perjanjian lama taurat 2
(8) Narasi menara Babel (Kejadian 11)
(9) Silsilah nenek moyang – bagian kedua (Kejadian 11)
b. Narasi Asal-Usul Bangsa Israel
Bagian kedua Kitab Kejadian memuat narasi asal-usul sejarah Bangsa
Israel. Sebagaimana bagian sebelumnya telah menegaskan, istilah ‘sejarah’ di
sini tidak dapat dipahami sebagai sejarah dalam makna profan, yaitu
kronologi narasi yang ketat-akurat sesuai realitas. Narasi asal-usul sejarah
Bangsa Israel ini bukan merupakan suatu narasi yang memuat informasi yang
benar-benar objektif terkait tokoh, waktu, dan peristiwa yang berlangsung.
Bagian yang memuat 39 bab ini menyajikan sejumlah narasi yang terlepas
satu sama lain. Narasi-narasi itu berasal dari narasi-narasi lisan keluarga,
marga, atau suku tertentu tentang nenek moyang mereka. Narasi-narasi ini
beredar secara lisan dari waktu ke waktu di antara suku-suku Bangsa Israel.
Akibatnya, sejumlah penambahan dan pengurangan pun terjadi.
Penyusun narasi asal-usul sejarah Bangsa Israel ini tidak terlalu
memerhatikan sisi historis. Akibatnya, pembaca yang teliti akan segera
menemukan sejumlah keganjilan di dalamnya. Misalnya, narasi tentang Hagar
dan Ismael.
“Abram berumur delapan puluh enam tahun, saat Hagar
melahirkan Ismael baginya” (Kejadian 16:16).
“Adapun Abraham berumur seratus tahun, saat Ishak, anaknya,
lahir baginya” (Kejadian 21:5).
“Keesokan harinya pagi-pagi Abraham mengambil roti serta sekirbat
air dan memberikannya kepada Hagar. Ia meletakkan itu beserta
36
anaknya di atas bahu Hagar, kemudian disuruhnyalah perempuan itu
pergi. Maka pergilah Hagar dan mengembara di padang gurun
Bersyeba” (Kejadian 21:14).
Pembaca yang teliti niscaya bertanya-tanya bagaimana mungkin
Hagar kuat membawa Ismael di bahunya karena berdasarkan teks-teks
tersebut besar kemungkinan Ismael saat itu telah berusia enambelas tahun.
Selain itu keganjilan tampak pada narasi Ribka yang prihatin pada
status jomblo Yakub, anaknya sehingga berusaha mencarikannya jodoh yang
tepat.
“Kemudian Ribka berkata kepada Ishak: ‘Aku telah jemu hidup
karena perempuan-perempuan Het itu; jikalau Yakub juga mengambil
seorang isteri dari antara perempuan negeri ini, semacam perempuan
Het itu, apa gunanya aku hidup lagi?’” (Kejadian 27:46).
“Dan Ishak berumur empat puluh tahun, saat Ribka, anak
Betuel, orang Aram dari Padan-Aram, saudara perempuan
Laban orang Aram itu, diambilnya menjadi isterinya. Lalu bertambah
besarlah kedua anak itu: Esau menjadi seorang yang pandai
berburu, seorang yang suka tinggal di padang, namun Yakub yaitu
seorang yang tenang, yang suka tinggal di kemah” (Kejadian
25:20.27).
“saat Esau telah berumur empat puluh tahun, ia mengambil Yudit,
anak Beeri orang Het, dan Basmat, anak Elon orang Het, menjadi
isterinya” (Kejadian 26:34).
“saat Ishak sudah tua, dan matanya telah kabur, sehingga ia tidak
dapat melihat lagi, dipanggilnyalah Esau, anak sulungnya, serta
berkata kepadanya: ‘Anakku.’ Sahut Esau: ‘Ya, bapa’” (Kejadian
27:1).
“Kemudian Ishak memanggil Yakub, lalu memberkati dia serta
memesankan kepadanya, katanya: ‘Janganlah mengambil isteri dari
perempuan Kanaan. Bersiaplah, pergilah ke Padan-Aram, ke rumah
Betuel, ayah ibumu, dan ambillah dari situ seorang isteri dari anak-
anak Laban, saudara ibumu. Moga-moga Allah Yang
Mahakuasa memberkati engkau, membuat engkau beranak cucu dan
membuat engkau menjadi banyak, sehingga engkau menjadi
37
sekumpulan bangsa-bangsa. Moga-moga Ia memberikan kepadamu
berkat yang untuk Abraham, kepadamu serta kepada keturunanmu,
sehingga engkau memiliki negeri ini yang kaudiami sebagai orang
asing, yang telah diberikan Allah kepada Abraham.’ Demikianlah
Ishak melepas Yakub, lalu berangkatlah Yakub ke Padan-
Aram, kepada Laban anak Betuel, orang Aram y itu, saudara
Ribka ibu Yakub dan Esau. saat Esau melihat, bahwa Ishak telah
memberkati Yakub dan melepasnya ke Padan-Aram untuk mengambil
isteri dari situ – pada waktu ia memberkatinya ia telah memesankan
kepada Yakub: ‘Janganlah ambil isteri dari antara
perempuan Kanaan’ – dan bahwa Yakub mendengarkan perkataan
ayah dan ibunya, dan pergi ke Padan-Aram, maka Esaupun
menyadari, bahwa perempuan Kanaan itu tidak disukai oleh
Ishak, ayahnya. Sebab itu ia pergi kepada Ismael dan mengambil
Mahalat menjadi isterinya, di samping kedua isterinya yang telah
ada. Mahalat yaitu anak Ismael anak Abraham, adik Nebayot”
(Kejadian 28:1-9).
“Adapun umur Ishak seratus delapan puluh tahun. Lalu meninggallah
Ishak, ia mati dan dikumpulkan kepada kaum leluhurnya; ia tua dan
suntuk umur, maka Esau dan Yakub, anak-anaknya itu, menguburkan
dia” (Kejadian 35:28-29).
Dengan mengikuti urut-urutan narasi dalam teks-teks ini pembaca
yang teliti niscaya bertanya-tanya bagaimana mungkin Yakub belum
memiliki istri padahal usianya saat itu sudah 60 tahun.
Sejumlah keganjilan itu mengindikasikan sekali lagi bahwa penyusun
bagian kedua Kitab Kejadian ini tidak memiliki perhatian atau keprihatinan
khusus terhadap aspek historis akurat dan objektif dari narasi. Kenyataan itu
juga mengindikasikan bahwa penyusun cenderung lebih ingin memberikan
nilai-nilai yang berharga atau bermakna kepada para pembacanya. Selain itu,
penyusun juga bermaksud memberikan pesan-pesan yang relevan supaya
dilanjutkan kepada generasi-generasi berikutnya sebagai hal-hal yang penting
untuk kehidupan. Hal-hal penting itu yaitu berikut ini.
(1) Daftar silsilah. Walaupun tidak memuat realitas historis yang
akurat, daftar ini menjadi penting. Alasannya, daftar ini menjadi
sarana bantu yang memungkinkan munculnya wawasan
menyeluruh terkait suatu periode sejarah yang panjang. Sekaligus
38
daftar ini memberikan suatu gambaran sintesis terkait relasi antara
sejumlah suku dan bangsa.
“Inilah keturunan Ismael, anak Abraham, yang telah dilahirkan
baginya oleh Hagar, perempuan Mesir, hamba Sara itu. Inilah
nama anak-anak Ismael, disebutkan menurut urutan lahirnya:
Nebayot, anak sulung Ismael, selanjutnya Kedar, Adbeel,
Mibsam, Misyma, Duma, Masa, Hadad, Tema, Yetur, Nafish dan
Kedma. Itulah anak-anak Ismael, dan itulah nama-nama mereka,
menurut kampung mereka dan menurut perkemahan mereka, dua
belas orang raja, masing-masing dengan sukunya. Umur Ismael
ialah seratus tiga puluh tujuh tahun. Sesudah itu ia meninggal. Ia
mati dan dikumpulkan kepada kaum leluhurnya. Mereka itu
mendiami daerah dari Hawila sampai Syur, yang letaknya di
sebelah timur Mesir ke arah Asyur. Mereka menetap berhadapan
dengan semua saudara mereka” (Kejadian 25:12-18).
“Adapun anak-anak lelaki Yakub dua belas orang
jumlahnya. Anak-anak Lea ialah Ruben, anak sulung Yakub,
kemudian Simeon, Lewi, Yehuda, Isakhar dan Zebulon. Anak-
anak Rahel ialah Yusuf dan Benyamin. Dan anak-anak
Bilha, budak perempuan Rahel ialah Dan serta Naftali. Dan anak-
anak Zilpa, budak perempuan Lea ialah Gad dan Asyer. Itulah
anak-anak lelaki Yakub, yang dilahirkan baginya di Padan-Aram”
(Kejadian 35:22-26).
(2) Narasi kebanggaan marga, suku, atau bangsa. Walaupun tidak
memuat realitas historis yang akurat, narasi ini menjadi sarana
bantu bagi Bangsa Israel untuk menyadari dan meningkatkan
kebanggaan karena memiliki nenek moyang yang hebat. Misalnya,
narasi kecantikan Sara dan Ribka dan narasi kecerdikan Yakub.
“Kiranya terjadilah begini: anak gadis, kepada siapa aku berkata:
Tolong miringkan buyungmu itu, supaya aku minum, dan yang
menjawab: Minumlah, dan unta-untamu juga akan kuberi
minum – dialah kiranya yang Kautentukan bagi hamba-Mu,
Ishak; maka dengan begitu akan kuketahui, bahwa Engkau telah
menunjukkan kasih setia-Mu kepada tuanku itu. Sebelum ia selesai
berkata, maka datanglah Ribka, yang lahir bagi Betuel, anak laki-
laki Milka, isteri Nahor, saudara Abraham; buyungnya
39
dibawanya di atas bahunya. Anak gadis itu sangat
cantik parasnya, seorang perawan, belum pernah bersetubuh
dengan laki-laki; ia turun ke mata air itu dan mengisi buyungnya,
lalu kembali naik” (Kejadian 24:14-16).
(3) Narasi hak milik. Walaupun tidak memuat realitas historis yang
akurat, narasi ini menjadi sarana bantu bagi Bangsa Israel untuk
memaknai tempat dan barang yang ada di sekitar mereka.
Misalnya, narasi sumur dan perjanjian Abimelekh dan narasi hak
milik atas Kota Sikhem.
“Pada waktu itu Abimelekh, beserta Pikhol, panglima
tentaranya, berkata kepada Abraham: ‘Allah menyertai engkau
dalam segala sesuatu yang engkau lakukan. Oleh sebab itu,
bersumpahlah kepadaku di sini demi Allah, bahwa engkau tidak
akan berlaku curang kepadaku, atau kepada anak-anakku, atau
kepada cucu cicitku; sesuai dengan persahabatan yang kulakukan
kepadamu, demikianlah harus engkau berlaku kepadaku dan
kepada negeri yang kautinggali sebagai orang asing.’ Lalu kata
Abraham: ‘Aku bersumpah!’ namun Abraham menyesali
Abimelekh tentang sebuah sumur yang telah dirampas oleh
hamba-hamba Abimelekh. Jawab Abimelekh: ‘Aku tidak tahu,
siapa yang melakukan hal itu; lagi tidak kauberitahukan
kepadaku, dan sampai hari ini belum pula kudengar.’ Lalu
Abraham mengambil domba dan lembu dan memberikan
semuanya itu kepada Abimelekh, kemudian kedua orang itu
mengadakan perjanjian. namun Abraham memisahkan tujuh anak
domba betina dari domba-domba itu. Lalu kata Abimelekh kepada
Abraham: ‘Untuk apakah ketujuh anak domba yang kaupisahkan
ini?’ Jawabnya: ‘Ketujuh anak domba ini harus kauterima dari
tanganku untuk menjadi tanda bukti bagiku, bahwa akulah yang
menggali sumur ini.’ Sebab itu orang menyebutkan tempat itu
Bersyeba, karena kedua orang itu telah bersumpah di
sana. Setelah mereka mengadakan perjanjian di
Bersyeba, pulanglah Abimelekh beserta Pikhol, panglima
tentaranya, ke negeri orang Filistin. Lalu Abraham menanam
sebatang pohon tamariska di Bersyeba, dan memanggil di sana
nama TUHAN, Allah yang kekal. Dan masih lama Abraham
tinggal sebagai orang asing di negeri orang Filistin” (Kejadian
21:22-34).
40
(4) Narasi relasi dengan Allah. Walaupun tidak memuat realitas
historis yang akurat, narasi ini menjadi sarana bantu bagi Bangsa
Israel untuk memaknai relasi mereka dengan Allah yang terikat
dalam perjanjian. Misalnya, narasi narasi janji kepada Abraham,
narasi asal-usul tempat suci Betel, dan asal-usul kebiasaan
perpuluhan.
“Maka Yakub berangkat dari Bersyeba dan pergi ke Haran. Ia
sampai di suatu tempat, dan bermalam di situ, karena matahari
telah terbenam. Ia mengambil sebuah batu yang terletak di tempat
itu dan dipakainya sebagai alas kepala, lalu membaringkan
dirinya di tempat itu. Maka bermimpilah ia, di bumi ada didirikan
sebuah tangga yang ujungnya sampai di langit, dan tampaklah
malaikat-malaikat Allah turun naik di tangga itu. Berdirilah
TUHAN di sampingnya dan berfirman: ‘Akulah TUHAN, Allah
Abraham, nenekmu, dan Allah Ishak; tanah tempat engkau
berbaring ini akan Kuberikan kepadamu dan kepada
keturunanmu. Keturunanmu akan menjadi seperti debu tanah
banyaknya, dan engkau akan mengembang ke sebelah timur,
barat, utara dan selatan, dan olehmu serta keturunanmu semua
kaum di muka bumi akan mendapat berkat. Sesungguhnya Aku
menyertai engkau dan Aku akan melindungi engkau, ke manapun
engkau pergi, dan Aku akan membawa engkau kembali ke negeri
ini, sebab Aku tidak akan meninggalkan engkau, melainkan tetap
melakukan apa yang Kujanjikan kepadamu.’ saat Yakub
bangun dari tidurnya, berkatalah ia: ‘Sesungguhnya TUHAN ada
di tempat ini, dan aku tidak mengetahuinya.’ Ia takut dan berkata:
‘Alangkah dahsyatnya tempat ini. Ini tidak lain dari rumah
Allah, ini pintu gerbang sorga.’ Keesokan harinya pagi-pagi
Yakub mengambil batu yang dipakainya sebagai alas kepala dan
mendirikan itu menjadi tugu dan menuang minyak ke atasnya. Ia
menamai tempat itu Betel; dahulu nama kota itu Lus. Lalu
bernazarlah Yakub: ‘Jika Allah akan menyertai dan akan
melindungi aku di jalan yang kutempuh ini, memberikan kepadaku
roti untuk dimakan dan pakaian untuk dipakai, sehingga aku
selamat kembali ke rumah ayahku, maka TUHAN akan menjadi
Allahku. Dan batu yang kudirikan sebagai tugu ini akan menjadi
rumah Allah. Dari segala sesuatu yang Engkau berikan kepadaku
41
akan selalu kupersembahkan sepersepuluh kepada-Mu’”
(Kejadian 28:10-22).
Secara garis besar narasi para Bapa Bangsa atau asal-usul sejarah
Bangsa Israel dapat mengikuti susunan berikut ini.
(1) Silsilah keturunan Terah (Kejadian 11:27-32)
(2) Narasi keluarga Abraham (Kejadian 12:1-25:18)
(3) Narasi keluarga Ishak (Kejadian 25:19-27:46)
(4) Narasi keluarga Yakub (Kejadian 28-36)
(5) Narasi anak-anak Yakub, terutama Yusuf (Kejadian 37-50)
C. RANGKUMAN
Kitab Kejadian yaitu sebuah kitab yang secara tematik secara
independen. Bagian awal Kitab Kejadian menjadi bahan diskusi banyak ahli
Kitab Suci. Yang menjadi bahan diskusi terutama yaitu narasi penciptaan
(Kejadian 1-2). Para ahli Kitab Suci mencoba memertahankan gagasan Allah
sebagai Pencipta segala sesuatu sejak awal mula. Sebaliknya, para ahli ilmu
pengetahuan menjadi oposannya. Para ahli Ilmu Pengetahuan mengukur
narasi penciptaan dengan memakai kriteria-kriteria objektif Ilmu
Pengetahuan, terutama Ilmu Eksakta. Bagian kedua Kitab Kejadian memuat
narasi asal-usul sejarah Bangsa Israel. Sebagaimana bagian sebelumnya telah
menegaskan, istilah ‘sejarah’ di sini tidak dapat dipahami sebagai sejarah
dalam makna profan, yaitu kronologi narasi yang ketat-akurat sesuai realitas.
Narasi asal-usul sejarah Bangsa Israel ini bukan merupakan suatu narasi yang
memuat informasi yang benar-benar objektif terkait tokoh, waktu, dan
peristiwa yang berlangsung. Sebagai kitab yang pertama, Kitab Kejadian
membuka rangkaian narasi umat manusia secara umum sekaligus narasi
Bangsa Israel secara khusus. Narasi yang termuat di dalamnya menjadi basis
narasi selanjutnya dalam kitab-kitab yang mengikutinya.
KITAB KELUARAN
Kitab kedua yang termasuk Kitab Pentateukh yaitu Kitab Keluaran.
Tradisi Ibrani memberinya judul ‘šemōt’. Artinya, ‘nama-nama’. Judul ini
berasal dari kata kedua pada teks ayat pertama kitab ini.
“Inilah nama-nama para anak Israel yang datang ke Mesir bersama-
sama dengan Yakub; mereka datang dengan keluarganya masing-
masing” (Keluaran 1:1).
Terjemahan Kitab Suci dalam bahasa-bahasa Eropa Barat mengikuti
judul yang diberikan Kitab Suci berbahasa Yunani dan Kitab Suci berbahasa
Latin, yaitu ‘Exodus’. Kitab ini sangat berpengaruh pada perkembangan
penafsiran dan pemaknaan nama Yahwe dan identitas atau jati diri-Nya. Pada
abad modern Kitab Keluaran menjadi inspirasi bagi muncul dan
berkembangnya Teologi Pembebasan.
44
B.
Pergerakan dan permukiman besar-besaran Bangsa Israel ke Tanah
Mesir untuk menghindari bahaya paceklik dan kelaparan di Tanah Terjanji
yang untuk sementara waktu terasa nyaman harus berakhir. Penyebabnya
yaitu pergantian rezim pemerintahan di Mesir.
“Kemudian bangkitlah seorang raja baru memerintah tanah Mesir,
yang tidak mengenal Yusuf” (Keluaran 1:8).
Kebangkitan rezim baru dalam diri Firaun ini mengubah peta sosio-
politik di dalam negeri Mesir. Perubahan itu memengaruhi kondisi Bangsa
Israel yang numpang bermukim di kawasan tersebut. Bangsa Israel yang
sebelumnya hidup nyaman di bawah jaminan Yusuf yang merupakan
kepercayaan Firaun mulai saat itu harus menjalani kerja paksa. Pada periode
kerja paksa tersebut Bangsa Israel yang sempat menikmati kenyamanan hidup
di Tanah Mesir benar-benar mengalami penderitaan serius. Mereka hidup
sebagai budak-budak Bangsa Mesir.
“Berkatalah raja itu kepada rakyatnya: ‘Bangsa Israel itu sangat
banyak dan lebih besar jumlahnya dari pada kita. Marilah kita
bertindak dengan bijaksana terhadap mereka, supaya mereka jangan
bertambah banyak lagi dan – jika terjadi peperangan – jangan
bersekutu nanti dengan musuh kita dan memerangi kita, lalu pergi
dari negeri ini.’ Sebab itu pengawas-pengawas rodi ditempatkan atas
mereka untuk menindas mereka dengan kerja paksa: mereka harus
mendirikan bagi Firaun kota-kota perbekalan, yakni Pitom dan
Raamses. namun makin ditindas, makin bertambah banyak dan
berkembang mereka, sehingga orang merasa takut kepada orang
Israel itu. Lalu dengan kejam orang Mesir memaksa orang Israel
bekerja, dan memahitkan hidup mereka dengan pekerjaan yang berat,
yaitu mengerjakan tanah liat dan batu bata, dan berbagai-bagai
pekerjaan di padang, ya segala pekerjaan yang dengan kejam
dipaksakan orang Mesir kepada mereka itu” (Keluaran 1:9-14).
Setelah itu kondisi mengalami sedikit perubahan. Teks-teks
berikutnya memberikan informasi perubahan tersebut.
“Lama sesudah itu matilah raja Mesir itu…” (Keluaran 2:23a).
“Musa dan Harun pergi menghadap Firaun” (Keluaran 5:1).
45
Pembaca yang teliti niscaya dapat mengambil simpulan bahwa
rangkaian narasi yang diungkapkan ayat-ayat itu mengisahkan sekurang-
kurangnya ada dua raja atau firaun yang berbeda. Firaun pertama yaitu yang
menjadikan Bangsa Israel budak untuk kerja paksa (Keluaran 1:8; 2:23a).
Firaun kedua yaitu yang menerima kedatangan Musa dan Harun (Keluaran
5:1). Dalam konteks inilah Kitab Keluaran memulai narasinya.
Konteks narasi Kitab Keluaran yaitu upaya Yahwe mengembalikan
Bangsa Israel ke tanah yang dijanjikan-Nya. Konteks atau gagasan utama
narasi Kitab Keluaran ini sebenarnya telah terindikasi pada bagian akhir Kitab
Kejadian yang mendahuluinya.
“Tidak lama lagi aku akan mati; tentu Allah akan memperhatikan
kamu dan membawa kamu keluar dari negeri ini, ke negeri yang telah
dijanjikan-Nya dengan sumpah kepada Abraham, Ishak, dan Yakub”
(Kejadian 50:24).
Teks itu mengungkapkan kata-kata terakhir Yusuf kepada saudara-
saudaranya. Yusuf menyampaikan kata-kata terakhirnya itu di Tanah Mesir.
Narasi hari-hari terakhir Yusuf ini yaitu sambungan dari narasi Yusuf dan
saudara-saudaranya hijrah ke Mesir dan bermukim di sana.
“Jadi berangkatlah Israel dengan segala miliknya dan ia tiba di
Bersyeba, lalu dipersembahkannya korban sembelihan kepada Allah
Ishak ayahnya. Berfirmanlah Allah kepada Israel dalam penglihatan
waktu malam: ‘Yakub, Yakub!’ Sahutnya: ‘Ya, Tuhan.’ Lalu firman-
Nya: ‘Akulah Allah, Allah ayahmu, janganlah takut pergi ke
Mesir, sebab Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar
di sana. Aku sendiri akan menyertai engkau pergi ke Mesir dan
tentulah Aku juga akan membawa engkau kembali; dan tangan
Yusuflah yang akan mengatupkan kelopak matamu nanti.’ Lalu
berangkatlah Yakub dari Bersyeba, dan anak-anak Israel membawa
Yakub, ayah mereka, beserta anak dan isteri mereka, dan mereka
menaiki kereta yang dikirim Firaun untuk menjemputnya. Mereka
membawa juga ternaknya dan harta bendanya, yang telah
diperoleh mereka di tanah Kanaan, lalu tibalah mereka di
Mesir, yakni Yakub dan seluruh keturunannya bersama-sama dengan
dia. Anak-anak dan cucu-cucunya laki-laki dan perempuan, seluruh
keturunannya dibawanyalah ke Mesir. Inilah nama-nama bani
46
Israel yang datang ke Mesir, yakni Yakub beserta keturunannya. Anak
sulung Yakub ialah Ruben” (Kejadian 46:1-8).
Walaupun memberi pengharapan baru kepada Bangsa Israel untuk
menyambung hidupnya, Tanah Mesir bukanlah tanah yang dijanjikan Yahwe
kepada Bangsa Israel. Menurut janji itu, Tanah Mesir tidak dapat menjadi
tempat bermukimnya Bangsa Israel. Dengan demikian, menjadi jelas bahwa
narasi Bangsa Israel tidak boleh selesai dengan Kitab Kejadian. Harus ada
narasi lanjutan yang menjelaskan bahwa Tanah Terjanji yaitu tanah yang
menjadi tempat bermukim Bangsa Israel sebelum hijrah ke Mesir akibat
paceklik.
Pusat perhatian narasi lanjutan ini yaitu cara atau strategi Yahwe
mengembalikan Bangsa Israel ke Tanah Terjanji. Cara dan strategi itu menjadi
tema besar Kitab Keluaran. Cara dan strategi itu ditemukan berdasarkan
jawaban atas pertanyaan terkait siapa penguasa Bangsa Israel. Ada dua
jawaban yang mengemuka. Pertama, Firaun. Kedua, Yahwe. Konsekuensi
selanjutnya dari jawaban tersebut yaitu kepada siapa Bangsa Israel harus
mengabdi atau beribadat. Berbasiskan gagasan itu Kitab Keluaran dapat
mengikuti susunan berikut ini.
(1) Narasi yang melukiskan Bangsa Israel beralih dari kekuasaan
Firaun ke kekuasaan Yahwe. Episode narasi Keluaran 1 dan
Keluaran 2 menjadi eksposisi atau paparan yang menyiapkan atau
mengantisipasi episode-episode berikutnya. Episode narasi itu
menjelaskan kondisi Bangsa Israel di Tanah Mesir sekaligus
munculnya Musa yang akan menjadi perantara Yahwe memimpin
Bangsa Israel keluar dari tanah perbudakan itu.
“Pada waktu itu, saat Musa telah dewasa, ia keluar
mendapatkan saudara-saudaranya untuk melihat kerja
paksa mereka; lalu dilihatnyalah seorang Mesir memukul seorang
Ibrani, seorang dari saudara-saudaranya itu. Ia menoleh ke sana
sini dan saat dilihatnya tidak ada orang, dibunuhnya orang
Mesir itu, dan disembunyikannya mayatnya dalam pasir. saat
keesokan harinya ia keluar lagi, didapatinya dua orang Ibrani
tengah berkelahi. Ia bertanya kepada yang bersalah itu:
‘Mengapa engkau pukul temanmu?’ namun jawabnya: ‘Siapakah
yang mengangkat engkau menjadi pemimpin dan hakim atas
kami? Apakah engkau bermaksud membunuh aku, sama seperti
engkau telah membunuh orang Mesir itu?’ Musa menjadi takut,
47
sebab pikirnya: ‘Tentulah perkara itu telah ketahuan.’ saat
Firaun mendengar tentang perkara itu, dicarinya ikhtiar untuk
membunuh Musa. namun Musa melarikan diri dari hadapan
Firaun dan tiba di tanah Midian, lalu ia duduk-duduk di tepi
sebuah sumur. Adapun imam di Midian itu mempunyai tujuh anak
perempuan. Mereka datang menimba air dan mengisi palungan-
palungan untuk memberi minum kambing domba ayahnya. Maka
datanglah gembala-gembala yang mengusir mereka, lalu Musa
bangkit menolong mereka dan memberi minum kambing
domba mereka. saat mereka sampai kepada Rehuel, ayah
mereka, berkatalah ia: ‘Mengapa selekas itu kamu pulang hari
ini?’ Jawab mereka: ‘Seorang Mesir menolong kami terhadap
gembala-gembala, bahkan ia menimba air banyak-banyak untuk
kami dan memberi minum kambing domba.’ Ia berkata kepada
anak-anaknya: ‘Di manakah ia? Mengapakah kamu tinggalkan
orang itu? Panggillah dia makan.’ Musa bersedia tinggal di
rumah itu, lalu diberikan Rehuellah Zipora, anaknya, kepada
Musa. Perempuan itu melahirkan seorang anak laki-laki, maka
Musa menamainya Gersom, sebab katanya: ‘Aku telah menjadi
seorang pendatang di negeri asing’” (Keluaran 2:11-22).
Setelah mukjizat penyeberangan Laut Teberau, Bangsa Israel
membangun sikap ‘takut akan Yahwe dan akan Musa, abdi-Nya’.
Ungkapan ini memuat makna bahwa Bangsa Israel mengakui
bahwa Yahwe yaitu Penguasa mereka. Sekaligus dengan
ungkapan itu mereka juga mengakui bahwa Musa yaitu juru
bicara-Nya (Keluaran 1-15).
(2) Narasi yang menggambarkan babak-babak awal perjalanan pulang
Bangsa Israel di padang gurun. Dalam kondisi tersebut, Yahwe
berulang-ulang menunjukkan diri-nya sebagai Penguasa sekaligus
Allah Bangsa Israel. Yahwe yaitu Allah yang sanggup
menyediakan makanan bagi mereka (Keluaran 16). Yahwe juga
yaitu Allah yang mampu memberi minuman.
“Musa menyuruh orang Israel berangkat dari Laut Teberau, lalu
mereka pergi ke padang gurun Syur; tiga hari lamanya mereka
berjalan di padang gurun itu dengan tidak mendapat
air. Sampailah mereka ke Mara, namun mereka tidak dapat
meminum air yang di Mara itu, karena pahit rasanya. Itulah
48
sebabnya dinamai orang tempat itu Mara. Lalu bersungut-
sungutlah bangsa itu kepada Musa, kata mereka: ‘Apakah yang
akan kami minum?’ Musa berseru-seru kepada TUHAN, dan
TUHAN menunjukkan kepadanya sepotong kayu; Musa
melemparkan kayu itu ke dalam air; lalu air itu menjadi manis. Di
sanalah diberikan TUHAN ketetapan-ketetapan dan peraturan-
peraturan kepada mereka dan di sanalah TUHAN
mencoba mereka, firman-Nya: ‘Jika kamu sungguh-sungguh
mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan melakukan apa yang
benar di mata-Nya, dan memasang telingamu kepada perintah-
perintah-Nya dan tetap mengikuti segala ketetapan-Nya, maka
Aku tidak akan menimpakan kepadamu penyakit manapun, yang
telah Kutimpakan kepada orang Mesir; sebab Aku Tuhanlah yang
menyembuhkan engkau.’ Sesudah itu sampailah mereka di Elim;
di sana ada dua belas mata air dan tujuh puluh pohon korma, lalu
berkemahlah mereka di sana di tepi air itu” (Keluaran 15:22-27).
“Kemudian berangkatlah segenap jemaah Israel dari padang
gurun Sin, berjalan dari tempat persinggahan ke tempat
persinggahan, sesuai dengan titah TUHAN, lalu berkemahlah
mereka di Rafidim, namun di sana tidak ada air untuk diminum
bangsa itu. Jadi mulailah mereka itu bertengkar dengan Musa,
kata mereka: ‘Berikanlah air kepada kami, supaya kami dapat
minum.’ namun Musa berkata kepada mereka: ‘Mengapakah kamu
bertengkar dengan aku? Mengapakah kamu
mencobai TUHAN?’ Hauslah bangsa itu akan air di sana;
bersungut-sungutlah bangsa itu kepada Musa dan berkata:
‘Mengapa pula engkau memimpin kami keluar dari Mesir, untuk
membunuh kami, anak-anak kami dan ternak kami dengan
kehausan?’ Lalu berseru-serulah Musa kepada TUHAN, katanya:
‘Apakah yang akan kulakukan kepada bangsa ini? Sebentar lagi
mereka akan melempari aku dengan batu!’ Berfirmanlah TUHAN
kepada Musa: ‘Berjalanlah di depan bangsa itu dan bawalah
beserta engkau beberapa orang dari antara para tua-tua Israel;
bawalah juga di tanganmu tongkatmu yang kaupakai memukul
sungai Nil dan pergilah. Maka Aku akan berdiri di sana di
depanmu di atas gunung batu di Horeb; haruslah
kaupukul gunung batu itu dan dari dalamnya akan keluar
air, sehingga bangsa itu dapat minum.’ Demikianlah diperbuat
Musa di depan mata tua-tua Israel. Dinamailah tempat itu
49
Masa dan Meriba, oleh karena orang Israel telah bertengkar dan
oleh karena mereka telah mencobai TUHAN dengan mengatakan:
‘Adakah TUHAN di tengah-tengah kita atau tidak?’” (Keluaran
17:1-7).
Yahwe juga yaitu Allah yang sanggup membela Bangsa Israel
melawan musuh-musuhnya.
“Lalu datanglah orang Amalek dan berperang melawan orang
Israel di Rafidim. Musa berkata kepada Yosua: ‘Pilihlah orang-
orang bagi kita, lalu keluarlah berperang melawan orang Amalek,
besok aku akan berdiri di puncak bukit itu dengan memegang
tongkat Allah di tanganku.’ Lalu Yosua melakukan seperti yang
dikatakan Musa kepadanya dan berperang melawan orang
Amalek; namun Musa, Harun dan Hur telah naik ke puncak bukit.
Dan terjadilah, apabila Musa mengangkat tangannya, lebih
kuatlah Israel, namun apabila ia menurunkan tangannya, lebih
kuatlah Amalek. Maka penatlah tangan Musa, sebab itu mereka
mengambil sebuah batu, diletakkanlah di bawahnya, supaya ia
duduk di atasnya; Harun dan Hur menopang kedua belah
tangannya, seorang di sisi yang satu, seorang di sisi yang lain,
sehingga tangannya tidak bergerak sampai matahari terbenam.
Demikianlah Yosua mengalahkan Amalek dan rakyatnya dengan
mata pedang. Kemudian berfirmanlah TUHAN kepada Musa:
‘Tuliskanlah semuanya ini dalam sebuah kitab sebagai tanda
peringatan, dan ingatkanlah ke telinga Yosua, bahwa Aku akan
menghapuskan sama sekali ingatan kepada Amalek dari kolong
langit.’ Lalu Musa mendirikan sebuah mezbah dan
menamainya: ‘Tuhanlah panji-panjiku!’” (Keluaran 17:8-15).
(3) Narasi yang melukiskan terjadinya Perjanjian Sinai. Yahwe yang
telah membawa Bangsa Israel keluar dari Tanah Mesir dan
memberikan kepadanya kebebasan menawarkan pula suatu
perjanjian dengan-Nya.
“Lalu naiklah Musa menghadap Allah, dan TUHAN berseru dari
gunung itu kepadanya: ‘Beginilah kaukatakan kepada keturunan
Yakub dan kauberitakan kepada orang Israel: Kamu sendiri telah
melihat apa yang Kulakukan kepada orang Mesir, dan bagaimana
Aku telah mendukung kamu di atas sayap rajawali dan membawa
50
kamu kepada-Ku. Jadi sekarang, jika kamu sungguh-
sungguh mendengarkan firman-Ku dan berpegang pada
perjanjian-Ku, maka kamu akan menjadi harta kesayangan-
Ku sendiri dari antara segala bangsa, sebab Akulah yang
empunya seluruh bumi. Kamu akan menjadi bagi-Ku kerajaan
imam dan bangsa yang kudus. Inilah semuanya firman yang harus
kaukatakan kepada orang Israel’” (Keluaran 19:3-6).
“Akulah TUHAN, Allahmu, yang membawa engkau keluar dari
tanah Mesir, dari tempat perbudakan. Jangan ada padamu allah
lain di hadapan-Ku” (Keluaran 20:2-3).
Perjanjian itu menjadi tanggapan bebas dari bangsa yang telah
dimerdekakan. Jika Yahwe menjadi Penguasa Bangsa Israel, Ia
memiliki hak penuh untuk menyatakan dan memaklumkan aturan
atau hukum-Nya kepada Bangsa Israel. Konsekuensinya, Bangsa
Israel akan menjadi milik Yahwe sejauh mereka mematuhi hukum
tersebut (Keluaran 24:3-8).
“Lalu datanglah Musa dan memberitahukan kepada bangsa itu
segala firman TUHAN dan segala peraturan itu, maka seluruh
bangsa itu menjawab serentak: ‘Segala firman yang telah
diucapkan TUHAN itu, akan kami lakukan.’ Lalu Musa
menuliskan segala firman TUHAN itu. Keesokan harinya pagi-
pagi didirikannyalah mezbah di kaki gunung itu, dengan dua belas
tugu sesuai dengan kedua belas suku Israel. Kemudian
disuruhnyalah orang-orang muda dari bangsa Israel, maka
mereka mempersembahkan korban bakaran dan menyembelih
lembu-lembu jantan sebagai korban keselamatan kepada TUHAN.
Sesudah itu Musa mengambil sebagian dari darah itu, lalu
ditaruhnya ke dalam pasu, sebagian lagi dari darah itu
disiramkannya pada mezbah itu. Diambilnyalah kitab
perjanjian itu, lalu dibacakannya dengan didengar oleh bangsa
itu dan mereka berkata: ‘Segala firman TUHAN akan kami
lakukan dan akan kami dengarkan.’ Kemudian Musa mengambil
darah itu dan menyiramkannya pada bangsa itu serta berkata:
‘Inilah darah perjanjian yang diadakan TUHAN dengan kamu,
berdasarkan segala firman ini’” (Keluaran 24:3-8).
51
Oleh karena itu, ibadat dan pelaksanaan hukum lantas menjadi
bagian hakiki dari identitas Bangsa Israel (Keluaran 19-24).
(4) Narasi selanjutnya menggambarkan Yahwe yang memberikan
perintah kepada Musa untuk mendirikan sebuah tempat ibadat
semacam ‘kuil’ untuk menjadi tempat-Nya bersemayam di tengah-
tengah Bangsa Israel. Akan namun , narasi tentang anak lembu emas
yang menyisip di tengah-tengahnya lantas menimbulkan krisis
yang berat. Krisis itu mengindikasikan bahwa Bangsa Israel masih
keras kepala dengan memilih sendiri penguasanya (Keluaran 25-
32).
“Kemah Suci itu haruslah kaubuat dari sepuluh tenda dari lenan
halus yang dipintal benangnya dan dari kain ungu tua, kain ungu
muda dan kain kirmizi; dengan ada kerubnya, buatan ahli tenun,
haruslah kaubuat semuanya itu. Panjang tiap-tiap tenda haruslah
dua puluh delapan hasta dan lebar tiap-tiap tenda empat hasta:
segala tenda itu harus sama ukurannya. Lima dari tenda itu
haruslah dirangkap menjadi satu, dan yang lima lagi juga harus
dirangkap menjadi satu. Pada rangkapan yang pertama, di tepi
satu tenda yang di ujung, haruslah engkau membuat sosok-sosok
kain ungu tua dan demikian juga di tepi satu tenda yang paling
ujung pada rangkapan yang kedua. Lima puluh sosok harus
kaubuat pada tenda yang satu dan lima puluh sosok pada tenda
yang di ujung pada rangkapan yang kedua, sehingga sosok-sosok
itu tepat berhadapan satu sama lain. Dan haruslah engkau
membuat lima puluh kaitan emas dan menyambung tenda-tenda
Kemah Suci yang satu dengan yang lain dengan memakai kaitan
itu, sehingga menjadi satu. Juga haruslah engkau membuat tenda-
tenda dari bulu kambing menjadi atap kemah yang menudungi
Kemah Suci, sebelas tenda harus kaubuat. Panjang tiap-tiap tenda
harus tiga puluh hasta dan lebar tiap-tiap tenda empat hasta: yang
sebelas tenda itu harus sama ukurannya. Lima dari tenda itu
haruslah kausambung dengan tersendiri, dan enam dari tenda itu
dengan tersendiri, dan tenda yang keenam haruslah kaulipat dua,
di sebelah depan kemah itu. Haruslah engkau membuat lima puluh
sosok pada rangkapan yang pertama di tepi satu tenda yang di
ujung dan lima puluh sosok di tepi satu tenda pada rangkapan
yang kedua. Haruslah engkau membuat lima puluh kaitan
tembaga dan memasukkan kaitan itu ke dalam sosok-sosok dan
52
menyambung tenda-tenda kemah itu, supaya menjadi satu.
Mengenai bagian yang berjuntai itu, yang berlebih pada tenda
kemah itu, haruslah setengah dari tenda yang berlebih itu
berjuntai di sebelah belakang Kemah Suci. Sehasta di sebelah sini
dan sehasta di sebelah sana pada bagian yang berlebih pada
panjang tenda-tenda kemah itu haruslah berjuntai pada sisi-sisi
Kemah Suci, di sebelah sini dan di sebelah sana untuk
menudunginya. Juga haruslah engkau membuat untuk kemah itu
tudung dari kulit domba jantan yang diwarnai merah, dan tudung
dari kulit lumba-lumba di atasnya lagi. Haruslah engkau
membuat untuk Kemah Suci papan dari kayu penaga yang berdiri
tegak” (Keluaran 26:1-15).
“saat bangsa itu melihat, bahwa Musa mengundur-undurkan
turun dari gunung itu, maka berkumpullah mereka mengerumuni
Harun dan berkata kepadanya: ‘Mari, buatlah untuk kami allah,
yang akan berjalan di depan kami sebab Musa ini, orang yang
telah memimpin kami keluar dari tanah Mesir –kami tidak tahu
apa yang telah terjadi dengan dia.’ Lalu berkatalah Harun kepada
mereka: ‘Tanggalkanlah anting-anting emas yang ada pada
telinga isterimu, anakmu laki-laki dan perempuan, dan bawalah
semuanya kepadaku.’ Lalu seluruh bangsa itu menanggalkan
anting-anting emas yang ada pada telinga mereka dan
membawanya kepada Harun. Diterimanyalah itu dari tangan
mereka, dibentuknya dengan pahat, dan dibuatnyalah dari
padanya anak lembu tuangan. Kemudian berkatalah mereka: ‘Hai
Israel, inilah Allahmu, yang telah menuntun engkau keluar dari
tanah Mesir!’ saat Harun melihat itu, didirikannyalah mezbah
di depan anak lembu itu. Berserulah Harun, katanya: ‘Besok hari
raya bagi TUHAN!’ Dan keesokan harinya pagi-pagi maka
mereka mempersembahkan korban bakaran dan korban
keselamatan, sesudah itu duduklah bangsa itu untuk makan dan
minum; kemudian bangunlah mereka dan bersukaria.
Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: ‘Pergilah, turunlah, sebab
bangsamu yang kaupimpin keluar dari tanah Mesir telah rusak
lakunya. Segera juga mereka menyimpang dari jalan yang
Kuperintahkan kepada mereka; mereka telah membuat anak
lembu tuangan, dan kepadanya mereka sujud menyembah dan
mempersembahkan korban, sambil berkata: Hai Israel, inilah
Allahmu yang telah menuntun engkau keluar dari tanah Mesir.’
53
Lagi firman TUHAN kepada Musa: ‘Telah Kulihat bangsa ini dan
sesungguhnya mereka yaitu suatu bangsa yang tegar tengkuk.
Oleh sebab itu biarkanlah Aku, supaya murka-Ku bangkit
terhadap mereka dan Aku akan membinasakan mereka, namun
engkau akan Kubuat menjadi bangsa yang besar’” (Keluaran
32:1-10).
(5) Narasi berikutnya mengungkapkan bahwa krisis itu dapat
terselesaikan. Setelah para penyeleweng mendapat hukuman,
Yahwe lantas mengampuni dan memperbaharui perjanjian-Nya
dengan Bangsa Israel (Keluaran 33-34).
“Lalu Ia berfirman: ‘Aku sendiri hendak membimbing engkau dan
memberikan ketenteraman kepadamu.’ Berkatalah Musa kepada-
Nya: ‘Jika Engkau sendiri tidak membimbing kami, janganlah
suruh kami berangkat dari sini. Dari manakah gerangan akan
diketahui, bahwa aku telah mendapat kasih karunia di hadapan-
Mu, yakni aku dengan umat-Mu ini? Bukankah karena Engkau
berjalan bersama-sama dengan kami, sehingga kami, aku dengan
umat-Mu ini, dibedakan dari segala bangsa yang ada di muka
bumi ini?’ Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: ‘Juga hal yang
telah kaukatakan ini akan Kulakukan, karena engkau telah
mendapat kasih karunia di hadapan-Ku dan Aku
mengenal engkau.’ namun jawabnya: ‘Perlihatkanlah kiranya
kemuliaan-Mu kepadaku.’ namun firman-Nya: ‘Aku akan
melewatkan segenap kegemilangan-Ku dari depanmu dan
menyerukan nama TUHAN di depanmu: Aku akan memberi kasih
karunia kepada siapa yang Kuberi kasih karunia dan mengasihani
siapa yang Kukasihani.’ Lagi firman-Nya: ‘Engkau tidak tahan
memandang wajah-Ku, sebab tidak ada orang yang
memandang Aku dapat hidup.’ Berfirmanlah TUHAN: ‘Ada suatu
tempat dekat-Ku, di mana engkau dapat berdiri di atas gunung
batu; apabila kemuliaan-Ku lewat, maka Aku akan menempatkan
engkau dalam lekuk gunung itu dan Aku akan menudungi engkau
dengan tangan-Ku, sampai Aku berjalan lewat. Kemudian Aku
akan menarik tangan-Ku dan engkau akan melihat belakang-Ku,
namun wajah-Ku tidak akan kelihatan’” (Keluaran 33:14-23).
“Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: ‘Pahatlah dua loh batu
sama dengan yang mula-mula, maka Aku akan menulis pada loh
54
itu segala firman yang ada pada loh yang mula-mula, yang telah
kaupecahkan. Bersiaplah menjelang pagi dan naiklah pada waktu
pagi ke atas gunung Sinai; berdirilah di sana menghadap Aku di
puncak gunung itu. namun janganlah ada seorangpun yang naik
bersama-sama dengan engkau dan juga seorangpun tidak boleh
kelihatan di seluruh gunung itu, bahkan kambing domba dan
lembu sapipun tidak boleh makan rumput di sekitar gunung itu.’
Lalu Musa memahat dua loh batu sama dengan yang mula-mula;
bangunlah ia pagi-pagi dan naiklah ia ke atas gunung Sinai,
seperti yang diperintahkan TUHAN kepadanya, dan membawa
kedua loh batu itu di tangannya. Turunlah TUHAN dalam
awan, lalu berdiri di sana dekat Musa serta menyerukan nama
TUHAN. Berjalanlah TUHAN lewat dari depannya dan berseru:
‘TUHAN, TUHAN, Allah penyayang dan pengasih, panjang
sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya, yang meneguhkan
kasih setia-Nya kepada beribu-ribu orang, yang mengampuni
kesalahan, pelanggaran dan dosa; namun tidaklah sekali-kali
membebaskan orang yang bersalah dari hukuman, yang
membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya dan
cucunya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat’” (Keluaran
34:1-7).
(6) Narasi selanjutnya mengungkapkan Musa membangun ‘kuil’
tempat kediaman Yahwe di tengah-tengah umat-Nya. Yahwe yang
bersemayam di dalam tenda itu yaitu Allah yang Maharahim
(Keluaran 34:6-7). Bangsa Israel dapat bertahan hidup usai krisis
anak lembu emas semata-mata berkat kesediaan Yahwe
mengampuni mereka. Narasi pamungkas (Keluaran 40)
mengungkapkan bahwa Allah yang tinggal bersama umat-Nya
sekaligus menjalankan kuasa-Nya atas mereka, ternyata juga harus
menghadapi aneka macam krisis. Akan namun , Allah selalu
menjadi pemenangnya (Keluaran 35-40).
“Lalu awan itu menutupi Kemah Pertemuan, dan
kemuliaan TUHAN memenuhi Kemah Suci, sehingga Musa tidak
dapat memasuki Kemah Pertemuan, sebab awan itu hinggap di
atas kemah itu, dan kemuliaan TUHAN memenuhi Kemah Suci.
Apabila awan itu naik dari atas Kemah Suci, berangkatlah orang
Israel dari setiap tempat mereka berkemah. namun jika awan itu
tidak naik, maka merekapun tidak berangkat sampai hari awan itu
55
naik. Sebab awan TUHAN itu ada di atas Kemah Suci pada siang
hari, dan pada malam hari ada api di dalamnya, di depan mata
seluruh umat Israel pada setiap tempat mereka berkemah”
(Keluaran 40:34-38).
Pembaca harus memerhatikan episode narasi Kitab Keluaran 32 secara
lebih saksama untuk memeroleh kerangka besar seluruh kitab. Episode narasi
ini mengungkapkan kondisi Bangsa Israel usai terbebas dari perbudakan
Mesir. Setelah menjadi bangsa bebas, Bangsa Israel menerima Yahwe sebagai
penguasa tunggal mereka. Akan namun , penerimaan itu rupanya belumlah
definitif. Sebagian masih berusaha mencari penguasa lain seturut minatnya.
Upaya ini menjadi ironis karena terjadi di kawasan Gunung Sinai yang
merupakan tempat dinyatakannya perjanjian antara Yahwe dengan Bangsa
Israel terkait diri Yahwe sebagai satu-satunya penguasa Bangsa Israel.
Dengan kata lain, usai mengikat perjanjian tersebut, tindakan yang dilakukan
Bangsa Israel pertama kalinya justru melanggar atau mengingkari perjanjian
tersebut. Pola ikat-ingkar ini menjadi skema yang terus-menerus muncul tidak
hanya pada episode ini. Pola ini bahkan terus muncul dari Kitab-kitab
Pentateukh setelahnya, bahkan juga dari Kitab-kitab Sejarah.
Yahwe tentu saja tinggal diam. Yahwe segera menyelesaikan krisis
ini. Usai mengatasi krisis ini, Yahwe langsung memperbaharui perjanjian-
Nya (Keluaran 34). Setelah pembaharuan perjanjian itu rencana pendirian
Kemah Suci yang sudah disusun proposalnya pada episode Keluaran 25-31
baru dapat terlaksana pada episode (Keluaran 35-40). Kitab Keluaran
menutup dirinya sendiri dengan suatu informasi. Informasi itu menjelaskan
bahwa ‘kemuliaan Allah’ (kā‘bōd Yahwe) memenuhi Kemah Suci.
‘Kemuliaan Allah’ itu selanjutnya menaungi seluruh perkemahan Bangsa
Israel. Ini menjadi pertanda bahwa kekuasaan dan perlindungan Allah
melingkupi seluruh keberadaan Bangsa Israel. Allah memerintah dengan
segala kekuaan dan kemulian-Nya.
Pada gilirannya ‘kemuliaan Allah’ yang bermukim di tengah-tengah
Bangsa Israel juga memberikan konsekuensi. Konsekuensinya yaitu bahwa
Bangsa Israel harus memantaskan diri supaya memiliki martabat sebagai
bangsa yang diperintah dan dibimbing Yahwe sendiri. Oleh karena itu,
Bangsa Israel harus memahami dan mematuhi aneka macam aturan yang
mengarahkan mereka pada kekudusan. Kekudusan itu menjadi syarat mutlak
bagi mereka untuk dapat hidup bersama Allah secara pantas. Kitab
berikutnya, yaitu Kitab Imamat membeberkan aneka macam aturan tersebut
secara rinci.
56
C. RANGKUMAN
Konteks narasi Kitab Keluaran yaitu upaya Yahwe mengembalikan
Bangsa Israel ke tanah yang dijanjikan-Nya. Konteks atau gagasan utama
narasi Kitab Keluaran ini sebenarnya telah terindikasi pada bagian akhir Kitab
Kejadian yang mendahuluinya. Pusat perhatian Kitab Keluaran yaitu cara
atau strategi Yahwe mengembalikan Bangsa Israel ke Tanah Terjanji. Cara
dan strategi itu menjadi tema besar Kitab Keluaran. Cara dan strategi itu
ditemukan berdasarkan jawaban atas pertanyaan terkait siapa penguasa
Bangsa Israel. Ada dua jawaban yang mengemuka. Pertama, Firaun. Kedua,
Yahwe. Konsekuensi selanjutnya dari jawaban tersebut yaitu kepada siapa
Bangsa Israel harus mengabdi atau beribadat. Konsekuensi itu terwujud
dengan ikatan perjanjian antara Yahwe dan Bangsa Israel. Akan namun ,
Bangsa Israel justru melanggar atau mengingkari perjanjian tersebut. Pola
ikat-ingkar ini menjadi skema yang terus-menerus muncul tidak hanya pada
Kitab Keluaran ini. Pola ini bahkan terus muncul dari Kitab-kitab Pentateukh
setelahnya, bahkan juga dari Kitab-kitab Sejarah.
KITAB IMAMAT
Tradisi Yahudi menempatkan Kitab Imamat sebagai pusat kehidupan
mereka. Alasannya, Kitab Imamat memuat 247 perintah dari 613 yang
tersebar di sejumlah Kitab Suci Perjanjian Lama. Perintah-perintah itu
mengatur kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan Bangsa Israel untuk
terus-menerus mengikat perjanjiannya dengan Yahwe. Informasi ini sekaligus
mengungkapkan bahwa kitab ini penting bagi Bangsa Israel atau Bangsa
Yahudi. Akan namun , sekaligus informasi itu menegaskan bahwa kitab ini
kurang relevan bagi umat Kristiani. Walaupun tidak terlalu relevan,
pemahaman atas kitab ini akan sangat membantu pembaca untuk mengerti
sejumlah teks yang terdapat pada Kitab Suci Perjanjian Baru. Misalnya,
gagasan tentang Imamat Kristus yang dijelaskan Surat kepada Orang Ibrani.
58
Gagasan tersebut mendapat basis tradisinya dari gagasan imamat dan Hari
Perdamaian (yom hakkipurim) yang termuat dalam Kitab Imamat.
B.
Dalam Bahasa Indonesia kitab ini mendapat judul ‘Kitab Imamat’.
Judul ini sejalan dengan judul yang diberikan ‘Tradisi Rabbinik’ atau tradisi
para ahli kitab Ibrani. ‘Tradisi Mishnah menyebut kitab yang berada urutan
ketiga Kitab Pentateukh ini sebagai ‘tōrāt kōhānīm’. Artinya, ‘buku pegangan
untuk para imam’ atau manual bagi para imam (semacam ‘vademecum’).
Judul ini sekaligus menunjukkan fungsi Kitab Imamat sebagai pedoman
praktis bagi Bangsa Yahudi, terutama para imamnya dalam melaksanakan
praktik ibadat mereka serta praktik kesalehan lainnya dalam kehidupan sehari-
hari.
Konteks Kitab Imamat yaitu kondisi Bangsa Israel yang baru saja
lepas dari Tanah Mesir. Posisi mereka kini ada di kaki Gunung Sinai. Artinya,
mereka masih berada di padang gurun. Mereka masih sangat jauh dari Tanah
Terjanji yang merupakan tujuan akhir. Satu-satunya pegangan Bangsa Israel
saat itu yaitu kenyataan bahwa Yahwe membebaskan mereka dari
perbudakan di Tanah Mesir. Dengan demikian, sejak saat itu Bangsa Israel
yaitu sekelompok masyarakat yang bebas merdeka. Mereka bukan lagi
budak belian. Akan namun , walaupun bebas mereka tidak memiliki wilayah
atau territorial yang dimiliki.
Kitab Imamat memaknai gagasan keluar atau terbebasnya Bangsa
Israel dari perbudakan Mesir secara baru. Menurut Kitab Imamat, kondisi
tersebut bermakna Yahwe memisahkan Bangsa Israel dari bangsa-bangsa lain,
terutama dari Bangsa Mesir. Dengan memisahkannya dari bangsa lain yang
dianggap bukan bangsa pilihan atau bangsa yang tidak suci, Yahwe
menguduskan Bangsa Israel. Episode akhir Kitab Keluaran (Keluaran 35-40)
yang memuat perintah pendirian ‘Kemah Suci’ menegaskan upaya Yahwe
menguduskan atau menyucikan Bangsa Israel. Kehadiran Yahwe di tengah-
tengah Bangsa Israel menuntut Bangsa Israel untuk ikut menyucikan dirinya.
Gagasan ini menjadi tema utama Kitab Imamat. Tema itu yaitu
ketergantungan Bangsa Israel kepada Yahwe. Oleh karena menggantungkan
diri kepada Yahwe yang kudus, Bangsa Israel harus juga menjadi kudus.
Gagasan dasar ini memunculkan sejumlah konsekuensi berikut ini.
(1) Peristiwa pembebasan dari perbudakan bukanlah karya
manusiawi. Peristiwa itu juga bukanlah jasa segelintir orang,
termasuk Musa. Peristiwa itu terjadi karena Yahwe
menghendakinya. Oleh karena itu, Bangsa Israel dapat menjadi
59
bangsa yang sesungguhnya hanya berkat jasa Yahwe.
Konsekuensinya, Bangsa Israel yaitu milik Yahwe.
“Karena pada-Kulah orang Israel menjadi hamba; mereka itu
yaitu hamba-hamba-Ku yang Kubawa keluar dari tanah Mesir;
Akulah TUHAN, Allahmu” (Imamat 25:25).
(2) Peristiwa pembebasan ini juga memberi pengaruh bagi relasi di
antara anggota Bangsa Israel. Pembebasan yang dimiliki Bangsa
Israel bersifat kudus karena datangnya dari Yahwe. Oleh karena
itu, kebebasan mereka pun menjadi milik Yahwe. Bangsa Israel
tidak dapat diperlakukan seperti budak lagi.
“Karena mereka itu hamba-hamba-Ku yang Kubawa keluar dari
tanah Mesir, janganlah mereka itu dijual, secara orang menjual
budak” (Imamat 25:42).
(3) Oleh karena Bangsa Israel yaitu bangsa yang kudus, seluruh sisi
kehidupan mereka harus menunjukkan kualitas kekudusan
tersebut.
“Berbicaralah kepada segenap jemaah Israel dan katakan kepada
mereka: Kuduslah kamu, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, kudus”
(Imamat 19:2).
“Dengan demikian kamu harus berpegang pada perintah-Ku dan
melakukannya; Akulah TUHAN. Janganlah melanggar kekudusan
nama-Ku yang kudus, supaya Aku dikuduskan di tengah-tengah
orang Israel, sebab Akulah TUHAN, yang menguduskan kamu,
yang membawa kamu keluar dari tanah Mesir, supaya Aku
menjadi Allahmu; Akulah TUHAN” (Imamat 22:31-33).
Berbasiskan gagasan ini Kitab Imamat sangat menekankan
pentingnya ibadat dan ketaatan kepada hukum atau aturan-aturan
ritual keagamaan. Misalnya, pembedaan yang tahir dari yang najis.
“Sebab Akulah TUHAN, Allahmu, maka haruslah kamu
menguduskan dirimu dan haruslah kamu kudus, sebab Aku ini
kudus, dan janganlah kamu menajiskan dirimu dengan setiap
binatang yang mengeriap dan merayap di atas bumi. Sebab
60
Akulah TUHAN yang telah menuntun kamu keluar dari tanah
Mesir, supaya menjadi Allahmu; jadilah kudus, sebab Aku ini
kudus. Itulah hukum tentang binatang berkaki empat, burung-
burung dan segala makhluk hidup yang bergerak di dalam air dan
segala makhluk yang mengeriap di atas bumi, yakni untuk
membedakan antara yang najis dengan yang tahir, antara
binatang yang boleh dimakan dengan binatang yang tidak boleh
dimakan” (Imamat 11:44-47).
(4) Yahwe telah menguduskan Bangsa Israel dengan membebaskan
mereka dari perbudakan Mesir. Peristiwa ini menuntut Bangsa
Israel untuk juga membebaskan atau memisahkan diri mereka dari
semua yang najis. Tujuannya, mereka tetap menjadi umat Yahwe
yang kudus dan tahir.
“TUHAN berfirman kepada Musa: ‘Berbicaralah kepada orang
Israel dan katakan kepada mereka: Akulah TUHAN, Allahmu.
Janganlah kamu berbuat seperti yang diperbuat orang di tanah
Mesir, di mana kamu diam dahulu; juga janganlah kamu berbuat
seperti yang diperbuat orang di tanah Kanaan, ke mana Aku
membawa kamu; janganlah kamu hidup menurut kebiasaan
mereka. Kamu harus lakukan peraturan-Ku dan harus berpegang
pada ketetapan-Ku dengan hidup menurut semuanya itu; Akulah
TUHAN, Allahmu” (Imamat 18:1-4).
“namun kepadamu Aku telah berfirman: Kamulah yang akan
menduduki tanah mereka dan Akulah yang akan memberikannya
kepadamu menjadi milikmu, suatu negeri yang berlimpah-limpah
susu dan madunya; Akulah TUHAN, Allahmu, yang memisahkan
kamu dari bangsa-bangsa lain. Kamu harus membedakan
binatang yang tidak haram dari yang haram, dan burung-
burung yang haram dari yang tidak haram, supaya kamu jangan
membuat dirimu jijik oleh binatang berkaki empat dan burung-
burung dan oleh segala yang merayap di muka bumi, yang telah
Kupisahkan supaya kamu haramkan” (Imamat 20:24-25).
(5) Yahwe telah memberikan kepada Bangsa Israel Tanah Terjanji.
Akan namun , pemberian itu semata-mata berkat kemurahan hati
Yahwe. Oleh karena itu, tanah itu menjadi milik Yahwe.
Konsekuensinya, tidak ada hukum atau aturan tentang pemilikan
61
tanah. Bahkan Bangsa Israel tidak boleh memanfaatkan tanah itu
seturut keinginan mereka sendiri. Mereka tidak boleh berjual-beli
tanah.
“Tanah jangan dijual mutlak, karena Akulah pemilik tanah itu,
sedang kamu yaitu orang asing dan pendatang bagi-Ku. Di
seluruh tanah milikmu haruslah kamu memberi hak menebus
tanah. Apabila saudaramu jatuh miskin, sehingga harus menjual
sebagian dari miliknya, maka seorang kaumnya yang berhak
menebus, yakni kaumnya yang terdekat harus datang dan menebus
yang telah dijual saudaranya itu. Apabila seseorang tidak
mempunyai penebus, namun kemudian ia mampu, sehingga
didapatnya yang perlu untuk menebus miliknya itu, maka ia harus
memasukkan tahun-tahun sesudah penjualannya itu dalam
perhitungan, dan kelebihannya haruslah dikembalikannya kepada
orang yang membeli dari padanya, supaya ia boleh pulang ke
tanah miliknya. namun jikalau ia tidak mampu untuk
mengembalikannya kepadanya, maka yang telah dijualnya itu
tetap di tangan orang yang membelinya sampai kepada tahun
Yobel; dalam tahun Yobel tanah itu akan bebas, dan orang itu
boleh pulang ke tanah miliknya” (Imamat 25:23-28).
(6) Peristiwa pemisahan Bangsa Israel dari bangsa-bangsa lain
menuntut Bangsa Israel tidak hidup seperti pola hidup bangsa-
bangsa lain itu. Pengudusan itu berlaku di semua lini kehidupan
Bangsa Israel, termasuk aspek seksualitas.
“Yakni untuk membedakan antara yang najis dengan yang tahir,
antara binatang yang boleh dimakan dengan binatang yang tidak
boleh dimakan” (Imamat 11:47).
“Janganlah kamu berbuat seperti yang diperbuat orang di tanah
Mesir, di mana kamu diam dahulu; juga janganlah kamu berbuat
seperti yang diperbuat orang di tanah Kanaan, ke mana Aku
membawa kamu; janganlah kamu hidup menurut kebiasaan
mereka. Kamu harus lakukan peraturan-Ku dan harus berpegang
pada ketetapan-Ku dengan hidup menurut semuanya itu; Akulah
TUHAN, Allahmu. Sesungguhnya kamu harus berpegang pada
ketetapan-Ku dan peraturan-Ku. Orang yang melakukannya, akan
hidup karenanya; Akulah TUHAN” (Imamat 18:3-5).
62
“Janganlah melanggar kekudusan nama-Ku yang kudus, supaya
Aku dikuduskan di tengah-tengah orang Israel, sebab Akulah
TUHAN, yang menguduskan kamu, yang membawa kamu keluar
dari tanah Mesir, supaya Aku menjadi Allahmu; Akulah TUHAN”
(Imamat 22:32-33).
Dengan memerhatikan tema-tema tersebut, Kitab Imamat dapat
menemukan strukturnya sebagai berikut.
(1) Aturan terkait persembahan: (a) Aturan bagi kaum awam [Imamat
1:1-6:7], (b) Aturan bagi para imam [Imamat 6:8-7:38] (Imamat 1-
7).
(2) Institusi imamat: (a) Pentahbisan Harun dan anak-anaknya
[Imamat 8], (b) Para imam menerima jabatannya [Imamat 9], (c)
Hukuman untuk Nadab dan Abihu [Imamat 10] (Imamat 8-10).
(3) Kenajisan dan Pentahirannya: (a) Aturan terkait binatang yang
haram dan yang tidak haram [Imamat 11], (b) Bermacam-macam
pentahiran [Imamat 12-15], (c) Hari Perdamaian [Imamat 16]
(Imamat 11-16).
(4) Hukum Kekudusan (Imamat 17-26).
(5) Apendiks yang memuat aturan terkait persembahan untuk Bait
Allah (Imamat 27).
Gagasan dasar Kitab Imamat tentang pengudusan Bangsa Israel
tidak lepas dari kelemahan yang membuatnya tidak imun terhadap kritik.
Dalam Kitab Suci Perjanjian Lama dua kitab melancarkan kritik terhadap
gagasan ini, yaitu Kitab Rut dan Kitab Yunus. Sedangkan Kitab Suci
Perjanjian Baru mengarahkan anak panah kritik secara lebih keras dalam
wujud kecaman-kecaman yang dilontarkan Yesus. Akan namun , dari sudut
pandang kondisinya saat itu, Bangsa Israel tidak akan mungkin dapat
bertahan hidup dan berkembang jika tidak memegang erat dan
melaksanakan gagasan kekudusan itu secara ekstrem. Tanpa gagasan itu
mereka akan menjadi lemah. Lebih dari itu, mereka tidak akan sampai ke
tujuan mereka, yaitu Tanah Terjanji. Oleh karena itu, gagasan kekudusan
tetap menjadi yang terbaik pada konteksnya saat itu.
C. RANGKUMAN
Kitab Imamat memuat 247 perintah dari 613 yang tersebar di sejumlah
Kitab Suci Perjanjian Lama. Perintah-perintah itu mengatur kewajiban-
63
kewajiban yang harus dilaksanakan Bangsa Israel untuk terus-menerus
mengikat perjanjiannya dengan Yahwe. Informasi ini sekaligus
mengungkapkan bahwa kitab ini penting bagi Bangsa Israel atau Bangsa
Yahudi. Akan namun , sekaligus informasi itu menegaskan bahwa kitab ini
kurang relevan bagi umat Kristiani. Walaupun tidak terlalu relevan,
pemahaman atas kitab ini akan sangat membantu pembaca untuk mengerti
sejumlah teks yang terdapat pada Kitab Suci Perjanjian Baru. Dalam Kitab
Suci Perjanjian Lama dua kitab melancarkan kritik terhadap gagasan ini, yaitu
Kitab Rut dan Kitab Yunus. Sedangkan Kitab Suci Perjanjian Baru
mengarahkan anak panah kritik secara lebih keras dalam wujud kecaman-
kecaman yang dilontarkan Yesus. Akan namun , dari sudut pandang kondisinya
saat itu, Bangsa Israel tidak akan mungkin dapat bertahan hidup dan
berkembang jika tidak memegang erat dan melaksanakan gagasan kekudusan
itu secara ekstrem. Tanpa gagasan itu mereka akan menjadi lemah.
KITAB BILANGAN
Kitab Bilangan relatif lebih relevan dan popular dibandingkan Kitab
Imamat. Sekurang-kurangnya ada empat episode narasi di dalamnya yang
akrab dengan kehidupan pembaca di zaman ini. Keempat episode narasi itu
yaitu narasi ‘Keledai Bileam’, narasi ‘Ular Tembaga’, narasi ‘Manna di
Padang Gurun’, dan narasi ‘Mata-mata di Hebron’. Sejumlah teks Kitab Suci
Perjanjian Baru juga menggunakan kutipan dari kitab ini. Paulus pada
suratnya yang pertama kepada jemaat Korintus menegaskan bahwa baptisan
melalui Musa di Laut Teberau dan makanan rohani di padang gurun
merupakan identitas iman hakiki dari ‘bapa kita’.
“Aku mau, supaya kamu mengetahui, saudara-saudara, bahwa nenek
moyang kita semua berada di bawah perlindungan awan dan bahwa
mereka semua telah melintasi laut.Untuk menjadi pengikut Musa
65
mereka semua telah dibaptis dalam awan dan dalam laut. Mereka
semua makan makanan rohani yang sama dan mereka semua minum
minuman rohani yang sama, sebab mereka minum dari batu
karang rohani yang mengikuti mereka, dan batu karang itu ialah
Kristus. namun sungguhpun demikian Allah tidak berkenan kepada
bagian yang terbesar dari mereka, karena mereka ditewaskan di
padang gurun. Semuanya ini telah terjadi sebagai contoh bagi kita
untuk memperingatkan kita, supaya jangan kita menginginkan hal-
hal yang jahat seperti yang telah mereka perbuat, dan supaya jangan
kita menjadi penyembah-penyembah berhala, sama seperti beberapa
orang dari mereka, seperti ada tertulis: ‘Maka duduklah bangsa itu
untuk makan dan minum; kemudian bangunlah mereka dan
bersukaria.’ Janganlah kita melakukan percabulan, seperti yang
dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, sehingga pada satu hari
telah tewas dua puluh tiga ribu orang. Dan janganlah kita mencobai
Tuhan, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang dari mereka,
sehingga mereka mati dipagut ular. Dan janganlah bersungut-
sungut, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang dari mereka,
sehingga mereka dibinasakan oleh malaikat maut” (1Korintus 10:1-
10).
“Pada suatu kali, saat tidak ada air bagi umat itu, berkumpullah
mereka mengerumuni Musa dan Harun, dan bertengkarlah bangsa
itu dengan Musa, katanya: ‘Sekiranya kami mati binasa pada waktu
saudara-saudara kami mati binasa di hadapan TUHAN! Mengapa
kamu membawa jemaah TUHAN ke padang gurun ini, supaya kami
dan ternak kami mati di situ? Mengapa kamu memimpin kami keluar
dari Mesir, untuk membawa kami ke tempat celaka ini, yang bukan
tempat menabur, tanpa pohon ara, anggur dan delima, bahkan air
minumpun tidak ada?’ Maka pergilah Musa dan Harun dari umat itu
ke pintu Kemah Pertemuan, lalu sujud. Kemudian tampaklah
kemuliaan TUHAN kepada mereka. TUHAN berfirman kepada
Musa: ‘Ambillah tongkatmu itu dan engkau dan Harun, kakakmu,
harus menyuruh umat itu berkumpul; katakanlah di depan mata
mereka kepada bukit batu itu supaya diberi airnya; demikianlah
engkau mengeluarkan air dari bukit batu itu bagi mereka dan
memberi minum umat itu serta ternaknya.’ Lalu Musa mengambil
tongkat itu dari hadapan TUHAN, seperti yang diperintahkan-Nya
kepadanya. saat Musa dan Harun telah mengumpulkan jemaah itu
di depan bukit batu itu, berkatalah ia kepada mereka: ‘Dengarlah
66
kepadaku, hai orang-orang durhaka, apakah kami harus
mengeluarkan air bagimu dari bukit batu ini?’ Sesudah itu Musa
mengangkat tangannya, lalu memukul bukit batu itu dengan
tongkatnya dua kali, maka keluarlah banyak air, sehingga umat itu
dan ternak mereka dapat minum. namun TUHAN berfirman kepada
Musa dan Harun: ‘Karena kamu tidak percaya kepada-Ku dan tidak
menghormati kekudusan-Ku di depan mata orang Israel, itulah
sebabnya kamu tidak akan membawa jemaah ini masuk ke
negeri yang akan Kuberikan kepada mereka.’ Itulah mata air
Meriba, tempat orang Israel bertengkar dengan TUHAN dan Ia
menunjukkan kekudusan-Nya di antara mereka” (Bilangan 20:2-13).
Selain itu, Injil menurut Yohanes bagian awal menjadi teks Kitab Suci
Perjanjian Baru yang paling tegas memakai kutipan dari Kitab Bilangan.
“Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian
juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang
percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal” (Yohanes 3:14-15).
B.
Kitab Suci berbahasa Indonesia memberi judul kitab ini ‘Kitab
Bilangan’. Judul ini berbeda Kitab Suci berbahasa Ibrani yang memberinya
judul ‘bemidbār’. Artinya, ‘di padang gurun’. Ungkapan ini berasal dari kata
kelima ayat pertama Kitab Bilangan.
“TUHAN berfirman kepada Musa di padang gurun Sinai, dalam
Kemah Pertemuan, pada tanggal satu bulan yang kedua dalam tahun
yang kedua sesudah mereka keluar dari tanah Mesir” (Bilangan 1:1).
Judul versi Bahasa Ibrani ini memberi gambaran muatan kitab. Akan
namun , pembaca juga perlu memerhatikan bahwa posisi di padang gurun ini
sebenarnya bukan khas Kitab Bilangan. Posisi di padang gurun juga sudah
sudah dimulai dari Kitab Keluaran dan berakhir di Kitab Yosua.
“namun Allah menuntun bangsa itu berputar melalui jalan di padang
gurun menuju ke Laut Teberau. Dengan siap sedia
berperang berjalanlah orang Israel dari tanah Mesir” (Keluaran
13:18).
67
“Setelah seluruh bangsa itu selesai menyeberangi sungai Yordan,
berfirmanlah TUHAN kepada Yosua” (Yosua 4:1).
Judul dalam versi Bahasa Indonesia berasal dari versi Bahasa Yunani
dan versi Bahasa Latin, yaitu ‘Aritmoi’ dan ‘Numeri’. Judul ini mengacu pada
episode sensus atau perhitungan penduduk yang terdapat di bagian awal dan
akhir kitab ini (Bilangan 1-4.26). Selain itu, judul ini juga mengacu kepada
judul yang diberikan Tradisi Rabbinik, yaitu ‘ḥomeš happeqūdīm’. Artinya,
‘yang kelima dari sensus’.
Para ahli Kitab Suci masih terus mendiskusikan struktur Kitab
Bilangan. Sejumlah ahli Kitab Suci memanfaatkan informasi geografis
sebagai indikatornya. Misalnya, Sinai (Bilangan 1:1-10:10), Paran (Bilangan
10:12-12:16), Edom (Bilangan 20:23-21:4), Negeb (Bilangan 21:1), Moab
(Bilangan 21:11.13.20; 22:1), dan daerah orang Amori (Bilangan
21:13.21.31).
“TUHAN berfirman kepada Musa di padang gurun Sinai, dalam
Kemah Pertemuan, pada tanggal satu bulan yang kedua dalam tahun
yang kedua sesudah mereka keluar dari tanah Mesir” (Bilangan 1:1).
“Pada tahun yang kedua, pada bulan yang kedua, pada tanggal dua
puluh bulan itu, naiklah awan itu dari atas Kemah Suci, tempat
hukum Allah. Lalu berangkatlah orang Israel dari padang gurun Sinai
menurut aturan keberangkatan mereka, kemudian diamlah awan itu
di padang gurun Paran” (Bilangan 10:11-12).
“Setelah mereka berangkat dari Kadesh, sampailah segenap umat
Israel ke gunung Hor. Lalu berkatalah TUHAN kepada Musa dan
Harun dekat gunung Hor, di perbatasan tanah Edom” (Bilangan
20:22-23).
“Raja negeri Arad, orang Kanaan yang tinggal di Tanah Negeb,
mendengar, bahwa Israel datang dari jalan Atarim, lalu ia berperang
melawan Israel, dan diangkutnya beberapa orang tawanan dari pada
mereka” (Bilangan 21:1).
“Berangkatlah mereka dari Obot, lalu berkemah dekat reruntuhan di
Abarim, di padang gurun yang di sebelah timur Moab. Dari situ
berangkatlah mereka, lalu berkemah di seberang sungai Arnon yang
di padang gurun dan yang keluar dari daerah orang Amori, sebab
68
sungai Arnon ialah batas Moab, di antara orang Moab dan orang
Amori. dari Bamot ke lembah yang di daerah Moab, dekat puncak
gunung Pisga yang menghadap Padang Belantara” (Bilangan
21:11.13.20).
“Kemudian berangkatlah orang Israel, dan berkemah di dataran
Moab, di daerah seberang sungai Yordan dekat Yerikho” (Bilangan
22:1).
”Demikianlah orang Israel diam di negeri orang Amori” (Bilangan
21:31).
Sejumlah ahli Kitab Suci yang lain memanfaatkan informasi
kronologis sebagai indikator struktur kitab ini.
“TUHAN berfirman kepada Musa di padang gurun Sinai, dalam
Kemah Pertemuan, pada tanggal satu bulan yang kedua dalam tahun
yang kedua sesudah mereka keluar dari tanah Mesir” (Bilangan 1:1).
“Pada waktu Musa selesai mendirikan Kemah Suci, diurapinya dan
dikuduskannyalah itu dengan segala perabotannya, juga mezbah
dengan segala perkakasnya; dan setelah diurapi dan dikuduskannya
semuanya itu” (Bilangan 7:1).
“Pada tahun yang kedua, pada bulan yang kedua, pada tanggal dua
puluh bulan itu, naiklah awan itu dari atas Kemah Suci, tempat
hukum Allah” (Bilangan 10:11).
“saat itu imam Harun naik ke gunung Hor sesuai dengan titah
TUHAN, dan di situ ia mati pada tahun keempat puluh sesudah orang
Israel keluar dari tanah Mesir, pada bulan yang kelima, pada tanggal
satu bulan itu” (Bilangan 33:38).
Beberapa ahli Kitab Suci tidak menggunakan kedua informasi itu.
Mereka membagi Kitab Bilangan menjadi tiga bagian besar. Pertama, Bangsa
Israel di Gurun Sinai. Kedua, Bangsa Israel dalam perjalanan dari Sinai
menuju ke dataran Moab. Ketiga, Bangsa Israel di dataran Moab. Satu dari
sekian ahli Kitab Suci memiliki gagasan berbeda terkait struktur kitab ini
yaitu D.T. Olson (1985). Ia membagi Kitab Bilangan menjadi dua bagian
besar, yaitu Kitab Bilangan 1-25 dan Kitab Bilangan 26-36.
69
Yang juga membagi Kitab Bilangan menjadi dua bagian besar yaitu
R.P. Knierim (1990:155-163). Ia membagi Kitab Bilangan menjadi dua
bagian. Pertama, Kitab Bilangan 1-10. Kedua, Kitab Bilangan 11-36. Bagian
pertama memuat persiapan suatu aksi militer. Dalam konteks ini sensus yang
digelar memiliki indikasi atau orientasi militeristik.
“Hitunglah jumlah segenap umat Israel menurut kaum-kaum yang
ada dalam setiap suku mereka, dan catatlah nama semua laki-laki di
Israel yang berumur dua puluh tahun ke atas dan yang sanggup
berperang, orang demi orang. Engkau ini beserta Harun harus
mencatat mereka menurut pasukannya masing-masing” (Bilangan
1:2-3).
Dalam konteks militeristik ini penghitungan jumlah laki-laki Bangsa
Israel yang berusia lebih dari duapuluh tahun dan kemampuannya berperang
menjadi masuk akal. Pengaturan posisi kemah-kemah di sekitar Kemah
Pertemuan juga berkarakteristik militer. Di samping berorientasi militer,
pengaturan ini juga menyisipkan karakteristik kultis dan liturgis karena
Yahwe sebagai pemimpin militer Bangsa Israel bersemayam di tengah-tengah
perkemahan itu.
Bagian kedua memberikan gambaran terkait terlaksananya persiapan
militer tersebut. Pada bagian ini Bangsa Israel mulai bersiap mengarungi
padang gurun. Upaya memasuki padang gurun ini yaitu langkah awal untuk
menaklukkan kembali Tanah Terjanji. Pelaksanaan aksi militer itu sampai
pada ujungnya, yaitu bermukimnya Bangsa Israel di dataran Moab. Dataran
Moab yaitu kawasan paling dekat dengan Tanah Terjanji. Posisinya di
seberang Sungai Yordan. Tepat di seberangnya terletak Tanah Terjanji yang
menjadi tujuan akhir aksi militer tersebut. Keberadaan Bangsa Israel di
dataran Moab menjadi tahap paling akhir untuk penaklukan Tanah Terjanji.
Oleh karena memuat bagian yang lebih panjang dari bagian pertama,
bagian kedua ini dapat dibagi lagi menjadi dua bagian. Pertama, Bangsa Israel
melakukan pergerakan maju di padang gurun (Bilangan 11:11-21:20). Kedua,
awal proses menaklukkan Tanah Terjanji (Bilangan 21:21-36:13). Pembaca
yang teliti akan menemukan bahwa sebenarnya proses menaklukkan Tanah
Terjanji itu sudah terjadi sejak Bangsa Israel memeroleh sejumlah
kemenangan pertama.
“Raja negeri Arad, orang Kanaan yang tinggal di Tanah Negeb,
mendengar, bahwa Israel datang dari jalan Atarim, lalu ia berperang
melawan Israel, dan diangkutnya beberapa orang tawanan dari pada
70
mereka. Maka bernazarlah orang Israel kepada TUHAN, katanya:
‘Jika Engkau serahkan bangsa ini sama sekali ke dalam tangan kami,
kami akan menumpas kota-kota mereka sampai binasa.’ TUHAN
mendengarkan permintaan orang Israel, lalu menyerahkan orang
Kanaan itu; kemudian orang-orang itu dan kota-kotanya ditumpas
sampai binasa. Itulah sebabnya tempat itu dinamai Horma” (Bilangan
21:1-3).
“namun orang Israel mengalahkan dia dengan mata pedang dan
menduduki negerinya dari sungai Arnon sampai ke sungai
Yabok, sampai kepada bani Amon, sebab batas daerah bani Amon itu
kuat. Dan orang Israel merebut segala kota itu, lalu
menetaplah mereka di segala kota orang Amori, di Hesybon dan
segala anak kotanya” (Bilangan 21:24-25).
Pembagian Kitab Bilangan menurut skema Knierim dapat
mengikuti susunan berikut ini.
(1) Persiapan aksi militer (Bilangan 1:1-10:10)
(2) Pelaksanaan aksi militer (Bilangan 10:11-36:13)
(a) Pergerakan maju di padang gurun (Bilangan 10:11-21:20)
(b) Awal proses menaklukkan Tanah Terjanji (Bilangan 21:21-
36:13)
Skema Knierim menjadi masuk akal berkat sejumlah argumentasi
berikut ini.
(1) Adanya inklusi atau bingkai yang membatasi Kitab Bilangan dari
sebelum dan sesudahnya.
“TUHAN berfirman kepada Musa di padang gurun Sinai, dalam
Kemah Pertemuan, pada tanggal satu bulan yang kedua dalam
tahun yang kedua sesudah mereka keluar dari tanah Mesir”
(Bilangan 1:1).
“Itulah perintah dan peraturan yang diperintahkan TUHAN
kepada orang Israel dengan perantaraan Musa di dataran Moab
di tepi sungai Yordan dekat Yerikho” (Bilangan 36:13).
71
Bingkai itu terbangun dari teks awal dan teks akhir Kitab Bilangan.
Di dalam bingkai itu wilayah narasi bergerak dari Gurun Sinai
menuju ke dataran Moab. Pergerakan itu berkarakter militeristik.
Yahwe sebagai Panglima Perang berada di tengah-tengah Bangsa
Israel.
“Lalu awan itu menutupi Kemah Pertemuan, dan
kemuliaan TUHAN memenuhi Kemah Suci, sehingga Musa tidak
dapat memasuki Kemah Pertemuan, sebab awan itu hinggap di
atas kemah itu, dan kemuliaan TUHAN memenuhi Kemah
Suci. Apabila awan itu naik dari atas Kemah Suci,
berangkatlah orang Israel dari setiap tempat mereka berkemah.
namun jika awan itu tidak naik, maka merekapun tidak berangkat
sampai hari awan itu naik. Sebab awan TUHAN itu ada di atas
Kemah Suci pada siang hari, dan pada malam hari ada api di
dalamnya, di depan mata seluruh umat Israel pada setiap tempat
mereka berkemah” (Keluaran 40:34-38).
Dalam konteks ini aturan-aturan yang mirip dengan yang ada di
Kitab Imamat berfungsi mengatur dinamika kehidupan Bangsa
Israel dalam aksi militer tersebut supaya selaras dengan Yahwe
yang menjadi Pimpinannya.
(2) Indikator waktu menjadi tanda penting untuk menjelaskan saat-
saat krusial pada Kitab Bilangan.
“TUHAN berfirman kepada Musa di padang gurun Sinai, dalam
Kemah Pertemuan, pada tanggal satu bulan yang kedua dalam
tahun yang kedua sesudah mereka keluar dari tanah Mesir”
(Bilangan 1:1).
“Pada tahun yang kedua, pada bulan yang kedua, pada tanggal
dua puluh bulan itu, naiklah awan itu dari atas Kemah Suci,
tempat hukum Allah” (Bilangan 10:11).
.jpeg)
