak keberatan wanita itu me-
ngenai pertikaian antara orang Yahudi dan Samaria,
dan tidak memperhatikannya sama sekali. Beberapa
perbedaan paling baik diatasi dengan cara mengabai-
kannya, dan menghindari setiap kesempatan untuk ber-