kesehatan mental 3

Kamis, 22 Februari 2024

kesehatan mental 3





 kemampuan mental

individu (misal: regulasi diri yang buruk, cara berpikir yang keliru), munculnya

emosi negatif yang tak dapat dikelola dengan baik sehingga memperburuk relasi

yang ada (misal: rasa malu, cemburu, iri), serta disfungsi dalam proses relasi

sosial (misal: ketergantungan pada pasangan, pengkhianatan, beda persepsi

terhadap peran gender, kesepian). Pokok bahasan kali ini akan membahas

mengenai berbagai permasalahan emosional dan perilaku dalam konteks sosial.

1.1.2. Relevansi

Diharapkan setelah mengikuti materi berikut ini, mahasiswa dapat

mengidentifikasi berbagai permasalahan emosional dan perilaku yang sedang

terjadi di lingkungan sekitarnya, serta dapat menjelaskan dinamika terjadinya

permasalahan tersebut dengan berbagai konsep kesehatan mental yang telah

dikuasai.

1.1.3. Kompetensi

a. Standar Kompetensi

Mahasiswa dapat mengidentifikasi berbagai masalah emosional dan perilaku

dalam konteks sosial.

b. Kompetensi Dasar

1. Mahasiswa dapat mengidentifikasi berbagai masalah

emosional dan perilaku dalam konteks sosial, dapat diukur

dengan: 

Mahasiswa mampu membedakan masalah-masalah

emosional-perilaku-krisis dalam konteks sosial, dalam: • proses kognisi-sosial (egosentrisme, perbandingan

sosial) • regulasi diri dan emosi-sosial • proses interpersonal • krisis psikologis

b. Mahasiswa mampu menentukan satu permasalahan

aktual dan desain program intervensi-non klinis yang

akan disusun. 


REGULASI DIRI DAN PSIKOPATOLOGI. Regulasi diri adalah usaha

individu untuk mengelola respon-responnya, seperti menguasai impuls

tingkah lakunya, melawan godaan, mengendalikan pikiran, dan mengelola

emosinya. Kegagalan regulasi diri seseorang dikaitkan dengan berbagai

perilaku yang maladaptif, seperti penyalahgunaan obat dan alkohol,

kekerasan, kehamilan remaja, putus sekolah, ketergantungan, hubungan

seksual yang tidak sehat, judi, berhutang dan pemakain berlebihan pada

kartu kredit, gangguan makan, perceraian. Teori mengenai regulasi diri

sangat dekat dengan penjelasan mengenai self-control dan berakar pada

studi mengenai penundaan kepuasaan. Intinya pada konteks apakah

seseorang akan memilih reward yang segera tetapi kecil nilainya, atau

reward yang besar nilainya tetapi tertunda. Selain itu, keberhasilan regulasi

diri seseorang juga dipengaruhi oleh kekuatan impuls dan kekuatan usaha

mengendalikannya yang biasanya diantara keduanya saling bertentangan.

Stres dan emosi sedih juga mempengaruhi kegagalan regulasi diri.

REGULASI DIRI MEMPENGARUHI KONDISI PSIKOPATOLOGI. Dalam DSM

IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders) dapat 

kita temui, bahwa sebagian besar gangguan mental menunjukkan

adanya simtom psikopatologi dalam kriterianya berupa kegagalan

melakukan regulasi diri. Contohnya, pada penderita gangguan cemas

terdapat simtom kesulitan mengendalikan rasa khawatirnya sebagai

salah satu kriteria gangguan. Gross dan Munoz (1995)

mengungkapkan bahwa rendahnya kendali atas ekspresi dan

pengalaman emosi merupakan karakteristik utama dari banyak tipe

gangguan psikopatologis. Regulasi emosi merupakan hal yang

penting dalam kesehatan mental individu.

PROBLEMATIKA EMOSI-SOSIAL. Rasa malu, rasa bersalah,

cemburu, dan iri merupakan emosi yang biasa dialami oleh siapapun

dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun biasanya bukan merupakan

emosi yang diterima, tetapi emosi-emosi tersebut juga memiliki

fungsi bagi individu dan relasi yang dimiliki. Akan tetapi disisi lain,

dampak negatif emosi-emosi tersebut juga dapat memicu masalah

sosial dan penyesuaian emosi bagi individu yang terlibat di dalam

relasi tersebut.

MALU (SHAME) DAN RASA BERSALAH (GUILT). Malu dan

rasa bersalah merupakan emosi yang berkaitan erat dengan moralitas

individu, sehingga dampak dari emosi tersebut adalah terhambatnya

perilaku yang tak diinginkan lingkungan sosial dan dukungan bagi

kondisi moral tertentu. Perbedaannya adalah bahwa perasaan malu

jauh lebih bersifat publik atau umum, sedangkan perasaan bersalah

cenderung bersifat pribadi. Rasa malu yang dimiliki seseorang

biasanya terkait dengan perilaku yang mengarah pada interaksi

sosial secara langsung. Sedangkan rasa bersalah cenderung

mengarahkan individu pada perilaku yang membawa dampak

rahasia (tidak ingin diketahui orang lain) karena melanggar norma

sosial atau bersifat immoral. Contohnya, rasa malu muncul ketika

kita tidak mampu memenuhi harapan sosial (presentasi buruk, salah

menyapa orang), sedangkan rasa bersalah muncul ketika kita

mengetahui bahwa apa yang kita lakukan bertentangan dengan

norma sosial atau immoral (selingkuh, mencontek saat ujian).

Rasa bersalah mengandung evaluasi negatif terhadap perilaku

tertentu yang spesifik. Muncul evaluasi seperti, “Saya telah

melakukan hal buruk”. Dampaknya secara psikologis adalah adanya

penyesalan, ketegangan dan transgression. Individu akan 

terpreokupasi pada hal tersebut dan berpikir terus-menerus untuk

berperilaku yang berbeda dari yang telah terjadi.

Sedangkan rasa malu, memiliki kunci pada bagaimana individu

tersebut sebagai seseorang. Di dalam rasa malu terdapat rasa

menyakitkan yang detil pada sekujur tubuh, yaitu perasaan bahwa

saya tidak berguna, tidak kompeten, individu yang buruk atau payah.

Muncul perasaan “menjadi kecil”, tak berguna dan tak berdaya.

CEMBURU (JEALOUSY) DAN IRI (ENVY). Cemburu (jealousy)

berasal dari bahasa Yunani zealous yang berarti persembahan yang

menyala-nyala pada seseorang atau objek. Cemburu sendiri diartikan

sebagai keyakinan atau kecurigaan bahwa apa yang dimiliki berada

dalam bahaya atau akan hilang. Iri (envy) berasal dari bahasa Latin

invidere, yang artinya memandang orang lain dengan penuh

kebencian. Iri merepresentasikan adanya ketidakpuasan dengan

sesuatu dan keinginan untuk memiliki yang lain (Salovey dan Radin,

dalam Kowalski dan Leary, 1999).

Cemburu biasanya muncul ketika suatu hubungan interpersonal

yang dianggap penting terancam oleh adanya pesaing, dan kita

menjadi khawatir bahwa posisi kita menjadi tidak penting lagi dalam

hubungan tersebut. Perasaan cemburu biasanya dirasakan bersamaan

dengan rasa marah, takut, dan sedih yang mendalam.

Sedangkan iri dijelaskan sebagai rasa tidak nyaman atau tidak

senang pada keuntungan yang dimiliki orang lain dan keinginan

untuk memiliki keuntungan tersebut bagi dirinya sendiri. Iri

biasanya muncul dalam konteks memperbandingkan dua hal

sekaligus yang dianggap penting bagi kita.

MANFAAT EMOSI NEGATIF DALAM KONTEKS SOSIAL. Rasa

malu memiliki begitu banyak dampak menyakitkan secara emosional,

akan tetapi dengan pengalaman merasakan malu membuat individu

menghindari perilaku yang keliru. Rasa bersalah juga sangat efektif

untuk meningkatkan sisi moral seseorang, sebagai bentuk dari fungsi

regulasi diri. Sedangkan rasa iri memiliki manfaat untuk memotivasi

individu melakukan yang terbaik, mengembangkan bakat dan

kemampuannya menjadi lebih produktif. Rasa cemburu, dijelaskan

dalam psikoanalisa bermanfaat untuk menunjukkan tanda kepedulian

seseorang yang tinggi pada orang lain yang kemungkinan berada dalam

taraf bahaya atau akan kehilangannya. 

PROBLEMATIKA YANG MUNCUL. Meskipun malu, rasa bersalah,

cemburu dan iri merupakan emosi normal yang dapat bermanfaat bagi

individu atau kelompok untuk beradaptasi, akan tetapi tetap merupakan sisi

tergelap dari emosi. Kapankah emosi kita dapat menjadi problematika? Emosi

negatif seringkali membawa dampak psikologis yang negatif seperti rasa

tidak nyaman, bagi individu yang merasakan maupun bagi orang lain yang

terlibat dalam relasi dengannya. Durasi dan keparahan munculnya emosi

negatif tersebut dapat menjadi tanda peringatan bahwa emosi tersebut dapat

menjadi masalah tersendiri. Beberapa penelitian juga mengungkapkan bahwa

rasa malu, cemburu dan iri dapat memotivasi seseorang untuk menjadi

agresif. Dalam ranah hukum juga diungkap bahwa iri dan cemburu dapat

menjadi akar dari aktivitas kriminal.

B. Masalah-masalah dalam Proses Interpersonal

(Dukungan sosial dan gangguan psikologis, Relasi yang salahsuai)

DUKUNGAN SOSIAL. Berbagai riset mengenai dukungan sosial terus

berkembang dari waktu ke waktu. Saat ini dukungan sosial bukan lagi sebagai

komponen tunggal, tetapi diyakini sebagai kumpulan dari komponen- komponen yang memiliki proses yang berdiri sendiri (lihat skema 8.1)

DISFUNGSI PERSONAL. Hubungan interpersonal seseorang secara

substansial mempengaruhi kesejahteraannya. Individu yang mampu

memelihara kedekatannya dengan individu lain menandakan bahwa dirinya

juga mampu menikmati kesehatan fisik dan psikisnya, menunjukkan harga

diri yang tinggi (Leary dan Down, 1995), rendahnya gejala psikopatologi, dan

sistem immune yang efisien. Ada beberapa problematika dalam ranah relasi

sosial, yaitu:

Disfungsi Personal, seperti cemburu, kesepian, dan depresi.

Disfungsi Interaktif, seperti komunikasi nonverbal,

pengkhianatan, beda jenis kelamin, dan proses atribusi.

Disfungsi relasi, seperti: ketergantungan dengan pasangan,

kesetaraan. 



Gerakan Kesehatan Mental menekankan pada usaha-usaha menolong dan

meningkatkan kualitas kehidupan manusia dalam ranah preventif

(pencegahan) yang bersifat luas pada komunitas tertentu. Ranah pencegahan

sendiri memiliki ciri khas, yaitu dilakukan sebelum gangguan mental

muncul atau setelah gangguan mental muncul. Tujuan dari pencegahan

adalah mencegah terjadinya gangguan pada masyarakat awam (primary

preventif ), mencegah berkembangnya gangguan mental pada kelompok

resiko (secondary preventif), dan memberdayakan kelompok penderita

gangguan mental yang telah pada tahap rehabilitasi (tersiery preventif) agar

dapat berfungsi optimal.

Tuntutan untuk mencakup kelompok yang luas, bukan sekedar pendekatan

individual membuat intervensi tersebut haruslah mampu diserap oleh

komunitas tertentu secara tepat, terpadu, dan terus-menerus. Oleh karena itu

intervensi dalam ranah Kesehatan Mental merupakan program psikososial

yang terpadu, dimana mengarah pada pemberdayaan kelompok yang

berkaitan langsung dengan problematika sosial tersebut. Selain itu, metode

yang digunakan serta media yang mendukung haruslah tepat sasaran dan

dapat diserap setiap lapisan. Dalam topik bahasan kali ini, kita akan

membahas tuntas mengenai Intervensi dalam bentuk Psikoedukasi dalam

rangka pemberdayaan keluarga sebagai bagian dari program Psikososial

yang mempunyai sasaran dan agen keluarga, sebagai bagian terkecil dari

suatu komunitas. 


Diharapkan setelah mempelajari materi berikut ini, mahasiswa dapat

melakukan identifikasi masalah kesehatan mental, menganali-sanya, hingga

membuat rancangan program pemberdayaan keluarga yang relevan dengan

kondisi dan potensi lingkungan sekitar.

1.1.3. Kompetensi

a. Standar Kompetensi

1. Mahasiswa dapat menjelaskan konsep-konsep dalam

intervensi kesehatan mental.

2. Mahasiswa dapat merancang program pemberdayaan

keluarga sesuai dengan permasalahan yang ada

3. Mahasiswa dapat mempresentasikan Program Pember- dayaan Keluarga dalam Gerakan Kesehatan Mental yang

dirancangnya dengan baik.

b. Kompetensi Dasar

1. Mahasiswa dapat menjelaskan konsep-konsep dalam

intervensi kesehatan mental, dapat diukur dengan:

a. Mahasiswa dapat menjelaskan konsep-konsep dalam

intervensi kesehatan mental.

b. Mahasiswa dapat menentukan model intervensi

kesehatan mental (non-klinis) yang akan digunakan

dalam menyusun desain rancangan program.

2. Mahasiswa dapat merancang program pemberdayaan

keluarga sesuai dengan permasalahan yang ada

a. Mahasiswa mampu menyusun desain rancangan

program pemberdayaan keluarga dengan pendekatan

biopsikososio-spiritual sebagai alternatif solusi

masalah emosional dan perilaku dalam konteks sosial,

yang telah dipilih dalam kelompok.

3. Mahasiswa dapat mempresentasikan Program Pember- dayaan Keluarga dalam Gerakan Kesehatan Mental yang

dirancangnya, dapat diukur dengan:

a. Mahasiswa dalam kelompoknya mampu melakukan

presentasi rancangan programnya dengan jelas dan

menganut kaidah-kaidah psikoedukasi. 

Konsep Intervensi dalam Gerakan Kesehatan Mental

PROGRAM PSIKOSOSAL. Tujuan intervensi psikososial adalah

memperkuat faktor pelindung psikososial dan menurunkan faktor-faktor

stresor psikososial pada berbagai tingkatan intervensi. Intervensi dalam

ranah Kesehatan Mental seringkali diungkapkan dalam ranah dukungan

(support). Proses perencanaan program psikososial:

1. mengidentifikasi pihak atau sasaran yang memerlukan

2. menentukan secara tepat apa yang mereka butuhkan, yang dapat

diberikan, dan yang paling mudah diperoleh dengan bantuan

organisasi

3. merancang program untuk memenuhi kebutuhan secara efektif.

KRITIK TERHADAP PROGRAM KESEHATAN MENTAL DAN

INTERVENSI TRAUMA. Seringkali intervensi yang dilakukan di lapangan

masih menggunakan :

1. Kebanyakan menggunakan pendekatan teraupetis ala barat yang

dipandang kurang tepat dan konvensional, karena tidak sensitif

budaya, dan tidak membangun kesadaran masyarakat.

2. Intervensi yang dilakukan seringkali sebagai hasil dari

ketergesa-gesaan untuk memberikan bantuan, hal tersebut

beresiko terhadap tidak adanya pertimbangan yang kuat pada

ungkapan kultural dan makna trauma, sehingga berpengaruh

pada diagnosa dan penanganan.

3. Tidak adanya kesepakatan mengenai intervensi besar apa yang

harus dilakukan supaya program tepat dan efektif antara

organisasi-organisasi kemanusiaan yang ada.

PRINSIP UTAMA DALAM INTERVENSI PSIKOSOSIAL. Ada empat

prinsip yang harus diperhatikan dalam melakukan Intervensi psikososial,

yaitu:

1. Peka terhadap Keadaan dan Kebutuhan Masyarakat.

Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan suatu program

adalah bagaimana kita menganalisa masalah setempat. Yang diperlukan

adalah mempelajari keadaan masyarakat setempat, bagaimana kehidupan

mereka, bagaimana adat 

istiadatnya, bagaimana mereka memaknai masalah yang ada baik

secara sosial ekonomi, budaya, nilai setempat, tingkat pendidikan,

dan pola kebiasaan. Intinya adalah berusaha menjadi ’bagian’ dari

masyarakat. Tujuannnya agar program atau bantuan tepat sasaran

dan bermanfaat. Salah satu cara mengasah kepekaan dan

menguatkan kepekaan adalah dengan turun ke lapangan dan

mengamati keadaan sekitar.

2. Memaksimalkan & Membangun Kapasitas Sumber Daya Lokal.

Sebelum memahami kapasitas SDM lokal, perlu dilakukan

pemetaan, dengan assessment terhadap apa yang terjadi, apa

yang sudah dilakukan, apa yang direncanakan di komunitas

tersebut terkait kegiatan psikososial, menentukan kebutuhan

prioritas, SDM dan potensi daerah tersebut. Adapun caranya:

a. Belajar dari menggali informasi dari pemimpin, tokoh,

pekerja sosial, & panutan masyarakat lokal setempat.

b. Materi ajar: nilai-nilai, norma yang berlaku, pola interaksi

dalam keluarga, tradisi, dan praktek budaya, politik dalam

komunitas.

c. Program direncanakan dalam jangka panjang untuk

memberdayakan individu, keluarga, dan komunitas,

misalnya dengan mempromosikan self-help untuk keluarga

dan komunitas.

3. Menggunakan Pendekatan Berlapis & Melibatkan Unsur

Penting dalam Masyarakat.

Pendekatan berlapis (multilayer) dapat dilihat dari dapat bentuk:

a. Merekrut wakil masyarakat dari berbagai lapisan agar

mereka memperoleh pelatihan dan atau penguatan sesuai

kapasitas porsi masing-masing.

b. Memberlakukan sistem atau mekanisme berlapis dalam

prevensi dan intervensi, termasuk menyusun jaringan kerja

dan melaksanakan sistem rujukan.

Lapis pertama adalah tokoh kunci di masyarakat, lapis kedua adalah

hasil rekrutmen tokoh-tokoh kunci, sedangkan lapis ketiga, yaitu

kelompok-kelompok dampingan langsung yang ada di lapangan.

Ada beberapa hal yang dapat menjadi catatan adalah bila kita tidak

memiliki waktu banyak, sistem lapisan dapat dikurangi

tingkatannya, namun diusahakan tetap menggunakan sistem

tersebut. Sistem ini penting karena biasanya orang-orang pada

lapisan pertama memperoleh 

MACAM PSIKOEDUKASI. Ada beberapa macam psikoedukasi, antara lain:

1. Penyebaran informasi atau isu-isu kesehatan mental untuk

mengurangi stigma sosial.

2. Peningkatan resiliensi

3. Pembentukan support group

4. Peningkatan keterampilan pendamping, didukung berbagai

bentuk media psikoedukasi (misal: leaflet, poster, video,

dokumentasi) .

Dalam pelaksanaan psikoedukasi, hendaknya kita juga memperhatikan

keterlibatan pihak-pihak lain, yaitu tokoh masyarakat (tokoh agama, tokoh

adat, guru), dipikirkan pula mengenai kaum marginal setempat, lembaga

sosial lokal, dan organisasi kemasyarakatan setempat.

PELAKSANAAN PSIKOEDUKASI.

a. Dalam melakukan psikoedukasi: menarik secara audio- visual, ringkas, sederhana, mudah dipahami, tidak

menimbulkan penolakan, penyampaiannya peka terhadap

budaya setempat, dilakukan berulang dan meluas.

b. Pesan visual: dilekatkan pada tempat yang banyak dilalui

orang, judul terlihat dari jarak tertentu, isi menarik, minta

saran dari tokoh setempat.

c. Pertemuan dengan masyarakat: bentuk jejaring, bicara

singkat, jelas, menghibur, contoh aplikatif, ada aktivitas

selingan, ada handout atau lembar informasi yang dapat

dibawa pulang.

SISTEM RUJUKAN. Selain melakukan psikoedukasi, hendaknya tidak

menutup kemungkinan mengembangkan sistem rujukan. Integrasi dalam

penanganan memerlukan sistem rujukan, agar kasus-kasus berat dapat

tertangani secara profesional. Sistem Rujukan adalah sistem yang dibangun

dalam sebuah penanganan khusus lebih lanjut dirujuk ke sumber daya yang

memiliki kapasitas menanganinya. Sifat tidak lagi satu arah, tetapi bisa dua

arah. Contoh sistem rujukan: 

Penanganan keluarga & masyarakat  pusat penanganan trauma 

rumah sakit  rumah sakit jiwa.

PERAN PROFESIONAL KESEHATAN MENTAL. Ada

beberapa peran yang hendaknya dilakukan seorang profesional

kesehatan mental, yaitu:

1. Membantu tokoh masyarakat mengembangkan program

bantuan psikologis.

2. Menyediakan pelayanan bantuan psikologis langsung.

3. Mengidentifikasi masalah psikologis lanjutan dari krisis

yang terjadi.

4. Menyediakan kesempatan melakukan psikoedukasi ke

masyarakat.

5. Merancang teknik penanganan atau support group. 6. Membuat data base dan riset terkait.

MONITORING, EVALUASI, DAN RISET. Merupakan bagian dari

program intervensi yang terkait dengan bagaimana keberlang-sungan

program, efektifitas program, perubahan perilaku di masyarakat, dan

efek program atau efek problem yang ada.

B. Pemberdayaan Keluarga

DEFINISI KELUARGA. Keluarga merupakan lingkungan paling

berpengaruh dalam proses pembelajaran dan perkembangan anak.

Pengalaman yang didapat bersama orangtua diyakini akan

selamanya tertanam dalam kehidupan mereka bahkan ketika mereka

telah dewasa (Bronfenbrenner, dalam Swick, 2006). Keluarga

didefinisikan sebagai sebuah kelompok yang memiliki relasi intim

yang terdiri atas dua atau lebih individu di dalamnya dan memiliki

beberapa ciri berikut ini: hidup bersama di dalam relasi yang

berkomitmen, saling asuh dan membimbing anak, dan berbagi

aktivitas serta memiliki ikatan emosional yang relatif dekat

(Benokraitis, 2011). Anak-anak yang memiliki pengalaman

emosional cukup kaya, ketika dewasa akan menjadi individu yang

peduli (Brazelton dan Greenspan, 2000).

Ada empat fungsi keluarga sebagai agen pembelajaran kepedulian

menurut Swick (2006) :

1. Keluarga merupakan ekologi yang dapat dipercaya,

didalamnya dibutuhkan tempat yang aman, nyaman, penuh

cinta, dan menganggap anak-anak bermakna agar mereka

dapat mengembangkan relasi positif.

2. Keluarga merupakan tempat dimana anggota keluarga saling

melayani dan membantu, sehingga anak-anak mendapati 

dirinya dipedulikan dan mendapat kesempatan untuk

mempedulikan orang lain.

2. Keluarga mengajari anak untuk membantu orang lain, dengan

begitu anak-anak belajar mengenai: identitas kepedulian,

menyadari pentingnya memberikan bantuan kepada orang lain,

serta mengembangkan pemahaman baru mengenai orang lain

dan bakat kepedulian yang mereka miliki.

3. Keluarga merupakan alat untuk memecahkan permasalahan

dengan penuh kedamaian.

KELUARGA SEBAGAI DASAR KETAHANAN. Keluarga

menjadi sumber utama bagi: anak untuk menyediakan dasar

ketahanan anak dalam masyarakat, suami istri saling bergantung

dalam hal companionship, serta anak-anak karena membutuhkan

kasih sayang dan pengasuhan dari orangtua. Fungsi dasar keluarga

adalah reproduksi, sosialisasi, pendidikan, penugasan peran-peran

sosial, dukungan ekonomi, serta dukungan emosi.

MEMBANTU ANAK DAN REMAJA. Ada beberapa langkah dalam

membantu anak dan remaja mengatasi permasalahannya, yaitu:

1. Jalin hubungan yang dekat & terbuka dengan anak atau remaja

2. Identifikasi, perjelas, dan fokuskan pada kebutuhan / masalah

3. Memahami perasaan anak-anak / remaja

4. Menyimak dengan seksama

5. Berkomunikasi dengan jelas.

BERBICARA PADA ANAK MENGENAI BENCANA. Ada

beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penanganan anak-anak

yang mengalami bencana, antara lain:

a. Jangan beranggapan bahwa anak tidak mengetahui tentang

bencana yg terjadi.

b. Dengarkan apa yang ingin dikatakan anak tentang bencana,

karena ini adalah kesempatan untuk mengetahui apakah ada

kesalahpahaman sehingga dapat segera diberikan penjelasan

serta dukungan yg tepat. 

c. Bantu anak mengekspresikan perasaannya dengan berbagai

cara, misal: menggambar, musik, gerak – tari, kita hendaknya

berusaha untuk fleksibel terhadap ekspresi anak.

d. Bantu anak merasa aman, serta ingatlah utk bersikap realistis.

Anda bisa berusaha utk menjaga anak, namun tidak bisa

menghindarkan hal buruk terjadi. Sampaikan bahwa anda

mencintai dan akan selalu mendampingi mereka.

C. Media Psikoedukasi

LANGKAH-LANGKAH PRAKTISI KESMEN DALAM

PENGUASAAN MEDIA. Ada beberapa langkah yang hendaknya

dipahami profesional di bidang kesehatan mental sebelum menyusun

suatu media psikoedukasi, yaitu: • Mengetahui manfaat media

• Mengetahui efek positif maupun negatif dari media

• Mampu membuat produk & mengembangkan media sebagai

sarana promosi kesmen

• Mampu melakukan evaluasi produk media

• Melakukan riset terkait.

MEDIA. Media merupakan tools atau alat atau sarana penyampaian

informasi, sehingga sifat: apa adanya, objektif, bermakna. Media

memiliki sasaran: khalayak, orang banyak, komunitas. Komunikasi

massa: jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang

tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak atau elektronik,

sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat.

Media (membawa pesan atau stimulus) diterima panca indera yang lalu

diolah kognisi, afeksi, dan konasi penerima, sehingga meninggalkan

respon sampai dengan perubahan perilaku.

ELEMEN MEDIA. • Material : jenis material (kertas, elektronik), bentuk material

(gambar, tulisan, suara), penunjang material (warna, gradasi,

setting). • Isi Materi • Cara penyajian

• Tujuan, untuk alasan apa media dibuat (propaganda, penambah

informasi, sampai pada ranah kognisi s.d konasi) 

Sasaran, siapa yang dituju

• Durasi

FUNGSI DAN EFEK MEDIA. Segitiga Media (Edgar

Dale): menunjukkan intensitas representasi media

1. kata-kata

2. tulisan

3. rekaman/ radio

4. film

5. televisi

6. pameran

7. field trip

8. demonstrasi

9. sandiwara

10. benda tiruan

11. benda asli

FUNGSI MEDIA.

1. Fungsi edukasi & komunikasi

a. menimbulkan minat

b. dapat mencapai sasaran dalam jumlah banyak dalam waktu

singkat

c. membantu mengatasi hambatan bahasa

d. meneruskan pesan

e. mempermudah penyampaian pesan

f. mempermudah penerimaan pesan

2. Fungsi hiburan

3. Fungsi propaganda/ promosi

EFEK NEGATIF DARI MEDIA. Ada beberapa efek negatif dari

media, yaitu: lelah, perilaku negatif, salah memaknai pesan,

pengaruh dramatik, kurangnya interaksi.

MACAM-MACAM MEDIA.

1. Alat bantu lihat (visual aid )

Media cetak (booklet, leaflet, flyer, flip chart, rubrik, poster, foto,

slide).

2. Alat bantu dengar

Radio, rekaman audio. 

Alat bantu lihat-dengar

Televisi, video.

4. Alat peraga (3-dimensi)

Maket, duplikasi.