Pemahaman oneness
Doktrin Tritunggal merupakan salah satu doktrin utama Kristen. Namun harus diakui
bahwa memahami dan menjelaskan doktrin Tritunggal bukanlah perkara yang
sederhana. Doktrin Tritunggal kerapkali mendapatkan sorotan serta menjadi sasaran
karena kompleksitasnya.1
Dalam tubuh Pentakostalisme tantangan terhadap doktrin
Tritunggal menyeruak melalui Oneness Pentacostal (selanjutnya disingkat OP). Tidak
jarang jemaat bahkan kalangan rohaniawan Pentakostal yang mendaku penganut
Trinitarian ternyata keliru memahami doktrin Tritunggal dan tanpa sadar
mengadopsi pandangan OP yang menyatakan bahwa Tuhan adalah satu pribadi
yang memainkan tiga peran sebagai Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Dalih yang
digunakan adalah formulasi OP cukup mudah dipahami daripada doktrin Tritunggal
yang mengajarkan “Tritunggal terdiri dari tiga Pribadi yang satu tanpa keterpisahan
eksistensi – secara utuh bersatu untuk membentuk satu Tuhan. Natur ilahi hidup dalam tiga perbedaan – Bapa, Anak, dan Roh Kudus.”2
Keadaan ini mendorong
gereja-gereja Pentakostal untuk mengakarkan pemahaman Trinitarian yang benar.
Artikel ini dituliskan dengan tujuan untuk menguraikan sejarah dan
perkembangan OP serta memahami pemahaman keesaan Tuhan dalam OP, selain
menjabarkan doktrin Tritunggal berdasarkan Pengakuan Iman Oikoumenis. Lebih
lanjut, artikel ini juga bertujuan untuk memberikan respons teologis terhadap ajaran
OP tentang Tuhan dengan mendasarkan panduan pada ajaran dan prinsip-prinsip
yang terkandung di dalam Pengakuan Iman Oikoumenis.
Kami meyakini bahwa Pengakuan Iman Oikoumenis telah melalui proses
panjang dalam pembentukan pemahaman keimanan yang solid. Sehingga
menghadirkan kredibilitas dalam membedah pemahaman OP. Dalam menjalankan
proses analisis teologis terhadap OP, kami akan memulai dengan memberikan
penjabaran mengenai sejarah OP dan pemahaman Ketuhanan OP. Kemudian
dilanjutkan dengan menguraikan latar belakang dan pokok-pokok pemahaman
Pengakuan Iman Oikoumenis. Berikutnya berdasarkan Pengakuan Iman
Ouikoumenis dilakukan analisis terhadap pemahaman keesaan Tuhan ala OP.
METODOLOGI
Metodologi merupakan kerangka penalaran teoritis yang digunakan untuk
menjawab pertanyaan penelitian, yang bertujuan untuk mengidentifikasi data
primer untuk mendukung setiap hipotesis dengan bukti-bukti faktual dan teoritis.3
Penelitian dilakukan untuk mencari dan mendapatkan kebenaran.
Dalam penelitian ini, metode penelitian yang digunakan adalah metode
kualitatif dengan pendekatan studi kepustakaan. Penelitian kualitatif dimulai dari
pendekatan kepada kenyataan atau fakta yang terjadi di lapangan lalu dicari rujukan
teorinya4
untuk memahami fenomena melalui sumber-sumber tertulis. Pendekatan
kepustakaan digunakan untuk mengeksplorasi makna, interpretasi, dan konteks dari
isu yang sedang diteliti, serta mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam dan
holistik terhadap subjek penelitian. Data yang dikumpulkan berasal dari berbagai
literatur seperti buku, artikel jurnal, dokumen resmi, serta sumber-sumber digital
yang relevan dengan topik penelitian. Hasil dari analisis ini diharapkan dapat
memberikan wawasan teoritis yang kuat dan berkontribusi terhadap
pengembangan pengetahuan dalam bidang yang teliti.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sejarah Oneness Pentecostal
Gerakan Pentakostal modern memiliki akar yang dalam dari Kebangunan
Rohani pada akhir abad ke-19. Meskipun fenomena keagamaan yang mengejutkan
pada abad ke-20 ini memiliki sejarahnya sendiri, peristiwa kelahirannya sangat dipengaruhi oleh ide-ide dan gagasan-gagasan sebelumnya. Tidak terkecuali OP.5
Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa OP telah menjadi “kekuatan ketiga” di
kalangan komunitas Pentakostal di Amerika. Pentakostalisme di Amerika secara
doktrinal terbagi menjadi tiga kelompok besar; “Second Work” (Holiness) Trinitarian,
“Finished Work” Trinitarian dan “Oneness Pentecostal”.6
David. A. Reed menyatakan
bahwa OP muncul pada dekade kedua kebangkitan Pentakostal dengan pandangan
teologis yang khas.7
Krisis teologis menjadi salah satu ciri utama sejarah Pentakostal antara tahun
1911 hingga 1916. Setelah “The Finished Work of Calvary” yang diperkenalkan oleh
Durham memberikan dampak besar, muncul gelombang lain yang lebih besar.
Gelombang ini memecah kaum Pentakostal dalam hal doktrin, terutama terkait
tantangan serius terhadap doktrin Tritunggal dan praktik baptisan. Dampak dari
perpecahan ini sangat terasa secara teologis.
Pada tanggal 15 April 1913 pertemuan Perkemahan Iman Apostolik Sedunia
dimulai di Arroyo Seco, California dekat Pasadena. Seorang penginjil Kanada, Robert
E. McAlister menyampaikan khotbah tentang baptisan dan dalam forum tersebut ia
membahas berbagai formula baptisan dan mencatat bahwa dalam Kekristenan awal,
orang-orang yang bertobat tidak dibaptis dengan formula tradisional “dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus”, melainkan “dalam nama Yesus”. Sepanjang malam
seorang pria bernama John Schaepe, setelah mendengar ucapan McAlister,
mempelajari Alkitab dan berdoa, ia terinspirasi oleh mujizat yang ia saksikan
dilakukan dalam nama Yesus, kemudian ia menerima wahyu tentang kuasa dalam
nama Yesus. Schaepe menjadi yakin akan kebenaran klaim McAlister, ia berlari
melewati perkemahan sambil berteriak bahwa Tuhan telah mewahyukan kepadanya
kebenaran baptisan dalam Nama Yesus. Tidak ada keraguan akan hal itu, kejadian
ini menjadi dorongan pertama terbentuknya teologi “Oneness Pentecostal”.
9
Robert E. McAlister, Francis John Ewart dan Glenn Cook berperan penting
dalam munculnya gerakan OP. McAlister, berperan dalam penyebaran ajaran OP di
Kanada. Ewart, seorang misionaris dari Australia, menjadi tokoh sentral dalam
pengembangan dan penyebaran doktrin Oneness melalui majalah Meat in Due
Season yang beredar dari tahun 1915 hingga awal 1920 di Amerika Utara dan secara
internasional kepada para misionaris. Hal ini memastikan pemaparan seluas
mungkin terhadap pesan Oneness. Dia mencetak kesaksian-kesaksian para
pemimpin Pentakostal terkemuka yang menerima doktrin baru dan dibaptis ulang.10
Tak hanya itu, pada 15 April 1914, Ewart memberikan khotbah pertamanya tentang
Kisah Para Rasul 2:38 dan bersama Cook, mereka saling membaptis dalam formula
baru nama Yesus, yang memicu perpecahan dalam gerakan Pentakostal. Ewart,
dengan teologi nama Yesus, menekankan bahwa baptisan ulang dalam nama Yesus
adalah keharusan, karena gelar Bapa, Anak, dan Roh Kudus hanyalah aspek
hubungan Tuhan dengan manusia. Ia mengatakan bahwa tidak adanya hanya dalam
nama Yesus dalam pembaptisan, sebenarnya bukanlah sebuah baptisan.
Cook, seorang mantan wartawan, berkontribusi dalam manajemen keuangan
dan penyebaran ajaran OP di Amerika. Cook menyebarkan pesan tersebut melalui
kampanye penginjilan pada tahun 1915, sejumlah orang berhasil dimenangkan.
Hingga dalam waktu satu tahun pesan ini telah memberikan dampak yang besar di
kalangan Pentakostal; Assemblies of God yang baru dibentuk kehilangan semua
pendeta mereka di Louisiana karena ajaran baru ini. Dengan tersebarnya teologi
baru ini, muncullah pertentangan dan konfrontasi yang tak terelakkan lagi,
Pengajaran Oneness Pentecostal
Gerakan OP memiliki perbedaan yang signifikan dari kelompok Pentakostal
Trinitarian pada umumnya dan memiliki kekhasan dalam pandangan Kristologi yang
berkaitan langsung dengan Pneumatologi dan Soteorologi.13 Dalam memahami
keallahan, OP menolak doktrin Tritunggal dengan mengajarkan keesaan Tuhan,
yaitu keyakinan bahwa Tuhan adalah satu-satunya pribadi ilahi dan bahwa Yesus
Kristus adalah Tuhan sendiri yang menyatakan diri-Nya dalam bentuk manusia.
Yesus menyatakan diri sebagai Bapa dalam Perjanjian Lama, sebagai Anak dalam
Perjanjian Baru dan sebagai Roh Kudus. Perbedaan ini mencerminkan perbedaan
yang fundamental dalam pemahaman tentang Tuhan, Keselamatan, dan peran Roh
Kudus. Meskipun memiliki warna Pentakostal, namun karena perbedaan pandangan
tersebut, OP keluar dari aliran Pentakostal Trinitarian.
Kristologi
Doktrin Kristologi menjadi pembicaraan sejak awal Kekristenan. Yesus adalah
semangat yang membara dari penganut OP.
14 Yesus sebagai Juruselamat,
Pengudus, Penyembuh, dan Raja yang akan datang. Mereka meyakini bahwa diri
mereka adalah penerima yang diberkati dari “Penyataan Yesus Kristus”. Apa pun
yang mereka percayai tentang Tuhan dan Kristus, mereka temukan kuncinya di
dalam satu pribadi yang merupakan manifestasi penuh dari Tuhan yang esa.15
Meskipun teks-teks Alkitab telah menyatakan bahwa Yesus telah ada sebelum
inkarnasi, namun dari perspektif Oneness hal ini tidak sepenuhnya mungkin.
Menurut teologi Oneness hanya ada dua cara di mana Sang Anak yang adalah
Yesus dapat dikatakan telah “ada” sebelum kelahiran-Nya di Bethlehem. Pertama,
karena secara ontologis Yesus adalah Tuhan yang menjelma menjadi manusia, maka
Yesus memiliki eksistensi sebagai Tuhan. Ini adalah satu-satunya cara untuk
memahami klaim Yesus, “Sebelum Abraham ada, Aku sudah ada.” Kedua,
penyebutan Anak dalam Perjanjian Lama bersifat proleptik; di dalam pikiran dan
rencana Tuhan, Anak telah dibayangkan. Begitu yakinnya Tuhan akan hal tersebut,
sehingga dapat dikatakan bahwa darah Yesus telah dicurahkan “sebelum dunia
dijadikan” (Yohanes 17:24). Istilah Anak menyiratkan suatu permulaan baik di dalam
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Pengakuan yang jelas dari Perjanjian Baru
bahwa “Yesus Kristus, Tuhan kita, telah diperanakkan dari keturunan Daud menurut
daging” (Roma 1:3). Yesus memiliki sebuah permulaan.16
Reed menuliskan dalam bukunya, setidaknya ada dua gambaran paling
umum yang dipakai oleh para teolog Oneness untuk menjelaskan realitas keilahian
dan kemanusiaan dalam Kristus yaitu dengan konsep “berdiam” dan “manifestasi”.
Ide konsep “berdiam” mengambil dari pengalaman Yahudi tentang kehadiran ilahi
yang tinggal di tempat tertentu. Salah satu ayat yang menjadi dasar teolog Oneness
untuk menggambarkan hubungan antara dua kodrat Kristus adalah Kolose 2:9: dan
Kolose 1:19. Menurut teolog Oneness ayat ini mendefinisikan pandangan dasar
Oneness tentang satu Roh yang “berada di dalam” satu pribadi manusia.17 Ewart
menyederhanakan dengan mengatakan, “Tubuh manusia diambil oleh Tuhan pada
saat yang tepat. Ketika Tuhan menjadi manusia, Keilahian-Nya tinggal dalam diriNya sejak kelahiran-Nya hingga kenaikan-Nya. Ia membawa tubuh manusia-Nya ke
Surga, dan dalam tubuh kemuliaan-Nya kepenuhan Tuhan berdiam selamanya.”
18
Dalam literatur ajaran Oneness, ditemukan pemisahan antara dua natur dalam
Kristus. Secara sederhana, Keilahian yang merupakan Roh ada dalam pribadi Tuhan
Yesus Kristus. Atau dengan kata lain, Yesus adalah Tuhan dalam daging. Konsep ini dijelaskan dengan istilah Bapa dan Anak, ketika Bapa adalah Roh dan Anak adalah
daging.19 Gordon Magee dalam bukunya menyatakan bahwa Bapalah yang
mendiami tubuh manusia Anak. Pernyataan tersebut merujuk pada pernyataan
Yesus, “Tidak percayakah engkau, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam
Aku? Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri-Ku sendiri, tetapi
Bapa, yang diam di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-Nya.” (Yohanes
14:10).20
Menurut Michael Wilkinson, OP mempunyai dua ciri utama yang berkaitan
dengan Kristologi; yang pertama yaitu baptisan dalam nama Yesus dan yang kedua
yaitu pandangan Keesaan Tuhan di dalam Nama Yesus dengan menolak konsep
keallahan versi Tritunggal yang terdiri dari Tuhan Bapa, Putra, dan Roh Kudus.
Ketegangan pertama di kalangan Pentakostal mengenai masalah ini muncul seputar
masalah formula baptisan. Sebagaimana yang mereka mengutip baptisan Para Rasul
dan khususnya melihat Kisah Para Rasul 2:38 sebagai bukti bahwa hanya Nama
Yesus yang diucapkan kepada mereka yang dibaptis.21 Bagi para teolog Oneness,
nama Yesus secara teologis dan etis diidentikkan dengan nama Yahweh, karena
nama tersebut menandakan pengungkapan diri pribadi Tuhan dan nama itu
disematkan dalam nama Yesus. Ini adalah dasar dari deskripsi Oneness tentang
nama Yesus sebagai nama Tuhan yang tertinggiKonsili Nicea (325), Konsili Konstantinopel I, II, dan III, Konsili Chalcedon (451)
memberikan kontribusi penting dalam pengembangan pemikiran Trinitarian.
Konsili-konsili ini yang mencerminkan upaya gereja untuk memahami dan
mengekspresikan hakikat Ilahi Tritunggal dengan lebih baik.23 Pengakuan Iman
Oikoumenis tidak sekadar menawarkan pemahaman konseptual, tetapi juga
menekankan pentingnya persatuan, inklusivitas dan keberagaman dalam
persekutuan gereja dalam menetapkan suatu dogma dalam Kekristenan. Oleh
karena itu, pada bagian ini, penulis akan melakukan analisis aspek-aspek teologis
yang berkaitan dengan pemahaman Tritunggal dengan menintegrasikan
pandangan dari Pengakuan Iman dari Konsili Oikoumenis.
Pengertian Tritunggal
Tritunggal adalah sebuah doktrin yang fundamental bagi iman Kristen. Henry
C. Thiessen dalam bukunya menyatakan bahwa Tritunggal bukanlah suatu
kebenaran yang diperoleh melalui akal budi yang dikenal dengan istilah teologi
natural, tetapi suatu kebenaran yang dapat diketahui melalui penyataan atau
wahyu.24 Tidak mudah membuat definisi dari Tritunggal. Beberapa definisi dibuat
dengan menyebut beberapa buah pikiran. Yang lain membuat kekeliruan pada sisi keesaan atau ketigaan. Di dalam bukunya yang berjudul “Trinity”, Warfield
mendefinisikan, “Ada satu Tuhan yang benar dan satu-satunya, tetapi di dalam
keesaan dari KeTuhanan ‘ini ada Tiga Pribadi yang sama kekal dan sepadan, sama
di dalam hakikat tetapi beda di dalam Pribadi.”25 Definisi yang tepat jadi harus
memasukkan keterpisahan dan kesetaraan dari tiga pribadi di antara Tritunggal
demikian pula kesatuan di antara Tritunggal.26 Tritunggal menyatakan: “Terdiri dari
tiga Pribadi yang satu tanpa keterpisahan eksistensi – secara utuh bersatu untuk
membentuk satu Tuhan. Natur ilahi hidup dalam tiga perbedaan – Bapa, Anak, dan
Roh Kudus.”27
Istilah Tuhan Tritunggal (Trinitas) sendiri bukan istilah yang dinyatakan secara
eksplisit dalam Alkitab. Di sinilah perlunya gereja yang pada waktu itu diwakili oleh
Bapa-bapa gereja, berusaha supaya dapat menyatakan imannya kepada dunia
Yunani-Romawi. Bapa-bapa berusaha untuk dapat menerjemahkan pernyataan
Alkitab tentang Tuhan dalam bahasa yang jelas sehingga dapat dimengerti dan
menghindari kesalahpengertian tentang ajaran Tuhan Tritunggal. Secara teknis,
istilah Tritunggal pertama kali dipakai oleh Bapa Gereja Afrika Utara yang bernama
Tertulianus. Salah satu rumusan tentang doktrin Tuhan Tritunggal dari Bapa-bapa
gereja adalah hasil Konsili Konstantinopel.Doktrin Tritunggal sudah diformulasikan dalam Pengakuan Iman Rasuli, dan
juga sudah diterima di Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel. Tiga Pribadi yang
berbeda, tetapi satu substansi, dan hakikat Ilahi (Mat. 29:19-20, 2 Kor. 13:13, 1 Yoh.
5:7).29 Ketiganya setara dan sehakikat dalam sebuah kesatuan Tritunggal yang
kekal.30 Pergumulan teologis tentang Tuhan Tritunggal dari Bapa-bapa Gereja
disahkannya sebagai formulasi Tuhan Tritunggal yang disampaikan oleh Tertulianus;
Keberadaan Tuhan adalah tiga pribadi satu substansi (Latin: tres personae, una
subtantia).31
Pergumulan untuk menetapkan formulasi doktrin Tritunggal sudah berakar
jauh ke belakang sejak masa Bapa-bapa gereja. Tertulianus orang yang pertamatama secara jelas memformulasikan istilah dan pengertian Tritunggal ini. Pada saat
itu, Monarchianisme sedang merajalela dengan penekanan pada kesatuan Tuhan,
dengan penyangkalan terhadap konsep Tritunggal. Sementara Tertullianus berjuang
akan mempertahankan doktrin ini di Barat, Origen berjuang untuk hal yang sama
di Timur.32 Terdapat perkembangan pemikiran tentang Tuhan Tritunggal di antara
Bapa-bapa gereja, umumnya ditemukan adanya dua golongan pemikiran yang
ekstrem. Pertama, golongan yang menekankan keesaan Tuhan sehingga
melemahkan ketritunggalan Tuhan. Dalam Pandangan ini Tuhan Bapa, Anak, dan Roh Kudus dipandang hanya sebagai sifat atau cara keberadaan Tuhan yang
berbeda, dan merupakan satu pribadi saja; paham ini juga adalah paham dari OP
yang berkembang dari akar pemikiran Sabelius yang menyatakan bahwa Tuhan
Bapa, Anak, dan Roh Kudus adalah penampakan satu Tuhan dalam tiga bentuk;
dalam Perjanjian Baru sebagai Tuhan Bapa, Perjanjian Baru sebagai Juruselamat
(Anak), dan pada masa Pentakosta sebagai Roh Kudus.33 Kedua, golongan
Ketritunggalan Tuhan sehingga melemahkan Keesaan Tuhan. Dalam kelompok ini
Tuhan Bapa, Anak, dan Roh Kudus dipandang berbeda satu dengan yang lainnya
tanpa adanya kesatuan (Triteisme). Arius (250-336 M) mengajarkan bahwa Kristus
adalah ciptaan Tuhan; memiliki permulaan, jadi Ia bukanlah pribadi yang kekal.
Pandangan ini sampai sekarang ini masih dikembangkan dan dianut oleh kelompok
Saksi Yehova. Golongan ini telah sejak awal dinyatakan sebagai bidat pada Konsili
Nicea pada tahun 325 M.34
Konsili-konsili Oikoumenis
Untuk menghadapi bidat-bidat yang menyebar luas pada masa itu, gereja
menyelenggarakan konsili, yaitu pertemuan para pemimpin gereja. Dalam
pertemuan tersebut, berbagai isu penting dibahas dengan cermat, nasihat
disampaikan secara hati-hati, dan keputusan-keputusan penting diambil. Konsilikonsili tersebut dihadiri oleh perwakilan dari semua gereja di berbagai negara, diadakan sebagai tanggapan terhadap masalah-masalah teologis yang muncul
dalam kekristenan.35
Konsili Nicea (325)
Konsili Nicea merupakan konsili pertama yang bersifat umum dan oikoumenis.36
Konsili Nicea diadakan sebagai reaksi atas ajaran-ajaran Arius. Arius seorang
Presbiter dari Aleksandria, sama seperti Origenes, ia percaya bahwa Tuhan Bapa
lebih besar dari Sang Putra, yang pada gilirannya lebih besar daripada Roh Kudus.
Namun ada yang membedakan dengan Origenes, Arius tidak percaya akan suatu
hierarki pribadi-pribadi ilahi, menurutnya hanya Tuhan Bapa adalah Tuhan. Yesus
dipandang sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang diciptakan dari yang tidak ada,
bukan Tuhan. Pada Juni tahun 325, Konsili mengutuk Arius dan menyusun
pengakuan iman anti-Arius, yaitu Pengakuan Iman Nicea:
Aku percaya kepada satu Allah, Bapa Yang Mahakuasa, Pencipta segala
yang kelihatan dan yang tidak kelihatan.
Dan kepada satu Tuhan, Yesus Kristus, Anak Allah, yang diperanakkan dari
Bapa, yang dari hakikat Bapa, Allah dari Allah, Terang dari Terang, Allah
Sejati dari Allah Sejati, yang diperanakkan, bukan dijadikan, sehakikat
(homoousios) dengan Bapa, yang oleh-Nya segala sesuatu dijadikan, yaitu
apa yang di sorga dan yang di bumi. Yang demi kita manusia dan demi
keselamatan kita, turun dan menjadi daging, menjelma menjadi manusia, menderita sengsara dan bangkit pula pada hari yang ketiga; naik ke sorga
dan akan datang untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati.
Dan kepada Roh Kudus.
Gereja am mengutuki mereka yang mengatakan bahwa: pernah ada waktu,
di mana Ia (Kristus) belum ada; sebelum Ia diperanakkan, Ia belum ada;
dan:
Ia diperanakkan dari yang tidak ada; atau yang mengira bahwa Anak Allah
adalah atau mempunyai hakikat lain (daripada Bapa), atau adalah ciptaan,
atau dapat berubah atau menjadi lain.
37
Kredo Konsili Nicea belum berhasil dalam mengakhiri persengketaan dengan
Arianisme, Arius sendiri dan beberapa uskup lain menolak Kredo Nicea. Konsili
Nicea memecah-belah gereja dalam dua kelompok utama. Di satu pihak kelompok
Nicea (Gereja Barat, aliran Antiokhia dan lain-lain dari Timur. Di pihak lain terdapat
kelompok Origenis yang sangat yakin mengenai ketigaan Tuhan. Kelompok Nicea
mengakui adanya pembedaan antara oknum Tuhan Bapa, Anak, dan Roh Kudus
(mereka bukan Monarkianis), kelompok Origenis tidak setuju dengan pandangan
Arius, tetapi mereka menganggap Anak lebih rendah dari Sang Bapa.38 Namun,
Meskipun demikian, Konsili Nicea sangat penting dalam melawan pandangan Arius
yang merupakan satu pokok yang paling penting dalam sejarah teologi kekristenan,
dengan menyatakan dengan jelas keilahian Yesus Kristus, homoousios (sehakikat)
dengan Bapa.39
Konsili Konstantinopel I (381)
Masih ada problem lain yang harus dihadapi setelah Konsili Nicea (325) yaitu
perihal Roh Kudus. Ada kelompok (pneumatomakhoi) yang meragukan bahkan
menolak sifat ilahi dan personal dari Roh Kudus. Roh Kudus dipandang sebagai
yang diciptakan oleh Anak (Yesus) sebagai ciptaan pertama.40 Pada tahun 379,
seorang Kaisar Kerajaan Timur bernama Theodosius yang juga ada pendukung
Konsili Nicea. Ia memutuskan untuk menangani Arianisme secara tuntas. Bulan Mei
hingga Juni 381, Bapa-bapa Kapadokia mengadakan Konsili di Konstantinopel.41
Konsili ini mengambil alih rumusan yang telah dihasilkan Konsili Nicea (325), dan
juga melengkapinya dengan menegaskan keilahian Roh Kudus, seperti yang tertulis
dalam Kredo Konsili Konstantinopel:
Kami percaya akan satu Allah, Bapa Yang Makakuasa, Pencipta langit dan
bumi, dan segala sesuatu yang kelihatan dan tak kelihatan.
Dan akan satu Tuhan Yesus Kristus, Putra Allah yang tunggal;
Ia lahir dari Bapa sebelum segala abad, terang dari terang, Allah benar dari
Allah benar, dilahirkan bukan dijadikan, sehakikat dengan Bapa, segala
sesuatu dijadikan oleh-Nya.
Ia turun dari surga untuk kita manusia dan untuk keselamatan kita, dan ia
menjadi daging oleh Roh Kudus dari perawan Maria, dan menjadi manusia,
Ia pun disalibkan untuk kita pada waktu Pontius Pilatus, Ia wafat
kesengsaraan dan dimakamkan, pada hari yang ketiga Ia bangkit menurut
Kitab Suci, Ia naik ke surga, duduk di sisi Bapa, Ia akan kembali dengan
mulia, mengadili orang yang hidup dan yang mati, Kerajaan-Nya tak akan
berakhir.
Dan akan Roh Kudus.
Ia Tuhan yang menghidupkan, Ia berasal dari Bapa, Yang serta Bapa dan
Putra disembah dan dimuliakan, Ia berusaha dengan perantaraan para nabi.
Akan Gereja yang satu, kudus, Katolik dan apostolik. Kami mengakui satu
baptisan akan penghapusan dosa, kami menantikan kebangkitan orang
mati dan hidup di akhirat. Amin.42
Ada tiga ajaran sesat yang ditolak pada konsili Konstantinopel; (1) Arianisme.
meskipun pandangan ini sudah dibahasa dalam konsili sebelumnya”
43 (2)
Macedonianisme, pandangan yang percaya bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan,
tetapi Roh Kudus dianggap makhluk.44 Konsili ini menegaskan, “Dan akan Roh
Kudus. Ia Tuhan yang menghidupkan, Ia berasal dari Bapa, Yang serta Bapa dan
Putra disembah dan dimuliakan, Ia berusaha dengan perantaraan para nabi.” (3) Apollinarisme, pandangan yang menyangkal bahwa Yesus mempunyai jiwa manusia,
pandangan ini dikutuk di Roma pada tahun 377 dan juga dikutuk pada konsili ini.45
Konsili Konstantinopel kemudian dianggap sebagai konsili oikoumenis yang
kedua. Namun konsili ini belum ditemukan rumusan yang kemudian menjadi sangat
populer, bahwa Tuhan itu satu kodrat dalam tiga pribadi. Pengakuan Iman yang
menegaskan keallahan Roh Kudus dapat menjawab keraguan saat itu, meskipun di
dalamnya belum dipakai istilah sehakekat untuk Roh Kudus,46 mengingat pada
waktu itu belum ada pembedaan yang jernih berkaitan dengan istilah ousia
(hakekat) dan hypostasis (pribadi). Rumusan seperti itu baru ditemukan dalam
Konsili Konstantinopel II pada tahun 553.
Konsili Chalcedon (451)
Rumusan Chalcedon mengutip Pengakuan Nicea dan Konstantinopel.
Sebenarnya ini sudah cukup untuk mengukuhkan iman kekristenan, tetapi dengan
adanya ajaran Nestorius dan Eutyches perlu ada batasan yang lebih jelas.47 Konsili
Chalcedon menghasilkan rumusan yang mengemukakan empat pokok melawan
ajaran sesat tersebut: Di dalam diri Yesus Kristus terdapat keallahan yang sejati
(upaya melawan Arius) dan kemanusiaan yang sempurna (upaya melawan
Apollinaris), dipersatukan dan tak terceraikan di dalam satu oknum (upaya melawan
Nestorius), dan tanpa diadukkan (upaya melawan Eutyches). Satu oknum berkodrat
dua; Ia sungguh-sungguh Tuhan yang ilahi dan benar-benar manusia sejati.48
Konsili Konstantinopel II (553) & III (680)
Konsili Chalcedon belum dapat diterima begitu saja oleh semua kelompok
dalam Gereja. Para Uskup Mesir tetap keberatan dengan pemahaman mengenai
dua kodrat dalam diri Yesus Kristus. Rumusan itu dipandang sebagai berbau
Nestorian dan pengkhianatan terhadap Konsili Efese. Pada tahun 553, Kaisar
Justinianus mengundang Konsili Kontantinopel II dengan maksud untuk
mendamaikan kelompok monofisit dan Konsili Chalcedon, namun tidak terjadi.
Konsili Konstantinopel II menyatakan bahwa dalam Yesus Kristus, kemanusiaan dan
keilahian tidaklah dipersatukan langsung, tetapi dipersatukan karena keduanya
dimiliki oleh satu pribadi, yang tak lain adalah Firman. Ke dalam pribadi Firman
itulah, kodrat manusiawi Yesus Kristus tertampung, kesatuan tersebut diistilahkan
sebagai kesatuan hipostatis; kesatuan menurut pribadi.49 Dikatakan bahwa menurut
Konsili Chalcedon, dalam diri Yesus ada dua kodrat yang utuh, tetapi tidak ada dua
kehendak ataupun dua kerja yang berlawanan:
Sebab bila kami mengatakan bahwa Firman Putra Tunggal disatukan
menurut hypostatis, kami tidak mengatakan bahwa ada suatu percampuran
antara kedua kodrat. Sebaliknya kami berpikir bahwa Tuhan Firman
disatukan dengan daging, masing-masing dari kedua kodrat itu tetap tinggal seperti adanya. Inilah sebabnya Kristus itu satu, Tuhan dan manusia;
sama dan sehakikat dengan Bapa menurut keilahian dan sehakikat dengan
kita menurut kemanusiaan. Karenanya Gereja Tuhan menolak dan
menghukum baik mereka yang mengenalkan pemisahan dan mereka yang
mengenalkan percampuran dalam misteri inkarnasi.50
Konsili Konstantinopel II hanya menegaskan apa yang sudah dirumuskan di
dalam Konsili Chalcedon. Namun ketegangan belum terselesaikan, dan dibawa pada
Konsili Konstantinopel yang ke III pada tahun 680-681. Konsili ini merangkum
seluruh kristologi dari Konsili Nicea hingga Chalcedon, dan melahirkan rumusan
mengenai dua kehendak dan dua kegiatan dalam diri Yesus Kristus. Dengan
demikian Konsili Konstantinopel III menjernihkan apa yang diajarkan oleh Konsili
Chalcedon. Berakhirlah perkembangan awal dari ajaran-ajaran mengenai diri Yesus
Kristus serta pengaruh dari apa yang terkandung dalam rumusan Chalcedon.51
Seperti di dalam kesaksian Alkitab, di sini juga terlihat bahwa terdapat
rumusan pengakuan iman yang mencakup Tritunggal, yaitu Bapa, Anak (Yesus
Kristus) dan Roh Kudus. Penegasan keallahan Yesus Kristus dan Roh Kudus tidak
digerakkan oleh spekulasi filosofis belaka tetapi dilandasi oleh motif soteriologis
yang kuat.
Pengakuan Iman Rasuli
Pengakuan Iman Rasuli adalah hasil akhir dari perkembangan berangsur dari
kredo-kredo Barat. Pengakuan Iman Rasuli menjadi satu-satunya pengakuan iman
yang diterima secara umum; Roma menerimanya antara tahun 800 dan 1100.
Aku percaya kepada Allah Bapa yang Mahakuasa, Khalik langit dan bumi.
Dan kepada Yesus Kristus, Anak-Nya yang Tunggal, Tuhan kita, yang
dikandung daripada Roh Kudus, lahir dari anak dara Maria, yang menderita
di bawah pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan, mati dan dikuburkan,
turun ke dalam kerajaan maut, pada hari yang ketiga bangkit pula dari
antara orang mati, naik ke sorga, duduk di sebelah kanan Allah, Bapa yang
Mahakuasa, dan akan datang dari sana untuk menghakimi orang yang
hidup dan yang mati.
Aku percaya kepada Roh Kudus; gereja yang kudus dan am; persekutuan
orang kudus; pengampunan dosa; kebangkitan daging; dan hidup yang
kekal.
52
Pernyataan Iman ini menunjukkan persetujuan akan gerakan Pentakostal,
yaitu pengakuan Iman Kristen yang mendasarkan diri pada keyakinan akan
Tritunggal; Tuhan Bapa, Yesus Kristus, dan Roh Kudus. Persetujuan terhadap
Pengakuan-pengakuan terdahulu hingga Pengakuan Iman Rasuli ini menunjukkan
penerimaan akan keyakinan yang fundamental dalam Kekristenan, yang merupakan hasil dari perkembangan dan penyebaran ajaran Kristen di Barat. Pengakuan ini
diakui secara luas oleh umat Kristen dan menjadi landasan keyakinan bagi banyak
denominasi Kristen yang historis.
Analisis Pemahaman Oneness Pentecostal tentang Tuhan Berdasarkan Lensa
Pengakuan Iman Oikoumenis
Oneness Pentecostal berbeda dari gerakan Pentakostal lainnya terutama
dalam kesimpulan yang mereka ambil dari keyakinan mereka akan keesaan Tuhan
dan nama yang diwahyukan di dalam Yesus.
53 Penganut OP percaya dengan bulat
bahwa doktrin Tritunggal bertentangan dengan ajaran Alkitab yang menyatakan
bahwa hanya ada satu Tuhan dan bahwa Yesus adalah inkarnasi dari Tuhan tersebut.
Sebaliknya, mereka berkeyakinan menyatakan bahwa Yesus adalah Bapa, Anak, dan
Roh Kudus yang sesuai dengan dua kebenaran dasar Alkitab.54 Bagi orang Kristen
awam, pandangan OP tentang Tuhan cukup sederhana untuk dipahami. Namun
bagi the Assemblies of God atau Gereja Sidang Jemaat Allah, tentu saja pandangan
OP adalah sebuah ajaran yang sesat.55 Gerakan OP telah mengalami pertumbuhan
yang signifikan dan masih terus berkembang. Gerakan ini memiliki perbedaan yang
mencolok dari aliran Pentakostal Trinitarian. Terutama dalam doktrin Keilahian dan
Kristologi. Oneness Pentecostalism menggunakan Ulangan 6:4 sebagai dasar klaim keesaan
Tuhan di dalam Pribadi Yesus Kristus dan menolak Tritunggal. Hal yang sama di
masa lampau menjadi ciri khas dari Sabelianisme dalam upaya mempertahankan
ajarannya yang menyatakan bahwa Tuhan hanya Satu Pribadi yang sekadar
mengubah status dan bentuk tergantung peran atau fungsi yang Dia kerjakan.
Ajaran OP bukanlah yang baru, karena identik atau sama dengan paham
Sabelianisme yang beberapa abad yang lalu telah menghebohkan tetapi pada
akhirnya telah teridentifikasi sebagai ajaran yang menyimpang dari keseluruhan isi
Alkitab secara komprehensif sehingga telah dikategorikan sebagai ajaran yang tidak
sejalan dengan Kekristenan oleh konsili-konsili Oikoumenis.56 David K. Bernard
seorang penganut ajaran OP yang juga menjabat sebagai General Superintendent
di United Pentecostal Church International, mengatakan bahwa OP memiliki
kesamaan dengan ajaran bidat lainnya yakni Sabelianisme. Lebih lanjut dalam
bukunya yang berjudul “The Oneness of God”, Bernard mengatakan bahwa pada
dasarnya, teologi OP menjunjung tinggi hal-hal esensial yang sama dengan doktrin
monarkianisme modalistik atau Sabellianisme.
57 Dari pernyataan di atas, penulis
melihat kedua ajaran tersebut memiliki kesamaan utama. Pertama, ajaran OP dan
Sabelianism keduanya merupakan aliran yang sama-sama menolak doktrin
Tritunggal dengan menekankan pada keesaan Tuhan. Kedua, sama-sama memiliki
dasar teologi yaitu monoteisme yang sangat ketat, yang menyatakan bahwa hanya
ada satu Tuhan. Tuhan yang satu berperan sebagai Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Di dalam bentuk modalitasnya, Monarkianisme mempopulerkan ajaran
bahwa Sang Putra hanya merupakan mode lain dari penyataan Tuhan Sang Bapa.
Sabellius mengajarkan bahwa Tuhan menyatakan diri-Nya dalam tiga mode atau
bentuk yang berbeda. Ketiga bentuk ini bukan tiga hipotesis, melainkan tiga
peranan atau bagian yang diperankan oleh Tuhan yang esa.58 Paham Sabellianisme
sangat tidak menyukai ide mengenai Tuhan adalah tiga pribadi karena yang mereka
yakini ialah satu pribadi yang memanifestasikan diri-Nya di dalam tiga sosok, yaitu
Bapa, Anak, dan Roh Kudus.59 Saat ini, pandangan tersebut dibangkitkan kembali
dengan pandangan keesaan Tuhan yang tidak dapat dibagi dan keilahian Yesus
Kristus yang penuh dengan menggunakan istilah “Oneness” untuk menggambarkan
kepercayaan mereka. Mereka juga menggunakan istilah “One God” dan “Jesus
Only”.
60 Tentu saja label ini menyiratkan penyangkalan terhadap Trinitarianisme;
dengan menyangkal Bapa dan Roh Kudus, dan melihatnya sebagai peran yang
berbeda dari Tuhan yang Esa yaitu Roh Yesus.
Tritunggal menegaskan bahwa Yesus Kristus adalah Pribadi yang terpisah
dari Bapa dan Roh Kudus, namun bersatu dalam substansi ilahi yang sama. Secara
khusus keilahian dan kemanusiaan Kristus yang paradoksal itu dirumuskan secara
oikoumenis di dalam Konsili Chalcedon tahun 451. Definisi menunjuk pada
pembatasan (Lat. definire). Artinya, Konsili Chalcedon 451 memberi pagar yang di
dalamnya siapa Kristus diintai, diimani, diakui, dan dirayakan. Setelah mengakui
secara afirmatif bahwa Kristus adalah “Tuhan sejati dan manusia sejati.“ Konsili
Chalcedon 451 melanjutkan dengan menegaskan bahwa Kristus “diakui di dalam
dua hakikat yang tidak bercampur; tidak berubah, tidak terbagi, tidak terpisah”61
Doktrin Keselamatan Bersyarat
Pandangan teologi OP mengenai keselamatan dalam Yesus Kristus
didasarkan pada syarat-syarat tertentu. Untuk diselamatkan, seseorang harus
bertobat, dibaptis dalam nama Yesus, dan menerima baptisan Roh Kudus dengan
tanda awal berbicara dalam bahasa lidah.62 Dengan menetapkan syarat-syarat untuk
keselamatan, sekalipun melalui Yesus Kristus, OP tidak sepenuhnya mempercayai
konsep kasih karunia. Pandangan Oneness tentang keselamatan ini telah
menggantikan kepercayaan eksklusif Protestan tradisional; keselamatan
mengharuskan setiap orang menaruh kepercayaan pada apa yang telah mereka
lakukan untuk Tuhan dan menyenangkan hati Tuhan dengan baptisan air, dipenuhi
Roh Kudus ditandai dengan berbahasa dalam bahasa roh, dan berusaha untuk
menaati aturan-aturan yang membedakan umat Tuhan sebagai umat yang kudus.63
Baptisan hanya di dalam Nama Yesus
OP mengajarkan bahwa baptisan air adalah prasyarat mutlak untuk
keselamatan. Dalam Kisah Para Rasul 2:38, jawab Petrus kepada mereka: Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam
nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima
karunia Roh Kudus.” (TB).64 Secara historis, OP mempercayai bahwa baptisan harus
dilakukan hanya “dalam nama Yesus” atau hanya “dalam nama Tuhan Yesus Kristus”,
bukan dengan formula Trinitarian tradisional. Keyakinan ini adalah faktor utama
yang pada akhirnya membawa kepada keyakinan bahwa Yesus adalah Bapa, Anak,
dan Roh Kudus.65 Menurut pemahaman OP, Paulus di dalam Surat Kisah Para Rasul
dengan konsisten menuliskan nama Yesus dalam baptisan. Orang Yahudi dibaptis
dalam nama Yesus dalam Kisah Para Rasul 2, orang-orang Samaria dalam Kisah
Para Rasul 8, dan orang-orang bukan Yahudi dalam pasal 10. Bonnie Thurston66
mencatat bahwa Para Rasul menggunakan nama Yesus untuk beberapa alasan, yang
paling utama adalah bahwa mereka menyadari nama itu digunakan untuk
menyatakan diri Yahweh, untuk menunjukkan realitas Tuhan yang tidak dapat
dilukiskan, kekuatan yang digunakan untuk bekerja, dan sebagai tempat Tuhan
tinggal.67 Baptisan di dalam nama Yesus adalah “baptisan yang benar” saat orang
yang mengaku berdosa menerima karya penebusan Kristus. Ewart menyebut
baptisan sebagai “Sunat Kristen yang sejati”. Tuhan di dalam Kristus dan baptisan air di dalam nama Tuhan Yesus; berarti penyataan Tuhan yang tunggal di dalam
Yesus Kristus, dan nama Yesus yang diwahyukan yang digunakan dalam baptisan.68
OP menekankan pentingnya baptisan dengan formula hanya dalam nama
Yesus Kristus sebagai bagian syarat dari proses keselamatan, yang mereka anggap
sebagai syarat untuk pengampunan dosa dan penerimaan Roh Kudus. Jelas
pemahaman ini berbeda dengan pemahaman dari aliran Pentakostal Trinitarian
ketika baptisan dilakukan dengan formula dalam nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus
sesuai dengan perintah Yesus di dalam Injil Matius 28:19, “Karena itu pergilah,
jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa, dan
Anak, dan Roh Kudus.” Selain itu, baptisan juga bukan bagian dari proses
keselamatan bagi orang percaya, baptisan merupakan upacara yang melambangkan
permulaan hidup rohani, deklarasi di depan umum bahwa orang percaya menjadi
satu dengan Yesus dalam kematian dan kebangkitan-Nya.69 Keselamatan bagi
orang percaya adalah anugerah dari Tuhan melalui pengorbanan Yesus Kristus,70
tidak ada syarat tambahan lain.
Kepenuhan Roh Kudus
Selain baptisan air, OP juga menekankan pentingnya pengalaman kepenuhan
Roh Kudus sebagai salah satu syarat kehidupan orang percaya, termasuk bahasa
roh dan penerimaan karunia-karunia rohani sebagai tanda kehadiran Roh Kudus.
Berbeda dengan Kekristenan Trinitarian yang mempercayai bahwa Roh Kudus
adalah satu dari tiga Pribadi Ilahi dalam Tritunggal; bersama Bapa dan Anak.
Kepenuhan Roh Kudus melalui baptisan Roh Kudus hanyalah sebuah pintu ke
dalam hubungan yang makin meningkat dengan Roh Kudus dan dengan orangorang percaya lainnya.71 Ketika berbicara mengenai Tuhan, berarti berbicara tentang
suatu hakikat, suatu zat, dan bukan sekadar suatu gagasan atau personifikasi
gagasan tertentu.72 Meskipun dalam Alkitab tidak ada pemakaian kata Tritunggal
secara eksplisit, namun keberadaan Tuhan Tritunggal secara implisit terdapat dalam
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.73
Ajaran-ajaran heterodoks berkisar pada perumusan tentang apa hakikat dan
siapa pribadi Yesus Kristus dalam relasi-Nya dengan pribadi Sang Bapa (dan Roh
Kudus). Kedua kategori ini, pribadi (hypostatis) dan hakikat (ousia) penting untuk
diperhatikan sebab hanya dengan cara itulah Kristus dapat dipahami sehakikat
dengan Sang Bapa dan Roh Kudus, sekaligus memiliki pribadi yang berbeda dari
kedua pribadi ilahi lainnya. Ajaran heterodoks, termasuk OP yang adalah
perkembangan dari ajaran modalisme ditolak di dalam konsili-konsili oikoumenis.74
Trinitarianisme menegaskan bahwa Bapa, Anak, dan Roh Kudus adalah satu
dalam substansi ilahi, namun memiliki pribadi yang berbeda. Doktrin Kristologi
dalam Onenes Pentecostalism cenderung mengabaikan kompleksitas hubungan antara Bapa, Anak, dan Roh Kudus sebagaimana yang dinyatakan dalam Perjanjian
Baru. Misalnya, ada teks yang menunjukkan interaksi antara Yesus dan Bapa serta
Roh Kudus, “Sesudah dibaptis, Yesus segera keluar dari air dan pada waktu itu juga
langit terbuka dan Ia melihat Roh Allah seperti burung merpati turun ke atas-Nya,
lalu terdengarlah suara dari sorga yang mengatakan: "Inilah Anak-Ku yang Kukasihi,
kepada-Nyalah Aku berkenan." (Matius 3:16-17). Dalam teks yang lain tercatat
interaksi ketika Yesus berdoa kepada Bapa baik sebelum dan setelah peristiwa besar
yang terjadi dalam hidup-Nya. Hal ini yang menjadi sulit dijelaskan dalam kerangka
pemikiran OP.
Menjadi salah jika menekankan keselamatan yang bersyarat dengan baptisan
dalam nama Yesus serta baptis ulang, juga baptisan Roh Kudus disertai bahasa
lidah bukan sebagai tanda sudah diselamatkan. Jadi logika OP adalah sebagai
berikut kalau seseorang belum berbahasa lidah belum ada Yesus dalam hidup orang
tersebut, sehingga tidak mungkin diselamatkan.75 Penulis menyatakan bahwa
pemahaman OP tentang Tuhan tidak sejalan dengan pandangan Kekristenan
Trinitarian pada umumnya.
Melihat dari uraian yang telah dipaparkan tersebut dan berdasarkan hasil
penelitian serta analisis teologis terhadap pemahaman OP tentang Tuhan melalui
lensa pengakuan iman oikoumenis, maka pemahaman OP tentang Tuhan
merupakan perkembangan modern dari ajaran yang sudah lama dinyatakan sebagai
bidat yaitu Sabellianisme, sehingga OP dapat dikatakan sebagai ajaran yang
menyimpang. Mengacu pada Kredo Konsili-konsili Oikoumenis, konsep keTuhanan
dalam Alkitab dinyatakan sebagai Tritunggal dalam hakikat dan keberadaan. Dari
Kitab Kejadian sampai Wahyu, akan merujuk satu kesimpulan bahwa Tuhan selalu
dinyatakan sebagai Satu dalam Tiga dan Tiga dalam Satu, yaitu Tritunggal. Tuhan
yang Esa adalah Tuhan Tritunggal, yaitu Bapa, Anak dan Roh Kudus sebagaimana
kemudian diteguhkan oleh Bapa-bapa Gereja dalam Konsili-konsili Oikoumenis
yang diterima oleh semua Gereja di seluruh dunia sepanjang masa.
Pemahaman Oneness Pentecostal tentang Tuhan secara signifikan
menyimpang dari doktrin Tritunggal. Namun, justru konsep pemahaman
ini yang secara tidak langsung dipahami atau diadopsi oleh sebagian atau
banyak di antara orang Kristen Pentakostal Trinitarian dalam memahami
konsep ketuhanan. Oneness Pentecostal menolak konsep Tritunggal
dengan mengajarkan bahwa Tuhan adalah satu pribadi yang dinyatakan
dalam Yesus Kristus, tanpa adanya pembedaan pribadi antara Bapa, Anak,
dan Roh Kudus. Penolakan ini menciptakan perbedaan teologis mendasar
yang mempengaruhi pemahaman umat Kristen tentang hakikat Tuhan.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis doktrin Oneness Pentecostal
tentang Tuhan melalui lensa pengakuan iman oikoumenis, yang mewakili pandangan Tritunggal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ajaran
Oneness Pentecostal membawa implikasi teologis yang bertentangan
dengan doktrin Tritunggal yang diteguhkan dalam Pengakuan Iman
Oikoumenis. Melalui analisis teologis, ditemukan bahwa doktrin Oneness
menyesatkan pemahaman umat Kristen Pentakostal Trinitarian dalam
memahami Tuhan, yang seharusnya dipahami dalam kerangka Tritunggal.
Penelitian ini menekankan pentingnya mempertahankan doktrin Tritunggal
dan memberikan arahan bagi gereja-gereja untuk memberikan respons
yang tepat akan ajaran Oneness Pentecostal agar tidak terjadi distorsi
dalam pengajaran teologi.