bidah yang dianggap sunah 2

Kamis, 06 Maret 2025

bidah yang dianggap sunah 2



 g sebenamya terjadi. 'Maha suci Nlah, utabai Abu Hurairah, badan

orang muknin itu tidak najis,'sergahnya.

Bukhari juga meriwayatkan Abu Sdamah yang pernah bertanya kepada

Aisyah, "Apakah Nabi Muhammad Shallallabu'alaihi uta Sallam tidur

dalam keadaan junub?" Aity"h menjawab, 'Ya, dan berwudhu." Bukhari

menielaskannya dalam bab "Orang Puasa yang Masih Junub pada Pagi

Hari." Aisyah dan Ummu Salamah Radhiyallahu 'anhuma pernah

memberitahukan bahwa Rasulullah Sballallahu 'ahihi ua Sallam masih

dalam keadaan funub ketika fajar telah terbit setelah semdam berhubungan

dengan istriny4 yang kemudian mandi dan berpuasa.

Tinggalkanlah segala bentuk mitos dan bid'ah, dan ikutilah petunjuk

nabi.[]

BaglanPertama I 2t

BAB KEDELAPAN

Yang Benar Dan Yang Salah Dalam

Bertayamum

Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari 'Ammar bin Yasir Radhiyallahu

'anhunta: Rasulullah Shallallahu 'alaihi uta Sallam pernah mengutusku

untuk satu keperluan. Ketika itu aku iunub dan tidak mendapatkan air

untuk bersuci. Akhirnya, aku bergulingguling di pasir seperti hewan. Ketika

aku mendatangi Nabi dan menceritakan hal tersebut, beliau bersabda,

"sesunguhnyi cukup bagimu sepelti rai', kemudian beliau meletakkan

kedua tg*y" di tanah sekati saia dan mengusap tangan kanan dengan

tangan kiri, punggung telapak tangannya, kemudian muka' (Bukhari

meiambahkan,) Kernudian menepuk tanah dengan kedua telapak

tangannya, meniup keduanya, kemudian membasuh muka dan telapak

tanganrrra."

Adapun hadits yang berbunyiz "Tayamumm itu dua kali tepukan:

satu tepikan untuk-*iko dan satu teukan untuk dua tangan hinga

siku,, diriwayatkan oleh ad-Daruquthni. Para tokoh hadits membenarkan

bahwa hadits ini mauquf (hanya sampai kepada shahabat). sedangkan

pensyarah al-Jimi' as-sh'agil mengatakan bahwa hadits iru dha'if. Al-Hafizh,

p.rrry"r.h il-MrntoqA t.rrg"t"k"n bahwa hadits ini dha'if dan telah

a*t*, dhaif oleh lbn al-Qaththan dan lbnu Mu'in'

Menurut tbnu Abdil Barr, kebanyakan atsar marfu' yurg berasal dari

,Ammar, menerangkan bahwa tayilnmun hanya dengan satu kali tepukan

saja, dan semua h"a$ (dari 'Ammar iuga) yang menerangkan dengan dua

tepukan sifatnya tnudhtharib (bermasalah). Demikian pula hadits Ibnu

Umar: Kami bertayamum bersama Rasulullah Shallallahu'alaihi ua Sallam'

Kami menepukkan tangan di atas debu yang suci, kemudian mengusap

kedua rangan dan waiah kami. Kami menepuk sekali lagi, dan mengusap

26 I gH'an-uld'ahyang Dlanggap Sunnah

dari siku hingga telapak tangan. Menumt pensyarah al-Muntaqa, 'Dalam

sanad hadits tersebut terdapat nama Sulaiman bin fuqam yang matruk."

Diriwayatkan pula dari lbnu Umar dengan tnarfu'melalui sanad lain

dalam lafaz Ibnu Dzibyan, bahwa tayamum terdiri dari dua tepukan saia.

Thpi menurut Abu 7ar'rt,'Hadits ini tidak benar.'

Hadits yang diriwayatkan dari lbnu Abbas: "Adalah sunnah, jika

seseorang dengan (satu) tayammum melaksanakan satu shalat saja,

kemudian bertayammum lagi untuk shalat yang lain." Hadits ini

diriwayatkan oleh ad-Daruquthni dengan sanad yang sangat lemah, karena

hadits tersebut berasal dari riwayat d-Hasan bin Imarah yang sangat lemah

sekdi. Ironisnya, hadits yang tak lebih kuat dari rumah laba-laba ini telah

menjadi pegangan para fuqaha belakangan dengan meninggalkan hadits

shahih, yang sangat toleran terhadap para pemeluknya, terutama yang

sakit.

Ibnu Qayyim ddam Zid al-Ma'id menyatakan bahwa hadits yang

menyatakan Rasulullah bertayamum dengan dua tepukan debu tidak shahih,

begitu pula mengusap tangan hingga siku. Sedangkan menurut Ahmad

(bin Hanbal), barangsiapa yang berpendapat bahwa tayamum hingga dua

siku, adalah tambahan dari dirinya.

Ada tayamum model demikian: meletakkan telapak tangan kiri di

atas permukaan tangan kanan hingga siku, kemudian memutar telapak

tangan kiri di atas pergelangan tangan kanan dan menegakkan ibu jari

tangan kiri seperti muadzin hingga menyentuh ibu iari tangan kanan dan

merapatkan keduanya. Ini jelasjelas mempakan model tayamum yang belum

pernah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaibi uta Sallam dan tidak

pernah diajarkan kepada para shahabatnya. Rasulullah membebaskan dan

menjadikannya sebagai pengganti wudhu. Karenanya, pelajarilah dan

lakukanlah seperti yang dilakuan oleh Rasulullah.

Tidak ada hadits shahih yang menjelaskan tenang mengusap perban,

meski hadits tersebut banyak dikutip oleh ahli fiqh. Sebuah hadits dari Ali

Radhiyallahu 'anhu: "Salah satu pergelangan tanganku patah, maka aku

pun bertanya kepada Rasulullah Shallallabu 'alaihi uta Sallam, yang

kemudian beliau menyuruhku untuk membasuh perban." Hadits ini diriwayat

oleh Ibnu Majah dengan sanad yang sangat lemah dari riwayat 'Amr bin

Khalid, seorang yang suka berdusta.

Diriwayatkan dari Jabir Radhiyallahu 'anhu: Kami sedang bepergian

dalam sebuah kafilah, dan salah seorang dari kami terkena lemparan batu

hingga kepalanya terluka, pada malamnya ia mimpi basah. Ia pun bertanya

BaglanFertama I ,l

kepada sahabat-sahabatnya, "Apakah aku berhak men&patkan rukhshah

untuk bertayamum?" Mereka meniawab,'Kami tidak menemukan tukhshah

buatmu, jika engkau masih mampu menggunakan air.' Kemudian orang

tersebut mandi, dan mati. Ketika kami sampai, keiadian tersebut

disampaikan kepada Rasulullah. Kata Rasulullah, "Mereka telab

metnbunubnyd. Tidakkah nqeka butanya iika tidak tahu, sesunguhnya

kebodoban itu obatnya adalab bertanya. Sebenarnya, ia hanya perlu

bertayamum dan membungkus lukanya. Kemudian ?nengusapnya dan

mencuci seluruh tubuhnya.' Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud,

Daruquthni dan Ibnu Majah, dan menurut Ibnu as-Sakan, shahih. Meski

banyak pendapat yang melemahkannya, terapi seridaknya hal ini

membolehkan kia unnrk membasuh perban luka.tl

zB I gu'an-uld'ahyang Dlanggap Sunnah

BAB KESEMBILAN

Membasuh l(huff (Sepatu Boot), Kaos Kakl

Dan Sepatu

Dari Bilal: Aku pernah melihat Rasulullah Sballallahu 'alaihi wa

Sallam membasuh kh"ff dan sorbannya. Diriwayatkan oleh Ahmad. Dalam

riwayat Abu Daud disebutkan bahwa Rasulullah keluar untuk buang air,

kemudian aku membawakan air untuknya dan dengan air itu beliau

berwudhu, mengusap sorban dan khuffnva. Mughirah bin Syu'bah

meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaibi uta Sallam berwudhu

dan membasuh kedua kaos kakinya dan sepatunya. Diriwayatkan oleh al-

Khamsah (lima orang periwayat) kecuali Nasa'i.

Kata Abu Daud, "Mereka yang suka mengusap kedua kaos kaki adalah

Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas'ud, al-Barra', Anas, Abu Umamah, Sahal bin

Sa'ad, dan 'Amr bin Harits. Dan riwayat tentang itu diriwayatkan dari

(Jmar, Ibnu 'Abbas dan Abu Musa al-Asy'ary.

Ada batasan waktu sebagai syarat untuk mengusap khuff. Sebelum

menggunakan khuff disyaratkan semua dalam keadaan suci, demikian

yang diriwayatkan dari al-Mughirah bin Syu'bah: Pada suatu malam aku

sedang bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi ua Sallam dalam sebuah

peridanan. Aku mengucurkan air dari adautat (bejana air yang terbuat

dari kulit) untuk beliau membasuh wajah, tangan dan kepalanya. Kemudian

aku bermaksud membukakan kbuffnya, namun melarangnya, 'Biarkan

saja, karena aku memasukkan kedua kakiku ke dalam kh"ff dalam

keadaan szci." Kemudian beliau membasuh bagran atas khuff.

Dalam riwayat Ahmad: Ibnu Khuzaimah menceritakan dari Shafiran

bin 'fusal: Rasulullah memerintahkan kami untuk membasuh bagian atas

khuff jika kami memasukkan kaki karni ddam keadaan suci (untuk iangka

waktu) tiga hari tiga malam iika bepergian, dan sehari semalam iika

Bag,lanPertama I ,g

menetap. Kami tak perlu membukanya saat buang air besar, buang air

kecil dan tidur. Kami hanya membukanya jika kami junub. Kata al-Khitabi,

sanad hadits ini shahih.

Dalam riwayat Ahmad dan Muslim disebutkan: "Untuk musafir selama

tiga hari dan tiga malam, dan untuk muqim (yang menetap) satu hari satu

malam."

Yang diusap dari khuff, kaos kaki dan sepatu hanyalah bagtan atasnya

saja. Kata Ni Radhiyallahu 'anhu, Jika agama itu berdasarkan rasio

tentu bagian bawah hh"ff lebih penting untuk diusap dibanding bagian

atasnya. Tetapi aku melihat Rasulullah Shallallahu 'alaihi uta Sallam

membasuh bagran atas khuff saja." Diriwayatkan oleh Abu Daud dan ad-

Daruquthni dengan sanad shahih. Al-Mughirah juga mengatakan, "Aku

melihat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam hanya mengusap bagian

atas khuff saja." Diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud.

30 I gU'an-uld'alryang Dlanggap Sunnah

BAB KESEPULUH

Keutamaan Membang,un Dan Memberslhkan

MasJld

Allah berfirman,'Hanyalah yang memaknurkan masjid-masjid N-

lah ialab otangorarrg yang beriman kqda Nlah dan hari kemudian,

suta tetapi mendirikan shaht, mmunaikan zakat dan tidaktakut (hepada

siapa pun) selain Nlah, maka maekalah orangorang yang dibarapkan

tamasuk gobngan orangorangyang nendapat petunjuk." (QS. At:Thubah:

18)

Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Utsman Radhiyallahu'anhu:

Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi uta Sallam bersabda,

'Barangsiapa membangun masjid untuk mencari keridhaan Allah, maka

Allah akan membangun sanr rumah unnrknya di surga." (Dalam satu riwayat

disebutkan: "Allah akan membangun untuknya bangunan yang sama di

surga."

Maklumat yang umum dituliskan di papan nama di depan masjid

yang menerangkan bahwa si d bapaknya aau kakeknya yang membangun

masjid ini tergolong bid'ah, sum'ab (mencari popularitas) dan riya'. Ada

unsur riya' di sini, dan riya'merupakan salah satu bentuk perbuaan syrrik.

Firman Allah, "Barangsiapa mengharap puiurnpaan dengan Rabbrya, maka

hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleb dan janganlab ia

mempersekutukan seseolangpun dalam beribadat k"pod, Rabbnya." (QS.

AI-Kahfi: 110)

Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu

'Anhu: Ada seorang wanita berkulit hitam yang suka menyapu masjid.

Tiba-tiba Rasulullah Shallallahu 'alaihi ua Sallam ak pernah lagi bertemu

dengan wanita tersebut. Selang beberapa hari kemudian beliau mencari

Bag,lanPertama I I

wanita tersebut dan menurut kabar wanita tersebut sudah meninggal.

Rasulullah bertanya, 'Dapatkah kalian memberitabukanku di mana

kuburannyai' Kemudian beliau mendatangi kuburan wania tersebut dan

menshalatkannya." (Disebutkan dalam satu hadits yang lain: *Mengeluarkan

kotoran dari masjid adaldh tnahar untuk pdra bidadari di surga.") Hadits

ini diriwayatkan oleh Thabrani dalam al-Mu'iam al-Kabir.

Mengenai hadits yang dikutip oleh penulis al-Madkha, (dan kemudian

dipegang oleh syaikh Mahmud Khithab as-subki): Jauhkanlah masjid-

masjid kalian dari anak-anak kecil, orang gila, transaksi iual beli,

permusuhan, teriakan-teriakan, pelaksanaan hudud, dan pedang y^ng

terhunus; dan buatlah di pintu-pintu masiid sarana pembersih dan

kumpulkan pada setiap hari Jum'at." Namun dalam sanad hadits tersebut

terdapat nama al-Harits bin Nabhan yang menurut p r ulama ia seorang

yang lemah.

Doa Orang Yang Pergl ke MasJld

Muslim meriwayatkan ddam Sbabibnyaz Rasulullah Shallallahu'alaihi

wa Sallam pergi ke masjid unnrk melaksanakan shalat dan berdoa,

a. . crtl

,t-, €Ftt:r; ,f.u.Crtl); 4 eF' Hl'

,i6i u: r:rj * 1|[*rs r:r] ef. €',E-;tt r;

,:ri,*i';u,,:ri,f 4t,t ; C? u|f,-ls t:r-i

[Ya Allah, ciptakanlah caheya dalam hatiku, di lidahku, dalam

pendengaranku, dalam penglihatanku, dari arah belakangku, dari arah

depanku, dari arah atasku, dan dari arah bawahku. Ya Allah, anugrahkanlah

ahaya untukku].

Sedangkan hadits: "Allihumma inni as'duka bi haqqis si'ilin 'alaika

..." [Ya All.h, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dengan hak orang

orang yang memohon kepada-Mu ...), dba'if, karena salah satu perawinya,

al-Wazi' bin Nafi' al-Uqaili, adalah seorang yang dba'if dan termasuk

orang yang munkar (tidak diterima periwayatannya). Doa yang semisd

dengan doa ini adalah yang tercanrum dalam kitab Ibn Sunni, dari riwayat

Athiyah al-Aufi, yang iuga dha'{. Yang pasti, kita harus mengamalkan aPa

y I gE'"n-uld'atryang Dtanggap Sunnah

yang berdasarkan hadits shahih dan meninggalkan hadits yang perawinya

benar-benar dha'if.

Ketika masuk masjid kia disunahkan membaca doa yang diaiarkan

Rasulullah berdasarkan riwayat Abu Daud, Nasa'i dan Ibnu Maiah: Rasulullah

Shallallahu 'alaibi uta Sallam bersabd4 "Jika salab seorang dari kalian

masuk masjid, hmdabrya mengucapkan salam k pod" Nabi Muhatntnad

Shallallahu'alaihi uta Sallam ketnudian tnembaca doa,

:lr*r'qt;.i ,t.et d

[Ya All"h, bukakanlah pintu rahmat-Mu untukku].

Dan, iika keluar dari masiid hendaknya membaca,

.ryq:!fur jtal,

tY" Allah sesungguhnya aku memohgn karunia-Mu]."

Dalam kitab Ibn as-Sunni diriwayatkan dari Anas: Jika Rasulullah

Shallallahu 'alaihi ua Salhm masuk masiid beliau membaca doa"

f ,*,y.C, l, rt

[Dengan nama Allah. Ya Allah, berilah shdawat kepada Muhammad].

Dan iika keluar masiid beliau membaca doa yang sama. Sunnah ini

sudah ditinggalkan. Mengapa p^r^ pembangkang Ahlus Sunnah yang

melarang mereka membaca salam setelah adzan dengan jelas, tidak

mengamalkan hadits ini jika mereka benar-benar mencintai Nabi Shallallahu

'alaihi uta Sallam? Mereka sebenarnya tidak mencintai sunnah, apalagl

mengamalkannya. Mereka hanya ingin mengganggu orang-orang ya;ng

mencintai kebenaran dan sunnah. Mudah-mudahan Allah menghancurkan

mereka.

Dosa Besar Bagl Orang yang Enggan Datang

ke MasJtd

Banyak orang yang sudah jauh dari masjid, enggan untuk masuk

rumah-rumah Allah itu, dan tidak suka shalat di dalamnya. T"pi mereka

lebih suka di kedai kopi, nongkrong ngobrol dan menghabiskan waktu.

BagtanPertama I 9

Di tempat seperti inr mereka menghabiskan hartanya, anpa ingat keluarga

dan saudaranyl y^ng masih sangat membutuhkannya. Dengan mencari

kesenangan di tempat-tempat seperti itu hanya sedikit dibandingkan dengan

kerfa keras mereka unnrk mencari duit.

Dan yang sangat memalukan, ketika yang melakukan itu adalah para

pelafar dan orang-orai1 yang mengerti agem . Aau lebih parah lagi, fika

mereka mengaku sebagai penghidup sunnah dan mengklaim sebagai or-

^ng 

y^ng lebih dari siapa saja karena mereka adalah para pengikut al-

Qur'an dan sunnah.

Kebiasaan mereka menunaikan shalat wajib di tempat kerfa atau di

rumah adalah bid'ah. "Hanyalah olangorang ydng rnetrutknurkan masiid-

masjid Alah ialah orang-orang yang beriman kqada Allab dan bari

kemadian." (QS. AdThubah: 18)

Kata lbnu Mas'ud, 'Barangsiap^yurg ingin bertemu Allah pada hari

esok dalam keadaan muslim, hendaknya memelihara shalat wajib saat

seruan shdat dikumandangkan. Karena Allah telah mensyariatkan kepada

Nabi kalian sunah-sunah petunjuk. Dan bahwa shalat wajib itu merupakan

sunah-sunah petunjuk. Seandainya kalian shalat di rumah seperti orang

yang meninggalkan sunah-sunah petunfuk ini, niscaya kalian telah

meninggalkan sunah Nabi kdian. Dan, seandainya kalian meninggalkan

sunah itu berarti kalian telah sesat. Ketika seseorang bersuci dan

menyempurnakannya kemudian menuju sdah sanr masiid, maka Allah akan

menuliskan satu kebaikan untuk setiap langkah yang diayunkanya, akan

diangkat kedudukannya satu derajat, dan akan dihapuskan darinya satu

dosa. IGlian telah melihat sendiri 

^pa 

yarlg kami lakukan. Dan, kalau ada

orang yang meninggalkannya maka ia adalah seorang munafik-yang-

sebenarnya. Bahkan pernah ada seorang yang sudah tua harus dipapah

untuk datang ke masiid dan dibantu untuk berdiri di dalam saf."

Diriwayatkan oleh Muslim dan Abu Daud. Dalam riwayat ini ditambahkan,

"Seandainya kalian meninggalkan sunnah nabi berarti kalian telah kafir."

Rasulullah bersabda, "Aku sangat ingin menyurub para pemuda untuk

firengutnpulkan seikat kayu bakar untukku, ketnudian aku akan datangi

oreurg yang shalat (utaiib) di rumahnya tanpa ada alasan, dan aku akan

membakarnya.'Hrdits ini diriwayatkan oleh Muslim, Abu Daud, Ibnu

Majah dan Tirmidzi.

Abu Hurairah meriwayatkan: Seorang yang buta datang kepada

Nabi Muhammad Sballallahu 'alaibi wa Sallam dan berkata, "Wahai

Rasulullah, aku tidak memiliki penuntun untuk menuntunku ke masiid."

34 I au'an-bld'atryang Dlanggap Sunnah

Orang tersebut kemudian meminta keringanan untuk shalat di rumahnya,

dan Rasulullah memberikannya. Ketika orang buta itu hendak PerBr,

Rasulullah memanggilnya dan bertanya, 'Apakah engkau tnendengar

adzan?" Orang itu meniawab, 'Ya.o Kata Rasulullah, 'Kalau begitu,

jautablah panggilan tersebut.'Hadits riwayat Muslim dan Nasa'i.

Abu Sya'tsa' al-Muharibi bercerita: Ketika kami sedang duduk di

masjid, mua&in mengUmandangkan adnn. Namun seseorang iustru berdiri

dan berjalan keluar dari masiid. Abu Hurairah terus memandanginya hingga

orang itu keluar dari masiid. Kata Abu Hurairah, 'Orang ini, dia sudah

mendurhakai Abul Qasim Shallallahu'alaihi uta Sallam." Diriwayatkan

oleh Muslim

Dalam bab yang sama ada sebuah riwayat dari Mu'a& namun marfu':

"Sangat keras hatinya, ya, sangat keras, dan kufur, dan munafik. Yakni

orang yang mendengar penyeru Allah menyeru unnrk shdat, api ia tidak

menjawabnya."

Dalam bab yang sama iuga diriwayatkan" 'Cukuplah sebagai kecelakaan

dan kegagalan iika seorang mukmin mendengar mua&in memanggil untuk

shalat, kemudian dia tidak memenuhinya"

Bagi orang-orang yang shdat di rumah dan di tempat keria saia,

takutlah kepada Allah!!!

Laranglan Memasukl MasJld bagl Orang yang

Makan Bawang Merah, Banvang Putlh, Daun

Bawang dan Lobak

Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Ibnu Umar: Rasulullah

Shallallahu 'alaihi uta Salkm bersabda 'Barangsiapa makan pohon ini-

yaitu bawang putifianganhh mendekati masiid kami."

Dari Anas Radhiyallabu' anbu: Rasulullah Shallallabu' alnihi uta Sallatn

bersabda, 

*Barangsiapa makan dari pohon ini maka iangan mendekati

kami dan jangan shalat bqsatna kami.'Diriwayatkan oleh Bukhari dan

Muslim.

Dan, at-Thabrani meriwayatkan dengan lafaz, 'Hendaknya kalian

mmiauhi dua jenis sayuran ini untukdimakan, kanudian tna nasuki ntasiid

kami. Jika kalian tupaksa untuk mmraLannya, maka henda&ah kalian

membakar keduanya terlebih dabulu."

BaglanPeirtama I 35

Asy-Syaikhani dan perawi lainnya meriwayatkan secara marfu'z

Rasulullah Shallallabu 'alaihi uta Salkm bersabda, 'Barangsiapa makan

bautang mqah atau bautang putih hefldokilya meniaub dari kami atau

menjaubi masjid kami dan berdiam di rumahnya." Dalam riwayat muslim

disebutkan, 'Barangsiapa tnakan bautang tnuah, bawah putih dan daun

bautang hmdaknya jangan mendekati masiid kami, karena malaikat akan

tqsiksa detgan apa saja yang membuat keturunan Adam iuga tetsiksa."

Umar berkhutbah pada hari Jum'at: '... kemudian kalian, wahai

umat manusia, makan dua pohon yang menurutku buruk, yaitu bawang

merah dan bawang putih. Aku pernah melihat iika Rasulullah Shallallahu

'alaihi uta Sallam mencium bau keduanya dari seseorang di masiid, beliau

menyuruhnya untuk dikeluarkan ke Baqi'. Dan, barangsiapa ingin sekdi

memakannya, hendaklah memasaknya terlebih dahulu." Diriwayatkan

oleh Muslim dan Nasa'i.

Dua Buah Perlngatan

Pqtama: Hadits-hadits shahih ini menafikan 

^p^ 

yangsering dinyatakan

oleh para fuqaha bahwa makan bawang merah, bawang putih dan daun

bawang hukumnya makruh pada hari Jum'at saia, karena pada hari itu

semua oftmg muslim akan berkumpul untuk shdat Jum'at. Hadits.hadits

ini mementahkan pendapat mereka dan menetapkan bahwa orang yang

makan sdah satu dari yang telah disebutkan di atas maka tidak boleh

masuk masiid dan ddak dibatasi pada hari Jum'at saia.

Kedua: Juga terhadap rokok yang mereka isap setiap hari-dengan

harus memangkas fatah untuk keluarga. Ini adalah bentuk pemborosan

dan kebodohan yang akan membuahkan siksa yang pedih dari Allah.

IGrena itu, orang yang merokok pun dilarang masuk masiid karena bau

mulutnya yang tidak sedap, yang lebih tidak sedap dari bau bawang merah,

bawang putih dan &un bawang. IGlau ini kami tegaskan sebagai terlarang

mungkin mereka akan tersinggung. Karena itu, kami di sini hanya

menasehatkan agar membersihkan mulut dan menyegarkannya dengan

wangi-wangian sebelum ke masjid.

Hadits-hadits maudhu' yurg berhubungan dengan masalah ini:

Hadits: Jika kalian makan lobak dan tidak ingin baunya, maka

sebutlah aku pada kunyahan yang pertama." Hadits ini maudbu'.

Hadits: 'Wahai Ali, iika engkau menyiapkan bekal, iangan lupa bawang

merah." Hadits ini sangat ielas kebohongannya.

36 I gH'an-Hd'ahyangDtanggapsunnah

Hadits: "Makanlah bawang merah karena akan memperbaiki spenna

dan memperbagus anak." Hadis ini maudhu' dan dibuat-buat; demikian

yang dijelaskan dalam Tadzkiratul Maadbi'ht oleh d-Fatani.

Hadits: "Keutamaan daun bawang dari saygr mayur lainnya seperti

keutamaan roti dari segala ienis bifi-biiian." Hadits irumaudhu'sebaga.imana

dijelaskan dalam Yasyful lrfa'.

Tldak Dilarang Tldur dl Dalam MasJld' dan

Bantahan Bagl Orang yang Melarangnya

Ketika masih kecil, aku pernah membaca buku tipis beriudul "Wasiat-

wasiat Nabi untuk Imam Ali". Di antara yang aku baca adalah: tidak

dibolehkannya tidur di masjid karena da;p* menghilangkan tenaga atau

merusak badan. Baru-baru ini saya membaca hal senada dalam kumpulan

khutbah Syaikh Mahmud Khitab as-Subki yang beriudul: "Petuniuk Umat

Muhammad". Kalimatnya demikian: "... melakukan kegaduhan di masjid

hukumnya haram, dan tidak dilakukan kecuali oleh orang yang diperdaya

oleh Iblis yang terlakntt ...,n'hingga perkataan beliau-"... dan tidur di

masjid dan berbicara saat wudhu' bukan termasuk ketaatan kepada Allah,

namun termasuk perbuatan orang bodoh, orang yang menghilangkan

keutamaan dan tidak pantas dilakukan oleh orang yang mengenal Allah

Jalla uta'Na." (Hal. 196 dari buku dimaksud [dalam edisi fuab])

Pernyataan ini terbantahkan, bahkan dipatahkan oleh hadits shahih

yang diriwayatkan oleh Bukhari ddam bab "Vanita yang Tidur di Masiid"

dengan sanad yang menyambung ke Aisyah: Ada seorang budak wanita

hitam dari sebuah kabilah fuab yang telah dimerdekakan namun masih

tinggal bersama mereka. Kemudian seorang anak perempuan dari kabilah

tersebut keluar dengan menggunakan selempang berwarna merah. Anak

perempuan tersebut meletakkan selempang tersebut atau selempang

tersebut terjatuh. Tiba-tiba ada burung rajawali melintas, dan mengira

selempang merah itu daging, lalu dipatuknya. Orangorang di kabilah itu

kemudian mencari-cari selempang tersebut, tapi tidak menemukannya.

"Mereka menuduhku telah mengambilryq" aku bekas budak itu. Mereka

memeriksa hingga kubul wanita tersebut dan dia berkata, "Demi All"h,

aku waktu itu sedang bersama mereka. Tiba-tiba s$a ada burung raiawali

melintas dan menyambarnya,' jelasnya. Tiba-tiba selendang itu jatuh di

tengah-tengah mereka. "Inilah selempang itu. Dan yang kalian tuduhkan

kepadaku, ak terbukti. Ini dia selempang itu," katanya Kemudian wania

Baglan Pertama I y

itu datang kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi uta Sallam dan menyatakan

keislamannya. \U7anita itu punya gubuk di dekat masjid, dan sering bercerita

ketika datang ke tempatku. Setiap kali duduk bersamaku ia selalu

mengatakan,

"Hari setempang itu

adatah keajaiban Tuhan

Ya, ia datang dari negeri kafir

yang tetah rnenyetamatkanku. "

Tanya Aisyah, "Mengapa setiap kali duduk, engkau seldu membaca

syair ini?" Dan wanita itu pun menceritakan kejadian tentang selempang

itu.

Bukhari dan yang lainya iuga menielaskan lebih panjang dalam bab

"Orang I*i-laki yang Tidur di Masiid". Abu Qilabah meriwayatkan dari

Anas: Sekelompok orang dari kabilah 'Ukel pernah datang kepada Nabi

Shallallahu 'alaihi ua Sallatn dan mereka tinegal & suffah (tempat beratap

di Masjid Nabawi yang pernah meniadi PenamPungan sementara' bags

para muhajirin hingga mereka mendapat tempat tinggal). Abdurrahman

bin Abu bakar mengatakan, "Pare penghuni suffah adalah orang-orang

yang miskin."

Bukhari meriwayatkan dari Nafi' bin Abdullah: Seorang pemuda yang

belum menikah dan tidak memiliki keluarga pernah tidur di masjid Nabi

Shallallahu'alaihi uta Sallam.

Bukhari juga meriwayatkan dari Sahal bin Sa'ad: Rasulullah Sballallabu

'alaihi wa Sallarn mendatangi rumah Fatimah dan tidak mendapati Ali di

sana. Beliau kemudian bertanya, 'Di mana anak pamanmu?" Fatimah

menjawab, "Telah terjadi kesalahpahaman antara aku dan dia. Dia marah

kepadaku, dan keluar begitu saia tanpa mengucapkan sepatah kata pun

kepadaku." Rasulullah Shallallabu 'alaihi uta Sallam kemudian bertanya

kepada satu orang, 'Cari, di mana dia?" Orang itu meniawab, "!ilahai

Rasulullah, Ali sedang tidur di masiid." Rasulullah tiba di masiid tatkda

Ali sedang rebahan, dan sorbannya iatuh dari pundaknya. Kemudian

Rasulullah memungut sorban tersebut dan mengebutkan debu yang

menempel padanya, seraya berkata, 'Bangunlah, wahai Abu Turab-" Hadits'

hadits yang seperti ini dan hadits.hadits lain yang berkaitan dengan i'tikaf

di masjid menunjukkan bahwa tidur di masiid Nabawi hukumnya mubah,

dan itu berlaku untuk masiid-masjid lain selain masiid Nabawi.

Syaikh as-Subki pernah mengatakan dalam khutbahnya: Rasulullah

Sballallaba'alaihi uta Salhm bersabda, "Berbicara di masjid menghilangkan

38 I gu'an'bld'ahyang Dlanggap Sunnah

kebaikan seperti hewan ternak memakan rerumputan.' Hadits ini tidak

berdasar, menurut d-Iraqi, dan diterima oleh pensyarah al-lbyA'.

Juga hadits: "Berbicara di dalam masjid itu menghilangkan kebaikan

seperti api menghabiskan kayu bakar." Hadits ini dha'if berdasarkan

tahqiq al-'Iraqi. Dan hadits: Jika seseorang masuk ke masiid kemudian

berbicara, maka malaikat akan berkata kepadanya, 'Diamlah, wahai

wali Allah.'Jika dia berbicara untuk kedua kalinya, malaikat itu berkata

lagi kepadanya, 'Diamlah, wahai kekasih Allah.'Jika dia berbicara lagi,

maka malaikat itu akan berkata lagi kepadanya, 'Diarnlah, wahai musuh

Allah'." Hadits ini bohong dan maudhu'.

Bukhari meriwayatkan dari as-Saib bin Yazid: Ketika aku berdiri di

masjid dan ditemani oleh seseorang, tiba-tiba Umar bin Khaththab

berkata, 'Pergilah dan bawakan kepadaku dua orang." Aku pun membawa

dua orang (yang dimaksud Umar). Thnya Umar kepada mereka, "Kdian

(berdua) berasal dari mana?' Mereka meniawab, 'Kami penduduk kota

Thaif." Kata Umar, "Seandainya kalian penduduk sini, niscaya aku akan

menebas leher kalian. Kalian telah mengeraskan suara di masiid Rasulullah

Shallallahu 'alaihi uta Sallam ini."

Syail.h as-Subki dalam kumpulan khutbahnya mengultimaum orang

yang berbicara saat berwudhu, "Ketahuilah bahwa barangsiapa berbicara

saat berwudhu maka ia telah menfanrhkan dirinya ke dalam kehancuran

serta akan dip*sgtl sebagai orang bodoh atau orang gila. Berwudhulah

dan fangan bicarakan urusan duniawi." Ucapan seperti ini tidak mengandung

kebenaran dan tidak memiliki dasar. Apakah larangan ini berdasarkan

sunnah yang shahih aau berasd dari pendapat ahli fiqh saat ini?

Bagi orang yang sedang berwudhu berkata-kata ada tiga macam. (1)

Membaca wirid seperti yang telah kami utarakan saat menielaskan

keutamaan doa wudhu, dan ini merupakan ibadah yang disyariatkan. Atau

(2) dzikir bid'ah dan dzikir-dzikir yang berdasarkan hadits tnaudhu',

sehingga wudhu menfadi ibadah yang tertolak; atau (3) berbicara tentang

kemashlahatan duniawi, ymg boleh-boleh saia dilakukan, (kecuali ada

ddil yang shahih yang melarangnya) atau berbicara tentang hd-hal yang

tidak mashlahat, sehingga beruntunglah orang yzrng mengatakannya pada

saat berwudhu. Allah berfirman, "sesungubnya betuntung orang-ordng

yang beriman, yaitu orang-olang yang khusyu' dalam shalatnya dan or'

ang-olang yang menjauhkan diri dari (pabuatan dan perkataan) yang

tiada buguna." (QS. Al-Mu'minfin: 1-3) Atau, malah mengghibah, berbicara

BaglanPertama I y

kotor atau menghuiat yang ielas-jelas haram; atau menghina dan

menertawakan orang lain yang dapat mematikan hati, serta menyebabkan

turunnya hukuman yang sangat pedih. *Sesungguhnya seseorang yang

mengucapkan perkataan yang tidak ada dasarnya untuk menertawakan

orang lain, maka dia akan jatuh ke neraka lebih jauh (iatuh) dari atas

langit." Dalam riwayat lain disebutkan, '... akan jatub ke dalam neraka

selatna tuiuh pulub musim panas." Diriwayatkan oleh Tirmidzi.

Kepada orang yang melarang berucap pada saat berwudhu selain

dzikir, kami minta dalil apa yang menjadi pegangannya. Kalau memang

ada, kami akan ikuti larangannya dengan kepala dan mata hati kami.

Pada kesempatan ini pula kami nyatakan perkataan Syaikh asSubki

dalam kumpulan khutbahnya (hal. 198): "Mereka telah berkata bahwa

Allah telah menciptakan kemah yang terbuat dari cahaya untuk orang

yang berwudhu. Jika dia berbicara dalam masdah duniawi, Allah akan

mengangkat kemah tersebut karena dia telah terperdaya." Ini adalah

perkataan manusia, dan tidak ada dasarnya dalam kitab-kiab sunnah.

Ciri orang yang melaksanakan sunnah adalah tidak akan mengikuti

seluruh yang dikatakan dan ditulis oleh setiap orang, karena, "Cukuplah

bagi seseorang dikatakan bqdusta jika ia membicarakan segah ctpd yang

didengarnya.' Diriwayatkan oleh Muslim. Seluruh perbuatan kita harus

mengikuti penrniuk Kitab dan sunnah, dan menjadikan keduanya sebagai

rujukan. Allah berfirmxr, "lkutikh apa yang diturunhan kepadamu dari

Rabbtnu dan janganhb kamu nengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya."

(QS. Al-Arifi 3)

Firman-Nya yang lain, "Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka

terimalah dia, dan apa y^nE dilarangnya bagtmu maka tinggalkanlah dan

bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-

Nya." (QS. Al-Hasyn 7)

DlanJurkan Shalat dengan Beralas Kakl

Bukhari, Muslim dan Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Maslamah

Sa'id bin Yazid: Aku bertanya pernah kepada Anas bin Malik, "Pernahkah

Rasulullah Shallallahu 'alaibi ua Sallam shalat dengan menggunakan alas

kaki?" Dia menjawab, nY^."

Ddam Sunanny4 Abu Daud juga meriwayatkan, dari Sa'id al-Maqbari,

dari bapaknya, dari Abu Hurairah: Rasulullah Sballallahu'alaihi wa Salhtn

40 I gu'ah-uld'alryang Dtanggap Sunnah

pernah bersabda, "Jika alas kaki kalian terkena kotoran, maka tanalt

mer rp akan p ember sibny a.'

Nasai meriwayatkan dari Ai"y h Radbiyallahu 'anh*: Aku pernah

melihat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam minum sambil berdiri

dan sambil duduk, shalat tanpa das kaki dan iuga anpa melepaskannya,

pernah berpaling ke kanan dan ke kiri. Ibnu Majah juga meriwayatkan

hadits yang senada, narnun terdapat tambahan: Dan kakekku, Aus, kadang-

kadang ketika akan shalat atau sedang shalat memberi isyarat kepadaku,

maka aku berikan alas kaki kepadanya. Katanya, "Aku pernah melihat

Rasululllah Shallallabu 'alaibi uta Sallam shalat dengan menggunakan alas

kaki."

Dalam al-Jfrmi'us Sbagir diriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu

'daihi wa Sallam pernah bersabda, *shalatlah kalian di atas alas kaki,

dan jangan ffienyefupai orangorang Yahudi.' Hadits ini diriwayatkan dan

dishahihkan oleh Thabraniy dari idan Syaddad bin Aus. Ddam kiab yang

sama iuga disebutkan: Rasulullah bersabd4 'Bedakanlah diri kalian dengan

oldng-oftmg Yahudi, karena mqeka tidak melakukan shalat di atas alas

kaki dan khuff." Diriwayatkan dan dishahihkan oleh Abu Daud, Hakim

dan Baihaqi dari Syaddad.

Kutubas Sittohl yang menjadi salah satu pijakan dalam beragama

karena di dalamnya terdapat kaidah-kaidah dasar, penjabaran-penjabaran

dan seluruh pembahasan mengenai permasalahan agama, menyebutkan

dibolehkannya shalat dengan menggunakan alas kaki, bahkan shalat dengan

tanpa melepas alas kaki merupakan pendapat imam mazhab yang empat

itu.

Madzhab Abu Hanifah: Al-'Allamah Syail.h Abdul Majid Salim, Mufti

Mesir, memfanvakan dan yang kemudian diterbitkan ddam media massa'

rubrik fatwa, edisi 30 Desember L928, dengan catatan No. 43 irlid 32'

dengan mengutip beberapa hadits, beliau mengatakan: "Dalam Syarh

Maniyyah al-Mushalli, karangan Ibrahim al-Halabi, yang mengutip dari

Fatawa al-Hujjah dinrliskan: Shalat dengan memakai alas kaki lebih utama

dari shalat orang yang tidak beralas kaki, karena untuk membedakan

dengan sembahyangnya orangorang Yahudi. Dengan demikian jelas bahwa

shalat dengan memakai alas kaki yang suci hukumnya sah bahkan mayoritas

ulama mengatakan sangat dianiurkan."

Madzhab Maliki: Al-Hafizh Abu Bakar Muhammad bin Abdullah

atau yang dikenal dengan Ibnul Arabi al-Maliki Rahimahullab ketika

menjelaskan Sunnan atlTirmidziy, dalam bab 'shalat dengan Alas Kaki"

Bagtan Pertama I 4,

mengatakan, Jelas riwayatnl,a, bahwa beliau shdat dengan menggunakan

alas kaki dan jelas pula riwayatnya bahwa beliau wudhu anpa melepaskan

alas kakinya.'

Madzhab Syafi'i: Dalam al-Ilrya',Imam Ghazali mengatakan bahwa

shdat dengan memakai alas kaki dibolehkan meskipun menanggalkannya

pun tak sulit. Keringanan yang berupa mengusap khuff bukan didasarkan

pada alasan sulit ditanggalkan, tetapi karena sifat najis yang (mungkin)

diinjak oleh khuff tersebut termaaftan. Rasulullah Sballallahu 'alaihi uta

Sallam pernah shalat dengan menggunakan das kakinya, dan setelah itu

beliau menanggalk,rnnya, yang kemudian diikuti oleh orangorang dengan

menanggalkan alas kaki mereka. Rasulullah bertanya kepada mereka,

'Mengapa kalian menanggalkan alas kaki kaliani" Mereka menjawab,

"[Karena] kami melihatrnu menanggalkm alas kaki, maka kami pun ikut

menanggalkannya." Rasulullah kemudian menjelaskan, *[Aku

melepaskannyal karma Jibril mendatangiku dan mengabarkan bahuta pada

h.akiku tudapat kotoran. Jika salah seorang dari kalian ingin masuk tnasiid

hendaknya membalikkan ahs kahinya dan melihat aPa yang terdapat

padanya. Jika melibat kotoran, maka bercihkanlab dengan tanah dan

shalatlah bqahskan keduanya.'

Ada iuga yang berpendapat bahwa shalat dengan menggunakan alas

kaki lebih utama, karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salhm pernah

bertanya, 'Mengapa kalian menanggalkan alas kaki?' lni bermakna

superlatif (mubalaghaD). Beliau menanyakan kepada mereka apa alasan

mereka menanggalkan alas kaki mereka, di samping karena mengikuti

ap^ y^ng diperbuat oleh Rasulullah.

Namun para ulama sepakat bahwa shalat dengan bersandal dan apa

yang dikenakan sebagai alas kaki dibolehkan (baik itu shalat fardu, shalat

sunnah, shalat jenazah, saat bepergian atau menetap), bahkan dianggap

sunnah. Nabi sendiri dan para shahabatnya pernah berfalan-ialan di ialan-

idan koa Madinah dan shalat tanpa melepaskan alas kaki mereka, bahkan

dengan alas kaki yang sama yang dipakai saat buang hafat.

Madzhab Hanbali: Dalam lghitsatul Lahfin, Ibnul Qayyim

berpendapat, "Mungkin shalat dengan menggunakan das kaki kurang

bisa diterima oleh hati mereka y^ng masih ragu, padahal itu sunah

Rasulullah dan para shahabatny^ yang sering dipraktikkan, bahkan

diperintahkan.'Anas meriwayatkan: Rasulullah Sballallahu'alaihi uta Sallam

shalat dengan beralas kaki. (Muttafaqun Alaib). lbnul Qayyim iuga

menuturkan hadits Syaddad bin Aus, "... dan kemudian Imam Ahmad (ibn

42 I gH'ah-old'ahyang Dlanggap Sunnah

Hanbal) ditany4 Apakah orang boleh shalat dengan tetaP menggunakan

alas kakinya?'Jawabnya, 'Demi All"h, ya, boleh. Orang-orang yang masih

ragu berpendapat demikian: iika salah seorang di antara mereka shalat

ianazah dengan beralas kaki, maka seakan-akan mereka berdiri di atas api

sehingga mereka berpandangan bahwa tidak boleh shalat dengan beralas

kaki.

Muhammad bin Ahmad Muhammad Abdussalam mengatakan, "[Thpi

masalahnya,l lantai-lantai masiid kita dewasa ini rata-rata sudah

menggunakan karpet mulai dari yang harga murah hingga mahal. Sebab

itu, kita jangan mengotorinya dengan alas kaki kia. Jika masih ada orang

yang melarang shdat dengan tanpa melepaskan das kaki dengan alasan

lain, ia bisa diberi penielasan tentang sunnah yang dijadikan dasar

piiakannya.[]

BagrlanPertama I +l

BAB KESEBELAS

Yang Sunah dan yang Bld'ah dalam Adzan

Muslim, Ahmad, Abu Daud meriwayatkan dari Ibnu Umar

Radbiyallahu 'anbu: Rasulullah Shallallahu 'alaihi uta Sallatn bersabda,

*Jika kalian tnendengar adzan maka ucapkan seperti yang ia serukan,

ketnudian ucapkan sbalautat untukku. Sesungguhnya barangsiapd yang

mengucapkan sotu sbalautat untukkku, niscaya Nlah akan bersbalautat

antuknya sepuluh kali, dan mohonlab kepada Nlab al-Wasilah untukku.

Karena al-Wasilah adalah salah satu tetnpat di surga yang hanya

diperuntukkan untuk seolang saja dari selurub hatnba Nldh. Dan, aku

berharap akulab orangnya. Barangsiapa tnemohonkan al-Wasilah untukku,

maka dia berbak mmdopatkan syafaatka.' (Dalam lrtaz hn disebutkan,

*... baginya syafaatku pada hari Katnat kelak.')

Penambahan kata "sa1ryidina" drn "babibi'dalam lafaz iawrban rdzarr

dan iqamah adalah bid'ah, karena penambahan dalam 

^gama 

berarti

menganggap masih ada kekurangan dalam 

^gam 

.

Dan tidak menirukan seperti yang diucapkan muadzin, tidak membaca

shalawat kepada Nabi, dan tidak memohonkan al-ITasilah untuk beliau,

juga tidak benar. Penambahan kata ... wad-Darajat ar-Raff'ah ... di tengah

shdawat termasuk bid'ah; dan penambahan kdimat 'lnnaka li tukhliful

rni'ad" di akhir shalawat tidak memiliki dasar hadits yang shahih, (mungkin)

hanya menisbahkan kepada Uwais alQarni saj4 dan itu salah besar.

Membaca shalawat dan salam setelah adzan dengan menyertakan

kalimat-kalimat di atas adalah bid'ah yang menyesatkan, meskipun dianggap

baik oleh para syaikh al-Azhar, misdnya Syaikh ad-Daiwi dan lainnya.

Ucapan: 'Semoga Allah meridhaimu wahai Syaikhul fuab, wahai

Husain, wahai Syafi'i ...", adalah bid'ah yang menyesatkan dan menyebabkan

44 I gu'an-old'ah yang Dlanggap Sunnah

masuk neraka. Meniawab lafiz'Nlihu akbar'ddam adzan dengan'N-

lab a'zham utal'izzatu lillah. Nlahu akbar'ala ktlli tnan zhahtnana",

rtau 'Nlahu akbar 'ala aulhdil baritn", adalah bidah dan bodoh-

Yang disunahkan adalah menirukan seperri 

^p^ 

y^ng dilafazkan

muadzin kemudian membaca shalawat kepada Nabi shallallahu 'alaihi

u.,a Sallatt sebagaimana sabda beliau, kemudian mendoakannya dan, insya

Allah, kita akan mendapatkan syafaatnya.

Membaca doa antara adzan dan iqamah adalah sunah berdasarkan

hadits: "Tidak akan ditolak doa yang dipaniatkan antaru adzan dan

iqamah." Mereka bertanya' "Apa yang harus kami katakan, wahai

Rasulullah?" Beliau meniawab, 'Mintalah kepada Nlah agar diiaubkan

dari marabahaya baik ketika di dunia rnarpun nanti di akhirat.'Menurut

Tirmidizi, hadits ini hasan shahih.

Ini adalah contoh bid'ah dan sunnah, ikutilah yang sunnah dan

jauhilah yang bid'ah ."Apo yang dibuikan Rasul kepadamu maka teritnalah

dia, dan apd ydng dilarangnya bagimu tnaka tinggalkanlah' dan

bertakwahh kepada Nlah, sesunggubnya Nlah sangat ksas bukuman'

Nyr." (QS. Al-Hasyr: 7)

Mencium kuku kedua ibu iari tangan kemudian mengkucekkan

keduanya ke mata agar tidak terkena penyakit rabun adalah bid'ah dan

tidak berdasar sama sekali. Begitu pula puiianz *Selamat datang orang

yang berkata dengan adil ..." adalah tidak dibenarkan. Ucapan setelah

rdzanz \a Nlab, limpahkanlah shalautat kepada makhluk-Mu yang pal-

ing bahagia ...", iuga bid'ah.

Sedang shdat sunnah ant:ua adzar. dan iqamah adalah sunnah yang

sesuai dengan hadits ddam ash-Sbabibain: *Antara dua adztn terdapat

sbalat (sunnah) bagi siapa yang mengbendakinya."

Memanjangkan dan melagukan laf.az adzan adalah bid'ah- Adzan

bersama-sama dengan satu nada adalah bid'ah. Ucapan mereka sebelum

Subuh meldui menara masiid: 'Wahai Rabbku, kami tnohon ntnpunan

dengan kcmuliaan dan kehormatan orong pilihan-Mu", adalah bid'ah dan

bentuk tawasul jahiliyah. Begitu pula halnya dengan membaca tasbih,

ayat al-Qur'an dan syair-syair adalah bid'ah ddam agama dan merusak

sunnah Rasul. Dar.latazrdzansudah ielas. Dalam hadits Bukhari disebutkan,

"sesungguhnya Bilal memanggil di malam bari, maka makanlah dan

minumlah hinga lbnu Unmi Maktum memangll." Namun perlu diketahui

bahwa adzan yang pertama tidak menggunakat lafaz'Ash-Sbalitu khairun

BaglanPertama I +S

tt inan t au?t " [Shalat itu lebih baik dari tidur]. l-afaz ini dibaca dalam

adzan Subuh.

Mengumandangkan adzan di hadapan khatib pada hari Jum'at adalah

bid'ah. Pembacaan hadits oleh muadzin 'Jika engfr-au nengatakan kepada

temanmu diam ...' sebelum khutbah Jum'at adalah bid'ah, karena khatiblah

yang berhak mengingat orang yang berbiczua saat khutbah, bukan muadzin.

Membaca surat al-Kahfi dengan suara keras pa& hari Jum'at seperti yang

umum dilakukan saat ini adalah bid'ah.

Yang disunahkan addah bahwa setiap muslim &pat membacanya di

mana saja dan tidak terbatas waktunya. Karena, di samping itu, hadits

tentang membaca surat al-Kahfi pada hari Jum'at, dha'if bahkan tnunkar.

Riwayat yang lebih kuat justru menganjurkan unruk membaca surat Ali

Imran dan Hud.

Mengapa mereka yang membiasakan diri membaca surat al-Kahfi dan

tidak mengamalkan hadits ini (yang menganjurkan membaca surat Ali Imran

dan Hud), iika tujuan mereka adalah melaksanakan sunnah dan bukan

melestarikan tradisi? Mengapa mereka tidak mengamalkan hadits riwayat

Muslim, Tirmi&i, Nasai dan Ahmad: *Janganhb kalian mmjadikan rumah

kalian sebagai kubufttn, esungulnya rutnah yangdibacakan surat al-Baqarah

di dalamrrya tidak akan dimasuki syetan.u dan diriwayatkan pula: "Bacalah

surat Hud di hari Jum'at.' Hadits ini shahih mursal. Diriwayatkan pula:

"Barangsiapa membaca surat yang di dalamnya disitakan tentang keluarga

lmrin pada hari Jutn'a" maka Nlah dan malaikat &.an bqshalawat untuknya

hinga tqbenam matabai.'Hadits ini diriwayatkan oleh Thabrani dengan

sanad yang lemah, narnun dapat diterima.

Doa yang dipanjatkan para muadzin untuk penguasa saat khurbah

Jum'at kedua adalah bid'ah, dan Rasululhh Shallallahu 'alaibi wa Sallam

melarang ucapan lain selain khutbah dalam haditsnya, "lika engkau

mengatakan h.epada temanmu,'Aatfl', saat imam berkhutbah, maka engkau

telah batal." Muttafaq 'Alfi. Rasulullah telah bersabda, *Perumpatnaan

orang yang bicara pada bari Jum'at saat itnam berkhutbah seputi keledai

yang membauta buku-buku tebal. Dan orang yang tnmgatakan kepadanya,

'Diam', maka dia pun tidak tnendapat pahala Jum'at." Hadits ini

diriwayatkan oleh Ahmad (bin Hanbal) dalam Musnadnya.

Penyampaian nasehat-nasehat yang tidak penting oleh muadzin dengan

mengeraskan suara adalah bid'ah.

Membuat suasana sepi di menara-menara masjid pada hari-hari

terakhir di bulan Ramadhan addah bid'ah. "... befiakutalah kcpada N-

46 I aH'ah-bld'ah yang Dlangg,ap Sunnah

lah." (QS. At:Taghibun: 16) 'Taatilab Rasul agar kalian mendapatkan

rabrnat' (QS. An-Nun 56)

Hadits: Jika Rasulullah Shallallahu 'alfii wa Sallam iika mendengx

muadzin melafazkan 'Hayya 'alal fal6h" [Marilah kita menuiu ke

kemenangan]. Beliau menjawab, 'Nlahumma ii'alnh muflibin" tY. Allah

jadikanlah kami termasuk orang orang yang menang]. Hadits ini

diriwayatkan oleh lbnu as-Sunni dengan sanad dba'if. Demikian

penjelasannya dalam al-Jami' as-Shagir. Menurut para ulama haditghadits

dha'if yang tidak terlalu parah yang berkaitan dengan keutamaan amalan,

bisa diterima.

Yang Bld'ah dalam lqamah

Banyak orang yang tidak menirukan ^p 

y^nE dikatakan para muadzin,

juga tidak membaca shdawat kepada Rasulullah setelah adzary dan tidak

pula memohon al-'!0Vasilah untuk beliau, tetapi mereka melakukan ini semua

pada saat iqamah. Ini tidak benar, dan menyalahi sunah yang shahih.

Ibnu as-Sunni meriwayatkan dari Abu Hurairah: Jika ia mendengar mua&in

mengumandangkan iqamah, dia membaca,'Nlahumma Rabba hAdzihid

da'utatit timmah utasb shalitil qi'imah, shalli'ala Mubammad uta itihi

su'ilahu yaumal qiyimah" [Ya All"h, pemilik panggilan yang sempurna

dan shalat yang akan ditegakkan ini, berilah shalawat kepada Nabi

Muhammad dan kabulkanlah permohonannya pada hari Kiamat]. Hadits

ini mauqufyang hanya sampai ke Abu Hurairah, di samping ddam sanadnya

terdapat nama Ghassan bin ar-Rabi'. Dijelaskan dalam al-Mizin bahwa isi

dari hadits ini tidak bisa dijadikan hujfah. Dan dba'if, menurut ad-

Daruquthni.

Adapun hadits tentang membaca shalawat untuk Nabi Muhammad

Sballallahu 'alaihi ua Sallam dan memohonkan al-I(asilah untuk beliau

setelah rdzan, adalah riwayat Bukhari yang shahih, karena dengannya kita

bisa mendapatkan syafaatnya. Jawaban iqamah: "Na'dttt, li il6ha illallab'

[Ya, tiada llah selain Allah], adalah bid'ah.

Hadits: Jika Bilal mengucapkan, "Q"d qimatish shalit" [Shalat telah

ditegakkanl, maka Rasulullah menjawab, 'Wa aqimahallih wa adirnaha"

[Semoga Allah menegakkannya dan melestarikannya]. Dalam sebuah

riwayat disebutkan: (Rasulullah menjawab,) 'Wa ia'alani min shilihi a'miliha

au ahliha" [Dan menjadikanku termasuk orang yang tulus atau yang tekun

mengamalkannya]. Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunannya,

Bag,lanPertama I +l

dan oleh Ibnu as.Sunni dari Syahr bin Husyaib rs[agar hadits dha'if oleh

satu kelompok ulama dan matrukoleh yang lain. Dalam al-Mizin disebutkan

bahwa Syahr bin Husyaib adalah orang yang tidak dapat dijadikan hujjah

dan ddak boleh diolis hadits yang diriwayatkannya. Namun ada sebagian

yang mempercayainya.

Pendapat yang mengatakan bahwa ieda antara iqamah dan takbiratul

ihram membatalkan iqamah atau mengharuskannya untuk diulang, atau

jika muadzin menyerukan 'Qad qAmatisb shalit", maka imam harus segera

bertakbiranrl ihram, adalah pendapat yang tanpa dalil. Pendapar seperri

itu harus ditentang. Bukhari, dalam bab "Imam yang Mempunyai Keperluan

Setelah lqamah", meriwayatkan hadits Anas: "Iqamah sudah diserukan

namun Nabi justru berbicara dengan seseorang di samping masjid, sampai

orang-orang tertidur dan belum juga didirikan shalat." Bukhari fuga

menielaskan dalam bab "Perkataan Setelah Iqamah" dengan mengurip

hadits dari Humaid: Aku bertanya kepada Tsabit al-Bannani tentang

seseorang yang berbicara setelah iqamah. Ia kemudian meriwayatkan dari

Anas bin Malilq yang mengatakan, 'Iqamah telah dikumandangkan. Tiba-

tiba seseorang muncul (untuk berbicara dengan Nabi) sehingga

menghalanginya unnrk segera shdat setelah iqamah."[]

48 I gU'an-Uld'alryang Dlanggap Sunnah

BAB KEDUABELAS

Yang Bld'ah Sebelum Tbkblratul lhram dan

Dalam Shalat

Bacaan, "subhina man shabbahal ashbih, subhina man thayyaral

janih, subhina man sya'd f$rawa lih" lMaha suci Dzat yang mencipakan

subuh, Maha suci Dzat yang mengepakkan sayap, Maha suci Dzat yang

menerbitkan faiarl, pada saat shalat Fajar adalah bid'ah. Demikian pula

bacaan, "Subhinal abadiyyil abad, subhina rran rafa'as sami'a bi ghairi

'amad ..." [Maha Suci Dzat yang kekd, Maha suci Dzat yang telah

meninggikan langit tanpa tiang ...1. Dan, bacaan sementara orang yang

berlagak menggunakan sorban tebal dengan lengan baiu yang lebar dan

sufi, di kala shalat Fafar, "Subhina m n t^'aza?a bil 'uzhmah, subhina

man taradda bil kibriyi' ..." fivlaha Suci Dzat yang mulia dengan keagungan,

Maha Suci Dzat yang memakai pakaian kebesaran" ...]. Dan bacaan: "Bi

ha'il hasan wa abih wa jaddihi wa akhih, akffna syamr dzal yaumi wa mi

yata'atta ffh" [Dengan kemuliaan Hasan, bapaknya, kakek &n saudaranya,

lindungi kami dari kejahatan hari ini dan yang akan datang]. Semua ini

merupakan tindakan yang bodoh dan penyimpangan dari yang disyariatkan

melalui lisan Rasulullah Shallallohu 'ahihi uta Sallam.

Yang benar, menurut sunnah, setelah shalat Fajar (dua rakaat) dan

sebelum Subuh, adalah berbaring sefenak. Demikian yang diriwayatkan

oleh Bukhari dan Ibnu as.Sunni dari bapaknya Abu al-Malih, bahwa ia (si

bapak itu) pernah shalat Faiar, dan Rasulullah, di sampingnya, iuga

melakukan shalat dua rakaat pendek. Katanya, 'Aku mendengar Rasulullah

duduk dan berdoa,

)61 u'd. i ;J *".1't,yt;b,yq t,j;'r', r4it

Baglan Fertarna I +g

[Ya Allah, Rabbnya Jibril, Mikail, Israfil dan Muhammad, kami

berlindung kepada-Mu dari api nerakal." dalam lafaz latn disebutkan,

)6tq*i;f',4'y,

[... dan Muhammad, nabi itu, aku berlindung kepada-Mu dari api

neraka.] Dalam al-Jitni' as-Sbagir, Thabrani dan Hakim memberikan

penegasan bahwa hadits ini harus merujuk kepada mereka berdua. Dan,

Hakim mensbabihkannya. Thpi menurut al-Mannawi dalam penjelasannya

terhadap al-Jhtni' ash-Shagir, dalam sanadnya terdapat narna-nama perawi

yang tidak jelas.

Bacaan sebelum shalat sunah: 'An-Nabiy 'alaihi afdhalush shalit was

salim, nawaitu an ushalliya ..." [Atas Nabi Muhammad sebaik-baiknya

shalawat dan salam, aku berniat shdat ...1, adalah bid'ah. Juga bacaan

pada shalat Syaf'ul 'Isya': "Asy-Syafi'atu yi Rasulallah" [Berikan kami

syafa'at, wahai Rasulullah], dan bacaan pada shalat Witirnya: "Subhinal

w4hidil ahad" [Maha Suci Dzat yang Satu dan Esa], adalah bid'ah.

Sedangkan bacaan yang sesuai dengan tuntutan sunnah adalah menurut

penjelasan hadits yang termuat dalam Sunan Abu Daud, bahwa Rasulullah

melakukan shalat Witir tiga rakaat, dengan membaca surat al-A'la pada

rakaat pertama, surat al-Kafirun pada rakaat kedua, dan surat al-Ikhlas

pada rakaat ketiga. Dan, sebelum ruku' beliau membaca qunut. Selesai

shdat, beliau membaca, "Subhhnal malikil quddits" [Maha suci Rala Yang

Kudus] tiga kdi dan memanjangkannya pada yang terakhir. Daruquthni

menambahkan pada bacaan itu, "Rabbul mdii'kati war r0h" [Rabbnya

malaikat dan ruhl.

Juga bacaan dalam shdat Thrawih, "Shallt ya hadhdhir 'alan nabiyyil

mukhtir ..." [\Vahai para hadirin, bershalawadah atas nabi pilihar ...],

dan bacaan-bacaan yang tidak jelas di sela-sela rakaat Thrawih, adalah

bid'ah. Bacaan: 'Shalitul qiyim atsibakumullih" [Marilah kita shalat

qiyamul lail semoga Allah memberikan pahala], dan tahlil di antara rakaat-

rakaat Tarawih dengan suara keras, hanya akan membuat kegaduhan saja

di masjid dan bid'ah. Membaca surat an-Nas sebelum takbiratul ihram

dengan tujuan untuk menghindarkan godaan syetan adalah bid'ah, karena

syetan hanya akan mengganggu pikiran yang orang ragu dan pemahaman

agama yang tidak sempurna. Jika yang melakukan ini adalah orang{rang

yang mengg ngg p dirinya ulama, ini adalah bencana yang sangat

menyakitkan. Bukankah Allah telah berfirman, 'Berbekallah, dan

sesunguhnya sebaik-baik bekal adalah taktta." (QS. Al-Baqarahz 197)

5o I gU'an-Utd'ah yang Dlanggap Sunnah

Bacaan sebelum takbiraul ihram, "Rabbi ij'dni muqimash shalit wa

min dzurriyati" [Rabbku, iadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang

yang tetap mendirikan shalat], adalah bid'ah yang tidak pernah diaiarkan

dan dibaca oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi uta Sallam.

Doa: "Allihumma ahsin wuqfifana baina yadtyka wa li rukhzina

yaumal 'ardhi 'alaika" IYa Allah perbaikilah posisi kami di hadapan-Mu,

dan jangan permalukan kami pada hari menghadapMu], adalah bid'ah.

Bacaan: "Nawairu an ushdliya ... mustaqqbilal qiblati arba'a raka'itin

imiman-au ma'mtman-, adi'an-au qadhi'an-, fardhal waqti" [Aku

niat shalat ... menghadap kiblat empat rakaat sebagai imam atau makrnum,

dikerjakan langsung atau diqadha], adalah bid'ah yang menyesatkan, dan

menyebabkan masuk neraka. 'Peliharalab dirimu dari neraka yang bahan

bakarnya manusia dan batu." (QS. Al-Baqarah: 24)

Rasulullah memulai shalat dengan takbiratul ihram kemudian

membaca, 

*Nbamdulillilhi rabbil'ilamin" [Segala puji bagi Allah Rabb

semesra 

"l"rn]. 

Diriwayatkan oleh Muslim. Beliau iuga pernah mengatakan

kepada seorang fuab Badui, 'Jika engkau memulai shalat, mulailah dengan

takbiratul ihram." Diriwayatkan oleh asSyaikhani.

Menambah-nambahkan sesuatu terhadap yang telah disyariatkan

termasuk perbuatan yang "... tertolak'. 'Barangsiapa melakukan atnalan

yang tidak ada kctoangannya dari katni maka ia tqtolak'. Dan, bid'ah

tentu saja.

Melafazkan niat adalah bid'ah. Bacaan, "IJshalli u.'a atautakkal

bilAh" [Aku niat shalat dan bertawakal kepada Allah], juga bid'ah.

Memanjangkan takbiratul ihram hingga dua belas harakat sambil

membayangkan seluruh rukun, sunnah dan gerakan shalat, adalah bid'ah,

dan perbuatan yang mengada-adaz 'sesungguhnya orang-ol*ng yaflg

mengada-adakan kebobongan terbadap Nlab tiadalah beruntung." (QS.

An-Nah[ 116)

"Dan siapakah yang lebib zhalim daripada oraflg yang mmgada'

adakan dusta terhadap Nlab sedang dia diaiak kepada agdma lslam?'

(Qs. Ash-Shaffz 7)

Pengikut madzhab Maliki yang tidak membaca doa iftitah dengan

keyakinan bahwa itu makmh, adalah bid'ah. Dan yang lebih menggelikan,

^payang 

mereka anggap makmh itu iustru yang, menurut Syafi'i dan Abu

Hanifah, waiib. Mungkin sebabnya, mereka sudah terldu iauh dengan

kitahkitab hadits, bahkan mereka melarang pengikutnya untuk membaca

Bag,lan Fertarrra I 5,

kitahkitab hadits dengan dasan, mereka tidak berhak membacanya karena

bukan ahlinya, masa mereka addah masa-masa mengikuti yang sudah ada.

Sungguh alasan yang sangat keii.

Berikut ini hadits-hadits shahih tentang doa iftitah, yang dimakruhkan

oleh pengikut madzhab Mdiki iru;

Hadits riwayat Amirul Mukminin Ni Radhiyallahu 'anhu: lika

Rasulullah Shallallahu 'alaihi uta Sallarn berdiri untuk shalat, beliau

membaca,

t;r ry y ;;1,: :t'"3tjw ey,,f , |,F :

'*; !.,r.6)GWt ,*) ,*Li'qFt'utit

a"rir jii tI1L'ri u1,'i |!r.r v c,*rui'

[Aku menghadapkan wajahku kepada Dz* yang menciptakan langit

dan bumi ...1. Diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim dan Ashbhbus Sunan.

Hadits Abu Hurairah Radbiyallahu' anhu: Rasulullah Shallallahu' alaihi

uta Sallam diam di antara akbir dan bacaan surat al-Fatihah. Maka aku

bertanya, "Demi bapak dan ibuku, lp yang engkau baca saat diam antara

takbir dan al-Fatihah?" Rasululllah meniawab, "Aku berdoa,

gf, 1; 'o"'riv 6 \56!L" ;r i 'r;lt;. 

,at:t

u i-fr.clt'o'j;rt Af- K \fG)L"'u ,rj;i'#t *;at.

';t):atr#g ,ti:d,"i #t dt ,fnt

[Ya Allah, jauhkanlah jarak antara diriku dan dosa-dosaku

sebagaimana engkau menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah,

bersihkanlah diriku dari segala dosa sebagaimana Engkau membersihkan

baju putih dari segala kotoran. Ya Allah, bersihkan diriku dari segala

dosa dengan air, es dan embun]." Muttafaq'Alfi, Ahmad dan,\shbhbus

Sunan.

Diriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallabu 'alaihi ua Sallatn

mengucapkan,

52 I aE'ah-Uld'ahyang Dlanggap Sunnah

?ihrt

tAllrh Maha Besarl 3r

3,'-rl;it

lsegala Puii bagi Allahl 3 x,

*tr?fi,"i'r 0ei,

[Maha Suci Allah di waktu pagr hari dan sore hari] 3 x,

^,4 :r q f )tg@' 4 +i ;f oyt:'

[Y, fl; *u U.rfirra,rng kepada-Mu dari syetan yang terkutuk, dari

bisikan dan tiupannyal. Diriwayatkan oleh Abu Daud dan lainnya

Diriwayarkan juga bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam

membaca

gi?'r

[Allah Maha Besar] 10 r

"i,f O1!"l

lMaha Suci Allahl 10 x,

[Tiada ilah selain Allah]

ir,il;it

?rf,;L,:-,i

,

[Aku beristighfar kepada Allah] 10x,

kemudian berdoa,

BaslanPertama I Sl

Alt

nr )! iJ! Y

lsegala puji bagi Allahl 10 x,

g:t:t"t 9!': )?t'd'

[Ya Allah, ampunilah aku, beri aku petunjuk dan rizki] 10 r

kemudian beliau berdoa,

yq,?r.rilt*q+i;i f\d'

[Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari sempitnya rempar berdiri

di hari Kiamat nantil 10 x.

Diriwayatkan juga bahwa setelah takbiratul ihram Rasulullah

Shallallahu 'alaihi uta Saham membaca,

gft '.; 'c,,'rrt;. tS ,$U$, r;:, ,t 'ret;. fijtr

lisr, 'ir,,,fii, l6u..rt1tL, i #,'aut y*til'l J J. J('

,-tr u'fr.<tt *?t Aits qA*ry *iut'u i

[Ya Allah jauhkanlah jarak antara diriku dan dosaku sebagaimana

Engkau menjauhkan antara timur dan barat, Ya Allah bersihkanlah diriku

dari dosa dengan air, es dan embun, Ya Allah bersihkan diriku dari dosa

dan kesalahan sebagaimana bafu putih dibersihkan dari kotoranl.

Hadits Aisyah: Jika hendak takbiratul ihram Rasulullah membaca,

ut o'r'aL sa, itj*,,t ,\qr'!*.i'*Ir :xaL

':):*

[Maha Suci Engkau, ya Allah dan dengan memuji-Mu. Maha Berkah

nama-Mu, dan Maha tinggi keagungan-Mu, dan tiada llah selain Engkau."

Hadits ini diriwayatkan oleh Ashbibus Sunan dan yang lainnya.

Waspadalah terhadap orang yang membelokkan langkah kalian

menjauhi sunnah!!!

Keyakinan mayoritas pengikut Syafi'i bahwa yang dilakukan Malik

dengan tidak membaca basmalah saat shalat dapat membatalkannya,

merupakan keyakinan yang tidak benar dan dapat memecah belah umat.

t4 I BE'ah-bld'ahyang Dlanggap Sunnah

yang benar, mengrut sunnah, adalah basmalah harus dibaca, namun iika

tidak dibaca iu14 tidak membatdkan shdat. Pendapat yang memakruhkan

basmallah adalah salah besar, karena hadits yang menladi pegangannya

dha'if.

Pengikut Imam Malik yang tidak meletakkan sdah satu tangan di

atas tangan lainnya dengan anggaPan bahwa inr makruh dalam madzhab

Maliki, adalah bid'ah. Sebab terdapat beberapa hadits shahih, yang menurut

para ulama, diriwayatkan dari delapan belas shahabat, dan tak ada satu

pun dari hadits.hadits tersebut yang menyaakan tangan hams difuntaikan.

Malik sendiri menshahihkannya dalam al-Muutaththa', hal. 173 dar. 7842

Menurut Ibnu Abil Makhariq, berikut ini sabda-sabda Rasulullah Shallallahu

'alaibi u.ta Sallamz "Jika engkau tidak malu, maka lakukanlah apa yang

engkau inginkan", 'Meletakkan tangan di atas tangan lainnya saat shalag

yaitu tangan kanan diletakkan di atas tangan kiri", dan "Menyegerakan

berbuka puasa dan mengakhirkan sahur."

Masih dalam kitab yang sama; riwayat sahal bin Sa'ad: orangorang

diperinahkan untuk meletakkan angan kanannya di atas tangan kirinya

pada saat shalat. Menurut Abu Hazim, YME ia tahu hadits ini marfu'.

Bukhari, Tirmidzi dan perawi-perawi hadits lainnya iuga meriwayatkannya

demikian. Permasalahan ini sudah ielas, sehingga meniuntaikan tangan tanPa

alasan yangkuat adalah bid'ah dan inr sengaia menghdangi diri dari keuamaan

bermutaba'ah terhadap Rasulullah Sballallahu'alaihi uta Sallam-

Meletakkan posisi kedua talngan agak ke pinggir sebelah kiri dengan

alasan untuk meniaga keimanan atau alasan karena Umar dan Syafi'i

meletakkan tangannya agar ke pinggir sebelah kiri saat shalat, adalah

'bualan kosong seekor keledai" dan bid'ah yang menyesatkan. Padahal

yang disunahkan adalah meletakkan keduanya di atas dada.

Makmum yang tidak membaca surat al-Fatihah setelah imam

membacanya adalah ketidaksempumaan dalam shalat, berdasarkan hadits

yang diriwayatkan Ahmad dan Ibnu Maiah: Rasulullah Shallallahu 'alaihi

wa Sallam bersabda, 'setiap shalat yang di ddamnya tidak dibacakan

ummul kiab adalah kurang dan tidak sempuma.' Sedangkan hadits dalam

ash-Shabibain, Sunan dan Musnad dengan tegas menyatakan bahwa shalat

rersebut tidak sah karena Rasulullah Sballallahu'alaihi uta Sallam bersabda,

"Tidak sah shdat orang yang tidak membaca Fatihah." Mempersulit diri

dalam melafazkan makhrai huruf dan mengulang-ulang bacaan, adalah

tidak tumakninah, menyimpang dari

membatalkan shalat itu sendiri.

tata c^ra shalat, dan dapat

Baglan Fertama I SS

Riwayat yang menyebutkan bacaan, "Allihummagfir li wa li wilidalya

wa lil muslimin" [Ya All"h, ampunilah aku, orang tuaku dan seluruh kaum

muslimin], pada saat imam membaca 'wa ladh dhillin", adalah bid'ah.

Yang disunahkan adalah mengucapkan amin saia bersama-sama dengan

imam. Dasarnya adalah riwayat Bukhari: Rasulullah Shallallahu'alaibi uta

Sallam bersabda, "Jika itnam tnengucapkdn, Amin', maka ucapkanlab,

'Amin' juga, karetta barangsiapa yang Amin'nya bersamaan dengan'Amin'

para malaikat, maka dosanya akan diampuni.'

Kebiasaan sementara orang yang hanya membaca satul ayat, 

*lnnalliha

ma'ash shibirin' (QS. Al-Baqarah: 153) setelah al-Fatihah pada rakaat

pertama dan hanya membaca, "lnnalliha 'ali kulli syai'in qadir" (QS.

Al-Baqarah: 20) pada rakaat kedua atau membaca,, "lnflalliha uta

mali-ikatahu ... taslitnan' (QS. Al-Ahzab: 56) arau 

*Subhhna Rabbika

... al-' dl atniz " (QS. Ash-Shiffit: 18G183 ), menunjukkan ketidaksempurnaan

pemahaman mereka terhadap 

^gxn 

All"h, dan ilmu mereka yang setengah-

setengah. Padahal mereka hafd kumpulan wirid-wirid dan doadoa Imam

fufa'i.

Begitu pula kebiasaan mereka membaca surat al-1fshr, al-Kautsar

dan al-Ikhlas dalam semua shalat karena mengharapkan keringanan dan

shalat yang singkat, benar-benar merupakan perbuatan ymtg"... memutuskan

^pay^ng, 

berdasarkan perintah Allah, harus disambungkan." Mereka shalat,

tapi fuga membuat kerusakan di muka bumi.

Riwayat Abu Hurairah: Ketika Rasulullah sedang duduk di salah satu

pojik masjid, ada seseorang masuk ke dalam masjid dan shalat. Usai shalag

orang tersebut mendekati dan mengucapkan salam. Nabi menjawab, ''Wa

'alaikas salam. Kembali ke tempatmu dan ulangi shalatmu. Engkau belum

shalat." Orang tersebut shalat lagi, dan setelah selesai kembali mendekati

Nabi seraya mengucapkan salam. "Wa 'alaikas salam," fawab Nabi. "Kembali

ke tempatrnu dan ulangi shalamu!" Orang inr pun shalat lagi, dan setelah

selesai kembali mendekati Nabi seraya mengucapkan salam. "Wa 'daikas

salam," jawab Nabi. "Kembali ke tempratrnu dan ulangi shalatmu!" Akhimya

orang tersebut memohon, "[Kalau begitu] ajari aku [bagaimana shalat],

Rasulullah." Kata Rasulullah,'Jika angfr.au hefldak shalat tnaka sempurnakan

urudhutnu, knnudian menghadaplab ke arah kiblat dan bqtakbirlab. Bacalah

ayat al-Qur'an yang mudah bagimu, kemudian rufui'lah dengan tumakninah,

ketnudian bqdirilah hinga badantnu t4aklurus. Setzlah itu suiudlab dengan

tumakninah, kemudian duduHah dengan tumakninah, suiud dengan

tumakninah, dan ksnudian fud.uttlah dengan tutnakninab. Iakukan sepqti

dalam setiop shalattnu." Diwaya*an oleh Bukhari dan Muslim

56 I gu'art-oto'ahyang Dlanggap Sunnah

Riwayat Abu Qatadah: Rasulullah sballallaltu 'alaihi uta sallatn

bersabda, "seburuk-buruk pencuri adallb olang ydng rnencuti bagian dari

shalatnya.'Mereka bertanya, "Wahai Rasululah bagaimana dia mencuri

dari shalatnya?" Beliau menielaskarU'Orang tcrsebut tidak ffietryernpurnakan

ruku' dan sujudnya, atau dia tidak meluruskan tulang belakangnya tatkah

ruku' dan sujud.'Diriwayatkan oleh Ahmad dan yang lain.

Pendapat dalam banyak funsyiyah (catatan kaki), yang mencukupkan

dengan membaca ayat pendek, semisal, "Mudhimmatini", (QS. Ar-Rahmin:

64) adalah pendapat yang menipu, membodohi dan menyesatkan, karena

shalat Rasulullah dan para shahabatnya tidak seperti itu. Juga pendapat,

bahwa barangsiapa membiasakan membaca ayat pendek, oN1tn naryrah'

(QS. AlJnsyirih: 1) dan oNam tara kaifa'(QS. Al-FiI: 1) dalam shdat

Faiar dan shdat Maghrib maka Allah akan membebaskannya dari penyakit

ambeien, tidak akan rabun, dan tidak akan tertimpa penyakit pada hari

itu, adalah pendapat yang sdah dan tak berdasar sama sekali.

Pendapat-pendapat yang dilontarkan oleh para penulis fuhsyiyah

tersebut benar-benar telah mengh"langl untuk mengikuti sunnah, karena

Rasululah, menurut riwayat yang shahih, setelah membaca al-Fatihah,

dalam rakaat pertama shalat Fajar dan Magrib, membaca 

^y^t, 

"Q'ttltt

hmanna bilAhi ua mi unzih ilaina" (QS. Al-Baqarah: 136) dan pada

rakaat kedua membaca "Qul yh ahlal kitib, ta'ilau ih kalimatin sauti-.'

(QS. Ali Imrin: 64 ). Rasulullah iuga membaca surar al-Kafirun dan al-

Ikhlash.

Ucapan, 

*shadaqallihul'azhim' oleh makmum setelah imam selesai

membaca surat addah bid'ah dan termasuk perbuaAn yang "memasukkan

sesuatu yang bukan bagran dari shalat". Kalau saia ucapan makmum yang

seperti itu dilakukan di luar shalat sudah merupakan bid'ah, bagaimana

iika itu dilakukan saat shdat berlangsung?

Surat-surat yang Dlbaca Rasulullah dalam

Shalat

Dalam b*u Safar*s Sa'idab diielaskarU yang intinya demikian: Setelah

membaca doa iftitah, Rasulullah Shallallahu 'al1ihi uta Salhrn membaca

" A' idzub ill6h i min asy sy aith innir raiim", kemudian al-Fatihah dengan

mengeraskan bacaan basmalab pada waknr-waknr tertennr dan lebih sering

membacarya dengan tak terdengar. Bacaannp umg dengan ttrtil d^n berhenti

BaglanPertama I Sl

di setiap akhir ayat Beliau membaca nltnino 

[ya Allah, kabulkanlah perminaan

kami] setelah selesai al-Fatihah dengan zuara kenas dalaln shalat (yang dengan

bacaan) jalr dan srara tak tendengar dalam shalat ()ang dengan Lra.;,at) sitriy,

dan makmum mengikuti bacaan 

*Amin'tersebuc 

Beliau melahrkan ar^ sakrth

fieda) dalam shdar saktah anta", rakbiraul ihram dan al-Fatihah, dnt sakrnh

antara d-Fatihah dan surat yang dibaca berikutrya-

- Dalam Shalat Subuh

Dalam shalat Subuh, setelah membaca al-Fatihah, Rasulullah membaca

surat yang paniang antara enam puluh hirgs" seranls ayat. Kadang-kadang

beliau membaca surat Qif, ar-Rfim, dan kadang-kadang memb ir y^ng

pendek-pendek, seperti surat azZ;lzalah dan Mu'auuidzatain (al-Falaq

dan an-Nis). Abu Bakar, dalam shdat subuh, membaca surat al-Baqarah,

dan Umar kadang-kadang membaca surat yusuf, Hrid dan Bani Israil (al-

Isri').

Dalam perjalanan, beliau kadang-kadang membaca surar ar-Takwir,

dan pada shalat Fajar di hari Jum'at, beliau membaca surat as-Sajdah

pada rakaat pertama dan surat al-Insin pada rakaat berikutnya.

- Dalam Shalat Zhuhur

Rasulullah biasa memanjangkan bacaan surat pada shalat Zhuhur,

hingga pada suatu saat ada seseorang yang beriaran menuju euba' setelah

iqamah dan kembali lagi ke Madinah untuk ikut shalat berjamaah, dan

beliau belum ruku' dalam ralaat pertama.

- Dalam Shalat Ashar

Bacaan dalam shalat Ashar, panjangnya setengah dari bacaan dalam

shalat Zhuhur dan kadang-kadang lebih pendek dari itu.

- Dalam Shalat Maghrib

Adapun dalam shalat Maghrib, Rasulullah kadang-kadang

memanjangkan bacaan surat, membaca surat al-Arif dalam dua rakaat

setengah surat untuk setiap rakaatnya. Kadang-kadang beliau membaca

58 I gH'an-uld'ahyang Dlanggap Sunnah

surat al-Mursalat dan surat-surat yang sedang. Riwayat-riway^t yang

berkenaan dengan hal ini umunnya shahih. Thpi yang disunahkan adalah

tidak melulu membaca yang panjang-paniang atau yang pendek-pendek,

tetapi sesekali memaniangkan dan di lain waknr memendekkan bacaan

surat disesuaikan dengan keadaan dan waknr'

- Dalam Shalat lsya'

Untuk shalat Isya' Rasulullah telah meneapkan kepada Mu'adz untuk

membaca surat assyams, al-Ali dan surat al-kil. Rasulullah melarang

untuk membaca surat paniang seperti al-Baqarah dengan mengatakan

kepada Muada "'wahai Mua&, apakah engkau pembuat keonaran?" dan

-lr,.t"pk"n kepadanya untuk membaca surat al-Infithir, d-Insyiqiq, al-

Burtri dan ath:Thariq.

- Dalam Shalat Jum'at dan Shalat 'led

Dalam shalat Jum'ar, Rasulullah membaca surat al-Jumu'ah pada

rakaat pertama, dan surat al-Munifiqfin pada rakaat kedua, dan kadang-

kadanj behau memendekkan bacaan dengan hanya membaca surat al-

It'la dan al-Ghisyiyah. Sedangkan dalam shalat 'Ied, beliau membaca

surat Qaf dan alQamar, dan kadangJcadang membaca surat al-Ali dan

al-Ghisyiyah. Dan, sampai akhir hayatnya, hanya surat-surat inr saia yang

dibaca.

Dalam sunan Nasai disebutkan: Rasulullah menyuruh kami untuk

memendekkan bacaan dan beliau mengimami kami dengan surat as'Shiffit

dan tidak menentukan surat-surat mana saja yang harus dibaca untuk

shalat-shalat tertentu, kecuali shalat Jum'at dan 'Ied. Kata Abdullah bin

umar, "Aku hanya mendengar surat-surat paniang yang dibaca sepotong-

sepotong dan surat-su r^t yarrg lebih pendek darinya" dibaca oleh Rasulullah

pada shalat fardhu saia." Biasanya Rasulullah membaca satu surat penuh,

dan jarang membaca seporong-sepotong kecuali untuk menjelaskan bahwa

surat itu boleh dibaca demikian.

BaglanPertarna I Sg

Disunahkan Membaca Doa, Dzlktr, atau

Th'alvudz Jlka Ayat yang Dlbaca Berkenaan

dengan Rahmat atau Azab

Muslim meriwayatkan dalam Shabibnya dari Hudzaifah: Pada suatu

malam aku shdat bersama Rasulullah dan beliau memulai bacaan dengan

surat al-Baqarah. Di hati aku menebak, "Beliau akan ruku' pada ayat

keseratus," tapi ternyata beliau melanjutkan bacaan. Aku menebak lagi,

"Beliau membaca seluruh surat dalam satu rakaat," tapi masih juga

melanjutkan bacaan." Aku menebak lagi, "Beliau akan ruku' (setelah

membaca surat) itu." Namun kemudian, beliau mulai membaca surat an-

Nisi' (hingga selesai) dan dilajutkan dengan membaca surat AIi Imrin

hinega selesai. Beliau membaca dengan santai, iika membaca ayat tasbih

beliau bertasbih, jika membac 

^y 

t permohonan beliau memohon, dan

jika membaca ayart perlindungan beliau membaca ta'awwu&. Kemudian

ruku' dan membaca, "Subbina Rabbiy al-'azhitn." L,ama ruku'nya hampir

sama berdirinya. Kemudian membaca, 

*Satni'allihu liman fuamidah." Beliau

berdiri lama seperti saat ruku'. Kemudian sujud dengan membaca, "subbhna

Rabbiy al-a'La." Dan lama sufudnya seperti lama berdirinya." Rasulullah

memanjangkan shalatnya sampai-sampai aku punya niat buruk. Kemudian

Hudzaifah ditanya, "Apa yang engkau niatkan kepadanya?" Jawabnya, "Aku

berniat duduk dan meninggalkannya."

Ahmad dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Ibnu Abi Syaibah, dari

Ibnu Abi Laila, dari ayahnya: Aku mendengar Nabi membaca al-Qur'an

dalam shdat yang bukan fardhu. Ketika membaca ayat tentang surga dan

neraka, beliau membaca, ",{rtdu biUAhi minan nir, utailun li ahlin nhr"

[Aku berlindung kepada Allah dari neraka, dan celakalah para penghuni

neraka].

Ahmad meriwayatkan dari Aisyah Radhiyalhhu 'anha: Aku berdiri

shalat bersama Rasululllah Shallallahu 'alaihi uta Sallam pada malam

bulan purnama dan beliau membaca surat al-Baqarah, Ali Imrin dan an-

Nisi'. Ketika membaca ayat anc,rman beliau berdoa kepada Allah dan

meminta perlindungan. Ketika membaca ayat kabar gembira beliau

berdoa kepada Allah dan memohonnya. "Jika membaca ay^t y^ng

mengandung hal yang menakutkan beliau meminta perlindungan. Jika

membaca ayat rahmat, beliau memohon, dan jika membac^ ayat

pensucian Allah, beliau bertasbih." Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad,

Muslim dan lain-lain.

6o I gH'an-uld'ahyang Dlanggap Sunnah

Sebuah riwayat: Jil(a Rasulullah shallallahu'Al^ihi ua sallam membaca

ay?lt "Naisa dzilika bi qidirin'ala an yufoiyal tnautl'(QS. AlQiyimah:

40), beliau mengucapkan,

Jika membaca'Naisallihu bi abkamil bthkimin" (QS. At:Tin: 8),

beliau mengucapkan, -,i:tutqu: *e" *

Dalam Tafsir atbThabari, diriwayatkan dengan sanad dari Ibnu'Abbas:

Jika beliau membaca "sabbih-isma rabbika-l a'li' (QS. Al-Ali: 1), beliau

menimpdi dengan,

.r,;li ;o*

dan iika membaca surat al-Qiyimah hingga akhir surat, beliau

menimpali dengan,

eiftjlr '*it+

Kata Qatadah: Jika Rasulullah shallallahu'1l*ihi uta sallam membaca

ayat tersebut, beliau mengucaPkan

*Dti ;tq

Riwayat dari Qatadah yang lain: Jika Rasululllah membaca ayat

"Naisallhhu bi abhamil bhkhnin" (QS. At:Tin: 8),

beliau menimpali,

G:a'qd: *e'i;

(Thpi menurutku, ia metnarfukmrrya-) Dan, jika membac 

^y^t'"Naisa

dzitika bi qhdirin'ala an yuforiyal rnautan (QS. AlQiyAmah: 40),

beliau menimpali,

c

BagilanPertama I 6t

,tt

dan iika membaca 

^y^\'Fa 

bi ayyi badi*in ba'dahu yu-tnintrn',

(QS. Al-ArAf: 185),

beliau menimpali,

I o-<srl

Hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah tetap membaca doa qunur

dalam shalat Fajar hingga meninggal, sangat dha'if. Jika Rasulullah selalu

membaca doa qunut sepanjang hidupnya dan kaum muslimin mengaminkan

doanya di setiap shalat Fajar, api haditsnya adak mutawatir dengan sanad

yang sangat lemah, menjadi saru hal yang tidak masuk di nalar. Bahkan

sejumlah shahabat menyaakan bahwa itu hd yang baru, dan bid'ah.

Benar memang, fika Rasulullah Shallallahu'alaihi uta Salkm membaca

qunut ketika terjadi musibah dalam setiap shdatnya. Dan doa qunut Witir

itu menurut Hasan bin Ali demikian: "Nlihutntnabdini fi man hadait, ....'

Hadits ini shahih berdasarkan Musnad dan Sunan yang empat itu. Thpi

drh asankan oleh Tirmi&i.

Membalikkan telapak tangan dalam doa qunut tatkala membaca

*Inabu 

16 yadhillu man utilait', adalah bid'ah. Pada waktu shalat, gerakan

(yang bukan bagran dari shalat) adalah tidak baik.

Bacaan makmum *Haq, haq', ketika imam membaca doa qunut

adalah bid'ah. Meski tidak merusak kekhusnran shalat, tetapi s