Saksi yehova 2

Saksi yehova 2


 


isa tidur. Saya te-

rus memikirkan apa yang saya alami di Balai Kerajaan.

Saya pun mau datang lagi untuk memastikan apakah se-

mua kebaikan itu hanya kebetulan atau tidak. Kali ber-

ikutnya saya datang, orang-orang di Balai memperlaku-

kan saya bahkan lebih baik lagi, dan saya diperlakukan

seperti teman akrab. Saya selalu hadir di perhimpunan,

dan saya pun akhirnya dibaptis. Setelah dibaptis, sauda-

ra-saudari tetap baik dan terus menghargai saya. Kadang,

mereka memberi saya makanan yang bahkan lebih baik

daripada makanan mereka sendiri! Saya tidak mau ke-

luar dari organisasi ini, dan Allah yang ingin saya layani

selamanya adalah Yehuwa.”

PENGABARAN DAN PENGAJARAN DI SELURUH BUMI 69

Terjawabnya Doa untuk Membagikan Kabar Baik

Seorang saudari bernama Aysel di Azerbaijan beper-

gian menggunakan bus. Dia berdoa agar bisa mence-

ritakan isi Alkitab kepada seseorang dalam perjalanan.

Meski Aysel sudah punya nomor kursi di bus, seorang

wanita memaksa Aysel agar duduk di sebelahnya. Mere-

ka mulai mengobrol dan Aysel mengarahkan pembicara-

an ke Alkitab. Wanita itu mengatakan bahwa dia cinta

Yesus dan ingin tahu lebih banyak tentang Yesus. Me-

reka bertukar nomor telepon dan mengatur janji un-

tuk bertemu lagi. Wanita itu juga meminta Aysel untuk

membawakannya Alkitab.

Aysel pun mengunjungi wanita yang berminat terse-

but. Wanita itu mengatakan bahwa dia punya ”buku

doa” yang dia baca setiap hari. Aysel kaget saat tahu bah-

wa buku doa yang dimaksud adalah Menyelidiki Kitab

Suci Setiap Hari tahun 2013! Pelajaran Alkitab pun dimu-

lai, dan Aysel sangat bersyukur karena Yehuwa menja-

wab doanya dan membuatnya berani untuk memberi-

kan kesaksian tidak resmi.

Ucapan Terima Kasih dari Penjara

Surat berikut datang dari Spanyol:

”Pertama-tama, saya sangat berterima kasih untuk se-

mua kerja keras yang kalian lakukan agar semua orang

bisa mendengar berita Alkitab.

”Saya pertama kali bertemu Saksi Yehuwa 15 tahun

yang lalu di Tirana, Albania. Saat itu, saya adalah anggo-

ta geng. Kami berjumlah sepuluh orang dan bersenjata.

Tidak ada yang berani menghampiri kami. Saya terkejut

saat seorang Saksi Yehuwa berani menghampiri kami.

Dia tanpa takut berbicara tentang Alkitab. Saya sangat

terkesan dengan keberaniannya.

70 

”Empat tahun yang lalu di Spanyol, seorang Saksi me-

ngunjungi saya di penjara dan menawarkan pelajaran Al-

kitab. Saya menerimanya, dan sejak itu saya berubah

menjadi lebih baik. Saya tidak lagi kasar dan agresif. Da-

lam beberapa tahun terakhir, saya tidak pernah terlibat

masalah lagi. Saya bisa mengenal Yehuwa, dan ini mem-

beri makna dalam hidup saya. Saya berupaya hidup da-

mai dengan orang-orang di sekitar saya, dan saya sudah

menjadi penyiar belum terbaptis selama lebih dari seta-

hun.

”Sekarang, saya sudah 12 tahun dipenjarakan. Tapi, se-

lama 4 tahun terakhir saya merasa bahagia dan damai.

Ini belum pernah saya rasakan sebelumnya. Saya bersyu-

kur kepada Yehuwa setiap hari untuk hal ini.

”Beberapa minggu yang lalu, saya menonton beberapa

video di jw.org. Saya sangat tersentuh melihat video ten-

tang seorang saudara yang dipenjarakan di Amerika Seri-

kat. Saya bukan orang yang gampang menangis. Tapi,

Spanyol: Seorang

tahanan tidak

sanggup menahan

air matanya saat

menonton video

Dulu Dipenjara

Sekarang Bahagia

di jw.org

w

PENGABARAN DAN PENGAJARAN DI SELURUH BUMI 71

melihat perubahan yang saudara tersebut lakukan dalam

hidupnya, saya tidak sanggup menahan air mata.

”Semoga Yehuwa selalu memberkati upaya kalian un-

tuk menjangkau semua orang dengan menerjemah-

kan kabar baik dalam banyak bahasa dan mengunjungi

orang-orang di penjara seperti kami.

”Terima kasih banyak.”

”Akhirnya Saya Merasakan Kedamaian Pikiran”

Felicity yang berumur 68 tahun dari Swedia mengata-

kan, ”Hidup saya terasa hampa dan tidak menentu. Saya

tidak pernah mendapatkan kedamaian batin yang saya

cari-cari.” Dia tidak puas dengan agama Katolik dan mu-

lai mempelajari berbagai macam kepercayaan. Dia akhir-

nya terjebak dalam praktek sihir dan ilmu ramal.

Dia sangat putus asa dan ingin bunuh diri karena tidak

menemukan tujuan hidup. ”Dengan berlinang air mata,

saya berteriak kepada Allah, bertanya apa yang harus

saya lakukan. Dua minggu kemudian, ada yang menge-

tuk pintu rumah saya. Seorang pria muda tersenyum

dan bertanya apakah saya berminat untuk mendengar-

kan Firman Allah. Saya berkata dalam hati, ’Ya Tuhan,

bukan ini yang saya maksud, jangan Saksi Yehuwa!’”

Meski sempat terpikir untuk menutup pintu, dia me-

mutuskan untuk mendengarkan dan menerima pelajar-

an Alkitab menggunakan buku Alkitab Ajarkan. Dia ber-

kata, ”Saya jadi bisa melihat Alkitab dari sudut pandang

baru.” Felicity dibaptis pada sebuah kebaktian regional

2014 di Swedia. Sekarang dia berkata, ”Inilah yang saya

cari-cari seumur hidup saya. Akhirnya saya merasakan

kedamaian pikiran.”

72 

Australia: Video animasi papan tulis Seperti Apa Teman Sejati Itu?

Keberanian Seorang Gadis

Emily yang berusia 12 tahun

tinggal di Australia. Suatu hari,

guru di sekolahnya membahas

tentang pentingnya memilih te-

man yang baik. Emily tergerak

untuk menunjukkan video ani-

masi papan tulis Seperti Apa Te-

man Sejati Itu? kepada gurunya.

Kemudian, sang guru memutar-

kan video itu kepada seisi kelas.

Semua murid memperhatikan vi-

deo itu dengan serius. Setelah itu,

mereka semua membahas video

itu selama satu jam. Sang guru

Oseania



NEGERI

29



PENDUDUK

40.642.855



PENYIAR

98.353



PELAJARAN ALKITAB

66.022

PENGABARAN DAN PENGAJARAN DI SELURUH BUMI 73

juga memutarkan video tersebut di kelas-kelas

yang lain. Emily kemudian memperkenalkan si-

tus jw.org kepada guru dan teman-temannya. Bela-

kangan dia berkata, ”Yehuwa membuat saya berani

menunjukkan situs Web kepada ratusan teman se-

kolah saya. Ia benar-benar membantu saya.”

Pameran di Tempat Terpencil

Lima penyiar menempuh perjalanan selama

sembilan jam melewati jalan pegunungan yang su-

lit. Mereka melakukannya untuk membuka stan

di sebuah pameran di Suai, Timor-Leste. Para pe-

ngunjung kagum saat melihat bacaan Alkitab da-

lam 12 bahasa daerah setempat, karena hanya

sedikit atau bahkan tidak ada bacaan dalam ke-

banyakan bahasa-bahasa tersebut. Seorang wanita

melihat salah satu brosur dan berseru, ”Itu bahasa

saya!” Itulah pertama kalinya iamelihat bacaan da-

lam bahasa Bunak, yang adalah bahasa ibunya. Ha-

nya dalam empat hari, para penyiar menempat-

kan 4.571 publikasi dan banyak yang minta untuk

dikunjungi. Kebanyakan dari mereka yang bermi-

nat belum pernah bertemu dengan Saksi Yehuwa.

Anak-anak menonton seri video Menjadi Sahabat

Yehuwa dalam bahasa Tetun Dili selama berjam-

jam. Beberapa bahkan hafal liriknya dan bisa me-

nyanyikannya lagi.

Timor-Leste: Anak-anak senang menonton

seri video Menjadi Sahabat Yehuwa

74 

”Ini Sangat Cocok untuk Para Mahasiswa”

Pasangan utusan injil Brian dan Roxanne meminta

izin untuk memasang rak beroda di sebuah universitas

di Palau. Mereka menemui kepala universitas dan me-

nunjukkan video dari jw.org tentang kesaksian di tem-

pat umum. Mereka juga meninggalkan beberapa publika-

si yang akan mereka pajang di rak beroda. Sang kepala

universitas mengatakan bahwa mereka perlu menemui

PENGABARAN DAN PENGAJARAN DI SELURUH BUMI 75

kepala bagian kemahasiswaan. Setelah menemui sang ke-

pala bagian, mereka disuruh untuk meminta izin lagi ke

kepala bagian yang lain.

Brian mengatakan, ”Diskusi dengannya berjalan lan-

car, tapi ia meminta kami kembali ke kantor kepala uni-

versitas. Di sana, kami diminta untuk membuat per-

mohonan secara tertulis. Kami merasa kecil hati karena

mereka tidak pernah mengarahkan kami ke orang yang

tepat. Tapi, kami tetap menulis surat.”

Untuk menindaklanjuti surat mereka, Brian dan Rox-

anne mengunjungi salah satu kepala bagian untuk kedua

Palau: Roxanne dan Brian berdiskusi dengan para mahasiswa saat

mereka menjaga rak beroda di dekat universitas

kalinya. Mereka berpikir bahwa permohonan mereka

akan ditolak. Brian mengatakan, ”Kami sangat terkejut,

karena dia sudah membaca buku-buku yang kami ting-

galkan dan berkata bahwa buku-buku itu sangat bagus.

Dia juga bilang bahwa ini sangat cocok untuk para maha-

siswa.” Permohonan mereka pun diterima!

Brian melanjutkan, ”Kepala bagian kemahasiswaan

memberi tahu kami bahwa mahasiswa yang tinggal di

asrama bisa diantar ke gereja yang ingin mereka hadiri

pada hari Minggu. Dia bilang, ’Kalau mereka mau pergi

ke gereja kalian, kami bisa antar mereka ke sana.’ Saya

dan Roxanne terkejut. Dia bukan hanya menyetujui per-

mohonan kami, tapi juga menawarkan untuk mengantar

para mahasiswa ke Balai Kerajaan!”

Hari pertama Brian dan Roxanne memasang rak beroda

di universitas, mereka menempatkan 65 buku, 8 majalah,

dan 11 brosur. Mereka juga banyak berdiskusi dengan

para mahasiswa. Kedua kepala bagian di universitas terse-

but meminta mereka untuk datang lagi.

Video Kita Ditonton Para Pengunjung

Lipson, seorang anggota keluarga Betel di Kepulauan

Solomon, sedang dalam perjalanan pulang sehabis ber-

dinas. Dalam perjalanan, dia mendengar lagu Kerajaan

yang berasal dari sebuah toko. Dia penasaran dan masuk

ke toko tersebut. Dia kaget melihat anak-anak dan orang

dewasa berkumpul menonton video lagu nomor 55,

”Akhirnya—Hidup Kekal Tiba!” dari seri Menjadi Sahabat

Yehuwa. Setelah selesai, pemilik toko mengatakan, ”Saya

punya video lain untuk kalian.” Lalu, dia memutar video

animasi Mencuri Itu Tidak Baik. Kemudian, pemilik toko

mengingatkan mereka untuk tidak mencuri di tokonya.

Karena banyak pengunjung lain berdatangan ke toko

tersebut sewaktu video sedang diputar, pemilik toko

PENGABARAN DAN PENGAJARAN DI SELURUH BUMI 77

mengatakan, ”Saya ingin agar kalian dengar lagu kesu-

kaan saya.” Lalu, dia memutarkan lagi lagu nomor 55.

Selanjutnya, pemilik toko memutarkan video Meng-

apa Perlu Belajar Alkitab? dan Seperti Apakah Program

Pelajaran Alkitab Kami? dalam bahasa Pijin Kepulauan

Solomon.

Internet sangat mahal dan sulit didapat di Kepulauan

Solomon, sehingga hanya sedikit yang punya akses Inter-

net. Tapi, sang pemilik toko, yang bukan Saksi Yehuwa,

membantu penyebaran benih kebenaran dengan menun-

jukkan video-video kita kepada orang-orang yang berkun-

jung ke tokonya.

Menemukan Nama Allah dalam Sebuah Buku

Setiap Senin, ada sepasang suami istri yangmenjaga rak

lektur beroda di Noume´a, ibu kota Kaledonia Baru. Sua-

tu hari, seorang wanita dengan malu-malu menghampiri

rak tersebut dan tanpa satu patah kata pun mengambil

78 

buku Apa yang Sebenarnya Alkitab Ajarkan? Setengah jam

kemudian, dia kembali sambil memegang buku terse-

but. Dia berkata kepada pasangan tersebut, ”Kamu lihat

ini? Ini nama Allah!” sambil membuka buku tersebut

dan menunjuk nama Yehuwa. Wanita itu melanjutkan,

”Saya sudah berminggu-minggu mempelajari buku-buku

di perpustakaan untuk mencari tahu siapa itu Allah. Tapi,

ketika saya ambil buku kalian dan membukanya dalam

mobil, hal pertama yang saya lihat adalah nama Allah, Ye-

huwa. Saya pikir saya harus kembali dan berterima kasih

kepada kalian.” Pasangan ini pun asyik mengobrol de-

ngan wanita itu, kemudian mereka menunjukkan apen-

diks buku Alkitab Ajarkan di bawah judul ”Nama Allah

—Penggunaan dan Artinya”. Wanita itu menjelaskan ka-

lau dia tetap akan mempelajari hal itu di perpustakaan.

Tapi, sekarang dia tahu di mana dia bisa menemukan rak

beroda setiap Senin!

Kepulauan Solomon: Seorang

pemilik toko menunjukkan

video-video dari jw.org kepada

para pengunjung

PENGABARAN DAN PENGAJARAN DI SELURUH BUMI 79

INILAH kisah yang menyentuh hati tentang pria dan wanita

Kristen yang dengan berani tetap teguh, meski menghadapi

pergolakan politik, konflik agama, dan pelarangan yang di-

dalangi oleh pemimpin agama selama 25 tahun. Bacalah ki-

sah seorang saudara yang namanya termasuk dalam daftar

orang yang akan dihukum mati oleh Komunis serta seorang

saudara yang dulunya adalah kepala geng penjahat dan be-

lakangan menjadi orang Kristen yang taat. Baca juga se-

buah kisah yang mengharukan tentang dua gadis tunaru-

ngu yang awalnya bersahabat dan belakangan mengetahui

bahwa mereka ternyata adalah saudara kandung. Dan, li-

hatlah bagaimana umat Yehuwa berhasil memberitakan ka-

bar baik di tengah-tengah umat Muslim terbesar di dunia.

Indonesia

80 

Negeri Terletak di antara

Benua Australia dan Asia,

dan dilalui garis khatulistiwa.

Indonesia adalah negeri ke-

pulauan terbesar di dunia.

Memiliki lebih dari 17.500

pulau, dengan pegunungan

yang terjal dan hutan tropis

yang lebat. Ada lebih dari

100 gunung berapi yang ma-

sih aktif, dan gunung-gunung

tersebut merupakan yang

paling aktif di seluruh

dunia.

Penduduk Indonesia me-

miliki jumlah penduduk

terbesar keempat di dunia

(setelah Cina, India, dan

Amerika Serikat) dan ada

lebih dari 300 suku bang-

sa. Lebih dari setengah

penduduknya terdiri dari

suku Jawa dan Sunda.

Sekilas tentang Indonesia

82

U0 mi 200

0 km 200

I N D O

Medan

Danau Toba Pematangsiantar

Tugala Oyo

Gunungsitoli

Nias Suma t ra

Padang

Palembang

JAKARTA

Bogor

Sukabumi

Jawa

Bandung

Yogyakarta

Semarang

Kediri

Madura

Surabaya

Malang

Sumbawa

Bali Lombok

M A L A Y S I A

SINGAPURA

Pangkalanbun

Banjarmasin

BRUNEI

B o r n e o

Kalimantan

Balikpapan

NEGERI (kilometer persegi) 1.910.931

PENDUDUK 256.000.000

PENYIAR PADA 2015 26.246

RASIO, 1 PENYIAR BANDING 9.754

HADIRIN PERINGATAN 2015 55.864

N E S I A

FILIPINA

Manado

Sulawesi

Makassar

Flores

Waingapu

Sumba

Maumere

Kupang

Alor

Rote`

Timor

TIMOR-LESTE

A U S T R A L I A

Ambon

MALUKU

PAPUA

BARAT

MALUKU UTARA

Manokwari

PAPUA

Jayapura

PA

PU

A

NU

GI

NI

Agama Sekitar 90 persen penduduk

Indonesia beragama Islam. Sisanya ke-

banyakan beragama Hindu, Buddha,

atau yang mengaku beragama Kristen.

Banyak juga yang mengikuti agama tra-

disi penduduk asli.

Bahasa Lebih dari 700 bahasa digu-

nakan di seluruh kepulauan. Bahasa

nasionalnya adalah bahasa Indonesia,

yang berasal dari bahasa Melayu. Ba-

nyak juga orang yang menggunakan

bahasa daerah di rumahnya.

Mata Pencaharian Banyak yang ber-

tani dan berdagang dalam skala kecil.

Negeri ini memiliki sumber daya mine-

ral, kayu, minyak mentah, dan gas

alam serta menjadi pemasok utama

karet dan minyak sawit.

Makanan Nasi adalah makanan pokok

orang Indonesia. Makanan terkenal

lainnya: nasi goreng (nasi yang digo-

reng dengan telur dan sayur), satai

(daging yang dipotong kecil-kecil lalu di-

tusuk dan dipanggang), dan gado-gado

(berbagai macam sayuran yang diberi

bumbu kacang).

Iklim Panas dan lembap. Angin mon-

sun menghasilkan dua macam musim,

yaitu musim hujan dan musim kema-

rau. Badai guntur adalah hal yang

umum terjadi.

84

SELAMA abad ke-16, perdagangan

rempah-rempah menjadi penggerak

utama ekonomi dunia seperti perda-

gangan minyak mentah sekarang ini.

Rempah-rempah, seperti pala dan

cengkeh yang berasal dari Kepulauan

Rempah-Rempah (sekarang adalah

Provinsi Maluku dan Maluku Utara di

Indonesia), dijual dengan harga tinggi

di Eropa.

Para penjelajah seperti Christopher

Columbus, Vasco da Gama, Ferdinand

Magellan, Samuel de Champlain, dan

Henry Hudson semuanya berupaya

mencari jalur untuk bisa mencapai

Kepulauan Rempah-Rempah. Pencari-

an akan rempah-rempah Indonesia

tersebut membuat manusia mema-

hami geografi planet

ini.

Perdagangan

Rempah-Rempah

Pala

Cengkeh

86

1931 sampai 1950

Dimulainya Awal yang Kecil.

—Za. 4:10.

Penyiar

Perintis

1930 1935 1940 1945 1950

0

10

20

30

”Saya Akan Mulai dari Sini!”

Alexander MacGillivray, hamba cabang di Australia,

berjalan mondar-mandir di kantornya sambil berpikir

keras. Sudah berhari-hari dia memikirkan suatu masalah.

Akhirnya, dia mendapatkan jalan keluarnya. Sekarang,

dia harus berbicara dengan Frank Rice.

Frank, seorang kolportir (perintis) tangguh berumur

28 tahun, sudah berada di kantor cabang beberapa ming-

gu sebelumnya. Dia belajar kebenaran sejak remaja dan

tak lama kemudian menjadi kolportir. Dia sudah sepu-

luh tahun mengabar di berbagai daerah di Australia de-

ngan kuda, sepeda, sepeda motor, dan mobil karavan.

Setelah singgah sebentar di Betel, Frank sekarang siap un-

tuk menerima tugas barunya.

Saudara MacGillivray memanggil Frank ke kantornya,

lalu dia menunjuk ke peta dari pulau-pulau yang ada

di sebelah utara Australia. Saudara Mac berkata, ”Frank,

kamu bersedia membuka daerah pengabaran di sini? Be-

lum ada satu pun Saksi di pulau–pulau ini!”

Mata Frank menatap rangkaian pulau-pulau yang ber-

kilauan bagai mutiara di Samudra Hindia, yaitu Hindia

Belanda (sekarang Indonesia). Kepulauan itu didiami

jutaan orang yang belum pernah mendengar kabar baik

Kerajaan Allah. Lalu Frank menunjuk ibu kotanya, Bata-

via (sekarang Jakarta), lalu berkata, ”Saya akan mulai

dari sini!”

 Orang Belanda sudah ada sekitar 300 tahun sebelumnya dan mem-

bentuk pemerintahan kolonial karena mendapat keuntungan besar dari

perdagangan rempah-rempah.

 Di seluruh kisah ini, kami akan menggunakan nama tempat terkini.

Para Saksi di Semarang, Jawa (sekitar tahun 1937)

INDONESIA 89

Pengabaran di Pulau Jawa

Pada tahun 1931, Frank Rice sampai di Jakarta, kota

yang besar dan ramai di Pulau Jawa. Dia menyewa sebuah

kamar di dekat pusat kota danmengisinya dengan banyak

dus berisi bacaan Alkitab, dan hal itu membuat ibu pemi-

lik rumah kaget.

Frank mengenang, ”Awalnya, saya kesepian dan rin-

du kampung halaman. Orang-orang lalu-lalang menge-

nakan setelan jas putih dan topi berbentuk helm, semen-

tara saya pakai baju tebal ala Australia. Saya sama sekali

tidak bisa bicara bahasa Belanda atau bahasa Indonesia.

Frank Rice dan

Clem Deschamp

di Jakarta

90 

Setelah saya berdoa meminta bimbingan Yehuwa, saya

putuskan untuk pergi ke daerah pusat bisnis karena di

sana pasti ada orang-orang yang bisa berbahasa Inggris.

Di sana sayamulaimengabar dan ternyata benar, hasilnya

luar biasa!”

Karena banyak penduduk Jakarta berbicara bahasa Be-

landa, Frank mulai belajar bahasa itu dengan sungguh-

sungguh dan segera mulai mengabar dari rumah ke ru-

mah. Dia juga mengabar kepada orang Indonesia dan

mulai belajar bahasa itu. Frank berkata, ”Sayangnya, saya

tidak punya bacaan dalam bahasa Indonesia. Lalu, Yehu-

wa mengarahkan saya bertemu dengan orang Indonesia

yang adalah guru. Dia berminat pada kebenaran dan dia

setuju untuk menerjemahkan buku kecil Where Are the

Dead? (Di Manakah Orang Mati?) Buku kecil lainnya be-

lakangan juga diterjemahkan, dan hasilnya banyak orang

yang berbahasa Indonesia tertarik dengan kebenaran.”

Pada bulan November 1931, dua perintis lainnya da-

tang dari Australia ke Jakarta, Clem Deschamp, berumur

25 tahun, dan Bill Hunter, yang berumur 19 tahun. Clem

dan Bill membawa mobil karavan, salah satu yang perta-

ma di Indonesia. Setelah belajar beberapa kalimat dalam

bahasa Belanda, mereka siap mengabar di kota-kota besar

di Jawa.

Ada perintis lain dari Australia yang juga mengikuti je-

jak Clem dan Bill, yaitu Charles Harris. Pada tahun 1935,

dia mulai mengabar di banyak daerah di Jawa mengguna-

kan mobil karavan dan sepeda. Dia menempatkan bacaan

dalam lima bahasa: Arab, Belanda, Indonesia, Inggris, dan

Mandarin. Dalam beberapa tahun, dia menempatkan se-

kitar 17.000 bacaan.

Banyaknya bacaan yang ditempatkan Charles menarik

perhatian banyak orang. Salah satu pegawai pemerintah

INDONESIA 91

Para pemberita Kerajaan di

samping mobil karavan, 1938

)

&

Josephine Tan, seorang perintis

Kanan bawah: Charles Harris

mengabar menggunakan sepeda

dan mobil karavan

/ Sidang Semarang, 1940

92

di Jakarta bertanya kepada Clem Deschamp, ”Berapa ba-

nyak orang yang membantu kamu di Jawa Timur?”

”Cuma satu,” jawab Saudara Deschamp.

Pegawai pemerintah itu menimpali dengan suara keras,

”Kamu pikir saya percaya? Kamu pasti punya banyak pe-

kerja di sana, buktinya bacaan kamu ada di mana-mana!”

Perintis-perintis itu terus mencari sebanyak mungkin

orang. Bill Hunter berkata, ”Kami mengerjakan pulau ini

dari ujung ke ujung, dan kami sering berbicara dengan

orang yang berbeda-beda.” Karena mereka menabur begi-

tu banyak benih kebenaran, panenan mereka juga sangat

banyak.—Pkh. 11:6; 1 Kor. 3:6.

Charles Harris dan

Bill Hunter di Surabaya,

Jawa Timur, 1935

94 

Kabar Baik Sampai ke Sumatra

Sekitar tahun 1936, perintis-perintis yang ada di Jawa

itu membahas tentang cara mereka memperluas penga-

baran sampai ke Sumatra, pulau keenam terbesar di du-

nia. Pulau yang memiliki pegunungan terjal ini terben-

tang di garis khatulistiwa, dan ada banyak kota besar juga

perkebunan dan rawa-rawa yang luas serta hutan hujan.

Para perintis sepakat agar Frank Rice-lah yang pergi ke

sana. Jadi, mereka mengumpulkan uang untuk membia-

yai perjalanan Frank. Akhirnya, Frank sampai di Medan,

Sumatra Utara, dengan membawa dua tas dinas, 40 dus

bacaan, dan hanya memiliki sedikit uang di sakunya. Ya,

Frank adalah pria yang memiliki iman yang kuat. Dia

langsung bersiap-siap untuk mengabar, dan dia yakin se-

penuhnya bahwa Yehuwa akan menyediakan apa pun

yang dia butuhkan untuk tugasnya.—Mat. 6:33.

Selama minggu terakhir pengabarannya di Medan,

Frank bertemu pria Belanda yang baik hati yang meng-

undangnya minum kopi. Frank memberi tahu pria itu

bahwa dia butuh mobil untuk mengabar ke seluruh Pu-

lau Sumatra. Pria itu menunjuk ke mobil rusak yang ada

di taman dan berkata, ”Kalau kamu bisa perbaiki mobil

itu, kamu cukup bayar 100 gulden.”

”Saya tidak punya 100 gulden,” jawab Frank.

Pria itu menatap Frank dan bertanya, ”Kamu yakin

mau menginjil ke seluruh Sumatra?”

”Ya,” jawab Frank.

”Baiklah, kalau kamu bisa perbaiki mobil itu, kamu

boleh pakai. Kalau kamu sudah punya uang, baru kamu

bayar,” kata pria Belanda itu.

Frank mulai memperbaiki mobil itu dan akhirnya

 Nilainya sekarang sekitar 15 juta rupiah.

INDONESIA 95

berhasil. Dia belakangan menulis, ”Dengan mobil yang

penuh bacaan, tangki yang penuh bensin, dan dengan

penuh iman, saya siap mengabar kepada orang-orang di

Sumatra.”

Setahun kemudian, sesudah dia menjelajahi pulau itu,

Frank kembali ke Jakarta. Dia akhirnyamenjualmobil itu

seharga 100 gulden dan mengirimkan uangnya kepada

pria Belanda yang ada di Medan.

Beberapa minggu kemudian, Frank menerima surat

dari Australia tentang tugas barunya. Setelah itu, dia se-

gera membereskan semua barangnya dan siap memulai

pengabaran di Indocina (sekarang Kamboja, Laos, dan

Vietnam).

Henry Cockman dengan Jean dan Clem Deschamp di Sumatra, 1940

96 

Siaran Radio

PADA tahun 1933, saudara-

saudara membuat pengatur-

an agar salah satu stasiun

radio di Jakarta menyiar-

kan rekaman khotbah Sau-

dara Rutherford dalam baha-

sa Inggris. Khotbah itu juga

disiarkan ulang dalam baha-

sa Belanda oleh seorang pria

yang berminat akan kebenar-

an. Siaran radio ini membuat

orang tertarik akan kebenar-

an, dan saudara-saudara jadi

lebih mudah menempatkan

bacaan di lapangan.

Saat stasiun radio me-

nyiarkan khotbah yang ber-

api-api dari Saudara Ruther-

ford berjudul ”Effect of Holy Year on Peace and Prosperity”

(Pengaruh Tahun Kudus atas Perdamaian dan Kemakmuran),

pemimpin agama Katolik menjadi sangat kesal. Mereka me-

nyuruh kaki tangan mereka untuk menangkap Saudara De

Schumaker, yang menyediakan rekaman, dan menuntut dia

dengan tuduhan ”mengejek, memfitnah, dan menghasut”.

Saudara De Schumaker mati-matian menolak tuduhan itu,

tapi dia tetap dikenai denda 25 gulden dan biaya pengadil-

an. Tiga koran ternama melaporkan apa yang terjadi di persi-

dangan itu, dan kesaksian pun tersebar lebih luas lagi.

 Khotbah Saudara Rutherford menelanjangi Gereja Katolik Roma karena

ada ajaran menyimpang, politik, dan urusan bisnis.

 Sekarang nilainya sekitar empat juta rupiah.

Metode Pengabaran Masa Awal

INDONESIA 97

Kapal Lightbearer

Sesudah berlayar selama enam bulan dari Sydney, Austra-

lia, kapal Lightbearer milik Lembaga Menara Pengawal yang

panjangnya 16 meter akhirnya sampai di Jakarta pada tang-

gal 15 Juli 1935. Tujuh perintis yang bersemangat berlayar

menggunakan kapal ini untuk menyebarkan kabar baik di In-

donesia, Singapura, dan Malaysia.

Selama lebih dari dua tahun, para perintis di kapal Light-

bearer singgah di berbagai pelabuhan di Indonesia, yang be-

sar maupun kecil, dan bacaan Alkitab pun dibagikan dalam

jumlah yang sangat banyak. Jean Deschamp bercerita bahwa

setiap kali singgah di pelabuhan kecil ”awak kapal mengguna-

kan mesin fonograf untuk memutarkan salah satu khotbah

J.F. Rutherford, yang adalah presiden Lembaga Menara Pe-

ngawal. Bayangkan, betapa hebohnya orang Melayu di daerah

terpencil melihat kapal layar yang besar ini masuk ke pela-

buhan mereka dan mengeluarkan suara yang keras. Piring

terbang saja tidak semenarik itu”.

Kesaksian yang disampaikan dengan berani oleh

saudara-saudara membuat pemimpin agama ma-

rah. Mereka mendesak pemerintah agar Light-

bearer tidak boleh masuk ke banyak pelabuhan di

Indonesia. Pada bulan Desember 1937, Lightbearer

kembali ke Australia, dan kapal itu telah berjasa da-

lam mengukir catatan bersejarah dari kegiatan mi-

sionaris di Indonesia.

Awak kapal Lightbearer

99

PADA akhir 1930-an, suatu kelompok keagamaan yang baru

muncul di daerah sekitar Danau Toba, Sumatra Utara, yang di-

sebut Bibelkring (dalam bahasa Belanda artinya ”kelompok

pelajar Alkitab”). Kelompok ini terbentuk setelah beberapa

guru menerima bacaan dari Eric Ewins, seorang perintis yang

mengabar di daerah Danau Toba pada tahun 1936. Setelah

membaca bacaan itu, guru-guru tersebut meninggalkan Gere-

ja Protestan Batak dan mendirikan beberapa kelompok pel-

ajaran Alkitab. Kelompok-kelompok ini berkembang dan ber-

tambah banyak, hingga anggotanya mencapai ratusan.

Bacaan yang ditinggalkan oleh perintis itu membuat Bibel-

kring yang baru terbentuk ini menemukan kebenaran Alkitab.

Dame Simbolon, bekas anggota itu yang belakangan meneri-

ma kebenaran pada tahun 1972, berkata, ”Mereka menolak

salut bendera, tidak lagi merayakan Natal dan ulang tahun,

dan bahkan beberapa sudah mengabar dari rumah ke ru-

mah.” Mereka berkembang tanpa arahan dari organisasi Allah

sehingga belakangan mereka mulai mengikuti ajaran manu-

sia. Limeria Nadapdap, bekas anggota kelompok itu dan se-

karang adalah saudari seiman kita, menjelaskan, ”Perem-

puan tidak boleh berdandan, mengenakan perhiasan, baju

modern, dan bahkan sepatu. Anggota-anggotanya juga tidak

boleh membuat kartu tanda pendu-

duk, dan hal inilah yang membuat

pemerintah marah.”

Bibelkring akhirnya terpecah

menjadi beberapa kelompok dan

anggotanya berkurang. Ketika para

perintis belakangan datang lagi ke

Danau Toba, banyak anggota Bibel-

kring mau menerima kebenaran.

 Beberapa sumber memperkirakan bahwa

anggota Bibelkring pernah mencapai ribuan.

Bibelkring

Saudari Dame Simbolon,

dulunya anggota Bibelkring

100 

PADA bulan Mei 1963 terjadi kerusuhan anti-Cina di seluruh

Jawa Barat. Kota yang terkena dampak paling besar adalah

Sukabumi, tempat keluarga kami menjalankan bisnis jasa

angkutan truk. Ratusan orang yang anarkis, termasuk bebe-

rapa tetangga kami, merusak apa pun di sepanjang jalan me-

nuju rumah kami. Kami meringkuk ketakutan saat para peru-

suh menghancurkan dan menjarah harta benda kami.

Ketika gerombolan itu pergi, tetangga-tetangga lain datang

menghibur. Papa saya duduk di lantai ruang tamu bersama

mereka. Di antara barang-barang yang dihancurkan, dia me-

nemukan Alkitab Sunda berukuran besar. Dia membukanya

dan berkata bahwa kejadian seperti ini sudah diberitahukan

sebelumnya dalam Alkitab. Kemudian dia menjelaskan ha-

rapan Kerajaan yang menakjubkan.

Papa tidak pernah menomorsatukan hal materi. Dia sering

mengingatkan kami, ”Hal-hal rohani harus menjadi nomor

satu.” Berkat teladan dan semangatnya, keenam anaknya, is-

trinya, ayahnya yang berumur 90 tahun, dan kerabat serta te-

tangganya mau menerima kebenaran.

Dia Sangat Menghargai Harta Rohani

Thio Seng Bie



LAHIR 1906



BAPTIS 1937



PROFIL Seorang penatua

yang bertekun menghadapi

kekerasan ras.—Diceritakan

oleh anak perempuannya,

Thio Sioe Nio.

INDONESIA 101

Panenan di Jawa Barat

Pada tahun 1933, Frank

Rice mengajak Theodorus

(Theo) Ratu, orang asli Su-

lawesi Utara, untuk meng-

urus depot lektur di Jakarta.

Theo mengenang, ”Saya sangat tertarik dengan pekerjaan

Kerajaan yang mulia ini dan mulai mengabar dengan Sau-

dara Rice. Belakangan, saya bergabung dengan Bill Hunter

dalam pekerjaan pengabaran di seluruh Jawa juga dengan

awak kapal Lightbearer yang berlayar ke Sumatra.” Theo

adalah orang Indonesia pertama yang menerima kebenar-

an, dan dia merintis selama puluhan tahun di Jawa, Sula-

wesi Utara, dan Sumatra.

Tahun berikutnya, Bill Hunter menempatkan buku kecil

Where Are The Dead? kepada Felix Tan, seorang pelajar

yang tinggal di Jakarta. Felix pulang ke rumah keluarganya

di Bandung, Jawa Barat, dan menunjukkan bacaan itu ke-

pada Dodo, adiknya. Setelah membacanya, mereka berdua

kagum karena mereka jadi tahu bahwa Adam tidak memi-

liki jiwa yang tidak bisa mati. Adam adalah jiwa. (Kej. 2:7)

Karena ingin tahu lebih banyak tentang hal rohani, mere-

ka mendatangi toko-toko buku bekas di Bandung untuk

mendapatkan lebih banyak lagi bacaan dari Lembaga Me-

nara Pengawal. Mereka juga menceritakan apa yang me-

reka pelajari kepada anggota keluarga. Setelah membaca

Theodorus Ratu

102 

semua buku yang bisamereka dapatkan,merekamengirim

surat ke depot lektur di Jakarta. Tanpa mereka duga, me-

reka mendapat kunjungan yang menguatkan dari Frank

Rice, yang juga membawa bacaan baru untuk mereka.

Tidak lama setelah Saudara Rice kembali ke Jakarta, pe-

ngantin baru Clem dan Jean Deschamp berkunjung ke

Bandung selama 15 hari. Felix mengenang, ”Saudara Des-

champmenanyakan apakah kami sekeluargamau dibaptis.

Kami berempat, yaitu Dodo, adik perempuan saya Josephi-

ne (Pin Nio), mama saya (Kang Nio), dan saya dibaptis se-

bagai lambang pembaktian kami kepada Yehuwa.” Sete-

lah mereka dibaptis, keluarga Tan bergabung dengan Clem

dan Jean dalam kampanye pengabaran selama sembilan

hari. Clem menunjukkan cara mengabar menggunakan

 Belakangan, papa dan tiga adik lelaki Felix juga menjadi Saksi. Adik pe-

rempuannya, Josephine, menikah dengan Andre´ Elias dan mengikuti Se-

kolah Alkitab Gilead Menara Pengawal. Kisah hidupnya ditulis di Sedarlah!

September 2009.

Keluarga Tan

INDONESIA 103

kartu kesaksian yang berisi berita singkat dari Alkitab

dalam tiga bahasa. Tak lama kemudian, kelompok kecil di

Bandung ini menjadi sebuah sidang. Ini adalah sidang ke-

dua di Indonesia.

Topi Kepausan

Karena pengabaran maju pesat, para pemimpin agama

terbangun dari tidurnya. Mereka dan kaki tangannya me-

nulis artikel di media massa yang menyerang kepercayaan

dan kegiatan para Saksi. Berita ini langsung membuat pi-

hak Departemen Agama memanggil Frank Rice untuk di-

mintai keterangan. Karena puas dengan jawabannya, para

pejabat mengizinkan pekerjaan pengabaran dilanjutkan.

Selama awal tahun 1930-an, kebanyakan pejabat kolo-

nial mengabaikan atau tidak mempermasalahkan kegiatan

pengabaran. Tapi, saat Jerman Nazi semakin berkuasa di

Eropa, beberapa dari kalangan pemerintah mulai menen-

tang para Saksi, khususnya mereka yang adalah orang-

orang Katolik yang taat. Clem Deschamp mengenang, ”Sa-

lah satu petugas bea cukai yang beragama Katolik menyita

kiriman buku-buku kami dengan alasan bahwa buku itu

berisi hal-hal yang tidak menyenangkan bagi Naziisme.

Saat saya datang ke Departemen Bea Cukai, petugas yang

tidak bersahabat sedang cuti. Penggantinya adalah seorang

non-Katolik yang baik, yang segera mengembalikan buku-

buku itu, dan dia bilang, ’Ambil semua buku yang kamu

bisa bawa selagi petugas itu lagi cuti!’”

Jean Deschamp berkata, ”Pada kesempatan lainnya, be-

berapa petugas mendesak kami untuk menghapus dua

gambar yang ada di buku Enemies. Mereka keberatan kare-

na ada gambar dari ular yang menggeliat (Setan) dan pela-

cur yang mabuk (agama palsu). Keduanya menggunakan

 Sesudah Perang Dunia II, Frank kembali ke Australia dan berkeluarga.

Saudara Rice menyelesaikan kehidupannya di bumi pada tahun 1986.

104 

topi kepausan (topi yang tinggi). Kami tetap ingin menye-

barkan buku ini. Jadi, kami bertiga duduk di dermaga yang

panas untuk menutup semua gambar topi kepausan yang

ada pada ribuan buku itu!”

Saat perang hampir pecah di Eropa, bacaan kita dengan

berani terus membeberkan kemunafikan Susunan Kristen

dan keterlibatannya dalampolitik. Akibatnya, para pemim-

pin agama terus mendesak pemerintah untuk melarang

pekerjaan kita, dan hasilnya beberapa bacaan kita dilarang.

Tapi, saudara-saudara bertekad untuk melanjutkan pe-

kerjaan ini, dan mereka menggunakan mesin cetak yang

mereka dapatkan dari Australia. (Kis. 4:20) Jean Des-

champ menjelaskan salah satu strategi yang mereka guna-

kan, ”Kapan pun kami mencetak buku atau majalah baru,

kami harus memberikan contoh bacaannya kepada pe-

merintah untuk mendapat persetujuan. Kami mencetak

 Gambar itu berdasarkan Penyingkapan 12:9 dan 17:3-6.

Dua gambar dari buku Enemies yang disensor

oleh pemerintah

INDONESIA 105

danmenyebarkan bacaannya pada awalminggu. Lalu pada

akhir minggu, kami baru memberikan contoh bacaan itu

kepada kantor kejaksaan. Jika bacaan kami ditolak, kami

menunjukkan muka sedih dan buru-buru kembali ke per-

cetakan untuk mencetak bacaan berikutnya.”

Saudara-saudari yang membagikan bacaan yang dila-

rang sering kucing-kucingan dengan polisi. Misalnya, saat

Charles Harris mengabar di Kediri, Jawa Timur, dia tiba-

tiba dipanggil oleh inspektur polisi setempat.

Inspektur itu berkata, ”Saya sudah mencari kamu sehari-

an. Tunggu di sini, saya mau ambil daftar buku-buku kali-

an yang dilarang.”

Charles berkata, ”Saat inspekturmencarinya di dalam ru-

mah, saya menyembunyikan bacaan yang dilarang di kan-

tong tersembunyi dalam jaket saya. Saat dia kembali, saya

memberikan 15 buku kecil yang tidak dilarang.Dia dengan

berat hatimemberi saya uang, dan kemudian sayamenem-

patkan bacaan yang dilarang di sepanjang jalan itu.”

Mencetak di Tengah Situasi Sulit

Saat Perang Dunia II melanda Eropa, pengiriman bacaan

dari Belanda ke Indonesia terhenti. Tapi, saudara-saudara

ini sudah mengantisipasinya dan mereka dengan bijak-

sana mengatur untuk mencetak majalah di perusahaan

percetakan di Jakarta. Majalah Consolation (sekarang Sa-

darlah!) dalam bahasa Indonesia pertama kali terbit pada

bulan Januari 1939. Tidak lama kemudian, The Watchtow-

er juga diterbitkan dalam bahasa Indonesia. Saudara-sau-

dara kemudian membeli mesin cetak kecil dan mulai men-

cetak sendiri majalah-majalah. Pada tahun 1940, mereka

menerima mesin cetak yang lebih besar dari Australia un-

tuk mencetak buku kecil dan majalah dalam bahasa Indo-

nesia dan Belanda. Biayanya berasal dari kantong mereka

sendiri.

106 

Puncaknya, pada tanggal 28 Juli 1941, pemerintah mela-

rang semua bacaan dari Lembaga Menara Pengawal. Jean

Deschamp mengenang, ”Pada suatu pagi, saat saya se-

dang mengetik di kantor, pintu didobrak dan masuklah

tiga orang polisi dan seorang pejabat senior polisi Belanda

yang mengenakan seragam lengkap, yaitu lencana, sarung

tangan putih, pedang, dan topi. Sebenarnya, kami tidak

kaget. Tiga hari sebelumnya, kami sudah mendapat bocor-

an bahwa bacaan kami akan segera dilarang. Pejabat som-

bong itu membacakan surat perintah yang panjang. Lalu,

dia meminta kami menunjukkan di mana mesin cetak-

nya karena dia mau menyegelnya. Tapi, suami saya bilang

bahwa dia terlambat. Mesin cetaknya sudah terjual sehari

sebelumnya!”

Meski begitu, Alkitab tidak dilarang. Jadi, saudara-sauda-

ra masih mengabar dari rumah ke rumah, dengan meng-

gunakan Alkitab saja. Mereka juga memandu pelajaran Al-

kitab. Tapi, karena perang sepertinya juga akan terjadi di

Asia, para perintis asing itu diminta kembali ke Australia.

Alat cetak pertama sampai di depot Jakarta

INDONESIA 107

Di Bawah Penjajahan Jepang

Pada awal tahun 1942, Jepang dengan pasukannya yang

besar menyerbu dan menaklukkan Indonesia secara mem-

babi buta. Banyak saudara dipaksa untuk melakukan pe-

kerjaan berat, seperti membangun jalan dan menggali pa-

rit. Yang lainnya diasingkan ke kamp penjara yang kotor

dan disiksa karenamenolak untukmendukung perang. Se-

dikitnya ada tiga saudara yang meninggal dalam penjara.

Selama dua tahun pertama masa perang, seorang sau-

dari Belanda bernama Johanna Harp, yang tinggal di

desa pegunungan terpencil di Jawa Timur, tidak diasing-

kan ke kamp. Dia dan ketiga anaknya yang masih remaja

Johanna Harp, dua anak perempuannya, dan Beth Godenze,

seorang sahabat (tengah)

108 

memanfaatkan keadaan mereka untuk menerjemahkan

buku Salvation dan Menara Pengawal dari bahasa Inggris

ke bahasa Belanda. Terjemahan bacaan itu diperbanyak

dan diselundupkan ke seluruh Jawa.

Beberapa Saksi yang masih bebas mengadakan perhim-

punan dalam kelompok kecil dan mengabar dengan bijak-

sana. Josephine Elias (sebelumnya bermarga Tan) berkata,

”Saya selalu mencari kesempatan untuk memberikan ke-

saksian tidak resmi. Saya membawa papan catur saat me-

ngunjungi peminat di rumah mereka, jadi orang-orang

akan berpikir bahwa saya hanya mau main catur.” Felix

Tan dan Bola, istrinya, mengabar dari rumah ke rumah de-

ngan berpura-pura menjual sabun. Felix berkata, ”Kami se-

ring diikuti oleh mata-mata dari Kempeitai, polisi militer

Jepang yang kejam. Agar tidak dicurigai, kami mengun-

jungi orang–orang yang belajar pada waktu yang berbeda-

beda. Enam dari pelajar kami maju pesat dan dibaptis pada

masa perang.”

Berbeda Pendapat dengan Saudara-Saudara di Jakarta

Selagi saudara-saudaramembuat penyesuaian padamasa

perang yang sulit, mereka langsung menghadapi ujian

berat lainnya. Pemerintah Jepang mengharuskan semua

orang asing (termasuk keturunan Cina-Indonesia) un-

tuk mendaftar dan memiliki kartu identitas yang ber-

isi sumpah setia kepada Kaisar Jepang. Banyak saudara

bertanya-tanya, ’Apakah kami harus mendaftar dan me-

nandatangani kartu identitas itu, atau apakah kami harus

menolaknya?’

Felix Tan menjelaskan, ”Saudara-saudara di Jakarta men-

desak kami yang tinggal di Sukabumi untuk menolak

menandatangani kartu identitas itu. Tapi, kami meminta

izin kepada pihak berwenang untuk mengubah kata-kata

 Hermine (Mimi), anak bungsu Saudari Harp, mengikuti Sekolah Gile-

ad setelah perang berakhir dan kembali ke Indonesia sebagai utusan injil.

INDONESIA 109

dalam kartu yang bertuliskan ’yang bertanda tangan di

bawah ini telah bersumpah setia kepada’ menjadi ’yang

bertanda tangan di bawah ini tidak akan menghambat’

tentara Jepang. Tak disangka, mereka setuju. Jadi, kami se-

mua mendapatkan kartu itu. Saat saudara-saudara di Jakar-

ta mendengar keputusan kami, mereka menganggap kami

murtad dan memutuskan hubungan sama sekali.”

Sayangnya, kebanyakan saudara yang bersikap keras ter-

sebut ditangkap dan meninggalkan kebenaran. Seorang

saudara yang menolak untuk berkompromi dipenjarakan

bersama Andre´ Elias. Andre´ bercerita, ”Saya membahas

masalah pendaftaran itu dan membantu dia memiliki pan-

dangan yang seimbang. Dia dengan rendah hati meminta

maaf karena telah memutuskan hubungan dengan kami.

Kami berdua saling menguatkan, tapi sayangnya, dia me-

ninggal akibat kondisi penjara yang buruk.”

Merdeka!

Saat perang berakhir pada tahun 1945, saudara-saudari

dengan bersemangat melanjutkan pekerjaan pengabaran.

Seorang saudara yang telah dipenjarakan dan disiksa me-

Josephine Elias

dengan Felix,

kakak lelakinya

110 

nyurati kantor cabang Australia, ”Saya sudah empat tahun

melewati masa-masa sulit. Saya baik-baik saja dan pikiran

saya juga tidak berubah. Selama masa sulit, saya tidak per-

nah melupakan kalian. Boleh tolong kirimkan beberapa

buku?”

Buku-buku yang dibutuhkan segera tiba di sini, awalnya

sedikit tapi belakangan semakin berlimpah. Suatu kelom-

pok yang terdiri dari sepuluh penyiar di Jakarta melanjut-

kan lagi penerjemahan bacaan ke bahasa Indonesia.

Pada tanggal 17 Agustus 1945, para pemimpin gerakan

kemerdekaan Indonesia mengumumkan kemerdekaan In-

donesia, yang memicu revolusi selama empat tahun mela-

wan pemerintahan kolonial Belanda. Ribuan orang me-

ninggal dalam kekacauan itu, dan lebih dari tujuh juta

orang mengungsi.

Selama masa revolusi, saudara-saudara mengabar dari

rumah ke rumah. Josephine Elias berkata, ”Para patriot

berupaya memaksa kami meneriakkan pekik kemenang-

an, ’Merdeka’, yang artinya ’Bebas’. Tapi, kami menjelas-

kan kepada mereka bahwa kami netral dalam hal politik.”

Setelah lama berkuasa, Belanda menyerahkan kekuasaan-

nya kepada Republik Indonesia Serikat (sekarang Republik

Indonesia) pada tahun 1949.

Hingga tahun 1950, saudara-saudara di Indonesia terus

bertekun selama hampir sepuluh tahun pada masa kon-

flik. Tapi, pekerjaan besar ada di depan mata mereka. Ba-

gaimana mereka bisa meluaskan kabar baik kepada jutaan

orang di Indonesia? Dari sudut pandang manusia, tugas

ini tampak mustahil! Tapi dengan iman yang teguh, sau-

dara-saudara terus maju dan yakin bahwa Yehuwa akan

”mengutus pekerja-pekerja untuk panennya”. (Mat. 9:38)

Dan, Yehuwa memang melakukannya.

 Belanda masih berkuasa atas Papua Barat (dulu Nugini Barat) sampai

tahun 1962.

INDONESIA 111

SELAMA Perang Dunia II, Saudara Elias dan Josephine, is-

trinya, menghadap petugas di Sukabumi, Jawa Barat, di

kantor pusat Kempeitai yaitu polisi militer Jepang yang me-

nakutkan. Yang pertama diinterogasi adalah Andre´. Dia di-

bombardir dengan pertanyaan. ”Siapa Saksi-Saksi Yehuwa

itu? Apakah kamu menentang pemerintah Jepang? Apakah

kamu mata-mata?”

Andre´ menjawab, ”Kami adalah hamba Allah Yang Ma-

hakuasa dan tidak melakukan kesalahan.” Sang koman-

dan menyambar sebuah pedang samurai dari dinding dan

mengangkatnya tinggi-tinggi.

Dengan marah dia berkata, ”Kamu saya bunuh, ya!”

Andre´ menaruh kepalanya di meja dan berdoa dalam

hati. Setelah beberapa saat, terdengar ledakan tawa. Ko-

mandan itu berkata, ”Kamu orang yang berani!” Kemu-

dian dia memanggil Josephine. Karena keterangan yang

diberikannya sama dengan Andre´, komandan itu berkata

Perintis yang Tak Kenal Takut

Andre´ Elias



LAHIR 1915



BAPTIS 1940



PROFIL Perintis pemberani

yang tetap teguh walaupun

diinterogasi dan diancam.

112 

dengan suara keras, ”Kalian bukan mata-mata. Keluar dari

sini!”

Beberapa bulan kemudian, Andre´ dituduh oleh ”saudara-

saudara palsu” dan dipenjarakan. (2 Kor. 11:26) Selama

beberapa bulan, dia bertahan hidup dengan sisa-sisa ma-

kanan dari selokan sel penjara. Tetap saja, penjaga penjara

tidak bisa mematahkan integritasnya. Sewaktu Josephine

diperbolehkan mengunjunginya, Andre´ berbisik lewat celah

jeruji penjara, ”Jangan khawatir. Tidak soal saya dibunuh

atau dibebaskan, saya akan tetap setia kepada Yehuwa.

Mereka bisa mengusung saya sebagai mayat tapi bukan se-

bagai pengkhianat.”

Setelah enam bulan dalam penjara, Andre´ membuat

pembelaan di hadapan Mahkamah Agung Jakarta dan dia

dibebaskan.

Sekitar 30 tahun kemudian, saat pemerintah Indonesia

membekukan lagi Saksi-Saksi Yehuwa, jaksa di Manado,

Sulawesi Utara, memanggil Andre´ ke kantornya. Dia ber-

tanya, ”Apakah Anda tahu bahwa Saksi-Saksi Yehuwa itu

dilarang?”

”Ya,” jawab Andre´.

”Anda siap mengganti agama Anda?” tanya jaksa itu.

Andre´ mencondongkan badannya dan dengan penuh ke-

yakinan dia memukul dadanya, lalu dengan lantang dia ber-

kata, ”Anda boleh ambil jantung saya, tapi Anda tidak bisa

mengubah agama saya.”

Jaksa itu menyuruh Andre´ pergi dan tidak pernah meng-

ganggunya lagi.

Pada tahun 2000, Andre´ meninggal pada usia 85 tahun,

setelah melayani selama kira-kira 60 tahun sebagai perin-

tis yang bersemangat.

INDONESIA 113

1951 sampai 1976

”Firman Yehuwa Semakin

Bertumbuh dan Tersebar.”

—Kis. 12:24.

Penyiar

Perintis

1951 1955 1960 1965 1970 1976

0

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

4.000

Utusan Injil Sekolah Gilead Tiba

Pada bulan Juli 1951, sidang kecil di Jakarta berkumpul

untuk menyambut Peter Vanderhaegen, utusan injil perta-

ma lulusan Sekolah Gilead yang tiba di Indonesia. Pada

akhir tahun, 13 utusan injil lainnya berdatangan dari Aus-

tralia, Belanda, dan Jerman. Hal ini membuat jumlah pe-

nyiar di negeri ini hampir dua kali lipat.

Fredrika Renskers, utusan injil dari Belanda, menge-

nang, ”Saya membayangkan bahwa saat mengabar dari

rumah ke rumah, saya akan menggunakan isyarat gerak

untuk berkomunikasi. Tapi karena kebanyakan orang ber-

bicara bahasa Belanda, saya mulai mengabar mengguna-

kan bahasa itu.” Ronald Jacka, dari Australia, mengenang,

”Beberapa dari kami menggunakan kartu kesaksian berisi

khotbah singkat dalam bahasa Indonesia. Saya melihat

kartu itu sebelum mengetuk setiap rumah dan mencoba

mengucapkan kata-kata yang saya ingat.”

Karena para utusan injil berada di garis depan, jumlah

penyiar bertambah dengan cepat dari 34 menjadi 91 ha-

nya dalam setahun. Pada tanggal 1 September 1951, kantor

cabang Lembaga Menara Pengawal mulai beroperasi di ru-

mah Andre´ Elias di Jakarta Pusat. Ronald Jacka dilantik se-

bagai hamba cabang.

Daerah Lain Dibuka

Pada bulan November 1951, Peter Vanderhaegen ditugas-

kan ke Manado, Sulawesi Utara. Di sana ada satu kelom-

pok kecil yang telah dibentuk oleh Theo Ratu dan istri-

nya. Banyak penduduk setempat mengaku sebagai orang

Kristen dan sangat merespek Firman Allah. Banyak peng-

huni rumah mengundang para Saksi masuk dan memin-

ta mereka menjelaskan ajaran Alkitab. Sering kali, para

Sidang Surabaya, 1954

INDONESIA 115

Saksi awalnya berbicara kepada kelompok yang berjumlah

sepuluh orang. Lima belas menit kemudian, jumlahnya

bertambah menjadi sekitar 50 orang. Tidak sampai satu

jam, jumlah orang yang bergabung bertambah lagi sampai

200 orang sehingga pembahasan harus dipindahkan ke

halaman depan rumah.

Pada awal tahun 1952, Albert dan Jean Maltby mem-

bentuk rumah utusan injil di Surabaya, Jawa Timur, kota

terbesar kedua di Indonesia. Di sana, ada enam saudari

utusan injil yang ikut bergabung bersama mereka, yaitu

Gertrud Ott, Fredrika Renskers, Susie dan Marian Stoove,

Rumah utusan injil di Jakarta

116 

Eveline Platte, serta Mimi Harp. Fredrika Renskers berkata,

”Kebanyakan orang di daerah itu adalah orang Muslim

yang toleran dan sangat ramah. Banyak orang kelihatan-

nya sudah siap menerima kebenaran, sehingga mudah un-

tuk memulai pelajaran Alkitab. Dalam waktu tiga tahun,

Sidang Surabaya memiliki 75 penyiar.”

Kira-kira pada masa itu, seorang Muslim bernama Azis

yang berasal dari Padang, Sumatra Barat, menulis surat ke

kantor cabang agar dia dibantu secara rohani. Azis per-

nah belajar dengan para perintis dari Australia pada tahun

1930-an, tapi dia kehilangan kontak selama penjajahan Je-

pang. Suatu hari, dia tidak sengaja menemukan buku kecil

yang diterbitkan Saksi-Saksi Yehuwa. Dia menulis, ”Saat

saya melihat alamatnya ada di Jakarta, saya jadi semangat

lagi!” Kantor cabang segera mengutus pengawas wilayah

bernama Frans van Vliet ke Padang. Dia mendapati bah-

wa Azis sudah memberikan kesaksian kepada tetangganya,

Nazar Ris, pegawai negeri yang lapar secara rohani. Kedua

pria itu dan keluarga mereka pun menerima kebenaran.

Azis menjadi penatua yang setia. Nazar Ris menjadi se-

orang perintis istimewa, dan sekarang banyak dari anak-

anaknya adalah Saksi yang bersemangat.

Tak lama kemudian, Frans van Vliet mengunjungi se-

orang saudara Belanda yang tidak aktif yang sedang beker-

ja di Balikpapan, Kalimantan Timur untuk membangun

kembali kilang minyak yang rusak akibat perang. Frans

menemani saudara itu dalam dinas dan menyemangati-

nya untuk memandu pelajaran Alkitab bersama beberapa

orang yang berminat. Sebelum kembali ke Belanda, sauda-

ra itu berhasil membentuk kelompok kecil di Balikpapan.

Belakangan, Titi Koetin, saudari yang baru dibaptis, pin-

dah ke Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Titi menga-

bar kepada keluarganya yang tinggal di komunitas Dayak,

dan membantu banyak dari mereka belajar kebenaran.

INDONESIA 117

Beberapa dari me-

reka yang masih

baru ini belakang-

an kembali ke desa

mereka di peda-

laman Kalimantan

dan membentuk

kelompok yang bertumbuh menjadi sidang yang kuat.

Menghasilkan Bacaan Berbahasa Indonesia

Seraya pekerjaan pengabaran menyebar dengan cepat,

saudara-saudara membutuhkan lebih banyak bacaan da-

lam bahasa Indonesia. Pada tahun 1951, buku “Let God Be

True” (”Karena Allah Itu Benar Adanya”) diterjemahkan ke

bahasa Indonesia. Tapi, karena pemerintah mengubah eja-

an bahasa Indonesia, kantor cabang perlu memperbaiki

terjemahannya. Akhirnya buku itu diterbitkan, dan ba-

nyak pembaca berbahasa Indonesia sangat senang.

Pada tahun 1953, kantor cabang mencetak 250 Menara

Pengawal berbahasa Indonesia. Setelah 12 tahun tidak ter-

bit, ini pertama kalinya Menara Pengawal dalam bahasa In-

donesia dicetak lagi. Majalah itu terdiri dari 12 halaman

stensil yang hanya berisi artikel pelajaran. Tiga tahun ke-

mudian, halamannya bertambah menjadi 16, dan perce-

takan komersialmencetak 10.000majalah setiap bulannya.

Edisi bulanan Sadarlah! berbahasa Indonesia mulai di-

perkenalkan pada tahun 1957. Dengan cepat, jumlah

yang dicetak mencapai 10.000 majalah. Karena di seluruh

 Ada dua perubahan besar pada ejaan bahasa Indonesia sejak 1945, ke-

banyakan untuk menggantikan bentuk ejaan bahasa Belanda sebelumnya.

Frans van Vliet dan adik

perempuannya, Nel

118 

negeri kekurangan kertas cetak, saudara-saudara perlu

mengajukan izin untuk membeli kertas. Pegawai pemerin-

tah yang menangani permohonan mereka memberi tahu,

”Menara Pengawal adalah salah satu majalah terbaik di In-

donesia. Saya senang membantu agar kalian dapat izin un-

tuk membeli kertas bagi majalah baru kalian.”

Pengabaran Meluas Hingga ke Timur

Pada tahun 1953, Peter Vanderhaegen ditugaskan dalam

pekerjaanwilayah di Indonesia. Wilayahnya mencakup se-

luruh negeri yang terbentang hampir 5.100 kilometer dari

timur ke barat dan 1.800 kilometer dari utara ke selatan.

Untuk menjangkau daerah yang sangat luas itu, dia sering

mengalami banyak hal menegangkan.

Pada tahun 1954, Saudara Vanderhaegen mengadakan

perjalanan ke wilayah Indonesia bagian timur. Ini adalah

daerah yang terdiri dari beragam agama, seperti kepulauan

Bali, yang mayoritasnya beragama Hindu, Lombok dan

Sumbawa, yang mayoritasnya beragama Islam, Flores,

yang mayoritasnya beragama Katolik, juga Sumba,

Alor, dan Timor, yang mayoritasnya beragama Protes-

tan. Dengan perahu reyot, dia singgah ke beberapa pulau

untuk mengabar

di sepanjang per-

jalanan sebelum

sampai ke Kupang,

ibu kota yang terle-

tak di Timor. Sau-

dara Vanderhaegen

mengenang, ”Saya

Peter Vanderhaegen

mengabar di Timor selama dua minggu. Meski hujan le-

bat, saya menempatkan semua bacaan, mendapat 34 lang-

ganan majalah, dan memulai beberapa pelajaran Alkitab.”

Perintis istimewa mengunjungi kembali orang yang ber-

minat dan membentuk sebuah sidang di Kupang. Dari sa-

nalah kabar baik menyebar ke pulau-pulau yang berdekat-

an, yaitu Rote`, Alor, Sumba, dan Flores.

Saat pemimpin agama Protestan di Kupang melihat je-

maat mereka mendengarkan Saksi-Saksi Yehuwa, mereka

murka. Seorang pemimpin agama senior memerintahkan

Thomas Tubulau, seorang lansia perajin besi yang hanya

memiliki satu tangan, untuk berhenti belajar dengan para

Saksi. Dia juga berkata bahwa jika Thomas tidak berhenti

memberi tahu orang lain tentang apa yang dia pelajari,

akan terjadi pertumpahan darah. Thomas menjawab de-

ngan berani, ”Orang Kristen tidak akan berbicara seperti

kamu. Kamu tidak akan melihat saya lagi di gereja kamu.”

Thomas menjadi pemberita Kerajaan yang bersemangat,

dan anak perempuannya menjadi perintis istimewa.

Meski begitu, pemimpin agama di Timor bertekad untuk

menyingkirkan Saksi-Saksi Yehuwa. Pada tahun 1961, me-

reka berhasil menekan Departemen Agama dan kalangan

militer untuk melarang pekerjaan dari rumah ke rumah.

Jadi, saudara-saudara segera menyesuaikan metode penga-

baran mereka. Mereka berbicara kepada orang-orang di

pasar dan sumur, kepada nelayan yang membawa hasil

tangkapan ke pantai, dan kepada keluarga yang datang ke

tempat pemakaman. Satu bulan kemudian, kalangan mi-

liter memberi kelonggaran dan membuat pengumuman

melalui radio yang menyatakan bahwa semua orang di Ti-

mor bebas memilih agama mereka sendiri. Tapi, Depar-

temen Agama menyatakan bahwa pekerjaan dari rumah

ke rumah masih dilarang, maka saudara-saudara meminta

mereka menuliskan pernyataan tersebut. Para pejabat itu

120 

menolak. Setelah itu, saudara-saudara melanjutkan peker-

jaan dari rumah ke rumah tanpa rintangan.

Saat para utusan injil Piet dan Nell de Jager serta Hans

dan Susie van Vuure tiba di Papua pada tahun 1962, mere-

ka juga ditentang pemimpin agama Susunan Kristen. Tiga

rohaniwan senior Susunan Kristen mengadang para utus-

an injil dan menyuruh mereka mengabar di tempat lain.

Melalui khotbah, bacaan, dan radio, pemimpin agama me-

nuduh bahwa Saksi-Saksi Yehuwa adalah pemicu masalah

melawan pemerintah. Mereka juga membujuk, mengan-

cam, atau menyuap anggota gereja yang mulai belajar de-

ngan para utusan injil. Dan, mereka menekan kepala suku

setempat untuk menentang pekerjaan pengabaran.

Upaya ini menjadi senjata makan tuan saat seorang

kepala suku mengundang para utusan injil mengabar

di desanya. Hans mengenang, ”Setelah kepala suku itu

mengumpulkan penduduk desa, saya dan Piet menyam-

paikan dua khotbah singkat tentang pekerjaan kami. Lalu,

istri kami menunjukkan bagaimana kami mengetuk ru-

mah, menerima undangan untuk masuk ke dalam rumah,

dan menyampaikan berita singkat dari Alkitab. Kepala

suku itu dan warganya menghargai pertunjukan tersebut

dan membiarkan kami mengabar dengan leluasa.”

Peristiwa ini dan peristiwa berikutnya terjadi dengan

pola yang sama. Jarang sekali orang Muslim menentang

pekerjaan pengabaran. Umumnya tentangan datang dari

pemimpin agama Susunan Kristen. Pola itu masih berlan-

jut sampai sekarang.

”Digiring ke Hadapan Gubernur . . . Sebagai Kesaksian”

Yesus memberi tahu murid-muridnya, ”Kamu akan di-

giring ke hadapan gubernur-gubernur dan raja-raja demi

aku, sebagai kesaksian kepada mereka dan bangsa-bangsa.”

(Mat. 10:18) Ini berulang kali terbukti di Indonesia.

INDONESIA 121

Pada tahun 1960, seorang teolog Belanda terkemuka di

Jakarta menerbitkan buku yang menuduh bahwa Saksi-

Saksi Yehuwa adalah orang Kristen palsu. Buku ini dija-

dikan senjata oleh banyak pemimpin agama untuk me-

nyerang para Saksi. Misalnya, pemimpin agama di suatu

kota menyurati Departemen Agama dengan tuduhan bah-

wa para Saksi ”membuat bingung anggota gereja mere-

ka”. Saat pejabat itu mengundang saudara-saudara untuk

menanggapi tuduhan itu, mereka menjelaskan kebenaran-

nya dan memberikan kesaksian yang baik. Seorang pejabat

yang taat beragama menasihati temannya, ”Biarkan saja

Saksi-Saksi Yehuwa. Mereka sedang menyadarkan orang

Protestan yang mengantuk.”

Membongkar muatan buku Firdaus, 1963

122 

Pada tahun 1964, sekelompok pemimpin agama Protes-

tan di Papua memohon Komite Parlemen Urusan Sosial

dan Agama untuk melarang pekerjaan Saksi-Saksi Yehuwa.

Kantor cabang diminta membuat pembelaan di hadapan

komite. Saudara Tagor Hutasoit berkata, ”Kami berbicara

dengan komite hampir satu jam dan menjelaskan pekerja-

an pendidikan Alkitab kami. Seorang politisi yang menen-

tang, yang beragama Protestan, menuduh kami memicu

pergolakan agama di Papua. Tapi, kebanyakan anggota ko-

mite yang adalah orang Muslim menunjukkan rasa simpa-

tinya terhadap kami. Mereka memberi tahu kami, ’Un-

dang-Undang Dasar menjamin kebebasan beragama, jadi

kalian punya hak untuk menginjil.’ ” Setelah pertemuan

itu, pejabat pemerintah yang berpangkat tinggi di Papua

mengumumkan, ”Pemerintahan yang baru . . . menjamin

kebebasan beragama, dan ini berlaku juga bagi agama-

agama yang baru.”

Semakin Banyak Utusan Injil Datang

Pada tanggal 9 Juli 1964, Departemen Kehakiman Indo-

nesia mendaftarkan secara resmi Perkumpulan Siswa-Sis-

wa Alkitab, badan hukum resmi yang digunakan Saksi-

Saksi Yehuwa. Tapi, sebelum saudara-saudara menikmati

sepenuhnya kebebasan beragama, mereka perlu didaftar-

kan di Departemen Agama. Lembaga ini memperoleh ke-

terangan dari Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat

Kristen, yang pekerjanya adalah orang-orang Protestan ga-

ris keras dan sangat menentang Saksi-Saksi Yehuwa.

Suatu hari, seorang saudara bertemu dengan pejabat se-

nior yang bekerja erat dengan Menteri Agama. Kedua pria

itu akhirnya menyadari bahwa mereka berasal dari desa

yang sama, maka mereka mengobrol dengan seru meng-

gunakan bahasa daerah mereka. Saat saudara itu mem-

beri tahu sang pejabat tentang masalah para Saksi dengan

INDONESIA 123

Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen, pejabat

itu mengatur agar tiga saudara bertemu langsung dengan

menteri agama, seorang Muslim yang ramah dan bersim-

pati. Pada tanggal 11 Mei 1968, menteri itu mengeluarkan

ketetapan resmi yang mengakui bahwa Saksi-Saksi Yehuwa

adalah suatu agama dan mengakui hak mereka untuk me-

lanjutkan kegiatan mereka di Indonesia.

Pejabat senior itu jugamempermudah para Saksi sehing-

ga Saksi dari luar negeri bisa mendapatkan visa utusan injil

tanpa harusmelalui Direktorat Jenderal Bimbingan Masya-

rakat Kristen. Dengan bantuan dari pejabat yang berpikir-

an terbuka ini, 64 utusan injil diperbolehkan masuk ke In-

donesia untuk beberapa tahun berikutnya.

Pada tahun 1968, sekitar 300 utusan injil dan perintis is-

timewa serta lebih dari 1.200 penyiar menyampaikan ka-

bar baik ke setiap penjuru di Indonesia. Para utusan injil

memberikan latihan yang berguna bagi saudara-saudari se-

tempat. Hal inimempercepat kemajuan rohanimereka. Pe-

latihan ini sangat tepat waktu karena awan badai pengani-

ayaan mendekat dengan cepat.

”Hadiah Natal” untuk Pemimpin Agama

Pada tahun 1974, Direktorat Jenderal Bimbingan Ma-

syarakat Kristen melanjutkan serangan yang sudah ber-

langsung lama untuk melarang Saksi Yehuwa. Direktur

jenderal departemen itu menyurati tiap kantor Departe-

men Agama di tiap wilayah. Surat itu menyatakan bahwa

Saksi-Saksi Yehuwa tidak sah secara hukum. Dia mende-

sak para pejabat kantor itu untuk bertindak terhadap para

Saksi kapan pun mereka membuat ”masalah”. Itu merupa-

kan ajakan halus terselubung untuk menganiaya umat Ye-

huwa. Kebanyakan pejabat mengabaikan ajakan itu. Tapi

yang lainnya menggunakan kesempatan itu untuk mela-

rang perhimpunan dan pekerjaan dari rumah ke rumah.

124 

Di saat yang sama, Dewan Gereja Dunia (DGD) beren-

cana mengadakan pertemuan internasional di Jakarta,

tapi orang Muslim menganggapnya sebagai suatu kegiat-

an yang provokatif dan agresif. Karena tekanan agama se-

makin memanas, DGD membatalkan acara itu. Meski be-

gitu, isu Kristenisasi masih menjadi topik yang hangat,

dan banyak politisi ketakutan. Sesuai dugaan, para pemim-

pin agama berupaya menyalahkan Saksi-Saksi Yehuwa de-

ngan mempermasalahkan pekerjaan penginjilan mereka.

Hal ini menyebabkan banyak pejabat memiliki sudut pan-

dang yang kurang baik terhadap para Saksi.

Pada bulan Desember 1975, sewaktu ketegangan aga-

ma sedang meningkat, Indonesia menyerbu Timor Ti-

mur (sekarang Timor Leste), bekas jajahan Portugis. Tu-

juh bulan kemudian, Timor Timur berhasil diduduki, dan

hal ini membakar semangat patriotisme di seluruh ne-

geri. Saudara-saudara tetap netral secara politik dan me-

nolak untuk terlibat dalam dinas militer dan salut ben-

dera, suatu pendirian yang memicu

kemarahan para komandan militer

senior. (Mat. 4:10; Yoh. 18:36) Para

pemimpin agama sudah siap untuk

menghabisi para Saksi, jadi mere-

ka menuntut pemerintah bertindak

menentang para Saksi. Akhirnya,

pada pertengahan Desember 1976,

para pemimpin agama menerima

”hadiah Natal” mereka, yaitu diu-

mumkannya pelarangan atas Saksi-

Saksi Yehuwa oleh pemerintah.

Pada tanggal 24 Desember 1976,

sebuah surat kabar memuat berita

pembekuan Saksi-Saksi Yehuwa

125

MAMA saya adalah orang yang baik hati dan mudah bergaul,

dan dia juga menyukai Alkitab. Saat dia bertemu Gertrud Ott,

seorang utusan injil di Manado, Sulawesi Utara, dia langsung

setuju untuk belajar Alkitab dan berpihak pada kebenaran.

Tapi papa saya, Erwin, bangkir terkenal dan belakangan men-

jadi direktur utama Bursa Efek Jakarta, menentang keras ke-

percayaan baru Mama.

Suatu hari, Papa memberi peringatan keras kepada Mama.

”Kamu harus pilih! Agama atau suami?” katanya sambil ma-

rah besar.

Mama berpikir keras. Lalu, dia menjawab dengan lembut,

”Saya mau dua-duanya, suami dan Yehuwa.”

Papa tidak bisa berkata-kata, dan kemarahannya pun

mereda.

Sejak itu, Papa menjadi lebih toleran, karena dia sangat

menyayangi dan menghargai pengetahuan serta kebijaksana-

an Mama.

Anak Perempuan Sara

Titi Koetin



LAHIR 1928



BAPTIS 1957



PROFIL Saudari yang dengan

bijak membantu suaminya

yang menentang untuk

mempelajari kebenaran.

—Diceritakan oleh anaknya,

Mario Koetin.

126 

Tapi, Mama mau suaminya

juga bergabung dalam ibadat

sejati. Setelah mendoakan hal

itu dengan sungguh-sungguh,

dia ingat bahwa Papa suka

belajar bahasa. Jadi, dia me-

mutuskan untuk memajang

teks Alkitab dalam bahasa Ing-

gris di rumah. Dia berkata,

”Saya lagi belajar supaya ba-

hasa Inggris saya lebih bagus.” Karena Papa suka mende-

ngarkan ceramah, Mama meminta Papa untuk mendengar-

kan khotbahnya di Sekolah Pelayanan Teokratis. Papa setuju.

Karena Papa suka menerima tamu, Mama bertanya apakah

pengawas wilayah yang sedang berkunjung boleh menginap di

rumah mereka. Dia pun setuju. Dan, karena Papa menyayangi

keluarganya, Mama dengan lembut memintanya untuk duduk

bersama kami di kebaktian Kristen. Dia juga melakukannya.

Kesabaran dan upaya Mama yang sungguh-sungguh akhir-

nya melunakkan hati Papa. Belakangan, saat keluarga kami

tinggal di Inggris, Papa menghadiri perhimpunan dan berteman

dengan John Barr, yang belakangan menjadi anggota Badan

Pimpinan Saksi-Saksi Yehuwa. Pada tahun yang sama, Papa di-

baptis, dan itu membuat kebahagiaan Mama meluap-luap. Se-

jak saat itu, dia menghujani Mama dengan kasih sayang.

Beberapa teman kami, menyamakan Mama dengan Lidia,

wanita Kristen abad pertama yang menunjukkan kemurahan

hati. (Kis. 16:14, 15) Tapi, saya sering menyamakan Mama de-

ngan Sara, wanita yang dengan senang hati tunduk kepada

suaminya, Abraham. (1 Ptr. 3:4-6) Mama adalah orang yang

tulus, penuh respek, dan wanita rohani yang akan membuat

orang-orang yang mengenalnya sayang kepadanya. Teladan

Mama membantu Papa berpihak pada kebenaran. Bagi saya,

dia adalah anak perempuan Sara.

Mama adalah orang

yang tulus, penuh

respek, dan wanita

rohani yang akan

membuat orang-orang

yang mengenalnya

sayang kepadanya

INDONESIA 127

PADA tanggal 15-18 Agustus 1963, ratusan penyiar dari ber-

bagai penjuru negeri ini dan 122 tamu internasional ber-

kumpul di kota Bandung, Jawa Barat. Mereka datang untuk

menghadiri kebaktian ”Kabar Kesukaan yang Kekal”, kebak-

tian internasional pertama yang diadakan di Indonesia.

Untuk mempersiapkan acara ini, saudara-saudara harus

mengatasi banyak rintangan. Lokasinya harus dipindahkan

sebanyak tiga kali karena adanya perayaan Hari Kemerdeka-

an nasional. Inflasi yang meningkat mendorong pemerintah

menaikkan biaya transportasi sampai 400 persen. Karena

itu, beberapa delegasi langsung menyesuaikan sarana trans-

portasi yang mereka gunakan. Tujuh puluh delegasi dari Su-

lawesi melakukan perjalanan selama lima hari mengguna-

kan kapal dengan geladak terbuka yang penuh sesak untuk

hadir di acara itu.

Di kebaktian itu, para delegasi Indonesia sangat senang

karena bisa bertemu dengan saudara dan saudari Kristen

mereka dari negeri lain, termasuk dua anggota badan pim-

pinan, Frederick Franz dan Grant Suiter. Salah seorang dele-

gasi menceritakan apa yang dia amati, ”Saudara-saudara

terlihat sangat senang; me-

reka selalu tertawa dan ter-

senyum.”

Ada lebih dari 750 orang

yang hadir di kebaktian itu,

dan 34 orang dibaptis. Ro-

nald Jacka berkata, ”Ke-

baktian yang bersejarah ini

menggugah banyak pemi-

nat untuk berpihak pada ke-

benaran. Bagi saudara-sau-

dara, hal itu mengobarkan

semangat mereka untuk pe-

kerjaan Allah.”

Kebaktian yang Tak Terlupakan

Ronald Jacka (kanan)

memberikan khotbah pada

tahun 1963 di Kebaktian

”Kabar Kesukaan yang Kekal”

dengan seorang penerjemah

PADA subuh tanggal 1 Oktober 1965, tentara yang terkait

dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) membunuh enam

jenderal terkemuka dalam upaya kudeta mereka. Pemerin-

tah menanganinya dengan cepat dan tanpa belas kasihan.

Sekitar 500.000 pengikut komunis dibantai, dan ini digam-

barkan sebagai ”pesta kekerasan brutal” nasional.

Beberapa minggu setelah upaya kudeta itu gagal, se-

orang komandan militer senior memberi tahu saya bahwa

nama saya berada di urutan teratas dalam daftar pemimpin

agama yang akan disingkirkan. Dia bahkan menawarkan

diri untuk menunjukkan kepada saya tempat yang telah di-

gali untuk menguburkan saya, tapi saya dengan sopan me-

nolaknya. Di tengah-tengah situasi politik yang memanas

dan tidak menentu, saya tidak mau terlihat sebagai te-

mannya karena hal itu bisa merusak reputasi saya sebagai

orang Kristen yang netral.

Saya Luput dari

Pemberontakan Komunis

Ronald Jacka



LAHIR 1928



BAPTIS 1941



PROFIL Melayani sebagai

hamba cabang di Indonesia

selama lebih dari 25 tahun.

INDONESIA 129

PADA tahun 1964, saya ditugaskan sebagai perintis istimewa

di Manokwari, Papua Barat, di mana ada sebuah sidang ke-

cil yang menghadapi tentangan sengit dari para pemimpin

agama. Tidak lama setelah saya tiba, seorang rohaniwan Pro-

testan dengan penuh amarah datang ke rumah saya.

”Saya akan hancurkan rumah ini dan saya akan singkirkan

Saksi-Saksi Yehuwa dari Manokwari,” bentaknya.

Karena saya pernah mendapat latihan di kepolisian, saya

tidak takut dengan ancamannya. Meski begitu, saya menja-

wabnya dengan lembut, dan dia akhirnya pergi dengan baik-

baik.—1 Ptr. 3:15.

Saat itu, Manokwari hanya memiliki delapan penyiar. Seka-

rang, setelah sekitar 50 tahun berlalu, ada tujuh sidang di

daerah ini. Ada lebih dari 1.200 yang hadir di kebaktian pada

tahun 2014. Saat saya melihat apa yang telah Yehuwa laku-

kan di daerah terpencil ini, saya merasakan kepuasan sejati

dalam hati.

Lima Puluh Tahun

Sebagai Perintis Istimewa

Alisten Lumare



LAHIR 1927



BAPTIS 1962



PROFIL Mantan inspektur

polisi yang menjadi perintis

istimewa selama lebih dari

50 tahun.

130 

PADA suatu peristiwa, Saudara Sormin dipanggil oleh Kepa-

la Badan Intelijen di kantor kejaksaan agung.

Pejabat itu berkata, ”Kamu warga negara Indonesia, jadi

kamu harus jujur kepada saya. Apa yang sebenarnya Saksi-

Saksi Yehuwa lakukan di Indonesia?”

Saudara Sormin menjawab, ”Pak, saya akan menceri-

takan pengalaman hidup saya. Dulu saya kepala geng

penjahat, tapi sekarang saya mengajarkan Alkitab kepada

orang-orang. Itulah yang Saksi-Saksi Yehuwa lakukan di In-

donesia, membuat orang yang tidak berguna seperti saya

menjadi warga negara yang baik!”

Setelah itu, Kepala Badan Intelijen memberi tahu, ”Saya

mendengar banyak keluhan tentang Saksi-Saksi Yehuwa.

Tapi, saya tahu bahwa agama ini baik karena bisa meng-

ubah Pak Sormin.”

Dari Bos Penjahat Menjadi

Warga Negara Terhormat

Hisar Sormin



LAHIR 1911



BAPTIS 1952



PROFIL Bekas kepala geng

penjahat bawah tanah yang

akhirnya menjadi salah satu

anggota Panitia Cabang.

INDONESIA 131

1977 sampai 2001

”Dianiaya Demi Keadilbenaran.”

—Mat. 5:10.

Penyiar

Perintis

1977 1980 1985 1990 1995 2001

0

2.000

4.000

6.000

8.000

10.000

12.000

14.000

16.000

Bertekad untuk Terus Maju

Saat saudara-saudara di kantor cabang mengetahui ada-

nya pelarangan, mereka dengan cepat bertindak. Ronald

Jacka berkata, ”Kami memindahkan dokumen konfiden-

sial, persediaan lektur, dan dana milik cabang ke tempat

yang aman di sekitar Jakarta. Kemudian, kami memindah-

kan kantor cabang ke lokasi rahasia dan menjual bangun-

an kantor cabang sebelumnya secara diam-diam.”

Banyak saudara setempat tetap aktif dan tidak takut. Me-

reka sudah bertekun menghadapi ujian hebat sampai ada-

nya pelarangan, dan mereka terus memercayai Yehuwa.

Tapi, beberapa saudara menjadi lengah. Beberapa pena-

tua menjadi takut dan menandatangani pernyataan untuk

berhenti mengabar. Yang lainnya memberi tahu nama-

nama anggota sidang. Kantor cabang menugasi sauda-

ra-saudara yang matang untuk menguatkan sidang dan

memberikan bantuan kepada mereka yang berkompromi.

John Booth, seorang anggota Badan Pimpinan, juga ber-

kunjung ke Indonesia dan memberikan nasihat-nasihat

pengasih yang sangat dibutuhkan.

Jelaslah, Yehuwa sebagai Gembala Agung menguatkan

dan menghibur umat-Nya. (Yeh. 34:15) Para penatua se-

makin berada di garis depan demi kemajuan rohani, dan

para penyiar menemukan cara yang baru dan bijaksana

untuk mengabar. (Mat. 10:16) Banyak saudara membeli Al-

kitab edisi terbaru yang harganya terjangkau dari Lembaga

Alkitab Indonesia dan menawarkannya kepada penghuni

rumah. Jika memungkinkan, mereka menyampaikan ka-

bar Ke