Mazmur-1-50 10

Rabu, 09 Juli 2025

Mazmur-1-50 10


 


a pun ha-

rus membungkuk di hadapan-Nya, tetapi juga sebab   mereka 

memperoleh kuasa mereka dari-Nya dan harus memperguna-

kan kuasa itu bagi-Nya, serta harus mengakui hal itu dengan 

cara menghormati-Nya.  

2.  Betapa seringnya panggilan itu diulang-ulang, Berilah kepada 

Tuhan, dan lagi, dan lagi untuk yang ketiga kalinya, Kepada 

Tuhan. Hal itu bukan berarti bahwa orang-orang yang berkua-

sa itu lalai dalam kewajiban ini dan perlu terus dibujuk-bujuk 

untuk melakukannya, tetapi bahwa kewajiban itu sangat ber-

kaitan dengan kepentingan kerajaan Allah di antara anak-

anak manusia sehingga para raja harus benar-benar melak-

sanakannya. Yerusalem berkembang saat   raja-raja di bumi 

membawa kekayaan mereka kepadanya (Why. 21:24).  

3. Panggilan apa yang harus mereka laksanakan – untuk mem-

berikan kepada Tuhan, bukannya sebab   Dia membutuhkan 

Kitab Mazmur 29:1-11 

 383 

sesuatu atau dapat mengambil keuntungan dari pemberian 

yang kita berikan kepada-Nya, atau sebab   kita memiliki se-

suatu yang bukan milik-Nya (Siapakah yang pernah memberi-

kan sesuatu kepada-Nya?), melainkan sebagai pengakuan atas 

kemuliaan-Nya dan kekuasaan-Nya atas kita. Dia berkenan 

untuk menganggapnya sebagai pemberian dari kita bagi Dia: 

“Berikanlah kepada Tuhan pertama-tama dirimu sendiri, baru-

lah kemudian pelayananmu. Kepada TUHAN sajalah kemulia-

an dan kekuatan. Akuilah kemuliaan dan kekuatan-Nya, dan 

pujilah Dia sebagai Allah yang memiliki keagungan yang tidak 

terbatas serta kuasa yang tidak terpatahkan. Kemuliaan dan 

kekuatan apa pun yang telah Dia percayakan kepadamu mela-

lui pemeliharaan-Nya, persembahkanlah kembali kepada-Nya 

untuk dipakai bagi kehormatan-Nya, dalam pelayanan bagi-

Nya. Berikanlah mahkotamu kepada-Nya. Letakkanlah di ba-

wah kaki-Nya. Berikanlah kepada-Nya tongkatmu, pedangmu, 

kuncimu, dan serahkanlah semua itu ke dalam tangan-Nya, 

supaya saat kamu menggunakan semua itu, kamu menjadi 

kenamaan dan pujian bagi-Nya.” Para raja menilai diri mereka 

sendiri berdasarkan kemuliaan dan kekuatan mereka. Kedua 

hal itu harus mereka serahkan kepada Allah sebagai pengaku-

an bahwa Dia jauh lebih mulia dan berkuasa dibandingkan 

mereka. Perintah supaya orang-orang yang berkuasa itu mena-

ruh hormat terhadap Allah harus dianggap sebagai arahan 

bagi para pejabat dalam kerajaan Daud sendiri, kawan-kawan 

sebangsanya, para pemimpin sartikel   bangsa (dengan maksud 

untuk menggerakkan mereka supaya lebih bertekun dan ber-

giat lagi melayani di mezbah Allah, sebab telah diamatinya 

bahwa mereka sudah mulai lalai dalam hal itu), ataupun bagi 

raja-raja negeri tetangga yang telah dia taklukkan dengan 

pedangnya sehingga mereka menjadi bagian dari wilayah Israel 

dan kini hendak ia bujuk untuk menjadi pengikut Allah Israel 

juga. Kepala-kepala yang bermahkota harus tunduk di hadap-

an Raja segala raja. Apa yang dikatakan di sini juga ditujukan 

bagi semua orang: Sembahlah Allah. Hal ini merupakan rang-

kuman dan intisari dari Injil yang kekal (Why. 14:6-7). Di sini

kita mendapati, 

(1) Hakikat atau sifat inti dari penyembahan rohani, yaitu 

memberikan kepada TUHAN kemuliaan nama-Nya (ay. 2). 


 384

Nama Allah yaitu   nama yang dipakai-Nya untuk mem-

buat diri-Nya sendiri dikenal. Di dalamnya ada kemuliaan 

yang layak dilayangkan bagi-Nya. Memang tidak mungkin 

bagi kita untuk dapat memberikan semua kemuliaan yang 

layak diterima oleh nama-Nya, sebab sekalipun kita telah 

mengatakan dan melakukan segala yang kita bisa demi 

kehormatan nama Allah, tetap saja kita tidak akan sanggup 

melakukannya. Akan tetapi, saat kita menanggapi pewah-

yuan yang Dia bukakan kepada kita dengan kasih sayang 

dan pemujaan yang layak kita berikan kepada-Nya, maka 

dengan begitu kita memberikan kepada-Nya sebagian dari 

kemuliaan yang layak dilayangkan bagi nama-Nya. Jika 

kita hendak menerima anugerah dari Allah dengan mende-

ngarkan, berdoa dan melakukan perbuatan-perbuatan sa-

leh lainnya, maka kita pun harus bergiat dalam memberi-

kan kemuliaan kepada Allah. 

(2) Peraturan pelaksanaan ibadah-ibadah rohani. Sujudlah ke-

pada TUHAN dengan berhiaskan kekudusan, yang menun-

jukkan,  

[1] Sasaran penyembahan kita. Keagungan Tuhan yang 

mulia juga disebut sebagai pakaian kudus yang sema-

rak (2Taw. 20:21). Dalam menyembah Allah, kita harus 

mengarahkan pandangan kita kepada kesemarakan-Nya 

dan mengagumi-Nya, bukan hanya sebab   Dia begitu 

dahsyat sehingga harus ditakuti lebih dari segalanya, 

tetapi juga sebab   Dia mahapengasih sehingga harus 

dikasihi dan menjadi sumber sukacita kita lebih dari se-

galanya. Tetapi yang terutama yaitu   kita harus meng-

arahkan pandangan kita kepada keindahan kekudusan-

Nya. Inilah yang dipuja-puji oleh para malaikat (Why. 

4:8). Atau,  

[2] Tempat penyembahan. Tempat kudus Allah disebut se-

bagai tempat yang berhiaskan kekudusan (48:1-2; Yer. 

17:12). Keindahan tempat kudus Allah berasal dari pe-

nyembahan yang dilakukan di sana dengan ketetapan 

ilahi – pola seperti di bukit. Kini, di bawah Injil, per-

kumpulan orang-orang Kristen yang khidmat (yang 

dihiasi dengan kesucian) merupakan tempat di mana 

Allah harus disembah. Atau,  

Kitab Mazmur 29:1-11 

 385 

[3]  Tata cara penyembahan. Kita harus suci di dalam sega-

la ibadah rohani kita, berbakti kepada Allah dan kepada 

kehendak serta kemuliaan-Nya. Ada keindahan di da-

lam kekudusan, dan hal inilah yang menghiasi segala 

tindakan penyembahan.  

II.  Alasan yang tepat bagi perintah di atas. Kita pasti akan mengakui 

kewajiban kita untuk memberikan kemuliaan kepada Allah jika 

kita mempertimbangkan,  

1. Kemampuan mencartikel  pi di dalam diri-Nya sendiri, yang dinya-

takan dengan jelas di dalam nama-Nya Yehovah – Aku yaitu   

Aku, yang diulangi tidak kurang dari delapan belas kali di 

dalam mazmur pendek ini, dua kali di setiap ayat kecuali tiga 

ayat, dan sekali di dalam dua dari ketiga ayat tersebut. Saya 

tidak ingat ada yang seperti ini lagi di dalam keseluruhan 

bartikel   mazmur. Biarlah orang-orang yang berkuasa di bumi ini 

mengenal Dia melalui nama-Nya dan memberikan kepada-Nya 

kemuliaan yang layak Ia terima.  

2.  Kedaulatan-Nya atas segala sesuatu. Biarlah orang-orang yang 

berkuasa atas manusia mengetahui bahwa masih ada Allah 

yang berkuasa atas mereka, yang berkuasa atas segala sesua-

tu. Di sini, sang pemazmur mengetengahkan kekuasaan Allah,  

(1) Di dalam kerajaan alam semesta. Di dalam akibat-akibat 

dahsyat yang timbul akibat peristiwa-peristiwa alam dan di 

dalam kekuatan alam yang bekerja, kita harus memper-

hatikan kemuliaan dan kekuatan Allah. Kita harus meng-

akui bahwa semuanya itu berasal dari Dia. Dalam guntur, 

kilat, dan hujan, kita dapat melihat, 

[1] Kemuliaan-Nya. Allah segala kemuliaanlah yang meng-

guntur (gegap gempita suara-Nya bergemuruh, Ayb. 

37:2; KJV: guntur yaitu   suara-Nya – pen.). Dahsyatnya 

bunyi guruh, dan benderangnya cahaya yang menyer-

tainya menyatakan bahwa Dialah Allah yang mulia. 

Tidak ada lagi yang begitu menghentakkan bagi pende-

ngaran dan penglihatan manusia selain bunyi guruh 

dan cahaya kilat ini, seakan-akan melalui kedua indera 

itu Allah ingin membuktikan kemuliaan-Nya kepada 

akal budi manusia-manusia supaya mereka meninggal-


 386

kan kebodohan mereka yang tidak beralasan. Beberapa 

orang mengamati bahwa ada beberapa alasan tertentu 

mengapa guruh disebut sebagai suara Tuhan, yaitu, 

bukan hanya sebab   guruh berasal dari atas, tidak 

dapat dikendalikan atau diramalkan oleh seorang pun, 

suaranya keras dan menjangkau sampai di kejauhan, 

tetapi juga sebab   Allah sering kali berbicara di dalam 

guruh. Terutama di Gunung Sinai, dan melalui guruh 

pulalah Ia mengacaubalaukan para musuh Israel. Un-

tuk menyampaikan bahwa guruh itu suara Allah segala 

kemuliaan, di sini disebutkan bahwa suara itu bergema 

di atas air, di atas air yang besar (ay. 3). Suara itu men-

jangkau lautan yang luar biasa luas, air di bawah 

cakrawala. Suara itu bergeletar di antara awan-awan 

tebal, yaitu air di atas cakrawala. Setiap orang yang 

mendengar suara guntur (telinga mereka berdenging 

sebab  nya) akan mengakui bahwa suara TUHAN penuh 

semarak (ay. 4), cartikel  p untuk membuat yang terhebat 

merendahkan diri (sebab tidak ada seorang pun yang 

dapat mengguntur seperti suara-Nya), dan yang terang-

kuh menjadi gemetar, sebab, jika suara-Nya saja sudah 

begitu mengerikan, apalagi tangan-Nya? Setiap kali kita 

mendengar suara-Nya mengguntur, biarlah hati kita 

dipenuhi dengan pikiran-pikiran yang agung, luhur, 

dan penuh hormat mengenai Allah. Biarlah hati kita di-

penuhi dengan pemujaan dan kekaguman yang kudus 

terhadap Dia yang kuasa keilahiannya sungguh dahsyat 

seperti itu. TUHAN, Allahku, Engkau sangat besar!  

[2] Kuasa-Nya (ay. 4): Suara TUHAN penuh kekuatan, seba-

gaimana tampak dari dampak suara-Nya tersebut, se-

bab suara-Nya menghasilkan pekerjaan yang ajaib. 

Orang-orang yang menulis mengenai sejarah alam men-

ceritakan dampak luar biasa yang ditimbulkan oleh 

guntur dan kilat, bahkan melebihi peristiwa-peristiwa 

alam biasa, dan sudah pasti ini semua terjadi sebab   

kemahakuasaan Allah semesta alam.  

Pertama, pepohonan patah dan tumbang sebab   ba-

dai guntur yang disertai kilat (ay. 5-6). Suara Tuhan, da-

lam guntur, sering kali mematahkan pohon aras, bah-

Kitab Mazmur 29:1-11 

 387 

kan pohon aras Libanon yang terkuat dan terkokoh se-

kalipun. Sebagian orang memahaminya sebagai angin 

ribut yang mengguncangkan pohon aras dan kadang 

kala merobohkan bagian atasnya. Gempa bumi juga 

mengguncangkan tanah di mana pepohonan tumbuh, 

membuat Gunung Libanon dan Gunung Siryon seperti 

menari-nari. Padang gurun Kadesh pun sampai gemetar 

(ay. 8). Saya sendiri cenderung memahaminya demikian, 

yaitu pepohonan rubuh sebab   angin, tanah bergon-

cang sebab   gempa, dan keduanya disebabkan oleh 

guntur dan gemuruh. Cendekiawan Dr. Hammond me-

mahaminya sebagai kegentaran dan penaklukan keraja-

an-kerajaan sekitar yang berperang melawan Israel dan 

menentang Daud, seperti orang-orang Siria, yang wila-

yahnya terletak di dekat hutan Libanon, orang-orang 

Amorit yang tinggal di perbatasan Bukit Hermon, dan 

orang-orang Moab dan Amon yang tinggal di sekitar pa-

dang gurun Kades.  

Kedua, api telah sering dipicu oleh kilat dan sebab   

itulah rumah-rumah dan gedung-gedung gereja dilalap 

olehnya. sebab   itulah kita membaca tentang halilintar 

yang menyambar (78:48). Itulah sebabnya suara Tuhan 

di dalam guntur dikatakan di sini sebagai menyembur-

kan nyala api (ay. 7), yang artinya, mengeluarkan api ke 

segala penjuru bumi sesuai dengan bidikan Allah ke 

tempat-tempat tertentu untuk menjalankan tugasnya.  

Ketiga, kegentaran yang diakibatkan oleh guntur 

membuat rusa betina beranak sebelum waktunya, atau 

menurut beberapa orang, artinya beranak dengan lebih 

mudah. Rusa betina yaitu   binatang yang amat pena-

kut dan mudah sekali terpengaruh oleh suara guntur. 

Jadi, tidaklah mengherankan jika terkadang orang-

orang yang paling gagah dan tinggi hati pun telah di-

buat gemetar oleh guntur itu. Kaisar Kaligula bersem-

bunyi di bawah tempat tidurnya setiap kali mendengar 

bunyi guntur. Horace, sang penyair itu, mengaku bah-

wa dia bertobat dari atheismenya sebab   kengerian 

yang ditimbulkan oleh guntur dan kilat, yang digambar-

kannya agak mirip dengan apa yang dituliskan oleh 


 388

Daud di sini (Horace lib. 1, ode 34). Dalam mazmur di 

sini, guntur disebutkan mampu menggunduli hutan, 

yang artinya, suara itu begitu menakutkan binatang-bi-

natang buas sehingga mereka pun meninggalkan sarang 

dan semak belukar yang selama ini mereka pakai seba-

gai tempat persembunyian. Atau, suara itu merobohkan 

pepohonan sehingga tanah yang sebelumnya dinaungi 

oleh pepohonan itu menjadi gundul. Setiap kali guntur 

bergemuruh, marilah kita merenungkan mazmur ini. 

Dan setiap kali kita menyanyikan mazmur ini, marilah 

kita mengingat suara guntur yang bergemuruh yang ka-

dang kala kita dengar, dan dengan begitu kita meng-

ingat firman Allah dan juga pekerjaan-Nya secara ber-

samaan. Dengan cara ini, kita dapat diarahkan dan di-

dorong untuk memberikan kepada-Nya kemuliaan yang 

layak diterima oleh nama-Nya. Dan marilah kita juga 

memuji-Nya sebab   masih ada suara lain lagi milik-Nya 

selain dari suara yang menakutkan itu, yang kini dipa-

kai-Nya untuk berbicara kepada kita, yaitu suara lem-

but Injil-Nya. Dan kengerian suara ini tidak akan mem-

buat kita ketakutan.   

(2) Dalam kerajaan pemeliharaan-Nya (ay. 10). Allah harus di-

puji sebagai penguasa dunia umat manusia. Dia bersema-

yam di atas air bah, Dia bersemayam sebagai Raja untuk 

selama-lamanya. Dia bukan bersemayam di sana untuk 

menyukakan diri-Nya saja, tetapi bersemayam sebagai Raja 

di takhta yang telah ditegakkan-Nya di sorga (103:19). Dari 

sanalah Dia mengamati dan mengatur segala perkara anak-

anak manusia sesuai dengan kehendak dan rancangan-

Nya.  

Perhatikanlah:  

[1] Kuasa kerajaan-Nya itu: Dia bersemayam di atas air 

bah. Sebagaimana Ia telah mendirikan bumi ini, demi-

kian pula Ia telah menegakkan takhta-Nya sendiri di 

atas air bah (24:2). Pasang surut dunia bawah ini, dan 

kekacauan serta kehirukpikukan segala perkara di da-

lamnya tidak mampu sedikit pun menggoyahkan kedu-

dukan atau rancangan Sang Akal Budi yang Kekal itu. 

Kitab Mazmur 29:1-11 

 389 

Perlawanan musuh-musuh-Nya diibaratkan sebagai air 

bah (93:3-4). Namun, Tuhan bersemayam di atas se-

muanya. Dia menghancurkannya, menaklukkannya dan 

menunaikan tujuan-Nya mengatasi segala rancangan 

yang ada di dalam hati manusia. Kata yang diartikan 

sebagai air bah di sini tidak pernah dipakai kecuali un-

tuk menggambarkan air bah di masa Nuh. Oleh sebab 

itulah sebagian orang berpikir bahwa itulah hal yang 

dibicarakan di sini. Allah memang bersemayam di atas 

air bah sebagai Sang Hakim yang menjalankan hartikel  m-

an keadilan-Nya terhadap dunia orang fasik yang ter-

sapu oleh air bah itu. Dan Dia masih tetap bersemayam 

di atas air bah itu, menahan banjir besar zaman Nuh 

tersebut supaya tidak lagi menutupi bumi ini, sesuai 

dengan janji-Nya untuk tidak pernah lagi mendatangkan 

air bah untuk memusnahkan bumi (Kej. 9:11; Yes. 54:9).  

[2] Keberlangsungan kerajaan-Nya itu. Dia bersemayam 

sebagai Raja untuk selama-lamanya. Pemerintahan-Nya 

tidak akan dapat dan tidak akan pernah terhenti. Kera-

jaan-Nya terus berlangsung sesuai dengan rancangan-

Nya sejak kekekalan dan seturut dengan tujuan-Nya 

untuk selama-lamanya. 

(3) Di dalam kerajaan anugerah. Di sini kemuliaan-Nya bersi-

nar paling terang benderang,  

[1] Dalam pemujaan yang diterima-Nya dari orang-orang 

yang menjadi umat-Nya di dalam kerajaan itu (ay. 9). Di 

dalam bait-Nya, di mana orang-orang berkumpul untuk 

menjumpai-Nya dan mengetahui pikiran-Nya serta un-

tuk melayani-Nya dengan puji-pujian mereka. Setiap 

orang berseru: “Hormat!”. Di dunia ini setiap orang da-

pat melihat-Nya, atau paling tidak, manusia dapat me-

mandang-Nya dari jauh (Ayb. 36:25). Tetapi hanya di 

dalam bait-Nya sajalah, yaitu di dalam gereja-Nya, 

penghormatan terhadap-Nya bergema. Segala buatan-

Nya memuji Dia (maksudnya, segala buatan atau peker-

jaan-Nya menimbulkan puji-pujian bagi-Nya). tetapi, 

hanya orang-orang kudus-Nya sajalah yang memuji-Nya 


 390

dan mengumandangkan kemuliaan segala pekerjaan-

Nya (145:10).  

[2] Dalam kebaikan yang Ia anugerahkan kepada orang-

orang yang menjadi umat-Nya dalam kerajaan itu (ay. 

11).  

Pertama, Dia akan melayakkan mereka untuk mela-

yani-Nya: Tuhan kiranya memberikan kekuatan kepada 

umat-Nya, untuk membentengi mereka dari segala pe-

kerjaan jahat dan untuk memperlengkapi mereka su-

paya dapat melakukan segala pekerjaan baik. Mereka 

akan dijadikan kuat di dalam kelemahan mereka. Bah-

kan, Dia akan menyempurnakan kekuatan di dalam ke-

lemahan.  

Kedua, Dia akan membesarkan hati mereka dalam 

melayani-Nya: TUHAN kiranya memberkati umat-Nya 

dengan sejahtera. Damai sejahtera merupakan berkat 

tidak ternilai yang dirancangkan Allah bagi semua 

umat-Nya. Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh 

damai sejahtera (Besarlah ketenteraman pada orang-

orang yang mencintai Taurat-Mu). Tetapi, terlebih lagi 

ada mahkota kebenaran, yaitu akhir dari kebenaran 

yaitu   damai sejahtera, damai sejahtera tanpa akhir. 

Saat gemuruh murka Allah membuat semua pendosa 

gemetar, para kudus akan mengangkat kepala mereka 

dengan penuh sukacita. 

PASAL 30  

azmur ini merupakan sebuah ucapan syartikel  r atas keselamatan 

besar yang telah dikerjakan Allah bagi Daud. Mazmur ini di-

tuliskan pada peristiwa pentahbisan rumah atau istananya (terje-

mahan LAI ayat 1 menyebutkan “Bait Suci” – pen.) yang didirikannya 

dari kayu aras, dan dinyanyikan dalam upacara yang khidmat itu, 

sekalipun tidak ada satu hal pun dalam isinya yang merujuk pada 

kesempatan itu. Dari perikop-perikop yang berbeda, beberapa orang 

berkesimpulan bahwa mazmur ini dituliskan saat Daud disembuh-

kan dari suatu penyakit yang mematikan, yang mungkin terjadi pada 

waktu yang hampir bersamaan dengan pentahbisan rumahnya ter-

sebut.  

I. Di sini Daud memuji Allah atas keselamatan yang telah di-

kerjakan Allah baginya (ay. 2-4).  

II. Dia mengajak orang lain untuk memuji-Nya juga, dan men-

dorong mereka supaya percaya kepada-Nya (ay. 5-6).  

III. Dia mengakui kekeliruannya sebab   mengandalkan dirinya 

sendiri sebelumnya (ay. 7-8).  

IV. Dia mengingat kembali doa dan keluhan yang telah dia ung-

kapkan pada waktu kesesakan (ay. 9-11). Dengan ingatan 

akan hal tersebut dia pun tergugah dan kembali bersyartikel  r 

kepada Allah atas perubahan saat ini yang menyenangkan 

(ay. 12-13).  

saat   menyanyikan mazmur ini kita harus mengingat dengan 

penuh ucapan syartikel  r keselamatan serupa yang telah dikerjakan 

Allah bagi kita, sebab kita harus mendorong diri kita untuk memuji-

Nya dan terus bertekun dalam mengandalkan-Nya. 


 392

Ucapan Syartikel  r dan Pujian 

(30:1-6) 

1 Mazmur. Nyanyian untuk pentahbisan Bait Suci. Dari Daud. 2 Aku akan 

memuji Engkau, ya TUHAN, sebab Engkau telah menarik aku ke atas, dan 

tidak memberi musuh-musuhku bersukacita atas aku. 3 TUHAN, Allahku, 

kepada-Mu aku berteriak minta tolong, dan Engkau telah menyembuhkan 

aku. 4 TUHAN, Engkau mengangkat aku dari dunia orang mati, Engkau 

menghidupkan aku di antara mereka yang turun ke liang kubur. 5 

Nyanyikanlah mazmur bagi TUHAN, hai orang-orang yang dikasihi-Nya, dan 

persembahkanlah syartikel  r kepada nama-Nya yang kudus! 6 Sebab sesaat saja 

Ia murka, tetapi seumur hidup Ia murah hati; sepanjang malam ada tangis-

an, menjelang pagi terdengar sorak-sorai. 

Ada sebuah kebiasaan terpuji yang sering kali dilakukan oleh orang-

orang Yahudi yang saleh, yang meskipun tidak secara tegas diperin-

tahkan, namun tetap diizinkan dan diterima, yaitu saat   selesai 

membangun rumah baru, mereka mengadakan upacara peresmian-

nya (di hadapan Allah) (Ul. 20:5, BIS). Daud juga melakukan hal yang 

sama saat istananya baru dibangun, sebelum ia menempati istana itu 

(2Sam. 5:11), sebab istana bangsawan juga memerlukan perlindung-

an Allah dan terikat untuk melayani-Nya, sebagaimana rumah-

rumah biasa lainnya. Perhatikanlah, rumah yang kita diami haruslah 

ditahbiskan dan dipersembahkan terlebih dahulu kepada Allah pada 

saat kita menginjaknya untuk pertama kali, sebagai sebuah tempat 

kudus. Kita harus sungguh-sungguh menyerahkan diri kita sendiri, 

keluarga kita, dan perkara keluarga kita ke dalam pemeliharaan dan 

bimbingan Allah. Kita harus berdoa meminta hadirat dan berkat-Nya, 

harus mengabdikan diri kita dan segala milik kita bagi kemuliaan-

Nya, dan harus bertekad untuk menjauhkan segala pelanggaran dari 

kemah kediaman kita. Kita dan segenap isi rumah kita harus mela-

yani Tuhan baik di dalam semua kewajiban untuk menjalankan iba-

dah keluarga maupun untuk menaati Injil dalam segala hal. Sebagian 

orang berpendapat bahwa mazmur ini dinyanyikan pada saat pentah-

bisan ulang istana Daud setelah dia terusir dari sana oleh Absalom, 

yang telah mencemari tempat itu dengan persetubuhan sedarah. Dan 

petahbisan itu merupakan ucapan syartikel  r atas dihancurkannya pem-

berontakan yang membahayakan itu.  

Di dalam ayat-ayat di atas,  

I.  Daud sendiri memanjatkan ucapan syartikel  rnya kepada Allah atas 

keselamatan besar yang telah Ia kerjakan baginya (ay.2): “Aku 

Kitab Mazmur 30:1-6 

 393 

akan memuji Engkau, ya TUHAN! Aku akan meninggikan nama-

Mu, memuji-Mu sebagai yang mahamulia dan ditinggikan, aku 

akan melakukan apa saja semampartikel   untuk memajukan kepen-

tingan kerajaan-Mu di antara umat manusia. Aku akan memuji-

Mu, sebab Engkau telah mengangkat aku, bukan saja dari lobang 

kubur yang hampir membuatku terbenam, tetapi juga bahkan 

mengangkatku ke takhta Israel.” Dia menegakkan orang yang hina 

dari dalam debu. Oleh sebab   hal-hal menakjubkan yang telah 

diperbuat Allah untuk meninggikan kita, baik melalui pemelihara-

an-Nya maupun melalui anugerah-Nya, kita wajib, sebagai tanda 

syartikel  r, untuk melakukan segala yang kita bisa supaya nama-Nya 

ditinggikan, sekalipun yang kita bisa perbuat itu kecil saja arti-

nya. Ada tiga hal yang membuat keselamatan Daud begitu hebat: 

1.  Keselamatan itu merupakan kekalahan bagi musuh-musuh-

nya. Mereka tidak diizinkan untuk bersorak-sorai atasnya, se-

perti yang mereka akan lakukan (sekalipun itu sungguh ke-

jam), jika dia sampai mati sebab   penyakitnya atau binasa 

dalam kesesakannya (41:12).  

2.  Keselamatan itu merupakan jawaban bagi doa-doanya (ay. 3): 

Kepada-Mu aku berteriak minta tolong. Segala ungkapan pera-

saan mengenai kesukaran kita haruslah diarahkan kepada 

Allah, dan setiap jeritan harus diteriakkan kepada-Nya. Berse-

rah dalam kedukaan kita dengan cara seperti ini akan meri-

ngankan roh kita yang terbeban. “Kepada-Mu aku berteriak, 

dan Engkau bukan saja telah mendengarkan aku, tetapi juga 

telah menyembuhkan aku, menyembuhkan tubuhku yang 

terganggu, menyembuhkan pikiranku yang resah dan gelisah, 

memulihkan perkara dalam kerajaanku yang telah teracak-

acak.” Di dalam inilah Allah bermegah, Aku TUHANlah yang 

menyembuhkan engkau (Kel. 15:26). Dan kita pun harus me-

ngembalikan kemuliaan itu kepada-Nya.   

3. Bahwa keselamatan itu menyelamatkan nyawanya. Dia meng-

alami keadaan yang terburuk, terjatuh dan hampir turun ke 

liang kubur, tetapi diselamatkan dan tetap hidup (ay. 3). Se-

makin besar marabahaya yang kita hadapi, semakin hebat 

pulalah keselamatan yang kita terima, dan hal  ini semakin 

menguatkan diri kita dan semakin menggambarkan bukti me-

ngenai kuasa dan kebaikan Allah. Kehidupan yang dibangkit-


 394

kan dari kematian haruslah dipakai untuk meninggikan Allah 

yang berkuasa atas hidup kita. 

II.  Dia memanggil orang lain untuk bergabung bersamanya dalam 

menaikkan puji-pujian, bukan saja atas semua kebaikan istimewa 

yang telah dikaruniakan Allah kepadanya, melainkan juga atas 

tanda-tanda kehendak baik Allah yang dikaruniakan-Nya kepada 

semua orang kudus-Nya (ay. 5): Nyanyikanlah mazmur bagi 

TUHAN, hai orang-orang yang dikasihi-Nya! Semua orang yang 

benar-benar kudus diakui Allah sebagai milik-Nya. Masih ada 

umat sisa yang demikian di dunia ini, dan dari merekalah diha-

rapkan terdengar nyanyian pujian bagi Allah, sebab mereka dicip-

takan dan dikuduskan, dijadikan orang kudus supaya mereka 

menjadi kenamaan dan pujian bagi-Nya. Jika orang-orang kudus-

Nya di sorga bernyanyi bagi Dia, lalu mengapa orang-orang ku-

dus-Nya di bumi juga tidak melakukan pekerjaan yang sama de-

ngan mereka, sedapat mungkin, selaras dengan para kudus di 

sorga itu?  

1.  Mereka mempercayai-Nya sebagai Allah yang memiliki keku-

dusan tanpa cela. sebab   itulah mereka bernyanyi bagi-Nya: 

“Biarlah mereka mempersembahkan syartikel  r kepada nama-Nya 

yang kudus! Biarlah mereka memuji nama-Nya yang kudus, 

sebab kekudusan-Nya itulah yang dikenang di segala angkat-

an.” Allah yaitu   Allah yang kudus. Kekudusan-Nya yaitu   

kemuliaan-Nya. Itulah sifat-Nya yang paling dipuji-puji selalu 

oleh para malaikat yang kudus di sorga (Yes. 6:3; Why. 4:8). 

Kita harus selalu membicarakan dan mengingat-ingat keku-

dusan Allah. Bahwa Allah yaitu   Allah yang kudus, itulah 

yang menyukakan para kudus, sebab dengan begitu mereka 

dapat berharap bahwa Ia akan menjadikan mereka kudus, se-

makin kudus. Tidak ada satu pun dari kesempurnaan Allah 

yang begitu menggentarkan orang jahat dan begitu menghi-

burkan orang saleh selain kekudusan-Nya itu. Jika kita ber-

sukacita sepenuh hati dan mengucapkan syartikel  r setiap kali 

mengingat kekudusan Allah, itu berarti dalam kadar tertentu 

kita telah mengambil bagian dalam kekudusan-Nya itu.  

2.  Mereka telah merasakan sendiri bahwa Dia yaitu   Allah yang 

penuh dengan anugerah dan belas kasihan. sebab   itu, biar-

lah mereka bernyanyi memuji nama-Nya.  

Kitab Mazmur 30:1-6 

 395 

(1) Kita mendapati bahwa amarah-Nya berlangsung sebentar 

saja. Meskipun kita layak menerima murka yang kekal dan 

Ia layak merasa murka terhadap kita sampai kita dilalap 

habis dan tidak dapat diperdamaikan lagi, tetapi hanya 

sesaat saja Ia murka (ay. 6). Saat kita durhaka kepada-Nya 

Dia menjadi marah. Akan tetapi, oleh sebab   Dia panjang 

sabar dan tidak lekas naik darah, kemarahan-Nya cepat 

melunak saat kita bertobat dan merendahkan diri, lalu Dia 

pun berkenan untuk berdamai kembali dengan kita. Jika 

Dia menyembunyikan wajah-Nya dari anak-anak-Nya sen-

diri dan menahan-nahan kebaikan-Nya, semua itu dilaku-

kan-Nya dalam kehangatan murka, dan hanya berlangsung 

sesaat lamanya. Segera Dia akan mengambil mereka kem-

bali dalam kasih setia abadi (Yes. 54:7-8). Jika sepanjang 

malam ada tangisan dan malam itu jadi begitu melelahkan, 

namun, seperti pastinya cahaya fajar kembali menyingsing 

setelah kegelapan malam, begitu pula sukacita dan penghi-

buran akan segera menghampiri umat Allah pada waktu 

yang tepat. Sebab, kovenan anugerah itu sepasti datangnya 

hari. Perkataan ini sering kali tergenapi dengan begitu 

saksama bagi kita. Tangisan telah berlangsung sepanjang 

malam, tetapi dukacita akan segera berakhir dan kesedih-

an pun lenyap. Perhatikanlah, selama murka Allah berlang-

sung, akan terus ada tangisan para orang kudus. Akan 

tetapi, bila murka dan tangisan itu hanya berlangsung se-

saat saja, maka derita itu pun hanya untuk sementara 

saja. Saat cahaya wajah Allah kembali bersinar, kesusahan 

pun menjadi ringan dan segera hilang.  

(2) Kita telah menyaksikan manisnya senyuman-Nya. Seumur 

hidup Ia murah hati, maksudnya, Ia selalu baik. Kembali-

nya kebaikan-Nya kepada jiwa yang merana ibarat hidup 

dari kematian. Tidak ada lagi yang lebih menggairahkan se-

lain itu. Kebahagiaan kita ditentukan oleh kebaikan Allah. 

Jika kita memiliki kebaikan Allah, maka itu saja sudah cu-

kup, sekalipun kita kekurangan yang lain. Kebaikan Allah 

itu merupakan kehidupan jiwa, kehidupan rohani, jaminan 

bagi kehidupan yang kekal.  


 396

Doa dan Pujian 

(30:7-13) 

7 Dalam kesenanganku aku berkata: “Aku takkan goyah untuk selama-

lamanya!”. 8 TUHAN, oleh sebab   Engkau berkenan, Engkau telah menem-

patkan aku di atas gunung yang kokoh; saat   Engkau menyembunyikan 

wajah-Mu, aku terkejut. 9 Kepada-Mu, ya TUHAN, aku berseru, dan kepada 

Tuhanku aku memohon:  10 “Apakah untungnya kalau darahku tertumpah, 

kalau aku turun ke dalam lobang kubur? Dapatkah debu bersyartikel  r kepada-

Mu dan memberitakan kesetiaan-Mu? 11 Dengarlah, TUHAN, dan kasihanilah 

aku, TUHAN, jadilah penolongku!” 12 Aku yang meratap telah Kauubah men-

jadi orang yang menari-nari, kain kabungku telah Kaubuka, pinggangku 

Kauikat dengan sukacita, 13 supaya jiwaku menyanyikan mazmur bagi-Mu 

dan jangan berdiam diri. TUHAN, Allahku, untuk selama-lamanya aku mau 

menyanyikan syartikel  r bagi-Mu. 

Dalam ayat-ayat ini kita mendapati kisah tentang tiga keadaan yang 

dialami oleh Daud secara berturut-turut dan bagaimana tanggapan 

hatinya terhadap Allah dalam setiap keadaan itu, yaitu apa yang dia 

katakan dan lakukan, dan bagaimana hatinya tergugah. Dalam ke-

adaan yang pertama kita bisa melihat bagaimana kita cenderung ber-

sikap, sementara di kedua keadaan lainnya kita dapat melihat bagai-

mana kita seharusnya bersikap.  

I.  Dia telah begitu lama mengalami kesenangan, lalu kemudian me-

rasa aman-aman saja dan terlalu meyakini bahwa semuanya itu 

akan berlangsung selamanya (ay. 7-8): “Dalam kesenanganku, se-

waktu tubuhku sehat dan Allah telah melepaskanku dari segala 

musuhku, aku berkata: Aku takkan goyah untuk selama-lamanya! 

Tidak pernah sekalipun aku berpikir bahwa tubuhku akan mele-

mah dan pemerintahanku akan terguncang. Juga tidak pernah 

terlintas di benakku mengenai bahaya apa pun yang dapat meng-

hadang.” Kemenangan-kemenangan-Nya atas para penentangnya 

begitu telak, dan kepentingannya begitu tertanam di hati orang-

orangnya, pikirannya teguh dan tubuhnya gagah perkasa, sehing-

ga dia mengira bahwa kejayaannya akan terus berdiri sekokoh gu-

nung. Akan tetapi, semua itu tidak diakuinya sebagai akibat dari 

hikmat atau kegagahannya sendiri, melainkan sebab   kebaikan 

ilahi. TUHAN, oleh sebab   Engkau berkenan, Engkau telah menem-

patkan aku di atas gunung yang kokoh (ay. 8). Dia tidak mengang-

gap keberhasilannya itu sebagai sorganya (sebagaimana yang bia-

sa dilakukan orang duniawi, yang menjadikan kejayaan sebagai 

kebahagiaan mereka), melainkan hanya gunungnya. Gunung itu 

Kitab Mazmur 30:7-13 

 397 

masih menjejak tanah, hanya dinaikkan sedikit lebih tinggi dari 

ketinggian biasa. Kejayaan itu, pikirnya, akan terus berlangsung 

baginya oleh sebab   perkenan Allah. Mungkin dia membayangkan 

bahwa setelah mengalami banyak kesukaran pada masa muda-

nya, dia telah selesai menjalani semua itu dan kini tidak ada lagi 

kesukaran yang tersisa. Atau, dia berpikir bahwa Allah, setelah 

menunjukkan kepadanya begitu banyak tanda-tanda kebaikan-

Nya, tidak akan pernah lagi murka kepadanya. Perhatikanlah,  

1.  saat   segala sesuatu berjalan dengan lancar, kita cenderung 

suka mengimpikan bahwa semua itu akan terus berlangsung 

dan tidak sebaliknya. Besok akan sama seperti hari ini. Seolah-

olah kita berpikir bahwa hanya sebab   suatu hari cuaca cerah, 

maka keadaan akan tetap seperti itu. Padahal, tidak ada yang 

lebih pasti daripada bahwa keadaan itu akan berubah.   

2.  Saat semua pengharapan kita mengecewakan, maka kita ha-

rus merenungkan semuanya dengan merasa malu akan keya-

kinan kita itu sebagai suatu kebodohan kita. Seperti inilah 

yang dilakukan Daud di sini. Dengan begitu kita hendaknya 

menjadi lebih bijaksana di kemudian hari dan bergembira di 

dalam kejayaan kita seolah-olah kita tidak bergembira, sebab 

masa keemasan pun akan selalu memudar.  

II.  Tiba-tiba saja dia jatuh ke dalam kesukaran, lalu ia pun berdoa 

kepada Allah dan memohon dengan sangat supaya diberikan kele-

gaan dan pertolongan.  

1.  Gunungnya berguncang dan begitu pun dirinya. Terbuktilah 

bahwa saat merasa diri aman-aman saja, justru keadaannya 

sangatlah rentan: “saat   Engkau menyembunyikan wajah-Mu, 

aku terkejut, dalam pikiranku, tubuhku dan keadaanku.” Da-

lam setiap perubahan keadaannya itu, pandangannya masih 

saja melekat kepada Allah. Dan, sebagaimana ia mengakui 

bahwa semua kejayaannya disebabkan oleh kebaikan Allah, 

begitu pun di dalam kesusahannya dia mengakui bahwa 

penyebabnya yaitu   sebab   Allah sedang menyembunyikan 

wajah-Nya. saat   Allah menyembunyikan wajah-Nya, orang 

benar pun terkejut, sekalipun tidak ada bencana lain yang me-

nimpa dia. Saat matahari terbenam malam pastilah datang, 


 398

dan bulan beserta bintang-bintang tidak mampu membuat 

malam menjadi siang.   

2. Saat gunungnya berguncang dia pun mengarahkan pandang-

annya ke atas bukit-bukit. Doa merupakan obat bagi segala 

rasa sakit, dan hal itu dipakai Daud secara tepat. Adakah se-

orang yang menderita? Adakah yang sedang dilanda masalah? 

Baiklah ia berdoa. Sekalipun Allah menyembunyikan wajah-

Nya terhadap dia, dia tetap saja berdoa. Jika Allah berpaling 

dari kita dalam hikmat dan keadilan-Nya, bodoh dan tidak adil 

sekali jika kita pun berpaling dari-Nya. Tidak. Biarlah kita 

belajar untuk berdoa di dalam kekelaman (ay. 9): Kepada-Mu, 

ya TUHAN, aku berseru! Sepertinya, semakin Allah menarik 

diri, semakin gencar pula doa yang dia panjatkan. Di sini kita 

mendapati segala sesuatu yang dicatatkan Daud, yaitu, 

(1) Apa yang dia kemukakan (ay. 10).  

[1] Bahwa Allah tidak akan diuntungkan dengan kematian-

nya: Apakah untungnya kalau darahku tertumpah? Kali-

mat itu menyiratkan bahwa dia rela mati jika kemati-

annya dapat menjadi pelayanan yang berarti bagi Allah 

atau bagi negerinya (Flp. 2:17). Akan tetapi, dia tidak 

melihat ada gunanya bila dia mati di ranjangnya sebab   

sakit penyakit, tidak seperti jika ia mati dengan lebih 

terhormat. “Tuhan,” ujarnya, “akankan Engkau  men-

jual salah satu dari umat-Mu dengan cuma-cuma dan 

tidak mengambil keuntungan apa-apa dari penjualan 

itu?” (44:13). Bukan hanya itu, 

[2] Bahwa, sehubungan dengan kehormatan-Nya, Allah 

tampaknya akan menjadi orang yang rugi jika dia mati: 

Dapatkah debu bersyartikel  r kepada-Mu? Roh yang telah 

disucikan, yang kembali kepada Allah, akan memuji-

Nya, akan terus memuji-Nya. Akan tetapi, debu yang 

kembali ke tanah, tidak akan memuji-Nya ataupun 

memberitakan kesetiaan-Nya. Pelayanan di rumah Allah 

tidak dapat dilakukan oleh debu, sebab debu tidak bisa 

memuji Dia. Tidak ada yang dapat dipakai atau dikerja-

kan di dalam kubur, sebab tempat itu yaitu   negeri ke-

sunyian. Janji-janji dari kovenan Allah tidak dapat dige-

napi kepada debu. “Tuhan,” kata Daud, “jika aku mati 

Kitab Mazmur 30:7-13 

 399 

sekarang, apa jadinya janji yang telah Engkau ikrarkan 

kepadaku? Siapa yang akan memberitakan kebenaran 

janji-Mu itu?” Dasar doa yang paling baik yaitu   kebe-

naran yang diambil dari kehormatan Allah. Jadi, kita 

sudah bersikap benar jika kita meminta kehidupan keti-

ka kita dapat melihat bahwa dengan kehidupan itu kita 

bisa hidup dan memuji-Nya.  

(2)  Apa yang ia doakan (ay. 11). Dia berdoa meminta belas 

kasihan untuk diampuni (Kasihanilah aku, TUHAN) dan 

anugerah untuk mendapat pertolongan pada waktu dibu-

tuhkan – Tuhan, jadilah penolongku! Kita pun dapat meng-

hampiri takhta anugerah dengan penuh keberanian untuk 

meminta kedua hal tersebut (Ibr. 4:16). 

III. Pada waktu yang tepat, Allah pun menyelamatkannya dari segala 

kesukaran dan memulihkan kejayaannya. Doa-doanya dijawab 

dan ratapannya telah diubahkan menjadi tari-tarian (ay. 12). 

Murka Allah hanya berlangsung sesaat saja dan tangisan Daud 

hanya berlangsung semalam saja. Kain kabung yang dikenakan-

nya dengan penuh kerendahan hati untuk memohonkan peme-

liharaan ilahi, kini terlepas. Dukacitanya telah diangkat, ketakut-

annya diredakan, dan penghiburannya kembali. Kini dia berikat-

pinggangkan kesukaan, dan sukacita menjadi perhiasan dan 

kekuatan yang terus melekat padanya, sebagaimana sabuk terikat 

di pinggang seseorang. Daud tiba-tiba terperosok ke dalam kesu-

karan dari puncak kejayaannya, sama sekali tanpa diduganya, 

dan ini mengajarkan kita untuk bersukacita seolah-olah kita tidak 

bersukacita sebab   kita tidak tahu seberapa dekat kesukaran 

mengintai kita. Demikian pula, pemulihannya ke dalam keadaan-

nya yang jaya dengan tiba-tiba mengajari kita untuk menangis 

seolah-olah kita tidak menangis, sebab kita tidak tahu seberapa 

cepat badai itu akan menjadi reda dan sesegera apa hardikan 

angin ganas mereda menjadi angin sepoi-sepoi yang menyejuk-

kan. Tetapi bagaimanakah pikirannya saat dia mengalami per-

ubahan yang menyenangkan dalam perkaranya itu? Apa yang kini 

ia katakan? Dia pun memberitahukannya kepada kita (ay.13). 

1.  Keluhan-keluhannya berubah menjadi puji-pujian. Dia yakin 

bahwa Allah memasangkan ikat pinggang sukacita kepadanya 


 400

sampai pada kesudahannya supaya dia menjadi pemazmur 

yang disenangi di Israel (2Sam. 23:1), supaya kemuliaannya 

menyatakan pujian kepada Allah, yaitu lidahnya (sebab lidah 

kita yaitu   kemuliaan kita, dan ini hanya terjadi bila lidah itu 

digunakan untuk memuji Allah) atau jiwanya, sebab itulah 

kemuliaan yang kita miliki melebihi makhluk lainnya, dan 

harus digunakan untuk memuji Tuhan, dan dengan jiwa kita-

lah kita harus menyenandungkan irama yang manis saat   

menyanyikan mazmur. Orang-orang yang telah diselamatkan 

dari lobang kubur yang hening tidak boleh berdiam diri di 

negeri orang-orang yang hidup, melainkan harus terus memuji 

Allah dengan lantang dan terang-terangan.   

2. Puji-pujian ini sepertinya akan terus berlangsung untuk se-

lamanya: Untuk selama-lamanya aku mau menyanyikan syu-

kur bagi-Mu. Hal ini menyiratkan tekadnya yang kuat bahwa 

dia akan terus memantapkan hati sampai ajalnya untuk terus 

memuji Allah. Ini juga menunjukkan pengharapannya yang 

tulus agar dia tidak pernah kehabisan alasan untuk terus 

memuji dan bahwa dia sebentar lagi akan berada di tempat di 

mana puji-pujian itu berlangsung selamanya. Berbahagialah 

orang-orang yang diam di rumah-Mu, yang terus-menerus me-

muji-muji Engkau. Demikianlah kita harus belajar untuk me-

nyesuaikan diri kita di dalam bermacam-macam keadaan yang 

diizinkan Allah untuk menimpa diri kita, baik itu keadaan ber-

kekurangan maupun berkelimpahan, keadaan untuk bernya-

nyi tentang belas kasihan maupun tentang penghakiman. Un-

tuk semua keadaan ini kita harus bernyanyi memuji Allah. 

PASAL 3 1  

ungkin Daud menulis mazmur ini saat   ia sedang dikejar-kejar 

oleh Saul. Beberapa bagian di dalam mazmur ini secara khusus 

cocok dengan kejadian saat Daud dengan susah payah meloloskan 

diri di Kehila (1Sam. 23:13), kemudian di padang gurun Maon, saat   

Saul bergerak menuju satu sisi bukit sementara Daud berada di sisi 

lainnya, dan tidak lama setelah itu, di dalam gua di padang gurun 

En-Gedi. Namun demikian, tidak disebutkan apakah memang maz-

mur ini ditulis pada saat peristiwa-peristiwa tersebut terjadi. Mazmur 

ini berisi perpaduan antara doa, puji-pujian, dan pengakuan akan 

keyakinan di dalam Allah. Semuanya begitu serasi dan saling men-

dartikel  ng.  

I. Daud menyatakan keyakinannya kepada Allah dengan pe-

nuh sukacita, dan dengan keyakinan ini, ia berdoa agar ia 

dibebaskan dari masalah yang sedang dihadapinya (ay. 2-9).  

II. Dia mengeluh tentang keadaannya yang menyedihkan, dan 

di dalam malapetaka tersebut, ia tetap berdoa agar Allah 

berkenan tampil bagi dia untuk menghadapi para penge-

jarnya (ay. 10-19).  

III. Dia menutup mazmur tersebut dengan pujian dan sorak ke-

menangan, sambil memuliakan Allah dan mendorong dirinya 

sendiri serta orang lain untuk percaya kepada-Nya (ay. 20-

25).  


 402

Doa Mohon Pembebasan;  

Pengakuan akan Keyakinan di dalam Allah  

(31:1-9) 

1 Untuk pemimpin biduan. Mazmur Daud. 2 Pada-Mu, TUHAN, aku ber-

lindung, janganlah sekali-kali aku mendapat malu. Luputkanlah aku oleh 

sebab   keadilan-Mu, 3 sendengkanlah telinga-Mu kepadaku, bersegeralah 

melepaskan aku! Jadilah bagiku gunung batu tempat perlindungan, kubu 

pertahanan untuk menyelamatkan aku! 4 Sebab Engkau bukit batartikel   dan 

pertahananku, dan oleh sebab   nama-Mu Engkau akan menuntun dan mem-

bimbing aku. 5 Engkau akan mengeluarkan aku dari jaring yang dipasang 

orang terhadap aku, sebab Engkaulah tempat perlindunganku. 6 Ke dalam 

tangan-Mulah kuserahkan nyawaku; Engkau membebaskan aku, ya TUHAN, 

Allah yang setia. 7 Engkau benci kepada orang-orang yang memuja berhala 

yang sia-sia, tetapi aku percaya kepada TUHAN. 8 Aku akan bersorak-sorak 

dan bersukacita sebab   kasih setia-Mu, sebab Engkau telah menilik seng-

saraku, telah memperhatikan kesesakan jiwaku, 9 dan tidak menyerahkan 

aku ke tangan musuh, tetapi menegakkan kakiku di tempat yang lapang.  

Iman dan doa harus berjalan bersama-sama. Siapa percaya, biarlah 

dia berdoa – Aku percaya, sebab itu aku berkata-kata. Dan siapa ber-

doa, biarlah dia percaya, sebab   doa yang penuh iman yaitu   doa 

yang membuahkan hasil. Dalam ayat-ayat ini terkandung keduanya. 

I. Daud, dalam kesengsaraannya, sangat bersungguh-sungguh da-

lam doanya kepada Allah untuk memohon pertolongan dan kele-

gaan. Doa yang dipanjatkannya melegakan roh yang terbeban, 

menarik belas kasihan yang dijanjikan, dan benar-benar meno-

pang serta menghibur jiwa yang menantikan belas kasihan itu. 

Dia berdoa,  

1. Supaya Allah meluputkan dia (ay. 2), bahwa hidupnya terlin-

dung dari niat jahat musuh-musuhnya, dan supaya mereka 

berhenti mengejarnya. Ia berdoa supaya bukan saja sebab   

belas kasihan-Nya, namun juga sebab   keadilan-Nya, Allah 

mau membebaskan dia, bertindak sebagai Hakim yang adil di 

antara dia dan para pengejarnya yang fasik. Ia meminta agar 

Allah berkenan menyendengkan telinga-Nya kepada permo-

honannya, pada seruannya, dan membebaskan dia (ay. 3). 

Allah begitu rendah hati sehingga Dia bersedia peduli terhadap 

masalah yang dihadapi orang-orang besar dan yang baik hati-

nya. Dia merendahkan diri-Nya sendiri untuk melakukan hal 

itu. Si pemazmur juga berdoa supaya Dia meluputkannya de-

ngan segera, sebab   kalau tidak, jika Dia lama menunda-nun-

da untuk membebaskannya, maka imannya pasti akan gugur.  

Kitab Mazmur 31:1-9 

 403 

2. Supaya seandainya Dia tidak segera membebaskan dirinya 

dari persoalannya, maka setidaknya Dia mau melindungi dan 

menjaganya di tengah pergumulannya itu. “Jadilah bagiku gu-

nung batu, yang tidak tergoyahkan, tidak terkalahkan, seperti 

tempat perlindungan yang kokoh yang terbentuk oleh alam, 

dan kubu pertahananku, benteng yang dibangun oleh rancang-

an ahli, semuanya untuk menyelamatkan aku!” sebab   itu, kita 

dapat berdoa agar pemeliharaan Allah menjaga hidup kita ser-

ta menghibur kita, dan oleh anugerah-Nya kita dimampukan 

untuk percaya bahwa kita aman di dalam Dia (Ams. 18:10).  

3. Bahwa walaupun begitu sukar permasalahannya, baik dalam 

hal tugas maupun dalam membuat keputusan, ia tetap bisa 

mendapatkan tuntunan ilahi, “Tuhan, tuntun dan bimbinglah 

aku (ay. 4), sebab   itu tetapkan langkahku, pimpinlah rohku, 

agar aku tidak akan pernah melakukan perbuatan yang terla-

rang dan yang tidak dapat dibenarkan – yang bertentangan de-

ngan hati nuraniku, ataupun perbuatan yang tidak bijaksana 

dan gegabah – yang bertentangan dengan kepentinganku.” 

Hendaklah orang-orang yang memutuskan untuk mengikuti 

tuntunan Allah berdoa dengan iman agar mereka memperoleh 

tuntunan-Nya.  

4. Bahwa sebab   para musuhnya begitu licik dan penuh kedeng-

kian, maka Allah mau menggagalkan dan mengacaukan ran-

cangan mereka terhadapnya (ay. 5): “Engkau akan mengeluar-

kan aku dari jaring yang dipasang orang terhadap aku, dan 

jauhkanlah aku dari dosa, kesulitan dan maut yang mereka 

rancang untuk menjebak aku.”  

II. Dalam doa ini dia memuliakan Allah dengan berulang-ulang 

mengakui bahwa ia percaya dan bergantung kepada-Nya. Ini men-

dorongnya untuk berdoa dan melayakkan dia untuk mendapat-

kan belas kasihan yang dimintanya (ay. 2): “Pada-Mu, TUHAN, aku 

berlindung (KJV: menaruh kepercayaanku – pen.), dan bukan pada 

diriku sendiri, atau pada kemampuanku sendiri, atau pada makh-

luk apa pun. Janganlah sekali-kali aku mendapat malu, jangan 

sampai aku menjadi kecewa dengan segala kebaikan yang telah 

Engkau janjikan kepadaku, yang oleh sebab  nya aku memperca-

yakan diriku pada-Mu.”  


 404

1. Dia telah memilih Allah sebagai pelindungnya, dan melalui 

janji-Nya, Allah telah bersumpah untuk berbuat demikian (ay. 

4): “Sebab Engkau bukit batartikel   dan pertahananku, menurut 

kovenan yang Kaubuat dengan aku serta kepercayaanku ter-

hadap kovenan tersebut. sebab   itu, jadilah bagiku gunung 

batu tempat perlindungan” (ay. 3). Orang-orang yang telah 

mengakui Dia dengan tulus sebagai Tuhan mereka boleh 

mengharapkan manfaat dari keberadaan-Nya sebagai Tuhan 

mereka. sebab  , hubungan kita dengan Allah akan diikuti de-

ngan nama baik-Nya serta menghasilkan sesuatu. Sebab Eng-

kaulah tempat perlindunganku (KJV: Engkaulah kekuatanku – 

pen.) (ay. 5). Jika Allah menjadi kekuatan kita, kita boleh ber-

harap bahwa Dia akan menaruh kekuatan-Nya di dalam kita, 

sekaligus mengerahkan kekuatan-Nya bagi kita.  

2. Secara istimewa Daud menyerahkan nyawanya kepada-Nya 

(ay. 6): Ke dalam tangan-Mulah kuserahkan nyawaku. 

(1) Jika di sini Daud memandang dirinya sendiri sebagai orang 

yang sedang meregang nyawa, maka dengan perkataan ini 

ia merelakan jiwanya yang akan melayang kepada Allah, 

yang telah memberikan roh kepadanya, dan kepada siapa 

rohnya itu akan kembali saat ia mati. “Manusia hanya da-

pat membunuh tubuh, tetapi aku percaya bahwa Allah 

akan membebaskan nyawaku dari cengkeraman dunia 

orang mati” (Mzm. 49:16). Dia rela mati jika Allah menghen-

dakinya. Tetapi, biarlah nyawaku jatuh ke dalam tangan 

Tuhan, sebab besar kasih sayang-Nya. Dengan perkataan 

ini Tuhan kita Yesus menyerahkan nyawa-Nya di atas kayu 

salib, dan menjadikan nyawa-Nya itu sebagai persembah-

an. Suatu korban persembahan bagi dosa yang diberikan 

atas kehendak-Nya sendiri. Dengan sukarela Dia menye-

rahkan hidup-Nya sebagai tebusan. Melalui teladan Stefa-

nus, kita diajar untuk memandang Kristus yang duduk di 

sebelah kanan Allah, dan menyerahkan nyawa kita kepada-

Nya saat kita berada di ambang maut: “Ya Tuhan Yesus, 

terimalah rohku.” Namun demikian,  

(2) Di sini Daud haruslah dipandang sebagai orang yang se-

dang berada dalam kesesakan dan kesukaran. Dan,  

Kitab Mazmur 31:1-9 

 405 

[1] Yang paling dipedulikannya yaitu   nyawanya, rohnya, 

yang merupakan bagian yang paling penting. Perhati-

kan, penderitaan badaniah yang kita alami sudah seha-

rusnya membuat kita lebih peduli pada jiwa kita. Ba-

nyak orang mengira bahwa saat   sedang dipusingkan 

oleh urusan duniawi mereka, dan Allah melipatganda-

kan perhatian-Nya pada persoalan mereka itu, mereka 

dapat dimaafkan apabila mereka melalaikan jiwa mere-

ka. Padahal, sebab   semakin berbahayanya hidup dan 

kepentingan-kepentingan duniawi kita, membuat kita 

seharusnya lebih menjaga jiwa kita. Dengan begitu, 

meskipun manusia lahiriah kita binasa, manusia ba-

tiniah kita tidak akan menderita apa-apa (2Kor. 4:16), 

sehingga kita dapat mempertahankan jiwa kita saat kita 

tidak dapat mempertahankan yang lainnya (Luk. 21:9)  

[2] Dia berpikir bahwa hal terbaik yang dapat diperbuatnya 

bagi jiwanya yaitu   dengan menyerahkannya ke dalam 

tangan Allah, dan mempercayai Dia sedemikian rupa. 

Dia telah berdoa (ay. 5) agar ia dicabut keluar dari ja-

ring persoalan lahiriah. Namun seolah tidak mau ber-

sikeras dengan permohonannya itu (supaya biarlah ke-

hendak Allah saja yang terjadi), dia segera membatalkan 

permohonannya itu, dan menyerahkan nyawanya, yaitu 

manusia batiniahnya, ke dalam tangan Allah. “Ya Tu-

han, apa pun yang terjadi pada diriku, pada tubuhku, 

biarlah jiwaku tetap selamat.” Perhatikan, sudah men-

jadi kebijaksanaan dan kewajiban setiap kita untuk de-

ngan sungguh hati menyerahkan roh kita ke dalam ta-

ngan Allah, agar kita dikuduskan oleh anugerah-Nya, 

dibaktikan untuk kehormatan-Nya, dipekerjakan di da-

lam pelayanan-Nya, dan dilayakkan bagi kerajaan-Nya. 

Yang mendorong kita untuk menyerahkan roh kita ke 

dalam tangan Allah yaitu   kenyataan bahwa Dia tidak 

saja telah menciptakan, tetapi juga telah menebus roh 

kita. Pembebasan khusus yang dilakukan bagi jemaat 

dan orang-orang kudus dalam Perjanjian Lama merupa-

kan lambang penebusan kita yang dilakukan oleh Yesus 

Kristus (Kej. 48:16). Begitu mulianya penebusan jiwa, 

sehingga andaikata Kristus tidak memikul tanggung ja-


 406

wab untuk itu, niscaya penebusan itu akan terhenti 

untuk selamanya. Namun, dengan membebaskan jiwa 

kita, Dia bukan saja memperoleh tambahan hak dan ke-

pemilikan atas jiwa tersebut, yang mewajibkan kita un-

tuk menyerahkannya kepada-Nya sebagai milik-Nya, 

tetapi juga Dia telah menunjukkan kebaikan serta kepe-

dulian-Nya yang luar biasa atas jiwa kita, yang men-

dorong kita untuk menyerahkan jiwa kita kepada-Nya, 

supaya terpelihara di dalam kerajaan sorgawi-Nya 

(2Tim. 1:12): “Engkau membebaskan aku, ya TUHAN, 

Allah yang setia! Bebaskan aku sesuai dengan janji 

yang akan Engkau tepati.”  

III.  Dia sama sekali tidak mau bersekutu dengan orang-orang yang 

mengandalkan kekuatan manusia (ay. 7): Engkau benci kepada 

orang-orang yang memuja berhala yang sia-sia (KJV: Aku benci 

kepada orang-orang yang memuja kesia-siaan yang penuh dusta – 

pen.), yaitu para penyembah berhala (menurut sebagian orang), 

yang mengharapkan bantuan dari allah-allah palsu, yang sia-sia 

dan bohong belaka. Ini termasuk ahli-ahli perbintangan dan 

orang-orang yang mendengarkan mereka, demikian menurut pen-

dapat yang lain. Daud membenci ilmu sihir dan ramalan. Dia ti-

dak mencari petunjuk dari – atau bahkan sekadar memperhatikan 

– terbangnya burung ataupun perilaku binatang, pertanda baik 

ataupun buruk. Semuanya itu yaitu   kebohongan yang sia-sia. 

Dia bukan saja tidak memperhatikan hal-hal itu, tetapi juga mem-

benci kejahatan orang-orang yang melakukannya. Dia hanya per-

caya kepada Allah saja, dan tidak kepada makhluk yang lain. Ia 

tidak peduli dengan istana atau negerinya, dengan tempat peristi-

rahatan atau kubu-kubu pertahanannya, bahkan dengan pedang 

Goliat sekalipun – semuanya ini hanyalah kebohongan yang sia-

sia, yang tidak dapat diandalkan olehnya. Ia hanya percaya ke-

pada Tuhan saja (Mzm. 40:5; Yer. 17:5). 

IV. Dia menghibur diri dengan pengharapannya di dalam Allah. Ia 

tidak saja menenangkan dirinya, tetapi juga bersukacita dengan 

pengharapan itu (ay. 8). Setelah bersandar pada belas kasihan 

Allah, dia hendak bergirang dan bersukacita di dalamnya. Begitu-

lah, barang siapa tidak tahu menghargai pengharapan mereka di 

Kitab Mazmur 31:1-9 

 407 

dalam Allah, ia tidak dapat menemukan sukacita di dalam peng-

harapan itu, yang cartikel  p untuk mengimbangi dukacita mereka 

dan mengusir kepedihan mereka.  

V.  Dia menguatkan diri dalam pengharapannya ini dengan meng-

ingat kembali kebaikan Allah, baik yang baru saja dialaminya 

maupun yang terjadi sebelumnya. Dia menyebutkan kebaikan 

Allah itu untuk memuliakan-Nya, yaitu Dia yang telah membebas-

kannya, dan akan melakukannya lagi nanti.  

1. Allah telah memperhatikan kesesakannya dan segala peristiwa 

yang menyertainya: “Engkau telah menilik sengsaraku, dengan 

hikmat untuk melegakan penderitaanku, dengan kerendahan 

hati dan belas kasihan terhadap keadaan hamba-Mu yang 

hina ini.” 

2. Allah telah mengamati keadaan rohnya dan sikap hatinya se-

lama ada dalam penderitaannya: “Engkau telah memperhatikan 

kesesakan jiwaku, dengan perhatian dan kepedulian yang 

sungguh-sungguh.” Mata Allah tertuju pada jiwa kita saat   

kita berada di tengah persoalan, untuk melihat apakah kita 

merendahkan diri sebab   dosa, tunduk pada kehendak Allah, 

dan berubah menjadi lebih baik akibat penderitaan tersebut 

atau tidak. Saat jiwa yang sedang tertekan dalam penderitaan 

diangkat dan diserahkan kepada-Nya dengan ibadah yang se-

jati, Dia tahu akan hal itu.  

3. Dia telah meluputkan Daud dari tangan Saul saat Dia menye-

lamatkannya di Kehila (1Sam. 23:7): “Engkau tidak menyerah-

kan aku ke tangan musuh, tetapi membebaskan aku, di tempat 

yang lapang, ke mana aku dapat menyelamatkan diri” (ay. 9). 

sebab   Kristus mengutip perkataan ini (ay. 6) di atas kayu 

salib, maka kita boleh yakin bahwa perkataan tersebut tertuju 

pada diri Kristus, yang percaya kepada Bapa-Nya dan ditopang 

serta dibebaskan oleh-Nya, dan sangat ditinggikan, sebab   Dia 

merendahkan diri-Nya sendiri. Hal ini layak direnungkan saat 

kita menyanyikan ayat-ayat ini, selain untuk mengakui hadirat 

Allah yang penuh belas kasih yang kita alami di tengah per-

soalan kita, juga untuk mendorong kita untuk mempercaya-

kan masa depan kita kepada-Nya.  


 408

Keluhan yang Penuh Kesedihan; 

Doa yang Rendah Hati dan Penuh Rasa Percaya  

(31:10-19) 

10 Kasihanilah aku, ya TUHAN, sebab aku merasa sesak; sebab   sakit hati 

mengidaplah mataku, meranalah jiwa dan tubuhku.  11 Sebab hidupku habis 

dalam duka dan tahun-tahun umurku dalam keluh kesah; kekuatanku me-

rosot sebab   sengsaraku, dan tulang-tulangku menjadi lemah. 12 Di hadapan 

semua lawanku aku tercela, menakutkan bagi tetangga-tetanggaku, dan 

menjadi kekejutan bagi kenalan-kenalanku; mereka yang melihat aku di 

jalan lari dari padaku. 13 Aku telah hilang dari ingatan seperti orang mati, 

telah menjadi seperti barang yang pecah. 14 Sebab aku mendengar banyak 

orang berbisik-bisik, – ada kegentaran dari segala pihak! – mereka bersama-

sama bermufakat mencelakakan aku, mereka bermaksud mencabut nyawa-

ku. 15 Tetapi aku, kepada-Mu aku percaya, ya TUHAN, aku berkata: “Engkau-

lah Allahku!” 16 Masa hidupku ada dalam tangan-Mu, lepaskanlah aku dari 

tangan musuh-musuhku dan orang-orang yang mengejar aku! 17 Buatlah 

wajah-Mu bercahaya atas hamba-Mu, selamatkanlah aku oleh kasih setia-

Mu! 18 TUHAN, janganlah membiarkan aku mendapat malu, sebab aku ber-

seru kepada-Mu; biarlah orang-orang fasik mendapat malu dan turun ke 

dunia orang mati dan bungkam. 19 Biarlah bibir dusta menjadi kelu, yang 

mencaci maki orang benar dengan kecongkakan dan penghinaan!   

Dalam ayat-ayat sebelumnya Daud telah memohon keadilan Allah, 

dan menyeru-nyerukan hubungannya dengan Allah, serta betapa ia 

bergantung kepada-Nya. Di sini dia berseru memohon belas kasihan-

Nya, dan mengutarakan betapa besar kesusahan yang dialaminya, 

yang menjadikannya layak memperoleh belas kasihan itu. 

Perhatikanlah:  

I.  Bagaimana ia mengeluh tentang persoalan dan kesesakan yang 

dialaminya (ay. 10): “Kasihanilah aku, ya TUHAN, sebab aku me-

rasa sesak, dan memerlukan belas kasihan-Mu.” Bagaimana dia 

mengingat keadaannya bahkan tidak jauh berbeda dengan bebe-

rapa keluhan yang diucapkan Ayub. 

1. Persoalan yang dihadapinya sedemikian membekas dalam be-

naknya dan membuatnya sangat berduka. Begitu hebat kepe-

dihannya hingga jiwanya tenggelam di dalamnya. Hidupnya 

berlalu dengan semua keadaan ini, dan dia terus-menerus me-

ngeluh (ay. 10-11). Dalam hal ini dia melambangkan Kristus, 

yang sangat akrab dengan penderitaan dan sering menangis. 

Dari raut muka Daud yang segar dan kemerah-merahan, de-

ngan kepandaiannya bermusik, serta perbuatannya yang ga-

gah berani di masa mudanya, kita bisa menduga bahwa dia 

Kitab Mazmur 31:10-19 

 409 

yaitu   orang yang periang sekaligus tegar. Dia cenderung ber-

gembira, dan tidak menyimpan persoalan di dalam hatinya. 

Akan tetapi, di sini kita melihat betapa berubahnya dia: dia 

nyaris kehabisan air mata, dan nafasnya hampir putus. Biar-

lah orang-orang yang penuh gairah hidup dan riang gembira 

berhati-hati memasuki keadaan yang luar biasa, dan tidak 

pernah menentang datangnya kesusahan. Allah dapat mene-

mukan cara untuk membuat mereka murung jika mereka 

tidak mau belajar untuk bersungguh-sungguh.   

2. Tubuhnya menderita oleh sebab   dukacita dalam pikirannya 

(ay. 11): Kekuatanku merosot, tulang-tulangku menjadi lemah, 

dan semua itu oleh sebab   sengsaraku (KJV: oleh sebab   pe-

langgaranku – pen.). Mengenai Saul dan perselisihannya de-

ngan dia, dengan yakin Daud dapat bersikeras bahwa ia be-

nar. Akan tetapi, berkenaan dengan sengsara yang ditimpakan 

Allah kepadanya, dia mengakui bahwa dia layak mendapat-

kannya, dan dengan rela hati mengaku bahwa kejahatannya-

lah yang menimbulkan semua persoalan yang dialaminya itu. 

Kesadaran akan dosa menyentuhnya sampai ke dalam hati 

dan menghancurkan dirinya melebihi segala malapetaka yang 

dihadapinya.  

3. Sahabat-sahabatnya berlaku tidak ramah dan menjadi malu 

sebab   dia. Dia menjadi kekejutan bagi kenalan-kenalannya. 

saat   mereka melihatnya, mereka lari dari padanya (ay. 12). 

Mereka tidak berani melindunginya ataupun memberinya per-

tolongan. Mereka tidak berani menunjukkan dartikel  ngan kepa-

danya, atau bahkan sekadar terlihat bersamanya. Mereka ta-

kut mengalami masalah jika melakukannya, sebab Saul telah 

menyatakan bahwa dia yaitu   seorang pengkhianat dan pe-

langgar hartikel  m. Mereka sudah melihat betapa mahalnya harga 

yang harus dibayar oleh imam Ahimelekh sebab   membantu 

dan menyokong Daud, meskipun hal itu dilakukannya tanpa 

sepenuhnya memahami perkara yang terjadi. Oleh sebab   itu, 

walaupun mereka harus mengakui bahwa dia telah diperlaku-

kan dengan sangat tidak adil, mereka tidak berani tampil bagi-

nya. Dia telah dilupakan oleh mereka, hilang dari ingatan se-

perti orang mati (ay. 13), dan dipandang dengan hina seperti 

barang yang pecah. Mereka yang menyanjung-nyanjungnya se-

demikian rupa saat   ia berada di posisi terhormat, sekarang 


 410

menjadi orang asing baginya, begitu ia terpuruk ke dalam si-

tuasi yang memalukan, meskipun dengan cara yang tidak adil. 

Demikianlah dunia dipenuhi dengan sahabat seperti burung 

layang-layang, yang lenyap di musim dingin. Biarlah mereka 

yang terperosok ke dalam pihak yang kalah tidak menganggap 

aneh jika dikucilkan sebab  nya. Namun demikian, pastikanlah 

bahwa ada seorang sahabat di sorga yang tidak akan mem-

biarkan mereka. Carilah Dia.  

4. Musuh-musuhnya menghakiminya dengan tidak adil. Mereka 

tidak akan mengejar-ngejar dia begitu rupa jika mereka tidak 

terlebih dahulu menganggapnya sebagai orang jahat. Di hadap-

an semua lawannya dia tercela, menakutkan bagi tetangga-

tetangganya (ay. 12). Mereka yang telah menyaksikan dia se-

bagai orang yang penuh integritas (lurus dan bertanggung 

jawab), dan telah yakin sepenuhnya dalam hati nurani mereka 

bahwa dia yaitu   orang yang jujur, justru menjadi orang-

orang yang tampil ke depan untuk menunjukkan dia sebagai 

orang yang berlawanan dengan sifat-sifat itu. Mereka melaku-

kan ini supaya bisa menjilat Saul. Demikianlah ia mendengar 

banyak orang berbisik-bisik. Setiap orang menggenggam batu 

untuk melemparinya, sebab   ada kegentaran dari segala 

pihak. Artinya, mereka tidak berani melakukan tindakan seba-

liknya, sebab   orang yang tidak mau ikut-ikutan mendakwa 

Daud akan dianggap tidak setia kepada Saul. Begitulah, 

orang-orang baik selalu digambarkan sebagai orang jahat oleh 

mereka yang sudah berniat buruk kepada mereka. 

5. Hidupnya menjadi sasaran dan ia masuk ke dalam bahaya 

yang berkepanjangan di dalamnya. Kegentaran ada di segala 

pihak, dan ia tahu bahwa apa pun yang direncanakan oleh 

para musuh terhadapnya, rencana itu bukan bertujuan untuk 

merampas kebebasannya, melainkan untuk mengenyahkan 

hidupnya (ay. 14), suatu hidup yang sangat bernilai, dan ber-

guna, hidup yang dihiasi jasa-jasa kepada bangsa Israel; suatu 

hidup yang belum pernah diserahkan kepada siapa pun sebe-

lumnya. Demikian juga, dalam semua rancangan yang dibuat 

orang Farisi dan pengikut Herodes terhadap Kristus, tujuan-

nya hanyalah untuk mengenyahkan hidup-Nya. Seperti itulah 

kebencian dan kekejaman keturunan si ular. 

Kitab Mazmur 31:10-19 

 411 

II.  Keyakinannya kepada Allah di tengah-tengah segala persoalan ter-

sebut. Segalanya tampak gelap dan suram di sekelilingnya, dan 

membuatnya nyaris putus asa. “Tetapi aku, kepada-Mu aku per-

caya, ya TUHAN (ay. 15), dan oleh sebab  nya aku tidak tengge-

lam.” Musuh-musuhnya merenggut nama baiknya yang sudah 

dikenal orang banyak, tetapi mereka tidak bisa merenggutnya dari 

penghiburannya di dalam Allah, sebab   mereka tidak dapat mem-

belokkan dia dari keyakinannya kepada Allah. Dalam dua hal ia 

menghibur dirinya di tengah keadaannya yang sulit, dan ia datang 

kepada Allah serta menyerukan kedua hal itu kepada-Nya:  

1. “Engkaulah Allahku. Aku telah memilih Engkau menjadi Allah-

ku, dan Engkau telah berjanji untuk menjadi Allahku.” Apabila 

Dia menjadi Allah kita dan kita dapat menyebut-Nya demikian 

oleh iman, maka itu sudah cartikel  p, saat tidak ada lagi yang 

bisa kita panggil sebagai milik kita. “Engkaulah Allahku, kare-

na itu kepada siapa lagi aku harus pergi mencari pertolongan 

selain kepada Engkau?” Siapa yang bisa berseru seperti ini, 

dia akan bebas dalam doa-doanya. Sebab, jika Allah berjanji 

untuk menjadi Allah kita, Dia akan menjawab permohonan 

kita, sehingga akan tampak seberapa besar dan dalamnya 

hubungan kita dengan Allah.  

2. Masa hidupku ada dalam tangan-Mu. Gabungkan pernyataan 

ini dengan pernyataan sebelumnya, dan lengkaplah penghi-

buran itu. Jika masa hidup kita ada di tangan Allah, Dia dapat 

menolong kita. Dan, jika Ia menjadi Allah kita, Dia akan meno-

long kita. Jadi, apa lagi yang dapat mengecilkan hati kita? Bagi 

orang yang memiliki Allah sebagai Allah mereka, merupakan 

suatu dartikel  ngan besar bahwa masa hidup mereka ada di ta-

ngan-Nya. Tentulah Dia akan mengatur dan menentukan apa 

yang terbaik bagi mereka. Bagi semua orang yang juga menye-

rahkan nyawa mereka ke dalam tangan-Nya, Dia juga akan 

menjawab mereka tepat pada waktunya, sebagaimana Daud di 

sini (ay. 6). Masa hidup ada di tangan Allah. Dia berhak untuk 

memperpanjang atau memperpendek, membuatnya pahit atau 

manis, sebagaimana yang diinginkan-Nya, sesuai dengan kebi-

jaksanaan-Nya. Waktu kita (yaitu semua peristiwa yang ber-

kaitan dengan diri kita dan waktu terjadinya) ditentukan oleh 

Allah. Waktu kita tidak berada di dalam tangan kita sendiri, 

sebab   jalan hidup manusia tidak berada di dalam dirinya 


 412

sendiri, tidak juga di dalam tangan teman-teman kita, ataupun 

di tangan musuh-musuh kita, tetapi dalam tangan Allah. Dari 

TUHAN orang menerima keadilan. Dalam doanya, Daud tidak 

mengatur Allah, tetapi berserah kepada-Nya. “Tuhan, masa hi-

dupku ada dalam tangan-Mu, dan aku begitu bersyartikel  r kare-

nanya. Hidupku tidak mungkin menjadi lebih baik jika tidak 

berada dalam tangan-Mu. Biarlah kehendak-Mu yang jadi.” 

III. Permohonannya kepada Allah, dalam iman dan kepercayaannya 

itu,  

1. Dia berdoa agar Allah mau melepaskan dia dari tangan mu-

suh-musuhnya (ay. 16) serta menyelamatkannya (ay. 17), dan 

ini yaitu   sebab   belas kasihan-Nya semata, bukan sebab   dia 

layak untuk itu. Kesempatan kita ada dalam tangan Allah (de-

mikian menurut tafsiran beberapa orang), oleh sebab   itu Dia 

tahu bagaimana memilih waktu yang paling baik dan paling 

tepat untuk membebaskan kita, dan kita harus bersedia me-

nunggu waktu itu tiba. Saat nyawa Saul berada di tangan 

Daud di dalam gua, orang-orang yang berada di dekatnya ber-

kata, “Inilah waktunya Allah akan membebaskan engkau” 

(1Sam. 24:5). “Tidak,” jawab Daud, “Tidak akan tiba waktunya 

aku bebas, kecuali bila itu terjadi tanpa adanya perbuatan 

dosa. Aku akan menunggu sampai saat itu tiba, sebab   itu 

yaitu   waktu Allah, dan waktu Allah yaitu   waktu yang ter-

baik.”  

2. Agar Allah mau menghibur dia dalam masa penantiannya (ay. 

17): “Buatlah wajah-Mu bercahaya atas hamba-Mu. Biarlah 

aku memperoleh tanda dan bukti-bukti yang menghibur hati 

bahwa Engkau berkenan kepadaku, sehingga hatiku bersuka-

cita di tengah segala dukaku.”  

3. Agar doanya kepada Allah boleh terjawab dan pengharapannya 

dalam Allah tergenapi (ay. 18): “Janganlah membiarkan aku 

mendapat malu oleh pengharapan dan doa-doaku, sebab aku 

berseru kepada-Mu, yang tidak pernah bersabda kepada umat-

Mu, Carilah dengan sia-sia, dan berharaplah dengan sia-sia.” 

4. Agar orang-orang jahat, khususnya para musuhnya, boleh 

dipermalukan serta dibungkam. Mereka begitu yakin bahwa 

mereka akan berhasil melawan Daud, dan akan menjatuhkan 

serta menghancurkan dia. “Tuhan,” katanya, “biarlah mereka 

Kitab Mazmur 31:10-19 

 413 

mendapat malu dengan keyakinan diri mereka itu akibat rasa 

kecewa sebab   pengharapan mereka itu tidak terpenuhi,” se-

perti yang terjadi dengan orang-orang yang menentang pemba-

ngunan tembok Yerusalem, mereka sangat kehilangan muka 

saat   tembok itu selesai dibangun (Neh. 6:16). Biarlah mereka 

turun ke dunia orang mati dan bungkam. Perhatikan, maut 

akan membungkam amarah dan teriakan-teriakan para peng-

aniaya yang kejam, yang tidak dapat dibungkamkan oleh akal 

pikiran. Dalam kubur, orang jahat akan berhenti membuat ke-

kacauan. Secara khusus dia memohon (tepatnya, dia menu-

buatkan), bahwa mereka yang mencela dan memfitnah umat 

Allah akan dibungkam (ay. 19): Biarlah bibir dusta menjadi 

kelu, yang mencaci maki orang benar dengan kecongkakan dan 

penghinaan!  Ini merupakan doa yang sangat bagus, sebab  :  

(1) Sering kali kita mendapat alasan untuk menaikkannya ke-

pada Allah, sebab   mereka yang memakai mulut mereka 

untuk menentang sorga biasanya juga mengutuki pewaris-

pewaris sorga. Ajaran agama yang dijalani oleh para peng-

anutnya yang taat dan bersungguh-sungguh mendapat ten-

tangan di mana-mana, 

[1]  Dengan penuh kedengkian: Orang-orang jahat mencaci 

maki para penganut itu untuk membuat mereka jeng-

kel. Mereka berharap bisa menyakiti hati para penganut 

itu dengan perkataan mereka itu. Mereka melontarkan 

perkataan-perkataan keras (begitulah artinya), yang me-

nimbulkan kesulitan bagi para penganut agama itu. De-

ngan itu mereka berharap dapat melekatkan ciri-ciri 

dan sifat-sifat buruk yang sukar dihilangkan pada diri 

para penganut itu.  

[2]  Dengan penuh kepalsuan: Mereka yaitu   bibir dusta, 

diajar oleh bapa segala dusta dan melayani kepenting-

annya. 

[3]  Dengan penuh olok-olok dan cibiran: Mereka berbicara 

dengan congkak dan menghina, seakan-akan orang be-

nar yang dihormati oleh Allah yaitu   orang-orang yang 

paling hina di muka bumi, dan tidak layak untuk ditem-

patkan bersama-sama dengan anjing-anjing mereka. 

Tampaknya mereka menyangka bahwa menceritakan 


 414

dusta dengan sengaja bukanlah dosa, jika itu bisa  da-

pat dipakai untuk mendatangkan kebencian atau ke-

caman kepada orang baik. Ya, Allah kami, dengarlah ba-

gaimana kami dihina. 

(2)  Kita dapat berdoa dengan iman, agar bibir-bibir dusta ini 

dibungkamkan. Allah mempunyai banyak cara untuk mela-

kukannya. Kadang-kadang Dia menyadarkan hati nurani 

orang-orang yang mencela umat-Nya, dan membalikkan 

hati mereka. Kadang-kadang melalui pemeliharaan-Nya, 

dengan jelas Dia membuktikan bahwa tuduhan mereka 

salah, dan menampilkan kebenaran umat-Nya seperti te-

rang. Meskipun demikian, akan tiba harinya saat Allah 

menginsafkan para pendosa yang fasik bahwa betapa ke-

lirunya semua kata-kata keji yang telah mereka ucapkan 

kepada umat-Nya. Pada saat itu Dia akan menjatuhkan hu-

kuman kepada mereka (Yud. 14-15). Dengan demikian 

akan terjawablah doa dalam mazmur ini saat   itu, dan 

hingga hari itu tiba, mata kita harus terus tertuju ke sana 

dengan memazmurkan doa ini, disertai perbuatan baik, 

sebisa mungkin, untuk membungkamkan kepicikan orang-

orang yang bodoh (1Ptr. 2:15). 

Sorak Kemenangan 

(31:20-25) 

20 Alangkah limpahnya kebaikan-Mu yang telah Kausimpan bagi orang yang 

takut akan Engkau, yang telah Kaulakukan bagi orang yang berlindung 

pada-Mu, di hadapan manusia! 21 Engkau menyembunyikan mereka dalam 

naungan wajah-Mu terhadap persekongkolan orang-orang; Engkau melin-

dungi mereka dalam pondok terhadap perbantahan lidah. 22 Terpujilah 

TUHAN, sebab kasih setia-Nya ditunjukkan-Nya kepadaku dengan ajaib pada 

waktu kesesakan! 23Aku menyangka dalam kebingunganku: “Aku telah ter-

buang dari hadapan mata-Mu.” Tetapi sesungguhnya Engkau mendengarkan 

suara permohonanku, saat   aku berteriak kepada-Mu minta tolong. 24 Ka-

sihilah TUHAN, hai semua orang yang dikasihi-Nya! TUHAN menjaga orang-

orang yang setiawan, tetapi orang-orang yang berbuat congkak diganjar-Nya 

dengan tidak tanggung-tanggung. 25 Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu, 

hai semua orang yang berharap kepada TUHAN! 

Kitab Mazmur 31:20-25 

 415 

Dalam ayat-ayat ini dapat dilihat tiga hal: 

I.  Pengakuan Daud bahwa ia percaya akan kebaikan Allah pada 

umumnya bagi seluruh umat-Nya (ay. 20-21). 

1. Allah memang baik kepada semua orang, tetapi khususnya 

kepada umat Israel. Kebaikan-Nya bagi mereka begitu luar 

biasa, dan akan membuat mereka kagum untuk selama-lama-

nya: Alangkah limpahnya kebaikan-Mu! Betapa dalamnya ran-

cangan kebaikan-Mu! Betapa kayanya perbendaharaannya! 

Betapa cuma-cuma dan melimpahnya kebaikan itu diberikan! 

Justru orang-orang yang dihujani manusia dengan fitnah akan 

dilimpahi Allah dengan berkat dan hormat. Mereka yang meng-

ambil bagian dalam kebaikan ini digambarkan sebagai orang-

orang yang takut akan Allah dan percaya kepada-Nya, yang 

mengagumi kebesaran-Nya dan mengandalkan anugerah-Nya. 

Dikatakan bahwa kebaikan ini disimpan bagi mereka dan dila-

kukan bagi mereka.  

(1)  Ada kebaikan yang disimpan bagi mereka di dunia yang 

lain, suatu warisan yang tersimpan di sorga (1Ptr. 1:4). Se-

lain itu, ada kebaikan yang dilakukan juga bagi mereka di 

dunia ini, kebaikan yang dikerjakan di dalam diri mereka. 

Kebaikan Allah tersedia cartikel  p bagi anak-anak-Nya, baik 

sebagai bagian dan warisan saat   mereka dewasa, mau-

pun untuk memelihara dan mengajar mereka saat mereka 

belum akil baliq. Kebaikan Allah tersedia cartikel  p di dalam 

tempat simpanan-Nya maupun di dalam tangan untuk di-

nikmati sekarang.  

(2)  Kebaikan ini tersimpan dalam janji-Nya bagi semua orang 

yang takut akan Dia. Kepada mereka diberikan jaminan se-

hingga mereka tidak akan menginginkan apa pun yang lain 

lagi. Kebaikan itu dikerjakan, saat janji itu diwujudkan, 

bagi mereka yang percaya kepada-Nya – yang berpegang 

pada janji itu dengan iman, menyimpannya, dan mengam-

bil manfaat serta penghiburan darinya. Jika apa yang di-

simpan bagi kita dalam harta kovenan kekal itu tidak di-

kerjakan bagi kita, maka itu yaitu   kesalahan kita sendiri, 

sebab   kita tidak percaya. Akan tetapi, orang-orang yang 

percaya kepada Allah, mereka akan terhibur oleh kebaikan-


 416

Nya dan mendapatkan penghargaan atas kepercayaan me-

reka itu (dan bagi sebagian orang penghargaan itu akan be-

rupa suatu kedudukan). Kebaikan itu dikerjakan bagi me-

reka di hadapan manusia. Kebaikan Allah akan meninggik-

an mereka dan menyingkirkan fitnah dari mereka, sebab   

semua orang yang melihat mereka akan mengakui, bahwa 

mereka yaitu   keturunan yang diberkati TUHAN (Yes. 61:9).  

2. Allah menjaga manusia dan binatang. Namun, secara khusus 

Dia melindungi umat-Nya (ay. 21): Engkau menyembunyikan 

mereka. Sebagaimana kebaikan-Nya disembunyikan dan di-

simpan bagi mereka, demikian juga mereka disembunyikan 

dan disimpan bagi kebaikan-Nya. Orang-orang kudus yaitu   

orang-orang yang disembunyikan Allah.  

Perhatikanlah:  

(1)  Bahaya yang mereka sedang hadapi. Bahaya ini timbul dari 

kecongkakan manusia dan dari perbantahan lidah. Orang-

orang congkak melecehkan mereka, menginjak-injak mere-

ka dan melangkahi mereka. Orang-orang yang suka ber-

bantah mengajak mereka bertengkar, dan saat   timbul 

perbantahan lidah, orang-orang baik sering kali mengikuti 

cara yang paling buruk. Kecongkakan manusia membaha-

yakan kebebasan orang-orang kudus itu. Perbantahan li-

dah dalam perdebatan yang diputarbalikkan membahaya-

kan kebenaran. Namun demikian,  

(2)  Perhatikan pembelaan yang dimiliki orang-orang kudus: 

Engkau melindungi mereka dalam naungan wajah-Mu, da-

lam pondok perlindungan. Pemeliharaan Allah akan melin-

dungi mereka dari kedengkian musuh mereka. Dia mempu-

nyai banyak cara untuk menaungi mereka. saat   Barukh 

dan Yeremia sedang dikejar dan dicari-cari, Tuhan menyem-

bunyikan mereka (Yer. 36:26). Anugerah Allah akan melin-

dungi mereka aman dari jahatnya penghakiman yang ada 

di luar sana. Segala penghakiman itu tidak punya sengat 

bagi mereka. Mereka akan disembunyikan pada hari ke-

murkaan Allah, sebab   tidak ada amarah atas mereka. 

Penghiburan-Nya akan membuat mereka tetap tenang dan 

bergembira. Tempat kudus-Nya, di mana mereka mengada-

kan persekutuan dengan Dia, menaungi mereka dari panah 

Kitab Mazmur 31:20-25 

 417 

api kengerian dan godaan. Selanjutnya, istana-istana ke-

diaman yang disediakan-Nya di sorga akan segera menjadi 

tempat perteduhan mereka dari semua bahaya dan keta-

kutan, untuk selamanya. 

II. Ungkapan penuh syartikel  r yang dihaturkan Daud secara khusus 

sebagai balasan atas kebaikan Allah (ay. 22-23). Setelah menga-

gumi kebaikan Allah bagi semua orang kudus, di sini dia meng-

akui sendiri betapa baiknya Allah bagi dirinya pribadi.  

1. Di luar sana terdapat pertengkaran, tetapi secara ajaib Allah 

telah melindungi nyawanya: “Sebab kasih setia-Nya ditunjuk-

kan-Nya kepadaku dengan ajaib, Dia telah menunjukkan ke-

padaku bahwa Dia peduli akan diriku dan berkenan kepada-

ku, melebihi apa yang dapat kuharapkan.” Jika kita menim-

bang-nimbang semua hal, kasih setia Allah kepada umat-Nya 

memang mengagumkan. Namun demikian, dari semua yang 

mengagumkan itu beberapa di antaranya, bahkan yang terjadi 

di muka bumi ini, begitu luar biasa di mata umat-Nya. Demi-

kianlah yang kita lihat di sini, saat   Allah melindungi Daud 

dari pedang Saul, dalam gua-gua dan di hutan, ia aman se-

perti berada di dalam kota yang kuat. Di Kehila, kota yang ber-

kubu itu, Allah menunjukkan kepadanya kasih setia yang 

besar, baik dengan memakainya sebagai alat untuk menyela-

matkan penduduk kota tersebut dari tangan orang Filistin, 

maupun menyelamatkan dia dari tangan penduduk kota yang 

sama, yang sedemikian tidak tahu berterima kasih sebab   

hendak menyerahkannya ke dalam tangan Saul (1Sam. 23:5, 

12). Ini sungguh merupakan kasih setia yang ajaib, yang men-

jadi dasar mengapa ia menulis dengan kekaguman dan penuh 

ucapan syartikel  r, Terpujilah TUHAN. Perlindungan istimewa me-

mang harus dibalas dengan ucapan syartikel  r yang khusus.  

2. Di dalam dirinya ada rasa takut. Namun, kebaikan Allah mele-

bihi rasa takutnya (ay. 22). Di sini dia menceritakan,  

(1)  Kebodohannya sendiri sebab   tidak percaya kepada Allah. 

Hal itu diakuinya dan ia menjadi malu sebab  nya. Meski-

pun ada janji yang nyata yang dapat diandalkannya, dan ia 

memiliki pengalaman yang sangat hebat di mana Allah me-

meliharanya dalam berbagai kesulitan, ia menyimpan pikir-


 418

an buruk dan jahat tentang Allah, dan tidak dapat mena-

han diri untuk tidak mengemukakan hal itu kepada-Nya. 

“Aku telah terbuang dari hadapan mata-Mu, Engkau telah 

mengabaikan aku sama sekali, dan aku tidak berharap lagi 

akan dipandang atau diperhatikan oleh-Mu. Pada suatu 

hari aku akan binasa oleh tangan Saul, dan dengan demi-

kian aku telah terbuang dari hadapan mata-Mu, diremuk-

kan sementara Engkau memandangi aku” (1Sam. 27:1). 

Hal ini diucapkannya dalam pelariannya (begitulah bebe-

rapa orang mengartikannya), yang menunjukkan penderita-

an yang dialaminya. Saul berada persis di belakangnya, 

dan siap untuk menangkapnya. Itu membuat pencobaan 

yang dihadapinya terasa berat. Dalam kebingunganku (se-

bagaimana kita membacanya), perkataan itu menandakan 

betapa kacau dan gelisah pikirannya, sehingga pencobaan 

itu terasa mengejutkan baginya. sebab   itu dia menjadi 

lengah. Perhatikan, sudah biasa jika kita silap lidah saat 

kita berbicara dengan terburu-buru dan tanpa pertimbang-

an. Tetapi, kita harus meminta pengampunan atas perkata-

an itu saat   hati kita sudah tenang, terlebih lagi bila kita 

telah meragukan Allah dalam ucapan kita itu.  

(2)  Kebaikan Allah yang sangat besar kepadanya, sekalipun ia 

sudah berbuat demikian terhadap-Nya. Meskipun imannya 

gugur, tidak demikian halnya dengan janji Allah: Meskipun 

begitu, Engkau mendengarkan suara permohonanku. Dia 

membandingkan ketidakpercayaannya dengan kesetiaan 

Allah, agar kasih setia-Nya tampak semakin menakjubkan, 

semakin nyata. saat   kita tidak mempercayai Allah, bisa 

saja Dia membalas perkataan kita itu dengan mendatang-

kan ketakutan ke atas kita, sebagaimana dilakukan-Nya 

kepada orang Israel (Bil. 14:28; Yes. 66:4). Namun, Dia te-

lah mengasihani dan mengampuni kita, dan ketidakperca-

yaan kita tidak membuat janji-Nya dan anugerah-Nya tidak 

berlaku. Sebab, Dia mengenal kesanggupan kita.  

III.  Seruan dan dorongan yang disampaikannya kepada semua orang 

kudus dengan mazmurnya ini (ay. 24-25).  

1. Dia mau agar mereka mengasihi Allah (ay. 24): Kasihilah TU-

HAN, hai semua orang yang dikasihi-Nya! Orang-orang yang 

Kitab Mazmur 31:20-25 

 419 

mengasihi Allah dengan segenap hati mereka tidak bisa tidak 

menginginkan agar orang lain juga mengasihi-Nya. Di dalam 

kebaikan Allah kita tidak perlu khawatir akan adanya per-

saingan. Memang sudah menjadi sifat orang-orang kudus un-

tuk mengasihi Allah. Meskipun demikian, mereka harus tetap 

dipanggil untuk mengasihi-Nya, untuk mengasihi Dia lebih 

dalam dan lebih sempurna, serta membuktikan kasih mereka. 

Kita harus mengasihi Dia, bukan saja sebab   kebaikan-Nya, 

sebab   Dia menjaga orang-orang yang setiawan, tetapi juga 

sebab   keadilan-Nya, sebab   orang-orang yang berbuat cong-

kak (yang mau membinasakan orang-orang yang dipelihara-

Nya) diganjar-Nya dengan tidak tanggung-tanggung, setimpal 

dengan kecongkakan mereka. Beberapa orang menafsirkannya 

secara positif, bahwa Dia  mengganjar dengan tidak tanggung-

tanggung orang-orang yang besar (atau sempurna), yang be-

gitu baik, yang hatinya, seperti Yosafat, tertuju pada jalan 

Tuhan. Dia memberi upah kepada orang yang berbuat baik, 

dan terlebih lagi secara melimpah kepada mereka yang ber-

buat baik secara luar biasa.  

2. Daud mau agar orang-orang kudus berharap kepada Allah (ay. 

25): “Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu, berbesar hatilah, 

sebab   dalam kesulitan dan bahaya apa pun yang engkau 

temui, Allah yang engkau percayai itu akan menguatkan hati-

mu oleh sebab   percayamu itu.” Orang-orang yang berharap 

kepada Allah mempunyai alasan untuk meneguhkan dan me-

nguatkan hati mereka, sebab   sebagaimana tidak ada hal yang 

terlalu jahat akan dapat menimpa mereka, demikian pula ti-

dak ada hal yang terlalu indah yang akan menarik hati mere-

ka.  

Saat memazmurkan pujian ini, kita harus membangkitkan baik 

diri kita sendiri maupun orang lain untuk terus maju dan bertekun 

dalam kehidupan Kekristenan kita, tak peduli apa pun yang meng-

ancam kita dan siapa pun yang menentang kita. 

  

  

 

 

 

 

 

 

PASAL 32  

eskipun tidak berbicara tentang Kristus, seperti banyak maz-

mur lain yang telah kita lihat sejauh ini, mazmur ini tetap ba-

nyak berkaitan dengan Injil di dalamnya. Rasul Paulus memberi tahu 

kita bahwa Daud dalam mazmur ini menyebut “berbahagia orang 

yang dibenarkan Allah bukan berdasarkan perbuatannya” (Rm. 4:6). 

Di sini kita mendapati ringkasan,  

I.    Mengenai anugerah Injil dalam hal pengampunan dosa (ay. 

1-2), dalam hal perlindungan ilahi (ay. 7), dan bimbingan 

ilahi (ay. 8).  

II.   Mengenai kewajiban Injil. Untuk mengaku dosa (ay. 3-5), un-

tuk berdoa (ay. 6), untuk menguasai diri kita sendiri dengan 

baik (ay. 9-10), dan untuk bersukacita di dalam Allah (ay. 

11).  

Jalan untuk memperoleh hak-hak istimewa ini yaitu   menjadi sa-

dar akan kewajiban-kewajiban tersebut. Saat menyanyikan mazmur 

ini, kita harus merenungkan anugerah Injil, supaya kita terhibur, 

dan memikirkan kewajiban Injil, supaya hati kita tergugah. Menurut 

Grotius, mazmur ini dirancang untuk dinyanyikan pada hari Penda-

maian. 

Siapa Orang yang Berbahagia 

(32:1-6) 

1 Dari Daud. Nyanyian pengajaran. Berbahagialah orang yang diampuni pe-

langgarannya, yang dosanya ditutupi! 2 Berbahagialah manusia, yang kesa-

lahannya tidak diperhitungkan TUHAN, dan yang tidak berjiwa penipu! 3 Se-

lama aku berdiam diri, tulang-tulangku menjadi lesu sebab   aku mengeluh 

sepanjang hari; 4 sebab siang malam tangan-Mu menekan aku dengan berat, 

sumsumku menjadi kering, seperti oleh teriknya musim panas. S e l a 5 


 422

Dosaku kuberitahukan kepada-Mu dan kesalahanku tidaklah kusembunyi-

kan; aku berkata: “Aku akan mengaku kepada TUHAN pelanggaran-pelang-

garanku,” dan Engkau mengampuni kesalahan sebab   dosaku. S e l a 6 

Sebab itu hendaklah setiap orang saleh berdoa kepada-Mu, selagi Engkau 

dapat ditemui; sesungguhnya pada waktu banjir besar terjadi, itu tidak me-

landanya. 

Mazmur ini diberi judul Maschil (TB: nyanyian pengajaran – pen.), 

yang menurut sebagian orang hanyalah nama nada yang harus di-

gunakan untuk menyanyikan mazmur ini. Namun menurut sebagian 

orang lagi, judul tersebut penting. Dalam keterangan tambahan, 

judul itu diartikan, Mazmur Daud yang memberikan pengajaran. Dan 

memang benar, dalam mazmur ini tidak ada lain lagi yang lebih kita 

perlukan selain pengajaran tentang hakikat kebahagiaan yang sejati, 

yaitu hal apa saja yang membawa kebahagiaan dan jalan mana yang 

harus ditempuh untuk mencapainya – apa yang harus kita lakukan 

agar kita bisa berbahagia. Ada sejumlah hal yang diajarkan oleh ayat-

ayat ini kepada kita. Secara umum, kita di sini diajar bahwa keba-

hagiaan kita terletak pada kemurahan Allah, dan bukan pada keka-

yaan dunia ini – pada berkat-berkat rohani, dan bukan pada hal-hal 

yang baik dari dunia ini. saat   Daud berkata, “Berbahagialah orang 

yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik” (1:1), dan “Berbaha-

gialah orang-orang yang hidupnya tidak bercela” (119:1), yang dimak-

sudkannya yaitu  , “Inilah sifat orang yang berbahagia, dan barang-

siapa tidak mempunyai sifat demikian jangan harap akan berbaha-

gia.” Namun, saat   dikatakan di sini, “Berbahagialah orang yang 

diampuni pelanggarannya,” yang dimaksudkannya yaitu  , “Inilah da-

sarnya mengapa ia berbahagia. Inilah hak istimewa, dasar yang dari-

nya mengalir semua unsur lain dari kebahagiaannya.” Secara khu-

sus, kita di sini diajar,   

I.   Mengenai hakikat pengampunan dosa. Inilah yang dibutuhkan 

kita semua, dan tanpanya kita akan binasa. Oleh sebab itu, 

wajiblah bagi kita untuk sungguh-sungguh peduli dan bertanya-

bertanya mengenai hal ini.  

1.  Pengampunan dosa yaitu   bahwa pelanggaran itu diampuni. 

Dosa ialah pelanggaran hartikel  m Allah. Pada waktu kita berto-

bat, kita diampuni atas pelanggaran kita. Artinya, hartikel  man 

yang seharusnya menimpa kita, berdasarkan keputusan hu-

kum yang sudah dibuat, dibatalkan dan tidak berlaku lagi. 

Hartikel  man itu dicabut (demikian sebagian orang membacanya), 

 Kitab Mazmur 32:1-6 

 423 

sehingga dengan pengampunan dosa itu kita boleh terbebas 

dari suatu beban, beban yang berat, seperti beban di pung-

gung, yang membuat kita bungkuk, atau beban di atas perut, 

yang membuat kita mual, atau beban pada roh, yang membuat 

kita tenggelam. Penghapusan dosa memberikan keringanan 

dan kelegaan kepada orang-orang yang letih lesu dan berbeban 

berat (Mat. 11:28).  

2.  Pengampunan dosa yaitu   bahwa dosa kita ditutupi, seperti 

ketelanjangan ditutupi, supaya tidak membuat kita malu 

(Why. 3:18). Salah satu tanda pertama rasa bersalah yang di-

rasakan orangtua pertama kita yaitu   bahwa mereka merasa 

malu dengan ketelanjangan mereka sendiri. Dosa membuat 

kita menjijikkan di mata Allah, sehingga kita menjadi tidak 

layak sama sekali untuk bersekutu dengan-Nya, dan, saat   

hati nurani kita tersadar, dosa itu juga membuat kita menjijik-

kan bagi diri kita sendiri. Namun demikian, saat   dosa diam-

puni, dosa itu ditutupi oleh jubah kebenaran Kristus, seperti 

pakaian dari kulit binatang dikenakan Allah kepada Adam dan 

Hawa (sebagai lambang penghapusan dosa), sehingga Allah 

tidak lagi murka terhadap kita, tetapi sepenuhnya berdamai 

dengan kita. Dosa-dosa itu tidak ditutupi dari kita (tidak, aku 

senantiasa bergumul dengan dosaku), juga tidak ditutupi dari 

kemahatahuan Allah, melainkan ditutupi dari tuntutan keadil-

an-Nya. saat   Ia mengampuni dosa, Ia tidak mengingatnya 

lagi, Ia melemparkannya jauh-jauh, orang akan mencarinya na-

mun tidak dapat menemukannya. Dan orang berdosa, sesudah 

didamaikan dengan Allah secara demikian, mulai didamaikan 

dengan dirinya sendiri.  

3.  Pengampunan dosa yaitu   bahwa pelanggaran kita itu tidak 

diperhitungkan lagi, tidak dituduhkan kepada si pendosa, 

tidak diperhitungkan kepadanya sesuai dengan keketatan hu-

kum, dan juga tidak ditimpakan ke atasnya sebagaimana yang 

patut dia dapatkan. sebab   kebenaran Kristus sudah dikena-

kan ke atas kita, dan sebab   di dalam Dia kita dibenarkan oleh 

Allah, maka pelanggaran kita tidak diperhitungkan, sebab 

Allah telah menimpakan kepada-Nya kejahatan kita sekalian 

dan menjadikan-Nya dosa sebab   kita. Amatilah, hanya Allah 

yang bisa menghapuskan tuntutan atas pelanggaran, sebab 

Dia yaitu   Sang Hakim. Allahlah yang membenarkan. 


 424

II.  Mengenai sifat orang-orang yang dosa-dosanya diampuni: yang 

tidak berjiwa penipu. Daud tidak berkata, “yang tidak mempunyai 

kesalahan” (sebab siapakah manusia yang hidup dan tidak ber-

dosa?), melainkan, yang tidak berjiwa penipu. Orang berdosa yang 

diampuni yaitu   orang yang tidak munafik dengan Allah saat   ia 

mengakui pertobatan dan imannya, atau saat   ia berdoa memo-

hon pendamaian dan pengampunan. Sebaliknya, ia yaitu   orang 

yang dalam kesemuanya ini bersikap tulus dan bersungguh-sung-

guh dengan apa yang dikatakannya – yang tidak bertobat dengan 

tujuan untuk berdosa lagi, dan kemudian berdosa dengan tujuan 

untuk bertobat lagi, seperti yang diartikan seorang ahli tafsir un-

tuk ayat ini. Orang-orang yang merancangkan sesuatu dengan ju-

jur, yang hatinya benar-benar sama dengan apa yang mereka nya-

takan, yaitu   orang-orang Israel sejati, yang tidak berjiwa penipu. 

III. Mengenai kebahagiaan saat dibenarkan: Berbahagialah manusia 

yang kesalahannya tidak diperhitungkan, sebab inilah cara untuk 

memperoleh segala berkat,