gangguan jiwa 5

Rabu, 12 Juli 2023

gangguan jiwa 5


menggambarkan harga diri rendah.
2. Ancaman bunuh diri 
 Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, yang berisi keinginan untuk 
mati disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk 
melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif pasien telah memikirkan rencana bunuh 
diri, tetapi tidak disertai dengan percobaan bunuh diri. Walaupun dalam kondisi 
ini pasien belum pernah mencoba bunuh diri, pengawasan ketat harus dilakukan. 
Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan pasien untuk melaksanakan rencana bunuh 
dirinya. 
3. Percobaan bunuh diri
 Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau melukai diri untuk 
mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, pasien aktif mencoba bunuh diri dengan 
cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari 
tempat yang tinggi. 
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian tingkah laku bunuh diri temasuk aplikasi observasi melekat dan keterampilan 
mendengar untuk mendeteksi tanda spesifik dan rencana spesifik. Perawat harus mengkaji 
tingkat risiko bunuh diri, faktor predisposisi, presipitasi, mekanisme koping, dan sumber 
koping pasien. Beberapa kriteria untuk menilai tingkat risiko bunuh diri seperti pada tabel 
berikut.
Faktor Perilaku
1. Ketidakpatuhan
 Ketidakpatuhan biasanya dikaitkan dengan program pengobatan yang dilakukan 
(pemberian obat). Pasien dengan keinginan bunuh diri memilih untuk tidak 
memperhatikan dirinya.
2. Pencederaan diri
 Cedera diri adalah sebagai suatu tindakan membahayakan diri sendiri yang dilakukan 
dengan sengaja. Pencederaan diri dilakukan terhadap diri sendiri, tanpa bantuan orang 
lain, dan cedera tersebut cukup parah untuk melukai tubuh.
3. Perilaku bunuh diri
 Biasanya dibagi menjadi tiga kategori, yaitu sebagai berikut.
a. Ancaman bunuh diri, yaitu peringatan verbal dan nonverbal bahwa orang tersebut 
mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang tersebut mungkin menunjukkan secara 
verbal bahwa ia tidak akan berada di sekitar kita lebih lama lagi atau mungkin juga 
mengomunikasikan secara nonverbal melalui pemberian hadiah, merevisi wasiatnya, 
dan sebagainya.
b. Upaya bunuh diri, yaitu semua tindakan yang diarahkan pada diri sendiri yang 
dilakukan oleh individu yang dapat mengarahkan pada kematian jika tidak 
dicegah.
c. Bunuh diri mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau terabaikan. 
Orang yang melakukan upaya bunuh diri dan yang tidak benar-benar ingin 
mati mungkin akan mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat pada 
waktunya.
Faktor Lain 
Faktor lain yang perlu diperhatikan dalam pengkajian pasien destruktif diri (bunuh diri) 
adalah sebagai berikut (Stuart dan Sundeen, 1995).
1. Pengkajian lingkungan upaya bunuh diri.
a. Presipitasi peristiwa kehidupan yang menghina/menyakitkan.
b. Tindakan persiapan/metode yang dibutuhkan, mengatur rencana, membicarakan 
tentang bunuh diri, memberikan barang berharga sebagai hadiah, catatan untuk 
bunuh diri.
c. Penggunaan cara kekerasan atau obat/racun yang lebih mematikan.
d. Pemahaman letalitas dari metode yang dipilih.
e. Kewaspadaan yang dilakukan agar tidak diketahui.
2. Petunjuk gejala
a. Keputusasaan.
b. Celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal, dan tidak berharga.
c. Alam perasaan depresi.
d. Agitasi dan gelisah.
e. Insomnia yang menetap.
f. Penurunan berat badan.
g. Berbicara lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial.
3. Penyakit psikiatrik
a. Upaya bunuh diri sebelumnya.
b. Kelainan afektif.
c. Alkoholisme dan atau penyalahgunaan obat.
d. Kelainan tindakan dan depresi pada remaja.
e. Demensia dini dan status kekacauan mental pada lansia.
f. Kombinasi dari kondisi di atas.
4. Riwayat psikososial
a. Baru berpisah, bercerai, atau kehilangan.
b. Hidup sendiri.
c. Tidak bekerja, perubahan, atau kehilangan pekerjaan yang baru dialami.
d. Stres kehidupan ganda (pindah, kehilangan, putus hubungan yang berarti, masalah 
sekolah, ancaman terhadap krisis disiplin).
e. Penyakit medis kronis.
f. Minum yang berlebihan dan penyalahgunaan zat.
5. Faktor-faktor kepribadian
a. Impulsif, agresif, rasa bermusuhan.
b. Kekakuan kognitif dan negatif.
c. Keputusasaan.
d. Harga diri rendah.
e. Batasan atau gangguan kepribadian antisosial.
6. Riwayat keluarga
a. Riwayat keluarga berperilaku bunuh diri.
b. Riwayat keluarga gangguan afektif, alkoholisme, atau keduanya
Faktor Predisposisi
Mengapa individu terdorong untuk melakukan bunuh diri? Banyak pendapat tentang penyebab 
dan atau alasan termasuk hal-hal berikut.
1. Kegagalan atau adaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stres.
2. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal atau gagal 
melakukan hubungan yang berarti.
3. Perasaan marah atau bermusuhan. Bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri 
sendiri.
4. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.
5. Tangisan minta tolong.
Lima domain faktor risiko menunjang pada pemahaman perilaku destruktif diri 
sepanjang siklus kehidupan, yaitu sebagai berikut.
1. Diagnosis psikiatri
 Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri mempunyai 
hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat individu 
berisiko untuk bunuh diri yaitu gangguan afektif, skizofrenia, dan penyalahgunaan zat.
2. Sifat kepribadian
 Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya risiko bunuh diri adalah 
rasa bermusuhan, impulsif, dan depresi.
3. Lingkungan psikososial
 Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian, kehilangan yang dini, dan 
berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang berhubungan dengan 
bunuh diri.
4. Riwayat keluarga
 Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor risiko penting 
untuk perilaku destruktif.
5. Faktor biokimia
 Data menunjukkan bahwa secara serotonegik, opiatergik, dan dopaminergik menjadi 
media proses yang dapat menimbulkan perilaku merusak diri.
Faktor penyebab tambahan terjadinya bunuh diri antara lain sebagai berikut (Cook 
dan Fontaine, 1987).
1. Penyebab bunuh diri pada anak
a. Pelarian dari penganiayaan dan pemerkosaan.
b. Situasi keluarga yang kacau.
c. Perasaan tidak disayangi atau selalu dikritik

d. Gagal sekolah.
e. Takut atau dihina di sekolah.
f. Kehilangan orang yang dicintai.
g. Dihukum orang lain.
2. Penyebab bunuh diri pada remaja.
a. Hubungan interpersonal yang tidak bermakna.
b. Sulit mempertahankan hubungan interpersonal.
c. Pelarian dari penganiayaan fisik atau pemerkosaan.
d. Perasaan tidak dimengerti orang lain.
e. Kehilangan orang yang dicintai.
f. Keadaan fisik.
g. Masalah dengan orang tua.
h. Masalah seksual.
i. Depresi.
3. Penyebab bunuh diri pada mahasiswa.
a. Self ideal terlalu tinggi.
b. Cemas akan tugas akademik yang terlalu banyak.
c. Kegagalan akademik berarti kehilangan penghargaan dan kasih sayang orang tua.
d. Kompetisi untuk sukses.
4. Penyebab bunuh diri pada usia lanjut.
a. Perubahan status dari mandiri ke ketergantungan.
b. Penyakit yang menurunkan kemampuan berfungsi.
c. Perasaan tidak berarti di masyarakat.
d. Kesepian dan isolasi sosial.
e. Kehilangan ganda, seperti pekerjaan, kesehatan, pasangan.
f. Sumber hidup bergantung.
Faktor Presipitasi
1. Psikososial dan klinik
a. Keputusasaan
b. Ras kulit putih
c. Jenis kelamin laki-laki
d. Usia lebih tua
e. Hidup sendiri
2. Riwayat
a. Pernah mencoba bunuh diri.
b. Riwayat keluarga tentang percobaan bunuh diri.
c. Riwayat keluarga tentang penyalahgunaan zat
3. Diagnostis
a. Penyakit medis umum
b. Psikosis
c. Penyalahgunaan zat
Sumber Koping
Tingkah laku bunuh diri biasanya berhubungan dengan faktor sosial dan kultural. Durkheim 
membuat urutan tentang tingkah laku bunuh diri. Ada tiga subkategori bunuh diri berdasarkan 
motivasi seseorang, yaitu sebagai berikut.
1. Bunuh diri egoistik
 Akibat seseorang yang mempunyai hubungan sosial yang buruk.
2. Bunuh diri altruistik
 Akibat kepatuhan pada adat dan kebiasaan.
3. Bunuh diri anomik
 Akibat lingkungan tidak dapat memberikan kenyamanan bagi individu.
Mekanisme Koping
Mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku pengerusakan diri tak 
langsung adalah pengingkaran (denial). Sementara, mekanisme koping yang paling menonjol 
adalah rasionalisasi, intelektualisasi, dan regresi.
DIAGNOSIS
Pohon Masalah
Risiko bunuh diri
Gangguan konsep diri: harga diri rendah
Diagnosis
1. Risiko bunuh diri berhubungan dengan harga diri rendah.
RENCANA INTERVENSI
Ancaman/percobaan bunuh diri dengan diagnosis keperawatan risiko bunuh diri.
Tindakan Keperawatan untuk Pasien
1. Tujuan
 Pasien tetap aman dan selamat.
2. Tindakan
 Untuk melindungi pasien yang mengancam atau mencoba bunuh diri, maka Anda dapat 
melakukan tindakan berikut.
a. Menemani pasien terus-menerus sampai dia dapat dipindahkan ke tempat yang 
aman.
b. Menjauhkan semua benda yang berbahaya, misalnya pisau, silet, gelas, tali 
pinggang.
c. Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika pasien 
mendapatkan obat.
d. Menjelaskan dengan lembut pada pasien bahwa Anda akan melindungi pasien 
sampai tidak ada keinginan bunuh diri.
Tindakan Keperawatan untuk Keluarga
1. Tujuan
 Keluarga berperan serta melindungi anggota keluarga yang mengancam atau mencoba 
bunuh diri.
2. Tindakan
a. Menganjurkan keluarga untuk ikut mengawasi pasien serta jangan pernah 
meninggalkan pasien sendirian.
b. Menganjurkan keluarga untuk membantu perawat menjauhi barang-barang 
berbahaya di sekitar pasien.
c. Mendiskusikan dengan keluarga ja untuk tidak sering melamun sendiri.
d. Menjelaskan kepada keluarga pentingnya pasien minum obat secara teratur.
ISYARAT BUNUH DIRI DENGAN DIAGNOSIS HARGA 
DIRI RENDAH
Tindakan Keperawatan untuk Pasien Isyarat Bunuh Diri
1. Tujuan
a. Pasien mendapat perlindungan dari lingkungannya.
b. Pasien dapat mengungkapkan perasaanya.
c. Pasien dapat meningkatkan harga dirinya.
d. Pasien dapat menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik.
2. Tindakan
a. Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan meminta 
bantuan dari keluarga atau teman.
b. Meningkatkan harga diri pasien dengan cara berikut.
1) Memberi kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya.
2) Berikan pujian bila pasien dapat mengatakan perasaan yang positif. 
3) Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting.
4) Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh pasien. 
5) Merencanakan aktivitas yang dapat pasien lakukan.
c. Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara berikut.
1) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya.
2) Mendiskusikan dengan pasien efektivitas masing-masing cara penyelesaian 
masalah.
3) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang lebih baik.
Tindakan Keperawatan untuk Keluarga dengan Pasien Isyarat Bunuh Diri
1. Tujuan
 Keluarga mampu merawat pasien dengan risiko bunuh diri.
2. Tindakan
a. Mengajarkan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri.
1) Menanyakan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri yang pernah muncul 
pada pasien.
2) Mendiskusikan tentang tanda dan gejala yang umumnya muncul pada pasien 
berisiko bunuh diri. 
b. Mengajarkan keluarga cara melindungi pasien dari perilaku bunuh diri.
1) Mendiskusikan tentang cara yang dapat dilakukan keluarga bila pasien 
memperlihatkan tanda dan gejala bunuh diri.
2) Menjelaskan tentang cara-cara melindungi pasien, antara lain sebagai berikut.
a) Memberikan tempat yang aman. Menempatkan pasien di tempat yang 
mudah diawasi. Jangan biarkan pasien mengunci diri di kamarnya atau 
meninggalkan pasien sendirian di rumah.
b) Menjauhkan barang-barang yang bisa digunakan untuk bunuh diri. Jauhkan 
pasien dari barang-barang yang bisa digunakan untuk bunuh diri, seperti 
tali, bahan bakar minyak/bensin, api, pisau atau benda tajam lainnya, serta 
zat yang berbahaya seperti obat nyamuk atau racun serangga.
c) Selalu mengadakan dan meningkatkan pengawasan apabila tanda dan gejala 
bunuh diri meningkat. Jangan pernah melonggarkan pengawasan, walaupun 
pasien tidak menunjukkan tanda dan gejala untuk bunuh diri. 
3) Menganjurkan keluarga untuk melaksanakan cara tersebut di atas.
c. Mengajarkan keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan apabila pasien 
melakukan percobaan bunuh diri, antara lain sebagai berikut.
1) Mencari bantuan pada tetangga sekitar atau pemuka masyarakat untuk 
menghentikan upaya bunuh diri tersebut.
2) Segera membawa pasien ke rumah sakit atau puskesmas mendapatkan bantuan 
medis. 
d. Membantu keluarga mencari rujukan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi pasien.
1) Memberikan informasi tentang nomor telepon darurat tenaga kesehatan.
2) Menganjurkan keluarga untuk mengantarkan pasien berobat/kontrol secara 
teratur untuk mengatasi masalah bunuh dirinya. 
3) Menganjurkan keluarga untuk membantu pasien minum obat sesuai prinsip 
lima benar yaitu benar orangnya, benar obatnya, benar dosisnya, benar cara 
penggunakannya, dan benar waktu penggunaannya



PENGERTIAN DEFISIT PERAWATAN DIRI
Defisit perawatan diri adalah suatu keadaan seseorang mengalami kelainan dalam kemampuan 
untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri. 
Tidak ada keinginan untuk mandi secara teratur, tidak menyisir rambut, pakaian kotor, 
bau badan, bau napas, dan penampilan tidak rapi. Defisit perawatan diri merupakan salah 
satu masalah yang timbul pada pasien gangguan jiwa. Pasien gangguan jiwa kronis sering 
mengalami ketidakpedulian merawat diri. Keadaan ini merupakan gejala perilaku negatif dan 
menyebabkan pasien dikucilkan baik dalam keluarga maupun masyarakat. 
LINGKUP DEFISIT PERAWATAN DIRI
1. Kebersihan diri
 Tidak ada keinginan untuk mandi secara teratur, pakaian kotor, bau badan, bau napas, 
dan penampilan tidak rapi.
2. Berdandan atau berhias
 Kurangnya minat dalam memilih pakaian yang sesuai, tidak menyisir rambut, atau 
mencukur kumis. 
3. Makan
 Mengalami kesukaran dalam mengambil, ketidakmampuan membawa makanan dari 
piring ke mulut, dan makan hanya beberapa suap makanan dari piring.
4. Toileting
 Ketidakmampuan atau tidak adanya keinginan untuk melakukan defekasi atau berkemih 
tanpa bantuan.
PROSES TERJADINYA DEFISIT PERAWATAN DIRI 
PADA PASIEN GANGGUAN JIWA
Kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa terjadi akibat adanya perubahan 
proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri menurun. 
Kurang perawatan diri tampak dari ketidakmampuan merawat kebersihan diri, makan secara 
mandiri, berhias diri secara mandiri, dan toileting (buang air besar [BAB] atau buang air kecil 
[BAK]) secara mandiri.
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Untuk mengetahui apakah pasien mengalami masalah kurang perawatan diri maka tanda dan 
gejala dapat diperoleh melalui observasi pada pasien yaitu sebagai berikut.1. Gangguan kebersihan diri ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit berdaki dan 
bau, serta kuku panjang dan kotor.
2. Ketidakmampuan berhias/berdandan ditandai dengan rambut acak-acakan, pakaian 
kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada pasien laki-laki tidak bercukur, serta 
pada pasien wanita tidak berdandan.
3. Ketidakmampuan makan secara mandiri ditandai dengan ketidakmampuan mengambil 
makan sendiri, makan berceceran, dan makan tidak pada tempatnya.
4. Ketidakmampuan BAB atau BAK secara mandiri ditandai dengan BAB atau BAK tidak 
pada tempatnya, serta tidak membersihkan diri dengan baik setelah BAB/BAK.
DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Defisit perawatan diri kebersihan diri, makan, berdandan, dan BAK/BAB.
RENCANA INTERVENSI
Tindakan Keperawatan untuk Pasien
1. Tujuan
a. Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri.
b. Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik.
c. Pasien mampu melakukan makan dengan baik.
d. Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri.
2. Tindakan keperawatan
a. Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri.
Untuk melatih pasien dalam menjaga kebersihan diri, Anda dapat melakukan 
tahapan tindakan berikut.
1) Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri.
2) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri.
3) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri.
4) Melatih pasien mempraktikkan cara menjaga kebersihan diri.
b. Melatih pasien berdandan/berhias.
Anda sebagai perawat dapat melatih pasien berdandan. Untuk pasien laki-laki tentu 
harus dibedakan dengan wanita.
1) Untuk pasien laki-laki latihan meliputi:
a) berpakaian,
b) menyisir rambut,
c) bercukur.2) Untuk pasien wanita, latihannya meliputi:
a) berpakaian,
b) menyisir rambut,
c) berhias.
c. Melatih pasien makan secara mandiri.
Untuk melatih makan pasien, Anda dapat melakukan tahapan sebagai berikut.
1) Menjelaskan cara mempersiapkan makan.
2) Menjelaskan cara makan yang tertib.
3) Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan.
4) Praktik makan sesuai dengan tahapan makan yang baik.
d. Pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri.
Anda dapat melatih pasien untuk BAB dan BAK mandiri sesuai tahapan berikut.
1) Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai.
2) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK.
3) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK.
Tindakan Keperawatan pada Keluarga 
1. Tujuan
 Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kurang perawatan 
diri.
2. Tindakan keperawatan 
 Untuk memantau kemampuan pasien dalam melakukan cara perawatan diri yang baik, 
maka Anda harus melakukan tindakan kepada keluarga agar keluarga dapat meneruskan 
melatih pasien dan mendukung agar kemampuan pasien dalam perawatan dirinya 
meningkat. Tindakan yang dapat Anda lakukan antara lain sebagai berikut.
a. Diskusikan dengan keluarga tentang masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat 
pasien.
b. Jelaskan pentingnya perawatan diri untuk mengurangi stigma.
c. Diskusikan dengan keluarga tentang fasilitas kebersihan diri yang dibutuhkan oleh 
pasien untuk menjaga perawatan diri pasien.
d. Anjurkan keluarga untuk terlibat dalam merawat diri pasien dan membantu 
mengingatkan pasien dalam merawat diri (sesuai jadwal yang telah disepakati).
e. Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian atas keberhasilan pasien dalam 
merawat diri.
f. Latih keluarga cara merawat pasien dengan defisit perawatan diri.





PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANAK
Manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan dimulai dari lahir, bayi tumbuh 
menjadi anak, remaja, melalui masa dewasa, tua sampai akhirnya meninggal dunia. Selama 
perjalanan dari bayi, seorang anak akan melalui titik kritis perkembangan yang timbul di 
setiap tahap perkembangannya. Titik kritis akan menentukan berhasil tidaknya anak mencapai 
tugas perkembangan pada tahap yang bersangkutan. Titik kritis ini menentukan apakah anak 
mampu bertahan dan melanjutkan perkembangan secara progresif atau anak akan mengalami 
stagnasi perkembangan prekoks.
Lima tahap dasar yang akan dilalui oleh seorang anak adalah sebagai berikut.
1. Dasar kepercayaan (basic trust) vs ketidakpercayaan (mistrust) (0–1,5 tahun).
2. Otonomi (autonomy) vs malu dan ragu (shame and doubt) (1,5 tahun).
3. Inisiatif (initiative) vs rasa bersalah (guilt) (3–6 tahun).
 4. Kerja keras (industry) vs inferioritas (inferiority) (7–11 tahun).
5. Identitas (identity) vs difusi peran (role diffusion) (12–18 tahun).
Dasar Kepercayaan (Basic Trust) vs Ketidakpercayaan (Mistrust) (0–1,5 
Tahun)
Bayi sejak dilahirkan dan mulai kontak dengan dunia luar sangat bergantung pada orang 
lain dan lingkungannya. Ia mengharapkan mendapatkan rasa aman dan rasa percaya pada 
lingkungan, terutama ibunya sebagai perantara dengan lingkungan luar. Apabila hubungan 
orang tua dengan bayi berjalan dengan baik, maka rasa percaya (trust) terhadap lingkungan 
dapat berkembang dengan baik, dan sebaliknya. Bayi menggunakan mulut dan pancaindera 
sebagai alat untuk berhubungan dengan dunia luar.
Gangguan yang mungkin timbul pada anak usia ini antara lain seperti sulit makan 
(setelah usia 6 bulan), iritabilitas, takut/cemas, dan ingin selalu melekat pada ibu. Adanya 
tingkat bergantung yang kuat dapat diinterpretasikan sebagai kurang berkembangnya dasar 
kepercayaan dan menjadi faktor predisposisi dalam menimbulkan kelainan jiwa seperti 
depresi, skizofrenia, dan adiksi.
Otonomi (Autonomy) vs Malu dan Ragu (Shame and Doubt) (1,5 Tahun)
Anak pada usia 1,5 tahun tumbuh dan berkembang sejalan dengan kemampuan alat gerak, dan 
didukung rasa kepercayaan dari ibu dan lingkungan, maka tumbuh kesadaran bahwa dirinya 
dapat bergerak dan ingin mendapatkan kepuasan gerak sehingga anak berbuat sesuai dengan 
kemauannya. Pada usia ini berkembang rasa otonomi diri bahwa dirinya dapat menolak 
ataupun memberi sesuatu pada lingkungannya sesuai dengan keinginannya tanpa dipengaruhi 
orang lain. Kemampuan ini penting sebagai dasar membentuk keyakinan yang kuat dan harga 
diri seorang anak di kemudian hari. Saat berhubungan dengan orang lain, anak cenderung 
egosentrik. Lingkunganpun berperan dalam membentuk kepribadian anak, sehingga gangguan 
pada masa ini menyebabkan anak menjadi pemalu, ragu-ragu, dan cenderung memberi 
pengekangan pada diri. Gangguan jiwa yang mungkin timbul yaitu kemarahan, sadistik, 
keras kepala, menentang, agrasi, enkopersis, enuresis, obsesi kompulsif, dan paranoid.
Inisiatif (Initiative) vs Rasa Bersalah (Guilt) (3–6 Tahun)
Tahap ketiga anak belajar cara mengendalikan diri dan memanipulasi lingkungan. Rasa inisiatif 
mulai timbul menguasai anak, tetapi lingkungan mulai menuntut anak untuk melakukan 
tugas tertentu. Anak akan merasa bahwa dirinya adalah bagian dari lingkungannya dan 
ingin diikutsertakan sebagai seorang individu yang mempunyai peran. Adanya keterbatasan 
seorang anak dalam memenuhi tuntutan lingkungan akan menimbulkan rasa kecewa dan 
rasa bersalah. Hubungan ibu, ayah, dan anak sangat penting karena akan menjadi dasar 
kemantapan identitas diri. Selain itu, anak mulai membentuk peran sesuai jenis kelamin yang 
wajar, serta mencoba berlatih mengintegrasikan peran sosial dan tanggung jawab. Hubungan 
dengan teman sebaya atau saudara akan cenderung untuk menang sendiri.
Gangguan yang mungkin timbul pada masa ini adalah kesulitan belajar, masalah di 
sekolah, pergaulan dengan teman-teman, serta anak menjadi pasif, takut, dan mungkin 
terjadi neurosis.
Kerja Keras (Industry) vs Inferioritas (Inferiority) (7–11 Tahun) 
Anak mulai mengenal lingkungan yang lebih luas, yaitu sekolah. Anak dihadapkan pada 
keadaan yang menuntut untuk mampu menyelesaikan suatu tugas dan perbuatan hingga 
menghasilkan sesuatu. Hubungan ibu-ayah-anak mulai berakhir dan anak siap meninggalkan 
rumah dan orang tua dalam waktu terbatas untuk pergi ke sekolah. Anak mulai merasakan 
sifat kompetitif, mengembangkan sikap saling memberi dan menerima, serta setia kawan dan 
berpegangan pada aturan yang berlalu.
Gangguan yang mungkin timbul pada masa ini adalah rasa kekurangan pada diri, 
merasa tidak mampu, rasa inferior, gangguan pada prestasi belajar, dan takut berkompetisi.
Identitas (Identity) vs Difusi Peran (Role Diffusion) (12–18 Tahun)
Anak mengalami banyak perubahan dan perkembangan dalam berbagai aspek. Secara fisik, 
anak merasa sudah dewasa karena pertumbuhan badan yang pesat, tetapi secara psikososial 
anak belum memiliki hak-hak seperti orang dewasa. Pada masa ini juga dikenal sebagai masa 
standardisasi diri karena anak berusaha mencari identitas diri dalam hal seksual, umur, dan 
jenis kegiatan.
Lingkungan memberikan pengaruh utama dalam pembentukan jiwa anak remaja. 
Peran orang tua sebagai sumber perlindungan dan sumber nilai utama mulai berkurang dan 
anak lebih senang mendapatkannya dari lingkungan luar. Anak lebih memilih berkelompok untuk bereksperimen dengan peranannya untuk menyalurkan ekspresi. Anak akan 
cenderung memilih orang dewasa yang lebih penting untuk mereka jadikan sebagai bantuan 
di saat yang kritis.
FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERTUMBUHAN 
DAN PERKEMBANGAN ANAK
Memperhatikan berbagai tugas pertumbuhan dan perkembangan di atas, keberhasilan 
menyelesaikan tugas pertumbuhan dan perkembangan sangat bervariasi sesuai dengan 
berbagai faktor yang memengaruhi. Anak bukan miniatur orang dewasa, mereka mengalami 
pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan tantangan pada zamannya. Oleh karenanya, 
dalam memberikan perawatan, stimulasi pertumbuhan, perkembangan, dan strategi saat 
mengasuh anak harus mengingat bahwa anak akan hidup pada zamannya, sehingga akan 
menghadapi tantang dan tuntutan sesuai zamannya. Berikan antisipasi, agar anak dapat 
menghadapi tantangan pada zamannya.

Anak bukanlah miniatur orang dewasa, mereka mengalami pertumbuhan dan 
perkembangan sesuai tantangan pada zamannya
Berbagai faktor yang memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak, yang di 
antaranya faktor mikrokosmos, makrokosmos, dan keberhasilan atau kegagalan pertumbuhan 
perkembangan sebelumnya. Semua berinteraksi secara dinamis dalam memengaruhi 
pertumbuhan dan perkembangan anak.
Faktor Mikrokosmos
Faktor mikrokosmos adalah faktor yang ada dalam diri anak, seperti kondisi genetika dan 
berbagai masalah intrauterin. Kondisi genetika ditentukan oleh komposisi kromosom, yang 
akan memengaruhi identitas gender, kecenderungan perlakuan berikutnya, dan pewarisan 
sifat orang tuanya. Masalah intrauterin meliputi usia (ibu atau janin), nutrisi, obat-obatan 
yang dikonsumsi ibu, radiasi, dan berbagai komplikasi kehamilan lainnya
Kondisi Genetika
1. Komposisi kromosom (XX, XY, XXY, XYY)
 Komposisi kromosom XX akan menjadi seorang pria dengan berbagai sifatnya. Orang tua 
sudah mengenalkan sifat gender ini sejak bayi lahir, bahkan sebelum bayi lahir. Stimulasi 
pertumbuhan dan perkembanganpun disesuaikan dengan sifat gender yang ada. XY 
akan menjadi sorang wanita dengan berbagai sifatnya. Meskipun jarang, terkadang 
ditemukan komposisi kromosom XXY atau XYY. Keadaan ini akan menentukan pilihan 
seandainya terjadi kebingungan peran antara pria atau wanita. Penentuan didasarkan 
pada organ reproduksi yang lebih dominan. Oleh karenanya, operasi kejelasan kelamin 
(pria atau wanita) ditentukan berdasarkan organ reproduksi dominan yang dimiliki, 
sehingga identitas gender dapat ditentukan.
2. Identitas gender 
 Identitas gender adalah ciri sifat yang ditentukan oleh komposisi kromosom pria atau 
wanita. Ciri sifat ini dibangun sesuai kearifan lokal budaya orang tua. Mayoritas orang 
Indonesia menghendaki pria harus maskulin, tidak boleh cengeng, harus bertanggung 
jawab, bertugas mencari nafkah, mengayomi, dan melindungi seluruh anggota 
keluarganya. Pembelajaran ini ditampilkan melalui jenis permainan (bola, robot, mobil￾mobilan, atau sejenisnya) dan imitasi peran ayah. 
 Wanita dituntut lebih feminim, memperhatikan penampilan, tidak boleh bicara keras, 
berjalan harus lemah lembut, serta bertugas memelihara anak dan seluruh anggota 
keluarganya. Pembelajaran ini ditampilkan melalui jenis permainan (boneka, bunga, 
alat masak) dan imitasi peran ibu.
3. Kecenderungan perlakuan
 Kecenderungan perlakuan adalah bentuk perlakuan yang ditampilkan orang tua dan 
anggota keluarganya terkait kondisi anak. Anak yang cantik, manis, ganteng, penurut, 
patuh pada orang tua cenderung mendapatkan perlakuan lebih baik dari orang tua dan 
lingkungan sekitarnya, dibandingkan anak yang jelek, bawel, dan tidak bisa diatur. 
 Kecenderungan perlakuan orang tua dan lingkungan sekitar ini akan membentuk 
Citra anak sebagai anak yang baik atau buruk. Keadaan ini akan memberikan stimulasi 
pertumbuhan dan perkembangan berikutnya.
4. Mewariskan sifat
 Pewarisan sifat orang tua kepada anak disampaikan melalui komposisi kromosom kedua 
orang tua mulai saat pembuahan sampai perkembangan pembelahan berikutnya. Proses 
ini memungkinkan terjadi penyimpangan sifat yang akan diwariskan. Meskipun ada 
sifat kedua orang tua yang diwariskan, belum tentu anak akan sama persis dengan 
orang tuanya. Cara pewarisan sifat ini melalui proses canalisasi, nice picking, dan range 
reaction.
a. Canalisasi
Canalisasi adalah salah satu cara pewarisan sifat secara langsung dari orang tua 
kepada anak. Biasanya melalui sifat genetika dominan dari ayah atau ibu. Dengan 
demikian, sifat anak nyaris sama dengan ayah atau ibunya. 
b. Nice picking
Pewarisan sifat melalui kecenderungan anak untuk meniru (imitasi) sifat ayah atau 
ibunya. Anak cenderung memilih sifat yang sesuai dirinya dipelajari dari berbagai 
aturan orang tua yang cocok dan sesuai dengan dirinya. Anak akan mengembangkan 
sifat yang menyenangkan dari salah satu orang tuanya.
c. Range reaction
Pewarisan sifat yang terkadang sifat kedua orang tuanya tampak pada anak. Sifat 
orang tua memang tidak selalu muncul, tetapi suatu ketika akan muncul seperti 
sifat orang tuanya. Saat marah, sama persis dengan sifat ayahnya. Saat menangis, 
sama persis dengan sifat ibunya. Individu dapat saja mengembangkan berbagai 
karakteristik dan sifatnya, tetapi ia tidak akan pernah keluar bounder atau range
yang diturunkan dari sifat ayah atau ibunya.
Masalah Intrauterin
Masalah dalam kandungan juga akan memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. 
Berbagai masalah dalam kandungan antara lain usia baik ibu maupun usia janin, nutrisi ibu 
selama hamil, berbagai obat yang konsumsi ibu selama hamil, radiasi, atau berbagai komplikasi 
kehamilan lainnya
1. Usia
 Usia ibu yang paling ideal untuk hamil dan siap melahirkan anak adalah umur 25 
sampai 35 tahun. Sebelum atau sesudah itu perlu dipertimbangkan kesiapan fisik organ 
reproduksi dan kesiapan mental untuk mengandung, melahirkan, serta mengasuh 
anak. Wanita yang belum siap menjadi orang tua dikhawatirkan mengalami banyak 
kesulitan dalam mengasuh dan mendidik anak. Wanita yang terlalu tua untuk hamil 
dan melahirkan dikhawatirkan ada berbagai gangguan fisik organ reproduksi, jantung, 
atau ginjal sehingga mengakibatkan berbagai komplikasi kehamilan dan persalinan.
 Usia janin yang dikandung seorang ibu memiliki periode khusus yang perlu 
mendapat perhatian untuk keamanan dan keselamatan bayi dan orang tuanya, yakni 
seperti berikut.
a. Trimester I kehamilan, perlu diperhatikan asupan nutrisi ibu. Pada trimester I ini, 
asupan nutrisi diperlukan untuk membentuk sel-sel organ tubuh janin. Oleh karena 
itu, ibu yang hamil trimester pertama harus mengonsumsi nutrisi dua kali lipat untuk 
ibu dan bakal anaknya. Padahal, pada saat ini ibu yang hamil sedang mengalami 
berbagai penyesuaian hormonal yang mengakibatkan selalu mual dan muntah saat 
melihat makanan. 
b. Trimester II kehamilan petugas kesehatan harus memperhatikan penambahan berat 
badan ibu untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan janin. Perhitungkan 
besar janin dengan perkirakan timbangan, jumlah cairan amnion, dan berat badan 
dasar ibu. Pertumbuhan dan perkembangan janin dapat dipantau dari pertambahan 
berat badan ibu hamil trimester II.
c. Trimester III difokuskan pada perkembangan janin dan persiapan persalinan. 
Identifikasi berbagai kemungkinan penyulit dalam persalinan, mulai dari jalan lahir, 
ukuran panggul ibu, kelenturan otot-otot persalinan, posisi janin, dan kesiapan ibu. 
Pada fase ini perlu disiapkan secara intensif agar ibu siap untuk melahirkan. Dapat 
dibentuk kelas ibu hamil, senam hamil atau latihan hypnobirthing. Semua keadaan ini 
perlu disiapkan agar proses persalinan dapat berlangsung lancar dan meminimalkan 
trauma saat lahir, baik trauma janin maupun trauma ibu.
2. Nutrisi
 Berbagai obat yang dikonsumsi ibu selama hamil, kesehatan ibu saat hamil, adanya 
radiasi, dan berbagai komplikasi kehamilan atau persalinan juga merupakan faktor 
mikrokosmos yang akan memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak 
selanjutnya.
Faktor Makrokosmos
Faktor makrokosmos merupakan faktor luar dari anak yang juga akan memengaruhi 
pertumbuhan perkembangan. Faktor tersebut meliputi pola asuh yang dilakukan ayah, ibu, 
saudara, atau teman di lingkungannya.Asuhan Lingkungan 
Ayah, ibu, saudara, dan teman lebih sering mendidik anak seperti keinginannya. Menginginkan 
anak menjadi seperti dirinya, pola asuh yang diberikan, cara hidup, dan strategi menghadapi 
kehidupan diajarkan sesuai pengalaman mereka. Padahal zaman orang tua dengan zamannya 
anak berbeda. Beda zaman, beda tantangan, maka berbeda strategi menghadapi kehidupan. 
Dengan demikian, pola asuh orang tua harus tetap mengajarkan strategi kehidupan yang 
akurat untuk menghadapi tantangan pada zamannya anak. Berikan gambaran (figur) orang 
tua dalam menghadapi kehidupan.
Didiklah anak seperti apa yang kita inginkan, tetapi ingat bahwa anak akan hidup pada 
zamannya.
Figur ibu (mother figure) merupakan gambaran sosok seorang ibu dalam kehidupan. 
Contohkan kepada anak, bagaimana tugas seorang ibu dalam mengatur seluruh kehidupan 
keluarga, serta memberikan asuhan pada anak dan seluruh anggota keluarga. Buatlah anak 
bangga pada kinerja ibunya, sehingga anak akan mempelajari dan menginginkan sifat ibu 
berkembang dalam dirinya untuk menghadapi berbagai tantangan kehidupan.
Figur ayah (father figure) juga perlu diajarkan kepada anak bagaimana seharusnya 
seorang ayah mengatur dan memenuhi kebutuhan hidup untuk seluruh anggota keluarganya. 
Buatlah anak bangga dengan perilaku ayahnya. Dengan demikian, anak akan bangga menjadi 
bagian keluarga dan akan meneruskan perjuangan keluarga sesuai pola asuh yang diterima. 
Jangan sampai anak mengalami kebingungan peran karena tidak jelasnya perilaku orang tua 
dalam kehidupan keluarga.
Lingkungan 
Lingkungan dengan berbagai macam keadaannya menuntut anak mampu beradaptasi, 
serta membandingkan dengan ajaran yang telah diperoleh atau dipelajari dari rumah untuk 
dikembangkan dalam lingkungan sosial. Lingkungan adalah mediator dan fasilitator dalam 
pembentukan perilaku anak. Anak dapat belajar kehidupan melalui asosiasi, konsekuensi, 
atau observasi. 
1. Belajar dari pergaulan (learning by association atau conditioning).
 Kondisi kehidupan dapat mengajarkan bagaimana seharusnya kita beradaptasi. Tuhan 
menciptakan manusia dalam bentuk yang paling sempurna. Manusia adalah pemimpin
(khalifah) di muka bumi ini. Dengan mempelajari keadaan kehidupan, manusia akan 
berusaha tetap bertahan dan melanjutkan (survive) kehidupan.
2. Belajar dari konsekuensi (learning by consequences) atau sebab akibat.
 Cara beradaptasi dengan kehidupan dapat terjadi karena sebab akibat. Misalnya, suatu 
sore seorang ibu tinggal sendiri di rumah, hujan mulai turun, listrik padam. Begitu 
sang ibu akan melihat pintu luar, ternyata ada seekor kelelawar membentur dahinya, 
ibu kesakitan, berteriak, dan menjadi ketakutan. Pengalaman ini diterima sebagai 
pengalaman menakutkan, dan berkembang menjadi pola perilaku setiap kali listrik 
padam. Dengan demikian, setiap listrik padam, ibu selalu ketakutan, meskipun tidak 
ada kelelawar yang menyambar.
3. Belajar dari observasi/melihat (learning by observation/watching) atau mencontoh.
 Anak yang juga ketakukan ketika listrik padam karena melihat ibunya ketakutan, maka 
perilaku yang berkembang pada anak adalah dengan mencontoh ibunya. Remaja yang 
mengembangkan pola perilaku seperti drama korea dalam hal berbicara, potongan 
rambut, model pakaian, dan sebagainya juga merupakan pembelajaran dengan 
mencontoh. Tidak ada yang negatif dalam mencontoh perilaku ini asal yang dicontoh 
adalah perilaku yang baik. 
Keluarga merupakan tempat yang pertama dan utama dalam proses sosialisasi anak.
SEBELAS MEMO PEMBELAJARAN ANAK
Demikianlah pengaruh lingkungan terhadap perilaku anak, yang akan diteruskan dalam 
menghadapi tantangan kehidupannya. Semua faktor internal dan eksternal akan memengaruhi 
pertumbuhan dan perkembangan anak, termasuk keberhasilan atau kegagalan tahap 
pertumbuhan sebelumnya. 
Berilah pola asuh memuaskan kepada anak sehingga anak akan mengembangkan pola 
perilaku yang diinginkan. Ternyata anak belajar dari apa yang dialami dalam hidupnya, jika 
anak hidup dalam suasana seperti pada kolom kiri, maka dia akan belajar berperilaku seperti 
pada kolom kanan.
Tabel 13.1 Pembelajaran Anak
No. Suasana Belajar
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Penuh toleransi
Pemberian semangat
Pemberian pujian (secara wajar)
Kejujuran
Rasa aman
Persetujuan
Penerimaan dan bersahabat
Penuh kritik
Penuh ejekan
Rasa bermusuhan
Penuh rasa malu
Sabar
Percaya diri
Menghargai orang lain
Keadilan
Kepercayaan
Menyukai dirinya
Kasih sayang
Menyatakan salah atau mengutuk
Pemalu
Berkelahi
Mudah merasa bersalah
Selain itu, perlu diingat kembali beberapa deklarasi Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) 
tentang hak asasi anak, yaitu sebagai berikut.
1. Mempunyai nama dan kewarganegaraan.
2. Mendapat perawatan khusus bila cacat.
3. Memperoleh kesempatan penuh untuk berkreasi dan bermain.
4. Memperoleh gizi, perumahan, dan perawatan medis.
5. Termasuk yang pertama menerima pertolongan jika terjadi bencana.
6. Memperoleh pendidikan cuma-cuma serta pengembangan kemampuan pribadi.
7. Perlindungan terhadap segala bentuk kealpaan, kekejaman, dan pengisapan.
8. Dibesarkan dalam semangat toleransi, aman, serta persaudaraan universal.
9. Mendapat kasih sayang, cinta, dan pengertian dalam suasana moral serta material yang 
terjamin.
10. Mengembangkan rasa tanggung jawab sosial dan moral, menuju pelayanan terhadap 
sesama.
11. Memperkembangkan budi bahasa yang wajar dan sehat secara sosial, spiritual, moral, 
mental, dan jasmaniah.
12. Menikmati hak ini tanpa memandang ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, atau asal 
usul sosialnya.
GANGGUAN JIWA YANG LAZIM TERJADI PADA 
ANAK DAN REMAJA
Gangguan jiwa yang lazim terjadi pada usia anak lebih banyak berbentuk gangguan perilaku 
akibat gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Psikotik jarang terjadi pada anak, kalaupun 
ada jumlahnya sangat jarang. 
Berikut adalah beberapa gangguan yang sering terjadi pada masa anak menurut DSM 
IV. Di antara sekian banyak bentuk gangguan di bawah ini, kasus yang paling sering timbul 
dan menimbulkan permasalahan bagi orang tua adalah gangguan hiperaktif, autisme, dan 
retardasi mental. Meskipun demikian, beberapa gangguan lain juga merupakan masalah 
berat yang harus dihadapi orang tua.
Tabel 13.2 Gangguan yang Sering Terjadi pada Masa Kanak-Kanak/Remaja (DSM IV)
Retardasi Mental
317 Retardasi mental ringan
318.0 Retardasi mental sedang
318.1 Retardasi mental berat
318.2 Retardasi mental sangat berat
319 Retardasi mental keparahan tak dijelaskan
Gangguan Belajar
315.0 Gangguan membaca
315.1 Ganguan matematika
315.2 Gangguan mengekspresikan tulisan (menulis)
315.9 Gangguan belajar TKD (tidak kecuali dijelaskan)
Gangguan Keterampilan Motorik
315.4 Gangguan koordinasi perkembangan
Gangguan Komunikasi
315.31 Kelainan bahasa ekspresif
315.31 Kelainan bahasa ekspresif-reseptif campuran
315.39 Kelainan fonologik
307.0 Gagap
307.9 Kelainan komunikasi TKD
Gangguan Perkembangan Pervasif
299.0 Kelainan autistik
299.80 Kelainan Rett
299.10 Kelainan disintegratif masa kanak-kanak
299.80 Kelainan asperger
299.81 Kelainan perkembangan pervasif TKD
Gangguan Defisit Perhatian dan Perilaku Distruktif
314.xx defisit perhatian/gangguan hiperaktif
314.01 Tipe kombinasi
314.00 Tipe inatentif predominan
314.01 Tipe hiperaktif-impulsif predominan
dan lain-lain
Gangguan Makan pada Bayi dan Kanak-Kanak Awal
307.52 Pika
307.53 Kelainan mengunyah
307.59 Kelainan pemberian makanan pada bayi/kanak awal
dan lain-lain
Gangguan Tik
307.21 Kelainan tik transien
307.22 Kelainan tik motorik atau vokal
307.23 Kelainan Tourette’s
Gangguan Eliminasi
Gangguan Lain
Berbagai gangguan jiwa yang sering terjadi pada anak secara keseluruhan dapat dibaca 
dalam pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa. Intinya, jarang ada skizofrenia 
di usia anak dan gangguan terbanyak adalah karena gangguan penyesuaian terhadap 
pertumbuhan dan perkembangan.


PENGERTIAN RETARDASI MENTAL
Retardasi mental (RM) adalah fungsi intelektual di bawah angka 7, yang muncul bersamaan 
dengan kurangnya perilaku adaptif, serta kemampuan beradaptasi dengan kehidupan sosial 
sesuai tingkat perkembangan dan budaya. Menurut Maslim (2004), RM adalah suatu keadaan 
perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak lengkap yang terutama ditandai oleh terjadinya 
kendala keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat 
kecerdasan secara menyeluruh, misalnya kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial. 
Anak RM mengalami keterbatasan sosialisasi akibat tingkat kecerdasan yang rendah 
(Soetjiningsih, 1998). Kemampuan penyesuaian diri dengan lingkungan sangat dipengaruhi 
oleh kecerdasan. Anak RM dengan tingkat kecerdasan di bawah normal dan mengalami 
hambatan dalam bersosialisasi. Faktor lain adalah kecenderungan mereka diisolasi (dijauhi) 
oleh lingkungannya. Anak sering tidak diakui secara penuh sebagai individu dan hal 
tersebut memengaruhi proses pembentukan pribadi. Anak akan berkembang menjadi 
individu dengan ketidakmampuan menyesuaikan diri terhadap tuntutan sekolah, keluarga, 
masyarakat, dan terhadap dirinya sendiri.
KLASIFISIKASI RETARDASI MENTAL
Klasifikasi didasarkan pada tingkat kecerdasan terdiri atas keterbelakangan ringan, sedang, 
berat, dan sangat berat. Kemampuan kecerdasan anak RM kebanyakan diukur dengan tes 
Stanford Binet dan Wechsler Intelligence Scale for Children (WISC) (Somantri, 2007). 
Menurut Somantri (2007), klasifikasi anak RM adalah sebagai berikut.
1. RM ringan 
 Menurut Binet dalam Somantri (2007), RM ringan disebut juga moron atau debil, 
memiliki Intelligence Quotient (IQ) antara 52–68, sedangkan menurut WISC, IQ antara 
55–69. Perkembangan motorik anak tunagrahita mengalami keterlambatan, Somantri 
(2007) menyatakan bahwa, “Semakin rendah kemampuan intelektual seseorang anak, 
maka akan semakin rendah pula kemampuan motoriknya, demikian pula sebaliknya”.
2. RM sedang 
 RM sedang disebut juga imbesil yang memiliki IQ 36–51 berdasarkan skala Binet, 
sedangkan menurut WISC memiliki IQ 40–54. Anak ini bisa mencapai perkembangan 
kemampuan mental (Mental Age—MA) sampai kurang lebih 7 tahun, dapat mengurus 
dirinya sendiri, melindungi dirinya sendiri dari bahaya seperti kebakaran, berjalan di 
jalan raya, dan berlindung dari hujan. 
3. RM berat 
 RM berat atau disebut idiot, menurut Binet memiliki IQ antara 20–32 dan menurut 
WISC antara 25–39.
4. RM sangat berat 
 Level RM ini memiliki IQ di bawah 19 menurut Binet dan IQ di bawah 24 menurut 
WISC. Kemampuan mental atau MA maksimal yang dapat diukur kurang dari tiga 
tahun. Anak yang mengalami hal ini memerlukan bantuan perawatan secara total dalam 
berpakaian, mandi, dan makan, bahkan memerlukan perlindungan diri sepanjang 
hidupnya.
Tingkat retardasi mental dalam pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa 
III 2007 (PPDG J-III) yang ditunjukkan dalam tabel berikut.
Tabel 14.1 Klasifikasi Tingkat Kecerdasan (IQ) Berdasarkan Keadaan Masyarakat Normal
Nama HI (IQ) Tingkat
Sangat superior >130 Tinggi sekali
Superior 110–130 Tinggi
Normal 86–109 Normal
Bodoh, bebal 68–85 Taraf perbatasan
Debilitas (tolol) 52–68 RM ringan
Imbesillitas (dungu) 36–51 RM sedang
20–35 RM berat
Idiosi (pandir) <20 RM sangat berat
CIRI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN 
RETARDASI MENTAL
Retardasi Mental
1. Umur 0–5 tahun (pematangan dan perkembangan). 
 Dapat mengembangkan keterampilan sosial dan komunikasi, keterbelakangan minimal 
dalam bidang sensoris motorik. Anak yang mengalami retarditasi mental sering tidak 
dapat dibedakan dari normal hingga usia lebih tua. 
2. Umur 6–20 tahun (latihan dan pendidikan). 
 Dapat belajar keterampilan akademik sampai kira-kira kelas 6 pada umur belasan tahun 
(dekat umur 20 tahun), serta dapat dibimbing ke arah konformitas sosial.
3. Masa dewasa, yaitu 21 tahun atau lebih (kecukupan sosial dan pekerjaan). 
 Biasanya dapat mencapai keterampilan sosial dan pekerjaan yang cukup untuk mencari 
nafkah, tetapi memerlukan bimbingan dan bantuan bila mengalami stres sosial ekonomi 
yang luar biasa.

Retardasi Mental Sedang 
1. Umur 0–5 tahun (pematangan dan perkembangan). 
 Dapat berbicara atau belajar berkomunikasi, kesadaran sosial kurang, perkembangan 
motorik cukup, dapat belajar mengurus diri sendiri, dapat diatur dengan pengawasan 
sedang.
2. Umur 6–20 tahun (latihan dan pendidikan). 
 Dapat dilatih dalam keterampilan sosial dan pekerjaan, sukar untuk maju lewat kelas 2 
Sekolah Dasar (SD) dalam mata pelajaran akademik, dapat belajar bepergian sendirian 
di tempat yang sudah dikenal.
3. Masa dewasa, yaitu 21 tahun atau lebih (kecukupan sosial dan pekerjaan). 
 Dapat mencari nafkah dalam pekerjaan kasar tidak terlatih atau setengah terlatih dalam 
keadaan yang terlindung, memerlukan pengawasan, dan bimbingan bila mengalami 
stres sosial atau ekonomi yang ringan.
Retardasi Mental Berat 
1. Umur 0–5 tahun (pematangan dan perkembangan). 
 Perkembangan motorik kurang, bicara minimal. Pada umumnya tak dapat dilatih untuk 
mengurus diri sendiri, keterampilan komunikasi tidak ada atau hanya sedikit sekali.
2. Umur 6–20 tahun (latihan dan pendidikan). 
 Dapat berbicara atau belajar berkomunikasi, dapat dilatih dalam kebiasaan kesehatan 
dasar, serta dapat dilatih secara sistematik dalam kebiasaan.
3. Masa dewasa, yaitu 21 tahun atau lebih (kecukupan sosial dan pekerjaan). 
 Dapat mencapai sebagian dalam mengurus diri sendiri di bawah pengawasan penuh, 
dapat mengembangkan secara minimal berguna keterampilan menjaga diri dalam 
lingkungan yang terkontrol.
Retardasi Mental Sangat Berat 
1. Umur 0–5 tahun (pematangan dan perkembangan). 
 Retardasi berat, kemampuan minimal untuk berfungsi dalam bidang sensoris-motorik, 
membutuhkan perawatan.
2. Umur 6–20 tahun (latihan dan pendidikan). 
 Perkembangan motorik sedikit, dapat bereaksi terhadap latihan mengurus diri sendiri 
secara minimal atau terbatas.
3. Masa dewasa 21 tahun atau lebih (kecukupan sosial dan pekerjaan). 
 Perkembangan motorik dan bicara sedikit, dapat mengurus diri sendiri secara sangat 
terbatas, membutuhkan perawatan.
Menurut penilaian program pendidikan, retardasi mental dapat diklasifikasikan 
sebagai berikut.
1. Tunagrahita mampu didik (educable) 
 Anak tunagrahita mampu didik adalah anak tunagrahita yang tidak mampu mengikuti 
pada program sekolah biasa, tetapi ia masih memiliki kemampuan yang dapat 
dikembangkan melalui pendidikan walaupun hasilnya tidak maksimal. Anak diharapkan 
mampu untuk belajar membaca dan menulis pada tingkat SD tetapi dengan langkah yang 
lambat. Kemampuan yang dapat dikembangkan pada anak tunagrahita mampu didik 
antara lain membaca, menulis, mengeja, dan berhitung. Selain itu, menyesuaikan diri 
dan tidak menggantungkan diri pada orang lain, serta keterampilan kerja di kemudian 
hari. 
2. Tunagrahita mampu latih (custodial) 
 Merupakan anak tunagrahita yang hanya dapat dilatih untuk mengurus diri sendiri 
melalui aktivitas kehidupan sehari-hari, serta melakukan fungsi sosial kemasyarakatan 
menurut kemampuannya. Anak diharapkan mampu belajar hanya beberapa kata dan 
keterampilan berhitung yang sangat terbatas. Mereka diharapkan mampu untuk menjadi 
semi mandiri melalui pemberian latihan keterampilan dengan tahapan yang terbaik.
3. Tunagrahita mampu rawat (trainable) 
 Tunagrahita mampu rawat adalah tunagrahita yang memiliki kecerdasan sangat rendah 
sehingga ia tidak mampu mengurus diri sendiri atau sosialisasi. Oleh karenanya, 
mengurus kebutuhan diri sendiri sangat membutuhkan orang lain. Anak tunagrahita 
mampu rawat membutuhkan perawatan sepenuhnya sepanjang hidupnya, karena ia 
tidak mampu terus hidup tanpa bantuan orang lain. 
ETIOLOGI 
Menurut Maramis (2010), faktor penyebab retardasi mental yaitu sebagai berikut.
1. Faktor genetik 
 Abnormalitas kromosom yang paling umum menyebabkan retardasi mental adalah 
Sindrom Down yang ditandai oleh adanya kelebihan kromosom atau kromosom ketiga 
pada pasangan kromosom ke-21, sehingga mengakibatkan jumlah kromosom menjadi 
Sindrom Fragile X, yang merupakan tipe umum dari retardasi mental yang diwariskan. 
Gangguan ini disebabkan oleh mutasi gen pada kromosom X. Gen yang rusak berada 
pada area kromosom yang tampak rapuh, sehingga disebut Sindrom Fragile X. Sindrom 
ini menyebabkan retardasi mental pada 1.000–1.500 pria dan hambatan mental pada 
setiap 2.000–2.500 perempuan. Efek dari Sindrom Fragile X berkisar antara gangguan 
belajar ringan sampai retardasi parah yang dapat menyebabkan gangguan bicara dan 
fungsi yang berat.
Phenylketonuria (PKU) merupakan gangguan genetik yang terjadi pada satu di antara 
10.000 kelahiran. Gangguan ini disebabkan adanya satu gen resesif yang menghambat 
anak untuk melakukan metabolisme. Konsekuensinya, phenilalanin dan turunannya 
asam phenilpyruvic, menumpuk dalam tubuh, serta menyebabkan kerusakan pada 
sistem saraf pusat yang mengakibatkan retardasi mental dan gangguan emosional.
2. Faktor prenatal 
 Penyebab retardasi mental saat prenatal adalah infeksi dan penyalahgunaan obat selama 
ibu mengandung. Infeksi yang biasanya terjadi adalah rubella, yang dapat menyebabkan 
kerusakan otak. Penyakit ibu juga dapat menyebabkan retardasi mental, seperti sifilis, 
herpes genital, hipertensi, diabetes melitus, anemia, tuberkulosis paru. Narkotik, 
alkohol, dan rokok yang berlebihan serta keadaan gizi dan emosi pada ibu hamil juga 
sangat berpengaruh pada terjadinya retardasi mental.
3. Faktor perinatal 
 Retardasi mental yang disebabkan oleh kejadian yang terjadi pada saat kelahiran adalah 
luka-luka pada saat kelahiran, sesak napas (asfiksia), dan lahir prematur, serta proses 
kelahiran yang lama.
4. Faktor pascanatal 
 Banyak sekali faktor pascanatal yang dapat menimbulkan kerusakan otak dan 
mengakibatkan terjadinya retardasi mental. Termasuk di antaranya adalah infeksi 
(meningitis, ensefalitis, meningoensefalitis, dan infeksi pada bagian tubuh lain yang 
menahun), trauma kapitis, tumor otak, kelainan tulang tengkorak, dan keracunan pada 
otak. Kesehatan ibu yang buruk dan terlalu sering melahirkan merupakan penyebab 
berbagai macam komplikasi kelahiran seperti bayi lahir prematur, perdarahan 
postpartum, dan lain sebagainya. 
5. Rudapaksa (trauma) dan/atau sebab fisik lain. 
 Rudapaksa sebelum lahir serta juga trauma lain, seperti sinar X, bahan kontrasepsi, 
dan usaha melakukan abortus dapat mengakibatkan kelainan dengan RM. Rudapaksa 
setelah lahir tidak begitu sering mengakibatkan retardasi mental. 
6. Gangguan metabolisme, pertumbuhan, atau gizi. 
 Semua retardasi mental yang langsung disebabkan oleh gangguan metabolisme (misalnya 
gangguan metabolisme lemak, karbohidrat, dan protein), serta pertumbuhan atau gizi 
termasuk dalam kelompok ini. Gangguan gizi yang berat dan berlangsung lama sebelum 
umur 4 tahun sangat memengaruhi perkembangan otak serta dapat mengakibatkan 
retardasi mental. Keadaan dapat diperbaiki dengan memperbaiki sebelum umur 6 
tahun. Sesudah ini biarpun anak itu dibanjiri dengan makanan bergizi, intelegensi yang 
rendah itu sudah sukar ditingkatkan. 
7. Penyakit otak yang nyata (setelah kelahiran). 
 Kelompok ini termasuk retardasi mental akibat tumor/kanker (tidak termasuk 
pertumbuhan sekunder karena rudapaksa atau peradangan) dan beberapa reaksi sel￾sel otak yang nyata, tetapi yang belum diketahui betul penyebabnya (diduga turunan).
KARAKTERISTIK RETARDASI MENTAL 
Menurut Somantri (2007), beberapa karakteristik anak retardasi mental sebagai berikut.
1. Keterbatasan kecerdasan 
 Dengan adanya keterbatasan kemampuan berpikir, mereka mengalami kesulitan belajar. 
Masalah yang sering dirasakan terkait proses belajar mengajar di antaranya kesulitan 
menangkap pelajaran, kesulitan dalam belajar yang baik, mencari metode yang tepat, 
kemampuan berpikir abstrak yang terbatas, daya ingat lemah, dan lain sebagainya. 
 Kapasitas anak retardasi mental terutama yang bersifat abstrak seperti berhitung, 
menulis dan membaca juga terbatas, serta kemampuan belajarnya cenderung tanpa 
pengertian atau cenderung belajar dengan membeo.
2. Keterbatasan sosial 
 Dalam pergaulan mereka tidak dapat mengurus, memelihara, dan memimpin diri. 
Waktu masih kanak-kanak, mereka harus dibantu terus-menerus, disuapi makanan, 
dipasangkan dan ditanggali pakaian, disingkirkan dari bahaya, diawasi waktu bermain 
dengan anak lain, bahkan ditunjuki terus apa yang harus dikerjakan. Mereka bermain 
dengan teman-teman yang lebih muda, karena tidak dapat bersaing dengan teman 
sebayanya. Tanpa bimbingan dan pengawasan, mereka dapat terjerumus ke dalam 
tingkah laku yang terlarang terutama mencuri, merusak, dan pelanggaran seksual.
 Masalah ini berkaitan dengan masalah-masalah atau kesulitan dalam hubungannya 
dengan kelompok dan individu di sekitarnya. Kemampuan penyesuaian diri dengan 
lingkungannya sangat dipengaruhi oleh kecerdasan. Oleh karena tingkat kecerdasan anak 
tunagrahita berada di bawah normal, maka dalam kehidupan bersosialisasi mengalami 
hambatan. Selain itu, ada kecenderungan mereka diisolasi (dijauhi) oleh lingkungannya. 
Anak juga dapat tidak diakui secara penuh sebagai individu yang berpribadi sehingga 
dapat berpengaruh pada pembentukan pribadi yang mengakibatkan suatu kondisi pada 
individu tentang ketidakmampuannya di dalam menyesuaikan diri terhadap tuntutan 
sekolah, keluarga, masyarakat, dan bahkan dirinya sendiri.
3. Keterbatasan fungsi mental lainnya 
 Memerlukan waktu lebih lama untuk melaksanakan reaksi pada situasi yang belum 
dikenalnya, keterbatasan penguasaan bahasa, kurang mampu untuk mempertimbangkan 
sesuatu, membedakan antara baik dan buruk, serta membedakan yang benar dan 
salah.
Menurut Delphie (2005), karakteristik retardasi mental adalah sebagai berikut.
1. Pada umumnya, anak dengan gangguan perkembangan mempunyai pola perkembangan 
perilaku yang tidak sesuai dengan kemampuan potensialnya. 
2. Anak dengan gangguan perkembangan mempunyai kelainan perilaku maladaptif, yang 
berkaitan dengan sifat agresif secara verbal atau fisik, perilaku yang suka menyakiti 
diri sendiri, perilaku suka menghindarkan diri dari orang lain, suka menyendiri, suka 
mengucapkan kata atau kalimat yang tidak masuk akal atau sulit dimengerti maknanya, 
rasa takut yang tidak menentu sebab akibatnya, selalu ketakutan, serta sikap suka 
bermusuhan. 
3. Pribadi anak dengan gangguan perkembangan mempunyai kecenderungan yang sangat 
tinggi untuk melakukan tindakan yang salah. 
4. Masalah yang berkaitan dengan kesehatan khusus seperti terhambatnya perkembangan 
gerak, tingkat pertumbuhan yang tidak normal, kecacatan sensori, khususnya pada 
persepsi penglihatan dan pendengaran sering tampak pada anak dengan gangguan 
perkembangan. 
5. Sebagian dari anak dengan gangguan perkembangan mempunyai kelainan penyerta 
serebral palsi, kelainan saraf otot yang disebabkan oleh kerusakan bagian tertentu pada 
otak saat dilahirkan ataupun saat awal kehidupan. Mereka yang tergolong memiliki 
serebral palsi mempunyai hambatan pada intelektual, masalah berkaitan dengan gerak 
dan postur tubuh, pernapasan mudah kedinginan, buta warna, kesulitan berbicara 
disebabkan adanya kekejangan otot-otot mulut (artikulasi), serta kesulitan sewaktu 
mengunyah dan menelan makanan yang keras seperti permen karet, popcorn, sering 
kejang otot (seizure). 
6. Secara keseluruhan, anak dengan gangguan perkembangan mempunyai kelemahan pada 
segi berikut.
a. Keterampilan gerak. 
b. Fisik yang kurang sehat. 
c. Koordinasi gerak. 
d. Kurangnya perasaan percaya terhadap situasi dan keadaan sekelilingnya. 
e. Keterampilan kasar dan halus motor yang kurang. 
7. Dalam aspek keterampilan sosial, anak dengan gangguan perkembangan umumnya 
tidak mempunyai kemampuan sosial, antara lain suka menghindar dari keramaian, 
ketergantungan hidup pada keluarga, kurangnya kemampuan mengatasi marah, rasa 
takut yang berlebihan, kelainan peran seksual, kurang mampu berkaitan dengan kegiatan 
yang melibatkan kemampuan intelektual, dan mempunyai pola perilaku seksual secara 
khusus. 
8. Anak dengan gangguan perkembangan mempunyai keterlambatan pada berbagai tingkat 
dalam pemahaman dan penggunaan bahasa, serta masalah bahasa dapat memengaruhi 
perkembangan kemandirian dan dapat menetap hingga pada usia dewasa. 
9. Pada beberapa anak dengan gangguan perkembangan mempunyai keadaan lain yang 
menyertai, seperti autisme, serebral palsi, gangguan perkembangan lain (nutrisi, sakit 
dan penyakit, kecelakaan dan luka), epilepsi, dan disabilitas fisik dalam berbagai 
porsi. 
TANDA DAN GEJALA RETARDASI MENTAL 
Gejala anak retardasi mental, antara lain sebagai berikut.
1. Lamban dalam mempelajari hal baru, mempunyai kesulitan dalam mempelajari 
pengetahuan abstrak atau yang berkaitan, dan selalu cepat lupa apa yang dia pelajari 
tanpa latihan yang terus-menerus. 
2. Kesulitan dalam menggeneralisasi dan mempelajari hal-hal yang baru. 
3. Kemampuan bicaranya sangat kurang bagi anak RM berat. 
4. Cacat fisik dan perkembangan gerak. Kebanyakan anak dengan retardasi mental berat 
mempunyai keterbatasan dalam gerak fisik, ada yang tidak dapat berjalan, tidak dapat 
berdiri, atau bangun tanpa bantuan. Mereka lambat dalam mengerjakan tugas-tugas 
yang sangat sederhana, sulit menjangkau sesuatu, dan mendongakkan kepala.
5. Kurang dalam kemampuan menolong diri sendiri. Sebagian dari anak retardasi 
mental berat sangat sulit untuk mengurus diri sendiri, seperti berpakaian, makan, dan 
mengurus kebersihan diri. Mereka selalu memerlukan latihan khusus untuk mempelajari 
kemampuan dasar.
6. Tingkah laku dan interaksi yang tidak lazim. Anak tunagrahita ringan dapat bermain 
bersama dengan anak reguler, tetapi anak yang mempunyai retardasi mental berat tidak 
melakukan hal tersebut. Hal itu mungkin disebabkan kesulitan bagi anak retardasi 
mental dalam memberikan perhatian terhadap lawan main.
7. Tingkah laku kurang wajar yang terus-menerus. Banyak anak retardasi mental berat 
bertingkah laku tanpa tujuan yang jelas. Kegiatan mereka seperti ritual, misalnya 
memutar-mutar jari di depan wajahnya dan melakukan hal-hal yang membahayakan 
diri sendiri, misalnya menggigit diri sendiri, membentur-beturkan kepala, dan lain￾lain. 
MASALAH KEPERAWATAN YANG TIMBUL
1. Risiko mutilasi diri sendiri berhubungan dengan gangguan neurologis.
2. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan gangguan neurologis.
3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan stimulasi sensor yang kurang, 
menarik diri.
4. Gangguan identitas diri berhubungan dengan stimulasi sensori yang kurang
PENANGANAN RETARDASI MENTAL
Pencegahan Primer
Dengan dilakukan pendidikan kesehatan pada masyarakat, perbaikan keadaan sosial ekonomi, 
konseling genetik, dan tindakan kedokteran, misalnya perawatan prenatal, pertolongan 
persalinan, pengurangan kehamilan pada wanita adolesen dan di atas usia 40 tahun, serta 
pencegahan radang otak pada anak-anak.
Pencegahan Sekunder
Meliputi diagnosis dan pengobatan dini pada keadaan yang menyebabkan terjadinya retardasi 
mental.
Pencegahan Tertier
Meliputi latihan dan pendidikan di sekolah luar biasa, obat-obatan neuroleptika, serta obat 
yang dapat memperbaiki mikrosirkulasi dan metabolisme otak.




PENGERTIAN ADHD
Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) merupakan gangguan perilaku yang 
ditandai oleh rentang perhatian yang buruk dan tidak sesuai dengan perkembangan atau ciri 
hiperaktivitas dan impulsif atau keduanya yang tidak sesuai dengan usia (Kaplan dan Sandock, 
2007). ADHD