Home » kematian menurut islam 8 » kematian menurut islam 8
Rabu, 16 Agustus 2023
hingga Allah membangkitkanmu pada hari kiamat." Hadits ini ditujukan
untuk selain syuhada.
Masruq berkata, "Kami bertanya kepada lbnu Mas'ud tentang maksud
ayat: Janganlah kamu mengira balm,a orang-orang yang gugur di jalan
Allah itu mati; bahkon mereko itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendopat
rezeki. (QS. Ali 'lmran: 169)
Beliau menjawab, "Arwah mereka ada dalam perut burung hijau.
Mereka memiliki pelita-pelita di bawh Arsy. Burung-burung itu terbang bebas di surga dan mereka bergantungan pada pelita-pelita tersebut.
Selanjutnya Tuhan menemui mereka sambil bertanya, 'Apakah ada lagiyang
kalian inginkan?' Mereka menjawabf 'Apakah ada lagi yang kami inginLun,
senrentara kami sudah merasa senang dapat terbang bebas di surga ini?'
Allah menanyai mereka sebanyak tiga kali. Tatkala mereka merasa tidak ada
lagi yang akan diminta kepada Tuhan, mereka berkata, 'Ya Tuhan, kami
ingin agar Engkau mengembalikan arwah kami ke dalam jasad kami agar
kami bisa kembali berperang di jalan-Mu sekali lagi!' Mereka berkata
seperti itu saat terlihat tidak ada lagiyang mereka inginkan." (HR. Muslim)
Lima Hal yang Harus Diperhatikan tentang Anryah Syuhada
Ada lima hal yang harus diperhatikan tentang arwah syuhada, yaitu:
Pertama: Jika dikatakan seperti itu; lantas bagaimana pendapat Anda
dengan hadits yang dikemukakan sebelumnya, "Tidaklah seseorang yang
melewati kuburan saudaranya yang dikenalnya di dunia, lalu dia
mengucapkan salam kepadanya, maka saudaranya (yang telah wafat itu)
akan menjawab salamnya tersebut." Kami mengira hadits itu bersifat umum,
yang di+akhsrs (dikecualikan) oleh hadits di atas. Jadi hadits itu ditujukan
kepada selain para syuhada."
Kedua: Jika demikian, lalu bagaimana kedudukannya dengan hadits
dari Malik dari lbnu Syihab yang diceritakannya dari Abdurrahman ibn
Ka'ab ibn Malik al-Anshari yang mengabarkan bahwa bapaknya Ka'ab ibn
Malik mengatakan bahwa Rasulullah saw bersabda, "Jiwa orang Mukmin
menjadi seekor burung yang bergelantungan pada pohon-pohon surga,
sampai Allah mengembalikannya ke dalam jasadnya pada hari dia
dibangkitkan kelak."
Ahli bahasa menyatakan kata,.lilo (ta'luqu) dengan lam dhammah yang
setimbangan dengan kata ta'kulu: $b. Dikatakan 'alaqat, ta'luqu, 'uluqan.
Sedangkan kata gl4 @a'laqu) dengan lam fathah (yang lebih banyak
dipakai) memiliki makna: 'dia bebas', khusus untuk arwah para syuhada,
berdasarkan hadits sebelumnya. Firman Allah yang memberitahukan
keadaan mereka: Bahkan merela itu hidup di sisi Tuhannya dengan
mendapat rezeki. (QS. Ali 'Imran: 169)
Seorang mendapat rezeki bila ia hidup, maka mendapat makanan dan
kenikmatan hanya dirasakan oleh orang yang syahid di jalan Allah, sesuai
ijma' pendapat ulama.
Abu Bakar ibn al-'Arabi (dalam bukunya, Sirajul Muriidin),
meriwayatkan bahwa orang yang tidak syahid berbeda kondisinya. Perlakuan yang mereka dapati hanya kondisi kuburan yang dipenuhi oleh cahaya hijau
dan dilapangkan kuburnya. Sedangkan yang dimaksud dengan 'jiwo orang
Mukmin' pada hadits tersebut adalah jiwa Mukmin yang syahid. Ditambah
lagi penjelasannya dalam hadits tersebut "hingga Allah mengembalikannya
ke dalam jasadnya pada hari dia dibangkitkan."
Ketiga: Bagaimana dengan pendapat yang mengatakan bahwa para
arwah saling bertemu di langit dan di surga. Pendapat yang mengatakan
saling bertemu di langit berdasarkan pada hadits Nabi, "./i/rc datang bulan
Ramadhan, maka pintu-pintu langit dibuka."
Dalam riwayat lai n d i sebutkan, " P intu- p inlu sur ga."
Kami berpendapat bahwa arwah-arwah yang saling bertemu di langit
tidak harus saling bertemu di surga, bahkan arwah orang Mukmin yang
bukan syuhada kadang berada di dalam atau di sekitar kuburnya dan di langit
(bukan di surga). Mereka mengunjungi kuburnya paling tidak setiap hari
Jum'at secara tetap. Oleh karena itu, para ulama menganjurkan untuk
menziarahi kuburan pada hari Jum'at atau Sabtu pagi, wallahu a'lam.
Ibn Arabi berkata, "Semua hadits yang dikemukakan oleh banyak
periwayat tentang para arwah dalam kubur -yang mendapat azab atau
nikmat- merupakan hasil kesimpulan mereka terhadap hadits shahih dari
Ibnu Umar, "Jika salah seorang kamu meninggal dunia, maka diperlihatkan
tempat duduknya setiap pagi dan petang." Yang diperlihatkan hanya 'tempat
duduknya' tidak diterangkan tentang 'tempat darimana ia memandangnya'.
Juga hadits-hadits lain yang mengatakan bahwa mereka diazab dalam
kuburnya. Demikian pula hadits tentang orang Yahudi."
Aku berpendapat: Kembali kepada apa yang kami sebutkan
sebelumnya: tentang hadits Nabi, "Tidaklah salah seorang kamu yang
melewati lafiuran saudaranya yang dikenalnya ketika di dunia sedangkan
ruhnya berada dalam kuburnya, melainkon dia akan mengetahuinya dan
menjav,ab salam saudaranya irz," sehingga tidak ada pertentangan antara
hadits-hadits tersebut wallahu a'lam.
Keempat: Kalau disebutkan seperti itu, lalu bagaimana dengan hadits
Nabi yang berbunyi, "Demi jiwaku yang berada di Tangan-Nya, jika
seseorang gugr di jalan Allah kemudian dia dihidupkan lagi kemudian
terbunuh lagi, lalu dihidupkan lagi sedangkan dia memiliki utang, maka dia
tidak alran masuk surga sampai utangnya lunas."
Hadits tersebut menerangkan bahwa di antara para syuhada ada yang
tidak bisa masuk surga. Arwah mereka tidak berada dalam perut burung dan
dalam kubur. Lalu di mana saat itu arwah mereka berada?
Ibn Wahab mengatakan sebuah hadits yang disandarkan kepada lbn
'Abbas, bahwa Nabi saw bersabda, "Para syuhada berada di sebuah stmgai dekal pinlu surga. Mereka mendapol rezeki dari surga setiap pagi dan
pelang." ,
Mungkin maksud hadits ini adalah para syuhada atau orang yang
terhalang masuk surga karena terkait utang. Tidak hanya terkait dengan harta
(nanti akan diterangkan). Oleh karena itu, para ulama mengatakan bahwa
keadaan para syuhada berbeda-beda tingkatannya dan tempat tinggalnya,
tetapi semuanya mendapat rezeki. Dalam hadits yang disebutkan
sebelumnya, Nabi saw berkata, "Siapa yang muli karena sakil akan moti
syahid. Setiap pagi dan petang dia mendapot rezeki dari surga." Di sini
dijelaskan tentang keadaan para syuhada yang bermacam-macam. Insya
Allah nanti akan diterangkan tentang kategori orang yang mati syahid.
Kelima: Bagaimana kedudukannya dengan hadits dari Abu Umamah:
Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, "Orang yang mati syahid di laut
sama dengan orang yang mati syahid di darat, dan orang yang tenggelam di
lautan sama seperti orang yang berlumuran darahnya di darat." Kedua
macam orang itu sama-sama mati dalam ketaatan terhadap Allah. Allah dan
semua Malaikat Maut memegang seluruh arwah, kecuali arwah orang yang
syahid di laut, karena arwahnya langsung diangkat oleh Allah. Orang yang
syahid di darat diampuni semua dosanya, kecuali utangnya. Sedangkan
orang yang syahid di laut diampuni seluruh dosanya beserta utangnya."
(HR. Ibn Majah)
Kami katakan: Dengan syarat, ia berutang untuk memenuhi
kebutuhannya atau untuk menanggulangi kesulitan yang dihadapinya, lalu
dia mati dan belum meninggalkan pembayaran utangnya. Allah SWT tidak
akan menghalanginya masuk surgq dan insya Allah dia mati syahid, karena
pemerintah Islam yang berkewajiban membayarnya, dan karena kewajiban
membayar utang hanya jatuh ketika dia memiliki kesanggupan membayar.
Rasulullah saw bersabda, "Siapa yang meninggalkan utang atau
kehilangan, maka Allah dan Rasul-Nya akan menanggungnya. Siapa yang
meninggalkan harta, hendaklah dia wariskan. Jika dia tidak mampu
membayarnya, maka Allah SWT akan melunasinya dan meridhai orang yang
mengutanginya."
Ada hadits yang dapat menjadi dalil dalam hal ini, yang diriwayatkan
oleh Ibn Majah (dalam Stman-nya) dari Abdullah ibn Umar, beliau
menyampaikan bahwa Rasulullah saw bersabda, "Utang akan menghalangi
atau menjadi penghalang pelakunya pada hari kiamat saat ia mati, kecuali
orang yang terpaksa berutang untuk tiga alasan:
a) Lemah kekuatannya ketika beduang di jalan Allah kemudian dia
berutang agar menjadi kuat dalam menghadapi musuh Allah dan
musuhnya,b)
c)
Apabila seseorang meninggal, lalu orang Muslim yang lain tidak
menpunyai biaya untuk mengafani dan menguburkannya, kecuali
dengan mengutanginya,
Seorang laki-laki yang takut membujang karena khawatir dengan
(anjuran) agamanya, lantas dia berutang untuk menikah. Allah akan
melunasi utang mereka itu pada hari kiamat." (HR. lbn Majah)
Berutanglah dengan Niat Membayar dan Hanya karena Kebutuhan
Orang yang berutang untuk menghambur-hamburkannya dan
memboroskannya, lantas dia mati dan belum melunasinya atau tidak
meninggalkan pembayaran utangnya, dan tidak mewasiatkannya atau dia
mampu membayarnya tapi tidak mau melunasinya, maka dia terhalang untuk
masuk surga hingga dikurangi nanti pahala kebaikannya dan bertambah amal
buruknya, yang nanti akan dijelaskan lebih lanjut.
Kembali pada hadits Nabi tentang orang yang mati syahid dengan
keadaan terapung di laut, secara keseluruhan jelas di sini tidak membedakan
antara utang dengan agama. Juga hadits Nabi saw tentang orang yang tidak
mampu melunasi utangnya padahal dia sudah bertekad dan berniat
melunasinya dan tidak merusak harta yang dipinjamnya, maka Rasulullah
saw bersabda, "Siapa yang mengambil (meminjam) harta orang lain dan
berniat melunasinya, niscaya Allah akan melunasinya. Sedangkan siapa
yang mengambilnya dengan niat merusaknya -tidak membayar- maka Allah
merusakannya pula." (HR. al-Bukhari).
Sebenarnya hadits Abu Umamah tersebut lemah sanadnya. Sedangkan
hadits yang diriwayatkam Muslim dari Abdullah ibn Umar di bawah ini
lebih kuat sanadnya. Beliau meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda,
"Orang yang terbunuh di jalan Allah akan dihapus segala (bebannya) kecuali
utangnya." Tidak ada pengkhususan antara orang yang mati syahid di darat
dengan yang mati syahid di laut.
Demikian pula riwayat dari Abu Qatadah yang menceritakan tentang
seorang laki-laki yang berkata kepada Rasulullah, "Wahai Rasulullah,
bagaimana pendapatmu jika aku terbunuh dijalan Allah? Apakah Allah akan
mengampuni dosaku?" Rasulullah menjawab, "Benar, jika engkau terbunuh
di jalan Allah dan engkau bersabar, maka engkau dipandang sebagai orang
yang menghadap kepada-Nya tanpa ada dosa."
Dalam riwayat lain disebutkan: Rasulullah saw berkata, "Bagaimana
maksudmu?" Laki-laki itu bertanya, "Wahai Rasullullah, bagaimana
pendapatmu jika aku terbunuh di jalan Allah? Apakah Allah akan
mengampuni dosaku?" Rasulullah menjawab, "Benar. Jika engkau terbunuh
di jalan Allah dan engkau bersabar, r4aka engkau dipandang sebagai orang yang menghadap kepada-Nya tanpa ada dosa, kecuali engkau memiliki
utang. Jibril mengatakan hal seperti itu kepadaku."
Abu Nu'aim at-Hafizh meriwiyatkan sebuah hadits yang disandarkan
kepada Imam penduduk Basrah yang dijelaskannya dari Abdurrahman ibn
Abu Bakar ash-Shiddiq. Beliau menuturkan bahwa Rasulullah saw bersabda,
"Allah menyeru orang yang berutang pada hari kiamat nanti, 'Hai anak
Adam, kenapa kamu menghilangkan hak-hak manusia? Kenapa kamu
menghilangkan harta-harta mereka?' Dia akan menjawab, 'Ya Tuhan, aku
tidak merusaknya, tetapi aku mengalami musibah banjir'. Ada yang
menjawab terkena musibah kebakaran." Lantas Allah berkata, 'Aku lebih
berhak pada hari ini untuk melunasi utangmu'. Lalu pahala kebaikannya
diberatkan daripada dosanya. Selanjutnya dia diperintahkan masuk ke
surga." Hadits ini diriwayatkan daribeberapa jalur.
Abu Yazid ibn Harun meriwatkan dalam haditsnya, "Allah menyuruh
meletakkan sesuatu pada timbangannya sehingga timbangan kebaikannya
lebih berat." Hadits ini gharib, karena hanya bersumber dari Syuraih yang
diriwayatkan sendiri oleh Shadaqah ibn Abu Musa dari Abu 'lmran al-Jauni.
Hadits ini menyatakan bahwa Allah SWT melunasi utang
berutang selama tidak mengambil harta orang lain dengan
dilarang.
Segala puji bagi Allah yang memberi taufik kepada kebenaran dan
menjelaskan melalui lisan rasul-Nya, sehingga dapat menjelaskan keraguraguan dan melepaskan kesulitan yang dihadapi hamba-hamba-Nya.
Beberapa ulama berkata, "Arwah seluruh orang beriman berada dalam
surga Ma'wa. Dinamakan al-Ma'wa karena arwah orang-orang Mukmin di
sana berkumpul di bawah Arsy. Mereka memperoleh kenikmatan di
dalamnya, mencium baunya yang sangat harum, bebas terbang dalam surga,
dan bergelantungan dekat pelita-pelita cahaya di bawah Arsy. Hal ini telah
kami sebutkan sebelumnya, dan pendapat yang pertama lebih tepa\ wallahu
a'lam.
Ibn al-Mubarak meriwayatkan dari Tsaur ibn Yazid dari Khalid ibn
Ma'dan dari Abdullah ibn Amar ibn al-'Ash, dia berkata, "Arwah orangorang Mukmin menjadi seperti burung Tiung yang semuanya saling
mengenal. Mereka memperoleh rezeki dari surga."
Ibnu Lahi'ah meriwayatkan dari Yazid ibn Abu Habib yang
menceritakan bahwa Manshur ibn Abu Manshur mengatakan kepadanya
bahwa dia bertanya kepada Abdullah ibn Amru ibn al-Ash ra tentang tempat
arwah orang-orang Muslim setelah mereka wafat, maka Beliau menjawab,
"Bagaimana pendapat kalian, hai penduduk lrak?" Aku berkata, "Aku tidak
tahu." Lalu Beliau berkata, "Arwah mereka menjadi seekor burung putih dalam naungan Arsy, sedangkan ruh orang kafir berada di lapisan bumi
ketujuh!" Lalu dia menyebutkan haditsnya.
lnilah hujjah (alasan) bagi orang yang mengatakan bahwa seluruh ruh
orang yang (benar-benar) beriman berada dalam surga. wallahu a'lam.
Ada pula yang menakwilkan firman Allah tersebut, sehingga yang
dimaksud hadits tersebut adalah 'ruh orang Mukmin yang syahid', sehingga
redaksi pertanyaan pada Abdullah ibn Amru berbunyi, "Terangkan kepadaku
tentang ruh orang Mukmin yang syahid",wallahu a'lgm."
Hadits dari 'Uyayinah dari AMullah ibn Abu Yazid yang mendengar
Ibn 'Abbas berkata, "Ruh para syuhada berubah menjadi seekor burung
hijau."
Macam-macam Kenikmatan Ruh Syuhada
Dalam hadits lbn Mas'ud disebutkan, "Arwah mereka berada 'dalam'
perut burung hijau."
Dalam hadits Malik disebutkan, "Jiwa orang Mukmin seperti burung."
Dalam riwayat A'masy dari Abdullah ibn Murrah: Abdullah ibn Umar
ditanya tentang ruh para syuhada, maka dia menjawab, "Ruh para syuhada di
sisi Allah 'bagaikan' seekor burung hijau yang bergantungan pada pelitapelita di bawah Arsy yang terbang dengan bebas ke mana saja (setelah puas
beterbangan) mereka kembali bergantungan pada pelita-pelita itu." Lalu dia
menyebutkan haditsnya.
Ibn Syihab meriwayatkan dari Ka'ab ibn Malik dari bapaknya, bahwa
Rasulullah saw bersabda, "Arwah para syuhada'menjadi' seekor burung
hijau yang bergelantungan pada pohon-pohon surga." Hadits ini sesuai
dengan hadits Malik yang lebih shahih, daripada riwayat yang menyatakan
bahwa arwah mereka berada "dalam" perut burung hijau.
Abu Umar menyebutkannya dalam kitab al-Istidzkar. Abu Hasan alQubaisi menuturkan: Para ulama mengingkari pendapat yang mengatakan
bahwa arwah mereka berada dalam perut burung, karena riwayatnya tidak
shahih. Kalau demikian, maka alangkah sempit dan terbatasnya tempat
mereka.
Menurutku, hadits tersebut riwayatnya shahih, karena dia dinukilkan
dari Shahih Muslim dengan menyamakan makna fa (di dalam) dengan 'ala
(di atas), sehingga kalimat 'arwah mereka berada dalam perut burung hijau.
Sebagaimana firman Allah SWT: Dan sesungguhnya aku akan menyalib
kamu sekalian "pada" pangkol pohon htrma. (QS. Thaha: 7l) Huruf "fa"
pada ayat ini berarti pada atau *di atas".Syubaib ibn lbrahim menyebutkan dalam kitab al-lfshah al-mun'im
'ala Jihat Mukhtalifah (Kefasihan dalam Berbagai Versi):
"Di antara ruh ada yang menjadi burung yang bergantungan pada
pohon-pohon surga; ada yang dalam lambung atau perut burung hijau: ada
pula yang berkumpul pada pelita-pelita di bawah Arsy; ada yang berada
dalam perut burung seperti burung Tiung; ada yang berubah menjadi suatu
bentuk di surga; ada yang menjadi lukisan yang diciptakan karena pahala
kebaikan mereka; ada pula yang terbang dan kembali ke jasadnya yang
dikunjunginya; ada pula yang bertemu dengan ruh-ruh yang sedang
digenggam; ada yang berada dalam lindungan Malaikat Mikail; ada yang
dalam jaminan Nabi Adam; ada yang dalam tanggungan Nabi lbrahim as."
Pendapat Syubaib ini lebih kuat karena menggabungkan semua hadits
tentang hal itu, sehingga tidak terjadi pertentangan. Allah lebih mengetahui
dan lebih adil dengan kegaiban-Nya."