Saksi yehova 3
rajaan dengan bijaksana. Yang lainnya menghilang-
kan halaman hak cipta dari bacaan kita dan membagikan-
nya kepada orang yang berminat. Banyak perintis terus
Pada sebuah kebaktian yang diadakan di masa pelarangan,
banyak hadirin mendengarkan dari kapal
INDONESIA 133
mengabar dengan berpura-pura sebagai penjual yang se-
dang menawarkan barang. Ini adalah cara yang dilakukan
rekan-rekan mereka pada masa penjajahan Jepang dulu.
Lalu, pada tahun 1977, Departemen Agama mulai me-
nyerang dengan cara lain, yaitu dengan menolak untuk
memperpanjang visa utusan injil Saksi-Saksi Yehuwa. Ke-
banyakan utusan injil dipindahkan ke negeri lain. Norbert
Ha¨usler, yang melayani bersamaMargarete, istrinya, di Ma-
nado, Sulawesi Utara, mengenang, ”Ratusan saudara dan
saudari datang ke bandara dan mengucapkan selamat ting-
gal. Kami berjalan ke tangga pesawat dan berhenti untuk
melihat ke belakang. Di seberang landasan, kami melihat
saudara-saudara melambaikan tangan kepada kami. Dan,
Utusan injil kawakan Peter Vanderhaegen dan LenDavis sudah berusia
lebih dari 60 tahun sedangkan Marian Tambunan (dulunya Stoove) meni-
kah dengan orang Indonesia, jadi mereka diizinkan tinggal di Indonesia.
Mereka bertiga tetap aktif secara rohani dan menghasilkan banyak buah
dalam pelayanan selama masa pelarangan.
Margarete dan Norbert Ha¨usler
134
kami juga bisa mendengar mereka menangis sambil berka-
ta, ’Terima kasih, terima kasih sudah melayani di sini.’
Kami pun naik ke pesawat dan menangis tersedu-sedu.”
Kekejaman di Sumba
Sewaktu kabar tentang pelarangan sudah menyebar
sampai ke seluruh penjuru Indonesia, Persekutuan Gere-
ja-Gereja di Indonesia mendesak anggota mereka untuk
melaporkan kegiatan apa pun dari Saksi kepada kalangan
berwenang. Hal ini memicu banyaknya penangkapan dan
interogasi di banyak pulau.
Di Waingapu, di Pulau Sumba, komandan distrik mi-
liter memanggil 23 saudara-saudara ke kamp militer se-
tempat dan meminta mereka menandatangani pernyataan
penyangkalan iman mereka. Saat mereka menolak, sang
komandan memerintahkan mereka untuk kembali lagi ke
kamp keesokan harinya. Perjalanan pulang pergi ke kamp
dengan berjalan kaki jaraknya 14 kilometer .
Saat saudara-saudara menghadap sang komandan pada
pagi berikutnya, mereka dipanggil satu per satu dan dipe-
rintahkan untuk menandatangani pernyataan itu. Saat se-
orang saudara menolak menandatanganinya, para prajurit
memukulinya dengan ranting berduri. Tanpa terkendali,
mereka memukuli beberapa saudara hingga pingsan. Se-
mentara itu, saudara lainnya menunggu giliran. Akhirnya,
seorang saudara muda bernama Mone Kele maju dan me-
nuliskan sesuatu di pernyataan itu. Saudara-saudara kece-
wa dengan tindakannya, tapi komandan itu semakin mur-
ka dan menjadi tidak terkendali. Ternyata Mone menulis,
”Saya tetap seorang Saksi Yehuwa selamanya!” Mone dipu-
kuli sampai memar-memar hingga dilarikan ke rumah sa-
kit, tapi imannya tetap tak terpatahkan.
Komandan itu mencoba menghancurkan keteguhan
saudara-saudara selama 11 hari. Dia menyuruh mereka
INDONESIA 135
berdiri sepanjang hari di
panas matahari yang me-
nyengat. Dia memaksa me-
reka merangkak dengan
tangan dan lutut sejauh be-
berapa kilometer dan ber-
lari cukup jauh sambil
membawa beban berat.
Sambil menodongkan bayonet ke leher mereka, dia me-
merintahkan mereka untuk salut bendera tapi mereka te-
tap menolaknya. Jadi, dia memerintahkan agar mereka
mendapat lebih banyak pukulan.
Setiap pagi, saudara-saudara menuju kamp dengan lang-
kah tertatih-tatih sambil berpikir siksaan apa lagi yang me-
nanti mereka. Sepanjang jalan, mereka berdoa bersama
dan menganjurkan satu sama lain agar tetap loyal. Setiap
malam, mereka berjalan pincang menuju rumah dengan
keadaan memar dan berdarah-darah. Tapi, mereka bersu-
kacita karena tetap setia kepada Yehuwa.
Saat kantor cabang mengetahui bahwa saudara-saudara
diperlakukan dengan kejam, mereka segera mengirimkan
protes melalui telegraf kepada komandan militer di Wai-
ngapu, Timor, Bali, dan komandan militer tertinggi di Ja-
karta, serta bagian pemerintahan lain yang memiliki peran
penting. Karena malu tindakannya yang kejam telah terse-
bar ke seluruh Indonesia, komandan militer di Waingapu
berhenti menganiaya saudara-saudara.
”Saksi-Saksi Yehuwa Seperti Paku”
Pada tahun-tahun berikutnya, tak terhitung banyaknya
Saksi di seluruh Indonesia yang ditahan, diinterogasi, dan
dianiaya. Utusan injil bernama Bill Perrie mengenang, ”Di
suatu daerah, banyak saudara yang sudah tidak memiliki
gigi depan. Saat mereka bertemu dengan saudara yang
gigi depannya masih lengkap, mereka dengan bercanda
”Karena dipenjarakan,
saya belajar untuk
lebih bersandar
kepada Yehuwa, dan itu
membuat kerohanian
saya semakin kuat”
136
bertanya, ’Kamu orang baru, ya? Atau kamu kompromi,
ya?’ Tidak soal tantangan yang mereka hadapi, mereka
yang dianiaya tidak pernah kehilangan sukacita dan sema-
ngat mereka dalam melayani Yehuwa.”
Selama 13 tahun, 93 Saksi dipenjarakan dengan hu-
kuman mulai dari dua bulan sampai empat tahun. Perla-
kuan buruk itu malah memperkuat tekad mereka untuk
tetap setia kepada Yehuwa. Setelah delapan bulan dipenja-
rakan, Musa Rade mengunjungi saudara-saudara di dae-
rahnya untuk menyemangati mereka agar tetap mengabar.
Dia berkata, ”Karena dipenjarakan, saya belajar untuk le-
bih bersandar kepada Yehuwa, dan itu membuat kerohani-
an saya semakin kuat.” Tidak heran beberapa pengamat
berkata, ”Saksi-Saksi Yehuwa seperti paku. Semakin sering
Anda memukul mereka, semakin dalam iman mereka.”
Para penyiar dalam perjalanan untuk mengabar di Ambon, Maluku
INDONESIA 137
Mereka Tidak Pernah Melalaikan Perhimpunan
Selama pelarangan, kebanyakan sidang tetap mengada-
kan perhimpunan untuk beribadat di rumah-rumah pri-
badi. Agar tidak menarik perhatian, banyak sidang tidak
menyanyikan lagu Kerajaan. Beberapa tempat perhim-
punan digerebek oleh kalangan berwenang, tapi biasanya
saudara-saudara tetap tenang.
Acara reuni keluarga atau pesta pernikahan sering kali
digunakan sebagai kesempatan untuk mengadakan ke-
baktian besar. Saudara Tagor Hutasoit menjelaskan, ”Ba-
nyak pasangan biasanya mendaftarkan pernikahan
mereka dan mendapat izin untuk mengadakan pesta per-
nikahan yang besar. Selama acara berlangsung, pengan-
tin duduk di panggung sementara saudara-saudara me-
nyampaikan rangkaian khotbah Alkitab.”
Pada suatu kebaktian, seorang polisi menghampiri Sau-
dara Tagor secara pribadi.
”Kebanyakan acara pernikahan paling lama dua atau
tiga jam. Mengapa acara pernikahan yang Bapak adakan
dimulai dari pagi sampai sore?” tanya polisi itu.
”Beberapa pengantin punya banyak masalah dan bu-
tuh banyak nasihat yang berguna dari Firman Allah,” ja-
wab Saudara Tagor.
138
”Betul juga ya, Pak,” polisi itu mengangguk-anggukan
kepalanya.
Dengan dibuat seolah-olah ada beberapa acara perni-
kahan, saudara-saudara menyampaikan bagian dari Ke-
baktian Distrik 1983 ”Persatuan Kerajaan” di stadion
olahraga yang besar di Jakarta. Puncaknya, hampir 4.000
saudara-saudari serta peminat menghadiri kebaktian itu,
dan 125 orang dibaptis di tempat berbeda sebelum ke-
baktian. Belakangan, saat pelarangan tidak seketat sebe-
lumnya, saudara-saudara mengadakan beberapa kebakti-
an yang lebih besar, dan salah satunya dihadiri oleh lebih
dari 15.000 orang.
Acara pernikahan
yang digunakan untuk
mengadakan kebaktian
Membangun Kantor Cabang Saat Pelarangan
Selama tahun 1980-an dan 1990-an, kantor cabang ber-
ulang kali mengajukan permohonan kepada pemerintah
agar mencabut pelarangan atas Saksi-Saksi Yehuwa. Sau-
dara-saudara dari negeri lain juga menyurati pemerintah
Indonesia dan duta besar Indonesia untuk meminta pen-
jelasan mengapa Saksi-Saksi Yehuwa dilarang di Indone-
sia. Banyak pejabat menyetujui agar pelarangan dicabut,
tapi kalangan yang lebih berwenang yaitu Direktorat Jen-
deral Bimbingan Masyarakat Kristen berulang kali meng-
halangi upaya tersebut.
Pada tahun 1990, saudara-saudara melihat adanya ke-
mungkinan untuk membangun kantor cabang baru di
lokasi yang tidak menarik perhatian. Pada tahun yang
sama, Badan Pimpinan menyetujui pembelian sebuah
lahan di daerah Bogor, kota kecil yang berjarak sekitar
40 kilometer di selatan Jakarta. Namun, hanya sedikit
saudara yang memiliki keterampilan membangun. Maka,
bagaimana fasilitas baru ini bisa dibangun?
Solusinya didapat dari persaudaraan internasional.
Kantor Konstruksi Brooklyn dan Kantor Rancang Bangun
Regional di Australia menyediakan desain arsitekturnya.
Sekitar 100 sukarelawan internasional menjadi tenaga
ahli untuk proyek yang berlangsung selama dua tahun.
Hosea Mansur, saudara yang menjadi perantara dalam
berurusan dengan berbagai pejabat setempat, menge-
nang, ”Saat para pejabat beragama Islam melihat singkat-
an nama saya, H.M., di topi saya, mereka pikir huruf
H itu kepanjangan dari ’Haji’, suatu gelar yang terhor-
mat, khusus untuk orang yang pernah berziarah ke Me-
kah. Mereka jadi memperlakukan saya dengan penuh res-
pek. Kesalahpahaman ini mempermudah pembangunan
itu.”
140
Fasilitas cabang baru itu ditahbiskan pada tanggal
19 Juli 1996. John Barr, seorang anggota Badan Pim-
pinan, menyampaikan khotbah penahbisan. Hadirinnya
berjumlah 285, ini sudah termasuk 59 anggota keluar-
ga Betel Indonesia serta 118 tamu dari berbagai negeri
yang terdiri dari anggota keluarga Betel, perintis istime-
wa, utusan injil danmantan utusan injil. Setelah acara pe-
nahbisan, diadakan Kebaktian Distrik ”Para Utusan Per-
damaian Ilahi” selama dua hari di Jakarta yang dihadiri
8.793 orang.
Yehuwa Membebaskan Umat-Nya
Pada tahun 1998, Presiden Soeharto (Suharto), presiden
Indonesia yang sudah lama memerintah, mengundurkan
Kantor cabang ini dibangun selama masa pelarangan
INDONESIA 141
diri. Ini membuka jalan untuk pemerintahan baru. Karena
itu, saudara-saudara meningkatkan upaya mereka agar pe-
larangan dicabut.
Saat mengunjungi New York pada tahun 2001, Menteri
Sekretaris Negara, Bapak Djohan Effendi, mengunjungi
Betel Brooklyn dan bertemu dengan tiga anggota Badan
Pimpinan. Dia kagum dengan apa yang dilihatnya, dan
dia mengakui bahwa Saksi-Saksi Yehuwa memiliki reputasi
yang baik di seluruh dunia. Bapak Effendi mendukung
agar pelarangan dicabut, tapi dia mengatakan bahwa ke-
putusan akhir ada di tangan jaksa agung Indonesia, Ba-
pak Marzuki Darusman.
Jaksa agung juga mendukung agar pelarangan dicabut,
tapi beberapa pejabat yang tidak bersimpati di departe-
mennya terus menghalangi dan berharap agar jaksa agung
tersebut secepatnya diganti. Akhirnya, pada tanggal 1 Juni
2001, Saudara Tagor Hutasoit dipanggil ke kantor kejaksa-
an agung. Dia mengenang, ”Sekitar 25 tahun yang lalu, di
kantor yang sama ini, saya memegang dokumen yang me-
nyatakan bahwa Saksi-Saksi Yehuwa dilarang. Tapi hari itu,
hari terakhirnya sebagai jaksa agung, dia menyodorkan se-
buah dokumen yang berisi pencabutan atas pelarangan
tersebut.”
Pada tanggal 22 Maret 2002, organisasi Saksi-Saksi Yehu-
wa di Indonesia secara resmi terdaftar di Departemen Aga-
ma. Direktur jenderal departemen itu memberi tahu wakil
cabang, ”Dokumen resmi ini tidak memberi kalian kebe-
basan beribadat. Kebebasan itu berasal dari Allah. Doku-
men ini menyatakan bahwa agama kalian secara resmi di-
akui oleh pemerintah. Sekarang kalian memiliki hak yang
sama dengan agama lainnya, dan pemerintah mendukung
kalian.”
142
GEMPA, tsunami, dan letusan gunung berapi sering menye-
babkan kerusakan di Indonesia. Saat bencana, umat Yehu-
wa segera memberikan bantuan bagi mereka yang meng-
alaminya, khususnya saudara seiman mereka. Misalnya,
pada tahun 2005, suatu gempa dahsyat meluluhlantakkan
Gunungsitoli, kota terbesar di Pulau Nias yang ada di Suma-
tra Utara. Kantor cabang dan sidang-sidang terdekat di Pulau
Sumatra segera mengirim bantuan ke sana. Pengawas wila-
yah setempat dan wakil kantor cabang pergi ke pulau itu un-
tuk menguatkan dan menghibur saudara-saudari. Yuniman
Harefa, seorang penatua di Nias, berkata, ”Orang-orang di
sekeliling kami tidak berdaya karena rasa takut. Tapi, bantu-
an yang langsung datang dari organisasi Allah meyakinkan
kami bahwa kami tidak sendirian.”
Kasih Kristen
Saat Bencana Melanda
INDONESIA 143
144
PADA tanggal 14 April 1989, saat saya sedang memandu per-
himpunan di kota Maumere, di Pulau Flores, pejabat peme-
rintah menyerbu masuk ke dalam rumah dan menahan saya
serta tiga orang lainnya.
Selama kami ditahan, para penjaga penjara berupaya me-
maksa kami untuk salut bendera. Saat kami menolak, mere-
ka memukul serta menendang kami dan menyuruh kami ber-
diri di tengah panas matahari yang menyengat selama lima
hari. Pada malam hari, kami menggigil di atas lantai semen
dalam sel yang kecil, dengan keadaan kotor, kelelahan, dan
kesakitan akibat luka-luka kami. Penjaga penjara berulang
kali mendesak kami untuk berkompromi, tapi kami menja-
wab, ”Sampai mati pun, kami tidak akan salut.” Seperti tak
terhitung banyaknya orang Kristen sebelumnya, ini merupa-
kan suatu kehormatan bagi kami untuk ”menderita demi ke-
adilbenaran”.—1 Ptr. 3:14.
Kami Tidak Akan Menyangkal
Iman Kami
Daniel Lokollo
LAHIR 1965
BAPTIS 1986
PROFIL Perintis istimewa yang
tetap teguh di bawah
penganiayaan.
PADA 19 Januari 1999, ketegangan antara orang Muslim dan
orang Kristen pecah menjadi kekerasan. Ini terjadi sekitar
tiga kilometer dari rumah saya. Situasinya kacau-balau.
Setelah memastikan keluarga saya aman, saya menelepon
para penyiar untuk memastikan keadaan mereka. Saya me-
mintamereka tetap tenang dan menghindari daerah berbaha-
ya. Lalu, para penatua mengunjungi para penyiar untuk me-
nguatkan secara rohani dan menganjurkan mereka untuk
mengadakan perhimpunan dalam kelompok kecil.
Kantor cabang mendesak kami untuk mengungsikan se-
mua penyiar yang tinggal di daerah berbahaya, dan kami me-
nyampaikan petunjuk itu kepada keluarga-keluarga. Karena
menolak untuk mengungsi, seorang saudara terbunuh oleh
gerombolan massa bersenjata. Tapi, semua yang mengikuti
arahan dari kantor cabang selamat.
Konflik itumelanda seluruh ProvinsiMaluku selama lebih dari dua tahun
danmembuat puluhan ribu orangmeninggalkan rumahmereka.
Karena Taat, Kami Tetap Hidup!
Blasius da Gomes
LAHIR 1963
BAPTIS 1995
PROFIL Seorang penatua yang
dengan pengasih menjaga
kawanan selama konflik
agama di Ambon, bagian
dari Pulau Maluku.
INDONESIA 145
2002 sampai 2015
Pekerjaan Terus Meningkat
Penyiar
Perintis
2002 2005 2010 2015
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
Pekerjaan Ini Mencapai Puncaknya
Saat para pemimpin dari gereja-gereja Susunan Kris-
tenmendengar bahwa Saksi-Saksi Yehuwa diberi kebebas-
an untuk beribadat, mereka sangat terpukul. Lebih dari
700 pemimpin agama dan pemimpin kaum awam dari tu-
juh gereja Protestan mengadakan seminar di Jakarta un-
tuk mendesak pemerintah memberlakukan kembali la-
rangan tersebut. Tapi, pemerintah tetap menolak.
Sewaktu berita tersebar di negeri ini bahwa pelarang-
an sudah dicabut, kantor cabang menerima banyak su-
rat dari peminat yang meminta bacaan atau pelajar-
an Alkitab. Pada tahun 2003, lebih dari 42.000 orang
menghadiri acara Peringatan. Ini lebih dari dua kali li-
pat jumlah penyiar. Hampir 10.000 orang menghadiri
kebaktian di Jakarta, termasuk pejabat tinggi dari Depar-
temen Agama. Pejabat itu kagum melihat anak muda
dan orang tua mencari ayat dari Alkitab mereka sen-
diri. Dia meyakinkan saudara-saudara bahwa dia ber-
sedia meluruskan informasi keliru tentang Saksi-Saksi
Yehuwa.
Berakhirnya pelarangan juga membuka jalan bagi para
utusan injil untuk kembali ke Indonesia. Awalnya, utusan
injil yang datang adalah Josef dan Herawati Neuhardt
(dari Kepulauan Solomon), Esa dan Wilhelmina Tarho-
nen (dari Taiwan), Rainer dan Felomena Teichmann (dari
Taiwan), serta Bill dan Nena Perrie (dari Jepang). Berikut-
nya, utusan injil yang baru lulus dari Sekolah Gilead ditu-
gaskan ke Sumatra Utara, Kalimantan, Sulawesi Utara,
dan daerah terpencil lainnya.
Kisah hidup Herawati Neuhardt terdapat di Sedarlah! Februari 2011.
Mengabar di sebuah pasar di Jakarta
INDONESIA 147
Pada tahun 2005, kantor cabang memutuskan untuk
mengadakan kelas-kelas untuk dua sekolah teokratis
baru. Julianus Benig, seorang instruktur untuk Sekolah
Pelatihan Pelayanan (sekarang Sekolah bagi Penginjil Ke-
rajaan), berkata, ”Saya sangat senang membantu mereka
agar lebih cakap dalam mengajar dan berbicara di ha-
dapan umum.” Banyak lulusan dari sekolah ini sekarang
melayani sebagai perintis istimewa atau pengawas wila-
yah. Kebanyakan dari saudara-saudara yang mengikuti
kelas pertama Sekolah Pengawas Keliling sudah terlatih
pada masa pelarangan. Sekolah baru tersebut membantu
mereka melanjutkan tugas setelah pelarangan berakhir.
Ponco Pracoyo, yang mengikuti kelas pertama, berkata,
”Sekolah itu membantu saya untuk lebih berempati dan
lebih bertanggung jawab dalam menjalankan tugas seba-
gai pengawas wilayah. Sekolah itu sangat menyegarkan
dan menganjurkan!”
Sekarang disebut Sekolah bagi Pengawas Wilayah dan Istri.
”Saya sangat senang
membantu mereka agar
lebih cakap dalam
mengajar dan berbicara
di hadapan umum.”
—Julianus Benig
148
Memenuhi Kebutuhan yang Mendesak
Selama 25 tahun masa pelarangan, kebanyakan sidang
berhimpun di rumah-rumah pribadi. Hanya sedikit si-
dang yang sanggup membangun Balai Kerajaan, dan sa-
ngat sulit mendapatkan izin membangun tempat ibadat
yang baru. Karena sidang-sidang bertumbuh pesat, kan-
tor cabang membentuk Bagian Pembangunan Balai Kera-
jaan (sekarang Departemen Rancang/Bangun Setempat)
untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak tersebut.
Pulau Nias di Sumatra Utara merupakan salah satu da-
erah yang dipilih untuk proyek pertama dari program
pembangunan yang baru itu. Haogo’aro Gea, saudara
yang sudah lama bergabung dengan Sidang Gunungsi-
toli, berkata, ”Sewaktu mendengar bahwa kami akan me-
miliki Balai Kerajaan baru, kami senang sekali! Kantor ca-
bang mengirim tujuh sukarelawan pembangunan untuk
mengawasi proyek ini. Pada tahun 2001, balai itu ram-
pung.” Faonaso¨khi Laoli, anggota panitia pembangun-
an setempat, mengenang, ”Sebelumnya kami berhimpun
di rumah-rumah, dan masyarakat memandang rendah
Saksi-Saksi Yehuwa. Tapi, tidak lama setelah Balai Keraja-
an selesai dibangun, rata-rata hadirin perhimpunan me-
lonjak dari 20 menjadi 40 orang. Dalam 12 bulan, jum-
lahnya meningkat lebih dari 500 persen. Tempat ibadat
kami adalah tempat yang paling bagus di daerah ini, dan
masyarakat menghargai Saksi-Saksi Yehuwa.”
Pada tahun 2006, saudara-saudara mulai mencari tem-
pat untuk membangun Balai Kerajaan pertama di Ban-
dung, Jawa Barat. Singap Panjaitan, penatua yang me-
layani di panitia pembangunan, berkata, ”Butuh waktu
12 bulan untuk menemukan tempat yang cocok. Se-
lain itu, kami juga membutuhkan persetujuan dari sedi-
kitnya 60 orang yang bukan Saksi sebelum mendapat
INDONESIA 149
izin mendirikan bangunan dari pemerintah. Tujuh puluh
enam tetangga di sekitar proyek itu memberikan dukung-
an, termasuk seorang wanita berpengaruh yang awal-
nya menentang kami. Saat balai selesai dibangun, kami
mengundang para tetangga danwali kota Bandung untuk
melihat Balai Kerajaan yang baru. Wali kota itu berkata,
’Tempat ibadat kalian yang bersih dan rapi menjadi stan-
dar untuk ditiru oleh semua gereja lainnya.’ ” Balai Kera-
jaan berlantai dua itu ditahbiskan pada tahun 2010.
Sejak tahun 2001, lebih dari 100 Balai Kerajaan telah di-
bangun di Indonesia, tapi masih dibutuhkan lebih ba-
nyak Balai lagi.
Balai Kerajaan di Bandung
150
Dengan Bangga Menyatakan Nama Yehuwa
Selama bertahun-tahun di bawah pelarangan, saudara-
saudara di Indonesia dengan bijaksana mengikuti nasihat
Yesus untuk ’berhati-hati seperti ular namun polos seperti
merpati’. (Mat. 10:16) Tapi setelah pelarangan berakhir,
banyak yang perlu belajar untuk mengabar ”dengan pe-
nuh keberanian”.—Kis. 4:31.
Misalnya, beberapa saudara ragu untuk mengabar dari
rumah ke rumah dan hanya melakukan kunjungan kem-
bali dan PAR. Yang lainnya takut berbicara kepada orang
Muslim. Banyak juga yang memperkenalkan diri sebagai
orang Kristen bukannya sebagai Saksi-Saksi Yehuwa dan
menggunakan Alkitab terjemahan Susunan Kristen bu-
kannya Alkitab Terjemahan Dunia Baru. Yang lainnya ta-
kut membagikan bacaan Alkitab.
Kebiasaan ini dikarenakan masa pelarangan dan karena
kebudayaan setempat yang lebih memilih berkompromi
daripada berselisih. Mereka jadi terlalu berhati-hati. Apa
yang bisa membantu mereka mengatasi hal ini?
Yehuwa menyediakan jawabannya melalui nasihat yang
pengasih dari saudara-saudara yang matang secara ro-
hani. (Ef. 4:11, 12) Misalnya, pada tahun 2010, anggota
Badan Pimpinan Stephen Lett dengan hangat mengan-
jurkan saudara-saudara untuk menjunjung nama Allah
denganmenggunakan Alkitab TerjemahanDunia Baru da-
lam pelayanan. Utusan injil bernama Misja Beerens berka-
ta, ”Khotbah Saudara Lett benar-benar menyentuh hati
banyak penyiar. Mereka menyadari perlunya menyatakan
diri sebagai Saksi-Saksi Yehuwa dan dengan bangga mem-
bela Firman Allah.”
Terjemahan Dunia Baru yang lengkap dalam bahasa Indonesia dirilis
pada 1999. Para penerjemah bekerja keras menyelesaikan proyek itu sela-
ma tujuh tahun di bawah pelarangan. Beberapa tahun kemudian, dua ji-
lid ensiklopedia Alkitab yaitu buku Pemahaman Alkitab dan CD-ROM
Watchtower Library dirilis dalam bahasa Indonesia. Ini sungguh hebat!
INDONESIA 151
Orang Muslim di Indonesia sering mengaitkan Saksi-
Saksi Yehuwa dengan Susunan Kristen. Karena itu, edisi
Pelayanan Kerajaan memberikan arahan, ’Memperkenal-
kan diri sebagai Saksi Yehuwa di awal percakapan sering
kali merupakan pendekatan yang terbaik. Kita bangga me-
wakili Yehuwa dan ingin memberitakan nama dan ke-
hendak-Nya di daerah kita!’ Shinsuke Kawamoto, yang
melayani di kantor cabang Indonesia, mengatakan, ”Pen-
dekatan langsung namun bijaksana tersebut terbukti efek-
tif. Banyak orang Muslim ingin tahu tentang Saksi-Saksi
Yehuwa. Mereka ingin tahu mengapa kita berbeda. Itu
membuka peluang untuk memberikan kesaksian.”
Para penyiar juga dianjurkan untuk meningkatkan pe-
nempatanmajalahMenara Pengawal dan Sadarlah! Lothar
Mihank, koordinator Panitia Cabang, berkata, ”Untuk bisa
mengenal kita, orang-orang perlu membaca majalah kita.
Majalah bisa melunakkan ’tanah’ dan menggugah orang
agar lebih mau menyambut kebenaran. Jika kita menem-
patkan majalah kepada sebanyak mungkin orang, lebih
banyak orang berkesempatan untuk mengenal Yehuwa.”
Hasil dari Kesaksian di Tempat Umum
Pada tahun 2013, kantor cabang Indonesia memulai
dua metode pengabaran baru yang disetujui oleh Badan
Pimpinan, yaitu kesaksian khusus kepada umum di dae-
rah metropolitan dan kesaksian di tempat umum yang
diorganisasi sidang. Perkembangan menarik ini membu-
ka kesempatan kepada lebih banyak orang di Indonesia
untuk mendengar kabar baik.
Yang pertama dari beberapa kesaksian khusus kepada
umum di daerah metropolitan dilakukan di mal elek-
tronik yang besar di Jakarta Barat dengan menggunakan
meja. Kemudian, sidang-sidang melakukan kesaksian di
tempat umum menggunakan rak beroda dan meja di dae-
rah mereka. Dalam setahun, lebih dari 400 kesaksian di
152
INDONESIA 153
tempat umum yang menggunakan meja dan rak beroda
dilakukan di seluruh Indonesia. Apa hasilnya?
Yusak Uniplaita, seorang penatua di Jakarta, melapor-
kan, ”Sebelum kami memulai kesaksian di tempat umum,
pesanan majalah sidang kami 1.200 per bulan. Enam bu-
lan kemudian, pesanan majalah kami 6.000 per bulan. Se-
karang, pesanan majalah kami 8.000 per bulan. Kami juga
menempatkan banyak buku dan brosur.” Di Medan, Su-
matra Utara, sekelompok kecil perintis menggunakan rak
beroda untuk melakukan kesaksian di tempat umum di
tiga lokasi. Selama bulan pertama, mereka menempatkan
115 buku dan sekitar 1.800 majalah. Dua bulan kemudian,
sekitar 60 perintis di tujuh lokasi menempatkan lebih dari
1.200 buku dan 12.400 majalah. Jesse Clark, seorang utus-
an injil, berkata, ”Metode pengabaran baru ini membuat
saudara-saudara bersemangat, dan hal ini menunjukkan
adanya potensi di Indonesia. Kesaksian di tempat umum
ini akan terus berlanjut!”
Bahasa yang Menyentuh Hati
Indonesia terletak di kawasan Asia Tenggara, kawas-
an yang memiliki bahasa yang paling beragam di du-
nia. Walaupun banyak penduduknya berbahasa Indone-
sia, yang merupakan bahasa nasional, ada banyak juga
yang berbahasa daerah, bahasa yang menyentuh hati me-
reka.
Pada tahun 2012, kantor cabang memutuskan untuk
memenuhi kebutuhan di ladang berbahasa daerah ini.
Tom Van Leemputten berkata, ”Kami mulai menerjemah-
kan bahan ke dalam 12 bahasa daerah yang digunakan se-
kitar 120 juta orang. Ketika penerjemah bahasa Jawa meli-
hat contoh risalah pertama dalam bahasa Jawa, mereka
Ada 707 bahasa yang masih digunakan di Indonesia. Sedangkan Pa-
pua Nugini, negara di bagian timur Indonesia, memiliki 838 bahasa.
154
meneteskan air mata bahagia. Akhirnya, mereka memiliki
makanan rohani dalam bahasa mereka sendiri!”
Namun, masih banyak sidang yang menggunakan ba-
hasa Indonesia, padahal orang-orangnya lebih sering
menggunakan bahasa daerah. Lothar Mihank menge-
nang, ”Pada tahun 2013, saya dan istri saya, Carmen,
menghadiri dua hari kebaktian di Nias, Sumatra Uta-
ra. Kebanyakan dari 400 hadirin berbahasa Nias, namun
khotbah disampaikan dalam bahasa Indonesia. Setelah
berdiskusi dengan para pembicara, kami mengumumkan
kepada hadirin bahwa acara kebaktian pada hari berikut-
nya akan disampaikan dalam bahasa Nias. Esoknya, lebih
dari 600 orang memadati ruang kebaktian.” Carmen me-
nambahkan, ”Hadirin lebih serius memperhatikan acara
dalam bahasa Nias dibanding hari sebelumnya sewaktu
khotbah disampaikan dalam bahasa Indonesia. Mereka
Tim penerjemah Batak Toba di Sumatra Utara
INDONESIA 155
PERKEMBANGAN
PENERJEMAHAN
BAHASA
INDONESIA
adalah bahasa yang
umum digunakan
DEPARTEMEN PENERJEMAHAN:
BAHASA ISYARAT:
Sekitar
707bahasa
digunakan di
Indonesia
37 TIM
PENERJEMAH:
117 penerjemah
Menerjemahkan
ke dalam
24 BAHASA
Bekerja di
19 LOKASI
Sejak 2010,
dua tim sudah
menghasilkan tujuh
BROSUR dan
delapan RISALAH
24 KELAS
BAHASA ISYARAT
diadakan untuk
melatih lebih dari 750
SAUDARA-SAUDARI
menikmati acaranya dan benar-benar mengerti pesan Al-
kitab dalam bahasa mereka.”
Bahkan sekarang, tunarungu di Indonesia bisa ”mende-
ngar” kebenaran dalam bahasa mereka. Sejak tahun 2010,
tim penerjemah Bahasa Isyarat menghasilkan tujuh bro-
sur dan delapan risalah dalam Bahasa Isyarat Indonesia.
Kantor cabang mengadakan 24 kelas bahasa isyarat yang
melatih lebih dari 750 saudara-saudari di ladang berbaha-
sa isyarat. Kini, ada 23 sidang dan kelompok bahasa isya-
rat yang memberikan bantuan rohani serta penghiburan
bagi tunarungu di Indonesia, yang jumlahnya kira-kira
tiga juta orang.
Saat ini, Departemen Penerjemahan memiliki 37 tim
bahasa. Ada 117 penerjemah dan 50 orang yang mendu-
kung pekerjaan di 19 lokasi di seluruh Indonesia.
Seorang tunarungu menerima bantuan rohani
INDONESIA 157
Kantor di
lantai 31
158
Kantor Cabang di Gedung Pencakar Langit
Pada tahun 2008, Indonesia mencapai puncak penyiar
sebanyak 21.699 orang. Fasilitas kantor cabang sudah ti-
dak memadai. Juga karena fasilitas ini dibangun pada
masa pelarangan, letaknya jauh dari Jakarta. Maka, kantor
cabang yang lebih besar dan letaknya lebih dekat ke Jakar-
ta dibutuhkan.
Kira-kira dua tahun kemudian, saudara-saudara mem-
beli properti untuk kantor cabang baru yang sangat ber-
beda dengan fasilitas kantor cabang sebelumnya, yaitu
Kamar-kamar
Betel ada di
12 lantai
seluruh lantai 31 dari gedung perkantoran 42 lantai yang
sangat modern. Bangunan ini berada di dekat pusat kota
Jakarta. Saudara-saudara juga membeli 12 lantai dari apar-
temen yang tidak jauh dari kantor cabang untuk me-
nampung lebih dari 80 anggota keluarga Betel. Mereka
juga membeli sebuah bangunan lima lantai untuk Bagian
Rumah.
Tim hamba pembangunan yang anggotanya berasal
dari berbagai negeri bekerja sama dengan kontraktor se-
tempat untuk merenovasi kantor dan apartemen. Darren
Berg, pengawas konstruksi, berkata, ”Yehuwa terus mem-
bantu kami mengatasi masalah yang kelihatannya tak
bisa diatasi. Misalnya, sewaktu kami akan memasang in-
stalasi pengolahan air limbah
modern, kalangan berwenang
tidak setuju karena mereka ti-
dak mengenal alat tersebut.
Kemudian, ada seorang sauda-
ra yang adalah insinyur meng-
ajukan masalah ini kepada pe-
jabat tinggi. Pejabat itu segera
menyetujui permintaan kami,
dan dia sangat memercayai re-
komendasi saudara itu.”
Kantor cabang baru tersebut
ditahbiskan pada tanggal 14 Februari 2015. Anthony Mor-
ris III yang adalah anggota Badan Pimpinan menyampai-
kan khotbah penahbisan. Vincent Witanto Ipikkusuma,
seorang anggota Panitia Cabang, berkata, ”Sekarang kami
berada di daerah yang bergengsi di antara perusahaan-
perusahaan besar Indonesia. Kami tidak lagi tersembunyi.
Orang-orang menyadari bahwa ternyata Saksi-Saksi Yehu-
wa itu ada. Mereka bisa lihat kalau kami memang ada.”
”Kami tidak lagi
tersembunyi.
Orang-orang
menyadari bahwa
ternyata Saksi-Saksi
Yehuwa itu ada.
Mereka bisa lihat
kalau kami
memang ada”
160
Panitia Cabang, dari kiri ke kanan: Budi Sentosa Lim,
Vincent Witanto Ipikkusuma, Lothar Mihank, Hideyuki Motoi
Departemen Dinas di lantai 31
”Pengabaran di Sini Sungguh Luar Biasa!”
Beberapa tahun terakhir, banyak Saksi dari negeri lain
pindah ke Indonesia. Lothar Mihank berkata, ” ’Orang-
orang yang melayani di daerah yang lebih membutuh-
kan’ berperan penting di negeri kami. Merekamatang dan
suka berbagi pengalaman, serta menularkan semangat
di sidang. Mereka juga membuat saudara-saudari lebih
menghargai persaudaraan sedunia.” Apa yang mendorong
mereka untuk pindah? Bagaimana hasilnya? Perhatikan
pendapat mereka.
Jason dan Casey Gibbs dari Amerika Serikat menge-
nang, ”Kami mempelajari rasio penyiar dan penduduk da-
lam Buku Tahunan, dan kami melihat bahwa Indonesia
merupakan salah satu negeri yang memiliki rasio terting-
gi di dunia. Lalu, teman kami yang sudah melayani di da-
erah yang lebih membutuhkan berkata bahwa Indonesia
punya potensi yang sangat besar. Jadi kami menghubungi
kantor cabang Indonesia, dan mereka menyarankan kami
melayani di Bali. Ladang berbahasa Inggris baru dimulai
di Indonesia, dan kami berkesempatan untuk membantu
ladang itu. Awalnya, kami mau melayani satu tahun saja,
”Orang-orang
yang melayani di
daerah yang lebih
membutuhkan
berperan penting
di negeri kami.”
—Lothar Mihank
162
tapi ternyata sudah tiga tahun kami di sini. Kebanyakan
orang yang kami temui dalam pengabaran tidak pernah
mendengar tentang Saksi-Saksi Yehuwa. Melayani di sini
sungguh memuaskan!”
Stuart danMandyWilliams, pasangan yang sudah ber-
umur dari Australia, berkata, ”Kami ingin sekali berte-
mu dengan orang-orang yang haus akan kebenaran, maka
kami memutuskan pindah ke Indonesia. Di Malang, Jawa
Timur, kami bertemu dengan ratusan mahasiswa yang
bisa berbahasa Inggris dan berminat dengan kabar baik.
Mereka suka sekali dengan situs Web jw.org! Sungguh me-
nyenangkan mengabar di sini!”
Takahiro dan Mari Akiyama, perintis di Yogyakarta,
mengenang, ”Di sini kami merasa lebih nyaman daripada
di Jepang. Orang-orangnya baik dan sopan. Banyak dari
mereka, khususnya anak muda, berminat dengan agama
lain. Suatu hari saat kami mengadakan kesaksian di tem-
pat umum menggunakan meja, kami menempatkan seki-
tar 2.600 majalah hanya dalam waktu lima jam.”
Dan serta Janine Moore, pasangan yang hampir ber-
umur 60 tahun, bercerita, ”Saat kami mengabar, orang-
orang mengerumuni kami. Sewaktu kami tersenyum ke-
pada mereka, mereka juga membalas senyuman kami.
Awalnya mereka penasaran, lalu menunjukkan minat,
dan merasa senang sekali. Saat kami menunjukkan hal
menarik dari Alkitab, beberapa mengatakan, ’Boleh saya
catat?’ Mereka terkesan dengan nasihat berharga dari Alki-
tab. Kami sudah satu tahun di sini, dan kami menye-
sal karena tidak datang lebih awal. Kami mencari dae-
rah yang belum pernah mendengar tentang Yehuwa, dan
kami mendapatkannya!”
Misja dan Kristina Beerens melayani sebagai utusan
injil sejak tahun 2009 dan melayani dalam pekerjaan
INDONESIA 163
Mereka yang Meluaskan
Pelayanan
1. Janine serta Dan Moore
2. Mandy dan Stuart Williams
3. Casey dan Jason Gibbs
4. Mari (depan kanan) dan Takahiro
Akiyama (belakang kanan)
4
164
1 2
3
INDONESIA 165
keliling. Mereka melaporkan, ”Bahkan di Pulau Madura,
di Jawa Timur, salah satu tempat yang orang Muslimnya
paling fanatik di Indonesia, menanggapi dengan positif
pekerjaan pengabaran kami. Orang-orang menghentikan
mobilnya dan meminta beberapa majalah. Mereka berka-
ta, ’Saya orang Muslim, tapi saya suka baca majalah-ma-
jalah ini. Boleh saya minta lebih banyak untuk teman-
teman saya?’ Pengabaran di sini sungguh luar biasa!”
Ladang yang Memutih Siap untuk Dipanen
Pada tahun 1931, sewaktu Frank Rice tiba di Jakarta,
penduduk di Indonesia sekitar 60.000.000 orang, tapi se-
karang populasinya hampir 260.000.000 orang. Ini berar-
ti Indonesia adalah negeri yang jumlah penduduknya ke-
empat terbanyak di dunia.
Sementara itu, Saksi-Saksi Yehuwa di Indonesia juga
berkembang pesat. Pada tahun 1946, sepuluh penyiar
yang setia melewati masa-masa sulit dari Perang Dunia II.
Sekarang, ada lebih dari 26.000 penyiar di Indonesia.
Ini pastilah berkat dari Yehuwa! Ada 55.864 orang yang
menghadiri Peringatan tahun 2015. Ini bukti adanya po-
tensi yang besar untuk perkembangan berikutnya.
Yesus berkata, ”Ya, panenan memang besar, tetapi pe-
kerja sedikit. Karena itu, mintalah dengan sangat kepada
Pemilik panen agar mengutus pekerja-pekerja untuk pa-
nennya.” (Mat. 9:37, 38) Hamba-hamba Yehuwa di In-
donesia sependapat dengan kata-kata ini. Mereka terus
bertekad untuk bekerja keras dalam memuliakan nama
Yehuwa di negeri kepulauan ini.—Yes. 24:15.
167
PADA tahun 2013, sidang kecil kami di Tugala Oyo mendapat
kabar yang sangat menggembirakan bahwa kami akan men-
dapatkan Balai Kerajaan baru! Kalangan berwenang setem-
pat menyetujui proyek itu, dan 60 tetangga sekitar menanda-
tangani izin lingkungan sebagai tanda setuju. Salah satu
tetangga berkata, ”Kalau kamu membutuhkan 200 tanda ta-
ngan, kamu bisa mendapatkannya.”
Dua sukarelawan konstruksi Balai Kerajaan yang berpeng-
alaman datang untuk mengawasi pembangunan balai baru
ini, yang selesai dibangun pada bulan November 2014.
Kami tidak pernah membayangkan bahwa kami akan me-
miliki tempat yang indah untuk beribadat. Betapa senang-
nya kami karena Yehuwa memberikan lebih daripada yang
diharapkan!
Yehuwa Memberikan Lebih Daripada
yang Diharapkan!
Angerago¯ Hia
LAHIR 1957
BAPTIS 1997
PROFIL Kembali ke tempat
asalnya di desa terpencil di
Pulau Nias dan membantu
pembangunan Balai
Kerajaan.
168
INDONESIA 169
170
Linda: Saat berumur 12 tahun, saya diberi tahu mama saya
bahwa saya punya adik perempuan yang diadopsi oleh orang
lain. Saya bertanya-tanya apakah dia juga tunarungu dari lahir
seperti saya. Saya tidak tahu sama sekali tentang dia.
Sally: Saya tidak pernah tahu bahwa saya diadopsi.
”Mama” sering memukuli saya tanpa belas kasihan dan mem-
perlakukan saya seperti pembantu, maka saya menjadi anak
yang murung dan kesepian. Ini merupakan beban tambahan
bagi seorang tunarungu seperti saya. Lalu, saya bertemu de-
ngan Saksi Yehuwa dan mulai belajar Alkitab. Tapi, sewak-
tu ”Mama” tahu, dia memukuli saya dengan ikat pinggang,
mengganti gembok pintu, dan mengurung saya di dalam ru-
mah. Saat berumur 20 tahun, saya kabur dari rumah dan para
Saksi menampung saya. Pada awal 2012, saya dibaptis.
Akhirnya Dipersatukan!
—Diceritakan oleh Linda dan Sally Ong
INDONESIA 171
Linda: Saat berumur 20 tahun, saya belajar dengan Saksi-
Saksi Yehuwa. Lalu, saya menghadiri kebaktian distrik di Ja-
karta, dan acaranya juga diterjemahkan ke dalam bahasa
isyarat. Di sana, saya bertemu dengan banyak tunarungu, ter-
masuk Sally, seorang saudari yang tinggal di Sumatra Utara.
Saya seperti merasa ada ikatan dengannya, tapi saya tidak
tahu kenapa saya merasa seperti itu.
Sally: Saya dan Linda pun bersahabat. Saya merasa kami
memiliki kesamaan, tapi saya tidak terlalu memikirkannya.
Linda: Pada Agustus 2012, sehari sebelum dibaptis, saya
benar-benar ingin bertemu adik perempuan saya. Saya me-
mohon kepada Yehuwa, ”Tolong saya supaya bisa bertemu
dengan adik saya, karena saya mau memberi tahu dia ten-
tang Engkau.” Tak lama setelahnya, Mama menerima SMS
dari orang yang tahu keberadaan adik saya. Ini awal dari ba-
nyak peristiwa yang membuat saya bisa menghubungi Sally
lagi.
Sally: Saat Linda menjelaskan bahwa saya adalah adik-
nya yang sudah lama menghilang, saya segera terbang ke
Jakarta untuk menemuinya. Setelah melewati pemeriksa-
an bandara, saya melihat Linda, papa-mama kandung saya,
dan kakak saya yang lain. Mereka semua menunggu untuk
menyambut saya. Perasaan saya campur aduk. Kami se-
mua berpelukan dan Mama yang paling lama memeluk saya.
Kami semua menangis. Dengan bercucuran air mata, Papa
dan Mama meminta maaf karena telah menyerahkan saya
untuk diadopsi. Kami pun menangis dan berpelukan lagi.
Linda: Karena dibesarkan dengan cara yang berbeda,
kami harus saling menyesuaikan sifat dan kebiasaan kami
yang berbeda. Tapi, kami sangat menyayangi satu sama lain.
Sally: Sekarang, saya dan Linda menghadiri perhimpunan
bahasa isyarat di Jakarta dan tinggal bersama-sama.
Linda: Saya dan Sally terpisah selama lebih dari 20 tahun.
Kami bersyukur kepada Yehuwa karena kami berdua akhir-
nya dipersatukan!
PADA awal tahun 1916, Perang Besar, yang belakangan dike-
nal sebagai Perang Dunia I, berkecamuk selama lebih dari se-
tahun. Perang tersebut menelan banyak korban jiwa di kedua
belah pihak.
The Watch Tower 1 Januari 1916 menyatakan, ”Pengaruh
dari perang besar yang terjadi di Eropa membuat orang-orang
lebih peduli terhadap agama dan masa depan.” Artikel yang
sama juga menyatakan, ”Biarlah kita tetap sadar atas kehor-
matan dan kesempatan yang kita miliki. Juga, semoga kita ti-
dak takut, tapi sebaliknya bersemangat demi Yehuwa dan
Firman-Nya.”
Ayat tahunan untuk tahun 1916 mengingatkan saudara-
saudara untuk ”tetap kuat dalam iman”, berdasarkan Roma
4:20 dalam King James Version. Banyak Siswa-Siswa Alkitab
menerapkannya dan menuai berkat yang limpah dari Yehuwa.
Musafir Memberikan Dukungan
Wakil-wakil keliling dari LembagaMenara Pengawal yang di-
kenal sebagai musafir mengadakan perjalanan dari kota ke
kota, memberikan dukungan dan arahan kepada Siswa-Siswa
Seratus
Tahun Lalu
1916
Para musafir yang bersemangat dengan
Saudara Russell dan rekan-rekannya
172
Alkitab. Pada tahun 1916, total perjalanan yang ditempuh
oleh sekitar 69 musafir mencapai hampir satu juta kilometer.
Sewaktu berkhotbah di sebuah kebaktian di Norfolk, Virgi-
nia, musafir bernama Walter Thorn membandingkan perang
bagi orang Kristen dengan Perang Besar, ”Diperkirakan ada
dua puluh sampai tiga puluh juta prajurit yang terlibat perang.
. . . Tapi, ada kelompok [prajurit] lain yang luput dari perhatian
dunia. Mereka adalah prajurit Tuan. Dan seperti pasukan Gi-
deon, mereka juga berperang, tapi tanpa senjata harfiah. Me-
reka berperang demi kebenaran dan keadilan. Ini adalah hal
yang baik, karena mereka berperang demi iman mereka.”
Melayani Meski pada Masa Perang yang Sulit
Di Prancis, lebih dari satu juta orang terluka atau mati da-
lam Pertempuran Somme Pertama, yang berlangsung dari
pertengahan hingga akhir tahun 1916. Di bagian lain Pran-
cis, saudara-saudara bekerja keras untuk mendukung kelas-
kelas, atau sidang-sidang, meski kondisi perang membuat
mereka sulit melakukan hal itu. The Watch Tower 15 Ja-
nuari 1916 memuat surat dari Joseph Lefe`vre, seorang Siswa
SERATUS TAHUN LALU 1916 173
Alkitab yang terpaksa meninggalkan kota Denain, Prancis, ke-
tika pasukan Jerman menyerbu pada tahun 1914. Dia menu-
ju selatan ke arah Paris dan bergabung dengan satu-satunya
kelas Siswa-Siswa Alkitab di kota itu. Walaupun kesehatannya
buruk, dia tetap memandu semua acara perhimpunan.
Kemudian, Joseph bergabung dengan The´ophile Lequime,
yang juga meninggalkan Denain. Awalnya, Saudara Lequime
pergi ke Auchel, Prancis, tempat di mana dia mulai menerje-
mahkan artikel The Watch Tower. Lalu, dia mengirimkannya
kepada saudara-saudara yang berada di daerah yang belum
diduduki musuh di Prancis. Dia dipaksa untuk meninggalkan
Auchel oleh kalangan militer yang mencurigai kegiatannya.
Saudara Lefe`vre menganggap kedatangan Saudara Lequime
di Paris adalah jawaban dari doanya.
Pekerjaan mereka di Paris sungguh diberkati. Saudara
Lefe`vre melaporkan, ”Kami sekarang memiliki kelas yang
jumlah anggotanya sekitar empat puluh lima orang . . .
Mereka benar-benar menyadari betapa berharganya peng-
abdian mereka dan membuat kemajuan rohani yang pesat.
Hampir semua anggota menghadiri perhimpunan kesaksian
mingguan.”
Mereka Tetap Netral
Karena perang berlangsung berlarut-larut, banyak saudara-
saudara kita menghadapi ujian kenetralan. Di Inggris Raya,
Undang-Undang Dinas Militer mulai diberlakukan. Jadi, perek-
rutan besar-besaran diadakan bagi semua pria yang berusia
18 sampai 40 tahun untuk mengikuti dinas militer. Meski be-
gitu, banyak Siswa-Siswa Alkitab tetap mempertahankan ke-
netralan mereka.
Misalnya, The Watch Tower 15 April 1916 memuat surat
W.O. Warden di Skotlandia. Dia menyatakan, ”Sekarang salah
satu anak lelaki saya memasuki usia 19 tahun. Sejauh ini dia
telah memberikan kesaksian dalam hal kesetiaan bagi Tuan
dengan menolak untuk mendaftarkan diri dalam dinas militer.
Seandainya penolakan itu membuatnya harus ditembak mati,
174
saya yakin bahwa Yehuwa akan menolongnya untuk berpe-
gang teguh pada prinsip kebenaran dan keadilbenaran.”
James Frederick Scott, seorang kolportir muda dari Edin-
burgh, Skotlandia, diadili karena tidak mendaftar dalam dinas
militer. Setelah memeriksa semua bukti, akhirnya pengadilan
memutuskan bahwa Saudara Scott ”mendapat pengecualian
berdasarkan Undang-Undang dan dinyatakan tidak bersalah”.
Namun, banyak yang tidak mendapatkan pengecualian.
Watch Tower 15 Oktober 1916 memberikan keterangan bah-
wa pada bulan September, dari 264 saudara yang meminta
pengecualian, 23 mendapatkan tugas nontempur. Sisanya di-
tugaskan dalam ”Dinas Demi Negara, seperti pembuatan ja-
lan, penggalian, dan lain-lain”, sebagian dari mereka telah
”menjalani berbagai macam hukuman”. Hanya lima saudara
yang dibebaskan dari dinas militer.
Charles Taze Russell Meninggal
Pada tanggal 16 Oktober 1916, Charles Taze Russell, yang
memimpin pekerjaan Siswa-Siswa Alkitab, melakukan tur un-
tuk menyampaikan khotbah di Amerika Serikat bagian barat.
Dia tidak pernah kembali lagi. Pada Selasa siang, 31 Oktober,
Saudara Russell meninggal pada usia 64 tahun dalam perja-
lanan menggunakan kereta api menuju Pampa, Texas.
Sulit bagi saudara-saudara untuk membayangkan bahwa
ada orang lain yang menggantikan posisi Saudara Russell.
Dalam surat wasiatnya, yang dimuat dalam The Watch Tower
1 Desember 1916, tertulis tentang keinginannya mengenai
pekerjaan yang selama ini dia pimpin. Tapi, pertanyaan terus
muncul: Siapa yang akan meneruskan pekerjaan ini?
Pertanyaan ini akan dijawab pada pertemuan tahunan Lem-
baga Alkitab dan Risalah Menara Pengawal Pennsylvania,
yang dijadwalkan pada awal tahun 1917. Mereka yang ha-
dir memberikan suara, dan keputusan bulat pun tercapai.
Namun, beberapa bulan kemudian terjadilah peristiwa yang
menggoyahkan kesepakatan tersebut dan cobaan berat pun
menanti saudara-saudara.
SERATUS TAHUN LALU 1916 175
Kantor Cabang Saksi-Saksi Yehuwa: 89
Negeri yang Melaporkan: 240
Jumlah Sidang: 118.016
Hadirin Peringatan di Seluruh Dunia: 19.862.783
Yang Ambil Bagian dalam Peringatan: 15.177
Puncak Penyiar dalam Dinas Kerajaan: 8.220.105
Rata-Rata Penyiar yang Mengabar Setiap Bulan: 7.987.279
Persentase Kenaikan dari Tahun 2014: 1,5
Jumlah yang Dibaptis: 260.273
Rata-Rata Perintis Ekstra Setiap Bulan: 443.504
Rata-Rata PI dan PB Setiap Bulan: 1.135.210
Jumlah Jam Dinas: 1.933.473.727
Rata-Rata Pelajaran Alkitab Setiap Bulan: 9.708.968
Jumlah
Keseluruhan 2015
Selama tahun dinas 2015, Saksi-Saksi Yehuwa mengeluarkan lebih dari 236 juta
dolar AS untuk keperluan para perintis istimewa, utusan injil, dan pengawas keli-
ling dalam tugas lapangan mereka. ˛ Di seluruh dunia, 26.011 rohaniwan terlan-
tik melayani di fasilitas cabang. Semuanya anggota Ordo Pelayan Sepenuh-Waktu
Khusus Saksi-Saksi Yehuwa.
176
JUMLAH KESELURUHAN 177
PADA Sabtu, 7 Maret 2015, sidang-sidang di seluruh
dunia memulai kampanye empat minggu untuk meng-
undang sebanyak mungkin orang agar menghadiri
peringatan kematian Yesus dan mendengar sebuah
khotbah tentang manfaat dari kematian Yesus bagi kita.
Jutaan undangan telah diberikan secara langsung,
melalui telepon, dan e-mail. Apa hasilnya? Saksi-Saksi
Yehuwa sangat senang karena pada Jumat, 3 April,
ada 19.862.783 yang hadir pada acara penting ini.
Sekarang, banyak upaya telah dibuat dalam membantu
semua yang hadir untuk bergaul bersama Saksi Yehuwa,
beribadat kepada Allah yang benar, serta menikmati
kasih dan berkat-Nya yang limpah.—Mi. 4:2.
Merayakan Acara yang Penting
Jumat, 3 April 2015
Jutaan Undangan Telah Diberikan
secara
langsung
melalui
telepon melalui e-mail
.png)
