samuel mengurapi saul daud

samuel mengurapi saul daud


     


SAMUEL MENGURAPI SAUL DAN DAUD

Penelitian Ini Mengeksplorasi Pentingnya Pengurapan Dalam Tradisi Ibrani Dan Yunani, Serta Peran 

Pengurapan Dalam Perjanjian Lama Yang Memberikan Wewenang Dan Kuasa Kepada Raja, Imam, Dan Nabi. 

Pengurapan, Yang Menggunakan Minyak Sebagai Lambang Roh Kudus, Menciptakan Hubungan Khusus Dengan 

Allah Dan Merupakan Tanda Otoritas Ilahi. Studi Ini Menyoroti Perjalanan Samuel Yang Dipilih Oleh Tuhan 

Untuk Mengurapi Saul Dan Daud Sebagai Raja Israel, Menunjukkan Ketaatan Samuel Terhadap Panggilan Tuhan 

Serta Dampak Pengurapan Dalam Membangun Kepemimpinan Spiritual Dan Politik. 

  

Dalam bahasa Ibrani, kata dasar masah memiliki arti yang sangat penting, yaitu 

mengurapi. Demikian pula dalam bahasa Yunani, kata dasar Kristos berasal dari kata kerja 

khrio, yang juga berarti mengurapi. Dalam Perjanjian Lama, pengurapan adalah sebuah 

tradisi yang sangat sakral dan penting. Raja, Imam, dan Nabi selalu dihormati sebelum 

jabatan resmi mereka, dan pengurapan adalah bagian dari proses tersebut. Seperti yang 

disebutkan dalam Yesaya 61:1 dan Zakharia 4:1-6, minyak yang melambangkan Roh Kudus 

digunakan untuk pengurapan ini. Minyak ini tidak hanya melambangkan Roh Kudus, tetapi 

juga melambangkan perubahan seseorang sehingga dipenuhi Roh-Nya.  

Pengurapan menciptakan hubungan yang khusus dengan Allah, sehingga orang lain 

tidak boleh berperilaku buruk terhadap yang diurapi. Pengurapan memberikan status khusus 

kepada yang diurapi, yang membuat mereka lebih dekat dengan Allah. Dalam konteks ini, 

pengurapan adalah sebuah tanda bahwa Allah telah memilih dan mengutus seseorang untuk 

melayani-Nya. Pengurapan adalah salah satu alat berkomunikasi dengan Allah yang terus 

berubah dan berfungsi. Sebagai contoh, dalam Mazmur 2:2 dan Kisah Para Rasul 4:27, Roh 

Tuhan berkuasa atas Daud dan Roh Kudus berfungsi sebagai meterai yang menjamin orang 

 

 

yang diurapi Tuhan. Dalam konteks ini, pengurapan adalah sebuah jaminan bahwa Allah 

akan menolong dan membantu yang diurapi dalam menjalankan tugas-Nya. Dalam 

Perjanjian Lama, pengurapan adalah hak mutlak Allah yang diberikan kepada Raja, Imam, 

dan Nabi untuk melayani-Nya. Pengurapan ini sangat penting dalam hal keagamaan dan 

spiritual sebab  itu adalah tanda bahwa Allah telah memilih dan mengutus seseorang untuk 

melayani-Nya. Oleh sebab  itu, pengurapan harus dihormati dan dipahami sebagai sebuah 

bagian penting dari rencana Allah untuk menyelamatkan umat-Nya. Dalam keseluruhan, 

pengurapan dalam Perjanjian Lama adalah sebuah proses yang sakral dan penting, yang 

memberi wewenang, wibawa, dan kuasa kepada Raja, Imam, dan Nabi untuk melayani 

Allah. Pengurapan ini juga menciptakan hubungan yang khusus dengan Allah, dan 

berkomunikasi dengan Allah yang terus berubah dan berfungsi.

  

Tuhan memilih Nabi Samuel untuk mengurapi Saul sebagai raja pertama Israel, 

bersama dengan Daud, raja termasyur yang memerintah Israel. Alkitab menggambarkan 

kisah Samuel, dalam 1 Samuel 3 menceritakan kisah yang sangat baik tentang Samuel kecil 

yang dipanggil oleh Tuhan dan bagaimana dia menanggapi panggilan itu. Samuel memiliki 

hati yang taat kepada Tuhan dan ingin mendengar suara-Nya. Samuel tidak menolak 

panggilan Tuhan, sebaliknya ia menanggapi dengan baik dan ingin menjadi alat yang 

digunakan Tuhan. Inilah yang membuat Samuel menjadi nabi, dan sebab  itulah Tuhan 

menggunakannya untuk memimpin Israel. Jika Samuel tidak merespon dengan baik 

panggilan Tuhan pada dirinya, maka kisah hebatnya tidak akan pernah terjadi. Samuel tidak 

akan pernah menjadi seorang nabi yang dipakai oleh Tuhan, dan tidak akan pernah 

mengurapi Saul dan Daud sebagai raja Israel.

 

 Artikel ini ditulis untuk menyampaikan pemahaman bahwa sangat menarik 

mengetahui bagaimana perjalanan samuel dalam mengurapi saul dan daud menjadi raja atas 

israel. Dengan kisah perjalanan samuel diharapkan para pemimpin kristen dapat memahami, 

seorang pemimpin sekiranya melakukan regenerasi kepemimpinanya dan melakukan 

panggilan Tuhan dengan taat. 

 

 

Metode penelitian yang digunakan adalah studi pustaka, yang melibatkan analisis 

literatur dari berbagai sumber terkait kisah Samuel. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa 

Samuel memainkan peran penting sebagai nabi, imam, dan hakim dalam transisi 

kepemimpinan Israel dari sistem hakim-hakim ke monarki. Penelitian ini juga menunjukkan 

bahwa Saul, meskipun dipilih sebagai raja pertama Israel, gagal sebab  ketidaktaatannya 

kepada Tuhan. Sebaliknya, Daud, yang diurapi sebagai penggantinya, menunjukkan iman yang 

kuat dan kepemimpinan yang berhasil. Kesimpulannya, pengurapan adalah proses sakral yang 

memberikan otoritas ilahi dan memainkan peran vital dalam kepemimpinan Israel sesuai 

dengan rencana Allah. 

   

A. SAMUEL LAHIR DAN BEKERJA DI BAIT ALLAH 

Sebelum Imam Eli menghembuskan nafas terakhirnya, ia telah bertemu dengan 

sepasang suami istri, Elkana dan Hana. Meskipun Elkana memiliki istri lain bernama Penina, 

Hana tak henti-hentinya berdoa kepada Tuhan di rumah Tuhan. Pada awalnya, Eli mengira 

Hana mabuk sebab  cara berdoanya yang khusyuk. Namun, Allah mengetahui bahwa Hana 

sangat mengharapkan seorang anak, dan Dia mengabulkan doa Hana. Meski berat hati, Hana 

menyerahkan Samuel untuk melayani Tuhan. Ia tetap mengingat nazarnya kepada Tuhan. 

Setelah menyapih Samuel, Hana mempersembahkannya sebagai nazar kepada Tuhan untuk 

menjadi pelayan melalui Imam Eli (1 Sam. 1:10-28). Menyapih adalah masa di mana bayi tidak 

lagi menyusu sebab  perubahan emosional antara ibu dan anak, di mana bayi yang masih kecil 

mendapatkan ketenangan dengan menyusu langsung dari ibunya dan masa di mana anak 

tersebut mendapatkan nutrisi. Samuel mulai melayani dan berada di bawah pengawasan Eli 

pada usia sekitar 4-5 tahun. Usia yang masih sangat belia, namun ia sudah mengerjakan 

pekerjaan Tuhan di Bait Allah. 

Samuel menjadi nabi sejak usia muda dan diakui dari Dan sampai Bersyeba (1 Samuel 

3:20). Bahkan dalam sastra rabinik, Samuel dianggap sebagai nabi pertama yang bernubuat 

atas bangsa Israel. Selain menjadi nabi, Samuel juga menjabat sebagai hakim (1 Sam. 7:15-

17). Ia memimpin bangsa Israel pada masa ketika mereka belum memiliki seorang raja secara 

politik. Samuel dikenal sebagai hakim yang bersih dan terakhir (Kis. 13:20), meskipun anak-

anaknya yang juga menjadi hakim tidak seperti dirinya dan berbuat tidak baik kepada rakyat 

Israel. Dalam Yeremia 15:1, Samuel disebutkan sebagai tokoh terbesar sesudah Musa pada 


 

 

zaman Perjanjian Lama. Peranan Samuel dalam menjabat tiga jabatan penting, yaitu sebagai 

nabi, imam, dan hakim, menjadikannya sosok yang sangat penting dalam kehidupan bangsa 

Israel. Sebagai nabi, Samuel menerima firman Tuhan dan menyampaikannya kepada umat. 

Samuel menjadi suara Tuhan bagi bangsa Israel. Sebagai imam, Samuel melayani di rumah 

Tuhan dan memimpin ibadah serta upacara-upacara keagamaan. Sedangkan sebagai hakim, 

Samuel menegakkan keadilan dan memimpin bangsa Israel dalam menghadapi tantangan serta 

konflik.  

Samuel adalah tokoh yang memainkan peran sentral dalam transisi kepemimpinan 

bangsa Israel dari era hakim-hakim menuju era kerajaan. Samuel mengesahkan Saul sebagai 

raja pertama atas Israel dan kemudian mengurapi Daud sebagai penggantinya. Samuel 

meletakkan fondasi bagi terbentuknya institusi kerajaan di Israel yang menjadi tonggak penting 

dalam sejarah bangsa ini.

  

 

B. KEPEMIMPINAN SAMUEL 

 Kepemimpina Spiritual 

Kepemimpinan spiritual dan rohani Samuel terbentuk berkat keluarga yang saleh serta 

peran Imam Eli sebagai mentor rohani. Agar dapat menjadi pemimpin yang baik di masa depan, 

orangtua harus merawat anak dengan baik, memberikan restu, dan mengawasi setiap detail 

kehidupan anak. Seorang pemimpin yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan 

kemampuan namun tanpa kualitas hidup rohani yang sehat, moral yang tinggi, perilaku etis, 

serta sikap yang benar, akan sulit memiliki motivasi yang murni dan tujuan yang baik. Peran 

orangtua Samuel, yaitu Elkana dan Hana, dalam mendidik Samuel terletak pada doa dan 

kepercayaan mereka kepada Tuhan. Elkana dan Hana adalah orangtua yang saleh dan percaya 

kepada Tuhan, yang setiap tahunnya meninggalkan kota untuk sujud menyembah dan 

mempersembahkan korban kepada TUHAN semesta alam di Silo (I Samuel 1:3). 

Seperti menangkap sesuatu yang akan jatuh ke tanah, Samuel sangat memperhatikan 

setiap firman Tuhan sehingga tidak ada yang diabaikan atau disia-siakan. Samuel sangat 

berkomitmen untuk mengikuti bimbingan Imam Eli dan selalu siap untuk melaksanakan setiap 

firman Tuhan yang diberikan kepadanya. Samuel menunjukkan keteladanan dalam hidupnya 

dengan melaksanakan setiap firman Tuhan. Dia menjalani hidupnya dengan sepenuh hati untuk 

                                                             

melayani Tuhan sebagai kehormatan dan kewajiban. Mezbah telah berfungsi sebagai tempat di 

mana orang-orang dari Perjanjian Lama berkumpul dengan Tuhan. Ini terus berfungsi sebagai 

cikal bakal berdirinya Bait Suci bagi bangsa Israel di Yerusalem pada akhirnya. 

 Tokoh-tokoh luar biasa yang dipakai Tuhan adalah orang-orang yang mendirikan 

mezbah untuk menunjukkan perhatian mereka terhadap kehidupan doa. Kehidupan spiritual 

Samuel terkait dengan aktivitas kepemimpinannya. Samuel menunjukkan kebergantungannya 

kepada Tuhan dan penghormatannya kepada-Nya dengan mendirikan mezbah. Dalam konteks 

saat ini, ini dapat dianalogikan dengan seorang pemimpin yang sering berdoa dalam setiap 

tindakannya. 

 Kepemimpinan Politik 

Keterlibatan para nabi dalam politik, baik secara langsung maupun tidak langsung, 

cenderung menggambarkan gerakan politik sebagai ciri agama kenabian tanpa 

memperdebatkan posisi yang diemban para nabi tersebut. Peran Samuel dalam dunia rohani 

dan kenabian lebih dikenal, tetapi dia juga memiliki peran politik yang signifikan dalam 

perkembangan sejarah politik Israel. Samuel bertindak sebagai nabi, hakim, pemimpin 

masyarakat, dan hakim dalam menjalankan peran kepemimpinannya (I Samuel 7:15-17). 

Rakyat Israel pada saat itu juga ingin memiliki seorang raja, meskipun hal itu bertentangan 

dengan sistem yang Tuhan berikan kepada mereka. Mungkin mereka bermaksud mengangkat 

Samuel menjadi raja mereka, tetapi mereka menolaknya sebab  tindakan anak-anak Samuel. 

Tuhan mungkin akan memberikan bangsa Israel seorang raja pada waktunya, tetapi tidak pada 

saat itu. Tidak mudah bagi Samuel untuk memenuhi keinginan rakyat dengan segera; namun, 

dia harus tunduk kepada perintah Tuhan, dan dengan izin Tuhan, Samuel memenuhi keinginan 

rakyat.


 

C. SAMUEL MENGURAPI SAUL 

Pada zaman Samuel, Filistin menjadi ancaman politik utama bagi bangsa Israel sebab  

mereka mencoba mengambil alih seluruh wilayah Kanaan. Meskipun Samuel pernah 

memenangkan pertempuran melawan orang Filistin, namun bangsa Filistin terus mendesak dan 

menekan Israel. Situasi ini mendorong bangsa Israel untuk menginginkan seorang raja yang 

dapat memerintah dan melindungi mereka secara lebih efektif dengan kekuatan politik dan 

militer yang dimilikinya.  

                                                             

 

Pada saat itu, sistem pemerintahan kerajaan dianggap sebagai bentuk pemerintahan 

yang ideal dan mampu menghadapi ancaman dari bangsa Filistin. Dalam kitab Samuel, Allah 

tiga kali meminta Samuel untuk memenuhi keinginan bangsa Israel untuk memiliki seorang 

raja (1 Samuel 8:7, 8, 22). Namun, ada dua keberatan yang disampaikan oleh Allah. Pertama, 

dengan memiliki raja, Israel akan menjadi sama seperti bangsa-bangsa lain yang tidak 

mengandalkan penyertaan Allah. Kedua, seolah-olah bangsa Israel tidak lagi percaya pada 

penyertaan Allah sehingga mereka memerlukan pemimpin manusia. Meskipun demikian, 

Allah tetap memberikan izin untuk memberlakukan sistem kerajaan di Israel.Dengan adanya 

seorang raja, diharapkan bangsa Israel dapat lebih solid dan kuat dalam menghadapi ancaman 

dari Filistin serta bangsa-bangsa lain yang mengancam kedaulatan dan keamanan mereka. Raja 

diharapkan dapat memimpin pasukan perang Israel dan mengkoordinasikan upaya pertahanan 

dan perlindungan bagi rakyatnya. Namun, di sisi lain, terdapat risiko bahwa bangsa Israel bisa 

melupakan ketergantungan mereka pada Allah dan hanya mengandalkan kekuatan manusia 

semata. 

1 Samuel 9:1–10:16 dimulai dengan tokoh utama berpindah dari Samuel (1Sam. 8) ke 

Saul. Saul berasal dari keluarga yang miskin, tetapi dia memiliki perawakan yang menonjol 

dari orang lain (1Sam. 9:2). Meskipun dia tidak ingin menjadi raja, Saul ingin bertemu Samuel 

di Rama, kota asal Samuel, untuk “memberitahukan kepada kita tentang perjalanan yang kita 

tempuh ini” (1Sam. 9:6). Setelah sebelumnya diberitahu oleh Allah bahwa seorang calon raja 

Israel akan mendatanginya, Samuel menyiapkan proses pengurapan, memintanya untuk 

menginap di rumahnya di bukit. Pada pagi hari berikutnya, sebelum Saul pergi, Samuel 

menyuruh hamba Saul pergi. Dia kemudian memulai proses pengurapan dengan mengambil 

buli-buli berisi minyak dan menuangkannya ke kepala Saul.


 Saul memiliki semua kemampuan 

yang diperlukan untuk menjadi seorang pemimpin, tetapi kepemimpinannya dilatarbelakangi 

oleh alasan teologis yang tidak wajar, sebab  bermula dari desakan bangsa Israel untuk 

kepemimpinan monarki. Ini adalah bentuk langsung penolakan terhadap kepemimpinan 

teokrasi. Allah mengatakan bahwa permintaan orang Israel berarti mereka menolak 

pemerintahan-Nya atas Israel.  

Atas desakan ini, diadakan pemilihan raja, dan Saul dipilih sebagai raja. sebab  undian 

dilakukan di hadapan Allah adalah sesuatu yang sakral di antara orang Israel, orang   

 

menganggap jatuhnya undian kepada Saul sebagai keputusan Tuhan. sebab  spiritualitasnya 

yang buruk, Saul dianggap sebagai raja yang gagal secara teologis. Khususnya dalam 1 Samuel 

15, di mana Allah menolak Saul, tampaknya dia bertindak layaknya seorang durhaka dan 

penyembah berhala ketika bertempur melawan orang Amalek. Pertempuran ini sangat 

difokuskan sebab  penolakan Saul sebab , menurut Bar, itulah satu-satunya pertempuran yang 

diperintahkan Tuhan untuk Saul lawan dibandingkan dengan pertempuran lainnya.Akibatnya, 

perang ini memiliki makna moral dan teologis yang sangat kuat. Ini tampaknya menunjukkan 

bahwa tindakan Saul yang melanggar perintah Tuhan dianggap sebagai pendurhakaan.  

Sudut pandang Saul bertentangan dengan keberadaannya. Dalam perspektif teologis, 

Saul diangkat sebagai raja berdasarkan pilihan Tuhan melalui undi, tetapi dia melakukan 

kesalahan moral dengan tidak menuruti kehendak Tuhan daripada kehendak manusia. Ia adalah 

raja yang berambisi dan sering memberontak terhadap Tuhan. Hubungannya dengan Samuel 

semakin memburuk, dan dia tidak lagi mendapatkan dukungan darinya. Samuel sedih dengan 

Saul sebab  dia sangat bersalah terhadap Allah.


 

D. SAMUEL MENGURAPI DAUD 

Allah mengirim Samuel untuk mengurapi Daud menjadi raja menggantikan Saul 

bukanlah tindakan impulsif yang diilhami oleh emosi sesaat; Sebaliknya, Allah memiliki alasan 

yang kuat untuk melakukannya. Sepertinya Saul tidak mengikuti perintah Allah, jadi Allah 

memakzulkannya dari raja dan menggantikannya dengan Daud.  Disebabkan ketidaktaatan 

Saul terhadap perintah Allah, dia tidak hanya menyimpang dari rencana Allah, tetapi juga 

kehilangan perkenanan dan perlindungan Allah, dan keluarganya kehilangan posisi raja. Pada 

awalnya, Samuel sangat kecewa, sebagai manusia, sebab  dia yang mengurapi dan mendukung 

Saul sepenuhnya untuk menjadi pemimpin, tanpa ragu-ragu atau dikudeta oleh orang lain yang 

mengatasnamakan Allah. Namun, Allah kemudian memberi tahu Samuel bahwa Dia telah 

memilih orang lain yang akan memenuhi standar-Nya.  

Allah kemudian mengutus Samuel ke Betlehem untuk mengurapi salah satu anak Isai. 

Ini sangat mengejutkan Isai dan orang-orang di Betlehem sebab  rahasia bahwa Samuel adalah 

satu-satunya orang yang dapat mendengarkan suara Allah dengan otoritas yang diakui oleh 

seluruh Israel


16:12 menggambarkan Daud sebagai anak muda yang cantik dengan mata yang indah dan paras 

yang elok. Dalam kapasitasnya sebagai utusan Tuhan, Samuel diberi tugas untuk mengurapi 

anak kecil Daud. Sejak Daud diurapi, Roh Tuhan berkuasa atasnya dari hari itu hingga saat ini 

(1 Samuel 16:13). Jadi, Daud memiliki kehidupan spiritual yang baik sejak kecil dan dipenuhi 

Roh Allah. Mengalahkan Goliat adalah peristiwa penting yang membuat Daud dikenal di Israel 

dan menunjukkan iman dan kepercayaannya kepada Tuhan yang dia kenal, yang mampu 

menolong umat-Nya. Kepercayaan seperti ini tidak ada di seluruh tentara Israel. Jelas bahwa 

Daud memiliki hubungan, spiritualitas, dan kepercayaan yang berbeda dengan Tuhan. Saat 

Daud memimpin pasukan Israel melawan Filistin, dia selalu menang (I Samuel 18:6-7), dan 

seluruh rakyat menyukainya. Namun, rasa benci Saul terhadap Daud semakin kuat, sehingga 

Saul berusaha membunuhnya (I Samuel 18:8-11).  

Ada keyakinan bahwa Daud adalah ancaman terbesar bagi Saul. Fakta-fakta ini jelas 

menunjukkan bahwa Saul adalah contoh pemimpin yang takut tersaingi. Dalam hal penerusnya 

atau penerusnya, Saul tidak berhasil menyiapkan penggantinya sampai kematiannya. Dia tidak 

berhasil dalam bidang pergantian kepemimpinan.Namun, sebagai pemimpin, Daud berhasil 

menghasilkan para pemimpin.

 

Kisah Samuel yang mengurapi Saul dan Daud sebagai raja Israel menunjukkan proses 

penting dalam sejarah keagamaan dan politik Israel. Pengurapan adalah tindakan sakral yang 

menandakan otoritas dan wewenang ilahi yang diberikan kepada individu yang dipilih oleh 

Allah untuk memimpin umat-Nya. Saul diurapi sebagai raja pertama Israel, tetapi 

ketidaktaatannya pada perintah Allah menyebabkan penolakannya oleh Allah. Sebagai 

gantinya, Daud yang memiliki kehidupan spiritual yang kuat dan iman yang besar diurapi oleh 

Samuel sebagai raja. Perbedaan antara Saul dan Daud mencerminkan pentingnya ketaatan dan 

hubungan yang benar dengan Tuhan dalam kepemimpinan. Kisah pengurapan ini mengajarkan 

pentingnya ketaatan pada perintah Allah dan bagaimana hubungan spiritual dengan Tuhan 

mempengaruhi efektivitas dan legitimasi kepemimpinan.  

Melalui perjalanan Samuel mengurapi dua raja, kita belajar tentang pentingnya proses 

regenerasi kepemimpinan. Ini menunjukkan bagaimana seorang pemimpin harus siap 

menyerahkan tanggung jawab kepada penerus yang dipilih Allah. Perbedaan antara Saul dan 

                                                             

Daud menyoroti bahwa kepemimpinan yang berhasil tidak hanya bergantung pada kemampuan 

politik dan militer, tetapi juga pada kedalaman iman dan hubungan dengan Tuhan. Samuel, 

sebagai nabi, imam, dan hakim, memberikan teladan ketaatan dan integritas dalam 

menjalankan tugas ilahi. Kisah ini memberikan inspirasi bagi para pemimpin Kristen untuk 

mengikuti panggilan Tuhan dengan sepenuh hati. Pengurapan dalam Alkitab adalah penegasan 

dan pemberian otoritas dari Allah kepada individu untuk melaksanakan tugas tertentu. 

Pemahaman ini penting bagi para pemimpin Kristen masa kini untuk menghargai dan 

menghormati proses regenerasi kepemimpinan serta melaksanakan tugas mereka dengan 

integritas dan ketaatan kepada Tuhan.