makna ahl alkitab 5
wahyu Allah
tentu benar, tetapi hanya pada golongan yang secara jelas disebutkan
nabi dan rasul dari agama ini . Sehingga tidak menghukumi
dapat mencakup semua agama-agama di dunia.
b. Mempunyai kitab suci
Allah mengutus Nabi-Nabi untuk membimbing manusia untuk
beribadah dengan benar dan ikhlas. Tidak ada bercampur dengan
kesyirikan sedikitpun. Kemudian bersama mereka Allah
menurunkan kitab-kitab sebagai pedoman dan petunjuk yang harus
disampaikan kepada umat mereka.
Kemudian golongan ini dinamakan Ahl al-Kitâb didasari
oleh pendapat bahwasanya yang dimaksud dengan Ahl al-Kitâb
yaitu bagi mereka (golongan) yang diberikan kitab dari berbagai
agama. Sebagaiman Firman Allah Surat at-Taubah/9: 29:
ُ ِّللَّا َم َّرَخ ا ٌَ َن ْٔ ُِمّرَُي
َ
لََو ِرِخ
َٰ ْ
لَا ِْمَٔ
ْ
لَِّاة
َ
لََو ِ ِّللَِّاة َنْٔ ُِ ٌِ ُْؤي
َ
لَ ََ ْحِ
َّ
لَّا ٔا ُِيحاَك
ٔا ُؽْػُح ِّتَّٰخ َبَٰخِه
ْ
ىا ٔا ُحُْوا ََ ْح ِ
َّ
لَّا ََ ٌِ ِّقَ
ْ
لْا ََ ْحِد َنْٔ ُِ ْحَِدي
َ
لََو
ُ
ْٰٔ َُشرَو
َنْوُرِغ َٰض ًْ ُْ َّو ٍدَّي َْ َخ َثَيْز ِ
ْ
لْا
"Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari
akhir, tidak mengharamkan (menjauhi) apa yang telah diharamkan
(oleh) Allah dan Rasul-Nya, dan tidak mengikuti agama yang hak
(Islam), yaitu orang-orang yang telah diberikan Kitab (Yahudi dan
Nasrani) hingga mereka membayar jizyah) dengan patuh dan
mereka tunduk".
Dalam Tafsir al-Manar menjelaskan bahwa yang dimaksud
dalam ungkapan al-kitab dari ayat di atas yaitu kitab yang
diturunkan Allah yang mencakup Taurat, Injil dan Zabur.41
Kemudian perdebatan muncul mengenai Majusi dan Sabiun
yang semula mereka diduga masuk ke dalam kategori musyrik,
sebab tidak menyembah Allah, berdasarkan Surat al-Ḥajj/22: 17:
ْٔ ُج ٍَ
ْ
لاَو ى َٰ َٰصَّٰلناَو َْيْ ٕـِ ِ ةا َّطلاَو اْوُدا َْ ََ ْحِ
َّ
لَّاَو أْ ُِ ٌَ
َٰ
ا ََ ْحِ
َّ
لَّا َِّنا ََ ْحِ
َّ
لَّاَو َس
ٌْديِٓ َش ٍء ْ
ََ ِ
ّ ُُ
َٰ
َعَ َ ِّللَّا َِّنا ِث ٍَ َٰيِل
ْ
ىا َْمَٔي ًْ ُٓ َِ َْية ُوِطْفَح َ ِّللَّا َِّنا ۖآْٔ ُك ََْشْا
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi,
Sabiin, Nasrani, Majusi, dan orang-orang yang menyekutukan Allah
akan Allah berikan keputusan di antara mereka pada hari Kiamat.
Sesungguhnya Allah menjadi saksi atas segala sesuatu."42
Menurut Tafsir al-Manar, ayat di atas memberikan keterangan
bahwa setelah disebutkan golongan-golongan agama, kemudian ayat
ini , tidak menyebutkan bahwa Majusi dan Sabiin sebagai
musyrik, hal ini sebab orang-orang Majusi dan Sabiin
sesunggunya mereka mempunyai sebuah kitab suci yang dipegang
dan dipercayainya dari Tuhan, tetapi setelah zaman yang telah lama
berlalu, menjadikan yang asli tidak diketahui, dan diyakini kitab
ini telah dijelaskan kepada mereka sebagai kitab suci, seperti
dalam Firman Allah Surat Fâṭir/35: 24 :
ٌْريَِذُ ا َٓ ِْيذ َلََخ
َّ
ِلَا ٍث ٌَّ ُ ا َْ ِ ٌّ ِْناَوٗۗ اًْريَِذُ َّو اًْيَِْشب ِّقَ
ْ
لِْاة َمَِٰ
ْ
يَْشَرا ٓا َِّجا
"Sesungguhnya Kami mengutus engkau dengan membawa
kebenaran sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi
peringatan. Tidak ada satu umat pun, kecuali telah datang
kepadanya seorang pemberi peringatan".
Dan Firman Allah Surat ar-Ra'd/13: 7:
ُل ْٔ ُلَيَو ِ
ُِّكى َّو ٌرِْذِ ٌُ َْجَُا ٓا ٍَ َِّجا ِّّب َّر َْ ِ ٌّ ٌَثي
َٰ
ا ِّْيَيَغ َلِْزُُا
ٓ َلَْٔ َ ل اْوُرَفَز ََ ْحِ
َّ
لَّا
ٍدا َْ ٍم ْٔ َك
Orang-or ng y ng kufur erk t , “Meng p tid k diturunk n
kepadanya (Nabi Muhammad) suatu tanda (mukjizat) dari
Tuh nny ?” Sesungguhny engkau (Nabi Muhammad) hanyalah
seorang pemberi peringatan dan bagi setiap kaum ada pemberi
petunjuk.
Sedangkan kitab mereka disebut dengan shibh al-
kitâb.43Dalam Tafsir al-Manar juga menambahkan, bahwa selain
kedua golongan ini (Majusi dan Sabiin), ada agama-agama
lain yang tidak disebutkan di dalam Al-Qur'an seperti Budha,
Brahma dan juga Konfusius. Disebutkanya Majusi dan Sabiin di
dalam Al-Qur'an sebab mereka juga hidup disekitar jazirah Arab.
Sehingga keberadaan mereka diketahui dan disebutkan di dalam Al-
Qur'an , tetapi daerah yang di luar Arab, seperti India, Yaman dan
China serta daerah lain, secara ekplisit mereka tidak disebutkan di
dalam Al-Qur'an . Walaupun agama-agama ini tidak terjangkau
dan tidak disebutkan di dalam Al-Qur'an , bukan berarti mereka
dikesampingkan, tetapi maksud Allah tentu mencakupkan agama
Brahma, Budha dan sebagainya juga (sebagai orang-orang yang
menerima kitab), sebab jauhnya daerah mereka, sehingga tidak ada
jangkauan Al-Qur'an mengenai kelompok mereka. Sehingga Majusi,
Sabiin, Budha, Brahma dan juga Konfusius di Cina juga dapat
diketegorikan sebagai Ahl al-Kitâb sebab mereka mempunyai kitab
yang disebut dengan shibh al-kitāb.44Yang menjadi penekanan
Rashid Riḍa bahwa yang dimaksud sebagai musyrik dizaman
diturunkanya Al-Qur'an yaitu Musyrik Arab, yaitu kelompok yang
tidak memiliki kitab atau shibh al-kitâb sebab mereka yaitu
ummiyîn.
Dengan adanya anggapan bahwa Brahma, Budha serta
Konfusius mempunyai kitab suci dengan sebutan shibh al-kitâb,
tentu menimbulkan pendapat baru bahwa kitab suci ini berasal
dari wahyu, sebab asal kitab suci dalam agama-agama
dikategorikan menjadi dua yaitu al-kitâb al-samâwî, sebab kitab
ini langsung dari perkataan Allah, sedangkan umat yang
mempunyai keyakinan tetapi kitabnya tidak dari Allah dinamakan
sebagai al-kitâb al-arḍi.45 sebab agama Hindu, Budha serta
Konfusius yaitu agama yang timbul dari relaksi adat dan
budaya.Sehingga kitab suci yang ada juga tentu bukan dari nabi atau
utusan Allah, sebagaimana agama Hindu sebenarnya tidak
mempunyai kitab suci, sedangkan Weda yaitu kitab yang dibawa
oleh Agama Aria, bahkan Ahmad Shalaby menyebutnya (Weda)
yaitu ensiklopedia Agama Hindu sebab hanya berisikan Falsafah
India Purbakala. Begitu pula dengan agama Budha, kitabnya yaitu
hasil dari ajaran Budha dari mulut ke mulut yang di tulis oleh
pengikutnya. Bahkan Kongfusius tidak mempunyai konsep
mengenai yang suci, kecuali pemahaman mereka tentang langit yang
disebut dengan Thian yang lebih menekankan pada hubungan
kemanusiaan.
Walaupun dalam agama-agama ini saat ini diyakini
mempunyai kitab suci, tentu kitab ini timbul bukan dari wahyu,
tatapi dari buah pemikiran manusia yang kemudian disebut dengan
kitab ardi. Itu yang kemudian menjadi perbedaan antara Ahl al-Kitâb
yang jelas kepada mereka diturunkan kitab dari wahyu melalui
perantara nabi dan rasul, dan agama-agama ini sebagaimana
kitab mereka yang dihasilkan dari pemikiran semata.
3. Status Ahl al-Kitâb dalam Tafsir al-Manar
Setelah penjelasan mengenai kriteria Ahl al-Kitâb, sebagaimana
dijelaskan dalam Tafsir al-Manar, kini kedudukan ahl al-kitāb kembali
dipertanyakan mengenai keimanan mereka. Al-Qur‟an secara ekplisit
mengungkapkan tentang kekafiran mereka, namun, ulama masih
berbeda-beda pendapat tentang hal itu, begitu pula dengan kemusyrikan
mereka, ulama pun masih berbeda-beda pendapat. sebab , perbedaan
interpretasi dan pandangan mengenai hal ini, akan menimbulkan
implikasi hukum dalam konteks sosial kemasyarakatan yang cukup
jauh berbeda.46
a. Mushrik (musyrik)
Term Mushrik yaitu ism fi‟il dari ashraka, yushriku,
ishrâkan, yang secara literal mengandung pengertian menjadiakan
seseorang atau sesuau sebagai sekutu.47Sedangkan secara
terminologi shirk artinya membuat atau menjadikan sesuatu selain
Allah Sebagai Tambahan, objek pemujaan, dan atau tempat
menggantungkan harapan dan dambaan.48
Di dalam Al-Qur'an, term shirik dalam berbagai bentuk kata
jadian terulang sebanyak 168 kali.49 Walaupun, secara umum
pengertian dapat dikembalikan kepada arti kebahasaan, meskipun
demikian, tidak semua term yang dari kata dasar sharaka
mengandung pengertian menserikatkan Allah, tetapi begitulah
sebagian besar Al-Qur'an menggunakan term sharaka untuk
menunjuk kepada shirik.
Dalam kaitannya dengan pembahasan Ahl al-Kitâb, term syirik
diungkapkan dengan kalimat al-ladhina ashraku yang berarti orang-
orang yang berbuat syirik, ditemukan pada tiga ayat yang
membedakan antara komunitas musyrik dari Ahl al-Kitâb, yaitu
dalam Surat ali-Imrân/3: 186, al-Mâidah/5: 82, dan al-Ḥajj/22: 17,
yang menjelaskan bahwa yang dimaksud musyrik yaitu mereka
yang menyembah berhala, walaupun mungkin saja mereka juga
mengakui keberadaan Allah. Pendapat tentang musyriknya Ahl al-
Kitâb, beberapa ulama mempunyai pandangan yang berbeda-beda.
Al-Razi mengungkapkan bahwa musyrik juga mencakup Ahl al-
Kitâb, sebagaimana beberapa ayat yang menjelaskan bahwa Yahudi
dan Nasrani telah menyekutukan Allah, yaitu dalam Surat at-
Taubah/9: 30.50 Senada dengan yang diungkapkan oleh az-
Zamakhshari bahwa musrik yaitu dari ḥarabiyât dan kitâbiyât
semuanya, dengan mengungkapkan dalil Surat at-Taubah/9: 30-31
Berbeda dengan padangan musyrik sebagaimana alasan yang
diungkapkan oleh al-Razi dan al-Zamakhshari di atas. Rashid Riḍa
melihat bahwa ungkapan ayat Al-Qur'an yang menandakan
sebenarnya ungkapan syririk dalam ayat ini yaitu bagi mereka
yang disebut dengan mushrikin, sebab kategori dan sifat mushrikin
ini telah menjadikan syirik, seperti halnya seorang disebut
ulama yaitu sebab kepandaian seorang ini dalam ilmu
agama, jika ia pandai dalam bidang lain tentu tidak disebut dengan
ulama, sebab itulah sifat dan kategori akan memberikan pegaruh
nama.51
Hal senada juga diungkapkan oleh Ibn Ashur yang
memberikan pengertian bahwa musyrik yaitu orang-orang yang
menyekutukan Tuhan kepada selain Allah, yaitu musyrik Arab
mereka yang telah menyembah Tuhan selain Allah, sedangkan ahl
al-kitāb mereka beriman kepada Allah dan rasul-rasul Allah beserta
kitabnya, tetapi mereka kafir sebab telah mengingkari risalah Nabi
Muhammad. sebagaimana Sayyid Quṭb mengungkapkan bahwa
musyrik yaitu penyembah berhala, di dalam Al-Qur'an juga tidak
menyebutkan bahwa Yahudi dan Nasrani yaitu musrik, tetapi
menyebutkan dengan ahl al-kitâb, dan mereka telah kafir tetapi tidak
musrik sebagaimana Firman Allah Surat al-Mâidah/5: 78:
َِ
ْةا َْسَيَِغو َدواَد ِناَِصل
َٰ
َعَ َْوِيءۤا َِْسْا َِْٓنة ْۢ َْ ٌِ اْوُرَفَز ََ ْحِ
َّ
لَّا ََ ِػ
ُى
َنْوُدَخْػَح أْ َُُكَ َّو أْ َطَغ ا ٍَ ِ ة َِمل
َٰذٗۗ ًَ َيْرَم
Orang-orang yang kufur dari Bani Israil telah dilaknat (oleh Allah)
melalui lisan (ucapan) Daud dan Isa putra Maryam. Hal itu sebab
mereka durhaka dan selalu melampaui batas.
Lebih lanjut, Rashid Riḍa mengungkapkan bahwa seseorang
yang disebut sebagai musyrik yaitu mereka yang tidak mempunyai
kitab pedoman (kitab suci), yaitu musyrik Arab. Musyrik Arab
yaitu golongan yang tidak ada pada mereka kitab pedoman (kitab
suci), tidak seperti Yahudi, Nasrani yang bagi mereka kitab
pedoman (kitab suci), sehinggan mereka disebut dengan Ahl al-
Kitâb. 52 Sama dengan yang disampaikan al-Ṭabari bahwa musyrik
yaitu musyrik Arab yang tidak ada bagi mereka kitab suci yang
dibaca dan menjadi pedoman.53
Selain itu, ungkapan musyrik dan Ahl al-Kitâb di dalam Al-
Qur'an selalu diungkapkan dengan terpisah, seperti Firman Allah
dalam Surat al-Baqarah/2: 105
ًْ ُْسيَيَغ َل ََّنِ ُّح َْنا َِْيْكِ
ِْ ٍُ ْ لا
َ
لََو ِبَٰخِه
ْ
ىا ِو ْْ َ ا َْ ٌِ اْوُرَفَز ََ ْحِ
َّ
لَّا ُّدَٔ َي ا ٌَ
ِوْغَف
ْ
ىا وُذ ُ ِّللَّاَو ٗۗ ُءۤاَشَّ ي َْ ٌَ ِّخََْحِْرة ُّصَْخَيَّ ُ ِّللَّاَو ٗۗ ًْ ُِسّب َّر َْ ِ ٌّ ٍْيَْخ
َْ ِ ٌّ
ًِ ْيِظَػ
ْ
ىا
Orang-orang kafir dari golongan Ahlulkitab dan orang-orang
musyrik tidak menginginkan diturunkannya kepadamu suatu
kebaikan dari Tuhanmu. Akan tetapi, secara khusus Allah
memberikan rahmat-Nya kepada orang yang Dia kehendaki. Allah
pemilik karunia yang besar.
Demikian pula dalam surat al-Bayyinah/98: 1
َخ َْيِّْهَْفِ ٌُ َِْيْكِ
ِْ ٍُ ْ لاَو ِبَٰخِه
ْ
ىا ِو ْْ َ ا َْ ٌِ اْوُرَفَز ََ ْحِ
َّ
لَّا َِ َُسي
ًْ َ ل ِّتّٰ
ُۙ ُثَِ ِ َّي
ْ
لْا ًُ ُٓ َِيت
ْ
َأح
Orang-orang yang kufur dari golongan Ahlulkitab dan orang-orang
musyrik tidak akan meninggalkan (kekufuran mereka) sampai
datang kepada mereka bukti yang nyata.
Bentuk w w „ tf yang menyambungkan antara kata Ahl al-
Kitâb dengan al-musyrikīn menandakan bahwa adanya perbedaan.54
Mengenai ungkapan di dalam Al-Qur'an yang memisahkan Ahl al-
Kitâb dengan musrik, sebagaimana dalam Surat al-Baqarah/2: 105
dan Surat al-Bayyinah/98: 1, al-Razi berpendapat bahwa jelas dalam
ayat ini terpisahkan, dan membedakan antara satu dengan yang
lainya, yang menandakan adanya perbedaan.55 Lebih lanjut Rasyi
Riḍa melihat ada sisi kesamaan antara muslim dengan ahl
alkitāb yang diungkapkan secara bebarengan di dalam ayat Al-
Qur'an, berbeda dengan ungkapan mushrik degan Ahl al-Kitâb yang
tidak mempunyai tujuan sama, seperti dalam Firman Allah dalam
Surat al-Baqarah/2: 62:
ْحِ
َّ
لَّاَو أْ ُِ ٌَ
َٰ
ا ََ ْحِ
َّ
لَّا َِّنا ِْمَٔ
ْ
لَّاَو ِ ِّللَِّاة ََ ٌَ
َٰ
ا َْ ٌَ َْيْ ٕـِ ِـةا َّطلاَو ى َٰ َٰصَّٰلناَو اْوُدا َْ ََ
ًْ ُْ
َ
لََو ًْ ِٓ ْي
َيَغ ٌْفَٔخ
َ
لََو ۚ ًْ ِٓ ِ ّبَر َْدِِغ ًْ
ُْ ُرَْجا ًْ ُٓ ََيف اًِلْاَض َوٍِ ََغو ِرِخ
َٰ ْ
لَا
َنْٔ َُُْزَي
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi,
orang-orang Nasrani, dan orang-orang Sabiin, siapa saja (di antara
mereka) yang beriman kepada Allah dan hari Akhir serta melakukan
kebajikan (pasti) mendapat pahala dari Tuhannya, tidak ada rasa
takut yang menimpa mereka dan mereka pun tidak bersedih hati.
Dalam Surat al-Baqarah/2: 136:
َق َٰدِْشاَو َْوِيػ ٍَٰ ِْشاَو ًَ َْْٰرِةا
ّّ
ِلَا َِلْزُُا ٓ ا ٌَ َو اَِ ْ
َ
ِلَّا َِلْزُُا ٓ ا ٌَ َو ِ ِّللَِّاة اَِّ ٌَ
َٰ
ا آْٔ ُ ل ْٔ ُك
ۚ ًْ ِٓ ِ ّب َّر َْ ٌِ َن ْٔ ُِّيبَّلنا َِتُِْوا ٓا
ٌَ َو َْٰسَيَِغو َْٰسُٰٔم َِتُِْوا ٓا ٌَ َو ِطاَتَْش
ْ
لَاَو َُْٔلْػَيَو
ٌِّ ٍدََخا َْيَْب ُقِّرَفُج
َ
لَ َنْٔ ٍُ ِيْصُم
َ
ٰ َُ ْ
َ
نََو ۖ ًْ ُٓ ِْ
Katakanlah (wahai orang-or ng y ng erim n), “K mi erim n
kepada Allah, pada apa yang diturunkan kepada kami, pada apa
y ng diturunk n kep d r him, sm il, sh q, Y „qu d n
keturunannya, pada apa yang diberikan kepada Musa dan Isa, serta
pada apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhan mereka.
Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan
(hanya) kepada-Ny k mi erser h diri.”
Dalam Surat al-Ankabût/29: 46:
َّ
ِلَا ِبَٰخِه
ْ
ىا َو ْْ َ ا آْٔ ُ ِلداَ
ُ
تُ
َ
لََو ًْ ُٓ ٌِِْ أْ ٍُ َيَظ ََ ْحِ
َّ
لَّا
َّ
ِلَا ۖ َُ َصَْخا َِهِ ِْتّٰ
َّىِاة
َُ ْ
َ
نَ َّو ٌدِخاَو ًْ ُس ُٓ
َٰ
ِلاَو اَِ ُٓ
َٰ
ِلاَو ًْ ُْس
َ
ِلَّا َِلْزُُاَو اَِ ْ
َ
ِلَّا َِلْزُُا ْٓيِ
َّ
لَِّاة اَِّ ٌَ
َٰ
ا آْٔ ُ ل ْٔ ُكَو
َنْٔ ٍُ ِيْصُم
َ
ٰ
Janganlah kamu mendebat Ahlulkitab melainkan dengan cara yang
lebih baik, kecuali terhadap orang-orang yang berbuat zalim di
nt r merek . K t k nl h, “K mi erim n p d (kit ) y ng
diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu. Tuhan
kami dan Tuhanmu yaitu satu. Hanya kepada-Nya kami berserah
diri.”
Dan masih sekian banyak ayat yang mejelaskan bahwa antara
muslim dan Ahl al-Kitâb Tuhan-nya satu.56 Selanjutnya, Rashid
Riḍa berpendapat bahwa bukan hanya Yahudi dan Nasrani saja yang
disebut sebagai Ahl al-Kitâb dan tidak musyrik, tetapi bagi kaum
Majusi, mereka juga disebut sebagai Ahl al-Kitâb. Hal ini
sebab Majusi disebut-sebut oleh sebagian fuqaha mereka
mempunyai shibh al-kitâb. Jadi, pendapat tentang bahwa mereka
tidak mempunyai kitab sehingga disebut sebagai mushrik tidak
demikian dengan Tafsir al-Manar. Seperti Firman Allah Surat al-
Ḥajj/22: 17:
ِ ةا َّطلاَو اْوُدا َْ ََ ْحِ
َّ
لَّاَو أْ ُِ ٌَ
َٰ
ا ََ ْحِ
َّ
لَّا َِّنا ََ ْحِ
َّ
لَّاَو َْسُٔج ٍَ
ْ
لاَو ى َٰ َٰصَّٰلناَو َْيْ ٕـِ
ٌْديِٓ َش ٍء ْ
ََ ِ
ّ ُُ
َٰ
َعَ َ ِّللَّا َِّنا ِث ٍَ َٰيِل
ْ
ىا َْمَٔي ًْ ُٓ َِ َْية ُوِطْفَح َ ِّللَّا َِّنا ۖآْٔ ُك ََْشْا
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi,
Sabiin, Nasrani, Majusi, dan orang-orang yang menyekutukan Allah
akan Allah berikan keputusan di antara mereka pada hari Kiamat.
Sesungguhnya Allah menjadi saksi atas segala sesuatu.
Bentuk w w „ ṭf sebagai kata penyambung menandakan
adanya perbedaan.57 Bahkan lebih jauh lagi, Selain Majusi, golongan
seperti Budha dan Brahma serta Konfusius yang dari pada mereka
rasul dan kitab disebut juga sebagai Ahl al-Kitâb seperti hal nya
Yahudi dan Nasrani yang diutus kepada mereka Rasul dan bagi
mereka kitab pedoman. Walaupun mereka tidak disebutkan secara
langsung dalam Al-Qur'an, sebagaimana kaum Yahudi, Nasrani,
Majusi dan Sabiun, sebab keterbatasan jangkauan yang
diungkapkan dalam Al-Qur'an yang hanya mencakup sekitar jazirah
Arab, sehingga kelompok yang berkembang diluar jazirah Arab
sepeti Brahma, Budha dan juga Konfusius yang berkembang di India
dan Cina tidak terjangkau dan tidak disebutkan di dalam Al-Qur'an.
Hal senada diungkapkan oleh Abdul Hamid Hakim, ia
mengecam pendapat yang mempersamakan antara Ahl al-Kitâb
dengan musyrik. Baginya, Ahl al-Kitâb berbeda dengan musyrik,
sebab saat Al-Qur'an menyebutkan para pemeluk agama (Islam,
Yahudi, Nasrani, Sabi'in dan Majusi), Al-Qur'an menyebutkan
orang-orang musyrik dalam satu golongan tertentu, dan Ahl al-Kitâb
dalam golongan lain. Dalam hal ini, Ahl al-Kitâb sebenarnya tidak
berbeda jauh dengan dari umat Islam, sebab mereka juga beriman
kepada Allah dan mengabdi kepadanya, mereka juga beriman
kepada Nabi-Nabi dan kehidupan hari ahkirat dan hal-hal yang
berkaitan dengan balasan (amal) baik dan melarang berbuat jahat.58
Dengan demikian, perbuatan syirik yang yang dilakukan oleh Ahl al-
Kitâb dan sebagian umat Islam tidaklah menyebabkan mereka diberi
predikat sebagai musyrik. Sebab predikat musyrik itu sendiri hanya
diberikan kepada mereka yang memang ajaran dasarnya yaitu
politeisme.
Tentu pendapat ini berbeda jauh dengan asal makna Ahl al-
Kitâb, sebagaimana Wahbah Zuhayli berpendapat bahwa Ahl al-
Kitâb yang dimaksud di dalam al-Qur‟an yaitu mereka yang
mempercayai kitab suci Taurat dan Injil, bukan kitab suci-kitab suci
sebelumnya, sebagaimana Ibnu Ashur mengatakan bahwa Ahl al-
Kitâb yaitu penganut kitab Taurat dan Injil, sekalipun mereka
bukan dari kalangan Bani Israil. Serta Qurais Shihab juga
memahami bahwa Ahl al-Kitâb terbatas pada Yahudi dan Nasrani,
kapan pun dan di mana pun dan dari keturunan apa pun. Penulis
cenderung melihat bahwa, jika dijelaskan secara bahasa pengertian
musyrik sebagaimana di jelaskan Rashid Riḍha tidak lah salah,
sebab ia melihat adanya pengungkapan yang terpisah antara
kelompok musyrik dengan kelompok lain, tentu akan memberikan
pengertian bahwa musyrik yaitu sebutan bagi kelompok mereka
yang benar-benar musyrik secara jelas yaitu musyrik Arab. Namun,
jika yang dimaksud musyrik disini yaitu perilaku dan perbuatan,
sebagian dari Ahl al-Kitâb yang tidak lagi mempercayai Nabi
Muhammad sebagai Rasul dan menyekutukan tuhan dengan
menganggap Tuhan lain maka mereka telah syirik. Kelebihan Rashid
Riḍa tidak menganggap bahwa ahl al-kitāb musyrik yaitu untuk
menghargai dan menghormati mereka yang masih beriman kepada
kitab suci mereka yang benar, serta mengakui kenabian Muhammad,
serta seruan Al-Qur'an. Sedangkan sebagian mereka yang mengikuti
hawa nafsu dengan merasa paling benar, mereka benar-benar telah
sesat dan fasik serta kafir.
b. Kufr (kafir)
Secara literal, kata kufr berasal dari akar kata ka, fa, ra yang
berarti menutupi. Term kufr dalam berbagai bentuk kata jadiannya di
dalam Al-Qur'an ditemukan sebanyak 535 kali. Secara umum,
pengertian kufr di dalam Al-Qur'an dapat dikembalikan pengertianya
sesuai dengan bahasa yang digunakan, misalnya:
1) Kafuur, yang berarti kelompok yang menutupi buah. Term
ini hanya muncul satu kali di dalam Al-Qur'an yaitu dalam
surat al-Insan/76: 5, yang diartikan sebagai nama suatu mata air
di Surga yang airnya putih, baunya sedap serta enak rasanya.59
2) Kuffār (bentuk jamak dari kafir), ada dalam surat al-Hadid
(57): yang berarti para petani.
3) K ffār h, yang berarti denda penebus dosa atau kesalahan
tertentu, yang muncul 4 kali didalam Al-Qur'an dalam Surat al-
Mâidah/5: 45, 89 dan 95, kaffārah dalam ayat ini diberikan
dalam bentuk sedekah atau berpuasa.
4) Kaffara, yukaffiru berarti menutupi, menghapuskan atau
menghilangkan. Kata ini terulang sebanyak 14 kali dalam
Al-Qur'an. Yang semuanya berkaitan dengan penghapusan
dosa.
Dengan penjelasan di atas, menunjukkan bahwa tidak
selamanya term kufr menunjuk kepada pengingkaran terhadap Allah
dan Rasul nya. Dengan artian, bahwa kufur tidak hanya ditujukan
kepada orang-orang ateis, non-Muslim lainya, tetapi orang muslim
pun dapat dikategorikan kufr jika merujuk pada suatu pengertian
tertentu.61
Secara terminologi hukum, para ulama belum sepakat terkait
batasan kafir. Hal ini disebabkan sebab adanya pebedaan tentang
batasan iman. Salah saru batasan yang paling umum, sebagaimana
diungkapkan oleh kalangan Asy‟ariyah yaitu imān diartikan
sebagai pembenaran terhadap Rasulullah berikut ajaran-ajaran yang
dibawanya. Sedang kufr yaitu kebalikan dari hal ini , yakni
pendustaan (penolakan) terhadap Rasulullah dan ajaran-ajaran yang
dibawa olehnya.62
Dengan pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwa
seseorang diberi predikat kufr apabila mendustakan kerasulan
Muhammad .dan ajaran-ajaran yang yang dibawanya. Dengan
perkataan lain, predikat ini diberikan kepada mereka yang tidak
menerima Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad . dan Al-Qur'an
sebagai pedoman hidupnya.63
Sedangkan Menurut Rashid Riḍa, kafir merupakan perbuatan
yang tidak mengakui tiga unsur yaitu, kitab Allah, hukum dan nabi,
dalam hal ini ungkapan kafir yaitu bagi meraka orang-orang
musyrik Arab ahl al-makkah, mereka sebelumnya telah diseru untuk
beriman dan mengikuti ajakan Rasulullah, tetapi mereka tidak
mengikuti dan tetap di jalan kemusyrikan.64 sebab mereka dari awal
memang sudah musyrik dan kafir dengan menyembah berhala dan
mengingkari kenabian Muhammad, yang terlihat dari syirik dan
kekafiran Ahl al-Kitâb bukanlah mereka seperti yang terlihat, sebab
asal dari ahl alkitāb bukanlah orang-orang musrik.
Tentang kekafiran Ahl al-Kitâb Rashid Riḍa mengungkapkan
tentang ayat Al-Qur'an yang mengisyaratkan akan kekafiran mereka
yaitu dalam Surat al-Mâidah/5: 64:
َو ُه ََٰدي َْوة ۘأْ ُ لاَك ا ٍَ ِ ة أْ ُِ ِػ
ُىَو ًْ ِٓ ْ يِْدَيا ْج
َّيُغٗۗ ٌَثى ْٔ ُيْغ ٌَ ِ ِّللَّا َُدي ُْدٔ ُٓ َ
ْ
لَّا َِجىاَك
َْ ٌِ َْم
َ
ِلَّا َلِْزُُا
ٓ ا ٌَّ ًْ ُٓ ِِْ ٌّ ا ًِْيْرَن َّنَْديَِيَ
َىَو ٗۗ ُءۤاََشي َْفيَن ُِقْفُِح ُۙ ِ
َٰتَْؼُْٔصب ٌَ
َل
ْ
َىاَو ٗۗاًرْفُزَّو ًاُاَيْغُؼ َِمّب َّر ِث ٍَ َٰيِل
ْ
ىا ِْمَٔي
َٰ
ِلَا َءۤاَغْغَ
ْ
لْاَو َةَواَدَػ
ْ
ىا ًُ ُٓ َِ َْية اَِ ْي
َ
لَ ُ ِّللَّاَو ٗۗاًداََصف ِْضر
َ ْلَا ِفِ َنْٔ َػَْصيَوُۙ ُ ِّللَّا ا َْ َاَفَْؼا ِْرَد
ْ
ِيّى اًرَاُ اْوُدَكَْوا ٓا ٍَ َُّكَ
ََ ْحِدِصْف ٍُ
ْ
لا ُِّبُي
Orang-or ng Y hudi erk t , “T ng n ll h ter elenggu (kikir).”
Sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu. Mereka dilaknat
disebabkan apa yang telah mereka katakan. Sebaliknya, kedua
tangan-Nya terbuka (Maha Pemurah). Dia memberi rezeki
sebagaimana Dia kehendaki. (Al-Qur'an) yang diturunkan
kepadamu dari Tuhanmu itu pasti akan menambah kedurhakaan dan
kekufuran bagi kebanyakan mereka. Kami timbulkan permusuhan
dan kebencian di antara mereka sampai hari Kiamat. Setiap kali
mereka menyalakan api peperangan, Allah memadamkannya.
Mereka berusaha (menimbulkan) kerusakan di bumi. Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
Dalam Tafsir al-Manar dijelaskan bahwa ayat ini ditujukan
kepada Ahl al-Kitâb, yaitu mereka yang kafir dan tidak mengikuti
Al-Qur'an , sebab mereka tidak mengganggap bahwa Al-Qur'an
yaitu kitab pelengkap agama dan Nabi Muhammad sebagai rasul
yang diutus sebagai nabi yang terakhir dan pelengkap dari nabi-nabi
sebelumnya. Mereka (Ahl al-Kitâb) tetap dalam keimanan yang
benar yaitu tauhīd kepada Allah, tetapi tidak dengan rasul, dan amal-
amal yang diperintahkan dalam Al-Qur'an , hal ini terjadi
sebab kebiasaan mereka terjadap tradisi Pagan, ta‟asub yang
berlebihan terhadap ajaran mereka, kebiasaan mereka dalam
menentang kebijakan, sehingga mereka tidak melihat Al-Qur'an
sebagai petunjuk, mereka tidak memegang teguh ajaran agama
mereka, sehingga mereka tidak mengakui Islam dan ke-Esa-an
Allah, dan mereka melihat Islam kecuali yaitu sebuah musuh dan
ancaman, dan menjadikan mereka semakin kufur dan benci.65
Al-Qur'an juga secara ekplisit telah menyebutkan bentuk
kekafiran mereka, seperti dalam Firman Allah dalam Surat al-
Baqarah/2: 89:
ُْوتَر َْ ٌِ أْ َُُكََو ُۙ ًْ ُٓ َػ ٌَ ا ٍَ ِ
ّ
ل ٌق ِّدَطُم ِ ِّللَّا ِْدِِغ َْ ِ ٌّ ٌبَِٰخن ًْ ُْ َءۤاَج ا ٍَّ
َ لَو
ِّۖة اْوُرَفَز أْ ُفَرَغ ا ٌَّ ًْ ُْ َءۤاَج ا ٍَّ ََيف ۚاْوُرَفَز ََ ْحِ
َّ
لَّا
َ
َعَ َنْٔ ُِدخْفَخَْصي
ََ ْيِرِف
َٰس
ْ
ىا
َ
َعَ ِ ِّللَّا ُثَِ ْػََيف
Setelah sampai kepada mereka Kitab (Al-Qur'an) dari Allah yang
membenarkan apa yang ada pada mereka, sedangkan sebelumnya
mereka memohon kemenangan atas orang-orang kafir, ternyata
setelah sampai kepada mereka apa yang telah mereka ketahui itu,
mereka mengingkarinya. Maka, laknat Allahlah terhadap orang-
orang yang ingkar.
Begitu juga dengan pendapat yang diungkapkan oleh Rashid
Riḍa, tentang beberapa ayat yang menyatakan bahwa Ahl al-Kitâb
telah kufr, dalam Firman Allah Surat Ali Imrân/3: 70:
ِجَٰيَِٰاة َنْوُرُفَْسح ًَ ِ ل ِبَٰخِه
ْ
ىا َو ْْ َاّّ ي َنْوُد َٓ َْشت ًْ ُخَْجاَو ِ ِّللَّا
Wahai Ahlulkitab, mengapa kamu mengingkari ayat-ayat Allah,
padahal kamu mengetahui (kebenarannya)?
Menurut al-Razi, ayat ini ditujukan kepada kelompok
yang diturunkan kepada mereka kitab Taurat untuk mengimani
kenabian Muhammad, tidak hanya kepada kaum yang diturunkan
kepada mereka kitab Taurat, tetapi juga bagi kaum yang diturunkan
kitab Injil yang lebih umum kepada yang mendapatkan kedua kitab
ini . Lafaẓ kufur dalam ayat ini ditujukan kepada mereka
yang tidak mengamalkan keimanan terhadap kenabian Muhammad
dan apa yang dijelaskan oleh Al-Qur'an.66
Namun Rashid Riḍa masih membedakan antara Ahl al-Kitâb
yang beriman dengan yang fasik dan kafir. sebab ungkapan kufr
atau pun fasik tidak berarti semua ahl al-kitāb demikian, tetapi
mereka hanya sebagian yang fasik sebab keluar dari ajaran Nasrani
dan Yahudi yaitu dari kitab mereka, sebagaimana dalam Surat ali-
Imrân/3: 110:
ُا َْيَْخ ًْ ُْخُِن ِرَْهِ ٍُ
ْ
لا َِ َغ َن
ْٔ َٓ َِْتَو ِْفوُرْػ ٍَ
ْ
لِاة َنْوُرُم
ْ
َأح ِساَِّ ِيل ْجَِجرُْخا ٍث ٌَّ
َنْٔ ُِ ٌِ ْؤ ٍُ
ْ
لا ًُ ُٓ ٌِِْ ٗۗ ًْ ُٓ
َّ
ل اًْيَْخ َنَكََى ِبَٰخِه
ْ
ىا ُو ْْ َ ا ََ ٌَ
َٰ
ا ْٔ َ لَو ٗۗ ِ ِّللَِّاة َنْٔ ُِ ٌِ ُْؤحَو
َنْٔ ُلِص َٰف
ْ
ىا ًُ ُْ َُثَْزاَو
Kamu (umat Islam) yaitu umat terbaik yang dilahirkan untuk
manusia (selama) kamu menyuruh (berbuat) yang makruf,
mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.
Seandainya Ahlulkitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka.
Di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka yaitu
orang-orang fasik.
Dari ayat ini mengisyaratkan bahwa lafaẓ awal
menandakan keimanan mereka, tetapi sebagian dari mereka fasik
sebab perbuatan mereka yang tidak megikuti dan mempercayai
ajakan Rasulullah.67
Rashid Riḍa menambahkan, bahwa masih banyak Ahl al-Kitâb
yang menjaga ke-Esa-an Allah, mereka tidak menngikuti keburukan,
dan melihat Al-Qur'an sebagai kitab petunjuk yang benar dari Allah,
serta mengimani kenabian Muhammad sebagai nabi terakhir yang
membawa berita gembira dari kitab yang diajarkanya, merekalah
yang melihat dengan sebaik-baik penglihatan.68
Maka mereka yang ingkar terhadap Allah dan kenabian
Muhammad serta kitab Al-Qur'an yang dibawa oleh Muhammad
yaitu orang-orang musyrik dan kafir, sedangkan ahl al-kitāb yaitu
mereka yang telah diturunkan kitab dan meyakini kenabian
Muhammad sebagai nabi penutup semua nabi dan membawa kitab
Al-Qur'an sebagai petunjuk kebenaran.
Walaupun Ahl al-Kitâb telah kafir, dengan berbagai dalil Al-
Qur'an yang menandakan kekafiran mereka, yaitu sebab mereka
mereka telah mengingkari kenabian Muhammad , dan tidak megikuti
petunjuk kitab mereka untuk beriman kepada nabi terakhir yaitu nabi
Muhammad dan Al-Qur'an , tapi tidak semua Ahl al-Kitâb berbuat
demikian, sebagian dari mereka ada yang beriman dan masuk Islam.
Sehingga Rashid Riḍa memandang bahwa bukan asalnya mereka
yang kafir, tapi sebab kefasikan mereka sehingga mereka menjadi
kafir.
B. Implikasi Ahl al-Kitâb Atas Umat Islam dalam Kehidupan Sosial
menurut Tafsir al-Manar
Setelah membahas tentang term Ahl al-Kitâb dalam Tafsir al-Manar,
yakni tentang status Ahl al-Kitâb dalam Al-Qur'an dan beberapa kriteria
Ahl al-Kitâb dalam Al-Qur'an. Kemudian akan dibahas terkait hubungan
yang terjadi diantara Ahl al-Kitâb dengan muslim yang ada di dalam
Al-Qur'an berdasarkan pandangan Rasyid Ridha. Kontekstualisasi term
Ahl al-Kitâb di dalam Al-Qur'an dengan muslim dilihat memiliki banyak
relevansi yang kuat, sebagaimana yang telah diterangkan sebelumnya
bahwa Allah menghubungkan term orang yang beriman dengan Ahl al-
Kitâb kedalam satu ayat yang sama guna mencapai satu tujuan yang sama,
seperti yang ada di dalam Surar al-Baqarah/2: 62:
ِرِخ
َٰ ْ
لَا ِْمَٔ
ْ
لَّاَو ِ ِّللَِّاة ََ ٌَ
َٰ
ا َْ ٌَ َْيْ ٕـِ ِـةا َّطلاَو ى َٰ َٰصَّٰلناَو اْوُدا َْ ََ ْحِ
َّ
لَّاَو أْ ُِ ٌَ
َٰ
ا ََ ْحِ
َّ
لَّا َِّنا
ًِلْاَض َوٍِ ََغو َنْٔ َُُْزَي ًْ ُْ
َ
لََو ًْ ِٓ ْي
َيَغ ٌْفَٔخ
َ
لََو ۚ ًْ ِٓ ِ ّبَر َْدِِغ ًْ
ُْ ُرَْجا ًْ ُٓ ََيف ا
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-
orang Nasrani, dan orang-orang Sabiin,) siapa saja (di antara mereka)
yang beriman kepada Allah dan hari Akhir serta melakukan kebajikan
(pasti) mendapat pahala dari Tuhannya, tidak ada rasa takut yang
menimpa mereka dan mereka pun tidak bersedih hati.
Berdasarkan ayat diatas, seorang muslim tidak selayaknya untuk
menjauhi bahkan memusuhi orang-orang yang berbeda agama dengannya,
Sebab dalam berinteraksi sosial, Islam tidak mendiskriminasi seseorang
lantaran agamanya. Hal demikian dijelaskan melalui firman Allah pada
Surar al-Mumtahanah/60: 8-9:
َْ ِ ٌّ ًْ ُْزُِٔجْرُيَّ ًْ َ لَو َِ
ْ يِّلدا ِفِ ًْ ُْزُِٔيحاَلُح ًْ
َ ل ََ ْحِ
َّ
لَّا َِ َغ
ُ ِّللَّا ًُ ُسى َٰٓ َِْح
َ
لَ
ُ ِّللَّا ًُ ُسى َٰٓ َِْح ا ٍَ َِّجا َْيِْؽِصْل ٍُ
ْ
لا ُِّبُي َ ِّللَّا َِّنا ٗۗ ًْ ِٓ ْ
َ
ِلَّا آْٔ ُؽِصْلُتَو ًْ ُْ ْو َُّبَِت َْنا ًْ ُِكرَاِيد
ًْ ُْزَُٔيحاَك ََ ْحِ
َّ
لَّا َِ َغ
ّّ
َعَ اْوُر َْ اَظَو ًْ ُِكرَاِيد َْ ِ ٌّ ًْ ُْزَُٔجرَْخاَو َِ
ْيِّلدا ِفِ
َنْٔ ٍُ ِي ِّظىا ًُ ُْ َمِٕى
َٰۤ ىُواَف ًْ ُٓ
َّ
ل َٔ َخ َّح َْ ٌَ َو ۚ ًْ ُْ ْٔ
َّى َٔ َح َْنا ًْ ُسِجاَرِْخا
Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap
orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak
mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai
orang-orang yang berlaku adil. 9. Sesungguhnya Allah hanya
melarangmu (berteman akrab) dengan orang-orang yang memerangimu
136
dalam urusan agama, mengusirmu dari kampung halamanmu, dan
membantu (orang lain) dalam mengusirmu. Siapa yang menjadikan
mereka sebagai teman akrab, mereka itulah orang-orang yang zalim.
Ayat ini dapat dipahami bahwa Al-Qur'an tidak menjadikan
perbedaan agama sebagai alasan untuk tidak menjalin hubungan kerja
sama, apalagi mengambil sikap tidak bersahabat. Al-Qur'an sama sekali
tidak melarang seorang muslim untuk berbuat baik dan memberikan
sebagian hartanya kepada siapapun, selama mereka tidak memerangi
kaum muslimin dengan motivasi keagamaan atau mengusir kaum
muslimin dari negeri mereka.69
Meskipun demikian uraian terkait seputar hubungan muslim dengan
Ahl al-Kitâb mempunyai pembahasan tersendiri,, sebab ada beberapa
ketentuan khusus yang berkaitan dengan mereka yang oleh Al-Qur'an
tidak diperlakukan terhadap umat lain. Ada dua masalah pokok yang
dikaji oleh para fukaha saat berbicara mengenai Ahl al-Kitâb, seperti
permasalahan sembelihan yang dihidangkan oleh Ahl al-Kitâb dan
hubungan pernikahan dengan Ahl al-Kitâb Hal ini dilandasi oleh Surat al-
Mâidah/5: 5:
ًْ ُس ٌُ اَػَؼَو ۖ ًْ ُسَّى ٌّوِخ َبَٰخِه
ْ
ىا ٔا ُحُْوا ََ ْحِ
َّ
لَّا ُماَػَؼَو ُٗۗجَِٰتّي َّؽىا ًُ َُسى َّوُِخا َْمَٔ
ْ
َلَّا
َْ ٌِ َبَٰخِه
ْ
ىا ٔا ُحُْوا ََ ْحِ
َّ
لَّا ََ ٌِ ُجََِٰطْد ٍُ
ْ
لاَو ِجٌَِِٰ ْؤ ٍُ
ْ
لا ََ ٌِ ُجََِٰطْد ٍُ
ْ
لاَو ۖ ًْ ُٓ
َّ
ل ٌّوِخ
ْٔ ُُجا ََّ ُْ ْٔ ٍُ ُْخَيح
َٰ
ا ٓ اَِذا ًْ ُِسْيتَر ٍناَدَْخا ْٓيِذِخَّخ ٌُ
َ
لََو َْيِْدِف َٰصُم َْيَْد َِْيِِْْطُمُ ََّ ُْ َر
ََ ْيِِسِ
َٰ ْلْا ََ ٌِ ِةَرِخ
َٰ ْ
لَا ِفِ َٔ ُْ َو ُّۖي ٍَ َخ َِػتَخ ْدَلَذ ِنا ٍَ ِْح
ْ
لَِاة ْرُفْسَّي َْ ٌَ َو
Pada hari ini dihalalkan bagimu segala (makanan) yang baik. Makanan
(sembelihan) Ahlulkitab itu halal bagimu dan makananmu halal (juga)
bagi mereka. (Dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-perempuan yang
menjaga kehormatan di antara perempuan-perempuan yang beriman dan
perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara orang-orang
yang diberi kitab suci sebelum kamu, apabila kamu membayar maskawin
mereka untuk menikahinya, tidak dengan maksud berzina, dan tidak untuk
menjadikan (mereka) pasangan gelap (gundik). Siapa yang kufur setelah
beriman, maka sungguh sia-sia amalnya dan di akhirat dia termasuk
orang-orang yang rugi.
Maka dalam hal ini penulis ingin menguraikan terkait penafsiran
Rasyid Ridha di dalam karyanya yakni Tafsir al-Manar, terkait kedua hal
ini , sebagai berikut:
1. Sembelihan yang dihidangkan oleh Ahl al-Kitâb
Terkait term makanan atau hidangan telah diungkapkan di dalam
Bahasa Arab dengan sebutan al-th ‟ m.70 Sedangkan sembelihan di
dalam Bahasa Arab disebut dengan al-dzabhu yang berarti membelah
leher hewan. Term al-Th ‟ m di dalam Al-Qur'an dengan beragam
bentuknya telah disebutkan sebanyak 48 kali71. Kata altha‟am
merupakan ungkapan Bahasa Arab yang terdiri dari huruf th , „ yn,
dan mim yang mengandung arti menikmati santapan makanan atau
mencicipi makanan, sehingga dapat dikatakan bahwa sesuatu yang
diminumpun dapat masuk kedalam kategori al-th ‟ m, 72 sebagaimana
dalam Surat al-Baqarah/2: 249:
ُّ ٌِِْ ََِشْ َْ ٍَ َذ ٍٍۚر َٓ َِ ِ ة ًْ ُْسِييَْخت ٌُ َ ِّللَّا
َِّنا َلاَك ِْدُِٔ ُ
ْ
لِْاة ُْتُٔلاَؼ َوَطَف ا ٍَّ ََيف
أْ ُبِ
َِ َف ۚهِدَِيبْۢ ًَثفْرُغ ََفَتَْدا َِ
ٌَ
َّ
ِلَا ْٓ ِّنٌِ
َُِّّاَف ُّ ٍْ َػْؽَح ًْ َّى َْ ٌَ َو ٍْۚ ِّنٌِ َْسَيَيف
ٗۗ ًْ ُٓ ِِْ ٌّ ًْلَِيَيك
َّ
ِلَا ُّ ٌِِْ َا
َ
لن ََثكاَؼ
َ
لَ أْ ُ لاَك َّػ ٌَ أْ ُِ ٌَ
َٰ
ا ََ ْحِ
َّ
لَّاَو َٔ ُْ هَزَواَج ا ٍَّ ََيف
ٍثَِئف َْ ِ ٌّ ًْ َز ُۙ ِ ِّللَّا ٔا ُلَٰي ٌُّ ًْ ُٓ ََّجا َن ْٔ ُِّ ُظَح ََ ْحِ
َّ
لَّا َلاَك ٗۗ هِْدُِٔ َُجو َْتُٔلاَِبِ َْمَٔ
ْ
لَّا
ُ ِّللَّاَو ٗۗ ِ ِّللَّا ِْنِذِاةْۢ ًةَِْيْرَن ًثَِئف ْجَتَيَغ ٍَثْيِيَيك ََ ْيِِبِ
ِّطلا َع ٌَ
Maka, saat Talut keluar membawa bala tentara(-nya), dia berkata,
“Sesungguhny ll h k n mengujimu deng n se u h sung i. M k ,
siapa yang meminum (airnya), sesungguhnya dia tidak termasuk
(golongan)-ku. Siapa yang tidak meminumnya, sesungguhnya dia
termasuk (golongan)-ku kecu li menciduk seciduk deng n t ng n.”
Akan tetapi, mereka meminumnya kecuali sebagian kecil di antara
mereka. saat dia (Talut) dan orang-orang yang beriman bersamanya
menye er ngi sung i itu, merek erk t , “Kami tidak kuat lagi pada
h ri ini mel w n J lut d n l tent r ny .” Merek y ng mey kini
hw merek k n menemui ll h erk t , “ et p ny k kelompok
kecil meng l hk n kelompok es r deng n izin ll h.” ll h ers m
orang-orang yang sabar.
Sedangkan untuk kata atau lafaz yang menunjukkan kepada term
sembelihan di dalam Al-Qur'an dirujuk kepada dua buah kata yaitu:
a. Term ayat yang mengandung lafaz f ‟ qoruh yang merupakan asal
katanya ialah „ qoro yang berarti melukai, menyembelih, dan
menggigit, lafaz ini ada di dalam Al-Qur'an sebanyak 8 ayat
yang tersebar di 7 surah dengan berbagai macam bentuknya.73
b. Dan pada lafaz nahr yang ada di dalam Surat al-Kautsar/108: 2.
Lafaz ini berasal dari kata nahara yang mengandung arti
menyembelih atau dada. Maksudnya yaitu penyembelihan yang
dilakukan didaerah dada hingga ke leher. Adapun derivasinya yakni
intihar memiliki arti bunuh diri.74 Dapat disimpulkan secara umum,
bahwa an-nahr diartikan dengan penyembelihan binatang sebagai
bentuk syiar agama.
Adapun pembahasan terkait hidangan atau makanan dari hasil
sembelihan Ahl al-Kitâb yang diberikan kepada orang yang beriman,
telah tercantum di dalam Al-Qur'an pada Surar al-Mâidah/5: 5:
ٌّوِخ َبَٰخِه
ْ
ىا ٔا ُحُْوا ََ ْحِ
َّ
لَّا ُماَػَؼَو ُٗۗجَِٰتّي َّؽىا ًُ َُسى َّوُِخا َْمَٔ
ْ
َلَّا
ََ ٌِ ُجََِٰطْد ٍُ
ْ
لاَو ِجٌَِِٰ ْؤ ٍُ
ْ
لا ََ ٌِ ُجََِٰطْد ٍُ
ْ
لاَو ۖ ًْ ُٓ
َّ
ل ٌّوِخ ًْ ُس ٌُ اَػَؼَو ۖ ًْ ُسَّى
ْٔ ُُجا ََّ ُْ ْٔ ٍُ ُْخَيح
َٰ
ا ٓ اَِذا ًْ ُِسْيتَر َْ ٌِ َبَٰخِه
ْ
ىا أُحُْوا ََ ْحِ
َّ
لَّا َْيَْد َِْيِِْطُْمُ ََّ ُْ َر
َِػتَخ ْدَلَذ ِنا ٍَ ِْح
ْ
لَِاة ْرُفْسَّي َْ ٌَ َو ٍناَدَْخا ْٓيِذِخَّخ ٌُ
َ
لََو َْيِْدِف َٰصُم
ََ ْيِِسِ
َٰ ْلْا ََ ٌِ ِةَرِخ
َٰ ْ
لَا ِفِ َٔ ُْ َو ۖ ّ ُي ٍَ َخ
Pada hari ini dihalalkan bagimu segala (makanan) yang baik.
Makanan (sembelihan) Ahlulkitab itu halal bagimu dan makananmu
halal (juga) bagi mereka. (Dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-
perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-
perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga
kehormatan di antara orang-orang yang diberi kitab suci sebelum
kamu, apabila kamu membayar maskawin mereka untuk menikahinya,
tidak dengan maksud berzina, dan tidak untuk menjadikan (mereka)
pasangan gelap (gundik). Siapa yang kufur setelah beriman, maka
sungguh sia-sia amalnya dan di akhirat dia termasuk orang-orang
yang rugi.
Lafaz al-Th ‟ m yang ada di dalam ayat ini diartikan sebagai
sesembelihan, berdasarkan pendapat sebagian jumhur ulama‟ dan
mufassir.
Adapun al-Razi saat menafsirkan lafaz ini, dia mengartikannya
kedalam tiga arti yakni;
a. sesembelihan Ahl al-Kitâb yang dihalalkan bagi kita umat muslim
untuk dimakan, dan adapun sembelihan dari kaum Majusi tidak
termasuk yang dihalalkan.
b. Roti, buah-buahan dan sesuatu yang tidak dberfungsi untuk
mencerdaskan otak, hal ini dikutip dari sebagian imam dari kalangan
Zaidiyah,
c. Seluruh jenis makanan. Kendati demikian, pendapat al-Razi yang
paling rajih yaitu sesembelihan.75 Sedangkan Rasyid Ridha,
menjelaskan bahwa arti dari lafaz ini yaitu sesembelihan, sebab
selain daripada makanan atau hidangan sembelihan itu yaitu halal
berdasarkan kaidah asal makanan.76
Adapun permasalah yang paling banyak diperselisihkan oleh para
ulama‟ yaitu terkait hidangan atau makanan Ahl al-Kitâb, meskipun Al-
Qur'an telah jelas menyatakan akan kehalalan hidangan dari mereka,
namun pemahaman para ulama‟ terkait hal ini berbeda-beda. Menurut
Rasyid Ridha, pokok permasalahan yang timbul diantara para ulama‟
terkait hal ini disebab kan mereka berselisih tentang status
kemusyrikan ahl al-kitab. Sebab Rasyid Ridha, menyatakan bahwa
agama-agama lain yang tidak disebutkan oleh Al-Qur'an seperti Hindu,
Budha dan Kong Fu Tse bukanlah termasuk musyrik disebabkan
mereka dianggap mempunyai kitab sebagaimana kaum Yahudi dan
Nasrani. Oleh sebab itu, dalam hal berinteraksi sosial kepada mereka
terutama dalam hidangan sembelihan, menjadi suatu hal yang sangat
sensitif dikalangan ulama.
Rasyid Ridha menerangkan bahwa perbuatan syirik yang
dilakukan oleh orangorang musyrik dalam hal penyembelihan hewan,
seperti tidak menyebut nama Allah saat melakukan penyembelihan,
melainkan menyebut tuhan lain yang mereka sembah, kemudian
penyembelihan ini dijadikan sesembahan kepada tuhan yang lain
selain Allah. Kendati demikian, golongan Ahl al-Kitâb tidaklah
termasuk kedalam golongan musyrik, sebab mereka termasuk kedalam
golongan yang mentauhidkan Allah, namun sebab telah tersusupi di
dalam ajaran mereka hal-hal yang berbau syirik. Hal ini yang
menimbulkan pendapat bahwa memakan hidangan Ahl al-Kitâb dan
menikahi wanita-wanita dari kalangan mereka tidaklah
diperbolehkan.77
Hal yang menjadi landasan ulama‟ terkait pengharaman hidangan
sembelihan Ahl al-Kitâb serta menikah dengan mereka, yakni pengaitan
unsur syirik di dalam ajaran mereka, sebagaimana yang diterangkan di
dalam 2 ayat Al-Qur'an berikut ini: Surat at-Taubah/9: 31
ٓا ٌَ َو ۚ ًَ َيْرَم ََ ْبا َْحيِص ٍَ
ْ
لاَو ِ ِّللَّا ِنْوُد َْ ِ ٌّ ًاةاَبَْرا ًْ ُٓ َجاَت ْْ ُرَو ًْ ُْ َراَتَْخا ا ْٓوُذَ
َّ
ِتَا
َنْٔ ُكِ
ِْ ُ ي ا ٍَّ َخ َِّ َْٰدتُش ٗۗ َٔ ُْ
َّ
ِلَا َ
َٰ
ِٰا ٓ
َ
لَ ۚاًدِخا َّو ا ًٓ
َٰ
ِلا ا ْٓوُدُتْػَِلَّ
َّ
ِلَا ا ْٓوُرُِما
Mereka menjadikan para rabi (Yahudi) dan para rahib (Nasrani)
sebagai tuhan-tuhan selain Allah serta (Nasrani mempertuhankan) Al-
Masih putra Maryam. Padahal, mereka tidak diperintah, kecuali untuk
menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada tuhan selain Dia.
Mahasuci Dia dari apa yang mereka persekutukan.
Dalam Surat al-Baqarah/2: 221
ْٔ َ ل َّو ٍثَكِ
ِْ ٌُّ َْ ِ ٌّ ٌْيَْخ ٌثَِ ٌِ ْؤ ٌُّ ٌث ٌَ َ
َ
لََو ٗۗ ََّ ٌِ ُْؤي ِّتَّٰخ ِجَٰكِ
ِْ ٍُ ْ لا ٔا ُدِْهَِت
َ
لََو
َْ ِ ٌّ ٌْيَْخ ٌَ ٌِ ْؤ ٌُّ ٌْدتَػَىَو ٗۗ أْ ُِ ٌِ ُْؤي ِّتَّٰخ َِْيْكِ
ِْ ٍُ ْ لا ٔا ُدِْهُِت
َ
لََو ۚ ًْ ُْسخَتَجَْغا
َمِٕى
َٰۤ ىُوا ٗۗ ًْ ُسَتَجَْغا ْٔ َ ل َّو ٍِك ِْ ٌُّ ِثَِّ َ
ْ
لْا
َ
ِلَا آْٔ ُغَْدي ُ ِّللَّاَو ِۖراَّلنا
َ
ِلَا َن ْٔ ُغَْدي
َنْوُر
َّ
نَذَخَح ًْ ُٓ َّيَػَى ِساَِّ ِيل ِّخَٰ ي
َٰ
ا ُ َِّيْبُيَو ُِِّْذِاة ِةَرِفْغ ٍَ
ْ
لاَو
Janganlah kamu menikahi perempuan musyrik hingga mereka
beriman! Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik
daripada perempuan musyrik, meskipun dia menarik hatimu. Jangan
pula kamu menikahkan laki-laki musyrik (dengan perempuan yang
beriman) hingga mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki
yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia
menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah
mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah)
menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil
pelajaran.
Kemudian juga para fuqoha atau ahli fiqih, menyatakan bahwa
mereka Ahl al-Kitâb telah melakukan perubahan dan penyelewengan
terhadap kitab suci mereka seperti Taurat dan Injil, serta mereka
melupakan segala perintah yang telah diberikan kepada mereka.
Adapun terkait hukum mengonsumsi hidangan atau makanan
sembelihan Ahl al-Kitâb, ada beberapa riwayat yang
membolehkannya, yaitu sebagai berikut: - Diriwayatkan oleh Ibnu
Jarir dari Abu Darda‟ dan Ibnu Zaid bahwa mereka berdua ditanya
tentang sembelihan Ahl al-Kitâb dari kalangan Nasrani di Gereja-
Gereja, kemudian mereka berdua berfatwa bahwa memakannya yaitu
boleh. Lalu Ibnu Zaid mengatakan, “Allah telah menghalalkan
makanan mereka kepada kita dan tidak ada pelarangan daripada itu”,
sedangkan Abu Darda‟ ditanya tentang sembelihan kibas (domba) dari
Gereja, kemudian Jurjus mengomentari terkait hal ini , “Tunjukilah
mereka hidayah! apakah boleh kita memakan sembelihan itu ?”,
kemudian Abu Darda‟ berkata, “Ya Allah, ampunkanlah mereka, sebab
mereka yaitu Ahl al-Kitâb, yang makanannya hal untuk kami dan
makanan kami halal juga untuk mereka”. Kemudia dia
memerintahkannya untuk memakan hidangan atau makanan
sembelihan ini .78
Diriwayatkan dari Ibnu Jarir dan Ibnu Mundzir dan Ibnu Abi
Hatim dan Nuhas dan Baihaqi dalam sunannya dari Ibnu Abbas. Bahwa
pembolehan ini berdasarkan daripada firman Allah pada Surat al-
Mâidah/5: 5:
ٌّوِخ َبَٰخِه
ْ
ىا ٔا ُحُْوا ََ ْحِ
َّ
لَّا ُماَػَؼَو ُٗۗجَِٰتّي َّؽىا ًُ َُسى َّوُِخا َْمَٔ
ْ
َلَّا
ََ ٌِ ُجََِٰطْد ٍُ
ْ
لاَو ِجٌَِِٰ ْؤ ٍُ
ْ
لا ََ ٌِ ُجََِٰطْد ٍُ
ْ
لاَو ۖ ًْ ُٓ
َّ
ل ٌّوِخ ًْ ُس ٌُ اَػَؼَو ۖ ًْ ُسَّى
ْٔ ُُجا ََّ ُْ ْٔ ٍُ ُْخَيح
َٰ
ا ٓ اَِذا ًْ ُِسْيتَر َْ ٌِ َبَٰخِه
ْ
ىا أُحُْوا ََ ْحِ
َّ
لَّا َْيَْد َِْيِِْطُْمُ ََّ ُْ َر
َِػتَخ ْدَلَذ ِنا ٍَ ِْح
ْ
لَِاة ْرُفْسَّي َْ ٌَ َو ٍناَدَْخا ْٓيِذِخَّخ ٌُ
َ
لََو َْيِْدِف َٰصُم
ََ ْيِِسِ
َٰ ْلْا ََ ٌِ ِةَرِخ
َٰ ْ
لَا ِفِ َٔ ُْ َو ُّۖي ٍَ َخ
Pada hari ini dihalalkan bagimu segala (makanan) yang baik.
Makanan (sembelihan) Ahlulkitab itu halal bagimu dan makananmu
halal (juga) bagi mereka. (Dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-
perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-
perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga
kehormatan di antara orang-orang yang diberi kitab suci sebelum
kamu, apabila kamu membayar maskawin mereka untuk menikahinya,
tidak dengan maksud berzina, dan tidak untuk menjadikan (mereka)
pasangan gelap (gundik). Siapa yang kufur setelah beriman, maka
sungguh sia-sia amalnya dan di akhirat dia termasuk orang-orang
yang rugi.
Adapun yang dimaksud pada ayat ini yaitu sesembelihan
mereka. Kemudian perawi lain yang menyatakan hal yang sama yaitu
Abdu ibnu Hamid. Timbulnya beberapa riwayat yang memperbolehkan
untuk memakan hidangan sembelihan dari Ahl al-Kitâb di atas,
dilandasi oleh suatu kisah yang terjadi di masa Rasulullah. Pada saat ini
Nabi Muhammad. pernah memakan hidangan sembelihan kambing dari
seorang perempuan dari kalangan Yahudi, dan dia meletakkan racun di
dalam daging sembelihan itu agar Nabi Muhammad. meninggal dunia.
Kemudian juga para sahabat yang memakan hidangan sembelihan dari
kaum Nasrani di Syam, kecuali hidangan yang diberikan oleh Bani
Taghlib, yang asal-usul agama mereka tidak diketahui meskipun
mereka mengklaim bahwa mereka bagian dari kaum Nasrani.79
Sementara itu, ada pula pendapat yang membolehkan
memakan sembelihan Ahl al-Kitâb dengan syarat-syarat tertentu.
Pendapat demikian, di antaranya, yang dikemukakan oleh Syekh „Abd
al-Majid Salim, “Sesungguhnya, makanan yang diimpor dari negeri-
negeri Ahl al-Kitâb halal selama tidak diketahui bahwa mereka
menyebut selain nama Allah atasnya, atau disembelih bukan
sembelihan secara Islami, seperti mencekik atau memukul, serta faktor
yang lebih penting lagi yaitu selama tidak diketahui bahwa hal
ini berasal dari babi, bangkai, dan darah.”
2. Hubungan pernikahan dengan Ahl al-Kitâb
Setelah meneliti bahasan terkait salah satu hubungan sosial antara
Ahl al-Kitâb dengan muslim yakni dalam hal hidangan sembelihan,
kemudian timbul interaksi sosial lain yang juga menjadi suatu
permasalahan yang terjadi hingga saat ini dikalangan para ulama‟.
Adapun permasalahan itu terkait hubungan pernikahan yang terjadi
diantara ahl al-ktiab dengan muslim. Menikah merupakah salah satu
kegiatan sosial yang menghubungkan antara laki-laki dan perempuan
untuk menjalani kehidupan bersama dalam suatu ikatan yang sah
berdasarkan ketentuan syariat agama. Secara bahasa, nikah artinya al-
j m‟u atau al-dhammu yang artinya kumpul. Jadi, istilah pernikahan
dapat diartikan sebagai aqdu al-tazwij yang berarti akad nikah. Juga
dapat diartikan sebagai w th‟u l-zaujah yang berarti menyetubuhi
istrii. Hal ini diungkapkan pula oleh Hakim, bahwa kata nikah
berasal dari Bahasa Arab “nikahun” yang merupakan mashdar dari
“nakaha”, yang bersinonim “tazawwaja”. Kata nikah merupakan kata
serapan asli dari Al-Qur'an yang diterjemahkan ke dalam Bahasa
Indonesia dan sampai saat ini dipergunakan oleh umat Muslim.80
Kata an-nikâh dalam berbagai bentuknya ditemukan sebanyak 23
kali dalam Al-Qur'an, yang secara umum, kandungan maknanya dapat
dikembalikan kepada pengertian bahasa sedangkan kata al-Jauz dalam
berbagai bentuk kata jadiannya ditemukan sebanyak 81 kali dalam Al-
Qur'an , pengertian secara umum menunjuk kepada pasangan, termasuk
di dalamnya pasangan suami-istri. Allah telah menerangkan di dalam
beberapa ayat Al-Qur'an terkait dengan hubungan pernikahan antara
laki-laki dan perempuan. Maka dalam hal ini, ada dua term ayat
yang mengandung unsur pernikahan ini yaitu term an-nikâh dan
al-jauz. Term al-nikah mengandung arti akad atau perjanjian, dan dapat
diqiyaskan sebagai hubungan seksual., sedangkan al-jauz mengandung
arti segala sesuatu yang mempunyai pasangan, seperti laki-laki dengan
perempuan bahkan dikatakan juga seperti sandal yang berpasangan, dan
setiap hal yang mempunyai hubungan yang dekat dengan hal lain
bahkan memiliki kesamaan.81 Sebagaimana yang terkandung di dalam
Surat al-Qiyamah/75: 39:
َْٰثُ
ُ ْلَاَو َرَن َّلَّا ِْيَْْجو َّزلا ُّ ٌِِْ َوَػَج
َف
Lalu, Dia menjadikan darinya sepasang laki-laki dan perempuan.
Dalam hubungan pernikahan antara laki-laki dan perempuan di
dalam Islam, memiliki perhatian yang sangat besar bahkan dikatakan
juga sebagai sesuatu yang sakral. Sebab pernikahan merupakan salah
satu bentuk ibadah kepada Allah dengan mengikuti sunnah Rasulullah.
dan juga dikatakan sebagai pelengkap bagi iman seseorang, sebab
dilakukan atas dasar keikhlasan serta mengharap ridha Allah.
Pernikahan yang terjadi antara seorang muslim dan muslimah, tidaklah
menjadi suatu permasalahan yang dapat menimbulkan perdebatan dan
perselisihan diantara para ulama‟ maupun cendekiawan muslim.
Namun, hal yang menjadi topik permasalahannya yaitu saat seorang
muslim atau muslimah menikah dengan Ahl al-Kitâb seperti Yahudi
dan Nasrani.
Maka dalam uraian permasalahan ini, secara khusus akan dibahas
dari sisi pernikahan antara laki-laki muslim dengan perempuan Ahl al-
Kitâb. Disebab kan landasan ayat Al-Qur'an daripada pembahasan ini,
yaitu Surat al-Mâidah/5: 5:
ٌّوِخ َبَٰخِه
ْ
ىا ٔا ُحُْوا ََ ْحِ
َّ
لَّا ُماَػَؼَو ُٗۗجَِٰتّي َّؽىا ًُ َُسى َّوُِخا َْمَٔ
ْ
َلَّا
ََ ٌِ ُجََِٰطْد ٍُ
ْ
لاَو ِجٌَِِٰ ْؤ ٍُ
ْ
لا ََ ٌِ ُجََِٰطْد ٍُ
ْ
لاَو ۖ ًْ ُٓ
َّ
ل ٌّوِخ ًْ ُس ٌُ اَػَؼَو ۖ ًْ ُسَّى
ْٔ ُُجا ََّ ُْ ْٔ ٍُ ُْخَيح
َٰ
ا ٓ اَِذا ًْ ُِسْيتَر َْ ٌِ َبَٰخِه
ْ
ىا أُحُْوا ََ ْحِ
َّ
لَّا َْيَْد َِْيِِْطُْمُ ََّ ُْ َر
َِػتَخ ْدَلَذ ِنا ٍَ ِْح
ْ
لَِاة ْرُفْسَّي َْ ٌَ َو ٍناَدَْخا ْٓيِذِخَّخ ٌُ
َ
لََو َْيِْدِف َٰصُم
ََ ْيِِسِ
َٰ ْلْا ََ ٌِ ِةَرِخ
َٰ ْ
لَا ِفِ َٔ ُْ َو ُّۖي ٍَ َخ
Pada hari ini dihalalkan bagimu segala (makanan) yang baik.
Makanan (sembelihan) Ahlulkitab itu halal bagimu dan makananmu
halal (juga) bagi mereka. (Dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-
perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-
perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga
kehormatan di antara orang-orang yang diberi kitab suci sebelum
kamu, apabila kamu membayar maskawin mereka untuk menikahinya,
tidak dengan maksud berzina, dan tidak untuk menjadikan (mereka)
pasangan gelap (gundik). Siapa yang kufur setelah beriman, maka
sungguh sia-sia amalnya dan di akhirat dia termasuk orang-orang
yang rugi.
Dimana ayat ini hanya berbicara tentang bolehnya
perkawinan laki-laki muslim dengan perempuan Ahl al-Kitâb, dan tidak
sedikitpun menyinggung sebaliknya. Seandainya perkawinan semacam
itu dibolehkan, maka ayat ini akan menegaskannya.82 Lafaz
muhshanat yang ada di dalam ayat ini , menimbulkan
pandangan yang berbeda dikalangan ulama‟. Kata ini berakar kata
dari huruf-huruf ha, sha, dan nun atau hashana yang secara literal
berarti kokok, kuat, suci dari uatan tercela. Mengenai makna al-
muhshanât dalam al-muhshanât min alladzina utu al-kitab, banyak
ulama yang berbeda pandangan terkait term ini , ada yang mengatakan
bahwa lafaz al-muhshanat berarti perempuan yang merdeka atau yang
mampu memelihara diri dan perempuan yang tidak pernah berzina.83
Dalam hal ini al-Thabarsi misalnya, mengatakan bahwa yang
dimaksud almuhshanat yaitu mereka yang telah memeluk agama
Islam. Sedangkan yang dimaksud dengan al-muhshanât min al-ladzîna
âmanû yaitu mereka yang sejak awal sudah mukmin sebab terlahir
dan keluarga muslim. Seorang ulama besar seperti Imam al-Syafi‟i
berpendapat bahwa al-muhshanat disini berarti perempuan yang
merdeka, lalu melarang untuk menikaihi kitabiyyat yang merdeka, hal
ini dilandasi oleh Surat an-Nisa/4: 25:
ا ٌَّ َْ ٍِ َف ِجٌَِِٰ ْؤ ٍُ
ْ
لا ِجََِٰطْد ٍُ
ْ
لا َحِْهِ َّح َْنا
ً
لَْٔ َؼ ًْ ُْسٌِِ ْعِؽَخَْصي ًْ َّى َْ ٌَ َو
ٗۗ ًْ ُِسُا ٍَ ِْحِاة ًُ َيَْغا ُ ِّللَّاَو ِجٌَِِٰ ْؤ ٍُ
ْ
لا ًُ ُِسخَٰيَخَذ َْ ِ ٌّ ًْ ُُسُا ٍَ َْحا ْجََهيَم
َو ََّ ِٓ ِي
ْْ َ ا ِْنِذِاة ََّ ُْ ْٔ ُدِْسَُاف ٍٍۚظْػَب ْۢ َْ ِ ٌّ ًْ ُسُغْػَب ِْفوُرْػ ٍَ
ْ
لِاة ََّ ُْ َر ْٔ ُُجا ََّ ُْ ْٔ ُح
َٰ
ا
َْيََْتا ِْناَف ََّ ِطُْخا آَِذاَف ٍۚناَدَْخا ِت َٰذِخَّخ ٌُ
َ
لَ َّو ٍج َٰدِف َٰصُم َْيَْد ٍجََِْٰطُمُ
َِشَِخ َْ ٍَ ِ ل َِملَٰذ ِاَذَػ
ْ
ىا ََ ٌِ ِجََِٰطْد ٍُ
ْ
لا
َ
َعَ ا ٌَ ُفِْطُ ََّ ِٓ ْي
َيَػَذ ٍثَشِخاَِفة
َاَو ٗۗ ًْ ُْسٌِِ َجَِ َػ
ْ
ىا ًٌ ْيِخَّر ٌر ْٔ ُفَد ُ ِّللَّاَو ٗۗ ًْ ُسَّى ٌْيَْخ اْو ُِبَِْطح ْن
Siapa di antara kamu yang tidak mempunyai biaya untuk menikahi
perempuan merdeka yang mukmin (boleh menikahi) perempuan
mukmin dari para hamba sahaya yang kamu miliki. Allah lebih tahu
tentang keimananmu. Sebagian kamu yaitu sebagian dari yang lain
(seketurunan dari Adam dan Hawa). Oleh sebab itu, nikahilah mereka
dengan izin keluarga (tuan) mereka dan berilah mereka maskawin
dengan cara yang pantas, dalam keadaan mereka memelihara kesucian
diri, bukan pezina dan bukan (pula) perempuan yang mengambil laki-
laki lain sebagai piaraannya. Apabila mereka telah berumah tangga
(bersuami), tetapi melakukan perbuatan keji (zina), (hukuman) atas
mereka yaitu setengah dari hukuman perempuan-perempuan
merdeka (yang tidak bersuami). Hal itu (kebolehan menikahi hamba
sahaya) berlaku bagi orang-orang yang takut terhadap kesulitan
(dalam menghindari zina) di antara kamu. Kesabaranmu lebih baik
bagi kamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Kemudian dikatakan bahwa yang dimaksud oleh ayat ini yaitu
al-muhshanat yang beriman saja, disebab kan oleh kelemahan mereka.
Hal ini dilandasi oleh firman Allah yang mengatakan bahwa Allah
tidak menghalalkan almuhshanat al-kitabiyyat dan menghalalkan al-
muhshanat al-mu‟minat. Maka almuhshanat yang dalam ayat ini
memiliki arti serupa dengan perempuan-perempuan muslim yang
merdeka. Kemudian al-Syafii megatakan bahwa seorang budak
kitabiyyat memiliki dua kekurangan, yaitu kekufuran dan
ketidakberdayaan, maka menikahinya tidaklah termasuk kedalam hal
yang haram. Kemudian ulama lain yang mengatakan bahwa al-
146
muhshanat berarti perempuan yang merdeka, seperti Ibnu „Abbas dan
Mujahid. Lalu Ibnu Jarir mengatkaan bahwa al-muhshanat berarti al-
„ fif t (perempuan-perempuan yang memelihara diri dari perbuatan
zina), pendapat ini juga diikuti oleh Mujahid, Sufyan, al-Hasan, al-
Sya‟bi, al-Saddi, dan al-Dahhak.84
Al-Kalbi meyatakan bahwa kata al-muhshanât mencakup empat
pengertian, yaitu Islam, perempuan, memelihara diri, dan merdeka
(bukan budak). Selanjutnya, al-Kalbi mengemukakan, makna Islam
tidak sesuai dipergunakan dalam ayat ini, sebab adanya kalimat min
al-ladzîna utuu al-kitab. Pengertian perempuan juga tidak sesuai,
sebab perkawinan tidak akan terjadi kecuali dengan lawan jenis.
Sedang al-iffah (memelihara harga diri) dan merdeka (bukan budak)
dapat dicakup oleh ayat ini. Sehingga, kalau al-muhshanat dipahami
sebagai al-„iff h, maka boleh menikah dengan Ahl al-Kitâb, baik yang
merdeka maupun budak. Namun, jika almuhshanât dipahami sebagai
al-hurriyah, maka dilarang menikahi budak dan ahl alkitab.85
Berdasarkan dari berbagai macam pendapat yang telah dijelaskan
oleh para ulama terkait hal ini, Rasyid Ridha menyimpulkan di dalam
Tafsir al-Manar, bahwa yang dimaksud oleh al-muhshanât pada ayat
ini yaitu perempuan yang merdeka, sebab budak tidak berhak
menerima mahar daripada orang yang hendak melamarnya, akan tetapi
yang menerimanya yaitu tuannya.. adapun, penafsiran almuhshanat
dengan kata „iffah, menurut Rasyid Ridha juga sangatlah tepat, sebab
term al-muhshanât pada ayat ini memiliki hubungan pada lafaz
selanjutnya yaitu muhshinina ghairo musafihina wa laa muttakhidzi
akhdaan. Menurutnya, hubungan daripada kedua lafaz ini
mempunyai syarat dan ketentuan yang sama, sebab makna muhshinin
ialah laki-laki yang memeliharan dirinya dari zina atau „iffah, dan
bukan termasuk yang merdeka saja. Maka apabila terjadi hubungan
pernikahan diantara muhshin dengan muhshinah, sudah pasti keduanya
mampu untuk menjaga diri mereka satu sama lain daripada perbuatan
keji dan hina.86
Hal yang menjadi masalah yaitu pernikahan yang dilakukan
oleh seorang muslim dengan Ahl al-Kitâb yang termasuk kedalam
golongan musyrik, sebab hal diharamkan menurut Jumhur Ulama‟.
Lalu, Rasyid Ridha yang menerangkan bahwa golongan Ahl al-Kitâb
lain seperti halnya Yahudi, dan Nasrani yakni Majusi, Shabi‟un, Hindu,
Budha, dan Kong Fu Tse juga termasuk kedalam golongan Ahl al-Kitâb
sehingga mereka tidak digolongkan kepada kaum yang musyrik.
Sedangkan M. Quraish Shihab menerangkan bahwa Ahl al-Kitâb
merupakan semua penganut Yahudi dan Nasrani baik dari kapan,
dimanapun, dan dari keturunan siapapun mereka.Disebabkan oleh
penggolongan ini, timbullah perbedaan pendapat dikalangan ulama
terkait masalah pernikahan dengan Ahl al-Kitâb, apakah mereka
termasuk kedalam golongan musyrik atau tidak?, sebab, Rasyid Ridha
mengatakan bahwa perempuan musyrik bukanlah al-kitabiyyat yang
berasal dari perempuan arab, namun sebagian ulama‟ berpendapat
bahwa Ahl al-Kitâb termasuk kedalam golongan musyrik, hal ini
dilandasi oleh Surat at-Taubah/9: 31:
ٓا ٌَ َو ۚ ًَ َيْرَم ََ ْبا َْحيِص ٍَ
ْ
لاَو ِ ِّللَّا ِنْوُد َْ ِ ٌّ ًاةاَبَْرا ًْ ُٓ َجاَت ْْ ُرَو ًْ ُْ َراَتَْخا ا ْٓوُذَ
َّ
ِتَا
َنْٔ ُكِ
ِْ ُ ي ا ٍَّ َخ َِّ َْٰدتُش ٗۗ َٔ ُْ
َّ
ِلَا َ
َٰ
ِٰا ٓ
َ
لَ ۚاًدِخا َّو ا ًٓ
َٰ
ِلا ا ْٓوُدُتْػَِلَّ
َّ
ِلَا ا ْٓوُرُِما
Mereka menjadikan para rabi (Yahudi) dan para rahib (Nasrani)
sebagai tuhan-tuhan selain Allah serta (Nasrani mempertuhankan) Al-
Masih putra Maryam. Padahal, mereka tidak diperintah, kecuali untuk
menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada tuhan selain Dia.
Mahasuci Dia dari apa yang mereka persekutukan.
Dan ayat lain yang menunjukkan akan kesyirikan mereka juga,
yang ada pada Surat an-Nisâ'/4: 48:
ِْك ِْ ُّ ي َْ ٌَ َو ُۚءۤاَشَّ ي َْ ٍَ ِ ل َِملَٰذ َنْوُد ا ٌَ ُرِفْغَيَو ِّة َكَ ِْ ُّ ي َْنا ُرِفْغَح
َ
لَ َ ِّللَّا َِّنا
ا ًٍ ْيِظَغ ا ًٍ ِْثا ى َّّتَْذا ِدَلَذ ِ ِّللَِّاة
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) sebab
mempersekutukan-Nya (syirik), tetapi Dia mengampuni apa (dosa)
yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Siapa pun yang
mempersekutukan Allah sungguh telah berbuat dosa yang sangat
besar.
Adapun kebanyakan ulama‟ berpendapat bahwa maksud dari al-
musyrikat yaitu perempuan-perempuan arab yang tidak memiliki
kitab pedoman atau kitab suci, sebagaimana hal ini merupakan
pengertian yang tercantum di dalam Al-Qur'an terkait ungkapan
musyrik, yaitu pada Surat al-Baqarah/2: 250 dan Surat al-Bayyinah/98:
1.87
Di dalam Al-Qur'an, Allah telah menerangkan secara jelas
bahwasanya pernikahan yang dilakukan oleh seorang muslim dengan
musyrik yaitu haram, sebagaimana yang tercantum di dalam Surat al-
Baqarah/2: 221:
ٌُّ َْ ِ ٌّ ٌْيَْخ ٌثَِ ٌِ ْؤ ٌُّ ٌث ٌَ َ
َ
لََو ٗۗ ََّ ٌِ ُْؤي ِّتَّٰخ ِجَٰكِ
ِْ ٍُ ْ لا ٔا ُدِْهَِت
َ
لََو ْٔ َ ل َّو ٍثَكِ
ِْ
َْ ِ ٌّ ٌْيَْخ ٌَ ٌِ ْؤ ٌُّ ٌْدتَػَىَو ٗۗ أْ ُِ ٌِ ُْؤي ِّتَّٰخ َِْيْكِ
ِْ ٍُ ْ لا ٔا ُدِْهُِت
َ
لََو ۚ ًْ ُْسخَتَجَْغا
ِثَِّ َ
ْ
لْا
َ
ِلَا آْٔ ُغَْدي ُ ِّللَّاَو ِۖراَّلنا
َ
ِلَا َن ْٔ ُغَْدي َمِٕى
َٰۤ ىُوا ٗۗ ًْ ُسَتَجَْغا ْٔ َ ل َّو ٍِك ِْ ٌُّ
ِ ُِْذِاة ِةَرِفْغ ٍَ
ْ
لاَو َنْوُر
َّ
نَذَخَح ًْ ُٓ َّيَػَى ِساَِّ ِيل ِّخَٰ ي
َٰ
ا ُ َِّيْبُيَو ّ
Janganlah kamu menikahi perempuan musyrik hingga mereka
beriman! Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik
daripada perempuan musyrik, meskipun dia menarik hatimu. Jangan
pula kamu menikahkan laki-laki musyrik (dengan perempuan yang
beriman) hingga mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki
yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia
menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah
mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah)
menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil
pelajaran.
Berdasarkan ayat ini, para ulama‟ sepakat bahwa menikahi kaum
musyrik baik laki-laki maupun perempuan yaitu haram, sebab
kemusyrikan mereka mampu memberikan mudhorot yang sangat besar
bagi seorang muslim. Seorang sahabat nabi yang bernama „Abdullah
ibn „Umar, yang secara tegas melarang perkawinan seorang laki-laki
muslim dengan perempuan ahl al-kitab, dengan alasan orang-orang
musyrik. Ia mengatakan, “Saya telah mengetahui kemusyrikan yang
lebih besar dari keyakinan seorang perempuan yang berkata bahwa
Tuhannya yaitu Isa atau salah seorang dari hamba-hamba Allah.”
Argumentasi yang digunakan yaitu firman Allah dalam Surat al-
Baqarah/2 : 221 yang melarang lelaki muslim menikahi perempuan
musyrik. Pendapat Ibnu „Umar ini, menurut Muhammad „Ali
alShabuni, didorong oleh kehati-hatian yang amat sangat akan
kemungkinan timbulnya fitnah bagi suami atau anak-anaknya jika
kawin dengan perempuan Ahl al-Kitâb. Sebab, kehidupan suami-istri
akan membawa konsentrasi logis berupa timbulnya cinta kasih di antara
mereka, dan hal ini dapat membawa suami condong kepada
149
agama istrinya. Di samping itu, kebanyakan anak condong kepada
ibunya.88
Pelarangan menikahi kaum musyrik juga dijelaskan oleh Nabi
Muhammad . melalui sabdanya yang diriwayatkan oleh al-Imam al-
Bukhari dari „Atha‟, beliauberkata: “Orang-orang musyrik itu berada di
dua persimpangan dari Nabi Muhammad . dan orang-orang mukmin,
orang-orang musyrik suka berperang, mereka membunuh orang-orang
mukmin dan Nabi, dan orang-orang musyrik juga suka genjatan
senjata.”
Menurut Rasyid Ridha, penyebab dari larangan menikah dengan
orang musyrik disebab kan dapat menimbulkan dampak yang sangat
besar bagi keimanan seorang muslim, sebab akan terjadinya hal-hal
yang dapat merusak akidah melalui perbuatan syirik yang d
.jpeg)
