piagam medinah
PIAGAM MADINAH
Saat sudah menetap di Madinah, Rasulullah SAW mulai mengatur
hubungan antar individu di Madinah. Berkait tujuan ini, Rasulullah SAW
menulis sebuah peraturan yang dikenal dengan sebutan Shahîfah atau kitâb
atau lebih dikenal sekarang dengan sebutan watsîqah (piagam). Mengingat
betapa penting piagam ini dalam menata warga Madinah yang beraneka
ragam, maka banyak ahli sejarah yang berusaha membahas dan meneliti
piagam ini guna mengetahui strategi dan peraturan Rasulullah SAW dalam
menata warga nya, oleh sebab itu dalam tulisan ini penulis mencoba
mengintegrasikannya dengan teori-teori sosial.
Piagam Madinah1 merupakan salah satu peninggalan
Nabi Muhammad SAW yang terus menjadi teladan bagi umat
1 Penulis kitab as Sîratun Nabawiyah as Shahîhah mengatakan: “Pendapat
yang kuat mengatakan bahwa piagam ini pada dasarnya terdiri dari dua piagam
yang disatukan oleh para ulama ahli sejarah. Yang satu berisi perjanjian dengan
orang-orang Yahudi dan bagian yang lain menjelaskan kewajiban dan hak kaum
muslimin, baik Anshâr maupun Muhâjirîn. Pendapat yang lebih kuat yang
menyatakan bahwa perjanjian dengan Yahudi ini ditulis sebelum perang Badar
berkobar. Sedangkan piagam antara kaum Muhâjirîn dan Anshâr ditulis pasca
perang Badar .
At Thabariy Ra mengatakan: “Setelah selesai perang Badar, Rasulullah
SAW tinggal di Madinah. Sebelum perang Badar berkecamuk, Rasulullah SAW
telah membuat perjanjian dengan Yahudi Madinah agar kaum Yahudi tidak
membantu siapapun untuk melawan Rasulullah SAW, (sebaliknya) jika ada musuh
yang menyerang beliau SAW di Madinah, maka kaum Yahudi harus membantu
Rasulullah SAW. Setelah Rasulullah berhasil membunuh orang-orang kafir Quraisy
dalam perang Badar, kaum Yahudi mulai menampakkan kedengkian dan mulai
melanggar perjanjian.
Sedangkan kisah yang dibawakan dalam Sunan Abu Daud Ra yang
menceritakan, bahwa setelah pembunuhan terhadap Ka’ab bin al Asyrâf (seorang
Yahudi yang sering menyakiti Rasulullah SAW di Madinah) dan orang-orang
Yahudi dan musyrik madinah mengeluhkan hal itu kepada Rasulullah SAW, Beliau
SAW mengajak mereka untuk membuat sebuah perjanjian yang harus mereka
patuhi. Lalu Rasulullah SAW menulis perjanjian antara kaum Yahudi dan kaum
muslimin. Ada kemungkinan ini yaitu penulisan ulang terhadap perjanjian
Islam dalam membentuk suatu tatanan sosial kewarga an
. Piagam ini telah beliau praktekkan 14 abad yang lalu dan hal
ini perlu digali dan dikembangkan serta ditafsirkan dalam
kontek kekinian yang dalam hal ini telah ditafsirkan oleh para
sosiolog dengan beragam teori sosial yang walaupun secara
eksplisit mereka tidak mengakui akan implikasi piagam
madinah terhadap gagasan teori-teori sosial yang dunia barat
khusunya tawarkan dalam menata kehidupan berwarga
yang berlangsung dibarat.
Tentunya hal ini tidak bisa dilepaskan dari faktor historis
yang terjadi antara dunia barat dengan dunia timur yang
berpengaruh terhadap pembentukan pola pikir
warga nya terhadap dunia timur, sehingga klaim bahwa
hal ini murni hasil karya empirik berdasarkan perkembangan
warga didunia barat patutlah dipertanyankan.
Berikut ini yaitu point-point piagam Madinah secara
ringkas.2:
1. Point-Point Yang Berkait Dengan Kaum Muslimin
1) . Kaum mukminin yang berasal dari Quraisy dan
Yatsrib (Madinah), dan yang bergabung dan
berjuang bersama mereka yaitu satu umat, yang
lain tidak.
2) Kaum mukminin yang berasal dari Muhâjirîn, bani
Sa’idah, Bani ‘Auf, Bani al Hârits, Bani Jusyam, Bani
Najjâr, Bani Amr bin ‘Auf, Bani an Nabît dan al Aus
boleh tetap berada dalam kebiasaan mereka yaitu
tersebut. Dengan demikian, kedua riwayat tersebut bisa dipertemukan. Riwayat
pertama yang dibawakan oleh para ahli sejarah yang menyatakan kejadian itu
sebelum perang Badar dan riwayat kedua yang dibawakan oleh Imam Abu Daud
Ra yang menyatakan kejadian itu setelah perang Badar.Dari hasil penelitian mereka
ini, mereka berbeda pendapat tentang keabsahannya. Penulis kitab as Sîratun
Nabawiyah Fi Dhauil Mashâdiril Ashliyyah, setelah membawakan banyak riwayat
tentang piagam ini berkesimpulan bahwa riwayat tentang Piagam Madinah
derajatnya hasan lighairihi.
2 As Sîratun Nabawiyah Fi Dhauil Mashâdiril Ashliyyah,
tolong-menolong dalam membayar diat di antara
mereka dan mereka membayar tebusan tawanan
dengan cara baik dan adil di antara mukminin.
3) Sesungguhnya kaum mukminin tidak boleh
membiarkan orang yang menanggung beban berat
sebab memiliki keluarga besar atau utang diantara
mereka (tetapi mereka harus) membantunya dengan
baik dalam pembayaran tebusan atau diat.
4) Orang-orang mukmin yang bertaqwa harus
menentang orang yang zalim diantara mereka.
Kekuatan mereka bersatu dalam menentang yang
zhalim, meskipun orang yang zhalim yaitu anak
dari salah seorang diantara mereka.
5) Jaminan Allah itu satu. Allah memberikan jaminan
kepada kaum muslimin yang paling rendah.
Sesungguhnya mukminin itu saling membantu
diantara mereka, tidak dengan yang lain.
6) Sesungguhnya orang Yahudi yang mengikuti kaum
mukminin berhak mendapatkan pertolongan dan
santunan selama kaum Yahudi ini tidak menzhalimi
kaum muslimin dan tidak bergabung dengan musuh
dalam memerangi kaum muslimin.
2. Point Yang Berkait Dengan Kaum Musyrik
Kaum musyrik Madinah tidak boleh melindungi harta atau
jiwa kaum kafir Quraisy(Makkah) dan juga tidak boleh
menghalangi kaum muslimin darinya.
3. Point Yang Berkait Dengan Yahudi.
1. Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama
dalam peperangan.
2.Kaum Yahudi dari Bani ‘Auf yaitu satu umat dengan
mukminin. Kaum Yahudi berhak atas agama, budak-
budak dan jiwa-jiwa mereka. Ketentuan ini juga berlaku
bagi kaum Yahudi yang lain yang berasal dari bani Najjâr,
bani Hârits, Bani Sâ’idah, Bani Jusyam, Bani al Aus, Bani
dan Bani Tsa’labah. Kerabat Yahudi (di luar kota
Madinah) sama seperti mereka (Yahudi).
3.Tidak ada seorang Yahudi pun yang dibenarkan ikut
berperang, kecuali dengan izin Nabi Muhammad SAW.
4.Kaum Yahudi berkewajiban menanggung biaya perang
mereka dan kaum muslimin juga berkewajiban
menanggung biaya perang mereka. Kaum muslimin dan
Yahudi harus saling membantu dalam menghadapi orang
yang memusuhi pendukung piagam ini, saling memberi
nasehat serta membela pihak yang terzhalimi.
4. Point-Point Yang Berkait Dengan Ketentuan Umum.
1) Sesungguhnya Yatsrib itu tanahnya haram (suci) bagi
warga pendukung piagam ini. Dan sesungguhnya
orang yang mendapat jaminan (diperlakukan) seperti
diri penjamin, sepanjang tidak melakukan sesuatu
yang membahayakan dan tidak khianat. Jaminan tidak
boleh diberikan kecuali dengan seizin pendukung
piagam ini.
2) Bila terjadi suatu persitiwa atau perselisihan di antara
pendukung piagam ini, yang dikhawatirkan
memicu bahaya, maka penyelesaiannya menurut
Allah swt, dan Muhammad SAW.
3) Kaum kafir Quraisy (Mekkah) dan juga pendukung
mereka tidak boleh diberikan jaminan keselamatan.
4) Para pendukung piagam harus saling membantu
dalam menghadapi musuh yang menyerang kota
Yatsrib.
5) Orang yang keluar (bepergian) aman, dan orang berada
di Madinah juga aman, kecuali orang yang zhalim dan
khianat. Dan Allah Swt yaitu penjamin bagi orang
yang baik dan bertakwa juga Muhammad Rasulullah
SAW.
Pelajaran yang dapat dipetik dari Piagam Madinah:
1. Piagam Madinah dianggap sebagai peraturan tertulis
pertama di dunia yang dikagumi oleh para ahli sejarah dan
2. Para ulama tidak mengatakan bahwa diantara hukum-
hukum yang tercantum dalam piagam ini ada yang di
nasakh(dihapuskan) kecuali perjanjian dengan Yahudi atau
non muslim dengan tanpa kewajiban membayar jizyah
(pajak). Hukum ini terhapus dengan firman Allah swt
dalam Surat at Taubah/9 : 29. Tentunya hal ini disebabkan
oleh kaum Yahudi sendiri yang telah mengingkari
kesepatakan sehingga diambil tindakan tegas oleh Nabi
SAW.
3. Sebagian para ulama mengatakan bahwa hubungan kaum
muslimin dengan Yahudi yang ada dalam piagam
tersebut sejalan dengan firman Allah dalam al Qur’an Surat
al Mumtahanah/60 : 8.
َﻻ ُﻢُﻛﺎَﻬ ْـﻨَـﻳ ُﻪﱠﻠﻟا ِﻦَﻋ َﻦﻳِﺬﱠﻟا َْﱂ ْﻢُﻛﻮُِﻠﺗﺎَﻘُـﻳ ِﰲ ِﻦﻳ ﱢﺪﻟا ََْﱂو ْﻢُﻛﻮُِﺟﺮُْﳜ ْﻦِﻣ ْﻢُِﻛرَﺎﻳِد ْنَأ
ْﻢُﻫوﱡﺮَـﺒَـﺗاُﻮﻄِﺴْﻘُـﺗَو ْﻢِﻬَْﻴِﻟإ.
Artinya: Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan
berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu
sebab agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
4. Piagam ini telah mengatur berbagai sisi kehidupan umat.
Termasuk didalamnya berkaitan tentang hubungan antar
umat beragama yang dilandasi dasar menghargai nilai-nilai
kemanusian sehingga tercipta kedamaian di kota Madinah.
5. Dalam piagam ini ada landasan perundang-undangan,
misalnya:
a.Pembentukan umat berdasarkan aqidah dan agama
sehingga mencakup seluruh kaum muslimin dimanapun
berada.
b.Pembentukan umat atau jama’ah berdasarkan tempat
tinggal, sehingga mencakup muslim dan non muslim
yang tinggal disana. Hal ini tentunya mengajarakan akan
adanya pengakuan Islam terhadap kemajemukan atau
pluralitas dengan menjalin kerjasama dalam menjaga
perdamaian bersama sehingga tatanan sosial dapat
tertata dengan baik.
c. Adanya persamaan dalam pergaulan secara umum baik
itu umat Islam ataupun non Muslim
d.Larangan melindungi pelaku Kriminal tanpa memandang
Penganut agama manakah pelaku tersebut, semuanya
sama dimata hukum, Sehingga keadilan dapat
ditegakkan dengan baik.
e.Larangan bagi kaum Yahudi untuk ikut berperang kecuali
dengan izin Muhammad SAW.
f.Larangan perbuatan zhalim pada harta, kehormatan dan
lain sebagainya. Harta warga yang ada di Madinah
terjamin dengan baik sesuai dengan aturan agama dan
aturan kenegaraan yang telah ditegakkan oleh Nabi
SAW.
g.Larangan melakukan perjanjian damai secara pribadi
dengan musuh. warga Arab dengan fanatismenya
yang tinggi terhadap kesukuannya tentu hal ini akan
memicu potensi penghiantan terhadap kesepakatan
ini, oleh sebab itu sebagai seorang Pemimpin,Nabi SAW
telah berusah menutup celah tersebut. Akan tetapi fakta
sejarah menunjukkkan bagaimana karekteristik bangsa
Arab sebagaimana telah dibahas diatas.
h.Larangan melindungi pihak musuh.
i.Keharusan ikut andil dalam pembiayaan yang diperlukan
dalam rangka membela negara.
j.Keharusan membayar diyat dari yang melakukan
pembunuhan.
k. Tebusan tawanan.
l. Melestarikan kebiasaan yang baik.
B. Piagam Madinah Sebagai Dasar Etika Global
Piagam Madinah yang lahir ditengah warga
Madinah yang pluralis memberikan gambaran bahwasanya
Islam sebagai agama terakhir dengan ajarannya universal,
Skripturalis(yang mengajarkan bahwa kitab Suci dapat dibaca
dan dipahami oleh siapa saja, bukan monopoli kelas tertentu
dalam hierarki keagamaan) dan juga yang mengajarkan
egalitarianisme Spiritual, maka wajar jika umat Islam dapat
membuktikan bahwa agama ini mempunyai andil yang besar
dalam mewujudkan etika global.
Islam telah mengajarakan dasar dari Etika Global, yang
merupakan sebuah kebaikan yang dapat dinikmati segenap
umat manusia. Sebagaimana diungkap dalam al-Quran:
“Kamu yaitu umat terbaik, dilahirkan untuk segenap umat
manusia, menyuruh orang berbuat baik dan melarang
perbuatan mungkar, serta beriman kepada Allah
( QS.3/Ali Imran:110).
Menurut Abdullah Yusuf Ali yang dikutip Syahrin
Harahap bahwa agama yang bersifat universal, Islam
mengandung tiga arti, pertama, Iman: kedua berbuat baik,
menjadi contoh bagi yang lain untuk melakukan perbuatan
baik dan memiliki kemampuan melihat bahwa kebenaran
akan menang, ketiga menjauhkan diri dari kebatilan dan
mampu melihat bahwa kebatilan dan kezaliman akan kalah.
Oleh sebab itu, kehadiran umat Islam bukan hanya untuk
dirinya sendiri melainkan untuk seluruh umat Manusia.3
Itulah prinsip-prinsip toleransi keagamaan yang diatas
ditegakkan kebudayaan Islam. Seluruh kaum mukmin
diwajibkan memercayai keseluruhan Nabi dan Rasul. Orang
beriman diharuskan menghargai dan menghormati semua
Nabi utusan Allah, diharuskan bergaul secara baik dengan
umat lain, baik dalam tindakan, perkataan, maupun
bertetangga dan saling mengunjungi.
Agama Islam mewajibkan kepada pemerintah untuk
menjaga keselamatan tempat-tempat Ibadah setiap umat
beragama. Pemerintah Islam tidak diperkenankan menzalimi
mereka dalam bidang Hukum, dan diharuskan memperlakkan
secara sama antara mereka dan kewajiban berwarga .
Pemerintah diwajibkan memelihara kehormatan semua umat
beragama, memelihara hak hidupnya, memperbaiki masa
depannya, sebagaimana Pemerintah Islam itu memelihara,
memperbaik kehormatan, hak hidup, dan masa depan umat
Islam itu sendiri.
Ini yaitu prinsip dasar dalam kebudayaan Islam, dan
dengan kehadiran agama Islam, non muslim tidak
disingkirkan dari gelanggang warga , tidak dikebiri, baik
hak maupun kewajibannya. Sejak awal kehadirannya dan
semula berdirinya kebudayaan Islam yang dibawa Nabi
Muhammad SAW. 4
Islam menekankan dengan kuat penegakan nilai-nilai
universal yang menjadi landasan bagi keharusan berbuat baik
kepada setiap manusia. Kalau kita meneliti nilai-nilai
universal yang disepakati secara keseluruhan umat manusia
saat ini, maka akan kita temukan sembilan hal yaitu:
1. Persamaan, kehormatan, dan persaudaraan umat
manusia.
2. Nilai pendidikan universal(untuk pria dan wanita, kaya
dan miskin) dengan penekanan pada semangat
penelitian bebas, dan pentingnya ilmu pengetahuan.
3. Pelaksanaan toleransi beragama secara tulus.
4. Pembebasan perempuan dan persamaan spiritualnya
dengan pria.
5. Pembebasan dari segala jenis perbudakan dan
eksploitasi.
6. Kemulian kerja kasar.
7. Integrasi manusia dalam satu perasaan kesatuan tanpa
memandang perbedaan ras dan warna kulit.
8. Devaluasi segala bentuk kecongkakan dan
kesombongan.
9. Penolakan terhadap filsafat asketis(asceticism) 5
Semua nilai-nilai diatas telah menjadi panduan bagi
umat Islam dalam menjalankan kehidupan beragama, akan
tetapi setelah Rasulullah SAW Wafat tatanan sosial yang
terbentuk mengalami beragam dinamika berdasarkan
interpretasi yang dilakukan oleh umat Islam dalam memimpin
warga dan hal ini tercatat dalam catatan sejarah
berdampak pada terjadinya perpecahan dikalangan umat
Islam dengan terjadinya beragam konflik yang dialami oleh
umat Islam itu berakar dari 2 bentuk, pertama perpecahan
dalam masalah kepemimpinan dan kedua perpecahan dalam
perbedaan pandangan dalam persoalan akidah dan keyakinan
atau pemahaman keagamaan. oleh sebab itu Ibnu Khuldun
telah menyimpulkan dalam teorinya bagaimana tatanan sosial
yang ada dalam sepanjang sejarah umat Islam dengan teori
siklusnya.
C. Agama Dan Teori-Teori Sosial
Berbicara tentang kedudukan agama dalam teori-teori
sosial tidak bisa dilepaskan dari pemikiran tokoh-tokoh yang
telah berjasa melahirkan teori-teori tersebut. Berikut ini
peneliti akan mengkaji salah seorang tokoh yaitu Durkheim,
pemikirannya sangat dipengaruhi pemikiran filosof August
Comte (1798-1857), yang pertama kali mencanangkan
pentingnya ilmu social yang berbasis empiris.
Menurut Bilton dd, bagi seorang tokoh seperti Comte,
yang lahir setelah revolusi Prancis, implikasi dari ilmu social
semacam itu tentu luar biasa: ’agar pengetahuan sosiologi
positif dapat menawarkan cara untuk rekonstruksi damai bagi
keteraturan social oleh elite ilmuan dan intelektual-perubahan
social tidak perlu terjadi dengan kekerasan revolusioner dan
manipulasi massa.6
Durkheim mewarisi traidisi ini dan membangun teori
atas dasar ini. Misi Durkheim yaitu membangun ilmu
tentang warga yang dapat menjadi pedoman untuk
memahami bagaimana warga diorganisasi, dalam
konteks pengetahuan mengenai hukum yang mengatur
prilaku social, dalam konteks yang teratur. Menurut
Durkheim, keteraturan datang dari konsesus-dari eksistensi
norma-norma dan nilai-nilai yang dimiliki bersama. Bagi
Durkheim, penyebab kunci dari penyakit social berasal dari
anomi -suatu kondisi kurangnya norma-norma yang
mengatur- Anomi yaitu hasil dari potensi kekacauan sebab
warga modern yang penuh persaingan meningkatnya
hasrat-hasrat yang tidak dibatasi.
Tanpa norma-norma yang membatasi prilaku manusia
mengembangkan selera yang tak terbatas, keinginan yang tak
terkendali dan perasaan umum ketersinggungan dan ketidak
puasan. Ia menegaskan bahwa dalam warga yang kuat
dan tertib kebebasan individual hanya dapat terjadi apabila
keyakinan dan prilaku diatur dengan sebaik-baiknya oleh
sosialisasi” Individu patuh kepada warga dan kepatuhan
ini yaitu kondisi bagi kebebasannya. 7
Bagi manusia kebebasan berarti terbebas dari pemaksaan
fisik yang membabi buta: kondisi bebas ini ia capai dengan
mematuhi kekuatan besar dan cerdas, yakni warga yang
dibawah pengaturannya ia berlindung. Dan semua
keteraturan dan harmoni dan konses dianggap Durkheim
sebagai sebuah kondisi yang benar sehingga melahirkan
konsep Fungsionalisme.
Durkheim memakai karya tokoh Inggris, Herbert
Spencer untuk berargumentasi bahwa paling tepat kalau kita
memahami eksistensi dan karakter sturktur sosial melalui
perbandingan dengan asal usulan kerja organisme biologi
dimana kehidupan eksistensi dan kesehatannya tergantung
pada semua organ-organ yang bekerjasama dengan baik.
Perbedaan antara sistem dan struktur dapat dipahami sebagai
perbedaan antara gambaran statis-struktur dan bagaimana
keseluruhan unsur yang terintegrasi ini bekerja secara aktual
sebagai sistem. Dalam sosiologi istilah ini seringkali
digunakan dalam kaitan satu sama lain bagi alas an ini.suatu
warga memiliki struktur da bekerja sebagai system. 8
Durkheim mengganggap bahwa suatu sistem sosial
bekerja seperti sistem organic. warga terbentuk dari
struktur-struktur aturan kebudayaan-yakni keyakinan dan
praktik yang sudah mantap-yang terhadap keyakinan dan
praktik itu warga warga tunduk dan taat. Cara berfikir
dan bertindak yang sudah mantap dalam warga dimana
warga warga disosialisasikan, di Institusionalisasikan
dalam warga tersebut. Bagi Fungsionalis institusi-
institusi dalam warga misalnya bentuk tatanan keluarga,
tatanan politik, tatanan pendidikan, tatanan keagamaan dan
lainnya yaitu analog dengan komponen-komponen
organisme.
Masyarkat terdiri dari bagian-bagian yang terintegrasi
dan saling tergantung. Bagi fungsionalis, kegagalan suatu
institusi dalam berfungsi disebut malfungis-akan
mengakibatkan keadaan sistem sosial yang mirip dengan
kondisi biologi. Tidak berjalannya suatu sistem sosial
dinamakan kaum fungsionalis dengan beragam istilah seperti
“hilangnya solidaritas sosial, runtuhnya integrasi atau
hilangnya ekuilibrium.9
Aktifitas dan kerja warga merupakan eksistensi
institusi sosial yang merupakan bagian dari sturktur sosial,
bukanlah hasil dari keputusan warga bertindak atau
berfikir menurut cara itu. Manusia tidak memutuskan untuk
memiliki lumbung, hati atau sepasang ginjal. Organ–organ ini
ada sebab tubuh membutuhkannya untuk menjalankan
fungsi yang diperlukan. Begitupun teori fungsionalis
memandang tatanan institusional suatu warga ada bukan
sebab pilihan sebagian dari warganya, tatanan sosial itu ada
sebab ia menjalankan fungsi yang diperlukan bagi struktur
social secara keseluruhan.
Institusi yang menjalankan fungsi, atau institusi yang
melayani kebutuhan sistem sosial. Oleh sebab itu agar
institusi itu menjalankan fungsi dengan baik warga masyarkat
harus mengetahui, dan menyepakati bagaimana seharusnya
berprilaku; sehingga sosialisasi kedalam aturan–aturan yang
benar merupakan kuncinya. Hasil akhirnya yaitu suatu
dunia dimana setiap orang sepakat mengenai bagaimana
kehidupan dijalankan, institusi menjalankan fungsinya,
kebutuhan sistem sosial dipenuhi dan warga sehat.
Sebaliknya jika warga tidak sehat –akan terjadi ketidak
teraturan(kekacauan), kecendrungan konflik, perpecahan dan
persengketaan- ini sebab sosialisasi tidak berjalan dengan
baik.
Dalam kondisi inilah tindakan politik diperlukan
dengan landasan bukti-bukti ilmiah social untuk menjamin
aturan-aturan kebudayaan ditegakkan kembali dan hasil
akhirnya yaitu warga kembali harmonis-integratif,
stabil, kohesif, dan sehat-dan warga masyarkat yang bahagia
dan terbimbing baik oleh norma-norma.
Institusi dan tindakan politik merupakan unsur
terpenting dari suatu negara dan oleh sebab umat beragama
sudah tentu berada dan hidup dalam suatu wilayah atau
negara, maka perlu diuraikan sekilas tentang teori terciptanya
negara. ada empat teori tentang terciptanya suatu negara,
yaitu teori terbentuk secara alamiah, teori negara bagian
ciptaan Tuhan, teori terbentuk dengan kekuatan, dan teori
hasil kontrak sosial. Teori terbentuk secara alamiah
menerangkan bahwa terbentuknya negara didasari oleh
kebutuhan manusia untuk aktualisasi kemanusiaannya. Di
dalam negara itulah, manusia mengaktualisasikan dirinya
untuk mengekpresikan dirinya sehingga menjadi manusia
yang seutuhnya baik itu di bidang moral maupun politik
yang tidak bisa terpenuhi di dalam skala kecil dalam keluarga
ataupun desa. Sedangkan dalam konsep teori ciptaan Tuhan
diyakini suatu negara terbetuk sebab campur tangan tuhan.
Semuanya ditunjuk oleh Tuhan baik itu pemerintah, Penguasa
oleh sebab itulah sumber kewenangan yaitu Tuhan. Maka
penguasa atau pemerintah bertanggungjawab kepada Tuhan,
bukan kepada rakyat yang dikuasai atau diperintah.10
Adapun dalam teori terbentuk oleh kekuatan; negara
yaitu hasil penaklukan dan kekerasan antarmanusia. Yang
kuat, yang mampu menguasai yang lain yaitu yang
membentuk negara dan memaksakan haknya untuk
menguasai dan memerintah negara. Sumber kewenangan
dalam teori ini yaitu kekuatan, sebab kekuatan itu yang
membenarkan kekuasaan dan kewenangan. Selanjutnya teor
hasil kontrak sosial; terbentuknya negara disebabkan
terbangunnya kontrak sosial antar anggota warga
dengan membentuk negara. Dalam hal ini, yang sumber
kewenangan yaitu warga
Dalam hal ini, tugas negara yaitu menyelenggarakan
kesejahteraan rakyat dengan membangun kondisi, sarana dan
prasarana yang kondusif yang menjamin kesejahteraan dan
kemakmuran. Maka negara harus konsisten berusaha agar
hak-hak asasi warganya terjamin dan terlindungi berbagai
pelanggaran. Yonky Karman menguraikan bahwa yang paling
hakiki dari hak-hak asasi manusia yaitu hak beragama yang
meliputi dua aspek. Pertama, warga bebas memilih agama
atau kepercayaan yang dipandangnya paling baik untuk
dirinya. Tidak boleh ada tekanan, intimidasi, dan pemaksaan
supaya warga memilih agama yang satu dan atau menolak
agama lain. Kedua, warga bebas beribadah dan menjalankan
kehidupan agamanya sesuai keyakinan, sejauh pelaksanaan
kebebasan itu tidak melanggar kebebasan orang lain.12
Fungsi negara dari uraikan diatas hanyalah
memfasilitasi (fungsi fasilitatif) semua umat beragama untuk
beribadah berdasarkan keyakinan dan kepercayaannya secara
aman, dan bebas dari gangguan ataupun kejahatan umat yang
lain. Perlindungan ini harus didapatkan oleh semua warga
negara tanpa melihat latarbelakang suku, budaya dan agama,
sebab negara (pemerintah) yaitu merupakan milik dari
berbagai komunitas umat beragama tersebut. Dalam hal ini
independesi pemerintah harus ditegakkan baik itu terhadap
mayoritas ataupun minoritas, sehingga potensi-potensi konflik
dapat diperkecil peluangnya, Oleh sebab nya warga
harus mengadakan kontrak sosial, yang dibentuk oleh
kehendak bersama, untuk menciptakan keadilan dan
terbangunya moralitas tertinggi sehingga kerukunan antar
umat beragama dapat terwujud dimana suatu agama diakui
keberadaannya dalam suatu negara hal ini selaras dengan
point-point yang ada dalam Piagam Madinah.
Selanjutnya untuk menjaga harmonitas dan stabilitas
diatas menurut Parson yang dikenal sebagai tokoh
fungsioanlisme struktural modern saat ini dengan konsepnya
bahwa ada empat fungsi yang harus dilaksanakan agar
suatu struktur sosial dapat bertahan, yaitu: Adaptasi,
Pencapaian tujuan, Integrasi dan pemeliharaan pola atau
manajemen ketegangan. Agama sebagai dasar bagi struktur
sosial telah memberikan dasar-dasar bagi terciptanya
warga yang damai, akan tetapi dengan berkembanya
kondisi sosial dimana agama tersebut dianut membuat agama
mengalami beragam interpretasi dan kadang kala
memicu ketegangan yang berdampak pada munculnya
konflik.
D. Koneksitas Piagam Madinah dan Teori Sosial
Out put yang dapat dipelajari dari Piagam Madinah
yaitu terjaganya harmonitas dan stabilitas warga
Madinah yang majemuk saat itu, sehingga seluruh lapisan
warga yang terlibat dalam piagam madinah tersebut
melakukan adaptasi dan memenej potensi-potensi konflik
yang ada ditengah warga madinah dengan terjaminnya
kebebasan menjalankan ajaran agama dan kesiapan untuk
menjaga kedamaain.
Doktrin-doktrin diatas menunjukkan pentingnya
pemahaman mendalam tentang esensi beragama yang
berwujud terciptanya kerukunan yang diaplikasikan dengan
sinergisitas beragam unsur yang dalam Internal masing-
masing umat beragam ataupun ekternal. Dalam hal ini
persoalan kemanusian dan terciptanya kedamaian menjadi
pokok dalam piagam tersebut sehingga pelaksanaan ajaran
masing-masing agama dapat berjalan dengan baik. Persoalan
kemanusian ini jika tidak menjadi perhatian dari masing-
masing penganut agama akan memicu tidak terjadinya
sinergitas dan tidak teraplikasinya beragam elemen yang ada
maka kerukunan tidak dapat diterapkan.
Dalam konteks ini, Teori Fungsionalisme-struktural
Parson yang menyatakan bahwa warga merupakan
system yang saling berhubungan, memiliki pola-pola
adaptatif, memiliki orientasi dan visi serta konsolidasi untuk
mempertahankan struktur sosial. Dalam hal ini agama telah
memiliki pola-pola dalam pembentukan karakter umatnya
sehingga visi kehidupan dapat berjalan dengan baik sesuai
dengan ajaran yang ada dalam kitab suci masing-masing
agama.
Piagam Madinah merupakan nilai atau norma yan
disepakati bersama dizamannya akan tetapi dalam
perjalannya mengalami pelanggaran-pelanggaran yang
memicu tindakan politik yang tegas sehingga nilai-nilai
yang ada dapat ditegakkan kembali dengan baik, hal ini
selaras dengan teori Durkheim yang menyatakan, keteraturan
datang dari konsesus-dari eksistensi norma-norma dan nilai-
nilai yang dimiliki bersama dan jika dilanggar maka akan
memicu anomi sebagaimana dijelaskan diatas.

