gereja santamaria
Sejarah gereja merupakan riwayat historis mengenai rangkaian perkembangan gereja. Penelitian
ini mendeskripsikan sejarah Gereja Katholik Santa Maria Annuntiata Sidoarjo mulai tahun 1950-
2005. Tujuan dalam penelitian ini (1) mendeskripsikan latar belakang berdirinya Gereja Katholik
Santa Maria Annuntiata Sidoarjo tahun 1950-2005; (2) mendeskripsikan perkembangan Gereja
Katholik Santa Maria Annuntiata Sidoarjo tahun 1950-2005. (3) mendeskripsikan peran Gereja
Katholik Santa Maria Annuntiata pada pendidikan masyarakat Sidoarjo. Penelitian ini
menggunakan metode sejarah dengan empat tahap yakni heuristik, kritik, interpretasi dan
historiografi. berdasar penelitian yang dilakukan, kesimpulan dari penelitian ini yaitu latar
belakang berdirinya Gereja Santa Maria Annuntiata Sidoarjo berawal dari perjalanan bapak Samso
Poerwosoemarto seorang Katolik yang mencari umat Katolik di Sidoarjo, yang kemudian menarik
minat para Romo dari Keuskupan Surabaya. Gereja Katolik Santa Maria Annuntiata pada
perjalanannya masih satu atap dengan SMPK Untung Suropati. Kemudian Pastur memutuskan
untuk memisahkan bangunan dan pengelolaan antara gereja dan sekolah, namun masih dalam satu
lembaga. Gereja Katolik Santa Maria Annuntiata merupakan gereja yang berada dibawah bimbingan Gereja Katolik Keuskupan Surabaya. Keuskupan Surabaya ini memiliki banyak cabang
gereja, pendidikan, kesehatan dan bidang sosial lainnya, termasuk Yayasan Pendidikan Yohanes
Gabriel yang mengelola berbagai macam jenjang pendidikan di Sidoarjo. Peran gereja sangat besar
bagi sektor pendidikan khususnya Sidoarjo, terbukti mereka memiliki 2 TK, 3 SD, 2 SMPK dan 1
SMAK.
Warisan budaya dan sejarah yaitu
warisan suatu negara yang harus
dilestarikan. Sebab, tercantum nilai dan
gagasan yang berkembang pada masa lalu
dan sangat bermanfaat bagi
perkembangan budaya masyarakat saat
ini. Sidoarjo merupakan salah satu
kabupaten dari Jawa Timur yang memiliki
banyak sekali sejarah, yang diharapkan
dapat meningkatkan rasa kesatuan pada
bangsa. Masyarakat Sidoarjo memeluk
berbagai macam agama. Salah satunya
yaitu yaitu agama Katolik. berdasar
data Badan Pusat Statistik (BPS) pada
tahun 2018 mencatat ada 14.918
penduduk Sidoarjo yang memeluk agama
Katolik.
Kemunculan agama Katolik pertama kali
dikenalkan oleh penjajah Portugis di
Timur Indonesia, yang mengalami
pertumbuhan dari masa ke masa, yang
juga mempengaruhi adanya kemunculan
gereja-gereja baru sebagai tempat
ibadahnya. Gereja yaitu kehidupan
bersama sekelompok orang. Perkumpulan
ataupun organisasi kerap dipahami
sebagai istilah “persekutuan” maupun
lebih tepatnya “persekutuan individu yang
percaya”. Pada bidang organisasi, gereja
masuk pada kelompok organisasi
keagamaan.
Sejarah gereja merupakan riwayat
historis mengenai rangkaian perjalanan
gereja itu sendiri. Seperti yang kita tahu,
bahwa sejarah tidak bisa lagi diubah.
Namun, melalui sejarah kita dapat belajar
untuk mengenal lebih jauh tentang
perubahan dari perkembangan yang
terjadi. Istilah “gereja” atau “jemaat” dari
kata Yunani ialah ekklesia, yang
bersumber dari kata “ek” yang berarti
keluar, dan kata “kaleo” yang berarti “saya
memerintahkan atau memanggil”.
Umumnya, ekklesia didefinisikan yakni
berkumpulnya individu-individu. Namun
pada situasi Perjanjian Baru, frasa berikut
memiliki makna terkhusus, yakni
mengumpulkan umat-umat Kristen
kedalam jemaat guna menyembah Kristus
.
Perkembangan gereja saat ini terlihat
dari bertambahnya gereja baru yang
bermunculan, tertapi ada perlambatan
pada jumlah jemaat gereja. Hal ini
disebabkan karena kerap terjadinya
peralihan dari gereja lama ke gereja baru,
dan beberapa jemaat belum terdaftar
menjadi anggota penuh gereja. Gereja
masa kini merupakan rujukan dari gereja
mula-mula. Sejarah tentang kitab Kisah
Para Rasul mengisahkan gambaran pada
gereja mula-mula yang memiliki
petumbuhan jemaat sangat cepat.
Perkembangan gereja mula-mula
dipengaruhi oleh peran Roh Kudus,
prakarsa Allah untuk melaksanakan
kehendak-Nya . Oleh sebab itu, setiap
jemaat wajib memahami hakikat prinsip
dasar mengenai perkembangan gereja
yang sudah tercatat dalam Alkitab.
Misi gereja tidak hanya berkumpul
dan berdoa saja, namun diungkapkan dalam
pelayanan kepada sesama manusia dengan
cinta kasih sebagai landasannya.
Meskipun ada khotbah dan sakramen
di gereja, tanpa adanya cinta kasih antara
persaudaraan. Maka, gereja kehilangan
unsur-unsur kerohaniannya. Gereja juga
harus mampu menjawab tantangan zaman,
tidak hanya dalam hal spiritualitas, namun
juga dalam realitas politik, ekonomi,
kekerasan, hak asasi manusia, gender,
ekologi, dan globalisasi . Gereja
terpanggil untuk menunaikan tiga tugas
yaitu Koinonia, Marturia, dan Diakonia .
Ketika mewujudkan tiga tugas gereja,
maka perlu mencangkup semua aspek dan
tidak melewatkan aspek apa pun. Ketiga
misi gereja tidak dapat dipisahkan dalam
mendukung kesucian gereja. namun , sama
pentingnya dan harus sama-sama
dilaksanakan untuk memenuhi tugas
panggilan gereja.
Penelitian tentang sejarah gereja yang
dilakukan oleh Fofid, Bahari dan
Firmansyah pada tahun 2022 tentang
sejarah perkembangan Katolik Kristus di
Kota Sambas tahun 1980-2010. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan metode penelitian sejarah.
Kesimpulan dari penelitian ini bahwa
gereja ini dirintis oleh pastor Fidelis
A. Tonus pada tahun 1913. Gereja ini juga
memiliki peran yang sangat besar dalam
sektor pendidikan di Sambas, terutama
sekolah Katolik dan juga bidang sosial
sepeti paguyuban.
berdasar latar belakang di atas, maka
dilakukan penelitian dengan judul
“Sejarah Berdirinya Gereja Katolik Santa
Maria Annuntiata Di Sidoklumpuk,
Sidokumpul Kecamatan Sidoarjo
Kabupaten Sidoarjo 1950-2005”.
2).
2. Bagi pihak gereja Penulisan ini
diharapkan dapat membantu umat di
gereja katkolik Santa Maria
Annnuntiata Sidoarjo dalam
memperoleh informasi tentang
perkembangan gereja mereka sendiri
dan memberi pengaruh yang lebih
positif demi pelayanan dalam hidup
menggereja.
3. Bagi Peneliti Penulisan ini
bermanfaat bagi peneliti karena
memberikan pengetahuan yang
berguna serta menambah wawasan
tentang sejarah perkembangan gereja
katholik Santa Maria Annuntiata
Sidoarjo.
5).
3. Interpretasi
Sesudah fakta dalam membahas serta
mengungkap permasalahan yang diamati
sudah sesuai, maka peneliti
melaksanakan interpretasi, yaitu
interpretasi arti kebenaran serta korelasi
antara fakta yang satu daan fakta lainnya.
4. Historiografi
Kegiatan terakhir penelitian sejarah
ialah penyusunan fakta, dari signifikansi
kronologisnya, sistematis serta
kronologis, diterjemahkan ke dalam
karya sejarah dalam bentuk naratif.
Kedua ciri deskripsi ini perlu
diperhatikan dengan benar karena
termasuk bagian dari karya penokohan
sejarah ilmu, dan juga karakter sejarah
sebagai ilmu.
6). Kajian Teori
1. Sejarah Perkembangan Agama
Katolik di Indonesia
Katolik bersumber dari bahasa
Yunani yakni "catholikos", yang memiliki
makna “mencakup segalanya” atau
universial. Sebutan Katolik juga ada
pada saksi penguakuan calon baptis di
abad ke-4. Teori lainnya menyatakan
bahwa Gereja Kristus merupakan Katolik.
berdasar teologi pada agama kristen
katolik diberi nama “kathilikos”, yang
memiliki makna ajaran yang bersifat
umum, menyebar dan diterima di seluruh
dunia. Namun, istilah Katolik tetap
menjadi nama ajaran gereja yang
sebenarnya. Agama Katolik berkembang
ketika Yesus lahir di kota Bethlehem di
Palestina pada awal abad ke-4 Masehi.
Gereja secara resmi diakui dalam bentuk
Katolik Ortodoks oleh Kaisar Romawi
Constantine the Great (380M). Antara
abad ke-1 dan ke-4, kekristenan Katolik
menyebar ke seluruh Mediterania.
Kemudian menyebar ke Eropa pada abad
ke-4 dan ke-13, dan pada abad ke-13 dan
ke-18 memasuki Amerika, sebagian Afrika dan Asia. Pada abad ke-19, agama
Kristen Katolik telah menyebar ke seluruh
dunia dan penganut Katolik berkembang
pesat. Ketika agama Katolik menyebar,
orang-orang yang menganut animisme
dan politeisme meninggalkan animisme
dan beralih ke agama Katolik.
Agama Katolik hadir di Indonesia
berawal di Goa dan Malaka yang dibawa
oleh Portugis yang bernama Gonzalves
Veloso, Simon Vaz dan Fernao Vinagre.
Berawal dari situ menjadi pusat kegiatan
misionaris Katolik di timur. Kemudian
meluas hingga ke pulau-pulau Indonesia
lainnya. Penyebaran agama pada masa
penjajahan Portugis ini dipengaruhi oleh
kuat dan lemahnya posisi Portugis di
pulau ini . Terutama simpati atau
antipati terhadap Portugis dari Raja dan
kepala adat setempat. Tahun 1534
merupakan puncak sejarah Katolik
Indonesia. Goncalves Veloso bertugas
menyebarkan agama Katolik ke
Hermahera. Lalu, didukung oleh Iman
bernama Fernao Vinagre. Penyebaran
agama ini terhambat ketika VOC
dikuasai oleh Belanda. Sebelumnya,
gereja yang ada di Indonesia yaitu
Gereja Katolik Roma yang universal,
namun dengan kedatangan Belanda, Gereja
Indonesia ditarik kembali dalam Gereja
Reformasi.
2. Perkembangan Gereja Katolik di
Indonesia
Gereja sudah berdiri saat para rasul
diperintahkan oleh Tuhan untuk
mewartakan kabar baik dan memuridkan
bangsa-bangsa. Dilihat dari asal-usulnya,
gereja di Indonesia merupakan
pemerolehan bahasa Latin, yang juga
berasal dari kata Yunani “ekklesia” yang
bermakna dipanggil (ek: keluar; klesia dari
kaleo: memanggil). Maka, ekklesia
bermakna sekelompok orang yang
dipanggil dari dunia ini supaya bisa
memuliakan nama Tuhan.
Pada abad ke-14, ada
misionaris Katolik yang berasal dari Italia
yang masuk ke Indonesia. Para misionaris
ini diketuai oleh biarawan Fransiskan
Matthiusi. Kisah mereka diabadikan
dalam bukunya yang berjudul "The
Travels of Odric the Friar of Pordenone".
Mereka mendatangi beberapa pulau di
Indonesia yakni Banjarmasin Sumatera,
Jawa dan Kalimantan sekitar tahun 1318
dan 1330. Mereka dikirim oleh Paus ke
Asia untuk menelusuri pedalaman Asia,
yang pada saat itu belum jamah oleh orang
luar. Pada tahun 1318 mereka
meninggalkan Padua dan melintasi Laut
Hitam ke Persia, Calcutta, Madras dan Sri
Lanka. Mulai dari sana mereka melakukan
perjalanan ke Nikobar dan Sumatera,
sebelum mendatangi Jawa dan
Banjarmasin. Dia kembali melalui darat
ke Italia pada tahun 1330 dan pergi ke
Eropa melalui Vietnam, Cina, dan Jalur
Sutra. Kerajaan Jawa yang dikatakan pada
catatannya yakni merupakan Kerajaan
Majapahit Hindu-Budha. Misi ini
merupakan terobosan dan membawa
informasi tentang Asia ke Gereja. Saat itu,
Gereja Katolik belum dibangun pada
daerah ini . Mayoritas agama
penduduk setempat yakni agama Hindu
dan Buddha.
Kemudian sekitar tahun 1546,
peningkatan agama Katolik di Indonesia
dimulai dari Francis Xavier yang
mengunjungi di Ambon Morotai, Ternate,
dan Halmahera selama tiga bulan. Franz
Xaver telah membaptis ribuan orang.
Kunjungannya di Indonesia timur ini
menandai cikal bakal berdirinya Gereja
Katolik di Indonesia. Mulai tahun 1619
sampai 1799, VOC datang dan merebut
wilayah kekuasaan Indonesia. Pada masa
VOC ada pelarangan pengelolaan
Gereja Katolik, sehingga pada masa
ini pertumbuhan agama Katolik
terhenti. Pada tanggal 17 Desember 1799
VOC berakhir. Kemudian Belanda
mengangkat seorang “gubernur” sebagai
pemegang kekuasaan paling tinggi di
Hindia Belanda. Gubernur Jenderal
pertama, Herman Willem Dianders,
berlabuh ke Indonesia antara tahun 1808
dan 1811. Pada masa pemerintahan
Dyander, perjalanan misionaris Gereja
Katolik di Hindia Belanda kemudian dapat
dilanjutkan dan kebebasan beragama
ditegakkan. sesudah Indonesia merdeka,
gereja terus berkembang meskipun diusir
oleh Belanda dan orang Eropa lainnya.
sesudah penggulingan Sukarno pada tahun
1965, agama Katolik dan agama lain
berkembang pesat.Dahulu, Sidoarjo terkenal menjadi
pusat kerajaan Janggala. Ketika zaman
penjajahan Hindia Belanda, wilayah Sidoarjo
disebut Sidokari yang tidak lain ialah
kesatuan dari Kotamadya Surabaya. Daerah
Sidokare dipimpin seorang patih bernama R.
Ng. Djojohardjo yang tinggal di desa Pucang
Anom didukung oleh Wedana Bagus
Ranuwiryo yang tinggal di desa Pangabahan.
Pada tahun 1859, bersumber pada SK
Pemerintah Hindia Belanda No. 9 Tahun
1859 tanggal 31 Januari 1859 Staatsblad No.
6. Kabupaten Surabaya terbagi kedalam dua
bagian yakni Kabupaten Sidokare serta
Kabupaten Surabaya.
Sidokare dipimpin oleh R. Notopuro
(kemudian disebut RTP Tjokronegoro) yang
berasal dari Kasepuhan. Dia yaitu anak dari
R.A.P. Tjokronegor, Penguasa Surabaya.
Pada tanggal 28 Mei 1859, nama Kabupaten
Sidokare yang mempunyai arti buruk diubah
menjadi Kabupaten Sidoarjo. Ketika R.
Notopuro meninggal pada tahun 1862,
almarhum kakaknya diangkat menjadi
gubernur pada tahun 1863 yaitu gubernur
R.T.A.A. Tjokronegoro II yang diserahkan
dari Lamongan. Pada tahun 1883 patih
Tjokronegoro pensiun, malah naik pangkat
menjadi R.P. Sumodiredjo diusulkan oleh
Tulungagung namun hanya menjabat sebagai
penguasa selama 3 bulan ketika dia
meninggal tahun itu dan R.A.A.T.
Tjondronegor I diangkat menjadi gantinya.
Ketika era pendudukan Jepang (8 Maret
1942-15 Agustus 1945) Muara Sungai
Brantas, termasuk Sidoarjo, juga berada di
bawah kekuasaan pemerintahan militer
Jepang (yakni Kaigun, Angkatan Laut
Jepang).
Pada tanggal 15 Agustus 1945,
Jepang menyerah kepada Sekutu. Sejak
Maret 1946, Belanda aktif berusaha
menduduki kembali kawasan itu. Ketika
Belanda menduduki Gedang, pemerintah
Indonesia mengalihkan pusat pemerintahan
dari Sidoarjo ke Porong. Wilayah Dungus
(Kabupaten Sukodono) sebagai daerah
sengketa dengan Belanda. Pada tanggal 24
Desember 1946, Belanda melaksanakan
penyerangan ke kota Sidoarjo melalui
serangan bala bantuan. Belanda berhasil
menguasain Sidoarjo ketika itu. Pusat
pemerintahan Sidoarjo kemudian alihkan
kembali ke wilayah Jombang. Pemerintah
pendudukan Belanda (dikenal sebagai
Recomba) berusaha mengembalikan
pemerintahan ala kolonial. Pada bulan November 1948,
berdirilah Negara Jawa Timur, salah satu
negara bagian Republik Indonesia Serikat.
Sidoarjo berada di bawah pemerintahan
Recomba hingga tahun 1949. Pada tanggal 27
Desember 1949, sebagai hasil kesepakatan
Konferensi Meja Bundar, Belanda
menyerahkan Negara Jawa Timur kepada
Republik Indonesia, yang secara otomatis
menjadikan wilayah Delta Branta sebagai
wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Berikut ini merupakan daftar
Bupati yang pernah menjabat di Sidoarjo.
B. Sejarah dan Pertumbuhan Gereja
Dalam Beberapa Periode ( 1950-2005).
1. Periode Tahun 1950-1955
Pertumbuhan Gereja Katolik di
Sidoarjo selama ini tidak terdata secara
rinci, karena data mengenai jemaat gereja
ini tidak mencatat secara keseluruhan
mengenai keberadaanya. Jemaat bukan
cuma suatu struktur, namun lebih dari itu,
dan terutama kerabatnya. Jemaat umat
Katolik di Sidoarjo diketahui tersebar di
area perusahaan pengolahan gula,
misalnya PG Candi, PG. Krian, PG.
Tulang, PG. Catatan, PG. Krembung.
ada juga jemaat yang menjadi Pastor
yang bernama Romo Hardjo Atmodjo,
bekerja di Jambi-Sumatera. Sebelumnya,
di Krian waktu itu ada kapel, dimana
strukturnya mirip dengan Sekolah
Menengah Pertama Katolik. Jemaat
Katolik yang berada di Krian ini masih
tercatat sebagai jemaat Paroki di
Mojokerto.
Jemaat Katolik yang bernama
bapak Samso Poerwosoemarto merupakan
seorang anggota polisi dari Jakarta yang
dimutasi ke Porong Sidoarjo. Bapak
Samso ini berlokasi di asrama Brimop
Kompi 5480. Selain bekerja, di sela-sela
kegiatannya bapak Samso juga mencari
jemaat Katolik di sekitar tempat
tinggalnya, namun, beliau tidak bertemu
dengan jemaat Katolik. sesudah itu, bapak
Samso ini memperluas pencarianya ke
Sidoarjo, disana beliau menemukan
keluarga Katolik yang bernama bapak
Ponidin, yang juga bekerja sebagai polisi.
Bapak Ponidin diketahui bertempat
tinggal di Asrama Polisi Sidoarjo,
kemudian area ini menjadi
komunitas warga Katolik. Berikut
beberapa anggota yang tercantum dalam
komunitas.
1. Bapak Achmad Soetedjo yang
berprofesi sebagai guru SD
2. Koesmani yang berstatus pelajar
SMPN 1 Sidoarjo3. Bapak Djono Siswowardjono yang
berprofei sebagai guru SD.
2. Pada periode tahun 1955 hingga tahun
1960
Merupakan warga Katolik
sekaligus perintis bangunnya gereja
Katolik di Sidoarjo, yang kemudian
menarik perhatian Bapa Uskup Mgr.
Johanes Klooster dari Uskup Surabaya.
Oleh karena itu Bapa Uskup berinisiatif
untuk meninjau Sidoarjo. Berikut
beberapa anggota yang berkunjung ke
Sidoarjo diantaranya: (1) Romo, J. H. Van
Megan, CM; (2) Romo Raets, CM; (3)
Romo G. Bonekam, CM; (4) Romo I
Dwijo Soesastro, CM; (5) Johanes
Klooster, CM Uskup Surabaya: (6) Romo
G. Dollm, CM; (7) Romo Hadisoedarso,
Pr; (8) Romo W.P. Jansen, CM; (9) Romo
F. Minister J. Bartels, CM; (10) Romo H.
Windrick, CM; dan (11) Romo H. Niesen,
CM.
Pusat posko peninjauan ini yaitu
rumah Bapak Ponidin pada Juli 1958.
Jemaat Katolik makin bertambah dan
semakin terstruktur. Kemudian
melakukan kegiatan Misa Kudus dan
aktivitas keagamaan Katolik lainnya
menggunakan kendaraan dari Gereja
Pusdik Porong ke Gereja Paroki Kepanjen
Surabaya. Pada tahun 1959 Sidoarjo
menjadi bagian wilayah keuskupan atau
disebut dengan stasi. Pastor yang ditunjuk
yaitu Pdt. H.J.Raets, CM. berdasar
hal ini kegiatan keagamaan Katolik
di Sidoarjo semakin berkembang.
Misa Kudus pertama kali
dilaksanakan pada hari minggu yang
menumpang di SDN 1 Puncang Sidoarjo,
atas banduan bapak Setyawan Sutan Adi.
Jemaat yang hadir sebanyak 8 orang,
kegiatan Misa Kudus ini rutin
dilaksanakan setiap bulan. Jemaat yang
rutin hadir berkisar antara 14 hingga 15
orang. Kemudian kegiatan Misa Kudus ini
dipindahkan ke rumah Bapak Nusahit
Hasyim (Nio Kin Bin) yang berlokasi di
Jalan Untung Suropati Sidoarjo.
Pelaksanaan Misa Kudus ini menjadi 2
kali perbulan. ada peningkatan
jemaat yang sebelumnya hanya berkisar
15 orang, kini meningkat hingga 25 orang.
Peningkatan jemaat yang
signifikan membuat Uskup Surabaya yang
bernama Mgr. J. Klooster, CM tertarik dan
kemudian membeli tanah di jalan Untung
Suropati nomor 33 Sidoarjo milik Bapak
Go Yu Nok. Tanah ini kemudian
dibangun gedung yang berfungsi sebagai
Kapel dan sekolah. Tujuannya yakni
untuk kegiatan sarana dan prasarana umat
Katolik. Pembangunan Kapel di Sidoarjo ini dimulai pada akhir tahun 1959 selama
3 bulan. Pada tahun 1960 Kapel ini
diresmikan oleh Uskup Mgr, J. Klooster,
CM. Sekolah ini diberi nama
Sekolah Menengah Pertama Katolik
Untung Suropati.
C. Perkembangan Jumlah Umat Gereja
Katolik Santa Maria Annuntiata
Sidoarjo Tahun 1950-2005
Pembentukan umat Katolik di
Sidoarjo dimulai pada tahun 1950.
Perkembangan Gereja Katolik Sidoarjo pada
kurun waktu berikut tidak terdata
dikarenakan masih terbilang minim individu
yang keberadaannya diperhatikan dengan
demikian tidak terkoordinir sebagai
organisasi (hierarki struktur Gereja). Bapak
PF Samso Poerwosoemarto ialah seorang
polisi Katolik di Departemen Kepolisian
Negara (DKN) Jakarta yang ditempatkan di
Pusdik Korps Brigade Mobil Porong serta
bekerja di Brimob Kompi 5480
Asrama/Ksatria. Selain disibukkan dengan
tugas sehari-hari, ia meluangkan waktu guna
mengunjungi umat Katolik setempat. Porong
beserta sekelilingnya namun tidak
ditemukan/diidentifikasi pada saat itu.
Kemudian ia mencoba mencari ke
Sidoarjo kemudian di Sidoarjo beliau
berjumpa dengan sebuah keluarga Katolik
yaitu : Bpk. P. Ponidin - Anggota Polri
dengan Wakil Inspektur Polisi II/Wakil Polisi
Letnan II, Pengelola Asrama (Mabes
Wetasemen), berdomisili di Asrama Polres
Sidoarjo/Ksatria dan disinilah kontribusi
pertemuan datang dengan tatap muka. Ada 3
umat Katolik di paroki yang bisa disebutkan,
yakni PC Achmad Soetedjo yang berprofesi
sebagai guru S.R./S.D, Koemani pelajar SMP
dan Djono Siswowardjono.
sesudah lama mencari umat Katolik
yang bertempat tinggal di daerah Sidoarjo
serta sekelilingnya pada tahun 1955 data
yang diperoleh bertambah menjadi 13 KK,
yaitu Pak Ponidin Sersan Polisi, berdomisili
di Asrama Polres Sidoarjo, Pak R.Y.
Moerdjono Siswoharjono, Kepala SD di
Tanggulangin, berdomisili di desa
Kalitengah, Tanggulangin, Bpk. P.C.
Achmad Soetedjo, Guru S.D. Rangkah Kidul,
Slautan Sidoarjo, Bpk. R.P. Rabidin, Mantri
Kesehatan RSU Sidoarjo, berdomisili di
Mambang, Pucang Sidoarjo, Bp R.B.
Soeprapto, berdomisili di PG. Toelangan,
Pak Achmad Puji, berdomisili di PG. Candi,
Bpk. Koesmani Mahasiswa, berdomisili di
Sidoarjo, Bpk. P.F. Samso Poerwosoemarto,
Pusdik Brimob Porong, Ny. Ong Tjiang Hok,
berdomisili pada alamat di Jalan Gajahmada
Sidoarjo, Ny. Tjoa, berdomisili di Jalan
Gajahmada Sidoarjo, Ny. Go Dju Kwie,
beralamatkan di Jalan Hang Tuah Sidoarjo, Ny. Liem Swi Lie, beralamatkan di Jalan
M.H. Thamrin (dahulu Krian) Sidoarjo,
Bapak Theo Ot Putra Kepala Sekolah SD
Pasar Ikan, Sidoarjo. Mereka yaitu pelopor
gereja Katolik di Sidoarjo, maka Uskup Mgr.
Johanes Klooster, CM, Uskup Surabaya
memberi atensi yang begitu besar.
D. Pembangunan Gedung Gereja katolik
santa maria annuntiata sidoarjo
Ketika gereja ini didirikan pada tahun
1955, Sidoarjo belum memiliki gedung untuk
berkumpul atau berdoa bersama. Para perintis
memilih rumah Pak Ponidin, seorang sersan
polisi di Asrama Polres Sidoarjo, untuk
dijadikan posko pendirian gereja Katolik di
Sidoarjo. Pada awal tahun 1959, dengan
pertolongan seorang simpatisan yakni Bapak
Styawan Sutan Adi (Tan Hway Tjiang), yang
beralamat di Jalan A. Yani No.1, Sidoarjo,
Ruang Kelas SDN I Pucang Sidoarjo bisa
digunakan untuk mengadakan Misa Kudus.
Atas prakarsa dan permintaan Bpk Bertha
Nio kepada ayahnya, Bpk Nursahit Hasyim
(Nio Kin Bin), umat diperbolehkan
menggunakan pendopo rumah di Jalan
Untung Suropati No.18-20 Sidoarjo, untuk
menggelar Misa Kudus. Atas izin ini, Misa
Kudus di SDN I Pucang Sidoarjo berpindah
ke Anjungan dan Misa Kudus diadakan dua
kali setiap bulannya di hari Minggu I serta
Minggu Ketiga.
Tindakan awalnya ialah merubah
Sidoarjo menjadi “Daerah Tinjauan” yang
dipimpinnya sendiri. Lawatan dilaksanakan
dengan berkala sert bergantian antar anggotaanggota, yaitu: Mgr. Johanes Klooster, CM –
Uskup Surabaya, Fr. G. Dollm, CM, Fr. A.
Hadisoedarso, Pdt. WP Jansen, Cm, Romo I
Dwijo Soesastro, CM, Romo J. Bartels, CM,
Romo J.H. Van Megen, CM, Romo H.
Windrick, CM, Romo P. Dollm, CM, Romo
H. Niesen, CM, Romo HJ Raets, CM. Pak
Ponidin – seorang sersan polisi berdomisili di
Asrama Polres Sidoarjo .
Sepanjang bulan Juli 1958 kegiatan
umat Katolik mulai terjadi perkembangan
serta lebih terkoordinir antara lain umat
Katolik di Porong serta Sidoarjo didalam
kewajiban mengahdiri Misa Kudus di hari
Minggu/libur lainnya dikoordinir untuk
bergabung dengan Gereja Pusdik Korps
Brimob Porong ke Gereja Paroki tempat
lahirnya Santa Perawan Maria Kepanjen,
Surabaya.
Pada awal tahun 1959, Sidoarjo
mendapatkan status Stasi dimana Pendeta
Stasi pertama ialah Pdt. H.J.Raets, CM.
Dengan berstatus Stasi, aktivitas mengenai
gereja memperlihatkan perkembangan yang
menyenangkan. Dengan pertolongan seorang pendukung yakni Pak Setyawan Sutan Adi
(Tan Hway Tjiang), yang beralamatkan di
Jalan A. Yani No.1, Sidoarjo, Ruang Kelas
SDN I Pucang Sidoarjo bisa digunakan dalam
mengadakan Misa Kudus. Diadakan pertama
kali di depan delapan orang, mencakup 3
(tiga) katekumen, semenjak saat itu Misa
Kudus diadakan pada hari Minggu I pada
tiap bulan, serta dihadiri oleh kurang
lebihnya 14-15 jemaat.
Atas prakarsa serta permintaan Bpk
Bertha Nio terhadap ayahanda beliau yakni
Bpk Nursahit Hasyim (Nio Kin Bin), umat
diperbolehkan menggunakan pendopo rumah
di Jalan Untung Suropati No.18-20 Sidoarjo,
untuk melangsungkan Misa Kudus. Berkat
izin ini, Misa Kudus di SDN I Pucang
Sidoarjo dialihkan ke Anjungan serta Misa
Kudus dilaksanakan 2 (dua) kali pada tiap
bulannya – pada hari Minggu I serta Minggu
Ketiga. Kehadiran umat pada setiap Misa
Kudus yang diadakan sejak waktu itu
mencapai sekitar 25 orang.
Dilihat pada berkembangnya Misa, ia
mampu menyanyikan lagu/lagu secara solois
Ibu Ir. Guntoro dari PG. Krembung serta
Chorus, sehingga kepedulian Mgr. J.
Klooster, CM – Keuskupan Surabaya kian
meningkat, alhasil membeli sebidang tanah
punya Pak Go Yu Hok yang berlokasi di
Jalan Untung Suropati No.33, Sidoarjo.
Dalam rangka pengadaan sarana serta
prasarana gereja, dibangun gedung yang
mempunyai dwi fungsi, yakni: sebagai Kapel
serta juga sebagai sekolah. Pembangunannya
dilaksanakan antara akhir tahun 1959, serta
berlangsung sekitar kurang-lebih 3 (tiga)
bulan. Pada awal tahun 1960-an fungsi serta
kegunaannya oleh Mgr. J. Klooster, CM. –
Uskup Surabaya diresmikan. Dengan
mempertimbangkan bahwasanya bangunan
ini memiliki fungsi ganda, selain
dipakai senbagai gereja, bangunan ini juga
digunakan sebagai Sekolah Menengah
Pertama Katolik yang menggunakan nama
SMPK “Untung Suropati”.
E. Peran Gereja Katolik Terhadap
Pendidikan
1. Pendidikan Anak Usia Dini
a. KB-TK Katolik Santa Maria
KB-TK Katolik Santa Maria ini
berlokasi di Jalan Monginsidi 31
Sidoarjo. berdasar sejarahnya,
sekolah ini didirikan oleh Romo FX
Dumo Purnomo pada tanggal 16 Juli
1989. Sekolah ini mengelola dua
sekolah sekaligus yakni KB dan TK
berada dalam satu atap. Visi sekolah ini
yaitu dapat mewujudkan pendidikan
Katolik agar dapat membentuk pribadi
yang berintegritas.
b. TK Katolik St. Yusup TropodoTK Katolik St. Yusup Tripodo
ini memiliki akreditasi A yang
berlokasi di Jalan Brantas Waru,
Sidoarjo. Pada perjalannya, seorang
Romo Heri Bertus SVD melihat anakanak yang berlokasi di perumahan
Wisma Tropodo membutuhkan sekolah
Katolik. Akhirnya Romo membeli
tanah seluas 3000 meter persegi di
kawasan ini untuk membangun
TK Katolik St. Yusup Tropodo dan
resmi pada tanggal 20 Maret 1990.
Sebelumnya TK ini berada di Yayasan
Wijana Sejati yang kemudian berganti
menjadi Yayasan Yohannes Gabriel.
2. Sekolah Dasar Katolik
a. Sekolah Dasar Katolik St. Yusup
Tropodo
Sekolah SD Katolik St. Yusup
Tropodo ini berlokasi di Jalan brantas
Wisma Tropodo Waru Sidoarjo.
Sekolah ini mulai beroperasi pada
tahun yang sama dengan TK Katolik St.
Yusup Tropodo yakni tahun 1990.
Sekolah ini merupakan sekolah yang
cukup bergengsi, terhitung pada tahun
2017 SD Katolik St. Yusup Tropodo
memiliki 18 rombong belajar. Pada saat
ini bertambah hingga 20 rombong
belajar. SD Katolik St. Yusup Tropodo
memiliki pegawai 14 orang dan siswa
715 orang.
b. Sekolah Dasar Katolik Untung
Suropati 1 Sidoarjo
Sekolah Dasar Katolik Untung
Suropati 1 ini terletak di jalan
Monginsidi 31 Sidoarjo. Sebelumnya
SD ini berlokasi di jalan Untung
Suropati yang sesuai dengan nama
sekolahnya. Namun, SD ini berpindah
hingga dua kali dan secara resmi
berlokasi pada alamat sekarang.
Sekolah ini mulai beroperasi pada
tahun 1978.
c. Sekolah Dasar Katolik Untung
Suropati 2 Sidoarjo
Sekolah Dasar Katolik Untung
Suropati 2 merupakan cabang dari
Sekolah Dasar Katolik Untung
Suropati 1. Berdirinya sekolah ini
disebabkan banyaknya siswa yang
berminat masuk pada sekolah ini,
sehingga dibuatlah cabang dari Sekolah
Dasar Katolik Untung Suropati 1. Pada
sejarahnya sekolah ini berdiri pada
tahun 1997. Sebelumnya sekolah ini
berada di bawah naungan Gereja
Katolik Paroki St. Maria Anuntiata
pada saat masih dipimpin oleh Romo RD. Budi Hermanto, beliau menjabat
menjadi kepala gereja sekaligus kepala
sekolah. Namun, karena kebijakan
Gereja Keuskupan Pusat, maka
Sekolah Dasar Katolik Untung
Suropati berpindah ke yayasan
Yohannes Gabriel Perwakilan 1
Surabaya.
3. Sekolah Menengah Pertama Katolik
a. SMP Katolik St. Yusup Tropodo
SMP Katolik St. Yusup
Tropodo merupakan kelanjutan dari
TK dan SD Yusup Tropodo yang
sebelumnya sudah beroperasi duluan.
Wali murid yang telah menyekolahkan
anaknya di TK hingga SD Katolik St.
Yusup Tropodo menginginkan jenjang
berikutnya, agar anak-anaknya dapat
bersekolah dilembaga yang sama.
Kemudian berdirilah SMP Katolik St.
Yusup Tropodo pada tahun 1996,
namun sekolah ini belum memiliki
gedung dan masih menumpang di SD
Katolik St. Yusup Tropodo. Pada tahun
1998 akhirnya SMP Katolik St. Yusup
Tropodo memiliki gedung sendiri.
b. SMP Katolik Untung Suropati
SMP Katolik Untung Suropati
ini berada di area yang sama dengan SD
Katolik Untung Suropati II yakni
dijalan Gajah Magersari Sidoarjo.
Sekolah ini mulai didirikan tanggal 1
Agustus 1960 yang beroperasi sekitar
tahun 1979. Sebelumnya SMP Katolik
Untung Suropati belokasi di jalan
Untung Suropati, yang sesuai namanya.
Namun, sekolah ini pindah pada
alamatnya yang sekarang.
4. SMA Katolik Untung Suropati Sidoarjo
SMA Katolik Untung Suropati ini berdiri
sekitar 1960, namun tanggal dan bulannya
tidak diketahui persisnya kapan. Sekolah ini
berlokasi di jalan Untung Suropati 33, yang
memiliki 673 siswa. Sekolah ini juga yaitu
satu-satuya SMA Katolik yang berada di
pusat Sidoarjo. Pada sejarahnya, SMAK ini
masih berada di Yayasan Wijana Sejati dan
nama sebelumnya yaitu Sekolah Pendidikan
Dasar Menengah Katolik. sesudah peralihan
yayasan, kemudian beralih ke SMA Katholik.