makna ahl alkitab 5

makna ahl alkitab 5


 


wahyu Allah 

tentu benar, tetapi hanya pada golongan yang secara jelas disebutkan 

nabi dan rasul dari agama ini . Sehingga tidak menghukumi 

dapat mencakup semua agama-agama di dunia. 

b. Mempunyai kitab suci  

Allah mengutus Nabi-Nabi untuk membimbing manusia untuk 

beribadah dengan benar dan ikhlas. Tidak ada bercampur dengan 

kesyirikan sedikitpun. Kemudian bersama mereka Allah 

menurunkan kitab-kitab sebagai pedoman dan petunjuk yang harus 

disampaikan kepada umat mereka. 

Kemudian golongan ini  dinamakan Ahl al-Kitâb didasari 

oleh pendapat bahwasanya yang dimaksud dengan Ahl al-Kitâb 

yaitu  bagi mereka (golongan) yang diberikan kitab dari berbagai 

agama. Sebagaiman Firman Allah Surat at-Taubah/9: 29: 

 ُ ِّللَّا َم َّرَخ ا ٌَ  َن ْٔ ُِمّرَُي 

َ

لََو ِرِخ

َٰ ْ

لَا ِْمَٔ

ْ

لَِّاة 

َ

لََو ِ ِّللَِّاة َنْٔ ُِ ٌِ ُْؤي 

َ

لَ ََ ْحِ

َّ

لَّا ٔا ُِيحاَك

 ٔا ُؽْػُح ِّتَّٰخ َبَٰخِه

ْ

ىا ٔا ُحُْوا ََ ْح ِ

َّ

لَّا ََ ٌِ  ِّقَ

ْ

لْا ََ ْحِد َنْٔ ُِ ْحَِدي 

َ

لََو 

ُ

ْٰٔ َُشرَو

 َنْوُرِغ َٰض ًْ ُْ َّو ٍدَّي َْ َخ َثَيْز ِ

ْ

لْا 

"Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari 

akhir, tidak mengharamkan (menjauhi) apa yang telah diharamkan 

(oleh) Allah dan Rasul-Nya, dan tidak mengikuti agama yang hak 

(Islam), yaitu orang-orang yang telah diberikan Kitab (Yahudi dan 

Nasrani) hingga mereka membayar jizyah) dengan patuh dan 

mereka tunduk". 

                                        

 

Dalam Tafsir al-Manar menjelaskan bahwa yang dimaksud 

dalam ungkapan al-kitab dari ayat di atas yaitu kitab yang 

diturunkan Allah yang mencakup Taurat, Injil dan Zabur.41 

Kemudian perdebatan muncul mengenai Majusi dan Sabiun 

yang semula mereka diduga masuk ke dalam kategori musyrik, 

sebab  tidak menyembah Allah, berdasarkan Surat al-Ḥajj/22: 17: 

 ْٔ ُج ٍَ

ْ

لاَو ى َٰ َٰصَّٰلناَو َْيْ ٕـِ ِ ةا َّطلاَو اْوُدا َْ  ََ ْحِ

َّ

لَّاَو أْ ُِ ٌَ

َٰ

ا ََ ْحِ

َّ

لَّا َِّنا ََ ْحِ

َّ

لَّاَو َس

 ٌْديِٓ َش ٍء ْ

ََ  ِ

ّ ُُ  

َٰ

َعَ َ ِّللَّا َِّنا  ِث ٍَ َٰيِل

ْ

ىا َْمَٔي ًْ ُٓ َِ َْية ُوِطْفَح َ ِّللَّا َِّنا ۖآْٔ ُك ََْشْا 

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, 

Sabiin, Nasrani, Majusi, dan orang-orang yang menyekutukan Allah 

akan Allah berikan keputusan di antara mereka pada hari Kiamat. 

Sesungguhnya Allah menjadi saksi atas segala sesuatu."42 

Menurut Tafsir al-Manar, ayat di atas memberikan keterangan 

bahwa setelah disebutkan golongan-golongan agama, kemudian ayat 

ini , tidak menyebutkan bahwa Majusi dan Sabiin sebagai 

musyrik, hal ini  sebab  orang-orang Majusi dan Sabiin 

sesunggunya mereka mempunyai sebuah kitab suci yang dipegang 

dan dipercayainya dari Tuhan, tetapi setelah zaman yang telah lama 

berlalu, menjadikan yang asli tidak diketahui, dan diyakini kitab 

ini  telah dijelaskan kepada mereka sebagai kitab suci, seperti 

dalam Firman Allah Surat Fâṭir/35: 24 : 

 ٌْريَِذُ ا َٓ ِْيذ َلََخ 

َّ

ِلَا ٍث ٌَّ ُ ا َْ ِ ٌّ  ِْناَوٗۗ اًْريَِذُ َّو اًْيَِْشب ِّقَ

ْ

لِْاة َمَِٰ

ْ

يَْشَرا ٓا َِّجا 

"Sesungguhnya Kami mengutus engkau dengan membawa 

kebenaran sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi 

peringatan. Tidak ada satu umat pun, kecuali telah datang 

kepadanya seorang pemberi peringatan". 

Dan Firman Allah Surat ar-Ra'd/13: 7: 

 ُل ْٔ ُلَيَو  ِ

ُِّكى َّو ٌرِْذِ ٌُ  َْجَُا ٓا ٍَ َِّجا ِّّب َّر َْ ِ ٌّ  ٌَثي

َٰ

ا ِّْيَيَغ َلِْزُُا 

ٓ َلَْٔ َ ل اْوُرَفَز ََ ْحِ

َّ

لَّا

 ٍدا َْ  ٍم ْٔ َك 

Orang-or ng y ng kufur  erk t , “Meng p  tid k diturunk n 

kepadanya (Nabi Muhammad) suatu tanda (mukjizat) dari 

                                        

 

Tuh nny ?” Sesungguhny  engkau (Nabi Muhammad) hanyalah 

seorang pemberi peringatan dan bagi setiap kaum ada pemberi 

petunjuk. 

Sedangkan kitab mereka disebut dengan shibh al-

kitâb.43Dalam Tafsir al-Manar juga menambahkan, bahwa selain 

kedua golongan ini  (Majusi dan Sabiin), ada  agama-agama 

lain yang tidak disebutkan di dalam Al-Qur'an seperti Budha, 

Brahma dan juga Konfusius. Disebutkanya Majusi dan Sabiin di 

dalam Al-Qur'an sebab  mereka juga hidup disekitar jazirah Arab. 

Sehingga keberadaan mereka diketahui dan disebutkan di dalam Al-

Qur'an , tetapi daerah yang di luar Arab, seperti India, Yaman dan 

China serta daerah lain, secara ekplisit mereka tidak disebutkan di 

dalam Al-Qur'an . Walaupun agama-agama ini  tidak terjangkau 

dan tidak disebutkan di dalam Al-Qur'an , bukan berarti mereka 

dikesampingkan, tetapi maksud Allah tentu mencakupkan agama 

Brahma, Budha dan sebagainya juga (sebagai orang-orang yang 

menerima kitab), sebab  jauhnya daerah mereka, sehingga tidak ada 

jangkauan Al-Qur'an mengenai kelompok mereka. Sehingga Majusi, 

Sabiin, Budha, Brahma dan juga Konfusius di Cina juga dapat 

diketegorikan sebagai Ahl al-Kitâb sebab  mereka mempunyai kitab 

yang disebut dengan shibh al-kitāb.44Yang menjadi penekanan 

Rashid Riḍa bahwa yang dimaksud sebagai musyrik dizaman 

diturunkanya Al-Qur'an yaitu  Musyrik Arab, yaitu kelompok yang 

tidak memiliki kitab atau shibh al-kitâb sebab  mereka yaitu  

ummiyîn. 

Dengan adanya anggapan bahwa Brahma, Budha serta 

Konfusius mempunyai kitab suci dengan sebutan shibh al-kitâb, 

tentu menimbulkan pendapat baru bahwa kitab suci ini  berasal 

dari wahyu, sebab  asal kitab suci dalam agama-agama 

dikategorikan menjadi dua yaitu al-kitâb al-samâwî, sebab  kitab 

ini  langsung dari perkataan Allah, sedangkan umat yang 

mempunyai keyakinan tetapi kitabnya tidak dari Allah dinamakan 

sebagai al-kitâb al-arḍi.45 sebab  agama Hindu, Budha serta 

Konfusius yaitu  agama yang timbul dari relaksi adat dan 

budaya.Sehingga kitab suci yang ada juga tentu bukan dari nabi atau 

utusan Allah, sebagaimana agama Hindu sebenarnya tidak 

mempunyai kitab suci, sedangkan Weda yaitu  kitab yang dibawa 

                                        

 

oleh Agama Aria, bahkan Ahmad Shalaby menyebutnya (Weda) 

yaitu  ensiklopedia Agama Hindu sebab  hanya berisikan Falsafah 

India Purbakala. Begitu pula dengan agama Budha, kitabnya yaitu  

hasil dari ajaran Budha dari mulut ke mulut yang di tulis oleh 

pengikutnya. Bahkan Kongfusius tidak mempunyai konsep 

mengenai yang suci, kecuali pemahaman mereka tentang langit yang 

disebut dengan Thian yang lebih menekankan pada hubungan 

kemanusiaan.  

Walaupun dalam agama-agama ini  saat ini diyakini 

mempunyai kitab suci, tentu kitab ini  timbul bukan dari wahyu, 

tatapi dari buah pemikiran manusia yang kemudian disebut dengan 

kitab ardi. Itu yang kemudian menjadi perbedaan antara Ahl al-Kitâb 

yang jelas kepada mereka diturunkan kitab dari wahyu melalui 

perantara nabi dan rasul, dan agama-agama ini  sebagaimana 

kitab mereka yang dihasilkan dari pemikiran semata. 

3. Status Ahl al-Kitâb dalam Tafsir al-Manar  

Setelah penjelasan mengenai kriteria Ahl al-Kitâb, sebagaimana 

dijelaskan dalam Tafsir al-Manar, kini kedudukan ahl al-kitāb kembali 

dipertanyakan mengenai keimanan mereka. Al-Qur‟an secara ekplisit 

mengungkapkan tentang kekafiran mereka, namun, ulama masih 

berbeda-beda pendapat tentang hal itu, begitu pula dengan kemusyrikan 

mereka, ulama pun masih berbeda-beda pendapat. sebab , perbedaan 

interpretasi dan pandangan mengenai hal ini, akan menimbulkan 

implikasi hukum dalam konteks sosial kemasyarakatan yang cukup 

jauh berbeda.46 

a. Mushrik (musyrik)  

Term Mushrik yaitu  ism fi‟il dari ashraka, yushriku, 

ishrâkan, yang secara literal mengandung pengertian menjadiakan 

seseorang atau sesuau sebagai sekutu.47Sedangkan secara 

terminologi shirk artinya membuat atau menjadikan sesuatu selain 

Allah Sebagai Tambahan, objek pemujaan, dan atau tempat 

menggantungkan harapan dan dambaan.48 

Di dalam Al-Qur'an, term shirik dalam berbagai bentuk kata 

jadian terulang sebanyak 168 kali.49 Walaupun, secara umum 

pengertian dapat dikembalikan kepada arti kebahasaan, meskipun 

                                        

 

demikian, tidak semua term yang dari kata dasar sharaka 

mengandung pengertian menserikatkan Allah, tetapi begitulah 

sebagian besar Al-Qur'an menggunakan term sharaka untuk 

menunjuk kepada shirik. 

Dalam kaitannya dengan pembahasan Ahl al-Kitâb, term syirik 

diungkapkan dengan kalimat al-ladhina ashraku yang berarti orang-

orang yang berbuat syirik, ditemukan pada tiga ayat yang 

membedakan antara komunitas musyrik dari Ahl al-Kitâb, yaitu 

dalam Surat ali-Imrân/3: 186, al-Mâidah/5: 82, dan al-Ḥajj/22: 17, 

yang menjelaskan bahwa yang dimaksud musyrik yaitu  mereka 

yang menyembah berhala, walaupun mungkin saja mereka juga 

mengakui keberadaan Allah. Pendapat tentang musyriknya Ahl al-

Kitâb, beberapa ulama mempunyai pandangan yang berbeda-beda. 

Al-Razi mengungkapkan bahwa musyrik juga mencakup Ahl al-

Kitâb, sebagaimana beberapa ayat yang menjelaskan bahwa Yahudi 

dan Nasrani telah menyekutukan Allah, yaitu dalam Surat at-

Taubah/9: 30.50 Senada dengan yang diungkapkan oleh az-

Zamakhshari bahwa musrik yaitu  dari ḥarabiyât dan kitâbiyât 

semuanya, dengan mengungkapkan dalil Surat at-Taubah/9: 30-31 

Berbeda dengan padangan musyrik sebagaimana alasan yang 

diungkapkan oleh al-Razi dan al-Zamakhshari di atas. Rashid Riḍa 

melihat bahwa ungkapan ayat Al-Qur'an yang menandakan 

sebenarnya ungkapan syririk dalam ayat ini  yaitu  bagi mereka 

yang disebut dengan mushrikin, sebab  kategori dan sifat mushrikin 

ini  telah menjadikan syirik, seperti halnya seorang disebut 

ulama yaitu  sebab  kepandaian seorang ini  dalam ilmu 

agama, jika ia pandai dalam bidang lain tentu tidak disebut dengan 

ulama, sebab  itulah sifat dan kategori akan memberikan pegaruh 

nama.51 

Hal senada juga diungkapkan oleh Ibn Ashur yang 

memberikan pengertian bahwa musyrik yaitu  orang-orang yang 

menyekutukan Tuhan kepada selain Allah, yaitu musyrik Arab 

mereka yang telah menyembah Tuhan selain Allah, sedangkan ahl 

al-kitāb mereka beriman kepada Allah  dan rasul-rasul Allah beserta 

kitabnya, tetapi mereka kafir sebab  telah mengingkari risalah Nabi 

Muhammad. sebagaimana Sayyid Quṭb mengungkapkan bahwa 

musyrik yaitu  penyembah berhala, di dalam Al-Qur'an juga tidak 

menyebutkan bahwa Yahudi dan Nasrani yaitu  musrik, tetapi 

                                        

 

menyebutkan dengan ahl al-kitâb, dan mereka telah kafir tetapi tidak 

musrik sebagaimana Firman Allah Surat al-Mâidah/5: 78: 

 َِ

ْةا َْسَيَِغو َدواَد ِناَِصل 

َٰ

َعَ َْوِيءۤا َِْسْا َِْٓنة ْۢ َْ ٌِ  اْوُرَفَز ََ ْحِ

َّ

لَّا ََ ِػ

ُى

 َنْوُدَخْػَح أْ َُُكَ َّو أْ َطَغ ا ٍَ ِ ة َِمل

َٰذٗۗ ًَ َيْرَم 

Orang-orang yang kufur dari Bani Israil telah dilaknat (oleh Allah) 

melalui lisan (ucapan) Daud dan Isa putra Maryam. Hal itu sebab  

mereka durhaka dan selalu melampaui batas. 

Lebih lanjut, Rashid Riḍa mengungkapkan bahwa seseorang 

yang disebut sebagai musyrik yaitu  mereka yang tidak mempunyai 

kitab pedoman (kitab suci), yaitu musyrik Arab. Musyrik Arab 

yaitu  golongan yang tidak ada pada mereka kitab pedoman (kitab 

suci), tidak seperti Yahudi, Nasrani yang bagi mereka kitab 

pedoman (kitab suci), sehinggan mereka disebut dengan Ahl al-

Kitâb. 52 Sama dengan yang disampaikan al-Ṭabari bahwa musyrik 

yaitu  musyrik Arab yang tidak ada bagi mereka kitab suci yang 

dibaca dan menjadi pedoman.53 

Selain itu, ungkapan musyrik dan Ahl al-Kitâb di dalam Al-

Qur'an selalu diungkapkan dengan terpisah, seperti Firman Allah 

dalam Surat al-Baqarah/2: 105 

 ًْ ُْسيَيَغ َل ََّنِ ُّح َْنا َِْيْكِ

ِْ ٍُ ْ لا 

َ

لََو ِبَٰخِه

ْ

ىا ِو ْْ َ ا َْ ٌِ  اْوُرَفَز ََ ْحِ

َّ

لَّا ُّدَٔ َي ا ٌَ

 ِوْغَف

ْ

ىا وُذ ُ ِّللَّاَو ٗۗ ُءۤاَشَّ ي َْ ٌَ  ِّخََْحِْرة ُّصَْخَيَّ ُ ِّللَّاَو ٗۗ ًْ ُِسّب َّر َْ ِ ٌّ  ٍْيَْخ 

َْ ِ ٌّ

 ًِ ْيِظَػ

ْ

ىا 

Orang-orang kafir dari golongan Ahlulkitab dan orang-orang 

musyrik tidak menginginkan diturunkannya kepadamu suatu 

kebaikan dari Tuhanmu. Akan tetapi, secara khusus Allah 

memberikan rahmat-Nya kepada orang yang Dia kehendaki. Allah 

pemilik karunia yang besar. 

Demikian pula dalam surat al-Bayyinah/98: 1 

                                        

 

 َخ َْيِّْهَْفِ ٌُ  َِْيْكِ

ِْ ٍُ ْ لاَو ِبَٰخِه

ْ

ىا ِو ْْ َ ا َْ ٌِ  اْوُرَفَز ََ ْحِ

َّ

لَّا َِ َُسي 

ًْ َ ل ِّتّٰ

 ُۙ ُثَِ ِ َّي

ْ

لْا ًُ ُٓ َِيت

ْ

َأح 

Orang-orang yang kufur dari golongan Ahlulkitab dan orang-orang 

musyrik tidak akan meninggalkan (kekufuran mereka) sampai 

datang kepada mereka bukti yang nyata. 

Bentuk w w „ tf yang menyambungkan antara kata Ahl al-

Kitâb dengan al-musyrikīn menandakan bahwa adanya perbedaan.54 

Mengenai ungkapan di dalam Al-Qur'an yang memisahkan Ahl al-

Kitâb dengan musrik, sebagaimana dalam Surat al-Baqarah/2: 105 

dan Surat al-Bayyinah/98: 1, al-Razi berpendapat bahwa jelas dalam 

ayat ini  terpisahkan, dan membedakan antara satu dengan yang 

lainya, yang menandakan adanya perbedaan.55 Lebih lanjut Rasyi 

Riḍa melihat ada  sisi kesamaan antara muslim dengan ahl 

alkitāb yang diungkapkan secara bebarengan di dalam ayat Al-

Qur'an, berbeda dengan ungkapan mushrik degan Ahl al-Kitâb yang 

tidak mempunyai tujuan sama, seperti dalam Firman Allah dalam 

Surat al-Baqarah/2: 62: 

 ْحِ

َّ

لَّاَو أْ ُِ ٌَ

َٰ

ا ََ ْحِ

َّ

لَّا َِّنا ِْمَٔ

ْ

لَّاَو ِ ِّللَِّاة ََ ٌَ

َٰ

ا َْ ٌَ  َْيْ ٕـِ ِـةا َّطلاَو ى َٰ َٰصَّٰلناَو اْوُدا َْ  ََ

 ًْ ُْ  

َ

لََو ًْ ِٓ ْي

َيَغ ٌْفَٔخ 

َ

لََو ۚ ًْ ِٓ ِ ّبَر َْدِِغ ًْ

ُْ ُرَْجا ًْ ُٓ ََيف اًِلْاَض َوٍِ ََغو ِرِخ

َٰ ْ

لَا

 َنْٔ َُُْزَي 

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, 

orang-orang Nasrani, dan orang-orang Sabiin, siapa saja (di antara 

mereka) yang beriman kepada Allah dan hari Akhir serta melakukan 

kebajikan (pasti) mendapat pahala dari Tuhannya, tidak ada rasa 

takut yang menimpa mereka dan mereka pun tidak bersedih hati. 

Dalam Surat al-Baqarah/2: 136: 

 َق َٰدِْشاَو َْوِيػ ٍَٰ ِْشاَو ًَ َْْٰرِةا 

ّّ

ِلَا َِلْزُُا ٓ ا ٌَ َو اَِ ْ

َ

ِلَّا َِلْزُُا ٓ ا ٌَ َو ِ ِّللَِّاة اَِّ ٌَ

َٰ

ا آْٔ ُ ل ْٔ ُك

 ۚ ًْ ِٓ ِ ّب َّر َْ ٌِ  َن ْٔ ُِّيبَّلنا َِتُِْوا ٓا

ٌَ َو َْٰسَيَِغو َْٰسُٰٔم َِتُِْوا ٓا ٌَ َو ِطاَتَْش

ْ

لَاَو  َُْٔلْػَيَو

 ٌِّ  ٍدََخا َْيَْب ُقِّرَفُج 

َ

لَ َنْٔ ٍُ ِيْصُم 

َ

ٰ َُ ْ

َ

نََو ۖ ًْ ُٓ ِْ 

                                        

 

Katakanlah (wahai orang-or ng y ng  erim n), “K mi  erim n 

kepada Allah, pada apa yang diturunkan kepada kami, pada apa 

y ng diturunk n kep d    r him,  sm il,  sh q, Y „qu  d n 

keturunannya, pada apa yang diberikan kepada Musa dan Isa, serta 

pada apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhan mereka. 

Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan 

(hanya) kepada-Ny  k mi  erser h diri.” 

Dalam Surat al-Ankabût/29: 46: 

  

َّ

ِلَا ِبَٰخِه

ْ

ىا َو ْْ َ ا آْٔ ُ ِلداَ

ُ

تُ 

َ

لََو  ًْ ُٓ ٌِِْ  أْ ٍُ َيَظ ََ ْحِ

َّ

لَّا 

َّ

ِلَا ۖ َُ َصَْخا َِهِ ِْتّٰ

َّىِاة

 َُ ْ

َ

نَ َّو ٌدِخاَو ًْ ُس ُٓ

َٰ

ِلاَو اَِ ُٓ

َٰ

ِلاَو ًْ ُْس

َ

ِلَّا َِلْزُُاَو اَِ ْ

َ

ِلَّا َِلْزُُا ْٓيِ

َّ

لَِّاة اَِّ ٌَ

َٰ

ا آْٔ ُ ل ْٔ ُكَو

 َنْٔ ٍُ ِيْصُم 

َ

ٰ 

Janganlah kamu mendebat Ahlulkitab melainkan dengan cara yang 

lebih baik, kecuali terhadap orang-orang yang berbuat zalim di 

 nt r  merek . K t k nl h, “K mi  erim n p d  (kit  ) y ng 

diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu. Tuhan 

kami dan Tuhanmu yaitu  satu. Hanya kepada-Nya kami berserah 

diri.” 

Dan masih sekian banyak ayat yang mejelaskan bahwa antara 

muslim dan Ahl al-Kitâb Tuhan-nya satu.56 Selanjutnya, Rashid 

Riḍa berpendapat bahwa bukan hanya Yahudi dan Nasrani saja yang 

disebut sebagai Ahl al-Kitâb dan tidak musyrik, tetapi bagi kaum 

Majusi, mereka juga disebut sebagai Ahl al-Kitâb. Hal ini  

sebab  Majusi disebut-sebut oleh sebagian fuqaha mereka 

mempunyai shibh al-kitâb. Jadi, pendapat tentang bahwa mereka 

tidak mempunyai kitab sehingga disebut sebagai mushrik tidak 

demikian dengan Tafsir al-Manar. Seperti Firman Allah Surat al-

Ḥajj/22: 17: 

 ِ ةا َّطلاَو اْوُدا َْ  ََ ْحِ

َّ

لَّاَو أْ ُِ ٌَ

َٰ

ا ََ ْحِ

َّ

لَّا َِّنا ََ ْحِ

َّ

لَّاَو َْسُٔج ٍَ

ْ

لاَو ى َٰ َٰصَّٰلناَو َْيْ ٕـِ

 ٌْديِٓ َش ٍء ْ

ََ  ِ

ّ ُُ  

َٰ

َعَ َ ِّللَّا َِّنا  ِث ٍَ َٰيِل

ْ

ىا َْمَٔي ًْ ُٓ َِ َْية ُوِطْفَح َ ِّللَّا َِّنا ۖآْٔ ُك ََْشْا 

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, 

Sabiin, Nasrani, Majusi, dan orang-orang yang menyekutukan Allah 

                                        

 

akan Allah berikan keputusan di antara mereka pada hari Kiamat. 

Sesungguhnya Allah menjadi saksi atas segala sesuatu. 

Bentuk w w „ ṭf sebagai kata penyambung menandakan 

adanya perbedaan.57 Bahkan lebih jauh lagi, Selain Majusi, golongan 

seperti Budha dan Brahma serta Konfusius yang dari pada mereka 

rasul dan kitab disebut juga sebagai Ahl al-Kitâb seperti hal nya 

Yahudi dan Nasrani yang diutus kepada mereka Rasul dan bagi 

mereka kitab pedoman. Walaupun mereka tidak disebutkan secara 

langsung dalam Al-Qur'an, sebagaimana kaum Yahudi, Nasrani, 

Majusi dan Sabiun, sebab  keterbatasan jangkauan yang 

diungkapkan dalam Al-Qur'an yang hanya mencakup sekitar jazirah 

Arab, sehingga kelompok yang berkembang diluar jazirah Arab 

sepeti Brahma, Budha dan juga Konfusius yang berkembang di India 

dan Cina tidak terjangkau dan tidak disebutkan di dalam Al-Qur'an. 

Hal senada diungkapkan oleh Abdul Hamid Hakim, ia 

mengecam pendapat yang mempersamakan antara Ahl al-Kitâb 

dengan musyrik. Baginya, Ahl al-Kitâb berbeda dengan musyrik, 

sebab  saat  Al-Qur'an menyebutkan para pemeluk agama (Islam, 

Yahudi, Nasrani, Sabi'in dan Majusi), Al-Qur'an menyebutkan 

orang-orang musyrik dalam satu golongan tertentu, dan Ahl al-Kitâb 

dalam golongan lain. Dalam hal ini, Ahl al-Kitâb sebenarnya tidak 

berbeda jauh dengan dari umat Islam, sebab  mereka juga beriman 

kepada Allah dan mengabdi kepadanya, mereka juga beriman 

kepada Nabi-Nabi dan kehidupan hari ahkirat dan hal-hal yang 

berkaitan dengan balasan (amal) baik dan melarang berbuat jahat.58 

Dengan demikian, perbuatan syirik yang yang dilakukan oleh Ahl al-

Kitâb dan sebagian umat Islam tidaklah menyebabkan mereka diberi 

predikat sebagai musyrik. Sebab predikat musyrik itu sendiri hanya 

diberikan kepada mereka yang memang ajaran dasarnya yaitu  

politeisme. 

Tentu pendapat ini berbeda jauh dengan asal makna Ahl al-

Kitâb, sebagaimana Wahbah Zuhayli berpendapat bahwa Ahl al-

Kitâb yang dimaksud di dalam al-Qur‟an yaitu  mereka yang 

mempercayai kitab suci Taurat dan Injil, bukan kitab suci-kitab suci 

sebelumnya, sebagaimana Ibnu Ashur mengatakan bahwa Ahl al-

Kitâb yaitu  penganut kitab Taurat dan Injil, sekalipun mereka 

bukan dari kalangan Bani Israil. Serta Qurais Shihab juga 

memahami bahwa Ahl al-Kitâb terbatas pada Yahudi dan Nasrani, 

                                        

kapan pun dan di mana pun dan dari keturunan apa pun. Penulis 

cenderung melihat bahwa, jika dijelaskan secara bahasa pengertian 

musyrik sebagaimana di jelaskan Rashid Riḍha tidak lah salah, 

sebab  ia melihat adanya pengungkapan yang terpisah antara 

kelompok musyrik dengan kelompok lain, tentu akan memberikan 

pengertian bahwa musyrik yaitu  sebutan bagi kelompok mereka 

yang benar-benar musyrik secara jelas yaitu musyrik Arab. Namun, 

jika yang dimaksud musyrik disini yaitu  perilaku dan perbuatan, 

sebagian dari Ahl al-Kitâb yang tidak lagi mempercayai Nabi 

Muhammad sebagai Rasul dan menyekutukan tuhan dengan 

menganggap Tuhan lain maka mereka telah syirik. Kelebihan Rashid 

Riḍa tidak menganggap bahwa ahl al-kitāb musyrik yaitu  untuk 

menghargai dan menghormati mereka yang masih beriman kepada 

kitab suci mereka yang benar, serta mengakui kenabian Muhammad, 

serta seruan Al-Qur'an. Sedangkan sebagian mereka yang mengikuti 

hawa nafsu dengan merasa paling benar, mereka benar-benar telah 

sesat dan fasik serta kafir. 

b. Kufr (kafir)  

Secara literal, kata kufr berasal dari akar kata ka, fa, ra yang 

berarti menutupi. Term kufr dalam berbagai bentuk kata jadiannya di 

dalam Al-Qur'an ditemukan sebanyak 535 kali. Secara umum, 

pengertian kufr di dalam Al-Qur'an dapat dikembalikan pengertianya 

sesuai dengan bahasa yang digunakan, misalnya: 

1) Kafuur, yang berarti kelompok yang menutupi buah. Term 

ini  hanya muncul satu kali di dalam Al-Qur'an yaitu dalam 

surat al-Insan/76: 5, yang diartikan sebagai nama suatu mata air 

di Surga yang airnya putih, baunya sedap serta enak rasanya.59 

2) Kuffār (bentuk jamak dari kafir), ada  dalam surat al-Hadid 

(57): yang berarti para petani.  

3) K ffār h, yang berarti denda penebus dosa atau kesalahan 

tertentu, yang muncul 4 kali didalam Al-Qur'an dalam Surat al-

Mâidah/5: 45, 89 dan 95, kaffārah dalam ayat ini  diberikan 

dalam bentuk sedekah atau berpuasa.  

4) Kaffara, yukaffiru berarti menutupi, menghapuskan atau 

menghilangkan. Kata ini  terulang sebanyak 14 kali dalam 

Al-Qur'an. Yang semuanya berkaitan dengan penghapusan 

dosa.

                                     

 

Dengan penjelasan di atas, menunjukkan bahwa tidak 

selamanya term kufr menunjuk kepada pengingkaran terhadap Allah 

dan Rasul nya. Dengan artian, bahwa kufur tidak hanya ditujukan 

kepada orang-orang ateis, non-Muslim lainya, tetapi orang muslim 

pun dapat dikategorikan kufr jika merujuk pada suatu pengertian 

tertentu.61 

Secara terminologi hukum, para ulama belum sepakat terkait 

batasan kafir. Hal ini disebabkan sebab  adanya pebedaan tentang 

batasan iman. Salah saru batasan yang paling umum, sebagaimana 

diungkapkan oleh kalangan Asy‟ariyah yaitu  imān diartikan 

sebagai pembenaran terhadap Rasulullah berikut ajaran-ajaran yang 

dibawanya. Sedang kufr yaitu  kebalikan dari hal ini , yakni 

pendustaan (penolakan) terhadap Rasulullah dan ajaran-ajaran yang 

dibawa olehnya.62 

 Dengan pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwa 

seseorang diberi predikat kufr apabila mendustakan kerasulan 

Muhammad .dan ajaran-ajaran yang yang dibawanya. Dengan 

perkataan lain, predikat ini  diberikan kepada mereka yang tidak 

menerima Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad . dan Al-Qur'an 

sebagai pedoman hidupnya.63 

 Sedangkan Menurut Rashid Riḍa, kafir merupakan perbuatan 

yang tidak mengakui tiga unsur yaitu, kitab Allah, hukum dan nabi, 

dalam hal ini ungkapan kafir yaitu  bagi meraka orang-orang 

musyrik Arab ahl al-makkah, mereka sebelumnya telah diseru untuk 

beriman dan mengikuti ajakan Rasulullah, tetapi mereka tidak 

mengikuti dan tetap di jalan kemusyrikan.64 sebab  mereka dari awal 

memang sudah musyrik dan kafir dengan menyembah berhala dan 

mengingkari kenabian Muhammad, yang terlihat dari syirik dan 

kekafiran Ahl al-Kitâb bukanlah mereka seperti yang terlihat, sebab  

asal dari ahl alkitāb bukanlah orang-orang musrik. 

Tentang kekafiran Ahl al-Kitâb Rashid Riḍa mengungkapkan 

tentang ayat Al-Qur'an yang mengisyaratkan akan kekafiran mereka 

yaitu dalam Surat al-Mâidah/5: 64: 

                                        

 َو ُه ََٰدي َْوة  ۘأْ ُ لاَك ا ٍَ ِ ة أْ ُِ ِػ

ُىَو ًْ ِٓ ْ يِْدَيا ْج

َّيُغٗۗ ٌَثى ْٔ ُيْغ ٌَ  ِ ِّللَّا َُدي ُْدٔ ُٓ َ

ْ

لَّا َِجىاَك

 َْ ٌِ  َْم

َ

ِلَّا َلِْزُُا 

ٓ ا ٌَّ  ًْ ُٓ ِِْ ٌّ  ا ًِْيْرَن َّنَْديَِيَ

َىَو ٗۗ ُءۤاََشي َْفيَن ُِقْفُِح ُۙ ِ

َٰتَْؼُْٔصب ٌَ

 َل

ْ

َىاَو ٗۗاًرْفُزَّو ًاُاَيْغُؼ َِمّب َّر  ِث ٍَ َٰيِل

ْ

ىا ِْمَٔي 

َٰ

ِلَا َءۤاَغْغَ

ْ

لْاَو َةَواَدَػ

ْ

ىا ًُ ُٓ َِ َْية اَِ ْي

 

َ

لَ ُ ِّللَّاَو ٗۗاًداََصف ِْضر

َ ْلَا ِفِ َنْٔ َػَْصيَوُۙ ُ ِّللَّا ا َْ َاَفَْؼا  ِْرَد

ْ

ِيّى اًرَاُ اْوُدَكَْوا ٓا ٍَ َُّكَ

 ََ ْحِدِصْف ٍُ

ْ

لا ُِّبُي 

Orang-or ng Y hudi  erk t , “T ng n  ll h ter elenggu (kikir).” 

Sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu. Mereka dilaknat 

disebabkan apa yang telah mereka katakan. Sebaliknya, kedua 

tangan-Nya terbuka (Maha Pemurah). Dia memberi rezeki 

sebagaimana Dia kehendaki. (Al-Qur'an) yang diturunkan 

kepadamu dari Tuhanmu itu pasti akan menambah kedurhakaan dan 

kekufuran bagi kebanyakan mereka. Kami timbulkan permusuhan 

dan kebencian di antara mereka sampai hari Kiamat. Setiap kali 

mereka menyalakan api peperangan, Allah memadamkannya. 

Mereka berusaha (menimbulkan) kerusakan di bumi. Allah tidak 

menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. 

Dalam Tafsir al-Manar dijelaskan bahwa ayat ini ditujukan 

kepada Ahl al-Kitâb, yaitu mereka yang kafir dan tidak mengikuti 

Al-Qur'an , sebab  mereka tidak mengganggap bahwa Al-Qur'an 

yaitu  kitab pelengkap agama dan Nabi Muhammad  sebagai rasul 

yang diutus sebagai nabi yang terakhir dan pelengkap dari nabi-nabi 

sebelumnya. Mereka (Ahl al-Kitâb) tetap dalam keimanan yang 

benar yaitu tauhīd kepada Allah, tetapi tidak dengan rasul, dan amal-

amal yang diperintahkan dalam Al-Qur'an , hal ini  terjadi 

sebab  kebiasaan mereka terjadap tradisi Pagan, ta‟asub yang 

berlebihan terhadap ajaran mereka, kebiasaan mereka dalam 

menentang kebijakan, sehingga mereka tidak melihat Al-Qur'an 

sebagai petunjuk, mereka tidak memegang teguh ajaran agama 

mereka, sehingga mereka tidak mengakui Islam dan ke-Esa-an 

Allah, dan mereka melihat Islam kecuali yaitu  sebuah musuh dan 

ancaman, dan menjadikan mereka semakin kufur dan benci.65 

Al-Qur'an juga secara ekplisit telah menyebutkan bentuk 

kekafiran mereka, seperti dalam Firman Allah dalam Surat al-

Baqarah/2: 89: 

                                        

 

 ُْوتَر َْ ٌِ  أْ َُُكََو ُۙ ًْ ُٓ َػ ٌَ  ا ٍَ ِ

ّ

ل ٌق ِّدَطُم ِ ِّللَّا ِْدِِغ َْ ِ ٌّ  ٌبَِٰخن ًْ ُْ َءۤاَج ا ٍَّ

َ لَو

  ِّۖة اْوُرَفَز أْ ُفَرَغ ا ٌَّ  ًْ ُْ َءۤاَج ا ٍَّ ََيف ۚاْوُرَفَز ََ ْحِ

َّ

لَّا 

َ

َعَ َنْٔ ُِدخْفَخَْصي

 ََ ْيِرِف

َٰس

ْ

ىا 

َ

َعَ ِ ِّللَّا ُثَِ ْػََيف 

Setelah sampai kepada mereka Kitab (Al-Qur'an) dari Allah yang 

membenarkan apa yang ada pada mereka, sedangkan sebelumnya 

mereka memohon kemenangan atas orang-orang kafir, ternyata 

setelah sampai kepada mereka apa yang telah mereka ketahui itu, 

mereka mengingkarinya. Maka, laknat Allahlah terhadap orang-

orang yang ingkar. 

Begitu juga dengan pendapat yang diungkapkan oleh Rashid 

Riḍa, tentang beberapa ayat yang menyatakan bahwa Ahl al-Kitâb 

telah kufr, dalam Firman Allah Surat Ali Imrân/3: 70: 

 ِجَٰيَِٰاة َنْوُرُفَْسح ًَ ِ ل ِبَٰخِه

ْ

ىا َو ْْ َاّّ ي َنْوُد َٓ َْشت ًْ ُخَْجاَو ِ ِّللَّا 

Wahai Ahlulkitab, mengapa kamu mengingkari ayat-ayat Allah, 

padahal kamu mengetahui (kebenarannya)? 

Menurut al-Razi, ayat ini  ditujukan kepada kelompok 

yang diturunkan kepada mereka kitab Taurat untuk mengimani 

kenabian Muhammad, tidak hanya kepada kaum yang diturunkan 

kepada mereka kitab Taurat, tetapi juga bagi kaum yang diturunkan 

kitab Injil yang lebih umum kepada yang mendapatkan kedua kitab 

ini . Lafaẓ kufur dalam ayat ini  ditujukan kepada mereka 

yang tidak mengamalkan keimanan terhadap kenabian Muhammad  

dan apa yang dijelaskan oleh Al-Qur'an.66 

Namun Rashid Riḍa masih membedakan antara Ahl al-Kitâb 

yang beriman dengan yang fasik dan kafir. sebab  ungkapan kufr 

atau pun fasik tidak berarti semua ahl al-kitāb demikian, tetapi 

mereka hanya sebagian yang fasik sebab  keluar dari ajaran Nasrani 

dan Yahudi yaitu dari kitab mereka, sebagaimana dalam Surat ali-

Imrân/3: 110: 

                                        

 

 ُا َْيَْخ ًْ ُْخُِن ِرَْهِ ٍُ

ْ

لا َِ َغ َن

ْٔ َٓ َِْتَو ِْفوُرْػ ٍَ

ْ

لِاة َنْوُرُم

ْ

َأح ِساَِّ ِيل ْجَِجرُْخا ٍث ٌَّ

 َنْٔ ُِ ٌِ ْؤ ٍُ

ْ

لا ًُ ُٓ ٌِِْ  ٗۗ ًْ ُٓ

َّ

ل اًْيَْخ َنَكََى ِبَٰخِه

ْ

ىا ُو ْْ َ ا ََ ٌَ

َٰ

ا ْٔ َ لَو ٗۗ ِ ِّللَِّاة َنْٔ ُِ ٌِ ُْؤحَو

 َنْٔ ُلِص َٰف

ْ

ىا ًُ ُْ َُثَْزاَو 

 Kamu (umat Islam) yaitu  umat terbaik yang dilahirkan untuk 

manusia (selama) kamu menyuruh (berbuat) yang makruf, 

mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. 

Seandainya Ahlulkitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. 

Di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka yaitu  

orang-orang fasik. 

Dari ayat ini  mengisyaratkan bahwa lafaẓ awal 

menandakan keimanan mereka, tetapi sebagian dari mereka fasik 

sebab  perbuatan mereka yang tidak megikuti dan mempercayai 

ajakan Rasulullah.67 

Rashid Riḍa menambahkan, bahwa masih banyak Ahl al-Kitâb 

yang menjaga ke-Esa-an Allah, mereka tidak menngikuti keburukan, 

dan melihat Al-Qur'an sebagai kitab petunjuk yang benar dari Allah, 

serta mengimani kenabian Muhammad  sebagai nabi terakhir yang 

membawa berita gembira dari kitab yang diajarkanya, merekalah 

yang melihat dengan sebaik-baik penglihatan.68 

 Maka mereka yang ingkar terhadap Allah dan kenabian 

Muhammad serta kitab Al-Qur'an yang dibawa oleh Muhammad  

yaitu  orang-orang musyrik dan kafir, sedangkan ahl al-kitāb yaitu  

mereka yang telah diturunkan kitab dan meyakini kenabian 

Muhammad sebagai nabi penutup semua nabi dan membawa kitab 

Al-Qur'an sebagai petunjuk kebenaran. 

Walaupun Ahl al-Kitâb telah kafir, dengan berbagai dalil Al-

Qur'an yang menandakan kekafiran mereka, yaitu sebab  mereka 

mereka telah mengingkari kenabian Muhammad , dan tidak megikuti 

petunjuk kitab mereka untuk beriman kepada nabi terakhir yaitu nabi 

Muhammad  dan Al-Qur'an , tapi tidak semua Ahl al-Kitâb berbuat 

demikian, sebagian dari mereka ada yang beriman dan masuk Islam. 

Sehingga Rashid Riḍa memandang bahwa bukan asalnya mereka 

yang kafir, tapi sebab  kefasikan mereka sehingga mereka menjadi 

kafir. 

                                        

 

B. Implikasi Ahl al-Kitâb Atas Umat Islam dalam Kehidupan Sosial 

menurut Tafsir al-Manar  

Setelah membahas tentang term Ahl al-Kitâb dalam Tafsir al-Manar, 

yakni tentang status Ahl al-Kitâb dalam Al-Qur'an dan beberapa kriteria 

Ahl al-Kitâb dalam Al-Qur'an. Kemudian akan dibahas terkait hubungan 

yang terjadi diantara Ahl al-Kitâb dengan muslim yang ada  di dalam 

Al-Qur'an berdasarkan pandangan Rasyid Ridha. Kontekstualisasi term 

Ahl al-Kitâb di dalam Al-Qur'an dengan muslim dilihat memiliki banyak 

relevansi yang kuat, sebagaimana yang telah diterangkan sebelumnya 

bahwa Allah  menghubungkan term orang yang beriman dengan Ahl al-

Kitâb kedalam satu ayat yang sama guna mencapai satu tujuan yang sama, 

seperti yang ada  di dalam Surar al-Baqarah/2: 62: 

 ِرِخ

َٰ ْ

لَا ِْمَٔ

ْ

لَّاَو ِ ِّللَِّاة ََ ٌَ

َٰ

ا َْ ٌَ  َْيْ ٕـِ ِـةا َّطلاَو ى َٰ َٰصَّٰلناَو اْوُدا َْ  ََ ْحِ

َّ

لَّاَو أْ ُِ ٌَ

َٰ

ا ََ ْحِ

َّ

لَّا َِّنا

 ًِلْاَض َوٍِ ََغو َنْٔ َُُْزَي ًْ ُْ  

َ

لََو ًْ ِٓ ْي

َيَغ ٌْفَٔخ 

َ

لََو ۚ ًْ ِٓ ِ ّبَر َْدِِغ ًْ

ُْ ُرَْجا ًْ ُٓ ََيف ا 

 Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-

orang Nasrani, dan orang-orang Sabiin,) siapa saja (di antara mereka) 

yang beriman kepada Allah dan hari Akhir serta melakukan kebajikan 

(pasti) mendapat pahala dari Tuhannya, tidak ada rasa takut yang 

menimpa mereka dan mereka pun tidak bersedih hati. 

Berdasarkan ayat diatas, seorang muslim tidak selayaknya untuk 

menjauhi bahkan memusuhi orang-orang yang berbeda agama dengannya, 

Sebab dalam berinteraksi sosial, Islam tidak mendiskriminasi seseorang 

lantaran agamanya. Hal demikian dijelaskan melalui firman Allah pada 

Surar al-Mumtahanah/60: 8-9: 

 َْ ِ ٌّ  ًْ ُْزُِٔجْرُيَّ ًْ َ لَو َِ

ْ يِّلدا ِفِ ًْ ُْزُِٔيحاَلُح ًْ

َ ل ََ ْحِ

َّ

لَّا َِ َغ 

ُ ِّللَّا ًُ ُسى َٰٓ َِْح 

َ

لَ

 ُ ِّللَّا ًُ ُسى َٰٓ َِْح ا ٍَ َِّجا َْيِْؽِصْل ٍُ

ْ

لا ُِّبُي َ ِّللَّا َِّنا ٗۗ ًْ ِٓ ْ

َ

ِلَّا آْٔ ُؽِصْلُتَو ًْ ُْ ْو َُّبَِت َْنا ًْ ُِكرَاِيد

 ًْ ُْزَُٔيحاَك ََ ْحِ

َّ

لَّا َِ َغ  

ّّ

َعَ اْوُر َْ اَظَو ًْ ُِكرَاِيد َْ ِ ٌّ  ًْ ُْزَُٔجرَْخاَو َِ

ْيِّلدا ِفِ

 َنْٔ ٍُ ِي ِّظىا ًُ ُْ  َمِٕى

َٰۤ ىُواَف ًْ ُٓ

َّ

ل َٔ َخ َّح َْ ٌَ َو ۚ ًْ ُْ ْٔ

َّى َٔ َح َْنا ًْ ُسِجاَرِْخا 

 Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap 

orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak 

mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai 

orang-orang yang berlaku adil. 9. Sesungguhnya Allah hanya 

melarangmu (berteman akrab) dengan orang-orang yang memerangimu 

136 

 

dalam urusan agama, mengusirmu dari kampung halamanmu, dan 

membantu (orang lain) dalam mengusirmu. Siapa yang menjadikan 

mereka sebagai teman akrab, mereka itulah orang-orang yang zalim. 

Ayat ini  dapat dipahami bahwa Al-Qur'an tidak menjadikan 

perbedaan agama sebagai alasan untuk tidak menjalin hubungan kerja 

sama, apalagi mengambil sikap tidak bersahabat. Al-Qur'an sama sekali 

tidak melarang seorang muslim untuk berbuat baik dan memberikan 

sebagian hartanya kepada siapapun, selama mereka tidak memerangi 

kaum muslimin dengan motivasi keagamaan atau mengusir kaum 

muslimin dari negeri mereka.69 

Meskipun demikian uraian terkait seputar hubungan muslim dengan 

Ahl al-Kitâb mempunyai pembahasan tersendiri,, sebab  ada  beberapa 

ketentuan khusus yang berkaitan dengan mereka yang oleh Al-Qur'an 

tidak diperlakukan terhadap umat lain. Ada dua masalah pokok yang 

dikaji oleh para fukaha saat  berbicara mengenai Ahl al-Kitâb, seperti 

permasalahan sembelihan yang dihidangkan oleh Ahl al-Kitâb dan 

hubungan pernikahan dengan Ahl al-Kitâb Hal ini dilandasi oleh Surat al-

Mâidah/5: 5: 

 ًْ ُس ٌُ اَػَؼَو ۖ ًْ ُسَّى ٌّوِخ َبَٰخِه

ْ

ىا ٔا ُحُْوا ََ ْحِ

َّ

لَّا ُماَػَؼَو ُٗۗجَِٰتّي َّؽىا ًُ َُسى َّوُِخا َْمَٔ

ْ

َلَّا

 َْ ٌِ  َبَٰخِه

ْ

ىا ٔا ُحُْوا ََ ْحِ

َّ

لَّا ََ ٌِ  ُجََِٰطْد ٍُ

ْ

لاَو ِجٌَِِٰ ْؤ ٍُ

ْ

لا ََ ٌِ  ُجََِٰطْد ٍُ

ْ

لاَو ۖ ًْ ُٓ

َّ

ل ٌّوِخ

 ْٔ ُُجا ََّ ُْ ْٔ ٍُ ُْخَيح

َٰ

ا ٓ اَِذا ًْ ُِسْيتَر  ٍناَدَْخا ْٓيِذِخَّخ ٌُ  

َ

لََو َْيِْدِف َٰصُم َْيَْد َِْيِِْْطُمُ ََّ ُْ َر

 ََ ْيِِسِ

َٰ ْلْا ََ ٌِ  ِةَرِخ

َٰ ْ

لَا ِفِ َٔ ُْ َو ُّۖي ٍَ َخ َِػتَخ ْدَلَذ ِنا ٍَ ِْح

ْ

لَِاة ْرُفْسَّي َْ ٌَ َو 

Pada hari ini dihalalkan bagimu segala (makanan) yang baik. Makanan 

(sembelihan) Ahlulkitab itu halal bagimu dan makananmu halal (juga) 

bagi mereka. (Dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-perempuan yang 

menjaga kehormatan di antara perempuan-perempuan yang beriman dan 

perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara orang-orang 

yang diberi kitab suci sebelum kamu, apabila kamu membayar maskawin 

mereka untuk menikahinya, tidak dengan maksud berzina, dan tidak untuk 

menjadikan (mereka) pasangan gelap (gundik). Siapa yang kufur setelah 

beriman, maka sungguh sia-sia amalnya dan di akhirat dia termasuk 

orang-orang yang rugi. 

                                        

 

Maka dalam hal ini penulis ingin menguraikan terkait penafsiran 

Rasyid Ridha di dalam karyanya yakni Tafsir al-Manar, terkait kedua hal 

ini , sebagai berikut: 

1. Sembelihan yang dihidangkan oleh Ahl al-Kitâb   

Terkait term makanan atau hidangan telah diungkapkan di dalam 

Bahasa Arab dengan sebutan al-th ‟ m.70 Sedangkan sembelihan di 

dalam Bahasa Arab disebut dengan al-dzabhu yang berarti membelah 

leher hewan. Term al-Th ‟ m di dalam Al-Qur'an dengan beragam 

bentuknya telah disebutkan sebanyak 48 kali71. Kata altha‟am 

merupakan ungkapan Bahasa Arab yang terdiri dari huruf th , „ yn, 

dan mim yang mengandung arti menikmati santapan makanan atau 

mencicipi makanan, sehingga dapat dikatakan bahwa sesuatu yang 

diminumpun dapat masuk kedalam kategori al-th ‟ m, 72 sebagaimana 

dalam Surat al-Baqarah/2: 249: 

 ُّ ٌِِْ   ََِشْ َْ ٍَ َذ ٍٍۚر َٓ َِ ِ ة ًْ ُْسِييَْخت ٌُ  َ ِّللَّا 

َِّنا َلاَك ِْدُِٔ ُ

ْ

لِْاة ُْتُٔلاَؼ َوَطَف ا ٍَّ ََيف

 أْ ُبِ

َِ َف  ۚهِدَِيبْۢ ًَثفْرُغ ََفَتَْدا َِ

ٌَ  

َّ

ِلَا ْٓ ِّنٌِ  

َُِّّاَف ُّ ٍْ َػْؽَح ًْ َّى َْ ٌَ َو ٍْۚ ِّنٌِ  َْسَيَيف

 ٗۗ ًْ ُٓ ِِْ ٌّ  ًْلَِيَيك 

َّ

ِلَا ُّ ٌِِْ َا

َ

لن ََثكاَؼ 

َ

لَ أْ ُ لاَك َّػ ٌَ  أْ ُِ ٌَ

َٰ

ا ََ ْحِ

َّ

لَّاَو َٔ ُْ  هَزَواَج ا ٍَّ ََيف

 ٍثَِئف َْ ِ ٌّ  ًْ َز ُۙ ِ ِّللَّا ٔا ُلَٰي ٌُّ  ًْ ُٓ ََّجا َن ْٔ ُِّ ُظَح ََ ْحِ

َّ

لَّا َلاَك ٗۗ هِْدُِٔ َُجو َْتُٔلاَِبِ َْمَٔ

ْ

لَّا

 ُ ِّللَّاَو ٗۗ ِ ِّللَّا ِْنِذِاةْۢ ًةَِْيْرَن ًثَِئف ْجَتَيَغ ٍَثْيِيَيك ََ ْيِِبِ

ِّطلا َع ٌَ   

Maka, saat  Talut keluar membawa bala tentara(-nya), dia berkata, 

“Sesungguhny   ll h  k n mengujimu deng n se u h sung i. M k , 

siapa yang meminum (airnya), sesungguhnya dia tidak termasuk 

(golongan)-ku. Siapa yang tidak meminumnya, sesungguhnya dia 

termasuk (golongan)-ku kecu li menciduk seciduk deng n t ng n.” 

Akan tetapi, mereka meminumnya kecuali sebagian kecil di antara 

mereka. saat  dia (Talut) dan orang-orang yang beriman bersamanya 

menye er ngi sung i itu, merek   erk t , “Kami tidak kuat lagi pada 

h ri ini mel w n J lut d n   l  tent r ny .” Merek  y ng mey kini 

  hw  merek   k n menemui  ll h  erk t , “ et p    ny k kelompok 

kecil meng l hk n kelompok  es r deng n izin  ll h.”  ll h  ers m  

orang-orang yang sabar.  

                                        

 

Sedangkan untuk kata atau lafaz yang menunjukkan kepada term 

sembelihan di dalam Al-Qur'an dirujuk kepada dua buah kata yaitu:  

a. Term ayat yang mengandung lafaz f ‟ qoruh  yang merupakan asal 

katanya ialah „ qoro yang berarti melukai, menyembelih, dan 

menggigit, lafaz ini ada  di dalam Al-Qur'an sebanyak 8 ayat 

yang tersebar di 7 surah dengan berbagai macam bentuknya.73 

b. Dan pada lafaz nahr yang ada  di dalam Surat al-Kautsar/108: 2. 

Lafaz ini berasal dari kata nahara yang mengandung arti 

menyembelih atau dada. Maksudnya yaitu  penyembelihan yang 

dilakukan didaerah dada hingga ke leher. Adapun derivasinya yakni 

intihar memiliki arti bunuh diri.74 Dapat disimpulkan secara umum, 

bahwa an-nahr diartikan dengan penyembelihan binatang sebagai 

bentuk syiar agama. 

Adapun pembahasan terkait hidangan atau makanan dari hasil 

sembelihan Ahl al-Kitâb yang diberikan kepada orang yang beriman, 

telah tercantum di dalam Al-Qur'an pada Surar al-Mâidah/5: 5: 

 ٌّوِخ َبَٰخِه

ْ

ىا ٔا ُحُْوا ََ ْحِ

َّ

لَّا ُماَػَؼَو ُٗۗجَِٰتّي َّؽىا ًُ َُسى َّوُِخا َْمَٔ

ْ

َلَّا

 ََ ٌِ  ُجََِٰطْد ٍُ

ْ

لاَو ِجٌَِِٰ ْؤ ٍُ

ْ

لا ََ ٌِ  ُجََِٰطْد ٍُ

ْ

لاَو ۖ ًْ ُٓ

َّ

ل ٌّوِخ ًْ ُس ٌُ اَػَؼَو ۖ ًْ ُسَّى

 ْٔ ُُجا ََّ ُْ ْٔ ٍُ ُْخَيح

َٰ

ا ٓ اَِذا ًْ ُِسْيتَر َْ ٌِ  َبَٰخِه

ْ

ىا أُحُْوا ََ ْحِ

َّ

لَّا َْيَْد َِْيِِْطُْمُ ََّ ُْ َر

 َِػتَخ ْدَلَذ ِنا ٍَ ِْح

ْ

لَِاة ْرُفْسَّي َْ ٌَ َو  ٍناَدَْخا ْٓيِذِخَّخ ٌُ  

َ

لََو َْيِْدِف َٰصُم

 ََ ْيِِسِ

َٰ ْلْا ََ ٌِ  ِةَرِخ

َٰ ْ

لَا ِفِ َٔ ُْ َو ۖ  ّ ُي ٍَ َخ 

Pada hari ini dihalalkan bagimu segala (makanan) yang baik. 

Makanan (sembelihan) Ahlulkitab itu halal bagimu dan makananmu 

halal (juga) bagi mereka. (Dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-

perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-

perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga 

kehormatan di antara orang-orang yang diberi kitab suci sebelum 

kamu, apabila kamu membayar maskawin mereka untuk menikahinya, 

tidak dengan maksud berzina, dan tidak untuk menjadikan (mereka) 

pasangan gelap (gundik). Siapa yang kufur setelah beriman, maka 

sungguh sia-sia amalnya dan di akhirat dia termasuk orang-orang 

yang rugi. 

                                        

 

Lafaz al-Th ‟ m yang ada  di dalam ayat ini diartikan sebagai 

sesembelihan, berdasarkan pendapat sebagian jumhur ulama‟ dan 

mufassir.  

Adapun al-Razi saat  menafsirkan lafaz ini, dia mengartikannya 

kedalam tiga arti yakni;  

a. sesembelihan Ahl al-Kitâb yang dihalalkan bagi kita umat muslim 

untuk dimakan, dan adapun sembelihan dari kaum Majusi tidak 

termasuk yang dihalalkan.  

b. Roti, buah-buahan dan sesuatu yang tidak dberfungsi untuk 

mencerdaskan otak, hal ini dikutip dari sebagian imam dari kalangan 

Zaidiyah,  

c. Seluruh jenis makanan. Kendati demikian, pendapat al-Razi yang 

paling rajih yaitu  sesembelihan.75 Sedangkan Rasyid Ridha, 

menjelaskan bahwa arti dari lafaz ini yaitu  sesembelihan, sebab 

selain daripada makanan atau hidangan sembelihan itu yaitu  halal 

berdasarkan kaidah asal makanan.76 

Adapun permasalah yang paling banyak diperselisihkan oleh para 

ulama‟ yaitu terkait hidangan atau makanan Ahl al-Kitâb, meskipun Al-

Qur'an telah jelas menyatakan akan kehalalan hidangan dari mereka, 

namun pemahaman para ulama‟ terkait hal ini berbeda-beda. Menurut 

Rasyid Ridha, pokok permasalahan yang timbul diantara para ulama‟ 

terkait hal ini disebab kan mereka berselisih tentang status 

kemusyrikan ahl al-kitab. Sebab Rasyid Ridha, menyatakan bahwa 

agama-agama lain yang tidak disebutkan oleh Al-Qur'an seperti Hindu, 

Budha dan Kong Fu Tse bukanlah termasuk musyrik disebabkan 

mereka dianggap mempunyai kitab sebagaimana kaum Yahudi dan 

Nasrani. Oleh sebab itu, dalam hal berinteraksi sosial kepada mereka 

terutama dalam hidangan sembelihan, menjadi suatu hal yang sangat 

sensitif dikalangan ulama. 

Rasyid Ridha menerangkan bahwa perbuatan syirik yang 

dilakukan oleh orangorang musyrik dalam hal penyembelihan hewan, 

seperti tidak menyebut nama Allah saat melakukan penyembelihan, 

melainkan menyebut tuhan lain yang mereka sembah, kemudian 

penyembelihan ini  dijadikan sesembahan kepada tuhan yang lain 

selain Allah. Kendati demikian, golongan Ahl al-Kitâb  tidaklah 

termasuk kedalam golongan musyrik, sebab mereka termasuk kedalam 

golongan yang mentauhidkan Allah, namun sebab  telah tersusupi di 

dalam ajaran mereka hal-hal yang berbau syirik. Hal ini yang 

menimbulkan pendapat bahwa memakan hidangan Ahl al-Kitâb dan 

                                        

 

menikahi wanita-wanita dari kalangan mereka tidaklah 

diperbolehkan.77 

Hal yang menjadi landasan ulama‟ terkait pengharaman hidangan 

sembelihan Ahl al-Kitâb serta menikah dengan mereka, yakni pengaitan 

unsur syirik di dalam ajaran mereka, sebagaimana yang diterangkan di 

dalam 2 ayat Al-Qur'an berikut ini: Surat at-Taubah/9: 31 

 ٓا ٌَ َو ۚ ًَ َيْرَم ََ ْبا َْحيِص ٍَ

ْ

لاَو ِ ِّللَّا ِنْوُد َْ ِ ٌّ  ًاةاَبَْرا ًْ ُٓ َجاَت ْْ ُرَو ًْ ُْ َراَتَْخا ا ْٓوُذَ

َّ

ِتَا

 َنْٔ ُكِ

ِْ ُ ي ا ٍَّ َخ َِّ َْٰدتُش ٗۗ َٔ ُْ  

َّ

ِلَا َ

َٰ

ِٰا ٓ

َ

لَ ۚاًدِخا َّو ا ًٓ

َٰ

ِلا ا ْٓوُدُتْػَِلَّ 

َّ

ِلَا ا ْٓوُرُِما 

Mereka menjadikan para rabi (Yahudi) dan para rahib (Nasrani) 

sebagai tuhan-tuhan selain Allah serta (Nasrani mempertuhankan) Al-

Masih putra Maryam. Padahal, mereka tidak diperintah, kecuali untuk 

menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada tuhan selain Dia. 

Mahasuci Dia dari apa yang mereka persekutukan. 

Dalam Surat al-Baqarah/2: 221 

 ْٔ َ ل َّو ٍثَكِ

ِْ ٌُّ  َْ ِ ٌّ  ٌْيَْخ ٌثَِ ٌِ ْؤ ٌُّ  ٌث ٌَ َ

َ

لََو ٗۗ ََّ ٌِ ُْؤي ِّتَّٰخ ِجَٰكِ

ِْ ٍُ ْ لا ٔا ُدِْهَِت 

َ

لََو

 َْ ِ ٌّ  ٌْيَْخ ٌَ ٌِ ْؤ ٌُّ  ٌْدتَػَىَو ٗۗ أْ ُِ ٌِ ُْؤي ِّتَّٰخ َِْيْكِ

ِْ ٍُ ْ لا ٔا ُدِْهُِت 

َ

لََو  ۚ ًْ ُْسخَتَجَْغا

 َمِٕى

َٰۤ ىُوا ٗۗ ًْ ُسَتَجَْغا ْٔ َ ل َّو ٍِك ِْ ٌُّ ِثَِّ َ

ْ

لْا 

َ

ِلَا آْٔ ُغَْدي ُ ِّللَّاَو  ِۖراَّلنا 

َ

ِلَا َن ْٔ ُغَْدي

 َنْوُر

َّ

نَذَخَح ًْ ُٓ َّيَػَى ِساَِّ ِيل ِّخَٰ ي

َٰ

ا ُ َِّيْبُيَو ُِِّْذِاة ِةَرِفْغ ٍَ

ْ

لاَو 

Janganlah kamu menikahi perempuan musyrik hingga mereka 

beriman! Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik 

daripada perempuan musyrik, meskipun dia menarik hatimu. Jangan 

pula kamu menikahkan laki-laki musyrik (dengan perempuan yang 

beriman) hingga mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki 

yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia 

menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah 

mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) 

menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil 

pelajaran. 

Kemudian juga para fuqoha atau ahli fiqih, menyatakan bahwa 

mereka Ahl al-Kitâb telah melakukan perubahan dan penyelewengan 

terhadap kitab suci mereka seperti Taurat dan Injil, serta mereka 

                                        

 

melupakan segala perintah yang telah diberikan kepada mereka. 

Adapun terkait hukum mengonsumsi hidangan atau makanan 

sembelihan Ahl al-Kitâb, ada  beberapa riwayat yang 

membolehkannya, yaitu  sebagai berikut: - Diriwayatkan oleh Ibnu 

Jarir dari Abu Darda‟ dan Ibnu Zaid bahwa mereka berdua ditanya 

tentang sembelihan Ahl al-Kitâb dari kalangan Nasrani di Gereja-

Gereja, kemudian mereka berdua berfatwa bahwa memakannya yaitu  

boleh. Lalu Ibnu Zaid mengatakan, “Allah telah menghalalkan 

makanan mereka kepada kita dan tidak ada pelarangan daripada itu”, 

sedangkan Abu Darda‟ ditanya tentang sembelihan kibas (domba) dari 

Gereja, kemudian Jurjus mengomentari terkait hal ini , “Tunjukilah 

mereka hidayah! apakah boleh kita memakan sembelihan itu ?”, 

kemudian Abu Darda‟ berkata, “Ya Allah, ampunkanlah mereka, sebab 

mereka yaitu  Ahl al-Kitâb, yang makanannya hal untuk kami dan 

makanan kami halal juga untuk mereka”. Kemudia dia 

memerintahkannya untuk memakan hidangan atau makanan 

sembelihan ini .78 

Diriwayatkan dari Ibnu Jarir dan Ibnu Mundzir dan Ibnu Abi 

Hatim dan Nuhas dan Baihaqi dalam sunannya dari Ibnu Abbas. Bahwa 

pembolehan ini berdasarkan daripada firman Allah pada Surat al-

Mâidah/5: 5: 

 ٌّوِخ َبَٰخِه

ْ

ىا ٔا ُحُْوا ََ ْحِ

َّ

لَّا ُماَػَؼَو ُٗۗجَِٰتّي َّؽىا ًُ َُسى َّوُِخا َْمَٔ

ْ

َلَّا

 ََ ٌِ  ُجََِٰطْد ٍُ

ْ

لاَو ِجٌَِِٰ ْؤ ٍُ

ْ

لا ََ ٌِ  ُجََِٰطْد ٍُ

ْ

لاَو ۖ ًْ ُٓ

َّ

ل ٌّوِخ ًْ ُس ٌُ اَػَؼَو ۖ ًْ ُسَّى

 ْٔ ُُجا ََّ ُْ ْٔ ٍُ ُْخَيح

َٰ

ا ٓ اَِذا ًْ ُِسْيتَر َْ ٌِ  َبَٰخِه

ْ

ىا أُحُْوا ََ ْحِ

َّ

لَّا َْيَْد َِْيِِْطُْمُ ََّ ُْ َر

 َِػتَخ ْدَلَذ ِنا ٍَ ِْح

ْ

لَِاة ْرُفْسَّي َْ ٌَ َو  ٍناَدَْخا ْٓيِذِخَّخ ٌُ  

َ

لََو َْيِْدِف َٰصُم

 ََ ْيِِسِ

َٰ ْلْا ََ ٌِ  ِةَرِخ

َٰ ْ

لَا ِفِ َٔ ُْ َو ُّۖي ٍَ َخ 

Pada hari ini dihalalkan bagimu segala (makanan) yang baik. 

Makanan (sembelihan) Ahlulkitab itu halal bagimu dan makananmu 

halal (juga) bagi mereka. (Dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-

perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-

perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga 

kehormatan di antara orang-orang yang diberi kitab suci sebelum 

kamu, apabila kamu membayar maskawin mereka untuk menikahinya, 

tidak dengan maksud berzina, dan tidak untuk menjadikan (mereka) 

                                        

 

pasangan gelap (gundik). Siapa yang kufur setelah beriman, maka 

sungguh sia-sia amalnya dan di akhirat dia termasuk orang-orang 

yang rugi. 

Adapun yang dimaksud pada ayat ini yaitu  sesembelihan 

mereka. Kemudian perawi lain yang menyatakan hal yang sama yaitu 

Abdu ibnu Hamid. Timbulnya beberapa riwayat yang memperbolehkan 

untuk memakan hidangan sembelihan dari Ahl al-Kitâb di atas, 

dilandasi oleh suatu kisah yang terjadi di masa Rasulullah. Pada saat ini 

Nabi Muhammad. pernah memakan hidangan sembelihan kambing dari 

seorang perempuan dari kalangan Yahudi, dan dia meletakkan racun di 

dalam daging sembelihan itu agar Nabi Muhammad. meninggal dunia. 

Kemudian juga para sahabat yang memakan hidangan sembelihan dari 

kaum Nasrani di Syam, kecuali hidangan yang diberikan oleh Bani 

Taghlib, yang asal-usul agama mereka tidak diketahui meskipun 

mereka mengklaim bahwa mereka bagian dari kaum Nasrani.79 

Sementara itu, ada  pula pendapat yang membolehkan 

memakan sembelihan Ahl al-Kitâb dengan syarat-syarat tertentu. 

Pendapat demikian, di antaranya, yang dikemukakan oleh Syekh „Abd 

al-Majid Salim, “Sesungguhnya, makanan yang diimpor dari negeri-

negeri Ahl al-Kitâb halal selama tidak diketahui bahwa mereka 

menyebut selain nama Allah atasnya, atau disembelih bukan 

sembelihan secara Islami, seperti mencekik atau memukul, serta faktor 

yang lebih penting lagi yaitu  selama tidak diketahui bahwa hal 

ini  berasal dari babi, bangkai, dan darah.” 

2. Hubungan pernikahan dengan Ahl al-Kitâb   

Setelah meneliti bahasan terkait salah satu hubungan sosial antara 

Ahl al-Kitâb dengan muslim yakni dalam hal hidangan sembelihan, 

kemudian timbul interaksi sosial lain yang juga menjadi suatu 

permasalahan yang terjadi hingga saat ini dikalangan para ulama‟. 

Adapun permasalahan itu terkait hubungan pernikahan yang terjadi 

diantara ahl al-ktiab dengan muslim. Menikah merupakah salah satu 

kegiatan sosial yang menghubungkan antara laki-laki dan perempuan 

untuk menjalani kehidupan bersama dalam suatu ikatan yang sah 

berdasarkan ketentuan syariat agama. Secara bahasa, nikah artinya al-

j m‟u atau al-dhammu yang artinya kumpul. Jadi, istilah pernikahan 

dapat diartikan sebagai aqdu al-tazwij yang berarti akad nikah. Juga 

dapat diartikan sebagai w th‟u  l-zaujah yang berarti menyetubuhi 

istrii. Hal ini  diungkapkan pula oleh Hakim, bahwa kata nikah 

berasal dari Bahasa Arab “nikahun” yang merupakan mashdar dari 

“nakaha”, yang bersinonim “tazawwaja”. Kata nikah merupakan kata 

                                        

 

serapan asli dari Al-Qur'an yang diterjemahkan ke dalam Bahasa 

Indonesia dan sampai saat ini dipergunakan oleh umat Muslim.80 

Kata an-nikâh dalam berbagai bentuknya ditemukan sebanyak 23 

kali dalam Al-Qur'an, yang secara umum, kandungan maknanya dapat 

dikembalikan kepada pengertian bahasa sedangkan kata al-Jauz dalam 

berbagai bentuk kata jadiannya ditemukan sebanyak 81 kali dalam Al-

Qur'an , pengertian secara umum menunjuk kepada pasangan, termasuk 

di dalamnya pasangan suami-istri. Allah  telah menerangkan di dalam 

beberapa ayat Al-Qur'an terkait dengan hubungan pernikahan antara 

laki-laki dan perempuan. Maka dalam hal ini, ada  dua term ayat 

yang mengandung unsur pernikahan ini  yaitu term an-nikâh dan 

al-jauz. Term al-nikah mengandung arti akad atau perjanjian, dan dapat 

diqiyaskan sebagai hubungan seksual., sedangkan al-jauz mengandung 

arti segala sesuatu yang mempunyai pasangan, seperti laki-laki dengan 

perempuan bahkan dikatakan juga seperti sandal yang berpasangan, dan 

setiap hal yang mempunyai hubungan yang dekat dengan hal lain 

bahkan memiliki kesamaan.81 Sebagaimana yang terkandung di dalam 

Surat al-Qiyamah/75: 39: 

  َْٰثُ

ُ ْلَاَو َرَن َّلَّا ِْيَْْجو َّزلا ُّ ٌِِْ  َوَػَج

َف 

Lalu, Dia menjadikan darinya sepasang laki-laki dan perempuan.  

Dalam hubungan pernikahan antara laki-laki dan perempuan di 

dalam Islam, memiliki perhatian yang sangat besar bahkan dikatakan 

juga sebagai sesuatu yang sakral. Sebab pernikahan merupakan salah 

satu bentuk ibadah kepada Allah dengan mengikuti sunnah Rasulullah. 

dan juga dikatakan sebagai pelengkap bagi iman seseorang, sebab 

dilakukan atas dasar keikhlasan serta mengharap ridha Allah. 

Pernikahan yang terjadi antara seorang muslim dan muslimah, tidaklah 

menjadi suatu permasalahan yang dapat menimbulkan perdebatan dan 

perselisihan diantara para ulama‟ maupun cendekiawan muslim. 

Namun, hal yang menjadi topik permasalahannya yaitu  saat  seorang 

muslim atau muslimah menikah dengan Ahl al-Kitâb seperti Yahudi 

dan Nasrani. 

Maka dalam uraian permasalahan ini, secara khusus akan dibahas 

dari sisi pernikahan antara laki-laki muslim dengan perempuan Ahl al-

Kitâb. Disebab kan landasan ayat Al-Qur'an daripada pembahasan ini, 

yaitu Surat al-Mâidah/5: 5: 

                                        

 

 ٌّوِخ َبَٰخِه

ْ

ىا ٔا ُحُْوا ََ ْحِ

َّ

لَّا ُماَػَؼَو ُٗۗجَِٰتّي َّؽىا ًُ َُسى َّوُِخا َْمَٔ

ْ

َلَّا

 ََ ٌِ  ُجََِٰطْد ٍُ

ْ

لاَو ِجٌَِِٰ ْؤ ٍُ

ْ

لا ََ ٌِ  ُجََِٰطْد ٍُ

ْ

لاَو ۖ ًْ ُٓ

َّ

ل ٌّوِخ ًْ ُس ٌُ اَػَؼَو ۖ ًْ ُسَّى

 ْٔ ُُجا ََّ ُْ ْٔ ٍُ ُْخَيح

َٰ

ا ٓ اَِذا ًْ ُِسْيتَر َْ ٌِ  َبَٰخِه

ْ

ىا أُحُْوا ََ ْحِ

َّ

لَّا َْيَْد َِْيِِْطُْمُ ََّ ُْ َر

 َِػتَخ ْدَلَذ ِنا ٍَ ِْح

ْ

لَِاة ْرُفْسَّي َْ ٌَ َو  ٍناَدَْخا ْٓيِذِخَّخ ٌُ  

َ

لََو َْيِْدِف َٰصُم

 ََ ْيِِسِ

َٰ ْلْا ََ ٌِ  ِةَرِخ

َٰ ْ

لَا ِفِ َٔ ُْ َو ُّۖي ٍَ َخ 

Pada hari ini dihalalkan bagimu segala (makanan) yang baik. 

Makanan (sembelihan) Ahlulkitab itu halal bagimu dan makananmu 

halal (juga) bagi mereka. (Dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-

perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-

perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga 

kehormatan di antara orang-orang yang diberi kitab suci sebelum 

kamu, apabila kamu membayar maskawin mereka untuk menikahinya, 

tidak dengan maksud berzina, dan tidak untuk menjadikan (mereka) 

pasangan gelap (gundik). Siapa yang kufur setelah beriman, maka 

sungguh sia-sia amalnya dan di akhirat dia termasuk orang-orang 

yang rugi. 

Dimana ayat ini  hanya berbicara tentang bolehnya 

perkawinan laki-laki muslim dengan perempuan Ahl al-Kitâb, dan tidak 

sedikitpun menyinggung sebaliknya. Seandainya perkawinan semacam 

itu dibolehkan, maka ayat ini  akan menegaskannya.82 Lafaz 

muhshanat yang ada  di dalam ayat ini , menimbulkan 

pandangan yang berbeda dikalangan ulama‟. Kata ini  berakar kata 

dari huruf-huruf ha, sha, dan nun atau hashana yang secara literal 

berarti kokok, kuat, suci dari uatan tercela. Mengenai makna al-

muhshanât dalam al-muhshanât min alladzina utu al-kitab, banyak 

ulama yang berbeda pandangan terkait term ini , ada yang mengatakan 

bahwa lafaz al-muhshanat berarti perempuan yang merdeka atau yang 

mampu memelihara diri dan perempuan yang tidak pernah berzina.83 

Dalam hal ini al-Thabarsi misalnya, mengatakan bahwa yang 

dimaksud almuhshanat yaitu  mereka yang telah memeluk agama 

Islam. Sedangkan yang dimaksud dengan al-muhshanât min al-ladzîna 

âmanû yaitu  mereka yang sejak awal sudah mukmin sebab  terlahir 

dan keluarga muslim. Seorang ulama besar seperti Imam al-Syafi‟i 

                                        

 

berpendapat bahwa al-muhshanat disini berarti perempuan yang 

merdeka, lalu melarang untuk menikaihi kitabiyyat yang merdeka, hal 

ini dilandasi oleh Surat an-Nisa/4: 25: 

 ا ٌَّ  َْ ٍِ َف ِجٌَِِٰ ْؤ ٍُ

ْ

لا ِجََِٰطْد ٍُ

ْ

لا َحِْهِ َّح َْنا 

ً

لَْٔ َؼ ًْ ُْسٌِِ  ْعِؽَخَْصي ًْ َّى َْ ٌَ َو

 ٗۗ ًْ ُِسُا ٍَ ِْحِاة ًُ َيَْغا ُ ِّللَّاَو  ِجٌَِِٰ ْؤ ٍُ

ْ

لا ًُ ُِسخَٰيَخَذ َْ ِ ٌّ  ًْ ُُسُا ٍَ َْحا ْجََهيَم

 َو ََّ ِٓ ِي

ْْ َ ا ِْنِذِاة ََّ ُْ ْٔ ُدِْسَُاف ٍٍۚظْػَب ْۢ َْ ِ ٌّ  ًْ ُسُغْػَب ِْفوُرْػ ٍَ

ْ

لِاة ََّ ُْ َر ْٔ ُُجا ََّ ُْ ْٔ ُح

َٰ

ا

 َْيََْتا ِْناَف ََّ ِطُْخا آَِذاَف  ٍۚناَدَْخا ِت َٰذِخَّخ ٌُ  

َ

لَ َّو ٍج َٰدِف َٰصُم َْيَْد ٍجََِْٰطُمُ

 َِشَِخ َْ ٍَ ِ ل َِملَٰذ   ِاَذَػ

ْ

ىا ََ ٌِ  ِجََِٰطْد ٍُ

ْ

لا 

َ

َعَ ا ٌَ  ُفِْطُ ََّ ِٓ ْي

َيَػَذ ٍثَشِخاَِفة

 َاَو ٗۗ ًْ ُْسٌِِ  َجَِ َػ

ْ

ىا ًٌ ْيِخَّر ٌر ْٔ ُفَد ُ ِّللَّاَو ٗۗ ًْ ُسَّى ٌْيَْخ اْو ُِبَِْطح ْن 

 Siapa di antara kamu yang tidak mempunyai biaya untuk menikahi 

perempuan merdeka yang mukmin (boleh menikahi) perempuan 

mukmin dari para hamba sahaya yang kamu miliki. Allah lebih tahu 

tentang keimananmu. Sebagian kamu yaitu  sebagian dari yang lain 

(seketurunan dari Adam dan Hawa). Oleh sebab  itu, nikahilah mereka 

dengan izin keluarga (tuan) mereka dan berilah mereka maskawin 

dengan cara yang pantas, dalam keadaan mereka memelihara kesucian 

diri, bukan pezina dan bukan (pula) perempuan yang mengambil laki-

laki lain sebagai piaraannya. Apabila mereka telah berumah tangga 

(bersuami), tetapi melakukan perbuatan keji (zina), (hukuman) atas 

mereka yaitu  setengah dari hukuman perempuan-perempuan 

merdeka (yang tidak bersuami). Hal itu (kebolehan menikahi hamba 

sahaya) berlaku bagi orang-orang yang takut terhadap kesulitan 

(dalam menghindari zina) di antara kamu. Kesabaranmu lebih baik 

bagi kamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. 

Kemudian dikatakan bahwa yang dimaksud oleh ayat ini yaitu  

al-muhshanat yang beriman saja, disebab kan oleh kelemahan mereka. 

Hal ini dilandasi oleh firman Allah yang mengatakan bahwa Allah  

tidak menghalalkan almuhshanat al-kitabiyyat dan menghalalkan al-

muhshanat al-mu‟minat. Maka almuhshanat yang dalam ayat ini 

memiliki arti serupa dengan perempuan-perempuan muslim yang 

merdeka. Kemudian al-Syafii megatakan bahwa seorang budak 

kitabiyyat memiliki dua kekurangan, yaitu kekufuran dan 

ketidakberdayaan, maka menikahinya tidaklah termasuk kedalam hal 

yang haram. Kemudian ulama lain yang mengatakan bahwa al-

146 

 

muhshanat berarti perempuan yang merdeka, seperti Ibnu „Abbas dan 

Mujahid. Lalu Ibnu Jarir mengatkaan bahwa al-muhshanat berarti al-

„ fif t (perempuan-perempuan yang memelihara diri dari perbuatan 

zina), pendapat ini juga diikuti oleh Mujahid, Sufyan, al-Hasan, al-

Sya‟bi, al-Saddi, dan al-Dahhak.84 

Al-Kalbi meyatakan bahwa kata al-muhshanât mencakup empat 

pengertian, yaitu Islam, perempuan, memelihara diri, dan merdeka 

(bukan budak). Selanjutnya, al-Kalbi mengemukakan, makna Islam 

tidak sesuai dipergunakan dalam ayat ini, sebab  adanya kalimat min 

al-ladzîna utuu al-kitab. Pengertian perempuan juga tidak sesuai, 

sebab  perkawinan tidak akan terjadi kecuali dengan lawan jenis. 

Sedang al-iffah (memelihara harga diri) dan merdeka (bukan budak) 

dapat dicakup oleh ayat ini. Sehingga, kalau al-muhshanat dipahami 

sebagai al-„iff h, maka boleh menikah dengan Ahl al-Kitâb, baik yang 

merdeka maupun budak. Namun, jika almuhshanât dipahami sebagai 

al-hurriyah, maka dilarang menikahi budak dan ahl alkitab.85 

Berdasarkan dari berbagai macam pendapat yang telah dijelaskan 

oleh para ulama terkait hal ini, Rasyid Ridha menyimpulkan di dalam 

Tafsir al-Manar, bahwa yang dimaksud oleh al-muhshanât pada ayat 

ini yaitu  perempuan yang merdeka, sebab budak tidak berhak 

menerima mahar daripada orang yang hendak melamarnya, akan tetapi 

yang menerimanya yaitu  tuannya.. adapun, penafsiran almuhshanat 

dengan kata „iffah, menurut Rasyid Ridha juga sangatlah tepat, sebab 

term al-muhshanât pada ayat ini memiliki hubungan pada lafaz 

selanjutnya yaitu muhshinina ghairo musafihina wa laa muttakhidzi 

akhdaan. Menurutnya, hubungan daripada kedua lafaz ini  

mempunyai syarat dan ketentuan yang sama, sebab makna muhshinin 

ialah laki-laki yang memeliharan dirinya dari zina atau „iffah, dan 

bukan termasuk yang merdeka saja. Maka apabila terjadi hubungan 

pernikahan diantara muhshin dengan muhshinah, sudah pasti keduanya 

mampu untuk menjaga diri mereka satu sama lain daripada perbuatan 

keji dan hina.86 

Hal yang menjadi masalah yaitu  pernikahan yang dilakukan 

oleh seorang muslim dengan Ahl al-Kitâb yang termasuk kedalam 

golongan musyrik, sebab hal diharamkan menurut Jumhur Ulama‟. 

Lalu, Rasyid Ridha yang menerangkan bahwa golongan Ahl al-Kitâb 

lain seperti halnya Yahudi, dan Nasrani yakni Majusi, Shabi‟un, Hindu, 

Budha, dan Kong Fu Tse juga termasuk kedalam golongan Ahl al-Kitâb 

                                        

 

sehingga mereka tidak digolongkan kepada kaum yang musyrik. 

Sedangkan M. Quraish Shihab menerangkan bahwa Ahl al-Kitâb 

merupakan semua penganut Yahudi dan Nasrani baik dari kapan, 

dimanapun, dan dari keturunan siapapun mereka.Disebabkan oleh 

penggolongan ini, timbullah perbedaan pendapat dikalangan ulama 

terkait masalah pernikahan dengan Ahl al-Kitâb, apakah mereka 

termasuk kedalam golongan musyrik atau tidak?, sebab, Rasyid Ridha 

mengatakan bahwa perempuan musyrik bukanlah al-kitabiyyat yang 

berasal dari perempuan arab, namun sebagian ulama‟ berpendapat 

bahwa Ahl al-Kitâb termasuk kedalam golongan musyrik, hal ini 

dilandasi oleh Surat at-Taubah/9: 31: 

 ٓا ٌَ َو ۚ ًَ َيْرَم ََ ْبا َْحيِص ٍَ

ْ

لاَو ِ ِّللَّا ِنْوُد َْ ِ ٌّ  ًاةاَبَْرا ًْ ُٓ َجاَت ْْ ُرَو ًْ ُْ َراَتَْخا ا ْٓوُذَ

َّ

ِتَا

 َنْٔ ُكِ

ِْ ُ ي ا ٍَّ َخ َِّ َْٰدتُش ٗۗ َٔ ُْ  

َّ

ِلَا َ

َٰ

ِٰا ٓ

َ

لَ ۚاًدِخا َّو ا ًٓ

َٰ

ِلا ا ْٓوُدُتْػَِلَّ 

َّ

ِلَا ا ْٓوُرُِما 

 Mereka menjadikan para rabi (Yahudi) dan para rahib (Nasrani) 

sebagai tuhan-tuhan selain Allah serta (Nasrani mempertuhankan) Al-

Masih putra Maryam. Padahal, mereka tidak diperintah, kecuali untuk 

menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada tuhan selain Dia. 

Mahasuci Dia dari apa yang mereka persekutukan. 

Dan ayat lain yang menunjukkan akan kesyirikan mereka juga, 

yang ada  pada Surat an-Nisâ'/4: 48: 

 ِْك ِْ ُّ ي َْ ٌَ َو  ُۚءۤاَشَّ ي َْ ٍَ ِ ل َِملَٰذ َنْوُد ا ٌَ  ُرِفْغَيَو ِّة َكَ ِْ ُّ ي َْنا ُرِفْغَح 

َ

لَ َ ِّللَّا َِّنا

ا ًٍ ْيِظَغ ا ًٍ ِْثا ى َّّتَْذا ِدَلَذ ِ ِّللَِّاة 

 Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) sebab  

mempersekutukan-Nya (syirik), tetapi Dia mengampuni apa (dosa) 

yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Siapa pun yang 

mempersekutukan Allah sungguh telah berbuat dosa yang sangat 

besar. 

Adapun kebanyakan ulama‟ berpendapat bahwa maksud dari al-

musyrikat yaitu  perempuan-perempuan arab yang tidak memiliki 

kitab pedoman atau kitab suci, sebagaimana hal ini merupakan 

pengertian yang tercantum di dalam Al-Qur'an terkait ungkapan 

musyrik, yaitu pada Surat al-Baqarah/2: 250 dan Surat al-Bayyinah/98: 

1.87 

                                        

Di dalam Al-Qur'an, Allah telah menerangkan secara jelas 

bahwasanya pernikahan yang dilakukan oleh seorang muslim dengan 

musyrik yaitu  haram, sebagaimana yang tercantum di dalam Surat al-

Baqarah/2: 221: 

 ٌُّ  َْ ِ ٌّ  ٌْيَْخ ٌثَِ ٌِ ْؤ ٌُّ  ٌث ٌَ َ

َ

لََو ٗۗ ََّ ٌِ ُْؤي ِّتَّٰخ ِجَٰكِ

ِْ ٍُ ْ لا ٔا ُدِْهَِت 

َ

لََو ْٔ َ ل َّو ٍثَكِ

ِْ

 َْ ِ ٌّ  ٌْيَْخ ٌَ ٌِ ْؤ ٌُّ  ٌْدتَػَىَو ٗۗ أْ ُِ ٌِ ُْؤي ِّتَّٰخ َِْيْكِ

ِْ ٍُ ْ لا ٔا ُدِْهُِت 

َ

لََو  ۚ ًْ ُْسخَتَجَْغا

 ِثَِّ َ

ْ

لْا 

َ

ِلَا آْٔ ُغَْدي ُ ِّللَّاَو  ِۖراَّلنا 

َ

ِلَا َن ْٔ ُغَْدي َمِٕى

َٰۤ ىُوا ٗۗ ًْ ُسَتَجَْغا ْٔ َ ل َّو ٍِك ِْ ٌُّ

 ِ ُِْذِاة ِةَرِفْغ ٍَ

ْ

لاَو َنْوُر

َّ

نَذَخَح ًْ ُٓ َّيَػَى ِساَِّ ِيل ِّخَٰ ي

َٰ

ا ُ َِّيْبُيَو ّ 

 Janganlah kamu menikahi perempuan musyrik hingga mereka 

beriman! Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik 

daripada perempuan musyrik, meskipun dia menarik hatimu. Jangan 

pula kamu menikahkan laki-laki musyrik (dengan perempuan yang 

beriman) hingga mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki 

yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia 

menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah 

mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) 

menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil 

pelajaran. 

Berdasarkan ayat ini, para ulama‟ sepakat bahwa menikahi kaum 

musyrik baik laki-laki maupun perempuan yaitu  haram, sebab 

kemusyrikan mereka mampu memberikan mudhorot yang sangat besar 

bagi seorang muslim. Seorang sahabat nabi yang bernama „Abdullah 

ibn „Umar, yang secara tegas melarang perkawinan seorang laki-laki 

muslim dengan perempuan ahl al-kitab, dengan alasan orang-orang 

musyrik. Ia mengatakan, “Saya telah mengetahui kemusyrikan yang 

lebih besar dari keyakinan seorang perempuan yang berkata bahwa 

Tuhannya yaitu  Isa atau salah seorang dari hamba-hamba Allah.” 

Argumentasi yang digunakan yaitu  firman Allah  dalam Surat al-

Baqarah/2 : 221 yang melarang lelaki muslim menikahi perempuan 

musyrik. Pendapat Ibnu „Umar ini, menurut Muhammad „Ali 

alShabuni, didorong oleh kehati-hatian yang amat sangat akan 

kemungkinan timbulnya fitnah bagi suami atau anak-anaknya jika 

kawin dengan perempuan Ahl al-Kitâb. Sebab, kehidupan suami-istri 

akan membawa konsentrasi logis berupa timbulnya cinta kasih di antara 

mereka, dan hal ini  dapat membawa suami condong kepada 

149 

 

agama istrinya. Di samping itu, kebanyakan anak condong kepada 

ibunya.88 

Pelarangan menikahi kaum musyrik juga dijelaskan oleh Nabi 

Muhammad . melalui sabdanya yang diriwayatkan oleh al-Imam al-

Bukhari dari „Atha‟, beliauberkata: “Orang-orang musyrik itu berada di 

dua persimpangan dari Nabi Muhammad . dan orang-orang mukmin, 

orang-orang musyrik suka berperang, mereka membunuh orang-orang 

mukmin dan Nabi, dan orang-orang musyrik juga suka genjatan 

senjata.” 

Menurut Rasyid Ridha, penyebab dari larangan menikah dengan 

orang musyrik disebab kan dapat menimbulkan dampak yang sangat 

besar bagi keimanan seorang muslim, sebab akan terjadinya hal-hal 

yang dapat merusak akidah melalui perbuatan syirik yang d