alkitab digital. 5

Tampilkan postingan dengan label alkitab digital. 5. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label alkitab digital. 5. Tampilkan semua postingan

Rabu, 09 Juli 2025

alkitab digital. 5


 


orang benar ingin melihat apa yang kamu 

lihat, tetapi tidak melihatnya dan ingin mendengar apa yang kamu dengar, 

tetapi tidak mendengarnya” (Mat 13:17).29 Artinya, di dalam dan melalui 

Yesus terjadi peristiwa-peristiwa yang melebihi peristiwa sebelumnya. Itu 

disebabkan Yesus sendiri ialah Mesias yang oleh-Nya Allah melawat umat￾Nya dengan kasih-Nya sebagaimana telah dijanjikan sebelumnya (Luk 

7:16; Mat 11:2-6). Dengan kedatangan Yesus berarti masa eskatologis 

sudah mulai diwujudkan pada masa kini.

Selain bukti-bukti kehadiran Kerajaan Allah pada masa kini tersebut 

di atas, Kerajaan Kristus juga dapat dipahami dalam dua aspek pengertian, 

yaitu: regnum potentiae dan regnum gratiae. Yang dimaksud dengan 

regnum gratiae yaitu  jabatan Kristus sebagai Raja Rohani atas umat-Nya 

atau Gereja-Nya. Kerajaan ini bersifat rohani yang didasarkan pada karya 

penebusan Kristus. Kerajaan rohani ini sudah ada pada masa sekarang 

mapun masa yang akan datang.30 Sedangkan yang dimaksud dengan 

regnum potentiae yaitu  kekuasaan Kristus atas alam semesta yaitu 

pemerintahan-Nya secara providensial dan yuridis atas segala sesuatu 

dalam hubunganya dengan Gereja. Lebih lanjut Berkhof menjelaskan 

bahwa, sebagai Raja alam semesta, Sang Pengantara memimpin dan 

menentukan setiap pribadi individual, dari kelompok sosial, dan bangsa-

bangsa, untuk menentukan pertumbuhan, penyucian sedikit demi sedikit, 

dan kesempurnaan akhir dari umat-Nya yang telah Ia tebus dengan darah￾Nya... Kristus sekarang mengatur jalan hidup setiap individu dan bangsa 

yang termasuk dalam Gereja yang telah disatukan oleh darah-Nya... 31

Jadi, dari aspek regnum potentiae, pemerintahan Kristus atas alam 

semesta berkuasa mengatur segala bangsa untuk melindungi umat-Nya. 

Dalam hal ini nampak hubungan tak terpisahkan antara umat-Nya dengan 

bangsa-bangsa. Sebab itu Gereja tidaklah seharusnya berusaha memisahkan 

diri dari bangsa-bangsa (multikultur), sebaliknya harus mengintensifkan 

hubungan dengan bangsa-bangsa. Dalam hal ini Gereja menyatakan 

keharmonisan sosial sebagai bagian dari rencana perwujudan Kerajaan 

Allah dalam aspek kekinian. Gereja memiliki tanggung jawab sosial yang 

menyatukannya dengan masyarakat. Gereja dan masyarakat tidak dapat 

dipisahkan melainkan saling melengkapi.32 H. Henry Meeter menegaskan 

bahwa sorga dibawa ke dalam material (dunia nyata). Dimensi rohani 

menerangi dunia materi (sosial) supaya terjadi pemulihan. Tuhan 

mendelegasikan orang percaya untuk membangun dan memelihara tatanan 

sosial.33 Teokrasi presentis dalam aspek inilah yang menjadi dasar orang 

percaya untuk berelasi sebaik-baiknya secara multietnis dan multireligi.

UNIVERSALITAS KARYA ROH KUDUS

Pemberitaan karya Allah diteruskan oleh Roh Kudus ke seluruh 

dunia di segala abad. Roh Kudus yaitu  utusan Kristus untuk 

mengaplikasikan karya Kristus kepada semua manusia. Roh Kudus inilah 

yang dijanjikan Kristus sebagai yang akan memberi kuasa untuk menjadi 

saksi Kristus (Kis 1:8). Dinamika Roh Kudus yang memampukan para 

murid Kristus untuk menjadi saksi-saksi Kristus sampai ke ujung bumi. 

Dalam hal ini Roh Kudus menindak lanjuti penugasan Kristus untuk menjadikan sekalian bangsa murid-Nya (Mat 28:19-20). Dengan tugas ini 

menunjukkan adanya aspek universalitas karya Roh Kudus itu. Pada 

peristiwa Pentakosta, universalitas tersebut mulai memanifestasi dalam 

bentuk bahasa-bahasa dari berbagai etnis (Partia, Media, Elam, 

Mesopotamia, Yudea, Kapadokia, Pontus, Asia, Frigia, Pamfilia, Mesir, 

Libia, Roma, Yahudi, Kreta, dan Arab; Kis 2:8-11). Jadi, Roh Kudus yang 

mendinamisasi orang percaya untuk memberitakan Injil kepada segala 

bangsa (panta ta ethne). H. Berkhof sebagaimana dikutip oleh Abineno 

menyatakan sebagai berikut: 

Roh Yesus Kristus–yaitu Roh yang mengandung kuasa yang 

membebaskan dan yang membaharui–sedang bekerja di segala 

tempat,di mana manusia dilepaskan dari keganasan alam, negara, 

warna kulit, kasta, kelas, kelamin, kemiskinan, penyakit, kebodohan 

dan lain-lain.34

Lebih lanjut Abineno menegaskan bahwa karya Roh Kudus tidak 

hanya terbatas pada Gereja, melainkan mencakup seluruh dunia.35 Atas 

dasar itu, orang yang telah ditebus oleh karya Kristus dan menerima Roh 

Kudus dalam dirinya pastilah didorong untuk terus berkomunikasi dengan 

orang lain yang beda etis dan agama menjadi saksi Kristus bagi mereka.

Selain itu, Roh Kudus juga memberi buah dalam hidup orang 

percaya berupa: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, 

kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan dan penguasaan diri (Gal 5:23). 

Buah Roh ini merupakan potensi pada diri orang percaya untuk 

diaktualisasikan dalam relasinya dengan orang lain: baik teman seiman 

maupun beda iman. Misalnya, istilah kasih yang diterjemahkan dari agape

berarti: love, concern, interest, sacred meal shared by the early church

(kasih, kepedulian, minat, makanan kudus yang dibagikan oleh Gereja 

mula-mula).36 Makna yang jelas dari agape yaitu  kasih dan kepedulian 

yang mencakup kasih kepada semua orang. J. Lengkong menyimpulkan, 

Kasih sebagai buah Roh tidak bersikap diskriminatif dan 

memperlakukan orang-orang lain dengan keprihatinan yang mendalam... Rasa cemburu yang banyak merusak hubungan antar 

pribadi, antar golongan dan antar umat beragama, akan dengan 

sendirinya ditinggalkan.”

37

Hal ini juga menjadi dasar untuk melakukan kebaikan kepada yang beda 

etnis dan religinya.

NATURALITAS GEREJA SEBAGAI TUBUH KRISTUS

Septuaginta menggunakan istilah Yunani ekkalew(ekkaleo) yang 

artinya: memanggil keluar. Dari kata Yunani ini, Perjanjian Baru 

menggunakan kata ekklesia (ekklesia) sebagai bentukan dari kata ek (ek) 

dan kalew (kaleo) yang berarti: dipanggil keluar. Kata ini dimengerti dalam 

hubungannya dengan karya Kristus yang telah menjadi Juruselamat 

manusia berdosa. Sehingga secara esensial kata ekklesia dimengerti sebagai 

“persekutuan orang yang telah dipanggil keluar dari dunia ini untuk 

menjadi milik Allah.”38 Dengan demikian pengertian ekklesia juga 

menunjukkan keterikatan dengan Allah di dalam dan melalui Kristus. 

Sebab itu ekklesia juga dimengerti sebagai jemaat Allah dengan maksud 

yang sama seperti qahal yahwe dalam Perjanjian Lama. 

Pemahaman Yesus tentang jemaat Allah nampak dalam misi 

pelayanan dan pengajaran-Nya yang berkesinambungan dengan 

pemahaman Perjanjian Lama. Yesus memfokuskan pelayanan-Nya kepada 

orang Yahudi yang disebut-Nya sebagai “domba-domba yang hilang dari 

umat Israel” (Mat 15:24) yang secara esensial sama dengan umat Allah. 

Namun kemudian Yesus memperluas pengertian domba yang hilang juga 

dikenakan kepada murid-Nya yang tercerai-berai (Luk 12:32; Mrk 14:27; 

bnd. Zak 13:7). Meskipun Yesus menujukan misi keselamatan-Nya kepada 

orang Yahudi, namun Ia juga menyadari bahwa mereka akhirnya akan 

menolak-Nya. Sebab itu terjadi transformasi pengertian umat Allah yang 

tidak saja ditujukan kepada umat Israel melainkan juga kepada para murid￾Nya dan semua orang yang percaya kepada-Nya (bnd. Mat 3:9; Luk 3:8). 

Yesus menggunakan istilah ekklesia tidak dimaksudkan menunjuk kepada suatu organisasi, tetapi sekelompok orang yang dianggap-Nya sebagai 

milik-Nya dan diwakili oleh para murid-Nya.39

Jadi, Gereja pada hakikatnya ialah umat Allah atau jemaat Allah

yaitu orang-orang yang telah dipanggil keluar dari dunia melalui karya 

Kristus untuk mengalami persekutuan dengan Dia pada masa kini dan masa 

yang akan datang. Gereja bersifat universal karena meliputi seluruh orang 

percaya di muka bumi. Karena itu, Gereja juga dituntut agar kehadirannya 

di dunia ini menjadi representasi Allah dengan turut memproklamasikan 

keselamatan dari Allah melalui Yesus Kristus.

Dengan demikian tidak dapat dipisahkan antara Kristus dan Gereja. 

Kristus yaitu  Kepala Gereja dan Gereja yaitu  umat-Nya. Dia memerintah 

di dalam dan melalui Gereja-Nya. Gereja sebagai umat yang kudus yang 

telah dipanggil ke luar dari dunia, namun diutus kembali ke dalam dunia. 

Karenanya, Gereja berada di dalam konteks dunia. Sebagai bagian integral 

dari konteks dunia, maka Gereja harus berkorelasi dengan konteks sosial 

dan kultural di tengah masyarakat sekitarnya. Sebagai Kepala Gereja yang 

memerintah kerajaan-Nya, Kristus juga tidak menginginkan Gereja-Nya ke 

luar dari konteks sosial masyarakat. Donald B. Kraybill menegaskan,

Kitab-kitab Injil tidak memandang kerajaan itu sebagai sesuatu yang 

terasing dari bagian masyarakat lainnya, baik secara geografis 

maupun sosial. Yesus tidak menganjurkan kita menghindar atau 

menarik diri dari kehidupan sosial. Ia juga tidak mengasumsikan 

bahwa kerajaan dan dunia terpisah dalam wilayah-wilayah yang 

terbagi tegas. Aksi kerajaan itu berlangsung di tengah-tengah 

kehidupan sosial.40

 

Dengan demikian, natur alamiah Gereja membuatnya tidak bisa 

tidak berinteraksi aktif dengan konteksnya. Interaksi tersebut mewujud 

dalam karya-karya bersama dengan orang lain yang tidak seetnis atau 

seagama. George V. Pixley menyebutkan lebih konkrit demikian,

Dalam pengertian abstrak dan umum kerajaan Allah dalam Alkitab 

berarti satu masyarakat yang adil, makmur dan yang memandang 

semua manusia sederajat. Dalam arti konkret, kerajaan Allah mendorong berbagai proyek historis dalam bermacam-macam 

keadaan. Dalam dua momen permulaan kerajaan berarti 

pembebasan, satu perjuangan melawan sistem-sistem penjejangan 

sosial yang memeras kaum pekarya Israel.41

Di sinilah Gereja harus kreatif dalam melaksanakan panggilannya 

untuk percaya dan melayani secara seimbang di tengah dunia. Gereja 

dituntut tanggung jawab yang besar untuk melibatkan diri sepenuhnya 

dalam kehidupan sosial yang sama nilainya dengan aspek rohani.42

 Jadi, 

Kristus yang telah memanggil Gereja-Nya ke luar dari dunia, namun 

mengutusnya kembali ke dalam dunia, menghendaki agar Gereja-Nya 

berinteraksi melalui karya nyata di tengah masyarakat. Hakikat naturalitas 

Gereja inilah yang juga dapat menjadi dasar untuk berinteraksi dengan 

multietnis dan multireligi.

MULTIKULTURALITAS KEKEKALAN

Karya penebusan Kristus yang diteruskan oleh dinamika karya Roh 

Kudus telah melahirkan Gereja Perjanjian Baru yang bersifat multikultural. 

Hingga perkembangannya saat ini Gereja terus menjadi semakin 

multikultural, seperti disinyalir bahwa, 

Dalam tahun-tahun belakangan ini maka persoalan budaya dan 

pluralismenya sudah menjadi masalah yang sangat besar di seluruh 

dunia (hal ini juga berhubungan dengan migrasi dan globalisasi). 

Banyak Gereja sekarang memasuki situasi di mana Gereja memiliki 

jemaat yang berasal dari budaya yang beragam dan karenanya 

Gereja terdorong untuk menjadi lebih multi-culturaKondisi Multikulturalitas Gereja ini akan terus berlanjut hingga 

kekekalan. Pada masa eskatologis, dimana Gereja-Nya telah mengalami 

pengudusan sempurna, setelah kedatangan Kristus, Sang Kepala Gereja, 

untuk kedua kalinya, maka Gereja-Nya juga memasuki masa kemuliaan di 

hadapan tahta Bapa yang kekal. Di sanalah multikulturalitas Gereja 

menyemarakkan suasana kemuliaan, sebagaimana digambarkan oleh 

Yohanes dalam kitab Wahyu 7:9-10 sebagai berikut:

“Kemudian daripada itu aku melihat: sesungguhnya, suatu kumpulan 

besar orang banyak yang tidak dapat terhitung banyaknya, dari 

segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa, berdiri di hadapan 

tahta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah putih dan 

memegang daun-daun palem di tangan mereka. Dan dengan suara 

nyaring mereka berseru: “Keselamatan bagi Allah kami yang duduk 

di atas tahta dan bagi Anak Domba.”

Multikulturalitas kekekalan di hadapan Anak Domba (Kristus) ini 

juga menjadi landasan Kristologis bagi orang percaya masa kini bahwa 

Allah sangat memberi tempat bagi multikulturalitas umat-Nya. Ini menjadi 

motivasi bagi Gereja masa kini untuk terus memberitakan kabar baik 

kepada segala bangsa dan suku bangsa (multietnis).

PENUTUP

Diversitas humanitas mesti dipandang sebagai kreatifitas Allah yang 

patut dihargai sebagaimana Allah menghargainya sebagai gambar dan 

rupa-Nya sendiri. Diskriminasi humanitas justru bukti sikap antagonis 

terhadap otoritas penciptanya. Radikalisme doktrin yang melulu

berorientasi pada kebenaran vertikal harus dibarengi dengan pemahaman 

horisontalnya. Kebenaran sejati justru menjadi utuh ketika kedua aspek 

tersebut diposisikan secara proporsional. Perbedaan bukan alasan untuk 

saling melawan dan menghancurkan, karena kasih kepada Tuhan dan 

sesama bukanlah kebenaran yang dapat dipisahkan sama sekali.

Allah sendiri telah berbuat baik kepada semua orang sesuai hakikat 

Diri-Nya sendiri sebagai Pencipta segalanya. Allah juga menghendaki agar 

manusia, yang telah diciptakan dalam gambar dan rupa-Nya, saling 

melakukan perbuatan baik. Semua manusia memiliki tanggung jawab 

bersama selama kehidupannya di dunia ini, sehingga dibutuhkan solidaritas dengan sesama. Melalui interaksi yang baik justru dimungkinkan adanya 

point of contact bagi Injil, sehingga dapat terjadi transformasi kesadaran 

terhadap hakikat kebenaran Injil yang meresap ke segala aspek hidup 

manusia seperti garam mengasinkan dunia yang tawar (Mat 5:13). Teologi 

Multikultural melandasi sikap Kristen untuk berelasi dengan semua orang 

dalam segala bentuk perbedaannya tanpa kehilangan jati diri (keunikan) 

kekristenannya.



Karunia Roh Kudus yaitu  perlengkapan rohani yang Allah 

anugerahkan kepada setiap orang percaya atau Gereja dengan tujuan untuk 

digunakan bagi pekerjaan pelayanan dan pembangunan tubuh Kristus (bnd. 

Ef 4:11,16; 1Kor 12:7). Karunia Roh Kudus sangat bermanfaat di dalam 

melaksanakan amanat Agung Tuhan Yesus Kristus yang diberikan kepada 

orang percaya dan Gereja. Keberhasilan Gereja di dalam mewujudkan 

pelayanan kesaksian, persekutuan dan diakonia tidak dapat dipisahkan dari 

pemanfaatan karunia-karunia roh yang dianugerahkan Allah kepadanya. 

Gereja akan bertumbuh secara kualitatif dan kuantitatif apabila seluruh 

potensi, karunia-karunia roh, yang ada pada setiap anggota digunakan 

semaksimal mungkin. Karena itulah maksud dan tujuan Allah 

memberikannya kepada jemaat. Tetapi sangat disayangkan, pada masa kini, 

potensi yang besar yang Allah anugerahkan kepada jemaat yang seharusnya 

menjadi berkat bagi sesama anggota jemaat dan perkembangan Gereja, 

justru menimbulkan masalah.

Beberapa karunia Roh kudus tertentu menimbulkan kontroversi 

bahkan membingungkan sebagian orang percaya ketika melihat 

‘keekstriman’ tanggapan serta pemanfaatannya. Kenyataan ini dilatar 

belakangi oleh penafsiran dan pengertian yang berbeda-beda dari beberapa 

kelompok tertentu tentang hakikat karunia-karunia Roh dan signifikansinya 

untuk Gereja Tuhan pada masa kini.1

Ada pandangan yang cenderung membeda-bedakan bahkan sangat 

menekankan dan mengutamakan karunia-karunia Roh tertentu, khususnya 

karunia-karunia Roh yang bersifat spektakular. Pandangan ini nampak 

dalam Kelompok Neo-Pentakosta. Lebih ekstrim lagi, ada yang 

menyatakan bahwa karunia-karunia Roh yang diberikan Allah kepada 

orang percaya atau jemaat, hanya terbatas sembilan karunia Roh, yang dinyatakan dalam 1Korintus 12:8-10.

2 Menurut pandangan ini, karunia￾karunia Roh tersebut hanya dimiliki oleh orang percaya ketika mereka

mengalami baptisan Roh, yang ditandai dengan karunia untuk berkata-kata 

dengan bahasa roh. Pengalaman baptisan Roh yaitu  merupakan 

pengalaman yang berbeda dan tidak sama dengan pekerjaan Roh Kudus di 

dalam proses kelahiran baru, yang menjadikan seseorang bertobat dan 

percaya kepada Kristus, untuk menerima keselamatan.3

 Pemahaman ini berakibat ‘fatal’ di dalam pneumatologi. Bilamana 

penerimaan karunia Roh Kudus hanya terbatas pada mereka yang telah 

mengalami baptisan Roh Kudus, dan pengalaman baptisan Roh Kudus 

merupakan pengalaman yang berbeda dan terpisah dari pengalaman 

kelahiran baru dan pertobatan, maka konsekuensi logis yaitu  tidak semua 

orang percaya mengalami Baptisan Roh Kudus, dan dengan demikian tidak 

semua orang percaya memiliki karunia Roh Kudus.

Memperhatikan masalah tersebut, maka penulis terdorong untuk 

meneliti apa itu hakikat karunia Roh menurut pengajaran rasul Paulus, yang 

kemudian hal itu dipakai sebagai landasan teori menanggapi permasalahan 

tersebut.

HAKIKAT KARUNIA-KARUNIA ROH

Paulus yaitu  seorang Rasul yang paling banyak berbicara tentang 

karunia-karunia Roh Kudus dibandingkan dengan Rasul yang lain. Oleh 

karena itu untuk memahami tentang apa itu karunia Roh Kudus dan bagaimana peranannya di dalam diri orang percaya maka penulis ingin 

meneliti bagaimana hal itu dikemukakan oleh Rasul Paulus di dalam surat￾suratnya, secara khusus di surat Roma, 1Korintus dan Efesus.

Terminologi

Di dalam pengajaran rasul Paulus, ada beberapa istilah Yunani yang 

dipergunakan oleh Rasul Paulus, yang mempunyai hubungan dengan 

pengertian karunia-karunia Roh, yaitu: Pneumatikos, Charisma dan 

Dorea.

4

 

Pneumatikos

Rasul Paulus, ketika membahas mengenai masalah karunia-karunia 

Roh yang ada di dalam jemaat Korintus, mempergunakan istilah 

Pneumatikos sebanyak dua kali dalam bentuk jamak: dalam 1Korintus 12:1 

pneumatikon dan 1Korintus 14:1 pneumatika. Lembaga Alkitab Indonesia 

(LAI) menterjemahkan istilah tersebut dengan kata karunia-karunia Roh. 

Searah dengan hal itu, King James Version dan Interlinear Greek-English 

New Testament menerjemahkannya dengan spiritual gifts, dengan catatan 

samping ataupun dengan gifts dalam cetakan miring, untuk menyatakan 

bahwa hal tersebut tidak dengan pasti diterjemahkan dari istilah tersebut. 

Terjemahan yang demikian juga diikuti oleh The New International 

Version.

5

Beberapa Teolog memberikan beberapa pendapat mengenai hal itu. 

Ada yang berpendapat bahwa istilah pneumatikon sebenarnya dipergunakan 

oleh Paulus khusus untuk berbicara mengenai “karunia untuk berkata-kata dengan bahasa roh.”6 Yang lain mengemukakan bahwa istilah ini 

sebenarnya berbicara tentang manusia-manusia rohani bukan hal-hal 

rohani.

7 Tetapi ada juga yang menyatakan bahwa istilah pneumatikon 

mungkin berbicara tentang hal-hal rohani (karunia-karunia rohani) ataupun 

juga manusia-manusia rohani, sebab tidak mudah untuk membedakan 

antara hal-hal rohani dengan manusia-manusia rohani. manusia-manusia 

rohani yaitu  mereka yang memiliki karunia-karunia rohani, antara lain 

karunia untuk berkata-kata dengan bahasa roh.8

Memang istilah pneumatikon, bilamana dilihat dari jenis kelaminnya, 

dapat dinyatakan sebagai neuter (yang diartikan sebagai 'hal-hal rohani') 

ataupun juga masculine (yang diartikan sebagai “orang-orang rohani”).9

Karena itu, sepintas lalu memang sulit untuk membedakan dan menyatakan 

dengan pasti apa yang dimaksud dengan istilah tersebut. Untuk dapat 

memecahkan masalah ini maka perlu diselidiki dan dipahami apa yang 

dimaksud oleh Rasul Paulus ketika ia mempergunakan istilah tersebut 

dalam konteks 1Korintus 12.

Dalam 1Korintus 12:1, ada satu istilah Yunani yang dipergunakan 

oleh rasul Paulus, yaitu istilah de yang sering diterjemahkan now, but, 

sekarang atau tetapi. LAI menterjemahkan dengan kata sekarang. Istilah ini 

mempunyai pengertian dan menunjukkan bahwa pokok pembahasan dalam 

1Korintus 12 yaitu  berbeda dan tidak mempunyai hubungan dengan 

pembahasan sebelumnya.10 Sehingga yang menjadi pokok pembahasannya

yaitu  apa yang diuraikan dalam pasal tersebut. Dalam I Kor 12:4-11, yang 

menjadi pokok pembahasan rasul Paulus yaitu  mengenai karunia-karunia 

Roh yang diberikan oleh Allah kepada jemaat Korintus. Sehingga 

penekanan dalam pembahasan rasul Paulus yaitu  mengenai karunia-

karunia tersebut dan bukan kepada manusia yang menerima karunia￾karunia tersebut. 

Hal ini lebih jelas nampak dalam istilah Yunani charismata yang 

dipergunakan Paulus dalam ayat 4, yang menunjuk kepada pengertian 

tersebut, yaitu rupa-rupa karunia (penguraian lebih luas dari istilah ini akan 

dibahas dalam butir kedua). Sebagaimana yang dikatakan oleh Lenski : “In 

v.4 they are called ‘charismata’ in the technical sense of this term, namely 

special gifts of the Spirit that were portioned out to different individuals.”

11

Dalam ayat 28-29, memang dibicarakan juga mengenai mereka 

yang menerima karunia-karunia.:” Dan Allah telah menetapkan beberapa 

orang dalam Jemaat: Pertama sebagai rasul, kedua sebagai nabi, ketiga 

sebagai pengajar. Selanjutnya mereka yang mendapat karunia... Adakah 

mereka semua rasul, atau nabi atau pengajar? Adakah mereka semua 

mendapat karunia... ” Tetapi penekanan yang sebenarnya bukan pada 

mereka yang menerima karunia-karunia, tetapi pada sumber dari karunia￾karunia Roh. Hal tersebut nampak dalam ayat 28a: “Dan Allah telah 

menetapkan beberapa orang dalam Jemaat.”

Dengan demikian, yang menjadi penekanan pembahasan Paulus 

dalam 1Korintus 12 yaitu  pada karunia-karunia Roh yang telah diberikan 

Allah kepada jemaat Korintus dan sekaligus menunjukkan kepada sumber 

dari karunia-karunia tersebut. Tujuannya untuk menyadarkan jemaat 

Korintus yang terlalu membanggakan karunia-karunia tertentu, yang 

bersifat spektakular dan meremehkan yang non spektakular, bahwa semua 

karunia tersebut tanpa terkecuali yaitu  sama dalam kualitasnya karena dari 

Allah yang satu yang menganugerahkannya kepada mereka, yang berbeda 

yaitu  pada manifestasinya dan fungsinya. Tentu saja dalam membicarakan 

karunia-karunia tersebut, Paulus akan menyinggung mengenai mereka 

(manusia-manusia rohani) yang memilikinya, dengan tujuan agar mereka 

saling menghargai juga akan karunia Roh yang telah Allah anugerahkan 

kepada mereka masing-masing. Sebab semuanya itu diberikan Allah untuk 

kepentingan mereka bersama bagi pertumbuhan dan pengembangan jemaat 

sebagai tubuh Kristus.

Hal itu berarti bahwa yang dimaksud dengan istilah pneumatikon

bukan khusus tertuju kepada manusia-manusia rohani ataupun khusus 

mengenai “karunia untuk berkata-kata dengan bahasa roh” melainkan berbicara khusus mengenai seluruh karunia Roh yang beraneka ragam dan 

multi fungsi yang telah diberikan oleh Allah kepada jemaat Korintus.12

Pengertian ini juga sama dengan pengertian dari istilah pneumatika

dalam 1Korintus 14:1.13 Tujuan rasul Paulus mempergunakan istilah 

pneumatikon atau pneumatika bagi karunia-karunia Roh yang ada dalam 

jemaat Korintus, nampak dalam penguraian selanjutnya ini.

Istilah pneumatikon atau pneumatika (bentuk tunggalnya 

pneumatikos) berasal dari kata pneuma, yang mempunyai banyak 

pengertian, antara lain roh. Dalam Perjanjian Baru khususnya dalam 

pengajaran rasul Paulus, istilah pneuma sering dipergunakan untuk 

menyatakan tentang Roh Kudus. Sedangkan arti pneumatikos yaitu  

sesuatu yang berasal Roh Kudus dan menjadi milik Roh Kudus.14 Sehingga 

istilah pneumatikon atau pneumatika menunjukkan bahwa karunia-karunia 

yaitu  berasal dari Roh dan menjadi milik Roh Kudus. Kemungkinan 

dalam pengertian ini sehingga King James Version dan Alkitab bahasa 

Inggris yang lain menterjemahkan istilah pneumatikon atau pneumatika

dengan spiritual gifts atau oleh LAI diterjemahkan karunia-karunia Roh. 

Jadi hal ini merupakan suatu penafsiran.

Hal itu menunjukkan bahwa Paulus mempergunakan istilah 

pneumatikon atau pneumatika untuk segala karunia yang ada di dalam 

jemaat Korintus yaitu  untuk menyatakan bahwa karunia-karunia tersebut 

bersifat dan mempunyai tujuan rohani, bukan duniawi. Karena hal tersebut 

bukan berasal dari diri manusia sendiri, melainkan dari Roh Kudus dan 

digerakkan oleh Roh Kudus, suatu manifestasi dari Roh Kudus.15 Karunia￾karunia Roh yaitu  suatu kesanggupan khusus yang diberikan oleh Allah 

kepada setiap orang percaya untuk melayani pekerjaan-Nya dan demi untuk 

kemuliaan nama-Nya.16 Ia akan memampukan setiap orang percaya untuk 

melayani secara efektif dalam ladang pelayanan yang Allah percayakan 

kepada mereka masing-masing sehingga tujuan dan sasaran yang ingin 

dicapai oleh Allah di dalam jemaat dan dunia terwujud dengan baik.Dalam Perjanjian Baru, selain 1Petrus 4:10, istilah Charisma yaitu  

merupakan suatu istilah yang hanya dipergunakan oleh rasul Paulus.17

Searah dengan hal tersebut nampak dalam pernyataan Richard B. Gaffin, 

bahwa “Paul is apparently the first to make it an important (theological) 

term.”

18 Istilah charisma (bentuk jamak charismata) berarti suatu hadiah 

atau pemberian cuma-cuma yang diberikan berdasarkan anugerah atau 

kasih karunia Allah.19 Dengan demikian, charisma bukanlah suatu 

pemberian yang diterima oleh seseorang berdasarkan jasa baik atau hasil 

perbuatannya sendiri tetapi semata-mata berdasarkan belaskasihan Allah.20

Istilah ini berasal dari istilah charizomai, yang juga mempunyai hubungan 

dengan istilah charis yang berarti “anugerah atau kasih karunia.”21

Dalam pengajaran rasul Paulus, kedua istilah charisma dan charis

sering dipergunakan dalam pengertian yang sama dan hampir tidak ada 

perbedaan. Sehingga kedua istilah ini saling tumpang tindih dan kait 

mengait. Misalnya dalam Efesus 4:7 istilah charis dipergunakan untuk 

kasih karunia yang dianugerahkan kepada jemaat menurut ukuran 

pemberian Kristus. Dalam ayat ini, istilah charis dipergunakan dalam 

pengertian dari istilah charisma.

22 Sebaliknya, dalam Roma 5:15-21, istilah 

charisma dipakai untuk kasih karunia Allah yang dinyatakan di dalam 

Kristus bagi keselamatan manusia. Hal yang sama digunakan dalam Roma 

6:23. Dalam ayat-ayat tersebut, istilah ini dipakai dalam pengertian dari istilah charis.23 Dalam Roma 11:29, istilah charisma dipakai dalam bentuk 

jamak charismata, untuk kasih karunia Allah dalam memilih dan 

menjadikan bangsa Israel sebagai umat kesayangan-Nya. Maksud Paulus 

mempergunakan istilah charisma atau charismata dalam ayat-ayat tersebut, 

yaitu  untuk menyatakan tentang sifat dan hakekat keselamatan yang 

diberikan Allah kepada manusia dan pemilihan-Nya bagi bangsa Israel 

sebagai umat kesayangan-Nya. Yaitu, bahwa semua hal tersebut yaitu  

semata-mata didasarkan atas kasih dan anugerah Allah, bukan karena 

perbuatan dan kebaikan bangsa Israel.24

Selain dipergunakan dalam pengertian hal tersebut di atas, istilah 

charisma ini dipergunakan secara khusus oleh Paulus untuk karunia￾karunia Roh yang ada dalam jemaat, dalam kaitan dengan pelayanan jemaat 

(bnd. Rm 12:6, 1Kor 1:7, 7:7, 12:4,9,28,30,31; 1Tim 4:14; 2Tim 1:6).

Istilah ini sering dipergunakan dalam bentuk jamak charismata atau 

charismaton. Yaitu, dalam Roma 12:6 dipergunakan untuk semua karunia 

yang ada dalam jemaat Roma, yang disebutkan dalam Roma 12:6-8. Dalam 

1Korintus. 12:4, berkaitan dengan kesembilan karunia yang disebutkan 

dalam 1Korintus 12:8-10. 

Dalam 1Korintus 12:31, istilah ini dipergunakan untuk karunia￾karunia yang paling utama; dan dalam 1Korintus 12:9,28,30, istilah ini 

dipergunakan untuk karunia-karunia penyembuhan.

Dalam 1Korintus 7:7, hidup melajang seperti rasul Paulus, demi 

untuk melayani Tuhan tanpa gangguan,25 dikategorikan sebagai salah satu 

charisma dari karunia-karunia Roh di dalam jemaat.26 Demikian juga dalam 

1Timontius 4:14, 2Timotius 1:6, jabatan Timotius sebagai pejabat Gereja 

dalam menggembalakan dan memimpin jemaat Efesus yaitu  suatu 

charisma, sesuai dengan nubuatan dan penumpangan tangan para penatua.

Kenyataan tersebut di atas menunjukkan bahwa karunia-karunia 

Roh yaitu  berbagai macam ragam dan tidak hanya terbatas dalam jenis 

karunia tertentu. Karunia atau charisma itu bukan hanya berkaitan dengan berbagai ragam karunia yang luar biasa atau karunia yang bersifat 

spektakular, seperti: karunia penyembuhan, membuat mujizat, berbahasa 

roh atau bernubuat tetapi juga berkaitan dengan segala karunia yang 

bersifat natural yang bermanfaat bagi pembangunan jemaat.27 Walaupun

mungkin hal itu kelihatan tidak ada artinya dan tidak bernilai karena tidak 

begitu menonjol, seperti yang dikatakan oleh Abraham Kuyper: “Every 

means afforded by the King for the doing of His work is a charisma, a gifts 

of grace.”

28 Sebab itu, karunia-karunia Roh Kudus tidak bisa dikotak￾kotakkan dan dibedakan secara kualitatif. Tidak boleh dibedakan antara 

karunia yang kelihatan spektakular dan natural.29 Sebab konsepsi yang 

demikian tak ada dalam istilah charisma. Rasul Paulus dalam 

pengajarannya tentang segala macam karunia Roh Kudus tak pernah 

membedakan atau mengistimewakan karunia tertentu. Hal ini nyata dalam 

uraiannya di 1Korintus 12. Ia dengan tegas menasehati para pemilik karunia 

yang bersifat spektakular untuk menghargai sesama orang percaya yang 

memiliki karunia yang kelihatannya non spektakular karena hal itu juga 

berasal dari Allah.

Dari semua uraian tersebut di atas menunjukkan bahwa istilah 

charisma mempunyai banyak pengertian. Hal itu tidak hanya khusus 

dipergunakan untuk karunia-karunia yang diberikan kepada jemaat dalam 

kaitan dengan pelayanan jemaat melainkan juga dipergunakan untuk semua 

charis Allah yang telah dinyatakan dalam karya keselamatan Kristus bagi 

manusia melalui Roh Kudus.30 Sebab itu, sebagaimana yang telah 

dikemukakan sebelumnya, bahwa charisma dan charis saling berhubungan 

satu dengan yang lain. Hal ini memberikan suatu pengertian bahwa Paulus 

mempergunakan istilah charisma untuk semua karunia Roh yang ada dalam 

jemaat, yaitu  untuk menyatakan bahwa semua karunia tersebut, yang

bersifat spektakular maupun natural yaitu  semata-mata pemberian Allah 

yang diberikan kepada jemaat atas dasar kasih dan anugerah-Nya. Hal itu 

bukan karena usaha manusia ataupun sebagai pahala atas jasa baik manusia.

Karena semua karunia itu yaitu  pemberian Allah di dalam kedaulatan-Nya 

dan bersumber dari Allah maka semua karunia Roh Kudus, yang bersifat 

spektakular maupun yang bersifat natural, yaitu  sama nilainya dan 

kualitasnya, tidak ada perbedaan. Yang berbeda yaitu  fungsinya, cara 

kerjanya dan penampakkannya di hadapan manusia, ada yang bersifat 

spektakular dan menakjubkan ada yang kelihatan non-spektakular/natural.

Dorea

Selain kedua istilah yang telah diuraikan di atas, rasul Paulus juga 

mempergunakan istilah dorea untuk karunia-karunia, ketika 

membicarakannya di dalam jemaat (Ef 3:7, 4:7). Istilah ini berasal dari kata 

doron, yang berarti suatu pemberian atau hadiah ataupun juga suatu 

pemberian yang sah. Dan dalam Perjanjian Baru, istilah ini digunakan 

khusus untuk pemberian dari Allah atau Kristus kepada manusia.31

Dalam Efesus 3:7, Paulus menyatakan bahwa jabatan dan tugasnya 

sebagai pelayan Injil yaitu  merupakan pemberian (dorean) kasih karunia 

Allah. Hal itu dinyatakannya untuk menekankan bahwa jabatan dan 

tugasnya tersebut bukan berasal dari manusia maupun dari keinginan 

dirinya sendiri, melainkan semata-mata dari Allah yang didasarkan atas 

anugerah-Nya. Alasan ini nampak dalam ayat 8-12 yang menyatakan 

bahwa kepada Paulus, yang paling hina di antara segala orang kudus, telah 

dianugerahkan kasih karunia tersebut, untuk memberitakan kepada orang￾orang bukan Yahudi kekayaan Kristus supaya oleh jemaat diberitahukan 

pelbagai ragam hikmat Allah kepada pemerintah-pemerintah dan penguasa￾penguasa di sorga, sesuai dengan maksud abadi yang dilaksanakan-Nya 

dalam Kristus Yesus. Selanjutnya, dalam 1Korintus 9:16, Paulus 

menyatakan bahwa tugas dan jabatan tersebut harus dilaksanakan dengan 

penuh tanggung jawab dan tanpa pamrih, apapun resiko yang akan 

dihadapinya. Sebab itulah hakikat daripada karunia, yang telah Allah 

percayakan kepada setiap hamba-Nya.32 Sehingga dalam 1Korintus 9:16 

Paulus menyatakan bahwa “Celakalah aku jika aku tidak memberitakan

Injil.” Searah dengan hal itu juga dikatakan oleh Billy Graham: If I had the 

gift of evangelism and failed to use it, it would be a sin for me.

33

Istilah yang sama dipergunakan Paulus dalam Efesus 4:7, ketika 

dinyatakan bahwa setiap orang percaya telah dianugerahkan kasih karunia 

menurut ukuran pemberian (doreas) Kristus. Maksudnya, bahwa setiap 

orang percaya telah diberikan karunia-karunia Roh, menurut ukuran 

pemberian (doreas) Kristus.

Dalam ayat 8-10 dinyatakan bahwa pemberian itu berkaitan dengan 

karya keselamatan Kristus bagi manusia, yaitu melalui kematian, 

kebangkitan dan kenaikan-Nya. Di mana Kristus, yang kepadaNya telah 

diberikan segala kuasa di surga dan di bumi oleh Allah Bapa, memberikan 

pemberian-pemberian (domata) kepada jemaat-Nya.34 Penggunaan istilah 

dorea dalam Efesus 4:7 yaitu  untuk menyatakan bahwa adanya segala 

karunia Roh di dalam jemaat, dimungkinkan karena karya keselamatan 

Kristus. Karunia-karunia Roh berasal dari Kristus dan Kristus sendirilah 

yang menentukan pemberian karunia-karunia tersebut. Sehingga tepat apa 

yang telah dikatakan oleh D. Martyn Lloyd Jones: “The Lord Jesus Christ is 

the Head of Church … is the Giver and Dispenser of all the Gifts.”

35 Tujuan 

pemberian karunia-karunia itu, dalam kaitan dengan karya keselamatan 

Kristus bagi jemaat, yaitu  untuk memperlengkapi jemaat bagi pekerjaan 

pelayanan dan pembangunan jemaat, sebagai tubuh Kristus (Ef 4:11-16).

Semua hal ini menunjukkan bahwa penggunaan istilah dorea dalam 

kaitan dengan karunia-karunia Roh, yaitu  untuk menyatakan bahwa 

karunia karunia Roh yaitu  merupakan pemberian atau hadiah yang resmi 

dari Allah Bapa dan Tuhan Yesus Kristus melalui Roh Kudus, kepada 

setiap orang percaya. Itu dimungkinkan karena karya keselamatan Kristus 

di atas kayu salib dan kemenangan-Nya yang terwujud dalam kebangkitan 

dan kenaikkan-Nya ke surga. Karunia-karunia Roh ini dibagi-bagikan 

menurut kehendak-Nya. Tujuan pemberian karunia-karunia tersebut yaitu  

bagi pelayanan dan pembangunan jemaat, sebagai tubuh Kristus. Karena

itu, setiap orang percaya harus mempergunakan segala karunia yang ada 

padanya dengan penuh tanggung jawab, apapun konsekuensinya.

Dari pembahasan ketiga istilah tersebut di atas dapat ditarik 

kesimpulan: 1) Menurut Paulus karunia Roh yaitu  suatu perlengkapan 

atau kesanggupan khusus, yang diberikan Roh Kudus kepada setiap orang 

percaya ketika percaya kepada Kristus; 2) Pemberian karunia-karunia 

tersebut yaitu  menurut kasih karunia Allah yang didasarkan atas karya 

keselamatan Kristus. Itu bukan hasil karya dan usaha manusia atau sebagai 

suatu pahala atas jasa baik manusia. Itu diberi kepada setiap orang secara 

khusus, seperti yang dikendaki-Nya; 3) Tujuan pemberian karunia-karunia 

Roh yaitu  agar setiap orang percaya dimampukan untuk berfungsi secara 

efektif dalam segala kegiatan pelayanan dan pembangunan jemaat, sebagai 

tubuh Kristus. Dengan sasaran akhir agar setiap orang percaya mencapai 

kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, 

kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan 

kepenuhan Kristus. Dengan perkataan lain yaitu  agar setiap orang percaya 

berkarakter dan berintegritas serta menampakkan diri sebagai anak Allah 

yang serupa dan segambar Kristus; 4) Karena itu, semua orang percaya 

tanpa terkecuali mempunyai tanggung jawab untuk mempergunakan 

karunianya bagi kepentingan jemaat dan untuk kemuliaan Allah. 

Karunia Roh dan Talenta atau Bakat

Pada dasarnya karunia Roh tidak sama dengan talenta atau bakat.

Hal ini nampak dalam pengertian talenta atau bakat itu sendiri. Menurut 

Webster’s New Collegiate Dictionary bahwa talenta yaitu  suatu 

kesanggupan atau kecakapan yang khusus dan luar biasa yang dimiliki oleh 

seseorang secara alami dan telah diwarisi sejak lahir.36 Talenta ini nyata 

pada setiap orang dan mulai nampak pada masa kanak-kanak dan 

berkembang terus dalam sepanjang kehidupan orang tersebut. Misalnya 

kesanggupan untuk memainkan salah satu atau bermacam-macam alat 

musik dengan begitu baik dan melebihi standart kemampuan orang lain. 

Pengertian ini menunjukkan adanya perbedaan antara karunia dan talenta.

Talenta atau bakat yaitu  bersifat alami sedangkan karunia bersifat rohani. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa karunia Roh Kudus yaitu  

suatu kesanggupan rohani, yang didasarkan pada kekuatan kuasa Allah atau 

sebagai suatu manifestasi dari Roh Kudus dan bukan pada diri dan kekuatan 

manusia secara alami. Oleh karena itu, karunia Roh Kudus mempunyai 

tujuan rohani, yaitu untuk kepentingan pelayanan dan pembangunan jemaat 

sebagai tubuh Kristus. Karunia diberikan dan dipergunakan untuk 

kemuliaan Tuhan.

Sebagaimana karunia-karunia Roh Kudus, talenta juga yaitu  

pemberian Allah kepada manusia, di dalam anugerah-Nya yang umum. 

Karena itu talenta dimiliki oleh manusia tanpa harus percaya kepada-Nya.37

Sebaliknya, karunia Roh Kudus diberikan berdasarkan kasih karunia-Nya 

kepada setiap orang ketika mereka percaya kepada-Nya.

Sebab itu talenta dipergunakan hanya berkaitan dengan kepentingan 

kehidupan manusia secara umum tanpa ada hubungan dengan ketaatan 

kepada Allah dan demi kemuliaan-Nya. Sebagaimana yang dikatakan oleh 

Ray C. Stedman : “…Talents .. are gifts on a physical or social level only,

given to benefit mankind in its ‘natural’ life. Spiritual gifts, on the other 

hand, are given for benefit in the realm of the spirit, the realm of 

individual’s relationship to God.”

38

Pemakaian istilah charisma yang saat ini sering dipergunakan untuk 

beberapa tokoh masyarakat, misalnya: Bung Karno ataupun Anwar Sadat, 

sebenarnya tidak sama pengertiannya dengan charisma atau karunia Roh

yang dipergunakan oleh rasul Paulus. Pada dasarnya pengertian charisma 

untuk tokoh masyarakat yaitu  talenta atau bakat atau kemampuan manusia 

secara alamiah bukan charisma dalam pengertian karunia Roh kudus. 

Sebab pemakaian istilah charisma, sebagaimana telah diuraikan 

sebelumnya,39

 selain dalam 1Petrus 4:10 dan sekali dalam surat Philo, hal 

itu dipergunakan hanya oleh rasul Paulus untuk segala macam karunia 

Allah yang diberikan dan dikaruniakan-Nya kepada jemaat-Nya, sebagai 

tubuh Kristus. 

Pada abad ke 19 istilah charisma, dalam pengertian bakat atau 

talenta, mulai dipergunakan dan dipopulerkan oleh seorang sarjana 

sosiologi terkenal dari Jerman yang bernama Max Weber, bagi setiap pemimpin masyarakat yang berbakat dan menonjol keistimewaan bakatnya 

dibandingkan dengan setiap anggota masyarakat pada umumnya.40

Tidak dapat dipungkiri bahwa pada satu segi talenta atau bakat 

berbeda dengan karunia Roh Kudus, tetapi di lain segi pada tingkat dan 

peristiwa tertentu keduanya memiliki hubungan satu dengan yang lain. 

Setiap talenta dari setiap orang dapat diubah oleh Allah menjadi karunia, 

ketika orang tersebut percaya kepada-Nya. Misalnya, kemampuan mengajar 

Paulus yang di dapat dari hasil pendidikannya melalui guru besar Gameliel

mempunyai hubungan erat dengan karunia mengajar dalam pelayanannya 

kemudian hari. Demikian juga semua pengalaman hidup Paulus selama di 

kota Tarsus yang mempunyai penduduk yang multi nasional dan 

kebudayaan hellenistis, mempunyai hubungan erat dengan karunia rasuli 

yang ia terima kemudian.41 Sehingga ada banyak pendapat, antara lain 

seperti yang dikemukakan oleh Peter Wagner, bahwa setiap karunia Roh 

Kudus yang diberikan Allah kepada orang percaya hampir senantiasa 

searah dengan talenta yang dimilikinya.42 Walaupun demikian hal itu tidak 

senantiasa harus terjadi dan berlangsung seperti itu. D. Scheunemann 

menyatakan sebagai berikut:

Salah satu hal yang mengherankan dalam kegerakan kebangunan 

rohani di Timor orang-orang buta huruf yang melalui perlengkapan 

dari Roh Kudus menjadi pemberita Firman Tuhan yang penuh kuasa, 

yang meletakkan tangan mereka atas orang sakit dan dalam nama 

Yesus menyembuhkan mereka, yang dengan nama Yesus juga 

melepaskan orang dari ikatan okultisme; dan mengusir roh-roh jahat, 

serta memimpin orang-orang percaya masuk dalam kemerdekaan 

anak-anak Tuhan. Petani-petani yang sederhana itu menghafal ayat￾ayat Alkitab yang sering mereka terima secara langsung dari Tuhan. 

Kemudian mereka memberitakan Injil melalui ayat-ayat itu ….43

Dengan demikian, karunia-karunia yang diberikan kepada orang 

percaya sewaktu-waktu searah dengan talenta yang dimiliki, tetapi sewaktu￾waktu tidak. Ia bisa diberikan Allah kepada mereka yang sama sekali tidak 

bertalenta sebagaimana kesaksian tersebut diatas.Satu hal yang perlu disadari bahwa menerima karunia Roh Kudus 

dari Tuhan, tidak berarti menghilangkan tanggung jawab untuk 

memperlengkapi diri dengan pengetahuan umum maupun pengetahuan 

tentang kebenaran Firman Tuhan. Sebab Tuhan tidak pernah bermaksud 

agar orang percaya hidup seperti robot tanpa bertanggung jawab 

mengembangkan potensi yang sudah ia miliki. Oleh karena itu, menerima 

karunia-karunia seperti mengajar, memberitakan Injil ataupun 

menggembalakan jemaat, tidak berarti menghilangkan kemungkinan untuk 

belajar atau dipersiapkan dalam pendidikan teologi. Rasul-rasul di 

Yerusalem yang merupakan dasar berdirinya Gereja mula-mula yang penuh 

dengan segala hikmat dan pengetahuan, masih membutuhkan pengertian 

dari rasul Paulus tentang tidak perlunya jemaat yang non Yahudi untuk 

disunat dan melaksanakan berbagai peraturan hukum Torat (bnd. Kis 15:1-

21; Gal 2:1-9). 

Sebaliknya, rasul Paulus belajar dari rasul-rasul di Yerusalem 

tentang pentingnya pelayanan kepada orang-orang miskin (bnd. Gal 2:10). 

Jemaat di Korintus yang tidak kekurangan satu karunia Roh, masih perlu 

dibimbing oleh Paulus untuk hidup menurut kebenaran Firman Tuhan (bnd. 

1Kor). Demikian juga Apolos, seorang yang fasih berbicara dan sangat 

mahir dalam soal-soal Kitab Suci masih membutuhkan bimbingan dan 

pengetahuan dari Priskila dan Akwila (bnd. Kis 18:24-26).44

Dengan demikian, menerima karunia Roh Kudus dari Tuhan tidak 

berarti telah menjadi sempurna dalam segala hal, khususnya dalam kaitan 

dengan karunia itu sendiri.

Karunia Roh dan Panggilan Tuhan

Dalam Efesus 2:10, rasul Paulus menyatakan bahwa setiap orang 

percaya yang diciptakan di dalam Kristus, mempunyai suatu tujuan yaitu 

untuk melakukan pekerjaan baik yang dipersiapkan oleh Allah sebelumnya. 

Berarti setiap orang percaya dipanggil oleh Allah tidak hanya untuk 

menerima keselamatan dan hidup dalam persekutuan dengan-Nya. Percaya 

dan masuk dalam persekutuan dengan Allah berarti ikut serta terlibat aktif 

dalam karya penyelamatan Allah atau Missio Dei bagi dunia ini. Jadi setiap 

orang percaya harus berfungsi dan berperan aktif di dalam segala kegiatan pelayanan jemaat. Untuk dapat melaksanakan fungsi tersebut, setiap orang 

percaya diberikan atau diperlengkapi dengan karunia-karunia Roh Kudus 

minimal satu karunia, sesuai dengan kehendak Tuhan (bnd. Rm 12:3-6; 

1Kor 12:7,11; Ef 4:7,16).

Searah dengan hal ini, Peter Wagner menyatakan bahwa “Allah 

tidak memberi karunia-karunia lalu tidak ‘memanggil’ si penerima untuk 

menggunakannya; demikian juga Ia tidak memanggil orang untuk 

melakukan sesuatu tanpa memperlengkapi orang itu dengan karunia atau 

karunia-karunia yang perlu untuk melakukan tugas itu.”45

Karunia-karunia tersebut diberikan bukan untuk dipergunakan bagi 

kepentingan diri sendiri. Karunia-karunia Roh Kudus tidak direncanakan 

untuk orang-orang yang suka bekerja sendirian.

46 Demikian juga, karunia￾karunia itu diberikan bukan supaya terjadi persaingan dan pertentangan 

rohani di antara setiap orang percaya (bnd. 1Kor 1:12; 12:14-21). Ia tidak 

diberikan untuk mengagungkan karunia tertentu di atas karunia-karunia 

yang lain. Allah tidak pernah merancangkan karunia tertentu menjadi suatu 

kebesaran rohaniah di beberapa kelompok tertentu dan menjadikan mereka 

tingkatan kelas yang berbeda, kelas elite rohani, kemudian meremehkan 

kelompok lain dalam jemaat seperti yang terjadi di dalam jemaat Korintus. 

Karunia Roh Kudus diberikan Allah untuk dipergunakan bagi kepentingan 

jemaat bersama dan untuk kemuliaan Allah. Setiap orang percaya 

mempunyai tanggung jawab atas panggilan pelayanan yang telah diberikan 

oleh Kristus kepada jemaat. Setiap orang percaya yaitu  pelayan-pelayan 

Allah, tidak ada yang bukan pelayan Tuhan, karena semuanya telah 

dipanggil dan mendapat bagian di dalam diakonat Kristus.47 Mereka 

dipanggil untuk bertumbuh bersama, melayani sesama dan saling berbagi 

kasih diantara sesama karena mereka yaitu  umat Allah, anggota keluarga 

Allah dan warga Kerajaan Allah, yang dipanggil untuk menjadi terang bagi 

sesama.

Selanjutnya, menurut rasul Paulus bahwa setiap orang percaya 

mempunyai panggilan dan karunianya yang berbeda-beda. Tiap-tiap orang 

mendapat suatu tugas pelayanan tersebut. Karena itu juga maka masing-

masing orang percaya mempunyai tanggung jawab yang berbeda-beda 

(bnd. Rm 12:3-8; 1Kor 7:7, 12:29-30). Karena tanggung jawab berbeda￾beda, maka tidaklah benar bilamana ada orang percaya yang melepaskan 

tanggung jawabnya dalam pelayanan ataupun mewakilkan pelayanannya 

serta karunia-karunia yang ada pada mereka kepada saudaranya seiman 

yang lain.48 Hal itu yaitu  mustahil.

Demikian juga, tidaklah benar berdalih bahwa mereka hanya 

memiliki karunia tertentu dan berkosentrasi pada pelayanan tertentu 

sehingga tidak mau melakukan tugas dan tanggung jawab lainnya, yang 

dipercayakan kepadanya. Kepercayaan tersebut harus dihargai dan 

diwujudkan dengan keyakinan akan pertolongan Tuhan dan kemungkinan 

pemberian perlengkapan tambahan dari Allah sesuai dengan kebutuhannya.

Walaupun demikian, setiap orang percaya tidak dapat dipaksakan 

untuk melakukan tugas dan tanggung jawab dari saudaranya seiman atau 

setiap orang percaya tidak harus memaksakan dirinya untuk melakukan 

tugas dan tanggung jawab yang bukan menjadi panggilannya.49 Hal itu 

tidak akan terlaksanakan secara efektif bahkan mungkin dapat mengganggu 

kelancaran jalannya pelayanan dan perkembangan jemaat.

Dalam membicarakan tentang karunia-karunia Roh dalam jemaat 

Korintus, Paulus memakai metapora tubuh manusia. Dalam tubuh yang 

normal, setiap anggota berfungsi sesuai dengan fungsinya yang telah 

ditentukan Allah. Kaki berfungsi untuk menopang tubuh dan berjalan; mata 

untuk melihat; mulut untuk mencicipi dan memakan makanan; telinga 

untuk mendengar dan tangan untuk melakukan atau mengambil sesuatu. 

Semuanya berjalan secara proposional supaya tubuh dapat bertumbuh sehat. 

Tidak mungkin fungsi mata didelegasikan kepada kaki atau sebaliknya. 

Demikian juga tidak mungkin tangan berfungsi untuk mendengar 

menggantikan telinga. Hal ini mustahil karena akan mengacaukan fungsi 

anggota tubuh sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Allah. Demikian 

juga dengan karunia Roh Kudus.

Tidak dapat disangkal bahwa setiap orang percaya, seperti yang 

telah disebutkan sebelumnya, bahwa dalam hal-hal yang khusus dimana ia 

sangat dibutuhkan untuk suatu bidang pelayanan yang bukan merupakan 

panggilannya, di mana ia tidak memiliki karunia dalam bidang tersebut, maka Tuhan akan memberikan kemampuan atau karunia baginya untuk 

melaksanakan pelayanan tersebut. Sebab itu, bilamana seseorang 

ditugaskan untuk melakukan suatu tugas yang tidak sesuai dengan 

karunianya dan ia tidak mampu menolaknya, ia perlu berdoa kepada Tuhan 

agar ia diberikan kemampuan dan karunia untuk bisa dapat melakukan 

tugas tersebut. Dengan demikian, ia bisa berfungsi seperti yang diharapkan 

oleh lembaga yang menugaskannya dan nama Tuhan dipermuliakan dalam 

tugas dan tanggung jawab tersebut.

Berbagai Macam dan Fungsi Karunia Roh

Sebagai tubuh Kristus, jemaat yaitu  persekutuan orang-orang 

percaya, yang telah dipanggil dan dibenarkan Allah untuk menjadi milik￾Nya. Tujuan panggilan dan pembenaran Allah tersebut yaitu  untuk 

kemuliaan Allah. Oleh karena itu, seluruh kehidupan dan aktifitas jemaat di 

tengah-tengah dunia ini harus senantiasa dihubungkan dengan kemuliaan 

bagi Allah. Yaitu, dengan mengembangkan persekutuan jemaat dengan 

Allah dan sekaligus mengembangkan pelayanan jemaat bagi kemuliaan 

Allah. Kedua hal tersebut tidak dapat dipisah-pisahkan, karena saling 

berhubungan satu dengan yang lain. Jemaat tidak dapat memuliakan Allah 

di dalam pelayanannya kalau jemaat tidak hidup dalam persekutuan 

dengan Allah. Demikian juga sebaliknya, jemaat tidak mungkin 

menyatakan diri memiliki persekutuan dengan Allah tetapi tidak 

melayani.50 Dengan kata lain, jemaat dalam kehidupannya harus bertumbuh 

dalam dua segi, yaitu segi kualitatif dan segi kuantitatif. Ia harus 

bertumbuh secara rohani dan bertumbuh secara jumlah. 

Untuk mewujudkan kedua pertumbuhan jemaat tersebut, jemaat 

tidak sanggup untuk melaksanakannya dengan kemampuannya sendiri. 

Karena itu, Allah memberikan karunia-karunia Roh kepada setiap anggota 

jemaat, sesuai dengan kehendakNya. Karena pelayanan rohani yaitu  

pelayanan Allah. Demikian juga “pertumbuhan jemaat yaitu  karya 

Allah”51 dan bukan karya manusia.

Ada empat daftar mengenai karunia-karunia Roh yang dikemukakan 

oleh rasul Paulus dalam surat-suratnya, yaitu dalam Roma 12:6-8; 

1Korintus 12:8-10; 28-30 dan Efesus 4:11. Bilamana diperhatikan akan isi 

daftar-daftar karunia-karunia Roh tersebut, ternyata tidak ada daftar yang 

menguraikan secara lengkap jumlah keseluruhan karunia Roh.

Hal tersebut di atas menunjukkan bahwa rasul Paulus, ketika 

membicarakan karunia-karunia Roh yang ada dalam jemaat, tidak pernah 

memberikan suatu kepastian mengenai jumlah seluruh karunia Roh yang 

telah diberikan Allah kepada jemaat.52 Ia juga tidak menginformasikan 

mengenai jenis-jenis karunia-karunia Roh Kudus secara sistematis. Rasul 

Paulus sangat menekankan keanekaragaman dari karunia-karunia Roh 

Kudus dalam Gereja sebagai tubuh Kristus (bnd. Rm 12:6; 1Kor 12:4). 

Keanekaragaman karunia tersebut bertujuan akan pentingnya 

keharmonisasi karunia-karunia tesebut dalam jemaat sebagai tubuh 

Kristus.53 Sebab itu, jumlah keseluruhan karunia Roh yang telah disebut 

oleh rasul Paulus dalam Roma 12:6-8; 1Korintus 12:8-10, 28-30; Efesus 

4:11 bersama karunia melajang yang disebut dalam 1Korintus 7:7, 

bukanlah merupakan suatu jumlah keseluruhan dari karunia-karunia Roh 

yang telah diberikan Allah kepada jemaat-jemaat-Nya.

In the Scriptures of the New Covenant we find different lists of the 

‘gifts’ bestowed upon His church by the risen and glorified Lord. It 

has often been pointed out that no two of these lists are exactly alike. 

There is deep suggestiveness and great beauty in this fact. We are all 

strangely prone to mechanism, and are too fond of tabulating and 

stating systematically even the things of God. There would have been 

some sort of satisfaction in having an exhaustive list of His gifts. Yet 

how sad would it have been, for inevitably we should have spent 

much time in seeking to place each other by our gifts, or pitying such 

as seemed to possess none. The gifts were never tabulated 

exhaustively because they cannot be exhausted; and while today 

some of the earliest are not found, many new and precious ones are 

ours.


Oleh karena itu, karunia-karunia Roh tidak hanya terbatas pada 

segala karunia Roh yang telah disebutkan oleh Paulus, baik yang bersifat 

spektakular maupun bersifat natural, tetapi juga mencakupi segala talenta 

atau bakat dan kecakapan orang percaya yang telah dan yang akan 

dipergunakan serta diubah oleh Allah sebagai karunia Roh. Sehingga segala 

karunia Roh yang telah Paulus sebutkan hanya merupakan contoh-contoh 

dari segala karunia Roh yang telah dan yang akan diberikan oleh Allah 

kepada jemaat. Yang menarik dalam daftar karunia-karunia Roh Kudus 

yang Paulus sebut, urutan dan isinya sangat berbeda dan bervariasi. Hal ini 

menunjukkan bahwa Rasul Paulus ingin menegaskan bahwa Roh Kudus 

ketika menganugerahkan karunia-karunia tersebut kepada setiap jemaat 

atau anggota jemaat, Ia bertindak dengan cara yang bebas dan 

beranekaragam sesuai dengan kedaulatan dan kehendak-Nya sendiri bukan 

kehendak manusia.55

TINJAUAN TEOLOGIS TERHADAP PANDANGAN NEO

PENTAKOSTA TENTANG KARUNIA SPEKTAKULAR

Dalam bagian ini penulis akan membahas tentang siapa itu Neo￾Pentakosta dilihat dari latarbelakang sejarahnya dan bagaimana pandangan 

Neo Pentakosta tentang karunia-karunia, secara khusus karunia Spektakular

yang dihubungkan dengan Baptisan Roh Kudus sebagai syarat mutlak 

untuk menerima karunia Roh. Kemudian penulis akan meninjaunya secara 

teologis pandangan tersebut.

Sejarah Singkat Neo-Pentakosta

Neo Pentakosta atau Pentakosta Baru atau yang dikenal sebagai 

Gerakan Kharismatik, yaitu  gerakan orang Kristen yang mengutamakan 

Baptisan Roh Kudus dan karunia-karunia spektakular, secara khusus 

karunia berbahasa roh. Penganut-penganutnya, pada mulanya terdapat di

hampir semua Gereja tradisional,56 kemudian membentuk kelompok 

tersendiri. Gerakan ini muncul sekitar tahun 1960 dimulai pertama kali di 

Gereja-gereja Amerika, karena pada saat itu orang-orang mendambakan 

kehidupan rohani lebih intim dalam hal perasaan kepada Allah.57 Pendeta 

Dennis Bennett, dari Gereja Episkopal St. Markus, disebut-sebut sebagai 

tokoh munculnya Gerakan Neo Pentakosta atau Kharismatik. Lewat 

kesaksiannya tentang pengalaman menerima kuasa dan Baptisan Roh, 

termasuk karunia berbahasa roh, menggoncangkan jemaat tersebut serta 

mempengaruhi beberapa jemaat Episkopal. Pengaruh ini mulai di kota Los 

Angeles, California kemudian di kota Seattle, negara bagian Washington. 

Terobosan awal mulai dari Gereja Episkopal mulai meluas pengaruhnya ke 

Gereja Protestan arus utama lainnya, yaitu Metodis, Lutheran, Presbyterian 

dan Mennonit.58

 

Gerakan ini merupakan perkembangan dari Gerakan Pentakosta 

sehingga garis besar ajarannya sama dengan ajaran Pentakosta.59 Yang 

membedakan antara Neo-Pentakosta dengan Gerakan Pentakosta yaitu  

Gerakan Pentakosta cendrung membentuk denominasi tersendiri sedangkan 

Neo-Pentakosta atau Kharismatik tersebar di banyak denominasi Gereja 

termasuk Katolik. Untuk membedakan dari Gerakan ini dari Gerakan 

Pentakosta yang lama, maka ia biasanya disebut Gerakan Pentakosta 

Baru.60 Selanjutnya, menurut Abineno bahwa timbulnya Gerakan 

Pentakosta Baru atau Gerakan Kharismatik disebabkan oleh berbagai hal, 

baik karena keadaan di masyarakat, juga masalah di Gereja dan 

theologianya. Oleh keadaan letih menghadapi hal tersebut terciptalah 

kemungkinan dan ruang untuk timbulnya rupa-rupa hal dalam Gereja. Salah 

satunya yaitu  Gerakan Kharismatik.61 Gerakan ini merupakan suatu 

gerakan yang penuh dinamika, dan merupakan suatu kekuatan baru dalam 

sejarah kehidupan Gereja sejak tahun 1960.


Tujuan utama dari Neo-Pentakosta atau Gerakan Kharismatik 

yaitu  untuk menghidupkan kembali semangat Perjanjian baru jemaat 

Kristen yang mula-mula, sebagaimana yang diberitakan dalam Kisah Para 

Rasul.62 Mereka ingin memberikan kepada orang percaya suatu 

penghayatan baru dari peristiwa Pentakosta. Penghayatan iman yang 

intensif disertai dengan rupa-rupa karunia spektakular, terutama berbahasa 

Roh. Hal ini sering dihubungkan dengan apa yang dikenal sebagai Baptisan 

Roh Kudus.63

Pandangan Neo-Pentakosta

Karunia Roh Dan Baptisan Roh Kudus

Menurut pengajaran Neo-Pentakosta/Kharismatik, pengalaman 

baptisan Roh yaitu  merupakan suatu pengalaman yang berbeda dan tidak 

sama dengan pekerjaan Roh Kudus di dalam proses kelahiran baru, yang 

menjadikan seseorang bertobat dan percaya kepada Kristus untuk menerima 

keselamatan.64

Pandangan ini misalnya nampak dalam penguraian dari salah 

seorang pemimpin dari gerakan ini, L. Christenson, Pendeta dari Gereja 

Trinity Lutheran di California. Dalam bukunya Speaking in Tongues ia 

menyatakan sebagai berikut: “Beyond conversion, beyond the assurance of 

salvation, beyond having the Holy Spirit, there is a baptism with the Holy

Spirit.”

65

Hal yang sama dikemukakan oleh Don Basham, dalam bukunya A 

Handbook on Holy Spirit Baptism ketika menjawab pertanyaan tentang

apakah penting baptisan Roh Kudus bagi keselamatan, ia menjawab sebagai 

berikut:

No, baptism in the Holy Spirit is not essential for salvation. 

Salvation, or conversion, or the acceptance of Christ as Lord and 

Savior is a separate, prior experience. Millions of Christians who 

love and serve Jesus Christ as Savior have not received the baptism 

in the Holy Spirit. The New Testament makes it plain that baptism in 

the Holy Spirit is a second work of grace which follows conversion.

66

Oleh karena itu, bagi gerakan Kharismatik, pengalaman baptisan 

Roh Kudus yaitu  merupakan suatu pengalaman yang kedua atau the 

second blessing bagi setiap orang percaya. Sehingga tidak semua orang 

percaya mengalami akan hal tersebut, melainkan hanya kepada mereka 

yang sungguh-sungguh mau mencari dan mengharapkannya dengan iman.67

Dengan kata lain, hanya mereka yang mempunyai taraf iman yang lebih 

‘sempurna’ yang akan menerima dan mengalami Baptisan Roh.

Neo-Pentakosta membedakan antara karya permulaan Roh Kudus, 

dalam proses kelahiran baru dengan karya Roh Kudus yang dianggap 

‘sempurna’ dalam Baptisan Roh kudus, yaitu karena dalam Baptisan Roh 

Kudus nyata sekali pengalaman orang percaya mengalami kekayaan rohani 

dan kuasa Allah. Dalam Baptisan Roh kudus, orang percaya mengalami 

kuasa dan kelimpahan karunia-karunia Roh Kudus, dan manifestasi pertama 

dari kenyataan itu yaitu  menerima karunia berbahasa Roh. Dengan 

demikian, syarat utama bagi setiap orang percaya untuk menerima karunia￾karunia Roh Kudus yaitu  harus mengalami Baptisan Roh Kudus. 

Dasar pandangan gerakan Kharismatik mengenai hal tersebut yaitu  

pengalaman orang-orang percaya yang disaksikan oleh kitab Kisah Rasul.68

Searah dengan hal ini, Abineno menyatakan, “Kitab ini, menurut mereka,

yaitu  kunci untuk mengerti segala sesuatu yang dikatakan oleh Perjanjian 

Baru tentang ajaran itu.”69

Pengalaman-pengalaman orang percaya yang dimaksud yaitu :

pertama, mereka menunjuk kepada pengalaman 120 murid Tuhan Yesus, 

yang di dalamnya termasuk para Rasul Yesus. Ke-120 murid Yesus ini 

sudah menjadi murid Yesus dan sudah menerima Roh Kudus, tetapi Yesus 

masih memerintah mereka untuk menantikan janji Bapa, yaitu untuk 

menerima baptisan Roh Kudus.

On the day of Christ’s ascension, every one of the Apostles could 

have made the same confession: “I believe on the Lord Jesus. I’m 

saved. I’m going to heaven. I have the Holy Spirit (see John 20:22)”. 

Yet charged them “not to depart from Jerusalem, but to wait for the 

promise of the Father, which, he said, ‘you heard from me, for John 

baptized with water, but before many days you shall be baptized with 

the Holy Spirit.’70

 Kemudian, mereka menunjuk kepada orang Kristen di Samaria, yang 

dikemukakan dalam Kisah Rasul 8:12-17. Dikatakan dalam ayat 12 bahwa 

mereka telah percaya dan memberi dirinya dibaptis. Tetapi dalam ayat 16 

dinyatakan bahwa Roh Kudus belum turun atas mereka, karena hanya 

dibaptis dalam nama Tuhan Yesus. Saat Petrus dan Yohanes berdoa dan 

menumpangkan tangan, maka mereka menerima Roh Kudus (ay. 15, 17).

Selanjutnya, dikemukakan mengenai pengalaman keluarga 

Kornelius dan sahabat-sahabatnya. Dalam Kisah Para Rasul 10:2, dikatakan 

bahwa Kornelius beserta keluarganya yaitu  orang yang takut akan Allah 

dan senantiasa berdoa kepada Allah. Namun demikian, mereka baru 

menerima baptisan Roh Kudus setelah mendengar pemberitaan Petrus, yang 

membawa mereka untuk beriman kepada Kristus.

Yang terakhir, yang paling diandalkan oleh gerakan ini untuk 

membuktikan akan pentingnya pengalaman baptisan Roh dan yang hanya 

dialami oleh mereka yang sungguh beriman kepada Kristus, yaitu  Kisah 

Rasul 19:1-6. Dinyatakan dalam ayat-ayat tersebut bahwa Paulus bertemu 

dengan 12 murid yang telah dibaptis dengan baptisan Yohanes, baptisan 

pertobatan, namun belum memiliki Roh Kudus. Setelah mendengar pemberitaan Paulus tentang Kristus dan dibaptis dalam nama Tuhan Yesus, 

baru Roh Kudus turun ke atas mereka dan mereka mengalami baptisan Roh 

Kudus, yang ditandai dengan berkata-kata dalam bahasa roh dan bernubuat.

Melalui beberapa kesaksian tersebut di atas, gerakan Neo￾Pentakosta/Kharismatik mengambil kesimpulan bahwa pengalaman 

baptisan Roh, yaitu  merupakan suatu pengalaman kedua dan berbeda 

dengan pengalaman ketika percaya kepada Kristus dan menerima 

keselamatan-Nya. Hal ini makin jelas nampak dari pernyataan Ariel 

Edvardsen sebagai berikut:

Alkitab dengan jelas mengajarkan bahwa Kelahiran Baru dan 

Baptisan Roh merupakan dua pengalaman yang berbeda......Jika kita 

akan DIPENUHI ATAU DIBAPTIS OLEH ROHULKUDUS maka 

kita pertama-tama harus DILAHIRKAN OLEH ROHULKUDUS. 

Dan mujizat Kelahiran Baru berlaku ketika kita bertobat lalu 

kemudian juga dapat dibaptis dengan Rohulkudus... Di sini kita 

melihat bahwa pertama-tama PERTOBATAN dan barulah setelah 

pertobatan ada Baptisan Rohulkudus.”71

 

Alasan mengapa mereka sangat menekankan pengalaman baptisan 

Roh, antara lain nampak dalam uraian Don Basham berikut ini:

Essentially, baptism in the Holy Spirit is a doorway leading from a 

natural realm into a supernatural realm of life and experience. The 

average Christians, although truly professing Christ, operates 

largely on his own power, making his own decisions, living by his 

own strength, and controlling his own life. But through the baptism 

in the Holy Spirit the Christian steps out of this natural realm into a 

realm where he can begin to experience the supernatural gifts and 

powers of God’s Holy Spirit.

72

 Hal yang sama dikemukakan oleh Robert C. Frost bahwa “We must 

also know Him, however, as our personal Baptizer if ‘power’ of God’s 

Spirit is to find full expression in our lives.”73

Bagi gerakan Kharismatik baptisan Roh Kudus sangat dibutuhkan 

untuk dapat menerima kepenuhan kuasa Roh Kudus dan karunia-karunia-

Nya, sehingga memungkinkan seseorang siap untuk menunaikan tugasnya 

di bidang kesaksian dan pelayanan bagi kemuliaan Allah.74 Dengan kata 

lain, tanpa pengalaman baptisan Roh tidak mungkin seseorang dapat 

menerima kuasa Roh Kudus dan karunia-karunia Roh Kudus, sebagai 

perlengkapan di bidang kesaksian dan pelayanan. Ajaran ini menimbulkan

suatu pengertian yang baru dalam penumatologi bahwa hanya orang-orang 

yang telah mengalami karya Roh kudus yang ‘sempurna’ dalam baptisan 

Roh, mengalami second blessing yang memiliki karunia-karunia Roh, 

karena karunia-karunia Roh diterima melalui baptisan Roh.75 Berarti tidak 

semua orang percaya menerima dan memiliki karunia-karunia Roh 

bilamana mereka baru mengalami ‘karya permulaan’ Roh kudus, yaitu 

kelahiran baru. 

Karunia Roh dan Kualitasnya

Kecenderungan untuk membeda-bedakan dan mengutamakan 

beberapa karunia-karunia Roh tertentu, sebagaimana yang terjadi dalam 

kehidupan jemaat di Korintus, nampak dalam pandangan gerakan Neo￾Pentakosta/Kharismatik.

Menurut pandangan gerakan ini, karunia-karunia Roh yang 

diberikan Allah kepada orang percaya atau jemaat, hanya sebatas sembilan 

macam karunia Roh.76 Yaitu, kesembilan macam karunia Roh yang 

disebutkan rasul Paulus dalam 1Korintus 12:8-10 : Karunia untuk berkata￾kata dengan hikmat, karunia untuk berkata-kata dengan pengetahuan, 

karunia iman karunia penyembuhan, karunia mujizat, karunia bernubuat, 

karunia berkata-kata dengan bahasa roh, dan karunia untuk menafsirkan 

bahasa roh.

Dan karena Allah telah memberikan Rohulkudus kepada setiap 

Gereja setempat maka kesembilan karunia itu bekerja sepenuhnya di 

dalam setiap Gereja itu. Pendeta T.B. Barratt yang terkenal 

mengatakan:’ Kita harus mengambil kesembilan’ karunia di dalam I 

Korintus 12, mencelupkannya di dalam pasal 13 (kasih) lalu 

menerapkannya seperti di dalam pasal 14’. Inilah maksud Allah 

dengan karunia-karunia Roh itu. Setiap Gereja yang berhadap untuk 

mengalami dan hidup di dalam kegerakan Perjanjian baru yang kini 

sedang berlangsung, haruslah mempersilahkan kesembilan karunia 

Roh itu bekerja di dalam Gereja. Bila karunia-karunia ini bekerja di 

dalam Gereja anda maka anda akan kembali kepada kegerakan 

rohani kerasulan, Kegerakan Karunia Rohani.77

Dari antara kesembilan karunia Roh Kudus tersebut, karunia￾karunia Roh Kudus yang bersifat spectacular dianggap sebagai karunia￾karunia yang paling penting.78 Khusus karunia untuk berkata-kata dengan 

bahasa roh, untuk hampir seluruh tokoh gerakan Kharismatik mempunyai 

pandangan bahwa hal itu mutlak harus dimiliki oleh setiap orang percaya, 

sebagai bukti pengalaman baptisan dengan Roh Kudus.79 Pandangan 

mengenai hal tersebut, antara lain nampak dalam jawaban Don Basham, 

ketika ditanya mengenai “apakah mungkin seseorang menerima baptisan 

dengan Roh Kudus tanpa berkata-kata dengan bahasa Roh?” Ia menjawab 

sebagai berikut:

So we must admit that the baptism in the Holy Spirit can be received 

without the manifestation of tongues, but we encourage no one to 

seek the baptism without expecting tongues. Both our understanding 

of spiritual gifts and our willingness to receive then affect what gifts 

and manifestations will appear. SOMETHING IS MISSING IN 

YOUR SPIRITUAL LIFE IF YOU HAVE RECEIVED THE HOLY 

SPIRIT YET HAVE NOT SPOKEN IN TONGUES... We encourage 

everyone seeking to be filled with this Holy Spirit to seek the baptism 

on scriptural terms, fully expecting to speak in tongues when they 

receive.

8

Pandangan yang sama dikemukakan oleh Rev. Edwin B. Stube, 

Direktur dari Blessed Trinity Society sebagai berikut:

In the New Testament, the standard sign or evidence of the baptism

of the Holy Spirit is that of speaking with other tongues as the Spirit 

given utterance…. It is clearly God’s intention that all believers 

should receive the Baptism of the Holy Spirit with the sign which the 

New Testament indicates (namely, the sign of tongue-speaking).81

Menurut Rudy Budiman, bahwa kecenderungan dari gerakan 

Kharismatik untuk mengutamakan kesembilan karunia yang disebutkan 

dalam 1Korintus 12:8-10 dan membedakannya dari karunia-karunia Roh 

yang lain, yang Paulus sebutkan dalam 1Korintus 12:28; Roma 12:6-8 

seperti karunia melayani, karunia memimpin, karunia mengajar, karunia 

menasehati, membagi-bagikan sesuatu, kemurahan; antara lain karena di 

dalam penampilan kesembilan karunia tersebut, bersifat supranatural dan 

nampak sekali kuasa ajaib yang bekerja. Sebaliknya, karunia-karunia yang 

lain yang bersifat natural, tidak ada hal-hal yang luar biasa di dalam 

penampilannya, yang membuktikan akan adanya pekerjaan-pekerjaan kuasa 

ajaib.82 Implikasinya, segala karunia Roh Kudus yang di dalamnya tidak 

menampakkan keajaiban Tuhan atau yang bersifat supra-natural, dianggap 

kurang bernilai atau bukan karunia Roh. Segala karunia yang di dalamnya 

nampak keajaiban Tuhan atau bersifat supra-natural, itulah karunia Roh 

Kudus. Karena itu, kesembilan karunia yang disebut dalam 1Korintus 

12:8-10, dianggap lebih tinggi atau lebih berkualitas daripada karunia￾karunia Roh yang lain. Karena ia bersifat supranatural dan sepktakular, 

yang lain bersifat natural dan non spektakular.

Tinjaun Teologis Terhadap Pandangan Neo-Pentakosta

Karunia Roh dan Baptisan Roh

Dalam Perjanjian Baru, istilah baptisan Roh Kudus atau dibaptis 

dengan Roh Kudus, dipergunakan sebanyak 7 kali. 5 kali dipergunakan 

dalam bentuk nubuatan yang berkaitan dengan janji Allah mengenai


baptisan dengan Roh Kudus yang akan dilaksanakan oleh Kristus bagi 

setiap orang percaya: 4 kali berkaitan dengan ucapan Yohanes Pembaptis 

dan 1 kali diucapkan oleh Kristus sendiri sebelum peristiwa Pentakosta. 

(Mat 3:11; Mrk 1:8; Luk 3:16; Yoh 1:33; Kis 1:5). Satu kali dipergunakan 

oleh rasul Petrus di dalam Kisah Rasul 11:16, ketika memberikan laporan 

kepada saudara-saudara seiman di Yerusalem, tentang pengalaman keluarga 

Kornelius dan sahabat-sahabatnya menerima baptisan Roh Kudus. Dan 

yang terakhir, dalam bentuk pengajaran, rasul Paulus mempergunakan 

istilah tersebut sebanyak 1 kali dalam 1Korintus 12:13. Yaitu, berkaitan 

dengan pengalaman semua orang percaya yang dalam satu Roh telah 

dibaptis menjadi satu di dalam tubuh Kristus.

Bilamana diperhatikan semua ayat-ayat Firman Tuhan tersebut di 

atas, nampak bahwa semuanya saling berkaitan satu dengan yang lain. Apa 

yang telah dinubuatkan oleh Yohanes dan yang dijanjikan oleh Kristus, 

telah digenapi di dalam peristiwa Pentakosta dan pengalaman keluarga 

Kornelius dan sahabat-sahabatnya. Sedangkan apa yang diajarkan oleh 

rasul Paulus tentang dalam satu Roh semua orang percaya telah dibaptis 

menjadi satu tubuh, yaitu  merupakan suatu kesimpulan pengajaran tentang 

apa yang telah terjadi, sebagai akibat adanya Roh Kudus yang telah 

dicurahkan melalui peristiwa Pentakosta, sebagai penggenapan nubuatan 

Yohanes dan janji Kristus.83

Karena itu, istilah dibaptis dengan Roh Kudus yang dipergunakan 

oleh Yohanes dan Kristus, maupun Petrus, pada dasarnya sama dengan 

istilah yang dipergunakan Paulus dalam 1Korintus 12:13.84

Lebih lanjut kita akan menyelidiki apa yang dimaksud Paulus 

dengan istilah dibaptis dengan Roh dalam 1Korintus 12:13. Dalam ayat 

tersebut, Paulus menyatakan: “Sebab dalam satu Roh kita semua, baik 

orang Yahudi, maupun orang Yunani, baik budak, maupun orang merdeka, 

telah dibaptis menjadi satu tubuh kita semua diberi minum dari satu Roh.”

Rasul Paulus memakai istilah kita semua yaitu  untuk menunjuk 

kepada dirinya dan semua orang percaya yang ada di jemaat Korintus 

tanpa terkecuali. Tanpa membedakan keadaan status sosial dan keadaan 

rohaninya. Sehingga hal tersebut termasuk semua anggota jemaat di

Korintus, yang dalam 1Korintus 3:1 disebut oleh Paulus sebagai manusia 

duniawi, manusia yang penuh dengan segala macam dosa (bnd. 1Kor 3:3, 

4:18, 5:1, 6:12-18, 10:14-22, 11:17-22, dst). Sebab itu, baptisan Roh Kudus 

bukan hanya dialami oleh beberapa orang percaya saja, yang mempunyai 

taraf iman dan kerohanian tinggi. Baptisan Roh Kudus juga mencakupi 

semua orang percaya, yang ada di dalam Kristus. Sebab itu, tepat apa yang 

dikatakan oleh Michael Green: “So baptism with the Holy Spirit is not a 

second-stage experience for some Christians, but an initiatory experience 

for all Christians. Without it we are not Christians at all.”

85

 Satu hal yang menarik dalam 1Korintus 12:13, yaitu tentang istilah 

telah dibaptis dan diberi minum. Keduanya mempunyai aspek aorist dan 

arahnya pasif, yang dihubungkan dengan kata penghubung kai. Dengan 

demikian kedua hal tersebut yaitu  merupakan suatu kejadian yang terjadi 

bersama-sama (simultan) pada masa yang lampau, sekali untuk seterusnya. 

Pengertian “dalam satu Roh kita semua telah dibaptis menjadi satu tubuh,” 

sebenarnya mempunyai kesamaan pengertian dengan apa yang 

dikemukakan dalam Galatia 3:27; Roma 6:3, “dibaptis di dalam Kristus.”86

Karena, pada waktu seseorang percaya kepada Kristus dan dibaptis di 

dalam Kristus, pada waktu itu juga ia dibaptis dengan Roh Kudus. Kedua 

baptisan tersebut saling berhubungan dan karena itu tidak dapat dipisahkan 

satu sama yang lain. Sebagaimana yang dikatakan oleh Frederick Dale 

Bruner:

Appropriate to the Christological character and mission of the Holy 

Spirit, the Baptism of the Holy Spirit is the baptism the believer into 

Christ. Yet baptism into Christ can no more be separated from 

baptism into the Holy Spirit than Christ can separated from the Holy 

Spirit. For in the depths the name by which we are baptized is one (I 

Cor 6:17, 15:45, II Cor 3:17-18; cf. the singular “name” in Matt 

28:18). For Christ and the Spirit are not divided that each must 

separately and at appropriate times baptize into each other.87

Selanjutnya, pengertian diberi minum dari satu Roh mempunyai 

kaitan dengan apa yang Yesus nyatakan dalam Yohanes 4:14, 7:37-39, yaitu tentang pemberian Roh Kudus dan keselamatan bagi setiap orang 

yang percaya kepada Kristus.88 Karena Istilah telah dibaptis dan diberi 

minum mempunyai aspek aorist, maka pengertian “dalam satu Roh kita 

semua telah dibaptis menjadi satu tubuh, dan kita semua telah diberi minum 

dari satu Roh” yaitu  menunjuk kepada satu peristiwa yang telah terjadi 

serentak (simultan) dalam kehidupan setiap orang percaya pada waktu ia 

diselamatkan. Maksudnya, pada waktu seseorang percaya kepada Kristus, 

pada saat itulah ia menerima keselamatan dan Roh Kudus, dan menjadi 

anggota jemaat, sebagai tubuh Kristus. Dan hal inilah yang dimaksud 

dengan baptisan dengan Roh Kudus.89

Jadi, istilah dibaptis dengan Roh Kudus sama pengertiannya dengan 

menerima Roh Kudus, bahkan sama dengan diurapi Roh Kudus dan 

dimeteraikan dengan Roh Kudus, sebagaimana yang dinyatakan rasul 

Paulus dalam Efesus 1:13; 2Korintus 1:21-22; Roma 8:15.90 Semua 

pengalaman tersebut yaitu  semata-mata pemberian Allah berdasarkan 

kasih dan anugerah-Nya, bukan berdasarkan kebaikan dan jasa dari setiap 

orang percaya. Karena itu, baptisan dengan Roh Kudus bukanlah sesuatu 

yang diusahakan ataupun harus dicapai sebagai pengalaman yang kedua 

bagi setiap orang percaya. Melainkan semua orang percaya telah dibaptis 

dengan Roh Kudus atau telah memiliki Roh Kudus, sebagai pemberian 

Allah. Inilah yang dimaksud oleh rasul Paulus ketika ia mempergunakan 

arah pasif untuk kedua istilah telah dibaptis dan diberi minum dalam satu 

Roh, di dalam 1Korintus 12:13.Lalu bagaimana dengan segala pengalaman orang percaya yang 

dikemukakan dalam Kis 2 berkaitan dengan pengalaman murid-murid 

Yesus, pasal 8 berkaitan dengan murid-murid di Samaria, pasal 10 

berkaitan dengan keluarga Kornelius dan sahabat-sahabatnya dalam pasal 

19 berkaitan dengan murid-murid Yohanes di Efesus? Untuk menjawab 

pertanyaan ini, maka hal tersebut akan dibahas selanjutnya di bawah ini.

Satu hal yang perlu menjadi pegangan di dalam menafsirkan semua 

pengalaman orang percaya dalam Kisah Para Rasul, yaitu bahwa semua 

pengalaman praktis tersebut tidak dapat menjadikan suatu patokan untuk 

suatu pengajaran mutlak tentang baptisan dengan Roh Kudus. Karena hal 

tersebut bukan merupakan uraian-uraian dan kesimpulan yang bersifat 

dogmatis, sebagaimana yang dikatakan oleh D. Scheunemann:

Contoh-contoh itu menunjukkan bahwa Roh Kudus dapat bekerja 

demikian, namun tidak harus bekerja sedemikian. “Dimana ada Roh 

Allah disitu ada kemerdekaan”. Hermeneutik yang bertanggung 

jawab dan berorientasi kepada Alkitab membangun suatu pengajaran 

Kristen hanya berdasarkan atas bagian-bagian Alkitab yang bersifat 

didaktis (bersifat ajaran), dan bukan atas kejadian-kejadian historis 

yang diceritakan dalam Alkitab. Karena itu, dari peristiw