perjanjian lama taurat 2

perjanjian lama taurat 2


  


(8) Narasi menara Babel (Kejadian 11) 

(9) Silsilah nenek moyang – bagian kedua (Kejadian 11) 

 

b. Narasi Asal-Usul Bangsa Israel 

Bagian kedua Kitab Kejadian memuat narasi asal-usul sejarah Bangsa 

Israel. Sebagaimana bagian sebelumnya telah menegaskan, istilah ‘sejarah’ di 

sini tidak dapat dipahami sebagai sejarah dalam makna profan, yaitu 

kronologi narasi yang ketat-akurat sesuai realitas. Narasi asal-usul sejarah 

Bangsa Israel ini bukan merupakan suatu narasi yang memuat informasi yang 

benar-benar objektif terkait tokoh, waktu, dan peristiwa yang berlangsung. 

Bagian yang memuat 39 bab ini menyajikan sejumlah narasi yang terlepas 

satu sama lain. Narasi-narasi itu berasal dari narasi-narasi lisan keluarga, 

marga, atau suku tertentu tentang nenek moyang mereka. Narasi-narasi ini 

beredar secara lisan dari waktu ke waktu di antara suku-suku Bangsa Israel. 

Akibatnya, sejumlah penambahan dan pengurangan pun terjadi. 

Penyusun narasi asal-usul sejarah Bangsa Israel ini tidak terlalu 

memerhatikan sisi historis. Akibatnya, pembaca yang teliti akan segera 

menemukan sejumlah keganjilan di dalamnya. Misalnya, narasi tentang Hagar 

dan Ismael. 

 

“Abram berumur delapan puluh enam tahun, saat  Hagar 

melahirkan Ismael baginya” (Kejadian 16:16).  

 

“Adapun Abraham berumur seratus tahun, saat  Ishak, anaknya, 

lahir  baginya” (Kejadian 21:5). 

 

“Keesokan harinya pagi-pagi Abraham mengambil roti serta sekirbat 

air dan memberikannya kepada Hagar. Ia meletakkan itu beserta 

 

 

36 

anaknya di atas bahu Hagar, kemudian disuruhnyalah perempuan itu 

pergi. Maka pergilah Hagar dan mengembara di padang gurun 

Bersyeba” (Kejadian 21:14).  

 

Pembaca yang teliti niscaya bertanya-tanya bagaimana mungkin 

Hagar kuat membawa Ismael di bahunya karena berdasarkan teks-teks 

tersebut besar kemungkinan Ismael saat itu telah berusia enambelas tahun.  

Selain itu keganjilan tampak pada narasi Ribka yang prihatin pada 

status jomblo Yakub, anaknya sehingga berusaha mencarikannya jodoh yang 

tepat. 

 

“Kemudian Ribka berkata kepada Ishak: ‘Aku telah jemu hidup 

karena perempuan-perempuan Het itu; jikalau Yakub juga mengambil 

seorang isteri dari antara perempuan negeri ini, semacam perempuan 

Het itu, apa gunanya aku hidup lagi?’” (Kejadian 27:46). 

 

“Dan Ishak berumur empat puluh tahun, saat  Ribka, anak 

Betuel, orang Aram dari Padan-Aram, saudara perempuan 

Laban orang Aram itu, diambilnya menjadi isterinya. Lalu bertambah 

besarlah kedua anak itu: Esau menjadi seorang yang pandai 

berburu, seorang yang suka tinggal di padang, namun  Yakub yaitu  

seorang yang tenang, yang suka tinggal di kemah” (Kejadian 

25:20.27). 

 

“saat  Esau telah berumur empat puluh tahun, ia mengambil Yudit, 

anak Beeri orang Het, dan Basmat, anak Elon orang Het, menjadi 

isterinya” (Kejadian 26:34). 

 

“saat  Ishak sudah tua, dan matanya telah kabur, sehingga ia tidak 

dapat melihat lagi, dipanggilnyalah Esau, anak sulungnya, serta 

berkata kepadanya: ‘Anakku.’ Sahut Esau: ‘Ya, bapa’” (Kejadian 

27:1). 

 

“Kemudian Ishak memanggil Yakub, lalu memberkati dia serta 

memesankan kepadanya, katanya: ‘Janganlah mengambil isteri dari 

perempuan Kanaan. Bersiaplah, pergilah ke Padan-Aram, ke rumah 

Betuel, ayah ibumu, dan ambillah dari situ seorang isteri dari anak-

anak Laban, saudara ibumu. Moga-moga Allah Yang 

Mahakuasa memberkati engkau, membuat engkau beranak cucu dan 

membuat engkau menjadi banyak, sehingga engkau menjadi 

 

 

37 

sekumpulan bangsa-bangsa. Moga-moga Ia memberikan kepadamu 

berkat yang untuk Abraham, kepadamu serta kepada keturunanmu, 

sehingga engkau memiliki negeri ini yang kaudiami sebagai orang 

asing, yang telah diberikan Allah kepada Abraham.’ Demikianlah 

Ishak melepas Yakub, lalu berangkatlah Yakub ke Padan-

Aram, kepada Laban anak Betuel, orang Aram y  itu, saudara 

Ribka ibu Yakub dan Esau. saat  Esau melihat, bahwa Ishak telah 

memberkati Yakub dan melepasnya ke Padan-Aram untuk mengambil 

isteri dari situ – pada waktu ia memberkatinya ia telah memesankan 

kepada Yakub: ‘Janganlah ambil isteri dari antara 

perempuan Kanaan’ – dan bahwa Yakub mendengarkan perkataan 

ayah dan ibunya, dan pergi ke Padan-Aram, maka Esaupun 

menyadari, bahwa perempuan Kanaan itu tidak disukai oleh 

Ishak, ayahnya. Sebab itu ia pergi kepada Ismael dan mengambil 

Mahalat menjadi isterinya, di samping kedua isterinya yang telah 

ada. Mahalat yaitu  anak Ismael anak Abraham, adik Nebayot” 

(Kejadian 28:1-9). 

 

“Adapun umur Ishak seratus delapan puluh tahun. Lalu meninggallah 

Ishak, ia mati dan dikumpulkan kepada kaum leluhurnya; ia tua dan 

suntuk umur, maka Esau dan Yakub, anak-anaknya itu, menguburkan 

dia” (Kejadian 35:28-29). 

 

Dengan mengikuti urut-urutan narasi dalam teks-teks ini pembaca 

yang teliti niscaya bertanya-tanya bagaimana mungkin Yakub belum 

memiliki istri padahal usianya saat itu sudah 60 tahun.  

Sejumlah keganjilan itu mengindikasikan sekali lagi bahwa penyusun 

bagian kedua Kitab Kejadian ini tidak memiliki perhatian atau keprihatinan 

khusus terhadap aspek historis akurat dan objektif dari narasi. Kenyataan itu 

juga mengindikasikan bahwa penyusun cenderung lebih ingin memberikan 

nilai-nilai yang berharga atau bermakna kepada para pembacanya. Selain itu, 

penyusun juga bermaksud memberikan pesan-pesan yang relevan supaya 

dilanjutkan kepada generasi-generasi berikutnya sebagai hal-hal yang penting 

untuk kehidupan. Hal-hal penting itu yaitu  berikut ini. 

 

(1) Daftar silsilah. Walaupun tidak memuat realitas historis yang 

akurat, daftar ini menjadi penting. Alasannya, daftar ini menjadi 

sarana bantu yang memungkinkan munculnya wawasan 

menyeluruh terkait suatu periode sejarah yang panjang. Sekaligus 

 

 

38 

daftar ini memberikan suatu gambaran sintesis terkait relasi antara 

sejumlah suku dan bangsa. 

 

“Inilah keturunan Ismael, anak Abraham, yang telah dilahirkan 

baginya oleh Hagar,  perempuan Mesir, hamba Sara itu. Inilah 

nama anak-anak Ismael, disebutkan menurut urutan lahirnya: 

Nebayot, anak sulung Ismael, selanjutnya Kedar, Adbeel, 

Mibsam, Misyma, Duma, Masa, Hadad, Tema, Yetur, Nafish dan 

Kedma. Itulah anak-anak Ismael, dan itulah nama-nama mereka, 

menurut kampung mereka dan menurut perkemahan mereka, dua 

belas orang raja, masing-masing dengan sukunya. Umur Ismael 

ialah seratus tiga puluh tujuh tahun. Sesudah itu ia meninggal. Ia 

mati dan dikumpulkan kepada kaum leluhurnya. Mereka itu 

mendiami daerah dari Hawila sampai Syur, yang letaknya di 

sebelah timur Mesir ke arah Asyur. Mereka menetap berhadapan 

dengan semua saudara mereka” (Kejadian 25:12-18). 

 

“Adapun anak-anak lelaki Yakub dua belas orang 

jumlahnya. Anak-anak Lea ialah Ruben, anak sulung  Yakub, 

kemudian Simeon, Lewi, Yehuda, Isakhar dan Zebulon. Anak-

anak Rahel ialah Yusuf dan Benyamin. Dan anak-anak 

Bilha, budak perempuan Rahel ialah Dan serta Naftali. Dan anak-

anak Zilpa, budak perempuan Lea ialah Gad dan Asyer. Itulah 

anak-anak lelaki Yakub, yang dilahirkan baginya di Padan-Aram” 

(Kejadian 35:22-26). 

 

(2) Narasi kebanggaan marga, suku, atau bangsa. Walaupun tidak 

memuat realitas historis yang akurat, narasi ini menjadi sarana 

bantu bagi Bangsa Israel untuk menyadari dan meningkatkan 

kebanggaan karena memiliki nenek moyang yang hebat. Misalnya, 

narasi kecantikan Sara dan Ribka dan narasi kecerdikan Yakub. 

 

“Kiranya terjadilah begini: anak gadis, kepada siapa aku berkata: 

Tolong miringkan buyungmu itu, supaya aku minum, dan yang 

menjawab: Minumlah, dan unta-untamu juga akan kuberi 

minum – dialah kiranya yang Kautentukan bagi hamba-Mu, 

Ishak; maka dengan begitu akan kuketahui, bahwa Engkau telah 

menunjukkan kasih setia-Mu kepada tuanku itu. Sebelum ia selesai 

berkata, maka datanglah Ribka, yang lahir bagi Betuel, anak laki-

laki Milka, isteri Nahor, saudara Abraham; buyungnya 

 

 

39 

dibawanya di atas bahunya. Anak gadis itu sangat 

cantik parasnya, seorang perawan, belum pernah bersetubuh 

dengan laki-laki; ia turun ke mata air itu dan mengisi buyungnya, 

lalu kembali naik” (Kejadian 24:14-16).  

 

(3) Narasi hak milik. Walaupun tidak memuat realitas historis yang 

akurat, narasi ini menjadi sarana bantu bagi Bangsa Israel untuk 

memaknai tempat dan barang yang ada di sekitar mereka. 

Misalnya, narasi sumur dan perjanjian Abimelekh dan narasi hak 

milik atas Kota Sikhem. 

 

“Pada waktu itu Abimelekh, beserta Pikhol, panglima 

tentaranya, berkata kepada Abraham: ‘Allah menyertai engkau 

dalam segala sesuatu yang engkau lakukan. Oleh sebab itu, 

bersumpahlah kepadaku di sini demi Allah, bahwa engkau tidak 

akan berlaku curang kepadaku, atau kepada anak-anakku, atau 

kepada cucu cicitku; sesuai dengan persahabatan yang kulakukan 

kepadamu, demikianlah harus engkau berlaku kepadaku dan 

kepada negeri yang kautinggali sebagai orang asing.’ Lalu kata 

Abraham: ‘Aku bersumpah!’ namun  Abraham menyesali 

Abimelekh tentang sebuah sumur yang telah dirampas oleh 

hamba-hamba Abimelekh. Jawab Abimelekh: ‘Aku tidak tahu, 

siapa yang melakukan hal itu; lagi tidak kauberitahukan 

kepadaku, dan sampai hari ini belum pula kudengar.’ Lalu 

Abraham mengambil domba dan lembu dan memberikan 

semuanya itu kepada Abimelekh, kemudian kedua orang itu 

mengadakan perjanjian. namun  Abraham memisahkan tujuh anak 

domba betina dari domba-domba itu. Lalu kata Abimelekh kepada 

Abraham: ‘Untuk apakah ketujuh anak domba yang kaupisahkan 

ini?’ Jawabnya: ‘Ketujuh anak domba ini harus kauterima dari 

tanganku untuk menjadi tanda bukti bagiku, bahwa akulah yang 

menggali sumur  ini.’ Sebab itu orang menyebutkan tempat itu 

Bersyeba, karena kedua orang itu telah bersumpah di 

sana. Setelah mereka mengadakan perjanjian di 

Bersyeba, pulanglah Abimelekh beserta Pikhol, panglima 

tentaranya, ke negeri orang Filistin. Lalu Abraham menanam 

sebatang pohon tamariska di Bersyeba, dan memanggil di sana 

nama TUHAN, Allah yang kekal. Dan masih lama Abraham 

tinggal sebagai orang asing di negeri orang Filistin” (Kejadian 

21:22-34). 

 

 

40 

 

(4) Narasi relasi dengan Allah. Walaupun tidak memuat realitas 

historis yang akurat, narasi ini menjadi sarana bantu bagi Bangsa 

Israel untuk memaknai relasi mereka dengan Allah yang terikat 

dalam perjanjian. Misalnya, narasi narasi janji kepada Abraham, 

narasi asal-usul tempat suci Betel, dan asal-usul kebiasaan 

perpuluhan. 

 

“Maka Yakub berangkat dari Bersyeba dan pergi ke Haran. Ia 

sampai di suatu tempat, dan bermalam di situ, karena matahari 

telah terbenam. Ia mengambil sebuah batu yang terletak di tempat 

itu dan dipakainya sebagai alas kepala, lalu membaringkan 

dirinya di tempat itu. Maka bermimpilah ia, di bumi ada didirikan 

sebuah tangga yang ujungnya sampai di langit, dan tampaklah 

malaikat-malaikat Allah turun naik di tangga itu. Berdirilah 

TUHAN di sampingnya dan berfirman: ‘Akulah TUHAN, Allah 

Abraham, nenekmu, dan Allah Ishak; tanah tempat engkau 

berbaring ini akan Kuberikan kepadamu dan kepada 

keturunanmu. Keturunanmu akan menjadi seperti debu tanah 

banyaknya, dan engkau akan mengembang ke sebelah timur, 

barat, utara dan selatan, dan olehmu serta keturunanmu semua 

kaum di muka bumi akan mendapat berkat. Sesungguhnya Aku 

menyertai engkau dan Aku akan melindungi engkau, ke manapun 

engkau pergi, dan Aku akan membawa engkau kembali ke negeri 

ini, sebab Aku tidak akan meninggalkan engkau, melainkan tetap 

melakukan apa yang Kujanjikan kepadamu.’ saat  Yakub 

bangun dari tidurnya, berkatalah ia: ‘Sesungguhnya TUHAN ada 

di tempat ini, dan aku tidak mengetahuinya.’ Ia takut dan berkata: 

‘Alangkah dahsyatnya tempat ini. Ini tidak lain dari rumah 

Allah, ini pintu gerbang sorga.’ Keesokan harinya pagi-pagi 

Yakub mengambil batu yang dipakainya sebagai alas kepala dan 

mendirikan itu menjadi tugu dan menuang minyak ke atasnya. Ia 

menamai tempat itu Betel; dahulu nama kota itu Lus. Lalu 

bernazarlah Yakub: ‘Jika Allah akan menyertai dan akan 

melindungi aku di jalan yang kutempuh ini, memberikan kepadaku 

roti untuk dimakan dan pakaian untuk dipakai, sehingga aku 

selamat kembali ke rumah ayahku, maka TUHAN akan menjadi 

Allahku. Dan batu yang kudirikan sebagai tugu ini akan menjadi 

rumah Allah. Dari segala sesuatu yang Engkau berikan kepadaku 

 

 

41 

akan selalu kupersembahkan sepersepuluh kepada-Mu’” 

(Kejadian 28:10-22). 

 

Secara garis besar narasi para Bapa Bangsa atau asal-usul sejarah 

Bangsa Israel dapat mengikuti susunan berikut ini. 

 

(1) Silsilah keturunan Terah (Kejadian 11:27-32) 

(2) Narasi keluarga Abraham (Kejadian 12:1-25:18) 

(3) Narasi keluarga Ishak (Kejadian 25:19-27:46) 

(4) Narasi keluarga Yakub (Kejadian 28-36) 

(5) Narasi anak-anak Yakub, terutama Yusuf (Kejadian 37-50) 

 

C. RANGKUMAN 

Kitab Kejadian yaitu  sebuah kitab yang secara tematik secara 

independen. Bagian awal Kitab Kejadian menjadi bahan diskusi banyak ahli 

Kitab Suci. Yang menjadi bahan diskusi terutama yaitu  narasi penciptaan 

(Kejadian 1-2). Para ahli Kitab Suci mencoba memertahankan gagasan Allah 

sebagai Pencipta segala sesuatu sejak awal mula. Sebaliknya, para ahli ilmu 

pengetahuan menjadi oposannya. Para ahli Ilmu Pengetahuan mengukur 

narasi penciptaan dengan memakai kriteria-kriteria objektif Ilmu 

Pengetahuan, terutama Ilmu Eksakta. Bagian kedua Kitab Kejadian memuat 

narasi asal-usul sejarah Bangsa Israel. Sebagaimana bagian sebelumnya telah 

menegaskan, istilah ‘sejarah’ di sini tidak dapat dipahami sebagai sejarah 

dalam makna profan, yaitu kronologi narasi yang ketat-akurat sesuai realitas. 

Narasi asal-usul sejarah Bangsa Israel ini bukan merupakan suatu narasi yang 

memuat informasi yang benar-benar objektif terkait tokoh, waktu, dan 

peristiwa yang berlangsung. Sebagai kitab yang pertama, Kitab Kejadian 

membuka rangkaian narasi umat manusia secara umum sekaligus narasi 

Bangsa Israel secara khusus. Narasi yang termuat di dalamnya menjadi basis 

narasi selanjutnya dalam kitab-kitab yang mengikutinya. 

 

KITAB KELUARAN 

 

Kitab kedua yang termasuk Kitab Pentateukh yaitu  Kitab Keluaran. 

Tradisi Ibrani memberinya judul ‘šemōt’. Artinya, ‘nama-nama’. Judul ini 

berasal dari kata kedua pada teks ayat pertama kitab ini.  

 

“Inilah nama-nama para anak Israel yang datang ke Mesir bersama-

sama dengan Yakub; mereka datang dengan keluarganya masing-

masing” (Keluaran 1:1).  

 

Terjemahan Kitab Suci dalam bahasa-bahasa Eropa Barat mengikuti 

judul yang diberikan Kitab Suci berbahasa Yunani dan Kitab Suci berbahasa 

Latin, yaitu ‘Exodus’. Kitab ini sangat berpengaruh pada perkembangan 

penafsiran dan pemaknaan nama Yahwe dan identitas atau jati diri-Nya. Pada 

abad modern Kitab Keluaran menjadi inspirasi bagi muncul dan 

berkembangnya Teologi Pembebasan.  

 

 

 

 

44 

B. 

Pergerakan dan permukiman besar-besaran Bangsa Israel ke Tanah 

Mesir untuk menghindari bahaya paceklik dan kelaparan di Tanah Terjanji 

yang untuk sementara waktu terasa nyaman harus berakhir. Penyebabnya 

yaitu  pergantian rezim pemerintahan di Mesir.  

 

“Kemudian bangkitlah seorang raja baru memerintah tanah Mesir, 

yang tidak mengenal Yusuf” (Keluaran 1:8).  

 

Kebangkitan rezim baru dalam diri Firaun ini mengubah peta sosio-

politik di dalam negeri Mesir. Perubahan itu memengaruhi kondisi Bangsa 

Israel yang numpang bermukim di kawasan tersebut. Bangsa Israel yang 

sebelumnya hidup nyaman di bawah jaminan Yusuf yang merupakan 

kepercayaan Firaun mulai saat itu harus menjalani kerja paksa. Pada periode 

kerja paksa tersebut Bangsa Israel yang sempat menikmati kenyamanan hidup 

di Tanah Mesir benar-benar mengalami penderitaan serius. Mereka hidup 

sebagai budak-budak Bangsa Mesir.  

 

“Berkatalah raja itu kepada rakyatnya: ‘Bangsa Israel itu sangat 

banyak dan lebih besar jumlahnya dari pada kita. Marilah kita 

bertindak dengan bijaksana terhadap mereka, supaya mereka jangan 

bertambah banyak lagi dan – jika terjadi peperangan – jangan 

bersekutu nanti dengan musuh kita dan memerangi kita, lalu pergi 

dari negeri ini.’ Sebab itu pengawas-pengawas rodi ditempatkan atas 

mereka untuk menindas mereka dengan kerja paksa: mereka harus 

mendirikan bagi Firaun kota-kota perbekalan, yakni Pitom dan 

Raamses. namun  makin ditindas, makin bertambah banyak dan 

berkembang mereka, sehingga orang merasa takut kepada orang 

Israel itu. Lalu dengan kejam orang Mesir memaksa orang Israel 

bekerja, dan memahitkan hidup mereka dengan pekerjaan yang berat, 

yaitu mengerjakan tanah liat dan batu bata, dan berbagai-bagai 

pekerjaan di padang, ya segala pekerjaan yang dengan kejam 

dipaksakan orang Mesir kepada mereka itu” (Keluaran 1:9-14). 

 

Setelah itu kondisi mengalami sedikit perubahan. Teks-teks 

berikutnya memberikan informasi perubahan tersebut. 

 

“Lama sesudah itu matilah raja Mesir itu…” (Keluaran 2:23a). 

 

“Musa dan Harun pergi menghadap Firaun” (Keluaran 5:1). 

 

 

45 

 

Pembaca yang teliti niscaya dapat mengambil simpulan bahwa 

rangkaian narasi yang diungkapkan ayat-ayat itu mengisahkan sekurang-

kurangnya ada dua raja atau firaun yang berbeda. Firaun pertama yaitu  yang 

menjadikan Bangsa Israel budak untuk kerja paksa (Keluaran 1:8; 2:23a). 

Firaun kedua yaitu  yang menerima kedatangan Musa dan Harun (Keluaran 

5:1). Dalam konteks inilah Kitab Keluaran memulai narasinya. 

Konteks narasi Kitab Keluaran yaitu  upaya Yahwe mengembalikan 

Bangsa Israel ke tanah yang dijanjikan-Nya. Konteks atau gagasan utama 

narasi Kitab Keluaran ini sebenarnya telah terindikasi pada bagian akhir Kitab 

Kejadian yang mendahuluinya. 

 

“Tidak lama lagi aku akan mati; tentu Allah akan memperhatikan 

kamu dan membawa kamu keluar dari negeri ini, ke negeri yang telah 

dijanjikan-Nya dengan sumpah kepada Abraham, Ishak, dan Yakub” 

(Kejadian 50:24). 

 

Teks itu mengungkapkan kata-kata terakhir Yusuf kepada saudara-

saudaranya. Yusuf menyampaikan kata-kata terakhirnya itu di Tanah Mesir. 

Narasi hari-hari terakhir Yusuf ini yaitu  sambungan dari narasi Yusuf dan 

saudara-saudaranya hijrah ke Mesir dan bermukim di sana.  

 

“Jadi berangkatlah Israel dengan segala miliknya dan ia tiba di 

Bersyeba, lalu dipersembahkannya korban sembelihan kepada Allah 

Ishak ayahnya. Berfirmanlah Allah kepada Israel dalam penglihatan 

waktu malam: ‘Yakub, Yakub!’ Sahutnya: ‘Ya, Tuhan.’ Lalu firman-

Nya: ‘Akulah Allah, Allah ayahmu, janganlah takut pergi ke 

Mesir, sebab Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar 

di sana. Aku sendiri akan menyertai engkau pergi ke Mesir dan 

tentulah Aku juga akan membawa engkau kembali; dan tangan 

Yusuflah yang akan mengatupkan kelopak matamu nanti.’ Lalu 

berangkatlah Yakub dari Bersyeba, dan anak-anak Israel membawa 

Yakub, ayah mereka, beserta anak dan isteri mereka, dan mereka 

menaiki kereta yang dikirim Firaun untuk menjemputnya. Mereka 

membawa juga ternaknya dan harta bendanya, yang telah 

diperoleh mereka di tanah Kanaan, lalu tibalah mereka di 

Mesir, yakni Yakub dan seluruh keturunannya bersama-sama dengan 

dia. Anak-anak dan cucu-cucunya laki-laki dan perempuan, seluruh 

keturunannya dibawanyalah ke Mesir. Inilah nama-nama bani 

 

 

46 

Israel yang datang ke Mesir, yakni Yakub beserta keturunannya. Anak 

sulung Yakub ialah Ruben” (Kejadian 46:1-8).  

 

Walaupun memberi pengharapan baru kepada Bangsa Israel untuk 

menyambung hidupnya, Tanah Mesir bukanlah tanah yang dijanjikan Yahwe 

kepada Bangsa Israel. Menurut janji itu, Tanah Mesir tidak dapat menjadi 

tempat bermukimnya Bangsa Israel. Dengan demikian, menjadi jelas bahwa 

narasi Bangsa Israel tidak boleh selesai dengan Kitab Kejadian. Harus ada 

narasi lanjutan yang menjelaskan bahwa Tanah Terjanji yaitu  tanah yang 

menjadi tempat bermukim Bangsa Israel sebelum hijrah ke Mesir akibat 

paceklik.  

Pusat perhatian narasi lanjutan ini yaitu  cara atau strategi Yahwe 

mengembalikan Bangsa Israel ke Tanah Terjanji. Cara dan strategi itu menjadi 

tema besar Kitab Keluaran. Cara dan strategi itu ditemukan berdasarkan 

jawaban atas pertanyaan terkait siapa penguasa Bangsa Israel. Ada dua 

jawaban yang mengemuka. Pertama, Firaun. Kedua, Yahwe. Konsekuensi 

selanjutnya dari jawaban tersebut yaitu  kepada siapa Bangsa Israel harus 

mengabdi atau beribadat. Berbasiskan gagasan itu Kitab Keluaran dapat 

mengikuti susunan berikut ini. 

 

(1) Narasi yang melukiskan Bangsa Israel beralih dari kekuasaan 

Firaun ke kekuasaan Yahwe. Episode narasi Keluaran 1 dan 

Keluaran 2 menjadi eksposisi atau paparan yang menyiapkan atau 

mengantisipasi episode-episode berikutnya. Episode narasi itu 

menjelaskan kondisi Bangsa Israel di Tanah Mesir sekaligus 

munculnya Musa yang akan menjadi perantara Yahwe memimpin 

Bangsa Israel keluar dari tanah perbudakan itu.  

 

“Pada waktu itu, saat  Musa telah dewasa, ia keluar 

mendapatkan saudara-saudaranya untuk melihat kerja 

paksa mereka; lalu dilihatnyalah seorang Mesir memukul seorang 

Ibrani, seorang dari saudara-saudaranya itu. Ia menoleh ke sana 

sini dan saat  dilihatnya tidak ada orang, dibunuhnya orang 

Mesir itu, dan disembunyikannya mayatnya dalam pasir. saat  

keesokan harinya ia keluar lagi, didapatinya dua orang Ibrani 

tengah berkelahi. Ia bertanya kepada yang bersalah itu: 

‘Mengapa engkau pukul temanmu?’ namun  jawabnya: ‘Siapakah 

yang mengangkat engkau menjadi pemimpin dan hakim atas 

kami? Apakah engkau bermaksud membunuh aku, sama seperti 

engkau telah membunuh orang Mesir itu?’ Musa menjadi takut, 

 

 

47 

sebab pikirnya: ‘Tentulah perkara itu telah ketahuan.’ saat  

Firaun mendengar tentang perkara itu, dicarinya ikhtiar untuk 

membunuh Musa. namun  Musa melarikan diri dari hadapan 

Firaun dan tiba di tanah Midian, lalu ia duduk-duduk di tepi 

sebuah sumur. Adapun imam di Midian itu mempunyai tujuh anak 

perempuan. Mereka datang menimba air dan mengisi palungan-

palungan untuk memberi minum kambing domba ayahnya. Maka 

datanglah gembala-gembala yang mengusir mereka, lalu Musa 

bangkit menolong mereka dan memberi minum kambing 

domba mereka. saat  mereka sampai kepada Rehuel, ayah 

mereka, berkatalah ia: ‘Mengapa selekas itu kamu pulang hari 

ini?’ Jawab mereka: ‘Seorang Mesir menolong kami terhadap 

gembala-gembala, bahkan ia menimba air banyak-banyak untuk 

kami dan memberi minum kambing domba.’ Ia berkata kepada 

anak-anaknya: ‘Di manakah ia? Mengapakah kamu tinggalkan 

orang itu? Panggillah dia makan.’ Musa bersedia tinggal di 

rumah itu, lalu diberikan Rehuellah Zipora, anaknya, kepada 

Musa. Perempuan itu melahirkan seorang anak laki-laki, maka 

Musa menamainya Gersom, sebab katanya: ‘Aku telah menjadi 

seorang pendatang di negeri asing’” (Keluaran 2:11-22). 

 

Setelah mukjizat penyeberangan Laut Teberau, Bangsa Israel 

membangun sikap ‘takut akan Yahwe dan akan Musa, abdi-Nya’. 

Ungkapan ini memuat makna bahwa Bangsa Israel mengakui 

bahwa Yahwe yaitu  Penguasa mereka. Sekaligus dengan 

ungkapan itu mereka juga mengakui bahwa Musa yaitu  juru 

bicara-Nya (Keluaran 1-15). 

 

(2) Narasi yang menggambarkan babak-babak awal perjalanan pulang 

Bangsa Israel di padang gurun. Dalam kondisi tersebut, Yahwe 

berulang-ulang menunjukkan diri-nya sebagai Penguasa sekaligus 

Allah Bangsa Israel. Yahwe yaitu  Allah yang sanggup 

menyediakan makanan bagi mereka (Keluaran 16). Yahwe juga 

yaitu  Allah yang mampu memberi minuman. 

 

“Musa menyuruh orang Israel berangkat dari Laut Teberau, lalu 

mereka pergi ke padang gurun Syur; tiga hari lamanya mereka 

berjalan di padang gurun itu dengan tidak mendapat 

air. Sampailah mereka ke Mara, namun  mereka tidak dapat 

meminum air yang di Mara itu, karena pahit rasanya. Itulah 

 

 

48 

sebabnya dinamai orang tempat itu Mara. Lalu bersungut-

sungutlah bangsa itu kepada Musa, kata mereka: ‘Apakah yang 

akan kami minum?’ Musa berseru-seru kepada TUHAN, dan 

TUHAN menunjukkan kepadanya sepotong kayu; Musa 

melemparkan kayu itu ke dalam air; lalu air itu menjadi manis. Di 

sanalah diberikan TUHAN ketetapan-ketetapan dan peraturan-

peraturan kepada mereka dan di sanalah TUHAN 

mencoba mereka, firman-Nya: ‘Jika kamu sungguh-sungguh 

mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan melakukan apa yang 

benar di mata-Nya, dan memasang telingamu kepada perintah-

perintah-Nya dan tetap mengikuti segala ketetapan-Nya, maka 

Aku tidak akan menimpakan kepadamu penyakit manapun, yang 

telah Kutimpakan kepada orang Mesir; sebab Aku Tuhanlah yang 

menyembuhkan engkau.’ Sesudah itu sampailah mereka di Elim; 

di sana ada dua belas mata air dan tujuh puluh pohon korma, lalu 

berkemahlah mereka di sana di tepi air itu” (Keluaran 15:22-27). 

 

“Kemudian berangkatlah segenap jemaah Israel dari padang 

gurun Sin, berjalan dari tempat persinggahan ke tempat 

persinggahan, sesuai dengan titah TUHAN, lalu berkemahlah 

mereka di Rafidim, namun  di sana tidak ada air untuk diminum 

bangsa itu. Jadi mulailah mereka itu bertengkar dengan Musa, 

kata mereka: ‘Berikanlah air kepada kami, supaya kami dapat 

minum.’ namun  Musa berkata kepada mereka: ‘Mengapakah kamu 

bertengkar dengan aku? Mengapakah kamu 

mencobai TUHAN?’ Hauslah bangsa itu akan air di sana; 

bersungut-sungutlah bangsa itu kepada Musa dan berkata: 

‘Mengapa pula engkau memimpin kami keluar dari Mesir, untuk 

membunuh kami, anak-anak kami dan ternak kami dengan 

kehausan?’ Lalu berseru-serulah Musa kepada TUHAN, katanya: 

‘Apakah yang akan kulakukan kepada bangsa ini? Sebentar lagi 

mereka akan melempari aku dengan batu!’ Berfirmanlah TUHAN 

kepada Musa: ‘Berjalanlah di depan bangsa itu dan bawalah 

beserta engkau beberapa orang dari antara para tua-tua Israel; 

bawalah juga di tanganmu tongkatmu yang kaupakai memukul 

sungai Nil dan pergilah. Maka Aku akan berdiri di sana di 

depanmu di atas gunung batu di Horeb; haruslah 

kaupukul gunung batu itu dan dari dalamnya akan keluar 

air, sehingga bangsa itu dapat minum.’ Demikianlah diperbuat 

Musa di depan mata tua-tua Israel. Dinamailah tempat itu 

 

 

49 

Masa dan Meriba, oleh karena orang Israel telah bertengkar dan 

oleh karena mereka telah mencobai TUHAN dengan mengatakan: 

‘Adakah TUHAN di tengah-tengah kita atau tidak?’” (Keluaran 

17:1-7). 

 

Yahwe juga yaitu  Allah yang sanggup membela Bangsa Israel 

melawan musuh-musuhnya. 

 

“Lalu datanglah orang Amalek dan berperang melawan orang 

Israel di Rafidim. Musa berkata kepada Yosua: ‘Pilihlah orang-

orang bagi kita, lalu keluarlah berperang melawan orang Amalek, 

besok aku akan berdiri di puncak bukit itu dengan memegang 

tongkat Allah di tanganku.’ Lalu Yosua melakukan seperti yang 

dikatakan Musa kepadanya dan berperang melawan orang 

Amalek; namun  Musa, Harun dan Hur telah naik ke puncak bukit. 

Dan terjadilah, apabila Musa mengangkat tangannya, lebih 

kuatlah Israel, namun  apabila ia menurunkan tangannya, lebih 

kuatlah Amalek. Maka penatlah tangan Musa, sebab itu mereka 

mengambil sebuah batu, diletakkanlah di bawahnya, supaya ia 

duduk di atasnya; Harun dan Hur menopang kedua belah 

tangannya, seorang di sisi yang satu, seorang di sisi yang lain, 

sehingga tangannya tidak bergerak sampai matahari terbenam. 

Demikianlah Yosua mengalahkan Amalek dan rakyatnya dengan 

mata pedang. Kemudian berfirmanlah TUHAN kepada Musa: 

‘Tuliskanlah semuanya ini dalam sebuah kitab sebagai tanda 

peringatan, dan ingatkanlah ke telinga Yosua, bahwa Aku akan 

menghapuskan sama sekali ingatan kepada Amalek dari kolong 

langit.’ Lalu Musa mendirikan sebuah mezbah dan 

menamainya: ‘Tuhanlah panji-panjiku!’” (Keluaran 17:8-15). 

 

(3) Narasi yang melukiskan terjadinya Perjanjian Sinai. Yahwe yang 

telah membawa Bangsa Israel keluar dari Tanah Mesir dan 

memberikan kepadanya kebebasan menawarkan pula suatu 

perjanjian dengan-Nya.  

 

“Lalu naiklah Musa menghadap Allah, dan TUHAN berseru dari 

gunung itu kepadanya: ‘Beginilah kaukatakan kepada keturunan 

Yakub dan kauberitakan kepada orang Israel: Kamu sendiri telah 

melihat apa yang Kulakukan kepada orang Mesir, dan bagaimana 

Aku telah mendukung kamu di atas sayap rajawali dan membawa 

 

 

50 

kamu kepada-Ku. Jadi sekarang, jika kamu sungguh-

sungguh mendengarkan firman-Ku dan berpegang pada 

perjanjian-Ku, maka kamu akan menjadi harta kesayangan-

Ku sendiri dari antara segala bangsa, sebab Akulah yang 

empunya seluruh bumi. Kamu akan menjadi bagi-Ku kerajaan 

imam dan bangsa yang kudus. Inilah semuanya firman yang harus 

kaukatakan kepada orang Israel’” (Keluaran 19:3-6). 

  

“Akulah TUHAN, Allahmu, yang membawa engkau keluar  dari 

tanah Mesir, dari tempat perbudakan. Jangan ada padamu allah 

lain di hadapan-Ku” (Keluaran 20:2-3). 

 

Perjanjian itu menjadi tanggapan bebas dari bangsa yang telah 

dimerdekakan. Jika Yahwe menjadi Penguasa Bangsa Israel, Ia 

memiliki hak penuh untuk menyatakan dan memaklumkan aturan 

atau hukum-Nya kepada Bangsa Israel. Konsekuensinya, Bangsa 

Israel akan menjadi milik Yahwe sejauh mereka mematuhi hukum 

tersebut (Keluaran 24:3-8).  

 

“Lalu datanglah Musa dan memberitahukan kepada bangsa itu 

segala firman TUHAN dan segala peraturan itu, maka seluruh 

bangsa itu menjawab serentak: ‘Segala firman yang telah 

diucapkan TUHAN itu, akan kami lakukan.’ Lalu Musa 

menuliskan segala firman TUHAN itu. Keesokan harinya pagi-

pagi didirikannyalah mezbah di kaki gunung itu, dengan dua belas 

tugu sesuai dengan kedua belas suku Israel. Kemudian 

disuruhnyalah orang-orang muda dari bangsa Israel, maka 

mereka mempersembahkan korban bakaran dan menyembelih 

lembu-lembu jantan sebagai korban keselamatan kepada TUHAN. 

Sesudah itu Musa mengambil sebagian dari darah itu, lalu 

ditaruhnya ke dalam pasu, sebagian lagi dari darah itu 

disiramkannya pada mezbah itu. Diambilnyalah kitab 

perjanjian itu, lalu dibacakannya dengan didengar oleh bangsa 

itu dan mereka berkata: ‘Segala firman TUHAN akan kami 

lakukan dan akan kami dengarkan.’ Kemudian Musa mengambil 

darah itu dan menyiramkannya pada bangsa itu serta berkata: 

‘Inilah darah perjanjian yang diadakan TUHAN dengan kamu, 

berdasarkan segala firman ini’” (Keluaran 24:3-8).  

 

 

 

51 

Oleh karena itu, ibadat dan pelaksanaan hukum lantas menjadi 

bagian hakiki dari identitas Bangsa Israel (Keluaran 19-24). 

 

(4) Narasi selanjutnya menggambarkan Yahwe yang memberikan 

perintah kepada Musa untuk mendirikan sebuah tempat ibadat 

semacam ‘kuil’ untuk menjadi tempat-Nya bersemayam di tengah-

tengah Bangsa Israel. Akan namun , narasi tentang anak lembu emas 

yang menyisip di tengah-tengahnya lantas menimbulkan krisis 

yang berat. Krisis itu mengindikasikan bahwa Bangsa Israel masih 

keras kepala dengan memilih sendiri penguasanya (Keluaran 25-

32). 

 

“Kemah Suci itu haruslah kaubuat dari sepuluh tenda dari lenan 

halus yang dipintal benangnya dan dari kain ungu tua, kain ungu 

muda dan kain kirmizi; dengan ada kerubnya, buatan ahli tenun, 

haruslah kaubuat semuanya itu. Panjang tiap-tiap tenda haruslah 

dua puluh delapan hasta dan lebar tiap-tiap tenda empat hasta: 

segala tenda itu harus sama ukurannya. Lima dari tenda itu 

haruslah dirangkap menjadi satu, dan yang lima lagi juga harus 

dirangkap menjadi satu. Pada rangkapan yang pertama, di tepi 

satu tenda yang di ujung, haruslah engkau membuat sosok-sosok 

kain ungu tua dan demikian juga di tepi satu tenda yang paling 

ujung pada rangkapan yang kedua. Lima puluh sosok harus 

kaubuat pada tenda yang satu dan lima puluh sosok pada tenda 

yang di ujung pada rangkapan yang kedua, sehingga sosok-sosok 

itu tepat berhadapan satu sama lain. Dan haruslah engkau 

membuat lima puluh kaitan emas dan menyambung tenda-tenda 

Kemah Suci yang satu dengan yang lain dengan memakai kaitan 

itu, sehingga menjadi satu. Juga haruslah engkau membuat tenda-

tenda dari bulu kambing menjadi atap kemah yang menudungi 

Kemah Suci, sebelas tenda harus kaubuat. Panjang tiap-tiap tenda 

harus tiga puluh hasta dan lebar tiap-tiap tenda empat hasta: yang 

sebelas tenda itu harus sama ukurannya. Lima dari tenda itu 

haruslah kausambung dengan tersendiri, dan enam dari tenda itu 

dengan tersendiri, dan tenda yang keenam haruslah kaulipat dua, 

di sebelah depan kemah itu. Haruslah engkau membuat lima puluh 

sosok pada rangkapan yang pertama di tepi satu tenda yang di 

ujung dan lima puluh sosok di tepi satu tenda pada rangkapan 

yang kedua. Haruslah engkau membuat lima puluh kaitan 

tembaga dan memasukkan kaitan itu ke dalam sosok-sosok dan 

 

 

52 

menyambung tenda-tenda kemah itu, supaya menjadi satu. 

Mengenai bagian yang berjuntai itu, yang berlebih pada tenda 

kemah itu, haruslah setengah dari tenda yang berlebih itu 

berjuntai di sebelah belakang Kemah Suci. Sehasta di sebelah sini 

dan sehasta di sebelah sana pada bagian yang berlebih pada 

panjang tenda-tenda kemah itu haruslah berjuntai pada sisi-sisi 

Kemah Suci, di sebelah sini dan di sebelah sana untuk 

menudunginya. Juga haruslah engkau membuat untuk kemah itu 

tudung dari kulit domba jantan yang diwarnai merah, dan tudung 

dari kulit lumba-lumba di atasnya lagi. Haruslah engkau 

membuat untuk Kemah Suci papan dari kayu penaga yang berdiri 

tegak” (Keluaran 26:1-15). 

 

“saat  bangsa itu melihat, bahwa Musa mengundur-undurkan 

turun dari gunung itu, maka berkumpullah mereka mengerumuni 

Harun dan berkata kepadanya: ‘Mari, buatlah untuk kami allah, 

yang akan berjalan di depan kami sebab Musa ini, orang yang 

telah memimpin kami keluar dari tanah Mesir –kami tidak tahu 

apa yang telah terjadi dengan dia.’ Lalu berkatalah Harun kepada 

mereka: ‘Tanggalkanlah anting-anting emas yang ada pada 

telinga isterimu, anakmu laki-laki dan perempuan, dan bawalah 

semuanya kepadaku.’ Lalu seluruh bangsa itu menanggalkan 

anting-anting emas yang ada pada telinga mereka dan 

membawanya kepada Harun. Diterimanyalah itu dari tangan 

mereka, dibentuknya dengan pahat, dan dibuatnyalah dari 

padanya anak lembu tuangan. Kemudian berkatalah mereka: ‘Hai 

Israel, inilah Allahmu, yang telah menuntun engkau keluar dari 

tanah Mesir!’ saat  Harun melihat itu, didirikannyalah mezbah 

di depan anak lembu itu. Berserulah Harun, katanya: ‘Besok hari 

raya bagi TUHAN!’ Dan keesokan harinya pagi-pagi maka 

mereka mempersembahkan korban bakaran dan korban 

keselamatan, sesudah itu duduklah bangsa itu untuk makan dan 

minum; kemudian bangunlah mereka dan bersukaria. 

Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: ‘Pergilah, turunlah, sebab 

bangsamu yang kaupimpin keluar dari tanah Mesir telah rusak 

lakunya. Segera juga mereka menyimpang dari jalan yang 

Kuperintahkan kepada mereka; mereka telah membuat anak 

lembu tuangan, dan kepadanya mereka sujud menyembah dan 

mempersembahkan korban, sambil berkata: Hai Israel, inilah 

Allahmu yang telah menuntun engkau keluar dari tanah Mesir.’ 

 

 

53 

Lagi firman TUHAN kepada Musa: ‘Telah Kulihat bangsa ini dan 

sesungguhnya mereka yaitu  suatu bangsa yang tegar tengkuk. 

Oleh sebab itu biarkanlah Aku, supaya murka-Ku bangkit 

terhadap mereka dan Aku akan membinasakan mereka, namun  

engkau akan Kubuat menjadi bangsa yang besar’” (Keluaran 

32:1-10).  

 

(5) Narasi berikutnya mengungkapkan bahwa krisis itu dapat 

terselesaikan. Setelah para penyeleweng mendapat hukuman, 

Yahwe lantas mengampuni dan memperbaharui perjanjian-Nya 

dengan Bangsa Israel (Keluaran 33-34). 

 

“Lalu Ia berfirman: ‘Aku sendiri hendak membimbing engkau dan 

memberikan ketenteraman kepadamu.’ Berkatalah Musa kepada-

Nya: ‘Jika Engkau sendiri tidak membimbing kami, janganlah 

suruh kami berangkat dari sini. Dari manakah gerangan akan 

diketahui, bahwa aku telah mendapat kasih karunia di hadapan-

Mu, yakni aku dengan umat-Mu ini? Bukankah karena Engkau 

berjalan bersama-sama dengan kami, sehingga kami, aku dengan 

umat-Mu ini, dibedakan dari segala bangsa yang ada di muka 

bumi ini?’ Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: ‘Juga hal yang 

telah kaukatakan ini akan Kulakukan, karena engkau telah 

mendapat kasih karunia di hadapan-Ku dan Aku 

mengenal engkau.’ namun  jawabnya: ‘Perlihatkanlah kiranya 

kemuliaan-Mu kepadaku.’ namun  firman-Nya: ‘Aku akan 

melewatkan segenap kegemilangan-Ku dari depanmu dan 

menyerukan nama TUHAN di depanmu: Aku akan memberi kasih 

karunia kepada siapa yang Kuberi kasih karunia dan mengasihani 

siapa yang Kukasihani.’ Lagi firman-Nya: ‘Engkau tidak tahan 

memandang wajah-Ku, sebab tidak ada orang yang 

memandang Aku dapat hidup.’ Berfirmanlah TUHAN: ‘Ada suatu 

tempat dekat-Ku, di mana engkau dapat berdiri di atas gunung 

batu; apabila kemuliaan-Ku lewat, maka Aku akan menempatkan 

engkau dalam lekuk gunung itu dan Aku akan menudungi engkau 

dengan tangan-Ku, sampai Aku berjalan lewat. Kemudian Aku 

akan menarik tangan-Ku dan engkau akan melihat belakang-Ku, 

namun  wajah-Ku tidak akan kelihatan’” (Keluaran 33:14-23). 

 

“Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: ‘Pahatlah dua loh batu 

sama dengan yang mula-mula, maka Aku akan menulis pada loh 

 

 

54 

itu segala firman yang ada pada loh yang mula-mula, yang telah 

kaupecahkan. Bersiaplah menjelang pagi dan naiklah pada waktu 

pagi ke atas gunung Sinai; berdirilah di sana menghadap Aku di 

puncak gunung itu. namun  janganlah ada seorangpun yang naik 

bersama-sama dengan engkau dan juga seorangpun tidak boleh 

kelihatan di seluruh gunung itu, bahkan kambing domba dan 

lembu sapipun tidak boleh makan rumput di sekitar gunung itu.’ 

Lalu Musa memahat dua loh batu sama dengan yang mula-mula; 

bangunlah ia pagi-pagi dan naiklah ia ke atas gunung Sinai, 

seperti yang diperintahkan TUHAN kepadanya, dan membawa 

kedua loh batu itu di tangannya. Turunlah TUHAN dalam 

awan, lalu berdiri di sana dekat Musa serta menyerukan nama 

TUHAN. Berjalanlah TUHAN lewat dari depannya dan berseru: 

‘TUHAN, TUHAN, Allah penyayang dan pengasih, panjang 

sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya, yang meneguhkan 

kasih setia-Nya kepada beribu-ribu orang, yang mengampuni 

kesalahan, pelanggaran dan dosa; namun  tidaklah sekali-kali 

membebaskan orang yang bersalah dari hukuman, yang 

membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya dan 

cucunya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat’” (Keluaran 

34:1-7).  

 

(6) Narasi selanjutnya mengungkapkan Musa membangun ‘kuil’ 

tempat kediaman Yahwe di tengah-tengah umat-Nya. Yahwe yang 

bersemayam di dalam tenda itu yaitu  Allah yang Maharahim 

(Keluaran 34:6-7). Bangsa Israel dapat bertahan hidup usai krisis 

anak lembu emas semata-mata berkat kesediaan Yahwe 

mengampuni mereka. Narasi pamungkas (Keluaran 40) 

mengungkapkan bahwa Allah yang tinggal bersama umat-Nya 

sekaligus menjalankan kuasa-Nya atas mereka, ternyata juga harus 

menghadapi aneka macam krisis. Akan namun , Allah selalu 

menjadi pemenangnya (Keluaran 35-40). 

 

“Lalu awan itu menutupi Kemah Pertemuan, dan 

kemuliaan TUHAN memenuhi Kemah Suci, sehingga Musa tidak 

dapat memasuki Kemah Pertemuan, sebab awan itu hinggap di 

atas kemah itu, dan kemuliaan TUHAN memenuhi Kemah Suci. 

Apabila awan itu naik dari atas Kemah Suci, berangkatlah orang 

Israel dari setiap tempat mereka berkemah. namun  jika awan itu 

tidak naik, maka merekapun tidak berangkat sampai hari awan itu 

 

 

55 

naik. Sebab awan TUHAN itu ada di atas Kemah Suci pada siang 

hari, dan pada malam hari ada api di dalamnya, di depan mata 

seluruh umat Israel pada setiap tempat mereka berkemah” 

(Keluaran 40:34-38). 

   

Pembaca harus memerhatikan episode narasi Kitab Keluaran 32 secara 

lebih saksama untuk memeroleh kerangka besar seluruh kitab. Episode narasi 

ini mengungkapkan kondisi Bangsa Israel usai terbebas dari perbudakan 

Mesir. Setelah menjadi bangsa bebas, Bangsa Israel menerima Yahwe sebagai 

penguasa tunggal mereka. Akan namun , penerimaan itu rupanya belumlah 

definitif. Sebagian masih berusaha mencari penguasa lain seturut minatnya. 

Upaya ini menjadi ironis karena terjadi di kawasan Gunung Sinai yang 

merupakan tempat dinyatakannya perjanjian antara Yahwe dengan Bangsa 

Israel terkait diri Yahwe sebagai satu-satunya penguasa Bangsa Israel. 

Dengan kata lain, usai mengikat perjanjian tersebut, tindakan yang dilakukan 

Bangsa Israel pertama kalinya justru melanggar atau mengingkari perjanjian 

tersebut. Pola ikat-ingkar ini menjadi skema yang terus-menerus muncul tidak 

hanya pada episode ini. Pola ini bahkan terus muncul dari Kitab-kitab 

Pentateukh setelahnya, bahkan juga dari Kitab-kitab Sejarah.  

Yahwe tentu saja tinggal diam. Yahwe segera menyelesaikan krisis 

ini. Usai mengatasi krisis ini, Yahwe langsung memperbaharui perjanjian-

Nya (Keluaran 34). Setelah pembaharuan perjanjian itu rencana pendirian 

Kemah Suci yang sudah disusun proposalnya pada episode Keluaran 25-31 

baru dapat terlaksana pada episode (Keluaran 35-40). Kitab Keluaran 

menutup dirinya sendiri dengan suatu informasi. Informasi itu menjelaskan 

bahwa ‘kemuliaan Allah’ (kā‘bōd Yahwe) memenuhi Kemah Suci. 

‘Kemuliaan Allah’ itu selanjutnya menaungi seluruh perkemahan Bangsa 

Israel. Ini menjadi pertanda bahwa kekuasaan dan perlindungan Allah 

melingkupi seluruh keberadaan Bangsa Israel. Allah memerintah dengan 

segala kekuaan dan kemulian-Nya.  

Pada gilirannya ‘kemuliaan Allah’ yang bermukim di tengah-tengah 

Bangsa Israel juga memberikan konsekuensi. Konsekuensinya yaitu  bahwa 

Bangsa Israel harus memantaskan diri supaya memiliki martabat sebagai 

bangsa yang diperintah dan dibimbing Yahwe sendiri. Oleh karena itu, 

Bangsa Israel harus memahami dan mematuhi aneka macam aturan yang 

mengarahkan mereka pada kekudusan. Kekudusan itu menjadi syarat mutlak 

bagi mereka untuk dapat hidup bersama Allah secara pantas. Kitab 

berikutnya, yaitu Kitab Imamat membeberkan aneka macam aturan tersebut 

secara rinci.      

 

 

 

56 

 

 

 

   

C. RANGKUMAN 

Konteks narasi Kitab Keluaran yaitu  upaya Yahwe mengembalikan 

Bangsa Israel ke tanah yang dijanjikan-Nya. Konteks atau gagasan utama 

narasi Kitab Keluaran ini sebenarnya telah terindikasi pada bagian akhir Kitab 

Kejadian yang mendahuluinya. Pusat perhatian Kitab Keluaran yaitu  cara 

atau strategi Yahwe mengembalikan Bangsa Israel ke Tanah Terjanji. Cara 

dan strategi itu menjadi tema besar Kitab Keluaran. Cara dan strategi itu 

ditemukan berdasarkan jawaban atas pertanyaan terkait siapa penguasa 

Bangsa Israel. Ada dua jawaban yang mengemuka. Pertama, Firaun. Kedua, 

Yahwe. Konsekuensi selanjutnya dari jawaban tersebut yaitu  kepada siapa 

Bangsa Israel harus mengabdi atau beribadat. Konsekuensi itu terwujud 

dengan ikatan perjanjian antara Yahwe dan Bangsa Israel. Akan namun , 

Bangsa Israel justru melanggar atau mengingkari perjanjian tersebut. Pola 

ikat-ingkar ini menjadi skema yang terus-menerus muncul tidak hanya pada 

Kitab Keluaran ini. Pola ini bahkan terus muncul dari Kitab-kitab Pentateukh 

setelahnya, bahkan juga dari Kitab-kitab Sejarah. 

 


KITAB IMAMAT 

  

Tradisi Yahudi menempatkan Kitab Imamat sebagai pusat kehidupan 

mereka. Alasannya, Kitab Imamat memuat 247 perintah dari 613 yang 

tersebar di sejumlah Kitab Suci Perjanjian Lama. Perintah-perintah itu 

mengatur kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan Bangsa Israel untuk 

terus-menerus mengikat perjanjiannya dengan Yahwe. Informasi ini sekaligus 

mengungkapkan bahwa kitab ini penting bagi Bangsa Israel atau Bangsa 

Yahudi. Akan namun , sekaligus informasi itu menegaskan bahwa kitab ini 

kurang relevan bagi umat Kristiani. Walaupun tidak terlalu relevan, 

pemahaman atas kitab ini akan sangat membantu pembaca untuk mengerti 

sejumlah teks yang terdapat pada Kitab Suci Perjanjian Baru. Misalnya, 

gagasan tentang Imamat Kristus yang dijelaskan Surat kepada Orang Ibrani. 

 

 

58 

Gagasan tersebut mendapat basis tradisinya dari gagasan imamat dan Hari 

Perdamaian (yom hakkipurim) yang termuat dalam Kitab Imamat.   

 

B. 

Dalam Bahasa Indonesia kitab ini mendapat judul ‘Kitab Imamat’. 

Judul ini sejalan dengan judul yang diberikan ‘Tradisi Rabbinik’ atau tradisi 

para ahli kitab Ibrani. ‘Tradisi Mishnah menyebut kitab yang berada urutan 

ketiga Kitab Pentateukh ini sebagai ‘tōrāt kōhānīm’. Artinya, ‘buku pegangan  

untuk para imam’ atau manual bagi para imam (semacam ‘vademecum’). 

Judul ini sekaligus menunjukkan fungsi Kitab Imamat sebagai pedoman 

praktis bagi Bangsa Yahudi, terutama para imamnya dalam melaksanakan 

praktik ibadat mereka serta praktik kesalehan lainnya dalam kehidupan sehari-

hari. 

Konteks Kitab Imamat yaitu  kondisi Bangsa Israel yang baru saja 

lepas dari Tanah Mesir. Posisi mereka kini ada di kaki Gunung Sinai. Artinya, 

mereka masih berada di padang gurun. Mereka masih sangat jauh dari Tanah 

Terjanji yang merupakan tujuan akhir. Satu-satunya pegangan Bangsa Israel 

saat itu yaitu  kenyataan bahwa Yahwe membebaskan mereka dari 

perbudakan di Tanah Mesir. Dengan demikian, sejak saat itu Bangsa Israel 

yaitu  sekelompok masyarakat yang bebas merdeka. Mereka bukan lagi 

budak belian. Akan namun , walaupun bebas mereka tidak memiliki wilayah 

atau territorial yang dimiliki. 

Kitab Imamat memaknai gagasan keluar atau terbebasnya Bangsa 

Israel dari perbudakan Mesir secara baru. Menurut Kitab Imamat, kondisi 

tersebut bermakna Yahwe memisahkan Bangsa Israel dari bangsa-bangsa lain, 

terutama dari Bangsa Mesir. Dengan memisahkannya dari bangsa lain yang 

dianggap bukan bangsa pilihan atau bangsa yang tidak suci, Yahwe 

menguduskan Bangsa Israel. Episode akhir Kitab Keluaran (Keluaran 35-40) 

yang memuat perintah pendirian ‘Kemah Suci’ menegaskan upaya Yahwe 

menguduskan atau menyucikan Bangsa Israel. Kehadiran Yahwe di tengah-

tengah Bangsa Israel menuntut Bangsa Israel untuk ikut menyucikan dirinya. 

Gagasan ini menjadi tema utama Kitab Imamat. Tema itu yaitu  

ketergantungan Bangsa Israel kepada Yahwe. Oleh karena menggantungkan 

diri kepada Yahwe yang kudus, Bangsa Israel harus juga menjadi kudus. 

Gagasan dasar ini memunculkan sejumlah konsekuensi berikut ini. 

 

(1) Peristiwa pembebasan dari perbudakan bukanlah karya 

manusiawi. Peristiwa itu juga bukanlah jasa segelintir orang, 

termasuk Musa. Peristiwa itu terjadi karena Yahwe 

menghendakinya. Oleh karena itu, Bangsa Israel dapat menjadi 

 

 

59 

bangsa yang sesungguhnya hanya berkat jasa Yahwe. 

Konsekuensinya, Bangsa Israel yaitu  milik Yahwe. 

 

“Karena pada-Kulah orang Israel menjadi hamba; mereka itu 

yaitu  hamba-hamba-Ku yang Kubawa keluar dari tanah Mesir; 

Akulah TUHAN, Allahmu” (Imamat 25:25). 

 

(2) Peristiwa pembebasan ini juga memberi pengaruh bagi relasi di 

antara anggota Bangsa Israel. Pembebasan yang dimiliki Bangsa 

Israel bersifat kudus karena datangnya dari Yahwe. Oleh karena 

itu, kebebasan mereka pun menjadi milik Yahwe. Bangsa Israel 

tidak dapat diperlakukan seperti budak lagi. 

 

“Karena mereka itu hamba-hamba-Ku yang Kubawa keluar dari 

tanah Mesir, janganlah mereka itu dijual, secara orang menjual 

budak” (Imamat 25:42). 

 

(3) Oleh karena Bangsa Israel yaitu  bangsa yang kudus, seluruh sisi 

kehidupan mereka harus menunjukkan kualitas kekudusan 

tersebut.  

 

“Berbicaralah kepada segenap jemaah Israel dan katakan kepada 

mereka: Kuduslah kamu, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, kudus” 

(Imamat 19:2). 

 

“Dengan demikian kamu harus berpegang pada perintah-Ku dan 

melakukannya; Akulah TUHAN. Janganlah melanggar kekudusan 

nama-Ku yang kudus, supaya Aku dikuduskan di tengah-tengah 

orang Israel, sebab Akulah TUHAN, yang menguduskan kamu, 

yang membawa kamu keluar dari tanah Mesir, supaya Aku 

menjadi Allahmu; Akulah TUHAN” (Imamat 22:31-33). 

 

Berbasiskan gagasan ini Kitab Imamat sangat menekankan 

pentingnya ibadat dan ketaatan kepada hukum atau aturan-aturan 

ritual keagamaan. Misalnya, pembedaan yang tahir dari yang najis. 

 

“Sebab Akulah TUHAN, Allahmu, maka haruslah kamu 

menguduskan dirimu dan haruslah kamu kudus, sebab Aku ini 

kudus, dan janganlah kamu menajiskan dirimu dengan setiap 

binatang yang mengeriap dan merayap di atas bumi. Sebab 

 

 

60 

Akulah TUHAN yang telah menuntun kamu keluar dari tanah 

Mesir, supaya menjadi Allahmu; jadilah kudus, sebab Aku ini 

kudus. Itulah hukum tentang binatang berkaki empat, burung-

burung dan segala makhluk hidup yang bergerak di dalam air dan 

segala makhluk yang mengeriap di atas bumi, yakni untuk 

membedakan antara yang najis dengan yang tahir, antara 

binatang yang boleh dimakan dengan binatang yang tidak boleh 

dimakan” (Imamat 11:44-47). 

 

(4) Yahwe telah menguduskan Bangsa Israel dengan membebaskan 

mereka dari perbudakan Mesir. Peristiwa ini menuntut Bangsa 

Israel untuk juga membebaskan atau memisahkan diri mereka dari 

semua yang najis. Tujuannya, mereka tetap menjadi umat Yahwe 

yang kudus dan tahir. 

 

“TUHAN berfirman kepada Musa: ‘Berbicaralah kepada orang 

Israel dan katakan kepada mereka: Akulah TUHAN, Allahmu. 

Janganlah kamu berbuat seperti yang diperbuat orang di tanah 

Mesir, di mana kamu diam dahulu; juga janganlah kamu berbuat 

seperti yang diperbuat orang di tanah Kanaan, ke mana Aku 

membawa kamu; janganlah kamu hidup menurut kebiasaan 

mereka. Kamu harus lakukan peraturan-Ku dan harus berpegang 

pada ketetapan-Ku dengan hidup menurut semuanya itu; Akulah 

TUHAN, Allahmu” (Imamat 18:1-4).  

 

“namun  kepadamu Aku telah berfirman: Kamulah yang akan 

menduduki tanah mereka dan Akulah yang akan memberikannya 

kepadamu menjadi milikmu, suatu negeri yang berlimpah-limpah 

susu dan madunya; Akulah TUHAN, Allahmu, yang memisahkan 

kamu dari bangsa-bangsa lain. Kamu harus membedakan 

binatang yang tidak haram dari yang haram, dan burung-

burung yang haram dari yang tidak haram, supaya kamu jangan 

membuat dirimu jijik oleh binatang berkaki empat dan burung-

burung dan oleh segala yang merayap di muka bumi, yang telah 

Kupisahkan supaya kamu haramkan” (Imamat 20:24-25).  

 

(5) Yahwe telah memberikan kepada Bangsa Israel Tanah Terjanji. 

Akan namun , pemberian itu semata-mata berkat kemurahan hati 

Yahwe. Oleh karena itu, tanah itu menjadi milik Yahwe. 

Konsekuensinya, tidak ada hukum atau aturan tentang pemilikan 

 

 

61 

tanah. Bahkan Bangsa Israel tidak boleh memanfaatkan tanah itu 

seturut keinginan mereka sendiri. Mereka tidak boleh berjual-beli 

tanah. 

 

“Tanah jangan dijual mutlak, karena Akulah pemilik tanah itu, 

sedang kamu yaitu  orang asing dan pendatang bagi-Ku. Di 

seluruh tanah milikmu haruslah kamu memberi hak menebus 

tanah. Apabila saudaramu jatuh miskin, sehingga harus menjual 

sebagian dari miliknya, maka seorang kaumnya yang berhak 

menebus, yakni kaumnya yang terdekat harus datang dan menebus 

yang telah dijual saudaranya itu. Apabila seseorang tidak 

mempunyai penebus, namun  kemudian ia mampu, sehingga 

didapatnya yang perlu untuk menebus miliknya itu, maka ia harus 

memasukkan tahun-tahun sesudah penjualannya itu dalam 

perhitungan, dan kelebihannya haruslah dikembalikannya kepada 

orang yang membeli dari padanya, supaya ia boleh pulang ke 

tanah miliknya. namun  jikalau ia tidak mampu untuk 

mengembalikannya kepadanya, maka yang telah dijualnya itu 

tetap di tangan orang yang membelinya sampai kepada tahun 

Yobel; dalam tahun Yobel tanah itu akan bebas, dan orang itu 

boleh pulang ke tanah miliknya” (Imamat 25:23-28). 

   

(6) Peristiwa pemisahan Bangsa Israel dari bangsa-bangsa lain 

menuntut Bangsa Israel tidak hidup seperti pola hidup bangsa-

bangsa lain itu. Pengudusan itu berlaku di semua lini kehidupan 

Bangsa Israel, termasuk aspek seksualitas.    

 

“Yakni untuk membedakan antara yang najis dengan yang tahir, 

antara binatang yang boleh dimakan dengan binatang yang tidak 

boleh dimakan” (Imamat 11:47). 

 

“Janganlah kamu berbuat seperti yang diperbuat orang di tanah 

Mesir, di mana kamu diam dahulu; juga janganlah kamu berbuat 

seperti yang diperbuat orang di tanah Kanaan, ke mana Aku 

membawa kamu; janganlah kamu hidup menurut kebiasaan 

mereka. Kamu harus lakukan peraturan-Ku dan harus berpegang 

pada ketetapan-Ku dengan hidup menurut semuanya itu; Akulah 

TUHAN, Allahmu. Sesungguhnya kamu harus berpegang pada 

ketetapan-Ku dan peraturan-Ku. Orang yang melakukannya, akan 

hidup karenanya; Akulah TUHAN” (Imamat 18:3-5). 

 

 

62 

 

“Janganlah melanggar kekudusan nama-Ku yang kudus, supaya 

Aku dikuduskan di tengah-tengah orang Israel, sebab Akulah 

TUHAN, yang menguduskan kamu, yang membawa kamu keluar 

dari tanah Mesir, supaya Aku menjadi Allahmu; Akulah TUHAN” 

(Imamat 22:32-33). 

 

Dengan memerhatikan tema-tema tersebut, Kitab Imamat dapat 

menemukan strukturnya sebagai berikut. 

 

(1) Aturan terkait persembahan: (a) Aturan bagi kaum awam [Imamat 

1:1-6:7], (b) Aturan bagi para imam [Imamat 6:8-7:38] (Imamat 1-

7). 

(2) Institusi imamat: (a) Pentahbisan Harun dan anak-anaknya 

[Imamat 8], (b) Para imam menerima jabatannya [Imamat 9], (c) 

Hukuman untuk Nadab dan Abihu [Imamat 10] (Imamat 8-10). 

(3) Kenajisan dan Pentahirannya: (a) Aturan terkait binatang yang 

haram dan yang tidak haram [Imamat 11], (b) Bermacam-macam 

pentahiran [Imamat 12-15], (c) Hari Perdamaian [Imamat 16] 

(Imamat 11-16). 

(4) Hukum Kekudusan (Imamat 17-26). 

(5) Apendiks yang memuat aturan terkait persembahan untuk Bait 

Allah (Imamat 27).   

 

Gagasan dasar Kitab Imamat tentang pengudusan Bangsa Israel 

tidak lepas dari kelemahan yang membuatnya tidak imun terhadap kritik. 

Dalam Kitab Suci Perjanjian Lama dua kitab melancarkan kritik terhadap 

gagasan ini, yaitu Kitab Rut dan Kitab Yunus. Sedangkan Kitab Suci 

Perjanjian Baru mengarahkan anak panah kritik secara lebih keras dalam 

wujud kecaman-kecaman yang dilontarkan Yesus. Akan namun , dari sudut 

pandang kondisinya saat itu, Bangsa Israel tidak akan mungkin dapat 

bertahan hidup dan berkembang jika tidak memegang erat dan 

melaksanakan gagasan kekudusan itu secara ekstrem. Tanpa gagasan itu 

mereka akan menjadi lemah. Lebih dari itu, mereka tidak akan sampai ke 

tujuan mereka, yaitu Tanah Terjanji. Oleh karena itu, gagasan kekudusan 

tetap menjadi yang terbaik pada konteksnya saat itu. 

 

C. RANGKUMAN 

Kitab Imamat memuat 247 perintah dari 613 yang tersebar di sejumlah 

Kitab Suci Perjanjian Lama. Perintah-perintah itu mengatur kewajiban-

 

 

63 

kewajiban yang harus dilaksanakan Bangsa Israel untuk terus-menerus 

mengikat perjanjiannya dengan Yahwe. Informasi ini sekaligus 

mengungkapkan bahwa kitab ini penting bagi Bangsa Israel atau Bangsa 

Yahudi. Akan namun , sekaligus informasi itu menegaskan bahwa kitab ini 

kurang relevan bagi umat Kristiani. Walaupun tidak terlalu relevan, 

pemahaman atas kitab ini akan sangat membantu pembaca untuk mengerti 

sejumlah teks yang terdapat pada Kitab Suci Perjanjian Baru. Dalam Kitab 

Suci Perjanjian Lama dua kitab melancarkan kritik terhadap gagasan ini, yaitu 

Kitab Rut dan Kitab Yunus. Sedangkan Kitab Suci Perjanjian Baru 

mengarahkan anak panah kritik secara lebih keras dalam wujud kecaman-

kecaman yang dilontarkan Yesus. Akan namun , dari sudut pandang kondisinya 

saat itu, Bangsa Israel tidak akan mungkin dapat bertahan hidup dan 

berkembang jika tidak memegang erat dan melaksanakan gagasan kekudusan 

itu secara ekstrem. Tanpa gagasan itu mereka akan menjadi lemah. 


KITAB BILANGAN 

  

Kitab Bilangan relatif lebih relevan dan popular dibandingkan Kitab 

Imamat. Sekurang-kurangnya ada empat episode narasi di dalamnya yang 

akrab dengan kehidupan pembaca di zaman ini. Keempat episode narasi itu 

yaitu  narasi ‘Keledai Bileam’, narasi ‘Ular Tembaga’, narasi ‘Manna di 

Padang Gurun’, dan narasi ‘Mata-mata di Hebron’. Sejumlah teks Kitab Suci 

Perjanjian Baru juga menggunakan kutipan dari kitab ini. Paulus pada 

suratnya yang pertama kepada jemaat Korintus menegaskan bahwa baptisan 

melalui Musa di Laut Teberau dan makanan rohani di padang gurun 

merupakan identitas iman hakiki dari ‘bapa kita’. 

 

“Aku mau, supaya kamu mengetahui, saudara-saudara, bahwa nenek 

moyang kita semua berada di bawah perlindungan awan dan bahwa 

mereka semua telah melintasi laut.Untuk menjadi pengikut Musa 

 

 

65 

mereka semua telah dibaptis dalam awan dan dalam laut. Mereka 

semua makan makanan rohani yang sama dan mereka semua minum 

minuman rohani yang sama, sebab mereka minum dari batu 

karang rohani yang mengikuti mereka, dan batu karang itu ialah 

Kristus. namun  sungguhpun demikian Allah tidak berkenan kepada 

bagian yang terbesar dari mereka, karena mereka ditewaskan di 

padang gurun. Semuanya ini telah terjadi sebagai contoh bagi kita 

untuk memperingatkan kita, supaya jangan kita menginginkan hal-

hal yang jahat seperti yang telah mereka perbuat, dan supaya jangan 

kita menjadi penyembah-penyembah berhala, sama seperti beberapa 

orang dari mereka, seperti ada tertulis: ‘Maka duduklah bangsa itu 

untuk makan dan minum; kemudian bangunlah mereka dan 

bersukaria.’ Janganlah kita melakukan percabulan, seperti yang 

dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, sehingga pada satu hari 

telah tewas dua puluh tiga ribu orang. Dan janganlah kita mencobai 

Tuhan, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, 

sehingga mereka mati dipagut ular. Dan janganlah bersungut-

sungut, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, 

sehingga mereka dibinasakan oleh malaikat maut” (1Korintus 10:1-

10).  

 

“Pada suatu kali, saat  tidak ada air bagi umat itu, berkumpullah 

mereka mengerumuni Musa dan Harun, dan bertengkarlah bangsa 

itu dengan Musa, katanya: ‘Sekiranya kami mati binasa pada waktu 

saudara-saudara kami mati binasa di hadapan TUHAN! Mengapa 

kamu membawa jemaah TUHAN ke padang gurun ini, supaya kami 

dan ternak kami mati di situ? Mengapa kamu memimpin kami keluar 

dari Mesir, untuk membawa kami ke tempat celaka ini, yang bukan 

tempat menabur, tanpa pohon ara, anggur dan delima, bahkan air 

minumpun tidak ada?’ Maka pergilah Musa dan Harun dari umat itu 

ke pintu Kemah Pertemuan, lalu sujud. Kemudian tampaklah 

kemuliaan TUHAN kepada mereka. TUHAN berfirman kepada 

Musa: ‘Ambillah tongkatmu itu dan engkau dan Harun, kakakmu, 

harus menyuruh umat itu berkumpul; katakanlah di depan mata 

mereka kepada bukit batu itu supaya diberi airnya; demikianlah 

engkau mengeluarkan air dari bukit batu itu bagi mereka dan 

memberi minum umat itu serta ternaknya.’ Lalu Musa mengambil 

tongkat itu dari hadapan TUHAN, seperti yang diperintahkan-Nya 

kepadanya. saat  Musa dan Harun telah mengumpulkan jemaah itu 

di depan bukit batu itu, berkatalah ia kepada mereka: ‘Dengarlah 

 

 

66 

kepadaku, hai orang-orang durhaka, apakah kami harus 

mengeluarkan air bagimu dari bukit batu ini?’ Sesudah itu Musa 

mengangkat tangannya, lalu memukul bukit batu itu dengan 

tongkatnya dua kali, maka keluarlah banyak air, sehingga umat itu 

dan ternak mereka dapat minum. namun  TUHAN berfirman kepada 

Musa dan Harun: ‘Karena kamu tidak percaya kepada-Ku dan tidak 

menghormati kekudusan-Ku di depan mata orang Israel, itulah 

sebabnya kamu tidak akan membawa jemaah ini masuk ke 

negeri yang akan Kuberikan kepada mereka.’ Itulah mata air 

Meriba, tempat orang Israel bertengkar dengan TUHAN dan Ia 

menunjukkan kekudusan-Nya di antara mereka” (Bilangan 20:2-13). 

 

Selain itu, Injil menurut Yohanes bagian awal menjadi teks Kitab Suci 

Perjanjian Baru yang paling tegas memakai kutipan dari Kitab Bilangan. 

 

“Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian 

juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang 

percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal” (Yohanes 3:14-15).  

 

B. 

Kitab Suci berbahasa Indonesia memberi judul kitab ini ‘Kitab 

Bilangan’. Judul ini berbeda Kitab Suci berbahasa Ibrani yang memberinya 

judul ‘bemidbār’. Artinya, ‘di padang gurun’. Ungkapan ini berasal dari kata 

kelima ayat pertama Kitab Bilangan. 

 

“TUHAN berfirman kepada Musa di padang gurun Sinai, dalam 

Kemah Pertemuan, pada tanggal satu bulan yang kedua dalam tahun 

yang kedua sesudah mereka keluar dari tanah Mesir” (Bilangan 1:1). 

 

Judul versi Bahasa Ibrani ini memberi gambaran muatan kitab. Akan 

namun , pembaca juga perlu memerhatikan bahwa posisi di padang gurun ini 

sebenarnya bukan khas Kitab Bilangan. Posisi di padang gurun juga sudah 

sudah dimulai dari Kitab Keluaran dan berakhir di Kitab Yosua. 

 

“namun  Allah menuntun bangsa itu berputar melalui jalan di padang 

gurun menuju ke Laut Teberau. Dengan siap sedia 

berperang berjalanlah orang Israel dari tanah Mesir” (Keluaran 

13:18). 

 

 

 

67 

“Setelah seluruh bangsa itu selesai menyeberangi sungai Yordan, 

berfirmanlah TUHAN kepada Yosua” (Yosua 4:1). 

  

Judul dalam versi Bahasa Indonesia berasal dari versi Bahasa Yunani 

dan versi Bahasa Latin, yaitu ‘Aritmoi’ dan ‘Numeri’. Judul ini mengacu pada 

episode sensus atau perhitungan penduduk yang terdapat di bagian awal dan 

akhir kitab ini (Bilangan 1-4.26). Selain itu, judul ini juga mengacu kepada 

judul yang diberikan Tradisi Rabbinik, yaitu ‘ḥomeš happeqūdīm’. Artinya, 

‘yang kelima dari sensus’. 

Para ahli Kitab Suci masih terus mendiskusikan struktur Kitab 

Bilangan. Sejumlah ahli Kitab Suci memanfaatkan informasi geografis 

sebagai indikatornya. Misalnya, Sinai (Bilangan 1:1-10:10), Paran (Bilangan 

10:12-12:16), Edom (Bilangan 20:23-21:4), Negeb (Bilangan 21:1), Moab 

(Bilangan 21:11.13.20; 22:1), dan daerah orang Amori (Bilangan 

21:13.21.31). 

 

“TUHAN berfirman kepada Musa di padang gurun Sinai, dalam 

Kemah Pertemuan, pada tanggal satu bulan yang kedua dalam tahun 

yang kedua sesudah mereka keluar dari tanah Mesir” (Bilangan 1:1). 

 

“Pada tahun yang kedua, pada bulan yang kedua, pada tanggal dua 

puluh bulan itu, naiklah awan itu dari atas Kemah Suci, tempat 

hukum Allah. Lalu berangkatlah orang Israel dari padang gurun Sinai 

menurut aturan keberangkatan mereka, kemudian diamlah awan itu 

di padang gurun Paran” (Bilangan 10:11-12). 

 

“Setelah mereka berangkat dari Kadesh, sampailah segenap umat 

Israel ke gunung Hor. Lalu berkatalah TUHAN kepada Musa dan 

Harun dekat gunung Hor, di perbatasan tanah Edom” (Bilangan 

20:22-23). 

 

“Raja negeri Arad, orang Kanaan yang tinggal di Tanah Negeb, 

mendengar, bahwa Israel datang dari jalan Atarim, lalu ia berperang 

melawan Israel, dan diangkutnya beberapa orang tawanan dari pada 

mereka” (Bilangan 21:1). 

 

“Berangkatlah mereka dari Obot, lalu berkemah dekat reruntuhan di 

Abarim, di padang gurun yang di sebelah timur Moab. Dari situ 

berangkatlah mereka, lalu berkemah di seberang sungai Arnon yang 

di padang gurun dan yang keluar dari daerah orang Amori, sebab 

 

 

68 

sungai Arnon ialah batas Moab, di antara orang Moab dan orang 

Amori. dari Bamot ke lembah yang di daerah Moab, dekat puncak 

gunung Pisga yang menghadap Padang Belantara” (Bilangan 

21:11.13.20). 

 

“Kemudian berangkatlah orang Israel, dan berkemah di dataran 

Moab, di daerah seberang sungai Yordan dekat Yerikho” (Bilangan 

22:1). 

 

”Demikianlah orang Israel diam di negeri orang Amori” (Bilangan 

21:31). 

 

Sejumlah ahli Kitab Suci yang lain memanfaatkan informasi 

kronologis sebagai indikator struktur kitab ini.    

 

“TUHAN berfirman kepada Musa di padang gurun Sinai, dalam 

Kemah Pertemuan, pada tanggal satu bulan yang kedua dalam tahun 

yang kedua sesudah mereka keluar dari tanah Mesir” (Bilangan 1:1). 

 

“Pada waktu Musa selesai mendirikan Kemah Suci, diurapinya dan 

dikuduskannyalah itu dengan segala perabotannya, juga mezbah 

dengan segala perkakasnya; dan setelah diurapi dan dikuduskannya 

semuanya itu” (Bilangan 7:1). 

 

“Pada tahun yang kedua, pada bulan yang kedua, pada tanggal dua 

puluh bulan itu, naiklah awan itu dari atas Kemah Suci, tempat 

hukum Allah” (Bilangan 10:11). 

 

“saat  itu imam Harun naik ke gunung Hor sesuai dengan titah 

TUHAN, dan di situ ia mati pada tahun keempat puluh sesudah orang 

Israel keluar dari tanah Mesir, pada bulan yang kelima, pada tanggal 

satu bulan itu” (Bilangan 33:38). 

 

Beberapa ahli Kitab Suci tidak menggunakan kedua informasi itu. 

Mereka membagi Kitab Bilangan menjadi tiga bagian besar. Pertama, Bangsa 

Israel di Gurun Sinai. Kedua, Bangsa Israel dalam perjalanan dari Sinai 

menuju ke dataran Moab. Ketiga, Bangsa Israel di dataran Moab. Satu dari 

sekian ahli Kitab Suci memiliki gagasan berbeda terkait struktur kitab ini 

yaitu  D.T. Olson (1985). Ia membagi Kitab Bilangan menjadi dua bagian 

besar, yaitu Kitab Bilangan 1-25 dan Kitab Bilangan 26-36.  

 

 

69 

Yang juga membagi Kitab Bilangan menjadi dua bagian besar yaitu  

R.P. Knierim (1990:155-163). Ia membagi Kitab Bilangan menjadi dua 

bagian. Pertama, Kitab Bilangan 1-10. Kedua, Kitab Bilangan 11-36. Bagian 

pertama memuat persiapan suatu aksi militer. Dalam konteks ini sensus yang 

digelar memiliki indikasi atau orientasi militeristik.  

 

“Hitunglah jumlah segenap umat Israel menurut kaum-kaum yang 

ada dalam setiap suku mereka, dan catatlah nama semua laki-laki di 

Israel yang berumur dua puluh tahun ke atas dan yang sanggup 

berperang, orang demi orang. Engkau ini beserta Harun harus 

mencatat mereka menurut pasukannya masing-masing” (Bilangan 

1:2-3). 

 

Dalam konteks militeristik ini penghitungan jumlah laki-laki Bangsa 

Israel yang berusia lebih dari duapuluh tahun dan kemampuannya berperang 

menjadi masuk akal. Pengaturan posisi kemah-kemah di sekitar Kemah 

Pertemuan juga berkarakteristik militer. Di samping berorientasi militer, 

pengaturan ini juga menyisipkan karakteristik kultis dan liturgis karena 

Yahwe sebagai pemimpin militer Bangsa Israel bersemayam di tengah-tengah 

perkemahan itu. 

Bagian kedua memberikan gambaran terkait terlaksananya persiapan 

militer tersebut. Pada bagian ini Bangsa Israel mulai bersiap mengarungi 

padang gurun. Upaya memasuki padang gurun ini yaitu  langkah awal untuk 

menaklukkan kembali Tanah Terjanji. Pelaksanaan aksi militer itu sampai 

pada ujungnya, yaitu bermukimnya Bangsa Israel di dataran Moab. Dataran 

Moab yaitu  kawasan paling dekat dengan Tanah Terjanji. Posisinya di 

seberang Sungai Yordan. Tepat di seberangnya terletak Tanah Terjanji yang 

menjadi tujuan akhir aksi militer tersebut. Keberadaan Bangsa Israel di 

dataran Moab menjadi tahap paling akhir untuk penaklukan Tanah Terjanji. 

Oleh karena memuat bagian yang lebih panjang dari bagian pertama, 

bagian kedua ini dapat dibagi lagi menjadi dua bagian. Pertama, Bangsa Israel 

melakukan pergerakan maju di padang gurun (Bilangan 11:11-21:20). Kedua, 

awal proses menaklukkan Tanah Terjanji (Bilangan 21:21-36:13). Pembaca 

yang teliti akan menemukan bahwa sebenarnya proses menaklukkan Tanah 

Terjanji itu sudah terjadi sejak Bangsa Israel memeroleh sejumlah 

kemenangan pertama. 

 

“Raja negeri Arad, orang Kanaan yang tinggal di Tanah Negeb, 

mendengar, bahwa Israel datang dari jalan Atarim, lalu ia berperang 

melawan Israel, dan diangkutnya beberapa orang tawanan dari pada 

 

 

70 

mereka. Maka bernazarlah orang Israel kepada TUHAN, katanya: 

‘Jika Engkau serahkan bangsa ini sama sekali ke dalam tangan kami, 

kami akan menumpas kota-kota mereka sampai binasa.’ TUHAN 

mendengarkan permintaan orang Israel, lalu menyerahkan orang 

Kanaan itu; kemudian orang-orang itu dan kota-kotanya ditumpas 

sampai binasa. Itulah sebabnya tempat itu dinamai Horma” (Bilangan 

21:1-3). 

 

“namun  orang Israel mengalahkan dia dengan mata pedang dan 

menduduki negerinya dari sungai Arnon sampai ke sungai 

Yabok, sampai kepada bani Amon, sebab batas daerah bani Amon itu 

kuat. Dan orang Israel merebut segala kota itu, lalu 

menetaplah mereka di segala kota orang Amori, di Hesybon dan 

segala anak kotanya” (Bilangan 21:24-25). 

 

    Pembagian Kitab Bilangan menurut skema Knierim dapat 

mengikuti susunan berikut ini. 

 

(1) Persiapan aksi militer (Bilangan 1:1-10:10) 

(2) Pelaksanaan aksi militer (Bilangan 10:11-36:13) 

(a) Pergerakan maju di padang gurun (Bilangan 10:11-21:20) 

(b) Awal proses menaklukkan Tanah Terjanji (Bilangan 21:21-

36:13) 

 

Skema Knierim menjadi masuk akal berkat sejumlah argumentasi 

berikut ini. 

 

(1) Adanya inklusi atau bingkai yang membatasi Kitab Bilangan dari 

sebelum dan sesudahnya.  

 

“TUHAN berfirman kepada Musa di padang gurun Sinai, dalam 

Kemah Pertemuan, pada tanggal satu bulan yang kedua dalam 

tahun yang kedua sesudah mereka keluar dari tanah Mesir” 

(Bilangan 1:1). 

 

“Itulah perintah dan peraturan yang diperintahkan TUHAN 

kepada orang Israel dengan perantaraan Musa di dataran Moab 

di tepi sungai Yordan dekat Yerikho” (Bilangan 36:13).  

 

 

 

71 

Bingkai itu terbangun dari teks awal dan teks akhir Kitab Bilangan. 

Di dalam bingkai itu wilayah narasi bergerak dari Gurun Sinai 

menuju ke dataran Moab. Pergerakan itu berkarakter militeristik. 

Yahwe sebagai Panglima Perang berada di tengah-tengah Bangsa 

Israel.  

 

“Lalu awan itu menutupi Kemah Pertemuan, dan 

kemuliaan TUHAN memenuhi Kemah Suci, sehingga Musa tidak 

dapat memasuki Kemah Pertemuan, sebab awan itu hinggap di 

atas kemah itu, dan kemuliaan  TUHAN memenuhi Kemah 

Suci. Apabila awan itu naik dari atas Kemah Suci, 

berangkatlah orang Israel dari setiap tempat mereka berkemah. 

namun  jika awan itu tidak naik, maka merekapun tidak berangkat 

sampai hari awan itu naik. Sebab awan TUHAN itu ada di atas 

Kemah Suci pada siang hari, dan pada malam hari ada api di 

dalamnya, di depan mata seluruh umat Israel pada setiap tempat 

mereka berkemah” (Keluaran 40:34-38). 

 

Dalam konteks ini aturan-aturan yang mirip dengan yang ada di 

Kitab Imamat berfungsi mengatur dinamika kehidupan Bangsa 

Israel dalam aksi militer tersebut supaya selaras dengan Yahwe 

yang menjadi Pimpinannya. 

 

(2) Indikator waktu menjadi tanda penting untuk menjelaskan saat-

saat krusial pada Kitab Bilangan.  

 

“TUHAN berfirman kepada Musa di padang gurun Sinai, dalam 

Kemah Pertemuan, pada tanggal satu bulan yang kedua dalam 

tahun yang kedua sesudah mereka keluar dari tanah Mesir” 

(Bilangan 1:1). 

 

“Pada tahun yang kedua, pada bulan yang kedua, pada tanggal 

dua puluh bulan itu, naiklah awan itu dari atas Kemah Suci, 

tempat hukum Allah” (Bilangan 10:11).