makna ahl alkitab 6

makna ahl alkitab 6


 


ilakukan 

oleh mereka baik dari ritual dan kebiasaan yang mereka lakukan. 

Sehingga dapat mempengaruhi keimanan seorang mukmin atau 

mukminah, agar terjerumus kedalam kesyirikan yang sama dengan 

mereka, bahkan dalam kekeluargaan mereka. Terlebih lagi ajaran syirik 

mereka, tanpa disadari bisa menjadi sebuah hal yang lumrah bagi 

seorang muslim dengan anggapan bahwa ajaran syirik mereka tidak 

akan mampu merusak tauhid dan iman kepada Allah . Mereka juga 

mengatakan bahwa penyembahan kepada tuhan selain Allah  bukanlah 

termasuk ibadah, namun mereka mengganti dengan ungkapan lain 

seperti pengharapan syafa‟at dan tawassul. Dan menjadikan tuhan 

selain Allah  sebagai Tuhan, namun ada juga sebagian dari mereka 

yang mengatakannya sebagai seorang pemberi syafa‟at. Pendapat 

demikian juga sesuai dengan ungkapan dari ulama‟ lain seperti Wahbah 

al-Zuhaili, yang mengatakan bahwa seorang muslim dilarang menikahi 

kaum musyrik, sebab dapat mempengaruhi akidah dan keimanan 

melalui perbuatan syirik yang diajarkan oleh mereka, sehingga dapat 

menyesatkan agama seorang muslim ini .89 

Melalui penafsiran ayat ini, Rasyid Ridha berpandangan bahwa 

kehadiran Surat al-Mâidah/5: 5 yang turun setelah Surat al-Baqarah/2: 

221 menjadi penghapus atau nasikh bagi Surat al-Baqarah/2: 221, 

sehingga lafaz almusyrikat pada ayat ini  juga tecakup di dalamnya 

al-kitabiyyat. Namun sebagian mufassir lainnya, berpandangan bahwa 

yang dimaksud di dalam Surat al-Mâidah/5: 5, mempunyai kekhususan 

sehingga tidak termasuk di dalamnya kitabiyyat. Sebagaiman yang 

dijelaskan oleh Sayyid Qutub bahwa menikahi Ahl al-Kitâb 

diperbolehkan tetapi hukumnya makruh, pendapat ini juga diperkuat 

                                        

 

oleh Ibnu „Asyur yang mengutip dari perkataan Malik dari riwayat Ibnu 

Habib, bahwa Umar Bin Khattab pernah menulis surat kepada 

Hudzaifah bin al-Yaman yang menikahi perempuan Yahudi atau 

Nashrani agar menceraikannya, ditakutkan engkau akan terjerumus 

kedalam ajaran serta kepercayaan mereka. Kemudian, ada juga ulama‟ 

yang berpendapat bahwa Surat al-Baqarah/2: 221 menjadi penghapus 

bagi ayat Surat al-Mâidah/5: 5.90 

Setelah melihat dari beberapa dalil Al-Qur'an yang melarang 

untuk menikah dengan kaum musyrik, ada permasalahan lain yang 

timbul di era saat ini, dimana pernikahan yang dilakukan oleh seorang 

muslim dengan golongan selain musyrik ataupun kitabiyyât, seperti 

Shabi‟un, Majusi, Budha, Brahma, dan Kong Fu Tse yang ada di 

China. Dalam hal ini, Rasyid Ridha mengatakan bahwa Al-Qur'an tidak 

menjelaskan secara eksplisit terkait dengan keberadaan mereka serta 

hubungan mereka dengan umat Islam. Rasyid Ridha beranggapan 

bahwa mereka termasuk kedalam golongan Ahl al-Kitâb selama mereka 

mempunyai kitab pedoman agama mereka atau syibh al-kitab. Adapun 

yang melandasi Rasyid Ridha, atas ungkapannya bahwa mereka 

mempunyai syibh al-kitâb yaitu  diutusnya rasul kepada mereka, yang 

mana setiap rasul ini  membawa kitab meskipun tidak diketahui 

keasliannya disebab kan terlampau oleh rentang waktu yang sangat 

lama, Hal ini dilandasi telah dijelaskan oleh Allah  di dalam Surat 

Fâthir/35: 24: 

 ٍث ٌَّ ُ ا َْ ِ ٌّ  ِْناَوٗۗ اًْريَِذُ َّو اًْيَِْشب ِّقَ

ْ

لِْاة َمَِٰ

ْ

يَْشَرا ٓا َِّجا  ٌْريَِذُ ا َٓ ِْيذ َلََخ 

َّ

ِلَا 

Sesungguhnya Kami mengutus engkau dengan membawa kebenaran 

sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan. 

Tidak ada satu umat pun, kecuali telah datang kepadanya seorang 

pemberi peringatan. 

Dan juga pada Surat ar-Ra‟ad/13: 7: 

 ٌِّ  ٌَثي

َٰ

ا ِّْيَيَغ َِلْزُُا 

ٓ َلَْٔ َ ل اْوُرَفَز ََ ْحِ

َّ

لَّا ُل ْٔ ُلَيَو ِ

ُِّكى َّو ٌرِْذِ ٌُ  َْجَُا ٓ ا ٍَ َِّجا ِّّب َّر َْ

 ٍدا َْ  ٍم ْٔ َك 

Orang-or ng y ng kufur  erk t , “Meng p  tid k diturunk n 

kep d ny  (N  i Muh mm d) su tu t nd  (mukjiz t) d ri Tuh nny ?” 

Sesungguhnya engkau (Nabi Muhammad) hanyalah seorang pemberi 

peringatan dan bagi setiap kaum ada pemberi petunjuk. 

                                        

90 Rasyid Ridha, Tafsîr al-Manâr…, Jilid II, hal. 349. 

151 

 

Sehingga dapat disimpulkan bahwasanya menurut pandangan 

Rasyid Ridha, menikahi kaum mereka seperti, Majusi, Shobi‟un, 

Budha, Hindu, dan Kong Fu Tse, diperbolehkan selama mereka tidak 

tergolong kedalam kaum musyrik. sebab  diketahui bahwa kefasikan 

yang dimiliki oleh Ahl al-Kitâb dapat merubah status mereka menjadi 

musyrik disebab kan perbuatan syirik dan doktrin penyembahan 

berhala di dalam ajaran mereka. Namun, apabila mereka termasuk 

kedalam golongan musyrik, maka mayoritas ulama‟ sepakat bahwa 

hukum menikahinya yaitu  haram. Maka, dengan turunnya Surat al-

Mâidah/5: 5, seakan Al-Qur'an memberikan celah bagi umat Islam, 

untuk melakukan pernikahan dengan ahl alkitab. Meskipun 

diperbolehkan, harus ada beberapa hal yang harus dijaga oleh seorang 

lelaki muslim yang hendak menikahi wanita Ahl al-Kitâb agar tetap 

kokoh pada imannya. 

C. Penafsiran. M. Quraish Shihab tentang Ayat-ayat Seputar  Ahl al-

Kitâb 

1. Penafsiran Quraish shihab tentang ayat-ayat Ahl al-Kitâb 

Setelah penulis menjelaskan tafsir al-Misbah serta biografi 

Quraish shihab dan Ahl al-Kitâb secara umum dalam Al-Qur'an. Dalam 

bab ini akan membahas penafsiran Quraish shihab terhadap ayat-ayat 

Ahl al-Kitâb. Dari penelusuran berbagai sumber maeteri yang 

ditemukan, penulis dapat mengklasifikasikan ayat-ayat Ahl al-Kitâb 

menjadi beberapa tema diantaranya:   

a. Sifat dan sikap Ahl al-Kitâb menurut Quraish shihab.  

Al-Qur'an banyak berbicara tentang sifat dan sikap Ahl al-

Kitâb terhadap kaum Muslim, dan berbicara tentang keyakinan dan 

sekte mereka yang beraneka ragam. Surat An-Nisa'/4: 171 dan al-

Mâidah/5: 77 mengisyaratkan bahwa mereka memiliki paham 

keagamaan yang ekstrem.91 

 ٗۗ َّقَ

ْ

لْا 

َّ

ِلَا ِ ِّللَّا 

َ

َعَ ْٔا ُ ل ْٔ ُلَت 

َ

لََو ًْ ُِسِِْيد ِْفِ أْ ُيْغَت 

َ

لَ ِبَٰخِه

ْ

ىا َو ْْ َاّّ ي 

Wahai Ahl al-Kitâb, janganlah kamu berlebih-lebihan dalam 

(menjalankan) agamamu) dan janganlah kamu mengatakan 

terhadap Allah, kecuali yang benar. (an-Nisâ'/5 :171) 

Mereka juga dinilai oleh Al-Qur'an sebagai telah mengkufuri 

ayat-ayat Allah, serta mengingkari kebenaran (Nabi Muhammad) 

                                        

91Quraish shihab, wawasan Al-Qur'an: Tafsir tematik atas berbagai persoalan umat, 

Bandung: Mizan, 2007, hal. 463. 

152 

 

 ًَ ِ ل ِبَٰخِه

ْ

ىا َو ْْ َاّّ ي َنْوُد َٓ َْشت ًْ ُخَْجاَو ِ ِّللَّا ِجَٰيَِٰاة َنْوُرُفَْسح ًَ ِ ل ِبَٰخِه

ْ

ىا َو ْْ َاّّ ي

 َن ْٔ ٍُ َيْػَت ًْ ُخَْجاَو َّقَ

ْ

لْا َنْٔ ٍُ ُخَْسحَو ِوِؼاَ

ْ

لِْاة َّقَ

ْ

لْا َنْٔ ُِصب

ْ

َيح 

Wahai Ahl al-Kitâb, mengapa kamu mencampuradukkan yang hak 

dengan yang batil dan kamu menyembunyikan kebenaran, padahal 

kamu mengetahui? (al-Imrân/4: 70-71) 

Nabi Muhammad s.a.w. diperintahkan oleh Allah untuk 

menyampaikan kepada mereka: 

 ٌَ َو ِ ِّللَِّاة اَِّ ٌَ

َٰ

ا َْنا ٓ

َّ

ِلَا ٓ اَِّ ٌِ  َن ْٔ ٍُ ِْلَِت ْو َْ  ِبَٰخِه

ْ

ىا َو ْْ َاّّ ي ُْوك ٓا ٌَ َو اَِ ْ

َ

ِلَّا َِلْزُُا ٓ ا

 َنْٔ ُلِصَٰف ًْ ُك ََثَْزا ََّناَو ُۙ ُْوتَر َْ ٌِ  َِلْزُُا 

 K t k nl h, “W h i  hlulkit  ,  p k h k mu mem nd ng 

kami salah hanya sebab  kami beriman kepada Allah, pada apa 

yang diturunkan kepada kami (Al-Qur'an ), pada apa yang 

diturunkan sebelumnya, dan (kami yakin bahwa) sesungguhnya 

kebanyakan kamu yaitu  orang-or ng f sik?” 

Bahkan Allah. Seacara langsung dan berkali-kali 

mengingatkan kaum Muslimin untuk tidak mengangkat mereka 

sebagai pemimpin-pemimpin atau temanteman akrab atau tempat 

menyimpan rahasia. 

  ُءۤاَِلََّْوا ًْ ُٓ ُغْػَب  َۘءۤاَِلََّْوا ى ّّ َٰصَّٰلناَو َْدٔ ُٓ َ

ْ

لَّا اوُذِخَّخَت 

َ

لَ أْ ُِ ٌَ

َٰ

ا ََ ْحِ

َّ

لَّا ا َٓ َُّحاّّ ي

 َْيٍِْ ِي ِّظىا َْمَٔل

ْ

ىا ىِدْٓ َح 

َ

لَ َ ِّللَّا َِّنا ٗۗ ًْ ُٓ ٌِِْ  َُِّّاَف ًْ ُْسِِ ٌّ  ًْ ُٓ

َّ

ل َٔ َخ َّح َْ ٌَ َو  ٍظْػَب 

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan 

orang Yahudi dan Nasrani sebagai teman setia(-mu).Sebagian 

mereka menjadi teman setia bagi sebagian yang lain. Siapa di 

antara kamu yang menjadikan mereka teman setia, maka 

sesungguhnya dia termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah 

tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim. 

Dalam Surat al-Imrân/3: 118, kaum Muslim diingatkan untuk 

tidak menjadikan orang-orang di luar kalangan muslim sebagai 

bithanah (teman-teman tempat menyimpan rahasia) dengan alasan 

bahwa: 

153 

 

 اْو ُّدَو ٗۗ

ً

لَاَتَخ ًْ َُسُ ْٔ ُ ل

ْ

َأي 

َ

لَ ًْ ُِسُْوُد َْ ِ ٌّ  ًَثُاَِؽة اْوُذِخَّخَت 

َ

لَ أْ ُِ ٌَ

َٰ

ا ََ ْحِ

َّ

لَّا ا َٓ َُّحاّّ ي

 ْدَك ٗۗ َُبَِْزا ًْ ُْ ُرْوُدُض ِْْفٰ

ُ

تَ ا ٌَ َو ۖ ًْ ِٓ ِْأَ

َْفا َْ ٌِ  ُءۤاَغْغَ

ْ

لْا ِتََدة ْدَك ۚ ًْ ُِّخَِغ ا ٌَ

 ُِْن ِْنا ِجَٰي

َٰ ْ

لَا ًُ َُسى اَِّ ََّية َنْٔ ُِيلْػَت ًْ ُخ 

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil 

teman kepercayaan dari orang-orang di luar kalangan (agama)-mu 

(sebab ) mereka tidak henti-hentinya (mendatangkan) kemudaratan 

bagimu. Mereka menginginkan apa yang menyusahkanmu. Sungguh, 

telah nyata kebencian dari mulut mereka dan apa yang mereka 

sembunyikan dalam hati lebih besar. Sungguh, Kami telah 

menerangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu berpikir. 

Terhadap merekalah Nabi. Bersabda, yang artinya: “Jangan 

memulai mengucapkan salam kepada orang Yahudi dan jangan pula 

pada Nasrani. Kalau kamu menemukan salah seorang diantara 

mereka di jalan, maka desaklah ia ke pinggir n‟‟ ( R Muslim 

mel lui   u  ur ir h).” 

 Sahabat dan pembantu Nabi ., Anas bin Malik, berkata bahwa 

Nabi. Bersabda: “ p  il   hl  l-Kitâb mengucapkan salam kepada 

k mu, m k  k t k nl h, „‟W ‟ l ikum‟‟ ( R  ukh ri d n Muslim). 

Dalam buku Dalil Al-Falihin dikemukakan bahwa para ulama 

berbeda pendapat dengan hukum memulai ucapan salam kepada 

orang-orang kafir. Mayoritas melarangnya, tetapi banyak juga yang 

membolehkan, antara lain sahabat Nabi, Ibnu Abbas. Namun apabila 

mereka mengucapkan salam,maka yaitu  wajib hukumnya bagi 

kaum muslim untuk menjawab kaum muslim itu. Ulama sepakat 

dalam hal ini. 

Allah berfirman dalam Surat al-Anfâl/9: 61   

  ًُ ِْييَػ

ْ

ىا ُْعيٍِ َّصلا َٔ ُْ  َُِّّاٗۗ ِ ِّللَّا 

َ

َعَ ْ َّكََّٔ َحَو ا َٓ َ ل ْحَِ ْجاَف ًِ

ْ

ي َّصِيل أْ ُدَِ َج ِْناَو 

(Akan tetapi,) jika mereka condong pada perdamaian, condonglah 

engkau (Nabi Muhammad) padanya dan bertawakallah kepada 

Allah. Sesungguhnya hanya Dialah Yang Maha Mendengar lagi 

Maha Mengetahui. 

Perlu digaris bawahi bahwa berlaku adil terhadap Ahl al-Kitâb 

siapa pun mereka, walau Yahudi tetap dituntut oleh Al-Qur'an . 

Ulama-ualam Al-Qur'an menguraikan bahwa Nabi . Pernah 

cenderung mempersalahkan seorang Yahudi yang tidak bersalah 

sebab  bersangka baik terhadap keluarga kaum muslim yang 

154 

 

menuduhnya. Sikap Nabi ini  ditegur oleh Allah dengan 

menurunkan surat an-Nisâ‟/4: 105 

 

َ

لََوٗۗ ُ ِّللَّا َمى ََٰرا ٓ ا ٍَ ِ ة ِساَّلنا َْيَْب ًَ ُسْدَِلَ ِّقَ

ْ

لِْاة َبَٰخِه

ْ

ىا َْم

َ

ِلَّا ٓ َا

ْ

لنَْزَُا ٓ ا َِّجا

 ُۙ ا ًٍ ْيِطَخ َِْيْنِٕىۤاَخ

ْ

ِيّى َْ َُسح 

 Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab (Al-Qur'an) 

kepadamu (Nabi Muhammad) dengan hak agar kamu memutuskan 

(perkara) di antara manusia dengan apa yang telah Allah ajarkan 

kepadamu. Janganlah engkau menjadi penentang (orang yang tidak 

bersalah) sebab  (membela) para pengkhianat.  

M. Quraish Shihab dalam bukunya Wawasan Al-Qur'an 

mengemukakan kecenderungannya memahami Ahl al-Kitâb sebagai 

semua penganut agama Yahudi dan Nasrani, kapan, di mana pun, 

dari keturunan siapapun mereka. Pendapatnya ini berdasarkan pada 

penggunaan Al-Qur'an terhadap istilah ini  yang hanya terbatas 

pada kedua golongan ini  (Yahudi dan Nasrani). Argumennya 

yang lain yaitu  firman Allah  dalam surat al An‟am/5: 156 yang 

artinya, ‚(Kami turunkan Al-Qur'an itu) agar kamu (tidak) 

mengatakan, „bahwa kitab itu hanya diturunkan kepada dua 

golongan saja sebelum kami, dan sesungguhnya kami tidak 

memperhatikan apa yang mereka baca. 

Dalam menjelaskan satu tema M. Quraish Shihab tidak hanya 

mengambil ayat-ayat Al-Qur'an tentang tema itu saja, akan tetapi 

beliau juga mengambil termterm ayat yang berhubungan dengan 

tema ini  secara menyeluruh. sebab  mengambil satu dua ayat 

untuk berbicara tentang tema tertentu, maka dimungkinkan akan 

menghasilkan kesimpulan yang kurang baik bahkan keliru. Oleh 

sebabnya, dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an tentang tema 

tertentu beliau selalu melibatkan konteks (munasabah) ayat, sejarah, 

asbab an-nuzul, penjelasan Nabi (sunnah), dan sebagainya. Dan 

untuk melengkapi kekurangan yang ada, membandingkan dengan 

pendapat ahli, menurutnya, juga diperlukan.92 

Hal demikian juga berlaku saat  beliau membahas tentang 

Ahl al-Kitâb. M. Quraish Shibab tidak cukup hanya dengan 

mengambil beberapa ayat tentang Ahl al-Kitâb kemudian membuat 

kesimpulan. Namun beliau juga mengambil term, istilah atau hal-hal 

yang berkaitan dengan Ahl al-Kitâb yang termuat di dalam Al-

Qur'an seperti, istilah Ahl al-Kitâb, Al-Qur'an juga menggunakan 

                                        

92 Quraish Shihab, “ hl  l-Kit  ” d l m W w s n  l-Qur'an …, hal. 347. 

155 

 

istilah utu alKitab (18 kali), ûtunasiban min al-Kitâb (tiga kali), al-

Yahud (delapan kali), allazîna hâdu (sepuluh kali), Bani Israil 

(empat puluh satu kali), an-Nasara (empat belas kali) dan istilah 

lainnya.93 

Perbedaan antara perempuan musyrik dan perempuan Ahl al-

Kitâb ialah perempuan musyrik tidak mempunyai agama yang 

mengharamkannya berbuat khianat, mewajibkannya berbuat amanat, 

menyuruhnya berbuat baik dan mencegahnya berbuat jahat. Apa 

yang dikerjakannya dan pergaulan yang dilakukannya terpengaruh 

oleh ajakan-ajakan kemusyrikan, padahal ajaran berhala ini berisi 

khurafat dan sangkaansangkaan, lamunan dan bayangan-bayangan 

yang dibisikkan setan. 

 sebab  itu ia akan bisa berkhianat kepada suaminya dan 

merusak akidah agama anak-anaknya. Adapun perempuan Ahl al-

Kitâb tidaklah berbeda jauh dengan keadaan laki-laki mukmin. 

sebab  ia percaya kepada Allah dan beribadah kepada-Nya, percaya 

kepada para Nabi, hari kemudian dan pembalasannya, dan memeluk 

agama yang mewajibkan berbuat baik, mengharamkan berbuat jahat. 

Dan perbedaan hakiki yang besar antara kedua orang ini  yaitu  

mengenai keimanan pada kerasulan Muhammad .  

Selanjutnya menurut M. Quraish Shihab, jika Al-Qur'an 

menggunakan kata al-Yahud, maka isinya yaitu  kecaman atau 

gambaran negatif tentang mereka. Seperti; Ia mengambil contoh 

firman Allah tentang kebencian Yahudi terhadap umat Muslim (al-

Mâidah/5: 82), 

  ََْشْا ََ ْحِ

َّ

لَّاَو َْدٔ ُٓ َ

ْ

لَّا ٔا ُِ ٌَ

َٰ

ا ََ ْح ِ

َّ

ِلَّّى ًةَواَدَغ ِساَّلنا َّدََشا َّنَدِجَ

َ

لَ َّنَدِجَ

َ

لََو ۚا ْٔ ُك

 َْيِْْصي ِِّصك ًْ ُٓ ٌِِْ  ََّنِاة َِملَٰذ ٗۗى َٰ ََٰصُٰ اَُِّا آْٔ

ُ لاَك ََ ْحِ

َّ

لَّا ٔا ُِ ٌَ

َٰ

ا ََ ْح ِ

َّ

ِلَّّى ًة َّدَٔ ٌَّ  ًْ ُٓ َبَْرَكا

 َنْو ُِبِْهَخَْصي 

َ

لَ ًْ ُٓ ََّجا َّو ًاُاَت ْْ ُرَو 

Pasti akan engkau dapati orang yang paling keras permusuhannya 

terhadap orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang Yahudi dan 

orang-orang musyrik. Pasti akan engkau dapati pula orang yang 

paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman, 

yaitu orang-or ng y ng  erk t , “Sesungguhny  k mi  d l h or ng 

Nasrani.”   l itu k ren  di  nt r  merek  terd p t p r  pendet  

dan rahib, juga sebab  mereka tidak menyombongkan diri. 

Kemudian Surat al-Mâidah/5: 18: 

                                        

93 Quraish Shihab, “ hl  l-Kitâb…, hal. 348. 

156 

 

 َا َُ ْ

َ

نَ ى َٰ َٰصَّٰلناَو ُْدٔ ُٓ َ

ْ

لَّا َِجىاَكَو ُؤۤاَّتَِخاَو ِ ِّللَّا اُؤ َِْٰۤةٗۗ  ًْ ُُسة ِّذَػُح ًَ ِ َيف ُْوك 

 ٗۗ ُءۤاَشَّ ي َْ ٌَ   ُ ِّذَػُيَو ُءۤاَشَّ ي َْ ٍَ ِ ل ُرِفْغَح ٗۗ ََقيَخ َْ ٍَّ ِّم ٌ َِ َ ب ًْ ُخَْجا َْوة ٗۗ ًْ ُِسب ْٔ ُُُِذة

 ٌَ َو ِْضرَ

ْ

لَاَو ِتَٰٔ ٍَٰ َّصلا ُم

ْ

يُم ِ ِِّللََّو ُْيِْط ٍَ

ْ

لا ِّْ

َ

ِلَّاَو ۖا ٍَ ُٓ َِ ْ َية ا 

Or ng Y hudi d n or ng N sr ni  erk t , “K mi  d l h  n k-anak 

Allah dan kekasih-kekasih-Ny .” K t k nl h, “(Jik   en r  egitu,) 

mengapa Allah menyiksa kamu sebab  dosa-dosamu? Sebaliknya, 

kamu yaitu  manusia (biasa) di antara orang-orang yang Dia 

ciptakan. Dia mengampuni siapa yang Dia kehendaki dan menyiksa 

siapa yang Dia kehendaki (pula). Milik Allahlah kerajaan langit, 

bumi, dan apa yang ada di antara keduanya, dan kepada-Nya semua 

 k n kem  li.” 

Dalam Surat an-Nisâ'/4: 46: 

 اَِ ْيَطََغو اَِ ْػٍِ َش َن ْٔ

ُ ل ْٔ ُلَيَو ِّػِعأَ ٌَّ  َْ َخ ًَ َِكَ

ْ

ىا َن ْٔ ُِفّرَُي اْوُدا َْ  ََ ْحِ

َّ

لَّا ََ ٌِ

 أْ ُ لاَك ًْ ُٓ ََّجا ْٔ َ لَو  َِ

ْ يِّلدا ِفِ اًِ ْػَؼَو ًْ ِٓ ِ َخنِص

ْ

َلِاة ْۢ اً

َ

لَّ اَِ ِغاَر َّو ٍع ٍَ ْصُم َْيَْد ْع ٍَ ْشاَو

 ُظْجاَو ْع ٍَ ْشاَو اَِ ْػََؼاَو اَِ ْػ ٍِ َش ُ ِّللَّا ًُ ُٓ َِ َػ

َّى َْ ِسَٰ ىَو ُۙ َمَٔ َْكاَو ًْ ُٓ

َّ

ل اًْيَْخ َنَكََى َاُْر

 ًْلَِيَيك 

َّ

ِلَا َنْٔ ُِ ٌِ ُْؤي ََلَف ًْ ِِْرْفُِسة 

Di antara orang-orang Yahudi ada yang mengubah perkataan dari 

tempat-temp tny . Merek   erk t , “K mi mendeng r, tet pi k mi 

membangkang.” (Merek  meng t k n pul ,) “Deng rk nl h,” 

sedangkan (engkau Nabi Muhammad sebenarnya) tidak mendengar 

apa pun. (Mereka mengatakan,) dengan memutarbalikkan lidahnya 

d n mencel   g m . Se nd iny  merek  meng t k n, “K mi 

mendengar dan patuh. Dengarkanlah d n perh tik nl h k mi,” 

tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat. Akan tetapi, 

Allah melaknat mereka sebab  kekufurannya. Mereka tidak beriman, 

kecuali sedikit sekali. 

Kata an-Nasara seperti halnya kata al-Lazîna hadu, terkadang 

digunakan dalam konteks positif dan pujian seperti; dalam Surat al-

Mâidah/5: 82 tentang persahabatan mereka yang akrab dengan umat 

Islam Dan terkadang dalam konteks yang netral, bukan cercaan dan 

bukan pujian seperti dalam Surat al-Hajj/22: 17 yang berisi putusan 

157 

 

keadilan Tuhan yang akan diberikan kepada kelompok-kelompok 

yang ada di Hari Kiamat.94 

Dalam menilai Ahl al-Kitâb, M. Quraish Shihab mencoba 

melihat berbagai ayat yang terkait. Di dalamnya ia menemukan 

redaksi Al-Qur'an yang bervariatif untuk menunjukkan keyakinan 

dan sekte yang beraneka ragam. Kebanyakan berisi kecaman meski 

sesekali bersikap memuji.95 Secara umum bisa dikatakan bahwa 

umat Nashrani lebih bersahabat dibandingkan umat Yahudi yang 

menunjukkan sikap yang kurang baik terhadap umat Islam.96 Untuk 

umat Yahudi, M. Quraish Shihab melihat kecaman ini  

disebabkan oleh sikap politik dan ekonomi mereka. Selain hal di 

atas, M. Quraish Shihab saat  menjelaskan Ahl al-Kitâb juga tidak 

melepaskannya dengan pluralitas agama dan ini tentunya 

berimplikasi pada hukum sosial kemasyarakatan. sebab nya ia 

menegaskan bahwa Al-Qur'an tidak menjadikan perbedaan agama 

sebagai alasan untuk tidak menjalin kerjasama, lebih-lebih 

mengambil sikap tidak bersahabat. Bahkan Al-Qur'an, menurutnya 

dengan mengutip pendapat Ibn „Arabi, sama sekali tidak melarang 

umat Islam untuk memberikan sebagian hartanya kepada siapapun 

selama mereka tidak memerangi kaum Muslim dengan motivasi 

keagamaan atau mengusir kaum Muslimin dari tanah kelahiran 

mereka.97 Demikian juga larangan mengangkat mereka menjadi wali 

dalam Al-Qur'an tidaklah bersifat mutlak. 

Orang yang percaya kepada adanya kenabian tidaklah akan 

ada perintah untuk percaya kepada kenabian Muhammad  sebagai 

penutup para Nabi, kecuali sebab  kebodohannya terhadap ajaran 

yang dibawa oleh beliau. Sebab apa yang dibawa oleh beliau sama 

seperti yang pernah dibawa oleh para Nabi sebelumnya, tetapi 

dengan beberapa tambahan yang sesuai dengan tuntutan kemajuan 

zaman, dan memberikan persiapan untuk menampung lebih banyak 

hal-hal yang akan terjadi oleh kemajuan zaman. Atau rintangan bagi 

orang yang tidak percaya kepada kenabian Muhammad sebab  

secara lahir menentang dan menolak ajarannya, tetapi hati kecilnya 

mengakui kebenarannya. 

Pluralitas dalam berbagai bentuknya, menurut Quraish 

Shihab,98 yaitu  kebijaksanaan Allah. saat  menafsirkan Surat an-

                                        

Nahl/16: 93 “bahwa seandainya Allah menghendaki, tentu Ia akan 

menjadikan kamu umat yang satu”, M. Quraish Shihab menyatakan. 

 َْ ٌَ  ْيِد ْٓ َيَو ُءۤاَشَّ ي َْ ٌَ  ُّوِغُّي َْ ِسَٰ ى َّو ًةَدِخا َّو ًث ٌَّ ُ ا ًْ ُسَيَػَ

َ

لْ ُ ِّللَّا َءۤاَش ْٔ َ لَو

 َنْٔ ُي ٍَ ْػَت ًْ ُْخُِن ا ٍَّ َخ ََّ ُئَـُْصَتىَو ٗۗ ُءۤاَشَّ ي 

Seandainya Allah berkehendak, niscaya Dia menjadikanmu satu 

umat (saja). Akan tetapi, Dia menyesatkan siapa yang Dia 

kehendaki dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki 

(berdasarkan kesiapannya untuk menerima petunjuk). Kamu pasti 

akan ditanya tentang apa yang kamu kerjakan. 

M. Quraish Shihab berpendapat dalam bukunya Tafsir al-

Misbah bahwa dalam surat al-Bayyinah: membagi orang-orang kafir 

menjadi dua kelompok yang berbeda, yaitu Ahl al-Kitâb dan orang-

orang musyrik. Perbedaan itu dipahami dari huruf „wau‟ pada ayat 

itu yang berarti „dan‟. Huruf ini dari segi bahasa digunakan untuk 

menghimpun dua hal yang berbeda. Adapun yang dilarang 

mengawinkannya dengan wanita muslimah yaitu  pria musyrik, 

sedang yang dibenarkan oleh surat al-Mâidah  ini yaitu  mengawini 

wanita Ahl al-Kitâb. Larangan pernikahan antar-pemeluk agama 

yang berbeda ini dilatarbelakangi oleh keinginan menciptakan 

„sakinah‟ dalam keluarga yang merupakan tujuan pernikahan. 

Pernikahan akan langgeng dan tentram jika ada  kesesuaian 

pandangan hidup antara suami dan istri. Jangankan perbedaan 

agama, perbedaan budaya bahkan tingkat pendidikan pun tidak 

jarang menimbulkan kesalahpahaman dan kegagalan pernikahan. 

Selanjutnya beliau juga menjelaskan terkait tentang toleransi 

bahwa umat Islam dibenarkan untuk menjalin persaudaraan dan 

kerjasama dengan umat non Muslim, selama hal itu tidak 

menyebabkan ekses pencemaran akidah.99 Makanya, dalam konteks 

mengucapkan “Selamat Natal”, M. Quraish Shihab menganggapnya 

sebagai hal yang mubah selama tidak menimbulkan ekses 

pencemaran akidah dan selama tidak menimbulkan keraguan akidah 

di kalangan umat Islam yang lain.100 Sementara itu, menurutnya, 

mengerjakan shalat di Gereja yaitu  dilarang sebab  adanya 

lambang-lambang yang menunjukkan kepercayaan yang berbeda 

                                        

 

dengan akidah Islam.101 M. Quraish Shihab tidak menjelaskan 

bagaimana hal-hal itu dianggap mencemarkan akidah, menimbulkan 

keraguan atau tidak. Demikian pula pandangannya yang dapat 

dianggap liberal yaitu  tentang kebolehan memilih pemimpin dari 

kalangan non-Muslim asalkan bisa membawa kebaikan bagi semua 

pihak. Ini antara lain dibuktikan oleh sikap Umar yang memberikan 

jabatan penting tertentu kepada seorang non-Muslim yang dianggap 

layak.102 Dalam hal seperti ini, yang sangat nampak dari 

pertimbangannya yaitu  unsur manfaat dan madharat yang mungkin 

timbul dari pilihan yang ditawarkan. 

Dengan pemikirannya seperti ini, maka tampak bahwa beliau 

berfikir romantik. Dengan mengikuti redaksi Al-Qur'an tertentu 

yang berisi kecaman terhadap mereka, terkadang ia memahaminya 

dalam konteks Ahl al-Kitâb saat itu yang ditemui Al-Qur'an . sebab  

itu, menurutnya, beberapa ayat yang beredaksi kecaman bisa 

dipahami dalam konteks permusuhan ekonomi dan politik saat Al-

Qur'an turun dan bukan sebab  masalah agama. saat  menjelaskan 

makna ayat al-Magdubi alaihim dan al-Dallin, ia juga tampak 

sangat tergantung terhadap hadis Nabi, yang memang mengatakan 

demikian,103 tanpa mencoba memberi solusi dengan mengkaji 

Kristen sekarang dan variasi dan dinamika umat Kristiani dalam 

memahami agamanya dulu dan sekarang. 

Dan juga beliau tidak membandingkan dan mengelompokan 

Ayat-ayat di Al-Qur'an lain yang bernada netral, misalnya, untuk 

menjadi entry point bagi konstruksi dialog teologis dan hubungan 

umat Islam dan Kristen yang lebih baik di masa sekarang. Dari 

biografi yang ada, tampak bahwa M. Quraish Shihab tidak cukup 

familiar dengan data-data tentang ajaran Kristen yang memang tidak 

monolitik. Hal ini penting untuk memposisikan agama Kristen 

sebagai mitra dialog Islam secara intelektual. Namun bisa juga sikap 

diam ini disebabkan oleh keyakinan M. Quraish Shihab akan 

kebenaran Al-Qur'an (Qur‟an minded) sebab  menurutnya, 

redaksinya yang sangat teliti itu. Dalam hal ini, nampak M. Quraish 

Shihab kurang mendialektikkan informasi Al-Qur'an dalam konteks 

kebutuhan masyarakat Indonesia. Sejauh dijadikan argumen 

tambahan, maka ada  alasan lain, yaitu posisi Quraish Sihab 

sebagai public figure menyulitkannya untuk membicarakan sesuatu 

                                        

yang mungkin tidak mudah diterima kaum Muslim awam terutama 

tentang dimungkinkannya kebenaran dalam agama lain. 

D. Implikasi Penafsiran Quraish Shihab Tentang Ahl al-Kitâb   

1. Sembelihan Ahl al-Kitâb  

Sembelihan Ahl al-kitāb dapat dikategorikan sebagai makanan 

Ahl al-Kitâb  atau dalam Al-Qur'an .disebut dengan al-ta‟am. Term al-

T ‟ m, secara literal mengandung pengertian mencicipi makanan atau 

suatu yang dicicipi. Dengan pengertian ini  dapat dipahami 

minuman dan makanan juga tercangkup di dalamnya. Kata al-t ‟ m 

dalam berbagai bentuknya disebutkan sebanyak 48 kali dalam Al-

Qur'an . 

Menurut riwayat Bukhari yang bersumber dari Ibn Abbas 

makanan Ahl alkitab dibatasi hanya dengan sembelihan, bukan 

makanan secara umum. Makanan lainnya tidak diperselisihkan 

halalnya.Ini juga pendapat mayoritas mufassir. Dalam Al-Qur'an secara 

jelas disebutkan bahwa makanan (sembelihan) Ahl al-Kitâb  yaitu  

halal. Tetapi pemahaman ulama terhadap ayat ini  berbeda-beda. 

Sehingga merekapun berbeda pendapat tentang sembelihan Ahl al-

Kitâb.104 

Ulama yang mengharamkan sembelihan Ahl al-Kitâb salah 

satunya yaitu  Abu a‟la al Mawdudi. Menurutnya, sembelihan Ahl al-

Kitâb dewasa ini tidak boleh dimakan oleh orang Islam. Oleh sebab  

itu, orang Isalm yang hidup di barat dilarang makan sembelihan Ahl al-

Kitâb. Haram pula bagi umat Islam mengimpor atau memperjual 

belikan daging sembelihan Ahl al kitab sebab  mereka tidak menjaga 

cara semebilhan yang aman menurut syariat Islam. Sedangkan ulama 

yang menghalalkan secara mutlak yaitu  Imam al Nawawi Ia 

mengatakan “sembelihan Ahl al-Kitâb halal menurut zahir Al-Qur'an 

Al-Qur'an yang mulia, apakah mereka menyebut nama Allah atau tidak. 

Al Nawawi memahami perintah menyebut nama Allah pada saat 

menyembelih binatang hanyalah ajuran dan bukan kewajiban. Hal ini 

sependapat dengan Imam Syafi‟I yang tidak menjadikan basmalah 

sebegai syarat sahnya penyembelihan. 

Ada beberapa ulama yang memperbolehkan sembelihan Ahl al-

Kitâb dengan beberapa syarat tertentu. Hal ini dikemukakan oleh 

Abdul-Madjid Salim, Ia mengatakan: „‟Seseungguhnya makanan yang 

diimpor dari negeri-negeri Ahl al-Kitâb halal selama tidak diketahui 

bahwa mereka menyebut nama selain Allah atasnya, atau disembelih 

bukan sembelihan secara islami, seperti mencekik dan memukul, dan 

                                        

faktor yang lebih penting ialah selama tidak diketahui bahwa hal 

ini  berasal dari babi, bangkai atau darah‟‟ Kendati demikian, 

hendaknya perlu diingat bahwa tidak otomatis semua makanan Ahl al-

Kitâb selain sembelihannya menjadi halal.sebab  boleh jadi makanan 

yang mereka hidangkan, telah bercampur dengan bahan-bahan haram, 

misalnya minyak babi atau minuman keras, dan boleh jdi juga sebab  

adanya bahan yang najis. Dalam konteks ini Sayyid Muhammad 

Tanthawi, mantan Mufti Mesir dan pemimpin tertinggi al-Azhar, 

menukil pendapat sementara ulama bermazhab Malik yang 

mengharamkan keju dan sebangsanya yang diproduksi dinegara non-

Muslim, dengan alasan bahwa kenajisannya hamper dapat dipastikan. 

Namun setelah menukil pendapat ini, Thantawi menegaskan bahwa 

mayoritas ulama tidak berpendapat demikian, dan bahwa memakan 

keju dan semacamnya yang diproduksi di negri-negri non-Muslim 

dapat dibenarkan, selama belum terbukti bahwa makanan ini  telah 

bercampur dengan najis.105 

2. Pernikahan dengan Ahl al-Kitâb   

 Ada dua term yang sering digunakan dalam bahasa Indonesia 

berkaitan dengan hal ini, yaitu kawin dan nikah. Kawin diartikan 

membentuk keluarga dengan lawan jenis, bersuami atau beristri, 

melakukan hubungan kelamin.106 Sedangkan term nikah diartikan 

dengan perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri 

(dengan resmi). Sedangkan Al-Qur'an . menggunakan dua term yang 

berkaitan dengan masalah ini, yaitu al-nikah dan al-zauj. Term an-

nikâh berarti akad atau perjanjian yang secara majasi diartikan sebagai 

hubungan seks. Sedangakan al-zauj berarti pasangan. Dengan 

demikian, antara an-nikâh dan az-zauj mempunyai kaitan erat, sebab  

pernikahan bertujuan menjadikan seseorang memilki pasangan dari 

lawan jenis secara sah. 

Kata an-nikâh dalam Al-Qur'an .dsebutkan sebanyak 23 kali 

dengan berbagai bentuk, yang secara umum kandungan makna dapt 

dikembalikan kepada pengertian bahasa. Sedangkan az-zauj dalam 

berbagi bentuknya disebutkan sebanyak 81 kali dalam Al-Qur'an, dan 

pengertian secara umum menunjuk kepada pasangan, termasuk di 

dalamnya pasangan suami-istri. Uraian ini secara khusus membahas 

tentang penikahan laki-laki muslim dengan Ahl al-Kitâb. Para ulama 

sangat beragam dalam menginterpretasikan pernikahan dengan Ahl al-

Kitâb, meskipun secara jelas Al-Qur'an menghalalkannya. Lebih 

                                        

 

khusus lagi uraian ini membahas tentang pernikahan laki-laki muslim 

dengan dengan perempuan Ahl al-Kitâb dan tidak membicarakan 

pernikahan perempuan muslimah dengan laki-laki Ahl al- kitab.107 Hal 

ini sebab  fokus kajian penulis hanya pada Surat al-Mâidah/5: 5: 

 ًْ ُس ٌُ اَػَؼَو ۖ ًْ ُسَّى ٌّوِخ َبَٰخِه

ْ

ىا ٔا ُحُْوا ََ ْحِ

َّ

لَّا ُماَػَؼَو ُٗۗجَِٰتّي َّؽىا ًُ ُسَى َّوُِخا َْمَٔ

ْ

َلَّا

 َبَٰخِه

ْ

ىا ٔا ُحُْوا ََ ْحِ

َّ

لَّا ََ ٌِ  ُجََِٰطْد ٍُ

ْ

لاَو ِجٌَِِٰ ْؤ ٍُ

ْ

لا ََ ٌِ  ُجََِٰطْد ٍُ

ْ

لاَو ۖ ًْ ُٓ

َّ

ل ٌّوِخ

 ْٔ ُُجا ََّ ُْ ْٔ ٍُ ُْخَيح

َٰ

ا ٓ اَِذا ًْ ُِسْيتَر َْ ٌِ ْٓيِذِخَّخ ٌُ  

َ

لََو َْيِْدِف َٰصُم َْيَْد َِْيِِْْطُمُ ََّ ُْ َر

 ََ ٌِ  ِةَرِخ

َٰ ْ

لَا ِفِ َٔ ُْ َو ُّۖي ٍَ َخ َِػتَخ ْدَلَذ ِنا ٍَ ِْح

ْ

لَِاة ْرُفْسَّي َْ ٌَ َو  ٍناَدَْخا

 ََ ْيِِسِ

َٰ ْلْا 

Pada hari ini dihalalkan bagimu segala (makanan) yang baik. 

Makanan (sembelihan) Ahlulkitab itu halal bagimu dan makananmu 

halal (juga) bagi mereka. (Dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-

perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-

perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga 

kehormatan di antara orang-orang yang diberi kitab suci sebelum 

kamu, apabila kamu membayar maskawin mereka untuk menikahinya, 

tidak dengan maksud berzina, dan tidak untuk menjadikan (mereka) 

pasangan gelap (gundik). Siapa yang kufur setelah beriman, maka 

sungguh sia-sia amalnya dan di akhirat dia termasuk orang-orang 

yang rugi. 

Ada beberapa pendapat tentang pernikahan dengan Ahl al-Kitâb, 

pendapat yang mengharamkan pernikahan dengan Ahl al-Kitâb yaitu  

al-Thabari yang mana beliau memahami Surat al-Mâidah/5: 5 

menunjuk kepada perempuan Ahl al-Kitâb yang telah memluk agama 

Islam. Atas dasar pemahaman demikian Ia berpendapat bahwa 

mengadakan akad nikah dengan Ahl al-Kitâb hukumnya terlarang 

secara permanen. Pendapat beliau ini didasarkan dengan Surat al-

Baqarah/2: 221 Sedangkan mayoritas ulama, mulai dari sahabat, 

thabiin, danulama-ulama masa awal dan kontemporer menghalalkan 

pernikahanlaki-laki muslim dengan Ahl al-Kitâb. Seperti pendapat yang 

dikemukakan oleh M. Quraish Shihab yang membenarkan pernikahan 

laki-laki muslim dengan dengan perempuan Ahl al-Kitâb, sebab  

duaalasan. Pertama, sebagai satu jalan keluar untuk para laki-laki 

muslim yang melakukan jihad dan tidak bisa kembali ke keluarga 

                                        

 

mereka dan sekaligus untuk tujuan dakwah. Kedua, sebab  umat Islam 

telah memilki kesempurnaan agama dan orang kafir sudah 

lemah.Makasuami perlu menampakan keluruhan budi pekerti yang 

diajarkan suami kepada istrinya perempuan Ahl al-Kitâb.108 

Sayyid Qutb juga termasuk ulama yang mempebolehkan 

pernikahan laki-laki muslim dengan perempuan Ahl al-Kitâb yang 

menjaga kehormatannya. Qutb meyatakan ini sebagi bentuk toleransi 

yang hanya bisa dirasakan oleh para pengikut Islam dari antara semua 

pengikut agama-agama lain. sebab , pengikut agama katolik tidak 

boleh kawin dengan dengan pengikut Kristen ortodoks dan protestan. 

Dan tidak ada yang berani melakukan ini kecuali di halalkan oleh 

akidahnya. Selanjutnya, mayoritas ulama Indonesia, baik zaman dahulu 

maupun sekarang dan organisasi masyrakat Islam, seperti NU, 

Muhammadiyah, MUI (Majlis Ulama Indonesia) berpendapat bahwa:  

a. Pekawinan beda agama yaitu  haram dan tidak sah  

b. Perkawinan laki-laki muslim dengan perempuan Ahl al-Kitâb yaitu  

haram dan tidak sah.109 

Dasar dalil yang digunakan MUI untuk mendukung fatwa 

ini  Surat al-Baqarah/2: 221 yang melarang laki-laki muslim 

menikah dengan perempuan musyrik, Surat al-Mumtahanah/60:10 

tentang larangan mempertahankan pernikahan laki-laki muslim dengan 

perempuan kafir dan Surat at- Tahrim/66: 6 tentang kewajiban kepala 

keluarga memelihara diri dan anggota keluarganya dari api neraka. 

Selain ayat-ayat di atas MUI juga menjadikan sabda Rasulullah 

yang diriwayatkan oleh al-Thabari. Sabda ini  menyatakan bahwa 

orang yang telah memilih pasangan hidupnya (suami-istri), maka ia 

telah menyempurnakan setengah imannya. Juga sabda Rasulullah 

bahwa setiap bayi yang lahir dalam keadaan suci dan orang tuanyalah 

yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi 

Keterangan ini  menunjukan, fatwa MUI tentang keharaman 

bagi lakilaki muslim menikah dengan perempuan Ahl al-Kitâb kerana 

lebih banyak didasarkan pada pertimbanagan maslahat, terutama 

sekalimencegah kemungkinan konversi agama melalui pernikahan110 

Adapun hikmah larangan pernikahan antar agama sebab  

antarIslam dengan yang bukan Islam ada  falsafah hidup yang jauh 

berbeda. Islabvcgf2w –m,Sm percaya sepenuhnya kepada Allah ta‟ala, 

                                        

 

para Nabi,kitab suci, Malaikat, dan hari akhir, sedangkan bukan muslim 

padaumumnya tidak percaya pada semua itu.111 

Ucapan pada Non Muslim Sebagaimana telah dikemukakan, 

Islam tidak menjadikan perbedaan agama untuk membuat diskriminasi 

dalam interaksi.sebab  menurut Al-Qur'an Surat al-Baqarah/2: 256: 

 ْۢ َْ ٌِ ْؤُيَو ِْتُٔغا َّؽىِاة ْرُفْسَّي َْ ٍَ َذ  ۚ ِ َّغ

ْ

ىا ََ ٌِ  ُدْشُّرلا َ ََّيْبَّح ْدَك  َِ

ْ يِّلدا ِفِ َهاَر

ْ

ِنا ٓ

َ

لَ

 ًٌ ِْييَغ ٌْعيٍِ َش ُ ِّللَّاَوٗۗ ا َٓ

َ ل َماَِطْفُا 

َ

لَ َْٰقٰذ ُٔ

ْ

لا ِةَوْرُػ

ْ

ىِاة َمَصٍْ َخْشا ِدَلَذ ِ ِّللَِّاة 

 Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam). Sungguh, telah 

jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. Siapa yang ingkar kepada 

tagut dan beriman kepada Allah sungguh telah berpegang teguh pada 

tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar 

lagi Maha Mengetahui. 

Kebebasan merupakan hak asasi yang tidak boleh diganggu 

gugat. sebab  itu, interaksi sosial akan terwujud apabila terjalin sikap 

pengertian dan saling menghormati dengan sesame pemeluk agama. 

Salah satu hal yang menjadi ciri dalam interaksi sosial di 

kalangan umat Islam yaitu  salam atau ucapan. Hal ini menjadi 

perbedaan di kalangan ulama saat  ditunjukan pada agama lain, 

termasuk pada Ahl al-Kitâb. Berkatian dengan ini Al-Qur'an .Tidak 

membicarakan secara tegas antara di perbolehkan atau tidak. 

Pembahasan mengenai ucapan terhadap Ahl al-Kitâb ditemukan dalam 

hadis Rasulullah, salah satunya hadis yang diriwayatkan oleh al- 

Tirmidzi yang artinya: “J ng nl h k mu memul i menguc pk n s l m 

kepada Yahudi danNasrani, dan apabila kamu menemukan salah 

seorang di ant r merek  di j l n, m k  des kl h merek  ke pinggir”. 

Hadis ini ditunjukan kepada kaum Ahl al-Kitâb yang menunjukan 

permusuhan mereka terhadap umat Islam dan tidak berlaku umum 

kepada semua Ahl al-Kitâb. Oleh sebab  itu ulama berbeda pendapat 

mengenai hukum mendahului ucapan salam kepada Ahl al-Kitâb. 

Menurut al-Nawawi, mendahului mengucapkan salam kepda Ahl al-

Kitâb hukumnya makruh. Sedangkan al-Qadli „Iyadl mendahului salam 

kepada Ahl al-Kitâb hukumnya boleh apabila hal seperti itu 

dibutuhkan.112 

Akan tetapi jika kaum Ahl al-Kitâb yang mendahului umat Islam 

mengucapkan salam, maka ulama sepakat wajib hukumnya bagi umat 

                                        

 

Islam untuk menjawab salam ini .hal yang terkait dengan salam, 

ialah ucapan selamat untu menghormati pemeluk agama lain dalam 

hubunganya peringatan hari besar.113 

keagamaan seperti mengucapkan selamat hari natal kepada kaum 

Nasrani dan memperingati kelahiran nabi Isa. Ucapan selamat natal 

sejak dulu memang menjadi kontroversi. Jika hal ni dikaitkan dengan 

aqidah maka wajar jika melahirkan fatwayang melarangnya. Akan 

tetapi hal ini akan menjadi lain saat bertujuan untuk menjalin 

hubungan yang harmonis antara pemeluk agama lain. 

Kaitannya dengan ucapan kepada Ahl al-Kitâb  pandangan M. 

Quraish Shihab yang menyatakan: “Jika ada seseorang yang saat  

mengucapkan sesuai dengan kandungan“Selamat Natal” Qur‟ani, 

kemudian mempertimbangkan kondisi dansituasi dimana ha itu 

diucapkan, sehingga tidak menimbulkan kerancuan aqidah bagi dirinya 

maupun Muslim yang lain, maka agaknya tidak beralasan adanya 

larangan itu.” Dari keterangan di atas dapat dinyatakan bahwa ucapan 

selamat natal yang disampaikan kepada kaum Nasrani pada dasarnya 

boleh apabila dalam konteks memelihara hubungan yang harmonis 

dalam interaksi sosial.Walaupun perlu segera dinyatakan bahwa ucapan 

selamat natal tidak boleh dipahami sebagai pernyataan yang 

membenarkan dan menyetujui aqidah mereka.114 

Dari berbagai interaksi sosial umat Islam dengan Ahl al-Kitâb 

mengindikasi bahwa Al-Qur'an sebenarnya secara umum dalam posisi 

bersahabat. Kalaupun ada kecaman terhadap mereka, maka hal itu 

bukan disebabkan oleh faktor agama, melainkan lebih bnayak 

disebabkan oleh faktor politik dan ekonomi serta ambisi pribadi dan 

kepentingan golongan. 

 

 

Berdasarkan pembahasan pada penelitian ini, yaitu tentang makna 

Ahl al-Kitâb dalam Al-Qur'an menurut perspektif Rasyid Ridha dalam 

Tafsir al-Manar, dapat diambil beberapa poin yang dijadikan sebagai 

kesimpulan terkait penelitian ini, yaitu  sebagai berikut:  

1. Bahwa Rasyid Ridha di dalam tafsirnya, menyatakan bahwa Ahl al-

Kitâb dalam Al-Qur'an bukan hanya sebatas kaum Yahudi dan Nasrani 

saja, sebagaimana yang disampaikan oleh beberapa ulama, melainkan 

lebih umum lagi sehingga mencakup agama-agama lain seperti Majusi, 

Shabi‟un, Hindu, Budha, dan Kong Fu Tse. Menurutnya penggolongan 

ini dilandasi oleh beberapa hal, seperti memiliki kitab suci serta 

diutusnya seorang Rasul kepada agama ini . Adapun Yahudi dan 

Nasrani secara jelas mereka disebut sebagai Ahl al-Kitâb sebab mereka 

diterangkan langsung oleh Al-Qur'an terkait kitab suci serta rasul yang 

diutus kepada mereka, sedangkan Majusi, Shabi‟un, Hindu, Budha, dan 

Kong Fu Tse juga demikian, mereka juga mempunyai kitab suci yang 

disebut dengan syibh al-kitâb dan rasul yang diutus kepada mereka, 

namun hal yang membedakan mereka dengan Yahudi dan Nasrani 

yaitu  Al-Qur'an tidak menceritakan secara langsung terkait agama 

mereka. Menurut Rasyid Ridha, hal ini disebab kan jauhnnya 

keberadaan mereka dengan bangsa Arab pada saat Al-Qur'an 

diturunkan di Arab, hal ini menjadikan Al-Qur'an tidak menjelaskan 

168 

 

bahwa mereka juga memiliki kitab suci dan diutusnya seorang rasul 

kepada mereka. 

2. Kemudian implikasi antara Ahl al-Kitâb dengan muslim di kehidupan 

sosial sangatlah berdampak hingga saat ini, seperti memakan hidangan 

sembelihan dan menikahi perempuan dari kalangan Ahl al-Kitâb. 

Rasyid Ridha mengatakan bahwa Ahl al-Kitâb tidak termasuk kedalam 

golongan musyrik, namun menurutnya musyrik yang dimaksud oleh 

Al-Qur'an yaitu  musyrik Arab, yakni para penyembah berhala yang 

tidak mempunyai kitab suci sebagai pedoman hidup. Sehingga dengan 

pendapat seperti ini dia menyatakan bahwa seorang muslim boleh 

memakan sembelihan dan menikahi perempuan dari kalangan Ahl al-

Kitâb, dengan dalil Surat al-Mâidah/5: 5. Sedangkan larangan menikahi 

kaum musyrik pada Surat al-Baqarah/2: 221, bukanlah termasuk 

kedalam golongan Ahl al-Kitâb. 

Sedangkan pengertian Ahl al-Kitâb menurut M. Quraish Shihab 

yaitu  komunitas yang memiliki kitab. Dan komunitas ini  hanya 

terbatas pada orang Yahudi dan Nasrani, selain kedua agama ini  

bukan termasuk Ahl al-Kitâb. Argumentasi yang digunakan oleh M. 

Quraish Shihab dalam memaknai Ahl al-Kitâb yaitu  surat al-Mâidah : 5 

dan surat al-Bayyinah: 1. M. Quraish Shihab membedakan orang kafir 

menjadi dua kelompok yaitu Ahl al-Kitâb dan orang musyrik. Perbedaan 

ini  dapat dipahami dari huruf „wawu‟ yang berarti „dan‟ dalam surat 

al-Bayyinah: 1. Huruf ini dari segi bahasa digunakan untuk menghimpun 

dua hal yang berbeda. Dengan demikian yang dilarang mengawinkannya 

dengan wanita muslimah yaitu  pria musyrik, sedang yang dibenarkan 

oleh surat al-Mâidah: 5 yaitu  mengawini wanita Ahl al-Kitâb. Meskipun 

diperbolehkan mengawini wanita Ahl al-Kitâb, tetapi hanya wanita Ahl al-

Kitâb yang menjaga kehormatannya yang boleh dinikahi. Namun saat  

tujuan pernikahan yakni membentuk keluarga yang sakinah tidak dapat 

tercapai, dan lebih banyak mudaratnya daripada maslahatnya (khawatir 

terpengaruh oleh wanita Ahl al-Kitâb), maka M. Quraish Shihab 

mendukung ketentuan-ketentuan yang ada dalam KHI tentang perkawinan 

beda agama, atas dasar kemaslahatan. Dengan demikian antara pendapat 

M. Quraish Shihab tentang perkawinan beda agama dengan KHI tidak ada 

bertentangan. Implementasi makna Ahl al-Kitâb menurut M. Quraish 

Shihab yaitu  sebagai berikut: Diperbolehkan toleransi antara umat 

beragama, tetapi dalam masalah muamalah, bukan dalam masalah ibadah 

dan akidah Sembelihan Ahl al-Kitâb halal hukumnya sebab  bentuk 

toleransi umat Islam terhadap Ahl al-Kitâb. Perempuan muslim 

diharamkan untuk menikah dengan laki-laki Ahl al-kitâb. Sedangkan laki-

laki muslim dengan wanita Ahl al-Kitâb menurut Quraish Shihab 

membolehkannya. 

169 

 

B. Saran  

Pembahasan Ahl al-Kitâb di dalam Al-Qur'an, bukanlah suatu hal 

yang jarang terjadi di kalangan ulama‟ atau mufassir baik klasik maupun 

kontemporer. Hal ini bisa dilihat melalui buku-buku maupun artikel ilmiah 

yang ditulis oleh mereka, sebab Ahl al-Kitâb yang ada di setiap zaman 

berbeda-beda, serta keberadaan mereka juga memiliki pengaruh kepada 

umat muslim, baik dalam hal hidangan sembelihan dan pernikahan. 

Adapun dalam hal ini, penulis sadar bahwa tesis yang saya bahas terkait 

Ahl al-Kitâb ini, masih jauh dari kata sempurna, disebab kan masih 

banyak hal yang kurang dari penyajiannya. Maka untuk itu, diharapkan 

peneliti berikutnya mampu menjabarkan dengan baik dan benar terkait 

tema Ahl al-Kitâb dalam Al-Qur'an, melalui berbagai macam perspektif 

mufassir bukan hanya terbatas kepada penafsiran Rasyid Ridha dan M. 

Quraish Shihab melalui karyanya Tafsirnya.