perjanjian lama taurat 1
Perjanjian Lama Taurat
NAMA DAN MAKNA PENTATEUKH
Kitab Suci berbahasa Ibrani memuat tiga kelompok kitab. Pertama,
Torah (Kitab Taurat). Kedua, Nebi‘im (Kitab Nabi-nabi). Ketiga, Ketubim
(Kitab Hikmat Kebijaksanaan). Bagian ini memberikan deskripsi tentang
kelompok kitab yang pertama, yaitu Torah. Nama lain dari Torah yaitu
‘Pentateukh’. Istilah tersebut mengarah pada Kitab-kitab Kejadian, Keluaran,
Imamat, Bilangan, dan Ulangan.
a. Makna ‘Pentateukh’
Istilah ‘Taurat’ datang dari Bahasa Arab ‘Tawrâtun’. Kata serupa juga
berakar dari kata dalam Bahasa Ibrani ‘Tôrâ’. Kedua bahasa Timur Tengah
2
itu memaknai kata itu dalam sejumlah pengertian. Antara lain, pengajaran,
instruksi, aturan, petunjuk, atau hukum.
“Menurut petunjuk yang diberikan mereka kepadamu dan menurut
keputusan yang dikatakan mereka kepadamu haruslah engkau
berbuat; janganlah engkau menyimpang ke kanan atau ke kiri dari
keputusan yang diberitahukan mereka kepadamu” (Ulangan 17:11).
“Berkatalah mereka: ‘Marilah kita mengadakan persepakatan
terhadap Yeremia, sebab imam tidak akan kehabisan pengajaran,
orang bijaksana tidak akan kehabisan nasihat dan nabi tidak akan
kehabisan firman. Marilah kita memukul dia dengan bahasanya
sendiri dan jangan memperhatikan setiap perkataannya!’” (Yeremia
18:18).
“namun Yehu tidak tetap hidup menurut hukum TUHAN, Allah Israel,
dengan segenap hatinya; ia tidak menjauh dari dosa-dosa Yerobeam
yang memicu orang Israel berdosa pula” (2Raja-raja 10:31).
“Lakukanlah kewajibanmu dengan setia terhadap TUHAN, Allahmu,
dengan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya, dan dengan tetap
mengikuti segala ketetapan, perintah, peraturan dan ketentuan-Nya,
seperti yang tertulis dalam hukum Musa, supaya engkau beruntung
dalam segala yang kaulakukan dan dalam segala yang kautuju”
(1Raja-raja 2:3).
Makna istilah itu menegaskan bahwa ‘Kitab-kitab Taurat’ yaitu
kitab-kitab yang memuat materi-materi pengajaran, instruksi, aturan,
petunjuk, atau hukum. Dalam makna yang lebih khusus, Kitab-kitab Taurat
juga menunjuk kepada ‘Kelima Kitab Musa’. Bahasa Yunani menyebutnya
sebagai ‘Hê Pentateukhos Biblos’. Istilah yang lebih sering digunakan yaitu
versi singkatnya, yaitu ‘Pentateukh’. Istilah tersebut mengarah pada Kitab-
kitab Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, dan Ulangan.
“Maka serentak berkumpullah seluruh rakyat di halaman di depan
pintu gerbang Air. Mereka meminta kepada Ezra, ahli kitab itu,
supaya ia membawa kitab Taurat Musa, yakni kitab hukum yang
diberikan TUHAN kepada Israel” (Nehemia 8:2).
3
“Pada masa itu bagian-bagian dari pada kitab Musa dibacakan
dengan didengar oleh rakyat. Didapati tertulis dalam kitab itu, bahwa
orang Amon dan orang Moab tidak boleh masuk jemaah Allah untuk
selamanya” (Nehemia 13:1).
“Kemudian Yoyada menyerahkan pengawasan atas rumah TUHAN
kepada imam-imam dan orang-orang Lewi, yang telah dibagi-bagi
dalam rombongan oleh Daud untuk bertugas di dalam rumah
TUHAN, yakni untuk mempersembahkan korban bakaran kepada
TUHAN – seperti tertulis di dalam Taurat Musa – dengan sukaria dan
dengan nyanyian menurut petunjuk Daud” (2Tawarikh 23:18).
Sejak periode Sesudah Pembuangan (540-500 sM), Bangsa Yahudi
telah memandang ‘Pentateukh’ sebagai satu kesatuan kitab atau gulungan
kitab. Bangsa Yahudi juga meyakini bahwa kitab atau gulungan kitab itu
berasal dari Musa. Oleh karena memandang ‘Pentateukh’ ini berasal dari
Musa, Bangsa Yahudi juga yakin bahwa kitab-kitab ini memiliki otoritas yang
sangat tinggi.
“namun anak-anak mereka tidak dihukum mati olehnya, melainkan ia
bertindak sesuai dengan apa yang tertulis dalam Taurat, yakni kitab
Musa, di mana TUHAN telah memberi perintah: ‘Janganlah ayah
mati karena anaknya, janganlah juga anak mati karena ayahnya,
melainkan setiap orang harus mati karena dosanya sendiri’”
(2Tawarikh 25:4).
“Mereka berdiri pada tempatnya menurut peraturan yang berlaku
bagi mereka masing-masing, sesuai dengan Taurat Musa, abdi Allah
itu; para imam menyiramkan darah yang diterimanya dari orang-
orang Lewi” (2Tawarikh 30:16).
“Maka mulailah Yesua bin Yozadak beserta saudara-saudaranya,
para imam itu, dan Zerubabel bin Sealtiel beserta saudara-
saudaranya membangun mezbah Allah Israel untuk
mempersembahkan korban bakaran di atasnya, sesuai dengan yang
ada tertulis dalam kitab Taurat Musa, abdi Allah” (Ezra 3:2).
“Sebab pertama-tama ia tidak taat kepada hukum dari Yang
Mahatinggi, keduanya ia bersalah terhadap suaminya, ketiganya ia
4
berzinah dengan melacur, dan akhirnya melahirkan anak dari laki-
laki lain” (Putra Sirakh 24:23).
b. Penyebutan Judul Kelima Kitab
Walaupun memiliki satu judul sebagai satu kesatuan kitab atau
gulungan kitab, Kitab ‘Pentateukh’ yang terdiri dari lima kitab ini juga
memiliki nama atau judul untuk masing-masing kitabnya. Nama atau judul
kelima Kitab Taurat ini berbeda-beda dalam masing-masing versi bahasanya
(Ibrani, Yunani, dan Latin).
Kitab Suci Ibrani
Kitab Suci
Yunani
Kitab Suci Latin
berē´šît Pada awalnya Genesis Genesis
we ‘ellèh
šemôt
Inilah nama-
nama
Exodos Exodus
wayyiqrā’
Dan ia
memanggil
Leutikon Leviticus
bemidbār Di padang gurun Arithmoi Numeri
‘ellèh
haddebārîm
Inilah
perkataan-
perkataan
Deuteronomion Deuteronomium
Kitab Suci berbahasa Ibrani memberi nama atau judul kepada masing-
masing kitab menurut kata(-kata) pertama yang terdapat pada kitab-kitab
tersebut. Sementara itu, Kitab Suci berbahasa Yunani memberi nama atau
judul kitab berdasarkan substansi masing-masing kitab tersebut. Nama-nama
atau judul dalam Kitab Suci berbahasa Latin hanya merupakan terjemahan
langsung dari judul-judul dalam Kitab Suci berbahasa Yunani. Sedangkan
judul masing-masing kitab yang tergabung dalam Pentateukh dalam Kitab
Suci berbahasa Indonesia versi Lembaga Alkitab Indonesia dan Lembaga
Biblika Indonesia (LAI-LBI) merupakan terjemahan langsung dari nama-
nama dalam Kitab Suci berbahasa Yunani dan Latin.
Judul-judul dalam tabel berikut ini yaitu perbandingan judul-judul
Kitab Pentateukh dalam Bahasa Indonesia yang pernah muncul. Secara legal
dan umum sekarang Gereja menggunakan judul versi LAI-LBI.
5
Katolik (pernah
muncul)
Protestan LAI-LBI
Kejadian Kejadian Kejadian
Pengungsian Keluaran Keluaran
Levitika Imamat Imamat
Cacah Jiwa Bilangan Bilangan
Ulang Tutur Ulangan Ulangan
c. Pembagian Menjadi Lima Kitab
Penjelasan bagian-bagian terdahulu mengungkapkan bahwa
‘Pentateukh’ memuat lima kitab. Lima kitab ini menjadi bagian dari satu
gulungan (scroll). Demi alasan penggunaan secara praktis dalam aktivitas
peribadatan di sinagoga, lantas gulungan yang sangat tebal dan panjang itu
dibagi menjadi lima bagian. Secara material, jika memerhatikan secara
saksama kelima kitab itu pembaca dapat memeroleh informasi bahwa
sebenarnya panjang masing-masing kitab itu berbeda satu dengan yang
lainnya.
Kitab Bab Ayat
Halaman (versi Terjemahan
Baru [TB])
Kejadian 50 1.534 61
Keluaran 40 1.209 52
Imamat 25 859 37
Bilangan 36 1.288 49
Ulangan 34 955 46
Total 185 5.845 248
Data-data itu menunjukkan bahwa secara keseluruhan, ‘Pentateukh’
memuat 185 bab, 5.845 ayat, dan 248 halaman dalam Edisi Terjemahan Baru
(LAI 1976). Jika semua bab, ayat, dan halaman Kitab ‘Pentateukh’
dikembalikan lagi menjadi satu gulungan (scroll), pembaca dapat memiliki
satu gulungan dengan ukuran kurang lebih 33 meter. Dapat dipastikan bahwa
gulungan kitab dengan ukuran sepanjang itu tidaklah praktis untuk pembacaan
liturgi sabda di sinagoga. Berdasarkan penggunaan praktis itulah para praktisi
liturgi sabda di sinagoga membagi satu gulungan besar ‘Pentateukh’ menjadi
lima gulungan. Dengan demikian, masing-masing gulungan akan memiliki
panjang antara enam sampai dengan tujuh meter. Sebagai perbandingan,
6
gulungan terpanjang yang terdapat di gua Qumran yaitu gulungan tentang
‘Bait Allah’ (the Tempel Scroll). Ukurannya yaitu 8,75 meter. Gulungan
lainnya yaitu yang bernomor kode 1Qlsaa11. Gulungan itu memuat seluruh
Kitab Yesaya. Ukurannya yaitu 7,35 meter.
d. Penulis atau Penyusun Pentateukh
Sejak abad IV sM sampai abad XVII M Bangsa Yahudi dan Orang-
orang Kristen menganggap bahwa ‘Pentateukh’ yaitu buah karya Musa.
Akan namun , sejak abad XVII M sejumlah kritikus dan ahli Kitab Suci
meragukan gagasan atau tradisi terkait Musa sebagai pengarang itu. Keraguan
para ahli Kitab Suci muncul berdasarkan adanya sejumlah bagian
‘Pentateukh’ yang dianggap tidak masuk akal jika ditulis Musa sendiri.
Beberapa bagian itu yaitu berikut ini.
(1) Narasi kematian Musa
“Kemudian naiklah Musa dari dataran Moab ke atas gunung
Nebo, yakni ke atas puncak Pisga, yang di tentangan Yerikho, lalu
TUHAN memperlihatkan kepadanya seluruh negeri itu: daerah
Gilead sampai ke kota Dan, seluruh Naftali, tanah Efraim dan
Manasye, seluruh tanah Yehuda sampai laut sebelah barat, Tanah
Negeb dan lembah Yordan, lembah Yerikho, kota pohon korma itu,
sampai Zoar. Dan berfirmanlah TUHAN kepadanya: ‘Inilah
negeri yang Kujanjikan dengan sumpah kepada Abraham, Ishak
dan Yakub; demikian: Kepada keturunanmulah akan Kuberikan
negeri itu. Aku mengizinkan engkau melihatnya dengan matamu
sendiri, namun engkau tidak akan menyeberang ke sana.’ Lalu
matilah Musa, hamba TUHAN itu, di sana di tanah Moab, sesuai
dengan firman TUHAN. Dan dikuburkan-Nyalah dia di suatu
lembah di tanah Moab, di tentangan Bet-Peor, dan tidak ada
orang yang tahu kuburnya sampai hari ini. Musa berumur seratus
dua puluh tahun, saat ia mati; matanya belum kabur dan
kekuatannya belum hilang. Orang Israel menangisi Musa di
dataran Moab tiga puluh hari lamanya. Maka berakhirlah hari-
hari tangis perkabungan karena Musa itu. Dan Yosua bin Nun
penuh dengan roh kebijaksanaan, sebab Musa telah meletakkan
tangannya ke atasnya. Sebab itu orang Israel mendengarkan dia
dan melakukan seperti yang diperintahkan TUHAN kepada Musa.
Seperti Musa yang dikenal TUHAN dengan berhadapan
muka, tidak ada lagi nabi yang bangkit di antara orang
7
Israel, dalam hal segala tanda dan mujizat, yang dilakukannya
atas perintah TUHAN di tanah Mesir terhadap Firaun dan
terhadap semua pegawainya dan seluruh negerinya, dan dalam
hal segala perbuatan kekuasaan dan segala kedahsyatan yang
besar yang dilakukan Musa di depan seluruh orang Israel”
(Ulangan 34:1-12).
(2) Narasi pendudukan Tanah Terjanji
“Dan dahulu di Seir diam orang Hori, namun bani Esau telah
menduduki daerah mereka, memunahkan mereka dari
hadapannya, lalu menetap di sana menggantikan mereka, seperti
yang dilakukan orang Israel dengan negeri miliknya yang
diberikan TUHAN kepada mereka” (Ulangan 2:12).
(3) Narasi Kerajaan Israel
“Inilah raja-raja yang memerintah di tanah Edom, sebelum ada
seorang raja memerintah atas orang Israel” (Kejadian 36:31).
(4) Penggunaan istilah ‘di seberang Sungai Yordan’ untuk wilayah di
sebelah Timur Sungai Yordan
“Setelah mereka sampai ke Goren-Haatad, yang di seberang
sungai Yordan, maka mereka mengadakan di situ ratapan yang
sangat sedih dan riuh; dan Yusuf mengadakan perkabungan tujuh
hari lamanya karena ayahnya itu” (Kejadian 50:10).
“Kemudian berangkatlah orang Israel, dan berkemah di dataran
Moab, di daerah seberang sungai Yordan dekat Yerikho”
(Bilangan 22:1).
“Inilah perkataan-perkataan yang diucapkan Musa kepada
seluruh orang Israel di seberang sungai Yordan, di padang gurun,
di Araba-Yordan, di tentangan Suf, antara Paran dengan Tofel,
Laban, Hazerot dan Di-Zahab” (Ulangan 1:1).
Selain tidak masuk akal, probabilitas terjadinya pengulangan dan
kontradiksi dalam ‘Pentateukh’ juga mengindikasikan bahwa kitab-kitab ini
8
bukanlah buah karya satu orang saja. Beberapa contoh yang penting
dikemukakan sebagai pembuktian gagasan ini yaitu berikut ini.
(1) Narasi penciptaan (Kejadian 1:1-2:4a; 2:4b-3:24)
“saat TUHAN Allah menjadikan bumi dan langit, – belum ada
semak apapun di bumi, belum timbul tumbuh-tumbuhan apapun di
padang, sebab TUHAN Allah belum menurunkan hujan ke
bumi, dan belum ada orang untuk mengusahakan tanah itu; namun
ada kabut naik ke atas dari bumi dan membasahi seluruh
permukaan bumi itu – saat itulah TUHAN Allah
membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan
nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu
menjadi makhluk yang hidup” (Kejadian 2:4b-7).
(2) Narasi Patriarkh (Para Bapa bangsa) yang berbohong tentang
istrinya (Kejadian 12:10-20; 20:1-18; 26:1-11)
“saat kelaparan timbul di negeri itu, pergilah Abram ke Mesir
untuk tinggal di situ sebagai orang asing, sebab hebat kelaparan
di negeri itu. Pada waktu ia akan masuk ke Mesir, berkatalah ia
kepada Sarai, isterinya: ‘Memang aku tahu, bahwa engkau yaitu
seorang perempuan yang cantik parasnya. Apabila orang Mesir
melihat engkau, mereka akan berkata: Itu isterinya. Jadi mereka
akan membunuh aku dan membiarkan engkau hidup. Katakanlah,
bahwa engkau adikku, supaya aku diperlakukan mereka dengan
baik karena engkau, dan aku dibiarkan hidup oleh sebab
engkau.’ Sesudah Abram masuk ke Mesir, orang Mesir itu melihat,
bahwa perempuan itu sangat cantik, dan saat punggawa-
punggawa Firaun melihat Sarai, mereka memuji-mujinya di
hadapan Firaun, sehingga perempuan itu dibawa ke
istananya. Firaun menyambut Abram dengan baik-baik, karena ia
mengingini perempuan itu, dan Abram mendapat kambing domba,
lembu sapi, keledai jantan, budak laki-laki dan perempuan,
keledai betina dan unta. namun TUHAN menimpakan tulah yang
hebat kepada Firaun, demikian juga kepada seisi
istananya, karena Sarai, isteri Abram itu. Lalu Firaun memanggil
Abram serta berkata: ‘Apakah yang kauperbuat ini terhadap
aku? Mengapa tidak kauberitahukan, bahwa ia
isterimu? Mengapa engkau katakan: dia adikku, sehingga aku
mengambilnya menjadi isteriku? Sekarang, inilah isterimu,
9
ambillah dan pergilah!’ Lalu Firaun memerintahkan beberapa
orang untuk mengantarkan Abram pergi, bersama-sama dengan
isterinya dan segala kepunyaannya” (Kejadian 12:10-20).
(3) Narasi pengusiran Hagar dan anaknya, Ismael (Kejadian 16:1-16;
21:8-21)
“Adapun Sarai, isteri Abram itu, tidak beranak. Ia mempunyai
seorang hamba perempuan, orang Mesir, Hagar namanya.
Berkatalah Sarai kepada Abram: ‘Engkau tahu, TUHAN tidak
memberi aku melahirkan anak. Karena itu baiklah hampiri
hambaku itu; mungkin oleh dialah aku dapat memperoleh seorang
anak.’ Dan Abram mendengarkan perkataan Sarai. Jadi Sarai,
isteri Abram itu, mengambil Hagar, hambanya, orang Mesir itu, –
yakni saat Abram telah sepuluh tahun tinggal di tanah Kanaan –
, lalu memberikannya kepada Abram, suaminya, untuk menjadi
isterinya. Abram menghampiri Hagar, lalu mengandunglah
perempuan itu. saat Hagar tahu, bahwa ia mengandung, maka
ia memandang rendah akan nyonyanya itu. Lalu berkatalah Sarai
kepada Abram: ‘Penghinaan yang kuderita ini yaitu tanggung
jawabmu; akulah yang memberikan hambaku ke pangkuanmu,
namun baru saja ia tahu, bahwa ia mengandung, ia memandang
rendah akan aku; TUHAN kiranya yang menjadi Hakim antara
aku dan engkau.’ Kata Abram kepada Sarai: ‘Hambamu itu di
bawah kekuasaanmu; perbuatlah kepadanya apa yang
kaupandang baik.’ Lalu Sarai menindas Hagar, sehingga ia lari
meninggalkannya. Lalu Malaikat TUHAN menjumpainya dekat
suatu mata air di padang gurun, yakni dekat mata air di jalan ke
Syur. Katanya: ‘Hagar, hamba Sarai, dari manakah datangmu
dan ke manakah pergimu?’ Jawabnya: ‘Aku lari meninggalkan
Sarai, nyonyaku.’ Lalu kata Malaikat TUHAN itu kepadanya:
‘Kembalilah kepada nyonyamu, biarkanlah engkau ditindas di
bawah kekuasaannya.’ Lagi kata Malaikat TUHAN itu
kepadanya: ‘Aku akan membuat sangat banyak keturunanmu,
sehingga tidak dapat dihitung karena banyaknya.’ Selanjutnya
kata Malaikat TUHAN itu kepadanya: ‘Engkau mengandung dan
akan melahirkan seorang anak laki-laki dan akan menamainya
Ismael, sebab TUHAN telah mendengar tentang
penindasan atasmu itu. Seorang laki-laki yang lakunya seperti
keledai liar, demikianlah nanti anak itu; tangannya akan melawan
10
tiap-tiap orang dan tangan tiap-tiap orang akan melawan dia, dan
di tempat kediamannya ia akan menentang
semua saudaranya.’ Kemudian Hagar menamakan TUHAN yang
telah berfirman kepadanya itu dengan sebutan: ‘Engkaulah El-
Roi.’ Sebab katanya: ‘Bukankah di sini kulihat Dia yang telah
melihat aku?’ Sebab itu sumur tadi disebutkan orang: sumur
Lahai-Roi; letaknya antara Kadesh dan Bered. Lalu
Hagar melahirkan seorang anak laki-laki bagi Abram dan Abram
menamai anak yang dilahirkan Hagar itu Ismael. Abram berumur
delapan puluh enam tahun, saat Hagar melahirkan Ismael
baginya” (Kejadian 16:1-16).
(4) Narasi panggilan Musa (Keluaran 3:1-4:31; 6:1-7:7)
“Lalu sahut Musa: ‘Bagaimana jika mereka tidak percaya
kepadaku dan tidak mendengarkan perkataanku, melainkan
berkata: TUHAN tidak menampakkan diri kepadamu?’ TUHAN
berfirman kepadanya: ‘Apakah yang di tanganmu itu?’ Jawab
Musa: ‘Tongkat.’ Firman TUHAN: ‘Lemparkanlah itu ke tanah.’
Dan saat dilemparkannya ke tanah, maka tongkat itu menjadi
ular, sehingga Musa lari meninggalkannya. namun firman
TUHAN kepada Musa: ‘Ulurkanlah tanganmu dan peganglah
ekornya’– Musa mengulurkan tangannya, ditangkapnya ular itu,
lalu menjadi tongkat di tangannya – ‘supaya mereka
percaya, bahwa TUHAN, Allah nenek moyang mereka, Allah
Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub telah menampakkan diri
kepadamu.’ Lagi firman TUHAN kepadanya: ‘Masukkanlah
tanganmu ke dalam bajumu.’ Dimasukkannya tangannya ke dalam
bajunya, dan setelah ditariknya ke luar, maka tangannya kena
kusta, putih seperti salju. Sesudah itu firman-Nya: ‘Masukkanlah
tanganmu kembali ke dalam bajumu.’ Musa memasukkan
tangannya kembali ke dalam bajunya dan setelah ditariknya ke
luar, maka tangan itu pulih kembali seperti seluruh
badannya. ‘Jika mereka tidak percaya kepadamu dan tidak
mengindahkan tanda mujizat yang pertama, maka mereka akan
percaya kepada tanda mujizat yang kedua. Dan jika mereka tidak
juga percaya kepada kedua tanda mujizat ini dan tidak
mendengarkan perkataanmu, maka engkau harus mengambil air
dari sungai Nil dan harus kaucurahkan di tanah yang kering, lalu
air yang kauambil itu akan menjadi darah di tanah yang kering
11
itu.’ Lalu kata Musa kepada TUHAN: ‘Ah, Tuhan, aku ini tidak
pandai bicara, dahulupun tidak dan sejak Engkau berfirman
kepada hamba-Mupun tidak, sebab aku berat mulut dan berat
lidah.’ namun TUHAN berfirman kepadanya: ‘Siapakah yang
membuat lidah manusia, siapakah yang membuat orang bisu atau
tuli, membuat orang melihat atau buta; bukankah Aku, yakni
TUHAN? Oleh sebab itu, pergilah, Aku akan menyertai lidahmu
dan mengajar engkau, apa yang harus kaukatakan.’ namun Musa
berkata: ‘Ah, Tuhan, utuslah kiranya siapa saja yang patut
Kauutus.’ Maka bangkitlah murka TUHAN terhadap Musa dan Ia
berfirman: ‘Bukankah di situ Harun, orang Lewi itu, kakakmu?
Aku tahu, bahwa ia pandai bicara; lagipula ia telah berangkat
menjumpai engkau, dan apabila ia melihat engkau, ia akan
bersukacita dalam hatinya. Maka engkau harus berbicara
kepadanya dan menaruh perkataan itu ke dalam mulutnya; Aku
akan menyertai lidahmu dan lidahnya dan mengajarkan kepada
kamu apa yang harus kamu lakukan. Ia harus berbicara bagimu
kepada bangsa itu, dengan demikian ia akan menjadi penyambung
lidahmu dan engkau akan menjadi seperti Allah baginya. Dan
bawalah tongkat ini di tanganmu, yang harus kaupakai untuk
membuat tanda-tanda mujizat’” (Keluaran 4:1-17).
Narasi-narasi itu bertentangan satu dengan yang lain dalam sejumlah
perinciannya. Lebih dari itu, ternyata ada sejumlah narasi yang memuat
banyak pengulangan dan kontradiksi di dalam dirinya sendiri. Artinya, alur
narasinya sendiri bertentangan satu dengan yang lainnya. Misalnya, narasi air
bah (Kejadian 6:5-9:17), narasi penjualan Yusuf, dan narasi tulah pertama.
“Pada suatu kali pergilah saudara-saudaranya menggembalakan
kambing domba ayahnya dekat Sikhem. Lalu Israel berkata kepada
Yusuf: ‘Bukankah saudara-saudaramu menggembalakan kambing
domba dekat Sikhem? Marilah engkau kusuruh kepada mereka.’
Sahut Yusuf: ‘Ya bapa.’ Kata Israel kepadanya: ‘Pergilah engkau
melihat apakah baik keadaan saudara-saudaramu dan keadaan
kambing domba; dan bawalah kabar tentang itu kepadaku.’ Lalu
Yakub menyuruh dia dari lembah Hebron, dan Yusufpun sampailah ke
Sikhem. saat Yusuf berjalan ke sana ke mari di padang, bertemulah
ia dengan seorang laki-laki, yang bertanya kepadanya: ‘Apakah yang
kaucari?’ Sahutnya: ‘Aku mencari saudara-saudaraku. Tolonglah
katakan kepadaku di mana mereka menggembalakan kambing
12
domba?’ Lalu kata orang itu: ‘Mereka telah berangkat dari sini,
sebab telah kudengar mereka berkata: Marilah kita pergi ke Dotan.’
Maka Yusuf menyusul saudara-saudaranya itu dan didapatinyalah
mereka di Dotan. Dari jauh ia telah kelihatan kepada mereka. namun
sebelum ia dekat pada mereka, mereka telah bermufakat mencari daya
upaya untuk membunuhnya. Kata mereka seorang kepada yang lain:
‘Lihat, tukang mimpi kita itu datang! Sekarang, marilah kita bunuh
dia dan kita lemparkan ke dalam salah satu sumur ini, lalu kita
katakan: seekor binatang buas telah menerkamnya. Dan kita akan
lihat nanti, bagaimana jadinya mimpinya itu!’ saat
Ruben mendengar hal ini, ia ingin melepaskan Yusuf dari tangan
mereka, sebab itu katanya: ‘Janganlah kita bunuh dia!’ Lagi kata
Ruben kepada mereka: ‘Janganlah tumpahkan darah, lemparkanlah
dia ke dalam sumur yang ada di padang gurun ini, namun janganlah
apa-apakan dia’ – maksudnya hendak melepaskan Yusuf dari tangan
mereka dan membawanya kembali kepada ayahnya. Baru saja Yusuf
sampai kepada saudara-saudaranya, merekapun menanggalkan
jubah Yusuf, jubah maha indah yang dipakainya itu. Dan mereka
membawa dia dan melemparkan dia ke dalam sumur. Sumur itu
kosong, tidak berair. Kemudian duduklah mereka untuk makan.
saat mereka mengangkat muka, kelihatanlah kepada mereka suatu
kafilah orang Ismael datang dari Gilead dengan untanya yang
membawa damar, balsam dan damar ladan, dalam perjalanannya
mengangkut barang-barang itu ke Mesir. Lalu kata Yehuda kepada
saudara-saudaranya itu: ‘Apakah untungnya kalau kita membunuh
adik kita itu dan menyembunyikan darahnya? Marilah kita jual dia
kepada orang Ismael ini, namun janganlah kita apa-apakan dia, karena
ia saudara kita, darah daging kita.’ Dan saudara-saudaranya
mendengarkan perkataannya itu. saat ada saudagar-saudagar
Midian lewat, Yusuf diangkat ke atas dari dalam sumur itu, kemudian
dijual kepada orang Ismael itu dengan harga dua puluh syikal
perak. Lalu Yusuf dibawa mereka ke Mesir. saat Ruben kembali ke
sumur itu, ternyata Yusuf tidak ada lagi di dalamnya. Lalu
dikoyakkannyalah bajunya, dan kembalilah ia kepada saudara-
saudaranya, katanya: ‘Anak itu tidak ada lagi, ke manakah aku
ini?’ Kemudian mereka mengambil jubah Yusuf, dan menyembelih
seekor kambing, lalu mencelupkan jubah itu ke dalam
darahnya. Jubah maha indah itu mereka suruh antarkan kepada ayah
mereka dengan pesan: ‘Ini kami dapati. Silakanlah bapa periksa
apakah jubah ini milik anak bapa atau tidak?’ saat Yakub
13
memeriksa jubah itu, ia berkata: ‘Ini jubah anakku; binatang
buas telah memakannya; tentulah Yusuf telah diterkam.’ Dan Yakub
mengoyakkan jubahnya, lalu mengenakan kain kabung pada
pinggangnya dan berkabunglah ia berhari-hari lamanya karena
anaknya itu. Sekalian anaknya laki-laki dan perempuan berusaha
menghiburkan dia, namun ia menolak dihiburkan, serta katanya:
‘Tidak! Aku akan berkabung, sampai aku turun mendapatkan anakku,
ke dalam dunia orang mati!’ Demikianlah Yusuf ditangisi oleh
ayahnya. Adapun Yusuf, ia dijual oleh orang Midian itu ke Mesir,
kepada Potifar, seorang pegawai istana Firaun, kepala pengawal
raja” (Kejadian 37:12-36).
“Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: ‘Firaun berkeras hati, ia
menolak membiarkan bangsa itu pergi. Pergilah kepada Firaun pada
waktu pagi, pada waktu biasanya ia keluar ke sungai; nantikanlah dia
di tepi sungai Nil dengan memegang di tanganmu tongkat yang
tadinya berubah menjadi ular. Dan katakanlah kepadanya: TUHAN,
Allah orang Ibrani, telah mengutus aku kepadamu untuk mengatakan:
Biarkanlah umat-Ku pergi, supaya mereka beribadah kepada-Ku di
padang gurun; meskipun begitu sampai sekarang engkau tidak mau
mendengarkan. Sebab itu beginilah firman TUHAN: Dari hal yang
berikut akan kauketahui, bahwa Akulah TUHAN. Lihat, dengan
tongkat yang di tanganku ini akan kupukul air yang di sungai Nil dan
air itu akan berubah menjadi darah, dan ikan yang dalam sungai Nil
akan mati, sehingga sungai Nil akan berbau busuk; maka orang Mesir
akan segan meminum air dari sungai Nil ini.’ TUHAN berfirman
kepada Musa: ‘Katakanlah kepada Harun: Ambillah
tongkatmu, ulurkanlah tanganmu ke atas segala air orang Mesir, ke
atas sungai, selokan, kolam dan ke atas segala kumpulan air yang ada
pada mereka, supaya semuanya menjadi darah, dan akan ada darah
di seluruh tanah Mesir, bahkan dalam wadah kayu dan wadah batu.’
Demikianlah Musa dan Harun berbuat seperti yang
difirmankan TUHAN; diangkatnya tongkat itu dan dipukulkannya
kepada air yang di sungai Nil, di depan mata Firaun dan pegawai-
pegawainya, maka seluruh air yang di sungai Nil berubah menjadi
darah; matilah ikan di sungai Nil, sehingga sungai Nil itu berbau
busuk dan orang Mesir tidak dapat meminum air dari sungai Nil; dan
di seluruh tanah Mesir ada darah. namun para ahli Mesir membuat
yang demikian juga dengan ilmu-ilmu mantera mereka, sehingga
hati Firaun berkeras dan ia tidak mau mendengarkan mereka
14
keduanya seperti yang telah difirmankan TUHAN. Firaun berpaling,
lalu masuk ke istananya dan tidak mau memperhatikan hal itu
juga. namun semua orang Mesir menggali-gali di sekitar sungai Nil
mencari air untuk diminum, sebab mereka tidak dapat meminum air
sungai Nil. Demikianlah genap tujuh hari berlalu setelah TUHAN
menulahi sungai Nil” (Keluaran 7:14-25).
C. RANGKUMAN
Kitab ‘Pentateukh’ atau ‘Kitab-kitab Taurat’ yaitu kitab-kitab yang
memuat materi-materi pengajaran, instruksi, aturan, petunjuk, atau hukum.
Walaupun memiliki satu judul sebagai satu kesatuan kitab atau gulungan
kitab, Kitab ‘Pentateukh’ yang terdiri dari lima kitab ini juga memiliki nama
atau judul untuk masing-masing kitabnya. Demi alasan penggunaan secara
praktis dalam aktivitas peribadatan di sinagoga, lantas gulungan yang sangat
tebal dan panjang itu dibagi menjadi lima bagian. Secara material, jika
memerhatikan secara saksama kelima kitab itu pembaca dapat memeroleh
informasi bahwa sebenarnya panjang masing-masing kitab itu berbeda satu
dengan yang lainnya. Sejak abad IV sM sampai abad XVII M Bangsa Yahudi
dan Orang-orang Kristen menganggap bahwa ‘Pentateukh’ yaitu buah karya
Musa. Akan namun , sejak abad XVII M sejumlah kritikus dan ahli Kitab Suci
meragukan gagasan atau tradisi terkait Musa sebagai pengarang itu.
TRADISI-TRADISI PENULISAN PENTATEUKH
Banyak ahli Kitab Suci mendedikasikan pikiran, perhatian, tenaga,
dan waktunya untuk meneliti Kitab ‘Pentateukh’. Para kritikus yang berjasa
dalam penyelidikan ilmiah terhadap Kitab ‘Pentateukh’ yaitu Richard
Simon, Baruch Spinoza, Jean Astruc, dan Julius Wellhausen. Secara khusus,
Julius Wellhausen (1844-1918) menulis sebuah buku berjudul ‘Prolegomena
to the History of Israel’ (1878) sebagai simpulan penelitiannya. Buku itu
mengemukakan suatu hipótesis, yaitu ‘Documentary Theory’ atau ‘Teori
Sumber’. Menurut hipotesis ini, Kitab ‘Pentateukh’ merupakan hasil
penyatuan empat tradisi (aliran) tulisan, yaitu Tradisi Yahwista (J), Elohista
(E), Priesterkodex (P), dan Deuteronomium (U) atau Ulangan.
B.
Teori Sumber menjadi upaya memahami kepengarangan ‘Pentateukh’
dalam terang Hipotesis Dokumentaria. Gagasan ini meyakini bahwa
‘Pentateukh’ merupakan dokumentasi empat sumber yang berbeda alih-alih
karya utama seorang penulis yang seringkali secara tradisional menunjuk pada
16
diri Musa. Awalnya Teori Sumber mengusulkan dua penulis atau sumber
‘Pentateukh’ berbasiskan pemakaian sebutan ‘Yahweh’ dan ‘Elohim’ untuk
Allah. Selanjutnya ada dua sumber tambahan diusulkan. Kedua tambahan itu
yaitu Tradisi Priesterkodex (P) dan Deuteronomium (D). Keempat sumber
itu menghasilkan gabungan sumber JEDP.
a. Tradisi Yahwista (J)
Pada sekitar abad X sM dalam periode Kerajaan Tunggal Israel
diperintah Raja Salomo, ada sekelompok cendekiawan istana yang merintis
upaya mengumpulkan aneka macam narasi tradisional. Tujuannya, menulis
asal-usul Bangsa Israel. Narasi itu meliputi narasi Abraham sampai dengan
wafat Musa. Materi-materi narasi itu berasal dari dari sejumlah sumber atau
situs. Pertama, para pemimpin suku. Kedua, tempat-tempat ibadat (Silo,
Gilgal, Sikhem, dan Yerusalem). Ketiga, tempat-tempat lain di mana narasi
tentang Bapa-bapa bangsa beredar. Misalnya, Hebron, Betel, dan Bersyeba.
Sekelompok cendekiawan itu mengumpulkan sekaligus memilih narasi-narasi
yang relevan dan penting untuk perkembangan iman Bangsa Israel pada
periode tersebut (abad X). Misalnya, narasi Ishak, Yakub, dan Esau.
“saat Ishak sudah tua, dan matanya telah kabur, sehingga ia tidak
dapat melihat lagi, dipanggilnyalah Esau, anak sulungnya, serta
berkata kepadanya: ‘Anakku.’ Sahut Esau: ‘Ya, bapa.’ Berkatalah
Ishak: ‘Lihat, aku sudah tua, aku tidak tahu bila hari kematianku.
Maka sekarang, ambillah senjatamu, tabung panah dan busurmu,
pergilah ke padang dan burulah bagiku seekor binatang; olahlah
bagiku makanan yang enak, seperti yang kugemari, sesudah itu
bawalah kepadaku, supaya kumakan, agar aku memberkati engkau,
sebelum aku mati.’ namun Ribka mendengarkannya, saat Ishak
berkata kepada Esau, anaknya. Setelah Esau pergi ke padang
memburu seekor binatang untuk dibawanya kepada ayahnya,
berkatalah Ribka kepada Yakub, anaknya: ‘Telah kudengar ayahmu
berkata kepada Esau, kakakmu: Bawalah bagiku seekor binatang
buruan dan olahlah bagiku makanan yang enak, supaya kumakan, dan
supaya aku memberkati engkau di hadapan TUHAN, sebelum aku
mati. Maka sekarang, anakku, dengarkanlah perkataanku seperti
yang kuperintahkan kepadamu. Pergilah ke tempat kambing domba
kita, ambillah dari sana dua anak kambing yang baik, maka aku akan
mengolahnya menjadi makanan yang enak bagi ayahmu, seperti yang
digemarinya. Bawalah itu kepada ayahmu, supaya dimakannya, agar
dia memberkati engkau, sebelum ia mati.’ Lalu kata Yakub kepada
17
Ribka, ibunya: ‘namun Esau, kakakku, yaitu seorang yang berbulu
badannya, sedang aku ini kulitku licin. Mungkin ayahku akan meraba
aku; maka nanti ia akan menyangka bahwa aku mau memperolok-
olokkan dia; dengan demikian aku akan mendatangkan kutuk atas
diriku dan bukan berkat.’ namun ibunya berkata kepadanya: ‘Akulah
yang menanggung kutuk itu, anakku; dengarkan saja perkataanku,
pergilah ambil kambing-kambing itu.’ Lalu ia pergi mengambil
kambing-kambing itu dan membawanya kepada ibunya; sesudah itu
ibunya mengolah makanan yang enak, seperti yang digemari ayahnya.
Kemudian Ribka mengambil pakaian yang indah kepunyaan Esau,
anak sulungnya, pakaian yang disimpannya di rumah, lalu
disuruhnyalah dikenakan oleh Yakub, anak bungsunya. Dan kulit anak
kambing itu dipalutkannya pada kedua tangan Yakub dan pada
lehernya yang licin itu. Lalu ia memberikan makanan yang enak dan
roti yang telah diolahnya itu kepada Yakub, anaknya. Demikianlah
Yakub masuk ke tempat ayahnya serta berkata: ‘Bapa!’ Sahut
ayahnya: ‘Ya, anakku; siapakah engkau?’ Kata Yakub kepada
ayahnya: ‘Akulah Esau, anak sulungmu. Telah kulakukan, seperti
yang bapa katakan kepadaku. Bangunlah, duduklah dan makanlah
daging buruan masakanku ini, agar bapa memberkati aku.’ Lalu Ishak
berkata kepada anaknya itu: ‘Lekas juga engkau mendapatnya,
anakku!’ Jawabnya: ‘Karena TUHAN, Allahmu, membuat aku
mencapai tujuanku.’ Lalu kata Ishak kepada Yakub: ‘Datanglah
mendekat, anakku, supaya aku meraba engkau, apakah engkau ini
anakku Esau atau bukan.’ Maka Yakub mendekati Ishak, ayahnya, dan
ayahnya itu merabanya serta berkata: ‘Kalau suara, suara Yakub;
kalau tangan, tangan Esau.’ Jadi Ishak tidak mengenal dia, karena
tangannya berbulu seperti tangan Esau, kakaknya. Ishak hendak
memberkati dia, namun ia masih bertanya: ‘Benarkah engkau ini
anakku Esau?’ Jawabnya: ‘Ya!’ Lalu berkatalah Ishak: ‘Dekatkanlah
makanan itu kepadaku, supaya kumakan daging buruan masakan
anakku, agar aku memberkati engkau.’ Jadi didekatkannyalah
makanan itu kepada ayahnya, lalu ia makan, dibawanya juga anggur
kepadanya, lalu ia minum. Berkatalah Ishak, ayahnya, kepadanya:
‘Datanglah dekat-dekat dan ciumlah aku, anakku.’ Lalu datanglah
Yakub dekat-dekat dan diciumnyalah ayahnya. saat Ishak mencium
bau pakaian Yakub, diberkatinyalah dia, katanya: ‘Sesungguhnya bau
anakku yaitu sebagai bau padang yang diberkati TUHAN. Allah
akan memberikan kepadamu embun yang dari langit dan tanah-tanah
gemuk di bumi dan gandum serta anggur berlimpah-limpah. Bangsa-
18
bangsa akan takluk kepadamu, dan suku-suku bangsa akan sujud
kepadamu; jadilah tuan atas saudara-saudaramu, dan anak-anak
ibumu akan sujud kepadamu. Siapa yang mengutuk engkau,
terkutuklah ia, dan siapa yang memberkati engkau, diberkatilah ia.’
Setelah Ishak selesai memberkati Yakub, dan baru saja Yakub keluar
meninggalkan Ishak, ayahnya, pulanglah Esau, kakaknya, dari
berburu. Ia juga menyediakan makanan yang enak, lalu membawanya
kepada ayahnya. Katanya kepada ayahnya: ‘Bapa, bangunlah dan
makan daging buruan masakan anakmu, agar engkau memberkati
aku.’ namun kata Ishak, ayahnya, kepadanya: ‘Siapakah engkau ini?’
Sahutnya: ‘Akulah anakmu, anak sulungmu, Esau.’ Lalu terkejutlah
Ishak dengan sangat serta berkata: ‘Siapakah gerangan dia, yang
memburu binatang itu dan yang telah membawanya kepadaku? Aku
telah memakan semuanya, sebelum engkau datang, dan telah
memberkati dia; dan dia akan tetap orang yang diberkati.’ Sesudah
Esau mendengar perkataan ayahnya itu, meraung-raunglah ia dengan
sangat keras dalam kepedihan hatinya serta berkata kepada ayahnya:
‘Berkatilah aku ini juga, ya bapa!’ Jawab ayahnya: ‘Adikmu telah
datang dengan tipu daya dan telah merampas berkat yang untukmu
itu.’ Kata Esau: ‘Bukankah tepat namanya Yakub, karena ia telah dua
kali menipu aku. Hak kesulunganku telah dirampasnya, dan sekarang
dirampasnya pula berkat yang untukku.’ Lalu katanya: ‘Apakah bapa
tidak mempunyai berkat lain bagiku?’ Lalu Ishak menjawab Esau,
katanya: ‘Sesungguhnya telah kuangkat dia menjadi tuan atas
engkau, dan segala saudaranya telah kuberikan kepadanya menjadi
hambanya, dan telah kubekali dia dengan gandum dan anggur; maka
kepadamu, apa lagi yang dapat kuperbuat, ya anakku?’ Kata Esau
kepada ayahnya: ‘Hanya berkat yang satu itukah ada padamu, ya
bapa? Berkatilah aku ini juga, ya bapa!’ Dan dengan suara keras
menangislah Esau. Lalu Ishak, ayahnya, menjawabnya:
‘Sesungguhnya tempat kediamanmu akan jauh dari tanah-tanah
gemuk di bumi dan jauh dari embun dari langit di atas. Engkau akan
hidup dari pedangmu dan engkau akan menjadi hamba adikmu. namun
akan terjadi kelak, apabila engkau berusaha sungguh-sungguh, maka
engkau akan melemparkan kuk itu dari tengkukmu.’ Esau menaruh
dendam kepada Yakub karena berkat yang telah diberikan oleh
ayahnya kepadanya, lalu ia berkata kepada dirinya sendiri: ‘Hari-
hari berkabung karena kematian ayahku itu tidak akan lama lagi;
pada waktu itulah Yakub, adikku, akan kubunuh.’ saat
diberitahukan perkataan Esau, anak sulungnya itu kepada Ribka,
19
maka disuruhnyalah memanggil Yakub, anak bungsunya, lalu berkata
kepadanya: ‘Esau, kakakmu, bermaksud membalas dendam
membunuh engkau. Jadi sekarang, anakku, dengarkanlah
perkataanku, bersiaplah engkau dan larilah kepada Laban,
saudaraku, ke Haran, dan tinggallah padanya beberapa waktu
lamanya, sampai kegeraman dan kemarahan kakakmu itu surut dari
padamu, dan ia lupa apa yang telah engkau perbuat kepadanya;
kemudian aku akan menyuruh orang menjemput engkau dari situ.
Mengapa aku akan kehilangan kamu berdua pada satu hari juga?’”
(Kejadian 27:1-45).
Setelah proses panjang para cendekiawan itu berhasil menyusun suatu
narasi panjang. Narasi itu berawal dari narasi Abraham, Yakub, Yusuf,
pembebasan dari Mesir, Sinai, sampai peristiwa di padang gurun. Selanjutnya
para cendekiawan menambahkan suatu pengantar kepada rangkaian narasi itu.
Pengantar itu memuat narasi awal mula. Para cendekiawan mengambil materi
narasi ini dari narasi-narasi tradisional Suku Semit (Kejadian 1-11). Dengan
demikian, narasi penciptaan, dosa, dan berkembangnya dosa menjadi titik
tolak dan latar belakang panggilan Abraham. Selanjutnya narasi panggilan
Abraham menjadi pangkal sejarah penyelamatan yang dikerjakan Yahweh
melalui Bangsa Israel dan berpuncak dalam diri Yesus Kristus.
Ciri-ciri Tradisi Yahwista (J)
(1) Selalu menyebut Allah dengan nama Yahwe sejak awal.
“Demikianlah riwayat langit dan bumi pada waktu diciptakan.
saat TUHAN Allah menjadikan bumi dan langit” (Kejadian
2:4).
Padahal, sebutan Yahwe baru diperoleh Musa sebagai wahyu
setelahnya di Gunung Sinai atau di Gunung Horeb.
“Selanjutnya berfirmanlah Allah kepada Musa: Beginilah
kaukatakan kepada orang Israel: TUHAN, Allah nenek
moyangmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub, telah
mengutus aku kepadamu: itulah nama-Ku untuk selama-
lamanya dan itulah sebutan-Ku turun-temurun” (Keluaran
3:15).
20
“Aku telah menampakkan diri kepada Abraham, Ishak dan
Yakub sebagai Allah Yang Mahakuasa, namun dengan nama-Ku
TUHAN Aku belum menyatakan diri” (Keluaran 6:2).
(2) Selalu menyebut gunung tempat pewahyuan nama Yahwe
sebagai Gunung ‘Sinai’.
(3) Selalu menyebut penduduk yang bermukim di kawasan Palestina
dengan nama ‘Kanaanite’ atau Bangsa Kanaan.
(4) Gaya bahasanya menarik dan konkret.
(5) Narasinya indah, variatif, dan penuh dengan dialog.
“Lalu berangkatlah orang-orang itu dari situ dan memandang
ke arah Sodom; dan Abraham berjalan bersama-sama dengan
mereka untuk mengantarkan mereka. Berpikirlah TUHAN:
‘Apakah Aku akan menyembunyikan kepada Abraham apa yang
hendak Kulakukan ini? Bukankah sesungguhnya Abraham akan
menjadi bangsa yang besar serta berkuasa, dan oleh dia segala
bangsa di atas bumi akan mendapat berkat? Sebab Aku telah
memilih dia, supaya diperintahkannya kepada anak-
anaknya dan kepada keturunannya supaya tetap hidup menurut
jalan yang ditunjukkan TUHAN, dengan melakukan kebenaran
dan keadilan, dan supaya TUHAN memenuhi kepada Abraham
apa yang dijanjikan-Nya kepadanya.’ Sesudah itu berfirmanlah
TUHAN: ‘Sesungguhnya banyak keluh kesah orang tentang
Sodom dan Gomora dan sesungguhnya sangat berat
dosanya. Baiklah Aku turun untuk melihat, apakah benar-benar
mereka telah berkelakuan seperti keluh kesah orang yang telah
sampai kepada-Ku atau tidak; Aku hendak
mengetahuinya.’ Lalu berpalinglah orang-orang itu dari situ
dan berjalan ke Sodom, namun Abraham masih tetap berdiri di
hadapan TUHAN. Abraham datang mendekat dan berkata:
‘Apakah Engkau akan melenyapkan orang benar bersama-sama
dengan orang fasik? Bagaimana sekiranya ada lima puluh
orang benar dalam kota itu? Apakah Engkau akan melenyapkan
tempat itu dan tidakkah Engkau mengampuninya karena kelima
puluh orang benar yang ada di dalamnya itu? Jauhlah kiranya
dari pada-Mu untuk berbuat demikian, membunuh orang
benar bersama-sama dengan orang fasik, sehingga orang benar
itu seolah-olah sama dengan orang fasik! Jauhlah kiranya yang
demikian dari pada-Mu! Masakan Hakim segenap bumi tidak
21
menghukum dengan adil?’ TUHAN berfirman: ‘Jika Kudapati
lima puluh orang benar dalam kota Sodom, Aku akan
mengampuni seluruh tempat itu karena mereka.’ Abraham
menyahut: ‘Sesungguhnya aku telah memberanikan diri berkata
kepada Tuhan, walaupun aku debu dan abu. Sekiranya kurang
lima orang dari kelima puluh orang benar itu, apakah Engkau
akan memusnahkan seluruh kota itu karena yang lima itu?’
Firman-Nya: ‘Aku tidak memusnahkannya, jika Kudapati empat
puluh lima di sana.’ Lagi Abraham melanjutkan perkataannya
kepada-Nya: ‘Sekiranya empat puluh didapati di sana?’
Firman-Nya: ‘Aku tidak akan berbuat demikian karena yang
empat puluh itu.’ Katanya: ‘Janganlah kiranya Tuhan
murka, kalau aku berkata sekali lagi. Sekiranya tiga puluh
didapati di sana?’ Firman-Nya: ‘Aku tidak akan berbuat
demikian, jika Kudapati tiga puluh di sana.’ Katanya:
‘Sesungguhnya aku telah memberanikan diri berkata kepada
Tuhan. Sekiranya dua puluh didapati di sana?’ Firman-Nya:
‘Aku tidak akan memusnahkannya karena yang dua puluh
itu.’ Katanya: ‘Janganlah kiranya Tuhan murka, kalau aku
berkata lagi sekali ini saja. Sekiranya sepuluh didapati di
sana?’ Firman-Nya: ‘Aku tidak akan memusnahkannya karena
yang sepuluh itu.’ Lalu pergilah TUHAN, setelah Ia selesai
berfirman kepada Abraham; dan kembalilah Abraham ke tempat
tinggalnya” (Kejadian 18:16-33).
(6) Menggambarkan Yahwe yang berbelas kasih kepada umat
manusia.
(7) Karakter universalisme kuat (Kejadian 12:3) dengan Kota
Yerusalem sebagai pusatnya.
“Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau,
dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu
semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat” (Kejadian
12:3).
(8) Penggambaran anthropomorfistis.
“saat mereka mendengar bunyi langkah TUHAN Allah, yang
berjalan-jalan dalam taman itu pada waktu hari sejuk,
22
bersembunyilah manusia dan isterinya itu terhadap TUHAN
Allah di antara pohon-pohonan dalam taman” (Kejadian 3:8).
“saat dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di
bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu
membuahkan kejahatan semata-mata, maka menyesallah
TUHAN, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal
itu memilukan hati-Nya” (Kejadian 6:5-6).
“saat TUHAN mencium persembahan yang harum itu,
berfirmanlah TUHAN dalam hati-Nya: "Aku takkan mengutuk
bumi ini lagi karena manusia, sekalipun yang ditimbulkan
hatinya yaitu jahat dari sejak kecilnya, dan Aku takkan
membinasakan lagi segala yang hidup seperti yang telah
Kulakukan” (Kejadian 8:21).
b. Tradisi Elohista (E)
Di Kerajaan Selatan (Yehuda) para Tua-tua bangsa menyusun narasi
asal-usul Bangsa Israel. Narasi itu terkenal dengan sebutan ‘Tradisi
Yahwista’. Aktivitas serupa terjadi pula di Kerajaan Utara (Israel). Di Utara
para Tua-tua bangsa menyusun narasi dengan karakteristik dokumentatif
serupa pada abad IX-VIII sM atau pada periode Raja Yerobeam II. Para ahli
Kitab Suci di kemudian hari menamakan Kelompok anonim ini sebagai
kelompok Tradisi ‘Elohista’. Nama itu muncul karena kelompok ini tidak
pernah menggunakan nama ‘Yahwe’ untuk menyebut Allah dalam narasi
sebelum pewahyuan nama tersebut kepada Musa di Gunung Sinai (Keluaran
3:15). Mereka menyebut Allah dengan nama ‘Elohim’. Artinya, Allah.
“Selanjutnya berfirmanlah Allah kepada Musa: Beginilah kaukatakan
kepada orang Israel: TUHAN, Allah nenek moyangmu, Allah
Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub, telah mengutus aku
kepadamu: itulah nama-Ku untuk selama-lamanya dan itulah
sebutan-Ku turun-temurun” (Keluaran 3:15).
Dinamika kerja, aktivitas, dan tujuan mereka sebenarnya tidak banyak
berbeda dari kelompok Tradisi Yahwista (J). akan namun , walaupun sebagian
besarnya sejajar, teta pada sejumlah perbedaan. Pembaca dapat memahami
dengan mudah perbedaan-perbedaan ini, jika mengingat kondisi politik dan
religius yang cukup berbeda dari keadaan periode Raja Daud dan Raja
Salomo. Pada periode ini tidak ada lagi kerajaan yang besar dan kuat. Yang
23
ada hanyalah kerajaan-kerajaan kecil, terpecah, dan terancam. Aktivitas nabi-
nabi pertama, terutama Nabi Elia dan Nabi Elisa telah memberi pengaruh bagi
alam pikiran religius di Kerajaan Utara. Pengaruh yang tampak yaitu terkait
gagasan transendensi Allah. Gagasan inilah yang ditekankan Tradisi Elohista
(E). Tradisi ini memberi perhatian yang sangat besar terhadap Perjanjian
Sinai. Selain itu, tema ‘anak laki-laki yang dalam bahaya’ juga menjadi
perhatian tradisi ini.
“saat kelaparan timbul di negeri itu, pergilah Abram ke Mesir untuk
tinggal di situ sebagai orang asing, sebab hebat kelaparan di negeri
itu. Pada waktu ia akan masuk ke Mesir, berkatalah ia kepada
Sarai, isterinya: ‘Memang aku tahu, bahwa engkau yaitu seorang
perempuan yang cantik parasnya. Apabila orang Mesir melihat
engkau, mereka akan berkata: Itu isterinya. Jadi mereka akan
membunuh aku dan membiarkan engkau hidup. Katakanlah, bahwa
engkau adikku, supaya aku diperlakukan mereka dengan baik karena
engkau, dan aku dibiarkan hidup oleh sebab engkau.’ Sesudah Abram
masuk ke Mesir, orang Mesir itu melihat, bahwa perempuan itu
sangat cantik, dan saat punggawa-punggawa Firaun melihat Sarai,
mereka memuji-mujinya di hadapan Firaun, sehingga perempuan itu
dibawa ke istananya. Firaun menyambut Abram dengan baik-baik,
karena ia mengingini perempuan itu, dan Abram mendapat kambing
domba, lembu sapi, keledai jantan, budak laki-laki dan perempuan,
keledai betina dan unta. namun TUHAN menimpakan tulah yang hebat
kepada Firaun, demikian juga kepada seisi istananya, karena Sarai,
isteri Abram itu. Lalu Firaun memanggil Abram serta berkata:
‘Apakah yang kauperbuat ini terhadap aku? Mengapa tidak
kauberitahukan, bahwa ia isterimu? Mengapa engkau katakan: dia
adikku, sehingga aku mengambilnya menjadi isteriku? Sekarang,
inilah isterimu, ambillah dan pergilah!’ Lalu Firaun memerintahkan
beberapa orang untuk mengantarkan Abram pergi, bersama-sama
dengan isterinya dan segala kepunyaannya” (Kejadian 12:10-20).
Ciri-ciri Tradisi Elohista (E)
(1) Sebelum peristiwa Musa menerima wahyu terkait nama Yahwe
(Keluaran 3:15), tradisi ini senantiasa menggunakan nama
‘Elohim’ untuk menyebut Allah.
(2) Tradisi ini menyebut Gunung Sinai dengan nama Gunung
‘Horeb’.
(3) Selalu menyebut Bangsa Kanaan dengan nama ‘Amorite’.
24
(4) Gaya bahasanya tidak begitu menarik dan spontan.
(5) Substansi teksnya cenderung lebih didaktis atau bermuatan
pengajaran.
(6) Nasionalisme kuat.
(7) Tidak ada lagi perhatian yang besar bagi bangsa-bangsa lain
sebagaimana ditunjukkan Tradisi Yahwista (J). Oleh karena itu,
narasinya berawal dengan Abraham sebagai Bapa Bangsa Israel
tanpa adanya pengantar terkait narasi awal mula manusia.
(8) Penggambaran anthropomorfisme berkurang. Allah dilukiskan
biasa menghubungi manusia dengan pengantaraan malaikat,
mimpi, atau suara.
(9) Pada bagian Bapa-bapa bangsa penyusun memberi perhatian
khusus kepada peristiwa-peristiwa yang terjadi di kawasan
Palestina Tengah dan Utara, yaitu wilayah yang termasuk
Kerajaan Utara.
(10) Pusat seluruh narasi yaitu Perjanjian Sinai. Tradisi ini
memusatkan narasinya dengan menekankan kesetiaan pada
perjanjian sebagai jaminan keselamatan, sekaligus peringatan
bahwa penolakan akan membawa kutuk dan kehancuran.
c. Tradisi Priesterkodex (P)
Sekelompok imam yang hidup di Kerajaan Yehuda pada periode
Sesudah Pembuangan (abad VI-V sM) menyusun sejarah umat manusia sejak
penciptaan manusia pertama sampai dengan Abraham. Selanjutnya, mereka
juga menyusun narasi sejarah Bangsa Israel sejak Abraham sampai dengan
Musa. Pada intinya, tradisi ini menyampaikan narasi yang nyaris serupa
dengan Tradisi Yahwista (J) dan Tradisi Elohista (E). Akan namun ,
karakteristik tradisi ini berbeda. Ada jembatan antara narasi penciptaan
manusia pertama dengan narasi periode Abraham. Yang menjadi jembatan
antara kedua narasi itu yaitu narasi air bah dan daftar silsilah. Selain itu,
tradisi ini juga mencantumkan hal-hal yang terkait dengan ibadat dan
peraturannya. Tradisi ini mengaitkan peraturan-peraturan ini dengan Bapa
Bangsa dan Musa.
Ciri-ciri Tradisi Priesterkodex (P)
(1) Gaya bahasanya panjang lebar dan tidak menarik.
(2) Menggunakan gaya bahasa hukum.
(3) Menyebut Allah dengan nama ‘Elohim’ sebelum periode Musa.
(4) Perhatian utama pada daftar silsilah yang memuat angka dan
umur.
25
(5) Tekanan pada segala sesuatu yang terkait dengan kesucian dan
ketahiran kultis.
(6) Penggambaran anthropomorfisme dihindari.
(7) Transendensi Allah sangat mendapat perhatian.
(8) Pandangannya sangat monoteistis dan sentralistis.
Salah satu teks dari Tradisi Priesterkodex yaitu narasi penciptaan
versi pertama.
“Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. Bumi belum
berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan
Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air.
Berfirmanlah Allah: ‘Jadilah terang.’ Lalu terang itu jadi. Allah
melihat bahwa terang itu baik, lalu dipisahkan-Nyalah terang itu dari
gelap. Dan Allah menamai terang itu siang, dan gelap itu malam.
Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari
pertama. Berfirmanlah Allah: ‘Jadilah cakrawala di tengah segala
air untuk memisahkan air dari air.’ Maka Allah menjadikan
cakrawala dan Ia memisahkan air yang ada di bawah cakrawala itu
dari air yang ada di atasnya. Dan jadilah demikian. Lalu Allah
menamai cakrawala itu langit. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah
hari kedua. Berfirmanlah Allah: ‘Hendaklah segala air yang di bawah
langit berkumpul pada satu tempat, sehingga kelihatan yang kering.’
Dan jadilah demikian. Lalu Allah menamai yang kering itu darat, dan
kumpulan air itu dinamai-Nya laut. Allah melihat bahwa semuanya
itu baik. Berfirmanlah Allah: ‘Hendaklah tanah menumbuhkan tunas-
tunas muda, tumbuh-tumbuhan yang berbiji, segala jenis pohon buah-
buahan yang menghasilkan buah yang berbiji, supaya ada tumbuh-
tumbuhan di bumi.’ Dan jadilah demikian. Tanah itu menumbuhkan
tunas-tunas muda, segala jenis tumbuh-tumbuhan yang berbiji dan
segala jenis pohon-pohonan yang menghasilkan buah yang berbiji.
Allah melihat bahwa semuanya itu baik. Jadilah petang dan jadilah
pagi, itulah hari ketiga. Berfirmanlah Allah: ‘Jadilah benda-benda
penerang pada cakrawala untuk memisahkan siang dari malam.
Biarlah benda-benda penerang itu menjadi tanda yang
menunjukkan masa-masa yang tetap dan hari-hari dan tahun-
tahun, dan sebagai penerang pada cakrawala biarlah benda-benda
itu menerangi bumi.’ Dan jadilah demikian. Maka Allah menjadikan
kedua benda penerang yang besar itu, yakni yang lebih besar untuk
menguasai siang dan yang lebih kecil untuk menguasai malam, dan
26
menjadikan juga bintang-bintang. Allah menaruh semuanya itu di
cakrawala untuk menerangi bumi, dan untuk menguasai siang dan
malam, dan untuk memisahkan terang dari gelap. Allah melihat
bahwa semuanya itu baik. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari
keempat. Berfirmanlah Allah: ‘Hendaklah dalam air berkeriapan
makhluk yang hidup, dan hendaklah burung beterbangan di atas bumi
melintasi cakrawala.’ Maka Allah menciptakan binatang-binatang
laut yang besar dan segala jenis makhluk hidup yang bergerak, yang
berkeriapan dalam air, dan segala jenis burung yang bersayap. Allah
melihat bahwa semuanya itu baik. Lalu Allah memberkati
semuanya itu, firman-Nya: ‘Berkembangbiaklah dan bertambah
banyaklah serta penuhilah air dalam laut, dan hendaklah burung-
burung di bumi bertambah banyak.’ Jadilah petang dan jadilah
pagi, itulah hari kelima. Berfirmanlah Allah: ‘Hendaklah bumi
mengeluarkan segala jenis makhluk yang hidup, ternak dan binatang
melata dan segala jenis binatang liar.’ Dan jadilah demikian. Allah
menjadikan segala jenis binatang liar dan segala jenis ternak dan
segala jenis binatang melata di muka bumi. Allah melihat bahwa
semuanya itu baik. Berfirmanlah Allah: ‘Baiklah Kita menjadikan
manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka
berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas
ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang
merayap di bumi.’ Maka Allah menciptakan manusia itu menurut
gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki
dan perempuan diciptakan-Nya mereka. Allah memberkati mereka,
lalu Allah berfirman kepada mereka: ‘Beranakcuculah dan
bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu,
berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan
atas segala binatang yang merayap di bumi.’ Berfirmanlah Allah:
‘Lihatlah, Aku memberikan kepadamu segala tumbuh-tumbuhan yang
berbiji di seluruh bumi dan segala pohon-pohonan yang buahnya
berbiji; itulah akan menjadi makananmu. namun kepada segala
binatang di bumi dan segala burung di udara dan segala yang
merayap di bumi, yang bernyawa, Kuberikan segala tumbuh-
tumbuhan hijau menjadi makanannya.’ Dan jadilah demikian. Maka
Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat
baik. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari keenam.
Demikianlah diselesaikan langit dan bumi dan segala isinya. saat
Allah pada hari ketujuh telah menyelesaikan pekerjaan yang dibuat-
Nya itu, berhentilah Ia pada hari ketujuh dari segala pekerjaan yang
27
telah dibuat-Nya itu. Lalu Allah memberkati hari ketujuh itu dan
menguduskannya, karena pada hari itulah Ia berhenti dari segala
pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-Nya itu. Demikianlah
riwayat langit dan bumi pada waktu diciptakan” (Kejadian 1:1-2:4a).
d. Tradisi Deuteronomium – Ulangan (D)
Nama ‘Deuteronomium’ menunjuk pada makna ‘hukum kedua’.
Nama ini sekaligus menunjuk kepada penulis(-penulis) yang hidup di
Kerajaan Yehuda pada periode Raja Hizkia dan Raja Yosia (abad VII sM).
Nama ini diberikan kepada kelompok penulis tersebut karena merumuskan
kembali tulisan dari Tradisi Yahwista (J) dan Tradisi Elohista (E) secara baru.
“Apabila ia duduk di atas takhta kerajaan, maka haruslah ia
menyuruh menulis baginya salinan hukum ini menurut kitab yang ada
pada imam-imam orang Lewi” (Ulangan 17:18).
Ciri-ciri Tradisi Deuteronomium (D)
(1) Menyebut Allah dengan nama ‘Yahwe’.
(2) Menekankan kesetiaan pada Perjanjian Sinai.
(3) Gaya bahasa moralistis, hitam-putih, atau salah-benar.
(4) Gagasan teologisnya mendalam (Ulangan 7:7-11; 30:15-20).
“Bukan karena lebih banyak jumlahmu dari bangsa manapun
juga, maka hati TUHAN terpikat olehmu dan memilih kamu –
bukankah kamu ini yang paling kecil dari segala bangsa? –
namun karena TUHAN mengasihi kamu dan memegang sumpah-
Nya yang telah diikrarkan-Nya kepada nenek moyangmu, maka
TUHAN telah membawa kamu keluar dengan tangan yang kuat
dan menebus engkau dari rumah perbudakan, dari tangan
Firaun, raja Mesir. Sebab itu haruslah kauketahui, bahwa
TUHAN, Allahmu, Dialah Allah, Allah yang setia, yang
memegang perjanjian dan kasih setia-Nya terhadap orang yang
kasih kepada-Nya dan berpegang pada perintah-Nya, sampai
kepada beribu-ribu keturunan, namun terhadap diri setiap orang
dari mereka yang membenci Dia, Ia melakukan pembalasan
dengan membinasakan orang itu. Ia tidak bertangguh terhadap
orang yang membenci Dia. Ia langsung mengadakan
pembalasan terhadap orang itu. Jadi berpeganglah pada
perintah, yakni ketetapan dan peraturan yang kusampaikan
kepadamu pada hari ini untuk dilakukan” (Ulangan 7:7-11).
28
“Ingatlah, aku menghadapkan kepadamu pada hari ini
kehidupan dan keberuntungan, kematian dan
kecelakaan, karena pada hari ini aku memerintahkan kepadamu
untuk mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan hidup menurut jalan
yang ditunjukkan-Nya dan berpegang pada perintah, ketetapan
dan peraturan-Nya, supaya engkau hidup dan bertambah
banyak dan diberkati oleh TUHAN, Allahmu, di negeri ke mana
engkau masuk untuk mendudukinya. namun jika hatimu
berpaling dan engkau tidak mau mendengar, bahkan engkau
mau disesatkan untuk sujud menyembah kepada allah lain dan
beribadah kepadanya, maka aku memberitahukan kepadamu
pada hari ini, bahwa pastilah kamu akan binasa; tidak akan
lanjut umurmu di tanah, ke mana engkau pergi, menyeberangi
sungai Yordan untuk mendudukinya. Aku memanggil langit dan
bumi menjadi saksi terhadap kamu pada hari ini: kepadamu
kuperhadapkan kehidupan dan kematian, berkat dan
kutuk. Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau
maupun keturunanmu, dengan mengasihi TUHAN, Allahmu,
mendengarkan suara-Nya dan berpaut pada-Nya, sebab hal itu
berarti hidupmu dan lanjut umurmu untuk tinggal di tanah yang
dijanjikan TUHAN dengan sumpah kepada nenek moyangmu,
yakni kepada Abraham, Ishak dan Yakub, untuk memberikannya
kepada mereka” (Ulangan 30:15-20).
(5) Penggambaran militeristik.
“‘Apabila engkau keluar berperang melawan musuhmu, dan
engkau melihat kuda dan kereta, yakni tentara yang lebih
banyak dari padamu, maka janganlah engkau
takut kepadanya, sebab TUHAN, Allahmu, yang telah menuntun
engkau keluar dari tanah Mesir, menyertai engkau. Apabila
kamu menghadapi pertempuran, maka seorang imam harus
tampil ke depan dan berbicara kepada rakyat, dengan berkata
kepada mereka: Dengarlah, hai orang Israel! Kamu sekarang
menghadapi pertempuran melawan musuhmu; janganlah lemah
hatimu, janganlah takut, janganlah gentar dan janganlah
gemetar karena mereka, sebab TUHAN, Allahmu, Dialah yang
berjalan menyertai kamu untuk berperang bagimu melawan
musuhmu, dengan maksud memberikan
29
kemenangan kepadamu. Para pengatur pasukan haruslah
berbicara kepada tentara, demikian: Siapakah orang yang telah
mendirikan rumah baru, namun belum menempatinya? Ia boleh
pergi dan pulang ke rumahnya, supaya jangan ia mati dalam
pertempuran dan orang lain yang menempatinya. Dan siapa
telah membuat kebun anggur, namun belum mengecap hasilnya?
Ia boleh pergi dan pulang ke rumahnya, supaya jangan ia mati
dalam pertempuran dan orang lain yang mengecap hasilnya.
Dan siapa telah bertunangan dengan seorang perempuan, namun
belum mengawininya? Ia boleh pergi dan pulang ke rumahnya,
supaya jangan ia mati dalam pertempuran dan orang lain yang
mengawininya. Lagi para pengatur pasukan itu harus berbicara
kepada tentara demikian: Siapa takut dan lemah hati? Ia boleh
pergi dan pulang ke rumahnya, supaya hati saudara-
saudaranya jangan tawar seperti hatinya. Apabila para
pengatur pasukan selesai berbicara kepada tentara, maka
haruslah ditunjuk kepala-kepala pasukan untuk mengepalai
tentara. Apabila engkau mendekati suatu kota untuk berperang
melawannya, maka haruslah engkau menawarkan
perdamaian kepadanya. Apabila kota itu menerima tawaran
perdamaian itu dan dibukanya pintu gerbang bagimu, maka
haruslah semua orang yang terdapat di situ melakukan
pekerjaan rodi bagimu dan menjadi hamba kepadamu. namun
apabila kota itu tidak mau berdamai dengan engkau, melainkan
mengadakan pertempuran melawan engkau, maka haruslah
engkau mengepungnya; dan setelah TUHAN, Allahmu,
menyerahkannya ke dalam tanganmu, maka haruslah engkau
membunuh seluruh penduduknya yang laki-laki dengan mata
pedang. Hanya perempuan, anak-anak, hewan dan segala yang
ada di kota itu, yakni seluruh jarahan itu, boleh
kaurampas bagimu sendiri, dan jarahan yang dari musuhmu ini,
yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, boleh
kaupergunakan. Demikianlah harus kaulakukan terhadap
segala kota yang sangat jauh letaknya dari tempatmu, yang
tidak termasuk kota-kota bangsa-bangsa di sini. namun dari
kota-kota bangsa-bangsa itu yang diberikan TUHAN, Allahmu,
kepadamu menjadi milik pusakamu, janganlah kaubiarkan
hidup apapun yang bernafas, melainkan kautumpas sama sekali,
yakni orang Het, orang Amori, orang Kanaan, orang Feris,
orang Hewi, dan orang Yebus, seperti yang diperintahkan
30
kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, supaya mereka jangan
mengajar kamu berbuat sesuai dengan segala kekejian, yang
dilakukan mereka bagi allah mereka, sehingga kamu berbuat
dosa kepada TUHAN, Allahmu. Apabila dalam memerangi
suatu kota, engkau lama mengepungnya untuk direbut, maka
tidak boleh engkau merusakkan pohon-pohon sekelilingnya
dengan mengayunkan kapak kepadanya; buahnya boleh
kaumakan, namun batangnya janganlah kautebang; sebab,
pohon yang di padang itu bukan manusia, jadi tidak patut ikut
kaukepung. Hanya pohon-pohon, yang engkau tahu tidak
menghasilkan makanan, boleh kaurusakkan dan kautebang
untuk mendirikan pagar pengepungan terhadap kota yang
berperang melawan engkau, sampai kota itu jatuh’” (Ulangan
20:1-20).
“‘Apabila engkau keluar berperang melawan musuhmu, dan
TUHAN, Allahmu, menyerahkan mereka ke dalam
tanganmu dan engkau menjadikan mereka tawanan, dan engkau
melihat di antara tawanan itu seorang perempuan yang
elok, sehingga hatimu mengingini dia dan engkau mau
mengambil dia menjadi isterimu, maka haruslah engkau
membawa dia ke dalam rumahmu. Perempuan itu harus
mencukur rambutnya, memotong kukunya, menanggalkan
pakaian yang dipakainya pada waktu ditawan, dan tinggal di
rumahmu untuk menangisi ibu bapanya sebulan lamanya.
Sesudah demikian, bolehlah engkau menghampiri dia dan
menjadi suaminya, sehingga ia menjadi isterimu. Apabila
engkau tidak suka lagi kepadanya, maka haruslah engkau
membiarkan dia pergi sesuka hatinya; tidak boleh sekali-kali
engkau menjual dia dengan bayaran uang; tidak boleh engkau
memperlakukan dia sebagai budak, sebab engkau telah
memaksa dia’” (Ulangan 21:10-14).
“‘Apabila engkau maju dengan tentaramu melawan musuhmu,
maka haruslah engkau menjaga diri terhadap segala yang
jahat. Apabila ada di antaramu seorang laki-laki yang tidak
tahir disebabkan oleh sesuatu yang terjadi atasnya pada malam
hari, maka haruslah ia pergi ke luar perkemahan, janganlah ia
masuk ke dalam perkemahan. Kemudian menjelang
senja haruslah ia mandi dengan air, dan pada waktu matahari
31
terbenam, ia boleh masuk kembali ke dalam perkemahan. Di
luar perkemahan itu haruslah ada bagimu suatu tempat ke mana
engkau pergi untuk kada hajat. Di antara perlengkapanmu
haruslah ada padamu sekop kecil dan apabila engkau jongkok
kada hajat, haruslah engkau menggali lobang dengan itu dan
menimbuni kotoranmu. Sebab TUHAN, Allahmu, berjalan dari
tengah-tengah perkemahanmu untuk melepaskan engkau dan
menyerahkan musuhmu kepadamu; sebab itu haruslah
perkemahanmu itu kudus, supaya jangan Ia melihat sesuatu
yang tidak senonoh di antaramu, lalu berbalik dari padamu’”
(Ulangan 23:9-14).
C. RANGKUMAN
Walaupun ‘Teori Sumber’ menurut Julius Wellhausen ini masih
merupakan suatu hipótesis yang belum disepakati semua ahli Kitab Suci,
sekurang-kurangnya hipótesis ini telah memberi jawaban atas pertanyaan
terkait banyaknya pengulangan dan kontradiksi dalam Kitab ‘Pentateukh’.
Pengulangan dan kontradiksi memang sulit dipahami jika kitab ini disusun
seorang penulis saja. Dengan kata lain, para ahli Kitab Suci cenderung sulit
menerima bahwa penulis kelima kitab itu yaitu Musa seorang diri.
Sebaliknya, terjadinya pengulangan dan kontradiksi ini menjadi lebih mudah
dipahami jika diandaikan bahwa kitab-kitab ini ditulis beberapa orang atau
beberapa kelompok.
KITAB KEJADIAN
Sebagaimana bagian terdahulu telah memberikan penjelasan, Kitab
Kejadian menempati urutan pertama dalam deretan Kitab Pentateukh. Sebagai
yang pertama, Kitab Kejadian membuka rangkaian narasi umat manusia
secara umum sekaligus narasi Bangsa Israel secara khusus. Narasi yang
termuat di dalamnya menjadi basis narasi selanjutnya dalam kitab-kitab yang
mengikutinya.
B.
Pembaca yang memerhatikan Kitab Kejadian secara rinci niscaya
memahami bahwa Kitab Kejadian yaitu sebuah kitab yang secara tematik
secara independen. Kitab Kejadian mengakhiri dirinya sendiri dengan narasi
wafatnya dua bapa Bangsa Israel. Pertama, Yakub (Kejadian 49:29-33).
Kedua, Yusuf (Kejadian 50:22-26). Wafatnya kedua bapa besar Bangsa Israel
ini sekaligus menutup periode para Bapa Bangsa. Periode para Bapa Bangsa
itu sendiri berawal dari narasi Abraham. Kitab Keluaran yang menyusul
setelah itu tidak lagi bercerita tentang para Bapa Bangsa itu. Berbasiskan
33
narasi tersebut, pembaca segera dapat melihat bahwa Kitab Kejadian terdiri
dari dua bagian besar.
(1) Narasi sejarah awal yang memuat asal-usul manusia (Kejadian 1-
11)
(2) Narasi para Bapa Bangsa yang memuat asal-usul Bangsa Israel
(Kejadian 12-50)
Pembagian itu dapat dibandingkan dengan narasi yang termuat dalam
Kitab 2Raja-raja. Kitab 2Raja-raja memuat narasi sejarah Bangsa Israel.
Sedangkan Kitab Kejadian memuat narasi asal-usul alam semesta dan
manusia serta narasi asal-usul Bangsa Israel. Kedua bagian tersebut memiliki
panjang yang berbeda.
a. Narasi Asal-Usul Manusia
Bagian awal Kitab Kejadian menjadi bahan diskusi banyak ahli Kitab
Suci. Yang menjadi bahan diskusi terutama yaitu narasi penciptaan
(Kejadian 1-2). Para ahli Kitab Suci mencoba memertahankan gagasan Allah
sebagai Pencipta segala sesuatu sejak awal mula. Sebaliknya, para ahli ilmu
pengetahuan menjadi oposannya. Para ahli Ilmu Pengetahuan mengukur
narasi penciptaan dengan memakai kriteria-kriteria objektif Ilmu
Pengetahuan, terutama Ilmu Eksakta. Akibatnya, muncul ketegangan. Kedua
gagasan itu saling memertahankan landasannya masing-masing. Para ahli
Ilmu Pengetahuan menganggap narasi penciptaan itu sebagai omong kosong
yang tidak masuk akal. Sebaliknya, para ahli Kitab Suci berusaha mencari
upaya untuk memberi penjelasan atas narasi tersebut secara masuk akal,
sekaligus reflektif.
Salah satu upaya yang efektif dari para ahli Kitab Suci untuk memberi
penjelasan yang masuk akal atas narasi penciptaan itu yaitu menggunakan
pendekatan Historis-Kritis dan kontribusi Ilmu Sastra. Kedua pendekatan itu
membukakan pembaca pada wawasan yang lebih lapang sekaligus tepat untuk
memahami narasi penciptaan tersebut. Secara lebih spesifik, Ilmu Sastra
membantu pembaca untuk membandingkan narasi penciptaan itu dengan
narasi dari sastra Timur Tengah Kuno berpola mirip. Misalnya, ‘Enuma
Elish’, ‘Epik Gilgamesh’, dan ‘Athrahasis’.
“Saat langit yang di atas belum memiliki nama, tanah yang keras di
bawah belum mendapat sebutan dengan nama tertentu, Apsu yang nol
namun pertama, ayah mereka, dan Mummu-Tiamat, ia yang
34
melahirkan semuanya, Air-air mereka mencampurkan diri sebagai
satu tubuh; Tiada pondok dari buluh yang berlapis, tiada tanah
berawa-rawa yang muncul, Pada saat tiada satu dewa pun yang
menjadi manusia, itu tidak disebut dengan nama, nasib mereka tidak
ditentukan – selanjutnya ada dewa-dewa yang terbentuk di antara
mereka. Lahmu dan Lahamu dilahirkan, dengan sebutan nama
mereka dipanggil. (10) Sebelum mereka bertumbuh besar dan tinggi,
Anshar dan Kishar terbentuk, lebih dari yang lainnya. Mereka
memperpanjang hari-hari, mereka juga menambah tahun-tahun. Anu
yaitu keturunan mereka, yang menjadi saingan ayah-ayahnya; Ya,
anak pertama Anshar, Anu menjadi sama dengannya. Dalam rupa
Anu ada Nudimmud. Nudimmud ini yaitu penguasa ayah-ayah;
Kebijaksanaan, pemahaman, kekuatan yang besar, Ia jauh lebih kuat
daripada kakeknya, Anshar. Dia tidak memiliki pesaing di antara
dewa-dewa, saudara-saudara lelakinya. (20) Kakak beradik dewa ini
berkumpul bersama, Mereka mengganggu Tiamat dengan mendesak
ke depan dan ke belakang, Ya, mereka mengganggu suasana hati
Tiamat dengan sukacita mereka di Tempat Tinggal di Langit. Apsu
tidak dapat mengurangi suara mereka yang ribut. Tiamat tidak
mampu berucap lagi atas sikap mereka. Tindakan mereka sangatlah
menjijikkan .. Perilaku mereka memuakkan; mereka selalu ingin
menguasai. Lalu Apsu, ayah dari dewa-dewa yang hebat itu,
berteriak, memanggil Mummu, menterinya: (30) O Mummu,
menteriku, yang membawa sukacita kepada jiwaku, datanglah kemari
dan marilah kita pergi ke Tiamat!” (‘Enuma Elish’ dari James
Pritchard, ANET, (Princeton, 1969, 60-72; 501-503).
Narasi-narasi itu berasal dari Tradisi Semit-purba. Penyusun Kitab
Kejadian menggunakan narasi-narasi itu dengan terlebih dahulu menyeleksi
dan memangkas unsur-unsur politeisme yang termuat di dalamnya. Akan
namun , di sejumlah bagian, unsur-unsur politeisme itu masih menampakkan
sisa-sisa keberadaannya.
Upaya membandingkan narasi penciptaan dengan narasi-narasi rakyat
Timur Tengah Kuno itu akan menyadarkan pembaca bahwa nilai historis
bukanlah satu-satunya yang terpenting. Dengan memahami narasi penciptaan
sebagai wujud yang kurang lebih serupa dengan narasi rakyat, pembaca dapat
menempatkan narasi penciptaan sebagai refleksi atau permenungan iman
untuk semakin memahami dan memaknai kondisi, gejala, adat-istiadat,
kebiasaan, ungkapan, dan nama-nama yang muncul dari periode tersebut.
35
Narasi itu membantu pembaca mengungkapkan makna terkait fenomena yang
terjadi seraya menjelaskan asal-usulnya melalui proyeksi ke masa lampau.
Secara umum para ahli Kitab Suci (Boadt, 1984:111) membagi
bagian pertama Kitab Kejadian ini dalam urut-urutan narasi sebagai berikut.
(1) Penciptaan alam semesta (Kejadian 1)
(2) Dosa dan hilangnya Taman Eden (Kejadian 2-3)
(3) Dosa Kain (Kejadian 4)
(4) Silsilah nenek moyang – bagian pertama (Kejadian 5)
(5) Para raksasa (Kejadian 6)
(6) Narasi air bah (Kejadian 6-9)
(7) Silsilah para bangsa (Kejadian 10)
.jpeg)
