alkitab digital. 5
orang benar ingin melihat apa yang kamu
lihat, tetapi tidak melihatnya dan ingin mendengar apa yang kamu dengar,
tetapi tidak mendengarnya” (Mat 13:17).29 Artinya, di dalam dan melalui
Yesus terjadi peristiwa-peristiwa yang melebihi peristiwa sebelumnya. Itu
disebabkan Yesus sendiri ialah Mesias yang oleh-Nya Allah melawat umatNya dengan kasih-Nya sebagaimana telah dijanjikan sebelumnya (Luk
7:16; Mat 11:2-6). Dengan kedatangan Yesus berarti masa eskatologis
sudah mulai diwujudkan pada masa kini.
Selain bukti-bukti kehadiran Kerajaan Allah pada masa kini tersebut
di atas, Kerajaan Kristus juga dapat dipahami dalam dua aspek pengertian,
yaitu: regnum potentiae dan regnum gratiae. Yang dimaksud dengan
regnum gratiae yaitu jabatan Kristus sebagai Raja Rohani atas umat-Nya
atau Gereja-Nya. Kerajaan ini bersifat rohani yang didasarkan pada karya
penebusan Kristus. Kerajaan rohani ini sudah ada pada masa sekarang
mapun masa yang akan datang.30 Sedangkan yang dimaksud dengan
regnum potentiae yaitu kekuasaan Kristus atas alam semesta yaitu
pemerintahan-Nya secara providensial dan yuridis atas segala sesuatu
dalam hubunganya dengan Gereja. Lebih lanjut Berkhof menjelaskan
bahwa, sebagai Raja alam semesta, Sang Pengantara memimpin dan
menentukan setiap pribadi individual, dari kelompok sosial, dan bangsa-
bangsa, untuk menentukan pertumbuhan, penyucian sedikit demi sedikit,
dan kesempurnaan akhir dari umat-Nya yang telah Ia tebus dengan darahNya... Kristus sekarang mengatur jalan hidup setiap individu dan bangsa
yang termasuk dalam Gereja yang telah disatukan oleh darah-Nya... 31
Jadi, dari aspek regnum potentiae, pemerintahan Kristus atas alam
semesta berkuasa mengatur segala bangsa untuk melindungi umat-Nya.
Dalam hal ini nampak hubungan tak terpisahkan antara umat-Nya dengan
bangsa-bangsa. Sebab itu Gereja tidaklah seharusnya berusaha memisahkan
diri dari bangsa-bangsa (multikultur), sebaliknya harus mengintensifkan
hubungan dengan bangsa-bangsa. Dalam hal ini Gereja menyatakan
keharmonisan sosial sebagai bagian dari rencana perwujudan Kerajaan
Allah dalam aspek kekinian. Gereja memiliki tanggung jawab sosial yang
menyatukannya dengan masyarakat. Gereja dan masyarakat tidak dapat
dipisahkan melainkan saling melengkapi.32 H. Henry Meeter menegaskan
bahwa sorga dibawa ke dalam material (dunia nyata). Dimensi rohani
menerangi dunia materi (sosial) supaya terjadi pemulihan. Tuhan
mendelegasikan orang percaya untuk membangun dan memelihara tatanan
sosial.33 Teokrasi presentis dalam aspek inilah yang menjadi dasar orang
percaya untuk berelasi sebaik-baiknya secara multietnis dan multireligi.
UNIVERSALITAS KARYA ROH KUDUS
Pemberitaan karya Allah diteruskan oleh Roh Kudus ke seluruh
dunia di segala abad. Roh Kudus yaitu utusan Kristus untuk
mengaplikasikan karya Kristus kepada semua manusia. Roh Kudus inilah
yang dijanjikan Kristus sebagai yang akan memberi kuasa untuk menjadi
saksi Kristus (Kis 1:8). Dinamika Roh Kudus yang memampukan para
murid Kristus untuk menjadi saksi-saksi Kristus sampai ke ujung bumi.
Dalam hal ini Roh Kudus menindak lanjuti penugasan Kristus untuk menjadikan sekalian bangsa murid-Nya (Mat 28:19-20). Dengan tugas ini
menunjukkan adanya aspek universalitas karya Roh Kudus itu. Pada
peristiwa Pentakosta, universalitas tersebut mulai memanifestasi dalam
bentuk bahasa-bahasa dari berbagai etnis (Partia, Media, Elam,
Mesopotamia, Yudea, Kapadokia, Pontus, Asia, Frigia, Pamfilia, Mesir,
Libia, Roma, Yahudi, Kreta, dan Arab; Kis 2:8-11). Jadi, Roh Kudus yang
mendinamisasi orang percaya untuk memberitakan Injil kepada segala
bangsa (panta ta ethne). H. Berkhof sebagaimana dikutip oleh Abineno
menyatakan sebagai berikut:
Roh Yesus Kristus–yaitu Roh yang mengandung kuasa yang
membebaskan dan yang membaharui–sedang bekerja di segala
tempat,di mana manusia dilepaskan dari keganasan alam, negara,
warna kulit, kasta, kelas, kelamin, kemiskinan, penyakit, kebodohan
dan lain-lain.34
Lebih lanjut Abineno menegaskan bahwa karya Roh Kudus tidak
hanya terbatas pada Gereja, melainkan mencakup seluruh dunia.35 Atas
dasar itu, orang yang telah ditebus oleh karya Kristus dan menerima Roh
Kudus dalam dirinya pastilah didorong untuk terus berkomunikasi dengan
orang lain yang beda etis dan agama menjadi saksi Kristus bagi mereka.
Selain itu, Roh Kudus juga memberi buah dalam hidup orang
percaya berupa: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan,
kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan dan penguasaan diri (Gal 5:23).
Buah Roh ini merupakan potensi pada diri orang percaya untuk
diaktualisasikan dalam relasinya dengan orang lain: baik teman seiman
maupun beda iman. Misalnya, istilah kasih yang diterjemahkan dari agape
berarti: love, concern, interest, sacred meal shared by the early church
(kasih, kepedulian, minat, makanan kudus yang dibagikan oleh Gereja
mula-mula).36 Makna yang jelas dari agape yaitu kasih dan kepedulian
yang mencakup kasih kepada semua orang. J. Lengkong menyimpulkan,
Kasih sebagai buah Roh tidak bersikap diskriminatif dan
memperlakukan orang-orang lain dengan keprihatinan yang mendalam... Rasa cemburu yang banyak merusak hubungan antar
pribadi, antar golongan dan antar umat beragama, akan dengan
sendirinya ditinggalkan.”
37
Hal ini juga menjadi dasar untuk melakukan kebaikan kepada yang beda
etnis dan religinya.
NATURALITAS GEREJA SEBAGAI TUBUH KRISTUS
Septuaginta menggunakan istilah Yunani ekkalew(ekkaleo) yang
artinya: memanggil keluar. Dari kata Yunani ini, Perjanjian Baru
menggunakan kata ekklesia (ekklesia) sebagai bentukan dari kata ek (ek)
dan kalew (kaleo) yang berarti: dipanggil keluar. Kata ini dimengerti dalam
hubungannya dengan karya Kristus yang telah menjadi Juruselamat
manusia berdosa. Sehingga secara esensial kata ekklesia dimengerti sebagai
“persekutuan orang yang telah dipanggil keluar dari dunia ini untuk
menjadi milik Allah.”38 Dengan demikian pengertian ekklesia juga
menunjukkan keterikatan dengan Allah di dalam dan melalui Kristus.
Sebab itu ekklesia juga dimengerti sebagai jemaat Allah dengan maksud
yang sama seperti qahal yahwe dalam Perjanjian Lama.
Pemahaman Yesus tentang jemaat Allah nampak dalam misi
pelayanan dan pengajaran-Nya yang berkesinambungan dengan
pemahaman Perjanjian Lama. Yesus memfokuskan pelayanan-Nya kepada
orang Yahudi yang disebut-Nya sebagai “domba-domba yang hilang dari
umat Israel” (Mat 15:24) yang secara esensial sama dengan umat Allah.
Namun kemudian Yesus memperluas pengertian domba yang hilang juga
dikenakan kepada murid-Nya yang tercerai-berai (Luk 12:32; Mrk 14:27;
bnd. Zak 13:7). Meskipun Yesus menujukan misi keselamatan-Nya kepada
orang Yahudi, namun Ia juga menyadari bahwa mereka akhirnya akan
menolak-Nya. Sebab itu terjadi transformasi pengertian umat Allah yang
tidak saja ditujukan kepada umat Israel melainkan juga kepada para muridNya dan semua orang yang percaya kepada-Nya (bnd. Mat 3:9; Luk 3:8).
Yesus menggunakan istilah ekklesia tidak dimaksudkan menunjuk kepada suatu organisasi, tetapi sekelompok orang yang dianggap-Nya sebagai
milik-Nya dan diwakili oleh para murid-Nya.39
Jadi, Gereja pada hakikatnya ialah umat Allah atau jemaat Allah
yaitu orang-orang yang telah dipanggil keluar dari dunia melalui karya
Kristus untuk mengalami persekutuan dengan Dia pada masa kini dan masa
yang akan datang. Gereja bersifat universal karena meliputi seluruh orang
percaya di muka bumi. Karena itu, Gereja juga dituntut agar kehadirannya
di dunia ini menjadi representasi Allah dengan turut memproklamasikan
keselamatan dari Allah melalui Yesus Kristus.
Dengan demikian tidak dapat dipisahkan antara Kristus dan Gereja.
Kristus yaitu Kepala Gereja dan Gereja yaitu umat-Nya. Dia memerintah
di dalam dan melalui Gereja-Nya. Gereja sebagai umat yang kudus yang
telah dipanggil ke luar dari dunia, namun diutus kembali ke dalam dunia.
Karenanya, Gereja berada di dalam konteks dunia. Sebagai bagian integral
dari konteks dunia, maka Gereja harus berkorelasi dengan konteks sosial
dan kultural di tengah masyarakat sekitarnya. Sebagai Kepala Gereja yang
memerintah kerajaan-Nya, Kristus juga tidak menginginkan Gereja-Nya ke
luar dari konteks sosial masyarakat. Donald B. Kraybill menegaskan,
Kitab-kitab Injil tidak memandang kerajaan itu sebagai sesuatu yang
terasing dari bagian masyarakat lainnya, baik secara geografis
maupun sosial. Yesus tidak menganjurkan kita menghindar atau
menarik diri dari kehidupan sosial. Ia juga tidak mengasumsikan
bahwa kerajaan dan dunia terpisah dalam wilayah-wilayah yang
terbagi tegas. Aksi kerajaan itu berlangsung di tengah-tengah
kehidupan sosial.40
Dengan demikian, natur alamiah Gereja membuatnya tidak bisa
tidak berinteraksi aktif dengan konteksnya. Interaksi tersebut mewujud
dalam karya-karya bersama dengan orang lain yang tidak seetnis atau
seagama. George V. Pixley menyebutkan lebih konkrit demikian,
Dalam pengertian abstrak dan umum kerajaan Allah dalam Alkitab
berarti satu masyarakat yang adil, makmur dan yang memandang
semua manusia sederajat. Dalam arti konkret, kerajaan Allah mendorong berbagai proyek historis dalam bermacam-macam
keadaan. Dalam dua momen permulaan kerajaan berarti
pembebasan, satu perjuangan melawan sistem-sistem penjejangan
sosial yang memeras kaum pekarya Israel.41
Di sinilah Gereja harus kreatif dalam melaksanakan panggilannya
untuk percaya dan melayani secara seimbang di tengah dunia. Gereja
dituntut tanggung jawab yang besar untuk melibatkan diri sepenuhnya
dalam kehidupan sosial yang sama nilainya dengan aspek rohani.42
Jadi,
Kristus yang telah memanggil Gereja-Nya ke luar dari dunia, namun
mengutusnya kembali ke dalam dunia, menghendaki agar Gereja-Nya
berinteraksi melalui karya nyata di tengah masyarakat. Hakikat naturalitas
Gereja inilah yang juga dapat menjadi dasar untuk berinteraksi dengan
multietnis dan multireligi.
MULTIKULTURALITAS KEKEKALAN
Karya penebusan Kristus yang diteruskan oleh dinamika karya Roh
Kudus telah melahirkan Gereja Perjanjian Baru yang bersifat multikultural.
Hingga perkembangannya saat ini Gereja terus menjadi semakin
multikultural, seperti disinyalir bahwa,
Dalam tahun-tahun belakangan ini maka persoalan budaya dan
pluralismenya sudah menjadi masalah yang sangat besar di seluruh
dunia (hal ini juga berhubungan dengan migrasi dan globalisasi).
Banyak Gereja sekarang memasuki situasi di mana Gereja memiliki
jemaat yang berasal dari budaya yang beragam dan karenanya
Gereja terdorong untuk menjadi lebih multi-culturaKondisi Multikulturalitas Gereja ini akan terus berlanjut hingga
kekekalan. Pada masa eskatologis, dimana Gereja-Nya telah mengalami
pengudusan sempurna, setelah kedatangan Kristus, Sang Kepala Gereja,
untuk kedua kalinya, maka Gereja-Nya juga memasuki masa kemuliaan di
hadapan tahta Bapa yang kekal. Di sanalah multikulturalitas Gereja
menyemarakkan suasana kemuliaan, sebagaimana digambarkan oleh
Yohanes dalam kitab Wahyu 7:9-10 sebagai berikut:
“Kemudian daripada itu aku melihat: sesungguhnya, suatu kumpulan
besar orang banyak yang tidak dapat terhitung banyaknya, dari
segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa, berdiri di hadapan
tahta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah putih dan
memegang daun-daun palem di tangan mereka. Dan dengan suara
nyaring mereka berseru: “Keselamatan bagi Allah kami yang duduk
di atas tahta dan bagi Anak Domba.”
Multikulturalitas kekekalan di hadapan Anak Domba (Kristus) ini
juga menjadi landasan Kristologis bagi orang percaya masa kini bahwa
Allah sangat memberi tempat bagi multikulturalitas umat-Nya. Ini menjadi
motivasi bagi Gereja masa kini untuk terus memberitakan kabar baik
kepada segala bangsa dan suku bangsa (multietnis).
PENUTUP
Diversitas humanitas mesti dipandang sebagai kreatifitas Allah yang
patut dihargai sebagaimana Allah menghargainya sebagai gambar dan
rupa-Nya sendiri. Diskriminasi humanitas justru bukti sikap antagonis
terhadap otoritas penciptanya. Radikalisme doktrin yang melulu
berorientasi pada kebenaran vertikal harus dibarengi dengan pemahaman
horisontalnya. Kebenaran sejati justru menjadi utuh ketika kedua aspek
tersebut diposisikan secara proporsional. Perbedaan bukan alasan untuk
saling melawan dan menghancurkan, karena kasih kepada Tuhan dan
sesama bukanlah kebenaran yang dapat dipisahkan sama sekali.
Allah sendiri telah berbuat baik kepada semua orang sesuai hakikat
Diri-Nya sendiri sebagai Pencipta segalanya. Allah juga menghendaki agar
manusia, yang telah diciptakan dalam gambar dan rupa-Nya, saling
melakukan perbuatan baik. Semua manusia memiliki tanggung jawab
bersama selama kehidupannya di dunia ini, sehingga dibutuhkan solidaritas dengan sesama. Melalui interaksi yang baik justru dimungkinkan adanya
point of contact bagi Injil, sehingga dapat terjadi transformasi kesadaran
terhadap hakikat kebenaran Injil yang meresap ke segala aspek hidup
manusia seperti garam mengasinkan dunia yang tawar (Mat 5:13). Teologi
Multikultural melandasi sikap Kristen untuk berelasi dengan semua orang
dalam segala bentuk perbedaannya tanpa kehilangan jati diri (keunikan)
kekristenannya.
Karunia Roh Kudus yaitu perlengkapan rohani yang Allah
anugerahkan kepada setiap orang percaya atau Gereja dengan tujuan untuk
digunakan bagi pekerjaan pelayanan dan pembangunan tubuh Kristus (bnd.
Ef 4:11,16; 1Kor 12:7). Karunia Roh Kudus sangat bermanfaat di dalam
melaksanakan amanat Agung Tuhan Yesus Kristus yang diberikan kepada
orang percaya dan Gereja. Keberhasilan Gereja di dalam mewujudkan
pelayanan kesaksian, persekutuan dan diakonia tidak dapat dipisahkan dari
pemanfaatan karunia-karunia roh yang dianugerahkan Allah kepadanya.
Gereja akan bertumbuh secara kualitatif dan kuantitatif apabila seluruh
potensi, karunia-karunia roh, yang ada pada setiap anggota digunakan
semaksimal mungkin. Karena itulah maksud dan tujuan Allah
memberikannya kepada jemaat. Tetapi sangat disayangkan, pada masa kini,
potensi yang besar yang Allah anugerahkan kepada jemaat yang seharusnya
menjadi berkat bagi sesama anggota jemaat dan perkembangan Gereja,
justru menimbulkan masalah.
Beberapa karunia Roh kudus tertentu menimbulkan kontroversi
bahkan membingungkan sebagian orang percaya ketika melihat
‘keekstriman’ tanggapan serta pemanfaatannya. Kenyataan ini dilatar
belakangi oleh penafsiran dan pengertian yang berbeda-beda dari beberapa
kelompok tertentu tentang hakikat karunia-karunia Roh dan signifikansinya
untuk Gereja Tuhan pada masa kini.1
Ada pandangan yang cenderung membeda-bedakan bahkan sangat
menekankan dan mengutamakan karunia-karunia Roh tertentu, khususnya
karunia-karunia Roh yang bersifat spektakular. Pandangan ini nampak
dalam Kelompok Neo-Pentakosta. Lebih ekstrim lagi, ada yang
menyatakan bahwa karunia-karunia Roh yang diberikan Allah kepada
orang percaya atau jemaat, hanya terbatas sembilan karunia Roh, yang dinyatakan dalam 1Korintus 12:8-10.
2 Menurut pandangan ini, karuniakarunia Roh tersebut hanya dimiliki oleh orang percaya ketika mereka
mengalami baptisan Roh, yang ditandai dengan karunia untuk berkata-kata
dengan bahasa roh. Pengalaman baptisan Roh yaitu merupakan
pengalaman yang berbeda dan tidak sama dengan pekerjaan Roh Kudus di
dalam proses kelahiran baru, yang menjadikan seseorang bertobat dan
percaya kepada Kristus, untuk menerima keselamatan.3
Pemahaman ini berakibat ‘fatal’ di dalam pneumatologi. Bilamana
penerimaan karunia Roh Kudus hanya terbatas pada mereka yang telah
mengalami baptisan Roh Kudus, dan pengalaman baptisan Roh Kudus
merupakan pengalaman yang berbeda dan terpisah dari pengalaman
kelahiran baru dan pertobatan, maka konsekuensi logis yaitu tidak semua
orang percaya mengalami Baptisan Roh Kudus, dan dengan demikian tidak
semua orang percaya memiliki karunia Roh Kudus.
Memperhatikan masalah tersebut, maka penulis terdorong untuk
meneliti apa itu hakikat karunia Roh menurut pengajaran rasul Paulus, yang
kemudian hal itu dipakai sebagai landasan teori menanggapi permasalahan
tersebut.
HAKIKAT KARUNIA-KARUNIA ROH
Paulus yaitu seorang Rasul yang paling banyak berbicara tentang
karunia-karunia Roh Kudus dibandingkan dengan Rasul yang lain. Oleh
karena itu untuk memahami tentang apa itu karunia Roh Kudus dan bagaimana peranannya di dalam diri orang percaya maka penulis ingin
meneliti bagaimana hal itu dikemukakan oleh Rasul Paulus di dalam suratsuratnya, secara khusus di surat Roma, 1Korintus dan Efesus.
Terminologi
Di dalam pengajaran rasul Paulus, ada beberapa istilah Yunani yang
dipergunakan oleh Rasul Paulus, yang mempunyai hubungan dengan
pengertian karunia-karunia Roh, yaitu: Pneumatikos, Charisma dan
Dorea.
4
Pneumatikos
Rasul Paulus, ketika membahas mengenai masalah karunia-karunia
Roh yang ada di dalam jemaat Korintus, mempergunakan istilah
Pneumatikos sebanyak dua kali dalam bentuk jamak: dalam 1Korintus 12:1
pneumatikon dan 1Korintus 14:1 pneumatika. Lembaga Alkitab Indonesia
(LAI) menterjemahkan istilah tersebut dengan kata karunia-karunia Roh.
Searah dengan hal itu, King James Version dan Interlinear Greek-English
New Testament menerjemahkannya dengan spiritual gifts, dengan catatan
samping ataupun dengan gifts dalam cetakan miring, untuk menyatakan
bahwa hal tersebut tidak dengan pasti diterjemahkan dari istilah tersebut.
Terjemahan yang demikian juga diikuti oleh The New International
Version.
5
Beberapa Teolog memberikan beberapa pendapat mengenai hal itu.
Ada yang berpendapat bahwa istilah pneumatikon sebenarnya dipergunakan
oleh Paulus khusus untuk berbicara mengenai “karunia untuk berkata-kata dengan bahasa roh.”6 Yang lain mengemukakan bahwa istilah ini
sebenarnya berbicara tentang manusia-manusia rohani bukan hal-hal
rohani.
7 Tetapi ada juga yang menyatakan bahwa istilah pneumatikon
mungkin berbicara tentang hal-hal rohani (karunia-karunia rohani) ataupun
juga manusia-manusia rohani, sebab tidak mudah untuk membedakan
antara hal-hal rohani dengan manusia-manusia rohani. manusia-manusia
rohani yaitu mereka yang memiliki karunia-karunia rohani, antara lain
karunia untuk berkata-kata dengan bahasa roh.8
Memang istilah pneumatikon, bilamana dilihat dari jenis kelaminnya,
dapat dinyatakan sebagai neuter (yang diartikan sebagai 'hal-hal rohani')
ataupun juga masculine (yang diartikan sebagai “orang-orang rohani”).9
Karena itu, sepintas lalu memang sulit untuk membedakan dan menyatakan
dengan pasti apa yang dimaksud dengan istilah tersebut. Untuk dapat
memecahkan masalah ini maka perlu diselidiki dan dipahami apa yang
dimaksud oleh Rasul Paulus ketika ia mempergunakan istilah tersebut
dalam konteks 1Korintus 12.
Dalam 1Korintus 12:1, ada satu istilah Yunani yang dipergunakan
oleh rasul Paulus, yaitu istilah de yang sering diterjemahkan now, but,
sekarang atau tetapi. LAI menterjemahkan dengan kata sekarang. Istilah ini
mempunyai pengertian dan menunjukkan bahwa pokok pembahasan dalam
1Korintus 12 yaitu berbeda dan tidak mempunyai hubungan dengan
pembahasan sebelumnya.10 Sehingga yang menjadi pokok pembahasannya
yaitu apa yang diuraikan dalam pasal tersebut. Dalam I Kor 12:4-11, yang
menjadi pokok pembahasan rasul Paulus yaitu mengenai karunia-karunia
Roh yang diberikan oleh Allah kepada jemaat Korintus. Sehingga
penekanan dalam pembahasan rasul Paulus yaitu mengenai karunia-
karunia tersebut dan bukan kepada manusia yang menerima karuniakarunia tersebut.
Hal ini lebih jelas nampak dalam istilah Yunani charismata yang
dipergunakan Paulus dalam ayat 4, yang menunjuk kepada pengertian
tersebut, yaitu rupa-rupa karunia (penguraian lebih luas dari istilah ini akan
dibahas dalam butir kedua). Sebagaimana yang dikatakan oleh Lenski : “In
v.4 they are called ‘charismata’ in the technical sense of this term, namely
special gifts of the Spirit that were portioned out to different individuals.”
11
Dalam ayat 28-29, memang dibicarakan juga mengenai mereka
yang menerima karunia-karunia.:” Dan Allah telah menetapkan beberapa
orang dalam Jemaat: Pertama sebagai rasul, kedua sebagai nabi, ketiga
sebagai pengajar. Selanjutnya mereka yang mendapat karunia... Adakah
mereka semua rasul, atau nabi atau pengajar? Adakah mereka semua
mendapat karunia... ” Tetapi penekanan yang sebenarnya bukan pada
mereka yang menerima karunia-karunia, tetapi pada sumber dari karuniakarunia Roh. Hal tersebut nampak dalam ayat 28a: “Dan Allah telah
menetapkan beberapa orang dalam Jemaat.”
Dengan demikian, yang menjadi penekanan pembahasan Paulus
dalam 1Korintus 12 yaitu pada karunia-karunia Roh yang telah diberikan
Allah kepada jemaat Korintus dan sekaligus menunjukkan kepada sumber
dari karunia-karunia tersebut. Tujuannya untuk menyadarkan jemaat
Korintus yang terlalu membanggakan karunia-karunia tertentu, yang
bersifat spektakular dan meremehkan yang non spektakular, bahwa semua
karunia tersebut tanpa terkecuali yaitu sama dalam kualitasnya karena dari
Allah yang satu yang menganugerahkannya kepada mereka, yang berbeda
yaitu pada manifestasinya dan fungsinya. Tentu saja dalam membicarakan
karunia-karunia tersebut, Paulus akan menyinggung mengenai mereka
(manusia-manusia rohani) yang memilikinya, dengan tujuan agar mereka
saling menghargai juga akan karunia Roh yang telah Allah anugerahkan
kepada mereka masing-masing. Sebab semuanya itu diberikan Allah untuk
kepentingan mereka bersama bagi pertumbuhan dan pengembangan jemaat
sebagai tubuh Kristus.
Hal itu berarti bahwa yang dimaksud dengan istilah pneumatikon
bukan khusus tertuju kepada manusia-manusia rohani ataupun khusus
mengenai “karunia untuk berkata-kata dengan bahasa roh” melainkan berbicara khusus mengenai seluruh karunia Roh yang beraneka ragam dan
multi fungsi yang telah diberikan oleh Allah kepada jemaat Korintus.12
Pengertian ini juga sama dengan pengertian dari istilah pneumatika
dalam 1Korintus 14:1.13 Tujuan rasul Paulus mempergunakan istilah
pneumatikon atau pneumatika bagi karunia-karunia Roh yang ada dalam
jemaat Korintus, nampak dalam penguraian selanjutnya ini.
Istilah pneumatikon atau pneumatika (bentuk tunggalnya
pneumatikos) berasal dari kata pneuma, yang mempunyai banyak
pengertian, antara lain roh. Dalam Perjanjian Baru khususnya dalam
pengajaran rasul Paulus, istilah pneuma sering dipergunakan untuk
menyatakan tentang Roh Kudus. Sedangkan arti pneumatikos yaitu
sesuatu yang berasal Roh Kudus dan menjadi milik Roh Kudus.14 Sehingga
istilah pneumatikon atau pneumatika menunjukkan bahwa karunia-karunia
yaitu berasal dari Roh dan menjadi milik Roh Kudus. Kemungkinan
dalam pengertian ini sehingga King James Version dan Alkitab bahasa
Inggris yang lain menterjemahkan istilah pneumatikon atau pneumatika
dengan spiritual gifts atau oleh LAI diterjemahkan karunia-karunia Roh.
Jadi hal ini merupakan suatu penafsiran.
Hal itu menunjukkan bahwa Paulus mempergunakan istilah
pneumatikon atau pneumatika untuk segala karunia yang ada di dalam
jemaat Korintus yaitu untuk menyatakan bahwa karunia-karunia tersebut
bersifat dan mempunyai tujuan rohani, bukan duniawi. Karena hal tersebut
bukan berasal dari diri manusia sendiri, melainkan dari Roh Kudus dan
digerakkan oleh Roh Kudus, suatu manifestasi dari Roh Kudus.15 Karuniakarunia Roh yaitu suatu kesanggupan khusus yang diberikan oleh Allah
kepada setiap orang percaya untuk melayani pekerjaan-Nya dan demi untuk
kemuliaan nama-Nya.16 Ia akan memampukan setiap orang percaya untuk
melayani secara efektif dalam ladang pelayanan yang Allah percayakan
kepada mereka masing-masing sehingga tujuan dan sasaran yang ingin
dicapai oleh Allah di dalam jemaat dan dunia terwujud dengan baik.Dalam Perjanjian Baru, selain 1Petrus 4:10, istilah Charisma yaitu
merupakan suatu istilah yang hanya dipergunakan oleh rasul Paulus.17
Searah dengan hal tersebut nampak dalam pernyataan Richard B. Gaffin,
bahwa “Paul is apparently the first to make it an important (theological)
term.”
18 Istilah charisma (bentuk jamak charismata) berarti suatu hadiah
atau pemberian cuma-cuma yang diberikan berdasarkan anugerah atau
kasih karunia Allah.19 Dengan demikian, charisma bukanlah suatu
pemberian yang diterima oleh seseorang berdasarkan jasa baik atau hasil
perbuatannya sendiri tetapi semata-mata berdasarkan belaskasihan Allah.20
Istilah ini berasal dari istilah charizomai, yang juga mempunyai hubungan
dengan istilah charis yang berarti “anugerah atau kasih karunia.”21
Dalam pengajaran rasul Paulus, kedua istilah charisma dan charis
sering dipergunakan dalam pengertian yang sama dan hampir tidak ada
perbedaan. Sehingga kedua istilah ini saling tumpang tindih dan kait
mengait. Misalnya dalam Efesus 4:7 istilah charis dipergunakan untuk
kasih karunia yang dianugerahkan kepada jemaat menurut ukuran
pemberian Kristus. Dalam ayat ini, istilah charis dipergunakan dalam
pengertian dari istilah charisma.
22 Sebaliknya, dalam Roma 5:15-21, istilah
charisma dipakai untuk kasih karunia Allah yang dinyatakan di dalam
Kristus bagi keselamatan manusia. Hal yang sama digunakan dalam Roma
6:23. Dalam ayat-ayat tersebut, istilah ini dipakai dalam pengertian dari istilah charis.23 Dalam Roma 11:29, istilah charisma dipakai dalam bentuk
jamak charismata, untuk kasih karunia Allah dalam memilih dan
menjadikan bangsa Israel sebagai umat kesayangan-Nya. Maksud Paulus
mempergunakan istilah charisma atau charismata dalam ayat-ayat tersebut,
yaitu untuk menyatakan tentang sifat dan hakekat keselamatan yang
diberikan Allah kepada manusia dan pemilihan-Nya bagi bangsa Israel
sebagai umat kesayangan-Nya. Yaitu, bahwa semua hal tersebut yaitu
semata-mata didasarkan atas kasih dan anugerah Allah, bukan karena
perbuatan dan kebaikan bangsa Israel.24
Selain dipergunakan dalam pengertian hal tersebut di atas, istilah
charisma ini dipergunakan secara khusus oleh Paulus untuk karuniakarunia Roh yang ada dalam jemaat, dalam kaitan dengan pelayanan jemaat
(bnd. Rm 12:6, 1Kor 1:7, 7:7, 12:4,9,28,30,31; 1Tim 4:14; 2Tim 1:6).
Istilah ini sering dipergunakan dalam bentuk jamak charismata atau
charismaton. Yaitu, dalam Roma 12:6 dipergunakan untuk semua karunia
yang ada dalam jemaat Roma, yang disebutkan dalam Roma 12:6-8. Dalam
1Korintus. 12:4, berkaitan dengan kesembilan karunia yang disebutkan
dalam 1Korintus 12:8-10.
Dalam 1Korintus 12:31, istilah ini dipergunakan untuk karuniakarunia yang paling utama; dan dalam 1Korintus 12:9,28,30, istilah ini
dipergunakan untuk karunia-karunia penyembuhan.
Dalam 1Korintus 7:7, hidup melajang seperti rasul Paulus, demi
untuk melayani Tuhan tanpa gangguan,25 dikategorikan sebagai salah satu
charisma dari karunia-karunia Roh di dalam jemaat.26 Demikian juga dalam
1Timontius 4:14, 2Timotius 1:6, jabatan Timotius sebagai pejabat Gereja
dalam menggembalakan dan memimpin jemaat Efesus yaitu suatu
charisma, sesuai dengan nubuatan dan penumpangan tangan para penatua.
Kenyataan tersebut di atas menunjukkan bahwa karunia-karunia
Roh yaitu berbagai macam ragam dan tidak hanya terbatas dalam jenis
karunia tertentu. Karunia atau charisma itu bukan hanya berkaitan dengan berbagai ragam karunia yang luar biasa atau karunia yang bersifat
spektakular, seperti: karunia penyembuhan, membuat mujizat, berbahasa
roh atau bernubuat tetapi juga berkaitan dengan segala karunia yang
bersifat natural yang bermanfaat bagi pembangunan jemaat.27 Walaupun
mungkin hal itu kelihatan tidak ada artinya dan tidak bernilai karena tidak
begitu menonjol, seperti yang dikatakan oleh Abraham Kuyper: “Every
means afforded by the King for the doing of His work is a charisma, a gifts
of grace.”
28 Sebab itu, karunia-karunia Roh Kudus tidak bisa dikotakkotakkan dan dibedakan secara kualitatif. Tidak boleh dibedakan antara
karunia yang kelihatan spektakular dan natural.29 Sebab konsepsi yang
demikian tak ada dalam istilah charisma. Rasul Paulus dalam
pengajarannya tentang segala macam karunia Roh Kudus tak pernah
membedakan atau mengistimewakan karunia tertentu. Hal ini nyata dalam
uraiannya di 1Korintus 12. Ia dengan tegas menasehati para pemilik karunia
yang bersifat spektakular untuk menghargai sesama orang percaya yang
memiliki karunia yang kelihatannya non spektakular karena hal itu juga
berasal dari Allah.
Dari semua uraian tersebut di atas menunjukkan bahwa istilah
charisma mempunyai banyak pengertian. Hal itu tidak hanya khusus
dipergunakan untuk karunia-karunia yang diberikan kepada jemaat dalam
kaitan dengan pelayanan jemaat melainkan juga dipergunakan untuk semua
charis Allah yang telah dinyatakan dalam karya keselamatan Kristus bagi
manusia melalui Roh Kudus.30 Sebab itu, sebagaimana yang telah
dikemukakan sebelumnya, bahwa charisma dan charis saling berhubungan
satu dengan yang lain. Hal ini memberikan suatu pengertian bahwa Paulus
mempergunakan istilah charisma untuk semua karunia Roh yang ada dalam
jemaat, yaitu untuk menyatakan bahwa semua karunia tersebut, yang
bersifat spektakular maupun natural yaitu semata-mata pemberian Allah
yang diberikan kepada jemaat atas dasar kasih dan anugerah-Nya. Hal itu
bukan karena usaha manusia ataupun sebagai pahala atas jasa baik manusia.
Karena semua karunia itu yaitu pemberian Allah di dalam kedaulatan-Nya
dan bersumber dari Allah maka semua karunia Roh Kudus, yang bersifat
spektakular maupun yang bersifat natural, yaitu sama nilainya dan
kualitasnya, tidak ada perbedaan. Yang berbeda yaitu fungsinya, cara
kerjanya dan penampakkannya di hadapan manusia, ada yang bersifat
spektakular dan menakjubkan ada yang kelihatan non-spektakular/natural.
Dorea
Selain kedua istilah yang telah diuraikan di atas, rasul Paulus juga
mempergunakan istilah dorea untuk karunia-karunia, ketika
membicarakannya di dalam jemaat (Ef 3:7, 4:7). Istilah ini berasal dari kata
doron, yang berarti suatu pemberian atau hadiah ataupun juga suatu
pemberian yang sah. Dan dalam Perjanjian Baru, istilah ini digunakan
khusus untuk pemberian dari Allah atau Kristus kepada manusia.31
Dalam Efesus 3:7, Paulus menyatakan bahwa jabatan dan tugasnya
sebagai pelayan Injil yaitu merupakan pemberian (dorean) kasih karunia
Allah. Hal itu dinyatakannya untuk menekankan bahwa jabatan dan
tugasnya tersebut bukan berasal dari manusia maupun dari keinginan
dirinya sendiri, melainkan semata-mata dari Allah yang didasarkan atas
anugerah-Nya. Alasan ini nampak dalam ayat 8-12 yang menyatakan
bahwa kepada Paulus, yang paling hina di antara segala orang kudus, telah
dianugerahkan kasih karunia tersebut, untuk memberitakan kepada orangorang bukan Yahudi kekayaan Kristus supaya oleh jemaat diberitahukan
pelbagai ragam hikmat Allah kepada pemerintah-pemerintah dan penguasapenguasa di sorga, sesuai dengan maksud abadi yang dilaksanakan-Nya
dalam Kristus Yesus. Selanjutnya, dalam 1Korintus 9:16, Paulus
menyatakan bahwa tugas dan jabatan tersebut harus dilaksanakan dengan
penuh tanggung jawab dan tanpa pamrih, apapun resiko yang akan
dihadapinya. Sebab itulah hakikat daripada karunia, yang telah Allah
percayakan kepada setiap hamba-Nya.32 Sehingga dalam 1Korintus 9:16
Paulus menyatakan bahwa “Celakalah aku jika aku tidak memberitakan
Injil.” Searah dengan hal itu juga dikatakan oleh Billy Graham: If I had the
gift of evangelism and failed to use it, it would be a sin for me.
33
Istilah yang sama dipergunakan Paulus dalam Efesus 4:7, ketika
dinyatakan bahwa setiap orang percaya telah dianugerahkan kasih karunia
menurut ukuran pemberian (doreas) Kristus. Maksudnya, bahwa setiap
orang percaya telah diberikan karunia-karunia Roh, menurut ukuran
pemberian (doreas) Kristus.
Dalam ayat 8-10 dinyatakan bahwa pemberian itu berkaitan dengan
karya keselamatan Kristus bagi manusia, yaitu melalui kematian,
kebangkitan dan kenaikan-Nya. Di mana Kristus, yang kepadaNya telah
diberikan segala kuasa di surga dan di bumi oleh Allah Bapa, memberikan
pemberian-pemberian (domata) kepada jemaat-Nya.34 Penggunaan istilah
dorea dalam Efesus 4:7 yaitu untuk menyatakan bahwa adanya segala
karunia Roh di dalam jemaat, dimungkinkan karena karya keselamatan
Kristus. Karunia-karunia Roh berasal dari Kristus dan Kristus sendirilah
yang menentukan pemberian karunia-karunia tersebut. Sehingga tepat apa
yang telah dikatakan oleh D. Martyn Lloyd Jones: “The Lord Jesus Christ is
the Head of Church … is the Giver and Dispenser of all the Gifts.”
35 Tujuan
pemberian karunia-karunia itu, dalam kaitan dengan karya keselamatan
Kristus bagi jemaat, yaitu untuk memperlengkapi jemaat bagi pekerjaan
pelayanan dan pembangunan jemaat, sebagai tubuh Kristus (Ef 4:11-16).
Semua hal ini menunjukkan bahwa penggunaan istilah dorea dalam
kaitan dengan karunia-karunia Roh, yaitu untuk menyatakan bahwa
karunia karunia Roh yaitu merupakan pemberian atau hadiah yang resmi
dari Allah Bapa dan Tuhan Yesus Kristus melalui Roh Kudus, kepada
setiap orang percaya. Itu dimungkinkan karena karya keselamatan Kristus
di atas kayu salib dan kemenangan-Nya yang terwujud dalam kebangkitan
dan kenaikkan-Nya ke surga. Karunia-karunia Roh ini dibagi-bagikan
menurut kehendak-Nya. Tujuan pemberian karunia-karunia tersebut yaitu
bagi pelayanan dan pembangunan jemaat, sebagai tubuh Kristus. Karena
itu, setiap orang percaya harus mempergunakan segala karunia yang ada
padanya dengan penuh tanggung jawab, apapun konsekuensinya.
Dari pembahasan ketiga istilah tersebut di atas dapat ditarik
kesimpulan: 1) Menurut Paulus karunia Roh yaitu suatu perlengkapan
atau kesanggupan khusus, yang diberikan Roh Kudus kepada setiap orang
percaya ketika percaya kepada Kristus; 2) Pemberian karunia-karunia
tersebut yaitu menurut kasih karunia Allah yang didasarkan atas karya
keselamatan Kristus. Itu bukan hasil karya dan usaha manusia atau sebagai
suatu pahala atas jasa baik manusia. Itu diberi kepada setiap orang secara
khusus, seperti yang dikendaki-Nya; 3) Tujuan pemberian karunia-karunia
Roh yaitu agar setiap orang percaya dimampukan untuk berfungsi secara
efektif dalam segala kegiatan pelayanan dan pembangunan jemaat, sebagai
tubuh Kristus. Dengan sasaran akhir agar setiap orang percaya mencapai
kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah,
kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan
kepenuhan Kristus. Dengan perkataan lain yaitu agar setiap orang percaya
berkarakter dan berintegritas serta menampakkan diri sebagai anak Allah
yang serupa dan segambar Kristus; 4) Karena itu, semua orang percaya
tanpa terkecuali mempunyai tanggung jawab untuk mempergunakan
karunianya bagi kepentingan jemaat dan untuk kemuliaan Allah.
Karunia Roh dan Talenta atau Bakat
Pada dasarnya karunia Roh tidak sama dengan talenta atau bakat.
Hal ini nampak dalam pengertian talenta atau bakat itu sendiri. Menurut
Webster’s New Collegiate Dictionary bahwa talenta yaitu suatu
kesanggupan atau kecakapan yang khusus dan luar biasa yang dimiliki oleh
seseorang secara alami dan telah diwarisi sejak lahir.36 Talenta ini nyata
pada setiap orang dan mulai nampak pada masa kanak-kanak dan
berkembang terus dalam sepanjang kehidupan orang tersebut. Misalnya
kesanggupan untuk memainkan salah satu atau bermacam-macam alat
musik dengan begitu baik dan melebihi standart kemampuan orang lain.
Pengertian ini menunjukkan adanya perbedaan antara karunia dan talenta.
Talenta atau bakat yaitu bersifat alami sedangkan karunia bersifat rohani. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa karunia Roh Kudus yaitu
suatu kesanggupan rohani, yang didasarkan pada kekuatan kuasa Allah atau
sebagai suatu manifestasi dari Roh Kudus dan bukan pada diri dan kekuatan
manusia secara alami. Oleh karena itu, karunia Roh Kudus mempunyai
tujuan rohani, yaitu untuk kepentingan pelayanan dan pembangunan jemaat
sebagai tubuh Kristus. Karunia diberikan dan dipergunakan untuk
kemuliaan Tuhan.
Sebagaimana karunia-karunia Roh Kudus, talenta juga yaitu
pemberian Allah kepada manusia, di dalam anugerah-Nya yang umum.
Karena itu talenta dimiliki oleh manusia tanpa harus percaya kepada-Nya.37
Sebaliknya, karunia Roh Kudus diberikan berdasarkan kasih karunia-Nya
kepada setiap orang ketika mereka percaya kepada-Nya.
Sebab itu talenta dipergunakan hanya berkaitan dengan kepentingan
kehidupan manusia secara umum tanpa ada hubungan dengan ketaatan
kepada Allah dan demi kemuliaan-Nya. Sebagaimana yang dikatakan oleh
Ray C. Stedman : “…Talents .. are gifts on a physical or social level only,
given to benefit mankind in its ‘natural’ life. Spiritual gifts, on the other
hand, are given for benefit in the realm of the spirit, the realm of
individual’s relationship to God.”
38
Pemakaian istilah charisma yang saat ini sering dipergunakan untuk
beberapa tokoh masyarakat, misalnya: Bung Karno ataupun Anwar Sadat,
sebenarnya tidak sama pengertiannya dengan charisma atau karunia Roh
yang dipergunakan oleh rasul Paulus. Pada dasarnya pengertian charisma
untuk tokoh masyarakat yaitu talenta atau bakat atau kemampuan manusia
secara alamiah bukan charisma dalam pengertian karunia Roh kudus.
Sebab pemakaian istilah charisma, sebagaimana telah diuraikan
sebelumnya,39
selain dalam 1Petrus 4:10 dan sekali dalam surat Philo, hal
itu dipergunakan hanya oleh rasul Paulus untuk segala macam karunia
Allah yang diberikan dan dikaruniakan-Nya kepada jemaat-Nya, sebagai
tubuh Kristus.
Pada abad ke 19 istilah charisma, dalam pengertian bakat atau
talenta, mulai dipergunakan dan dipopulerkan oleh seorang sarjana
sosiologi terkenal dari Jerman yang bernama Max Weber, bagi setiap pemimpin masyarakat yang berbakat dan menonjol keistimewaan bakatnya
dibandingkan dengan setiap anggota masyarakat pada umumnya.40
Tidak dapat dipungkiri bahwa pada satu segi talenta atau bakat
berbeda dengan karunia Roh Kudus, tetapi di lain segi pada tingkat dan
peristiwa tertentu keduanya memiliki hubungan satu dengan yang lain.
Setiap talenta dari setiap orang dapat diubah oleh Allah menjadi karunia,
ketika orang tersebut percaya kepada-Nya. Misalnya, kemampuan mengajar
Paulus yang di dapat dari hasil pendidikannya melalui guru besar Gameliel
mempunyai hubungan erat dengan karunia mengajar dalam pelayanannya
kemudian hari. Demikian juga semua pengalaman hidup Paulus selama di
kota Tarsus yang mempunyai penduduk yang multi nasional dan
kebudayaan hellenistis, mempunyai hubungan erat dengan karunia rasuli
yang ia terima kemudian.41 Sehingga ada banyak pendapat, antara lain
seperti yang dikemukakan oleh Peter Wagner, bahwa setiap karunia Roh
Kudus yang diberikan Allah kepada orang percaya hampir senantiasa
searah dengan talenta yang dimilikinya.42 Walaupun demikian hal itu tidak
senantiasa harus terjadi dan berlangsung seperti itu. D. Scheunemann
menyatakan sebagai berikut:
Salah satu hal yang mengherankan dalam kegerakan kebangunan
rohani di Timor orang-orang buta huruf yang melalui perlengkapan
dari Roh Kudus menjadi pemberita Firman Tuhan yang penuh kuasa,
yang meletakkan tangan mereka atas orang sakit dan dalam nama
Yesus menyembuhkan mereka, yang dengan nama Yesus juga
melepaskan orang dari ikatan okultisme; dan mengusir roh-roh jahat,
serta memimpin orang-orang percaya masuk dalam kemerdekaan
anak-anak Tuhan. Petani-petani yang sederhana itu menghafal ayatayat Alkitab yang sering mereka terima secara langsung dari Tuhan.
Kemudian mereka memberitakan Injil melalui ayat-ayat itu ….43
Dengan demikian, karunia-karunia yang diberikan kepada orang
percaya sewaktu-waktu searah dengan talenta yang dimiliki, tetapi sewaktuwaktu tidak. Ia bisa diberikan Allah kepada mereka yang sama sekali tidak
bertalenta sebagaimana kesaksian tersebut diatas.Satu hal yang perlu disadari bahwa menerima karunia Roh Kudus
dari Tuhan, tidak berarti menghilangkan tanggung jawab untuk
memperlengkapi diri dengan pengetahuan umum maupun pengetahuan
tentang kebenaran Firman Tuhan. Sebab Tuhan tidak pernah bermaksud
agar orang percaya hidup seperti robot tanpa bertanggung jawab
mengembangkan potensi yang sudah ia miliki. Oleh karena itu, menerima
karunia-karunia seperti mengajar, memberitakan Injil ataupun
menggembalakan jemaat, tidak berarti menghilangkan kemungkinan untuk
belajar atau dipersiapkan dalam pendidikan teologi. Rasul-rasul di
Yerusalem yang merupakan dasar berdirinya Gereja mula-mula yang penuh
dengan segala hikmat dan pengetahuan, masih membutuhkan pengertian
dari rasul Paulus tentang tidak perlunya jemaat yang non Yahudi untuk
disunat dan melaksanakan berbagai peraturan hukum Torat (bnd. Kis 15:1-
21; Gal 2:1-9).
Sebaliknya, rasul Paulus belajar dari rasul-rasul di Yerusalem
tentang pentingnya pelayanan kepada orang-orang miskin (bnd. Gal 2:10).
Jemaat di Korintus yang tidak kekurangan satu karunia Roh, masih perlu
dibimbing oleh Paulus untuk hidup menurut kebenaran Firman Tuhan (bnd.
1Kor). Demikian juga Apolos, seorang yang fasih berbicara dan sangat
mahir dalam soal-soal Kitab Suci masih membutuhkan bimbingan dan
pengetahuan dari Priskila dan Akwila (bnd. Kis 18:24-26).44
Dengan demikian, menerima karunia Roh Kudus dari Tuhan tidak
berarti telah menjadi sempurna dalam segala hal, khususnya dalam kaitan
dengan karunia itu sendiri.
Karunia Roh dan Panggilan Tuhan
Dalam Efesus 2:10, rasul Paulus menyatakan bahwa setiap orang
percaya yang diciptakan di dalam Kristus, mempunyai suatu tujuan yaitu
untuk melakukan pekerjaan baik yang dipersiapkan oleh Allah sebelumnya.
Berarti setiap orang percaya dipanggil oleh Allah tidak hanya untuk
menerima keselamatan dan hidup dalam persekutuan dengan-Nya. Percaya
dan masuk dalam persekutuan dengan Allah berarti ikut serta terlibat aktif
dalam karya penyelamatan Allah atau Missio Dei bagi dunia ini. Jadi setiap
orang percaya harus berfungsi dan berperan aktif di dalam segala kegiatan pelayanan jemaat. Untuk dapat melaksanakan fungsi tersebut, setiap orang
percaya diberikan atau diperlengkapi dengan karunia-karunia Roh Kudus
minimal satu karunia, sesuai dengan kehendak Tuhan (bnd. Rm 12:3-6;
1Kor 12:7,11; Ef 4:7,16).
Searah dengan hal ini, Peter Wagner menyatakan bahwa “Allah
tidak memberi karunia-karunia lalu tidak ‘memanggil’ si penerima untuk
menggunakannya; demikian juga Ia tidak memanggil orang untuk
melakukan sesuatu tanpa memperlengkapi orang itu dengan karunia atau
karunia-karunia yang perlu untuk melakukan tugas itu.”45
Karunia-karunia tersebut diberikan bukan untuk dipergunakan bagi
kepentingan diri sendiri. Karunia-karunia Roh Kudus tidak direncanakan
untuk orang-orang yang suka bekerja sendirian.
46 Demikian juga, karuniakarunia itu diberikan bukan supaya terjadi persaingan dan pertentangan
rohani di antara setiap orang percaya (bnd. 1Kor 1:12; 12:14-21). Ia tidak
diberikan untuk mengagungkan karunia tertentu di atas karunia-karunia
yang lain. Allah tidak pernah merancangkan karunia tertentu menjadi suatu
kebesaran rohaniah di beberapa kelompok tertentu dan menjadikan mereka
tingkatan kelas yang berbeda, kelas elite rohani, kemudian meremehkan
kelompok lain dalam jemaat seperti yang terjadi di dalam jemaat Korintus.
Karunia Roh Kudus diberikan Allah untuk dipergunakan bagi kepentingan
jemaat bersama dan untuk kemuliaan Allah. Setiap orang percaya
mempunyai tanggung jawab atas panggilan pelayanan yang telah diberikan
oleh Kristus kepada jemaat. Setiap orang percaya yaitu pelayan-pelayan
Allah, tidak ada yang bukan pelayan Tuhan, karena semuanya telah
dipanggil dan mendapat bagian di dalam diakonat Kristus.47 Mereka
dipanggil untuk bertumbuh bersama, melayani sesama dan saling berbagi
kasih diantara sesama karena mereka yaitu umat Allah, anggota keluarga
Allah dan warga Kerajaan Allah, yang dipanggil untuk menjadi terang bagi
sesama.
Selanjutnya, menurut rasul Paulus bahwa setiap orang percaya
mempunyai panggilan dan karunianya yang berbeda-beda. Tiap-tiap orang
mendapat suatu tugas pelayanan tersebut. Karena itu juga maka masing-
masing orang percaya mempunyai tanggung jawab yang berbeda-beda
(bnd. Rm 12:3-8; 1Kor 7:7, 12:29-30). Karena tanggung jawab berbedabeda, maka tidaklah benar bilamana ada orang percaya yang melepaskan
tanggung jawabnya dalam pelayanan ataupun mewakilkan pelayanannya
serta karunia-karunia yang ada pada mereka kepada saudaranya seiman
yang lain.48 Hal itu yaitu mustahil.
Demikian juga, tidaklah benar berdalih bahwa mereka hanya
memiliki karunia tertentu dan berkosentrasi pada pelayanan tertentu
sehingga tidak mau melakukan tugas dan tanggung jawab lainnya, yang
dipercayakan kepadanya. Kepercayaan tersebut harus dihargai dan
diwujudkan dengan keyakinan akan pertolongan Tuhan dan kemungkinan
pemberian perlengkapan tambahan dari Allah sesuai dengan kebutuhannya.
Walaupun demikian, setiap orang percaya tidak dapat dipaksakan
untuk melakukan tugas dan tanggung jawab dari saudaranya seiman atau
setiap orang percaya tidak harus memaksakan dirinya untuk melakukan
tugas dan tanggung jawab yang bukan menjadi panggilannya.49 Hal itu
tidak akan terlaksanakan secara efektif bahkan mungkin dapat mengganggu
kelancaran jalannya pelayanan dan perkembangan jemaat.
Dalam membicarakan tentang karunia-karunia Roh dalam jemaat
Korintus, Paulus memakai metapora tubuh manusia. Dalam tubuh yang
normal, setiap anggota berfungsi sesuai dengan fungsinya yang telah
ditentukan Allah. Kaki berfungsi untuk menopang tubuh dan berjalan; mata
untuk melihat; mulut untuk mencicipi dan memakan makanan; telinga
untuk mendengar dan tangan untuk melakukan atau mengambil sesuatu.
Semuanya berjalan secara proposional supaya tubuh dapat bertumbuh sehat.
Tidak mungkin fungsi mata didelegasikan kepada kaki atau sebaliknya.
Demikian juga tidak mungkin tangan berfungsi untuk mendengar
menggantikan telinga. Hal ini mustahil karena akan mengacaukan fungsi
anggota tubuh sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Allah. Demikian
juga dengan karunia Roh Kudus.
Tidak dapat disangkal bahwa setiap orang percaya, seperti yang
telah disebutkan sebelumnya, bahwa dalam hal-hal yang khusus dimana ia
sangat dibutuhkan untuk suatu bidang pelayanan yang bukan merupakan
panggilannya, di mana ia tidak memiliki karunia dalam bidang tersebut, maka Tuhan akan memberikan kemampuan atau karunia baginya untuk
melaksanakan pelayanan tersebut. Sebab itu, bilamana seseorang
ditugaskan untuk melakukan suatu tugas yang tidak sesuai dengan
karunianya dan ia tidak mampu menolaknya, ia perlu berdoa kepada Tuhan
agar ia diberikan kemampuan dan karunia untuk bisa dapat melakukan
tugas tersebut. Dengan demikian, ia bisa berfungsi seperti yang diharapkan
oleh lembaga yang menugaskannya dan nama Tuhan dipermuliakan dalam
tugas dan tanggung jawab tersebut.
Berbagai Macam dan Fungsi Karunia Roh
Sebagai tubuh Kristus, jemaat yaitu persekutuan orang-orang
percaya, yang telah dipanggil dan dibenarkan Allah untuk menjadi milikNya. Tujuan panggilan dan pembenaran Allah tersebut yaitu untuk
kemuliaan Allah. Oleh karena itu, seluruh kehidupan dan aktifitas jemaat di
tengah-tengah dunia ini harus senantiasa dihubungkan dengan kemuliaan
bagi Allah. Yaitu, dengan mengembangkan persekutuan jemaat dengan
Allah dan sekaligus mengembangkan pelayanan jemaat bagi kemuliaan
Allah. Kedua hal tersebut tidak dapat dipisah-pisahkan, karena saling
berhubungan satu dengan yang lain. Jemaat tidak dapat memuliakan Allah
di dalam pelayanannya kalau jemaat tidak hidup dalam persekutuan
dengan Allah. Demikian juga sebaliknya, jemaat tidak mungkin
menyatakan diri memiliki persekutuan dengan Allah tetapi tidak
melayani.50 Dengan kata lain, jemaat dalam kehidupannya harus bertumbuh
dalam dua segi, yaitu segi kualitatif dan segi kuantitatif. Ia harus
bertumbuh secara rohani dan bertumbuh secara jumlah.
Untuk mewujudkan kedua pertumbuhan jemaat tersebut, jemaat
tidak sanggup untuk melaksanakannya dengan kemampuannya sendiri.
Karena itu, Allah memberikan karunia-karunia Roh kepada setiap anggota
jemaat, sesuai dengan kehendakNya. Karena pelayanan rohani yaitu
pelayanan Allah. Demikian juga “pertumbuhan jemaat yaitu karya
Allah”51 dan bukan karya manusia.
Ada empat daftar mengenai karunia-karunia Roh yang dikemukakan
oleh rasul Paulus dalam surat-suratnya, yaitu dalam Roma 12:6-8;
1Korintus 12:8-10; 28-30 dan Efesus 4:11. Bilamana diperhatikan akan isi
daftar-daftar karunia-karunia Roh tersebut, ternyata tidak ada daftar yang
menguraikan secara lengkap jumlah keseluruhan karunia Roh.
Hal tersebut di atas menunjukkan bahwa rasul Paulus, ketika
membicarakan karunia-karunia Roh yang ada dalam jemaat, tidak pernah
memberikan suatu kepastian mengenai jumlah seluruh karunia Roh yang
telah diberikan Allah kepada jemaat.52 Ia juga tidak menginformasikan
mengenai jenis-jenis karunia-karunia Roh Kudus secara sistematis. Rasul
Paulus sangat menekankan keanekaragaman dari karunia-karunia Roh
Kudus dalam Gereja sebagai tubuh Kristus (bnd. Rm 12:6; 1Kor 12:4).
Keanekaragaman karunia tersebut bertujuan akan pentingnya
keharmonisasi karunia-karunia tesebut dalam jemaat sebagai tubuh
Kristus.53 Sebab itu, jumlah keseluruhan karunia Roh yang telah disebut
oleh rasul Paulus dalam Roma 12:6-8; 1Korintus 12:8-10, 28-30; Efesus
4:11 bersama karunia melajang yang disebut dalam 1Korintus 7:7,
bukanlah merupakan suatu jumlah keseluruhan dari karunia-karunia Roh
yang telah diberikan Allah kepada jemaat-jemaat-Nya.
In the Scriptures of the New Covenant we find different lists of the
‘gifts’ bestowed upon His church by the risen and glorified Lord. It
has often been pointed out that no two of these lists are exactly alike.
There is deep suggestiveness and great beauty in this fact. We are all
strangely prone to mechanism, and are too fond of tabulating and
stating systematically even the things of God. There would have been
some sort of satisfaction in having an exhaustive list of His gifts. Yet
how sad would it have been, for inevitably we should have spent
much time in seeking to place each other by our gifts, or pitying such
as seemed to possess none. The gifts were never tabulated
exhaustively because they cannot be exhausted; and while today
some of the earliest are not found, many new and precious ones are
ours.
Oleh karena itu, karunia-karunia Roh tidak hanya terbatas pada
segala karunia Roh yang telah disebutkan oleh Paulus, baik yang bersifat
spektakular maupun bersifat natural, tetapi juga mencakupi segala talenta
atau bakat dan kecakapan orang percaya yang telah dan yang akan
dipergunakan serta diubah oleh Allah sebagai karunia Roh. Sehingga segala
karunia Roh yang telah Paulus sebutkan hanya merupakan contoh-contoh
dari segala karunia Roh yang telah dan yang akan diberikan oleh Allah
kepada jemaat. Yang menarik dalam daftar karunia-karunia Roh Kudus
yang Paulus sebut, urutan dan isinya sangat berbeda dan bervariasi. Hal ini
menunjukkan bahwa Rasul Paulus ingin menegaskan bahwa Roh Kudus
ketika menganugerahkan karunia-karunia tersebut kepada setiap jemaat
atau anggota jemaat, Ia bertindak dengan cara yang bebas dan
beranekaragam sesuai dengan kedaulatan dan kehendak-Nya sendiri bukan
kehendak manusia.55
TINJAUAN TEOLOGIS TERHADAP PANDANGAN NEO
PENTAKOSTA TENTANG KARUNIA SPEKTAKULAR
Dalam bagian ini penulis akan membahas tentang siapa itu NeoPentakosta dilihat dari latarbelakang sejarahnya dan bagaimana pandangan
Neo Pentakosta tentang karunia-karunia, secara khusus karunia Spektakular
yang dihubungkan dengan Baptisan Roh Kudus sebagai syarat mutlak
untuk menerima karunia Roh. Kemudian penulis akan meninjaunya secara
teologis pandangan tersebut.
Sejarah Singkat Neo-Pentakosta
Neo Pentakosta atau Pentakosta Baru atau yang dikenal sebagai
Gerakan Kharismatik, yaitu gerakan orang Kristen yang mengutamakan
Baptisan Roh Kudus dan karunia-karunia spektakular, secara khusus
karunia berbahasa roh. Penganut-penganutnya, pada mulanya terdapat di
hampir semua Gereja tradisional,56 kemudian membentuk kelompok
tersendiri. Gerakan ini muncul sekitar tahun 1960 dimulai pertama kali di
Gereja-gereja Amerika, karena pada saat itu orang-orang mendambakan
kehidupan rohani lebih intim dalam hal perasaan kepada Allah.57 Pendeta
Dennis Bennett, dari Gereja Episkopal St. Markus, disebut-sebut sebagai
tokoh munculnya Gerakan Neo Pentakosta atau Kharismatik. Lewat
kesaksiannya tentang pengalaman menerima kuasa dan Baptisan Roh,
termasuk karunia berbahasa roh, menggoncangkan jemaat tersebut serta
mempengaruhi beberapa jemaat Episkopal. Pengaruh ini mulai di kota Los
Angeles, California kemudian di kota Seattle, negara bagian Washington.
Terobosan awal mulai dari Gereja Episkopal mulai meluas pengaruhnya ke
Gereja Protestan arus utama lainnya, yaitu Metodis, Lutheran, Presbyterian
dan Mennonit.58
Gerakan ini merupakan perkembangan dari Gerakan Pentakosta
sehingga garis besar ajarannya sama dengan ajaran Pentakosta.59 Yang
membedakan antara Neo-Pentakosta dengan Gerakan Pentakosta yaitu
Gerakan Pentakosta cendrung membentuk denominasi tersendiri sedangkan
Neo-Pentakosta atau Kharismatik tersebar di banyak denominasi Gereja
termasuk Katolik. Untuk membedakan dari Gerakan ini dari Gerakan
Pentakosta yang lama, maka ia biasanya disebut Gerakan Pentakosta
Baru.60 Selanjutnya, menurut Abineno bahwa timbulnya Gerakan
Pentakosta Baru atau Gerakan Kharismatik disebabkan oleh berbagai hal,
baik karena keadaan di masyarakat, juga masalah di Gereja dan
theologianya. Oleh keadaan letih menghadapi hal tersebut terciptalah
kemungkinan dan ruang untuk timbulnya rupa-rupa hal dalam Gereja. Salah
satunya yaitu Gerakan Kharismatik.61 Gerakan ini merupakan suatu
gerakan yang penuh dinamika, dan merupakan suatu kekuatan baru dalam
sejarah kehidupan Gereja sejak tahun 1960.
Tujuan utama dari Neo-Pentakosta atau Gerakan Kharismatik
yaitu untuk menghidupkan kembali semangat Perjanjian baru jemaat
Kristen yang mula-mula, sebagaimana yang diberitakan dalam Kisah Para
Rasul.62 Mereka ingin memberikan kepada orang percaya suatu
penghayatan baru dari peristiwa Pentakosta. Penghayatan iman yang
intensif disertai dengan rupa-rupa karunia spektakular, terutama berbahasa
Roh. Hal ini sering dihubungkan dengan apa yang dikenal sebagai Baptisan
Roh Kudus.63
Pandangan Neo-Pentakosta
Karunia Roh Dan Baptisan Roh Kudus
Menurut pengajaran Neo-Pentakosta/Kharismatik, pengalaman
baptisan Roh yaitu merupakan suatu pengalaman yang berbeda dan tidak
sama dengan pekerjaan Roh Kudus di dalam proses kelahiran baru, yang
menjadikan seseorang bertobat dan percaya kepada Kristus untuk menerima
keselamatan.64
Pandangan ini misalnya nampak dalam penguraian dari salah
seorang pemimpin dari gerakan ini, L. Christenson, Pendeta dari Gereja
Trinity Lutheran di California. Dalam bukunya Speaking in Tongues ia
menyatakan sebagai berikut: “Beyond conversion, beyond the assurance of
salvation, beyond having the Holy Spirit, there is a baptism with the Holy
Spirit.”
65
Hal yang sama dikemukakan oleh Don Basham, dalam bukunya A
Handbook on Holy Spirit Baptism ketika menjawab pertanyaan tentang
apakah penting baptisan Roh Kudus bagi keselamatan, ia menjawab sebagai
berikut:
No, baptism in the Holy Spirit is not essential for salvation.
Salvation, or conversion, or the acceptance of Christ as Lord and
Savior is a separate, prior experience. Millions of Christians who
love and serve Jesus Christ as Savior have not received the baptism
in the Holy Spirit. The New Testament makes it plain that baptism in
the Holy Spirit is a second work of grace which follows conversion.
66
Oleh karena itu, bagi gerakan Kharismatik, pengalaman baptisan
Roh Kudus yaitu merupakan suatu pengalaman yang kedua atau the
second blessing bagi setiap orang percaya. Sehingga tidak semua orang
percaya mengalami akan hal tersebut, melainkan hanya kepada mereka
yang sungguh-sungguh mau mencari dan mengharapkannya dengan iman.67
Dengan kata lain, hanya mereka yang mempunyai taraf iman yang lebih
‘sempurna’ yang akan menerima dan mengalami Baptisan Roh.
Neo-Pentakosta membedakan antara karya permulaan Roh Kudus,
dalam proses kelahiran baru dengan karya Roh Kudus yang dianggap
‘sempurna’ dalam Baptisan Roh kudus, yaitu karena dalam Baptisan Roh
Kudus nyata sekali pengalaman orang percaya mengalami kekayaan rohani
dan kuasa Allah. Dalam Baptisan Roh kudus, orang percaya mengalami
kuasa dan kelimpahan karunia-karunia Roh Kudus, dan manifestasi pertama
dari kenyataan itu yaitu menerima karunia berbahasa Roh. Dengan
demikian, syarat utama bagi setiap orang percaya untuk menerima karuniakarunia Roh Kudus yaitu harus mengalami Baptisan Roh Kudus.
Dasar pandangan gerakan Kharismatik mengenai hal tersebut yaitu
pengalaman orang-orang percaya yang disaksikan oleh kitab Kisah Rasul.68
Searah dengan hal ini, Abineno menyatakan, “Kitab ini, menurut mereka,
yaitu kunci untuk mengerti segala sesuatu yang dikatakan oleh Perjanjian
Baru tentang ajaran itu.”69
Pengalaman-pengalaman orang percaya yang dimaksud yaitu :
pertama, mereka menunjuk kepada pengalaman 120 murid Tuhan Yesus,
yang di dalamnya termasuk para Rasul Yesus. Ke-120 murid Yesus ini
sudah menjadi murid Yesus dan sudah menerima Roh Kudus, tetapi Yesus
masih memerintah mereka untuk menantikan janji Bapa, yaitu untuk
menerima baptisan Roh Kudus.
On the day of Christ’s ascension, every one of the Apostles could
have made the same confession: “I believe on the Lord Jesus. I’m
saved. I’m going to heaven. I have the Holy Spirit (see John 20:22)”.
Yet charged them “not to depart from Jerusalem, but to wait for the
promise of the Father, which, he said, ‘you heard from me, for John
baptized with water, but before many days you shall be baptized with
the Holy Spirit.’70
Kemudian, mereka menunjuk kepada orang Kristen di Samaria, yang
dikemukakan dalam Kisah Rasul 8:12-17. Dikatakan dalam ayat 12 bahwa
mereka telah percaya dan memberi dirinya dibaptis. Tetapi dalam ayat 16
dinyatakan bahwa Roh Kudus belum turun atas mereka, karena hanya
dibaptis dalam nama Tuhan Yesus. Saat Petrus dan Yohanes berdoa dan
menumpangkan tangan, maka mereka menerima Roh Kudus (ay. 15, 17).
Selanjutnya, dikemukakan mengenai pengalaman keluarga
Kornelius dan sahabat-sahabatnya. Dalam Kisah Para Rasul 10:2, dikatakan
bahwa Kornelius beserta keluarganya yaitu orang yang takut akan Allah
dan senantiasa berdoa kepada Allah. Namun demikian, mereka baru
menerima baptisan Roh Kudus setelah mendengar pemberitaan Petrus, yang
membawa mereka untuk beriman kepada Kristus.
Yang terakhir, yang paling diandalkan oleh gerakan ini untuk
membuktikan akan pentingnya pengalaman baptisan Roh dan yang hanya
dialami oleh mereka yang sungguh beriman kepada Kristus, yaitu Kisah
Rasul 19:1-6. Dinyatakan dalam ayat-ayat tersebut bahwa Paulus bertemu
dengan 12 murid yang telah dibaptis dengan baptisan Yohanes, baptisan
pertobatan, namun belum memiliki Roh Kudus. Setelah mendengar pemberitaan Paulus tentang Kristus dan dibaptis dalam nama Tuhan Yesus,
baru Roh Kudus turun ke atas mereka dan mereka mengalami baptisan Roh
Kudus, yang ditandai dengan berkata-kata dalam bahasa roh dan bernubuat.
Melalui beberapa kesaksian tersebut di atas, gerakan NeoPentakosta/Kharismatik mengambil kesimpulan bahwa pengalaman
baptisan Roh, yaitu merupakan suatu pengalaman kedua dan berbeda
dengan pengalaman ketika percaya kepada Kristus dan menerima
keselamatan-Nya. Hal ini makin jelas nampak dari pernyataan Ariel
Edvardsen sebagai berikut:
Alkitab dengan jelas mengajarkan bahwa Kelahiran Baru dan
Baptisan Roh merupakan dua pengalaman yang berbeda......Jika kita
akan DIPENUHI ATAU DIBAPTIS OLEH ROHULKUDUS maka
kita pertama-tama harus DILAHIRKAN OLEH ROHULKUDUS.
Dan mujizat Kelahiran Baru berlaku ketika kita bertobat lalu
kemudian juga dapat dibaptis dengan Rohulkudus... Di sini kita
melihat bahwa pertama-tama PERTOBATAN dan barulah setelah
pertobatan ada Baptisan Rohulkudus.”71
Alasan mengapa mereka sangat menekankan pengalaman baptisan
Roh, antara lain nampak dalam uraian Don Basham berikut ini:
Essentially, baptism in the Holy Spirit is a doorway leading from a
natural realm into a supernatural realm of life and experience. The
average Christians, although truly professing Christ, operates
largely on his own power, making his own decisions, living by his
own strength, and controlling his own life. But through the baptism
in the Holy Spirit the Christian steps out of this natural realm into a
realm where he can begin to experience the supernatural gifts and
powers of God’s Holy Spirit.
72
Hal yang sama dikemukakan oleh Robert C. Frost bahwa “We must
also know Him, however, as our personal Baptizer if ‘power’ of God’s
Spirit is to find full expression in our lives.”73
Bagi gerakan Kharismatik baptisan Roh Kudus sangat dibutuhkan
untuk dapat menerima kepenuhan kuasa Roh Kudus dan karunia-karunia-
Nya, sehingga memungkinkan seseorang siap untuk menunaikan tugasnya
di bidang kesaksian dan pelayanan bagi kemuliaan Allah.74 Dengan kata
lain, tanpa pengalaman baptisan Roh tidak mungkin seseorang dapat
menerima kuasa Roh Kudus dan karunia-karunia Roh Kudus, sebagai
perlengkapan di bidang kesaksian dan pelayanan. Ajaran ini menimbulkan
suatu pengertian yang baru dalam penumatologi bahwa hanya orang-orang
yang telah mengalami karya Roh kudus yang ‘sempurna’ dalam baptisan
Roh, mengalami second blessing yang memiliki karunia-karunia Roh,
karena karunia-karunia Roh diterima melalui baptisan Roh.75 Berarti tidak
semua orang percaya menerima dan memiliki karunia-karunia Roh
bilamana mereka baru mengalami ‘karya permulaan’ Roh kudus, yaitu
kelahiran baru.
Karunia Roh dan Kualitasnya
Kecenderungan untuk membeda-bedakan dan mengutamakan
beberapa karunia-karunia Roh tertentu, sebagaimana yang terjadi dalam
kehidupan jemaat di Korintus, nampak dalam pandangan gerakan NeoPentakosta/Kharismatik.
Menurut pandangan gerakan ini, karunia-karunia Roh yang
diberikan Allah kepada orang percaya atau jemaat, hanya sebatas sembilan
macam karunia Roh.76 Yaitu, kesembilan macam karunia Roh yang
disebutkan rasul Paulus dalam 1Korintus 12:8-10 : Karunia untuk berkatakata dengan hikmat, karunia untuk berkata-kata dengan pengetahuan,
karunia iman karunia penyembuhan, karunia mujizat, karunia bernubuat,
karunia berkata-kata dengan bahasa roh, dan karunia untuk menafsirkan
bahasa roh.
Dan karena Allah telah memberikan Rohulkudus kepada setiap
Gereja setempat maka kesembilan karunia itu bekerja sepenuhnya di
dalam setiap Gereja itu. Pendeta T.B. Barratt yang terkenal
mengatakan:’ Kita harus mengambil kesembilan’ karunia di dalam I
Korintus 12, mencelupkannya di dalam pasal 13 (kasih) lalu
menerapkannya seperti di dalam pasal 14’. Inilah maksud Allah
dengan karunia-karunia Roh itu. Setiap Gereja yang berhadap untuk
mengalami dan hidup di dalam kegerakan Perjanjian baru yang kini
sedang berlangsung, haruslah mempersilahkan kesembilan karunia
Roh itu bekerja di dalam Gereja. Bila karunia-karunia ini bekerja di
dalam Gereja anda maka anda akan kembali kepada kegerakan
rohani kerasulan, Kegerakan Karunia Rohani.77
Dari antara kesembilan karunia Roh Kudus tersebut, karuniakarunia Roh Kudus yang bersifat spectacular dianggap sebagai karuniakarunia yang paling penting.78 Khusus karunia untuk berkata-kata dengan
bahasa roh, untuk hampir seluruh tokoh gerakan Kharismatik mempunyai
pandangan bahwa hal itu mutlak harus dimiliki oleh setiap orang percaya,
sebagai bukti pengalaman baptisan dengan Roh Kudus.79 Pandangan
mengenai hal tersebut, antara lain nampak dalam jawaban Don Basham,
ketika ditanya mengenai “apakah mungkin seseorang menerima baptisan
dengan Roh Kudus tanpa berkata-kata dengan bahasa Roh?” Ia menjawab
sebagai berikut:
So we must admit that the baptism in the Holy Spirit can be received
without the manifestation of tongues, but we encourage no one to
seek the baptism without expecting tongues. Both our understanding
of spiritual gifts and our willingness to receive then affect what gifts
and manifestations will appear. SOMETHING IS MISSING IN
YOUR SPIRITUAL LIFE IF YOU HAVE RECEIVED THE HOLY
SPIRIT YET HAVE NOT SPOKEN IN TONGUES... We encourage
everyone seeking to be filled with this Holy Spirit to seek the baptism
on scriptural terms, fully expecting to speak in tongues when they
receive.
8
Pandangan yang sama dikemukakan oleh Rev. Edwin B. Stube,
Direktur dari Blessed Trinity Society sebagai berikut:
In the New Testament, the standard sign or evidence of the baptism
of the Holy Spirit is that of speaking with other tongues as the Spirit
given utterance…. It is clearly God’s intention that all believers
should receive the Baptism of the Holy Spirit with the sign which the
New Testament indicates (namely, the sign of tongue-speaking).81
Menurut Rudy Budiman, bahwa kecenderungan dari gerakan
Kharismatik untuk mengutamakan kesembilan karunia yang disebutkan
dalam 1Korintus 12:8-10 dan membedakannya dari karunia-karunia Roh
yang lain, yang Paulus sebutkan dalam 1Korintus 12:28; Roma 12:6-8
seperti karunia melayani, karunia memimpin, karunia mengajar, karunia
menasehati, membagi-bagikan sesuatu, kemurahan; antara lain karena di
dalam penampilan kesembilan karunia tersebut, bersifat supranatural dan
nampak sekali kuasa ajaib yang bekerja. Sebaliknya, karunia-karunia yang
lain yang bersifat natural, tidak ada hal-hal yang luar biasa di dalam
penampilannya, yang membuktikan akan adanya pekerjaan-pekerjaan kuasa
ajaib.82 Implikasinya, segala karunia Roh Kudus yang di dalamnya tidak
menampakkan keajaiban Tuhan atau yang bersifat supra-natural, dianggap
kurang bernilai atau bukan karunia Roh. Segala karunia yang di dalamnya
nampak keajaiban Tuhan atau bersifat supra-natural, itulah karunia Roh
Kudus. Karena itu, kesembilan karunia yang disebut dalam 1Korintus
12:8-10, dianggap lebih tinggi atau lebih berkualitas daripada karuniakarunia Roh yang lain. Karena ia bersifat supranatural dan sepktakular,
yang lain bersifat natural dan non spektakular.
Tinjaun Teologis Terhadap Pandangan Neo-Pentakosta
Karunia Roh dan Baptisan Roh
Dalam Perjanjian Baru, istilah baptisan Roh Kudus atau dibaptis
dengan Roh Kudus, dipergunakan sebanyak 7 kali. 5 kali dipergunakan
dalam bentuk nubuatan yang berkaitan dengan janji Allah mengenai
baptisan dengan Roh Kudus yang akan dilaksanakan oleh Kristus bagi
setiap orang percaya: 4 kali berkaitan dengan ucapan Yohanes Pembaptis
dan 1 kali diucapkan oleh Kristus sendiri sebelum peristiwa Pentakosta.
(Mat 3:11; Mrk 1:8; Luk 3:16; Yoh 1:33; Kis 1:5). Satu kali dipergunakan
oleh rasul Petrus di dalam Kisah Rasul 11:16, ketika memberikan laporan
kepada saudara-saudara seiman di Yerusalem, tentang pengalaman keluarga
Kornelius dan sahabat-sahabatnya menerima baptisan Roh Kudus. Dan
yang terakhir, dalam bentuk pengajaran, rasul Paulus mempergunakan
istilah tersebut sebanyak 1 kali dalam 1Korintus 12:13. Yaitu, berkaitan
dengan pengalaman semua orang percaya yang dalam satu Roh telah
dibaptis menjadi satu di dalam tubuh Kristus.
Bilamana diperhatikan semua ayat-ayat Firman Tuhan tersebut di
atas, nampak bahwa semuanya saling berkaitan satu dengan yang lain. Apa
yang telah dinubuatkan oleh Yohanes dan yang dijanjikan oleh Kristus,
telah digenapi di dalam peristiwa Pentakosta dan pengalaman keluarga
Kornelius dan sahabat-sahabatnya. Sedangkan apa yang diajarkan oleh
rasul Paulus tentang dalam satu Roh semua orang percaya telah dibaptis
menjadi satu tubuh, yaitu merupakan suatu kesimpulan pengajaran tentang
apa yang telah terjadi, sebagai akibat adanya Roh Kudus yang telah
dicurahkan melalui peristiwa Pentakosta, sebagai penggenapan nubuatan
Yohanes dan janji Kristus.83
Karena itu, istilah dibaptis dengan Roh Kudus yang dipergunakan
oleh Yohanes dan Kristus, maupun Petrus, pada dasarnya sama dengan
istilah yang dipergunakan Paulus dalam 1Korintus 12:13.84
Lebih lanjut kita akan menyelidiki apa yang dimaksud Paulus
dengan istilah dibaptis dengan Roh dalam 1Korintus 12:13. Dalam ayat
tersebut, Paulus menyatakan: “Sebab dalam satu Roh kita semua, baik
orang Yahudi, maupun orang Yunani, baik budak, maupun orang merdeka,
telah dibaptis menjadi satu tubuh kita semua diberi minum dari satu Roh.”
Rasul Paulus memakai istilah kita semua yaitu untuk menunjuk
kepada dirinya dan semua orang percaya yang ada di jemaat Korintus
tanpa terkecuali. Tanpa membedakan keadaan status sosial dan keadaan
rohaninya. Sehingga hal tersebut termasuk semua anggota jemaat di
Korintus, yang dalam 1Korintus 3:1 disebut oleh Paulus sebagai manusia
duniawi, manusia yang penuh dengan segala macam dosa (bnd. 1Kor 3:3,
4:18, 5:1, 6:12-18, 10:14-22, 11:17-22, dst). Sebab itu, baptisan Roh Kudus
bukan hanya dialami oleh beberapa orang percaya saja, yang mempunyai
taraf iman dan kerohanian tinggi. Baptisan Roh Kudus juga mencakupi
semua orang percaya, yang ada di dalam Kristus. Sebab itu, tepat apa yang
dikatakan oleh Michael Green: “So baptism with the Holy Spirit is not a
second-stage experience for some Christians, but an initiatory experience
for all Christians. Without it we are not Christians at all.”
85
Satu hal yang menarik dalam 1Korintus 12:13, yaitu tentang istilah
telah dibaptis dan diberi minum. Keduanya mempunyai aspek aorist dan
arahnya pasif, yang dihubungkan dengan kata penghubung kai. Dengan
demikian kedua hal tersebut yaitu merupakan suatu kejadian yang terjadi
bersama-sama (simultan) pada masa yang lampau, sekali untuk seterusnya.
Pengertian “dalam satu Roh kita semua telah dibaptis menjadi satu tubuh,”
sebenarnya mempunyai kesamaan pengertian dengan apa yang
dikemukakan dalam Galatia 3:27; Roma 6:3, “dibaptis di dalam Kristus.”86
Karena, pada waktu seseorang percaya kepada Kristus dan dibaptis di
dalam Kristus, pada waktu itu juga ia dibaptis dengan Roh Kudus. Kedua
baptisan tersebut saling berhubungan dan karena itu tidak dapat dipisahkan
satu sama yang lain. Sebagaimana yang dikatakan oleh Frederick Dale
Bruner:
Appropriate to the Christological character and mission of the Holy
Spirit, the Baptism of the Holy Spirit is the baptism the believer into
Christ. Yet baptism into Christ can no more be separated from
baptism into the Holy Spirit than Christ can separated from the Holy
Spirit. For in the depths the name by which we are baptized is one (I
Cor 6:17, 15:45, II Cor 3:17-18; cf. the singular “name” in Matt
28:18). For Christ and the Spirit are not divided that each must
separately and at appropriate times baptize into each other.87
Selanjutnya, pengertian diberi minum dari satu Roh mempunyai
kaitan dengan apa yang Yesus nyatakan dalam Yohanes 4:14, 7:37-39, yaitu tentang pemberian Roh Kudus dan keselamatan bagi setiap orang
yang percaya kepada Kristus.88 Karena Istilah telah dibaptis dan diberi
minum mempunyai aspek aorist, maka pengertian “dalam satu Roh kita
semua telah dibaptis menjadi satu tubuh, dan kita semua telah diberi minum
dari satu Roh” yaitu menunjuk kepada satu peristiwa yang telah terjadi
serentak (simultan) dalam kehidupan setiap orang percaya pada waktu ia
diselamatkan. Maksudnya, pada waktu seseorang percaya kepada Kristus,
pada saat itulah ia menerima keselamatan dan Roh Kudus, dan menjadi
anggota jemaat, sebagai tubuh Kristus. Dan hal inilah yang dimaksud
dengan baptisan dengan Roh Kudus.89
Jadi, istilah dibaptis dengan Roh Kudus sama pengertiannya dengan
menerima Roh Kudus, bahkan sama dengan diurapi Roh Kudus dan
dimeteraikan dengan Roh Kudus, sebagaimana yang dinyatakan rasul
Paulus dalam Efesus 1:13; 2Korintus 1:21-22; Roma 8:15.90 Semua
pengalaman tersebut yaitu semata-mata pemberian Allah berdasarkan
kasih dan anugerah-Nya, bukan berdasarkan kebaikan dan jasa dari setiap
orang percaya. Karena itu, baptisan dengan Roh Kudus bukanlah sesuatu
yang diusahakan ataupun harus dicapai sebagai pengalaman yang kedua
bagi setiap orang percaya. Melainkan semua orang percaya telah dibaptis
dengan Roh Kudus atau telah memiliki Roh Kudus, sebagai pemberian
Allah. Inilah yang dimaksud oleh rasul Paulus ketika ia mempergunakan
arah pasif untuk kedua istilah telah dibaptis dan diberi minum dalam satu
Roh, di dalam 1Korintus 12:13.Lalu bagaimana dengan segala pengalaman orang percaya yang
dikemukakan dalam Kis 2 berkaitan dengan pengalaman murid-murid
Yesus, pasal 8 berkaitan dengan murid-murid di Samaria, pasal 10
berkaitan dengan keluarga Kornelius dan sahabat-sahabatnya dalam pasal
19 berkaitan dengan murid-murid Yohanes di Efesus? Untuk menjawab
pertanyaan ini, maka hal tersebut akan dibahas selanjutnya di bawah ini.
Satu hal yang perlu menjadi pegangan di dalam menafsirkan semua
pengalaman orang percaya dalam Kisah Para Rasul, yaitu bahwa semua
pengalaman praktis tersebut tidak dapat menjadikan suatu patokan untuk
suatu pengajaran mutlak tentang baptisan dengan Roh Kudus. Karena hal
tersebut bukan merupakan uraian-uraian dan kesimpulan yang bersifat
dogmatis, sebagaimana yang dikatakan oleh D. Scheunemann:
Contoh-contoh itu menunjukkan bahwa Roh Kudus dapat bekerja
demikian, namun tidak harus bekerja sedemikian. “Dimana ada Roh
Allah disitu ada kemerdekaan”. Hermeneutik yang bertanggung
jawab dan berorientasi kepada Alkitab membangun suatu pengajaran
Kristen hanya berdasarkan atas bagian-bagian Alkitab yang bersifat
didaktis (bersifat ajaran), dan bukan atas kejadian-kejadian historis
yang diceritakan dalam Alkitab. Karena itu, dari peristiw