gereja santamaria

Tampilkan postingan dengan label gereja santamaria. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label gereja santamaria. Tampilkan semua postingan

Rabu, 09 Juli 2025

gereja santamaria



 Sejarah gereja merupakan riwayat historis mengenai rangkaian perkembangan gereja. Penelitian 

ini mendeskripsikan sejarah Gereja Katholik Santa Maria Annuntiata Sidoarjo mulai tahun 1950-

2005. Tujuan dalam penelitian ini (1) mendeskripsikan latar belakang berdirinya Gereja Katholik 

Santa Maria Annuntiata Sidoarjo tahun 1950-2005; (2) mendeskripsikan perkembangan Gereja 

Katholik Santa Maria Annuntiata Sidoarjo tahun 1950-2005. (3) mendeskripsikan peran Gereja 

Katholik Santa Maria Annuntiata pada pendidikan masyarakat Sidoarjo. Penelitian ini 

menggunakan metode sejarah dengan empat tahap yakni heuristik, kritik, interpretasi dan 

historiografi. berdasar  penelitian yang dilakukan, kesimpulan dari penelitian ini yaitu   latar 

belakang berdirinya Gereja Santa Maria Annuntiata Sidoarjo berawal dari perjalanan bapak Samso 

Poerwosoemarto seorang Katolik yang mencari umat Katolik di Sidoarjo, yang kemudian menarik 

minat para Romo dari Keuskupan Surabaya. Gereja Katolik Santa Maria Annuntiata pada 

perjalanannya masih satu atap dengan SMPK Untung Suropati. Kemudian Pastur memutuskan 

untuk memisahkan bangunan dan pengelolaan antara gereja dan sekolah, namun masih dalam satu 

lembaga. Gereja Katolik Santa Maria Annuntiata merupakan gereja yang berada dibawah bimbingan Gereja Katolik Keuskupan Surabaya. Keuskupan Surabaya ini memiliki banyak cabang 

gereja, pendidikan, kesehatan dan bidang sosial lainnya, termasuk Yayasan Pendidikan Yohanes 

Gabriel yang mengelola berbagai macam jenjang pendidikan di Sidoarjo. Peran gereja sangat besar 

bagi sektor pendidikan khususnya Sidoarjo, terbukti mereka memiliki 2 TK, 3 SD, 2 SMPK dan 1 

SMAK.


Warisan budaya dan sejarah yaitu   

warisan suatu negara yang harus 

dilestarikan. Sebab, tercantum nilai dan 

gagasan yang berkembang pada masa lalu 

dan sangat bermanfaat bagi 

perkembangan budaya masyarakat saat 

ini. Sidoarjo merupakan salah satu 

kabupaten dari Jawa Timur yang memiliki 

banyak sekali sejarah, yang diharapkan 

dapat meningkatkan rasa kesatuan pada 

bangsa. Masyarakat Sidoarjo memeluk 

berbagai macam agama. Salah satunya 

yaitu yaitu   agama Katolik. berdasar  

data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 

tahun 2018 mencatat ada  14.918 

penduduk Sidoarjo yang memeluk agama 

Katolik. 

Kemunculan agama Katolik pertama kali 

dikenalkan oleh penjajah Portugis di 

Timur Indonesia, yang mengalami 

pertumbuhan dari masa ke masa, yang 

juga mempengaruhi adanya kemunculan 

gereja-gereja baru sebagai tempat 

ibadahnya. Gereja yaitu   kehidupan 

bersama sekelompok orang. Perkumpulan 

ataupun organisasi kerap dipahami 

sebagai istilah “persekutuan” maupun

lebih tepatnya “persekutuan individu yang 

percaya”. Pada bidang organisasi, gereja 

masuk pada kelompok organisasi 

keagamaan.

Sejarah gereja merupakan riwayat 

historis mengenai rangkaian perjalanan 

gereja itu sendiri. Seperti yang kita tahu, 

bahwa sejarah tidak bisa lagi diubah. 

Namun, melalui sejarah kita dapat belajar 

untuk mengenal lebih jauh tentang 

perubahan dari perkembangan yang 

terjadi. Istilah “gereja” atau “jemaat” dari 

kata Yunani ialah ekklesia, yang 

bersumber dari kata “ek” yang berarti 

keluar, dan kata “kaleo” yang berarti “saya 

memerintahkan atau memanggil”. 

Umumnya, ekklesia didefinisikan yakni 

berkumpulnya individu-individu. Namun 

pada situasi Perjanjian Baru, frasa berikut 

memiliki makna terkhusus, yakni 

mengumpulkan umat-umat Kristen 

kedalam jemaat guna menyembah Kristus 

Perkembangan gereja saat ini terlihat 

dari bertambahnya gereja baru yang 

bermunculan, tertapi ada  perlambatan 

pada jumlah jemaat gereja. Hal ini  

disebabkan karena kerap terjadinya 

peralihan dari gereja lama ke gereja baru, 

dan beberapa jemaat belum terdaftar 

menjadi anggota penuh gereja. Gereja 

masa kini merupakan rujukan dari gereja 

mula-mula. Sejarah tentang kitab Kisah 

Para Rasul mengisahkan gambaran pada 

gereja mula-mula yang memiliki 

petumbuhan jemaat sangat cepat. 

Perkembangan gereja mula-mula 

dipengaruhi oleh peran Roh Kudus, 

prakarsa Allah untuk melaksanakan 

kehendak-Nya . Oleh sebab itu, setiap 

jemaat wajib memahami hakikat prinsip 

dasar mengenai perkembangan gereja 

yang sudah tercatat dalam Alkitab.

Misi gereja tidak hanya berkumpul 

dan berdoa saja, namun  diungkapkan dalam 

pelayanan kepada sesama manusia dengan 

cinta kasih sebagai landasannya. 

Meskipun ada  khotbah dan sakramen 

di gereja, tanpa adanya cinta kasih antara 

persaudaraan. Maka, gereja kehilangan 

unsur-unsur kerohaniannya. Gereja juga 

harus mampu menjawab tantangan zaman, 

tidak hanya dalam hal spiritualitas, namun  

juga dalam realitas politik, ekonomi, 

kekerasan, hak asasi manusia, gender, 

ekologi, dan globalisasi . Gereja 

terpanggil untuk menunaikan tiga tugas 

yaitu Koinonia, Marturia, dan Diakonia . 

Ketika mewujudkan tiga tugas gereja, 

maka perlu mencangkup semua aspek dan 

tidak melewatkan aspek apa pun. Ketiga 

misi gereja tidak dapat dipisahkan dalam 

mendukung kesucian gereja. namun , sama 

pentingnya dan harus sama-sama 

dilaksanakan untuk memenuhi tugas 

panggilan gereja.

Penelitian tentang sejarah gereja yang 

dilakukan oleh Fofid, Bahari dan 

Firmansyah pada tahun 2022 tentang 

sejarah perkembangan Katolik Kristus di 

Kota Sambas tahun 1980-2010. Metode 

yang digunakan dalam penelitian ini  

menggunakan metode penelitian sejarah. 

Kesimpulan dari penelitian ini bahwa 

gereja ini  dirintis oleh pastor Fidelis 

A. Tonus pada tahun 1913. Gereja ini juga 

memiliki peran yang sangat besar dalam 

sektor pendidikan di Sambas, terutama 

sekolah Katolik dan juga bidang sosial 

sepeti paguyuban. 

berdasar  latar belakang di atas, maka 

dilakukan penelitian dengan judul 

“Sejarah Berdirinya Gereja Katolik Santa 

Maria Annuntiata Di Sidoklumpuk, 

Sidokumpul Kecamatan Sidoarjo 

Kabupaten Sidoarjo 1950-2005”.

2). 

2. Bagi pihak gereja Penulisan ini 

diharapkan dapat membantu umat di 

gereja katkolik Santa Maria 

Annnuntiata Sidoarjo dalam 

memperoleh informasi tentang 

perkembangan gereja mereka sendiri 

dan memberi pengaruh yang lebih 

positif demi pelayanan dalam hidup 

menggereja.

3. Bagi Peneliti Penulisan ini 

bermanfaat bagi peneliti karena 

memberikan pengetahuan yang 

berguna serta menambah wawasan 

tentang sejarah perkembangan gereja 

katholik Santa Maria Annuntiata 

Sidoarjo.

5). 


3. Interpretasi

Sesudah fakta dalam membahas serta 

mengungkap permasalahan yang diamati 

sudah sesuai, maka peneliti 

melaksanakan interpretasi, yaitu 

interpretasi arti kebenaran serta korelasi 

antara fakta yang satu daan fakta lainnya.

4. Historiografi

Kegiatan terakhir penelitian sejarah 

ialah penyusunan fakta, dari signifikansi 

kronologisnya, sistematis serta 

kronologis, diterjemahkan ke dalam 

karya sejarah dalam bentuk naratif. 

Kedua ciri deskripsi ini perlu 

diperhatikan dengan benar karena 

termasuk bagian dari karya penokohan 

sejarah ilmu, dan juga karakter sejarah 

sebagai ilmu. 

6). Kajian Teori

1. Sejarah Perkembangan Agama 

Katolik di Indonesia

Katolik bersumber dari bahasa 

Yunani yakni "catholikos", yang memiliki 

makna “mencakup segalanya” atau 

universial. Sebutan Katolik juga ada  

pada saksi penguakuan calon baptis di 

abad ke-4. Teori lainnya menyatakan 

bahwa Gereja Kristus merupakan Katolik. 

berdasar  teologi pada agama kristen 

katolik diberi nama “kathilikos”, yang 

memiliki makna ajaran yang bersifat 

umum, menyebar dan diterima di seluruh 

dunia. Namun, istilah Katolik tetap 

menjadi nama ajaran gereja yang 

sebenarnya. Agama Katolik berkembang 

ketika Yesus lahir di kota Bethlehem di 

Palestina pada awal abad ke-4 Masehi. 

Gereja secara resmi diakui dalam bentuk 

Katolik Ortodoks oleh Kaisar Romawi 

Constantine the Great (380M). Antara 

abad ke-1 dan ke-4, kekristenan Katolik 

menyebar ke seluruh Mediterania. 

Kemudian menyebar ke Eropa pada abad 

ke-4 dan ke-13, dan pada abad ke-13 dan 

ke-18 memasuki Amerika, sebagian Afrika dan Asia. Pada abad ke-19, agama 

Kristen Katolik telah menyebar ke seluruh 

dunia dan penganut Katolik berkembang 

pesat. Ketika agama Katolik menyebar, 

orang-orang yang menganut animisme 

dan politeisme meninggalkan animisme 

dan beralih ke agama Katolik. 

Agama Katolik hadir di Indonesia 

berawal di Goa dan Malaka yang dibawa 

oleh Portugis yang bernama Gonzalves 

Veloso, Simon Vaz dan Fernao Vinagre. 

Berawal dari situ menjadi pusat kegiatan 

misionaris Katolik di timur. Kemudian 

meluas hingga ke pulau-pulau Indonesia 

lainnya. Penyebaran agama pada masa 

penjajahan Portugis ini dipengaruhi oleh 

kuat dan lemahnya posisi Portugis di 

pulau ini . Terutama simpati atau 

antipati terhadap Portugis dari Raja dan 

kepala adat setempat. Tahun 1534 

merupakan puncak sejarah Katolik 

Indonesia. Goncalves Veloso bertugas 

menyebarkan agama Katolik ke 

Hermahera. Lalu, didukung oleh Iman 

bernama Fernao Vinagre. Penyebaran 

agama ini  terhambat ketika VOC 

dikuasai oleh Belanda. Sebelumnya, 

gereja yang ada  di Indonesia yaitu   

Gereja Katolik Roma yang universal, 

namun  dengan kedatangan Belanda, Gereja 

Indonesia ditarik kembali dalam Gereja 

Reformasi.

2. Perkembangan Gereja Katolik di 

Indonesia

Gereja sudah berdiri saat para rasul 

diperintahkan oleh Tuhan untuk 

mewartakan kabar baik dan memuridkan 

bangsa-bangsa. Dilihat dari asal-usulnya, 

gereja di Indonesia merupakan 

pemerolehan bahasa Latin, yang juga 

berasal dari kata Yunani “ekklesia” yang 

bermakna dipanggil (ek: keluar; klesia dari 

kaleo: memanggil). Maka, ekklesia

bermakna sekelompok orang yang 

dipanggil dari dunia ini supaya bisa 

memuliakan nama Tuhan. 

Pada abad ke-14, ada  

misionaris Katolik yang berasal dari Italia 

yang masuk ke Indonesia. Para misionaris 

ini diketuai oleh biarawan Fransiskan 

Matthiusi. Kisah mereka diabadikan 

dalam bukunya yang berjudul "The 

Travels of Odric the Friar of Pordenone". 

Mereka mendatangi beberapa pulau di 

Indonesia yakni Banjarmasin Sumatera, 

Jawa dan Kalimantan sekitar tahun 1318 

dan 1330. Mereka dikirim oleh Paus ke 

Asia untuk menelusuri pedalaman Asia, 

yang pada saat itu belum jamah oleh orang 

luar. Pada tahun 1318 mereka 

meninggalkan Padua dan melintasi Laut 

Hitam ke Persia, Calcutta, Madras dan Sri 

Lanka. Mulai dari sana mereka melakukan 

perjalanan ke Nikobar dan Sumatera, 

sebelum mendatangi Jawa dan 

Banjarmasin. Dia kembali melalui darat 

ke Italia pada tahun 1330 dan pergi ke 

Eropa melalui Vietnam, Cina, dan Jalur 

Sutra. Kerajaan Jawa yang dikatakan pada 

catatannya yakni merupakan Kerajaan 

Majapahit Hindu-Budha. Misi ini 

merupakan terobosan dan membawa 

informasi tentang Asia ke Gereja. Saat itu, 

Gereja Katolik belum dibangun pada 

daerah ini . Mayoritas agama 

penduduk setempat yakni agama Hindu 

dan Buddha. 

Kemudian sekitar tahun 1546, 

peningkatan agama Katolik di Indonesia 

dimulai dari Francis Xavier yang 

mengunjungi di Ambon Morotai, Ternate, 

dan Halmahera selama tiga bulan. Franz 

Xaver telah membaptis ribuan orang. 

Kunjungannya di Indonesia timur ini 

menandai cikal bakal berdirinya Gereja 

Katolik di Indonesia. Mulai tahun 1619 

sampai 1799, VOC datang dan merebut 

wilayah kekuasaan Indonesia. Pada masa 

VOC ada  pelarangan pengelolaan 

Gereja Katolik, sehingga pada masa 

ini  pertumbuhan agama Katolik 

terhenti. Pada tanggal 17 Desember 1799 

VOC berakhir. Kemudian Belanda 

mengangkat seorang “gubernur” sebagai 

pemegang kekuasaan paling tinggi di 

Hindia Belanda. Gubernur Jenderal 

pertama, Herman Willem Dianders, 

berlabuh ke Indonesia antara tahun 1808 

dan 1811. Pada masa pemerintahan 

Dyander, perjalanan misionaris Gereja 

Katolik di Hindia Belanda kemudian dapat 

dilanjutkan dan kebebasan beragama 

ditegakkan. sesudah   Indonesia merdeka, 

gereja terus berkembang meskipun diusir 

oleh Belanda dan orang Eropa lainnya. 

sesudah   penggulingan Sukarno pada tahun 

1965, agama Katolik dan agama lain 

berkembang pesat.Dahulu, Sidoarjo terkenal menjadi 

pusat kerajaan Janggala. Ketika zaman 

penjajahan Hindia Belanda, wilayah Sidoarjo 

disebut Sidokari yang tidak lain ialah 

kesatuan dari Kotamadya Surabaya. Daerah 

Sidokare dipimpin seorang patih bernama R. 

Ng. Djojohardjo yang tinggal di desa Pucang 

Anom didukung oleh Wedana Bagus 

Ranuwiryo yang tinggal di desa Pangabahan. 

Pada tahun 1859, bersumber pada SK 

Pemerintah Hindia Belanda No. 9 Tahun 

1859 tanggal 31 Januari 1859 Staatsblad No. 

6. Kabupaten Surabaya terbagi kedalam dua 

bagian yakni Kabupaten Sidokare serta

Kabupaten Surabaya. 

Sidokare dipimpin oleh R. Notopuro 

(kemudian disebut RTP Tjokronegoro) yang 

berasal dari Kasepuhan. Dia yaitu   anak dari 

R.A.P. Tjokronegor, Penguasa Surabaya. 

Pada tanggal 28 Mei 1859, nama Kabupaten 

Sidokare yang mempunyai arti buruk diubah 

menjadi Kabupaten Sidoarjo. Ketika R. 

Notopuro meninggal pada tahun 1862, 

almarhum kakaknya diangkat menjadi 

gubernur pada tahun 1863 yaitu gubernur 

R.T.A.A. Tjokronegoro II yang diserahkan 

dari Lamongan. Pada tahun 1883 patih 

Tjokronegoro pensiun, malah naik pangkat 

menjadi R.P. Sumodiredjo diusulkan oleh 

Tulungagung namun  hanya menjabat sebagai 

penguasa selama 3 bulan ketika dia 

meninggal tahun itu dan R.A.A.T. 

Tjondronegor I diangkat menjadi gantinya. 

Ketika era pendudukan Jepang (8 Maret 

1942-15 Agustus 1945) Muara Sungai 

Brantas, termasuk Sidoarjo, juga berada di 

bawah kekuasaan pemerintahan militer 

Jepang (yakni Kaigun, Angkatan Laut 

Jepang). 

Pada tanggal 15 Agustus 1945, 

Jepang menyerah kepada Sekutu. Sejak 

Maret 1946, Belanda aktif berusaha 

menduduki kembali kawasan itu. Ketika 

Belanda menduduki Gedang, pemerintah 

Indonesia mengalihkan pusat pemerintahan 

dari Sidoarjo ke Porong. Wilayah Dungus 

(Kabupaten Sukodono) sebagai daerah 

sengketa dengan Belanda. Pada tanggal 24 

Desember 1946, Belanda melaksanakan 

penyerangan ke kota Sidoarjo melalui 

serangan bala bantuan. Belanda berhasil 

menguasain Sidoarjo ketika itu. Pusat 

pemerintahan Sidoarjo kemudian alihkan 

kembali ke wilayah Jombang. Pemerintah 

pendudukan Belanda (dikenal sebagai 

Recomba) berusaha mengembalikan 

pemerintahan ala kolonial. Pada bulan November 1948, 

berdirilah Negara Jawa Timur, salah satu 

negara bagian Republik Indonesia Serikat. 

Sidoarjo berada di bawah pemerintahan 

Recomba hingga tahun 1949. Pada tanggal 27 

Desember 1949, sebagai hasil kesepakatan 

Konferensi Meja Bundar, Belanda 

menyerahkan Negara Jawa Timur kepada 

Republik Indonesia, yang secara otomatis 

menjadikan wilayah Delta Branta sebagai 

wilayah Negara Kesatuan Republik 

Indonesia. Berikut ini merupakan daftar 

Bupati yang pernah menjabat di Sidoarjo. 

B. Sejarah dan Pertumbuhan Gereja 

Dalam Beberapa Periode ( 1950-2005).

1. Periode Tahun 1950-1955

Pertumbuhan Gereja Katolik di 

Sidoarjo selama ini tidak terdata secara 

rinci, karena data mengenai jemaat gereja 

ini tidak mencatat secara keseluruhan 

mengenai keberadaanya. Jemaat bukan 

cuma suatu struktur, namun  lebih dari itu, 

dan terutama kerabatnya. Jemaat umat 

Katolik di Sidoarjo diketahui tersebar di 

area perusahaan pengolahan gula, 

misalnya PG Candi, PG. Krian, PG. 

Tulang, PG. Catatan, PG. Krembung. 

ada  juga jemaat yang menjadi Pastor 

yang bernama Romo Hardjo Atmodjo, 

bekerja di Jambi-Sumatera. Sebelumnya, 

di Krian waktu itu ada  kapel, dimana 

strukturnya mirip dengan Sekolah 

Menengah Pertama Katolik. Jemaat 

Katolik yang berada di Krian ini masih 

tercatat sebagai jemaat Paroki di 

Mojokerto. 

Jemaat Katolik yang bernama 

bapak Samso Poerwosoemarto merupakan 

seorang anggota polisi dari Jakarta yang 

dimutasi ke Porong Sidoarjo. Bapak 

Samso ini berlokasi di asrama Brimop 

Kompi 5480. Selain bekerja, di sela-sela 

kegiatannya bapak Samso juga mencari 

jemaat Katolik di sekitar tempat 

tinggalnya, namun, beliau tidak bertemu 

dengan jemaat Katolik. sesudah   itu, bapak 

Samso ini memperluas pencarianya ke 

Sidoarjo, disana beliau menemukan 

keluarga Katolik yang bernama bapak 

Ponidin, yang juga bekerja sebagai polisi. 

Bapak Ponidin diketahui bertempat 

tinggal di Asrama Polisi Sidoarjo, 

kemudian area ini  menjadi 

komunitas warga Katolik. Berikut 

beberapa anggota yang tercantum dalam 

komunitas.

1. Bapak Achmad Soetedjo yang 

berprofesi sebagai guru SD

2. Koesmani yang berstatus pelajar 

SMPN 1 Sidoarjo3. Bapak Djono Siswowardjono yang 

berprofei sebagai guru SD.

2. Pada periode tahun 1955 hingga tahun 

1960 

Merupakan warga Katolik 

sekaligus perintis bangunnya gereja 

Katolik di Sidoarjo, yang kemudian 

menarik perhatian Bapa Uskup Mgr. 

Johanes Klooster dari Uskup Surabaya. 

Oleh karena itu Bapa Uskup berinisiatif 

untuk meninjau Sidoarjo. Berikut 

beberapa anggota yang berkunjung ke 

Sidoarjo diantaranya: (1) Romo, J. H. Van 

Megan, CM; (2) Romo Raets, CM; (3) 

Romo G. Bonekam, CM; (4) Romo I 

Dwijo Soesastro, CM; (5) Johanes 

Klooster, CM Uskup Surabaya: (6) Romo 

G. Dollm, CM; (7) Romo Hadisoedarso, 

Pr; (8) Romo W.P. Jansen, CM; (9) Romo 

F. Minister J. Bartels, CM; (10) Romo H. 

Windrick, CM; dan (11) Romo H. Niesen, 

CM.

Pusat posko peninjauan ini yaitu   

rumah Bapak Ponidin pada Juli 1958. 

Jemaat Katolik makin bertambah dan 

semakin terstruktur. Kemudian 

melakukan kegiatan Misa Kudus dan 

aktivitas keagamaan Katolik lainnya 

menggunakan kendaraan dari Gereja 

Pusdik Porong ke Gereja Paroki Kepanjen 

Surabaya. Pada tahun 1959 Sidoarjo 

menjadi bagian wilayah keuskupan atau 

disebut dengan stasi. Pastor yang ditunjuk 

yaitu   Pdt. H.J.Raets, CM. berdasar  

hal ini  kegiatan keagamaan Katolik 

di Sidoarjo semakin berkembang. 

Misa Kudus pertama kali 

dilaksanakan pada hari minggu yang 

menumpang di SDN 1 Puncang Sidoarjo, 

atas banduan bapak Setyawan Sutan Adi. 

Jemaat yang hadir sebanyak 8 orang, 

kegiatan Misa Kudus ini rutin

dilaksanakan setiap bulan. Jemaat yang 

rutin hadir berkisar antara 14 hingga 15 

orang. Kemudian kegiatan Misa Kudus ini 

dipindahkan ke rumah Bapak Nusahit 

Hasyim (Nio Kin Bin) yang berlokasi di 

Jalan Untung Suropati Sidoarjo. 

Pelaksanaan Misa Kudus ini menjadi 2 

kali perbulan. ada  peningkatan 

jemaat yang sebelumnya hanya berkisar 

15 orang, kini meningkat hingga 25 orang. 

Peningkatan jemaat yang 

signifikan membuat Uskup Surabaya yang 

bernama Mgr. J. Klooster, CM tertarik dan 

kemudian membeli tanah di jalan Untung 

Suropati nomor 33 Sidoarjo milik Bapak 

Go Yu Nok. Tanah ini  kemudian 

dibangun gedung yang berfungsi sebagai 

Kapel dan sekolah. Tujuannya yakni 

untuk kegiatan sarana dan prasarana umat 

Katolik. Pembangunan Kapel di Sidoarjo ini dimulai pada akhir tahun 1959 selama 

3 bulan. Pada tahun 1960 Kapel ini 

diresmikan oleh Uskup Mgr, J. Klooster, 

CM. Sekolah ini  diberi nama 

Sekolah Menengah Pertama Katolik 

Untung Suropati.

C. Perkembangan Jumlah Umat Gereja 

Katolik Santa Maria Annuntiata 

Sidoarjo Tahun 1950-2005

Pembentukan umat Katolik di 

Sidoarjo dimulai pada tahun 1950. 

Perkembangan Gereja Katolik Sidoarjo pada 

kurun waktu berikut tidak terdata 

dikarenakan masih terbilang minim individu 

yang keberadaannya diperhatikan dengan 

demikian tidak terkoordinir sebagai 

organisasi (hierarki struktur Gereja). Bapak 

PF Samso Poerwosoemarto ialah seorang 

polisi Katolik di Departemen Kepolisian 

Negara (DKN) Jakarta yang ditempatkan di 

Pusdik Korps Brigade Mobil Porong serta 

bekerja di Brimob Kompi 5480 

Asrama/Ksatria. Selain disibukkan dengan 

tugas sehari-hari, ia meluangkan waktu guna 

mengunjungi umat Katolik setempat. Porong 

beserta sekelilingnya namun  tidak 

ditemukan/diidentifikasi pada saat itu.

Kemudian ia mencoba mencari ke 

Sidoarjo kemudian di Sidoarjo beliau 

berjumpa dengan sebuah keluarga Katolik 

yaitu : Bpk. P. Ponidin - Anggota Polri 

dengan Wakil Inspektur Polisi II/Wakil Polisi 

Letnan II, Pengelola Asrama (Mabes 

Wetasemen), berdomisili di Asrama Polres 

Sidoarjo/Ksatria dan disinilah kontribusi 

pertemuan datang dengan tatap muka. Ada 3 

umat Katolik di paroki yang bisa disebutkan, 

yakni PC Achmad Soetedjo yang berprofesi 

sebagai guru S.R./S.D, Koemani pelajar SMP 

dan Djono Siswowardjono.

sesudah   lama mencari umat Katolik 

yang bertempat tinggal di daerah Sidoarjo 

serta sekelilingnya pada tahun 1955 data 

yang diperoleh bertambah menjadi 13 KK, 

yaitu Pak Ponidin Sersan Polisi, berdomisili 

di Asrama Polres Sidoarjo, Pak R.Y. 

Moerdjono Siswoharjono, Kepala SD di 

Tanggulangin, berdomisili di desa 

Kalitengah, Tanggulangin, Bpk. P.C. 

Achmad Soetedjo, Guru S.D. Rangkah Kidul, 

Slautan Sidoarjo, Bpk. R.P. Rabidin, Mantri 

Kesehatan RSU Sidoarjo, berdomisili di 

Mambang, Pucang Sidoarjo, Bp R.B. 

Soeprapto, berdomisili di PG. Toelangan, 

Pak Achmad Puji, berdomisili di PG. Candi, 

Bpk. Koesmani Mahasiswa, berdomisili di 

Sidoarjo, Bpk. P.F. Samso Poerwosoemarto, 

Pusdik Brimob Porong, Ny. Ong Tjiang Hok, 

berdomisili pada alamat di Jalan Gajahmada 

Sidoarjo, Ny. Tjoa, berdomisili di Jalan 

Gajahmada Sidoarjo, Ny. Go Dju Kwie, 

beralamatkan di Jalan Hang Tuah Sidoarjo, Ny. Liem Swi Lie, beralamatkan di Jalan 

M.H. Thamrin (dahulu Krian) Sidoarjo, 

Bapak Theo Ot Putra Kepala Sekolah SD 

Pasar Ikan, Sidoarjo. Mereka yaitu   pelopor 

gereja Katolik di Sidoarjo, maka Uskup Mgr. 

Johanes Klooster, CM, Uskup Surabaya 

memberi atensi yang begitu besar. 

D. Pembangunan Gedung Gereja katolik 

santa maria annuntiata sidoarjo

Ketika gereja ini didirikan pada tahun 

1955, Sidoarjo belum memiliki gedung untuk 

berkumpul atau berdoa bersama. Para perintis 

memilih rumah Pak Ponidin, seorang sersan 

polisi di Asrama Polres Sidoarjo, untuk 

dijadikan posko pendirian gereja Katolik di 

Sidoarjo. Pada awal tahun 1959, dengan 

pertolongan seorang simpatisan yakni Bapak 

Styawan Sutan Adi (Tan Hway Tjiang), yang 

beralamat di Jalan A. Yani No.1, Sidoarjo, 

Ruang Kelas SDN I Pucang Sidoarjo bisa 

digunakan untuk mengadakan Misa Kudus. 

Atas prakarsa dan permintaan Bpk Bertha 

Nio kepada ayahnya, Bpk Nursahit Hasyim 

(Nio Kin Bin), umat diperbolehkan 

menggunakan pendopo rumah di Jalan 

Untung Suropati No.18-20 Sidoarjo, untuk 

menggelar Misa Kudus. Atas izin ini, Misa 

Kudus di SDN I Pucang Sidoarjo berpindah 

ke Anjungan dan Misa Kudus diadakan dua 

kali setiap bulannya di hari Minggu I serta 

Minggu Ketiga.

Tindakan awalnya ialah merubah

Sidoarjo menjadi “Daerah Tinjauan” yang 

dipimpinnya sendiri. Lawatan dilaksanakan 

dengan berkala sert bergantian antar anggota￾anggota, yaitu: Mgr. Johanes Klooster, CM –

Uskup Surabaya, Fr. G. Dollm, CM, Fr. A. 

Hadisoedarso, Pdt. WP Jansen, Cm, Romo I 

Dwijo Soesastro, CM, Romo J. Bartels, CM, 

Romo J.H. Van Megen, CM, Romo H. 

Windrick, CM, Romo P. Dollm, CM, Romo 

H. Niesen, CM, Romo HJ Raets, CM. Pak 

Ponidin – seorang sersan polisi berdomisili di 

Asrama Polres Sidoarjo .

Sepanjang bulan Juli 1958 kegiatan 

umat Katolik mulai terjadi perkembangan 

serta lebih terkoordinir antara lain umat 

Katolik di Porong serta Sidoarjo didalam 

kewajiban mengahdiri Misa Kudus di hari 

Minggu/libur lainnya dikoordinir untuk 

bergabung dengan Gereja Pusdik Korps 

Brimob Porong ke Gereja Paroki tempat 

lahirnya Santa Perawan Maria Kepanjen, 

Surabaya.

Pada awal tahun 1959, Sidoarjo 

mendapatkan status Stasi dimana Pendeta 

Stasi pertama ialah Pdt. H.J.Raets, CM. 

Dengan berstatus Stasi, aktivitas mengenai 

gereja memperlihatkan perkembangan yang 

menyenangkan. Dengan pertolongan seorang pendukung yakni Pak Setyawan Sutan Adi 

(Tan Hway Tjiang), yang beralamatkan di 

Jalan A. Yani No.1, Sidoarjo, Ruang Kelas 

SDN I Pucang Sidoarjo bisa digunakan dalam

mengadakan Misa Kudus. Diadakan pertama 

kali di depan delapan orang, mencakup 3 

(tiga) katekumen, semenjak saat itu Misa 

Kudus diadakan pada hari Minggu I pada 

tiap bulan, serta dihadiri oleh kurang 

lebihnya 14-15 jemaat.

Atas prakarsa serta permintaan Bpk 

Bertha Nio terhadap ayahanda beliau yakni 

Bpk Nursahit Hasyim (Nio Kin Bin), umat 

diperbolehkan menggunakan pendopo rumah 

di Jalan Untung Suropati No.18-20 Sidoarjo, 

untuk melangsungkan Misa Kudus. Berkat 

izin ini, Misa Kudus di SDN I Pucang 

Sidoarjo dialihkan ke Anjungan serta Misa 

Kudus dilaksanakan 2 (dua) kali pada tiap 

bulannya – pada hari Minggu I serta Minggu 

Ketiga. Kehadiran umat pada setiap Misa 

Kudus yang diadakan sejak waktu itu 

mencapai sekitar 25 orang.

Dilihat pada berkembangnya Misa, ia 

mampu menyanyikan lagu/lagu secara solois 

Ibu Ir. Guntoro dari PG. Krembung serta 

Chorus, sehingga kepedulian Mgr. J. 

Klooster, CM – Keuskupan Surabaya kian 

meningkat, alhasil membeli sebidang tanah 

punya Pak Go Yu Hok yang berlokasi di 

Jalan Untung Suropati No.33, Sidoarjo. 

Dalam rangka pengadaan sarana serta 

prasarana gereja, dibangun gedung yang 

mempunyai dwi fungsi, yakni: sebagai Kapel 

serta juga sebagai sekolah. Pembangunannya 

dilaksanakan antara akhir tahun 1959, serta 

berlangsung sekitar kurang-lebih 3 (tiga) 

bulan. Pada awal tahun 1960-an fungsi serta 

kegunaannya oleh Mgr. J. Klooster, CM. –

Uskup Surabaya diresmikan. Dengan 

mempertimbangkan bahwasanya bangunan 

ini  memiliki fungsi ganda, selain 

dipakai senbagai gereja, bangunan ini juga 

digunakan sebagai Sekolah Menengah 

Pertama Katolik yang menggunakan nama 

SMPK “Untung Suropati”.

E. Peran Gereja Katolik Terhadap 

Pendidikan

1. Pendidikan Anak Usia Dini

a. KB-TK Katolik Santa Maria

KB-TK Katolik Santa Maria ini 

berlokasi di Jalan Monginsidi 31 

Sidoarjo. berdasar  sejarahnya, 

sekolah ini didirikan oleh Romo FX 

Dumo Purnomo pada tanggal 16 Juli 

1989. Sekolah ini mengelola dua 

sekolah sekaligus yakni KB dan TK 

berada dalam satu atap. Visi sekolah ini 

yaitu   dapat mewujudkan pendidikan 

Katolik agar dapat membentuk pribadi 

yang berintegritas.

b. TK Katolik St. Yusup TropodoTK Katolik St. Yusup Tripodo 

ini memiliki akreditasi A yang 

berlokasi di Jalan Brantas Waru, 

Sidoarjo. Pada perjalannya, seorang 

Romo Heri Bertus SVD melihat anak￾anak yang berlokasi di perumahan 

Wisma Tropodo membutuhkan sekolah 

Katolik. Akhirnya Romo membeli 

tanah seluas 3000 meter persegi di 

kawasan ini  untuk membangun 

TK Katolik St. Yusup Tropodo dan 

resmi pada tanggal 20 Maret 1990. 

Sebelumnya TK ini berada di Yayasan 

Wijana Sejati yang kemudian berganti 

menjadi Yayasan Yohannes Gabriel.

2. Sekolah Dasar Katolik

a. Sekolah Dasar Katolik St. Yusup 

Tropodo

Sekolah SD Katolik St. Yusup 

Tropodo ini berlokasi di Jalan brantas 

Wisma Tropodo Waru Sidoarjo. 

Sekolah ini mulai beroperasi pada 

tahun yang sama dengan TK Katolik St. 

Yusup Tropodo yakni tahun 1990. 

Sekolah ini merupakan sekolah yang 

cukup bergengsi, terhitung pada tahun 

2017 SD Katolik St. Yusup Tropodo 

memiliki 18 rombong belajar. Pada saat 

ini bertambah hingga 20 rombong 

belajar. SD Katolik St. Yusup Tropodo 

memiliki pegawai 14 orang dan siswa 

715 orang.

b. Sekolah Dasar Katolik Untung 

Suropati 1 Sidoarjo

Sekolah Dasar Katolik Untung 

Suropati 1 ini terletak di jalan 

Monginsidi 31 Sidoarjo. Sebelumnya 

SD ini berlokasi di jalan Untung 

Suropati yang sesuai dengan nama 

sekolahnya. Namun, SD ini berpindah 

hingga dua kali dan secara resmi 

berlokasi pada alamat sekarang. 

Sekolah ini mulai beroperasi pada 

tahun 1978.

c. Sekolah Dasar Katolik Untung 

Suropati 2 Sidoarjo

Sekolah Dasar Katolik Untung 

Suropati 2 merupakan cabang dari 

Sekolah Dasar Katolik Untung 

Suropati 1. Berdirinya sekolah ini 

disebabkan banyaknya siswa yang 

berminat masuk pada sekolah ini, 

sehingga dibuatlah cabang dari Sekolah 

Dasar Katolik Untung Suropati 1. Pada 

sejarahnya sekolah ini berdiri pada 

tahun 1997. Sebelumnya sekolah ini 

berada di bawah naungan Gereja 

Katolik Paroki St. Maria Anuntiata 

pada saat masih dipimpin oleh Romo RD. Budi Hermanto, beliau menjabat 

menjadi kepala gereja sekaligus kepala 

sekolah. Namun, karena kebijakan 

Gereja Keuskupan Pusat, maka 

Sekolah Dasar Katolik Untung 

Suropati berpindah ke yayasan 

Yohannes Gabriel Perwakilan 1 

Surabaya.

3. Sekolah Menengah Pertama Katolik

a. SMP Katolik St. Yusup Tropodo

SMP Katolik St. Yusup 

Tropodo merupakan kelanjutan dari 

TK dan SD Yusup Tropodo yang 

sebelumnya sudah beroperasi duluan. 

Wali murid yang telah menyekolahkan 

anaknya di TK hingga SD Katolik St. 

Yusup Tropodo menginginkan jenjang 

berikutnya, agar anak-anaknya dapat 

bersekolah dilembaga yang sama. 

Kemudian berdirilah SMP Katolik St. 

Yusup Tropodo pada tahun 1996, 

namun sekolah ini belum memiliki 

gedung dan masih menumpang di SD 

Katolik St. Yusup Tropodo. Pada tahun 

1998 akhirnya SMP Katolik St. Yusup 

Tropodo memiliki gedung sendiri.

b. SMP Katolik Untung Suropati

SMP Katolik Untung Suropati

ini berada di area yang sama dengan SD 

Katolik Untung Suropati II yakni 

dijalan Gajah Magersari Sidoarjo. 

Sekolah ini mulai didirikan tanggal 1 

Agustus 1960 yang beroperasi sekitar 

tahun 1979. Sebelumnya SMP Katolik 

Untung Suropati belokasi di jalan 

Untung Suropati, yang sesuai namanya. 

Namun, sekolah ini pindah pada 

alamatnya yang sekarang.

4. SMA Katolik Untung Suropati Sidoarjo

SMA Katolik Untung Suropati ini berdiri 

sekitar 1960, namun tanggal dan bulannya 

tidak diketahui persisnya kapan. Sekolah ini 

berlokasi di jalan Untung Suropati 33, yang 

memiliki 673 siswa. Sekolah ini juga yaitu   

satu-satuya SMA Katolik yang berada di 

pusat Sidoarjo. Pada sejarahnya, SMAK ini 

masih berada di Yayasan Wijana Sejati dan 

nama sebelumnya yaitu   Sekolah Pendidikan 

Dasar Menengah Katolik. sesudah   peralihan 

yayasan, kemudian beralih ke SMA Katholik.