makna ahl alkitab 4

makna ahl alkitab 4


 


raish Shihab  

Sebagai seorang intelektual, sepenuhnya sadar bahwa proses 

transformasi ilmu tidak hanya melalui retorika verbal (bahasa lisan), 

tetapi juga melalui bahasa tulisan. Bahkan jangkauannya lebih jauh dan 

pengaruhnya lebih bertahan lama. Maka beliau mengikuti 

pendahulunya, para ulama salaf al-Shâlih yang sangat produktif dalam 

berkarya. Dengan kesibukannya yang sangat banyak baik di 

masyarakat, kampus, maupun pemerintahan, M. Quraish Shihab selalu 

menyempatkan diri untuk menulis. Muchlis Hanafi57 berkata bahwa 

dirinya sendiri tidak bisa membayangkan, betapa ditengah-tengah 

kesibukan yang padat, gurunya dapat menghargai waktu. Ini juga 

menjadi tradisi para ulama terdahulu sehingga dapat mewariskan 

khasanah intelektual yang sedemikan banyaknya kepada kita.58 

Diantara karya-karyanya yaitu :  

a. Karya Tafsir  

1) Tafsir Tahlili  

a) Mahkota Tuntunan Ilahi: Tafsir Surat Al-Fatihah (Untagma, 

1988) 

b) Tafsir Al-Qur'an Al-karim: Tafsir atas Surat-surat Pendek 

Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu (Pustaka Hidayah, 

1997). 

c) Tafsir Al-Mishbah (Lentera Hati, 2000). 

d) Perjalanan Menuju Keabadian: Kematian, Surga dan Ayat-

ayat Tahlil( Lentera Hati, 2001). 

e) Menjemput Maut: Bekal Perjalanan Menuju Allah  (Lentera 

Hati, 2002).  

2) Tafsir Maudhu'i  

a) Wawasan Al-Qur'an (Mizan, 1996).  

b) Secercah Cahaya Ilahi (Mizan, 2000).  

c) Menyingkap Tabir Ilahi: al-Asma' al-Husna dalam Perspektif 

Al-Qur'an (Lentera Hati, 1998). 

d) Yang Tersembunyi: Jin, Malaikat, Iblis dan Setan (Lentera 

Hati). 

e) Jilbab: Pakaian Wanita Muslimah, Pandangan Ulama Masa 

Lalu dan Cendekiawan Kontemporer (Lentera Hati, 2004).  

                                        

 

f) Perempuan (dari Cinta Sampai Seks, dari Nikah Mut'ah 

sampai Nikah Sunnah, dari Bias Lama sampai Bias Baru 

(Lentera Hati, 2004).  

g) Pengantin Al-Qur'an (Lenetera Hati, 2007). 

3) Tafsir Ijmali  

a) Al-Lubab: Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-surah 

Al-Qur'an (Lentera Hati, 2012). 

b) Terjemah Al-Qur'an a. Al-Qur'an dan Maknanya (Lentera 

Hati, 2010). 

c) Artikel Tafsir  

(1) Membumikan Al-Qur'an (Mizan, 1992).  

(2) Lentera Hati (Mizan, 1994).  

(3) Menabur Pesan ILahi: Al-Qur'an dan Dinamika Kehidupan 

Masyarakat (Lentera Hati, 2006).  

(4) Membumikan Al-Qur'an Jilid 2 (Lentera Hati: 2011).  

b. Ulum Al-Qur'an dan Metodologi Tafsir 

1) Tafsir Al-Manar: Keistimewaan dan Kelemahannya (IAIN 

Alaudin, 1984). 

2) Studi Kritis Tafsir AL-Manar, Karya Muhammad Abduh dan M. 

Rasyid Ridha (Pustaka Hidayah Bandung, 1994).  

3) Filsafat Hukum Islam (Departemen Agama, 1978). 

4) Rasionalitas Al-Qur'an: Studi Kritis atas Tafsir Al-Manar 

(Lentera Hati, 2005). 

5) Mu'jizat Al-Qur'an (Mizan, 1996).  

6) Kaidah Tafsir (Lentera Hati, 2013). 

c. Wawasan Keislaman  

1) Haji Bersama M. Quraish Shihab (Mizan, 1998). 

2) Dia Di Mana-mana (Lentera Hati, 2004).  

3) Wawasan Al-Qur'an tentang Zikir dan Do'a (Lentera Hati, 2006).  

4) Logika Agama: Kedudukan Wahyu dan Batas-batas Akal dalam 

Islam (Lentera Hati, 2005). 

5) Sunnah-Syi'ah Bergandengan Tangan, Mungkinkah? Kajian atas 

Konsep Ajaran dan Pemikiran (Lentera Hati, 2007).  

6) Yang Ringan Jenaka (Lentera Hati, 2007).  

7) Yang Syarat dan Yang Bijak (Lentera Hati, 2007). 

8) M. Quraish Shihab Menjawab 1001 Soal Keislaman yang Patut 

Anda Ketahui (Lentera Hati, 2007). 

9) Ayat-ayat Fitnah: Sekelumit Keadaban Islam di Tengah 

Purbasangka (Lentera Hati dan Pusat Studi Al-Qur'an, 2008). 

10) Berbisnins dengan Allah (Lentera Hati, 2008).  

11) Doa Harian Bersama M. Quraish Shihab (Lentera Hati, 2009).  

93 

 

12) M. Quraish Shihab Menjawab 101 Persoalan Perempuan yang 

Patut Anda Ketahui (Lentera Hati, 2010).  

13) Membaca Shirah Nabi Muhammad  dalam Sorotan Al-Qur'an 

dan Hadits-hadits Shahih (Lentera Hati, 2011). 

14) Do'a Asmaul Husna: Doa yang Disukai Allah (Lentera Hati, 

2011). 

15) Haji dan Umrah Bersama M. Quraish Shihab (Lentera Hati, 

2012). 

16) Kematian yaitu  Nikmat (Lentera Hati, 2013).  

17) M. Quraish Shihab Menjawab Pertanyaan Anak tentang Islam 

(Lentera Hati, 2014). 

18) Birrul Walidain (Lentera Hati, 2014). 

19) Untaian Permata Buat Anakku (Lentera Hati, 1998). 

20) Sahur Bersama M. Quraish Shihab (Mizan, 1999).  

21) Panduan Puasa Bersama M. Quraish Shihab (Penerbit 

Republika, 2000).  

22) Panduan Shalat Bersama M. Quraish Shihab (Penerbit 

Republika, 2003). 

23) Anda Bertanya, M. Quraish Shihab Menjawab Berbagai Masalah 

Keislaman (Mizan Pustaka). 

24) Fatwa-fatwa M. Quraish Shihab Seputar Ibadah Mahdah (Mizan, 

1999).  

25) Fatwa-fatwa M. Quraish Shihab seputar Al-Qur‟ n d n   dits 

(Mizan, 1999). 

26) Fatwa-fatwa M. Quraish Shihab seputar Ibadah dan Muamalah 

(Mizan, 1999). dan fatwa-fatwa M. Quraish Shihab seputar 

Wawasan Agama (Mizan, 1999). 

4. Profil, Sejarah Dan Metodologi Tafsir Al-Misbah 

Pada mulainya M. Quraish Shihab hanya bermaksud menulis 

kitab secara sederhana dan kiranya tidak lebih dari tiga volume saja, 

tetapi kenikmatan rohani penulis yang terasa saat  bersama Al-Qur‟an 

mengantar penulis untuk mengkaji, membaca, dan membaca hingga 

sampai pada akhirnya ternyata karnyanya mencapai 15 volume. 

Adapun latar belakang yang menjadikan alasan penulis untuk bertekad 

menghadirkan sebuah karya yang dapat memberikan banyak manfaat 

pada masyarakat yaitu dirasakannya pada melemahnya kajian Al-

Qur‟an pada masyarakat sehingga menjadikan Al-Qur‟an tidak lagi 

dirasakan sebagai pedoman hidup dan sumber rujukan dalam 

mengambil suatu keputusan, hal ini salah satu alasan dalam penulisan 

tafsir Al-Misbah. Selain itu, sebab  menurutnya dewasa ini masyarakat 

lebih tertarik pada lantunan bacaan AlQur‟an saja tidak pada 

94 

 

memahami isi kandungannya, seakan-akan Al-Qur‟an diturunkan 

hanya untuk dibaca. 

Adapun beberapa tujuan lain dari penulisan al-Misbahtafsir Al-

Misbah karya M. Quraish Shihab diantaranya: Pertama, Memudahkan 

umat Islam dalam memahami isi dan kandungan ayat-ayat Al-Qur‟an 

dengan cara menjelaskan secara rinci pesan-pesan dalam Al-Qur‟an 

yang berkaitan dengan perkembangan kehidupan manusia. Kedua, 

ada  kekeliruan pada umat Islam dalam memahami makna fungsi 

Al-Qur‟an, seperti dalam mengulangulangnya baca Al-Qur‟an tetapi 

tidak memahami kandungan yang ada  dalam bacaannya. Karna itu 

perlunya menyediakan bacaan baru yang memeberi penjelasan tentang 

pesan-pesan Al-Qur'an yang mereka baca. Ketiga,Selain dari pada 

kurangnya pemahaman terhadap makna pesan-pesan yang terkandung 

dalam Al-Qur'an , kekeliruan dalam hal ini juga didapati pada 

masyarakat terpelajar yang tidak mengetahui bahwa sistematik 

penulisan AlQur'an mempunyai asapek pendidikan yang sangat 

menyentuh. Keempat, Adanya dukungan atau dorongan umat Islam 

Indonesia sehinggga dapat menggugah hati M. Quraish Shihab untuk 

menulis karya tafsir Al-Misbah. Salah satu motivasi yang mampu 

mendukung M. Quraish Shihab untuk menghadirkan sebuah karya 

tafsir yang mampu menghidangkan pesan-pesan Al-Qur'an dengan baik 

yaitu  adanya tuntunan secara normatif untuk memikirkan atau 

memahami kitab suci Al-Qur'an , dan sebab  banyaknya kendala dari 

segi bahasa pada sajian kitab tafsir sebelumnya yang dirasa masih 

kurang memahami dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. 

Salah satu sebab yang menjadi latar belakang penulisan Tafsir 

Al-Mishbah yaitu  sebab  obsesi M. Quraish Shihab yang ingin 

memiliki satu karya nyata tentang penafsiran ayat-ayat Al-Qur'an 

secara utuh dan Komperehensif yang diperuntukkan bagi mereka yang 

bermaksud mengetahui banyak tentang Al-Qur'an .59 Disamping ingin 

mengikuti jejak ulama sebelumnya seperti Nawawi al-Bantani dengan 

tafsir Marah Labid nya, Hamka dengan tafsir Al-Azhar nya. Walaupun 

M. Quraish Shihab memiliki segudang kesibukan, dan kegiatan yang 

sangat padat, namun semangat untuk menghasilkan karya monumental 

begitu menggebu-gebu dan tak pernah surut. Suatu hari datang surat 

dari seseorang yang tak dikenal, namun isinya sungguh menggugah dan 

membulatkan tekad M. Quraish Shihab untuk menunaikan cita-cita 

besarnya yang belum kesampaian. Menulis tafsir Al-Qur'an secara 

utuh. “Kami menunggu karya ilmiah Pak Quraish yang lebih serius,” 

demikian bunyi surat yang terselip diantara tumpukan surat para 

                                        

penggemar.60 Tafsîr Al-Mishbâh ditulis pada hari Jum‟at, 14 Rabiul 

awal 1420 H atau 18 Juni 1999 M.61 awalnya tak muluk-muluk hanya 

ingin menulis tiga volume. Tapi kenikmatan ruhani yang direguknya 

dari mengkaji Kalam Ilahi seperti membiusnya untuk terus menulis dan 

menulis. Tak terasa hingga akhir masa jabatannya sebagai Duta Besar 

Indonesia tahun 2002, M. Quraish Shihab berhasil menuntaskan hingga 

14 volume tafsir Al-Mishbâh. Sepulangnya ke Jakarta, M. Quraish 

Shihab melanjutkan penulisan volume 15. Dan tepat pada hari Jum'at, 5 

September 2003, penulisan volume terakhir tafsir Al-Mishbah itu 

tuntas.  

Seluruh volume Tafsîr Al-Mishbâh berjumlah 10.000 halaman 

lebih atau rata-rata 600-700 halaman per volume. Setiap volume terdiri 

dari 2 juz Al-Qur'an . Jika seluruh hari dalam kurun waktu 4 tahun 2 

bulan dan 18 hari itu digunakan untuk menggarap Tafsîr Al-Mishbâh, 

maka per hari nya M. Quraish Shihab menulis 6,5 halaman. Di Mesir, 

M. Quraish Shihab bisa menulis selama 7 jam per hari, usai shalat 

subuh, di kantor dan malam hari.62 Kenapa diberi nama Al-Mishbâh? 

Awalnya ada usulan dari sahabat, termasuk juga dari sang kakak, 

Umar, agar dinamai Tafsîr Al-Shihab merujuk kepada marga leluhur 

Quraish Shihab. Namun M. Quraish Shihab menolak usulan Umar dan 

beberapa sahabat, “tak usahlah kita menonjolkan diri”, begitu kata M. 

Quraish Shihab. M. Quraish Shihab lebih memilih Al-Mishbâh, yang 

berarti lampu, lentera, pelita, atau benda lain yang berfungsi serupa. 

Fungsi “penerang” disukai M. Quraish Shihab dan itu kerap 

digunakannya. Sebenarnya Shihab juga sejalan dengan Mishbâh, 

Shihab bermakna bintang yang gemerlap. M. Quraish Shihab berharap 

Tafsir Al-Mishbâh bisa menjadi lentera dan dan pedoman hidup bagi 

mereka yang mengkaji kalam ilahi. 

M. Quraish Shihab memang bukanlah satu-satunya pakar Al-

Qur'an di Indonesia, namun kemapuannya menerjemahkan dan 

menyampaikan pesan-pesan Al-Qur'an dalam konteks kekinian 

membuatnya lebih dikenal dan lebih unggul dari pada pakar Al-Qur'an 

yang lainnya. M. Quraish Shihab banyak menekankan perlunya 

memahami wahyu ilahi secara kontekstual dan tidak semata-mata 

terpaku pada makna tekstual agar pesan-pesan yang terkandung 

didalamnya dapat difungsikan dalam kehidupan nyata. Tafsîr Al-

 

Mishbâh menggunakan metode tafsir tahlili (analitik), yaitu suatu 

metode tafsir Al-Qur'an yang bermaksud ingin menjelaskan 

kandungan-kandungan ayat Al-Qur'an dari seluruh aspeknya dan 

mengikuti urutan ayat dan surah yang telah tersusun dalam mushaf Al-

Qur'an . M. Quraish Shihab mengawalinya dengan penafsiran surat Al-

Fâtihah kemudian Al-Baqarah sampai Al-Nâs.63 Disamping 

menggunakan metode tahlili dalam tafsinya, M. Quraish Shihab juga 

menggunakan metode Maudhu'i dalam penulisannya. Yakni dengan 

cara memadukan metode tahlili dan metode mudhui. Meski banyak 

kelemahannya, metode tahlili digunakan sebab  M. Quraish Shihab 

harus menjelaskan ayat demi ayat, surat demi surat, sesuai urutan yang 

tersusun dalam mushaf Al-Qur'an . Kelemahan itu ditutupi dengan 

penerapan metode maudhu'i, sehingga pandangan dan pesan kitab suci 

bisa dihidangkan secara mendalam dan menyeluruh sesuai dengan 

tema-tema yang dibahas.64 Dengan menggunakan metode ini, M. 

Quraish Shihab menganalisis setiap kosa kata atau lafal dari aspek 

bahasa dan makna. Analisis dari aspek Bahasa meliputi keindahan 

susunan kalimat, ijaz, badi', ma'ani, bayan, majaz, kinayah, isti'arah 

dan lain sebagainya. Dan dari aspek makna meliputi sasaran yang 

dituju oleh ayat, hukum, akidah, moral, perintah, larangan, relevansi, 

ayat sebelum dan sesudahnya, hikmah dan lain sebagainya.65 

 Menurut Manajer Pusat Studi Al-Qur'an , Muchlis M. Hanafi, 

selain mengkombinasikan dua metode tadi, Tafsîr Al-Mishbâh juga 

mengedepankan corak ijtima'i (kemasyarakatan). Uraian-uraian yang 

muncul mengarah pada masalah-masalah yang berlaku atau terjadi 

ditengah masyarakat. Lebih istimewanya lagi, kontekstualisasi sesuai 

dengan corak kekinian dan ke Indonesiaan sangat mewarnai Tafsîr Al-

Mishbâh.66 Dalam berbagai kesempatan, M. Quraish Shihab memang 

kerap menekankan pentingnya memahami wahyu ilahi secara 

kontekstual, agar pesan-pesannya dapat difungsikan dalam kehidupan 

nyata. M. Quraish Shihab mampu menghidangkan uraian dalam kitab-

kitab tafsir klasik menjadi sesuatu yang membumi di Indonesia. Bahasa 

dan Tamsilan yang disajikan pun mudah dipahami oleh kalangan awam 

sekalipun. 

 

Pada kata pengantar Tafsîr Al-Mishbâh, M. Quraish Shihab 

mengakui bahwa dirinya sangat dipengaruhi dan banyak merujuk tafsir 

karya Ibrahim Ibn Umar al-Biqa'i, karya mufassir kelahiran Lebanon 

ini pula yang menjadi bahasan disertasi M. Quraish Shihab di 

Universitas Al-Azhar. Ia juga mengutip karya mufassir lain seperti 

Muhammad Tanthawi, Mutawalli al-Sya'rawi, Sayyid Quthb, 

Muhammad Thahir Ibn Asyur, dan bahkan Sayyid Muhammad Husein 

Thabathaba'i yang beraliran syiah. Tetapi sebagian besar yaitu  

pemikiran hasil ijtihad M. Quraish Shihab sendiri.  

 Tafsîr Al-Mishbâh Jilid pertama terdiri dari 754 halaman 

dimulai dari al-Fâtihah dan al-Baqarah. Jilid kedua berjumlah 845 

halaman terdiri dari surat Ali Imrân dan an-Nisâ. Jilid ketiga berjumlah 

771 halaman dimulai dari surat al-Mâ‟idah sampai surat al-An‟âm. Jilid 

keempat bertotal 624 halaman berisi surat al-A‟raf dan surat al-Anfâl. 

Jilid kelima berjumlah 794 halaman berisi surat at-Taubah sampai surat 

Hud. Jilid selanjutnya jilid keenam berjumlah 781 ayat terdiri dari surat 

Yûsuf sampai anNahl. Jilid ketujuh terdiri dari 718 halaman terdiri dari 

surat alIsrâ‟ sampai surat Thâhâ. Selanjutnya jilid kedelapan berisi 624 

halaman dari surat al-Anbiyâ‟ sampai surat an-Nûr. Jilid kesembilan 

berisi 692 halaman bermula dari surat al-Furqân berakhir di surat al-

Qashas. Jilid kesepuluh terdiri dari 656 halaman dimulai dari al-

Ankabût hingga surat Saba‟. Jilid 11 terdiri dari 679 halaman dimulai 

surat Fâthir sampai Ghâfir. Jilid 12 berisi 630 halaman bermula dari 

surat Fushshilat sampai alHujurât. Jilid 13 terdiri 612 halaman dimulai 

dari surat Qâf sampai surat al-Mumtahanah. Jilid 14 terdiri dari 619 

halaman dimulai dari surat ash-Shaf sampai al-Mursalât. Jilid terakhir 

atau 15 terdiri dari 760 halaman dan memuat keseluruhan Juz „Amma. 

Total halaman keseluruhan Tafsir al-Mishbbâh terdiri dari 10.55957 

halaman dengan 15 volume atau jilid, jauh dari harapan sang penulis 

yang hanya berniat menulis sekira 3 volume tafsir saja. Sajian sistemik 

lainnya yaitu  model pengumpulan kelompok ayat yang dianggap 

masih berhubungan dalam satu kelompok kecil –sama seperti karya Ibn 

Katsir kemudian baru diberikan penafsiran satu persatu baik secara 

kata, kalimat maupun ayat dengan mengulangi penulisan ayatnya di 

bagian penafsiran, dan begitu sampai akhir dari tafsir ini. Pada posisi 

ini terlihat kecanggihan dan pemahaman yang mendalam dari M. 

Quraish dalam menyusun munâsabah antar ayat yang berhimpitan 

maka tidak keliru jika tafsir ini diberikan tambahan nama sebagai 

sebuah “Keserasian”. 

Metode yang digunakan dalam merumuskan tafsir ini, secara 

sekilas seperti melihat sekilas tafsir karya Ibn Katsir, tafsir karya M. 

Quraish Shihab ini yaitu  sebuah karya tafsir komprehensif yang 

98 

 

sangat analitis dan mendalam. 15 jilid atau volume sudah cukup 

membukitkan bahwa tafsir ini menggunakan metode tahlilîy atau 

analitis. Pada sisi lain maudhû‟i juga dimasukan sebagai metode dalam 

membedah keseluruhan Al-Qur'an , mengingat banyak sekali karya M. 

Quraish dalam metode penafsiran Al-Qur'an yang satu ini. M. Quraish 

memadukan kedua metode itu. Satu sisi M. Quraish perlu menjelaskan 

ayat demi ayat dan surat demi surat secara terperinci sesuai tertib 

mushâfnya namun di sisi lain pada tema-tema tertentu M. Quraish 

melakukan pendalaman dan pengayaan sesuai dengan kapabilitas 

keilmuannya di berbagai dispilin ilmu penunjang tafsir.58 Muqârin 

sebagai metode untuk membandingkan berbagai litertur tafsir 

sebelumnya juga tidak jarang digunakan oleh M. Quraish Shihab 

terutama dalam merujuk pada kitab tafsir seperti al-Jâmi‟ li Ahkâm Al-

Qur‟ân karya Imam Qurthubi, al-Marâghi, Ibn Katsîr, al-Manâr hingga 

Mafâtih al-Ghaib. 59 Termasuk rujukan ahli tafsir lainnya yang disebut 

M. Quraish dalam Sekapur Sirihnya di jilid satu Tafsîr Al-Mishbâh 

seperti asy-Syekh Mutawalli Sya‟rawi, Muhammad Hussein 

Thabathaba‟i, Sayyid Tanthawi, Muhammad Thahir Ibn „Asyur, dan 

tentunya Ibrahim Ibn Umar al-Biqa‟i serta ahli lainnya.67 Sementara 

tambahan yang menjadi hal unik dari metode penyajian tafsir ini yaitu  

kelompok ayat tadi diulangi sekali lagi dalam penjabaran penafsiran 

yang keduanya disajikan dengan terjemahan, hanya pada kelompok 

utama di depan yang menjelaskan tulisan ayat Al-Qur'an nya yang 

berbahasa Arab. M. Quraish menekankan bahwa metode penyisipan 

yang dilakukan olehnya dalam tafsirnya menimbulkan kesan bahwa 

sisipan atau kalimat yang digunakan dengan cetak miring itu yaitu  

bagian dari Al-Qur'an , padahal tidak demikian sisipan ini  yaitu  

terjemahan makna-makna Al-Qur'an , M. Quraish juga menambahkan 

itu bukan terjemah Al-Qur'an . Selepas sisipan terjemah makna Al-

Qur'an baru kemudian tulisan dengan cetak tegak yang merupakan 

tafsir dari terjemahan makna ini . Sedetail itu M. Quraish 

menyusun metode dan sistematika penafsiran dalam Tafsir al-Mishbâh 

ini. Betul-betul sebuah karya hasil buah pikiran yang mendalam, 

sungguh-sungguh, teliti dan komprehensif. 

Sedangkan sistematika penyusunan kitab Tafsir Al-Misbah tidak 

jauh dari penafsiran kitab-kitab lainnya. Penulisan dimulai dengan 

menuliskan ayatayat al-Qur‟an kemudian diterjemahkan kedalam 

bahasa indonesia, setelah itu menguraikan makna-makna penting dalam 

tiap kosa kata. Dalam hal ini sangat terlihat bahwa pengarang sangat 

                                        

 

menguasai bahasa arab. Sedangkan pada penyusan kitab tafsir al-

Misbah terbagi menjadi 15 volume yang dimana setiap volumenya 

tidak menentu pada jumlah juz yang tercantum, melainkan hanya sesuai 

dengan urutan surat Mushaf Usmani. 

M. Quraish mencoba menggambarkan nuansa tafsirnya yang 

sangat sosial kemasyarakatan seolah M.Quraish melalui 

pemahamannya terhadap Al-Qur'an ingin menyoroti permasalahan-

permasalahan sosial kemasyarakatan yang aktual kemudian 

menjawabnya dengan cara mendiskusikan problem ini  dengan Al-

Qur'an dan menjelaskan apa kiranya solusi yang Al-Qur'an miliki untuk 

menengahi problematika ini . Hal demikian membuat Al-Qur'an 

lebih terasa dan hidup sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia. M. 

Quraish sendiri sering menekankan agar kiranya wahyu Ilahi dipahami 

secara lebih kontekstual agar pesan-pesannya dapat difungsikan dalam 

kehidupan nyata. M. Quraish membuktikan bahwa Beliau mampu 

menyajikan hidangan tafsir yang diramu sedemikian rupa dari para 

mufasir klasik menjadi sesuatu yang enak untuk “dimakan” oleh orang 

awam sekalipun dengan memperhatikan konteks masyarakat Indonesia 

saat  tafsir ini disusun bahkan hingga kini.68 

M. Quraish Shihab menyadari bahwa penulisan tafsir Al-Qur'an 

selalu dipengaruhi oleh tempat dan waktu dimana para mufassir berada. 

Perkembangan masa penafsiran selalu diwarnai dengan ciri khusus, 

baik sikap maupun kerangka berfikir. Oleh sebab  itu, ia merasa 

berkewajiban untuk memikirkan muncul sebuah karya tafsir yang 

sesuai dengan alam pikiran saat ini. Keahlian dalam bidang bahasa 

dapat dilihat melalui penafsiran seseorang. Seperti penafsiran yang 

dilakukan oleh Tim Departeman Agama dalam Surat al-Hijr/15: 22. 

”Dan kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-

tumbuhan) dan kami turunkan hujan dari langit”. Menurutnya, 

terjemahan ini disamping mengabaikan arti huruf fa, juga 

menambahkan kata ”tumbuh-tumbuhan” sebagai penjelasan sehingga 

terjemahan ini  menginformasikan bahwa angin berfungsi 

mengawinkan tumbuh-tumbuhan. M. Quraish Shihab berpendapat, 

bahwa terjemahan dan pandangan ini  tidak didukung oleh 

faanzalna min al-s m  m ‟ n yang seharusnya di terjemahkan dengan 

”maka” menunjukkkan adanya kaitan sebab dan akibat antara fungsi 

angin dan turunnya hujan atau urutan logis antara keduanya. Sehingga 

tidak tepat huruf ini  diterjemahkan dengan ”dan” sebagaimana 

tidak tepat penyisipan kata tumbuh-tumbuhan dalam terjemahan 

ini .  

                                        

 

Sisi kelebihan dan kekurangan sebagai sebuah karya tentu banyak 

di bahas dalam berbagai literatur baik buku, diskusi ilmiah dan jurnal 

serta sumber bacaan lainnya. Ini semua tidak lepas dari tafsir ini 

sebagai sebuah karya akademik yang di kemudian hari pasti 

menimbulkan berbagai macam antitesis untuk memberikan masukan 

bahkan mengkritik tafsir ini. Bahkan satu buku khusus ditulis oleh 

Afrizal Nur bertajuk Tafsîr Al-Mishbâh dalam Sorotan: Kritik terhadap 

Karya Tafsir Prof. M. Quraish Shihab sebagai terusan dari disertasi 

yang dilakukan oleh penulis dan diiyakan serta dberikan keleluasan 

sebesar-besarnya oleh M. Quraish sendiri untuk merampungkan 

penelitian ini . Merupakan sebuah dialektika ilmiah yang sangat 

indah dan sehat. 

 

 

BAB IV 

ANALISIS KOMPARATIF PENAFSIRAN M. RASYID RIDHA DAN 

M. QURAISH SHIHAB TENTANG AYAT-AYAT YANG 

BERKAITAN DENGAN AHLI KITAB 

 

 

A. Penafsiran M. Rasyid Ridha tentang Ayat-ayat Seputar Ahl al-Kitâb 

Term Ahl al-Kitâb yang ditafsirkan oleh Muhammad Rasyid Ridha 

dalam Tafsir al-Manar, mempunyai pengertian yang berbeda dari pada 

penafsiran jumhur ulama‟ baik dari ulama‟ klasik maupun kontemporer. 

Hal ini dapat dilihat dari penggolongan yang dilakukan olehnya, 

pengertian dari term Ahl al-Kitâb menurut para ulama, diartikan dengan 

kelompok yang menerima kitab suci, sehingga hal ini menunjukkan bahwa 

yang dimaksud oleh para ulama‟ ialah kaum Yahudi dan Nasrani yang 

secara jelas menerima kitab suci dari Allah  berupa Taurat dan Injil. 

Dalam hal ini, Muhammad Rasyid Ridho menafsirkan bahwa ahl al-kitab, 

tidak hanya terbatas oleh kaum Yahudi dan Nasrani saja. Sebagaimana 

penafsiran yang dilakukan olehnya dalam Surat ali-Imrân/3: 19. Dia 

menafsirkan bahwa makna Ahl al-Kitâb disini mencakup kelompok lain, 

meskipun ayat ini diturunkan kepada kelompok Nasrani Najran.1 

Kriteria Ahl al-Kitâb yang dijelaskan oleh Muhammad Rasyid Ridho 

dalam Tafsir al-Manar yaitu  sebagai berikut: 

 

 

                                        

 

1. Pengutusan seorang Rasul  

Seorang nabi dan rasul yang diutus oleh Allah  kepada suatu 

kaum, memiliki tugas untuk menyampaikan berita gembira kepada 

kaumnya dan peringatan agar mereka senantiasa beribadah kepada 

Allah , menjauhi segala bisikan dan godaan setan, serta menghimbau 

mereka agar mengingat akan hari pembalasan. Hal ini telah dijelaskan 

oleh Allah  dalam Surat Yunus/10: 49, yang berbunyi: 

 َءۤاَج اَِذا ٌۚوََجا ٍث ٌَّ ُ ا ِ

ُِّكى ٗۗ ُ ِّللَّا َءۤاَش ا ٌَ  

َّ

ِلَا اًػْفَج 

َ

لَ َّو ا ًَضَ ِْسََْفِلن ُِميَْما ٓ

َّ

لَ ُْوك

 َنْٔ ُمِدْلَخَْصي 

َ

لَ َّو ًثَغاَش َنْوُرِخ

ْ

أَخَْصي ََلَف ًْ ُٓ ُيََجا 

K t k nl h (N  i Muh mm d), “ ku tid k ku s  (menol k) mud r t 

dan tidak pula (mendatangkan) manfaat kepada diriku, kecuali apa 

y ng  ll h kehend ki.” Seti p um t mempuny i  j l (  t s w ktu). 

Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan sesaat 

pun dan tidak (pula) dapat meminta percepatan.  

Bahwasanya seorang rasul yang diutus kepada setiap umat 

memiliki fungsi untuk membimbing umatnya dengan baik agar selalu 

senantiasa beriman kepada Allah dan hari akhir, serta memperbanyak 

amal sholeh sesuai standar zaman umat ini .2 Berdasarkan sejarah. 

bahwa umat terdahulu yang hidup sebelum diutusnya Nabi Muhammad 

. menjadi seorang nabi atau rasul, telah menerima utusan seorang nabi 

dan rasul. Berdasarkan firman Allah dalam Surat Fathir/35: 24, yang 

berbunyi: 

 ِْناَوٗۗ اًْريَِذُ َّو اًْيَِْشب ِّقَ

ْ

لِْاة َمَِٰ

ْ

يَْشَرا ٓا َِّجا ٌْريَِذُ ا َٓ ِْيذ َلََخ 

َّ

ِلَا ٍث ٌَّ ُ ا َْ ِ ٌّ 

Sesungguhnya Kami mengutus engkau dengan membawa kebenaran 

sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan. 

Tidak ada satu umat pun, kecuali telah datang kepadanya seorang 

pemberi peringatan. 

Kendati demikian, sebagian diantara para rasul yang diutus 

ini  tidak dijelaskan dengan rinci oleh Al-Qur'an, Adapun 

penyebab tidak dikisahkan kepada mereka sebagian daripada rasul-

rasul ini , sebab para pemilik peradaban diantaranya Bangsa China, 

Mesir, India, dan Yunani tidak menjaga dengan baik keaslian 

kandungan kitab suci yang telah disampaikan oleh para nabi mereka.3 

                                        

sebagaimana yang temaktub dalam ayat Surat an-Nisa‟/4: 164 dan 

Surat al-Ghafir/20: 78: 

 

َّ

َكََوٗۗ َْميَيَغ ًْ ُٓ ْطُطْلَج ًْ َّى ًلَُُشرَو ُْوتَر َْ ٌِ  َْميَيَغ ًْ ُٓ َِْٰطَطَك ْدَك ًلَُُشرَو ُ ِّللَّا ًَ

 ۚ ا ًٍ ِْييَْسح َْٰسُٰٔم 

Ada beberapa rasul yang telah Kami ceritakan (kisah) tentang mereka 

kepadamu sebelumnya dan ada (pula) beberapa rasul (lain) yang tidak 

Kami ceritakan (kisah) tentang mereka kepadamu. Allah telah benar-

benar berbicara kepada Musa (secara langsung). 

 ًْ َّى َْ ٌَّ  ًْ ُٓ ٌِِْ َو َْميَيَغ اَِ ْطَطَك َْ ٌَّ  ًْ ُٓ ٌِِْ  َِمْيتَر َْ ِ ٌّ  ًلَُُشر اَِ

ْ

يَْشَرا ْدَلَىَو

 َِرل َنَكَ ا ٌَ َوٗۗ َْميَيَغ ْصُطْلَج ُرَْما َءۤاَج اَِذاَف ِۚ ِّللَّا ِْنِذِاة 

َّ

ِلَا ٍَثيَِٰاة َِتِ

ْ

أَّي َْنا ٍل ْٔ ُش

 َن ْٔ ُيِْؽت ٍُ

ْ

لا َِملاَِ ُْ  َِسََِخو ِّقَ

ْ

لِْاة َِضُِك ِ ِّللَّا 

 Sungguh, Kami benar-benar telah mengutus rasul-rasul sebelum 

engkau (Nabi Muhammad). Di antara mereka ada yang Kami ceritakan 

kepadamu dan ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak 

ada seorang rasul pun membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. 

Maka, apabila telah datang perintah Allah (hari Kiamat), 

diputuskanlah (segala perkara) dengan adil. saat  itu, rugilah para 

pelaku kebatilan. 

Demikian Allah mengabarkan, bahwasanya pengutusan seorang 

rasul kepada suatu umat menunjukkan bahwa Allah hendak 

memberikan peringatan serta seruan untuk berbuat baik kepada umat 

ini  melalui perantara para rasulnya. Bahkan perintah dan larangan 

kepada suatu kaum ini  kemungkinan juga telah termaktub di 

dalam kitab mereka. Sebagaimana Yahudi dan Nasrani yang telah 

dijelaskan dalam Al-Qur'an bahwa mereka telah diutus seorang rasul 

dan nabi kepada mereka, Rasyid Ridha juga berpendapat bahwa 

golongan lain seperti Majusi, Sabi‟in termasuk Ahl al-Kitâb, bahkan 

kelompok diluar itu termasuk ke dalam Ahl al-Kitâb seperti Hindu, 

Budha, dan Konfusius, sebab  mereka mempunyai kitab sebagaimana 

agama Yahudi dan Nasrani. Pendapat demikian didasarkan kepada 

kenyataan sejarah dan informasi Al-Qur'an bahwa semua umat telah 

diutus seorang rasul, sebelum diutusnya Rasulullah. sebagai petunjuk 

kebenaran. Adapun setiap rasul ini  diduga memiliki kitab suci, 

meskipun isi kandungan dari kitab suci ini  telah menyimpang dari 

nash aslinya. Pendapat yang diberikan oleh Rasyid Ridha terkait Ahl al-

104 

 

Kitâb berbeda dengan gurunya Muhammad Abduh. Adapun Abduh 

menyatakan bahwa Ahl al-Kitâb mencakup Yahudi, Nasrani, dan 

Sabi‟in, sebagaimana yang termaktub dalam Surat al-Baqarah/2: 62.4 

Kemudian Rasyid Ridha menyatakan dalam Tafsir al-Manar, 

terkait kaum Majusi, Shobi‟in, dan penyembah berhala di India, China 

dan Jepang, dengan   

  “  hw  sesungguhny  k um M jusi, Sho i‟in, p r  penyem  h 

berhala yang ada di India, China, dan yang semacamnya seperti 

orang-orang Jepang, merupakan para Ahl al-Kitâb (orang-orang 

yang mempunyai kitab suci) yang mengandung ajaran tauhid 

sampai sekarang. Dan adapun dari keterangan sejarah dan 

penjelasan daripada Al-Qur'an bahwa setiap umat telah diutus 

kepada mereka seorang rasul, dan kitab-kitab mereka pada 

awalnya merupakan kitab samawi, namun kemudian terjadi 

penyimpangan sebagaimna penyimpangan yang terjadi pada kitab 

suci orang-or ng Y hudi d n N sr ni.”5 

 Kriteria Ahl al-Kitâb yang telah dijelaskan sebelumnya, memiliki 

arti orang-orang yang diturunkan kepada mereka nabi dan rasul yang 

membawa kitab suci yang berasal dari wahyu Allah . Namun demikian, 

sekelompok orang ini  memiliki latar belakang yang jelas terkait 

pengutusan rasul dan nabi dari agama mereka. Sehingga term Ahl al- 

Kitâb, tidak dapat dihukumi secara umum dalam pemaknaannya. 

2. Memiliki kitab suci 

 Setiap nabi dan rasul yang diutus oleh Allah, ditugaskan untuk 

membimbing manusia agar beribadah dengan benar dan ikhlas serta 

dalam bimbingan mereka terhadap umatnya tidak ada  hal syirik 

yang tercampur sedikitpun. Allah  pula mewahyukan kepada mereka 

kitab-kitab yang dijadikan sebagai pedoman dan petunjuk unutuk umat 

mereka. Penyebutan Ahl al-Kitâb didasari oleh pendapat yang 

mengatakan bahwa Ahl al-Kitâb yaitu  mereka yang diberikan kitab 

dari agama manapun.6 Hal ini dilansi dari oleh firman Allah  Surat at-

Taubah/9: 29: 

                                        

 

 َُي 

َ

لََو ِرِخ

َٰ ْ

لَا ِْمَٔ

ْ

لَِّاة 

َ

لََو ِ ِّللَِّاة َنْٔ ُِ ٌِ ُْؤي 

َ

لَ ََ ْحِ

َّ

لَّا ٔا ُِيحاَك ُ ِّللَّا َم َّرَخ ا ٌَ  َن ْٔ ُِمّر

 َثَيْز ِ

ْ

لْا ٔا ُؽْػُح ِّتَّٰخ َبَٰخِه

ْ

ىا ٔا ُحُْوا ََ ْحِ

َّ

لَّا ََ ٌِ  ِّقَ

ْ

لْا ََ ْحِد َن ْٔ ُِ ْحَِدي 

َ

لََو 

ُ

ْٰٔ َُشرَو

 َنْوُرِغ َٰض ًْ ُْ َّو ٍدَّي َْ َخ 

 

Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari 

akhir, tidak mengharamkan (menjauhi) apa yang telah diharamkan 

(oleh) Allah dan Rasul-Nya, dan tidak mengikuti agama yang hak 

(Islam), yaitu orang-orang yang telah diberikan Kitab (Yahudi dan 

Nasrani) hingga mereka membayar jizyah  dengan patuh dan mereka 

tunduk. 

Rasyid Ridha di dalam Tafsir al-Manar menafsirkan ungkapan 

lafaz alladzina utu al-kitab dalam ayat di atas yaitu kitab yang 

diturunkan oleh Allah berupa Taurat, Injil, Zabur yang diturunkan 

kepada nabi Daud as. dan lainnya. Lafaz ini pada dasarnya tertuju 

kepada kaum Yahudi dan Nasrani, sebab mereka yaitu  kaum yang 

hidup berdampingan dan juga sudah dikenal oleh bangsa arab pada saat 

itu.7 Pembahasan yang lain seputar kaum Majusi dan Shabi‟in, 

menimbulkan perbedatan diantara ulama, sebab diduga mereka masuk 

kedalam kategori musyrik, sebab  tidak menyembah Allah, 

sebagaimana yang dijelaskan didalam Surat al-Hajj/22: 17: 

 ََ ْحِ

َّ

لَّاَو َْسُٔج ٍَ

ْ

لاَو ى َٰ َٰصَّٰلناَو َْيْ ٕـِ ِ ةا َّطلاَو اْوُدا َْ  ََ ْح ِ

َّ

لَّاَو أْ ُِ ٌَ

َٰ

ا ََ ْحِ

َّ

لَّا َِّنا

 ٌْديِٓ َش ٍء ْ

ََ  ِ

ّ ُُ  

َٰ

َعَ َ ِّللَّا َِّنا  ِث ٍَ َٰيِل

ْ

ىا َْمَٔي ًْ ُٓ َِ َْية ُوِطْفَح َ ِّللَّا َِّنا ۖآْٔ ُك ََْشْا 

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, 

Sabiin, Nasrani, Majusi, dan orang-orang yang menyekutukan Allah 

akan Allah berikan keputusan di antara mereka pada hari Kiamat. 

Sesungguhnya Allah menjadi saksi atas segala sesuatu. 

Ayat diatas, memberikan gambaran bahwa golongan-golongan 

agama yang disebutkan yakni Majusi dan Shabi‟in tidak termasuk 

kedalam golongan musyrik, Hal ini disebab kan orang-orang Majusi 

dan Shabi‟in sebenarnya mempunyai kitab suci yang diwahyukan oleh 

Tuhan kepada mereka, akan tetapi kitab suci ini  mulai tidak 

diketahui keasliannya atau keorisinalitasannya disebab  oleh jenjang 

                                        

 

waktu yang cukup lama dan telah bercampur dengan hal lainnya.8 

Kemudian diyakini juga bahwa kitab ini  tidak lain yaitu  juga 

merupakan kitab suci, yang disebut sebagai syibh al-kitab.9 

sebagaimana yang telah dijelaskan didalam Surat Fathir/35: 24: 

 ٌْريَِذُ ا َٓ ِْيذ َلََخ 

َّ

ِلَا ٍث ٌَّ ُ ا َْ ِ ٌّ  ِْناَوٗۗ اًْريَِذُ َّو اًْيَِْشب ِّقَ

ْ

لِْاة َمَِٰ

ْ

يَْشَرا ٓا َِّجا 

Sesungguhnya Kami mengutus engkau dengan membawa kebenaran 

sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan. 

Tidak ada satu umat pun, kecuali telah datang kepadanya seorang 

pemberi peringatan. 

Dan juga di dalam Surat ar-Ra‟d/13: 7: 

 ِ

ُِّكى َّو ٌرِْذِ ٌُ  َْجَُا ٓ ا ٍَ َِّجا ِّّب َّر َْ ِ ٌّ  ٌَثي

َٰ

ا ِّْيَيَغ َِلْزُُا 

ٓ َلَْٔ َ ل اْوُرَفَز ََ ْحِ

َّ

لَّا ُل ْٔ ُلَيَو

 ٍدا َْ  ٍم ْٔ َك 

Orang-orang yang kufur berkat , “Meng p  tid k diturunk n 

kep d ny  (N  i Muh mm d) su tu t nd  (mukjiz t) d ri Tuh nny ?” 

Sesungguhnya engkau (Nabi Muhammad) hanyalah seorang pemberi 

peringatan dan bagi setiap kaum ada pemberi petunjuk. 

Selain daripada kaum Majusi dan Shabi‟un, menurut Tafsir al-

Manar ada juga beberapa golongan lain yang tidak disebutkan oleh Al-

Qur'an , namun mereka juga termasuk kedalam golongan Ahl al-Kitâb 

yaitu Budha, Brahma (Hindu), dan Konfusius. Adapun Majusi dan 

Shabi‟un diterangkan oleh Al-Qur'an secara jelas sebab mereka hidup 

disekitar jazirah Arab, yang mana pada saat itu umat Islam hidup 

berdampingan dengan mereka secara langsung seperti di Irak dan 

Bahrain. Namun, orang-orang yang hidup diluar jazirah Arab seperti 

India, China, dan Jepang serta daerah lainya, secara eksplisit tidak 

tercantum di dalam Al-Qur'an. Menurut Rasyid Ridha, meskipun 

agama-agama yang tidak disebutkan oleh Al-Qur'an secara langsung 

seperti Hindu, Budha, dan Kong Fu Tse, bukan berarti Allah  

mengenyampingkan keberadaan mereka, meskipun mereka berada di 

luar jazirah Arab, sehingga seakan-akan Al-Qur'an tidak menjangkau 

pembahasan terkait kelompok mereka.10 

 Hal ini menjadikan golongan-golongan ini  yakni Majusi, 

Shabi‟un, Budha, Hindu, dan Kong Fu Tse termasuk kedalam golongan 

                                        

 

Ahl al-Kitâb, sebab mereka juga memiliki kitab suci yang disebut 

dengan syibh al-kitab.11 Rasyid Ridha juga menekankan bahwasanya 

yang disebut Musyrik oleh Al-Qur'an pada masa penurunannya ialah 

Musyrik Arab, yang mana mereka tidak mempunyai kitab atau shibh 

al-kitab, sebab mereka yaitu  ummiyyin.12 Dengan timbulnya anggapan 

bahwa Hindu, Budha, dan Kong Fu Tse memiliki kitab suci atau 

disebut juga dengan shiibh al-kitab. Tentu hal ini, menimbulkan 

pendapat bahwa kitab ini  juga bersumber dari wahyu tuhan. Kitab 

suci yang ada di dalam agama-agama yang ada dikategorikan menjadi 

dua yaitu kitab samawi, sebab  kitab ini  bersumber langsung dari 

firman Allah, sedangkan kitab yang tidak bersumber dari Allah  disebut 

dengan al-kitab al-ardi, disebab kan agama Hindu, Budha serta Kong 

Fu Tse muncul disebabkan oleh pengaruh adat dan budaya.13 

Meskipun agama-agama ini  saat ini diyakini memiliki kitab 

suci, sudah pasti isi kandungan daripada kitab ini  bukan berasal 

daripada wahyu Allah, melainkan buah dari akal dan pemikiran 

manusia. Hal ini menjadi pembeda diantara Ahl al-Kitâb yang telah 

dijelaskan sebelumnya, bahwa diantara mereka ada yang disebutkan 

oleh Al-Qur'an secara langsung seperti Yahudi dan Nasrani, 

disebab kan mereka telah menerima wahyu secara langsung melalui 

perantara nabi dan rasul mereka, sedangkan Majusi, Shobi‟un, Budha, 

Hindu, dan Kong Fu Tse tidak mempunyai proses penerimaan wahyu 

yang jelas dari para nabi dan rasul. 

Status Ahl al-Kitâb dalam Tafsir Al-Manar memberikan 

gambaran bahwa Rasyid Ridha di dalam Tafsir al-Manar, menerangkan 

secara gamblang bahwa agama-agama yang secara tidak langsung 

disebutkan oleh Al-Qur'an, seperti Hindu, Budha, dan Kong Fu Tse, 

termasuk kedalam kriteria Ahl al-Kitâb. Kemudian pembahasan terkait 

status keimanan serta kedudukan mereka di dalam Al-Qur'an, masih 

menjadi hal yang dipertanyakan. Berdasarkan informasi yang 

terkandung di dalam Al-Qur'an, diperoleh keterangan bahwa predikat 

kafir terlihat secara eksplisit diberikan kepada Ahl al-Kitâb. Sementara 

predikat musyrik menjadi samar-samar. sebab , kalau dilihat dari sikap 

dan perilaku Ahl al-Kitâb, terkesan mereka termasuk musyrik, tetapi 

hal ini  tidak diungkapkan Al-Qur'an secara ekspllisit. Hal ini 

menjadi suatu kewajaran, jikalau timbulnya perbedaan pandangan di 

antara ulama‟ terkait stasus kemusyrikan Ahl al-Kitâb. Perbedaan 

interpretasi dan pandangan mengenai hal ini, juga mempunyai 

                                        

 

implikasi hukum dalam konteks sosial kemasyarakatan yang cukup 

jauh berbeda. Yaitu, perbedaan yang lahir sebagai akibat dari 

perbedaan mengenai kedudukan Ahl al-Kitâb dalam posisi kafir atau 

musyrik.14 

Terkait kekafiran Ahl al-Kitâb, Rasyid Ridha dalam Tafsir al-

Manar menerangkan suatu ayat Al-Qur'an yang mengandung unsur 

kekafiran Ahl al-Kitâb, yang berisi penolakan mereka terhadap ajaran 

yang dibawa oleh Nabi Muhammad., seperti yang dijelaskan di dalam 

Surat al-Baqarah/2: 89: 

 ُْوتَر َْ ٌِ  أْ َُُكََو ُۙ ًْ ُٓ َػ ٌَ  ا ٍَ ِ

ّ

ل ٌق ِّدَطُم ِ ِّللَّا ِْدِِغ َْ ِ ٌّ  ٌبَِٰخن ًْ ُْ َءۤاَج ا ٍَّ

َ لَو

 ا ٍَّ ََيف ۚاْوُرَفَز ََ ْحِ

َّ

لَّا 

َ

َعَ َنْٔ ُِدخْفَخَْصي َِ ْػََيف  ِّۖة اْوُرَفَز أْ ُفَرَغ ا ٌَّ  ًْ ُْ َءۤاَج ُث

 ََ ْيِرِف

َٰس

ْ

ىا 

َ

َعَ ِ ِّللَّا 

Setelah sampai kepada mereka Kitab (Al-Qur'an) dari Allah yang 

membenarkan apa yang ada pada mereka, sedangkan sebelumnya 

mereka memohon kemenangan atas orang-orang kafir, ternyata setelah 

sampai kepada mereka apa yang telah mereka ketahui itu, mereka 

mengingkarinya. Maka, laknat Allahlah terhadap orang-orang yang 

ingkar. 

Dalam Tafsir al-Manar, Rasyid Ridho mengutip pendapat dari 

gurunya yakni Muhammad Abduh, bahwa ayat ini masih memiliki 

hubungan dengan ayat yang sebelumnya. Dimana keimanan yang 

dimiliki oleh Ahl al-Kitâb, yang pada ayat ini yaitu  orang Yahudi, 

kepada Allah hanyalah sedikit, serta mereka menunggu sosok nabi serta 

kitab suci yang mereka percayai yakni Al-Qur'an dan melalui sosok 

nabi ini  mereka mampu memperoleh kemenangan atas kaum 

musyrikin, dengan mengatakan, “bahwa dia (Musa as) telah tampak 

dan akan menolong mereka untuk menyiarkan nilai tauhid yang mereka 

anut, maka hal ini menjadikan ajaran paganisme yang dianut oleh 

Musyrik Arab dapat dihancurkan sehingga agama Musa as. tegak.” 

Lalu Rasyid Ridha juga mengatakan bahwa ayat ini diriwayatkan oleh 

Muhammad bin Ishaq dari para tetua kaum ansor, yang mana ayat ini 

menceritakan tentang kaum Yahudi Madinah yang mengatakan bahwa 

mereka mempunyai derajat yang lebih tinggi, sebab mereka yaitu  ahl 

al-syirk sedangkan mereka kaum musyrikin merupakan Ahl al-Kitâb.  

                                        

Kemudian satu hal yang menjadikan mereka kufr bahwasanya 

Nabi akhir zaman yang ditunjuk oleh Allah yaitu Nabi Muhammad. 

diutus kepada bangsa Arab, yang dikenal oleh mereka merupakan 

bangsa tertinggal dan bodoh, sehingga hal ini menjadikan mereka iri 

dan dengki. Adapun akibat dari kedengkian ini , menjadikan 

mereka kufr dan enggan untuk menaati Nabi Muhammad. Lalu Allah, 

menjadikan sifat kufr ini, menjadi sifat alami yang mereka miliki.15 

Rasyid Ridha juga mengungkapkan beberapa ayat yang menyatakan 

bahwa Ahl al-Kitâb telah kufr, sebagaimana yang terkandung di dalam 

Surat ali-Imran/3: 70: 

 َٰخِه

ْ

ىا َو ْْ َاّّ ي َنْوُد َٓ َْشت ًْ ُخَْجاَو ِ ِّللَّا ِجَٰيَِٰاة َنْوُرُفَْسح ًَ ِ ل ِب 

Wahai Ahlulkitab, mengapa kamu mengingkari ayat-ayat Allah, 

padahal kamu mengetahui (kebenarannya)? 

Menurut al-Sya‟rawi, ayat ini menjelaskan tentang keangkuhan 

dan kesombongan kaum Yahudi yang enggan untuk menerima ayat-

ayat Allah  yang datang daripada Rasulullah. Dimana mereka kaum 

Yahudi juga termasuk Ahl al-Kitâb yang diwahyukan kepada mereka 

kitab suci yaitu Taurat. Lafaz kufr yang ada  di dalam ayat ini 

menunjukkan bahwa mereka telah mengetahui akan kedatangan 

seorang Rasul yang ciri dan sifatnya telah diterangkan dengan jelas di 

dalam kitab suci mereka. Namun mereka enggan untuk mengakuinya 

disebab kan rasul atau nabi yang diutus ini  bukan dari kalangan 

mereka.16 

 Rasyid Ridha di ayat yang lain, menerangkan terkait Ahl al-

Kitâb yang dikelompokkan menjadi dua kelompok yakni kelompok 

yang beriman dan yang fasik. Hal ini diungkapkan olehnya, sebab di 

dalam Al-Qur'an telah dijelaskan bahwa diantara mereka Ahl al-Kitâb, 

masih ada yang beriman namun kebanyakan dari mereka telah berbuat 

fasik sebab  keluar dari ajaran yang mereka dapat dari kitab suci 

mereka, hal ini tercantum di dalam Surat ali-Imrân/3: 110: 

 ِرَْهِ ٍُ

ْ

لا َِ َغ َن

ْٔ َٓ َِْتَو ِْفوُرْػ ٍَ

ْ

لِاة َنْوُرُم

ْ

َأح ِساَِّ ِيل ْجَِجرُْخا ٍث ٌَّ ُ ا َْيَْخ ًْ ُْخُِن

 َنْٔ ُِ ٌِ ْؤ ٍُ

ْ

لا ًُ ُٓ ٌِِْ  ٗۗ ًْ ُٓ

َّ

ل اًْيَْخ َنَكََى ِبَٰخِه

ْ

ىا ُو ْْ َ ا ََ ٌَ

َٰ

ا ْٔ َ لَو ٗۗ ِ ِّللَِّاة َنْٔ ُِ ٌِ ُْؤحَو

 َنْٔ ُلِص َٰف

ْ

ىا ًُ ُْ َُثَْزاَو 

                                        

 

Kamu (umat Islam) yaitu  umat terbaik yang dilahirkan untuk 

manusia (selama) kamu menyuruh (berbuat) yang makruf, mencegah 

dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Seandainya Ahlulkitab 

beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada 

yang beriman dan kebanyakan mereka yaitu  orang-orang fasik. 

Dari ayat ini, Rasyid Ridha menerangkan bahwa apabila mereka 

Ahl al-Kitâb beriman kepada Allah dan Rasulullah. akan menjadi 

kebaikan bagi mereka baik di dunia maupun di akhirat. Namun, hanya 

sebagian diantara mereka yang beriman seperti Abdullah bin Salam 

beserta keluarganya yang berasal dari kalangan Yahudi dan Najasyi 

beserta keluarganya yang berasal dari kalangan Nasrani, sedangkan 

kebanyakan daripada Ahl al-Kitâb yaitu  orang-orang fasik yang tidak 

teguh dengan ajaran agama mereka.17 Kemudian di ayat yang lain yakni 

pada Surat al-Mâidah/5: 68, Rasyid Ridha menerangkan bahwa Ahl al-

Kitâb yang menggunakan akal pikiran mereka terhadap ayat-ayat Allah  

serta mengimani dengan iman yang benar terhadap diri-Nya serta para 

rasul, maka mereka termasuk kedalam golongan hamba-hamba yang 

beriman. Kemudian, disebab kan oleh doktrin dari ajaran agama 

mereka yang masih melekat kuat di dalam kehidupan mereka, maka 

keimanan terhadap Allah serta Rasulullah. tidak dapat dicapai oleh 

mereka. Kendati demikian bagi mereka Ahl al-Kitâb yang masih 

menjaga nilai ketauhidan, maka mereka tidak dapat dipengaruhi oleh 

berbagai macam doktrin buruk yang berusaha menutupi cahaya iman 

mereka, kemudian mereka melihat Al-Qur'an sebagai petunjuk dari 

Allah , dan juga mereka meyakini bahwa Nabi Muhammad. yaitu  nabi 

terakhir yang telah dijelaskan di dalam kitab suci mereka.18 

 Berdasarkan beberapa keterangan yang menunjukkan kekafiran 

Ahl al-Kitâb di atas, dengan bukti dari berbagai dalil Al-Qur'an yang 

membahas terkait kekafiran mereka, seperti keingkaran akan kenabian 

Muhammad. sebagai nabi yang terakhir, serta tidak mengimani akan 

petunjuk yang dibawa olehnya berupa Al-Qur'an. Namun, Allah juga 

menerangkan bahwa masih ada diantara mereka yang beriman bahkan 

masuk Islam. Sehingga hal ini, membuat Rasyid Ridha yakin bahwa 

term kufr yang ditujukan kepada Ahl al-Kitâb bukan menunjukkan 

bahwasanya mereka telah kafir dari asalnya, melainkan disebab kan 

oleh kefasikan mereka yang menjadikan mereka termasuk kedalam 

golonga orang-orang yang kafir. 

Sedangkan Term Musyrik merupakan isim fa‟il dari asyraka, 

yusyriku, isyrakan, yang secara literal mengandung pengertian 

 

menjadikan sesuatu sebagai sekutu daripada sesuatu yang lain, 

sehingga menjadikan keduanya tidak terpisahkan.19 Sedangkan secara 

terminologi, syirk artinya membuat atau menjadikan sesuatu selain 

Allah sebagai tambahan, objek pemujaan, dan atau tempat 

menggantungkan harapan dan dambaan. Dalam Al-Qur'an, term syirk 

dalam berbagai bentuk macam katanya, terulang sebanyak 168 kali.20 

Pengertian yang tekandung di dalamnya, secara umum, dapat 

dikembalikan kepada arti kebahasaan. Kendati demikian, tidak semua 

term yang berasal dari kata dasar syaraka memiliki arti menyekutukan 

Allah , meskipun pengertian ini  lebih banyak digunakan oleh Al-

Qur'an , tetap saja term yang mempunyai dasar syaraka sebagian besar 

masih dikaitkan dengan kesyirikan.21  

Adapun kaitannya dengan pembahasan Ahl al-Kitâb, term syirik 

di dalam Al-Qur'an disebutkan dengan kalimat “alladzina asyaku” 

(orang-orang yang berbuat syirik) yang disandingkan dengan term Ahl 

al-Kitâb seperti al-yahud, utu al-kitab, dan Nasrani. Dan ditemukan 

pada tiga ayat yang ada  di dalam Al-Qur'an, adapun daripada 

ketiga ayat ini  guna membedakan antara komunitas musyrik dan 

ahl al-kitab, yaitu pada Surat al-Mâidah/5: 82, Surat ali-Imrân/3: 186, 

dan Surat al-Hajj/22: 17. Pada ayat-ayat ini , mereka yang 

diidentifikasi sebagai orang-orang musyrik yaitu  penyembah berhala, 

walaupun mungkin saja mereka mengakui juga keberadaan Allah.22  

Pendapat para ulama terkait musyriknya Ahl al-Kitâb, 

menimbulkan berbagai macam pandangan yang berbeda. Seperti 

halnya, Fakhru al-Razi menyatakan bahwa Ahl al-Kitâb termasuk 

kedalam kategori musyrik sebagaimana yang telah diterangkan di 

dalam Surat at-Taubah/9: 30. 

 ًْ ُٓ ُ ل ْٔ َك َِملَٰذٗۗ ِ ِّللَّا َُ ْبا ُْحيِص ٍَ

ْ

لا ى َ َٰصَّٰلنا َِجىاَكَو ِ ِّللَّا َُ ْبِا  ُْريَزُغ ُْدٔ ُٓ َ

ْ

لَّا َِجىاَكَو

 

ِّ

َّٰا  ۚ ُ ِّللَّا ًُ ُٓ ََيحاَكٗۗ ُْوتَر َْ ٌِ  اْوُرَفَز ََ ْحِ

َّ

لَّا َل ْٔ َك َن ْٔ ُِٔـْاَُغي ۚ ًْ ِٓ ِْأَ

َْفِاة َنْٔ َُهفُْؤي  

 Orang-or ng Y hudi  erk t , “Uz ir putr   ll h,” d n or ng-orang 

N sr ni  erk t , “ l-M sih putr   ll h.”  tul h uc p n merek  

                                        

dengan mulut-mulut mereka. Mereka meniru ucapan orang-orang yang 

kufur sebelumnya. Allah melaknat mereka; bagaimana mereka sampai 

berpaling? 

Hal ini disebab  Ahl al-Kitâb dari kalangan Yahudi dan Nasrani 

menyatakan bahwa Allah memiliki anak. Perbuatan ini merupakan 

bentuk kesyirikan yang sangat fatal, sehingga al-Razi mengatakan 

bahwa kesyirikan para penyembah berhala lebih ringan daripada 

kesyirikan kaum Yahudi dan Nasrani, sebab para penyembah berhala 

tidak mengatakan bahwa berhala yang mereka sembah yaitu  pencipta 

alam semesta dan Tuhan semesta alam, sedangkan mereka kaum 

Nasrani menetapkan hulul dan ittihad kedalam ajaran mereka, ini 

merupakan kesyirikan yang sangat buruk.23 

Berbeda dengan pandangan musyrik yang diungkapkan oleh al-

Razi sebelumnya, Rasyid Ridha mengatakan bahwa ungkapan Musyrik 

yang terkandung di dalam ayat ini, secara khusus hanya ditujukan 

kepada para penyembah berhala di Arab yang tidak memiliki kitab 

pedoman (kitab suci),24 adapun Ahl al-Kitâb secara khusus hanya 

ditujukan kepada kaum Yahudi dan Nasrani. Adapun Shobiun dan 

Majusi, keduanya juga dianggap sebagaimana Ahl al-Kitâb sebab 

mereka juga disebutkan oleh Al-Qur'an bersamaan dengan Yahudi dan 

Nasrani.25 Begitu Pula, Sayyid Qutub yang juga mengatakan demikian, 

namun dia sedikit menambahkan bahwa Ahl al-Kitâb termasuk 

kedalam golongan orang kafir dan tidak tidak termasuk kedalam 

golongan musyrik, sebagaimana yang tercantum di dalam Surat al-

Mâidah/5: 78: 

 َِ

ْةا َْسَيَِغو َد  واَد ِناَِصل 

َٰ

َعَ َْوِيءۤا َِْسْا َِْٓنة ْۢ َْ ٌِ  اْوُرَفَز ََ ْحِ

َّ

لَّا ََ ِػ

ُى

 َنْوُدَخْػَح أْ َُُكَ َّو أْ َطَغ ا ٍَ ِ ة َِمل

َٰذٗۗ ًَ َيْرَم 

Orang-orang yang kufur dari Bani Israil telah dilaknat (oleh Allah) 

melalui lisan (ucapan) Daud dan Isa putra Maryam. Hal itu sebab  

mereka durhaka dan selalu melampaui batas. 

Kemudian, ungkapan musyrik dan Ahl al-Kitâb di dalam Al-

Qur'an selalu diungkapkan terpisah, sebagaimana yang terkandung 

dalam Surat al-Baqarah/2: 105: 

 

 

 اْوُرَفَز ََ ْحِ

َّ

لَّا ُّدَٔ َي ا ٌَ ًْ ُْسيَيَغ َل ََّنِ ُّح َْنا َِْيْكِ

ِْ ٍُ ْ لا 

َ

لََو ِبَٰخِه

ْ

ىا ِو ْْ َ ا َْ ٌِ

 ِوْغَف

ْ

ىا وُذ ُ ِّللَّاَو ٗۗ ُءۤاَشَّ ي َْ ٌَ  ِّخََْحِْرة ُّصَْخَيَّ ُ ِّللَّاَو ٗۗ ًْ ُِسّب َّر َْ ِ ٌّ  ٍْيَْخ 

َْ ِ ٌّ

 ًِ ْيِظَػ

ْ

ىا 

 Orang-orang kafir dari golongan Ahlulkitab dan orang-orang musyrik 

tidak menginginkan diturunkannya kepadamu suatu kebaikan dari 

Tuhanmu. Akan tetapi, secara khusus Allah memberikan rahmat-Nya 

kepada orang yang Dia kehendaki. Allah pemilik karunia yang besar. 

Kemudian, pada Surat al-Bayyinah/98: 1: 

 ََ ْحِ

َّ

لَّا َِ َُسي 

ًْ َ ل ًُ ُٓ َِيت

ْ

َأح ِّتَّٰخ َْيِّْهَْفِ ٌُ  َِْيْكِ

ِْ ٍُ ْ لاَو ِبَٰخِه

ْ

ىا ِو ْْ َ ا َْ ٌِ  اْوُرَفَز

 ُۙ ُثَِ ِ َّي

ْ

لْا 

Orang-orang yang kufur dari golongan Ahlulkitab dan orang-orang 

musyrik tidak akan meninggalkan (kekufuran mereka) sampai datang 

kepada mereka bukti yang nyata. 

Adapun yang hal yang menjadi pembeda antara musyrik dan Ahl 

al-Kitâb pada kedua ayat diatas yakni pada lafaz waw „atf yang 

menghubungkan antara kedua term ini . Munculnya lafaz ini , 

menandakan adanya perbedaan hubungan diantara kedua term 

ini .26 

 Kemudian dalam beberapa ayat lain, Rasyid Ridha melihat 

bahwa Ahl al-Kitâb juga memiliki kesamaan dengan muslim, hal ini 

dilandasi oleh adanya ayat Al-Qur'an yang menyebutkan term musllim 

dan Ahl al-Kitâb secara bersamaan, berbeda halnya dengan term 

musyrik dan Ahl al-Kitâb yang tidak memiliki tujuan yang sama. 

Adapun beberapa firman Allah yang menyebutkan bahwa muslim dan 

Ahl al-Kitâb mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk mentauhidkan 

Allah, diantaranya yaitu  sebagai berikut: Surat al-Baqarah/2: 62: 

 ِْمَٔ

ْ

لَّاَو ِ ِّللَِّاة ََ ٌَ

َٰ

ا َْ ٌَ  َْيْ ٕـِ ِـةا َّطلاَو ى َٰ َٰصَّٰلناَو اْوُدا َْ  ََ ْح ِ

َّ

لَّاَو أْ ُِ ٌَ

َٰ

ا ََ ْحِ

َّ

لَّا َِّنا

 ًْ ُْ  

َ

لََو ًْ ِٓ ْي

َيَغ ٌْفَٔخ 

َ

لََو ۚ ًْ ِٓ ِ ّبَر َْدِِغ ًْ

ُْ ُرَْجا ًْ ُٓ ََيف اًِلْاَض َوٍِ ََغو ِرِخ

َٰ ْ

لَا

 َنْٔ َُُْزَي 

                                        

26 Rasyid Ridha, Tafsîr al-Manâr…, Jilid. II, hal. 349.  

114 

 

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, 

orang-orang Nasrani, dan orang-orang Sabiin, siapa saja (di antara 

mereka) yang beriman kepada Allah dan hari Akhir serta melakukan 

kebajikan (pasti) mendapat pahala dari Tuhannya, tidak ada rasa takut 

yang menimpa mereka dan mereka pun tidak bersedih hati. 

Surat al-Baqarah/2: 136: 

 ًْ ُسُغْػَب أْ ُِؽت ْْ ا اَِ

ْ

ُيكَو  ِِّْۖيذ َاَُكَ ا ٍَّ ِم ا ٍَ ُٓ ََجرَْخاَف ا َٓ َِْخ َُ َْٰؽي َّشلا ا ٍَ ُٓ

َّ

لََزاَف

 ٍْيِْخ 

َٰ

ِلَا ٌعاَخ ٌَ َّو ٌّرَلَخْصُم ِْضرَ

ْ

لَا ِفِ ًْ َُسىَو  ۚ ٌّوُدَغ ٍظْػَِلْ 

 Lalu, setan menggelincirkan keduanya darinya sehingga keduanya 

dikeluarkan dari segala kenikmatan saat  keduanya ada di sana 

(surg ). K mi  erfirm n, “Turunl h k mu! Se  gi n k mu menj di 

musuh bagi yang lain serta bagi kamu ada tempat tinggal dan 

kesen ng n di  umi s mp i w ktu y ng ditentuk n.” 

Surat Ali Imrân/3: 64: 

 ُْوك 

َ

لََو َ ِّللَّا 

َّ

ِلَا َدُتْػَج 

َّ

َلَا ًْ ُسَِ ْيَبَو اَِ َِ َْية ْۢ ٍءۤا َٔ َش ٍث ٍَ ِ َكَ 

َٰ

ِلَا أْ َ لاَػَت ِبَٰخِه

ْ

ىا َو ْْ َاّّ ي

 أْ َّى َٔ َح ِْناَف ٗۗ ِ ِّللَّا ِنْوُد َْ ِ ٌّ  ًاةاَبَْرا اًغْػَب اَِ ُغْػَب َذِخَّخَح 

َ

لَ َّو أًْـيَش ِّة َِك ِْ ُ ن

 اََُِّاة اْوُد َٓ ْشا ٔا ُ ل ْٔ ُلَذ َنْٔ ٍُ ِيْصُم 

K t k nl h (N  i Muh mm d), “W h i  hlulkit  , m ril h (kit ) 

menuju pada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan 

kamu, (yakni) kita tidak menyembah selain Allah, kita tidak 

mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, dan tidak (pula) 

sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan-tuhan 

sel in  ll h.” Jik  merek   erp ling, k t k nl h (kep d  merek ), 

“S ksik nl h   hw  sesungguhny  k mi  d l h or ng-or ng muslim.” 

Surat al-Ankabut/29: 46: 

 َٰخِه

ْ

ىا َو ْْ َ ا آْٔ ُ ِلداَ

ُ

تُ 

َ

لََو ْٓٔا ُ ل ْٔ ُكَو ًْ ُٓ ٌِِْ  أْ ٍُ َيَظ ََ ْحِ

َّ

لَّا 

َّ

ِلَا ۖ َُ َصَْخا َِهِ ِْتّٰ

َّىِاة 

َّ

ِلَا ِب

 

َ

ٰ َُ ْ

َ

نَ َّو ٌدِخاَو ًْ ُس ُٓ

َٰ

ِلاَو اَِ ُٓ

َٰ

ِلاَو ًْ ُْس

َ

ِلَّا َِلْزُُاَو اَِ ْ

َ

ِلَّا َِلْزُُا ْٓيِ

َّ

لَِّاة اَِّ ٌَ

َٰ

ا

 َنْٔ ٍُ ِيْصُم 

Janganlah kamu mendebat Ahlulkitab melainkan dengan cara yang 

lebih baik, kecuali terhadap orang-orang yang berbuat zalim di antara 

115 

 

merek . K t k nl h, “K mi  erim n p d  (kit  ) y ng diturunk n 

kepada kami dan yang diturunkan kepadamu. Tuhan kami dan 

Tuhanmu yaitu  satu. Hanya kepada-Nya kami berserah diri.” 

Menurut Rasyid Ridha, kaum Majusi juga termasuk kedalam 

golongan Ahl al-Kitâb, dan bukan termasuk kedalam golongan orang-

orang yang musyrik. Hal ini, disebab kan sebagian ulama‟ mengatakan 

bahwa mereka juga memiliki kitab yang menyerupai kitab suci yang 

dimiliki oleh Yahudi dan Nasrani yang disebut dengan syibh al-kitab.27 

Maka untuk itu, adapun pendapat yang mengatakn bahwa Majusi 

termasuk kedalam golongan musyrik yaitu  tidak benar menurut 

Rasyid Ridha dalam Tafsir al-Manar. Sebagaimana yang tercantum 

dalam Surat al-Hajj/22: 17: 

 ََ ْحِ

َّ

لَّاَو َْسُٔج ٍَ

ْ

لاَو ى َٰ َٰصَّٰلناَو َْيْ ٕـِ ِ ةا َّطلاَو اْوُدا َْ  ََ ْح ِ

َّ

لَّاَو أْ ُِ ٌَ

َٰ

ا ََ ْحِ

َّ

لَّا َِّنا

 ٌْديِٓ َش ٍء ْ

ََ  ِ

ّ ُُ  

َٰ

َعَ َ ِّللَّا َِّنا  ِث ٍَ َٰيِل

ْ

ىا َْمَٔي ًْ ُٓ َِ َْية ُوِطْفَح َ ِّللَّا َِّنا ۖآْٔ ُك ََْشْا 

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, 

Sabiin, Nasrani, Majusi, dan orang-orang yang menyekutukan Allah 

akan Allah berikan keputusan di antara mereka pada hari Kiamat. 

Sesungguhnya Allah menjadi saksi atas segala sesuatu. 

Para ulama sepakat bahwa termasuk golongan Ahl al-Kitâb dua 

komunitas penganut agama samawi sebelum islam yaitu kaum yahudi 

dan nasrani .28 

Berdasarkan dari beberapa pendapat tentang musyriknya Ahl al-

Kitâb menurut pandangan Rasyid Ridha diatas, penulis dapat 

menyimpulkan bahwa Rasyid Ridha menyatakan bahwa musyrik dan 

Ahl al-Kitâb merupakan dua kelompok yang tidak dapat disatukan atau 

disamakan. Menurutnya hal ini, didasari oleh beberapa ayat Al-Qur'an 

yang memisahkan antara kedua term ini, sehingga di dalam 

penafsirannya juga berbeda. Term musyrik menurutnya, lebih 

cenderung kepada musyrik arab atau para penyembah berhala yang 

tidak mempunyai kitab pedoman sebagai tuntunan hidup, berbeda 

halnya dengan Yahudi dan Nasrani yang mempunyai kitab pedoman, 

yang mana hal ini membuktikan bahwa mereka termasuk kedalam 

golongan Ahl al-Kitâb. Rasyid Ridha juga menghargai dan 

menghormati sebagian Ahl al-Kitâb yang masih beriman kepada kitab 

suci mereka, mengakui kerasulan Muhammad , serta mendengar seruan 

Al-Qur'an . Oleh sebab  hal itu, Rasyid Ridha tidak menyatakan bahwa 

                                        

 

secara umum Ahl al-Kitâb termasuk kedalam golongan orang-orang 

yang musyrik. 

 Dalam Tafsir al-Manar disebutkan bahwa pada dasarnya Ahl al-

Kitâb merupakan agama tauhid. Namun, dengan banyaknya orang-

orang musyrik yang masuk, agama mereka mulai dimasuki pengaruh-

pengaruh syirik. Hal ini disebabkan mereka yang baru masuk (orang 

musyrik yang menjadi Ahl al-Kitâb) tidak berusaha meninggalkan 

kebiasaan mereka terdahulu, sehingga Allah dengan tegas membedakan 

antara Ahl al-Kitâb dengan musyrik.29 

Rasyid Ridha secara panjang lebar mengungkapkan cakupan 

makna Ahl al-Kitâb dalam ayat berikut ini: 

 ٌّوِخ َبَٰخِه

ْ

ىا ٔا ُحُْوا ََ ْحِ

َّ

لَّا ُماَػَؼَو ُٗۗجَِٰتّي َّؽىا ًُ َُسى َّوُِخا َْمَٔ

ْ

َلَّا

 ََ ٌِ  ُجََِٰطْد ٍُ

ْ

لاَو ِجٌَِِٰ ْؤ ٍُ

ْ

لا ََ ٌِ  ُجََِٰطْد ٍُ

ْ

لاَو ۖ ًْ ُٓ

َّ

ل ٌّوِخ ًْ ُس ٌُ اَػَؼَو ۖ ًْ ُسَّى

 ْٔ ُُجا ََّ ُْ ْٔ ٍُ ُْخَيح

َٰ

ا ٓ اَِذا ًْ ُِسْيتَر َْ ٌِ  َبَٰخِه

ْ

ىا أُحُْوا ََ ْحِ

َّ

لَّا َْيَْد َِْيِِْطُْمُ ََّ ُْ َر

 َِػتَخ ْدَلَذ ِنا ٍَ ِْح

ْ

لَِاة ْرُفْسَّي َْ ٌَ َو  ٍناَدَْخا ْٓيِذِخَّخ ٌُ  

َ

لََو َْيِْدِف َٰصُم

 ََ ْيِِسِ

َٰ ْلْا ََ ٌِ  ِةَرِخ

َٰ ْ

لَا ِفِ َٔ ُْ َو ۖ  ّ ُي ٍَ َخ 

Pada hari ini dihalalkan bagimu segala (makanan) yang baik. 

Makanan (sembelihan) Ahl al-Kitâb itu halal bagimu dan makananmu 

halal (juga) bagi mereka. (Dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-

perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-

perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga 

kehormatan di antara orang-orang yang diberi kitab suci sebelum 

kamu, apabila kamu membayar maskawin mereka untuk menikahinya, 

tidak dengan maksud berzina, dan tidak untuk menjadikan (mereka) 

pasangan gelap (gundik). Siapa yang kufur setelah beriman, maka 

sungguh sia-sia amalnya dan di akhirat dia termasuk orang-orang 

yang rugi. (al-Mâidah/5: 5) 

Ayat ini berisi tentang kebolehan seorang muslim untuk makan 

makanan dari Ahl al-Kitâb dan dihalalkannya seorang lelaki muslim 

untuk menikahi perempuan Ahl al-Kitâb yang muhshanat. Maksud dari 

term al-muhshanat terjadi perbedaan pendapat, apakah ia perempuan 

merdeka yang menjaga kehormatannya. Sebagian ulama berpendapat 

bahwa yang dimaksud dengan muhshanat yaitu  perempuan merdeka 

                                        

 

dan dilarang menikahi perempuan Ahl al-Kitâb yang tidak merdeka. 

Pendapat ini berasal dari Syafi'i. Ia menguatkan pendapatnya dengan 

firman Allah . dalam Surat an-Nisâ'/4: 25: “Dan siapa di antara kamu 

(orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk mengawini 

perempuan merdeka lagi beriman, ia boleh mengawini perempuan yang 

beriman dari budak-budak yang kamu miliki.  

Ada yang berpendapat bahwa perintah untuk menikahi budak 

perempuan yang beriman saat  tidak mampu menikahi yang merdeka 

ini yaitu  sementara saja, sebab  pada saat ayat ini turun Allah belum 

menghalalkan pernikahan dengan perempuan Ahl al-Kitâb yang 

muhshanat. Setelah ayat ini turun, posisi perempuan Islam dengan Ahl 

al-Kitâb menjadi sama.  

Secara umum, ayat ini bermakna bahwa (pada hari ini telah 

dihalalkan makanan yang baik-baik kepadamu) sehingga makan 

bahirah, sa‟ibah, washilah, dan ham tidak mengapa. (Dan makanan 

sembelihan Ahl al-Kitâb itu yaitu  halal bagimu) sesuai dengan 

dasarnya bahwa Allah sama sekali tidak mengharamkan sembelihan 

mereka kepada kalian. (Dan sembelihanmu halal bagi mereka) sama 

seperti penjelasan sebelumnya. Kalian boleh makan daging hewan yang 

mereka sembelih atau buru, bagaimanapun cara penyembelihan dan 

berburu yang biasa mereka lakukan. Kalian juga boleh memberikan 

mereka daging hewan yang kalian sembelih dan buru. Ini termasuk 

daging kurban, tidak seperti pendapat yang melarangnya. Daging 

kurban tidak termasuk (ke dalam daging yang boleh diberikan kepada 

Ahl al-Kitâb) jika ada sesuatu yang menunjukkan bahwa hal itu hanya 

khusus bagi suatu kaum tertentu. Contohnya, bernazar untuk 

memberikan sesuatu kepada seseorang dengan ketentuan tertentu. (Dan 

menikahi perempuan yang menjaga diri yang beriman, dan perempuan 

yang menjaga diri dari mereka yang diberikan kitab sebelum kamu 

yaitu  halal bagimu) demikian juga, halal dengan sebab kaidah asal 

dan ketetapan Allah di dalam surat an-Nisa': “…dan dihalalkan bagimu 

apa yang disebalik itu…” Allah tidak mengharamkan perempuan-

perempuan ini , jika kamu telah membayar mahar yang telah kamu 

tentukan pada waktu akad. Jika belum ditentukan, wajiblah membayar 

mahar mitsl selama kamu menikah dengan tujuan memelihara diri dan 

istri kamu dari perbuatan zina; bukan dengan tujuan melakukan 

keburukan.30 

Jumhur ulama fiqih membolehkan perkawinan laki-laki muslim 

dengan perempuan Ahl al-Kitâb. Argumen mereka yaitu , penjelasan 

yang ada  dalam Al-Qur‟an dalam surat al Ma‟idah ayat 5, pendapat 

                                        7

 

Sayyid Sabiq, ahli fiqih Mesir menjelaskan bahwa walaupun boleh 

seorang laki-laki beragama Islam mengawini wanita ahlul kitab namun 

hukumnya makruh. 12 Sekalipun jumhur ulama fiqih sepakat tentang 

kebolehan seorang laki-laki beragama Islam mengawini wanita Ahl al-

Kitâb, namun mereka berbeda pendapat dalam menentukan wanita 

ahlul kitab itu sendiri.31 

Penjelasan terhadap ayat (pada hari ini telah dihalalkan yang 

baik-baik kepadamu) yaitu  penghalalan secara umum dan tetap, 

sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Akan tetapi, Allah 

tidak mengatakan hal yang sama bagi ayat seterusnya, namun Ia 

berfirman: “Halal bagimu”. Ini berfungsi sebagai khabar yang 

menetapkan dua hal pokok, yaitu makan sembelihan Ahl al-Kitâb dan 

menikahi perempuan mereka. Kedua hal ini tidak diharamkan 

sebelumnya dan tidak pula dihalalkan pada hari itu. Keduanya tidak 

diharamkan sebelumnya oleh Allah maupun oleh manusia atas dirinya 

sendiri, seperti pengharaman mereka terhadap hal-hal yang baik bagi 

diri mereka sendiri.32 

Jadi, ayat ini membolehkan orang muslim untuk makan makanan 

Ahl al-Kitâb sebab  dilihat dari dasarnya mereka yaitu  pengikut Musa 

dan Isa yang juga beragama samawi. Selain itu, ayat ini juga 

membolehkan laki-laki muslim menikahi perempuan Ahl al-Kitâb 

dengan syarat perempuan ini  harus muhshanat yang artinya 

perempuan merdeka dan menjaga dirinya dari zina. Setelah kebolehan 

ini , timbul permasalahan lain yaitu mengenai siapa Ahl al-Kitâb 

yang dimaksud. Setelah menilai secara panjang lebar riwayat- riwayat 

yang dikemukakan oleh para sahabat Nabi dan tabiin, kaidah-kaidah 

ushul dan kebahasaan, serta menyimak dan menimbang pendapat para 

ulama sebelumnya, sehingga ia menyimpulkan fatwanya sebagai 

berikut: 

“Kesimpulan fatwa ini bahwa laki-laki muslim yang diharamkan 

oleh Allah menikah dengan perempuan-perempuan musyrik dalam 

Surat al-Baqarah/2: 221 yaitu  perempuan-perempuan musyrik Arab. 

Itulah pilihan yang dikuatkan oleh Mahaguru para mufasir Ibnu Jarir at-

Thabari, dan bahwa orang-orang Majusi, Shabi'in, penyembah berhala 

di India, Cina dan yang semacam mereka penyembah berhala di Jepang 

yaitu  Ahl al-Kitâb yang (kitab mereka) mengandung ajaran tauhid 

sampai sekarang. Tampak jelas dari sejarah dan penjelasan Al-Qur'an 

 

bahwa rasul dikirim kepada setiap umat, meskipun kitab-kitab samawi 

mereka mengalami perubahan, sebagaimana halnya dengan kitab 

Yahudi dan Nasrani yang waktu terjadi perubahan itu paling dekat 

dengan Islam.”33 

Menurut Muhammad Abduh sebagaimana dikutip muslim 

Djunaed, Shabi'in memiliki ajaran yang sama dengan Nasrani 

sebagaimana yang dapat dilihat pada kesamaan tradisi antara keduanya, 

seperti adanya baptisme, pengakuan dosa, dan pemuliaan hari Minggu. 

Dari sini dapat disebutkan bahwa kedua ajaran ini memiliki kedudukan 

yang sama, sekalipun ajaran Shabi'in banyak melenceng dari ajaran 

aslinya.34 Dari pernyataan di atas, sangat jelas pendapat Rasyid Ridha 

dan Muhammad Abduh berkenaan dengan cakupan makna Ahl al-Kitâb 

dalam Tafsir al-Manar.35 

Beberapa kriteria Ahl al-Kitâb yang dikemukakan oleh Rasyid 

Ridha  dalam Tafsir Almanar yaitu  sebagai berikut: 

a. Diutusnya seorang Rasul  

Allah mengutus suatu kaum dengan nabi dan rasul yaitu  

untuk memberikan mereka berita gembira, agar mereka tetap di 

Allah, sesuai dengan ketentuan kehidupan, sebagaimana yang 

diminta oleh Allah melalui perintah dan larangan yanag dibawa oleh 

nabi dan rasul Allah, yang memberikan petunjuk dan ajaran untuk 

menjadi manusia yang baik. Dalam informasi sejarah mengatakan, 

bahwa sebelum diutus Nabi Muhammad  sebagai Rasulullah, telah 

diutus bagi semua umat seorang rasul, sebagaimana Firman Allah 

yang artinya: 

"Sungguh Kami mengutus engkau dengan membawa kebenaran 

sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan. 

dan tidak ada suatu umatpun melainkan di sana telah datang 

seorang pemberi peringatan". 

 ٌْريَِذُ ا َٓ ِْيذ َلََخ 

َّ

ِلَا ٍث ٌَّ ُ ا َْ ِ ٌّ  ِْناَوٗۗ اًْريَِذُ َّو اًْيَِْشب ِّقَ

ْ

لِْاة َمَِٰ

ْ

يَْشَرا ٓا َِّجا 

"Sesungguhnya Kami mengutus engkau dengan membawa 

kebenaran633) sebagai pembawa berita gembira dan sebagai 

pemberi peringatan. Tidak ada satu umat pun, kecuali telah datang 

kepadanya seorang pemberi peringatan". 

                                        

 

Hanya saja, sebagian di antara mereka tidak diinformasikan 

oleh al-Qur‟an, seperti yang dijelaskan dalam ayat berikut: 

 ًَ

َّ

َكََوٗۗ َْمَييَغ ًْ ُٓ ْطُطْلَج ًْ َّى ًلَُُشرَو ُْوتَر َْ ٌِ  َْميَيَغ ًْ ُٓ َِْٰطََطك ْدَك ًلَُُشرَو

 ۚ ا ًٍ ِْييَْسح َْٰسُٰٔم ُ ِّللَّا 

"Ada beberapa rasul yang telah Kami ceritakan (kisah) tentang 

mereka kepadamu sebelumnya dan ada (pula) beberapa rasul (lain) 

yang tidak Kami ceritakan (kisah) tentang mereka kepadamu. Allah 

telah benar-benar berbicara kepada Musa (secara langsung)". 

Demikian pula dengan Firman Allah: 

 اَِ ْطَطَك َْ ٌَّ  ًْ ُٓ ٌِِْ  َِمْيتَر َْ ِ ٌّ  ًلَُُشر اَِ

ْ

يَْشَرا ْدَلَىَو ًْ َّى َْ ٌَّ  ًْ ُٓ ٌِِْ َو َْميَيَغ

 ُرَْما َءۤاَج اَِذاَف ِۚ ِّللَّا ِْنِذِاة 

َّ

ِلَا ٍَثيَِٰاة َِتِ

ْ

أَّي َْنا ٍل ْٔ َُشِرل َنَكَ ا ٌَ َوٗۗ َْميَيَغ ْصُطْلَج

 َن ْٔ ُيِْؽت ٍُ

ْ

لا َِملاَِ ُْ  َِسََِخو ِّقَ

ْ

لِْاة َِضُِك ِ ِّللَّا 

"Sungguh, Kami benar-benar telah mengutus rasul-rasul sebelum 

engkau (Nabi Muhammad). Di antara mereka ada yang Kami 

ceritakan kepadamu dan ada (pula) yang tidak Kami ceritakan 

kepadamu. Tidak ada seorang rasul pun membawa suatu mukjizat, 

kecuali seizin Allah. Maka, apabila telah datang perintah Allah 

(hari Kiamat), diputuskanlah (segala perkara) dengan adil. saat  

itu, rugilah para pelaku kebatilan". 

Allah telah mengutus kepada kelompok-kelompok atau kaum-

kaum seorang rasul, rasul ini  meberikan peringatan dan ajakan 

untuk berbuat baik, termasuk memungkinkanya perintah dan 

larangan ini  ditulis dalam bentuk kitab.36 

Seperti golongan Yahudi dan Nasrani yang memang mereka 

semula telah dijelaskan di dalam Al-Qur'an  bahwa telah diutus 

kepada mereka Rasul, ada  golongan yang lain seperti Majusi, 

Sabiin dan golongan yang berasal dari India, China serta Yunani 

yang dijelaskan oleh sejarah bahwa telah diutus juga kepada mereka 

Rasul serta diturunkan kepada mereka kitab suci.37 

Namun, beberapa sejarah juga menjelaskan bahwa tidak ada 

nabi dan rasul Allah yang diturunkan kepada agama yang ada di 

                                        

 

India dan China, yaitu Hindu, Budha dan Konfusius. sebab  Hindu 

yaitu  agama yang terbentuk dari tradisi budaya bisa juga dikatakan 

sebagai percampuran sekte kultus, ide-ide dan aspirasi.38 Begitu pula 

dengan Budha, seperti agama Hindu yang timbul dari kultur serta 

keadaan dan kebudayaan masyarakat.39 Serta Konfusius yang timbul 

dari kehidupan masyarakat dan etika, sehingga faham ini bukan 

agama tetapi sekedar ajaran etika.40 Dan jika diberitakan akan 

adanya rasul dan nabi dalam agama-agama ini  hanya sebuah 

wacana belaka. 

 Kriteria bahwa Ahl al-Kitâb bahwa mereka yang diturunkan 

nabi dan rasul serta bersama mereka kitab suci dari