makna ahl alkitab 1

makna ahl alkitab 1


   


 MAKNA AHL AL-KITÂB DALAM PRESPEKTIF AL-QUR'AN  


 

Penjelasan mengenai Ahl al-Kitâb telah banyak dibahas dalam 

berbagai literatur keislaman terutama di dalam kitab-kitab tafsir. Namun 

seiring dengan berjalannya waktu, pemahaman ulama mengenai cakupan Ahl 

al-Kitâb kitab mulai mengalami perubahan para ulama sepakat bahwa 

mereka yaitu  Yahudi dan Nasrani. Namun mereka berbeda dalam hal 

cakupan makna Ahl al-Kitâb, sebagian mengatakan Ahl al-Kitâb yaitu  

Yahudi dan Nasrani keturunan Bani Israil saja, sementara yang lain 

mengatakan bahwa Ahl al-Kitâb yaitu  Yahudi dan Nasrani kapan pun dan 

di manapun mereka berada. Pembahasan ini akan diteliti menggunakan 

metode maudhu‟i, berupa riset kepustakaan, dengan analisis data deskriptif. 

Berdasarkan hasil penelitian, penulis mendapatkan pengungkapan kata Ahl 

al-Kitâb dalam al-Qur'an sebanyak 11 bentuk,. Mengenai makna Ahl al-

Kitâb, Rasyid Ridha sepakat dengan jumhur ulama, hanya saja pendapatnya 

tentang cakupan Ahl al-Kitâb lebih luas dari ulama sebelumnya. Dalam 

Tafsir al-Manar, cakupan Ahl al-Kitâb tidak hanya sebatas Yahudi dan 

Nasrani, tetapi juga mencakup agama-agama lain seperti Majusi, Shabi'in, 

penyembah berhala di India, Cina dan siapa saja yang serupa dengan mereka. 

Menurutnya, semua agama ini  bisa dimasukkan dalam cakupan ahli 

kitab sebab  pada awalnya semua agama menganut tauhid. Sedangkan 

Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah memahami makna Ahl al-Kitâb 

yaitu  semua penganut agama Yahudi dan nasrani dimanapun, kapanpun dan 

dari keturunan siapapun. Dia memahami makna seperti itu sebab  

berdasarkan al Quran yang hanya terbatas pada dua golongan saja yaitu 

Yahudi dan Nasrani. 


Al-Qur'an tidak tersusun secara sistematis seperti halnya buku yang 

dibuat oleh manusia. Selain itu, Al-Qur'an juga jarang menyajikan suatu 

masalah secara terperinci serta mendetail. Al-Qur'an biasanya berbicara 

terhadap suatu masalah yang pada umumnya bersifat global, parsial, dan 

seringkali menampilkan suatu masalah hanya dalam prinsip pokok-

pokoknya saja1. Dengan mukjizat Al-Qur'an inilah, kajian terhadap Al-

Qur'an tidak pernah kering baik dari para sarjana muslim maupun non 

muslim. Sehingga, Al-Qur'an yaitu  kitab yang menjawab persoalan umat 

hingga hari ini meskipun sudah diturunkan lebih dari 14 abad yang lalu. 

Al-Qur'an tidak akan menjadi petunjuk jika umat Islam tidak mau 

mengungkap rahasia yang ada  dibalik ayat-ayat Al-Qur'an ini  

dengan menggunakan penafsiran. Penafsiran sangat dibutuhkan dalam 

memahami kandungan Al Qur'an, banyak sekali metode yang digunakan 

oleh para mufassir di dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an . 

Salah satu masalah yang sering diungkap oleh Al-Qur'an yaitu  

mengenai kata Ahl al-Kitâb. Secara umum, Ahl al-Kitâb diartikan sebagai 

komunitas Yahudi dan Nasrani. Ahl al-Kitâb berasal dari kata bahasa Arab 

yang tersusun dari bentuk idhafah yaitu Ahl dan al-Kitâb. Kata Ahl  terdiri 

dari hu ruf alif, ha, dan lam yang secara literal mengandung arti ramah, 

senang atau suka. Kata „ahli‟ merupakan serapan dari bahasa Arab yang 

                                        

 

berarti famili yang termasuk dalam suatu golongan, keluarga, kerabat atau 

kaum. al-Kitâb sendiri secara bahasa berarti Al-Qur'an , Taurat, dan Injil. 

Kata „kitab‟ atau al-Kitâb sudah terkenal di Indonesia dengan makna 

buku. Makna yang lebih khusus yaitu kitab suci atau wahyu Tuhan yang 

dibukukan. Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia disebutkan bahwa 

Ahl al-Kitâb yaitu  orang-orang yang berpegang kepada kitab suci selain 

Al-Qur'an .2 

Makna dari Ahl al-Kitâb tidak hanya berhenti disana. Berbagai 

penafsiran mulai dari masa penafsiran klasik dari abad pertama hijriah 

hingga masa sekarang ini. Perbedaan penafsiran yang muncul dalam 

mencoba memahami makna Ahl al-Kitâb di sebab kan perbedaan riwayat, 

aliran penafsiran, serta metode penafsiran yang digunakan, ada juga yang 

melihat hasil penafsiran ini  secara etnis dan teologis. Dinamika 

kajian terhadap penafsiran ayat-ayat Al-Qur'an  memang tidak pernah 

menemukan kebuntuan sejak masa Nabi Muhammad  hingga saat ini.  

Status Ahl al-Kitâb pada sejarahnya ternyata juga mencakup semua 

pemeluk agama yang kitab sucinya berasal dari Allah.3 Imam al-Sh fi‟ , 

dinukil dari kitabnya al-Umm, dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa 

Atha‟ berkata: “Orang Kristen Arab bukan termasuk ke dalam Ahl al-

Kitâb. Kaum yang disebut Ahl al-Kitâb yaitu  kaum Israel (Bani Israil), 

yakni orang-orang yang diturunkan kepada mereka kitab Taurat dan 

Injil.”4 Sedangkan Al-Thabari di dalam kitab tafsirnya mengutarakan 

bahwa Ahl al-Kitâb yaitu  pemeluk agama Yahudi dan Nasrani dari 

keturunan manapun dan siapapun mereka, baik dari keturunan Israel 

maupun bukan.5 Selain „ulama tafsir yang sudah disebutkan di atas, tidak 

luput pula masuknya penafsiran kata Ahl al-Kitâb yang ditafsirkan oleh 

„ulama Nusantara, sehingga mendapatkan seluruh gambaran jelas terkait 

dengan makna yang akan didapatkan dan dipahami. 

Perdebatan tentang makna dan cangkupan Ahl al-Kitâb inilah yang 

menjadikan tema ini menarik untuk dibahas Kerena Al-Qur'an 

menyebutkan tentang Ahl al-Kitâb cukup banyak. Selain itu ada salah satu 

ayat Al Qur'an yang menyebutkan bahwa Ahl al-Kitâb itu tidak semuanya 

sama. Surat al- Imrân/3:113: 

                                        

"Mereka itu tidak (seluruhnya) sama, di antara Ahl al-Kitâb ada golongan 

yang jujur (golongan Ahl al-Kitâb yang memeluk agama islam) mereka 

membacaayat ayat Allah pada malam hari, dan mereka (juga) bersujud 

(shalat).6 

Berdasarkan firman Allah diatas munculah perbedaan cakupan 

makna Ahl al-Kitâb dari kalangan ulama sebagaimana yang sudah di 

uraikan sebelumnya. Awalnya hanya dibatasi pada dua komunitas Yahudi 

dan Nasrani, menjadi semua pemeluk agama yang kitab sucinya diduga 

keras berasal dari Allah, Namun pendapat ini tidak disepakati oleh seluruh 

ulama bahkan makna dan cangkupan Ahl al-Kitâb berikut implikasi 

hukum yang ditimbulkan dalam kehidupan sosial masih tetap menjadi 

perdebatan para ulama fiqih dan tafsir. Dan ini menjadi tuntunan agar 

umat Islam melakukan interaksi sosial dengan Ahl al-Kitâb dengan cara 

yang baik. Artinya, perbedaan pandangan dan keyakinan antara umat 

Islam dan Ahl al-Kitâb tidak menjadi penghalang untuk saling membantu 

dan bersosialisasi. 

Makna Ahl al-Kitâb sebagai wadah agama yang direkam oleh Al-

Qur'an  menarik untuk dikaji. Tujuan dari penelitian ini yaitu  untuk 

mengetahui perbandingan tafsir M. Rasyid Ridha dalam Tafsîr al-Manâr 

dan M.Quraish Syihab dalam Tafsîr al-Mishbâẖ mengenai cakupan makna 

Ahl al-Kitâb.  M. Rasyid Ridha mengemukakan dalam memahami makna  

Ahl al-Kitâb bahwa Majusi dan Shabi'un termasuk pula Ahl al-Kitâb selain 

dari Yahudi dan Nasrani. Bahkan di luar itu, masih ada kelompok yang 

termasuk Ahl al-Kitâb yaitu Hindu, Budha, Kong Fu Tse, dan Shinto.7. 

Pendapat demikian didasarkan pada kenyataan sejarah dan informasi Al-

Qur'an bahwa semua umat sebelum diutusnya Nabi Muhammad . telah 

diutus seorang rasul sebagai petunjuk kepada kebenaran. Sedangkan 

M.Quraish Shihab mengemukakan kecenderungannya memahami Ahl al-

Kitâb sebagai semua penganut agama Yahudi dan Nasrani, kapan, di mana 

pun, dari keturunan siapapun mereka tanpa terkecuali.8 Pendapatnya ini 

berdasarkan pada penggunaan Al-Qur'an terhadap istilah ini  yang 

                                        

 

hanya terbatas pada kedua golongan ini  Yahudi dan Nasrani. 

Argumennya yang lain yaitu  firman Allah  dalam surat al-An‟âm: 156. 

Dari pemaparan para mufassir di atas, tergambar kepada kita 

bahwasanya perbedaan pada penafsiran makna kata Ahl al-Kitâb 

merupakan sebuah realita yang tidak terbantahkan, yang juga pada 

akhirnya melahirkan perbedaan pada kesimpulan dari ayat-ayat Al-Qur'an  

yang ada  di dalamnya Ahl al-Kitâb. Namun faktanya yang terjadi di 

tengah-tengah masyarakat adanya pengarahan kepada penafsiran ke arah 

satu makna saja, sehingga saat  ada di antara mereka mendengar atau 

melihat ada pihak lain yang menafsirkan dengan penafsiran yang dimiliki 

atau diyakininya menjadi sebuah keanehan atau bahkan hinaan. Padahal 

pengertian dan penafsiran yang beragan ini  sebenarnya dapat 

dirangkai menjadi satu kesatuan pemahaman yang satu sama lain saling 

menguatkan, bukan malah saling menegasikan dan bertolakbelakang. 

Maka peneliti berharap penelitian ini mampu benar-benar membawa suatu 

diskursus baru yang memberikan khazanah keilmuan baru baik dalam 

pengembangan keilmuan tafsir Al-Qur'an pun terhadap sosial masyarakat 

muslim dan non muslim yang dalam hal ini sedang dan akan di kaji 

melalui kacamata  perbandingan (muqârin) antara Tafsîr al-Manâr dan 

Tafsîr al-Mishbâẖ serta alat-alat bantu lain dari kedua sisinya termasuk 

pendapat mufasir lainnya sebagai sumber data sekunder yang dapat 

menguatkan penelitian ini, sehingga terbukti bahwa penelitian ini betul-

betul sangat problematis dan memiliki nilai urgensi atau kepentingan yang 

dapat memberikan dampak pada pengembangan keilmuan tafsir Al-Qur'an  

dan dampak pula pada sosial masyarakat muslim dan non muslim. 

Bedasarkan latar belakang ini  peneliti menjadikan sebuah judul 

penelitian tesis, yakni Makna Ahl al-Kitâb dalam Prespektif Al-Qur'an 

(Studi Komparatif Atas Tafsîr al-Manâr Dan Tafsîr a -   hb h ). 

B. Identifikasi Masalah 

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat 

diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut: 

1. Bagaimana penafsiran para mufassir tentang Ahl al-Kitâb? 

2. Apakah yang menyebabkan para mufassir Al-Qur'an berbeda 

pandangan tentang makna Ahl al-Kitâb?  

3. Apakah Al-Qur'an memberikan rambu-rambu bahwa Ahl al-Kitâb 

hanya sebatas Yahudi dan Nasrani?  

4. Sejauh manakah batasan makna Ahl al-Kitâb?  

5. Apa saja ayat-ayat tentang Ahl al-Kitâb? 

6. Prinsip-prinsip apa yang diajarkan Al-Qur'an saat  bersosial dengan 

Ahl al-Kitâb? 

 

7. Bagaimana makna Ahl al-Kitâb  menurut penafsiran M. Rasyid Ridha 

dan M. Quraish Shihab dalam tafsirnya? 

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah 

1. Pembatasan masalah  

Agar penelitian ini dapat dilakukan lebih fokus, tersturktur serta 

lebih mendalam maka permasalahan di dalam penelitian ini harus 

dibatasi. Oleh sebab  itu, penelitian ini hanya dibatasi dengan Makna 

Ahl al-Kitâb Dalam Prespektif Al-Qur'an (Studi Komparatif Atas Tafsîr 

al-Manâr Dan Tafsîr al-Mish  h ). Term Ahl al-Kitâb dipilih sebab  

makna ini memiliki cakupan yang cukup luas. 

2. Perumusan masalah  

Berdasarkan paparan yang dijelaskan di atas baik latar belakang, 

identifikasi maupun pembatasan masalah, maka peneliti merumuskan 

permasalahan menjadi bentuk pertanyaan sebagai berikut: 

a. Bagaimana makna Ahl al-Kitâb menurut penafsiran M. Rasyid 

Ridha dan M. Quraish Shihab dalam tafsirnya?  

b. Bagaimana analisis komparatif penafsiran M. Rasyid Ridha dan M. 

Quraish Shihab terhadap penafsiran tentang Ahl al-Kitâb? 

D. Tujuan Penelitian  

Berdasarkan pokok permasalahan di atas, maka penelitian ini 

bertujuan:  

1. Untuk mengetahui tentang penafsiran dan makna Ahl al-Kitâb menurut 

penafsiran M. Rasyid Ridha dan M. Quraish Syihab dalam tafsirnya. 

2. Untuk menjelaskan latar belakang keilmuan, pemikiran dan 

sosiohistoris keduanya sehingga melahirkan penafsiran masing-masing 

dalam menafsirkan ayat-ayat seputar Ahl al-Kitâb.  

3. Untuk menganalisis komparasi penafsiran M. Rasyid Ridha dan M. 

Quraish Shihab serta implikasi dari latar belakang keilmuan, pemikiran 

dan sosio-historis terhadap penafsiran tentang Ahl al-Kitâb 

4. Mampu memberikan kontribusi kepada bidang akademik maupun 

sosial masyarakat, Kontribusi terhadap akademis yang dimaksud yaitu  

penelitian terhadap kata Ahl al-Kitâb ini menjadi kontributor serta 

pengembangan makna Ahl al-Kitâb pada generasi selanjutnya, serta 

menjadikannya sebagai referensi, perbandingan serta tolak ukur untuk 

penelitian berikutnya, terlebih khusus kepada kajian yang bertemakan 

Ahl al-Kitâb. 

E. Manfaat Penelitian 

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan serta menambah 

khazanah bagi kajian terhadap makna Ahl al-Kitâb di dalam Al-Qur'an . 

 

Khususnya kepada jurusan Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir di Institut PTIQ 

Jakarta dan masyarakat muslim pada umumnya yang berminat serta 

menkaji tentang problematika di atas. 

F. Kerangka Teori 

Komparatif/perbandingan dapat dilakukan terhadap masing-masing 

unsur. Setiap kegiatan ilmiah sendiri sejak awal telah menerapkan metode 

komparasi, sebab  sejak semula peneliti harus dapat mengadakan 

identifikasi terhadap masalah-masalah yang akan ditelitinya. Menerapkan 

satu atau beberapa masalah berarti telah menerapkan metode komparasi.9 

Di antara bentuk penelitian dalam ilmu Al-Qur'an  atau tafsir yaitu  

penelitian komparatif atau perbandingan. Penelitian komparatif secara 

teoritik dapat dilakukan dalam berbagai macam aspek, diantaranya; 

perbandingan antar pemikiran atau madzhab, perbandingan antar tokoh, 

perbandingan antar kawasan, perbandingan antar waktu, dan lain 

sebagainya.  

Secara metodologis, penelitian komparatif memiliki tujuan 

diantaranya; 

1. Mencari aspek persamaan dan perbedaan  

2. Melihat latarbelakang masing-masing objek yang diteliti. 

3. Mencari kelebihan dan kekurangan masing-masing objek yang diteliti  

4. Mencari sintesa kreatif dari hasil analisis objek yang diteliti  

Adapun metode dari penelitian komparatif yaitu  menentukan tema 

apa yang ingin diteliti, mengidentifikasi aspek-aspek yang mau 

dikomparasikan, mencari keterkaitan dan faktor-faktor yang 

mempengaruhi masing-masing objek yang diteliti, melakukan analisis 

mendalam dan kritis dengan disertai argumentasi, data dan membuat 

kesimpulan-kesimpulan yang menjawab rumusan masalah suatu 

penelitian. Ini yang kemudian peneliti coba gali, melihat tafsir M. Rasyid 

Ridha dan tafsir M. Quraish Shihab soal penafsiran tentang ayat-ayat Ahl 

al-Kitâb baik dari intrinsik tafsir itu sendiri sekaligus melihat apa 

sesungguhnya yang ada di belakang panggung penafsiran ini  baik 

pemikiran keduanya juga konteks sosio-historis masyarakat saat  tafsir 

itu lahir dalam menyikapi keadaan sosial masyarakat saat  itu. 

G. Tinjauan pustaka/penelitian terdahulu yang relevan 

Untuk memperkuat dan melihat batasan masalah serta sebagai 

referensi pelengkap penelitian, peneliti juga melakukan kajian pustaka 

sederhana untuk menemukan penelitian-penelitian yang memiliki irisan 

dengan penelitian yang dilakukan peneliti. Penelitian-penelitian ini  

                                        

memiliki kaitan dengan apa yang akan peneliti teliti namun secara konteks 

dan masalah tentu sangat berbeda, diantaranya yaitu : 

1. Tesis dengan judul “Kewajiban Dakwah dalam Al-Qur'an antara Fardu 

Ain dan Fardu Kifayah (studi komparatif atas Tafsir Ibn Katsîr dan 

Tafsir Al-Mishbâh) yang ditulis oleh Kabir Al-Fadly Habibullah 

mahasiswa pascasarjana program Studi Ilmu Tafsir Institut Ptiq Jakarta 

tahun 2021. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang hukum 

kewajiban dakwah menurut penafsiran Ibn Katsîr dan M. Quraish 

Shihab dalam tafsirnya, lahir dari kegelisahan dan keprihatinan 

terhadap kondisi dakwah di indonesia dan umumnya dunia. Persamaan 

tesis ini dengan penelitian yang akan peneliti laksanakan yaitu  objek 

kajiannya yakni sama-sama mengomparasi Tafsir Ibn Katsîr dan Tafsir 

Al-Mishbâh dengan teori dan pendekatan perbandingan atau studi 

komparatif dan pembahasan utamanya sangat berbeda, peneliti 

membahas tentang makna Ahl al-Kitâb dan pada penelitian ini 

membahas soal kewajiban dakwah. 

2. Buku dengan judul “Ahl al-Kitâb: Makna dan Cakupannya dalam Al-

Qur'an ". Sebelum kemudian diterbitkan menjadi buku, karya ilmiah 

ini awalnya merupakan hasil disertasi Muhammad Galib pada program 

Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Di 

dalam bukunya ini Muhammad Galib dimulai dengan menjelaskan 

tentang term-term yang menunjuk tidak langsung kepada Ahl al-Kitâb, 

selain itu juga beliau melakukan perbandingan antara Ahl al-Kitâb, 

kafir, dan musyrik. Muhammad Galib menjelaskan tentang sikap dan 

perilaku Ahl al-Kitâb baik terhadap agamanya, sesamanya serta 

terhadap umat muslim. Terakhir, ia menjelaskan tentang pandangan Al-

Qur'an terhadap Ahl al-Kitâb serta sikap Al-Qur'an terkait dengan 

interaksi sosial dengan Ahl al-Kitâb. Di dalam karya nya ini, Penafsiran 

kata Ahl al-Kitâb yang dicantumkan di dalam buku ini baik dari 'ulama 

klasik sampai ke kontemporer.  

3. Mahmud Rifaanudin dengan judul “Konsep Ahl al-Kitâb dalam Tafsîr 

al-Manâr Karya Muhammad Abduh dan Muhammad Rashid Ridhâ”. 

Isi tesis ini berfokus kepada bagaimana Muhammad Abduh dan Rasyid 

Ridha memiliki penafsiran tersendiri terhadap makna, konsep, 

golongan, serta status Ahl al-Kitâb. 

4. Mohd Faizal Abdul Khir, Judul jurnal ilmiahnya yaitu  Konsep Ahl al-

Kitâb Menurut Ibn Hazm dan al- Shahrastânî. Abdul Khir menjelaskan 

terkait dengan konsep Ahl al-Kitâb yang dikemukakan oleh Ibn Hizam 

dan al-Shasrastânî. bahwa kedua tokoh ini diteliti sebab  memiliki 

pemahaman serta kredibilitas mereka di dalam bidang agama.  

5. Andi Eka Putra dalam jurnalnya dengan judul Konsep Ahl al-Kitâb 

dalam Al-Qur'an menurut Penafsiran Muhammad Arkoun dan 

 

Nurcholis Madjid (Sebuah Telaah Perbandingan). Andi Eka   Putra 

melakukan telaah perbandingan (studi komparasi) atas dua mufassir di 

atas. 

6. Mujiburrahman di dalam jurnal ilmiahnya yang berjudul Ahl al-Kitâb 

dan Konteks Politik di Indonesia. Di dalam karya ilmiahnya ini , 

fokus Mujiburrahman lebih kepada konteks hukum sosial Indonesia 

terhadap Ahl al-Kitâb seperti pernikahan beda agama dan lain 

sebagainya, serta berbicara tentang agama-agama yang diakui oleh 

Pancasila. Mujiburrahman mengutip pernyataan Nurcholis Madjid 

sebagai titik acuan dalam menafsirkan term Ahl al-Kitâb. 

7. Muslim Djuned dan Nazla Mufidah dalam jurnal ilmiyahnya yang 

berjudul makna Ahl al-Kitâb dalam Tafsîr al-Manâr Di dalam karya 

ilmiahnya ini , terfokus lebih kepada makna Ahl al-Kitâb menurut 

M. Rasyid Ridha dalam tafsir Tafsîr al-Manâr. Di jelaskan bahwa 

cakupan Ahl al-Kitâb tidak hanya sebatas Yahudi dan Nasrani saja, 

tetapi juga mencakup agama-agama lain seperti Majusi, Shabi'in, 

penyembah berhala di India, Cina dan siapa saja yang serupa dengan 

mereka. Menurutnya, semua agama ini  bisa dimasukkan dalam 

cakupan Ahl al-Kitâb sebab  pada awalnya semua agama menganut 

tauhid. 

H. Metode Penelitian 

1. Pemilihan Objek Penelitian 

Penelitian ini mencoba mengarahkan objek penelitian kepada 

penafsiran M. Rasyid Ridha dan M. Quraish Shihab tentang ayat-ayat 

yang menjelaskan makna Ahl al-Kitâb sekaligus menggali latar 

belakang pemikiran dan sosio-historis keduanya sehingga lahir 

formulasi pemikiran demikian. Objek penelitian dan juga masalah-

masalah yang mengitarinya akan coba peneliti bedah dan kupas dengan 

pendekatan kualitatif sebagai pendekatan dan point of view penelitian 

ini untuk mengkaji, mendeskripsikan, menginterpretasi dan 

menganilisis data menggunakan metode analisis komparatif 

(analytical-comparative method) untuk menjawab rumusan masalah 

penelitian. 

Penelitian ini memilih pendekatan kualitatif dapat diartikan 

sebagai sebuah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif 

berupa kata dan ucapan dari perilaku orang yang diteliti termasuk yang 

tertulis menjadi sebuah teks.10 Penelitian yang menggunakan 

pendekatan kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena yang ada 

dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data juga sedalam-

                                        

 

dalamnya dan komprehensif, sebab dalam kualitatif yang ditekankan 

yaitu  soal kedalaman (kualitas) bukan banyaknya (kuantitas) data.11  

Adapun jenis penelitian yang dipilih yaitu  jenis penelitian studi 

kepustakaan (library research) yakni semua penelitian yang sumber 

datanya berasal dari bahan yang tertulis seperti buku, dokumen, naskah, 

tulisan dan lainnya. Penelitian kepustakaan terciri dan memiliki 

substansi soal muatannya yang menyangkut soal hal-hal yang bersifat 

teoritis, konseptual ataupun ide dan gagasan yang semuanya ada  di 

dalam sumber yang peneliti sampaikan sebelumnya. Tentu dalam hal 

ini daftar kepustakaan dan sumber yang akan digali yaitu  soal 

penafsiran kewajiban dakwah dan sumber lainnya yang mendukung 

penggalian informasi terhadap hal itu yang masih ada kaitannya dengan 

ruang lingkup Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir. 

Sedangkan metode analisis komparatif guna menjembatani dua 

konsep yang akan didialogkan pada penelitian ini yaitu  sebuah 

Metode penelitian ini amat sering digunakan dalam penelitian berbasis 

tafsir maupun Al-Qur'an termasuk di dalamnya sebagai metode 

penafsiran Al-Qur'an yang sering disebut sebagai (muqârin). 

Praktiknya, penelitian ini dapat mengkaji soal perbandingan teks atau 

nash ayat-ayat Al-Qur'an yang memiliki kesamaan atau kemiripan 

redaksi dalam satu kasus yang sama. Bisa juga digunakan untuk 

membandingkan Al-Qur'an dan Hadis Nabi yang kelihatannya 

bertentangan untuk mendialogkan dan mencari jalan tengah, pun dapat 

juga digunakan dalam membandingkan penafsiran para mufasir dalam 

menjelaskan kandungan makna ayat-ayat tertentu dalam Al-Qur'an .12 

dan inilah yang digunakan peneliti untuk membandingkan dan 

mendialogkan penafsiran M. Rasyid Ridha dan M. Quraish Shihab 

untuk kemudian dilihat irisan di antara formulasi penafsiran keduanya. 

Penelitian ini selain beririsan dengan metode komparatif (muqârin) 

sedikit banyak juga mengambil dan meminjam prinsip-prinsip tafsir 

m udhû‟i. Irisan itu terjadi sebab ada sebuah tema besar yang peneliti 

ambil yakni soal makna Ahl al-Kitâb kemudian memilah ayat-ayat 

mana saja kiranya yang terkait dengan tema besar itu kemudian 

dianalisis dengan perangkat-perangkat yang dipaparkan di atas. –Perlu 

jadi catatan– bahwa peneliti mengambil prinsip-prinsip utamanya saja 

dalam tafsir maudhû‟i untuk mengategorisasi tema dan ayat-ayat yang 

berkesesuaian untuk kemudian diperbandingkan penafsiran di atas 

kertas serta atmosfir saat  penafsiran demikian disusun. Langkah 

                                        

demikian yaitu  step paling mendasar dari tafsir maudhû‟i untuk 

menentukan tema serta pengumpulan semua ayat yang memeiliki tema 

sama meskipun dengan latar belakang turun yang berbeda.13 

2. Data dan Sumber Data 

Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini di bagi menjadi 

dua sumber pengambilan yakni sumber data primer dan sumber data 

sekunder. Sumber data primer diambil dari kitab tafsir kedua tokoh 

yakni Tafsîr al-Manâr karya M. Rasyid Ridha dan sumber primer 

keduanya yaitu  kitab tafsir M. Quraish Shihab yang berjudul Tafsîr 

al-Mishbâẖ: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur'an . Sedangkan 

sumber data sekunder meliputi kitab-kitab tafsir dan juga pendapat-

pendapat ulama tafsir dalam tafsirnya masing-masing seperti Tafsîr Al-

Qur‟ n  l-„ dzh m atau lebih terkenal dengan Tafsir Ibn Katsîr karya 

Abu al-Fida Isma‟il ibn Amr ibn Zara‟ ad-Dimasyqi atau akrab dengan 

sebutan Ibn Katsir, Tafsîr Jalâlain karya Imam Jalal ad-Din al-Mahali 

dan Jalal ad-Din as-Suyuthi juga Shafwat at-Tafâsîr karya Imam Ali 

Ash-Shabuni serta tafsir lainnya. Juga berbagai buku-buku, jurnal, 

karya ilmiah lain yang mendukung penelitian ini terutama soal dua 

konsep yang akan dikomparasikan juga buku-buku lain terkait makna 

Ahl al-Kitâb, metodologi dan konteks pendukung sosio-historis kedua 

penafsir. 

BAB II 

AHLI KITAB DALAM AL-QUR'AN  

 

A. Istilah dan Pengertian Ahl al-Kitâb 

Kata ahl dalam Al-Qur'an digunakan secara bervariasi yang 

disebutkan sebanyak 125 kali.1 Misalnya, menunjuk kepada suatu 

kelompok tertentu, seperti ahl al-bait (Surat al-Ahzâb/33: 33), yang 

ditunjukkan kepada keluarga Nabi Muhammad. Kata ahl juga menunjuk 

pada suatu penduduk (Surat al-Qasas/28:45), keluarga (Surat Hud/11:40) 

dan juga ditujukan terhadap suatu kelompok masyarakat yang menganut 

paham dan ajaran tertentu (Surat al-Baqarah/2:105). 

Kata ahl terdiri dari tiga huruf alif, ha‟ dan lam yang secara literal 

mengandung pengertian; ramah, senang atau suka.2 Kata ahli juga  

Mempunyai arti; keluarga, sebuah masyarakat atau sebuah rumah tangga.3 

Selain itu digunakan juga untuk menunjuk kepada sesuatu yang 

mempunyai hubungan yang sangat dekat, seperti ungkapan ahl ar-rajul, 

yaitu orang yang menghimpun mereka, baik sebab  hubungan nasab 

maupun agama, atau halhal yang setara dengannya, seperti profesi, etnis 

                                        

 

dan komunitas.4 Kata „ahli‟ juga dikatakan sebagai keluarga yang 

memiliki hubungan nasab, misalnya kalimat ahl al-bayt, suatu sebutan 

atas seseorang yang memiliki hubungan keluarga dengan „Ali bin Abi 

Talib dan Fatimah. 

Kata Kitâb yang hurufnya terdiri dari kaf, ta‟ dan ba‟, memiliki arti 

buku atau surat.5 Sedangkan kata Kitâb juga berarti tulisan atau rangkaian 

berbagai lafal. Sebab itu, firman Allah. kepada rasul-Nya bisa disebut 

kitab (kitab Allah atau al-Kitâb), sebab  memuat himpunan sejumlah lafal. 

Al-Qur'an menggunakan terma Ahl al-Kitâb dengan ragam bentuknya dan 

ada i sebanyak 319 kali. Dengan varian arti, yang mencakup makna 

tulisan kitab, ketentuan, dan kewajiban.6 Sementara itu, kata al-Kitâb 

merujuk kepada kitab suci dari Allah dan penggunaannya tampak bersifat 

umum. Itu berarti, segala sesuatu yang Allah turunkan, seperti kitab suci 

kepada nabi Musa, kepada nabi Dawud, kepada nabi Isa, dan kepada nabi 

Muhammad. Berdasarkan penjelasan tentang makna dan terma Ahl al-

Kitâb yang diuraikan secara terpisah ini , kiranya secara umum makna 

terma Ahl al-Kitâb ini  bila digabung menjadi satu, maka dapat 

dipahami dengan berbagai pengertian di antaranya; orang yang Ahl al-

Kitâb, sebutan bagi Bani Nazir dari kaum Yahudi dan Nasrani, orang 

Masehi (Nasrani).7 para pengikut kitab suci, atau orang yang berpegang 

pada kitab suci, atau orang yang berpegang pada kitab suci selain Al-

Qur'an .8 Dengan kata lain, Ahl al-Kitâb merupakan sebutan untuk mereka 

yang menganut agama dengan kitab sucinya yang berasal dari Tuhan.9 

Term Ahl al-Kitâb secara langsung disebutkan di dalam Al-Qur'an 

sebanyak 31 kali152 dan tersebar pada 9 surat yang berbeda. Dua kalimat 

ini  diartikan terpisah, seakan-akan bila diartikan secara umum 

maknanya menjadi suatu kelompok yang diturunkan pada mereka kitab 

Allah, sebagai wahyu dan petunjuk bagi mereka melalui Nabi dan Rasul 

yang diutus kepada mereka. Dari 31 ayat yang menyebut tentang Ahl al-

Kitâb, 4 ayat diantaranya memberikan kesan simpati kepda Ahl al-Kitâb 

yaitu Surat ali-Imrân/3:64, 110, 113 dan 119, yang surahnya masuk 

kedalam kategori madaniyah. Sedangkan 27 ayat lainnya, berisi peringatan 

                                        

dan kecaman kepada ahl al-kitab.. Kemudian dari seluruh ayat ini  

ada  di dalam sembilan surah yaitu al-Baqarah, Ali Imran, an-Nisa, al-

Mâidah , al-Ankabut, al-Ahzab, al-Hadid, al-Hasyr, dan al-Ankabut. Dari 

kesembilan surah ini  al-Ankabutlah satu-satunya yang termasuk 

kedalam Surah Makkiyah dan selebihnya termasuk kedalam Surah 

Madaniyah.10 

Berdasarkan uraian diatas, dapat dilihat bahwa term Ahl al-Kitâb 

lebih banyak mengandung unsur kecaman dan peringatan bagi mereka, 

serta seruan kembali beriman. Kendati demikian, dari banyaknya ayat 

yang berisi kecaman serta peringatan kepada mereka, masih ada  

beberapa term yang menyebutkan akan kebaikan mereka. Maka oleh 

sebab  itu, term Ahl al-Kitâb yang ada di dalam Al-Qur'an lebih kepada 

memberikan mereka peringatan untuk kembali beriman. 

B. Sifat Ahli Kitab dalam Al-Qur'an  

Al-Qur'an memang mengakui keberadaan Ahl al-Kitâb. Secara 

umum, Ahl al-Kitâb dalam Al-Qur'an berarti Yahudi dan Nasrani. Namun, 

menurut beberapa pemahaman dari sebahagian besar ahli tafsir Ahl al-

Kitâb juga mencakup orangorang seperti Majusi dan Shabiin yang 

termasuk kedalam kelompok Musyrikin, yang disinggung oleh Allah  

dalam Al-Qur'an. Hal ini  bukan menjadi sebuah legitimasi bahwa 

mereka merupakan ummat yang sungguh baik, jujur dan adil, sebab  

dalam Al-Qur'an banyak ditemukan ayat-ayat yang mengecam prilaku dan 

sikap Ahl al-Kitâb yang dilakukan dengan berbagai bentuk prilaku. 

Mengenai berbagai perilaku menyeleweng yang dilakukan oleh Ahl al-

Kitâb ini, Hasan Hanafi mengatakan: 

“Al-Qur'an yang notabene yaitu  kitab suci agama ini, membicarakan 

soal penyelewengan dan perubahan yang terjadi terhadap kitab-kitab suci 

sebelumnya. Di samping itu, Al-Qur'an juga membicarakan tentang 

terjadinya perubahan ajaran, kesalahpahaman terhadap ajaran-ajaran 

al-Masih, pemalsuan sabda dan wahyu para nabi, permusuhannya dengan 

bangsa lain, pembunuhan nabi-nabi, kedurhakaan, serta keras kepala 

yang mereka miliki. Al-Qur'an juga menganjurkan untuk menolak 

kerjasama dengan mereka sebab  kedengkian, fanatisme, dan sifat mereka 

yang suka menuruti hawa nafsu, atau dengan bahasa kontemporer yaitu 

k ren  sik p merek  y ng r si lis, egois d n egosentris.”11 

 

Diantara sifat Ahl al-Kitâb berdasaarkan Al-Qur'an  

1. Memusuhi Umat Islam  

Sikap dan perilaku Ahl al-Kitâb yang menjadikan mereka 

dikecam sebab  telah membuat permusuhan terhadap kaum muslimin, 

berdasarkan Surat al-Mâidah/5:82: 

 َّنَدِجَ

َ

لََو ۚا ْٔ ُك ََْشْا ََ ْحِ

َّ

لَّاَو َْدٔ ُٓ َ

ْ

لَّا أُِ ٌَ

َٰ

ا ََ ْح ِ

َّ

ِلَّّى ًةَواَدَغ ِساَّلنا َّدََشا َّنَدِجَ

َ

لَ

 َْيِْْصي ِِّصك ًْ ُٓ ٌِِْ  ََّنِاة َِملَٰذ ٗۗى َٰ ََٰصُٰ اَُِّا آْٔ

ُ لاَك ََ ْحِ

َّ

لَّا ٔا ُِ ٌَ

َٰ

ا ََ ْح ِ

َّ

ِلَّّى ًة َّدَٔ ٌَّ  ًْ ُٓ َبَْرَكا

 ُٓ ََّجا َّو ًاُاَت ْْ ُرَو َنْو ُِبِْهَخَْصي 

َ

لَ ًْ 

Pasti akan engkau dapati orang yang paling keras permusuhannya 

terhadap orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang Yahudi dan 

orang-orang musyrik. Pasti akan engkau dapati pula orang yang 

paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman, 

yaitu orang-or ng y ng  erk t , “Sesungguhny  k mi  d l h or ng 

N sr ni.”   l itu k ren  di  nt r  merek  terd p t p r  pendet  d n 

rahib, juga sebab  mereka tidak menyombongkan diri. 

2. Melampaui Batas dan Berlebih-lebihan  

Sikap lain dari kaum Ahl al-Kitâb yaitu  sikap berlebih-lebihan 

dan melampaui batas dalam perbuatan mereka, seperti menjadikan 

„Uzair sebagai putra Allah dan Nabi Isa as. dijadikan oleh mereka 

sebagai Tuhan selain Allah . Mengenai sikap melampaui batas dan 

berlebih-lebihan itu, maka dalam hal ini Allah berfirman kepada 

mereka di dalam Surat al-Mâidah/5:77: 

 ْدَك ٍم ْٔ َك َءۤا َٔ ْْ َ ا آْٔ ُِػتََّتح 

َ

لََو ِّقَ

ْ

لْا َْيَْد ًْ ُِسِِْيد ِْفِ أْ ُيْغَت 

َ

لَ ِبَٰخِه

ْ

ىا َو ْْ َاّّ ي ُْوك

 ُّيَعَّو اًِْيْرَن أْ ُّيََعاَو ُْوتَر َْ ٌِ  أْ ُّيَع ِْوِيب َّصلا ِءۤأَ َش َْ َخ أْ 

K t k nl h (N  i Muh mm d), “W h i Ahl al-Kitâb, janganlah kamu 

berlebih-lebihan dalam (urusan) agamamu tanpa hak. Janganlah kamu 

mengikuti hawa nafsu kaum yang benar-benar tersesat sebelum kamu 

dan telah menyesatkan banyak (manusia) serta mereka sendiri pun 

terses t d ri j l n y ng lurus.” 

Para Ahl al-Kitâb yang mempunyai rasa dendam dan dengki 

terhadap umat Islam, tidaklah akan diam saja melihat keimanan yang 

dimiliki oleh umat Islam. Mereka akan terus berusaha untuk 

menghancurkan keimanan ini  secara perlahan dengan memberikan 

17 

 

keraguan atas keimanan yang umat Islam anut, hal ini dapat 

diperhatikan melalui firman Allah dalam Surat al-Baqarah/2:109: 

 اًدَصَخ ۚاًرا َّفُن ًْ ُِسُا ٍَ ِْحا ِدْػَب ْۢ َْ ِ ٌّ  ًْ َُسُْو ُّدَُري ْٔ

َ ل ِبَٰخِه

ْ

ىا ِو ْْ َ ا َْ ِ ٌّ  ٌِْيْرَن َّدَو

 َِتِ

ْ

َأي ِّتَّٰخ أْ ُدَفْضاَو أْ ُفْخاَف  ۚ ُّقَ

ْ

لْا ًُ ُٓ َ ل َ ََّيَْبح ا ٌَ  ِدْػَب ْۢ َْ ِ ٌّ  ًْ ِٓ ِصُف

َْجا ِْدِِغ َْ ِ ٌّ

 

َٰ

َعَ َ ِّللَّا َِّنا ٗۗ ِهرَْمِاة ُ ِّللَّا ٌْريِدَك ٍء ْ ََ  ِ

ّ ُُ   

Banyak di antara Ahl al-Kitâb menginginkan agar mereka dapat 

mengembalikan kamu setelah kamu beriman menjadi kafir kembali 

sebab  rasa dengki dalam diri mereka setelah kebenaran jelas bagi 

mereka. Maka, maafkanlah (biarkanlah) dan berlapang dyaitu  

(berpalinglah dari mereka) sehingga Allah memberikan perintah-Nya. 

Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. 

3. Mengingkari Risalah Nabi Muhammad shallallâhu 'alaihi wassallam. 

dan Al-Qur'an  

Penyelewengan Ahl al-Kitâb terhadap kitab sucinya merupakan 

suatu Tindakan yang mendatangkan murka Allah. Orang-orang Yahudi 

dan Nasrani sesungguhnya juga tidak saja mengingkari akan kerasulan 

Muhammad. yang dinilainya dari bangsa lain, termasuk dengan 

pembangkangan itu juga yaitu  pengingkaran terhadap apa yang 

dibawa oleh Muhammad, berdasarkan Surat ali-Imrân/3:98 dan Surat. 

al-Mâidah/5:59 dan 68: 

 َِلْزُُا ٓا ٌَ َو اَِ ْ

َ

ِلَّا َِلْزُُا ٓا ٌَ َو ِ ِّللَِّاة اَِّ ٌَ

َٰ

ا َْنا ٓ

َّ

ِلَا ٓاَِّ ٌِ  َن ْٔ ٍُ ِْلَِت ْو َْ  ِبَٰخِه

ْ

ىا َو ْْ َاّّ ي ُْوك

 ََثَْزا ََّناَو ُۙ ُْوتَر َْ ٌِ َنْٔ ُلِصَٰف ًْ ُك 

K t k nl h, “W h i Ahl al-Kitâb, apakah kamu memandang kami 

salah hanya sebab  kami beriman kepada Allah, pada apa yang 

diturunkan kepada kami (Al-Qur'an ), pada apa yang diturunkan 

sebelumnya, dan (kami yakin bahwa) sesungguhnya kebanyakan kamu 

yaitu  orang-or ng f sik?” 

 َلِْزُُا 

ٓ ا ٌَ َو َْويِ

ْ

ِنْ

ْ

لَاَو َثى َٰر ْٔ َّلَا ٔا ٍُ ْيُِلح ِّتَّٰخ ٍء ْ

ََ  

َٰ

َعَ ًْ ُخَْصل ِبَٰخِه

ْ

ىا َو ْْ َاّّ ي ُْوك

اَيْغُؼ َِمّب َّر َْ ٌِ  َْم

َ

ِلَّا َِلْزُُا ٓ ا ٌَّ  ًْ ُٓ ِِْ ٌّ  ا ًِْيْرَن َّنَْديَِيَ

َىَوٗۗ ًْ ُِسّب َّر َْ ِ ٌّ  ًْ ُْس

َ

ِلَّا ًاُ

 ََ ْيِرِف

َٰس

ْ

ىا ِْمَٔل

ْ

ىا 

َ

َعَ َس

ْ

َأح ََلَف ۚاًرْفُزَّو 

18 

 

K t k nl h (N  i Muh mm d), “W h i  hlulkit  , k mu tid k 

menganut sesuatu pun (agama yang benar) hingga kamu menegakkan 

ajaran-ajaran Taurat, Injil, dan (Al-Qur'an) yang diturunkan Tuhanmu 

kepadamu.”  p  y ng diturunk n Tuh nmu kep d mu p sti  k n 

membuat banyak di antara mereka lebih durhaka dan ingkar. Maka, 

janganlah engkau bersedih terhadap kaum yang kafir itu. 

4. Mancampur-adukkan antara yang yang Hak dan Bathil  

Sikap tidak terpuji yang dilakukan oleh orang-orang Ahl al-Kitâb, 

terlebih lagi yang dilakukan oleh para rahib dan para pendeta mereka, 

berdasarkan Surat at-Taubah/9:34: 

 ِساَّلنا َلأَ َْما َن ْٔ ُيُز

ْ

َأ

َ

لَّ ِناَت ْْ ُّرلاَو ِراَتَْخ

ْ

لَا ََ ِ ٌّ  ا ًِْيْرَن َِّنا آْٔ ُِ ٌَ

َٰ

ا ََ ْحِ

َّ

لَّا ا َٓ َُّحاّّ ي

 

َ

لََو َث َّغِف

ْ

ىاَو َب َْ َّلَّا َنْو ُِنَِْسي ََ ْحِ

َّ

لَّاَوٗۗ ِ ِّللَّا ِْوِيبَش َْ َخ َنْو ُّدُطَيَو ِوِؼاَ

ْ

لِْاة

 ِ ِّللَّا ِْوِيبَش ِْفِ ا َٓ َج ْٔ ُِلْفُِح ُۙ ٍۙ َِْلَّا  ٍاَذَِػة ًْ ُْ ْ ِ ِّ ََبفُۙ  

  Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya banyak dari para 

rabi dan rahib benar-benar memakan harta manusia dengan batil serta 

memalingkan (manusia) dari jalan Allah. Orang-orang yang 

menyimpan emas dan perak, tetapi tidak menginfakkannya di jalan 

 ll h,  erik nl h k   r „gem ir ‟ kep d  merek  (  hw  merek  akan 

mendapat) azab yang pedih 

5. Tidak Mensyukuri Nikmat  

Perilaku lain yang dikecam oleh Allah dalam Al-Qur'an yaitu  

tidak adanya rasa syukur kepada Allah, bahkan mereka sombong dan 

membangkang terhadap ajaran-ajaran yang dibawa oleh para nabi dan 

rasul. Berbagai anjuran dan ajakan disampaikan oleh Allah kepada Ahl 

al-Kitâb tapi tidak dijawab oleh mereka, sebagaimana firman 

Allahdalam Surat Ibrahim/14:6: 

 َن ْٔ َْغِرف ِل

َٰ

ا َْ ِ ٌّ  ًْ ُسىَٰ

ْ

َنْا ِْذا ًْ ُْسيَيَغ ِ ِّللَّا َث ٍَ ِْػُ اْوُرُْنذا ٌِِّ ْٔ َِلى َْٰسُٰٔم َلاَك ِْذاَو

 ِْفَِوٗۗ ًْ ُزَءۤاَِصن َن ْٔ ُيْدَخَْصيَو ًْ ُزَءۤاَِ َْبا َن ْٔ ُ ِّبَّذُيَو  ِاَذَػ

ْ

ىا َءۤ ْٔ ُش ًْ َُسُ ْٔ ُم ْٔ َُصي

 ْيِظَغ ًْ ُِسّب َّر َْ ِ ٌّ  ٌءََۤلَة ًْ ُِسىَٰذ ًٌ 

( ng tl h) ketik  Mus   erk t  kep d  k umny , “ ng tl h nikm t 

Allah atasmu saat  Dia menyelamatkan kamu dari pengikut-pengikut 

Fir„ un. Merek  menyiks  k mu deng n siks  y ng pedih, 

menyembelih anak-anakmu yang laki-laki, dan membiarkan hidup 

19 

 

(anak-anak) perempuanmu (untuk disiksa dan dilecehkan). Pada yang 

demikian itu ada  suatu cobaan yang besar dari Tuhanmu. 

6. Melanggar Janji  

Perjanjian yang mereka ikrarkan terhadap Allah yaitu  bahwa 

mereka tidak akan menyembah, kecuali kepada Allah, tapi mereka 

mengingkarinya dan menyalahi janjinya ini . Paling tidak ada 

enam ayat yang ditemukan dalam Al-Qur'an yang menjelaskan 

bagaimana orang-orang yang menyalahi dan melanggar serta merusak 

janji yang mereka buat sendiri, yaitu: Surat an-Nahl/16: 91 dan 92, 

Surat al-Baqarah/2: 27, Surat al-Anfâl/8: 58, Dan Surat ar-Ra‟d/13: 20 

dan 25. 

 َْدكَو ا َْ ِْدِينْٔ َح َدْػَب َنا ٍَ ْحَ

ْ

لَا ٔا ُغُْلَِت 

َ

لََو ًْ ُّتْد َْ َعَ اَِذا ِ ِّللَّا ِدْٓ َِػة أْ ُفَْواَو

ا ٌَ  ًُ َيْػَح َ ِّللَّا َِّناٗۗ ًْلَيِفَن ًْ ُْسي

َيَغ َ ِّللَّا ًُ ُخ

ْ

يَػَج  َنْٔ ُيَػْفَت 

Tepatilah janji dengan Allah apabila kamu berjanji. Janganlah kamu 

melanggar sumpah(-mu) setelah meneguhkannya, sedangkan kamu 

telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah itu). 

Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. 

 َْنا ِّة ُ ِّللَّا َرََما ٓ ا ٌَ  َن ْٔ ُػَؽْلَيَو ِّكاَْريٌِ  ِدْػَب ْۢ َْ ٌِ  ِ ِّللَّا َدْٓ َخ َن ْٔ ُغُْلَِح ََ ْحِ

َّ

لَّا

  ِْضر

َ ْلَا ِفِ َنْوُدِصْفُيَو َوَْض ُّٔي  َنْو ُِسَِٰ

ْ

لْا ًُ ُْ  َمِٕى

َٰۤ ىُوا 

 (yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah setelah 

(perjanjian) itu diteguhkan, memutuskan apa yang diperintahkan Allah 

untuk disambungkan (silaturahmi), dan berbuat kerusakan di bumi. 

Mereka itulah orang-orang yang rugi. 

 ُِي 

َ

لَ َ ِّللَّا َِّنا  ٍءۤأَ َش 

َٰ

َعَ ًْ ِٓ ْ

َ

ِلَّا ِْذتْۢ ُْاَف ًَثُاَيِخ ٍم ْٔ َك َْ ٌِ  ََّ َذاَ

َ

تَ ا ٌَّ ِ اَو َِْيْنِٕىۤاَ

ْ

لْا ُّب 

Jika engkau (Nabi Muhammad) benar-benar khawatir (akan terjadi) 

pengkhianatan dari suatu kaum, kembalikanlah (perjanjian itu) kepada 

mereka dengan cara seimbang (adil dan jujur). Sesungguhnya Allah 

tidak menyukai para pengkhianat. 

 َو َْنا ِّة ُ ِّللَّا َرََما ٓ ا ٌَ  َن ْٔ ُػَؽْلَيَو ِّكاَْريٌِ  ِدْػَب ْۢ َْ ٌِ  ِ ِّللَّا َدْٓ َخ َن ْٔ ُغُْلَِح ََ ْحِ

َّ

لَّا

 ِرا َّلدا ُءۤ ْٔ ُش ًْ ُٓ

َ لَو ُثَِ ْػَّيلا ًُ ُٓ َ ل َمِٕى

َٰۤ ىُوا ُِْۙضر

َ ْلَا ِفِ َنْوُدِصْفُيَو َوَْض ُّٔي 

20 

 

Orang-orang yang melanggar perjanjian (dengan) Allah setelah 

diteguhkan, memutuskan apa yang diperintahkan Allah untuk 

disambungkan (seperti silaturahmi), dan berbuat kerusakan di bumi; 

mereka itulah orang-orang yang mendapat laknat dan bagi mereka 

tempat kediaman yang buruk (Jahanam). 

7. Sikap Munafik  

Diantara keburukan akhlak yang diperlihatkan oleh Ahl al-Kitâb, 

yang mendapat kecaman oleh Al-Qur'an yaitu  sifat munafik yang 

bersarang di dalam diri mereka. Kebohongan yang mereka tampakkan 

di depan orang-orang Islam dapat menyesatkan dan memalingkan 

orang-orang Islam dari keimanannya, dan inilah yang mereka inginkan 

dari perbuatan dan niat keji mereka. Sebagaimana yang tecantum di 

dalam Surat al-Hasyr/59:11: 

  ِوْْ َا َْ ٌِ  اْوُرَفَز ََ ْحِ

َّ

لَّا ًُ ِٓ ِ ُا َٔ ِْخِلَ َن ْٔ

ُ ل ْٔ ُلَح أْ ُلَذَاُ ََ ْحِ

َّ

لَّا 

َ

ِلَا ََرح ًْ َ َلا  ِبَٰخِه

ْ

ىا

 ًْ ُخ

ْ

ِيح ْٔ ُك ِْنا َّو ُۙاًَدَةا اًدََخا ًْ ُْسِيذ ُْعيُِؽُ 

َ

لََو ًْ ُسَػ ٌَ  ََّ َُجرَْخ

َ

لن ًْ ُخِْجرُْخا َْ ِٕى

َى

 َنْٔ ُةِذَٰهَى ًْ ُٓ َِّجا ُد َٓ َْشي ُ ِّللَّاَو ٗۗ ًْ ُسَُّ َُْصَِٰ

َ

لن 

Tidakkah engkau memperhatikan orang-orang munafik? Mereka 

berkata kepada saudara-saudaranya yang kufur di antara Ahlulkitab, 

“Sungguh, jik  k mu diusir, k mi p sti  k n kelu r  ers m mu d n 

kami selamanya tidak akan patuh kepada siapa pun demi kamu. Jika 

k mu diper ngi, k mi p sti menolongmu.”  ll h  ers ksi   hw  

mereka benar-benar para pendusta.  

C. Seruan dan Peringatan terhadap Ahl al-Kitâb 

Agama merupakan sistem sosial yang sudah terlembaga dalam 

setiap masyarakat. Secara mendasar agama menjadi  norma yang mengikat 

dalam keseharian dan menjadi pedoman dari sebagian konsep ideal. 

Ajaran-ajaran agama yang telah dipahami dapat menjadi pendorong 

kehidupan individu sebagai acuan dalam berinteraksi kepada tuhan, 

sesama manusia maupun alam sekitarnya.12 

Sebagai umat yang terpilih dan diistemewakan, Ahl al- Kitâb selalu 

mendapat perhatian lebih dari Allah, hal ini  terlihat di saat mereka 

menyimpang Allah selalu memberi seruan dan peringatan untuk kembali 

ke jalan yang benar melalui Rasulnya.  

                                        

1. Mengajak taubat kembali beriman kepada Allah  Dalam surat al-

Imran/3:64, Al-Qur'an mengajak mereka untuk kembali sama-sama 

beriman kepada Allah: 

 

َ

لََو َ ِّللَّا 

َّ

ِلَا َدُتْػَج 

َّ

َلَا ًْ ُسَِ ْيَبَو اَِ َِ َْية ْۢ ٍءۤا َٔ َش ٍث ٍَ ِ َكَ 

َٰ

ِلَا أْ َ لاَػَت ِبَٰخِه

ْ

ىا َو ْْ َاّّ ي ُْوك

 ِ ِّللَّا ِنْوُد َْ ِ ٌّ  ًاةاَبَْرا اًغْػَب اَِ ُغْػَب َذِخَّخَح 

َ

لَ َّو أًْـيَش ِّة َِك ِْ ُ ن أْ َّى َٔ َح ِْناَف ٗۗ 

 َنْٔ ٍُ ِيْصُم اََُِّاة اْوُد َٓ ْشا ٔا

ُ ل ْٔ ُلَذ 

K t k nl h (N  i Muh mm d), “W h i  hlulkit  , m ril h (kit ) 

menuju pada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan 

kamu, (yakni) kita tidak menyembah selain Allah, kita tidak 

mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, dan tidak (pula) 

sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan-tuhan 

sel in  ll h.” Jik  merek   erp ling, k t k nl h (kep d  merek ), 

“S ksik nl h   hw  sesungguhny  k mi  d l h or ng-or ng muslim.” 

Ajakan dan seruan ini ditujukan kepada Yahudi dan Nasrani, 

yaitu persamaan presepsi dengan Muslim untuk tidak menyembah 

selain Allah, dan berbuat syirik, kemudian meninggalkan perbuatan 

maksiat dan selalu berserah diri kepada Allah. dan diharapkan kepada 

mereka mendengar seruan itu. 

2. Seruan untuk menghindari kekufuran 

Setelah seruan untuk menegakkan persatuan dan kesatuan dalam 

menyembah Allah dan menghindari Syirik, tetapi mereka telah tersesat 

sebab  mengingkari Ayat-Ayat Allah, seperti tergambar dalam surat 

ali-Imrân/3: 70-71 dan 98-99: 

 ًَ ِ ل ِبَٰخِه

ْ

ىا َو ْْ َاّّ ي َنْوُد َٓ َْشت ًْ ُخَْجاَو ِ ِّللَّا ِجَٰيَِٰاة َنْوُرُفَْسح ًَ ِ ل ِبَٰخِه

ْ

ىا َو ْْ َاّّ ي

 َن ْٔ ٍُ َيْػَت ًْ ُخَْجاَو َّقَ

ْ

لْا َنْٔ ٍُ ُخَْسحَو ِوِؼاَ

ْ

لِْاة َّقَ

ْ

لْا َنْٔ ُِصب

ْ

َيح 

Wahai Ahl al-Kitâb, mengapa kamu mengingkari ayat-ayat Allah 

padahal kamu mengetahui (kebenarannya)? Maksudnya yaitu  ayat-

ayat Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad. Wahai Ahl al-

Kitâb, mengapa kamu mencampuradukkan yang hak dengan yang batil 

dan kamu menyembunyikan kebenaran, padahal kamu mengetahui? 

Mencampuradukkan antara hak dan batil maksudnya yaitu  

mencampuradukkan antara ayat-ayat Tuhan yang disampaikan oleh 

para nabi dengan takwilan-takwilan batil yang dikemukakan oleh para 

pemuka agama mereka. Yang dimaksud dengan menyembunyikan 

kebenaran yaitu  menutupi firman Tuhan yang dibawa oleh para nabi, 

22 

 

yang berisi ajaran tauhid dan berita gembira tentang kedatangan Nabi 

Muhammad shallallâhu 'alaihi wasallam. 

 ُْوك َنْٔ ُي ٍَ ْػَت ا ٌَ  

َٰ

َعَ ٌْديِٓ َش ُ ِّللَّاَو ِ ِّللَّا ِجَٰي

َِٰاة َنْوُرُفَْسح ًَ ِ ل ِبَٰخِه

ْ

ىا َو ْْ َاّّ ي ُْوك

 ّّ ي ًْ ُخَْجا َّو أًَج ِغ ا َٓ َج ْٔ ُْغتَت ََ ٌَ

َٰ

ا َْ ٌَ  ِ ِّللَّا ِْوِيبَش َْ َخ َنْو ُّدَُطح ًَ ِ ل ِبَٰخِه

ْ

ىا َو ْْ َا

 ُ ِّللَّا ا ٌَ َو ٗۗ ُءۤاَد َٓ ُش  َنْٔ ُي ٍَ ْػَت ا ٍَّ َخ ٍِوفاَِغة 

Katakanlah (N  i Muh mm d), “W h i  hlulkit b, mengapa kamu 

terus-menerus mengingkari ayat-ayat Allah, padahal Allah Maha 

Menyaksik n  p  y ng k mu kerj k n?” Katakanlah (Nabi 

Muh mm d), “W h i  hlul kitâb, mengapa kamu terus-menerus 

menghalang-halangi orang-orang yang beriman dari jalan Allah? 

Kamu (memang) menghendakinya (jalan Allah itu) menjadi bengkok, 

sedangkan kamu menyaksikan. Allah tidak lengah terhadap apa yang 

k mu kerj k n.” 

Seruan ayat di atas yaitu  untuk kembali membaca kitab mereka. 

Sebenarnya mereka mengetahui dalam kitab mereka akan di utusnya 

Muhammad shallallâhu 'alaihi wasallam, tetapi mereka ingkar. sebab  

mereka hanya mengakui nabi dari golongan mereka saja.13 Walaupun 

mereka telah mengetahui kebenaran-kebenaran ini  mereka tetap 

menolak utuk kembali kejalan Allah. 

3. Seruan agar tidak berlebihan dalam beragama 

 Perbuatan mereka yang telah ingkar kepada Ayat Allah, dan 

menolak untuk kembali ke jalan Allah, hal ini  timbul sebab  

mereka berlebihan dalam agama mereka, dengan menganggap 

merekalah yang baik dan benar. Allah pun memberi peringatan dalam 

surat an-Nisa'/4: 171: 

 ا ٍَ َِّجا ٗۗ َّقَ

ْ

لْا 

َّ

ِلَا ِ ِّللَّا 

َ

َعَ أْ ُ ل ْٔ ُلَت 

َ

لََو ًْ ُِسِِْيد ِْفِ أْ ُيْغَت 

َ

لَ ِبَٰخِه

ْ

ىا َو ْْ َاّّ ي

 ٌحْوُرَو ًَ َيْرَم 

َٰ

ِلَا ٓ ا َٓ ى َٰل

ْ

َىا  ُّۚخ ٍَ ِ َكََو ِ ِّللَّا ُلْٔ َُشر ًَ َيْرَم َُ ْبا َْسَيِغ ُْحيِص ٍَ

ْ

لا

 

َ

لََو  ّ ِيُُشرَو ِ ِّللَِّاة أْ ُِ ٌِ

َٰاَف ۖ ُّ ِِْ ٌّ ٌ

َٰ

ِٰا ُ ِّللَّا ا ٍَ َِّجا ٗۗ ًْ ُسَّى اًْيَْخ أْ ُٓ َْخِجاٗۗ ٌثَرَٰ َيذ أْ ُ ل ْٔ ُلَت 

                                        

13 Wahbah Zuhaily, Tafsîr al-Munîr, vol. 3 Lebanon: Dâr al-Fikr al-Mu'ashir, 1991, 

hal. 260. 

23 

 

 

َ

ٰ َنْٔ ُسَّي َْنا َِّ َْٰدتُش ٗۗ ٌدِخا َّو  َٰفَٰكَو  ِْضر

َ ْلَا ِفِ ا ٌَ َو ِتَٰٔ ٍَٰ َّصلا ِفِ ا ٌَ  

َ

ٰ  ۘ ٌ

َ

لدَو

 ًْلَِيكَو ِ ِّللَِّاة 

Wahai Ahlulkitâb, janganlah kamu berlebih-lebihan dalam 

(menjalankan) agamamu dan janganlah kamu mengatakan terhadap 

Allah, kecuali yang benar. Sesungguhnya Almasih, Isa putra Maryam, 

hanyalah utusan Allah dan (makhluk yang diciptakan dengan) kalimat-

Nya yang Dia sampaikan kepada Maryam dan (dengan tiupan) roh 

dari-Nya. Maka, berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan 

j ng nl h k mu meng t k n, “(Tuh n itu) tig .”  erhentil h (d ri 

ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya hanya Allahlah 

Tuhan Yang Maha Esa. Mahasuci Dia dari (anggapan) mempunyai 

anak. Milik-Nyalah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. 

Cukuplah Allah sebagai pelindung. 

4. Seruan bahwa ada karunia dibalik sebuah peringatan 

Bentuk peringatan dan seruan Allah yaitu  sebuah karunia, Agar 

mereka kembali ke jalan kebaikan dan beriman kepada Nabi 

Muhammad shallallâhu 'alaihi wasallam dalam surat al-Ḥadîd/57: 29: 

 َوْغَف

ْ

ىا ََّناَو ِ ِّللَّا ِوْغَف َْ ِ ٌّ  ٍء ْ ََ  

َٰ

َعَ َنْوُرِدْلَح 

َّ

َلَا ِبَٰخِه

ْ

ىا ُو ْْ َ ا ًَ َيْػَح 

َّ

َلَ ِ

ّ

لّ

 ُ ِّللَّاَوٗۗ ُءۤاَشَّ ي َْ ٌَ  ِِّْيتُْؤي ِ ِّللَّا ِدَِيب ًِ ْيِظَػ

ْ

ىا ِوْغَف

ْ

ىا وُذ  

…(Allah menganugerahkan itu) agar Ahlulkitab (yang tidak beriman 

kepada Nabi Muhammad) mengetahui bahwa mereka sedikit pun tidak 

akan mendapat karunia Allah dan bahwa karunia itu ada di tangan 

Allah. Dia menganugerahkannya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. 

Allah Pemilik karunia yang agung. 

5. Peringatan bagi yang menghalang-halangi untuk beriman 

 Kemudian Allah kembali memberi peringatan dengan di 

keluarkannya mereka dari kampung mereka, sebab  perbuatan mereka 

yang ingkar dan menghalangi sebagian dari golongan mereka untuk 

beriman. Dalam surat al-Ḥashr/59: 2. Allah menjelaskan: 

  ِ

ِْ َ ْلْا ِل َّوَِلَ ًْ ِِْرَاِيد َْ ٌِ  ِبَٰخِه

ْ

ىا ِو ْْ َ ا َْ ٌِ  اْوُرَفَز ََ ْحِ

َّ

لَّا َجَرَْخا ْٓيِ

َّ

لَّا َٔ ُْ

 ٌِ  ُ ِّللَّا ًُ ُٓ ىََٰحاَف ِ ِّللَّا ََ ِ ٌّ  ًْ ُٓ ُج ْٔ ُطُخ ًْ ُٓ ُخَِػُا ٌَّ  ًْ ُٓ ََّجا آْٔ ُِّ َظَو أْ ُُجْر َّيَّ َْنا ًْ ُْخنَِ َظ ا ٌَ َْ

24 

 

 ًْ ِٓ ْ يِْدَيِاة ًْ ُٓ َت ْٔ ُيُب َن ْٔ ُبِْرُيَّ َبْغُّرلا ًُ ِٓ ِ ب ْٔ

ُُيك ِْفِ َفَذَكَو أْ ُتَِصْتَي ًْ َ ل ُْديَخ

 ِراَْطة

َ ْلَا ِلُِواّّ ي اْو ُِبَِخْخاَف ُۙ َِْيٌِِْ ْؤ ٍُ

ْ

لا ىِْدَياَو 

Dialah yang mengeluarkan orang-orang yang kufur di antara 

Ahlulkitab (Yahudi Bani Nadir) dari kampung halaman mereka pada 

saat pengusiran yang pertama. Kamu tidak menyangka bahwa mereka 

akan keluar. Mereka pun yakin bahwa benteng-benteng mereka akan 

dapat menjaganya dari (azab) Allah. Maka, (azab) Allah datang 

kepada mereka dari arah yang tidak mereka sangka. Dia menanamkan 

rasa takut di dalam hati mereka sehingga mereka menghancurkan 

rumah-rumahnya dengan tangannya sendiri dan tangan orang-orang 

mukmin. Maka, ambillah pelajaran (dari kejadian itu), wahai orang-

orang yang mempunyai penglihatan (mata hati). 

Allah pun memberikan peringatan dan cobaan ini  agar 

mereka sadar dengan perbuatan mereka, bahwa mereka telah 

mengingkari ajaran mereka, mereka menutupi kebenaran, dan 

mengajak yang lain untuk berbuat fasik. 

6. Seruan untuk kembali kepada perintah kitab mereka 

 Kemudian Allah kembali menyeru mereka agar kembali beriman 

dan mengimani bahwa Nabi Muhammad shallallâhu 'alaihi wasallam 

yaitu  rasul melalui kitab-kitab mereka. Seperti yang Allah jelaskan 

dalam surat al-Mâidah/5: 68. 

 َِلْزُُا ٓ ا ٌَ َو َْويِ

ْ

ِنْ

ْ

لَاَو َثى َٰر ْٔ َّلَا ٔا ٍُ ْيُِلح ِّتَّٰخ ٍء ْ

ََ  

َٰ

َعَ ًْ ُخَْصل ِبَٰخِه

ْ

ىا َو ْْ َاّّ ي ُْوك

 ًاُاَيْغُؼ َِمّب َّر َْ ٌِ  َْم

َ

ِلَّا َِلْزُُا ٓ ا ٌَّ  ًْ ُٓ ِِْ ٌّ  ا ًِْيْرَن َّنَْديَِيَ

َىَوٗۗ ًْ ُِسّب َّر َْ ِ ٌّ  ًْ ُْس

َ

ِلَّا

ا 

َ

َعَ َس

ْ

َأح ََلَف ۚاًرْفُزَّو ََ ْيِرِف

َٰس

ْ

ىا ِْمَٔل

ْ

ى 

 Katakanlah (N  i Muh mm d), “W h i  hlulkit b, kamu tidak 

menganut sesuatu pun (agama yang benar) hingga kamu menegakkan 

ajaran-ajaran Taurat, Injil, dan (Al-Qur'an) yang diturunkan Tuhanmu 

kep d mu.”  p  y ng diturunk n Tuh nmu kepadamu pasti akan 

membuat banyak di antara mereka lebih durhaka dan ingkar. Maka, 

janganlah engkau bersedih terhadap kaum yang kafir itu. 

Mereka pun kembali diseru oleh Allah melalui Rasulullah, bahwa 

tidak ada manfaat dari yang mereka ikuti, sampai mereka benar-benar 

kembali ke kitab mereka yaitu Taurat dan Injil dan beriman kerasulan 

Muhammad shallallâhu 'alaihi wasallam, serta mengikuti ajaranya. 

7. Seruan untuk berbuat baik terhadap yang beriman  

25 

 

Tetapi tetap saja, sebagian mereka tidak mendengar seruan 

ini , bahkan mereka yang beriman dipandang telah bersalah. 

Dalam surat al-Mâidah/5: 59. Allah berfirman: 

 َِلْزُُا ٓا ٌَ َو اَِ ْ

َ

ِلَّا َِلْزُُا ٓا ٌَ َو ِ ِّللَِّاة اَِّ ٌَ

َٰ

ا َْنا ٓ

َّ

ِلَا ٓاَِّ ٌِ  َن ْٔ ٍُ ِْلَِت ْو َْ  ِبَٰخِه

ْ

ىا َو ْْ َاّّ ي ُْوك

 َْزا ََّناَو ُۙ ُْوتَر َْ ٌِ َنْٔ ُلِصَٰف ًْ ُك ََث 

K t k nl h, “W h i  hlulkit  ,  p k h k mu mem nd ng k mi s l h 

hanya sebab  kami beriman kepada Allah, pada apa yang diturunkan 

kepada kami Al-Qur‟ ), pada apa yang diturunkan sebelumnya, dan 

(kami yakin bahwa) sesungguhnya kebanyakan kamu yaitu  orang-

or ng f sik?” 

8. Seruan agar tidak mengikuti nafsu mereka saja 

 Sebab dari keingkaran mereka yaitu  berlebihan dalam agama 

mereka, mereka mengikuti hawa nafsu pendahulunya dan tidak ingin 

mendengar kebenaran yang di bawa oleh Muhammad shallallâhu 

'alaihi wasallam. Allah menjelaskan dalam Al-Qur'an surat al-

Mâidah/5: 77: 

 َْدك ٍم ْٔ َك َءۤأَ ْْ َ ا آْٔ ُِػتََّتح 

َ

لََو ِّقَ

ْ

لْا َْيَْد ًْ ُِسِِْيد ِْفِ أْ ُيْغَت 

َ

لَ ِبَٰخِه

ْ

ىا َو ْْ َاّّ ي ُْوك

 ِْوِيب َّصلا ِءۤأَ َش َْ َخ أْ ُّيَعَّو اًِْيْرَن أْ ُّيََعاَو ُْوتَر َْ ٌِ  أْ ُّيَع 

Katakanlah Nabi Muhammad, “W h i  hlulkit  , j ng nl h k mu 

berlebih-lebihan dalam (urusan) agamamu tanpa hak. Janganlah kamu 

mengikuti hawa nafsu kaum yang benar-benar tersesat sebelum kamu 

dan telah menyesatkan banyak (manusia) serta mereka sendiri pun 

terses t d ri j l n y ng lurus.” 

Demikianlah bentuk seruan dan peringatan yang Allah berikan 

kepada Ahl al-Kitâb, sebab  hawa nafsu para pendahulu mereka yang 

merasa dari kaum yang terbaik, sehingga mereka tidak mendengarkan 

seruan dari Nabi Muhammad, yang bukan dari golongan mereka, maka 

Allah berkali-kali memberikan peringatan secara langsung yang 

disampaikan kepada Nabi Muhammad shallallâhu 'alaihi wasallam. 

D. Pendapat Ulama Tentang Ahl Al-Kitâb 

 Terma Ahl al-Kitâb ini  merujuk kepada pengertian agama 

yang dialamatkan kepada kelompok pemeluk agama dengan kitab suci 

yang telah diwahyukan Allah kepada nabi dan rasul. Pada umumnya para 

ulama telah sepakat dalam masalah ini, bahwa yang termasuk dalam 

26 

 

kategori Ahl al-Kitâb yaitu  komunitas Yahudi dan Nasrani. Hanya para 

ulama berbeda pendapat dalam memahami, adakah kaum Ahl al-Kitâb, 

selain dari dua komunitas ini . Setelah mengalami perkembangan 

dalam hal penafsiran tentang Ahl al-Kitâb, para ulama banyak mengalami 

perbedaan dalam menafsirkan konsep ini  dengan berbagai 

argumentasi yang diajukan, terutama mereka berbeda dalam menafsirkan 

surat al-mâidah/5: 5, mengenai boleh atau tidaknya makan dari 

sembelihan Ahl al-Kitâb dan kawin dengan wanita dari kalangan mereka 

yang masih menjaga kehormatan dirinya, juga dalam menafsirkan cakupan 

dan rincian Ahl al-Kitâb selain kaum Yahudi dan Nasrani. Awal 

perkembangan Islam, terma Ahl al-Kitâb diperuntukkan bagi pemeluk 

agama Yahudi dan Nasrani. Selain keduanya, seperti pemeluk agama 

Majusi, tidak dinamakan Ahl al-Kitâb, kendati agama Majusi sudah 

dikenal di masa rasul dan para sahabat. Namun, meski tidak dinamakan 

Ahl al-Kitâb, nabi Muhammad tetap memberikan anjuran agar 

memperlakukan orang Majuzi atau zoroaster) layak perlakuan terhadap 

Ahl al-Kitâb.14 

Kebanyakan mufassir Islam berusaha untuk tidak menerima bahwa 

kaum Yahudi, Nasrani, dan Sabi‟in pun ada juga yang mempercayai Allah 

dan Hari Akhir serta melakukan amal kebajikan akan memperoleh 

keselamatan. Menurut mereka yang dimaksud dengan memperoleh 

keselamatan yaitu  orang-orang Yahudi, Nasrani dan Sabi‟in yang telah 

masuk Islam, dan yang dimaksud dengan adanya orang-orang saleh di 

dalam kaum Yahudi, Nasrani dan Sabiin yaitu  mereka yang saleh 

sebelum Nabi Muhammad datang. Seperti pendapat Ath-Thabari, bahwa 

jaminan Allah ini  mensyaratkan tiga hal: beriman, percaya kepada 

hari akhir dan berbuat baik, dengan demikian yang dimaksud dengan ayat 

ini yaitu  mereka yang telah memeluk agama Islam.15 

Pada masa tabiin, sebutan bagi Ahl al-Kitâb, terkhusus kaitannya 

dengan ruang lingkup, rincian, dan batasan siapa pun yang disebut sebagai 

Ahl al-Kitâb, mengalami perkembangan makna. Imam al-Sh fi„i (W. 204 

H), misalnya dalam al-Umm, menerima riwayat terkait Ata‟ (seorang 

tabiin) berkata: ‚Orang Kristen Arab bukan termasuk Ahl al-Kitâb. Kaum 

yang disebut Ahl al-Kitâb yaitu  kaum Israel (Bani Israel), yakni orang-

orang yang diturunkan kepada mereka kitab Taurat dan Injil. Sementara 

itu, orang lain (selain Bani Israel) yang berpegang kepada agama Yahudi 

dan Nasrani, dianggap tidak masuk kategori Ahl al-Kitâb. Argumentasi 

                                        

terkait penjelasan ini, berlandaskan ayat Al-Qur'an tentang nabi Isa yaitu  

Rasul khusus untuk Bani Israel (Surat al-Saffat/61: 6). Ayat ini juga 

mengisyaratkan terbatasnya apa yang dibawa oleh nabi I hingga datangnya 

Nabi Muhammmad.  

Dengan demikian, Ahl al-Kitâb dipahami al-Shafi„i, sebagai 

komunitas etnis, bukan komunitas agama, sebagaimana dibawa nabi Musa 

dan nabi Ibrahim. Bagi imam al-Tabarri (224-310 H), Ahl al-Kitâb yaitu  

pemeluk agama Yahudi dan Nasrani dari keturunan mana pun dan siapa 

pun mereka, baik dari keturunan bangsa Israel maupun bukan dari bangsa 

Israel.16 Adapun Imam Abu Hanifah (80-150 H) dan ulama Hanafiyah 

lainnya menyatakan bahwa yang disebut Ahl al-Kitâb yaitu  siapa pun 

yang mempercayai salah seorang nabi atau kitab suci yang pernah 

diturunkan Allah, tidak terbatas pada kelompok Yahudi dan Nasrani. 

Dengan demikian bila ada yang percaya kepada suhuf Ibrahim atau kitab 

Zabur, maka ia pun termasuk dalam jangkauan pengertian Ahl al-Kitâb 

ini.17 Selain itu, sejumlah ulama salaf berpandangan, umat yang memang 

secara valid mempunyai kitab suci, bisa disebut Ahl al-Kitâb, misalnya 

orang Majusi.18  

Menurut Ibnu Katsir, hanya orang taat kaum Islam, Yahudi, Nasrani, 

dan Sabi‟in yang beriman kepada Allah, Hari Akhir, mengamalkan amal 

saleh dan mengikuti syariat Nabi Muhammad  setelah beliau diutus, maka 

akan mendapatkan kebahagiaan yang abadi dan tidak ada kekhawatiran 

baginya untuk menghadapi masa depan yakni keselamatan di akhirat nanti, 

dan tidak ada kekhawatiran masa lalu sebab  Allah akan mengampuni 

dosa-dosanya. 

Al-Shahrastani (1086-1158 M), dalam menggolongkan termasuk 

atau tidaknya suatu komunitas disebut Ahl al-Kitâb, ia terlebih dahulu 

mengurai tipologi menjadi dua kelompok berlandaskan parameter kitab 

suci dalam suatu komunitas agama tertentu. Pertama, bahwa pemeluk 

agama Yahudi dan Nasrani yang secara jelas memiliki kitab suci yang 

muhaqqaq disebut dengan Ahl al-Kitâb. Kedua, mereka yang memiliki 

serupa (shibh) kitab suci namun mereka tidak termasuk Ahl al-Kitâb, 

Tetapi disebut sebagai shibh ahl al-kitab.19 Sedangkan Ibnu Hazm (384-

456 H) memahami terma Ahl al-Kitâb hampir sama dengan yang 

dikemukakan oleh ulama Salaf, tetapi Ibnu Hazm mengatakan, bahwa 

 

kaum Majusi termasuk dalam kelompok Ahl al-Kitâb.  Al-Qasimi (1907-

1996 M), mengemukakan, arti dari terma Ahl al-Kitâb hampir sama 

dengan yang dikemukakan oleh Imam Shafi„i, namun alQasimi, 

memasukkan etnis selain Bani Israel yang menganut agama Yahudi dan 

Nasrani ke dalam terma Ahl al-Kitâb, sampai diutusnya Rasulullah 

shallallâhu 'alaihi wasallam.  

Penafsiran terma Ahl al-Kitâb yang dilakukan oleh sebagian ulama, 

terutama ulama kontemporer mengalami perkembangan yang lebih luas, 

sehingga mencakup penganut agama lain, yakni seperti Majusi, Sabi‟in, 

Hindu, Budha dan Shinto. Semua itu termasuk dalam cakupan Ahl al-

Kitâb. Pendapat ini  ditegaskan Muhammad „Ali, bahwa penganut 

agama Majusi, Sabi‟in, Hindu, dan Budha termasuk kategori Ahl al-Kitâb. 

Kendti ada  kesyirikan, tetapi pemeluknya harus diperlakukan 

layaknya Ahl al-Kitâb, dan bukan orang musyrik. Oleh sebab itu, pemeluk 

agama yang ada sekarang, termasuk selain Yahudi dan Nasrani, bisa 

dikatakan ajaran mereka dan kitab sucinya merupakan wahyu yang 

diturunkan kepada nabi dan rasul terdahulu, tetapi sudah terjadi perubahan 

menyesuaikan dinamika zamannya. Bahkan agama Nasrani yang jaraknya 

relatif tidak jauh dengan agama Islam pun telah terjadi perubahan.  

Fazlur Rahman (1919-1988 M) pada dasarnya mengartikan istilah 

ahl Sabi‟in sebagai kaum yang mengikuti para nabi yang memperoleh 

kitab suci dari Allah  semenjak dulu sampai Nabi Muhammad  di Mekah 

dan Madinah. Mereka disebut dalam Al-Qur'an sebagai pemilik wahyu 

yang lebih awal. Penafsiran Rahman ini hanya memberikan sebuah 

harapan bagi Ahl al-Kitâb, menurutnya Surat al-Bâqarah/1: 62 dan Surat 

al-Mâidah/6: 69 yaitu  ayat yang bersifat universal, tidak terbatas pada 

kaum dan bangsa tertentu. Jadi keselamatan di akhirat nanti bisa 

didapatkan oleh siapa saja selama orang ini  beriman kepada Allah 

dan Hari Akhir serta melakukan amal kebajikan, baik itu agama Islam, 

Yahudi, Kristen ataupun agama lainnya. Memang di dalam Al-Qur'an 

tidak menolak adanya kaum Yahudi dan Kristen, tetapi itu juga tidak 

menjadi patokan mereka mendapat keselamatan saat  nanti di akhirat 

selama mereka tidak beriman kepada Allah dan masuk agama Islam. 

sebab  bagaimanapun juga, selain agama Islam tidak akan diterima di 

akhirat nanti, seperti yang telah disebutkan dalam Surat ali-Imran: 85. 

Menurutnya yang disebut sebagai Ahl al-Kitâb bukan hanya kaum Yahudi 

dan Nasrani, tetapi juga mencakup semua kelompok agama, sebab  

menurutnya pasti setiap kelompok agama ada yang memberi peringatan 

atau petunjuk Tuhan. Petunjuk bukanlah fungsi dari kaum-kaum tertentu 

tetapi dari Allah dan manusia-manusia yang saleh, tidak ada satu kaum 

pun dapat mengatakan bahwa hanya merekalah yang telah diangkat Allah 

dan yang telah memperoleh petunjuk-Nya, ini merupakan penafsiran 

29 

 

Rahman dalam Surat al-Bâqarah/2: 113, 111 dan 120. Rahman juga 

menafsirkan Surat al-Baqarah: 62 dan Surat al-Mâidah/6: 69, bahwa 

petunjuk dan keselamatan itu bersifat universal, tidak terbatas pada kaum 

dan bangsa tertentu. Dan untuk keselamatan di akhirat nanti, siapapun 

kaumnya selama mereka beriman kepada Allah dan melakukan amal 

kebajikan, maka mereka akan mendapatkan keselamatan, baik itu Yahudi, 

Nasrani maupun Islam. Yang dimaksud dengan kaum Yahudi dan Nasrani 

mendapat keselamatan yaitu  benar-benar murni orang-orang yang 

beragama Yahudi dan Nasrani, bukan orang yang beragama Yahudi atau 

Nasrani lalu masuk agama Islam, seperti kebanyakan pendapat para 

mufassir. Dan ideal moralnya ialah untuk saling berlomba-lomba dalam 

kebajikan. 

Menurut Rashid Rida (1865-1935 M), konsep  hl S  i‟in 

sebenarnya lebih bersifat umum dan tidak hanya tertuju kaum Yahudi dan 

Nasrani dari bangsa Israel semata, namun meliputi suku bangsa lain juga. 

Menurut Rida, Ahl al-Kitâb bisa meliputi agama selain Yahudi dan 

Nasrani, misalnya Majusi, Sabi„in, Hindu, Budha, dan Shinto. Menurut 

Rashid Rida, walaupun Al-Qur'an mengidentifikasi Yahudi dan Nasrani 

sebagai Ahl al-Kitâb, namun bukan berarti kelompok agama di atas tidak 

diakui sebagai Ahl al-Kitâb. Argumen yang dikemukakan Rashid Rida, 

bahwa memang dalam Al-Qur'an tidak ada agama-agama kuno India dan 

Cina, sebab orang Arab kurang mengenal istilah keduanya. Ini 

menunjukkan, Al-Qur'an menghindari sesuatu yang asing kepada 

audiensinya.20 

Sedangkan Muhammad „Abduh (1849-1905 M), berbeda pendapat 

dengan Rida yang notabene yaitu  muridnya, sebagaimana tertera dalam 

tafsir Juz ‟Amma-nya yang menyatakan, bahwa Ahl al-Kitâb mencakup 

penganut agama Yahudi, Nasrani dan Sabi‟in, sebagaimana diungkapkan 

secara implisit dalam Surat al-Baqarah/2: 62.21 Sayyid Qutub (1906-1966 

M) dalam Tafsir fi Zilal Al-Qur'an -nya menyatakan, Ahl al-Kitâb yaitu  

orang-orang yang menganut agama Yahudi dan Nasrani dari dulu sampai 

sekarang, dari zaman kapan pun dan dari suku bangsa mana pun.22 

Pendapat ini juga dipegang oleh M. Quraish Shihab yang menyatakan, Ahl 

al-Kitâb yaitu  semua penganut agama Yahudi dan Nasrani kapan, di 

mana pun dan dari keturunan siapa pun mereka. Pendapat Quraish ini  

                                        

 

dilandasi penggunaan Al-Qur'an atas kata Ahl al-Kitâb yang hanya pada 

dua golongan Yahudi dan Nasrani sebagai golongan yang ada saat  itu.23 

M. Quraish Shihab memahami makna Ahl al-Kitâb yaitu  semua 

penganut agama Yahudi dan nasrani dimanapun, kapanpun dan dari 

keturunan siapapun. Dia memahami makna seperti itu sebab  berdasarkan 

al Quran yang hanya terbatas paada dua golongan saja yaitu Yahudi dan 

Nasrani dan dia juga beranggapan bahwa orang Yahudi dan Nasrani 

penyembah berhala non arab dan sebagainya tidak termasuk Ahl al-Kitâb, 

tetapi mereka dapat diperlakukan sama dengan Ahl al-Kitâb.  Rasyid 

Ridha di dalam tafsirnya juga sependapat dengan Fazlur R ahman bahwa 

selain golongan Yahudi dan Nasrani seperti budha, hindu dan konghucu. 

Memang di dalam Al Quran tidak di sebutkan tiga kelompok ini , 

sebab  bangsa arab letaknya jauh dari india, jepang dan cina yang 

merupakan asal negara agama ini .24 

ada  31 ayat Al-Qur'an yang menggunakan kata Ahl al-Kitâb, 

ada 3 ayat yang menyandingkan kata Ahl al-Kitâb dengan kata al-

Mushrikîn menggunakan kata penghubung wauw, yakni Surat al-

Baqarah/2: 105. 

 َْ ِ ٌّ  ًْ ُْسيَيَغ َل ََّنِ ُّح َْنا َِْيْكِ

ِْ ٍُ ْ لا 

َ

لََو ِبَٰخِه

ْ

ىا ِو ْْ َ ا َْ ٌِ  اْوُرَفَز ََ ْحِ

َّ

لَّا ُّدَٔ َي ا ٌَ

 ًِ ْيِظَػ

ْ

ىا ِوْغَف

ْ

ىا وُذ ُ ِّللَّاَو ٗۗ ُءۤاَشَّ ي َْ ٌَ  ِّخََْحِْرة ُّصَْخَيَّ ُ ِّللَّاَو ٗۗ ًْ ُِسّب َّر َْ ِ ٌّ  ٍْيَْخ 

Dengan adanya tanda penghubung و yang artinya “dan”, jelas ada 

perbedaan makna antara Ahl al-Kitâb dengan kata al-Mushrikîn. Kata al- 

al-Mushrikîn, menurut para mufassir yaitu  orang yang menyembah 

berhala yang saat  itu bertempat tinggal di Makkah. 

Agama di dunia ini pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi 

dua yaitu agama wahyu dan agama alamiah. Agama wahyu yaitu  agama 

yang diturunkan oleh Allah  kepada rasul-Nya dan diberikan kitab sebagai 

sumber petunjuk syariatnya, agama wahyu bisa juga disebut dengan 

agama samawi seperti agama Islam, Yahudi, Nasrani dan Sabi‟in. 

Sedangkan agama alamiah yaitu  agama yang timbul dari lingkungan 

secara alami atau bisa juga disebut dengan agama budaya, seperti agama 

Hindu, Budha, Zoroaster, Shinto, Konghucu, dan sebagainya.25 

1. Varian Term Ahl al-Kitâb dalam Al-Qur'an  

                                        

Dalam Al-Qur'an kata Ahl al-Kitâb disebutkan sebanyak 31 kali, 

yang ada  dalam Surat al-Baqarah/1: 46, 105, dan 109; Surat ali-

Imrân/4: 64-65, 69, 70-72, 75, 98-99, 110, 113, dan 119; Surat al-

Ahzâb/20: 26; an-Nisa‟: 123, 153, 159 dan 171; Surat al-Hadîd/29: 29; 

Surat al-Bayyinah/309: 1 dan 6; Surat al-Hashr: 2 dan 11; Surat al-

Mâidah/6: 15, 19, 59, 65, 68 dan 77. Term yang sepadan dengan Ahl al-

Kitâb yang disebutkan di dalam Al-Qur'an untuk kaum Yahudi dan 

Nasrani ada empat, yaitu  َبَٰخِه

ْ

ىا ًُ ُٓ  ََِْٰيح

َٰ

ا,  َبَٰخِه

ْ

ىا أُحُْوا,  ِبَٰخِه

ْ

ىا ََ ٌِّ  اًْتيَِطُ أْ ُحُْوا, dan 

 َِمْيتَر َْ ٌِ  َبَٰخِه

ْ

ىا َنْوُءَرْلَح. 

a. Term  َبَٰخِه

ْ

ىا ًُ ُٓ ََِْٰيح

َٰ

ا   

Term  َبَٰخِه

ْ

ىا ًُ ُٓ ََِْٰيح

َٰ

ا yang artinya “orang-orang yang Kami beri 

kitab” dan disebutkan sebanyak 9 kali, yang ada  dalam Surat al-

Qashash/20: 52; Surat al An‟âm/7: 20, 89 dan 114; Surat al-

Ankabut/21: 47; Surat al-Baqarah/2: 121 dan 146; Surat al-Ra‟d/11: 

36. Menurut Raghib al-Asfahani, penggunaan term ini menunjukkan 

adanya penerimaan dari objek yang diberikan kitab.26 Secara umum 

penggunaan term ini untuk kaum Yahudi dan Nasrani yang telah 

diberi kitab dan dapat memahami dengan sebaik-baiknya petunjuk 

yang diberikan Allah. 

b. Term   َبَٰخِه

ْ

ىا أُحُْوا 

Term  َبَٰخِه

ْ

ىا أُح�