Mazmur-1-50 13

Rabu, 09 Juli 2025

Mazmur-1-50 13


 


Mat. 

13:43). Perhatikanlah, jika kita selalu mawas diri untuk 

menjaga hati nurani kita, kita juga dapat berserah ke-

pada Allah untuk menjaga nama baik kita.  

Pesan dan Janji 

(37:7-20) 

7 Berdiam dirilah di hadapan TUHAN dan nantikanlah Dia; jangan marah ka-

rena orang yang berhasil dalam hidupnya, sebab   orang yang melakukan 

tipu daya. 8 Berhentilah marah dan tinggalkanlah panas hati itu, jangan 

marah, itu hanya membawa kepada kejahatan. 9 Sebab orang-orang yang 

berbuat jahat akan dilenyapkan, tetapi orang-orang yang menanti-nantikan 

TUHAN akan mewarisi negeri. 10 sebab   sedikit waktu lagi, maka lenyaplah 

orang fasik; jika engkau memperhatikan tempatnya, maka ia sudah tidak ada 

lagi. 11 Tetapi orang-orang yang rendah hati akan mewarisi negeri dan ber-

gembira sebab   kesejahteraan yang berlimpah-limpah. 12 Orang fasik meren-

canakan kejahatan terhadap orang benar dan menggertakkan giginya terha-

dap dia; 13 Tuhan menertawakan orang fasik itu, sebab Ia melihat bahwa 

harinya sudah dekat. 14 Orang-orang fasik menghunus pedang dan melentur 

busur mereka untuk merobohkan orang-orang sengsara dan orang-orang 

miskin, untuk membunuh orang-orang yang hidup jujur; 15 tetapi pedang 

mereka akan menikam dada mereka sendiri, dan busur mereka akan dipa-

tahkan. 16 Lebih baik yang sedikit pada orang benar dari pada yang berlim-

pah-limpah pada orang fasik; 17 sebab lengan orang-orang fasik dipatahkan, 

tetapi TUHAN menopang orang-orang benar. 18 TUHAN mengetahui hari-hari 

orang yang saleh, dan milik pusaka mereka akan tetap selama-lamanya; 19 

mereka tidak akan mendapat malu pada waktu kecelakaan, dan mereka akan 

Kitab Mazmur 37:7-20 

 511 

menjadi kenyang pada hari-hari kelaparan. 20 Sesungguhnya, orang-orang 

fasik akan binasa; musuh TUHAN seperti keindahan padang rumput: mereka 

habis lenyap, habis lenyap bagaikan asap. 

Dalam ayat-ayat di atas kita mendapati, 

I. Penekanan kembali arahan-arahan yang telah dituliskan sebe-

lumnya. Oleh sebab   kita mudah sekali menggelisahkan diri kita 

sendiri dengan ketidakpuasan dan ketidakpercayaan yang tidak 

berguna, maka diperlukan pengulangan arahan demi arahan, 

baris demi baris, untuk menghalau ketidakpuasan dan ketidak-

percayaan kita itu dan memperlengkapi diri kita untuk melawan-

nya.  

1. Biarlah kita terus percaya kepada Allah: “Berdiam dirilah di 

hadapan TUHAN dan nantikanlah Dia (ay. 7), artinya, terimalah 

segala yang Ia perbuat dan berserahlah di dalam semua itu, 

sebab itulah yang terbaik, yakni sebab   semua itu telah diten-

tukan oleh-Nya. Juga, berpuaslah oleh sebab   Dia akan tetap 

membuat segalanya mendatangkan kebaikan bagi kita, meski-

pun kita tidak tahu bagaimana atau dengan cara apa.” Ber-

diamlah di hadapan Tuhan (begitulah arti perkataan itu), bu-

kan diam yang penuh kemurungan, tetapi diam dalam penye-

rahan diri. Sabar dalam menanggung apa yang ditaruh di atas 

pundak kita, dengan pengharapan menantikan sesuatu yang 

dijanjikan kepada kita, bukan saja merupakan kewajiban, me-

lainkan juga merupakan keuntungan bagi kita sendiri. Bersi-

kap sabar seperti itu justru akan membuat kita selalu tenang. 

Juga ada alasan kuat untuk bersikap sabar demikian, sebab 

hal itu berarti mendapatkan keuntungan pada saat melak-

sanakan keharusan kita. 

2.  Biarlah kita tidak menjadi resah dengan segala yang kita lihat 

di dunia ini: “Jangan marah sebab   orang yang berhasil dalam 

hidupnya, yang terus berkembang dan kian kaya serta jaya di 

dunia ini, padahal ia jahat. Jangan, dan jangan merasa begitu 

pula terhadap orang yang melakukan kejahatan dengan kuasa 

dan kekayaannya, atau terhadap orang yang melakukan tipu 

daya melawan orang benar dan saleh, sekalipun mereka tam-

paknya berhasil mendapatkan apa yang mereka inginkan dan 

membuat orang benar tertindas. Jika hatimu mulai panas 

sebab   semua itu, enyahkan kebodohanmu itu dan berhentilah 


 512

marah (ay. 8). Kuasailah bibit-bibit ketidakpuasan dan kedeng-

kianmu, dan janganlah memendam pikiran-pikiran keras ter-

hadap Allah dan pemeliharaan-Nya sebab   hal itu. Janganlah 

marah dengan apa pun yang dilakukan Allah, sebaliknya, 

tinggalkan panas hati itu, sebab hal itu yaitu   angkara murka 

yang terburuk. Jangan marah, itu hanya membawa kepada 

kejahatan. Jangan iri dengan keberhasilan mereka, supaya 

kamu tidak tergoda untuk terjerumus juga bersama-sama 

dengan mereka dan melakukan kejahatan yang sama untuk 

memperkaya dan memajukan diri sendiri. Juga janganlah 

terseret dalam perbuatan dan sikap yang berlebih-lebihan da-

lam usahamu untuk menghindar dari mereka dan kekuasaan 

mereka.” Perhatikanlah, jiwa yang tidak puas dan panas hati 

sangat rawan terhadap godaan-godaan, dan orang yang terbe-

nam di dalamnya ada dalam bahaya untuk berbuat kejahatan 

juga.  

II.  Berbagai alasan selanjutnya dijelaskan panjang lebar dan diulang-

ulang dalam macam-macam ungkapan yang menyenangkan hati. 

Alasan-alasan ini didasarkan atas kebinasaan yang menghampiri 

orang jahat, sekalipun mereka kini makmur, dan juga dari 

kebahagiaan sejati orang benar, meskipun mereka kini tertindas. 

Kita diperingatkan (ay. 7) supaya tidak mendengki orang jahat ka-

rena kemakmuran lahiriah atau sebab   keberhasilan rancangan 

mereka melawan orang benar. Di sini dikemukakan beberapa ala-

san yang berkaitan dengan kedua godaan tersebut:  

1.  Orang benar tidak memiliki alasan untuk merasa iri terhadap 

keberhasilan duniawi orang jahat, ataupun untuk merasa 

sedih dan gelisah sebab  nya,  

(1) Sebab keberhasilan orang jahat akan segera berakhir (ay. 

9): Orang-orang yang berbuat jahat akan dilenyapkan oleh 

hantaman keadilan ilahi yang tiba-tiba menyerang di 

tengah-tengah kemakmuran mereka. Apa yang mereka per-

oleh dengan dosa tidak saja akan melayang habis (Ayb. 

20:28), tetapi mereka sendiri pun akan ikut melayang ber-

sama-sama semua itu. Lihatlah kesudahan manusia-ma-

nusia seperti itu (73:17), betapa mahalnya harga yang 

harus mereka bayar atas kekayaan mereka yang tidak halal 

Kitab Mazmur 37:7-20 

 513 

itu, maka engkau tidak akan lagi merasa iri kepada mereka 

dan tidak akan bersedia ambil bagian bersama-sama de-

ngan mereka, apa pun yang terjadi. Kebinasaan mereka su-

dah pasti dan sangat dekat waktunya (ay. 10): sebab   sedi-

kit waktu lagi, maka lenyaplah orang fasik dari keadaannya 

saat ini. Mereka binasa dalam sekejap mata, lenyap (73:19). 

Bersabarlah sedikit, sebab Hakim telah berdiri di ambang 

pintu (Yak. 5:8-9). Redamlah amarahmu, sebab Tuhan su-

dah dekat (Flp. 4:5). Betapa dahsyatnya kebinasaan yang 

akan menimpa mereka. Orang fasik dan harta miliknya 

akan dicabut dan dilenyapkan sampai ke akar-akarnya. 

Hari yang akan datang itu akan menghabiskan mereka 

sampai tidak ditinggalkannya akar dan cabang mereka 

(Mal. 4:1): Jika engkau memperhatikan tempatnya, di mana 

kemarin dulu dia terlihat begitu hebat, kini ia sudah tidak 

ada lagi, engkau tidak akan mendapatinya lagi. Dia tidak 

akan meninggalkan apa pun yang berharga atau terhormat 

di belakangnya. Demikianlah (ay. 20) orang-orang fasik 

akan binasa. Kematian merupakan kebinasaan mereka, 

sebab kematian merupakan akhir dari segala sukacita me-

reka dan jalan masuk menuju kesengsaraan mereka yang 

tidak akan pernah berujung. Berbahagialah orang-orang 

mati yang mati dalam Tuhan, tetapi celakalah, selamanya 

celaka, orang-orang mati yang mati dalam dosa-dosa mere-

ka. Orang-orang jahat merupakan musuh Tuhan. Mereka 

yaitu   orang-orang yang tidak sudi membiarkan-Nya ber-

kuasa atas mereka, dan sebab   itu, Dia pun akan mem-

buat perhitungan dengan mereka: seperti lemak anak 

domba, demikian mereka itupun akan lesap lenyap dalam 

asap. Kemakmuran yang memuaskan kedagingan mereka 

itu bagaikan lemak anak domba yang tidak padat atau ada 

isinya, melainkan lembek dan berair. Dan, saat kebinasaan 

menimpa, mereka akan jatuh menjadi korban pengadilan 

Allah dan dilalap api seperti korban persembahan di atas 

mezbah, menjadi asap dan mengepul. Hari pembalasan 

Allah atas orang-orang jahat digambarkan sebagai korban 

lemak buah pinggang domba-domba jantan (Yes. 34:6), se-

bab Dia akan dimuliakan oleh kebinasaan para seteru-Nya, 

sebagaimana Ia dimuliakan oleh korban-korban bakaran. 


 514

Para pendosa yang terkutuk merupakan korban bakaran 

(Mrk. 9:49). Inilah alasan yang kuat mengapa kita tidak 

seharusnya merasa iri terhadap kemakmuran mereka. 

Pada saat mereka diberi makan banyak, mereka sebenar-

nya sedang digemukkan untuk disembelih pada hari per-

sembahan korban, seperti domba di tanah lapang (Hos. 

4:16). Semakin mereka makmur, semakin dimuliakanlah 

Allah melalui kebinasaan mereka. 

(2) Sebab keadaan orang benar, bahkan pada kehidupan yang 

sekarang, lebih baik dan lebih menyenangkan dalam segala 

hal daripada keadaan orang jahat (ay. 16). Secara umum, 

yang sedikit pada orang benar, dari kehormatan, kekayaan 

dan kesenangan di dunia ini, lebih baik dari pada yang ber-

limpah-limpah pada orang fasik.  

Perhatikanlah:  

[1] Kekayaan di dunia diatur sedemikian rupa oleh Pemeli-

haraan ilahi sehingga sering kali banyak orang benar 

justru memiliki sedikit saja, sementara orang jahat me-

milikinya dengan berlimpah-limpah. Dengan begitu, 

Allah ingin menunjukkan kepada kita bahwa hal-hal 

duniawi bukanlah yang terbaik. Sebab, jika tidak, pasti-

lah orang yang paling dekat dengan-Nya dan yang pa-

ling dikasihi-Nya akan mendapatkan yang terbanyak.  

[2] Bahwa sedikit harta yang dimiliki orang saleh benar-be-

nar lebih baik daripada kekayaan orang fasik, sekalipun 

berlimpah-limpah jumlahnya. Sebab, kepunyaan orang 

saleh itu bersumber dari tangan yang lebih baik, dari 

tangan yang mengulurkan kasih istimewa dan bukan 

hanya sekedar tangan yang menyediakan hal-hal biasa 

saja. Dan milik orang saleh itu dinikmati dengan lebih 

berhak (Allah memberikannya kepada mereka melalui 

janji, Gal. 3:18). Milik itu menjadi kepunyaan mereka 

oleh sebab   hubungan mereka dengan Kristus yang 

merupakan pewaris dari segala sesuatu, dan diberikan 

untuk kegunaan yang lebih baik. Harta itu dikuduskan 

bagi mereka melalui pemberkatan dari Allah. Bagi orang 

suci semuanya suci (Tit. 1:15). Sedikit harta yang 

dipakai untuk melayani dan menghormati Allah lebih 

Kitab Mazmur 37:7-20 

 515 

baik daripada harta berlimpah yang disediakan bagi 

Baal atau untuk memuaskan hawa nafsu. Janji-janji 

yang di sini diberikan bagi orang benar ini meneguhkan 

kebahagiaan mereka sehingga mereka tidak perlu lagi 

merasa iri terhadap kemakmuran orang yang melaku-

kan kejahatan. Biarlah ini menjadi penghiburan mere-

ka,  

Pertama, bahwa mereka akan mewarisi negeri, seba-

nyak yang dipandang baik oleh Sang Hikmat Tak Ter-

batas. Mereka memiliki janji untuk hidup ini (1Tim. 4:8). 

Jika seluruh bumi diperlukan untuk membuat mereka 

bahagia, mereka akan dapat memilikinya. Semuanya 

menjadi warisan mereka, bahkan dunia, dan segala se-

suatu waktu sekarang maupun waktu yang akan da-

tang (1Kor. 3:21, 22). Mereka memperolehnya melalui 

warisan, hak yang teguh dan terhormat, bukan hanya 

melalui izin ataupun persekongkolan. Saat para pelaku 

kejahatan dilenyapkan, kadang kala orang-orang benar 

justru mewarisi apa yang telah mereka kumpulkan. 

Kekayaan orang berdosa disimpan bagi orang benar 

(Ayb. 27:17; Ams. 13:22). Janji ini dibuat di sini,  

1.  Bagi orang-orang yang hidup di dalam iman (ay. 9): 

Orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN, bergan-

tung dan berharap kepada-Nya, serta tekun men-

cari-Nya, akan mewarisi negeri, sebagai tanda kesu-

kaan-Nya saat ini atas mereka dan sebagai jaminan 

akan hal-hal lebih baik yang dipersiapkan bagi me-

reka di dunia yang akan datang. Allah yaitu   Tuan 

yang baik, yang menyediakan dengan berlimpah dan 

baik, bukan saja bagi para hamba-Nya yang bekerja, 

tetapi juga bagi para hamba-Nya yang menanti-nan-

tikan-Nya.   

2.  Bagi mereka yang hidup dengan tenteram dan damai 

(ay. 11): Orang-orang yang rendah hati akan mewa-

risi negeri. Orang-orang seperti ini sangat jauh dari 

bahaya disakiti dan diganggu harta miliknya. Mere-

ka sangat puas dengan diri mereka sendiri dan kare-

na itu sangat menikmati segala penghiburan yang 

mereka terima sebagai makhluk ciptaan. Sang Juru-


 516

selamat kita telah mengikat hal ini sebagai janji Injil, 

dan meneguhkannya sebagai berkat-Nya bagi orang-

orang yang lemah lembut (Mat. 5:5). 

Kedua, bahwa mereka akan bergembira sebab   kese-

jahteraan yang berlimpah-limpah (ay. 11). Mungkin me-

reka tidak memiliki harta berlimpah-ruah untuk dinik-

mati, tetapi mereka memiliki sesuatu yang lebih baik 

lagi, yaitu kelimpahan damai sejahtera, damai di hati 

dan ketenangan pikiran, damai dengan Allah, dan ke-

mudian damai di dalam Allah. Itulah ketenteraman 

besar yang ada pada orang-orang yang mencintai Taurat 

Allah, tidak ada sandungan bagi mereka (119:165). Itu-

lah damai sejahtera berlimpah yang terdapat di dalam 

kerajaan Kristus (72:7), damai sejahtera yang tidak bisa 

diberikan dunia ini (Yoh. 14:27), dan yang tidak bisa di-

miliki orang-orang fasik (Yes. 57:21). Orang-orang yang 

rendah hati akan bersuka di dalamnya dan terus-mene-

rus digirangkan olehnya. Sementara itu, orang-orang 

yang memiliki kelimpahan harta terus-menerus terha-

lang dan dikacaukan oleh harta mereka dan hanya 

dapat sedikit menikmatinya saja. 

Ketiga, bahwa Allah mengetahui hari-hari mereka (ay. 

18). Dia memperhatikan mereka dengan saksama, 

memperhatikan perbuatan dan segala peristiwa yang 

terjadi pada mereka. Dia menghitung hari-hari pelayan-

an mereka dan tidak sehari pun akan terlewat tanpa 

imbalan. Dia juga menghitung hari-hari penderitaan 

mereka, supaya nanti mereka mendapatkan ganti rugi 

dari apa yang mereka alami itu. Dia mengenal hari-hari 

baik mereka dan ikut bersuka atas keberhasilan mere-

ka. Dia mengenal hari-hari suram mereka, hari-hari 

yang penuh dengan kesusahan, dan kekuatan dari-Nya 

selalu mengiringi mereka di sepanjang hari-hari itu.   

 Keempat, bahwa milik pusaka mereka akan tetap 

selama-lamanya. Bukan milik pusaka mereka di bumi 

ini, melainkan milik pusaka yang tidak akan menjadi 

rusak, yang disediakan bagi mereka di sorga. Orang-

orang yang merasa yakin akan milik pusaka mereka di 

dunia yang lain, tidak memiliki alasan untuk merasa iri 

Kitab Mazmur 37:7-20 

 517 

kepada orang-orang fasik sebab   harta dan kesenangan 

semu yang mereka nikmati di dunia fana ini.  

Kelima, bahwa pada saat-saat terburuk pun segala 

sesuatu akan baik-baik saja buat mereka (ay. 19): Me-

reka tidak akan mendapat malu sebab   pengharapan 

dan keyakinan mereka di dalam Allah, juga dalam peng-

akuan agamawi mereka. Sebab, penghiburan di dalam 

hal-hal tersebut akan membela dan menyokong mereka 

dengan kuat pada masa-masa jahat. Saat orang-orang 

lain terkulai, mereka akan mengangkat kepala mereka 

dengan sukacita dan keyakinan: Bahkan pada hari-hari 

kelaparan, saat orang-orang di sekitar mereka menderi-

ta sebab   kekurangan makanan, mereka akan menjadi 

kenyang, seperti Elia dulu. Dengan berbagai cara Allah 

akan menyediakan makanan bagi mereka atau me-

nguatkan hati mereka untuk tetap puas, sekalipun ti-

dak ada makanan, sehingga jika mereka melarat dan 

lapar, mereka tidak akan seperti orang fasik yang akan 

gusar dan akan mengutuk rajanya dan Allahnya (Yes. 

8:21), melainkan akan bersorak-sorak di dalam Tuhan 

sebagai Allah yang menyelamatkan mereka, bahkan ke-

tika pohon ara tidak berbunga sekalipun (Hab. 3:17-18). 

2.  Orang baik tidak punya alasan untuk merasa gusar sebab   

rencana orang-orang fasik yang terkadang berhasil dalam me-

lawan orang-orang benar. Meskipun mereka berhasil melaku-

kan tipu daya dan membuat kita takut bahwa mereka akan 

merajalela seterusnya, biarlah kita berhenti marah dan tidak 

lagi gusar, serta tidak menyerah, sebab, 

(1) Rencana persekongkolan mereka itu akan menjadi aib bagi 

mereka (ay. 12-13). Memang benar bahwa orang fasik me-

rencanakan kejahatan terhadap orang benar. Ada permu-

suhan mendarah daging di antara keturunan orang fasik 

dan keturunan orang benar. Orang fasik berikhtiar untuk 

menghancurkan kebenaran, atau, jika hal itu ternyata ga-

gal, mereka akan mencoba membinasakan orang benar. 

Dalam rangka mencapai tujuan inilah mereka berlaku bejat 

dan curang (mereka bersekongkol dan berperkara melawan 

orang benar), mengobarkan kegeraman – menggertakkan 


 518

giginya terhadap mereka. Mereka begitu menjadi-jadi untuk 

mencoba memangsa orang-orang benar itu, dan sebab   

sering tidak berhasil, angkara murka mereka pun semakin 

berapi-api. Akan tetapi, dengan bersikap seperti itu, mere-

ka justru mempermalukan diri mereka sendiri. Tuhan me-

nertawakan mereka (2:4-5). Mereka sombong dan kurang 

ajar, tetapi Allah akan menimpakan kehinaan kepada me-

reka. Dia bukan saja tidak menyenangi mereka, tetapi juga 

memandang hina mereka dan segala upaya mereka yang 

sia-sia dan tidak ampuh itu. Kejahatan mereka juga tidak 

berkuasa dan terbelenggu, sebab Ia melihat bahwa harinya 

sudah dekat, yaitu,  

[1] Hari pembalasan Allah, hari pewahyuan kebenaran-Nya, 

yang kini terlihat kabur dan hanya samar-samar saja. 

Manusia kini masih diberi waktu. Inilah saat kamu 

(Luk. 22:53). Akan tetapi, hari Allah akan datang seben-

tar lagi, yaitu hari pembalasan, hari yang akan memberi 

imbalan kepada orang-orang benar sekaligus menggan-

jar orang-orang dungu yang sekarang masih berada di 

atas angin itu. Dihakimi oleh pengadilan manusia itu se-

dikit sekali artinya (1Kor. 4:3). Pengadilan Allahlah yang 

menentukan penghakiman terakhir.   

[2] Hari kebinasaan mereka. Harinya orang jahat, hari yang 

ditetapkan bagi kejatuhan mereka, hari itu sudah de-

kat, yang menyiratkan adanya penundaan. Hari itu be-

lum lagi datang, tetapi pasti akan datang. Keyakinan 

akan datangnya hari itu membuat anak dara, si puteri 

Sion, akan menghina murka musuh-musuhnya dan 

mengolok-olokan mereka (Yes. 37:22).  

(2) Segala upaya mereka justru akan menjadi kehancuran me-

reka (ay. 14-15).   

Lihatlah di sini,  

[1] Betapa kejamnya mereka dalam mengatur rencana me-

lawan orang benar. Mereka mempersiapkan senjata-

senjata maut, pedang dan busur, tidak kurang dari itu. 

Mereka memburu nyawa-nyawa yang berharga. Ren-

cana mereka yaitu   untuk merobohkan dan membunuh. 

Darah orang-orang kuduslah yang mereka incar dengan 

Kitab Mazmur 37:7-20 

 519 

rasa haus. Mereka melanjutkan rencana mereka itu 

sejauh mungkin hingga hampir saja terlaksana: Mereka 

menghunus pedang dan melentur busur. Dan semua 

peperangan yang mereka siapkan itu yaitu   untuk 

melawan orang-orang yang tidak berdaya, yaitu orang-

orang sengsara dan orang-orang miskin (yang mem-

buktikan sikap pengecut mereka), serta melawan orang-

orang yang tidak bersalah, yaitu orang-orang yang hidup 

jujur, yang tidak pernah membangkitkan amarah mere-

ka atau menyakiti mereka ataupun orang lain, dan hal 

ini menunjukkan bahwa mereka sungguh-sungguh 

jahat. Begitulah, hati yang lurus pun tidak memagari 

orang benar dari maksud jahat. Akan tetapi,  

[2] Betapa adilnya maksud jahat mereka berbalik melilit 

mereka sendiri: pedang mereka akan menikam dada 

mereka sendiri. Hal ini menyiratkan bahwa orang-orang 

benar dilindungi dari maksud jahat mereka dan bahwa 

maksud jahat mereka memenuhi takaran kejahatan me-

reka sendiri. Terkadang, kejahatan yang mereka ran-

cangkan melawan sesama mereka yang tidak bersalah 

justru menghancurkan mereka sendiri. Namun yang 

pasti, pedang Allah, yang teracung melawan mereka 

gara-gara perbuatan mereka sendiri itu, akan menda-

tangkan maut bagi mereka.  

(3) Orang-orang yang tidak secara langsung dibinasakan tetap 

akan dilumpuhkan supaya tidak bisa melanjutkan ran-

cangan jahat mereka, sehingga kepentingan gereja akan 

terpelihara: busur mereka akan dipatahkan (ay. 15). Alat 

yang mereka pakai untuk melaksanakan kekejaman me-

reka akan gagal dan mereka akan kehilangan semua orang 

yang telah mereka jadikan alat untuk melayani tujuan-

tujuan keji mereka. Bukan itu saja, bahkan lengan mereka 

pun dipatahkan, sehingga mereka tidak akan mampu lagi 

meneruskan segala upaya mereka itu (ay. 17). Tetapi 

TUHAN menopang orang-orang benar, sehingga mereka 

tidak akan dibenamkan oleh kesukaran mereka yang berat 

itu, juga tidak akan diremukkan oleh tindak kekerasan 

para musuh mereka. Dia menopang mereka di dalam ketu-

lusan dan kesejahteraan mereka. Dan, orang-orang yang 


 520

ditopang sebegitu rupa oleh batu karang abadi tidak perlu 

merasa iri terhadap sokongan buluh-buluh orang fasik 

yang terkulai.  

Pesan dan Janji 

(37:21-33) 

21 Orang fasik meminjam dan tidak membayar kembali, tetapi orang benar 

yaitu   pengasih dan pemurah. 22 Sesungguhnya, orang-orang yang diberkati-

Nya akan mewarisi negeri, tetapi orang-orang yang dikutuki-Nya akan 

dilenyapkan. 23 TUHAN menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya 

berkenan kepada-Nya; 24 apabila ia jatuh, tidaklah sampai tergeletak, sebab 

TUHAN menopang tangannya. 25 Dahulu aku muda, sekarang telah menjadi 

tua, tetapi tidak pernah kulihat orang benar ditinggalkan, atau anak cucunya 

meminta-minta roti; 26 tiap hari ia menaruh belas kasihan dan memberi 

pinjaman, dan anak cucunya menjadi berkat. 27 Jauhilah yang jahat dan 

lakukanlah yang baik, maka engkau akan tetap tinggal untuk selama-

lamanya; 28 sebab TUHAN mencintai hartikel  m, dan Ia tidak meninggalkan 

orang-orang yang dikasihi-Nya. Sampai selama-lamanya mereka akan 

terpelihara, tetapi anak cucu orang-orang fasik akan dilenyapkan. 29 Orang-

orang benar akan mewarisi negeri dan tinggal di sana senantiasa. 30 Mulut 

orang benar mengucapkan hikmat, dan lidahnya mengatakan hartikel  m; 31 

Taurat Allahnya ada di dalam hatinya, langkah-langkahnya tidak goyah. 32 

Orang fasik mengintai orang benar dan berikhtiar membunuhnya; 33 TUHAN 

tidak menyerahkan orang benar itu ke dalam tangannya, Ia tidak membiar-

kannya dinyatakan fasik pada waktu diadili. 

Ayat-ayat di atas memiliki tujuan yang hampir sama dengan ayat-

ayat sebelumnya dalam mazmur ini, sebab pokok isinya sungguh 

bermakna untuk terus direnungkan.  

Perhatikanlah di sini: 

I.  Apa yang dituntut dari kita sebagai jalan menuju kebahagiaan 

kita sendiri, yang dapat kita pelajari dari perangai dan arahan 

yang dipaparkan di sini. Jika kita ingin diberkati Allah,  

1.  Kita harus selalu mawas diri untuk memberikan kepada orang 

lain apa yang menjadi hak mereka: sebab orang fasik memin-

jam dan tidak membayar kembali (ay. 21). Inilah hal pertama 

yang dikehendaki oleh Tuhan Allah kita, yaitu supaya kita 

berlaku adil dan memberikan kepada setiap orang apa yang 

menjadi hak mereka. Tidak mengembalikan apa yang telah 

kita pinjam bukan saja suatu perbuatan yang memalukan, 

melainkan juga suatu kejahatan yang kotor. Beberapa orang 

menganggapnya sebagai contoh yang lebih condong menggam-

Kitab Mazmur 37:21-33 

 521 

barkan kesengsaraan dan kemiskinan yang menimpa orang-

orang jahat sebab   keadilan Allah, dibandingkan dengan keja-

hatan mereka. Mereka harus mencari pinjaman untuk meme-

nuhi kebutuhan mereka dan tidak mampu mengembalikan 

pinjaman itu sehingga harus bergantung kepada belas kasihan 

si pemberi pinjaman. Apa pun makna yang dipikirkan oleh 

manusia mengenainya, tetap saja merupakan dosa besar bila 

ada orang yang menghindari kewajiban mereka dalam melu-

nasi pinjaman, sama besarnya dengan kesengsaraan orang-

orang yang tidak bisa membayar kembali utang mereka.   

2.  Kita harus selalu siap berlaku murah hati dan penuh derma, 

sebab dengan berbuat demikian kita menunjukkan kebaikan 

Allah kepada orang benar yang memberikan kepadanya kuasa 

untuk bersikap baik hati dan berbuat baik (dan sebagian 

orang memahami ini demikian: bahwa berkat Allah meninggi-

kan umat-Nya yang kecil setinggi-tingginya hingga mereka ber-

kelimpahan dan memiliki kelebihan untuk menolong orang 

lain). Selain itu, dengan berlaku murah hati dan dermawan 

kita juga memperlihatkan kebaikan orang benar yang memiliki 

hati sebesar jumlah kekayaannya: Orang benar yaitu   penga-

sih dan pemurah (ay. 21). Tiap hari ia menaruh belas kasihan, 

setiap hari, atau sepanjang hari, selalu berbelas kasihan dan 

memberi pinjaman. Terkadang, meminjamkan itu juga sama 

baik hatinya seperti memberi. Dan memberi dan meminjamkan 

itu berkenan kepada Allah bila timbul dari hati yang tergerak 

oleh belas kasihan, dan jika sungguh diserta rasa tulus, akan 

terus kita lakukan tanpa jemu-jemunya. Orang yang benar-

benar berbelas kasihan akan menaruh belas kasihan setiap 

waktu.  

3.  Kita harus meninggalkan dosa kita dan bertekun di dalam ke-

salehan (ay. 27): Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang 

baik. Berhentilah berbuat jahat dan bencilah kejahatan itu. 

Belajarlah untuk berbuat baik dan bertekun di dalamnya. Ini-

lah agama yang sejati.  

4. Kita harus berlimpah dengan percakapan yang baik, memulia-

kan Alah dan membangun orang-orang lain dengan lidah kita. 

Inilah bagian dari perangai orang benar (ay. 30), yaitu bahwa 

mulutnya mengucapkan hikmat. Dia bukan saja berkata de-

ngan bijak, tetapi juga mengucapkan hikmat, sebagaimana Sa-


 522

lomo, demi membimbing orang-orang di sekelilingnya. Lidah-

nya tidak mengatakan omong kosong atau cakap angin, me-

lainkan mengatakan hartikel  m, yaitu firman dan pemeliharaan 

Allah, serta jalan-jalan hikmat yang mengarahkan perilaku 

dengan benar. Dari hati yang limpah dengan kebaikan, mulut 

akan mengucapkan hal-hal yang baik dan membangun.  

5. Kita harus bersedia menyerahkan segala kehendak kita ke 

dalam kehendak dan firman Allah (ay. 31): Taurat Allahnya 

ada di dalam hatinya. Sia-sia saja jika kita mengaku-ngaku 

bahwa Allah yaitu   Allah kita, jika kita tidak menerima Tau-

rat-Nya di dalam hati kita dan tidak menyerahkan diri untuk 

dikuasai oleh Taurat-Nya itu. Hanya isapan jempol belaka bila 

kita mengucapkan hikmat dan mengatakan hartikel  m (ay. 30) 

tanpa Taurat Allah ada di dalam hati kita, dan jika apa yang 

kita katakan tidak sama seperti apa yang ada dalam pikiran 

kita. Taurat Allah harus menjadi pegangan yang berkuasa dan 

memerintah di dalam hati. Taurat Allah harus menjadi terang 

dan mata air di sana, supaya dengan begitulah perilaku laku 

menjadi selaras dan sejalan: Langkah-langkahnya tidak goyah. 

Hartikel  m Allah ampuh dalam mencegah kita tergelincir ke da-

lam dosa dan kerugian yang ditimbulkannya. 

II.  Apa yang dijanjikan sebagai jaminan bagi kita, sebagai contoh 

dari kebahagiaan dan penghiburan yang akan kita alami, bila kita 

melakukan apa yang dikehendaki Tuhan bagi kita di atas.  

1.  Bahwa kita akan memperoleh berkat dari Allah, dan berkat itu 

akan menjadi sumber, rasa manis dan keamanan bagi segala 

penghiburan dan kenikmatan sementara kita di dunia ini (ay. 

22): Orang-orang yang diberkati Allah, sebagaimana semua 

orang benar, dengan berkat Bapa dan kebajikan di dalamnya, 

akan mewarisi negeri, atau tanah (sebagaimana yang diterje-

mahkan dalam pasal 29, TL), yaitu tanah Kanaan, kemuliaan 

dari segala negeri. Semua penghiburan sementara di dunia ini 

sungguh-sungguh dirasakan sebagai penghiburan bila kita 

melihatnya mengalir dari berkat Allah. Dengan demikian kita 

yakin tidak akan kekurangan apa pun yang baik bagi kita di 

dunia ini. Tanah itu menumbuhkan hasilnya, jika Allah, yaitu 

Allah kita, akan memberkati kita (67:6, TL). Dan sebagaimana 

orang-orang yang diberkati Allah benar-benar dipenuhi berkat 

Kitab Mazmur 37:21-33 

 523 

(sebab mereka akan mewarisi negeri), begitu pula orang-orang 

yang dikutuk-Nya benar-benar celaka. Mereka akan dilenyap-

kan dan dibabat habis, dan kebinasaan mereka yang ditimpa-

kan oleh kutukan ilahi itu akan menjadi peneguhan dan peng-

hiburan bagi orang benar melalui berkat ilahi. 

2.  Bahwa Allah akan mengarahkan dan mengatur tindakan serta 

perkara kita sedemikian rupa sehingga menjadi kemuliaan 

yang terbesar bagi-Nya (ay. 23): TUHAN menetapkan langkah-

langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya. Melalui 

anugerah dan Roh Kudus-Nya dia mengarahkan pikiran, pera-

saan, dan rancangan orang-orang benar. Dia tentu saja me-

nguasai hati semua orang di tangan-Nya, tetapi hati orang-

orang benar itu dimiliki-Nya atas persetujuan mereka. Melalui 

pemeliharaan-Nya, Dia menguasai segala kejadian yang ber-

kaitan dengan mereka supaya Ia bisa meratakan jalan mereka, 

agar jelas bagi mereka apa yang harus mereka lakukan dan 

apa yang dapat mereka harapkan. Perhatikanlah, Allah mene-

tapkan langkah-langkah orang benar, bukan hanya menetap-

kan jalannya secara umum melalui firman-Nya yang tertulis, 

tetapi juga menetapkan setiap langkahnya melalui bisikan hati 

nurani yang berkata, “Inilah jalan, berjalanlah mengikutinya.” 

Dia tidak selalu menunjukkan jalan-Nya kepada orang benar 

itu dari jauh, melainkan membimbingnya langkah demi lang-

kah, layaknya menuntun seorang anak, supaya ia bisa terus 

bergantung kepada bimbingan-Nya. Dan ini semua, 

(1) sebab   Ia berkenan akan jalannya, dan disenangkan oleh 

jalan-jalan kebenaran yang dipijaknya. TUHAN mengenal 

jalan orang benar (1:6), mengenalnya dan menyukainya, 

dan sebab   itulah Dia mengarahkan jalannya.  

(2) Supaya Dia berkenan akan jalan orang benar itu. sebab   

Allah menetapkan jalannya sesuai dengan kehendak-Nya, 

Dia pun berkenan atasnya. Sebab, sebagaimana Ia menga-

sihi  gambaran-Nya di dalam kita, begitu pula Dia senang 

dengan apa yang kita perbuat di bawah bimbingan-Nya.  

3.  Bahwa Allah akan mencegah kita hancur baik oleh sebab   

dosa maupun oleh sebab   kesusahan (ay. 24): apabila ia jatuh, 

tidaklah sampai tergeletak.  


 524

(1) Orang benar mungkin saja terjerembab dalam sebuah ke-

salahan, tetapi anugerah Allah akan memulihkannya mela-

lui pertobatan, sehingga dia tidak akan sampai tergeletak. 

Meskipun dia bisa saja kehilangan sukacita keselamatan 

dari Allah untuk sementara waktu, sukacita itu akan di-

kembalikan kepada-Nya, sebab Allah akan menopangnya 

dengan tangan-Nya, menopangnya dengan Roh-Nya yang 

bebas. Akar akan tetap hidup sekalipun daun layu, dan 

musim semi akan datang setelah musim dingin berlalu.  

(2) Orang benar mungkin saja merasa tertekan, dipermalukan 

dalam perkaranya, dan jiwanya menjadi lesu, tetapi dia 

tidak akan sampai tergeletak. Allah akan menjadi kekuatan 

hatinya saat daging dan hatinya gagal, dan Dia akan 

menopangnya dengan penghiburan-Nya sehingga jiwa yang 

telah Ia ciptakan itu tidak akan gagal di hadapan-Nya.  

4.  Bahwa kita tidak akan kekurangan apa pun yang kita per-

lukan dalam hidup ini (ay. 25): “Dahulu aku muda, sekarang 

telah menjadi tua, dan, dari segala perubahan yang telah ku-

saksikan dalam keadaan lahiriah manusia serta pengamatan 

yang telah kulakukan mengenai hal itu, tidak pernah kulihat 

orang benar ditinggalkan oleh Allah dan manusia, seperti 

kulihat orang jahat terkadang diabaikan oleh sorga dan bumi. 

Aku juga tidak pernah melihat anak cucu orang benar dibiar-

kan terpuruk sampai harus meminta-minta roti.” Daud sendiri 

pernah mengemis rotinya dari Abimelek sang imam, tetapi 

pada saat itu Saul sedang memburunya, dan Penyelamat kita 

telah mengajar kita untuk mengecualikan kasus penganiayaan 

yang terjadi oleh sebab   kebenaran, dari segala janji mengenai 

hal-hal yang sifatnya sementara (Mrk. 10:30), sebab perkara 

seperti itu disertai kehormatan dan penghiburan yang isti-

mewa sehingga lebih terasa sebagai karunia (sebagaimana 

anggapan sang rasul mengenainya, Flp. 1:29) daripada sebagai 

kerugian atau kedukaan. Tetapi hanya ada sedikit saja contoh 

orang benar atau keluarga mereka yang menjadi amat miskin, 

bila dibandingkan dengan kemiskinan yang menimpa orang 

jahat sebab   kejahatan mereka. Daud tidak pernah melihat 

orang benar ditinggalkan, atau anak cucunya meminta-minta 

roti. Tidak ditinggalkan (seperti yang ditafsirkan oleh beberapa 

orang) artinya, jika mereka benar-benar berkekurangan, Allah 

Kitab Mazmur 37:21-33 

 525 

akan menggerakkan kawan-kawan mereka untuk mencartikel  pi 

kebutuhan mereka sehingga mereka tidak perlu mendapat cela 

seperti yang biasa dilayangkan orang kepada para peminta-

minta. Atau, jika mereka mendatangi rumah demi rumah 

untuk mendapatkan makanan, usaha mereka itu tidak akan 

dilakukan dengan rasa putus asa, tidak seperti orang jahat 

yang mengembara untuk mencari makan, entah ke mana (Ayb. 

15:23). Orang benar juga tidak akan ditolak seperti anak yang 

hilang itu, yang ingin mengisi perutnya dengan ampas yang 

menjadi makanan babi itu, tetapi tidak seorang pun yang 

memberikannya kepadanya (Luk. 15:16). Dia juga tidak akan 

bersungut-sungut jika tidak merasa kenyang, tidak seperti 

musuh-musuh Daud saat mereka mengembara mencari makan 

(59:16). Beberapa orang berpendapat bahwa janji ini terutama 

ditujukan bagi orang-orang yang murah hati dan senang 

memberi kepada orang-orang miskin, dan mengartikan bahwa 

Daud tidak pernah melihat orang-orang seperti itu menjadi 

miskin sebab   perbuatan amal mereka. Justru ada yang 

menghemat secara luar biasa, namun selalu berkekurangan 

(Ams. 11:24). 

5.  Bahwa Allah tidak akan meninggalkan kita, melainkan dengan 

murah hati akan melindungi kita di dalam segala kesukaran 

dan kesesakan kita (ay. 28): Sebab TUHAN mencintai hartikel  m. 

Dia senang berlaku adil dan juga berkenan kepada orang-

orang yang berlaku adil. sebab   itulah, Dia tidak meninggal-

kan orang-orang yang dikasihi-Nya di dalam kesesakan saat 

orang-orang lain memisahkan diri dan menjauhi mereka. Dia 

justru memastikan agar mereka terpelihara sampai selama-

lamanya. Hal ini berarti bahwa orang kudus di segala zaman 

akan dilindungi-Nya dan kelangsungan hal itu akan terus 

terpelihara sampai akhir zaman, dan bahwa orang-orang ku-

dus itu akan dijagai dari segala godaan dan dibawa melewati 

segala pencobaan di masa sekarang menuju ke kebahagiaan 

yang akan berlangsung selama-lamanya. Dia akan menyela-

matkan aku, sehingga aku masuk ke dalam Kerajaan-Nya di 

sorga. Itulah keselamatan yang berlangsung selama-lamanya 

(2Tim. 4:18; Mzm. 12:8). 

6.  Bahwa kita akan memiliki tempat tinggal yang nyaman di du-

nia ini, dan bahkan di dunia yang lebih baik lagi saat kita 


 526

meninggalkan dunia yang sekarang ini. Bahwa kita akan tetap 

tinggal untuk selama-lamanya (ay. 27), dan tidak akan dile-

nyapkan seperti anak cucu orang-orang fasik (ay. 28). Orang-

orang yang menjadikan Allah sebagai tempat kediaman mereka 

dan berlabuh kepada-Nya tidak akan terombang-ambing. Te-

tapi di bumi ini tidak ada tempat tinggal yang abadi, tidak ada 

kota yang akan terus berdiri. Hanya di sorga saja, di kota yang 

memiliki dasar teguh, orang-orang benar akan tinggal selama-

nya. Tempat itu akan menjadi rumah mereka untuk selama-

lamanya.    

7.  Bahwa kita tidak akan menjadi mangsa musuh-musuh kita, 

yang mencoba membinasakan kita (ay. 32-33). Ada musuh 

yang hendak menggunakan segala kesempatan untuk berbuat 

jahat terhadap kita, yaitu si jahat yang mengamat-amati orang 

benar (seperti singa yang mengaum-aum yang sedang meng-

intai mangsanya) dan berikhtiar membunuhnya. Memang ada 

orang-orang jahat yang berlaku seperti itu (mereka mengamat-

amati orang benar untuk mencari kesempatan berbuat jahat 

dan memperoleh dalih untuk membenarkan perbuatan mere-

ka). Mereka begitu mendendam, dan oleh sebab   itulah mere-

ka berikhtiar membunuhnya. Akan tetapi, pernyataan tersebut 

bisa juga diterapkan kepada si jahat Iblis, si ular tua yang 

penuh dengan siasat untuk menjerat orang benar, yang taktik-

nya tidak boleh kita abaikan – si naga merah padam yang be-

sar itu, yang mencoba membunuh mereka, – singa yang meng-

aum-aum itu, yang terus berkeliling dengan resah dan murka, 

mencari siapa saja yang bisa dia telan. Akan tetapi, di sini 

ditegaskan bahwa mereka, si Iblis maupun antek-anteknya itu, 

tidak akan berhasil.  

(1) Dia tidak akan berhasil sebagai musuh yang menghadang 

di padang: TUHAN tidak menyerahkan orang benar itu ke 

dalam tangannya. Tuhan tidak akan mengizinkan Iblis un-

tuk melakukan apa yang dia mau. Dia juga tidak akan 

mengambil kembali kekuatan dan anugerah-Nya dari 

umat-Nya, melainkan akan memampukan mereka untuk 

bertahan dan mengalahkan Iblis, dan iman mereka tidak 

akan gugur (Luk. 22:31-32). Orang benar mungkin saja ter-

jatuh ke tangan utusan Iblis dan terluka parah, tetapi Allah 

Kitab Mazmur 37:34-40 

 527 

 tidak akan menyerahkan dia ke dalam tangannya (1Kor. 

10:13). 

(2) Dia tidak akan berhasil sebagai lawan yang menentang di 

pengadilan: Allah tidak membiarkan orang benar dinyata-

kan fasik pada waktu diadili, meskipun didesak oleh sang 

pendakwa saudara-saudara kita, yang mendakwa mereka 

siang dan malam di hadapan Allah kita.  Tuduhan-tuduhan 

palsunya itu akan dilemparkan keluar, sebagaimana tu-

duhan yang dilayangkan terhadap Yosua (Za. 3:1-2), 

TUHAN kiranya menghardik engkau, hai Iblis! Jika Allah 

yang membenarkan, siapakah yang akan menggugat orang-

orang pilihan Allah?  

Pesan dan Janji 

(37:34-40) 

34 Nantikanlah TUHAN dan tetap ikutilah jalan-Nya, maka Ia akan 

mengangkat engkau untuk mewarisi negeri, dan engkau akan melihat orang-

orang fasik dilenyapkan. 35 Aku melihat seorang fasik yang gagah sombong, 

yang tumbuh mekar seperti pohon aras Libanon; 36 saat   aku lewat, lenyap-

lah ia, aku mencarinya, tetapi tidak ditemui. 37 Perhatikanlah orang yang 

tulus dan lihatlah kepada orang yang jujur, sebab pada orang yang suka 

damai akan ada masa depan; 38 tetapi pendurhaka-pendurhaka akan dibina-

sakan bersama-sama, dan masa depan orang-orang fasik akan dilenyapkan. 

39 Orang-orang benar diselamatkan oleh TUHAN; Ia yaitu   tempat perlin-

dungan mereka pada waktu kesesakan; 40 TUHAN menolong mereka dan 

meluputkan mereka, Ia meluputkan mereka dari tangan orang-orang fasik 

dan menyelamatkan mereka, sebab mereka berlindung pada-Nya. 

Kesimpulan sang pemazmur dalam khotbahnya ini (sebab puisi ini 

memang bersifat seperti khotbah) sama saja dengan tujuan dari kese-

luruhan mazmur ini, dan memaparkan hal-hal yang sama.   

I.  Kewajiban yang ditekankan kepada kita di sini masih sama (ay. 

34): Nantikanlah TUHAN dan tetap ikutilah jalan-Nya. Kewajiban 

itu memang milik kita, dan kita harus memperhatikannya dan 

mawas diri sebab  nya. Kita wajib berada terus di jalan Allah dan 

tidak boleh menyimpang atau bermalas-malasan di dalamnya. Te-

tap dekat dan terus maju. Namun, segala peristiwa ada di tangan 

Allah, jadi kita harus berserah diri kepada-Nya dalam menghadapi 

semuanya itu. Kita harus menanti-nantikan Tuhan, mengikuti 

tindak-tanduk pemeliharaan-Nya, mengamati dengan saksama, 


 528

dan dengan penuh kesadaran menyesuaikan diri terhadap semua-

nya itu. Jika kita mengikuti jalan Allah dengan penuh kesadaran, 

maka kita dapat menanti-nantikan-Nya dan menyerahkan jalan 

kita kepada-Nya dengan penuh sukacita. Dengan cara itu kita 

akan mendapati-Nya sebagai seorang Tuan yang adil, baik terha-

dap hamba-Nya yang bekerja maupun terhadap hamba-Nya yang 

menanti-nantikan-Nya.   

II.  Alasan-alasan yang memperkuat kewajiban ini juga hampir sama, 

didasarkan pada kebinasaan yang pasti akan menimpa orang 

fasik dan keselamatan yang akan diperoleh orang benar. Orang 

benar (dalam mazmur) ini, supaya dapat membentengi dirinya 

dari pencobaan yang timbul akibat rasa iri terhadap kejayaan 

orang fasik, masuk ke dalam tempat kudus Allah dan membimbing 

kita dari sana (73:17). Di sanalah dia mengerti nasib akhir orang 

fasik, dan kemudian menolong kita untuk memahaminya juga. 

Lalu, ia membandingkannya dengan nasib akhir orang benar, dan 

godaan itu pun mereda sebab   dapat ditahannya. Perhatikanlah,  

1.  Kesengsaraan yang pada akhirnya akan dialami oleh orang fa-

sik, sekalipun mereka makmur untuk sementara waktu. Masa 

depan orang-orang fasik akan dilenyapkan (ay. 38), dan celaka-

lah nasib orang yang masa depannya begitu suram. Orang 

fasik, di masa depan, akan dilenyapkan dari segala yang baik 

dan segala harapan. Segala keriaan mereka akan berakhir, 

dan mereka akan selamanya dipisahkan dari sumber hayat, 

lalu diserahkan kepada segala kejahatan.  

(1) Daud telah mengamati beberapa contoh kehancuran dah-

syat yang menimpa orang fasik di dunia ini – kemewahan 

dan kemakmuran para pendosa tidak mampu melindungi 

mereka dari penghakiman Allah saat hari mereka akhirnya 

datang menimpa (ay. 35-36): Aku melihat seorang fasik 

(bentuk tunggal), mungkin yang dimaksudkannya yaitu   

Saul atau Ahitofel (sebab Daud sudah tua sewaktu dia 

menorehkan mazmur ini), yang gagah sombong, menggen-

tarkan (begitulah yang ditafsirkan beberapa orang), yang 

menimbulkan ketakutan terhadap pahlawan-pahlawan 

yang meliputi dunia orang-orang hidup, yang memerintah 

semua orang dengan tangan teracung dan terlihat begitu 

Kitab Mazmur 37:34-40 

 529 

teguh dan berjaya, tumbuh mekar seperti pohon aras Liba-

non yang hanya menghasilkan dedaunan saja tanpa buah, 

seperti seorang asli Israel yang lahir di negerinya (begitulah 

ungkapan Dr. Hammond), kelihatannya berakar dengan 

kuat. Tetapi, apa jadinya dengan dia kemudian? Jauh sebe-

lum itu, Elifas telah belajar untuk mengutuki tempat ke-

diaman orang bodoh yang berakar (Ayb. 5:3). Dan Daud 

dapat melihat alasannya, yaitu sebab   pohon aras itu ke-

mudian menjadi layu secepat pohon ara yang dikutuk Kris-

tus: ia lenyap bagaikan impian, seperti sebuah bayangan. 

Demikianlah yang terjadi dengan orang fasik itu dan segala 

kemewahan serta kekuasaan yang begitu ia bangga-bang-

gakan itu. Dia hilang dalam sekejap: lenyaplah ia, aku men-

carinya dengan heran, tetapi ia tidak ditemui. Dia menjalan-

kan perannya, lalu kemudian turun panggung dan tidak 

terlihat lagi.  

(2) Kebinasaan akhir yang dahsyat dari para pendosa, semua 

orang berdosa, akan dijadikan tontonan bagi orang-orang 

kudus, sebagaimana orang-orang kudus itu terkadang di-

jadikan tontonan bagi dunia ini (ay. 34): Saat orang-orang 

fasik dilenyapkan (dan mereka pasti dilenyapkan), engkau 

akan melihatnya dengan penuh kekaguman terhadap ke-

adilan ilahi. Pendurhaka-pendurhaka akan dibinasakan ber-

sama-sama (ay. 38). Dari sekian banyak pendosa di dunia 

ini, Allah memilih seorang pendosa di sini dan seorang 

lainnya di tempat lain, untuk dijadikan contoh in terrorem – 

sebagai peringatan. Akan tetapi, pada hari penghakiman 

nanti akan terjadi kebinasaan bagi semua pendurhaka, dan 

tidak seorang pun dapat meloloskan diri. Orang-orang yang 

telah sama-sama berbuat dosa akan dikutuk bersama-

sama. Ikatlah mereka berberkas-berkas untuk dibakar. 

2.  Segala berkat yang pada akhirnya akan diperoleh orang benar. 

Marilah kita lihat bagaimana masa depan umat Allah yang 

hina dina itu.   

(1) Kedudukan tinggi. Telah banyak terjadi pelanggaran yang 

membuat kesalehan manusia justru menjadi penghalang 

bagi perbaikan kedudukan mereka di dunia ini dan mele-

nyapkan kesempatan mereka untuk menambah kekayaan. 


 530

Akan tetapi, orang-orang yang mengikuti jalan Allah dapat 

merasa yakin bahwa pada waktunya Dia akan mengangkat 

mereka untuk mewarisi negeri (ay. 34). Dia akan meninggi-

kan mereka ke tempat yang terletak di istana sorgawi, pe-

nuh martabat dan kehormatan serta harta sejati, di Yeru-

salem baru, untuk mewarisi negeri yang baik itu, yang di-

pelambangkan oleh Kanaan. Dia akan meninggikan mereka 

di atas segala penghinaan dan marabahaya.  

(2) Damai (ay. 37). Biarlah semua orang memperhatikan orang 

yang tulus dan melihat kepada orang yang jujur. Amatilah 

dia, dan kagumi serta teladani dia. Arahkanlah pandangan-

mu kepadanya dan perhatikan apa yang terjadi kepadanya, 

dan engkau akan mendapati bahwa masa depan orang itu 

yaitu   damai. Kadang-kadang, kesudahan hari-hari tua-

nya terbukti lebih menyenangkan baginya daripada hari-

hari mudanya. Serangan badai sudah berakhir, dan dia 

pun dihiburkan kembali, setelah masa-masa kesesakan 

berlalu. Bagaimanapun juga, jika seluruh harinya suram 

dan mendung, mungkin kematiannya akan menghiburkan-

nya dan mentarinya akan terbenam dalam kegemilangan 

cahaya. Atau, jika kehidupannya memang harus sengsara, 

masa depannya akan tetap penuh damai sejahtera, damai 

yang tidak berkesudahan. Orang-orang yang hidup dengan 

lurus hati mendapat tempat damai pada waktu mereka 

mati (Yes. 57:2). Kematian yang penuh damai telah meng-

akhiri hidup yang penuh kesusahan bagi banyak sekali 

orang benar, dan semua yang akan seterusnya baik pasti-

lah berakhir dengan baik. Bileam sendiri pun ingin kemati-

an dan ajalnya seperti kematian dan ajal orang-orang jujur 

(Bil. 23:10).  

(3) Keselamatan (ay. 39-40). Keselamatan orang benar (yang 

dapat diartikan sebagai keselamatan besar yang diselidiki 

dan diteliti oleh nabi-nabi, 1Ptr. 1:10) yaitu   dari TUHAN. 

Keselamatan itu yaitu   perbuatan Tuhan saja. Keselamat-

an kekal, keselamatan dari Allah yang akan dilihat oleh 

orang-orang yang jujur jalannya (50:23), juga datang dari 

Tuhan. Dan Dia yang memberikan Kristus dan sorga bagi 

mereka akan menjadi Allah yang selalu mencartikel  pi mereka: 

Ia yaitu   tempat perlindungan mereka pada waktu kese-

Kitab Mazmur 37:34-40 

 531 

sakan, untuk menyokong mereka dan membawa mereka 

melewati semua itu. Dia menolong mereka dan meluputkan 

mereka, membantu mereka melaksanakan kewajiban mere-

ka, memikul beban mereka, dan memelihara peperangan 

rohani mereka, membantu mereka untuk menanggung ke-

susahan mereka dan menarik pelajaran yang berharga dari 

semua itu, dan pada saatnya nanti, Dia akan meluputkan 

mereka dari segala permasalahan itu. Dia akan meluput-

kan mereka dari orang-orang fasik yang hendak menceng-

keram dan menelan mereka hidup-hidup. Dia akan meng-

amankan mereka di sana kelak, di mana orang fasik akan 

berhenti berbuat masalah. Dia akan menyelamatkan me-

reka, bukan hanya melindungi mereka saja, tetapi juga 

membuat mereka bahagia, sebab mereka berlindung pada-

Nya, bukan sebab   mereka layak mendapatkan semua itu 

dari-Nya, tetapi sebab   mereka telah menyerahkan diri me-

reka kepada-Nya dan mempercayai-Nya, dan dengan begitu 

telah menghormati Dia. 

  

 

 

 

 

 

 

PASAL 38  

ni yaitu   salah satu mazmur pertobatan, penuh dengan duka dan 

ratapan dari awal sampai akhir. Dosa dan kesusahan Daud meru-

pakan penyebab kedukaan itu, dan itu pulalah yang diratapinya. Ke-

lihatannya dia kini sedang didera penyakit dan kesakitan, yang 

mengingatkannya akan dosa-dosanya dan membantunya untuk me-

rendahkan diri. Pada saat yang bersamaan, dia tengah ditinggalkan 

oleh kawan-kawannya dan diburu oleh musuh-musuhnya. Jadi, maz-

mur ini berisikan kesesakan yang mendalam dan bencana-bencana 

yang rumit. Dia mengeluhkan tentang,  

I. Murka Allah, dan dosanya sendiri yang telah menyulut ama-

rah Allah terhadapnya (ay. 2-6).  

II. Penyakit tubuhnya (ay. 7-11).  

III. Sikap tidak baik yang ditunjukkan oleh kawan-kawannya (ay. 

12). 

IV. Perlakuan-perlakuan buruk yang dilakukan musuh-musuh-

nya terhadap dia. Dia mengemukakan sikap baiknya terhadap 

mereka, tetapi juga mengakui dosa-dosanya terhadap Allah 

(ay. 13-21). Terakhir, dia menutup mazmur ini dengan doa 

yang sungguh-sungguh kepada Allah, untuk meminta hadirat 

dan pertolongan-Nya yang rahmani (ay. 22-23).  

Saat menyanyikan mazmur ini, kita harus merasa trenyuh oleh 

kesadaran akan jahatnya dosa itu. Dan, jika kita tidak mengalami 

kesukaran seperti yang digambarkan di sini, kita perlu berhati-hati 

sebab   kita tidak pernah tahu seberapa cepat kita akan mengalami-

nya. sebab   itulah, kita harus menyanyikan mazmur ini untuk mem-

persiapkan diri menghadapi semua itu. Dan, sebab   kita tahu bahwa 

orang-orang lain sedang mengalaminya, kita pun harus menyanyi-

kannya dengan penuh rasa seolah kita pun turut mengalaminya.  


 534

Keluhan-keluhan Kedukaan 

(38:1-12) 

1 Mazmur Daud pada waktu mempersembahkan korban peringatan. 2 TU-

HAN, janganlah menghartikel  m aku dalam geram-Mu, dan janganlah menghajar 

aku dalam kepanasan murka-Mu; 3 sebab anak panah-Mu menembus aku, 

tangan-Mu telah turun menimpa aku. 4 Tidak ada yang sehat pada dagingku 

oleh sebab   amarah-Mu, tidak ada yang selamat pada tulang-tulangku oleh 

sebab   dosaku; 5 sebab kesalahanku telah menimpa kepalaku; semuanya 

seperti beban berat yang menjadi terlalu berat bagiku. 6 Luka-lukaku berbau 

busuk, bernanah oleh sebab   kebodohanku; 7 aku terbungkuk-bungkuk, sa-

ngat tertunduk; sepanjang hari aku berjalan dengan dukacita. 8 Sebab ping-

gangku penuh radang, tidak ada yang sehat pada dagingku; 9 aku kehabisan 

tenaga dan remuk redam, aku merintih sebab   degap-degup jantungku. 10 

Tuhan, Engkau mengetahui segala keinginanku, dan keluhku pun tidak 

tersembunyi bagi-Mu; 11 jantungku berdebar-debar, kekuatanku hilang, dan 

cahaya mataku pun lenyap dari padaku. 12 Sahabat-sahabatku dan teman-

temanku menyisih sebab   penyakitku, dan sanak saudaraku menjauh. 

Judul mazmur ini begitu mencolok. Ini yaitu   mazmur pada waktu 

mempersembahkan korban peringatan. Mazmur ketujuh puluh, yang 

dituliskan pada saat kesesakan seperti ini, juga diberi judul demi-

kian.  

Mazmur ini dirancang,  

1. Untuk membangkitkan ingatannya sendiri. Kita dapat menebak 

bahwa mazmur ini dituliskan saat   dia sedang menderita penya-

kit dan kesakitan, dan hal itu mengajari kita juga bahwa masa-

masa sakit yaitu   masa untuk mengingat-ingat kembali, untuk 

membangkitkan kembali ingatan akan dosa. Allah memakai 

masa-masa sakit ini untuk bergulat dengan kita, membangkitkan 

hati nurani kita supaya bersikap setia dan terus-terang. Saat itu 

Ia menghamparkan dosa-dosa kita di depan kita, supaya kita 

merendahkan diri. Pada hari malang ingatlah. Atau kita juga bisa 

beranggapan bahwa mazmur ini dituliskan setelah dia sembuh, 

dan catatan ini dirancang sebagai ingatan saat ia diyakinkan akan 

dosanya dan bagaimana hatinya merana dalam kesesakan, su-

paya dengan demikian setiap kali membaca mazmur ini nantinya 

dia akan teringat kembali mengenai kesan-kesan baik yang terta-

nam dalam dirinya pada waktu itu sehingga dia dapat memper-

baiki diri lagi. Tujuan ini serupa dengan tujuan catatan Hizkia 

yang dituliskan saat   dia sedang sakit.  

2.  Untuk mengingatkan orang lain akan perkara-perkara yang sama 

yang menjadi beban pikirannya, dan untuk mengajari mereka 

Kitab Mazmur 38:1-12 

 535 

tentang apa yang harus dipikirkan dan dikatakan saat   mereka 

sedang sakit dan ada di dalam kesusahan. Semoga mereka juga 

berpikir dan berkata-kata seperti dia.  

I.  Di dalam kesusahannya, dia berseru tentang geram dan murka 

Allah (ay. 2): TUHAN, janganlah menghartikel  m aku dalam geram-Mu.  

Dengan permohonan serupa, dia juga memulai doa lain yang 

dipakai untuk melawat orang sakit (6:2). Inilah yang terutama ada 

dalam hatinya dan seharusnya juga ada dalam hati kita saat   

kita sedang kesusahan, yaitu bahwa, betapapun Allah menghu-

kum dan menghajar kita, biarlah hal itu tidak dilakukan di dalam 

geram dan murka, sebab keduanya akan menjadi ipuh dan racun 

dalam derita dan sengsara. Siapa yang ingin luput dari kegeraman 

Allah harus berdoa supaya dijauhkan dari hal itu, lebih daripada 

berdoa supaya dijauhkan dari penderitaan lahiriah, dan harus 

rela menanggung kesukaran itu jika memang sejalan dengan dan 

berasal dari kasih Allah. 

II.  Dengan pahit dia meratapi serangan murka Allah terhadap jiwa-

nya (ay. 3): Anak panah-Mu menembus aku. Biarlah keluhan Ayub 

(Ayb. 7:4) menerangkan keluhan Daud ini. Anak panah Sang Ma-

hakuasa ini dimaksudkannya sebagai rasa gentar yang datang 

dari Allah, yang memang sedang dilancarkan ke arahnya. Dia be-

nar-benar sedang dikuasai ketakutan dan kesedihan yang amat 

sangat akan kegeraman Allah oleh sebab   dosa-dosanya, dan me-

ngira bahwa dia tidak akan dapat meloloskan diri dari penghakim-

an dan murka menyala-nyala yang siap melahapnya. Anak panah 

Allah bukan saja akan menancap dengan jitu di sasarannya, te-

tapi juga pasti menembusnya dan tetap melekat di sana sampai 

Dia sendiri berkenan mencabutnya dan membalut luka-luka yang 

telah ditimbulkan-Nya itu dengan penghiburan-Nya. Inilah yang 

akan menjadi kesengsaraan kekal bagi orang-orang yang terkutuk 

– anak panah Allah akan menembus mereka dan lukanya tidak 

akan dapat diobati. “Tangan-Mu, tangan-Mu yang berat itu, telah 

turun menimpa aku, dan aku akan segera terbenam sebab  nya. 

Tangan-Mu itu tidak hanya menindihku dengan berat, tetapi juga 

lama. Dan siapa yang tahu kuasa kemurkaan Allah, beratnya ta-

ngan-Nya itu?” Terkadang Allah memang melepaskan anak-anak 

panah-Nya dan membentangkan tangan-Nya bagi Daud (18:15), 


 536

tetapi kini semua itu dilakukan Allah untuk melawannya. Betapa 

tidak pastinya sampai kapan penghiburan ilahi itu berlangsung, 

meskipun anugerah ilahi pasti selalu ada. Daud pun mengeluh-

kan kegeraman Allah yang menimpa tubuh jasmaninya (ay. 4): 

Tidak ada yang sehat pada dagingku oleh sebab   amarah-Mu. 

Kepahitan amarah yang dia rasakan dalam jiwanya itu menjalar 

juga ke tubuhnya. Akan tetapi, masih ada lagi yang lebih buruk 

dari itu: kepahitan itu menggelisahkan hatinya, sampai dia pun 

kehilangan keberanian seorang prajurit, martabatnya sebagai 

raja, dan keceriaannya sebagai pemazmur Israel yang tercakap. 

Dia merintih-rintih dengan pilunya (ay. 9). Tidak ada yang lebih 

meresahkan hati orang benar selain kesadaran mengenai murka 

Allah, yang menunjukkan betapa menakutkannya bila sampai 

jatuh ke dalam tangan Allah itu. Cara untuk menjaga hati tetap 

teduh yaitu   dengan menjaga supaya kita tetap berada di dalam 

kasih Allah dan tidak melakukan apa pun yang dapat membuat-

Nya marah.  

III. Dia mengakui bahwa dosa-dosanyalah yang telah memicu sege-

nap kesusahannya, dan beban kesalahannya itu membuat dia 

mengerang lebih nyaring dibandingkan dengan beban lainnya (ay. 

4). Dia mengeluh bahwa tidak ada yang sehat pada dagingnya, 

tidak ada yang selamat pada tulang-tulangnya, begitu besarlah 

kegelisahan yang melandanya itu. “Semua itu oleh sebab   ama-

rah-Mu. Itulah yang membuat nyala api berkobar-kobar dengan 

ganasnya.” Akan tetapi, dalam perkataan berikutnya, Dia membe-

narkan Allah dan menyalahkan dirinya sendiri: “Semua itu oleh 

sebab   dosaku. Aku memang layak mengalami semua ini, aku 

telah menimpakannya ke atas diriku sendiri. Pelanggaranku sen-

dirilah yang tengah menghajarku kini.” Jika kesukaran kita men-

jadi pemicu murka Allah, maka itu yaitu   salah kita sendiri. Dosa 

kita sendirilah yang menjadi penyebabnya. Apakah kita merasa 

gundah gulana? Dosa kita sendirilah yang menyebabkan kita 

seperti itu. Jika jiwa kita bersih dari segala dosa, tidak akan ada 

kesakitan di dalam tulang kita, tidak akan ada penyakit dalam 

tubuh kita. sebab   itu, dosalah yang terutama sedang dikeluhkan 

oleh orang benar ini,   

1.  Sebagai suatu beban, beban yang berat (ay. 5): “Kesalahanku 

telah menimpa kepalaku, seperti gelombang air menimpa orang 

Kitab Mazmur 38:1-12 

 537 

yang sedang terbenam dan tenggelam, atau seperti beban be-

rat di kepalaku, yang menekanku lebih daripada yang sanggup 

aku tahan atau aku topang.” Perhatikanlah, dosa yaitu   se-

buah beban. Kuasa dosa yang bercokol di dalam diri kita 

merupakan beban (Ibr. 12:1). Semua orang terhambat sebab   

beban itu. Ia menghalangi orang untuk terbang ke atas atau 

melaju ke depan. Semua orang kudus mengeluhkan hal itu 

sebagai tubuh maut yang melekat pada diri mereka (Rm. 7:24). 

Kesalahan dosa yang kita lakukan merupakan sebuah beban, 

beban yang berat. Dosa merupakan beban bagi Allah (Dia di-

tekan olehnya, Am. 2:13, BIS), juga beban bagi segenap makh-

luk ciptaan yang mengerang sebab   tertindih olehnya (Rm. 

8:21-22). Cepat atau lambat, dosa akan menjadi beban bagi si 

pendosa itu sendiri, entah itu beban pertobatan saat hatinya 

tertusuk sebab   itu, bersusah payah dan terbeban berat di 

dalamnya, atau beban kebinasaan saat dosa itu membenam-

kannya ke neraka yang terdalam dan menahannya di sana un-

tuk selama-lamanya. Dosa itu akan menjadi batu timah yang 

memberatinya (Za. 5:8). Para pendosa dikatakan akan me-

nanggung pelanggaran mereka. Ancaman-ancaman itu sendiri 

juga merupakan beban.  

2.  Sebagai luka-luka, luka-luka yang berbahaya (ay. 6): “Luka-

lukaku berbau busuk dan bernanah (sebagaimana luka-luka 

yang bercokol di tubuh terus menggerogoti dan membusuk, 

sebab   tidak dirawat dengan baik), dan semua itu terjadi oleh 

sebab   kebodohanku sendiri.” Dosa merupakan luka-luka (Kej. 

4:23), luka-luka yang menyakitkan dan mematikan. Luka-luka 

yang diakibatkan oleh dosa kita biasanya dalam keadaan yang 

buruk, tidak terawat, tidak diobati, dan semua itu gara-gara 

kebodohan si pendosa yang tidak mau mengakui dosanya 

(32:3-4). Sedikit lecet, bila dibiarkan, bisa berakibat memati-

kan, begitu pula dosa yang kelihatannya remeh dapat memati-

kan jika dibiarkan begitu saja tanpa pertobatan.  

IV. Dia meratap dirinya sendiri di dalam kesukarannya, dan meri-

ngankan kedukaan yang mengimpit hatinya dengan cara meng-

ungkapkan segenap keluhannya di hadapan Tuhan.  

1. Pikirannya gelisah, hati nuraninya tertusuk, dan jiwanya tidak 

tenang. Siapa akan memulihkan semangat yang patah? Dia 


 538

tertekan, atau terbungkuk-bungkuk, sangat tertunduk, dan se-

panjang hari dia berjalan dengan dukacita (ay. 7). Dia memang 

selalu murung dan merenung, dan hal itu mendatangkan 

beban dan ketakutan bagi dirinya sendiri. Jiwanya kehabisan 

tenaga dan remuk redam, dan jantungnya berdegap-degup (ay. 

9). Dalam penderitaannya ini, Daud mempelambangkan Kris-

tus, yang berseru di dalam kesengsaraan-Nya, Hati-Ku sangat 

sedih. Hal itu merupakan kesukaran yang paling berat diban-

dingkan dengan kesukaran mana pun di dunia ini. Sepanjang 

Allah memelihara pikiran dan kedamaian hati nurani kita, kita 

tidak mempunyai alasan untuk mengeluhkan apa pun yang di-

bebankan Allah kepada kita.  

2.  Dia sakit dan tubuhnya begitu lemah, pinggangnya penuh ra-

dang, bengkak-bengkak, atau bisul (beberapa orang mengarti-

kannya sebagai tulah, seperti barah Hizkia), dan tidak ada 

yang sehat pada dagingnya, malahan, seperti Ayub, tubuhnya 

dipenuhi dengan penyakit.  

Lihatlah, 

(1) Betapa rentannya tubuh yang kita bawa-bawa ini, betapa 

menyeramkannya penyakit yang dapat menimpa tubuh itu, 

dan betapa beratnya kesedihan yang harus ditanggung oleh 

jiwa yang menggerakkan tubuh itu gara-gara penyakit tadi, 

sebab keduanya selalu saling memengaruhi.  

(2) Bahkan tubuh orang-orang yang terbaik dan terhebat pun 

memiliki bibit-bibit penyakit yang sama dengan yang dimi-

liki tubuh orang-orang lainnya, dan sama rawannya terha-

dap bencana-bencana serupa. Daud sendiri, meskipun me-

rupakan raja yang hebat dan orang kudus yang dikagumi, 

tidak terkecuali dari penyakit-penyakit yang berbahaya: 

bahkan tidak ada yang sehat pada dagingnya. Mungkin hal 

ini menimpa setelah perkara dengan Uria terjadi, dan 

sebab   itulah dagingnya berdenyut-denyut nyeri akibat naf-

su kedagingannya. Kapan saja tubuh kita menderita sakit, 

kita harus ingat bahwa Allah selama itu telah dihina di da-

lam dan dengan tubuh kita. Dia kehabisan tenaga dan re-

muk redam (ay. 9). Jantungnya berdebar-debar dan terus 

berdegup kencang (ay. 11). Kekuatannya hilang dan tangan 

kakinya melemah. Cahaya matanya pun lenyap dari pada-

Kitab Mazmur 38:1-12 

 539 

nya, entah sebab   terlalu banyak menangis atau sebab   

terhalang oleh linangan air matanya, atau mungkin sebab   

kelesuan jiwa dan rasa lemah yang terus berulang-ulang 

itu. Perhatikanlah, penyakit akan menggerogoti tubuh yang 

terkuat dan jiwa yang tertangguh sekalipun. Daud terkenal 

sebab   keberanian dan kemenangannya yang besar. Akan 

tetapi, saat   Allah menantangnya dengan penyakit tubuh 

dan tekanan murka-Nya yang menindih jiwa, rambutnya 

pun rontok, jantungnya melemah, dan dia menjadi selung-

lai air. sebab   itu, janganlah orang yang kuat bermegah di 

dalam kekuatannya, dan jangan pula ada orang yang mem-

provokasikan sengsara sekalipun itu tampaknya di kejauh-

an.  

3.  Kawan-kawannya bersikap tidak baik terhadapnya (ay. 12): Sa-

habat-sahabatku (yang telah ikut bersukacita pada masa-masa 

kesukaannya) kini menyisih sebab   penyakitku. Mereka tidak 

mau ikut menanggung kedukaannya, juga tidak sudi men-

dengarkan keluh-kesahnya, melainkan bersikap seperti imam 

dan orang Lewi itu (Luk. 10:31), hanya melewatinya dari sebe-

rang jalan. Bahkan sanak saudaranya, yang terkait dengannya 

sebab   pertalian darah dan kekerabatan, menjauh. Lihatlah, 

betapa tidak beralasannya bila kita mempercayai manusia 

atau merasa terheran-heran saat kita dikecewakan sebab   

mengharapkan kebaikan dari mereka. Kesukaran menguji per-

sahabatan dan memisahkan yang berharga dari yang hina. Ki-

ta bersikap bijaksana jika memastikan bahwa kita memiliki se-

orang Kawan di sorga, yang tidak akan menjauh sebab   pe-

nyakit kita, dan yang kasih-Nya tidak berhenti mengalir oleh 

sebab   kesukaran atau tekanan yang menimpa kita. Di dalam 

kesukarannya itu, Daud melambangkan Kristus di dalam ke-

sengsaraan-Nya. Di kayu salib-Nya, Kristus pun kehabisan te-

naga dan remuk redam, dan ditinggalkan oleh sahabat-saha-

bat-Nya serta sanak saudara-Nya yang hanya bisa memandang 

dari jauh saja.   

V. Di tengah-tengah keluhannya itu, dia menghibur dirinya sendiri 

bahwa Allah mengetahui dukacita dan doa-doanya (ay. 10): “Tu-

han, Engkau mengetahui segala keinginanku. Engkau mengetahui 

apa yang kuinginkan dan apa yang hendak kumiliki: Keluhku pun 


 540

tidak tersembunyi bagi-Mu. Engkau mengetahui beban yang mem-

buatku mengerang, dan Engkau juga tahu berkat apa yang ku-

idam-idamkan.” Keluhan-keluhan yang tidak terucapkan tidaklah 

tersembunyi dari Dia yang menyelidiki hati nurani dan mengetahui 

maksud Roh (Rm. 8:26-27).   

Dengan menyanyikan dan mendoakan mazmur ini, semua beban 

yang mengimpit jiwa kita beserta segala kekhawatirannya boleh kita 

serahkan kepada Allah dengan penuh iman, dan kita akan merasa te-

nang sebab  nya.  

Keluhan-keluhan Kedukaan 

(38:13-23) 

13 Orang-orang yang ingin mencabut nyawaku memasang jerat, orang-orang 

yang mengikhtiarkan celakaku, memikirkan kehancuran dan merancangkan 

tipu daya sepanjang hari. 14 Tetapi aku ini seperti orang tuli, aku tidak men-

dengar, seperti orang bisu yang tidak membuka mulutnya; 15 ya, aku ini se-

perti orang yang tidak mendengar, yang tak ada bantahan dalam mulutnya. 

16 Sebab kepada-Mu, ya TUHAN, aku berharap; Engkaulah yang akan men-

jawab, ya Tuhan, Allahku. 17 Pikirku: “Asal mereka jangan beria-ria sebab   

aku, jangan membesarkan diri terhadap aku apabila kakiku goyah!”  18 Sebab 

aku mulai jatuh sebab   tersandung, dan aku selalu dirundung kesakitan; 19 

ya, aku mengaku kesalahanku, aku cemas sebab   dosaku. 20 Orang-orang 

yang memusuhi aku besar jumlahnya, banyaklah orang-orang yang memben-

ci aku tanpa sebab; 21 mereka membalas yang jahat kepadaku ganti yang 

baik, mereka memusuhi aku, sebab   aku mengejar yang baik. 22 Jangan ting-

galkan aku, ya TUHAN, Allahku, janganlah jauh dari padaku! 23 Segeralah 

menolong aku, ya Tuhan, keselamatanku! 

Dalam ayat-ayat di atas, 

I.  Daud mengeluh mengenai kuasa dan kejahatan para musuhnya, 

yang kelihatannya bukan saja memanfaatkan kesempatan dari 

kelemahan tubuhnya dan kegelisahan pikirannya untuk meng-

hina dia, tetapi juga mengambil kesempatan dari keadaan itu un-

tuk melakukan kejahatan terhadapnya. Ada banyak sekali hal 

yang dia ungkapkan untuk menentang mereka, dan semuanya itu 

dia kemukakan sebagai alasan mengapa Allah harus bangkit 

membelanya, sebagaimana dalam ayat ini (25:19), Lihatlah, betapa 

banyaknya musuhku. 

1.  “Mereka begitu mendendam dan kejam: Mereka mengikhtiar-

kan celakaku. Malahan, mereka ingin mencabut nyawaku” (ay.

Kitab Mazmur 38:13-23 

 

 541 

  13). Nyawa yang begitu berharga di hadapan Tuhan dan selu-

ruh orang benar justru diincar, seolah-olah nyawa itu telah di-

cabut hak kepemilikannya atau dianggap telah menganggu ke-

amanan umum. Demikianlah permusuhan di antara keturun-

an si ular itu dengan keturunan si wanita. Mereka ingin me-

nyerang kepala, sekalipun hanya sanggup menjangkau tumit. 

Darah para orang kuduslah yang mereka incar dengan haus-

nya.  

2.  “Mereka begitu licin dan penuh taktik. Mereka memasang je-

rat, mereka merancangkan tipu daya, betul-betul tekun dan 

tidak kenal lelah melakukan semua itu: mereka melakukannya 

sepanjang hari. Mereka merundingkan hal-hal yang jahat satu 

dengan yang lainnya. Setiap dari mereka memiliki usul tentang 

kejahatan yang hendak mereka lakukan terhadapku.” Kejahat-

an, bila diselubungi dan ditutupi tipu daya, dapat juga dina-

makan jerat.  

3.  “Mereka sangat lancang dan kurang ajar: Apabila kakiku go-

yah, saat aku jatuh dalam kesusahan, atau saat   aku mem-

buat kesalahan, keliru dalam memakai kata atau mengambil 

langkah, mereka membesarkan diri terhadap aku. Mereka di-

senangkan sebab  nya, dan ingin memastikan bahwa hal itu 

menghancurkan aku, dan jika aku goyah mereka ingin me-

mastikan bahwa aku jatuh dan celaka.”   

 4. “Mereka bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak tahu memba-

las budi: Mereka membenci aku tanpa sebab (ay. 20). Aku tidak 

pernah menjahati mereka ataupun bermaksud jelek terhadap 

mereka, juga tidak pernah melakukan sesuatu yang membang-

kitkan kemarahan mereka. Bukan itu saja, mereka membalas 

yang jahat ganti yang baik (ay. 21). Aku telah banyak melaku-

kan kebaikan bagi mereka, dan bisa saja aku mengharapkan 

kebaikan dari mereka sebagai balasannya. Akan tetapi, seba-

gai balasan terhadap kasihku mereka menuduh aku” (109:4). 

Begitu berakarnya rasa permusuhan yang ada di dalam hati 

orang jahat terhadap kebaikan sampai mereka begitu mem-

benci kebaikan itu sendiri, sekalipun mereka sendiri menerima 

manfaat dari kebaikan itu. Mereka membenci doa, bahkan doa 

orang-orang yang mendoakan mereka, dan membenci damai 

bahkan damai dari orang-orang yang ingin berdamai dengan 

mereka. Sungguh buruk benar perangai orang-orang yang 


 542

tidak punya rasa santun, dan malahan merasa kesal sebab  -

nya.  

5.  “Mereka benar-benar bejat dan kafir: Mereka memusuhi aku 

hanya sebab   aku mengejar yang baik.” Mereka membencinya 

bukan saja sebab   kebaikannya kepada mereka, melainkan 

juga sebab   pengabdian dan ketaatannya kepada Allah. Me-

reka membencinya sebab   mereka membenci Allah dan semua 

orang yang mengenakan gambaran-Nya pada diri mereka. Jika 

kita menderita sebab   berbuat baik, janganlah terheran-heran 

sebab  nya, sebab sedari awal hal itu memang sudah terjadi 

demikian (Kain membantai Habel sebab   segala pekerjaannya 

benar). Akan tetapi, janganlah kita menganggap keadaan ini 

sukar, sebab keadaannya tidak akan selalu seperti itu. Malah, 

justru dengan begitu upah kita nanti akan semakin besar.  

6.  “Mereka berjumlah banyak dan sangat tangguh: Mereka besar 

jumlahnya, mereka kuat, banyaklah orang-orang itu (ay. 20). Ya 

TUHAN, betapa banyaknya lawanku!” (3:2). Daud yang kudus 

itu kini lemah dan lesu. Hatinya berdegup-degup dan kekuat-

annya menghilang. Dia begitu murung dan rohnya merana, 

dicederai teman-temannya sendiri. Pada saat yang sama, mu-

suh-musuhnya begitu kuat dan tangguh, dan jumlah mereka 

bertambah banyak. Jadi, biarlah kita tidak berpura-pura 

menghakimi sifat manusia hanya dengan keadaan luar mereka 

saja, sebab tidak ada yang benar-benar tahu seberapa banyak 

dia dikasihi atau dibenci oleh orang-orang di hadapannya. Se-

perti juga di dalam keluhan-keluhannya yang lain mengenai 

musuh-musuhnya, di sini Daud juga mengarahkan pandang-

annnya kepada Kristus, yang musuh-musuh-Nya juga tepat 

seperti yang digambarkan di sini, benar-benar sudah kehilang-

an segala kehormatan dan kebaikan mereka. Tidak ada orang 

yang akan membenci Kekristenan bila mereka sendiri dari mu-

lanya tidak memisahkan diri mereka dari asas-asas utama me-

ngenai nilai-nilai kemanusiaan dan telah putus dari ikatannya 

yang paling sakral.  

II. Dengan penuh penghiburan, dia merenungkan kembali tingkah 

lakunya yang saleh dan penuh damai sejahtera di tengah-tengah 

semua perbuatan jahat dan hinaan yang dilontarkan terhadap-

nya. Musuh kita boleh dikatakan telah menjahati kita bila mereka 

Kitab Mazmur 38:13-23 

 

 543 

berhasil membuat kita berdosa (Neh. 6:13), bila mereka berhasil 

membuat kita kehilangan kendali atas jiwa kita sendiri dan men-

jauhkan kita dari Allah dan dari kewajiban kita. Jika kita dimam-

pukan anugerah ilahi untuk mencegah kejahatan tersebut, kita 

dapat memadamkan panah-panah api mereka dan diselamatkan 

dari bahaya. Jika kita tetap berpegang teguh dalam ketulusan dan 

damai sejahtera kita, siapakah yang dapat melukai kita? Inilah 

yang Daud lakukan di sini.  

1.  Dia menahan amarahnya dan tidak terlarut dalam perasaan-

nya oleh sebab   celaan yang dia terima, atau oleh hal-hal jahat 

yang dikatakan atau dilakukan terhadapnya (ay. 14-15): “Aku 

ini seperti orang tuli, aku tidak mendengar. Aku tidak menghi-

raukan hinaan yang kuterima, tidak merasa tersinggung kare-

nanya, dan tidak dikacaukan olehnya. Bahkan, sekali-kali ti-

daklah aku memikirkan pembalasan atau berusaha menyakiti 

kembali.” Perhatikanlah, semakin kita tidak memedulikan ke-

kasaran atau kejahatan yang dilakukan terhadap kita, maka 

semakin tenteram jugalah pikiran kita. Oleh sebab   tuli, dia 

juga bisu, seperti seorang yang tak ada bantahan dalam mulut-

nya. Dia diam saja, seolah-olah tidak perlu membela diri, oleh 

sebab   segan mengobarkan lebih banyak api kebencian yang 

dirasakan para musuhnya terhadapnya. Dia bukan saja tidak 

balas menuduh, tetapi juga tidak membela dirinya sendiri, se-

bab bisa-bisa pembelaan dirinya malah dipakai untuk menu-

duhnya lagi. Meski mereka mengincar nyawanya dan kebisu-

annya dapat dianggap sebagai pengakuan kesalahannya, dia 

tetap seperti orang bisu yang tidak membuka mulutnya. Per-

hatikanlah, saat musuh-musuh kita sedang gaduh, biasanya 

lebih baik kita berdiam diri atau sedikit berkata-kata saja, 

kalau-kalau kita justru memperkeruh keadaan. Tentu saja 

Daud tidak mungkin berharap dapat melunakkan hati para 

musuhnya itu dengan kelemahlembutannya, atau meredakan 

murka mereka dengan jawaban-jawabannya yang lembut, se-

bab jiwa mereka begitu bejat sampai-sampai mereka membalas 

kebaikan dengan kejahatan. Tetapi dia tetap berlaku lemah 

lembut terhadap mereka supaya dia tidak ikut berbuat dosa 

dan supaya dia nanti bisa mendapatkan penghiburan saat me-

renungkan kembali semua itu. Di sini Daud melambangkan 

Kristus, yang seperti induk domba yang kelu di depan orang-


 544

orang yang menggunting bulunya, dan yang saat dihina, Ia 

tidak balik menghina. Keduanya merupakan teladan bagi kita 

untuk tidak membalas cercaan dengan cercaan.  

2.  Dia tetap melekat kepada Allah melalui iman dan doa, dan ke-

duanya menyokongnya di tengah-tengah segala penganiayaan, 

serta meredakan kegeramannya akan hal itu.  

(1) Dia mempercayai Allah (ay. 16): “Aku ini seperti orang bisu 

yang tidak membuka mulutnya, sebab kepada-Mu, ya 

TUHAN, aku berharap. Aku bergantung kepada-Mu untuk 

membela perkaraku dan menjernihkan ketidakbersalahan-

ku, dan untuk membungkam dan mempermalukan para 

musuhku dengan cara apa pun.” Sahabat-sahabat dan 

kawan-kawannya yang seharusnya mengakui, menyertai, 

serta bersaksi bagi dia, justru menjauh darinya (ay. 12). 

Akan tetapi, Allah yaitu   seorang sahabat yang tidak per-

nah mengecewakan kita saat   kita berharap kepada-Nya. 

“Aku ini seperti orang yang tidak mendengar, sebab Eng-

kaulah yang akan menjawab. Buat apa aku perlu men-

dengar, jika Allah juga dapat mendengar?” Ia yang memeli-

hara kamu (1Ptr. 5:7), jadi mengapa engkau perlu khawatir 

kalau Allah-lah yang memelihara? “Engkau akan menja-

wab” (begitulah yang ditafsirkan oleh beberapa orang) “dan 

sebab   itulah aku tidak akan mengatakan apa pun.” Per-

hatikanlah, memang baik jika kita menanggung penghina-

an dan celaan dengan bersabar dan berdiam diri, sebab 

Allah yaitu   saksi dari segala pelanggaran yang dilakukan 

terhadap kita, dan, pada waktunya nanti, Dia juga akan 

menjadi saksi bagi kita melawan mereka yang telah menja-

hati kita. sebab   itu, biarlah kita berdiam diri, sebab de-

ngan begitu kita dapat berharap bahwa Allah akan bangkit 

bagi kita, sebab sikap ini merupakan bukti bahwa kita 

mempercayai-Nya. Akan tetapi, jika kita berusaha mena-

ngani perkara untuk diri kita sendiri, kita sudah merampas 

pekerjaan Allah dari tangan-Nya dan dengan begitu kita 

sudah tidak mengakui lagi kepentingan Allah untuk tampil 

bagi kita. Pada saat Tuhan kita Yesus menderita, Dia tidak 

mengancam balik, sebab Dia menyerahkannya kepada Dia, 

yang menghakimi dengan adil (1Ptr. 2:23). Dan, pada akhir-

nya kita tidak akan kehilangan apa-apa dengan berlaku se-

Kitab Mazmur 38:13-23 

 

 545 

perti itu. Engkaulah yang akan menjawab, ya Tuhan, Allah-

ku.  

(2) Dia berseru kepada Allah (ay. 17): sebab   kataku (TL), De-

ngarlah aku (hal itu pun dikabulkan); “Aku telah berkata 

demikian” (sebagaimana ay. 16); “Kepada-Mu, ya TUHAN, 

aku berharap, sebab Engkaulah yang akan menjawab, asal 

mereka jangan beria-ria sebab   aku. Itulah yang kupakai 

untuk menghibur diriku sendiri pada saat aku merasa ya-

kin bahwa mereka akan berhasil menyerbartikel  .” Inilah yang 

menjadi tumpuan kita pada saat manusia bersikap palsu 

dan jahat, yaitu bahwa kita memiliki Allah, ke mana kita 

dapat berlari dan bersikap leluasa dengan-Nya, dan yang 

akan selalu setia kepada kita.  

III. Di sini dia meratapi kebodohan dan pelanggarannya sendiri.  

1. Dia menyadari bahwa kebusukan sedang bekerja di dalam diri-

nya, dan bahwa kini dia siap untuk meratap oleh sebab   peng-

ganjaran Allah yang akan menaruhnya ke dalam penderitaan 

melalui kecelakaan yang dilakukan manusia terhadapnya: Aku 

mulai jatuh sebab   tersandung (ay. 18). Hal ini dapat digam-

barkan dengan sangat baik melalui sebuah perenungan sema-

cam ini yang dibuat sang pemazmur bagi dirinya sendiri dalam 

perkara yang serupa, yaitu dalam Mazmur 73:2: Sedikit lagi 

maka kakiku terpeleset, kalau aku melihat kemujuran orang-

orang fasik. Jadi di sini: Aku mulai jatuh sebab   tersandung, 

segera akan berujar: Sia-sia sama sekali aku mempertahankan 

hati yang bersih. Dukacitanya berkepanjangan: Sepanjang hari 

aku kena tulah (73:13-14), dan tulah itu selalu ada di hadap-

annya. Dia tidak tahan lagi untuk tidak mencurahkannya, dan 

hal itu hampir membuatnya mulai tersandung di antara kesa-

lehan dan kemurtadan. Ketakutannya mendorongnya mende-

kat kepada Allah-nya: “Kepada-Mu, aku berharap, bukan ha-

nya berharap bahwa Engkau akan membela perkaraku, tetapi 

juga bahwa Engkau akan mencegah aku jatuh ke dalam dosa.” 

Orang-orang benar mulai tersandung saat terus-menerus 

membawa dukacita mereka di hadapan mereka, tetapi juga 

tetap bertahan teguh, jika mereka selalu menempatkan Allah 

di depan mereka.   


 546

2.  Dia mengingat kembali segala pelanggarannya dulu, mengaku 

bahwa dia sendirilah yang telah mendatangkan semua kesulit-

an ini bagi dirinya sendiri dan kehilangan perlindungan ilahi 

sebab  nya. Meski di hadapan manusia dia dapat membenar-

kan dirinya sendiri, tetapi di hadapan Allah ia hendak meng-

hakimi dan menyalahkan dirinya sendiri (ay. 19): “Aku meng-

aku kesalahanku, dan tidak akan menutup-nutupinya. Aku ce-

mas sebab   dosaku dan tidak akan menyepelekannya.” Dan 

pernyataan itu memampukannya untuk bungkam di bawah 

teguran Sang Pemelihara dan celaan manusia. Perhatikanlah, 

jika kita benar-benar menyesali dosa kita, maka hal itu akan 

memampukan kita untuk bersabar di dalam penderitaan, 

terutama saat   kita menerima celaan-celaan yang tidak adil. 

Ada dua hal yang diperlukan di dalam pertobatan: 

(1) Pengakuan dosa: “Aku mengaku kesalahanku. Aku tidak 

hanya akan mengaku bahwa aku seorang pendosa, tetapi 

juga akan mengakui setiap kesalahan yang telah aku laku-

kan.” Kita harus mengakui dosa-dosa di hadapan Allah de-

ngan terbuka dan sepenuhnya beserta segala keadaannya 

yang menimbulkan masalah, supaya kita dapat memberi-

kan kemuliaan kepada Allah dan menanggung cela itu bagi 

diri kita sendiri.  

(2) Rasa penyesalan akan dosa: Aku cemas sebab   dosaku 

(Aku menyesal dengan dosa-dosaku). Dosa akan mengaki-

batkan kesedihan. Setiap orang yang betul-betul bertobat 

merasa sedih oleh sebab   perbuatannya yang tidak meng-

hormati Allah dan juga oleh sebab   kesalahan yang telah 

dia lakukan terhadap dirinya sendiri. “Aku akan berhati-

hati atau takut mengenai dosaku” (begitulah penafsiran be-

berapa orang), “takut, jangan sampai dosa menghancurkan 

aku, dan berhati-hati, jangan sampai aku tidak diampuni 

lagi.”  

IV. Dia mengakhiri mazmur ini dengan doa yang sungguh-sungguh 

kepada Allah untuk meminta hadirat-Nya yang rahmani, supaya 

Allah menyertainya, dan Allah menolong dia dalam kesesakan 

pada waktunya (ay. 22-23): “Jangan tinggalkan aku, ya TUHAN! 

meskipun kawan-kawanku meninggalkanku, dan meskipun aku 

layak ditinggalkan oleh-Mu. Janganlah jauh dariku, sebagaimana 

Kitab Mazmur 38:13-23 

 

 547 

yang mulai ditakutkan oleh hatiku yang tidak percaya ini.” Tidak 

ada yang lebih menusuk hati orang saleh yang sedang mengalami 

kesusahan daripada perasaan bahwa Allah telah meninggalkan-

nya di dalam murka-Nya. Juga, tidak ada yang lebih meluap-luap 

keluar dari hatinya selain daripada doa ini: “Allahku, janganlah 

jauh dari padaku. Segeralah menolong aku, sebab aku hampir 

binasa dan terancam lenyap jika pertolongan tidak datang segera.” 

Allah telah mengizinkan kita bukan saja untuk berseru kepada-

Nya kala kita sedang berkesusahan, melainkan juga untuk me-

minta-Nya supaya bergegas. Daud pun berseru, “Engkau yaitu   

Allahku, yang kulayani, dan yang kuandalkan untuk menolongku. 

Engkaulah keselamatanku, satu-satunya yang sanggup menye-

lamatkanku, yang telah berjanji untuk menyelamatkanku. Dari 

Engkau sajalah aku mengharapkan keselamatan.” Adakah yang 

menderita? Baiklah ia berdoa seperti ini, baiklah ia berseru, baik-

lah ia berharap, dengan menyanyikan mazmur ini. 

  

 

 

 

 

 

 

PASAL 39  

epertinya Daud sementara mengalami kesesakan mendalam keti-

ka dia menuliskan mazmur ini, dan oleh sebab   sesuatu hal, dia 

merasa begitu gundah. Sebab, dia bersusah payah meredakan kegeli-

sahannya dan menenangkan jiwanya untuk menerapkan nasihat 

yang telah dia berikan kepada orang lain (37:7) untuk berdiam diri di 

hadapan Allah dan menantikan Dia, tanpa memendam panas hati. 

Memang lebih mudah memberikan nasihat baik daripada memberi-

kan teladan untuk bersikap tenang dalam menghadapi kesukaran. Di 

sini tidak dijelaskan kesukaran apa yang sedang mengimpit Daud. 

Mungkin saja penyebabnya yaitu   kematian salah seorang kawan 

atau kerabat yang menguji kesabarannya dan mendorongnya untuk 

merenung mengenai kesalehan. Selain itu, pada saat yang sama keli-

hatannya dia juga sedang lemah dan sakit, dilanda penyakit yang 

cartikel  p berat. Juga, musuh-musuhnya sedang mencari-cari kesempat-

an untuk melawannya dan menantikan kejatuhannya, supaya mere-

ka memiliki alasan untuk mencelanya. Pada saat sedang dilanda 

dukacita tersebut,  

I. Dia menceritakan mengenai pergumulan yang sedang berke-

camuk di dalam hatinya, antara anugerah dan kebejatan, 

antara penderitaan dan kesabaran (ay. 2-4).  

II. Dia merenungkan ajaran mengenai kerapuhan dan kefanaan 

manusia, dan berdoa kepada Allah supaya diarahkan di da-

lam hal itu (ay. 5-7).   

III. Dia memohon Allah supaya mengampuni dosa-dosanya, meng-

angkat segala kesusahannya dan memperpanjang umurnya 

sampai dia merasa siap untuk menghadapi ajalnya (ay. 8-14).  


 550

Mazmur ini merupakan mazmur untuk pemakaman, sangat se-

suai untuk peristiwa tersebut. Saat menyanyikannya, kita harus ter-

gugah dengan keadaan hidup manusia yang singkat, tidak menentu 

dan penuh dengan bencana ini. Dan, orang-orang yang penghibur-

annya sedang diuji oleh Allah melalui kematian, akan menganggap 

mazmur ini begitu bermanfaat bagi mereka, dalam mendapatkan 

kembali apa yang seharusnya kita tuju di dalam kesukaran seperti 

itu, yaitu untuk menyucikan peristiwa itu bagi berkat kerohanian 

kita dan untuk mempersiapkan hati kita dalam menerima kehendak 

kudus Allah di dalam peristiwa tersebut.  

Perenungan Mendalam;  

Begitu Singkat dan Sia-sianya Kehidupan ini 

(39:1-7) 

1 Untuk pemimpin biduan. Untuk Yedutun. Mazmur Daud. 2 Pikirku: “Aku 

hendak menjaga diri, supaya jangan aku berdosa dengan lidahku; aku hen-

dak menahan mulutku dengan kekang selama orang fasik masih ada di de-

panku.” 3 Aku kelu, aku diam, aku membisu, aku jauh dari hal yang baik; te-

tapi penderitaanku makin berat. 4 Hatiku bergejolak dalam diriku, menyala 

seperti api, saat   aku berkeluh kesah; aku berbicara dengan lidahku: 5 “Ya 

TUHAN, beritahukanlah kepadaku ajalku, dan apa batas umurku, supaya 

aku mengetahui betapa fananya aku! 6 Sungguh, hanya beberapa telempap 

saja Kautentukan umurku; bagi-Mu hidupku seperti sesuatu yang hampa. 

Ya, setiap manusia hanyalah kesia-siaan! S e l a  7 Ia hanyalah bayangan 

yang berlalu! Ia hanya mempeributkan yang sia-sia dan menimbun, tetapi 

tidak tahu, siapa yang meraupnya nanti.” 

Di sini, Daud mengingat dan mencatatkan apa yang berkecamuk di 

dalam hatinya pada saat dia ditimpa kesusahan. Memang baik sekali 

jika kita berbuat seperti itu, supaya apa yang terluput dari pikiran 

dapat ditambahkan, dan apa yang dikira telah dipikirkan masak-ma-

sak, dapat diperbaiki pada kesempatan mendatang.  

I.  Dia ingat janji-janji yang telah diikrarkannya kepada Allah untuk 

hidup mawas diri dan selalu berhati-hati mengenai perkataan dan 

perbuatannya. Kapan saja kita tergoda untuk berbuat dosa dan 

terancam bahaya untuk tergelincir ke dalamnya, kita harus meng-

ingat kembali sumpah setia yang telah kita buat untuk tidak lagi 

melakukan dosa, dosa tertentu yang cenderung membuat kita 

jatuh itu. Allah sanggup dan akan mengingatkan kita mengenai 

janji-janji itu (Yer. 2:20), Engkau telah berkata: Aku tidak mau lagi 

Kitab Mazmur 39:1-7 

 551 

diperbudak, dan sebab   itulah kita pun harus mengingatkan diri 

kita sendiri mengenai semua itu. Itulah yang dilakukan Daud di sini.  

1.  Dia mengingat tekadnya dulu, untuk selalu berhati-hati dan 

mawas diri dalam menjalani hidupnya (ay. 2): Pikirku, aku hen-

dak menjaga diri. Perkataan itu diungkapkan dengan begitu 

baik, sehingga dia tidak akan pernah membatalkannya atau-

pun menentangnya.  

Perhatikanlah:  

(1) Sudah merupakan suatu kewajiban bagi setiap dari kita 

untuk menjaga jalan kita, artinya, untuk berjalan dengan 

hati-hati sementara orang lain hidup dengan serampangan.  

(2) Kita harus berpegang teguh pada janji kita untuk mawas 

diri dengan jalan kita, dan setiap saat memperbarui tekad 

itu. Apa yang melekat erat, dapat ditemukan dengan cepat.  

(3) Setelah bertekad untuk menjaga jalan kita, kita harus 

mengingatkan diri kita sendiri mengenai tekad itu di dalam 

berbagai kesempatan, sebab tekad itu merupakan sebuah 

janji yang tidak boleh dilupakan, melainkan harus selalu 

dicamkan.   

2. Dia ingat bahwa secara khusus dia pernah berjanji untuk 

menghindari segala dosa lidah – yaitu bahwa dia tidak akan 

berdosa dengan lidahnya, bahwa dia tidak akan berbicara yang 

tidak pantas, yang menyakiti Allah ataupun angkatan anak-

anak orang benar (73:15). Tidaklah mudah untuk tidak ber-

buat dosa dalam pikiran, tetapi, jika sebuah pikiran jahat tim-

bul dalam pikirannya, dia akan membekap mulutnya dengan 

tangan dan memendamnya supaya pikiran itu tidak bekerja 

lebih jauh lagi. Dan sikap seperti ini begitu mulianya sehingga 

barangsiapa tidak bersalah dalam perkataannya, ia yaitu   

orang sempurna. Begitu diperlukannya sikap ini sehingga 

orang yang menganggap dirinya beribadah, tetapi tidak menge-

kang lidahnya, dikatakan sebagai sia-sialah ibadahnya. Daud 

telah bertekad,  

(1) Bahwa dia akan selalu berjaga-jaga terhadap dosa lidah: 

“Aku hendak menahan, atau memberangus, mulutku de-

ngan kekang.” Dia hendak memasang kekang di mulutnya, 

seperti di kepalanya. Kehati-hatian dalam tindakan dan 

perbuatan merupakan tangan yang mengendalikan kekang. 


 552

Dia hendak memasang berangus pada mulutnya, seolah-

olah seperti pada mulut anjing ganas yang sering menye-

rang. Melalui tekad yang kuat, kejahatan bisa dikekang su-

paya tidak meluncur dari bibir, sehingga dengan demikian, 

kejahatan itu dapat diberangus.  

(2) Bahwa dia akan melipatkgandakan kehati-hatiannya terha-

dap dosa lidah bila ada bahaya kecemaran yang besar se-

dang mengintai – selama orang fasik masih ada di depanku. 

Saat dia dikelilingi oleh orang fasik, dia akan berhati-hati 

untuk tidak mengatakan sesuatu yang dapat mengeraskan 

hati mereka atau memicu mereka untuk menghujat. Jika 

orang benar terperangkap dalam pergaulan yang buruk, 

mereka harus benar-benar menjaga perkataan mereka. 

Atau, selama orang fasik masih ada di depanku, dalam 

pikiranku. Saat dia sedang memikirkan kebanggaan dan 

kekuasaan, kemakmuran dan kekayaan orang fasik yang 

terus berkembang, dia tergoda untuk mengatakan sesuatu 

yang tidak pantas, dan sebab   itulah dia sungguh berhati-

hati tentang apa yang dikatakannya. Perhatikanlah, sema-

kin kuat godaan untuk berdosa, semakin kuat pulalah te-

kad yang diperlukan untuk melawannya. 

II. Menindaklanjuti janji-janji tersebut, dia pun bersusah payah me-

ngekang lidahnya (ay. 3): Aku kelu, aku diam, aku membisu, aku 

jauh dari hal yang baik. Kebisuannya mengagumkan