perjanjian lama taurat 1

perjanjian lama taurat 1


 


Perjanjian Lama Taurat 

 NAMA DAN MAKNA PENTATEUKH  

 

Kitab Suci berbahasa Ibrani memuat tiga kelompok kitab. Pertama, 

Torah (Kitab Taurat). Kedua, Nebi‘im (Kitab Nabi-nabi). Ketiga, Ketubim 

(Kitab Hikmat Kebijaksanaan). Bagian ini memberikan deskripsi tentang 

kelompok kitab yang pertama, yaitu Torah. Nama lain dari Torah yaitu  

‘Pentateukh’. Istilah tersebut mengarah pada Kitab-kitab Kejadian, Keluaran, 

Imamat, Bilangan, dan Ulangan. 

 

 

a. Makna ‘Pentateukh’ 

Istilah ‘Taurat’ datang dari Bahasa Arab ‘Tawrâtun’. Kata serupa juga 

berakar dari kata dalam Bahasa Ibrani ‘Tôrâ’. Kedua bahasa Timur Tengah 

 

 

itu memaknai kata itu dalam sejumlah pengertian. Antara lain, pengajaran, 

instruksi, aturan, petunjuk, atau hukum. 

 

“Menurut petunjuk yang diberikan mereka kepadamu dan menurut 

keputusan yang dikatakan mereka kepadamu haruslah engkau 

berbuat; janganlah engkau menyimpang ke kanan atau ke kiri dari 

keputusan yang diberitahukan mereka kepadamu” (Ulangan 17:11). 

 

“Berkatalah mereka: ‘Marilah kita mengadakan persepakatan 

terhadap Yeremia, sebab imam tidak akan kehabisan pengajaran, 

orang bijaksana tidak akan kehabisan nasihat dan nabi tidak akan 

kehabisan firman. Marilah kita memukul dia dengan bahasanya 

sendiri dan jangan memperhatikan setiap perkataannya!’” (Yeremia 

18:18). 

 

“namun  Yehu tidak tetap hidup menurut hukum TUHAN, Allah Israel, 

dengan segenap hatinya; ia tidak menjauh dari dosa-dosa Yerobeam 

yang memicu  orang Israel berdosa pula” (2Raja-raja 10:31). 

 

“Lakukanlah kewajibanmu dengan setia terhadap TUHAN, Allahmu, 

dengan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya, dan dengan tetap 

mengikuti segala ketetapan, perintah, peraturan dan ketentuan-Nya, 

seperti yang tertulis dalam hukum Musa, supaya engkau beruntung 

dalam segala yang kaulakukan dan dalam segala yang kautuju” 

(1Raja-raja 2:3). 

 

Makna istilah itu menegaskan bahwa ‘Kitab-kitab Taurat’ yaitu  

kitab-kitab yang memuat materi-materi pengajaran, instruksi, aturan, 

petunjuk, atau hukum. Dalam makna yang lebih khusus, Kitab-kitab Taurat 

juga menunjuk kepada ‘Kelima Kitab Musa’. Bahasa Yunani menyebutnya 

sebagai ‘Hê Pentateukhos Biblos’. Istilah yang lebih sering digunakan yaitu  

versi singkatnya, yaitu ‘Pentateukh’. Istilah tersebut mengarah pada Kitab-

kitab Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, dan Ulangan.  

 

“Maka serentak berkumpullah seluruh rakyat di halaman di depan 

pintu gerbang Air. Mereka meminta kepada Ezra, ahli kitab itu, 

supaya ia membawa kitab Taurat Musa, yakni kitab hukum yang 

diberikan TUHAN kepada Israel” (Nehemia 8:2). 

 

 

 

“Pada masa itu bagian-bagian dari pada kitab Musa dibacakan 

dengan didengar oleh rakyat. Didapati tertulis dalam kitab itu, bahwa 

orang Amon dan orang Moab tidak boleh masuk jemaah Allah untuk 

selamanya” (Nehemia 13:1). 

 

“Kemudian Yoyada menyerahkan pengawasan atas rumah TUHAN 

kepada imam-imam dan orang-orang Lewi, yang telah dibagi-bagi 

dalam rombongan oleh Daud untuk bertugas di dalam rumah 

TUHAN, yakni untuk mempersembahkan korban bakaran kepada 

TUHAN – seperti tertulis di dalam Taurat Musa – dengan sukaria dan 

dengan nyanyian menurut petunjuk Daud” (2Tawarikh 23:18). 

 

Sejak periode Sesudah Pembuangan (540-500 sM), Bangsa Yahudi 

telah memandang ‘Pentateukh’ sebagai satu kesatuan kitab atau gulungan 

kitab. Bangsa Yahudi juga meyakini bahwa kitab atau gulungan kitab itu 

berasal dari Musa. Oleh karena memandang ‘Pentateukh’ ini berasal dari 

Musa, Bangsa Yahudi juga yakin bahwa kitab-kitab ini memiliki otoritas yang 

sangat tinggi. 

 

“namun  anak-anak mereka tidak dihukum mati olehnya, melainkan ia 

bertindak sesuai dengan apa yang tertulis dalam Taurat, yakni kitab 

Musa, di mana TUHAN telah memberi perintah: ‘Janganlah ayah 

mati karena anaknya, janganlah juga anak mati karena ayahnya, 

melainkan setiap orang harus mati karena dosanya sendiri’” 

(2Tawarikh 25:4). 

 

“Mereka berdiri pada tempatnya menurut peraturan yang berlaku 

bagi mereka masing-masing, sesuai dengan Taurat Musa, abdi Allah 

itu; para imam menyiramkan darah yang diterimanya dari orang-

orang Lewi” (2Tawarikh 30:16). 

 

“Maka mulailah Yesua bin Yozadak beserta saudara-saudaranya, 

para imam itu, dan Zerubabel bin Sealtiel beserta saudara-

saudaranya membangun mezbah Allah Israel untuk 

mempersembahkan korban bakaran di atasnya, sesuai dengan yang 

ada tertulis dalam kitab Taurat Musa, abdi Allah” (Ezra 3:2). 

 

“Sebab pertama-tama ia tidak taat kepada hukum dari Yang 

Mahatinggi, keduanya ia bersalah terhadap suaminya, ketiganya ia 

 

 

berzinah dengan melacur, dan akhirnya melahirkan anak dari laki-

laki lain” (Putra Sirakh 24:23). 

 

b. Penyebutan Judul Kelima Kitab 

Walaupun memiliki satu judul sebagai satu kesatuan kitab atau 

gulungan kitab, Kitab ‘Pentateukh’ yang terdiri dari lima kitab ini juga 

memiliki nama atau judul untuk masing-masing kitabnya. Nama atau judul 

kelima Kitab Taurat ini berbeda-beda dalam masing-masing versi bahasanya 

(Ibrani, Yunani, dan Latin). 

 

Kitab Suci Ibrani  

Kitab Suci 

Yunani  

Kitab Suci Latin 

berē´šît Pada awalnya Genesis Genesis 

we ‘ellèh 

šemôt 

Inilah nama-

nama 

Exodos Exodus 

wayyiqrā’ 

Dan ia 

memanggil 

Leutikon Leviticus 

bemidbār Di padang gurun Arithmoi Numeri 

‘ellèh 

haddebārîm 

Inilah 

perkataan-

perkataan 

Deuteronomion Deuteronomium 

 

Kitab Suci berbahasa Ibrani memberi nama atau judul kepada masing-

masing kitab menurut kata(-kata) pertama yang terdapat pada kitab-kitab 

tersebut. Sementara itu, Kitab Suci berbahasa Yunani memberi nama atau 

judul kitab berdasarkan substansi masing-masing kitab tersebut. Nama-nama 

atau judul dalam Kitab Suci berbahasa Latin hanya merupakan terjemahan 

langsung dari judul-judul dalam Kitab Suci berbahasa Yunani. Sedangkan 

judul masing-masing kitab yang tergabung dalam Pentateukh dalam Kitab 

Suci berbahasa Indonesia versi Lembaga Alkitab Indonesia dan Lembaga 

Biblika Indonesia (LAI-LBI) merupakan terjemahan langsung dari nama-

nama dalam Kitab Suci berbahasa Yunani dan Latin.  

Judul-judul dalam tabel berikut ini yaitu  perbandingan judul-judul 

Kitab Pentateukh dalam Bahasa Indonesia yang pernah muncul. Secara legal 

dan umum sekarang Gereja menggunakan judul versi LAI-LBI. 

  

 

 

 

Katolik (pernah 

muncul) 

Protestan LAI-LBI 

Kejadian Kejadian Kejadian 

Pengungsian Keluaran Keluaran 

Levitika Imamat Imamat 

Cacah Jiwa Bilangan Bilangan 

Ulang Tutur Ulangan Ulangan 

 

c. Pembagian Menjadi Lima Kitab 

Penjelasan bagian-bagian terdahulu mengungkapkan bahwa 

‘Pentateukh’ memuat lima kitab. Lima kitab ini menjadi bagian dari satu 

gulungan (scroll). Demi alasan penggunaan secara praktis dalam aktivitas 

peribadatan di sinagoga, lantas gulungan yang sangat tebal dan panjang itu 

dibagi menjadi lima bagian. Secara material, jika memerhatikan secara 

saksama kelima kitab itu pembaca dapat memeroleh informasi bahwa 

sebenarnya panjang masing-masing kitab itu berbeda satu dengan yang 

lainnya. 

 

Kitab Bab Ayat 

Halaman (versi Terjemahan 

Baru [TB]) 

Kejadian 50 1.534 61 

Keluaran 40 1.209 52 

Imamat 25 859 37 

Bilangan 36 1.288 49 

Ulangan 34 955 46 

Total 185 5.845 248 

 

Data-data itu menunjukkan bahwa secara keseluruhan, ‘Pentateukh’ 

memuat 185 bab, 5.845 ayat, dan 248 halaman dalam Edisi Terjemahan Baru 

(LAI 1976). Jika semua bab, ayat, dan halaman Kitab ‘Pentateukh’ 

dikembalikan lagi menjadi satu gulungan (scroll), pembaca dapat memiliki 

satu gulungan dengan ukuran kurang lebih 33 meter. Dapat dipastikan bahwa 

gulungan kitab dengan ukuran sepanjang itu tidaklah praktis untuk pembacaan 

liturgi sabda di sinagoga. Berdasarkan penggunaan praktis itulah para praktisi 

liturgi sabda di sinagoga membagi satu gulungan besar ‘Pentateukh’ menjadi 

lima gulungan. Dengan demikian, masing-masing gulungan akan memiliki 

panjang antara enam sampai dengan tujuh meter. Sebagai perbandingan, 

 

 

gulungan terpanjang yang terdapat di gua Qumran yaitu  gulungan tentang 

‘Bait Allah’ (the Tempel Scroll). Ukurannya yaitu  8,75 meter. Gulungan 

lainnya yaitu  yang bernomor kode 1Qlsaa11. Gulungan itu memuat seluruh 

Kitab Yesaya. Ukurannya yaitu  7,35 meter.  

 

d. Penulis atau Penyusun Pentateukh 

Sejak abad IV sM sampai abad XVII M Bangsa Yahudi dan Orang-

orang Kristen menganggap bahwa ‘Pentateukh’ yaitu  buah karya Musa. 

Akan namun , sejak abad XVII M sejumlah kritikus dan ahli Kitab Suci 

meragukan gagasan atau tradisi terkait Musa sebagai pengarang itu. Keraguan 

para ahli Kitab Suci muncul berdasarkan adanya sejumlah bagian 

‘Pentateukh’ yang dianggap tidak masuk akal jika ditulis Musa sendiri. 

Beberapa bagian itu yaitu  berikut ini. 

 

(1) Narasi kematian Musa  

 

“Kemudian naiklah Musa dari dataran Moab ke atas gunung 

Nebo, yakni ke atas puncak Pisga, yang di tentangan Yerikho, lalu 

TUHAN memperlihatkan kepadanya seluruh negeri itu: daerah 

Gilead sampai ke kota Dan, seluruh Naftali, tanah Efraim dan 

Manasye, seluruh tanah Yehuda sampai laut sebelah barat, Tanah 

Negeb dan lembah Yordan, lembah Yerikho, kota pohon korma itu, 

sampai Zoar. Dan berfirmanlah TUHAN kepadanya: ‘Inilah 

negeri yang Kujanjikan dengan sumpah kepada Abraham, Ishak 

dan Yakub; demikian: Kepada keturunanmulah akan Kuberikan 

negeri itu. Aku mengizinkan engkau melihatnya dengan matamu 

sendiri, namun  engkau tidak akan menyeberang ke sana.’ Lalu 

matilah Musa, hamba TUHAN itu, di sana di tanah Moab, sesuai 

dengan firman TUHAN. Dan dikuburkan-Nyalah dia di suatu 

lembah di tanah Moab, di tentangan Bet-Peor, dan tidak ada 

orang yang tahu kuburnya sampai hari ini. Musa berumur seratus 

dua puluh tahun, saat  ia mati; matanya belum kabur dan 

kekuatannya belum hilang. Orang Israel menangisi Musa di 

dataran Moab tiga puluh hari lamanya. Maka berakhirlah hari-

hari tangis perkabungan karena Musa itu. Dan Yosua bin Nun 

penuh dengan roh kebijaksanaan, sebab Musa telah meletakkan 

tangannya ke atasnya. Sebab itu orang Israel mendengarkan dia 

dan melakukan seperti yang diperintahkan TUHAN kepada Musa. 

Seperti Musa yang dikenal TUHAN dengan berhadapan 

muka, tidak ada lagi nabi yang bangkit di antara orang 

 

 

Israel, dalam hal segala tanda dan mujizat, yang dilakukannya 

atas perintah TUHAN di tanah Mesir terhadap Firaun dan 

terhadap semua pegawainya dan seluruh negerinya, dan dalam 

hal segala perbuatan kekuasaan dan segala kedahsyatan yang 

besar yang dilakukan Musa di depan seluruh orang Israel” 

(Ulangan 34:1-12). 

 

(2) Narasi pendudukan Tanah Terjanji  

 

“Dan dahulu di Seir diam orang Hori, namun  bani Esau telah 

menduduki daerah mereka, memunahkan mereka dari 

hadapannya, lalu menetap di sana menggantikan mereka, seperti 

yang dilakukan orang Israel dengan negeri miliknya yang 

diberikan TUHAN kepada mereka” (Ulangan 2:12). 

 

(3) Narasi Kerajaan Israel  

 

“Inilah raja-raja yang memerintah di tanah Edom, sebelum ada 

seorang raja memerintah atas orang Israel” (Kejadian 36:31). 

 

(4) Penggunaan istilah ‘di seberang Sungai Yordan’ untuk wilayah di 

sebelah Timur Sungai Yordan  

 

“Setelah mereka sampai ke Goren-Haatad, yang di seberang 

sungai Yordan, maka mereka mengadakan di situ ratapan yang 

sangat sedih dan riuh; dan Yusuf mengadakan perkabungan tujuh 

hari lamanya karena ayahnya itu” (Kejadian 50:10). 

 

“Kemudian berangkatlah orang Israel, dan berkemah di dataran 

Moab, di daerah seberang sungai Yordan dekat Yerikho” 

(Bilangan 22:1). 

 

“Inilah perkataan-perkataan yang diucapkan Musa kepada 

seluruh orang Israel di seberang sungai Yordan, di padang gurun, 

di Araba-Yordan, di tentangan Suf, antara Paran dengan Tofel, 

Laban, Hazerot dan Di-Zahab” (Ulangan 1:1). 

  

Selain tidak masuk akal, probabilitas terjadinya pengulangan dan 

kontradiksi dalam ‘Pentateukh’ juga mengindikasikan bahwa kitab-kitab ini 

 

 

bukanlah buah karya satu orang saja. Beberapa contoh yang penting 

dikemukakan sebagai pembuktian gagasan ini yaitu  berikut ini. 

(1) Narasi penciptaan (Kejadian 1:1-2:4a; 2:4b-3:24) 

 

“saat  TUHAN Allah menjadikan bumi dan langit, – belum ada 

semak apapun di bumi, belum timbul tumbuh-tumbuhan apapun di 

padang, sebab TUHAN Allah belum menurunkan hujan ke 

bumi, dan belum ada orang untuk mengusahakan tanah itu; namun  

ada kabut naik ke atas dari bumi dan membasahi seluruh 

permukaan bumi itu – saat  itulah TUHAN Allah 

membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan 

nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu 

menjadi makhluk yang hidup” (Kejadian 2:4b-7). 

 

(2) Narasi Patriarkh (Para Bapa bangsa) yang berbohong tentang 

istrinya (Kejadian 12:10-20; 20:1-18; 26:1-11) 

 

“saat  kelaparan timbul di negeri itu, pergilah Abram ke Mesir 

untuk tinggal di situ sebagai orang asing, sebab hebat kelaparan 

di negeri itu. Pada waktu ia akan masuk ke Mesir, berkatalah ia 

kepada Sarai, isterinya: ‘Memang aku tahu, bahwa engkau yaitu  

seorang perempuan yang cantik parasnya. Apabila orang Mesir 

melihat engkau, mereka akan berkata: Itu isterinya. Jadi mereka 

akan membunuh aku dan membiarkan engkau hidup. Katakanlah, 

bahwa engkau adikku, supaya aku diperlakukan mereka dengan 

baik karena engkau, dan aku dibiarkan hidup oleh sebab 

engkau.’ Sesudah Abram masuk ke Mesir, orang Mesir itu melihat, 

bahwa perempuan itu sangat cantik, dan saat  punggawa-

punggawa Firaun melihat Sarai, mereka memuji-mujinya di 

hadapan Firaun, sehingga perempuan itu dibawa ke 

istananya. Firaun menyambut Abram dengan baik-baik, karena ia 

mengingini perempuan itu, dan Abram mendapat kambing domba, 

lembu sapi, keledai jantan, budak laki-laki dan perempuan, 

keledai betina dan unta. namun  TUHAN menimpakan tulah yang 

hebat kepada Firaun, demikian juga kepada seisi 

istananya, karena Sarai, isteri Abram itu. Lalu Firaun memanggil 

Abram serta berkata: ‘Apakah yang kauperbuat ini terhadap 

aku? Mengapa tidak kauberitahukan, bahwa ia 

isterimu? Mengapa engkau katakan: dia adikku, sehingga aku 

mengambilnya menjadi isteriku? Sekarang, inilah isterimu, 

 

 

ambillah dan pergilah!’ Lalu Firaun memerintahkan beberapa 

orang untuk mengantarkan Abram pergi, bersama-sama dengan 

isterinya dan segala kepunyaannya” (Kejadian 12:10-20). 

 

(3) Narasi pengusiran Hagar dan anaknya, Ismael (Kejadian 16:1-16; 

21:8-21) 

 

“Adapun Sarai, isteri Abram itu, tidak beranak. Ia mempunyai 

seorang hamba perempuan, orang Mesir, Hagar namanya. 

Berkatalah Sarai kepada Abram: ‘Engkau tahu, TUHAN tidak 

memberi aku melahirkan anak. Karena itu baiklah hampiri 

hambaku itu; mungkin oleh dialah aku dapat memperoleh seorang 

anak.’ Dan Abram mendengarkan perkataan Sarai. Jadi Sarai, 

isteri Abram itu, mengambil Hagar, hambanya, orang Mesir itu, – 

yakni saat  Abram telah sepuluh tahun tinggal di tanah Kanaan –

, lalu memberikannya kepada Abram, suaminya, untuk menjadi 

isterinya. Abram menghampiri Hagar, lalu mengandunglah 

perempuan itu. saat  Hagar tahu, bahwa ia mengandung, maka 

ia memandang rendah akan nyonyanya itu. Lalu berkatalah Sarai 

kepada Abram: ‘Penghinaan yang kuderita ini yaitu  tanggung 

jawabmu; akulah yang memberikan hambaku ke pangkuanmu, 

namun  baru saja ia tahu, bahwa ia mengandung, ia memandang 

rendah akan aku; TUHAN kiranya yang menjadi Hakim antara 

aku dan engkau.’ Kata Abram kepada Sarai: ‘Hambamu itu di 

bawah kekuasaanmu; perbuatlah kepadanya apa yang 

kaupandang baik.’ Lalu Sarai menindas Hagar, sehingga ia lari 

meninggalkannya. Lalu Malaikat TUHAN menjumpainya dekat 

suatu mata air di padang gurun, yakni dekat mata air di jalan ke 

Syur. Katanya: ‘Hagar, hamba Sarai, dari manakah datangmu 

dan ke manakah pergimu?’ Jawabnya: ‘Aku lari meninggalkan 

Sarai, nyonyaku.’ Lalu kata Malaikat TUHAN itu kepadanya: 

‘Kembalilah kepada nyonyamu, biarkanlah engkau ditindas di 

bawah kekuasaannya.’ Lagi kata Malaikat TUHAN itu 

kepadanya: ‘Aku akan membuat sangat banyak keturunanmu, 

sehingga tidak dapat dihitung karena banyaknya.’ Selanjutnya 

kata Malaikat TUHAN itu kepadanya: ‘Engkau mengandung dan 

akan melahirkan seorang anak laki-laki dan akan menamainya 

Ismael, sebab TUHAN telah mendengar tentang 

penindasan atasmu itu. Seorang laki-laki yang lakunya seperti 

keledai liar, demikianlah nanti anak itu; tangannya akan melawan 

 

 

10 

tiap-tiap orang dan tangan tiap-tiap orang akan melawan dia, dan 

di tempat kediamannya ia akan menentang 

semua saudaranya.’ Kemudian Hagar menamakan TUHAN yang 

telah berfirman kepadanya itu dengan sebutan: ‘Engkaulah El-

Roi.’ Sebab katanya: ‘Bukankah di sini kulihat Dia yang telah 

melihat aku?’ Sebab itu sumur tadi disebutkan orang: sumur 

Lahai-Roi; letaknya antara Kadesh dan Bered. Lalu 

Hagar melahirkan seorang anak laki-laki bagi Abram dan Abram 

menamai anak yang dilahirkan Hagar itu Ismael. Abram berumur 

delapan puluh enam tahun, saat  Hagar melahirkan Ismael 

baginya” (Kejadian 16:1-16). 

 

(4) Narasi panggilan Musa (Keluaran 3:1-4:31; 6:1-7:7) 

 

“Lalu sahut Musa: ‘Bagaimana jika mereka tidak percaya 

kepadaku dan tidak mendengarkan perkataanku, melainkan 

berkata: TUHAN tidak menampakkan diri kepadamu?’  TUHAN 

berfirman kepadanya: ‘Apakah yang di tanganmu itu?’ Jawab 

Musa: ‘Tongkat.’ Firman TUHAN: ‘Lemparkanlah itu ke tanah.’ 

Dan saat  dilemparkannya ke tanah, maka tongkat itu menjadi 

ular, sehingga Musa lari meninggalkannya. namun  firman 

TUHAN kepada Musa: ‘Ulurkanlah tanganmu dan peganglah 

ekornya’– Musa mengulurkan tangannya, ditangkapnya ular itu, 

lalu menjadi tongkat di tangannya – ‘supaya mereka 

percaya, bahwa TUHAN, Allah nenek moyang mereka, Allah 

Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub telah menampakkan diri 

kepadamu.’ Lagi firman TUHAN kepadanya: ‘Masukkanlah 

tanganmu ke dalam bajumu.’ Dimasukkannya tangannya ke dalam 

bajunya, dan setelah ditariknya ke luar, maka tangannya kena 

kusta, putih seperti salju. Sesudah itu firman-Nya: ‘Masukkanlah 

tanganmu kembali ke dalam bajumu.’ Musa memasukkan 

tangannya kembali ke dalam bajunya dan setelah ditariknya ke 

luar, maka tangan itu pulih kembali seperti seluruh 

badannya. ‘Jika mereka tidak percaya kepadamu dan tidak 

mengindahkan tanda mujizat yang pertama, maka mereka akan 

percaya kepada tanda mujizat yang kedua. Dan jika mereka tidak 

juga percaya kepada kedua tanda mujizat ini dan tidak 

mendengarkan perkataanmu, maka engkau harus mengambil air 

dari sungai Nil dan harus kaucurahkan di tanah yang kering, lalu 

air yang kauambil itu akan menjadi darah di tanah yang kering 

 

 

11 

itu.’ Lalu kata Musa kepada TUHAN: ‘Ah, Tuhan, aku ini tidak 

pandai bicara, dahulupun tidak dan sejak Engkau berfirman 

kepada hamba-Mupun tidak, sebab aku berat mulut dan berat 

lidah.’ namun  TUHAN berfirman kepadanya: ‘Siapakah yang 

membuat lidah manusia, siapakah yang membuat orang bisu atau 

tuli, membuat orang melihat atau buta; bukankah Aku, yakni 

TUHAN? Oleh sebab itu, pergilah, Aku akan menyertai lidahmu 

dan mengajar engkau, apa yang harus kaukatakan.’ namun  Musa 

berkata: ‘Ah, Tuhan, utuslah kiranya siapa saja yang patut 

Kauutus.’ Maka bangkitlah murka TUHAN terhadap Musa dan Ia 

berfirman: ‘Bukankah di situ Harun, orang Lewi itu, kakakmu? 

Aku tahu, bahwa ia pandai bicara; lagipula ia telah berangkat 

menjumpai engkau, dan apabila ia melihat engkau, ia akan 

bersukacita dalam hatinya. Maka engkau harus berbicara 

kepadanya dan menaruh perkataan itu ke dalam mulutnya; Aku 

akan menyertai lidahmu dan lidahnya dan mengajarkan kepada 

kamu apa yang harus kamu lakukan. Ia harus berbicara bagimu 

kepada bangsa itu, dengan demikian ia akan menjadi penyambung 

lidahmu dan engkau akan menjadi seperti Allah baginya. Dan 

bawalah tongkat ini di tanganmu, yang harus kaupakai untuk 

membuat tanda-tanda mujizat’” (Keluaran 4:1-17). 

 

Narasi-narasi itu bertentangan satu dengan yang lain dalam sejumlah 

perinciannya. Lebih dari itu, ternyata ada sejumlah narasi yang memuat 

banyak pengulangan dan kontradiksi di dalam dirinya sendiri. Artinya, alur 

narasinya sendiri bertentangan satu dengan yang lainnya. Misalnya, narasi air 

bah (Kejadian 6:5-9:17), narasi penjualan Yusuf, dan narasi tulah pertama. 

 

“Pada suatu kali pergilah saudara-saudaranya menggembalakan 

kambing domba ayahnya dekat Sikhem. Lalu Israel berkata kepada 

Yusuf: ‘Bukankah saudara-saudaramu menggembalakan kambing 

domba dekat Sikhem? Marilah engkau kusuruh kepada mereka.’ 

Sahut Yusuf: ‘Ya bapa.’ Kata Israel kepadanya: ‘Pergilah engkau 

melihat apakah baik keadaan saudara-saudaramu dan keadaan 

kambing domba; dan bawalah kabar tentang itu kepadaku.’ Lalu 

Yakub menyuruh dia dari lembah Hebron, dan Yusufpun sampailah ke 

Sikhem. saat  Yusuf berjalan ke sana ke mari di padang, bertemulah 

ia dengan seorang laki-laki, yang bertanya kepadanya: ‘Apakah yang 

kaucari?’ Sahutnya: ‘Aku mencari saudara-saudaraku. Tolonglah 

katakan kepadaku di mana mereka menggembalakan kambing 

 

 

12 

domba?’ Lalu kata orang itu: ‘Mereka telah berangkat dari sini, 

sebab telah kudengar mereka berkata: Marilah kita pergi ke Dotan.’ 

Maka Yusuf menyusul saudara-saudaranya itu dan didapatinyalah 

mereka di Dotan. Dari jauh ia telah kelihatan kepada mereka. namun  

sebelum ia dekat pada mereka, mereka telah bermufakat mencari daya 

upaya untuk membunuhnya. Kata mereka seorang kepada yang lain: 

‘Lihat, tukang mimpi kita itu datang! Sekarang, marilah kita bunuh 

dia dan kita lemparkan ke dalam salah satu sumur ini, lalu kita 

katakan: seekor binatang buas telah menerkamnya. Dan kita akan 

lihat nanti, bagaimana jadinya mimpinya itu!’ saat  

Ruben mendengar hal ini, ia ingin melepaskan Yusuf dari tangan 

mereka, sebab itu katanya: ‘Janganlah kita bunuh dia!’ Lagi kata 

Ruben kepada mereka: ‘Janganlah tumpahkan darah, lemparkanlah 

dia ke dalam sumur yang ada di padang gurun ini, namun  janganlah 

apa-apakan dia’ – maksudnya hendak melepaskan Yusuf dari tangan 

mereka dan membawanya kembali kepada ayahnya. Baru saja Yusuf 

sampai kepada saudara-saudaranya, merekapun menanggalkan 

jubah Yusuf, jubah maha indah yang dipakainya itu. Dan mereka 

membawa dia dan melemparkan dia ke dalam sumur. Sumur itu 

kosong, tidak berair. Kemudian duduklah mereka untuk makan. 

saat  mereka mengangkat muka, kelihatanlah kepada mereka suatu 

kafilah orang Ismael datang dari Gilead dengan untanya yang 

membawa damar, balsam dan damar ladan, dalam perjalanannya 

mengangkut barang-barang itu ke Mesir. Lalu kata Yehuda kepada 

saudara-saudaranya itu: ‘Apakah untungnya kalau kita membunuh 

adik kita itu dan menyembunyikan darahnya? Marilah kita jual dia 

kepada orang Ismael ini, namun  janganlah kita apa-apakan dia, karena 

ia saudara kita, darah daging kita.’ Dan saudara-saudaranya 

mendengarkan perkataannya itu. saat  ada saudagar-saudagar 

Midian lewat, Yusuf diangkat ke atas dari dalam sumur itu, kemudian 

dijual kepada orang Ismael itu dengan harga dua puluh syikal 

perak. Lalu Yusuf dibawa mereka ke Mesir. saat  Ruben kembali ke 

sumur itu, ternyata Yusuf tidak ada lagi di dalamnya. Lalu 

dikoyakkannyalah bajunya, dan kembalilah ia kepada saudara-

saudaranya, katanya: ‘Anak itu tidak ada lagi, ke manakah aku 

ini?’ Kemudian mereka mengambil jubah Yusuf, dan menyembelih 

seekor kambing, lalu mencelupkan jubah itu ke dalam 

darahnya. Jubah maha indah itu mereka suruh antarkan kepada ayah 

mereka dengan pesan: ‘Ini kami dapati. Silakanlah bapa periksa 

apakah jubah ini milik anak bapa atau tidak?’ saat  Yakub 

 

 

13 

memeriksa jubah itu, ia berkata: ‘Ini jubah anakku; binatang 

buas telah memakannya; tentulah Yusuf telah diterkam.’ Dan Yakub 

mengoyakkan jubahnya, lalu mengenakan kain kabung pada 

pinggangnya dan berkabunglah ia berhari-hari lamanya karena 

anaknya itu. Sekalian anaknya laki-laki dan perempuan berusaha 

menghiburkan dia, namun  ia menolak dihiburkan, serta katanya: 

‘Tidak! Aku akan berkabung, sampai aku turun mendapatkan anakku, 

ke dalam dunia orang mati!’ Demikianlah Yusuf ditangisi oleh 

ayahnya. Adapun Yusuf, ia dijual oleh orang Midian itu ke Mesir, 

kepada Potifar, seorang pegawai istana Firaun, kepala pengawal 

raja” (Kejadian 37:12-36). 

 

“Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: ‘Firaun berkeras hati, ia 

menolak membiarkan bangsa itu pergi. Pergilah kepada Firaun pada 

waktu pagi, pada waktu biasanya ia keluar ke sungai; nantikanlah dia 

di tepi sungai Nil dengan memegang di tanganmu tongkat yang 

tadinya berubah menjadi ular. Dan katakanlah kepadanya: TUHAN, 

Allah orang Ibrani, telah mengutus aku kepadamu untuk mengatakan: 

Biarkanlah umat-Ku pergi, supaya mereka beribadah kepada-Ku di 

padang gurun; meskipun begitu sampai sekarang engkau tidak mau 

mendengarkan. Sebab itu beginilah firman TUHAN: Dari hal yang 

berikut akan kauketahui, bahwa Akulah TUHAN. Lihat, dengan 

tongkat yang di tanganku ini akan kupukul air yang di sungai Nil dan 

air itu akan berubah menjadi darah, dan ikan yang dalam sungai Nil 

akan mati, sehingga sungai Nil akan berbau busuk; maka orang Mesir 

akan segan meminum air dari sungai Nil ini.’ TUHAN berfirman 

kepada Musa: ‘Katakanlah kepada Harun: Ambillah 

tongkatmu, ulurkanlah tanganmu ke atas segala air orang Mesir, ke 

atas sungai, selokan, kolam dan ke atas segala kumpulan air yang ada 

pada mereka, supaya semuanya menjadi darah, dan akan ada darah 

di seluruh tanah Mesir, bahkan dalam wadah kayu dan wadah batu.’ 

Demikianlah Musa dan Harun berbuat seperti yang 

difirmankan TUHAN; diangkatnya tongkat itu dan dipukulkannya 

kepada air yang di sungai Nil, di depan mata Firaun dan pegawai-

pegawainya, maka seluruh air yang di sungai Nil berubah menjadi 

darah; matilah ikan di sungai Nil, sehingga sungai Nil itu berbau 

busuk dan orang Mesir tidak dapat meminum air dari sungai Nil; dan 

di seluruh tanah Mesir ada darah. namun  para ahli Mesir membuat 

yang demikian juga dengan ilmu-ilmu mantera mereka, sehingga 

hati Firaun berkeras dan ia tidak mau mendengarkan mereka 

 

 

14 

keduanya seperti yang telah difirmankan TUHAN. Firaun berpaling, 

lalu masuk ke istananya dan tidak mau memperhatikan hal itu 

juga. namun  semua orang Mesir menggali-gali di sekitar sungai Nil 

mencari air  untuk diminum, sebab mereka tidak dapat meminum air 

sungai Nil. Demikianlah genap tujuh hari berlalu setelah TUHAN 

menulahi sungai Nil” (Keluaran 7:14-25). 

 

C. RANGKUMAN 

Kitab ‘Pentateukh’ atau ‘Kitab-kitab Taurat’ yaitu  kitab-kitab yang 

memuat materi-materi pengajaran, instruksi, aturan, petunjuk, atau hukum. 

Walaupun memiliki satu judul sebagai satu kesatuan kitab atau gulungan 

kitab, Kitab ‘Pentateukh’ yang terdiri dari lima kitab ini juga memiliki nama 

atau judul untuk masing-masing kitabnya. Demi alasan penggunaan secara 

praktis dalam aktivitas peribadatan di sinagoga, lantas gulungan yang sangat 

tebal dan panjang itu dibagi menjadi lima bagian. Secara material, jika 

memerhatikan secara saksama kelima kitab itu pembaca dapat memeroleh 

informasi bahwa sebenarnya panjang masing-masing kitab itu berbeda satu 

dengan yang lainnya. Sejak abad IV sM sampai abad XVII M Bangsa Yahudi 

dan Orang-orang Kristen menganggap bahwa ‘Pentateukh’ yaitu  buah karya 

Musa. Akan namun , sejak abad XVII M sejumlah kritikus dan ahli Kitab Suci 

meragukan gagasan atau tradisi terkait Musa sebagai pengarang itu. 

 

 

TRADISI-TRADISI PENULISAN PENTATEUKH 

 

Banyak ahli Kitab Suci mendedikasikan pikiran, perhatian, tenaga, 

dan waktunya untuk meneliti Kitab ‘Pentateukh’. Para kritikus yang berjasa 

dalam penyelidikan ilmiah terhadap Kitab ‘Pentateukh’ yaitu  Richard 

Simon, Baruch Spinoza, Jean Astruc, dan Julius Wellhausen. Secara khusus, 

Julius Wellhausen (1844-1918) menulis sebuah buku berjudul ‘Prolegomena 

to the History of Israel’ (1878) sebagai simpulan penelitiannya. Buku itu 

mengemukakan suatu hipótesis, yaitu ‘Documentary Theory’ atau ‘Teori 

Sumber’. Menurut hipotesis ini, Kitab ‘Pentateukh’ merupakan hasil 

penyatuan empat tradisi (aliran) tulisan, yaitu Tradisi Yahwista (J), Elohista 

(E), Priesterkodex (P), dan Deuteronomium (U) atau Ulangan.   

  

B. 

Teori Sumber menjadi upaya memahami kepengarangan ‘Pentateukh’ 

dalam terang Hipotesis Dokumentaria. Gagasan ini meyakini bahwa 

‘Pentateukh’ merupakan dokumentasi empat sumber yang berbeda alih-alih 

karya utama seorang penulis yang seringkali secara tradisional menunjuk pada 

 

 

16 

diri Musa. Awalnya Teori Sumber mengusulkan dua penulis atau sumber 

‘Pentateukh’ berbasiskan pemakaian sebutan ‘Yahweh’ dan ‘Elohim’ untuk 

Allah. Selanjutnya ada dua sumber tambahan diusulkan. Kedua tambahan itu 

yaitu  Tradisi Priesterkodex (P) dan Deuteronomium (D). Keempat sumber 

itu menghasilkan gabungan sumber JEDP. 

 

a. Tradisi Yahwista (J) 

Pada sekitar abad X sM dalam periode Kerajaan Tunggal Israel 

diperintah Raja Salomo, ada sekelompok cendekiawan istana yang merintis 

upaya mengumpulkan aneka macam narasi tradisional. Tujuannya, menulis 

asal-usul Bangsa Israel. Narasi itu meliputi narasi Abraham sampai dengan 

wafat Musa. Materi-materi narasi itu berasal dari dari sejumlah sumber atau 

situs. Pertama, para pemimpin suku. Kedua, tempat-tempat ibadat (Silo, 

Gilgal, Sikhem, dan Yerusalem). Ketiga, tempat-tempat lain di mana narasi 

tentang Bapa-bapa bangsa beredar. Misalnya, Hebron, Betel, dan Bersyeba. 

Sekelompok cendekiawan itu mengumpulkan sekaligus memilih narasi-narasi 

yang relevan dan penting untuk perkembangan iman Bangsa Israel pada 

periode tersebut (abad X). Misalnya, narasi Ishak, Yakub, dan Esau. 

 

“saat  Ishak sudah tua, dan matanya telah kabur, sehingga ia tidak 

dapat melihat lagi, dipanggilnyalah Esau, anak sulungnya, serta 

berkata kepadanya: ‘Anakku.’ Sahut Esau: ‘Ya, bapa.’ Berkatalah 

Ishak: ‘Lihat, aku sudah tua, aku tidak tahu bila hari kematianku. 

Maka sekarang, ambillah senjatamu, tabung panah dan busurmu, 

pergilah ke padang dan burulah bagiku seekor binatang; olahlah 

bagiku makanan yang enak, seperti yang kugemari, sesudah itu 

bawalah kepadaku, supaya kumakan, agar aku memberkati engkau, 

sebelum aku mati.’ namun  Ribka mendengarkannya, saat  Ishak 

berkata kepada Esau, anaknya. Setelah Esau pergi ke padang 

memburu seekor binatang untuk dibawanya kepada ayahnya, 

berkatalah Ribka kepada Yakub, anaknya: ‘Telah kudengar ayahmu 

berkata kepada Esau, kakakmu: Bawalah bagiku seekor binatang 

buruan dan olahlah bagiku makanan yang enak, supaya kumakan, dan 

supaya aku memberkati engkau di hadapan TUHAN, sebelum aku 

mati. Maka sekarang, anakku, dengarkanlah perkataanku seperti 

yang kuperintahkan kepadamu. Pergilah ke tempat kambing domba 

kita, ambillah dari sana dua anak kambing yang baik, maka aku akan 

mengolahnya menjadi makanan yang enak bagi ayahmu, seperti yang 

digemarinya. Bawalah itu kepada ayahmu, supaya dimakannya, agar 

dia memberkati engkau, sebelum ia mati.’ Lalu kata Yakub kepada 

 

 

17 

Ribka, ibunya: ‘namun  Esau, kakakku, yaitu  seorang yang berbulu 

badannya, sedang aku ini kulitku licin. Mungkin ayahku akan meraba 

aku; maka nanti ia akan menyangka bahwa aku mau memperolok-

olokkan dia; dengan demikian aku akan mendatangkan kutuk atas 

diriku dan bukan berkat.’ namun  ibunya berkata kepadanya: ‘Akulah 

yang menanggung kutuk itu, anakku; dengarkan saja perkataanku, 

pergilah ambil kambing-kambing itu.’ Lalu ia pergi mengambil 

kambing-kambing itu dan membawanya kepada ibunya; sesudah itu 

ibunya mengolah makanan yang enak, seperti yang digemari ayahnya. 

Kemudian Ribka mengambil pakaian yang indah kepunyaan Esau, 

anak sulungnya, pakaian yang disimpannya di rumah, lalu 

disuruhnyalah dikenakan oleh Yakub, anak bungsunya. Dan kulit anak 

kambing itu dipalutkannya pada kedua tangan Yakub dan pada 

lehernya yang licin itu. Lalu ia memberikan makanan yang enak dan 

roti yang telah diolahnya itu kepada Yakub, anaknya. Demikianlah 

Yakub masuk ke tempat ayahnya serta berkata: ‘Bapa!’ Sahut 

ayahnya: ‘Ya, anakku; siapakah engkau?’ Kata Yakub kepada 

ayahnya: ‘Akulah Esau, anak sulungmu. Telah kulakukan, seperti 

yang bapa katakan kepadaku. Bangunlah, duduklah dan makanlah 

daging buruan masakanku ini, agar bapa memberkati aku.’ Lalu Ishak 

berkata kepada anaknya itu: ‘Lekas juga engkau mendapatnya, 

anakku!’ Jawabnya: ‘Karena TUHAN, Allahmu, membuat aku 

mencapai tujuanku.’ Lalu kata Ishak kepada Yakub: ‘Datanglah 

mendekat, anakku, supaya aku meraba engkau, apakah engkau ini 

anakku Esau atau bukan.’ Maka Yakub mendekati Ishak, ayahnya, dan 

ayahnya itu merabanya serta berkata: ‘Kalau suara, suara Yakub; 

kalau tangan, tangan Esau.’ Jadi Ishak tidak mengenal dia, karena 

tangannya berbulu seperti tangan Esau, kakaknya. Ishak hendak 

memberkati dia, namun  ia masih bertanya: ‘Benarkah engkau ini 

anakku Esau?’ Jawabnya: ‘Ya!’ Lalu berkatalah Ishak: ‘Dekatkanlah 

makanan itu kepadaku, supaya kumakan daging buruan masakan 

anakku, agar aku memberkati engkau.’ Jadi didekatkannyalah 

makanan itu kepada ayahnya, lalu ia makan, dibawanya juga anggur 

kepadanya, lalu ia minum. Berkatalah Ishak, ayahnya, kepadanya: 

‘Datanglah dekat-dekat dan ciumlah aku, anakku.’ Lalu datanglah 

Yakub dekat-dekat dan diciumnyalah ayahnya. saat  Ishak mencium 

bau pakaian Yakub, diberkatinyalah dia, katanya: ‘Sesungguhnya bau 

anakku yaitu  sebagai bau padang yang diberkati TUHAN. Allah 

akan memberikan kepadamu embun yang dari langit dan tanah-tanah 

gemuk di bumi dan gandum serta anggur berlimpah-limpah. Bangsa-

 

 

18 

bangsa akan takluk kepadamu, dan suku-suku bangsa akan sujud 

kepadamu; jadilah tuan atas saudara-saudaramu, dan anak-anak 

ibumu akan sujud kepadamu. Siapa yang mengutuk engkau, 

terkutuklah ia, dan siapa yang memberkati engkau, diberkatilah ia.’ 

Setelah Ishak selesai memberkati Yakub, dan baru saja Yakub keluar 

meninggalkan Ishak, ayahnya, pulanglah Esau, kakaknya, dari 

berburu. Ia juga menyediakan makanan yang enak, lalu membawanya 

kepada ayahnya. Katanya kepada ayahnya: ‘Bapa, bangunlah dan 

makan daging buruan masakan anakmu, agar engkau memberkati 

aku.’ namun  kata Ishak, ayahnya, kepadanya: ‘Siapakah engkau ini?’ 

Sahutnya: ‘Akulah anakmu, anak sulungmu, Esau.’ Lalu terkejutlah 

Ishak dengan sangat serta berkata: ‘Siapakah gerangan dia, yang 

memburu binatang itu dan yang telah membawanya kepadaku? Aku 

telah memakan semuanya, sebelum engkau datang, dan telah 

memberkati dia; dan dia akan tetap orang yang diberkati.’ Sesudah 

Esau mendengar perkataan ayahnya itu, meraung-raunglah ia dengan 

sangat keras dalam kepedihan hatinya serta berkata kepada ayahnya: 

‘Berkatilah aku ini juga, ya bapa!’ Jawab ayahnya: ‘Adikmu telah 

datang dengan tipu daya dan telah merampas berkat yang untukmu 

itu.’ Kata Esau: ‘Bukankah tepat namanya Yakub, karena ia telah dua 

kali menipu aku. Hak kesulunganku telah dirampasnya, dan sekarang 

dirampasnya pula berkat yang untukku.’ Lalu katanya: ‘Apakah bapa 

tidak mempunyai berkat lain bagiku?’ Lalu Ishak menjawab Esau, 

katanya: ‘Sesungguhnya telah kuangkat dia menjadi tuan atas 

engkau, dan segala saudaranya telah kuberikan kepadanya menjadi 

hambanya, dan telah kubekali dia dengan gandum dan anggur; maka 

kepadamu, apa lagi yang dapat kuperbuat, ya anakku?’ Kata Esau 

kepada ayahnya: ‘Hanya berkat yang satu itukah ada padamu, ya 

bapa? Berkatilah aku ini juga, ya bapa!’ Dan dengan suara keras 

menangislah Esau. Lalu Ishak, ayahnya, menjawabnya: 

‘Sesungguhnya tempat kediamanmu akan jauh dari tanah-tanah 

gemuk di bumi dan jauh dari embun dari langit di atas. Engkau akan 

hidup dari pedangmu dan engkau akan menjadi hamba adikmu. namun  

akan terjadi kelak, apabila engkau berusaha sungguh-sungguh, maka 

engkau akan melemparkan kuk itu dari tengkukmu.’ Esau menaruh 

dendam kepada Yakub karena berkat yang telah diberikan oleh 

ayahnya kepadanya, lalu ia berkata kepada dirinya sendiri: ‘Hari-

hari berkabung karena kematian ayahku itu tidak akan lama lagi; 

pada waktu itulah Yakub, adikku, akan kubunuh.’ saat  

diberitahukan perkataan Esau, anak sulungnya itu kepada Ribka, 

 

 

19 

maka disuruhnyalah memanggil Yakub, anak bungsunya, lalu berkata 

kepadanya: ‘Esau, kakakmu, bermaksud membalas dendam 

membunuh engkau. Jadi sekarang, anakku, dengarkanlah 

perkataanku, bersiaplah engkau dan larilah kepada Laban, 

saudaraku, ke Haran, dan tinggallah padanya beberapa waktu 

lamanya, sampai kegeraman dan kemarahan kakakmu itu surut dari 

padamu, dan ia lupa apa yang telah engkau perbuat kepadanya; 

kemudian aku akan menyuruh orang menjemput engkau dari situ. 

Mengapa aku akan kehilangan kamu berdua pada satu hari juga?’” 

(Kejadian 27:1-45). 

Setelah proses panjang para cendekiawan itu berhasil menyusun suatu 

narasi panjang. Narasi itu berawal dari narasi Abraham, Yakub, Yusuf, 

pembebasan dari Mesir, Sinai, sampai peristiwa di padang gurun. Selanjutnya 

para cendekiawan menambahkan suatu pengantar kepada rangkaian narasi itu. 

Pengantar itu memuat narasi awal mula. Para cendekiawan mengambil materi 

narasi ini dari narasi-narasi tradisional Suku Semit (Kejadian 1-11). Dengan 

demikian, narasi penciptaan, dosa, dan berkembangnya dosa menjadi titik 

tolak dan latar belakang panggilan Abraham. Selanjutnya narasi panggilan 

Abraham menjadi pangkal sejarah penyelamatan yang dikerjakan Yahweh 

melalui Bangsa Israel dan berpuncak dalam diri Yesus Kristus. 

 

Ciri-ciri Tradisi Yahwista (J) 

(1) Selalu menyebut Allah dengan nama Yahwe sejak awal.  

 

“Demikianlah riwayat langit dan bumi pada waktu diciptakan. 

saat  TUHAN Allah menjadikan bumi dan langit” (Kejadian 

2:4). 

 

Padahal, sebutan Yahwe baru diperoleh Musa sebagai wahyu 

setelahnya di Gunung Sinai atau di Gunung Horeb. 

 

“Selanjutnya berfirmanlah Allah kepada Musa: Beginilah 

kaukatakan kepada orang Israel: TUHAN, Allah nenek 

moyangmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub, telah 

mengutus aku kepadamu: itulah nama-Ku untuk selama-

lamanya dan itulah sebutan-Ku turun-temurun” (Keluaran 

3:15). 

 

 

 

20 

“Aku telah menampakkan diri kepada Abraham, Ishak dan 

Yakub sebagai Allah Yang Mahakuasa, namun  dengan nama-Ku 

TUHAN Aku belum menyatakan diri” (Keluaran 6:2). 

 

(2) Selalu menyebut gunung tempat pewahyuan nama Yahwe 

sebagai Gunung ‘Sinai’.  

(3) Selalu menyebut penduduk yang bermukim di kawasan Palestina 

dengan nama ‘Kanaanite’ atau Bangsa Kanaan. 

(4) Gaya bahasanya menarik dan konkret. 

(5) Narasinya indah, variatif, dan penuh dengan dialog. 

 

“Lalu berangkatlah orang-orang itu dari situ dan memandang 

ke arah Sodom; dan Abraham berjalan bersama-sama dengan 

mereka untuk mengantarkan mereka. Berpikirlah TUHAN: 

‘Apakah Aku akan menyembunyikan kepada Abraham apa yang 

hendak Kulakukan ini? Bukankah sesungguhnya Abraham akan 

menjadi bangsa yang besar serta berkuasa, dan oleh dia segala 

bangsa di atas bumi akan mendapat berkat? Sebab Aku telah 

memilih dia, supaya diperintahkannya kepada anak-

anaknya dan kepada keturunannya supaya tetap hidup menurut 

jalan yang ditunjukkan TUHAN, dengan melakukan kebenaran 

dan keadilan, dan supaya TUHAN memenuhi kepada Abraham 

apa yang dijanjikan-Nya kepadanya.’ Sesudah itu berfirmanlah 

TUHAN: ‘Sesungguhnya banyak keluh kesah orang tentang 

Sodom dan Gomora dan sesungguhnya sangat berat 

dosanya. Baiklah Aku turun untuk melihat, apakah benar-benar 

mereka telah berkelakuan seperti keluh kesah orang yang telah 

sampai kepada-Ku atau tidak; Aku hendak 

mengetahuinya.’ Lalu berpalinglah orang-orang itu dari situ 

dan berjalan ke Sodom, namun  Abraham masih tetap berdiri di 

hadapan TUHAN. Abraham datang mendekat dan berkata: 

‘Apakah Engkau akan melenyapkan orang benar bersama-sama 

dengan orang fasik? Bagaimana sekiranya ada lima puluh 

orang benar dalam kota itu? Apakah Engkau akan melenyapkan 

tempat itu dan tidakkah Engkau mengampuninya karena kelima 

puluh orang benar yang ada di dalamnya itu? Jauhlah kiranya 

dari pada-Mu untuk berbuat demikian, membunuh orang 

benar bersama-sama dengan orang fasik, sehingga orang benar 

itu seolah-olah sama  dengan orang fasik! Jauhlah kiranya yang 

demikian dari pada-Mu! Masakan Hakim segenap bumi tidak 

 

 

21 

menghukum dengan adil?’ TUHAN berfirman: ‘Jika Kudapati 

lima puluh orang benar dalam kota Sodom, Aku akan 

mengampuni seluruh tempat itu karena mereka.’ Abraham 

menyahut: ‘Sesungguhnya aku telah memberanikan diri berkata 

kepada Tuhan, walaupun aku debu dan abu. Sekiranya kurang 

lima orang dari kelima puluh orang benar itu, apakah Engkau 

akan memusnahkan seluruh kota itu karena yang lima itu?’ 

Firman-Nya: ‘Aku tidak memusnahkannya, jika Kudapati empat 

puluh lima di sana.’ Lagi Abraham melanjutkan perkataannya 

kepada-Nya: ‘Sekiranya empat puluh didapati di sana?’ 

Firman-Nya: ‘Aku tidak akan berbuat demikian karena yang 

empat puluh itu.’ Katanya: ‘Janganlah kiranya Tuhan 

murka, kalau aku berkata sekali lagi. Sekiranya tiga puluh 

didapati di sana?’ Firman-Nya: ‘Aku tidak akan berbuat 

demikian, jika Kudapati tiga puluh di sana.’ Katanya: 

‘Sesungguhnya aku telah memberanikan diri berkata kepada 

Tuhan. Sekiranya dua puluh didapati di sana?’ Firman-Nya: 

‘Aku tidak akan memusnahkannya karena yang dua puluh 

itu.’ Katanya: ‘Janganlah kiranya Tuhan murka, kalau aku 

berkata lagi sekali ini saja. Sekiranya sepuluh didapati di 

sana?’ Firman-Nya: ‘Aku tidak akan memusnahkannya karena 

yang sepuluh itu.’ Lalu pergilah TUHAN, setelah Ia selesai 

berfirman kepada Abraham; dan kembalilah Abraham ke tempat 

tinggalnya” (Kejadian 18:16-33). 

 

(6) Menggambarkan Yahwe yang berbelas kasih kepada umat 

manusia. 

(7) Karakter universalisme kuat (Kejadian 12:3) dengan Kota 

Yerusalem sebagai pusatnya. 

 

“Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, 

dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu 

semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat” (Kejadian 

12:3). 

 

(8) Penggambaran anthropomorfistis. 

 

“saat  mereka mendengar bunyi langkah TUHAN Allah, yang 

berjalan-jalan dalam taman itu pada waktu hari sejuk, 

 

 

22 

bersembunyilah manusia dan isterinya itu terhadap TUHAN 

Allah di antara pohon-pohonan dalam taman” (Kejadian 3:8). 

 

“saat  dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di 

bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu 

membuahkan kejahatan semata-mata, maka menyesallah 

TUHAN, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal 

itu memilukan hati-Nya” (Kejadian 6:5-6). 

 

“saat  TUHAN mencium persembahan yang harum itu, 

berfirmanlah TUHAN dalam hati-Nya: "Aku takkan mengutuk 

bumi ini lagi karena manusia, sekalipun yang ditimbulkan 

hatinya yaitu  jahat dari sejak kecilnya, dan Aku takkan 

membinasakan lagi segala yang hidup seperti yang telah 

Kulakukan” (Kejadian 8:21). 

 

b. Tradisi Elohista (E) 

Di Kerajaan Selatan (Yehuda) para Tua-tua bangsa menyusun narasi 

asal-usul Bangsa Israel. Narasi itu terkenal dengan sebutan ‘Tradisi 

Yahwista’. Aktivitas serupa terjadi pula di Kerajaan Utara (Israel). Di Utara 

para Tua-tua bangsa menyusun narasi dengan karakteristik dokumentatif 

serupa pada abad IX-VIII sM atau pada periode Raja Yerobeam II. Para ahli 

Kitab Suci di kemudian hari menamakan Kelompok anonim ini sebagai 

kelompok Tradisi ‘Elohista’. Nama itu muncul karena kelompok ini tidak 

pernah menggunakan nama ‘Yahwe’ untuk menyebut Allah dalam narasi 

sebelum pewahyuan nama tersebut kepada Musa di Gunung Sinai (Keluaran 

3:15). Mereka menyebut Allah dengan nama ‘Elohim’. Artinya, Allah. 

 

“Selanjutnya berfirmanlah Allah kepada Musa: Beginilah kaukatakan 

kepada orang Israel: TUHAN, Allah nenek moyangmu, Allah 

Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub, telah mengutus aku 

kepadamu: itulah nama-Ku untuk selama-lamanya dan itulah 

sebutan-Ku turun-temurun” (Keluaran 3:15). 

  

Dinamika kerja, aktivitas, dan tujuan mereka sebenarnya tidak banyak 

berbeda dari kelompok Tradisi Yahwista (J). akan namun , walaupun sebagian 

besarnya sejajar, teta pada sejumlah perbedaan. Pembaca dapat memahami 

dengan mudah perbedaan-perbedaan ini, jika mengingat kondisi politik dan 

religius yang cukup berbeda dari keadaan periode Raja Daud dan Raja 

Salomo. Pada periode ini tidak ada lagi kerajaan yang besar dan kuat. Yang 

 

 

23 

ada hanyalah kerajaan-kerajaan kecil, terpecah, dan terancam. Aktivitas nabi-

nabi pertama, terutama Nabi Elia dan Nabi Elisa telah memberi pengaruh bagi 

alam pikiran religius di Kerajaan Utara. Pengaruh yang tampak yaitu  terkait 

gagasan transendensi Allah. Gagasan inilah yang ditekankan Tradisi Elohista 

(E). Tradisi ini memberi perhatian yang sangat besar terhadap Perjanjian 

Sinai. Selain itu, tema ‘anak laki-laki yang dalam bahaya’ juga menjadi 

perhatian tradisi ini. 

 

“saat  kelaparan timbul di negeri itu, pergilah Abram ke Mesir untuk 

tinggal di situ sebagai orang asing, sebab hebat kelaparan di negeri 

itu. Pada waktu ia akan masuk ke Mesir, berkatalah ia kepada 

Sarai, isterinya: ‘Memang aku tahu, bahwa engkau yaitu  seorang 

perempuan yang cantik parasnya. Apabila orang Mesir melihat 

engkau, mereka akan berkata: Itu isterinya. Jadi mereka akan 

membunuh aku dan membiarkan engkau hidup. Katakanlah, bahwa 

engkau adikku, supaya aku diperlakukan mereka dengan baik karena 

engkau, dan aku dibiarkan hidup oleh sebab engkau.’ Sesudah Abram 

masuk ke Mesir, orang Mesir itu melihat, bahwa perempuan itu 

sangat cantik, dan saat  punggawa-punggawa Firaun melihat Sarai, 

mereka memuji-mujinya di hadapan Firaun, sehingga perempuan itu 

dibawa ke istananya. Firaun menyambut Abram dengan baik-baik, 

karena ia mengingini perempuan itu, dan Abram mendapat kambing 

domba, lembu sapi, keledai jantan, budak laki-laki dan perempuan, 

keledai betina dan unta. namun  TUHAN menimpakan tulah yang hebat 

kepada Firaun, demikian juga kepada seisi istananya, karena Sarai, 

isteri Abram itu. Lalu Firaun memanggil Abram serta berkata: 

‘Apakah yang kauperbuat ini terhadap aku? Mengapa tidak 

kauberitahukan, bahwa ia isterimu? Mengapa engkau katakan: dia 

adikku, sehingga aku mengambilnya menjadi isteriku? Sekarang, 

inilah isterimu, ambillah dan pergilah!’ Lalu Firaun memerintahkan 

beberapa orang untuk mengantarkan Abram pergi, bersama-sama 

dengan isterinya dan segala kepunyaannya” (Kejadian 12:10-20). 

 

Ciri-ciri Tradisi Elohista (E)  

(1) Sebelum peristiwa Musa menerima wahyu terkait nama Yahwe 

(Keluaran 3:15), tradisi ini senantiasa menggunakan nama 

‘Elohim’ untuk menyebut Allah.  

(2) Tradisi ini menyebut Gunung Sinai dengan nama Gunung 

‘Horeb’.  

(3) Selalu menyebut Bangsa Kanaan dengan nama ‘Amorite’. 

 

 

24 

(4) Gaya bahasanya tidak begitu menarik dan spontan. 

(5) Substansi teksnya cenderung lebih didaktis atau bermuatan 

pengajaran. 

(6) Nasionalisme kuat. 

(7) Tidak ada lagi perhatian yang besar bagi bangsa-bangsa lain 

sebagaimana ditunjukkan Tradisi Yahwista (J). Oleh karena itu, 

narasinya berawal dengan Abraham sebagai Bapa Bangsa Israel 

tanpa adanya pengantar terkait narasi awal mula manusia. 

(8) Penggambaran anthropomorfisme berkurang. Allah dilukiskan 

biasa menghubungi manusia dengan pengantaraan malaikat, 

mimpi, atau suara. 

(9) Pada bagian Bapa-bapa bangsa penyusun memberi perhatian 

khusus kepada peristiwa-peristiwa yang terjadi di kawasan 

Palestina Tengah dan Utara, yaitu wilayah yang termasuk 

Kerajaan Utara. 

(10) Pusat seluruh narasi yaitu  Perjanjian Sinai. Tradisi ini 

memusatkan narasinya dengan menekankan kesetiaan pada 

perjanjian sebagai jaminan keselamatan, sekaligus peringatan 

bahwa penolakan akan membawa kutuk dan kehancuran. 

 

c. Tradisi Priesterkodex (P) 

Sekelompok imam yang hidup di Kerajaan Yehuda pada periode 

Sesudah Pembuangan (abad VI-V sM) menyusun sejarah umat manusia sejak 

penciptaan manusia pertama sampai dengan Abraham. Selanjutnya, mereka 

juga menyusun narasi sejarah Bangsa Israel sejak Abraham sampai dengan 

Musa. Pada intinya, tradisi ini menyampaikan narasi yang nyaris serupa 

dengan Tradisi Yahwista (J) dan Tradisi Elohista (E). Akan namun , 

karakteristik tradisi ini berbeda. Ada jembatan antara narasi penciptaan 

manusia pertama  dengan narasi periode Abraham. Yang menjadi jembatan 

antara kedua narasi itu yaitu  narasi air bah dan daftar silsilah. Selain itu, 

tradisi ini juga mencantumkan hal-hal yang terkait dengan ibadat dan 

peraturannya. Tradisi ini mengaitkan peraturan-peraturan ini dengan Bapa 

Bangsa dan Musa. 

 

Ciri-ciri Tradisi Priesterkodex (P)   

(1) Gaya bahasanya panjang lebar dan tidak menarik.  

(2) Menggunakan gaya bahasa hukum. 

(3) Menyebut Allah dengan nama ‘Elohim’ sebelum periode Musa. 

(4) Perhatian utama pada daftar silsilah yang memuat angka dan 

umur. 

 

 

25 

(5) Tekanan pada segala sesuatu yang terkait dengan kesucian dan 

ketahiran kultis. 

(6) Penggambaran anthropomorfisme dihindari. 

(7) Transendensi Allah sangat mendapat perhatian. 

(8) Pandangannya sangat monoteistis dan sentralistis. 

 

Salah satu teks dari Tradisi Priesterkodex yaitu  narasi penciptaan 

versi pertama. 

 

“Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. Bumi belum 

berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan 

Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air. 

Berfirmanlah Allah: ‘Jadilah terang.’ Lalu terang itu jadi. Allah 

melihat bahwa terang itu baik, lalu dipisahkan-Nyalah terang itu dari 

gelap. Dan Allah menamai terang itu siang, dan gelap itu malam. 

Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari 

pertama. Berfirmanlah Allah: ‘Jadilah cakrawala di tengah segala 

air untuk memisahkan air dari air.’ Maka Allah menjadikan 

cakrawala dan Ia memisahkan air yang ada di bawah cakrawala itu 

dari air yang ada di atasnya. Dan jadilah demikian. Lalu Allah 

menamai cakrawala itu langit. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah 

hari kedua. Berfirmanlah Allah: ‘Hendaklah segala air yang di bawah 

langit berkumpul pada satu tempat, sehingga kelihatan yang kering.’ 

Dan jadilah demikian. Lalu Allah menamai yang kering itu darat, dan 

kumpulan air itu dinamai-Nya laut. Allah melihat bahwa semuanya 

itu baik. Berfirmanlah Allah: ‘Hendaklah tanah menumbuhkan tunas-

tunas muda, tumbuh-tumbuhan yang berbiji, segala jenis pohon buah-

buahan yang menghasilkan buah yang berbiji, supaya ada tumbuh-

tumbuhan di bumi.’ Dan jadilah demikian. Tanah itu menumbuhkan 

tunas-tunas muda, segala jenis tumbuh-tumbuhan yang berbiji dan 

segala jenis pohon-pohonan yang menghasilkan buah yang berbiji. 

Allah melihat bahwa semuanya itu baik. Jadilah petang dan jadilah 

pagi, itulah hari ketiga. Berfirmanlah Allah: ‘Jadilah benda-benda 

penerang pada cakrawala untuk memisahkan siang dari malam. 

Biarlah benda-benda penerang itu menjadi tanda yang 

menunjukkan masa-masa yang tetap dan hari-hari dan tahun-

tahun, dan sebagai penerang pada cakrawala biarlah benda-benda 

itu menerangi bumi.’ Dan jadilah demikian. Maka Allah menjadikan 

kedua benda penerang yang besar itu, yakni yang lebih besar untuk 

menguasai siang dan yang lebih kecil untuk menguasai malam, dan 

 

 

26 

menjadikan juga bintang-bintang. Allah menaruh semuanya itu di 

cakrawala untuk menerangi bumi, dan untuk menguasai siang dan 

malam, dan untuk memisahkan terang dari gelap. Allah melihat 

bahwa semuanya itu baik. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari 

keempat. Berfirmanlah Allah: ‘Hendaklah dalam air berkeriapan 

makhluk yang hidup, dan hendaklah burung beterbangan di atas bumi 

melintasi cakrawala.’ Maka Allah menciptakan binatang-binatang 

laut yang besar dan segala jenis makhluk hidup yang bergerak, yang 

berkeriapan  dalam air, dan segala jenis burung yang bersayap. Allah 

melihat bahwa semuanya itu baik. Lalu Allah memberkati 

semuanya itu, firman-Nya: ‘Berkembangbiaklah dan bertambah 

banyaklah serta penuhilah air dalam laut, dan hendaklah burung-

burung di bumi bertambah banyak.’ Jadilah petang dan jadilah 

pagi, itulah hari kelima. Berfirmanlah Allah: ‘Hendaklah bumi 

mengeluarkan segala jenis makhluk yang hidup, ternak dan binatang 

melata dan segala jenis binatang liar.’ Dan jadilah demikian. Allah 

menjadikan segala jenis binatang liar dan segala jenis ternak dan 

segala jenis binatang melata di muka bumi. Allah melihat bahwa 

semuanya itu baik. Berfirmanlah Allah: ‘Baiklah Kita menjadikan 

manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka 

berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas 

ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang 

merayap di bumi.’ Maka Allah menciptakan manusia itu menurut 

gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki 

dan perempuan diciptakan-Nya mereka. Allah memberkati mereka, 

lalu Allah berfirman kepada mereka: ‘Beranakcuculah dan 

bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, 

berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan 

atas segala binatang yang merayap di bumi.’ Berfirmanlah Allah: 

‘Lihatlah, Aku memberikan kepadamu segala tumbuh-tumbuhan yang 

berbiji di seluruh bumi dan segala pohon-pohonan yang buahnya 

berbiji; itulah akan menjadi makananmu. namun  kepada segala 

binatang di bumi dan segala burung di udara dan segala yang 

merayap di bumi, yang bernyawa, Kuberikan segala tumbuh-

tumbuhan hijau menjadi makanannya.’ Dan jadilah demikian. Maka 

Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat 

baik. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari keenam. 

Demikianlah diselesaikan langit dan bumi dan segala isinya. saat  

Allah pada hari ketujuh telah menyelesaikan pekerjaan yang dibuat-

Nya itu, berhentilah Ia pada hari ketujuh dari segala pekerjaan yang 

 

 

27 

telah dibuat-Nya itu. Lalu Allah memberkati hari ketujuh itu dan 

menguduskannya, karena pada hari itulah Ia berhenti dari segala 

pekerjaan penciptaan  yang telah dibuat-Nya itu. Demikianlah 

riwayat langit dan bumi pada waktu diciptakan” (Kejadian 1:1-2:4a). 

 

d. Tradisi Deuteronomium – Ulangan (D) 

Nama ‘Deuteronomium’ menunjuk pada makna ‘hukum kedua’. 

Nama ini sekaligus menunjuk kepada penulis(-penulis) yang hidup di 

Kerajaan Yehuda pada periode Raja Hizkia dan Raja Yosia (abad VII sM). 

Nama ini diberikan kepada kelompok penulis tersebut karena merumuskan 

kembali tulisan dari Tradisi Yahwista (J) dan Tradisi Elohista (E) secara baru. 

 

“Apabila ia duduk di atas takhta kerajaan, maka haruslah ia 

menyuruh menulis baginya salinan hukum ini menurut kitab yang ada 

pada imam-imam orang Lewi” (Ulangan 17:18). 

 

Ciri-ciri Tradisi Deuteronomium (D) 

(1) Menyebut Allah dengan nama ‘Yahwe’. 

(2) Menekankan kesetiaan pada Perjanjian Sinai. 

(3) Gaya bahasa moralistis, hitam-putih, atau salah-benar. 

(4) Gagasan teologisnya mendalam (Ulangan 7:7-11; 30:15-20). 

 

“Bukan karena lebih banyak jumlahmu dari bangsa manapun 

juga, maka hati TUHAN terpikat olehmu dan memilih kamu – 

bukankah kamu ini yang paling kecil  dari segala bangsa? – 

namun  karena TUHAN mengasihi kamu dan memegang sumpah-

Nya yang telah diikrarkan-Nya kepada nenek moyangmu, maka 

TUHAN telah membawa kamu keluar dengan tangan  yang kuat 

dan menebus  engkau dari rumah perbudakan, dari tangan 

Firaun, raja Mesir. Sebab itu haruslah kauketahui, bahwa 

TUHAN, Allahmu, Dialah Allah,  Allah yang setia, yang 

memegang perjanjian dan kasih setia-Nya terhadap orang yang 

kasih kepada-Nya dan berpegang pada perintah-Nya, sampai 

kepada beribu-ribu keturunan, namun  terhadap diri setiap orang 

dari mereka yang membenci Dia, Ia melakukan pembalasan 

dengan membinasakan orang itu. Ia tidak bertangguh terhadap 

orang yang membenci Dia. Ia langsung mengadakan 

pembalasan terhadap orang itu. Jadi berpeganglah pada 

perintah, yakni ketetapan dan peraturan yang kusampaikan 

kepadamu pada hari ini untuk dilakukan” (Ulangan 7:7-11). 

 

 

28 

 

“Ingatlah, aku menghadapkan kepadamu pada hari ini 

kehidupan dan keberuntungan, kematian dan 

kecelakaan, karena pada hari ini aku memerintahkan kepadamu 

untuk mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan hidup menurut jalan 

yang ditunjukkan-Nya dan berpegang pada perintah, ketetapan 

dan peraturan-Nya, supaya engkau hidup dan bertambah 

banyak dan diberkati oleh TUHAN, Allahmu, di negeri ke mana 

engkau masuk untuk mendudukinya. namun  jika hatimu 

berpaling dan engkau tidak mau mendengar, bahkan engkau 

mau disesatkan untuk sujud menyembah kepada allah lain dan 

beribadah kepadanya, maka aku memberitahukan kepadamu 

pada hari ini, bahwa pastilah kamu akan binasa; tidak akan 

lanjut umurmu di tanah, ke mana engkau pergi, menyeberangi 

sungai Yordan untuk mendudukinya. Aku memanggil langit dan 

bumi menjadi saksi terhadap kamu pada hari ini: kepadamu 

kuperhadapkan kehidupan dan kematian, berkat dan 

kutuk. Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau 

maupun keturunanmu, dengan mengasihi TUHAN, Allahmu, 

mendengarkan suara-Nya dan berpaut pada-Nya, sebab hal itu 

berarti hidupmu dan lanjut umurmu untuk tinggal di tanah yang 

dijanjikan TUHAN dengan sumpah kepada nenek moyangmu, 

yakni kepada Abraham, Ishak dan Yakub, untuk memberikannya 

kepada mereka” (Ulangan 30:15-20). 

 

(5) Penggambaran militeristik. 

 

“‘Apabila engkau keluar berperang melawan musuhmu, dan 

engkau melihat kuda dan kereta, yakni tentara yang lebih 

banyak dari padamu, maka janganlah engkau 

takut kepadanya, sebab TUHAN, Allahmu, yang telah menuntun 

engkau keluar dari tanah Mesir, menyertai engkau. Apabila 

kamu menghadapi pertempuran, maka seorang imam harus 

tampil ke depan dan berbicara kepada rakyat, dengan berkata 

kepada mereka: Dengarlah, hai orang Israel! Kamu sekarang 

menghadapi pertempuran melawan musuhmu; janganlah lemah 

hatimu, janganlah takut, janganlah gentar dan janganlah 

gemetar karena mereka, sebab TUHAN, Allahmu, Dialah yang 

berjalan menyertai kamu untuk berperang bagimu melawan 

musuhmu, dengan maksud memberikan 

 

 

29 

kemenangan kepadamu. Para pengatur pasukan haruslah 

berbicara kepada tentara, demikian: Siapakah orang yang telah 

mendirikan rumah baru, namun  belum menempatinya? Ia boleh 

pergi dan pulang ke rumahnya, supaya jangan ia mati dalam 

pertempuran dan orang lain yang menempatinya. Dan siapa 

telah membuat kebun anggur, namun  belum mengecap hasilnya? 

Ia boleh pergi dan pulang ke rumahnya, supaya jangan ia mati 

dalam pertempuran dan orang lain yang mengecap hasilnya. 

Dan siapa telah bertunangan dengan seorang perempuan, namun  

belum mengawininya? Ia boleh pergi dan pulang ke rumahnya, 

supaya jangan ia mati dalam pertempuran dan orang lain yang 

mengawininya. Lagi para pengatur pasukan itu harus berbicara 

kepada tentara demikian: Siapa takut dan lemah hati? Ia boleh 

pergi dan pulang ke rumahnya, supaya hati saudara-

saudaranya jangan tawar seperti hatinya. Apabila para 

pengatur pasukan selesai berbicara kepada tentara, maka 

haruslah ditunjuk kepala-kepala pasukan untuk mengepalai 

tentara. Apabila engkau mendekati suatu kota untuk berperang 

melawannya, maka haruslah engkau menawarkan 

perdamaian kepadanya. Apabila kota itu menerima tawaran 

perdamaian itu dan dibukanya pintu gerbang bagimu, maka 

haruslah semua orang yang terdapat di situ melakukan 

pekerjaan rodi bagimu dan menjadi hamba kepadamu. namun  

apabila kota itu tidak mau berdamai dengan engkau, melainkan 

mengadakan pertempuran melawan engkau, maka haruslah 

engkau mengepungnya; dan setelah TUHAN, Allahmu, 

menyerahkannya ke dalam tanganmu, maka haruslah engkau 

membunuh seluruh penduduknya yang laki-laki dengan mata 

pedang. Hanya perempuan, anak-anak, hewan dan segala yang 

ada di kota itu, yakni seluruh jarahan itu, boleh 

kaurampas bagimu sendiri, dan jarahan yang dari musuhmu ini, 

yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, boleh 

kaupergunakan. Demikianlah harus kaulakukan terhadap 

segala kota yang sangat jauh letaknya dari tempatmu, yang 

tidak termasuk kota-kota bangsa-bangsa di sini. namun  dari 

kota-kota bangsa-bangsa itu yang diberikan TUHAN, Allahmu, 

kepadamu menjadi milik pusakamu, janganlah kaubiarkan 

hidup apapun yang bernafas, melainkan kautumpas sama sekali, 

yakni orang Het, orang Amori, orang Kanaan, orang Feris, 

orang Hewi, dan orang Yebus, seperti yang diperintahkan 

 

 

30 

kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, supaya mereka jangan 

mengajar kamu berbuat sesuai dengan segala kekejian, yang 

dilakukan mereka bagi allah mereka, sehingga kamu berbuat 

dosa kepada TUHAN, Allahmu. Apabila dalam memerangi 

suatu kota, engkau lama mengepungnya untuk direbut, maka 

tidak boleh engkau merusakkan pohon-pohon sekelilingnya 

dengan mengayunkan kapak kepadanya; buahnya boleh 

kaumakan, namun  batangnya janganlah kautebang; sebab, 

pohon yang di padang itu bukan manusia, jadi tidak patut ikut 

kaukepung. Hanya pohon-pohon, yang engkau tahu tidak 

menghasilkan makanan, boleh kaurusakkan dan kautebang 

untuk mendirikan pagar pengepungan terhadap kota yang 

berperang melawan engkau, sampai kota itu jatuh’” (Ulangan 

20:1-20). 

 

“‘Apabila engkau keluar berperang melawan musuhmu, dan 

TUHAN, Allahmu, menyerahkan mereka ke dalam 

tanganmu dan engkau menjadikan mereka tawanan, dan engkau 

melihat di antara tawanan itu seorang perempuan yang 

elok, sehingga hatimu mengingini dia dan engkau mau 

mengambil dia menjadi isterimu, maka haruslah engkau 

membawa dia ke dalam rumahmu. Perempuan itu harus 

mencukur rambutnya, memotong kukunya, menanggalkan 

pakaian yang dipakainya pada waktu ditawan, dan tinggal di 

rumahmu untuk menangisi ibu bapanya sebulan lamanya. 

Sesudah demikian, bolehlah engkau menghampiri dia dan 

menjadi suaminya, sehingga ia menjadi isterimu. Apabila 

engkau tidak suka lagi kepadanya, maka haruslah engkau 

membiarkan dia pergi sesuka hatinya; tidak boleh sekali-kali 

engkau menjual dia dengan bayaran uang; tidak boleh engkau 

memperlakukan dia sebagai budak, sebab engkau telah 

memaksa dia’” (Ulangan 21:10-14). 

 

“‘Apabila engkau maju dengan tentaramu melawan musuhmu, 

maka haruslah engkau menjaga diri terhadap segala yang 

jahat. Apabila ada di antaramu seorang laki-laki yang tidak 

tahir disebabkan oleh sesuatu yang terjadi atasnya pada malam 

hari, maka haruslah ia pergi ke luar perkemahan, janganlah ia 

masuk ke dalam perkemahan. Kemudian menjelang 

senja haruslah ia mandi dengan air, dan pada waktu matahari 

 

 

31 

terbenam, ia boleh masuk kembali ke dalam perkemahan. Di 

luar perkemahan itu haruslah ada bagimu suatu tempat ke mana 

engkau pergi untuk kada hajat. Di antara perlengkapanmu 

haruslah ada padamu sekop kecil dan apabila engkau jongkok 

kada hajat, haruslah engkau menggali lobang dengan itu dan 

menimbuni kotoranmu. Sebab TUHAN, Allahmu, berjalan dari 

tengah-tengah perkemahanmu untuk melepaskan engkau dan 

menyerahkan musuhmu kepadamu; sebab itu haruslah 

perkemahanmu itu kudus, supaya jangan Ia melihat sesuatu 

yang tidak senonoh di antaramu, lalu berbalik dari padamu’” 

(Ulangan 23:9-14). 

 

C. RANGKUMAN 

Walaupun ‘Teori Sumber’ menurut Julius Wellhausen ini masih 

merupakan suatu hipótesis yang belum disepakati semua ahli Kitab Suci, 

sekurang-kurangnya hipótesis ini telah memberi jawaban atas pertanyaan 

terkait banyaknya pengulangan dan kontradiksi dalam Kitab ‘Pentateukh’. 

Pengulangan dan kontradiksi memang sulit dipahami jika kitab ini disusun 

seorang penulis saja. Dengan kata lain, para ahli Kitab Suci cenderung sulit 

menerima bahwa penulis kelima kitab itu yaitu  Musa seorang diri. 

Sebaliknya, terjadinya pengulangan dan kontradiksi ini menjadi lebih mudah 

dipahami jika diandaikan bahwa kitab-kitab ini ditulis beberapa orang atau 

beberapa kelompok. 

 


KITAB KEJADIAN 

 

Sebagaimana bagian terdahulu telah memberikan penjelasan, Kitab 

Kejadian menempati urutan pertama dalam deretan Kitab Pentateukh. Sebagai 

yang pertama, Kitab Kejadian membuka rangkaian narasi umat manusia 

secara umum sekaligus narasi Bangsa Israel secara khusus. Narasi yang 

termuat di dalamnya menjadi basis narasi selanjutnya dalam kitab-kitab yang 

mengikutinya. 

 

B. 

Pembaca yang memerhatikan Kitab Kejadian secara rinci niscaya 

memahami bahwa Kitab Kejadian yaitu  sebuah kitab yang secara tematik 

secara independen. Kitab Kejadian mengakhiri dirinya sendiri dengan narasi 

wafatnya dua bapa Bangsa Israel. Pertama, Yakub (Kejadian 49:29-33). 

Kedua, Yusuf (Kejadian 50:22-26). Wafatnya kedua bapa besar Bangsa Israel 

ini sekaligus menutup periode para Bapa Bangsa. Periode para Bapa Bangsa 

itu sendiri berawal dari narasi Abraham. Kitab Keluaran yang menyusul 

setelah itu tidak lagi bercerita tentang para Bapa Bangsa itu. Berbasiskan 

 

 

33 

narasi tersebut, pembaca segera dapat melihat bahwa Kitab Kejadian terdiri 

dari dua bagian besar.  

  

(1) Narasi sejarah awal yang memuat asal-usul manusia (Kejadian 1-

11) 

(2) Narasi para Bapa Bangsa yang memuat asal-usul Bangsa Israel 

(Kejadian 12-50) 

 

Pembagian itu dapat dibandingkan dengan narasi yang termuat dalam 

Kitab 2Raja-raja. Kitab 2Raja-raja memuat narasi sejarah Bangsa Israel. 

Sedangkan Kitab Kejadian memuat narasi asal-usul alam semesta dan 

manusia serta narasi asal-usul Bangsa Israel. Kedua bagian tersebut memiliki 

panjang yang berbeda. 

 

 

a. Narasi Asal-Usul Manusia 

Bagian awal Kitab Kejadian menjadi bahan diskusi banyak ahli Kitab 

Suci. Yang menjadi bahan diskusi terutama yaitu  narasi penciptaan 

(Kejadian 1-2). Para ahli Kitab Suci mencoba memertahankan gagasan Allah 

sebagai Pencipta segala sesuatu sejak awal mula. Sebaliknya, para ahli ilmu 

pengetahuan menjadi oposannya. Para ahli Ilmu Pengetahuan mengukur 

narasi penciptaan dengan memakai kriteria-kriteria objektif Ilmu 

Pengetahuan, terutama Ilmu Eksakta. Akibatnya, muncul ketegangan. Kedua 

gagasan itu saling memertahankan landasannya masing-masing. Para ahli 

Ilmu Pengetahuan menganggap narasi penciptaan itu sebagai omong kosong 

yang tidak masuk akal. Sebaliknya, para ahli Kitab Suci berusaha mencari 

upaya untuk memberi penjelasan atas narasi tersebut secara masuk akal, 

sekaligus reflektif. 

Salah satu upaya yang efektif dari para ahli Kitab Suci untuk memberi 

penjelasan yang masuk akal atas narasi penciptaan itu yaitu  menggunakan 

pendekatan Historis-Kritis dan kontribusi Ilmu Sastra. Kedua pendekatan itu 

membukakan pembaca pada wawasan yang lebih lapang sekaligus tepat untuk 

memahami narasi penciptaan tersebut. Secara lebih spesifik, Ilmu Sastra 

membantu pembaca untuk membandingkan narasi penciptaan itu dengan 

narasi dari sastra Timur Tengah Kuno berpola mirip. Misalnya, ‘Enuma 

Elish’, ‘Epik Gilgamesh’, dan ‘Athrahasis’.  

 

“Saat langit yang di atas belum memiliki nama, tanah yang keras di 

bawah belum mendapat sebutan dengan nama tertentu, Apsu yang nol 

namun  pertama, ayah mereka, dan Mummu-Tiamat, ia yang 

 

 

34 

melahirkan semuanya, Air-air mereka mencampurkan diri sebagai 

satu tubuh; Tiada pondok dari buluh yang berlapis, tiada tanah 

berawa-rawa yang muncul, Pada saat tiada satu dewa pun yang 

menjadi manusia, itu tidak disebut dengan nama, nasib mereka tidak 

ditentukan – selanjutnya ada dewa-dewa yang terbentuk di antara 

mereka. Lahmu dan Lahamu dilahirkan, dengan sebutan nama 

mereka dipanggil. (10) Sebelum mereka bertumbuh besar dan tinggi, 

Anshar dan Kishar terbentuk, lebih dari yang lainnya. Mereka 

memperpanjang hari-hari, mereka juga menambah tahun-tahun. Anu 

yaitu  keturunan mereka, yang menjadi saingan ayah-ayahnya; Ya, 

anak pertama Anshar, Anu menjadi sama dengannya. Dalam rupa 

Anu ada Nudimmud. Nudimmud ini yaitu  penguasa ayah-ayah; 

Kebijaksanaan, pemahaman, kekuatan yang besar, Ia jauh lebih kuat 

daripada kakeknya, Anshar. Dia tidak memiliki pesaing di antara 

dewa-dewa, saudara-saudara lelakinya. (20) Kakak beradik dewa ini 

berkumpul bersama, Mereka mengganggu Tiamat dengan mendesak 

ke depan dan ke belakang, Ya, mereka mengganggu suasana hati 

Tiamat dengan sukacita mereka di Tempat Tinggal di Langit. Apsu 

tidak dapat mengurangi suara mereka yang ribut. Tiamat tidak 

mampu berucap lagi atas sikap mereka. Tindakan mereka sangatlah 

menjijikkan .. Perilaku mereka memuakkan; mereka selalu ingin 

menguasai. Lalu Apsu, ayah dari dewa-dewa yang hebat itu, 

berteriak, memanggil Mummu, menterinya: (30) O Mummu, 

menteriku, yang membawa sukacita kepada jiwaku, datanglah kemari 

dan marilah kita pergi ke Tiamat!” (‘Enuma Elish’ dari James 

Pritchard, ANET, (Princeton, 1969, 60-72; 501-503). 

 

Narasi-narasi itu berasal dari Tradisi Semit-purba. Penyusun Kitab 

Kejadian menggunakan narasi-narasi itu dengan terlebih dahulu menyeleksi 

dan memangkas unsur-unsur politeisme yang termuat di dalamnya. Akan 

namun , di sejumlah bagian, unsur-unsur politeisme itu masih menampakkan 

sisa-sisa keberadaannya. 

Upaya membandingkan narasi penciptaan dengan narasi-narasi rakyat 

Timur Tengah Kuno itu akan menyadarkan pembaca bahwa nilai historis 

bukanlah satu-satunya yang terpenting. Dengan memahami narasi penciptaan 

sebagai wujud yang kurang lebih serupa dengan narasi rakyat, pembaca dapat 

menempatkan narasi penciptaan sebagai refleksi atau permenungan iman 

untuk semakin memahami dan memaknai kondisi, gejala, adat-istiadat, 

kebiasaan, ungkapan, dan nama-nama yang muncul dari periode tersebut. 

 

 

35 

Narasi itu membantu pembaca mengungkapkan makna terkait fenomena yang 

terjadi seraya menjelaskan asal-usulnya melalui proyeksi ke masa lampau.       

  Secara umum para ahli Kitab Suci (Boadt, 1984:111) membagi 

bagian pertama Kitab Kejadian ini dalam urut-urutan narasi sebagai berikut. 

 

(1) Penciptaan alam semesta (Kejadian 1) 

(2) Dosa dan hilangnya Taman Eden (Kejadian 2-3) 

(3) Dosa Kain (Kejadian 4) 

(4) Silsilah nenek moyang – bagian pertama (Kejadian 5) 

(5) Para raksasa (Kejadian 6) 

(6) Narasi air bah (Kejadian 6-9) 

(7) Silsilah para bangsa (Kejadian 10)