perjanjian lama taurat 3

perjanjian lama taurat 3


 


Indikator pertama menjelaskan saat Yahwe mulai mengatur atau 

mengorganisasikan perjalanan melintasi padang gurun menuju ke 

Tanah Terjanji (Bilangan 1:1). Indikator kedua menjelaskan saat 

Yahwe mengawali aksi militer. Aksi ini lantas mengantar Bangsa 

Israel memasuki Tanah Terjanji (Bilangan 10:11). Kedua indikator 

 

 

72 

ini menjadi penjelasan waktu yang paling eksplisit dari Kitab 

Bilangan terkait proses bergeraknya Bangsa Israel. Kedua 

indikator itu sekaligus menjadi penanda dua bagian utama Kitab 

Bilangan sebagaimana bagian terdahulu menjelaskannya. 

   

(3) Selain membangun struktur independen secara internal dalam 

Kitab Bilangan, skema Knierim ini juga mengintegrasikan Kitab 

Bilangan ke dalam struktur besar Kitab Pentateukh. Kitab 

Keluaran (Keluaran 40) menjelaskan bahwa Yahwe baru dapat 

bersemayam atau bermukim di tengah-tengah Bangsa Israel 

setelah Bangsa Israel menjadi umat-Nya secara eksklusif. Identitas 

Bangsa Israel sebagai umat Yahwe secara inklusif dijelaskan 

secara eksplisit oleh Kitab Kejadian (Kejadian 12-50). Sementara 

itu Kitab Bilangan memberi penjelasan cara Bangsa Israel 

mempersiapkan diri mereka untuk bergerak maju ke Tanah 

Terjanji dalam bimbingan Yahwe sebagai Pemimpin-nya. 

Berdasarkan gagasan ini bagian akhir Kitab Keluaran 

mempersiapkan Kitab Imamat dan Kitab Bilangan. ‘Kemuliaan 

Allah’ (kā‘bōd Yahwe) yang bersemayam di tengah-tengah 

Bangsa Israel (Keluaran 40:34-35) mempersiapkan aneka macam 

aturan dan hukum yang termuat dalam Kitab Imamat. Sedangkan 

kehadiran awan Yahwe (‘ānan Yahweh) di atas Bangsa Israel 

(Keluaran 40:36-38) mempersiapkan perjalanan melintasi padang 

gurun ke Tanah Terjanji yang termuat dalam Kitab Bilangan. 

 

Terlepas dari aneka macam alternatif struktur tersebut episode di 

padang gurun menempati posisi yang luar biasa dalam Kitab Pentateukh, 

terutama Kitab Bilangan. Kitab Pentateukh yang memuat 187 bab 

mendedikasikan 125 bab untuk episode di padang gurun ini. Porsi besar 

episode di padang gurun ini mau tidak mau menyedot perhatian pembaca. 

Dari situ pula pembaca memahami bahwa episode ini sangat penting. Episode 

ini merupakan tahap penting dalam kehidupan Bangsa Israel. Episode ‘Mata-

mata’ (Bilangan 13-14) menjadi narasi episode yang penting untuk diamati. 

Sebagian ahli Kitab Suci menilai positif episode ini. Akan namun , sejumlah 

ahli Kitab Suci lainnya menilai episode ini secara negatif. Secara khusus, 

Kitab Keluaran dan Kitab Bilangan menempatkan narasi di padang gurun, 

terutama narasi ’gerutuan’ sebagai gambaran kondisi sulit yang dialami 

Bangsa Israel untuk membentuk sekaligus memperkuat iman mereka kepada 

Allah.      

 

 

 

73 

C. RANGKUMAN 

Kitab Bilangan relatif lebih relevan dan popular dibandingkan Kitab 

Imamat. Sekurang-kurangnya ada empat episode narasi di dalamnya yang 

akrab dengan kehidupan pembaca di zaman ini. Keempat episode narasi itu 

yaitu  narasi ‘Keledai Bileam’, narasi ‘Ular Tembaga’, narasi ‘Manna di 

Padang Gurun’, dan narasi ‘Mata-mata di Hebron’. Para ahli Kitab Suci masih 

terus mendiskusikan struktur Kitab Bilangan. Sejumlah ahli Kitab Suci 

memanfaatkan informasi geografis sebagai indikatornya. Terlepas dari aneka 

macam alternatif struktur tersebut episode di padang gurun menempati posisi 

yang luar biasa dalam Kitab Pentateukh, terutama Kitab Bilangan. Kitab 

Pentateukh yang memuat 187 bab mendedikasikan 125 bab untuk episode di 

padang gurun ini. Secara khusus, Kitab Keluaran dan Kitab Bilangan 

menempatkan narasi di padang gurun, terutama narasi ’gerutuan’ sebagai 

gambaran kondisi sulit yang dialami Bangsa Israel untuk membentuk 

sekaligus memperkuat iman mereka kepada Allah. 


KITAB ULANGAN 

 

Tradisi Ibrani memberi judul kepada kitab kelima atau terakhir dari 

Kitab Pentateukh ini ‘debārīm’. Artinya, ‘Perkataan-perkataan’. Judul ini 

merupakan petikan kata kedua ayat pertama Kitab Ulangan.  

 

“Inilah perkataan-perkataan yang diucapkan Musa kepada seluruh 

orang Israel di seberang sungai Yordan, di padang gurun, di Araba-

Yordan, di tentangan Suf, antara Paran dengan Tofel, Laban, Hazerot 

dan Di-Zahab” (Ulangan 1:1). 

 

Kitab Suci berbahasa Indonesia memberi judul kitab ini ‘Kitab 

Ulangan’. Judul itu mendapat pengaruh dari Kitab Suci berbahasa Yunani dan 

berbahasa Latin, yaitu ‘Deuteronómion’. Artinya, ‘Hukum Kedua’. Makna ini 

 

 

75 

berasal dari moment saat Musa menjelaskan kewajiban raja. Menurut Musa, 

setiap raja harus memiliki ‘mišnēh hattōrā’. Artinya, ‘Salinan Hukum’. 

 

“Apabila ia duduk di atas takhta kerajaan, maka haruslah ia 

menyuruh menulis baginya salinan hukum ini menurut kitab yang ada 

pada imam-imam orang Lewi” (Ulangan 17:18).  

 

Kemungkinan besar istilah ‘salinan hukum’ mendapat pemaknaan 

sebagai ‘hukum kedua’ atas alasan bahwa hukum-hukum yang diwahyukan 

di Gunung Sinai merupakan ‘Hukum Pertama’ (Keluaran 20; Bilangan 10). 

 

 

B. 

Kitab Ulangan memiliki karakteristik seni sastra yang berbeda dari 

Kitab Pentateukh lainnya. Karakteristik sastranya yaitu  sastra kotbah. 

Karakteristik ini memenuhi nyaris seleuruh kitab karena seluruh Kitab 

Ulangan memuat kotbah pamungkas Musa di dataran Moab. Musa 

menyampaikan kotbah ini di penghujung usianya. Tentu saja durasi kotbah 

Musa ini dapat dibayangkan seperti durasi kotbah manusia pada umumnya. 

Akan namun , Kitab Ulangan mendedikasikan 34 babnya untuk memuat kotbah 

ini. Kenyataan ini menegaskan arti penting kotbah Musa itu. Dari sudut 

pandang tradisi Kitab Suci, Kitab Ulangan memiliki relasi sangat erat dengan 

kitab-kitab selanjutnya atau Kitab-kitab Sejarah, yaitu Kitab Yosua sampai 

dengan Kitab 2Raja-raja. Tradisi Kitab Suci menyebut deretan kitab tersebut 

dengan nama Kisah Sejarah Deuteronomistis (KSDtr). Nama ini sekaligus 

menunjukkan relasi dan pengaruh kuat Kitab Ulangan terhadap kitab-kitab 

tersebut. 

Berdasarkan karakteristik sastranya, Kitab Ulangan dapat dibagi 

menjadi dua. Pertama, bentuk sastra ‘Piagam Perjanjian-Vasal’. Kedua, 

bentuk sastra ‘Kotbah Musa’. 

 

1. Piagam Perjanjian-Vasal 

Masyarakat Timur Tengah Kuno senantiasa merumuskan tujuan atau 

cita-cita hidup mereka dengan kata ‘syalom’. Artinya, ‘kondisi damai dan 

rukun’. Kondisi damai dan rukun ini meliputi relasi antar-bangsa, relasi 

manusia dengan Yahwe, relasi manusia dengan manusia, antara manusia 

dengan ciptaan lainnya. Secara khusus, relasi antar-bangsa menggunakan 

perjanjian sebagai sarana bantu untuk mengadakan, menjamin, sekaligus 

memulihkan ‘syalom’ itu.  

 

 

76 

Para ahli Kitab Suci berhasil menunjukkan sejumlah kesamaan 

struktur dan perumusan antara piagam perjanjian-vasal dengan perjanjian 

antara Yahwe dan Bangsa Israel yang kerap dijumpai pada teks-teks Kitab 

Suci Perjanjian Lama, terutama Kitab Ulangan. Struktur ‘Perjanjian-Vasal’ 

itu yaitu  sebagai berikut.  

 

(1) Titulatur (nama gelar): “Beginilah sabda Matahari,…, Maharaja, 

Pahlawan, Raja Negeri Hatti, Raja yang dikasihi Dewa Angin 

Ribut”. 

(2) Prolog Historis: Bagian ini memuat simpulan sejarah relasi antara 

kerajaan maharaja dan kerajaan vassal. Simpulan ini juga 

mencuatkan semua kebaikan dan jasa maharaja. Tujuan prolog ini 

yaitu  memotivasi timbulnya ungkapan terima kasih dalam hati 

masyarakat kerajaan vassal sekaligus memotivasi mereka untuk 

berkomitmen setia terhadap maharaja yang baik tersebut. 

(3) Ketetapan-ketetapan: Bagian meliputi puluhan atau ratusan aturan, 

perintah, dan larangan maharaja terhadap kerajaan vasalnya. 

Aneka macam aturan itu bermaksud mengatur atau menata 

bantuan militer, upeti, dan kewajiban-kewajiban kerajaan vassal 

lainnya. Setiap aturan itu selalu mengawali dirinya dengan suatu 

perintah umum dan mendasar.  

 

“Engkau, …, menjadi hambaku, engkau harus bersikap setia 

kepada Maharaja negeri Hatti … dan engkau juga harus 

mencintai Maharaja dan Negeri Hatti, sebagaimana engkau 

mencintai dirimu sendiri, isterimu, rakyatmu, dan negerimu”.   

 

Kasih terhadap maharaja sebagai perintah utama ini lantas 

diterapkan kepada sejumlah aspek atau kondisi konkret dalam 

wujud aneka macam ketetapan dan peraturan. 

 

(4) Daftar Dewa-Dewi Saksi: Usai ketetapan terdapat suatu bagian 

yang memuat fungsi dewa-dewi dari kedua kerajaan yang 

mengikat perjanjian itu. Fungsi para dewa-dewi itu yaitu  saksi 

perjanjian. Mereka menjadi saksi sumpah kerajaan vassal terkait 

komitmen menaati semua peraturan yang termuat dalam piagam 

tersebut. 

(5) Daftar Kutuk dan Berkat: Secara terperinci dan konkret bagian ini 

memuat sederetan berkat dan kutuk yang akan diterima kerajaan 

vassal sebagai konsekuensi penyikapan mereka terhadap 

 

 

77 

perjanjian yang mengikat mereka dengan kerajaan maharaja. 

Dewa-dewi saksi akan menjadi pelaksana turunnya berkat atau 

kutuk tersebut.      

 

‘Struktur Perjanjian-Vasal’ rupanya sangat menginspirasi para 

penyusun Kitab Ulangan. Dengan menggunakan ‘Struktur Perjanjian-Vasal’, 

para penyusun teks Ulangan 5-28 pada periode Raja Hizkia rupanya berusaha 

menyusun suatu piagam perjanjian antara Yahwe dengan Bangsa Israel. 

Unsur-unsur piagam perjanjian itu yaitu  sebagai berikut. 

 

(1) Sederetan kotbah yang mencuatkan beberapa peristiwa sebagai 

‘prolog historis’ bersama ajakan yang sangat mendorong untuk 

membuat komitmen menepati perintah utama (Ulangan 5-11). 

(2) Ketetapan-ketetapan yang mengaplikasikan perintah utama dalam 

kehidupan sehari-hari (Ulangan 12-26). 

(3) Daftar berkat dan kutuk (Ulangan 28). 

 

Oleh karena itu, terdapat sejumlah kesamaan antara ‘Struktur 

Perjanjian-Vasal’ dengan ‘Struktur Perjanjian Yahwe-Bangsa Israel’. Selain 

itu, teks-teks lainnya yang menunjukkan kesamaan struktur yaitu  teks 

Ulangan 4:1-40 dan teks Ulangan 29:1-30:20. 

 

“Maka sekarang, hai orang Israel, dengarlah ketetapan dan 

peraturan yang kuajarkan kepadamu untuk dilakukan, supaya kamu 

hidup dan memasuki serta menduduki negeri yang diberikan 

kepadamu oleh TUHAN, Allah nenek moyangmu. Janganlah kamu 

menambahi apa yang kuperintahkan kepadamu dan janganlah kamu 

menguranginya, dengan demikian kamu berpegang pada 

perintah TUHAN, Allahmu, yang kusampaikan kepadamu. Matamu 

sendiri telah melihat apa yang diperbuat TUHAN mengenai Baal-

Peor, sebab TUHAN, Allahmu, telah memunahkan dari tengah-

tengahmu semua orang yang mengikuti Baal-Peor, sedangkan kamu 

sekalian yang berpaut pada TUHAN, Allahmu, masih hidup pada hari 

ini. Ingatlah, aku telah mengajarkan ketetapan dan 

peraturan kepadamu, seperti yang diperintahkan kepadaku oleh 

TUHAN, Allahku, supaya kamu melakukan yang demikian di dalam 

negeri, yang akan kamu masuki untuk mendudukinya.Lakukanlah itu 

dengan setia, sebab itulah yang akan menjadi kebijaksanaanmu dan 

akal budimu di mata bangsa-bangsa yang pada waktu mendengar 

segala ketetapan ini akan berkata: Memang bangsa yang besar ini 

 

 

78 

yaitu  umat yang bijaksana dan berakal budi. Sebab bangsa 

besar manakah yang mempunyai allah yang demikian 

dekat kepadanya seperti TUHAN, Allah kita, setiap kali kita 

memanggil kepada-Nya? Dan bangsa besar manakah yang 

mempunyai ketetapan dan peraturan demikian adil seperti seluruh 

hukum ini, yang kubentangkan kepadamu pada hari ini? namun  

waspyaitu  dan berhati-hatilah, supaya jangan engkau melupakan 

hal-hal yang dilihat oleh matamu sendiri itu, dan supaya jangan 

semuanya itu hilang dari ingatanmu seumur hidupmu. 

Beritahukanlah kepada anak-anakmu dan kepada cucu 

cicitmu semuanya itu, yakni hari itu saat  engkau berdiri di hadapan 

TUHAN, Allahmu, di Horeb, waktu TUHAN berfirman kepadaku: 

Suruhlah bangsa itu berkumpul kepada-Ku, maka Aku akan memberi 

mereka mendengar segala perkataan-Ku, sehingga mereka 

takut kepada-Ku selama mereka hidup di muka bumi dan 

mengajarkan demikian kepada anak-anak mereka. Lalu kamu 

mendekat dan berdiri di kaki gunung itu, sedang gunung itu 

menyala sampai ke pusar langit dalam gelap gulita, awan dan 

kegelapan. Lalu berfirmanlah TUHAN kepadamu dari tengah-tengah 

api; suara kata-kata kamu dengar, namun  suatu rupa tidak kamu lihat, 

hanya ada suara. Dan Ia memberitahukan kepadamu perjanjian, yang 

diperintahkan-Nya kepadamu untuk dilakukan, yakni Kesepuluh 

Firman dan Ia menuliskannya pada dua loh batu. Dan pada waktu itu 

aku diperintahkan TUHAN untuk mengajarkan kepadamu ketetapan 

dan peraturan, supaya kamu melakukannya di negeri, ke mana kamu 

pergi untuk mendudukinya. Hati-hatilah sekali – sebab kamu tidak 

melihat sesuatu rupa pada hari TUHAN berfirman kepadamu di 

Horeb dari tengah-tengah api – supaya jangan kamu berlaku 

busuk dengan membuat bagimu patung yang menyerupai berhala 

apapun: yang berbentuk laki-laki atau perempuan; yang berbentuk 

binatang yang di bumi, atau berbentuk burung bersayap yang terbang 

di udara, atau berbentuk binatang yang merayap di muka bumi, atau 

berbentuk ikan yang ada di dalam air di bawah bumi; dan juga supaya 

jangan engkau mengarahkan matamu ke langit, sehingga apabila 

engkau melihat matahari, bulan dan bintang, segenap tentara langit, 

engkau disesatkan untuk sujud menyembah dan beribadah kepada 

sekaliannya itu, yang justru diberikan TUHAN, Allahmu, kepada 

segala bangsa di seluruh kolong langit sebagai bagian 

mereka, sedangkan TUHAN telah mengambil kamu dan membawa 

kamu keluar dari dapur peleburan besi, dari Mesir, untuk menjadi 

 

 

79 

umat milik-Nya sendiri, seperti yang terjadi sekarang ini. namun  

TUHAN menjadi murka terhadap aku oleh karena kamu, dan Ia 

bersumpah, bahwa aku tidak akan menyeberangi sungai Yordan dan 

tidak akan masuk ke dalam negeri yang baik, yang diberikan TUHAN, 

Allahmu, kepadamu menjadi milik pusakamu. Sebab aku akan mati di 

negeri ini dan tidak akan menyeberangi sungai Yordan, namun  kamu 

akan menyeberanginya dan menduduki negeri yang baik itu. Hati-

hatilah, supaya jangan kamu melupakan perjanjian TUHAN, 

Allahmu, yang telah diikat-Nya dengan kamu dan membuat bagimu 

patung yang menyerupai apapun yang oleh TUHAN, Allahmu, 

dilarang kauperbuat. Sebab TUHAN, Allahmu, yaitu  api yang 

menghanguskan, Allah yang cemburu. Apabila kamu beranak cucu 

dan kamu telah tua di negeri itu lalu kamu berlaku busuk dengan 

membuat patung yang menyerupai apapun juga, dan melakukan apa 

yang jahat di mata TUHAN, Allahmu, sehingga kamu menimbulkan 

sakit hati-Nya, maka aku memanggil langit dan bumi menjadi 

saksi terhadap kamu pada hari ini, bahwa pastilah kamu habis 

binasa dengan segera dari negeri ke mana kamu menyeberangi 

sungai Yordan untuk mendudukinya; tidak akan lanjut umurmu di 

sana, namun  pastilah kamu punah. TUHAN akan menyerakkan kamu 

di antara bangsa-bangsa dan hanya dengan jumlah yang sedikit kamu 

akan tinggal di antara bangsa-bangsa, ke mana TUHAN akan 

menyingkirkan kamu. Maka di sana kamu akan beribadah kepada 

allah, buatan tangan manusia, dari kayu dan batu, yang tidak dapat 

melihat, tidak dapat mendengar, tidak dapat makan dan tidak dapat 

mencium. Dan baru di sana engkau mencari TUHAN, Allahmu, dan 

menemukan-Nya, asal engkau menanyakan Dia dengan segenap 

hatimu dan dengan segenap jiwamu. Apabila engkau dalam keadaan 

terdesak dan segala hal ini menimpa engkau di kemudian hari, maka 

engkau akan kembali kepada TUHAN, Allahmu, dan mendengarkan 

suara-Nya. Sebab TUHAN, Allahmu, yaitu  Allah Penyayang, Ia 

tidak akan meninggalkan  atau memusnahkan engkau dan Ia tidak 

akan melupakan perjanjian yang diikrarkan-Nya dengan sumpah 

kepada nenek moyangmu. Sebab cobalah tanyakan, dari ujung langit 

ke ujung langit, tentang zaman dahulu, yang ada sebelum engkau, 

sejak waktu Allah menciptakan manusia di atas bumi, apakah ada 

pernah terjadi sesuatu hal yang demikian besar atau apakah ada 

pernah terdengar sesuatu seperti itu. Pernahkah suatu bangsa 

mendengar suara ilahi, yang berbicara dari tengah-tengah api, 

seperti yang kaudengar dan tetap hidup? Atau pernahkah suatu allah 

 

 

80 

mencoba datang untuk mengambil baginya suatu bangsa dari tengah-

tengah bangsa yang lain, dengan cobaan-cobaan, tanda-tanda serta 

mujizat-mujizat dan peperangan, dengan tangan yang kuat dan 

lengan yang teracung dan dengan kedahsyatan-kedahsyatan yang 

besar, seperti yang dilakukan TUHAN, Allahmu, bagimu di Mesir, di 

depan matamu? Engkau diberi melihatnya untuk mengetahui, bahwa 

Tuhanlah Allah, tidak ada yang lain kecuali Dia. Dari langit Ia 

membiarkan engkau mendengar suara-Nya  untuk mengajari engkau, 

di bumi Ia membiarkan engkau melihat api-Nya yang besar, dan 

segala perkataan-Nya kaudengar dari tengah-tengah api. Karena Ia 

mengasihi nenek moyangmu dan memilih keturunan mereka, maka Ia 

sendiri telah membawa engkau keluar dari Mesir dengan kekuatan-

Nya yang besar, untuk menghalau dari hadapanmu bangsa-bangsa 

yang lebih besar dan lebih kuat dari padamu, untuk membawa engkau 

masuk ke dalam negeri mereka dan memberikannya kepadamu 

menjadi milik pusakamu, seperti yang terjadi sekarang ini. Sebab itu 

ketahuilah pada hari ini dan camkanlah, bahwa Tuhanlah Allah yang 

di langit di atas dan di bumi di bawah, tidak ada yang 

lain. Berpeganglah pada ketetapan dan perintah-Nya yang 

kusampaikan kepadamu pada hari ini, supaya baik keadaanmu dan 

keadaan anak-anakmu yang kemudian, dan supaya lanjut umurmu di 

tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu untuk selamanya” 

(Ulangan 4:1-40). 

 

Secara skematis ‘Struktur Perjanjian Yahwe dengan Bangsa Israel’ 

yaitu  sebagai berikut. 

 

(1) Titulatur: ‘Yahwe’ atau ‘Yahwe Allahmu’ 

(2) Prolog Historis: Secara singkat, “Akulah Yahwe, Allahmu, yang 

membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat 

perbudakan”. Secara panjang lebar prolog ini memuat periode 

Bapa Bangsa, perbudakan di Mesir, peristiwa keluaran, perjalanan 

di padang gurun, dan pemberian Tanah Terjanji. 

(3) Ketetapan-ketetapan: Ada perintah utama. Selebihnya yaitu  

perintah-perintah, larangan, dan peraturan tambahan dalam wujud 

kumpulan hukum (Ulangan 12-26). 

 

“Kasihilah Yahwe, Allahmu, dengan segenap hatimu (pusat 

perasaan dan pikiran) dan dengan segenap jiwamu (pusat 

 

 

81 

kehendak dan keinginan) dan dengan segenap kekuatanmu” 

(Ulangan 6:5). 

 

(4) Dewa-Dewi Saksi: Unsur ini tidak dapat masuk ke dalam konteks 

Yahwisme. Akan namun , sejumlah bekasnya masih tampak pada 

sejumlah ungkapan. 

 

“Maka aku memanggil langit dan bumi menjadi saksi terhadap 

kamu pada hari ini, bahwa pastilah kamu habis binasa dengan 

segera dari negeri ke mana kamu menyeberangi sungai Yordan 

untuk mendudukinya; tidak akan lanjut umurmu di sana, namun  

pastilah kamu punah” (Ulangan 4:26). 

 

“Aku memanggil langit dan bumi menjadi saksi terhadap 

kamu pada hari ini: kepadamu kuperhadapkan kehidupan dan 

kematian, berkat dan kutuk. Pilihlah kehidupan, supaya engkau 

hidup, baik engkau maupun keturunanmu” (Ulangan 30:19). 

 

“Pasanglah telingamu, hai langit, aku mau berbicara, dan baiklah 

bumi mendengarkan ucapan mulutku” (Ulangan 32:1). 

 

(5) Daftar Berkat dan Kutuk: Yang menjadi pelaksana turunnya berkat 

atau kutuk ini bukanlah para dewa-dewi. Yahwe sendiri yang 

bertindak sebagai pelaksananya. Kerap kali juga secara otomatis 

Bangsa Israel langsung menempatkan dirinya pada kondisi positif 

atau kondisi negatif dengan tindakan setia atau tidak setia mereka.  

 

2. Kotbah Musa   

Karakteristik bentuk sastra ‘Kotbah Musa’ memberi pengaruh lebih 

besar dibandingkan bentu sastra “Piagam Perjanjian-Vasal’. Bahkan, secara 

keseluruhan sebenarnya Kitab Ulangan yaitu  ‘Kotbah Musa’ yang 

disampaikannya di dataran Moab sebelum ia wafat. 

 

“Di seberang sungai Yordan, di tanah Moab, mulailah Musa 

menguraikan hukum Taurat ini” (Ulangan 1:5). 

 

“Kemudian naiklah Musa dari dataran Moab ke atas gunung 

Nebo, yakni ke atas puncak Pisga, yang di tentangan Yerikho, lalu 

TUHAN memperlihatkan kepadanya seluruh negeri itu: daerah 

Gilead sampai ke kota Dan, seluruh Naftali, tanah Efraim dan 

 

 

82 

Manasye, seluruh tanah Yehuda sampai laut sebelah barat, Tanah 

Negeb dan lembah Yordan, lembah Yerikho, kota pohon korma itu, 

sampai Zoar. Dan berfirmanlah TUHAN kepadanya: ‘Inilah negeri 

yang Kujanjikan dengan sumpah kepada Abraham, Ishak dan Yakub; 

demikian: Kepada keturunanmulah akan Kuberikan negeri itu. Aku 

mengizinkan engkau melihatnya dengan matamu sendiri, namun  

engkau tidak akan menyeberang ke sana.’ Lalu matilah Musa, hamba 

TUHAN itu, di sana di tanah Moab, sesuai dengan firman TUHAN. 

Dan dikuburkan-Nyalah dia di suatu lembah di tanah Moab, di 

tentangan Bet-Peor, dan tidak ada orang yang tahu kuburnya sampai 

hari ini. Musa berumur seratus dua puluh tahun, saat  ia mati; 

matanya belum kabur dan kekuatannya belum hilang. Orang Israel 

menangisi Musa di dataran Moab tiga puluh hari lamanya. Maka 

berakhirlah hari-hari tangis perkabungan karena Musa itu. Dan 

Yosua bin Nun penuh dengan roh kebijaksanaan, sebab Musa telah 

meletakkan tangannya ke atasnya. Sebab itu orang Israel 

mendengarkan dia dan melakukan seperti yang diperintahkan 

TUHAN kepada Musa. Seperti Musa yang dikenal TUHAN dengan 

berhadapan muka, tidak ada lagi nabi yang bangkit di antara orang 

Israel, dalam hal segala tanda dan mujizat, yang dilakukannya atas 

perintah TUHAN di tanah Mesir terhadap Firaun dan terhadap semua 

pegawainya dan seluruh negerinya, dan dalam hal segala perbuatan 

kekuasaan dan segala kedahsyatan yang besar yang dilakukan Musa 

di depan seluruh orang Israel” (Ulangan 34:1-12). 

  

Kotbah panjang ini dapat dibagi menjadi empat. Masing-masing 

bagian mendapat semacam judul. 

 

(1) “Inilah perkataan-perkataan yang diucapkan Musa” (Ulangan 

1:1). Judul ini membuka bagian I (Ulangan 1:2-4:43). 

(2) “Inilah hukum Taurat yang dipaparkan Musa” (Ulangan 4:44). 

Judul ini membuka bagian II (Ulangan 4:44-28:68). 

(3) “Inilah perkataan-perkataan yang diikat Musa” (Ulangan 29:1). 

Judul ini membuka bagian III (Ulangan 29:1-32:52). 

(4) “Inilah berkat yang diberikan Musa” (Ulangan 33:1). Judul ini 

membuka bagian IV (Ulangan 33:1-34:12).  

 

Salah satu pengaruh bermanfaat bentuk sastra “Kotbah Musa’ ini 

yaitu  sifat paranetis atau ajakan dalam wujud nasihat yang termuat di 

dalamnya, secara khusus dalam teks Ulangan 5-26. Karakteristik ini menjadi 

 

 

83 

faktor pembeda Kitab Ulangan dibandingkan aneka macam kodeks atau 

aturan yang berlaku pada dunia profan saat ini. Secara khusus factor pembeda 

itu dapat dilihat pada bagian kedua dari wejangan itu (Ulangan 4:44-26:68).   

 

C. RANGKUMAN 

Walaupun Kitab Ulangan terbentuk dari suatu proses yang panjang 

dan rumit, visi teologisnya termasuk heterogen dan selaras. Para penyusunnya 

berhasil menyusun suatu sintesis dari semua yang berharga di masa lampau, 

masa kini, dan masa mendatang. Sebagai contoh, peristiwa-peristiwa 

keselamatan dari masa lampau dipandang sebagai pengungkapan kasih 

Yahwe dalam bagian ‘prolog historis’. Selanjutnya warisan dalam bidang tata 

aturan relasi vertikal dan horizontal bersama sejumlah aturan baru terkait 

pemusatan ibadat terdapat di bagian ketetapan-ketetapan (Ulangan 12-26). 

Bagian ini berfungsi sebagai alternatif untuk mewujudkan secara konkret 

komitmen mengasihi kembali Yahwe. Sedangkan peristiwa-peristiwa 

sekarang dan masa depan mendapat penjelasan sebagai tanggapan atau reaksi 

Yahwe atas sikap atau komitmen Bangsa Israel terhadap perintah utama dan 

peraturan lainnya dalam wujud berkat dan kutuk (Ulangan 28). 


GARIS BESAR PENTATEUKH 

 

Kitab ‘Pentateukh’ menyajikan suatu narasi panjang dari awal dunia 

sampai dengan awal Bangsa Israel. Narasi membuka dirinya sendiri dengan 

narasi penciptaan Dunia. Selanjutnya kitab itu melanjutkan dirinya dengan 

narasi pra-sejarah umat manusia, pembagian umat itu, dan asal-usul dari suku 

bangsa di dunia. Usai mendeskripsikan manusia secara umum kitab ini 

memusatkan perhatiannya kepada Abraham. Selanjutnya, perhatian terarah 

kepada narasi perjalanan Bangsa Israel. Narasi itu berawal narasi perbudakan 

di Mesir, narasi-narasi di padang gurun, sampai ke narasi-narasi Bangsa Israel 

di Moab yang terletak di sebelah Timur Sungai Yordan.    

 

B. 

Tokoh utama dalam perjalanan panjang ini yaitu  Musa. Musa 

sekaligus mengantisipasi munculnya sosok nabi pada periode berikutnya. 

Antisipasi itu tampak saat Allah menyisipkan atau menitipkan ke dalam 

mulutnya sejumlah hukum dan peraturan selaras dengan relevansi kondisi saat 

itu. Selain itu, antisipasi sosok kenabian juga tampak pada saat pemakluman 

 

 

85 

Musa menurut perkiraan penulis atau penyusun. Secara garis besar, seluruh 

rangkaian Kitab ‘Pentateukh’ terdiri dari tujuh langkah. 

 

(1) Narasi asal mula umat manusia (Kejadian 1-11) yang memuat 

rahmat Allah, dosa, hukuman, dan pengampunan. 

 

“Adapun seluruh bumi, satu bahasanya dan satu logatnya. Maka 

berangkatlah mereka ke sebelah timur dan menjumpai tanah datar 

di tanah Sinear, lalu menetaplah mereka di sana. Mereka berkata 

seorang kepada yang lain: ‘Marilah kita membuat batu bata dan 

membakarnya baik-baik.’ Lalu bata itulah dipakai mereka sebagai 

batu dan ter gala-gala sebagai tanah liat. Juga kata mereka: 

‘Marilah kita dirikan bagi kita sebuah kota dengan sebuah menara 

yang puncaknya sampai ke langit, dan marilah kita cari 

nama, supaya kita jangan terserak ke seluruh bumi.’ Lalu 

turunlah TUHAN untuk melihat kota dan menara yang didirikan 

oleh anak-anak manusia itu, dan Ia berfirman: ‘Mereka ini satu 

bangsa dengan satu bahasa untuk semuanya. Ini barulah 

permulaan usaha mereka; mulai dari sekarang apapun juga yang 

mereka rencanakan, tidak ada yang tidak akan dapat terlaksana. 

Baiklah Kita turun dan mengacaubalaukan di sana bahasa 

mereka, sehingga mereka tidak mengerti lagi bahasa masing-

masing.’ Demikianlah mereka diserakkan TUHAN dari situ ke 

seluruh bumi, dan mereka berhenti mendirikan kota itu. Itulah 

sebabnya sampai sekarang nama kota itu disebut Babel, karena di 

situlah dikacaubalaukan TUHAN bahasa seluruh bumi dan dari 

situlah mereka diserakkan TUHAN ke seluruh bumi” (Kejadian 

11:1-9). 

 

(2) Narasi pemberian janji kepada Bapa Bangsa (Kejadian 12-50) 

yang memuat panggilan Ilahi, janji dan berkat. 

 

“Berfirmanlah TUHAN kepada Abram: ‘Pergilah dari 

negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini 

ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu; Aku akan membuat 

engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta 

membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi 

berkat. Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati 

engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan 

olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat.’ Lalu 

 

 

86 

pergilah Abram seperti yang difirmankan TUHAN kepadanya, 

dan Lotpun ikut bersama-sama dengan dia; Abram berumur tujuh 

puluh lima tahun, saat  ia berangkat dari Haran. Abram 

membawa Sarai, isterinya, dan Lot, anak saudaranya, dan segala 

harta benda yang didapat mereka dan orang-orang yang 

diperoleh mereka di Haran; mereka berangkat ke tanah 

Kanaan, lalu sampai di situ. Abram berjalan melalui negeri itu 

sampai ke suatu tempat dekat Sikhem, yakni pohon tarbantin di 

More. Waktu itu orang Kanaan diam di negeri itu. saat  itu 

TUHAN menampakkan diri kepada Abram dan berfirman: ‘Aku 

akan memberikan negeri ini kepada keturunanmu.’ Maka 

didirikannya di situ mezbah bagi TUHAN yang telah 

menampakkan diri kepadanya. Kemudian ia pindah dari situ ke 

pegunungan di sebelah timur Betel. Ia memasang 

kemahnya dengan Betel di sebelah barat dan Ai di sebelah timur, 

lalu ia mendirikan di situ mezbah bagi TUHAN dan memanggil 

nama TUHAN. Sesudah itu Abram berangkat dan makin jauh ia 

berjalan ke Tanah Negeb” (Kejadian 12:1-9).  

 

(3) Narasi perbudakan di Mesir (Keluaran 1-18) yang memuat 

gagasan Allah menyelamatkan Bangsa Israel dan awal 

penggenapan janji Allah. 

 

“Kedengaranlah kepada Yitro, imam di Midian, mertua Musa, 

segala yang dilakukan Allah kepada Musa dan kepada Israel, 

umat-Nya, yakni bahwa TUHAN telah membawa orang Israel 

keluar dari Mesir. Lalu Yitro, mertua Musa, membawa serta 

Zipora, isteri Musa – yang dahulu disuruh Musa pulang – dan 

kedua anak laki-laki Zipora; yang seorang bernama Gersom, 

sebab kata Musa: ‘Aku telah menjadi seorang pendatang di negeri 

asing,’ dan yang seorang lagi bernama Eliezer, sebab katanya: 

‘Allah bapaku yaitu  penolongku dan telah menyelamatkan aku 

dari pedang Firaun.’ saat  Yitro, mertua Musa, beserta anak-

anak dan isteri Musa sampai kepadanya di padang gurun, tempat 

ia berkemah dekat gunung Allah, disuruhnyalah mengatakan 

kepada Musa: ‘Aku, mertuamu Yitro, datang kepadamu membawa 

isterimu beserta kedua anaknya.’ Lalu keluarlah Musa 

menyongsong mertuanya itu, sujudlah ia kepadanya dan 

menciumnya; mereka menanyakan keselamatan masing-masing, 

lalu masuk ke dalam kemah. Sesudah itu Musa menceritakan 

 

 

87 

kepada mertuanya segala yang dilakukan TUHAN kepada Firaun 

dan kepada orang Mesir karena Israel dan segala kesusahan yang 

mereka alami di jalan dan bagaimana TUHAN 

menyelamatkan mereka. Bersukacitalah Yitro tentang segala 

kebaikan, yang dilakukan TUHAN kepada orang Israel, bahwa Ia 

telah menyelamatkan mereka dari tangan orang Mesir. Lalu kata 

Yitro: ‘Terpujilah TUHAN,  yang telah menyelamatkan kamu dari 

tangan orang Mesir dan dari tangan Firaun. Sekarang aku tahu, 

bahwa TUHAN lebih besar dari segala allah; sebab Ia telah 

menyelamatkan bangsa ini dari tangan orang Mesir, karena 

memang orang-orang ini telah bertindak angkuh terhadap 

mereka.’ Dan Yitro, mertua Musa, mempersembahkan korban 

bakaran dan beberapa korban sembelihan bagi Allah; lalu Harun 

dan semua tua-tua Israel datang untuk makan bersama-sama 

dengan mertua Musa di hadapan Allah” (Keluaran 18:1-13). 

 

(4) Narasi keluaran dari Mesir (Keluaran 19-24; Imamat 1-10; 

Bilangan 1-10) yang memuat ikatan perjanjian Allah dengan 

Bangsa Israel. 

 

“Lalu Allah mengucapkan segala firman ini: ‘Akulah TUHAN, 

Allahmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari 

tempat perbudakan. Jangan ada padamu allah lain di hadapan-

Ku. Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai 

apapun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di 

bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi. Jangan sujud 

menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, 

TUHAN, Allahmu, yaitu  Allah yang cemburu, yang 

membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada 

keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang 

membenci Aku, namun  Aku menunjukkan kasih setia kepada 

beribu-ribu orang, yaitu mereka yang mengasihi Aku dan yang 

berpegang pada perintah-perintah-Ku. Jangan menyebut nama 

TUHAN, Allahmu, dengan sembarangan, sebab TUHAN akan 

memandang bersalah orang yang menyebut nama-Nya dengan 

sembarangan. Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat: enam hari 

lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segala 

pekerjaanmu, namun  hari ketujuh yaitu  hari Sabat TUHAN, 

Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan, engkau atau 

anakmu laki-laki, atau anakmu perempuan, atau hambamu laki-

 

 

88 

laki, atau hambamu perempuan, atau hewanmu atau orang asing 

yang di tempat kediamanmu. Sebab enam hari lamanya TUHAN 

menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia 

berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN memberkati 

hari Sabat dan menguduskannya. Hormatilah ayahmu dan 

ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, 

Allahmu, kepadamu. Jangan membunuh. Jangan 

berzinah. Jangan mencuri. Jangan mengucapkan saksi 

dusta tentang sesamamu. Jangan mengingini rumah sesamamu; 

jangan mengingini isterinya, atau hambanya laki-laki, atau 

hambanya perempuan, atau lembunya atau keledainya, atau 

apapun yang dipunyai sesamamu’” (Keluaran 20:1-17). 

 

“TUHAN berfirman kepada Musa: ‘Apabila seseorang berubah 

setia dan tidak sengaja berbuat dosa dalam sesuatu hal kudus 

yang dipersembahkan kepada TUHAN, maka haruslah ia 

mempersembahkan kepada TUHAN sebagai tebusan salahnya 

seekor domba jantan yang tidak bercela dari kambing domba, 

dinilai menurut syikal perak, yakni menurut syikal kudus, menjadi 

korban penebus salah. Hal kudus yang menyebabkan orang itu 

berdosa, haruslah dibayar gantinya dengan menambah 

seperlima, lalu menyerahkannya kepada imam. Imam harus 

mengadakan pendamaian bagi orang itu dengan domba jantan 

korban penebus salah itu, sehingga ia menerima 

pengampunan. Jikalau seseorang berbuat dosa dengan 

melakukan salah satu hal yang dilarang TUHAN tanpa 

mengetahuinya, maka ia bersalah dan harus 

menanggung kesalahannya sendiri. Haruslah ia membawa 

kepada imam seekor domba jantan yang tidak bercela dari 

kambing domba, yang sudah dinilai, sebagai korban penebus 

salah. Imam itu haruslah mengadakan pendamaian bagi orang itu 

karena perbuatan yang tidak disengajanya dan yang tidak 

diketahuinya itu, sehingga ia menerima pengampunan. Itulah 

korban penebus salah; orang itu sungguh bersalah terhadap 

TUHAN’” (Imamat 5:14-19). 

 

“TUHAN berfirman kepada Musa: ‘Berbicaralah kepada orang 

Israel: Apabila seseorang, laki-laki atau perempuan, melakukan 

sesuatu dosa terhadap sesamanya manusia, dan oleh karena itu 

berubah setia terhadap TUHAN, sehingga orang itu menjadi 

 

 

89 

bersalah, maka haruslah ia mengakui dosa yang telah 

dilakukannya itu; kemudian membayar tebusan sepenuhnya 

dengan menambah seperlima, lalu menyerahkannya kepada orang 

terhadap siapa ia bersalah. namun  apabila orang itu tidak ada 

kaumnya, kepada siapa dapat dibayar tebusan salah itu, maka 

tebusan salah yang harus dibayar itu menjadi kepunyaan TUHAN, 

dan yaitu  bagian imam, belum terhitung domba 

jantan pendamaian yang dipakai untuk mengadakan pendamaian 

bagi orang itu. Dari persembahan-persembahan kudus yang 

disampaikan orang Israel kepada imam, persembahan khususnya 

yaitu  bagian imam. Sedang persembahan-persembahan kudus 

yang dibawa oleh seseorang yaitu  bagian orang itu sendiri; 

hanya apa yang diserahkannya kepada seorang imam yaitu  

bagian imam itu’” (Bilangan 5:5-10). 

 

(5) Narasi perjalanan di padang gurun (Bilangan 11-36) yang memuat 

Allah memimpin Bangsa Israel dan menghukum beberapa praksis 

ketidaksetiaan Bangsa Israel. 

 

“Pada suatu kali bangsa itu bersungut-sungut di hadapan TUHAN 

tentang nasib buruk mereka, dan saat  TUHAN mendengarnya 

bangkitlah murka-Nya, kemudian menyalalah api TUHAN di 

antara mereka dan merajalela di tepi tempat perkemahan. Lalu 

berteriaklah bangsa itu kepada Musa, dan Musa berdoa kepada 

TUHAN; maka padamlah api itu. Sebab itu orang menamai 

tempat itu Tabera, karena telah menyala api TUHAN di antara 

mereka” (Bilangan 11:1-3). 

 

“TUHAN berfirman kepada Musa: ‘Naiklah ke 

gunung Abarim ini, dan pandanglah negeri yang Kuberikan 

kepada orang Israel. Sesudah engkau memandangnya, maka 

engkaupun juga akan dikumpulkan kepada kaum leluhurmu, sama 

seperti Harun, abangmu, dahulu. Karena pada waktu 

pembantahan umat itu di padang gurun Zin, kamu berdua telah 

memberontak terhadap titah-Ku untuk menyatakan kekudusan-

Ku di depan mata mereka dengan air itu.’ Itulah mata air 

Meriba dekat Kadesh di padang gurun Zin. Lalu berkatalah Musa 

kepada TUHAN: ‘Biarlah TUHAN, Allah dari roh segala 

makhluk, mengangkat atas umat ini seorang yang mengepalai 

mereka waktu keluar dan masuk, dan membawa mereka keluar 

 

 

90 

dan masuk, supaya umat TUHAN jangan hendaknya seperti 

domba-domba yang tidak mempunyai gembala.’ Lalu TUHAN 

berfirman kepada Musa: ‘Ambillah Yosua bin Nun, seorang yang 

penuh roh, letakkanlah tanganmu atasnya, suruhlah ia berdiri di 

depan imam Eleazar dan di depan segenap umat, lalu berikanlah 

kepadanya perintahmu di depan mata mereka itu dan berilah dia 

sebagian dari kewibawaanmu, supaya segenap umat Israel 

mendengarkan dia. Ia harus berdiri di depan imam Eleazar, 

supaya Eleazar menanyakan keputusan Urim bagi dia di hadapan 

TUHAN; atas titahnya mereka akan keluar dan atas titahnya 

mereka akan masuk, ia beserta semua orang Israel, segenap umat 

itu.’ Maka Musa melakukan seperti yang diperintahkan TUHAN 

kepadanya. Ia memanggil Yosua dan menyuruh dia berdiri di 

depan imam Eleazar dan di depan segenap umat itu, lalu ia 

meletakkan tangannya atas Yosua dan memberikan kepadanya 

perintahnya, seperti yang difirmankan TUHAN dengan 

perantaraan Musa” (Bilangan 27:12-23). 

 

(6) Narasi perjanjian di Gunung Sinai (Ulangan 1-34) yang memuat 

peringatan terakhir kepada Musa supaya menaati perjanjian 

supaya tidak kehilangan Tanah Terjanji. 

 

“‘Inilah perintah, yakni ketetapan dan peraturan, yang aku 

ajarkan kepadamu atas perintah TUHAN, Allahmu, untuk 

dilakukan di negeri, ke mana kamu pergi untuk mendudukinya, 

supaya seumur hidupmu engkau dan anak cucumu takut akan 

TUHAN, Allahmu, dan berpegang pada segala ketetapan dan 

perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu, dan supaya lanjut 

umurmu. Maka dengarlah, hai orang Israel! Lakukanlah itu 

dengan setia, supaya baik keadaanmu, dan supaya kamu menjadi 

sangat banyak, seperti yang dijanjikan TUHAN, Allah nenek 

moyangmu, kepadamu di suatu negeri yang berlimpah-limpah 

susu dan madunya. Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah 

kita, TUHAN itu esa! Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan 

segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap 

kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini 

haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya 

berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya 

apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam 

perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau 

 

 

91 

bangun. Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda 

pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, dan 

haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan 

pada pintu gerbangmu. Maka apabila TUHAN, Allahmu, telah 

membawa engkau masuk ke negeri yang dijanjikan-Nya dengan 

sumpah kepada nenek moyangmu, yakni Abraham, Ishak dan 

Yakub, untuk memberikannya kepadamu – kota-kota yang besar 

dan baik, yang tidak kaudirikan; rumah-rumah, penuh berisi 

berbagai-bagai barang baik, yang tidak kauisi; sumur-sumur yang 

tidak kaugali; kebun-kebun anggur dan kebun-kebun zaitun, yang 

tidak kautanami--dan apabila engkau sudah makan dan menjadi 

kenyang, maka berhati-hatilah, supaya jangan engkau 

melupakan TUHAN, yang telah membawa kamu keluar dari tanah 

Mesir, dari rumah perbudakan. Engkau harus takut akan 

TUHAN, Allahmu; kepada Dia haruslah engkau beribadah dan 

demi nama-Nya haruslah engkau bersumpah. Janganlah kamu 

mengikuti allah lain, dari antara allah bangsa-bangsa 

sekelilingmu, sebab TUHAN, Allahmu, yaitu  Allah yang 

cemburu di tengah-tengahmu, supaya jangan bangkit murka 

TUHAN, Allahmu, terhadap engkau, sehingga Ia memunahkan 

engkau dari muka bumi. Janganlah kamu mencobai TUHAN, 

Allahmu, seperti kamu mencobai Dia di Masa. Haruslah kamu 

berpegang pada perintah, peringatan dan ketetapan TUHAN, 

Allahmu, yang diperintahkan-Nya kepadamu; haruslah engkau 

melakukan apa yang benar dan baik di mata TUHAN, supaya baik 

keadaanmu dan engkau memasuki dan menduduki negeri yang 

baik, yang dijanjikan TUHAN dengan sumpah kepada nenek 

moyangmu, dengan mengusir semua musuhmu dari hadapanmu, 

seperti yang difirmankan TUHAN. Apabila di kemudian hari 

anakmu bertanya kepadamu: Apakah peringatan, ketetapan dan 

peraturan itu, yang diperintahkan kepadamu oleh TUHAN Allah 

kita? maka haruslah engkau menjawab anakmu itu: Kita dahulu 

yaitu  budak Firaun di Mesir, namun  TUHAN membawa kita 

keluar dari Mesir dengan tangan yang kuat. TUHAN membuat 

tanda-tanda dan mujizat-mujizat, yang besar dan yang 

mencelakakan, terhadap Mesir, terhadap Firaun dan seisi 

rumahnya, di depan mata kita; namun  kita dibawa-Nya keluar dari 

sana, supaya kita dapat dibawa-Nya masuk untuk memberikan 

kepada kita negeri yang telah dijanjikan-Nya dengan sumpah 

kepada nenek moyang kita. TUHAN, Allah kita, memerintahkan 

 

 

92 

kepada kita untuk melakukan segala ketetapan itu dan untuk takut 

akan TUHAN, Allah kita, supaya senantiasa baik keadaan kita dan 

supaya Ia membiarkan kita hidup, seperti sekarang ini. Dan kita 

akan menjadi benar, apabila kita melakukan segenap perintah itu 

dengan setia di hadapan TUHAN, Allah kita, seperti yang 

diperintahkan-Nya kepada kita’” (Ulangan 6:1-25). 

 

(7) Narasi pengintaian Tanah Terjanji 

 

“TUHAN berfirman kepada Musa: ‘Suruhlah beberapa orang 

mengintai tanah Kanaan, yang akan Kuberikan kepada orang 

Israel; dari setiap suku nenek moyang mereka haruslah kausuruh 

seorang, semuanya pemimpin-pemimpin di antara mereka.’ Lalu 

Musa menyuruh mereka dari padang gurun Paran, sesuai dengan 

titah TUHAN; semua orang itu yaitu  kepala-kepala di antara 

orang Israel. Dan inilah nama-nama mereka: Dari suku Ruben: 

Syamua bin Zakur; dari suku Simeon: Safat bin Hori; dari suku 

Yehuda: Kaleb bin Yefune; dari suku Isakhar: Yigal bin Yusuf; 

dari suku Efraim: Hosea bin Nun; dari suku Benyamin: Palti bin 

Rafu; dari suku Zebulon: Gadiel bin Sodi; dari suku Yusuf, yakni 

dari suku Manasye: Gadi bin Susi; dari suku Dan: Amiel bin 

Gemali; dari suku Asyer: Setur bin Mikhael; dari suku Naftali: 

Nahbi bin Wofsi; dari suku Gad: Guel bin Makhi. Itulah nama 

orang-orang yang disuruh Musa untuk mengintai  negeri itu; dan 

Musa menamai Hosea bin Nun itu Yosua. Maka Musa menyuruh 

mereka untuk mengintai tanah Kanaan, katanya kepada mereka: 

‘Pergilah dari sini ke Tanah Negeb dan naiklah ke pegunungan, 

dan amat-amatilah bagaimana keadaan negeri itu, apakah bangsa 

yang mendiaminya kuat atau lemah, apakah mereka sedikit atau 

banyak; dan bagaimana negeri yang didiaminya, apakah baik 

atau buruk, bagaimana kota-kota yang didiaminya, apakah 

mereka diam di tempat-tempat yang terbuka atau di tempat-tempat 

yang berkubu, dan bagaimana tanah itu, apakah gemuk atau 

kurus, apakah ada di sana pohon-pohonan atau tidak. 

Tabahkanlah hatimu dan bawalah sedikit dari hasil negeri itu.’ 

Waktu itu ialah musim hulu hasil anggur. Mereka pergi ke sana, 

lalu mengintai negeri itu mulai dari padang gurun Zin sampai ke 

Rehob, ke jalan yang menuju ke Hamat. Mereka berjalan melalui 

Tanah Negeb, lalu sampai ke Hebron; di sana ada Ahiman, Sesai 

dan Talmai, keturunan Enak. Hebron didirikan tujuh tahun lebih 

 

 

93 

dahulu dari Soan di Mesir. saat  mereka sampai ke lembah 

Eskol, dipotong merekalah di sana suatu cabang dengan setandan 

buah anggurnya, lalu berdualah mereka menggandarnya; juga 

mereka membawa beberapa buah delima dan buah ara. Tempat 

itu dinamai orang lembah Eskol, karena tandan buah anggur yang 

dipotong orang Israel di sana. Sesudah lewat empat puluh 

hari pulanglah mereka dari pengintaian negeri itu, dan langsung 

datang kepada Musa, Harun dan segenap umat Israel di 

Kadesh, di padang gurun Paran. Mereka membawa pulang kabar 

kepada keduanya dan kepada segenap umat itu dan 

memperlihatkan kepada sekaliannya hasil negeri itu. Mereka 

menceritakan kepadanya: ‘Kami sudah masuk ke negeri, ke mana 

kausuruh kami, dan memang negeri itu berlimpah-limpah susu 

dan madunya, dan inilah hasilnya. Hanya, bangsa yang diam di 

negeri itu kuat-kuat dan kota-kotanya berkubu dan sangat 

besar, juga keturunan Enak telah kami lihat di sana. Orang 

Amalek  diam di Tanah Negeb, orang Het, orang Yebus dan orang 

Amori diam di pegunungan, orang Kanaan diam sepanjang laut 

dan sepanjang tepi sungai Yordan.’ Kemudian Kaleb mencoba 

menenteramkan hati bangsa itu di hadapan Musa, katanya: 

‘Tidak! Kita akan maju dan menduduki negeri itu, sebab kita pasti 

akan mengalahkannya!’ namun  orang-orang yang pergi ke sana 

bersama-sama dengan dia berkata: ‘Kita tidak dapat maju 

menyerang bangsa itu, karena mereka lebih kuat dari pada 

kita.’ Juga mereka menyampaikan kepada orang Israel kabar 

busuk tentang negeri yang diintai mereka, dengan berkata: 

‘Negeri yang telah kami lalui untuk diintai yaitu  suatu negeri 

yang memakan penduduknya, dan semua orang yang kami lihat di 

sana yaitu  orang-orang yang tinggi-tinggi perawakannya. Juga 

kami lihat di sana orang-orang raksasa, orang Enak yang berasal 

dari orang-orang raksasa, dan kami lihat diri kami seperti 

belalang, dan demikian juga mereka terhadap kami’” (Bilangan 

13:1-33). 

 

Ketujuh langkah narasi itu mengungkapkan dengan jelas bahwa 

seluruh Kitab ‘Pentateukh’ terarah kepada pendudukan dan pemilikan Tanah 

Terjanji. Orientasi Ini baru akan muncul dalam wujud narasi-narasi pada 

Kitab-kitab Sejarah, yaitu Kitab Yosua, Kitab Hakim-hakim, Kitab Samuel, 

dan Kitab Raja-raja.  

 

 

94 

Semua peristiwa yang terwujud dalam narasi pada Kitab ‘Pentateukh’ 

merupakan narasi pengalaman iman Bangsa Israel selama kurun waktu tujuh 

abad (1800-1200 sM). Pengalaman iman ini berawal dari narasi peristiwa 

panggilan Abraham (1800 sM) dan berakhir dengan narasi peristiwa kematian 

Musa (1200 sM). Di antara peristiwa-peristiwa sejarah itu, yang paling 

penting yaitu  peristiwa keluaran dari Mesir atau ‘Eksodus’ (1250 sM). Titik 

awal narasi sejarah Bangsa Israel berawal dari peristiwa yang tidak mungkin 

terlupakan itu, yaitu pembebasan dari perbudakan di Mesir.  

 

“TUHAN akan membawa engkau kembali ke Mesir dengan kapal, 

melalui jalan yang telah Kukatakan kepadamu: Engkau tidak akan 

melihatnya lagi, dan di sana kamu akan menawarkan diri kepada 

musuhmu sebagai budak lelaki dan budak perempuan, namun  tidak ada 

pembeli” (Ulangan 28:68). 

 

“Mereka mencintai korban sembelihan; mereka mempersembahkan 

daging dan memakannya; namun  TUHAN tidak berkenan kepada 

mereka. Sekarang Ia akan mengingat kesalahan mereka dan akan 

menghukum dosa mereka; mereka harus kembali ke Mesir!” (Hosea 

8:13). 

 

“saat  Israel masih muda, Kukasihi dia, dan dari Mesir Kupanggil 

anak-Ku itu. Mereka harus kembali ke tanah Mesir, dan Asyur akan 

menjadi raja mereka, sebab mereka menolak untuk bertobat” (Hosea 

11:1.5). 

 

Oleh karena itu, semua Orang Israel harus mengenangkan dan 

memperingati peristiwa bersejarah dalam konteks iman mereka ini. Mereka 

harus menjadikan peristiwa tersebut sebagai semacam pengakuan iman turun-

temurun. 

 

C. RANGKUMAN 

Berbasiskan penjelasan pada bagian-bagian terdahulu menjadi jelas 

bahwa Kitab ‘Pentateukh’ merupakan rangkaian Kitab Sejarah Iman Bangsa 

Israel. Di dalamnya terdapat narasi yang memuat sejumlah peristiwa yang 

sungguh-sungguh terjadi bersama dengan tafsirannya. Menjadi jelas pula 

bahwa yang narasi-narasi tersebut bukanlah khayalan atau rekayasa karena 

peristiwa-peristiwa itu sungguh-sungguh terjadi. Akan namun , narasi-narasi itu 

juga bukan laporan pandangan mata belaka. Alasannya, narasi-narasi itu 

sudah memuat tafsiran atas peristiwa-peristiwa nyata tersebut.  

 

 

SABAT SEBAGAI PERLINDUNGAN MAKHLUK CIPTAAN YANG 

LEMAH 

 

 

Istilah ‘Sabat’ berasal dari akar kata Bahasa Ibrani ‘syabât’ atau 

‘syabbât’. Artinya, ‘berhenti’ atau ‘melepaskan’. Tradisi dan budaya Yahudi 

menetapkan bahwa satu dari tujuh hari harus diperhatikan sekaligus 

diperuntukkan secara khusus sebagai hari suci bagi Yahwe (Kejadian 2:1-4a). 

Dari alasan yang dikemukakan untuk mengkhususkan Sabat dalam Dasa 

Firman Allah atau biasa disebut dengan Sepuluh Hukum Taurat itu, diketahui 

bahwa Yahwe sendirilah yang menetapkan istirahat Sabat itu saat penciptaan. 

Oleh karena itu, Sabat menjadi bagian inti sekaligus tidak terpisahkan dari tata 

tertib penciptaan (Kejadian 20:8-11). 

 

B. 

Ditinjau dari sudut pandang skematis, perikop Kejadian 2:1-4a 

menjadi semacam simpulan narasi penciptaan secara keseluruhan. Sekaligus, 

 

 

97 

teks Kejadian 2:1 menjadi penutup bagian pertama kisah penciptaan 

(Kejadian1:1-2:1).  

 

“Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. Bumi belum 

berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan 

Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air. 

Berfirmanlah Allah: ‘Jadilah terang.’ Lalu terang itu jadi. Allah 

melihat bahwa terang itu baik, lalu dipisahkan-Nyalah terang itu dari 

gelap. Dan Allah menamai terang itu siang, dan gelap itu malam. 

Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari 

pertama. Berfirmanlah Allah: ‘Jadilah cakrawala di tengah segala 

air untuk memisahkan air dari air.’ Maka Allah menjadikan 

cakrawala dan Ia memisahkan air yang ada di bawah cakrawala itu 

dari air yang ada di atasnya. Dan jadilah demikian. Lalu Allah 

menamai cakrawala itu langit. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah 

hari kedua. Berfirmanlah Allah: ‘Hendaklah segala air yang di bawah 

langit berkumpul pada satu tempat, sehingga kelihatan yang kering.’ 

Dan jadilah demikian. Lalu Allah menamai yang kering itu darat, dan 

kumpulan air itu dinamai-Nya laut. Allah melihat bahwa semuanya 

itu baik. Berfirmanlah Allah: ‘Hendaklah tanah menumbuhkan tunas-

tunas muda, tumbuh-tumbuhan yang berbiji, segala jenis pohon buah-

buahan yang menghasilkan buah yang berbiji, supaya ada tumbuh-

tumbuhan di bumi.’ Dan jadilah demikian. Tanah itu menumbuhkan 

tunas-tunas muda, segala jenis tumbuh-tumbuhan yang berbiji dan 

segala jenis pohon-pohonan yang menghasilkan buah yang berbiji. 

Allah melihat bahwa semuanya itu baik. Jadilah petang dan jadilah 

pagi, itulah hari ketiga. Berfirmanlah Allah: ‘Jadilah benda-benda 

penerang pada cakrawala untuk memisahkan siang dari malam. 

Biarlah benda-benda penerang itu menjadi tanda yang 

menunjukkan masa-masa yang tetap dan hari-hari dan tahun-

tahun, dan sebagai penerang pada cakrawala biarlah benda-benda 

itu menerangi bumi.’ Dan jadilah demikian. Maka Allah menjadikan 

kedua benda penerang yang besar itu, yakni yang lebih besar untuk 

menguasai siang dan yang lebih kecil untuk menguasai malam, dan 

menjadikan juga bintang-bintang. Allah menaruh semuanya itu di 

cakrawala untuk menerangi bumi, dan untuk menguasai siang dan 

malam, dan untuk memisahkan terang dari gelap. Allah melihat 

bahwa semuanya itu baik. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari 

keempat. Berfirmanlah Allah: ‘Hendaklah dalam air berkeriapan 

makhluk yang hidup, dan hendaklah burung beterbangan di atas bumi 

 

 

98 

melintasi cakrawala.’ Maka Allah menciptakan binatang-binatang 

laut yang besar dan segala jenis makhluk hidup yang bergerak, yang 

berkeriapan  dalam air, dan segala jenis burung yang bersayap. Allah 

melihat bahwa semuanya itu baik. Lalu Allah memberkati 

semuanya itu, firman-Nya: ‘Berkembangbiaklah dan bertambah 

banyaklah serta penuhilah air dalam laut, dan hendaklah burung-

burung di bumi bertambah banyak.’ Jadilah petang dan jadilah 

pagi, itulah hari kelima. Berfirmanlah Allah: ‘Hendaklah bumi 

mengeluarkan segala jenis makhluk yang hidup, ternak dan binatang 

melata dan segala jenis binatang liar.’ Dan jadilah demikian. Allah 

menjadikan segala jenis binatang liar dan segala jenis ternak dan 

segala jenis binatang melata di muka bumi. Allah melihat bahwa 

semuanya itu baik. Berfirmanlah Allah: ‘Baiklah Kita menjadikan 

manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka 

berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas 

ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang 

merayap di bumi.’ Maka Allah menciptakan manusia itu menurut 

gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki 

dan perempuan diciptakan-Nya mereka. Allah memberkati mereka, 

lalu Allah berfirman kepada mereka: ‘Beranakcuculah dan 

bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, 

berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan 

atas segala binatang yang merayap di bumi.’ Berfirmanlah Allah: 

‘Lihatlah, Aku memberikan kepadamu segala tumbuh-tumbuhan yang 

berbiji di seluruh bumi dan segala pohon-pohonan yang buahnya 

berbiji; itulah akan menjadi makananmu. namun  kepada segala 

binatang di bumi dan segala burung di udara dan segala yang 

merayap di bumi, yang bernyawa, Kuberikan segala tumbuh-

tumbuhan hijau menjadi makanannya.’ Dan jadilah demikian. Maka 

Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat 

baik. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari keenam. 

Demikianlah diselesaikan langit dan bumi dan segala isinya. saat  

Allah pada hari ketujuh telah menyelesaikan pekerjaan yang dibuat-

Nya itu, berhentilah Ia pada hari ketujuh dari segala pekerjaan yang 

telah dibuat-Nya itu. Lalu Allah memberkati hari ketujuh itu dan 

menguduskannya, karena pada hari itulah Ia berhenti dari segala 

pekerjaan penciptaan  yang telah dibuat-Nya itu. Demikianlah 

riwayat langit dan bumi pada waktu diciptakan” (Kejadian 1:1-2:4a). 

 

 

 

99 

Pada bagian terakhir bagian pertama narasi penciptaan itu disebutkan 

bahwa pada hari keenam langit dan bumi serta segala isinya telah diciptakan. 

Semuanya dinilai sungguh amat baik (Kejadian 1:31). Selanjutnya disebutkan 

pada teks Kejadian 2:2-3 bahwa Allah berhenti dari segala pekerjaan-Nya 

pada hari ketujuh. Ia kemudian memberkati serta menguduskan hari ketujuh 

itu. Hari ketujuh ini menjadi istimewa karena hari tersebut bukanlah hasil 

kedatangan petang dan pagi seperti hari-hari sebelumya (Kejadian 

1:5.8.13.19.23.31). Hari ketujuh merupakan kelanjutan sekaligus puncak 

keenam hari sebelumnya. Hari ketujuh bukanlah hari kerja. Hari ketujuh 

yaitu  hari berkat dan kudus. Hari ini merupakan milik khusus Allah yang 

harus dihormati manusia dan ciptaan lain. 

 

“Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat: enam hari lamanya engkau 

akan bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu, namun  hari ketujuh 

yaitu  hari Sabat TUHAN, Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu 

pekerjaan, engkau atau anakmu laki-laki, atau anakmu perempuan, 

atau hambamu laki-laki, atau hambamu perempuan, atau hewanmu 

atau orang asing yang di tempat kediamanmu. Sebab enam hari 

lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, 

dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN 

memberkati hari Sabat dan menguduskannya” (Keluaran 20:8-11). 

  

Simpulan bagian pertama narasi penciptaan itu ditutup teks Kejadian 

2:4a. Teks ayat itu menjadi penutup seluruh narasi penciptaan (Kejadian 1:1-

2:4a) sekaligus merupakan inklusi dari teks Kejadian 1:1. Dengan kata lain, 

bersama dengan bagian paling awal dari Kitab Suci itu, teks Kejadian 2:4a 

menjadi sebuah bingkai yang kokoh bagi lukisan indah narasi penciptaan alam 

semesta. Teks Kejadian 1:1 mengungkapkan bahwa pada mulanya Allah 

menciptakan langit dan bumi. Sedangkan teks Kejadian 2:4a mengungkapkan 

kondisi akhir riwayat langit dan bumi pada waktu diciptakan. Menjadi jelas 

bahwa narasi penciptaan itu dibingkai secara kokoh dan indah oleh proses 

transformasi langit dan bumi sebelum dan sesudah karya penciptaan Allah, 

yaitu dari ‘chaos’ (tidak teratur) menjadi ‘cosmos’ (tertata-teratur). Setelah 

segalanya tertata-teratur diperlukan saat untuk menikmati sekaligus 

mengevaluasinya sembari beristirahat. 

Sebenarnya jika diperhatikan secara lebih saksama, dalam peristiwa 

penciptaan, kata ‘Sabat’ tidak muncul. Akan namun , akar kata dari mana 

perkataan itu dijabarkan, diketemukan (Kejadian 2:2). Dalam teks tersebut 

disebutkan bahwa karya penciptaan berlangsung selama enam hari. Pada hari 

ketujuh Yahwe beristirahat (harafiah: ‘berhenti’) dari pekerjaan-Nya. 

 

 

100 

Ungkapan tersebut menimbulkan perbedaan antara enam hari kerja dengan 

satu hari istirahat. Hal ini benar, walaupun seturut teks sebenarnya enam hari 

kerja itu dipahami sebagai jangka waktu yang lebih panjang dari 24 jam. 

Bahasanya yaitu  bahasa manusiawi, karena Yahwe bukanlah Pekerja yang 

lelah. Yahwe tidak memerlukan istirahat. Akan namun , maksudnya lebih dari 

itu. Pola istirahat setelah sekian hari bekerja itu ditetapkan supaya diikuti dan 

ditaati manusia. 

Teks Keluaran 20:11 dengan sangat jelas menyatakan bahwa setelah 

enam hari lamanya menciptakan langit dan bumi, laut dan segala isinya, 

Yahwe ‘beristirahat’ pada hari ketujuh. Dalam Bahasa Ibrani kata 

‘beristirahat’ itu yaitu  ‘wayyanakh’. Sedangkan teks Keluaran 31:17 

mengemukakan bahwa Yahwe berhenti dari pekerjaan-Nya dan ‘disegarkan’. 

Dalam Bahasa Ibrani kata itu yaitu  ‘wayyinnafasy’.  

 

“Antara Aku dan orang Israel maka inilah suatu peringatan untuk 

selama-lamanya, sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan 

langit dan bumi, dan pada hari yang ketujuh Ia berhenti bekerja untuk 

beristirahat” (Keluaran 31:17). 

 

Bahasa yang digunakan sengaja bernada keras, supaya manusia 

mengerti kepentingan memandang Sabat sebagai hari di mana Allah sendiri 

beristirahat dari pekerjaannya sehari-hari. 

Dalam teks Kejadian 2:2-3 diungkapkan bagaimana Allah beristirahat 

dalam narasi penciptaan dunia. Setelah enam hari bekerja menciptakan 

seluruh alam ini, pada hari yang ketujuh Allah beristirahat. Tentu yang 

dimaksudkan dalam teks itu bukan istirahatnya yang penting. Jika dilihat 

secara lebih saksama, istirahat yang dimaksud yaitu  untuk bermenung dan 

mengambil makna atas liburan atau istirahat dari dinamika kerja yang biasa. 

Dalam teks tersebut dapat dilihat bahwa waktu senggang dan istirahat 

merupakan bagian integral dari proses kerja. Allah beristirahat bukan hanya 

pada hari terakhir. Allah beristirahat dengan mengambil waktu jeda di antara 

setiap hari penciptaan. Pada akhir setiap hari, Allah beristirahat guna menutup 

aktivitas partikular hari itu. Dengan demikian, istirahat yaitu  bagian dari 

proses kerja. Waktu istirahat itu tentu baik karena Allah sendiri menjalaninya. 

Rupa-rupanya pergantian enam hari kerja dengan satu hari istirahat 

sangat cocok dengan keperluan bekerja dan besarnya tenaga manusia. 

Peraturan itu sendiri sudah sangat kuno dan bukanlah suatu perkara yang sama 

sekali baru. Yang baru yaitu  motivasi yang diberikan dalam Firman ketiga. 

Manusia mempunyai hak atas istirahat. Allah bermaksud menjamin hak itu. 

Ia menjamin bahwa sesama tidak boleh digunakan sebagai alat teknik, sampai 

 

 

101 

ia usang dan layak dibuang sebagaimana manusia membuang sandal jepit 

yang sudah rusak atau piranti lainnya yang sudah tidak sanggup beroperasi 

dengan baik. Manusia tidak pantas ditindas sebagai benda saja. Sabat berarti 

bahwa orang harus hidup menurut peri kemanusiaannya. Peri kemanusiaan 

menyadarkan manusia bahwa dirinya yaitu  makhluk yang terbatas. Ia tidak 

mungkin bekerja secara terus-menerus. Kesadaran ini memberikan tempat 

pada gagasan Sabat sebagai perlindungan bagi makhluk ciptaan yang lemah. 

Yang dimaksud lemah di sini bukanlah cacat atau tidak berdaya sama 

sekali. Lemah yang dimaksud di sini yaitu  terbatas. Oleh karena terbatas, 

manusia membutuhkan waktu untuk memulihkan dirinya supaya sanggup 

mengembalikan keterbatasannya dengan istirahat sehingga sanggup bekerja 

kembali pada hari-hari berikutnya. Kesadaran akan keterbatasan diri dan 

perlunya waktu untuk pemulihan juga meluas ke luar diri manusia. Tidak 

hanya manusia yang terbatas. Aneka macam faktor penunjang kerjanya juga 

terbatas dan membutuhkan waktu pemulihan. Di sinilah Sabat sebagai 

perlindungan bagi mereka yang lemah juga menjangkau rekan-rekan kerja 

manusia, baik sesama manusia sendiri, maupun hewan, atau alat-alat produksi 

lainnya (Keluaran 20:10).  

Sabat yaitu  perlindungan dalam makna kesempatan untuk merawat 

dan menata diri untuk membenahi keterbatasan diri sehingga sanggup 

menjalani dinamika kerja secara efektif pada hari-hari kerja. Istirahat Sabat 

sebagai perlindungan dan pembebasan bagi makhluk ciptaan yang lemah ini 

berpuncak pada Tahun Sabat atau Tahun Yobel. Pada saat yang jatuh pada 

tahun kelimapuluh itu dimaklumkan kebebasan untuk segenap penduduk 

Bangsa Israel atau umat manusia pada umumnya. 

 

“TUHAN berfirman kepada Musa di gunung Sinai: ‘Berbicaralah 

kepada orang Israel dan katakan kepada mereka: Apabila kamu telah 

masuk ke negeri yang akan Kuberikan kepadamu, maka tanah itu 

harus mendapat perhentian sebagai sabat bagi TUHAN. Enam tahun 

lamanya engkau harus menaburi ladangmu, dan enam tahun lamanya 

engkau harus merantingi kebun anggurmu dan mengumpulkan hasil 

tanah itu, namun  pada tahun yang ketujuh haruslah ada bagi tanah itu 

suatu sabat, masa perhentian penuh, suatu sabat bagi TUHAN. 

Ladangmu janganlah kautaburi dan kebun anggurmu janganlah 

kaurantingi. Dan apa yang tumbuh sendiri dari penuaianmu itu, 

janganlah kautuai dan buah anggur dari pokok anggurmu yang tidak 

dirantingi, janganlah kaupetik. Tahun itu harus menjadi tahun 

perhentian penuh bagi tanah itu. Hasil tanah selama sabat itu 

haruslah menjadi makanan bagimu, yakni bagimu sendiri, bagi 

 

 

102 

budakmu laki-laki, bagi budakmu perempuan, bagi orang upahan dan 

bagi orang asing di antaramu, yang semuanya tinggal padamu. Juga 

bagi ternakmu, dan bagi binatang liar yang ada di tanahmu, segala 

hasil tanah itu menjadi makanannya. Selanjutnya engkau harus 

menghitung tujuh tahun sabat, yakni tujuh kali tujuh tahun; sehingga 

masa tujuh tahun sabat itu sama dengan empat puluh sembilan tahun. 

Lalu engkau harus memperdengarkan bunyi sangkakala di mana-

mana dalam bulan yang ketujuh pada tanggal sepuluh bulan itu; pada 

hari raya Pendamaian kamu harus memperdengarkan bunyi 

sangkakala itu di mana-mana di seluruh negerimu” (Imamat 25:1-10). 

  

Gagasan Sabat sebagai momentum pembebasan ini juga yang 

digaungkan Paus Fransiskus dalam ‘Ensiklik Laudato Sì’ (Paus Fransiskus, 

2015:45). 

Dengan melihat kembali pada pola kerja Allah, narasi penciptaan 

menunjukkan bahwa manusia harus percaya kepada Allah yang menciptakan 

segala sesuatu dengan baik. Manusia harus percaya bahwa dirinya menerima 

anugerah-Nya dalam iman. Manusia harus percaya bahwa usaha memang 

perlu. Akan namun , usaha itu barulah benar-benar berhasil jika manusia tidak 

merasa bahwa usahanya sudah cukup untuk menjadi bahagia (Kiswara, 

1988:49) untuk dirinya sendiri. Bahagia itu harus berlaku juga untuk semua 

yang terlibat dalam proses kerjanya. Manusia bertanggung jawab bersama 

dengan seluruh masyarakat untuk membangun dunia, membangun 

masyarakat, dan menguasai alam tanpa merusakkannya. Tanggung jawab 

bersama itu dimungkinkan untuk dilaksanakan jika ada waktu-waktu khusus 

untuk istirahat, bermenung, dan mereguk makna kerja itu. 

Para Bijak Bestari juga menegaskan pentingnya pemahaman dan 

penghayatan atas karakteristik setiap kesempatan dan waktu dalam hidup 

manusia. Kitab Pengkotbah mengungkapkan bahwa untuk segala sesuatu, ada 

waktunya. Ada waktu untuk membuang dan ada waktu untuk menyimpan. 

Ada waktu untuk berbicara. Ada waktu untuk diam. Jika ungkapan tersebut 

diperluas, dapat juga direfleksikan, ada waktu untuk bekerja. Ada waktu juga 

untuk liburan. Ada waktu untuk berkarya. Ada juga waktu untuk istirahat. 

 

“Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit 

ada waktunya. Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal, 

ada waktu untuk menanam, ada waktu untuk mencabut yang ditanam; 

ada waktu untuk membunuh, ada waktu untuk menyembuhkan; ada 

waktu untuk merombak, ada waktu untuk membangun; ada waktu 

untuk menangis, ada waktu untuk tertawa; ada waktu untuk meratap; 

 

 

103 

ada waktu untuk menari; ada waktu untuk membuang batu, ada waktu 

untuk mengumpulkan batu; ada waktu untuk memeluk, ada waktu 

untuk menahan diri dari memeluk; ada waktu untuk mencari, ada 

waktu untuk membiarkan rugi; ada waktu untuk menyimpan, ada 

waktu untuk membuang; ada waktu untuk merobek, ada waktu untuk 

menjahit; ada waktu untuk berdiam diri, ada waktu untuk berbicara; 

ada waktu untuk mengasihi, ada waktu untuk membenci; ada waktu 

untuk perang, ada waktu untuk damai. Apakah untung pekerja dari 

yang dikerjakannya dengan berjerih payah? Aku telah melihat 

pekerjaan yang diberikan Allah kepada anak-anak manusia untuk 

melelahkan dirinya. Ia membuat segala sesuatu indah pada 

waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. 

namun  manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan 

Allah dari awal sampai akhir. Aku tahu bahwa untuk mereka tak ada 

yang lebih baik dari pada bersuka-suka dan menikmati kesenangan 

dalam hidup mereka. Dan bahwa setiap orang dapat makan, 

minum dan menikmati kesenangan dalam segala jerih payahnya, itu 

juga yaitu  pemberian Allah” (Pengkotbah 3:1-13). 

 

 Sebenarnya juga sangat jelas jika Orang Yahudi, lebih-lebih Orang-

orang Farisi terkait sikap tertib dalam memaknai Sabat ini. Sebagai hal yang 

khas di kalangan Bangsa Yahudi, yang asal-usulnya sebelum masa Musa, 

perintah istirahat pada hari ketujuh ini terkait erat dengan irama suci pekan 

dan bulan. Istirahat hari Sabat itu berlatarbelakang dua motivasi. 

 

(1) Motivasi manusiawi yang membutuhkan istirahat, terutama 

manusia yang berstatus budak. 

 

“Enam harilah lamanya engkau melakukan pekerjaanmu, namun  

pada hari ketujuh haruslah engkau berhenti, supaya lembu dan 

keledaimu tidak bekerja dan supaya anak budakmu perempuan 

dan orang asing melepaskan lelah” (Keluaran 23:12). 

 

“namun  hari ketujuh yaitu  hari Sabat TUHAN, Allahmu; maka 

jangan melakukan sesuatu pekerjaan, engkau atau anakmu laki-

laki, atau anakmu perempuan, atau hambamu laki-laki, atau 

hambamu perempuan, atau lembumu, atau keledaimu, atau 

hewanmu yang manapun, atau orang asing yang di tempat 

kediamanmu, supaya hambamu laki-laki dan hambamu 

perempuan berhenti seperti engkau juga. Sebab haruslah 

 

 

104 

kauingat, bahwa engkaupun dahulu budak di tanah Mesir dan 

engkau dibawa keluar dari sana oleh TUHAN, Allahmu dengan 

tangan yang kuat dan lengan yang teracung; itulah sebabnya 

TUHAN, Allahmu, memerintahkan engkau merayakan hari Sabat” 

(Ulangan 5:14-15). 

  

(2) Motivasi meniru pola irama Allah yang beristirahat usai mencipta.  

 

“saat  Allah pada hari ketujuh telah menyelesaikan pekerjaan 

yang dibuat-Nya itu, berhentilah Ia pada hari ketujuh dari segala 

pekerjaan yang telah dibuat-Nya itu. Lalu Allah memberkati hari 

ketujuh itu dan menguduskannya, karena pada hari itulah Ia 

berhenti dari segala pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-Nya 

itu” (Kejadian 2:2-3). 

 

“Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, 

laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah 

sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat dan menguduskannya” 

(Keluaran 20:11). 

 

“Antara Aku dan orang Israel maka inilah suatu peringatan untuk 

selama-lamanya, sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan 

langit dan bumi, dan pada hari yang ketujuh Ia berhenti bekerja 

untuk beristirahat” (Keluaran 31:17). 

 

Memelihara hari Sabat bermakna sama dengan menunjukkan 

kesetiaan kepada Allah sekaligus perlindungan bagi makhluk ciptaan yang 

lemah. 

 

C. RANGKUMAN 

Istilah ‘Sabat’ datang dari akar kata ‘syabât’. Artinya, ‘berhenti’ atau 

‘melepaskan’. Tradisi dan budaya Yahudi menetapkan bahwa satu dari tujuh 

hari harus diperhatikan sekaligus diperuntukkan secara khusus sebagai hari 

suci bagi Yahwe. Dari alasan yang dikemukakan untuk mengkhususkan Sabat 

dalam Dasa Firman Allah atau biasa disebut dengan Sepuluh Hukum Taurat 

itu, diketahui bahwa Yahwe sendirilah yang menetapkan istirahat Sabat itu 

saat penciptaan. Oleh karena itu, Sabat menjadi bagian inti sekaligus tidak 

terpisahkan dari tata tertib penciptaan. Dengan melihat kembali pada pola 

kerja Allah, narasi penciptaan menunjukkan bahwa manusia harus percaya 

kepada Allah yang menciptakan segala sesuatu dengan baik. Manusia harus 

 

 

105 

percaya bahwa dirinya menerima anugerah-Nya dalam iman. Manusia harus 

percaya bahwa usaha memang perlu. Akan namun , usaha itu barulah benar-

benar berhasil jika manusia tidak merasa bahwa usahanya sudah cukup untuk 

menjadi bahagia. Memelihara hari Sabat bermakna sama dengan 

menunjukkan kesetiaan kepada Allah sekaligus perlindungan bagi makhluk 

ciptaan yang lemah. 

  


MANUSIA SEBAGAI MITRA SEJATI 

 

Kesadaran diri sebagai mitra atau partner sesamanya di dalam 

peziarahan dunia ini tidak datang begitu saja. Jauh sebelum itu Kitab Suci 

Perjanjian Lama telah memberi dasar yang kokoh bagi konsep sekaligus 

kesadaran manusia sebagai mitra bagi sesamanya itu. Salah satu episode 

narasi yang menjadi dasar bagi konsep mitra bagi sesama dalam kesadaran 

diri manusia itu yaitu  narasi Penciptaan Manusia dan Manusia Perempuan 

dalam episode berikut ini.  

 

“TUHAN Allah berfirman: ‘Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri 

saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan 

dia.’ Lalu TUHAN Allah membentuk dari tanah segala binatang 

hutan dan segala burung di udara. Dibawa-Nyalah semuanya kepada 

manusia itu untuk melihat, bagaimana ia menamainya; dan seperti 

nama yang diberikan manusia itu kepada tiap-tiap makhluk yang 

hidup, demikianlah nanti nama makhluk itu. Manusia itu memberi 

nama kepada segala ternak, kepada burung-burung di udara dan 

 

 

107 

kepada segala binatang hutan, namun  baginya sendiri ia tidak 

menjumpai penolong yang sepadan dengan dia. Lalu TUHAN Allah 

membuat manusia itu tidur nyenyak; saat  ia tidur, TUHAN Allah 

mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu 

dengan daging. Dan dari rusuk yang diambil TUHAN Allah dari 

manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya 

kepada manusia itu. Lalu berkatalah manusia itu: ‘Inilah dia, tulang 

dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, 

sebab ia diambil dari laki-laki.’ Sebab itu seorang laki-laki akan 

meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, 

sehingga keduanya menjadi satu daging” (Kejadian 2:18-24). 

 

Dalam sejumlah kesempatan, episode narasi ini kerap digunakan 

untuk kepentingan menjelaskan relasi antara suami dan istri dalam ikatan 

perkawinan Katolik. Tentu saja penggunaan semacam itu tidak perlu 

dipermasalahkan. Alasannya, dari episode narasi ini didapatkan jejak paling 

awal adanya manusia laki-laki dan manusia perempuan yang dalam 

perkembangannya akan saling terikat satu dengan yang lain dalam biduk 

perkawinan. Sekali lagi, sebenarnya episode narasi ini tidak harus dipandang 

sebagai yang khusus berbicara tentang hidup perkawinan kendati pola 

pasangan suami-istri dipergunakan penyusun episode n