Oneness
Oneness Pentacostalism adalah suatu istilah yang menunjuk
kepada suatu doktrin non-Trinitas. Doktrin Oneness menyatakan bahwa
hanya satu Allah, yaitu satu Roh yang mengejawantahkan diri-Nya
dalam banyak cara yang berbeda, termasuk sebagai Bapa, Anak, dan
Roh Kudus. Doktrin ini tentu saja berlawanan dengan doktrin Trinitas,
yang mempercayai adanya tiga oknum Allah.Penulis dalam menganalisa
pandangan teologis Oneness tersebut, menggunakan metode eksegesis
terhadap Surat Kolose 1:15-20, suatu nats yang dipakai oleh penganut
teologi Oneness untuk mendukung pandangan mereka. Dalam eksegesis
Kolose 1:15-20 dibuktikan bahwa eksistensi Anak adalah sudah ada
bersama-sama dengan Bapa sejak sebelum ada segala sesuatunya. Anak
juga aktif bersama-sama dengan Bapa dalam penciptaan. Dengan
demikian, membuktikan pandangan Oneness bahwa hanya ada satu
oknum Allah adalah tidak benar.
Doktrin, menurut Everett F. Harrison,
didefinisikan sebagai
pengajaran Alkitab dalam satu tema
teologis.2
Doktrin biasanya berisi materi
dari firman Tuhan yang digunakan oleh
suatu badan untuk memformulasikan
kebenaran teologis dan kadang-kadang
dalam bentuk yang bersifat polemik.
Salah satu doktrin yang mengandung
polemik adalah doktrin Trinitas. Doktrin
yang memformulasikan kebenarankebenaran dalam firman Tuhan mengenai
ketiga oknum Allah dalam satu Pribadi
tersebut tidak dapat disangkal adalah
yang paling sering mengundang polemik,
baik dari kalangan orang Kristen sendiri
maupun dari kalangan non-Kristen.
Secara eksplisit ajaran mengenai Tri
Tunggal memang tidak ditemukan dalam
Alkitab. Ajaran tersebut adalah hasil dari
memformulasikan fakta-fakta yang
terdapat dalam Alkitab mengenai hal
tersebut. Itulah sebabnya sangat terbuka
kemungkinan teolog-teolog tertentu
untuk membuat formulasi sendiri
menurut versi masing-masing.
Salah satu hasil formulasi fakta-fakta
Alkitab yang berlawanan dengan doktrin
Trinitas adalah doktrin Oneness. Secara
garis besar doktrin ini merumuskan
bahwa Allah hanya terdiri dari satu
oknum saja, yang kemudian
bermanisfestasi dalam tiga periode karyaNya, yaitu sebagai Bapa, sebagai Anak,
dan berkarya dalam Roh Kudus. Doktrin
ini muncul dari sebagian kalangan
Pentakosta, sehingga doktrin ini juga
dinamakan Oneness Pentecostalism.
Kemunculan doktrin ini tak pelak
menimbulkan perpecahan di kalangan
Pentakosta antara yang tetap
mempertahankan bahwa doktrin Trinitas
adalah doktrin yang benar dengan yang
menganggap doktrin Oneness adalah
doktrin yang benar.
DOKTRIN TRINITAS
Doktrin Trinitas secara ringkas
dinyatakan oleh Pengakua Iman
Westminster (1967): “In the unity of the
Godhead there be three persons, of one
substance, power, and eternity: God the
Father, God the Son, and God the Holy
Ghost”3
(Dalam kesatuan Trinitas ada
tiga oknum, dari satu pribadi, kuasa, dan
kekekalan: Allah Bapa, Allah Anak, dan
Allah Roh Kudus). Dengan demikian,
dalam Trinitas dipahami adanya satu
Allah, tiga oknum.
Gereja menyimpulkan bahwa Allah
harus dipahami sebagai tiga di dalam
satu. Sebuah ayat yang secara tradisional
telah disebutkan sebagai mencatat doktrin
Tri Tunggal ini adalah 1 Yohanes 5:7;
“Sebab ada tiga yang memberi kesaksian
di dalam sorga: Bapa, Firman, dan Roh
Kudus; dan ketiganya adalah satu.”
Dalam beberapa ayat Alkitab, ketiga
oknum illahi tersebut dihubungkan satu
dengan yang lain sebagai satu kesatuan
dan ditampilkan setara. Salah satunya ialah formula baptisan yang ditetapkan
dalam Amanat Agung, Matius 28:19-20:
membaptis dalam nama Bapa dan Anak
dan Roh Kudus. “Nama” dalam formula
baptisan tersebut adalah dalam bentuk
tunggal, meskipun ada tiga oknum yang
termasuk. Ketiganya sama posisinya,
tidak ada yang lebih rendah, atau yang
dianggap kurang penting.
Pada saat pembaptisan Yesus (Mat.
3:16-17), ketiga oknum Tri Tunggal
hadir. Sang Anak dibaptis, Roh Allah
turun seperti burung merpati, serta Allah
Bapa mengucapkan kata-kata pujian
tentang Sang Anak.4
Hubungan langsung yang lain dari
ketiga nama Allah itu juga terdapat dalam
salam berkat Paulus dalam 2 Korintus
13:13, “Kasih karunia Tuhan Yesus
Kristus, dan kasih Allah, dan persekutuan
Roh Kudus menyertai kamu sekalian.”
Dalam ayat tersebut ketiga nama itu
dipersatukan dan disusun setara.
Sekalipun doktrin Trinitas tidak
dinyatakan secara eksplisit, namun
Alkitab, khususnya Perjanjian Baru
mengandung sangat banyak petunjuk
tentang keilahian dan kesatuan ketiga
oknum tersebut, sehingga tindakan
gereka untuk memformulasikannya
adalah tepat.5
TEOLOGI ONENESS6
1. Sejarah Oneness
Gerakan Oneness Pentecostalism
dimulai pada tahun 1914, sebagai hasil
dari pertikaian besar doktrin ketika
munculnya gerakan Pentakosta.
Pertikaian tersebut adalah seputar doktrin
Trinitas dan formula yang digunakan
pada saat baptisan air. Orang-orang
Pentakosta kemudian terpecah oleh
pertikaian doktrinal tersebut. Mereka
yang memegang keyakinan pada Trinitas
dan formula baptisan Trinitas
menganggap ajaran Oneness sebagai
bidat. Sebaliknya, mereka yang menolak
ajaran Trinitas menganggap bahwa
Trinitas tidak Alkitabiah dan sebagai satu
bentuk politeisme.
Para sarjana dalam gerakan tersebut
juga memiliki pandangan yang berbeda
mengenai sejarah gereja. Tokoh-tokoh
sejarah gereja, seperti Dr. Curtis Ward,
Marvin Arnold, dan William Chalfant,
berpandangan bahwa gerakan Oneness
merupakan bentuk suksesi dari hari
pertama Pentakosta dan yang kemudian
berkembang dari generasi ke generasi
hingga saat ini (pandangan
successionist). Yang lainnya
berpandangan bahwa Pentakosta modern
adalah suatu pembaharuan total dari
perpisahan dengan Protestan, yang
kemudian mencapai puncaknya dalam
pembaharuan final dari gereja rasuli
(pandangan restorationist). Tokoh seperti
David K. Bernard menyangkal adanya
keterkaitan langsung antara gereja rasuli
dengan gerakan Oneness pada masa
sekarang ini.
Seorang Kanada bernama R.E.
McAlister, dalam World Wide Apostolic
Camp Meeting yang diselnggarakan di
Aroyo Seco, California pada bulan April
1913, dalam khotbahnya mengatakan
bahwa, “baptisan rasuli diselenggarakan
dengan cara selam dan dalam satu nama,
Yesus Kristus. Kata Bapa, Anak, dan
Roh Kudus adalah tidak pernah
digunakan dalam baptisan Kristen.”
Pernyataan tersebut segere mengundang
kontroversi. Orang-orang Pentakosta
Oneness menandai peristiwa tersebut
sebagai kebangkitan gerakan Oneness.
John G. Schaepe, seorang pelayan
muda yang begitu tergerak dengan
pernyataan McAlister tersebut, setelah
berdoa dan membaca Alkitab sepanjang
malam, keesokan harinya ia berlari
sepanjang camp dan berteriak bahwa ia
telah menerima suatu “pewahyuan”
dalam hal baptisan, bahwa “nama” Bapa,
Anak, dan Roh Kudus adalah “Yesus
Kristus.” Ia menyatakan bahwa perintah
baptisan yang disampaikan oleh Petrus
dalam Kisah Para Rasul 2:38, yaitu
baptisan dalam nama Yesus Kristus,
adalah penggenapan dari Amanat Agung
dalam Matius 28:19.
Pada tanggal 15 April 1914, Frank
Ewart dan Glenn Cook di hadapan umum
saling membaptis dalam nama Yesus, dan
bukan dalam formula Trinitas. Peristiwa
tersebut dianggap sebagai titik awal
sejarah munculnya Oneness
Pentecostalism sebagai suatu gerakan
tersendiri. Sejumlah hamba Tuhan
mengklaim bahwa mereka telah dibaptis
dalam nama Yesus Kristus bahkan
sebelum 1914, termasuk di antaranya
Frank Small dan Andrew D. Urshan.
Pada dasarnya bukanlah formula
baptisan Oneness yang menyebabkan
perpecahan antara penganut Oneness
dengan penganut Pentakosta, tetapi
penolakan mereka terhadap Trinitas
itulah sebagai faktor utama perpecahan.
Di Sidang Jemaat Allah, baptisan ulang
dalam nama Yesus telah menyebabkan
munculnya reaksi keras dari banyak
penganut Trinitas dalam organisasi
tersebut. J. Roswell Flowers
memprakarsai suatu resolusi pada
masalah tersebut, yang menyebabkan
banyak anggota yang dibaptis Oneness
mengundurkan diri dari organisasi
tersebut. Pada bulan Oktober 1916 dalam
kongres keempat Sidang Jemaat Allah,
sebagian besar pemimpin yang menganut
Trinitas, mengeluarkan pernyataan
doktrinal yang menguatkan kebenaran
dogma Trinitas. Peristiwa tersebut
menyebabkan sepertiga dari hambahamba Tuhan dalam persekutuan tersebut
menarik diri dan membentuk persekutuan
Oneness. Setelah perpecahan tersebut,
sebagian besar penganut Oneness relatif
memisahkan diri dari penganut
Pentakosta lainnya.
Sebagai suatu gerakan Pentakosta
yang baru, pada Januari 1917 Pentakosta
Onenessmembentuk General Assembly of
the Apostolic Assemblies di Eureka
Springs, Arkansas, yang kemudian pada
tahun 1918 muncul badan Oneness yang
kedua, The Pentecostal Assemblies of the
World (PAW). Beberapa kelompok
hamba Tuhan Oneness yang terbentuk
setelah tahun 1914 kemudian
menggabungkan diri dengan PAW,
namun sebagian yang lainnya memilih
untuk tetap indipenden. Perpecahanperpecahan kemudian juga muncul di
kalangan penganut Oneness, antara lain
mengenai peran wanita dalam pelayanan,
penggunaan anggur dalam perjamuan
kudus, perceraian dan pernikahan, dan
model baptisan air yang tepat. Masalah
lainnya adalah adanya ketegangan rasial
dalam organisasi tersebut.
2. Doktrin Tuhan
Doktrin Oneness Pentecostalism
mempertahankan bahwa Tuhan adalah
oknum yang mutlak dan tidak dapat
dibagi-bagi. Doktrin ini menyatakan
bahwa Allah adalah Roh yang tidak
terlihat, yang memanifestasikan diri-Nya
dalam wujud yang dapat dilihat manusia
melalui teofani, termasuk dalam inkarnasi
Yesus Kristus. Dalam diri Yesus,
manusia dapat melihat teofani Allah yang
terakhir, terbaik, dan yang paling
sempurna (Kol. 1:15).
Doktrin Oneness Pentecostalism
menolak doktrin Trinitas sebagai sebuah
penemuan di luar Alkitab (tidak
alkitabiah), yang menyimpang dari ajaran
monoteisme Alkitab.Oneness menolak
segala konsep mengenai subordinasi,
dualisme, trinitas, maupun segala versi
dari Trinitas yang menunjuk kepada
pluralitas Allah. Doktrin ini menyatakan
bahwa Yesus Kristus adalah Anak
Tunggal Allah, namun hanya dalam
konteks bahwa Ia dilahirkan ke dunia
melalui Maria.
Ajaran Oneness menegaskan bahwa
sebutan “Bapa”, “Anak”, dan “Roh
Kudus” hanyalah merupakan sebutan
yang merefleksikan manifestasi Allah
Yang Esa dalam oknum yang berbedabeda di jagad ini. Ketika penganut
Oneness berbicara mengenai Bapa, Anak,
dan Roh Kudus, mereka melihatnya
sebagai tiga perwujudan dari Allah Yang
Esa: Bapa, sebutan yang berkaitan
dengan relasi sebagai orang tua; Anak
Allah, sebagai inkarnasi Allah dalam
daging melalui Yesus Kristus7
; Roh
Kudus, sebutan terhadap aktivitas Allah
dalam Roh. Dengan kata lain, Allah
dimanifestasikan sebagai Bapa dalam
penciptaan, Anak dalam penebusan, dan
Roh Kudus dalam emanensi.
Bapa dan Roh Kudus adalah oknum
yang satu dan sama, menurut teologi
Oneness. Mereka mengajarkan bahwa
Roh Kudus adalah sebutan lain bagi
Allah Bapa. Sedangkan Anak
(kemanusiaan Yesus) tidak ada sebelum
inkarnasi, tetapi Roh Yesus telah ada
dalam kealahan-Nya sebagai Allah yang
kekal. Bapa adalah “Roh” dan Anak
adalah “daging”. Dengan demikian, Bapa
bukanlah Anak, sama seperti “roh”
bukanlah “daging”, tetapi Bapa adalah di
dalam Anak sebagai seluruh kepenuhan
kealahan-Nya (Kol. 2:9). Doktrin
Oneness memandang Yesaya 9:6
menubuatkan bahwa Sang Anak akan
menjadi “ Allah yang Perkasa” dan
“Bapa yang Kekal.”
3. Soteriologi Oneness
Sama dengan doktrin soteriologi yang
terdapat dalam kekristenan pada
umumnya, Oneness mempertahankan
bahwa semua orang dilahirkan dalam
tabiat berdosa, dan hanya melalui
penebusan oleh Yesus Kristus manusia
memperoleh keselamatan. Keselamatan
tersebut diperoleh dari kasih karunia
melalui iman di dalam Yesus Kristus.
Doktrin Oneness juga mengajarkan
bahwa iman tanpa ketaatan tidaklah dapat
disebut sebagai iman yang sejati, dan
untuk memperoleh keselamatan tersebut,
seseorang harus memenuhi persyaratanpersyaratan sebagai berikut:
Pertobatan
Baptisan air di dalam nama Yesus
Baptisan Roh Kudus dengan
tanda berbahasa lidah asing
Oneness mempercayai bahwa Alkitab
mencatat tindakan-tindakan iman tersebut
sebagai yang diperintahkan Tuhan untuk
memperoleh keselamatan (Yoh. 3:1-8).
Menurut Oneness, keselamatan
adalah anugerah yang harus diterima, dan
untuk dapat menerimanya seseorang
harus memenuhi persyaratan-persyaratan
yang diperintahkan oleh pemberi
keselamatan (Tuhan). Tanpa memenuhi
persyaratan tersebut, maka seseorang
tidak dapat menerima anugerah
keselamatan, dan tetap dalam keadaannya
yang terhilang. Persyaratan pertama
adalah iman yang benar kepada Yesus
Kristus, yang diwujudkan dalam ketaatan
terhadap perintah-perintah dan kehendakkehendak-Nya dalam segala segi
kehidupan. Iman yang sejati selalu
disertai dengan perubahan hidup
(pertobatan) atau hidup dalam ketaatan.
Seseorang tidak dapat diselamatkan
hanya dengan memanjatkan doa orang
berdosa. Seseorang harus meratapi
dosanya, mengakui dosa-dosanya kepada
Tuhan, memohon pengampunan dariNya, dan berkomitmen untuk tidak
berbuat dosa lagi.
Baptisan air bagi Oneness adalah
perlu bagi keselamatan. Oleh karena
seseorang harus memiliki iman dan
bertobat terlebih dahulu sebelum
dibaptis, maka Oneness menganggap
bahwa baptisan anak atau baptisan dalam
paksaan adalah tidak sah. Baptisan yang
sah adalah dengan diselamkan ke dalam
air.
Penganut Oneness percaya bahwa
baptisan air yang benar adalah di dalam
nama Yesus, dan bukan pada formula
baptisan pada umumnya, yaitu dalam
nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Kisah
Para Rasul 2:38 menyatakan,
“…hendaklah kamu masing-masing
memberi dirimu dibaptis dalam nama
Yesus Kristus”. Menurut Oneness, tidak
ada formula baptisan lainnya yang
terdapat dalam Perjanjian Baru selain
formula selain formula baptisan dalam
nama Yesus. Meskipun Matius 28:19
menunjuk adanya formula Trinitas dalam
baptisan air, namun penganut Oneness
mengakuinya sebagai bentuk tunggal dan
menunjuk kepada Yesus. Mereka
mengambil 1 Korintus 1:13 sebagai bukti
bahwa baptisan air yang sah adalah di
dalam nama Yesus, dan bukan dalam
formula Trinitas. Sebagian dari penganut
Oneness bahkan berpendapat bahwa teks
Matius 28:19 sudah tidak orisinil lagi.
Baptisan Roh Kudus yang ditandari
dengan berbahasa lidah asing adalah
perintah yang diberikan dalam Perjanjian
Baru sebagai persyaratan minimal. Bagi
penganut Oneness, baptisan Roh Kudus
adalah perlu bagi keselamatan.
TINJAUAN EKSEGESIS KOLOSE
1:15-20 TERHADAP KRISTOLOGI
ONENESS PENTECOSTALISM8
Seorang pengajar Oneness, David
Bernard, berusaha untuk
mengalihbahasakan teks Kolose 1:15-17
sebagai berikut:
Perhaps these scriptural passages
have a deeper meaning that can be
expressed as follows: Although the
Son did not exist at the time of
creation except as the word in the
mind of God, God use His
foreknowledge of the Son when He
created the world…the plan of the
Son was in God’s mind at creation
and was necessary for creation to be
successful. Therefore, He created the
world by the Son.9
(Mungkin bagian naskah ini memiliki
suatu makna yang lebih dalam yang
dapat diungkapkan sebagaimana
berikut: meskipun Anak belum ada
pada waktu penciptaan kecuali
sebagai firman dalam pikiran Allah,
Allah menggunakan pengetahuanNya akan masa depan mengenai Anak
ketika Ia menciptakan
dunia…rencana mengenai Anak ada
dalam pikiran Allah pada saat
penciptaan dan perlu bagi
keberhasilan penciptaan. Oleh karena
itu, Ia menciptakan dunia melalui
Anak)
Dengan demikian, menurut David
Bernard, eksistensi Anak pada waktu
penciptaan belum ada, yang ada hanyalah
hal yang abstrak, yaitu hanya ada dalam
pikiran Allah. Dengan kata lain, yang
eksis dalam penciptaan hanyalah Bapa,
karena Anak eksistensinya baru ada
ketika Bapa berinkarnasi dalam diri
Kristus. Namun demikian, tetap
dikatakan penciptaan adalah melalui
Anak, karena Anak sudah ada dalam
pemikiran Bapa.
Berikut ini penulis akan
meneksegesis teks yang dipakai oleh
David Bernard tersebut untuk mengetahui
kebenaran pendapat tersebut bahwa Anak
belum eksis pada waktu penciptaan.
.
1. Konteks Sejarah Surat Kolose
Surat Kolose dikatakan sebagai surat
kembar dengan surat Efesus karena
adanya kesamaan-kesamaan yang
terdapat di dalamnya. Namun demikian,
Ola Tulluan mencatat bahwa ada
beberapa kekhasan dalam surat Kolose,
antara lain: surat Kolose lebih bersifat
membetulkan, mengkoreksi; surat Kolose
bersifat polemik, yaitu penuh dengan
argumen-argumen dan diskusi-diskusi
untuk mempertahankan kebenaran dalam
jemaat.10 Memperhatikan adanya
kekhasan tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa dalam jemaat Kolose
telah terjadi “pembelokan-pembelokan”
atau paling tidak “kebingungankebingungan” doktrinal akibat adanya
pengaruh dari doktrin-doktrin yang
lainnya.
Kolose berada pada jalur perniagaan
dari timur, yang melaluinya agamaagama Asia dan barang-barang dagangan
Asia dibawa ke Roma. Penduduk Kolose
terdiri atas orang-orang Frigia (Kol. 1:27)
yang memiliki latar belakang religius
yang sangat bersifat emosional dan
mistis. Mereka selalu berusaha mencari
kepenuhan Tuhan , dan apabila ada guruguru yang datang kepada mereka dengan
suatu filsafat yang menjanjikan suatu pengetahuan kebatinan tentang Tuhan,
mereka akan terpikat olehnya.11 Hal
tersebut rupanya yang menimbulkan
kekisruhan agama di Kolose.
Kemungkinan ajaran tersebut
mengandung suatu kecenderungan
Yudaisme, yang diperoleh dari hubungan
orang-orang Yahudi di Asia Kecil.
2. Batasan Teks
Kolose 1:15-20 merupakan satu
kesatuan unit dengan beberapa alasan
sebagai berikut:
1) Unit tersebut secara khusus hanya
mendiskripsikan keutamaan Kristus.
2) Dalam unit tersebut hanya ada satu
jenis kata ganti orang, yaitu “Dia”.
Bandingkan dengan ayat-ayat
sebelum dan sesudah unit tersebut
yang memiliki variasi kata ganti
orang, seperti: Dia, kita, kamu.
3) Dalam unit tersebut ditemukan
keseimbangan-keseimbangan dalam
baris-barisnya, seperti misalnya
pararelisme-pararelisme, inklusio.
3. Teks12
15) Ia adalah gambar Allah yang tidak
kelihatan, yang sulung, lebih utama
dari segala yang diciptakan,
16) karena di dalam Dialah telah
diciptakan segala sesuatu, yang ada di
sorga dan yang ada di bumi, yang
kelihatan dan yang tidak kelihatan,
baik singgasana, maupun kerajaan,
baik pemerintah, maupun penguasa;
segala sesuatu diciptakan oleh Dia
dan untuk Dia.
17) Ia ada terlebih dahulu dari segala
sesuatu dan segala sesuatu ada di
dalam Dia.
18) Ialah kepala tubuh, yaitu jemaat. Ialah
yang sulung, yang pertama bangkit
dari antara orang mati, sehingga Ia
yang lebih utama dalam segala
sesuatu.
19) Karena seluruh kepenuhan Allah
berkenan diam di dalam Dia,
20) dan oleh Dialah Ia memperdamaikan
segala sesuatu dengan diri-Nya, baik
yang ada di bumi, maupun yang ada
di sorga, sesudah Ia mengadakan
pendamaian oleh darah salib Kristus.
4. Analisa Tata Bahasa
Kolose 1:15-20 lebih mirip sebagai
puisi Semit dibandingkan sebagai sastra
Yunani. Hal tersebut dapat dikenali dari
adanya gaya bahasa tertentu, yang lazim
terdapat dalam puisi Ibrani, antara lain
adanya penempatan yang seimbang dari
baris-baris (paralelismus membrorum)
dan adanya irama-irama pikiran
(pararelisme). Hal lain yang dapat
dipakai untuk mengenalinya sebagai puisi
Ibrani adalah dari segi linguistiknya, di mana terdapat istilah-istilah teologis yang
sering ditemukan dalam Perjanjian Lama.
Teks Kolose 1:15-20 dapat disusun
ke dalam tiga strofa (ay. 15-16; ay. 17-
18a; ay. 18b-20). Strofa 1 berisi pujian
bagi Kristus sebagai Allah pencipta,
sebagai oknum yang membawa alam
semesta ke dalam eksistensinya dan yang
mengarahkan jalan kehidupannya. Strofa
3 berisi pujian kepada Kristus yang di
dalamnya diam seluruh kepenuhan Allah,
sebagai yang telah bangkit, di mana Ia
adalah sarana Allah untuk membawa
pendamaian alam semesta kepada Allah.
Sedangkan strofa 2, sebagai strofa
penghubung, mengulangi gagasan
aktivitas pra-eksistensi Kristus dan
kemudian menegaskan bahwa Ia adalah
penguasa yang mempersatukan, yang
memelihara harmonisasi alam semesta.
Keseimbangan baris antara strofa 1
dengan strofa 3 dapat dilihat dalam
kalimat o[j evstin eivkw.n tou/ qeou/ tou/
a vora ,tou (“Dia adalah gambar Allah yang
tidak kelihatan”, ay. 15) yang
berkorespondensi dengan o[j evstin a vrch ,
(“Dia adalah yang awal”, ay. 18b). Juga
dalam prwto,tokoj pa,shj kti,sewj (“yang
sulung atas semua ciptaan”, ay. 15b)
yang pararel dengan prwto,tokoj evk tw /n
nekrw/n (“yang sulung dari antara orang
mati”, ay. 18c). Dari masing-masing dua
baris awal pada strofa 1 dan strofa 3
tersebut dapat disusun dalam kesejajaran
simetris sebagai berikut:
Dia adalah gambar Allah yang tidak
kelihatan (a)
yang sulung atas semua
ciptaan (b)
Dia adalah yang awal (a’)
yang sulung dari antara
orang mati (b’)
Sehingga dapat dibaca demikian: “Dia,
(yang) adalah gambar Allah yang tidak
kelihatan, adalah yang awal, yang sulung
atas semua ciptaan (maupun) yang sulung
dari antara orang mati.” Sedangkan baris
“sehingga Dia yang lebih utama dari
segala sesuatu” (ay. 18d) berfungsi
sebagai baris yang merangkum dan
menyimpulkan keempat baris di atas.
Dengan demikian nampak jelas bahwa
eksistensi Anak pada peristiwa
penciptaan adalah nyata ada, karena oleh
Paulus deskripsi eksistensi oknum dalam
penciptaan tersebut dipararelkan dengan
eksistensi Kristus sebagai yang telah
bangkit dari kematian, yang bagi orang
Kristen tidak ada keraguan sama sekali.
Selanjutnya, masih dalam strofa 1 dan
3, terdapat kiasme13 (pararelisme
menyilang) antara ayat 16e dengan ayat
20a sebagai berikut:
16e. “segala sesuatu telah diciptakan
melalui-Nya
20a. “melalui-Nya Ia
memperdamaikan segala sesuatu”
16e. a : ta . pa,nta (“segala
sesuatu”)
b : diV au vtou/ (“melalui-Nya”)
20a. b’ : diV au vtou/ (“melalui-Nya”)
a’ : ta . pa,nta (“segala
sesuatu”)
Frase ta . pa ,nta (“segala sesuatu”)
berada pada baris-baris tepi, yang
berfungsi untuk membingkai dua baris
yang ada di tengah (b/b’). Keempat baris
tersebut dapat dibaca dalam satu
kesatuan, sebagai berikut: “segala sesuatu
/ telah diciptakan melalui-Nya / dan
melalui-Nya Ia memperdamaikan / segala
sesuatu.” Kata kerja yang ada dalam dua
baris yang ada di tengah adalah e;ktistai
(“telah diciptakan”, ay. 16e), yang
bertense perfect14, yang berpasangan
dengan kata kerja avpokatalla ,xai
(“memperdamaikan”, ay. 20a), yang
bertense aorist15. Subjek dari kedua kata
kerja tersebut adalah sama, yaitu Dia
(Kristus). Namun perhatikan bahwa tense
dari keduanya berbeda. Tense aorist pada
kata “memperdamaikan” berarti bahwa
peristiwa tersebut telah terjadi.
Sedangkan tense perfect pada kata “telah
diciptakan” berarti peristiwa tersebut
sudah dilakukan oleh subjek (Kristus)
tetapi subjek yang sama tersebut sekarang
masih aktif. Dengan demikian, dapat
ditarik kesimpulan bahwa Anak telah
menciptakan segala sesuatu, tetapi
eksistensi Anak juga masih tetap ada
sampai sekarang, dan Anak yang telah
menciptakan segala sesuatu itupun juga
adalah Kristus yang memperdamaikan
segala sesuatu.
Mengenai identifikasi dari “segala
sesuatu”, strofa 1 dan 3 secara sejajar
telah memberikan identifikasinya. Setiap
induk kalimat dari kalimat majemuk yang
ada di ayat 15 dan 18 selalu diikuti
dengan anak kalimat yang didahului
dengan kata o[ti (“karena”): o[ti e vn auvtw /|
evkti,sqh ta . pa ,nta (“karena di dalam
Dialah telah diciptakan segala sesuatu”,
ay. 16) dan o[ti evn auvtw/| euvdo ,khsen pa /n
to. plh,rwma katoikh /sai(“karena seluruh
kepenuhan Allah berkenan dia di dalam
Dia”, ay. 19). Masing-masing anak
kalimat tersebut memiliki pasangan yang
sejajar: evn toi/j ou vranoi/j (“di sorga”) dan
evpi. th /j gh /j (“di bumi). Perhatikanlah
juga bahwa yang menarik adalah Paulus
menyusun ayat 16bc dalam satu pola
menyilang:
a : yang ada di sorga
b : yang ada di bumi
b’ : yang kelihatan a’ : yang tidak kelihatan
sehingga dapat dibaca: “yang di sorga /
yang ada di bumi / yang kelihatan / yang
tidak kelihatan.” Paulus melalui susunan
baris tersebut seperti sedang menyatakan
urutan eksistensi Anak (Kristus), yaitu
dari yang ada di sorga kemudian turun ke
bumi melalui inkarnasi sehingga wujudNya dapat dilihat oleh manusia dan yang
sekarang tidak kelihatan lagi karena telah
kembali ke sorga.
Strofa 2 adalah strofa pusat, strofa
kesimpulan dari keseluruhan struktur
Kolose 1:15-20. Kesatuan dari strofa dua
dapat dikenali dengan mudah dengan
adanya inklusio16:
Ay. 17. kai. auvto,j evstin pro. pa,ntwn
Ay. 18. kai. auvto,j evstin h ` kefalh .
Strofa ini menjadi bagian yang
menyimpulkan keseluruhan bagian dari
Kolose 1:15-20. Dalam bagian ini
disampaikan aktivitas Anak, yaitu
eksistensi-Nya segala sesuatu ada hingga
sampai Ia mengatur keharmonisan
seluruh ciptaan-Nya dan dengan
demikian Ia menjadi yang utama dari
segala sesuatu.
Dengan demikian, dari keseluruhan
analisis tata bahasa Kolose 1:15-20
didapati bahwa eksistensi Anak sudah
ada sejak dari semula, sebelum segala sesuatunya. Melalui Anak segala sesuatu
diciptakan, dan melalui-Nya juga segala
sesuatu dipelihara eksistensinya.
5. Analisa Kata-Kata
Konteks dari kata eivkw.n
(“gambar”)dalam ayat 15 dapat ditelururi
dalam teks Perjanjian Lama, seperti
dalam Amsal 8:22. Menurut Amsal 8:22,
hikmat ada bersama-sama dengan Allah
pada permulaan karya-Nya dalam
menciptakan dunia. Paulus memakai
konteks tersebut untuk menjelaskan
mengenai eksistensi Anak yang telah ada
sejak dari semula, karena Anak telah ada
sebelum segala sesuatunya, sama seperti
hikmat yang ada bersama-sama dengan
Allah pada waktu penciptaan. Namun
demikian, ada perbedaan antara Anak
dengan hikmat. Hikmat bukanlah Allah,
tetapi hikmat menuntun seseorang untuk
mengenal Allah (Ams. 8:35). Hikmat ada
batasnya, ia tidak kekal (Pkh. 2:12-19).
Sedangkan Anak adalah Allah, dan
eksistensi-Nya bersifat kekal. Hal
tersebut didukung dalam tulisan-tulisan
lainnya dalam Perjanjian Baru (Ibr. 1:3;
Yoh. 1:18).
Istilah prwto,tokoj (“yang sulung”)
sering digunakan dalam LXX (130 kali),
sebagian besar dalam silsilah-silsilah dan
narasi-narasi sejarah, untuk menunjukkan
keutama dalam suatu posisi. Demikian
juga dalam Perjanjian Baru, kata tersebut
juga menunjuk kepada keutamaan (Rm. 8:29; 1 Kor. 15:20; Kis. 26:23; Why.
1:5). Sebagai prwto,tokoj Kristus adalah
unik, Ia berbeda dari semua ciptaan (Ibr.
1:6). Ia ada sebelum semua ciptaan, dan
Ia juga yang utama atas semua ciptaan,
karena Kristus adalah Tuhan atas semua
ciptaan. Kristus juga yang utama atas
semua orang yang bangkit dari kematian.
Dengan demikian, Kristus (Anak) adalah
yang utama dari segala sesuatu.
6. Sifat Formal Kolose 1:15-20
Kolose 1:15-20 memiliki genre
khusus berupa pujian. Dalam Perjanjian
Lama, bentuk ini memiliki tujuan untuk
mendiskripsikan karya kebaikan Tuhan.
Pujian dalam Kolose 1:15-20 bersifat
mendeskripsikan keutamaan Kristus
melalui karya-Nya atas segala ciptaanNya.
6. Konteks Sejarah Kolose 1:15-20
Memperhatikan adanya kekhasan
istilah-istilah dalam teks tersebut, seperti
istilah “gambar”, “yang sulung,” yang
memiliki kesamaan dengan istilah-istilah
yang digunakan dalam Perjanjian Lama,
maka kemungkinan pendengar dari
Kolose 1:15-20 ini adalah dari golongan
Yahudi-Helenis. Ada kemungkinan
bahwa ajaran-ajaran dalam Yudaisme
telah menimbulkan kebingungankebingungan di kalangan jemaat Kolose.
7. Kesimpulan Eksegesis
Eksegesis Kolose 1:15-20
menyimpulkan bahwa eksistensi oknum
Anak sudah ada sebelum penciptaan. Ia
bukan hanya berupa pikiran saja
(foreknowledge) yang ada dalam pikiran
Allah pada waktu penciptaan, seperti
yang dikatakan oleh David Bernard,
tetapi oknum Anak sudah eksis sejak
sebelum penciptaan segala sesuatunya.
Melalui-Nya segala sesuatu diciptakan.
Dengan demikian, pandangan Oneness
bahwa eksistensi Anak sebelum inkarnasi
Kristus belum ada adalah tidak benar.
Sebelum inkarnasi, Anak sudah ada
bersama-sama dengan Bapa dan Roh
Kudus, dan ketika inkarnasi, oknum
Anak-lah yang kemudian berinkarnasi
dalam diri Yesus Kristus.
PANDANGAN TEOLOG
TENTANG ONENESS
Matt Slick memberikan suatu daftar
yang berisi ciri-ciri bahwa suatu oknum
itu eksistensi ada nyata17
:
1) Ada dan memiliki identitas.
2) Sadar akan eksistensinya dan
identitasnya.
3) Akan menggunakan kata ganti orang
“aku”.
4) Dapat mengenali eksistensi dari
oknum lainnya. 5) Memiliki kehendak.
6) Tidak dapat memiliki dua kehendak
yang berbeda dan saling berlawanan
pada satu waktu yang sama dan
terhadap objek yang sama.
7) Memiliki kemampuan untuk
berkomunikasi.
8) Tidak harus selalu memiliki tubuh.
Berdasarkan kepada ciri-ciri tersebut,
Matt Slick kemudian memberi rujukan
nats Alkitab yang menunjuk bahwa Bapa,
Anak, dan Roh Kudus adalah tiga oknum
dalam satu Pribadi.
Matius 26:39, “Maka Ia maju sedikit,
lalu sujud dan berdoa, kata-Nya: “Ya
Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin,
biarlah cawan ini lalu daripada-Ku, tetapi
jangan seperti yang Kukehendaki,
melainkan seperti yang Engkau
kehendaki””. Dari teks tersebut terlihat
bahwa ada dua kehendak, yaitu kehendak
Bapa dan kehendak Yesus. Kehendak
Bapa adalah agar Yesus meminum isi
cawan tersebut, yang artinya harus
menderita sampai mati di kayu salib demi
keselamatan manusia, tetapi kehendak
Yesus adalah untuk tidak meminum isi
cawan tersebut, namun Yesus memilih
untuk menyerah kepada kehendak Bapa
dibandingkan dengan kepada kehendakNya sendiri. Hal tersebut menunjukkan
bahwa Bapa dan Anak adalah dua oknum
yang berbeda, karena masing-masing
memiliki kehendak. Adalah tidak
mungkin apabila Bapa dan Yesus adalah
satu oknum tetapi memiliki dua kehendak
yang berbeda dan saling berlawanan
dalam satu waktu yang sama dan
terhadap objek yang sama.
KESIMPULAN
Pandangan para penganut Oneness
yang menganggap bahwa doktrin Trinitas
tidak Alkitabiah adalah tidak benar.
Alkitab memang tidak secara eksplisit
menyatakan mengenai doktrin Trinitas,
namun rujukan-rujukan yang ada dalam
Alkitab membuktikan bahwa benar ada
tiga oknum dalam satu Pribadi Allah,
yaitu Bapa, Anak, dan Roh Kudus.
Ketiganya adalah Allah, yang
eksistensinya kekal. Hal tersebut tidak
bertentangan dengan paham monoteisme,
karena ketiga oknum tersebut adalah satu.
Anak dan Roh Kudus sudah ada
bersama-sama dengan Bapa sejak dari
semula. Oknum Anak-lah yang
berinkarnasi ke dalam diri Yesus Kristus,
dan bukan seperti apa yang dikatakan
oleh pandangan Oneness bahwa yang
berinkarnasi adalah oknum Bapa. Dengan
demikian juga, formula baptisan dalam
nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus adalah
sah karena ketiga oknum tersebut
memang nyata ada.
Paham Oneness Pentecostal berkembang sejak tahun 1913 saat pendeta Kanada
Robert E. McAlister berkotbah dalam camp Pantekosta di Los Angeles. McAlister
mengajarkan bahwa formula baptis “hanya Yesus” (Jesus Only) yang ditemukan dalam
kitab Kisah Para Rasul 2:38, menjadi formula baptis yang dilakukan di samping formula
baptis yang selama ini dikenal, yaitu “Bapa, Putra, dan Roh Kudus” yang ditemukan
dalam kitab Matius 28:19. Hal ini memicu pemisahan paham yang cukup tegas antara
orang-orang Kristen pada masa itu mengenai paham Oneness dan Trinitarianis.
Pada tahun-tahun itu, pemisahan paham semakin berkembang dan melebar pada
teologi Trinitarian dan pada formula yang digunakan pada baptisan. Sebagian para
pemimpin gereja pada masa itu mengklaim mendapatkan pewahyuan mengenai konsep
Oneness ini. Orang-orang Kristen pada masa itu yang percaya pada doktrin Trinitas dan
percaya pada doktrin Trinitarian untuk formula baptisan, menuduh bahwa ajaran Oneness
adalah bidah atau sesat. Sebaliknya, orang-orang yang menentang ajaran Trinitarian
menganggap bahwa Trinitarian bertolak belakang dengan Alkitab dan sebagai bentuk
ajaran politheisme. Kemudian Oneness membentuk organisasinya sendiri dan
denominasinya sendiri yang terus berkembang hingga saat ini.
Setelah memisahkan diri dari paham Trinitarian dalam gerakan Pantekosta yang
baru, para penganut paham Oneness Pantecostal merasa perlu untuk dapat bertemu
bersama dan membentuk semacam asosiasi gereja-gereja yang mempunyai paham yang
sama. Kemudian hal ini terwujud dalam bulan Januari 1917 dan terbentuklah the General
Assembly of the Apostolic Assemblies in Eureka Springs, di Arkansas. Kemudian mereka
bergabung pada badan Oneness yang lain, yaitu the Pantecostal Assemblies of the World. Kemudian dari organisasi-organisasi awal ini muncul organisasi-organisasi baru yang
mengkhususkan diri pada pelayanan sektoral, seperti pelayanan pada wanita, keluarga,
dan lain-lain.
Oneness sering kali dikaitkan dengan aliran Arianisme yang menolak Yesus
sebagai Tuhan, tetapi Oneness justru berpusat pada ketuhanan Yesus, oleh karenanya
sering disebut sebagai aliran Jesus Only. Oneness juga sering disamakan dengan
Modalisme, tetapi Jason Dulle menolaknya. Dulle mengatakan bahwa Modalisme
menganggap bahwa “Putra” merupakan kemanusiawian Yesus, sedangkan “Bapa”
merupakan ketuhanan Yesus. Sedangkan Oneness, menurut Dulle, Yesus adalah Tuhan,
tetapi dalam wujud manusia melalui inkarnasi.1
Tokoh-tokoh Oneness
Beberapa tokoh Oneness yang mempopulerkan Oneness, yaitu:
1. David K. Bernard, seorang pelayan Tuhan dan teolog, dan juga pemimpin umum dari
United Pentecostal Church International, pendiri Urshan College dan Urshan Graduate
School of Theology.
2. Garfield Thomas Haywood, seorang pemimpin bishop pertama dari Pentecostal
Assemblies of the World tahun 1925-1931.
3. Tommy Tenney, seorang pelayan Tuhan dan penulis buku terkenal “Pemburu Tuhan”.
4. Bishop Jesse Delano Ellis II, pemimpin tertinggi pertama dari United Pentecostal
Churches of Christ dan Pentecostal Churches of Christ.
Metode Penulisan
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptifkualitatif2
untuk mendeskripsikan paham Oneness mengajarkan bahwa Tuhan adalah
satu, dan percaya bahwa Yesus dan Roh Kudus adalah Tuhan. Tapi mereka menolak
bahwa Tuhan adalah Tritunggal.
Pembahasan Dan Diskusi
Pandangan tentang Tuhan
Oneness memandang Tuhan adalah hanya satu. Banyak ayat yang menyatakan hal
ini. Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru telah dengan tegas menyatakan bahwa
Tuhan adalah satu. Dalam Perjanjian Lama hal ini dapat dilihat dalam Ulangan 6:4,
Yesaya 43:10-11, Yesaya 44:6, Mazmur 71:22, Maleakhi 2:10, dan masih banyak ayat
lain yang menyatakan hal ini. Dalam Perjanjian Baru dapat terlihat dalam Galatia 3:20, 1
Korintus 8:6, Efesus 4:6, 1 Timotius 2:5, dan lain-lain.
Paham oneness percaya bahwa satu being berarti juga satu person, oleh karena itu
Tuhan hanya satu person saja, dan mewahyukan diri-Nya dengan tiga cara; yaitu sebagai
Bapa, sebagai Anak selama pelayanan Yesus di muka bumi, dan sebagai Roh, setelah
Yesus kembali kesurga.
Oneness percaya bahwa keseluruhan ayat dalam Alkitab mengajarkan bahwa
Tuhan adalah satu. Oneness percaya bahwa Yesus adalah Bapa, atau Jehova (Yahweh).
David K. Bernard dalam bukunya yang berjudul Pantecostal Theology: The Oneness of
God Volume 1, menunjukkan bahwa banyak ayat yang mengidentifikasikan Yesus
dengan Jehova (hal 73-74). David K. Bernard menulis3
Jesus is Jehovah
Jehovah Jesus
Title Scripture Title Scripture
1. Almighty Genesis 17:1 Almighty Revelation 1:8
2. I AM Exodus 3:14-16 I am John 8:58
3. Rock Psalm 18:2, 28:1 Rock 1 Corinthians 10:4
4. Horn of Salvation Psalm 18:2 Horn of Salvation Luke 1:69
5. Sheperd Psalm 23:1; Isaiah
40:10-11
Good Sheperd,
Great Sheperd,
Chief Sheperd
John 10:11;
Hebrews 13:20; 1
Peter 5:4
6. King of Glory Psalm 24:7-10 Lord of Glory 1 Corinthians 2:8
7. Light Psalm 27:1; Isaiah
60:19
Light John 1:4-9; John
8:12; Revelation
21:23
8. Salvation Psalm 27:1; Isaiah
12:2
Only Salvation Acts 4:10-12
9. Lord of lords Psalm 136:3 Lord of lords Revelation 19:16
10. Holy One Isaiah 12:6 Holy One Acts 2:27
11. Lawgiver Isaiah 33:22 Testator of the First
Testament (the Law)
12. Judge Isaiah 33:22; Acts
10:42
Judge Micah 5:1
13. First and Last Isaiah 41:4; 44:6;
48:12
Alpha and Omega,
Beginning and
Ending, First and
Last
Revelation 1:8;
22:13
14. Only Savior Isaiah 43:11; 45:21;
60:16
Savior Titus 2:13; 3:6
15. Giver of Spiritual
Water
Isaiah 44:3; 55:1 Giver of Living
Water
John 4:10-14; 7:38-
39
16. King of Israel Isaiah 44:6 King of Israel, King
of kings
John 1:49;
Revelation 19:16
17. Only Creator Isaiah 44:24; 45:8;
48:13
Creator of
Everything
John 1:3;
Colossians 1:16;
Hebrews 1:10
18. Only Just God Isaiah 45:21 Just One Acts 7:52
19. Redeemer Isaiah 54:5; 60:16 Redeemer Galatians 3:13;
Revelation 5:9
Lebih lanjut David K. Bernard menuliskan bahwa nama Bapa adalah Yesus. Bapa
bukanlah Anak, tetapi Bapa di dalam Anak (Yohanes 14:10). Karena Yesus adalah Bapa
dan nama dari Sang Putra, jadi Yesus adalah nama Bapa dan Anak.4
Secara lebih rinci, Jason Dulle menjelaskan mengenai ketuhanan Yesus sebagai
berikut:
The incarnation did not create a second divine person; it simply changed
the one person’s manner of existence. What is being distinguished is the
manner in which the one divine person has come to exist/function, not the
person Himself. When God became a man in the incarnation He began to
exist as man in addition to His existence as God. Jesus is the same
personal God, YHWH, but existing in a new way (as man).5
Inkarnasi bukanlah menciptakan pribadi ilahi kedua; tetapi mengubah cara keberadaan
pribadi itu. Apa yang membedakan adalah cara pribadi ilahi tersebut berfungsi/ muncul,
yang berbeda bukan pribadi itu sendiri. Saat Tuhan menjadi manusia dalam inkarnasi Dia mulai muncul sebagai manusia di samping keberadaanNya sebagai Tuhan. Yesus adalah
pribadi Tuhan yang sama, YHWH, tetapi muncul dalam cara yang baru (manusia).
Mengenai Roh Kudus, Oneness percaya bahwa Roh Kudus adalah Tuhan itu
sendiri. Hal ini dapat terlihat dari Kisah Para Rasul 5:3-4. Karena Roh Kudus adalah
Tuhan itu sendiri, maka baik dalam Perjanjian Lama maupun Baru, Roh Kudus juga sudah
tertulis dalam Perjanjian Lama, seperti dalam Kejadian 1:2 dan 2 Petrus 1:21.
Oneness percaya bahwa Bapa adalah Roh Kudus. Tuhan yang satu itu adalah Bapa
atas semua, adalah kudus, dan adalah Roh. Oleh karenanya, sebutan Bapa dan Roh Kudus
menggambarkan pribadi yang sama. Dengan kata lain, Tuhan yang satu itu dapat dan
berlaku secara berkesinambungan mengisi dua peran Bapa dan Roh Kudus. Ada beberapa
bukti yang disebutkan oleh aliran Oneness ini bahwa Bapa adalah Roh Kudus dari
beberapa perbandingan ayat-ayat berikut ini:
1. Bapa menghidupkan Yesus dari antara orang mati (Kisah Para Rasul 2:24; Efesus 1:17-
20), semikian pula Roh Kudus membangkitkan Yesus dari antara orang mati (Roma
8:11).
2. Bapa memberi kehidupan bagi yang mati (Roma 4:17; 1 Timotius 6:13), Roh Kudus
juga melakukan hal yang sama (Roma 8:11).
3. Roh Kudus mengadopsi kita, yang artinya Dia adalah Bapa kita (Roma 8:15-16).
Dan ada beberapa contoh lain, namun penulis di sini hanya menyebutkan 3 saja. Oneness
percaya bahwa sebutan Bapa dan Roh Kudus hanyalah dua sebutan yang berbeda tetapi
menunjuk pada Pribadi yang sama. Sebutan-sebutan itu untuk menekankan aspek, peran,
atau fungsi yang berbeda yang dimiliki oleh Tuhan.
Ajaran Tentang Baptisan
Baptis adalah tanda pertobatan dari orang percaya. Oleh karena itu Oneness tidak
mengijinkan ada baptisan bagi anak-anak. Karena anak-anak belum memahami dosa dan
belum mengerti arti pertobatan. Yang boleh dibaptis adalah orang dewasa yang sudah
mengerti dosa dan memahami arti pertobatan.
Dalam baptisan pun Oneness tidak menggunakan Nama Bapa, Putra, dan Roh
Kudus seperti yang tertulis dalam Matius 28:19. Oneness menggunakan formula “Dalam
Nama Yesus”. Oneness memahami sebutan Bapa, Putra, dan Roh Kudus dalam Matius
28:19 adalah menggambarkan sebagai fungsi, peran, atau hubungan yang berbeda antara
Tuhan dengan manusia.6 Selain itu, Oneness meyakini bahwa para rasul dalam
membaptis orang juga menggunakan formula dalam nama Yesus. Hal ini seperti yang
tertulis dalam Kisah Para Rasul 2:38; 8:16; 10:48; 19:3-5, Roma 6:3-4, 1 Korintus 1:13, Galatia 3:27, dan Kolose 2:12. Oleh karena itulah Oneness mengajarkan bahwa dalam
membaptis haruslah di dalam nama Yesus.
Oneness percaya ada dua macam baptisan, yaitu baptis air dan baptis Roh Kudus.
Baptisan air adalah dengan cara ditenggelamkan di dalam air dan di dalam nama Yesus.
Sedangkan baptisan Roh Kudus adalah ditandai dengan karunia berbahasa lidah seperti
yang digambarkan dalam Kisah Para Rasul 2:1-4, 36-39; 11:13-17. Untuk menerima
baptisan Roh Kudus ini, seseorang harus menerima Roh Kudus di dalam hatinya.
Ajaran Tentang Keselamatan
Oneness percaya bahwa orang-orang percaya sekarang ini diselamatkan
berdasarkan iman dalam Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, bertobat dari
dosa, dibaptis air dalam nama Yesus Kristus, dan baptis Roh Kudus. Bila manusia ingin
diselamatkan, mereka harus melalui 4 tahap yang telah disebutkan di atas.
Yang pertama, manusia harus mengakui bahwa keselamatan adalah dari Tuhan,
bukan dari hasil usaha manusia. Oleh karenanya, manusia harus mengimani atau
mengakui di dalam hati mereka bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat
manusia. Yesus telah berkorban menjadi manusia, disalib, wafat, dan dibangkitkan untuk
menebus setiap manusia yang beriman atau percaya di dalam hatinya bahwa Yesus telah
mati bagi mereka dan dibangkitkan kembali, serta terangkat ke surga.
Yang kedua adalah bertobat. Artinya manusia harus sungguh-sungguh berbalik
dari kehidupan yang tidak berkenan di hadapan Tuhan, dan berhenti berbuat dosa. Iman
ditunjukkan melalui perbuatan sungguh-sungguh yang berbalik dari jalan-jalannya yang
jahat. Iman menjadi hidup hanya melalui respon dan tindakan yang taat.
Yang ketiga adalah dibaptis dalam nama Yesus Kristus. Baptisan air adalah tanda
pertobatan. Oleh karenanya saat seseorang menerima Yesus sebagai Tuhan dan
Juruselamat, dia harus memberi diri dibaptis sebagai tanda bahwa dia taat dan memberi
hidupnya untuk Tuhan Yesus.
Selanjutnya yang terakhir yaitu baptis Roh Kudus. Oneness percaya bahwa
baptisan Roh Kudus adalah sesuatu yang cuma-cuma dan diberikan kepada setiap orang
yang percaya. Roh Kudus akan berdiam di dalam hati setiap orang percaya. Oleh
karenanya tanda seseorang telah dibaptis oleh Roh Kudus adalah berbicara dalam bahasa
lidah. Oneness menekankan bahwa seseorang harus dapat memperoleh karunia bahasa
lidah ini dengan memintanya kepada Roh Kudus. Saat seseorang telah menerima bahasa
lidah, maka bahasa lidah ini harus sering digunakan dalam doa-doa orang percaya.
Standar Kekudusan
Sebagai orang percaya, adalah wajib untuk mengejar kekudusan. Menjadi kudus
adalah sebuah proses pertumbuhan yang terus menerus menuju keserupaan karakter
dengan Tuhan dan memenuhi kehendak Tuhan. Kekudusan berkaitan dengan yang di luar (tubuh) dan di dalam (hati). Oneness percaya kekudusan bukanlah sebuah alat untuk
mencapai keselamatan, tetapi sebuah hasil dari keselamatan.
Kekudusan berawal di dalam hati. Saat orang percaya mengejar buah Roh, maka
di saat yang sama seharusnya mereka juga menanggalkan segala sikap yang tidak sesuai
dengan firman Tuhan. Hal ini berkaitan dengan sikap dan perilaku yang ditunjukkan oleh
orang percaya. Karena kekudusan juga berkaitan dengan yang ada di luar, yaitu tubuh
jasmani, maka Oneness menetapkan standar juga dalam berpakaian dan penampilan.
Oneness menekankan penampilan yang sederhana, tidak banyak menggunakan ornamen
atau perhiasan yang berlebihan, adanya perbedaan antara penampilan laki-laki dengan
perempuan (termasuk dalam rambut dan pakaian). Bagi laki-laki dilarang untuk
mempunyai rambut panjang, tetapi sebaliknya, untuk perempuan diwajibkan untuk
berambut panjang.7Bahkan United Pantecostal Church International yang menuangkan
dalam peraturan tertulis pada akhir tahun 1990-an, secara umum perempuan dilarang
memakai celana, tetapi memakai rok panjang, kosmetik, pakaian ketat, perhiasan, dan
memotong rambut mereka. Bagi laki-laki, diharuskan mencukur jenggot, rambut pendek,
dan memakai kemeja lengan panjang, dan celana panjang.8 Beberapa organisasi Oneness
melarang para anggotanya untuk menonton film sekuler dan televisi.
Kekudusan dalam pemahaman Oneness juga berbicara mengenai kekudusan
pernikahan dan moralitas orang percaya. Oneness sangat menekankan pada hubungan
yang sehat antara laki-laki dan perempuan, khususnya dalam pernikahan. Pernikahan
harus melibatkan satu laki-laki dan satu perempuan.
Menurut paham Oneness, kehidupan kudus bagi orang percaya, seharusnya
berasal dari kasih, bukan berdasarkan kewajiban semata. Kehidupan yang kudus juga
seharusnya dimotivasi oleh sifat dasar dari Roh Kudus yang berdiam di dalam hati orang
percaya.
Antitesis Terhadap Oneness
Jim Boucher dalam tulisannya yang dimuat dalam laman
www.thereforegodexists.com/oneness-versus-trinity-debate-theological-nitpicking/
mengemukakan ada beberapa permasalahan mengenai pemahaman Oneness. Pertama,
Oneness mengatakan bahwa Bapa adalah Yesus juga. Jadi yang disalib adalah Bapa. Hal
ini menimbulkan permasalahan. Jika Bapa disalib, maka kepada siapakah Yesus
menyerahkan nyawaNya? Sedangkan Paulus mengatakan bahwa Yesus wafat untuk
menanggung murka Tuhan. Dalam Ibrani 10:12 dikatakan bahwa Yesusmempersembahkan DiriNya sekali dan untuk semuanya. Jika Bapa yang wafat, maka Dia
tidak mempersembahkan DiriNya kepada siapapun.9
Kedua, Oneness memahami kisah sesaat setelah Yesus dibaptis muncul suara dari
surga dan Roh Kudus turun dalam rupa seperti burung merpati sebagai bentuk
kemahahadiran Tuhan bahwa Dia dapat muncul dalam manifestasi yang berbeda di saat
yang bersamaan. Namun pemahaman ini menimbulkan permasalahan, jika Tuhan
menunjukkan kemahahadiranNya dengan cara demikian, maka dapat dikatakan bahwa
Tuhan menipu manusia untuk mempercayai Trinitas. Tuhan muncul dalam tiga Pribadi.
Bagaimana mungkin seseorang dipersalahkan mempercayai Trinitas saat Tuhan muncul
dalam tiga Pribadi yang berbeda? Trinitarian percaya kepada yang mana yang Tuhan
menyatakan DiriNya. Tuhan tidak sedang menipu umatNya.10
Hal lain yang menjadi sanggahan terhadap Oneness yaitu rumusan Unitarianisme
yang dianut Oneness Pentacostal berkiblat kepada ajaran Sabelianisme atau Modalisme
yang sudah muncul pada paroh akhir abad kedua melalui ajaran Noetus dari Smirna dan
pada awal abad ketiga Masehi. Modalisme atau Sabelianisme percaya bahwa Tuhan
adalah satu pribadi yang menyatakan diri dalam tiga peran yang berbeda. Oneness
Pentacostal menerima rumusan ini dan mengajarkan bahwa Tuhan menyatakan diri dalam
penciptaan sebagai Bapa, dalam karya penebusan sebagai Anak, dan dalam karya
kelahiran baru sebagai Roh Kudus.
Tanggapan Terhadap Oneness
Oneness sangat konsisten dalam memegang prinsip bahwa Tuhan adalah satu,
sehingga menguatkan iman orang Kristen bahwa mereka menganut paham monotheisme.
Dengan demikian tidak terjadi kebingungan dalam memahami ‘jumlah’ Tuhan yang
disembah. Terutama saat membaca kisah Yesus dibaptis ada suara dari surga dan ada Roh
Kudus turun dalam rupa seperti burung merpati. Hal ini sering kali membuat orang
Kristen bingung dan menganggap bahwa ada tiga Pribadi Tuhan yang berbeda. Oneness
menjelaskan bahwa Tuhan yang satu itu, memakai tiga manifestasi yang secara
bersamaan.11Oneness memahami bahwa Tuhan yang disembah oleh orang Kristen adalah
Tuhan Yang Mahakuasa, sehingga Dia sanggup melakukan apa saja, termasuk membuat DiriNya bermanifestasi dalam tiga rupa yang berbeda dalam waktu yang bersamaan.
Dengan demikian, meskipun terlihat ada tiga, namun sesungguhnya ketiganya adalah
satu, Pribadi Tuhan yang sama, dan bukan Tuhan yang berbeda.
Jason Dulle dalam tulisannya yang berjudul “Avoiding the Achilles Heels of
Trinitarianism, Modalistic Monarchianism, and Nestorianism: The Acknowledgement
and Proper Placement of the Distinction Between Father and Son” menegaskan bahwa
Kemahakuasaan Tuhan Yahweh yang mempunyai dua eksistensi sebagai Tuhan dan
sebagai Putra melalui inkarnasi dalam Yesus, bukan berarti saat Dia menjadi Yesus maka
di surga kosong, tetapi di surga Dia tetap ada dan Dia juga tetap Tuhan dalam rupa Yesus.
Prinsip dualisme eksitensi ini merupakan hal yang sama dengan yang ada dalam prinsip
Trinitarian, bahwa Yesus sebagai Tuhan dan sekaligus sebagai manusia.12
Standar kekudusan yang ditetapkan oleh kaum Oneness merupakan aturan yang
sangat ketat yang dijabarkan dan dituangkan dalam tulisan sehingga para penganut ajaran
Oneness dapat memahaminya dan melakukannya dengan baik. Meskipun terlihat sangat
kuno atau tradisional untuk jaman modern seperti sekarang ini, namun standar kekudusan
yang ketat dan tinggi ini dapat mendorong para anggotanya tetap berperilaku dan
berpakaian dengan standar yang tinggi.
Di sisi lain, penulis kurang sependapat dengan paham Oneness yang mengatakan
bahwa nama Bapa adalah Yesus.Menurut penulis, ini kurang tepat, karena nama Bapa
bukanlah Yesus, tetapi Yahweh. Di dalam Yesaya 42:8 di sana dikatakan bahwa Bapa
bernama Yahweh. Meskipun nama Yesus mengandung nama Yahweh yang bermakna
Yahweh menyelamatkan.Bishop Dr. Dominiquae Bierman menuliskan bahwa Yeshua
berarti Tuhan Yah adalah keselamatan kita dan menyiratkan keselamatan, pembebasan,
penebusan (2007:5)13. Yah ini merupakan kependekan dari Yahweh, sama halnya dalam
kata ‘HaleluYah’. Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid 1 A-L, menuliskan bahwa
‘Haleluya’ merupakan “sebutan liturgis, disalin dari kata Ibrani hallelu-yah yang berarti
‘pujilah Yah’, kependekan dari Yahweh”14. Hal senada dengan Bishop Dr. Dominiquae
Bierman juga disampaikan oleh Rev. Dr. Yakub Sulistyo dalam bukunya yang berjudul
Yesus Bukan Allah. Dr. Yakub mengatakan:
“YESHUA itu terdiri dari rangkaian huruf Ibrani Yod Shin Waw Ayin
dimana huruf Yod didepan rangkaian kata tersebut berarti DIA (laki-laki) dalam bentuk sedang (to be Ing) dan Shin Waw Ayin itu dibaca Shua yang
berarti Selamat atau Keselamatan. Jadi YESHUA itu mengandung makna
Dia (laki-laki) sedang Menyelamatkan.”15
Jadi hal ini sesuai dengan perkataan Yeshua sendiri bahwa Bapa telah memberikan
NamaNya kepada Yeshua. Dalam Yohanes 17:11b tertulis “Ya Bapa yang kudus,
peliharalah mereka dalam nama-Mu, yaitu nama-Mu yang telah Engkau berikan kepadaKu,...”
Mengenai formula baptisan, penulis tidak sepaham dengan apa yang diajarkan
oleh Oneness, yaitu hanya menggunakan nama Yesus. Menurut penulis, formula baptisan
sebaiknya disesuaikan dengan amanat agung Tuhan Yesus, yaitu dalam nama Bapa,
Putra, dan Roh Kudus. Argumen dari Oneness yang mengatakan bahwa para Rasul
menggunakan nama Yesus itu memang tertulis dalam kitab suci kita, namun penulis
menilai bahwa hal ini disebabkan karena para rasul saat itu menekankan pada Pribadi
Yesus sebagai Juruselamat. Kalaupun kita menggunakan formula nama Bapa, Putra, dan
Roh Kudus, akan menjadi lengkap dan tidak terkesan mementingkan salah satunya.
Penulis lebih memilih menggunakan nama Bapa, Putra dan Roh Kudus dengan
menyebutkan langsung namaNya yang telah Tuhan nyatakan kepada kita, yaitu Yahweh,
Yeshua (nama asli Yesus), dan Roh Kudus. Karena penulis percaya bahwa Nama
mengandung kuasa dan Pribadi dari Sang Empunya Nama.
Untuk mencapai keselamatan, penulis tidak setuju dengan pandangan Oneness
yang mengharuskan seseorang berbahasa lidah sebagai salah satu syarat untuk mencapai
keselamatan. Menurut penulis hal ini tidak ada dalam Alkitab. Alkitab mencatat, untuk
seseorang dapat masuk ke surga, mereka harus mempercayai atau beriman kepada Yesus
sebagai Tuhan dan Juruselamatnya (Yohanes 3:16, 14:6) dan melakukan kehendak Bapa
(Matius 7:21). Berbahasa lidah merupakan salah satu karunia Roh yang diberikan Roh
Kudus kepada orang percaya sebagai salah satu perlengkapan dalam hidup di dunia untuk
kepentingan bersama (1 Korintus 12:7), bukan sebagai salah satu syarat untuk masuk
surga.
Pandangan Baru
Oneness di satu sisi seolah sangat bertentangan dengan Trinitarian, dan sisi lain
mirip dengan Modalisme. Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa Oneness menolak
disamakan dengan Modalisme. Sebenarnya bila dicermati, ada kesamaan antara Oneness
dengan Trinitarian dan ada perbedaan dengan Modalisme. Persamaan Trinitarian dan
Oneness selain sama-sama mengakui Yesus sebagai Tuhan adalah konsep dualisme
eksistensi Tuhan, hanya dalam bentuknya yang berbeda. Trinitarian mengakui dualisme
eksistensi Tuhan, yaitu bahwa Yesus adalah Tuhan dan manusia pada saat yang
bersamaan. Sedangkan Oneness mengakui dualisme eksistensi Tuhan Yahweh, yaitu
sebagai Bapa dan sebagai Putra, saat Dia berinkarnasi dalam Yesus. Perbedaan Oneness
dengan Modalisme yaitu Modalisme menganggap bahwa “Putra” merupakan
kemanusiawian Yesus, sedangkan “Bapa” merupakan ketuhanan Yesus. Sedangkan
Oneness mengakui Yesus adalah Tuhan, tetapi dalam wujud manusia melalui inkarnasi.
Jason Dulle memandang Trinitarian terlalu menekankan pada ayat-ayat yang
menyatakan perbedaan Bapa, Putra, dan Roh Kudus, sehingga mereka mempunyai arti
lain terhadap ayat-ayat tentang keesaan. Dulle menganggap bahwa Trinitarian memang
monoteistik tetapi hanya dalam level semantik, tetapi tidak dalam taraf konseptual.
Sedangkan Modalisme terlalu menekankan ayat-ayat keesaan sehingga pada level praktis
mereka mengesampingkan perbedaan yang jelas antara Bapa dan Putra. Jika kita ingin
mempunyai pandangan yang sesuai dengan data di Alkitab, kita harus mengadopsi posisi
mengakui perbedaan yang tertulis di dalam Perjanjian Baru, dan menggabungkan dengan
paham monotheis di Perjanjian Lama.16
Berdasarkan penjelasan di atas dan usulan dari Jason Dulle ini (kita harus
mengadopsi posisi mengakui perbedaan yang tertulis di dalam Perjanjian Baru, dan
menggabungkan dengan paham monotheis di Perjanjian Lama), penulis dapat mengambil
pemahaman bahwa Yesus mempunyai peran tiga berganda. Yang pertama berperan
sebagai teladan bagi seluruh manusia. Yang kedua sebagai Tuhan dalam wujud manusia.
Yang ketiga sebagai Tuhan yaitu Yahweh. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Dr. Yakub
Sulistyo dalam kotbahnya di chanell Youtube
https://www.youtube.com/watch?v=S9T4lemY8Nk (Seri 1),
https://www.youtube.com/watch?v=elnJ6OJ5VME (Seri 2),
https://www.youtube.com/watch?v=886k6XYqjok (Seri 3). Dengan memahami peran
tiga berganda ini, maka orang Kristen tidak lagi mengalami kebingungan saat membaca
ayat yang seolah bertolak belakang dengan ketuhanan Yesus.
Peran yang pertama sebagai teladan bagi manusia, dapat kita lihat dalam beberapa
tindakanNya, seperti berdoa kepada Bapa (Matius 26:36, 39, 42, 44; Markus 1:35; 6:46;
14:32, 35, 39; Lukas 5:16; 6:12; 9:18; 9:29; 11:1; 22:32, 41, 44), dibaptis (Matius 3:13-
17; Markus 9:9-11; Lukas 3:21-22), taat sampai mati di kayu salib, saat disalib Dia
menyerahkan nyawaNya kepada Bapa (Matius 27:50; Markus 15:37; Lukas 23:46;
Yohanes 19:30), dan lain-lain. Saat Dia dalam wujud manusia dan dalam kehidupan
sehari-hariNya di bumi, Dia bertindak sebagai teladan bagi seluruh manusia. Oleh karenaitu Dia juga dapat merasakan lapar (Matius 4:2, Markus 11:12, Lukas 4:2), sakit, dan
berdarah saat menderita di kayu salib.
Peran yang kedua sebagai Tuhan dalam wujud manusia. Menurut Yakub Sulistyo,
Yesus bukan 100% Tuhan dan 100% manusia, tetapi Dialah 100% Tuhan tetapi dalam
wujud manusia. Karena Dia tidak lahir karena percampuran sel sperma dan ovum
manusia, sedangkan manusia tidak mungkin ada jika tidak ada percampuran sel sperma
dan ovum manusia. Peran yang kedua ini dapat dilihat dalam kisahNya saat Yesus mampu
melakukan banyak tanda mujizat (Matius 4:23; 9:35; Yohanes 2:1-11, dan lain-lain),
mampu mengusir roh-roh jahat (Matius 8:16; 10:1; 12:22, dan lain-lain), berjalan di atas
air (Matius 14:22-33; Markus 6:45-52; Yohanes 6:16-21)bahkan saat Dia mampu
meredakan angin sakal(Matius 8:23-27; Markus 4:35-41; Lukas 8:22-25), dan lain-lain.
Ini bukti bahwa Yesus adalah Tuhan sendiri tetapi dalam wujud manusia.
Peran ketiga Yesus yaitu sebagai Tuhan Yahweh dapat dilihat saat Dia
mengampuni dosa (Matius 9:2; Markus 2:5; Lukas 5:20; Lukas 7:47-48; Yohanes 5:14;
8:11), saat Dia mengatakan bahwa sebelum Abraham ada Dia telah ada (Yohanes 8:58),
saat Dia bangkit dari antara orang mati (oleh karena Dia Tuhan maka maut tidak mampu
berkuasa atasNya), saat Dia mengatakan bahwa Dia adalah Tuhan atas hari Sabat (Matius
12:8; Markus 2:28; Lukas 6:5), dan saat Dia menyamakan DiriNya dengan Tuhan
(Yohanes 5:18; 10:33).
Oneness Pentecostalism, sebuah aliran teologis dalam tradisi Pentakosta, menawarkan perspektif
unik terhadap konsep Tritunggal. Artikel ini secara mendalam mengeksplorasi tinjauan teologis
Oneness Pentecostalism dengan fokus pada sejarah perkembangannya, doktrin utamanya, serta
implikasi teologis yang muncul dari pandangan mereka terhadap natur Tritunggal. Sejarah
Oneness Pentecostalism dapat ditelusuri kembali ke awal abad ke-20, di mana gerakan ini muncul
sebagai reaksi terhadap ajaran Tritunggal dalam tradisi Kristen. Mereka menekankan konsep
tunggalitas Tuhan, menolak pemisahan antara Bapa, Anak, dan Roh Kudus sebagai pribadi yang
terpisah. Artikel ini membedah argumen teologis yang mendasari keyakinan ini, menelusuri
pemahaman mereka terhadap baptisan dalam nama Yesus sebagai manifestasi keesaan Tuhan.Doktrin utama Oneness Pentecostalism, seperti ajaran keselamatan oleh iman dan pentingnya
kehidupan rohaniah yang kudus, juga diselidiki secara rinci. Implikasi teologis dari pandangan
mereka terhadap Tritunggal tercermin dalam persepsi mereka terhadap ajaran-aliran Kristen
lainnya, menciptakan ketegangan teologis yang signifikan. Dalam merinci bagaimana Oneness
Pentecostalism memandang peran Roh Kudus dalam kehidupan percaya, artikel ini menyajikan
perspektif mereka tentang pengalaman karismatik dan karunia Roh Kudus. Analisis ini
memberikan wawasan tentang bagaimana teologi tunggalitas mempengaruhi praksis keagamaan
dan spiritualitas dalam komunitas Oneness Pentecostal.
Dengan menyelidiki aspek-aspek ini, artikel ini memberikan gambaran komprehensif tentang
tinjauan teologis Oneness Pentecostalism, menyajikan pemahaman yang mendalam tentang akar,
doktrin, dan implikasi teologis dari pandangan mereka terhadap Tritunggal. Oneness atau secara
etimologi disebut dengan keesaan, merupakan ajaran atau doktrin tentang Tuhan yang
menyatakan bahwa Tuhan adalah satu. Oneness sering juga disebut dengan Oneness
Pentecostalism atau aliran Jesus Only atau Apostolic. Hal ini disebabkan karena paham Oneness
Pentecostalism ini percaya bahwa Bapa, Putra, dan Roh Kudus adalah Yesus sendiri yang
bermanifestasi di ketiganya. Pemahaman ini sangat bertolak belakang dengan paham Trinitarian,
yang mengatakan bahwa Tuhan mempunyai tiga Pribadi yang berbeda tetapi satu hakikat atau
substansi.