Konstitusi Madinah
Tulisan ini merupakan sejarah konstitusi Madinah sekaligus analisis
terhadap konten piagam Madinah dengan mencari pesan-pesan moral, nilai-nilai
(values), prinsip-prinsi didalamnya sebagai implementasi dan relevansi di
negara kita . Sejarah pembentukan konstitusi (constitution) di Madinah tidak
pernah lepas dari kajian charter of Medina (Piagam Madinah) Nabi
Muhammad. Untuk memperkuat kajian, dalam tulisan ini mengutip pendapat
para pakar, baik di kalangan sarjana Muslim maupun sarjana Barat dan
kemudian dikontektualisasikan dalam ranah kehidupan warga dan Negara
negara kita , khsusnya dalam menyikap konflik sosial antar, suku, ras, dan agama
sangat penting untuk diimplementasikan di negara kita yang Bhinneka Tunggal Ika
ini. Tentunya, ada relevansi yang signifikan dalam kajian ini, sebab nilai-
nilai yang terkandung di dalam piagama madinah sebagai prinsip konstitusi
Negara seperti seperti pembentukan ummat (community), HAM, persatuan se-
agama, persatuan segenap warga, pelindungan kaum minuritas, politik
perdamaian dan seterusnya merupakan dasar bangunan konstitusi nilai-nilai
madani yang pernah dipraktikkan Nabi Muhammad melalui charter of Medina
ini.
Berbicara tentang konsep ummah sangat identik dengan sejarah
pembentukanwarga dan konstitusi (Negara) Madinah oleh
Muhammad Saw. Di Madinah, Muhammad Saw mempunyai
kesempatan untuk menerapkan aturah Tuhan (Qânûn Ilâhî/Divine Law)
beserta risalahnya, sebab ia berposisi sebagai pemimpin ummah
(komunitas Muslim) dan komunitas-komunitas lainnya. Muhammad
Saw sebagai pemimpin komunitas religio-politik di Madinah, sehingga
lahirlah apa yang disebut konstitusi negara Madinah yang kemudian
terbentuk (Qânûn Madanî/Civil Law).1 Konsep ummah dalam Piagam
Madinah ini sangat identik dengan warga (society) dan negara
(Madinah).2 Sebenarnya kalau mau disebut, bahwa pada masa Nabi
Muhammad Saw sudah ada Negara, bahkan pemerintahan Islam yang
terletak di kota Yatsrib yang kemudian dikenal dengan sebutan
Konstitusi (Negara) Madinah.
Berbicara soal sejarah konstitusi Madinah (constitution of Medina)
tidak lepas dari pembahasan piagam madinah (charter of Medina),
tentunya tidak lepas pula dari pembicaraan tentang warga (society)
di Madinah, utamanya pada masa Nabi Muhammad Saw. dalam catatan
sejarah, Yatsrib pada waktu itu merupakan suatu lingkungan oase yang
subur. Kota itu (Madinah) dihuni oleh orang-orang Arab Pagan atau
musyrik dengan suku-suku utama ‘Aus dan Khazraj. Kota itu agaknya
sudah sejak zaman kuno dengan nama Yatsrib atau menurut catatan
ilmu bumi Yetroba.3 Keberhasilan Nabi Muhammad Saw., dalam
membentuk warga Muslim awalnya berbentuk negara kota (city
state), tetapi dengan dukungan dari beberapa kabilah dari semua
penjuru Jazirah Arab, kemudian terbentuk sebuah Negara Bangsa
(Nation State) dalam babak pembangunan ummah baru Madinah (new
society).4
Terbentuknya konstitusi Madinah, didukung dengan
terbentuknya komunitas warga (ummah/society) di Madinah
menjadi kelompok sosial (community) yang meimiliki kekuatan politik
pada pasca periode Makkah dibahwah pimpinan Nabi Muhammad
Saw., sebagai kepala Negara Madinah sekaligus menjadi suatu
komunitas ummah yang kuat dan berdiri sendiri, yang kemudain menjadi
sebuah Konstitusi Negara Madinah.5 Pada waktu itu, setidaknya ada
dua hal yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw., sebagai pemimpin
(leader) bagi keberhasilan ummah di Madinah. Pertama, mengirimkan
ekspedisi-ekspedisi kaum Muslim Muhajirin untuk menghadang dan
menakut-nakuti kafilah dagang Makkah. Kedua, membuat kebijakan
politik ekonomi yang berisikan peraturan-peraturan tentang
perekonomian.6
Selain itu, ada tiga pilar revolusi yang diperjuangkan oleh
Nabi Muhammad mulai dari Makkah, hingga hijrahnya ke Madinah.
Pertama, revolusi tauhid (melawan paganisme—penyembah patung),
atau bahkan atheis menjadi kembali Iman kepada Allah dengan seruan
tauhid (monotheisme) yang gaungnya menggtarkan seluruh Jazirah
Arabia.7 Kedua, revolusi HAM warga Jahiliyah—seperti contoh
perempuan dikuburkan hidup-hidup—menjadi terangkat derajatnya
seperti laki-laki. Dengan peran Nabi inilah kemudian warga
Jahiliyah yang awal mulanya gelap, menjadi terang benderang menuju
ketaatan warga yang harmonis dan dimanis di bawah bimbingan
wahyu Allah Swt.8 Ketiga, revolusi konstitusi yang dilakukan Nabi di
Madinah, sehingga melahirkan Piagam Madinah sebagai landasan
berwarga dan bernegara bagi Umat Islam.9 Ketiga pilar inilah yang
paling terlihat dalam perjuangan Nabi dalam misi ke-Islaman-nya. Akan
tetapi, fokus kajian ini spesifik pada pembahasan Sejarah konstitusi
Madinah Nabi Muhammad, baik dalam sejarah pembetukan warga
(society) dan Konstitusi Madinah atau oleh para pakar sejarah disebut
sebagai Islamic State.
Dalam sejarahnya yang cukup panjang, warga muslim
Madinah berhasil dibentuk Nabi Muhammad dengan
sebagianKomunitas Muslim Madinah dan kemudian disebut dengan
negara kota (city state). Melalui dukungan beberapa kabilah dari seluruh
penjuru jazirah Arab yang masuk Islam, maka Madinah kemudian
terbentuk sebagai negara bangsa (nation state), kerena Nabi memperoleh
dukungan moral dan politik dari sekelompok orang Arab (suku Aus
dan suku Khazraj) kota Yatsrib yang menyatakan diri masuk Islam.
Artinya, Nabi dan Penduduk Yatsrib telah terjadi persekutuan untuk
melakukan kontrak sosial dan mengakui bahwa Nabi Muhammad
adalah sebagai pemimpin mereka melaui bai’at yang dikeal dengan Baiat
Aqabah, sehingga dengan peristiwa bai’at ini dianggap sebagai batu
pertama bangunan negara Islam (Islamic State), kemudian menjadi
sebuah konstitusi Madinah yang menjadi barometer sistem Negara di
dunis Islam, termasuk diterapkan di negara kita yang Bhinneka Tunggal
Ika.10
Walaupun sejak awal Islam tidak memberikan ketentuan yang
pasti tentang bagaimana bentuk dan konsep negara yang dikehendaki,
namun suatu kenyataan bahwa Islam adalah agama yang mengandung
prinsip-prinsip dasar kehidupan termasuk politik (politic) dan negara
(nation). Dalam warga muslim yang terbentuk itulah Nabi
Muhammad menjadi pemimpin (leaders) dalam arti yang luas, yaitu
sebagai pemimpin agama (religion) dan juga sebagai pemimpin
warga (society/ummah). Konsepsi Nabi yang diilhami Al-Quran ini
kemudian menelorkan Piagam Madinah yang mencakup 47 pasal
diantaranya berisikan hak-hak asasi manusia (HAM), hak-hak dan
kewajiban bernegara, hak perlindungan hukum, sampai toleransi
beragama yang oleh ahli-ahli politik moderen disebut manifesto politik
pertama dalam Islam.11
Dalam hal ini, persoalan yang dianggap penting dalam tulisan
ini adalah bagaimana peran Nabi Muhammad sebagai Kepala Negara
terutama dalam pembentukan Piagam Madinah sebagai prinsip dasar
Konstitusi Madinah? Apa yang dimaksud konsep ummah (society) dalam
piagam Madinah Nabi Muhammad Saw, dan bagaimana konsep ummah
ini menjadi warga (society) dan Konstitusi Madinah? Termasuk
bagaimana relevansinya di negara kita ? yang mengakhiri pembahasan ini.
Oleh sebab itu, penulis paparkan terlebih dahulu mengenai piagam
Madinah (chater of Medina) dan Negara Madinah sebagai proses sejarah
konstitusi (constitution) yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw
sebagai pioneer pemersatu ummat di Madinah dan seluruh Jazirah Arabia
bahkan menjadi contoh bagi Negara-negara Islam di Dunia.
B. Piagam MadinahVis a Vis Konstitusi Madinah
Piagam Madinah adalah sebutan bagi shâhifah yaitu lembaran
yang tertulis atau kitab yang ditulis oleh Nabi Muhammad Saw. Kata
piagam (charter) menunjukkan kepada nashkah, sedangkan Madinah
menunjukkan kepada tempat dibuatnya naskah. Dalam arti lain, piagam
berarti surat resmi yang berisi pernyataan pemberian hak, atau berisi
pernyataan dan pengukuhan mengenai sesuatu. Piagam (charter) adalah
dokumen tertulis yang dibuat oleh penguasan atau badan pembuat
undang-undang yang mengakui hak-hak rakyat, baik hak-hak kelompok
sosial maupun hak-hak individu. Piagma juga berarti setiap surat atau
dokumen resmi seperti perjanjian, persetujuan, penghargaan, konstitusi,
dan sejenisnya yang berisi tentang pernyataan suatu hal disebut
“piagam (chareter)”.12
Sebelum terbentuknya Negara Madihah, Nabi Muhammad di
Madinah membangun sebuah warga melalui perjanjian tertulis
berama kelompok-kelompok sosial di Madinah, menjamin hak-hak
mereka, menetapkan kewajiban-kewajiban mereka, dan mentapkan
hubungan baik dan kerjasama serta hidup berdampingan secara damai
di antara mereka dalam kehidupan sosial politik.Akhirnya, Muhammad
Saw berhasil membuat pernyataan tertulis melalui piagam
madinah.ada 14 Prinsip yang dibangun dan terangkum dalam
butur-butir Piagam yang terdiri dari 47 pasal. Prinsip-prinsip ini
adalah persamaan, ummat dan persatuan, kebebasan, toleransi
beragama, tolong menolong dan membela yang teraniaya, musyawarah,
keadilan, persamaan hak dan kewajiban, hidup bertetangga, pertahanan
dan perdamaian, amar makruf dan nahi mungkar, ketakwaan, dan
kepemimpinan yang terangkum dalam butur-butir Piagam Madinah
ini .13
Dalam hal ini, alasan penulis meggunakan istilah Piagam
Madinah Vis a Vis Konstitusi Madinah, sebab secara tidak langsung,
Nabi Muhammad Saw benar-benar melakukan sebuah proses dan
perleburan bersama warga Madinah untuk menciptakan sebuah
perjanjian, baik tertulis maupun tidak tertulis. Dalam hal ini, Nabi
Muhammad tentunya mempunyai misi difusi (penyebaran) agama Islam
untuk diterima sebagai payung bagi warga Madinah yang benar-
benar sebagai rahmatan lil ‘Alamîn, sehingga terbentukklah Piagam
Madinah untuk mengayomi warga Madinah yang majemuk.
Piagam Madinah disebut sebagai Vis a Vis Konstitusi Madinah, sebab
secara tidak langsung, Nabi Muhammad juga berposisi sebagai
pemimpin (leaders) negara atau kepala konstitusi yang tentunya
mempunyai misi bagi perkembangan politik Islam pertama di Madinah.
Dalam hal ini dapat dilihat keberhasilan Nabi Muhammad
dalam membangun warga Madinah menjadi warga madani
(civil society), dalam artian Muhammad mampu membuat komunitas
Muslim Madinah mejadi sebuah komunitas (ummah) melalui Piagam
Madinah yang dibuatnya. Kaum Muslim merupakan ummah yang
identitas dan keterkaitan utamanya tidak lagi ikatan-ikatan kesukuan,
tetapi iman, agama, dan komitmen bersama. Dalam hal ini, kaum
Yahudi Madinah diakui sebagai suatu komunitas (ummah) terpisah yang
bersekutu dengan ummah Muslimin, namun dengan otonomi dan
budaya. Setelah ummah di Madinah terbentuk, kemudian terbentuklan
sebuah warga dan Konstitusi Madinah dengan misi memberi
kemerdekaan individu, kebebasan beragama, hak sebagai warga sosial
dan warga negara, sehingga Madinah yang dipimpin Nabi Muhammad
disebut sebagai Islamic State yang kemudian menjadi barometer bagi
Negara-negara berkembang di dunia Islam.14
Menurut sarjana Barat D. B. Mac Donald mengatakan bahwa
Madinah telah membentuk Negara Islam pertama dan telah diletakkan
dasar-dasar politik bagi perundang-undangan Islam.15 Menurut Thomas
W. Arnold bahwa dalam waktu yang bersamaan Nabi adalah sebagai
pemimpin agama dan kepala Negara sekaligus, sebab Nabi
mengorgansir warga Madinah sebagai titik permulaan berdirinya
organisasi politik dalam sejarah Islam.16 Oleh sebab itu, dalam sejarah
Islam baik klasik, tengah, dan Modern, Piagam Madinah Nabi
Muhammad Saw menjadi sumber rujukan bagi para pengkaji politik
Islam di Barat dan negara-negara Arab-Islam.
1. Seputar Charter of Medina dan Orisinalitasnya
Piagam (charter) yang dibuat oleh Nabi yang disebut
Shahifah/kitab yang ditulis oleh Ibnu Ishaq benar-benar otentik dari
Nabi Muhammad Saw sebagai suatu perjanjian antara golongan-
golongan Muhajirin, Anshar, dan Yahudi yang mengakui kebebasan
mereka beragama, menjamin harta benda mereka, menetapkan
kewajiban-kewajiban mereka, dan menjamin hak-hak mereka. Shahifah
ini memuat undang-undang penting bagi pengaturan kehidupan
warga umum dan kehidupan politik bersama penduduk
Madinah.17Berbicara soal keotentikannya Piagam Madinah yang
diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq (W. 151 H) dalam kitab Sîrah Rasûl18dan
IbnHisyam (W. 213 H) dan as-Sîrah an-Nabawiyyah.19
Menurut penelitian Ahmad Ibrahim asy-Syarif, tidak ada
periwayat lainsebelumnya selain kedua penulis di atas yang
meriwayatkan dan menuliskannyasecara sistematis dan lengkap sebab
mereka adalah dua penulis Muslim yang mempunyai nama besar dalam
bidang sejarah Islam.20 Keotentikan PiagamMadinah ini diakui pula
oleh William Montgomery Watt, yang menyatakan bahwadokumen
piagam ini , yang secara umum diakui keotentikannya, tidak
mungkindipalsukan dan ditulis pada masa Umayyah dan Abbasiyah
yang dalamkandungannya memasukkan orang non muslim ke dalam
kesatuan ummah.
Dari Ibnu Ishaq dan Ibnu Hisyam inilah kemudian penulis-
penulis berikutnya menukildan mengomentarinya.Di antara penulis-
penulis klasik yang menukil PiagamMadinah secara lengkap yaitu Abu
Ubaid Qasim Ibnu Salam dalam Kitab Al-Amwâl, Umar al-Maushili
dalam Washîlah al-Muta’abbidîn dan Ibnu Sayyid dalamSîrah an-
Nas.Sementara itu, beberapa penulis klasik dan periwayat lainnya
yangmenulis tentang Piagam Madinah seperti Imam Ahmad Ibn
Hambal (W. 241 H.)dalam Al-Musnad, Darimi (W. 255 H.) dalam As-
Sunan, Imam Bukhori (W. 256 H.)dalam Shahîh-nya, Imam Muslim
(W.261 H.) dalam Shahîh-nya. Tulisan-tulisan laintentang piagam
ini juga bisa dijumpai dalam Sunan Abu Dawud (W. 272
H.),Sunan Ibn Mâjah (W. 273 H.), Sunan Tirmidzi (W. 279 H.), Sunan
Nasa’i (W. 303 H.),danath-Thabari dalamKitab Târîkh al-Umam wa al-
Muluk.22
Piagam Madinah ini telah diterjemahkan pula ke dalam bahasa
asing, antara lain kebahasa Perancis, Inggris, Itali, Jerman, Belanda dan
negara kita . Terjemahan dalambahasa Perancis dilakukan pada tahun
1935 oleh Muhammad Hamidullah, sedangkandalam bahasa Inggris
ada banyak versi, diantaranya seperti pernah dimuat dalamIslamic
Culture No. IX Hederabat 1937, Islamic Review terbitan Agustus
sampaidengan Nopember 1941 (dengan topik The first Written
Constitution of the World).Selain itu, Majid Khadduri juga
menerjemahkannya dan memuatnya dalam karyanyaWar and Peace in the
Law of Islam (1955), kemudian diikuti oleh R. Levy dalamkaryanya The
Social Structure of Islam (1957) serta William Montgomery Wattdalam
karyanya Islamic Political Thought (1968). Adapun terjemahan-
terjemahanlainnya seperti dalam bahasa Jerman dilakukan oleh
Wellhausen, bahasa Italidilakukan oleh Leone Caetani, dan bahasa
Belanda oleh A.J. Wensick serta bahasanegara kita —untuk pertama
kalinya—oleh Zainal Abidin Ahmad.23
Menurut Muhammad Hamidullah yang telah melakukan
penelitian terhadap beberapa karya tulis yang memuat Piagam Madinah,
bahwa ada sebanyak 294 penulis dari berbagai bahasa. Yang terbanyak
adalah dalam bahasa Arab, kemudian bahasa-bahasa Eropa. Hal ini
menunjukkan betapa antusiasnya mereka dalam mengkaji dan
melakukan studi terhadap piagam peninggalan Nabi. Dalam teks
aslinya, Piagam Madinah ini semula tidak ada pasal-pasal.
Pemberian pasal-pasal sebanyak 47 itu baru kemudian dilakukan oleh
A.J. Winsickdalam karyanya Mohammeden de Joden te Madina, tahun 1928
M yang ditulis untuk mencapai gelar doktornya dalam sastra semit.
Melalui karyanya itu, Winsick mempunyai andil besar dalam
mewarga kan Piagam Madinah ke kalangan sarjana Barat yang
menekuni Studi Islam (Islamic Studies). Sedangkan pemberian bab-bab
dari 47 pasal itu dilakukan oleh Zaenal Abidin Ahmad yang
membaginya menjadi 10 bab yang pada intinya menyatakan berdirinya
negara baru (negara Islam) dengan warga (ummat yang satu) yang
terdiri dari orang Muhajirin, Ashar, penduduk asli lainnya, dan Yahudi
sama-sama mendapatkan pelindungan, hak, dan kewajiban menjaga
Negara Madinah.24 Munawir Sjazali juga hampir sama dengan Zaenal
Abidin Ahmad, tetapi ia menambahkan dibalik pluralistik Madinah juga
mengadung prinsip bertetangga baik, saling membantu dalam
menghadapi musuh, membela yang teraniaya, saling menasehati,
menghormati kebebasan beragama, dan piagam itu sebagai konstitusi
Negara Islam yang pertama tidak menyebut agama negara.25
Menurut hipotesis Montgomery Watt, bahwa Piagam Madinah
yang sampai ketangan kita sebenarnya paling tidak terdiri dari dua
dokumen, yang semula terpisah kemudian disatukan. Pada tahap
berikutnya, piagam ini mengalami pengurangan dan perombakan
disana sini. Hipotesis Montgomery Watt ini muncul sebab didapatinya
pengulangan dalam beberapa pasalnya. Selanjutnya, Wattmenyebut
bahwa Piagam Madinah kemungkinan baru muncul setelah tahun 627
M, yaitu setelah pengusiran Yahudi bani Qainuqa' dan Yahudi bani
nadir dari Madinahserta pembasmian terhadap bani Quraidhah
berdasarkan keputusan Sa'ad Ibn Muad,pemimpin kabilah Aus.26 Watt
menyatakan bahwa piagam Madinah benar-benar keasliannya, buktinya
Nabi Muhammad bisa membentuk dan mempersatukan warga
Madinah dalam satu kesatuan politik tipe baru menjadi satu ummah.27
Oleh sebab itu, konstitusi merupakan prinsip-prinsip
pemerintahan fundamental dalam suatu bangsa atau pernyataan secara
tidak langsung mengenai peraturan, kesepakatan, institusi, kebiasaan,
baik yang tertulis maupun tidak.Bukti dari keotentikannya, isi piagam
ini disusun Rasulullahsejak awal kedatangannya diMadinah, yaitu
sekitar tahun 622 M., dan sudah banyak yang menulis seperti Ibnu
Ishaq dan Ibnu Hisyam.28 Dengan demikian, boleh jadi Piagam
Madinah hanya satu dokumen dan ditujukan kepada seluruh penduduk
Madinah, yang kemudian mengalami revisi setelah tiga suku Yahudi
ini mengingkari perjanjian secara sepihak dan melakukan gerakan
separatis terhadap pemerintahan Madinah yang telah disetujui bersama,
sehingga terbentuklah Negara Madinah.29
2. Konten Piagam Madinah Nabi Muhammad Saw.
a. Pembentukan Ummat (Community)
Pasal ini terdiri dari Pasal 1 yang berbunyi “mereka adalah satu
warga tunggal yang berada di warga lain.Pada intinya dalam
pasal ini pembentukan komunitas warga Madinah menjadi ummah.
Pada pasal 2 Nabi juga menyinggung sebagai satu ummah (ummatan
wâhidah) yakni antara kaum muhajirin dari Quraisy dan kaum Muslimin
di Madinah.30
b. Hak Asasi Manusia (HAM)
Terdiri dari pasal 2 sampai Pasal 10 yang berisi bahwa Setiap
keluarga (tha'ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil
di kalangan orang-orang beriman. Umat madinah adalah satu bangsa
yang merdeka bebas dari tekanan maupun pengaruh dari orang lain.
Kaum muhajirin dari Quraisy, Banu Auf, Banu Sa’idah, Banu Harts,
Banu Jusyam, Banu Najjar, Banu Amrih, Banu An-Nabiet, Banu Aus,
memiliki hak-hak asli dan saling membantu dalam membayar diyat
secara adil dan baik.31
c. Persatuan Se-Agama
Terdiri dari Pasal 11sampai Pasal 15. Isi pasal ini secara
komprehensif membahasa tentang orang-orang Muslim Madinah harus
saling membantu, saling melindungi,saling tolong menolong dalam hal
kebaikan, menyantuni fakir miskin, membantu kaum-kaum yang lemah.
Orang-orang Muslim Madinah dilarang membantu orang-orang kafir
dalam memerangi orang-orang sesama Muslim atau dilarang membantu
orang-orang kafir yang ingin menghancurkan Islam.Orang-orang
Muslim harus bersatu dalam memerangi kejahatan, pengacauan,
menghindari permusuhan, orang-orang Muslim dilarang melanggar
ketertiban, dilarang membunuh sesama Muslim ataupun non Muslim
tanpa alasan yang kuat.32
d. Persatuan Segenap Warga Negara
Terdiri dari Pasal 16 sampai 23.Isi pasal ini secara komprehesif
yaitu tentang orang Yahudi (diluar Islam), yang setia kepada Negara
berhak mendapatkan perlindungan, perlakuan yang layak dari orang-
orang yang beriman tanpa mengucilkan ataupun menjauhi orang
Yahudi ini .Orang Muslim tidak boleh membuat perjanjian
sepihak, tanpa sepengetahuan orang Musim lainnya.Jadi umat Muslim
lainnya harus mengetahui perjanjian ini . Setiap penyerangan
musuh terhadap umat Muslim, maka umat Muslim harus bersatu untuk
melawan kezoliman musuh ini , tanpa adanya persatuan, umat
muslim akan tercerai berai.33
e. Golongan Minoritas
Terdiri dari Pasal 24 sampai Pasal 35.Pada intinya berisi semua
warganegara Madinah termasuk orang-orang Yahudi di dalamnya,
harus ikut memikul bersama-sama biaya selama Negara dalam keadaan
perang. Kaum Yahudi dari suku Auf, dari Banu Najar, Banu Harts,
Banu Sa’idah, Banu Aus, Banu Tsa’labah, Syutaibah, Suku Jatnah yang
bertalian darah dengan kaum Yahudi dari Banu Tsa’labah, pengikut
Banu Tsa’labah adalah satu bangsa dengan warga Negara yang beriman
dan orang-orang Yahudi ini bebas memeluk agama mereka seperti
halnya orang-orang beriman (Muslim) di Madinah.34
f. Tugas Warga Negara
Terdiri dari Pasal 36 sampai Pasal 38. Berisi tentang warga
negara (Muslim) tidak boleh bertindak tanpa seizin Nabi Muhammad
Saw. Setiap warga negara dapat membalaskan kejahatan yang dilakukan
orang lain kepadanya, yang berbuat kejahatan akan menerima kejahatan
kecuali untuk membela diri. Tuhan melindungi orang-orang yang setia
pada Piagam Madinah. Kaum Yahudi memikul biaya negara seperti
halnya orang-orang beriman (Muslim). Setiap warga negara (Yahudi
dan Muslim) terjalin pembelaan untuk menentang musuh negara serta
memberikan pertolongan pada orang-orang teraniaya.
g. Melindungi Negara
Terdiri dari Pasal 39 sampai Pasal 41 yang berisi tentang kota
Yastrib sebagai ibu kota negara tidak boleh dilanggar kehormatannya
oleh setiap peserta Piagam Madinah. Tetangga yang berdekatan rumah
harus diberlakukan seperti diri sendiri, saling tolong-menolong dan
saling membantu tanpa pamrih. Tetanga wanita tidak boleh di ganggu
kehormatannya dan ketentramannya dan harus seizin suaminya apabila
akan bertamu ke rumahnya.36
h. Pimpinan Negara
Terdiri dari Pasal 42 sampai Pasal 44. Berisi tentang warga
negar tidak boleh bertikai, tiap permasalahan dikembalikan
penyelesaiannya pada hukum Allah dan Hadis Nabi.Orang-orang kafir
(musuh) tidak boleh dilindungi termasuk orang-orang yang membantu
mereka. Setiap warga Negara Madinah yang terikat pada perjanjian ini
wajib mempertahankan kota Yastrib dari aggressor.37
i. Politik Perdamaian
Terdiri dari Pasal 45 sampi Pasal 46 yang berisi bahwa setiap
kali ajakan pendamaian seperti demikian, sesungguhnya kaum yang
beriman harus melakukannya, kecuali terhadap orang (Negara) yang
menunjukkan permusuhan terhadap agama (Islam). Dan, yang terakhir
adalah pasal 47 sebagai Penutup yang berisi tentang amanah
Muhammad adalah sebagai Pesuruh Tuhan (Rasulullah) sebagai rahmat
bagi alam semesta.38
3. Pendapat Sarjanan Barat tentang Chater of Medina
Sejauh hasil penelusuran penulis tentang respons dan pendapat
para sarjana Barat mengenai Piagam Madinah Nabi Muhammad Saw
sudah banyak dilakukan penelitian oleh para researcer Barat dan
mayortas dari para sarjana Barat ini sangat apresiatif terhadap Piagam
Madinah sebab mencerminkan pluralisme, saling menghargai, bahkan
warga Madinah sangat unity dalam mempertahankan
Negaranya.Menurut D. B. Mac Donald bahwa Madinah yang dipimpin
oleh Nabi Muhammad telah membentuk Negara Islam pertama dan
telah diletakkan dasar-dasar politik bagi perundang-undangan Islam.39
Menurut Thomas W. Arnold Nabi melalui Piagam Madinah
mengorgansir warga (ummah) Madinah sebagai awal berdirinya
organisasi politik yang berbentuk Negara Madinah melalui Piagam
Madinah.40
Komentar mengenai isi Piagam Madinah Nabi Muhammad,
seperti H.R. Gibb menyatakan bahwa isi Piagam Madinah pada
prinsipnya telah meletakkan dasar-dasar sosial politik bagi warga
Madinah yang juga berfungsi sebagai undang-undang, dan merupakan
hasil pemikiran serta inisiatif Muhammad sendiri yang tercantum dalam
Piagam Madinah.41William Montgomery Watt juga berbendapat bahwa
Piagam Madinah merupakan sebuah konstitusi yang menggambarkan
bahwa warga Madinah saat itu dapat dianggap telah membentuk satu
kesatuan politik dan satu persekutuan yang diikat oleh perjanjian (mîtsâq
al-Madînah) yang luhur diantara para warganya yang begitu plural dari
berbagai ras, suku, agama dan termasuk Yahudi yang dianggap oleh
Nabi melalui Piagam Madiah sebagai satu ummah yang juga berhak
untuk dilindungi.42
Selain D. B. Mac Donald, Thomas W. Arnold, H. R. Gibb,dan
W. Montgomery Watt masih banyak para sarjana Barat yang menetilit
tentang sosok Nabi Muhammad Saw dan Piagam Madinahnya.43 Di
kalangan uma Islam sendiri yang sudah masyhur seperti Ibnu Ishaq,
Ibnu Hisyam, Ahmad Ibramim al-Syarif, Abu Ubaid Qasim Ibnu
Salam, Umar al-Maushili, Ibnu Sayid, hingga Imam Ahmad Ibnu
Hanbal, dan seterunya sudah banak yang menulis menurut fersi mereka
masing-masing tentang Piagam Madinah.44Termasuk diantaranya A.
Guillaume (seorang guru besar bahasa Arab dan penulis The Life
ofMuhammad) dengan mengatakan bahwa Piagam Nab Muhammad Saw
merupakan sebuah dokumen yang menekankan hidup berdampingan
antara orang-orang Muhajirin di satu pihak dan orang-orang Yahudi di
pihak lain dengan prinsip salingmenghargai agama mereka, saling
melindungi hak milik mereka dan masing-masing mempunyai
kewajiban yang sama dalam mempertahankan Madinah sebagai Islamic
State.
Termasuk Jamaluddin Sarur, seorang guru besar Sejarah Islam
di Universitas Kairo, menyatakanbahwa peraturan yang terangkum
dalam Piagam Madinah hampir sama dengan pernyataan A. Guillaume,
bahwa Piagam Madinah Nabi Muhamad memberikanhak dan
kewajiban yang sama antara kaum Muhajirin, Ansor, dan kaum Yahudi.
Mereka hidup rukun dan damai dalam satu Negara Madinah.Dan,
Muhammad Khalid, seorang penulis sejarah Nabi menegaskan bahwa
isi yang palingprinsip dari Piagam Madinah membentuk suatu
warga Madinah (ummah) yang harmonis,mengatur suatu
ummahdengan bentuk Undang-undang dengan tujuna menegakkan
pemerintahan atas dasar keadilan, kesetaraan, persamaan hak satu sama
lain.46
Hasan Ibrahim Hasan juga berkomentar mengenai Piagam
Madinah Nabi Muhammad bahwa adannya piagam (charter) ini secara
resmi menandakan berdirinya suatu negara (nation), yang isinya terdiri
dari. Pertama, mempersatukan segenap kaum muslimin dariberbagai
suku menjadi satu ikatan. Kedua, menghidupkan semangat gotong
royong, hidup berdampingan, saling menjamin di antara sesama warga.
Ketiga, menetapkanbahwa setiap warga warga mempunyai
kewajiban memanggul senjata, mempertahankan keamanan dan
melindungi Madinah dari serbuan luar. Keempat, menjamin persamaan
dan kebebasan bagi kaum Yahudi dan pemeluk-pemeluk agamalain
dalam mengurus kepentingan mereka.47
Oleh sebab itu, Piagam Madinah benar-benar menjadi patokan
dan tolok ukur bagi seluhur ummat Muslim di muka bumi sebab sudah
terbukti bahwapiagam (charter) ini telah mempersatukan warga
Madinah yang heterogen itu menjadisatu kesatuan warga (ummah)
yang benar-benar menjaga dan melindungi warga negaranya yang
majemuk menjadi satu kesatuan (unity) dalam membangun bangsa dan
Negara, sehingga untuk negara kita masih sangat relevan untuk
diterpakan nilai-nilai yang tertera dalam Piagam Madinah Nabi
Muhammad Saw sebagai landasan berbangsa dan bernegara.
4. Charter of Medina dan Konstitusi Madinah
Dalam sejarah terbentuknya piagam Madinah ini dimulai dari
pergantian nama dari Yatsrib ke Madinah, kemudian dilanjutkan pada
tahapan pengembangan Negara Madinah dengan proses negosiasi yang
dilakukan Nabi Muhammad Saw., bersama internal ummat komunitas
Madinah yang perjalanannya begitu panjang, sehingga menghasilkan
penyusunan dan penandatanganan Piagam Madinah (1 H. Tahun 622
M) dengan upaya Nabi untuk mempersaudarakan Muhajirin dan
Anshor yang kemudian terbentuklah sebuah Konstitusi Madinah
(Constitution of Medina).48 Dari keberhasilan inilah kemudian Nabi
Muhammad Saw., pertama kali mendapat pengakuan sebagai pemimpin
(leaders) dan bahkan sebagai kepala Negara dari kelompok penduduk
Madinah pada Bai’at Aqabah Pertama (621 M) dab Bai’at Aqabah kedua
(622 M).
Dari konteks sejarah inilah dapat dilihat dari sudut teori politik
bahwa Nabi Muhammad Saw., mempunyai kekuatan sosial di kalangan
para pengikutnya di Madinah. Pada tahun pertama hijrah, setelah
perkembangan berikutnya, Nabi Muhammad memperoleh pengakuan
yang lebih luas, yaitu dari suku-suku Yahudi dan sekutunya di wilayah
Madinah dengan ditandai lahirnya perjanjian tertulis yang dikenal
dengan Piagam Madinah (mîtsâq al-Madînah/chater of Medina). Dalam
perjanian tertulis inilah, Nabi Muhammad Saw., diakui sebagai
pemimpin tertinggi Negara Madinah sebagai konstitusi (constitution).49
Bai’at Aqabah Pertama (621 M) berisi bahwa mereka berikrar tidak akan
menyembah selain Allah akan meninggalkan segala perbuatan jahat dan
akan menaati Rasulullah dalam segala hal yang benar.50 Pada Bai’at
Aqabah kedua (622 M) berisi bahwa mereka berajanji akan melindungi
Nabi sebagaimana melindungi keluarga dan menaatinya sebagai
pemimpin (leaders) mereka serta mereka berjani untuk berjuang bersama
baik untuk berperang atau perdamaian di Madinah.51
Sebutan ‘Madînah’ sendiri dalam bahasa Arab memiliki akar kata
yang sama dengan ‘dîn’, yangberasal dari akar kata “dâna” yaitu sikap
tunduk dan patuh kepada ajaran agama, yang dinyatakan dalam
supremasi hukum dan peraturan. Oleh sebab itu, Madinah sering
disebut sebagai ‘Madînah Madaniyyah’ (kota berperadaban). Istilah
“madaniyyah” sendiri pada awal dakwah Islam selalu dikaitkan dengan
prosesi pembentukan negara.52 Dengan demikian warga Madinah
pada hakekatnya adalah reformasi total terhadap warga tak kenal
hukum (lawless) Arab Jahiliah, dan terhadap supremasi kekuasaan
pribadi seorang penguasa seperti yang selama ini menjadi pengertian
umum tentang negara. Dalam perspektif ini, maka jelas bahwa bagi
Nabi Muhammad Saw., hijrah ke Madinah bukan semata pelarian dari
kedudukan langsung yang tidak dapat dipertahankannya di Mekkah.
Dalam pernyataan lain, banyak diantara penulis Muslim
beranggapan bahwa Piagam Madinah adalah merupakan konstitusi
Negara Islam pertama atau bahkan juga disebut sebagai Islamic State
pertama yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw.53Sudah memenuhi
kriteria bahwa dalam sebuah persyaratan suatu negara harus terdiri dari
adanya wilayah, pemerintahan, negara, rakyat, kedaulatan, dan ada
konstitusi.Madinah yang dipimpin Nabi Muhammad sudah memenuhi
kriteri ini meskipun dalam perkembangannya masih sederhana.54
Yang menarik, pernyataan dua tokoh Barat H. A. R. Gibb, W.
Montgomery Watt, dan Muhammad Marmaduke Pickthal bahwa
Piagam Madinah adalah merupakan hasil pemikiran yang cerdas dan
inisiatif dari Nabi Muhammad dan bukanlah wahyu dan sebagai
pencetus konstitusi yaitu Piagam Madinah atau Watt menyebutnya
sebagai “Constitution of Medina” (Konstitusi Madinah).55
Semua sarjana mengetahui, dan mengakui bahwa salah satu
insiden tindakan pertama Nabi Saw., untuk mewujudkan warga
Madinah itu ialah menetapkan suatu dokumen perjanjian yang disebut
Mitsâq al-Madînah (Charter of Medina). Inilah dokumen politik pertama
dalam sejarah umat manusia, yang meletakkan dasar-dasar pluralisme
dan toleransi. Dalam Piagam itu ditetapkan adanya pengakuan kepada
semua penduduk Madinah, tanpa memandang perbedaan agama dan
suku, sebagai anggota umat yang tunggal (ummah wâhidah), dengan hak-
hak dan kewajiban-kewajiban yang sama. Dalam hal ini menunjukkan
bahwa Nabi Muhammad Saw., sudah diakui sebagai pemimpin (leaders)
yang memiliki kekuasaan politik dan sebagai kepala Negara yang ada di
Madinah.Dan, kemudian dihagantikan oleh para sahabatnya yang
disebut masa al-Khilâfah ar-Râsyidah.56
Menurut Zakaria Bashier pilar dasar warga Madinah
adalah terlaksananya perintah-perintah moral al-Qur’an, pembangunan
masjid, kepribadian Nabi Saw., terpeliharanya institusi yang dapat
menampung semangat ukhuwwah islâmiyyah (islamic brotherhood)diantara
sesama Muslim, membangun ritual keagamaan (ritual religiousity) di
kalangan ummat, tumbuhnya tatanan warga muslim pada tingkat
negara, dan formasi angkatan perang ummat Islam.57 Selain itu salah
satu inti makna hijrah ialah semangat mengandalkan penghargaan
sebab prestasi kerja, bukan sebab pertimbangan-pertimbangan
ascriptive yang sekedar memberi gengsi dan prestige seperti keturunan,
suku, kebangsaan, warna kulit, bahasa, dan lain-lain. Hal ini seperti
tercermin dalam adagium Arab yang masyhur bahwa penghargaan
kepada seseorang di masa Arab Jahiliyah adalah berdasarkan prestige
keturunan, sedangkan di masa Islam penghargaan ini didasarkan
pada prestasi atau hasil kerja dari ummat Islam.58 Pandangan ini juga
merupakan konsekuensi penegasan al-Qur’an bahwa seseorang tidak
akan mendapatkan sesuatu kecuali yang ia usahakan sendiri.
C. KonsepUmmah Piagam Madinah dan Relevansinya di
negara kita
Banyak dari para peneliti yang mengatakan bahwa Piagam
Madinah yang disebut sebagai Mîtsâq al-Madînah adalah merupakan
wujud historis eksperimen sistem politik di Madinah sebagaimana yang
sudah dijelaskan sebelumnya bahwa piagam Madinah ini
didokumetasikan oleh para ahli sejarah seperti Ibnu Ishaq dan Ibnu
Hazm.59
Dalam Piagam Madinah, ummah menjadi prinsip kunci untuk
memahami komunitas warga Madinah, sebab konsep ini merupakan
perekat utama bagi keramgama warga madinah untuk bersatu
(unity) menjadi sebuah ummah yang rukun dan menjadi pijakan
berasama kerjasama antar berbagai kelompok sosial dalam konfigurasi
pluralstik madinah termasuk kelompok Muslim di Madinah (al-mujtama’
al-Islâmî fî al-Madînah).60 Di negara kita , sangat penting diterapkan nilai-
nilai dalam piagama Nabi ini , sebab dari segi masyarkat,
negara kita sangat konpleks dari berbagai bahasa, budaya, agama, ras,
suku, sehingga apabilan nilai-nilai piagam nabi ini dapat
diimplementasikan, maka warga negara kita lebih menghargai satu
sama lain, terutama bagi umat beragama. Pembahasan ummah/society
dalam piagam Nabi Muhammad ini menjadi perhatian sentral para
sejarah politik Islam (fiqh siyâsah) dan bahkan menjadi kajian menarik
bagi para peneliti di dunia, sehingga melahirkan konsep civil society
dalam kajian Negara. Istilah ummah/society yang ditulis Nabi
Muhammad dalam Piagam Madinah berasal dari bahasa Ibrani yang
berarti suku, ras, bangsa, atau juga berati sebuah komunitas
warga .61 Termasuk relevansinya bagi warga Muslim
negara kita yang rentan konflik, sehingga apabila diimplementasikan
dapat menjadi teladan tersendiri dan bahan resolusi konflik (conflict
resolution) dalam mengatasi kompleksitas persoalan bangsa negara kita .
dalam Piagam Madinah Pasal 25 “Kaum Yahudi Bani ‘Auf bersama
dengan warga yang beriman adalah satu ummah (comunity),62yaitu kedua
belah pihak, kaum Yahudi dan kaum Muslimin, bebas memeluk
agamamasing-masing. Konsep ummah menjadi prinsip kunci untuk
memahami komunitas warga, seperti Madinah menjadi contoh bagi
terbentuknya Negara demokratis seperti warga negara kita .63
negara kita merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki
penduduk dengan jumlah yang sangat besar dan mayoritas adalah
beragama Islam. Kemajemukannya, hamper sama dengan situasi dan
kondisi sosial-politik di Madinah, meskipun beda masa, tetapi tetapi
dapat dilakukan sebuah penyegaran pengetahuan (fresh knowledge) bahwa
sejarah masa lalu, dapat diimplementasikan pada situasi kekinian
khsusnya yang berkembang di negara kita , paling tidak, nila-nilai (values)
yang ada dalam charter of Medina sudah ditertapkan dalam UUD
1945 dan falsafah Pancasila.
Dasar negara Pancasila memberikan jaminan kebebasan
beragama dengan sila yang pertama, “Ketuhanan Yang Maha Esa.” UU
D 1945 juga menjamin kebebasan menjalankan agama dengan satu
pasal khusus, terutama dalam pasal 29. Disamping itu, slogan Bhinneka
Tunggal Ika memberikan harapan bagi pluralitas bangsa dan pluralisme
warga keberagamaan negara kita tetap berada di bawah naungan
dan menjadi satu kesatuan dasar Pancasila dan UUD 1945.64 Dari
sinilah nilai-nilai piagam Madinah nabi Muhammad Saw dapat
dijadikan sebagai prinsip dasar aturan yang dapat dijadikan sebagai
landasan toleransi antarumat beragama di negara kita . Terutama prinsip
kerukunan intern umat beragama, kerukunan antar umat beragama, dan
kerukunan antara umat beragama dengan Negara (Nation), sehingga
terbentuklah konstitusi Negara negara kita yang demokratis, tumbuh
dan berkembang keragaman budaya, sosial, dan agama secara sehat dan
madany.
Sebagai kontribusi konkrit tulisan ini untuk negara kita ke depan
sebagai warga yang majemuk. Pertama, sejarah konstitusi Madinah
Nabi Muhammad sangat relevan untuk diterapkan, sebab selama ini
negara kita (pemerintah) masih sangat lambat dalam menangani
persoalan-persoalan yang ada, padahal Nabi Muhammad begitu cepat
dalam merespon gejala-gejala di warga , sehingga diperlukan
adanya RUU tentang penodaan dan konflik antar agama yang lebih
mengena di warga agar seimbang antara law and society di negara kita
ke depan. Kedua, nilai-nilai Piagam Madinah yang resmi menjadi
pedoman Konstitusi Madinah, setidaknya menjadi prinsip dasar Negara
dan warga negara kita , utamanya terkait dengan aturan kerukunan
antarumat beragama, pemerataan sosial, nila-niai moral dapat dijadikan
landasan untuk mengatur persoalan-persoalan di negara kita . Ketiga,
negara kita perlu mencanangkan terwujudnya warga madani seperti
dalam Prinsip Piagam Madinah Modern untuk warga negara kita
dengan menekankan kerjasama dalam satu komunitas yang majemuk
menjadi satu kesatuan yang rukun untuk bersama-sama menjaga
Negara sebagai Negara bersama, yang sangat relefan dengan bangsa
negara kita yang begitu kompleks.
Dari paparan-paparan di atas mengenai konsep ummah dalam
piagam Madinah Nabi Muhammad Saw dalam sejarah pembentukan
warga dan konsitusi (Negara) Madinah dapat disimpulkan sebagai
berikut:
Piagam Madinah (charter of Medina) merupakan sebuah
perjuangan Nabi Muhammad dalam membangun komunitas (ummah)
Madinah yang terangkum dalam Piagam Madinah dari Pasal 1 (naskah
pertama) dan Pasal 25 (naskah kedua). Di dalamnya mencakup
Pembentukan Ummah, Hak Asasi Manusia (HAM), Persatuan Se-
Agama, Persatuan Segenap Warga Negara, Melindungi Negara,
Pimpinan Negara, dan Politik Perdamaian.
Piagam Madinah merupakan langkah kongkrit Nabi
Muhammad Saw., dalam membetuk warga , ummah (society) menjadi
sebuah Konstitusi Madinah dalam menghadapi realitas sosio-politik
dari warga yang heterogen, multikultural, dan multireligius.
Termasuk dalam konteks negara kita , sangat penting diterapkan nilai-
nilai dalam piagama Nabi ini , sebab dari segi masyarkat,
negara kita sangat konpleks dari berbagai bahasa, budaya, agama, ras,
suku, sehingga apabilan nilai-nilai piagam nabi ini dapat
diimplementasikan, maka warga negara kita lebih menghargai satu
sama lain, pengendalian konflik sosial sebagai langkah resolusi,
terutama bagi umat yang multireligius. Nilai-nilai (values) yang tertuang
dalam Piagam Madinah (charter of Medina) mempunyai arti yang sangat
dalam (deep meaning), terutama pesan-pesan moral di dalamnya seperti
prinsip-prinsip berwarga , beragama, dan bernegara, sangat relevan
untuk diimplementasikan dalam konteks negara kita yang heterogen agar
lebih madani dan bermartabat.
.jpeg)
