piagam medinah

piagam medinah


 


PIAGAM  MADINAH


Saat sudah menetap di Madinah, Rasulullah SAW mulai mengatur

hubungan antar individu di Madinah. Berkait tujuan ini, Rasulullah SAW

menulis sebuah peraturan yang dikenal dengan sebutan Shahîfah atau kitâb

atau lebih dikenal sekarang dengan sebutan watsîqah (piagam). Mengingat

betapa penting piagam ini dalam menata warga  Madinah yang beraneka

ragam, maka banyak ahli sejarah yang berusaha membahas dan meneliti

piagam ini guna mengetahui strategi dan peraturan Rasulullah SAW dalam

menata warga nya, oleh sebab  itu dalam tulisan ini penulis mencoba

mengintegrasikannya dengan teori-teori sosial.


Piagam Madinah1 merupakan salah satu peninggalan

Nabi Muhammad SAW yang terus menjadi teladan bagi umat

1 Penulis kitab as Sîratun Nabawiyah as Shahîhah mengatakan: “Pendapat

yang kuat mengatakan bahwa piagam ini pada dasarnya terdiri dari dua piagam

yang disatukan oleh para ulama ahli sejarah. Yang satu berisi perjanjian dengan

orang-orang Yahudi dan bagian yang lain menjelaskan kewajiban dan hak kaum

muslimin, baik Anshâr maupun Muhâjirîn. Pendapat yang lebih kuat yang

menyatakan bahwa perjanjian dengan Yahudi ini ditulis sebelum perang Badar

berkobar. Sedangkan piagam antara kaum Muhâjirîn dan Anshâr ditulis pasca

perang Badar .

At Thabariy Ra mengatakan: “Setelah selesai perang Badar, Rasulullah

SAW tinggal di Madinah. Sebelum perang Badar berkecamuk, Rasulullah SAW

telah membuat perjanjian dengan Yahudi Madinah agar kaum Yahudi tidak

membantu siapapun untuk melawan Rasulullah SAW, (sebaliknya) jika ada musuh

yang menyerang beliau SAW di Madinah, maka kaum Yahudi harus membantu

Rasulullah SAW. Setelah Rasulullah berhasil membunuh orang-orang kafir Quraisy

dalam perang Badar, kaum Yahudi mulai menampakkan kedengkian  dan mulai

melanggar perjanjian.

Sedangkan kisah yang dibawakan dalam Sunan Abu Daud Ra yang

menceritakan, bahwa setelah pembunuhan terhadap Ka’ab bin al Asyrâf (seorang

Yahudi yang sering menyakiti Rasulullah SAW di Madinah) dan orang-orang

Yahudi dan musyrik madinah mengeluhkan hal itu kepada Rasulullah SAW, Beliau

SAW mengajak mereka untuk membuat sebuah perjanjian yang harus mereka

patuhi. Lalu Rasulullah SAW menulis perjanjian antara kaum Yahudi dan kaum

muslimin. Ada kemungkinan ini yaitu  penulisan ulang terhadap perjanjian


Islam dalam membentuk suatu tatanan sosial kewarga an

. Piagam ini telah beliau praktekkan 14 abad yang lalu dan hal

ini perlu digali dan dikembangkan serta ditafsirkan dalam

kontek kekinian yang dalam hal ini telah ditafsirkan oleh para

sosiolog dengan beragam teori sosial yang walaupun secara

eksplisit mereka tidak mengakui akan implikasi piagam

madinah  terhadap gagasan teori-teori sosial yang  dunia barat

khusunya tawarkan dalam menata  kehidupan  berwarga 

yang berlangsung dibarat.

Tentunya hal ini tidak bisa dilepaskan dari faktor historis

yang terjadi antara dunia barat dengan dunia timur yang

berpengaruh terhadap pembentukan pola pikir

warga nya terhadap dunia timur, sehingga klaim bahwa

hal ini murni hasil karya  empirik berdasarkan perkembangan

warga  didunia barat patutlah dipertanyankan.

Berikut ini yaitu  point-point piagam Madinah secara

ringkas.2:

1. Point-Point Yang Berkait Dengan Kaum Muslimin

1) . Kaum mukminin yang berasal dari Quraisy dan

Yatsrib (Madinah), dan yang bergabung dan

berjuang bersama mereka yaitu  satu umat, yang

lain tidak.

2) Kaum mukminin yang berasal dari Muhâjirîn, bani

Sa’idah, Bani ‘Auf, Bani al Hârits, Bani Jusyam, Bani

Najjâr, Bani Amr bin ‘Auf, Bani an Nabît dan al Aus

boleh tetap berada dalam kebiasaan mereka yaitu

tersebut. Dengan demikian, kedua riwayat tersebut bisa dipertemukan. Riwayat

pertama yang dibawakan oleh para ahli sejarah yang menyatakan kejadian itu

sebelum perang Badar dan riwayat kedua yang dibawakan oleh Imam Abu Daud

Ra yang menyatakan kejadian itu setelah perang Badar.Dari hasil penelitian mereka

ini, mereka berbeda pendapat tentang keabsahannya. Penulis kitab as Sîratun

Nabawiyah Fi Dhauil Mashâdiril Ashliyyah, setelah membawakan banyak riwayat

tentang piagam ini berkesimpulan bahwa riwayat tentang Piagam Madinah

derajatnya hasan lighairihi.

2 As Sîratun Nabawiyah Fi Dhauil Mashâdiril Ashliyyah, 

tolong-menolong dalam membayar diat di antara

mereka dan mereka membayar tebusan tawanan

dengan cara baik dan adil di antara mukminin.

3) Sesungguhnya kaum mukminin tidak boleh

membiarkan orang yang menanggung beban berat

sebab  memiliki keluarga besar atau utang diantara

mereka (tetapi mereka harus) membantunya dengan

baik dalam pembayaran tebusan atau diat.

4) Orang-orang mukmin yang bertaqwa harus

menentang orang yang zalim diantara mereka.

Kekuatan mereka bersatu dalam menentang yang

zhalim, meskipun orang yang zhalim yaitu  anak

dari salah seorang diantara mereka.

5) Jaminan Allah itu satu. Allah memberikan jaminan

kepada kaum muslimin yang paling rendah.

Sesungguhnya mukminin itu saling membantu

diantara mereka, tidak dengan yang lain.

6) Sesungguhnya orang Yahudi yang mengikuti kaum

mukminin berhak mendapatkan pertolongan dan

santunan selama kaum Yahudi ini tidak menzhalimi

kaum muslimin dan tidak bergabung dengan musuh

dalam memerangi kaum muslimin.

2. Point Yang Berkait Dengan Kaum Musyrik

Kaum musyrik Madinah tidak boleh melindungi harta atau

jiwa kaum kafir Quraisy(Makkah) dan juga tidak boleh

menghalangi kaum muslimin darinya.

3. Point Yang Berkait Dengan Yahudi.

1. Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama

dalam peperangan.

2.Kaum Yahudi dari Bani ‘Auf yaitu  satu umat dengan

mukminin. Kaum Yahudi berhak atas agama, budak-

budak dan jiwa-jiwa mereka. Ketentuan ini juga berlaku

bagi kaum Yahudi yang lain yang berasal dari bani Najjâr,

bani Hârits, Bani Sâ’idah, Bani Jusyam, Bani al Aus, Bani

dan Bani Tsa’labah.  Kerabat Yahudi (di luar kota

Madinah) sama seperti mereka (Yahudi).


3.Tidak ada seorang Yahudi pun yang dibenarkan ikut

berperang, kecuali dengan izin Nabi Muhammad SAW.

4.Kaum Yahudi berkewajiban menanggung biaya perang

mereka dan kaum muslimin juga berkewajiban

menanggung biaya perang mereka. Kaum muslimin dan

Yahudi harus saling membantu dalam menghadapi orang

yang memusuhi pendukung piagam ini, saling memberi

nasehat serta membela pihak yang terzhalimi.

4. Point-Point Yang Berkait Dengan Ketentuan Umum.

1) Sesungguhnya Yatsrib itu tanahnya haram (suci) bagi

warga pendukung piagam ini. Dan sesungguhnya

orang yang mendapat jaminan (diperlakukan) seperti

diri penjamin, sepanjang tidak melakukan sesuatu

yang membahayakan dan tidak khianat. Jaminan tidak

boleh diberikan kecuali dengan seizin pendukung

piagam ini.

2) Bila terjadi suatu persitiwa atau perselisihan di antara

pendukung piagam ini, yang dikhawatirkan

memicu  bahaya, maka penyelesaiannya menurut

Allah swt, dan Muhammad SAW.

3) Kaum kafir Quraisy (Mekkah) dan juga pendukung

mereka tidak boleh diberikan jaminan keselamatan.

4) Para pendukung piagam harus saling membantu

dalam menghadapi musuh yang menyerang kota

Yatsrib.

5) Orang yang keluar (bepergian) aman, dan orang berada

di Madinah juga aman, kecuali orang yang zhalim dan

khianat. Dan Allah Swt yaitu  penjamin bagi orang

yang baik dan bertakwa juga Muhammad Rasulullah

SAW.

Pelajaran  yang dapat dipetik dari Piagam Madinah:

1. Piagam Madinah dianggap sebagai peraturan tertulis

pertama di dunia yang dikagumi oleh para ahli sejarah dan

2. Para ulama tidak mengatakan bahwa diantara hukum-

hukum yang tercantum dalam piagam ini ada yang di

nasakh(dihapuskan) kecuali perjanjian dengan Yahudi atau

non muslim dengan tanpa kewajiban membayar jizyah

(pajak). Hukum ini terhapus dengan firman Allah swt

dalam Surat at Taubah/9 : 29. Tentunya hal ini disebabkan

oleh kaum Yahudi sendiri yang telah mengingkari

kesepatakan sehingga diambil tindakan tegas oleh Nabi

SAW.

3. Sebagian para ulama mengatakan bahwa hubungan kaum

muslimin dengan Yahudi yang ada  dalam piagam

tersebut sejalan dengan firman Allah dalam al Qur’an Surat

al Mumtahanah/60 : 8.

 َﻻ ُﻢُﻛﺎَﻬ ْـﻨَـﻳ ُﻪﱠﻠﻟا ِﻦَﻋ َﻦﻳِﺬﱠﻟا َْﱂ ْﻢُﻛﻮُِﻠﺗﺎَﻘُـﻳ ِﰲ ِﻦﻳ ﱢﺪﻟا ََْﱂو ْﻢُﻛﻮُِﺟﺮُْﳜ ْﻦِﻣ ْﻢُِﻛرَﺎﻳِد ْنَأ

 ْﻢُﻫوﱡﺮَـﺒَـﺗاُﻮﻄِﺴْﻘُـﺗَو ْﻢِﻬَْﻴِﻟإ.

Artinya: Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan

berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu

sebab  agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.

4. Piagam ini telah mengatur berbagai sisi kehidupan umat.

Termasuk didalamnya berkaitan tentang hubungan antar

umat beragama yang dilandasi dasar menghargai nilai-nilai

kemanusian sehingga tercipta kedamaian di kota Madinah.

5. Dalam piagam ini ada  landasan perundang-undangan,

misalnya:

a.Pembentukan umat berdasarkan aqidah dan agama

sehingga mencakup seluruh kaum muslimin dimanapun

berada.

b.Pembentukan umat atau jama’ah berdasarkan tempat

tinggal, sehingga mencakup muslim dan non muslim

yang tinggal disana. Hal ini tentunya mengajarakan akan

adanya pengakuan Islam terhadap kemajemukan atau

pluralitas dengan  menjalin kerjasama dalam menjaga

perdamaian  bersama sehingga tatanan sosial dapat

tertata dengan baik.

c. Adanya persamaan dalam pergaulan secara umum baik

itu umat Islam ataupun non Muslim


d.Larangan melindungi pelaku Kriminal tanpa memandang

Penganut agama  manakah pelaku tersebut, semuanya

sama dimata hukum, Sehingga keadilan dapat

ditegakkan dengan baik.

e.Larangan bagi kaum Yahudi untuk ikut berperang kecuali

dengan izin Muhammad SAW.

f.Larangan perbuatan zhalim pada harta, kehormatan dan

lain sebagainya. Harta warga  yang ada di Madinah

terjamin dengan baik sesuai dengan aturan agama dan

aturan kenegaraan yang telah ditegakkan oleh Nabi

SAW.

g.Larangan melakukan perjanjian damai secara pribadi

dengan musuh. warga  Arab dengan fanatismenya

yang tinggi terhadap kesukuannya  tentu hal ini akan

memicu  potensi penghiantan terhadap kesepakatan

ini, oleh sebab  itu  sebagai seorang Pemimpin,Nabi SAW

telah  berusah menutup  celah tersebut.  Akan tetapi fakta

sejarah  menunjukkkan  bagaimana karekteristik  bangsa

Arab sebagaimana telah dibahas diatas.

h.Larangan melindungi pihak musuh.

i.Keharusan ikut andil dalam pembiayaan yang diperlukan

dalam rangka membela negara.

j.Keharusan membayar diyat dari yang melakukan

pembunuhan.

k. Tebusan tawanan.

l. Melestarikan kebiasaan yang baik.

B. Piagam Madinah Sebagai Dasar Etika Global

Piagam Madinah yang lahir ditengah warga 

Madinah yang pluralis memberikan gambaran bahwasanya

Islam sebagai agama terakhir dengan ajarannya universal,

Skripturalis(yang mengajarkan  bahwa kitab Suci dapat dibaca

dan dipahami oleh siapa saja, bukan monopoli kelas tertentu

dalam hierarki keagamaan) dan juga yang mengajarkan

egalitarianisme Spiritual, maka wajar jika umat Islam dapat

membuktikan  bahwa agama ini mempunyai  andil yang besar

dalam  mewujudkan etika global.


Islam telah mengajarakan dasar dari Etika Global, yang

merupakan sebuah kebaikan yang dapat dinikmati segenap

umat manusia. Sebagaimana diungkap dalam al-Quran:

“Kamu yaitu  umat terbaik, dilahirkan  untuk segenap  umat

manusia, menyuruh orang berbuat baik dan melarang

perbuatan mungkar, serta beriman kepada Allah

( QS.3/Ali Imran:110).

Menurut Abdullah Yusuf Ali yang dikutip Syahrin

Harahap bahwa agama yang bersifat universal, Islam

mengandung tiga arti, pertama, Iman: kedua berbuat baik,

menjadi contoh bagi yang lain untuk melakukan perbuatan

baik dan memiliki kemampuan melihat bahwa kebenaran

akan  menang, ketiga menjauhkan  diri dari kebatilan dan

mampu melihat bahwa kebatilan dan kezaliman akan kalah.

Oleh sebab  itu, kehadiran umat Islam bukan hanya untuk

dirinya sendiri melainkan untuk seluruh umat Manusia.3

Itulah prinsip-prinsip toleransi keagamaan yang diatas

ditegakkan kebudayaan Islam. Seluruh kaum mukmin

diwajibkan memercayai keseluruhan Nabi dan Rasul. Orang

beriman diharuskan menghargai dan menghormati semua

Nabi utusan Allah, diharuskan bergaul secara baik dengan

umat lain, baik dalam tindakan, perkataan, maupun

bertetangga dan saling mengunjungi.

Agama Islam mewajibkan kepada pemerintah untuk

menjaga keselamatan tempat-tempat Ibadah setiap umat

beragama. Pemerintah Islam tidak diperkenankan menzalimi

mereka dalam bidang Hukum, dan diharuskan memperlakkan

secara sama antara mereka dan kewajiban berwarga .

Pemerintah diwajibkan memelihara kehormatan semua umat

beragama, memelihara hak hidupnya, memperbaiki masa

depannya, sebagaimana Pemerintah Islam itu memelihara,

memperbaik kehormatan, hak hidup, dan masa depan umat

Islam itu sendiri.

Ini yaitu  prinsip dasar dalam kebudayaan Islam, dan

dengan kehadiran agama Islam, non muslim tidak

disingkirkan dari gelanggang warga , tidak dikebiri, baik

hak maupun kewajibannya. Sejak awal kehadirannya dan

semula  berdirinya  kebudayaan Islam yang dibawa Nabi

Muhammad SAW. 4

Islam menekankan dengan kuat penegakan nilai-nilai

universal yang menjadi landasan bagi keharusan berbuat baik

kepada setiap manusia. Kalau kita meneliti nilai-nilai

universal yang disepakati secara keseluruhan umat manusia

saat ini, maka akan kita temukan sembilan hal  yaitu:

1. Persamaan, kehormatan, dan persaudaraan umat

manusia.

2. Nilai pendidikan universal(untuk pria dan wanita, kaya

dan miskin) dengan penekanan pada semangat

penelitian bebas, dan pentingnya  ilmu pengetahuan.

3. Pelaksanaan toleransi beragama secara tulus.

4. Pembebasan perempuan dan persamaan spiritualnya

dengan pria.

5. Pembebasan dari segala jenis perbudakan dan

eksploitasi.

6. Kemulian kerja kasar.

7. Integrasi manusia dalam satu perasaan kesatuan  tanpa

memandang perbedaan ras dan warna kulit.

8. Devaluasi segala bentuk kecongkakan dan

kesombongan.

9. Penolakan terhadap filsafat asketis(asceticism) 5

Semua nilai-nilai diatas telah menjadi panduan bagi

umat Islam dalam menjalankan kehidupan beragama, akan

tetapi setelah Rasulullah SAW Wafat tatanan sosial yang

terbentuk mengalami beragam dinamika berdasarkan

interpretasi yang dilakukan oleh umat Islam dalam memimpin

warga  dan hal ini tercatat dalam catatan sejarah

berdampak pada terjadinya perpecahan dikalangan umat


Islam dengan terjadinya beragam konflik yang dialami oleh

umat Islam itu berakar dari  2 bentuk, pertama perpecahan

dalam masalah kepemimpinan dan kedua perpecahan dalam

perbedaan pandangan dalam persoalan akidah dan keyakinan

atau pemahaman keagamaan. oleh sebab  itu Ibnu Khuldun

telah menyimpulkan dalam teorinya bagaimana tatanan sosial

yang ada dalam  sepanjang sejarah umat Islam dengan teori

siklusnya.

C. Agama   Dan Teori-Teori Sosial

Berbicara tentang kedudukan agama dalam teori-teori

sosial tidak bisa dilepaskan dari pemikiran tokoh-tokoh yang

telah berjasa melahirkan teori-teori tersebut. Berikut ini

peneliti akan mengkaji salah seorang tokoh yaitu Durkheim,

pemikirannya sangat dipengaruhi pemikiran filosof August

Comte (1798-1857), yang pertama kali mencanangkan

pentingnya ilmu  social yang berbasis empiris.

Menurut Bilton dd, bagi seorang tokoh seperti Comte,

yang lahir setelah revolusi Prancis, implikasi dari ilmu social

semacam itu tentu luar biasa: ’agar pengetahuan sosiologi

positif dapat menawarkan cara untuk rekonstruksi damai bagi

keteraturan social oleh elite ilmuan dan intelektual-perubahan

social tidak perlu terjadi dengan kekerasan revolusioner dan

manipulasi massa.6

Durkheim mewarisi traidisi ini dan membangun teori

atas dasar ini. Misi Durkheim yaitu  membangun ilmu

tentang  warga  yang dapat menjadi pedoman untuk

memahami bagaimana warga  diorganisasi, dalam

konteks pengetahuan mengenai hukum yang mengatur

prilaku social, dalam konteks yang teratur. Menurut

Durkheim, keteraturan datang dari konsesus-dari eksistensi

norma-norma dan nilai-nilai yang dimiliki bersama. Bagi

Durkheim, penyebab kunci dari penyakit social berasal dari

anomi -suatu kondisi kurangnya norma-norma yang

mengatur- Anomi yaitu  hasil dari potensi kekacauan sebab 

warga  modern yang penuh persaingan meningkatnya

hasrat-hasrat yang tidak dibatasi.

Tanpa norma-norma yang membatasi prilaku manusia

mengembangkan selera yang tak terbatas, keinginan yang tak

terkendali dan perasaan umum ketersinggungan dan ketidak

puasan. Ia menegaskan bahwa dalam warga  yang kuat

dan tertib kebebasan individual hanya dapat terjadi apabila

keyakinan dan prilaku diatur dengan sebaik-baiknya oleh

sosialisasi” Individu patuh kepada warga  dan kepatuhan

ini yaitu  kondisi bagi kebebasannya. 7

Bagi manusia kebebasan berarti terbebas dari pemaksaan

fisik yang membabi buta: kondisi bebas ini ia capai dengan

mematuhi kekuatan besar dan cerdas, yakni warga  yang

dibawah pengaturannya ia berlindung. Dan semua

keteraturan dan harmoni dan konses dianggap Durkheim

sebagai sebuah kondisi yang benar sehingga melahirkan

konsep Fungsionalisme.

Durkheim memakai  karya tokoh Inggris, Herbert

Spencer untuk berargumentasi bahwa paling tepat kalau kita

memahami eksistensi dan karakter sturktur sosial melalui

perbandingan dengan asal usulan kerja organisme biologi

dimana kehidupan eksistensi dan kesehatannya  tergantung

pada semua organ-organ yang bekerjasama dengan baik.

Perbedaan antara sistem dan struktur dapat dipahami sebagai

perbedaan antara gambaran statis-struktur dan bagaimana

keseluruhan unsur yang terintegrasi ini bekerja secara aktual

sebagai sistem. Dalam sosiologi istilah ini seringkali

digunakan  dalam kaitan satu sama lain bagi alas an ini.suatu

warga   memiliki struktur da bekerja sebagai system. 8

Durkheim mengganggap bahwa suatu sistem sosial

bekerja seperti sistem organic. warga  terbentuk dari

struktur-struktur aturan kebudayaan-yakni keyakinan dan

praktik yang sudah mantap-yang terhadap keyakinan dan

praktik  itu warga warga  tunduk dan taat. Cara berfikir

dan bertindak yang sudah mantap dalam warga  dimana

warga warga  disosialisasikan, di Institusionalisasikan

dalam warga  tersebut. Bagi Fungsionalis institusi-

institusi dalam warga  misalnya bentuk tatanan keluarga,

tatanan politik, tatanan pendidikan, tatanan keagamaan dan

lainnya yaitu  analog dengan komponen-komponen

organisme.

Masyarkat terdiri dari bagian-bagian yang terintegrasi

dan saling tergantung. Bagi fungsionalis, kegagalan suatu

institusi dalam berfungsi disebut malfungis-akan

mengakibatkan keadaan sistem sosial yang mirip dengan

kondisi biologi.  Tidak berjalannya suatu sistem sosial

dinamakan kaum fungsionalis dengan beragam istilah seperti

“hilangnya solidaritas sosial, runtuhnya integrasi atau

hilangnya  ekuilibrium.9

Aktifitas dan kerja warga  merupakan eksistensi

institusi sosial yang merupakan bagian dari sturktur sosial,

bukanlah hasil dari keputusan warga  bertindak atau

berfikir menurut cara itu. Manusia tidak memutuskan untuk

memiliki lumbung, hati atau sepasang ginjal. Organ–organ ini

ada sebab  tubuh membutuhkannya untuk menjalankan

fungsi yang diperlukan. Begitupun teori fungsionalis

memandang tatanan institusional suatu warga  ada bukan

sebab  pilihan sebagian dari warganya, tatanan sosial itu ada

sebab  ia menjalankan  fungsi yang diperlukan  bagi struktur

social secara keseluruhan.

Institusi yang menjalankan fungsi, atau institusi yang

melayani kebutuhan sistem sosial. Oleh sebab  itu agar

institusi itu menjalankan fungsi dengan baik warga masyarkat

harus mengetahui, dan menyepakati bagaimana seharusnya

berprilaku; sehingga sosialisasi kedalam aturan–aturan yang

benar merupakan kuncinya. Hasil akhirnya yaitu  suatu

dunia dimana setiap orang sepakat mengenai bagaimana

kehidupan dijalankan, institusi menjalankan fungsinya,

kebutuhan sistem sosial dipenuhi dan warga  sehat.

Sebaliknya jika warga  tidak sehat –akan terjadi ketidak

teraturan(kekacauan), kecendrungan konflik, perpecahan dan

persengketaan- ini sebab  sosialisasi tidak berjalan dengan

baik.

Dalam kondisi inilah tindakan politik diperlukan

dengan landasan bukti-bukti ilmiah social untuk menjamin

aturan-aturan kebudayaan ditegakkan kembali dan hasil

akhirnya yaitu  warga  kembali harmonis-integratif,

stabil, kohesif, dan sehat-dan warga masyarkat yang bahagia

dan terbimbing baik oleh norma-norma.

Institusi dan tindakan politik merupakan unsur

terpenting dari suatu negara dan oleh sebab  umat beragama

sudah tentu berada dan hidup dalam suatu wilayah atau

negara, maka perlu diuraikan sekilas tentang teori terciptanya

negara. ada  empat teori tentang terciptanya suatu negara,

yaitu teori terbentuk secara alamiah, teori negara bagian

ciptaan Tuhan, teori terbentuk dengan kekuatan, dan teori

hasil kontrak sosial. Teori terbentuk secara alamiah

menerangkan bahwa terbentuknya negara  didasari oleh

kebutuhan manusia untuk aktualisasi kemanusiaannya. Di

dalam negara itulah, manusia mengaktualisasikan dirinya

untuk mengekpresikan dirinya  sehingga menjadi manusia

yang seutuhnya baik itu  di bidang moral maupun politik

yang tidak bisa terpenuhi di dalam skala kecil dalam keluarga

ataupun desa. Sedangkan dalam konsep teori ciptaan Tuhan

diyakini suatu negara terbetuk sebab  campur tangan tuhan.

Semuanya ditunjuk oleh Tuhan baik itu pemerintah, Penguasa

oleh sebab  itulah sumber kewenangan  yaitu  Tuhan. Maka

penguasa atau pemerintah bertanggungjawab kepada Tuhan,

bukan kepada rakyat yang dikuasai atau diperintah.10

Adapun dalam teori terbentuk oleh kekuatan; negara

yaitu  hasil penaklukan dan kekerasan antarmanusia. Yang

kuat, yang mampu menguasai yang lain yaitu  yang

membentuk negara  dan memaksakan haknya untuk

menguasai dan memerintah negara. Sumber kewenangan

dalam teori ini yaitu  kekuatan, sebab  kekuatan itu yang

membenarkan kekuasaan dan kewenangan. Selanjutnya teor

hasil kontrak sosial; terbentuknya negara disebabkan

terbangunnya  kontrak sosial antar anggota warga 

dengan membentuk negara. Dalam hal ini, yang sumber

kewenangan yaitu  warga 

Dalam hal ini, tugas negara yaitu  menyelenggarakan

kesejahteraan rakyat dengan membangun kondisi, sarana dan

prasarana yang kondusif yang menjamin kesejahteraan  dan

kemakmuran. Maka negara harus konsisten berusaha agar

hak-hak asasi warganya terjamin dan terlindungi berbagai

pelanggaran. Yonky Karman menguraikan bahwa yang paling

hakiki dari hak-hak asasi manusia yaitu  hak beragama yang

meliputi dua aspek. Pertama, warga bebas memilih agama

atau kepercayaan yang dipandangnya paling baik untuk

dirinya. Tidak boleh ada tekanan, intimidasi, dan pemaksaan

supaya warga memilih agama yang satu dan atau menolak

agama lain. Kedua, warga bebas beribadah dan menjalankan

kehidupan agamanya  sesuai keyakinan, sejauh pelaksanaan

kebebasan itu tidak melanggar kebebasan orang lain.12

Fungsi negara dari uraikan diatas hanyalah

memfasilitasi (fungsi fasilitatif) semua umat beragama untuk

beribadah berdasarkan keyakinan dan kepercayaannya secara

aman, dan bebas dari gangguan ataupun kejahatan umat yang

lain. Perlindungan ini harus didapatkan oleh semua warga

negara tanpa melihat latarbelakang suku, budaya dan agama,

sebab negara (pemerintah) yaitu  merupakan milik dari

berbagai komunitas umat beragama tersebut. Dalam hal ini

independesi pemerintah harus ditegakkan baik itu terhadap

mayoritas ataupun minoritas, sehingga potensi-potensi konflik

dapat diperkecil peluangnya, Oleh sebab nya warga 

harus mengadakan kontrak sosial, yang dibentuk oleh


kehendak bersama, untuk menciptakan keadilan dan

terbangunya moralitas tertinggi sehingga kerukunan antar

umat beragama dapat terwujud dimana suatu agama diakui

keberadaannya dalam suatu negara hal ini selaras dengan

point-point yang ada dalam Piagam Madinah.

Selanjutnya untuk menjaga harmonitas dan stabilitas

diatas menurut Parson yang dikenal sebagai tokoh

fungsioanlisme struktural modern saat ini   dengan konsepnya

bahwa ada  empat fungsi yang harus dilaksanakan agar

suatu struktur sosial dapat bertahan, yaitu: Adaptasi,

Pencapaian tujuan, Integrasi dan pemeliharaan pola atau

manajemen ketegangan.  Agama sebagai dasar bagi struktur

sosial telah memberikan dasar-dasar bagi terciptanya

warga  yang damai,  akan tetapi dengan berkembanya

kondisi sosial dimana agama tersebut dianut membuat agama

mengalami beragam interpretasi dan kadang kala

memicu  ketegangan yang berdampak pada munculnya

konflik.

D. Koneksitas Piagam Madinah dan Teori Sosial

Out put yang dapat dipelajari dari Piagam Madinah

yaitu  terjaganya harmonitas dan stabilitas warga 

Madinah yang majemuk saat itu, sehingga seluruh lapisan

warga  yang terlibat dalam piagam madinah tersebut

melakukan adaptasi dan memenej potensi-potensi konflik

yang  ada ditengah warga  madinah dengan terjaminnya

kebebasan menjalankan ajaran agama dan  kesiapan untuk

menjaga kedamaain.

Doktrin-doktrin diatas menunjukkan pentingnya

pemahaman mendalam tentang esensi beragama yang

berwujud terciptanya kerukunan yang diaplikasikan  dengan

sinergisitas beragam unsur yang dalam Internal masing-

masing umat beragam ataupun ekternal. Dalam hal ini

persoalan kemanusian dan terciptanya kedamaian menjadi

pokok dalam piagam tersebut sehingga pelaksanaan ajaran

masing-masing agama dapat berjalan dengan baik. Persoalan

kemanusian ini jika tidak menjadi perhatian dari masing-

masing penganut agama akan memicu  tidak terjadinya

sinergitas dan tidak teraplikasinya beragam elemen yang ada

maka kerukunan tidak dapat diterapkan.

Dalam konteks ini, Teori Fungsionalisme-struktural

Parson yang menyatakan bahwa warga  merupakan

system yang saling berhubungan, memiliki pola-pola

adaptatif, memiliki orientasi dan visi serta konsolidasi untuk

mempertahankan struktur sosial. Dalam hal ini agama telah

memiliki pola-pola dalam pembentukan karakter umatnya

sehingga visi kehidupan dapat berjalan dengan baik sesuai

dengan ajaran yang ada dalam kitab suci masing-masing

agama.


Piagam Madinah merupakan nilai atau norma yan

disepakati bersama dizamannya akan tetapi dalam

perjalannya mengalami pelanggaran-pelanggaran yang

memicu  tindakan politik yang tegas sehingga nilai-nilai

yang ada dapat ditegakkan kembali dengan baik, hal ini

selaras dengan teori Durkheim yang  menyatakan, keteraturan

datang dari konsesus-dari eksistensi norma-norma dan nilai-

nilai yang dimiliki bersama dan jika dilanggar maka akan

memicu  anomi sebagaimana dijelaskan diatas.