Palestina Israel

Palestina Israel



Palestina pada mulanya adalah bagian dari Daulah Islamiyah di bawah

Turki ‘Utsmani. Tetapi dengan dikuasai wilayah ini oleh Inggris (1917), seterusnya

dicaplok sebagian besar (48 %) oleh Yahudi, Palestina yang mayoritas penduduknya

Muslim menjadi tidak merdeka. Tulisan ini bertujuan mengungkapkan perlawanan

Muslim-Palestina terhadap Yahudi-Israel. Untuk maksud tersebut dimanfaatkan

pendekatan dan analisis historis dengan library research dalam pengumpulan data.

Dari studi ini ditemukan bahwa Zionis Israel menguasai Palestina karena mendapat

sokongan dari sekutu utamanya yaitu Amerika Serikat, Inggris dan Prancis. Sementara

Palestina berjuang sendiri, karena negara-negara Islam sekitarnya sudah pernah

ingin membantu pada tahun 1968, tetapi mengalami kekalahan dalam peperangan

enam hari. Akibatnya, Mesir, Suriah, Yordania dan Palestina lepas sebagian wilayahnya.

Terakhir, Palestina semakin terpuruk, dan jika disahkan RUU Yahudi yang diajukan

oleh Benyamin Netanyahu ke Parlemen Israel, Palestina dan Arab Islam akan semakin

terdesak.


Sejarah menunjukkan bahwa orang-orang Yahudi atau Bani Israil adalah sekelompok

kecil manusia di jagad Allah, sejak abad sebelum masehi hingga dewasa ini, dengan mitos-

mitosnya telah meresahkan dunia. Allah dengan firman-Nya menggambarkan perilaku

jelek mereka dalam Q.S. al-Mâ’idah/5: 64,  “mereka berbuat kerusakan di muka bumi dan

Allah tidak menyukai orang-orang yang membuat kerusakan”.1 Negara-bangsa Israel-

penganut Yahudi (yang menjadi lawan konflik negara-bangsa Palestina-Muslim) sejak

diproklamirkan pada tahun 1948, telah menunjukkan demikian eksistensinya di panggung

sejarah dunia. Bagaimana tidak, Israel-Yahudi dengan “gaya perjuangannya” sudah

menjadi pembicaraan publik dunia yang tidak habis-habis dan tidak hentinya. Karena

itu bagaimana asal usul dan sasaran strategis yang diidealkan oleh Father founding mereka

untuk dicapainya, menarik untuk ditelusuri lebih jauh. Pada sisi lain Palestina mulanya bagian

dari Daulah Islamiyah di bawah Turki ‘Utsmâni. Akan tetapi dengan dikuasai wilayah ini

oleh Inggris (1917), seterusnya dicaplok sebagian besar (48 %) oleh Yahudi-Israel, Palestina

yang mayoritas penduduknya Muslim menjadi tidak merdeka.

Pada sisi lain lagi, di Israel telah digulirkan dan diajukan RUU Yahudi.2 Deklarasi Kemer-

dekaan dengan RUU dimaksud oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan telah mendapat

persetujuan kabinetnya pada tanggal 23 November 2014, dikatakan dalam rangka menegakkan

hak individu semua warga Israel, khususnya yang Yahudi. Padahal harus diakui bahwa

sekitar dua juta dari 8.2 juta jiwa warga negara Israel adalah terdiri dari orang-orang

Arab-Muslim.

Tulisan ini bertujuan mengungkapkan perlawanan Muslim-Palestina terhadap Yahudi-

Israel. Untuk maksud tersebut dimanfaatkan pendekatan dan analisis historis dengan

library research dalam pengumpulan data. Dengan pendekatan dan analisis historis serta

kajian kepustakaan dalam pengumpulan data, diharapkan terungkap wujud perlawanan

Muslim Palestina terhadap Yahudi Israel dalam sejarahnya. Pada sisi lain lagi dengan pen-

dekatan sejarah tiga dimensi, akan dapat diprediksi masa depan perjuangan Muslim Palestina,

termasuk jika disahkan RUU Yahudi yang telah diajukan oleh Perdana Menteri Israel, Benjamin

Netanyahu dan telah mendapat persetujuan kabinetnya pada tanggal 23 November 2014.

1Harus diakui pula bahwa di antara orang-orang Yahudi terdapat pula manusia pilihan

di antara mereka walaupun amat sedikit. Allah memandang mereka sebagai kekasih-Nya. Mereka

adalah orang-orang yang mendapat petunjuk, yang menyeru pada kemuliaan, kesalehan dan

ketauhidan. Mereka itu adalah para nabi dan rasul Allah, seperti Ya‘qub as., Yusuf as., Musa as.,

Harun as., Daud as., Sulaiman as., Zakaria as., Yahya as. dan ‘Isa as. Begitu juga dengan Thalut

walaupun bukan nabi dan rasul, tetapi Allah memujinya karena semangat keagamaan dan jihadnya.

Mahir Ahmad Agha, Yahudi: Catatan Hitam Sejarah, terj. Yadi Indrayadi (Jakarta Timur: Qisthi

Press, Juni 2005), h. 71-72.

2Isi RUU yang diajukan Benjamin Netanyahu menyangkut Hak individu warga Israel, hanya

untuk orang Yahudi, mendapatkan hak nasional, hak menentukan nasib sendiri, bendera dan

lagu kebangsaan. Lihat Serambi Indonesia, Kamis, 27 November 2014, h. 2.

Misri A. Muchsin: Palestina dan Israel

392

MIQOT Vol. XXXIX No. 2 Juli-Desember 2015

RUU dimaksud mereka sebagai komunitas minoritas, diasumsikan menjadi gelisah

dan berada di ujung tanduk, karena ada kemungkinan akan didepak oleh pemerintahan

Israel yang Yahudi, jika RUU perubahan nama negara Israel menjadi Negara Yahudi

berhasil disahkan.3 RUU yang diajukan pemerintah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu

dan telah mendapat persetujuan kabinetnya dimaksud, mengantarkan Yahudi sebagai

bangsa dan agama, memiliki semangat dan solidaritas baru di dunia internasional. Yahudi

lebih luas maknanya dari Israel dan Ibrani. Hal itu karena istilah Yahudi selain disematkan

kepada kaum Ibrani, juga bermakna dan dapat disematkan kepada orang-orang non-Ibarani

yang memeluk agama Yahudi.4 Sementara orang-orang keturunan Arab yang Islam semakin

terdesak dengan kebijakan-kebijakan mengikat dan akan mengurangi atau ada kemungkinan

akan hilang haknya di negerinya sendiri sebelumnya.

Negara Israel

Sejarah dan Nama Israel

Dalam sejarah, nama Israel atau Bani Israel dikenal juga dengan Ibrani dan Yahudi.

Dalam riwayat, sebutan Israel, orang atau Bani Israel (Israiliyin), adalah sebutan yang

dinisbatkan kepada nama bapak mereka, yaitu Ya‘qûb ibn Ishâq ibn Ibrâhîm as. Israel adalah

kalimat yang terdiri dari dua kata, Isra yang artinya hamba atau teman dekat, dan el

artinya Tuhan. Dengan demikian Israel artinya hamba Tuhan atau teman dekat Tuhan.

Kemudian mereka disebut Ibrani, karena dinisbatkan kepada nama Ibrâhîm as. Hal

ini ditemukan dalam Kitab Kejadian, Ibrâhîm as disebut dengan nama “Ibrahim Sang

Ibrani” atau maksudnya Ibrâhîm Sang Penyeberang, karena ia menyeberangi (‘abara)

sungai Eufrat dan sungai-sungai lainnya. Atau ada juga riwayat lain, mereka dinamakan

kaum Ibrani karena dinisbatkan kepada Ibr, kakek kelima Ibrâhîm as. Akan tetapi para

sejarawan sepakat  bahwa penamaan Bani Israel  dengan kaum Ibrani karena peristiwa

penyeberangan Ibrâhîm as melintangi sungai Eufrat, yang diperkuat dengan ungkapan

dalam kitab Joshua.5

Adapun dinamakan mereka dengan Yahudi, muncul ketika mereka bertaubat dari

menyembah anak sapi. Mereka berkata, yang diabadikan oleh Allah dalam Q.S. al-A‘râf/7:

156, “sesungguhnya kami kembali (bertaubat) kepada Engkau.” Riwayat lain mereka

dinamakan Yahudi karena mereka bergerak-gerak (yatahawwad) ketika membaca Taurat.

Riwayat lain lagi bahwa mereka dinamakan Yahudi karena dinisbatkan kepada Yehuda,

anak keempat Ya‘qûb as., yang nama asli atau dasarnya Yehuza, pemimpin bagi sebelas

anak Ya‘qûb as. lainnya.

Menghidupkan dalam ingatan atau memori kolektif mereka bahwa asal usul nenek

moyang mereka berasal dari keturunan seorang nabi, yaitu nabi Ya‘qûb as. merupakan

kemuliaan dan gengsi tersendiri dalam berhadapan dengan manusia lainnya. Karenanya

sikap-sikap arogan yang ditunjukkan orang Israel dewasa ini kelihatan ada hubungan sedikit

banyaknya dengan kesadaran-memori kolektif sejarah dan asal usul keturunan mereka.

Negara Israel dalam Sejarah

Jauh sebelum negara Israel Modern, di sana sudah pernah berdiri negara Israel pada

zaman klasik, yaitu ketika negara Israel digagas dan dikembangkan oleh Syaul atau al-

Qur’an menyebutnya dengan Thalut pada tahun 1025 SM. Ia menjadi pemimpin untuk

seluruh Bani Israel yang bersuku-suku tersebut. Pada masanya banyak terjadi peperangan,

seperti perang menakluk bangsa Amun di wilayah Timur Yordania; peperangan melawan

bangsa Palestina yang ketika itu dipimpin oleh Goliath (al-Quran menyebutnya dengan

raja Jalut). Konon rupanya dalam pasukan Syaul atau Thalut ikut serta Dâwûd as. yang

ketika itu masih sangat muda dan ia pula yang berhasil membunuh Jalut dalam peperangan

tersebut. Ketika itu, sebagian kecil Palestina dapat dikuasi pasukan Syaul/Thalut.7

Pasca Thalut, Dâwûd as. yang menjadi pemimpin Bani Israel. Palestina dengan

demikian sudah berada di bawah kepemimpinan Dâwûd as.. Ia pula yang dianggap

sebagai pendiri kerajaan Bani Israil di Palestina yang sesungguhnya. Pada masa

pemerintahannya dakwah Tauhid menyebar ke seluruh Palestina yang dijuluki dengan

“Tanah yang Diberkati”. Keadilan, kedamaian dan kejujuran dijunjung tinggi, dan sebagai

Nabiyullah, Dâwûd as. dengan kitab Zabur, dikarunia pula oleh Allah ilmu dan

kebijaksanaan. Gunung dan burung-burung ikut bertasbih ketika ia membaca kitab Zabur

dengan suaranya yang merdu dan khusyuk (Q.S. Shad/18-20). Dâwûd as. juga dikarunia

mukjizat yang mencengangkan, yaitu di samping burung-hewan bertasbih bersamanya

dan dapat pula melunakkan besi dengannya (Q.S. Sabâ’/34: 10). Daud meninggal dunia

pada tahun 963 SM, dan menurut satu riwayat kuburannya terletak di gunung Zion, di

tempat yang sekarang disebut dengan “al-Nabi Daud”.8

Pasca Dâwûd as. meninggal, kepemimpinan Bani Israel diteruskan oleh anak/

putranya, Sulaiman as. yang berhasil menikahi puteri Fir‘aun. Pada masa Sulaiman, Bani

Israel mencapai puncak masa kedamaian dan kemakmurannya. Hal itu karena kerajaan

tersebut sudah dibina sebelumnya oleh Daud dengan maksimal, sehingga tidak ada lagi

rintangan politis apapun lagi. (Q.S. al-Nahl/16: 112; Q.S. al-Anbiyâ’/21: 78-82). Sulaiman

membangun Kuil, yang memperkerjakan banyak ahli bangunan dan pemahat. Ia

mengirim kapal mengharungi Samudera hingga ke selatan Spanyol. Pemerintahan Sulaiman


berlangsung 40 tahun, dan selama itu pula Bani Israel mengalami kemakmuran dan

kebahagiaan. Masa kepemimpinan Sulaiman yang berpusat di seluruh tanah Palestina,

dianggap masa kejayaan industri dan teknologi canggih ukuran zamannya, di mana berhasil

membangun bangunan yang indah, istana yang megah, kota-kota yang banyak dan megah

serta benteng-benteng yang kokoh serta tentara yang terdiri dari pasukan jin, manusia

dan burung-burung.9 Berkaitan dengan kesuksesan dan kejayaan Bani Israel di Palestina

di bawah kepemimpinan Sulaiman as., Allah abadikan dalam Q.S. al-Naml/27: 17 dan

37; serta Q.S. al-A‘râf/7: 27.

Sejarah Bani Israel di Palestina Pasca-Nabi Sulaiman

Pasca kepemimpinaan Dâwûd as. dan Sulaiman as. yang memerintah Palestina

sekitar 80 tahun, maka sejak tahun 923 SM kerajaan Sulaiman tersebut terbelah menjadi

dua negara dan antara keduanya saling bertikai. Pertama, Kerajaan Yehuza (Judah) di

Selatan dengan ibukotanya Yerusalem (al-Quds). Negara/kerajaan ini dipimpin oleh

Rehoboam ibn Sulaiman. Ia dibaiat dan didukung oleh dua suku Bani Israel, yaitu Yehuza

dan Benyamin yang tinggal-berdomisili di wilayah Selatan dan di sekitar Yerusalem. Akan

tetapi di daerah lain, Syakim atau Syakin tidak mau membaiatnya sebagai raja Bani Israel,

karena kekasar-annya dan karena mengancam masyarakat di sana jika tidak mau

membaiatnya. 10 suku Bani Israel yang ada di sana menolak membaiat dan malah mereka

membaiat Rehoboam, dari suku Ephraem (salah satu suku Bani Israel) dan inilah kerajaan

kedua Bani Israel yang berada di sebelah utara. Mereka menamakan kerajaan mereka

dengan “Israel” dan menjadikan ibu kota kerajaan mereka berturut-turut di Syakim,

Terzah dan terakhir di Samirah. Kerajaan ini diperkirakan hidup berkembang antara

923-722 SM dan menempati 72 % wilayah Bani Israel. Kerajaan ini runtuh dan hilang

setelah diserbu oleh Sargon II, raja Assyria, dengan rajanya yang terakhir adalah Hosea

ibn Elah. Dengan demikian berakhirlah semua kerajaan Bani Israel dan raja Sargon II

membuat kebijakan agar seluruh suku bani Israel diasingkaan dan ditempatkan di lembah

sungai Eufrat dengan menunjukkan seorang gubernur Assyria untuk mereka.10

Begitu juga dengan nasib kerajaan Bani Israel di Selatan yaitu Yehuza, dengang

ibukota Yerusalem (al-Quds), pada tahun 606 SM diserbu pula oleh Nebukhadnesar.

Banyak penduduk yang terbunuh dalam serangan tersebut dan Rajanya yang terakhir

di sana Yahwakin ibn Bawakim dan keluarganya juga diasingkan ke Babilonia, Irak.

Akan tetapi di tempat pengasingan ini para bekas pimpinan kerajaan Yehuza memberontak

pula, sehingga menyebabkan diserbu lagi ke Babilonia oleh Sargon II, raja Assyria,

sehingga tahun 586 SM sudah berakhirlah semua kerajaan bani Israel.

Yahudi di Palestina Pasca-Kehancuran I

Disebutkan bahwa tahun 586 SM adalah tahun kehancuran dan kelenyapan pertama

kerajaan-kerajaan Bani Israel di Palestina pada tangan Nebukhadnesar. Kemudian setelah

Nebukhadnesar, Palestina dikuasai oleh beberapa kerajaan dari luar, yaitu kerajaan Babilonia

antara tahun 586-538 SM, kerajaan Persia antara 538-330 SM, kerajaan Yunani antara

tahun 330-200 SM, Dinasti Seleucid antara tahun 200-167 SM, Dinasti Seleucid dan Maccabee

antara tahun 167-63 SM, dan Imperium Romawi antara tahun 63 SM sampai 638 M.12

Pada masa Imperium Romawi berkuasa, terutama masa Kaisar Romawi Konstantin

yang sudah memeluk Nasrani pada tahun 325 M, Palestina umumnya sudah dinasranikan.

Di al-Quds Yerusalem dibangun gereja Makam Suci sebagai gereja teragung. Di puncak

gunung Zaitun dibangun pula gereja Langit dan di kota Bethlehem dibangun pula gereja

Kiamat. Adapun orang-orang Yahudi ketika itu terutama para pedagangnya sudah menyebar

ke negara-negara Eropa. Adapun di Palestina sendiri orang Yahudi terdesak dengan ber-

kembangnya Nasrani yang didukung langsung pula oleh penguasanya yang Nasrani.

Karenanya, Yahudi dimana pun mereka berada, termasuk di Eropa tetap menghalang-

halangi orang Nasrani. Hal itu karena Nasrani yang umat Nabi Isa as. membawa agama

Tauhid dan terdesak keberadaan ajaran Yahudi yang sudah menyembah patung. Orang

Yahudi atau Bani Israel mendustakan nabi terakhir mereka dengan menuduhnya melakukan

sihir dan berusaha membunuh Nabi Isa AS. Bani Israel melakukan itu karena diasumsikan

bahwa Nasrani telah menghancurkan prinsip-prinsip ketuhanan dan syariat Talmud tentang

keagungan Yahudi sebagai bangsa pilihan Allah.13

Pertentangan orang Yahudi dengan Nasrani tidak lagi di sekitar Palestina, Irak dan

Timur Tengah umumnya, tetapi sudah pernah merambah-melebar ke seluruh Eropa dan

malah ke benua Amerika, karena Nasrani juga mulai berkembang luas di sana. Hanya

saja Sifat Yahudi yang ingin memonopoli, terutama perdagangan, maka sejumlah komoditas,

seperti gandum, wol, emas dan perak dikuasainya. Dengan begitu mereka bisa menguasai

pasar dan malah dapat mengontrol ekonomi negara dunia pada umumnya. Mereka bertindak

rentenir, yaitu meminjamkan uang kepada orang Nasrani dengan bunga yang tinggi.

Keinginan memonopoli ini pula kemudian yang menyebabkan orang-orang Eropa (yang

Nasrani utamanya), membenci orang-orang Yahudi di manapun mereka berada.

Klimaksnya adalah tindakan Nazi pada awal abad 20 M.14

Pertentangan Nasrani-Yahudi bertambah meningkat dari waktu ke waktu. Satu

hal yang menarik, walaupun upaya Yahudi untuk menghalang-halangi pergerakan Nasrani,

nama agama yang yang lebih popular sebutannya dengan Kristen ini terus menunjukkan

perkembangannya di Eropa yang umumnya ketika itu masih Pagan atau Pelbegu. Hal

Misri A. Muchsin: Palestina dan Israel


ini menyebabkan penganut Yahudi bertambah kesal karena tidak rela Kristen yang menyeru

kasih sayang, persamaan, cinta kasih dan persaudaraan tersebut mendapat momentum

perkembangannya yang mudah dan pesat di kalangan bangsa-bangsa Eropa. Karenanya,

orang-orang Yahudi tidak tinggal diam, kecuali itu mencari jurus-jurus licik, seperti mem-

pengaruhi penguasa Eropa yang pagan, Markus Urulius, kaisar Romawi pengganti pamannya

(Antonius Mulia) yang amat kesohor. Seorang Rabi Yahudi sukses membisik dan

menakut-nakuti Markus Urulius yang pagan dan bodoh itu dengan mengatakan bahwa

orang-orang Nasrani mengindap penyakit menular yang membahayakan rakyat.

Karenanya, Markus Urulius sebagai penguasa Roma yang berhasil terperdaya dengan

bisikan fitnah tersebut mengeluarkan perintah untuk membunuh semua penduduk Roma

yang beragama Nasrani.15

Dapat dipahami bahwa penderitaan yang dialami oleh Kristen atau Nasrani pada

periode awal amatlah berat, akibat kebijakan penguasanya yang termakan issue fitnah

dari orang-orang Yahudi. Keadaan yang tidak menguntungkan Nasrani berlangsung hingga

abad keempat masehi. Akan tetapi dengan masuknya Nasrani Kaisar Konstantin, maka

nasib dan keadaan orang Nasrani segera berubah dan mendapat angin segar. Hanya saja

orang-orang Yahudi tidak juga berhenti dalam provokasinya, bahwa mereka melalui per-

dagangan yang dikuasainya, terutama beberapa komoditas, seperti wol, sutra, gandum,

emas dan perak, mereka ingin mengontrol kehidupan ekonomi negara secara fokus di

mana mereka berdomisili. Tidak jarang mereka menciptakan krisis di negara tersebut,

untuk menciptakan ketergantungan negara dan rakyatnya pada mereka yang memonopoli

perdagangan dan kehidupan ekonomi satu Negara. Mereka menimbun mata uang emas

dan perak, kemudian memonopolinya; serta meminjamkan uang kepada orang Nasrani

dengan bunga yang melangit, sehingga julukan rentenir amat popular kepada orang

Yahudi dimana pun mereka berada.16

Kelompok atau Sekte dalam Agama Yahudi

Para ahli mengelompokkan Yahudi dalam tiga kelompok besar, yaitu Ashkenazim,

Sefardim, dan Syarqiyin.17 Ketiganya masih eksis dan berkembang hingga dewasa ini di

berbagai benua-belahan dunia.

Pertama, Ashkenazim,  adalah kelompok Yahudi yangdisebut juga dengan Yahudi

Khazar dan dinisbatkan kepada Yahudi Jerman, atau Yahudi keturunan Jerman. Mereka

hidup di negari-negeri yang berbahasa Jerman umumnya, yang hidup berkembang pada

Abad Pertengahan, khususnya sejak abad 13 M. Akan tetapi seiring dengan perkembangan


zaman, negara-bangsa dan peluang yang dimanfaatkan, pada gilirannya mereka menyebar

ke negeri-negeri Timur dan Barat. Mereka yang pada mulanya berbahasa Jerman, dengan

menyisipi beberapa kosa kota Ibrani dan bahasa asing lainnya menetapkan dan melestarikan

bahasa mereka yang dinamakan dengan Viadish. Mereka umumnya menetap di Inggris,

utara Prancis, serta sebagian wilayah Austria yang dihuni suku-suku Slavik.

Kedua, Sefardim, adalah orang-orang Yahudi yang berpindah ke Semenanjung Iberia-

Spanyol, khususnya setelah wilayah itu ditaklukkan oleh kaum Muslim sejak tahun 711

M. Mereka  menggunakan bahasa Spanyol sebagai bahasa sehari-harinya meng-gantikan

bahasa Arab. Pada masa pemerintahan Islam di sana, orang-orang Yahudi berkembang pesat,

tetapi setelah pemerintahan Islam runtuh di sana dan digantikan oleh pemerintahan Nasrani

yang Katolik, orang-orang Yahudi ikut terdesak dan tertekan. Karenannya, tidak sedikit

mereka yang berpura-pura masuk Kristen atau Nasrani Marony khususnya, walaupun

padahal mereka tetap menjalankan ritual keagamaan Yahudi secara sembunyi-sembunyi.

Kondisi yang demikian tentu tidak menguntungkan, dan karenanya mereka umumnya

berimigrasi ke wilayah utara Eropa, khususnya ke Jerman dan daerah dataran-dataran

rendah sekitarnya. Mereka bergabung dan bersatu dengan sekte Yahudi Ashkenazim,

walaupun pada awalnya saling mengklaim masing-masing menyatakan kelompoknya

yang paling mulia. Hanya saja dalam rangka menghadapi tekanan Eropa umumnya

dari yang Kristen, sejak abad 16-18 M, mereka bersatu dan kemudian kebanyakan mereka

berpindah pula ke Slanik di Yunani.

Ketiga, Syarqiyin, mereka adalah kelompok Yahudi yang terusir dan meninggalkan

tanah Palestina. Mereka menyebar di Irak, Iran, Afghanistan, Delta Mesir Barat dan Utara

Afrika (Maroko dan sekitarnya). Mereka Yahudi yang menggunakan bahasa setempat di

mana mereka berdomisili, walaupun bahasa tradisionalnya tetap mereka pertahankan.

Ketika pertengahan abad ke 20 M, ramai-ramai Yahudi kembali ke Palestina, terutama

dalam peperangan Islam-Yahudi 1960-an. Kelompok Yahudi Syarqiyin ikut juga kembali

ke Palestina dan setelah berada di sana mereka disebut Yahudi Separdim dan mereka

memiliki Rabi sendiri.

Dalam perkembangan sejarahnya, penggunaan istilah Yahudi Ashkenazim adalah

Yahudi Barat dari Eropa dan Amerika yang berpindah ke Palestina. Padahal banyak di antara

mereka yang berasal dari kelompok Yahudi Sefardim. Akibatnya neraca sosial di kalangan

Yahudi juga terbalik. Status Yahudi Ashkenazim naik statusnya dan Sefardim turun statusnya.

Tidak hanya itu Ashkenazim menjadi pemegang kendali politik di negara Israel hingga

dewasa ini. Dengan demikian, masyarakat Israel dewasa ini didominasi oleh kebudayaan

dan orang Yahudi Barat-Ashkenazim, termasuk yang menduduki posisi-posisi strategis

dalam negara-pemerintahan Israel. Adapun kelompok Yahudi Sefardim atau yang lazim

disebut dengan kelompok Yahudi Timur, dalam pandangan orang Yahudi adalah kelompok

Yahudi kelas bawah, satu tingkat di atas warga negara Israel yang keturunan Arab. Kemudian


para pendatang lainnya, termasuk yang Kristen yang ada di Israel merupakan kelompok/

kelas keempat.18

Perihal kondisi memprihatinkan eksistensi Yahudi Timur-Sefardim umumnya dan

Yahudi Sudan-Ethiopia yang berpindah ke Israel sejak 14-20 tahun lalu, seperti diberitakan

oleh majalah Falestin al-Muslimah, mereka hidup pada lapisan terbawah (kelima). Jadi

di bawah Arab-Islam (lapisan ketiga) dan Kristen lainnya bertengger di lapisan keempat.

Begitu juga Yahudi yang berpindah dari Irak dan Mesir, mendapatkan perlakuan diskriminatif

dan pelecehan-pelecehan dari Yahudi Barat Ashkenazim yang menempati posisi dan

peran strategis dalam menentukan kebijakan politik, ekonomi, sosial dan administrasi

di Israel. Mereka merupakan pemegang pimpinan di Israel dan sekaligus ekstremis Zionisme

inter-national yang memiliki sarana jaringan IT yang mampu merombak tatanan IT

dunia. Mereka yang punya Yahoo, Google dan dengan situs-situs porno yang dapat

menambah kekayaan Israel Yahudi secara pasti.

Perebutan Tanah Palestina dalam Sejarah

Harus diakui bahwa Turki ‘Utsmâni menguasai Tanah Palestina dalam waktu yang

lama, yaitu sejak wilayah ini dan Timur Tengah umumnya berada di bawah kekuasa-

annya yang tidak kurang dalam tiga abad. Palestina baru berpindah tangan dari Turki

Usmani ke Imperialisme Inggris pada tahun 1917, akibat dari kekalahan Turki Usmani

dalam perang. Hanya saja seolah Palestina baru berpindah tangan dari orang Arab-Islam

kepada orang-orang Yahudi setelah mereka mendeklarasikan Israel sebagai satu negara

merdeka pada tanggal  15 Mei 1948.

Dalam rentang tahun 1948-1968, Israel sudah cukup eksis dan kuat di Palestina serta

di sekitar Timur Tengah umumnya. Buktinya dalam peperangan pada 1967, beberapa

negara Islam yang terlibat, seperti Mesir, Yordania, Suriah, Bairut, Arab Saudi, Irak dan

Palestina sendiri berhadapan dengan Israel, tetapi dalam kenyataannya umat Islam  dengan

negara masing-masingnya tidak dapat berbuat banyak, kecuali itu, Israel menjadi sahnya

berdiri sebagai satu negara merdeka dari hasil caplokan beberapa negara Islam yang

disebut di atas.

Pertanyaannya, bagaimana bisa berdiri Israel sebagai satu Negara merdeka, di satu

wilayah kekuasaan sah Turki Usmani? Hal ini tidak lepas dari dukungan dan keinginan

beberapa negara Barat, dan Inggris khususnya. Orang-orang Yahudi dalam sejarahnya

sampai pada zaman modern menghalalkan segala cara demi terwujudnya rencana dan

target kekayaan dan politiknya.19 Di Inggris, Eropa sebelumnya, tepatnya tahun 1897, sudah

 dan melacur gadis-gadis perawan bangsanya

yang diperuntuk orang asing, terutama para diplomat asing dengan konpensasi akan menemukan

399

dibentuk satu organisasi yang bernama Judenstat atau kemudian lebih popular State of

Israel. Organisasi ini berideologi seperti makna zionisme (zion artinya batu atau merujuk

ke haikal Sulaiman yang ada di al-Quds) untuk dijadikan sentra negara Yahudi.

Estimasi Yahudi sebagai Negara Merdeka di Palestina

Pendudukan Yahudi di Palestina dan berakhir dengan berdirinya negara Isreal merdeka,

sebenarnya berawal dari berdirinya organisasi Zionis Dunia (World Zionist Organization)

pada tahun 1897 M. Organisasi ini mengagendakan yang utama adalah pendirian Negara

bagi bangsa Yahudi di tanah Palestina. Rencana strategis Zionis ini diprakarsai oleh pelobi

top Zionis (Chief Zionist Negotiator), Dr. C. Wheizmann dan mendapat dukungan dari Zionist

British atau Britain. Di bawah komandonya, Zionist berhasrat untuk mencapai agenda

utamanya yaitu berdiri negara Yahudi di Tanah Palestina. Untuk mencapai agenda utamanya,

menurut Mohd. Roslan Mohd. Nor ada empat hal yang diprogramkan. Pertama, melakukan

promosi, mengikut kesesuaian, tentang penjajahan Palestin melalui system pertanian Yaahudi

dan pekerja industri. Kedua, mewujudkan organisasi dan kerjasama dengan seluruh tentara

Yahudi dengan cara menguasai institusi, tempatan atau antar bangsa dengan mengikut

undang-undang setiap negara. Ketiga, menguatkan dan meningkatkan kesadaran dan

sentimen kebangsaan Yahudi. Keempat, melakukan persediaan untuk mendapatkan

pengiktirafan kerajaan, jika perlu, untuk menjalankan tujuan serta agenda zionis.20

Empat program inilah yang dijadikan landasan perjuangan Yahudi di Palestina.

Kemudian dengan empat hal yang diprogramkan ini juga mereka mendapat simpati dan

empati dari Yahudi dunia pada umumnya, dan sokongan dari Inggris atau Britania Raya

pada khususnya. Hal yang disebutkan terakhir yaitu dukungan dari Inggris seperti terlihat

dalam Deklarasi Balfour yang dikeluarkan pada 2 November 1917.21 Perjanjian Inggris

dalam wujud deklarasinya merupakan modal penting bagi Yahudi untuk mewujudkan

bagi mereka satu negara merdeka di tanah Palestina. Yahudi dengan deklarasi Balfour

menyemangati Yahudi di seluruh dunia, terutama di Eropa Timur untuk menyokong upaya

mewujudkan bagi Yahudi di Palestina memiliki negara merdeka, yang diberi nama kemudian

dengan negara Israel.

Dalam sejarah Palestina modern, yang notabene adalah Arab Muslim umumnya,

Misri A. Muchsin: Palestina dan Israel

informasi penting dunia dari diplomat tersebut. Lihat lebih lengkap Abdullah al-Thail, Yahudi

Sang Penghancur Dunia, terj. Misbah Em Madjidy (Jakarta Timur: Mihrab, 2008)

20Mohd. Roslan Mohd. Nor, “Konflik Israel-Palestin dari Aspek Sejarah Modern dan Langkah

Pembebasan dari Cengkaman Zionis,” dalam Journal of Tamaddun, Desember 2010, h. 75.

21Deklarasi Balfour isinya adalah His Majesty’s Government view with favour the establishment

in Palestine of a national home for the Jewish people, and will use their best endeavours to facilitate

the achievement of this object, it being clearly understood that nothing shall be done which may

prejudice the civil and religious rights of existing non-Jewish communities in Palestine, or the right

and political status enjoyed by Jews in any other country. Mohd. Roslan Mohd. Nor, “Konflik Israel-

Palestin,” 

telah jatuh ke tangan Inggris pada tahun 1917, sesuai dengan kekalahan Turki Usmani

di negeri ini dan Liga Bangsa-bangsa (League of Nations) sebelum PBB atau United Nation

memberi mandat kepada Inggris untuk mengurus Palestina. Umat Islam dengan tokoh-

tokoh ulamanya seperti Haji Husaini (mufti Palestina) selalu saja berjuang ingin melepaskan

diri dari cengkraman penjajahan Inggris yang mengistimewakan dan lembaga Zionis

yang ada di Eropa bernama Judenstat atau kemudian lebih popular State of Israel. Kenyataan

ini telah memacu orang-orang Yahudi masuk-datang ke Palestina ketika mereka amat

tertekan dan ditindas pada umumnya di Eropa, di Eropa Timur khususnya. Inilah awal

petaka dan sumber konflik Islam-Yahudi di Palestina. Lebih-lebih setelah State of Israel

yang diketuai oleh Theodor  Herzl, dijadikan bahan utama dalam rencana mendirikan negara

Israel.

Sebagian ahli menyebutkan bahwa mengidealkan dan mewujudkan negara bagi

orang Yahudi di tanah Palestina dengan dalih bahwa orang Yahudi mempunyai hubungan

sejarah lama dengan istilah yang digunakan historic right atau historic title, tidaklah ada

asas dalam perundang-undangan dan tidak pula dasar hukum yang nyata. Cattan menye-

butkan bahwa undang-undang antar bangsa tidak membenarkan yang demikian dan

juga mengaitkan dengan sejarah lama (historic title atau historic right) tidak benar. Kedua

istilah ini lebih untuk mendapatkan hak kawasan (territory) satu negara yang berkaitan

dengan perairan (maritime).22

Jelaslah bahwa berdasarkan undang-undang antar bangsa tidak membolehkan

membangun satu negara atas dasar karena mempunyai ikatan dengan sejarah semata.

Orang Yahudi yang membangun negara Israel di Palestina jelas tidak memiliki dasar

hukum dan dasar argument. Karena itu, Yahudi dalam dan setelah mewujudkan negara

Israel segera melakukan perampasan, menduduki dan menghalau penduduk Palestina

yang memang Muslim dari tanah negeri mereka. Israel membunuh dengan membabi

buta penduduk Palestina Muslim yang tidak bersalah, sebagaimana yang terjadi dalam

peristiwa Deir Yasin pada tahun 1948. Tentara atau Irgun Yahudi-Israel telah membunuh

dan menyiksa laki dan perempuan dewasa, remaja dan bayi, sekalipun secara keji. Semua

itu untuk menimbul kesan kekejaman dan keganasan mereka, sehingga dengan demikian

diharapkan Muslim Palestina timbul rasa takut dan akan meninggalkan tanah kelahiran

mereka, sehingga dengan demikian melempangkan  jalan bagi pendudukan Yahudi-Israel di

Tanah Palestina, Yerusalem khususnya.23

Realitas yang lebih jelek bagi umat Islam Palestina adalah setelah Israel menang

dalam perang enam hari pada bulan Juni 1967. Yerusalem Timur dikuasai, Masjid al-Aqsa

dan Bayt al-Maqdis dikuasai secara politik dan perundang-undangan. Serangan dan pem-

bunuhan keji dilakukan oleh Israel terhadap umat Islam Palestina secara terus menerus.

Pada 21 Agustus 1969 Masjid al-Aqsa dibakar, sehingga sebagiannya, termasuk mimbar

yang sudah berusia 1000 tahun musnah.

Memasuki tahun 1980 Muslim Palestina bangkit bersatu ingin membebaskan dan

membela diri dari cengkraman Israel. Gerakan mereka terkenal dengan nama Intifadah

I yang berlangsung hingga tahun 1993. Gerakan pembebasan Muslim ini reda setelah

adanya perjanjian Oslo menuntut perdamaian dan juga rupanya membolehkan rakyat

Israel hidup bebas di Palestina. Akan tetapi walaupun sudah ada perjanjian Oslo, namun

Israel terus menerus menindas rakyat Muslim Palestina. Pada akhir tahun 2008-22 Januari

2009 serangan mereka begitu gencar melancarkan bom, sehingga meng-hancurkan

sekolah, rumah ibadah dan sarana umum di samping rumah hunian penduduk. Mereka

menyerang dengan alasan untuk memerangi Hamas yang memerintah Gaza sejak Maret

2006. Israel menganggap Hamas sebagai golongan teroris yang harus diperangi, dan melobi

negara-negara Barat untuk tidak memberikan bantuan keuangan kepada Hamas.

Negara Palestina

Jauh sebelum negara Israel berdiri di Timur Tengah, orang-orang Yahudi selalu saja

berhasrat kuat untuk menduduki tanah Palestina. Berbagai daya upaya diprogramkan,

misalnya perjanjian Balfour di Inggris, berupaya keras membeli tanah di Palestina dan

usaha lainnya sebagai provokasi. Seiring dengan itu pula masyarakat Islam dari berbagai

kalangan selalu saja memegang dasar yang harus dijalankan di Palestina. Mereka meng-

idealkan dan malah menuntut selalu penghapusan janji Balfour yang penuh dengan

kezaliman, ketidakadilan terhadap hak-hak bangsa Palestina; penghentian imigrasi

Yahudi; penghentian penjualan tanah Kepada Yahudi; pendirian pemerintahan nasional

Palestina dengan dipilih oleh parlemen (majlis Tasyri’i) yang menjadi penjelmaan keinginan

hakiki masyarakat; dan masuk dalam negosiasi dengan Inggris untuk membuat kesepakatan

yang akhirnya dapat memerdekakan Palestina.24

Kejatuhan umat Islam di Palestina di satu sisi dan kesuksesan Yahudi mencapai

negara merdekanya, Israel yang dibangun di atas persakitan umat Islam di Palestina,

dan sekitarnya, sebenarnya bukanlah mutlak karena kehebatan dan kesuksesan Yahudi

menggalang kekuatan, dukungan dan lobi mereka, tetapi karena kelemahan pertahanan

umat Islam di Palestina di bawah komando Turki ‘Utsmâni pada memasuki awal abad

ke-20 begitu nyata. Pasukan Turki ‘Utsmâni tidak dapat berbuat banyak dalam menghadapi

agresi negara-negara Eropa, yang simpulnya adalah Yahudi di dalamnya. Faktor lain karena

umat Islam tidak berupaya mempertahankan persatuan (Pan-Islamisme) untuk seluruh

umat Islam, tetapi sebaliknya umat Islam sudah termakan isu konsep negara bangsa

Misri A. Muchsin: Palestina dan Israel

(nation state) yang dipopulerkan Barat, terutama dari Prancis sebagai imbas dari revolusinya

yang amat terkenal telah merobah tatanan dan peta politik negara bangsa dunia.

Hal yang disebutkan terakhir buktinya adalah bahwa di penghujung abad 19, dan

hingga awal memasuki abad 20, umat Islam amat tergiur dengan kemerdekaan negerinya

masing-masing. Hal ini tentu bukti kesuksesan Barat dengan politik negara bangsanya,

yang terkenal dengan semboyan misalnya Mesir untuk Mesir, Mesir bukan untuk Turki”.

Ini awal terpecah belah umat Islam, yang tidak lagi menjunjung tinggi nilai khilafah yang

sudah diwariskan Nabi dan Khulaur-Rasyidin sebelumnya. Dengan kesuksesan provokasi

Barat dengan politiknegara bangsa demikian, maka Turki Usmani sebagai pemegang legitimasi

khilafah otomatis mendapat serangan dari luar dan dari dalam. Dari luar adalah dari

Barat sendiri yang ingin menjarah sebagian wilayah kekuasaannya, sementara dari dalam

adalah dari umat Islam sendiri yang sudah amat tertarik untuk melepaskan diri dari

kepemimpinan dan kekhalifahan Turki ‘Utsmâni. Dua hal inilah yang membawa petaka

bagi umat Islam dalam upaya mempertahan diri dari serangan Barat, termasuk Palestina

dari pendudukan Yahudi yang “pulang kampung” dari perantauan lama keturunan mereka

di berbagai negara Eropa dan Amerika.

Upaya Muslim Palestina mempertahankan diri dan malah ingin melepaskan diri

dari cengkraman negara Israel yang Yahudi tersebut, diketahui dengan muncul gerakan,

organisasi dan tokoh-tokoh pejuangnya yang silih berganti. Fatah, Hamas dan PLO (Palestin

Liberation Organisation) adalah gerakan rakyat Palestina dan sebagai wadah perjuangan

mereka untuk melawan Israel yang terkutuk. Di samping itu untuk membebaskan Palestina

dari cengkraman penjajahan Yahudi-Israel, menurut Roslan, perlu disadarkan umat Islam

umumnya dan rakyat Palestina khususnya bahwa pentingnya Bait al-Maqdis dalam Islam,

adalah satu di antara tiga tempat suci yang harus diziarahi, yaitu di samping Masjidilharam

dan Masjidnabawi.25

Upaya pembebasan Palestina dari Israel sudah dipikirkan pada level negara-negara

Arab, seperti Yordania, Mesir, Arab Saudi, Suriah. Pemikiran dan upaya tersebut sudah sampai

pada kesimpulan perjuangan bersama untuk membebaskan Palestina dari pendudukan

Israel sejak tahun 1948. Semua negara di atas sudah bersiap untuk menggempur dan Mesir

sudah menutup pesisir Laut Tengah (Madhaiq Tiran) serta meminta pengawas perbatasan

PBB untuk meninggalkan wilayahnya. Akan tetapi sebelum pasukan Liga Arab itu bergerak,

tepatnya pada 5 Juni 1967, Israel yang didukung oleh Inggris dan Prancis lebih dahulu

membombardir pesawat-pesawat tempur Mesir, Yordania dan Suriah yang masih parkir

di bandaranya masing-masing. Hal ini sesuatu yang tidak diduga samasekali, sehingga

akibatnya Israel lebih leluasa menyerang ke seluruh penjuru dan negara-negara tersebut.

80 % persenjataan Mesir hancur dalam peristiwa tersebut. Israel dalam waktu enam hari

saja berhasil menjajah wilayah Palestina yang masih tersisa yaitu Tepi Barat 5878 km dan


Gaza 363 km; Gurun Sinai milik Mesir 61198 km; dan dataran tinggi Golan 1150 km2.

Tidak hanya itu Pasukan tempur Yahudi tersebut berhasil memasuki wilayah al-Quds

dan Masjidilaqsha, sambil bernyanyi: musy-musy dan apel…agama Muhammad berpaling

dan tunggang-langgang, Muhammad telah mati… dengan meninggalkan kaum wanita”.

Mereka juga berteriak, “ayo kita balas dendam (kekalahan) di Khaibar…”.26Realitas historis

di atas amat menyakitkan hati umat Islam yang menghayati dan memiliki rasa solidaritas

keislamannya.

Gerakan Fatah

Dalam upaya pembebasan Palestina dari Israel, pemuda palestina yang ada di luar

di negara-negara Timur Tengah ingin berjuang melalui oranisasi, dan organisasi yang

muncul  pertama dari kalangan Arab-Muslim Palestina adalah Fatah. Fatah sebenarnya

organisasi yang beraliran marxisme, dan sebelumnya sudah menyerap aspirasinya pada

revolusi Aljazair. Mereka yang bergabung dalam Fatah (Harakah Tahrir Filistin dan kemudian

menjadi Harakah at-Tahrir al-Wathani al-Filisthini) dideklatasi pertama di Kuwait pada

1957. Khalil al-Wazir (Abu Jihad), berasal dari Jalur Gaza, merupakan orang kedua dalam

gerakan ini selama 30 tahun. Orang pertama dalam gerakan pembebasan adalah Pemuda

IM Palestina.

Organisasi Pembebasan Palestina

Organisasi ini muncul pertama atas prakarsa Presiden Liga Arab Jamal Abdul Naser,

yang melihat banyak aktivitas rahasia dalam rang pembebasan Palestina. Oleh karenanya

pada 1959, dalam persidangan Liga Arab menyerukan adanya wadah bersatu perjuangan

Palestina, dan menunjuk Ahmad Hilmi Abdul Baqi sebagai ketua OPP sekalaigus representasi

pemerintahan rakyat Palestina. Hanya saja tahun 1963 ia meninggal dunia, dan dengan

prakarsa ‘Abd al-Naser terpilih pula Ahmad al-Syaqiri sebagai pengganti. Ia ditugaskan

untuk mengorganisir masyarakat, memecahkan permasalahan dan mengaktifkan rakyat

Palestina untuk perjuangan kesatuan negara bangsanya.

OPP dengan dukungan Mesir, berhasil eksis dan membentuk Majlis Nasional Palestina

yang kemudian mengadakan konferensi pertamanya di kota al-Quds pada 28 Mei 1964

dengan dihadiri oleh 422 delegasi, representasi masyarakat Palestina, dengan pembinaan

Raja Husein dari Yordania. Pada Konferensi ini dilegalkan OPP dengan Piagam Nasional

Palestina, yang menegaskan bahwa perjuangan bersenjata untuk memerdekakan Palestina

serta tidak mundur sejengkal pun dari tanahnya. Pada kesempatan itu juga dibentuk pasukan

pembebasan Palestina dan upaya-upaya mobilisasi dan informasi ditingkatkan.27 Kenyataan

Misri A. Muchsin: Palestina dan Israel

itu pula yang meningkat perjuangan Palestina dan direspon serius oleh Israel, Inggris

dan Prancis selaku sekutu utamanya.

PLO atau OPP, ketika Yasser Arafat memimpin sejak tahun 1969, kepribadian nasional

Palestina semakin mendapat tempat di hati rakyatnya dan masyarakat Islam umumnya

menaruh harapan besar. Kemudiaan sejak Oktober tahun 1974 OPP/PLO mendapat pengakuan

negara-negara Arab sebagai organisasi tunggal rakyat Palestina yang legal. Bulan November

tahun yang sama OPP membuat prestasi politis, ketika Yasser Arafat mendapat kesempatan

untuk memberikan pidatonya di depan PBB di New York dan OPP/PLO diterima sebagai

aanggota pengawas. Kemudian pada tahun itu juga Palestina mendapat klausul tersendiri

di dalam persidangan PBB yang pertama kalinya. Salah satu resolusi terpenting PBB adalah

resolusi 3236 yang dikeluarkan tanggal 22 November 1975 dengan judul resolusi hak-

hak bangsa Palestina, yaitu untuk menentukan masa depan mereka, hak merdeka dan

berdaulat, hak kembali ke negerinya, hak untuk mengembalikan hak-hak fundamentalnya

dengan segala cara sesuai tujuan piagam PBB.28

Gerakan Hamas

Hamas berdiri pada 14 Desemer 1987, merupakan faksi yang paling dinamis dan

efektif. Ia merupakan sayap dan perpanjangan tangan dari gerakan Ikhwanul Muslimin.

Dalam piagamnya disebutkan bahwa organisasi ini “menganggap Islam sebagai jalannya,

yang dijadikan sebagai sandaran ide, konsepsi dan persepsi. Kepada Islamlah gerakan

ini berhukum dan darinya meminta jalan keluar dalam perjalanannya”. Di samping itu,

Hamas mempunyai target “untuk memerdekakan bumi Palestina, mendirikan negara

Islam di sana, dan menyerukan pendidikan yang universal bagi generasi untuk mewujudkan

tujuan-tujuan yang diidam-idamkan”.29

Syaikh al-Intifadhah Ahmad Yasin adalah pemimpin utama Hamas. Untuk wilayah

Gaza pemimpinnya adalah ‘Abd al-‘Azîz al-Rantisi, Mahmûd al-Zahad dan ‘Abd al-Fatâh

Dukhân. Untuk wilayah Tepi Barat, pimpinan Hamas yaitu Jamal Salîm, Hasan Yûsuf

dan Jamal Natasyah. Di luar Palestina sebagai kepala biro politik adalah Khalid Mish’al.

Dengan pemimpin yang demikian itu Hamas berupaya mewujudkan peperangan dan akan

dilanjutkan oleh generasi sesudahnya dan suatu ketika nanti baru mewujudkan negara

Palestina. Dengan target demikian itu pula Hamas menggoncangkan entitas Zionis Yahudi,

walaupun sebelumnya sudah ada perjanjiandan kesepakatan antara Israel dengan OPP/

PLO berdirinya pemerintahan otonom bagi bangsa Palestina di Gaza dan Tepi Barat sejak

1994. Hamas berhasil membunuh 70 Yahudi dan 340 lainnya luka-luka dalam Februari-

Maret 1996. Akan tetapi suatu keanehan, PLO/OPP malah bekerjasama dengan zionis


yang termasuk Amerika Serikat menekan dan menyerang Hamas. Tokohnya seperti Khâlid

Mish’al ditangkap di Amerika dan Khâlid Mish’al menerima percobaan pembunuhan.

Penutup

Satu realitas yang nyata berwujud kini dan bahkan mendatang, Palestina semakin

terpuruk dalam berhadapan dengan Yahudi Israel, sementara perhatian dan bantuan

dari negara-negara Islam semakin sulit didapatkan karena sesama negara Islam sendiri

dalam keadaan lemah dan suka berpecah belah antar negara dan dalam negara Islam

sendiri, misalnya sebut saja Mesir, Suriah, Irak, Yaman dan seterusnya. Sementara Yahudi

Israel semakin solid dan kuat dalam perekonomian, persenjataan dan mendapat dukungan

pula secara terus menerus dari Negara-negara Besar seperti Amerika Serikat, Inggris,

dan Prancis. Migrasi Yahudi dunia ke Israel juga bertambah pantastis. Tahun 1948 ketika

berdiri Israel penduduknya yang Yahudi 650.000 orang dan tahun 2000 bertambah menjadi

4.947.000 orang.

Kemudianjika disahkannya RUU Yahudiyang sudah diajukan oleh Benyamin

Netanyahu ke Parlemen Israel, maka ada kemungkinan penambahan Yahudi lebih signifikan

dari sebelumnya, akan berlangsung migrasi Yahudi dunia besar-besaran dari berbagai

Negara Eropa dan Amerika, sebab konsekwensi dari undang-undang baru Negara Zionis

tersebut bahwa hanya orang Yahudi saja yang boleh menjadi warga Negara Israel. Sementara

selainnya, Arab Islam yang sudah menjadi warga Negara Israel sekalipun selama ini yang

mencapai dua juta jiwa lebih, atau seperempat penduduk Israel, diprediksi akan dikeluarkan

dari kewarganegaraannya. Nama Negara Israel pun akan resmi berubah menjadi Negara

Yahudi.

RUU dimaksud bagi Muslim Arab sebagai komunitas minoritas, diasumsikan menjadi

gelisah dan berada di ujung tanduk, karena ada kemungkinan akan didepak oleh pemerintahan

Israel yang Yahudi, jika RUU perubahan nama Negara Israel menjadi Negara Yahudi

berhasil disahkan.30 RUU yang diajukan pemerintah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu

dan telah mendapat persetujuan kabinetnya dimaksud, mengantarkan Yahudi sebagai

bangsa dan agama, memiliki semangat dan solidaritas baru di dunia internasional. Yahudi

lebih luas maknanya dari Israel dan Ibrani. Hal itu karena istilah Yahudi selain disematkan

kepada kaum Ibrani, juga bermakna dan dapat disematkan kepada orang-orang non-

Ibarani yang memeluk agama Yahudi.31 Sementara orang-orang keturunan Arab yang

Islam semakin terdesak dengan kebijakan-kebijakan mengikat dan akanmengurangi atau

ada kemungkinan akan hilang haknya di negerinya sendiri sebelumnya.

Seiring dengan kenyataan demikian dan jika RUU Israel diberlakukan maka kondisi


umat Islam bertambah  diperburuk, dan Palestina sendiri khususnya, di samping kondisinya

belum  bersatu, banyak kelompok dan paksi ditambah pula harus menerima beban baru

yaitu eksodus dan deportasi Muslim bekas kewarganegaraan Israel. Semua diprediksi

berlangsung dalam waktu dekat.

Permasalahan yang sedang dan akan dihadapi Palestina idealnya harus menjadi merasa

bahagian dari permasalahan umat Islam pada umumnya. Rasa persaudaraan Islam yang

tumbuh dan berkembang di manapun umat Islam berada, menjadi alternative utama

dalam pemecahan masalah umat Islam dan Negara Palestina hari ini dan di  masa datang

amas sukses mnggonvHamas menggoncangkan entitas Yahudi