pewahyuan al-qur'an 3
lahirannya, beberapa mukjizat dan ajarannya,
hubungannya dengan warga , dan apa yang terjadi padanya
di akhir hidupnya. Cerita ini biasanya fokus pada masalah-
masalah tertentu yang memberikan pelajaran yang luas, dan
tidak mencakup sejarah yang spesifik tentang nama, tempat atau
waktu.
Al-Qur'an menyebutkan 25 nama-nama Nabi. Namun,
tradisi Muslim menyatakan bahwa jumlah Nabi sejak awal umat
manusia mungkin lebih dari seratus ribu. Ini adalah pandangan
yang didukung oleh al-Qur'an sendiri yang menyatakan: “dan
bagi tiap-tiap kaum ada orang yang memberi petunjuk”.13 Di
antara para Nabi yang disebutkan dalam al-Qur'an ada
beberapa figur yang sudah dikenal dalam Injil, seperti Adam, Nuh,
Ibrahim, Yakub, Yusuf, Musa, Daud, Shalih dan Yusuf. Menurut
al-Qur'an, mereka semua mengajarkan pesan dasar yang sama
tentang keyakinan akan Satu Tuhan, Pencipta dan Pemeliharaan
alam semesta, dan manusia harus mengakui keesaan Allah dan
mengikuti petunjuk etis dan kehidupan moral.
Nama-nama Nabi yang disebutkan
dalam al-Qur'an
Adam Harun (Aaron)
Idris (Henokh) Da’ud (David)
Nuh (Noah) Sulaiman (Salomon)
Hud Dhu’l-Kifli (mungkin Yehezkiel)
Shalih(Salmon) Al-Yasa ‘(Elisa)
Luth (Lot) Ayyub (Ayub)
Ibrahim (Abraham) Yunus (Yunus)
Ismail (Ismail) Zakariyya (Zakharia)
Ishaq (Isaac) Yahya (Yohanes)
Ya’qub (Jacob) Ilyas (Elijah)
Yusuf (Joseph) Isa (Yesus)
Shu’ayb (mungkin Yitro) Muhammad
Tujuan utama dari kisah ini tampaknya tidak hanya untuk
menceritakan sebuah kisah semata, melainkan untuk menghu-
bungkan misi perjuangan Nabi Muhammad dengan perjuangan
para Nabi sebelumnya. saat Muhammad sedang mengalami
kesulitan dalam tugasnya, kisah-kisah ini akan mengingatkan
dia bahwa para Nabi sebelumnya harus menghadapi tantangan
yang persis sama. Dengan demikian, Muhammad didorong
untuk bertahan, bersabar dan memiliki iman bahwa Allah akan
97
memberikan bantuan dan dukungan yang ia butuhkan dalam
memperjuangkan misinya, seperti yang telah dilakukan para Nabi
sebelumnya. Kisah-kisah ini juga memberikan jaminan,
bahwa mereka yang melakukan perbuatan baik dan setia kepada
Allah akhirnya akan berhasil.
Teladan Maryam, Ibunda Isa
Salah satu tokoh paling penting yang berhubungan dengan
Nabi adalah Maryam, ibunda Isa. Meskipun dia bukan seorang
Nabi, al-Qur'an banyak mengatakan tentang dia. Seperti tokoh-
tokoh penting lainnya dalam al-Qur'an, kisah cerita Mariam
tidak hanya ditemukan dalam satu surat, meskipun ada satu
surat dalam al-Qur'an diberi nama dengan nama Maryam. Untuk
mengkompilasi kisah-kisah Maryam seperti yang ada dalam al-
Qur'an, penting untuk memadukan beberapa bagian dari tujuh
surat berbeda, termasuk beberapa ayat berikut dari surat 19
(Maryam), yang menggambarkan kisah tentang kelahiran Isa.
Dan diceritakanlah [Muhammad] kisah Maryam di dalam
Kitab (al-Qur'an), yaitu saat ia mengasingkan diri dari
keluarganya ke suatu tempat di sebelah Timur (Baitul Maqdis).
Lalu dia memasang tabir (yang melindunginya) dari mereka;
lalu kami mengutus ruh Kami (Jibril) kepadanya, maka dia
menampakkan diri di hadapannya dalam bentuk manusia yang
sempurna. Dia (Maryam) berkata, “Sungguh, aku berlindung
kepada Tuhan yang Maha Pengasih terhadapmu, jika engkau
orang yang bertaqwa.” Dia (Jibril) berkata, “Sesungguhnya
aku hanyalah utusan Tuhanmu, untuk menyampaikan
anugerah kepadamu seorang anak laki-laki yang suci.” Dia
(Maryam) berkata, “Bagaimana mungkin aku memiliki
anak laki-laki padahal tidak pernah ada orang (laki-laki)
yang menyentuhku dan aku bukan seorang pezina!” Dia
(Jibril) berkata, “Demikianlah Tuhanmu berfirman, “Hal itu
mudah bagi-Ku, dan agar Kami menjadikannya suatu tanda
98
(kebesaran Allah) bagi manusia dan sebagai rahmat dari Kami;
dan hal itu adalah suatu urusan yang (sudah) diputuskan.”
Maka dia (Maryam) mengandung, lalu dia mengasingkan diri
dengan kandungannya itu ke tempat yang jauh. Kemudian
rasa sakit akan melahirkan memaksanya (bersandar) pada
pangkal pohon korma, dia (Maryam) berkata, “Wahai, betapa
(baiknya) aku mati sebelum ini, dan aku menjadi orang yang
tidak diperhatikan dan dilupakan.” Maka dia (Jibril) berseru
kepadanya dari tempat yang rendah, “Janganlah engkau
bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan
anak sungai di bawahmu. Dan goyanglah pohon kurma itu
ke arahmu, niscaya (pohon) itu akan menggugurkan buah
kurma yang masak kepadamu. Maka makan, minum, dan
bersenang hatilah engkau. Jika engkau melihat seseorang,
maka katakanlah, “Sesungguhnya aku telah bernadzar
berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pengasih, maka akau tidak
akan berbicara dengan siapa pun pada hari ini.”
Kemudian dia (Maryam) membawa dia (bayi) kepada kaumnya
dengan menggendongnya. Mereka (kaumnya) berkata, “Wahai
Maryam! Sungguh engkau telah membawa sesuatu yang
mungkar. Wahai saudara perempuan Harun Maryam! Ayahmu
bukan seorang yang buruk peringai dan ibumu bukan seorang
perempuan pezina.” Maka dia (Maryam) menunjuk kepada
(anak) nya. Mereka berkata, “Bagaimana kami akan berbicara
dengan anak kecil yang masih dalam ayunan?”. Dia (Isa)
berkata, “Sesungguhnya aku hamba Allah, Dia memberiku
Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang Nabi, dan Dia
menjadikan akau orang yang diberkahi di mana saja aku
berada, dan dia memerintahkan kepadaku (melaksanakan)
salat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup; dan berbakti
kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang
sombong lagi celaka. Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan
kepadaku, pada hari kelahiranku, pada hari wafatku, dan pada
hari aku dibangkitkan hidup kembali.”
99
Itulah Isa putra Maryam, (yang mengatakan) perkataan yang
benar, yang mereka ragukan kebenarannya. Tidak patut bagi
Allah memiliki anak, Maha Suci Dia. Apabila Dia hendak
menetapkan sesuatu, maka Dia hanya mengatakan kepadanya,
“jadilah!” maka jadilah sesuatu itu.14
Maryam adalah salah satu dari sejumlah perempuan yang sangat
dihormati dalam Islam. Dia juga merupakan sedikit orang yang
namanya didokumentasikan sebagai nama surat dari al-Qur'an.
Maryam digambarkan dalam ayat al-Qur'an yang lain sebagai
orang yang dipilih Allah di antara semua perempuan lain, dan
dikenal oleh orang muslim Muslim sebagai orang yang memiliki
kebajikan dan sebagai teladan untuk semua orang.15
Sebagaimana diilustrasikan dalam kutipan di atas, umat
Islam percaya bahwa kejadian mengandungnya Maryam bayi
Isa merupakan keajaiban ilahiah. Ayat-ayat selanjutnya meng-
gambarkan kelahiran Isa, reaksi warga terhadap Maryam
yang menuduhnya bahwa ia telah melahirkan di luar nikah, dan
kata-kata yang diucapkan oleh Isa pada saat kelahirannya, yang
memprediksi kenabiannya dan kehidupannya yang akan datang.
Peristiwa-peristiwa kehidupan Maryam yang lain dijelaskan
dalam al-Qur'an, termasuk saat ia masih menjadi seorang wanita
muda, saat dia diasuh seorang imam bernama Zakaria.16
Tokoh perempuan penting lainnya dalam Islam, yang
disebutkan dalam al-Qur'an, adalah termasuk istri-istri Nabi;
Hawa, perempuan pertama; ibunda Musa; Bilqis, Ratu Negeri
Saba, dan ibunda Maryam.
Iman dan Agama Lain
Banyak kandungan al-Qur'an yang membahas tentang tema
seputar iman kepada Tuhan Yang Esa, dan penolakan terhadap
semua dewa atau objek penyembahan selain Allah. Istilah-istilah
seperti iman, kafir, munafik, tauhid (monoteisme) dan syirik
(politeisme) muncul. Sebenarnya, pesan inti al-Qur'an adalah
terkait dengan keimanan, sehingga tidak mengherankan jika
banyak ayat al-Qur'an yang tidak hanya berkaitan dengan Islam,
tapi juga dengan tradisi agama lain.
Sementara al-Qur'an dengan tegas menolak ide adanya
banyak Tuhan, al-Qur'an juga mengakui Nabi-nabi lainnya dan
tradisi yang ada sebelum Nabi Muhammad. Al-Qur'an seringkali
secara khusus mengacu kepada agama Kristen dan Yahudi, dan,
seperti yang telah kita dilihat, memberikan sebutan kepada
mereka sebagai ‘Ahlul Kitab’, sehingga mengakui kitab suci yang
orang-orang Kristen dan Yahudi terima dari Tuhan.
Pengakuan kepada agama Kristen dan Yahudi tidak berarti
bahwa al-Qur'an tidak kritis kepada mereka. Bahkan, anggota
suku-suku Yahudi yang menentang Muhammad di Madinah
kadang-kadang dikecam keras. Demikian juga, al-Qur'an
mengutuk orang-orang Kristen yang, tidak mengakui satu Tuhan,
dan justru mengklaim bahwa Allah adalah ‘yang ketiga dari tiga’.17
saat al-Qur'an mengkritik kaum Yahudi, Kristen atau bahkan
Muslim, sarjana Muslim umumnya memahami bahwa hal yang
dikritik itu adalah perilaku spesifik dari individu, faksi atau
kelompok tertentu dalam warga . Dalam beberapa kasus,
pandangan kritis ini didasarkan pada penafsiran tradisional
sebuah ayat. Dalam kasus lainnya disebutkan secara spesifik
dalam ayat al-Qur'an, misalnya: “Di antara orang-orang Yahudi
ada yang mengubah makna perkataan [yang diwahyukan],
mereka mengatakan, “Kami mendengar, tetapi kami tidak
mau menurutinya.””18 Dan: “Orang-orang yang telah Kami
Beri Alkitab mengenalnya seperti mereka mengenal anak-anak
mereka sendiri, tetapi mereka pasti menyembunyikan kebenaran,
padahal mereka mengetahui.”19
Al-Qur'an tampaknya bersikap ambivalen terhadap penerima
wahyu sebelumnya, dan beberapa ayat sulit direkonsiliasikan
dengan ayat yang lain. Untuk memahami ayat-ayat ini kita harus
membaca dengan nuansa yang tinggi, dan memahami konteksnya
masing-masing. Kadang al-Qur'an terlihat sangat kritis terhadap
kesalahan komunitas agama terdahulu (seperti Yahudi dan
Kristen) dalam menerima kenabian Muhammad, dan perintah
baru yang diberikan oleh Allah kepada Muhammad.20 Namun di
lain waktu, al-Qur'an jelas menegaskan kebenaran agama lain:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman [Muslim], orang
Yahudi, Sabi’in,21 dan orang-orang Nasrani, barang siapa beriman
kepada Allah dan hari kemudian dan melakukan perbuatan
kebajikan, maka tidak ada rasa khawatir padanya dan mereka
tidak akan bersedih hati”.22
Demikian pula, al-Qur'an mencela eklusionisme,23 dan juga
menunjukkan suatu tujuan ilahiah yang lebih tinggi terhadap
keanekaragaman agama-agama manusia, seperti dalam ayat
berikut:
“Kami [Allah] berikan sebuah aturan dan jalan untuk masing-
masing. Jika Allah telah menghendaki, niscaya Allah akan
membuat kamu dijadikan-Nya satu umat saja, Allah hendak
menguji kamu melalui apa yang Allah karuniai kepadamu,
maka berlomba-lombalah untuk berbuat kebajikan: kamu
semua akan kembali kepada Allah lalu diberitahukan-Nya
kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan.”24
Peristiwa Sejarah pada Masa Nabi
Berdasarkan ayat-ayat al-Qur'an dan banyak laporan sejarah,
beberapa peristiwa penting diketahui terjadi selama kehidupan
Nabi. Peran Muhammad sebagai Nabi Allah mengharuskan dia
untuk terlibat dalam kehidupan publik bukan hanya sebagai
guru agama dan penerima wahyu, tetapi juga sebagai seorang
negarawan, seorang pemutus perselisihan, seorang komandan
dalam pertempuran dan seorang teman dan saudara bagi
banyak orang. Pengalamannya sangat bervariasi, mulai dari
ajaran pertamanya di Makkah tentang keesaan Tuhan, hingga
pembentukan dan kepemimpinan warga Muslim pertama
di Madinah.
Ada banyak referensi dalam al-Qur'an terkait peristiwa-
peristiwa yang terjadi selama hidup Nabi, terutama pada masa
pewahyuan (610-632). Referensi-referesi ini biasanya
singkat, meskipun ada beberapa referensi yang lain dijelaskan
secara lebih rinci. Singkatnya, sebagian besar referensi ini
mencerminkan fakta bahwa referensi al-Qur'an ini tidak
dipertimbangkan sebagai penjelasan sejarah, melainkan untuk
memberikan aspek-aspek penting tertentu yang mengandung
pelajaran moral yang sangat penting.
Contoh peristiwa yang tampak tidak signifikan dalam
kehidupan Nabi yang dipakai untuk menyampaikan ajaran
moral yang lebih tinggi dapat dilihat pada surat: “Dia Mengerutkan
Dahi” (Abasa, surat ke-80). Sepuluh ayat pembukaan surah ini
menggambarkan peristiwa saat Nabi sedang berbicara dengan
beberapa pemuka Makkah, berharap menarik mereka masuk
Islam. saat Nabi berbicara dengan orang ini , yang relatif
tidak tertarik dengan pesan yang disampaikannya, Nabi justru
didekati oleh seorang yang buta yang sangat ingin belajar tentang
Islam. Ajaran moral dari kisah ini secara jelas dinyatakan dalam
ayat-ayat berikut:
Dia bermuka masam dan berpaling, saat seorang buta
datang kepadanya - tahukah engkau, ia mungkin ingin
membersihkan dirinya, atau dia ingin mendapatkan
pengajaran lalu pengajaran itu bermanfaat baginya. Tetapi
orang yang merasa dirinya sudah cukup – dan kamu
melayaninya, padahal tidak ada celaan atasmu kalau dia
tidak membersihkan diri- Dan adapun orang yang datang
kepadamu dengan bersegera, sedangkan ia takut kepada Allah,
kamu [justru] mengabaikannya. Sekali-kali jangan demikian,
sesungguhnya ajaran Tuhanmu itu adalah suatu peringatan;
barang siapa yang menghendaki, tentulah ia memperhatikan
peringatan itu.25
Banyak referensi dalam al-Qur'an yang merujuk pada peristiwa
selama kehidupan Nabi di Madinah, saat Nabi melakukan tugas
membangun warga Muslim pertama. Selama periode inilah
beberapa pertempuran terjadi antara warga Muslim dan
musuh mereka. Al-Qur'an merujuk pada peristiwa pertempuran
ini, dan menyampaikan pelajaran moral yang dapat ditarik dari
tindakan-tindakan yang diambil dari kelompok-kelompok yang
bertikai. Misalnya, dalam kaitannya dengan Pertempuran Badr
dan Uhud, yang terjadi pada tahun-tahun 2/624 dan 3/625, al-
Qur'an menyatakan:
[Wahai Muhammad], ingatlah saat engkau meninggalkan
rumahmu pada waktu fajar untuk mengatur posisi
pertempuran orang-orang mukmin: Allah Maha Mendengar
dan dan Maha Mengetahui. Ingat saat dua golongan
dari pihak kamu akan mundur dan Allah melindungi
mereka -hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin
bertawakkal- Allah telah menolong kamu pada perang Badr
saat kamu masih sangat lemah. Ingatlah Allah, karena
itu bertawakallah agar kamu mensyukurinya. Ingatlah
saat kamu mengatakan kepada orang mukmin, “Apakah
tidak cukup bagi kamu Allah memperkuat kamu dengan
mengirimkan tiga ribu malaikat?” Ya, jika kamu bersabar dan
bertaqwa kepada Allah, niscaya Allah akan memperkuat kamu
dengan lima ribu malaikat menyambar jika tiba-tiba musuh
menyerang kamu. Dan! Allah mengaturnya demikian, sebagai
pesan harapan bagimu [orang-orang bertaqwa] agar hatimu
tenang -pertolongan hanya datang dari Allah, Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana.26
Bagian pertama dari kutipan ayat ini mengacu pada peristiwa
Perang Uhud dan mengingatkan Nabi Muhammad saat dua
golongan di antara pasukannya ‘kehilangan nyali’, karena kecilnya
jumlah kekuatan umat Islam, sebelum mereka memutuskan
untuk masih terus ikut Nabi maju ke medan perang. Referensi
ini disusul dengan referensi tentang perang Badar, saat umat
Islam lemah tapi Allah membantu mereka untuk memenangkan
pertempuran melawan superioritas orang Makkah. Referensi al-
Qur'an disini meliputi pesan-pesan tentang ajaran moral, seperti
perintah untuk bertakwa kepada Allah dan agar bersyukur. Selain
itu, referensi ini juga menyatakan bahwa Allah akan menolong dan
memperkuat mereka yang sadar akan Allah, dan mengingatkan
pembaca bahwa pertolongan akan datang dari Allah sendiri, dan
sehingga, hanya kepada-Nya mereka harus bertaqwa.27
Kehidupan Setelah Kematian
Kehidupan di akhirat setelah kematian juga menjadi tema
signifikan dalam al-Qur'an. Al-Qur'an menekankan kenyataan
akan kehidupan setelah mati, dengan mengatakan beberapa kali
bahwa kehidupan dunia ini adalah pendek dan sementara. Tujuan
utama dari kehidupan ini adalah untuk Allah, dan mempersiapkan
diri untuk kehidupan akhirat dengan beriman kepada-Nya, berbuat
baik dan menjalani hidup secara etis dan bermoral. Kehidupan di
dunia ini juga penting, karena memberikan kesempatan kepada
manusia untuk berkontribusi bagi pembangunan kehidupan di
bumi, untuk bekerja menciptakan kesejahteraan bagi orang lain,
dan untuk mengenal dan mengakui keesaan Tuhan.
Al-Qur'an menekankan pentingnya bertanggung jawab
atas pikiran, ucapan dan tindakan seseorang. Kita diberitahu
oleh al-Qur'an, bahwa ada catatan lengkap tentang apa yang
orang lakukan dan katakan di dunia ini, dan bahwa Allah akan
menggunakan ini untuk menentukan nasib masing-masing
individu pada hari kiamat kelak. Hari itu, yang juga disebut
sebagai Hari Perhitungan, dijelaskan dalam al-Qur'an sebagai
peristiwa yang sangat penting. Ayat-ayat al-Qur'an banyak
menggambarkan tentang runtuhnya langit dan penghancuran
gunung-gunung, dan umat manusia dikumpulkan untuk
menerima penghakiman. Al-Qur'an juga menjelaskan bagaimana
Allah akan menyelenggarakan keadilan-Nya, dan menegaskan
kembali bahwa semua manusia akan ditanya perihal kehidupan
mereka di dunia.
Beberapa ayat dalam al-Qur'an menggambarkan tentang
kondisi kehidupan akhirat. Meskipun penggambaran itu seringkali
sudah cukup jelas, tetapi banyak umat Islam yang memahaminya
sebagai gambaran metaforis, mengingat pernyataan dari Nabi
sendiri, bahwa [Apa yang ada di surga itu] ‘mata tidak melihat,
telinga tidak mendengar, dan belum pernah dibayangkan oleh
hati.’29
Dalam al-Qur'an, neraka digambarkan sebagai tempat bagi
mereka yang tidak mengakui dan tidak percaya kepada Allah, tidak
mengikuti petunjuk jalan para Nabi, dan bertindak sewenang-
wenang dan tidak adil. Neraka adalah tempat api, siksaan dan
hukuman -sering dideskripsikan dengan istilah-istilah yang
gamblang dan spesifik- dan diawasi oleh malaikat yang sangat
kuat. Misalnya, al-Qur'an mengatakan:
Sungguh Neraka itu ada tempat pengintai, tempat bagi
orang-orang yang melampaui batas, untuk tinggal dalam
waktu yang sangat lama, dimana mereka tidak merasakan
ada kesejukan dan minuman, kecuali sesuatu yang panas dan
gelap -sebuah pembalasan yang setimpal, karena mereka tidak
takut kepada hisab, dan mereka mendustakan pesan Kami
sebagai kebohongan. Kami telah mencatat segalanya dalam
suatu kitab. Rasakan ini: Kami tidak akan menambah kepada
kamu selain azab.30
Di sisi lain, surga adalah tempat bagi mereka yang percaya
kepada Tuhan Yang Esa, berbuat baik, dan hanya berbuat adil
dan bijak. Surga digambarkan sebagai sebuah taman yang
penuh dengan kenyamanan dan kenikmatan, di mana mengalir
sungai-sungai di dalamnya, segala jenis makanan yang nikmat
tersedia, dan di sana tidak ada kesesedihan. Misalnya, al-Qur'an
mengatakan:
Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabaran
mereka (berupa) surga dan (pakaian) sutera, di sana mereka
duduk bersandar di atas dipan, di sana mereka tidak melihat
(merasakan teriknya) matahari dan tidak pula dinginnya
yang berlebihan. Dan naungan (pepohonan)nya dekat di atas
mereka dan dimudahkan semudah-mudahnya untuk memetik
(buah)nya. Dan kepada mereka diedarkan bejana-bejana dari
perak dan piala-piala yang bening laksana kristal, kristal yang
jernih terbuat dari perak, mereka tentukan ukurannya yang
sesuai (dengan kehendak mereka). Dan di sana mereka diberi
segelas minuman bercampur jahe (yang didatangkan dari)
sebuah mata air (di surga) yang dinamakan salsabil. Dan
mereka dikelilingi oleh pelayan-pelayan muda yang tetap
muda. Apabila kamu melihatnya, akan kamu kira mereka
mutiara yang bertaburan. Dan apabila kamu melihat (keadaan)
di sana (surga), niscaya engkau akan melihat berbagai macam
kenikmatan dan kerajaan yang besar. Mereka berpakaian
sutera halus yang hijau dan sutera tebal dan memakai gelang
yang terbuat dari perak, dan Tuhan memberikan kepada
mereka minuman yang bersih (murni).31
Perilaku Manusia
Bagian penting dari al-Qur'an adalah kaitannya dengan
perintah, larangan, pelajaran dan bimbingan kepada manusia
tentang bagaimana mereka harus bersikap. Misalnya, perintah
tentang praktik keagamaan yang biasa disebut sebagai ‘rukun
Islam’ berasal dari al-Qur'an, yang mencakup perintah untuk
percaya pada Tuhan Yang Esa,32 mendirikan sholat secara
teratur,33 membayar zakat bagi orang miskin dan kurang
mampu,34 berpuasa di bulan Ramadhan,35 dan, jika mungkin,
menunaikan ibadah haji ke Makkah.36 Terkait interaksi satu
sama lain, al-Qur'an memerintahkan umat Islam untuk sabar,
jujur dan adil, menghormati orang tua dan mensupport mereka
di usia tua mereka, tidak berbuat dosa dan sederhana, dan
memaafkan orang lain daripada membalas dendam. Demikian
pula, sebagai panduan secara umum untuk kehidupan, umat
Islam diperintahkan untuk mengambil ‘jalan tengah’ (a middle
path) dengan menghindari berbuat berlebihan atau ekstrim,
menahan diri dari perilaku yang tidak tepat seperti menganiaya
orang tua, memukul, atau menyakiti.
Ada jug a ajaran-ajaran tentang etika dan norma sosial
dalam al-Qur'an. Misalnya, al-Qur'an menyarankan umat Islam
untuk tidak bertamu saat mereka sedang beristirahat, dan
memberikan pedoman tentang cara menyapa satu sama lain,
berpakaian secara proporsional, dan bagaimana berinteraksi
dengan Nabi.
Selain pedoman umum yang diberikan di atas, al-Qur'an
menyertai dengan ajaran yang lebih rinci untuk melengkapi suatu
prinsip umum. Sebagai contoh, mengingat masalah perang adalah
masalah moral yang sulit, al-Qur'an memberian panduan yang
sangat jelas dalam masalah ini, seperti bentuk peperangan apa
yang diperbolehkan, kapan permusuhan harus dihentikan, dan
bagaimana mendistribusikan hasil keuntungan dari rampasan
perang. Dan juga, al-Qur'an memberikan perintah yang rinci
dalam kaitannya dengan masalah hukum, seperti perkawinan,
perceraian, perwalian anak dan warisan.
Al-Qur'an juga mengandung sejumlah larangan. Perbuatan
yang dilarang, misalnya, minum anggur, pencurian, perzinahan,
pencabulan, pembunuhan dan perilaku yang menyebabkan
cedera pada orang lain. Beberapa hukuman ditentukan bagi
tindakan tertentu yang terlarang, seperti potong tangan untuk
pencurian, dan 100 kali cambukan untuk percabulan. Al-Qur'an
juga melarang penyalahgunaan kekayaan, perjudian, memberikan
kesaksian palsu, khususnya dalam hal hukum, dan riba atau
bunga (riba). Beberapa contoh ayat yang mengandung larangan
adalah sebagai berikut:
Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum
khamar, ber judi, berkorban untuk berhala, dan [mengundi
nasib dengan] anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk
perbuatan setan: maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar
kamu beruntung. Dengan minuman keras dan perjudian,
setan hanya berusaha untuk menimbulkan permusuhan dan
kebencian di antara kamu, dan untuk menghalang-halangi
kamu mengingat Allah dan shalat. Maka tidakkah kamu mau
berhenti?37
Dan:
Janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut
kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rizqi kepada mereka
dan kepadamu. Membunuh mereka sungguh merupakan
suatu dosa yang besar. Dan jangan dekat-dekat perzinahan: itu
adalah perbuatan keji dan jalan yang buruk. Janganlah kamu
membunuh jiwa -yang diharamkan Allah membunuhnya-
kecuali dengan suatu alasan yang benar. Barang siapa dibunuh
secara dzalim, Kami telah memberikan kewenangan kepada
pembela hak-haknya, tetapi dia tidak boleh berlebihan dalam
membunuh, karena dia adalah orang yang mendapatkan
pertolongan [Allah].38
Meskipun perintah-perintah hukum seperti yang disebutkan
di atas adalah penting, tetapi ayat hukum ini juga harus
diletakkan dalam sebuah perspektif. Jumlah ayat hukum dalam
al-Qur'an ini diperkirakan antara 100 sampai 500, tergantung
pada definisi istilah ‘hukum’ itu sendiri. Dalam konteks al-
Qur'an secara keseluruhan, jumlah ayat hukum dalam al-Qur'an
relatif kecil proporsinya jika dilihat dari keseluruhan teks, yang
jumlahnya hampir 6.300 ayat. Selain itu, ayat-ayat hukum
ini banyak menjadi perhatian, dan interpretasi ayat-ayat
ini seringkali memicu perdebatan. Mengenai isu-isu yang
dalam perdebatan ini akan dibahas lebih lanjut dalam Bab IX.
Jenis-jenis Teks Al-Qur'an
Gagasan mengenai ‘tema’ berkaitan juga dengan gagasan
mengenai ‘jenis teks’ dalam al-Qur'an. Ada beberapa jenis teks
dalam al-Qur'an. Jenis ini di antaranya teks teologis, teks
historis, teks etika dan hukum, teks kebijaksanaan spiritual-
keagamaan, dan teks yang diformulasikan sebagai doa atau
permohonan. Pemahaman dasar tentang berbagai jenis teks
ini membantu pembaca untuk memahami dengan lebih
baik lagi tujuan dari ayat-ayat al-Qur'an yang berbeda-beda.
Beberapa sarjana al-Qur'an terdahulu telah mengupayakan
suatu klasifikasi dasar bagi teks al-Qur'an, yang lebih berfokus
pada faktor selain ‘jenis teks’, seperti yang kita lakukan di sini.
Tabari (w.310/923), misalnya, mengklasifikasikan teks al-Qur'an
dari perspektif ‘otoritas untuk menafsirkannya’. Pertama, ia
mengidentifikasi ayat-ayat yang ia yakini hanya bisa ditafsirkan
oleh Nabi sendiri. Termasuk di antaranya ayat-ayat yang terkait
dengan perintah dan larangan. Kategori kedua adalah ayat-ayat
yang tafsirnya hanya diketahui oleh Allah Swt. Ayat semacam
ini berkaiatan dengan kejadian di masa depan seperti waktu
datangnya ‘hari kiamat’39’hari saat sangkakala ditiup’,40 atau
kembalinya Isa al-Masih.41 Kategori ketiga terdiri dari ayat-ayat
yang interpretasinya terbuka bagi siapa pun yang memahami
bahasa Arab.42
Sebaliknya, Ibnu Abbas (w.68/687), salah satu komentator
al-Qur'an paling awal, membagi ayat-ayat al-Qur'an ke dalam
empat kategori dari perspektif ‘dapat tidaknya diketahui’: ayat-
ayat yangmana orang Arab bisa mengerti atau mengetahuinya
karena ayat ini adalah dalam bahasa mereka sendiri; ayat-
ayat yangmana setiap orang bisa mengerti dan menafsirkannya;
ayat-ayat yang hanya para sarjana saja yang bisa memahaminya;
dan ayat-ayat yangmana hanya Allah Swt sendiri yang
mengetahuinya.43 Upaya-upaya mengklasifikasikan teks al-
Qur'an ini mencerminkan bahwa kaum Muslim awal memahami
bahwa tidak semua teks al-Qur'an harus diperlakukan dengan
cara yang sama.
Teks Teologis
Banyak ayat al-Qur'an yang menyebutkan dua jenis entitas
yang ada di alam ‘gaib’, sehingga entitas ini berada di luar
jangkauan pengalaman dan pemahaman manusia. Jenis entitas
gaib yang pertama di antaranya Allah dan Wujud-Nya, termasuk
sifat-sifat dan perbuatan-Nya. Jenis entitas baib yang kedua
antara lain konsep-konsep seperti ‘Singgasana Allah’ (‘arsy Allah),
surga, neraka, malaikat dan Lauh al-Mahfudz. Karena penyebutan
al-Qur'an mengenai entitas gaib itu tidak terkait langsung dengan
apa-apa yang berada dalam lingkup pengalaman manusia, maka
pertanyaan yang masih selalu terbuka adalah, apakah referensi al-
Qur'an dalam ayat-ayatnya ini benar-benar dapat dipahami
atau dijelaskan. Sebagai contoh, meskipun mengandung berbagai
deskripsi tentang Allah dan sifat-sifat-Nya, al-Qur'an juga
menyebutkan ketidakmampuan kita untuk memahami Allah
sepenuhnya, melalui pernyataannya seperti: “Tidak ada yang
menyerupai-Nya”44 dan “Tidak ada yang sebanding dengan-Nya”.45
Al-Qur'an menekankan bahwa al-Qur'an diungkapkan dalam
bahasa Arab,46 sehingga kata-kata dari ayat-ayat teologis ini
sebagian besar sudah dikenal oleh kaum Muslim awal. Namun,
dalam konteks referensi al-Qur'an mengenai yang gaib, arti
harfiah kata-kata ini mungkin tidak mampu mengungkapkan
signifikansi maknanya secara penuh. Daripada menjadi term atau
istilah yang dapat dipahami secara harfiah, referensi al-Qur'an
mengenai yang gaib ini diyakini menyampaikan, melalui bahasa
dan kesan pengalaman manusia, pemahaman yang sifatnya ‘kira-
kira’ atau dugaan mengenai hal-hal yang tidak dapat diketahui
sepenuhnya. Sebagai seorang sarjana al-Qur'an klasik, Az-
Zamakhsyari, menjelaskan, bahwa teks-teks yang terkait dengan
konsep metafisik disampaikan melalui ‘ilustrasi perumpamaan,
menggunakan sesuatu hal yang kita ketahui dari pengalaman
kita, tentang sesuatu yang berada di luar jangkauan persepsi
kita’.47
Teks Historis
Banyak ayat al-Qur'an yang mengandung elemen-elemen
historis, yang seringkali dimuat untuk menyampaikan pesan
moral tertentu. Referensi al-Qur'an mengenai peristiwa dan
tokoh historis seringkali sangat singkat. Pada umumnya, referensi
al-Qur'an ini tidak merinci secara spesifik terkait nama,
tempat, atau waktu kejadian. Namun demikian, menambahan
referensi ini dengan informasi-informasi dari sumber-sumber
yang lain adalah hal yang dimungkinkan. Para teolog Muslim telah
melihat, bahwa tugas memahami peristiwa historis ini secara lebih
rinci lagi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Sebagian mereka
berpendapat, bahwa Alkitab merupakan instrumen yang berguna
untuk memahami elemen-elemen historis dalam al-Qur'an,
karena Alkitab menyediakan informasi tambahan tentang Nabi-
nabi, yang menjadi bagian dari kedua tradisi Yahudi-Kristen dan
Muslim ini . Namun, khususnya pada abad Islam mutakhir,
beberapa sarjana Muslim al-Qur'an menolak penggunaan Alkitab
untuk mengambil tambahan informasi, karena mereka percaya
bahwa langkah ini berarti memposisikan Alkitab setara dengan
al-Qur'an, yang menurut mereka hal ini tidak dapat diterima.
Sebelum abad ke-4/ke-10 dan ke-5/ke-11, merupakan hal
yang lazim bagi ulama untuk merujuk kepada sumber-sumber
Yahudi dan Nasrani, yang dikenal sebagai isra’iliyyat, dalam
rangka untuk lebih memahami beberapa elemen historis dalam
al-Qur'an. Sejak abad ke-6/ke-12, praktek ini secara bertahap
mulai ditentang oleh para sarjana terkemuka, yang menyatakan
bahwa tidak sepatutnya bagi umat Islam untuk mengandalkan
sumber-sumber ini . Perlahan-lahan, penggunaan sumber-
sumber Yahudi dan Nasrani terpinggirkan dalam keilmuan Islam.
Akhirnya, penggunaan sumber di luar Islam sebagai upaya untuk
memahami al-Qur'an dipahami oleh sebagian orang sama saja
dengan melawan Islam itu sendiri.
Terlepas dari perkembangan keilmuan yang semacam itu,
kurang terperincinya informasi sejarah dalam al-Qur'an tidak
dianggap sebagai satu hal yang problematik, karena al-Qur'an
sendiri tidak dimaksudkan untuk menjadi buku catatan sejarah.
Tokoh dan peristiwa sejarah dalam al-Qur'an seringkali ditujukan,
utamanya, untuk menjadi contoh perilaku etis. Dengan demikian,
referensi ini berfungsi baik sebagai perumpamaan etis maupun
fragman atau penggalan dari catatan sejarah yang lebih besar.
Misalnya, dalam al-Qur'an, kisah Nuh dan kaumnya disebutkan
secara singkat dalam 13 surat yang berbeda.48 Setiap kali kisah
itu dimunculkan, sebuah pelajaran etis yang berbeda ditekankan.
Meskipun detail yang pasti dari cerita Nut ini tidak terlalu
dipentingkan daripada ajaran moral yang ingin disampaikannya,
tetapi banyak dari tokoh dan peristiwa kisah itu yang sudah
tidak asing bagi umat Islam awal, dan, dengan demikian, akan
membantu memperkuat retorika.
Referensi al-Qur'an tentang kisah Nabi Syuaib dan kaumnya
adalah contoh lainnya. Sepertinya masalah utama bagi pembaca
disini bukanlah soal siapa Syuaib itu, melainkan bagaimana
rakyatnya menanggapi pesan Tuhan. Bagian dari kisah Syuaib
itu berbunyi sebagai berikut:
Dan kepada penduduk Madyan, Kami (utus) Syuaib,
saudara mereka sendiri. Dia berkata, “Wahai kaumku!
Sembahlah Allah. Tidak ada Tuhan (sesembahan) selain Dia.
Sesungguhnya telah datang kepadamu sebuah bukti yang
nyata dari Tuhanmu. Sempurnakan takaran dan timbangan
dan jangan kamu merugikan orang sedikitpun. Janganlah
kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan
baik. Itulah yang lebih baik bagimu jika kamu orang beriman.
Dan janganlah kamu duduk di setiap jalan dengan menakut-
nakuti dan menghalang-halangi orang yang beriman dari
jalan Allah dan ingin membelokkannya. Ingatlah saat kamu
dahulunya sedikit, lalu Allah memperbanyak jumlah kamu.
Dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-oarng yang
berbuat kerusakan. Jika ada segolongan di antara kamu yang
beriman kepada (ajaran) yang aku diutus menyampaikannya,
dan ada (pula) segolongan yang tidak beriman, maka
bersabarlah sampai Allah menetapkan keputusan di antara
kita. Dialah Hakim yang terbaik.”
Pemuka-pemuka yang menyombongkan diri dari kaum Syuaib
berkata: “Wahai Syu’aib! Pasti kami usir engkau bersama orang-
orang yang beriman dari negeri kami, kecuali engkau kembali
kepada agama kami.” Syu’aib berkata “Apakah (kamu) akan
mengusir kami, kendatipun kami tidak suka? Sungguh kami
telah mengada-adakan kebohongan yang besar terhadap Allah,
jika kami kembali kepada agamamu, setelah Allah melepaskan
kami darinya. Dan tidaklah pantas kami kembali kepadanya,
kecuali jika Allah, Tuhan kami menghendaki. Pengetahuan
Tuhan kami meliputi segala sesuatu. Hanya kepada Allah
kami bertawakal. Ya Tuhan kami! Berilah keputusan antara
kami dan kaum kami dengan hak (adil), Engkaulah pemberi
keputusan terbaik”49
49 Al-Qur'an: 7:85–89.
116
Sebagaimana kisah-kisah lainnya dalam al-Qur'an, hanya hal-
hal detail yang relevan dengan ajaran yang ingin disampaikannya
saja yang disertakan dalam kisah ini .
Cerita atau Perumpaman
Ada beberapa teks yang dapat disebut sebagai ‘perumpamaan’
atau ‘ilustrasi’ (matsal). Hal ini sebagaimana yang dinyataan
dalam al-Qur'an: “Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami
buat untuk manusia agar mereka berpikir.”50 Seperti teks historis,
perumpamaan-perumpamaan ini juga menggunakan gaya
sastra dan imajinasi yang tentu sudah tidak asing bagi kalangan
generasi pertama umat Islam. Perumpamaan yang sudah ada
seja era pra-Islam seringkali diadopsi oleh al-Qur'an untuk
menyampaikan prinsip-prinsip Islam dan mengajar etika dengan
lebih mudah. Teks-teks semacam itu sering dipakai dalam
al-Qur'an untuk menyampaikan ajaran-ajarannya secara jelas.
Teks jenis ini sering mengandung metafori untuk menyampaikan
contoh positif dari perilaku manusia, misalnya:
Tidakkah kamu memperhatiakan bagaimana Allah telah
membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon
yang baik, akarnya baik dan cabangnya (menjulang) ke langit.
(Pohon) itu menghasilkan buahnya setiap waktu dengan
seizin Tuhannya. Dan Allah membuat perumpamaan itu
untuk manusia agar mereka selalu mengingat.51
Perumpamaan lainnya dipakai untuk menyampaikan pesan
agar mencegah diri dari sifat-sifat negatif seperti kesombongan:
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu merusak
sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti
(perasaan penerima), seperti orang yang menginfakkan
50 Al-Qur'an: 59:21.
51 Al-Qur'an: 14:24–25.
117
hartanya karena riya’ (pamer) kepada manusia dan dia tidak
beriman kepada Allah dan hari akhir. Perumpamaan (orang
itu) seperti batu licin yang di atasnya ada debu, kemudian
batu itu ditimpa hujan lebat, maka tinggallah batu itu licin
lagi. Mereka tidak memperoleh sesuatu apa pun dari apa yang
mereka kerjakan. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang kafir.52
Metafora dipakai di sejumlah tempat dalam al-Qur'an untuk
menyampaikan pesan moral yang sama, ajaran-ajaran yang
seringkali dapat dipahami pada beberapa tingkat yang berbeda.
Teks Etika-Hukum
Jenis teks al-Qur'an yang lain yang penting juga adalah teks
etika-hukum. Banyak Muslim menganggap teks-teks ini memiliki
dampak terbesar pada kehidupan mereka sehari-hari. Teks-teks
ini terkait dengan berbagai macam ajaran, termasuk sistem
keyakinan umat Islam, praktek-praktek devosional, nilai-nilai
esensial seperti perlindungan hidup, dan perintah-perintah
hukum seperti soal warisan dan tindakan kriminal. Seringkali
teks-teks ini sulit untuk ditafsirkan, dan menafsirkan teks-teks
etika-hukum ini memerlukan pertimbangan yang betul-
betul cermat baik dari segi teks maupun konteksnya. Sebagai
contoh, salah satu ayat al-Qur'an soal warisan di bawah ini:
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah), kata-
kanlah, “Allah memberikan fatwa kepadamu tentang
kalalah (yaitu) jika seseorang meninggal dunia dan dia tidak
memiliki anak tetapi memiliki saudara perempuan,
maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari
harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki
mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak
memiliki anak. Tetapi jika saudara perempuannya itu
52 Al-Qur'an: 2:264.
118
dua orang, maka bagi keduanya sepertiga dari harta yang
ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri) saudara-
saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang laki-
laki sebanyak bagian dua orang saudara perempuan. Allah
menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat.
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.53
Dalam menafsirkan teks etika-hukum, konteks historis pada masa
Nabi perlu dipertimbangkan. Misalnya, pada masa pra-Islam di
Makkah dan Madinah, perempuan, dalam banyak kasus, tidak
menerima warisan. Aturan bahwa perempuan akan menerima
bagian dari warisannya, seperti ayat di atas, merupakan sebuah
konsep yang penting, dan merupakan aturan yang tidak mudah
diterima pada saat itu. Pertimbangan lainnya adalah perintah al-
Qur'an sendiri, bahwa laki-laki wajib untuk menyediakan sarana
finansial untuk keluarga mereka, dan bahwa, secara umum, al-
Qur'an memberikan tanggung jawab finansial yang lebih besar
kepada laki-laki. Dalam konteks ini, ketentuan al-Qur'an, bahwa
seorang laki-laki menerima bagian yang lebih besar dari warisan
yang ditinggalkan, sehingga dengan begitu dia bisa memenuhi
tanggung jawab finansial yang lebih besar yang dibebankan
kepadanya itu, lebih bisa dipahami.
Meskipun contoh tentang ayat warisan ini tidak merepre-
sentasikan seluruh perbedaan pemahaman dan hubungan yang
kompleks antara berbagai aspek dalam menafsirkan teks-teks
ayat etika dan hukum, tetapi contoh ini memberikan sebagian
wawasan mengenai masalah-masalah yang termasuk ke dalam
kategori etika-hukum ini . Kami akan membahas kategori
teks yang penting ini secara lebih rinci dalam Bab IX.
53 Al-Qur'an: 4:176.
119
Ringkasan
Beberapa poin penting yang telah kita bahas dalam bab ini
meliputi:
• Allah menjadi tema inti dari al-Qur'an, dan ‘nama-nama
indah’-Nya atau sifat-sifat-Nya juga sering disebutkan dalam
al-Qur'an.
• Al-Qur'an menggambarkan setan sebagai pola dasar dari
kejahatan, dan membawa manusia menjauh dari jalan Allah.
• Ciptaan Allah disebut sebagai ayat atau ‘tanda’ bagi bagi
manusia untuk merenungkannya.
• Sekitar seperlima dari al-Qur'an berisih kisah-kisah para Nabi
atau warga terdahulu.
• Kaum Yahudi dan Kristen disebut dalam al-Qur'an sebagai
‘Ahli Kitab’ karena mereka telah menerima kitab suci dari
Allah.
• Keyakinan Muslim terhadap akhirat dan akuntabilitas
tindakan kita sendiri menjadi pesan penting dari al-Qur'an.
• Al-Qur'an mengandung sejumlah anjuran etis, di antaranya
bahwa umat Islam harus mengambil ‘jalan tengah’ dalam
hidup dengan menghindari ekstremisme.
• Ada berbagai jenis teks al-Qur'an, termasuk di antaranya teks
teologis, teks historis dan teks etika-hukum.
Rekomendasi Bacaan
Muhammad Abdul Halim, Understanding the Qur’an: Themes
and Styles, London: I.B. Tauris, 2001.
• Dalam buku ini Abdul Halim membahas beberapa tema utama
al-Qur'an dan menyajikan tema-tema yang berkaitan dengan
perdebatan modern tentang masalah interpretasi al-Qur'an.
Karya ini mudah dipahami dan memberikan wawasan yang
120
berguna bagi pembaca dalam memahami ayat-ayat yang sulit
dengan pendekatan tematis.
Kenneth Cragg, ‘The Qur’an in its Themes: the Logic of
Selection’, dalam Readings in the Qur’an, London: HarperCollins,
1988, hal 29–45; ‘The Trouble of Man’, ‘The Seeking of Forgiveness’,
‘No God but Thou ...’, ‘The Sacramental Earth’ dan ‘Desiring the
Face of God’, dalam The Mind of the Qur’an, London: George Allen
& Unwin, 1973, hal. 93–181.
• Bab-bab ini oleh Cragg ditemukan dalam karya-karya yang
terpisah, yang mencoba fokus melihat penalaran yang ada di
balik al-Qur'an mengenai tema-tema tertentu. Bab-bab yang
ada dalam The Mind of the Qur’an ini memberikan diskusi yang
mendalam tentang beberapa tema penting dalam al-Qur'an,
bagaimana tema ini disajikan dan apa signifikansinya.
Fazlur Rahman, Major Themes of the Qur’an, Minneapolis,
MN: Bibliotheca Islamica, 1994.
• Dalam buku ini Rahman mengeksplorasi ajaran teologis,
moral, sosial dan prinsip-prinsip Islam. Ia memilih mela-
kukannya dengan melakukan kajian secara sistematis dan
mempelajari teks-teks suci ini sesuai dengan kategori
tema-tema tertentu, daripada berfokus pada kajian ayat per
ayat.
Faruq Sherif, A Guide to the Contents of the Qur’an, Berkshire,
UK: IthacaPress, 1985; revised, Reading, UK: Garnet Publishing,
1995.
• Dalam buku ini Sherif menyusun isi kandungan al-Qur'an
secara sistematis sesuai dengan tema-tema utamanya. Setiap
bagian dari 68 tema terkait, berisi daftar ayat-ayat al-Qur'an
yang relevan. Ada juga indeks yang menunjukkan daftar
ayat-ayat secara individual dan juga sesuai dengan tema atau
permasalahan yang dibicarakannya.
121
Bab 5
Al-Qur'an dalam Kehidupan
Sehari-hari
SEPANJANG SEJARAH ISLAM, Al-Qur'an tidak hanya sekedar menjadi teks hukum atau agama yang dipakai oleh ulama dan pengkhutbah saja. Dari abad ke-7
pewahyuannya, al-Qur'an telah dihafal, dibacakan, dan sampai
batas tertentu, disalin oleh orang-orang dari seluruh lapisan
warga , mulai dari kalangan akademisi hingga anak-anak
muda. Membaca al-Qur'an selalu menjadi bagian sentral dari
praktik keagamaan umat Islam. Umat Islam biasanya akan belajar
bagaimana menghafal dan melafalkan sebagian atau seluruh
al-Qur'an sejak usia muda. Sebagian di antaranya mencapai
tingkat kompetisi internasional, di mana keindahan bacaan
al-Qur'an mereka dipertunjukkan, meskipun hal ini termasuk
pengembangan yang relatif baru. Baik dalam ibadah shalat sehari-
hari, maupun saat membuka rapat resmi atau pertemuan-
pertemuan informal, bagian al-Qur'an selalu dibacakan oleh
Islam di seluruh dunia.
Al-Qur'an, dalam bentuk tertulis, sudah banyak dijumpai
dalam warga muslim, baik di lingkungan privat maupun
122
publik. Sejak munculnya pencetakan, umat Islam semakin mudah
memiliki salinan tertulis al-Qur'an, dan sekarang ini, setidaknya
ada satu al-Qur'an di setiap keluarga Muslim. Banyak rujukan
kepada al-Qur'an dijumpai dalam literatur-literatur bahasa dan
sastra di hampir semua negara Muslim, dan kutipan-kutipan ayat
al-Qur'an juga sudah biasa dicetak di koran-koran, di undangan-
undangan formal, dan di dokumen-dokumen keagamaan.
Sekarang ini, seni dekoratif kaligrafi al-Qur'an dapat ditemukan
di mana-mana, mulai dari masjid atau makam, dinding rumah
umat Islam, hingga layar komputer.
Karena kehadiran al-Qur'an dalam berbagai aspek kehidupan
umat Muslim semakin kuat, berbagai norma dan praktek-praktek
interaksi dengan al-Qur'an pun berkembang dari waktu ke waktu.
Sebagian praktek itu bersifat universal, yang sudah diketahui oleh
sebagian besar umat Islam, terlepas dari waktu atau tempat di
mana mereka hidup, sementara yang lain mungkin spesifik untuk
budaya atau waktu tertentu. Benang merah dari semua praktek
ini adalah, penghormatan kepada al-Qur'an sebagai Firman
Allah, dan karenanya disebut sebagai benda yang sakral.
Dalam bab ini kita akan membahas:
• Konteks di mana al-Qur'an paling sering dibaca, dan beberapa
surat dan ayat yang biasanya dibaca dalam konteks ini ;
• Pentingnya menghafal dan membaca al-Qur'an -baik pada
masa lalu maupun untuk umat Islam saat ini;
• Etiket atau tata krama secara umum bagi kaum Muslim
dalam membawa al-Qur'an, termasuk masalah menjaga
kesuciannya, dan apakah orang non-Muslim boleh membawa
al-Qur'an; dan
• Kaligrafi sebagai sebuah ekspresi artistik al-Qur'an.
123
Membaca Al-Qur'an
Umat Muslim akan membaca setidaknya satu surat al-Qur'an
–yaitu surat al-Fatihah atau Pembukaan- setiap kali mereka
melakukan shalat lima waktu. Selain itu, mereka akan membaca
beberapa ayat atau salah satu surat pendek dalam al-Qur'an.
Pembacaan itu dilakukan dalam bahasa Arab, meskipun mungkin
bahasa Arab bukan merupakan bahasa ibu mereka. Dengan
demikian, memang lazim bagi umat Islam dari seluruh latar
belakang bahasa dan budaya yang berbeda, untuk mengetahui
setidaknya sedikit dari al-Qur'an dengan cara menghafalnya.
Tradisi sejarah membaca al-Qur'an sebagai bentuk ibadah
sudah sangat panjang, bukan hanya membaca al-Qur'an sebagai
bagian dari ritual shalat setiap hari, tetapi membaca al-Qur'an
itu sendiri sebagai ibadah. Tradisi ini didasarkan pada ayat-ayat
al-Qur'an dan berbagai sabda Nabi yang terkenal. Misalnya, al-
Qur'an mengungkapkan dirinya sendiri dengan mengatakan
bahwa “al-Qur'an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-
angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada
manusia, dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.”1
Di tempat lain, pembacaan al-Qur'an juga dikatakan, seperti
halnya ibadah sholat atau membayar zakat, sebagai ibadah yang
penting.2
Al-Qur'an memerintahkan kaum Muslim untuk “membaca al-
Qur'an secara perlahan dan jelas”3, dan Nabi juga memerintahkan:
“Percantiklah al-Qur'an dengan suaramu”.4
1 Al-Qur'an: 17:106.
2 Al-Qur'an: 73:20.
3 Al-Qur'an: 73:4.
4 Abu Da’ud Sulayman ibn al-Ash‘ath Al-Sijistani, Sahih Sunan Abi Dawud, Vol. 1,
No. 1,468, diriwayatkan oleh Al-Bara’ ibn Azib, Riyadh: Maktabat al Ma‘arif li
al-Nashr wa al-Tawzi’, 1998, hal. 404.
124
Mengingat pentingnya membaca al-Qur'an sebagaimana
dinyatakan al-Qur'an sendiri, maka tidak heran jika sejumlah
tradisi membaca al-Qur'an berkembang pada abad-abad awal
Islam. Misalnya, menurut sumber-sumber Islam, Nabi biasa
membaca seluruh al-Qur'an (seperti yang sudah diwahyukan)
dari ingatannya sendiri setidaknya sekali dalam setahun, selama
bulan Ramadhan. Kebiasaan ini dilanjutkan oleh generasi Muslim
selanjutnya, dan sampai sekarang ini, banyak umat Islam masih
mendatangi masjid setiap malam selama bulan Ramadhan untuk
shalat berjamaah dan mendengarkan seseorang membaca salah
satu juz al-Qur'an atau juz ketiga puluh. Praktik membaca al-
Qur'an ini dilakukan bersama-sama di seluruh komunitas Muslim
sehingga, sampai akhir bulan Ramadhan setiap tahun, al-Qur'an
telah dibaca dan dikhatamkan oleh ribuan kelompok dan secara
individu di masjid-masjid di seluruh dunia.
Di berbagai komunitas Muslim, orang-orang sering membaca
al-Qur'an sebagai bagian dari praktek keagamaan pribadi mereka,
dan banyak anak-anak yang telah belajar membaca al-Qur'an
sejak usia dini. saat mereka membaca, mereka juga didorong
untuk menghafal sebagian dari al-Qur'an, bahkan beberapa di
antara mereka mampu menghafal al-Qur'an sebelum mencapai
masa remaja. Entah mereka mampu menghafalkan al-Qur'an
atau tidak, yang jelas, saat anak mampu mengkhatamkan al-
Qur'an, hal itu akan dianggap sebagai peristiwa penting dalam
komunitas, dan di beberapa kultur budaya tertentu, peristiwa itu
dirayakan oleh keluarga, guru dan warga . Siapapun yang
mampu menghafal al-Qur'an, baik anak-anak ataupun orang
dewasa, dianugerahi status khusus di warga dan disebut
sebagai hafiz, yang berarti seseorang yang telah memelihara al-
Qur'an dalam hati mereka.
Pada era modern, tugas menghafalkan teks yang tebal
semacam itu tampaknya sangat berat. Namun, di sebagian besar
125
dunia Islam saat ini, masih banyak orang yang menghafal seluruh
isi al-Qur'an. Sudah sejak lama, menghafal al-Qur'an menjadi
standar dalam pendidikan Islam, dan itu tetap menjadi bagian
dari kurikulum di berbagai sekolah dan seminari Islam sekarang
ini. Di beberapa negara, menghafal sebagian al-Qur'an masih
merupakan prasyarat untuk masuk ke dalam jurusan Studi Islam
di perguruan tinggi.
Pembacaan al-Qur'an itu sendiri adalah bentuk seni agamis
yang telah dikembangkan dengan baik, dengan aturan pengucapan
yang benar dan gaya yang berbeda-beda antara daerah yang
satu dengan daerah yang lain. Sebagai bentuk seni, pembacaan
al-Qur'an dilakukan secara serius, terukur dan meditatif.
Kemampuannya untuk membangkitkan emosi sangat terkait
erat dengan keindahan dan keagungan al-Qur'an itu sendiri. Ini
bukanlah sebuah musik, karena sebagai sebuah karya seni Islam,
pembacaan al-Qur'an memiliki gayanya sendiri yang sangat
kaya. Namun demikian, di zaman modern ini, para pembaca
al-Qur'an (qari) dengan suara-suara mereka yang indah kini
menjadi semi-profesional, dengan membuat rekaman al-Qur'an
yang dijual di seluruh dunia atau di-download dari internet. Bagi
anak-anak dan orang dewasa, banyak diselenggarakan kompetisi
membaca al-Qur'an pada tingkat lokal maupun nasional. Bahkan
di dunia Islam, acara-acara besar tingkat internasional sudah
diselenggarakan secara rutin.
Ayat Al-Qur'an yang Umumnya Dibaca
Sebagaimana disebutkan di atas, al-Qur'an sering dibaca
baik di acara-acara pribadi maupun acara-acara publik. Misalnya,
pidato formal atau pertemuan penting sering dibuka dan ditutup
dengan pembacaan singkat beberapa ayat al-Qur'an. Pembacaan
ini dilakukan sebagai bentuk doa atau pengharapan berkah pada
kesempatan ini . Seringkali orang akan memilih sejumlah
126
ayat yang mereka rasa sesuai dengan moment dan kesempatan
ini , tetapi ada juga ayat-ayat al-Qur'an yang lebih sering
dibaca daripada ayat yang lain.
Misalnya, surat pembukaan al-Qur'an (al-Fatihah) sering
dibacakan untuk membuka rapat atau pertemuan. Dan di akhir
al-Qur'an, surat singkat Demi Masa (al-Ashr, surat ke-03) juga
sering dibacakan sebagai doa, dan sebagai refleksi atas singkatnya
hidup ini, dan pentingnya mengingat prioritas yang paling
penting dalam hidup seseorang: “Demi masa, sesungguhnya
manusia [dalam] kerugian, kecuali mereka yang beriman,
melakukan perbuatan baik, saling menasehati dalam kebenaran,
dan saling menasehati dalam kesabaran.”5 Dalam sebuah acara
pernikahan, biasanya ayat-ayat yang dibacakan adalah dari surat
Ar-Rum: “Dan di antara tanda-tanda kekuasan-Nya adalah bahwa
Dia menciptakan pasangan dari jenis kamu sendiri, agar kamu
merasa tentram kepadanya; dan Dia menjadikan di antara kamu
rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-
benar ada tanda-tanda bagi mereka yang berpikir.”6 saat
ada orang yang sedang sekarat, atau setelah meninggal, anggota
keluarga sering berkumpul dan membaca al-Qur'an, khususnya
surat Yasin, yang sering disebut sebagai ‘Jantung al-Qur'an’.
Surat ini diyakini memudahkan penderitaan seseorang, dan
menggambarkan ihwal penciptaan dan kematian.
Bagian al-Qur'an tertentu juga dipakai sebagai pelindung,
semacam azimat. Misalnya, beberapa orang percaya bahwa dua
surat terakhir al-Qur'an, dan bagian tertentu dari surat kedua,
khususnya Ayat Kursi, memiliki kekuatan perlindungan yang
dapat menangkal kejahatan. Ayat Kursi berbunyi sebagai berikut:
5 Al-Qur'an: 103:1–3.
6 Al-Qur'an: 30:21.
127
Allah: Tidak ada Tuhan selain Dia, yang Maha Hidup, yang
terus-menerus (mengurus mahluk-Nya), tidak mengantuk
dan tidak tidur. Milik-Nya apa yang ada di langit dan di bumi.
Tidak ada yang dapat memberikan syafaat di sisi-Nya kecuali
dengan izin-Nya. Dia mengetahui apa yang ada di hadapan
mereka dan apa yang di belakang mereka, mereka tidak
mengetahui sesuatu apa pun tentang ilmu Allah kecuali apa
yang Dia kehendaki. Kursi-Nya meliputi langit dan bumi. Dan
Dia tidak merasa berat memelihara keduanya. Allah Maha
Tinggi lagi Maha Besar.7
Bagian-bagian ini dapat ditulis, ditempelkan di dinding,
atau dibacakan saat seseorang merasa sedang dalam bahaya.
Demikian pula, di beberapa praktek budaya Muslim, membaca
al-Qur'an juga ditujukan untuk penyembuhan. saat ada orang
yang sakit, mereka sering dianjurkan untuk membaca al-Qur'an,
atau seseorang membacakannya untuknya.
Selain pada beberapa peristiwa dan acara penting yang
sebutkan di atas, banyak kaum Muslim juga menggunakan frase-
frase dari al-Qur'an dalam keseharian dan amalan pribadi mereka,
bahkan sering secara spontan tanpa memikirkannya. Frase
ini biasanya berupa doa-doa pendek, seringkali mengacu
pada doa yang dipanjatkan para Nabi sebagaimana tercantum
dalam al-Qur'an, seperti doa Musa yang terkenal, yang meminta
Tuhan untuk menganugerahkan kepercayaan diri kepadanya agar
dapat berbicara dengan jelas: “Tuhan, lapangkanlah hati saya dan
ringankan tugas saya, dan mudahkanlah saya membuka lidah
sehingga mereka dapat memahami kata-kataku.”8 Frase lainnya
jauh lebih pendek, seperti yang sering dipakai berulang-ulang:
‘Insya Allah!’ - setelah seseorang menyebutkan suatu rencana di
7 Al-Qur'an: 2:255.
8 Al-Qur'an: 20:25–28.
128
masa depan - atau ‘Subhanallah!’ - sebuah ungkapan atau seruan
umum.
Adab atau Etiket Terhadap Al-Qur'an
Karena al-Qur'an juga merupakan teks fisik, maka norma-
norma dan praktik-praktik tambahan terkait adab memperlakukan
al-Qur'an sebagai kitab suci telah dikembangkan dari waktu ke
waktu. Norma-norma ini didasari oleh keyakinan umat
Islam, bahwa al-Qur'an adalah Firman Allah, sehingga, dengan
demikian, harus diperlakukan dengan hormat setiap waktu.
Sebelum memeriksa praktik umat Islam sekarang ini, kita
akan melihat secara ringkas, pendekatan klasik mengenai ‘etiket
terhadap al-Qur'an’. Kebanyakan umat Islam sekarang ini masih
menerima panduan klasik ini, yang disusun oleh sarjana al-
Qur'an, Qurtubi (w.671/1273) pada abad ke-7/ke-13, sebagai
elemen penting terkait etiket terhadap al-Qur'an, meskipun
banyak orang tidak mencermati seluruh rekomendasi ini .
Menurut Qurtubi, saat persiapan membaca al-Qur'an,
seseorang harus menyikat gigi dengan siwak (ranting yang
dipakai untuk menyikat gigi) dan membilas mulut dengan
air, sehingga mulut akan segar sebelum membaca. Orang juga
harus duduk tegak, berdandan seakan-akan berniat hendak
mengunjungi seorang pangeran, dan tempatkan al-Qur'an di
pangkuan, atau di atas sesuatu landasan agar al-Qur'an tidak
tergeletak di lantai lepas. Kemudian, mencari tempat yang
tenang, menghadap Makkah, di mana tidak akan terganggu,
atau di mana harus menyelingi pembacaan al-Qur'an dengan
kata-kata manusia. Bacaan sebaiknya tidak dilakukan di pasar-
pasar atau tempat-tempat yang penuh kesembronoan, dan saat
mulai membaca, orang harus meminta perlindungan pada Tuhan
dari godaan setan.
129
Qurtubi juga merekomendasikan bahwa seorang Muslim
harus membaca seluruh bagian al-Qur'an, bukan hanya beberapa
ayat di sana-sini secara acak. Lebih lanjut ia menyarankan bahwa
orang harus membaca dengan santai agar memberikan waktu
untuk berkonsentrasi, mengucapkan setiap huruf dengan jelas,
dan menggunakan ‘bantalan al-Qur'an’ atau perangkat khusus
untuk memegang al-Qur'an. Hal ini untuk membantu menghindari
situasi di mana al-Qur'an mungkin tertaruh langsung di lantai
atau di mana mungkin akan berserakan. Setelah membaca al-
Qur'an, lalu mengembalikannya ke posisi yang tinggi, sering
kali dipisahkan dari buku-buku lain, sebagai tanda lebih lanjut
dari rasa hormat kepada al-Qur'an. Saran Qurtubi bahwa harus
menghadap Makkah saat membaca al-Qur'an juga merupakan
bagian dari beberapa budaya, meskipun sebagian besar daerah
tidak mengikuti adat atau kebiasaan ini secara tegas.
Bersuci dan Membersihkan Diri
Banyak Muslim percaya bahwa sebelum seseorang menyentuh
atau membawa al-Qur'an, mereka harus berwudlu. Ritual
menyucikan diri ini sama dengan ritual menyucikan diri sebelum
umat Islam melakukan sholat lima waktu. Sebagian umat Islam
juga akan berusaha untuk memastikan bahwa pakaian mereka
suci, dan bahwa mereka berpakaian yang sepantasnya sebagai
tanda hormat mereka kepada al-Qur'an.
Meskipun sebagian besar umat Islam akan setuju dengan
pentingnya menyucikan diri sebelum menyentuh al-Qur'an,
tetapi ada perbedaan pendapat mengenai detail penyucian
diri ini . Ada dua bentuk ritual penyucian diri yang diakui
dalam Islam: menyucikan diri dari hadas besar dan dari hadas
kecil. Menyucikan diri dari hadas besar biasanya dikaitkan
dengan hubungan seksual, atau, dalam kasus perempuan,
menstruasi. saat menyucikan diri dari hadas besar, seorang
Muslim diwajibkan membasuh dari kepala sampai kaki agar
130
bisa bersuci kembali untuk melakukan sholat. Sebagian besar
Muslim mungkin akan setuju bahwa penyucian diri ini diperlukan
sebelum orang menyentuh atau membawa al-Qur'an. Penyucian
diri dari hadas kecil, yang disebabkan oleh fungsi tubuh seperti
buang air kecil, hanya perlu dilakukan melalui wudhu, yang
biasanya mencakup mencuci tangan, wajah, lengan dan kaki,
dan mengusap rambut dan telinga dengan air. Pendapat yang
muncul sangat bervariasi terkait apakah bentuk penyucian diri
ini diperlukan sebelum menyentuh atau membaca al-Qur'an,
dan dalam hal ini, tergantung pada budaya lokal dan keyakinan
individu masing-masing. Fatwa (pendapat mengenai hukum
Islam) dari Komite Tetap Arab Saudi untuk Riset Ilmiah dan
Ketentuan Hukum berikut ini memberikan contoh keputusan
bahwa kedua bentuk penyucian diri itu diperlukan.
Pertanyaan:
Kemarin, kami berdiskusi tentang diperbolehkannya memba-
cakan kitab suci al-Qur'an tanpa memegang al-Qur'an, atau
dari sebuah buku yang berisi beberapa ayat-ayat al-Qur'an,
dalam hal itu orang tidak dalam keadaan suci ... Apa hukum
yang berlaku atas tindakan itu?
Jawaban:
Segala puji hanya bagi Allah, sholawat dan salam atas Nabi
terakhir Muhammad. saat seorang Muslim berkeinginan
untuk menyentuh al-Qur'an, dia harus menyucikan dirinya
dari hadas kecil maupun besar ... Adapun membaca tanpa
memegang mushaf [salinan fisik al-Qur'an], diperbolehkan
untuk melakukannya jika seseorang berada dalam keadaan
hadas kecil. Adapun orang dengan hadas besar, ia sebaiknya
tidak membaca al-Qur'an dengan atau tanpa memegang
mushaf .9
9 Fatwa tentang membaca al-Qur’an oleh seorang yang junub (memiliki hadas
besar). Fatwa diterbitkan oleh the Permanent Committee for Scholarly Research
131
Namun, mayoritas umat Islam berpandangan bahwa sese-
orang tidak harus berwudhu atau bersuci untuk sekedar membaca
al-Qur'an, selama mereka membaca dari hafalannya dan secara
fisik tidak bersentuhan dengan al-Qur'an. Banyak sarjana juga
berpendapat bahwa seorang wanita yang sedang menstruasi boleh
membaca al-Qur'an tanpa harus menyentuhnya. Sehubungan
dengan al-Qur'an digital pada CD, disk atau kaset, pendapat
umumnya adalah bahwa bahan ini boleh disentuh tanpa
harus memperhatikan suci tidaknya. Dalam hal ini contohnya
adalah Fatwa dari Komite Ilmiah Arab Saudi sebagai berikut.
Pertanyaan:
Saya mendengar bahwa diperbolehkan bagi perempuan
yang sedang haid untuk menganalisis sintaksis al-Qur'an.
Saya mengajar perempuan-perempuan Muslim tentang cara
membaca al-Qur'an. Mereka datang dari tempat yang jauh,
sementara waktu mereka terbatas. Apakah diperbolehkan
bagiku untuk mengajari mereka hukum-hukum tajwid,
membenarkan bacaan mereka atas beberapa ayat al-Qur'an,
dan membacakan al-Qur'an untuk mereka, sementara saya
sedang menstruasi? Apakah diperbolehkan bagi seorang
perempuan belajar al-Qur'an dalam keadaan menstruasi,
untuk menerima pelajaran, ataukah dia harus menunggu
sampai dia suci? Tolong, tunjukkan kepada kami hukum atas
masalah ini. Semoga Allah memberikan pahala kepadamu
atas usaha ini. Selain itu, saya membaca buku tafsir al-Qur'an
saat saya dalam keadaan menstruasi. Apakah tindakan
semacam itu diperbolehkan? Atau apakah sebaiknya saya
tidak melakukan itu?
and Ifta’, Saudi Arabia. Referensi: Pertanyaan No. 4, Fatwa No. 2,217, Volume IV,
hal. 72. 13 Februari 2005. Diakses 24 Augustus2007: http://www.qurancomplex.
org/qfatwa/display.asp?f=51&l=eng&ps=subFtwa.
132
Jawaban:
Segala puji bagi Allah; shalawat serta salam kepada Rasul
terakhir kita Muhammad Saw. Diperbolehkan bagimu untuk
membaca al-Qur'an dalam keadaan menstruasi, dan juga
untuk mengajarkan bacaan dan aturan-aturannya selama
menstruasi, tetapi tanpa menyentuh mushafnya [salinan
fisik al-Qur'an]. Menurut pendapat ulama yang paling umum,
perempuan yang sedang menstruasi juga boleh menyentuh
buku-buku tafsir al-Qur'an dan melafalkan ayat-ayat di
dalamnya.10
Non-Muslim dan Al-Qur'an
Umat Muslim berbeda pendapat mengenai apakah seorang
non-Muslim boleh menyentuh atau membawa al-Qur'an. Mereka
yang menolak atau tidak memperbolehkan hal ini menggunakan
argumen bahwa orang non-Muslim tidak menyucikan diri [dengan
cara berwudlu atau mandi besar], karena mereka tidak mengikuti
aturan Islam tentang ritual bersuci. Kebanyakan perdebatan
mengenai hal ini sekarang ini lebih cenderung bersifat teoritis.
Terutama yang menjadi dasar sandaran adalah pandangan Islam
klasik, yang sebagian besar terbentuk sebelum ditemukannya
mesin cetak, saat untuk membuat salinan al-Qur'an saja harus
membutuhkan usaha yang sangat keras, dan itupun sebagian
besar, jika tidak semua, diterbitkan di beberapa belahan dunia
dimana mayoritas penduduknya Muslim.
Sebagian Muslim juga memperdebatkan apakah diper boleh-
kan membawa al-Qur'an ke negara non-Muslim. Pikiran semacam
10 Apa hukum seorang perempuan yang menstruasi membaca buku tafsir? Fatwa
ditebitkan oleh the Permanent Committee for Scholarly Research and Ifta’,
Saudi Arabia. Referensi: Pertanyaan No. 2, Fatwa No. 4, 902, Volume IV, Hal. 75.
(teks bahasa Inggrisnya telah dimodifikasi sedemikian rupa agar memudahkan
membacanya.) 13 Februari 2005. Diakses 8 Februari 2007: http://www.
qurancomplex.org/qfatwa/Hits.asp?f=10-20 &l=eng.
133
itu masih ada di antara sebagian kecil umat Muslim saat ini, tetapi
ini menjadi sangat problematik, mengingat sekarang ini sudah
banyak Muslim yang lahir dan tinggal di negara-negara yang
mayoritas penduduknya non-Muslim. Akhir-akhir ini perdebatan
mengenai hal ini juga sangat tidak relevan, karena al-Qur'an
sudah tersedia di berbagai toko buku di seluruh dunia. Bahkan
sekarang ini, hampir mustahil membatasi orang yang berasal
dari agama lain untuk membeli atau membaca al-Qur'an, jika
memang mereka benar-benar ingin membeli atau membacanya.
Pandangan umum di kalangan umat Muslim yang paling
kontemporer adalah bahwa setiap orang mestinya diperbolehkan
membawa atau menyentuh al-Qur'an. Tetapi mereka juga
berharap, bahwa semua orang yang melakukannya sudah
selayaknya menjaga dan menunjukkan sikap hormat kepada al-
Qur'an.
Penodaan Terhadap Al-Qur'an
Karena al-Qur'an merupakan benda yang suci, maka ada
sejumlah panduan umum mengenai bagaimana seharusnya
membawa al-Qur'an ini . Misalnya, ada aturan agama yang
menyatakan bahwa al-Qur'an tidak boleh dibawa ke tempat yang
dianggap najis, seperti tempat pembuangan sampah atau toilet.
Banyak juga umat Muslim yang memindahkan hiasan-hiasan atau
benda-benda tertentu di suatu tempat, yang mungkin ada
teks al-Qur'an atau nama Allah tertulis di dalamnya, sebelum
mereka memasuki tempat ini . Panduan ini, seperti halnya
ritual-ritual yang lain di seputar al-Qur'an, tertanam kuat di
dalam budaya kaum Muslim. Karena alasan ini pulalah pernah
terjadi protes global pada bulan April 2005, saat dilaporkan
bahwa tentara Amerika di Teluk Guantanamo telah merobek dan
membuang beberapa bagian al-Qur'an ke toilet.11
11 Newsweek, 30 April 2005.
134
Demikian pula, penggunaan bahan-bahan tertentu yang
mungkin mengandung tulisan ayat al-Qur'an, seperti koran,
juga tidak tepat dan tidak dianjurkan. Pandangan umum di
kalangan umat Islam menyatakan bahwa bahan-bahan ini
tidak boleh dibuang atau dimasukkan ke dalam tempat sampah
atau sejenisnya. Lebih baik, bahan-bahan itu dibakar atau
dikubur saja. Meskipun maksudnya adalah menghormati teks
al-Qur'an, tetapi pandangan ini bisa menciptakan problem-
problem praktis di beberapa negara, seperti di Timur Tengah,
di mana pencantuman kata-kata atau kalimat-kalimat dari al-
Qur'an di koran sangatlah umum. Dalam situasi semacam ini,
tidak mungkin harus membakar atau mengubur surat kabar
atau bahan-bahan sejenisnya dalam jumlah besar setiap hari.
Oleh karena itu, banyak Muslim menganggap bahwa mendaur
ulang atau merancang bangun kertas itu merupakan alternatif
yang lebih dapat diterima, selama kertas itu tidak dicampur
dengan limbah umum. Namun bagaimanapun, sebagian Muslim
yang lain berpendapat, bahwa mendaur ulang bahan al-Qur'an
adalah tindakan yang dilarang. Fatwa berikut menyatakan bahwa
daur ulang koran yang mengandung teks-teks al-Qur'an, baik
melalui tempat daur ulang sampah atau secara pribadi, tidak
diperbolehkan dalam situasi apapun. Sayangnya, fatwa ini
tidak diteruskan dengan jalan keluar alternatif yang mestinya
dilakukan.
Pertanyaan:
Ayat pembuka al-Qur'an: “Dengan Nama Allah, Yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang” ditulis di beberapa kertas
surat kabar yang kadang-kadang dilemparkan di jalanan.
Beberapa orang bahkan menggunakannya untuk bersih-
bersih. Apa hukum kedua tindakan ini ?
135
Jawaban:
Segala puji bagi Allah, serta sholawat dan salam atas Nabi
terakhir Muhammad.
Menulis “Dengan Nama Allah, Yang Maha Pemuah lagi
Maha Penyayang” pada awal buku-buku agama dan karya-
karya penelitian itu diperbolehkan, sebagaimana yang Nabi
Muhammad Saw. lakukan dahulu dalam surat-menyurat, dan
begitu pula sahabat dan tabiin, dan orang-orang mengikuti
mereka sampai sekarang.12 Oleh karena itu, memuliakan
dan menggunakan kalimat ini adalah wajib, dan tidak
menghormatinya adalah sesuatu yang dilarang. Siapapun
yang tidak menghormatinya [kalimat ini ] adalah dosa,
karena kalimat ini merupakan ayat dalam kitab suci
Allah Ta’ala, dan merupakan bagian dari ayat dalam surat al-
Naml [‘Semut’, surat ke-27, ayat 30]. Oleh karena itu, tidak
diperbolehkan bagi siapa saja untuk menggunakan kertas
ini untuk membersihkan, untuk taplak meja, atau
untuk membungkus barang-barang. Selain itu, juga tidak
diperbolehkan membuangnya ke dalam tong sampah.13
Teks Al-Qur'an dan Kaligrafi
Kaligrafi Arab dianggap sebagai salah satu bentuk ekspresi
seni Islami paling penting. Teks-teks al-Qur'an yang ditulis
dengan pola-pola kaligrafi tertentu sering ditampilkan dalam
masjid, makam, istana, juga di rumah, dinding, mebel, kaset,
baki/penampan dan ornamen, serta dalam naskah-naskah
sekuler di seluruh dunia Muslim. Kaligrafi ini juga muncul
di permukaan-permukaan karya logam, gerabah, batu, kaca, kayu,
12 Istilah ‘sahabat’ mengacu paga generasi kedua Muslims setelah Nabi Muhammad.
13 Hukum melempar koran ke dalam tong sampah. Fatwa diterbitkan oleh the
Permanent Committee for Scholarly Research and Ifta’, Saudi Arabia. Referensi:
Fatwa No. 49, Volume IV, hal. 5. 13 February 2005. diakses 24 Augustus 2007:
http://www.qurancomplex.com/qfatwa/display.asp?f=49 &l=eng&ps=subFtwa.
136
tekstil dan sering dalam gaya yang berbeda tergantung pada
tekstus permukaan ini . Kaligrafi sangat dihargai karena
asosiasinya yang kuat dengan al-Qur'an, dan juga karena menjadi
sarana ekspresi seni secara bebas tanpa harus menampilkan
gambar-gambar makhluk hidup, sebuah kebiasaan yang diyakini
oleh banyak Muslim bahwa hal ini tidak diperbolehkan.14
Para seniman Muslim telah mengembangkan berbagai
macam gaya kaligrafi, yang berbeda dari satu negara ke negara
yang lain dan dari waktu ke waktu. Corak umum dari gaya kaligrafi
yang berbeda-beda ini antara lain terkait interaksi kurva
dan baris, artikulasi kata dan huruf dalam desain bunga atau
geometris, dan distribusi warna atas keseluruhan atau sebagian
dari teks. Subjek yang ditulis dengan kaligrafi biasanya adalah
ayat-ayat al-Qur'an, nama-nama Allah, nama dan sebutan Nabi
dan, dalam kasus Islam Syi’ah, nama-nama imam yang ma’sum.15
Contoh penggunaan seni kaligrafi dapat ditemukan di salah
satu monumen yang paling terkenal di dunia, Taj Mahal di India,
yang dibangun oleh kaisar Mughal, Shah Jahan (w.1076/1666),
sebagai makam istrinya, Mumtaz Mahal (w.1039/1630) dan
kemudian dirinya sendiri. Makam ini dihiasi dengan pola-
pola bunga-bunga yang indah, ditambah dengan prasasti kaligrafi
14 ‘Introduction’, dalam Islamic Art. Diakses 8 Februari 2007: http://www.lacma.
org/islamic_art/intro.htm.
15 Islam Syi’ah, salah satu dari dua kelompok terbesar Islam. Imam yang sempurna
adalah seorang laki-laki keturunan Nabi Muhammad dan diyakini oleh kaum
Syi’ah akan menjadi pemimpin besar seluruh komunitas Muslim. Mereka
meyakini ketiadaan dosa pada diri imam, dan para imam dianugerahi pencerahan
religius dan menjadi penafsir Kehendak Tuhan. Meskipun bukan seorang Nabi,
perkataan, tulisan dan perbuatan mereka dipertimbangkan menjadi teks religius
yang otoritatif selain al-Qur’an and Sunnah.
137
yang luas. Diyakini bahwa monumen ini merupakan representasi
dari Kursi Singgasana Allah di atas Taman Surga.16
Ringkasan
Beberapa poin penting yang telah kita bahas dalam bab ini
meliputi:
• Membaca al-Qur'an adalah sebuah praktek Islam penting
yang sudah dilakukan sejak zaman Nabi.
• Seseorang yang telah hafal al-Qur'an, yang digelari hafidz,
diberikan tempat terhormat dalam komunitas Muslim, dan
dapat menjadi seorang qari profesional.
• Ayat-ayat al-Qur'an sering dibacakan sebagai bagian dari doa
sehari-hari, pernikahan, pemakaman dan acara-acara penting
lainnya, untuk tujuan perlindungan atau penyembuhan, dan
sebagai bagian dari aktivitas kehidupan sehari-hari umat
Islam.
• Umat Islam menunjukkan penghormatan mereka terhadap
al-Qur'an dengan cara membersihkan dulu dari hadas
sebelum menyentuhnya, dan dengan tidak menempatkannya
di atas lantai atau di tempat-tempat yang dianggap tidak
bersih.
• Kaligrafi, yang sering didasarkan pada teks-teks al-Qur'an,
adalah seni Islam penting yang telah berkembang menjadi
berbagai macam gaya, dan dapat disaksikan di seluruh
lingkup kehidupan Muslim.
Rekomendasi Bacaan
Muhammad Abul Quasem (trans.), ‘The Excellence of the
Al-Qur'an and the People Concerned with it’, ‘External Rules of
16 ‘The Taj Mahal’, Islamic Architecture. Diakses 8 Februari 2007: http://www.
islamicart.com/library/empires/india/taj_mahal.html
138
Al-Qur'an Recitation’, ‘Mental Tasks in Al-Qur'an Recitation’,
dalam The Recitation and Interpretation of the Al-Qur'an: Al-
Ghazali’s Theory, London, Boston and Melbourne: Kegan Paul
International, 1982, hal. 18–85.
• Dalam bab ini Abul Quasem memberikan pemahaman
berharga terkait begitu pentingnya studi dan pembacaan al-
Qur'an di dalam pandangan orang Islam. Dia juga menjajaki
tentang skill keterampilan dan akurasi yang diperlukan
untuk pembacaan al-Qur'an, serta pentingnya membaca dan
menghafal al-Qur'an sebagai sikap penghormatan mereka
terhadap kitab suci.
Kenneth Cragg, ‘Having the Text by Heart’, dalam The Mind of
the Al-Qur'an, London: George Allen & Unwin, 1973, hal. 26–37.
• Dalam bab ini Cragg membahas elemen-elemen dan manfaat
spiritual yang didapatkan dari menghafalkan al-Qur'an.
Kristina L. Nelson, The Art of Reciting the Al-Qur'an, Austin:
University ofTexas Press, 1985.
• Buku ini merupakan salah satu disertasi pertama di Barat
mengenai tema ini. Di sini, Nelson melakukan studi kom-
pre hensif terhadap seni bacaan al-Qur'an. Berdasarkan
penelitian lapangan yang dilakukan kepada beberapa qari
al-Qur'an terkemuka di Mesir, Nelson melihat aspek sejarah,
budaya, bahasa dan spiritual dari membaca al-Qur'an, serta
adab dalam pembacaannya.
Ahmad von Denffer, ‘Reading and Studying the Al-Qur'an’,
dalam Ulum al-Al-Qur'an: An Introduction to the Sciences of the Al-
Qur'an, Leicester: The Islamic Foundation, 1985, hal. 165–182,
dicetak ulang 1994.
• Dalam bab ini von Denffer memperkenalkan kepada masya-
rakat umum tentang adab membaca dan mempelajari al-
Qur'an dalam bahasa Arab.
139
Bab 6
Ilmu Pengetahuan di Barat
dan Al-Qur'an
ILMU PENGETAHUAN BARAT TENTANG ISLAM selama ini dianggap sebagai contoh dari ilmu pengetahuan ‘Orientalis’. Istilah “Orientalisme” sendiri ditelusuri asal-usulnya, sebagian,
sampai ke studi Islam dan al-Qur'an pada abad pertengahan.
Istilah ini berasal dari bahasa Latin oriens, yang artinya adalah
terbitnya matahari, maksudnya adalah ‘Timur’1, dan secara
umum diartikan sebagai studi budaya dan tradisi Timur oleh
para sarjana Barat. Istilah ini menjadi populer selama periode
kolonial abad ke-19 dan awal ke-20 saat istilah ‘orientalis’
diartikan sebagai seniman Barat yang diinspirasi oleh Timur,
maupun sarjana Barat yang mengkhususkan diri pada studi
bahasa, agama dan budaya ketimuran. Dari perspektif Orientalis
inilah ilmu pengetahuan Barat tentang al-Qur'an pada awalnya
dikembangkan.
1 J.A. Simpson and E.S.C. Weiner (eds), ‘Orient’, The Oxford English Dictionary,
second edition, Oxford: Clarendon Press, vol. 10, 1989, hal. 929.
140
Pada zaman modern, beberapa sarjana, seperti kritikus dan
komentator sosio-politik terkenal Edward Said, berpendapat
bahwa perbedaan antara Orien (‘Timur’) dan Oksiden (‘Barat’)
bukan merupakan pembagian secara ‘alamiah’, melainkan
lebih merupakan hasil dari ‘imajinasi geografis’,2 dan sebagai
sebuah produk sejarah budaya, imajinasi itu harus diuji. Dalam
warga kontemporer, meskipun kata ‘Orientalisme’ masih
mengandung makna aslinya, tetapi prasangka dan stereotip
tradisional tetap menyertai pembedaan antara ‘Orien dan
Oksiden’, sehingga istilah ‘Orientalisme’ memiliki makna
peyoratif, mengacu pada ilmu pengetahuan Barat yang seolah-
olah tidak objektif dan mencerminkan bias di dalam pemikiran
dan budaya Barat. Karena ada nuansa bias ini, umat Islam sendiri
tidak terlalu berpegang pada ilmu pengetahuan Orientalis.
Bagaimanapun, tidak dapat dipungkiri bahwa ilmu penge-
tahuan Orientalis ini memiliki dampak signifikan terhadap
pemahaman historis dan kontemporer atas al-Qur'an di Barat.
Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai
al-Qur'an dalam ilmu pengetahuan Muslim dan non-Muslim,
bab ini akan menyajikan deskripsi singkat mengenai interaksi
ilmiah antara Muslim dan non-Muslim, dan perkembangan ilmu
pengetahuan tentang al-Qur'an di Barat.
Dalam bab ini kita akan membahas:
• Konteks historis seputar ilmu pengetahuan tentang al-Qur'an
di Barat;
• Berbagai pendekatan terhadap al-Qur'an oleh para sarjana
di Barat;
2 Edward W. Said, Reflections on Exile and Other Literary and Cultural Essays, London:
Granta, 2000, hal. 199.
141
• Pandangan ilmiah-alternatif Barat terhadap kompilasi dan
asal-usul al-Qur'an, dan
• Outline tentang kontribusi beberapa sarjana al-Qur'an
terkemuka dari Barat.
Permulaan Ilmu Pengetahuan tentang Islam dan al-
Qur'an di Barat: Dari Abad ke-8 Sampai Abad ke-14
Periode Sejarah dan Peristiwanya
Abad ke-8 sampai 15
• Muslim Spanyol atau Andalusia (711-1492 M). Sebuah masa
yang penuh dengan jalinan perdamaian antara komunitas
Muslim, Yahudi dan Kristen.
Abad ke-11 sampai 13
• Perang Salib (1095-1291). Konflik militer terjadi, secara
umum bertujuan merebut kembali tanah suci Yerusalem dari
kekuasaan Muslim.
Abad ke-12 sampai 14
• Penerjemahan besar-besaran teks-teks Arab ke dalam bahasa
Latin dalam bidang ilmu pengetahuan, pengobatan, dan filsafat,
serta penerjemahan al-Qur'an dan penyangkalan terhadap
teksnya.
Abad ke-14
• Dewan Wina (1311-1312). Universitas Roma, Bologna, Paris,
Oxford dan Salamanca diminta untuk mengajarkan bahasa
Oriental,

