sakit jiwa 1

Kamis, 22 Februari 2024

sakit jiwa 1


 








 keperawatan jiwa di dunia dimulai pada  Masa Peradaban , dimulai  tahun 1770 sampai dengan tahun 1880, ditandai dengan  dimulainya pengobatan pada pasien gangguan mental,  bangsa Arab, Yunani, Romawi , percaya bahwa gangguan mental  disebabkan  karena tidak berfungsinya organ pada otak, Pengobatan yang dipakai pada masa itu  telah mengabungkan berbagai cara  pengobatan seperti:  melakukan kegiatan rekreasi, mendengarkan  musik ,memberikan ketenangan,  mencukupi  gizi , melakukan kebersihan badan , 


Hippocrates bapak kedokteran abad 7 SM, menerangkan bahwa perubahan tingkahlaku 

atauwatak dan gangguan mental dipicu karena adaperubahan 4 cairan tubuh 

atauhormon, yang dapat menghasilkan panas, dingin, kering dan kelembaban. seorang 

Dokter Yunani Galen, mengatakan ada hubungan antara kerusakan pada otak dengan 

kejadian gangguan mental dan perubahan emosi. Pada masa itui suku bangsa Yunani telah 

memakai sistem perawatan yang modern dimana telah dipakainya kuil sebagai 

rumah sakit dengan lingkungan yang bersih, udara yang segar, sinar matahari dan 

pemakaian air bersih. Untuk menyembuhkan pasien dengan penyakit jiwa/gangguan 

mental pasien diajak untuk melakukan berbagai aktifitas seperti bersepeda, jalan-jalan, dan 

mendengarkan suara air terjun, musik yang lembut dll. 2. Masa Pertengahan 

Masa ini merupakan periode pengobatan modern pasien gangguan jiwa. Bapak 

Psikiatric Perancis Pinel, menghabiskan sebahagian hidupnya untuk mendampingi pasien 

gangguan jiwa. Pinel menganjarkan pentingnya hubungan pasien-dokter dalam “pengobatan 

moral". Tindakan yang diperkenalkan nya adalah menerapkan komunikasi dengan pasien, 

melakukan pengamatan tingkahlaku pasien dan melakukan riset  riwayat perkembangan 

pasien. 

3. Abad 18 dan 19 

William Ellis seorang praktisi kesehatan mengusulkan perlunya pendamping yang 

terlatih dalam merawat pasien dengan gangguan jiwa. Pada tahun 1836, William 

Ellismempublikasikan Treatise on Insanity yaitu pentingnya pendamping terlatih bagi pasien 

gangguan jiwa karena pendamping terlatih rterbukti efektif didalam memberikan 

ketenangan dan harapan yang lebih baik bagi kesembuhan pasien. Bejamin Rush bapak 

Psikiatric Amerika tahun 1783, menulis tentang pentingnya kerja sama dengan rs jiwa dalam 

memberikan bantuan kemanusiaan pada pasien gangguan jiwa. Pada tahun Tahun 1843, 

Thomas Kirkbridge mengadakan pelatihan bagi dokter di rumah sakit Pennsylvania 

mengenai cara merawat pasien gangguan jiwa. Tahun 1872, didirikannya pertama kali 

sekolah perawat di New England Hospital Women’sHospital Philadelphia, namun tidak untuk 

pelayan pskiatrik. 

Tahun 1882 didirikannya pendidikan keperawatan jiwa pertama di McLean Hospital 

diBelmont, Massachusetts. Dan pada tahun 1890 diterimanya lulusan sekolah perawat 

bekerja sebagai staff keperawatan di rumah sakit jiwa. Diakhir abad 19 terjadi perubahan 

peran perawat jiwa yang sangat besar, dimana peran tersebut antara lain menjadi contoh 

dalam pengobatan pengobatan pskiatrik seperti, menjadi bagian dari tim kesehatan, 

mengelola pemberian obat penenang dan memberikan hidroterapi [ terapi air] . 

 

4. Keperawatan Jiwa di Abad 20 

Keperawatan jiwa pada abad ini ditandai dengan terintegrasinya materi keperawatan 

psikiatrik dengan mata kuliah lain. Pembelajaran dilaksanakan melalui pembelajaran teori, 

praktek dilaboratorium, praktek klinik di RS dan warga. Tingkat pendidikan yang ada 

pada abad ini adalah D.III, Sarjana, Pasca Sarjana dan Doktoral. 

Fokus pemberian asuhan keperawatan jiwa pada abad 21 adalah mengembangkan 

asuhan keperawatan berbasis komunitas dengan menekankan upaya preventif melalui 

pengembangan pusatkesehatan mental, praktek mandiri, pelayanan di rumah sakit, 

pelayanan day care [ perawatan harian]  yaitu pasien tidak dirawat inap hanya rawat 

jalan,kunjungan rumah dan hospice care [ ruang rawat khusus untuk pasien gangguan jiwa 

yang memungkinkan pasien berlatih untuk meningkatkan kemampuan diri sebelum kembali 

ke warga] . Selain itu dilakukan identifikasi dan pemberian asuhan keperawatan pada 

kelompok berisiko tinggi berupa penyuluhan mengenai perubahan gaya hidup yang dapat 

memicu masalah gangguan kesehatan jiwa. Selain itu dikembangkan pula sistem management pasien care dimana peran seorang manager adalah mengkoordinasikan 

pelayanan keperawatan dengan memakai pendekatan multidisipliner. 

B. PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA DI INDONESIA 

 

Sejarah dan perkembangan keperawatan jiwa di Indonesia sangatdipengaruhi oleh 

faktor sosial ekonomi akibat penjajahan yang dilakukan oleh kolonial Belanda, Inggris dan 

Jepang. Perkembangannya dimulai pada masa penjajahan Belanda sampai pada masa 

kemerdekaan. 

1. Masa Penjajahan Belanda 

Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, perawat merupakan penduduk pribumi 

yang disebut Velpeger dengan dibantu Zieken Oppaser sebagai penjaga orang sakit.Tahun 

1799 pemerintah kolonial Belanda mendirikan Rumah Sakit Binen Hospital di Jakarta, Dinas 

Kesehatan Tentara dan Dinas Kesehatan Rakyat yang bertujuan untuk memelihara kesehatan 

staf dan tentara Belanda. Jenderal Daendels juga mendirikan rumah sakit di Jakarta, 

Surabaya dan Semarang, namun tidak diikuti perkembangan profesi keperawatan, karena 

tujuannya hanya untuk kepentingan tentara Belanda. 

2. Masa Penjajahan Inggris [ 1812 – 1816]  

Gubernur Jenderal Inggris ketika itu dijabat oleh Raffles sangat memperhatikan 

kesehatan rakyat. Berangkat dari semboyannya yaitu kesehatan adalah milik setiap manusia, 

ia melakukan berbagai upaya untuk memperbaiki derajat kesehatan penduduk pribumi 

antara lain melakukan pencacaran umum, cara perawatan pasien dengan gangguan jiwa dan 

kesehatan para tahanan 

sesudah pemerintahan kolonial kembali ke tangan Belanda, kesehatan penduduk 

Indonesia menjadi lebih baik. Pada tahun 1819 didirikanlah RS. Stadverband di Glodok 

Jakarta dan pada tahun 1919 dipindahkan ke Salemba yang sekarang bernama RS. Cipto 

Mangunkusumo [ RSCM] . Antara tahun 1816 hingga 1942 pemerintah Hindia Belanda banyak 

mendiirikan rumah sakit di Indonesia. Di Jakarta didirikanlah RS. PGI Cikini dan RS. ST 

Carollus. Di Bandung didirikan RS. ST. Boromeus dan RS Elizabeth di Semarang. Bersamaan 

dengan itu berdiri pula sekolah-sekolah perawat. 

3. Zaman Penjajahan Jepang [ 1942 – 1945]  

Pada masa penjajahan Jepang, perkembangan keperawatan di Indonesia mengalami 

kemundurandan merupakan zaman kegelapan,Pada masa itu, tugas keperawatan tidak 

dilakukan oleh tenaga terdidik dan pemerintah Jepang mengambil alih pimpinan rumah 

sakit. Hal ini memicu berjangkitnya wabah penyakit karena ketiadaan persediaan 

obat4. Zaman Kemerdekaan 

Empat tahun sesudah kemerdekaan barulah dimulai pembangunan bidang kesehatan 

yaitu pendirian rumah sakit dan balai pengobatan. Pendirian sekolah keperawatan dimulai 

pertama kali tahun 1952 dengan didirikannya Sekolah Guru Perawat dan sekolah perawat 

setingkat SMP. Tahun 1962 didirikan Akademi Keperawatan milik Departemen Kesehatan di 

Jakarta bertujuan untuk menghasilkan Sarjana Muda Keperawatan. Tahun 1985 merupakan 

momentum kebangkitan keperawatan di Indonesia, karena Universitas Indonesia mendirikan 

PSIK [ Program Studi Ilmu Keperawatan]  di Fakultas Kedokteran. Sepuluh tahun kemudian 

PSIK FK UI berubah menjadi Fakultas Ilmu Keperawatan.sesudah itu berdirilah PSIK-PSIK baru 

seperti di Undip, UGM, UNHAS dll. Topik 2 

Konsep Dasar Keperawatan Jiwa 

Untuk menjadi pasien yang produktif dan mampu berinteraksi dengan lingkungan 

sekitar, kita harus memiliki jiwa yang sehat. pasien dikatakan sehat jiwa apabila berada 

dalam kondisi fisik, mental, dan sosial yang terbebas dari gangguan [ penyakit] , tidak dalam 

kondisi tertekan sehingga dapat mengendalikan stres yang muncul. Kondisi ini akan 

memungkinkan pasien untuk hidup produktif, dan mampu melakukan hubungan sosial 

yang memuaskan. Dalam melakukan peran dan fungsinya seorang perawat dalam 

memberikan asuhan keperawatan harus memandang manusia sebagai mahluk 

biopsikososiospiritual sehingga pemilihan model keperawatan dalam menerapkan asuhan 

keperawatan sesuai dengan paradigma keperawatan jiwa. 

Manusia sebagai mahluk biopsikososiospiritual mengandung pengertian bahwa 

manusia merupakan makhluk yang utuh dimana didalamnya ada unsur biologis, 

psikologis, sosial, dan spiritual.Sebagai makluk biologi, manusia tersusun dari berjuta-juta 

sel-sel hidup yang akan membentuk satu jaringan, kemudian jaringan akan bersatu dan 

membentuk organ dan sistem organ. Sebagai makhluk psikologi,setiap manusia memiliki 

kepribadian yang unik dan memiliki struktur kepribadianyang terdiri dari id, ego, dan super 

ego dilengkapi dengan daya pikir dan keceredasan, agar menjadi pribadi yang selalu 

berkembang. Setiap manusia juga memiliki kebutuhan psikologis seperti terhindar dari 

ketegangan psikologis, kebutuhan akan kemesraan dan cinta, kepuasan alturistik [ kepuasan 

untuk menolong orang lain tanpa mengharapkan imbalan] , kehormatan dan kepuasan ego. 

sedang sebagai mahluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri, manusia selalu ingin 

hidup dengan orang lain dan membutuhkan orang lain. Selain itu manusia juga harus 

menjalin kerja sama dengan manusia lain untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidup. 

Manusia juga dituntut untuk mampu bertingkah laku sesuai dengan harapan dan norma 

yang berlaku dilingkungan sosialnya. Sebagai makhluk spiritual manusia memiliki 

keyakinan dan mengakui adaTuhan Yang Maha Esa, memiliki pandangan hidup, 

doronngan hidup yang sejalan, dengan sifat religius yang dianutnya. 

A. arti SEHAT JIWA 

 

Banyak ahli mengartikan mengenai sehat jiwa diantaranya menurut: 

 

1. WHO 

Kesehatan jiwaadalah suatu kondisi sejahtera secara fisik, sosial dan mental yang 

lengkap dan tidak hanya terbebas dari penyakit atau kecacatan. Atau dapat dikatakan bahwa 

pasien dikatakan sehat jiwa apabila berada dalam kondisi fisik, mental dan sosial yang 

terbebas dari gangguan [ penyakit]  atau tidak dalam kondisi tertekan sehingga dapat 

mengendalikan stress yang muncul. Sehingga memungkinkan pasien untuk hidup produktif, 

dan mampu melakukan hubungan sosial yang memuaskan.2. UU Kesehatan Jiwa No.03 Tahun 1966 

Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi mental yang sejahtera sehingga memungkinkan 

pasien berkembang secara optimal baik fisik, intelektual dan emosional dan 

perkembangan tersebut berjalan secara selaras dengan keadaan orang lain sehingga 

memungkinkan hidup harmonis dan produktif. Coba Anda diskusikan dengan teman Anda 

adakah carilah arti lain mengenai sehat jiwa menurut ahli yang lain 

B. CIRI-CIRI SEHAT JIWA [ MENTAL]  

Berikut ini akan dijelaskan ciri sehat jiwa dari menurut beberapa ahli diantaranya 

menurut: 

1. Yahoda 

Yahoda mencirikan sehat jiwa sebagai berikut: 

a. Memiliki sikap positif pada diri sendiri 

b. Tumbuh, berkembang dan beraktualisasi 

c. Menyadari adaintegrasi dan hubungan antara : Masa lalu dan sekarangMemiliki 

otonomi dalam pengambilan keputusan dan tidak bergantung pada siapapun 

d. Memiliki anggapan sesuai dengan kenyataan 

e. Mampu menguasai lingkungan dan beradaptasi 

2. WHO [ World Health Organisation/Organisasi Kesehatan Dunia]  

Pada tahun 1959 dalam sidang di Geneva, WHO telah berhasil merumuskan kriteria 

sehat jiwa. WHO menyatakan bahwa, pasien dikatakan memiliki sehat jiwa, jika 

memiliki kriteria sebagai berikut: 

a. pasien mampu menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan, meskipun 

kenyataan itu buruk baginya. 

b. Memperoleh kepuasan dari hasil jerih payah usahanya. 

c. Merasa lebih puas memberi dari pada menerima. 

d. Secara sangat bebas dari rasa tegang [ stress] , cemas dan depresi. 

e. Mampu berhubungan dengan orang lain secara tolong menolong dan saling 

memuaskan. 

f. Mampu menerima kekecewaan sebagai pelajaran yang akan datang 

g. memiliki rasa kasih sayang. 

Pada tahun 1984, WHO menambahkan dimensi agama sebagai salah satu dari 4 pilar 

sehat jiwa yaitu: Kesehatan secara holistik yaitu sehat secara jasmani/ fisik [ biologik] ; sehat 

secara kejiwaan [ psikiatrik/ psikologik] ; sehat secara sosial; dan sehat secara spiritual 

[ kerohanian/ agama] .berdasar  keempat dimensi sehat tersebut,the American Psychiatric 

Associationmengadopsi menjadi paradigma pendekatan biopsycho-socio-spiritual. Dimana dalam perkembangan kepribadian pasien memiliki 4 dimensi holistik, yaitu agama, 

organobiologik, psiko-edukatif dan sosial budaya. 

3. MASLOW: 

Maslow mengatakan pasien yang sehat jiwa memiliki ciri sebagai berikut: 

a. anggapan Realitas yang akurat. 

b. Menerima diri sendiri, orang lain dan lingkungan. 

c. Spontan. 

d. Sederhana dan wajar. 

berdasar  arti diatas, dapat disimpulkan bahwa sesesorang dikatakan sehat jiwa 

jika: 

1. Nyaman pada diri sendiri 

• Mampu mengatasi berbagai perasaan : rasa marah, rasa takut, cemas, iri, rasa 

bersalah, rasa senang, cinta mencintai, dll. 

• Mampu mengatasi kekecewaaan dalam kehidupan. 

• memiliki Harga Diri yang wajar. 

• Menilai diri secara nyata, tidak merendahkan dan tidak pula berlebihan. 

• Merasa puas dengan kehidupan sehari-hari. 

2. Nyaman berhubungan dengan orang lain. 

• Mampu mencintai dan menerima cinta dari orang lain.

• memiliki hubungan pribadi yang tetap. 

• Mampu mempercayai orang lain. 

• Dapat menghargai pendapat orang yang berbeda. 

• Merasa menjadi bagian dari kelompok. 

• Tidak mengakali orang lain, dan tidak memberikan dirinya diakali orang lain. 

3. Mampu memenuhi kebutuhan hidup 

• Menetapkan tujuan hidup yang nyata untuk dirinya. 

• Mampu mengambil kjeputusan. 

• Menerima tanggung jawab. 

• Merancang masa depan. 

• Menerima ide / pengalaman hidup. 

• Merasa puas dengan pekerjaannya. 

C. PARADIGMA KEPERAWATAN JIWA 

Tentu Anda bertanya mengapa kita harus mempeajari mengenai paradigma 

keperawatan? Karena dengan mempelajari paradigma keprawatan akan membantu 

seeorang atau warga luas mengenal dan mengetahui keperawatan dan membantu memahami setiap fenomena. Beerdasarkan pengertian diatas, para ahli menyimpulkan 

bahwa tujuan paradigma keperawatan adalah mengatur hubungan antara berbagai teori dan 

model konseptual keperawatan guna mengembangkan model konseptual dan teori-teori 

sebagai kerangka kerja keperawatan 

Fenomena adalah tingkahlaku pasien dalam menghadapi ketidakpastian kondisi yang 

dialami akibat ketidaknyamanan akibat dari sakit yang daialaminya. Falsafah keperawatan 

adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari layanan 

kesehatan didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan. 

Dalam melakukan peran dan fungsinya seorang perawat harus memiliki keyakinan 

pada nilai keperawatan yang menjadi pedoman dalam memberikan asuhan 

keperawatan. Keyakinan yang harus dimiliki oleh seorang perawat yaitu: 

1. Bahwa manusia adalah mahluk holistik yang terdiri dari komponen bio-psiko-sosio dan 

spiritual. 

2. Tujuan pemberian asuhan keperawatan adalah meningkatkan derajat kesehatan 

manusia secara optimal 

3. Tindakan keperawatan yang diberikan merupakan tindakan kolaborasi antara tim 

kesehatan, klein amuapun keluraga. 

4. Tindakan keperawatan yang diberikan merupakan suatu metode pemecahan masalah 

dengan pendekatan proses keperawwan 

5. Perawat bertanggung jawab dan bertanggung gugat 

6. Pendidikan keperawatan harus dilakukan secara terus-menerus 

Empat komponen dalam paradigma keperawatan meliputi : manusia, keperawatan, 

lingkungan, dan kesehatan. 1. Manusia 

Keperawatan jiwa memandang manusia sebagai mahluk holisstik yang terdiri dari 

komponen bio – psiko – sosial dan spiritual merupakan satu kesatuan utuh dari faktor 

jasmani dan rohani dan unik karena memiliki berbagai macam kebutuhan sesuai tingkat 

perkembangannya [ Konsorsium Ilmu Kesehatan, 1992] . 

Kozier, [ 2000]  mengatakan manusia adalah suatu sistem terbuka, yang selalu 

berinteraksi dengan lingkungan luar dan internal agar terjadi keseimbangan 

[ homeoatatis] , 

Paradigma keperawatan memandang manusia sebagai mahluk holistik, yang 

merupakan sistem terbuka, sistem adaptif, personal dan interpersonal. Sebagai sistem 

terbuka, manusia mampu mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungannya, baik 

lingkungan fisik, biologis, psikologis maupun sosial dan spiritual. Sebagai sistem adaptif 

manusia akan menunjukkan tanggapan adaptif atau maladaptif pada perubahan lingkungan. 

tanggapan adaptif terjadi apabila manusia memiliki mekanisme koping yang baik dalam 

menghadapi perubahan lingkungan, namun apabila kemampuan metanggapan perubahan 

lingkungan rendah, maka manusia akan menunjukan prilaku yang maladaptif. Manusia atau 

pasien dapat diartikan sebagai pasien, keluarga ataupun warga yang menerima asuhan 

keperawatan. 

2. Keperawatan 

Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional sebagai bagian integral 

pelayanan kesehatan yang dilakukan secara komprpehensif berbentuk pelayanan biologis, 

psikologis, sosial, spiritual dan kultural, ditujukan bagi pasien, keluarga dan warga 

sehat maupun sakit mencakup siklus hidup manusia. 

Pemberian asuhan keperawatan dilakukan melalui pendekatan humanistik yaitu 

menghargai dan menghormati martabat manusia dan menjunjung tinggi keadilan bagi 

semua manusia. Keperawatan bersifat universal yaitu dalam memberikan asuhan 

keperawatan seorang perawat tidak pernah membedakan pasien berdasar  atas ras, jenis 

kelamin, usia, warna kulit, etnik, agama, aliran politik dan status ekonomi sosial. 

Keperawatan menganggap pasien sebagai partner aktif, dalam arti perawat selalu 

bekerjasama dengan pasien dalam memberikan asuhan keperawatan. 

Asuhan keperawatan merupakan metode ilmiah yaang dalam pemberiannya 

memakai proses terapeutik melibatkan hubungan kerja sama antara perawat dengan 

pasien, dan warga untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal [  Carpenito, 1989 

dikutip oleh Keliat,1991] . Proses keperawatan membantu perawat melakukan praktik 

keperawatan, dalam menyelesaikan masalah keperawatan pasien, atau memenuhi kebutuhan 

pasien secara ilmiah, logis, sistematis, dan terorganisasi. Pada dasarnya, proses keperawatan 

merupakan salah satu teknik penyelesaian masalah [ Problem solving] . Proses keperawatan 

merupakan proses yang dinamis, siklik, saling bergantung, luwes, dan terbuka. Melalui 

proses keperawatan, perawat dapat terhindar dari tindakan keperawatan yang bersifat rutin 

dan intuisis.Melalui proses keperawatan, seorang perawat mampu memenuhi kebutuhan dan menyelesikan masalah pasien berdasar  prioritas masalah sehingga tindakan 

keperawatan sesuai dengan kondisi pasien, hal ini terjadi karena adakerja sama antara 

perawat dan pasien. Pada tahap awal, perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan memiliki 

peran yang lebih besar dari peran pasien, namun pada tahap kemudian peran pasien menjadi 

lebih besar dibandingkan perawat sehingga kemandirian pasien dapat tercapai. 

3. Kesehatan 

Sehat adalah suatu keadaan dinamis, dimana pasien harus mampu menyesuaikan diri 

dengan perubahan yang terjadi, baik perubahanpada lingkungan internal maupun luar 

untuk memepertahankan status kesehatannya. Faktor lingkungan internaladalah faktor yang 

bersal dari dalam pasien yang mempengaruhi kesehatan pasien seperti varibel 

psikologis, intelektual dan spiritual dan proses penyakit. sedang faktor lingkungan 

luar adalah faktor – faktor yang berada diluar pasien dapat mempengaruhi kesehatan 

antara lain variabel lingkungan fisik, hubungan sosial dan ekonomi. 

Salah satu ukuran yang dipakai untuk menentukan status kesehatan adalah rentang 

sehat sakit. Menurut model ini, keadaaan sehat selalu berubah secara konstan. Kondisi 

kesehatan pasien selalu berada dalam rentang sehat sakit, yaitu berada diantara diantara 

dua kutub yaitu sehat optimal dan kematian. Apabila status kesehatan bergerak kearah 

kematian, ini berarti pasien berada dalam area sakit [ illness area] , namun apabila status 

kesehatan bergerak ke arah sehat maka pasien berada dalam area sehat [ wellness area] . 

4. Lingkungan 

Yang dimaksud lingkungan dalam keperawatan adalah faktor luar yang 

mempengaruhi perkembangan manusia, yaitu lingkungan fisik, psikologis, sosial. budaya, 

status ekonomi, dan spiritual. Untuk mencapai keseimbangan, manusia harus mampu 

mengembangkan strategi koping yang efektif agar dapat beradaptasi, sehingga hubungan 

interpersonal yang dikembangkan dapat menghasilkan perubahan diri pasien. 

 

D. FALSAFAH KEPERAWATAN JIWA 

Falsafah keperawatan adalah pandangan dasar tentamg hakikat manusia dan esensi 

keperawatan yang menjadikan kerangka dasar dalam praktik keperawatan.Falsafah 

Keperawatan bertujuan mengarahkan kegiatan keperawatan yang dilakukan. Keperawatan 

memandang manusia sebagai mahluk holistic, sehingga pendekatan pemberian asuhan 

keperawatan, dilakukan melalui pendekatan humanistik, dalam arti perawat sangat 

menghargai dan menghormati martabat manusia, memberi perhatian kepada pasien dan 

menjunjung tinggi keadilan bagi sesama manusia. 

Keperawatan bersifat universal dalam arti dalam memberikan asuhan keperawatan, 

perawat tidak membedakan atas ras, jenis kelamin, usia, warna kulit, etik, agama, aliran 

politik, dan status sosial ekonomi. 

E. MODEL KONSEPTUAL DALAM KEPERAWATAN 

Banyak ahli kesehatan jiwa memiliki pandangan yang berbeda-beda mengenai konsep 

gangguan jiwa dan bagaimana proses munculnya gangguan jiwa. Perbedaan tersebut, 

dijelaskan dalam teori model konseptual kesehatan jiwa. Setiap model konseptual memiliki 

pandangan yang berbeda-beda mengenai konsep gangguan jiwa. Pandangan model 

psikoriset  berbeda dengan pandangan model pergaulan, model tingkahlaku, model eksistensial, 

model medical, berbeda pula dengan model stress – adaptasi. Masing-masing model 

memiliki pendekatan unik dalam terapi gangguan jiwa. Sebelum lebih lanjut 

mempelajarinya, marilah kita mengulang pengertian model konsep. Tahukah Anda arti 

tersebutl? Model konseptual merupakan kerangka kerja konseptual, sistem atau skema yang 

menerangkan serangkaian ide global tentang keterlibatan pasien, kelompok, situasi, atau 

kejadian pada suatu ilmu dan perkembangannya. 

1. arti 

Banyak ahli mendefiniskan mengenai model konseptual seperti berikut ini: Model 

konseptual memberikan keteraturan untuk berfikir, mengpengamatan dan menginterpretasi 

apa yang dilihat, memberikan arah riset untuk mengidentifikasi suatu pertanyaan untuk 

menjawab fenomena dan menunjukkan pemecahan masalah [ Christensen & Kenny, 2009, 

hal. 29] . 

Model konseptual keperawatan merupakan suatu cara untuk memandang situasi dan 

kondisi pekerjaan yang melibatkan perawat di dalamnya. Model konseptual keperawatan 

merupakan petunjuk bagi perawat untuk memperoleh informasi agar perawat peka 

pada apa yang terjadi pada suatu saat dengan dan tahu apa yang harus perawat 

kerjakan [ Brockopp, 1999, dalam Hidayati, 2009] .Marriner-Tomey [ 2004, dalam 

Nurrachmah, 20100 mengatakan  bahwa, model konseptual keperawatan telah memperjelas 

kespesifikan area fenomena ilmu keperawatan dengan melibatkan empat konsep yaitu 

manusia sebagai pribadi yang utuh dan unik. Konsep kedua adalah lingkungan yang bukan 

hanya merupakan sumber awal masalah namun juga meerupakan sumber pendukung bagi 

pasien. Ketiga adalah Kesehatan mengatakan  tentang rentang sehat-sakit sepanjang siklus 

mulai konsepsi hingga kematian. Konsep keempat adalah keperawatan sebagai komponen 

penting dalam perannya sebagai faktor penentu meningkatnya keseimbangan kehidupan 

pasien [ pasien] . 

Lebih lanjut Tomey mengatakan, konseptualisasi keperawatan umumnya memandang 

manusia sebagai mahluk biopsikososial yang berinteraksi dengan keluarga, warga, dan 

kelompok lain termasuk lingkungan fisiknya. Cara pandang dan fokus penekanan pada skema 

konseptual dari setiap ilmuwan dapat berbeda satu sama lain, seperti penekanan pada 

sistem adaptif manusia, subsistem tingkahlaku atau faktor komplementer. 

Tujuan dari model konseptual keperawatan [ Ali, 2001, hal. 98]  : 

a. Menjaga konsistensi pemberian asuhan keperawatan. b. Mengurangi konflik, tumpang tindih, dan kekosongan pelaksanaan asuhan 

keperawatan oleh tim keperawatan. 

c. Menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan keperawatan. 

d. Memberikan pedoman dalam menentukan kebijaksanaan dan keputusan. 

e. mengatakan  dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan keperawatan bagi setiap 

anggota tim keperawatan. 

2. Model Konseptual dalam Keperawatan Jiwa 

Berikut ini akan dijelaskan berbagai macam model konseptual yang dikembangkan 

oleh beberapa ahli diantaranya menurut: 

a. Psycoanalytical [ Freud, Erickson]  

Merupakan model yang dikemukakan oleh Sigmund Freud. Psikoriset  meyakini 

bahwa penyimpangan tingkahlaku pada usia dewasa berhubungan dengan perkembangan pada 

masa anak.Menurut model psycoanalytical, gangguan jiwa dikarenakan ego tidak berfungsi 

dalam mengendalikan id, sehingga mendorong terjadinya penyimpangan tingkahlaku [ deviation of 

Behavioral]  dan konflik intrapsikis terutama pada masa anak-anak. Setiap tahap 

perkembangan memiliki tugas perkembangan yang harus dicapai. Gejala merupakan 

symbol dari konflik. Proses terapi psikoriset  memakan waktu yang lama. 

Proses terapi pada model ini memakai metode asosiasi bebas dan riset  mimpi 

transferen, bertujuan untuk memperbaiki traumatic masa lalu. Contoh proses terapi pada 

model ini adalah: pasien dibuat dalam keadaan tidur yang sangat dalam. Dalam keadaan tidak 

berdaya terapis akan menggali alam bawah sadar pasien dengan berbagai pertanyaan pertanyaan tentang pengalaman traumatic masa lalu..Dengan cara demikian, pasien akan 

mengungkapkan semua pikiran dan mimpinya, sedang therapist berupaya untuk 

menginterpretasi pikiran dan mimpi pasien. 

Peran perawat dalam model psyhcoanalytical 

Melakukan riset  keadaan traumatic atau stressor yang dianggap bermakna pada 

masa lalu contoh [ menjadi korban tingkahlaku kekerasan fisik, sosial, emosional maupun 

seksual]  dengan memakai pendekatan komunikasi terapeutik. 

b. Interpersonal [  Sullivan, Peplau]  

Model ini dikembangkan oleh Harry Stack Sullivan dan Hildegard Peplau.Teori 

interpersonal meyakini bahwa tingkahlaku berkembang dari hubungan interpersonal.Sullivan 

menekankan besarnya pengaruh perkembangan masa anak-anak pada kesehatan jiwa 

pasien.Menurut konsep model ini, kelainan jiwa pasien dipicu karena ada

ancaman yangdapat memicu kecemasan [ Anxiety] . Ansietas yang dialami 

pasienmuncul akibat konflik saat berhubungan dengan orang lain [ interpersonal] , 

dikarenakan adaketakutan dan penolakan atau tidak diterima oleh orang sekitar. Lebih 

lanjut Sullivan mengatakan pasien memandang orang lain sesuai dengan yang ada pada 

dirinya 

Sullivan mengatakan dalam diri pasien ada 2 dorongan yaitu: 1]  Dorongan untuk kepuasan, berhubungan dengan kebutuhan dasar seperti: lapar, tidur, 

kesepian dan nafsu. 

2]  Dorongan untuk keamanan, berhubungan dengan kebutuhan budaya seperti 

penyesuaian norma sosial, nilai suatu kelompok tertentu. 

1]  Proses terapi 

 Proses terapi terbagi atas dua komponen yaitu Build Feeling Security [ berupaya 

membangun rasa aman pada pasien]  dan Trusting Relationship and interpersonal 

Satisfaction [ menjalin hubungan yang saling percaya]  Prinsip dari terapi ini 

adalah.Mengoreksi pengalaman interpersonal dengan menjalin hubungan yang sehat. 

Dengan re edukasi diharapkan, pasien belajar membina hubungan interpersonal yang 

memuaskan, mengembangkan hubungan saling percaya.dan membina kepuasan 

dalam bergaul dengan orang lain sehingga pasien merasa berharga dan dihormati 

2]  Peran perawat dalam terapi adalah 

a]  Share anxieties [ berbagi pengalaman mengenai apa-apa yang dirasakan pasien dan 

apa yang memicu kecemasan pasien saat berhubungan dengan orang lain]  

b]  Therapist use empathy and relationship [ Empati dan turut merasakan apa-apa 

yang dirasakan oleh pasien] . Perawat memberiakan tanggapan verbal yang mendorong 

rasa aman pasien dalam berhubungan dengan orang lain. 

 

c. pergaulan [  Caplan, Szasz]  

Model ini berfokus pada lingkungan fisik dan situasi sosial yang dapat memicu 

stress dan mencetuskan gangguan jiwa[ pergaulan and environmental factors create stress, which 

cause anxiety and symptom] .Menurut Szasz, setiap pasien bertanggung jawab pada 

tingkahlakunya, mampu mengendalikan dan menyesuaikan tingkahlaku sesuai dengan nilai atau 

budaya yang diharapkan warga.Kaplan, meyakini bahwa, konsep pencegahan primer, 

sekunder dan tertier sangat penting untuk mencegah munculnya gangguan jiwa. Situasi sosial 

yaga dapat memicu gangguan jiwa adalah kemiskinan, tingkat pendidikan yang 

rendah, kurangnya support systemdan koping mekanisme yang mal adaptif. 

Proses terapi: 

Prinsip proses terapi yang sangat penting dalam modifikasi lingkungan dan ada

support system. Proses terapi dilakukan dengan menggali support system yang dimiliki pasien 

seperti: suami/istri, keluatga atau teman sejawat. Selain itu therapist berupaya : menggali 

system sosial pasien seperti suasana dirumah, di kantor, di sekolah, di warga atau tempat 

kerja. 

d. Existensial [  Ellis, Rogers]  

Model ekistensial menyatakan bahwa gangguan tingkahlaku atau gangguan jiwa terjadi 

apabila pasien gagal menemukan jati dirinya dan tujuan hidupnya. pasien tidak memiliki 

kebanggan akan dirinya. Membenci diri sendiri dan mengalami gangguan dalam Bodi-image-nyaPrinsip terapinya pada model ini adalah mengupayakan pasien agar memiliki 

pengalaman berinteraksi dengan orang yang menjadi panutan atau sukses dengan 

memahami riwayat hidup orang itu, memperluas kesadaran diri dengan cara introspeksi diri 

[ self assessment] , bergaul dengan kelompok sosial dan kemanusiaan [ conducted in group] , 

sesrta mendorong untuk menerima dirinya sendiri dan menerima kritik atau feedback 

tentang tingkahlakunya dari orang lain [ encouraged to accept self and control behavior] . Terapi 

dilakukan melalui kegiatan Terapi kegiatan kelompok. 

e. Supportive Therapy [  Wermon, Rockland]  

Wermon dan Rockland meyakini bahwa penyebab gangguan jiwa adalah faktor 

biopsikososial dan respos maladaptive saat ini. Contoh faktor biologis yaitu sering sakit 

maag, migraine, batuk-batuk. faktor psikologisnya mengalami banyak keluhan seperti : 

mudah cemas, kurang percaya diri, perasaan bersalah, ragu-ragu, pemarah. faktor pergaulan 

sepeertisusah bergaul, menarik diri, tidak disukai, bermusuhan, tidak mampu memperoleh 

pekerjaan, dan sebagainya. Semua hal tersebut terakumulasi menjadi penyebab gangguan 

jiwa. Fenomena tersebut muncul akibat ketidakmamupan dalam beradaptasi pada masalah masalah yang muncul saat ini dan tidak ada kaitannya dengan masa lalu. 

Prinsip proses terapi pada model supportif adalah menguatkan tanggapan coping adaptif. 

Terapis membantu pasien untuk mengidentifikasi dan mengenal kekuatan atau kemampuan 

dan coping yang dimiliki pasien, mengevaluasi kemampuan mana yang dapat dipakai 

untuk alternative pemecahan masalah. Terapist berupaya menjalin hubungan yang hangat 

dan empatik dengan pasien untuk membantu pasien menemukan coping pasien yang adaptif. 

f. Medica [  Meyer, Kraeplin]  

Menurut konsep ini penyebab gangguan jiwa adalah multifactor yang kompleks yaitu 

faktor fisik, genetic, lingkungan dan factor pergaulan. Model medical meyakini bahwa 

penyimpangan tingkahlaku merupakan manifestasi gangguan sistem syaraf pusat [ SSP] . 

Dicurigai bahwa depresi dan schizophrenia dipengaruhi oleh transmisi impuls neural, dan 

gangguan synaptic. Sehingga focus penatalaksanaannya harus lengkap melalui pemeriksaan 

diagnostic, terapi somatic, farmakologik dan teknik interpersonal. 

Peran perawat dalam model medical ini adalah melakukan kolaborasi dengan tim 

medis dalam melakukan prosedur diagnostic dan terapi jangka panjang, therapist berperan 

dalam pemberian terapi, laporan mengenai dampak terapi, menentukan diagnose, dan 

menentukan jenis pendekatan terapi yang dipakai. Medical model terus mengeksplorasi 

penyebab gangguan jiwa secara ilmiah. 

g. Model Komunikasi 

Model tingkahlaku mengatakan bahwa, penyimpangan tingkahlaku terjadi jika pesan yang 

disampaikan tidak jelas. Penyimpangan komunikasi menyangkut verbal dan non verbal, 

posisi tubuh, kecepatan dan volume suara atau bicara. 

Proses terapi dalam model ini meliputi: 

1]  Memberi umpan balik dan klarifikasi masalah. 2]  Memberi penguatan untuk komunikasi yang efektif. 

3]  Memberi alternatif koreksi untuk komunikasi yang tidak efektif. 

4]  Melakukan riset  proses interaksi. 

h. Model tingkahlaku 

Dikembangkan oleh H.J. Eysenck, J. Wilpe dan B.F. Skinner. Terapi modifikasi tingkahlaku 

dikembangkan dari teori belajar [ learning theory] .Belajar terjadi jika ada stimulus dan muncul 

tanggapan, dan tanggapan dikuatkan [ reinforcement] . 

Proses terapi: 

Terapi pada model tingkahlaku dilakukan dengan cara 

1]  Desentisasi dan relaksasi, dapat dilakukan bersamaan. Dengan teknik ini diharapkan 

tingkat kecenmasan pasien menurunkan.. 

2]  Asertif training adalah belajar mengungkapkan sesuatu secara jelas dan nyata tanpa 

menyinggung perasaan orang lain. 

3]  Positif training. Mendorong dan menguatkan tingkahlaku positif yang baru dipelajari 

berdasar  pengalaman yang menyenangkan untuk dipakai pada tingkahlaku yang 

akan datang. 

4]  Self regulasi. Dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut. Pertama melatih 

serangkaian standart tingkahlaku yang harus dicapai oleh pasien. kemudian pasien diminta 

untuk melakukan self pengamatan dan self evaluasi pada tingkahlaku yang ditampilkan. 

Langkah terakhir adalah pasien diminta untuk memberikan reinforcement [ penguatan 

pada diri sendiri]  atas tingkahlaku yang sesuai.

i. Model Stress Adaptasi Roy 

Keperawatan adalah suatu disiplin ilmu dan ilmu tersebut menjadi landasan dalam 

melaksanakan praktik keperawatan [ Roy, 1983] . Lebih spesifik Roy [ 1986]  berpendapat 

bahwa keperawatan sebagai ilmu dan praktik berperan dalam meningkatkan adaptasi 

pasien dan kelompok pada kesehatan sehingga sikap yang muncul semakin positif. 

Keperawatan memberi perbaikan pada manusia sebagai sutu kesatuan yang utuh 

untuk beradaptasi dengan perubahan yang terjadi pada lingkungan dan menanggapis pada 

stimulus internal yang mempengaruhi adaptasi.Jika stressor terjadi dan pasien tidak dapat 

memakai “koping” secara efektif maka pasien tersebut memerlukan 

perawatan.Tujuan keperawatan adalah meningkatkan interaksi pasien dengan lingkungan, 

sehingga adaptasi dalam setiap faktor semakin meningkat.Komponen-komponen adaptasi 

mencakup fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran, dan saling ketergantungan. 

Adaptasi adalah komponen pusat dalam model keperawatan. Didalamnya 

menggambarkan manusia sebagai sistem adaptif. Adaptasi mengambarkan proses koping 

pada stressor dan produk akhir dari koping. Proses adaptasi termasuk fungsi holistic 

bertujuan untuk mempengaruhi kesehatan secara positif yang pada akhirnya 

akanmeningkatkan integritas. Proses adaptasi termasuk didalamnya proses interaksi 

manusia dengan lingkunganyang terdiri dari dua proses. Bagian pertama dari proses ini 

dimulai dengan pperubahan dalam lingkungan internal dan luar yangmembutuhkan sebuah tanggapan. Perubahan tersebut dalam model adaptasi Roy digambarkan sebagai 

stressor atau stimulus fokal dan ditengahi oleh factor-faktor konstektual dan residual. 

Stressor menghasilkan interaksi yang biasanya disebut stress. 

Bagian kedua adalah mekanisme koping yang dirangsang untuk menghasilkan tanggapan 

adaptif dan inefektif.Produk adaptasi adalah hasil dari proses adaptasi dan digambarkan 

dalam istilah kondisi yang meningkatkan tujuan-tujuan manusia yang meliputi : 

kelangsungan hidup, pertumbuhan, reproduksi dan penguasaan yang disebut integritas. 

Kondisi akhir ini adalah kondisi keseimbangan dinamik equilibrium yang meliputi 

peningkatan dan penurunan tanggapan-tanggapan. Setiap kondisi adaptasi baru dipengaruhi oleh 

adaptasi yang lain, sehingga dinamik equilibrium manusia berada pada tingkat yang lebih 

tinggi. Jarak yang besar dari stimulus dapat disepakati dengan suksesnya manusia sebagai 

sistem adaptif. Jadi peningkatan adaptasi mengarah pada tingkat-tingkat yang lebih tinggi 

pada keadaan sejahtera atau sehat. Adaptasi kemudian disebut sebagai suatu fungsi dari 

stimuli yang masuk dan tingkatan adaptasi 

j. Model Keperawatan 

Pendekatan model keperawatan adalah model konsep yang dipakai dalam 

memberikan asuhan keperawatan dengan memakai pendekatan proses keperawatan, 

secaara holistik, bio,psiko,sosial dan spiritual. Fokus penangganan pada model keperawatan 

adalah penyimpangan tingkahlaku, asuhan keperawatan berfokus pada tanggapan pasien 

pada masalah kesehatan yang actual dan potensial, dengan berfokus pada :rentang 

sehat sakit berdasar  teori dasar keperawatan dengan campurtangan tindakan keperawatan 

spesifik dan melakukan evaluasi hasil tindakan keperawatan. Model ini mengadopsi berbagai 

teori antara lain teori sistem, teori perkembangan dan teori interaksi 


BAB II 

TERAPI DALAM KEPERAWATAN JIWA 

 

Ns. Nurhalimah, S.Kep, M.Kep. Sp.Kep.J 

 

PENDAHULUAN 

Selamat Anda telah menyelesaikan Bab 1 Perkembangan Keperawatan Jiwa dengan 

baik. kemudian Anda akan mempelajari Bab 2 yaitu Terapi dalam Keperawatan 

Jiwa.Materi pembelajaran ini sangat mendasar dan memberikan bekal pengetahuan Anda 

sebagai perawat untuk memahami bagaimana seorang perawat memiliki tanggung jawab 

yang sangat besar dalam pelaksanaan terapi modalitas, psikofarmaka, dan dalam 

pemberian obat psikofarmaka. 

Untuk mempermudah Anda mempelajari bab ini, penulis membagi menjadi 3 topik 

yaitu. 

1. Topik 1 akan membahas mengenai terapi modalitas dalam keperawatan jiwa. 

2. Topik 2 membahas mengenai konsep psikofarmaka. 

3. Topik 3 membahas mengenai peran perawat dalam psikofarmaka 

Perlu penulis beritahukan bahwa terapi modalitas merupakan terapi utama dalam 

keperawatanjiwa, dimana perawat memiliki peran yang sangat penting karena, perawat 

berperan sebagai terapis yang harus merubah tingkahlaku maladaftif pasien menjadi tingkahlaku 

yang adaptif selain itu perawat dituntut untuk dapat meningkatkan potensi yang dimiliki 

pasien sebagai titik tolak penyembuhan. Mengingat begitu pentingnya peran perawat dalam 

terapi modalitas maka Anda harus mampu menyelesaikan Topik 1 dengan baik. Adapun 

tujuan umum Topik 1 adalah Andamampu mengatakan  kembali tentang terapi modalitas 

dalam keperawatan jiwa. sedang secara khusus sesudah mempelajari topik ini Anda 

mampu 

1. mengatakan  kembali pengertian dari terapi modalitas 

2. mengatakan  kembali jenis-jenis terapi modalitas dalam keperawatan jiwa 

3. Melaksanakan terapi modalitas dalam keperawatan jiwa 

Selain sebagai terapis dalam terapi modalitas, kemampuan yang harus dimiliki perawat 

adalah mengetahui konsep psikofarmaka. Kenapa perawat harus mengetahuinya? 

Karenaperawat berperan didalam pemberian obat dan merupakan tugas Anda sehari-hari. 

Untuk itu perawat harus mengetahui penggolongan, efeksamping dan gejala putus zat 

akibat pemakaian obat psikofarmaka. Untuk meningkatkan pemahaman Anda mengenai 

konsep psikofarmaka, pelajarilah Topik 2 ini dengan baik. sesudah mempelajari Topik 2Anda 

diharapkan mampumengatakan  kembali konsep psikofarmaka. Secara khusus topik ini 

bertujuan untuk 1. mengatakan  pengertian psikofarmaka, 

2. Menguraikan jenis obat psikofarmaka, dan 

3. mengatakan  efeksamping obat psikofarmaka 

sesudah mengetahui penggolongan, efeksamping dan cara pemberian obat, perawat 

wajib melaksanakan 5 benar prinsip pemberian obat yaitu benar nama, obat, waktu, cara, 

dosis dan efeksamping pemberian obat. Perawat juga wajib memberikan pendidikan 

kesehatan kepada keluarga terkait prinsip pemberian obat. Peran perawat yang tidak kalah 

penting adalah harus mengidentifikasi masalah pasien dalam pemberian obat psikofarmaka 

dan melakukan evaluasi pemberian obat psikofarmaka. Agar kemampuan Anda meningkat 

didalam melaksanakan peran sebagai perawat pelajarilah Topik 3 dengan baik, karena 

tujuan dari topik ini adalah Anda mampu memahami peran perawat dalam pemberian obat 

psikofarmaka dan menerapkan prinsip 5 benar pemberian obat golongan psikofarmaka. 

sedang tujuan khususnya adalah Anda mampu: 

1. Mengidentifikasi masalah pasien dalam pemberian obat psikofarmaka, 

2. Menerapkan 5 prinsip benar pemberian obat psikofarmaka, 

3. Melakanakan peran perawat dalam pemberian obat psikofarmaka, dan 

4. Melakukan evaluasi pemberian obat psikofarmaka 

 

Sebaiknya Anda mempelajari dan memahami terlebih dahulu Topik 1 dengan baik 

sebelum Anda melanjutkan mempelajari Topik 2, begitu seterusnya. Karena dengan 

memahami Topik 1 akan membantu Anda mempermudah memahami Topik 2 dan 

pemahaman Topik 2 akan meningkatkan pemahaman kegiatan belajar 3. Seperti pada 

modul1, pada setiap akhir topik , Anda akan menemuan tugas dan latihan soal, jangan lupa 

Anda harus menjawabnya dengan benar.Perhatikan petunjuk soal sebelum Anda 

menjawabnya. Anda dinyatakan lulus apabila telah menjawab sedikitnya 80% soal 

tersebut.Jika Anda belum memperoleh nilai 80 berarti Anda belum berhasil memahami 

materi tersebut. Upaya yang dapat Anda lakukan untuk dapat menjawab soal tersebut 

adalah pelajari kembali bab ini dan disksusikan dengan teman Anda bagian yang Anda tidak 

mengerti atau hubungi fasilitator Anda. Saya yakin Anda pasti bisa. Selamat Belajar Sukses 

Selalu Menyertai Anda !! Topik 1 

Terapi Modalitas dalam Keperawatan Jiwa 

 

Terapi modalitas merupakan terapi utama dalam keperawatanjiwa. Sebagai seorang 

terapis, perawat harus mampu mengubah tingkahlaku maladaftif pasien menjadi tingkahlaku yang 

adaptif dan meningkatkan potensi yang dimiliki pasien. Ada bermacam-macam terapi 

modalitas dalam keperawatan jiwa seperti terapi pasien, terapi keluarga, terapi bermain, 

terapi lingkungan dan terapi aktifitas kelompok. Terapi modalitas dapat dilakukan secara 

pasien maupun kelompok atau dengan memodifikasi lingkungan dengan cara mengubah 

seluruh lingkungan menjadi lingkungan yang terapeutik untuk pasien, sehingga memberikan 

kesempatan pasien untuk belajar dan mengubah tingkahlaku dengan memfokuskan pada nilai 

terapeutik dalam kegiatan dan interaksi. 

A. TERAPI MODALITAS 

 

Ada beberapa jenis terapi modalitas dalam keperawatan jiwa seperti: 

1. Terapi pasien 

Adalah suatu hubungan yang terstruktur yang terjalin antara perawat dan pasien untuk 

mengubah tingkahlaku pasien. Diaman hubungan yang terjalin merupakan hubungan yang 

disengaja dengan tujuan terapi, dilakukan dengan tahapan sistematis [ terstruktur]  sehingga 

melalui hubungan ini diharapkan terjadi perubahan tingkah laku pasien sesuai dengan tujuan 

yang ditetapkan di awal hubungan. 

Hubungan terstruktur dalam terapi pasienal ini, bertujuan agar pasien mampu 

menyelesaikan konflik yang dialaminya. Selain itu pasien juga diharapkan mampu meredakan 

penderitaan [ distress]  emosional, dan mengembangkan cara yang sesuai dalam memenuhi 

kebutuhan dasarnya. 

Tahapan hubungan dalam terapi pasienal meliputi: 

a. Tahapan Orientasi 

 Tahap orientasi dilakukan ketika perawat pertama kali berinteraksi dengan 

pasien.dilaksanakan pada tahap ini, tindakan yang pertama kali harus dilakukan adalah 

membina hubungan saling percaya dengan pasien. Hubungan saling percaya antara 

perawat dan pasien sangat penting terjalin, karena dengan terjalinnya hubungan saling 

percaya, pasien dapat diajak untuk mengekspresikan seluruh permasalahannya dan ikut 

bekerja sama dalam menyelesaikan masalah yang dialami, sepanjang berhubungan 

dengan perawat. Bila hubungan saling percaya telah terbina dengan baik, tahapan 

berikutnya adalah pasien bersama perawat mendiskusikan apa yang menjadi penyebab 

munculnya masalah yang terjadi pada pasien, jenis konflik yang terjadi, juga dampak dari 

masalah tersebut pada pasien Tahapan orientasi diakhiri dengan ada

kesepakatan antara perawat dan pasien tentang tujuan yang hendak dicapai dalam hubungan perawat-pasien dan bagaimana kegiatan yang akan dilaksanakan untuk 

mencapai tujuan tersebut. 

b. Tahapan Kerja 

 Pada tahaap ini perawat memiliki peran yang sangat penting sebagai seorang terapis 

dalam memberikan berbagi campurtangan keperawatan. Keberhasilan pada tahap ini 

ditandai dengan kemampuan perawat dalam mengali dan mengeksplorasipasien untuk 

mengungkapkan permasalahan yang dialami. Pada tahap ini juga sangat penting 

seorang terapis Pada tahap ini, pasien dibantu untuk dapat mengembangkan 

pemahaman tentang dirinya, dan apa yang terjadi dengan dirinya. Selain itu pasien 

didorong untuk berani mengubah tingkahlaku dari tingkahlaku maladaptive menjadi tingkahlaku 

adaptif. 

c. Tahapan Terminasi 

 Tahap terminasi terjadi bila klen dan perawat menyepakati bahwa masalah yang 

mengawali terjalinnya hubungan terapeutik telah terselesaikan dan pasien telah mempu 

mengubah tingkahlaku dari maladaptif menjadi adaptif. Pertimbangan lain untuk 

melakukan terminasi adalah apabila pasien telah merasa lebih baik, terjadi peningkatan 

fungsi diri, pergaulan dan pekerjaan, dan yang terpenting adalah tujuan terapi telah 

tercapai. 

2. Terapi Lingkungan 

Terapi lingkungan adalah suatu terapi yang dilakukan dengan cara mengubah atau 

menata lingkungan agar tercipta perubahan tingkahlaku pada pasien dari tingkahlaku maladaptive 

menjadi tingkahlaku adaptif. Proses terapi dilakukan dengan mengubah seluruh lingkungan 

menjadi lingkungan yang terapeutik untuk pasien. Dengan lingkungan yang terapeutik akan 

memberikan kesempatan pasien untuk belajar dan mengubah tingkahlaku dengan memfokuskan 

pada nilai terapeutik dalam kegiatan dan interaksi. 

Penting sekali bagi seorang perawat untuk memberikan kesempatan, dukungan, 

pengertian agar pasien dapat berkembang menjadi pribadi yang bertanggung jawab. Dengan 

terapi lingkungan klein belajar ketrampilan baru seperti mentaati aturan yang berlaku, 

selain itu pasien belajar untuk mewujudkan haarapan dari lingkungan sekitar yang telah 

disepakti bersamadan belajar untuk menghadapi dan meyelesaikan tekanan dari teman 

[ peer group] , dan belajar berinteraksi dengan orang lain. Tujuan akhir dari terapi 

lingkungan adalah r meningkatnya kemampuan pasien dalam berkomunikasi dan mengambil 

keputusan yang pada akhirnya harga diri pasien meningkat. Selain itu dengan terapi 

lingkungan diajarkan cara beradaptasi dengan lingkungan baru di luar rumah sakit sepessrti 

lingkungan rumah, tempat kerja dan warga. 

3. Terapi Biologis 

Penerapan terapi biologis atau terapi somatic didasarkan pada model medical di mana 

gangguan jiwa dipAndang sebagai penyakit. PAndangan model ini berbeda dengan model 

konsep terapi yang lain yang, Karena model terapi ini memAndang bahwa gangguan jiwa murni dissebabkan karena adagangguan pada jiwa semata, tanpa memikirkan 

adakelaianan patofisiologis. Proses terapi dilakukan dengan melakukan riset  

spesifik dan pengelompokkasn gejala dalam sindroma spesifik. tingkahlaku abnormal dipercaya 

akibat adaperubahan biokimiawi tertentu. 

Beberapa jenis terapi somatic gangguan jiwa seperti: pemberian obat [ medikasi 

psikofarmaka] , campurtangan nutrisi,electro convulsive therapy [ ECT] , foto terapi, dan bedah 

otak. Beberapa terapi yang sampai sekarang tetap diterapkan dalam pelayanan kesehatan 

jiwa meliputi medikasi psikoaktif dan ECT. 

4. Terapi Kognitif 

Prinsip terapi ini adalah memodifikasi keyakinan dan sikap yang mempengaruhi 

perasaan dan tingkahlaku pasien. Proses terapi dilakukan dengan membantu menemukan 

stressos yang menjadi penyebab gangguan jiwa, kemudian mengidentifikasi dan mengubah 

pola fikir dan keyakinan yang tidak akurat menjadi akurat. 

Terapi kognitif berkeyakinan bahwa gangguan tingkahlaku terjadi akibat pola keyakinan 

dan berfikir pasien yang tidak akurat. Untuk itu salah satu prinsip terapi ini adalah modifikasi 

tingkahlaku adalah dengan mengubah pola berfikir dan keyakinan tersebut. Fokus auhan adalah 

membantu pasien untuk mengevaluasi kembali ide, nila yang diyakini dan harapan dan 

kemudian dilanjutkan dengan menyusun perubahan kognitif. 

Pemberian terapi kognitif bertujuan untuk : 

a. Mengembangkan pola berfikir yang rasional. Mengubah pola berfikir tak rasional yang 

sering memicu gangguan tingkahlaku menjadi pola berfikir rasional berdasar  

fakta dan informasi yang actual. 

b. Membiasakan diri selalu memakai cara berfikir realita dalam menanggapi setiap 

stimulus sehingga terhindar dari distorsi pikiran. 

c. Membentuk tingkahlaku baru dengan pesan internal. tingkahlaku dimodifikasi dengan terlebih 

dahulu mengubah pola berfikir. 

Bentuk campurtangan dalam terapi kognitif meliputi mengajarkan untuk mensubstitusi 

pikiran pasien, belajar penyelesaian masalah dan memodifikasi percakapan diri negatif. 

5. Terapi Keluarga 

Terapi keluarga adalah terapi yang diberikan kepada seluruh anggota keluarga dimana 

setiap anggota keluarga memiliki peran dan fungsi sebagai terapis. Terapi ini bertujuan agar 

keluarga mampu melaksanakan fungsinya dalam merawat pasien dengan gangguan jiwa. 

Untuk itu sasaran utama terapi jenis ini adalah keluarga yang mengalami disfungsi; yaitu 

keluarga yang tidak mampu melaksanakan fungsi-fungsi yang dituntut oleh anggotanya. 

Dalam terapi keluarga semua masalah keluarga yang dirasakan diidentifikasi 

kemudian setiap anggota keluarga mengidentifikasi penyebab masalah tersebut dan 

kontribusi setiap anggota keluarga pada munculnya masalah.untuk kemudian mencari solusi untuk mempertahankan keutuhan keluarga dan meningkatkan atau mengembalikan 

fungsi keluarga seperti yang seharusnya. 

Proses terapi keluarga terdiri dari tiga tahapan yaitu tahap 1 [ perjanjian] , tahap 2 [ kerja] , 

tahap 3 [ terminasi] . Di tahap pertama perawat dan pasien mengembangkan hubungan saling 

percaya, isu-isu keluarga diidentifikasi, dan tujuan terapi ditetapkan bersama. Kegiatan di 

tahap kedua atau tahap kerja adalah keluarga dengan dibantu oleh perawat sebagai terapis 

berusaha mengubah pola interaksi antar anggota keluarga, meningkatkan kompetensi 

masing-masing anggota keluarga, dan mengeksplorasi batasan-batasan dalam keluarga dan 

peraturan-peraturan yang selama ini ada. 

Terapi keluarga diakhiri di tahap terminasi di mana keluarga mampu memecahkan 

masalah yang dialami dengan mengatasi berbagai isu yang muncul. Keluarga juga diharapkan 

dapat mempertahankan perawatan yang berkesinambungan. 

6. Terapi Aktifitas Kelompok 

 Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang diberikan kepada sekelompok 

pasien dilakukan dengan cara berdiskusi antar sesama pasien dan dipimpin atau diarahkan 

oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa yang telah terlatih. 

a. Manfaat TAK 

Secara umum terapi kegiatan kelompok memiliki manfaat: 

1]  Meningkatkan kemampuan menilai dan menguji kenyataan [ reality testing]  melalui 

komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain. 

2]  Meningkatkan kemampuan sosialisasi pasien 

3]  Meningkatkan kesadaran tentang pentingnya hubungan antara reaksi emosional diri 

sendiri dengan tingkahlaku defensive [ bertahan pada stress]  dan adaptasi. 

4]  Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis seperti kognitif dan 

afektif. 

Secara khusus tujuan terapi aktifitas kelompok adalah 

1]  Meningkatkan identitas diripasien . 

2]  Menyalurkan emosipasien secara konstruktif. 

3]  Meningkatkan keterampilan hubungan sosial yang akan membantu pasien didalam 

kehidupan sehari-hari. 

4]  Bersifat rehabilitatif: meningkatkan kemampuan ekspresi diri, keterampilan sosial, 

kepercayaan diri, kemampuan empati, dan meningkatkan kemampuan tentang 

masalah-masalah kehidupan dan pemecahannya. 

b. Jenis Terapi Aktifitas Kelompok 

1]  TAK: Stimulasi anggapan 

a]  arti: Terapi kegiatan kelompok [ TAK] : Stimulasi anggapan adalah terapi yang 

memakai akivitas sebagai stimulus yang terkait dengan pengalaman dan 

atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok. Hasil diskusi kelompok 


dapat berupa kesepakatan anggapan atau alternatif penyelesaian masalah. Fokus 

terapi kegiatan kelompok stimulasi anggapan adalah membantu pasien yang 

mengalami kemunduran orientasi.Terapi ini sangat efektif untuk pasein yang 

mengalami gangguan anggapan; halusinasi, menarik diri , gangguan orientasi 

realitas, kurang inisiatif atau ide. Pasien yang mengikuti kegiatan terapi ini 

merupakan pasien yang kooperatif, sehat fisik, dan dapat berkomunikasi verbal. 

b]  Tujuan TAK stimulasi anggapan 

 Tujuan umum : pasien memiliki kemampuan dalam menyelesaikan masalah yang 

disebabkan oleh paparan stimulus yang diterimanya 

 Tujuan khususnya: 

[ 1]  Pasien dapat menganggap stimulus yang dipaparkan kepada

dengan tepat. 

[ 2]  pasien dapat menyelesaikan masalah yang muncul dari stimulus yang 

dialami. 

c]  kegiatan dalam TAK terbagi dalam empat bagian 

[ 1]  menganggap stimulus nyata sehari-hari yaitu: 

 Terapi kegiatan Kelompok [ TAK]  Stimulasi anggapan yang dilakukan adalah: 

menonton televisi. membaca majalah/koran/artikel dan melihat gambar. 

[ 2]  Stimulus nyata dan tanggapans yang dialami dalam kehidupan 

 Untuk TAK ini pasien yang mengikuti adalah pasien dengan halusinasi, dan 

pasien menarik diri yang telah mengikuti TAKS, dan pasien dengan 

tingkahlaku kekerasan. kegiatan ini dibagi dalam beberapa sesi yang tidak 

dapat dipisahkan, yaitu : 

• Terapi kegiatan Kelompok Stimulasi anggapan : mengenal kekerasan 

yang bisa dilakukan materi terapi ini meliputi penyebab, tAnda dan 

gejala, tingkahlaku kekerasan; akibat tingkahlaku kekerasan. 

• Terapi kegiatan Kelompok Stimulasi anggapan : mencegah tingkahlaku 

kekerasan melalui kegiatan fisik 

• Terapi kegiatan Kelompok Stimulasi anggapan : mencegah tingkahlaku 

kekerasan melalui interaksi sosial asertif; 

• Terapi kegiatan Kelompok Stimulasi anggapan : mencegah tingkahlaku 

kekerasan melalui kepatuhan minum obat; 

• Terapi kegiatan Kelompok Stimulasi anggapan : mencegah tingkahlaku 

kekerasan melalui kegiatan ibadah. 

[ 3]  Stimulus yang tidak nyata dan tanggapans yang dialami dalam kehidupan 

 kegiatan dibagi dalam beberapa sesi yang tidak dapat dipisahkan, 

yaitu:Terapi kegiatan Kelompok Stimulasi anggapan : mengenal halusinasi 

2]  Terapi Aktifitas Kelompok Sosialisasi 

 Tujuan umum dari terapi aktifitas kelompok sosialisasi adalah meningkatkan 

kemampuan sosialisasi pada pasien dengan isolasi sosial. sedang tujuan khususnya 

adalah: a]  Meningkatkan kemampuan komunikasi verbal pasien 

b]  Pasien dapat meningkatkan kemampuan komunikasi non verbal 

c]  Pasien dapat berlatih mematuhi peraturan 

d]  Pasien dapat meningkatkan interaksi dengan pasien lain 

e]  Pasien dapat meningkatkan partisipasi dalam kelompok 

f]  Pasien dapat mengungkapkan pengalamannya yang menyenangkan 

g]  Pasien dapat menyatakan perasaan tentang terapi aktifitas kelompok sosialisasi 

 Kriteria pasien yang dapat mengikuti terapi aktifitas kelompok sosialisasi adalah 

a]  Pasien menarik diri yang cukup kooperatif 

b]  pasien yang sulit mengungkapkan perasaannya melalui komunikasi verbal 

c]  pasien dengan gangguan menarik diri yang telah dapat berinteraksi dengan orang 

lain 

d]  pasien dengan kondisi fisik yang dalam keadaan sehat [ tidak sedang mengidap 

penyakit fisik tertentu seperti diare, thypoid dan lain-lain]  

e]  pasien halusinasi yang sudah dapat mengendalikan halusinasinya 

f]  pasien dengan riwayat marah/amuk yang sudah tenang 

c. Tahapan terapi aktifitas kelompok [ TAK]  

Terapi aktifitas kelompok terdiri dari 4 tahap yaitu: 

1]  tahap Prakelompok: tahap ini dimulai dengan membuat tujuan terapi, menentukan 

leader, jumlah anggota, kriteria anggota, tempat dan waktu kegiatan dan media yang 

dipakai. Jumlah anggota pada terapi kelompok biasanya 7-8 orang. sedang 

jumlah minimum 4 dan maksimum 10. Kriteria anggota yang da mengikuti terapi 

aktifitas kelompok adalah: sudah terdiagnosa baik medis maupun keperawatan, tidak 

terlalu gelisah, tidak agresif, dan tidak terdiagnosa dengan waham. 

2]  tahap Awal Kelompok 

 tahap ini ditAndai dengan munculnya ansietas karena masuknya anggota kelompok, dan 

peran baru. tahap ini terbagi atas tiga tahap, yaitu orientasi, konflik, dan kohesif. 

a]  Tahap orientasi 

 Pada tahap ini anggota mulai mencoba mengembangkan sistem sosial masing masing, leader menunjukkan rencana terapi dan menyepakati kontrak dengan 

anggota. 

b]  Tahap konflik 

 Merupakan masa sulit dalam proses kelompok. Pemimpin perlu memfasilitasi 

ungkapan perasaan, baik positif maupun negatif dan membantu kelompok 

mengenali penyebab konflik. dan mencegah tingkahlaku tingkahlaku yang tidak 

produktif 

c]  Tahap kohesif 

 Anggota kelompok merasa bebas membuka diri tentang informasi dan lebih 

intim satu sama lain3]  tahap Kerja Kelompok 

 Pada tahap ini, kelompok sudah menjadi tim. Kelompok menjadi stabil dan realistis. 

Pada akhir tahap ini, anggota kelompok menyadari produktivitas dan kemampuan yang 

bertambah ditambah percaya diri dan kemandirian 

4]  tahap Terminasi 

 tahap ini ditAndai oleh perasaan puas dan pengalaman kelompok akan dipakai 

secara pasienal pada kehidupan sehari-hari. Terminasi dapat bersifat sementara 

[ temporal]  atau akhir. 

7. Terapi tingkahlaku 

Anggapan dasar dari terapi tingkahlaku adalah bahwa tingkahlaku muncul akibat proses 

pembelajaran. Teknik dasar yang dipakai dalam terapi jenis ini adalah: 

a. Role model 

b. Kondisioning operan 

c. Desensitisasi sistematis 

d. Pengendalian diri 

e. Terapi aversi atau releks kondisi 

Strategi teknik role model adalah mengubah tingkahlaku dengan memberi contoh tingkahlaku 

adaptif untuk ditiru pasien. Dengan teknik ini pasien akan mencontoh dan 

mampelajaridanmeniru tingkahlaku tersebut. Teknik ini biasanya dicampurkan dengan 

teknik konditioning operan dan desensitisasi.Konditioning operan disebut juga penguatan 

positif pada teknik ini seorang terapis memberi penghargaan kepada pasien pada tingkahlaku 

yang positif yang telah ditampilkan oleh pasien. Dengan penghargaan dan umpan balik positif 

diharapkan pasien akan mempertahankan atau meningkatkannya. 

Terapi tingkahlaku yanga sangat cocok diterapkan pada pasien fobia adalah teknik 

desensitisasi sistematis yaitu teknik mengatasi kecemasan pada sesuatu stimulus atau 

kondisi dengan cara bertahap. Dalam keadaan relaks, secara bertahap pasien diperkenalkan 

/dipaparkan pada stimulus atau situasi yang memicu kecemasan.Intensitas 

pemaparan stimulus makin meningkat seiring dengan toleransi pasien pada stimulus 

tersebut. Hasil akhir dari terapi ini adalah pasien berhasil mengatasi ketakutan atau 

kecemasannya akan stimulus tersebut. 

Untuk mengatasi tingkahlaku maladaptive, pasien dapat dilatih dengan memakai teknik 

pengendalian diri. Bentuk latihannya adalah berlatih mengubah kata-kata negatif menjadi 

kata-kata positif. Apabila ini berhasil maka, pasien memiliki kemampuan untuk mengendalikan 

tingkahlaku sehingga terjadinya penurunan tingkat distress pasien. 

Mengubah tingkahlaku dapat juga dilakukan dengan memberi penguatan negatif. Caranya 

adalah dengan memberi pengalaman ketidaknyamanan untuk mengubah tingkahlaku yang 

maladaptive. Bentuk ketidaknyamanan, dapat berupa menghilangkan stimulus positif 

sebagai “punishment” pada tingkahlaku maladaptive tersebut. Dengan teknik ini pasien belajar untuk tidak mengulangi tingkahlaku demi menghindari konsekuensi negatif yang akan 

diterima akibat tingkahlaku negatif tersebut. 

8. Terapi Bermain 

Terapi bermain diterapkan karena ada anggapan dasar bahwa