Home » Archives for Januari 2024
Jumat, 19 Januari 2024
warga Jawa sebelum menerima pengaruh agama dan kebudayaan Hindu, masih dalam taraf animistis dan
dinamistis. Kejawen adalah ajaran spiritual asli leluhur tanah Jawa, yang belum terkena pengaruh budaya luar yang
diturunkan dari generasi ke generasi yang sudah ada sejak dahulu sebelum agam hindu, budha dan Islam masuk ke
Indonesia. Ajaran Syekh Siti Jenar merupakan ajaran kebatinan. Syekh Siti Jenar memicu kontroversi karena
sebagai tokoh penyebar ajaran “wihdatul wujud”. Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah perbandingan
antara ajaran Kejawen dengan ajaran Syekh Siti Jenar. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
dan menganalisis persamaan dan perbedaan antara ajaran Kejawen dengan ajaran Syekh Siti Jenar. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian sejarah. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah antropologi religi
dengan teori fungsional dan simbolisme. Hasil dari penelitian ini adalah mengetahui perbandingan antara ajaran
Kejawen dengan ajaran Syekh Siti Jenar dalam memandang Tuhan, manusia dan alam.
Manunggaling Kawula Gusti
tetap lestari, hal ini mengindikasikan bahwa
kepercayaan warga terhadap tradisi masih melekat
kuat Dengan masuknya agama
Hindu, Budha, dan Islam ke Bumi Nusantara dan atau ke
tanah Jawa maka yang terjadi adalah percampuran antara
adat istiadat tradisi setempat dengan budaya luar yang
mengikuti agama yang masuk ini , hal ini semakin
melengkapi kebudayaan Jawa yang sudah ada termasuk
dalam sisi spiritual yaitu lebih memperkokoh keimanan
dan ketaqwaan serta keyakinan kepada Tuhan Yang Maha
Esa bahwa Tuhan itu Ada dan hanya Satu
Metode yang diterapkan oleh penyebar Islam
khususnya yang berada di tanah Jawa adalah metode
tasawuf. Syekh Siti Jenar merupakan tokoh terkenal
dikalangan umat Islam Indonesia, khususnya dikalangan
orang Jawa. Kehadiran Syekh Siti Jenar dalam sejarah
Islam memicu kontroversi karena sebagai tokoh
penyebar ajaran “wihdatul wujud”, dalam konsepsi
wihdatul wujud dinyatakan bahwa yang maujud atau
segala yang ada ini hanyalah “satu” dan “tunggal” yang
tidak dapat dibagi dan atau di duakan. Dengan prinsip itu
tidak ada yang maujud dan ada, kecuali Allah belaka,
sehingga segala yang tampak ada dalam alam semesta ini
hanyalah gambaran dan penampakan semata-mata dari
yang ada itu, yakni Allah. Hampir selalu membangkitkan
perbedaan pandangan yang tajam, khususnya berkaitan
dengan gagasan ke-Tuhan-an, hari akhirat, surga-neraka,
makna kematian dan kehidupan serta fungsi syari’ah
Ajaran Kejawen sampai sekarang menjadi
kepercayaan leluhur warga Jawa yang tidak bisa
ditinggalkan karena sudah menjadi kebudayaan asli
warga Jawa, sama halnya dengan ajaran makrifat
yang diterapkan oleh Syekh Siti Jenar, baik yang
berdampak positif maupun negatif. Penulis tertarik ingin
meneliti ajaran Kejawen maupun ajaran Syekh Siti Jenar
karena penulis mengetahui ajaran leluhur warga
Jawa ini tidak banyak diketahui dan dipahami oleh
warga Jawa. Penulis berusaha menguraikan tentang
persamaan dan perbedaan antara ajaran Kejawen dengan
ajaran Syekh Siti Jenar dalam memandang Tuhan,
manusia, dan alam.
Permasalahan yang dibahas dalam artikel ini
adalah 1) Bagaimanakah pokok ajaran Kejawen, 2)
Bagaimanakah pokok ajaran Syekh Siti Jenar, 3) Apakah
persamaan dan perbedaan antara ajaran Kejawen dengan
ajaran Syekh Siti Jenar. Sedangkan tujuan penulis adalah
1) Mendeskripsikan pokok ajaran Kejawen, 2)
Mendeskripsikan pokok ajaran Syekh Siti Jenar, 3)
Menganalisis persamaan dan perbedaan ajaran Kejawen
dengan ajaran Syekh Siti Jenar. Hasil penelitian ini
diharapkan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat
diantaranya 1) Bagi mahasiswa calon guru sejarah, dapat
menambah wawasan pengetahuan sejarah serta memenuhi
salah satu kompetensi guru terutama kompetensi
penguasaan materi, 2) Bagi almamter FKIP Universitas
Jember, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan
sebagai wujud nyata dalam rangka pelaksanaan Tri
Dharma Perguruan Tinggi yaitu dharma penelitian serta
dapat menambah khasanah kepustakaan Universitas
Jember; 3) Dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi
kajian-kajian dalam bidang kesejarahan.
Metode yang digunakan penulis adalah metode penelitian
sejarah yang terdiri dari proses heuristik, kritik,
interpretasi, dan historiografi. Penelitian ini
menggunakan pendekatan antropologi religi dan teori
yang digunakan adalah fungsional dan simbolisme.
Antropologi religi adalah antropologi yang mempelajari
tentang kepercayaan manusia terhadap sesuatu kekuatan
gaib yang dianggap lebih dari padanya ,Pendekatan antropologi religi dapat diketahui
mengenai kepercayaan masayarakat Jawa tentang suatu
ajaran hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan
manusia dengan manusia, serta hubungan manusia
dengan alam yang dianggap sudah menjadi pola hidup
warga Jawa sampai saat ini, suatu ajaran tentang
ajaran Kejawen maupun ajaran Syekh Siti Jenar. Teori
simbolisme memandang kebudayaan pada dasarnya terdiri
atas gagasan-gagasan, simbol-simbol, dan nilai-nilai
sebagai hasil karya dari tindakan manusia. Simbol
memiliki kaitan erat dengan kebudayaan manusia.
Sikap dan perilaku manusia merupakan sesuatu yang
dipelajari. Ego manusia tidak pernah tercipta dengan dan
oleh dirinya sendiri .
1. Tuhan dalam Pandangan Ajaran Kejawen
Orang Jawa sering menyebut Ingsun sebagai
representasi Tuhan. Ingsun juga disebut Sang Alip.
Ingsun berarti aku, namun dalam agama Jawa yang
dimaksud adalah Tuhan. Agama Jawa senantiasa
mengajak warganya untuk menghayati Ingsun sampai ke
dasar hati. Jika orang Jawa mampu menghayati Ingsun,
menandai orang itu sudah paham jati dirinya. Jati diri ini
tidak lain merupakan identitas diri yang amat berharga.
Ingsun dan Tuhan sering disejajarkan. Orang Jawa
menganggap Ingsun itu sebagai aku (ego). Oleh karena itu
dalam diri ada pancaran Tuhan, sering ada pandangan
Ingsun sama dengan Tuhan. Manungso iku bisa
kadunungan dating pangeran, nanging aja darbe pangira
yen manungsa mau bisa diarani pangeran yang artinya
manusia itu dapat memiliki zat Tuhan, namun jangan
beranggapan bahwa dengan demikian manusia itu dapat
disebut Tuhan .
Dalam ajaran kejawen hendaknya selalu
menjalani kehidupan dengan mengikuti aturan-aturan
hidup (tata paugeraning urip) karena tata peugeraning
urip itu juga termasuk dan meliputi dengan etika. Tata
cara dari laku lahir dan laku batin yang oleh orang Jawa
sering disebut dengan tata urip, tata krama dan tata laku.
Tata urip berarti bahwa selagi kita hidup sebagai manusia
yang berasal dan akan kembali kepada Tuhan hendaknya
memperhatikan dan akan kembali kepada Tuhan
hendaknya memperhatikan dan melaksanakan semua
rambu-rambu aturan kehidupan dengan baik agar supaya
tetap dapat selamat sejahtera dari awal perjalanan hidup
sehingga akhir hayat atau dalam ungkapan Jawa
dinyatakan dengan urip sepisan mati sepisan. Tata laku
berarti bahwa dalam menjalani hidup atau kehidupan
supaya dapat berlangsung baik, ada keseimbangan antara
laku lahir dan laku batin, maka kita harus dapat
merencanakan dan dapat mengatur hidup atau kehidupan
beserta iramanya agar apapun yang kita cita-citakan dapat
tercapai dengan baik sesuai dengan aturan dan kehendak
Tuhan. Orang Jawa memahami laku dengan nilai-nilai
Kejawen, disertai semedi dan tirakat. Sedangkan tata
krama berarti etika kehidupan atau sopan santun yang
dalam Bahasa Jawa disebut dengan unggah-unggah,
dengan unggah-unggah ini adalah merupakan salah satu
dari tindakan memanusiakan manusia yang merupakan
salah satu bagian dari hamemayu bayuning bawana. Tata
paugeraning urip maksudnya mengatur manusia sebagai
makhluk sosial yang tidak bisa hidup dan berdiri sendiri,
hendaknya dapat menempatkan diri sesuai etika moral
seperti menghormati atau menghargai orang lain terutama
orang yang lebih tua baik dari cara atau sikap maupun
cara berbicara dan lain-lain. Dengan melaksanakan tata
peugeraning urip maka akan terbentuk suatu warga
yang menghargai satu sama lain dan mencegah adanya
ketersinggungan satu sama lain yang tidak perlu terjadi
sehingga tidak perlu ada rasa sakit hati di antara sesama
sehingga dengan demikian dapat tercapai suatu kondisi
warga yang guyuban dan rukun .
Manunggaling Kawula Gusti falsafah ini
termasuk falsafah dalam kehidupan orang Jawa. Manusia
harus mendekatkan dirinya kepada Tuhan, manusia dan
Tuhan haruslah jumbuh. Manunggaling Kawula Gusti
akan menciptakan ketenangan batin dan pada akhirnya
ditemukan sebuah keharmonisan antara manusia dengan
Tuhan. Tujuan hidup manusia adalah bersatu dengan
Tuhan. Persatuan yang dianggap lebih sempurna di dalam
hidup manusia adalah ketika manusia menghadapi ajal.
Manunggaling merupakan suatu perwujudan sikap
menembah. Menembah adalah menghubungkan diri
secara sadar, mendekat, menyatu dan manunggal dengan
Tuhan. Konsep ini berarti bahwa Tuhan bersemayam
dalam diri manusia. Menurut pandangan Kejawen, pada
hakekatnya, manusia sangat dekat dengan Tuhan.
Manunggaling Kawula Gusti merupakan suatu
pengalaman dan bukan suatu ajaran. Pengalaman ini bisa
terjadi secara subyektif atau dalam bentuk kolektif. Hal ini
dapat diperoleh melalui jalan laku konsentrasi,
pengendalian diri, pemudharan (kebebasan batin dari
dunia indrawi), menguasai ngelmu sejati dan tahu hakikat
hidup. Manunggalng Kawula Gusti juga merupakan
konsep mendekatkan diri dengan Tuhan agar setiap
manusia memiliki keharmonisan hidup
2. Manusia dalam Pandangan Ajaran Kejawen
Memayu hayuning bawana berarti watak dan
perbuatan yang senantiasa mewujudkan dunia selamat,
sejahteran dan bahagia, memayu hayunng bawana berarti
juga bagaimana manusia menjaga perdamaian dunia.
Memayu hayuning bawana tidak lepas dari aspek
kewajiban luhur dan sikap hidup manusia Jawa. Hakekat
hidup tidak akan lepas dari upaya berbuat baik terhadap
sesama. Sikap semacam ini, tergolong perilaku yang
terpuji karena mampu menghiasi dan memperindah
dunia. Ketentraman dan kedamaian adalah dasar
kemuliaan hidup warga Jawa. Dunia sekitar manusia
adalah ciptaan Tuhan yang patut dihiasi dengan perbuatan
baik. Usaha ini dilandasi dengan semangat memberantas
angkara murka serta melebur atau menghapus nafsu-nafsu
rendah manusia. Selain itu dperlukan juga usaha
menolong sesama tanpa pamrih. Selain itu, sikap memayu
hayuning bawana mencerminkan kepekaan manusia Jawa
dalam menghadapi lingkungan hidupnya. Kepekaan hati
yang bersih ini akan menjadi modal penyeimbang batin.
Jika memayu hayuning bawana sudah menjadi pedoman
hidup, maka sikap dengki, jail akal hilang dengan
sendirinya. Seluruh makhluk adalah suatu komponen
hidup yang harus dijaga dan diselamatkan agar tercipta
hidup harmonis .
Ada dua bahaya yang mengancam hidup
manusia, yaitu nafsu (hawa nepsu) dan pamrih. Oleh
sebab itu manusia harus mengontrol nafsunya dan
melepaskan pamrihnya. Nafsu adalah perasaan kasar
karena menggagalkan kontrol diri manusia dan
membelenggunya secara buta kepada dunia. Nafsu-nafsu
memperlemah manusia karena memboroskan kekuatan-
kekuatan batin tanpa guna. Nafsu yang membahayakan
disebut malima, yaitu lima nafsu yang mulai dengan m
(ma) : madat, madon, minum, mangan, main. Untuk
mengontrol nafsu-nafsu adalah berguna untuk melakukan
sekedar laku tapa sedikit mengurangi makan dan tidur,
menguasai diri di bidang seksual, dan lain sebagainya.
Tapa lahiriah bisa memperkuat kehendak dalam usaha
untuk mempertahankan keseimbangan batin dan agar
berlakuan sesuai dengan tuntutan keselarasan sosial.
Bahaya kedua yang harus diperhatikan orang
adalah pamrih. Bertindak karena pamrih berarti hanya
mengusahakan kepentingan dirinya sendiri dan tidak
memperhatikan kepentingan orang lain (warga ).
Pamrih jelas memperlemah manusia dari dalam, dan
barang siapa yang mengejar pamrih-nya, memutlakkan
keakuannya sendiri, mengisolasikan dirinya sekaligus
memotong diri dari sumber kekuatan batin. Pamrih
terutama terlihat dalam tiga nafsu, yaitu senantiasa ingin
menjadi orang yang pertama (nepsu menange dewe),
menganggap diri selalu betul (nepsu benere dhewe) dan
hanya memperhatikan kebutuhan dirinya sendiri (nepsu
butuhe dhewe). Sikap-sikap lain yang tercela adalah
kebiasaan untuk menarik keuntungan sendiri dari setiap
situasi tanpa memperhatikan orang lain (ngaji mumpung)
atau untuk mengira bahwa karena jasa-jasa tertentu kita
memiliki lebih banyak hak dari yang lainnya (dumeh)
3. Alam dalam Pandangan Ajaran Kejawen
Hidup ini menurut pandangan Jawa sangat
singkat, prasasat mung mampir ngombe ibarat hanya
singgah untuk minum sangat tepat untuk menggambarkan
betapa singkatnya waktu yang harus dijalani manusia
dalam hidupnya. Oleh karena hanya sebentar, maka waktu
yang tidak lama tadi harus digunakan dengan sebaik-
baiknya agar bila roh kita lepas dari raganya tidak keliru
“tempat hinggapnya” kelak. Tempat hinggap tadi
ditentukan oleh amal dan perbuatan kita selama hidup di
dunia. Kalau kita selalu berbuat sesuai dengan yang
diridhoi Tuhan tentulah kita akan selamat. Konsep
sangkan paraning dumadi dalam artian metaphisis (alam
gaib) dapat dijelaskan melalui asal usul pembentukan
kata. Sangkaning Dumadi, yang berarti asal menjelmanya
atau lahirnya Jiwa atau Sukma manusia yang disebut
“Pancer” adalah dari alam gaib, lahir hidup ke alam
dunia, dengan jalan atau proses: pakaian empat anasir
alam: Udara-Air-Api-Tanah, yang rohnya menjadi empat
saudara jiwa yang lahir menjadi manusia ke dunia,
melalui perantara laki-laki atau bapa dan perempuan atau
ibu yang bersifat positif dan negatif. Itulah sebabnya
dikalangan leluhur orang Jawa sejak jaman purba
memiliki pengetahuan/ilmu tentang “Sadulur Papat
Lima Pancer” .
Sangkan Paraning Dumadi adalah pandangan
hidup Kejawen yang membicarakan asal usul dan tujuan
segala sesuatu yang ada di dunia. Pengertian hakiki
sangkan dan paran sebenarnya sama dengan pola
kehidupan Kejawen. Menurut pandangan kejawen,
manusia dan segala yang ada di alam semesta berasal dari
Tuhan dan kelak akan kembali kepadaNya, urip iku saka
pangeran, bali marang pangeran .
Jalan kita pada dasarnya telah ditentukan oleh Tuhan dan
manusia tinggal menjalani saja dengan penuh kepasrahan
dan keikhlasan yang dalam istilah Jawa disebut dengan
sumarah-sumeleh kepada Tuhan, namun sebagai kodrat
manusia hidup maka tetap harus berusaha dan tidak pasif
tetapi harus selalu aktif terkendali .
Hidup di dunia, yang alam pemikiran Jawa
disebut alam madya (alam tengah), di ibaratkan hanya
sebagai mampir ngombe, singgah sebentar untuk minum.
Pendirian semacam ini adalah konsekuensi logis dari
keyakinan yang lebih mendasar, yaitu bahwa manusia
(dan semua makhluk ciptaan Tuhan) itu terdiri dari dua
dimensi utama, yaitu dimensi jasmani dan dimensi rohani.
Jasmani atau raga adalah bersifat sementara. Ia bisa lahir,
tumbuh, berkembang dan musnah. Roh adalah abadi. Ia
selalu dan tetap ada dalam alam keabadian, yang dalam
keyakinan Jawa terdiri dari alam purwa (sebelum “lahir”
ke alam madya), alam madya atau madyapada, yaitu
dunia kita sekarang ini dan alam wasana (setelah
kematian raga). Dibanding dengan alam keabadian yang
tidak mengenal awal dan akhir, maka hidup di dunia ini
memang amat sangat singkat. Itulah sebabnya orang Jawa
mengibaratkannya hanya sebagai persinggahan sementra
untuk minum. Apa yang dilakukan manusia dalam
persinggahan singkat di dunia yang fana ini menentukan
nasib dan arah perjalanan selanjutnya .
1. Tuhan dalam Pandangan Ajaran Syekh Siti Jenar
Konsep Manunggaling Kawula Gusti (kesatuan
manusia dengan Tuhan), artinya cita hidup yang harus di
capai oleh manusia adalah mendapatkan penghayatan
kesatuan dengan Tuhannya. Hidup manusia katitipan atau
mengandung rahsa Dzat yang Agung. Berarti Dzat Tuhan
bersemayam dalam hidup manusia. Rupa manusia
kawimbuhan atau mengandung warna Dzat Tuhan yang
bersifat elok. Nama manusia diakui sebagai sebutan
Tuhan, dan tingkah laku manusia mencerminkan
perbuatan Tuhan. Jadi dalam kesatuan antara manusia
dengan Tuhan, diajarkan bahwa kehidupan dan tingkah
laku manusia merupakan pencerminan kehidupan dan
perbuatan Tuhan. Kehidupan manusia yang dalam
keadaan manunggal, merupakan pencerminan Tuhan di
atas dunia .
Menurut ajaran Syekh Siti Jenar, Allah
hanyalah nama. Karena Sang Khaliq disebut dengan
istilah sesuai dengan tradisi. Sehingga, menurut Syekh
Siti Jenar jika seseorang menyebut nama dalam berdzikir,
maka manusia itu dianggap musyrik karena menyembah
nama (istilah), bukan menyembah keberadaan Sang
Khaliq (Fajar tanpa tahun: 25). Pemahaman ini
terpengaruh oleh konsep tasawuf para ulama terdahulu.
Dalam teori kesufian, nama Allah memang dijumpai
dalam Al Quran. Tuhan disebut Allah. Pada mulanya
nama Allah digunakan untuk menyebut sesuatu yang
dianggap sebagai sumber asal usul segala yang ada. Istilah
Allah sebenarnya berasal dari kata aliha yang artinya
sesuatu yang membingungkan, mengagumkan, memikat
hati, dan mempesona. Dalam kesadaran setiap manusia
ada sesuatu yang dianggap sebagai wujud darinya segala
yang ada ini berasal. Wujud yang dirinya tidak diketahui
dan tak terjangkau manusia, suatu misteri yang
memicu rasa kehebatan dan keingin tahuan yang tak
pernah ada habis-habisnya .
2. Manusia dalam Pandangan Ajaran Syekh Siti Jenar
Ajaran Syekh Siti Jenar merupakan ajaran
kebatinan. Suatu ajaran yang menekankan aspek kejiwaan
daripada aspek lahiriah yang kasat mata. Intinya ialah
konsep tujuan hidup. Sesorang tidak harus menunggu
sampai mati atau sampai kiamat untuk mendapatkan
surga. Surga bisa kita jumpai didunia ini. Surga terletak
di dalam jiwa manusia. Jika jiwa telah bersih dari
gangguan hawa nafsu dan dapat menyatu dengan Gusti
Allah, maka di dunia ini akan merasakan sesuatu
kenikmatan surga. Misalnya menolong orang yang lemah,
lalu hati menjadi ikhlas dan puas inilah yang disebut
surga. Sedangkan neraka, jika hawa nafsu telah
menguasai diri seseorang, jiwanya meronta dan merasa
bersalah, maka menjadi tersiksa. Siksaan yang dirasakan
gelisah pikirannya inilah yang dinamakan neraka.
Tujuannya hanya satu, agar menghindari budi buruk dan
terdorong untuk membersihkan jiwa dalam menempuh
jalan menuju Tuhan. Badan adalah sesuatu yang lahiriah,
sedangkan yang utama jiwa atau roh, karena jiwa bisa
berhubungan dengan Allah. Bahkan menyatu dengan
Dzatnya. Tubuh terdiri dari sumsum, daging, urat, darah
dan tulang. Semua itu bisa rusak bisa tua bisa mati, lalu
hancur menjadi tanah. Jadi, jiwalah yang paling penting.
Jika tampilan jiwa seperti Tuhan, maka surga akan
didapatkannya. Manusia terdiri dari dua unsur, yaitu jiwa
dan raga. Raga membelenggu dan menyulitkan jiwa, Raga
memiliki sifat alam semesta, yang semula baru
kemudian rusak. Sedangkan jiwa tidak karena jiwa
merupakan penjelmaan Dzat Tuhan. Raga adalah barang
pinjaman yang suatu saat akan diminta oleh pemiliknya.
Syekh Siti Jenar mengajarkan ilmu melepaskan Jiwa,
artinya bahwa kematian adalah titik awal kehidupan yang
sebenarnya. Jika seseorang raganya mati, maka jiwanya
menjadi merdeka, sebab raga berhubungan dengan alam
semesta, sedangkan jiwa berkaitan dengan dzat Tuhan.
Kehidupan yang sejati itu tidak dapat dirasakn oleh raga
karena telah membusuk menjadi tanah. Tapi dirasakan
oleh jiwa .
3. Alam dalam Pandangan ajaran Syekh Siti Jenar
Dalam pandangan Syekh Siti Jenar dunia itu
alam kematian, tetapi sesungguhnya dunia itu juga
merupakan kebun akhirat. Dunia merupakan salah satu
petunjuk, karena dunia paling dekat di antara dua tempat.
Dua tempat itu ialah, tempat seseorang hendak pergi dan
batas tujuan seseorang, artinya dunia itu hanyalah
perjalanan yang harus ditempuh untuk mencapai satu
tujuan. Oleh karena itu sangat perlu untuk
mempersiapkan perbekalan dalam menempuh perjalanan
itu. Tubuh ini adalah kendaraan yang dapat
mengantarkan dalam menempuh alam kematian. Agar
tubuh mampu menempuh perjalanan dengan baik, maka
perlu adanya pengawalan. Pengawalan terhadap diri
(tubuh) ada dua macam, yaitu secara lahiriah dan secara
batiniah. Secara lahiriah itu mencakup yang sifatnya
tampak seperti gerakan-gerakan. Secara batiniah itu
mencakup yang sifatnya tidak tampak, misalnya
bagaimana tentara (pengawal) mencegah kemarahan,
nafsu syahwat, dan iri dengki dan sebagainya
Menurut ajaran Syekh Siti Jenar, tanda
kehidupan itu adalah berdasarkan dalil ‘hidup itu tidak
mempan kematian, abadi selama-lamanya, maka
kehidupan sesungguhnya dapat dicapai apabila sudah
mampu menyatukan diri bersama Dzat Allah. Atas dasar
itulah Syekh Siti Jenar mengatakan bahwa alam dunia ini
disebut alam kematian, bukan kehidupan , Syekh Siti Jenar selalu mengatakan kepada
para santrinya bahwa kehidupan duniawi adalah
kematian. Kehidupan yang sesungguhnya adalah jika
seorang telah menemui kematian. Hidup yang sebenarnya
adalah sesudah kematian, jadi manusia yang ada di dunia
ini tak lebih dari bangkai-bangkai yang berjalan. Syekh
Siti Jenar mengajarkan untuk tidak mencintai dunia ini
dan tidak terpesona dengan keindahannya. Carilah
kesenangan hati karena demi kehidupan yang mendatang,
kehidupan setelah mati .
1. Persamaan antara ajaran Kejawen dengan ajaran
Syekh Siti Jenar dalam memandang Tuhan,
Manusia, dan Alam
Ajaran Kejawen dan Syekh Siti Jenar
Tuhan
Tujuan hidup manusia adalah menyatu
dengan Tuhan. Menuju kesempurnaan
sejati “manunggaling kawula gusti”.
Manusia
Ajaran budi pekerti menuntun manusia
untuk menyatu dengan Tuhan,
menyingkirkan nafsu dan sikap pamrih.
Alam
perjalanan hidup manusia di dunia dengan
memilih dan menentukan lelakon nasibnya
sendiri-sendiri
2. Perbedaan antara ajaran Kejawen dengan ajaran
Syekh Siti Jenar dalam memandang Tuhan,
Manusia, dan Alam
Ajaran Kejawen Syekh Siti Jenar
Tuhan Orang Jawa
menganggap Ingsun itu
sebagai aku (ego). Oleh
karena itu dalam diri
ada pancaran Tuhan,
sering ada pandangan
Ingsun sama dengan
Tuhan. Manusia itu
dapat memiliki zat
Tuhan, namun jangan
beranggapan bahwa
dengan demikian
manusia itu dapat
disebut Tuhan.
Sesungguhnya di saat
Syekh Siti Jenar
menganggap dirinya
adalah Tuhan, bukan
berarti Syekh Siti
Jenar menjelma
menjadi Tuhan.
Ketika Syekh Siti
Jenar mengaku
sebagai Tuhan, maka
Syekh Siti Jenar
meniadakan pribadi
dirinya sendiri.
Manusia Ada dua bahaya yang
mengancam hidup
Ajaran Syekh Siti
Jenar merupakan
manusia, yaitu nafsu
(hawa nepsu) dan
pamrih. Oleh sebab itu
manusia harus
mengontrol nafsunya
dan melepaskan
pamrihnya.
ajaran kebatinan.
Suatu ajaran yang
menekankan aspek
kejiwaan daripada
aspek lahiriah yang
kasat mata.
Alam Hidup di dunia,
menurut alam
pemikiran Jawa
disebut alam madya
(alam tengah), di
ibaratkan hanya
sebagai mampir
ngombe, singgah
sebentar untuk
minum. Dalam
keyakinan Jawa
terdiri dari alam
purwa (sebelum
“lahir” ke alam
madya), alam madya
atau madyapada,
yaitu dunia kita
sekarang ini dan
alam wasana (setelah
kematian raga).
Dibanding dengan
alam keabadian yang
tidak mengenal awal
dan akhir, maka
hidup di dunia ini
memang amat sangat
singkat
Manusia di dunia ini
berada dalam alam
kematian, sebab
manusia mengalami
banyak neraka,
kesengsaraan,
kepanasan dan
kedinginan serta
kesedihan. Tidak
demikian halnya jika
manusia hidup dalam
alam yang nyata
sesudah manusia
mengalami kematian
dan kelepasan.
Perbandingan ajaran Kejawen dengan ajaran
Syekh Siti Jenar meliputi ajaran dalam memandang
Tuhan, manusia, dan alam. Ajaran dalam memandang
Tuhan menjelaskan mengenai kesempurnaan hidup sejati
untuk menyatu dengan Tuhan dalam inti ajaran Kejawen
dengan ajaran Syekh Siti Jenar. Pada ajaran Kejawen,
Tuhan disebut ingsun (aku) tetapi tidak boleh
beranggapan Tuhan itu adalah aku dan pada ajaran Syekh
Siti Jenar, menganggap dirinya adalah Tuhan “Tuhan
adalah aku”. inti dari ajaran Kejawen dan ajaran Syekh
Siti Jenar menjelaskan tentang kesempurnaan hidup sejati
dengan konsep manunggaling kawula gusti. Ajaran
tentang manusia dalam pandangan Kejawen dan Syekh
Siti Jenar ialah manusia hidup di dunia mengontrol hawa
nafsu dengan selalu berbuat baik, yang bermoral dan
beretika. Pada ajaran Syekh Siti Jenar tentang manusia,
manusia berusaha menyingkirkan hawa nafsu dengan
menekankan aspek kejiwaan, ketika jiwa sudah bersih
maka jiwa akan menyatu dengan Tuhan. Ajaran Kejawen
dengan Syekh Siti Jenar dalam memandang Alam ialah
kehidupan seperti roda yang berputar dan manusia
memilih kehidupan dengan menentukan nasibnya sendiri-
sendiri. Ajaran syekh siti jenar menganggap bahwa hidup
di dunia ini adalah alam kematian sedangkan alam
kehidupan yang sebenarnya adalah ketika sudah menyatu
dengan dzat Tuhan yaitu setelah jiwa dan raga ini di
ambil olehNya.
santet
Januari 19, 2024 video bobo
warga pesisir Kabupaten Rembang
masih percaya terhadap makhluk gaib yang
memiliki kekuatan untuk melakukan hal-hal
tertentu yang sebenamya tidak dapat diterima
oleh akal sehat manusia- Selain itu, merekajuga
percaya terhadap kebudayaan Jawa yang masih
dipengaruhi oleh kepercayaan animisme dan
dinamisme sehingga agama yang mereka
bercorak Kejawen atau disebut Agami Jawi
yang masih percaya dengan adanya ruh arwah gentayangan
halus atau makhluk gaib.
warga yang tinggal di daerah pantai,
khususnya pantai utara Jawa termasuk
Kabupaten Rembang dikenal dengan
warga pesisir. Pada umumnya, mereka
bekerja sebagai nelayan yang memiliki
karakteristik berbeda dari warga lainnya,
bersifat terbuka dan keras. sebagai suatu
kesatuan sosial, warga nelayan hidup,
tumbuh, dan berkembang di wilayah pesisir
atau wilayah pantai. Dalam konstruksi sosial
warga di kawasan pesisir, rnasyarakat
nelayan merupakan bagian dari konstruksi
sosial ini , meskipun disadari bahwa tidak
semua desa di kawasan pesisir memiliki
penduduk yang bermata-pencaharian sebagai
nelayan.
Kepercayaan datam kaitannya dengan
kebudayaan dan keagamaan merupakan
keyakinan seseorang terhadap sesuatu
sehingga membuat mereka melakukan
penyembahan, scperti halnya penyembahan
terhadap Tuhan, dewa, arwah orang mati , atau lainnya.
Sedangkan keyakinan merupakan suatu sikap
yang ditunjukkan oleh manusia saat mereka
merasa mengetahui tentang suatu hal dan
menganggap bahwa
dirinya telah mencapai kebenaran. Gaib dapat
diterjemahkan sebagai sesuatu yang tidak
nyata, tidak dapat terlihat oleh mata, namun
dapat dirasakan di dalam hati dan pikiran
manusia. Jadi, kepercayaan gaib dapat
diartikan sebagai keyakinan manusia terhadap
sesuatu yang tidak dapat mereka lihat, namun
dapat mereka rasakan bahwa sesuatu itu ada
dan memiliki kekuatan serta mereka yakin
akan hal ini . Menurut Thohir (2006),
kepercayaan terhadap kekuatan gaib terbentuk
menjadi sistem simbol yang bertindak untuk
menetapkan dorongan hati dan memotivasi
dengan sangat kuat dan bertahan lama dalam
diri manusia dengan cara memfonnulasi
berbagai konsep tentang tatanan umum diri
yang hidup dengan aura faktualitas sehingga
dorongan hati dan motivasi itu tampak sangat
realisris.
Sebenarnya, kepercayaan gaib merupakan
salah satu rukun iman. Namun, banyak
manusia yang mengartikan kepercayaan ghaib
itu menurut cara pandang dan kepentingan
dirinya sendiri sehingga menimbulkan
kesalahan tafsir terhadap makna kepercayaan
gaib ini . Dalam rukun iman, kepercayaan
terhadap sesuatu yang gaib merupakan ajaran
kepada manusia mengenai
sesuatu yang tidak dapat terlihat itu bukan
berarti tidak ada. Oleh karena itu, Allah
menciptakan makhluk gaib yang tidak
sempuma kegaibannya sehingga terkadang
mereka dapat muncul dan terlihat oleh
manusia. Karena ketidaksempumaannya,
maka sering kali mereka muncul dalam bentuk
tidak utuh atau bahkan sangat menyeramkan;
berbeda dari Ailah yang maha sempuma dan
memiliki kekuasaan dalam mengatur sistem
dan seluruh kehidupan di alam semesta ini
dengan sempuma.
Pada dasamya, manusia merupakan makhluk
yang sulit percaya terhadap orang lain, namun
mudah sekali percaya terhadap sesuatu yang
tidak nyata sehingga mau menuruti dan
menjalankan semua perintahnya. Manusia akan
lebih percaya terhadap sesuatu yang
sebenamya tidak tampak, namun pada suatu
saat dapat terlihat dan mereka dapat
melakukan komunikasi. Kemungkinan lainnya
adalah manusia merasa bahwa makhluk gaib
itu dapat melakukan hal-hal yang sebenamya
tidak dapat diterima oleh akal sehat manusia.
Karena keyakinan merupakan suatu sikap,
maka keyakinan seseorang tidak selamanya
benar. Pada umumnya, warga pesisir
memandang adanya sebuah kekuatan gaib yang
dapat menjaga dan melindungi alam semesta,
terutama laut sebagai lahan mereka mencari
naflcah. Oleh karena itu, mereka melakukan
berbagai macam ritual penyembahan dan
komunikasi dengan makhluk gaib ini
sebagai bentuk penghonnatan.
Pada umumnya, warga di seluruh pulau
di Indonesia termasuk Pulau Jawa roenganut
agama atau kepercayaan tertentu-Salah satu
kepercayaan atau mungkin dapat dikatakan
sebagai agama atau keyakinan yang
berkembang dan dianut oleh suku Jawa dan
sukupangsa lainnya yang menetap di Jawa
adala^ Kejawen. Menurut Koentjaraningrat
(1^84), agama Islam yang berkembang di
warga pesisir Jawa sering disebut dengan
Islam Kejawen atau Agami Jawi merupakan
paham keagamaan perpaduan antara adat
keagamaan asli Jawa (animisme dan
dinamisme) dengan agama Hindu-Budha dari
Jaman Majapahit dan pengaruh Agama Islam
dari Jaman Demak.
Persentuhan antara budaya warga
pesisiran dan pedataman inilah yang pada
akhirnya melahirkan Kepustakaan Islam
Kejawen. Kepustakaan ini memuat
perpaduan antara tradisi Jawa dengan
unsur-unsur ajaran Agama Islam (Simuh,
1988). Kepustakaan ini memakai tulisan
dan bahasa Jawa, sedangkan isinya cenderung
bernuansa mistik dan sedikit yang
memakai permasalahan syariat Islam.
Kepustakaan ini merupakan kategori
kepustakaan Islam karena banyak
mengungkapkan ajaran-ajaran Islam, namun ada
juga sebagian yang tidak menghargai aspek
syariat Islam. Namun, kepustakaan ini
banyak dimanfaatkan oleh orang-orang Islam
di Jawa sebagai sumber ajaran hidup
Pemberian nama Kejawen berdasarkan pada
bahasa yang dipakai dalam beribadah yaitu
memakai bahasa Jawa. Penganut ajaran ini
tidak menganggap ajarannya sebagai agama
dalam pengertian seperti agama monoteisme,
seperti Islam, Kristen, Katolik, atau ajaran
agama lainnya, namun lebih melihat sebagai
seperangkat paradigma dan nilai-nilai
kehidupan yang diiringi dengan sejumlah
tidakan peribadatan. Kejawen merupakan salah
satu bagian dari agama lokal di Indonesia.
Seorang ahli antropologi Amerika Serikat,
Clifford Geertz menulis tentang agama ini
dalam bukunya yang berjudul The Religion of
Java (1960) atau disebut Agami Jawi. Geertz
menggambarkan bahwa setiap ideologi
keagamaan itu kontekstual dengan persatuan
atau golongan sosial dan sumberdaya
kehidupan.
Tindakan peribadatan yang dilakukan biasanya
melibatkan benda-benda yang berasal dari
tradisi asli Jawa, seperti keris, pembacaan doa
atau mantera, pemakaian bunga-bunga
tertentu yang memiliki arti simbotik,
pemakaian kemenyan, dan sebagainya.
Akibatnya, banyak orang termasuk penganut
ajaran itu sendiri yang dengan mudah
menganalogkan Kejawen dengan praktek
perdukunan. Pada perkembangannya, praktik
perdukunan ini dimanfaatkan oleh
manusia untuk hal-hal yang tidak baik, salah
satunya adalah sihir yang dalam warga
Jawa lebih dikenal dengan santet. Sebagai
contoh, saat mereka merasa tidak suka dengan
orang lain karena memiliki masalah tertentu atau
dianggap sebagai saingan dan musuh, maka mereka
akan memakai cara-cara ini untuk
menghancurkan atau bahkan membunuh. Hal itu
terjadi karena mereka merasa tidak mampu
menghadapi secara langsung orang yang dianggap
sebagai musuh dan mereka merasa lemah sehingga
meminta bantuan kepada dukun dengan segala
kekuatan ghaib yang dimilikinya.
2. Metodologi
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara
ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan
kegunaan tertentu (Sugiyono, 2008). Berdasarkan
tujuan, metode yang dipakai dalam penelitian ini
adalah metode deskriptif yang bersifat survei dengan
memakai pendekatan kualitatif.
Metode penelitian deskriptif adalah suatu inetode
dalam meneliti status sepersatuan manusia, suatu
objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran
ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.
Survei adalah penyelidikan yang diadakan untuk
memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada
dan mencari keterangan-keterangan secara faktual,
balk tentang institusi sosial, ekonomi, atau politik
dari suatu persatuan ataupun suatu daerah (Nazir,
2005). Metode penelitian kualitatif adalah metode
penelitian yang berlandaskan pada fnsafat
postpositivisme, dipakai untuk meneliti pada
kondisi objek yang alamiah, di mana peneliti sebagai
instrumen kunci. Teknik pengumpulan data
dilakukan secara triangulasi atau gabungan
(Sugiyono, 2008).
Data pada penelitian ini diperoleh dengan cara studi
pustaka, wawancara mendalam (m-depth interview)
dan pengamatan secara langsung. Sesuai dengan
pernyataan Sugiyono (2005), triangulasi diartikan
sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat
menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan
data dan sumber data yang ada. Tujuan dari
triangulasi bukan untuk mencari kebenaran tentang
beberapa fenomena, namun lebih pada peningkatan
pemahaman terhadap
apa yang ditemukan. Dengan memakai
triangulasi dalam pengumpulan data, maka data
yang diperoleh akan lebih konsisten, tuntas, dan
pasti.
3. Santet
Santet (yang dahulunya disebut sihir) merupakan
salah satu bagian dari praktek ilmu hitam, yang
dilakukan oleh dukun dengan bantuan mahluk gaib
jin sebagai mediator untuk mencelakai korbannya.
Santet tidak hanya menjadi tradisi pada zaman
dahulu, namun merupakan tradisi yang sampai saat
ini masih ada dan masih dilakukan oleh warga
termasuk warga pesisir di Kabupaten
Rembang. Pada umumnya, mereka melakukan santet
untuk mengganggu, menyakiti, dan membunuh
seseorang. Metode mengirim energi darijarakjauh
dengan tujuan menyakiti atau membunuh orang lain
itu telah dimiliki hampir setiap bangsa di dunia,
tanpa melihat suku bangsa, budaya, kepercayaan
atau agamanya.
Santet telah ada sejak lama, bahkan saat
warga menganut kepercayaan animisme dan
dinamisme. Simuh (2004) mengungkapkan ciri khas
religi animisme-dinamisme adalah menganut
kepercayaan ruh arwah gentayangan dan daya-daya gaib yang
bersifat aktif. Adanya kepercayaan ini
mengajarkan bahwa arwah orang mati orang mati tetap hidup dan
bahkan menjadi sakti seperti dewa, dapat berbuat
aktif mencelakakan atau sebaliknya, membantu
menyelamatkan dan mensejahterakan manusia.
Religi animisme-dinamisme memuncak dengan
pengembangan ilmu perdukunan, ilmu klenik, iimu
gaib dengan rumusan lafal-lafal yang dipercaya
berdaya magis. Ilmu santet, ilmu tenung merupakan
warisan dari ilmu hitam nenek moyang yang
berkaitan dengan kepercayaan animisme-dinamisme.
Berdasarkan cara kerjanya, santet dibagi menjadi
duayaitu:
Dematerialisasi
Dematerialisasi adatah proses perubahan materi
menjadi non materi atau energi yang tidak dapat
dilihat. Sesungguhnya, jasad manusia, hewan dan
semua benda merupakan kumpulan partikel-partikel
kecil yang dipadatkan. Hal ini dapat dikaitkan
dengan
rumus Einstein E = MC2, yang menjelaskan
bahwa semua benda padat dengan kepadatan
massa (M) dan kecepatan yang melebihi
kecepatan cahaya (C) dapat diurai menjadi
partikel-partikel kecil atau semacam energi
yang tidak terlihat
Berdasarkan prinsip hukum inilah, para
dukun mengubah benda-benda seperti jarum,
paku, silet, besi, dan benda-benda lainnya
menjadi energi yang tidak dapat dilihat. Cara
kerja dematrialisasi ini dapat dilakukan dengan
tenaga dalam, memusatkan kekuatan batin dan
pikiran atau bahkan meminta bantuan mahluk
gaib/ jin. Kemudian, energi yang tidak dapat
dililihat ini mereka kirim kepada para
korbannya. 3.2. Cara langsung
Cara ini dilakukan dengan meminta jin secara
langsung tanpa harus memakai
benda-benda sebagai perantara. Para jin
suruhan inilah yang langsung ditugaskan
untuk mengganggu korban. Jin dapat
mengganggu dengan berbagai cara, seperti
mengganduli, memeluk, mencekik, menduduki,
sehingga korban akan kesutitan bemafas,
pusing, badan terasa berat, susah tidur. Cara
lain adalah dengan memakai aura negatif
jin itu dengan memancarkan gelombang
Electro Enchepalo Magnetis yang dimiliki jin
(http ://dukunsantet. wordpress.
com/apa-itu-santet/).
Electro Enchepalo Magnetis (EEM)
merupakan gelombang magnetik dari otak
manusia yang memiliki kelebihan dan dapat
diarahkan untuk sesuatu yang positif atau
negatif. Menurut Hindarto ef al. (2011), otak
sebagai struktur pusat pengaturan aktivitas
manusia, bertanggungjawab terhadap segala
aktivitas manusia. Bentuk sinyal Electro
Encephah untuk setiap orang berbeda. Ini
karena dipengaruhi oleh kondisi mental,
frekuensi dan perubahan amplitudo irama alpha
dari pola berpikir masing-masing individu
dalam merespon rangsangan yang diterima
oleh otak.
Dengan adanya aura negatif ini , dukun
mengirim getaran gelombang yang berbentuk
partikel untuk mempengaruhi
gelombang otak korban. Saya melakukan
wawancara pribadi dengan peneliti yang
melakukan penelitian tentang santet selama ± 2
tahun.
"Santet dapat membuat sebagian jiwa
seseorang itu hilang dan pengaruhnya
memicu seseorang menjadi tidak fokus
atau tiba-tiba bingung dalam beberapa waktu
atau bahkan selamanya tanpa alasan yangjelas.
Selain itu, santet juga dapat merubah karakter
seseorang, menjadikan seseorang suka marah.
Mereka merasa takut karena melihat
penampakan dan merasakan kehadiranjin yang
diperintahkan si dukun hingga dapat
merinding, sering bermimpi buruk dan
diganggujiwanya. jika orang yang terkena
santet tidak kuat pertahanannya, maka mereka
dapat menjadi stres, gila, sakit, atau bahkan
meninggal"
merinding adalah suatu
keadaan pada tubuh manusia jika muncul
benjolan-benjolan kecil di kulit karena hawa
dingin. Udara dingin membuat otot pada akar
rambut di kulit menjadi kaku sehingga
memicu munculnya benjolan-benjolan
ini . Rambut kulit akan berdiri, menjebak
udara dianiara rambut-rambut itu dan
melindungi tubuh dari udara dingin. saat
manusia merasa ketakutan, maka akan merasa
geli di bagian belakang leher. Hal itu adalah
rambut-rambut yang berdiri.
"Itu merupakan salah satu cara pertahanan
makhluk hidup saat mereka merasa ada
bahaya yang mengancam secara fisik.
Rangsangan diteruskan ke otak dan otak akan
memberi respon secara psikologis."
. Macam-niacam Santet
Berdasarkan kekuatan yang dipakai untuk
melakukan dan mengirim santet, maka santet
ini dapat dibedakan menjadi 3
golongan.yaitu:
1). Golongan tingkat rendah / dasar
Banyak orang yang memakai golongan ini
baik kalangan professional yaitu dukun dan
paranormal maupun warga awam yang
tidak menguasai ilmu metafisika apapun.
Tingkatan awal ini hanya menyerang tubuh
fisik dan energi tubuh. Proses ritual
masih memakai sesajian yang dipakai
untuk menyuruh jin menyerang korbannya.
Proses dan pemakaian energinya tidak tetap
dan bergantung pada sesaji. Biasanya pada
tataran ini santet tidak memiliki kekuatan yang
cukup lama
2). Golongan tingkat menengah
Pada golongan ini, dukun memakai media
bantu seperti jimat, arwah orang mati , atau kekuatan supra
natural dan supra rasional yang berkekuatan
tetap. Pada prakteknya, mereka juga
memakai benda atau bagian tertentu dari
milik korban. Benda-benda ini disatukan
dengan media yang akan dipakai . Jika
berhasil dilakukan, maka kekuatan yang
dipakai tidak dapat dimusnahkan. Proses
dan pemakaian energinya tetap karena medan
energi yang dikirimkan dalam rentang
danJarak yang stabil sehingga dapat
mempengaruhi korban lebih dalam. Tingkatan
ini mulai menyerang tubuh fisik, pikiran, dan
energi
3). Golongan tingkat tinggi
Pada golongan ini, pemakaian media bantu
hanya sebagai pelengkap dalam ritual. Pada
dasarnya, seorang penyantet tidak
membutuhkan apapun karena memiliki medan
energi yang stabil, kuat dan
berkesinambungan. Selain mempengaruhi
korban dengan santetnya, pelakujuga dapat
menguasai kondisi fisik, energi tubuh dan
pikiran. Pelaku mampu menguasai energi rob
dalam diri korban dan bahkan
mempengaruhinya secara utuh
Ciri-ciri Santet
Menurut hasil wawancara pribadi dengan
responden sekaligus peneliti bahwa terjadinya
santet dapat kita kenali dari beberapa ciri
antara lain:
1). Cuaca yang aneh
Cuaca yang aneh ini dapat ditandai dengan
perubahan cuaca secara tiba-tiba seperti
mendung yang hanya terjadi di sekitar lokasi
dimana korban berada namun di lokasi
sekitamya atau di lokasi lain kondisi langit
sangat cerah, angin kencang, kabut hitam dan
tebal, hujan badai beserta petir yang
menyertainya, hujan panas, ada lingkaran di
sekeliling matahari pada siang hari dan di
sekeliling bulan pada malam hari. Lingkaran
ini sangat tipis dan terkadang tidak dapat
terlihat secara jelas.Semuakejadian dapat
disaksikan oleh siapapun yang kebetulan
berada pada tempat yang sama, namun
kemungkinan hanya dapat dirasakan oleh
orang yang betul-betui memahaminya. Selama
ini, fenomena ini masih sulit dijelaskan
secara logika. Namun, itu menjadi kenyataan
salah satu ciri adanya santet.
Bennlmpi aneh
Orang yang terkena santet sering
bermimpi aneh seperti melihat sesuatu yang menakjubkan dikejar dikejar, dilukai,
disiksa bahkan dibunuh dalam mimpi.
Ha! itu terjadi karena Jiwa kita sedang
dikendalikan dan dipermainkan.
Kemudian, tiba-tiba terbangun dari tidur
pada malam hari atau pada waktu
tertentu
saja. Setelah bangun, kita merasa ketakutan
daii sedih seolah-olah mimpi itu
sangatnyata
3). Melihat penampakan terutama di malam
hari
Pada saat itu, kita berada di portal atau
perbatasan dimensi antara yang nyata dan tidak
nyata. Kita dapat melihat alam nyata sekaligus
melihat sesuatu yang sebenarnya tidak nyata.
Makhluk ghaib yang menampakkan diri akan
terlihat tidak sempuma dan menyeramkan. Dia
akan mengambil sebagian atau seluruh energi
kita untuk dapat menyempumakan
penampakannya. Oteh karena itu, semakin
manusia merasa takut akan kehadiran makhluk
gaib, maka mereka akan semakin kehilangan
energi dan makhluk ini akan semakin
jelas penampakannya.
4). Merasa merinding dan tidak nyaman berada
pada bagian tertentu di dalam rumah
Seseorang dapat merasakan perasaan takut,
merinding, dan tidak nyaman saat berada di
bagian tertentu dalam rumah. Hal ini dapat
dianalogikan dengan dukun yang telah
membuat replika rumah korban dan posisi
rumah ini telah dibidik dengan tepat
koordinatnya sehingga santet yang dikirim
akan sampai tepat sasaran.,
5). Mencium bau-bau aneh
Terkadang kita dapat mencium bau-bau aneh
seperti bau busuk, bau obat, atau bau-bau
lainnya yang tidak kita ketahul sumbernya.
6). Merasa khawatir tanpa sebab yang Jelas
Perasaan khawatir, cemas, keluar keringat
dingin tanpa alasan yang jelas dapat terjadi
secara tiba-tiba. Hal itu membuat pikiran kita
menjadi bingung dan tidak fokus. Keadaan itu
akan memicu kreativitas, produktivitas,
dan kinerja kita akan menurun. Secara fisik
memang tidak dapat diamati secara nyata,
namun dapat menimbulkan dampak lain seperti
mematikan karir atau jabatan. ,
Ada bunyi sesuatu di sekitar rumah.
Seperti bunyi benda jatuh, namun tidak ada
benda apapun yang memicu bunyi
ini
Bunyi yang muncul terdengar seperti bunyi
kerikil. Secara logika, jika ada benda jatuh
di atap yang bentuknya seperti segitiga, maka
benda ini akan menggelinding ke bawah.
Namun, sering kali, bunyi itu hanya
terdeengar satu-satu dan saat kita coba
menelusuri sumber bunyi ini , temyata
tidak ada benda apapun yang menimbulkan
bunyi. Bunyi-bunyi itu sebenamya ditujukan
untuk membuat seseorang menjadi takut.
8). Telinga berhunyi / berdengung dalam
beberapa waktu
Secara logika, salah satu penyebab telinga
berdengung adalah karena kondisi kejiwaan
sepeni stres. Keadaan ini dapat terjadi
saat seseorang sedang mengalami kondisi
kejiwaan yang tidak normal, tertekan atau
mengalami depresi ,
Sedangkan secara tidak logis, hal ini terjadi
karena mereka makhluk gaib/jin ingin
menyamakan frekuensi dengankita.
9). Sakit di bagian tubuh tcrtentu dan pada
saat tertentu
Seseorang dapat merasakan sakit seperti
ditusuk-tusuk di bagian tubuh tertentu seperti
di kepala, perut, kaki, atau bagian tubuh
lainnya. Dukun membuat tiruan tubuh kita
kemudian dia permainkan dengan cara
menusuk dengan jarum, paku atau benda-benda
lainnya. (Delisa, 2013). Merasa sakit di bagian
kepala pada jam tertentu seperti jam 6 sore, 9
malam, 1 malam, 3 malam, 6 pagi, dan jam 9
pagi» karena waktu itulah jam kerja lukang
santet
Pengaturan Hukum tentang Santet
Pada zaman Majapahit, santet sudah diatur
dalam undang-undang kerajaan. Bagi para
pelaku santet dan orang yang seenaknya
menuduh seseorang melakukan santet tanpa
bukti kuat, diancam dengan hukuman mati.
Pada masa sekarang, santet dimasukkan ke
dalam Undang-undang. Berdasarkan berita di
Radar Lampung pada tanggal 4 April 2013,
pasal santet masuk dalam revisi Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Pasal ini akan dikenakan pada pihak
yang memberi jasa santet karena yang
bersangkutan berjanji melakukan jasa yang
bemiat mencelakakan orang lain. Pasal santet
secara logis dapat diterapkan dengan tujuan
melindungi warga
Saat ini, kejahatan-kejahatan ihnu hitam
termasuk santet telah dibahas dan diatur dalam
RUU KUHP. Setiap orang yang berupaya
menawarkan kemampuan magisnya dapat
terancam pidana lima tahun penjara. Aturan
ini diatur dalam Bab V tentang Tindak
Pidana terhadap Ketertiban Umum yang secara
khusus dicantumkan dalam Pasal 293. Berikut
kutipan pasal yang mengatur tentang santet
dan ilmu hitam lainnya itu:
"(I) Setiap orang yang menyatakan dirinya
mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan,
memberi harapan, menawarkan, atau
memberi bantuan jasa kepada orang lain
bahwa karena perbuatannya dapat
menimbulkan penderitaan mental atau fisik
seseorang, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 tahun atau pidana denda paling
banyak Kategori IV;
(2) Jika pembuat tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam ayat 1 melakukan perbuatan
ini untuk mencari keuntungan atau
menjadikan sebagai mata pencaharian atau
kebiasaan. maka pidananya ditambah dengan
sepertiga."
Dalam penjelasannya, ketentuan itu dimaksudkan
untuk mengatasi kekhawatiran warga karena
praktek itmu hitam (black magic) yang dalam
hukum sulit dibuktikan kebenarannya secara nyata.
Ketentuan ini dimaksudkan juga untuk mencegah
praktek main hakim sendiri yang dilakukan oleh
warga warga terhadap seseorang yang
menawarkan jasa maupun orang yang
membutuhkanjasaini
4. Kejawen
Kejawen merupakan sebuah kepercayaan atau
mungkin dapat dikategorikan sebagai agama atau
keyakinan yang dianut oleh suku Jawa dan suku
bangsa lainnya yang menetap di Jawa. warga
pesisir khususnya di Kabupaten Rembang, Jawa
Tengah sebagian besar menganut agama Islam. Dan
jurnlah tesebut, ada sebagian persatuan yang
menganut aJaran agama Islam Kejawen
stauAgamiJawi. Simuh (2004) menjelaskan bahwa
pergulatan Islam dengan sastra budaya Jawa temyata
melahirkan tiga bentuk keislaman yang memiliki
dasar pemikiran yang berbeda, salah satunya adalah
Islam Kejawen.
corak
Islam yang dikembangkan di Jawa lebih mengarak
kepada pendekatan sufistik yang cenderung identik
dengan paham mistik agama sebelumnya sehingga
melahirkan corak keberagaman umat Islam Jawa
yang khas yaitu Islam Kejawen. Pada umumnya,
warga ini tinggal di daerah pedalaman
yang masih mendukung nilai-nilai warisan budaya
lama (animisme dan hinduisme). Munculnya
berbagai macam aliran kebatman di Jawa juga
sebagai akibat dari pemahaman agama yang masih
bersifat sinkretik ini . Di Kabupaten Rembang,
temyata warga yang menganut agama Islam
Kejawen tidak hanya tinggal di daerah pesisir dan
desa pedalaman, ada juga yang tinggal di perkotaan
dan masih tetap mempertahankan kebudayaan
lamanya dan tersebar di hampir seluruh daerah di
Kabupaten Rembang.
bahwa kenyataan bahwa hampir tidak pernah ada
penduduk dalam suatu desa bercorak tunggal dalam
hal kecenderungan beragama.
Koentjaraningrat menempatkan
persatuan ini sebagai orang Islam yang
didasarkan pada anggapan atau fakta di lapangan
bahwa mereka mengaku beragama Islam saat ada
orang lain atau petugas sensus menanyakan hai itu.
jawaban seperti itu
mengacu kepada dua makna. Pertama, bahwa
mereka memang benar menganut agama Islam dan
kedua, bisa jadi karena Islam Kejawen atau Agami
Jawi tidak diakui sebagai agama tersendiri oleh
pemerintah. Namun, agama Kejawen (Agami Jawi)
dapat dikategorikan sebagai agama tersendiri karena
perilaku keagamaan yang selama ini dijalankan oleh
penganutnya dapat dijelaskan secara argumentatif.
Penjelasan oleh Koentjaraningrat dan Thohir
ini berlaku pula pada warga pesisir
Kabupaten Rembang yang menganut agama Islam
Kejawen atauAgamiJawi.
Jenis agama tertentu yang dianut oleh seseorang
mengacu kepada ideologi atau keyakinan dan
pengetahuan terhadap hal-hal yang gaib yang
menjadi inti dari agama itu sendiri, bagaimana
mengekspresikan keyakinannya itu ke dalam
tindakan keagamaan. Adanya perbedaan yang
penting dan mendasar di dalam memaknai agama
dan di daiam menjelaskan mengenai akidah, tata
cara beribadah, sampai pada
kecenderungan-kecenderungan yang bercorak
keduniawian,
Orientasi keagamaan bagi orang Jawa adalah
kesaktian, kekuatan batin, keadaan selamat, dan
perlindungan terhadap bahaya dan nasib buruk. , inti dari praktek keagamaan
bagi orang Jawa yang mengikuti ajaran Kejawen
adalah masalah tatanan moral yang diekspresikan
pada tindakan yang dapat dipahami dari berbagai
kitab Kejawen. Salah satu kitab Kejawen itu adalah
Seraf Wedatama karya Mangkunegara IV yang
menjelaskan adanya empat jenis sembah, yaitu
sembah raga, sembah cipta, sembah jiwa, dan
sembah rasa. Serat ini ditulis dalam bentuk tembang
macapat agar mudah diingat oleh warga Jawa
yang pada umumnya menyukai kesenian. Dalam
kitab itu pada Pupuh I Pangkur sebagian disebutkan:
"Mingkar-mingkuring ukara, akarana karenan
mardi siwi, sinawung resmining kitting,
sinuba smukarta, mrih kretarta pakartimng
ilmu luhung.kang tumrap ing tanah Jawa,
agama ageming aji. Jinejer ing
Weddhatama, mrih tan kemba
kembenganing pambudi, mangka nacfyan
tuwapikun, yen tan mikani rasa, yekti sepi
sepa lir sepah asamun, samasane
pakumpulan, gonyak'ganyuk ngle lings emi.
Nggugu karsane priyangga, nora nganggo
peparah lamun angling, lumuh ingaran balilu,
uger guru aleman, nanging janma ingkang
wus •waspadeng semu, sinamun samudana,
sesadoningadumanis."
Artinya:
"Meredam nafsu angkara dalam diri, hendak
berkenan mendidik putra-putri, Tersirat dalam
indahnya tembang, dihias penuh variasi, agar
menjiwai hakekat ilmu luhur, yang berlangsung di
tanah Jawa (nusantara) agama sebagai pakaian
kehidupan. Disajikan dalam serat Wedhatama, agar
jangan miskin pengetahuan walaupim sudah tua
pikun, jika tidak memahami rasa sejati (batin)
niscaya kosong tiada berguna bagai ampas, percuma
sia-sia, di dalam setiap pertemuan sering bertindak
ceroboh memalukan. Mengikuti kemauan sendiri,
bila berkata tanpa dipertimbangkan. Namun tidak
mau dianggap
bodoh,selaluberharapdipuji-puji.(sebaliknya) Ciri
orang yang sudah memahami (ilmu sejati) tidak bisa
ditebak berwatak rendah hati, setalu berprasangka
baik."
Ringkasan karya sastra Jawa Kuno ini dapat dibaca
pada buku Poerbatjaraka, Kepustakaan Jawi. Dalam
buku ini , diuraikan ringkasan dari 36
kitab-kitab yang berbahasa Jawa Kuno, Kemudian
disusul kupasan 10 kitab yang berbahasa Jawa
Tengahan yang mulai tumbuh pada zaman
Majapahit. Baru kemudian diteruskan dengan
kitab-kitan Islam Kejawen, yakni kitab-kitab sastra
Jawa yang mengungkap perpaduan dengan agama
Islam ,bahwa
persentuhanantara budaya warga pesisir
dan pedalaman dapat melahirkan Kepustakaan
Islam Kejawen yang merupakan salah satu
kepustakaan Jawa yang memuat perpaduan
antara tradisi Jawa dengan unsur-unsur ajaran
Agama Islam. Kepustakaan ini memakai
tulisan dan bahasa Jawa, sedangkan isisnya
cenderung bernuansa mistik 'dan sedikit yang
memakai permasalahan syariat Islam.
Kepustakaan ini merupakan kategori
kepustakaan Islam karena banyak
mengungkapkan ajaran-ajaran Islam, namun ada
juga sebagian yang tidak menghargai aspek
syariat islam. Namun, kepustakaan ini banyak
dimanfaatkan oleh orang-orang Islam di Jawa
sebagai sumber ajaran hidup ,
Ajaran-ajaran atau doktrin yang tersirat dalam
mitos, sastra-sastra rakyat, atau dalam
cerita-cerita rakyat memiliki tafsiran yang lebih
bersifat fleksibel dan sesuai dengan situasi dan
peristiwayang dihadapi ,
Agama sebagai keyakinan dan pengetahuan
yang menjadi dan dijadikan landasan, bersifat
askriptif yaitu diturunkan, diberlakukan, dan
dibakukan oleh orang tua dan lingkungan
sosialnya. jika golongan Islam Kejawen
dikategorikan sebagai variasi dari agama Islam,
sementara para penganutnya mengabaikan
syariat Islam, maka pandangan ini
memberi kesan bahwa persatuan penganut
ajaran agama Islam Kejawen adalah negatif
atau antagonis. Orang-orang pada persatuan ini
seringkali dijadikan sebagai orang yang salah
dari sudut norma beragama. Namun, hal
ini bisa jadi tidak ada yang salah karena
mereka dapat memberi penjelasan
argumentatif mengenai semua tindakannya
ini , tanpa dikaitkan dengan pengabaikan
terhadap syariat Islam (Thohir, 2006).
Golongan Islam Kejawen di Kecamatan
Rembang tidak memiliki sanggar keagamaan
atau tempat peribadatan tertentu seperti
penganut ajaran Kejawen yang ada di daerah
Jawa Pedalaman seperti Yogyakarta dan Solo.
Langganan:
Postingan
(
Atom
)