Mazmur-1-50 15

Tampilkan postingan dengan label Mazmur-1-50 15. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Mazmur-1-50 15. Tampilkan semua postingan

Rabu, 09 Juli 2025

Mazmur-1-50 15


 


dalam per-

sediaan-Nya. 

(2) Untuk memberi Dia kemuliaan sebagai Allah yang kekal, 

yang baik keberadaan-Nya maupun kemuliaan-Nya telah 

ada dari selama-lamanya sampai selama-lamanya. 

(3) Untuk memberi kemuliaan kepada Dia dengan sepenuh 

hati dan kasih, seperti yang ditandai dengan meterai ganda 

pada ayat penutup – Amin, ya amin.  Hendaklah demikian 

sekarang, hendaklah demikian sampai selama-lamanya. 

Kita mengucapkan Amin untuk ini, dan baiklah semua 

yang lain mengucapkan Amin juga. 

  

 

 

 

 

 

 

PASAL 42  

ila Kitab Mazmur, seperti yang digambarkan sebagian orang, me-

rupakan sebuah cerminan dari perasaan-perasaan yang saleh 

dan taat, maka mazmur ini secara khusus, sama seperti mazmur-

mazmur lain, pantas disebut seperti itu, dan juga, sama seperti yang 

lainnya, mampu menyalakan dan mengobarkan berbagai perasaan 

demikian dalam diri kita: keinginan-keinginan yang baik terasa be-

gitu kuat dan membara di sini, berbagai pengharapan dan ketakutan 

yang datang dari perasaan terdalam, sukacita dan dukacita, semua-

nya saling bergumul di sini. Dan walaupun begitu, pada akhirnya 

perasaan yang menyenangkan keluar sebagai pemenang. Atau kita 

dapat memandang semua ini sebagai sebuah pertentangan antara 

indra dan iman, indra mempertanyakan dan iman menjawab.  

I.  Iman dimulai dengan keinginan-keinginan yang kudus ter-

hadap Allah dan untuk bersekutu dengan-Nya (ay. 2-3).  

II. Indra mengeluh mengenai kegelapan dan kabut yang menye-

limuti keadaan pada saat ini, yang diperburuk lagi oleh ke-

nangan akan kenikmatan-kenikmatan yang dulu dirasakan 

(ay. 4-5).  

III. Iman membungkam keluhan itu dengan keyakinan bahwa 

semuanya akan menjadi baik pada akhirnya (ay. 6).  

IV. Indra kembali mengeluhkan keadaan sekarang yang gelap 

dan suram (ay. 7-8).  

V.  Kendati demikian, iman menegakkan hati, dengan harapan 

bahwa fajar baru akan menyingsing (ay. 9).  

VI. Indra mengulang kembali ratapan-ratapannya (ay. 10-11) 

dan mendesahkan keluh-kesah yang sama seperti sebelum-

nya.  


 596

VII. Iman mengakhirinya dengan kemenangan (ay. 12), untuk 

membungkam keluhan-keluhan indra, dan, walaupun kata-

katanya hampir sama dengan kata-kata yang ada pada ayat 

6, namun sekarang imanlah yang menang dan berjaya. 

Dalam judul mazmur ini tidak disebutkan siapa penulisnya, 

tetapi kemungkinan besar Daudlah orangnya, dan kita boleh 

menduga bahwa mazmur ini digoreskannya saat  , entah 

sebab   pengejaran Saul atau pemberontakan Absalom, dia 

terusir dari tempat kudus, dan terampas hak istimewanya 

untuk melayani Allah dalam ibadah-ibadah umum bersama 

orang banyak.  

Nada mazmur ini sangat mirip dengan Mazmur 63, dan oleh sebab 

itu kita dapat menduga bahwa mazmur ini ditorehkan oleh tangan 

yang sama dan pada suatu peristiwa tertentu yang sama atau serupa. 

Dalam menyanyikannya, jika kita entah sedang menderita secara la-

hiriah atau sedang kesusahan di dalam batin, kita bisa merasakan 

betul ungkapan-ungkapan sedih yang terdapat di sini. Jika kita me-

mang tidak sedang menderita, maka dalam menyanyikannya kita ha-

rus bersimpati kepada orang-orang yang keadaannya dibicarakan de-

ngan begitu jelas dalam mazmur ini, dan bersyartikel  r kepada Allah 

bahwa kita tidak mengalami masalah itu. Namun, kita harus ber-

usaha dengan sungguh-sungguh untuk mengarahkan pikiran kita 

pada bagian-bagian dalam mazmur ini yang mengungkapkan dan 

membangkitkan keinginan-keinginan yang kudus terhadap Allah dan 

ketergantungan kepada-Nya. 

Ingin Bersekutu dengan Allah; Meratap sebab   Tidak Bisa 

Menjalankan Ketetapan-ketetapan Ibadah Bersama 

(42:1-6) 

1 Untuk pemimpin biduan. Nyanyian pengajaran bani Korah. 2 Seperti rusa 

yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Eng-

kau, ya Allah. 3 Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup. Bilakah 

aku boleh datang melihat Allah? 4 Air mataku menjadi makananku siang dan 

malam, sebab   sepanjang hari orang berkata kepadaku: “Di mana Allahmu?” 

5 Inilah yang hendak kuingat, sementara jiwaku gundah gulana; bagaimana 

aku berjalan maju dalam kepadatan manusia, mendahului mereka melang-

kah ke rumah Allah dengan suara sorak-sorai dan nyanyian syartikel  r, dalam 

keramaian orang-orang yang mengadakan perayaan. 6 Mengapa engkau 

tertekan, hai jiwaku, dan gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! 

Sebab aku akan bersyartikel  r lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku!  

Kitab Mazmur 42:1-6 

 597 

Kasih yang kudus kepada Allah sebagai kebaikan utama dan kebaha-

giaan kita yaitu   kekuatan kesalehan, yang merupakan hidup dan 

jiwa dari agama itu sendiri. Tanpa kasih itu, semua pengakuan dan 

perbuatan lahiriah hanyalah kulit luar dan bungkus kosong belaka. 

Nah, dalam bagian mazmur ini kita mendapati sebagian dari ungkap-

an-ungkapan kasih itu.  

Inilah,  

I.  Rasa haus akan kasih yang kudus, kasih yang menggebu-gebu, 

melambung tinggi dalam keinginan-keinginan yang kudus terha-

dap Allah dan pada kenangan akan nama-Nya (ay. 2-3): “Jiwaku 

merindukan Allah, dan haus kepada-Nya, tidak ada lain lagi selain 

Allah, selalu lebih rindu dan lebih haus akan Dia.” 

Sekarang perhatikanlah:     

1. Kapan Daud mengungkapkan keinginannya yang begitu mem-

bara itu terhadap Allah. Daud mengungkapkannya,  

(1) saat   dia terhalang oleh keadaan-keadaan lahiriah untuk 

menanti-nantikan Allah, saat   ia diusir ke tanah Yordan, 

yang sangat jauh dari pelataran rumah Allah. Perhatikan-

lah, kadang-kadang Allah berhasil mengajar kita untuk me-

nyadari betapa berharganya semua belas kasihan-Nya 

saat   kita kehilangan belas kasihan itu, dan berhasil 

membangkitkan hasrat kita untuk merindukan sarana-

sarana anugerah dengan cara menghentikan sarana-sarana 

itu bagi kita. Kita cenderung merasa muak dengan manna, 

apabila kita memilikinya dengan berlimpah. Tetapi ia akan 

sangat berharga bagi kita jika kita mengalami kekurangan 

manna itu.  

(2) saat   penghiburan batin yang dahulu selalu dirasakannya 

di dalam Allah ditarik secara besar-besaran dari dia. Kini ia 

sedang berkabung, namun ia terus merindukan Allah. Per-

hatikanlah, saat kita hampir tidak lagi merasakan sukacita 

besar yang biasanya kita selalu alami di dalam Allah dan 

kemudian Allah melalui anugerah-Nya mengerjakan di da-

lam diri kita keinginan-keinginan yang tulus dan sungguh-

sungguh terhadap-Nya, maka itu berarti bahwa kita boleh 

berlapang dada. Sebab, meratap di hadapan Allah memberi 


 598

bukti yang pasti bahwa kita mengasihi Allah, sama seperti 

saat   kita bersukacita di dalam Dia. Sebelum pemazmur 

mengungkapkan keragu-raguan, ketakutan, dan dukanya 

yang sudah mengguncangnya sedemikian hebat itu, ia su-

dah memegang kebenaran bahwa ia memandang Allah yang 

hidup sebagai kebaikannya yang utama. Ia telah meng-

arahkan hatinya kepada Dia sesuai dengan pandangannya 

itu, serta bertekad untuk hidup atau mati untuk Dia. Begi-

tulah, setelah terlebih dulu melemparkan jangkar, ia pun 

berlayar menerjang badai. 

2.  Apa yang diinginkannya dan apa yang dikejarnya dengan rasa 

haus.  

(1)  Ia merindukan Allah, ia haus kepada Allah. Bukan ibadah-

ibadah itu sendiri, melainkan Allah dari semua ibadah-

ibadah itu. Jiwa yang mulia hanya bisa mendapat sedikit 

kepuasan saja di pelataran Allah jika ia tidak menjumpai 

Allah itu sendiri di sana: “Ah, semoga aku tahu mendapat-

kan Dia! agar aku mendapatkan lebih banyak tanda ke-

baikan-Nya, segala anugerah dan penghiburan Roh-Nya, 

dan segala pertanda kemuliaan-Nya.”  

(2)  Dalam hal ini, ia mengarahkan pandangannya kepada 

Allah sebagai Allah yang hidup, yang mempunyai hidup 

dalam diri-Nya sendiri, dan yang merupakan sumber kehi-

dupan dan segala kebahagiaan bagi orang-orang kepunya-

an-Nya. Daud mengarahkan pandangan-Nya kepada Allah 

yang hidup, yang bukan hanya sebagai lawan dari berhala-

berhala yang mati, pekerjaan tangan manusia, melainkan 

juga dari segala penghiburan dunia yang akan sirna ini, 

yang akan habis saat dinikmati. Jiwa-jiwa yang hidup tidak 

akan pernah dapat beristirahat di mana pun jika Allah 

yang hidup tidak ada di situ.  

(3) Ia rindu untuk datang melihat Allah, untuk menyatakan 

dirinya kepada-Nya, sebab   ia sadar akan kejujurannya 

sendiri. Ia rindu untuk melayani-Nya, seperti hamba yang 

menghadap Tuannya, untuk memberikan penghormatan-

penghormatannya kepada Dia dan menerima perintah-

perintah-Nya. Ia rindu untuk memberikan pertanggung-

jawabannya kepada Dia, sebagai Pribadi yang memberikan 

Kitab Mazmur 42:1-6 

 599 

penghakiman kepada kita. Datang menghadap Allah meru-

pakan suatu kerinduan bagi orang-orang yang lurus hati, 

tetapi hal yang sama menjadi kengerian bagi orang-orang 

munafik. Sang pemazmur tahu bahwa ia tidak dapat ma-

suk ke dalam pelataran Allah tanpa membayar harga, se-

bab demikianlah ketentuan hartikel  m Taurat, supaya tidak 

seorang pun datang menghadap Allah dengan tangan ko-

song. Namun demikian, ia rindu untuk datang, dan tidak 

akan berkeluh dengan tuntutan yang harus dipenuhinya.   

3. Bagaimana besarnya keinginan ini. Keinginannya sangat ku-

kuh. Jiwanyalah yang rindu, jiwanya yang haus, yang menun-

jukkan bukan hanya ketulusan melainkan juga kekuatan dari 

keinginannya. Kerinduannya untuk meneguk air dari sumur 

Betlehem tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan ke-

rinduan yang ini. Ia membandingkan kerinduannya ini dengan 

seekor rusa, atau kijang, yang secara alamiah menjadi kepa-

nasan dan kekeringan, terutama rusa jantan yang sedang di-

buru-buru, yang merindukan sungai yang berair. Begitu ber-

sungguh-sungguhnya jiwa yang penuh rahmat ingin bersekutu 

dengan Allah, begitu tidak sabarnya ia saat   kehilangan per-

sekutuan itu, dan begitu mustahil baginya untuk dapat 

dipuaskan oleh apa pun yang tidak sebanding dengan perse-

kutuan seperti itu. Jiwa itu begitu tidak terpuaskan dalam me-

nikmati persekutuan itu saat   kesempatan untuk menikmati-

nya datang kembali sebab   masih tetap haus untuk menikmati 

Allah dengan sepenuhnya di Kerajaan Sorgawi. 

II.  Kasih kudusnya berduka sebab   hadirat Allah undur dari dirinya. 

Ia berduka sebab   tidak bisa menikmati keuntungan dari acara-

acara ibadah yang khidmat (ay. 4): “Air mataku menjadi makanan-

ku siang dan malam selama aku terpaksa tidak bisa hadir di 

rumah Allah ini.” Keadaannya penuh dengan duka, dan hatinya 

hanyut, tertekan, dan ia menjadi sedih. Begitulah, nabi yang se-

kaligus raja itu pun menjadi nabi peratap saat   kehilangan peng-

hiburan-penghiburan dari rumah Allah. Air matanya bercampur 

dengan makanannya, bahkan, air matanya yaitu   makanannya 

siang dan malam. Ia makan, ia berpesta, dengan air matanya sen-

diri, saat   ada alasan yang pantas untuk itu. Dan ia merasa puas 

saat   mendapati hatinya begitu diaduk-aduk oleh kesusahan se-


 600

macam ini. Amatilah, tidak cartikel  p baginya hanya dengan mene-

teskan satu atau dua butir air mata saat   berpisah dari tempat 

kudus, hanya dengan mengucapkan doa perpisahan sambil mena-

ngis saat   ia pergi meninggalkannya. Lebih dari pada itu, selama 

ia dipaksa untuk tidak boleh menghadiri tempat kesenangannya 

itu, ia tidak mau mendongakkan kepalanya, tetapi terus menangis 

siang dan malam. Perhatikanlah, orang-orang yang diambil hak-

nya untuk menghadiri acara-acara ibadah pasti akan terus-mene-

rus merindukannya. Ia akan terus meratapi kehilangannya itu 

sampai semua itu dikembalikan lagi kepadanya. Ada dua hal yang 

memperberat derita Daud itu:        

1. Celaan-celaan yang dilontarkan para musuhnya untuk meng-

olok-olok dia: Sepanjang hari orang berkata kepadaku: “Di 

mana Allahmu?”  

(1)  sebab   ia tidak ada bersama-sama dengan tabut perjanji-

an, tanda hadirat Allah. Dengan menilai Allah Israel menu-

rut ilah-ilah bangsa kafir, mereka memandang bahwa ia 

telah kehilangan Allahnya. Perhatikanlah, keliru orang jika 

mereka berpikir bahwa dengan merampas Alkitab, hamba 

Tuhan, dan ibadah-ibadah yang khidmat dari kita, mereka 

telah merampas Allah dari kita. Sebab, meskipun Allah 

telah mengikatkan kita kepada semua hal itu saat   hal-hal 

tersebut kita miliki, Dia tidak mengikat diri-Nya sendiri 

kepada semua hal itu. Kita tahu di mana Allah kita, dan di 

mana harus menemukan-Nya, meskipun kita tidak tahu di 

mana tabut perjanjian-Nya atau di mana harus menemu-

kan tabut itu. Di mana pun kita berada, ada jalan yang ter-

buka menuju sorga.  

(2) sebab   Allah tidak segera bangkit untuk membebaskannya, 

mereka menyimpulkan bahwa Dia telah meninggalkannya. 

Namun, dalam hal ini juga mereka tertipu. Hanya sebab   

orang-orang kudus telah kehilangan semua teman mereka, 

itu tidak lantas berarti bahwa mereka telah kehilangan 

Allah mereka. Meskipun demikian, pandangan rendah me-

reka terhadap Allah dan umat-Nya ini cartikel  p menambah 

penderitaan pada orang yang sedang tertindas, dan itulah 

yang mereka inginkan. Tidak ada yang lebih menyusahkan 

Kitab Mazmur 42:1-6 

 601 

jiwa yang mulia selain dari niat untuk menggoncangkan 

harapan dan keyakinannya kepada Allah.  

2.  Kenangan akan segala kebebasan dan kenikmatannya yang 

dulu (ay. 5). Anakku, ingatlah bahwa semua hal baik yang eng-

kau terima akan sangat memperberat hal-hal yang jahat, apa 

yang kita renungkan kembali menambah penderitaan kita 

pada saat ini. Daud teringat akan hari-hari dahulu kala, dan 

kemudian jiwanya gundah gulana. Ia hancur lebur, dan ka-

rena memikirkan ini ia hampir patah hati. Jiwanya gundah 

gulana dalam kesedihan, namun kemudian ia mencurahkan 

kegundahan jiwanya di hadapan Allah dalam doa. Tetapi, apa-

kah gerangan yang menyebabkan rohnya hancur lebur dengan 

demikian menyakitkan? Yang menyebabkannya bukanlah ke-

nangan-kenangan indah di istana, atau kehangatan-kehangat-

an di rumahnya sendiri, yang darinya ia kini dibuang, dan 

yang menyiksanya, melainkan kenangan akan kebebasan yang 

dulu dimilikinya untuk masuk ke dalam rumah Allah, dan ke-

senangan yang dulu dinikmatinya dalam menghadiri ibadah-

ibadah suci yang khidmat di sana.  

(1) Ia melangkah ke rumah Allah, meskipun pada masanya ru-

mah itu hanyalah berupa tenda. Atau, jika mazmur ini me-

mang ditulis, sebagaimana yang banyak dipikirkan orang, 

pada waktu ia dikejar-kejar Saul, maka tabut Allah pada 

saat itu disimpan di rumah seseorang (2Sam. 6:3). Namun 

kehinaan, ketidaktenaran, dan ketidaknyamanan tempat 

itu tidak mengurangi penghargaannya terhadap lambang 

suci hadirat ilahi itu. Daud yaitu   seorang pejabat istana, 

seorang raja, seorang yang terhormat, seorang pekerja, na-

mun ia sangat rajin menghadiri rumah Allah dan berga-

bung mengikuti upacara-upacara ibadah bersama, bahkan 

pada masa Saul, saat   Saul dan para pembesarnya tidak 

mengindahkannya (1Taw. 13:3). Apa pun yang dilakukan 

orang lain, Daud dan seisi rumahnya akan melayani 

Tuhan.  

(2) Ia berjalan maju dalam kepadatan manusia, dan tidak 

menganggapnya sebagai penghinaan pada martabatnya 

sendiri untuk menjadi pemimpin orang ramai dalam mela-

yani Allah. Bahkan, perbuatannya ini lebih menambah ke-


 602

senangannya dalam melayani Allah, bahwa ia ditemani oleh 

orang banyak, dan oleh sebab  nya hal itu disebutkan dua 

kali di sini sebagai sesuatu yang kini sangat diratapinya 

sebab ia tidak bisa melakukannya lagi. Semakin banyak 

orang, semakin baik jadinya dalam melayani Allah. Ini se-

makin menyerupai sorga, dan membantu kita untuk lebih 

merasakan penghiburan dalam persekutuan kita dengan 

para orang kudus.  

(3) Ia melangkah dengan suara sorak-sorai dan nyanyian syu-

kur, bukan hanya dengan sorak-sorai dan nyanyian syartikel  r 

di dalam hatinya, melainkan juga mengungkapkannya te-

rang-terangan, dengan mengumandangkan sukacitanya 

dan menyuarakan secara lantang puji-pujian yang tinggi 

bagi Allahnya. Perhatikanlah, saat   kita menantikan Allah 

dalam upacara-upacara ibadah bersama, beralasanlah bila 

kita melakukannya baik dengan segala keceriaan dan rasa 

syartikel  r, supaya hati kita terhibur dan bisa menaikkan puji-

an kemuliaan bagi Allah sebab   kita bisa bebas untuk me-

nemui-Nya.  

(4) Ia pergi untuk memperingati hari-hari suci, bukan untuk 

memperingatinya dengan kegembiraan dan pelesir yang 

sia-sia, melainkan dengan tindakan saleh. Hari-hari yang 

khidmat paling baik dihabiskan dalam perkumpulan-per-

kumpulan yang khidmat.    

III. Kasih kudus yang berharap (ay. 6): Mengapa engkau tertekan, hai 

jiwaku? Kesedihannya memang untuk alasan yang sangat baik, 

namun kesedihan itu tidak boleh melebihi batas-batas yang wajar, 

atau sampai berhasil menyusahkan jiwanya. Oleh sebab itu, ia 

bercakap-cakap dengan hatinya sendiri, mencari kelegaan. “Mari-

lah, hai jiwaku, ada sesuatu yang harus kukatakan kepadamu da-

lam kesusahan yang menimpamu.” Marilah kita pertimbangkan,  

1.  Penyebabnya. “Engkau tertekan, seperti orang yang bungkuk 

dan terkulai sebab   menanggung beban (Ams. 12:25). Engkau 

gelisah, bingung, dan kacau. Mengapakah engkau begitu hai 

jiwaku?” Ini bisa dipandang sebagai pertanyaan yang meminta 

jawaban: “Biarlah penyebab ketidaktenangan ini dipertimbang-

kan sebagaimana mestinya, dan lihat apakah penyebab itu 

wajar.” Kegelisahan-kegelisahan kita dalam banyak hal akan 

Kitab Mazmur 42:1-6 

 603 

sirna saat   diperiksa benar-benar apa yang menjadi dasar-

dasar dan alasan-alasannya. “Mengapa aku tertekan? Apakah 

ada alasannya, alasan yang nyata? Bukankah orang lain mem-

punyai lebih banyak alasan, namun mereka tidak sampai ter-

tekan seperti ini? Bukankah kita, pada waktu yang sama, 

mempunyai alasan untuk berbesar hati?” Atau ini bisa dipan-

dang sebagai pertanyaan yang diajukan untuk bertukar pikir-

an. Orang-orang yang banyak berbincang-bincang dengan hati 

mereka sendiri sering kali akan mendapatkan kesempatan 

untuk menegurnya, seperti yang diperbuat Daud di sini. 

“Mengapakah aku demikian tidak menghormati Allah dengan 

kemurunganku yang menyedihkan ini? Mengapakah aku me-

matahkan semangat orang lain dan begitu banyak melukai 

diriku sendiri? Dapatkah aku mempertanggungjawabkan gejo-

lak perasaan ini?”  

2.  Penyembuhannya: Berharaplah kepada Allah! Sebab aku akan 

bersyartikel  r lagi kepada-Nya. Keyakinan dan kepercayaan ke-

pada Allah merupakan penangkal ampuh bagi kemuraman 

dan kegelisahan jiwa yang melanda. Oleh sebab   itu, saat   

kita menegur diri kita sendiri untuk berharap kepada Allah, 

janganlah jiwa kita dibiarkan bergumul sendirian, sebab ia 

akan tenggelam. Namun, jika ia berpegang erat-erat pada kua-

sa dan janji Allah, maka kepalanya akan tetap mengambang di 

atas air. Berharaplah kepada Allah,  

(1) Agar Dia mendapatkan kemuliaan dari kita: “Aku akan ber-

syartikel  r lagi kepada-Nya (KJV: Aku akan memuji-Nya lagi – 

pen.). Keadaanku akan mengalami perubahan yang sedemi-

kian rupa sehingga aku tidak akan kekurangan pokok puji-

an, dan rohku akan mengalami perubahan yang sedemi-

kian rupa sehingga aku tidak akan kekurangan hati untuk 

memuji.” yaitu   suatu kehormatan dan kebahagiaan yang 

terbesar bagi manusia, dan keinginan serta harapan yang 

terbesar dari setiap orang yang baik, untuk menjadi kena-

maan dan pujian bagi Allah. Apa mahkota kebahagiaan 

sorga jika bukan ini, bahwa di sana kita akan memuji Allah 

untuk selama-lamanya? Dan apa yang menyokong kita da-

lam kemalangan-kemalangan yang kita alami sekarang jika 

bukan ini, bahwa kita akan memuji Allah lagi, bahwa se-

mua kemalangan itu tidak akan menghalangi atau mereda-


 604

kan ungkapan-ungkapan haleluya kita yang tiada berkesu-

dahan?  

(2) Bahwa kita akan mendapatkan penghiburan di dalam Dia. 

Kita akan memuji-Nya atas pertolongan-Nya, atas kebaik-

an-Nya, atas dartikel  ngan yang kita miliki melalui pertolong-

an-Nya itu dan kepuasan yang kita rasakan di dalamnya. 

Orang-orang yang tahu bagaimana menghargai dan me-

manfaatkan terang wajah Allah akan menemukan di da-

lamnya pertolongan yang sesuai, tepat waktu, dan men-

cartikel  pi pada masa-masa yang paling sulit. Dan inilah yang 

akan memperlengkapi mereka dengan pokok-pokok pujian 

yang tidak ada habis-habisnya. Pengharapan dan keperca-

yaan Daud akan hal ini menjaganya sehingga tidak tengge-

lam, bahkan, pengharapan itu mencegahnya agar tak sam-

pai tidak berdaya sama sekali. Kecapinya yaitu   obat yang 

meredakan kesedihan Saul, namun pengharapannya ada-

lah obat yang mujarab bagi kesedihannya sendiri. 

Berbagai Keluhan dan Penghiburan  

(42:7-12)

7 Jiwaku tertekan dalam diriku, sebab itu aku teringat kepada-Mu dari tanah 

sungai Yordan dan pegunungan Hermon, dari gunung Mizar. 8 Samudera 

raya berpanggil-panggilan dengan deru air terjun-Mu; segala gelora dan ge-

lombang-Mu bergulung melingkupi aku. 9 TUHAN memerintahkan kasih se-

tia-Nya pada siang hari, dan pada malam hari aku menyanyikan nyanyian, 

suatu doa kepada Allah kehidupanku. 10 Aku berkata kepada Allah, gunung 

batartikel  : “Mengapa Engkau melupakan aku? Mengapa aku harus hidup ber-

kabung di bawah impitan musuh?” 11 Seperti tikaman maut ke dalam tulang-

ku lawanku mencela aku, sambil berkata kepadaku sepanjang hari: “Di mana 

Allahmu?” 12 Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan mengapa engkau 

gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku bersyartikel  r lagi 

kepada-Nya, penolongku dan Allahku. 

Keluhan-keluhan dan penghiburan-penghiburan di sini, sama seperti 

sebelumnya, silih berganti, bagaikan siang dan malam dalam per-

edaran alam. 

I.  Ia mengeluhkan jiwanya yang tertekan, tetapi menghibur dirinya 

dengan pemikiran-pemikiran akan Allah (ay. 7).  

1.  Dalam permasalahan-permasalahannya. Jiwanya murung, dan 

ia datang kepada Allah, lalu memberitahukan Dia demikian: 

Kitab Mazmur 42:7-12 

 

 605 

“Ya Tuhan, jiwaku tertekan dalam diriku.” Sungguh merupakan 

suatu dartikel  ngan yang besar bagi kita, bahwa kita bebas untuk 

datang kepada Allah kapan saja saat   kita sedang tertekan. 

Kita mempunyai kebebasan untuk berbicara di hadapan-Nya 

dan mencurahkan kepada-Nya penyebab-penyebab kemurung-

an kita. Daud sudah berbincang-bincang dengan hatinya ten-

tang kepahitannya sendiri, namun hingga saat itu ia masih 

belum mendapatkan kelegaan. Oleh sebab itu, ia berbalik ke-

pada Allah, dan mengungkapkan permasalahan itu di hadap-

an-Nya. Perhatikanlah, bila kita sudah berbantah dengan diri 

sendiri dan belum juga mendapat kelegaan bagi jiwa kita, 

maka kita harus mengusahakan apa yang bisa kita lakukan 

dengan berdoa kepada Allah dan menyerahkan permasalahan 

kita kepada-Nya. Kita tidak bisa menenangkan angin dan 

gelombang ini, namun kita tahu siapa yang bisa.  

2. Dalam ibadah-ibadahnya. Jiwanya terangkat, dan, sebab   sa-

dar bahwa penyakitnya sangat nyeri, ia mengambil jalan un-

tuk datang kepada Dia sebagai Penyembuh yang berdaulat. 

“Jiwaku terjerumus jauh ke dalam, oleh sebab itu, untuk men-

cegahnya supaya tidak tenggelam, aku akan mengingat-ingat-

Mu, merenungkan-Mu, dan berseru-seru kepada-Mu, dan 

mencoba apa saja yang membuat jiwaku tetap terangkat.” 

Perhatikanlah, cara untuk melupakan rasa sengsara kita ada-

lah dengan mengingat Allah sumber belas kasihan kita. yaitu   

suatu keadaan yang tidak biasa terjadi saat   sang pemazmur 

teringat akan Allah, lalu ia kesusahan (77:3). Seringnya, sete-

lah teringat akan Allah, ia terhibur, dan oleh sebab itu ia 

mengambil jalan yang berguna itu sekarang. Ia kini sudah ter-

pojok sampai ke ujung perbatasan tanah Kanaan, berlindung 

di sana dari kegeraman para penganiayanya. Kadang-kadang 

ia lari ke daerah sekitar Yordan, dan apabila ditemukan di 

sana, ia lari lagi ke pegunungan Hermon, atau ke sebuah gu-

nung yang bernama Mizar, yang berarti bukit (gunung) kecil. 

Namun,  

(1) Ke mana pun ia pergi, ia membawa serta agamanya ber-

sama dia. Di semua tempat ini, ia mengingat Allah, dan 

mengangkat hatinya kepada-Nya, serta menjaga persekutu-

an rahasianya dengan-Nya. Inilah penghiburan bagi orang-

orang yang terbuang, para pengelana, pelancong, dan me-


 606

reka yang merupakan pendatang di negeri asing, bahwa 

undique ad cælos tantundem est viæ – di mana pun mereka 

berada, ada jalan yang terbuka ke arah sorga.  

(2) Di mana pun ia berada, ia tetap menyimpan rasa sayang-

nya akan pelataran rumah Allah. Dari tanah Yordan, atau 

dari puncak pegunungan, ia biasanya memandang dengan 

penuh kerinduan, ke arah tempat kudus, dan rindu untuk 

berada di sana. Jarak dan waktu tidak bisa membuatnya 

lupa akan apa yang begitu lekat di hatinya, sangat dekat di 

sana. 

II.  Ia mengeluhkan tanda-tanda ketidakberkenanan Allah melawan 

dia, namun menghibur dirinya sendiri dengan harapan-harapan 

bahwa kebaikan-Nya akan kembali pada waktunya. 

1. Ia melihat bahwa permasalahannya datang sebab   murka 

Allah, dan ini menciutkan hatinya (ay. 8): “Samudera raya ber-

panggil-panggilan, satu penderitaan datang menimpa penderi-

taan yang lain, seolah-olah mereka dipanggil untuk berkejar-

kejaran. Dan air terjun-Mu memberikan petunjuk serta me-

niupkan sangkakala peperangan.” Yang dimaksudkan di sini 

mungkin kengerian dan kegelisahan batinnya saat merasakan 

murka Allah. Satu pikiran yang menakutkan mengundang 

pikiran takut yang lain, dan membuka jalan baginya, seperti 

yang biasa terjadi pada orang-orang yang sedang bersusah 

hati. Air bah kesedihan melandanya, dan ia kewalahan meng-

hadapinya, seperti air bah pada zaman dulu, saat   tingkap-

tingkap langit terbuka dan segala mata air samudra raya 

terbelah. Atau ini merupakan rujukan pada kapal di laut di 

tengah-tengah badai besar, yang diombang-ambingkan oleh 

amukan gelombang, yang naik melingkupinya (107:25). Apa 

pun gelombang dan gelora penderitaan yang melingkupi kita 

pada setiap waktu, kita harus menyebut itu yaitu   gelombang 

dan gelora Allah, agar kita dapat merendahkan diri kita di 

bawah tangan-Nya yang perkasa, dan dapat mendorong diri 

kita sendiri untuk berharap bahwa meskipun kita terancam, 

kita tidak akan binasa. Gelombang dan gelora bergulung di 

bawah kendali ilahi. Dari pada suara air yang besar ini, lebih 

hebat TUHAN di tempat tinggi. Janganlah orang baik mengang-

gapnya aneh jika mereka diuji dengan banyak dan beragam 

Kitab Mazmur 42:7-12 

 

 607 

pencobaan, dan jika pencobaan-pencobaan itu menimpa me-

reka dengan begitu berat. Allah tahu apa yang diperbuat-Nya, 

dan mereka pun akan mengetahuinya sebentar lagi. Yunus, di 

dalam perut ikan, mengucapkan kata-kata Daud ini (Yun. 2:3) 

(kata-kata itu persis sama dalam bahasa aslinya), dan perkata-

an itu benar-benar terjadi pada diri Yunus secara nyata, se-

gala gelora dan gelombang-Mu melingkupi aku. Memang, Kitab 

Mazmur dirancang sedemikian rupa supaya dapat menjangkau 

permasalahan setiap orang. 

2.  Ia mengharapkan pembebasannya datang dari kebaikan Allah 

(ay. 9): TUHAN memerintahkan kasih setia-Nya. Banyak hal 

memang buruk, tetapi tidak semua selalu demikian. Non si 

male nunc et olim sic erit – Meskipun perkara-perkara yang se-

karang dihadapi sangat jahat, tidak akan selalu demikian. 

Seusai badai, akan datang ketenangan, dan pengharapan akan 

hal ini menguatkan Daud saat   samudra raya berpanggil-

panggilan.  

Perhatikanlah:  

(1)  Apa yang dijanjikannya bagi dirinya sendiri mengenai 

Allah: TUHAN akan memerintahkan kasih setia-Nya. Ia me-

mandang kebaikan Allah sebagai sumber dari segala ke-

baikan yang dicarinya. Kebaikan-Nya itu yaitu   hidup, 

kebaikan-Nya lebih baik daripada hidup, dan dengan 

kebaikan itu Allah akan mengumpulkan orang-orang yang 

dari mereka Dia telah, dalam murka sesaat, menyembunyi-

kan wajah-Nya (Yes. 54:7-8). Penganugerahan kebaikan 

oleh Allah ini disebut dengan Ia memerintahkan kebaikan-

Nya itu. Ini menunjukkan bahwa kebaikan itu diberikan 

secara cuma-cuma. Kita tidak bisa mengaku-ngaku berjasa 

untuk menerimanya. Sebaliknya, kebaikan itu dikarunia-

kan tanpa ada paksaan dari penguasa, yakni Dia memberi 

seperti seorang raja. Ini juga menunjukkan bahwa kebaik-

an itu sungguh punya kemampuan untuk membuahkan 

hasil. Ia mengucapkan kasih setia-Nya, dan membuat kita 

mendengarnya. Ia berkata, lalu itu jadi. Ia memerintahkan 

kemenangan (44:5), memerintahkan berkat (133:3), sebagai 

yang empunya hak dan kuasa untuk itu. Dengan memerin-

tahkan kasih setia-Nya, Ia memerintahkan gelombang dan 


 608

gelora untuk reda, dan mereka akan mematuhi-Nya. Ini 

akan dilakukan-Nya pada siang hari, sebab kasih setia 

Allah akan membawa hari yang cerah pada jiwa kapan 

saja. Meskipun tangisan terdengar sepanjang malam, ma-

lam yang panjang, menjelang pagi terdengar sorak-sorai.  

(2) Apa yang dijanjikannya kepada Allah bagi dirinya sendiri. 

Jika Allah memerintahkan kasih setia-Nya baginya, maka 

ia akan menerimanya dan menyambutnya, dengan segala 

perasaan dan ibadahnya yang terbaik.  

[1] Ia akan bersukacita di dalam Allah: Pada malam hari 

aku menyanyikan nyanyian. Belas kasihan yang kita 

terima pada siang hari harus kita syartikel  ri pada malam 

hari. saat   orang lain tertidur, kita harus memuji Allah 

(119:62), tengah malam aku bangun untuk bersyartikel  r 

kepada-Mu. Dalam keheningan dan kesendirian, saat   

kita mengundurkan diri dari hiruk-pikuk dunia ini, kita 

harus menyenangkan diri kita dengan pemikiran-pemi-

kiran akan kebaikan Allah. Atau pada malam penderita-

an: “Sebelum fajar merekah, saat   Allah memerintah-

kan kasih setia-Nya, aku akan menyanyikan nyanyian 

puji-pujian dalam pengharapanku akan datangnya ka-

sih setia-Nya.” Bahkan dalam kesengsaraan, orang-

orang kudus dapat bermegah dalam pengharapan akan 

menerima kemuliaan Allah, bernyanyi dalam pengharap-

an, dan memuji dalam pengharapan (Rm. 5:2-3). yaitu   

hak istimewa Allah untuk memberi nyanyian pujian di 

waktu malam (Ayb. 35:10). 

[2]  Ia akan mencari Allah dengan terus bergantung kepada-

Nya: Doaku akan kupanjatkan kepada Allah kehidupan-

ku. Pengharapan dan kepercayaan kita akan belas ka-

sihan Allah tidak boleh menggantikan, tetapi justru 

mendorong, doa-doa kita untuk menerimanya. Allah 

yaitu   Allah kehidupan kita, di dalam Dia kita hidup 

dan bergerak, Sang Pencipta dan Pemberi semua peng-

hiburan bagi kita. Oleh sebab itu, kepada siapa lagi kita 

harus datang dengan doa selain kepada-Nya? Dan dari 

Dia, kebaikan apakah yang tidak boleh kita harapkan? 

Doa-doa kita akan hidup jika kita memandang Allah 

sebagai Allah kehidupan kita. Untuk kehidupan kitalah, 

Kitab Mazmur 42:7-12 

 

 609 

dan kehidupan jiwa kita, kita berdiri untuk mengajukan 

permohonan. 

III. Ia mengeluhkan penghinaan musuh-musuhnya, namun menghi-

bur dirinya sendiri di dalam Allah sebagai sahabatnya (ay. 10-12). 

1. Keluhannya yaitu   bahwa musuh-musuhnya menekan dan 

mencela dia, dan ini membuatnya sangat tertekan.  

(1) Mereka menekannya sedemikian rupa sehingga ia berka-

bung dari hari ke hari, dari tempat ke tempat (ay. 10). Ia 

tidak melampiaskan perasaannya dengan cara yang tidak 

pantas, meskipun sudah dilecehkan seperti yang belum 

pernah dialami oleh siapa pun, tetapi menangisi kesedihan-

nya secara diam-diam, dan pergi berkabung. Dan kita tidak 

bisa menyalahkannya untuk ini: orang yang benar-benar 

mencintai negerinya, dan mengusahakan kebaikan untuk-

nya, pasti akan merasa sedih melihat dirinya sendiri dike-

jar-kejar dan hampir tidak pernah dimanfaatkan, seolah-

olah ia musuh bagi negerinya sendiri. Namun, dari sini 

Daud tidak boleh menyimpulkan bahwa Allah telah melu-

pakannya dan membuangnya. Ia juga tidak boleh berban-

tah dengan-Nya seperti itu, seolah-olah Allah telah berbuat 

salah kepadanya dengan membiarkannya diinjak-injak se-

perti orang-orang itu menginjak-injak dia: Mengapa aku 

harus hidup berkabung? Dan mengapa Engkau melupakan 

aku? Kita boleh berkeluh kesah kepada Allah, namun kita 

tidak boleh mengeluhkan Dia seperti itu.  

(2) Mereka mencelanya dengan begitu menusuk sehingga cela-

an itu terasa seperti tikaman maut ke dalam tulangnya (ay. 

11). Ia sudah menyebutkan sebelumnya celaan apa yang 

menusuk sampai ke dalam jiwanya, dan di sini ia meng-

ulanginya: Mereka berkata kepadaku sepanjang hari: “Di 

mana Allahmu?”  Ini suatu celaan yang sangat menyakitkan 

baginya, sebab   celaan itu menghina kehormatan Allah dan 

diniatkan untuk mematahkan pengharapannya kepada 

Allah. Ia masih memiliki cartikel  p pengharapan itu, tetapi 

harus dijaganya untuk tetap bertahan, dan itu pun cende-

rung mudah sirna.   


 610

2. Penghiburannya yaitu   bahwa Allah yaitu   gunung batunya 

(ay. 10), yaitu gunung batu yang di atasnya ia dapat mendiri-

kan bangunan, dan gunung batu yang dapat digunakannya se-

bagai tempat berlindung. Gunung batu yang abadi, yang di 

dalam-Nya terdapat kekuatan kekal, akan menjadi gunung ba-

tunya, kekuatan dalam dirinya, baik untuk melakukan sesua-

tu maupun untuk menanggung suatu penderitaan. Kepada-

Nya ia bebas datang dengan penuh keyakinan. Kepada Allah 

gunung batunya ia bisa mengatakan apa yang harus dikata-

kannya, dan yakin bahwa ia akan didengarkan dengan penuh 

rahmat. Oleh sebab itu, ia mengulangi apa yang sudah dikata-

kannya sebelumnya (ay. 6), dan menutupnya dengan perkata-

an itu (ay. 12): “Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku?” Duka 

dan rasa takutnya berteriak-teriak dengan nyaring dan me-

nyusahkan jiwanya. Semuanya itu tidak bisa dibungkam mes-

kipun sudah ditanggapi berkali-kali. Namun di sini, pada 

akhirnya, imannya keluar sebagai pemenang dan mendesak 

mundur musuh-musuhnya dari medan pertempuran. Dan ia 

pun meraih kemenangan ini,  

(1) Dengan mengulangi apa yang sudah dikatakannya sebe-

lumnya, yaitu menegur dirinya sendiri, sama seperti sebe-

lumnya, atas segala kemurungan dan kegelisahannya, dan 

mendorong dirinya sendiri untuk percaya pada nama 

Tuhan, dan untuk tetap berpegang pada Allahnya. Perhati-

kanlah, sangatlah berguna juga bagi kita untuk memikir-

kan kembali hal-hal yang baik berulang-ulang, dan jika 

kita tidak berhasil pada kali pertama, mungkin kita akan 

berhasil pada kali kedua. Namun bagaimanapun juga, jika 

hati kita turut sejalan dengan perkataan kita, maka ini 

bukan pengulangan yang sia-sia. Kita perlu menekankan 

hal yang sama secara berulang kali dalam hati kita, dan 

semua itu harus kita lakukan sedikit demi sedikit.  

(2)  Dengan menambahkan satu kata ke dalamnya, pada ayat 6 

ia berharap untuk memuji Allah atas keselamatan yang ada 

pada wajah-Nya (KJV), sementara pada ayat 12 ini, “Aku 

akan memuji-Nya,” (KJV) ujarnya, “sebagai Allah yang me-

nyelamatkan wajahku dari awan kelabu yang menyelimuti-

ku pada saat ini. Jika Allah tersenyum kepadaku, maka itu 

akan membuatku tampak menyenangkan, akan membuat-

Kitab Mazmur 42:7-12 

 

 611 

ku menengadah, menatap ke depan, dan menengok ke se-

kelilingku dengan hati senang.” Ia menambahkan, dan 

Allahku, “yang berhubungan denganku, yang mengikat ko-

venan denganku. Segala sesuatu tentang Dia, segala sesua-

tu yang dimiliki-Nya, yaitu   milik-Ku, sesuai dengan niat 

dan maksud yang sebenarnya dari janji itu.” Pemikiran ini 

memampukan dia untuk menang atas segala duka dan 

ketakutannya. Keberadaan Allah bersama orang-orang ku-

dus di sorga, dan kedudukan-Nya sebagai Allah mereka, 

yaitu   sesuatu yang akan menghapus segala air mata dari 

mata mereka (Why. 21:3-4). 

  

 

 

 

 

 

 

 PASAL 43  

azmur ini, ada kemungkinan, ditulis pada kesempatan yang 

sama seperti mazmur sebelumnya, dan, sebab   tidak punya 

judul, dapat dipandang sebagai tambahan untuk mazmur itu. saat   

kesakitan kembali menimpanya sekarang, sang pemazmur segera 

mengambil jalan untuk mendapatkan obat penawar yang sama, 

sebab   ia telah memasukkan cara ini ke dalam bartikel  nya sebagai cara 

yang “probatum est – sudah terbukti.” Ayat kedua dari mazmur ini 

hampir sama dengan ayat kesepuluh dari mazmur sebelumnya. De-

mikian pula, ayat kelima dari mazmur ini sama persis dengan ayat 

kedua belas dari mazmur sebelumnya. Kristus sendiri, yang mempu-

nyai Roh secara tidak terbatas, saat   ada kesempatan, berdoa seba-

nyak dua tiga kali dengan “mengucapkan doa yang itu juga” (Mat. 

26:44). Dalam mazmur ini,  

I.  Daud mengadu kepada Allah tentang kejahatan-kejahatan 

yang telah diperbuat musuh-musuhnya kepadanya (ay. 1-2).  

II. Dia berdoa kepada Allah untuk mengembalikan lagi kepada-

nya kesenangan yang dulu dirasakannya dengan bebas da-

lam mengikuti upacara-upacara ibadah bersama, dan ia ber-

janji akan memanfaatkannya dengan baik (ay. 3-4).  

III. Ia berusaha menenangkan gejolak rohnya sendiri dengan 

harapan dan keyakinannya yang hidup kepada Allah (ay. 5).  

sebab   itu, jika dalam menyanyikan mazmur ini, kita berusaha 

melakukannya seperti Daud di sini, maka kita bernyanyi dengan 

anugerah Allah di dalam hati kita. 


 614

Berbagai Seruan dan Permohonan 

(43:1-5) 

1 Berilah keadilan kepadaku, ya Allah, dan perjuangkanlah perkaraku terha-

dap kaum yang tidak saleh! Luputkanlah aku dari orang penipu dan orang 

curang! 2 Sebab Engkaulah Allah tempat pengungsianku. Mengapa Engkau 

membuang aku? Mengapa aku harus hidup berkabung di bawah impitan 

musuh? 3 Suruhlah terang-Mu dan kesetiaan-Mu datang, supaya aku ditun-

tun dan dibawa ke gunung-Mu yang kudus dan ke tempat kediaman-Mu! 4 

Maka aku dapat pergi ke mezbah Allah, menghadap Allah, yang yaitu   suka-

citaku dan kegembiraanku, dan bersyartikel  r kepada-Mu dengan kecapi, ya 

Allah, ya Allahku! 5 Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan mengapa eng-

kau gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku bersyartikel  r 

lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku! 

Di sini Daud berseru kepada Allah, dengan iman dan doa, sebagai 

Hakimnya, kekuatannya, Penuntunnya, sukacitanya, dan pengharap-

annya, dengan perasaan-perasaan dan ungkapan-ungkapan yang se-

suai.  

I.  Sebagai Hakimnya, Hakimnya yang adil, yang ia tahu akan meng-

adilinya, dan yang ia tahu (sebab   sadar akan kejujurannya sen-

diri) akan memberikan keadilan kepadanya (ay. 1): Berilah keadil-

an kepadaku, ya Allah dan perjuangkanlah perkaraku! Ada orang-

orang yang mendakwanya. Ia membela diri melawan mereka dan 

terhadap pengadilan mereka, di mana dia secara tidak adil dinya-

takan bersalah dan dihartikel  m. Ia berseru kepada pengadilan sorga, 

mahkamah agung, berdoa agar penghakiman mereka yang mela-

wannya berbalik menentang mereka sendiri dan agar ketidakber-

salahannya dibersihkan. Ada orang-orang yang telah melukainya. 

Jadi, ia menggugat mereka dan mengutarakan keluhannya ke-

pada Dia yang membalaskan kesalahan, dengan berdoa meminta 

keadilan bagi dirinya dan terhadap mereka.  

Perhatikanlah:  

1. Siapa musuh-musuhnya yang dengan mereka dia sedang ber-

gumul. Inilah sekelompok orang berdosa, yang disebutnya 

kaum yang tidak saleh atau yang tidak berbelas kasihan. 

Orang-orang yang tidak berbelas kasihan memperlihatkan 

bahwa mereka tidak saleh. Sebab, orang-orang yang takut 

atau yang mengasihi tuan mereka pasti akan mempunyai 

belas kasihan terhadap teman-teman mereka sesama hamba. 

Dan di sini ada sesorang jahat yang mengepalai mereka, se-

Kitab Mazmur 43:1-5 

 615 

orang penipu dan curang, kemungkinan besar Saul, yang 

bukan saja sama sekali tidak menunjukkan kebaikan kepada 

Daud, tetapi juga yang paling licik dan tidak jujur terhadap-

nya. Jika Absalom yaitu   orang yang dimaksudkannya, sifat-

nya pun tidak lebih baik. Selama ada orang-orang jahat seperti 

itu di luar neraka, dan beribu-ribu kaumnya, maka tidak he-

ran jika orang-orang baik, yang masih berada di luar sorga, 

menjumpai perlakuan yang keras dan hina. Sebagian orang 

berpikir bahwa Daud, melalui roh bernubuat, merancang maz-

mur ini untuk digunakan oleh orang-orang Yahudi di pem-

buangan mereka di Babel, dan bahwa orang-orang Kasdim 

yaitu   kaum yang tidak saleh yang dimaksudkan di sini. Maz-

mur ini dapat diterapkan dengan paling baik kepada mereka, 

namun seperti perikop-perikop Alkitab lain yang serupa, tidak 

ada yang boleh ditafsirkan menurut selera pribadi. Allah bisa 

saja merancangnya untuk digunakan oleh mereka, tidak pe-

duli apakah Daud merancangnya demikian atau tidak.  

2.  Apa yang menjadi doanya dalam kaitan dengan orang-orang 

yang berbuat jahat kepada dia: Berilah keadilan kepadaku. 

Tentang perselisihan Allah dengan dirinya sebab   dosanya, dia 

berdoa, “Janganlah berperkara denganku, sebab jika demikian 

aku akan dihartikel  m.” Namun, tentang perselisihan musuh-mu-

suhnya dengan dirinya, dia berdoa, “Ya Tuhan, adililah aku, 

sebab aku tahu bahwa aku akan dibenarkan. Perjuangkanlah 

perkaraku terhadap mereka, berpihaklah kepadaku, dan dalam 

pemeliharaan-Mu bangkitlah membelaku.” Barangsiapa yang 

mempunyai perkara yang jujur boleh berharap bahwa Allah 

akan memperjuangkan perkaranya. “Perjuangkanlah perkara-

ku sehingga aku terluput dari mereka, supaya apa yang hen-

dak mereka perbuat terhadapku tidak terlaksana.” Kita harus 

memandang bahwa perkara kita sudah cartikel  p diperjuangkan 

jika kita terluput dari musuh-musuh kita, meskipun mereka 

tidak dihancurkan.    

II. Sebagai kekuatannya, kekuatannya yang maha-mencartikel  pi. De-

mikianlah ia memandang Allah (ay. 2): “Engkaulah Allah tempat 

pengungsianku (KJV: Engkaulah Allah kekuatanku – pen.), Allahku, 

kekuatanku, yang dari-Nya segala kekuatanku berasal, yang di 

dalam Dia aku menguatkan diriku sendiri, yang sudah sering kali 


 616

menguatkan aku, dan yang tanpa-Nya aku lemah seperti air dan 

sama sekali tidak mampu entah untuk berbuat sesuatu atau 

menanggung suatu penderitaan bagi-Mu.” Daud sekarang berka-

bung, tanpa sukacita rohani, namun Dia mendapati Allah sebagai 

Allah kekuatannya. Jika kita tidak bisa menghibur diri di dalam 

Allah, kita dapat tetap tinggal di dalam Dia, dan boleh mendapat-

kan dartikel  ngan-dartikel  ngan rohani saat   kita kehilangan kegem-

biraan-kegembiraan rohani. Di sini Daud menyerukan hal ini ke-

pada Allah: “Engkaulah Allah, kepada-Mulah aku bergantung 

sebagai kekuatanku. Lalu mengapa Engkau membuang aku?” Ini 

merupakan suatu kesalahan, sebab Allah tidak pernah mem-

buang siapa pun yang percaya kepada-Nya, apa pun kekhawatir-

an dan kesedihan yang mungkin telah mereka rasakan sendiri. 

“Engkaulah Allah kekuatanku. Lalu mengapa musuhku terlalu 

kuat bagiku, dan mengapa aku berkabung sebab   kekuatannya 

yang menindas itu?” Memang sulit untuk mendamaikan kekuatan 

besar musuh-musuh gereja dengan kekuatan mahabesar Allah 

atas gereja. Namun, apabila tiba harinya, mereka akan diperda-

maikan, saat   semua musuh-Nya menjadi tumpuan kaki-Nya.   

III. Sebagai Penuntunnya, Penuntunnya yang setia (ay. 3): Tuntunlah 

aku, dan bawalah aku ke gunung-Mu yang kudus.  

Ia berdoa,  

1. Agar Allah dengan pemeliharaan-Nya akan membawanya kem-

bali dari pembuangan, dan membuka jalan baginya lagi untuk 

menikmati hak-hak istimewanya secara bebas di tempat ku-

dus Allah. Hatinya tertuju pada gunung yang kudus dan tem-

pat kediaman Allah, bukan pada kehangatan keluarganya, ke-

dudukannya di istana, atau kesenangan-kesenangannya. Ia 

bisa menahan diri terhadap hal-hal ini, namun ia tidak sabar 

untuk melihat lagi tempat kediaman Allah. Tidak ada hal lain 

yang begitu menarik di matanya selain tempat kediaman Allah. 

Ke sanalah ia ingin dibawa kembali dengan senang hati. Untuk 

itu ia berdoa, “Suruhlah terang-Mu dan kesetiaan-Mu datang 

(KJV: terang-Mu dan kebenaran-Mu – pen.). Biarlah aku menda-

patkannya sebagai buah dari kebaikan-Mu, yang yaitu   te-

rang, dan sebagai penunaian janji-Mu, yang yaitu   kebenar-

an.” Kita tidak perlu apa-apa lagi untuk membuat kita berba-

Kitab Mazmur 43:1-5 

 617 

hagia selain hal-hal baik yang mengalir dari kebaikan Allah 

dan yang termasuk di dalam janji-Nya. Belas kasihan itu, ke-

benaran itu, sudah cartikel  p, sudah merupakan segalanya. Dan, 

apabila kita melihat semua ini dalam pemeliharaan-pemeliha-

raan Allah, maka kita melihat diri kita sendiri berada dalam 

bimbingan yang sangat aman. Perhatikanlah, orang-orang 

yang dituntun Allah akan dituntun-Nya ke gunung-Nya yang 

kudus dan ke tempat kediaman-Nya. Oleh sebab itu, orang-

orang yang menganggap diri dipimpin oleh Roh, namun berpa-

ling dari ibadah-ibadah yang sudah ditetapkan, pastilah me-

nipu diri mereka sendiri.  

2.  Bahwa Allah dengan anugerah-Nya akan membawanya kem-

bali bersekutu dengan-Nya, dan akan mempersiapkan dia un-

tuk melihat dan menikmati hadirat-Nya di dunia lain. Sebagi-

an penulis Yahudi mengartikan terang dan kebenaran di sini 

sebagai Mesias Sang Raja dan Elia sang pelopor-Nya: Kedua-

nya sudah datang, untuk menjawab doa-doa Perjanjian Lama. 

Tetapi kita masih harus berdoa meminta terang dan kebenar-

an Allah, Roh terang dan kebenaran, yang mengisi ketiadaan 

kehadiran tubuh jasmani Kristus, untuk menuntun kita ma-

suk ke dalam rahasia kesalehan dan membimbing kita di jalan 

menuju sorga. saat   Allah mengutus terang dan kebenaran-

Nya ke dalam hati kita, terang dan kebenaran itu akan mem-

bimbing kita ke dunia atas dalam segala ibadah kita dan juga 

dalam segala tujuan dan pengharapan kita. Dan, jika kita 

mengikuti terang dan kebenaran itu dengan kesadaran hati 

nurani, maka keduanya pasti akan membawa kita ke gunung 

yang kudus di atas.  

IV. Sebagai sukacitanya, sukacitanya yang tak terkatakan. Jika Allah 

membimbingnya ke tempat kediaman-Nya, jika Dia mengembali-

kan lagi kebebasan-kebebasannya yang dulu, maka ia tahu betul 

apa yang harus diperbuatnya: Maka aku dapat pergi ke mezbah 

Allah (ay. 4). Dia akan mendekat sedekat mungkin kepada Allah, 

sukacitanya yang tak terkatakan itu.  

Perhatikanlah:  

1.  Orang-orang yang datang ke tempat kediaman Allah harus 

datang ke mezbah-Nya. Orang-orang yang datang untuk men-


 618

jalankan ketetapan-ketetapan ibadah harus memeriksa kela-

yakan mereka untuk datang, dan sesudah itu datang ke kete-

tapan-ketetapan ibadah yang khusus, ke ibadah-ibadah yang 

paling menyentuh hati dan paling mengikat. Semakin dekat 

kita datang, dan semakin kita melekat kepada Allah, semakin 

baik jadinya. 

2.  Orang-orang yang datang ke mezbah Allah harus memastikan 

bahwa saat datang kepada Allah dan mendekat kepada-Nya, 

mereka lakukan dengan sepenuh hati, dengan hati yang be-

nar. Sia-sia saja kita mengikuti upacara-upacara ibadah yang 

kudus jika kita tidak datang kepada Allah yang kudus dalam 

kesempatan-kesempatan itu.  

3.  Orang-orang yang datang kepada Allah harus datang kepada-

Nya sebagai sukacita mereka yang tak terkatakan. Bukan 

hanya sebagai kebahagiaan mereka di masa mendatang, me-

lainkan juga sebagai sukacita mereka pada saat ini. Dan Ia 

bukan hanya sukacita yang biasa saja, melainkan sukacita 

yang amat luar biasa, jauh melebihi segala sukacita indrawi 

yang dibatasi oleh waktu. Perkataan tersebut dalam bahasa 

aslinya sangat tegas – kepada Allah kegembiraan sukacitaku, 

atau kegembiraan sorak-soraiku. Apa pun yang membuat kita 

bergembira atau bersorak di dalam Allah haruslah ada suka-

cita di dalamnya. Segala sukacita dari kegembiraan kita harus 

berakhir di dalam Dia, harus melewati pemberian itu menuju 

kepada Sang Pemberi pemberian itu.  

4.  saat   kita datang kepada Allah sebagai sukacita kita yang tak 

terkatakan, penghiburan-penghiburan kita di dalam Dia harus 

menjadi pokok puji-pujian kita kepada-Nya sebagai Allah, 

Allah kita: Aku akan bersyartikel  r kepada-Mu dengan kecapi, ya 

Allah, ya Allahku! Daud sangat mahir bermain kecapi (1Sam. 

16:16, 18), dan dengan apa yang menjadi kemahirannya itu ia 

akan memuji Allah. Sebab Allah harus dipuji dengan apa yang 

terbaik yang kita miliki. Pantas jika Dia harus dipuji dengan 

cara terbaik seperti itu, sebab Dia yaitu   Yang Terbaik. 

V. Sebagai pengharapannya, pengharapannya yang tidak pernah 

gagal (ay. 5). Di sini, sama seperti sebelumnya, Daud berbantah 

dengan dirinya sendiri sebab   kekesalan dan kemurungannya, 

dan mengakui bahwa ia berbuat jahat dengan menyerah pada 

Kitab Mazmur 43:1-5 

 619 

perasaan-perasaan itu. Ia sadar bahwa ia tidak mempunyai alas-

an untuk berbuat demikian: Mengapa engkau tertekan, hai jiwa-

ku? Kemudian ia menenangkan dirinya dengan pengharapan dan 

kepercayaan penuh bahwa ia akan memuliakan Allah lagi (Ber-

haraplah kepada Allah! Sebab aku bersyartikel  r lagi kepada-Nya) dan 

akan menikmati kemuliaan bersama-Nya: Dia penolongku dan 

Allahku! Hal itu kita tidak bisa menegaskan terlalu banyak. De-

ngan cara itulah kita harus hidup dan mati. 

  

 

 

 

 

 

 

PASAL  44  

ita tidak diberi tahu siapa penulis mazmur ini atau kapan dan 

pada kesempatan apa mazmur itu dituliskan. Namun kita yakin 

bahwa mazmur ini dituliskan pada suatu kesempatan yang menye-

dihkan, bukan bagi si penulis sendiri (seandainya demikian, kita da-

pat melihat cartikel  p banyak alasan untuk itu dalam kisah Daud dan 

segala penderitaannya), melainkan terlebih bagi jemaat Allah pada 

umumnya. Oleh sebab itu, jika kita menganggap mazmur ini ditulis

oleh Daud, maka kita tetap harus mengaitkannya secara murni de-

ngan Roh nubuat, dan harus menyimpulkan bahwa Roh itu (apa pun 

yang ada dalam pikiran Daud sendiri) mempunyai pandangan ten-

tang pembuangan di Babel, atau penderitaan-penderitaan jemaat 

Yahudi di bawah penindasan Antiokus. Atau lebih tepatnya tentang 

penderitaan jemaat Kristen pada masa-masa awalnya (yang kepada 

peristiwa itu ayat 22 diterapkan oleh Rasul Paulus dalam Roma 8:36), 

dan juga di sepanjang masa selama jemaat itu ada di bumi, sebab 

sudah ditentukan baginya bahwa ia harus masuk ke dalam Kerajaan 

Sorga melalui banyak penganiayaan. Dan, jika kita mempunyai 

mazmur-Injil yang menunjuk pada hak-hak istimewa serta peng-

hiburan-penghiburan bagi orang-orang Kristen, mengapa kita tidak 

bisa mempunyai mazmur-Injil yang menunjuk pada pencobaan-pen-

cobaan dan ujian-ujian bagi mereka? Mazmur ini yaitu   mazmur 

yang dirancang untuk hari saat   kita berpuasa dan merendahkan 

diri oleh sebab   suatu malapetaka yang melanda semua orang, yang 

membuat mereka entah tertekan atau terancam. Dalam mazmur ini, 

jemaat diajar,  

I.    Untuk mengakui dengan penuh rasa syartikel  r, bagi kemuliaan 

Allah, perkara-perkara besar yang telah diperbuat Allah bagi 

nenek moyang mereka (ay. 2-9).  


 622

II.  Untuk memberi peringatan akan malapetaka yang tengah 

menimpa mereka sekarang (ay. 10-17).  

III.  Untuk menyatakan kejujuran dan kesetiaan mereka terha-

dap Allah kendati dengan itu semua (ay. 18-22).  

IV.  Untuk mempersembahkan permohonan mereka di hadapan 

takhta anugerah untuk memintakan pertolongan dan kelega-

an (ay. 23-27).  

Dalam menyanyikan mazmur ini, kita harus memberikan kepada 

Allah pujian atas apa yang dulu telah diperbuat-Nya bagi umat-Nya, 

harus menyampaikan keluhan-keluhan kita sendiri, atau turut mera-

sakan kesusahan yang sedang dialami oleh sebagian jemaat, harus 

mendorong diri kita sendiri, apa pun yang terjadi, agar tetap melekat 

kepada Allah dan kewajiban kita, dan kemudian dengan senang hati 

menantikan apa yang akan terjadi.  

Pengakuan yang Penuh Rasa Syartikel  r atas Segala  

Belas Kasihan yang Telah Diberikan; 

Pengabdian Diri kepada Allah  

(44:1-9) 

1 Untuk pemimpin biduan. Dari bani Korah. Nyanyian pengajaran. 2 Ya Allah, 

dengan telinga kami sendiri telah kami dengar, nenek moyang kami telah 

menceritakan kepada kami perbuatan yang telah Kaulakukan pada zaman 

mereka, pada zaman purbakala. 3 Engkau sendiri, dengan tangan-Mu, telah 

menghalau bangsa-bangsa, tetapi mereka ini Kaubiarkan bertumbuh; sartikel  -

sartikel   bangsa telah Kaucelakakan, tetapi mereka ini Kaubiarkan berkembang. 

4 Sebab bukan dengan pedang mereka menduduki negeri, bukan lengan 

mereka yang memberikan mereka kemenangan, melainkan tangan kanan-Mu 

dan lengan-Mu dan cahaya wajah-Mu, sebab Engkau berkenan kepada mere-

ka. 5 Engkaulah Rajaku dan Allahku yang memerintahkan kemenangan bagi 

Yakub. 6 Dengan Engkaulah kami menanduk para lawan kami, dengan 

nama-Mulah kami menginjak-injak orang-orang yang bangkit menyerang 

kami. 7 Sebab bukan kepada panahku aku percaya, dan pedangku pun tidak 

memberi aku kemenangan, 8 tetapi Engkaulah yang memberi kami keme-

nangan terhadap para lawan kami, dan orang-orang yang membenci kami 

Kauberi malu. 9 sebab   Allah kami nyanyikan puji-pujian sepanjang hari, 

dan bagi nama-Mu kami mengucapkan syartikel  r selama-lamanya. S e l a. 

Sebagian orang mengamati bahwa kebanyakan mazmur yang diberi 

judul Maschil – mazmur pengajaran, yaitu   mazmur-mazmur kese-

dihan. Sebab penderitaan memberikan pengajaran, dan roh yang ber-

duka membuka telinga untuk mendengarkan pengajaran. Berbaha-

gialah orang yang Kauhajar dan yang Kauajar.   

Kitab Mazmur 44:1-9 

 623 

Dalam ayat-ayat ini, jemaat Allah, meskipun tengah diinjak-injak, 

dipanggil untuk mengenang masa-masa kejayaannya, kejayaannya di 

dalam Allah dan atas musuh-musuhnya. Masalah kejayaan masa lalu 

ini disebutkan dengan panjang lebar di sini,  

1. Sebagai hal yang memperparah kesusahan pada saat ini. Kuk per-

budakan tidak bisa tidak pasti terasa berat membebani pundak 

orang-orang yang dulu memakai mahkota kemenangan. Begitu 

pula, tanda-tanda ketidakberkenanan Allah pasti terasa paling 

memilukan bagi orang-orang yang sudah lama terbiasa dengan 

tanda-tanda kebaikan-Nya. 

2. Sebagai dorongan untuk berharap agar Allah akan membawa me-

reka kembali dari pembuangan dan berbalik kepada mereka da-

lam belas kasihan-Nya. Sesuai dengan semuanya ini, sang pemaz-

mur memadukan doa-doa dan harapan-harapan yang menghibur 

dengan catatannya tentang segala belas kasihan Allah yang dulu 

pernah mereka semua rasakan.  

Perhatikanlah:     

I.  Kenangan mereka akan perkara-perkara besar yang dulu diper-

buat Allah bagi mereka. 

1.  Secara umum (ay. 2): Nenek moyang kami telah menceritakan 

kepada kami perbuatan yang telah Kaulakukan pada zaman 

mereka.  

Cermatilah,  

(1) Banyak pekerjaan pemeliharaan ilahi dikatakan di sini se-

bagai satu perbuatan – “Mereka telah menceritakan kepada 

kami perbuatan yang telah Kaulakukan.” Sebab ada kesera-

sian dan keseragaman yang mengagumkan dalam segala 

sesuatu yang diperbuat Allah, dan banyak roda menghasil-

kan hanya satu roda (Yeh. 10:13, KJV), banyak perbuatan 

menghasilkan hanya satu perbuatan.  

(2) yaitu   utang yang harus dibayar oleh setiap angkatan ke-

pada kaum keturunannya untuk menyimpan catatan ten-

tang karya-karya Allah yang ajaib, dan untuk meneruskan 

pengetahuan akan semua karya-Nya itu kepada angkatan 

selanjutnya. Orang-orang yang telah mendahului kita men-

ceritakan kepada kita apa yang diperbuat Allah pada za-


 624

man mereka, dan kita pun harus menceritakan kepada 

orang-orang yang akan datang setelah kita apa yang telah 

diperbuat-Nya pada zaman kita, dan semoga mereka juga 

berlaku adil untuk melakukan  hal serupa kepada angkat-

an penerus mereka. Demikianlah angkatan demi angkatan 

akan memegahkan pekerjaan-pekerjaan-Nya (145:4), se-

orang bapa memberitahukan kesetiaan-Nya kepada anak-

anaknya (Yes. 38:19).  

(3) Kita tidak hanya harus menyebutkan perbuatan yang su-

dah dilakukan Allah pada zaman kita sendiri, tetapi juga 

kita dan anak-anak kita harus mengenali dengan akrab 

apa yang telah diperbuat-Nya pada zaman dulu, jauh 

sebelum zaman kita sendiri. Dan tentang semua pekerjaan-

Nya itu, dalam Kitab Suci kita mempunyai pernyataan 

sejarah yang pasti, sepasti firman nubuatan.  

(4) Anak-anak harus memperhatikan baik-baik apa yang dice-

ritakan orangtua mereka kepada mereka mengenai per-

buatan-perbuatan Allah yang ajaib, dan harus tetap me-

ngenangnya sebagai suatu hal yang kelak akan sangat 

bermanfaat bagi mereka.  

(5) Pengalaman-pengalaman yang terdahulu tentang kuasa 

dan kebaikan Allah sangat menguatkan iman dan seruan-

seruan kita saat kita berdoa di tengah-tengah malapetaka 

yang sedang terjadi. Lihatlah bagaimana Gideon bersikeras 

menuntutnya, Di manakah segala perbuatan-perbuatan-Nya 

yang ajaib yang diceritakan oleh nenek moyang kami ke-

pada kami (Hak. 6:13).  

2.  Secara khusus, nenek moyang mereka telah menceritakan ke-

pada mereka,  

(1) Betapa dengan menakjubkannya Allah menanam Israel di 

tanah Kanaan pada mulanya (ay. 3-4). Ia menghalau pen-

duduk asli untuk menyediakan tempat bagi Israel. Ia me-

nyusahkan para penduduk itu dan mengusir mereka. Pe-

dang Israel membuat mereka seperti debu dan panah Israel 

membuat mereka seperti jerami yang tertiup. Banyaknya 

kemenangan telak yang diraih Israel atas orang-orang 

Kanaan di bawah pimpinan Yosua tidak bisa disebutkan 

Kitab Mazmur 44:1-9 

 625 

sebagai usaha mereka sendiri, dan mereka juga tidak boleh 

bermegah diri dengan kemenangan-kemenangan itu.  

[1] Semua kemenangan itu diraih bukan sebab   jasa mere-

ka sendiri, melainkan sebab   kebaikan Allah dan anu-

gerah-Nya yang cuma-cuma: itu terjadi melalui cahaya 

wajah-Mu, sebab Engkau berkenan kepada mereka. Bu-

kan sebab   jasa-jasamu atau sebab   kebenaran hatimu 

Allah menghalau mereka dari hadapanmu (Ul. 9:5-6), 

melainkan sebab   Allah ingin memegang sumpah yang 

telah diikrarkan-Nya kepada nenek moyang mereka (Ul. 

7:8). Semakin sedikit pujian, semakin banyak penghi-

buran yang kita dapatkan, sebab   kita bisa melihat se-

gala keberhasilan dan kemajuan datang kepada kita 

dari kebaikan Allah dan cahaya wajah-Nya.  

[2] Semua kemenangan itu terjadi bukan sebab   keperka-

saan mereka sendiri, melainkan sebab   kuasa Allah 

yang dikerahkan bagi mereka. Tanpa kuasa-Nya ini se-

gala usaha dan perjuangan mereka tidak akan mem-

buahkan hasil apa-apa. Bukan dengan pedang mereka 

sendiri mereka berhasil memiliki negeri itu, meskipun 

mereka memiliki orang-orang perkasa yang luar biasa 

banyaknya. Juga bukan lengan mereka sendiri yang 

menyelamatkan mereka sehingga mereka tidak dipartikel  l 

mundur dan dipermalukan oleh orang-orang Kanaan. 

Tetapi itu semua terjadi sebab   tangan kanan Allah dan 

lengan-Nya. Ia berperang bagi Israel, sebab kalau tidak, 

mereka akan berperang dengan sia-sia. Melalui Dialah 

mereka berperang dengan gagah perkasa dan berjaya. 

Allah-lah yang menanam Israel di negeri yang baik itu, 

seperti petani yang menanam pohon dengan hati-hati, 

yang darinya ia berharap akan mendapatkan buah 

(80:9). Ini dapat diterapkan pada penanaman gereja 

Kristen di dunia, melalui pemberitaan Injil. Agama kafir 

secara menakjubkan dihalau, seperti orang-orang Ka-

naan, tidak sekaligus, tetapi sedikit demi sedikit, bukan 

dengan kebijakan atau kuasa manusiawi (sebab Allah 

memilih untuk melakukannya melalui apa yang lemah 

dan bodoh di mata dunia), melainkan dengan hikmat 

dan kuasa Allah. Kristus dengan Roh-Nya maju sebagai 


 626

pemenang untuk merebut kemenangan. Dan kenangan 

akan hal itu sungguh sangat menopang dan menghibur 

orang-orang yang merintih di bawah kuk penguasa la-

lim yang anti-Kristen. Begitulah, menurut penafsiran 

sebagian orang (terutama cendekiawan Amyraldus) ke-

luhan-keluhan pada bagian akhir dari mazmur ini sa-

ngat cocok menggambarkan keadaan gereja di bawah 

kekuasaan Babel Perjanjian Baru. Dia yang dengan 

kuasa dan kebaikan-Nya menanam gereja bagi diri-Nya 

sendiri di dunia pasti akan mendartikel  ngnya dengan kua-

sa dan kebaikan yang sama. Dan, alam maut tidak akan 

menguasainya.    

(2)  Betapa seringnya Ia memberi mereka keberhasilan mela-

wan musuh-musuh yang berusaha mengganggu mereka 

dalam memiliki negeri yang baik itu (ay. 8): Engkau, ber-

kali-kali, telah memberi kami kemenangan terhadap para 

lawan kami, dan telah menghalau, dan dengan demikian 

mempermalukan, orang-orang yang membenci kami. Lihat 

saja keberhasilan hakim-hakim [para pemimpin – pen.] 

Israel dalam melawan bangsa-bangsa yang menindas 

Israel. Sudah berkali-kali para penganiaya gereja Kristen 

dan orang-orang yang membencinya, dipermalukan oleh 

kuasa kebenaran (Kis. 6:10). 

II.  Manfaat baik yang mereka ambil dari catatan ini, dan yang dulu 

sudah mereka ambil, dengan menimbang perkara-perkara besar 

yang telah diperbuat Allah bagi nenek moyang mereka pada dahu-

lu kala.  

1. Mereka telah menerima Allah sebagai Tuhan mereka yang ber-

daulat, bersumpah setia kepada-Nya, dan menyerahkan diri 

mereka ke dalam perlindungan-Nya (ay. 5): Engkaulah Rajaku 

dan Allahku. Daud berbicara atas nama jemaat, seperti dalam 

pasal 74:12, Engkau yaitu   Rajaku dari zaman purbakala. 

Allah, sebagai Raja, telah menetapkan hartikel  m-hartikel  m bagi 

jemaat-Nya, menyediakan kedamaian dan tatanan yang baik 

baginya, serta juga memberi keadilan untuknya. Ia membela 

perkaranya, berperang baginya, dan melindunginya. Jemaat 

yaitu   kerajaan-Nya di dunia, dan harus tunduk kepada-Nya, 

Kitab Mazmur 44:1-9 

 627 

serta memberi-Nya penghormatan. Atau di sini sang pemaz-

mur berbicara bagi dirinya sendiri: “Tuhan, Engkaulah Rajaku. 

Kepada siapakah aku akan menghadap dengan permohonan-

permohonanku, selain kepada-Mu? Kebaikan yang kupinta 

bukanlah untuk diriku sendiri, melainkan untuk jemaat-Mu.” 

Perhatikanlah, yaitu   kewajiban setiap orang untuk meman-

faatkan kepentingan pribadinya di hadapan takhta anugerah 

bagi kesejahteraan dan kemakmuran seluruh umat Allah, se-

perti Musa, “Jika aku kiranya mendapat kasih karunia di ha-

dapan-Mu, bimbinglah umat-Mu” (Kel. 33:13).   

2.  Mereka selalu datang kepada-Nya dengan doa untuk meminta 

kemenangan saat   mereka sedang dilanda kesusahan: perin-

tahkanlah kemenangan bagi Yakub (KJV: kemenangan-keme-

nangan – pen.).  

Perhatikanlah:  

(1) Meluasnya keinginan mereka. Mereka berdoa meminta ke-

menangan-kemenangan, bukan hanya satu, melainkan ba-

nyak kemenangan, sebanyak yang mereka butuhkan, seba-

nyak-banyaknya yang bisa ada, serangkaian kemenangan, 

sebuah kemenangan dari setiap bahaya.  

(2) Kekuatan iman mereka akan kuasa Allah. Mereka tidak 

berkata, kerjakanlah kemenangan-kemenangan, tetapi pe-

rintahkanlah kemenangan-kemenangan, yang menunjukkan 

bahwa Dia melakukannya dengan mudah dan langsung – 

Berkatalah saja, maka itu jadi (seperti itulah iman si 

perwira dalam Matius 8:8, Katakan saja sepatah kata, 

maka hambaku itu akan sembuh). Itu juga menunjukkan 

bahwa Dia melakukannya dengan berhasil: “Perintahkan-

lah itu, seperti orang yang mempunyai wewenang, yang 

perintahnya akan ditaati.” sebab   titah raja berkuasa, 

apalagi titah Raja segala raja.  

3.  Mereka telah percaya dan menang di dalam Dia. Sama seperti 

mereka mengakui bahwa bukan pedang dan panah mereka 

sendiri yang telah menyelamatkan mereka (ay. 4), demikian 

pula mereka tidak percaya pada pedang atau panah mereka 

sendiri untuk menyelamatkan mereka di masa mendatang (ay. 

7): “Bukan kepada panahku aku percaya, juga bukan kepada 

segala perlengkapan tempurku, seolah-olah semua itu akan 


 628

menopangku berdiri teguh tanpa Allah. Tidak, dengan Engkau-

lah kami menanduk para lawan kami (ay. 6). Kami akan ber-

usaha dengan kekuatan-Mu, hanya mengandalkannya, dan 

bukan dengan mengandalkan jumlah atau kegagahan bala 

tentara kami. Dan, sebab   Engkau berada di pihak kami, kami 

tidak akan ragu bahwa usaha kami itu akan berhasil. Dengan 

nama-Mulah (dengan hikmat-Mu yang membimbing kami, 

kuasa-Mu yang menguatkan dan bekerja untuk kami, serta 

dengan janji-Mu yang menjamin keberhasilan kami), kami 

pasti akan menginjak-injak orang-orang yang bangkit menye-

rang kami.”  

4.  Mereka telah menjadikan-Nya sukacita dan pujian mereka (ay. 

9): “sebab   Allah kami nyanyikan puji-pujian (KJV: Di dalam 

Allah kami telah bermegah – pen.). Di dalam Dia kami berme-

gah dan akan bermegah setiap hari, dan sepanjang hari.” Keti-

ka musuh-musuh mereka bermegah dalam kekuatan dan ke-

berhasilan mereka, seperti Sanherib dan si juru minuman 

agung yang menakut-nakuti Hizkia itu, mereka tidak mau me-

nanggapinya dengan bermegah diri selain hanya bermegah 

saja atas hubungan mereka dengan Allah dan bagian mereka 

di dalam Dia. Dan, jika Dia berpihak pada mereka, maka me-

reka sanggup menghadapi seluruh dunia. Siapa yang mau 

bermegah, baiklah ia bermegah di dalam Tuhan, dan janganlah 

ia bermegah di dalam apa pun yang lain sampai selama-lama-

nya. Biarlah orang-orang yang percaya kepada Allah bermegah 

di dalam Dia, sebab mereka tahu siapa yang telah mereka 

percaya. Biarlah mereka bermegah di dalam Dia sepanjang 

hari, sebab itu merupakan pokok pujian yang tidak akan per-

nah habis. Namun, biarlah mereka bersamaan dengan itu 

mengucapkan syartikel  r dan memuji nama-Nya selama-lamanya. 

Jika mereka mendapat penghiburan dari nama-Nya, maka 

biarlah mereka memberikan kepada-Nya kemuliaan sebab   

nama-Nya. 

Keadaan Israel yang Menderita 

(44:10-17) 

10 Namun Engkau telah membuang kami dan membiarkan kami kena umpat, 

Engkau tidak maju bersama-sama dengan bala tentara kami. 11 Engkau 

Kitab Mazmur 44:10-17 

 629 

membuat kami mundur dari pada lawan kami, dan orang-orang yang mem-

benci kami mengadakan perampokan. 12 Engkau menyerahkan kami sebagai 

domba sembelihan dan menyerakkan kami di antara bangsa-bangsa. 13 Eng-

kau menjual umat-Mu dengan cuma-cuma dan tidak mengambil keuntungan 

apa-apa dari penjualan itu. 14 Engkau membuat kami menjadi cela bagi te-

tangga-tetangga kami, menjadi olok-olok dan cemooh bagi orang-orang seke-

liling kami. 15 Engkau membuat kami menjadi sindiran di antara bangsa-

bangsa, menyebabkan sartikel  -sartikel   bangsa menggeleng-geleng kepala. 16 Se-

panjang hari aku dihadapkan dengan nodaku, dan malu menyelimuti muka-

ku, 17 sebab   kata-kata orang yang mencela dan menista, di hadapan musuh 

dan pendendam.  

Umat Allah di sini berkeluh kesah kepada-Nya tentang keadaan yang 

hina dan menyengsarakan yang sedang mereka alami di bawah ke-

kuasaan para musuh dan penindas mereka yang berjaya. Lebih me-

nyakitkan lagi, mereka sekarang diinjak-injak, padahal dahulu, da-

lam peperangan melawan bangsa-bangsa di sekitar mereka, mereka 

selalu menang dan berjaya. Bangsa-bangsa itu sekarang menindas 

mereka, padahal sebelumnya mereka sudah berkali-kali menang atas 

bangsa-bangsa itu dan mendapatkan upeti dari mereka. Melebihi se-

muanya itu, mereka selalu bermegah-megah di dalam Allah mereka 

dengan keyakinan yang besar bahwa Dia akan tetap melindungi dan 

membuat mereka berhasil, dan ini membuat kesusahan dan peng-

hinaan atas mereka itu lebih memalukan lagi. Marilah kita lihat apa 

yang dikeluhkan di sini.  

I.   Bahwa mereka menginginkan tanda-tanda kebaikan Allah seperti 

biasanya bagi mereka dan hadirat-Nya bersama mereka (ay. 10): 

“Engkau telah membuang kami, Engkau tampak telah membuang 

kami dan tidak peduli dengan perkara kami. Engkau tidak mem-

perhatikan dan peduli lagi dengan kami, dan dengan demikian 

telah mempermalukan kami, sebab kami bermegah di dalam ke-

baikan-Mu yang terus-menerus dan tiada berkesudahan. Bala 

tentara kami maju berperang seperti biasa, namun mereka dipu-

kul mundur dan melarikan diri. Kami tidak berhasil, malah seba-

liknya, kami kehilangan apa yang telah kami peroleh, sebab Eng-

kau tidak maju bersama-sama dengan bala tentara kami, sebab  , 

seandainya Engkau maju, ke mana pun mereka melangkah me-

reka pasti akan menang. Namun, yang terjadi justru sebaliknya.” 

Perhatikanlah, umat Allah, saat   tertekan, tergoda untuk me-

nyangka bahwa mereka telah dibuang dan ditinggalkan oleh 

Allah. Namun, ini suatu kekeliruan. Adakah Allah mungkin telah 

menolak umat-Nya? Sekali-kali tidak! (Rm. 11:1). 


 630

II.  Bahwa mereka dibuat tampak paling buruk di hadapan musuh-

musuh mereka di medan pertempuran (ay. 11): Engkau membuat 

kami mundur dari pada lawan kami, seperti Yosua yang mengeluh 

saat   orang-orangnya lari membelakangi orang-orang Ai (Yos. 

7:8): “Kami menjadi kecut hati, dan telah kehilangan keberanian 

yang dimiliki orang-orang Israel pada zaman dulu. Kami melari-

kan diri, kami jatuh, di hadapan orang-orang yang dulu melarikan 

diri dari kami dan jatuh di hadapan kami. Dan kemudian orang-

orang yang membenci kami telah menjarah kemah dan negeri 

kami. Mereka merampas barang-barang kami demi kepuasan me-

reka sendiri, dan mengambil semua barang yang dapat mereka ja-

rah sebagai milik mereka sendiri. Usaha-usaha untuk melepaskan 

diri dari kuk Babel telah gagal, dan kami justru dikalahkan oleh 

mereka.”    

III. Bahwa mereka pasti akan kalah oleh pedang dan akan ditawan 

(ay. 12): “Engkau menyerahkan kami sebagai domba sembelihan. 

Mereka tidak segan-segan lagi membunuh orang-orang Israel se-

perti mereka menyembelih domba. Bahkan, seperti tukang jagal, 

mereka memperdagangkannya, mereka mendapat kesenangan da-

lam melakukannya seperti orang lapar memakan lahap daging 

hidangannya. Dan kami digiring dengan begitu mudah, dengan 

begitu sedikit perlawanan seperti domba yang akan disembelih. 

Banyak orang dibunuh, dan yang lainnya diserakkan di antara 

bangsa-bangsa kafir, dan terus-menerus dihina oleh kebencian 

mereka atau terancam akan terpengaruh oleh kejahatan-kejahat-

an mereka.” Mereka memandang diri mereka sendiri sebagai 

orang-orang yang diperjualbelikan, dan mereka mempersalahkan 

Allah sebab  nya, Engkau menjual umat-Mu. Namun, padahal se-

harusnya mereka mempersalahkannya pada dosa mereka sendiri. 

Oleh sebab   kesalahanmu sendiri kamu terjual (Yes. 50:1). Namun 

bagaimanapun juga, sejauh ini mereka bertindak benar, bahwa 

mereka melihat melampaui siapa yang dijadikan alat dalam per-

masalahan mereka dan tetap mengarahkan pandangan mereka 

kepada Allah, sebagai Allah yang tahu dengan baik bahwa mu-

suh-musuh mereka yang paling ganas tidak berkuasa atas diri 

mereka kecuali kuasa itu diberikan kepada mereka dari atas. Me-

reka mengaku bahwa Allah-lah yang menyerahkan mereka kepada 

orang lalim, seperti barang jualan diserahkan kepada pembeli. 

Kitab Mazmur 44:10-17 

 631 

Engkau menjual umat-Mu dengan cuma-cuma dan tidak menawar-

kan mereka dengan harga yang mahal (demikianlah ayat ini bisa 

dibaca). “Engkau tidak menjual mereka dengan cara melelang, ke-

pada orang-orang yang menawar mereka dengan harga paling 

tinggi, tetapi dengan tergesa-gesa, kepada orang-orang yang me-

nawar mereka pertama kali. Siapa saja yang menginginkan mere-

ka pasti akan mendapatkan mereka.” Atau, sebagaimana kita 

membacanya, Engkau tidak mengambil keuntungan apa-apa dari 

penjualan itu, yang menyiratkan bahwa mereka bisa saja mene-

rima penderitaan itu dengan senang hati seandainya mereka ya-

kin bahwa hal itu akan membawa kemuliaan bagi Allah, dan 

bahwa kepentingan-Nya dengan satu dan lain cara dapat dipenuhi 

melalui penderitaan-penderitaan mereka. Namun, justru sebalik-

nya: celaan bagi Israel menjadi penghinaan terhadap Allah, se-

hingga Dia begitu jauh dari memperoleh kemuliaan bagi diri-Nya 

sendiri dengan menjual mereka, melainkan justru menderita ba-

nyak kerugian sebab  nya (Yes. 52:5; Yeh. 36:20).     

IV. Bahwa mereka dibebani dengan penghinaan, dan segala macam 

celaan yang dapat ditimpakan kepada mereka. Dalam hal ini juga 

mereka mengakui Allah: “Engkau membuat kami menjadi cela. 

Engkau menimpakan segala malapetaka kepada kami yang men-

datangkan cela itu, dan Engkau mengizinkan lidah mereka yang 

berbisa menyengat kami.”  

Mereka mengeluh,  

1.  Bahwa mereka diejek dan diolok-olok, dan dipandang sebagai 

umat yang paling menjijikkan di bawah matahari. Permasalah-

an mereka menjadi cela bagi mereka, dan sebab   permasalah-

an-permasalahan itu mereka dicemooh.  

2.  Bahwa tetangga-tetangga mereka, orang-orang di sekeliling 

mereka, yang tidak bisa mereka abaikan begitu saja, paling 

kejam menghina mereka (ay. 14).  

3.  Bahwa orang kafir, orang-orang yang asing bagi negara perse-

makmuran Israel dan yang asing bagi ikatan kovenan dengan 

Allah, membuat mereka menjadi sindiran, dan menggeleng-

gelengkan kepala pada mereka, seperti orang yang bersorak-

sorak atas kejatuhan mereka (ay. 15).  


 632

4.  Bahwa celaan itu menghujani mereka terus-menerus dan tan-

pa henti (ay. 16): Sepanjang hari aku dihadapkan dengan noda-

ku. Jemaat pada umumnya, dan sang pemazmur pada khu-

susnya, terus-menerus diejek dan dibuat kesal oleh penghina-

an-penghinaan musuh mereka. Kepada orang-orang yang ter-

pelosot, setiap musuh mereka berseru, “Ganyang mereka.”  

5. Bahwa celaan itu sangat memilukan, dan membuatnya kewa-

lahan: malu menyelimuti mukaku. Mukanya menjadi merah 

padam sebab   dosa, atau lebih tepatnya sebab   penghinaan 

yang diberikan kepada Allah, dan dengan demikian rasa malu-

nya itu bersifat kudus.  

6.  Bahwa celaan itu membawa penghinaan bagi Allah sendiri. 

Celaan yang ditimpakan para musuh dan mereka yang mem-

balas dendam kepada mereka merupakan hujat yang terang-

terangan melawan Allah (ay. 17, dan 2Raj. 19:3). Oleh sebab 

itu, ada alasan yang kuat untuk percaya bahwa Allah akan 

bangkit membela umat-Nya itu. Sama seperti tidak ada masa-

lah yang lebih memilukan bagi pikiran yang murah hati dan 

tulus selain daripada celaan dan fitnah, demikian pula tidak 

ada hal yang lebih memilukan bagi jiwa yang kudus dan pe-

nuh rahmat selain daripada hujatan dan penghinaan yang 

diberikan kepada Allah.  

Seruan Israel kepada Allah 

(44:18-27) 

18 Semuanya ini telah menimpa kami, tetapi kami tidak melupakan Engkau, 

dan tidak mengkhianati perjanjian-Mu. 19 Hati kami tidak membangkang dan 

langkah kami tidak menyimpang dari jalan-Mu, 20 walaupun Engkau telah 

meremukkan kami di tempat serigala, dan menyelimuti kami dengan 

kekelaman. 21 Seandainya kami melupakan nama Allah kami, dan menadah-

kan tangan kami kepada allah lain, 22 masakan Allah tidak akan menyelidiki-

nya? sebab   Ia mengetahui rahasia hati! 23 Oleh sebab   Engkau kami ada 

dalam bahaya maut sepanjang hari, kami dianggap sebagai domba-domba 

sembelihan. 24 Terjagalah! Mengapa Engkau tidur, ya Tuhan? Bangunlah! 

Janganlah membuang kami terus-menerus! 25 Mengapa Engkau menyem-

bunyikan wajah-Mu dan melupakan penindasan dan impitan terhadap kami? 

26 Sebab jiwa kami tertanam dalam debu, tubuh kami terhampar di tanah. 27 

Bersiaplah menolong kami, bebaskanlah kami sebab   kasih setia-Mu. 

Umat Allah, sebab   sangat menderita dan tertindas, di sini datang 

kepada-Nya. sebab  , kepada siapa lagi mereka harus mengadu? 

Kitab Mazmur 44:18-27 

 633 

I.   Mereka berseru, menyatakan kesetiaan hati mereka, yang hanya 

bisa dihakimi tanpa keliru oleh Dia, dan yang pasti akan diganjar 

oleh-Nya. Ada dua hal yang mereka minta agar Allah menyaksi-

kannya: 

1. Bahwa, meskipun mereka menderita masalah-masalah yang 

berat ini, mereka tetap dekat dengan Allah dan terus melaku-

kan kewajiban mereka (ay. 18): “Semuanya ini telah menimpa 

kami, dan ini mungkin yang paling buruk dari segala yang 

buruk, tetapi kami tidak melupakan Engkau. Tidak juga kami 

membuang pemikiran-pemikiran akan Engkau atau mening-

galkan ibadah kami kepada-Mu. Sebab, meskipun kami tidak 

dapat menyangkal bahwa kami telah berlaku bodoh, kami 

tidak mengkhianati perjanjian-Mu, sehingga sampai mem-

buang-Mu dan datang kepada allah-allah lain. Meskipun yang 

menaklukkan kami yaitu   para penyembah berhala, kami 

tidak terpengaruh untuk mengikuti ilah-ilah dan segala ber-

hala mereka. Meskipun Engkau tampak telah meninggalkan 

kami dan menarik diri dari kami, kami tidak meninggalkan-Mu 

sebab   itu.” Masalah yang sudah lama menimpa mereka sa-

ngatlah berat: “Kami telah diremukkan di tempat serigala, di 

antara orang-orang yang bengis, geram, dan kejam seperti 

serigala. Kami telah diselimuti dengan kekelaman, yakni, kami 

telah melewati masa-masa kesedihan yang mendalam dan 

mengalami kekhawatiran akan terancam maut. Kami telah di-

selimuti oleh kegelapan, dan dikubur hidup-hidup. Demikian-

lah Engkau telah meremukkan kami seperti itu, Engkau telah 

menyelimuti kami seperti itu (ay. 20), namun kami tidak me-

nyimpan pemikiran-pemikiran yang jahat tentang Engkau, 

atau berpikir-pikir untuk mundur dan tidak lagi melayani-Mu. 

Meskipun Engkau membunuh kami, kami tetap percaya pada-

Mu: Hati kami tidak membangkang, kami tidak menarik de-

ngan diam-diam perasaan sayang kami kepada-Mu, dan lang-

kah-langkah kami pun, entah dalam ibadah entah dalam per-

kataan, tidak menyimpang dari jalan-Mu (ay. 19), jalan yang 

telah Kautentukan bagi kami untuk kami tapaki.” Apabila hati 

membangkang, maka langkah-langkah juga akan segera me-

nyimpang, sebab hati jahat sebab   ketidakpercayaan condong 

untuk meninggalkan Allah. Perhatikanlah, lebih baik kita 

menanggung masalah-masalah kita, betapapun menekannya, 


 634

jika di dalamnya kita tetap berpegang erat-erat pada kesetiaan 

hati kita. Selagi permasalahan kita tidak menjauhkan kita dari 

kewajiban kita terhadap Allah, kita tidak boleh membiar-

kannya menjauhkan kita dari penghiburan yang kira rasakan 

di dalam Dia. Sebab, Dia tidak akan meninggalkan kita jika 

kita tidak meninggalkan Dia. Sebagai bukti akan kesetiaan 

hati mereka, mereka memohon kemahatahuan Allah untuk 

bersaksi, dan ini sungguh menghibur mereka yang lurus hati-

nya. Padahal cara yang sama mendatangkan kengerian bagi 

orang-orang munafik (ay. 21-22): “Seandainya kami melupa-

kan nama Allah kami, dengan berdalih bahwa Dia telah melu-

pakan kami, atau jika di dalam kesusahan kami, kami mena-

dahkan tangan kami kepada allah lain, sebagai allah yang 

lebih mungkin akan menolong kami, masakan Allah tidak akan 

menyelidikinya? Masakan Dia tidak mengetahuinya sepenuh-

penuhnya dan terinci lebih daripada yang dapat kami ketahui 

melalui penyelidikan yang paling hati-hati dan tekun sekali-

pun? Masakan Dia tidak akan menghakiminya, dan menuntut 

pertanggungjawaban dari kami sebab  nya?” Melupakan Allah 

yaitu   dosa hati, dan menadahkan tangan kita kepada allah 

lain sering kali merupakan dosa rahasia (Yeh. 8:12). Namun 

dosa hati dan dosa rahasia diketahui oleh Allah, dan harus 

dipertanggungjawabkan. Ia mengetahui rahasia hati, dan oleh 

sebab itu Dia yaitu   Sang Hakim yang mengadili tanpa keliru 

segala perkataan dan perbuatan.   

2. Bahwa mereka menderita masalah-masalah yang berat ini ka-

rena mereka tetap dekat kepada Allah dan terus melakukan 

kewajiban mereka (ay. 23): “Oleh sebab   Engkau kami ada da-

lam bahaya maut sepanjang hari, sebab   kami tetap berhu-

bungan dengan-Mu, disebut dengan nama-Mu, menyerukan 

nama-Mu, dan tidak mau menyembah allah-allah lain.” Dalam 

hal ini, Roh nubuatan merujuk pada orang-orang yang 

menderita bahkan sampai mati sebab   kesaksian mereka akan 

Kristus. Kepada merekalah ayat ini diterapkan (Rm. 8:36). 

Begitu banyak orang dibunuh dan disiksa sedemikian rupa 

sebelum mati, sehingga mereka terancam bahaya maut sepan-

jang hari. Hal ini terjadi di mana-mana, sehingga saat   sese-

orang menjadi Kristen, ia menganggap dirinya sebagai domba 

sembelihan.   

Kitab Mazmur 44:18-27 

 635 

II. Mereka memohon, menyampaikan kesusahan mereka saat ini, 

agar Allah, pada waktu-Nya sendiri, mau membebaskan mereka.  

1.  Permintaan mereka sangat mendesak: Terjagalah! Bangunlah! 

(ay. 24). Bersiaplah menolong kami, bebaskanlah kami (ay. 27). 

Datanglah cepat, dengan penuh kuasa untuk memberikan 

kelegaan kepada kami. Bangkitkanlah keperkasaan-Mu dan da-

tanglah untuk menyelamatkan kami (80:3). Sebelumnya mere-

ka mengeluh (ay. 13) bahwa Allah telah menjual mereka, na-

mun sekarang mereka berdoa (ay. 27) agar Allah mau mem-

bebaskan mereka. Begitulah, kita tidak bisa berseru kepada 

yang lain kecuali kepada-Nya saja. Jika Ia menjual kami, maka 

bukan yang lain yang akan menebus kami. Tangan yang sama 

yang menerkam harus menyembuhkan, dan tangan yang me-

martikel  l yang harus membalut (Hos. 6:1). Mereka telah menge-

luh (ay. 10), Engkau telah membuang kami, namun sekarang 

mereka berdoa (ay. 24), “Janganlah membuang kami terus-me-

nerus! Janganlah kami ditinggalkan oleh Allah.”  

2.  Ungkapan keberatan mereka sangat menyentuh hati: Mengapa 

Engkau tidur? (ay. 24). Tidak terlelap dan tidak tertidur Pen-

jaga Israel. Namun, apabila Ia tidak segera bangkit untuk 

membebaskan umat-Nya, mereka tergoda untuk berpikir bah-

wa Ia tertidur. Ungkapan ini bersifat kiasan (seperti dalam 

pasal 78:65, Lalu terjagalah Tuhan, seperti orang yang tertidur). 

Tetapi ungkapan ini dapat diterapkan kepada Kristus secara 

harfiah (Mat. 8:24). Di situ Dia sedang tertidur saat   murid-

murid-Nya diterjang badai, dan kemudian mereka memba-

ngunkan-Nya, dengan berkata, “Tuhan, tolonglah, kita binasa.” 

“Mengapa Engkau menyembunyikan wajah-Mu, supaya kami 

tidak dapat memandang-Mu dan cahaya wajah-Mu?” Atau, 

“Supaya Engkau tidak dapat melihat kami dan kesusahan 

kami? Engkau melupakan penderitaan kami dan keadaan kami 

yang tertindas, sebab semuanya masih tetap berlanjut, dan 

kami tidak melihat terbukanya jalan bagi pembebasan kami.”   

3.  Permohonan-permohonan itu sangat sesuai, bukan sebab   

jasa dan kebenaran mereka sendiri, meskipun mereka mempu-

nyai kesaksian hati nurani bagi kesetiaan hati mereka, melain-

kan sebab   di sini mereka menyerukan permohonan-permo-

honan orang-orang berdosa yang malang. 


 636

(1)  Kesengsaraan mereka sendiri, yang membuat mereka patut 

mendapatkan belas kasihan ilahi (ay. 26): Jiwa kami terta-

nam dalam debu, di bawah kesedihan dan ketakutan yang 

melanda. Kami telah menjadi seperti binatang-binatang 

merayap, binatang yang paling menjijikkan: Tubuh kami 

terhampar di tanah. Kami tidak bisa mengangkat diri kami 

sendiri, atau membangkitkan roh kami yang terkulai, atau 

memulihkan diri dari keadaan kami yang hina dan menye-

dihkan. Kami terancam diinjak-injak oleh musuh kami 

yang menghina.”  

(2) Kasih setia Allah: “Bebaskanlah kami sebab   kasih setia-

Mu. Kami bergantung pada kebaikan sifat-Mu, yang meru-

pakan kemuliaan nama-Mu (Kel. 34:6), dan bergantung 

pada segala kasih setia yang pasti yang diberikan kepada 

Daud itu, yang melalui kovenan disampaikan kepada se-

mua keturunannya secara rohani.” 

 

 

 

PASAL 45  

azmur ini merupakan nubuatan yang sudah terkenal tentang 

Mesias Sang Raja: mazmur ini penuh dengan kabar Injil, dan 

hanya menunjuk kepada Dia, sebagai Mempelai laki-laki yang memi-

nang jemaat bagi diri-Nya sendiri, serta sebagai Raja yang memerin-

tah di dalamnya dan memerintah untuknya. Ada kemungkinan bah-

wa Juruselamat kita merujuk pada mazmur ini saat   Dia memban-

dingkan Kerajaan Sorga, lebih dari satu kali, dengan sebuah upacara 

perkawinan, yaitu upacara perkawinan raja (Mat. 22:2; 25:1). Kita 

tidak mempunyai alasan untuk berpikir bahwa mazmur ini mempu-

nyai suatu rujukan apa pun pada pernikahan Salomo dengan putri 

Firaun. Seandainya pun saya berpikir bahwa mazmur ini mempunyai 

rujukan yang lain selain pada perkawinan mistis antara Kristus dan 

jemaat-Nya, maka saya akan menerapkannya pada perkawinan-per-

kawinan Daud, sebab ia seorang prajurit perang, seperti yang digam-

barkan di sini tentang mempelai laki-laki, sedangkan Salomo bukan. 

Namun demikian, saya memandang bahwa yang dimaksudkan dalam 

mazmur ini yaitu   murni dan hanya tentang Yesus Kristus. Tentang 

Dialah sang nabi berbicara di sini, tentang Dia dan bukan tentang 

orang lain. Dan kepada-Nyalah (ay. 7-8) mazmur ini diterapkan da-

lam Perjanjian Baru (Ibr. 1:8), dan tidak bisa dipahami sebagai ber-

bicara tentang orang lain. Kata pengantarnya berbicara tentang ke-

unggulan nyanyian ini (ay. 2). Mazmur itu berbicara,  

I.   Tentang mempelai laki-laki yang yaitu   seorang raja, yaitu 

Kristus.  

1.  Keunggulan pribadi-Nya yang melampaui segalanya (ay. 3).  

2.  Kemuliaan kemenangan-kemenangan-Nya (ay. 4-6).  

3.  Kebenaran pemerintahan-Nya (ay. 7-8).  

4.  Kemegahan istana-Nya (ay. 9-10).  


 638

II.  Tentang mempelai perempuan dari sang raja, yaitu gereja.  

1.  Persetujuan didapat dari mempelai perempuan (ay. 11-12).  

2.  Upacara perkawinan dirayakan dengan khidmat (ay. 13-16).  

3.  Hasil dari perkawinan ini (ay. 17-18).  

Dalam menyanyikan mazmur ini, hati kita harus dipenuhi dengan 

pemikiran-pemikiran yang luhur tentang Kristus, dengan sepenuhnya 

berserah dan puas terhadap pemerintahan-Nya, dan dengan sung-

guh-sungguh berkeinginan untuk memperluas serta melangsungkan 

gereja-Nya di dunia.  

Nyanyian Perkawinan; 

Kemuliaan-kemuliaan Mesias 

(45:1-6) 

1 Untuk pemimpin biduan. Menurut lagu: Bunga bakung. Dari bani Korah. 

Nyanyian pengajaran; nyanyian kasih. 2 Hatiku meluap dengan kata-kata in-

dah, aku hendak menyampaikan sajakku kepada raja; lidahku ialah pena se-

orang jurutulis yang mahir. 3 Engkau yang terelok di antara anak-anak ma-

nusia, kemurahan tercurah pada bibirmu, sebab itu Allah telah memberkati 

engkau untuk selama-lamanya. 4 Ikatlah pedangmu pada pinggang, hai pah-

lawan, dalam keagunganmu dan semarakmu! 5 Dalam semarakmu itu maju-

lah demi kebenaran, perikemanusiaan dan keadilan! Biarlah tangan kanan-

mu mengajarkan engkau perbuatan-perbuatan yang dahsyat! 6 Anak-anak 

panahmu tajam, menembus jantung musuh raja; bangsa-bangsa jatuh di 

bawah kakimu. 

Sebagian orang mengartikan kata Shoshannim pada judul (KJV) seba-

gai sebuah alat musik bersenar enam. Sebagian orang lagi mengarti-

kannya sesuai dengan arti asalnya, yaitu bunga bakung atau bunga 

mawar, yang mungkin biasa ditaburkan, bersama bunga-bunga lain, 

pada upacara-upacara perkawinan. Dan jika demikian, kata ini dapat 

dengan mudah diterapkan pada Kristus yang menyebut diri-Nya 

sebagai bunga mawar dari Saron dan bunga bakung di lembah-lembah 

(Kid. 2:1). Mazmur ini yaitu   nyanyian kasih, mengenai kasih yang 

kudus antara Kristus dan gereja-Nya. Mazmur ini yaitu   nyanyian 

kekasih, anak-anak dara, teman-teman mempelai perempuan (ay. 

15), yang dipersiapkan untuk dinyanyikan oleh mereka. Anak-anak 

dara, atau orang-orang murni, yang mengikuti Anak Domba di Bukit 

Sion dikatakan menyanyikan suatu n