Pemahaman oneness

Tampilkan postingan dengan label Pemahaman oneness. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pemahaman oneness. Tampilkan semua postingan

Rabu, 09 Juli 2025

Pemahaman oneness


 



Doktrin Tritunggal merupakan salah satu doktrin utama Kristen. Namun harus diakui 

bahwa memahami dan menjelaskan doktrin Tritunggal bukanlah perkara yang 

sederhana. Doktrin Tritunggal kerapkali mendapatkan sorotan serta menjadi sasaran 

karena kompleksitasnya.1

 Dalam tubuh Pentakostalisme tantangan terhadap doktrin 

Tritunggal menyeruak melalui Oneness Pentacostal (selanjutnya disingkat OP). Tidak 

jarang jemaat bahkan kalangan rohaniawan Pentakostal yang mendaku penganut 

Trinitarian ternyata keliru memahami doktrin Tritunggal dan tanpa sadar 

mengadopsi pandangan OP yang menyatakan bahwa Tuhan adalah satu pribadi 

yang memainkan tiga peran sebagai Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Dalih yang 

digunakan adalah formulasi OP cukup mudah dipahami daripada doktrin Tritunggal 

yang mengajarkan “Tritunggal terdiri dari tiga Pribadi yang satu tanpa keterpisahan 

eksistensi – secara utuh bersatu untuk membentuk satu Tuhan. Natur ilahi hidup dalam tiga perbedaan – Bapa, Anak, dan Roh Kudus.”2

 Keadaan ini mendorong 

gereja-gereja Pentakostal untuk mengakarkan pemahaman Trinitarian yang benar. 

Artikel ini dituliskan dengan tujuan untuk menguraikan sejarah dan 

perkembangan OP serta memahami pemahaman keesaan Tuhan dalam OP, selain 

menjabarkan doktrin Tritunggal berdasarkan Pengakuan Iman Oikoumenis. Lebih 

lanjut, artikel ini juga bertujuan untuk memberikan respons teologis terhadap ajaran 

OP tentang Tuhan dengan mendasarkan panduan pada ajaran dan prinsip-prinsip 

yang terkandung di dalam Pengakuan Iman Oikoumenis. 

Kami meyakini bahwa Pengakuan Iman Oikoumenis telah melalui proses 

panjang dalam pembentukan pemahaman keimanan yang solid. Sehingga 

menghadirkan kredibilitas dalam membedah pemahaman OP. Dalam menjalankan 

proses analisis teologis terhadap OP, kami akan memulai dengan memberikan 

penjabaran mengenai sejarah OP dan pemahaman Ketuhanan OP. Kemudian 

dilanjutkan dengan menguraikan latar belakang dan pokok-pokok pemahaman 

Pengakuan Iman Oikoumenis. Berikutnya berdasarkan Pengakuan Iman 

Ouikoumenis dilakukan analisis terhadap pemahaman keesaan Tuhan ala OP. 

METODOLOGI 

Metodologi merupakan kerangka penalaran teoritis yang digunakan untuk 

menjawab pertanyaan penelitian, yang bertujuan untuk mengidentifikasi data 

primer untuk mendukung setiap hipotesis dengan bukti-bukti faktual dan teoritis.3

Penelitian dilakukan untuk mencari dan mendapatkan kebenaran. 

Dalam penelitian ini, metode penelitian yang digunakan adalah metode 

kualitatif dengan pendekatan studi kepustakaan. Penelitian kualitatif dimulai dari 

pendekatan kepada kenyataan atau fakta yang terjadi di lapangan lalu dicari rujukan 

teorinya4

 untuk memahami fenomena melalui sumber-sumber tertulis. Pendekatan 

kepustakaan digunakan untuk mengeksplorasi makna, interpretasi, dan konteks dari 

isu yang sedang diteliti, serta mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam dan 

holistik terhadap subjek penelitian. Data yang dikumpulkan berasal dari berbagai 

literatur seperti buku, artikel jurnal, dokumen resmi, serta sumber-sumber digital 

yang relevan dengan topik penelitian. Hasil dari analisis ini diharapkan dapat 

memberikan wawasan teoritis yang kuat dan berkontribusi terhadap 

pengembangan pengetahuan dalam bidang yang teliti. 

HASIL DAN PEMBAHASAN 

Sejarah Oneness Pentecostal 

Gerakan Pentakostal modern memiliki akar yang dalam dari Kebangunan 

Rohani pada akhir abad ke-19. Meskipun fenomena keagamaan yang mengejutkan 

pada abad ke-20 ini memiliki sejarahnya sendiri, peristiwa kelahirannya sangat dipengaruhi oleh ide-ide dan gagasan-gagasan sebelumnya. Tidak terkecuali OP.5

Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa OP telah menjadi “kekuatan ketiga” di 

kalangan komunitas Pentakostal di Amerika. Pentakostalisme di Amerika secara 

doktrinal terbagi menjadi tiga kelompok besar; “Second Work” (Holiness) Trinitarian, 

“Finished Work” Trinitarian dan “Oneness Pentecostal”.6

 David. A. Reed menyatakan 

bahwa OP muncul pada dekade kedua kebangkitan Pentakostal dengan pandangan 

teologis yang khas.7

 

Krisis teologis menjadi salah satu ciri utama sejarah Pentakostal antara tahun 

1911 hingga 1916. Setelah “The Finished Work of Calvary” yang diperkenalkan oleh 

Durham memberikan dampak besar, muncul gelombang lain yang lebih besar. 

Gelombang ini memecah kaum Pentakostal dalam hal doktrin, terutama terkait 

tantangan serius terhadap doktrin Tritunggal dan praktik baptisan. Dampak dari 

perpecahan ini sangat terasa secara teologis.

 

Pada tanggal 15 April 1913 pertemuan Perkemahan Iman Apostolik Sedunia 

dimulai di Arroyo Seco, California dekat Pasadena. Seorang penginjil Kanada, Robert 

E. McAlister menyampaikan khotbah tentang baptisan dan dalam forum tersebut ia 

membahas berbagai formula baptisan dan mencatat bahwa dalam Kekristenan awal, 

orang-orang yang bertobat tidak dibaptis dengan formula tradisional “dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus”, melainkan “dalam nama Yesus”. Sepanjang malam 

seorang pria bernama John Schaepe, setelah mendengar ucapan McAlister, 

mempelajari Alkitab dan berdoa, ia terinspirasi oleh mujizat yang ia saksikan 

dilakukan dalam nama Yesus, kemudian ia menerima wahyu tentang kuasa dalam 

nama Yesus. Schaepe menjadi yakin akan kebenaran klaim McAlister, ia berlari 

melewati perkemahan sambil berteriak bahwa Tuhan telah mewahyukan kepadanya 

kebenaran baptisan dalam Nama Yesus. Tidak ada keraguan akan hal itu, kejadian 

ini menjadi dorongan pertama terbentuknya teologi “Oneness Pentecostal”.

9

 

Robert E. McAlister, Francis John Ewart dan Glenn Cook berperan penting 

dalam munculnya gerakan OP. McAlister, berperan dalam penyebaran ajaran OP di 

Kanada. Ewart, seorang misionaris dari Australia, menjadi tokoh sentral dalam 

pengembangan dan penyebaran doktrin Oneness melalui majalah Meat in Due 

Season yang beredar dari tahun 1915 hingga awal 1920 di Amerika Utara dan secara 

internasional kepada para misionaris. Hal ini memastikan pemaparan seluas 

mungkin terhadap pesan Oneness. Dia mencetak kesaksian-kesaksian para 

pemimpin Pentakostal terkemuka yang menerima doktrin baru dan dibaptis ulang.10

Tak hanya itu, pada 15 April 1914, Ewart memberikan khotbah pertamanya tentang 

Kisah Para Rasul 2:38 dan bersama Cook, mereka saling membaptis dalam formula 

baru nama Yesus, yang memicu perpecahan dalam gerakan Pentakostal. Ewart, 

dengan teologi nama Yesus, menekankan bahwa baptisan ulang dalam nama Yesus 

adalah keharusan, karena gelar Bapa, Anak, dan Roh Kudus hanyalah aspek 

hubungan Tuhan dengan manusia. Ia mengatakan bahwa tidak adanya hanya dalam 

nama Yesus dalam pembaptisan, sebenarnya bukanlah sebuah baptisan.

 

Cook, seorang mantan wartawan, berkontribusi dalam manajemen keuangan 

dan penyebaran ajaran OP di Amerika. Cook menyebarkan pesan tersebut melalui 

kampanye penginjilan pada tahun 1915, sejumlah orang berhasil dimenangkan. 

Hingga dalam waktu satu tahun pesan ini telah memberikan dampak yang besar di 

kalangan Pentakostal; Assemblies of God yang baru dibentuk kehilangan semua 

pendeta mereka di Louisiana karena ajaran baru ini. Dengan tersebarnya teologi 

baru ini, muncullah pertentangan dan konfrontasi yang tak terelakkan lagi,

Pengajaran Oneness Pentecostal 

Gerakan OP memiliki perbedaan yang signifikan dari kelompok Pentakostal 

Trinitarian pada umumnya dan memiliki kekhasan dalam pandangan Kristologi yang 

berkaitan langsung dengan Pneumatologi dan Soteorologi.13 Dalam memahami 

keallahan, OP menolak doktrin Tritunggal dengan mengajarkan keesaan Tuhan, 

yaitu keyakinan bahwa Tuhan adalah satu-satunya pribadi ilahi dan bahwa Yesus 

Kristus adalah Tuhan sendiri yang menyatakan diri-Nya dalam bentuk manusia. 

Yesus menyatakan diri sebagai Bapa dalam Perjanjian Lama, sebagai Anak dalam 

Perjanjian Baru dan sebagai Roh Kudus. Perbedaan ini mencerminkan perbedaan 

yang fundamental dalam pemahaman tentang Tuhan, Keselamatan, dan peran Roh 

Kudus. Meskipun memiliki warna Pentakostal, namun karena perbedaan pandangan 

tersebut, OP keluar dari aliran Pentakostal Trinitarian. 

Kristologi 

 Doktrin Kristologi menjadi pembicaraan sejak awal Kekristenan. Yesus adalah 

semangat yang membara dari penganut OP.

14 Yesus sebagai Juruselamat, 

Pengudus, Penyembuh, dan Raja yang akan datang. Mereka meyakini bahwa diri 

mereka adalah penerima yang diberkati dari “Penyataan Yesus Kristus”. Apa pun 

yang mereka percayai tentang Tuhan dan Kristus, mereka temukan kuncinya di 

dalam satu pribadi yang merupakan manifestasi penuh dari Tuhan yang esa.15

Meskipun teks-teks Alkitab telah menyatakan bahwa Yesus telah ada sebelum 

inkarnasi, namun dari perspektif Oneness hal ini tidak sepenuhnya mungkin. 

Menurut teologi Oneness hanya ada dua cara di mana Sang Anak yang adalah 

Yesus dapat dikatakan telah “ada” sebelum kelahiran-Nya di Bethlehem. Pertama, 

karena secara ontologis Yesus adalah Tuhan yang menjelma menjadi manusia, maka 

Yesus memiliki eksistensi sebagai Tuhan. Ini adalah satu-satunya cara untuk 

memahami klaim Yesus, “Sebelum Abraham ada, Aku sudah ada.” Kedua, 

penyebutan Anak dalam Perjanjian Lama bersifat proleptik; di dalam pikiran dan 

rencana Tuhan, Anak telah dibayangkan. Begitu yakinnya Tuhan akan hal tersebut, 

sehingga dapat dikatakan bahwa darah Yesus telah dicurahkan “sebelum dunia 

dijadikan” (Yohanes 17:24). Istilah Anak menyiratkan suatu permulaan baik di dalam 

Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Pengakuan yang jelas dari Perjanjian Baru 

bahwa “Yesus Kristus, Tuhan kita, telah diperanakkan dari keturunan Daud menurut 

daging” (Roma 1:3). Yesus memiliki sebuah permulaan.16

 

 Reed menuliskan dalam bukunya, setidaknya ada dua gambaran paling 

umum yang dipakai oleh para teolog Oneness untuk menjelaskan realitas keilahian 

dan kemanusiaan dalam Kristus yaitu dengan konsep “berdiam” dan “manifestasi”. 

Ide konsep “berdiam” mengambil dari pengalaman Yahudi tentang kehadiran ilahi 

yang tinggal di tempat tertentu. Salah satu ayat yang menjadi dasar teolog Oneness

untuk menggambarkan hubungan antara dua kodrat Kristus adalah Kolose 2:9: dan 

Kolose 1:19. Menurut teolog Oneness ayat ini mendefinisikan pandangan dasar 

Oneness tentang satu Roh yang “berada di dalam” satu pribadi manusia.17 Ewart 

menyederhanakan dengan mengatakan, “Tubuh manusia diambil oleh Tuhan pada 

saat yang tepat. Ketika Tuhan menjadi manusia, Keilahian-Nya tinggal dalam diri￾Nya sejak kelahiran-Nya hingga kenaikan-Nya. Ia membawa tubuh manusia-Nya ke 

Surga, dan dalam tubuh kemuliaan-Nya kepenuhan Tuhan berdiam selamanya.”

18

Dalam literatur ajaran Oneness, ditemukan pemisahan antara dua natur dalam 

Kristus. Secara sederhana, Keilahian yang merupakan Roh ada dalam pribadi Tuhan 

Yesus Kristus. Atau dengan kata lain, Yesus adalah Tuhan dalam daging. Konsep ini dijelaskan dengan istilah Bapa dan Anak, ketika Bapa adalah Roh dan Anak adalah 

daging.19 Gordon Magee dalam bukunya menyatakan bahwa Bapalah yang 

mendiami tubuh manusia Anak. Pernyataan tersebut merujuk pada pernyataan 

Yesus, “Tidak percayakah engkau, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam 

Aku? Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri-Ku sendiri, tetapi 

Bapa, yang diam di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-Nya.” (Yohanes 

14:10).20

Menurut Michael Wilkinson, OP mempunyai dua ciri utama yang berkaitan 

dengan Kristologi; yang pertama yaitu baptisan dalam nama Yesus dan yang kedua 

yaitu pandangan Keesaan Tuhan di dalam Nama Yesus dengan menolak konsep 

keallahan versi Tritunggal yang terdiri dari Tuhan Bapa, Putra, dan Roh Kudus. 

Ketegangan pertama di kalangan Pentakostal mengenai masalah ini muncul seputar 

masalah formula baptisan. Sebagaimana yang mereka mengutip baptisan Para Rasul 

dan khususnya melihat Kisah Para Rasul 2:38 sebagai bukti bahwa hanya Nama 

Yesus yang diucapkan kepada mereka yang dibaptis.21 Bagi para teolog Oneness, 

nama Yesus secara teologis dan etis diidentikkan dengan nama Yahweh, karena 

nama tersebut menandakan pengungkapan diri pribadi Tuhan dan nama itu 

disematkan dalam nama Yesus. Ini adalah dasar dari deskripsi Oneness tentang 

nama Yesus sebagai nama Tuhan yang tertinggiKonsili Nicea (325), Konsili Konstantinopel I, II, dan III, Konsili Chalcedon (451) 

memberikan kontribusi penting dalam pengembangan pemikiran Trinitarian. 

Konsili-konsili ini yang mencerminkan upaya gereja untuk memahami dan 

mengekspresikan hakikat Ilahi Tritunggal dengan lebih baik.23 Pengakuan Iman 

Oikoumenis tidak sekadar menawarkan pemahaman konseptual, tetapi juga 

menekankan pentingnya persatuan, inklusivitas dan keberagaman dalam 

persekutuan gereja dalam menetapkan suatu dogma dalam Kekristenan. Oleh 

karena itu, pada bagian ini, penulis akan melakukan analisis aspek-aspek teologis 

yang berkaitan dengan pemahaman Tritunggal dengan menintegrasikan 

pandangan dari Pengakuan Iman dari Konsili Oikoumenis. 

Pengertian Tritunggal 

 Tritunggal adalah sebuah doktrin yang fundamental bagi iman Kristen. Henry 

C. Thiessen dalam bukunya menyatakan bahwa Tritunggal bukanlah suatu 

kebenaran yang diperoleh melalui akal budi yang dikenal dengan istilah teologi 

natural, tetapi suatu kebenaran yang dapat diketahui melalui penyataan atau 

wahyu.24 Tidak mudah membuat definisi dari Tritunggal. Beberapa definisi dibuat 

dengan menyebut beberapa buah pikiran. Yang lain membuat kekeliruan pada sisi keesaan atau ketigaan. Di dalam bukunya yang berjudul “Trinity”, Warfield 

mendefinisikan, “Ada satu Tuhan yang benar dan satu-satunya, tetapi di dalam 

keesaan dari KeTuhanan ‘ini ada Tiga Pribadi yang sama kekal dan sepadan, sama 

di dalam hakikat tetapi beda di dalam Pribadi.”25 Definisi yang tepat jadi harus 

memasukkan keterpisahan dan kesetaraan dari tiga pribadi di antara Tritunggal 

demikian pula kesatuan di antara Tritunggal.26 Tritunggal menyatakan: “Terdiri dari 

tiga Pribadi yang satu tanpa keterpisahan eksistensi – secara utuh bersatu untuk 

membentuk satu Tuhan. Natur ilahi hidup dalam tiga perbedaan – Bapa, Anak, dan 

Roh Kudus.”27

 

 Istilah Tuhan Tritunggal (Trinitas) sendiri bukan istilah yang dinyatakan secara 

eksplisit dalam Alkitab. Di sinilah perlunya gereja yang pada waktu itu diwakili oleh 

Bapa-bapa gereja, berusaha supaya dapat menyatakan imannya kepada dunia 

Yunani-Romawi. Bapa-bapa berusaha untuk dapat menerjemahkan pernyataan 

Alkitab tentang Tuhan dalam bahasa yang jelas sehingga dapat dimengerti dan 

menghindari kesalahpengertian tentang ajaran Tuhan Tritunggal. Secara teknis, 

istilah Tritunggal pertama kali dipakai oleh Bapa Gereja Afrika Utara yang bernama 

Tertulianus. Salah satu rumusan tentang doktrin Tuhan Tritunggal dari Bapa-bapa 

gereja adalah hasil Konsili Konstantinopel.Doktrin Tritunggal sudah diformulasikan dalam Pengakuan Iman Rasuli, dan 

juga sudah diterima di Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel. Tiga Pribadi yang 

berbeda, tetapi satu substansi, dan hakikat Ilahi (Mat. 29:19-20, 2 Kor. 13:13, 1 Yoh. 

5:7).29 Ketiganya setara dan sehakikat dalam sebuah kesatuan Tritunggal yang 

kekal.30 Pergumulan teologis tentang Tuhan Tritunggal dari Bapa-bapa Gereja 

disahkannya sebagai formulasi Tuhan Tritunggal yang disampaikan oleh Tertulianus; 

Keberadaan Tuhan adalah tiga pribadi satu substansi (Latin: tres personae, una 

subtantia).31

Pergumulan untuk menetapkan formulasi doktrin Tritunggal sudah berakar 

jauh ke belakang sejak masa Bapa-bapa gereja. Tertulianus orang yang pertama￾tama secara jelas memformulasikan istilah dan pengertian Tritunggal ini. Pada saat 

itu, Monarchianisme sedang merajalela dengan penekanan pada kesatuan Tuhan, 

dengan penyangkalan terhadap konsep Tritunggal. Sementara Tertullianus berjuang 

akan mempertahankan doktrin ini di Barat, Origen berjuang untuk hal yang sama 

di Timur.32 Terdapat perkembangan pemikiran tentang Tuhan Tritunggal di antara 

Bapa-bapa gereja, umumnya ditemukan adanya dua golongan pemikiran yang 

ekstrem. Pertama, golongan yang menekankan keesaan Tuhan sehingga 

melemahkan ketritunggalan Tuhan. Dalam Pandangan ini Tuhan Bapa, Anak, dan Roh Kudus dipandang hanya sebagai sifat atau cara keberadaan Tuhan yang 

berbeda, dan merupakan satu pribadi saja; paham ini juga adalah paham dari OP 

yang berkembang dari akar pemikiran Sabelius yang menyatakan bahwa Tuhan 

Bapa, Anak, dan Roh Kudus adalah penampakan satu Tuhan dalam tiga bentuk; 

dalam Perjanjian Baru sebagai Tuhan Bapa, Perjanjian Baru sebagai Juruselamat 

(Anak), dan pada masa Pentakosta sebagai Roh Kudus.33 Kedua, golongan 

Ketritunggalan Tuhan sehingga melemahkan Keesaan Tuhan. Dalam kelompok ini 

Tuhan Bapa, Anak, dan Roh Kudus dipandang berbeda satu dengan yang lainnya 

tanpa adanya kesatuan (Triteisme). Arius (250-336 M) mengajarkan bahwa Kristus 

adalah ciptaan Tuhan; memiliki permulaan, jadi Ia bukanlah pribadi yang kekal. 

Pandangan ini sampai sekarang ini masih dikembangkan dan dianut oleh kelompok 

Saksi Yehova. Golongan ini telah sejak awal dinyatakan sebagai bidat pada Konsili 

Nicea pada tahun 325 M.34

 

Konsili-konsili Oikoumenis 

Untuk menghadapi bidat-bidat yang menyebar luas pada masa itu, gereja 

menyelenggarakan konsili, yaitu pertemuan para pemimpin gereja. Dalam 

pertemuan tersebut, berbagai isu penting dibahas dengan cermat, nasihat 

disampaikan secara hati-hati, dan keputusan-keputusan penting diambil. Konsili￾konsili tersebut dihadiri oleh perwakilan dari semua gereja di berbagai negara, diadakan sebagai tanggapan terhadap masalah-masalah teologis yang muncul 

dalam kekristenan.35

 

Konsili Nicea (325) 

Konsili Nicea merupakan konsili pertama yang bersifat umum dan oikoumenis.36

Konsili Nicea diadakan sebagai reaksi atas ajaran-ajaran Arius. Arius seorang 

Presbiter dari Aleksandria, sama seperti Origenes, ia percaya bahwa Tuhan Bapa 

lebih besar dari Sang Putra, yang pada gilirannya lebih besar daripada Roh Kudus. 

Namun ada yang membedakan dengan Origenes, Arius tidak percaya akan suatu 

hierarki pribadi-pribadi ilahi, menurutnya hanya Tuhan Bapa adalah Tuhan. Yesus 

dipandang sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang diciptakan dari yang tidak ada, 

bukan Tuhan. Pada Juni tahun 325, Konsili mengutuk Arius dan menyusun 

pengakuan iman anti-Arius, yaitu Pengakuan Iman Nicea: 

Aku percaya kepada satu Allah, Bapa Yang Mahakuasa, Pencipta segala 

yang kelihatan dan yang tidak kelihatan. 

Dan kepada satu Tuhan, Yesus Kristus, Anak Allah, yang diperanakkan dari 

Bapa, yang dari hakikat Bapa, Allah dari Allah, Terang dari Terang, Allah 

Sejati dari Allah Sejati, yang diperanakkan, bukan dijadikan, sehakikat 

(homoousios) dengan Bapa, yang oleh-Nya segala sesuatu dijadikan, yaitu 

apa yang di sorga dan yang di bumi. Yang demi kita manusia dan demi 

keselamatan kita, turun dan menjadi daging, menjelma menjadi manusia, menderita sengsara dan bangkit pula pada hari yang ketiga; naik ke sorga 

dan akan datang untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati. 

Dan kepada Roh Kudus. 

Gereja am mengutuki mereka yang mengatakan bahwa: pernah ada waktu, 

di mana Ia (Kristus) belum ada; sebelum Ia diperanakkan, Ia belum ada; 

dan: 

Ia diperanakkan dari yang tidak ada; atau yang mengira bahwa Anak Allah 

adalah atau mempunyai hakikat lain (daripada Bapa), atau adalah ciptaan, 

atau dapat berubah atau menjadi lain.

37

Kredo Konsili Nicea belum berhasil dalam mengakhiri persengketaan dengan 

Arianisme, Arius sendiri dan beberapa uskup lain menolak Kredo Nicea. Konsili 

Nicea memecah-belah gereja dalam dua kelompok utama. Di satu pihak kelompok 

Nicea (Gereja Barat, aliran Antiokhia dan lain-lain dari Timur. Di pihak lain terdapat 

kelompok Origenis yang sangat yakin mengenai ketigaan Tuhan. Kelompok Nicea 

mengakui adanya pembedaan antara oknum Tuhan Bapa, Anak, dan Roh Kudus 

(mereka bukan Monarkianis), kelompok Origenis tidak setuju dengan pandangan 

Arius, tetapi mereka menganggap Anak lebih rendah dari Sang Bapa.38 Namun, 

Meskipun demikian, Konsili Nicea sangat penting dalam melawan pandangan Arius 

yang merupakan satu pokok yang paling penting dalam sejarah teologi kekristenan, 

dengan menyatakan dengan jelas keilahian Yesus Kristus, homoousios (sehakikat) 

dengan Bapa.39

Konsili Konstantinopel I (381) 

 Masih ada problem lain yang harus dihadapi setelah Konsili Nicea (325) yaitu 

perihal Roh Kudus. Ada kelompok (pneumatomakhoi) yang meragukan bahkan 

menolak sifat ilahi dan personal dari Roh Kudus. Roh Kudus dipandang sebagai 

yang diciptakan oleh Anak (Yesus) sebagai ciptaan pertama.40 Pada tahun 379, 

seorang Kaisar Kerajaan Timur bernama Theodosius yang juga ada pendukung 

Konsili Nicea. Ia memutuskan untuk menangani Arianisme secara tuntas. Bulan Mei 

hingga Juni 381, Bapa-bapa Kapadokia mengadakan Konsili di Konstantinopel.41

Konsili ini mengambil alih rumusan yang telah dihasilkan Konsili Nicea (325), dan 

juga melengkapinya dengan menegaskan keilahian Roh Kudus, seperti yang tertulis 

dalam Kredo Konsili Konstantinopel: 

Kami percaya akan satu Allah, Bapa Yang Makakuasa, Pencipta langit dan 

bumi, dan segala sesuatu yang kelihatan dan tak kelihatan. 

Dan akan satu Tuhan Yesus Kristus, Putra Allah yang tunggal; 

Ia lahir dari Bapa sebelum segala abad, terang dari terang, Allah benar dari 

Allah benar, dilahirkan bukan dijadikan, sehakikat dengan Bapa, segala 

sesuatu dijadikan oleh-Nya. 

Ia turun dari surga untuk kita manusia dan untuk keselamatan kita, dan ia

menjadi daging oleh Roh Kudus dari perawan Maria, dan menjadi manusia, 

Ia pun disalibkan untuk kita pada waktu Pontius Pilatus, Ia wafat 

kesengsaraan dan dimakamkan, pada hari yang ketiga Ia bangkit menurut 

Kitab Suci, Ia naik ke surga, duduk di sisi Bapa, Ia akan kembali dengan 

mulia, mengadili orang yang hidup dan yang mati, Kerajaan-Nya tak akan 

berakhir. 

Dan akan Roh Kudus. 

Ia Tuhan yang menghidupkan, Ia berasal dari Bapa, Yang serta Bapa dan 

Putra disembah dan dimuliakan, Ia berusaha dengan perantaraan para nabi. 

Akan Gereja yang satu, kudus, Katolik dan apostolik. Kami mengakui satu 

baptisan akan penghapusan dosa, kami menantikan kebangkitan orang 

mati dan hidup di akhirat. Amin.42

 

Ada tiga ajaran sesat yang ditolak pada konsili Konstantinopel; (1) Arianisme. 

meskipun pandangan ini sudah dibahasa dalam konsili sebelumnya”

43 (2) 

Macedonianisme, pandangan yang percaya bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan, 

tetapi Roh Kudus dianggap makhluk.44 Konsili ini menegaskan, “Dan akan Roh 

Kudus. Ia Tuhan yang menghidupkan, Ia berasal dari Bapa, Yang serta Bapa dan 

Putra disembah dan dimuliakan, Ia berusaha dengan perantaraan para nabi.” (3) Apollinarisme, pandangan yang menyangkal bahwa Yesus mempunyai jiwa manusia, 

pandangan ini dikutuk di Roma pada tahun 377 dan juga dikutuk pada konsili ini.45

Konsili Konstantinopel kemudian dianggap sebagai konsili oikoumenis yang 

kedua. Namun konsili ini belum ditemukan rumusan yang kemudian menjadi sangat 

populer, bahwa Tuhan itu satu kodrat dalam tiga pribadi. Pengakuan Iman yang 

menegaskan keallahan Roh Kudus dapat menjawab keraguan saat itu, meskipun di 

dalamnya belum dipakai istilah sehakekat untuk Roh Kudus,46 mengingat pada 

waktu itu belum ada pembedaan yang jernih berkaitan dengan istilah ousia

(hakekat) dan hypostasis (pribadi). Rumusan seperti itu baru ditemukan dalam 

Konsili Konstantinopel II pada tahun 553. 

Konsili Chalcedon (451) 

Rumusan Chalcedon mengutip Pengakuan Nicea dan Konstantinopel. 

Sebenarnya ini sudah cukup untuk mengukuhkan iman kekristenan, tetapi dengan 

adanya ajaran Nestorius dan Eutyches perlu ada batasan yang lebih jelas.47 Konsili 

Chalcedon menghasilkan rumusan yang mengemukakan empat pokok melawan 

ajaran sesat tersebut: Di dalam diri Yesus Kristus terdapat keallahan yang sejati 

(upaya melawan Arius) dan kemanusiaan yang sempurna (upaya melawan 

Apollinaris), dipersatukan dan tak terceraikan di dalam satu oknum (upaya melawan 

Nestorius), dan tanpa diadukkan (upaya melawan Eutyches). Satu oknum berkodrat 

dua; Ia sungguh-sungguh Tuhan yang ilahi dan benar-benar manusia sejati.48

 

Konsili Konstantinopel II (553) & III (680) 

 Konsili Chalcedon belum dapat diterima begitu saja oleh semua kelompok 

dalam Gereja. Para Uskup Mesir tetap keberatan dengan pemahaman mengenai 

dua kodrat dalam diri Yesus Kristus. Rumusan itu dipandang sebagai berbau 

Nestorian dan pengkhianatan terhadap Konsili Efese. Pada tahun 553, Kaisar 

Justinianus mengundang Konsili Kontantinopel II dengan maksud untuk 

mendamaikan kelompok monofisit dan Konsili Chalcedon, namun tidak terjadi. 

Konsili Konstantinopel II menyatakan bahwa dalam Yesus Kristus, kemanusiaan dan 

keilahian tidaklah dipersatukan langsung, tetapi dipersatukan karena keduanya 

dimiliki oleh satu pribadi, yang tak lain adalah Firman. Ke dalam pribadi Firman 

itulah, kodrat manusiawi Yesus Kristus tertampung, kesatuan tersebut diistilahkan 

sebagai kesatuan hipostatis; kesatuan menurut pribadi.49 Dikatakan bahwa menurut 

Konsili Chalcedon, dalam diri Yesus ada dua kodrat yang utuh, tetapi tidak ada dua 

kehendak ataupun dua kerja yang berlawanan: 

Sebab bila kami mengatakan bahwa Firman Putra Tunggal disatukan 

menurut hypostatis, kami tidak mengatakan bahwa ada suatu percampuran 

antara kedua kodrat. Sebaliknya kami berpikir bahwa Tuhan Firman 

disatukan dengan daging, masing-masing dari kedua kodrat itu tetap tinggal seperti adanya. Inilah sebabnya Kristus itu satu, Tuhan dan manusia; 

sama dan sehakikat dengan Bapa menurut keilahian dan sehakikat dengan 

kita menurut kemanusiaan. Karenanya Gereja Tuhan menolak dan 

menghukum baik mereka yang mengenalkan pemisahan dan mereka yang 

mengenalkan percampuran dalam misteri inkarnasi.50

 Konsili Konstantinopel II hanya menegaskan apa yang sudah dirumuskan di 

dalam Konsili Chalcedon. Namun ketegangan belum terselesaikan, dan dibawa pada 

Konsili Konstantinopel yang ke III pada tahun 680-681. Konsili ini merangkum 

seluruh kristologi dari Konsili Nicea hingga Chalcedon, dan melahirkan rumusan 

mengenai dua kehendak dan dua kegiatan dalam diri Yesus Kristus. Dengan 

demikian Konsili Konstantinopel III menjernihkan apa yang diajarkan oleh Konsili 

Chalcedon. Berakhirlah perkembangan awal dari ajaran-ajaran mengenai diri Yesus 

Kristus serta pengaruh dari apa yang terkandung dalam rumusan Chalcedon.51

 Seperti di dalam kesaksian Alkitab, di sini juga terlihat bahwa terdapat 

rumusan pengakuan iman yang mencakup Tritunggal, yaitu Bapa, Anak (Yesus 

Kristus) dan Roh Kudus. Penegasan keallahan Yesus Kristus dan Roh Kudus tidak 

digerakkan oleh spekulasi filosofis belaka tetapi dilandasi oleh motif soteriologis 

yang kuat.

Pengakuan Iman Rasuli 

 Pengakuan Iman Rasuli adalah hasil akhir dari perkembangan berangsur dari 

kredo-kredo Barat. Pengakuan Iman Rasuli menjadi satu-satunya pengakuan iman 

yang diterima secara umum; Roma menerimanya antara tahun 800 dan 1100. 

Aku percaya kepada Allah Bapa yang Mahakuasa, Khalik langit dan bumi. 

Dan kepada Yesus Kristus, Anak-Nya yang Tunggal, Tuhan kita, yang 

dikandung daripada Roh Kudus, lahir dari anak dara Maria, yang menderita 

di bawah pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan, mati dan dikuburkan, 

turun ke dalam kerajaan maut, pada hari yang ketiga bangkit pula dari 

antara orang mati, naik ke sorga, duduk di sebelah kanan Allah, Bapa yang 

Mahakuasa, dan akan datang dari sana untuk menghakimi orang yang 

hidup dan yang mati. 

Aku percaya kepada Roh Kudus; gereja yang kudus dan am; persekutuan 

orang kudus; pengampunan dosa; kebangkitan daging; dan hidup yang 

kekal.

52

 

 Pernyataan Iman ini menunjukkan persetujuan akan gerakan Pentakostal, 

yaitu pengakuan Iman Kristen yang mendasarkan diri pada keyakinan akan 

Tritunggal; Tuhan Bapa, Yesus Kristus, dan Roh Kudus. Persetujuan terhadap 

Pengakuan-pengakuan terdahulu hingga Pengakuan Iman Rasuli ini menunjukkan 

penerimaan akan keyakinan yang fundamental dalam Kekristenan, yang merupakan hasil dari perkembangan dan penyebaran ajaran Kristen di Barat. Pengakuan ini 

diakui secara luas oleh umat Kristen dan menjadi landasan keyakinan bagi banyak 

denominasi Kristen yang historis. 

Analisis Pemahaman Oneness Pentecostal tentang Tuhan Berdasarkan Lensa 

Pengakuan Iman Oikoumenis 

Oneness Pentecostal berbeda dari gerakan Pentakostal lainnya terutama 

dalam kesimpulan yang mereka ambil dari keyakinan mereka akan keesaan Tuhan 

dan nama yang diwahyukan di dalam Yesus.

53 Penganut OP percaya dengan bulat 

bahwa doktrin Tritunggal bertentangan dengan ajaran Alkitab yang menyatakan 

bahwa hanya ada satu Tuhan dan bahwa Yesus adalah inkarnasi dari Tuhan tersebut. 

Sebaliknya, mereka berkeyakinan menyatakan bahwa Yesus adalah Bapa, Anak, dan 

Roh Kudus yang sesuai dengan dua kebenaran dasar Alkitab.54 Bagi orang Kristen 

awam, pandangan OP tentang Tuhan cukup sederhana untuk dipahami. Namun 

bagi the Assemblies of God atau Gereja Sidang Jemaat Allah, tentu saja pandangan 

OP adalah sebuah ajaran yang sesat.55 Gerakan OP telah mengalami pertumbuhan 

yang signifikan dan masih terus berkembang. Gerakan ini memiliki perbedaan yang 

mencolok dari aliran Pentakostal Trinitarian. Terutama dalam doktrin Keilahian dan 

Kristologi. Oneness Pentecostalism menggunakan Ulangan 6:4 sebagai dasar klaim keesaan 

Tuhan di dalam Pribadi Yesus Kristus dan menolak Tritunggal. Hal yang sama di 

masa lampau menjadi ciri khas dari Sabelianisme dalam upaya mempertahankan 

ajarannya yang menyatakan bahwa Tuhan hanya Satu Pribadi yang sekadar 

mengubah status dan bentuk tergantung peran atau fungsi yang Dia kerjakan. 

Ajaran OP bukanlah yang baru, karena identik atau sama dengan paham 

Sabelianisme yang beberapa abad yang lalu telah menghebohkan tetapi pada 

akhirnya telah teridentifikasi sebagai ajaran yang menyimpang dari keseluruhan isi 

Alkitab secara komprehensif sehingga telah dikategorikan sebagai ajaran yang tidak 

sejalan dengan Kekristenan oleh konsili-konsili Oikoumenis.56 David K. Bernard 

seorang penganut ajaran OP yang juga menjabat sebagai General Superintendent 

di United Pentecostal Church International, mengatakan bahwa OP memiliki 

kesamaan dengan ajaran bidat lainnya yakni Sabelianisme. Lebih lanjut dalam 

bukunya yang berjudul “The Oneness of God”, Bernard mengatakan bahwa pada 

dasarnya, teologi OP menjunjung tinggi hal-hal esensial yang sama dengan doktrin 

monarkianisme modalistik atau Sabellianisme.

57 Dari pernyataan di atas, penulis 

melihat kedua ajaran tersebut memiliki kesamaan utama. Pertama, ajaran OP dan 

Sabelianism keduanya merupakan aliran yang sama-sama menolak doktrin 

Tritunggal dengan menekankan pada keesaan Tuhan. Kedua, sama-sama memiliki 

dasar teologi yaitu monoteisme yang sangat ketat, yang menyatakan bahwa hanya 

ada satu Tuhan. Tuhan yang satu berperan sebagai Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Di dalam bentuk modalitasnya, Monarkianisme mempopulerkan ajaran 

bahwa Sang Putra hanya merupakan mode lain dari penyataan Tuhan Sang Bapa. 

Sabellius mengajarkan bahwa Tuhan menyatakan diri-Nya dalam tiga mode atau 

bentuk yang berbeda. Ketiga bentuk ini bukan tiga hipotesis, melainkan tiga 

peranan atau bagian yang diperankan oleh Tuhan yang esa.58 Paham Sabellianisme 

sangat tidak menyukai ide mengenai Tuhan adalah tiga pribadi karena yang mereka 

yakini ialah satu pribadi yang memanifestasikan diri-Nya di dalam tiga sosok, yaitu 

Bapa, Anak, dan Roh Kudus.59 Saat ini, pandangan tersebut dibangkitkan kembali 

dengan pandangan keesaan Tuhan yang tidak dapat dibagi dan keilahian Yesus 

Kristus yang penuh dengan menggunakan istilah “Oneness” untuk menggambarkan 

kepercayaan mereka. Mereka juga menggunakan istilah “One God” dan “Jesus 

Only”.

60 Tentu saja label ini menyiratkan penyangkalan terhadap Trinitarianisme; 

dengan menyangkal Bapa dan Roh Kudus, dan melihatnya sebagai peran yang 

berbeda dari Tuhan yang Esa yaitu Roh Yesus. 

Tritunggal menegaskan bahwa Yesus Kristus adalah Pribadi yang terpisah 

dari Bapa dan Roh Kudus, namun bersatu dalam substansi ilahi yang sama. Secara 

khusus keilahian dan kemanusiaan Kristus yang paradoksal itu dirumuskan secara 

oikoumenis di dalam Konsili Chalcedon tahun 451. Definisi menunjuk pada 

pembatasan (Lat. definire). Artinya, Konsili Chalcedon 451 memberi pagar yang di 

dalamnya siapa Kristus diintai, diimani, diakui, dan dirayakan. Setelah mengakui 

secara afirmatif bahwa Kristus adalah “Tuhan sejati dan manusia sejati.“ Konsili 

Chalcedon 451 melanjutkan dengan menegaskan bahwa Kristus “diakui di dalam 

dua hakikat yang tidak bercampur; tidak berubah, tidak terbagi, tidak terpisah”61

Doktrin Keselamatan Bersyarat 

Pandangan teologi OP mengenai keselamatan dalam Yesus Kristus 

didasarkan pada syarat-syarat tertentu. Untuk diselamatkan, seseorang harus 

bertobat, dibaptis dalam nama Yesus, dan menerima baptisan Roh Kudus dengan 

tanda awal berbicara dalam bahasa lidah.62 Dengan menetapkan syarat-syarat untuk 

keselamatan, sekalipun melalui Yesus Kristus, OP tidak sepenuhnya mempercayai 

konsep kasih karunia. Pandangan Oneness tentang keselamatan ini telah 

menggantikan kepercayaan eksklusif Protestan tradisional; keselamatan 

mengharuskan setiap orang menaruh kepercayaan pada apa yang telah mereka 

lakukan untuk Tuhan dan menyenangkan hati Tuhan dengan baptisan air, dipenuhi 

Roh Kudus ditandai dengan berbahasa dalam bahasa roh, dan berusaha untuk 

menaati aturan-aturan yang membedakan umat Tuhan sebagai umat yang kudus.63

 

Baptisan hanya di dalam Nama Yesus 

OP mengajarkan bahwa baptisan air adalah prasyarat mutlak untuk 

keselamatan. Dalam Kisah Para Rasul 2:38, jawab Petrus kepada mereka: Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam 

nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima 

karunia Roh Kudus.” (TB).64 Secara historis, OP mempercayai bahwa baptisan harus 

dilakukan hanya “dalam nama Yesus” atau hanya “dalam nama Tuhan Yesus Kristus”, 

bukan dengan formula Trinitarian tradisional. Keyakinan ini adalah faktor utama 

yang pada akhirnya membawa kepada keyakinan bahwa Yesus adalah Bapa, Anak, 

dan Roh Kudus.65 Menurut pemahaman OP, Paulus di dalam Surat Kisah Para Rasul 

dengan konsisten menuliskan nama Yesus dalam baptisan. Orang Yahudi dibaptis 

dalam nama Yesus dalam Kisah Para Rasul 2, orang-orang Samaria dalam Kisah 

Para Rasul 8, dan orang-orang bukan Yahudi dalam pasal 10. Bonnie Thurston66

mencatat bahwa Para Rasul menggunakan nama Yesus untuk beberapa alasan, yang 

paling utama adalah bahwa mereka menyadari nama itu digunakan untuk 

menyatakan diri Yahweh, untuk menunjukkan realitas Tuhan yang tidak dapat 

dilukiskan, kekuatan yang digunakan untuk bekerja, dan sebagai tempat Tuhan 

tinggal.67 Baptisan di dalam nama Yesus adalah “baptisan yang benar” saat orang 

yang mengaku berdosa menerima karya penebusan Kristus. Ewart menyebut 

baptisan sebagai “Sunat Kristen yang sejati”. Tuhan di dalam Kristus dan baptisan air di dalam nama Tuhan Yesus; berarti penyataan Tuhan yang tunggal di dalam 

Yesus Kristus, dan nama Yesus yang diwahyukan yang digunakan dalam baptisan.68

OP menekankan pentingnya baptisan dengan formula hanya dalam nama 

Yesus Kristus sebagai bagian syarat dari proses keselamatan, yang mereka anggap 

sebagai syarat untuk pengampunan dosa dan penerimaan Roh Kudus. Jelas 

pemahaman ini berbeda dengan pemahaman dari aliran Pentakostal Trinitarian 

ketika baptisan dilakukan dengan formula dalam nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus 

sesuai dengan perintah Yesus di dalam Injil Matius 28:19, “Karena itu pergilah, 

jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa, dan 

Anak, dan Roh Kudus.” Selain itu, baptisan juga bukan bagian dari proses 

keselamatan bagi orang percaya, baptisan merupakan upacara yang melambangkan 

permulaan hidup rohani, deklarasi di depan umum bahwa orang percaya menjadi 

satu dengan Yesus dalam kematian dan kebangkitan-Nya.69 Keselamatan bagi 

orang percaya adalah anugerah dari Tuhan melalui pengorbanan Yesus Kristus,70

tidak ada syarat tambahan lain. 

Kepenuhan Roh Kudus 

Selain baptisan air, OP juga menekankan pentingnya pengalaman kepenuhan 

Roh Kudus sebagai salah satu syarat kehidupan orang percaya, termasuk bahasa 

roh dan penerimaan karunia-karunia rohani sebagai tanda kehadiran Roh Kudus. 

Berbeda dengan Kekristenan Trinitarian yang mempercayai bahwa Roh Kudus 

adalah satu dari tiga Pribadi Ilahi dalam Tritunggal; bersama Bapa dan Anak. 

Kepenuhan Roh Kudus melalui baptisan Roh Kudus hanyalah sebuah pintu ke 

dalam hubungan yang makin meningkat dengan Roh Kudus dan dengan orang￾orang percaya lainnya.71 Ketika berbicara mengenai Tuhan, berarti berbicara tentang 

suatu hakikat, suatu zat, dan bukan sekadar suatu gagasan atau personifikasi 

gagasan tertentu.72 Meskipun dalam Alkitab tidak ada pemakaian kata Tritunggal 

secara eksplisit, namun keberadaan Tuhan Tritunggal secara implisit terdapat dalam 

Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.73

 Ajaran-ajaran heterodoks berkisar pada perumusan tentang apa hakikat dan 

siapa pribadi Yesus Kristus dalam relasi-Nya dengan pribadi Sang Bapa (dan Roh 

Kudus). Kedua kategori ini, pribadi (hypostatis) dan hakikat (ousia) penting untuk 

diperhatikan sebab hanya dengan cara itulah Kristus dapat dipahami sehakikat 

dengan Sang Bapa dan Roh Kudus, sekaligus memiliki pribadi yang berbeda dari 

kedua pribadi ilahi lainnya. Ajaran heterodoks, termasuk OP yang adalah 

perkembangan dari ajaran modalisme ditolak di dalam konsili-konsili oikoumenis.74

 

Trinitarianisme menegaskan bahwa Bapa, Anak, dan Roh Kudus adalah satu 

dalam substansi ilahi, namun memiliki pribadi yang berbeda. Doktrin Kristologi 

dalam Onenes Pentecostalism cenderung mengabaikan kompleksitas hubungan antara Bapa, Anak, dan Roh Kudus sebagaimana yang dinyatakan dalam Perjanjian 

Baru. Misalnya, ada teks yang menunjukkan interaksi antara Yesus dan Bapa serta 

Roh Kudus, “Sesudah dibaptis, Yesus segera keluar dari air dan pada waktu itu juga 

langit terbuka dan Ia melihat Roh Allah seperti burung merpati turun ke atas-Nya, 

lalu terdengarlah suara dari sorga yang mengatakan: "Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, 

kepada-Nyalah Aku berkenan." (Matius 3:16-17). Dalam teks yang lain tercatat 

interaksi ketika Yesus berdoa kepada Bapa baik sebelum dan setelah peristiwa besar 

yang terjadi dalam hidup-Nya. Hal ini yang menjadi sulit dijelaskan dalam kerangka 

pemikiran OP. 

 Menjadi salah jika menekankan keselamatan yang bersyarat dengan baptisan 

dalam nama Yesus serta baptis ulang, juga baptisan Roh Kudus disertai bahasa 

lidah bukan sebagai tanda sudah diselamatkan. Jadi logika OP adalah sebagai 

berikut kalau seseorang belum berbahasa lidah belum ada Yesus dalam hidup orang 

tersebut, sehingga tidak mungkin diselamatkan.75 Penulis menyatakan bahwa 

pemahaman OP tentang Tuhan tidak sejalan dengan pandangan Kekristenan 

Trinitarian pada umumnya.

 

Melihat dari uraian yang telah dipaparkan tersebut dan berdasarkan hasil 

penelitian serta analisis teologis terhadap pemahaman OP tentang Tuhan melalui 

lensa pengakuan iman oikoumenis, maka pemahaman OP tentang Tuhan 

merupakan perkembangan modern dari ajaran yang sudah lama dinyatakan sebagai 

bidat yaitu Sabellianisme, sehingga OP dapat dikatakan sebagai ajaran yang 

menyimpang. Mengacu pada Kredo Konsili-konsili Oikoumenis, konsep keTuhanan 

dalam Alkitab dinyatakan sebagai Tritunggal dalam hakikat dan keberadaan. Dari 

Kitab Kejadian sampai Wahyu, akan merujuk satu kesimpulan bahwa Tuhan selalu 

dinyatakan sebagai Satu dalam Tiga dan Tiga dalam Satu, yaitu Tritunggal. Tuhan 

yang Esa adalah Tuhan Tritunggal, yaitu Bapa, Anak dan Roh Kudus sebagaimana 

kemudian diteguhkan oleh Bapa-bapa Gereja dalam Konsili-konsili Oikoumenis 

yang diterima oleh semua Gereja di seluruh dunia sepanjang masa.





Pemahaman Oneness Pentecostal tentang Tuhan secara signifikan 

menyimpang dari doktrin Tritunggal. Namun, justru konsep pemahaman 

ini yang secara tidak langsung dipahami atau diadopsi oleh sebagian atau 

banyak di antara orang Kristen Pentakostal Trinitarian dalam memahami 

konsep ketuhanan. Oneness Pentecostal menolak konsep Tritunggal 

dengan mengajarkan bahwa Tuhan adalah satu pribadi yang dinyatakan 

dalam Yesus Kristus, tanpa adanya pembedaan pribadi antara Bapa, Anak, 

dan Roh Kudus. Penolakan ini menciptakan perbedaan teologis mendasar 

yang mempengaruhi pemahaman umat Kristen tentang hakikat Tuhan. 

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis doktrin Oneness Pentecostal 

tentang Tuhan melalui lensa pengakuan iman oikoumenis, yang mewakili pandangan Tritunggal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ajaran 

Oneness Pentecostal membawa implikasi teologis yang bertentangan 

dengan doktrin Tritunggal yang diteguhkan dalam Pengakuan Iman 

Oikoumenis. Melalui analisis teologis, ditemukan bahwa doktrin Oneness 

menyesatkan pemahaman umat Kristen Pentakostal Trinitarian dalam 

memahami Tuhan, yang seharusnya dipahami dalam kerangka Tritunggal. 

Penelitian ini menekankan pentingnya mempertahankan doktrin Tritunggal 

dan memberikan arahan bagi gereja-gereja untuk memberikan respons 

yang tepat akan ajaran Oneness Pentecostal agar tidak terjadi distorsi 

dalam pengajaran teologi.