alkitab digital. 4
eh kemajuan umat
manusia.(Celia Deane Drummond, 2001).
Berdasarkan pembahasan tersebut di atas terkait dengan penggunaan Teknologi maka dapat
disimpulkan bahwa manusia dipanggil dalam tugas teknologi untuk dapat menjadi berkat bagi manusia
(Luk.4:18-19) “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan Kabar
Baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orangorang tawanan dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk
memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang. Itu berarti teknologi bukanlah tujuan tetapi alat, manusia
tidak boleh dikuasai teknologi, tetapi manusia yang harus menguasainya agar tujuan teknologi dapat tercapai
sesuai kehendak Tuhan yaitu sebagai pengabdi kepada Tuhan dan sesama manusia (1 Kor.6:12). Albert
Einstein berkata, “Religion without scienceis blind and science without religion is lame” (agama tanpa
pengetahuan yaitu buta dan pengetahuan tanpa agama yaitu lumpuh). Iman Kristen yaitu percaya
mendahului pengetahuan yang berarti “Percaya dulu pada Allah baru kita dapat mengenal Dia”karena Dia
tidak dapat dibuktikan melalui ilmu pengetahuan manusia yang terbatas. Untuk memperoleh ilmu sejati,
pertama-tama orang harus mempunyai rasa hormat dan takut kepada Tuhan. Orang bodoh tidak menghargai
hikmat dan tidak mau diajar (Ams. 1:7). Hiduplah takut akan Allah dengan menghormati-Nya sebagai Tuhan,
maka Dia akan menolong kita untuk mengerti akan hal-hal yang sulit dipahami. Sumber IPTEK yaitu Allah.
Alkitab mengatakan “Baiklah orang bijak mendengar dan menambah ilmu dan baiklah orang yang
berpengertian memperoleh bahan pertimbangan (Ams. 1:5). Berdasarkan ayat ini kita bisa melihat bahwa
Allah sebenarnya menghendaki kita manusia terus mengembangkan diri, menambah ilmu, dan pengertian. Hal
ini berarti bahwa kita tidak perlu menjauhi IPTEK tetapi justru terus mengembangkannya menjadi lebih baik
lagi.
Banyak alasan orang Kristen beriman kepada Tuhan, di antaranya
yaitu karena Tuhan itu baik, Tuhan itu Juruselamat, karena Tuhan yaitu
penolong, karena Tuhan yaitu mahakuasa, dan lain sebagainya. Semua
alasan ini dapat ditemukan dengan muda di buku-buku nyanyian Gereja
masa kini, dan pada pernyataan-pernyataan para pengkhotbah dan para
pemimpin ibadah kontemporer. Orang beriman bukan karena iman
melainkan pada iman plus. Beriman pada sesuatu yang ada pada Allah,
yaitu kebaikan Allah, keselamatan Allah, pertolongan Allah dan kuasa
Allah, bukan pada Allah. Seperti seorang istri memuji suaminya, bukan
karena apa adanya suaminya (ontologis), melainkan karena apa yang ada
pada suaminya, sama dengan ungkapan “ada uang abangku sayang, tidak
ada uang abang melayang.” Ada pertolongan Tuhan, Tuhan ku sayang,
tidak ada pertolongan Tuhan, Tuhan melayang.
Beriman tidak dapat dipisahkan dengan berdoa. Berdasarkan filsafat
dan psikologi agama, paling sedikit ada dua alasan orang berdoa, yaitu
karena adanya kebutuhan dan karena adanya masalah. Yang pertama, doa
dijadikan alat untuk memenuhi kebutuhan; sedangkan yang kedua, doa
dijadikan media bagi solusi atas masalah apapun. Dalam hal ini, doa
menjadi alat untuk memperoleh yang diinginkan dan untuk mengatasi
masalah yang dihadapi. Semua kebutuhan dan masalah disampaikan kepada
Allah yang dijadikan sebagai objek yang dikendalikan oleh pendoa. Praktik
doa seperti ini semakin dipropaganda oleh para pengkhotbah kontemporer
yang biasa menyatakan kalimat-kalimat seperti berikut: “Asal kamu yakin
apa yang kamu doakan, maka doamu akan terkabul” atau “Kamu harus
yakin bahwa apa yang kamu minta itu sudah dijawab, dan bayangkanlah
bahwa itu sudah ada.” Atau pernyataan ini: “Asal dengan menjamah mobil
yang kita inginkan, maka Tuhan pasti memberikan mobil yang sama.”
Apakah seperti ini doa Kristen? Apakah seperti ini doa yang seharusnya diajarkan oleh Gereja? Apakah seperti ini arti doa menurut Alkitab?
Apakah Tuhan objek atau subjek doa? Mari kita mempelajari satu bagian
Alkitab mengenai doa, yakni Lukas 18:1-8.
LATAR BELAKANG INJIL LUKAS
Injil Lukas yaitu Injil yang memiliki karakteristik tersendiri
dibandingkan dengan Injil lainnya. Pada umumnya, para ahli berpendapat
bahwa Lukas yaitu seorang tabib, namun bagi penulis, Lukas bukan hanya
seorang tabib, melainkan ia juga yaitu seorang sejarahwan, karena ialah
yang menulis Injil Lukas dengan menegakkan historitas Tuhan Yesus,
demikian dengan kitab sejarahnya yakni Kisah Para Rasul. Dari semua
penulis Injil, maka Lukaslah yang terdekat dalam hal penulisan riwayat
hidup Tuhan Yesus. Ia menjelaskan kelanjutan pelayanan Tuhan Yesus
dengan berdirinya Gereja mula-mula, dan dalam tulisannya Yesus menjadi
bagian dari sejarah Gereja.
Perhatian Injil Lukas ialah pada kedatangan era keselamatan yang
baru yaitu bersifat universal (universatity of salvation). Keselamatan yang
bersifat universal ini ditandai oleh era pekerjaan Roh Kudus, dan
terbukanya keselamatan untuk semua orang termasuk non Yahudi.
Keselamatan yang bersifat universal itu dikemukakan oleh Lukas dalam
konsep kerajaan Allah, dimana Yesus Kristus yaitu manifestasi Kerajaan
Allah yang sempurna. Bagian yang khusus dalam pengajaran Tuhan Yesus
tentang kerajaan Allah ialah penerimaan dan pemuridan. Orang yang
menerima Tuhan Yesus sekaligus menjadi anggota kerajaan Allah, melalui
proses pemuridan. Salah satu tema pemuridan yaitu beriman dan berdoa.
Secara khusus, Lukas mencatat satu perumpamaan Tuhan Yesus
yang mengetengahkan mengenai ketekunan dalam doa sebagai sikap yang
benar terhadap kedatangan Anak Manusia dalam konteks eskatologis.
Perumpamaan itu yaitu perumpamaan tentang seorang janda yang tekun
(Luk 18:1-8). Keistimewaan dari teks perumpamaan ini ialah bahwa
perumpamaan ini tidak ada dalam injil-injil yang lain. Dengan kata lain,
hanya Lukaslah yang mencatat tentang perumpamaan Tuhan Yesus ini.
Perumpamaan ini yaitu sangat menarik untuk dikaji, karena ada beberapa
hal yang kelihatannya yaitu agak membingungkan, diantaranya, yaitu
sikap hakim yang tidak benar namun membenarkan kasus seorang janda.
Secara khusus perumpamaan ini semakin menarik untuk dikaji karena hakim yang tidak benar dianalogikan dengan Allah. Karakter hakim dalam
perumpamaan ini jelas-jelas bertolak belakang sama sekali dengan karakter
Allah; dan motivasi hakim membenarkan janda tersebut yaitu berbeda
sama sekali dengan motivasi Allah membenarkan atau menjawab doa
orang-orang pilihan-Nya. Selain itu, kebenaran teologis dari perumpamaan
ini, nampaknya sangat relevan untuk dijadikan acuan untuk menyikapi
praktik agamawi yang sedang menjamur masa kini, yaitu praktik yang sama
kelihatannya antara doa orang-orang Kristen dengan doa orang-orang nonKristen, yaitu giat berdoa demi sesuatu atau segala sesuatu yang diinginkan.
Doa dijadikan media untuk memenuhi kebutuhan para pendoa. Seolah-olah
doa yaitu cara untuk menjadi kaya. Doa juga dijadikan senjata untuk
mengusir setan, sehingga hampir tidak terlihat perbedaannya dengan dukun
yang mengusir setan dari seseorang yang kerasukan setan. Yang terakhir
ini, doa dijadikan alat ukur iman orang beragama. Seolah-olah orang yang
banyak berdoa yaitu orang beriman.
Sebelum menafsirkan perumpamaan yang terdapat dalam Lukas
18:1-8 mengenai seorang hakim yang tidak benar atau seorang janda yang
tekun, maka sangatlah penting untuk menganalisis perumpamaan ini
terlebih dahulu, secara khusus menganalisis teks, konteks dan
latarbelakangnya.
Analisis Teks
Analisis teks yaitu suatu studi untuk memahami hakikat teks
tertentu, baik bentuk, gendre dan stuktur teks tersebut supaya dapat
menemukan pengertian teks sedekat mungkin dengan maksud penulis.
Bentuk Teks
Lukas 18:1-8 yaitu satu bentuk teks perumpamaan yang disertai
dengan penerapan yang mengikat perumpamaan itu.1 Perumpamaan ini
merupakan salah satu dari sekian banyak perumpamaan Yesus dalam Injil
Lukas, khususnya merupakan satu dari tujuh belas perumpamaan yang
tergolong dalam Journey Narrative (Luk 9:51-19:27). Perumpamaan ini
yaitu perumpamaan dari pernyataan Yesus (illustration of statement).
Memang kata perumpamaan dalam Perjanjian Baru (PB) yaitu memiliki
suatu konotasi yang luas. Secara umum, Simon J. Kistemaker membagi
perumpamaan-perumpamaan Perjanjian Baru dalam 3 bagian besar, yaitu
The true parables, story parables, and illustrations.
2
Dan Lukas 18:1-8
yaitu termasuk dalam Kelompok story parables. Artinya perumpamaan
mengenai Hakim yang tidak benar atau Janda yang tekun dalam Lukas
18:1-8, yaitu satu perumpamaan yang bersifat cerita, dan sekalipun bukan
cerita yang benar-benar terjadi atau bukan cerita yang nyata namun cerita
ini membawa atau memberikan kebenaran yang penting.3 Melalui
perumpamaan ini, Tuhan Yesus sedang mengajarkan dalam konteks
pemuridan mengenai arti pemuridan dalam konteks kerajaan Allah yang
hanya dimengerti jelas oleh pendengar, khususnya para murid-murid Tuhan
yang sedang dimuridkan.
Judul Teks Perumpamaan
Alkitab versi LAI memberikan judul bagi teks Lukas 18:1-8 yaitu
perumpamaan hakim yang tidak benar. Alkitab versi NGSB dan NIV
memberikan judul untuk teks ini yaitu perumpamaan tentang Janda yang
tekun.4 Dari perbandingan di atas, maka nampak perbedaan penekanan,
yaitu bahwa LAI menekankan karakter hakim sedangkan NGSB dan NIV
menekankan karakter janda. Para penafsir pun yaitu berbeda dalam
pemberian judul. Herbert Lockyer, Simon J. Kistemaker dan B.J. Boland
memberikan judul untuk teks Lukas 18:1-8 yaitu Unjust Judge dan
Unrighteou Judge. Karakter hakim sebagai sorotan utama. Sedangkan
Graig A. Evans serta Darrell L. Bock memberikan judul untuk teks Lukas 18:1-8 yaitu The Nagging Widow. Penekanannya pada karakter janda
dalam hal memohon atau berdoa dengan tekun. Searah dengan ini juga
penafsir lain memberikan judul pembahasan teks ini yaitu doa, seperti
William Barclay dan Craig A. Evans. Hanya Earle Ellis yang melihat
secara bersama-sama kedua karakter dalam teks tersebut.5
Menurut pendapat penulis, bahwa penekanan pada karakter dalam
perumpamaan memang yaitu sangat penting untuk menentukan one main
point, namun demikian, penulis lebih setujuh untuk melihat secara bersama
kedua karekter dalam perumpamaan ini, yaitu hakim dan janda, sehingga
judul perumpamaan ini bisa dinamakan ketekunan seorang janda atau
hakim yang tidak benar. Bagi penulis kedua karakter ini yaitu sama
penting. Dan walaupun penulis melihat secara bersama dua karakter ini,
namun hanya ada one main point of the parable, yaitu doa. Pokok utama ini
yaitu berdasarkan maksud perumpamaan (18:1), peran kedua karakter,
dan konteks pengajaran Yesus mengenai doa sebagai satu bagian dari
pemuridan (discipleship in the kingdom context).
Struktur Teks
Memang ada baiknya menemukan sendiri struktur teks dari teks
asli, namun penulis mempertimbangkan beberapa struktur yang telah
disediakan oleh beberapa ahli. Seperti E.E. Ellis mengemukakan struktur
Lukas 18:1-8 sebagai berikut: Besides the introduction (ay 1), the passage
consists of a parables (ay 2-5) with a double conclusion (ay 6-8).6 Dan
Darrell L. Bock membuat struktur Lukas 18:1-8 sebagai berikut:
Setting (18:1)
Parable of the Judge and the Widow (18:2-5)
The Judge (18:2)
The Widow’s Request (18:3)The Judge’s Responses (18:4-5)
Jesus’ Comments (18:6-8)
Comparison of the judge to God (18:6-8a)
Contrast to the Son of man finding faithful people (18:8b).7
Dari dua bentuk struktur teks di atas, maka penulis lebih cenderung
untuk mengikuti struktur dari Darrell L. Bock, namun dengan sedikit
modifikasi pada bagian terankhir. Jadi, menurut penulis, struktur teks Lukas
18:1-8 yaitu sebagai berikut:
Pendahuluan (18:1)
Objek Perumpamaan Yesus
Maksud dan Tujuan Perumpamaan
Isi Perumpamaan (18:2-5)
Karakter Hakim (ay 2)
Karakter Seorang Janda (ay 3)
Tanggapan Hakim Terhadap Permohonan Janda (ay 4-5)
Penolakkan Hakim atas permohonan Janda
Pertimbangan Dan Keputusan
Komentar Tuhan Yesus (18:6-8)
Maksud Perumpamaan (ay 6)
Perbedaan Hakim dan Allah
Analogi Hakim dengan Allah dan Analogi Janda dengan
Orang Pilihan
Aplikasi Perumpamaan (ay 7-8)
Struktur di atas ini akan menjadi kerangka penafsiran dan
pembahasan penulis berikut ini. Sebelumnya, penulis memandang perlu
untuk mengemukakan mengenai analisis latar belakang teks, seperti
pembahasan berikut ini.
Analisis Latarbelakang Teks
Ada pun latarbelakang Lukas menulis perumpamaan Yesus ini,
berkenaan dengan tekanan yang dialami oleh orang Kristen dari pihakpihak non-Kristen. Searah dengan ini, E.E. Ellis mengungkapkan bahwa:
Luke apparently is writing to a situation in which Christians under severe
persecution are denying their faith.
8 Karena itu, Lukas menulis bahwa
dalam keadaan seperti ini, dan pada waktu kedatangan Tuhan, adakah Ia
mendapati iman di bumi? (18:8). Dan lagi, dalam Lukas 12:11 diungkapkan
tekanan yang dialami oleh orang percaya dari pihak-pihak majelis,
pemerintah-pemerintah atau penguasa-penguasa.
Secara khusus, persoalan yang sedang dihadapi oleh pembaca
pertama Injil Lukas, ialah masalah kedatangan Tuhan yang kelihatannya
yaitu ditunda-tunda. Bagi Gereja mula-mula, penundaan kedatangan
Tuhan (the 'delay' of parousia) bukanlah suatu masalah kronologis
melainkan sesuatu yang istimewa yang akan dialami orang Kristen di balik
penderitaan, ketahanan bahkan kematian karena iman. E.E. Ellis
berkomentar sebagai berikut:
From the first this had a simple and effective answer (20:37, I Th
4:13). It was not delay qua delay but delay in the face of continuing
death under persecution that caused hope to fade and apostasy to
rise. ‘Sunshine‘ delay poses no problem. But a thousand years go by
in one short hour waiting for the lions.9
Dengan demikian, latarbelakang Lukas secara khusus teks 18:1-8
yaitu mengenai konteks penderitaan orang-orang percaya karena iman
yang mereka alami di bumi. Mereka memerlukan penguatan, dan Tuhan
Yesus sebagai fokus dan sumber kekuatan iman di tengah-tengah
penderitaan mengajarkan mengenai beriman dan berdoa seperti seorang
janda yang menghadapi kemustahilan. Teks ini tidak sama dengan
kecenderungan masa kini, bahwa iman dan doa terpisah dari penderitaan,
sehingga iman dan doa menjadi alat untuk mengusir penderitaan, atau alat
untuk menghimpun keberhasilan atau kesuksesan. Mari lanjutkan dengan
menganalisis konteks untuk menemukan arti teks.
Analisis Konteks
Analisis konteks sangat penting untuk mengetahui maksud penulis
menulis teks yang sedang kita pelajari. Berkenaan dengan itu, ada tiga konteks yang patut dianalisis berikut ini, yakni konteks Injil Sinoptis,
konteks keseluruhan Injil Lukas, dan konteks dekat.
Analisis Konteks Injil Sinoptis
Perumpamaan tentang seorang janda yang tekun dalam Lukas 18:1-
8 tidak ditemukan dalam teks Injil-Injil yang lain, kecuali hanya pada
tulisan Lukas yang mencatat perumpamaan itu. Dengan kata lain, Para
penulis Injil yang lain seperti Matius dan Markus tidak memasukkan atau
mencatat perumpamaan Yesus tersebut dalam Injilnya. Karena itu,
memahami Lukas 18, lebih tepat pada upaya memahami konteks
keseluruhan Injil Lukas saja, seperti yang penulis kemukakan berikut ini.
Konteks Keseluruhan Injil Lukas
Kyu Sam Han membagi Injil Lukas dalam 7 Bagian besar, yaitu :10
Pasal 1- 2 : Infancy Narrative
Pasal 3-4:15 : Baptism and Temptation
Pasal 4:16-9:50 : Galilee Ministry
Pasal 9:51-19:27 : Journey Narrative
Pasal 19:28-21 : Ministry in Jerusalem
Pasal 22-23 : Passion
Pasal 24 : Resurrection and Ascension
Dan menurut Bock bahwa: Luke records many parables, most as
part of his emphasis on Jesus’ teaching in the ‘journey to Jerusalem’
section (9:51-19:44).11 Dengan demikian, Lukas 18:1-8 yaitu salah satu
bagian dari Journey Narrative (9:51-19:27). Dalam bagian ini, Lukas
memaparkan pengajaran Yesus tentang Kerajaan Allah. Dan discipleship
(pemuridan) yaitu bagian integral dari Pengajaran Yesus tentang Kerajaan
Allah. Perumpamaan tentang seorang janda yang tekun (Luk 18:1-8),
yaitu memiliki persamaan dengan perumpamaan tentang seorang yang
datang ke rumah temannya pada tengah malam (Luk 11:5-8). Lukas
memberikan dua laporan yang sama, yaitu: yang pertama mengenai seorang laki-laki dan kedua yaitu seorang wanita. Kedua cerita ini
mengetengahkan pokok bahasan yang sama, yaitu: Keduanya meminta atau
memohon dengan sikap tidak malu (Luk 11:8) dan sikap memohon dengan
tidak jemu-jemu atau memohon dengan terus-menerus Luk 18:2);
Keduanya menjelaskan mengenai kepastian mengenai adanya jawaban bagi
doa. Kedua teks di atas memang mendukung ciri khas penekanan Injil
Lukas yaitu doa. Hal ini ditulis juga oleh Kyu Sam Han bahwa:
Preyer is a characteristic emphasis of the Third Gospel. The Gospel
opens with God’s people at prayer (1:10) and closes with the
believers jayfully blessing God in the temple (24:53). A survey of the
prayer terminology used in Luke-Acts suggests that the theme of
prayer is not unimportant.12
Analisa Konteks Dekat (Literary Context)
Lukas 18:1-8 yaitu teks yang tidak dapat dipisahkan dengan
konteks dekat, yaitu teks sebelum dan sesudahnya. Perumpamaan tentang
ketekunan seorang janda ini, masih dalam konteks pengajaran Yesus
tentang kerajaan Allah yaitu berkenaan dengan jawaban Yesus atas
pertanyaan orang-orang farisi (Luk 17:20). Pengajaran Yesus tentang
kerajaan Allah ini diikuti dengan pengajaran Yesus tentang ketekunan
dalam doa (Luk 18:1-8). Kemudian dilanjutkan dengan perumpamaan
tentang orang farisi dan pemungut cukai yang masih mengetengahkan
tentang doa (Luk 18:9-14).
Perumpamaan dalam Lukas 18:1-8, memang mengajarkan tentang
doa. Dan berdasarkan konteks, perumpamaan ini yaitu bagian penutup
dari pengajaran Yesus tentang kerajaan Allah (Luk 17:20-37). Sebenarnya
secara implisit, Yesus menyatakan bahwa diri-Nya yaitu pewujudan
sempurna kerajaan Allah yang sudah ada. Hal ini nampak dalam ungkapanNya bahwa “Sesungguhnya kerajaan Allah ada di antara kamu” (17:21).
Namun konsep kerajaan Allah yang diajarkan oleh Tuhan Yesus yaitu
bersifat rohani, dalam arti tanpa tanda-tanda lahiriah (17:20b). Bahkan
konsep kerajaan yang dipimpin oleh Raja yang menderita dan ditolak, yaitu
konsep Anak manusia (Luk 17:25-26). Bersamaan dengan itu, Lukas juga membeberkan kondisi zaman Anak manusia ini yaitu sama dengan
kondisi yang terjadi pada zaman Nuh (17:26) dan zaman Lot (17:28).
Untuk itu, kepada anggota kerajaan Allah, yaitu murid-murid-Nya pada
waktu itu dan semua yang percaya kepada Tuhan Yesus, diharapkan untuk
bertekun dan setia dalam iman sampai pada kedatangan Anak Manusia
(Luk 18:8). Ketekunan iman anggota kerajaan Allah ini diungkapkan
melalui berdoa dengan tidak jemu-jemu (tekun), doa pantang menyerah.
Perumpamaan tentang ketekunan seorang janda yaitu ilustrasi
Tuhan Yesus untuk menjelaskan dan menegaskan bahwa orang-orang
pilihan Allah (18:7), murid-muridNya haruslah terlibat dalam pemuridan
(discipleship). Dan doa yaitu bagian dari pemuridan dalam konteks
kerajaan Allah. Doa yaitu untuk meningkatkan mutu rohani, supaya dapat
bertahan dalam bahaya keduniawian yang membinasakan (Luk 17:22-29,
bnd. Mat 24:40-42), dan sebagai kesiapan orang pilihan terhadap
kedatangan Tuhan yang akan terjadi secara tiba-tiba atau tak terduga (Luk
17:30-37). Lukas memaksudkan perumpamaan ini untuk mendorong orangorang pilihan terus berdoa tanpa putus asa sebelum zaman akhir datang.
EKSPOSISI LUKAS 18:1-8: BERIMAN DAN BERDOA
KARENA KESETIAAN ALLAH
Pandangan yang keliru bahwa dengan beriman, kita bisa beroleh
kasih karunia Allah. Dengan berdoa kita beroleh kasih karunia Allah.
Dengan beriman, kita beroleh berkat Allah. Dengan berdoa, Tuhan
mengarunikan berkat-Nya kepada kita. Iman dan doa seperti ini yaitu
iman dan doa dari orang-orang beragama bukan Kristen. Alkitab
memberitahukan bahwa oleh karena kasih karunia Allah, kita beriman,
maka kita bisa berdoa. Allah yaitu sumber iman, alasan doa. Dalan teks
ini, kesetiaan Allah yaitu penyebab orang beriman dan berdoa.
Pengantar
Darrell Bock telah mengklasifikasi perumpamaan-perumpamaan
yang ada dalam Injil Lukas termasuk Lukas 18:1-8 ini, yaitu sebagai
berikut: (1). Nama perumpamaan: Nagging Widow; (2). Topik
perumpamaan: Future Spiritual life; (3). Tema perumpamaan: Prayer and Trust of God’s Faithfulness.
13 Pokok utama (main point) perumpamaan ini
ialah mengenai Doa. Dan adanya perumpamaan ini merupakan ilustrasi dari
pernyataan Yesus (Jesus’ illustration of statement) tentang doa. Di awal
teks ini (18:1), Lukas melaporkan dua hal yang penting, pertama yaitu
objek perumpamaan, kedua yaitu maksud dan tujuan perumpamaan.
Objek Perumpamaan Yesus (18:1)
Lukas mencatat bahwa “Yesus mengatakan suatu perumpamaan
kepada mereka”(ay 1). Istilah mereka tidak dijelaskan secara eksplisit
dalam keseluruhan teks Lukas 18:1-8, namun untuk mengetahui mengenai
siapa yang dimaksudkan oleh Lukas dengan istilah mereka, maka kita harus
memperhatikan analisis konteks dekat, yaitu melihat ayat-ayat sebelumnya.
Teks sebelumnya (17:20-37), Lukas melaporkan pengajaran Yesus tentang
kedatangan kerajaan Allah. Dan Pengajaran ini bertolak dari pertanyaan
orang-orang farisi tentang kerajaan Allah (17:20), namun sesunggunya,
perumpamaan ini tidak ditujukan kepada orang-orang farisi, melainkan
ditujukan kepada murid-murid-Nya. Hal ini sangat jelas dalam ungkapan
“Dan Ia berkata kepada murid-muridNya” (17:22).14 Karena biasanya
Yesus mengunakan perumpamaan untuk mengajar murid-murid-Nya.
Berkenaan dengan pemakaian perumpamaan, Bock berpendapat bahwa:
Jesus Himself used parables for instruction, exhortation and defence.
15 Isi
perumpamaan yang Yesus sampaikan kepada murid-murid-Nya dalam
konteks ini, yaitu tentang doa. Doa merupakan bagian dari pemuridan
anggota-anggota kerajaan Allah setelah keputusan menerima Yesus.
Perumpamaan ini, merupakan ilustrasi Tuhan Yesus mengenai pengajaranNya yang masih berkenaan dengan kerajaan Allah (17:20-37).
Maksud Dan Tujuan Perumpamaan (18:1)
Seperti yang dikemukakan Bock bahwa: Keys to understanding a
parable are direct speech, soliloquy, repetition, contrasts and the account’s
ending.
16 Kunci ini sangat tepat untuk mengerti perumpamaan dalam Lukas
18:1-8. Karena dalam teks tersebut nampak perkataan langsung, kontras,
dan catatan akhir yang ada di teks tersebut. Selain itu, bahwa berdasarkan
teks, permulaan perumpamaan ini yaitu sangat penting, karena selain
memuat objek perumpamaan, juga memuat maksud dan tujuan
perumpamaan. Sekalipun Kistemaker berpendapat: in Jesus’ parables it is
not the beginning of the story but the end that is important,
17 namun
berdasarkan teks, maka permulaan teks perumpamaan (Luk 18:1) yaitu
sangat penting untuk memahami keseluruhan perumpamaan itu (18:1-8).
Lukas mencatat bahwa Yesus mengatakan suatu perumpamaan
kepada mereka untuk menegaskan, bahwa mereka harus selalu berdoa
dengan tidak jemu-jemu. Dari ayat inilah keseluruhan perumpamaan dapat
dipahami. Karena dalam ayat ini (18:1), nampak jelas maksud dan tujuan
dari perumpamaan Yesus ini yaitu untuk menegaskan supaya murid-muridNya bertekun dalam doa. Lebih jauh, Sammers berkomentar mengenai
maksud perumpamaan ini:
Luke indicates that Jesus’ purpose in this parable was to encourage
his disciples. In his prediction of the difficult experience thay faced
in the future (17:22), he had given them cause for discouragement…
He gave them this parable that they might see the importance of
preyer and faithin opposition to losing heart in prolonged
difficulty.
18
Dalam NGSB tertulis: always ough to pray, tidak berarti berdoa
dalam segala waktu atau terus-menerus (tak henti-hentinya), melainkan
seperti pendapat Bock, yaitu praying again and again.
19
Kalimat always
ough to pray juga berkaitan dengan istilah egkakein, yang berarti to become
weary or tired, lose heart, dengan me berarti not lose heart.
20 Jadi, berdoa
dengan tidak jemu-jemu yaitu berdoa dengan tidak menjadi lelah atau berdoa dengan tidak putus-asa. Berdoa dengan berulang-ulang, penuh
energi, tidak menjadi lelah, atau tidak menjadi berputus asa karena
menunggu waktu yang lama. Kita mungkin langsung menanggapi dengan
berpikir mengenai jaminan atau dasar yang harus dipegang untuk bertahan,
untuk tidak putus asa, untuk terus menerus berdoa. Mari kita temukan
jawabannya pada pembahasan berikut ini.
Isi Perumpamaan (18:2-5)
Setelah Tuhan Yesus menegaskan kepada murid-murid-Nya tentang
berdoa dengan tidak putus asa dan berdoa secara berulang-ulang, maka
kemudian, Ia mengilustrasikan ajaran-Nya itu dengan suatu perumpamaan.
Ada Dua karakter yang menjadi sorotan dalam perumpamaan ini, yaitu
pertama yaitu karakter seorang hakim dan kedua yaitu karakter seorang
janda.
Karakter Hakim (ay 2)
Perumpamaan ini dimulai dengan membicarakan tentang seorang
hakim dengan sifat-sifatnya yang buruk. Bahwa Hakim ini yaitu seorang
yang tidak takut akan Allah dan tidak menghormati seorang pun (ay 2).
Ada komentar berkenaan dengan karakter hakim ini. Menurut Barclay:
Hakim jelas bukanlah seorang hakim Yahudi... Hakim ini yaitu
seorang dari hakim-hakim yang ditunjuk baik oleh Herodes atau pun
oleh penguasa Romawi. Hakim-hakim demikian terkenal dengan
nama buruknya. Kalau si penuntut tidak mempunysai pengaruh besar
dan yang bersangkutan tidak mempunyai uang yang cukup untuk
mempengaruhi para hakim, maka perkaranya tidak akan mendapat
perhatianMulanya Bock berpendapat bahwa: the judge is probably a Jew and
may have been a powerful man, since the Romans allowed the Jews to
manage many of their own legal affairs,
22 namun karena hakim ini
digambarkan sebagai seorang yang tidak takut akan Allah, maka Bock pun
menyimpulkan seperti pendapat Barclay, bahwa: He is possibly a political
type of ‘police’ judge.
23 Hakim seperti ini bukanlah hakim yang ideal yang
seharusnya membela kaum miskin dan lemah, melainkan tipe hakim yang
tidak memiliki belas kasihan, tidak takut Tuhan dan tidak menghormati
sesama, karena itu Boch pun menulis lebih jauh: Neither the laws of God
nor public opinion can stir his conscience. Appeal to this character would
be difficult.
24
Karakter Seorang Janda (ay 3)
Karakter yang kedua dari perumpamaan ini yaitu seorang janda
tanpa harapan, sekalipun ia belum terlalu tua.25
Janda ini percaya bahwa
hakim tersebut yaitu hakim yang bertanggung jawab. Karena itu, ia selalu
datang kepada hakim tersebut. Begitu pula pendapat Summers bahwa: She
recognized him as the right one to deal with her case. Because she felt the
importance of her case, she found it necessary to go to the judge
repeatedly to seek a just settlement.
26 Janda ini berkata: “Belalah hakku
terhadap lawanku.” Janda mungkin sedang menghadapi sedikit kesulitan
dengan keuangan sehingga tidak mampu membayar hakim tersebut, karena
itu ia berkali-kali datang dan memohon kepada hakim untuk memberikan
keadilannya. Kata datang (ercheto) dalam bentuk iterative imperfect dan
dalam konteks ini, Bock berpendapat bahwa: iterative and suggests
repeated appeals for aid. She seeks relief from the opponent who wronged
her.
27 Janda yang tanpa harapan, tidak berdaya itu memohon dengan
berulang-ulang kepada seseorang yang memiliki wibawa dan kuasa untuk membelanya. Kata membela (ekdikeo) yaitu dalam arti membenarkan dia,
seperti ungkapan ekdikeso yang berarti membenarkan dalam ayat 5.
Tanggapan Hakim Terhadap Permohonan Janda ( ay 4-5)
Hakim Menolak Permohonan Janda Itu
Beberapa waktu lamanya hakim itu menolak. Hakim tersebut tidak
meresponi permohonan janda itu untuk beberapa waktu lamanya (epi
chronon), seperti yang tertulis: As often as the widow came, he refused.
28
Penolakkan yang dimaksud tidaklah digambarkan dengan sikap mengusir
dengan kasar, melainkan tidak mengubrisnya atau tidak menjawab
permohonan janda tersebut. Tentu tidak ada alasan untuk sikap itu, namun
karena karakter hakim itu yang yaitu tidak sensitif kepada kebutuhan
orang dan tidak ada sesuatu dari janda tersebut yang dapat dianggap
mempengaruhi hakim itu, maka jelaslah hakim itu menolak permohonan
janda tersebut. Tidak ada kesalahan dengan permohonannya, namun
masalahnya terletak pada hakim itu, yaitu tidak perduli kepada Janda itu.
Pertimbangan dan Keputusan
Teks selanjutnya tertulis: “Tetapi kemudian ia berkata dalam
hatinya: Walaupun aku tidak takut akan Allah dan tidak menghormati
seorangpun, namun karena janda ini menyusahkan aku, baiklah aku
membenarkan dia, supaya jangan terus saja ia datang dan akhirnya
menyerang aku.” Jawaban atau tanggapan Hakim terhadap permohonan
janda itu, bukan karena hakim itu menyadari tugas untuk menjalankan
keadilan, melainkan karena pertimbangannya, bahwa janda itu terus
mengganggu dia, dan bahaya yang nantinya akan menyerang dia secara
membabi-buta.29 Penekanan yang pantas dalam ayat 4-5 yaitu pada
keputusan hakim yang membenarkan janda itu dan ketekunan janda dalam
berdoa. Hal ini sama dengan perumpamaan tentang seorang yang datang
ke rumah temannya pada tengah malam. Dan karena sikap yang tidak tahu
malu dari orang itu, maka temannya itu akan bangun juga dan memberikan
kepadanya apa yang diperlukannya (Luk 11:7-8). Apalagi Bapa yang di
sorga, Ia akan memberikan kepada mereka yang meminta kepada-Nya.
Berkenaan dengan itu, Sammers berkomentar: the central teaching is not
that man can, by repeated prayer, break down the will of God. It is rather
that man can be encouraged in prayer by the realization that he prays to a
just God who desires to give and to do that which his child needs.
30
Jadi, fokus utama perumpamaan ini bukan pada karakter dan
pertimbangan hakim itu, melainkan kepada keputusan hakim yang
membenarkan dan kepada ketekunan janda tersebut. Ketekunan janda
tersebut nampak dalam beberapa keterangan dari teks perumpamaan itu
sendiri, bahwa “walaupun permohonan janda tersebut ditolak berkali-kali,
dimana sesering janda itu datang dan memohon, sesering itu juga janda
tersebut ditolak.” Inilah bukti ketekunan janda tersebut. Begitu juga dengan
ungkapan hakim bahwa “karena janda ini menyusahkan aku,… supaya
jangan terus saja ia datang” kalimat ini menerangkan dengan jelas
mengenai ketekunan janda tersebut. The woman’s constant intercession has
brought success. Here is the example that the disciples’ prayer should
emulate.
31 Teks ini sangat menonjolkan mengenai ketekunan Janda yang
terus menerus datang kepada hakim.
Komentar Tuhan Yesus Mengenai Perumpamaan Ini (ay 6)
Setelah Lukas menyampaikan perumpamaan tentang hakim yang
tidak benar atau ketekunan seorang janda, maka kemudian Lukas
menindak-lanjuti dengan komentar Tuhan Yesus sendiri.
Kata Tuhan “Camkanlah apa yang dikatakan hakim yang lalim itu!”
(18:6). Listen to what the unjust judge says (NIV) - Hear what the unjust
judge said (NGSB). Kata camkanlah (listen) yaitu searah dengan maksud
perumpamaan ini, yaitu untuk menegaskan ajaran tentang doa (18:1).
Kalimat “camkanlah apa yang dikatakan hakim yang lalim itu” yaitu
komentar Tuhan Yesus. Komentar itu secara khusus berfokus kepada
perkataan hakim yang dianalogikan dengan Allah. Berkenaan dengan itu,
Kistemaker berkomentar sebagai berikut:
He wants the disciples to pay attention to the very words of the
judge. They are important for a correct understanding of the
parable. As in the parable of the friend at midnight Jesus uses the
rule of contrasts. He contasts the worst in man to the best in God:
“This is what the unjust judge says and does.”32
Sekali lagi, komentar Tuhan tentang hakim itu, bukan mengenai
karakter hakim yang jelas yaitu buruk, melainkan perkataan dan tindakan
hakim itu yang yaitu kebenaran analogis dengan kebenaran Allah.
Perbedaan Antara Hakim Dan Allah (ay 6-7)
Ada dua pribadi yang dianalogikan dalam Lukas 18:6-7, yaitu
hakim dan Allah, namun sebelum kita memperhatikan analogi tersebut,
maka terlebih dahulu kita memperhatikan perbedaan-perbedaan yang sangat
menyolok dari keduannya. Berdasarkan teks, Kistemaker melihat perbedaan
antara hakim dan Allah yaitu:
Pertama
Tidak ada hubungan yang mendasar antara janda dan hakim, apakah itu
hubungan sosial, bersifat umum, bersifat keagamaan. Hakim ingin
menghindar dari janda itu, bahkan ia menghendaki hubungan dengan janda
tersebut sebagai lawyer clientnya akan berakhir. Namun hakim yang lalim
itu mendengarkan janda tersebut dan membenarkannya.
Kedua
Allah telah memilih umat kepunyaan-Nya. Ia memiliki ketertarikan yang
khusus kepada mereka karena mereka kepunyaan-Nya. Ketika umat-Nya
berseru siang dan malam, Allah mengangkat kasus mereka dan membawa
keadilan. Demikian dengan janda yang berseru kepada Allah, menerima
keadilan, karena Allah mendengar dan menjawab doa.33
Kistemaker menyimpulkan bahwa: The Judge listened to the widow for the
wrong reason: to get off his back. God listens to his people because he
loves them and vindicates their cause. The judge acts selfishly; God acts in
behalf of his people.
34
Pada dasarnya, tidak ada kesamaan antara hakim yang lalim dengan
Allah; tidak ada kesamaan karakter, karena karakter hakim yaitu seorang
yang lalim, tidak takut Tuhan dan tidak berbelas-kasihan; juga tidak ada
kesamaan motivasi, motivasi hakim membenarkan janda yaitu motivasi
tidak benar/mementingkan diri sendiri, sedangkan Allah membenarkan
umat pilihan-Nya karena kasih-Nya; tidak ada kesamaan hubungan antara
hakim dalam relasinya dengan janda, dan hubungan Allah dalam relasinya
dengan umat pilihan-Nya. Jadi, hakim dan Allah yaitu kontras sama
sekali, namun yang dianalogikan dari karakter hakim ini dengan Allah
yaitu seperti yang penulis kemukakan berikut ini.
Analogi Hakim Dengan Allah dan Analogi Janda
Dengan Orang Pilihan
Karena perbedaan karakter, motivasi antara hakim dan Allah yaitu
sangat menyolok, dalam arti tidak ada kesamaan sedikit pun, maka analogi
hakim dengan Allah hanya berdasarkan pada perkataan dan tindakan hakim
yang membenarkan janda tersebut. Tuhan Yesus menganalogikan tindakan
hakim yang membenarkan janda itu dengan tindakan Allah membenarkan
orang-orang pilihan-Nya (18:6-7).
Lebih jauh lagi, Tuhan Yesus menganalogikan figur Hakim dalam
ayat 6 dengan Figur Allah dalam ayat 7. Hal ini yaitu identik dengan
analogi Figur bapa dunia dalam Lukas 11:9-13.35 Memang sulit sekali
untuk mengerti mengapa Tuhan Yesus menganalogikan hakim dengan
Allah. Sebab tidak ada kesamaan sedikit pun antara hakim dan Allah (antimetafor). Barclay mengomentari bahwa perumpamaan ini tidak bermaksud
untuk menyamakan Allah dengan hakim yang tidak adil itu; Allah sama
sekali bertolak belakang dengan hakim yang tidak adil dan keadilan, maka
apalagi Allah, yang memang yaitu Bapa yang mengasihi, akan
memberikan kepada anak-anak-Nya apa yang mereka inginkan.36 Dan
berdasarkan teks yang ada, maka analogi hakim dan Allah ini, hanyalah
dapat dimengerti melalui analogi perbandingan. Bahwa jika Hakim itu
dapat membenarkan janda tersebut, apalagi Allah. Sebab hakim itu yaitu
lalim, tidak takut Tuhan, tidak berbelas-kasihan, dan hakim itu tidak ada
hubungan pribadi apa pun dengan janda; dibandingkan dengan Allah yang
yaitu penuh kasih dan yang pada hakekatnya mempunyai hubungan
dengan orang-orang pilihan-Nya.
Secara implisit bahwa dalam ayat 6-7 ini, Tuhan Yesus
menganalogikan janda yang dibenarkan oleh hakim dengan orang-orang
pilihan yang dibenarkan oleh Allah. Janda itu yaitu orang yang tidak
berdaya secara politis, ekonomi dan sosial. Barclay menjelaskan bahwa:
“Janda itu yaitu lambang dari mereka semua yang miskin dan yang tidak
berdaya. Jelas, bahwa ia tanpa uang atau apa pun, tidak mempunyai
harapan untuk memenangkan perkara dari hakim yang seperti itu.”37
Kondisi janda yang seperti ini yaitu dianalogikan dengan orang-orang
pilihan. Menurut Marshall bahwa orang-orang pilihan ini ialah “orangorang yang telah mendengar panggilan Allah dan menjawabnya.”38 Dengan
beberapa referensi bagian kitab yang lain Summers berkomentar bahwa
orang-orang pilihan ialah a synonym for believers or christians.
39 Bagian
ini sangat menghibur dan menguatkan orang Kristen yang sedang
menderita. Tidak ada kekuatan dari diri sendiri, namun sebagai orang
pilihan, Allahlah yang bertindak. Allah yang menjamin orang pilihan-Nya,
yang lemah, namun kekuatannya yaitu pada Allah.
Aplikasi Perumpamaan (7-8)
Pada ayat 7 dan 8, Tuhan Yesus mengaplikasikan perumpamaan
sesuai dengan maksud utama perumpamaan yaitu mengenai ketekunan
orang percaya dalam hal berdoa. Ada beberapa hal yang penting
diungkapkan dalam bagian terakhir ini, khususnya yang berkaitan dengan
ketehanan atau ketekunan dalam berdoa, yaitu:
Kepastian Jawaban Atas Doa
Setelah Tuhan Yesus mengarahkan perhatian kepada hakim (ay 6),
kemudian, Ia segera mengalihkan perhatian kepada Allah (ay 7). Kalau
hakim itu telah bertindak yang bersifat kontradiksi dengan pribadi hakim
itu sendiri, yaitu membenarkan janda, apalagi Allah. Inilah bahasa analogi
perbandingan. Earle menjelaskan hal ini: If an unjust judge would finally
surrender to persistent pleading, how much more would a faithful God of
love avenge his elect. Hal yang sama dijelaskan juga oleh Leon Morris.40
Pertanyaan-pertanyan berikut, “Tidakkah Allah akan membenarkan orangorang pilihanNya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia
mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka? (ay 7),” sesungguhnya
mengungkapkan mengenai kepastian jawaban doa atas doa umat pilihan
Tuhan. Berkenaan dengan itu, ada tiga pokok yang dibahas secara khusus,
yakni tindakan Allah yang membenarkan, dengan segera, dan ketekunan
orang-orang pilihan dalam berdoa.
Tindakan Allah yang Membenarkan
Kalimat “Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihanNya” yaitu pernyataan negatif Tuhan Yesus untuk menegaskan bahwa
Allah pasti membenarkan orang-orang pilihan-Nya. Istilah membenarkan
dalam teks Yunani yaitu ekdikesin yang berarti vengeance, punishment;
dengan objek langsung dari kata poiese, yang berarti menyebabkan
keadilan dilakukan.
41 Dalam bentuk kata kerja ekdikeo dipakai juga dalam
pasal 18 ayat 3 dan 5, dimana Allah akan membawa keadilan kepada umat
yang sedang menghadapi kesulitan.42 Bock menghubungkan hal ini dengan
musuh-musuh Kristen, dengan berkata: He will judge those who persecute
the righteous.
43 Allah akan menjawab seruan umat-Nya dalam menghadapi
pelbagai tekanan. Dalam hal ini, Allahlah yang aktif dalam karya
membenarkan atau menjawab doa umat pilihan-Nya yang sedang dalam
kesulitan. Tindakan Allah ini lahir dari kasih-Nya, dan kasihNya ini dalam
relasinya dengan orang-orang pilihan-Nya.44 Frase “orang-orang pilihan”
(eklekton) dijelaskan oleh Bock sebagai berikut:
The term eklektos is a colletive (the only such time in Luke – Acts,
though the singular is applied to Jesus in Luke 23:35; elsewhere in
term has a traditional flavor, since so many other authors use it
(Rom.8:33; 16:13; Col. 3:12; 1 Tim 5:21, 2 Tim 2:10; Titus 1:1; 1
Pet.1:1; 2:4,6,9; 2 John 1,13, Rev.17:14… The uses in 1 Peter,
Colossians, and Romans share the collective overtones of this text, with Peter using OT imagery. God will come to the defense of his
chosen people… 45
Pemilihan yaitu satu kebenaran yang paling dalam dari Alkitab.
Karena pemilihan merupakan “Tindakan kekal Allah di mana Ia dalam
kesukaan kedaulatan-Nya dan tanpa memperhitungkan jasa atau kebaikan
manusia memilih sejumlah orang untuk menjadi penerima dari anugerah
khusus dan keselamatan kekal.”46 Pemilihan ini ada dalam kekekalan Allah,
sebelum dunia diciptakan. Pemilihan berdasarkan kerelaan kehendak-Nya
(Ef 1:4-5). Pemilihan ini yaitu tanpa syarat (Ef 2:8,10; 2Tim 2:21); tidak
dapat ditolak (Mzm 110:3; Flp 2:13); bertujuan untuk keselamatan orang
pilihan dan untuk kemuliaan Allah (Rm 11:7-11; 2Tes 2:13; Ef 1:6, 12,14).
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, bahwa orang pilihan
yaitu orang yang percaya kepada Tuhan Yesus atau orang Kristen. Dan
pemilihan inilah yang menjadi keistimewaan relasi Allah dengan orang
percaya.47 Pemilihan ini jugalah yang menjadi dasar yang pasti akan
jawaban doa orang percaya.
Tindakan Allah yang Membenarkan Dengan Segera
Pertanyaan kedua ialah “dan adakah Ia mengulur-ulur waktu
sebelum menolong mereka ?” Pertanyaan ini pun merupakan jaminan akan
adanya kepastian jawaban doa. Istilah mengulur-ulur (makrothumei) dalam
bentuk present indikatif aktif -orang ketiga tunggal, yang berarti ia
menunda, menunda lama.
48 NGSB menterjemahkan pertanyaan kedua ini
sebagai berikut: though He bears long with them? dan istilah bears long,
diartikan: God will not keep putting them of like the judge in this parable; any delay will have a reason.
49 Bagi Bock, pertanyaan ini dibuat sulit,
karena Lukas tidak memakai baik kata kerja makrothumeo (to be patient)
maupun kata benda makrothumia (patience). Ada banyak komentar
berkaitan dengan hal ini. Namun menurut Bock yang paling tepat ialah:
With better contextual support, many commentators hold that the
idea of patience has to do with God’s response: God will not
delay…; A final view also treats the reference to patience as God’s
response, but sees it in terms of his restricting the enemies’ power to
persecute until the vindication…God is patient with his elect in
lightening the intensity of their suffering until he comes.50
Karena itu Bock menyimpulkan bahwa: Whether his patience is
reflected in acurrent care that culminates in ultimate deliverance or in
keeping persecution from being too great is not certain.
51 Pokoknya yang
jelas ialah Allah membenarkan umat-Nya dengan segera. Hal ini tidak
disebabkan oleh apa pun selain dari tindakan Allah saja, dan tidak ada
alasan apapun untuk menahan tindakan Allah yang membenarkan umatNya. Tindakan Allah membenarkan umat-Nya ini berbada dengan tindakan
hakim yang membenarkan janda tersebut. Dimana hakim bertindak setelah
sekian lama janda memohon, sebagaimana kebiasaan hakim yaitu
mengulur-ulur waktu untuk maksud disogok kemudian bertindak. Allah
tidaklah demikian. Karena itu, dua pertanyaan: “Tidakkah Allah akan
membenarkan orang-orang pilihan-Nya, dan adakah Ia mengulur-ulur
waktu?” langsung diikuti dengan jawaban dalam ayat 8 yaitu: “Ia akan
segera membenarkan mereka.” Inilah pertanyaan retoris Tuhan Yesus
berkenaan dengan jawaban Allah, bahwa Allah akan dengan segera
membawa keadilan untuk umat pilihan-Nya. Hal ini semakin diperkuat
dengan pengunaan istilah segera. Dimana Istilah segera (tachei) dapat
diartikan: “dengan cepat, tanpa menunda, secara tidak disangka-sangka.”52
Inilah jaminan bagi doa umat Tuhan, yaitu adanya kepastian bahwa Tuhan
akan segera bertindak.
Ketekunan Orang-Orang Pilihan Dalam Doa
Kepastian jawaban doa memang tergantung pada kehendak dan
waktu Tuhan. Namun hal yang tidak dapat diabaikan juga ialah ketekunan
orang percaya dalam berdoa. Seperti ungkapan: “… orang-orang pilihanNya yang siang malam berseru kepadaNya.” Ungkapan mengekspresikan
ide yang sama dengan perintah Tuhan yaitu: “bahwa mereka harus selalu
berdoa dengan tidak jemu-jemu.”53 Inilah jaminan bagi doa umat Tuhan,
yaitu adanya kepastian bahwa Tuhan akan segera bertindak. Hal ini searah
dengan maksud utama perumpamaan ini, dimana menjelaskan bahwa orang
percaya harus secara terus-menerus membawa kasus mereka di hadapan
Allah melalui doa. Mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu
ketika jawaban doa belum diberikan dengan segera. Kistemaker
berpendapat bahwa: Jesus teaches the power of prayer. By word and
example he demonstrates that God’s children must pray day and night and
not los heart.
54 Demikian juga, Paulus berulang kali menasehatkan untuk
berdoa secara terus-menerus (siang dan malam), seperti kepada jemaat di
Tesalonika (3:10).
Ada dua pertanyaan berkenaan dengan kepastian atau jaminan atas
doa umat Tuhan. Pertanyaan pertama, ialah: Apakah Allah akan
membenarkan atau memberikan keadilan kepada umat-Nya (apakah Allah
akan menjawab doa umat-Nya)? Kedua ialah: Apakah umat Allah harus
lama menunggu doa-doa mereka dijawab? Terhadap pertanyaan ini, Tuhan
Yesus memberikan komentar bahwa: “Ia akan segera membenarkan
mereka.” Berkenaan dengan ini, Kistemaker menegaskan bahwa:
God’s people can rely on God’s faithfulness. He is not like the unjust
judge whose character could not be trusted…In contrast to the
judge, God is not annoyed when his people cry out to him day and
night. The hearing of prayers is not to be understood as God’s relenting from a set determination not to answer. Rather, God
answers prayer in his time and in accordance with his plan.
55
Jaminan inilah seharusnya mendorong umat Tuhan untuk berdoa dengan
tekun, bukan karena isi doa pendoa, bukan karena doanya pendoa (sugesti).
Kesetiaan Umat Tuhan Dan Kedatangan Anak Manusia
Pertanyaan yang bersifat retorikal dari Tuhan Yesus dalam ayat 7,
bahwa Tidakkah Allah akan membenarkan…? Adakah Ia mengulur-ulur
waktu sebelum menolong mereka? Secara langsung dijawab oleh Tuhan
Yesus sendiri dengan kalimat: “Ia akan segera membenarkan mereka” (ay
8). Setelah itu, Tuhan Yesus membuat pernyataan kontradiksi, yaitu: “Akan
tetapi, jika Anak Manusia itu datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?”
Dalam NGSB tertulis: Nevertheless, when the Son of Man comes, will he
really find faith on the earth. Istilah nevertheless menunjukan pernyataan
kontradiksi dengan pernyataan sebelumnya. Pada bagian sebelumnya,
Tuhan Yesus memberikan jaminan atau kepastian dari pihak Allah yang
akan menjawab doa, namun apakah Tuhan akan menemukan kesetiaan
iman dari pihak umat-Nya? Leon Morris mengartikan kalimat “adakah Ia
menemukan iman di bumi?” sebagai berikut: he is not suggesting that there
will be no believers. He is saying that the characteristic of the world’s
people at that time will not be faith.” Begitu juga komentar dari NGSB:
“This does not mean that there will be no believers, but that faith will not
be characteristic of all.
56
Bagian sebelumnya (17:20-37), Lukas mengemukakan tentang
kedatangan kerajaan Allah, yang berfokus pada kedatangan Anak Manusia
di akhir zaman (17:22, 24, 26, 30). Dan setelah Lukas mencatat
perumpamaan Tuhan Yesus tentang Hakim yang lalim atau janda yang
tekun (18:1-8), maka akhir dari teks perumpamaan tersebut, Lukas
melaporkan kembali perkataan Tuhan Yesus tentang Kedatangan Anak
Manusia (18:8). Jadi sangatlah jelas, bahwa Doa yang diajarkan oleh Tuhan
Yesus dalam bentuk perumpamaan yaitu satu pola pemuridan orang percaya supaya tetap setia dalam menantikan kedatangan Tuhan Yesus
kedua kali. Ditegaskan oleh Kistemaker bahwa:
Of Jesus’ promise to return, the believer can be sure. The other side
of the coin is whether the believer will be faithful in his prayers. Will
the followers of Jesus contunually pray for the coming of God’s
Kingdom (Matt 6:10; Luk 11:2), and the return of Christ (1 Cor
16:22; Rev.22:17,20)?… Jesus does the work entrusted to him. Will
the believer, however, be faithful to Jesus by constantly
communicating with him in prayer? And will there be faith that
perseveres when he returns?57
Jadi sementara menantikan kedatangan-Nya yang kedua kali Tuhan
mengharapkan pada umat-Nya untuk bertekun dalam doa. Karena
ketekunan dalam doa merupakan manifestasi dari iman.
Rumusan Teologis Perumpamaan Lukas 18:1-8
Karakter janda dalam perumpamaan ini merupakan representatif
dari orang-orang pilihan Allah (orang percaya) yang sedang berada dalam
dunia. Sekalipun tidak memiliki pengaruh politis, ekonomi, dan sosial,
sehingga tidak diperhitungkan dunia (hakim yang lalim), namun mereka
diperhatikan oleh Allah secara khusus dalam konteks pemuridan dengan
prinsip-prinsip kerajaan Allah. Orang pilihan (orang percaya) yang memang
hidup dengan prinsip-prinsip kerajaan Allah pastilah berbeda dengan
prinsip-prinsip kerajaan dunia, dan itulah sebabnya mereka menderita.
Penderitaan orang pilihan disebabkan oleh karena ketidakadilan dalam
dunia. Dalam penderitaan karena ketidakadilan, Tuhan memberikan
jaminan bahwa Ia pasti membenarkan atau memberikan keadilan kepada
mereka. Jaminan inilah yang sesungguhnya menjadikan orang-orang
pilihan bertekun dalam iman mereka kepada Tuhan, dan mengekpresikan
ketekunan iman mereka melalui ketekunan atau ketahanan berdoa. Dalam
hal ini, Tuhan yaitu penyebab orang beriman dan berdoa. Tidak ada alasan
atau dasar dari pendoa sehingga doanya terkabalkan, Tuhanlah subjek doa.
Tidak seorang pun tahu bagaimana sebenarnya berdoa. Dialah yang
sesunguhnya berdoa di dalam dan melalui kita. Melalui Roh Kudus, Ia memimpin kita berdoa sesuai dengan kehendak-Nya, seperti yang Paulus
nyatakan sebagai berikut.
Roh Kudus menolong kita di dalam kelemahan kita, karena kita
tidak tahu bagaimana sebenarnya harus berdoa, tetapi Roh sendiri
berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak
terucapkan. Dan Allah yang menyelidiki hati nurani, mengetahui
maksud Roh itu, bahwa Ia sesuai dengan kehendak Allah, berdoa
untuk orang-orang kudus (Rm 8:26-27).
RANCANG BANGUN TEOLOGI MULTIKULTURAL
DALAM PERSPEKTIF PERJANJIAN BARU
GUNARYO SUDARMANTO
PENDAHULUAN
Diversitas manusia merupakan kekayaan sekaligus potensi konflik.
Fakta di sepanjang sejarah manusia menunjukkan bahwa perbedaan etnik
dan religi telah menjadikan manusia bagai serigala bagi sesamanya (homo
homini lopus). Konflik horisontal yang terus terjadi, lebih disebabkan oleh
sempitnya horison tentang hakikat nilai sesama sebagai akibat dari
justifikasi dogmatis yang tidak seimbang. Padahal di setiap komunitas religi
dan etnik senantiasa memuat urgensi menghargai kehidupan sesama
manusia.
Teologi Kristen tidak meniadakan kebenaran bahwa TUHAN baik
kepada semua orang (Mzm 145:8). Untuk itu pula Rasul Paulus
menyerukan, “...marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi
terutama kepada kawan-kawan kita seiman” (Gal 6:10). Kata terutama
tidak berarti meniadakan aspek universalitasnya, melainkan pada prioritas
sesuai tuntutan konteks jamannya. Mengumpulkan dasar-dasar Alkitabiah
yang melandasi pemahaman tentang pentingnya membangun relasi dengan
sesama, itulah yang saya sebut sebagai Teologi Multikultural. Teologi ini
menekankan pada cara pandang Allah terhadap sesama manusia yang
berbeda etnik dan religinya. Dengan teologi ini, orang Kristen memiliki
landasan yang kokoh untuk membangun relasi dengan sesamanya dalam
segala kepelbagaiannya. Dalam perspektif Perjanjian Baru setidaknya
ditemukan Enam prinsip teologis yang dapat menjadi rancang bangun
Teologi Multikultural. Keenam prinsip tersebut ialah: (1) Inkarnasi; (2)
Universalitas soteriologi; (3) Teokrasi-presentis; (4) Universalitas Karya
Roh Kudus; (5) Naturalitas Gereja sebagai tubuh Kristus; (6)
Multikulturalitas kekekalan.
INKARNASI
Istilah inkarnasi merupakan bentukan kata Latin: in (masuk) dan
carne (daging) yang berarti masuk ke dalam daging. Istilah ini digunakan
secara teologis untuk menunjuk pada fakta “Allah menjadi manusia
(daging) di dalam dan melalui Yesus Kristus.” Kebenaran ini bersumber
dari Yohanes 1:14 khususnya pada frasa, “Firman itu telah menjadi
manusia” (kai o` logoj sarx egeneto). Kata egeneto (menjadi) ditulis dalam
bentuk singular, aorist, middle, indicative.1 menunjuk kepada sesuatu yang
sudah pernah sungguh-sungguh terjadi secara faktual. Dengan kata lain
bahwa peristiwa itu bukan sebuah metafor atau simbolis, dan hasilnya
masih dapat dirasakan sampai masa sesudahnya. Hal serupa pernah terjadi
pada isteri Lot menjadi tiang garam (Kej 19:26). Artinya secara faktual ia
sungguh-sungguh menjadi tiang garam. Sedangkan kata sarx (sarx) yang
secara harafiah berarti daging digunakan untuk menunjukkan kesungguhan
kemanusiaan Yesus. Sebaliknya, kata logoj (logos) diartikan Firman
menunjuk pada kesungguhan keilahian Yesus.2
Jadi dengan frasa “dan
Firman itu telah menjadi manusia” Yohanes menegaskan bahwa yang
sungguh-sungguh Allah telah menjadi sungguh-sungguh manusia.
Terutama dengan menggunakan kata sarxYohanes melegitimasi kesungguhan realitas kemanusiaan Yesus. Paulus juga menggunakan kata
sark untuk menunjukkan hakikat manusia dengan segala kelemahannya
(Rm 8:3; Flp 2:7).3
Selain secara literal, kemanusiaan Yesus juga dapat dibuktikan dari
aspek-aspek fisik, intelektual, emosi, kehendak dan spiritual sebagaimana
ciri-ciri manusia pada umumnya. Secara fisik Yesus dilahirkan secara
alamiah (Mat 1:25; Luk 2:7). Dia bertumbuh secara normal dari kanakkanak hingga menjadi dewasa (Luk 2:40). Dia merasa lapar (Mat 21:18)
dan haus (Yoh 19:28). Dia mengalami penderitaan dan kematian (Yoh
19:33). Secara mental Dia membutuhkan informasi sehingga perlu bertanya
(Mrk 9:21; Luk 2:46-47). Secara intelektual, Dia belajar Kitab Suci dengan
nalar anak Yahudi. Secara emosi, Dia mengasihi keluarga-Nya (Yoh 19:26)
dan sahabat-Nya (Mat 23:37). Dia bisa marah (Mrk 19:26), sedih (Mat
9:36). Dia juga memiliki kehendak yang berbeda dengan Bapa-Nya (Mat
26:39). Secara spiritual, Dia berdoa (Mrk 1:35), beriman dan taat kepada
Bapa (Flp 2:8). Jadi dari seluruh aspek tersebut jelas menunjukkan bahwa
Yesus benar-benar manusia secara utuh. Dengan menjadi manusia Dia
turut merasakan berbagai pencobaan dan penderitaan manusia supaya Dia
bisa menolong manusia berdosa (Ibr 2:18, 4:16). Meski dalam segala hal
Dia sama dengan manusia, namun Dia tidak pernah berbuat dosa (Ibr 4:15)
dan tidak pernah gagal. Yesus yaitu Manusia Sejati sebagaimana keadaan
manusia ketika ia diciptakan pada mulanya, sebelum jatuh ke dalam dosa.4
Karya Kristus ini menunjukkan dua kebenaran penting. Pertama,
Solidaritas. Dia yang mulia sedia merendahkan diri, menjadi kecil dan
lemah. Dia sedia masuk ke dalam kesakitan dan penderitaan manusia (Flp
2:6-8). Dia melakukan segalanya demi manusia. Dia memberi makan yang
lapar, menyembuhkan yang sakit, mengampuni yang berdosa, menjadi
kawan bagi yang tersisih, membangkitkan yang mati. Bahkan Dia juga
menjadi korban ketidakadilan. Dia mati menanggung dosa manusia.5
Kedua, Identifikasi diri. Kesediaan-Nya menjadi manusia dan sedia
memasuki dunia manusia merupakan bentuk identifikasi diri dengan manusia yang dilayani-Nya. Ini merupakan model yang harus ditiru misi
kristiani masa kini. Mengenai hal ini, John Stott menyatakan bahwa,
Sebab jika misi kristiani harus mengikuti model misi Kristus, maka
tak dapat tidak dalamnya harus tercakup tuntutan yang sama seperti
yang telah dipenuhi-Nya, yaitu bahwa kita harus memasuki duniadunia orang lain... itu berarti kerelaan meninggalkan kemudahan dan
kerterjaminan latarbelakang kebudayaan sendiri, agar dapat
mengabdikan diri kepada kepentingan orang-orang dari latar
belakang kebudayaan yang lain, yang kebutuhan-kebutuhannya
mustahil dapat kita ketahui atau simak sebelumnya. Misi nyata,
entah itu pekabaran Injil atau pelayanan sosial atau dua-duanya,
menuntut pengidentifikasian diri dengan orang-orang dalam situasi
aktual mereka.6
Prinsip solidaritas dan identifikasi diri yang dilakukan Yesus dalam
masa inkanasi-Nya ini merupakan dasar Kristologis bagi hubungan yang
baik dengan semua orang secara multikultur, baik multietnis maupun
multireligi.
UNIVERSALITAS SOTERIOLOGI
Tujuan utama kedatangan Yesus ke dunia yaitu menyelamatkan
manusia berdosa. Yang dimaksudkan dengan manusia berdosa ini tentunya
bukanlah bangsa Israel saja, melainkan semua bangsa, karena semua orang
telah berdosa dan kehilangan kemuliaan Allah (Rm 3:23). Sejak jatuh ke
dalam dosa, manusia telah menjadi musuh Allah (ectra tou qeou: Rm 5:10;
Kol 1:21; Yak 4:4). Namun pada prinsipnya, Allah tidak menghendaki
seorangpun binasa, maka setiap orang memiliki kesempatan untuk bertobat,
yaitu mengalami pemulihan hubungan (rekonsiliasi) dengan Allah dan
sesamanya. Karya keselamatan Allah di dalam dan melalui Kristus disebut
juga sebagai atonement. Untuk memahami konsep mengenai karya
keselamatan ini, PL menggunakan kata Ibrani rpk (khapar) yang artinya: to
cover by making expiation. Sedangkan PB menggunakan kata Yunani
katallagh (katallage) yang berarti reconciliation.
7 Rekonsiliasi merupakan bagian sentral dari karya keselamatan Kristus yang sudah dimulai pada
masa PL. Dalam PB, rasul Paulus paling banyak menguraikan pokok ini,
antara lain dalam Roma 5:10-11 dan 2Korintus 5:18-20. Dalam kedua teks
tersebut, Paulus memakai istilah katallage yang diartikan dengan
pendamaian. Kata itu berasal dari kata kerja katallasw (katallaso), artinya:
mendamaikan. PB menggunakannya dalam dua konteks, yaitu: konteks
hubungan suami dan isteri, dan konteks hubungan Allah dan manusia.8
Kattallasw/ dibentuk dari kata allassw (allaso) yang artinya: mengubah (to
change). Sedangkan allasw sendiri berasal dari kata allwj (allos) yang
berarti: lain atau yang lain (other, another). Jadi, secara esensial, katallasw
memiliki pengertian dasar mengubah menjadi lain.
9 Dalam konteks karya
keselamatan manusia katallasw dimaksudkan untuk mengubah manusia
sebagai musuh Allah menjadi kekasih Allah (agaphtoj). Untuk maksud itu
Kristus datang ke dunia yaitu menyelamatkan setiap orang yang percaya
kepada-Nya (Yoh 3:16).
Karya keselamatan tersebut terbuka untuk semua orang (universal).
Sebab itu, sebelum kenaikan-Nya ke sorga, Yesus memberikan Amanat
Agung-Nya kepada murid-Nya untuk menjadi saksi-Nya dari Yerusalem,
Yudea, Samaria dan sampai ujung bumi. Amanat ini, “...menegaskan bahwa
Injil sebagai satu-satunya kebenaran universal harus disampaikan kepada
segenap umat manusia pada segala tempat dan waktu (universal).”10 Selain
berita Injil tersebut dimaksudkan untuk pemulihan hubungan dengan Allah,
namun akibatnya juga akan terjadi pemulihan hubungan antar sesama
manusia.
Prinsip universalitas keselamatan ini merupakan dasar bagi
hubungan multikultur, karena setiap orang dengan etnis dan religinya
memiliki kesempatan untuk percaya kepada Kristus dan menerima
keselamatan. Karena itu, hubungan multikultural haruslah dipandang dari
dua perspektif sekaligus, yaitu: keharusan untuk hidup dalam damai dengan
orang lain, dan memanfaatkan hubungan multikultur sebagai kesempatan
untuk memberitakan kabar keselamatan kepada semua orang. Karena itu
Injil juga harus diberitakan melalui aspek-aspek budaya orang lain.
TEOKRASI-PRESENTIS
Yang dimaksudkan dengan Teokrasi ialah pemerintahan Allah
dimana Allah memerintah sebagai Raja dalam Kerajaan-Nya. Dengan kata
lain Teokrasi berbicara mengenai kerajaan Allah yang dalam bahasa
Yunani disebut basileia tou qeou (basileia tou theou). Istilah Yunani
basileia dari kata basileuj (basileus) yang berarti: raja.
11 Dalam pemikiran
Yunani basileus menunjuk kepada seorang raja yang sah menurut hukum
dan biasanya secara turun-temurun menjadi pemimpin religius atas
rakyatnya.12 Sedangkan istilah basileia (basileia) yang berarti pertama:
royal, power, kingship, dominion, rule.” Kedua: a kingdom. Arti yang
pertama menunjuk kepada kuasa atau wewenang yang dimiliki oleh seorang
raja. Sedangkan yang kedua menunjuk kepada wilayah kekuasaan seorang
raja.
Kemudian dalam Alkitab istilah kerajaan digunakan dalam
hubungannya dengan Allah, sehingga disebut Kerajaan Allah: h` basileia
tou Qeou: he basileia tou theou. Istilah Kerajaan Allah itu sendiri
digunakan oleh Yesus dalam pemberitaan-Nya seperti termaktub dalam
Injil Sinoptis, yang juga sinonim dengan Kerajaan Sorga (Mat 4:17; 5:3;
Mrk 1:15; Luk 6:20) dan Kerajaan Bapa (Mat 26:29). Istilah Kerajaan
Allah dan Kerajaan Sorga secara literal tidak terdapat dalam Perjanjian
Lama, sehingga pengertiannya juga belum begitu jelas dalam agama
Yahudi. Namun demikian akar dan ide yang terkandung di dalamnya sudah
terdapat secara samar dalam Perjanjian Lama dan dalam pengharapan iman
umat Israel. Karena itu istilah Kerajaan Sorga tidak ditemukan dalam
tulisan-tulisan Yahudi-Yunani, namun sudah terdapat dalam literatur
Talmud (malkuth shamayim) sebagai literatur yang lebih tua. Hal itu
menunjukkan bahwa pemahaman dasar tentang Kerajaan Sorga telah
disimpan lama dalam idiom Yahudi.13
Jadi, kerajaan Allah dapat berarti: pemerintahan Allah, kekuasaan
Allah, dan kedaulatan Allah yang bersifat universal (bnd Mzm 103:19;
145:11,13; Dan 2:37; Luk 19:11-12). Secara terminologis Alkitabiah
pengertian kerajaan Allah lebih menunjuk kepada kedudukan-Nya sebagai
raja atau pemerintahan-Nya dan kedaulatan-Nya.14 Kerajaan Allah ini
menunjuk kepada Kristus sebagai Raja yang sudah datang, memulai
kerajaan-Nya dan akan datang di masa mendatang (future). Karena itu
basileia tou theou tidak hanya dimengerti sebagai The Kingdom of God
(Kerajaan Allah) melainkan God’s Kingship (Kepemerintahan Allah).
Kingship of God lebih menunjuk kepada sebuah situasi yang luas yang
meliputi seluruh kehidupan yang di dalamnya Allah memerintah sebagai
Raja. Dalam pengertian ini Allah menjadi pemilik dari seluruh kehidupan
pada masa kini dan masa yang akan datang.15 Eka Darmaputera
menambahkan bahwa Kerajaan Allah merupakan terminologi dalam teologi
Kristen yang menunjuk kepada, “suatu keadaan atau kenyataan dimana
Allah dengan spenuhnya akan memerintah dan memberlakukan kehendakNya, yaitu keadilan, kebenaran, perdamaian dan kesejahteraan yang
menyeluruh bagi seluruh umat manusia.”16 Itu berarti Kerajaan Allah tidak
hanya bersifat futuris, melainkan juga memuat dimensi presentis. Hal itu
sudah dinyatakan ketika Yohanes Pembaptis berseru, “Bertobatlah, sebab
Kerajaan Sorga sudah dekat!” (Mat 3:2). Frasa sudah dekat diterjemahkan
dari kata Yunani hggiken (eggiken) yang merupakan bentuk perfek aktif
indikatif dari eggidzw (eggidzo) yang berarti: to come near, approach, or
draw nigh.” W.E. Best menjelaskan pengertian dasar dari ketiga kata
Inggris tersebut sebagai berikut:
There is much discussion over the following statement in the King
James translation of the Bible: “the Kingdom of heaven is at hand”
(Matt 3:2; 4:17; 10:7). The Greek verb in those verses is eggiken,
perfect active indicative of eggidzo, which means to come near,
approach, or draw nigh. When we observe the basic English
meaning of these three verbs, we can better determine the definition
of eggidzo. “Come” means to come toward or away from something,
to pass from one point to one nearer. “Draw” means to pull, drag,
draw, or move toward. “Approach” means to come or go near or
nearer in either place or time. The accurance of eggidzo in its
perfect active indicative form in each reference where it is used
proves that the kingdom has not arrived, but it has approach or
come near.17
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Kerajaan Allah itu
memang sudah dekat atau sama dengan belum sampai. Namun tidak berarti
masih sangat jauh sehingga sama sekali tidak dapat dilihat dan dirasakan
kehadirannya. Maksud dari kata eggiken yaitu bahwa kehadirannya telah
begitu dekat dan sangat dapat dirasakan. Bentuk perfek yang digunakan
menegaskan bahwa kerajaan yang dimaksudkan dalam nubuatan PL telah
benar-benar tergenapi.
Presensi Kerajaan Allah itu semakin jelas ketika Yesus memulai
pelayanan-Nya di Galilea dan menyatakan, “Waktunya telah genap,
Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!”
(Mrk 4:15). Kata Yunani yang diterjemahkan dengan “waktu” yaitu kata
kairoj (kairos) yang berarti saat atau waktu tertentu, bukan kronoj kronos)
yaitu waktu yang berlangsung terus menerus. Kairos itulah yang dipakai
Yesus untuk menunjukkan penggenapan di dalam Diri-Nya. Herman
Ridderbos menjelaskan pengertian kairos sebagai berikut:
Therefore, kairos means the great moment of commencement of the
great future appointed by God in His counsel, and announced by the
prophets. By the side of “is at hand” there is already the “is
fulfilled.” No doubt the two expressions shoult be understood in
connection with each other. “At hand” in expression “is at hand” does not mean the same thing as “has come,” “is present,” as
clearly appears from the purpose of John’s preaching. The
expression “the time is fulfilled” will thus have to be understood as
the indication that the threhold of the great future has been reached,
that the door has been opened, and that the prerequisites of the
realization of the divine work of consummation are present; so that
now the concluding divine drama can start.18
Jadi, waktunya telah genap berarti bahwa melalui kehadiran Yesus
“masa yang akan datang” sedang dimulai. Hal itu lebih ditegaskan oleh
Yesus ketika Ia berkhotbah di Nazaret (Luk 4:16-30). Dalam ibadah di
Sinagoge itu Ia membaca nubuat dari kitab Yesaya 61:1-2 mengenai tahun
rahmat Tuhan. Pada saat itulah Yesus menegaskan: “Pada hari ini genaplah
nas ini...” (ay 21). Dengan penegasan tersebut, Yesus sedang menunjuk
Diri-Nya sendiri sebagai penggenapan dari nubuatan Yesaya. Itu berarti
bahwa Person yang diurapi Tuhan dan yang disertai Roh Tuhan, seperti
yang dimaksudkan oleh Yesaya, ialah Yesus sendiri. Dialah yang
dimaksudkan yang akan memberitakan kabar baik kepada orang miskin,
pembebasan kepada tawanan, mencelikkan yang buta, membebaskan yang
tertindas, dan memberitakan tahun rahmat Tuhan.
Hal tersebut ditegaskan kembali oleh Yesus ketika menjawab
pertanyaan murid-murid Yohanes Pembaptis tentang jatidiri-Nya sebagai
Mesias. Yesus menjawab pertanyaan itu dengan menyebutkan tindakantindakan Mesianis-Nya, yaitu: “...orang buta melihat, orang lumpuh
berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati
dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik” (Luk 7:18-
22). Meskipun Yesus hanya menyebutkan karya-Nya, namun hal itu
sekaligus mengindikasikan jatidiri-Nya sebagai Mesias. Dalam hal ini nyata
kesatuan karya dan Person Mesias dalam Diri Yesus.
Selanjutnya, presensi Kerajaan Allah diperjelas oleh tanda-tanda
yang dinyatakan Yesus melalui pengajaran dan karya-karya-Nya. Secara
umum ada enam tanda yang menunjukkan presensi Kerajaan Allah, yaitu:
Pertama, pemberitaan kabar baik kepada orang miskin. Tanda ini
dinyatakan tiga kali oleh Yesus, yaitu: dalam khotbah di Nazaret (Luk
4:18), dalam jawaban-Nya atas keraguan Yohanes Pembaptis di penjara
(Mat 11:5; Luk 7:22), dan dalam ucapan bahagia (Mat 5:3; Luk 6:20). Kata miskin yang dimaksudkan yaitu pertama-tama menunjuk kepada orang
desa (am-haarezt). Mereka yaitu penduduk Israel yang kurang memahami
Hukum Taurat, karena tidak mendapatkan pengajaran semestinya dari
orang Farisi dan ahli Taurat. Mereka tidak diperhatikan dan dianggap
berperilaku tidak senonoh, sehingga dianggap berada di luar keselamatan.
Dengan demikian di dalam kemiskinan jasmani itu terkandung juga
kesusahan rohani yang terus menantikan datangnya keselamatan atas
dirinya.19
Kata miskin juga bisa diartikan sebagai orang yang mengalami
kesulitan jasmani, menanggung sengsara, teraniaya dalam masyarakat dan
mengeluh di bawah kejahatan sosial orang-orang yang egois. Tetapi mereka
juga yaitu orang yang rendah hati, lembut hati, senantiasa menantikan
keselamatan yang dijanjikan Allah kepada umat-Nya. Kepada merekalah
Injil Kerajaan Allah diberitakan sebagai penggenapan janji keselamatanNya.20 Pengertian tersebut juga berkaitan dengan pernyataan Yesus dalam
Matius 5:3, “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena
merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.” Dalam ayat itu, kata miskin
lebih bersifat rohani daripada jasmani. Frasa “merekalah yang empunya
Kerajaan Sorga” berarti Kerajaan Sorga menjadi milik mereka dalam arti
rohani. Sebagai contoh, Yesus mengajarkan perumpamaan tentang orang
Farisi dan pemungut cukai (Luk 18:9-14). Keduanya bersama-sama berdoa
di Bait Allah. Dalam doanya orang, Farisi sangat bangga dengan segala
kebaikan rohaninya. Sedangkan pemungut cukai dengan hancur hati
menyadari keberdosaannya. Tentang pemungut cukai itu Yesus berkata:
“orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan
orang lain itu tidak” (ay 4).21
Mengomentari ayat tersebut Charles L. Allen
menyatakan: “The first key to God’s Kingdom is another type of poverty...
the poverty which is a key to God’s Kingdom is realization that, though we
posses all things, without God all our things are nothing.”22 Itulah aspek utama yang diperhatikan Yesus, sehingga mereka perlu mendengarkan Injil
agar mereka mengalami keselamatan dari dosa.
Kedua, kehadiran Kerajaan Allah ditandai dengan Pengampunan
dosa. Yesus menegaskan kembali nubuat Yesaya tentang, “Pembebasan
bagi tawanan dan orang yang tertindas” (Luk 4:19). Pernyataan itu hanya
dapat dimengerti dalam hubungannya dengan pengampunan dosa, karena
terkait erat dengan tahun rahmat Tuhan atau tahun Yobel. Di tahun itu,
menurut tradisi Israel, seorang yang miskin dan telah menjadi budak harus
dibebaskan dari segala hutangnya dan dimerdekakan (bnd. Im 25:39, dst;
Yeh 46:17). Searah dengan nubuatan tersebut, Yesus memberikan
pengampunan dosa agar orang yang tertawan dan tertindas oleh dosanya
dilepaskan dan diampuni. Matthew Henry dalam komentarnya menyatakan:
“The Gospel is a proclamation of liberty, like that to Israel in Egypt and in
Babylon. It is a deliverence from the worst of thraldoms, which all those
shall have the benefit of that are willing to make Christ their Head.”23
Pembebasan yang utama ialah pembebasan dari dosa. Karena itu Yesus
memberitakan tentang pengampunan dosa dan melakukan pengampunan
dosa (Mrk 2:5). Tindakan tersebut merupakan proklamasi ke-Allahan-Nya
dimana Ia menunjukkan hak prerogatif Allah untuk mengampuni manusia
berdosa. Untuk itu Ia bergaul dengan orang-orang yang dianggap paling
berdosa seperti: pemungut cukai dan wanita pezinah, karena mereka juga
berhak masuk ke dalam Kerajaan Allah. Kepada para pemimpin agama
Yahudi, Yesus menegaskan, “pemungut-pemungut cukai dan perempuanperempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan
Allah” (Mat 21:31). Ayat itu menunjukkan sifat kekinian dari Kerajaan
Allah, karena orang-orang berdosa itu sedang menjadi warga Kerajaan
Allah. Itu berarti Yesus menyatakan bahwa Kerajaan Allah sudah hadir dan
dimulai di bumi.24
Ketiga, Yesus melakukan Mujizat. Matius 8:17; 11:5; Lukas 7:16
mendaftarkan tindakan kemesiasan Yesus sebagaimana dinubuatkan
Yesaya 35:5b; 29:18-19 dimana “orang buta melihat, orang lumpuh
berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar dan orang mati
dibangkitkan.” Esensi dari mujizat tersebut ialah penyataan Kerajaan Allah sebagai tindakan penyelamatan oleh Mesias. Jadi, dengan melakukan
mujizat, sebenarnya Yesus sedang menunjukkan kehadiran-Nya sebagai
Raja yang berkuasa.25
Keempat, Pengusiran setan. Secara eksplisit Yesus sendiri telah
menyatakan hubungan langsung antara pengusiran setan dengan kehadiran
Kerajaan Allah. Ia berkata, “Jika Aku mengusir setan dengan kuasa Roh
Allah, sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu” (Mat 12:28;
Luk 11:20). George Eldon Ladd menyatakan, “Tindakan pengusiran rohroh jahat membuktikan bahwa Kerajaan Allah sudah datang dan sedang
bekerja di antara umat manusia. Pengusiran roh jahat itu sendiri merupakan
pekerjaan Kerajaan Allah.”26 Jelaslah bahwa pengusiran setan oleh Yesus
membuktikan kekalahan kuasa setan atas kuasa Allah yang telah hadir di
dalam dan melalui Yesus. Dengan kata lain, terusirnya setan menyatakan
kehadiran Kerajaan Allah.
Kelima, Perumpamaan. Untuk mengajarkan tentang kerajaan Allah,
Yesus kerapkali menjelaskannya melalui sebuah perumpamaan, yaitu cerita
yang diambil dari kehidupan manusia sehari-hari dan dirancang untuk
menggambarkan kebenaran utama dari apa yang akan diberitakan.
Perumpamaan begitu penting, sehingga menguasai hampir sepertiga dari
pengajaran Yesus.27 Dalam Markus 4 dan Matius 13 terdapat kumpulan
perumpamaan tentang rahasia Kerajaan Allah. Melalui perumpamaanperumpamaan tersebut, Yesus menyatakan kehadiran Kerajaan Allah
sebagai revolusi Allah dalam sejarah. David Wenham dalam bukunya The
Parables of Jesus: Pictures of Revolution menjelaskan sebagai berikut:
...in proclaiming the kingdom of God, Jesus was announcing the
coming of God’s revolution and God’s new world, as promised in
the Old Testament. God was at last intervening, Jesus declared, to
establish his reign over everything, to bring salvation to his people
and renewal and reconciliation to the world. But fortunetely Jesus
did not announce his message in such general theological terms, he
announced it primarily through vivid, concrete parables.Jadi, melalui perumpamaan yang disampaikan, Yesus menegaskan
bahwa Kerajaan Allah telah dinyatakan dan hadir dalam sejarah manusia
masa kini. Keenam, Peristiwa di sekitar Yesus melebihi kehebatan
peristiwa dalam PL. Yesus menyatakan hal itu ketika berkata,
“sesungguhnya yang ada di sini lebih besar daripada Yunus” dan “lebih
daripada Salomo” (Mat 12:41-42). Peristiwa Yunus dan pertobatan orang
Niniwe merupakan peristiwa yang menakjubkan. Tetapi Yunus hanya
memberitakan tentang kebenaran Allah, sedangkan Yesus yaitu kebenaran
itu sendiri. Demikian juga dengan hikmat Salomo yang begitu tinggi,
sehingga mempesona setiap orang yang mendengarnya. Namun, Salomo
tidak dapat memberikan hikmatnya kepada siapapun, sedangkan Yesus
yaitu Hikmat itu sendiri dan memberikan kepada siapa saja yang datang
kepada-Nya serta menyelamatkannya. Karena itu Ia menegaskan,
“Sesungguhnya banyak nabi dan