Yohanes 1-16 6

Kamis, 30 Januari 2025

Yohanes 1-16 6


 


penjara, untuk menjelaskan urutan peristiwa-

nya, dan untuk menunjukkan bahwa bacaan-bacaan dalam 

perikop ini terjadi sebelum Matius 4:12. Yohanes tidak pernah 

berhenti dari pekerjaannya selama ia masih menikmati udara 

bebas. Bahkan lebih dari itu, ia tampak semakin tekun lagi, 

sebab  ia tahu waktunya tinggal sebentar saja. Ia belum dima-

sukkan ke dalam penjara, namun   ia sadar waktunya tidak akan 

lama lagi (9:4).  

III. Perselisihan di antara murid-murid Yohanes dengan seorang Ya-

hudi tentang penyucian (ay. 25). Lihatlah bagaimana Injil Kristus 

datang bukan untuk membawa damai di atas bumi melainkan 

perpecahan.  

Perhatikanlah:  

1.  Siapa pihak-pihak yang berselisih itu: murid-murid Yohanes, 

dan orang-orang Yahudi yang tidak mau memberi diri untuk 

menerima baptisan pertobatan darinya. Dunia yang berdosa 

ini terbagi antara orang-orang yang bertobat dan orang-orang 

yang tidak bertobat. Dalam perselisihan ini, tampaknya murid-

murid Yohaneslah yang terlebih dulu menyerang dan memberi-

kan tantangan. Dan ini merupakan tanda bahwa mereka ada-

lah para petobat baru, yang menunjukkan lebih banyak sema-

ngat dibandingkan  hikmat. Kebenaran-kebenaran Tuhan   sering kali 

ternoda oleh kegegabahan orang-orang yang berusaha mem-

belanya sebelum mereka mampu melakukannya. 

2. Apa yang dipersoalkan dalam pertengkaran itu: tentang penyu-

cian, tentang upacara pembasuhan dalam agama.  

(1) Kita bisa beranggapan bahwa murid-murid Yohanes ini 

menyerukan baptisannya, penyuciannya, sebagai sesuatu 

yang instar omnium – lebih unggul dibandingkan  yang lain, dan 

mengutamakannya sebagai penyucian yang menyempurna-

kan dan menggantikan semua upacara penyucian orang 

Yahudi, dan dalam hal ini mereka memang benar. Akan 

namun  , para petobat baru biasanya terlalu cepat membang-

ga-banggakan apa yang telah mereka capai, padahal ba-

rangsiapa yang menemukan harta karun haruslah ia me-

nyembunyikannya terlebih dulu sampai ia yakin bahwa ia 

benar-benar telah memilikinya, dan tidak terlalu membica-

rakannya ke mana-mana pada awalnya.  

(2) Tentu saja orang-orang Yahudi dengan sama yakinnya 

mengunggulkan penyucian-penyucian yang biasa mereka 

lakukan, baik yang ditetapkan oleh hukum Musa maupun 

yang diwajibkan oleh adat istiadat nenek moyang, sebab 

untuk hukum Musa mereka memiliki  jaminan ilahi, dan 

untuk adat istiadat nenek moyang mereka sudah terbiasa 

menjalankannya secara turun temurun di dalam jemaat. 

Nah, dalam perselisihan ini sangatlah mungkin bahwa ke-

tika orang-orang Yahudi tidak dapat menyangkal kebaikan 

dari sifat dan rancangan baptisan Yohanes, mereka meng-

ajukan keberatan mengenai baptisannya itu dengan meng-

gunakan baptisan Kristus sebagai dalih. Dengan dalih ter-

sebut mereka menyampaikan keluhan sebagai berikut (ay. 

26): “Yohanes membaptis di satu tempat,” kata mereka, 

“dan Yesus pada saat yang sama juga membaptis di tempat 

lain. sebab  itu, baptisan Yohanes, yang begitu nyaring di-

serukan oleh pada muridnya, yaitu  baptisan yang entah,”  

[1] “Berbahaya, dan tidak baik bagi ketenangan jemaat dan 

bangsa Yahudi, sebab kita melihat bahwa hal ini mem-

buka pintu bagi terjadinya perpecahan golongan yang 

tiada habisnya. Sekarang, kalau Yohanes sudah mulai 

membaptis secara demikian, maka sebentar lagi pasti 

bermunculan guru-guru kecil lain lagi yang juga akan 

membaptis. Atau,” 

[2] “Sebaik apa pun baptisannya itu, itu yaitu  baptisan 

yang cacat dan tidak sempurna. Jika baptisan Yohanes, 

yang kamu seru-serukan dengan begitu nyaring itu me-

mang mengandung suatu kebaikan di dalamnya, baptis-

an Yesus di sana jauh lebih mengunggulinya, sehingga 

cahaya kamu sendiri sudah pudar oleh cahaya yang 

lebih terang, dan sebentar lagi baptisanmu pun tidak 

akan diminati orang.” Demikianlah keberatan terhadap 

Injil dibuat dengan menggunakan kemajuan dan penca-

paian terang Injil sebagai dalihnya, seolah-olah masa 

kanak-kanak dan masa dewasa bertentangan satu sama 

lain, dan bangunan sebelah atas berlawanan dengan 

fondasinya. Tidak ada alasan sama sekali untuk mem-

pertentangkan baptisan Kristus dengan baptisan Yoha-

nes, sebab keduanya saling melengkapi dan menjadi 

satu.    

IV. Keluhan yang disampaikan murid-murid Yohanes terhadap guru 

mereka mengenai Kristus dan baptisan-Nya (ay. 26). Mereka, ka-

rena kebingungan oleh keberatan yang disebutkan sebelumnya, 

dan mungkin sebab  jengkel dan dibuat panas olehnya, datang 

kepada guru mereka, dan berkata kepadanya, “Rabi, orang yang 

bersama dengan engkau, dan yang dibaptis oleh engkau, sekarang 

melakukan pembaptisan sendiri. Dia membaptis juga dan semua 

orang pergi kepada-Nya. Apakah engkau akan membiarkannya 

begitu saja?” Rasa gatal mereka untuk berselisih membuat mere-

ka melakukan ini. Biasanya saat  sudah terpojok dalam suatu 

perdebatan yang panas, orang lalu menyalahkan orang lain yang 

sebenarnya tidak berbuat apa-apa terhadap mereka. Seandainya 

murid-murid Yohanes ini tidak memulai perselisihan tentang 

masalah penyucian ini sebelum mereka mengerti ajaran pembap-

tisan, mereka mungkin dapat menjawab keberatan itu tanpa luap-

an amarah seperti itu. Dalam keluhan mereka, mereka berbicara 

dengan hormat kepada guru mereka sendiri, Rabi, namun   mereka 

berbicara dengan sangat merendahkan tentang Juruselamat kita, 

walaupun mereka tidak menyebutkan nama-Nya.  

1.  Mereka berpikir bahwa perbuatan Kristus yang melakukan 

pembaptisan sendiri itu merupakan suatu perbuatan yang 

lancang dan tidak bertanggung jawab. Seolah-olah sebab  dia 

yang terlebih dulu menjalankan upacara pembaptisan, maka 

dialah yang harus menguasainya dan berhak sepenuhnya atas 

hasil temuan itu: “Orang yang bersama dengan engkau di su-

ngai Yordan, sebagai muridmu, lihatlah dan heranlah, orang 

yang sama ini, ya orang yang sama ini, membaptis dan mere-

but pekerjaanmu dari tanganmu.” Demikianlah kerendahan 

hati dan kesukarelaan Tuhan Yesus, seperti pembaptisan-Nya 

oleh Yohanes, sering kali justru dengan tidak adil dan dengan 

sangat jahatnya dijadikan sebagai celaan bagi-Nya.  

2.  Mereka menyatakan bahwa dengan berbuat seperti itu Ia 

sungguh tidak tahu berterima kasih kepada Yohanes, “Orang 

yang tentang Dia engkau telah memberi kesaksian kini mem-

baptis.” Mereka berkata seolah-olah Yesus berutang kepada 

Yohanes atas segala nama baik yang telah diperoleh-Nya, se-

bab Yohaneslah yang menggambarkan-Nya dengan sifat ter-

puji, dan bukannya berterima kasih, Ia malah meningkatkan 

nama baik-Nya dengan cara yang tidak pantas dan merugikan 

Yohanes. Akan namun  , Kristus tidaklah memerlukan kesaksian 

Yohanes (5:36). Ia sebenarnya justru lebih banyak memberi-

kan kehormatan kepada Yohanes dibandingkan  menerima kehor-

matan darinya. Namun demikian, itulah yang biasa terjadi di 

antara kita, kita sering berpikir berlebihan bahwa orang lain 

sangat berutang budi kepada kita, lebih dibandingkan  yang sebe-

narnya. Lagi pula, baptisan Kristus sama sekali bukan mem-

batalkan, melainkan justru mengembangkan baptisan Yoha-

nes, yang tujuannya hanya untuk menunjukkan jalan kepada 

baptisan Kristus. Yohanes bersikap adil terhadap Kristus, da-

lam memberikan kesaksian tentang-Nya, dan tanggapan Kris-

tus terhadap kesaksiannya lebih memperkaya dibandingkan  mem-

permiskin pelayanannya.  

3.  Mereka menyimpulkan bahwa baptisan Kristus itu akan be-

nar-benar menghapus baptisan Yohanes: “Semua orang pergi 

kepada-Nya. Mereka yang dulu mengikuti kita sekarang ber-

bondong-bondong mengikuti Dia. Oleh sebab  itu, sekaranglah 

saatnya kita harus memperhatikan apa yang sedang terjadi di 

sekeliling kita.” Sebenarnya tidaklah mengherankan bahwa 

semua orang pergi kepada-Nya. Sejauh Kristus dinyatakan, Ia 

akan dipermuliakan. namun   mengapakah murid-murid Yohanes 

tidak senang akan hal ini? Perhatikanlah, keinginan untuk 

memperoleh kemuliaan dan kehormatan untuk diri sendiri 

telah menjadi kutuk bagi gereja sepanjang zaman, dan telah 

membawa kecemaran bagi para anggota dan pelayannya. De-

mikian halnya juga dengan perebutan kepentingan, persaingan 

dan saling berlomba sebab  rasa dengki. Karunia dan anu-

gerah, kerja keras dan kebergunaan yang menonjol dari diri 

seseorang tidaklah dimaksudkan untuk mengerdilkan atau 

merendahkan orang lain yang beroleh belas kasihan untuk 

berlaku setia. Sebab Roh bekerja dengan bebas, Ia memberikan 

kepada setiap orang apa yang dikehendaki-Nya. Paulus bersu-

kacita saat  ia melihat orang lain dapat berguna, meskipun 

itu orang-orang yang telah menentangnya (Flp. 1:18). Kita ha-

rus tunduk kepada Tuhan   saat  Ia memilih, mempekerjakan, 

dan menghormati alat-alat yang dipakai-Nya sendiri sesuai de-

ngan kehendak-Nya, dan kita tidak boleh berkeinginan untuk 

hanya dipakai seorang diri saja.   

V. Inilah tanggapan Yohanes terhadap keluhan yang disampaikan 

murid-muridnya ini (ay. 27, dst.). Murid-muridnya berharap bah-

wa ia akan merasa marah seperti mereka dalam masalah ini. 

Akan namun  , dinyatakannya Kristus kepada Israel bukanlah suatu 

hal yang mengejutkan bagi Yohanes, melainkan justru apa yang 

dinantikannya. Hal ini bukan suatu gangguan bagi dia, namun   

justru merupakan sesuatu yang dirindukannya. Oleh sebab itu, ia 

menegur mereka sebab  keluhan itu, seperti yang diperbuat 

Musa, “Apakah engkau begitu giat mendukung diriku?” dan me-

manfaatkan kesempatan ini untuk meneguhkan kesaksian-kesak-

sian yang telah diberikannya sendiri tentang Kristus sebagai 

orang yang lebih unggul darinya, dan dengan senang hati melim-

pahkan kepada-Nya segala kepentingannya di Israel. Dalam kisah 

mengenai Yohanes ini kita melihat si pelayan Injil pertama ini (ka-

rena memang demikianlah Yohanes adanya) sungguh menjadi se-

orang teladan yang luar biasa bagi semua pelayan Injil yang lain, 

supaya mereka merendahkan diri sendiri dan meninggikan Tuhan 

Yesus.       

1.  Yohanes di sini memandang dirinya lebih rendah dibandingkan 

Kristus (ay. 27-30). Semakin orang meninggikan kita, semakin 

kita harus merendahkan diri, dan membentengi diri melawan 

godaan-godaan yang berbentuk pujian dan penghormatan, dan 

kedengkian teman-teman kita sebab  penghormatan yang kita 

dapatkan, dengan mengingat dari mana kita berasal dan siapa 

diri kita sebenarnya (1Kor. 3:5). 

(1) Yohanes berserah pada ketetapan ilahi, dan merasa puas 

dengannya (ay. 27): Tidak ada seorang pun yang dapat 

mengambil sesuatu bagi dirinya, kalau tidak dikaruniakan 

kepadanya dari sorga, yang dari sana setiap pemberian 

yang baik datang (Yak. 1:17). Ini suatu kebenaran umum 

yang sangat cocok dengan permasalahan di sini. Tugas-

tugas yang berbeda ditentukan berdasarkan Penyelengga-

raan ilahi, dan pemberian-pemberian yang berbeda dibagi-

bagikan berdasarkan kasih karunia ilahi. Tidak seorang 

pun dapat mengambil kehormatan yang sesungguhnya bagi 

dirinya sendiri (Ibr. 5:4). Kita harus terus bergantung pada 

kasih karunia Tuhan   dalam segala tindakan dan perbuatan 

kehidupan rohani kita, sama seperti kita bergantung pada 

pemeliharaan Tuhan   dalam segala tindakan dan perbuatan 

kehidupan jasmani kita. 

Dan inilah alasannya:  

[1] Mengapa kita tidak boleh iri terhadap mereka yang di-

beri bagian karunia yang lebih besar atau yang lebih 

luas manfaatnya dibandingkan  kita. Yohanes memperingat-

kan murid-muridnya bahwa Yesus tidak akan dapat 

mengunggulinya seperti itu kalau tidak dikaruniakan ke-

pada-Nya dari sorga, sebab Kristus, sebagai Manusia 

dan Pengantara, menerima pemberian-pemberian. Dan 

jika Tuhan   memberikan kepada-Nya Roh-Nya dengan 

tidak terbatas (ay. 34), mengapakah mereka harus ma-

rah sebab nya? Alasan yang sama juga berlaku bagi 

orang lain. Jika Tuhan   berkenan memberikan kepada 

orang lain kemampuan dan keberhasilan yang melebihi 

kita, apakah kita akan tidak senang sebab nya dan 

menganggap Tuhan   tidak adil, tidak bijak, dan pilih ka-

sih? (Mat. 20:15).  

[2]  Mengapa kita tidak boleh merasa tidak puas, walaupun 

karunia dan kegunaan kita tidaklah sebanyak orang 

lain, dan cahaya kita menjadi pudar sebab  keistimewa-

an-keistimewaan mereka. Yohanes bersedia mengakui 

bahwa semuanya hanyalah pemberian, pemberian 

cuma-cuma dari sorga, yang menjadikannya pengkhot-

bah, nabi, dan pembaptis. Tuhan  lah yang membuatnya 

dikasihi dan dihargai banyak orang, dan jika sekarang 

kehormatannya menurun, biarlah kehendak Tuhan   saja 

yang jadi! Ia yang memberi, Ia pula yang mengambil. Apa 

yang kita terima dari sorga haruslah kita pandang seba-

gai pemberian. Nah, Yohanes tidak pernah menerima 

amanat untuk menduduki suatu jabatan apa pun un-

tuk selamanya, namun   hanya untuk sementara, yang se-

bentar lagi akan berakhir. Oleh sebab  itu, saat  ia 

telah memenuhi pelayanannya, ia dengan puas dan 

tenang bisa melihat pelayanannya itu sudah tidak di-

perlukan lagi. Sebagian orang memberikan pengertian 

yang agak lain terhadap kata-kata ini: Yohanes sudah 

bersusah payah mengajar murid-muridnya bahwa bap-

tisannya merujuk pada Kristus, yang akan datang sete-

lah dia, namun yang harus lebih diutamakan dibandingkan  

dia, dan yang akan berbuat kepada mereka apa yang 

tidak bisa diperbuatnya sendiri. Namun demikian, sete-

lah semua yang dikatakannya itu, mereka tetap meng-

agung-agungkan Yohanes, dan merasa jengkel melihat 

keutamaan Kristus yang melebihi dia. Baiklah kalau 

begitu, kata Yohanes, saya melihat bahwa tidak ada se-

orang pun yang dapat menerima (yaitu memahami) se-

suatu bagi dirinya, kalau tidak dikaruniakan kepadanya 

dari sorga. Semua kerja keras hamba-hamba Tuhan 

akan sia-sia, jika anugerah Tuhan   tidak membuatnya 

berhasil. Manusia tidak mengerti apa yang diuraikan 

dengan sejelas-jelasnya, atau percaya kepada apa yang 

sudah dibuktikan kebenarannya, jika kepada mereka 

tidak dikaruniakan sesuatu dari sorga untuk mengerti 

dan memercayainya.   

(2)  Yohanes meminta mereka untuk memperhatikan kesaksian 

yang telah diberikannya mengenai Kristus sebelumnya (ay. 

28): Kamu sendiri dapat memberikan kesaksian mengenai 

kebenaran perkataanku, bahwa aku telah berkata, ber-

ulang-ulang kali, “Aku bukan Mesias, namun   aku diutus un-

tuk mendahului-Nya.” Lihatlah betapa tegar dan setianya 

Yohanes dalam memberikan kesaksiannya tentang Kristus, 

dan tidak seperti buluh yang digoyangkan angin kian ke-

mari. Kernyit dahi imam-imam kepala ataupun pujian-puji-

an para muridnya sendiri tidak bisa membuatnya meng-

ubah pendiriannya.  

Nah, perkataannya ini merupakan:   

[1]  Suatu peneguhan bagi murid-muridnya bahwa keluhan 

mereka itu tidak masuk akal. Mereka sendiri telah ber-

bicara mengenai kebenaran kesaksian yang diberikan 

guru mereka tentang Yesus (ay. 26): “Sekarang,” kata 

Yohanes, “tidakkah kamu ingat kesaksian apa yang te-

lah aku sampaikan? Coba ingat-ingat lagi, maka kamu 

akan mendapatkan jawaban untuk persoalan sepele 

yang kamu ributkan ini. Bukankah aku telah berkata, 

aku bukan Mesias? Lantas mengapa kamu mempermu-

suhkan aku dengan-Nya? Bukankah aku telah berkata, 

aku diutus untuk mendahului-Nya? Lantas mengapa ka-

mu tampak heran melihat aku harus tinggal diam dan 

memberikan jalan bagi-Nya?”  

[2] Dia merasa tenang bahwa selama ini dia tidak pernah 

memberikan kesempatan apa pun kepada murid-murid-

nya untuk membuatnya bersaing dengan Kristus. Seba-

liknya, secara khusus ia telah memperingatkan mereka 

untuk tidak melakukan kesalahan ini, meskipun ia bisa 

saja memanfaatkannya demi keuntungannya sendiri. 

Hamba-hamba yang setia akan merasa puas apabila 

mereka telah melakukan apa yang dapat mereka laku-

kan untuk mencegah hal-hal berlebihan yang dapat di-

perbuat oleh jemaat mereka. Yohanes bukan hanya 

tidak pernah mendorong mereka untuk berharap bahwa 

ia yaitu  Mesias, namun   juga dengan jelas telah menga-

takan kepada mereka hal yang sebaliknya, dan kini tin-

dakannya ini memberikan kepuasan baginya. Biasanya 

orang yang mendapatkan penghormatan secara tidak 

layak akan berujar, Si populus vult decipi, decipiatur – 

Jika orang banyak tertipu, biarkan saja mereka. Akan 

namun  , ungkapan seperti ini tidaklah baik bagi seorang 

yang pekerjaannya yaitu  untuk menyadarkan orang 

lain. Bibir yang mengatakan kebenaran tetap untuk se-

lama-lamanya.   

(3) Yohanes mengungkapkan kepuasannya yang sangat besar 

terhadap kemajuan Kristus dan kepentingan-Nya. Ia tidak 

menyesalinya sedikit pun, seperti yang diperbuat murid-

muridnya, sampai-sampai ia turut bersukacita di dalam-

nya. Hal ini diungkapkannya dengan sebuah perumpama-

an yang sangat elok (ay. 29).  

[1]  Ia membandingkan Juruselamat kita dengan mempelai 

laki-laki: “Yang empunya mempelai wanita , ialah 

mempelai laki-laki. Adakah semua orang pergi kepada-

Nya? Itu bagus, ke mana lagi mereka harus pergi? Apa-

kah Ia kini bertakhta di dalam hati manusia? Memang-

nya siapa lagi yang harus bertakhta di sana? Itu yaitu  

hak-Nya. Kepada siapa lagi mempelai wanita  harus 

dibawa kecuali kepada mempelai laki-laki?” Kristus 

dinubuatkan dalam Perjanjian Lama sebagai mempelai 

laki-laki (Mzm. 45). Firman itu telah menjadi manusia, 

sehingga dengan demikian kesenjangan alam tidak lagi 

menjadi penghalang bagi perkawinan itu. Ada persedia-

an tersendiri yang sudah dibuat untuk menyucikan ge-

reja, sehingga kecemaran dosa tidak menjadi pengha-

lang bagi-Nya. Kristus mengambil gereja sebagai mem-

pelai-Nya sendiri. Ia memiliki  mempelai wanita , 

sebab Ia memiliki kasihnya, memiliki janjinya. Jemaat 

tunduk kepada Kristus. Selama jiwa-jiwa manusia 

mengabdi kepada-Nya dalam iman dan kasih, selama 

itu pulalah mempelai laki-laki memiliki mempelai pe-

rempuan.  

[2] Ia membandingkan dirinya sendiri dengan sahabat 

mempelai laki-laki, yang berada bersama-Nya, untuk 

memberikan penghormatan dan pelayanannya kepada-

Nya, untuk membantu-Nya melaksanakan pesta perka-

winan itu, untuk mengatakan hal-hal yang baik ten-

tang-Nya, untuk menggunakan kepentingan-Nya atas 

nama Dia, dan untuk bersukacita bersama-Nya selama 

pesta perkawinan itu berlangsung, terutama saat  se-

muanya berhasil, dan Ia pun memiliki  mempelai pe-

rempuan. Semua yang telah dilakukan Yohanes dalam 

berkhotbah dan membaptis hanyalah untuk memper-

kenalkan-Nya. Dan sebab  sekarang Kristus sudah 

datang, ia sudah mendapatkan apa yang diharapkan-

nya: Sahabat mempelai laki-laki berdiri siap dan mende-

ngarkan kedatangannya. Ia berdiri mengharapkan keda-

tangannya dan menanti-nanti. Akhirnya, ia sangat ber-

sukacita mendengar suara sang mempelai laki-laki, ka-

rena ia pada akhirnya datang juga ke pesta perkawinan 

itu sesudah  lama ditunggu-tunggu. 

Perhatikanlah:  

Pertama, hamba-hamba yang setia yaitu  para sa-

habat sang mempelai laki-laki, yang menyarankan 

anak-anak manusia agar mereka mengasihi dan memi-

lih-Nya, yang membawa berbagai surat dan pesan dari-

Nya, sebab Ia mengundang orang lain melalui para 

wakil-Nya. Dalam hal ini mereka haruslah setia kepada-

Nya.  

Kedua, para sahabat mempelai laki-laki harus ber-

diri dan mendengarkan suara mempelai laki-laki, harus 

menerima petunjuk-petunjuk dari-Nya dan mematuhi 

perintah-perintah-Nya, harus berkeinginan untuk mem-

punyai bukti-bukti bahwa Kristus berbicara di dalam 

diri mereka dan berada bersama mereka (2Kor. 13:3). 

Itulah suara sang mempelai laki-laki.  

Ketiga, pernikahan jiwa-jiwa dengan Yesus Kristus, 

dalam iman dan kasih, membuat penuh sukacita setiap 

hamba yang baik. Jika hari pernikahan Kristus merupa-

kan hari kesukaan hati-Nya (Kid. 3:11), pastilah ini juga 

merupakan hari kesukaan bagi mereka yang mengasihi-

Nya dan yang mengharapkan kebaikan bagi kehormatan 

dan kerajaan-Nya. Bagi mereka pastilah tidak ada lagi 

sukacita yang lebih besar dibandingkan  ini. 

(4)  Ia mengakui, sungguh pantas dan perlu bahwa nama baik 

dan kepentingan Kristus harus maju, sementara nama baik 

dan kepentingannya sendiri harus pudar (ay. 30): Ia harus 

makin besar, namun   aku harus makin kecil. Jika mereka 

bersedih hati sebab  Tuhan Yesus bertambah besar, maka 

sudah pasti kesedihan mereka itu semakin hari akan sema-

kin menjadi-jadi, seperti yang biasa dialami oleh orang-

orang yang selalu iri dan hanya ingin bersaing. Yohanes 

berbicara tentang Kristus yang semakin besar dan dia yang 

semakin kecil, bukan hanya sebagai sesuatu yang bukan 

hanya penting dan tidak terelakkan, yang tidak dapat dihin-

dari dan sebab  itu mau tidak mau harus diterima, melain-

kan juga sebagai sesuatu yang sangat adil dan berterima, 

dan yang memberinya kepuasan penuh.  

[1] Ia sangat senang melihat Kerajaan Kristus mulai men-

dapat kemajuan: “Ia harus makin besar. Kamu berpikir 

Ia sudah memperoleh banyak keberhasilan, namun   ini 

belum apa-apa jika dibandingkan dengan apa yang 

akan diperoleh-Nya nanti.” Perhatikanlah, Kerajaan 

Kristus merupakan, dan akan selalu menjadi, Kerajaan 

yang terus bertumbuh, seperti cahaya pagi, seperti biji 

sesawi.  

[2]  Ia sama sekali tidak marah bahwa semua ini membuat 

kehormatannya sendiri menjadi berkurang: aku harus 

makin kecil. Segala keunggulan yang merupakan hasil 

ciptaan di dunia ini tunduk pada hukum ini, yaitu bah-

wa semuanya itu harus makin kecil. Aku telah melihat 

batas-batas kesempurnaan.  

Perhatikanlah:  

Pertama, cemerlangnya terang kemuliaan Kristus 

memudarkan kilauan segala kemuliaan yang lain. Ke-

muliaan yang bersaing dengan Kristus, seperti kemulia-

an duniawi dan kedagingan, akan semakin berkurang 

dan kehilangan tempat berpijak di dalam jiwa saat  

pengetahuan dan kasih terhadap Kristus semakin besar 

dan mendapatkan tempat berpijak di sana. namun   di 

sini kemuliaan daging itu dikatakan tunduk kepada-Nya 

dan melayani-Nya. saat  terang pagi semakin bertam-

bah, cahaya bintang fajar pun semakin redup.  

Kedua, jika kekurangan dan kerendahan diri kita 

dapat berperan dalam memajukan nama Kristus, mes-

kipun hanya sangat sedikit, kita harus dengan senang 

hati menerimanya, dan merasa puas untuk menjadi apa 

saja, bahkan untuk tidak menjadi apa-apa, supaya 

Kristus bisa menjadi segala-galanya.   

2. Yohanes Pembaptis di sini mengutamakan Kristus, dan meng-

ajar murid-muridnya mengenai Dia, supaya mereka tidak per-

lu bersedih sebab  begitu banyak orang yang pergi kepada-

Nya, namun   sebaliknya pergi kepada-Nya.  

(1) Ia mengajar mereka tentang harkat dan martabat pribadi 

Kristus (ay. 31): Siapa yang datang dari atas, yang datang 

dari sorga, yaitu  di atas semuanya.  

Di sini:  

[1]  Ia menganggap benar asal usul-Nya yang ilahi, bahwa Ia 

datang dari atas, dari sorga, yang tidak hanya berbicara 

mengenai garis keturunan-Nya yang ilahi, namun   juga 

tabiat ilahi-Nya. Ia memiliki  suatu wujud sebelum Ia 

berada dalam kandungan, suatu wujud sorgawi. Tidak 

ada yang lain kecuali Dia yang datang dari sorga yang 

pantas menunjukkan kepada kita kehendak sorga atau 

jalan ke sorga. saat  Tuhan   ingin menyelamatkan ma-

nusia, Ia menjangkau dari tempat tinggi.  

[2] Oleh sebab  itu, ia mengambil kesimpulan tentang we-

wenang-Nya yang berdaulat: Ia berada di atas semua-

nya, di atas segala sesuatu dan semua orang, Tuhan   di 

atas segalanya, yang terpuji sampai selama-lamanya. 

Sungguh lancang jika kita berdebat dengan-Nya menge-

nai masalah keutamaan. saat  kita berbicara tentang 

kehormatan-kehormatan Tuhan Yesus, kita mendapati 

bahwa semua kehormatan-Nya itu melampaui segala 

pemikiran dan ungkapan, sampai pada akhirnya kita 

hanya bisa mengatakan, “Ia berada di atas segalanya.” 

Telah dikatakan tentang Yohanes Pembaptis bahwa di 

antara mereka yang dilahirkan oleh wanita  tidak 

ada seorang pun yang lebih besar dari pada dia. Akan 

namun  , turunnya Kristus dari sorga memberikan kehor-

matan yang begitu besar kepada-Nya sebab Ia tidak ke-

hilangan kemuliaan sorgawi-Nya dengan menjelma 

menjadi daging. Ia masih berada di atas segalanya. Hal 

ini digambarkan Yohanes lebih lanjut dengan memper-

lihatkan betapa rendahnya orang jika dibandingkan 

dengan Dia: Siapa yang berasal dari bumi, termasuk 

pada bumi, ho ōn ek tēs gēs, ek tēs gēs esti – siapa yang 

berasal dari bumi yaitu  dari bumi. Siapa yang berasal 

dari bumi, mendapatkan makanannya dari bumi, ber-

gaul dengan hal-hal bumi atau duniawi, dan kepeduli-

annya yaitu  mengenai hal-hal duniawi itu. Perhatikan-

lah, pertama, manusia berasal dari bumi (tanah), bukan 

hanya Adam pada waktu pertama kali, melainkan kita 

juga masih dibentuk dari tanah liat (Ayb. 33:6). Pan-

danglah gunung batu yang dibandingkan nya kita terpahat. 

Kedua, oleh sebab  itu, wujud manusia bersifat dunia-

wi, bukan hanya tubuhnya rapuh dan fana, melainkan 

juga jiwanya cemar dan bersifat kedagingan, dan segala 

keinginan serta kecondongan hatinya sangat kuat ter-

hadap hal-hal duniawi. Para nabi dan rasul juga diben-

tuk dari bahan yang sama seperti orang lain. Mereka 

hanyalah bejana tanah liat, walaupun mereka mempu-

nyai harta kekayaan berlimpah tersimpan di dalamnya. 

Dan jika demikian halnya, akankah mereka dapat di-

bandingkan dengan Kristus? Biarlah beling periuk ber-

bantah dengan beling periuk, namun   janganlah ia ber-

usaha menyaingi Dia yang datang dari sorga.  

(2) Mengenai keunggulan dan kepastian ajaran-Nya. Murid-

murid Yohanes tidak senang sebab  ajaran Kristus lebih di-

kagumi dan didengarkan dibandingkan  ajaran guru mereka. 

Akan namun  , ia memberi tahu mereka bahwa hal tersebut 

cukup beralasan.  

sebab :      

[1] Ia sendiri hanya berkata-kata mengenai bumi (dunia), 

dan begitu pula dengan orang-orang lain yang berasal 

dari bumi ini. Para nabi yaitu  manusia dan berbicara 

seperti manusia. Dari diri mereka sendiri, tidak ada yang 

bisa mereka bicarakan selain mengenai hal-hal yang 

berasal dari dunia ini (2Kor. 3:5). Ajaran para nabi dan 

ajaran Yohanes hanyalah merupakan ajaran yang ren-

dah dan datar jika dibandingkan dengan ajaran Kristus. 

Seperti sorga terletak jauh di atas bumi, demikian pula-

lah segala pemikiran-Nya jauh mengatasi segala pemi-

kiran mereka. Melalui mereka Tuhan   berbicara di bumi, 

namun   di dalam Kristus Ia berbicara dari sorga.  

[2] Ia yang datang dari sorga ada di atas semua nabi yang 

pernah hidup di bumi, bukan hanya dalam hal pribadi-

Nya, namun   juga ajaran-Nya. Tidak ada seorang pun 

yang mengajar seperti Dia.  

Ajaran Kristus di sini disarankan kepada kita:  

Pertama, sebagai ajaran yang pasti dan tidak bisa sa-

lah, dan yang harus diterima demikian (ay. 32): Ia mem-

beri kesaksian tentang apa yang dilihat-Nya dan yang 

didengar-Nya.  

Perhatikanlah di sini:  

1. Pengetahuan ilahi yang dimiliki Kristus. Ia tidak 

memberikan kesaksian lain kecuali apa yang dilihat-

Nya dan yang didengar-Nya, apa yang dipahami-Nya 

secara sempurna dan apa yang diketahui-Nya secara 

utuh. Apa yang ditemukan-Nya mengenai tabiat ilahi 

dan dunia yang tidak terlihat, itulah yang telah dili-

hat-Nya. Apa yang diungkapkan-Nya mengenai pikir-

an Tuhan   yaitu  apa yang telah didengar-Nya lang-

sung dari Dia, dan bukan dari pihak kedua. Para 

nabi bersaksi tentang apa yang diberitahukan ke-

pada mereka dalam mimpi dan penglihatan melalui 

pengantaraan para malaikat, namun   bukan tentang 

apa yang telah mereka lihat dan dengar. Yohanes 

yaitu  suara orang yang berseru, “Buatlah jalan bagi 

sang saksi, dan diamlah selama keputusan diberi-

kan,” namun   ia kemudian menyerahkan kepada sang 

saksi itu untuk memberikan kesaksiannya sendiri, 

dan kepada hakim untuk memberikan keputusan-

nya sendiri. Injil Kristus bukanlah suatu pendapat 

yang bisa diragukan, seperti halnya sebuah hipotesis 

(dugaan) atau gagasan baru dalam filsafat, yang de-

ngan bebas bisa diterima atau ditolak siapa saja, 

melainkan suatu pewahyuan pikiran Tuhan  , yang de-

ngan sendirinya merupakan kebenaran kekal dan 

sangat penting bagi kita.  

2.  Anugerah dan kebaikan ilahi-Nya: apa yang telah di-

lihat dan didengar-Nya diberitahukan-Nya dengan 

senang hati kepada kita sebab  Ia tahu bahwa hal-

hal itu sangat penting bagi kita. Apa yang telah dili-

hat dan didengar Paulus dalam Firdaus ketiga tidak 

dapat disaksikannya (2Kor. 12:4), namun   Kristus tahu 

bagaimana mengutarakan apa yang telah dilihat dan 

didengar-Nya. Ajaran Kristus di sini disebut sebagai 

kesaksian-Nya, untuk menunjukkan,  

(1) Bukti yang meyakinkan akan ajaran-Nya itu. 

Ajaran ini tidak disampaikan seperti kabar yang 

didengar dari orang lain, namun   disaksikan seperti 

bukti yang diberikan di pengadilan, yang dilaku-

kan dengan sangat hati-hati dan penuh keyakin-

an.  


(2) Kesungguhan hati dalam penyampaiannya. Ajar-

an itu disaksikan dengan kepedulian dan kegi-

gihan yang sungguh besar, seperti dalam Kisah 

Para Rasul 18:5.    

Dari kepastian ajaran Kristus, Yohanes meng-

ambil kesempatan:  

[1] Untuk meratapi ketidakpercayaan sebagian 

besar orang: walaupun Ia menyaksikan apa 

yang pasti benar, tidak seorang pun yang me-

nerima kesaksian-Nya, hanya sangat sedikit 

yang menerima, hampir-hampir tidak ada, 

jika dibandingkan dengan orang-orang yang 

menolaknya. Mereka tidak menerimanya, me-

reka tidak mau mendengarnya, mereka tidak 

memperhatikannya, atau menghargainya. Hal 

ini dibicarakannya bukan semata-mata kare-

na ia heran bahwa kesaksian seperti itu tidak 

diterima (Siapakah yang percaya kepada be-

rita kami? Betapa bodoh dan tololnya sebagi-

an besar umat manusia, betapa mereka me-

musuhi diri mereka sendiri!), melainkan juga 

sebab  ia berduka. Murid-murid Yohanes ber-

duka sebab  semua orang pergi kepada Kris-

tus (ay. 26), mereka berpikir bahwa pengikut-

pengikut-Nya terlalu banyak. namun   Yohanes 

berduka sebab  tidak seorang pun datang ke-

pada-Nya, terlalu sedikit menurutnya. Perha-

tikanlah, ketidakpercayaan orang-orang ber-

dosa merupakan kedukaan bagi orang-orang 

kudus. Untuk inilah Rasul Paulus sangat ber-

dukacita (Rm. 9:2).  

[2]  Ia mengambil kesempatan untuk memuji 

iman umat pilihan yang tersisa (ay. 33): Siapa 

yang menerima kesaksian-Nya itu (dan me-

mang ada orang yang menerimanya, meski-

pun hanya sedikit) ia mengaku, bahwa Tuhan   

yaitu  benar. Tuhan   tetaplah benar, meskipun 

kita tidak mengakuinya. Tuhan   yaitu  benar, 

dan semua manusia pendusta. Kebenaran-

Nya tidak memerlukan dukungan iman kita, 

namun   jika kita dengan iman berserah kepada 

kebenaran-Nya, maka kita berlaku hormat 

dan adil terhadap diri kita sendiri, dan de-

ngan demikian Tuhan   pun memandang diri-

Nya dihormati. Semua janji Tuhan   yaitu  ya 

dan amin. Dengan iman, kita mengucapkan 

amin terhadap semua janji-Nya itu, seperti 

yang tertulis dalam Wahyu 22:20. Perhatikan-

lah, barangsiapa menerima kesaksian Kristus, 

ia berserah diri bukan hanya kepada kebenar-

an Kristus melainkan juga kepada kebenaran 

Tuhan  , sebab nama-Nya yaitu  Firman Tuhan  . 

Perintah-perintah Tuhan   dan kesaksian Kristus 

dipadukan secara bersama-sama (Why. 

12:17). Dengan mempercayai Kristus, maka 

kita mengaku, Pertama, bahwa Tuhan   yaitu  

benar dan setia kepada semua janji yang 

telah dibuat-Nya mengenai Kristus, yaitu apa 

yang difirmankan-Nya dengan perantaraan 

nabi-nabi-Nya yang kudus. Apa yang dijanji-

kan-Nya kepada bapa leluhur kita telah terpe-

nuhi semuanya, dan tidak ada satu titik atau 

satu kata pun darinya yang dibiarkan jatuh 

ke tanah dengan sia-sia (Luk. 1:70, dst.; Kis. 

13:32-33). Kedua, bahwa Ia benar dan setia 

terhadap semua janji yang telah dibuat-Nya di 

dalam Kristus. Kita mempertaruhkan jiwa kita 

pada kejujuran Tuhan  , sebab  kita yakin bah-

wa Ia yaitu  benar. Kita bersedia berurusan 

dengan-Nya atas dasar kepercayaan, dan ber-

sedia meninggalkan segala sesuatu di dunia 

ini demi mendapatkan kebahagiaan nanti, ke-

bahagiaan yang tidak terlihat. Bila kita mela-

kukan ini, kita sangat menghormati kesetiaan 

Tuhan  . Barangsiapa yang kita beri pujian, kita 

memberinya juga kehormatan.   

Kedua, ajaran itu disarankan kepada kita sebagai 

ajaran ilahi, bukan ajaran-Nya sendiri, melainkan ajar-

an Dia yang mengutus-Nya (ay. 34): Sebab siapa yang 

diutus Tuhan  , Dialah yang menyampaikan firman Tuhan  . 

Dia diutus untuk menyampaikan firman Tuhan  , dan Dia 

dimampukan untuk melakukannya, sebab  Tuhan   me-

ngaruniakan Roh-Nya dengan tidak terbatas kepada-

Nya. Para nabi yaitu  seperti pembawa pesan yang 

membawa surat-surat dari sorga, namun   Kristus datang 

sebagai seorang duta besar, dan Ia berurusan dengan 

kita dalam kapasitas-Nya ini, sebab ,  

1.  Ia menyampaikan firman Tuhan  , dan tidak ada satu 

pun dari apa yang disampaikan-Nya itu dipengaruhi 

oleh kelemahan-kelemahan manusia. Baik isi mau-

pun bahasanya bersifat ilahi. Ia membuktikan diri-

Nya diutus Tuhan   (ay. 2), dan sebab  itu firman-Nya 

harus diterima sebagai firman Tuhan  . Dengan pedom-

an inilah kita bisa menguji roh: mereka yang ber-

bicara sebagai orang yang menyampaikan firman 

Tuhan   dan yang bernubuat sesuai dengan iman ha-

ruslah diterima sebagai utusan Tuhan  .  

2.  Ia berbicara tidak seperti nabi-nabi lain, sebab  

Tuhan   mengaruniakan Roh-Nya dengan tidak terbatas 

kepada-Nya. Tidak ada yang bisa mengatakan firman 

Tuhan   tanpa Roh Tuhan   (1Kor. 2:10-11). Nabi-nabi Per-

janjian Lama memiliki  Roh, dan dalam tingkatan 

yang berbeda-beda (2Raj. 2:9-10). Akan namun  , jika 

kepada mereka Tuhan   memberikan Roh-Nya dengan 

terbatas (1Kor. 12:4), kepada Kristus Ia memberikan 

Roh-Nya dengan tidak terbatas. Segala kepenuhan 

berdiam di dalam diri-Nya, kepenuhan ke-Tuhan  -an, 

kepenuhan tanpa batas. Roh Tuhan   tidak berada di 

dalam Kristus seperti di dalam bejana, melainkan 

seperti di dalam sumber mata air, seperti di dalam 

laut yang tak berdasar, tak terbatas dalamnya. “Para 

nabi yang memiliki  Roh secara terbatas, yang 

hanya berkaitan dengan suatu pewahyuan tertentu, 

kadang-kadang berkata-kata dari diri mereka sendiri. 

namun   Dia memiliki  Roh yang selalu berdiam di 

dalam diri-Nya, tanpa henti, selalu mengatakan fir-

man Tuhan  .” Begitulah menurut Dr. Whitby. 

(3) Mengenai kuasa dan wewenang yang ada pada-Nya, yang 

memberi-Nya keutamaan di atas yang lain, dan nama yang 

jauh melebihi nama-nama lain.  

[1] Ia yaitu  Anak yang dikasihi Bapa (ay. 35): Bapa me-

ngasihi Anak. Para nabi berlaku setia sebagai hamba, 

namun   Kristus sebagai Anak. Mereka dipekerjakan seba-

gai hamba, namun   Kristus dikasihi sebagai Anak, selalu 

menjadi Anak kesayangan-Nya (Ams. 8:30). Bapa sa-

ngat berkenan kepada-Nya. Ia tidak hanya telah menga-

sihi-Nya, namun   juga terus mengasihi-Nya. Ia terus me-

ngasihi-Nya bahkan dalam keadaan-Nya yang hina, Ia 

mengasihi-Nya kendati dengan segala kemiskinan dan 

penderitaan-Nya.  

[2] Ia yaitu  Tuhan atas segalanya. Bapa, sebagai bukti 

akan kasih-Nya kepada-Nya, telah menyerahkan segala 

sesuatu kepada-Nya. Kasih itu murah hati. Bapa begitu 

puas dan yakin terhadap-Nya sehingga Ia menetapkan-

Nya sebagai orang yang dapat dipercaya untuk meng-

urus umat manusia. sesudah  memberi-Nya Roh dengan 

tidak terbatas, Ia memberikan segala sesuatu kepada-

Nya, sebab dengan demikianlah Ia memenuhi syarat un-

tuk menjadi Tuan dan Pengatur atas segalanya. Perhati-

kanlah, yaitu  kehormatan bagi Kristus, dan penghi-

buran yang tiada terhingga bagi semua orang Kristen, 

bahwa Bapa telah memberikan segala sesuatu ke dalam 

tangan Sang Pengantara. Pertama, segala kuasa, demi-

kianlah yang dijelaskan dalam Matius 28:18. Segala 

karya penciptaan diserahkan di bawah kaki-Nya, semua 

urusan penebusan diserahkan ke dalam tangan-Nya, Ia 

yaitu  Tuhan atas segalanya. Para malaikat yaitu  

hamba-Nya, dan setan-setan yaitu  tawanan-Nya. Ia 

memiliki  kuasa atas segala yang hidup, bangsa-

bangsa diberikan kepada-Nya sebagai milik pusaka-

Nya. Kerajaan pemeliharaan Tuhan   diserahkan ke dalam 

pengurusan-Nya. Ia memiliki  kuasa untuk menentu-

kan syarat-syarat bagi kovenan perdamaian sebagai Pe-

nguasa yang agung, untuk mengatur jemaat-Nya seba-

gai Pemberi hukum yang agung, untuk membagi-bagi-

kan kebaikan-kebaikan ilahi sebagai Penderma yang 

agung, dan untuk meminta pertanggungjawaban dari 

semua makhluk sebagai Hakim yang agung. Baik tong-

kat emas maupun gada besi diserahkan ke dalam ta-

ngan-Nya. Kedua, semua anugerah diberikan ke dalam 

tangan-Nya, supaya tangan-Nya menjadi saluran anuge-

rah. Ini mencakup segala sesuatu, segala sesuatu yang 

baik yang diniatkan Tuhan   untuk diberikan kepada 

anak-anak manusia, yaitu kehidupan kekal beserta se-

mua hal yang mendahuluinya. Tidaklah layak bagi kita 

jika Bapa memberikan semuanya itu ke dalam tangan 

kita, sebab kita telah membuat diri kita sendiri sebagai 

anak-anak bagi murka-Nya. Oleh sebab  itu, Ia telah 

menetapkan Anak kesayangan-Nya sebagai wali kita, 

dan hal-hal yang diniatkan-Nya bagi kita diberikan-Nya 

ke dalam tangan-Nya, yang layak dan yang pantas un-

tuk mendapatkan baik kehormatan bagi diri-Nya sendiri 

maupun kebaikan-kebaikan bagi kita. Semua itu diberi-

kan ke dalam tangan-Nya oleh Dia, untuk diberikan 

nanti ke dalam tangan kita. Semuanya ini sungguh sa-

ngat meneguhkan iman kita, bahwa kekayaan-kekayaan 

kovenan baru disimpan di dalam tangan yang begitu 

terjamin, begitu baik, dan begitu benar. Tangan-Nya 

telah memperoleh semua itu bagi kita, dan yang telah 

memperoleh kita bagi diri-Nya sendiri, yang mampu 

menjaga semua hal yang diserahkan kepada-Nya, se-

suai dengan persetujuan Tuhan   dan orang-orang per-

caya.  

[3] Dialah yang merupakan sasaran iman, dan iman ini 

yaitu  syarat utama untuk mendapatkan kebahagiaan 

kekal, dan dengan demikian Ia memiliki keutamaan di 

atas semua yang lain: Barangsiapa percaya kepada 

Anak, ia beroleh hidup yang kekal (ay. 36). Di sini kita 

melihat penerapan dari apa yang telah dikatakan Yoha-

nes mengenai Kristus dan ajaran-Nya, dan ini merupa-

kan kesimpulan dari semuanya. Jika Tuhan   telah mem-

berikan kehormatan ini kepada Anak, maka kita dengan 

iman harus memberikan penghormatan kepada-Nya. 

Sama seperti Tuhan   menawarkan dan menyampaikan 

hal-hal yang baik kepada kita melalui kesaksian Yesus 

Kristus, yang firman-Nya merupakan sarana kebaikan-

kebaikan ilahi, demikian pula kita menerima dan ikut 

ambil bagian dalam kebaikan-kebaikan itu dengan me-

mercayai kesaksian-Nya, dan menerima firman-Nya se-

bagai firman yang benar dan baik. Cara menerima se-

perti ini sesuai dengan cara pemberiannya. Di sini kita 

melihat inti dari Injil yang harus diberitakan kepada 

setiap makhluk itu (Mrk. 16:16).  

Inilah:     

Pertama, kebahagiaan bagi semua orang Kristen 

yang sejati: Barangsiapa percaya kepada Anak, ia ber-

oleh hidup yang kekal.  

Perhatikanlah:  

1.  Ciri atau sifat orang Kristen yang sejati yaitu  bah-

wa ia percaya kepada Anak Tuhan  , dan tidak hanya 

memercayai-Nya, bahwa apa yang dikatakan-Nya 

benar, namun   juga percaya kepada-Nya, taat kepada-

Nya dan memercayakan diri kepada-Nya. Kekristen-

an yang sejati mendatangkan keuntungan yang 

sungguh besar, bahkan sampai pada kehidupan 

kekal. Inilah yang diperoleh Kristus bagi kita dan 

yang dianugerahkan-Nya kepada kita melalui keda-

tangan-Nya. Kebahagiaan ini sungguh besar, keba-

hagiaan jiwa yang kekal di dalam Tuhan   yang kekal.  

2.  Orang-orang percaya yang sejati, bahkan pada saat 

ini, sudah memiliki hidup yang kekal. Mereka tidak 

hanya akan memilikinya nanti di akhirat, namun   juga 

sudah memilikinya sekarang.  

sebab :  

(1) Mereka memiliki  jaminan yang sangat baik 

untuk itu. Akta yang dengannya kehidupan kekal 

diperoleh kini telah dimeteraikan dan disampai-

kan kepada mereka, dan dengan demikian mere-

ka memilikinya. Kehidupan kekal ini diberikan ke 

dalam tangan Penjaga mereka, dan dengan demi-

kian mereka memilikinya, meskipun hal itu be-

lum digunakan sebagai barang milik. Mereka me-

miliki Anak Tuhan  , yang di dalam-Nya mereka ber-

oleh hidup yang kekal, dan Roh Tuhan  , yang de-

ngan-Nya mereka menjalani hidup di dunia ini 

dengan benar dan sungguh-sungguh.  

(2)  Mereka sudah mencicipi hidup kekal itu dengan 

penuh penghiburan, yaitu dalam persekutuan 

saat ini dengan Tuhan   dan tanda-tanda kasih-Nya. 

Anugerah yaitu  kemuliaan yang sudah dimulai.  

 Kedua, keadaan menyedihkan dan menyengsarakan 

yang menimpa orang-orang yang tidak percaya: Barang-

siapa tidak taat kepada Anak akan binasa, ho apeithōn. 

Kata Yunani ini mencakup baik ketidakpercayaan mau-

pun ketidaktaatan. Orang yang tidak percaya yaitu  

orang yang tidak mau menghargai dan percaya akan 

kebenaran ajaran Kristus, dan tidak pula tunduk pada 

pemerintahan-Nya. Nah, orang-orang yang tidak mau 

diajar atau diperintah oleh Kristus,  

1. Mereka tidak bisa berbahagia di dunia ini, atau di 

dunia yang akan datang: Ia tidak akan melihat hi-

dup, hidup yang hendak dianugerahkan Kristus de-

ngan kedatangan-Nya. Ia tidak akan menikmatinya, 

ia tidak akan mendapatkan segala penghiburan dari-

nya, tidak akan pernah melihat seperti apa kehidup-

an itu, malah akan semakin kehilangan hidup itu. 

2. Yang mereka alami hanyalah kesengsaraan: Murka 

Tuhan   tetap ada di atas orang yang tidak percaya. Ia 

tidak saja berada di bawah murka Tuhan  , namun   juga 

murka itu tetap ada di atasnya. Ini artinya kematian 

bagi jiwanya, sama pastinya seperti perkenanan-Nya 

merupakan kehidupan bagi jiwanya. Segala murka 

yang didatangkannya sendiri atas dirinya dengan 

melanggar hukum Tuhan  , jika tidak dihapuskan oleh 

anugerah Injil, akan diikatkan padanya. Murka Tuhan   

terhadap pelanggaran-pelanggaran yang diperbuat-

nya setiap hari akan berkobar dan berdiam di atas-

nya. Kesalahan-kesalahan lama dibiarkan tak terha-

pus, dan kesalahan-kesalahan baru bertambah: se-

tiap hari ada sesuatu yang dilakukan untuk meme- 

nuhi takarannya, dan tak ada satu pun yang dilaku-

kan untuk mengosongkannya. Dengan demikian 

murka Tuhan   tetap, sebab murka itu tertimbun pada 

hari waktu mana murka Tuhan   dinyatakan.

 

 

PASAL  4  

ungguh suatu kemuliaan bagi tanah Israel, lebih dari apa pun, 

bahwa tanah ini yaitu  negri Imanuel (Yes. 8:8), bukan hanya 

merupakan tempat kelahiran Kristus, melainkan juga tempat Ia ber-

khotbah dan mengadakan mujizat. Pada masa Juruselamat kita, 

wilayah ini dibagi menjadi tiga bagian: Yudea di selatan, Galilea di 

utara, dan Samaria terletak di antara keduanya. Nah, dalam pasal ini 

kita mendapati Kristus berada di ketiga wilayah ini.   

I.  Berangkat dari Yudea (ay. 1-3). 

II.  Melewati Samaria. Walaupun hanya suatu persinggahan saja, 

kunjungan-Nya ini banyak mendapat tempat di perikop ini. 

1.  Kedatangan-Nya di Samaria (ay. 4-6). 

2.  Percakapan-Nya dengan seorang wanita  Samaria di 

sebuah sumur (ay. 7-26). 

3.  Pemberitahuan tentang Dia yang disampaikan wanita  

tersebut kepada orang-orang di kota (ay. 27-30). 

4.  Perbincangan Kristus dengan murid-murid-Nya semen-

tara wanita  itu pergi ke kota (ay. 31-38). 

5.  Dampak yang baik dari pemberitaan wanita  itu di 

antara orang-orang Samaria (ay. 39-42). 

III. Kita mendapati bahwa Dia tinggal selama beberapa waktu di 

Galilea (ay. 43-46), dan di sana Ia menyembuhkan anak se-

orang pegawai istana yang sedang sekarat (ay. 46-54). 


Perjalanan Kristus ke Galilea  

(4:1-3) 

1 saat  Tuhan Yesus mengetahui, bahwa orang-orang Farisi telah mende-

ngar, bahwa Ia memperoleh dan membaptis murid lebih banyak dari pada 

Yohanes 2 – meskipun Yesus sendiri tidak membaptis, melainkan murid-

muridNya, – 3 Ia pun meninggalkan Yudea dan kembali lagi ke Galilea. 

Sebelumnya kita sudah membaca tentang kedatangan Kristus ke 

Yudea sesudah  Ia merayakan hari raya di Yerusalem (3:22). Sekarang 

Ia meninggalkan Yudea, empat bulan sebelum musim menuai, seperti 

yang dikatakan di sini (ay. 35). Jadi, jika dihitung-hitung, Ia tinggal 

di Yudea kira-kira enam bulan, untuk membangun di atas dasar yang 

sudah diletakkan Yohanes di sana. Kita tidak memiliki catatan ter-

perinci tentang khotbah-khotbah dan mujizat-mujizat-Nya di sana, 

hanya garis besarnya saja (ay. 1). 

I.  Bahwa Ia memperoleh murid-murid. Ia memenangkan banyak 

orang, sehingga mereka menerima ajaran-Nya dan mengikuti Dia 

sebagai seorang guru yang datang dari Tuhan  . Pelayanan-Nya ver-

hasil, meskipun ada banyak tantangan (Mzm. 110:2-3); Mathētas 

poiei – yang artinya sama dengan mathēteuo – memuridkan atau 

menjadikan murid. Bandingkan dengan Kejadian 12:5. Orang-

orang yang diperoleh mereka, artinya yang mereka jadikan, yaitu 

mereka jadikan murid atau pengikut baru. Perhatikan, Kristus 

memiliki hak istimewa untuk memperoleh murid, pertama untuk 

membawa mereka ke kaki-Nya, lalu membentuk dan menjadikan 

mereka sesuai dengan kehendak-Nya. Fit, non nascitur, Chris-

tianus – Orang Kristen dijadikan, bukan dilahirkan. Tertullian 

(seorang bapa gereja – pen.). 

II.  Bahwa Ia membaptis orang-orang yang Ia peroleh sebagai murid, 

menerima mereka dengan cara membasuh mereka dengan air. 

Bukan Ia sendiri yang melakukannya, melainkan melalui pelayan-

an murid-murid-Nya (ay. 2). 

1.  sebab  Ia hendak membuat perbedaan antara baptisan-Nya 

dengan baptisan Yohanes, yang membaptis sendiri semua mu-

ridnya. Ini sebab  Yohanes membaptis sebagai seorang hamba, 

sedangkan Kristus sebagai seorang tuan. 


2.  Ia ingin lebih banyak mengabdikan diri-Nya untuk memberita-

kan Injil, sebab  ini merupakan pekerjaan yang lebih baik 

(1Kor. 1:17). 

3. Ia ingin memberi kehormatan kepada murid-murid-Nya, de-

ngan memberdayakan mereka dan mempekerjakan mereka 

untuk melakukan pekerjaan membaptis itu, dan dengan demi-

kian melatih mereka untuk pelayanan-pelayanan lebih lanjut. 

4.  Jika Ia sendiri yang membaptis beberapa orang, orang-orang 

ini akan cenderung menilai tinggi diri mereka berdasarkan 

baptisan-Nya itu, lalu merendahkan yang lain. Hal inilah yang 

ingin dicegah oleh Kristus, sama seperti Paulus (1Kor. 1:13-

14). 

5.  Ia hendak mengkhususkan diri-Nya untuk kehormatan mem-

baptis dengan Roh Kudus (Kis. 1:5). 

6. Ia hendak mengajar kita bahwa kekuatan sakramen tidak 

tergantung pada kuasa tangan yang melaksanakannya. Apa 

yang dilakukan oleh hamba-hamba-Nya berdasarkan perintah-

Nya, Ia akui seperti Ia sendiri yang melakukannya. 

 

III. Bahwa Ia memperoleh dan membaptis murid lebih banyak dari 

pada Yohanes. Bukan hanya lebih banyak dibandingkan  yang sudah 

dibaptis Yohanes pada waktu itu, melainkan lebih banyak dari-

pada yang pernah dibaptis Yohanes pada waktu kapan pun. Per-

kataan Kristus lebih berkuasa dibandingkan  Yohanes. Mujizat-mujizat-

Nya meyakinkan, dan semua penyembuhan yang Ia lakukan 

dengan cuma-cuma sangat mengundang. 

 

IV. Bahwa orang-orang Farisi diberi tahu tentang hal ini. Mereka 

mendengar betapa banyak orang yang Ia baptis. Sejak pemuncul-

an pertama-Nya mereka sudah mengawasi-Nya dengan perasaan 

dengki, dan tidak habis-habisnya menyuruh kaki tangan mereka 

memata-matai Dia.  

Perhatikanlah baik-baik: 

1.  saat  orang-orang Farisi berpikir bahwa mereka sudah mele-

paskan diri dari Yohanes (sebab  saat itu ia sedang dalam 

penjara), dan merasa tenang sebab nya, Kristus muncul, dan 

Ia lebih mengesalkan hati mereka dibandingkan  Yohanes. Saksi-

saksi akan bangkit kembali.

2.  Yang menyusahkan hati mereka yaitu  bahwa Kristus mem-

peroleh murid yang sangat banyak. Keberhasilan Injil mem-

buat kesal musuh-musuhnya, dan suatu tanda yang baik 

bahwa Injil berhasil yaitu  saat  kuasa kegelapan menjadi 

murka kepadanya. 

V.  Bahwa Tuhan kita Yesus tahu betul informasi apa yang diberikan 

kepada orang-orang Farisi untuk menentang Dia. Mungkin saja 

orang-orang yang memberikan informasi ingin supaya nama me-

reka dirahasiakan, dan orang-orang Farisi itu tidak ingin rancang-

an mereka diketahui orang. Namun tidak seorang pun dapat 

menggali lubang yang cukup dalam untuk dapat menyembunyi-

kan dalam-dalam rancangannya terhadap TUHAN (Yes. 29:15), 

dan dalam perikop ini Kristus disebut Tuhan. Ia tahu apa yang 

diberitahukan kepada orang-orang Farisi, dan mungkin juga sebe-

rapa jauh berita itu menyimpang dari kebenaran, sebab  tampak-

nya Yesus belum membaptis lebih banyak dari Yohanes. Namun 

demikianlah yang disampaikan orang, untuk membuat Dia tam-

pak lebih berbahaya (2Raj. 6:12). 

VI. Bahwa sesudah  itu Tuhan kita Yesus meninggalkan Yudea dan 

kembali lagi ke Galilea. 

1.  Ia meninggalkan Yudea, sebab  mungkin Ia akan dianiaya di 

situ, bahkan sampai mati. Demikianlah kemarahan orang-

orang Farisi terhadap-Nya, dan rancangan mereka yang tidak 

saleh untuk menghancurkan Anak Manusia pada awal masa 

pelayanan-Nya. Untuk menghindari rancangan-rancangan me-

reka, Kristus meninggalkan daerah tersebut, dan pergi ke tem-

pat di mana pelayanan-Nya tidak terlalu menyulut kemarahan, 

dibandingkan jika Ia berada tepat di bawah pengawasan me-

reka.  

sebab : 

(1) Saat-Nya belum tiba (7:30), saat yang ditetapkan oleh ren-

cana Tuhan  , dan yang dinubuatkan dalam Perjanjian Lama, 

yaitu saat bagi Mesias untuk dibunuh. Ia belum menye-

lesaikan kesaksian-Nya, oleh sebab  itu Ia belum mau me-

nyerahkan atau membahayakan diri-Nya. 

(2) Murid-murid yang sudah Ia kumpulkan di Yudea tidak 

mampu menanggung kesukaran, maka Ia tidak ingin me-

nempatkan mereka dalam bahaya. 

(3) Dengan tindakan-Nya ini Ia memberi contoh peraturan-Nya 

sendiri: Apabila mereka menganiaya kamu dalam kota yang 

satu, larilah ke kota yang lain. Kita tidak dipanggil untuk 

menderita, selama kita dapat menghindarinya tanpa mela-

kukan dosa. Oleh sebab  itu, walaupun kita tidak boleh 

berpindah agama, kita boleh berpindah tempat, demi kese-

lamatan diri kita. Kristus menyelamatkan diri-Nya bukan 

dengan mujizat, melainkan dengan cara yang biasa bagi 

manusia, sebagai tuntunan dan dorongan bagi umat-Nya 

yang menderita. 

2.  Ia berangkat ke Galilea, sebab  di sana Ia memiliki pekerjaan 

yang harus dilakukan, serta banyak teman dan lebih sedikit 

musuh.  

Ia pergi ke Galilea saat itu: 

(1) sebab  saat itu pelayanan Yohanes telah membuka jalan 

bagi-Nya di sana. Ini sebab  Galilea, yang berada di bawah 

kekuasaan Herodes, yaitu  tempat terakhir baptisan Yoha-

nes. 

(2) sebab  penahanan Yohanes telah memberikan tempat bagi-

Nya di sana. Pelita itu sekarang diletakkan di bawah gan-

tang, maka pikiran orang tidak akan terbagi antara dia dan 

Kristus. Jadi, baik kebebasan maupun belenggu dialami 

oleh pelayan-pelayan yang baik untuk kemajuan Injil (Flp. 

1:12). Namun untuk tujuan apakah Ia pergi menyelamat-

kan diri ke Galilea? Herodes, yang menganiaya Yohanes, 

tidak akan menjadi pelindung bagi Yesus. Mengenai hal ini 

Chemnitius menulis, Pii in hâc vitâ quos fugiant habent; ad 

quos vero fugiant ut in tuto sint non habent, nisi ad te, Deus, 

qui solus regugium nostrum es – Orang-orang benar, dalam 

hidup ini, memiliki orang-orang yang dapat menjadi tempat 

mereka melarikan diri, namun   tidak ada seorang pun yang 

menjadi tempat melarikan diri itu dapat menyediakan 

perlindungan bagi mereka, kecuali Engkau, ya Tuhan  . 


Kristus di Sumur Samaria 

(4:4-26)  

4 Ia harus melintasi daerah Samaria. 5 Maka sampailah Ia ke sebuah kota di 

Samaria, yang bernama Sikhar dekat tanah yang diberikan Yakub dahulu ke-

pada anaknya, Yusuf. 6 Di situ ada  sumur Yakub. Yesus sangat letih 

oleh perjalanan, sebab  itu Ia duduk di pinggir sumur itu. Hari kira-kira 

pukul dua belas. 7 Maka datanglah seorang wanita  Samaria hendak me-

nimba air. Kata Yesus kepadanya: “Berilah Aku minum.” 8 Sebab murid-mu-

rid-Nya telah pergi ke kota membeli makanan. 9 Maka kata wanita  Sama-

ria itu kepada-Nya: “Masakan Engkau, seorang Yahudi, minta minum kepa-

daku, seorang Samaria?” (Sebab orang Yahudi tidak bergaul dengan orang 

Samaria.) 10 Jawab Yesus kepadanya: “Jikalau engkau tahu tentang karunia 

Tuhan   dan siapakah Dia yang berkata kepadamu: Berilah Aku minum! niscaya 

engkau telah meminta kepada-Nya dan Ia telah memberikan kepadamu air 

hidup.” 11 Kata wanita  itu kepada-Nya: “Tuhan, Engkau tidak punya tim-

ba dan sumur ini amat dalam; dari manakah Engkau memperoleh air hidup 

itu? 12 Adakah Engkau lebih besar dari pada bapa kami Yakub, yang mem-

berikan sumur ini kepada kami dan yang telah minum sendiri dari dalamnya, 

ia serta anak-anaknya dan ternaknya?” 13 Jawab Yesus kepadanya: “Barang-

siapa minum air ini, ia akan haus lagi, 14 namun   barangsiapa minum air yang 

akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya. 

Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di 

dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang 

kekal.” 15 Kata wanita  itu kepada-Nya: “Tuhan, berikanlah aku air itu, 

supaya aku tidak haus dan tidak usah datang lagi ke sini untuk menimba 

air.” 16 Kata Yesus kepadanya: “Pergilah, panggillah suamimu dan datang ke 

sini.” 17 Kata wanita  itu: “Aku tidak memiliki  suami.” Kata Yesus 

kepadanya: “Tepat katamu, bahwa engkau tidak memiliki  suami, 18 sebab 

engkau sudah memiliki  lima suami dan yang ada sekarang padamu, bu-

kanlah suamimu. Dalam hal ini engkau berkata benar.” 19 Kata wanita  

itu kepada-Nya: “Tuhan, nyata sekarang padaku, bahwa Engkau seorang 

nabi. 20 Nenek moyang kami menyembah di atas gunung ini, namun   kamu 

katakan, bahwa Yerusalemlah tempat orang menyembah.” 21 Kata Yesus 

kepadanya: “Percayalah kepada-Ku, hai wanita , saatnya akan tiba, bah-

wa kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di 

Yerusalem. 22 Kamu menyembah apa yang tidak kamu kenal, kami menyem-

bah apa yang kami kenal, sebab keselamatan datang dari bangsa Yahudi. 23 

namun   saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-

penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab 

Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian. 24 Tuhan   itu Roh dan 

barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebe-

naran.”  25 Jawab wanita  itu kepada-Nya: “Aku tahu, bahwa Mesias akan 

datang, yang disebut juga Kristus; apabila Ia datang, Ia akan memberitakan 

segala sesuatu kepada kami.” 26 Kata Yesus kepadanya: “Akulah Dia, yang 

sedang berkata-kata dengan engkau.” 

Di sini diceritakan mengenai apa yang dilakukan oleh Kristus yang 

baik itu di Samaria, saat  Ia melalui daerah itu dalam perjalanan-

Nya ke Galilea. Orang Samaria, baik dalam darah maupun agama, 

yaitu  Yahudi campuran, keturunan orang-orang dari daerah-daerah 

kekuasaan lain yang ditempatkan di Samaria oleh raja Asyur sesudah  

penawanan sepuluh suku, yang hidup bersama dengan orang-orang 

miskin dari daerah itu yang ditinggalkan, dan banyak orang Yahudi 

lainnya sesudah itu. Mereka hanya menyembah Tuhan   Israel, dan 

bagi-Nya mereka telah membangun sebuah bait di atas gunung 

Gerizim, untuk menyaingi bait yang ada di Yerusalem. Ada rasa 

permusuhan yang sangat besar antara mereka dengan orang Yahudi. 

Orang Samaria tidak mau menerima Kristus, saat  mereka melihat-

Nya pergi ke Yerusalem (Luk. 9:53). Orang Yahudi berpikir bahwa 

tidak ada julukan buruk lain yang lebih pantas diberikan bagi Dia 

selain dari Ia orang Samaria. saat  orang Yahudi berada dalam ke-

makmuran, orang Samaria menyatakan diri ada hubungan dengan 

mereka (Ezr. 4:2), namun  , saat  orang Yahudi berada dalam kesusah-

an, mereka menjadi orang Media dan Persia; lihat Joseph. Antiq. 11. 

340-341; 12. 257.  

Sekarang amatilah: 

I.  Kedatangan Kristus di Samaria. Ia menyuruh murid-murid-Nya 

untuk tidak masuk ke dalam kota orang Samaria (Mat. 10:5), 

artinya untuk tidak memberitakan Injil atau mengerjakan mujizat 

apa pun. Di sini Ia pun tidak berkhotbah di depan umum, atau 

mengerjakan mujizat apa pun, sebab  pandangan-Nya tertuju 

kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel. Kebaikan yang 

Ia lakukan di sini sifatnya sambil lalu saja; hanya remah-remah 

dari roti anak-anak yang kebetulan jatuh dari meja tuannya. 

1.  Jalan Kristus dari Yudea ke Galilea terbentang melintasi dae-

rah Samaria (ay.4): Ia harus melintasi daerah Samaria. Tidak 

ada jalan lain, kecuali Ia mau mengambil jalan memutar di sisi 

lain sungai Yordan, namun   itu jalan memutar yang jauh. Orang-

orang jahat dan duniawi saat ini sudah begitu bercampur 

dengan Israel kepunyaan Tuhan   sehingga, kecuali kita keluar 

dari dunia ini, kita tidak dapat menghindari pertemuan dengan 

orang-orang seperti itu (1Kor. 5:10). Oleh sebab  itu kita mem-

butuhkan perlengkapan senjata kebenaran di tangan kiri dan 

kanan, supaya kita tidak membangkitkan amarah mereka 

ataupun menjadi cemar sebab  mereka. Janganlah kita masuk 

ke tempat-tempat pencobaan kecuali kalau harus perlu demi-

kian; dan kalau harus terpaksa, janganlah kita tinggal di da-

lamnya, melainkan harus bergegas melewatinya. Sebagian 

orang berpikir bahwa Kristus harus melintasi daerah Samaria 

sebab  pekerjaan baik yang harus Ia lakukan di sana; ada se-

orang wanita  miskin yang harus diubahkan, seekor dom-

ba yang harus dicari dan diselamatkan. Ini yaitu  pekerjaan 

yang selalu ada di hati-Nya, jadi Ia harus melewati jalan terse-

but. Inilah kebahagiaan bagi Samaria, bahwa daerah itu terle-

tak di jalan Kristus, sehingga Ia memiliki kesempatan untuk 

memanggil mereka. Maka Aku lalu dari situ dan Aku berkata 

kepadamu: Engkau harus hidup (Yeh. 16:6). 

2.  Tempat peristirahatan-Nya terletak di sebuah kota di Samaria. 

Sekarang perhatikan: 

(1) Gambaran tentang tempat tersebut. Tempat itu disebut 

Sikhar, mungkin sama dengan Sikhem atau Sekhem, tem-

pat yang sering kita baca dalam Perjanjian Lama. Demi-

kianlah nama-nama tempat biasanya berubah seiring per-

jalanan waktu. Sikhem menghasilkan orang bukan-Yahudi 

pertama yang masuk ke dalam jemaat Israel (Kej. 34:24), 

dan sekarang tempat ini menjadi tempat pertama di mana 

Injil diberitakan di luar wilayah Israel. Demikianlah menu-

rut pengamatan Dr. Lightfoot. Begitu juga yang terjadi de-

ngan lembah Akhor, yang menjadi pintu pengharapan, yaitu 

pengharapan bagi orang-orang bukan-Yahudi yang malang, 

yang melintasi kota ini (Hos. 2:14). Ini yaitu  tempat Abi-

melekh menjadi raja dan pusat kerajaan Yerobeam, namun   

saat  penulis Kitab Injil ini hendak menceritakan kepada 

kita masa lalu tempat tersebut, ia memperhatikan harta 

Yakub di situ, yang lebih mendatangkan kehormatan bagi 

tempat itu dibandingkan  raja-raja. 

[1] Di sinilah letak tanah Yakub, sebidang tanah yang Ya-

kub berikan kepada anaknya, Yusuf, yang tulang-tu-

langnya dikuburkan di sana (Kej. 48:22; Yos. 24:32). 

Mungkin hal ini disebutkan untuk mengisyaratkan 

bahwa Kristus, saat  Ia beristirahat di situ, mengambil 

kesempatan dari tanah yang diberikan Yakub kepada 

Yusuf, untuk merenungkan kesaksian baik yang diha-

silkan para nenek moyang dengan iman mereka. Bapa 

Gereja Hieronimus memilih untuk tinggal di tanah Ka-

naan, supaya pemandangan di tempat itu membuatnya 

lebih dapat menghayati kisah-kisah di dalam Alkitab. 


[2] Di sinilah tempat sumur Yakub, yaitu sumur yang di-

galinya, atau paling tidak digunakannya, untuk dirinya 

sendiri dan keluarganya. Sumur ini tidak pernah dise-

butkan di dalam Perjanjian Lama, namun   berdasarkan 

tradisi orang mempercayai bahwa ini yaitu  sumur 

Yakub. 

(2) Posisi tubuh Tuhan kita Yesus di tempat itu. Yesus sangat 

letih oleh perjalanan, sebab  itu Ia duduk di pinggir sumur 

itu.  

 Di sini diceritakan Tuhan kita Yesus: 

[1] Mengalami kelelahan yang biasa dialami orang-orang 

yang dalam perjalanan. Ia sangat letih oleh perjalanan. 

Walaupun saat itu masih pukul dua belas, dan Ia baru 

menjalani setengah dari perjalanan satu hari-Nya, na-

mun Ia sudah sangat letih; mungkin juga sebab  waktu 

itu pukul dua belas, saat paling panas dalam sehari, 

maka Ia menjadi sangat letih.  

Di sini kita melihat:  

Pertama, bahwa Ia benar-benar seorang manusia, 

dan dapat merasakan kelemahan seperti manusia pada 

umumnya. Dosa mendatangkan kerja keras (Kej. 3:19), 

maka Kristus, yang menjadikan diri-Nya kutuk sebab  

kita, harus mengalaminya.  

Kedua, bahwa Ia yaitu  orang yang miskin. Jika 

tidak, Ia mungkin melakukan perjalanan dengan me-

nunggang kuda atau mengendarai kereta kuda. Ia me-

rendahkan diri-Nya bagi kita sampai pada kehinaan dan 

mati raga seperti ini, sehingga Ia melakukan perjalanan-

Nya dengan berjalan kaki. saat  budak-budak menung-

gang kuda, pembesar-pembesar berjalan kaki seperti 

budak-budak (Pkh. 10:7). saat  kita dapat menempuh 

perjalanan dengan mudah, marilah kita mengingat 

kelelahan Tuan kita.  

Ketiga, tampaknya Ia hanyalah seorang yang lemah 

lembut, yang tidak memiliki tubuh yang kekar. Tampak-

nya murid-murid-Nya tidak letih, sehingga mereka da-

pat pergi ke kota tanpa kesulitan, sementara Guru me-

reka duduk dan tidak mampu berjalan lebih jauh. 

Tubuh yang terbuat dari tanah yang rapuh ini memang 

sangat peka terhadap rasa lelah, sehingga hampir tidak 

dapat menanggungnya. 

[2] Di sini diceritakan Ia berusaha memulihkan diri-Nya 

dengan cara yang biasa dilakukan orang-orang yang da-

lam perjalanan. Yesus sangat letih oleh perjalanan, 

sebab  itu Ia duduk di pinggir sumur itu.  

Pertama, Ia duduk di pinggir sumur itu, sebuah tem-

pat yang tidak nyaman, dingin dan keras. Ia tidak me-

miliki bangku ataupun kursi yang nyaman untuk ber-

istirahat, namun memanfaatkan apa saja yang tersedia 

di situ, untuk mengajar kita agar tidak memilih-milih 

dan mencari kenyamanan dalam hidup, melainkan puas 

dengan hal-hal yang sederhana saja. 

Kedua, Ia duduk di situ, dengan posisi tubuh yang 

tidak nyaman; duduk sembarangan saja – incuriose et 

neglectim, atau Ia duduk dengan cara yang biasa dilaku-

kan orang-orang yang sangat letih sebab  perjalanan 

jauh. 

II.  Percakapan-Nya dengan seorang wanita  Samaria, yang dica-

tat dengan lengkap di sini, sedangkan perdebatan-Nya dengan 

para alim ulama dan percakapan-Nya dengan Musa dan Elia di 

atas gunung terkubur dalam keheningan.  

Percakapan ini dapat dibagi menjadi empat pokok: 

1.  Mereka bercakap-cakap tentang air (ay. 7-15). 

(1) Di sini digambarkan situasi yang melandasi percakapan 

tentang air ini. 

[1]  Seorang wanita  Samaria datang untuk menimba 

air. Ini mengisyaratkan kemiskinannya, ia tidak memi-

liki hamba untuk menimba air baginya. Ini juga berbi-

cara mengenai kerajinannya, bahwa ia mau mengerja-

kannya sendiri.  

Lihatlah di sini:  

Pertama, bagaimana Tuhan   mengakui dan berkenan 

atas kerajinan yang disertai dengan sifat jujur dan ren-

dah hati dalam pekerjaan-pekerjaan kita. Dulu, kabar 

mengenai Kristus juga diberitakan kepada para gembala 

saat  mereka sedang menjaga kawanan domba mereka.  

Kedua, bagaimana Tuhan   Sang Pemelihara mengerja-

kan tujuan-tujuan mulia melalui peristiwa-peristiwa 

yang bagi kita hanya tampak kebetulan dan tidak dise-

ngaja. Pertemuan wanita  ini dengan Kristus di su-

mur mungkin mengingatkan kita akan kisah tentang 

Ribka, Rahel, dan anak wanita  Yitro, yang semua-

nya berjumpa dengan suami-suami mereka, yaitu sua-

mi-suami yang baik, yang tiada lain yaitu  Ishak, Ya-

kub, dan Musa sendiri, saat  mereka pergi ke sumur 

mencari air.  

Ketiga, bagaimana anugerah Tuhan   kadang kala ber-

tindak terlebih dahulu dan secara tak terduga memba-

wa orang ke dalam pertobatan dan keselamatan. Ia ber-

kenan ditemukan oleh mereka yang tidak mencari-Nya. 

[2] Murid-murid-Nya telah pergi ke kota membeli makanan. 

Ambillah pelajaran:  

Pertama, tentang keadilan dan kejujuran. Kristus 

membeli dan membayar makanan yang Ia makan, sama 

seperti Paulus (2Tes. 3:8).  

Kedua, tentang ketergantungan pada Tuhan   Sang Pe-

melihara setiap hari: Janganlah kamu khawatir akan 

hari esok. Kristus tidak pergi ke kota untuk makan, me-

lainkan menyuruh murid-murid-Nya membawakan 

makanan-Nya ke situ, bukan sebab  Ia segan makan di 

sebuah kota Samaria, melainkan, 

1.  sebab  ia memiliki suatu pekerjaan baik yang harus 

dikerjakan di sumur itu, yang mungkin dapat di-

kerjakan sementara murid-murid-Nya sedang meng-

usahakan makanan. Mengisi menit-menit kosong 

kita dengan hal-hal baik, sehingga tidak ada potong-

an waktu yang hilang, yaitu  bijaksana. Petrus, 

saat  makan malamnya sedang dipersiapkan, tiba-

tiba rohnya diliputi kuasa ilahi (Kis. 10:10). 

2.  sebab  Ia dapat makan dengan lebih menyendiri dan 

tenang, lebih murah dan sederhana, jika makanan-

Nya dibawa ke situ, dibandingkan  jika ia pergi ke kota. 

Mungkin kantong-Nya tipis, dan Ia hendak mengajar 

kita cara mengatur sumber daya dengan baik, mem-

belanjakan uang sesuai dengan apa yang kita miliki 

dan tidak besar pasak dibandingkan  tiang. Paling tidak, 

Ia hendak mengajar kita untuk tidak terpikat pada 

hal-hal yang mewah. Kristus dapat menyantap ma-

kanannya di pinggir sumur sama nikmatnya seperti 

makan di penginapan terbaik di kota. Marilah kita 

bertindak sesuai dengan keadaan kita.  Nah, situasi 

ini memberi Kristus sebuah kesempatan untuk ber-

cakap-cakap dengan wanita  ini tentang hal-hal 

rohani, dan Ia menggunakan kesempatan tersebut. 

Ia sering kali berkhotbah kepada orang banyak yang 

mengerumuni-Nya untuk mendapatkan pengajaran, 

namun   di sini Ia berkenan merendah untuk mengajar 

satu orang, seorang wanita , wanita  yang 

miskin, seorang asing, seorang Samaria. Ini meng-

ajar pelayan-pelayan-Nya untuk melakukan hal yang 

sama, supaya mereka mengerti bahwa menolong, 

walaupun hanya satu jiwa, untuk menyelamatkan-

nya dari kematian, yaitu  sebuah prestasi yang mu-

lia. 

(2) Mari kita memperhatikan perincian dari percakapan ini. 

[1] Yesus memulai percakapan dengan sebuah permintaan 

sederhana akan seteguk air: Berilah Aku minum. Ia yang 

oleh sebab  kita menjadi miskin di sini malah menjadi 

pengemis, supaya mereka yang kekurangan dan tidak 

dapat bekerja, tidak perlu malu untuk mengemis. Kris-

tus meminta air, bukan hanya sebab  Ia membutuhkan 

air dan membutuhkan bantuan wanita  ini untuk 

mengambil air, melainkan sebab  Ia hendak memancing 

percakapan lebih jauh dengan wanita  tersebut. Ia 

juga ingin mengajar kita untuk bersedia meminta tolong 

kepada orang yang paling hina jika perlu. Hingga kini, 

Kristus masih mengemis demi umat-Nya yang miskin, 

dan segelas air dingin yang diberikan kepada mereka 

dalam nama-Nya, seperti dari wanita Samaria ini, tidak 

akan kehilangan upahnya. 

[2] wanita  ini, walaupun tidak menolak permintaan 

Kristus, berbantah dengan-Nya sebab  Ia tidak bersikap 

seperti kebiasaan bangsa-Nya sendiri (ay. 9): Masakan? 

Amatilah:  

Pertama, alangkah parahnya perseteruan yang ada 

di antara orang Yahudi dan orang Samaria: Orang Ya-

hudi tidak bergaul dengan orang Samaria. Orang-orang 

Samaria yaitu  lawan orang Yehuda (Ezr. 4:1), yang 

dalam setiap kesempatan bersikap jahat terhadap mere-

ka. Orang Yahudi pun sangat mendendam terhadap 

orang Samaria. Mereka "menganggap orang Samaria 

tidak memiliki bagian dalam kebangkitan, mengucilkan 

dan mengutuk mereka demi nama Tuhan   yang kudus, 

demi tulisan agung pada loh-loh batu, dan demi kutuk 

yang dijatuhkan lembaga pengadilan tinggi dan rendah, 

dan dengan hukum ini, tidak ada orang Israel yang 

makan apa pun yang menjadi milik orang Samaria, ka-

rena itu sama seperti makan daging babi.” Demikian Dr. 

Lightfoot, dari Rabbi Tanchum. Perhatikan, pertikaian 

tentang agama biasanya yaitu  yang paling keras dari 

semua jenis pertikaian. Manusia diciptakan untuk ver-

gaul satu sama lain. Namun jika manusia, sebab  yang 

satu beribadah di bait yang satu dan yang lain beriba-

dah di bait yang lain, menyangkal ibadah kemaunsiaan, 

kasih kepada sesama, dan aturan kesopanan umum, 

maka mereka akan penuh sifat permusuhan dan tidak 

sehat. Orang seperti itu suka menghina dan mencela, 

dan dengan diwarnai semangat yang menggebu-gebu 

untuk agama, mereka hanya menunjukkan bahwa wa-

laupun agama mereka mungkin benar, mereka tidak 

benar-benar beragama. Dengan berpura-pura berpegang 

teguh pada agama, mereka justru menggagalkan tujuan 

agama tersebut.  

Kedua, bagaimana wanita  ini siap untuk men-

cela Kristus sebab  kesombongan dan sifat buruk bang-

sa Yahudi: Masakan Engkau, seorang Yahudi, minta 

minum kepadaku? Dengan memperhatikan pakaian 

atau logat-Nya, atau keduanya, ia mengetahui bahwa 

Kristus pastilah seorang Yahudi, dan merasa aneh bah-

wa Ia tidak melibatkan diri dalam berbagai kejahatan 

tak terkendali yang dilakukan orang Yahudi lain terha-

dap orang Samaria. Perhatikan, orang-orang yang tidak 

berlebihan dalam mengikuti kelompok mana pun, se-

perti Yosua dan teman-temannya (Za. 3:8), merupakan 

suatu lambang (KJV: orang-orang yang dikagumi). Dua 

hal yang membuat wanita  ini heran atau merasa 

kagum yaitu : 

1. Bahwa Kristus meminta kebaikan ini darinya. Pada-

hal kebanggaan orang Yahudi yaitu  mereka lebih 

suka menanggung penderitaan dibandingkan  meminta 

tolong dari seorang Samaria. Ini yaitu  bagian dari 

perendahan diri Kristus, bahwa Ia dilahirkan dari 

bangsa Yahudi, yang bukan saja saat itu berada 

dalam kondisi buruk sebab  berada di bawah pen-

jajahan Romawi, melainkan juga memiliki nama bu-

ruk di antara bangsa-bangsa. Dengan penuh peng-

hinaan Pilatus bertanya, Apakah aku seorang Ya-

hudi? (Yoh. 18:35) Dengan demikian Ia bukan saja 

telah mengosongkan diri-Nya sendiri, Ia bahkan men-

dapatkan reputasi yang buruk. Dalam hal ini Ia 

memberi kita teladan untuk melawan arus kejahatan 

yang sudah menjadi kebiasaan umum. Kita harus, 

seperti Guru kita, mengenakan kebaikan dan kemu-

rahan hati, walaupun sifat seluruh bangsa kita atau 

tabiat kelompok kita sangat penuh dengan kebenci-

an dan kejahatan. wanita  ini mengira Kristus 

akan bersikap sama seperti orang Yahudi lainnya. 

Sungguh tidaklah adil untuk menuduh setiap orang 

akan melakukan kesalahan-kesalahan yang umum 

dilakukan dalam masyarakatnya. Tidak ada hukum 

tanpa perkecualian. 

2. wanita  ini heran bahwa Kristus berharap mene-

rima kemurahan hati darinya, yang yaitu  seorang 

Samaria: “Kalian orang Yahudi biasa tidak mau ber-

murah hati kepada salah seorang dari bangsa kami, 

jadi mengapa kami harus melakukannya bagi salah 

seorang dari kalian?” Begitulah, perselisihan terus  

dipanas-panasi dengan balas dendam dan saling hu-

kum. 

[3] Kristus memakai kesempatan ini untuk mengajar pe-

rempuan tersebut mengenai hal-hal ilahi: Jikalau eng-

kau tahu tentang karunia Tuhan  , niscaya engkau telah 

meminta kepada-Nya (ay. 10).  

Perhatikanlah:  

Pertama, Ia menolak keberatan wanita  itu me-

ngenai pertikaian antara orang Yahudi dan Samaria, 

dan tidak memperhatikannya sama sekali. Beberapa 

perbedaan paling baik diatasi dengan cara mengabai-

kannya, dan menghindari setiap kesempatan untuk ber-