alkitab digital. 4

Tampilkan postingan dengan label alkitab digital. 4. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label alkitab digital. 4. Tampilkan semua postingan

Rabu, 09 Juli 2025

alkitab digital. 4


 


eh kemajuan umat 

manusia.(Celia Deane Drummond, 2001).



Berdasarkan pembahasan tersebut di atas terkait dengan penggunaan Teknologi maka dapat 

disimpulkan bahwa manusia dipanggil dalam tugas teknologi untuk dapat menjadi berkat bagi manusia 

(Luk.4:18-19) “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan Kabar 

Baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang￾orang tawanan dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk 

memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang. Itu berarti teknologi bukanlah tujuan tetapi alat, manusia 

tidak boleh dikuasai teknologi, tetapi manusia yang harus menguasainya agar tujuan teknologi dapat tercapai 

sesuai kehendak Tuhan yaitu sebagai pengabdi kepada Tuhan dan sesama manusia (1 Kor.6:12). Albert 

Einstein berkata, “Religion without scienceis blind and science without religion is lame” (agama tanpa 

pengetahuan yaitu  buta dan pengetahuan tanpa agama yaitu  lumpuh). Iman Kristen yaitu  percaya 

mendahului pengetahuan yang berarti “Percaya dulu pada Allah baru kita dapat mengenal Dia”karena Dia 

tidak dapat dibuktikan melalui ilmu pengetahuan manusia yang terbatas. Untuk memperoleh ilmu sejati, 

pertama-tama orang harus mempunyai rasa hormat dan takut kepada Tuhan. Orang bodoh tidak menghargai 

hikmat dan tidak mau diajar (Ams. 1:7). Hiduplah takut akan Allah dengan menghormati-Nya sebagai Tuhan, 

maka Dia akan menolong kita untuk mengerti akan hal-hal yang sulit dipahami. Sumber IPTEK yaitu  Allah. 

Alkitab mengatakan “Baiklah orang bijak mendengar dan menambah ilmu dan baiklah orang yang 

berpengertian memperoleh bahan pertimbangan (Ams. 1:5). Berdasarkan ayat ini kita bisa melihat bahwa 

Allah sebenarnya menghendaki kita manusia terus mengembangkan diri, menambah ilmu, dan pengertian. Hal 

ini berarti bahwa kita tidak perlu menjauhi IPTEK tetapi justru terus mengembangkannya menjadi lebih baik 

lagi.


Banyak alasan orang Kristen beriman kepada Tuhan, di antaranya 

yaitu  karena Tuhan itu baik, Tuhan itu Juruselamat, karena Tuhan yaitu  

penolong, karena Tuhan yaitu  mahakuasa, dan lain sebagainya. Semua 

alasan ini dapat ditemukan dengan muda di buku-buku nyanyian Gereja 

masa kini, dan pada pernyataan-pernyataan para pengkhotbah dan para 

pemimpin ibadah kontemporer. Orang beriman bukan karena iman 

melainkan pada iman plus. Beriman pada sesuatu yang ada pada Allah, 

yaitu kebaikan Allah, keselamatan Allah, pertolongan Allah dan kuasa

Allah, bukan pada Allah. Seperti seorang istri memuji suaminya, bukan 

karena apa adanya suaminya (ontologis), melainkan karena apa yang ada 

pada suaminya, sama dengan ungkapan “ada uang abangku sayang, tidak 

ada uang abang melayang.” Ada pertolongan Tuhan, Tuhan ku sayang, 

tidak ada pertolongan Tuhan, Tuhan melayang.

Beriman tidak dapat dipisahkan dengan berdoa. Berdasarkan filsafat 

dan psikologi agama, paling sedikit ada dua alasan orang berdoa, yaitu 

karena adanya kebutuhan dan karena adanya masalah. Yang pertama, doa 

dijadikan alat untuk memenuhi kebutuhan; sedangkan yang kedua, doa 

dijadikan media bagi solusi atas masalah apapun. Dalam hal ini, doa 

menjadi alat untuk memperoleh yang diinginkan dan untuk mengatasi 

masalah yang dihadapi. Semua kebutuhan dan masalah disampaikan kepada 

Allah yang dijadikan sebagai objek yang dikendalikan oleh pendoa. Praktik 

doa seperti ini semakin dipropaganda oleh para pengkhotbah kontemporer 

yang biasa menyatakan kalimat-kalimat seperti berikut: “Asal kamu yakin 

apa yang kamu doakan, maka doamu akan terkabul” atau “Kamu harus 

yakin bahwa apa yang kamu minta itu sudah dijawab, dan bayangkanlah 

bahwa itu sudah ada.” Atau pernyataan ini: “Asal dengan menjamah mobil 

yang kita inginkan, maka Tuhan pasti memberikan mobil yang sama.” 

Apakah seperti ini doa Kristen? Apakah seperti ini doa yang seharusnya diajarkan oleh Gereja? Apakah seperti ini arti doa menurut Alkitab? 

Apakah Tuhan objek atau subjek doa? Mari kita mempelajari satu bagian 

Alkitab mengenai doa, yakni Lukas 18:1-8.

LATAR BELAKANG INJIL LUKAS

Injil Lukas yaitu  Injil yang memiliki karakteristik tersendiri 

dibandingkan dengan Injil lainnya. Pada umumnya, para ahli berpendapat 

bahwa Lukas yaitu  seorang tabib, namun bagi penulis, Lukas bukan hanya 

seorang tabib, melainkan ia juga yaitu  seorang sejarahwan, karena ialah 

yang menulis Injil Lukas dengan menegakkan historitas Tuhan Yesus, 

demikian dengan kitab sejarahnya yakni Kisah Para Rasul. Dari semua 

penulis Injil, maka Lukaslah yang terdekat dalam hal penulisan riwayat 

hidup Tuhan Yesus. Ia menjelaskan kelanjutan pelayanan Tuhan Yesus 

dengan berdirinya Gereja mula-mula, dan dalam tulisannya Yesus menjadi 

bagian dari sejarah Gereja.

Perhatian Injil Lukas ialah pada kedatangan era keselamatan yang 

baru yaitu bersifat universal (universatity of salvation). Keselamatan yang 

bersifat universal ini ditandai oleh era pekerjaan Roh Kudus, dan 

terbukanya keselamatan untuk semua orang termasuk non Yahudi. 

Keselamatan yang bersifat universal itu dikemukakan oleh Lukas dalam 

konsep kerajaan Allah, dimana Yesus Kristus yaitu  manifestasi Kerajaan 

Allah yang sempurna. Bagian yang khusus dalam pengajaran Tuhan Yesus 

tentang kerajaan Allah ialah penerimaan dan pemuridan. Orang yang 

menerima Tuhan Yesus sekaligus menjadi anggota kerajaan Allah, melalui 

proses pemuridan. Salah satu tema pemuridan yaitu  beriman dan berdoa.

Secara khusus, Lukas mencatat satu perumpamaan Tuhan Yesus 

yang mengetengahkan mengenai ketekunan dalam doa sebagai sikap yang 

benar terhadap kedatangan Anak Manusia dalam konteks eskatologis. 

Perumpamaan itu yaitu perumpamaan tentang seorang janda yang tekun 

(Luk 18:1-8). Keistimewaan dari teks perumpamaan ini ialah bahwa 

perumpamaan ini tidak ada dalam injil-injil yang lain. Dengan kata lain, 

hanya Lukaslah yang mencatat tentang perumpamaan Tuhan Yesus ini. 

Perumpamaan ini yaitu  sangat menarik untuk dikaji, karena ada beberapa 

hal yang kelihatannya yaitu  agak membingungkan, diantaranya, yaitu 

sikap hakim yang tidak benar namun membenarkan kasus seorang janda. 

Secara khusus perumpamaan ini semakin menarik untuk dikaji karena hakim yang tidak benar dianalogikan dengan Allah. Karakter hakim dalam 

perumpamaan ini jelas-jelas bertolak belakang sama sekali dengan karakter 

Allah; dan motivasi hakim membenarkan janda tersebut yaitu  berbeda 

sama sekali dengan motivasi Allah membenarkan atau menjawab doa 

orang-orang pilihan-Nya. Selain itu, kebenaran teologis dari perumpamaan 

ini, nampaknya sangat relevan untuk dijadikan acuan untuk menyikapi 

praktik agamawi yang sedang menjamur masa kini, yaitu praktik yang sama 

kelihatannya antara doa orang-orang Kristen dengan doa orang-orang non￾Kristen, yaitu giat berdoa demi sesuatu atau segala sesuatu yang diinginkan. 

Doa dijadikan media untuk memenuhi kebutuhan para pendoa. Seolah-olah 

doa yaitu  cara untuk menjadi kaya. Doa juga dijadikan senjata untuk 

mengusir setan, sehingga hampir tidak terlihat perbedaannya dengan dukun 

yang mengusir setan dari seseorang yang kerasukan setan. Yang terakhir 

ini, doa dijadikan alat ukur iman orang beragama. Seolah-olah orang yang 

banyak berdoa yaitu  orang beriman.

Sebelum menafsirkan perumpamaan yang terdapat dalam Lukas 

18:1-8 mengenai seorang hakim yang tidak benar atau seorang janda yang 

tekun, maka sangatlah penting untuk menganalisis perumpamaan ini 

terlebih dahulu, secara khusus menganalisis teks, konteks dan 

latarbelakangnya.

Analisis Teks

Analisis teks yaitu  suatu studi untuk memahami hakikat teks 

tertentu, baik bentuk, gendre dan stuktur teks tersebut supaya dapat 

menemukan pengertian teks sedekat mungkin dengan maksud penulis.

Bentuk Teks

Lukas 18:1-8 yaitu  satu bentuk teks perumpamaan yang disertai 

dengan penerapan yang mengikat perumpamaan itu.1 Perumpamaan ini 

merupakan salah satu dari sekian banyak perumpamaan Yesus dalam Injil 

Lukas, khususnya merupakan satu dari tujuh belas perumpamaan yang 

tergolong dalam Journey Narrative (Luk 9:51-19:27). Perumpamaan ini

yaitu  perumpamaan dari pernyataan Yesus (illustration of statement). 

Memang kata perumpamaan dalam Perjanjian Baru (PB) yaitu  memiliki 

suatu konotasi yang luas. Secara umum, Simon J. Kistemaker membagi 

perumpamaan-perumpamaan Perjanjian Baru dalam 3 bagian besar, yaitu 

The true parables, story parables, and illustrations.

2

 Dan Lukas 18:1-8 

yaitu  termasuk dalam Kelompok story parables. Artinya perumpamaan 

mengenai Hakim yang tidak benar atau Janda yang tekun dalam Lukas 

18:1-8, yaitu  satu perumpamaan yang bersifat cerita, dan sekalipun bukan 

cerita yang benar-benar terjadi atau bukan cerita yang nyata namun cerita 

ini membawa atau memberikan kebenaran yang penting.3 Melalui 

perumpamaan ini, Tuhan Yesus sedang mengajarkan dalam konteks 

pemuridan mengenai arti pemuridan dalam konteks kerajaan Allah yang 

hanya dimengerti jelas oleh pendengar, khususnya para murid-murid Tuhan 

yang sedang dimuridkan.

Judul Teks Perumpamaan

Alkitab versi LAI memberikan judul bagi teks Lukas 18:1-8 yaitu  

perumpamaan hakim yang tidak benar. Alkitab versi NGSB dan NIV 

memberikan judul untuk teks ini yaitu  perumpamaan tentang Janda yang 

tekun.4 Dari perbandingan di atas, maka nampak perbedaan penekanan, 

yaitu bahwa LAI menekankan karakter hakim sedangkan NGSB dan NIV 

menekankan karakter janda. Para penafsir pun yaitu  berbeda dalam 

pemberian judul. Herbert Lockyer, Simon J. Kistemaker dan B.J. Boland 

memberikan judul untuk teks Lukas 18:1-8 yaitu  Unjust Judge dan 

Unrighteou Judge. Karakter hakim sebagai sorotan utama. Sedangkan 

Graig A. Evans serta Darrell L. Bock memberikan judul untuk teks Lukas 18:1-8 yaitu  The Nagging Widow. Penekanannya pada karakter janda 

dalam hal memohon atau berdoa dengan tekun. Searah dengan ini juga 

penafsir lain memberikan judul pembahasan teks ini yaitu  doa, seperti 

William Barclay dan Craig A. Evans. Hanya Earle Ellis yang melihat 

secara bersama-sama kedua karakter dalam teks tersebut.5

Menurut pendapat penulis, bahwa penekanan pada karakter dalam 

perumpamaan memang yaitu  sangat penting untuk menentukan one main 

point, namun demikian, penulis lebih setujuh untuk melihat secara bersama 

kedua karekter dalam perumpamaan ini, yaitu hakim dan janda, sehingga 

judul perumpamaan ini bisa dinamakan ketekunan seorang janda atau 

hakim yang tidak benar. Bagi penulis kedua karakter ini yaitu  sama 

penting. Dan walaupun penulis melihat secara bersama dua karakter ini, 

namun hanya ada one main point of the parable, yaitu doa. Pokok utama ini 

yaitu  berdasarkan maksud perumpamaan (18:1), peran kedua karakter, 

dan konteks pengajaran Yesus mengenai doa sebagai satu bagian dari 

pemuridan (discipleship in the kingdom context).

Struktur Teks

Memang ada baiknya menemukan sendiri struktur teks dari teks 

asli, namun penulis mempertimbangkan beberapa struktur yang telah 

disediakan oleh beberapa ahli. Seperti E.E. Ellis mengemukakan struktur 

Lukas 18:1-8 sebagai berikut: Besides the introduction (ay 1), the passage 

consists of a parables (ay 2-5) with a double conclusion (ay 6-8).6 Dan 

Darrell L. Bock membuat struktur Lukas 18:1-8 sebagai berikut:

Setting (18:1)

Parable of the Judge and the Widow (18:2-5)

The Judge (18:2)

The Widow’s Request (18:3)The Judge’s Responses (18:4-5)

Jesus’ Comments (18:6-8)

Comparison of the judge to God (18:6-8a)

Contrast to the Son of man finding faithful people (18:8b).7

Dari dua bentuk struktur teks di atas, maka penulis lebih cenderung 

untuk mengikuti struktur dari Darrell L. Bock, namun dengan sedikit 

modifikasi pada bagian terankhir. Jadi, menurut penulis, struktur teks Lukas 

18:1-8 yaitu  sebagai berikut:

Pendahuluan (18:1)

Objek Perumpamaan Yesus

Maksud dan Tujuan Perumpamaan

Isi Perumpamaan (18:2-5)

Karakter Hakim (ay 2)

Karakter Seorang Janda (ay 3)

Tanggapan Hakim Terhadap Permohonan Janda (ay 4-5)

Penolakkan Hakim atas permohonan Janda

Pertimbangan Dan Keputusan

Komentar Tuhan Yesus (18:6-8)

Maksud Perumpamaan (ay 6) 

Perbedaan Hakim dan Allah

Analogi Hakim dengan Allah dan Analogi Janda dengan 

Orang Pilihan

Aplikasi Perumpamaan (ay 7-8)

Struktur di atas ini akan menjadi kerangka penafsiran dan 

pembahasan penulis berikut ini. Sebelumnya, penulis memandang perlu 

untuk mengemukakan mengenai analisis latar belakang teks, seperti 

pembahasan berikut ini.

Analisis Latarbelakang Teks

Ada pun latarbelakang Lukas menulis perumpamaan Yesus ini, 

berkenaan dengan tekanan yang dialami oleh orang Kristen dari pihak￾pihak non-Kristen. Searah dengan ini, E.E. Ellis mengungkapkan bahwa:

Luke apparently is writing to a situation in which Christians under severe 

persecution are denying their faith.

8 Karena itu, Lukas menulis bahwa 

dalam keadaan seperti ini, dan pada waktu kedatangan Tuhan, adakah Ia 

mendapati iman di bumi? (18:8). Dan lagi, dalam Lukas 12:11 diungkapkan 

tekanan yang dialami oleh orang percaya dari pihak-pihak majelis, 

pemerintah-pemerintah atau penguasa-penguasa.

Secara khusus, persoalan yang sedang dihadapi oleh pembaca 

pertama Injil Lukas, ialah masalah kedatangan Tuhan yang kelihatannya 

yaitu  ditunda-tunda. Bagi Gereja mula-mula, penundaan kedatangan 

Tuhan (the 'delay' of parousia) bukanlah suatu masalah kronologis 

melainkan sesuatu yang istimewa yang akan dialami orang Kristen di balik 

penderitaan, ketahanan bahkan kematian karena iman. E.E. Ellis 

berkomentar sebagai berikut:

From the first this had a simple and effective answer (20:37, I Th 

4:13). It was not delay qua delay but delay in the face of continuing 

death under persecution that caused hope to fade and apostasy to 

rise. ‘Sunshine‘ delay poses no problem. But a thousand years go by 

in one short hour waiting for the lions.9

Dengan demikian, latarbelakang Lukas secara khusus teks 18:1-8 

yaitu  mengenai konteks penderitaan orang-orang percaya karena iman 

yang mereka alami di bumi. Mereka memerlukan penguatan, dan Tuhan 

Yesus sebagai fokus dan sumber kekuatan iman di tengah-tengah 

penderitaan mengajarkan mengenai beriman dan berdoa seperti seorang 

janda yang menghadapi kemustahilan. Teks ini tidak sama dengan 

kecenderungan masa kini, bahwa iman dan doa terpisah dari penderitaan, 

sehingga iman dan doa menjadi alat untuk mengusir penderitaan, atau alat 

untuk menghimpun keberhasilan atau kesuksesan. Mari lanjutkan dengan 

menganalisis konteks untuk menemukan arti teks.

Analisis Konteks

Analisis konteks sangat penting untuk mengetahui maksud penulis 

menulis teks yang sedang kita pelajari. Berkenaan dengan itu, ada tiga konteks yang patut dianalisis berikut ini, yakni konteks Injil Sinoptis, 

konteks keseluruhan Injil Lukas, dan konteks dekat.

Analisis Konteks Injil Sinoptis

Perumpamaan tentang seorang janda yang tekun dalam Lukas 18:1-

8 tidak ditemukan dalam teks Injil-Injil yang lain, kecuali hanya pada 

tulisan Lukas yang mencatat perumpamaan itu. Dengan kata lain, Para 

penulis Injil yang lain seperti Matius dan Markus tidak memasukkan atau 

mencatat perumpamaan Yesus tersebut dalam Injilnya. Karena itu, 

memahami Lukas 18, lebih tepat pada upaya memahami konteks 

keseluruhan Injil Lukas saja, seperti yang penulis kemukakan berikut ini.

Konteks Keseluruhan Injil Lukas

Kyu Sam Han membagi Injil Lukas dalam 7 Bagian besar, yaitu :10

Pasal 1- 2 : Infancy Narrative

Pasal 3-4:15 : Baptism and Temptation

Pasal 4:16-9:50 : Galilee Ministry

Pasal 9:51-19:27 : Journey Narrative

Pasal 19:28-21 : Ministry in Jerusalem

Pasal 22-23 : Passion

Pasal 24 : Resurrection and Ascension

Dan menurut Bock bahwa: Luke records many parables, most as 

part of his emphasis on Jesus’ teaching in the ‘journey to Jerusalem’ 

section (9:51-19:44).11 Dengan demikian, Lukas 18:1-8 yaitu  salah satu 

bagian dari Journey Narrative (9:51-19:27). Dalam bagian ini, Lukas 

memaparkan pengajaran Yesus tentang Kerajaan Allah. Dan discipleship 

(pemuridan) yaitu  bagian integral dari Pengajaran Yesus tentang Kerajaan 

Allah. Perumpamaan tentang seorang janda yang tekun (Luk 18:1-8), 

yaitu  memiliki persamaan dengan perumpamaan tentang seorang yang 

datang ke rumah temannya pada tengah malam (Luk 11:5-8). Lukas 

memberikan dua laporan yang sama, yaitu: yang pertama mengenai seorang laki-laki dan kedua yaitu  seorang wanita. Kedua cerita ini 

mengetengahkan pokok bahasan yang sama, yaitu: Keduanya meminta atau 

memohon dengan sikap tidak malu (Luk 11:8) dan sikap memohon dengan 

tidak jemu-jemu atau memohon dengan terus-menerus Luk 18:2); 

Keduanya menjelaskan mengenai kepastian mengenai adanya jawaban bagi 

doa. Kedua teks di atas memang mendukung ciri khas penekanan Injil 

Lukas yaitu doa. Hal ini ditulis juga oleh Kyu Sam Han bahwa:

Preyer is a characteristic emphasis of the Third Gospel. The Gospel 

opens with God’s people at prayer (1:10) and closes with the 

believers jayfully blessing God in the temple (24:53). A survey of the 

prayer terminology used in Luke-Acts suggests that the theme of 

prayer is not unimportant.12

Analisa Konteks Dekat (Literary Context)

Lukas 18:1-8 yaitu  teks yang tidak dapat dipisahkan dengan 

konteks dekat, yaitu teks sebelum dan sesudahnya. Perumpamaan tentang 

ketekunan seorang janda ini, masih dalam konteks pengajaran Yesus 

tentang kerajaan Allah yaitu berkenaan dengan jawaban Yesus atas 

pertanyaan orang-orang farisi (Luk 17:20). Pengajaran Yesus tentang 

kerajaan Allah ini diikuti dengan pengajaran Yesus tentang ketekunan 

dalam doa (Luk 18:1-8). Kemudian dilanjutkan dengan perumpamaan 

tentang orang farisi dan pemungut cukai yang masih mengetengahkan 

tentang doa (Luk 18:9-14).

Perumpamaan dalam Lukas 18:1-8, memang mengajarkan tentang 

doa. Dan berdasarkan konteks, perumpamaan ini yaitu  bagian penutup 

dari pengajaran Yesus tentang kerajaan Allah (Luk 17:20-37). Sebenarnya 

secara implisit, Yesus menyatakan bahwa diri-Nya yaitu  pewujudan 

sempurna kerajaan Allah yang sudah ada. Hal ini nampak dalam ungkapan￾Nya bahwa “Sesungguhnya kerajaan Allah ada di antara kamu” (17:21). 

Namun konsep kerajaan Allah yang diajarkan oleh Tuhan Yesus yaitu  

bersifat rohani, dalam arti tanpa tanda-tanda lahiriah (17:20b). Bahkan 

konsep kerajaan yang dipimpin oleh Raja yang menderita dan ditolak, yaitu 

konsep Anak manusia (Luk 17:25-26). Bersamaan dengan itu, Lukas juga membeberkan kondisi zaman Anak manusia ini yaitu  sama dengan 

kondisi yang terjadi pada zaman Nuh (17:26) dan zaman Lot (17:28). 

Untuk itu, kepada anggota kerajaan Allah, yaitu murid-murid-Nya pada 

waktu itu dan semua yang percaya kepada Tuhan Yesus, diharapkan untuk 

bertekun dan setia dalam iman sampai pada kedatangan Anak Manusia 

(Luk 18:8). Ketekunan iman anggota kerajaan Allah ini diungkapkan 

melalui berdoa dengan tidak jemu-jemu (tekun), doa pantang menyerah. 

Perumpamaan tentang ketekunan seorang janda yaitu  ilustrasi 

Tuhan Yesus untuk menjelaskan dan menegaskan bahwa orang-orang 

pilihan Allah (18:7), murid-muridNya haruslah terlibat dalam pemuridan 

(discipleship). Dan doa yaitu  bagian dari pemuridan dalam konteks 

kerajaan Allah. Doa yaitu  untuk meningkatkan mutu rohani, supaya dapat 

bertahan dalam bahaya keduniawian yang membinasakan (Luk 17:22-29,

bnd. Mat 24:40-42), dan sebagai kesiapan orang pilihan terhadap 

kedatangan Tuhan yang akan terjadi secara tiba-tiba atau tak terduga (Luk 

17:30-37). Lukas memaksudkan perumpamaan ini untuk mendorong orang￾orang pilihan terus berdoa tanpa putus asa sebelum zaman akhir datang.

EKSPOSISI LUKAS 18:1-8: BERIMAN DAN BERDOA 

KARENA KESETIAAN ALLAH

Pandangan yang keliru bahwa dengan beriman, kita bisa beroleh 

kasih karunia Allah. Dengan berdoa kita beroleh kasih karunia Allah. 

Dengan beriman, kita beroleh berkat Allah. Dengan berdoa, Tuhan 

mengarunikan berkat-Nya kepada kita. Iman dan doa seperti ini yaitu  

iman dan doa dari orang-orang beragama bukan Kristen. Alkitab 

memberitahukan bahwa oleh karena kasih karunia Allah, kita beriman, 

maka kita bisa berdoa. Allah yaitu  sumber iman, alasan doa. Dalan teks 

ini, kesetiaan Allah yaitu  penyebab orang beriman dan berdoa.

Pengantar

Darrell Bock telah mengklasifikasi perumpamaan-perumpamaan 

yang ada dalam Injil Lukas termasuk Lukas 18:1-8 ini, yaitu  sebagai 

berikut: (1). Nama perumpamaan: Nagging Widow; (2). Topik 

perumpamaan: Future Spiritual life; (3). Tema perumpamaan: Prayer and Trust of God’s Faithfulness.

13 Pokok utama (main point) perumpamaan ini 

ialah mengenai Doa. Dan adanya perumpamaan ini merupakan ilustrasi dari 

pernyataan Yesus (Jesus’ illustration of statement) tentang doa. Di awal 

teks ini (18:1), Lukas melaporkan dua hal yang penting, pertama yaitu 

objek perumpamaan, kedua yaitu maksud dan tujuan perumpamaan.

Objek Perumpamaan Yesus (18:1)

Lukas mencatat bahwa “Yesus mengatakan suatu perumpamaan 

kepada mereka”(ay 1). Istilah mereka tidak dijelaskan secara eksplisit 

dalam keseluruhan teks Lukas 18:1-8, namun untuk mengetahui mengenai 

siapa yang dimaksudkan oleh Lukas dengan istilah mereka, maka kita harus 

memperhatikan analisis konteks dekat, yaitu melihat ayat-ayat sebelumnya. 

Teks sebelumnya (17:20-37), Lukas melaporkan pengajaran Yesus tentang 

kedatangan kerajaan Allah. Dan Pengajaran ini bertolak dari pertanyaan 

orang-orang farisi tentang kerajaan Allah (17:20), namun sesunggunya, 

perumpamaan ini tidak ditujukan kepada orang-orang farisi, melainkan 

ditujukan kepada murid-murid-Nya. Hal ini sangat jelas dalam ungkapan 

“Dan Ia berkata kepada murid-muridNya” (17:22).14 Karena biasanya 

Yesus mengunakan perumpamaan untuk mengajar murid-murid-Nya. 

Berkenaan dengan pemakaian perumpamaan, Bock berpendapat bahwa: 

Jesus Himself used parables for instruction, exhortation and defence.

15 Isi 

perumpamaan yang Yesus sampaikan kepada murid-murid-Nya dalam 

konteks ini, yaitu  tentang doa. Doa merupakan bagian dari pemuridan 

anggota-anggota kerajaan Allah setelah keputusan menerima Yesus. 

Perumpamaan ini, merupakan ilustrasi Tuhan Yesus mengenai pengajaran￾Nya yang masih berkenaan dengan kerajaan Allah (17:20-37).

Maksud Dan Tujuan Perumpamaan (18:1)

Seperti yang dikemukakan Bock bahwa: Keys to understanding a 

parable are direct speech, soliloquy, repetition, contrasts and the account’s 

ending.

16 Kunci ini sangat tepat untuk mengerti perumpamaan dalam Lukas 

18:1-8. Karena dalam teks tersebut nampak perkataan langsung, kontras, 

dan catatan akhir yang ada di teks tersebut. Selain itu, bahwa berdasarkan 

teks, permulaan perumpamaan ini yaitu  sangat penting, karena selain 

memuat objek perumpamaan, juga memuat maksud dan tujuan 

perumpamaan. Sekalipun Kistemaker berpendapat: in Jesus’ parables it is 

not the beginning of the story but the end that is important,

17 namun 

berdasarkan teks, maka permulaan teks perumpamaan (Luk 18:1) yaitu  

sangat penting untuk memahami keseluruhan perumpamaan itu (18:1-8).

Lukas mencatat bahwa Yesus mengatakan suatu perumpamaan 

kepada mereka untuk menegaskan, bahwa mereka harus selalu berdoa 

dengan tidak jemu-jemu. Dari ayat inilah keseluruhan perumpamaan dapat 

dipahami. Karena dalam ayat ini (18:1), nampak jelas maksud dan tujuan 

dari perumpamaan Yesus ini yaitu untuk menegaskan supaya murid-murid￾Nya bertekun dalam doa. Lebih jauh, Sammers berkomentar mengenai 

maksud perumpamaan ini: 

Luke indicates that Jesus’ purpose in this parable was to encourage 

his disciples. In his prediction of the difficult experience thay faced 

in the future (17:22), he had given them cause for discouragement… 

He gave them this parable that they might see the importance of 

preyer and faithin opposition to losing heart in prolonged 

difficulty.

18

Dalam NGSB tertulis: always ough to pray, tidak berarti berdoa 

dalam segala waktu atau terus-menerus (tak henti-hentinya), melainkan 

seperti pendapat Bock, yaitu praying again and again.

19

 Kalimat always 

ough to pray juga berkaitan dengan istilah egkakein, yang berarti to become 

weary or tired, lose heart, dengan me berarti not lose heart.

20 Jadi, berdoa 

dengan tidak jemu-jemu yaitu berdoa dengan tidak menjadi lelah atau berdoa dengan tidak putus-asa. Berdoa dengan berulang-ulang, penuh 

energi, tidak menjadi lelah, atau tidak menjadi berputus asa karena 

menunggu waktu yang lama. Kita mungkin langsung menanggapi dengan 

berpikir mengenai jaminan atau dasar yang harus dipegang untuk bertahan, 

untuk tidak putus asa, untuk terus menerus berdoa. Mari kita temukan 

jawabannya pada pembahasan berikut ini. 

Isi Perumpamaan (18:2-5)

Setelah Tuhan Yesus menegaskan kepada murid-murid-Nya tentang 

berdoa dengan tidak putus asa dan berdoa secara berulang-ulang, maka 

kemudian, Ia mengilustrasikan ajaran-Nya itu dengan suatu perumpamaan. 

Ada Dua karakter yang menjadi sorotan dalam perumpamaan ini, yaitu 

pertama yaitu  karakter seorang hakim dan kedua yaitu  karakter seorang 

janda. 

Karakter Hakim (ay 2)

Perumpamaan ini dimulai dengan membicarakan tentang seorang 

hakim dengan sifat-sifatnya yang buruk. Bahwa Hakim ini yaitu  seorang 

yang tidak takut akan Allah dan tidak menghormati seorang pun (ay 2). 

Ada komentar berkenaan dengan karakter hakim ini. Menurut Barclay:

Hakim jelas bukanlah seorang hakim Yahudi... Hakim ini yaitu  

seorang dari hakim-hakim yang ditunjuk baik oleh Herodes atau pun 

oleh penguasa Romawi. Hakim-hakim demikian terkenal dengan 

nama buruknya. Kalau si penuntut tidak mempunysai pengaruh besar 

dan yang bersangkutan tidak mempunyai uang yang cukup untuk 

mempengaruhi para hakim, maka perkaranya tidak akan mendapat 

perhatianMulanya Bock berpendapat bahwa: the judge is probably a Jew and 

may have been a powerful man, since the Romans allowed the Jews to 

manage many of their own legal affairs,

22 namun karena hakim ini 

digambarkan sebagai seorang yang tidak takut akan Allah, maka Bock pun 

menyimpulkan seperti pendapat Barclay, bahwa: He is possibly a political 

type of ‘police’ judge.

23 Hakim seperti ini bukanlah hakim yang ideal yang 

seharusnya membela kaum miskin dan lemah, melainkan tipe hakim yang 

tidak memiliki belas kasihan, tidak takut Tuhan dan tidak menghormati 

sesama, karena itu Boch pun menulis lebih jauh: Neither the laws of God 

nor public opinion can stir his conscience. Appeal to this character would 

be difficult.

24

Karakter Seorang Janda (ay 3)

Karakter yang kedua dari perumpamaan ini yaitu  seorang janda 

tanpa harapan, sekalipun ia belum terlalu tua.25

 Janda ini percaya bahwa 

hakim tersebut yaitu  hakim yang bertanggung jawab. Karena itu, ia selalu 

datang kepada hakim tersebut. Begitu pula pendapat Summers bahwa: She 

recognized him as the right one to deal with her case. Because she felt the 

importance of her case, she found it necessary to go to the judge 

repeatedly to seek a just settlement.

26 Janda ini berkata: “Belalah hakku 

terhadap lawanku.” Janda mungkin sedang menghadapi sedikit kesulitan 

dengan keuangan sehingga tidak mampu membayar hakim tersebut, karena 

itu ia berkali-kali datang dan memohon kepada hakim untuk memberikan 

keadilannya. Kata datang (ercheto) dalam bentuk iterative imperfect dan 

dalam konteks ini, Bock berpendapat bahwa: iterative and suggests 

repeated appeals for aid. She seeks relief from the opponent who wronged 

her.

27 Janda yang tanpa harapan, tidak berdaya itu memohon dengan 

berulang-ulang kepada seseorang yang memiliki wibawa dan kuasa untuk membelanya. Kata membela (ekdikeo) yaitu  dalam arti membenarkan dia, 

seperti ungkapan ekdikeso yang berarti membenarkan dalam ayat 5.

Tanggapan Hakim Terhadap Permohonan Janda ( ay 4-5)

Hakim Menolak Permohonan Janda Itu

Beberapa waktu lamanya hakim itu menolak. Hakim tersebut tidak 

meresponi permohonan janda itu untuk beberapa waktu lamanya (epi 

chronon), seperti yang tertulis: As often as the widow came, he refused.

28

Penolakkan yang dimaksud tidaklah digambarkan dengan sikap mengusir 

dengan kasar, melainkan tidak mengubrisnya atau tidak menjawab 

permohonan janda tersebut. Tentu tidak ada alasan untuk sikap itu, namun 

karena karakter hakim itu yang yaitu  tidak sensitif kepada kebutuhan 

orang dan tidak ada sesuatu dari janda tersebut yang dapat dianggap 

mempengaruhi hakim itu, maka jelaslah hakim itu menolak permohonan 

janda tersebut. Tidak ada kesalahan dengan permohonannya, namun 

masalahnya terletak pada hakim itu, yaitu tidak perduli kepada Janda itu.

Pertimbangan dan Keputusan

Teks selanjutnya tertulis: “Tetapi kemudian ia berkata dalam 

hatinya: Walaupun aku tidak takut akan Allah dan tidak menghormati 

seorangpun, namun karena janda ini menyusahkan aku, baiklah aku 

membenarkan dia, supaya jangan terus saja ia datang dan akhirnya 

menyerang aku.” Jawaban atau tanggapan Hakim terhadap permohonan 

janda itu, bukan karena hakim itu menyadari tugas untuk menjalankan 

keadilan, melainkan karena pertimbangannya, bahwa janda itu terus 

mengganggu dia, dan bahaya yang nantinya akan menyerang dia secara 

membabi-buta.29 Penekanan yang pantas dalam ayat 4-5 yaitu pada

keputusan hakim yang membenarkan janda itu dan ketekunan janda dalam 

berdoa. Hal ini sama dengan perumpamaan tentang seorang yang datang 

ke rumah temannya pada tengah malam. Dan karena sikap yang tidak tahu 

malu dari orang itu, maka temannya itu akan bangun juga dan memberikan 

kepadanya apa yang diperlukannya (Luk 11:7-8). Apalagi Bapa yang di 

sorga, Ia akan memberikan kepada mereka yang meminta kepada-Nya. 

Berkenaan dengan itu, Sammers berkomentar: the central teaching is not 

that man can, by repeated prayer, break down the will of God. It is rather 

that man can be encouraged in prayer by the realization that he prays to a 

just God who desires to give and to do that which his child needs.

30

Jadi, fokus utama perumpamaan ini bukan pada karakter dan 

pertimbangan hakim itu, melainkan kepada keputusan hakim yang 

membenarkan dan kepada ketekunan janda tersebut. Ketekunan janda 

tersebut nampak dalam beberapa keterangan dari teks perumpamaan itu 

sendiri, bahwa “walaupun permohonan janda tersebut ditolak berkali-kali, 

dimana sesering janda itu datang dan memohon, sesering itu juga janda 

tersebut ditolak.” Inilah bukti ketekunan janda tersebut. Begitu juga dengan 

ungkapan hakim bahwa “karena janda ini menyusahkan aku,… supaya 

jangan terus saja ia datang” kalimat ini menerangkan dengan jelas 

mengenai ketekunan janda tersebut. The woman’s constant intercession has 

brought success. Here is the example that the disciples’ prayer should 

emulate.

31 Teks ini sangat menonjolkan mengenai ketekunan Janda yang 

terus menerus datang kepada hakim.

Komentar Tuhan Yesus Mengenai Perumpamaan Ini (ay 6)

Setelah Lukas menyampaikan perumpamaan tentang hakim yang 

tidak benar atau ketekunan seorang janda, maka kemudian Lukas 

menindak-lanjuti dengan komentar Tuhan Yesus sendiri.

Kata Tuhan “Camkanlah apa yang dikatakan hakim yang lalim itu!” 

(18:6). Listen to what the unjust judge says (NIV) - Hear what the unjust 

judge said (NGSB). Kata camkanlah (listen) yaitu  searah dengan maksud

perumpamaan ini, yaitu untuk menegaskan ajaran tentang doa (18:1). 

Kalimat “camkanlah apa yang dikatakan hakim yang lalim itu” yaitu  

komentar Tuhan Yesus. Komentar itu secara khusus berfokus kepada 

perkataan hakim yang dianalogikan dengan Allah. Berkenaan dengan itu, 

Kistemaker berkomentar sebagai berikut: 

He wants the disciples to pay attention to the very words of the 

judge. They are important for a correct understanding of the 

parable. As in the parable of the friend at midnight Jesus uses the 

rule of contrasts. He contasts the worst in man to the best in God: 

“This is what the unjust judge says and does.”32

 

Sekali lagi, komentar Tuhan tentang hakim itu, bukan mengenai 

karakter hakim yang jelas yaitu  buruk, melainkan perkataan dan tindakan 

hakim itu yang yaitu  kebenaran analogis dengan kebenaran Allah.

Perbedaan Antara Hakim Dan Allah (ay 6-7)

Ada dua pribadi yang dianalogikan dalam Lukas 18:6-7, yaitu 

hakim dan Allah, namun sebelum kita memperhatikan analogi tersebut, 

maka terlebih dahulu kita memperhatikan perbedaan-perbedaan yang sangat 

menyolok dari keduannya. Berdasarkan teks, Kistemaker melihat perbedaan 

antara hakim dan Allah yaitu:

Pertama

Tidak ada hubungan yang mendasar antara janda dan hakim, apakah itu 

hubungan sosial, bersifat umum, bersifat keagamaan. Hakim ingin 

menghindar dari janda itu, bahkan ia menghendaki hubungan dengan janda 

tersebut sebagai lawyer clientnya akan berakhir. Namun hakim yang lalim 

itu mendengarkan janda tersebut dan membenarkannya.

Kedua

Allah telah memilih umat kepunyaan-Nya. Ia memiliki ketertarikan yang 

khusus kepada mereka karena mereka kepunyaan-Nya. Ketika umat-Nya 

berseru siang dan malam, Allah mengangkat kasus mereka dan membawa 

keadilan. Demikian dengan janda yang berseru kepada Allah, menerima 

keadilan, karena Allah mendengar dan menjawab doa.33

Kistemaker menyimpulkan bahwa: The Judge listened to the widow for the 

wrong reason: to get off his back. God listens to his people because he 

loves them and vindicates their cause. The judge acts selfishly; God acts in 

behalf of his people.

34

Pada dasarnya, tidak ada kesamaan antara hakim yang lalim dengan 

Allah; tidak ada kesamaan karakter, karena karakter hakim yaitu  seorang 

yang lalim, tidak takut Tuhan dan tidak berbelas-kasihan; juga tidak ada 

kesamaan motivasi, motivasi hakim membenarkan janda yaitu  motivasi 

tidak benar/mementingkan diri sendiri, sedangkan Allah membenarkan 

umat pilihan-Nya karena kasih-Nya; tidak ada kesamaan hubungan antara 

hakim dalam relasinya dengan janda, dan hubungan Allah dalam relasinya 

dengan umat pilihan-Nya. Jadi, hakim dan Allah yaitu  kontras sama 

sekali, namun yang dianalogikan dari karakter hakim ini dengan Allah 

yaitu  seperti yang penulis kemukakan berikut ini.

Analogi Hakim Dengan Allah dan Analogi Janda 

Dengan Orang Pilihan

Karena perbedaan karakter, motivasi antara hakim dan Allah yaitu  

sangat menyolok, dalam arti tidak ada kesamaan sedikit pun, maka analogi 

hakim dengan Allah hanya berdasarkan pada perkataan dan tindakan hakim

yang membenarkan janda tersebut. Tuhan Yesus menganalogikan tindakan 

hakim yang membenarkan janda itu dengan tindakan Allah membenarkan 

orang-orang pilihan-Nya (18:6-7).

Lebih jauh lagi, Tuhan Yesus menganalogikan figur Hakim dalam 

ayat 6 dengan Figur Allah dalam ayat 7. Hal ini yaitu  identik dengan 

analogi Figur bapa dunia dalam Lukas 11:9-13.35 Memang sulit sekali 

untuk mengerti mengapa Tuhan Yesus menganalogikan hakim dengan 

Allah. Sebab tidak ada kesamaan sedikit pun antara hakim dan Allah (anti￾metafor). Barclay mengomentari bahwa perumpamaan ini tidak bermaksud 

untuk menyamakan Allah dengan hakim yang tidak adil itu; Allah sama 

sekali bertolak belakang dengan hakim yang tidak adil dan keadilan, maka 

apalagi Allah, yang memang yaitu  Bapa yang mengasihi, akan 

memberikan kepada anak-anak-Nya apa yang mereka inginkan.36 Dan 

berdasarkan teks yang ada, maka analogi hakim dan Allah ini, hanyalah 

dapat dimengerti melalui analogi perbandingan. Bahwa jika Hakim itu 

dapat membenarkan janda tersebut, apalagi Allah. Sebab hakim itu yaitu  

lalim, tidak takut Tuhan, tidak berbelas-kasihan, dan hakim itu tidak ada 

hubungan pribadi apa pun dengan janda; dibandingkan dengan Allah yang 

yaitu  penuh kasih dan yang pada hakekatnya mempunyai hubungan 

dengan orang-orang pilihan-Nya.

Secara implisit bahwa dalam ayat 6-7 ini, Tuhan Yesus 

menganalogikan janda yang dibenarkan oleh hakim dengan orang-orang 

pilihan yang dibenarkan oleh Allah. Janda itu yaitu  orang yang tidak 

berdaya secara politis, ekonomi dan sosial. Barclay menjelaskan bahwa: 

“Janda itu yaitu  lambang dari mereka semua yang miskin dan yang tidak 

berdaya. Jelas, bahwa ia tanpa uang atau apa pun, tidak mempunyai 

harapan untuk memenangkan perkara dari hakim yang seperti itu.”37

 

Kondisi janda yang seperti ini yaitu  dianalogikan dengan orang-orang

pilihan. Menurut Marshall bahwa orang-orang pilihan ini ialah “orang￾orang yang telah mendengar panggilan Allah dan menjawabnya.”38 Dengan 

beberapa referensi bagian kitab yang lain Summers berkomentar bahwa 

orang-orang pilihan ialah a synonym for believers or christians.

39 Bagian 

ini sangat menghibur dan menguatkan orang Kristen yang sedang 

menderita. Tidak ada kekuatan dari diri sendiri, namun sebagai orang 

pilihan, Allahlah yang bertindak. Allah yang menjamin orang pilihan-Nya, 

yang lemah, namun kekuatannya yaitu  pada Allah.

Aplikasi Perumpamaan (7-8)

Pada ayat 7 dan 8, Tuhan Yesus mengaplikasikan perumpamaan 

sesuai dengan maksud utama perumpamaan yaitu mengenai ketekunan 

orang percaya dalam hal berdoa. Ada beberapa hal yang penting 

diungkapkan dalam bagian terakhir ini, khususnya yang berkaitan dengan 

ketehanan atau ketekunan dalam berdoa, yaitu:

Kepastian Jawaban Atas Doa

Setelah Tuhan Yesus mengarahkan perhatian kepada hakim (ay 6), 

kemudian, Ia segera mengalihkan perhatian kepada Allah (ay 7). Kalau 

hakim itu telah bertindak yang bersifat kontradiksi dengan pribadi hakim 

itu sendiri, yaitu membenarkan janda, apalagi Allah. Inilah bahasa analogi 

perbandingan. Earle menjelaskan hal ini: If an unjust judge would finally 

surrender to persistent pleading, how much more would a faithful God of 

love avenge his elect. Hal yang sama dijelaskan juga oleh Leon Morris.40

Pertanyaan-pertanyan berikut, “Tidakkah Allah akan membenarkan orang￾orang pilihanNya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia 

mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka? (ay 7),” sesungguhnya 

mengungkapkan mengenai kepastian jawaban doa atas doa umat pilihan 

Tuhan. Berkenaan dengan itu, ada tiga pokok yang dibahas secara khusus, 

yakni tindakan Allah yang membenarkan, dengan segera, dan ketekunan 

orang-orang pilihan dalam berdoa.

Tindakan Allah yang Membenarkan

Kalimat “Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan￾Nya” yaitu  pernyataan negatif Tuhan Yesus untuk menegaskan bahwa 

Allah pasti membenarkan orang-orang pilihan-Nya. Istilah membenarkan

dalam teks Yunani yaitu  ekdikesin yang berarti vengeance, punishment;

dengan objek langsung dari kata poiese, yang berarti menyebabkan 

keadilan dilakukan.

41 Dalam bentuk kata kerja ekdikeo dipakai juga dalam 

pasal 18 ayat 3 dan 5, dimana Allah akan membawa keadilan kepada umat 

yang sedang menghadapi kesulitan.42 Bock menghubungkan hal ini dengan 

musuh-musuh Kristen, dengan berkata: He will judge those who persecute 

the righteous.

43 Allah akan menjawab seruan umat-Nya dalam menghadapi 

pelbagai tekanan. Dalam hal ini, Allahlah yang aktif dalam karya 

membenarkan atau menjawab doa umat pilihan-Nya yang sedang dalam 

kesulitan. Tindakan Allah ini lahir dari kasih-Nya, dan kasihNya ini dalam 

relasinya dengan orang-orang pilihan-Nya.44 Frase “orang-orang pilihan” 

(eklekton) dijelaskan oleh Bock sebagai berikut:

The term eklektos is a colletive (the only such time in Luke – Acts, 

though the singular is applied to Jesus in Luke 23:35; elsewhere in 

term has a traditional flavor, since so many other authors use it 

(Rom.8:33; 16:13; Col. 3:12; 1 Tim 5:21, 2 Tim 2:10; Titus 1:1; 1 

Pet.1:1; 2:4,6,9; 2 John 1,13, Rev.17:14… The uses in 1 Peter, 

Colossians, and Romans share the collective overtones of this text, with Peter using OT imagery. God will come to the defense of his 

chosen people… 45

Pemilihan yaitu  satu kebenaran yang paling dalam dari Alkitab. 

Karena pemilihan merupakan “Tindakan kekal Allah di mana Ia dalam 

kesukaan kedaulatan-Nya dan tanpa memperhitungkan jasa atau kebaikan 

manusia memilih sejumlah orang untuk menjadi penerima dari anugerah 

khusus dan keselamatan kekal.”46 Pemilihan ini ada dalam kekekalan Allah, 

sebelum dunia diciptakan. Pemilihan berdasarkan kerelaan kehendak-Nya 

(Ef 1:4-5). Pemilihan ini yaitu  tanpa syarat (Ef 2:8,10; 2Tim 2:21); tidak 

dapat ditolak (Mzm 110:3; Flp 2:13); bertujuan untuk keselamatan orang 

pilihan dan untuk kemuliaan Allah (Rm 11:7-11; 2Tes 2:13; Ef 1:6, 12,14).

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, bahwa orang pilihan 

yaitu orang yang percaya kepada Tuhan Yesus atau orang Kristen. Dan 

pemilihan inilah yang menjadi keistimewaan relasi Allah dengan orang 

percaya.47 Pemilihan ini jugalah yang menjadi dasar yang pasti akan 

jawaban doa orang percaya.

Tindakan Allah yang Membenarkan Dengan Segera

Pertanyaan kedua ialah “dan adakah Ia mengulur-ulur waktu 

sebelum menolong mereka ?” Pertanyaan ini pun merupakan jaminan akan 

adanya kepastian jawaban doa. Istilah mengulur-ulur (makrothumei) dalam 

bentuk present indikatif aktif -orang ketiga tunggal, yang berarti ia 

menunda, menunda lama.

48 NGSB menterjemahkan pertanyaan kedua ini 

sebagai berikut: though He bears long with them? dan istilah bears long, 

diartikan: God will not keep putting them of like the judge in this parable; any delay will have a reason.

49 Bagi Bock, pertanyaan ini dibuat sulit, 

karena Lukas tidak memakai baik kata kerja makrothumeo (to be patient) 

maupun kata benda makrothumia (patience). Ada banyak komentar 

berkaitan dengan hal ini. Namun menurut Bock yang paling tepat ialah:

With better contextual support, many commentators hold that the 

idea of patience has to do with God’s response: God will not 

delay…; A final view also treats the reference to patience as God’s 

response, but sees it in terms of his restricting the enemies’ power to 

persecute until the vindication…God is patient with his elect in 

lightening the intensity of their suffering until he comes.50

Karena itu Bock menyimpulkan bahwa: Whether his patience is 

reflected in acurrent care that culminates in ultimate deliverance or in 

keeping persecution from being too great is not certain.

51 Pokoknya yang 

jelas ialah Allah membenarkan umat-Nya dengan segera. Hal ini tidak 

disebabkan oleh apa pun selain dari tindakan Allah saja, dan tidak ada 

alasan apapun untuk menahan tindakan Allah yang membenarkan umat￾Nya. Tindakan Allah membenarkan umat-Nya ini berbada dengan tindakan 

hakim yang membenarkan janda tersebut. Dimana hakim bertindak setelah 

sekian lama janda memohon, sebagaimana kebiasaan hakim yaitu 

mengulur-ulur waktu untuk maksud disogok kemudian bertindak. Allah 

tidaklah demikian. Karena itu, dua pertanyaan: “Tidakkah Allah akan 

membenarkan orang-orang pilihan-Nya, dan adakah Ia mengulur-ulur 

waktu?” langsung diikuti dengan jawaban dalam ayat 8 yaitu: “Ia akan 

segera membenarkan mereka.” Inilah pertanyaan retoris Tuhan Yesus 

berkenaan dengan jawaban Allah, bahwa Allah akan dengan segera 

membawa keadilan untuk umat pilihan-Nya. Hal ini semakin diperkuat 

dengan pengunaan istilah segera. Dimana Istilah segera (tachei) dapat 

diartikan: “dengan cepat, tanpa menunda, secara tidak disangka-sangka.”52

Inilah jaminan bagi doa umat Tuhan, yaitu adanya kepastian bahwa Tuhan 

akan segera bertindak.

Ketekunan Orang-Orang Pilihan Dalam Doa

Kepastian jawaban doa memang tergantung pada kehendak dan 

waktu Tuhan. Namun hal yang tidak dapat diabaikan juga ialah ketekunan 

orang percaya dalam berdoa. Seperti ungkapan: “… orang-orang pilihan￾Nya yang siang malam berseru kepadaNya.” Ungkapan mengekspresikan 

ide yang sama dengan perintah Tuhan yaitu: “bahwa mereka harus selalu 

berdoa dengan tidak jemu-jemu.”53 Inilah jaminan bagi doa umat Tuhan, 

yaitu adanya kepastian bahwa Tuhan akan segera bertindak. Hal ini searah 

dengan maksud utama perumpamaan ini, dimana menjelaskan bahwa orang 

percaya harus secara terus-menerus membawa kasus mereka di hadapan 

Allah melalui doa. Mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu 

ketika jawaban doa belum diberikan dengan segera. Kistemaker 

berpendapat bahwa: Jesus teaches the power of prayer. By word and 

example he demonstrates that God’s children must pray day and night and 

not los heart.

54 Demikian juga, Paulus berulang kali menasehatkan untuk 

berdoa secara terus-menerus (siang dan malam), seperti kepada jemaat di 

Tesalonika (3:10).

Ada dua pertanyaan berkenaan dengan kepastian atau jaminan atas 

doa umat Tuhan. Pertanyaan pertama, ialah: Apakah Allah akan 

membenarkan atau memberikan keadilan kepada umat-Nya (apakah Allah 

akan menjawab doa umat-Nya)? Kedua ialah: Apakah umat Allah harus 

lama menunggu doa-doa mereka dijawab? Terhadap pertanyaan ini, Tuhan 

Yesus memberikan komentar bahwa: “Ia akan segera membenarkan 

mereka.” Berkenaan dengan ini, Kistemaker menegaskan bahwa:

God’s people can rely on God’s faithfulness. He is not like the unjust 

judge whose character could not be trusted…In contrast to the 

judge, God is not annoyed when his people cry out to him day and 

night. The hearing of prayers is not to be understood as God’s relenting from a set determination not to answer. Rather, God 

answers prayer in his time and in accordance with his plan.

55

Jaminan inilah seharusnya mendorong umat Tuhan untuk berdoa dengan 

tekun, bukan karena isi doa pendoa, bukan karena doanya pendoa (sugesti).

Kesetiaan Umat Tuhan Dan Kedatangan Anak Manusia

Pertanyaan yang bersifat retorikal dari Tuhan Yesus dalam ayat 7, 

bahwa Tidakkah Allah akan membenarkan…? Adakah Ia mengulur-ulur 

waktu sebelum menolong mereka? Secara langsung dijawab oleh Tuhan 

Yesus sendiri dengan kalimat: “Ia akan segera membenarkan mereka” (ay 

8). Setelah itu, Tuhan Yesus membuat pernyataan kontradiksi, yaitu: “Akan 

tetapi, jika Anak Manusia itu datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?” 

Dalam NGSB tertulis: Nevertheless, when the Son of Man comes, will he 

really find faith on the earth. Istilah nevertheless menunjukan pernyataan 

kontradiksi dengan pernyataan sebelumnya. Pada bagian sebelumnya, 

Tuhan Yesus memberikan jaminan atau kepastian dari pihak Allah yang 

akan menjawab doa, namun apakah Tuhan akan menemukan kesetiaan 

iman dari pihak umat-Nya? Leon Morris mengartikan kalimat “adakah Ia 

menemukan iman di bumi?” sebagai berikut: he is not suggesting that there 

will be no believers. He is saying that the characteristic of the world’s 

people at that time will not be faith.” Begitu juga komentar dari NGSB: 

“This does not mean that there will be no believers, but that faith will not 

be characteristic of all.

56

Bagian sebelumnya (17:20-37), Lukas mengemukakan tentang 

kedatangan kerajaan Allah, yang berfokus pada kedatangan Anak Manusia 

di akhir zaman (17:22, 24, 26, 30). Dan setelah Lukas mencatat 

perumpamaan Tuhan Yesus tentang Hakim yang lalim atau janda yang 

tekun (18:1-8), maka akhir dari teks perumpamaan tersebut, Lukas 

melaporkan kembali perkataan Tuhan Yesus tentang Kedatangan Anak 

Manusia (18:8). Jadi sangatlah jelas, bahwa Doa yang diajarkan oleh Tuhan 

Yesus dalam bentuk perumpamaan yaitu  satu pola pemuridan orang percaya supaya tetap setia dalam menantikan kedatangan Tuhan Yesus 

kedua kali. Ditegaskan oleh Kistemaker bahwa: 

Of Jesus’ promise to return, the believer can be sure. The other side 

of the coin is whether the believer will be faithful in his prayers. Will 

the followers of Jesus contunually pray for the coming of God’s 

Kingdom (Matt 6:10; Luk 11:2), and the return of Christ (1 Cor 

16:22; Rev.22:17,20)?… Jesus does the work entrusted to him. Will 

the believer, however, be faithful to Jesus by constantly 

communicating with him in prayer? And will there be faith that 

perseveres when he returns?57

Jadi sementara menantikan kedatangan-Nya yang kedua kali Tuhan 

mengharapkan pada umat-Nya untuk bertekun dalam doa. Karena 

ketekunan dalam doa merupakan manifestasi dari iman.

 

Rumusan Teologis Perumpamaan Lukas 18:1-8

Karakter janda dalam perumpamaan ini merupakan representatif 

dari orang-orang pilihan Allah (orang percaya) yang sedang berada dalam 

dunia. Sekalipun tidak memiliki pengaruh politis, ekonomi, dan sosial, 

sehingga tidak diperhitungkan dunia (hakim yang lalim), namun mereka 

diperhatikan oleh Allah secara khusus dalam konteks pemuridan dengan 

prinsip-prinsip kerajaan Allah. Orang pilihan (orang percaya) yang memang 

hidup dengan prinsip-prinsip kerajaan Allah pastilah berbeda dengan 

prinsip-prinsip kerajaan dunia, dan itulah sebabnya mereka menderita. 

Penderitaan orang pilihan disebabkan oleh karena ketidakadilan dalam 

dunia. Dalam penderitaan karena ketidakadilan, Tuhan memberikan 

jaminan bahwa Ia pasti membenarkan atau memberikan keadilan kepada 

mereka. Jaminan inilah yang sesungguhnya menjadikan orang-orang 

pilihan bertekun dalam iman mereka kepada Tuhan, dan mengekpresikan 

ketekunan iman mereka melalui ketekunan atau ketahanan berdoa. Dalam 

hal ini, Tuhan yaitu  penyebab orang beriman dan berdoa. Tidak ada alasan 

atau dasar dari pendoa sehingga doanya terkabalkan, Tuhanlah subjek doa. 

Tidak seorang pun tahu bagaimana sebenarnya berdoa. Dialah yang 

sesunguhnya berdoa di dalam dan melalui kita. Melalui Roh Kudus, Ia memimpin kita berdoa sesuai dengan kehendak-Nya, seperti yang Paulus 

nyatakan sebagai berikut. 

Roh Kudus menolong kita di dalam kelemahan kita, karena kita 

tidak tahu bagaimana sebenarnya harus berdoa, tetapi Roh sendiri 

berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak 

terucapkan. Dan Allah yang menyelidiki hati nurani, mengetahui 

maksud Roh itu, bahwa Ia sesuai dengan kehendak Allah, berdoa 

untuk orang-orang kudus (Rm 8:26-27).

RANCANG BANGUN TEOLOGI MULTIKULTURAL

DALAM PERSPEKTIF PERJANJIAN BARU

GUNARYO SUDARMANTO

PENDAHULUAN

Diversitas manusia merupakan kekayaan sekaligus potensi konflik. 

Fakta di sepanjang sejarah manusia menunjukkan bahwa perbedaan etnik 

dan religi telah menjadikan manusia bagai serigala bagi sesamanya (homo 

homini lopus). Konflik horisontal yang terus terjadi, lebih disebabkan oleh 

sempitnya horison tentang hakikat nilai sesama sebagai akibat dari 

justifikasi dogmatis yang tidak seimbang. Padahal di setiap komunitas religi 

dan etnik senantiasa memuat urgensi menghargai kehidupan sesama 

manusia.

Teologi Kristen tidak meniadakan kebenaran bahwa TUHAN baik 

kepada semua orang (Mzm 145:8). Untuk itu pula Rasul Paulus 

menyerukan, “...marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi 

terutama kepada kawan-kawan kita seiman” (Gal 6:10). Kata terutama

tidak berarti meniadakan aspek universalitasnya, melainkan pada prioritas 

sesuai tuntutan konteks jamannya. Mengumpulkan dasar-dasar Alkitabiah 

yang melandasi pemahaman tentang pentingnya membangun relasi dengan 

sesama, itulah yang saya sebut sebagai Teologi Multikultural. Teologi ini

menekankan pada cara pandang Allah terhadap sesama manusia yang 

berbeda etnik dan religinya. Dengan teologi ini, orang Kristen memiliki 

landasan yang kokoh untuk membangun relasi dengan sesamanya dalam 

segala kepelbagaiannya. Dalam perspektif Perjanjian Baru setidaknya 

ditemukan Enam prinsip teologis yang dapat menjadi rancang bangun 

Teologi Multikultural. Keenam prinsip tersebut ialah: (1) Inkarnasi; (2) 

Universalitas soteriologi; (3) Teokrasi-presentis; (4) Universalitas Karya 

Roh Kudus; (5) Naturalitas Gereja sebagai tubuh Kristus; (6) 

Multikulturalitas kekekalan.

INKARNASI

Istilah inkarnasi merupakan bentukan kata Latin: in (masuk) dan 

carne (daging) yang berarti masuk ke dalam daging. Istilah ini digunakan 

secara teologis untuk menunjuk pada fakta “Allah menjadi manusia 

(daging) di dalam dan melalui Yesus Kristus.” Kebenaran ini bersumber 

dari Yohanes 1:14 khususnya pada frasa, “Firman itu telah menjadi 

manusia” (kai o` logoj sarx egeneto). Kata egeneto (menjadi) ditulis dalam 

bentuk singular, aorist, middle, indicative.1 menunjuk kepada sesuatu yang 

sudah pernah sungguh-sungguh terjadi secara faktual. Dengan kata lain 

bahwa peristiwa itu bukan sebuah metafor atau simbolis, dan hasilnya 

masih dapat dirasakan sampai masa sesudahnya. Hal serupa pernah terjadi 

pada isteri Lot menjadi tiang garam (Kej 19:26). Artinya secara faktual ia 

sungguh-sungguh menjadi tiang garam. Sedangkan kata sarx (sarx) yang 

secara harafiah berarti daging digunakan untuk menunjukkan kesungguhan 

kemanusiaan Yesus. Sebaliknya, kata logoj (logos) diartikan Firman

menunjuk pada kesungguhan keilahian Yesus.2

Jadi dengan frasa “dan 

Firman itu telah menjadi manusia” Yohanes menegaskan bahwa yang 

sungguh-sungguh Allah telah menjadi sungguh-sungguh manusia. 

Terutama dengan menggunakan kata sarxYohanes melegitimasi kesungguhan realitas kemanusiaan Yesus. Paulus juga menggunakan kata 

sark untuk menunjukkan hakikat manusia dengan segala kelemahannya 

(Rm 8:3; Flp 2:7).3

Selain secara literal, kemanusiaan Yesus juga dapat dibuktikan dari 

aspek-aspek fisik, intelektual, emosi, kehendak dan spiritual sebagaimana 

ciri-ciri manusia pada umumnya. Secara fisik Yesus dilahirkan secara 

alamiah (Mat 1:25; Luk 2:7). Dia bertumbuh secara normal dari kanak￾kanak hingga menjadi dewasa (Luk 2:40). Dia merasa lapar (Mat 21:18) 

dan haus (Yoh 19:28). Dia mengalami penderitaan dan kematian (Yoh 

19:33). Secara mental Dia membutuhkan informasi sehingga perlu bertanya 

(Mrk 9:21; Luk 2:46-47). Secara intelektual, Dia belajar Kitab Suci dengan 

nalar anak Yahudi. Secara emosi, Dia mengasihi keluarga-Nya (Yoh 19:26) 

dan sahabat-Nya (Mat 23:37). Dia bisa marah (Mrk 19:26), sedih (Mat 

9:36). Dia juga memiliki kehendak yang berbeda dengan Bapa-Nya (Mat 

26:39). Secara spiritual, Dia berdoa (Mrk 1:35), beriman dan taat kepada 

Bapa (Flp 2:8). Jadi dari seluruh aspek tersebut jelas menunjukkan bahwa 

Yesus benar-benar manusia secara utuh. Dengan menjadi manusia Dia 

turut merasakan berbagai pencobaan dan penderitaan manusia supaya Dia 

bisa menolong manusia berdosa (Ibr 2:18, 4:16). Meski dalam segala hal 

Dia sama dengan manusia, namun Dia tidak pernah berbuat dosa (Ibr 4:15) 

dan tidak pernah gagal. Yesus yaitu  Manusia Sejati sebagaimana keadaan 

manusia ketika ia diciptakan pada mulanya, sebelum jatuh ke dalam dosa.4

Karya Kristus ini menunjukkan dua kebenaran penting. Pertama, 

Solidaritas. Dia yang mulia sedia merendahkan diri, menjadi kecil dan 

lemah. Dia sedia masuk ke dalam kesakitan dan penderitaan manusia (Flp 

2:6-8). Dia melakukan segalanya demi manusia. Dia memberi makan yang 

lapar, menyembuhkan yang sakit, mengampuni yang berdosa, menjadi 

kawan bagi yang tersisih, membangkitkan yang mati. Bahkan Dia juga 

menjadi korban ketidakadilan. Dia mati menanggung dosa manusia.5

 

Kedua, Identifikasi diri. Kesediaan-Nya menjadi manusia dan sedia 

memasuki dunia manusia merupakan bentuk identifikasi diri dengan manusia yang dilayani-Nya. Ini merupakan model yang harus ditiru misi 

kristiani masa kini. Mengenai hal ini, John Stott menyatakan bahwa,

Sebab jika misi kristiani harus mengikuti model misi Kristus, maka 

tak dapat tidak dalamnya harus tercakup tuntutan yang sama seperti 

yang telah dipenuhi-Nya, yaitu bahwa kita harus memasuki dunia￾dunia orang lain... itu berarti kerelaan meninggalkan kemudahan dan 

kerterjaminan latarbelakang kebudayaan sendiri, agar dapat 

mengabdikan diri kepada kepentingan orang-orang dari latar 

belakang kebudayaan yang lain, yang kebutuhan-kebutuhannya 

mustahil dapat kita ketahui atau simak sebelumnya. Misi nyata, 

entah itu pekabaran Injil atau pelayanan sosial atau dua-duanya, 

menuntut pengidentifikasian diri dengan orang-orang dalam situasi 

aktual mereka.6 

Prinsip solidaritas dan identifikasi diri yang dilakukan Yesus dalam 

masa inkanasi-Nya ini merupakan dasar Kristologis bagi hubungan yang 

baik dengan semua orang secara multikultur, baik multietnis maupun 

multireligi.

UNIVERSALITAS SOTERIOLOGI

Tujuan utama kedatangan Yesus ke dunia yaitu  menyelamatkan 

manusia berdosa. Yang dimaksudkan dengan manusia berdosa ini tentunya 

bukanlah bangsa Israel saja, melainkan semua bangsa, karena semua orang 

telah berdosa dan kehilangan kemuliaan Allah (Rm 3:23). Sejak jatuh ke 

dalam dosa, manusia telah menjadi musuh Allah (ectra tou qeou: Rm 5:10; 

Kol 1:21; Yak 4:4). Namun pada prinsipnya, Allah tidak menghendaki 

seorangpun binasa, maka setiap orang memiliki kesempatan untuk bertobat, 

yaitu mengalami pemulihan hubungan (rekonsiliasi) dengan Allah dan 

sesamanya. Karya keselamatan Allah di dalam dan melalui Kristus disebut 

juga sebagai atonement. Untuk memahami konsep mengenai karya 

keselamatan ini, PL menggunakan kata Ibrani rpk (khapar) yang artinya: to 

cover by making expiation. Sedangkan PB menggunakan kata Yunani 

katallagh (katallage) yang berarti reconciliation.

7 Rekonsiliasi merupakan bagian sentral dari karya keselamatan Kristus yang sudah dimulai pada 

masa PL. Dalam PB, rasul Paulus paling banyak menguraikan pokok ini, 

antara lain dalam Roma 5:10-11 dan 2Korintus 5:18-20. Dalam kedua teks 

tersebut, Paulus memakai istilah katallage yang diartikan dengan 

pendamaian. Kata itu berasal dari kata kerja katallasw (katallaso), artinya: 

mendamaikan. PB menggunakannya dalam dua konteks, yaitu: konteks 

hubungan suami dan isteri, dan konteks hubungan Allah dan manusia.8 

Kattallasw/ dibentuk dari kata allassw (allaso) yang artinya: mengubah (to 

change). Sedangkan allasw sendiri berasal dari kata allwj (allos) yang 

berarti: lain atau yang lain (other, another). Jadi, secara esensial, katallasw

memiliki pengertian dasar mengubah menjadi lain.

9 Dalam konteks karya 

keselamatan manusia katallasw dimaksudkan untuk mengubah manusia 

sebagai musuh Allah menjadi kekasih Allah (agaphtoj). Untuk maksud itu 

Kristus datang ke dunia yaitu menyelamatkan setiap orang yang percaya 

kepada-Nya (Yoh 3:16).

Karya keselamatan tersebut terbuka untuk semua orang (universal). 

Sebab itu, sebelum kenaikan-Nya ke sorga, Yesus memberikan Amanat 

Agung-Nya kepada murid-Nya untuk menjadi saksi-Nya dari Yerusalem, 

Yudea, Samaria dan sampai ujung bumi. Amanat ini, “...menegaskan bahwa 

Injil sebagai satu-satunya kebenaran universal harus disampaikan kepada 

segenap umat manusia pada segala tempat dan waktu (universal).”10 Selain 

berita Injil tersebut dimaksudkan untuk pemulihan hubungan dengan Allah, 

namun akibatnya juga akan terjadi pemulihan hubungan antar sesama 

manusia.

Prinsip universalitas keselamatan ini merupakan dasar bagi 

hubungan multikultur, karena setiap orang dengan etnis dan religinya 

memiliki kesempatan untuk percaya kepada Kristus dan menerima 

keselamatan. Karena itu, hubungan multikultural haruslah dipandang dari 

dua perspektif sekaligus, yaitu: keharusan untuk hidup dalam damai dengan 

orang lain, dan memanfaatkan hubungan multikultur sebagai kesempatan

untuk memberitakan kabar keselamatan kepada semua orang. Karena itu 

Injil juga harus diberitakan melalui aspek-aspek budaya orang lain.

TEOKRASI-PRESENTIS

Yang dimaksudkan dengan Teokrasi ialah pemerintahan Allah

dimana Allah memerintah sebagai Raja dalam Kerajaan-Nya. Dengan kata 

lain Teokrasi berbicara mengenai kerajaan Allah yang dalam bahasa 

Yunani disebut basileia tou qeou (basileia tou theou). Istilah Yunani 

basileia dari kata basileuj (basileus) yang berarti: raja.

11 Dalam pemikiran 

Yunani basileus menunjuk kepada seorang raja yang sah menurut hukum 

dan biasanya secara turun-temurun menjadi pemimpin religius atas 

rakyatnya.12 Sedangkan istilah basileia (basileia) yang berarti pertama:

royal, power, kingship, dominion, rule.” Kedua: a kingdom. Arti yang 

pertama menunjuk kepada kuasa atau wewenang yang dimiliki oleh seorang 

raja. Sedangkan yang kedua menunjuk kepada wilayah kekuasaan seorang 

raja.

Kemudian dalam Alkitab istilah kerajaan digunakan dalam 

hubungannya dengan Allah, sehingga disebut Kerajaan Allah: h` basileia 

tou Qeou: he basileia tou theou. Istilah Kerajaan Allah itu sendiri 

digunakan oleh Yesus dalam pemberitaan-Nya seperti termaktub dalam 

Injil Sinoptis, yang juga sinonim dengan Kerajaan Sorga (Mat 4:17; 5:3; 

Mrk 1:15; Luk 6:20) dan Kerajaan Bapa (Mat 26:29). Istilah Kerajaan 

Allah dan Kerajaan Sorga secara literal tidak terdapat dalam Perjanjian 

Lama, sehingga pengertiannya juga belum begitu jelas dalam agama 

Yahudi. Namun demikian akar dan ide yang terkandung di dalamnya sudah 

terdapat secara samar dalam Perjanjian Lama dan dalam pengharapan iman 

umat Israel. Karena itu istilah Kerajaan Sorga tidak ditemukan dalam 

tulisan-tulisan Yahudi-Yunani, namun sudah terdapat dalam literatur 

Talmud (malkuth shamayim) sebagai literatur yang lebih tua. Hal itu

menunjukkan bahwa pemahaman dasar tentang Kerajaan Sorga telah 

disimpan lama dalam idiom Yahudi.13

Jadi, kerajaan Allah dapat berarti: pemerintahan Allah, kekuasaan 

Allah, dan kedaulatan Allah yang bersifat universal (bnd Mzm 103:19; 

145:11,13; Dan 2:37; Luk 19:11-12). Secara terminologis Alkitabiah 

pengertian kerajaan Allah lebih menunjuk kepada kedudukan-Nya sebagai 

raja atau pemerintahan-Nya dan kedaulatan-Nya.14 Kerajaan Allah ini 

menunjuk kepada Kristus sebagai Raja yang sudah datang, memulai 

kerajaan-Nya dan akan datang di masa mendatang (future). Karena itu 

basileia tou theou tidak hanya dimengerti sebagai The Kingdom of God 

(Kerajaan Allah) melainkan God’s Kingship (Kepemerintahan Allah). 

Kingship of God lebih menunjuk kepada sebuah situasi yang luas yang 

meliputi seluruh kehidupan yang di dalamnya Allah memerintah sebagai 

Raja. Dalam pengertian ini Allah menjadi pemilik dari seluruh kehidupan 

pada masa kini dan masa yang akan datang.15 Eka Darmaputera 

menambahkan bahwa Kerajaan Allah merupakan terminologi dalam teologi 

Kristen yang menunjuk kepada, “suatu keadaan atau kenyataan dimana 

Allah dengan spenuhnya akan memerintah dan memberlakukan kehendak￾Nya, yaitu keadilan, kebenaran, perdamaian dan kesejahteraan yang 

menyeluruh bagi seluruh umat manusia.”16 Itu berarti Kerajaan Allah tidak 

hanya bersifat futuris, melainkan juga memuat dimensi presentis. Hal itu 

sudah dinyatakan ketika Yohanes Pembaptis berseru, “Bertobatlah, sebab 

Kerajaan Sorga sudah dekat!” (Mat 3:2). Frasa sudah dekat diterjemahkan 

dari kata Yunani hggiken (eggiken) yang merupakan bentuk perfek aktif 

indikatif dari eggidzw (eggidzo) yang berarti: to come near, approach, or

draw nigh.” W.E. Best menjelaskan pengertian dasar dari ketiga kata 

Inggris tersebut sebagai berikut:

There is much discussion over the following statement in the King 

James translation of the Bible: “the Kingdom of heaven is at hand” 

(Matt 3:2; 4:17; 10:7). The Greek verb in those verses is eggiken, 

perfect active indicative of eggidzo, which means to come near, 

approach, or draw nigh. When we observe the basic English 

meaning of these three verbs, we can better determine the definition 

of eggidzo. “Come” means to come toward or away from something, 

to pass from one point to one nearer. “Draw” means to pull, drag, 

draw, or move toward. “Approach” means to come or go near or 

nearer in either place or time. The accurance of eggidzo in its 

perfect active indicative form in each reference where it is used 

proves that the kingdom has not arrived, but it has approach or 

come near.17

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Kerajaan Allah itu 

memang sudah dekat atau sama dengan belum sampai. Namun tidak berarti 

masih sangat jauh sehingga sama sekali tidak dapat dilihat dan dirasakan 

kehadirannya. Maksud dari kata eggiken yaitu  bahwa kehadirannya telah 

begitu dekat dan sangat dapat dirasakan. Bentuk perfek yang digunakan 

menegaskan bahwa kerajaan yang dimaksudkan dalam nubuatan PL telah 

benar-benar tergenapi. 

Presensi Kerajaan Allah itu semakin jelas ketika Yesus memulai 

pelayanan-Nya di Galilea dan menyatakan, “Waktunya telah genap, 

Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!” 

(Mrk 4:15). Kata Yunani yang diterjemahkan dengan “waktu” yaitu  kata 

kairoj (kairos) yang berarti saat atau waktu tertentu, bukan kronoj kronos) 

yaitu waktu yang berlangsung terus menerus. Kairos itulah yang dipakai 

Yesus untuk menunjukkan penggenapan di dalam Diri-Nya. Herman 

Ridderbos menjelaskan pengertian kairos sebagai berikut: 

Therefore, kairos means the great moment of commencement of the 

great future appointed by God in His counsel, and announced by the 

prophets. By the side of “is at hand” there is already the “is 

fulfilled.” No doubt the two expressions shoult be understood in 

connection with each other. “At hand” in expression “is at hand” does not mean the same thing as “has come,” “is present,” as 

clearly appears from the purpose of John’s preaching. The 

expression “the time is fulfilled” will thus have to be understood as 

the indication that the threhold of the great future has been reached, 

that the door has been opened, and that the prerequisites of the 

realization of the divine work of consummation are present; so that 

now the concluding divine drama can start.18

Jadi, waktunya telah genap berarti bahwa melalui kehadiran Yesus 

“masa yang akan datang” sedang dimulai. Hal itu lebih ditegaskan oleh 

Yesus ketika Ia berkhotbah di Nazaret (Luk 4:16-30). Dalam ibadah di 

Sinagoge itu Ia membaca nubuat dari kitab Yesaya 61:1-2 mengenai tahun 

rahmat Tuhan. Pada saat itulah Yesus menegaskan: “Pada hari ini genaplah 

nas ini...” (ay 21). Dengan penegasan tersebut, Yesus sedang menunjuk 

Diri-Nya sendiri sebagai penggenapan dari nubuatan Yesaya. Itu berarti 

bahwa Person yang diurapi Tuhan dan yang disertai Roh Tuhan, seperti 

yang dimaksudkan oleh Yesaya, ialah Yesus sendiri. Dialah yang 

dimaksudkan yang akan memberitakan kabar baik kepada orang miskin, 

pembebasan kepada tawanan, mencelikkan yang buta, membebaskan yang 

tertindas, dan memberitakan tahun rahmat Tuhan. 

Hal tersebut ditegaskan kembali oleh Yesus ketika menjawab 

pertanyaan murid-murid Yohanes Pembaptis tentang jatidiri-Nya sebagai 

Mesias. Yesus menjawab pertanyaan itu dengan menyebutkan tindakan￾tindakan Mesianis-Nya, yaitu: “...orang buta melihat, orang lumpuh 

berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati 

dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik” (Luk 7:18-

22). Meskipun Yesus hanya menyebutkan karya-Nya, namun hal itu 

sekaligus mengindikasikan jatidiri-Nya sebagai Mesias. Dalam hal ini nyata 

kesatuan karya dan Person Mesias dalam Diri Yesus. 

Selanjutnya, presensi Kerajaan Allah diperjelas oleh tanda-tanda 

yang dinyatakan Yesus melalui pengajaran dan karya-karya-Nya. Secara 

umum ada enam tanda yang menunjukkan presensi Kerajaan Allah, yaitu:

Pertama, pemberitaan kabar baik kepada orang miskin. Tanda ini 

dinyatakan tiga kali oleh Yesus, yaitu: dalam khotbah di Nazaret (Luk 

4:18), dalam jawaban-Nya atas keraguan Yohanes Pembaptis di penjara 

(Mat 11:5; Luk 7:22), dan dalam ucapan bahagia (Mat 5:3; Luk 6:20). Kata miskin yang dimaksudkan yaitu  pertama-tama menunjuk kepada orang 

desa (am-haarezt). Mereka yaitu  penduduk Israel yang kurang memahami 

Hukum Taurat, karena tidak mendapatkan pengajaran semestinya dari 

orang Farisi dan ahli Taurat. Mereka tidak diperhatikan dan dianggap 

berperilaku tidak senonoh, sehingga dianggap berada di luar keselamatan. 

Dengan demikian di dalam kemiskinan jasmani itu terkandung juga 

kesusahan rohani yang terus menantikan datangnya keselamatan atas 

dirinya.19

Kata miskin juga bisa diartikan sebagai orang yang mengalami 

kesulitan jasmani, menanggung sengsara, teraniaya dalam masyarakat dan 

mengeluh di bawah kejahatan sosial orang-orang yang egois. Tetapi mereka 

juga yaitu  orang yang rendah hati, lembut hati, senantiasa menantikan 

keselamatan yang dijanjikan Allah kepada umat-Nya. Kepada merekalah 

Injil Kerajaan Allah diberitakan sebagai penggenapan janji keselamatan￾Nya.20 Pengertian tersebut juga berkaitan dengan pernyataan Yesus dalam 

Matius 5:3, “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena 

merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.” Dalam ayat itu, kata miskin

lebih bersifat rohani daripada jasmani. Frasa “merekalah yang empunya 

Kerajaan Sorga” berarti Kerajaan Sorga menjadi milik mereka dalam arti 

rohani. Sebagai contoh, Yesus mengajarkan perumpamaan tentang orang 

Farisi dan pemungut cukai (Luk 18:9-14). Keduanya bersama-sama berdoa 

di Bait Allah. Dalam doanya orang, Farisi sangat bangga dengan segala 

kebaikan rohaninya. Sedangkan pemungut cukai dengan hancur hati 

menyadari keberdosaannya. Tentang pemungut cukai itu Yesus berkata: 

“orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan 

orang lain itu tidak” (ay 4).21

 Mengomentari ayat tersebut Charles L. Allen 

menyatakan: “The first key to God’s Kingdom is another type of poverty... 

the poverty which is a key to God’s Kingdom is realization that, though we 

posses all things, without God all our things are nothing.”22 Itulah aspek utama yang diperhatikan Yesus, sehingga mereka perlu mendengarkan Injil 

agar mereka mengalami keselamatan dari dosa.

Kedua, kehadiran Kerajaan Allah ditandai dengan Pengampunan 

dosa. Yesus menegaskan kembali nubuat Yesaya tentang, “Pembebasan 

bagi tawanan dan orang yang tertindas” (Luk 4:19). Pernyataan itu hanya 

dapat dimengerti dalam hubungannya dengan pengampunan dosa, karena 

terkait erat dengan tahun rahmat Tuhan atau tahun Yobel. Di tahun itu, 

menurut tradisi Israel, seorang yang miskin dan telah menjadi budak harus 

dibebaskan dari segala hutangnya dan dimerdekakan (bnd. Im 25:39, dst; 

Yeh 46:17). Searah dengan nubuatan tersebut, Yesus memberikan 

pengampunan dosa agar orang yang tertawan dan tertindas oleh dosanya 

dilepaskan dan diampuni. Matthew Henry dalam komentarnya menyatakan: 

“The Gospel is a proclamation of liberty, like that to Israel in Egypt and in 

Babylon. It is a deliverence from the worst of thraldoms, which all those 

shall have the benefit of that are willing to make Christ their Head.”23

 

Pembebasan yang utama ialah pembebasan dari dosa. Karena itu Yesus 

memberitakan tentang pengampunan dosa dan melakukan pengampunan 

dosa (Mrk 2:5). Tindakan tersebut merupakan proklamasi ke-Allahan-Nya 

dimana Ia menunjukkan hak prerogatif Allah untuk mengampuni manusia 

berdosa. Untuk itu Ia bergaul dengan orang-orang yang dianggap paling 

berdosa seperti: pemungut cukai dan wanita pezinah, karena mereka juga 

berhak masuk ke dalam Kerajaan Allah. Kepada para pemimpin agama 

Yahudi, Yesus menegaskan, “pemungut-pemungut cukai dan perempuan￾perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan 

Allah” (Mat 21:31). Ayat itu menunjukkan sifat kekinian dari Kerajaan 

Allah, karena orang-orang berdosa itu sedang menjadi warga Kerajaan 

Allah. Itu berarti Yesus menyatakan bahwa Kerajaan Allah sudah hadir dan 

dimulai di bumi.24

Ketiga, Yesus melakukan Mujizat. Matius 8:17; 11:5; Lukas 7:16 

mendaftarkan tindakan kemesiasan Yesus sebagaimana dinubuatkan 

Yesaya 35:5b; 29:18-19 dimana “orang buta melihat, orang lumpuh 

berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar dan orang mati 

dibangkitkan.” Esensi dari mujizat tersebut ialah penyataan Kerajaan Allah sebagai tindakan penyelamatan oleh Mesias. Jadi, dengan melakukan 

mujizat, sebenarnya Yesus sedang menunjukkan kehadiran-Nya sebagai 

Raja yang berkuasa.25

Keempat, Pengusiran setan. Secara eksplisit Yesus sendiri telah 

menyatakan hubungan langsung antara pengusiran setan dengan kehadiran 

Kerajaan Allah. Ia berkata, “Jika Aku mengusir setan dengan kuasa Roh 

Allah, sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu” (Mat 12:28; 

Luk 11:20). George Eldon Ladd menyatakan, “Tindakan pengusiran roh￾roh jahat membuktikan bahwa Kerajaan Allah sudah datang dan sedang 

bekerja di antara umat manusia. Pengusiran roh jahat itu sendiri merupakan 

pekerjaan Kerajaan Allah.”26 Jelaslah bahwa pengusiran setan oleh Yesus 

membuktikan kekalahan kuasa setan atas kuasa Allah yang telah hadir di 

dalam dan melalui Yesus. Dengan kata lain, terusirnya setan menyatakan 

kehadiran Kerajaan Allah. 

Kelima, Perumpamaan. Untuk mengajarkan tentang kerajaan Allah, 

Yesus kerapkali menjelaskannya melalui sebuah perumpamaan, yaitu cerita 

yang diambil dari kehidupan manusia sehari-hari dan dirancang untuk 

menggambarkan kebenaran utama dari apa yang akan diberitakan. 

Perumpamaan begitu penting, sehingga menguasai hampir sepertiga dari 

pengajaran Yesus.27 Dalam Markus 4 dan Matius 13 terdapat kumpulan 

perumpamaan tentang rahasia Kerajaan Allah. Melalui perumpamaan￾perumpamaan tersebut, Yesus menyatakan kehadiran Kerajaan Allah 

sebagai revolusi Allah dalam sejarah. David Wenham dalam bukunya The 

Parables of Jesus: Pictures of Revolution menjelaskan sebagai berikut:

...in proclaiming the kingdom of God, Jesus was announcing the 

coming of God’s revolution and God’s new world, as promised in 

the Old Testament. God was at last intervening, Jesus declared, to 

establish his reign over everything, to bring salvation to his people 

and renewal and reconciliation to the world. But fortunetely Jesus 

did not announce his message in such general theological terms, he 

announced it primarily through vivid, concrete parables.Jadi, melalui perumpamaan yang disampaikan, Yesus menegaskan 

bahwa Kerajaan Allah telah dinyatakan dan hadir dalam sejarah manusia 

masa kini. Keenam, Peristiwa di sekitar Yesus melebihi kehebatan 

peristiwa dalam PL. Yesus menyatakan hal itu ketika berkata, 

“sesungguhnya yang ada di sini lebih besar daripada Yunus” dan “lebih 

daripada Salomo” (Mat 12:41-42). Peristiwa Yunus dan pertobatan orang 

Niniwe merupakan peristiwa yang menakjubkan. Tetapi Yunus hanya 

memberitakan tentang kebenaran Allah, sedangkan Yesus yaitu  kebenaran 

itu sendiri. Demikian juga dengan hikmat Salomo yang begitu tinggi, 

sehingga mempesona setiap orang yang mendengarnya. Namun, Salomo 

tidak dapat memberikan hikmatnya kepada siapapun, sedangkan Yesus 

yaitu  Hikmat itu sendiri dan memberikan kepada siapa saja yang datang 

kepada-Nya serta menyelamatkannya. Karena itu Ia menegaskan, 

“Sesungguhnya banyak nabi dan