Mazmur-1-50 14

Rabu, 09 Juli 2025

Mazmur-1-50 14



 , dan sema-

kin besar hasutan yang datang, maka kebisuannya itu semakin 

layak dipuji. Kesiagaan dan tekad di dalam kekuatan anugerah 

Allah akan memampukan kita untuk mengekang lidah melebihi 

yang dapat kita bayangkan, sekalipun kita diperhadapkan dengan 

kejahatan yang ganas. Tetapi, bagaimana pendapat kita mengenai 

sikapnya yang menjauh bahkan dari hal yang baik? Apakah sikap 

itu yaitu   hikmatnya sendiri, yang membuatnya tidak terlibat da-

lam percakapan yang baik, pada saat orang fasik ada di hadapan-

nya, sebab   dia tidak ingin melemparkan mutiara kepada babi? 

Menurut saya, justru sikap itu yaitu   kelemahannya. Oleh kare-

na dia tidak mau mengatakan apa pun, maka dia pun berdiam 

saja. Bahkan, dia terjerumus ke dalam sikap yang berlebihan, 

yang menjadi cela bagi hartikel  m Taurat, sebab hartikel  m tersebut me-

nyediakan suatu sarana untuk hal-hal yang berlebihan. Hartikel  m 

Kitab Mazmur 39:1-7 

 553 

yang sama melarang semua ungkapan yang jahat tetapi juga meng-

haruskan semua perkataan yang baik untuk membangun (Ef. 4:29).   

III. Semakin sedikit dia berbicara, semakin dalam dan hangat pula 

pikirannya. Memendam perasaan hanya akan membuat perasaan 

itu semakin menggunung saja: Hatiku bergejolak dalam diriku, 

menyala seperti api (ay. 4). Dia memang dapat mengekang lidah-

nya, tetapi dia tidak dapat meredakan gejolak dalam hatinya. Mes-

kipun dia menahan embusan asap, api tetap menyala-nyala di da-

lam tulangnya, dan sementara dia merenungkan kesukarannya 

dan kemakmuran orang-orang fasik, api itu pun membakarnya. 

Perhatikanlah, orang-orang yang jiwanya tidak puas dan merasa 

marah, tidak seharusnya terlarut dalam pikirannya sendiri seperti 

itu, sebab, sementara pikiran mereka tetap menjurus ke arah pe-

nyebab malapetaka, api ketidakpuasan mereka tersulut dan se-

makin berkobar-kobar. Ketidaksabaran merupakan dosa yang me-

nimbulkan penyebab yang merugikan dari dalam diri kita sendiri. 

Penyebab itu membebani pikiran kita dan berpengaruh buruk 

bagi diri kita sendiri, dan itu tidak kalah hebatnya daripada terba-

karnya perasaan kita. Jadi, jika kita hendak menghalangi kerugi-

an yang ditimbulkan oleh kemarahan yang menjadi-jadi, kita pun 

harus menguasai keresahan yang ditimbulkan oleh pikiran yang 

liar tak terkendalikan.  

IV. saat   pada akhirnya dia berbicara, perkataannya memiliki tu-

juan: Akhirnya aku berbicara dengan lidahku. Beberapa orang 

menganggap perkataannya itu telah menghancurkan maksud 

baiknya, dan menyimpulkan bahwa dia berdosa dengan lidahnya 

melalui perkataannya itu. sebab   itulah, mereka menganggap per-

kataannya selanjutnya sebagai keinginan yang kuat bahwa ia 

ingin mati, seperti Elia (1Raj. 19:4) dan Ayub (Ayb. 6:8-9). Akan 

tetapi, saya lebih menganggap perkataannya itu bukan sebagai 

sesuatu yang menghancurkan maksud baiknya, melainkan seba-

gai perbaikan atas kesalahannya yang telah berbuat terlalu berle-

bihan. Dia telah menjauh dari hal-hal yang baik, tetapi kini dia 

tidak ingin membisu lebih lama lagi. Dia tidak ingin mengatakan 

apa pun kepada orang-orang fasik yang ada di depannya, sebab 

dia tidak tahu bagaimana menempatkan kata-katanya bagi mere-

ka. Akan tetapi, setelah lama merenung, kalimat pertama yang dia 


 554

ucapkan yaitu   doa dan renungan saleh mengenai suatu hal yang 

baik, yang juga layak kita pikirkan dalam-dalam.  

1.  Dia berdoa kepada Allah agar disadarkan mengenai betapa 

pendek dan tidak menentunya hidup ini, juga mengenai ajal 

yang kian mendekat (ay. 5): Ya TUHAN, beritahukanlah ke-

padaku ajalku, dan apa batas umurku. Maksudnya bukanlah, 

“Tuhan, biarkan aku mengetahui berapa lama lagi aku akan 

hidup dan kapan aku akan mati.” Kita tidak boleh berdoa 

seperti itu di dalam iman, sebab Allah tidaklah menjanjikan 

untuk memberi tahu kita mengenai hal itu. Dalam hikmat-

Nya, Dia telah mengunci pengetahuan akan masa hidup kita 

itu sebagai salah satu dari hal-hal rahasia yang bukan men-

jadi milik kita dan tidak baik untuk kita ketahui. Sebaliknya, 

yang dimaksudkan Daud yaitu  , Ya TUHAN, beritahukanlah 

kepadaku ajalku, artinya, “Tuhan, berilah aku hikmat dan 

anugerah untuk merenungkan ajalku (Ul. 32:29) dan untuk 

menggunakan apa yang kutahu mengenai hal tersebut dengan 

sebaik-baiknya.” Orang-orang yang hidup tahu bahwa mereka 

akan mati (Pkh. 9:5), tetapi hanya sedikit saja yang mau ber-

pikir mengenai kematian. sebab   itu, kita harus berdoa 

supaya melalui anugerah-Nya, Allah mau menaklukkan keeng-

ganan untuk memikirkan tentang kematian yang mengendap 

di dalam hati kita yang jahat itu. “Tuhan, ajarilah aku untuk 

memperhatikan,”  

(1) “Apa kematian itu. Kematian yaitu   kesudahanku, kesu-

dahan dari kehidupanku, serta semua pekerjaan dan ke-

nikmatan hidup ini. Kematian merupakan kesudahan se-

tiap manusia” (Pkh. 7:2). Kematian merupakan akhir dari 

masa percobaan dan persiapan kita, dan merupakan ger-

bang yang mengerikan menuju ke dalam masa ganjaran 

dan imbalan. Bagi orang fasik, kematian merupakan kesu-

dahan dari segenap keriangan. Tetapi bagi orang saleh, me-

rupakan kesudahan dari segala dukacita. “Tuhan, berita-

hukanlah kepadaku ajalku, supaya aku lebih mengenal ke-

matian dan lebih merasa terbiasa dengannya (Ayb. 17:14), 

serta lebih tergugah dengan keagungan dari perubahan itu. 

Tuhan, ajarilah aku untuk lebih bersungguh-sungguh me-

Kitab Mazmur 39:1-7 

 555 

mikirkan betapa kematian itu merupakan sesuatu yang 

sangat penting.”   

(2) “Betapa cepatnya ajal itu akan menjemput. Tuhan, bantu 

aku memperhatikan batas umurku, bahwa umurku itu di-

tentukan oleh hikmat Allah” (kesudahannya sudah ditetap-

kan, begitulah arti dari kata itu. Hari-hariku sudah pasti, 

Ayb. 14:5) “dan batasnya singkat saja: Hari-hariku akan se-

gera dihitung dan berakhir.” Jika kita menganggap bahwa 

kematian itu masih jauh, kita akan cenderung menunda-

nunda persiapan yang diperlukan untuk menghadapinya. 

Akan tetapi, saat kita memikirkan betapa singkatnya hidup 

ini, kita pasti akan bergiat melakukan apa yang bisa diper-

buat tangan kita, bukan hanya dengan segenap kekuatan 

kita, tetapi juga dengan selekas mungkin.   

(3) Bahwa kematian itu terus menggerogoti kita: “Tuhan, biar-

kan aku mengetahui betapa fananya aku, betapa rapuhnya 

hidup ini, dan betapa semakin melemahnya jiwa-jiwa itu, 

seperti halnya minyak yang diperlukan supaya lampu tetap 

menyala.” Melalui pengalaman kita sehari-hari, kita men-

dapati bahwa rumah duniawi dari kemah kediaman ini be-

gitu gampang bobrok dan membusuk: “Tuhan, ajarilah 

kami untuk memperhatikan hal tersebut, supaya kami le-

bih mengutamakan istana-istana yang tidak dibuat oleh 

tangan.”  

2. Dia merenungkan mengenai begitu singkat dan sia-sianya hi-

dup ini, meminta Allah memberinya kelegaan dari segala be-

ban dalam hidup ini, sebagaimana yang sering dilakukan 

Ayub. Ia juga mendorong dirinya sendiri supaya bergiat dalam 

melakukan kewajibannya di dalam hidup ini.  

(1) Kehidupan manusia di dunia ini singkat saja dan tidak se-

lama-lamanya, dan itulah alasannya mengapa kita tidak 

boleh terikat kepadanya dan harus bersiap diri untuk 

menghadapi kesudahannya (ay. 6): Sungguh, hanya bebe-

rapa telempap saja Kautentukan umurku, kurang dari se-

jengkal, artikel  ran tertentu yang kecil, dan artikel  ran ini selalu 

ada di sekeliling kita, senantiasa di depan mata kita. Kita 

tidak perlu kayu, tongkat, atau tali pengartikel  r untuk meng-

artikel  r panjang hari-hari kita, ataupun kemampuan berhi-


 556

tung untuk mengetahui jumlah harinya. Tidak, sebab kita 

bisa mengartikel  rnya dengan jari-jari kita saja, dan umur itu 

tidak akan bertambah. Hanya beberapa telempap saja pan-

jangnya. Waktu kita begitu singkat, dan Allah memang te-

lah membuatnya demikian, sebab jumlah bulan-bulan kita 

ditentukan oleh-Nya. Umur kita pendek saja, dan Daud pun 

mengetahuinya: Bagi-Mu hidupku seperti sesuatu yang 

hampa. Dia ingat bagaimana singkat umur hidup kita 

(89:48, TL). Umur hidup kita tidak ada apa-apanya diban-

dingkan dengan-Mu, begitulah yang diartikan oleh beberapa 

orang. Seluruh waktu yang ada pun tidak ada apa-apanya 

bila dibandingkan dengan kekekalan Allah, apalagi dengan 

bagian waktu yang kita miliki. 

(2) Kehidupan manusia di dunia ini sia-sia saja dan tidak ada 

harganya, jadi bodoh sekali jika kita menggemarinya. Seba-

liknya, bijaklah jika kita berusaha untuk menjadikannya 

lebih baik. Adam bagaikan Habel, manusia hanyalah kesia-

siaan, dalam keadaannya yang sekarang. Manusia itu ti-

daklah tampak seperti yang seharusnya. Ia tidak seperti 

yang telah ia janjikan bagi dirinya sendiri. Ia dan semua 

penghiburannya terus-menerus dalam keadaan yang tidak 

menentu, dan jika saja tidak ada kehidupan lain daripada 

hidup ini, maka boleh dikatakan bahwa dia diciptakan de-

ngan sia-sia saja. Dia yaitu   kesia-siaan, fana dan ber-

ubah-ubah.  

Perhatikanlah:  

[1] Betapa tegasnya kebenaran itu dinyatakan di sini. 

Pertama, setiap manusia hanyalah kesia-siaan, tanpa 

kecuali: tinggi ataupun rendah, kaya atau miskin, se-

muanya sama dalam hal ini.  

Kedua, dia tetap saja sia-sia sekalipun ada dalam 

keadaannya yang terbaik, saat muda, kuat dan sehat, 

kaya dan terhormat, dan sedang di puncak kemakmur-

annya, saat segalanya nyaman, aman, gembira dan me-

ngira bahwa gunungnya berdiri kokoh.  

Ketiga, dia hanyalah kesia-siaan, benar-benar sia-

sia. Semua manusia hanyalah kesia-siaan (demikianlah 

kalimat itu dapat diartikan). Segala sesuatu mengenai 

Kitab Mazmur 39:1-7 

 557 

dia begitu tidak menentu, tidak ada yang berarti dan 

berlangsung lama kecuali hal-hal yang berkenaan de-

ngan manusia baru.  

Keempat, dia memang sungguh demikian. Inilah ke-

benaran yang benar-benar tidak dapat diragukan lagi, 

tetapi yang sangat sukar kita percayai sehingga kita ha-

rus selalu diingatkan akan hal tersebut dengan berbagai 

contoh.  

Kelima, Sela disisipkan di sana sebagai sebuah ca-

tatan untuk menarik perhatian. “Berhentilah sejenak di 

sini, supaya engkau meluangkan waktu untuk memper-

hatikan dan menerapkan kebenaran ini, yaitu bahwa 

setiap manusia hanyalah kesia-siaan.” Kita sendiri juga 

demikian. 

[2] Sebagai bukti dari kesia-siaan manusia yang fana, di 

sini dia menyebutkan tiga hal dan menunjukkan kesia-

siaan setiap hal tersebut (ay. 7).  

Pertama, kesia-siaan dari sukacita dan kehormatan 

kita: Ia berlalu (bahkan saat   ia berlalu dalam keme-

gahan dan kesenangan) dalam sebuah bayangan, se-

buah gambar, lalu seperti bayang-bayang (TL). saat   dia 

menampilkan diri, gayanya hilang, dan kebesarannya 

hanyalah angan-angan belaka (Kis. 25:23). Semua itu 

hanyalah sebuah tontonan yang sia-sia, seperti pelangi 

berwarna-warni yang akan lenyap dan menghilang seke-

tika itu juga, sebab dasarnya hanyalah terbentuk dari 

awan, dari uap. Begitu jugalah hidup ini (Yak. 4:14) be-

serta segenap kesenangan di dalamnya.  

Kedua, kesia-siaan dari dukacita dan ketakutan 

kita. Ia hanya mempeributkan yang sia-sia. Kegelisahan 

kita biasanya tidaklah beralasan (kita merasa gundah 

tanpa penyebab yang jelas, dan keadaan yang menyu-

sahkan sering kali tercipta sebab   khayalan dan angan-

angan kita sendiri), dan semua itu tidak berguna sama 

sekali. Kita menyusahkan diri sendiri dengan sia-sia, 

sebab dengan semua kegelisahan itu kita tidak dapat 

mengubah natur atau sifat dari benda-benda atau hal-


 558

hal ataupun hikmat ilahi. Segala sesuatu akan tetap 

sama sekalipun kita begitu merisaukannya.  

Ketiga, kesia-siaan dari kekhawatiran dan kerja ke-

ras kita. Manusia berusaha keras untuk menimbun ke-

kayaan, dan timbunan itu seperti kotoran ternak yang 

menggunung di ladang, tidak bermanfaat sama sekali 

kecuali jika disebarkan. Akan tetapi, saat dia telah me-

menuhi kotak hartanya dengan sampah, dia tidak tahu, 

siapa yang meraupnya nanti, juga tidak tahu kepada 

siapa semua itu akan diwariskan waktu dia sudah tiada 

nanti, sebab dia tidak akan dapat membawanya serta. 

Dia tidak bertanya, untuk siapa aku berlelah-lelah? dan 

itulah kebodohannya (Pkh. 4:8). Tetapi, sekiranya dia 

bertanya pun, dia tidak akan tahu apakah orang itu 

berhikmat atau bodoh, seorang kawan ataukah lawan 

(Pkh. 2:19). Ini pun sia-sia.  

Keyakinan dalam Allah;  

Daud Memohon kepada Allah 

(39:8-14)

8 “Dan sekarang, apakah yang kunanti-nantikan, ya Tuhan? Kepada-Mulah 

aku berharap. 9 Lepaskanlah aku dari segala pelanggaranku, jangan jadikan 

aku celaan orang bebal! 10 Aku kelu, tidak kubuka mulutku, sebab Engkau 

sendirilah yang bertindak. 11 Hindarkanlah aku dari pada partikel  lan-Mu, aku 

remuk sebab   serangan tangan-Mu. 12 Engkau menghajar seseorang dengan 

hartikel  man sebab   kesalahannya, dan menghancurkan keelokannya sama se-

perti gegat; sesungguhnya, setiap manusia yaitu   kesia-siaan belaka. S e l a 

13 Dengarkanlah doaku, ya TUHAN, dan berilah telinga kepada teriakku 

minta tolong, janganlah berdiam diri melihat air mataku! Sebab aku menum-

pang pada-Mu, aku pendatang seperti semua nenek moyangku. 14 Alihkanlah 

pandangan-Mu dari padaku, supaya aku bersukacita sebelum aku pergi dan 

tidak ada lagi!” 

Setelah merenungkan mengenai betapa singkat dan tidak menentu-

nya hidup ini, serta mengenai kesia-siaan dan kegundahan jiwa yang 

menikmati segala kenikmatan hidup ini, di sini sang pemazmur 

mengalihkan mata dan hatinya ke arah sorga. Saat tidak ada kepuas-

an sejati yang dapat ditemukan di dalam ciptaan, maka hal itu harus 

dicari di dalam Allah dan di dalam persekutuan dengan-Nya. Dan, ke-

pada Dia-lah kita harus terdorong untuk berlabuh dari segenap keke-

cewaan yang kita alami di dunia ini. Di sini Daud mengungkapkan, 

Kitab Mazmur 39:8-14 

 559 

I.  Ketergantungan-Nya kepada Allah (ay. 8). Setelah melihat bahwa 

semuanya sia-sia dan manusia sendiri pun sia-sia belaka,  

1.  Dia melepaskan harapannya akan kebahagiaan di dalam hal-

hal dari dunia ini, dan tidak mau lagi berharap dari dunia ini: 

“Dan sekarang, apakah yang kunanti-nantikan, ya Tuhan? 

Tidak ada, bahkan dari hal-hal yang berkaitan dengan indra 

dan waktu. Aku tidak menginginkan apa pun, tidak mengha-

rapkan apa pun di bumi ini.” Perhatikanlah, pemikiran menge-

nai betapa sia-sia dan rapuhnya hidup manusia seharusnya-

lah mematikan keinginan kita akan hal-hal duniawi, dan me-

ngurangi harapan-harapan kita mengenainya. “Jika dunia ini 

memang demikian adanya, semoga Allah mencegahku untuk 

memiliki, atau mencari-cari bagianku di dalamnya.” Kita tidak 

dapat selalu mengandalkan kesehatan dan kemakmuran, 

ataupun penghiburan dari hubungan macam apa pun, sebab 

semua itu sama tidak menentunya dengan kelanjutan keber-

adaan kita di sini. “Meskipun dengan bodohnya aku kadang-

kadang menjanjikan diriku ini dan itu dari dunia ini, kini aku 

sudah berubah pikiran.”  

2.  Dia menyandarkan kebahagiaan dan kepuasannya di dalam 

Allah: Kepada-Mulah aku berharap. Perhatikanlah, saat keper-

cayaan terhadap ciptaan mengecewakan, kita masih punya 

penghiburan, sebab kita memiliki Allah yang dapat kita ham-

piri, Allah yang dapat kita percayai, dan sebab   itulah kita 

harus lebih lagi berpegang teguh kepada-Nya melalui iman.  

II.  Penyerahan dirinya kepada Allah, dan kerelaannya untuk berse-

rah di dalam kehendak-Nya yang kudus (ay. 10). Jika kita berha-

rap kepada Allah untuk mendapatkan kebahagiaan di dunia lain, 

maka kita juga dapat menyesuaikan diri dengan segala jalan pe-

meliharaan-Nya bagi kita di dunia ini: “Aku kelu, tidak kubuka 

mulutku dalam keluhan ataupun gerutu.” Kini dia menemukan 

kembali ketabahan dan ketenangan pikiran yang semula tergang-

gu (ay. 3). Meskipun ia terhalang dari penghiburan, dan apa pun 

salib yang harus ia pikul, dia tetap akan tenang. “Sebab Engkau 

sendirilah yang bertindak. Semua itu tidaklah terjadi secara kebe-

tulan, melainkan telah ditentukan oleh-Mu.” Di sini kita bisa 

mendapati,  


 560

1.  Allah yang baik yang mengerjakan semuanya dan mengatur 

semua peristiwa yang berkaitan dengan kita. Mengenai semua 

kejadian, kita dapat berkata, “Ini terjadi sebab   tangan Allah, 

Tuhanlah yang sedang bertindak,” apa pun juga alat yang di-

pakai-Nya.  

2.  Orang benar, oleh sebab   itu, tidak berkata apa-apa menen-

tang semua peristiwa itu. Dia kelu, tidak berkeberatan, tidak 

bertanya-tanya, dan tidak berbantah. Semua yang dilakukan 

Allah pastilah baik.  

III. Hasratnya akan Allah dan doa-doa yang ia panjatkan kepada-Nya. 

Kalau ada seorang di antara kamu yang menderita, baiklah ia ber-

doa, seperti yang dilakukan Daud di sini, 

1.  Untuk meminta pengampunan atas dosanya, dan supaya dia 

tidak dibiarkan menanggung aib (ay. 9). Sebelum dia berdoa 

(ay. 11), Hindarkanlah aku dari pada partikel  lan-Mu, dia berdoa 

(ay. 9), “Lepaskanlah aku dari segala pelanggaranku, dari ke-

salahan yang sudah menodaiku, dari hartikel  man yang layak ku-

terima, dan dari kuasa berbuat cemar yang telah memperbu-

dakku.” Saat Allah mengampuni dosa-dosa kita, Dia menyela-

matkan kita dari dosa-dosa itu, dari semua dosa itu. Daud 

pun memohon, “Jangan jadikan aku celaan orang bebal.” 

Orang-orang jahat yaitu   orang-orang bebal. Mereka memper-

tontonkan kebebalan mereka pada saat mengira sedang me-

mamerkan hikmat mereka dengan mencela umat Allah. Saat 

Daud berdoa supaya Allah mengampuni dosa-dosanya dan ti-

dak menjadikannya celaan, doa itu haruslah dipandang seba-

gai doa untuk mendapatkan kedamaian hati nurani (“Tuhan, 

jangan biarkan aku terjerumus di dalam kecengengan, yang 

akan membuat orang bebal menertawakanku”), dan juga seba-

gai doa untuk meminta anugerah, supaya Allah tidak mem-

biarkannya sendiri, supaya dia tidak melakukan perbuatan 

yang dapat menjadikannya sebagai celaan orang bebal. Per-

hatikanlah, inilah alasan yang kuat mengapa kita harus ber-

jaga-jaga terhadap dosa dan berdoa memerangi dosa, sebab 

kehormatan iman kita berkaitan erat dengan terpeliharanya 

kejujuran dan kesetiaan kita. 

2.  Bagi pengangkatan kesukarannya, supaya dia bisa segera me-

rasa tenang dari semua beban yang sedang ditanggungnya (ay. 

Kitab Mazmur 39:8-14 

 561 

11): Hindarkanlah aku dari pada partikel  lan-Mu. Perhatikanlah, 

saat kita sedang dihajar oleh tangan Allah, kita harus mencari 

kelegaan dengan mengarahkan mata kita kepada Allah sendiri, 

bukannya ke arah lain. Hanya orang yang memartikel  l sajalah 

yang dapat menghindarkan partikel  lan itu sendiri. Baru setelah 

itulah, di dalam iman dan kepuasan, kita dapat berdoa supaya 

kesukaran kita dihapuskan, pada saat dosa-dosa kita diam-

puni (Yes. 38:17). Saat kesukaran itu dikuduskan dan telah 

menghajar kita, sebagaimana yang terjadi di sini, kita pun 

dibuat merendahkan diri di bawah tangan Allah.  

(1) Dia mengungkapkan betapa ia sangat dibuat terpuruk oleh 

kesukarannya, sehingga ia pun mencari belas kasihan 

Allah: aku remuk sebab   serangan tangan-Mu. Penyakitnya 

begitu parah sehingga jiwanya pun melemah, kekuatannya 

lenyap dan tubuhnya menjadi rapuh. “Serangan, atau pu-

kulan tangan-Mu telah menghantarkanku ke gerbang 

maut.” Perhatikanlah, bahkan orang-orang yang terkuat, 

tergagah dan terbaik sekalipun tidak dapat tahan berada di 

bawah kuasa murka Allah, apalagi sampai menentang-Nya. 

Bukan hanya dalam perkara Daud saja, tetapi manusia 

manapun akan mendapati dirinya tidak seimbang dalam 

menandingi Yang Mahakuasa (ay. 12). Kapan saja Allah 

menghajar kita, saat Dia mengajari kita dengan hardikan,  

[1] Kita tidak dapat mempersoalkan keadilan perbuatan-

Nya, melainkan harus mengakui bahwa Dia benar di da-

lam perbuatan-Nya itu. Sebab, kapan saja Dia memper-

baiki tingkah laku manusia, itu dilakukan-Nya sebab   

ada kesalahan. Jalan dan perbuatan kita sendirilah 

yang mendatangkan kesukaran bagi diri kita, dan kita 

dihajar dengan tongkat oleh sebab   kelakuan kita sen-

diri. Itu yaitu   kuk yang harus kita tanggung sebab   

pelanggaran kita sendiri, sekalipun kuk itu dibuat ta-

ngan Tuhan (Rat. 1:14).   

[2] Kita tidak dapat menentang akibat dari perbuatan-Nya, 

sebab Dia akan terlalu tangguh untuk kita lawan. Seba-

gaimana kita tidak sanggup meloloskan diri dari kejaran 

penghakiman-Nya, begitu pulalah kita tidak akan sang-

gup meluputkan diri saat   hartikel  man-Nya dijalankan. 


 562

Hardikan Allah membuat keelokan manusia sama seper-

ti gegat. Kita sering melihat dan terkadang merasakan, 

bagaimana dalam waktu yang singkat tubuh kita men-

jadi lemah dan rapuh sebab   suatu penyakit. Paras kita 

pun berubah. Di manakah gerangan pipi dan bibir yang 

ranum, mata yang bersinar, wajah yang tersenyum? 

Justru kebalikan dari semua itulah yang tampak. Be-

tapa tidak berharganya kecantikan itu, dan betapa tolol-

nya orang-orang yang membangga-banggakannya atau 

memujanya, padahal pasti dan segera ia akan pudar! 

Beberapa orang mengartikan gegat itu sebagai manusia, 

yang gampang sekali hancur seperti gegat dengan sen-

tuhan jari tangan (Ayb. 4:19). Ada sebagian orang lagi 

menafsirkannya sebagai hardikan ilahi yang merapuh-

kan dan menggerogoti kita secara diam-diam tanpa te-

rasa seperti yang dilakukan gegat pada pakaian. Semua 

ini betul-betul membuktikan apa yang telah dikatakan 

Daud sebelumnya, yaitu bahwa setiap manusia hanyalah 

kesia-siaan, lemah dan tidak berdaya. Demikianlah ke-

adaannya pada waktu Allah datang untuk menghajarnya.  

(2) Dia mengutarakan kesan baik yang dia peroleh dari kesu-

karannya ini. Dia berharap agar tujuan didatangkannya ke-

sukaran itu tercapai, supaya kesukarannya dapat dilenyap-

kan di dalam belas kasihan. Dan memang, jika tujuan dari 

kesulitan itu tidak tercapai, sekalipun bisa dilenyapkan, 

kesulitan itu tidak akan diangkat di dalam belas kasihan.   

[1] Kesulitan itu sudah membuatnya menangis, dan dia 

berharap Allah memperhatikan hal itu. Saat Tuhan 

Allah memanggilnya untuk berduka, ia pun menjawab 

panggilan itu dan melakukannya, sehingga sebab   itu ia 

pun dapat berdoa di dalam iman, “Tuhan, janganlah ber-

diam diri melihat air mataku!” (ay. 13). Dia yang tentu 

saja tidak ingin menyakiti dan menyusahkan anak-anak 

manusia, apalagi anak-anak-Nya sendiri, pastilah tidak 

akan berdiam diri, tetapi akan menitahkan kelepasan 

bagi mereka (dan jika Dia sudah bersabda, itu akan ter-

laksana), atau Dia akan menghiburkan mereka dalam 

melewati semua itu dan memperdengarkan sukacita 

dan kebahagiaan bagi mereka.  

Kitab Mazmur 39:8-14 

 563 

[2] Kesukaran itu telah mendorongnya untuk berdoa. Kesu-

litan-kesulitan memang didatangkan untuk mendorong-

dorong kita supaya berdoa. Jika segala kesulitan itu 

berhasil menyentuh kita sampai kita menderita, maka 

kita pun akan berdoa lebih giat dan lebih baik lagi dari 

pada sebelumnya. Dan dengan begitu, kita dapat berha-

rap bahwa Allah akan mendengarkan doa kita dan 

menghiraukan seruan kita. Sebab, doa yang dipicu oleh 

pemeliharaan-Nya sendiri, dan yang dikobarkan oleh 

Roh anugerah-Nya, tidak akan kembali dengan sia-sia.   

[3] Kesukaran itu telah membantunya melepaskan ikatan 

dengan dunia dan tidak lagi menggemarinya. Kini dia 

mulai melihat dirinya sebagai orang asing dan penda-

tang di sini, seperti semua leluhurnya. Ia tidak merasa 

dunia ini rumahnya, melainkan hanya sedang melaku-

kan perjalan melaluinya saja untuk menuju dunia lain, 

yang lebih baik, dan dia tidak akan merasa kerasan 

sampai dia berada di sorga. Dia memohonkan hal itu 

kepada Allah “Tuhan, perhatikanlah aku, segala keku-

rangan dan bebanku, sebab di sini aku hanyalah se-

orang asing, semuanya asing bagiku. Aku disepelekan 

dan ditindas sebagai orang asing. Dari manakah aku 

harus menanti-nantikan kelegaan selain daripada-Mu, 

selain dari negeri yang menjadi tempat asalku itu?” 

3.  Dia berdoa minta diberikan waktu sesaat lagi (ay. 14, TL): “Berilah 

kiranya kelepasan, tenangkan aku, bangunkan aku dari penyakit 

ini supaya tubuh dan pikiranku dipulihkan, supaya jiwaku men-

jadi lebih tenang dan damai, dan lebih siap bagi dunia yang lain, 

supaya aku bersukacita sebelum aku pergi melalui kematian, dan 

sebelum aku tidak ada lagi di dunia ini.” Beberapa orang meng-

artikannya sebagai keinginan yang menggebu-gebu supaya Allah 

cepat-cepat menolongnya sebelum semuanya terlambat, seperti 

yang dimohonkan Ayub (Ayb. 10:20-21). Akan tetapi saya lebih 

suka menganggapnya sebagai doa yang bersungguh-sungguh un-

tuk meminta Allah supaya membiarkannya terus ada di sini sam-

pai Ia membuatnya layak dengan anugerah-Nya untuk pergi ke 

sana, dan supaya dia dapat menunaikan tugasnya sebelum hi-

dupnya berakhir. Biarlah jiwaku hidup, supaya memuji-muji Eng-

kau. 

  

 

 

 

 

 

 

PASAL 40  

elihatannya Daud menuliskan mazmur ini pada waktu ia disela-

matkan oleh kuasa dan kebaikan Allah dari kesukaran berat 

yang menghimpitnya, yang hampir saja membuatnya kewalahan. 

Mungkin kesukaran itu dipicu oleh kegelisahan pikirannya setelah 

menyadari dosa dan ketidaksenangan Allah yang ditujukan kepada-

nya oleh sebab   dosanya itu. Apa pun kesukarannya itu, Roh sama 

yang ada di dalam dirinya dan membuatnya memuji-muji Allah kare-

na keselamatan tersebut, yaitu   sekaligus juga Roh nubuatan, yang 

menyaksikan penderitaan Kristus dan kemuliaan yang akan meng-

iringi-Nya kemudian. Atau juga, tanpa sadar dia telah dipimpin un-

tuk membicarakan tugasnya dan penunaian tugasnya itu dengan 

kata-kata yang hanya boleh diterapkan bagi Kristus saja. Dan sebab   

itulah, layaklah kita amati dengan lebih saksama seberapa jauh puji-

pujian yang disebutkan sebelum nubuatan yang gemilang itu dan 

doa-doa apa yang dinaikkan sesudah nubuatan itu yang bisa dituju-

kan bagi Daud sendiri. Dalam mazmur ini, 

I. Daud mencatat dengan puji syartikel  r kebaikan Allah yang 

menyelamatkannya dari kesesakannya yang mendalam itu 

(ay. 2-6).   

II. Kemudian dia mengambil kesempatan untuk membicarakan 

karya penebusan yang dilakukan Kristus bagi kita (ay. 7-11).   

III. Hal itu meneguhkannya untuk berdoa kepada Allah dan me-

minta belas kasihan dan anugerah, baik bagi dirinya sendiri 

maupun bagi kawan-kawannya (ay. 12-18).  

Jika, saat   kita menyanyikan mazmur ini, kita memadukan iman 

dengan nubuatan mengenai Kristus dan dengan tulus bersatu dalam 


 566

puji-pujian dan doa-doa yang dipanjatkan di sini, maka kita sedang 

menyenandungkan hati kita bagi Tuhan.   

Berkat dari Keyakinan akan Allah 

(40:1-6) 

1 Untuk pemimpin biduan. Mazmur Daud. 2 Aku sangat menanti-nantikan 

TUHAN; lalu Ia menjenguk kepadaku dan mendengar teriakku minta tolong. 3 

Ia mengangkat aku dari lobang kebinasaan, dari lumpur rawa; Ia menempat-

kan kakiku di atas bukit batu, menetapkan langkahku, 4 Ia memberikan 

nyanyian baru dalam mulutku untuk memuji Allah kita. Banyak orang akan 

melihatnya dan menjadi takut, lalu percaya kepada TUHAN. 5 Berbahagialah 

orang, yang menaruh kepercayaannya pada TUHAN, yang tidak berpaling ke-

pada orang-orang yang angkuh, atau kepada orang-orang yang telah me-

nyimpang kepada kebohongan! 6 Banyaklah yang telah Kaulakukan, ya 

TUHAN, Allahku, perbuatan-Mu yang ajaib dan maksud-Mu untuk kami. 

Tidak ada yang dapat disejajarkan dengan Engkau! Aku mau memberitakan 

dan mengatakannya, tetapi terlalu besar jumlahnya untuk dihitung. 

Dalam ayat-ayat di atas kita mendapati, 

I.  Kesesakan dan kesukaran yang telah mengimpit sang pemazmur 

sebelumnya. Dia telah dilemparkan ke dalam lobang kebinasaan 

dan ke dalam lumpur rawa (ay. 3). Dia tidak dapat keluar dari 

sana, malahan justru makin terperosok di dalamnya. Dia tidak 

mengatakan apa pun mengenai penyakit tubuh ataupun peng-

hinaan dari para musuhnya, sehingga masuk akal saja jika kita 

berpikir bahwa yang mengganggunya kini ialah kegelisahan hati 

dan kegundahan jiwanya. Kelesuan jiwa yang dipicu oleh kesadar-

an bahwa Allah sedang menarik diri, serta gempuran keraguan 

dan ketakutan mengenai nasib dalam kekekalan nanti memang 

merupakan lobang kebinasaan dan lumpur rawa yang sering kali 

dialami oleh banyak anak-anak Allah yang terkasih.  

II. Ketaatan dan kerendahan hatinya di hadapan Allah, serta peng-

harapannya yang penuh iman kepada-Nya di dalam keadaan yang 

suram itu: Aku sangat menanti-nantikan Tuhan (ay. 2). Aku 

menanti-nantikan dan mendamba. Dia tidak mengharapkan kele-

gaan selain dari Allah sendiri. Tangan yang menerkam dan memu-

kul yaitu   tangan sama yang menyembuhkan dan membalut 

(Hos. 6:1), sebab jika tidak begitu, kesembuhan tidak akan kun-

jung datang. Dari Allah sajalah ia mengharapkan kelegaan, dan 

Kitab Mazmur 40:1-6 

 567 

besar pengharapannya, tanpa ragu sedikit pun bahwa kelegaan 

itu akan datang di saat yang tepat. Allah memiliki cartikel  p kuasa 

untuk membantu yang terlemah, juga memiliki cartikel  p anugerah 

untuk menolong yang paling tidak layak ditolong dari semua 

orang yang mempercayai-Nya. Akan tetapi, dia menanti dengan 

sabar, yang menunjukkan bahwa kelegaan itu tidak datang de-

ngan segera. Meski begitu, dia tetap saja tidak meragukan kepas-

tian datangnya kelegaan itu dan bertekad untuk terus percaya, 

berharap, dan berdoa, sampai kelegaan itu benar-benar datang. 

Orang-orang yang meletakkan harapan mereka di dalam Allah 

dapat menanti dengan penuh keyakinan, tetapi juga harus me-

nunggu dengan sabar. Nah, hal ini sungguh benar tertuju kepada 

Kristus. Kesengsaraan-Nya, baik di taman maupun di kayu salib 

berlangsung terus-menerus dan terasa bagaikan lobang kebinasa-

an dan lumpur rawa. Pada saat itulah jiwa-Nya gundah dan mera-

sa amat sedih. Tetapi, ia lantas berdoa, “Bapa, muliakanlah nama-

Mu. Bapa, selamatkanlah Aku.” Dan dia pun berpegang teguh da-

lam hubungan-Nya dengan Bapa-Nya, “Bapa-Ku, Bapa-Ku,” dan 

menanti-nantikan-Nya dengan penuh kesabaran.  

III. Dia mengalami kebaikan Allah yang melegakannya di dalam kese-

sakan itu, yang dia catatkan demi kehormatan Allah dan demi 

menghiburkan dirinya serta orang-orang lain.  

1. Allah menjawab doa-doanya: Ia menjenguk kepadaku dan men-

dengar teriakku minta tolong. Walaupun harus menunggu 

lama, orang-orang yang menanti-nantikan Allah dengan penuh 

kesabaran pastilah tidak akan menanti dengan sia-sia. Tuhan 

kita Yesus telah didengarkan sebab   kesalehan-Nya (Ibr. 5:7). 

Bahkan, Dia selalu yakin bahwa Bapa-Nya selalu mendengar-

kan-Nya.  

2.  Allah meredakan ketakutannya, menenangkan jiwanya yang 

gundah gulana, serta memberikan kedamaian di dalam hati 

nuraninya (ay. 3): “Ia mengangkat aku dari lobang kebinasaan  

yang penuh dengan keputusasaan dan tanpa harapan, lalu dia 

menyingkirkan awan-awan dan menyinari jiwaku secara gemi-

lang dengan kepastian bahwa kebaikan-Nya akan datang. Dan 

bukan hanya itu, Dia juga menempatkan kakiku di atas bukit 

batu, menetapkan langkahku.” Orang-orang yang telah meng-

alami tekanan rohani, tetapi kemudian diberi kelegaan oleh 


 568

anugerah Allah, dapat benar-benar merasakan perkataan itu. 

Mereka telah diangkat dari lobang kebinasaan.  

(1) Belas kasihan menjadi sempurna dengan ditempatkannya 

kaki mereka di atas bukit batu, yang membuat mereka da-

pat berdiri dengan teguh. Sebagaimana mereka sebelumnya 

telah terjerembab sebab   rasa takut mereka terhadap nera-

ka, begitu juga kini mereka telah melambung ke atas de-

ngan pengharapan mereka akan sorga. Kristus yaitu   batu 

karang yang di atas-Nya jiwa yang malang dapat berdiri 

teguh, dan hanya melalui perantaraan Dia sajalah kita 

dapat memiliki pengharapan dan kepuasan yang teguh di 

dalam Allah.   

(2) Belas kasihan itu tetap berlanjut seiring dengan keteguhan 

langkah-langkah kaki mereka. Setelah memberikan peng-

harapan yang teguh, Allah mengharapkan agar perilaku 

mereka juga tetap teguh untuk seterusnya. Dan, jika peri-

laku yang kokoh ini terjadi akibat buah peneguhan-Nya itu, 

maka selayaknyalah kita mengakui kekayaan dan kuasa 

anugerah-Nya dengan rasa syartikel  r yang meluap-luap.  

3.  Allah memenuhinya dengan sukacita dan kedamaian oleh ka-

rena keyakinannya itu: “Ia memberikan nyanyian baru dalam 

mulutku. Dia telah memberiku alasan untuk bergirang dan 

memberiku hati yang bersukaria.” Kelihatannya, dia dibawa ke 

dalam sebuah dunia baru, dan hal itu telah memenuhi mulut-

nya dengan nyanyian baru, untuk memuji Allah kita. Sebab 

semua nyanyian kita memang harus dipakai untuk memuji 

dan memuliakan-Nya. Rahmat yang baru, terutama yang be-

lum pernah kita terima, memang menghendaki nyanyian-nya-

nyian baru. Hal ini menggambarkan Tuhan Yesus saat Ia ma-

suk ke firdaus, saat bangkit dari kubur, dan dimuliakan dalam 

sukacita dan kemuliaan yang telah dipersiapkan bagi-Nya. Dia 

dibawa keluar dari dalam lobang kebinasaan, dan ditempatkan 

di atas gunung batu dan mendapatkan nyanyian baru dalam 

mulut-Nya.  

IV. Hikmah yang dapat diambil dari contoh kebaikan Allah terhadap 

Daud tersebut.  

Kitab Mazmur 40:1-6 

 569 

1.  Pengalaman Daud itu dapat menjadi penguatan bagi banyak 

orang untuk berharap kepada Allah, dan untuk tujuan inilah 

dia menuliskannya di sini, yaitu supaya banyak orang akan 

melihatnya dan menjadi takut, lalu percaya kepada TUHAN. 

Mereka akan menjadi takut kepada Tuhan dan keadilan-Nya, 

yang telah membawa Daud dan Sang Anak Daud ke dalam 

lobang kebinasaan itu, supaya mereka pun akan berkata, 

“Jikalau orang berbuat demikian dengan kayu hidup, apakah 

yang akan terjadi dengan kayu kering?” Mereka akan menjadi 

takut kepada Tuhan dan kebaikan-Nya, yang telah memenuhi 

mulut Daud dan Sang Anak Daud dengan nyanyian-nyanyian 

baru yang penuh sukacita dan pujian. Ada rasa takut kudus 

terhadap Allah, yang bukan saja sejalan dengan pengharapan 

kita di dalam Dia, melainkan juga menjadi dasar dari pengha-

rapan kita itu. Mereka tidak akan menjadi takut kepada-Nya 

dan menghindar dari-Nya, melainkan takut kepada-Nya dan 

mempercayai-Nya di dalam kesesakan mereka yang terdalam, 

tanpa merasa ragu bahwa Dia akan selalu sanggup dan siap 

menolong, seperti yang dirasakan Daud di dalam kesesakan-

nya. Cara Allah berurusan dengan Tuhan kita Yesus dapat me-

neguhkan kita untuk mempercayai Allah. Saat Tuhan berke-

hendak meremukkan dia dengan kesakitan demi dosa-dosa 

kita, Ia sedang menuntut-Nya supaya membayar utang kita. 

Dan saat Ia mengangkat-Nya dari antara orang mati dan 

menempatkan-Nya di sebelah kanan-Nya, Ia menunjukkan 

bahwa Ia telah menerima pelunasan utang yang Yesus 

lakukan itu dan dipuaskan oleh sebab  nya. Jadi, penghiburan 

apa lagi yang lebih besar daripada itu, yang dapat mendorong 

kita untuk takut dan menyembah Allah serta percaya kepada-

Nya? (Rm. 4:25; 5:1-2). Sang pemazmur mengundang orang 

lain untuk menjadikan Allah sebagai pengharapan mereka, 

sebagaimana yang telah diperbuatnya sendiri dengan mengu-

mandangkan ucapan bahagia bagi mereka yang berbuat demi-

kian (ay. 5): “Berbahagialah orang, yang menaruh kepercaya-

annya pada TUHAN dan hanya kepada Dia saja (yang memiliki 

pikiran-pikiran agung dan baik mengenai Dia dan berbakti 

sepenuhnya kepada Dia), dan yang tidak berpaling kepada 

orang-orang yang angkuh, tidak bertindak seperti orang-orang 

yang mengandalkan diri mereka sendiri, dan tidak mengandal-


 570

kan orang-orang yang dengan angkuh mendorong orang lain 

untuk mempercayai mereka, sebab keduanya menyimpang 

kepada kebohongan, sebagaimana semua orang yang berpaling 

dari Allah.” Hal ini terutama berkaitan dengan iman kita di da-

lam Kristus. Berbahagialah orang-orang yang percaya kepada-

Nya dan kebenaran-Nya saja, serta tidak berpaling kepada 

orang-orang Farisi yang dengan angkuh berusaha menandingi-

Nya dengan kebenaran mereka sendiri. Berbahagialah mereka 

yang tidak dikuasai oleh ajaran-ajaran kaum Farisi itu, dan 

yang tidak menyimpang kepada kebohongan bersama-sama 

dengan orang-orang Yahudi degil yang tidak takluk kepada 

kebenaran Allah (Rm. 10:3). Berbahagialah orang-orang yang 

dapat meluputkan diri dari godaan tersebut.  

2. Rasa sukacita yang timbul sebab   belas kasihan tersebut 

menggugahnya untuk merenungkan dengan penuh syartikel  r ke-

baikan-kebaikan lain yang telah ia terima dari Allah (ay. 6). 

Saat Allah menaruh nyanyian baru ke dalam mulut kita, kita 

tidak boleh melupakan nyanyian lama kita, melainkan harus 

mengulanginya lagi: “Banyaklah yang telah Kaulakukan, ya 

TUHAN, Allahku, perbuatan-Mu yang ajaib, baik bagiku mau-

pun bagi orang lain. Kebaikan-Mu kali ini hanyalah salah satu 

dari sekian banyak kebaikan lainnya yang sudah Engkau beri-

kan.” Banyak sekali berkat yang tiap hari kita terima melalui 

pemeliharaan dan anugerah Allah.  

(1) Berkat-berkat itu merupakan perbuatan-Nya, bukan saja 

merupakan karunia dari kelimpahan-Nya, melainkan juga 

merupakan pekerjaan kuasa-Nya. Dia bekerja bagi kita, di 

dalam kita, dan dengan demikian, kebaikan-Nya itu layak 

untuk kita puji dan syartikel  ri.   

(2) Berkat-berkat itu merupakan perbuatan-Nya yang ajaib, di-

rancang dengan menakjubkan, dan keterlibatan-Nya dalam 

menghampiri kita untuk mengaruniakan berkat-berkat itu 

begitu mengagumkan. Rasanya, mengagumi semua itu 

sampai selama-lamanya pun tidak akan cartikel  p.   

(3) Semua pekerjaan-Nya yang ajaib itu merupakan buah 

pikiran-Nya dan perhatian-Nya terhadap kita. Dia melaku-

kan semua hal menurut keputusan kehendak-Nya (Ef. 1:11), 

menurut tujuan anugerah-Nya yang dilaksanakan-Nya da-

Kitab Mazmur 40:7-11 

 571 

lam diri-Nya sendiri (Ef. 3:11). Berkat-berkat itu merupakan 

karya dari hikmat-Nya yang tidak terbatas, rancangan dari 

kasih-Nya yang tiada berkesudahan (1Kor. 2:7; Yer. 31:3), 

rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kece-

lakaan (Yer. 29:11).  sebab   itulah, berkat dan panggilan-

Nya tidak akan pernah dibatalkan, sebab semua itu tidak-

lah ditetapkan dengan tiba-tiba, melainkan merupakan 

hasil pemikiran-Nya yang mendalam bagi kita sekalian.  

(4) Berkat-berkat itu tidak dapat dihitung banyaknya, tidak 

dapat dibilang atau dijejerkan satu per satu. Memang se-

mua pekerjaan Allah tersusun rapi, tetapi ada banyak se-

kali yang tampil dalam pandangan kita dalam waktu yang 

bersamaan, sehingga kita tidak tahu bagaimana harus 

mulai mengurutkannya atau menyebutkan yang berikut-

nya. Urutan pekerjaan-pekerjaan Allah itu, beserta keter-

kaitan dan ketergantungannya satu sama lain serta bagai-

mana mereka terjalin seperti rantai emas itu, merupakan 

sebuah misteri bagi kita, dan kita tidak akan sanggup 

menghitungnya sampai tabir itu terbelah dan misteri Allah 

dibukakan. Pekerjaan-pekerjaan itu tidak dapat dihitung, 

bahkan yang paling besar sekalipun. Saat kita telah menye-

butkan keajaiban kasih ilahi sebanyak yang kita sanggup, 

kita harus mengakhirinya dengan et cætera – dan lain seba-

gainya, dan terkagum-kagum sebab   kedalamannya yang 

tidak mungkin dapat terselami. 

Korban-korban Lahiriah Tidaklah Mencartikel  pi;  

Keampuhan Pengorbanan Kristus 

(40:7-11) 

7 Engkau tidak berkenan kepada korban sembelihan dan korban sajian, 

tetapi Engkau telah membuka telingaku; korban bakaran dan korban peng-

hapus dosa tidak Engkau tuntut. 8 Lalu aku berkata: “Sungguh, aku datang; 

dalam gulungan kitab ada tertulis tentang aku; 9 aku suka melakukan ke-

hendak-Mu, ya Allahku; Taurat-Mu ada dalam dadaku.” 10 Aku mengabarkan 

keadilan dalam jemaah yang besar; bahkan tidak kutahan bibirku, Engkau 

juga yang tahu, ya TUHAN. 11 Keadilan tidaklah kusembunyikan dalam hati-

ku, kesetiaan-Mu dan keselamatan dari pada-Mu kubicarakan, kasih-Mu dan 

kebenaran-Mu tidak kudiamkan kepada jemaah yang besar. 


 572

Setelah tertegun oleh sebab   perbuatan-perbuatan ajaib yang telah 

dilakukan Allah bagi umat-Nya, di sini sang pemazmur secara meng-

herankan mulai menubuatkan karya ajaib yang mengungguli semua 

karya-Nya yang lain dan yang merupakan dasar dan sumber dari 

segala karya itu, yaitu penebusan kita yang dilakukan oleh Tuhan 

Yesus Kristus. Pikiran-pikiran Allah yang ditujukan bagi kita di da-

lam pekerjaan itu merupakan pemikiran yang paling mengherankan, 

menakjubkan, dan penuh dengan anugerah, sehingga layak untuk 

dikagumi lebih dari segalanya. Perikop ini dikutip oleh sang rasul 

(Ibr. 10:5, dst.) dan menggambarkan Kristus dan perbuatan-Nya bagi 

kita. Para orang kudus memang selalu mengindahkan Perjanjian 

Lama, baik dalam tata cara ibadah maupun dalam perenungan mere-

ka. Dan, saat   sang rasul hendak menunjukkan kepada kita menge-

nai perbuatan sukarela Sang Penebus, dia tidaklah menuliskan catat-

annya dari bartikel   hikmat Allah yang tersembunyi, yang bukan men-

jadi hak kita, melainkan dari hal-hal yang telah diwahyukan.  

Perhatikanlah:  

I.  Betapa tidak cartikel  pnya korban-korban lahiriah dalam menebus 

dosa dan mendamaikan kita dengan Allah serta memulihkan ke-

bahagiaan kita di dalam Dia: Engkau tidak berkenan kepada kor-

ban sembelihan dan korban sajian. Engkau tidak menghendaki 

Sang Penebus mempersembahkan korban seperti itu. Sang Pene-

bus itu harus mempunyai sesuatu untuk dipersembahkan seba-

gai korban, tetapi bukan korban-korban sembelihan dan bakaran 

(Ibr. 8:3). Oleh sebab   itulah, Dia tidak boleh berasal dari ketu-

runan Harun (Ibr. 7:14). Atau, pada zaman Mesias, korban bakar-

an dan korban penghapus dosa tidak diwajibkan lagi, sebab se-

mua tata cara lahiriah akan dihapuskan. Tetapi bukan hanya itu 

saja: bahkan sewaktu hartikel  m Taurat yang mengatur semua itu 

masih berlaku pun, dapat dikatakan bahwa Allah tidak meng-

inginkan dan menerima semua itu, demi kebaikan mereka sendiri. 

Korban-korban itu tidaklah mampu memuaskan keadilan Allah 

sehingga rasa bersalah akibat dosa dapat dihapuskan. Nyawa se-

ekor domba, yang lebih jauh lebih rendah daripada nyawa manu-

sia (Mat. 12:12), tidak dapat dianggap setara, apalagi sebagai 

sarana yang layak untuk melestarikan kehormatan pemerintahan 

Allah dan hartikel  m-hartikel  m-Nya, serta untuk memulihkan kehor-

Kitab Mazmur 40:7-11 

 573 

matan yang telah tercemar oleh dosa manusia itu. Korban-korban 

itu tidak mampu menenteramkan hati nurani sehingga sengatan 

dosa dapat dilenyapkan. Juga, mereka tidak menyucikan sifat 

dosa sehingga kuasa dosa itu dapat dipatahkan. Semua itu mus-

tahil (Ibr. 9:9; 10:1-4). hal yang membuat korban-korban itu 

berharga yaitu   sebab   mereka merujuk kepada Yesus Kristus, 

yaitu sebagai pelambang bagi Dia. Jadi, korban-korban itu sung-

guh hanya bayang-bayang saja, dari hal-hal baik yang akan 

datang, dan juga sebagai ujian atas iman dan ketaatan umat 

Allah, ketaatan mereka terhadap hartikel  m Taurat dan iman mereka 

kepada Injil. Akan tetapi, yang asli atau yang sesungguhnya sen-

diri akan datang, yaitu Kristus, yang akan membawa kemuliaan 

bagi Allah dan anugerah kepada manusia.  Dan kedua tindakan 

tersebut tidak mungkin dapat dilakukan oleh korban-korban tadi.  

II.  Penetapan Tuhan kita Yesus untuk menjalankan pekerjaan dan 

jabatan sebagai Pengantara: Engkau telah membuka telingaku. 

Allah Bapa telah mengutus-Nya untuk melakukan hal itu (Yes. 

50:5-6), dan kemudian mengharuskan-Nya untuk terus menjalan-

kannya sampai tuntas. Engkau telah menggali telinga-Ku. Kalimat 

itu sepertinya menunjuk kepada aturan dan kebiasaan dalam 

mengikat budak-budak untuk melayani seumur hidup dengan 

cara menusukkan telinga mereka ke tiang pintu (Kel. 21:6). Tuhan 

kita Yesus begitu menyukai pekerjaan-Nya sampai-sampai Dia 

tidak ingin melalaikannya, dan sebab   itulah Ia tabah menjalan-

kannya untuk selama-lamanya. Dan sebab   itulah, Ia sanggup 

juga menyelamatkan kita dengan sempurna, sebab Dia telah berte-

kad untuk melayani Bapa-Nya dengan sempurna, dan Bapa-Nya 

itu menopang Dia dalam melaksanakan tugas tersebut (Yes. 42:1). 

III. Kerelaan-Nya dalam menjalankan tugas tersebut: “Lalu aku ber-

kata, sungguh, aku datang. Supaya pekerjaan penebusan tidak 

menjadi gagal sebab   korban dan persembahan tidaklah mencu-

kupi, maka Aku pun berkata, sungguh, aku datang, untuk meme-

rangi kuasa-kuasa kegelapan, dan untuk memajukan segala ke-

pentingan kemuliaan dan kerajaan Allah.” Hal ini menegaskan 

tiga hal: 

1.  Bahwa Dia menawarkan diri untuk menjalankan tugas ini se-

cara sukarela, padahal Dia tidak wajib melakukannya jika saja 


 574

Ia tidak mau. Tetapi, Dia segera menyambutnya dengan sangat 

gembira saat   ditawari tugas tersebut, dan sangat disenang-

kan sebab  nya. Jika saja Dia tidak benar-benar menerimanya 

dengan sukarela, maka Dia tidak bisa menjadi jaminan atau-

pun korban persembahan, sebab oleh sebab   kehendak-Nya 

inilah (yang disebut dengan animus offerentis – pemikiran dari 

si pemberi persembahan) kita telah dikuduskan (Ibr. 10:10).   

2.  Bahwa dengan tegas Ia mewajibkan diri-Nya sendiri bagi tugas 

itu: “Aku datang. Aku berjanji akan datang bila saatnya telah 

tiba.” Dan sebab   itulah sang rasul berkata, “Pada saat Dia 

datang ke dunia inilah Dia benar-benar menggenapi janji ini, 

sebab untuk itu Dia telah berani mempertaruhkan nyawanya 

untuk mendekat kepada Allah.” sebab   itulah Dia kemudian 

rela dibelenggu, bukan hanya untuk menunjukkan kasih-Nya 

yang amat besar, tetapi juga supaya Dia boleh menerima ke-

hormatan dari pekerjaan-Nya itu bahkan sebelum Ia menun-

taskannya. Meskipun harganya belum lunas dibayar, utang itu 

sudah pasti akan dibayar. Jadi, Dialah Anak Domba yang 

telah disembelih semenjak dunia dijadikan.  

3. Bahwa dengan jujur Dia mengakui keterlibatan-Nya: Dia ber-

kata, Sungguh, Aku datang. Dia terus-menerus mengatakan-

nya kepada orang-orang kudus di sepanjang Perjanjian Lama, 

yang sebab   itu mengenal-Nya dengan sebutan ho erchomenos 

– Dia yang akan datang itu. Firman inilah yang menjadi dasar 

teguh dari iman dan pengharapan mereka, yang mereka nanti-

nantikan dan damba-dambakan kegenapannya. 

IV. Alasan mengapa Dia datang dalam rangka melaksanakan tugas-

Nya itu: sebab dalam gulungan kitab ada tertulis tentang Dia,  

1.  Di dalam gulungan kitab yang berisi keputusan dan hikmat 

atau rencana ilahi. Di sanalah tertulis bahwa telinga-Nya telah 

dibukakan, dan Dia berkata, Sungguh, Aku datang. Di sanalah 

tercatat kovenan penebusan, hikmat atau rencana penebusan, 

hikmat atau rencana pendamaian (manusia dan Allah) antara 

Bapa dan Anak. Maka, terhadap semua itulah Dia mengarah-

kan mata-Nya dalam menjalankan perintah yang Ia terima dari 

Bapa-Nya.   

2.  Dalam huruf-huruf yang tercetak di Perjanjian Lama. Musa 

dan semua nabi memberi kesaksian tentang Dia. Dalam selu-

Kitab Mazmur 40:7-11 

 575 

ruh gulungan bartikel   itu, sesuatu pasti disinggung-singgung 

mengenai diri-Nya. Dan mata-Nya sendiri pun terarah kepada 

nubuatan itu, supaya semuanya dapat digenapi (Yoh. 19:28).   

V. Kesenangan yang Dia rasakan dalam melaksanakan tugas-Nya. 

Setelah menawarkan diri dengan sukarela, Dia tidak menjadi 

pudar dan tidak patah terkulai, tetapi terus melaksanakan tugas 

itu dengan kepuasan penuh dalam diri-Nya (ay. 9-10): Aku suka 

melakukan kehendak-Mu, ya Allahku. Bagi Kristus, makanan dan 

minuman-Nya yaitu   meneruskan pekerjaan yang telah ditugas-

kan kepada-Nya (Yoh. 4:34). Dan alasannya diungkapkan di sini 

bahwa, Taurat-Mu ada dalam dadaku. Taurat Allah tertulis dan 

berkuasa di dada-Nya sana. Maksudnya, itu mengenai hartikel  m 

yang mengatur pekerjaan dan jabatan sebagai Perantara, yaitu 

apa yang akan dilakukan dan diderita-Nya. Taurat ini sangat ber-

harga bagi-Nya dan begitu mempengaruhi-Nya di dalam keselu-

ruhan pelaksanaan tugas-Nya itu. Perhatikanlah, saat   Taurat 

Allah tertulis di dalam hati, maka tugas kita pun akan menjadi 

kesenangan kita.  

VI. Pemberitaan Injil kepada anak-anak manusia, bahkan dalam 

jemaah yang besar (ay. 10-11). Sebagaimana sebagai Imam, Dia 

mengerjakan penebusan bagi kita, maka sebagai Nabi, Dia pun 

memberitakannya kepada kita, pertama-tama oleh Dia sendiri, 

kemudian disusul oleh para rasul-Nya, dan masih berlanjut hing-

ga kini melalui firman dan Roh-Nya. Keselamatan yang sebesar itu 

mula-mula diberitakan oleh Tuhan (Ibr. 2:3). Injil Kristus-lah yang 

diberitakan ke segala bangsa.  

Perhatikanlah:  

1.  Apa yang diberitakan itu: keadilan (ay. 10), keadilan Allah (ay. 

11), keadilan kekal yang telah dibawa oleh Kristus (Dan. 9:24, 

bdk. Rm. 1:16-17). Keadilan itu merupakan kesetiaan Allah 

terhadap janji-Nya dan keselamatan yang telah dicari-cari se-

kian lamanya. Keadilan itu merupakan kasih dan kebenaran 

Allah, rahmat-Nya yang sesuai dengan firman-Nya. Perhati-

kanlah, di dalam pekerjaan penebusan, kita harus memperha-

tikan betapa gemilangnya sinar segala sifat ilahi, dan patutlah 

kita memuji Allah atas setiap sifat-Nya itu.  


 576

2.  Kepada siapa hal itu diberitakan: kepada jemaah yang besar 

(ay. 10) dan lagi (ay. 11). Saat Kristus ada di bumi ini, Dia ber-

khotbah kepada banyak orang, ribuan orang setiap kalinya. 

Injil diberitakan baik kepada kaum Yahudi maupun bukan Ya-

hudi, kepada jemaah yang besar dari keduanya. Perkumpulan 

orang-orang saleh merupakan sebuah lembaga ilahi, dan di 

dalamnya kemuliaan Allah, melalui wajah Kristus, harus dipuji 

demi kemuliaan Allah, dan harus diberitakan untuk memba-

ngun manusia.  

3.  Bagaimana kabar penebusan itu diberitakan: dengan leluasa 

dan terang-terangan, Tidak kutahan bibirku, tidaklah kusembu-

nyikan, tidak kudiamkan. Hal ini menegaskan bahwa siapa 

pun yang ditugasi untuk memberitakan Injil Kristus akan ter-

ancam godaan untuk menyembunyikan dan mendiamkannya, 

sebab Injil harus diberitakan di tengah-tengah permusuhan 

dan pertentangan besar. Akan tetapi Kristus sendiri dan 

orang-orang yang dipanggil-Nya untuk melakukan tugas itu 

meneguhkan hati mereka seperti keteguhan gunung batu (Yes. 

50:7), dan mereka terus melangsungkan pekerjaan itu dengan 

cara yang ajaib. Hal itu mendatangkan keuntungan bagi kita, 

sebab melalui cara-cara tersebut, mata kita dapat melihat te-

rang yang penuh sukacita itu, dan telinga kita dapat mende-

ngar bunyi yang penuh sukacita itu, yang jika tidak begitu, 

pastilah kita sudah binasa sebab   tidak mengetahuinya.  

Peneguhan dalam Doa 

(40:12-18) 

12 Engkau, TUHAN, janganlah menahan rahmat-Mu dari padaku, kasih-Mu 

dan kebenaran-Mu kiranya menjaga aku selalu! 13 Sebab malapetaka menge-

pung aku sampai tidak terbilang banyaknya. Aku telah terkejar oleh kesalah-

anku, sehingga aku tidak sanggup melihat; lebih besar jumlahnya dari ram-

but di kepalaku, sehingga hatiku menyerah. 14 Berkenanlah kiranya Engkau, 

ya TUHAN, untuk melepaskan aku; TUHAN, segeralah menolong aku! 15 Biar-

lah mendapat malu dan tersipu-sipu mereka semua yang ingin mencabut 

nyawaku; biarlah mundur dan kena noda mereka yang mengingini kecelaka-

anku! 16 Biarlah terdiam sebab   malu mereka yang mengatai aku: “Syartikel  r, 

syartikel  r!” 17 Biarlah bergembira dan bersukacita sebab   Engkau semua orang 

yang mencari Engkau; biarlah mereka yang mencintai keselamatan dari 

pada-Mu tetap berkata: “TUHAN itu besar!” 18 Aku ini sengsara dan miskin, 

Kitab Mazmur 40:12-18 

 577 

tetapi Tuhan memperhatikan aku. Engkaulah yang menolong aku dan melu-

putkan aku, ya Allahku, janganlah berlambat! 

Setelah merenungkan pekerjaan penebusan dan berkata-kata menge-

nai hal itu mewakili Sang Mesias, sang pemazmur kemudian meng-

ambil pelajaran dari ajaran mengenai karya Mesias yang mengantarai 

kita dengan Allah itu. sebab   itu, kini ia berkata-kata sebagai dirinya 

sendiri. Kristus telah melakukan kehendak Bapa-Nya dan menyele-

saikan pekerjaan-Nya, dan telah memerintahkan pemberitaan Injil 

kepada segala mahkluk, sebab   itu kita didorong untuk menghampiri 

takhta anugerah dengan penuh keberanian, supaya kita menerima 

rahmat dan menemukan anugerah.  

I.  Ini berarti kita boleh berbesar hati untuk berdoa meminta rahmat 

dari Allah dan berlindung di dalam perlindungan rahmat-Nya itu 

(ay. 12). “Tuhan, Engkau tidak menyayangkan Anak-Mu sendiri, 

ataupun menahan-nahan-Nya, jadi janganlah menahan rahmat-

Mu dari padaku, rahmat yang telah Engkau sediakan bagi kami di 

dalam Dia, sebab tidakkah Engkau akan mengaruniakan segala 

sesuatu kepada kami bersama-sama dengan Dia? (Rm. 8:32). Ka-

sih-Mu dan kebenaran-Mu kiranya menjaga aku selalu.” Orang-

orang kudus yang terbaik itu selalu berada di dalam marabahaya, 

dan mereka yakin akan celaka bila mereka tidak terus-menerus 

dijagai oleh anugerah Allah. Dan memang, kasih dan kebenaran 

Allah yang kekal itulah yang harus kita andalkan untuk menjagai 

kita sampai kita tiba di kerajaan sorga (61:8). 

II.  Ini juga berarti bahwa kita boleh berbesar hati berkenaan dengan 

kesalahan dosa, yaitu bahwa Yesus Kristus telah melakukan hal 

yang tidak mampu dilakukan oleh korban bakaran dan korban 

sembelihan bagi kelepasan kita.  

Lihatlah di sini:  

1. Rasa takut Daud terhadap dosa (ay. 13). Inilah yang melega-

kannya, yaitu bahwa kini dia dibela oleh Sang Penebus. Dia 

melihat betapa jahatnya kesalahan-kesalahannya, terjahat 

dari yang terjahat. Dia melihat kesalahan-kesalahannya itu 

mengepungnya. Saat meninjau hidupnya dan merenungkan 

setiap langkah dalam kehidupannya itu, ada saja dia menemu-

kan hal-hal yang tidak seharusnya dia lakukan. Akibat-akibat 


 578

dosanya mengepung dan mengancam dia. Ke mana pun dia 

memandang, dia bisa melihat kejahatan menantinya. Dia pun 

sadar bahwa dia layak mendapatkan semua itu oleh sebab   

dosa-dosanya. Dia melihat dosa-dosa itu mencengkeramnya 

dan menahannya seperti seorang rentenir memperlakukan si 

pengutang yang malang. Dia melihat dosa-dosanya itu tidak 

terbilang banyaknya dan lebih besar jumlahnya dari rambut di 

kepalanya. Hati nurani yang tergugah dan insyaf dapat mema-

hami bahaya mengancam yang diakibatkan oleh dosa-dosa 

kesalahan yang tidak terbilang banyaknya, yang terlihat kecil 

seperti rambut, tetapi menjadi amat berbahaya sebab   jumlah-

nya yang amat banyak itu. Siapakah yang dapat mengetahui 

kesesatan? Rambut kepala kita pun terhitung semuanya oleh 

Allah (Mat. 10:30), padahal kita sendiri tidak dapat menghi-

tungnya. Jadi, demikian pula Dia dapat menghitung dosa-dosa 

kita, sementara kita sendiri tidak bisa menghitungnya. Peman-

dangan akan dosa itu begitu menindihnya sampai dia tidak 

dapat menegakkan kepalanya. Aku tidak sanggup melihat. 

Apalagi sampai menabahkan hatinya: sehingga hatiku menye-

rah. Perhatikanlah, saat   kita melihat rupa dosa-dosa kita 

yang sebenar-benarnya,  pikiran kita bisa kacau jika pada saat 

yang sama kita tidak bisa memandang Sang Juruselamat.  

2.  Perlindungan yang dicarinya dengan saksama di dalam Allah 

saat ia menyadari dosa-dosanya itu (ay. 14). Setelah melihat 

dirinya diseret oleh dosa-dosanya ke ambang kehancuran dan 

kebinasaan yang kekal, ia pun berseru dengan hasrat yang ku-

dus, “Berkenanlah kiranya Engkau, ya TUHAN, untuk melepas-

kan aku (ay. 14). Selamatkanlah aku dari murka yang akan 

menimpa itu, dan dari ketakutan yang kini menggempurku 

sebab   kesadaranku mengenai murka itu! Celakalah aku, mati 

dan binasalah aku jika tidak ditolong dengan cepat. Dalam 

perkara yang sifatnya demikian, yang berkaitan dengan keba-

hagiaan jiwa yang kekal, penundaan amatlah berbahaya. Kare-

na itu, Ya TUHAN, segeralah menolong aku!” 

III. Ini berarti bolehlah kita berbesar hati dalam mengharapkan keme-

nangan atas musuh-musuh rohani kita yang selalu mengincar 

untuk membinasakan jiwa kita (ay. 15), si singa yang mengaum-

aum itu, yang berkeliling mencari mangsa yang dapat ditelannya. 

Kitab Mazmur 40:12-18 

 579 

Jika Kristus telah mengalahkah semua musuh rohani itu, maka 

melalui Dia, kita ini lebih lagi daripada pemenang-pemenang. Da-

lam kepercayaan kita akan hal tersebut, kita dapat berdoa dengan 

berani dan rendah hati, Biarlah mereka semua mendapat malu 

dan tersipu-sipu serta mundur (ay. 15). Biarlah mereka terdiam (ay. 

16). Baik pertobatan seorang pendosa maupun pemuliaan seorang 

kudus, keduanya merupakan kekecewaan besar bagi Iblis, yang 

selalu berusaha sekuat tenaga mencegah kedua hal itu dengan se-

gala kekuasaan dan kelihaiannya. Kini, Tuhan kita Yesus telah 

menjalankan tugas-Nya dan membawa keselamatan kepada 

orang-orang pilihan-Nya, dan sebab   itu kita dapat berdoa dengan 

iman bahwa melalui pekerjaan dan keselamatan-Nya itu si musuh 

besar itu dapat dikalahkan. Saat seorang anak Allah dijerumus-

kan ke dalam lobang kebinasaan dan lumpur rawa, Iblis pun ber-

seru, “Syartikel  r! syartikel  r!” mengira dirinya telah menang. Akan tetapi 

dia akan menjadi murka saat   puntung telah ditarik dari api dan 

akan terdiam sebab   malu. TUHAN kiranya menghardik engkau, 

hai Iblis! Pendakwa saudara-saudara kita telah dilemparkan. 

IV. Ini berarti semua orang yang mencari Allah dan mencintai kesela-

matan-Nya boleh berbesar hati untuk bergirang di dalam Dia dan 

untuk memuji-Nya (ay. 17).  

Lihatlah di sini:  

1.  Sifat orang-orang benar. Sesuai dengan hartikel  m-hartikel  m agama 

alamiah, mereka mencari Allah, menginginkan kebaikan-Nya, 

dan dalam segala hal patuh kepada-Nya, sebagaimana sekum-

pulan umat harus mencari Allah mereka. Dan, sesuai dengan 

hartikel  m-hartikel  m agama pewahyuan, mereka mencintai kesela-

matan-Nya, keselamatan besar yang diselidiki dan diteliti oleh 

nabi-nabi, yaitu keselamatan yang dikerjakan oleh Sang Pene-

bus saat   Ia berkata, “Sungguh, aku datang.” Semua orang 

yang akan diselamatkan mencintai keselamatan tersebut bu-

kan saja sebagai keselamatan dari neraka, tetapi juga sebagai 

keselamatan dari dosa.  

2.  Kebahagiaan yang disediakan bagi orang benar melalui doa 

nubuatan ini. Orang-orang yang mencari Allah akan bergem-

bira dan bersukacita sebab   Dia, dan dengan alasan yang 

benar pula, sebab Dia bukan saja akan ditemukan oleh  mere-


 580

ka, tetapi juga akan menjadi pemberi imbalan yang murah hati 

bagi mereka. Orang-orang yang mencintai keselamatan-Nya 

akan dipenuhi oleh sukacita keselamatan-Nya, dan akan terus 

berkata: “TUHAN itu besar!” Dan oleh sebab   itulah mereka 

akan memiliki sorga di bumi ini. Berbahagialah mereka yang 

masih terus memuji-muji Allah.  

V.  Ini juga berarti bahwa orang-orang kudus boleh berbesar hati di 

dalam kesesakan dan kesusahan mereka, untuk terus percaya ke-

pada Allah dan menghibur diri di dalam Dia (ay. 18). Daud sendiri 

yaitu   salah satu dari orang-orang ini: Aku ini sengsara dan 

miskin (kendati ia yaitu   seorang raja yang mungkin sedang 

bertakhta, ia tetap menyebut dirinya sengsara dan miskin, sebab 

rohnya sedang merana, berkekurangan dan terjepit, tersesat dan 

celaka tanpa Sang Juruselamat), tetapi Tuhan memperhatikan aku 

di dalam dan melalui Sang Pengantara, yang oleh sebab   Dia kita 

berkenan bagi Allah. Manusia sering kali melupakan orang yang 

sengsara dan miskin, dan jarang sekali memikirkan mereka. Te-

tapi perhatian Allah terhadap mereka (yang dibicarakan Daud 

dalam ayat 6) menjadi kekuatan dan penghiburan mereka. Mereka 

dapat merasa yakin bahwa Allah yaitu   pertolongan mereka pada 

waktu kesesakan, dan akan menyelamatkan mereka dari kesesak-

an tersebut pada waktunya nanti, tanpa menunda-nunda lebih 

lama lagi. Sebab, penglihatan itu masih menanti saatnya, dan ka-

rena itu, meskipun berlambat-lambat, kita dapat menantikannya, 

sebab pertolongan itu akan datang. Sungguh-sungguh akan da-

tang dan tidak akan bertangguh. 

PASAL 4 1  

ebaikan dan kebenaran Allah sudah sering menjadi dartikel  ngan 

dan penghiburan bagi orang-orang kudus saat   mereka sedang 

mengalami dengan sangat kekejaman dan pengkhianatan manusia. 

Inilah yang dirasakan Daud di sini, saat dia sedang terbaring sakit. 

Dia mendapati musuh-musuh yang sangat biadab, tetapi Allah-nya 

sangat murah hati. 

I. Di pasal ini dia sungguh merasa terhibur dalam persekutu-

annya dengan Allah saat   sedang sakit. Dia menemukan 

penghiburan Allah saat dengan iman dia menerima dan ber-

pegang pada janji-janji Allah bagi dia (ay. 2-4), dan meng-

angkat hatinya kepada Allah di dalam doa (ay. 5). 

II. Di sini dia menceritakan kebencian musuhnya terhadap dia, 

kecaman mereka yang jahat, gunjingan mereka yang penuh 

kedengkian mengenai dia, dan sikap mereka yang kurang 

ajar kepadanya (ay. 6-10). 

III. Dia menyerahkan perkaranya kepada Allah, tanpa meragu-

kan bahwa Dia akan membenarkannya dan berkenan kepa-

danya (ay. 11-13). sebab   itulah mazmur ini ditutup dengan 

puji-pujian kepada Allah (ay. 14). 

Adakah yang menderita sebab   penyakit? Hendaklah ia menyanyi-

kan bagian awal mazmur ini. Adakah yang dianiaya oleh musuh? 

Hendaklah ia menyanyikan bagian akhir dari mazmur ini. Siapa saja 

yang menyanyikan mazmur ini, ia dapat merenungkan baik kema-

langan maupun penghiburan bagi orang baik di dunia ini. 


 582

Janji-janji Allah Bagi Orang-orang yang  

Memperhatikan Orang Lemah 

(41:1-5) 

1 Untuk pemimpin biduan. Mazmur Daud. 2 Berbahagialah orang yang mem-

perhatikan orang lemah! TUHAN akan meluputkan dia pada waktu celaka. 3 

TUHAN akan melindungi dia dan memelihara nyawanya, sehingga ia disebut 

berbahagia di bumi; Engkau takkan membiarkan dia dipermainkan musuh-

nya! 4 TUHAN membantu dia di ranjangnya waktu sakit; di tempat tidurnya 

Kaupulihkannya sama sekali dari sakitnya. 5 Kalau aku, kataku: “TUHAN, 

kasihanilah aku, sembuhkanlah aku, sebab terhadap Engkaulah aku ber-

dosa!” 

Dalam ayat-ayat ini terdapat, 

I. Janji-janji Allah bahwa Ia akan menolong dan menghibur orang-

orang yang memperhatikan orang lemah; dan, 

1. Kita bisa memperkirakan bahwa Daud menyebutkan janji-janji 

ini untuk diterapkan, 

(1) Kepada teman-temannya, yang bersikap baik kepadanya 

dan sangat memperhatikan perkaranya, yang saat itu se-

dang menderita: Berbahagialah orang yang memperhatikan 

Daud yang lemah. Di sana sini dia bertemu dengan orang 

yang ikut merasakan apa yang dia rasakan, yang peduli 

dengan dia, yang masih berpikir yang baik-baik tentang dia 

dan menghargainya, meskipun dia sedang menderita, se-

mentara musuh-musuhnya sangat kurang ajar dan mele-

cehkan dia. Ke atas teman-temannya ini Daud menyampai-

kan berkat, tanpa meragukan bahwa Allah-lah yang akan 

membalaskan kepada mereka segala kebaikan yang telah 

mereka lakukan terhadapnya, khususnya saat   mereka 

sedang mengalami penderitaan. Hasutan musuh-musuh-

nya malah membuat teman-temannya semakin menyayangi 

dia. Atau, berkat yang diucapkannya itu yaitu  , 

(2) Bagi dirinya sendiri. Hati nuraninya sendiri bersaksi bahwa 

dia telah memperhatikan orang-orang lemah, bahwa saat   

dia memiliki kehormatan dan kekuasaan kerajaan, dia me-

medulikan kebutuhan dan kesengsaraan orang-orang le-

mah dan menyediakan pertolongan bagi mereka. sebab   itu 

ia merasa yakin bahwa Allah, sesuai dengan janji-Nya, 

akan menguatkan dan menghibur dia saat sedang sakit. 

Kitab Mazmur 41:1-5 

 583 

2. Kita harus memperhatikan ayat-ayat ini secara lebih umum 

untuk diterapkan pada diri kita sendiri. Ini yaitu   sebuah 

penjelasan tentang janji ini, Berbahagialah orang yang murah 

hatinya, sebab   mereka akan beroleh kemurahan. 

Perhatikanlah: 

(1) Kemurahan hati seperti apa yang dituntut dari kita. Yaitu, 

memperhatikan orang yang lemah atau sedang menderita, 

baik dalam pikiran, tubuh, maupun harta benda. Kita ha-

rus memperhatikan hal-hal ini dengan bijaksana dan le-

mah lembut. Kita harus memperhatikan penderitaan mere-

ka, dan berusaha mengetahui keadaan mereka, ikut mera-

sakan apa yang mereka rasakan, dan bermurah hati dalam 

menilai atau menghakimi mereka. Kita harus memperhati-

kan orang yang lemah dengan berhikmat. Artinya, kita sen-

diri harus belajar dari kemiskinan dan penderitaan orang 

lain. Kemiskinan dan penderitaan itu harus Maschil (meng-

ajarkan kebijaksanaan atau kesalehan – pen.) kepada kita. 

Itulah kata yang dipakai dalam kitab ini.  

(2) Kemurahan hati seperti apa yang dijanjikan kepada kita 

jika kita menunjukkan kemurahan hati seperti itu. Orang 

yang memperhatikan orang lemah (jika dia tidak bisa me-

nolong mereka, namun memperhatikan mereka, memiliki 

keprihatinan yang penuh belas kasihan bagi mereka, dan 

bertindak dengan penuh pengertian dan bijaksana dalam 

meringankan beban mereka) akan diperhatikan oleh Allah-

nya: dia tidak hanya akan diganjar pada waktu kebangkit-

an orang-orang benar, melainkan juga disebut berbahagia 

(KJV: diberkati – pen.) di bumi. Tindakan kesalehan ini, 

seperti kesalehan-kesalehan lainnya, memiliki janji untuk 

hidup yang sekarang dan biasanya diganjar sekarang ini 

dengan berkat-berkat fana. Menolong orang-orang lemah 

yaitu   cara yang paling pasti dan aman untuk menjadi 

berhasil. Orang yang melakukan hal ini boleh merasa yakin 

akan pertolongan dari Allah pada waktunya, 

[1] Dalam setiap kesulitan: Dia akan membebaskan mereka 

dari hari malapetaka, sehingga saat   saat-saat yang 

jahat datang, keadaan mereka akan baik-baik saja, dan 

mereka tidak akan jatuh ke dalam malapetaka yang me-


 584

nimpa orang lain. Jika ada orang yang tersembunyi pa-

da hari murka Tuhan, itulah mereka. Orang-orang yang 

sampai akhir membuat diri mereka berbeda dari orang-

orang yang memiliki hati yang keras, akan Allah beda-

kan dari orang-orang yang mendapat perlakuan keras. 

Apakah mereka ada dalam bahaya? Dia akan melin-

dungi dan memelihara nyawa mereka, dan orang-orang 

yang telah seribu kali mengorbankan nyawanya, seperti 

yang sudah dilakukan orang-orang terbaik, harus 

mengakuinya sebagai sebuah bantuan besar jika ke-

pada mereka Allah berikan nyawa mereka sebagai jarah-

an. Dia tidak mengatakan bahwa, “Mereka akan diang-

kat,” melainkan, “Mereka akan dilindungi dan dipelihara 

nyawanya, saat   panah-panah kematian rapat beter-

bangan di sekeliling mereka.” Apakah musuh-musuh 

mereka mengancam mereka? Allah tidak akan membiar-

kan mereka dipermainkan musuh mereka. Musuh yang 

terhebat sekalipun tidak akan berkuasa melawan kita 

kecuali kepada mereka diberi kuasa dari atas. Maksud 

baik Allah yang mengasihi kita cartikel  p untuk meng-

amankan kita dari maksud jahat siapa pun yang mem-

benci kita, baik itu manusia maupun roh-roh jahat. Dan 

kita boleh yakin bahwa maksud baik itulah yang akan 

menjadi bagian kita jika kita sudah memperhatikan 

orang yang lemah dan membantu meringankan dan me-

nyelamatkan mereka. 

[2] Khususnya dalam keadaan sakit (ay. 4): TUHAN mem-

bantu dia (KJV: Tuhan akan menguatkan dia – pen.), baik 

dalam tubuh maupun pikiran, di ranjangnya waktu 

sakit, di tempat mana ia telah lama terbaring sakit. Di 

tempat tidurnya Dia memulihkannya sama sekali dari 

sakitnya (KJV: Dia akan membuat nyaman seluruh tem-

pat tidurnya – pen.). Ini yaitu   sebuah ungkapan yang 

sangat rendah hati, yang biasanya menunjuk pada per-

hatian yang ditunjukkan oleh orang-orang yang meng-

obati dan merawat orang sakit, terutama para ibu yang 

merawat anak-anak mereka saat   sedang sakit, yang 

harus membuat tempat tidur mereka terasa nyaman. 

Dan tempat tidur yang harus dibuat benar-benar nya-

Kitab Mazmur 41:1-5 

 585 

man itulah yang dikerjakan oleh Allah sendiri. Dia akan 

membuat nyaman seluruh tempat tidurnya dari kepala 

sampai kaki, tidak ada bagian yang terlewat. Dia akan 

membalik alas tidurnya (demikianlah arti kata yang di-

pakai), menepuk-nepuk dan membuatnya menjadi sa-

ngat nyaman; atau Dia akan mengubahnya menjadi 

tempat tidur orang sehat. Perhatikanlah, Allah sudah 

berjanji kepada umat-Nya bahwa Dia akan menguatkan 

mereka, dan membuat mereka merasa tenang saat   

mereka sedang menderita kesakitan jasmani dan sakit 

penyakit. Dia tidak menjanjikan bahwa mereka tidak 

akan pernah sakit, atau bahwa mereka tidak akan lama 

terbaring sakit, atau bahwa penyakit mereka tidak akan 

membawa mereka kepada kematian. Tetapi Dia sudah 

berjanji akan memampukan mereka untuk menanggung 

penderitaan mereka dengan sabar, dan menunggu ber-

akhirnya penderitaan itu dengan gembira. Dengan anu-

gerah-Nya jiwa akan dibuat tinggal dalam ketenangan 

saat   tubuh ada dalam kesakitan. 

II. Doa Daud, yang diarahkan dan didorong oleh janji-janji ini (ay. 5): 

Kalau aku, kataku: sembuhkanlah aku (KJV: sembuhkanlah jiwaku 

– pen.). Baiklah jika kita mengingat apa yang kita doakan, supaya 

jangan sampai kita membatalkan lewat perbuatan-perbuatan kita, 

apa yang kita perkatakan dalam doa-doa kita. Dalam ayat-ayat di 

atas kita lihat: 

1. Permohonannya yang rendah hati: Tuhan, kasihanilah aku. Dia 

mengharapkan belas kasihan, sebagai orang yang menyadari 

bahwa dia tidak dapat bertahan menghadapi pemeriksaan 

pengadilan yang ketat. Orang-orang kudus yang terbaik sekali-

pun, bahkan yang sudah bermurah hati pada orang-orang le-

mah, tidak membuat Allah berutang kepada mereka. Mereka 

tetap harus merendahkan diri mereka dan memohon belas ka-

sihan-Nya. saat   kita sedang berada di bawah penghartikel  man, 

kita harus mempercayakan diri kita kepada belas kasihan 

yang lembut dari Allah kita: “TUHAN, sembuhkanlah aku.” 

Dosa yaitu   penyakit pada jiwa. sebab   itu, belas kasihan 

yang penuh pengampunan menyembuhkan penyakit jiwa itu. 

Anugerah yang membaharui menyembuhkannya. Penyembuh-


 586

an rohani inilah yang harus kita mintakan dengan lebih ber-

sungguh-sungguh daripada penyembuhan badaniah. 

2. Pengakuannya yang penuh penyesalan dan pertobatan: Terha-

dap Engkaulah aku berdosa, dan oleh sebab   itu jiwaku mem-

butuhkan penyembuhan. Aku seorang berdosa, pendosa yang 

sungguh sengsara. Oleh sebab   itu, Tuhan, kasihanilah aku 

(Luk. 18:13). Tampaknya ini tidak ada hubungannya dengan 

perbuatan dosa besar tertentu, namun secara umum ada hu-

bungannya dengan banyak dosa pelanggarannya, yang diper-

hadapkan di hadapannya oleh penyakitnya itu. Akibat dari 

semuanya ini sungguh membuat dia ketakutan sehingga dia 

berdoa, sembuhkanlah. 

Keluhan-keluhan Daud tentang Musuh-musuhnya; 

Penghiburan bagi Daud di dalam Allah 

(41:6-14) 

6 Musuhku mengatakan yang jahat tentang aku: “Bilakah ia mati, dan 

namanya hilang lenyap?” 7 Orang yang datang menjenguk, berkata dusta; 

hatinya penuh kejahatan, lalu ia keluar menceritakannya di jalan. 8 Semua 

orang yang benci kepadaku berbisik-bisik bersama-sama tentang aku, 

mereka merancangkan yang jahat terhadap aku: 9 “Penyakit jahanam telah 

menimpa dia, sekali ia berbaring, takkan bangun-bangun lagi.” 10 Bahkan 

sahabat karibku yang kupercayai, yang makan rotiku, telah mengangkat 

tumitnya terhadap aku. 11 Tetapi Engkau, ya TUHAN, kasihanilah aku dan 

tegakkanlah aku, maka aku hendak mengadakan pembalasan terhadap 

mereka. 12 Dengan demikian aku tahu, bahwa Engkau berkenan kepadaku, 

apabila musuhku tidak bersorak-sorai sebab   aku. 13 Tetapi aku, Engkau 

menopang aku sebab   ketulusanku, Engkau membuat aku tegak di hadap-

an-Mu untuk selama-lamanya. 14 Terpujilah TUHAN, Allah Israel, dari se-

lama-lamanya sampai selama-lamanya! Amin, ya amin. 

Daud sering mengeluh tentang perlakuan kurang ajar musuh-mu-

suhnya terhadap dia saat   dia sedang sakit. Perbuatan mereka itu 

sangat biadab, sehingga sangat menyedihkan baginya. Memang mere-

ka belum sampai pada puncak kejahatan masa kini dengan meracuni 

makanan dan minumannya, atau memberi dia sesuatu untuk mem-

buat dia sakit, namun mereka menghina dia saat   sedang sakit (ay. 

5): Musuhku mengatakan yang jahat tentang aku, dengan maksud 

untuk menjatuhkan semangatnya, merusak nama baiknya, supaya 

tenggelamlah kepentingannya.  

Kitab Mazmur 41:6-14 

 587 

Marilah kita cermati, 

I. Bagaimana perlakuan musuh-musuhnya terhadap dia. 

1. Mereka mengharapkan kematiannya: Bilakah ia mati, dan na-

manya hilang lenyap bersamanya? Hal yang dia miliki hanya-

lah kehidupan yang tidak menyenangkan, namun mereka iri 

padanya sebab   kehidupannya itu. Tetapi hidupnya memang 

hidup yang berguna. Dilihat dari sudut mana pun dia yaitu   

kebanggaan dan berkat terbesar bagi negerinya, namun tam-

paknya ada beberapa orang yang merasa muak dengan dia, 

seperti orang-orang Yahudi terhadap Paulus dan berteriak, 

Enyahkan orang ini dari muka bumi. Kita tidak boleh mengha-

rapkan kematian siapa pun. Mengharapkan kematian orang 

yang berjasa, oleh sebab   jasanya, yaitu   sikap yang mengan-

dung bisa si ular tua. Mereka iri terhadap namanya dan kehor-

matan yang dia menangkan, dan sangat yakin bahwa jika dia 

meninggal, namanya itu akan terkubur di dalam tanah ber-

sama dia. Tetapi lihatlah betapa mereka telah salah sangka: 

setelah melayani orang-orang sezamannya dia memang me-

ninggal (Kis. 13:36), tetapi apakah namanya hilang lenyap? 

Tidak. Namanya tetap hidup dan harum sampai hari ini dalam 

tulisan-tulisan suci, dan akan tetap demikian sampai akhir 

zaman, sebab   kenangan kepada orang benar pada saat ini 

dan akan datang, mendatangkan berkat. 

2. Mereka mengumpulkan segala sesuatu yang bisa mereka gu-

nakan untuk mencela dia (ay. 7): Orang yang datang menje-

nguk (biasanya menjenguk orang sakit selalu dianggap sebagai 

bagian dari kebaikan kepada sesama) “berkata dusta, artinya, 

ia pura-pura bersahabat, seakan-akan tujuannya yaitu   un-

tuk ikut berdukacita bersamaku dan untuk menghibur aku. 

Dia memberi tahu aku bahwa dia sangat sedih melihat aku 

sakit parah, dan berharap supaya aku sembuh, tetapi semua 

perkataannya itu hanya basa-basi saja, penuh kepalsuan.” 

Pada masa kini kita suka mengeluh, dan memang pantaslah 

demikian, atas kurangnya ketulusan di zaman kita ini, atas 

hampir tidak adanya lagi persahabatan sejati di antara manu-

sia. Namun, tampak di sini keadaan di zaman dulu pun tidak 

lebih baik daripada sekarang. Teman-teman Daud semuanya 

memuji-muji dia, namun di dalam hati mereka tidak ada rasa 


 588

kasih baginya seperti yang mereka katakan. Masih ada lagi 

yang lebih buruk dari itu. Ada maksud jahat tertentu mengapa 

mereka datang menjenguk dia, yaitu supaya mereka dapat 

membuat teguran-teguran yang menyakitkan hati atas segala 

hal yang dia katakan atau lakukan. Sesudah itu mereka lalu 

menceritakannya sesuka hati mereka kepada orang lain, de-

ngan ditambahi komentar-komentar mereka sendiri, untuk 

membuat dia dibenci atau ditertawakan: Hatinya penuh keja-

hatan, merancang yang jahat dengan segala sesuatu. saat   

berada di antara teman-temannya dan menceritakan sesuatu 

kepada mereka, mereka akan menceritakannya lagi kepada 

orang lain. Adukanlah dia! Kita mau mengadukan dia! (Yer. 

20:10). Jika dia mengaduh tentang penyakitnya, mereka akan 

mencela dia sebagai orang cengeng. Jika dia tidak mengeluh 

sama sekali, mereka akan mencela dia sebagai orang yang 

bodoh. Jika dia berdoa, atau memberikan nasihat yang baik 

bagi mereka, maka mereka akan mengolok-olok dia sok suci. 

Jika dia diam saja saat   orang-orang jahat ada di hadapan-

nya, mereka akan mengatakan bahwa dia sudah melupakan 

agamanya saat sakit. Demikianlah, tidak ada yang dapat me-

nahan lagi orang-orang yang sudah sedemikian berniat mela-

kukan kejahatan.  

3. Mereka berharap supaya dia tidak akan pernah dapat sembuh 

dari penyakitnya, ataupun menghilangkan rasa benci orang 

yang telah mereka lekatkan kepadanya. Mereka berbisik-bisik 

bersama-sama tentang dia (ay. 7), mengatakan ke telinga satu 

sama lain dengan sembunyi-sembunyi, sebab   malu untuk 

mengatakannya terang-terangan, atau sebab   mereka tahu ka-

lau mereka katakan secara terbuka pasti akan dibantah. Peng-

umpat (KJV: penggunjing – pen.) dan pemfitnah digolongkan 

sebagai orang-orang berdosa yang paling jahat (Rm. 1:30). 

Mereka berbisik-bisik, supaya rencana mereka melawan dia 

tidak dapat terungkap dan lalu digagalkan. Kata orang, jarang 

ada bisik-bisik yang tidak diikuti kebohongan atau kejahatan. 

Orang-orang yang berbisik-bisik itu merencanakan yang jahat 

terhadap Daud. Dengan mengatai bahwa dia akan segera mati, 

mereka merencanakan bagaimana menghentikan semua lang-

kah yang telah dia rancang untuk kebaikan orang banyak, 

mencegah langkah-langkah tersebut dilanjutkan, dan menia-

Kitab Mazmur 41:6-14 

 589 

dakan semua yang sudah dia kerjakan sampai saat itu. Daud 

menyebut tindakan ini sebagai merancangkan yang jahat 

terhadap dia. Dan mereka tidak ragu-ragu bahwa mereka akan 

berhasil dengan tujuan mereka: Penyakit jahanam (sesuatu 

yang disebabkan oleh Belial), kata mereka, telah menimpa dia. 

Mereka berharap celaan yang direcoki ke dalam namanya itu 

akan menghancurkan dia dengan segera sampai membinasa-

kannya, dan dengan begitu berhasillah mereka. Mereka meng-

ikuti sebuah peribahasa masa kini, Fortiter calumniari, aliquid 

adhærebit – Lemparkanlah fitnah sebanyak-banyaknya, maka 

pasti akan ada yang mengena. “Penyakit yang sekarang sedang 

dideritanya pasti akan menewaskan dia, sebab   penyakit itu 

merupakan hartikel  man atas suatu kejahatan yang sangat besar, 

yang tidak akan disesalinya. Penyakit ini membuktikan bahwa 

dia orang dursila (KJV: anak Belial – pen.).” Atau, “Penyakit itu 

disebabkan oleh Setan yang disebut Belial,” si jahat (2Kor. 

6:15). “Itu yaitu  ,” (menurut istilah bebas beberapa orang) 

“sebuah penyakit jahanam, dan sebab   itu pasti menimpa dia 

dengan segera. Sekali ia berbaring, sekali penyakit anehnya 

berhasil memaksanya tetap berbaring, dia takkan bangun-

bangun lagi. Kita akan bebas dari dia, dan membagikan ba-

rang rampasan yang dia peroleh sebagai raja.” Kita tidak perlu 

merasa heran jika, saat   orang-orang baik sakit, ada orang-

orang yang takut sebab  nya, yang membuat dunia tidak layak 

bagi orang-orang baik ini (Why. 11:10). 

4. Ada satu orang tertentu, yang tadinya sudah sangat dia perca-

yai, namun bergabung dengan musuh-musuhnya, dan sikap-

nya terhadap dia sama kejamnya dengan mereka (ay. 9): Bah-

kan sahabat karibku. Mungkin yang dia maksud yaitu   

Ahitofel, yang yaitu   sahabat karibnya dan perdana menteri 

negara tersebut, yang dia percayai sebagai orang yang kese-

tiaannya kepadanya tidak tergoyahkan, yang nasihat-nasihat-

nya sangat dia andalkan dalam menghadapi musuh-musuh-

nya, dan yang makan rotinya, artinya orang yang sangat akrab 

dengannya dan dia undang untuk duduk makan dengannya. 

Bahkan lebih dari itu, orang itu sudah dia hidupi dan dia beri 

mata pencaharian, dan sebab   itu berutang setia kepadanya, 

baik dalam hal berterima kasih maupun dalam hal kepenting-

an. Orang-orang yang mempunyai hubungan dengan raja me-


 590

rasa tidak patut bagi mereka melihat raja kena cela (Ezr. 4:14), 

apalagi  sampai mempermalukan dia. Namun orang kepercaya-

an Daud yang hina dan tidak dapat dipercaya ini sudah melu-

pakan semua roti yang pernah dimakannya, dan mengangkat 

tumitnya terhadap dia yang sudah mengangkat kehormatan-

nya. Orang ini bukan hanya meninggalkannya, namun juga 

menghina, melawan, dan berusaha menggantikan dia. Orang-

orang seperti ini sungguh tidak perlu diberi hati dan diperca-

yai. Dan kita tidak perlu merasa heran jika kita menerima 

penganiayaan dari orang-orang seperti itu. Daud mengalami-

nya, dan Anak Daud juga, sebab   di sini, di dalam Roh, Daud 

berbicara tentang Yudas sang pengkhianat. Juruselamat kita 

sendiri kemudian menjelaskan dengan terang apa yang dinu-

buatkan Daud ini, dengan memberikan roti kepada Yudas, su-

paya genaplah Kitab Suci. Orang yang makan roti-Ku, telah 

mengangkat tumitnya terhadap Aku (Yoh. 13:18, 26). Lebih dari 

itu, bukankah kita sendiri bersikap tidak setia dan tidak tulus 

seperti itu terhadap Allah? Kita makan roti-Nya setiap hari, na-

mun mengangkat tumit kita terhadap-Nya, seperti Yesyurun, 

yang menjadi gemuk dan menendang ke belakang (Ul. 32:15). 

II. Bagaimana Daud menanggung sikap musuh-musuhnya yang ku-

rang ajar dan dengki terhadap dia? 

1. Dia berdoa kepada Allah supaya mereka tidak bisa mendapat-

kan apa yang mereka inginkan. Dia tidak mengatakan apa-apa 

kepada mereka, namun menyerahkan dirinya kepada Allah: Ya 

TUHAN, kasihanilah aku, sebab   mereka sungguh keji (ay. 10). 

Dia berdoa tentang penghinaan musuh-musuhnya, TUHAN, 

kasihanilah aku, sebab   ini yaitu   doa yang cocok untuk 

setiap perkara. Di dalam belas kasihan Allah terdapat penyem-

buhan bagi setiap kesedihan, “Mereka berusaha keras menja-

tuhkan aku, namun, TUHAN, tegakkanlah aku dari ranjang 

penderitaan ini, yang darinya aku tidak akan pernah bangkit 

lagi, menurut sangka mereka. Tegakkanlah aku, maka aku 

hendak mengadakan pembalasan terhadap mereka, supaya 

aku dapat membalas kejahatan mereka dengan kebaikan” (de-

mikianlah menurut beberapa orang) sebab   itulah yang biasa-

nya diperbuat Daud (Mzm. 7:5; 35:13). Orang yang baik akan 

berharap bisa mendapat kesempatan untuk menunjukkan 

Kitab Mazmur 41:6-14 

 591 

bahwa dia tidak menyimpan perasaan benci terhadap mereka 

yang telah menyakiti dia, dan bersedia melakukan hal-hal 

yang baik bagi mereka. Atau bisa saja orang berkata, “Bahwa, 

sebagai raja, aku akan menjadikan mereka sasaran kemarah-

anku yang sudah sepantasnya, mengusir mereka dari istana, 

dan melarang mereka duduk makan bersamaku nanti,” dan 

tindakan keadilan seperti ini perlu sebagai peringatan untuk 

yang lain. Mungkin di dalam doa ini terbungkus sebuah nu-

buat tentang pemuliaan Kristus, yang dibangkitkan oleh Allah, 

supaya Dia dapat menjadi pembalas yang adil untuk segala 

kejahatan yang dilakukan terhadap Dia dan umat-Nya, teruta-

ma oleh bangsa Yahudi, yang mengalami kehancuran menye-

luruh tidak lama sesudah itu. 

2. Dia meyakinkan dirinya bahwa mereka akan kecewa (ay. 11): 

“Dengan demikian aku tahu, bahwa Engkau berkenan ke-

padaku dan terhadap kepentinganku, yakni apabila musuhku 

tidak bersorak-sorai sebab   aku.” Mereka mengharapkan ke-

matiannya, namun ternyata dia sembuh sebab   belas kasihan 

Allah. Bahkan, selain sembuh, dia malah merasa terhibur lagi 

dengan hal-hal berikut:  

(1) Bahwa kesembuhannya itu mendatangkan kekecewaan 

bagi lawan-lawannya. Mereka akan sangat kecewa dan 

malu. Tidak perlu menggunakan kekecewaan mereka un-

tuk memarahi mereka, mereka akan kesal sendiri sebab  -

nya. Perhatikanlah, walaupun kita tidak boleh merasa se-

nang atas kejatuhan musuh-musuh kita, kita boleh merasa 

senang atas kegagalan rancangan-rancangan mereka yang 

melawan kita. 

(2) Bahwa itu akan menjadi tanda perkenan Allah baginya. Se-

buah bukti pasti bahwa Dia memang berkenan kepadanya, 

dan akan terus demikian. Perhatikanlah, jika kita dapat 

mengenali perkenan Allah bagi kita dalam setiap tindakan 

belas kasihan apa saja, baik itu pribadi maupun umum, 

maka itu akan membuat kita merasakan melimpahnya dan 

manisnya perkenan-Nya bagi kita itu.  

3. Dia bergantung kepada Allah, yang telah melepaskan dia sede-

mikian rupa dari banyak perbuatan jahat, yang menyelamat-

kan dia, sehingga dia masuk ke dalam Kerajaan-Nya di sorga, 


 592

seperti yang dikatakan Paulus yang terberkati itu (2Tim. 4:18). 

“Mengenai aku, sebab   sesungguhnya Engkau berkenan kepa-

daku, maka sebagai buah dari perkenan-Mu itu, dan untuk 

membuatku pantas menerima perkenan-Mu terus, Engkau 

menopang aku dalam ketulusanku. Dan, untuk menopang aku 

Engkau membuat aku tegak di hadapan-Mu, Engkau meng-

arahkan pandangan-Mu kepadaku selamanya.” Atau, “sebab   

oleh anugerah-Mu Engkau menopang aku dalam ketulusanku, 

aku tahu bahwa dalam kemuliaan-Mu Engkau akan membuat 

aku tegak di hadapan-Mu.” 

Perhatikanlah: 

(1) Kapan pun nama baik kita tercemar, yang harus menjadi 

kepedulian utama kita yaitu   ketulusan (integritas) kita. 

Saat kita menjaga ketulusan (integritas) kita, maka dengan 

riang hati kita bisa berserah kepada Allah untuk meng-

amankan nama baik kita. Daud mengetahui bahwa, jika 

dia dapat bertekun saja di dalam ketulusannya, maka dia 

tidak perlu takut musuh-musuhnya akan menang atas dia. 

(2) Orang terbaik di dunia hanya dapat mempertahankan ke-

tulusan atau integritasnya selama Allah menopang dia di 

dalam ketulusannya itu. sebab  , oleh anugerah-Nya saja-

lah kita ada sebagaimana adanya kita. Jika kita dibiarkan 

sendiri, maka kita bukan hanya akan jatuh terperosok, 

melainkan meninggalkan ketulusan. 

(3) Penghiburan terbesar kita yaitu  , bahwa betapa pun le-

mahnya kita, Allah sanggup menopang kita dalam ketulus-

an kita. Namun, Dia akan menopang kita kalau kita mau 

berserah dan percaya kepada Dia untuk menjaga ketulusan 

kita itu.  

(4) Jika anugerah Allah tidak memelihara kita terus-menerus, 

kita tidak akan dapat bertahan dalam ketulusan kita. Ma-

ta-Nya selalu tertuju kepada kita, jika tidak, kita akan 

segera mulai terpisah dari-Nya. 

(5) Orang-orang yang ditopang Allah dalam ketulusan mereka 

akan dibuat-Nya tegak di hadapan-Nya untuk selama-

lamanya. Mereka akan dibuatnya bahagia dengan melihat 

Dia dan berada bersama-Nya. Orang yang bertahan sampai 

pada kesudahannya akan selamat. 

Kitab Mazmur 41:6-14 

 593 

4.  Mazmur ini ditutup dengan sebuah pujian atau pujaan bagi 

Allah sebagai TUHAN, Allah Israel (ay. 14). Tidak pasti apakah 

ayat ini berkaitan khusus dengan mazmur ini saja atau ditam-

bahkan sebagai penutup seluruh bartikel   pertama Mazmur, yang 

berakhir di sini (penutup yang serupa ditambahkan kepada 

pasal 72, 89, dan 106). Jika ayat penutup ini hanya untuk 

mazmur yang terakhir ini saja, maka ini mengajar kita, bahwa 

jika kita memiliki pengharapan yang disertai iman atas peme-

liharaan-Nya melalui anugerah-Nya yang membawa kepada 

kemuliaan, maka selayaknya hati kita penuh dengan sukacita 

dan mulut kita dengan pujian untuk selama-lamanya. Bila 

ayat penutup itu menyimpulkan seluruh Kitab Mazmur yang 

pertama, maka ini mengajar kita untuk mengakui Allah yang 

Omega sebagai yang Alfa, dan untuk mengakui Dia sebagai 

Yang Akhir dari permulaan segala pekerjaan yang baik. Kita 

diajar, 

(1) Untuk memberi kemuliaan kepada Allah sebagai TUHAN 

Allah Israel, Allah yang memiliki kovenan dengan umatnya, 

yang melakukan hal-hal besar dan baik untuk mereka, dan 

yang memiliki lebih banyak dan lebih baik lagi