tawarikh ester 28
nya sebagai perkara yang benar, dan perkara Tuhan , bahkan ketika
perkara itu tampak tidak ada harapan dan akan kandas. Mordekhai
merasakan betul bahaya itu lebih dibandingkan orang lain, sebab ia tahu bahwa
kemarahan Haman terutama diarahkan kepada dirinya, dan bahwa oleh
sebab dirinyalah seluruh orang Yahudi menjadi sasaran Haman. Maka dari
itu, meski Mordekhai tidak menyesali apa yang akan dikatakan sebagian
orang sebagai kedegilannya, sebab ia bersikeras tidak mau menghormati
Haman (5:9), namun dirinya sungguh bersusah hati sebab bangsanya harus
menderita akibat keengganannya untuk melawan suara batin. Hal ini
mungkin membuat beberapa dari mereka mencelanya sebagai orang yang
terlalu kaku. Akan namun , sebab ia mampu membela diri di hadapan Tuhan
bahwa perbuatannya itu dilakukannya atas dasar hati nurani, maka ia dapat
dengan lepas menyerahkan perkaranya dan perkara bangsanya kepada Dia
yang menghakimi dengan adil. Tuhan akan memelihara orang-orang yang
terancam bahaya akibat kelembutan hati nurani mereka. Disorot secara
khusus di sini bahwa seorang pun tidak boleh masuk pintu gerbang istana
raja dengan berpakaian kain kabung. Walaupun kekuasaan raja-raja mereka
yang sewenang-wenang kerap kali, seperti sekarang ini, membuat banyak
orang berduka, namun seorang pun tidak boleh datang kepada raja dengan
berpakaian kain kabung, sebab raja tidak berkenan mendengarkan
keluhan-keluhan orang seperti itu. Tiada hal lain selain segala sesuatu yang
riang dan menyenangkan yang diperbolehkan tampil di istana, dan semua
Kitab Ester 4
947
yang menyedihkan hati harus dihalau dari sana. Semua orang di dalam
istana raja berpakaian halus (Mat. 11:8), bukan kain kabung. Akan namun ,
sungguh konyol menyingkirkan tanda-tanda kesedihan seperti itu, kecuali
dengan itu mereka dapat menyingkirkan penyebab-penyebab kesedihan,
atau melarang kain kabung untuk masuk, kecuali mereka dapat melarang
sakit penyakit, masalah, dan kematian untuk masuk. Bagaimanapun juga,
aturan ini mengharuskan Mordekhai menjaga jarak, dan hanya datang sam-
pai di depan pintu gerbang, dan tidak masuk ke dalamnya.
2. Segenap orang Yahudi di segala daerah merasa sangat terpukul mendengar
titah itu (ay. 3). Mereka menolak penghiburan yang datang dari meja
hidangan mereka (sebab mereka berpuasa dan mencampur makanan dan
minuman dengan air mata), serta penghiburan yang datang dari tempat
tidur mereka pada malam hari, sebab mereka membentangkan kain kabung
dengan abu sebagai lapik tidur mereka. Orang-orang yang sebab kurang me-
naruh percaya pada Tuhan , dan kurang mencintai negeri mereka sendiri,
tetap tinggal di negeri tempat mereka tertawan, pada waktu Koresh
memberi mereka kebebasan untuk pergi, sekarang mungkin menyesali
kebodohan mereka, dan berharap bahwa mereka mematuhi panggilan Tuhan ,
ketika semuanya sudah sangat terlambat.
3. Ester sang ratu, setelah mendapat gambaran umum tentang masalah yang
sedang menimpa Mordekhai, sangatlah risau hati (ay. 4). Duka Mordekhai
yaitu dukanya juga, seperti itulah rasa hormat yang masih dimilikinya
kepada pamannya itu. Dan bahaya yang mengancam orang Yahudi
membuatnya susah hati, sebab meskipun seorang ratu, ia tidak melupakan
hubungannya dengan mereka. Janganlah orang yang terhebat sekalipun
berpikir bahwa terlalu hina bagi mereka untuk berduka sebab hancurnya
keturunan Yusuf, walaupun mereka sendiri berurap dengan minyak yang
paling baik (Am. 6:6). Ester mengirimkan pakaian ganti kepada Mordekhai,
minyak untuk pesta ganti kain kabung, nyanyian puji-pujian ganti semangat
yang pudar. Akan namun , sebab Mordekhai ingin membuat Ester menyadari
kedalaman dukacitanya, dan dengan demikian penyebab dukacita itu, maka
kiriman Ester tidak diterimanya. Sebaliknya, Mordekhai berlaku seperti
orang yang menolak untuk dihibur.
Ester Menetapkan Hati untuk Memohon kepada Raja
(4:5-17)
5 Maka Ester memanggil Hatah, salah seorang sida-sida raja yang ditetapkan baginda
melayani dia, lalu memberi perintah kepadanya menanyakan Mordekhai untuk
mengetahui apa artinya dan apa sebabnya hal itu. 6 Lalu keluarlah Hatah mendapatkan
Mordekhai di lapangan kota yang di depan pintu gerbang istana raja, 7 dan Mordekhai
menceritakan kepadanya segala yang dialaminya, serta berapa banyaknya perak yang
dijanjikan oleh Haman akan ditimbang untuk perbendaharaan raja sebagai harga
pembinasaan orang Yahudi. 8 Juga salinan surat undang-undang, yang dikeluarkan di
Susan untuk memunahkan mereka itu, diserahkannya kepada Hatah, supaya diperlihat-
kan dan diberitahukan kepada Ester. Lagipula Hatah disuruh menyampaikan pesan
kepada Ester, supaya pergi menghadap raja untuk memohon karunianya dan untuk
membela bangsanya di hadapan baginda. 9 Lalu masuklah Hatah dan menyampaikan
perkataan Mordekhai kepada Ester.
10 Akan namun Ester menyuruh Hatah memberitahukan kepada Mordekhai:
11 “Semua pegawai raja serta penduduk daerah-daerah kerajaan mengetahui bahwa bagi
setiap laki-laki atau wanita , yang menghadap raja di pelataran dalam dengan tiada
dipanggil, hanya berlaku satu undang-undang, yaitu hukuman mati. Hanya orang yang
kepadanya raja mengulurkan tongkat emas, yang akan tetap hidup. Dan aku selama tiga
puluh hari ini tidak dipanggil menghadap raja.” 12 Ketika disampaikan orang perkataan
Ester itu kepada Mordekhai, 13 maka Mordekhai menyuruh menyampaikan jawab ini ke-
pada Ester: “Jangan kira, sebab engkau di dalam istana raja, hanya engkau yang akan
terluput dari antara semua orang Yahudi. 14 Sebab sekalipun engkau pada saat ini
berdiam diri saja, bagi orang Yahudi akan timbul juga pertolongan dan kelepasan dari
pihak lain, dan engkau dengan kaum keluargamu akan binasa. Siapa tahu, mungkin justru
untuk saat yang seperti ini engkau beroleh kedudukan sebagai ratu.” 15 Maka Ester
menyuruh menyampaikan jawab ini kepada Mordekhai: 16 “Pergilah, kumpulkanlah
semua orang Yahudi yang terdapat di Susan dan berpuasalah untuk aku; janganlah makan
dan janganlah minum tiga hari lamanya, baik waktu malam, baik waktu siang. Aku serta
dayang-dayangku pun akan berpuasa demikian, dan kemudian aku akan masuk
menghadap raja, sungguhpun berlawanan dengan undang-undang; kalau terpaksa aku
mati, biarlah aku mati.” 17 Maka pergilah Mordekhai dan diperbuatnyalah tepat seperti
yang dipesankan Ester kepadanya.
Begitu ketatnya hukum Persia mengekang para istri, khususnya para istri raja,
sehingga mustahil bagi Mordekhai untuk bercakap-cakap dengan Ester
mengenai perkara penting ini. namun dalam perikop ini kita mendapati sejumlah
pesan disampaikan di antara mereka dengan perantaraan Hatah, seorang yang
telah ditetapkan baginda raja untuk melayani Ester, dan tampaknya dia
merupakan sosok yang dapat dipercaya Ester.
I. Ester mengutus Hatah kepada Mordekhai untuk mengetahui secara lebih
terperinci dan lengkap apa perkara yang kini sedang diratapi Mordekhai (ay.
5), dan mengapa Mordekhai tidak mau menanggalkan kain kabungnya. Sikap
menanyakan berita seperti itu, supaya kita lebih mengetahui bagaimana
harus mengarahkan dukacita dan sukacita kita, doa-doa dan puji-pujian kita,
merupakan sikap yang sepatutnya dimiliki oleh semua orang yang mengasihi
Sion. Jika kita harus menangis bersama orang yang menangis, kita harus
mengetahui mengapa mereka menangis.
II. Mordekhai menyampaikan kepada Ester penjelasan yang sesungguhnya
perihal seluruh perkara itu, dengan satu pesan baginya untuk memohonkan
perkara ini kepada raja: Mordekhai menceritakan kepadanya segala yang
dialaminya (ay. 7), betapa Haman sakit hati kepadanya sebab menolak
sujud kepada Haman, dan bagaimana caranya Haman berhasil mendapatkan
titah ini. Mordekhai juga mengirimkan kepada Ester salinan surat tentang
pembantaian orang Yahudi, supaya Ester dapat melihat betapa bahaya yang
mengancam dirinya dan bangsanya sudah di ambang pintu. Lalu Mordekhai
menyuruhnya, apabila ia memang mempunyai rasa hormat kepada
Mordekhai atau kebaikan kepada bangsa Yahudi, agar ia tampil sekarang
mewakili mereka, meluruskan berita-berita miring yang telah memperdaya
sang raja, dan menjelaskan duduk perkara yang sesungguhnya, tanpa merasa
ragu bahwa setelah itu sang raja akan membatalkan keputusannya.
III. Ester menyampaikan perkara yang dihadapinya kepada Mordekhai, bahwa ia
tidak bisa, tanpa membahayakan nyawanya, berbicara kepada raja, dan
bahwa sebab itu Mordekhai memberinya beban yang besar dengan
mendesaknya untuk melakukan hal itu. Dengan senang hati ia akan menanti,
dengan senang hati ia akan merendahkan diri sampai membungkuk, untuk
melakukan kebaikan bagi bangsa Yahudi. Akan namun , apabila ia harus meng-
ambil risiko dengan dihukum mati sebagai seorang penjahat, pantaslah ia
berkata, aku minta dimaafkan, dan mohon supaya ada orang lain yang dapat
menjadi penengah.
1. Hukumnya sudah jelas, dan semua orang tahu, bahwa siapa pun yang
datang kepada raja tanpa dipanggil harus dihukum mati, kecuali raja
berkenan mengulurkan tongkat emas kepada orang yang datang itu. Dan
Ester sungguh ragu apakah ia akan mendapati raja dalam suasana hati
yang sebaik itu (ay. 11). Hukum ini dibuat bukan atas dasar
kebijaksanaan, yaitu demi memperketat keamanan sang raja, melainkan
terlebih dalam kesombongan, bahwa sebab jarang terlihat dan sulit
dijumpai, maka raja akan dipuja-puja layaknya dewa kecil. Sungguh
hukum yang bodoh, sebab
(1) Hukum itu membuat para raja sendiri tidak bahagia, dengan
mengungkung mereka dalam keterasingan sebab takut mereka
akan terlihat. Ini membuat istana kerajaan hanya sedikit lebih baik
dibandingkan penjara kerajaan, dan para raja sendiri tidak bisa tidak
pasti menjadi mudah marah, dan mungkin murung, sehingga
menjadi kengerian bagi orang lain dan beban bagi diri mereka
sendiri. Banyak orang menjadikan hidup mereka sengsara oleh
sebab kecongkakan dan sifat buruk mereka sendiri.
(2) Hukum itu buruk bagi rakyat. Sebab apa baiknya mempunyai
seorang raja yang tidak bisa ditemui dengan bebas untuk
menyampaikan keluhan atau memohon banding dari para hakim
yang lebih rendah? Tidak demikian adanya di dalam pelataran Raja
segala raja. Tumpuan kaki takhta anugerah-Nya dapat kita hampiri
kapan saja dengan penuh keberanian, dan kita bisa yakin akan
jawaban damai bagi doa yang dipanjatkan dengan penuh iman. Kita
disambut bukan hanya ke dalam pelataran bagian dalam, melainkan
juga bahkan ke dalam tempat maha kudus, oleh darah Yesus.
(3) Hukum itu secara khusus membuat para istri raja merasa sangat
tidak nyaman (sebab tidak ada ketentuan di dalam hukum tersebut
yang mengecualikan mereka), yang yaitu tulang dari tulang mereka,
dan daging dari daging mereka. Akan namun , mungkin hukum
tersebut memang dimaksudkan dengan jahat untuk melawan
mereka seperti halnya melawan orang lain, supaya para raja bisa
lebih leluasa menikmati selir-selir mereka, dan Ester tahu itu.
Sungguh menyedihkan sebuah kerajaan apabila para rajanya mere-
kayasa hukum-hukum mereka untuk melayani hawa nafsu mereka
sendiri.
2. Keadaan Ester pada saat ini sangatlah mengecilkan hati. Tuhan Sang
Penyelenggara telah mengaturnya sedemikian rupa sehingga, tepat pada
saat seperti ini, awan gelap tengah menaungi Ester, dan kasih sayang
raja terhadapnya pun menjadi dingin. Sebab ia selama tiga puluh hari ini
tidak dipanggil menghadap raja, supaya iman dan keberaniannya dapat
semakin diuji, dan supaya kebaikan Tuhan dapat bersinar lebih cemer-
lang, meskipun ia tidak begitu mendapat perkenanan raja sekarang ini.
Ada kemungkinan bahwa Haman, dengan mempergunakan wanita serta
anggur, berupaya mengalihkan raja agar tidak memikirkan apa yang
telah diperbuatnya. Dan dengan demikian terabaikanlah Ester, sosok
yang tak ayal lagi hendak dijauhkan Haman sebisa mungkin dari raja,
sebab ia tahu Ester menentangnya.
IV. Mordekhai masih tetap bersikeras dengan permohonannya bahwa, apa pun
bahaya yang akan menimpa Ester, Ester harus tetap menghadap raja di dalam
perkara genting ini (ay. 13-14). Tidak ada alasan apa pun yang bisa diterima,
Ester harus tampil sebagai pembela dalam perkara ini. Mordekhai
mengemukakan kepada Ester,
1. Bahwa itu yaitu perkara Ester sendiri, sebab titah untuk memunahkan
semua orang Yahudi tidak mengecualikan dirinya: “Maka dari itu jangan
kira, sebab engkau di dalam istana raja, istana akan menjadi
perlindunganmu, dan mahkota akan menyelamatkan kepalamu. Tidak,
engkau seorang wanita Yahudi, dan apabila semua orang Yahudi
lain dibunuh, engkau juga akan dibunuh.” Jelas lebih bijaksana bagi Ester
untuk memperhadapkan dirinya pada sebuah kematian yang masih
belum pasti dari suaminya, dibandingkan kematian yang sudah pasti dari
seterunya.
2. Bahwa itu yaitu sebuah perkara yang, bagaimanapun caranya, pasti
akan terlaksana, dan oleh sebab nya Ester dapat memberanikan diri
untuk melakukannya dengan aman. “Bila engkau menolak melaksanakan
tindakan ini, bagi orang Yahudi akan timbul juga pertolongan dan
kelepasan dari pihak lain.” Ini merupakan bahasa yang mencerminkan
iman yang teguh, yang tidak bimbang terhadap janji di tengah bahaya
yang paling mencekam, namun berharap juga dan percaya, sekalipun tidak
ada dasar untuk berharap. Alat bisa saja gagal, namun kovenan Tuhan tidak
akan gagal.
3. Bahwa apabila Ester meninggalkan kawan-kawannya pada saat ini,
sebab kecut hati dan tidak percaya, maka ia perlu merasa takut bahwa
suatu penghakiman dari sorga akan mendatangkan kehancuran bagi
dirinya dan keluarganya: “Engkau dengan kaum keluargamu akan binasa,
ketika semua kaum keluarga Yahudi lainnya diselamatkan.” Orang yang
ingin menyelamatkan nyawanya dengan cara yang berdosa, dan yang di
dalam hatinya tidak dapat mempercayakan nyawanya kepada Tuhan di
jalan kewajiban, akan kehilangan nyawanya di jalan dosa.
4. Bahwa Penyelenggaraan Tuhan mempunyai maksud ini dengan
mengangkat Ester menjadi ratu: “Siapa tahu, mungkin justru untuk saat
yang seperti ini engkau beroleh kedudukan sebagai ratu.” Maka dari itu,
(1) “Engkau terikat oleh rasa syukur untuk melakukan pelayanan ini
bagi Tuhan dan jemaat-Nya, sebab jika tidak, engkau tidak
menggenapi maksud pengangkatanmu.”
(2) “Engkau tidak perlu takut gagal dalam upaya ini. Jika Tuhan telah
merancangmu untuk melaksanakan tindakan ini, maka Ia akan
menyokongmu dan memberimu keberhasilan.” Nah,
[1] Melalui kejadian ini, tampak bahwa Ester memang diangkat
sebagai ratu dalam kerajaan itu supaya ia dapat menjadi alat
kelepasan bagi bangsa Yahudi, sehingga pemikiran Mordekhai ini
benar. sebab TUHAN mengasihi umat-Nya, maka Ia menjadikan
Ester sebagai ratu. Di dalam segala penyelenggaraan Tuhan ,
terdapat nasihat dan rancangan yang bijaksana, yang tidak kita
ketahui hingga rancangan itu terlaksana, namun pada akhirnya
akan nyata bahwa semuanya itu dimaksudkan bagi, dan berpusat
pada, kebaikan jemaat.
[2] Kemungkinan akan berhasil ini menjadi alasan yang kuat
mengapa Ester harus bergerak sekarang, dan berbuat yang
terbaik bagi bangsanya. Setiap orang dari kita harus memikirkan
untuk tujuan apa Tuhan telah menaruh kita di tempat kita berada,
dan harus membaktikan diri untuk memenuhi tujuan itu. Dan,
ketika muncul kesempatan tertentu untuk melayani Tuhan dan
angkatan kita, kita harus memastikan untuk tidak
melewatkannya. Sebab kita dipercayakan dengan kesempatan itu
agar kita dapat mempergunakannya dengan baik. Mordekhai
mendesakkan semua hal ini kepada Ester. Dan sebagian dari para
penulis Yahudi, yang pandai mengarang cerita, menambahkan
hal lain pada apa yang dialami Mordekhai (ay. 7), yang ingin
diceritakannya kepada Ester, “bahwa ketika dalam perjalanan
pulang, pada malam sebelumnya, dengan hati yang berat setelah
mengetahui rencana Haman, Mordekhai bertemu dengan tiga
anak Yahudi yang datang dari sekolah. Kepada mereka ini
Mordekhai bertanya apa yang telah mereka pelajari pada hari itu.
Salah satu dari mereka berkata kepadanya bahwa apa yang
dipelajarinya yaitu Kitab Amsal 3:25-26, janganlah takut
kepada kekejutan yang tiba-tiba. Anak kedua berkata kepadanya
bahwa apa yang dipelajarinya yaitu Kitab Yesaya 8:10, buatlah
rancangan, namun akan gagal juga. Anak ketiga berkata
kepadanya bahwa apa yang dipelajarinya yaitu Kitab Yesaya
46:4, Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus,
bahkan Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu. “Oh
betapa baiknya Tuhan ,” seru Mordekhai, “yang telah meletakkan
dasar kekuatan dari mulut bayi-bayi dan anak-anak yang
menyusu!”
V. Ester dengan demikian bertekad untuk menghadap raja, apa pun harga yang
harus dibayarnya, namun tidak sebelum ia dan para sahabatnya menghadap
Tuhan terlebih dahulu. Biarlah mereka dengan puasa dan doa memperoleh
perkenanan Tuhan dahulu, dan baru kemudian Ester dapat berharap untuk
mendapat perkenanan raja (ay. 15-16). Ester berbicara di sini,
1. Dengan kesalehan dan ketakwaan yang sepantasnya dimiliki orang
Israel. Mata Ester di sini tertuju kepada Tuhan , yang menggenggam hati
para raja, dan yang dapat diandalkan Ester untuk mencondongkan hati
raja ini kepadanya. Ester masuk ke dalam suatu keadaan yang
membahayakan hidupnya, namun ia ingin berpikir bahwa dirinya aman,
dan akan tenang, apabila ia telah mempercayakan pemeliharaan
nyawanya kepada Tuhan dan menempatkan dirinya di bawah perlindung-
an-Nya. Ia percaya bahwa perkenanan Tuhan harus diperoleh melalui doa,
bahwa bangsanya yaitu bangsa pendoa, dan bahwa Dia yaitu Tuhan
yang mendengarkan doa. Ia tahu bahwa dalam perkara-perkara luar
biasa, orang-orang baik akan memadukan puasa dan doa, dan banyak
dari mereka akan bergabung bersama-sama untuk melaksanakan kedua-
nya. Oleh sebab itu Ester,
(1) Menghendaki supaya Mordekhai mengarahkan orang-orang Yahudi
yang ada di Susan untuk mengadakan puasa yang kudus dan
memaklumkan perkumpulan raya. Mereka harus bertemu di sinagoga
mereka masing-masing, untuk berdoa baginya dan melaksanakan
ibadah puasa, dengan tidak memakan makanan sehari-hari serta
segala santapan lezat selama tiga hari, dan sebisa mungkin segala
makanan, sebagai tanda perendahan diri mereka sebab dosa dan
kesadaran akan ketidaklayakkan mereka menerima belas kasihan
Tuhan . Sungguh tidak tahu bagaimana menghargai perkenanan ilahi
orang-orang yang menggerutu atas susah payah dan penyangkalan
diri yang mereka lakukan dalam mengejar perkenanan itu.
(2) Ester berjanji bahwa ia dan keluarganya akan mengadakan puasa yang
kudus ini di dalam kediamannya di istana, sebab ia tidak dapat
menghadiri pertemuan raya mereka. Dayang-dayangnya mungkin
merupakan orang-orang Yahudi atau orang-orang dari bangsa lain
yang telah benar-benar menganut agama Yahudi hingga mereka ikut
berpuasa dan berdoa bersamanya. Inilah contoh baik seorang nyonya
yang berdoa bersama dayang-dayangnya, dan ini layak ditiru. Cermati
juga bahwa orang-orang yang berada di kamar pribadi dapat
menggabungkan doa mereka dengan doa umat Tuhan di dalam
perkumpulan raya. Orang-orang yang tidak hadir secara badani, dapat
hadir secara rohani. Orang-orang yang menghendaki, dan
memperoleh, doa-doa orang lain untuk mereka, tidak boleh berpikir
bahwa hal ini membebaskan mereka untuk tidak berdoa bagi diri
mereka sendiri.
2. Dengan keberanian dan tekad bulat yang sepantasnya dimiliki seorang
ratu. “Apabila kita telah mencari Tuhan dalam perkara ini, maka aku akan
masuk menghadap raja untuk menjadi perantara bagi bangsaku.
Sungguhpun berlawanan dengan undang-undang, namun aku tahu ini
tidak berlawanan dengan hukum Tuhan . Oleh sebab itu, apa pun hasilnya,
aku akan tetap memberanikan diri untuk menghadap raja, dan tidak
menyayangkan nyawaku sendiri, sehingga aku dapat melayani Tuhan dan
jemaat-Nya. Dan kalau terpaksa aku mati, biarlah aku mati. Tidak ada
alasan yang lebih baik dibandingkan ini untuk kehilangan nyawaku. Lebih
baik melaksanakan kewajibanku dan mati bagi bangsaku dibandingkan
mundur dari kewajibanku dan mati versama mereka.” Ester berpikir
sama seperti orang-orang yang sakit kusta (2Raj. 7:4): “Jika aku tinggal
di sini, aku akan mati juga. Jika aku berani mengambil tindakan, aku
mungkin akan hidup, dan membawa kehidupan bagi bangsaku. Kalau
memang yang terburuk harus terjadi,” seperti kata kita, “paling-paling
aku mati.” Bila tidak berani mengambil tindakan, maka tidak ada
kemenangan. Ester tidak mengucapkan semuanya ini dalam
keputusasaan atau amarah, namun dengan tekad kudus untuk
melaksanakan kewajibannya dan mempercayakan hasilnya kepada
Tuhan . Ia menerima kehendak-Nya yang kudus. Di dalam bagian Apokrifa
dari Tambahan Ester C, kita membaca doa Mordekhai dan doa Ester
pada kesempatan ini, dan kedua doa tersebut sangat khusus dan
sehubungan dengan apa yang sedang dibicarakan. Di dalam kelanjutan
kisah ini, kita akan menemukan bahwa Tuhan tidak berkata kepada
keturunan Yakub ini, cari aku dengan sia-sia.
PASAL 5
erita terakhir yang kita baca tentang Haman yaitu ketika ia sedang
minum-minum (3:15). Berita terakhir yang kita dapati tentang Ratu Ester
yaitu ketika ia sedang bersimbah air mata, sambil berpuasa dan berdoa.
Sekarang, pasal ini memperlihatkan,
I. Ester dalam sukacitanya. Ia mendapat senyuman dari raja dan
dihormati dengan kehadirannya dalam perjamuan anggur yang
diadakan Ester (ay. 1-8).
II. Haman merasa kesal, sebab ia tidak menerima penghormatan dari
Mordekhai. Dan dengan sangat panas hati, ia menyiapkan tiang
gantungan untuk Mordekhai (ay. 9-14). Demikianlah orang yang
menabur dengan air mata akan menuai dengan sukacita. Sebaliknya,
sorak kemenangan orang fasik hanya akan berlangsung sesaat.
Ester Menghadap Raja
(5:1-8)
1 Pada hari yang ketiga Ester mengenakan pakaian ratu, lalu berdirilah ia di pelataran
dalam istana raja, tepat di depan istana raja. Raja bersemayam di atas takhta kerajaan di
dalam istana, berhadapan dengan pintu istana itu.
2 Ketika raja melihat Ester, sang ratu, berdiri di pelataran, berkenanlah raja kepadanya,
sehingga raja mengulurkan tongkat emas yang di tangannya ke arah Ester, lalu
mendekatlah Ester dan menyentuh ujung tongkat itu. 3 Tanya raja kepadanya: “Apa
maksudmu, hai ratu Ester, dan apa keinginanmu? Sampai setengah kerajaan sekalipun
akan diberikan kepadamu.” 4 Jawab Ester: “Jikalau baik pada pemandangan raja,
datanglah kiranya raja dengan Haman pada hari ini ke perjamuan yang diadakan oleh
hamba bagi raja.”
5 Maka titah raja: “Suruhlah Haman datang dengan segera, supaya kami memenuhi
permintaan Ester.” Lalu raja datang dengan Haman ke perjamuan yang diadakan oleh
Ester. 6 Sementara minum anggur bertanyalah raja kepada Ester: “Apakah
permintaanmu? Niscaya akan dikabulkan. Dan apakah keinginanmu? Sampai setengah
kerajaan sekalipun akan dipenuhi.” 7 Maka jawab Ester: “Permintaan dan keinginan
hamba ialah: 8 Jikalau hamba mendapat kasih raja, dan jikalau baik pada pemandangan
raja mengabulkan permintaan serta memenuhi keinginan hamba, datang pulalah kiranya
raja dengan Haman ke perjamuan yang akan hamba adakan bagi raja dan Haman; maka
besok akan hamba lakukan yang dikehendaki raja.”
Di dalam perikop ini kita mendapati,
I. Ester datang menghadap raja dengan berani (ay. 1). Ketika masa puasa yang
ditentukan bagi orang Yahudi berakhir, Ester tidak membuang-buang waktu.
Pada hari ketiga, ketika kesan yang ditimbulkan oleh ibadahnya masih segar
dalam rohnya, ia berbicara kepada raja. Apabila hati dibesarkan dalam per-
sekutuan dengan Tuhan , maka ia akan menjadi berani bertindak dan men-
derita bagi-Nya. Ada yang berpendapat bahwa puasa selama tiga hari itu
hanyalah berlangsung selama satu hari penuh dan dua malam penuh. Selama
waktu itu mereka tidak makan sama sekali, dan ini disebut tiga hari, sama
seperti lamanya Kristus terbaring di kubur. Penjelasan ini mendapat
dukungan mengingat bahwa pada hari ketiga, sang ratu tampil di pelataran.
Tekad yang terhalang oleh kesukaran dan bahaya haruslah segera dilaksana-
kan tanpa ditunda-tunda, supaya jangan sampai menjadi dingin dan kendor.
Apa yang hendak kauperbuat, dan harus diperbuat dengan berani, perbuatlah
dengan segera. Sekarang Ester mengenakan pakaian ratu, supaya ia bisa
membuat dirinya lebih diterima oleh raja, dan menanggalkan pakaian yang
dikenakannya selama masa puasa. Ia mengenakan pakaian indah bukan
untuk menyenangkan diri sendiri, melainkan suaminya. Di dalam doanya,
seperti yang kita dapati dalam kitab Apokrifa (Tambahan Ester C:21), inilah
yang diserukannya kepada Tuhan : Engkau tahu bahwa tanda kecongkakan
yang ada di atas kepalaku pada hari-hari aku tampil ke muka kuanggap
rendah, dst. Hendaklah orang-orang yang oleh kedudukan mereka
diwajibkan mengenakan pakaian mewah, belajar dari sini untuk bersikap tak
acuh terhadapnya, dan tidak mengenakannya demi menghiasi diri. Ester
berdiri di pelataran dalam istana raja, tepat di depan istana raja, sambil
menantikan hukuman yang akan menimpanya dengan harap-harap cemas.
II. Sambutan baik yang diberikan raja kepadanya. Ketika ia melihat Ester,
berkenanlah raja kepadanya. Penulis kitab Apokrifa dan Yosefus berkata
bahwa Ester mengajak dua dayang bersamanya. Ia bersandar pada yang
satu, sementara yang lain menjinjing ekor gaunnya. Disebutkan juga bahwa
raut mukanya ceria dan sangat ramah, namun batinnya sangat tertekan.
Bahwa sang raja, ketika mengangkat wajahnya yang bersinar penuh
keagungan, pada awalnya melihat Ester dengan sangat garang, sehingga
Ester menjadi pucat, lemas, dan menundukkan kepalanya pada kepala
dayang yang mendampinginya. Namun, Tuhan kemudian mengubah suasana
hati sang raja. Dan, dengan cemas ia melompat turun dari singgasananya,
memeluk Ester sampai ia tenang kembali, lalu menghiburnya dengan kata-
kata yang penuh kasih sayang. Di dalam perikop ini hanya diceritakan
kepada kita,
1. Bahwa raja melindunginya dari hukum dan menjamin keamanannya,
dengan mengulurkan tongkat emas yang di tangannya ke arah Ester (ay.
2). Dengan penuh rasa syukur Ester menyentuh ujung tongkat itu, dan
dengan cara demikian ia membawa diri kepada sang raja sebagai orang
yang memohon dengan rendah hati. Demikianlah sebab telah bergumul
dengan Tuhan dan menang, seperti halnya Yakub, Ester juga menang ber-
gumul dengan manusia. Barangsiapa kehilangan nyawanya sebab Tuhan ,
ia akan menyelamatkannya, atau mendapatkannya dalam kehidupan
yang lebih baik.
2. Bahwa raja menyemangati Ester untuk menyampaikan keperluannya
(ay. 3): Apa maksudmu, hai ratu Ester, dan apa keinginanmu? Raja sama
sekali tidak menganggap Ester telah melakukan pelanggaran, ia justru
terlihat senang melihatnya dan sangat ingin membantunya. Dia yang
telah menceraikan seorang istri sebab tidak bersedia datang ketika
dipanggil, tidak akan bersikap keras terhadap istri lain yang datang
meskipun tidak dipanggil. Tuhan mampu mengubah hati orang, bahkan
orang-orang besar, orang-orang yang bertindak sangat sewenang-
wenang, dengan cara yang dikehendaki-Nya sehingga hati mereka
berpaling kepada kita. Ester takut kalau-kalau ia akan binasa, namun
justru dijanjikan kepadanya bahwa ia akan memperoleh apa yang
dimintanya, sampai setengah kerajaan sekalipun. Perhatikanlah, Tuhan
dalam penyelenggaraan-Nya sering kali mencegah rasa takut umat-Nya,
dan melampaui pengharapan mereka, terutama apabila mereka mem-
beranikan diri untuk memperjuangkan kepentingan-Nya. Melalui kisah
ini, marilah kita, seperti yang dilakukan Juruselamat kita melalui
perumpamaan tentang hakim yang lalim, menyimpulkannya sebagai
dorongan untuk selalu berdoa kepada Tuhan kita dengan tidak jemu-jemu
(Luk. 18:6-8). Dengarlah apa yang dikatakan raja yang angkuh ini “Apa
maksudmu, dan apa keinginanmu? Apa pun akan diberikan kepadamu”.
Jadi, tidakkah Tuhan akan mendengar dan menjawab doa-doa orang-
orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Ester datang
kepada orang yang angkuh dan berlagak berkuasa, sedang kita
datang kepada Tuhan yang penuh kasih dan anugerah. Ester tidak
dipanggil, namun kita dipanggil. Roh berkata, marilah, dan pengantin
wanita itu pun berkata, marilah. Ester terikat hukum yang menen-
tangnya, sedang kita memiliki janji, bahkan banyak janji, yang
mendukung kita: Mintalah, maka akan diberikan kepadamu. Ester tidak
mempunyai teman untuk mengantarkannya, atau menjadi perantara
baginya. Sebaliknya, orang yang merupakan kesayangan raja justru
menjadi musuhnya. namun kita memiliki pembela pada Bapa, yang
kepada-Nya Bapa sangat berkenan. Sebab itu marilah kita dengan penuh
keberanian menghampiri takhta kasih karunia.
3. Bahwa satu-satunya permintaan yang hendak diajukan Ester kepada raja,
pada saat ini, yaitu supaya raja berkenan datang menghadiri perjamuan
yang telah dipersiapkannya bagi raja, dan mengajak Haman bersamanya
(ay. 4-5). Melalui cara ini,
(1) Ester hendak menyatakan kepada raja betapa ia menghargai
perkenanan dan kehadirannya. Apa pun yang hendak dimintanya,
perkenanan rajalah yang paling diinginkannya di atas segalanya, dan
ia akan berusaha memperolehnya bagaimanapun caranya.
(2) Ester hendak menguji bagaimana sikap raja terhadapnya. Sebab, kalau
raja menolak permintaan yang ini, maka tidak ada gunanya mengajukan
permintaan yang lain pada saat ini.
(3) Ester hendak berusaha membawa raja ke dalam suasana hati yang
gembira, dan melembutkan rohnya, supaya sang raja dapat dengan
lebih lembut menerima kesan-kesan dari keluhan yang hendak
disampaikan Ester kepadanya.
(4) Ester hendak menyukakan hati raja, dengan mencoba memperoleh
dukungan dari Haman, orang kesayangan raja, dan mengundangnya
untuk datang, sebab Ester tahu bahwa kehadiran Haman akan
disukai raja, dan Ester pun ingin agar Haman hadir ketika ia
menyampaikan keluhannya kepada raja. Sebab Ester tidak mau
mengatakan apa pun tentang Haman selain apa yang berani
diucapkannya di hadapan mukanya.
(5) Ester berharap agar pada perjamuan anggur itu ia mendapat
kesempatan yang lebih baik dan lebih menguntungkan untuk
mengajukan permohonannya. Hikmat sungguh bermanfaat untuk
menunjukkan cara memperlakukan beberapa orang yang sulit
dihadapi, dan untuk menangani mereka dengan tepat.
4. Bahwa raja segera datang, dan menyuruh Haman untuk datang
bersamanya (ay. 5). Hal ini merupakan tanda akan kebaikan yang masih
disimpannya untuk Ester. Andai kata raja benar-benar berencana
membinasakan Ester dan bangsanya, ia tentu tidak akan mau
menghadiri perjamuan yang diadakannya itu. Pada perjamuan itu raja
mengulangi pertanyaannya yang ramah “Apakah permintaanmu?” dan
juga janjinya yang penuh kemurahan hati, bahwa permintaan itu akan
dikabulkan, bahkan sampai setengah kerajaan sekalipun (ay. 6). Ini
merupakan kata-kata kiasan, yang melaluinya raja meyakinkan Ester
bahwa ia tidak akan menolak apa pun yang diminta Ester sejauh itu
masuk akal. Herodes pun menggunakan ungkapan itu (Mrk. 6:23).
5. Bahwa pada perjamuan itu Ester merasa lebih baik tidak meminta apa
pun selain janji bahwa raja akan berkenan menerima perjamuan lagi,
pada keesokan harinya, di tempat tinggalnya, dengan didampingi Haman
(ay. 7-8). Ia menyiratkan kepada raja bahwa pada saat itulah ia akan
memberitahukan keperluannya kepadanya. Penangguhan permohonan
utama ini dapat dipandang,
(1) Sebagai kebijaksanaan Ester. Dengan demikian ia berharap dapat
memenangkan hati sang raja lebih lanjut dan mengambil hatinya.
Mungkin sekarang ini hatinya kecut ketika ia hendak mengajukan
permohonannya, dan ia ingin mengambil waktu lagi untuk berdoa,
supaya Tuhan memberi dia mulut yang mengucapkan hikmat. Ada
kemungkinan bahwa penangguhan permohonan dengan cara seperti
itu diketahui Ester akan dipandang sebagai ungkapan rasa hormat-
nya yang besar terhadap raja, dan keseganannya untuk terlalu
mendesak sang raja. Apa yang diminta dengan tergesa-gesa sering
kali juga ditolak dengan segera. Sebaliknya, apa yang diminta dengan
menahan diri patutlah dipertimbangkan.
(2) Sebagai penyelenggaraan Tuhan yang menanamkan keinginan di
dalam hati Ester untuk menangguhkan permohonannya sehari lagi.
Ester tidak tahu mengapa, namun Tuhan tahu, bahwa apa yang akan
terjadi pada malam di antara hari ini dan esok dapat memajukan
rencananya dan membuka jalan bagi keberhasilannya. Bahwa
Haman bisa jadi akan mencapai puncak kebenciannya terhadap
Mordekhai dan mulai jatuh benar-benar di depannya. Orang-orang
Yahudi mungkin menyalahkan Ester sebab berlambat-lambat, dan
sebagian dari antara mereka mulai menyangsikan ketulusannya, atau
paling tidak semangatnya. Namun, kenyataan membantah
kecurigaan mereka itu, dan segala sesuatunya terjadi untuk yang
terbaik.
Kegembiraan dan Kekesalan Haman;
Haman Merencanakan Balas Dendam
(5:9-14)
9 Pada hari itu keluarlah Haman dengan hati riang dan gembira; namun ketika Haman
melihat Mordekhai ada di pintu gerbang istana raja, tidak bangkit dan tidak bergerak
menghormati dia, maka sangat panaslah hati Haman kepada Mordekhai. 10 namun Haman
menahan hatinya, lalu pulanglah ia ke rumahnya dan menyuruh datang sahabat-
sahabatnya dan Zeresh, isterinya. 11 Maka Haman menceriterakan kepada mereka itu
besarnya kekayaannya, banyaknya anaknya laki-laki, dan segala kebesaran yang
diberikan raja kepadanya serta kenaikan pangkatnya di atas para pembesar dan pegawai
raja. 12 Lagi kata Haman: “Tambahan pula tiada seorang pun diminta oleh Ester, sang ratu,
untuk datang bersama-sama dengan raja ke perjamuan yang diadakannya, kecuali aku;
dan untuk besok pun aku diundangnya bersama-sama dengan raja. 13 Akan namun
semuanya itu tidak berguna bagiku, selama aku masih melihat si Mordekhai, si Yahudi itu,
duduk di pintu gerbang istana raja.” 14 Lalu kata Zeresh, isterinya, dan semua sahabatnya
kepadanya: “Suruhlah orang membuat tiang yang tingginya lima puluh hasta, dan persem-
bahkanlah besok pagi kepada raja, supaya Mordekhai disulakan orang pada tiang itu;
kemudian dapatlah engkau dengan bersukacita pergi bersama-sama dengan raja ke
perjamuan itu.” Hal itu dipandang baik oleh Haman, lalu ia menyuruh membuat tiang itu.
Penjelasan yang diberikan di sini tentang Haman merupakan ulasan tentang
amsal yang diberikan Salomo (Ams. 21:24). Orang yang kurang ajar dan
sombong pencemooh namanya, ia berlaku dengan keangkuhan yang tak
terhingga. Belum pernah ada orang yang lebih pantas menyandang nama itu
dibandingkan Haman. Di dalam dirinya kesombongan dan keangkuhan begitu meraja.
Lihatlah bagaimana,
I. Haman membusungkan dada sebab diundang ke perjamuan Ester. Hatinya
riang dan gembira sebab nya (ay. 9). Amatilah bagaimana dengan penuh
semangat ia membicarakannya (ay. 12), betapa ia menilai tinggi dirinya
sendiri atas hal tersebut, dan betapa ia menyangka hal itu mengantarnya
kepada kebahagiaan yang hampir sempurna, bahwa Ratu Ester tidak
membiarkan orang lain datang bersama raja ke perjamuan itu selain dirinya
yang hebat. Dan disangkanya ratu luar biasa terpesona dengan perilakunya,
sehingga pada keesokan harinya sang ratu mengundangnya juga untuk
datang bersama raja. Tidak ada yang sepantas dia untuk menemani raja.
Perhatikanlah, orang-orang yang mengagumi dan menyanjung diri sendiri
sebenarnya menipu diri sendiri. Haman menghibur diri dengan khayalan
bahwa sang ratu, melalui undangan kedua ini, berencana memberikan peng-
hormatan kepadanya, padahal ia sebenarnya berencana mendakwanya. Dan,
dengan memanggilnya ke perjamuan itu, sang ratu sebenarnya hanya
memanggilnya ke pengadilan. Betapa orang sombong memandang wajah
mereka melalui kaca pembesar! Dan betapa keangkuhan hati mereka telah
memperdayakan mereka! (Ob. 1:3).
II. Haman merasa kesal dan marah atas penghinaan yang diberikan Mordekhai
kepadanya, dan dengan demikian membuat dirinya sendiri dan semua orang
di sekitarnya menjadi tidak tenang.
1. Mordekhai tetap pada pendiriannya seperti semula: Mordekhai tidak
bangkit dan tidak bergerak menghormati dia (ay. 9). Sikapnya itu
didasarkan atas tuntutan hati nurani, dan oleh sebab itu ia gigih
mempertahankannya, dan tidak akan membungkuk kepada Haman,
sekalipun ia mempunyai alasan untuk takut kepadanya, dan Ester
sendiri menghormati Haman. Mordekhai tahu bahwa Tuhan sanggup dan
akan menyelamatkan dirinya dan bangsanya dari murka Haman, tanpa
harus menunjukkan sikap merendah dan pengecut seperti itu demi
meredakan amarahnya. Orang-orang yang berjalan di dalam ketulusan
yang kudus dapat berjalan di dalam rasa aman yang kudus, dan
melanjutkan pekerjaan mereka, tanpa merasa takut akan apa yang bisa
diperbuat manusia terhadap mereka. Siapa bersih kelakuannya, aman
jalannya.
2. Haman tetap tidak tahan menanggung penghinaan itu seperti
sebelumnya. Bahkan, semakin ia ditinggikan, semakin tidak sabar ia
menerima penghinaan, dan semakin geramlah ia terhadapnya.
(1) Sikap Mordekhai itu membuat jiwanya resah dan pikirannya kalang
kabut. Maka sangat panaslah hati Haman (ay. 9), namun ia menahan
hatinya (ay. 10). Dengan senang hati ia ingin menghunus pedangnya
dan menusuk Mordekhai sebab telah menghinanya seperti itu.
Namun, ia berharap akan melihat Mordekhai tidak lama lagi binasa
bersama semua orang Yahudi, dan sebab itu dengan susah payah ia
berhasil menahan diri agar tidak menikam Mordekhai. Betapa hebat
pergumulan yang bergolak di dalam dadanya antara amarahnya,
yang menuntut kematian Mordekhai pada saat itu juga, Oh, sebelum
mendapatkan dagingnya, aku tidak akan puas! (Ayb. 31:31, KJV), dan
dendamnya, yang telah memutuskan untuk menantikan
pembantaian besar-besaran itu! Demikianlah duri dan perangkap
ada di jalan orang yang serong hatinya.
(2) Sikap Mordekhai itu membuat segala kenikmatannya terasa hambar.
Penghinaan kecil yang diterimanya dari Mordekhai ini bagaikan lalat
mati yang merusak seluruh buli-buli minyak wanginya yang mahal.
Ia sendiri mengakui di hadapan istri dan sahabat-sahabatnya, bagi
cela yang kekal terhadap orang-orang yang berhati sombong dan
tidak puas, bahwa ia tidak mendapat penghiburan dari harta benda,
kedudukan, dan keluarganya, selama Mordekhai masih hidup dan
mendapat tempat di pintu gerbang istana raja (ay. 10-13). Ia
menyoroti kekayaan dan kehormatannya sendiri, banyaknya anggota
keluarganya, dan tingginya kedudukan yang diperolehnya, bahwa ia
yaitu kesayangan raja dan pujaan kalangan istana. Namun demi-
kian, semuanya itu tidak berguna baginya selama Mordekhai belum
digantung. Bagi orang-orang yang memang cenderung merasa tidak
nyaman, pasti ada saja sesuatu yang dapat membuatnya tidak
nyaman. Dan meskipun banyak yang diinginkan oleh orang-orang
sombong, namun jika mereka tidak mendapatkan semua yang
mereka inginkan, mereka akan menganggap semua itu tidak ada
artinya bagi mereka. Seperseribu saja dari apa yang dimiliki Haman
sudah bisa membuat orang yang rendah hati dan bersahaja
mendapatkan kebahagiaan sebesar yang diharapkannya dari dunia
ini. Namun, Haman justru mengeluh dengan penuh kemarahan
seolah-olah ia telah terperosok ke dalam jurang kemiskinan dan
kehinaan yang terdalam.
III. Haman merencanakan balas dendam, dengan dibantu istri dan sahabat-
sahabatnya (ay. 14). Mereka melihat betapa ia dengan senang hati akan
membatalkan keputusannya sendiri dengan menangguhkan pembantaian
besar-besaran itu sampai saat yang telah ditentukan melalui undi. Oleh
sebab itu, mereka menyarankannya untuk mencicipi terlebih dahulu
kepuasan yang nanti akan dirasakannya dengan secepatnya menghabisi
Mordekhai. Biarlah ia melenyapkan Mordekhai untuk menyukakan hatinya
pada saat ini. Dan sebab , seperti yang disangkanya, ia telah memastikan
kebinasaan semua orang Yahudi pada waktu yang telah ditentukan, maka ia
tentu tidak akan segan-segan untuk membunuh Mordekhai saja pada saat
ini.
1. Untuk memuaskan khayalan Haman, mereka menasihatinya untuk
membuat tiang yang ditegakkan di depan rumahnya sendiri, supaya
begitu ia berhasil membuat surat perintah ditandatangani, hukuman
mati bisa segera dijalankan. Dia bahkan tidak perlu melakukan apa-apa
lagi selain menunggu pembuatan tiang itu. Saran ini sangat
menyenangkan hati Haman, yang kemudian langsung menyuruh orang
membuat dan memasang tiang gantungan itu. Tingginya haruslah lima
puluh hasta (dua puluh dua meter – pen.), atau harus sebisa mungkin
mendekati tinggi itu, supaya semakin mempermalukan Mordekhai, dan
membuatnya menjadi bahan tontonan bagi setiap orang yang melintas.
Dan tiang itu harus dipasang di depan pintu rumah Haman, supaya
semua orang dapat melihat bahwa kepada berhala balas dendamlah
Mordekhai dikorbankan, dan supaya Haman dapat memuaskan matanya
dengan pemandangan itu.
2. Untuk mencapai tujuan Haman, mereka menyarankan kepadanya untuk
pergi pagi-pagi hari menghadap raja, dan memperoleh perintah darinya
untuk menggantung Mordekhai. Mereka tidak ragu bahwa surat perintah
itu pasti segera diberikan kepada orang yang begitu disukai raja dan yang
telah dengan begitu mudah memperoleh titah untuk memunahkan seluruh
bangsa Yahudi. Tidak perlu membuat-buat alasan. Cukuplah Haman
memberi tahu raja bahwa Mordekhai, dengan memandang rendah
perintah raja, menolak untuk memberi hormat kepada dirinya. Dan
sekarang kita tinggalkan Haman pergi tidur, dengan merasa senang
membayangkan akan melihat Mordekhai digantung keesokan harinya,
dan kemudian pergi dengan riang hati ke perjamuan, tanpa bermimpi
bahwa Haman telah menegakkan tiang gantungannya sendiri.
PASAL 6
degan yang mengawali pasal ini sangatlah mengejutkan. Pada saat Haman
berharap menjadi hakim atas Mordekhai, ia justru dijadikan pesuruhnya,
yang sungguh membuatnya malu dan terhina. Dan dengan demikian terbukalah
jalan untuk menggagalkan rencana Haman dan melepaskan orang Yahudi.
I. Penyelenggaraan Tuhan membuat Mordekhai mendapat perkenanan
raja pada waktu malam (ay. 1-3).
II. Haman, yang datang untuk memanas-manasi hati raja melawan
Mordekhai, justru dijadikan alat untuk memberikan penghormatan
sang raja kepada Mordekhai (ay. 4-11).
III. Dari kejadian itu, kawan-kawan Haman meramalkan hukuman yang
akan menimpanya, yang dilaksanakan pada pasal selanjutnya (ay. 12-
14). Dan sekarang tampaklah bahwa permohonan Ester bagi
bangsanya ditangguhkan secara membahagiakan, de die in diem – dari
hari ke hari.
Catatan tentang Kesetiaan Mordekhai
(6:1-3)
1 Pada malam itu juga raja tidak dapat tidur. Maka bertitahlah baginda membawa kitab
pencatatan sejarah, lalu dibacakan di hadapan raja. 2 Dan di situ didapati suatu catatan
tentang Mordekhai, yang pernah memberitahukan bahwa Bigtan dan Teresh, dua orang
sida-sida raja yang termasuk golongan penjaga pintu, telah berikhtiar membunuh raja
Ahasyweros. 3 Maka bertanyalah raja: “Kehormatan dan kebesaran apakah yang
dianugerahkan kepada Mordekhai oleh sebab perkara itu?” Jawab para biduanda raja
yang bertugas pada baginda: “Kepadanya tidak dianugerahkan suatu apa pun.”
Bagaimana Iblis menyusupkan pemikiran ke dalam hati Haman untuk
merencanakan kematian Mordekhai, kita baca dalam pasal sebelumnya.
Bagaimana Tuhan menyusupkan pemikiran ke dalam hati raja untuk
merancangkan penghormatan atas Mordekhai, diberitahukan kepada kita dalam
pasal ini. Nah, jika perkataan raja saja lebih berkuasa atas perkataaan Haman,
sebab meskipun Haman yaitu seorang pejabat tinggi, namun raja yang duduk
di takhta tentulah lebih tinggi darinya, maka jauh terlebih lagi keputusan TUHAN
akan terlaksana, tidak peduli apa pun rancangan yang ada di hati manusia. Jadi,
sia-sia saja Haman menentangnya, apabila Tuhan dan raja sama-sama hendak
memberikan penghormatan atas Mordekhai. Dan pada saat seperti sekarang ini,
yaitu ketika pengangkatan Mordekhai dan kekecewaan Haman akan membantu
mematangkan rencana besar untuk melepaskan orang Yahudi, dengan usaha
yang akan dilakukan Ester pada keesokan harinya. Ada kalanya menunda waktu
ternyata merupakan perbuatan yang baik. Tunggulah sebentar, maka kita akan
melakukannya dengan lebih cepat. Cunctando restituit rem – Dia menang dengan
menunda. Marilah kita telusuri langkah-langkah yang diambil oleh Tuhan Sang
Penyelenggara untuk mengangkat Mordekhai.
I. Pada malam itu juga raja tidak dapat tidur. Tidur telah pergi darinya
(begitulah dalam bahasa aslinya). Barangkali, seperti bayang-bayang,
semakin ia berusaha mengejarnya, semakin jauhlah tidur itu pergi darinya.
Terkadang kita tidak dapat tidur justru sebab kita sengaja ingin tidur.
Bahkan setelah perjamuan minum anggur sekalipun raja tidak dapat tidur,
kalau Tuhan Sang Penyelenggara mempunyai rancangan untuk dipenuhi
dengan membuatnya tetap terjaga. Kita tidak membaca adanya suatu
penyakit yang membuat raja kurang enak badan, yang bisa mengganggu
tidurnya. namun Tuhan , yang mengaruniakan tidur, menahannya dari
raja. Orang-orang yang bertekad begitu besar untuk menyingkirkan
kekhawatiran tidaklah selalu berhasil melakukannya. Mereka merasakannya
saat berbaring, justru ketika mereka tidak mengharapkan ataupun
menginginkannya. Ahasyweros yang memerintah atas 127 provinsi pun
tidak berkuasa memerintahkan tidur walau hanya sejam. Mungkin pesona
dari perilaku Ester pada hari sebelumnya membuat hati raja tertuduh
sebab telah menelantarkan dan menjauhkan dia dari hadapannya selama
lebih dari tiga puluh hari, padahal Ester yaitu istrinya yang terkasih. Dan
barangkali itulah yang membuatnya tidak dapat tidur. Hati nurani yang
tertegur dapat menemukan waktu untuk berbicara ketika ia ingin didengar.
II. Ketika tidak dapat tidur, raja menitahkan supaya kitab sejarah, yaitu catatan
tentang pemerintahannya, dibawa untuk dibacakan kepadanya (ay. 1).
Tentunya raja tidak berpikir bahwa pembacaan itu akan menjadi pengantar
tidurnya. Sebaliknya, pembacaan itu justru akan memenuhi kepalanya
dengan berbagai pikiran, dan menyingkirkan tidur jauh-jauh. Akan namun ,
Tuhan menaruh keinginan di dalam hatinya untuk mendengarkan pembacaan
kitab sejarah itu, dan bukannya musik ataupun lagu, yang biasa dipakai
untuk menghibur raja-raja Persia (Dan. 6:19) dan yang lebih besar
kemungkinannya untuk menenangkan raja agar dapat beristirahat. Ketika
manusia melakukan hal-hal yang tidak bisa dijelaskan, kita tidak tahu apa
yang dimaksudkan Tuhan dengannya. Mungkin sang raja ingin kitab catatan
pemerintahan itu dibacakan kepadanya supaya dia dapat memanfaatkan
waktu dengan baik dan menyusun sejumlah rencana yang berguna. Seandai-
nya itu terjadi pada Raja Daud, ia pasti akan mengisi pikirannya dengan
suatu hiburan lain. Ketika tidak dapat tidur, ia akan mengingat Tuhan dan
merenungkan Dia (Mzm. 63:7). Dan, jika ingin dibacakan sesuatu, maka ia
akan meminta Kitab Sucinya untuk dibacakan, sebab ia merenungkan Taurat
itu siang dan malam.
III. Hamba yang membacakan kitab itu kepada raja mungkin membuka bagian
tentang Mordekhai pertama-tama, atau sesudah membaca banyak bagian,
sampailah ia ke bagian mengenai Mordekhai itu pada akhirnya. Di antara
catatan-catatan lain, didapati tertulis bahwa Mordekhai telah
menyingkapkan suatu rencana jahat yang membahayakan nyawa raja,
sehingga ia berhasil mencegahnya (ay. 2). Mordekhai bukanlah sosok yang
begitu dihormati di istana sehingga si pembaca sengaja mengarah ke bagian
itu, namun Tuhan Sang Penyelenggaralah yang menuntunnya ke sana. Bahkan,
jika kita bisa mempercayai kepercayaan turun-temurun bangsa Yahudi
(seperti yang dikemukakan Uskup Patrick), ketika si pembaca membuka
kitab itu, halaman yang terbuka yaitu bagian tentang Mordekhai, namun ia
membaliknya ke halaman lain dan hendak membacakan bagian lain, namun
halamannya membalik kembali ke bagian yang sama pada saat ia
membukanya, sehingga ia terpaksa membacakan bagian tersebut.
Bagaimana perbuatan Mordekhai yang baik itu dicatat, telah kita baca dalam
pasal 2:23, dan dalam pasal 6 ini catatan tentang perbuatan tersebut
dijumpai.
IV. Raja menanyakan kehormatan dan kebesaran apakah yang dianugerahkan
kepada Mordekhai oleh sebab perkara itu, dengan menduga bahwa tindakan
baik itu belum diberi penghargaan, dan, seperti kepala juru minuman Firaun,
mengingatnya sebagai kesalahannya yang dahulu (Kej. 41:9). Perhatikanlah,
hukum berterima kasih yaitu hukum alam. Kita secara khusus harus
berterima kasih kepada orang-orang di bawah kita, dan tidak menganggap
semua pelayanan mereka sebagai utang yang harus dibayarkan kepada kita,
namun justru membuat kita berutang budi kepada mereka. Ada dua pedoman
berterima kasih yang dapat dipetik dari pertanyaan sang raja di sini:
1. Lebih baik menghormati dibandingkan tidak sama sekali. Bila kita tidak
dapat, atau tidak harus, membalas orang-orang yang telah berbuat baik
kepada kita, maka baiklah kita menunjukkan penghormatan kepada
mereka dengan menghargai kebaikan mereka dan mengakui bahwa kita
berutang budi pada mereka.
2. Lebih baik terlambat dibandingkan tidak sama sekali. Bila telah lama kita lalai
berterima kasih atas kebaikan-kebaikan yang telah diperbuat bagi kita,
hendaknya kita pada akhirnya ingat akan utang-utang kita itu.
V. Hamba-hamba raja itu memberi tahu dia bahwa kepada Mordekhai belum
diberikan apa-apa atas pelayanannya yang terpuji itu. Di pintu gerbang
istana ia duduk sebelumnya, dan di sana ia masih duduk. Perhatikanlah,
1. Sudah biasa bagi orang-orang besar untuk kurang memperhatikan
bawahan mereka. Sang raja tidak tahu apakah Mordekhai sudah dihargai
atau belum, hingga hamba-hambanya memberi tahu dia. Jiwa yang
angkuh berbangga bahwa ia tidak acuh dan tidak peduli terhadap orang-
orang di bawahnya, dan tidak tahu-menahu tentang keadaan mereka.
Tuhan yang besar memperhatikan hamba-hamba-Nya yang paling hina
sekalipun, mengetahui kehormatan apa dan cela apa saja yang diperbuat
terhadap mereka.
2. Kerendahan hati, kesederhanaan, dan penyangkalan diri, meskipun
merupakan hal yang sangat berharga di mata Tuhan , namun biasanya
menghalangi kenaikan kedudukan seseorang di dunia. Mordekhai tidak
naik ke tempat yang lebih tinggi dari pintu gerbang raja, sedang
Haman yang sombong dan berhasrat besar menjadi pejabat
mendapatkan telinga dan hati raja. Akan namun , meskipun orang yang
ingin berkuasa naik dengan cepat, namun orang yang rendah hati berdiri
teguh. Kehormatan membuat orang congkak terhuyung-huyung, namun
meninggikan orang yang rendah hati (Ams. 29:23, KJV).
3. Kehormatan dan martabat dinilai tinggi dalam kitab-kitab sang raja. Ia
tidak bertanya, “Imbalan apa yang sudah diberikan kepada Mordekhai?
Seberapa banyak uang? Seberapa besar harta benda?” melainkan hanya,
“kehormatan apa yang sudah diberikan kepadanya?” Suatu hal yang
remeh, dan hanya akan menjadi beban jika Mordekhai tidak mempunyai
sarana untuk mempertahankannya.
4. Jasa terbesar dan pelayanan terbaik sering kali terabaikan dan tidak
mendapat imbalan di antara manusia. Hanya sedikit penghormatan yang
diberikan kepada orang-orang yang justru paling layak
mendapatkannya, paling pantas untuknya, dan yang akan melakukan
kebaikan terbesar dengannya (lih. Pkh. 9:14-16). Perolehan kekayaan
dan kehormatan biasanya merupakan sesuatu yang benar-benar tidak
terduga, yang di dalamnya orang yang bertaruh paling sedikit biasanya
membawa pulang hadiah terbesar. Bahkan,
5. Pengabdian yang baik terkadang sama sekali tidak bisa membuat orang
naik pangkat, namun justru tidak akan dapat menjadi pelindungnya.
Mordekhai pada saat ini, berdasarkan titah raja, dihukum untuk binasa
bersama seluruh orang Yahudi, meski diakui bahwa ia patut beroleh
kehormatan. Barang siapa melayani Tuhan dengan setia tidak perlu takut
menerima balasan yang buruk seperti itu.
Kehormatan Dianugerahkan kepada Mordekhai
(6:4-11)
4 Maka bertanyalah raja: “Siapakah itu yang ada di pelataran?” Pada waktu itu Haman
baru datang di pelataran luar istana raja untuk memberitahukan kepada baginda, bahwa
ia hendak menyulakan Mordekhai pada tiang yang sudah didirikannya untuk dia. 5 Lalu
jawab para biduanda raja kepada baginda: “Itulah Haman, ia berdiri di pelataran.” Maka
titah raja: “Suruhlah dia masuk.” 6 Setelah Haman masuk, bertanyalah raja kepadanya:
“Apakah yang harus dilakukan kepada orang yang raja berkenan menghormatinya?” Kata
Haman dalam hatinya: “Kepada siapa lagi raja berkenan menganugerahkan kehormatan
lebih dari kepadaku?” 7 Oleh sebab itu jawab Haman kepada raja: “Mengenai orang yang
raja berkenan menghormatinya, 8 hendaklah diambil pakaian kerajaan yang biasa dipakai
oleh raja sendiri, dan lagi kuda yang biasa dikendarai oleh raja sendiri dan yang diberi
mahkota kerajaan di kepalanya, 9 dan hendaklah diserahkan pakaian dan kuda itu ke
tangan seorang dari antara para pembesar raja, orang-orang bangsawan, lalu hendaklah
pakaian itu dikenakan kepada orang yang raja berkenan menghormatinya, kemudian
hendaklah ia diarak dengan mengendarai kuda itu melalui lapangan kota sedang orang
berseru-seru di depannya: Beginilah dilakukan kepada orang yang raja berkenan
menghormatinya!” 10 Maka titah raja kepada Haman: “Segera ambillah pakaian dan kuda
itu, seperti yang kaukatakan itu, dan lakukanlah demikian kepada Mordekhai, orang
Yahudi, yang duduk di pintu gerbang istana. Sepatah kata pun janganlah kaulalaikan dari
pada segala yang kaukatakan itu.” 11 Lalu Haman mengambil pakaian dan kuda itu, dan
dikenakannya pakaian itu kepada Mordekhai, kemudian diaraknya Mordekhai melalui
lapangan kota itu, sedang ia menyerukan di depannya: “Beginilah dilakukan kepada orang
yang raja berkenan menghormatinya.”
Pagi pun tiba, dan orang-orang mulai bangkit bergerak.
I. Haman sudah begitu tidak sabar untuk menggantung Mordekhai, sehingga ia
datang pagi-pagi ke istana, siap disambut oleh sang raja, sebelum ada urusan
lain disampaikan kepada baginda. Haman hendak meminta surat perintah
untuk melaksanakan hukuman mati atas Mordekhai (ay. 4), yang ia yakin
akan didapatnya begitu ia memintanya. Sesuatu yang lebih besar dibandingkan
itu pun raja mau memberikannya. Dan Haman bisa berkata kepada baginda
bahwa ia begitu yakin akan keadilan dari permintaannya, dan akan
perkenanan raja terhadapnya dalam permintaan itu, sehingga tiang
gantungan itu sudah disiapkannya lebih dahulu. Satu kata saja dari sang raja
akan melengkapi kepuasannya.
II. Raja sudah begitu tidak sabar untuk memberi penghormatan bagi
Mordekhai, sehingga ia menyuruh orang untuk mencari tahu siapa di dalam
istana yang cocok ditugaskan untuk itu. Disampaikanlah kepada baginda
bahwa Haman ada di pelataran istana (ay. 5). Suruhlah dia masuk, kata raja,
dialah orang yang paling cocok untuk ditugaskan mengarahkan dan
menyampaikan perkenanan raja. Dan sang raja sendiri tidak tahu apa-apa
tentang perselisihan Haman dengan Mordekhai. Haman pun segera dibawa
masuk, dengan merasa bangga atas kehormatan yang diberikan kepadanya
sebab dipersilakan masuk ke dalam kamar tidur raja, sepanjang yang bisa
disaksikan, sebelum raja bangun dari tempat tidur. Sebab kalau raja sudah
memberi perintah untuk meninggikan martabat Mordekhai, maka
pikirannya pun akan tenang dan ia akan mencoba tidur. Sementara itu,
Haman berpikir bahwa dirinya mendapat kesempatan yang paling tepat
seperti yang bisa diharapkannya untuk mengajukan permintaan melawan
Mordekhai. namun raja pun mempunyai pikirannya sendiri, dan sudah
sepatutnya raja yang berbicara terlebih dahulu.
III. Raja bertanya kepada Haman bagaimana ia harus mengungkapkan
perkenanannya kepada seseorang yang telah ditandainya sebagai orang
kesayangannya: Apakah yang harus dilakukan kepada orang yang raja
berkenan menghormatinya? (ay. 6). Perhatikanlah, sungguh sifat yang baik
bagi para raja, dan para pemimpin lain, untuk bersuka dalam
menganugerahkan penghargaan, dan tidak bersuka dalam menghukum. Para
orangtua dan majikan harus bersuka dalam memuji dan mendorong hal-hal
yang baik pada orang-orang yang berada di bawah tanggung jawab mereka.
IV. Haman menarik kesimpulan bahwa dirinyalah orang kesayangan yang
dimaksud, dan sebab itu ia menentukan ungkapan-ungkapan
penghormatan tertinggi yang bisa dianugerahkan sekaligus kepada seorang
bawahan. Hatinya yang angkuh sedang berpikir saat ini, “Kepada siapa lagi
raja lebih berkenan memberi penghormatan selain kepadaku? Tiada yang
layak mendapatkannya selain aku,” pikir Haman, “tidak ada pula yang
mempunyai kemungkinan begitu besar untuk mendapatkannya.” Lihatlah
betapa kesombongan manusia memperdayai diri mereka sendiri.
1. Haman memandang jasanya lebih besar dibandingkan yang sebenarnya. Ia
berpikir bahwa tidak seorang pun layak dihormati seperti dirinya.
Sungguh bodoh bagi kita untuk menganggap diri kita sebagai satu-
satunya orang yang layak seperti itu, atau yang lebih layak dibandingkan
siapa pun. Tipu daya hati kita sendiri tidak tampak begitu jelas dalam
hal-hal lain selain dalam sifat kita yang besar kepala akan diri kita
sendiri dan perbuatan-perbuatan kita, dan sebab itu kita harus terus
berdoa dan berjaga-jaga terhadapnya.
2. Haman memandang pengaruhnya lebih besar dibandingkan yang
sesungguhnya. Ia menyangka raja hanya mengasihi dan menghargai
dirinya seorang, namun ia telah terperdaya. Kita harus beranggapan
bahwa penghargaan yang diucapkan orang lain bagi kita tidaklah
sebesar kelihatannya, atau tidaklah setara dengan apa yang terkadang
ingin kita percayai, supaya kita tidak memandang diri kita sendiri terlalu
tinggi dan tidak pula terlalu percaya kepada orang lain. Nah, Haman
mengira dirinya sedang mengukir penghormatan bagi dirinya sendiri,
dan sebab itu ia pun melakukannya dengan sangat muluk-muluk (ay. 8-
9). Bahkan, ia melakukannya dengan lancang, dengan menetapkan
penghormatan-penghormatan yang terlalu besar untuk diberikan
kepada seorang bawahan, bahwa orang itu harus dipakaikan jubah
kerajaan, mengenakan mahkota kerajaan, dan mengendarai kuda milik
raja sendiri. Singkatnya, ia harus tampil dalam segala kemegahan dan
keagungan raja sendiri, hanya saja dia tidak boleh membawa tongkat ke-
rajaan, yaitu lambang kekuasaan. Ia harus dilayani oleh seorang dari
antara para pembesar raja, yang harus menjadi bujangnya, dan seluruh
rakyat harus dibuat melihat dia dan memberi hormat kepadanya. Sebab
ia harus diarak mengendarai kuda di sepanjang jalan, dan orang harus
berseru-seru di depannya, untuk menghormati dia dan mendorong semua
orang agar mengejar perkenanan raja, “Beginilah dilakukan kepada
orang yang raja berkenan menghormatinya!” Maksud perkataan ini sama
seperti yang diserukan di hadapan Yusuf, “Hormat!” Sebab setiap warga
yang baik pasti menyegani orang yang dihormati raja dengan senang
hati. Jadi, bukankah seharusnya setiap orang Kristen yang baik
menghormati orang-orang yang dihormati oleh Raja segala raja dengan
senang hati, dan menyebut orang-orang kudus yang ada di tanah ini
sebagai orang-orang mulia?
974
V. Sang raja pun mengejutkan Haman dengan perintah yang tegas agar ia
sendiri segera pergi dan memberikan segala penghormatan itu kepada
Mordekhai si orang Yahudi (ay. 10). Seandainya raja berkata, seperti yang
diharapkan Haman, “Engkaulah orang itu,” sungguh suatu kesempatan yang
baik baginya untuk melaksanakan urusan yang menjadi maksud
kedatangannya, dan sekaligus meminta bahwa, untuk menyemarakkan
kemenangannya, Mordekhai musuh bebuyutannya harus digantung pada
saat yang sama! Namun, betapa Haman seperti disambar petir ketika raja
bukannya memerintahkan agar hal itu diperbuat terhadapnya, melainkan
agar ia sendiri yang melakukannya bagi Mordekhai orang Yahudi, orang
yang persis dibencinya melebihi semua manusia dan yang kehancurannya
sedang ia rencanakan sekarang! Kalau begini, percuma saja Haman berpikir
untuk mengubah pikiran baginda terhadap Mordekhai, sebab Mordekhai
yaitu orang yang raja berkenan menghormatinya. Salomo berkata, Hati
raja-raja tidak terduga (Ams. 25:3), namun bukan tidak bisa diubah.
VI. Haman tidak berani membantah, bahkan tidak pula ia tampak tidak senang
atas perintah raja. Akan namun , dengan segala penyesalan dan keengganan
yang tak terbayangkan, ia pun membawa perintah itu kepada Mordekhai.
Sementara Mordekhai sendiri, saya duga, tidak membungkuk-bungkuk
terhadap Haman sama seperti sebelumnya. Ia tidak menghargai
penghormatan Haman yang palsu, sama seperti ia tidak menghargai
kebenciannya yang ditutup-tutupi. Pakaian kebesaran pun dibawa, dikena-
kan kepada Mordekhai, lalu ia diarak mengendarai kuda berkeliling kota,
dengan diakui sebagai orang yang diperkenan raja (ay. 11). Sulit dikatakan
siapa di antara mereka yang lebih keras memaksakan diri: Haman yang
sombong dalam memberikan penghormatan ini kepada Mordekhai, atau
Mordekhai yang rendah hati dalam menerima penghormatan itu. namun raja
memerintahkannya demikian, dan mereka berdua harus tunduk. Berdasar-
kan penjelasan ini, penghormatan tersebut diterima baik oleh Mordekhai,
sebab penghormatan itu merupakan tanda perkenanan raja, dan
memberikan harapan bahwa Ester akan berhasil membatalkan titah raja
melawan orang Yahudi.
Haman Terpuruk
(6:12-14)
12 Kemudian kembalilah Mordekhai ke pintu gerbang istana raja, namun Haman bergesa-
gesa pulang ke rumahnya dengan sedih hatinya dan berselubung kepalanya. 13 Dan
Kitab Ester 6:4-11
975
Haman menceritakan kepada Zeresh, isterinya, dan kepada semua sahabatnya apa yang
dialaminya. Maka kata para orang arif bijaksana dan Zeresh, isterinya, kepadanya:
“Jikalau Mordekhai, yang di depannya engkau sudah mulai jatuh, yaitu keturunan
Yahudi, maka engkau tidak akan sanggup melawan dia, malahan engkau akan jatuh
benar-benar di depannya.” 14 Selagi mereka itu bercakap-cakap dengan dia, datanglah
sida-sida raja, lalu mengantarkan Haman dengan segera ke perjamuan yang diadakan
oleh Ester.
Dalam perikop ini kita dapat mengamati,
I. Betapa Mordekhai tidak membusungkan dada sebab pengangkatan
kedudukannya. Ia kembali ke pintu gerbang istana raja (ay. 12). Ia segera
kembali ke tempat tugasnya, dan mengerjakan pekerjaannya dengan penuh
perhatian sama seperti sebelumnya. Kehormatan paling tepat diberikan
kepada orang-orang yang tidak menjadi pongah dan malas setelah
menerimanya, dan yang tidak akan akan menganggap diri mereka terlalu
tinggi untuk melakukan pekerjaannya.
II. Betapa terpuruknya Haman oleh sebab kekecewaannya. Ia tidak sanggup
menanggungnya. Melayani seseorang, terutama Mordekhai, apalagi pada
saat seperti sekarang ini, ketika ia sedang berharap melihatnya digantung,
sudah cukup untuk meremukkan hati yang congkak seperti Haman. Ia
bergesa-gesa pulang ke rumahnya dengan sedih hatinya dan berselubung
kepalanya, seperti orang yang memandang dirinya sudah tenggelam dan bisa
dibilang terkutuk. Celaka apa yang telah menimpanya sebab membungkuk
seperti itu kepada Mordekhai? Adakah ia merugi sebab nya? Bukankah dia
sendiri yang mengusulkan agar penghormatan itu dilakukan terhadap
seorang dari antara para pembesar raja? Lantas, mengapa ia sendiri
menggerutu untuk melakukannya? namun apa yang bisa menghancurkan
hati orang sombong tidak akan bisa mengusik tidurnya orang yang rendah
hati.
III. Bagaimana hukuman Haman, berdasarkan peristiwa tersebut, dibacakan
kepadanya oleh istri dan kawan-kawannya: “Jika benar bahwa Mordekhai,
seperti yang mereka katakan, yaitu keturunan Yahudi, yang di depannya
engkau sudah mulai jatuh, meski hanya dalam hal kehormatan, maka jangan
harap engkau akan sanggup melawan dia, malahan engkau akan jatuh benar-
benar di depannya” (ay. 13). Sungguh penghibur sialan mereka semua.
Mereka tidak menasihati Haman untuk bertobat dan meminta ampun
kepada Mordekhai atas rencana jahatnya terhadap dia, namun malah
meramalkan nasib dirinya yang secara tak terelakkan akan binasa. Ada dua
hal yang sudah dapat mereka lihat:
976
1. Bahwa Haman akan gagal dalam upayanya melawan orang Yahudi:
“Engkau tidak akan sanggup untuk memunahkan bangsa itu. Sorga jelas-
jelas berperang melawan engkau.”
2. Bahwa Haman sendiri akan dihancurkan: “Engkau akan jatuh benar-
benar di depannya.” Pertarungan antara Mikhael dan si naga tidak akan
berakhir sebagai pertempuran seri. Tidak, Haman pasti jatuh di depan
Mordekhai. Dua hal yang menjadi dasar ramalan mereka:
(1) Mordekhai ini yaitu keturunan Yahudi. Orang-orang Yahudi yang
lemah, begitu kadang-kadang para musuh mereka menyebut mereka,
namun adakalanya para musuh ternyata mendapati mereka sebagai
orang-orang Yahudi yang tangguh. Mereka yaitu keturunan yang
kudus, keturunan yang senantiasa berdoa, yang mengikat kovenan
dengan Tuhan , dan keturunan yang telah diberkati Tuhan selama ini,
dan sebab itu Ia tidak akan membiarkan musuh-musuh mereka
menang atas mereka.
(2) Haman sudah mulai jatuh, dan sebab itu tentulah ia akan kandas.
Berdasarkan pengalaman, apabila orang-orang yang menjadi
kesayangan di istana tidak lagi disenangi, maka mereka sudah
runtuh sepenuhnya, secepat mereka dulu naik. Berkenaan dengan
musuh-musuh jemaat, sungguh benar bahwa apabila Tuhan sudah
mulai beperkara dengan mereka, maka Dia akan menghabisi mereka.
Adapun Tuhan , jalan-Nya sempurna.
IV. Betapa Haman diantar dengan tepat waktu ke perjamuan yang telah
dipersiapkan oleh Ester (ay. 14). Haman menyangka bahwa itu waktu yang
tepat, dengan harapan perjamuan itu akan membangkitkan kembali
semangatnya yang terkulai dan menyelamatkan kehormatannya yang
tenggelam. Namun, sesungguhnya itu memang waktu yang tepat sebab , saat
jiwa Haman remuk akibat kekecewaan yang pahit tadi, ia dengan lebih
mudah dapat digilas oleh keluhan Ester melawan dirinya. Hikmat Tuhan
tampak dalam mengatur waktu bagi sarana-sarana yang akan dipakai untuk
melepaskan jemaat-Nya, dengan cara yang begitu rupa hingga kemuliaan-
Nya pun dinyatakan.
PASAL 7
ita sekarang hendak menghadiri perjamuan anggur kedua yang ke
dalamnya raja dan Haman diundang. Dan di sana,
I. Ester menyampaikan permohonannya kepada raja untuk meluputkan
nyawanya dan nyawa bangsanya (ay. 1-4).
II. Ester dengan terus terang memberi tahu raja bahwa Haman yaitu
orang yang telah merancangkan kehancurannya dan kehancuran
semua temannya (ay. 5-6).
III. Raja pun memberi perintah untuk menggantung Haman di atas tiang
yang telah dipersiapkannya sendiri bagi Mordekhai, yang kemudian
dilakukan sebagaimana mestinya (ay. 7-10). Dan dengan demikian,
melalui kehancuran si pembuat rencana, sebuah langkah baik diambil
untuk menggagalkan rencananya.
Haman Diadukan oleh Ester
(7:1-6)
1 Datanglah raja dengan Haman untuk dijamu oleh Ester, sang ratu. 2 Pada hari yang
kedua itu, sementara minum anggur, bertanyalah pula raja kepada Ester: “Apakah
permintaanmu, hai ratu Ester? Niscaya akan dikabulkan. Dan apakah keinginanmu?
Sampai setengah kerajaan sekalipun akan dipenuhi.” 3 Maka jawab Ester, sang ratu: “Ya
raja, jikalau hamba mendapat kasih raja dan jikalau baik pada pemandangan raja,
karuniakanlah kiranya kepada hamba nyawa hamba atas permintaan hamba, dan bangsa
hamba atas keinginan hamba. 4 sebab kami, hamba serta bangsa hamba, telah terjual un-
tuk dipunahkan, dibunuh dan dibinasakan. Jikalau seandainya kami hanya dijual sebagai
budak laki-laki dan wanita , niscaya hamba akan berdiam diri, namun malapetaka ini
tiada taranya di antara bencana yang menimpa raja.” 5 Maka bertanyalah raja Ahasyweros
kepada Ester, sang ratu: “Siapakah orang itu dan di manakah dia yang hatinya
mengandung niat akan berbuat demikian?” 6 Lalu jawab Ester: “Penganiaya dan musuh
itu, ialah Haman, orang jahat ini!" Maka Haman pun sangatlah ketakutan di hadapan raja
dan ratu.
K
980
Raja yang sedang gembira, dan Haman yang sedang gelisah, bertemu di meja
perjamuan Ester. Sekarang,
I. Sang raja mendesak Ester, untuk ketiga kalinya, untuk memberi tahu dia apa
gerangan permintaannya, sebab dia sangat ingin tahu, dan ia pun
mengulangi janjinya bahwa permintaan itu akan dikabulkan (ay. 2).
Seandainya sang raja sekarang lupa bahwa Ester mempunyai keperluan
dengannya, dan tidak menanyakan lagi apa keperluan itu, pasti Ester tidak
tahu bagaimana menyampaikan kembali keperluannya. namun sang raja
ingat akan hal itu, dan sekarang terikat oleh janji yang dibuat sebanyak tiga
kali untuk menuruti permintaan Ester.
II. Ester, pada akhirnya, mengejutkan sang raja dengan sebuah permohonan,
bukan akan kekayaan atau kehormatan, atau kenaikan pangkat bagi
beberapa temannya, yang telah disangka oleh raja, melainkan untuk
meluputkan dirinya dan orang-orang sebangsanya dari kematian dan
kehancuran (ay. 3-4).
1. Bahkan seorang asing, seorang penjahat, akan diizinkan untuk memohon
supaya nyawanya diluputkan. namun seorang sahabat, seorang istri,
sampai mempunyai keperluan untuk menyampaikan permohonan yang
demikian sungguh membuat hati sangat terenyuh: Karuniakanlah
kiranya kepada hamba nyawa hamba atas permintaan hamba, dan
bangsa hamba atas keinginan hamba. Dua hal menunjukkan bahwa
nyawa yaitu hal yang sangat berharga, dan layak untuk diselamatkan,
jika tidak bersalah, bagaimanapun caranya:
(1) Keagungan. Jika yang menjadi sasaran yaitu kepala seorang yang
bermahkota, maka inilah saatnya untuk bergerak. Demikianlah
halnya dengan Ester: “Karuniakanlah kiranya kepada hamba nyawa
hamba atas permintaan hamba. Apabila engkau benar-benar
mengasihi istrimu sendiri, sekaranglah saatnya untuk
menunjukkannya. Sebab nyawa istrimulah yang sedang
dipertaruhkan.”
(2) Banyaknya jumlah orang. Jika ada banyak nyawa, sangat banyak, dan
nyawa-nyawa yang diincar itu tidak boleh dikorbankan, maka
janganlah lagi membuang-buang waktu atau segan-segan
mengerahkan tenaga untuk mencegah kejahatan itu. “Yang
keselamatan nyawanya sedang kumohonkan sekarang ini bukanlah
Kitab Ester 7:1-6
981
satu atau dua orang teman, melainkan bangsa hamba, seluruh
bangsa, dan sebuah bangsa yang kusayangi.”
2. Untu