Mazmur-1-50 2

Rabu, 09 Juli 2025

Mazmur-1-50 2


 


n saling sepakat dan saling damai. Ciumlah 

Dia, dan jadilah teman, seperti Yakub dan Esau. Biarlah 

perselisihan antara kita dan Allah berakhir. Biarlah tindak 

permusuhan berhenti, dan marilah kita berdamai dengan 

Allah di dalam Kristus, yang yaitu   damai sejahtera kita.  

(2) Dengan ciuman pemujaan dan ibadah yang saleh. Orang-

orang yang menyembah berhala menciumnya (1Raj. 19:18; 

Hos. 13:2). Marilah kita giat dalam  memberi penghormatan 

kepada Tuhan Yesus, dan memberikan kepada-Nya kemu-

liaan yang sudah sepantasnya menjadi milik nama-Nya. 

Dialah Tuanmu! Sujudlah kepadanya! (45:12). Kita harus 

menyembah Anak Domba, dan juga Dia yang duduk di atas 

takhta (Why. 5:9-13).  

(3)  Dengan ciuman sayang dan kasih tulus: “Ciumlah kaki-

Nya. Masuklah ke dalam perjanjian persahabatan dengan-

Nya, dan biarlah Dia menjadi pribadi mulia dan berharga 

bagi engkau. Cintailah Dia melebihi segalanya, cintailah 

Dia dengan tulus hati, cintailah Dia dengan sangat, seperti 

yang dilakukan perempuan yang banyak diampuni itu, 


 30

yang mencium kaki-Nya sebagai tanda kasihnya kepada 

Dia” (Luk. 7:38).  

(4)  Dengan ciuman persekutuan dan kesetiaan, seperti Samuel 

mencium Saul (1Sam. 10:1). Bersumpahlah untuk selalu 

setia dan tunduk kepada-Nya, takluk pada pemerintahan-

Nya, pikullah kuk-Nya, dan serahkanlah dirimu untuk 

diatur oleh hartikel  m-hartikel  m-Nya, bergantung pada pemeli-

haraan-Nya, dan sepenuhnya mengabdi pada kepentingan-

Nya.  

2.  Alasan-alasan yang meneguhkan perintah ini. Alasan-alasan 

ini bersumber dari kepentingan kita sendiri, yang mendapat 

perhatian penuh dari Allah sendiri, seperti yang ditunjukkan-

Nya di dalam Injil-Nya.  

Cermatilah baik-baik:  

(1) Kehancuran yang pasti akan menimpa kita jika kita meno-

lak dan menyangkal Kristus: “Ciumlah kaki-Nya, sebab   

kamu sendiri yang akan binasa jika tidak melakukannya.”  

[1] “Dia sungguh akan marah jika kamu tidak melakukan-

nya. Lakukanlah itu, supaya Ia jangan murka.” Bapa 

sudah murka. Sang Anak yaitu   Pengantara yang 

mengusahakan perdamaian. Jika kita meremehkan 

Sang Anak, maka murka Bapa tetap ada di atas kita 

(Yoh. 3:36). Dan bukan itu saja, murka Sang Anak akan 

ditambahkan juga, sebab   bagi-Nya tidak ada yang 

lebih memurkainya selain daripada jika tawaran anuge-

rah-Nya diremehkan dan rancangan-rancangan anuge-

rah-Nya dikacaukan. Anak bisa murka, meskipun Ia 

yaitu   Anak Domba. Dia yaitu   singa dari Yehuda, dan 

murka sang raja ini, Raja segala raja ini, akan seperti 

auman singa, menghalau orang-orang perkasa dan 

panglima-panglima perang, dan sia-sia saja mereka 

mencari tempat perlindungan di balik batu-batu karang 

dan gunung-gunung (Why. 6:16). Jika Sang Anak mur-

ka, siapa lagi yang akan melakukan pengantaraan bagi 

kita? Tidak ada lagi korban, tidak ada lagi nama lain 

yang olehnya kita bisa diselamatkan. Ketidakpercayaan 

merupakan dosa melawan obat penawar.  

Kitab Mazmur 2:10-12 

 31

[2] Kalau kita tidak mencium kaki-Nya, ini akan menjadi 

kehancuran total bagi diri kita sendiri: Supaya kamu 

jangan binasa oleh sebab   jalan, atau di jalan (begitulah 

menurut sementara orang), di jalan dosa-dosamu, dan 

oleh sebab   jalan segala pengharapanmu yang sia-sia. 

Supaya jalanmu jangan binasa (seperti dalam pasal 1:6), 

supaya kamu jangan kehilangan jalan menuju kebaha-

giaan. Kristus yaitu   jalan. Berjaga-jagalah supaya ja-

ngan kamu diputuskan dari Dia sebagai jalanmu menu-

ju Allah. Ini menunjukkan bahwa kita seolah-olah, atau 

setidak-tidaknya menurut sangkaan kita, sudah berada 

di jalan yang benar. Namun, dengan mengabaikan Kris-

tus, kita binasa oleh sebab  nya, dan ini semakin mem-

perparah kehancuran kita, sebab   mengalihkan kita ke 

neraka dari jalan menuju ke sorga. Kita tidak jauh dari 

Kerajaan Allah, namun tidak pernah sampai di sana.     

(2)  Kebahagiaan yang pasti akan kita dapat jika kita menyerah 

kepada Kristus. Apabila murka-Nya menyala, meskipun ha-

nya sedikit, percikan terkecil dari api itu sudah cartikel  p un-

tuk membuat orang berdosa yang paling congkak men-

derita sengsara, bila api itu mencengkeram hati nuraninya. 

Percikan api itu akan membakar sampai ke neraka yang 

paling bawah. Dengan demikian, orang pasti akan berpikir 

bahwa “Apabila murka-Nya menyala, maka terkutuklah 

orang-orang yang menghina-Nya.” Akan tetapi, si pemaz-

mur merasa ngeri memikirkannya, dan berusaha menghin-

darkan ajal yang mengerikan itu. Ia menyampaikan berkat 

bagi orang-orang yang terhindar darinya. Orang-orang yang 

percaya kepada-Nya, dan dengan demikian mencium-Nya, 

benar-benar berbahagia. Mereka akan tampak demikian 

terutama saat   murka Kristus menyala melawan orang 

lain. Diberkatilah orang-orang pada hari murka Tuhan jika 

mereka, dengan percaya kepada Kristus, telah membuat-

Nya sebagai tempat perlindungan dan pelindung mereka; 

saat   hati orang lain menjadi kecut sebab   takut, mereka 

akan menengadahkan kepala mereka dengan sukacita. 

Saat itulah dengan kebingungan yang besar orang-orang 

yang sekarang merendahkan Kristus dan para pengikut-

Nya dengan terpaksa akan berkata, “Sekarang tahulah 


 32

kami bahwa berbahagialah semua orang, dan hanya mere-

ka saja, yang berlindung pada-Nya.” 

Dalam menyanyikan mazmur ini, dan mendoakannya, hati kita 

haruslah dipenuhi dengan sikap hormat yang kudus terhadap Allah, 

tetapi juga ditopang dengan keyakinan yang ceria dalam Kristus, 

yang melalui kepengantaraan-Nya kita dapat menghibur dan men-

dorong diri kita sendiri dan juga satu sama lain. Kitalah orang-orang 

bersunat, yang bermegah dalam Kristus Yesus. 

 

PASAL  3  

eperti mazmur sebelumnya, melalui pelambang Daud yang diang-

kat ke takhta, menunjukkan kepada kita martabat rajawi Sang 

Penebus. Demikian pula mazmur ini, melalui contoh Daud di dalam 

kesusahan, menunjukkan kepada kita damai dan keamanan kudus 

orang-orang yang ditebus, betapa mereka benar-benar aman, seperti 

yang dipikirkan mereka, di bawah perlindungan ilahi. Daud, sebab   

sekarang terusir dari istananya, dari kota raja, dari kota suci, oleh 

Absalom anaknya yang memberontak,  

I.    Mengeluh kepada Allah tentang musuh-musuhnya (ay. 2-3).  

II.   Mengandalkan Allah, dan membesarkan hatinya di dalam Dia 

sebagai Allahnya, kendati dengan semua masalah itu (ay. 4).  

III. Mengingat kembali kepuasan yang pernah dirasakannya 

melalui jawaban-jawaban penuh rahmat dari Allah atas doa-

doanya, dan pengalamannya akan kebaikan Allah terhadap-

nya (ay. 5-6).  

IV. Menang atas ketakutan-ketakutannya (ay. 7) dan atas mu-

suh-musuhnya, yang ditentangnya di dalam doanya (ay. 8).  

V.  Memuliakan Allah dan menghibur dirinya sendiri dengan 

penghiburan yang datang melalui berkat dan keselamatan 

ilahi yang pasti diterima oleh semua umat Allah (ay. 9).  

Hanya mereka yang berbicara berdasarkan pengalaman saja yang 

benar-benar bisa berbicara tentang kebenaran-kebenaran Allah. 

Demikianlah Daud di sini, berdasarkan pengalamannya ia berbicara 

tentang kuasa dan kebaikan Allah, dan tentang keamanan serta kete-

nangan orang-orang saleh.  


 34

Kesusahan dan Keyakinan 

(3:1-4) 

1 Mazmur Daud, saat   ia lari dari Absalom, anaknya. 2 Ya TUHAN, betapa 

banyaknya lawanku! Banyak orang yang bangkit menyerang aku; 3 banyak 

orang yang berkata tentang aku: “Baginya tidak ada pertolongan dari pada 

Allah.” S e l a 4 Tetapi Engkau, TUHAN, yaitu   perisai yang melindungi aku, 

Engkaulah kemuliaanku dan yang mengangkat kepalaku. 

Judul mazmur ini dan banyak mazmur lain yaitu   seperti kunci yang 

sudah tergantung pada pintu, siap untuk membukanya, dan mem-

persilakan kita untuk menikmati penghiburan-penghiburan yang ada 

di baliknya. Jika kita tahu untuk kesempatan apa sebuah mazmur 

ditulis, maka kita akan tahu dengan lebih baik bagaimana mengurai-

kannya. Mazmur ini disusun, atau setidak-tidaknya isinya direnung-

kan dan dicerna dalam pikiran Daud, dan dipersembahkan kepada 

Allah, saat   ia melarikan diri dari Absalom anaknya, yang mengada-

kan persekongkolan melawannya, untuk merenggut bukan hanya 

takhtanya tetapi juga hidupnya. Kisah ini ada dalam 2 Samuel 15:1-

16, dst. 

1.  Daud sungguh ada dalam keadaan yang sangat berduka saat itu. 

Dalam pelariannya, ia mendaki bukit Zaitun, menangis tersedu-

sedu, dengan kepala berselubung dan berjalan tanpa alas kasut. 

Walaupun dalam keadaan begitu rupa, masih juga ia mengarang 

mazmur yang menghibur ini. Ia menangis dan berdoa, menangis 

dan bernyanyi, menangis dan percaya. Inilah yang dinamakan 

menabur dengan air mata. Adakah di antara kita yang menderita? 

Baiklah ia berdoa. Bahkan, baiklah ia menyanyikan mazmur-maz-

mur, baiklah ia menyanyikan mazmur ini. Adakah di antara kita 

yang menderita oleh sebab   anak-anak yang tidak patuh dan 

taat? Daud merasakannya. Namun hal itu tidak menghalang-ha-

langi sukacitanya di dalam Allah, atau membuatnya tidak bergai-

rah menyanyikan nyanyian-nyanyian suci.  

2.  Ia sedang ada dalam bahaya besar saat itu. Persekongkolan mela-

wannya sudah matang, pihak yang berusaha menghancurkannya 

sangatlah menakutkan, dan masalah ini sungguh tak terperikan, 

sebab   anaknya sendiri yang berada di depan semuanya ini. Na-

mun, pada saat itu ia tetap menaruh hatinya kepada Allah dan se-

makin menguatkan diri di dalamnya. Marabahaya dan ketakutan 

haruslah mendorong kita kepada Allah, bukan malah menghalau 

kita menjauh dari-Nya.  

Kitab Mazmur 3:1-4 

 35

3.  Amarahnya kini semakin disulut oleh orang-orang yang justru 

dari mereka ia mempunyai alasan untuk mengharapkan hal-hal 

yang lebih baik, dari anaknya, yang sangat disayanginya, dan dari 

rakyatnya, yang bagi mereka ia sudah menjadi berkat yang begitu 

besar. Hal ini tidak bisa tidak dibencinya, dan itu sudah cartikel  p 

membuat orang lepas kendali. Namun, ia sama sekali tidak ter-

jebak untuk mengungkapkan kemarahan dan kebencian dengan 

cara yang tidak baik, malah ia cartikel  p tenang sehingga bisa men-

jalankan tindakan-tindakan ibadah yang menuntut ketetapan hati 

dan kebebasan pikiran yang besar. Ketenangan pikirannya ditun-

jukkan melalui Roh yang mendatanginya, sebab Roh memilih ber-

gerak di atas permukaan air yang tenang. Janganlah ketidakbaik-

an, bahkan dari seorang anak atau teman sekalipun, begitu 

merampas hati kita sampai membuat kita menjadi tidak layak 

bersekutu dengan Allah.  

4. Ia kini sedang menderita sebab   dosanya yang menyangkut masa-

lah Uria. Inilah malapetaka yang, oleh sebab   dosa itu, akan di-

timpakan Allah ke atasnya, yang datang dari kaum keluarganya 

sendiri (2Sam. 12:11). Tidak diragukan lagi, ia sangat menyadari 

hal ini dan berusaha memperbaharui pertobatannya dari dosa itu. 

Namun demikian, ia tidak membuang keyakinannya akan kuasa 

dan kebaikan ilahi, ataupun merasa putus asa untuk mengharap-

kan pertolongan. Dukacita kita sebab   dosa sekalipun janganlah 

menghalang-halangi sukacita kita di dalam Allah atau pengharap-

an kita di dalam Dia.  

5. Tampaknya ia bertindak pengecut dengan melarikan diri dari 

Absalom dan meninggalkan kota kerajaannya, tanpa bertempur. 

Namun, dari mazmur ini, tampak bahwa sebenarnya ia penuh 

dengan keberanian sejati yang timbul dari imannya kepada Allah. 

Kekuatan Kristen yang sejati lebih terdapat dalam keamanan dan 

ketenangan pikiran yang berasal dari Tuhan, dalam menahan dan 

menanti dengan sabar, daripada dalam keberanian nekat yang 

mengandalkan pedang di tangan. 

Dalam ayat 2 sampai 4 ini Daud mengadu kepada Allah. Ke mana 

lagi kita harus mengadu selain kepada-Nya apabila ada yang mem-

buat kita sedih atau takut? Kini Daud berada jauh dari rumahnya 

sendiri, dan dari pelataran rumah Allah, di mana dulu ia biasa ber-

doa. Namun begitu, ia masih bisa menemukan sebuah jalan terbuka 


 36

menuju sorga. Di mana pun kita berada, kita bisa mendapatkan jalan 

untuk menemui Allah, dan dapat datang mendekat kepada-Nya ke 

mana pun kita dihalau. Daud, dalam pelariannya, menghadap Allah-

nya,  

I.  Dengan mengungkapkan kesusahannya (ay. 1-2). Ia melihat ke 

sekelilingnya, seolah-olah sedang memandangi perkemahan mu-

suh-musuhnya, atau menerima kabar tentang rancangan-ran-

cangan mereka melawannya, dan membawakannya kepada Allah, 

dan bukan kepada dewan penasihatnya sendiri. Dua hal yang di-

keluhkannya, mengenai musuh-musuhnya:  

1.  Bahwa mereka sangat banyak: Ya TUHAN, betapa banyaknya 

lawanku! melebih jumlah mereka pada waktu pertama kali, 

dan melampaui jumlah yang dapat diperkirakannya. Golongan 

Absalom, seperti bola salju, secara mengherankan berkumpul 

semakin banyak saat   menggelinding. Ia mengatakannya de-

ngan penuh keheranan, dan pantas saja demikian, bahwa 

rakyat yang dalam banyak hal sudah berutang budi kepada-

nya, kini hampir semuanya hendak menggulingkannya, mem-

berontak melawannya, dan memilih orang muda yang bodoh 

dan sembrono seperti Absalom sebagai pemimpin mereka. 

Betapa rapuh dan mudah tertipunya banyak orang! Betapa 

sedikitnya kesalehan serta kesetiaan ditemukan di antara ma-

nusia! Daud sudah memenangkan hati rakyatnya, lebih dari 

raja-raja lain, namun sekarang, secara tiba-tiba ia kehilangan 

mereka. Sama seperti rakyat tidak boleh terlalu percaya pada 

bangsawan (146:3), demikian pula bangsawan janganlah ter-

lalu mengandalkan rakyat dalam menjalankan kepentingan-

nya. Kristus, Anak Daud, mempunyai banyak musuh. saat   

orang banyak datang untuk menangkap-Nya, pada saat rakyat 

berteriak, “Salibkanlah Dia, salibkanlah Dia,” betapa pada saat 

itu bertambah banyak orang yang menyusahkan-Nya! Orang 

baik sekalipun tidak boleh merasa aneh jika arus mengalir 

menentang mereka dan kuasa-kuasa yang mengancam mereka 

semakin lama semakin menakutkan.  

2. Bahwa mereka begitu penuh kebencian. Mereka bangkit mela-

wannya. Mereka berusaha menyusahkan dia. Tetapi ini belum 

semuanya: mereka mengatai jiwanya, “Baginya tidak ada per-

tolongan dari pada Allah.” Maksudnya,  

Kitab Mazmur 3:1-4 

 37

(1)  Mereka mereka-reka hal yang keji dan menyakitkan ten-

tang kesusahannya, seperti yang diperbuat teman-teman 

Ayub terhadapnya. Dengan menyimpulkan bahwa, sebab   

hamba-hamba dan rakyatnya meninggalkan dia begitu saja 

dan tidak membantunya, maka itu berarti Allah telah me-

ninggalkan dia dan tidak menghiraukan perkaranya, dan 

oleh sebab itu ia harus dipandang, atau lebih tepatnya di-

abaikan saja, sebagai orang munafik dan orang fasik. 

(2) Dengan menghujat Allah, dengan berpikir bahwa Allah 

tidak mampu melepaskan Daud. “Bahayanya begitu besar 

sehingga Allah sendiri tidak bisa menolongnya.” Sungguh 

aneh bahwa ketidakpercayaan yang begitu besar seperti ini 

bisa didapati di dalam diri seseorang, terutama dalam diri 

banyak orang, di Israel, sampai-sampai mereka berpikir 

bahwa golongan manusia tertentu menjadi terlalu kuat 

untuk dihadapi oleh Yang Mahakuasa.  

(3) Mereka berusaha menggoncangkan keyakinannya kepada 

Allah dan merongrong dia supaya putus asa dalam meng-

harapkan kelegaan dari-Nya: “Mereka telah mengatakannya 

kepada jiwaku”; demikianlah kita bisa membacanya (bdk. 

11:1; 42:11). Hal ini yang paling membuatnya merasa ber-

duka, bahwa mereka mempunyai pandangan yang begitu 

buruk tentang dia sampai-sampai berpikir bisa menggoyah-

kannya dari dasar itu. Godaan semata sudah merupakan 

partikel  lan baginya, duri dalam dagingnya, bahkan, tikaman 

maut ke dalam tulangnya. Perhatikanlah, seorang anak 

Allah pasti merasa ngeri bila membayangkan bahwa tidak 

ada lagi pertolongan baginya dari Allah. Tidak ada lagi yang 

bisa membuat hatinya susah selain bila kita berhasil 

membujuknya bahwa baginya tidak ada pertolongan dari 

Allah. Daud datang kepada Allah, dan menceritakan ke-

pada-Nya apa yang dikatakan musuh-musuhnya tentang 

dia, seperti Hizkia yang membeberkan di hadapan Tuhan 

perkataan yang menghujat dari si juru minuman agung itu. 

“Mereka berkata, bagiku tidak ada pertolongan dari-Mu. 

Tetapi, Tuhan, jika benar demikian, maka binasalah aku 

ini. Mereka berkata kepada jiwaku, tidak ada keselamatan” 

(sebab begitulah arti kata yang digunakan di sini) “baginya 

di dalam Tuhan. Tetapi, Tuhan, Engkau berkata kepada 


 38

jiwaku, ‘Akulah keselamatanmu!’ (35:3), dan itu sudah 

membuat hatiku puas, dan pada waktunya akan mem-

bungkam mulut mereka.” Ke dalam keluhan ini, ia menam-

bahkan Sela, yang muncul kira-kira tujuh puluh kali dalam 

Kitab Mazmur. Sebagian orang menghubungkan sela seba-

gai musik yang, pada masa Daud, mengiringi mazmur-maz-

mur yang dinyanyikan. Sebagian lagi merujuk sela sesuai 

pengertiannya, yaitu sebagai sebuah catatan yang me-

nyuruh agar kita mengambil waktu untuk mengheningkan 

cipta sejenak. Sela – Camkan itu, atau, “Berhenti di situ, 

dan renungkanlah sebentar.” Seperti di sini, mereka ber-

kata, baginya tidak ada pertolongan dari pada Allah, Sela. 

“Ambillah waktu untuk merenungkan pemikiran seperti ini. 

Enyahlah Iblis. Kiranya Tuhan menghardik engkau! Enyah-

lah dengan pemikiran yang keji seperti itu!”   

II.  Dengan pengakuan akan kebergantungannya kepada Allah (ay. 3). 

Seorang percaya yang imannya hidup, semakin ia dihantam oleh 

Allah, entah melalui teguran-teguran Pemeliharaan ilahi atau 

penghinaan-penghinaan musuh, semakin erat ia menggenggam-

Nya dan semakin melekat ia kepada-Nya. Demikianlah yang 

terjadi dengan Daud di sini, saat   musuh-musuhnya berkata, 

“baginya tidak ada pertolongan dari pada Allah,” ia berseru de-

ngan semakin yakin lagi, “Tetapi Engkau, TUHAN, yaitu   perisai 

yang melindungi aku. Biar saja mereka berkata sesuka hati, tetapi 

aku yakin, Engkau tidak akan pernah meninggalkan aku, dan 

aku sungguh tidak akan pernah meragukan-Mu.” Lihatlah siapa 

Allah itu sekarang bagi umat-Nya, siapa Dia nanti, siapakah Dia 

sesuai dengan pengalaman mereka, dan apa yang dialami Daud di 

dalam Dia.  

1. Keamanan: “Engkau yaitu   perisai yang melindungi aku, peri-

sai di sekelilingku” (menurut sebagian orang), “untuk meng-

amankanku dari segala arah, sebab   musuh-musuhku menge-

pung aku.” Bukan hanya sekadar perisaiku (Kej. 15:1), yang 

menunjukkan perhatian akan perlindungan ilahi, tetapi juga 

perisai yang melindungiku, yang menunjukkan keuntungan 

dari perlindungan itu yang dirasakan pada saat sekarang.  

2.  Kehormatan: Engkaulah kemuliaanku. Orang-orang yang dia-

kui Allah sebagai kepunyaan-Nya tidaklah sekadar aman dan 

Kitab Mazmur 3:1-4 

 39

tenang, tetapi benar-benar terlihat hebat, dan sungguh-sung-

guh terhormat, jauh melampaui kehormatan yang dibangga-

banggakan oleh para pembesar di bumi. Daud kini sedang 

terhina. Mahkota telah jatuh dari kepalanya. Akan tetapi, tak 

sekalipun ia akan berpikiran buruk tentang dirinya sendiri 

selama ia memiliki Allah sebagai kemuliaannya (Yes. 60:19). 

“Engkaulah kemuliaanku. Kemuliaan-Mu kuanggap sebagai 

kemuliaanku sendiri” (begitu menurut sebagian orang). “Inilah 

yang kutuju dan yang sangat kuingini. Tidak peduli apa yang 

akan terjadi pada nasib dan kehormatanku, yang aku peduli 

hanyalah supaya aku bisa menjadi kenamaan dan puji-pujian 

bagi Allahku.”  

3. Sukacita dan kelepasan: “Engkaulah yang mengangkat kepala-

ku. Engkau akan mengangkat kepalaku keluar dari permasa-

lahanku, dan memulihkan aku ke dalam martabatku lagi, pa-

da waktunya. Atau, setidak-tidaknya, Engkau akan menegak-

kan kepalaku di dalam segala permasalahanku, sehingga aku 

tidak akan kendor atau berkecil hati, dan juga jiwaku tidak 

akan lemah terkulai.” Jika dalam masa-masa terburuk umat 

Allah dapat mengangkat kepala mereka dengan sukacita, de-

ngan mengetahui bahwa segala sesuatu bekerja demi kebaikan 

mereka, maka mereka akan mengakui bahwa Allah-lah yang 

mengangkat kepala mereka, yang memberi mereka baik itu 

alasan maupun hati untuk bersukacita.    

Dalam menyanyikan mazmur ini dan mendoakannya, kita harus 

awas bahwa kita sedang ada dalam bahaya yang datang dari orang 

banyak dan dari kebencian musuh-musuh rohani kita. Mereka ini 

berusaha menghancurkan jiwa kita dengan menjauhkan kita dari 

Allah kita. Kita juga harus peduli terhadap kesusahan dan bahaya 

yang mengancam jemaat Allah, yang ditentang dan diperangi di 

mana-mana. Namun, dalam semuanya ini kita harus menguatkan 

hati kita di dalam Allah kita, sebab   Dia sendirilah yang mempunyai 

kepentingan di dalam dunia ini dan di dalam hati umat-Nya, dan oleh 

sebab   itu, Ia pula yang akan melindungi dan memahkotai kepenting-

an-Nya sendiri pada waktunya, baik di dalam dunia ini maupun di 

dalam hati umat-Nya.   


 40

Keyakinan kepada Allah 

(3:5-9) 

5 Dengan nyaring aku berseru kepada TUHAN, dan Ia menjawab aku dari 

gunung-Nya yang kudus. S e l a. 6 Aku membaringkan diri, lalu tidur; aku 

bangun, sebab TUHAN menopang aku! 7 Aku tidak takut kepada puluhan 

ribu orang yang siap mengepung aku. 8 Bangkitlah, TUHAN, tolonglah aku, 

ya Allahku! Ya, Engkau telah memartikel  l rahang semua musuhku, dan mema-

tahkan gigi orang-orang fasik. 9 Dari TUHAN datang pertolongan. Berkat-Mu 

atas umat-Mu! S e l a. 

Hati Daud diaduk-aduk oleh kemarahan akan musuh-musuhnya, 

tetapi hatinya tetap teguh berpaut kepada Allah sebagai Allahnya. 

Dengan begitu, ia mendapat penghiburan, saat   ia memandang ke 

atas. Padahal jika ia melihat di sekelilingnya, yang tampak hanyalah 

hal-hal yang mengecilkan hati. Kini, dalam ayat-ayat di atas ia meli-

hat ke belakang, merenung kembali dengan rasa senang akan keun-

tungan yang telah diperolehnya dengan percaya kepada Allah. Kemu-

dian ia melihat ke depan dengan harapan-harapan yang penuh peng-

hiburan, cerah dan membahagiakan, bahwa masa kegelapan yang 

tengah meliputinya saat ini tidak lama lagi akan berlalu. 

I.  Lihatlah betapa hatinya sangat terhibur saat ia melihat ke bela-

kang akan persekutuannya dengan Allah, dan akan kebaikan-ke-

baikan yang Allah berikan kepadanya, entah dalam permasalahan 

yang dulu menimpanya, dan yang telah berhasil dilaluinya berkat 

kebaikan Allah, atau dalam permasalahan pada saat ini. Daud 

telah dilatih dengan banyak kesulitan, sering kali ditindas dan 

ditekan serendah-rendahnya. Namun, tetap saja ia mendapati 

bahwa Allah itu mahamencartikel  pi. Sekarang ia ingat dengan se-

nang hati,   

1. Bahwa permasalahan-permasalahannya selalu membawanya 

berlutut. Bahwa dalam semua kesulitan dan bahaya, ia telah 

dimampukan untuk mengakui Allah dan mengangkat hatinya 

kepada-Nya, serta suaranya juga: Dengan nyaring aku berseru 

kepada TUHAN. Saat kita merenungkan hal ini saat   sedang 

dilanda masalah, kita sungguh akan terhibur. Kecemasan dan 

kesedihan membawa kebaikan, dan bukan keburukan, kepada 

kita apabila itu membuat kita berdoa dan membuat kita khu-

syuk, bukan hanya untuk berbicara kepada Allah, tetapi juga 

untuk berseru kepada-Nya, seperti yang dilakukan orang yang 

bersungguh-sungguh hati. Allah memang memahami bahasa

Kitab Mazmur 3:5-9 

 41

 hati, saat   suara tidak kedengaran (1Sam. 1:13), dan Ia juga 

tidak menghargai doa-doa yang penuh kemunafikan dari 

orang-orang yang ingin agar suara mereka didengar di tempat 

tinggi (Yes. 58:4), vox et præterea nihil – hanya suara belaka. 

Namun, apabila suara yang penuh kesungguhan datang dari 

hati yang menyala-nyala, maka itu akan diperhatikan dan di-

terima bahwa kita berseru kepada Allah dengan suara kita.  

2.  Bahwa ia selalu mendapati Allah siap menjawab doa-doanya: 

Ia menjawab aku dari gunung-Nya yang kudus, dari sorga, 

tempat yang tinggi dan kudus, dari tabut di bukit Sion, dari 

tempat mana Ia biasa memberi jawaban kepada orang-orang 

yang mencari-Nya. saat   melarikan diri dari Absalom, Daud 

menyuruh Zadok untuk membawa tabut Allah kembali ke kota 

(2Sam. 15:25), sebab   ia tahu bahwa Allah tidak terikat. Tidak 

oleh tabut kehadiran-Nya sekalipun. Dan memang, meskipun 

ada masalah dengan jarak, ia tetap bisa dengan iman mene-

rima jawaban-jawaban damai sejahtera dari gunung kudus itu. 

Hal-hal seperti ini tidak dapat membentangkan jurang pemi-

sah di antara penyampaian-penyampaian anugerah Allah ke-

pada kita dan pekerjaan-pekerjaan anugerah-Nya di dalam diri 

kita. Tidak juga di antara kebaikan-Nya dan iman kita. Tabut 

perjanjian terletak di bukit Sion, dan segala jawaban bagi doa-

doa kita datang dari janji-janji yang termuat dalam perjanjian 

itu. Kristus dilantik di gunung Sion yang kudus (2:6), dan mela-

lui Dialah, yang selalu didengar Bapa, doa-doa kita didengar.  

3. Bahwa ia selalu sangat aman dan nyaman berada di bawah 

perlindungan ilahi (ay. 6): Aku membaringkan diri, lalu tidur, 

tenang dan diam; dan aku bangun dengan segar, sebab TUHAN 

menopang aku!”  

(1) Hal ini berlaku atas semua belas kasih biasa yang kita te-

rima setiap malam, dan untuk itu kita harus mengucap 

syartikel  r secara pribadi dan dengan keluarga kita setiap 

pagi. Banyak orang tidak mempunyai tempat untuk mele-

takkan kepala mereka (dan hanya berkeliaran di padang 

gurun), atau, jika mereka memilikinya, mereka tidak berani 

berbaring sebab   takut musuh. Tetapi, kita telah memba-

ringkan diri dalam damai. Banyak orang berbaring namun 

tidak bisa tidur, bolak-balik kiri kanan hingga fajar tiba, 

sebab   tubuh yang sakit atau pikiran yang tersiksa, atau 


 42

ketakutan yang terus mencekam sepanjang malam. Tetapi, 

kita berbaring dan tidur dalam rasa aman, meskipun pada 

saat itu tidak mampu berbuat apa pun untuk menjaga diri 

kita sendiri. Banyak orang berbaring dan tidur, namun 

tidak pernah bangun kembali. Mereka tidur sampai mati, 

seperti anak-anak sulung orang Mesir. Tetapi, kita berba-

ring dan tidur, dan akan bangun kembali menyongsong 

terang dan penghiburan dari hari yang baru. Lantas, dari 

manakah semuanya ini selain sebab   Tuhan telah meno-

pang kita dengan tidur sama seperti dengan makanan? Kita 

senantiasa aman di bawah perlindungan-Nya dan tenteram 

di dalam lengan pemeliharaan-Nya yang baik.  

(2) Yang tampak dimaksudkan di sini yaitu   ketenangan dan 

keteduhan luar biasa pada jiwa Daud, di tengah-tengah 

bahaya yang mengintainya. Setelah dengan doa memperca-

yakan dirinya dan perkaranya kepada Allah, dan yakin 

akan mendapatkan perlindungan-Nya, hatinya terpancang 

teguh, dan ia merasa tenang. Ketidakpatuhan anaknya, ke-

tidaksetiaan para bawahannya, pengkhianatan banyak te-

mannya, bahaya yang mengancam nyawanya, kelelahan 

akibat perjalanan jauh, dan ketidakpastian akan apa yang 

nanti terjadi, tidak pernah merampas waktu tidurnya atau 

mengganggu istirahatnya. Sebab, Tuhan, dengan anugerah 

dan penghiburan-penghiburan Roh-Nya, dengan penuh 

kuasa menopang dia dan membuatnya tenang. Kita sung-

guh amat beruntung bila dalam menghadapi masalah pikir-

an kita tetap terpatri pada Allah, sebab   kita tidak akan 

pernah makan atau minum dengan gemetar dan terkejut.  

(3) Sebagian penulis kuno menerapkan rasa aman Daud itu 

(ay. 6) pada kebangkitan Kristus. Dalam penderitaan-pen-

deritaan-Nya Ia mempersembahkan seruan-seruan nyaring, 

dan didengar. Oleh sebab itu, meskipun Ia terbaring dan 

terlelap oleh tidur kematian, Ia bangun kembali pada hari 

ketiga, sebab Tuhan menopang-Nya, supaya jangan Ia meli-

hat kebinasaan. 

4.  Bahwa Allah sudah sering kali menghancurkan kuasa musuh-

musuhnya dan menahan kebencian mereka. Ia telah memartikel  l 

rahang mereka (ay. 8), membungkam mereka dan mengacau-

kan perkataan mereka, menodai mereka dan mempermalukan

Kitab Mazmur 3:5-9 

 43

 mereka, dengan hina memartikel  l rahang mereka, melumpuhkan 

mereka sehingga mereka tidak dapat melakukan kejahatan 

yang telah mereka niatkan. Sebab, ia telah mematahkan gigi 

mereka. Saul dan orang-orang Filistin, yang pada saat-saat 

tertentu telah siap untuk menelannya, tidak dapat melaksana-

kan apa yang mereka rancangkan. Gigi yang dikertakkan atau 

diasah melawan umat Allah akan dihancurkan. saat  , kapan 

pun itu, kuasa musuh-musuh jemaat tampak mengancam, 

baiklah bagi kita untuk mengingat betapa seringnya Allah 

telah menghancurkan kuasa itu. Yakinlah selalu bahwa le-

ngan-Nya tidak kurang panjang. Ia bisa menyumbat mulut 

mereka dan mengikat tangan mereka.  

II. Lihatlah, betapa yakinnya ia menanti-nantikan bahaya-bahaya 

yang ia lihat akan datang. Ia selalu menempatkan dirinya di ba-

wah perlindungan Allah dan sering kali mendapatkan keuntungan 

darinya.  

sebab   itu: 

1.  Segala ketakutannya diredakan dan diteduhkan (ay. 7). Betapa 

dengan keyakinan yang kudus ia menantang ancaman-ancam-

an dan usaha-usaha para musuhnya yang tidak berdaya! “Aku 

tidak takut kepada puluhan ribu orang, tak peduli apakah itu 

serbuan orang asing ataupun pemberontakan dari dalam, 

yang siap atau berkemah untuk mengepung aku.” Tampaknya 

tidak ada seorang pun yang lebih tidak aman daripada dia 

(musuh-musuhnya sangat banyak, puluhan ribu. Mereka keji 

dan gigih. “Mereka telah bersiap-siap melawan aku. Bukan itu 

saja, mereka telah menang sejauh ini, dan tampak sudah 

berhasil, sebab mereka mengepung aku dari segala arah, pu-

luhan ribu melawan satu”). Walaupun begitu, tidak ada se-

orang pun merasa lebih aman daripada dia: “Aku tidak akan 

takut dengan semuanya ini. Mereka tidak dapat menyakiti 

aku, dan oleh sebab itu mereka tidak akan bisa membuatku 

ketakutan. Apa pun cara-cara bijak yang kupakai untuk men-

jagai diriku sendiri, sekali-kali aku tidak akan membiarkan 

diriku gelisah, tidak akan meragukan Allahku, atau bimbang 

akan kesudahan yang baik pada akhirnya.” saat   dalam pela-

riannya dari Absalom, Daud menyuruh Zadok untuk mem-


 44

bawa tabut Allah kembali, ia berbicara dengan ragu akan ke-

sudahan dari permasalahannya pada saat itu, sehingga ia 

berkata seperti seorang petobat yang rendah hati, inilah aku; 

biarlah dilakukan-Nya kepadaku apa yang baik di mata-Nya 

(2Sam. 15:26). Tetapi sekarang, seperti seorang percaya yang 

kokoh, ia berbicara dengan penuh keyakinan dan tidak takut 

akan apa yang terjadi. Perhatikanlah, penyerahan diri kepada 

Allah yang dilakukan dengan riang hati merupakan jalan un-

tuk memperoleh kepuasan dan keyakinan yang riang gembira 

di dalam Allah.  

2.  Doa-doanya dihidupkan dan didorong (ay. 8). Ia percaya Allah 

yaitu   Juruselamatnya, namun ia berdoa, dan bahkan, oleh 

sebab itulah ia berdoa, bangkitlah, TUHAN, tolonglah aku, ya 

Allahku! Janji-janji keselamatan tidak menggantikan, tetapi 

justru mendorong permohonan-permohonan kita untuk men-

dapatkan keselamatan itu. Allah ingin agar kita mencari kese-

lamatan dari-Nya.  

3.  Imannya muncul sebagai pemenang. Ia memulai mazmur ini 

dengan keluhan-keluhan akan kekuatan dan kebencian mu-

suh-musuhnya, tetapi menutupnya dengan kegembiraan yang 

meluap-luap dalam kuasa dan anugerah Allahnya. Sekarang ia 

melihat ada lebih banyak yang beserta dia daripada yang me-

lawannya (ay. 9). Ada dua kebenaran agung yang dipakainya 

untuk membangun keyakinannya dan mendapatkan penghi-

buran:  

(1)  Bahwa dari TUHAN datang pertolongan. TUHAN mempunyai 

kuasa untuk menyelamatkan, betapapun besarnya bahaya 

itu. yaitu   hak istimewa-Nya untuk menyelamatkan, saat 

semua pertolongan dan bantuan lain gagal. Menyelamatkan 

yaitu   kesenangan-Nya, milik-Nya, dan janji-Nya kepada 

orang-orang kepunyaan-Nya, yang keselamatannya datang 

bukan dari diri mereka sendiri, tetapi dari Tuhan. Oleh 

sebab itu, semua orang yang memiliki Tuhan sebagai Allah 

mereka, sesuai dengan segala maksud dan tujuan yang ter-

muat dalam perjanjian baru, yakin akan keselamatan me-

reka. Sebab, Dia yang yaitu   Allah mereka yaitu   Allah 

yang menyelamatkan.  

(2) Bahwa berkat-Nya tercurah atas umat-Nya. Ia tidak saja 

mempunyai kuasa untuk menyelamatkan mereka, tetapi 

Kitab Mazmur 3:5-9 

 45

juga telah meyakinkan mereka akan maksud-maksud-Nya 

yang baik dan penuh rahmat kepada mereka. Dalam fir-

man-Nya, Ia telah menyatakan berkat atas umat-Nya. Dan 

kita wajib untuk percaya bahwa berkat itu, sesuai dengan 

apa yang difirmankan-Nya, tercurah atas mereka, meski-

pun pengaruh-pengaruhnya tidak kelihatan. sebab   itu, 

kita dapat menyimpulkan bahwa umat Allah, meskipun 

mungkin mengalami penghinaan-penghinaan dan celaan-

celaan dari manusia, pasti diberkati oleh-Nya, yang benar-

benar memberkati, dan oleh sebab itu dapat memerintah-

kan berkat.   

Dalam menyanyikan mazmur ini dan mendoakannya, kita harus 

mengakui kepuasan yang sudah kita rasakan dalam bergantung dan 

berserah diri kepada-Nya. Juga, kita harus mendorong diri kita sen-

diri dan saling membesarkan hati satu sama lain untuk terus berha-

rap dan menantikan dengan diam keselamatan dari Tuhan. 

  

 

 

 

 

 

 

PASAL  4  

aud yaitu   seorang pengkhotbah, pengkhotbah yang luar biasa, 

seperti Salomo. Banyak dari mazmur-mazmurnya berisi peng-

ajaran dan pengalaman pribadi yang dapat diterapkan, serta juga doa 

ibadah. Demikian pula dengan sebagian besar dari mazmur ini, yang 

di dalamnya Hikmat berseru kepada manusia, kepada anak-anak ma-

nusia, seperti dalam Amsal 8:4-5, supaya mereka menerima peng-

ajaran. Judul mazmur ini tidak menyebutkan, seperti judul mazmur 

sebelumnya, bahwa mazmur itu ditulis pada suatu kesempatan 

tertentu, dan memang tidak seharusnya kita berpikir bahwa semua 

mazmur ditulis pada suatu kesempatan tertentu saat penulis sedang 

mengalami suatu peristiwa tertentu. Meskipun beberapa di antaranya 

memang demikian, banyak dari antaranya dirancang secara umum 

untuk mengajar umat Allah, yang melayani di pelataran rumah-Nya, 

untuk membantu ibadah-ibadah mereka, dan untuk mengarahkan 

perilaku mereka. Seperti ini pulalah saya memandang mazmur ini. 

Janganlah kita menjadikan nubuatan Kitab Suci sebagai tafsiran 

sendiri melebihi apa yang seharusnya (2Ptr. 1:20). Di sini,  

I.   Daud memulai dengan sebuah doa yang singkat (ay. 2), dan 

doa itu sendiri menyampaikan suatu pesan.  

II.  Ia mengarahkan perkataannya kepada anak-anak manusia, 

dan, 

1.  Dalam nama Allah menegur mereka atas penghinaan yang 

mereka lakukan terhadap Allah dan kerusakan yang me-

reka perbuat terhadap jiwa mereka sendiri (ay. 3).  

2.  Ia memperhadapkan kepada mereka kebahagiaan orang 

saleh untuk mendorong mereka menjadi rohani (ay. 4).  

3.  Ia berseru kepada mereka untuk mempertimbangkan ja-

lan-jalan mereka (ay. 5).  


 48

III. Ia menasihati mereka untuk melayani Allah dan percaya 

kepada-Nya (ay. 6).  

IV. Ia menceritakan pengalaman-pengalamannya sendiri menge-

nai anugerah Allah yang bekerja dalam dirinya,  

1. Yang memampukan dia untuk memilih kebaikan Allah 

yang membuatnya berbahagia (ay. 7).  

2. Yang dengan demikian memenuhi hatinya dengan suka-

cita (ay. 8).  

3. Yang menenangkan jiwanya dengan keyakinan akan perlin-

dungan ilahi yang menaunginya, siang dan malam (ay. 9). 

Soal Jawab dengan Orang-orang Berdosa 

(4:1-6) 

1 Untuk pemimpin biduan. Dengan permainan kecapi. Mazmur Daud. 2 Apa-

bila aku berseru, jawablah aku, ya Allah, yang membenarkan aku. Di dalam 

kesesakan Engkau memberi kelegaan kepadaku. Kasihanilah aku dan de-

ngarkanlah doaku! 3 Hai orang-orang, berapa lama lagi kemuliaanku dinodai, 

berapa lama lagi kamu mencintai yang sia-sia dan mencari kebohongan? Se l a 

4 Ketahuilah, bahwa TUHAN telah memilih bagi-Nya seorang yang dikasihi-

Nya; TUHAN mendengarkan, apabila aku berseru kepada-Nya. 5 Biarlah 

kamu marah, tetapi jangan berbuat dosa; berkata-katalah dalam hatimu di 

tempat tidurmu, tetapi tetaplah diam. S e l a 6 Persembahkanlah korban yang 

benar dan percayalah kepada TUHAN. 

Melalui judul mazmur ini tahulah kita bahwa Daud, setelah menulis 

mazmur ini melalui pewahyuan ilahi supaya digunakan jemaat, me-

neruskannya kepada pemimpin musik, atau pemimpin biduan, yaitu 

orang yang memimpin ibadah itu. (Hal ini sesuai dengan ketetapan 

ilahi saat   itu, saat mazmur diyanyikan dalam ibadah, dan pemim-

pin biduan itu sangat berperan besar dalam menjalankan kegiatan 

bermazmur dalam ibadah). Uraian khusus mengenai ketetapan ini, 

yaitu pembagian kelompok-kelompok penyanyi, masing-masing de-

ngan seorang pemimpin dan pembagian tugasnya, terdapat di 1 

Tawarikh 25. Sebagian orang bernubuat dengan petunjuk raja (1Taw. 

25:2). Sebagian yang lain bernubuat dengan diiringi kecapi pada wak-

tu menyanyikan syartikel  r dan puji-pujian bagi TUHAN (1Taw. 25:3). 

Tentang sebagian yang lain lagi dikatakan bahwa mereka harus me-

ninggikan tanduk (1Taw. 25:5). Walaupun bermacam-macam seperti 

itu, tentang mereka semua, dikatakan bahwa mereka menyanyikan 

nyanyian di rumah TUHAN (1Taw. 25:6) dan telah dilatih bernyanyi

Kitab Mazmur 4:1-6 

 49

untuk TUHAN (1Taw. 25:7). Mazmur ini dipercayakan kepada salah 

satu pemimpin biduan, untuk dinyanyikan dengan neginoth – per-

mainan kecapi (Hab. 3:19), yang harus dimainkan dengan tangan. 

Dengan jenis musik seperti inilah anggota-anggota paduan suara ha-

rus menyanyikan mazmur ini: dan tampak bahwa pada saat itu ha-

nya mereka yang bernyanyi, bukan jemaat. Namun demikian, Perjan-

jian Baru menunjuk semua orang Kristen untuk bernyanyi (Ef. 5:19; 

Kol. 3:16), dan dari mereka diharapkan agar mereka menyanyikannya 

dengan selayaknya, bukan dengan bergaya. Oleh sebab itu, sebab   

sekarang tidak ada lagi banyak kesempatan untuk memakai alat-alat 

musik seperti pada waktu dulu itu, maka melodi mazmur tersebut 

dilantunkan di dalam hati saja.  

Dalam perikop ini:    

I.  Daud mengadu kepada Allah (ay. 2). Tidak peduli apakah anak-

anak manusia, yang kepada mereka ia hendak berbicara, akan 

mendengar atau mengelak, ia berharap dan berdoa saja agar Allah 

mau berbaik hati mendengarkannya, dan memberinya jawaban 

damai sejahtera: “Apabila aku berseru, jawablah aku, dan terima-

lah pujian pemujaanku, kabulkanlah permohonan-permohonan-

ku, dan hakimilah sesuai dengan seruan-seruanku. Kasihanilah 

aku dan dengarkanlah doaku.” Segala perkenan yang ditujukan 

Allah atas doa-doa kita, dan segala jawaban yang berkenan diberi-

kan-Nya atas doa-doa itu, terjadi bukan sebab   jasa kita melain-

kan murni sebab   belas kasihan-Nya. “Dengarkanlah doaku demi 

belas kasihan-Mu” merupakan seruan terbaik yang dapat kita 

suarakan. Dua hal yang diserukan lebih lanjut oleh Daud di sini:  

1.  “Engkaulah Allah yang membenarkan aku. Engkau bukan saja 

Allah yang benar, tetapi juga yang menciptakan sifat-sifat be-

nar dalam diriku, yang dengan anugerah telah mengerjakan 

apa yang baik dalam diriku, dan telah menjadikanku sebagai 

orang benar. Oleh sebab itu, dengarkanlah aku, dan dengan 

demikian teguhkanlah pekerjaan-Mu sendiri di dalam diriku. 

Engkaulah juga yang membela perkaraku yang benar, yang 

melindungi ketidakbersalahanku yang ditindas. Kepada-Mu-

lah aku percayakan jalanku, dan Engkau sajalah yang kuper-

caya untuk memunculkan kebenaranku seperti terang.” Apabila 

manusia menghartikel  m kita secara tidak adil, inilah yang men-


 50

jadi penghiburan kita, Allah-lah yang membenarkan. Dialah 

Allah yang membenarkan orang yang percaya kepada-Nya.  

2. “Di dalam kesesakanku dulu Engkau memberi kelegaan ke-

padaku, melapangkan hatiku dengan sukacita dan penghibur-

an yang kudus saat hatiku sesak, melegakanku dengan mem-

bawa aku keluar dari kesesakan-kesesakanku. Oleh sebab itu 

sekarang, ya Tuhan, kasihanilah aku dan dengarkanlah doa-

ku.” Pengalaman akan kebaikan Allah bagi kita saat Dia mele-

gakan kita dari kesesakan, bukan saja menjadi dorongan yang 

besar bagi iman dan pengharapan kita akan masa depan, teta-

pi juga merupakan seruan yang baik yang bisa kita sampaikan 

kepada Allah saat berdoa. “Engkau telah melakukannya; ma-

sakan Engkau tidak akan melakukannya lagi? Sebab Engkau 

yaitu   Allah dan tidak berubah. Pekerjaan-Mu sempurna.” 

II. Ia kemudian berbicara kepada anak-anak manusia, untuk meya-

kinkan dan mempertobatkan mereka, yang masih merupakan 

orang-orang asing bagi Allah, yang tidak menghendaki Mesias, 

Anak Daud, memerintah atas mereka.  

1. Ia berusaha meyakinkan mereka betapa bodohnya ketidaksa-

lehan mereka itu (ay. 3). “Hai orang-orang” (orang-orang besar, 

yang berkedudukan tinggi, para pengikut Saul atau Absalom – 

menurut sebagian orang), “berapa lama lagi engkau akan me-

nentang aku dan pemerintahanku, dan tetap tidak mau setia? 

Berapa lama lagi engkau mau saja dipengaruhi usulan-usulan 

keliru dan tidak berdasar dari orang-orang yang ingin berbuat 

jahat terhadapku?” Atau ini dapat dimengerti secara lebih 

umum. Allah, melalui si pemazmur, di sini berbantah dengan 

orang-orang berdosa agar mereka bertobat. “Engkau yang te-

rus mengabaikan Allah dan tidak mau menyembah Dia, terus 

saja menghina Kerajaan Kristus dan pemerintahan-Nya, pikir-

kan apa yang engkau lakukan itu.”  

(1) “Kalian merendahkan dirimu sendiri, padahal kalian yaitu   

anak-anak manusia” (kata yang digunakan di sini menan-

dakan manusia sebagai makhluk yang mulia). “Pertimbang-

kanlah martabat dari kodratmu dan keunggulan kuasa 

akal budi yang dikaruniakan kepadamu, dan janganlah 

bertindak tidak masuk akal seperti itu, yang sama sekali 

Kitab Mazmur 4:1-6 

 51

tidak pantas engkau perbuat.” Kiranya anak-anak manusia 

mempertimbangkan dan menunjukkan diri mereka sendiri 

sebagai manusia. 

(2) “Engkau tidak menghormati Penciptamu, dan menodai ke-

muliaan-Nya.” Perkataan ini bisa saja dipandang sebagai 

perkataan Allah sendiri, yang mendakwa para pendosa atas 

kesalahan yang mereka perbuat terhadap kehormatan-Nya. 

Atau, jika ini perkataan Daud, kata kemuliaan dapat dipa-

hami sebagai kemulian Allah sendiri, yang disebutnya se-

bagai kemuliaannya (3:4). Para penyembah berhala didak-

wa atas kesalahan menggantikan kemuliaan Allah menjadi 

sesuatu yang memalukan (Rm. 1:23). Semua orang berdosa 

secara sengaja berbuat demikian, yakni dengan tidak me-

matuhi perintah-perintah hartikel  m-Nya, meremehkan tawar-

an-tawaran anugerah-Nya, dan mengasihi serta melayani 

makhluk ciptaan, yang seharusnya mereka perbuat bagi 

Allah. Orang-orang yang mencemarkan nama Allah yang 

kudus, yang mencemooh firman dan ketetapan-ketetapan-

Nya, dan, meskipun mengaku mengenal-Nya, namun dalam 

perbuatan menyangkal-Nya, berarti berbuat dusta dan me-

nodai kemuliaan-Nya.  

(3) “Engkau berbuat curang terhadap dirimu sendiri: Kamu 

mencintai yang sia-sia dan mencari kebohongan, atau apa 

yang merupakan sebuah dusta. Kamu sendiri berbuat sia-

sia dan berbohong, dan kamu suka melakukannya.” Atau, 

“Hatimu terlekat pada apa yang nantinya, pada akhirnya, 

akan terbukti sebagai kesia-siaan dan kebohongan belaka.” 

Orang-orang yang mencintai dunia dan mencari perkara-

perkara yang di bawah, mencintai kesia-siaan dan mencari 

kebohongan. Mereka menyenangkan diri dengan kenikmat-

an-kenikmatan jasmani, dan menjadikan kekayaan dunia 

ini sebagai bagian mereka. Semua hal ini akan mengelabui 

mereka, dan dengan demikian menghancurkan mereka. 

“Berapa lama lagi kamu akan melakukan semuanya ini? 

Sampai kapan kamu akan menjadi bijak bagi dirimu sen-

diri, dan memikirkan kewajiban dan kepentinganmu sen-

diri? Berapa lama lagikah ini?” (Yer. 13:27). Allah di sorga 

melihat bahwa masih lama lagi orang-orang berdosa akan 


 52

tetap bersikeras tidak menghormati-Nya, menipu dan 

menghancurkan diri mereka sendiri.   

2. Ia menunjukkan kepada mereka kebaikan khusus yang dise-

diakan Allah bagi orang-orang benar, perlindungan khusus 

yang menaungi mereka, dan hak-hak istimewa yang mereka 

dapatkan (ay. 4).  

Hal ini dimaksudkan di sini:  

(1) Sebagai alasan mengapa mereka tidak boleh menentang 

atau menganiaya orang saleh atau berencana menindas-

nya. Mereka sendiri yang akan tertimpa bahaya jika mereka 

menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil ini, yang telah 

dipilih Allah bagi diri-Nya sendiri (Mat. 18:6). Allah meng-

anggap bahwa barangsiapa yang menyentuh mereka berarti 

menyentuh biji mata-Nya. Ia akan membuat orang-orang 

yang menganiaya mereka mengetahuinya, cepat atau lam-

bat. Mereka mempunyai bagian di sorga, Allah akan men-

dengarkan mereka. Jadi janganlah ada yang coba-coba me-

yakiti mereka, sebab Allah akan mendengar jeritan mereka 

dan membela perkara mereka (Kel. 22:23). Pada umumnya 

dianggap bahwa Daud berbicara tentang pengangkatannya 

sendiri ke takhta. Dialah orang yang dikasihi Allah dan 

yang telah dipilih Tuhan untuk menerima kehormatan itu, 

dan ia tidak merampasnya atau menganggapnya sebagai 

miliknya sendiri. “Oleh sebab itu, perlawanan yang engkau 

lakukan terhadapnya dan terhadap pengangkatannya itu 

sangatlah jahat. Dengan berbuat demikian engkau ber-

perang melawan Allah, dan peperangan ini akan sia-sia 

saja dan tidak akan berhasil.” Dengan cara yang serupa, 

Allah telah memilih Tuhan Yesus bagi diri-Nya sendiri, 

Sang Penuh Rahmat itu. Dan orang-orang yang berusaha 

menghalang-halangi pengangkatan Tuhan Yesus itu pasti 

akan tersandung, sebab Bapa selalu mendengarkan-Nya. 

Atau,  

(2) Sebagai alasan mengapa mereka sendiri harus berbuat 

baik, dan tidak lagi berjalan menurut nasihat orang fasik: 

“Sampai saat ini engkau hanya mencari kesia-siaan. Sung-

guh-sungguhlah hidup saleh, maka engkau akan benar-

Kitab Mazmur 4:1-6 

 53

benar berbahagia di dunia sini dan untuk selama-lamanya, 

sebab,”  

[1] “Allah akan menjaga kepentingan-Nya sendiri di dalam 

dirimu.” TUHAN telah memilih seseorang yang dikasihi-

Nya, setiap pribadi tertentu yang dikasihi-Nya, bagi diri-

Nya, menurut pilihan-Nya sejak dari kekekalan, me-

nurut panggilan-Nya yang pasti berhasil, melalui pe-

ristiwa-peristiwa tertentu yang terjadi oleh sebab   

pemeliharaan-Nya dan pekerjaan-pekerjaan anugerah-

Nya. Umat-Nya dikuduskan bagi diri-Nya sebagai umat 

kepunyaan-Nya sendiri. Orang-orang saleh, yang dika-

sihi Allah, yaitu   orang-orang yang telah dipilih dan 

dimeteraikan-Nya. Ia mengenal orang-orang kepunyaan-

Nya, dan memberikan cap gambar dan rupa-Nya pada 

mereka. Ia membedakan mereka dengan berbagai per-

kenan yang luar biasa: Mereka akan menjadi milik kesa-

yangan-Ku sendiri, firman TUHAN, pada hari yang Ku-

siapkan. Ketahuilah. Semoga umat yang dikasihi Allah 

mengetahui ini, dan kiranya mereka tidak pernah meng-

asingkan diri dari Dia yang telah mengkhususkan mere-

ka seperti itu bagi diri-Nya. Hendaklah orang fasik me-

ngetahuinya, dan menyadari bagaimana mereka sudah 

menyakiti orang-orang yang dilindungi Allah. 

[2] “Allah akan mengamankan engkau sebagai milik-Nya di 

dalam diri-Nya.” Hal ini dikatakan Daud dengan mene-

rapkannya pada dirinya sendiri: TUHAN mendengarkan, 

apabila aku berseru kepada-Nya. Kita pasti menganggap 

diri kita berbahagia jika didengar oleh seorang penguasa 

dunia, terlebih lagi jika kita boleh didengar, dengan se-

demikian mudahnya, oleh Raja segala raja. Marilah kita 

sadar akan hal ini, dan meninggalkan semua kesia-sia-

an yang mengelabui itu demi kelepasan bagi diri kita 

sendiri. 

3.  Ia memperingatkan mereka akan dosa, dan menasihati mereka 

agar takut dan menimbang-nimbang sendiri untuk meninggal-

kan perbuatan dosa (ay. 5): “Takutlah dan jangan berdosa” 

(KJV), (biarlah kamu marah, tetapi jangan berbuat dosa, demi-

kian menurut Septuaginta, dan sebagian orang berpikir bahwa 


 54

Rasul Paulus mengambil nasihat itu dari si pemazmur di sini, 

Ef. 4:26); “Berkata-katalah dalam hatimu; bertobatlah, dan, 

untuk mencapainya, pikirkanlah dan takutlah.” Perhatikanlah,  

(1) Kita tidak boleh berdosa, tidak boleh kehilangan jalan, se-

hingga kehilangan tujuan kita.  

(2)  Salah satu obat penawar yang baik untuk melawan dosa 

yaitu   takut akan Allah. Tergeraklah (demikian menurut 

sebagian orang), dan lawanlah sikap lalai dan rasa aman 

duniawi. “Jagalah selalu sikap hormat yang kudus terha-

dap kemuliaan dan kebesaran Allah. Jagalah supaya de-

ngan kudus hati kamu selalu merasa ngeri terhadap murka 

dan kutukan-Nya, dan janganlah berani membangkitkan 

amarah-Nya.”  

(3) Sebuah sarana yang baik untuk menghindari dosa, dan 

menjaga agar rasa takut yang kudus selalu ada pada kita, 

yaitu   sering-sering dan sungguh-sungguh berkata-kata 

dalam hati, “Berbincang-bincanglah dengan hatimu. Ada ba-

nyak perkara besar yang harus kaukatakan kepada hatimu 

itu. Engkau bisa mengajaknya berbincang-bincang kapan 

saja. Janganlah terus memendamnya.” Orang yang berpikir 

seharusnya juga menjadi orang yang bijak dan baik. “Ber-

kata-katalah dalam hatimu. Selidikilah hatimu dengan 

sungguh-sungguh merenung diri, supaya engkau bisa me-

ngenalnya secara dekat dan memperbaiki apa yang salah di 

dalamnya. Ajaklah ia untuk merenungkan perkara-perkara 

yang saleh dan khidmat. Biarlah pikiran-pikiranmu terpatri 

pada apa yang baik, dan melekatlah kepadanya. Pertim-

bangkanlah jalan-jalanmu, dan perhatikanlah petunjuk-pe-

tunjuk yang diberikan di sini untuk menuntun engkau 

mencapai tujuan yang baik.” 

[1] “Pilihlah waktu untuk menyendiri. Lakukanlah itu apa-

bila engkau berbaring di tempat tidurmu. Sebelum eng-

kau bersiap-siap tidur di malam hari” (sebagaimana 

yang diajarkan oleh beberapa pengajar moral kafir) “seli-

dikilah hati nuranimu, apa yang telah engkau perbuat 

pada hari itu, khususnya kesalahan-kesalahan yang 

engkau lakukan, dan bertobatlah. Apabila engkau ter-

jaga di malam hari, renungkanlah tentang Allah dan 

Kitab Mazmur 4:1-6 

 55

perkara-perkara yang mendatangkan damai sejahtera 

bagimu.” Daud sendiri melakukan apa yang dinasihati-

nya di sini kepada orang lain (63:7), “Aku ingat kepada-

Mu di tempat tidurku.” Terlebih lagi saat terbaring sakit, 

kita harus merenungkan jalan-jalan kita dan berbicara 

dengan hati kita mengenai semuanya itu.  

[2] “Bersikaplah sungguh-sungguh: Diamlah. Apabila eng-

kau sudah bertanya kepada hati nurani, diamlah, dan 

tunggulah jawabannya. Bahkan pada saat-saat yang me-

resahkan, jagalah rohmu agar tetap tenang dan diam.”  

4. Ia menasihati mereka untuk menjalankan kewajiban mereka 

secara sadar berdasarkan hati nurani (ay. 6): Persembahkan-

lah korban yang benar kepada TUHAN. Kita bukan saja harus 

berhenti berbuat jahat, tetapi juga harus belajar berbuat baik. 

Orang-orang yang membenci Daud dan pemerintahannya akan 

segera bersikap lebih baik dan kembali setia kepadanya, jika 

saja mereka mau menyembah Allah dengan benar. Demikian 

pula, mereka yang tahu persoalan apa yang terdapat antara 

mereka dan Allah pasti akan senang menyambut kedatangan 

Sang Pengantara, Anak Daud. Di sini dituntut dari setiap kita,  

(1) Untuk melayani-Nya: “Persembahkanlah korban kepada-

Nya, pertama-tama dirimu sendiri, dan korban-korban per-

sembahanmu yang terbaik.” Tetapi korban-korban itu ha-

ruslah korban yang benar, yaitu perbuatan-perbuatan baik 

dan segala buah kasih yang memerintah dalam hati kita se-

hingga kita mengasihi Allah dan sesama. Juga, segala con-

toh perilaku saleh. Semua ini lebih baik daripada semua 

korban bakaran dan persembahan. “Biarlah ibadahmu da-

tang dari hati yang lurus. Semoga amal sedekahmu men-

jadi korban-korban persembahan yang benar.” Korban-kor-

ban persembahan orang yang fasik tidak akan diterima 

Allah. Korban persembahan mereka merupakan kekejian 

bagi-Nya (Yes. 1:11, dst.).  

(2) Untuk mengandalkan Dia. “Pertama-tama, persembahkan-

lah korban dengan hati nurani yang benar, maka engkau 

bisa mempercayai dengan hati tenang. Layanilah Tuhan 

tanpa ragu sedikit pun, dan jangan takut kehilangan Dia. 

Hormatilah Dia, dengan hanya percaya kepada-Nya, dan 


 56

bukan kepada kekayaanmu atau kepada tangan manusia. 

Percayalah akan pemeliharaan-Nya, dan jangan bersandar 

pada pengertianmu sendiri. Percayalah akan anugerah-

Nya, dan janganlah mengandalkan hikmat atau kemampu-

anmu sendiri.” 

Dalam menyanyikan ayat-ayat ini, kita harus menyampaikan ke-

pada diri kita sendiri ajaran tentang sifat dosa yang membangkitkan 

amarah Tuhan, kesia-sian dunia yang penuh dusta, dan kebahagiaan 

tak terperikan yang akan dialami umat Allah. Kita harus mewajibkan 

pada diri kita sendiri untuk sunguh-sungguh takut kepada Allah, un-

tuk berbincang-bincang dengan hati kita sendiri, dan untuk mem-

persembahkan korban-korban rohani. Selain itu, dalam mendoakan 

ayat-ayat ini, kita harus memohonkan anugerah Allah agar kita di-

mampukan untuk memikirkan dan melakukan semuanya itu.  

Keinginan Orang Saleh 

(4:7-9) 

7 Banyak orang berkata: “Siapa yang akan memperlihatkan yang baik kepada 

kita?” Biarlah cahaya wajah-Mu menyinari kami, ya TUHAN! 8 Engkau telah 

memberikan sukacita kepadaku, lebih banyak dari pada mereka saat   mere-

ka kelimpahan gandum dan anggur. 9 Dengan tenteram aku mau memba-

ringkan diri, lalu segera tidur, sebab hanya Engkaulah, ya TUHAN, yang 

membiarkan aku diam dengan aman. 

Di sini kita mendapati, 

I.   Angan-angan bodoh orang-orang duniawi: Banyak orang berkata, 

“Siapa yang akan memperlihatkan yang baik kepada kita? Siapa 

yang akan membuat kita melihat yang baik?” Kebaikan apa yang 

mereka maksudkan tersirat di sini (ay. 8). Kebaikan itu yaitu   

kelimpahan gandum dan anggur mereka. Yang mereka dambakan 

hanyalah kelimpahan kekayaan dunia ini, agar mereka dapat me-

nikmati kesenangan-kesenangan jasmani dengan berlimpah. Se-

jauh ini mereka benar, bahwa mereka menginginkan apa yang 

baik dan mendamba-dambakannya. Namun, ada hal-hal berikut 

yang salah dalam keinginan mereka itu:  

1.  Secara umum, mereka bertanya, “Siapa yang akan membuat 

kami berbahagia?”, tetapi mereka tidak datang kepada Allah, 

satu-satunya yang dapat membuat mereka berbahagia. sebab  

Kitab Mazmur 4:7-9 

 57

 itulah mereka membuka diri pada nasihat-nasihat yang jahat, 

lebih memilih bersandar kepada yang lain daripada kepada 

Allah, sebab mereka rela hidup tanpa Dia.  

2. Mereka mencari-cari yang baik yang dapat dilihat, yang tam-

paknya baik, yang rasanya baik. Tetapi, mereka tidak menun-

jukkan rasa peduli akan hal-hal baik yang tidak terlihat, yang 

hanya bisa diimani. Sumber penyembahan berhala yaitu   ke-

inginan akan ilah-ilah yang bisa mereka lihat, dan oleh sebab 

itu mereka menyembah matahari. Padahal, sama seperti kita 

harus diajar untuk menyembah Allah yang tidak terlihat, 

demikian pula kita harus mencari kebaikan yang tidak terlihat 

(2Kor. 4:18). Kita dapat melihat lebih jauh dengan mata iman 

daripada dengan mata jasmani.  

3. Mereka mencari-cari apa saja yang baik, bukan apa yang 

sungguh-sungguh baik. Yang mereka inginkan hanyalah ke-

baikan lahiriah, kebaikan yang hanya baik pada saat ini saja, 

kebaikan separuh-separuh, makanan yang baik, minuman 

yang baik, pekerjaan yang baik, dan harta milik yang baik. Na-

mun, apalah artinya semua ini tanpa Allah yang baik dan hati 

yang baik? Kebaikan apa saja dapat memenuhi keinginan se-

bagian besar orang, tetapi jiwa yang mulia tidak akan puas de-

ngan cara seperti itu. Cara dan keinginan orang-orang duniawi 

yang fana ini merupakan kebodohan mereka, namun tetap 

saja banyak yang ikut-ikutan di dalamnya. Dan lihatlah, hu-

kuman yang akan menimpa mereka pun akan sepadan dengan 

itu. “Anak, ingatlah, bahwa engkau telah menerima segala 

yang baik sewaktu hidupmu, sejumlah uang yang setuju eng-

kau terima.”    

II. Pilihan bijak yang dibuat oleh orang-orang saleh. Daud, dan sedi-

kit orang saleh yang setia kepadanya, menjauhkan diri dari ke-

inginan itu, dan bergabung di dalam doa ini, “Biarlah cahaya wa-

jah-Mu menyinari kami, ya TUHAN!”  

1. Ia tidak setuju dengan suara orang banyak. Allah telah memi-

sahkan Daud bagi diri-Nya sendiri dengan berbagai perkenan 

istimewa, dan oleh sebab itu ia memisahkan dirinya sendiri 

dengan suatu sifat yang luar bisa berbeda. “Mereka ingin men-

dapatkan apa saja yang baik, kebaikan duniawi, tetapi aku 

tidak demikian. Aku tidak akan berkata apa yang mereka ka-


 58

takan. Kebaikan apa saja tidak akan membuatku puas. Keka-

yaan dunia tidak akan pernah menjadi bagian bagi jiwaku, 

dan oleh sebab itu aku tidak akan terpikat olehnya.”  

2.  Ia dan teman-temannya setuju dengan pilihan yang sama, ya-

itu kebaikan atau perkenan Allah sebagai kebahagiaan mere-

ka. Inilah yang dalam pandangan mereka lebih baik daripada 

hidup dan segala penghiburan dalam kehidupan ini.  

(1) Inilah yang paling mereka inginkan dan cari-cari dengan 

sungguh-sungguh. Inilah nafas jiwa mereka, “Biarlah caha-

ya wajah-Mu menyinari kami, ya TUHAN! Banyak orang 

mencari hal-hal lain, tetapi kami mencari yang ini.” Orang-

orang baik, seperti halnya oleh perbuatan-perbuatan mere-

ka, demikian pula mereka dibedakan oleh doa-doa mereka, 

bukan sebab   panjang dan bahasanya, melainkan sebab   

iman dan kesungguhannya. Orang-orang yang telah dipilih 

Allah mengucapkan doa-doa yang dibuat mereka sendiri. 

Orang lain mungkin saja mengucapkan kata-kata doa se-

perti mereka, namun hanya mereka saja yang mempersem-

bahkan doa-doa itu dengan tulus hati. Atas doa seperti ini-

lah mereka semua berkata Amin. “Tuhan, biarlah kami 

mendapatkan perkenan-Mu, dan biarlah kami tahu bahwa 

kami mendapatkannya, maka kami tidak akan mengingin-

kan apa-apa lagi. Itu sudah cartikel  p membuat kami berbaha-

gia. Tuhan, berdamailah dengan kami, terimalah kami, 

nyatakanlah diri-Mu kepada kami, biarlah kami dipuaskan 

oleh kasih setia-Mu, maka kami pun akan puas dengan-

nya.” Amatilah, meskipun Daud berbicara tentang dirinya 

sendiri hanya dalam ayat 8 dan 9, ia juga berbicara, dalam 

doa ini, bagi orang lain, “Menyinari kami,” seperti Kristus 

mengajar kita untuk berdoa, “Bapa kami.” Semua orang 

kudus datang ke takhta anugerah dengan tujuan yang 

sama, dan dalam hal ini mereka yaitu   satu, mereka se-

mua menginginkan perkenan Allah sebagai kebaikan mere-

ka yang utama. Kita harus memohonkannya bagi orang 

lain dan juga bagi diri kita sendiri, sebab dalam kemurahan 

Allah segala hal cartikel  p bagi kita semua, dan apa yang kita 

punyai tidak akan berkurang saat dibagikan kepada orang 

lain.  

Kitab Mazmur 4:7-9 

 59

(2) Inilah yang membuat mereka bersukacita di atas segala 

yang lain (ay. 8): “Dengan jalan inilah sering kali Engkau 

telah memberikan sukacita kepadaku. Engkau tidak saja 

menopang dan menyegarkan aku, tetapi juga memenuhi 

aku dengan sukacita yang tak terlukiskan. Oleh sebab itu, 

inilah yang masih akan kukejar, yang akan kucari di se-

panjang hidupku.” Bila Allah memberikan anugerah di da-

lam hati, maka Ia memberikan sukacita kepadanya. Dan 

tidak ada sukacita yang dapat dibandingkan dengan apa 

yang dirasakan oleh jiwa-jiwa mulia yang mengalami per-

kenan ilahi. Sukacita sebab   panen pun tidak, sekalipun 

panen berlimpah, saat   gandum dan anggur berlipat gan-

da. Inilah sukacita di dalam hati, sukacita batiniah, teguh 

dan yang sebenar-benarnya. Kegembiraan orang duniawi 

hanyalah sekilas, hanya berupa bayangan, di dalam ter-

tawa pun hati mereka merana (Ams. 14:13). “Engkau telah 

memberikan sukacita di dalam hatiku,” begitulah kata yang 

digunakan di sini. Sukacita yang sejati yaitu   pemberian 

Allah, tidak seperti yang diberikan oleh dunia (Yoh. 14:27). 

Tidak beralasanlah bagi orang-orang kudus untuk iri hati 

dengan kegembiraan dan keriangan orang-orang duniawi 

yang fana itu. Sebaliknya, orang-orang kudus justru harus 

lebih mengasihani mereka, sebab mereka bisa saja tahu 

apa yang lebih baik, tetapi mereka tidak mau.  

(3)  Inilah yang orang-orang kudus andalkan sepenuhnya, dan 

dalam keyakinan ini mereka selalu merasa tenang (ay. 9). 

Ia membaringkan diri, lalu tidur (3:6), dan demikianlah ia 

akan terus melakukannya: “Aku mau membaringkan diri 

(sebab   aku telah yakin akan kebaikan-Mu) dengan ten-

teram, dan dengan gembira hati seperti orang-orang yang 

melimpah gandum dan anggurnya, yang berbaring seperti 

Boas di tempat pengirikannya di ujung timbunan jelai, di 

mana ia tidur di sana saat   hatinya gembira, (Rut 3:7). 

Demikianlah, hanya Engkaulah yang membiarkan aku diam 

dengan aman. Walaupun aku sendirian, namun aku tidak 

sendiri, sebab Allah besertaku. Meskipun aku tidak mem-

punyai pengawal-pengawal yang menjagaku, namun Tuhan 

saja sudah cartikel  p untuk melindungiku. Ia sanggup mela-


 60

kukannya sendiri saat   semua kubu pertahanan lain ga-

gal.” Jika cahaya wajah Allah menyinarinya,  

[1] Ia dapat menikmati dirinya sendiri. Jiwanya kembali ke-

pada Allah, dan diam di dalam Dia sebagai tempat per-

hentiannya. sebab   itulah ia membaringkan dirinya dan 

tidur dengan tenteram. Ia mendapatkan apa yang di-

inginkannya, dan ia yakin tidak ada yang dapat mence-

lakakan dia.  

[2]  Ia tidak takut terhadap gangguan musuh-musuhnya, ia 

tidur dengan tenang, dan merasa sangat aman, sebab   

Allah sendiri sudah berjanji akan selalu menjaganya. 

Apabila ia tidur sampai mati, dan berbaring di dalam 

kubur, dan membuat tempat tidurnya di dalam kegelap-

an, maka pada saat itu ia, bersama Simeon tua yang 

baik hati, akan pergi dalam damai sejahtera (Luk. 2:29). 

Saat itu ia yakin bahwa Allah akan menerima jiwanya, 

dan ia akan aman bersama Allah sendiri, dan tubuhnya 

pun akan berdiam dengan aman di dalam kubur.  

[3]  Ia mempercayakan segala perkaranya kepada Allah, dan 

dengan puas hati memasrahkan kesudahan dari semua 

perkara itu ke dalam tangan-Nya. Dikatakan tentang se-

orang petani bahwa, setelah menaburkan benih di ta-

nah, pada malam hari ia tidur dan pada siang hari ia 

bangun, dan benih itu mengeluarkan tunas dan tunas itu 

makin tinggi, bagaimana terjadinya tidak diketahui oleh-

nya (Mrk. 4:26-27). Demikian pula halnya dengan orang 

baik, setelah dengan iman dan doa menyerahkan ke-

khawatirannya kepada Allah, ia tidur dan beristirahat 

siang dan malam, dan merasa sangat tenang. Ia menye-

rahkan kepada Allahnya untuk melakukan segala se-

suatu baginya dan siap sedia untuk menuruti kehen-

dak-Nya yang kudus. 

Dalam menyanyikan ayat-ayat ini, dan mendoakan-

nya, marilah kita, dengan rasa jijik yang kudus ter-

hadap kekayaan dan kesenangan dunia ini sebagai hal 

yang tidak mampu membuat kita berbahagia, mencari 

kebaikan Allah dengan sungguh-sungguh, dan dengan 

senang hati menghibur diri kita dalam kebaikan itu. De-

ngan hati kudus marilah kita tinggalkan semua kepedu-

Kitab Mazmur 4:7-9 

 61

lian akan perkara duniawi dan mempercayakan diri dan 

segala perkara kita ke dalam bimbingan dan Pemeliha-

raan ilahi. Hendaklah hati kita menjadi tenang bahwa 

semuanya akan bekerja demi kebaikan kita jika kita te-

tap menjaga diri kita di dalam kasih Allah. 

  

 

 

 

 

 

 

PASAL  5  

azmur ini yaitu   sebuah doa, sebuah curahan hati yang penuh 

kesungguhan kepada Allah, saat   si pemazmur dibuat susah 

oleh kebencian musuh-musuhnya. Saat-saat seperti ini sudah ba-

nyak kali terjadi pada Daud, bahkan, hampir tidak ada waktu dalam 

hidupnya yang tidak dialaminya seperti ini, dan semuanya tidak akan 

cartikel  p diutarakan dalam mazmur ini. Semuanya ini terjadi sebab   ia 

merupakan pelambang Kristus. Kenyataan bahwa ia terus-menerus 

dikepung oleh musuh-musuh, seruan-seruannya yang lantang dan 

tanpa henti kepada Allah saat   ia dikepung seperti itu, semuanya 

menunjuk pada ketergantungan Kristus kepada Bapa-Nya dan pada 

kemenangan-kemenangan-Nya atas kuasa-kuasa gelap di tengah-te-

ngah segala penderitaan-Nya. Dalam mazmur ini,  

I.   Daud menyelaraskan jiwanya dengan Allah, dengan berjanji 

untuk berdoa dan meyakinkan dirinya sendiri bahwa Allah 

pasti akan mendengarkan dia (ay. 2-4).  

II.   Ia memberikan kepada Allah kemuliaan, dan mengambil bagi 

dirinya sendiri penghiburan, dari kekudusan Allah (ay. 5-7).  

III. Ia menyatakan tekadnya untuk senantiasa beribadah ber-

sama jemaat kepada Allah (ay. 8).  

IV.  Ia berdoa,  

1.  Bagi dirinya sendiri, agar Allah membimbingnya (ay. 9).  

2.  Melawan musuh-musuhnya, agar Allah menghancurkan 

mereka (ay. 10-11).  

3.  Bagi semua umat Allah, agar Allah memberi mereka su-

kacita, dan menjaga mereka aman senantiasa (ay. 12-13).  

Dan semua ini sangat bermanfaat untuk menuntun kita di dalam 

doa. 


 64

Doa Meminta Bimbingan dan Perlindungan 

(5:1-7) 

1 Untuk pemimpin biduan. Dengan permainan suling. Mazmur Daud. 2 Beri-

lah telinga kepada perkataanku, ya TUHAN, indahkanlah keluh kesahku. 3 

Perhatikanlah teriakku minta tolong, ya Rajaku dan Allahku, sebab kepada-

Mulah aku berdoa. 4 TUHAN, pada waktu pagi Engkau mendengar seruanku, 

pada waktu pagi aku mengatur persembahan bagi-Mu, dan aku menunggu-

nunggu. 5 Sebab Engkau bukanlah Allah yang berkenan kepada kefasikan; 

orang jahat takkan menumpang pada-Mu. 6 Pembual tidak akan tahan di 

depan mata-Mu; Engkau membenci semua orang yang melakukan kejahatan. 

7 Engkau membinasakan orang-orang yang berkata bohong, TUHAN jijik 

melihat penumpah darah dan penipu. 

Tidak ada sesuatu yang aneh dalam judul mazmur, kecuali yang di-

katakan mengenai Nehiloth, sebuah kata yang tidak pernah diguna-

kan di tempat lain. Diduga (dan ini hanyalah dugaan), kata ini berarti 

angin – alat-alat musik (tiup), yang dipakai untuk menyanyikan maz-

mur ini, seperti halnya Neginoth dianggap sebagai kata yang berarti 

berdawai, yaitu alat-alat musik gesek. Dalam ayat-ayat di atas, Daud 

mengarahkan pandangannya kepada Allah,   

I.  Sebagai Allah yang mendengarkan doa. Begitulah Dia selalu ada-

nya, semenjak manusia mulai menyerukan nama Tuhan, dan ma-

sih tetap siap mendengarkan doa. Amatilah bagaimana Daud di 

sini memanggil-Nya: Ya TUHAN (ay. 2, 4), Yahwe, wujud yang ma-

haada, mahamencartikel  pi, yang harus kami puja, dan, “Rajaku dan 

Allahku (ay. 3), yang telah kutetapkan sebagai Allahku, yang ke-

pada-Nya aku telah bersumpah setia, dan yang di bawah perlin-

dungan-Nya aku telah menempatkan diriku sebagai Rajaku.” Kita 

percaya bahwa Allah, yang kepada-Nya kita berdoa, yaitu   Raja, 

dan Allah. Raja segala raja dan Allah segala ilah. Tetapi, itu saja 

tidak cartikel  p: prinsip doa yang paling dikehendaki dan yang men-

dorong hati, dan seruan yang penuh kuasa atau berhasil di dalam 

doa, yaitu   memandang-Nya sebagai Raja kita dan Allah kita, 

yang kepada-Nya kita terikat dengan kewajiban-kewajiban khu-

sus, dan yang dari-Nya kita mempunyai pengharapan-pengharap-

an khusus.  

Sekarang perhatikanlah: 

1.  Apa yang didoakan Daud di sini, yang dapat mendorong iman 

dan pengharapan-pengharapan kita saat kita membawa diri 

kita kepada-Nya. Jika kita berdoa dengan sungguh-sungguh

Kitab Mazmur 5:1-7 

 65

 dan penuh iman, maka kita mempunyai alasan untuk berha-

rap,  

(1) Agar Allah memperhatikan perkara kita, memperhatikan 

bagaimana kita menyampaikannya, dan permohonan-per-

mohonan apa yang kita sampaikan. Begitulah Daud berdoa 

di sini: “Berilah telinga kepada perkataanku, ya TUHAN!” 

Walaupun Allah ada di sorga, telinga-Nya terbuka untuk 

mendengarkan doa-doa umat-Nya. Telinga-Nya tidak berat, 

sehingga Ia tidak bisa mendengar. Manusia mungkin tidak 

akan atau tidak dapat mendengarkan kita. Musuh-musuh 

kita begitu congkak sehingga mereka tidak akan mende-

ngarkan kita. Teman-teman kita berada begitu jauh dari 

kita sehingga mereka tidak dapat mendengarkan kita. Te-

tapi Allah, meskipun tinggi, sekalipun ada di sorga, dapat, 

dan akan mendengarkan kita.  

(2)  Agar Ia mengindahkan perkara kita itu dengan bijak dan 

penuh belas kasihan, dan tidak akan meremehkannya, 

atau mengabaikannya begitu saja dengan jawaban yang 

asal-asalan. Begitulah Daud berdoa: Indahkanlah keluh 

kesahku (KJV: “Indahkanlah perenunganku” – pen.). Doa-

doa Daud bukan sekadar kata-kata, tetapi juga perenung-

an. Seperti halnya perenungan merupakan persiapan yang 

terbaik bagi doa, demikian pula doa merupakan tindakan 

terbaik dari perenungan. Perenungan dan doa harus dila-

kukan secara bersama-sama (19:15). Hanya bila kita mere-

nungkan doa-doa kita seperti itulah, baru kita dapat ber-

harap Allah akan mempertimbangkannya, memasukkan ke 

dalam hati-Nya apa yang datang dari hati kita.  

(3)  Agar Allah, pada waktunya, memberikan jawaban damai 

sejahtera yang penuh rahmat. Demikianlah Daud berdoa 

(ay. 3): Perhatikanlah teriakku minta tolong. Doanya yaitu   

sebuah teriak minta tolong. Doa itu merupakan suara te-

riaknya sendiri, yang menunjukkan kesungguhan pera-

saannya dan kegigihan pengungkapannya. Doa-doa yang 

sungguh-sungguh dan menggerakkan dari seorang benar 

seperti inilah yang besar kuasanya dan benar-benar men-

datangkan berbagai keajaiban. 


 66

2.  Apa yang dijanjikan Daud di sini, sebagai persyaratan yang 

harus dilaksanakan, dipenuhi, dan dijaganya, agar ia diterima 

dengan penuh rahmat. Janji-janjinya ini dapat membimbing 

dan menuntun kita dalam permohonan-permohonan kita ke-

pada Allah, agar kita dapat menyampaikannya dengan benar. 

Kalau tidak, kita berdoa, tetapi tidak mendapat apa-apa, sebab 

kita salah berdoa. Ada empat hal yang dijanjikan Daud di sini, 

dan demikian pula kita seharusnya:  

(1) Bahwa ia akan berdoa, bahwa dengan hati nuraninya ia 

akan berdoa, dan akan selalu berdoa: Kepada-Mulah aku 

berdoa. “Orang lain hidup tanpa doa, tetapi aku akan ber-

doa.” Raja-raja yang duduk di atas takhta mereka masing-

masing (begitu pula dengan Daud pada waktu itu) harus 

menjadi pengemis di hadapan takhta Allah. “Orang lain 

berdoa kepada ilah-ilah asing, dan mengharapkan kelegaan 

dari mereka, tetapi kepada-Mu, hanya kepada-Mulah, aku 

akan berdoa.” Allah telah menjamin kita berkali-kali bahwa 

Ia siap mendengarkan doa kita, jadi baiklah kita juga me-

neguhkan tekad kita untuk hidup dan mati dengan berdoa.  

(2) Bahwa ia akan berdoa pada waktu pagi. Suaranya yang 

berdoa akan terdengar pada waktu itu, dan pada saat itu-

lah doanya akan dipanjatkan. Waktu itu akan ditetapkan 

sebagai tanggal dikirimkannya suratnya ke sorga, dan bu-

kan cuma pada waktu itu saja (“Pagi, malam, dan siang 

aku akan berdoa, bahkan, tujuh kali sehari aku akan me-

muji-Mu”), tetapi pasti pada waktu itu. Doa pagi yaitu   

kewajiban kita. Paling enak bagi kita untuk berdoa saat   

kita merasa sangat segar, hidup, dan dalam keadaan siap, 

saat   sudah hilang kantuk semalam, sudah disegarkan 

oleh tidur semalam, dan belum disibukkan dengan pekerja-

an sehari-hari. Itulah saat yang sangat dibutuhkan bagi 

kita untuk berdoa, dengan menimbang banyaknya bahaya 

dan godaan yang kita hadapi hari itu, dan yang perlu kita 

lawan. Dengan iman dan doa kita timbah persediaan-per-

sediaan anugerah yang segar.  

(3) Bahwa ia akan sungguh menjaga mata dan hatinya tertuju 

pada kewajiban ini: Aku mengatur persembahan bagi-Mu 

(KJV: “Aku akan mengarahkan doaku” – pen.), seperti pema-

nah mengarahkan anak panahnya ke sasaran. Dengan 

Kitab Mazmur 5:1-7 

 67

pikiran yang demikian teguh dan tetap itulah kita harus 

datang kepada Allah. Atau, seperti menuliskan sepucuk su-

rat kepada seorang sahabat di suatu tempat, demikian pula 

kita harus mengarahkan doa-doa kita kepada Allah sebagai 

Bapa kita di sorga. Dan marilah kita selalu mengirimkan-

nya melalui Tuhan Yesus, Sang Pengantara Agung, maka 

pasti doa-doa kita tidak akan salah alamat. Semua doa kita 

haruslah diarahkan kepada Allah. Kehormatan dan kemu-

liaan-Nyalah yang harus menjadi tujuan utama kita dalam 

semua doa kita. Biarlah hal ini kita jadikan sebagai permo-

honan kita yang pertama, dimuliakanlah nama-Mu, maka 

barulah kita boleh yakin akan mendapatkan jawaban pe-

nuh rahmat yang sama seperti yang diberikan kepada Kris-

tus sendiri: Aku telah memuliakan-Nya, dan Aku akan me-

muliakan-Nya lagi!  

(4) Bahwa ia akan dengan sabar menanti jawaban damai se-

jahtera: “Aku menunggu-nunggu (KJV: “Aku akan menenga-

dah” – pen.), akan memelihara doa-doaku, dan mendengar 

apa yang hendak difirmankan Allah, TUHAN (85:9; Hab. 

2:1), bahwa, jika Ia mengabulkan apa yang aku minta, aku 

akan bersyartikel  r – jika Ia menolak, aku akan bersabar – jika 

Ia menunda-nunda, aku akan terus berdoa dan menunggu 

tanpa jemu-jemu.” Kita harus menengadah, atau berawas-

awas, seperti orang yang baru membidik anak panah ke-

mudian melihat seberapa dekat panahnya mengenai sasar-

an. Kita banyak kehilangan penghiburan dari doa-doa kita 

sebab   kurang memperhatikan jawaban-jawaban atas doa-

doa itu. Dengan berdoa dan menunggu-nunggu demikian, 

seperti orang lumpuh menatap yakin kepada Petrus dan 

Yohanes (Kis. 3:4), kita boleh berharap bahwa Allah akan 

memberikan telinga untuk mendengarkan perkataan kita 

dan mempertimbangkannya. Dengan begitu pula kita dapat 

berserah diri kepada-Nya, seperti Daud di sini, yang tidak 

berdoa, “Tuhan, perbuatlah ini, atau itu, bagiku”; tetapi, 

“Dengarkanlah aku, pertimbangkanlah perkaraku, dan per-

buatlah apa yang tampak baik bagi-Mu.” 

II.  Sebagai Allah yang membenci dosa (ay. 5-7). Daud memperhati-

kan hal ini,  


 68

1.  Sebagai peringatan terhadap dirinya sendiri dan semua orang 

yang berdoa, untuk mengingatkan bahwa, Allah yang dengan-

Nya kita harus berurusan itu bukan saja pengasih dan penya-

yang, Ia juga murni dan kudus. Walaupun Ia siap mendengar-

kan doa, namun, bila ada niat jahat dalam hati kita, tentulah 

Ia tidak mau mendengar doa-doa kita (66:18).  

2. Sebagai dorongan bagi doa-doanya melawan musuh-musuh-

nya. Mereka itu orang-orang fasik, dan oleh sebab itu merupa-

kan musuh-musuh Allah, dan tidak akan mendapat perkenan-

Nya.  

Lihatlah di sini:  

(1) Kekudusan kodrat Allah. saat   ia berkata, “Engkau bukan-

lah Allah yang berkenan kepada kefasikan,” yang dimak-

sudkannya, “Engkau yaitu   Allah yang membenci kefasik-

an, sebab   kefasikan sungguh bertentangan dengan ke-

murnian dan kelurusan-Mu yang tak terhingga, serta 

dengan kehendak suci-Mu.” Meskipun para pembuat keja-

hatan makmur, janganlah ada orang yang menyimpulkan 

bahwa Allah berkenan kepada kefasikan. Ia juga tidak ber-

kenan dengan hal-hal palsu yang dipakai manusia dengan 

alasan untuk menghormati-Nya, seperti yang diperbuat 

orang-orang yang membenci saudaranya dan mengucilkan 

mereka, serta berkata, “baiklah TUHAN menyatakan kemu-

liaan-Nya.” Allah tidak berkenan kepada kefasikan, meski-

pun ditutupi oleh jubah agama. Oleh sebab itu, biarlah 

orang-orang yang bersuka di dalam dosa sadar bahwa Allah 

tidak bersuka di dalam mereka. Dan juga, janganlah ada 

orang yang berkata apabila ia dicobai, “Pencobaan ini da-

tang dari Allah!,” sebab Allah bukanlah pencipta dosa. 

Orang jahat takkan menumpang pada-Nya, maksudnya, ke-

jahatan tidak akan selalu diizinkan dan dibiarkan menang. 

Dr. Hammond berpendapat bahwa ini merujuk pada hu-

kum Musa yang tidak mengizinkan orang asing, yang ber-

sikeras melakukan penyembahan berhala, untuk tinggal di 

negeri Israel.  

(2)  Keadilan pemerintahan-Nya. Orang bodoh tidak akan tahan 

di depan mata-Nya. Maksudnya, mereka tidak akan terse-

nyum di hadapan-Nya, atau diizinkan untuk mengiringi-

Kitab Mazmur 5:1-7 

 69

Nya. Mereka juga tidak akan dibenarkan pada hari pengha-

kiman agung. Para pembuat kejahatan yaitu   orang-orang 

yang sangat bodoh. Dosa yaitu   kebodohan, dan orang-

orang berdosa yaitu   orang-orang yang terdungu dari se-

mua orang bodoh. Mereka bodoh bukan oleh sebab   per-

buatan Allah (dan mereka perlu dikasihani), sebab Ia tidak 

membenci apa pun yang diciptakan-Nya, melainkan bodoh 

sebab   perbuatan mereka sendiri. Orang-orang seperti itu 

dibenci oleh Dia. Orang-orang fasik membenci Allah. Oleh 

sebab itu, sudah sewajarnyalah mereka dibenci oleh-Nya, 

dan ini berarti kesengsaraan dan kehancuran bagi mereka 

untuk selama-lamanya. “Barangsiapa yang Engkau benci 

pasti akan Engkau hancurkan.” Terutama ada dua macam 

orang berdosa yang ditandai di sini untuk dibinasakan:  

[1] Orang-orang yang bodoh, yang berkata bohong atau 

dusta, dan yang menipu. Ada penekanan khusus yang 

diberikan kepada orang-orang berdosa jenis ini, yakni, 

semua pendusta (Why. 21:8), dan setiap orang yang 

mencintai dusta dan yang melakukannya (Why. 22:15). 

Tidak ada hal lain lagi yang lebih bertentangan dengan 

Allah segala kebenaran selain dari masalah dusta ini, 

dan oleh sebab itu lebih dibenci oleh Dia.  

[2]  Orang-orang yang kejam: Engkau jijik melihat penumpah 

darah. Kebiadaban yang tidak berperikemanusiaan sung-

guh tidaklah kurang pertentangannya dengan Allah yang 

penuh rahmat, yang mencintai belas kasih. sebab   itu 

kebiadaban sama dibenci oleh Dia. Dengan cara khu-

sus, para pendusta dan pembunuh dikatakan menyeru-

pai Iblis dan merupakan anak-anaknya, dan oleh sebab 

itu sudah sewajarnyalah Allah jijik melihat mereka. Se-

mua ini yaitu   sifat musuh-musuh Daud, dan orang-

orang seperti ini hingga kini masih menjadi musuh-

musuh Kristus dan jemaat-Nya. Mereka ini sepenuhnya 

telah kehilangan segala kebajikan dan kehormatan. Ka-

rena itu, semakin buruk mereka, semakin yakin kita 

akan kehancuran yang menimpa mereka pada waktu-

nya nanti. 


 70

Dalam menyanyikan ayat-ayat ini, dan mendoakannya, kita harus 

semakin menggiatkan diri kita sendiri untuk melakukan kewajiban 

berdoa. Kita harus mendorong diri kita sendiri untuk berbesar hati 

dalam berdoa, sebab   kita tidak akan mencari Tuhan dengan sia-sia. 

Selain itu, kita harus mengungkapkan kebencian kita terhadap dosa, 

dan pengharapan kita yang dalam akan hari kemunculan Kristus, 

yang akan menjadi hari kebinasaan bagi orang-orang fasik.  

Kesenangan Beribadah Secara Berjemaat;  

Kebahagiaan Orang Benar  

(5:8-13)  

8 Tetapi aku, berkat kasih setia-Mu yang besar, aku akan masuk ke dalam 

rumah-Mu, sujud menyembah ke arah bait-Mu yang kudus dengan takut 

akan Engkau. 9 TUHAN, tuntunlah aku dalam keadilan-Mu sebab   seterartikel  ; 

ratakanlah jalan-Mu di depanku. 10 Sebab perkataan mereka tidak ada yang 

jujur, batin mereka penuh kebusukan, kerongkongan mereka seperti kubur 

ternganga, lidah mereka merayu-rayu. 11 Biarlah mereka menanggung kesa-

lahan mereka, ya Allah, biarlah mereka jatuh sebab   rancangannya sendiri; 

buanglah mereka sebab   banyaknya pelanggaran mereka, sebab mereka 

memberontak terhadap Engkau. 12 Tetapi semua orang yang berlindung 

pada-Mu akan bersukacita, mereka akan bersorak-sorai selama-lamanya, ka-

rena Engkau menaungi mereka; dan sebab   Engkau akan bersukaria orang-

orang yang mengasihi nama-Mu. 13 Sebab Engkaulah yang memberkati orang 

benar, ya TUHAN; Engkau memagari dia dengan anugerah-Mu seperti perisai. 

Dalam ayat-ayat di atas Daud menggambarkan tiga macam watak, 

yaitu dari dirinya sendiri, dari musuh-musuhnya, dan dari semua 

umat Allah. Ia juga menaikkan sebuah doa untuk masing-masing 

dari mereka.  

I.   Ia memberikan gambaran tentang dirinya sendiri dan berdoa bagi 

dirinya (ay. 8-9).  

1.  Dengan teguh ia bertekad untuk tetap dekat kepada Allah dan 

terus menyembah Dia. Orang-orang berdosa pergi menjauh 

dari Allah, dan dengan begitu mereka menjadikan diri mereka 

sendiri menjijikkan bagi kekudusan-Nya dan menjengkelkan 

bagi keadilan-Nya: “Tetapi aku, kekudusan dan keadilan-Mu 

itu tidak akan menghalang-halangi aku dari-Mu.” Kekudusan 

dan keadilan Allah sama sekali tidak menjadi kengerian bagi 

orang yang lurus hati, tidak akan menjauhkan mereka dari 

Allah. Sebaliknya, oleh kekudusan dan keadilan-Nya itu me-

Kitab Mazmur 5:8-13 

 71

reka justru diundang untuk melekat kepada-Nya. Daud ber-

tekad,  

(1) Untuk menyembah Allah, untuk memberikan penghormat-

an kepada-Nya, dan untuk memberikan kepada Allah ke-

muliaan sebab   nama-Nya.  

(2) Untuk menyembah Dia di tengah-tengah jemaat: “Aku akan 

masuk ke dalam rumah-Mu, ke dalam pelataran rumah-Mu, 

untuk menyembah di sana dengan penyembah-penyembah 

setia yang lain.” Daud banyak beribadah secara sembunyi-

sembunyi, sering berdoa sendirian (ay. 3-4), namun ia juga 

sangat tekun dan setia datang ke tempat kudus. Kewajib-

an-kewajiban pribadi dirancang untuk menyiapkan kita 

menjalankan ketetapan-ketetapan ibadah umum, dan bu-

kan malah menghindarkan kita darinya.  

(3) Untuk menyembah-Nya dengan rasa hormat dan dengan 

kesadaran penuh akan jarak yang tak terhingga antara 

Allah dan manusia: “Dengan takut akan Engkau aku akan 

menyembah, dengan sikap hormat yang kudus akan Allah 

pada jiwaku” (Ibr. 12:28). Allah harus sangat ditakuti oleh 

semua orang yang menyembah-Nya.  

(4) Untuk mendapatkan dorongan saat beribadah hanya dari 

Allah sendiri.  

[1] Dari kasih setia-Nya yang tak terhingga. Kasih setia Allah 

yang berlimpahlah (yaitu kekayaan kasih setia yang tiada 

habisnya yang terdapat di dalam Allah, dan bukti serta 

contoh dari kasih setia itu, yang tak terbilang banyak-

nya yang kita terima dari-Nya) yang diandalkan Daud 

saat dia mendekati Allah. Bukan jasa atau keadaan hi-

dupnya yang benar yang diandalkannya. Kasih setia 

Allah haruslah menjadi dasar pengharapan-pengharap-

an kita maupun sumber sukacita kita dalam segala 

urusan kita dengan-Nya.  

[2] Dari sarana ibadah yang sudah didirikan, yang pada 

waktu itu berupa bait suci, dan di dalam mazmur ini 

disebut bait-Mu yang kudus. Bait suci itu merupakan 

pelambang dari Kristus, Sang Pengantara satu-satunya 

yang agung, yang menyucikan ibadah sama seperti bait 

suci menyucikan emas di dalamnya. Kepada Dialah kita 


 72

harus mengarahkan pandangan kita dalam segala iba-

dah kita, seperti halnya para penyembah pada zaman 

Daud saat   mengarahkan pandangan mereka ke Bait 

Suci. 

2. Dengan sungguh-sungguh ia berdoa agar Allah, dengan anuge-

rah-Nya, membimbing dan menjaganya selalu di jalan kewajib-

annya (ay. 9): Tuntunlah aku dalam keadilan-Mu sebab   seteru-

ku. “sebab   orang-orang yang mengawasiku, yang mengamati 

kalau-kalau aku lengah, lalu mencari kesempatan untuk mela-

wan aku.”  

Lihatlah di sini:  

(1) Bagaimana Daud memanfaatkan dengan baik kebencian 

musuh-musuh yang melawannya. Semakin penasaran me-

reka dalam mencari-cari kesalahan padanya, agar dengan 

demikian mereka dapat menuduhnya, semakin waspada 

dia untuk menghindari dosa dan segala sesuatu yang tam-

pak sebagai dosa, dan semakin dia berhasrat untuk selalu 

didapati berada di jalan Allah dan di dalam kewajiban yang 

baik. Demikianlah, dengan hikmat dan anugerah, kebaikan 

dapat timbul dari kejahatan.  

(2)  Jalan benar yang diambil Daud untuk mengacaukan orang-

orang yang mencari-cari kesempatan untuk melawannya. 

Ia mempercayakan dirinya kepada bimbingan ilahi, memo-

hon kepada Allah baik melalui pemeliharaan-Nya maupun 

melalui anugerah-Nya untuk membimbingnya di jalan yang 

benar, dan menjaganya agar tidak menyimpang darinya, 

kapan pun itu, dalam contoh apa pun juga, sehingga mu-

suh-musuhnya yang paling licik dan lihai sekalipun, se-

perti musuh-musuh Daniel, tidak dapat menemukan ke-

sempatan untuk melawannya. Jalan kewajiban kita di sini 

disebut jalan Allah, dan pembenaran-Nya, sebab   Ia mem-

berikan ketetapan kepada kita melalui hartikel  m-hartikel  m-Nya 

yang adil dan kudus, yang jika kita dengan tulus menem-

patkannya di hadapan kita sebagai pedoman kita, maka 

kita di dalam iman dapat memohon kepada Allah untuk 

membimbing kita dalam segala perkara-perkara khusus. 

Untuk mengetahui bagaimana doa Daud ini dijawab, lihat 1 

Samuel 18:14-15.    

Kitab Mazmur 5:8-13 

 73

II.  Ia memberikan gambaran tentang musuh-musuhnya, dan berdoa 

melawan mereka (ay. 10-11).  

1.  Jika gambarannya tentang mereka benar, seperti yang tidak 

diragukan lagi, maka tabiat mereka sungguh sangat buruk. 

Mereka pasti benar-benar orang jahat, sebab   jika tidak demi-

kian, mereka tidak akan bermusuhan dengan seseorang yang 

menjadi buah hati Allah. Sebelumnya Daud mengatakan (ay. 

7) bahwa Allah membenci penumpah darah dan penipu. “Seka-

rang, Tuhan,” ujarnya, “itulah tabiat musuh-musuhku: mere-

ka penipu, tidak bisa dipercaya, sebab perkataan mereka tidak 

ada yang jujur.” Mereka menganggap bukanlah dosa untuk 

berbohong secara sengaja jika itu dapat menjelek-jelekkan 

Daud, dan membuatnya dibenci orang. “Tuhan, tuntunlah 

aku,” pintanya (ay. 9), “sebab dengan orang-orang seperti ini-

lah aku harus berurusan. Ketidakbersalahanku saja tidak bisa 

menjadi jaminan untuk melawan fitnahan mereka. Apakah 

mereka berkata-kata dengan jujur? Apakah mereka berbicara 

tentang perdamaian dan persahabatan? Tidak, lidah mereka 

merayu-rayu. Apa yang mereka katakan itu dirancang untuk 

menutup-nutupi kebencian mereka, supaya tercapailah mak-

sud mereka itu dengan lebih aman. Apa pun kepura-puraan 

yang mereka tunjukkan berkenaan dengan agama atau persa-

habatan, yakni dua hal yang suci, mereka tidak sungguh-

sungguh dengan keduanya: Batin mereka penuh kebusukan itu 

sendiri. Batin mereka sendiri yaitu   kebusukan. Mereka juga 

penumpah darah, sebab kerongkongan mereka seperti kubur 

ternganga, kejam seperti kubur, menganga untuk menerkam 

dan menelan bulat-bulat. Mereka tak terpuaskan seperti ku-

bur, yang tidak pernah berkata, cartikel  p” (Ams. 30:15-16). Per-

kataan ini dikutip (Rm. 3:13) untuk menunjukkan kebejatan 

yang umum dilakukan umat manusia, sebab mereka semua 

secara alamiah cenderung pada kejahatan (Tit. 3:3). Kubur 

ternganga bagi mereka semua, tetapi mereka sendiri seperti 

kubur yang menganga bagi satu sama lain.  

2.  Jika doanya yang melawan mereka itu didengar, seperti yang 

tidak diragukan lagi, maka celakalah mereka. Orang akan di-

perlakukan sesuai dengan siapa mereka dan apa yang mereka 

perbuat. Ia berdoa kepada Allah untuk menghancurkan mere-

ka, sesuai dengan apa yang telah dikatakan-Nya, ay. 7, “Eng-


 74

kau akan membinasakan orang-orang yang bertabiat seperti 

ini,” jadi biarlah mereka jatuh. Dan memang orang-orang ber-

dosa akan segera jatuh sendiri ke dalam kehancuran jika me-

reka dibiarkan begitu saja. Ia berdoa agar mereka dibuang 

keluar dari perlindungan dan kebaikan-Nya, dari milik pusaka 

Tuhan, dari negeri orang-orang hidup. Sungguh celakalah 

orang-orang yang dibuang Allah. “sebab   dosa-dosa mereka, 

mereka pantas dihancurkan. Ada cartikel  p banyak alasan untuk 

membenarkan Allah dalam menolak mereka u