Mazmur-1-50 9

Rabu, 09 Juli 2025

Mazmur-1-50 9



 jurit-prajuritnya, tetapi sepenuhnya mengandalkan Allah 

seolah-olah dia tidak mempunyai pengharapan sama sekali akan 

ditolong dan dibantu oleh ciptaan mana pun. sebab   sedang 

mengalami kesusahan, banyak kesusahan, hatinya sesak (ay. 17), 

semakin lama semakin sedih dan gelisah pikirannya. Perasaan 

akan dosa menyiksanya lebih dari apa pun. Inilah yang mematah-

kan dan melukai rohnya, dan membuat permasalahan lahiriahnya 

membebani dia dengan berat. Ia sedang berada dalam kesengsara-

an dan kesukaran (ay. 18). Musuh-musuhnya yang menganiaya 

dia sangat banyak dan geram (mereka membencinya), dan sangat 

biadab. Dengan kebencian yang sangat mendalam mereka mem-

benci dia (ay. 19). Demikian pulalah musuh-musuh Kristus dan 

penganiaya-penganiaya jemaat-Nya.  


 338

II. Ia mengungkapkan kebergantungannya pada Allah dalam kesu-

sahan-kesusahan ini (ay. 15): Matanya tetap terarah kepada 

TUHAN. Penyembah-penyembah berhala menyembah ilah-ilah 

yang dapat mereka lihat dengan mata jasmani mereka, dan mata 

mereka selalu memandang berhala-berhala mereka (Yes. 17:7-8). 

Namun, mata imanlah yang harus kita miliki untuk memandang 

Allah, yang yaitu   Roh (Za. 9:1, KJV). Perenungan kita akan Dia 

haruslah manis, dan kita harus selalu menempatkan Dia di depan 

kita. Dalam segala jalan kita, kita harus mengakui-Nya, dan 

melakukan semua demi kemuliaan-Nya. Demikianlah kita harus 

hidup dalam persekutuan dengan Allah, bukan hanya dalam 

ketetapan-ketetapan suci melainkan juga dalam pemeliharaan-

pemeliharaan ilahi, bukan hanya dalam tindakan-tindakan iba-

dah melainkan juga dalam seluruh perilaku kita. Daud menghibur 

diri dengan hal ini dalam penderitaannya. Sebab, oleh sebab   

matanya tetap terarah kepada Tuhan, ia tidak ragu bahwa Tuhan 

akan mengeluarkan kakinya dari jaring itu. Ia yakin Tuhan akan 

membebaskannya dari segala kejahatan hatinya sendiri (demikian 

menurut sebagian orang), dan dari rancangan-rancangan para 

musuhnya untuk melawannya (demikian menurut sebagian yang 

lain). Orang-orang yang matanya tetap terarah kepada Allah, kaki-

nya tidak akan berlama-lama terjerat di dalam jaring. Ia meng-

ulangi pengakuannya akan kebergantungannya pada Allah – 

janganlah aku mendapat malu, sebab aku berlindung pada-Mu (ay. 

20), dan akan pengharapan-Nya kepada Dia – aku menanti-nanti-

kan Engkau (ay. 21). Dengan demikian, sungguh baik untuk ber-

harap dan menantikan dengan tenang keselamatan dari Tuhan.   

III. Ia berdoa dengan sungguh-sungguh kepada Allah agar diberi kele-

pasan dan pertolongan, 

1. Untuk dirinya sendiri. 

(1)  Lihatlah bagaimana ia memohon,  

[1] Untuk penghapusan dosa (ay. 18): Ampunilah segala 

dosaku. Dosa-dosanya yaitu   beban-bebannya yang pa-

ling berat, dan yang membawa semua beban lain kepa-

danya. Ia sudah memohon (ay. 7) untuk pengampunan 

dosa-dosa pada waktu mudanya, dan (ay. 11) untuk 

pengampunan satu pelanggaran khusus yang sungguh 

Kitab Mazmur 25:15-22 

 339 

sangat besar, yang menurut sebagian orang, yaitu   

dosanya yang berkaitan dengan Uria. Namun di sini, dia 

berdoa, Tuhan, ampunilah segala dosaku, hapuskanlah 

semua pelanggaranku. Dapat diamati bahwa, berkenaan 

dengan penderitaannya itu, tidak ada yang dimintanya 

selain perhatian Allah terhadap penderitaannya itu: “Ti-

liklah sengsaraku dan kesukaranku, dan perbuatlah se-

bagaimana Engkau menghendakinya.” Namun, ber-

kenaan dengan dosanya, tidak ada yang dimintanya se-

lain pengampunan seutuh-utuhnya: ampunilah segala 

dosaku. Apabila kita sedang dilanda masalah, kita ha-

rus lebih peduli terhadap dosa-dosa kita supaya diam-

puni, dan bukannya terhadap penderitaan-penderitaan 

kita supaya penderitaan-penderitaan itu diangkat. De-

mikianlah dia berdoa,  

[2] Untuk dipulihkannya apa yang sedang ia keluhkan. 

Pikirannya gelisah sebab   Allah mengundurkan diri 

darinya dan sebab   dia merasa bahwa Allah tidak ber-

kenan kepadanya sebab   dosa-dosanya. Oleh sebab itu 

dia berdoa, “Berpalinglah kepadaku” (ay. 16). Dan, jika 

Allah berpaling kepada kita, kita tidak usah peduli siapa 

yang berpaling dari kita. Keadaannya terganggu, sehing-

ga dia berdoa, “Keluarkanlah aku dari kesulitanku. Aku 

tidak melihat jalan kelepasan terbuka, namun Engkau 

pasti dapat menemukannya atau membuatnya.” Mu-

suh-musuhnya sangat mendendam, dan sebab   itu dia 

berdoa, “Jagalah kiranya jiwaku agar tidak jatuh ke 

tangan mereka, atau kalau tidak, lepaskanlah aku dari 

tangan mereka.”  

(2) Empat hal diserukannya untuk menegaskan permohonan-

permohonan ini, dan bersamaan dengan itu dia menyerah-

kan dirinya dan seruan-seruannya itu untuk dipertimbang-

kan oleh Allah: 

[1] Ia menyerukan belas kasihan Allah: Kasihanilah aku. 

Manusia yang berjasa besar sekalipun akan binasa jika 

mereka tidak mempunyai hubungan dengan Allah yang 

memiliki belas kasihan tiada terhingga.  


 340

[2] Ia menyerukan kesengsaraannya sendiri, kesusahan 

yang sedang dialaminya, kesulitan dan penderitaannya, 

terutama kegelisahan-kegelisahan hatinya. Semuanya 

ini membuat dia mencari belas kasihan ilahi.  

[3] Ia menyerukan kesalahan musuh-musuhnya: “Tuhan, 

perhatikanlah mereka, betapa kejamnya mereka, dan 

bebaskanlah aku dari tangan mereka.”  

[4] Ia menyerukan kejujurannya sendiri (ay. 12). Meskipun 

dia sudah mengakui kebersalahannya sendiri di hadap-

an Allah, dan telah mengakui dosa-dosanya melawan 

Dia, namun, berkenaan dengan musuh-musuhnya, ia 

mempunyai kesaksian hati nurani bahwa ia tidak ber-

buat salah terhadap mereka, dan ini menghibur hatinya 

tatkala mereka membencinya dengan sangat mendalam. 

Dan dia berdoa agar hal ini dapat melindungi dia. Ini 

menunjukkan bahwa dia tidak berani berharap banyak 

untuk selamat jika dia tidak terus hidup dalam ketulus-

an dan kejujurannya. Dia yakin pasti selamat saat dia 

terus jujur dan tulus. Ketulusan hati akan menjadi ke-

amanan kita yang terbaik pada masa-masa buruk. Ke-

tulusan dan kejujuran akan memelihara manusia lebih 

daripada apa yang dapat diperbuat oleh kekayaan dan 

kehormatan duniawi. Hal-hal tersebut akan memelihara 

kita ke dalam Kerajaan Sorga. Oleh sebab   itu, kita ha-

rus berdoa kepada Allah meminta Dia memelihara kita 

untuk tetap ada dalam ketulusan dan kejujuran, dan 

kita bisa yakin bahwa ketulusan itu akan membuat kita 

terpelihara.  

2.  Untuk jemaat Allah (ay. 22): Ya Allah, bebaskanlah orang Israel 

dari segala kesesakannya. Daud sendiri sekarang sedang da-

lam kesusahan, namun ia tidak menganggapnya aneh, sebab   

kesusahan sudah merupakan bagian dari semua umat Israel 

kepunyaan Allah. Mengapa satu anggota saja harus lebih ber-

untung daripada seluruh tubuh? Permasalahan-permasalahan 

Daud bertambah besar, dan dia sangat bersungguh-sungguh 

memohon kepada Allah untuk membebaskannya, namun ia 

tidak lupa pada kesusahan jemaat Allah. Demikianlah, saat   

kita begitu sibuk dengan urusan kita sendiri di hadapan takh-

ta anugerah, kita harus tetap ingat untuk berdoa bagi orang-

Kitab Mazmur 25:15-22 

 341 

orang lain juga. Orang-orang baik tidak begitu merasa terhibur 

dengan keamanan mereka sendiri bila gereja sedang dalam 

kesusahan dan bahaya. Doa ini merupakan sebuah nubuatan, 

bahwa Allah pada akhirnya akan memberi Daud ketenangan, 

dan bersamaan dengan itu pula akan memberi Israel kete-

nangan dari semua musuh yang ada di sekeliling mereka. Ini 

merupakan nubuatan tentang diutusnya Sang Mesias pada 

waktu yang tepat untuk membebaskan Israel dari segala kesa-

lahannya (130:8) dan dengan demikian membebaskan mereka 

dari segala kesusahan mereka. Ini juga merujuk pada kebaha-

giaan kehidupan yang akan datang. Di sorga, dan hanya di 

sorga, umat Israel kepunyaan Allah akan dibebaskan secara 

sempurna dari segala kesusahan. 

  

 

 

 

 

 

 

PASAL  26  

i dalam mazmur ini Daud yang saleh dengan sungguh hati 

memberi dirinya sendiri untuk diuji, bukan oleh Allah dan nege-

rinya, tetapi oleh Allah dan hati nuraninya sendiri. Kepada Allah dan 

hati nuraninya sendiri ia menyerukan supaya ketulusan hatinya di-

selidiki (ay. 1-2). Ia menyatakan bukti ketulusan hatinya itu, bahwa,  

I. Perhatiannya selalu tertuju kepada Allah dan anugerah-Nya 

(ay. 3).  

II. Kebenciannya yang mendalam terhadap dosa dan orang fa-

sik (ay. 4-5).  

III. Kegemarannya yang tulus dan ketaatannya terhadap kete-

tapan-ketetapan Allah (ay. 6-8). Setelah dapat membuktikan 

ketulusan hatinya,  

1.  Dia pun mencela malapetaka yang akan menimpa orang-

orang jahat (ay. 9-10).  

2.  Dia berserah diri di bawah belas kasihan dan anugerah 

Allah, dengan tekad untuk selalu menjaga teguh ketulus-

an hatinya dan pengharapannya di dalam Allah (ay. 11-

12).  

Saat menyanyikan mazmur ini kita harus mengajar dan memper-

ingatkan diri kita sendiri serta satu sama lain mengenai kita ini ha-

rus menjadi seperti apa dan apa yang harus kita perbuat supaya kita 

boleh mendapatkan perkenan Allah dan ada damai dalam hati nurani 

kita sendiri, agar kita menjadi tenang. Inilah yang dilakukan Daud, 

dan kita bisa seperti dia bila kita mampu berkata bahwa melalui 

anugerah kita telah memenuhi hal-hal di atas tadi dalam segala hal. 

Dalam pendapatnya mengenai mazmur ini, cendekiawan Amyraldus 

mengemukakan bahwa di sini, melalui Roh nubuatan, Daud mem-


 344

bicarakan dirinya sebagai gambaran dari Kristus. Kristus disebutnya 

sebagai tanpa cacat cela, benar-benar tulus dalam segala hal. Dan, 

hanya mengenai Dia sajalah kita dapat menyanyikan mazmur ini. 

“Kita menjadi sempurna di dalam dia.”  

Seruan-seruan yang Saleh 

(26:1-5) 

Dari Daud. 1 Berilah keadilan kepadaku, ya TUHAN, sebab aku telah hidup 

dalam ketulusan; kepada TUHAN aku percaya dengan tidak ragu-ragu. 2 Uji-

lah aku, ya TUHAN, dan cobalah aku; selidikilah batinku dan hatiku. 3 Sebab 

mataku tertuju pada kasih setia-Mu, dan aku hidup dalam kebenaran-Mu. 4 

Aku tidak duduk dengan penipu, dan dengan orang munafik aku tidak ber-

gaul; 5 aku benci kepada perkumpulan orang yang berbuat jahat, dan dengan 

orang fasik aku tidak duduk.  

Ada kemungkinan Daud menggoreskan mazmur ini saat dia sedang 

dikejar-kejar oleh Saul dan para pengikutnya. Orang-orang ini menu-

tup-nutupi murka mereka yang tidak adil dengan menggambar-gam-

barkan Daud sebagai seorang yang jahat. Mereka menuduhnya mela-

kukan banyak kejahatan dan pelanggaran berat dan mencemarkan 

namanya supaya dapat menangkap dia. Walaupun bisa menjadi pe-

lindung, ketidakbersalahan itu sendiri tidaklah dapat menjamin 

nama seseorang untuk terhindar dari serangan fitnah. Di sini Daud 

merupakan pelambang bagi Kristus, yang dijadikan cela oleh manu-

sia dan yang memberitahukan semua pengikut-Nya bahwa mereka 

pun nantinya akan menghadapi banyak sekali tuduhan palsu yang 

jahat. Kini lihatlah apa yang dilakukan Daud dalam perkara ini.  

I.  Dia memohon keadilan Allah (ay. 1): “Berilah keadilan kepadaku, 

ya Allah! Jadilah Hakim antara aku dan para penuduhku, antara 

si penganiaya dengan si tahanan yang malang ini. Bawalah aku 

keluar dari perkara ini dengan cara terhormat dan permalukanlah 

orang-orang yang telah mengajukan tuduhan palsu melawanku 

itu.” Saul, yang merupakan hakim tertinggi di Israel, kini menjadi 

lawannya, sehingga dalam pertentangan melawan dia, Daud tidak 

bisa meminta pembelaan dari siapa pun kecuali dari Allah saja. 

Mengenai segala kesalahannya terhadap Allah, Daud berdoa me-

minta belas kasihan Allah, Tuhan, janganlah beperkara dengan 

hamba-Mu ini (143:2), pelanggaran-pelanggaranku janganlah Kau-

ingat (25:7). Akan tetapi, mengenai segala kesalahannya terhadap 

 Kitab Mazmur 26:1-5 

 345 

Saul, ia memohon keadilan Allah dan meminta Allah menjadi ha-

kimnya (43:1). Atau begini: dia tidak bisa membenarkan dirinya 

sendiri melawan tuduhan-tuduhan dosa. Dia mengakui bahwa 

pelanggarannya besar dan dia pasti sudah celaka seandainya saja 

Allah yang Maha pengampun mengampuninya. Akan tetapi, dia 

dapat membenarkan dirinya sendiri melawan tuduhan bahwa dia 

munafik, dan sebab   itu dia merasa beralasan untuk berharap 

bahwa dia yaitu   salah satu dari orang-orang yang layak menan-

ti-nantikan kebaikan Allah, berdasarkan ketentuan kovenan anu-

gerah. Begitulah, Ayub yang saleh itu sering kali mengakui bahwa 

dia telah berdosa, namun ia tetap bersikartikel  h untuk memperta-

hankan ketulusan hatinya. Perhatikanlah, orang-orang yang kena 

fitnah bolehlah merasa terhibur bahwa ada Allah yang adil, yang 

cepat atau lambat pasti akan membela ketidakbersalahan mereka. 

Hal ini juga memberi penghiburan bagi semua orang yang tulus 

dalam beragama, sebab Allah sendiri akan menjadi saksi atas ke-

tulusan mereka itu.  

II.  Dia berserah kepada pengujian saksama dari Allah (ay. 2): Ujilah 

aku, ya TUHAN, dan cobalah aku, seperti emas yang diuji kelayak-

an kadarnya. Allah mengenal perangai asli masing-masing manu-

sia, sebab Dia mengetahui pikiran dan maksud hati mereka dan 

tidak ada yang bisa disembunyikan dari-Nya. Daud berdoa, Tu-

han, ujilah aku. Doanya ini mengartikan bahwa dia senang Allah 

sungguh mengenalnya, dan dia benar-benar ingin agar Allah 

membukakan siapa dirinya yang sebenarnya, baik bagi dirinya 

sendiri maupun bagi seluruh dunia. Begitu tulusnya dia dalam 

pengabdiannya kepada Allah dan dalam kesetiaannya terhadap 

sang raja (tetapi dia dituduh hanya berpura-pura saja) sampai ra-

sanya dia ingin memiliki jendela di hatinya agar setiap orang da-

pat mengintip ke dalam sana.  

III. Dengan sepenuh hati dia membela ketulusannya (ay. 1): “Aku 

telah hidup dalam ketulusan. Perilakartikel   sejalan dengan pengaku-

anku, dan keduanya bersesuaian tak terpisahkan.” Percuma saja 

kita membual mengenai ketulusan kita kalau kita tidak menun-

jukkan bahwa oleh anugerah Allah kita benar-benar telah hidup 

dalam ketulusan. Percuma saja jika perilaku kita di dunia ini 

tidak seperti apa adanya dan tulus dalam kesalehan. Di sini dia 


 346

mengemukakan beberapa bukti ketulusannya, yang mendorong-

nya untuk mempercayai Tuhan sebagai Hakimnya yang adil, yang 

akan melindungi dan membela perkaranya yang benar. Dia pun 

sangat yakin bahwa nama baiknya akan pulih (dengan tidak ragu-

ragu), dan bahwa orang-orang yang bersekongkol untuk meng-

hempaskan dia dari kedudukannya yang tinggi, mengguncangkan 

imannya dan mencemarkan nama baiknya serta mencegahnya 

naik takhta, tidak akan berhasil (62:5). Orang-orang yang tulus 

dalam beragama dapat percaya kepada Allah bahwa mereka tidak 

akan tergelincir, yaitu, mereka tidak akan murtad dari agama me-

reka.  

1. Dia selalu mengarahkan pandangannya kepada Allah dan anu-

gerah-Nya (ay. 3). 

(1) Dia menjadikan kebaikan Allah sebagai tujuan dan kebaik-

an utama yang dicarinya: Mataku tertuju pada kasih setia-

Mu. Inilah yang akan menjadi bukti kuat dari ketulusan 

kita, yaitu jika apa yang kita perbuat dalam beragama dida-

sari oleh kasih kepada Allah dan iman bahwa Dia yaitu   

sahabat dan pelindung yang terbaik. Bukti kuat lainnya 

lagi yaitu   bahwa hati kita penuh dengan rasa terima ka-

sih atas kebaikan Allah yang istimewa kepada kita, yang 

telah kita nikmati sepanjang hidup kita. Jika menempatkan 

kasih setia Allah sebagai sebuah pola yang harus kita ikuti, 

dengan rajin berbuat baik, dalam kebaikan-Nya (1Ptr. 3:13), 

dan jika kita mau melakukan hal ini sebagai kewajiban kita 

serta bersikap waspada untuk tidak melakukan apa pun 

yang bisa membuat kita kehilangan segala kebaikan Allah 

dan tetap hidup dalam kasih-Nya, maka semuanya ini bu-

kan saja akan menjadi bukti kuat mengenai ketulusan kita, 

tetapi juga akan menjaga kita untuk tetap tekun dalam se-

muanya itu.  

(2) Daud menguasai dirinya dengan firman Allah sebagai pe-

doman hidupnya: “Aku hidup dalam kebenaran-Mu, yaitu 

sesuai dengan hartikel  m-Mu, sebab hartikel  m-Mu yaitu   kebe-

naran.” Perhatikanlah, hanya orang-orang yang hidup da-

lam kebenaran Allah dan hartikel  m-hartikel  m-Nya yang berda-

sarkan kebenaran itu sajalah yang boleh mengharapkan 

berkat dari kasih setia Allah. Sebagian orang memahami 

 Kitab Mazmur 26:1-5 

 347 

perkataan ini sebagai ketaatan Daud dalam meneladani 

Allah dalam hal kebenaran dan kesetiaan, seperti halnya ia 

meneladani-Nya dalam hal kebaikan dan kasih setia. Siapa 

yang mengikuti Allah sebagai anak-anak terkasih, dia pasti 

hidup benar.  

2. Daud tidak terlibat dengan segala pekerjaan kegelapan yang 

sia-sia, juga dengan orang-orang yang melakukan semua pe-

kerjaan itu (ay. 4-5). Dengan ini, tampaklah bahwa dia benar-

benar setia kepada rajanya, sebab dia tidak pernah berurusan 

dengan orang-orang yang tidak senang dengan pemerintahan 

raja, yaitu orang-orang dursila yang menghina dia (1Sam. 

10:27). Dia bukanlah salah satu di antara komplotan mereka, 

juga tidak pernah bergabung dalam tipu muslihat mereka. Dia 

tidak pernah mengutuk sang raja, bahkan tidak juga di dalam 

hatinya. Ini juga merupakan bukti kesetiaannya terhadap 

Allah, yaitu bahwa dia tidak pernah terkait dengan siapa pun 

yang ia anggap tidak peduli terhadap agama, atau yang terang-

terangan memusuhi atau berpura-pura memihak kepentingan 

agama. Perhatikanlah, kehati-hatian dalam menghindari per-

gaulan buruk merupakan bukti kuat ketulusan kita, sekaligus 

juga menjadi sarana yang amat baik untuk menjaga kita dari 

pengaruh buruknya.  

Kini perhatikanlah di sini: 

(1) Tekad kuatnya itu berkaitan dengan kehati-hatian yang te-

lah ia jalankan selama ini mengenai perkara tersebut, dan 

yang akan tetap ia laksanakan untuk seterusnya: “Aku 

tidak duduk dengan mereka, dan dengan mereka aku tidak 

bergaul.” Perhatikanlah, segala perbuatan baik kita selama 

hidup kita membuktikan ketulusan kita bila semua per-

buatan itu disertai dengan tekad di dalam kekuatan Allah 

untuk terus menjalankannya sampai pada kesudahannya, 

dan tidak pernah mundur. Hati kita akan tenang bila kita 

bertekad untuk terus melakukan perbuatan baik kita itu.  

(2) Daud bukan saja menolak untuk bergaul dengan orang 

fasik, tetapi juga dengan para penipu yang begitu men-

dewa-dewakan kesenangan dan pesta pora dan tak pernah 

bersungguh-sungguh dengan kehidupan mereka. Diban-

dingkan dengan orang fasik, pergaulan dengan para penipu 


 348

mungkin lebih berbahaya bagi orang baik-baik, sebab   dia 

tidak akan begitu siap menjaga diri supaya tidak tertular 

dengan kesia-siaan mereka yang tidak tampak. Sebaliknya, 

mungkin lebih mudah bagi seorang baik-baik untuk men-

jaga diri supaya tidak tertular oleh seorang fasik yang keja-

hatannya langsung kelihatan.  

(3) Pergaulan dengan orang-orang munafik juga sama memba-

hayakannya dan harus diwaspadai supaya tidak mence-

mari hikmat dan kesalehan. Orang-orang yang berbuat ja-

hat menjerat korbannya dengan persahabatan palsu. Saat 

mereka berkata manis kepadamu, janganlah percaya ke-

pada mereka. 

(4) Meskipun terkadang dia tidak bisa menghindar dari orang-

orang jahat di sekelilingnya, namun dia tidak mau bergaul 

dengan mereka. Dia tidak sudi memilih mereka sebagai 

temannya ataupun mencari-cari kesempatan untuk menge-

nal dan bergaul dengan mereka. Dia bisa saja beramah-

tamah dengan mereka, namun dia tidak akan sengaja ber-

gaul dengan mereka. Atau, jika dia kebetulan ada bersama-

sama dengan mereka, dia tidak akan duduk-duduk dengan 

mereka, tidak akan berlama-lama di dekat mereka. Dia 

hanya berada di sekitar mereka seperlunya saja. Dia tidak 

akan sepaham dengan perkataan maupun perbuatan mere-

ka, sebagaimana mereka yang duduk dalam kumpulan 

orang pencemooh (1:1). Dia tidak akan duduk membuat 

rencana bersama mereka mengenai cara atau sarana dalam 

melakukan kejahatan, ataupun duduk bersama mereka 

untuk menghakimi angkatan yang benar.  

(5) Bukan hanya dalam tindakan kita harus menghindari per-

gaulan dengan orang jahat, tetapi juga dalam tekad dan pe-

rasaan kita harus membencinya. Di sini Daud bukan saja 

berkata, “Aku telah menghindari semua itu,” tetapi juga, 

“Aku benci semua itu”  (139:21). 

(6) Perkumpulan orang yang berbuat jahat, komplotan atau 

persekongkolan mereka, menjadi sebuah hal yang secara 

khusus dibenci oleh orang-orang benar. Aku membenci 

ecclesiam malignantium – jemaat orang-orang jahat, begitu-

lah yang dikatakan dalam bahasa Latin sehari-hari. Seba-

gaimana orang-orang benar saat bersatu menjadi lebih baik

Kitab Mazmur 26:6-12 

 349 

 lagi dan dimampukan untuk berbuat lebih banyak kebaik-

an, demikian pula dengan orang-orang jahat, bila berga-

bung, mereka pun menjadi lebih jahat lagi dan melakukan 

lebih banyak kejahatan. Di dalam semuanya ini Daud me-

lambangkan Kristus. Sekalipun menerima para pendosa 

dan makan bersama dengan mereka untuk mengarahkan 

mereka supaya berbuat baik, Kristus tetap kudus, tidak 

ternoda atau tercemar, dan tetap terpisah dari pada pen-

dosa, terutama dari kaum Farisi, orang-orang munafik itu. 

Daud juga merupakan teladan bagi orang-orang Kristen, 

yaitu saat mereka menyatukan diri mereka kepada Kristus, 

untuk memberi diri supaya diselamatkan dari angkatan 

yang jahat ini (Kis. 2:40).  

Kesukaan akan Ketetapan-ketetapan Ilahi 

(26:6-12) 

6 Aku membasuh tanganku tanda tak bersalah, lalu berjalan mengelilingi 

mezbah-Mu, ya TUHAN, 7 sambil memperdengarkan nyanyian syartikel  r dengan 

nyaring, dan menceritakan segala perbuatan-Mu yang ajaib. 8 TUHAN, aku 

cinta pada rumah kediaman-Mu dan pada tempat kemuliaan-Mu bersema-

yam. 9 Janganlah mencabut nyawaku bersama-sama orang berdosa, atau 

hidupku bersama-sama orang penumpah darah, 10 yang pada tangannya me-

lekat perbuatan mesum, dan yang tangan kanannya menerima suapan. 11 

Tetapi aku ini hidup dalam ketulusan; bebaskanlah aku dan kasihanilah 

aku. 12 Kakiku berdiri di tanah yang rata; aku mau memuji TUHAN dalam je-

maah. 

Dalam ayat-ayat di atas, 

I. Untuk menambah bukti mengenai ketulusannya, Daud menye-

butkan betapa dengan tulus ia sangat mengasihi ketetapan-kete-

tapan Allah dan sungguh-sungguh memeliharanya, dan betapa 

hatinya bersuka dengan semua ketetapan itu. Orang-orang muna-

fik dan para penipu mungkin saja didapati sedang menjalankan 

ketetapan-ketetapan Allah, seperti orang Farisi sombong itu, yang 

datang ke Bait Allah untuk berdoa bersama-sama dengan seorang 

pemungut cukai yang sudah bertobat. Akan tetapi, tanda ketulus-

an yang sejati yaitu   jika kita menaati ketetapan-ketetapan Allah 

sebagaimana yang dituturkan Daud di sini (ay. 6-8). 


 350

1.  Dia begitu berhati-hati dan mawas diri di dalam persiapannya 

untuk menjalankan ketetapan-ketetapan yang kudus: Aku 

membasuh tanganku tanda tak bersalah. Dia tidak saja men-

jauhi diri dari perkumpulan para pendosa, tetapi juga menjaga 

dirinya supaya tetap bersih dari kecemaran dosa. Dan hal ini 

dilakukannya dengan mata tetap terarah ke Mezbah Allah tem-

pat dia berkumpul bersama jemaat lain. “Aku akan membasuh 

diri, dan dalam keadaan seperti itulah aku hendak mengham-

piri mezbah, sebab aku tahu aku tidak akan diterima jika 

tidak membasuh diriku terlebih dahulu.” Ini seperti yang dise-

but dalam 1 Korintus 11:28, “hendaklah tiap-tiap orang meng-

uji dirinya sendiri dan baru sesudah itu ia makan, supaya de-

ngan begitu setiap orang harus bersiap.” Hal ini menunjukkan,  

(1)  Persiapan yang sudah menjadi kebiasaan: “Aku membasuh 

tanganku tanda tak bersalah. Aku akan berhati-hati men-

jaga diriku dari segala dosa dan mempertahankan kesucian 

hati nuraniku dari segala perbuatan jahat yang dapat men-

cemarinya dan yang dapat menghalangiku untuk mendekat 

kepada Allah” (24:3-4).  

(2) Persiapan dengan tindakan nyata. Perkataan Daud itu me-

nunjuk pada tata cara pembasuhan tangan yang dilakukan 

para imam saat mereka hendak masuk ke dalam Bait Allah 

untuk bertugas (Kel. 30:20-21). Meskipun Daud bukan se-

orang imam, tetapi, sebagaimana yang harus dilakukan 

oleh setiap penyembah, ia memperhatikan maksud utama 

dari upacara itu. Para imam itu hanya melakukan bayang-

bayangnya saja. Untuk bersungguh-sungguh menyiapkan 

diri kita untuk mengikuti ibadah-ibadah yang benar, kita 

harus membersihkan diri dari dosa ketidaksetiaan atau 

kemunafikan, dan menyatakan ketidakbersalahan kita dari 

semua dosa itu (yang dilambangkan dengan membasuh ta-

ngan [Ul. 21:6]). Dan bukan itu saja, kita juga harus ber-

usaha untuk membersihkan diri dari pelanggaran yang 

mungkin masih tersisa, dengan memperbaharui pertobatan 

kita dan menyegarkan hati nurani kita kembali dengan 

darah Kristus, untuk menyucikan dan mendamaikannya. 

Orang yang telah membasuh diri (yaitu, telah dibenarkan) 

masih perlu membasuh kakinya (Yoh. 13:10), membasuh 

tangannya, sebagai tanda tidak bersalah. Orang yang telah 

Kitab Mazmur 26:6-12 

 351 

bertobat menjadi pene innocens – hampir tidak bersalah. 

Dan orang yang telah diampuni berarti tidak bersalah lagi 

saat itu, dan dosa-dosanya tidak akan dituduhkan ke-

padanya.  

2.  Dia begitu tekun dan bersungguh-sungguh dalam menjalan-

kan ketetapan-ketetapan itu: Aku berjalan mengelilingi mez-

bah-Mu. Hal ini menggambarkan kebiasaan para imam yang 

berjalan mengelilingi mezbah saat korban persembahan tengah 

dipersembahkan, dan mungkin juga orang-orang yang mem-

persembahkan korban ikut melakukan itu dari kejauhan, un-

tuk menandakan rasa hormat terhadap apa yang sedang ber-

langsung dan juga sebagai tanda ketaatan dalam beribadah. 

“Aku akan berjalan mengelilinginya. Aku akan berada di antara 

kumpulan orang yang mengelilinginya, di antara kerumunan 

mereka.” Daud, seorang yang terhormat, seorang yang berha-

sil, seorang pejuang perang, tidak merasa terlalu tinggi untuk 

menghampiri mezbah Allah bersama-sama dengan orang ba-

nyak, dan selalu menyediakan waktu untuk melakukannya.  

Perhatikanlah:  

(1) Semua umat Allah haruslah melayani di mezbah Allah, da-

lam ketaatan akan perintah-Nya dan dengan harapan un-

tuk menyenangkan hati-Nya. Kristus yaitu   mezbah kita, 

yang tidak seperti mezbah di gereja orang Yahudi yang ha-

rus diberi makan oleh mereka. Dia yaitu   altar yang dari-

nya kita justru makan dan memiliki kehidupan (Ibr. 13:10).   

(2) Menyenangkan sekali melihat mezbah Allah dikelilingi oleh 

banyak orang dan kita sendiri juga ada di antara mereka.  

3. Dalam segenap ketaatannya terhadap ketetapan-ketetapan 

Allah, tujuan utama Daud yaitu   memuliakan Allah dan se-

lalu memuji dan memuja-Nya dengan rasa syartikel  r. Dia me-

mandang tempat penyembahan sebagai tempat di mana ke-

muliaan Allah bersemayam (ay. 8), sehingga dia bertekun di 

dalamnya untuk menghormati Allah dan memberi-Nya kemu-

liaan yang layak dilayangkan bagi nama-Nya, untuk memper-

dengarkan nyanyian syartikel  rnya dengan nyaring atas segala 

perbuatan Allah yang ajaib. Perbuatan-perbuatan Allah yang 

penuh anugerah, yang layak untuk disyartikel  ri, semuanya me-

rupakan perbuatan yang ajaib, yang layak kita kagumi. Kita 


 352

harus memperdengarkan dan menceritakan semuanya itu 

demi kemuliaan-Nya dan juga supaya orang lain tergerak un-

tuk memuji-Nya. Kita harus melakukannya dengan nyanyian 

syartikel  r sebagaimana orang-orang yang sadar akan kewajiban 

mereka, dengan segala cara, untuk mengakui dengan penuh 

rasa syartikel  r segala kebaikan yang telah kita terima dari Allah.  

4.  Dia melakukan semua itu dengan sukacita, didasari oleh kasih 

sejati terhadap Allah dan segala ketetapan-Nya. Dengan me-

nyinggung semuanya itu, ia pun berseru kepada Allah: “Tuhan, 

Engkau tahu betapa aku cinta pada rumah kediaman-Mu (ay. 

8), kemah suci di mana Engkau berkenan untuk menyatakan 

hadirat-Mu di antara umat-Mu dan menerima penghormatan 

dari mereka, tempat kemuliaan-Mu bersemayam.” sebab   peng-

aniayaan, terkadang Daud terpaksa harus melarikan diri ke 

negeri-negeri yang penuh dengan para penyembah berhala, se-

hingga ia tidak dapat menghadiri mezbah Allah, dan mungkin 

saja para penganiayanya, yang menghalangi ibadahnya itu, 

justru menuduhkan semua itu sebagai kejahatannya (1Sam. 

20:27). “Tetapi, Tuhan,” katanya, “sekalipun aku tidak dapat 

datang ke rumah kediaman-Mu, aku tetap mengasihinya. Hati-

ku ada di sana, dan aku sangat bersusah hati sebab   tidak 

hadir di sana.” Perhatikanlah, semua orang yang benar-benar 

mengasihi Allah juga akan bersungguh-sungguh mengasihi 

ketetapan-ketetapan-Nya, sebab di dalam ketetapan-ketetapan 

itulah Dia menyatakan kehormatan-Nya dan mereka memiliki 

kesempatan untuk menghormati-Nya. Tuhan kita Yesus me-

ngasihi kehormatan Bapa-Nya dan giat memuliakan-Nya. Dia 

cinta akan rumah kediaman-Nya, jemaat-Nya di antara umat 

manusia, mengasihinya dan memberikan nyawa-Nya baginya, 

supaya Dia dapat membangun dan menguduskannya. Orang-

orang yang gemar bersekutu dengan Allah dan suka meng-

hampiri-Nya akan mendapati rumah kediaman-Nya sebagai 

kesukaan yang sejati, bukti yang menyenangkan mengenai ke-

tulusan mereka, dan kebahagiaan mereka yang tidak ada ha-

bis-habisnya.  

II. Setelah mengemukakan bukti-bukti ketulusan hatinya, Daud pun 

berdoa dengan sungguh-sungguh, dengan iman yang penuh ke-

rendahan hati terhadap Allah (seperti yang dimiliki oleh orang-

Kitab Mazmur 26:6-12 

 353 

orang yang hatinya tidak menghakimi mereka), supaya dia tidak 

jatuh ke dalam bencana yang akan menimpa orang jahat (ay. 9-

10). Janganlah mencabut nyawaku bersama-sama orang berdosa. 

Di sini,  

1.  Daud menggambarkan bagaimana dia melihat keadaan para 

pendosa itu. Teramat menyengsarakan. Begitu nestapanya 

sampai-sampai dia bahkan tidak sanggup menghendaki mu-

suh terburuknya pun ada dalam keadaan seperti itu. “Mereka 

yaitu   penumpah darah, yang selalu haus darah dan tertindih 

dengan dosa berdarah. Mereka melakukan kekejian, dan keke-

jaman selalu melumuri tangan mereka. Meskipun mereka da-

pat meloloskan diri dari kejahatan mereka itu (sebab tangan 

kanan mereka menerima suapan yang mereka terima untuk 

memutarbalikkan keadilan), akan tetapi hal itu tidak akan 

membuat perkara mereka menjadi lebih baik, sebab apa guna-

nya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nya-

wanya?”  

2.  Dia takut terseret bersama-sama dengan mereka. Dia tidak 

pernah menyukai mereka ataupun berurusan dengan mereka 

di dunia ini. sebab   itu, dengan penuh iman ia bisa berdoa su-

paya dia tidak bersama-sama dengan orang-orang itu di dunia 

yang lain. Jiwa-jiwa kita sebentar lagi akan dikumpulkan un-

tuk kembali kepada Allah, yang telah mengaruniakan semua 

itu dan akan menariknya kembali (Ayb. 34:14). Jadi, kita ha-

rus peduli apakah jiwa kita nantinya akan dikumpulkan ber-

sama-sama dengan orang-orang kudus ataukah dengan para 

pendosa, apakah akan dibungkus dalam bungkusan tempat 

orang-orang hidup pada TUHAN untuk selamanya (1Sam. 

25:29), ataukah diikat di dalam berkas-berkas lalang yang 

akan  dibakar (Mat. 13:30). Kematian akan menyatukan kita 

dengan orang-orang yang serupa dengan kita, yang bergaul 

dengan kita selama kita hidup, yang kita pilih sebagai teman, 

dan dengan siapa kita memilih untuk ambil bagian. Kepada 

merekalah kematian akan mengumpulkan kita, dan bersama 

merekalah kita harus menanggung bagian kita untuk selama-

lamanya. Bileam hendak mati sebagai orang benar, sedangkan 

Daud takut mati sebagai orang jahat. Jadi, keduanya memiliki 

pikiran yang sama. Dan, jika kita begitu juga dan menjalan-

kannya, maka kita akan berbahagia selamanya. Orang-orang 


 354

yang tidak mau berkumpul dengan para pendosa dalam hura-

hura mereka dan tidak ikut menikmati kesenangan mereka, 

dapat berdoa dengan penuh iman bahwa mereka tidak akan 

menyertai orang-orang seperti itu di dalam kesengsaraan me-

reka, dan tidak akan minum dari cawan mereka, yaitu cawan 

yang membuat gigi mereka bergemeretak.  

III. Daud, dalam keyakinan dan kerendahan hati yang kudus, menye-

rahkan dirinya ke dalam anugerah Allah (ay. 11-12).  

1.  Dia berjanji bahwa dengan anugerah Allah dia akan selalu 

melaksanakan tugasnya dengan setia: “Tetapi aku ini, apa pun 

yang diperbuat orang lain, aku akan tetap hidup dalam ketu-

lusan.” Perhatikanlah, saat hati nurani kita bersaksi bahwa 

kita telah hidup dalam ketulusan, dan kesaksian itu mene-

nangkan hati kita, maka hal itu seharusnya meneguhkan kita 

untuk tetap setia berlaku seperti itu.  

2.  Dia berdoa meminta anugerah ilahi untuk memampukannya 

berlaku seperti itu, dan juga untuk memberinya penghiburan: 

“Bebaskanlah aku dari cengkeraman tangan para musuhku 

dan kasihanilah aku, baik pada waktu hidup maupun saat aku 

mati.” Sekalipun kita harus yakin mengenai ketulusan hati 

kita, kita masih tetap harus mengandalkan belas kasihan 

Allah dan penebusan agung yang telah dikerjakan Kristus itu, 

dengan berdoa meminta keduanya.   

3.  Dia bersuka atas keteguhannya: “Kakiku berdiri di tanah yang 

rata, di mana aku tidak akan tersandung ataupun terjatuh.” 

Ini dikatakannya sebagai seorang yang benar-benar telah ber-

tekad untuk hidup bagi Allah dan dalam kesalehan, dan tidak 

akan goyah oleh godaan-godaan dunia ini. Hatinya tenang te-

guh di dalam Allah dan anugerah-Nya, dan dia tidak akan 

terpengaruh oleh salib dan kesukaran dunia ini.  

4.  Dia menjanjikan kepada dirinya sendiri bahwa dia masih akan 

mendapat kesempatan untuk memuji Tuhan, bahwa dia akan 

selalu diperlengkapi dengan alasan untuk memuji Allah, dan 

bahwa hatinya akan selalu melekat dalam puji-pujian itu. Se-

kalipun ia kini mungkin sedang dihalang-halangi untuk ber-

ibadah bersama-sama orang banyak, dia akan mendapatkan 

lagi kesempatan untuk memuji Allah bersama-sama jemaat-

Nya. Siapa membenci perkumpulan orang jahat, akan diper-

Kitab Mazmur 26:6-12 

 355 

satukan dengan perkumpulan orang benar. Ia akan bergabung 

dengan mereka untuk memuji-muji Allah. Memang menye-

nangkan memuji-muji Allah dalam perkumpulan yang baik. 

Lebih banyak orang berkumpul, lebih baik lagi. Lebih terasa 

seperti di sorga. 

  

 

 

 

 

 

 

PASAL  27  

da yang berpendapat bahwa Daud menorehkan mazmur ini 

sebelum dia naik takhta, pada saat dia masih bergelut dengan 

segenap kesukarannya dan mungkin juga saat kematian orangtua-

nya. Akan tetapi, menurut keyakinan orang Yahudi, mazmur ini 

dituliskan saat dia sudah tua, waktu dia diselamatkan secara ajaib 

dari sabetan pedang sang raksasa, pada waktu Abisai menolongnya 

(2Sam. 21:16-17). Saat itu rakyatnya pun memohon dengan sangat 

supaya dia tidak pernah lagi mempertaruhkan nyawanya di medan 

peperangan, kalau tidak padamlah pelita Israel. Tetapi, mungkin juga 

mazmur ini tidak dituliskan untuk merenungkan suatu kejadian ter-

tentu, melainkan merupakan ungkapan rasa bakti dan sembah dari 

jiwa-jiwa yang saleh kepada Allah, yang dipanjatkan di setiap waktu, 

terutama di waktu-waktu kesesakan. Di sini terdapat,  

I. Kebesaran hati dan keberanian kudus dari iman Daud (ay. 

1-3).  

II. Kepuasan yang diperolehnya melalui persekutuan dengan 

Allah dan berkat yang dialaminya dalam persekutuan itu (ay. 

4-6).  

III. Hasratnya akan Allah, akan kebaikan dan anugerah-Nya (ay. 

7-9, 11-12).   

IV. Harapan-harapannya dari Allah dan dorongan yang dia beri-

kan kepada orang lain untuk berharap kepada-Nya juga (ay. 

10, 13-14).  

Semoga hati kita ikut tergugah seperti itu saat menyanyikan maz-

mur ini. 


 358

Keyakinan yang Saleh; Peneguhan di dalam Doa 

(27:1-6) 

Dari Daud. 1 TUHAN yaitu   terangku dan keselamatanku, kepada siapakah 

aku harus takut? TUHAN yaitu   benteng hidupku, terhadap siapakah aku 

harus gemetar? 2 saat   penjahat-penjahat menyerang aku untuk memakan 

dagingku, yakni semua lawanku dan musuhku, mereka sendirilah yang ter-

gelincir dan jatuh. 3 Sekalipun tentara berkemah mengepung aku, tidak takut 

hatiku; sekalipun timbul peperangan melawan aku, dalam hal itu pun aku 

tetap percaya.  4 Satu hal telah kuminta kepada TUHAN, itulah yang kuingini: 

diam di rumah TUHAN seumur hidupku, menyaksikan kemurahan TUHAN 

dan menikmati bait-Nya.5 Sebab Ia melindungi aku dalam pondok-Nya pada 

waktu bahaya; Ia menyembunyikan aku dalam persembunyian di kemah-

Nya, Ia mengangkat aku ke atas gunung batu. 6 Maka sekarang tegaklah ke-

palaku, mengatasi musuhku sekeliling aku; dalam kemah-Nya aku mau 

mempersembahkan korban dengan sorak-sorai; aku mau menyanyi dan ber-

mazmur bagi TUHAN. 

Kita bisa amati di sini, 

I. Betapa dengan iman yang begitu hidup Daud menyerukan keme-

nangan di dalam Allah. Ia bersorak-sorai di dalam nama-Nya yang 

kudus, dan akan bagian yang ia miliki di dalam Dia.  

1. TUHAN yaitu   terangku. Para pengikut Daud memanggilnya 

sebagai pelita Israel (2Sam. 21:17, TL). Dan dia memang terang 

yang bersinar menyala-nyala. Akan tetapi, dia mengakui bah-

wa dia bersinar layaknya bulan, dengan cahaya pinjaman. 

Terang yang disinari Allah ke atas Daud terpantul ke atas 

orang-orangnya: TUHAN yaitu   terangku. Allah yaitu   terang 

bagi umat-Nya, untuk menunjukkan mereka jalan saat mereka 

merasa ragu, untuk menghiburkan dan menyukakan hati me-

reka saat mereka berduka. Di dalam terang-Nyalah mereka 

kini berjalan maju, dan di dalam terang-Nya juga mereka ber-

harap untuk melihat cahaya yang abadi.  

2.  “Dia yaitu   keselamatanku, di dalam Dia Aku aman dan oleh 

Dia aku akan diselamatkan.”  

3.  “Dia yaitu   benteng hidupku, bukan saja pelindung hidupku 

yang selalu terancam, bukan saja telah menjaga aku dari usa-

ha pembunuhan, melainkan juga kekuatan bagi hidupku yang 

rapuh dan lemah. Ia menopangku sehingga aku tidak menjadi 

lesu, tenggelam, dan merana.” Allah, yang merupakan terang 

bagi orang percaya, yaitu   benteng hidupnya. Bukan saja oleh 

Dia, tetapi di dalam Dia orang percaya hidup dan bergerak. 

Jadi, marilah kita menguatkan diri kita di dalam Allah saja. 

Kitab Mazmur 27:1-6 

 359 

II.  Betapa dengan keberanian yang kartikel  h dia meraih kemenangan 

atas musuh-musuhnya. Tidak pernah ada keteguhan iman seperti 

itu. Jika Allah di pihaknya, siapakah yang dapat melawannya? Ke-

pada siapakah aku harus takut? Terhadap siapakah aku harus 

gemetar? Jika Yang Mahakuasa menjadi penjaganya, dia tidak 

punya alasan untuk merasa gentar. Jika dia tahu bahwa dia di-

jaga oleh-Nya, dia tidak perlu merasa takut. Jika Allah menjadi 

terangnya, tidak ada bayangan yang ditakutinya. Jika Allah ada-

lah keselamatannya, dia tidak takut pasukan apa pun. Dia me-

nyerukan kemenangan atas lawan-lawannya yang sudah dikalah-

kan (ay. 2). Musuh-musuhnya menyerang dia untuk memakan da-

gingnya, benar-benar mengincarnya dan merasa yakin akan dapat 

menewaskannya, tetapi mereka jatuh. Bukan “dia memartikel  lnya 

dan mereka pun jatuh,” melainkan “mereka sendirilah yang terge-

lincir dan jatuh.” Mereka begitu kalut dan menjadi lemah sampai 

tidak sanggup terus lagi dengan usaha mereka. Begitu pulalah 

yang menimpa orang-orang yang datang untuk menangkap Kris-

tus. Mereka mundur dan jatuh ke tanah hanya dengan satu kata 

yang keluar dari mulut-Nya (Yoh. 18:6). Kehancuran beberapa 

musuh umat Allah merupakan pertanda akan kekalahan mutlak 

yang akan mereka alami. Dan sebab   itulah, setelah mereka terja-

tuh, Daud pun tidak takut lagi dengan sisanya: “Meskipun jumlah 

mereka amat banyak, pasukan yang besar, meskipun mereka be-

gitu gagah berani dan serangan-serangan mereka mematikan, se-

kalipun mereka berkemah mengepung aku, sebuah pasukan mela-

wan satu orang, sekalipun mereka mengobarkan peperangan me-

lawan aku, tidak takut hatiku.” Pasukan bersenjata tidak akan 

dapat melukai kita jika Tuhan semesta alam melindungi kita. Be-

gitulah, saat aku yakin Allah ada di pihakku, “Aku menjadi per-

caya teguh.”  

Ada dua hal yang ia percayai di sini: 

1.  Bahwa dia akan aman. “Jika Allah yaitu   keselamatanku, Ia 

akan melindungi aku dalam pondok-Nya pada waktu bahaya. 

Dia akan membawaku keluar dari marabahaya dan memam-

pukanku untuk tidak takut terhadapnya.” Allah tidak saja 

akan menyediakan naungan bagi umat-Nya yang sedang ber-

ada dalam kesesakan (seperti yang Ia lakukan dalam Yeremia 

36:26), Dia sendiri bahkan akan menjadi tempat persembunyi-


 360

an bagi mereka (32:7). Pemeliharaan-Nya mampu menyelamat-

kan mereka. Setidaknya, kasih karunia-Nya akan membuat 

mereka merasa tenang. Nama-Nya yaitu   menara yang kuat, 

yang ke dalamnya mereka dapat berlari masuk dengan iman 

(Ams. 18:10). “Dia menyembunyikan aku, bukan di kubu-kubu 

gunung di En-gedi (1Sam. 24:1), melainkan dalam persembu-

nyian di kemah-Nya.” Hadirat Allah yang penuh damai, kuasa-

Nya, janji-Nya, kesediaan-Nya dalam mendengarkan doa, ke-

saksian Roh-Nya di dalam hati umat-Nya – semuanya ini me-

rupakan persembunyian di kemah-Nya, dan di dalam semua-

nya ini orang-orang kudus mendapatkan jaminan keselamatan 

dan ketenangan pikiran di mana mereka dapat berdiam de-

ngan nyaman di dalamnya. Itulah yang mengangkat mereka ke 

atas gunung batu yang tidak akan terperosok. Gunung batu 

yang menjadi dasar teguh bagi pengharapan mereka. Bahkan, 

mereka akan diangkat ke atas gunung batu yang tinggi, di 

mana ombak yang menggulung dari lautan yang bergejolak 

tidak akan dapat menyentuh mereka. Tempat itu merupakan 

gunung batu yang terlalu tinggi bagi kita (61:3).  

2. Bahwa dia akan berkemenangan (ay. 6): “Maka sekarang te-

gaklah kepalaku mengatasi musuhku. Mereka bukan saja tidak 

dapat melukaiku dengan anak panah mereka, tetapi aku bah-

kan ditinggikan untuk menguasai mereka.” Dengan iman akan 

janji Allah, di sini Daud sudah bersorak-sorai sebelum datang 

kemenangan itu. Ia amat yakin akan mendapatkan kehormat-

annya dan sekaligus mahkotanya, seakan-akan ia sendiri su-

dah memakainya di kepalanya.   

III. Dengan penuh kesungguhan ia berdoa agar dia bisa bersekutu te-

rus dengan Allah di dalam ibadah-ibadah kudus (ay. 4). Keyakin-

annya di dalam Allah bertambah-tambah sebab dia sadar betapa 

ia sungguh mengasihi Allah dan ketetapan-ketetapan-Nya. Ia se-

makin yakin terhadap Allah sebab   dia tahu betul dia sungguh-

sungguh menjalankan kewajiban ibadahnya kepada Allah dan 

terus berusaha mengenal Allah dengan lebih dekat lagi. Jika hati 

kita dapat bersaksi bahwa kita mengasihi Allah lebih dari segala-

nya, itu dapat mendorong kita untuk bergantung kepada-Nya. Ke-

saksian hati kita itu merupakan tanda bahwa kita termasuk seba-

gai salah satu dari orang-orang yang dilindungi-Nya sebagai kepu-

Kitab Mazmur 27:1-6 

 361 

nyaan-Nya. Atau kita bisa menjelaskannya demikian: Daud ingin 

berdiam di rumah Tuhan supaya di sana dia aman dari kepungan 

para musuh. Saat mendapati dirinya dikelilingi oleh pasukan yang 

mengancam nyawanya, dia tidak lantas berkata, “Satu hal telah 

kuminta, demi keselamatan nyawaku, agar pasukanku bertambah 

banyak,” atau supaya aku dapat menguasai kota itu atau benteng 

ini, melainkan “supaya aku dapat  diam di rumah TUHAN, dan 

aku akan baik-baik saja.” 

Perhatikanlah: 

1.  Apa yang diinginkannya – diam di rumah Tuhan. Para imam 

tinggal di pelataran rumah Allah, dan Daud berharap dia juga 

merupakan salah satu dari mereka. Berbeda dengan sebagian 

orang yang meremehkan hamba-hamba Allah, salah seorang 

raja yang terhebat dan terbaik malah ingin ambil bagian di da-

lam jabatan itu dan tinggal di antara mereka. Atau lebih tepat 

lagi, dia ingin supaya dia selalu tekun dan rajin menghadiri 

ibadah bersama-sama orang Israel lainnya yang setia, sesuai 

dengan kewajiban yang harus ditunaikan setiap hari. Dia rin-

du untuk melihat akhir dari peperangan yang kini tengah ia 

geluti, bukan supaya dia dapat hidup dengan nyaman di da-

lam istananya, tetapi supaya dia bebas dan leluasa menghadiri 

ibadah di pelataran Allah. Demikian jugalah Hizkia, anak 

Daud yang sesungguh-sungguhnya, ingin kesehatannya pulih 

bukan supaya dia dapat bangkit ke singgasana untuk meng-

hakimi, melainkan supaya dia dapat pergi ke rumah Tuhan 

(Yes. 38:22). Perhatikanlah, semua anak-anak Allah ingin diam 

di rumah Allah, sebab di mana lagi mereka harus tinggal? Di 

sana mereka tidak menginap seperti seorang pelancong yang 

hanya singgah semalam saja, atau untuk sementara waktu 

seperti seorang hamba yang tidak selamanya tinggal di sebuah 

rumah, melainkan untuk diam di sana seumur hidup mereka. 

Sebab, di sanalah Sang Anak tinggal selamanya. Berharapkah 

kita bahwa memuji-muji Allah itu merupakan berkat untuk 

kekekalan kita? Tentu saja, jika kita mau memuji-muji Dia se-

panjang waktu hidup kita.   

2.  Betapa sungguh-sungguhnya dia menginginkan hal itu: “Inilah 

satu hal yang telah kuminta kepada Tuhan dan yang kuingini.” 

Jika dia hanya diberi kesempatan untuk meminta satu hal 


 362

saja kepada Allah, maka itulah yang dimintanya, sebab hanya 

itulah yang ada di hatinya melebihi segalanya. Itulah sesuatu 

yang baik yang diingininya. Dia memintanya kepada Tuhan 

sebagai karunia dan tanda perkenan-Nya. Begitu keinginannya 

sudah terpatri, bahwa inilah yang paling ia perlukan, dia pun 

mencari-carinya. Dia terus mendoakannya dan berusaha se-

bisa mungkin supaya dia bisa memperoleh keleluasaan dan 

kesempatan untuk diam di rumah Tuhan. Perhatikanlah, 

orang-orang yang begitu menginginkan persekutuan dengan 

Allah akan berusaha dengan tekun untuk selalu mencarinya 

(Ams. 18:1). 

3.  Apa yang ada di dalam hatinya dengan keinginannya itu. Dia 

ingin diam di rumah Allah bukan sebab   banyaknya kesenang-

an yang tersedia di sana, dalam pesta-pesta persembahan kor-

ban, juga bukan sebab   musik atau nyanyian merdu yang ada 

di sana, melainkan untuk menyaksikan kemurahan TUHAN 

dan menikmati bait-Nya. Dia ingin berada di pelataran Allah,  

(1) Supaya dia dapat memperoleh kesenangan dalam mere-

nungkan tentang Allah. Dia tahu sesuatu mengenai kemu-

rahan Tuhan itu (KJV: keindahan Tuhan), ada sesuatu yang 

sungguh luar biasa mengagumkan dan sempurna menge-

nai keberadaan ilahi itu. Kesucian-Nya yaitu   perhiasan-

Nya (110:3), kebaikan-Nya merupakan keindahan-Nya (Za. 

9:17). Keselarasan semua sifat-sifat-Nya itu merupakan 

keindahan kodrat-Nya. Kita dapat memandang keindahan-

Nya itu dengan mata iman dan kasih yang kudus. Dan se-

makin kita memandang, semakin terasa menyenangkan 

dan mengagumkan segala yang di dalamnya. Seperti apa 

sebenarnya pemandangan keindahan atau kemurahan 

Tuhan yang diidam-idamkan Daud itu? Yaitu, bila kita me-

renungkan keagungan Allah yang penuh kemuliaan itu de-

ngan pikiran khidmat dan kasih kudus yang menyala-nya-

la, serta menyukakan diri kita dengan tanda-tanda kasih-

Nya yang istimewa bagi kita. Dan semua bisa didapati di 

dalam ketetapan-ketetapan-Nya, sebab di dalamnyalah Dia 

menyatakan diri-Nya.   

(2) Supaya dia dapat dipuaskan dengan bimbingan untuk me-

laksanakan kewajibannya. sebab   itulah dia hendak menik-

Kitab Mazmur 27:1-6 

 363 

mati bait Allah. Tuhan, apa yang Kauinginkan supaya aku 

perbuat?  

Demi kedua hal di atas itulah dia menginginkan satu hal, 

yaitu berdiam di rumah Tuhan seumur hidupnya. Sebab, berba-

hagialah orang-orang yang melakukannya. Mereka akan terus-

menerus memuji-muji Dia (84:5), baik berbicara kepada-Nya 

maupun mendengarkan-Nya. Sikap Maria yang duduk di kaki 

Kristus untuk mendengarkan-Nya disebut Kristus sebagai satu 

hal yang diperlukan, dan bagian yang terbaik.   

4.  Keuntungan apa yang ia incar dengan keinginannya itu. Jika 

dia mendapat tempat di rumah Allah,  

(1)  Di sana dia pasti akan merasa tenang dan nyaman: di sana 

kesusahan tidak akan menemukan dia, sebab   dia akan 

tersembunyi baik-baik. Di sana kesusahan tidak akan 

mampu menggapainya, sebab dia akan diangkat tinggi-

tinggi (ay. 5). Yoas, salah seorang keturunan Daud, disem-

bunyikan di rumah Tuhan selama enam tahun, di sana dia 

bukan saja terlindung dari pedang, tetapi juga dijagai hing-

ga mencapai takhta (2Raj. 11:3). Bait Suci dianggap tempat 

yang aman bagi Nehemia untuk menyingkir (Neh. 6:10). 

Akan tetapi, perlu diingat bahwa keselamatan orang-orang 

percaya bukan terletak pada tembok-tembok Bait Suci, me-

lainkan di dalam Allah yang mendiami Bait Suci itu, dan 

penghiburan mereka terletak di dalam persekutuan dengan 

Dia.   

(2)  Di sana dia akan bergembira dan bersukaria: di sana dia 

hendak mempersembahkan korban dengan sorak-sorai (ay. 

6), sebab sukacita mengerjakan pekerjaan Allah yaitu   im-

balan bagi kita. Di sanalah dia mau menyanyi dan bermaz-

mur bagi Tuhan. Perhatikanlah, apa yang menyenangkan 

kita haruslah menjadi alasan untuk menaikkan puji-puji-

an. Dan, saat kita datang kepada Allah dalam ibadah suci, 

kita harus datang dengan segala sukacita dan puji-pujian. 

Kita harus bernyanyi bagi kemuliaan Allah, dan saat Allah 

mengangkat kita melampaui musuh-musuh kita, kita ha-

ruslah meninggikan-Nya melalui puji-pujian. Tetapi syartikel  r 

bagi Allah, yang selalu membawa kami di jalan kemenang-

an-Nya (2Kor. 2:14). 


 364

Keyakinan akan Kebaikan Ilahi 

(27:7-14) 

7 Dengarlah, TUHAN, seruan yang kusampaikan, kasihanilah aku dan jawab-

lah aku! 8 Hatiku mengikuti firman-Mu: “Carilah wajah-Ku”; maka wajah-Mu 

kucari, ya TUHAN. 9 Janganlah menyembunyikan wajah-Mu kepadaku, ja-

nganlah menolak hamba-Mu ini dengan murka; Engkaulah pertolonganku, 

janganlah membuang aku dan janganlah meninggalkan aku, ya Allah penye-

lamatku! 10 Sekalipun ayahku dan ibartikel   meninggalkan aku, namun TUHAN 

menyambut aku. 11 Tunjukkanlah jalan-Mu kepadaku, ya TUHAN, dan tun-

tunlah aku di jalan yang rata oleh sebab seterartikel  . 12 Janganlah menyerah-

kan aku kepada nafsu lawanku, sebab telah bangkit menyerang aku saksi-

saksi dusta, dan orang-orang yang bernafaskan kelaliman. 13 Sesungguhnya, 

aku percaya akan melihat kebaikan TUHAN di negeri orang-orang yang hi-

dup! 14 Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nanti-

kanlah TUHAN! 

Dalam ayat-ayat di atas, Daud mengungkapkan, 

I.  Hasratnya terhadap Allah, melalui banyak permohonan. Jika ia 

tidak bisa pergi ke rumah Tuhan, dia masih tetap dapat menemu-

kan cara untuk menghampiri takhta kasih karunia melalui doa, di 

mana pun dia berada. 

1. Dengan kerendahan hati dia berseru, sebab dia sungguh-

sungguh yakin bahwa dia akan didengarkan: “Dengarlah kira-

nya, ya Tuhan, akan doaku, bukan hanya dengan segenap 

hatiku sebagaimana orang yang begitu bersungguh-sungguh, 

tetapi juga dengan seruanku.” Dia juga meminta jawaban 

damai sejahtera, yang dia nanti-nantikan bukan sebab   jasa 

yang telah dibuatnya, melainkan sebab   kebaikan Allah: Ka-

sihanilah aku dan jawablah aku (ay. 7). Jika kita berdoa dan 

percaya, Allah sungguh berkenan untuk mendengar dan men-

jawab kita. 

2. Dia menyambut undangan Allah yang telah berbaik hati me-

manggilnya untuk melaksanakan kewajiban ini (ay. 8). Gega-

bah sekali jika kita menghampiri hadirat Raja dari segala raja 

tanpa dipanggil oleh-Nya terlebih dahulu. Kita pun tidak akan 

bisa mendekat dengan penuh keyakinan kecuali Dia mengulur-

kan tongkat emas-Nya kepada kita. sebab   itulah, saat   hen-

dak berdoa, Daud mengarahkan pikirannya kepada panggilan 

yang diberikan Allah kepadanya untuk datang menghampiri 

takhta kasih karunia-Nya, dan, seolah-olah, dengan penuh 

hormat dia menyentuh ujung tongkat emas yang diulurkan ke-

Kitab Mazmur 27:7-14 

 365 

padanya itu. Hatiku berkata kepada-Mu (begitulah teks aslinya 

diawali) atau mengenai Engkau, Carilah wajah-Ku. Pertama-

tama dia merenung-renungkan panggilan Allah itu, dan kemu-

dian mengajarkan atau mengkhotbahkannya kembali kepada 

dirinya sendiri (dan ini khotbah yang terbaik, yaitu mende-

ngarkan dua kali apa yang dikatakan Allah sekali): Engkau 

berkata (begitulah bisa ditambahkan) Carilah wajah-Ku. Baru 

setelah itu dia kembali lagi kepada apa yang telah ia renung-

kan dengan begitu sungguh-sungguh, melalui tekad yang ku-

dus, yaitu, wajah-Mu kucari, ya TUHAN.  

Perhatikanlah di sini:  

(1) Inti sejati dari penyembahan rohani, yaitu mencari wajah 

Allah. Inilah yang merupakan perintah Allah: Carilah wa-

jah-Ku. Dia ingin supaya kita bersungguh-sungguh men-

cari-Nya dan menjadikan perkenan-Nya sebagai kebaikan 

utama yang kita cari. Dan inilah tujuan dan hasrat dari 

para orang kudus: “Wajah-Mu kucari, ya TUHAN, dan aku 

tidak akan puas sampai menemukannya.” Tangan-Nya 

yang terbuka berkenan mengenyangkan segala yang hidup 

(145:16), tetapi hanya sinar wajah-Nyalah yang akan dapat 

memuaskan hasrat jiwa yang hidup (4:6-7).  

(2) Undangan manis dari Allah yang penuh kasih karunia un-

tuk menjalankan tugas ini: Engkau berkata, Carilah wajah-

Ku. Perkataan ini bukan hanya menyatakan izin, tetapi 

juga perintah. Dan perintah-Nya supaya kita mencari me-

nyiratkan janji bahwa kita akan menemukan, sebab Ia 

tidak akan tega untuk berkata, Carilah Aku dengan sia-sia. 

Allah memanggil kita untuk mencari wajah-Nya di dalam 

percakapan kita kepada dan dengan-Nya. Dia memanggil 

kita melalui bisikan Roh-Nya kepada dan dengan roh kita, 

supaya kita mencari wajah-Nya. Dia memanggil kita mela-

lui firman-Nya, melalui kesempatan yang Ia berikan kepada 

kita untuk menyembah-Nya, dan melalui pemeliharaan-Nya 

yang istimewa, penuh belas kasihan dan terkadang meli-

batkan kesukaran. Saat dengan bodohnya kita berpaling 

kepada kesia-siaan, Allah, oleh sebab   kasih-Nya kepada 

kita, memanggil kita untuk mencari belas kasihan di dalam 

diri-Nya.  


 366

(3) Kesiapan jiwa yang saleh untuk menanggapi undangan 

yang manis itu. Panggilan itu dijawab dengan segera: Hati-

ku menjawab, wajah-Mu kucari, ya TUHAN. Panggilan itu 

ditujukan bagi semua orang: Carilah wajah-Ku. Namun, 

seperti halnya Daud, kita harus menerapkannya kepada 

diri kita masing-masing, Aku akan mencarinya. Perkataan 

itu tidak akan berguna bagi kita jika kita hanya menerus-

kannya kepada orang lain sementara kita sendiri tidak 

menerima seruan tersebut. Panggilan itu berbunyi, Carilah 

wajah-Ku, sedangkan jawabannya tegas, wajah-Mu kucari, 

ya TUHAN, seperti dalam Yeremia 3:22, Inilah kami, kami 

datang kepada-Mu. Hati yang saleh selalu siap menggaung-

kan panggilan dari Allah yang rahmani, sebab hati itu telah 

dibuat bersedia pada hari yang telah ditentukan oleh kua-

sa-Nya.   

3. Daud sangat terperinci dalam menyebut permohonan-permo-

honannya, 

(1) Untuk mendapatkan perkenan Allah, supaya dia tidak 

ditolak oleh Allah (ay. 9): “Wajah-Mu kucari, ya TUHAN, da-

lam ketaatan akan perintah-Mu. sebab   itu, Janganlah me-

nyembunyikan wajah-Mu kepadaku. Jangan pernah mem-

biarkan aku berkekurangan akan kebaikan-Mu yang meng-

hidupkan itu. Janganlah menolak hamba-Mu ini dengan 

murka.” Dia mengakui bahwa dia patut dimurkai oleh  

Allah, tetapi dia meminta, Allah boleh menghajarnya, tetapi 

jangan membuang dia dari hadirat-Nya. Sebab, berada di 

luar hadirat Allah sama saja dengan neraka.  

(2) Supaya hadirat Allah selalu bersamanya: “Engkaulah per-

tolonganku selama ini, dan Engkau yaitu   Allah penyela-

matku. sebab   itu, ke mana lagi aku harus pergi selain 

kepada-Mu? Janganlah membuang aku dan janganlah me-

ninggalkan aku. Janganlah menarik kembali kuat kuasa-

Mu dariku, sebab aku tidak berdaya tanpanya. Janganlah 

mengambil tanda kehendak baik-Mu dariku, sebab aku 

akan menjadi resah tanpanya.”  

(3) Untuk mendapatkan kebaikan bimbingan ilahi (ay. 11): 

“Tunjukkanlah jalan-Mu kepadaku, ya TUHAN! Buatlah aku 

mengerti akan makna pemeliharaan-Mu bagiku dan jadi-

Kitab Mazmur 27:7-14 

 367 

kan semuanya jelas di mataku. Buatlah aku mengerti akan 

kewajibanku di dalam setiap perkara yang membuatku 

ragu, supaya aku tidak melakukan kesalahan di dalamnya, 

melainkan dapat berjalan lurus, dan supaya aku tidak me-

lakukannya dengan keragu-raguan, melainkan berjalan de-

ngan penuh keyakinan.” Bukan cara, melainkan kejelasan 

(yaitu kejujuran) yang akan mengarahkan dan memelihara 

kita dalam melaksanakan kewajiban kita. Dia meminta su-

paya dia dituntun di jalan yang rata oleh sebab seterunya, 

atau (sebagaimana disebutkan dalam tafsiran tambahan) 

para pengintainya. Para seterunya mengamat-amati dia 

supaya mereka dapat memperoleh kesempatan untuk me-

nyerangnya saat dia sedang lengah. Saul pun memandang 

Daud dengan iri hati (1Sam. 18:9). Hal itu mendorong 

Daud untuk berdoa, “Tuhan, tuntunlah aku di jalan yang 

rata, supaya mereka tidak akan mendapati sesuatu yang 

buruk atau terlihat buruk yang dapat mereka pakai untuk 

menuduhku.”  

(4)  Supaya mendapatkan kebaikan perlindungan ilahi (ay. 12): 

“Janganlah menyerahkan aku kepada nafsu lawanku. 

Tuhan, jangan biarkan mereka mendapatkan apa yang me-

reka cari, sebab mereka berikhtiar untuk mengincar nya-

waku, dan aku tidak dapat melindungi diriku sendiri dari 

mereka, selain dengan kuasa yang Engkau miliki atas hati 

nurani mereka. Sebab, telah bangkit menyerang aku saksi-

saksi dusta, yang menginginkan lebih dari nama baik atau 

harta kekayaanku, sebab mereka bernafaskan kelaliman. 

Mereka mengincar darah, darah yang sangat berharga, dan 

mereka amat haus akan itu.”  Di sini, Daud melambangkan 

Kristus, sebab saksi-saksi dusta bangkit melawan Dia, dan 

mereka memang bernafaskan kelaliman. Akan tetapi, seka-

lipun Dia diserahkan ke dalam cengkeraman tangan jahat 

mereka, Dia tidaklah diserahkan kepada nafsu mereka, se-

bab mereka tidak dapat mencegah Dia ditinggikan.  

II.  Dia mengungkapkan ketergantungannya kepada Allah, 

1. Bahwa Dia akan menolong dan menyokongnya pada saat per-

tolongan dan sokongan lain mengecewakannya (ay. 10): “Seka-

lipun ayahku dan ibartikel   meninggalkan aku, yaitu kawan-kawan 


 368

yang paling dekat dan paling kukasihi di dunia ini, dari siapa 

seharusnya aku mengharapkan dan layak mendapatkan kele-

gaan sepenuh-penuhnya, saat mereka meninggal, atau berada 

jauh dariku, atau tidak mampu menolongku pada saat aku 

membutuhkan, atau tidak bersikap baik dan tidak memeduli-

kanku serta tidak akan menolong aku, saat aku tidak berdaya 

sebagimana seorang anak yatim piatu malang yang ditinggal-

kan tanpa ayah ibu, aku tetap tahu bahwa TUHAN menyambut 

aku, seperti seekor domba malang yang tersesat digendong dan 

diselamatkan dari kebinasaan.” Dia biasanya datang menolong 

orang-orang yang percaya kepada-Nya saat semua pertolongan 

lain telah gagal, saat pertolongan-Nya benar-benar mendatang-

kan kemuliaan setinggi-tingginya bagi-Nya dan juga memberi 

penghiburan sepenuh-penuhnya bagi mereka. Pada-Mu anak 

piatu boleh mendapat belas kasihan. Janji ini telah sering dipe-

nuhi dengan saksama. Anak-anak yatim piatu yang diabaikan 

telah banyak dipelihara di dalam Pemeliharaan ilahi yang 

memberi mereka penghiburan dan kawan-kawan dengan cara 

yang sama sekali tidak pernah diduga orang. Allah yaitu   ka-

wan yang lebih baik dan lebih setia dibandingkan dengan 

orangtua kita di dunia ini.  

2.  Bahwa pada waktu yang tepat ia akan melihat kebaikan Allah 

dinyatakan (ay. 13). Dia percaya bahwa dia akan melihat ke-

baikan TUHAN di negeri orang-orang yang hidup. Jika tidak, 

dia pasti sudah terbenam dalam kesukaran-kesukarannya. 

Bahkan orang kudus yang tersaleh sekalipun tidak mustahil 

merasa lemah saat kesukaran-kesukaran terus-menerus me-

nerjang. Roh mereka kelabakan, dan tubuh serta hati mereka 

menjadi takut. Tetapi pada saat itulah iman menjadi andalan. 

Iman mencegah mereka dari rasa putus asa saat memikul 

beban berat. Iman terus mendorong mereka untuk tetap ber-

harap, berdoa, menanti, dan mengingatkan mereka akan ke-

baikan-kebaikan Allah dan membuat mereka tetap bersuka-

cita. Akan tetapi, keyakinan seperti apa yang menyokong Daud 

sehingga dia tidak menjadi lemah? – bahwa dia akan melihat 

kebaikan TUHAN, yang saat itu terlihat begitu jauh darinya. 

Orang-orang yang berjalan dengan iman akan kebaikan Tu-

han, pada waktunya akan berjalan di dalam pengharapan 

Kitab Mazmur 27:7-14 

 369 

untuk melihat kebaikan itu. Inilah yang diharapkan akan di-

lihat Daud di negeri orang-orang yang hidup, yaitu,  

(1) Di dunia ini, dia akan menang melawan kesukaran-kesu-

karannya dan tidak akan binasa di dalam semua itu. Peng-

hiburannya bukan sebab   dia akan melihat negeri orang-

orang yang hidup, melainkan sebab   dia akan melihat 

kebaikan Allah di tempat itu. Sebab, itulah penghiburan 

sejati bagi jiwa yang saleh, penghiburan yang melebihi se-

gala penghiburan yang bisa dirasakan segala ciptaan. 

(2)  Di tanah Kanaan dan di Yerusalem, di mana para nabi  

berada. Dibandingkan dengan orang-orang kafir yang tidak 

mengenal Allah, tanah Israel dapat disebut sebagai negeri 

orang-orang yang hidup. Di sanalah Allah dikenal, dan di 

sana jugalah Daud berharap untuk melihat kebaikan-Nya 

(2Sam. 15:25-26). Atau,  

(3) Di sorga. Hanya sorga sajalah yang dapat benar-benar dise-

but sebagai negeri orang-orang yang hidup, di mana tidak 

ada lagi kematian. Bumi ini merupakan negeri orang-orang 

yang akan mati. Tidak ada apa pun yang dapat menguat-

kan kita sehingga tidak menjadi lemah di bawah tekanan 

bencana di dunia saat ini selain daripada pengharapan 

iman akan kehidupan yang kekal, yang di dalamnya kita 

melihat kemuliaan dan merasakan kesenangan akan da-

tang.   

3. Bahwa sementara itu, dia akan dikuatkan supaya mampu me-

mikul segenap bebannya (ay. 14). Apakah dia mengatakannya 

kepada dirinya sendiri atau kepada kawan-kawannya, intinya 

hanya satu. Inilah yang membesarkan hatinya: Dia akan me-

nguatkan hatimu, akan meneguhkan rohmu, dan rohmu itu 

akan menahan segala kesukaran. Di dalam kekuatan itu,  

(1) Tetaplah dekat kepada Allah dan setialah melakukan tu-

gasmu. Nantikanlah Tuhan dengan iman, dan doa, dan de-

ngan penyerahan diri kepada kehendak-Nya dengan penuh 

kerendahan hati. Ya, nantikanlah TUHAN. Apa pun yang 

kauperbuat, bertumbuhlah dalam mengikuti Allah.  

(2) Teguhkanlah rohmu di tengah-tengah marabahaya dan ke-

sukaran yang besar: Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu. 

Tabahkanlah hatimu dengan tetap mempercayai Allah. 


 370

Biarlah pikiranmu selalu terpusat kepada-Nya, dan jangan-

lah membiarkan apa pun juga membuatmu goyah. Orang-

orang yang menanti-nantikan Tuhan pasti berdiri teguh. 

PASAL  28  

agian awal mazmur ini berisi doa seorang pejuang kudus yang 

sedang ada dalam kesesakan (ay. 1-3), yang ditambahi dengan 

gambaran malapetaka yang akan menimpa musuh-musuh Allah yang 

keji (ay. 4-5). Sedangkan bagian akhir mazmur ini merupakan ucap-

an syartikel  r seorang kudus yang menang dan diselamatkan dari kese-

sakannya (ay. 6-8). Ditambahkan ke situ juga sebuah doa nubuatan 

bagi semua umat Allah yang setia (ay. 9). sebab   itu, sukar untuk 

mengira-ngira dalam kondisi manakah dari kedua keadaan tersebut 

Daud berada saat   dia menuliskan mazmur ini. Beberapa orang ber-

pendapat bahwa saat itu dia sedang mengalami kesulitan dan men-

cari Allah, tetapi pada saat yang bersamaan dia juga bersiap untuk 

memuji-Nya sebab   keselamatan yang akan dia terima dari-Nya, dan 

dengan iman dia mengucapkan syartikel  r kepada-Nya atas hal itu, sebe-

lum keselamatan itu benar-benar terjadi. Sebagian orang lainnya lagi 

berpikir bahwa saat menuliskan mazmur ini dia telah mengalami ke-

menangan, jadi sekarang dia mengingat dan mencatatkan doa-doa 

yang telah dia panjatkan pada saat dia ada dalam kesulitan, demi ke-

baikan dirinya sendiri dan juga orang lain, sebab belas kasihan tera-

sa lebih manis saat tampil sebagai jawaban doa-doa.   

Doa Memohon Keselamatan 

(28:1-5) 

Dari Daud. 1 Kepada-Mu, ya TUHAN, gunung batartikel  , aku berseru, janganlah 

berdiam diri terhadap aku, sebab, jika Engkau tetap membisu terhadap aku, 

aku menjadi seperti orang yang turun ke dalam liang kubur. 2 Dengarkanlah 

suara permohonanku, apabila aku berteriak kepada-Mu minta tolong, dan 

mengangkat tanganku ke arah tempat-Mu yang maha kudus. 3 Janganlah 

menyeret aku bersama-sama dengan orang fasik ataupun dengan orang yang 

melakukan kejahatan, yang ramah dengan teman-temannya, tetapi yang 


 372

hatinya penuh kejahatan. 4 Ganjarilah mereka menurut perbuatan mereka 

dan menurut kelakuan mereka yang jahat; ganjarilah mereka setimpal de-

ngan perbuatan tangan mereka, balaslah kepada mereka apa yang mereka 

lakukan. 5 sebab   mereka tidak mengindahkan pekerjaan TUHAN dan per-

buatan tangan-Nya; Ia akan menjatuhkan mereka dan tidak membangunkan 

mereka lagi. 

Dalam ayat-ayat di atas, Daud begitu sungguh-sungguh di dalam 

doanya.  

I.  Dia berdoa supaya Allah berbelas kasihan dengan mendengar dan 

menjawab-Nya, sebab   dalam kesesakannya ia kini berseru ke-

pada-Nya (ay. 1-2). Perhatikan imannya di dalam doa itu: Ya 

TUHAN, gunung batartikel  , yang mencerminkan keyakinannya akan 

kuasa Allah (Dia yaitu   gunung batu) dan ketergantungannya 

kepada kuasa itu: “Dia yaitu   gunung batu yang menjadi dasar 

pengharapanku.” Perhatikanlah kegigihannya dalam doa: “Kepa-

da-Mu aku berseru. Ia bersungguh-sungguh seperti orang yang 

mau tenggelam kalau tidak segera ditolong.” Dan kini perhatikan-

lah betapa menuntutnya dia dalam meminta jawaban: “Janganlah 

berdiam diri terhadap aku, seperti seorang yang murka terhadap 

doa-doaku (80:5). Tuhan, bicaralah kepadaku, jawablah aku 

dengan kata-kata yang ramah dan yang menghiburkan (Za. 1:13). 

Sekalipun hal yang kudoakan belum dikabulkan, tetapi biarlah 

Allah menyampaikan perkataan sukacita dan kegembiraan kepa-

daku dan memampukanku untuk mendengar semua itu. Tuhan, 

bicaralah kepadaku sebagai jawaban atas doa-doaku. Belalah per-

karaku, perintahkan keselamatan bagiku, dan dengan begitu Eng-

kau telah  mendengar dan menjawab suara permohonanku.” Ada 

dua hal yang ia serukan di sini:  

1.  Keputusasaan menyedihkan yang akan dia rasakan jika Allah 

tidak menghiraukanya: “Jika Engkau tetap membisu terhadap 

aku, dan jika aku tidak memperoleh tanda-tanda kebaikan-

Mu, maka aku menjadi seperti orang yang turun ke dalam liang 

kubur (yaitu, aku menjadi seperti orang mati, tersesat dan ce-

laka). Jika Allah tidak menjadi kawanku, tidak menampakkan 

diri-Nya kepadaku dan bagiku, maka lenyaplah sudah segala 

pengharapan dan pertolonganku.” Tidak ada lagi yang begitu 

memiriskan dan mematikan bagi jiwa yang saleh selain dari-

pada ketiadaan perkenan Allah dan perasaan akan ketidakse-

nangan-Nya. Aku menjadi seperti orang yang turun ke dalam 

 Kitab Mazmur 28:1-5 

 373 

neraka (begitulah yang dimengerti sebagian orang). Sebab, bu-

kankah yang menjadi kesengsaraan orang-orang yang terku-

tuk yaitu   bahwa Allah membisu terhadap mereka dan menu-

likan telinga-Nya terhadap seruan mereka? Siapa yang takut 

terhadap murka Allah dan melihat seringai-Nya lebih buruk 

daripada kematian, sedikit banyak ia layak dan boleh mengha-

rapkan perkenan Allah.  

2. Pengharapan baik yang Daud miliki, bahwa Allah akan memi-

haknya: Aku mengangkat tanganku ke arah tempat-Mu yang 

mahakudus, yang bukan saja menandakan hasrat yang begitu 

kuat, tetapi juga pengharapan yang sungguh-sungguh untuk 

menerima jawaban penuh damai sejahtera dari tempat itu. 

Tempat mahakudus di dalam tabir di sini, dan juga di bagian-

bagian lain Kitab Suci, disebutkan sebagai orakel. Di sanalah 

terdapat tabut hartikel  m Allah dan tutup pendamaian, di sana-

lah Allah dikatakan bersemayam di antara kedua kerub, dan 

dari sanalah Dia berbicara kepada umat-Nya (Bil. 7:89). Hal ini 

melambangkan Kristus. Kepada Kristuslah kita harus meng-

angkat mata dan tangan kita, sebab segala kebaikan dari Allah 

bagi kita datang melalui Dia. Hal itu juga merupakan gam-

baran sorga (Ibr. 9:24), dan kita diajari untuk mengharapkan 

jawaban atas doa-doa kita dari Allah Bapa kita di sorga. Kitab 

suci juga disebut sebagai firman Allah (the oracles of God), dan 

ke sanalah kita harus mengarahkan mata kita di dalam segala 

doa dan pengharapan kita. Di sana terdapat firman yang telah 

diberikan Allah untuk mendorong kita supaya terus berharap.  

II.  Dia mohon supaya dijauhkan dari malapetaka yang akan menim-

pa orang jahat, seperti sebelumnya (26:9, “Janganlah mencabut 

nyawaku bersama-sama orang berdosa): Tuhan, aku mendatangi 

tempat mahakudus-Mu, janganlah menyeret aku dari tempat itu 

bersama-sama dengan orang fasik ataupun dengan orang yang me-

lakukan kejahatan” (ay. 3).  

1. “Selamatkanlah aku dari jerat perangkap yang telah mereka 

pasang untukku. Mereka menjilat dan bermanis mulut terha-

dapku, dan berbicara baik-baik kepadaku. Tetapi mereka se-

benarnya menyembunyikan suatu maksud terhadapku, sebab 

hati mereka penuh kejahatan. Mereka ingin mengganggu aku, 

bahkan ingin menghancurkan aku. Tuhan, jangan biarkan 


 374

aku terseret dan dibinasakan oleh rancangan mereka yang ter-

kutuk itu, sebab mereka tidak akan dan tidak dapat berkuasa, 

tidak akan berhasil melawan aku kalau kuasa itu tidak diberi-

kan kepada mereka dari atas.”  

2.  “Selamatkan aku dari kecemaran dosa mereka dan jagailah 

aku supaya tidak berlaku seperti mereka. Janganlah membiar-

kan aku terseret oleh dalih-dalih mereka yang menyesatkan 

atau oleh daya pikat mereka sehingga aku menjauh dari tem-

pat kudus-Mu (di mana aku ingin berdiam  selamanya) untuk 

melaksanakan perbuatan-perbuatan jahat” (141:4). “Tuhan, 

jangan pernah membiarkanku sendirian untuk menghadapi 

siasat penuh tipu daya dan pengkhianatan yang mereka per-

gunakan untuk membinasakan aku. Kejadian apa saja yang 

Engkau izinkan, janganlah sampai menjadi godaan yang ter-

lalu kuat bagiku sehingga dapat menyeretku untuk meniru 

atau setuju dengan orang-orang jahat itu.” Orang baik merasa 

gentar terhadap jalan para pendosa. Orang-orang terbaik pun 

selalu mawas diri akan bahaya terseret ke dalam jalan ter-

sebut. sebab   itulah kita semua harus berdoa dengan sung-

guh-sungguh kepada Allah untuk meminta anugerah-Nya su-

paya menjaga kita agar dapat mempertahankan ketulusan hati 

kita.  

3.  “Selamatkanlah aku supaya tidak terlibat di dalam malapetaka 

yang akan menjadi bagian mereka. Jangan biarkan aku ter-

jerumus bersama-sama orang yang melakukan kejahatan, se-

bab aku bukanlah salah satu dari mereka yang berkata damai 

tetapi sebetulnya penuh ganas murka di dalam hati mereka.” 

Perhatikanlah, orang-orang yang berhati-hati untuk tidak 

mengambil bagian dengan para pendosa di dalam kubangan 

dosa mereka, juga memiliki alasan kuat untuk berharap bah-

wa mereka tidak akan mengambil bagian dengan mereka di 

dalam malapetaka-malapetaka yang akan menimpa mereka 

nanti (Why. 18:4). 

III. Dia menyerukan penghakiman Allah yang adil terhadap para pe-

laku kejahatan tersebut (ay. 4): Ganjarilah mereka menurut per-

buatan mereka. Kalimat itu bukanlah bahasa yang penuh dengan 

kegeraman atau balas dendam, juga bukannya tidak sejalan de-

ngan kewajiban untuk mendoakan para musuh kita. Tetapi,  

 Kitab Mazmur 28:1-5 

 375 

1.  Dengan cara ini ia hendak menunjukkan betapa jauhnya dia 

dari menyetujui para pelaku kejahatan, dan dengan alasan 

itulah ia memohon supaya tidak diseret bersama-sama dengan 

mereka, sebab dia yakin bahwa tidak ada lagi hal yang lebih 

mengerikan daripada menerima ganjaran yang sesuai dengan 

perbuatan mereka.  

2. Dengan cara ini ia ingin mengungkapkan hasratnya untuk 

melihat kehormatan keadilan Allah berkuasa atas dunia yang 

merajalela ini. “Tuhan, mereka pikir apa yang mereka lakukan 

itu sah-sah saja, dan mereka membenarkan diri dalam berlaku 

jahat. Tuhan, ganjarilah mereka setimpal dengan perbuatan 

tangan mereka, dan dengan begitu Engkau membuka mata 

orang-orang di sekeliling mereka, yang berpikir bahwa tidak 

ada bahayanya melakukan apa yang mereka perbuat itu ka-

rena mereka tidak akan dihartikel  m” (94:1-2).  

3.  Doa ini merupakan nubuatan bahwa cepat ataupun lambat, 

Allah akan membalas para pendosa yang tidak mau bertobat 

sesuai dengan apa yang mereka lakukan. Jika perbuatan jahat 

tidak dipulihkan melalui pertobatan, maka pasti akan datang 

hari pertanggungjawaban, yaitu saat Allah akan membalaskan 

setiap orang yang bersikartikel  h dalam perbuatannya yang jahat 

setimpal dengan perbuatannya itu. Pernyataan itu terutama 

merupakan nubuatan mengenai kebinasaan yang akan me-

nimpa para pembinasa: “Mereka ramah dengan teman-teman-

nya, tetapi hati mereka penuh kejahatan. Tuhan, ganjarilah me-

reka menurut perbuatan mereka, biarlah para perusak dirusak-

kan, dan biarlah mereka yang menggarong akan digarong 

juga,” (Yes. 33:1; Why. 18:6; 13:10). Perhatikanlah, Daud me-

nubuatkan bahwa Allah akan mengganjar mereka bukan saja 

sesuai dengan perbuatan mereka, tetapi juga menurut kelaku-

an mereka yang jahat. Sebab, para pendosa harus bertang-

gung jawab bukan saja atas kejahatan yang telah mereka per-

buat, tetapi juga atas kejahatan yang hendak mereka perbuat, 

yang mereka rancangkan dan usahakan untuk bisa terlak-

sana. Dan, jika Allah memperlakukan orang-orang jahat se-

suai dengan ketetapan itu, tentu saja Dia juga akan melaku-

kan hal yang serupa terhadap orang-orang benar. Dia akan 

memberi mereka imbalan, bukan saja atas perbuatan baik 

yang telah mereka lakukan, tetapi juga atas rencana-rencana 


 376

baik yang telah mereka coba kerjakan, meskipun mereka tidak 

berhasil menuntaskannya. 

IV. Dia menubuatkan kebinasaan mereka oleh sebab   penghinaan 

mereka terhadap Allah dan pekerjaan tangan-Nya (ay. 5): “sebab   

mereka tidak mengindahkan pekerjaan TUHAN dan perbuatan 

tangan-Nya, yang Ia pakai untuk menyatakan diri dan berbicara 

kepada anak-anak manusia, maka Ia akan menjatuhkan mereka 

di dunia ini dan dunia yang lainnya, dan tidak membangunkan 

mereka lagi.” Perhatikanlah, kelalaian bodoh terhadap pekerjaan 

Allah merupakan penyebab dari kebinasaan mereka. Mengapa 

pula manusia masih juga mempertanyakan keberadaan atau sifat-

sifat Allah kalau bukan sebab   mereka tidak mengindahkan pe-

kerjaan tangan-Nya, yang mengumandangkan kemuliaan-Nya dan 

memperjelas hal-hal yang tersembunyi mengenai Dia? Mengapa 

pula manusia melupakan Allah dan hidup tanpa-Nya, bahkan me-

nentang-Nya, dan hidup dalam pemberontakan melawan-Nya, ka-

lau bukan sebab   mereka tidak menghiraukan contoh-contoh 

murka-Nya yang dinyatakan dari sorga atas segala kefasikan dan 

kelaliman manusia? Mengapa para musuh umat Allah membenci 

dan menganiaya mereka serta merancangkan kelaliman atas 

mereka, kalau bukan sebab   mereka tidak memandang pekerjaan 

yang telah dilakukan Allah bagi jemaat-Nya, yang menandakan 

bahwa jemaat-Nya itu begitu berarti bagi Dia? (Yes. 5:12). 

saat   menyanyikan mazmur ini, kita harus memperlengkapi diri 

kita untuk melawan segala cobaan yang bisa menyeret kita bersama-

sama dengan orang yang melakukan kejahatan, dan meneguhkan diri 

kita untuk menghadapi segala kesukaran yang mungkin diancamkan 

terhadap kita oleh para pelaku kejahatan itu.  

Pengucapan Syartikel  r dan Pujian yang Tulus 

(28:6-9) 

6 Terpujilah TUHAN, sebab   Ia telah mendengar suara permohonanku. 7 

TUHAN yaitu   kekuatanku dan perisaiku; kepada-Nya hatiku percaya. Aku 

tertolong sebab itu beria-ria hatiku, dan dengan nyanyianku aku bersyartikel  r 

kepada-Nya. 8 TUHAN yaitu   kekuatan umat-Nya dan benteng keselamatan 

bagi orang yang diurapi-Nya! 9 Selamatkanlah kiranya umat-Mu dan berkati-

lah milik-Mu sendiri, gembalakanlah mereka dan dartikel  nglah mereka untuk 

selama-lamanya.

Kitab Mazmur 28:6-9 

 377 

Dalam ayat-ayat di atas, 

I.  Dengan kata-kata pendek yang penuh rasa kasih Daud mengucap 

syartikel  r kepada Allah sebab   Ia telah mendengarkan doa-doanya 

sebelum dia memintanya: Terpujilah TUHAN (ay. 6). Betapa cepat-

nya kedukaan para orang kudus diubahkan menjadi nyanyian, 

dan doa mereka diubahkan menjadi pujian! Daud telah berdoa 

dalam iman (ay. 2), dengarkanlah suara permohonanku, dan de-

ngan iman yang sama pula dia mengucap syartikel  r (ay. 6) sebab   

Allah telah mendengar suara permohonannya. Perhatikanlah,  

1.  Orang-orang yang berdoa dalam iman dapat bersuka di dalam 

pengharapan. “Dia telah mendengarkan aku (telah menerima-

ku dengan penuh kebaikan hati) dan aku benar-benar yakin 

akan menerima jawaban nyata seolah-olah aku telah mene-

rimanya.”  

2. Apa yang telah kita dapatkan melalui doa haruslah kita ku-

mandangkan dengan puji syartikel  r. Apakah Allah telah mende-

ngarkan permohonan kita? Kalau begitu, marilah kita memuji 

nama-Nya.  

II.  Dia menguatkan hati untuk berharap kepada Allah supaya Allah 

menyempurnakan segala keadaan yang membuatnya gelisah. Se-

telah memuliakan Allah atas anugerah-Nya (ay. 6), hatinya me-

rasa kuat (ay. 7). Beginilah cara yang benar dalam memperoleh 

damai sejahtera: pertama-tama, marilah kita mulai dengan puji-

pujian. Marilah kita memuliakan Allah terlebih dahulu, baru 

setelah itu kita dapat menikmati berkat kita. Perhatikanlah,  

1.  Ketergantungannya kepada Allah: “TUHAN yaitu   kekuatanku, 

yang menyokong aku dan membawaku melalui segala pekerja-

an dan penderitaanku. Dia yaitu   perisaiku, yang melindungi-

ku dari segenap rancangan musuh-musuhku dalam mencela-

kakan aku. Aku telah memilih-Nya sebagai kekuatan dan pe-

risaiku. Aku telah mendapati-Nya seperti itu, dan aku meng-

harapkan Dia untuk tetap seperti itu.”  

2. Pengalaman pribadinya dalam menikmati berkat yang dia da-

patkan dari ketergantungannya itu: “Kepada-Nya hatiku per-

caya, juga akan kuasa dan janji-Nya. Dan, keyakinanku itu ti-

daklah sia-sia, sebab aku tertolong, aku telah begitu sering di-


 378

tolong. Bukan saja Allah telah memberikan pertolongan yang 

kuharapkan dari-Nya tepat pada waktunya, tetapi keyakinan-

ku kepada-Nya juga telah menolong menguatkanku sementara 

aku menunggu, dan menguatkanku sehingga aku tidak men-

jadi goyah” (27:13). Perbuatan iman merupakan pertolongan 

pertama bagi jiwa yang sedang tertindas, dan sering kali men-

jadi jalan keluar saat semuanya terasa buntu.  

3.  Kebaikan yang dia rasakan dari pengalaman tadi.  

(1)  Dia menikmati kesenangan di dalamnya: sebab itu beria-ria 

hatiku. Sukacita orang percaya tertanam di dalam hati, se-

mentara di dalam tawa orang bebal tersembunyi hati yang 

penuh duka lara. Sukacita itu besar, sukacita yang mulia 

dan yang tidak terkatakan. Hati yang benar-benar percaya 

akan beria-ria pada waktunya nanti. Seperti itulah sukacita 

dan damai sejahtera yang dapat kita harapkan sebab   kita 

percaya.  

(2) Allahlah yang akan menerima pujian sebab   semua itu: 

Saat hatiku beria-ria, dengan nyanyianku aku bersyartikel  r ke-

pada-Nya. Mengungkapkan rasa syartikel  r merupakan keha-

rusan kita. Inilah yang setidaknya dapat kita lakukan, dan 

orang lain akan merasa tergugah dan terdorong juga untuk 

percaya kepada-Nya sebab   itu.  

III. Dia bersuka atas bagian yang diperoleh semua orang benar di da-

lam Allah melalui Kristus (ay. 8): “TUHAN yaitu   kekuatan umat-

Nya, bukan hanya kekuatanku saja, tetapi juga kekuatan setiap 

orang yang percaya.” Perhatikanlah, orang-orang kudus bersuka-

cita saat kawan-kawan mereka mendapat penghiburan, sama 

seperti mereka sendiri dihibur. Sebab, sebagaimana kita bersama-

sama dapat menikmati cahaya matahari tanpa harus berebut, 

begitu pula kita dapat bersama-sama berbagi pertolongan Allah, 

sebab kita yakin bahwa pertolongan itu selalu cartikel  p tersedia bagi 

setiap orang. Inilah persekutuan kita dengan semua orang kudus, 

yaitu bahwa Allah yaitu   kekuatan mereka dan kekuatan kita 

juga, dan Kristus yaitu   Tuhan mereka dan Tuhan kita juga 

(1Kor. 1:2). Dia yaitu   kekuatan mereka, kekuatan seluruh bang-

sa Israel, sebab Dia yaitu   benteng keselamatan bagi orang yang 

diurapi-Nya, yaitu, 

Kitab Mazmur 28:6-9 

 379 

1. Bagi Daud sebagai pelambang Kristus. saat   Allah memberi-

nya kekuatan sebagai seorang raja yang bertempur di dalam 

peperangan, Allah juga menguatkan seluruh kerajaannya. Dia 

menyebut dirinya sebagai orang yang diurapi Allah, sebab 

pengurapan yang telah ia terima itulah yang menjadikannya 

sasaran dari kedengkian para musuhnya, dan dengan demi-

kian membuatnya layak menerima perlindungan ilahi.  

2. Bagi Kristus, Yang diurapi-Nya, Sang Mesias-Nya, yang dilam-

bangkan oleh Daud. Allah yaitu   kekuatan yang menyelamat-

kan-Nya, melayakkan-Nya untuk menunaikan tugas-Nya dan 

membawa-Nya melalui semua tugas itu (89:21; Yes. 49:5; 50:7, 

9). sebab   itulah Dia menjadi kekuatan bagi semua orang 

kudus. Allah menguatkan Sang Kepala Gereja, dan dari Dialah 

kekuatan itu disebarkan Allah ke seluruh anggota tubuh ge-

reja. Dari Kristuslah, Allah telah mengerahkan kekuatan-Nya 

dan dengan demikian meneguhkan segala tindakan-Nya bagi 

kita  (68:29; 80:18-19). 

IV. Dia menutup mazmur ini dengan sebuah doa yang singkat, tetapi 

mencakup seluruh segi, bagi gereja Allah (ay. 9). Dia berdoa bagi 

Israel, bukan sebagai rakyatnya (“Selamatkanlah kiranya rakyat-

ku dan berkatilah milikku”), meskipun mereka memang demikian 

adanya, melainkan sebagai “milik-Mu.” Kepentingan Allah di dalam 

mereka lebih ia utamakan daripada kepentingannya sendiri. 

“Kami sekalian yaitu   umat-Mu” merupakan sebuah seruan yang 

benar (Yes. 64:9; 63:19). “Aku kepunyaan-Mu, selamatkanlah aku.” 

Umat Allah yaitu   milik-Nya sendiri, sangat dikasihi-Nya dan 

berharga di mata-Nya. Sedikit kemuliaan yang Dia peroleh dari 

dunia ini Dia dapatkan dari mereka. Bagian TUHAN ialah umat-

Nya. Yang dimintakan Daud dari Allah bagi mereka ialah,  

1. Supaya Dia menyelamatkan mereka dari para musuh dan 

marabahaya yang mengincar mereka.  

2.  Supaya Dia memberkati mereka dengan segala yang baik, yang 

mengalir dari kebaikan hati-Nya sebagai penggenapan janji-

Nya dan menjadi kebahagiaan yang berlimpah bagi mereka.  

3. Supaya Dia menggembalakan mereka, memberkati mereka ber-

limpah-limpah, terutama dengan banyak ketetapan ilahi yang 

merupakan makanan bagi jiwa. Memerintahlah atas mereka, 

demikianlah tafsiran tambahannya. “Arahkanlah segala ren-


 380

cana dan perbuatan mereka ke jalan yang benar, dan kendali-

kanlah segala perkara mereka supaya mendatangkan kebaik-

an. Gembalakanlah mereka, dan memerintahlah atas mereka. 

Tetapkanlah para pendeta dan penguasa, untuk mengatur me-

reka dan melaksanakan tugas mereka dengan hikmat dan 

pengertian.”  

4. Supaya Dia mendartikel  ng mereka untuk selama-lamanya, meng-

angkat mereka dari kesukaran dan kesesakan mereka dan me-

lakukan hal itu bukan saja untuk generasi masa itu saja, te-

tapi juga untuk setiap angkatan yang akan datang, bahkan 

sampai pada kesudahannya. “Angkatlah mereka ke dalam ke-

rajaan-Mu yang penuh dengan kemuliaan, angkatlah mereka 

setinggi sorga.” Ke sanalah, dan hanya ke sana sajalah orang-

orang kudus akan diangkat untuk selama-lamanya, dan tidak 

akan pernah lagi tenggelam atau tertindas. Perhatikanlah, 

hanya mereka saja, yaitu orang-orang yang digembalakan dan 

diperintah oleh Allah, yang bersedia diajar, diarahkan dan di-

kuasai oleh-Nya, yang akan diselamatkan, diberkati, dan di-

angkat untuk selama-lamanya. 

 PASAL  29  

eberapa penafsir yang handal menarik kemungkinan bahwa 

Daud menorehkan mazmur ini pada saat terjadinya badai besar 

yang disertai guntur, kilat dan hujan, sebab   kemudian pasal yang 

kedelapan berisikan saat teduhnya di malam yang bermandikan 

cahaya rembulan, dan pasal kesembilan dituliskannya pada pagi hari 

yang cerah. Baiklah kalau kita mengamati pekerjaan kuasa Allah 

yang bisa kita saksikan di dalam kerajaan alam semesta ini untuk 

memuliakan Dia. Daud begitu tenggelam dalam saat menyaksikan 

kejadian itu dan bersukacita, bahkan saat badai tengah menerjang 

sekalipun, saat orang lain gemetar ketakutan, Dia justru menuliskan 

mazmur ini. “Sebab, sekalipun bumi berubah, kita tidak akan takut.”  

I. Dia berseru kepada bani orang yang berkuasa di dunia ini 

untuk memberikan kemuliaan kepada Allah (ay. 1-2).  

II. Untuk meyakinkan mereka mengenai kebaikan Allah yang 

harus mereka puja, dia memperhatikan kuasa-Nya yang 

menakutkan di dalam guntur, kilat, hujan lebat yang ber-

gemuruh (ay. 3-9), kekuasaan mutlak-Nya atas dunia ini (ay. 

10), dan kebaikan istimewa-Nya kepada jemaat-Nya (ay. 11). 

Pikiran yang agung dan mulia mengenai Allah harus memenuhi 

diri kita pada saat menyanyikan mazmur ini.  

Kemuliaan Tuhan 

(29:1-11) 

Mazmur Daud. 1 Kepada TUHAN, hai penghuni sorgawi, kepada TUHAN saja-

lah kemuliaan dan kekuatan! 2 Berilah kepada TUHAN kemuliaan nama-Nya, 

sujudlah kepada TUHAN dengan berhiaskan kekudusan!  3 Suara TUHAN di 

atas air, Allah yang mulia mengguntur, TUHAN di atas air yang besar. 4 Sua-


 382

ra TUHAN penuh kekuatan, suara TUHAN penuh semarak. 5 Suara TUHAN 

mematahkan pohon aras, bahkan, TUHAN menumbangkan pohon aras Liba-

non. 6 Ia membuat gunung Libanon melompat-lompat seperti anak lembu, 

dan gunung Siryon seperti anak banteng. 7 Suara TUHAN menyemburkan 

nyala api. 8 Suara TUHAN membuat padang gurun gemetar, TUHAN mem-

buat padang gurun Kadesh gemetar. 9 Suara TUHAN membuat beranak rusa 

betina yang mengandung, bahkan, hutan digundulinya; dan di dalam bait-

Nya setiap orang berseru: “Hormat!” 10 TUHAN bersemayam di atas air bah, 

TUHAN bersemayam sebagai Raja untuk selama-lamanya. 11 TUHAN kiranya 

memberikan kekuatan kepada umat-Nya, TUHAN kiranya memberkati umat-

Nya dengan sejahtera! 

Dalam mazmur ini kita mendapati, 

I.  Perintah supaya orang-orang yang berkuasa di bumi ini memberi 

hormat kepada Allah yang agung. Daud menganggap setiap gemu-

ruh guntur sebagai panggilan baginya dan para raja lain untuk 

memberikan kemuliaan kepada Allah yang Mahabesar. 

Perhatikanlah:  

1.  Siapa yang dipanggil untuk menjalankan kewajiban ini: “Hai 

bani orang yang berkuasa (ay. 1, TL), kamu sekalian anak-anak 

bani yang berkuasa, yang memiliki kuasa yang diwariskan tu-

run-temurun, kamu sekalian yang memiliki darah biru!” Ha-

nya demi kehormatan Allah yang agung sajalah manusia di 

bumi ini harus menyembah Dia. Mereka wajib melakukan itu 

bukan hanya sebab   Dia masih tetap jauh lebih tinggi dari me-

reka, setinggi apa pun posisi mereka sehingga merek