alam kubur 6

Rabu, 28 Februari 2024

alam kubur 6


 





مسب لا نمحرلا ميحرلا

دملا ل بر ينلاعلا ة لصلاو م لسلاو ىلع ثوعبعلا ةمحر ينلاعلل

انديس دمحم ىلعو هلآ هباحصأو ينعمجأ  

Alam kubur adalah awal kehidupan hakiki dari seorang manusia. Dari

Utsman bin Affan radhiallahu’anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi

wa sallam bersabda,

ّنإ َربعقلا ُّلُوأ ٍلُزنَم نم ِلُزانَم ِة رخرلا ، نإف ان ُهنم امف َُهدعب ُرسيأ ُهنم ،

نإو مل ُجني ُهنم امف َُهدعب ّدشأ ُهنم  

“Alam kubur adalah awal perjalanan akhirat, barang siapa yang berhasil di

alam kubur, maka setelahnya lebih mudah. Barang siapa yang tidak berhasil,

maka setelahnya lebih berat”1. 

Mempelajari apa-apa yang terjadi di alam kubur banyak memberikan

faedah. Seseorang yang mengetahui bahwa di alam kubur ada nikmat kubur

tentu akan berusaha sebisa mungkin selama ia masih hidup agar menjadi

orang yang layak mendapatkan nikmat kubur kelak. Seseorang yang

mengetahui bahwa di alam kubur ada adzab kubur juga akan berusaha sebisa

mungkin agar ia terhindar darinya kelak. 

Nikmat dan adzab kubur adalah perkara gaib yang tidak terindera oleh

manusia. Manusia yang merasakannya pun tentu tidak dapat mengabarkan

kepada yang masih hidup akan kebenarannya. Maka satu-satunya sumber

keyakinan kita akan adanya adzab dan nikmat kubur adalah dalil al-Qur’an

dan as-Sunnah. Dan banyak sekali dalil dari Qur’an dan As Sunnah serta

ijma’ para ulama yang menetapkan adanya alam kubur. Namun sebagian

orang dari kalangan ahlul bid’ah mengingkarinya karena penyimpangan

mereka dalam memahami dalil-dalil syar’i.

Oleh karena itu, dalam buku yang ringkas ini akan kami paparkan dalil-

dalil al-Qur'an, as-Sunnah, serta ijma' para ulama yang menetapkan adanya

alam kubur, adzab kubur dan nikmat kubur. Serta pembahasan mengenai

beberapa syubhat dari orang-orang yang mengingkarinya disertai dengan

bantahannya.

Semoga amalan yang sederhana ini bermanfaat untuk penulis sendiri,

bagi para pembacanya dan bagi kaum Muslimin secara umum. Semoga Allah

ta'ala memberi taufik.


DALIL-DALIL ADANYA ALAM

KUBUR

DALIL AL QUR'AN

Dalil pertama

Allah ta'ala berfirman:

َقَاَحو َِلُآِب َنْوَْعرِف ُءوُس ِبَاذَعْلا ُرّانلا َنوَُضرْعُي َاهْيَلَع ًّاوُُدغ ًّايِشََعو َم ْوََيو

ُم وَُقت َُةعّاسلا اوُلِخرَْدأ ََلُآ َنْوَْعرِف َّدشَأ ِبَاذَعْلا

“dan Firaun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk. Kepada

mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari

terjadinya Kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): “Masukkanlah Firaun dan

kaumnya ke dalam azab yang sangat keras””,

Al hafidz Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan ayat ini, “Arwah

Fir’aun dan pengikutnya dihadapkan ke neraka setiap pagi dan petang terus-

menerus hingga datang hari kiamat. Ketika kiamat datang barulah arwah dan

jasad mereka sama-sama merasakan api neraka”. Beliau juga berkata, “Ayat-

ayat ini adalah landasan kuat bagi Ahlussunnah tentang adanya adzab kubur",


Memang benar bahwa ada penafsiran lain terhadap ayat ini. Qatadah

menafsirkan bahwa maksud ayat (yang artinya) “Kepada mereka

dinampakkan neraka pada pagi dan petang” adalah taubiikh atau penghinaan

terhadap Fir’aun dan pengikutnya dalam keadaan mereka masih hidup.

Penafsiran ini walaupun tidak menetapkan adanya adzab kubur namun tidak

menafikannya. Ibnu Abbas radhiallahu’anhu menafsirkan bahwa arwah

mereka ada di sayap burung hitam yang bertengger di atas neraka yang

datang di kala sore dan pagi hari10. Penafsiran Ibnu Abbas ini pun

menetapkan adanya alam kubur.

Ahli tafsir yang terpengaruh permikiran mu’tazilah memang membantah

bahwa ayat ini membicarakan adzab kubur. Semisal Az Zamakhsyari dalam

Tafsir Al Kasyaf11 dan Fakhruddin Ar Razi dalam Mafatihul Ghaib12, dengan

sebatas bantahan logika semata. Maka, -insya Allah- penafsiran yang tepat

adalah yang kami sebutkan di awal karena bersesuaian dengan dalil-dalil dari

Al Qur’an dan hadits serta pemahaman salafus shalih, yang akan kami

jelaskan nanti. Karena antara dalil itu saling menafsirkan dan tidak mungkin

saling bertentangan.

Dalil ke dua

Allah ta'ala berfirman:

ْوََلو َىرَت ِِذإ َنوُِلّاظلا يِف ِتَارََمغ ِتْوَْلا َُةكِئَِلَْلَاو وُِطسَاب ِْمهِيْدَيأ اوُِجرْخرَأ

ُُمكَسُفْنَأ َم ْوَيْلا َنْوَزُْت َبَاذَع ِنوُهْلا َِاب ُْمْتنُك َنوُلوَُقت َىلَع ِّهللا َرْيَغ ِقَْلا

ُْمْتنُكَو ْنَع ِِهتَاَيآ َنوُرِبعْكَْتسَت

“Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang

zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut, sedang para

malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): “Keluarkanlah

nyawamu”. Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat

menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan)

yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap

ayat-ayat-Nya”,

Al Imam Al Bukhari rahimahullah, dalam Shahih-nya membuat judul

bab باب َام َءَاج ىِف ِباَذَع ِْربعَقْلا  (bab dalil-dalil tentang adzab kubur) lalu beliau

menyebutkan ayat di atas. Ini menunjukkan bahwa Imam Al Bukhari

memahami bahwa ayat di atas adalah dalil tentang adanya adzab kubur dan

alam kubur.

Seorang pakar tafsir di zaman ini, Syaikh Abdurrahman As Sa’di

-rahimahullah- menjelaskan, “Ayat ini adalah dalil adanya adzab dan nikmat

kubur. Karena dari konteks kalimat, adzab yang ditujukan kepada orang-

orang kafir tersebut dirasakan ketika sakaratul maut, ketika dicabut nyawa

dan setelahnya”.

Dalil ke tiga

Allah ta'ala berfirman:

ََلو اوُلوَُقت ْنَِل ُلَْتُقي يِف ِليِبعَس ِّهللا ٌتَاوْمَأ ْلَب ٌءَايَْحأ ْنِكََلو َل َنوُرُعْشَت

“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di

jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup,

tetapi kamu tidak menyadarinya”.

Al Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah memaparkan, “Allah ta’ala

mengabarkan bahwa para syuhada itu hidup di alam barzakh16 dalam keadaan

senantiasa diberi rezeki oleh Allah, sebagaimana dalam hadits yang terdapat

pada Shahih Muslim… (lalu beliau menyebutkan haditsnya)”

Mengenai keadaan para syuhada yang setelah wafat mendapat

kenikmatan di sisi Allah di alam barzakh adalah pendapat jumhur mufassirin,

di antaranya Mujahid, Qatadah, Abu Ja’far, ‘Ikrimah18, Jalalain19, Al

Baghawi20, Al Alusi21, dll. Mereka hanya berbeda pendapat tentang

bagaimana bentuk rezeki atau kesenangan tersebut.

Ayat ini sejalan dengan ayat lain dalam surat Ali Imran, Allah ta'ala

berfirman:

 ََلو َّبَسَْت َنِيذّلا اوُلُِتق يِف ِليِبعَس ِّهللا ًاتَاوْمَأ ْلَب ٌءَايَْحأ َْدنِع ِْمهِبَر

َنوُقَْزرُي َِينِحرَف * َِاب ُُمهَاتآ ُّهللا ْنِم ِِهلْضَف َنوُرِشْبعَْتسََيو َنِيذّلِاب َْمل

اوَُقحْلَي ِْمهِب ْنِم ِْمهِفْلَخر ّاَلأ ٌفْوَخر ِْمهْيَلَع ََلو ُْمه َنوُنَزْحَي *

َنوُرِشْبعَْتسَي ٍَةْمعِنِب َنِم ِّهللا ٍلْضَفَو ّنَأَو َّهللا َل ُعيِضُي َرَْجأ َِيننِمْؤُْلا  

“Dan jangan sekali-kali kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di

jalan Allah itu mati; sebenarnya mereka itu hidup di sisi Tuhannya mendapat

rezeki. Mereka bergembira dengan karunia yang diberikan Allah kepadanya,

dan berbahagia terhadap orang yang masih tinggal di belakang yang belum

menyusul mereka, bahwa tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak

bersedih hati. Mereka berbahagia dengan nikmat dan karunia dari Allah.

Dan sungguh, Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang

beriman”,

Sebagaimana juga penjelasan dari Al Hasan Al Bashri rahimahullah,

“Para syuhada itu hidup di sisi Allah, mereka dihadapkan kepada surga

sehingga mereka pun merasakan kesenangan dan kebahagiaan. Sebagaimana

arwah Fir’aun dan kaumnya yang dihadapkan ke neraka setiap pagi dan sore

hari sehingga mereka merasakan kesengsaraan”23. Artinya, para syuhada

merasakan kebahagiaan dan kesenangan di alam barzakh sebagaimana

Fir’aun merasakan kesengsaraan juga di alam barzakh. Sehingga jelas bahwa

ayat-ayat di atas menunjukkan adanya adzab kubur dan nikmat kubur.

Dalil ke empat

Allah ta'ala berfirman:

ْنِّمَو ُْمكَْلوَح َنِم ِبَارَْْعلا َنوُِقفَانُم ْنِمَو ِلَْهأ َِةنِيَْدلا اوَُدرَم َىلَع ِقَافِنلا

َل ُْمهَُملْعَت ُنْحَن ُْمهَُملْعَن ُْمهُبِذَعُنَس َِْينتّرَم ُّمث َنوَّدرُي َىِلإ ٍبَاذَع ٍميِظَع

“Dan di antara orang-orang Arab Badui yang (tinggal) di sekitarmu, ada

orang-orang munafik. Dan di antara penduduk Madinah (ada juga orang-

orang munafik), mereka keterlaluan dalam kemunafikannya. Engkau

(Muhammad) tidak mengetahui mereka, tetapi Kami mengetahuinya. Nanti

mereka akan Kami siksa dua kali, kemudian mereka akan dikembalikan

kepada azab yang besar”,

Yang dimaksud dengan “mereka akan Kami siksa dua kali” dalam ayat

ini, menurut Qatadah dan Muhammad bin Ishaq adalah adzab kubur dan

adzab di akhirat  Sedangkan menurut Al Hasan Al Bashri, salah satu riwayat

dari Qatadah dan Ibnu Juraij rahimahumullah adalah adzab ketika masih

hidup di dunia dan adzab kubur

Ath Thabari rahimahullah merajihkan dengan mengatakan: “Dua adzab

tersebut terjadi sebelum mereka diadzab di neraka. Dan pendapat yang kuat,

salah satu dari adzab tersebut adalah adzab kubur”,

Dalil ke lima

Allah ta'ala berfirman:

 ْوََلو َىرَت ِْذإ ّىفَوََتي َنِيذّلا اوُرَفَك َُةكِئَِلَْلا َنوُبِرْضَي ُْمهَهوُُجو ُْمَهرَابَْدأَو

اوُقوَُذو َبَاذَع ِقِيرَْلا  َِكَلذ َِاب ْتَمَّدق ُْمكِيْدَيأ ّنَأَو َّهللا َسْيَل ٍم ّالَظِب

ِديِبعَعْلِل

“Dan andaikan kamu melihat ketika para malaikat mencabut nyawa orang-

orang yang kafir sambil memukul wajah dan punggung mereka (dan

berkata), “Rasakanlah olehmu siksa neraka yang membakar. Azab Allah

yang demikian dahsyat itu disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri.

Dan sesungguhnya Allah sama sekali tidak menzalimi masing-masing dari

hamba-hamba-Nya”,

Syaikh Khalid Al Mushlih hafizhahullah menjelaskan ayat ini, beliau

mengatakan, “Allah 'azza wa jalla menyebutkan keadaan mereka yang

mendapatkan adzab ketika dicabut ruh mereka. Kemudian setelah itu Allah

ta'ala berfirman (yang artinya), “Rasakanlah olehmu siksa neraka yang

membakar”. Setelah itu Allah menyebutkan tentang adzab yang membakar,

yaitu adzab neraka. Semoga Allah ta'ala memberikan keselamatan kepada

kita dari semua itu”, Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin

rahimahullah juga menyebutkan ayat ini sebagai salah satu dalil tentang

adanya adzab kubur,

Dalil ke enam

Allah ta'ala berfirman:

 ْوََلو َىرَت ِِذإ َنوُِلّاظلا يِف ِتَارََمغ ِتْوَْلا َُةكِئَِلَْلَاو وُِطسَاب ِْمهِيْدَيأ

اوُِجرْخرَأ ُُمكَسُفْنَأ َم ْوَيْلا َنْوَزُْت َبَاذَع ِنوُهْلا َِاب ُْمْتنُك َنوُلوَُقت َىلَع ِّهللا

َرْيَغ ِقَْلا ُْمْتنُكَو ْنَع ِِهتَايآ َنوُرِبعْكَْتسَت  

“Sekiranya engkau melihat pada waktu orang-orang zalim (berada) dalam

kesakitan sakaratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya,

(sambil berkata), “Keluarkanlah nyawamu.” Pada hari ini kamu akan

dibalas dengan azab yang sangat menghinakan, karena kamu mengatakan

terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu

menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya”,

As Safarini rahimahullah mengatakan, “Ulama seorang muhaqqiq, Ibnul

Qayyim, dalam kitab beliau Ar Ruh, bahwa di antara dalil adanya adzab dan

nikmat kubur dalam Al Qur'an Al Majid adalah ayat “Sekiranya engkau

melihat pada waktu orang-orang zalim (berada) dalam kesakitan sakaratul

maut... ” (QS. Al An'am: 93). Konteks ayat ini secara jelas bicara tentang

kejadian ketika menjelang kematian”,

Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhahullah menjelaskan,

“Konteks dari ayat ini, kejadian tersebut terjadi ketika menjelang kematian.

Dalam ayat ini disebutkan bahwa Malaikat mengabarkan (dan Malaikat

adalah makhluk yang jujur) bahwa ketika itu si mayit merasakan adzab yang

menghinakan. Jika adzab yang menghinakan tersebut terjadi ketika dunia

berakhir, maka tidak tepat perkataan Malaikat “pada hari ini kamu akan

dibalas”. Sehingga ini menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan “adzab

yang menghinakan” itu adalah adzab kubur”,

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah juga

menyebutkan ayat ini sebagai salah satu dalil tentang adanya adzab kubur,

Dalil ke tujuh

Allah ta'ala berfirman:

َنِيذّلا ُُمهّافَوََتت َُةكِئَِلَْلا َِينبعِيَط ۙ َنوُلوَُقي ٌم َلَس ُُمكْيَلَع اوُلُخرْدا َّةنَْلا َِاب

ُْمتنُك َنوُلَْمعَت

“(yaitu) orang yang ketika diwafatkan oleh para malaikat dalam keadaan

baik, mereka (para malaikat) mengatakan (kepada mereka), “Salamun

‘alaikum (semoga keselamatan terlimpah kepada engkau), masuklah ke

dalam surga karena apa yang telah kamu kerjakan””,

Ath Thabari rahimahullah dalam Tafsir-nya menjelaskan: “Maksudnya,

para Malaikat mencabut ruh mereka orang-orang yang bertakwa sambil

mengatakan: “Salamun 'alaikum! Masuklah ke surga”. Sebagai kabar

gembira dari Allah yang disampaikan oleh para Malaikat”36. Mengenai al

busyra atau kabar gembira di saat kematian ini, akan dijelaskan lebih detail di

bab “Al busyra menjelang kematian” di buku ini.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah menjelaskan:

“Di antara akidah Ahlussunnah wal Jama'ah adalah menetapkan adanya

nikmat kubur. Dalilnya firman Allah ta'ala ... (beliau menyebutkan ayat di

atas). Mereka diwafatkan oleh para Malaikat dalam keadaan baik, maksudnya

baik akidah mereka, dan baik pula amalan mereka. Maka para Malaikat pun

berkata menjelang kematian si hamba tersebut, “masuklah ke dalam surga

karena apa yang telah kamu kerjakan!”. Ini dikatakan oleh para Malaikat di

hari ketika si hamba wafat”

Jika ada yang bertanya, “Andai kejadian ini terjadi di alam kubur,

mengapa dikatakan “masuklah ke dalam surga...”? Bukankah hal ini

menunjukkan kejadian tersebut terjadi di akhirat?”. Jawabannya sebagaimana

telah dijelaskan oleh Ath Thabari, rahimahullah bahwa perkataan “masuklah

ke dalam surga...” itu adalah kabar gembira dari para Malaikat. Sehingga

tidak bertentangan dengan keterangan bahwa perkataan tersebut disampaikan

di alam kubur. 

Demikian juga Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah

menjelaskan: “Dikatakan demikian karena terdapat dalam sebuah hadits yang

shahih: “Ia akan diluaskan kuburnya, dan akan dibukakan baginya pintu

surga. Sehingga ia mendapatkan harum dan nikmatnya surga yang

menyejukkan matanya”38. S emoga k i t a t e rma suk o r a ng y ang

mendapatkannya. Dan dalam firman Allah ta'ala (yang artinya) “masuklah ke

dalam surga karena apa yang telah kamu kerjakan”, huruf ba' di sini adalah

ba' sababiyah” Sehingga dalam ayat ini para Malaikat seolah ingin

mengatakan: “kamu akan masuk surga karena telah melakukan sebab-sebab

yang membuat seseorang masuk surga”. Bukan berarti si hamba masuk surga

ketika itu.

Dalil ke delapan

Allah ta'ala berfirman:

ِّام ِْمهِتَائيَِطخر اوُقِرُْغأ اوُلِخرُْدأَف ًارَان َْملَف اوُِدجَي ُْمهَل ْنِم ِنوُد ِّهللا ًارَاصْنَأ  

“Disebabkan kesalahan-kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan lalu

dimasukkan ke dalam neraka, maka mereka tidak mendapat penolong selain

Allah”

Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan menjelaskan tentang ayat ini:

“Fir'aun mendapatkan hukuman, yaitu Allah tenggelamkan ia dan kaumnya

di laut. Kemudian setelah itu, Allah masukkan mereka ke dalam neraka.

Sebagaimana firman Allah ... (beliau membawakan ayat di atas). Maka,

hukuman berupa neraka ini terjadi di alam barzakh. Sebagaimana Allah ta'ala

berfirman (yang artinya) : “Neraka ditunjukkan kepada mereka pagi dan

sore hari” (QS. Ghafir: 46). Ini terjadi di alam barzakh, sebelum hari akhirat.

Neraka ditunjukkan kepada mereka di pagi dan sore hari sampai hari Kiamat.

Ini adalah dalil tentang adanya adzab kubur. Wal 'iyyadzubillah”,

Dan masih banyak lagi dalil dari Al Qur’an Al Karim yang menetapkan

adzab kubur sekiranya kita mau merujuk pada penjelasan para ulama.


DALIL AS SUNNAH

Dalil pertama

Dari Anas bin Malik radhiallahu'anhu, bahwa Nabi Shallallahu'alaihi

Wasallam bersabda:

َْلوَل ْنَأ َل اوُنَفَاَدت ُتْوََعَدل َّهللا ّزَع ّلََجو ْنَأ ُْمكَعِْمسُي نم َبَاذَع ِرْبعَْقلا

ام ينعمسأ

“Seandainya kalian tidak akan saling menguburkan, tentulah aku akan

berdoa kepada Allah agar memperdengarkan kepada kalian siksa kubur

yang aku dengar”,

Dalam riwayat yang lain terdapat tambahan:

ُّمث َلَبعْقَأ َانْيَلَع ِِههَْجوِب َلَُاَقف اوُّذوَعَت : ِّهللِاب ْنِم ِبَاذَع ِرّانلا ، اوُلَاق :

ُذوُعَن ِّهللِاب ْنِم ِبَاذَع ِرّانلا ، َلَُاَقف اوُّذوَعَت : ِّهللِاب ْنِم ِبَاذَع ِرْبعَْقلا ،

اوُلَاق ُذوُعَن : ِّهللِاب ْنِم ِبَاذَع ِرْبعَْقلا ، َلَُاق اوُّذوَعَت : ِّهللِاب ْنِم َِِتفْلا َام

َرَهَظ َاهْنِم َامَو َنََطب ، اوُلَاق ُذوُعَن : ِّهللِاب ْنِم َِِتفْلا َام َرَهَظ َاهْنِم َامَو َنََطب

، َلَُاق اوُّذوَعَت : ِّهللِاب ْنِم َِةنِْتف ِلُّاّجدلا ، اوُلَاق ُذوُعَن : ِّهللِاب ْنِم َِةنِْتف

ِلُّاّجدلا

“Setelah itu Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam berbalik menghadap

kami, dan bersabda: mintalah perlindungan kepada Allah dari adzab

neraka! Para sahabat pun berkata: kami meminta perlindungan kepada

Allah dari adzab neraka. Nabi bersabda: mintalah perlindungan kepada

Allah dari adzab kubur! Para sahabat pun berkata: kami meminta


perlindungan kepada Allah dari adzab kubur. Nabi bersabda: mintalah

perlindungan kepada Allah dari fitnah yang nampak maupun yang

tersembunyi! Para sahabat pun berkata: kami meminta perlindungan kepada

Allah dari fitnah yang nampak maupun yang tersembunyi. Nabi bersabda:

mintalah perlindungan kepada Allah dari fitnah dajjal! Para sahabat pun

berkata: kami meminta perlindungan kepada Allah dari fitnah dajjal”

Da l am k i t a b Silsilah Ahadits Shahihah44, Syaikh Muhammad

Nashiruddin Al Albani rahimahullah menjelaskan bahwa hadits ini memiliki

beberapa syawahid, yaitu dari jalan Zaid bin Tsabit45 dan dari jalan Jabir bin

Abdillah46.

Setelah itu, beliau memberikan penjelasan penting. Beliau berkata: “Dari

beberapa hadits di atas terdapat banyak faedah, yang paling penting di

antaranya:

Pertama, menetapkan adanya adzab kubur, dan hadits-hadits tentang hal

i n i mutawatir. Maka tidak ada lagi kerancuan bila ada yang mengklaim

bahwa hadits-hadits tentang hal ini adalah hadits Ahad.

Kedua, pun andaikata memang benar hadits-haditsnya adalah hadits

Ahad, tetap wajib mengimaninya karena Al Qur’an telah menunjukkan

kebenarannya. (Kemudian Syaikh Al Albani membawakan surat Ghafir ayat

45-46).

Ketiga, pun andaikata memang benar bahwa permasalahan adzab kubur

tidak ada dalam Al Qur’an, maka hadits-hadits shahih yang ada sudah cukup

untuk menetapkan akidah tentang adzab kubur ini. Klaim bahwa perkara

aqidah tidak bisa ditetapkan dengan hadits Ahad yang shahih adalah klaim

yang batil yang diselipkan ke dalam ajaran Islam. Tidak ada imam yang

mengatakan pendapat demikian, tidak tidak katakan oleh imam madzhab

yang empat atau semisal mereka. Pendapat ini hanya dikemukakan oleh

ulama ahli kalam yang sama sekali tidak didasari oleh dalil”,

Beliau juga mengatakan, “Adanya pertanyaan dua Malaikat di alam

kubur adalah benar adanya. Wajib untuk mengimaninya. Hadits tentang hal

ini pun mutawatir”,

Dalil ke dua

Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, ia berkata:

ْتَلَخرَد َّىلَع ِنَازوُجَع ْنِم ِزُجُع ِدوُهَي َِةنِيَْدلا َاَتلَاَقف ِىل ّنِإ َلَْهأ ِروُبعُْقلا

َنوُبّذَعُي ِىف ِْمِهروُبعُق ، َاُمهُْتبّذَكَف ، َْمَلو ِْمعْنُأ ْنَأ َاُمهَقَِدُصأ ، َاَتَجرَخَف

َلَخرََدو َّىلَع ِّىبعّنلا – ىلص لا هيلع ملسو – ُتْلَُقف َُهل َاي َلُوَُسر ِّهللا ّنِإ

ِنَْيزوُجَع ُتْرَكََذو َُهل ، َلَُاَقف َاَتقََدص » ، ُْمهّنِإ َنوُبّذَعُي ًابَاذَع ُُهعَْمسَت

ُِمئَِاهَبعْلا َاهّلُك َاَمف . « ُُهْتَيأَر ُْدعَب ِىف ٍَة لَص ِّلإ َّذوَعَت ْنِم ِبَاذَع ِرْبعَْقلا

“Suatu ketika ada dua orang tua dari kalangan Yahudi di Madinah datang

kepadaku. Mereka berdua berkata kepadaku bahwa orang yang sudah mati

diadzab di dalam kubur mereka. Aku pun mengingkarinya dan tidak

mempercayainya. Kemudian mereka berdua keluar. Lalu Nabi

shallallahu’alaihi wasallam datang menemuiku. Maka aku pun menceritakan

apa yang dikatakan dua orang Yahudi tadi kepada beliau. Beliau lalu

bersabda: ‘Mereka berdua benar, orang yang sudah mati akan diadzab dan

semua binatang ternak dapat mendengar suara adzab tersebut’. Dan aku

pun melihat beliau senantiasa berlindung dari adzab kubur setiap selesai

shalat”

Hadits ini menunjukkan dengan tegas tentang adanya adzab kubur dan

alam kubur. Diperkuat lagi dengan pemahaman Aisyah radhiallahu'anha

yang menyampaikan hadits ini , menunjukkan bahwa Aisyah

radhiallahu'anha juga meyakini adanya adzab kubur dan alam kubur.

Dalil ke tiga

Dari Al Barra' bin Azib radhiallahu'anhu, Rasulullah shallallahu’alaihi

wa sallam bersabda:

َاِذإ َِدعْقُأ ُنِمْؤُْلا ِىف ِِهرْبعَق َِىتُأ ، ُّمث َِدهَش ْنَأ َل ََهِلإ ِّلإ ُّهللا ، ّنَأَو ًاّدَمحُم

ُلُوَُسر ِّهللا ، َِكَلذَف ُُهْلوَق ُتِبعَثُي ) ُّهللا َنِيذّلا اوُنَمآ ِْلُوَْقلِاب ِتِبّاثلا )

“Jika seorang mukmin telah didudukkan di dalam kuburnya, ia kemudian

didatangi (oleh dua malaikat lalu bertanya kepadanya), maka dia akan

menjawab dengan mengucapkan:’Laa ilaaha illallah wa anna muhammadan

rasuulullah’. Itulah yang dimaksud al qauluts tsabit dalam firman Allah

Ta’ala (yang artinya): ‘Allah meneguhkan orang-orang yang beriman

dengan al qauluts tsabit’ (QS. Ibrahim: 27)”,

Ini adalah dalil Al Qur’an sekaligus As Sunnah. Karena merupakan bukti

bahwa surat Ibrahim ayat 27 berbicara tentang adzab kubur dan Rasulullah

shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri yang menafsirkan demikian.

Dalil ke empat

Dari Abdullah bin ‘Abbas radhiallahu'anhu, ia berkata: 

ِنَع ِنْبا ٍسّابعَع َلَُاق ّرَم ِّىبعّنلا ىلص لا هيلع ملسو ٍِطئَِاحِب ْنِم ِنَاطيِح

َِةنِيَْدلا ْوَأ َّةكَم ، َِعَمسَف َتْوَص َِْيننَاسْنِإ ِنَابّذَعُي ِىف َاِمِهروُبعُق ، َلَُاَقف

ِّىبعّنلا  ىلص لا هيلع ملسو ِنَابّذَعُي » ، َامَو ِنَابّذَعُي ِىف ٍريِبعَك » ، ُّمث

َلَُاق َىلَب» ، َنَاك َاُمُهَدَحأ َل ُرَِتْتسَي ْنِم ِِهْلوَب ، َنَاكَو ُرَخرلا ِىشَْي

َِةميِّمنلِاب »

“Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar dari sebagian

pekuburan di Madinah atau Makkah. Lalu beliau mendengar suara dua

orang manusia yang sedang diadzab di kuburnya. Beliau bersabda,

‘Keduanya sedang diadzab. Tidaklah keduanya diadzab karena dosa besar

(menurut mereka bedua)’, lalu Nabi bersabda: ‘Padahal itu merupakan dosa

besar. Salah satu di antara keduanya diadzab karena tidak membersihkankan

bekas kencingnya, dan yang lain karena selalu melakukan namiimah (adu

domba)”,

Dalil ke lima

Dari Utsman bin Affan radhiallahu’anhu, ia berkata:

تعمس لُوسر لا ىلص لا هيلع ملسو لُوقي ّنإ » : َربعقلا ُّلُوأ ٍلُزنَم

نم ِلُزانَم ِة رخرلا ، نإف ان ُهنم امف َُهدعب ُرسيأ ُهنم ، نإو مل ُجني ُهنم

امف َُهدعب ّدشأ ُهنم لُاق « لُاقف : نامثع يضر لا هنع ام : تيأر

ارظنم طق لإ ربعقلاو عظفأ هنم

“Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Alam

kubur adalah awal perjalanan akhirat, barang siapa yang berhasil di alam

kubur, maka setelahnya lebih mudah. Barang siapa yang tidak berhasil,

maka setelahnya lebih berat”. Utsman radhiallahu’anhu berkata, “Aku tidak

pernah memandang sesuatu yang lebih mengerikan dari kuburan””,

Dalil ke enam

Dari Umar bin Khathab radhiallahu'anhu, Nab i Shallallahu'alaihi

Wasallam bersabda:

ّنإ َتِيلا ُبّذعُي ِءاكبعب ِهلهأ هيلع

"Sesungguhnya mayit itu diadzab (di dalam kuburnya) ketika keluarganya

menangisinya",

Dalam riwayat lain:

ُتِيَلا ُبّذَعُي يف ِِهرْبعَق ِاب َحيِن هيلع

"Sesungguhnya mayit itu diadzab (di dalam kuburnya) ketika keluarganya

melakukan niyahah terhadapnya",

Dalil ke tujuh

Dari Abu Ayyub Al Anshari radhiallahu'anhu, ia berkata:

َجَرَخر ُلُوَُسر ِّهللا ّىلَص ُّهللا ِْهيَلَع َّملََسو َْدعَب َام ْتَبَرَغ ُسّْمشلا َِعَمسَف

ًاتْوَص َلَُاَقف ُدوُهَي : ُبّذَعُت يِف َاِهروُبعُق

“Suatu hari Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam keluar rumah tatkala

matahari telah tenggelam. Beliau mendengar suara-suara, lalu bersabda:

“Orang-orang Yahudi sedang diadzab di kuburan mereka””,

Dalil ke delapan

Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu'anhu, ia berkata:

َلَخرَد ّيِبعّنلا ّىلَص ُّهللا ِْهيَلَع َّملََسو ًامْوَي ًلْخَن يِنَبعِل ِرّاجّنلا ، َِعَمسَف

َتَاوَْصأ ٍلَُاِجر ْنِم يِنَب ِرّاجّنلا اوُتَام يِف ِّةيِلِهَْالا َنوُبّذَعُي يِف ِْمِهروُبعُق

َجَرَخَف ُلُوَُسر ِّهللا ّىلَص ُّهللا ِْهيَلَع َّملََسو ًاِعزَف َرَمَأَف َُهبَاحَْصأ ْنَأ اوُّذوَعَت

ْنِم ِبَاذَع ِرْبعَْقلا

“Suatu hari Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam pergi ke kebun kurma milik

Bani Najjar. Beliau mendengar suara-suara dari orang-orang Bani Najjar

yang telah meninggal di zaman Jahiliyah. Mereka sedang diadzab di dalam

kuburnya. Kemudian beliau pun keluar dalam keadaan ketakutan dan

memerintahkan para sahabatnya untuk berlindung dari adzab kubur”,

Dalil ke sembilan

Dari Ummul Mukminin Aisyah radhiallahu'anha, ia berkata:

ّنَأ َلُوَُسر ِّهللا – ىلص لا هيلع ملسو – َنَاك وُْعَدي ِىف َِة لّصلا ُّمهّللا »

ِىنِإ ُذوَُعأ َِكب ْنِم ِبَاذَع ِرْبعَْقلا ُذوَُعأَو َِكب ْنِم َِةنِْتف ِحيِسَْلا ِلُّاّجدلا ،

ُذوَُعأَو َِكب ْنِم َِةنِْتف َايَْْلا َِةنِْتفَو ِتَاَْملا ، ُّمهّللا ِىنِإ ُذوَُعأ َِكب َنِم َِمثْأَْلا

ِم َرْغَْلَاو

“Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam berdoa ketika sedang shalat

dengan doa (yang artinya): ‘Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari adzab

kubur, dari fitnah al masih ad dajjal, dari fitnahnya orang yang masih hidup

atau yang telah mati. Ya Allah aku berlindung kepadamu dari dari perbuatan

dosa dan hutang’”

Dalil ke sepuluh

Dari 'Auf bin Malik Al Asyja'i radhiallahu'anhu, ia mengatakan:

ّىلَص ُلُوَسر ِلا ّىلَص ُّهللا هيلع َّملََسو َىلع ،ٍَة زَانِج ُتْظِفَحَف نِم ِِهئَِاُعد

وَهو ُّمهّللا:ُلُوقي ْرِفْغا َُهل ُْهَمْحرَاو ِِهفَاَعو ُفْعَاو ُْهنَع ْم ِرْكَأَو َُهُلزُن ِْعَسوَو

َُهلَخرُْدم ُْهلِسْغَاو ِءَْالِاب ِجْلّثلَاو َِدرَبعْلَاو ِِهَقنَو َنِم َايَاَْطلا َاَمك َتْيَّقن َبْوّثلا

َضَيْبَْلا َنِم ِسَنّدلا ُْهِلْدبَأَو ًارَاد ًارْيَخر ْنِم ِِهرَاد ًلَْهأَو ًارْيَخر ْنِم ِِهلَْهأ

ًاْجوََزو ًارْيَخر ْنِم ِِهْجوَز ُْهلِخرَْدأَو َّةنَْلا ُْهذَِعأَو ْنِم ِبَاذَع ِرْبعَْقلا ْنِمَو

ِبَاذَع ِرّانلا

“Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam pernah shalat jenazah, dan aku

menghafalkan doa yang beliau ucapkan, yaitu: Ya Allah, berilah ampunan

baginya dan rahmatilah dia. Selamatkanlah dan maafkanlah ia. Berilah

kehormatan untuknya, luaskanlah tempat masuknya, mandikanlah ia dengan

air, es dan salju. Bersihkanlah dia dari kesalahannya sebagaimana Engkau

bersihkan baju yang putih dari kotoran. Gantikanlah baginya rumah yang

lebih baik dari rumahnya, keluarga yang lebih baik dari keluarganya

semula, istri yang lebih baik dari istrinya semula. Masukkanlah ia ke dalam

surga, lindungilah ia dari adzab kubur dan adzab neraka”58.

Dan sebenarnya masih banyak lagi dalil dari hadits-hadits yang shahih

mengenai adzab kubur. Karena para ulama mengatakan hadits-hadits tentang

adzab dan nikmat kubur itu mencapai level mutawatir karena sangat

banyaknya. Yang sebagian hadits-hadits tersebut akan kami sebutkan dalam

bab “Beberapa Keyakinan Ahlussunnah Terkait Alam Kubur”.


DALIL IJMA

Akidah tentang adanya alam kubur, adanya adzab kubur, adanya nikmat

kubur, adanya pertanyaan Malaikat di alam kubur, adalah akidah yang

disepakati oleh para ulama Ahlussunnah, tidak ada khilafiyah di antara

mereka. Yang menyelisihi mereka adalah ahlul bid'ah dari kalangan

Qadariyah, Mu'tazilah dan Khawarij. 

Abdullah bin Abbas radhiallahu'anhu, beliau mengatakan:

َبََطخر ُرَُمع ُنْب ِبّاَْطلا َيَِضر ُّهللا ّنَأ :ُْهنَع َلُوَُسر ِّهللا ّىلَص ُّهللا ِْهيَلَع

َّملََسو َْدق ََمَجر َانَْمَجرَو ْنِم ِِهْدعَب ، َلأ ُّهنَِإو ُنوُكَيَس ْنِم ُْمكِْدعَب ٌم ْوَق

َنوُبِذَكُي ِْمّجرلِاب ، ِلُّاّجدلِابَو ، َِةعَافّشلِابَو ، ِبَاذَعِبَو ِرْبعَْقلا ، ٍم ْوَِقبَو

َنوَُجرْخُي ْنِم ِرّانلا َامَْدعَب اوُشَحَْتما

“Umar bin Khathab radhiallahu'anhu pernah berkhutbah: Rasulullah

Shallallahu'alaihi Wasallam dahulu menerapkan rajam, maka kami pun

menerapkan rajam sepeninggal beliau. Ketahuilah, akan ada sekelompok

orang setelah kalian yang mendustakan hukuman rajam, mendustakan adanya

Dajjal, mendustakan adanya syafa'at, mendustakan adanya adzab kubur, dan

mendustakan adanya manusia yang akan dikeluarkan dari neraka setelah

mereka hangus terbakar di neraka”

Dari Abdullah bin ad-Danaaj rahimahullah, ia mengatakan:

تدهش سنأ نب كلام ، لُاقو هل لجر اي : ابأ ة زمح ، نإ » اموق

نوبذكي باذعب ربعقلا لُاق لف : اوسلات كئلوأ  »

“Aku pernah bertemu dengan Anas bin Malik radhiallahu'anhu. Ketika itu

ada seorang lelaki yang berkata: wahai Abu Hamzah, ada sekelompok orang

yang mendustakan adzab kubur! Anas bin Malik berkata: jangan kalian

bermajelis dengan mereka!”

Dari Abdullah bin Mas'ud radhiallahu'anhu, ia berkata:

نإ مكدحأ سلجيل يف هربعق اسلجإ ، لُاقيف هل ام : تنأ ؟ نإف ناك

انمؤم لُاق انأ : دبعع لا ايح اتيمو دهشأ نأ ل هلإ لإ لا دهشأو نأ

ادمحم هدبعع هلوسرو ، حسفيف هل يف هربعق ام ءاش لا ىريف هناكم نم

ةنلا لُزنيو هيلع ة وسك اهسبعلي نم ةنلا ، امأو رفاكلا لُاقيف هل ام :

تنأ ؟ لُوقيف ل : يردأ ، لُاقيف هل ل : تيرد اثلث ، قيضيف هيلع

هربعق ىتح فلتخت هعلضأ وأ سامتت هعلضأ لسريو هيلع تايح نم

بناوج هربعق هنشهني هنلكأيو ، اذإف عزج حاصف عمق عمقب نم ران نم

ديدح

“Sesungguhnya kalian kelak akan didudukkan di dalam kubur kalian. Lalu

malaikat akan bertanya: siapa anda. Jika yang ditanya adalah seorang

Mukmin, ia akan menjawab: aku adalah hamba Allah dalam keadaan hidup

atau mati, aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah

kecuali Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba Allah dan

Rasul-Nya. Seketika itu diluaskan kuburnya sesuai kehendak Allah. Ia pun

bisa melihat tempat tinggalnya di surga dari dalam kuburnya. Lalu turunlah

pakaian dari surga yang akan dipakainya. 

Adapun jika yang ditanya adalah orang kafir, ketika ditanya: siapa anda?

Orang itu menjawab: saya tidak tahu, saya tidak tahu, sampai 3x. Seketika itu

disempitkan kuburnya sampai copot semua persendiannya dan saling

bersinggungan satu sama lain. Lalu didatangkan ular-ular dari sisi kuburnya,

yang mematuk dan memakannya. Jika ia teriak kesakitan, maka akan

dipakaikan penutup kepala dari besi panas padanya”61.

Imam Ahmad bin Hambal62 rahimahullah dalam matan Ushulus Sunnah

beliau mengatakan:

نَايِْلا بَاذَعِب رْبعَْقلا نَأَو ِهذَه ةمْلا تفت يِف اهروبعق لُأستو نَع نَايِْلا

م َلِْْسلَاو نمَو هبر نمَو هيبعن هيتأيو ركنُم ريِكَنَو َفيَك َءَاش  

“(Di antara prinsip akidah yang kami yakini adalah) mengimani adanya

adzab kubur, dan bahwasanya umat ini akan diuji di dalam kuburnya, serta

ditanya tentang iman, Islam, siapa Rabb-nya, dan siapa Nabinya. Dan ia akan

didatangi oleh malaikat Munkar dan Nakir, dengan cara yang sesuai dengan

kehendak Allah”,

Imam Abul Hasan Ali bin Isma’il Al Asy’ari64 rahimahullah berkata:

اوركنأو ةعافش لُوسر لا ىلص لا هيلع ملسو ينبعنذملل اوعفدو

تاياورلا يف كلذ نع فلسلا ينمدقتلا اودحجو باذع ربعقلا نأو

رافكلا يف مهروبعق نوبذعي دقو عمجأ ىلع كلذ ةباحصلا نوعباتلاو

يضر لا مهنع ينعمجأ


“Para ahlul bid’ah (yaitu mu’tazilah dan qadariyah), mengingkari syafa’at

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap orang-orang yang memiliki

dosa. Mereka menolak riwayat-riwayat dari generasi salaf terdahulu. Mereka

juga menolak kebenaran akan adanya adzab kubur dan bahwa orang kafir

diadzab di dalam kubur mereka. Padahal para sahabat dan tabi’in

radhiallahu’anhum ajma’iin telah bersepakat tentang hal ini”

Al Lalika'i66 rahimahullah membuat judul bab:

ُقَايِس َام َِيوُر ِنَع ِيِبعّنلا ّىلَص ُلا ِْهيَلَع َّملََسو يِف ّنَأ َِينِملْسُْلا َاِذإ اوُّلد

يِف ِْمهِتَرْفُح ُْمهَُلأْسَي ،ٌرَكْنُم ،ٌريِكَنَو ّنَأَو َبَاذَع ِرْبعَْقلا ،ّقَح َنَايِْلَاو ِِهب

ٌبِجَاو

“Hadits-hadits yang diriwayatkan dari Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam

bahwa kaum Muslimin ketika sudah berada di dalam lubang kuburnya, maka

ia akan ditanya oleh Munkar dan Nakir. Dan bahwa adzab kubur itu benar

adanya, dan mengimaninya adalah suatu kewajiban”67.

Imam Abu Ja'far Ath Thahawi68 rahimahullah dalam matan Al Aqidah

Ath Thahawiyah beliau mengatakan:

باذعبو ربعقلا نل ناك هل ،ًلهأ لُاؤسو ركنم ريكنو يف هربعق نع هبر

هنيدو ،هيبعنو ىلع ام تءاج هب رابعخرلا نع لُوسر لا ىلص لا هيلع

ملسو ، نعو ةباحصلا ناوضر لا مهيلع

“(Kami mengimani) adanya adzab kubur bagi orang yang memang berhak

mendapatkannya. Dan adanya pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir di

alam kubur, bertanya tentang Rabb-nya, agamanya dan Nabinya.

Sebagaimana khabar yang datang dari Rasulullah Shallallahu'alaihi

Wasallam dan dari para sahabatnya ridhwanullah 'alaihim”

Ibnu Qathan70 rahimahullah berkata: 

اوعمجأو نأ باذع ربعقلا ،قح ىلعو نأ سانلا نونتفي يف مهروبعق دعب

نأ اويحي ،اهيف تبعثيف لا نم بحأ اوعمجأو .هتيبعثت مهنأ ل نوقوذي

ملأ تولا دعب عمجأو .كلذ لهأ م لسلا نم لهأ ةنسلا ىلع نأ

باذع ربعقلا ،قح ىلعو نأ ًاركنم ًاريكنو يكلم ربعقلا قح

“Para ulama sepakat bahwa adzab kubur itu benar adanya, dan manusia akan

diuji dengan pertanyaan di alam kubur, setelah ruh mereka dikembalikan ke

jasadnya. Allah pun akan mengokohkan orang-orang yang Allah cintai (untuk

menjawab pertanyaan itu). Dan para ulama sepakat bahwa mereka tidak akan

merasakan pedihnya kematian lagi setelah itu. Para ulama Islam dari

kalangan Ahlussunnah juga sepakat bahwa adzab kubur itu benar adanya, dan

mereka sepakat tentang adanya malaikat Munkar dan Nakir di alam kubur”

Al Muzanni72 rahimahullah dalam Syarhus Sunnah beliau berkata:

ّمث مه دعب ةطغضلا يِف روُبعُْقلا نولءاسم

“Kemudian mereka setelah mengalami penghimpitan, mereka akan ditanya

(oleh malaikat)”

Abu Bakar bin Mujahid74 rahimahullah berkata:

عمجأ لهأ ّةنّسلا نأ باذع ربعقلا ،قح نأو سانلا نونتفُي ىف مهروبعق

دعب نأ اويحُي اهيف اولأسُيو ،اهيف تبعثيو لا نم بحأ هتيبعثت مهنم

“Ahlussunnah bersepakat mengimani adanya adzab kubur. Dan bahwasanya

manusia akan diuji di dalam kubur setelah ruh mereka dikembalikan kepada

jasadnya. Dan mereka akan ditanya di sana. Allah pun akan mengokohkan

orang-orang yang Allah cintai (untuk menjawab pertanyaan itu)”

Ibnu Bathal76 rahimahullah mengatakan:

نأ باذع ربعقلا ،قح لهأو ةنسلا نوعمجم ىلع نايلا هب ،قيدصتلاو

لو هركني لإ ةعدتبعم

“Adzab kubur itu benar adanya. Ahlussunnah bersepakat untuk

mengimaninya dan membenarkannya. Tidak ada yang mengingkarinya

kecuali ahlul bid'ah”

Imam An Nawawi78 rahimahullah mengatakan:

ّنَأ بَْهذَم لَْهأ ّةنّسلا تَابعْثِإ بَاذَع رْبعَْقلا َاَمك َانْرَكَذ ًافَلِخر ِجِرَاوَخْلِل

َمظْعُمَو َةِلزَْتعُْلا ضْعَبَو َةئِْجرُْلا ْاوَفَن َِكَلذ

“Madzhab Ahlussunnah menetapkan adanya adzab kubur, sebagaimana telah

kami sebutkan. Berbeda dengan Khawarij dan mayoritas Mu'tazilah serta

sebagian Murji'ah, yang mereka menafikan adanya adzab kubur”

Al Mulla Ali Al Qari80 rahimahullah mengatakan:

ثيداحلاو يف كلذ ة ريثك يف ىنبعلا ، دقو ترتاوت بسحب ىنعلا ،

اوعمجأو هيلع لهأ ةنسلا ، افلخر ضعبعل لهأ ةعدبعلا

“Hadits-hadits tentang adzab kubur sangat banyak riwayatnya, dan mencapai

level mutawatir dari segi makna. Ahlussunnah sepakat tentang adanya adzab

kubur. Berbeda dengan sebagian ahlul bid'ah".

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan:

ملعاف نأ بهذم فلس ةملا نأ :اهتمئِأو تيلا اذإ تام نوكي يف

ميعن وأ ،باذع نأو كلذ لصحي هحورل ،هندبعلو نأو حورلا ىقبعت دعب

ةقرافم ندبعلا ةمعنم وأ ،ةبذعم اهنأو لصتت ندبعلاب ،انايحأ لصحيف هل

اهعم ميعنلا وأ باذعلا

“Ketahuilah, madzhab salaful ummah dan para imamnya adalah meyakini

bahwa mayit ketika meninggal ia akan mendapatkan nikmat atau diberi adzab

(di alam kubur). Dan itu akan dirasakan oleh ruh dan badannya. Dan ruh akan

tetap ada setelah berpisah dengan badan, dalam keadaan ruh tersebut

mendapat nikmat atau mendapat adzab. Dan terkadang ruh itu bersambungan

dengan badannya, sehingga ketika itu ruh dan badan keduanya merasakan

nikmat atau adzab”

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin83 rahimahullah menjelaskan:

“Adzab kubur itu benar adanya, sebagaimana ditegaskan di dalam as-Sunnah

dan zahir dari ayat-ayat Al Qur'an, serta ijma' ulama kaum Muslimin.

Sehingga ada tiga jenis dalil yang mendasarinya. 

Adapun dalil dari as-Sunnah adalah sabda Nabi Shallallahu'alaihi

Wasallam:

اوذوعت لاب نم باذع ،ربعقلا اوذوعت لاب نم باذع ،ربعقلا اوذوعت لاب

نم باذع بقلا

“Mintalah perlindungan kepada Allah dari adzab kubur! Mintalah

perlindungan kepada Allah dari adzab kubur! Mintalah perlindungan

kepada Allah dari adzab kubur!”

Adapun dalil ijma', yaitu para ulama sepakat menganjurkan untuk

membaca doa berikut ini dalam shalat:

ذوعأ لاب نم باذع ،منهج نمو باذع ربعقلا

“Aku meminta perlindungan kepada Allah dari adzab Jahannam dan dari

adzab kubur”

Sampai-sampai orang awam yang bukan ahlul ijma' juga menyepakati

hal ini. Adapun zahir dari ayat Al Qur'an, semisal firman Allah ta'ala (yang

artinya) : “Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang, dan

pada hari terjadinya Kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): “Masukkanlah

Firaun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras”” (QS. Ghafir: 46)”

Nukilan-nukilan di atas secara jelas menunjukkan bahwa para ulama

Ahlussunnah ijma' (sepakat) dalam mengimani adanya alam kubur, nikmat

kubur, adzab kubur dan fitnah kubur. Tidak ada keraguan di dalamnya sama

sekali.


BEBERAPA SYUBHAT DAN

JAWABANNYA

SYUBHAT 1: BEBERAPA AYAT QUR’AN 

MENUNJUKKAN TIDAK ADANYA ADZAB DAN 

NIKMAT KUBUR

Sebelumnya, dalam membahas syubhat ini kita perlu meyakini bahwa Al

Qur’an dan hadits itu adalah kebenaran, dan tidak ada kebenaran yang saling

bertentangan. Allah Ta’ala berfirman:

لَفَأ َنوُرّبََدَتي َنآْرُْقلا ْوََلو َنَاك ْنِم ِْدنِع ِرْيَغ ِّهللا اوَُدَجوَل ِهيِف ًافلِْتخرا

ًاريِثَك

“Apakah engkau tidak men-tadabburi Al Qur’an? Andaikan Al Qur’an itu

bukan dari sisi Allah tentu akan banyak pertentangan di dalamnya”,

Begitu juga, wajib meyakini bahwa hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa

sallam adalah wahyu. Sebagaimana firman Allah ta'ala:

َامَو ُقِْطنَي ِنَع َىوَهْلا ْنِإ َوُه ّاِلإ ٌيَْحو َىحوُي

“Apa yang diucapkan olehnya (Muhammad) itu bukanlah dari hawa nafsu,

melainkan wahyu”,

Maka, Al Qur’an tidak akan bertentangan dengan Al Qur’an, Al Qur’an

pun tidak akan bertentangan dengan hadits dan hadits tidak akan

bertentangan dengan hadits. Dengan kata lain, ayat Al Qur’an saling

menafsirkan, demikian juga ayat Al Qur’an dan hadits saling menafsirkan.

Oleh karena itulah kita hendaknya merujuk kepada para ulama, karena

merekalah yang mampu mendudukkan ayat dengan ayat, hadits dengan hadits

serta ayat dengan hadits sesuai tempatnya sehingga jelas bahwa tidak ada

pertentangan.

Ayat pertama

Allah ta'ala berfirman:

اوُلَاق َاي َانَلَْيو ْنَم َانَثَعَب ْنِم َانَِدقْرَم َاذَه َام ََدَعو ُنَْمّحرلا َقََدَصو

َنوُلَْسرُْلا

“Mereka berkata: “Aduh celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan

kami dari tempat tidur kami (kubur)?” Inilah yang dijanjikan (Tuhan) Yang

Maha Pemurah dan benarlah Rasul-rasul (Nya)”89.

Jika orang yang mati dikatakan ‘tidur’ setelah ia mati sampai hari

kebangkitan, maka tentu tidak ada adzab kubur atau nikmat kubur. Demikian

logika ahlul bid’ah yang menolak adanya adzab kubur, dan memang

demikianlah mereka memahami ayat-ayat Allah dengan logika tanpa merujuk

kepada ahlinya.

Jawaban:

Kalau kita merujuk para ahli tafsir dari kalangan sahabat sampai ulama

mu’ashiriin, Ubay bin Ka’ab radhiallahu’anhu, Khaitsamah, Mujahid dan

Qatadah menafsirkan maksud dari ‘tidur’ dalam ayat ini adalah: “Tidur

sejenak sebelum dibangkitkan dari kubur”. Qatadah juga menambahkan: “Itu

terjadi di antara dua tiupan sangkakala”90. Al hafidz Ibnu Katsir

rahimahullah juga menjelaskan: “Ayat ini tidak menafikan adanya adzab

kubur, karena jika dibandingkan dengan apa yang terjadi setelahnya, yang

terjadi di alam kubur seperti tidur”

Ayat ke dua

Allah ta'ala berfirman:

َلو َّبَسَْت َّهللا لِفَاغ ّاَمع ُلَْمعَي َنوُِلّاظلا َاّمنِإ ُْمُهرِخرَؤُي ٍم ْوَيِل ُصَخْشَت

ِهيِف ُرَاصْبلا

“Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai

dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang lalim. Sesungguhnya Allah

memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata

(mereka) terbelalak”

Dalam ayat ini dikatakan Allah memberi tangguh, artinya tidak

mengadzab mereka, sampai hari ketika mata manusia terbelalak, yaitu hari

kiamat. Demikian logika mereka.

Padahal jika kita menilik penjelasan para ulama tafsir, Al Hafidz Ibnu

Katsir rahimahullah menjelaskan makna “Allah memberi tangguh kepada

mereka” : “dikatakan demikian karena begitu ‘ngerinya’ keadaan mereka di

hari kiamat”. Al Baghawi rahimahullah menafsirkan: “Tidak akan menimpa

mereka kengerian semisal yang akan mereka dapatkan di hari kiamat” 

Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

ّنإ َربعقلا ُّلُوأ ٍلُزنَم نم ِلُزانَم ِة رخرلا ، نإف ان ُهنم امف َُهدعب ُرسيأ ُهنم ،

نإو مل ُجني ُهنم امف َُهدعب ّدشأ ُهنم

“Alam kubur adalah awal perjalanan akhirat, barang siapa yang berhasil di

alam kubur, maka setelahnya lebih mudah. Barang siapa yang tidak berhasil,

maka setelahnya lebih berat”

Jadi jelas bahwa karena begitu jauhnya perbandingan antara siksa kubur

dengan siksa mereka kelak di hari kiamat, hingga ketika mereka masih

disiksa di alam kubur dianggap masih dalam masa penangguhan.

Sebagian ulama memang menafsirkan secara mutlak bahwa maknanya

adalah “mereka tidak akan mendapat adzab hingga hari kiamat”, namun yang

dimaksud adalah sebagaimana yang diungkapkan Ibnu Katsir dan Al

Baghawi di atas. Karena faktanya, sebagian orang kafir bahkan diadzab

ketika mereka masih hidup. Dan perlu dicatat, para ahli tafsir yang

menafsirkan secara mutlak demikian tidak ada yang memahami bahwa ayat

ini menafikan adzab kubur. Jadi memahami ayat ini dengan pemahaman para

penolak adanya adzab kubur, adalah pemahaman baru yang tidak ada

pendahulunya, serta bertentangan dengan ratusan dalil.

Ayat ke tiga

Allah ta'ala berfirman:

َم ْوََيو ُم وَُقت َُةعّاسلا ُِمسُْقي َنوُمِرُْْلا َام اوُثِبعَل َرْيَغ ٍَةعَاس َِكَلذَك اوُنَاك

َنوُكَفْؤُي

“Dan pada hari terjadinya kiamat, bersumpahlah orang-orang yang

berdosa; “Mereka tidak berdiam (dalam kubur) melainkan sesaat (saja)”.

Seperti demikianlah mereka selalu dipalingkan (dari kebenaran)”96.

Menurut logika para penolak adanya adzab kubur, berdasarkan ayat ini,

antara matinya seorang manusia dengan hari kebangkitan itu hanya terasa

sesaat saja, hingga seorang manusia merasakan seolah setelah mati tiba-tiba

sudah dibangkitkan. Maka tidak ada alam kubur yang dia merasakan adzab

atau nikmat.

Para ahli tafsir menjelaskan mengenai makna ‘sesaat’, Al Baidhawi

rahimahullah berkata, “Maksudnya adalah masa di alam kubur dianggap

terlalu sebentar jika dibandingkan dengan lamanya siksaan mereka di akhirat

kelak. Atau penafsiran yang lain, mereka lupa akan lamanya berada di alam

kubur”, Sebagian ahli tafsir memaknai bahwa maksudnya adalah masa

ketika hidup di dunia, Al Baghawi rahimahullah mengatakan, “Maksudnya

adalah masa di dunia dianggap terlalu sebentar dibandingkan dengan

akhirat” Seluruh tafsiran di atas tidak ada yang bertentangan dengan dalil-

dalil adanya adzab kubur.

Dan sekali lagi perlu di catat, tidak ada ahli tafsir yang memahami

bahwa ayat ini menafikan adanya adzab kubur. Menunjukkan bahwa ayat ini

dengan dalil-dalil shahih tentang adanya adzab kubur tidaklah bertentangan.

Demikianlah beberapa ayat yang menjadi ‘syubhat’ karena dipahami

secara salah oleh para pengikut hawa nafsu. Tidak menutup kemungkinan

adanya ayat lain yang mereka gunakan untuk melariskan pemahaman

menyimpang mereka, namun cukuplah kita meyakini bahwa di antara dalil

tidak ada yang saling bertentangan.


SYUBHAT 2: HADITS-HADITS TENTANG 

ADANYA ADZAB DAN NIKMAT KUBUR ADALAH

HADITS AHAD, SEDANGKAN HADITS AHAD 

BUKAN HUJJAH DALAM MASALAH AQIDAH

Penjelasan Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah

yang sudah kami kutip sebelumnya sudah mewakili dalam menjawab syubhat

ini. Ringkasnya, hadits-hadits tentang adanya adzab kubur itu mutawatir

bukan hadits ahad100. Sampai-sampai Ibnu Qutaibah101 rahimahullah

mengatakan:

ة رثكو رابعخرلا هنع يف ركنم ريكنو يفو باذع ربعقلا يفو هئِاعد ذوعأ

كب نم ةنتف ايلا تاملاو ذوعأو كب نم باذع ربعقلا نمو ةنتف حيسلا

هذهو .لُاجدلا رابعخرلا حاحص ل زوجي ىلع اهلثم ؤطاوتلا نإو مل

حصي اهلثم مل حصي ءيش نم رومأ اننيد لو ءيش حصأ نم رابعخرأ

انيبعن ىلص لا هيلع ملسو

99 Hadits mutawatir adalah hadits shahih yang diriwayatkan dari banyak jalan sehingga tidak ada kemungkinan semua 

perawinya bersepakat untuk berdusta. Syarat suatu hadits dikatakan sebagai hadits mutawatir ada 4: 

1. Diriwayatkan dari banyak jalan. Walaupun ulama khilaf tentang batasan “banyak” dalam kriteria ini. Sebagian ulama 

mengatakan 10 jalan, sebagian yang lain mengatakan 20 jalan, 30 jalan, 100 jalan, 200 jalan atau 300 jalan.

2. Banyaknya jalan tersebut terjadi di setiap thabaqah-nya

3. Mustahil terjadinya tawathu' 'ala kadzib (perawi bersepakat untuk berdusta dalam periwayatannya)

4. Sandaran penerimaan khabar adalah secara hissi (secara inderawi). (lihat Taisir Musthalah Hadits, Syaikh Mahmud 

Ath Thahhan, halaman 19 – 20).

100Hadits ahad adalah hadits yang tidak memenuhi syarat untuk disebut sebagai hadits mutawatir. Dengan kata lain, hadits

yang tidak mutawatir, maka ia hadits ahad. Menilik pada definisi hadits mutawatir, misalnya jika hadits mutawatir 

adalah yang diriwayatkan dari 10 jalan, maka hadits yang diriwayatkan dari 9 jalan tergolong dalam hadits ahad.

Dan perlu diketahui bahwa hadits ahad berbeda dengan hadits gharib. Hadits gharib adalah hadits yang diriwayatkan 

dari satu jalan saja. Walaupun memang, hadits gharib termasuk dalam kategori hadits ahad juga.


“Banyak sekali hadits tentang Munkar dan Nakir serta tentang adzab kubur.

Juga banyak hadits tentang doa (yang artinya): ‘Ya Allah aku berlindung

kepada-Mu dari fitnahnya orang yang masih hidup atau yang telah mati, aku

berlindung kepada-Mu dari adzab kubur, aku berlindung kepada-Mu dari

dari fitnah al masih ad dajjal”. Hadits-hadits ini semua shahih, yang tidak

mungkin para perawinya bersepakat untuk berdusta. Andaikan hadits-hadits

seperti ini tidak dikatakan shahih, maka tidak ada hadits yang shahih sama

sekali dalam agama kita. Dan andaikan hadits-hadits seperti ini tidak

dikatakan shahih, maka tidak ada lagi model hadits yang derajatnya lebih

shahih lagi”.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah juga berkata, “Mutawatir

terbagi menjadi ‘aam dan khas. Bagi para ulama yang paham hadits dan fiqih

ada hadits-hadits mutawatir bagi mereka yang tidak dianggap mutawatir oleh

orang awam. Semisal hadits tentang sujud sahwi, kewajiban syuf’ah,

kewajiban membayar diyat bagi yang berakal, kewajiban merajam pezina

yang muhshan, hadits-hadits ru’yah, adzab kubur, ….. ”.

Namun perlu digaris-bawahi pula, andaikan hadits-hadits tentang alam

kubur atau tentang masalah lain adalah hadits Ahad pun tetap merupakan

hujjah. Penjelasan rinci mengenai hal ini akan mencakup banyak bab dari

ilmu ushul fiqh yang tidak mungkin kami paparkan pada kesempatan ini.

Semoga beberapa poin di bawah ini cukup memberikan pencerahan bahwa

hadits Ahad adalah hujjah, baik dalam masalah aqidah atau bukan:

a. Wajib beramal dengan hadits ahad adalah ijma para ulama-ulama

Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata: “Aku tidak mengetahui adanya

fuqaha kaum muslimin yang berselisih pendapat dalam menetapkan khabar

ahad, sebagaimana yang baru saja saya jelaskan bahwa hadits-hadits ahad ada

pada mereka semua”. 

Al Khatib Al Baghdadi rahimahullah berkata: “Beramal dengan hadits

Ahad adalah pendapat semua ulama tabi’in dan setelah mereka, yaitu para

ulama-ulama di semua zaman sampai zaman kita ini (zamannya Al Khatib,

-pent). Dan saya tidak mengetahui adanya seorang di antara mereka yang

mengingkarinya atau menolaknya”.

b. Dalil-dalil wajibnya beramal dengan hadits ahad

Dalil Al Qur'an

Allah Ta’ala berfirman,

َامَو َنَاك َنوُنِمْؤُْلا اوُرِفْنَيِل ًّةفَاك ْلوَلَف َرَفَن ْنِم ِلُك ٍَةقْرِف ُْمهْنِم ٌَةفِئَِاط

اوُهَّقفََتيِل يِف ِنِيدلا اوُرِذْنُيَِلو ُْمهَمْوَق َاِذإ اوُعََجر ِْمهْيَِلإ ُْمهّلَعَل َنوُرَذْحَي

“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke

medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara

mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang

agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah

kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”.

Sisi pendalilan dari ayat ini ada dua:

Pertama, Allah memerintahkan tha'ifah untuk memberi peringatan

kepada kaumnya. Sedangkan secara bahasa:

َُةفِئِاطلاو نم َُةعْطقلا :ِءيشلا ،هنم وأ ُِدحاولا ،ًاِدعاصَف وأ ىلإ ،ِفَْللا

وأ اهّلَقأ ِنلُجر وأ ٌلَُجر

“Tha'ifah dari sesuatu artinya bagian dari sesuatu, atau berjumlah satu atau

lebih, atau berjumlah di antara 1 sampai 1000, atau paling sedikit satu atau

dua”.

Ini menunjukkan tegaknya kebenaran walau hanya dari satu orang atau

dua orang. Dan kebenaran itu wajib diterima oleh kaumnya.

Kedua, Allah menyebutkan manfaat adanya beberapa orang yang

mendalami agama yaitu ‘supaya mereka itu dapat menjaga dirinya‘. Andai

hujjah tidak bisa diterima dari satu atau sedikit orang, tentu manfaat tersebut

tidak tercapai dan konsekuensinya ayat ini tidak benar.

Dalil hadits

Hadits-hadits mutawatir tentang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa

sallam mengutus utusan, amil zakat, hakim hanya satu orang saja kepada

sekelompok orang. Sebagaimana diutusnya Mua’dz bin Jabal

radhiallahu'anhu:

كنإ يتأت اموق نم لهأ مهعداف ,باتكلا ىلإ ة داهش نأ ل هلإ لإ لا و

ينأ لُوسر نإف , فلا مه اوعاطأ كلذل مهملعأف نأ لا ضرتفا مهيلع

سمخر تاولص يف لك م وي و ةليل

“Engkau akan mendatangi kaum yang terdiri dari ahli kitab. Ajaklah mereka

untuk bersyahadat ‘Laailaaha Illallah Wa Anna Muhammadan Rasulullah’,

jika mereka mau taat, ajarkanlah mereka untuk shalat lima waktu sehari-

semalam….”.

Imam Asy Syafi’i berkata, “Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam tidak

pernah mengutus seseorang utusan kecuali sendirian. Ini adalah bukti berita

yang dibawa oleh satu orang utusan tersebut adalah benar, Insya Allah”.

Dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi

wa sallam bersabda,

َرّضَن ُّهللا ًأَرْما َِعَمس يَِتلَاَقم َاهَاَعوَف َاهَظِفََحو َاهَغّلَبَو ، ّبُرَف ِلِمَاح ٍْهِقف

َىِلإ ْنَم َوُه َُهْقفَأ ُْهنِم ، ٌثَلَث َل ّلِغُي ّنِهْيَلَع ُبْلَق ٍِملْسُم ُصَُلْخرِإ :

ِلََمعْلا ِّهلِل ، َُةحَصَانُمَو ِّةِمئَِأ َِينِملْسُْلا ، ُم وُزَُلو ِْمهَِتعَاَمج ، ّنَِإف ََة وّْعدلا

ُطيُِت ْنِم ِْمهِئَِارَو

“Semoga Allah memberikan nudhrah (cahaya di wajah) kepada orang yang

mendengarkan sabdaku lalu ia memahaminya, menghafalnya, dan

menyampaikannya. Berapa banyak orang yang membawa ilmu agama

kepada orang yang lebih paham darinya. Ada tiga perkara yang tidak akan

dengki hati muslim dengannya: mengikhlaskan amal karena Allah,

menasihati pemimpin kaum muslimin, dan berpegang kepada jamaah mereka

karena doa mereka meliputi dari belakang mereka”.

Di sini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan imra-an

yang menyampaikan hadits. Sedangkan imra-an itu artinya satu orang.

Dalil ijma'

Ijma para sahabat bahwa khabar ahad itu diterima. Di antara dalil ijma

ini adalah hadits tentang pindahnya kiblat yang hanya dikabarkan oleh satu

orang yang menyampaikan kabar dari Rasulullah Shallallahu'alaihi

Wasalallam. Dari Anas bin Malik radhiallahu'anhu,

ّنَأ َلُوَُسر ِلا ّىلَص ُلا ِْهيَلَع َّملََسو َنَاك يِلَصُي َوْحَن ِتْيَب ِسِْدَْقلا ،

َْدق ) :ْتََلزَنَف َىرَن َبّلََقت َِكهَْجو يِف ِءَاّمسلا َّكنَيَِلوُنَلَف ًَةلْبعِق َاهَاْضرَت

َِلُوَف ََكهَْجو َرَْطش ِِدجْسَْلا ِم َارَْلا ة رقبعلا (/ 144، ّرََمف ٌلَُجر ْنِم يِنَب

ََةَملَس ُْمَهو ٌعوُكُر يِف َِة لَص ،ِرْجَفْلا َْدقَو ْاوّلَص ًَةعْكَر ، َىدَانَف ََلأ : ّنِإ

ََةلْبعِْقلا َْدق ْتَِلوُح ، اوُلَاَمف َاَمك ُْمه َوْحَن َِةلْبعِْقلا

“Dahulu Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam shalat menghadap ke Baitul

Maqdis. Kemudian turun ayat (yang artinya) : “Kami melihat wajahmu

(Muhammad) sering menengadah ke langit, maka akan Kami palingkan

engkau ke kiblat yang engkau senangi. Maka hadapkanlah wajahmu ke arah

Masjidilharam” (QS. Al Baqarah: 144). Lalu lewatlah seorang lelaki dari

Bani Salamah, ketika orang-orang sedang shalat dalam posisi rukuk (di

masjid). Dan mereka sudah melalui satu raka'at. Orang tersebut pun menyeru:

“Ketahuilah... kiblat telah diubah!”. Seketika itu orang-orang yang shalat

segera mengubah arah kiblatnya”.

Andaikan para sahabat tidak menerima k