teologi kristen 2

Kamis, 30 Januari 2025

teologi kristen 2



 ibadi Yesus yang unik 

ini merupakan suatu misteri dari Tuhan. 

       Yesus melakukan perbuatan-perbuatan spektakuler dan menakjubkan, seperti: 

menyembuhkan, membangkitkan orang dari kematian, mengusir roh-roh jahat, 

dan lain-lain, sebagai bukti kasih-Nya. Namun, wujud kasih-Nya yang paling 

besar yaitu  penderitaan dan kematian-Nya. Pengorbanan Yesus membuktikan 

bahwa Tuhan tidak hanya mengasihi dunia, tetapi Ia yaitu  kasih yang sejati. 

Karenanya, dikatakan: “Tidak ada kasih yang lebih besar dari kasih yang 

memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatNya” (Yohanes 15: 13). 

       Implikasi dari Yesus sebagai Penyelamat yaitu  bahwa karya keselamatan itu 

ditunjukkan kepada dunia seantero. Kehidupan religius, termasuk kehidupan 

Kristiani bukanlah manifestasi dari upaya manusia untuk menyuap Tuhan karena 

didorong oleh ketakutan akan Tuhan. Namun, sebagai ungkapan syukur dan 

didorong oleh motivasi kasih sebagai respons terhadap kasih Tuhan. Tuhan 

bukanlah kuasa yang memaksa, tetapi kasih yang persuasif. Itulah sebabnya, inti 

dari kepercayaan Kristen yaitu  kasih, baik kasih kepada Tuhan melalui kasih 

kepada sesama maupun kasih bagi ciptaan lainnya. 

 

      3.3. Tuhan sebagai Pembaharu dalam Roh Kudus 

       Kata Ibrani untuk Roh ialah Ruach dan dalam bahasa Yunani disebut 

Pneuma. Kedua istilah ini menunjuk pada: 

(a)   Gerakan udara yang disebabkan oleh nafas (Mazmur 33: 6; 135: 17; Yesaya 

11: 14;  Gerakan udara yang disebabkan oleh angin. Jadi, Ruach dan 

Pneuma diartikan dengan angin sepoi-sepoi, angin kencang, angin ribut, 

angin badai, angin tofan, dan lain-lain (Kejadian 3: 8; Keluaran 15: 8, 10; 

Mazmur 55: 9, 78: 39;Yesaya 32: 2, 41: 16, 57: 13; Yeremia 13: 24). 

 

(b)   Tuhan  sebagai Ruach (Roh). Roh yang memberi daya hidup dari sifat Ilahi. 

Jadi, Tuhan  Pada Perjanjian Baru (PB), Pneuma memiliki kesamaan arti 

dengan Ruach yaitu nafas, angin (Yohanes 3: 6; 20: 22; Kisah Para Rasul 2: 

2-4), nyawa dan prinsip hidup (Lukas 1: 46-47; 23: 46; Kisah Para Rasul 5: 

5, 17: 16). 

27 

 

(c)   Roh juga mempunyai pengertian antropologi dengan menunjuk pada salah 

satu dimensi manusia, yakni dimensi batiniah yang tidak kelihatan (I 

Korintus 5: 3-5; II Korintus 7: 1; Kolose 2: 5. Jadi, Roh itu berbeda dengan 

badan (soma). 

 

(d)   Roh juga dapat diartikan dengan jiwa atau psykhe (I Tesalonika 5: 23; Filipi 

1: 27; Ibrani 4: 12). 

 

(e)   Roh juga mempunyai arti psikologi, yaitu sebagai tempat aktivitas kejiwaan, 

pengetahuan, pikiran, sikap, dan lain-lain (Markus 2: 8; 8: 12). 

 

(f)    Pada falsafah Yunani, terutama di dalam kelompok stoa, Roh dianggap saleh 

sebagai pancaran dari yang Ilahi atau transenden. Roh terpancar dari yang 

Ilahi dan Roh juga disebut Ilahi. 

 

(g)    Pada falsafah Yahudi, Roh tidak dipahami sebagai bagian dari jasmaniah. Ia 

tidak dipertentangkan dengan materi, tetapi dengan daging (bazar). Daging 

yaitu  segala sesuatu yang bersifat sementara, lemah, insani, tetapi Roh 

yaitu  yang Ilahi dan bersifat kekal (abadi). 

 

       Berdasarkan kesaksian Perjanjian Lama, kita dapat mencatat karya-karya Roh 

Kudus, sebagai berikut: 

       Pertama, Roh Kudus berkarya menyanggupi orang-orang yang dipanggil dan 

diutus oleh Tuhan  untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu. Berbagai cerita dalam 

Perjanjian Lama memberikan kesaksian kepada kita bahwa Roh Kudus diberikan 

oleh Tuhan  untuk memampukan para pemimpin dalam pelaksanaan tugasnya. Hal 

ini terungkap dalam kepemimpinan Musa. Pada kitab Keluaran 31: 3 dikatakan 

bahwa Musa berhasil mengeluarkan orang-orang Israel keluar dari Mesir, tanah 

perbudakan karena Tuhan  yang memimpin Musa melalui Roh-Nya.  

       Selain itu, Kitab Hakim-hakim 3:10; 6: 34 memberikan keterangan bahwa 

Roh Tuhan  melengkapi dan memampukan Otniel dan Gideon untuk menjadi 

pemimpin. Sebelumnya, mereka berdua tidak memiliki bakat alamiah untuk 

menjadi seorang pemimpin. Mereka menjadi orang bijaksana dalam pengambilan 

keputusan, dan berhasil mengalahkan musuh-musuh karena Roh Tuhan .  

       Selanjutnya, Kitab Hakim-hakim 14: 6, 19; 15: 14 menyaksikan pula bahwa 

Simon mampu melakukan peristiwa-peristiwa luar biasa karena ia dikuasai oleh 

28 

 

Roh Tuhan . Pada zaman raja-raja, kita juga menyaksikan hal serupa. Raja Saul dan 

Daud, misalnya, berhasil memenangkan berbagai peperangan melawan musuh 

karena Roh Tuhan  memberikan kekuatan kepada mereka untuk berperang. 

       Namun demikian, dalam Perjanjian Lama disaksikan pula bahwa Roh Tuhan  

dapat ditarik dari para pemimpin umat, bila mereka tidak setia kepada Tuhan , Sang 

Pemberi Roh itu. Misalnya: cerita tentang Simson. Dikatakan bahwa karena 

Simson membiarkan dirinya jatuh dalam bujukan istrinya, Delila. Tuhan  menarik 

kembali Roh-Nya dari padanya, sehingga ia gagal melaksanakan tugasnya sebagai 

hakim (Hakim-hakim 13: 5).       

       Demikian pula cerita tentang Saul. Dikisahkan, Saul tidak setia kepada Tuhan  

dan melakukan hal-hal yang jahat di hadapan Tuhan , Roh Tuhan  ditarik dari 

padanya, sehingga ia gagal dalam kepemimpinannya sebagai raja di Israel (I 

Samuel 15: 26; 16: 14). Bahkan, dalam kitab I Samuel 18: 6 dikatakan bahwa Saul 

kerasukan roh jahat, sehingga kejahatannya bermuara pada praktik animisme (I 

Samuel 28: 1 dan seterusnya).  

       Jadi, bila Roh Tuhan  ditarik dari seseorang, tugasnya menjadi hampa, tanpa 

makna. Walaupun begitu, Tuhan  akan mengembalikan Roh-Nya, apabila para 

pemimpin mengakui kesalahannya dan bertobat. Daud, misalnya, karena 

menyadari dosanya, Tuhan  mengampuni dan Roh Tuhan  kembali menguasai 

hidupnya. Daud, melalui doanya, mengakui semua kesalahannya di hadapan Tuhan  

(Mazmur 51: 11). 

       Kedua, Roh Tuhan  juga berkarya untuk menguasai kehidupan umat yang setia 

kepada-Nya. Disaksikan dalam kitab Hagai 2: 5 bahwa Tuhan  menyertai seluruh 

bangsa Israel, tetapi penyertaan itu menuntut ketaatan yang mutlak kepada Tuhan . 

Kasih Tuhan  akan diberikan melalui Roh-Nya, apabila Israel setia memberlakukan 

hukum-hukum Tuhan . Hal yang sama kita temukan pula dalam Nehemia 9:20, 

dimana Nehemia memanjatkan permohonan kepada Tuhan  untuk memberikan 

Roh-Nya kepada para pemimpin umat, agar mereka dapat mengajarkan jalan 

Tuhan  kepada umat. Permohonan ini dikabulkan, bila umat Israel setia kepada 

Tuhan , sebaliknya ditolak, bila umat Israel menunjukkan ketidak-setiaannya. 

       Ketiga, Roh Tuhan  juga berkarya dalam rangka mempersiapkan manusia 

melaksanakan tugas-tugas tertentu. Menurut kesaksian PL, sebelum seorang 

29 

 

pemimpin melaksanakan tugasnya, terlebih dahulu disiapkan oleh Roh Tuhan  

karena tugas itu berasal dari Tuhan . Biasanya, para nabi diutus oleh Tuhan  sebagai 

utusan untuk menegur dan memberi petunjuk kepada para pemimpin (raja). Untuk 

maksud itu, apabila seorang raja tidak mendengar suara nabi, ia akan gagal dalam 

kepemimpinannya. Sebaliknya, apa bila seorang raja mendengar apa yang 

disampaikan oleh nabi, raja itu akan berhasil dalam kepemimpinannya.  

       Keempat, Roh Kudus juga berkarya dalam pemeliharaan terhadap manusia 

dan seluruh ciptaan (Mazmur 104: 29-30). 

       Kelima, Roh Kudus juga berkarya untuk menghidupkan manusia. Pekerjaan 

ini diungkapkan dalam Kejadian 6: 3, “RohKu tidak akan selama-lamanya tinggal 

di dalam manusia”. Ungkapan ini mirip dengan Ayub 27: 3, “Roh Tuhan  masih di 

dalam lubang hidungku”. Bahkan dalam Ayub 32: 8 dan 33: 4 dikatakan bahwa 

nafas (ruach) Yang Maha Kuasa ada di dalam manusia. 

       Keenam, Roh Tuhan  juga berkarya untuk menganugerahkan keterampilan, 

akal budi dan seni kepada manusia (Keluaran 35: 31-35). 

       Selanjutnya, dikemukakan pula karya-karya Roh Kudus dalam Perjanjian 

Baru (PB), sebagai berikut: 

       Pertama, Roh Kudus berkarya pada kelahiran Yohanes Pembaptis. 

Berdasarkan Injil Lukas 1: 5-25 dapat dikatakan bahwa kelahiran Yohanes 

Pembaptis yaitu  bukti karya Roh Kudus terhadap pergumulan Zakaria dan 

Elisabeth, orang tuanya. Dikatakan, Yohanes Pembaptis akan menjadi besar di 

hadapan Tuhan, Ia tidak akan minum anggur atau minuman keras lainnya, tetapi 

akan penuh dengan Roh Kudus, semenjak ia berada dalam rahim ibunya (Lukas 1: 

15, 41, 67). 

       Kedua, Roh Kudus juga berkarya pada peristiwa kelahiran Yesus. 

Pemberitahuan malaikat Gabriel kepada Maria bahwa ia akan melahirkan seorang 

anak laki-laki dan akan diberi nama: Yesus, menimbulkan ketidak-percayaan. 

Alasannya, Maria belum bersuami (Lukas 1: 34) dan Yusuf tidak bersetubuh 

dengan Maria (Matius 1: 25). Namun, hal ini merupakan rencana Tuhan . Maria 

telah melahirkan seorang anak laki-laki, Yesus, nama-Nya, yang dikandung oleh 

Roh Kudus.  

30 

 

       Jadi, dengan mengatakan bahwa Yesus dikandung oleh Roh Kudus, itu berarti 

seluruh misi dan inkarnasi Yesus diarahkan oleh Roh Kudus. Dengan peristiwa 

kelahiran-Nya, terungkap kemanusiaan dan ke-Tuhan -an Yesus. Keduanya 

menyatu dan bersatu padu. Yesus disebut Anak Manusia karena lahir dari seorang 

manusia (Maria) dan Anak Tuhan  karena dikandung oleh Roh Kudus. 

       Ketiga, Roh Kudus juga berkarya pada peristiwa pembaptisan Yesus oleh 

Yohanes Pembaptis. Para penginjil mencatat bahwa pada saat Yesus dibaptis, 

terjadi peristiwa turunnya Roh Kudus seperti seekor burung merpati (Matius 3: 

16-17; Markus 1: 10-11; Lukas 3: 21-22; Yohanes 1: 32-34). Para penginjil juga 

sepakat bahwa Roh Kudus itu tidak identik dengan burung merpati. Penginjil 

Lukas mengatakan bahwa turunnya Roh itu “dalam rupa burung merpati”.  

       Para penginjil, nampaknya sepakat untuk menekankan objektivitas dari 

peristiwa yang dimaksud, artinya bahwa peristiwa itu benar-benar terjadi. 

Selanjutnya, terdengar ungkapan: “Kepada-Nya Aku berkenan”, menunjukkan 

bahwa turunnya Roh Kudus merupakan tanda kelihatan bahwa Tuhan  menerima 

dan berkenan atas Sang Anak dalam pelayanan yang akan dimulai-Nya. 

       Pada peristiwa pelayanan Yesus, dapat dicatat 5 (lima) hal yang menjadi 

karya Roh Kudus, yakni: 

(a)   Yesus diurapi oleh Roh Kudus untuk melaksanakan tugasNya sebagai Mesias 

(Lukas 4: 18, band. Kisah Para Rasul 10: 38). Dengan kuasa Roh Kudus, 

Yesus dimampukan untuk menyelesaikan karya penyelamatan Tuhan  bagi 

dunia. Dengan kata lain, Yesus tidak dapat melaksanakan tugas, bila tidak 

menerima kuasa Roh Kudus. Yesus diurapi dalam 3 (tiga) jabatan yang 

menunjuk pada dimensi pelayanan-Nya yang sempurna, paripurna. Pada 

jabatan Raja, Yesus yaitu  Raja di atas segala raja. Ia memerintah segala 

kerajaan dan kerajaan-Nya kekal. Kekuasaan-Nya meluas, tidak sempit dan 

terbatas pada kerajaan tertentu, seperti raja-raja dalam PL; Sebagai Imam, Ia 

tidak hanya bertugas dalam Bait Tuhan  saja. Lebih dari itu, Ia yaitu  Imam 

Agung yang telah mati di kayu salib. Sebagai Nabi, Ia yaitu  utusan Tuhan  

yang hadir di dunia untuk memberitakan kabar sukacita. 

31 

 

(b)  Yesus dimateraikan dengan Roh Kudus, menunjuk bahwa Ia berasal dari 

Tuhan  dan Anak Tuhan  yang diurapi untuk melaksanakan karya penyelamatan 

Tuhan  bagi manusia. 

 

(c) Roh Kudus tinggal dan berkarya dalam diri Yesus. Hal ini dikatakan oleh 

Yesus mengenai diri-Nya sendiri. Ketika Ia berbicara tentang perombakan 

Bait Tuhan . “Rombak Bait Tuhan  ini, dan dalam tiga hari Aku akan 

mendirikannya kembali” (Yohanes 2: 9). Bait Tuhan  yang dimaksudkan di 

sini yaitu  Tubuh Yesus sebagai tempat bertakhtanya Roh Kudus. 

Selanjutnya, Bait Tuhan  itu ditujukkan kepada pribadi-pribadi orang percaya. 

 

(d) Pada pribadi dan pelayanan Yesus ada buah-buah Roh: kasih, sukacita, 

damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemah-

lembutan, penguasaan diri (Galatia 5: 22-23). Buah-buah Roh dimaksud 

merupakan ciri khas dari kehidupan Yesus. Ia selalu melakukan kebaikan 

dan menentang perbuatan jahat. 

(e) Oleh karena karya Roh Kudus, Yesus mempersembahkan hidup-Nya 

menjadi korban tebusan bagi manusia (Ibrani 9: 14). 

 

       Keempat, Roh Kudus juga berkarya pada peristiwa kebangkitan Yesus. 

Menurut Paulus, Roh Kuduslah yang membangkitkan Yesus dari kematian (Roma 

1: 4 dan 8: 11). Kebangkitan menunjukkan bahwa Yesus yaitu  Anak Tuhan . 

Kematian-Nya tidak mengakibatkan Yesus berlalu dalam pentas dunia. Setelah 

Yesus mati, pada hari yang ketiga, dibangkitkan dari kematian-Nya. 

       Kelima, Roh Kudus juga berkarya melalui peristiwa pentakosta. 

Yesus, sebelum berpisah dengan para murid, menjanjikan turunnya Roh Kudus. 

Janji ini bukan suatu kebohongan belaka, tetapi digenapi pada peristiwa 

pentakosta. Ada beberapa bukti yang dapat disebutkan, antara lain: 

(a)  Sebelum kebangkitan Kristus, para murid belum memiliki kuasa untuk 

melaksanakan tugas. Mereka merasa takut dan berkumpul di suatu ruangan 

yang tertutup untuk merenungkan nasib mereka dan merasa kuatir mengenai 

apa yang bakal terjadi, seandainya Yesus tidak bangkit. Pada suasana 

ketakutan dan kecemasan (kuatir) itu, Yesus hadir dan menyatakan diri 

kepada para murid bahwa Ia telah bangkit. Dengan kebangkitan itu, Ia akan 

32 

 

memberikan Roh Kudus agar para murid mendapat kekuatan, keberanian 

dan kuasa untuk menjadi saksi (Yohanes 14: 16-17; 16: 8, 13).  

 

(b)   Roh Kudus belum diberikan sebelum Yesus dipermuliakan (Yohanes 7: 39). 

Dengan kebangkitan, Ia berhak menerima kemuliaan Tuhan . Tuhan  

memuliakan Yesus karena Ia menang melalui kebangkitan-Nya (Kisah Para 

Rasul 2: 33). 

 

(c)  Setelah kebangkitan, Yesus naik ke surga, masuk dalam kemuliaan Tuhan  

Bapa dan dari sana Ia mengirim Roh Kudus sebagai bukti penyertaan bagi 

para murid agar mereka dapat melanjutkan misi-Nya (Yohanes 16: 7). 

 

(d)  Yesus, sebelum naik ke sorga, melarang para murid untuk meninggalkan 

Yerusalem, sebelum mereka menerima janji pemberian Roh Kudus. Setelah 

10 hari yaitu genap 50 hari sesudah kebangkitan-Nya, janji pemberian Roh 

Kudus digenapi. Pemenuhan para murid dengan Roh Kudus merupakan 

tanda kesiapan melaksanakan misi Yesus. 

 

(e)  Keutuhan suatu persekutuan merupakan wujud kehadiran Kristus. 

Karenanya, jemaat mesti mewujudkan suatu persekutuan yang utuh (Efesus 

4: 16). 

 

(f)   Keberhasilan para murid untuk mendirikan suatu jemaat atau persekutuan          

Kristen merupakan karya Roh Kudus. Tanpa Roh Kudus, para murid tidak 

mampu melaksanakan tugas dengan baik. 

 

       Keenam, Roh Kudus juga berkarya sesudah peristiwa pentakosta. 

Sesudah peristiwa pentakosta, Roh Kudus memberi kuasa kepada semua orang 

percaya untuk melaksanakan tugas pekabaran Injil. Diantaranya, Barnabas 

dipenuhi oleh Roh Kudus, sehingga ia mampu mengantar banyak orang kepada 

pertobatan (Kisah Para Rasul 11: 24); Atas kuasa Roh Kudus, Paulus dapat 

menguasai seorang tukang sihir yang bernama: Elymas (Kisah Para Rasul 3: 9); 

Rasul-rasul memiliki pembantu-pembantu untuk melaksanakan tugas pelayanan 

karena kuasa Roh Kudus (Kisah Para Rasul 6: 3); Rasul Petrus tanpa rasa takut 

berbicara di tengah-tengah orang banyak, termasuk tua-tua, ahli-ahli Taurat, 

orang-orang Farisi dan saduki karena Roh Kudus memimpinnya. Ia berani 

33 

 

menegur orang-orang Yahudi atas berbagai kesalahan mereka dan mengarahkan 

pada jalan Kristus (Kisah Para Rasul 4: 8).  

       Selain itu, Roh Kudus juga berkarya sesudah pentakosta juga terlihat dari 

karunia-karunia Roh yang diberikan oleh Tuhan  kepada jemaat-jemaat untuk 

membangun tubuh Kristus. Karunia-karunia itu berupa karunia untuk: berkata-

kata dalam hikmat, berpengetahuan, beriman, menyembuhkan, melakukan 

mujizat, bernubuat, membedakan bahasa roh, berbahasa lidah, menjadi rasul, 

mengajar, sebagai nabi, memimpin, untuk melayani (I Korintus 12: 8, 9, 10, 28); 

karunia sebagai pemberita Injil, karunia sebagai gembala (Efesus 4: 11); karunia 

untuk menasihati, memberi pimpinan dan karunia untuk menunjukkan kemurahan 

(Roma 12: 8).  

       Ketujuh, Roh Kudus juga berkarya dalam doa orang-orang percaya. 

Tuhan  yaitu  Roh, karenanya, manusia harus menyembah Tuhan  dalam Roh dan 

kebenaran (Yohanes 4: 24). Salah satu bentuk penyembahan manusia kepada 

Tuhan  dilakukan melalui doa. Berdoa dengan Roh berarti Roh yang mengajarkan 

manusia untuk berdoa. Roh Kudus-lah yang menggerakkan orang-orang percaya 

pada saat berdoa (Roma 8: 26-27). Sikap yang diminta dalam berdoa yaitu  

keyakinan dan kepasrahan kepada kehendak Tuhan . Dengan begitu, Tuhan  akan 

menjawab setiap doa yang dinaikkan kepada-Nya (I Yohanes 5: 14). 

       Kedelapan, Roh Kudus juga berkarya dalam ibadah orang-orang percaya. 

Pada Filipi 3: 3, Paulus mengemukakan bahwa ibadah tidak boleh dipahami 

secara lahiriah, tetapi secara rohani. Maksudnya, ibadah harus dimengerti sebagai 

suatu tindakan Roh Kudus dalam kehidupan orang-orang percaya untuk 

merespons kasih Tuhan  yang menyelamatkan. Roh Kuduslah menggerakkan  hati 

orang-orang percaya untuk beribadah kepada Tuhan. Karenanya, seluruh bentuk 

ibadah yang dilakukan harus didasarkan pada kepemimpinan Roh Kudus, sebab 

Tuhan  yaitu  Roh (I Yohanes 4: 2). 

       Kesembilan, Roh Kudus juga berkarya membimbing seseorang, seperti cerita 

tentang perjumpaan malaikat dengan sida-sida dari Etopia dalam Kisah Para Rasul 

8. Walaupun Penginjil Lukas mencatat bahwa seorang malaikat Tuhan 

mengarahkan Filipus untuk meninggalkan Samaria menuju ke arah Gaza (Kisah 

34 

 

Para Rasul 8: 26), tetapi Roh Kudus-lah yang memimpin langkah Filipus untuk 

mendekati orang Etiopia itu (Kisah Para Rasul 8: 29). 

       Kesepuluh, Roh Kudus juga berkarya dalam peristiwa pertobatan Saulus dari 

Tarsus. Roh Kudus-lah yang telah menyadarkan dirinya terhadap penghambatan 

yang dilakukan bagi orang-orang Kristen dan misi Yesus. Dengan kerja Roh 

Kudus, Saulus bertobat dan percaya kepada Yesus (Kisah Para Rasul 9: 17). 

Peristiwa pertobatan Kornelius juga merupakan karya Roh Kudus. Roh Kudus-lah 

yang mengukuhkan bagi Kornelius dan seisi rumahnya pengampunan dosa oleh 

karena nama Kristus (Kisah Para Rasul 10: 43). Ketika Petrus melaporkan 

peristiwa-peristiwa yang membawa kepada pertobatan Kornelius, ia menyebut 

pimpinan Roh (Kisah Para Rasul 11: 12). 

   Kesebelas, Roh Kudus juga berkarya dalam nubuatan-nubuatan. Pada Kisah 

Para Rasul 11: 28 dikatakan bahwa Agabus oleh kuasa Roh Kudus menubuatkan 

kelaparan yang bakal menimpa seluruh dunia. Berdasarkan nubuatan itu, orang-

orang Kristen Anthiokhia segera mengirim sumbangan kepada Saudara-saudara 

mereka di Yudea. Bagi orang-orang Kristen Anthiokhia, nubuat melalui Roh 

Kudus memberikan tanggung jawab untuk bertindak. Sedangkan sumbangan yang 

diberikan menunjuk pada respons mereka terhadap pimpinan Roh Kudus.  

       Selanjutnya, dalam Kisah Para Rasul 21: 10, Agabus kembali bernubuat 

tentang nasib Paulus di Yerusalem yang menderita karena pemberitaannya tentang 

Kristus. Boleh jadi nubuat ini juga merupakan sarana yang digunakan Roh untuk 

mengarahkan jemaat di Anthiokhia agar mengutus Barnabas dan Saulus (Kisah 

Para rasul 13: 1-3) dan menahan Paulus dan rombongannya agar tidak masuk ke 

daerah Asia dan Bitinia (Kisah Para Rasul 16: 7). 

       Keduabelas, Roh Kudus juga berkarya untuk menyelesaikan pertikaian. 

Misalnya, ketika masalah penyunatan orang-orang bukan Yahudi dikemukakan 

kepada sidang di Yerusalem, di sana Petrus menceritakan bahwa Roh Kudus telah 

dikaruniakan kepada orang-orang bukan Yahudi, sama seperti kepada orang 

Yahudi (Kisah Para Rasul 15: 8). Roh Kudus tidak membedakan orang Yahudi 

dan bukan Yahudi. 

       Ketigabelas, Roh Kudus juga berkarya bagi pelaksanaan misi untuk orang 

bukan Yahudi. Hal ini terlihat ketika jemaat Anthiokhia merencanakan misi bagi 

35 

 

orang-orang bukan Yahudi. Roh Kudus berprakarsa menyuruh jemaat untuk 

mengutus Barnabas dan Saulus untuk melaksanakan tugas tersebut (Kisah Para 

Rasul 13: 2). Pengutusan seperti ini dipahami sebagai karya Roh Kudus (Kisah 

Para Rasul 13: 4) 

       Selanjutnya, dikemukakan sifat-sifat Roh Kudus. Perlu dikemukakan bahwa 

sifat-sifat Roh Kudus tidak dapat dilepas-pisahkan dari sifat-sifat Tuhan  dan 

Kristus. Alasannya, ketiga oknum ini (Bapa, Anak dan Roh) merupakan satu 

pribadi saja. Pribadi yang satu (Tuhan  Bapa) menyatakan diri dalam tiga wujud, 

yaitu Tuhan  di atas kita (Tuhan  Bapa), Tuhan  di tengah kita (Yesus Kristus) dan 

Tuhan  di dalam kita (Roh Kudus).  

       Dengan demikian, orang-orang Kristen tidak percaya kepada tiga Tuhan , tetapi 

hanya kepada satu Tuhan , Tuhan  Yang Esa. Karenanya, ketiga oknum yang Esa 

juga memiliki sifat-sifat yang sama.  

       Bertolak dari dasar pemikiran tersebut, dapatlah dikedepankan sifat-sifat Roh 

Kudus, sebagai berikut: 

        Pertama, Roh Kudus bersifat pribadi. Sama seperti Tuhan  Bapa dan Tuhan  

Anak yaitu  satu pribadi, Roh Kudus juga merupakan satu pribadi. Ia memiliki 

status, kedudukan dan fungsi yang sama dengan Tuhan  Bapa dan Tuhan  Anak. 

Bukti-bukti yang mengungkapkan Roh Kudus sebagai suatu pribadi, yaitu : (a) 

Roh Kudus memiliki kecerdasan. Ia mengetahui segala sesuatu dari Tuhan  (I 

Korintus 2: 10-11); Ia memiliki pikiran (Roma 8: 27), dan Ia dapat mengajar 

manusia (I Korintus 2: 13), (b) Roh Kudus dapat menyatakan perasaan. Ia 

berdukacita karena tindakan orang-orang percaya yang tidak sesuai dengan 

kehendak Tuhan  (Efesus 4: 30), (c) Roh Kudus memiliki kehendak. Ia melakukan 

kehendak dengan memberikan karunia-karunia kepada jemaat sebagai tubuh 

Kristus (I Korintus 12: 11). Ia juga memimpin seluruh kegiatan orang-orang 

percaya (Kisah Para Rasul 16: 6-11). 

       Kedua, Roh Kudus memiliki sifat transenden atau ke-Ilahi-an. Sifat ini dapat 

dibenarkan karena Roh itu berasal dari Tuhan  dan Ia yaitu  Tuhan . 

       Ketiga, Roh Kudus memiliki daya atau kekuatan yang berasal dan bersumber 

dari Tuhan . Hal ini terlihat dalam berbagai aktifitas untuk melakukan hal-hal yang 

36 

 

spektakuler. Dengan demikian, Roh Kudus merupakan simbol dari dinamika 

Tuhan  yang hadir dan berkarya bagi manusia. 

       Keempat, sama seperti Tuhan  yaitu  suatu pribadi yang unik, Roh Kudus juga 

bersifat unik. Keunikan itu terlihat dalam 2 (dua) hal, yakni: (a) Tuhan  tidak dapat 

berubah. Alkitab menyaksikan bahwa Tuhan  yang telah menyatakan diri-Nya pada 

masa lampau yaitu  pribadi yang sama, yang kini menyatakan diri dalam Kristus 

(Mazmur 102: 25-27; Ibrani 1: 10-12) dan melalui Roh Kudus yang kini 

sementara bekerja bersama-sama orang-orang percaya melanjutkan karya 

penyelamatan bagi dunia (band. Yohanes 16: 12-14). Demikian juga Roh Kudus 

tidak berubah-ubah. Ia tetap sama dengan Bapa. Roh inilah yang terus bekerja 

hingga Bapa kembali untuk kedua kali, (b)  Sama seperti Tuhan  tidak kelihatan, 

Roh Kudus juga tidak kelihatan (Yohanes 1: 18). Ia hanya dapat dilihat melalui 

karya-karya Tuhan  (Roma 1: 19-20). 

       Kelima, sama seperti keesaan Bapa, Roh Kudus juga esa karena Ia berasal 

dari Tuhan  yang esa. Roh Kudus tidak dapat dipahami dan dimengerti oleh 

manusia terlepas dari keesaan Tuhan  (Matius 28: 19; II Korintus 13: 13; Efesus 4: 

4-6, dan lain-lain). 

       Keenam, sama seperti Tuhan  setia pada janji-janji-Nya, Roh Kudus juga setia 

kepada Tuhan . Kesetiaan Roh itu nampak dalam perbuatan seperti: Roh mengajar 

segala sesuatu kepada para murid dan mengingatkan mereka pada segala sesuatu 

yang diajarkan oleh Kristus (Yohanes 16: 8); Roh berkarya untuk memuliakan 

Kristus (Yohanes 16: 14); Roh selalu menyangkal diri, tidak pernah berbicara 

berdasarkan kewibawaan-Nya sendiri; Roh tidak mencari kemuliaan sendiri, tetapi 

mencari kemuliaan Tuhan . Roh itu tetap setia dan terus setia sampai Bapa kembali 

dan menggenapi karya Roh Kudus.  

       Ketujuh, Roh itu bersifat kudus. Dengan sifat-Nya ini, hendak ditegaskan 

bahwa Ia berbeda dengan roh-roh lain, seperti: roh manusia, roh zaman, roh 

kebudayaan, roh sejarah, roh jahat, dan lain-lain. Selain itu, Ia dikhususkan untuk 

melanjutkan, menyelesaikan dan menyempurnakan pekerjaan Tuhan  Bapa dan 

Tuhan  Anak  (Yohanes 16: 13-14). Sifat-Nya yang kudus juga mencerminkan 

kebaikan dan kebenaran Kristus di dunia. 

37 

 

       Kedelapan, Roh kudus itu penuh dengan kasih Tuhan  yang tidak pernah 

berakhir.  

Dengan kasih-Nya, Roh Kudus bersedia menyerahkan diri kepada manusia serta 

bersama-sama dengan Tuhan  Bapa dan Tuhan  Anak, Roh Kudus bersedia 

menyelesaikan karya penyelamatan Tuhan  bagi manusia dan dunia. Kesediaan Roh 

Kudus ini dinyatakan dengan penuh ketulusan hati, tanpa didorong, dipaksa dan 

ditekan oleh pihak mana pun. 

       Kesembilan, Roh Kudus itu penuh dengan kuasa. Sama seperti Tuhan  Bapa 

dan Tuhan  Anak memiliki segala kekuasaan di surga dan di bumi, demikian juga 

Roh Kudus memiliki kekuasaan itu. Kejadian 1: 1-2 dikatakan Roh Tuhan  

menjadikan kosmos oleh kemahakuasaan-Nya; Roh Tuhan  juga mengubah jiwa 

manusia yang telah rusak karena dosa menjadi rumah Tuhan ; Orang yang mati 

rohaninya dihidupkan kembali oleh Roh Tuhan . Hal-hal ini menunjuk pada kuasa 

Roh Kudus. 

       Kesepuluh, Roh Kudus bersifat kekal (Ibrani 9: 14) dan bebas dalam 

tindakan-Nya (I Korintus 12: 11). Roh Kudus itu yaitu  Tuhan , yang berkuasa dan 

berwibawa yang memberi pimpinan dan pengajaran (Yohanes 14: 26; 16: 13; II 

Korintus 3: 17). 

       Kesebelas, Roh Kudus bersifat penglipur (bahasa Yunani: parakletos, yang 

datang dari Tuhan  untuk memberi nasehat dan penghiburan kepada manusia 

(Yohanes 14: 16). 

       Implikasinya, tugas Roh Kudus yaitu  menghibur, mengingatkan dan 

membaharui segala sesuatu, termasuk kehidupan manusia agar menjadi baru. 

Tuhan akan membaharui segala sesuatu dan menghadirkan bumi baru dan langit 

baru. Roh itu juga menggerakkan orang percaya untuk tetap melanjutkan kabar 

sukacita bagi dunia, sambil berjuang untuk mewujudkan kasih, keadilan, 

perdamaian, keutuhan ciptaan dan kesamaan derajat manusia. 

 

 

 

       Manusia seringkali menyamakan istilah etika dan moral. Kedua istilah ini 

dianggap memiliki kesamaan arti karena menunjuk pada perbuatan atau tingkah 

laku manusia. Anggapan seperti ini tidak dapat diterima sepenuhnya. Alasannya, 

kata etika dan moral memiliki keluasan pengertian, walaupun sama-sama 

menyinggung soal perbuatan atau perilaku manusia. Cicero, misalnya, 

menterjemahkan kata ethikos dengan moralis untuk mengatakan bahwa kedua 

kata ini mempunyai maksud yang sama. Namun, bila dipelajari lebih jauh, 

keduanya memiliki cakupan pengertian yang cukup luas. 

       Kata etika berasal dari kata Yunani: ethos, yang berarti tempat kediaman yang 

biasa dari seseorang, kebiasaan, kelaziman, adat istiadat, cara mengungkapkan 

diri, tingkah laku, sikap, kecenderungan kepada kesusilaan. Etika yaitu  ilmu atau 

studi mengenai norma-norma yang mengatur perilaku manusia. Sementara itu, 

kata moral berasal dari bahasa Latin: mores  Kata ini dimengerti sebagai 

moralitas, yaitu mengenai kesusilaan (mores) atau kebiasaan baik yang berlaku 

pada sesuatu kelompok tertentu. Jadi, moral atau mores berarti perilaku yang 

sesuai dengan norma-norma moral, namun relatif gampang berubah. Untuk 

memahami kesadaran etis seseorang, kita perlu mengetahui kerangka teori 

perkembangan moral oleh Kohlberg. Melaluinya, kita dapat mengetahui tingkat 

kualitas kesadaran etis seseorang.  

       Menurut Kohlberg, seperti dikutip D. Nuhamara, dkk (2006: 34) bahwa 

tahap-tahap perkembangan moral seseorang terdiri dari: pra konvensional, 

konvensional, dan pasca konvensional. Masing-masing dibagi menjadi 2 (dua) 

jenjang, sehingga seluruhnya menjadi 6 (enam) jenjang. Jenjang pertama, 

kesadaran etis berorientasi pada kesadaran hukum. Jenjang kedua, tindakan moral 

masih kanak-kanak, tetapi sudah lebih rasional, tidak mekanistis membabi buta, 

sudah mulai menghitung-hitung dan memilih-milih. Jenjang ketiga, kesadaran etis 

lebih berorientasi untuk menjadi anggota kelompok yang baik. Jenjang keempat, 

39 

 

kesadaran etis yang menunjuk pada suatu prinsip atau hukum yang lebih tinggi, 

yaitu hukum objektif yang tidak hanya satu kelompok, tetapi hukum yang 

mempunyai keabsahan yang lebih luas. Jenjang kelima, kesadaran etis yang 

berorientasi pada akal, hukum/peraturan yang kritis, akal manusia mempunyai 

fungsi kreatif, ia menciptakan yang lebih benar dan lebih baik. Jenjang keenam, 

pemikiran moral seseorang mencapai puncaknya, yaitu moralitas yang berpusat 

pada suara hati nurani dan keyakinan tentang yang baik dan benar. 

       Teori kohlberg mengenai perkembangan moral setiap individu, setidaknya 

menyadarkan kita agar tidak terlalu cepat menilai moralitas orang lain. Alasannya, 

perkembangan moral seseorang bertumbuh dan berkembang sesuai dengan tahap-

tahapnya.  

 

B.    Hubungan Moral Kristen dengan Alkitab 

       Moral Kristen dan Alkitab tidak dapat dilepas-pisahkan. Keduanya memiliki 

pertautan yang saling kait-mengkait. Moral Kristen yaitu  moral yang bersumber 

dari Alkitab. Moral Kristen yaitu  moral (perilaku) yang harus bersesuaian 

dengan Firman Tuhan . Norma yang menjadi acuan penilaian bagi moral Kristen 

yaitu  Alkitab.  

       Penilaian terhadap baik-buruknya perbuatan seseorang dilihat dari norma-

norma yang terdapat dalam Alkitab. Apabila penampakan moral seseorang sesuai 

dengan norma-norma yang terdapat dalam Alkitab, ia dianggap memiliki moral 

yang baik. Sebaliknya, jika moralnya tidak sesuai dengan norma-norma yang ada 

dalam Alkitab, orang tersebut dianggap memiliki moral yang tidak baik.  

       Jadi, Alkitab dijadikan sebagai cermin bagi moral atau perilaku orang Kristen. 

Contoh: seseorang mencuri barang kepunyaan sesamanya, dianggap memiliki 

moral yang tidak baik karena perbuatan itu dinilai tidak sesuai dengan norma 

dalam Firman Tuhan : jangan mencuri. Sebaliknya, jika seseorang menolong 

sesama yang tertimpa bencana alam, dikatakan memiliki moral yang baik karena 

perbuatannya tidak bertentangan dengan kehendak Tuhan . 

  

40 

 

C. Beberapa Contoh Masalah Moralitas dalam warga  

       Persoalan-persoalan moralitas yang sering mengemuka dalam realitas hidup 

warga  kita dewasa ini, antara lain: seks bebas, narkoba dan obat-obat 

terlarang, HIV/AIDS, pornografi, mengkonsumsi minuman keras, tindakan 

kekerasan, korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), kumpul kebo, homoseks, 

lesbian, kemiskinan, konsumerisme, materialisme, hedonisme, suap, dan 

sebagainya. 

  

D. Pandangan Alkitab mengenai Masalah-masalah Moralitas 

       Pada bagian ini hanya dikemukakan pandangan Alkitab mengenai perilaku 

seks bebas. Alkitab memberikan keterangan bahwa perilaku seks bebas yaitu  

suatu perbuatan yang tidak bersesuaian kehendak Tuhan. Seks yaitu  ciptaan 

Tuhan. Seks yaitu  sesuatu yang baik dan dinikmati dalam institusi pernikahan. 

Menikmati perbuatan seks di luar lembaga ini tidak dibenarkan, apapun 

alasannya. Bagian-bagian Alkitab yang merujuk pada hal dimaksud, antara lain: 

Keluaran 20: 14; I Korintus 6: 13-20, 10: 8; Galatia 5: 19; Efesus pasal 4 dan 5; I 

Tesalonika 4: 3; I Timotius 5: 22. 

 


A. Pengertian Iman Kristen 

       Setiap orang percaya pasti memiliki rumusan tersendiri mengenai pengertian 

iman Kristen. Hal ini tentu dilatar-belakangi oleh berbagai pergumulan hidup 

bersama Tuhan, ataupun dengan mempelajari Firman Tuhan. Hal ini dapat 

dibenarkan, sejauh tidak bertentangan dengan kehendak Tuhan. Terlepas dari itu, 

perlu dikemukakan beberapa pengertian mengenai iman Kristen menurut 

kesaksian Alkitab, sehingga kita dapat memahaminya.  

       Kata iman dalam bahasa Ibrani disebut: emunah, artinya percaya (Habakuk 2: 

4) dan dalam kitab Ulangan diterjemahkan dengan kata kesetiaan (Ulangan 32: 

20). Padanan kata emunah dalam bahasa Yunani yaitu  kata pistis, artinya iman 

(Roma 1: 17; Galatia 3: 11; Ibrani 10: 38, dan sebagainya).  

       Berdasarkan pengertian secara etimologis itu, dapatlah dirumuskan beberapa 

pengertian iman Kristen, sebagai berikut: 

(a) Iman harus dipahami sebagai sikap batin terhadap Tuhan  (baca Roma 3: 22-

31, 5: 1, 3, 9: 30; Galatia 3: 26; Yohanes 3: 36, 5: 24, 6: 40, 11: 25). Iman 

yaitu  suatu keyakinan atau kepercayaan kepada Tuhan  yang diakui sebagai 

Penyelamat. Dengan meyakini Tuhan  sebagai Penyelamat, berarti mengakui 

Tuhan  sebagai satu-satunya sumber keselamatan hidup kita. Pengakuan 

tersebut juga sekaligus meniadakan andalan manusia terhadap kuasa lain, di 

luar Tuhan . 

 

(b) Iman yaitu  penyerahan diri pribadi kepada Tuhan . Orang yang beriman 

yaitu  orang yang secara bebas menyerahkan diri secara utuh kepada Tuhan . 

Orang yang demikian selalu percaya bahwa tidak ada sesuatu apa pun yang 

terjadi dalam hidupnya tanpa seizin Tuhan . Ia selalu menunjukkan sikap 

pasrah pada kehendak Tuhan, betapa pun nasib yang menimpa dirinya.  

 

42 

 

(c) Iman yaitu  hidup karena mengandung kepastian hidup (Yohanes 20). Iman 

yang demikian selalu mendorong manusia untuk melihat masa depan dan 

tidak sekedar melihat masa lampau. Iman yang dimaksud, tidak membuat 

orang pesimis untuk memandang masa depan, tetapi selalu membangun 

sikap hidup yang optimis. 

 

(d) Iman yaitu  suatu kekuatan yang menguatkan manusia dalam perjuangan 

hidup. Iman seperti ini sekaligus menjadi harapan. Iman yang mendorong 

manusia untuk mencari Tuhan  dalam kehendak-Nya untuk perjuangan hidup. 

 

(e) Iman yaitu  keberanian untuk hidup berdasarkan janji Tuhan. Iman yang 

demikian yaitu  iman yang sanggup menerima segala macam resiko hidup, 

betapa pun berat resiko itu. 

 

(f) Iman berhubungan dengan ketaatan (II Korintus 10: 6; Roma 1: 5; 16: 26). 

Ketaatan iman bukan hanya berarti menjalankan perintah semata, tetapi juga 

secara bebas menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan . 

 

(g) Iman berhubungan dengan kesetiaan. Kesetiaan pada keputusan yang keluar 

dari pusat hati dan kesetiaan pada pelaksanaan dalam tindakan nyata dengan 

segala konsekuensinya di tengah perubahan atau pergolakan dan situasi baru 

sekali pun. 

       Jelasnya, iman Kristen yaitu  iman yang mesti tertancap masuk kedalam 

pusat kehidupan. Iman seperti ini bagaikan orang yang membangun rumah di atas 

batu karang. Bila rumah itu diterpa oleh angin, badai, ombak dan gelombong, ia 

tidak akan goyah, rusak dan roboh. Dengan iman yang demikian, sekali pun 

manusia mendapat berbagai tantangan, pencobaan dan penderitaan, tidak pernah 

akan mundur. Bahkan, ia mampu untuk mengatasinya. Iman orang percaya jangan 

seperti orang yang membangun rumah di atas pasir. Bilamana tiba angin, hujan, 

badai, ombak dan gelombang rumah itu tidak dapat bertahan berdiri, tetapi roboh 

karena tidak dibangun di atas fondasi yang kuat. 

 

43 

 

B.  Hubungan Iman Kristen dan IPTEK 

       Secara singkat, hubungan iman dan ilmu pengetahuan dalam sejarah ke-

Kristenan dapat  dibagi dalam dua bagian besar, yakni: 

(a)   Dominasi iman atau agama terhadap ilmu pengetahuan 

       Pada peradaban Barat selama abad pertengahan, kita menyaksikan dominasi 

iman atas ilmu pengetahuan. Teologi pada saat itu, dianggap sebagai ratu ilmu 

pengetahuan, telah menempatkannya sebagai ukuran kebenaran untuk segala hal, 

lebih luas dari pada sekedar soal iman dan etika.  

       Akhirnya, Gereja sebagai pemegang otoritas kebenaran ajaran teologi, 

menjatuhkan hukuman yang mengerikan bagi Galileo. Ia dihukum karena 

temuannya bahwa bukan matahari yang berputar dari Timur ke Barat, melainkan 

bumi yang berputar atau beredar mengelilingi matahari. Penemuan itu dianggap 

bertentangan dengan diskripsi Alkitab yang ditafsirkan secara literal (harafiah) 

dan dikenal dengan istilah Biblical Literalism, tanpa memperhatikan konteks 

budaya, ketika Alkitab ditulis. Alkitab ditulis dalam konteks warga  agraris 

dan masih sederhana, serta diskripsinya tentang berbagai fenomena alam semata 

sesuai pengamatan empiris.  

 

(b)    Dominasi ilmu atas iman 

       Sejak zaman pencerahan, dominasi iman atas ilmu mulai dipertanyakan. 

Bahkan akhirnya berkembang menjadi dominasi ilmu atas iman. Tantangan utama 

bagi agama atau iman dalam abad ilmu pengetahuan yaitu  keberhasilan ilmu 

pengetahuan. Nampaknya, ilmu pengetahuan (sains) memberikan satu-satunya 

jalan yang dapat dipercaya menuju kepada pengetahuan (knowledge).  

       Banyak orang yang menganggap bahwa ilmu pengetahuan bersifat objektif, 

universal, rasional, dan didasarkan pada bukti observasi atau pengamatan yang 

kuat. Sedangkan, agama bersifat subjektif, parokial (sempit skopanya), emosional, 

dan lebih sering didasarkan pada tradisi atau sumber kewibawaan yang ada 

kalanya saling bertentangan satu sama lain. Bagi mereka yang lebih yakin 

terhadap metode ilmu pengetahuan, lama kelamaan, mulai meragukan 

keyakinannya. Bahkan, tidak sedikit orang yang meninggalkan agama sebagai 

sesuatu yang tidak berdasar.  

44 

 

       Demikianlah ilmu pengetahuan menempatkan rasio manusia menjadi 

pembenar segala-galanya, bukan hanya dalam bidang ilmu pengetahuan, tetapi 

juga dalam hal-hal yang bersifat imaniah dan kepercayaan. Akibatnya, ada juga 

teolog yang mengadaptasi pernyataan Alkitab dengan berbagai temuan ilmu 

pengetahuan.  

       Ian Barbour, sebagaimana dikutip oleh Liek Wilardjo mencoba 

mengemukakan 4 (empat) tipologi hubungan iman dan ilmu pengetahuan, 

kemudian Liek mengelompokkan menjadi 4 P, yakni: (a) pertentangan (conflict), 

(b) perpisahan (independence), (c) perbincangan (dialogue), (d) perpaduan 

(integration). Makna dari keempat tipologi hubungan iman dan ilmu pengetahuan 

dimaksud, sebagai berikut: 

(a)    Pertentangan (Conflict) 

       Pertentangan yaitu  hubungan yang bertelingkah atau bertentangan 

(conflicting), dan dalam kasus yang ekstrim barangkali bermusuhan (hostile). Ian 

Barbour menunjukkan bahwa contoh historis dari masalah ini yaitu  kasus 

Galileo. Menurutnya, mereka (pihak ilmu pengetahuan) menganut materialisme 

ilmiah berada pada pertentangan yang tidak terdamaikan dengan mereka (dari 

pihak iman) yang menganut literalisme Alkitab.  

       Materialisme ilmiah maupun literalisme Alkitab percaya bahwa ada konflik 

yang serius antara ilmu pengetahuan masa kini dengan kepercayaan-kepercayaan 

agamawi yang klasik. Keduanya mencari pengetahuan dengan landasan yang 

pasti: pada satu sisi, berdasarkan pada data logika dan inderawi, dan pada pihak 

yang lain, berdasarkan pada kitab suci yang tidak ada salahnya (infallible 

scripture). Keduanya mengklaim bahwa, baik ilmu pengetahuan maupun agama 

membuat pernyataan-pernyataan yang bertentangan tentang hal yang sama: 

misalnya sejarah dari alam ini. Karenanya, seseorang harus memilih salah satu 

diantaranya. 

       Bagi Barbour, keduanya justru mewakili penyalahgunaan ilmu pengetahuan. 

Penganut materialisme ilmiah, mulai dengan ilmu pengetahuan, tetapi kemudian 

berakhir dengan membuat klaim-klaim filosofi yang luas. Sebaliknya, literalisme 

Alkitabiah, bergerak dari teologi, kemudian berakhir dengan membuat klaim-

klaim tentang hal-hal yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan. Kedua aliran 

45 

 

atau kubu ini kurang memberi penghargaan yang memadai kepada perbedaan-

perbedaan kedua disiplin itu. 

 

(b)   Perpisahan (Independence) 

       Ilmu pengetahuan dan iman berjalan sendiri-sendiri dengan bidang garapan, 

cara, dan tujuannya masing-masing tanpa saling mengganggu atau mempedulikan. 

Hal ini merupakan salah satu cara untuk menghindari konflik atau saling 

menyalahkan. Masing-masing mempunyai bidang yang berbeda, dan dengan 

metode yang khas dapat dibenarkan atas dasar termenologinya sendiri-sendiri. 

Pendukung dari pandangan ini berpendapat bahwa ada dua juridiksi (otoritas), dan 

tiap pihak tidak boleh mencampuri urusan pihak yang lain, melainkan berurusan 

dengan urusannya sendiri. 

(c)    Perbincangan (Dialogue – diperbincangkan) 

       Adanya hubungan yang saling terbuka dan saling menghormati, karena kedua 

belah pihak ingin memahami persamaan dan perbedaan. Namun, dalam kategori 

ini pun ada berbagai pendapat yang masih berbeda. 

       Ilmu pengetahuan dan iman dapat berdialog satu sama lain untuk saling 

memperkaya dalam memenuhi panggilannya untuk memanusiakan manusia, 

menjaga kelestarian alam semesta, dan memperkuat iman kepada Tuhan . Misalnya, 

mengembangkan spiritualitas yang berpusat pada alam (nature). Sehubungan 

dengan itu, teologi Kristen sebaiknya menjaga keseimbangan antara imanensi 

Ilahi (Tuhan ) dalam alam, dan pada saat yang sama transendensi Ilahi (Tuhan ) atas 

alam. 

(d)   Perpaduan (Integration) 

       Ian Barbour mengemukakan 3 (tiga) versi integrasi yang saling berbeda, 

yakni: Pertama, teologi natural (alamiah) mengklaim bahwa eksistensi Tuhan  

dapat disimpulkan dari bukti-bukti rancangan dalam alam. Keteraturan alam 

membuktikan adanya sang perancang dibaliknya. Keteraturan ini tidak terjadi 

dengan sendirinya. Melalui metode ilmu pengetahuan, manusia ditolong untuk 

semakin menyadarinya. Kedua,  dalam teologi tentang alam, sumber utama dari 

teologi terletak di luar ilmu pengetahuan. Namun, teori-teori ilmiah dapat 

mempengaruhi perumusan ulang dari doktrin-doktrin tertentu dalam agama, 

46 

 

khususnya doktrin mengenai penciptaan dan hakikat manusia. Ketiga, pada sintesa 

sistimatis, baik ilmu pengetahuan maupun agama, menyumbang untuk 

pengembangan dari suatu metafisik yang inklusif, seperti dalam filsafat proses. 

       J.A.B. Jongeneel mengemukakan 3 (tiga) pola hubungan iman Kristen dan 

ilmu pengetahuan, yakni: Pertama, iman mendahului ilmu pengetahuan; Kedua, 

ilmu pengetahuan memaksa iman menjalani proses terus menerus mengoreksi diri 

sendiri dalam terang perkembangan ilmu pengetahuan; Ketiga, iman melampaui 

ilmu pengetahuan.  

       Di bidang teologi, ilmu pengetahuan menunjang pemahaman baru terhadap 

relasi manusia dengan Tuhan . Sehubungan dengan otonomi alam dan kebebasan 

manusia, ilmu pengetahuan memungkinkan keterbukaan masa depan, yang secara 

teologis mempertanyakan pemahaman mengenai predestinasi. 

 

C.  Hubungan Iman Kristen dan IPTEK 

Adakah IPTEK dalam Alkitab? 

Pertama, dalam sejarah air bah dengan jelas bahwa Tuhan  memerintahkan 

Nuh membuat  kapal untuk  menyelamatkan ia dan keluarganya dari kebinasaan 

akibat air bah dan kebobrokan moral dunia pada waktu itu. Dimensi ruang dalam 

kapal ataupun bahan telah ditentukan oleh Tuhan  (Kej 6:14-15).  

Kedua, ketika Musa diperintahkan untuk membuat Kemah Suci (Kel 

25:9), Tuhan  sendiri telah menjadi arsitek yang merencanakan ruang-ruang, 

dimensi dan bahan untuk kemah suci tersebut (Kel 25:1-27:21).  Kemudian kita 

membaca bahwa kemuliaan Tuhan  memenuhi Kemah Suci tersebut (Kel 40:35). 

Ketiga, tentang Bait Suci dan istana yang dibangun oleh Salomo (1 Raj 7-

8).  Dari contoh-contoh di atas dapat dilihat bahwa Tuhan  tidak pernah 

menghalangi ataupun menutup segala perkembangan IPTEK.  Kita pun melihat 

dalam contoh-contoh ini bahwa setiap teknologi selalu di kaitkan dengan 

keselamatan dan maksud Tuhan  terhadap manusia dan dunia. 

Akan tetapi di sisi lain, kita akan melihat bahwa Tuhan  juga menentang 

setiap penciptaan teknologi yang bermotivasikan kebesaran diri, kelompok, 

ataupun bangsa.  Beberapa contoh dapat saya ketengahkan sebagai berikut: 

 

 

Keempat, ketika Tuhan  memporak-porandakan Babel (Kej 11:1-9), yang 

ditentang bukanlah pendirian kota dan menara Babelnya tapi motivasi mereka 

yang mencari nama dan ingin menyamai Tuhan  (Kej 11:4). 

Kelima, kemewahan, gemerlap teknologi di zaman Salomo dapat 

menyebabkan dia banyak mengoleksi wanita asing sehingga dia kemudian jatuh 

kepada penyembahan berhala (I Raj 11:1-13). 

Keenam, Ketika murid-murid menunjuk pada bangunan Bait Suci, Yesus 

mengatakan bahwa bangunan tersebut akan diruntuhkan (Mat 24:1-2).  

Ketujuh, Tuhan Yesus juga menentang penyalahgunaan fungsi Bait Suci 

yang dibangun selama empat puluh enam tahun menjadi arena komersil (Yoh 

2:16). 

Dari tinjauan Alkitab ini bisa disimpulkan bahwa IPTEK telah dimulai 

sejak awal sejarah manusia.  Manusia memiliki daya cipta IPTEK karena dia 

diciptakan sebagai gambar Tuhan  dan sebagai pribadi yang berakal budi.  Tuhan  

sendiri yaitu  pencipta alam semesta, pendorong dan pencetus ide terhadap 

lahirnya IPTEK. Kita harus ingat bahwa Yesus sendiri yaitu  tukang kayu (Mrk 

5:3). Ia yaitu  seorang yang mengerti pondasi dan mekanika tanah (Mat 7:24-

27).  Tuhan  tidak pernah membatasi daya cipta dan kreasi manusia akan IPTEK. 

Namun perlu juga dicatat bahwa ide dan tujuan penciptaan IPTEK dan produknya 

oleh manusia akan dipengaruhi oleh pandangan-pandangannya terhadap Tuhan , 

manusia dan alam semesta. 

 

D. Pandangan Iman Kristen mengenai IPTEK 

       Iman Kristen memandang IPTEK sebagai alat atau kelengkapan dari 

anugerah Tuhan . Melaluinya, manusia dapat mewujudkan panggilan untuk 

mengembangkan kehidupan yang manusiawi. IPTEK yaitu  pemberian Tuhan. 

IPTEK yaitu  karunia Ilahi. Tuhan  merupakan sumber dari segala ilmu 

pengetahuan dan teknologi.  

       Manusia dengan akalnya berupaya untuk mencari, menemukan, menggali dan 

mengelola ilmu pengetahuan dan teknologi dengan rasa takut kepada Tuhan, demi 

membangun hidup pribadi maupun hidup bersama. Namun, ilmu pengetahuan dan 

teknologi yang dihasilkan oleh manusia memiliki keterbatasan. Alasannya, 

48 

 

manusia tidak dapat menyingkap dengan pancaindranya, semua realitas yang ada 

di sekitarnya secara utuh dan tuntas. Karenanya, IPTEK harus tunduk pada 

keterbatasan manusia. Atas kesadaran ini, manusia merendahkan diri dan 

bergantung sepenuhnya pada Tuhan.  

       Sehubungan dengan itu, orang Kristen tidak boleh mengagung-agungkan ilmu 

pengetahuan sebagai penyelamat, karena Tuhanlah penyelamat. Mengandalkan 

IPTEK dapat berkembang menjadi sikap mendewakan IPTEK. Akibatnya, orang 

Kristen dapat menyangkali kedaulatan dan kekuasaan Tuhan. IPTEK sebaiknya 

diarahkan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dengan demikian, IPTEK 

merupakan perwujudan dan ekspresi yang sah dari kapasitas kreatif manusia serta 

merupakan kontribusi esensial bagi kesejahteraannya. Pada dunia yang penuh 

dengan penyakit dan kelaparan, dan sebagainya, IPTEK harus dijadikan sebagai 

ekspresi keprihatinan kepada sesama. 

       Karenanya, pengembangan dan penggunaan IPTEK diarahkan untuk dapat 

menjamin: Pertama, harkat dan martabat manusia, termasuk pemenuhan 

kebutuhan hidupnya. Kedua, kelestarian alam, yakni menjaga keseimbangan 

antara kepentingan manusia pada saat ini dan waktu yang akan datang. Ketiga, 

keadilan sosial dari distribusi hasil teknologi. 

       Sekurang-kurangnya terdapat 2 (dua) sikap dasar Kristiani yang perlu dimiliki 

oleh seorang ilmuwan dalam mengembangkan dan menerapkan ilmu pengetahuan 

dan teknologi, yakni: Pertama, memiliki  profesionalisme dalam bidang ilmunya. 

Ilmuwan Kristen harus sungguh-sungguh menguasai ilmunya sedemikian rupa, 

sehingga menjadi profesional. Kedua, memiliki integritas intelektual atau moral 

yang baik, sehingga dapat mengembangkan dan menerapkan IPTEK secara 

bertanggung jawab bagi manusia dan lingkungan alam sekitar. 

       Jelasnya, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan hendaknya 

berfaedah untuk membangun hidup bersama dan bukan untuk menghancurkan 

atau membawa malapetaka bagi kehidupan orang banyak. Karenanya, manusia 

bertanggung jawab atas IPTEK yang diproduksinya. Ilmuwan Kristen selalu 

bertanya apakah IPTEK yang dihasilkannya membawa manfaat atau merugikan 

sesama. Untuk itu, manusia harus memiliki kesadaran etis, sehingga pilihan 

49 

 

pengembangan dan penerapan IPTEK selalu diarahkan untuk membangun 

kesejahteraan hidup orang banyak. 

Agama Kristen dengan ilmu pengetahuan dapat saling menopang satu sama 

lain, sebaliknya dapat menjadi berlawanan, dimana seringkali ilmu pengetahuan 

menyerang ajaran-ajaran fundamental dalam agama yang dapat menggoyahkan 

iman percaya Kristen. Agama mengalami pergeseran cara pemahaman yang 

diakibatkan oleh ilmu pengetahuan. Alkitab yang tidak pernah berubah, tetapi 

dibaca oleh orang orang yang tidak sama cara pemikirannya dari zaman ke zaman. 

      Apakah Iman dan Ilmu bertentangan? Di dalam dunia ini tidak ada hal yang 

baru untuk diciptakan. Science is discovery of truth yang berarti segala sesuatu di 

dunia ini telah ada, namun perlu ditemukan oleh manusia itu sendiri melalui ilmu 

pengetahuan. Iman mengandung makna “percaya walau tidak melihat”. Sama 

seperti otak manusia dimana kita percaya bahwa kita memiliki otak yang menjadi 

pusat hidup manusia walau kita tidak pernah melihat otak itu. Oleh sebab itu, 

dibutuhkan ilmuan-ilmuan untuk meneliti dan menemukan bagaimana bentuk dan 

cara kerja otak itu. Ilmu pengetahuan yaitu  sebagai penopang Iman untuk 

sesuatu hal yang mustahil namun tidak semua hal Iman dapat dijelaskan melalui 

ilmu pengetahuan. Hal-hal Iman tersebut banyak kita temukan dalam Alkitab; 

Laut Tiberau yang terbelah dua, Tembok kota Yeriko yang runtuh, air biasa 

manjadi anggur, hingga kebangkitan Yesus. 

IMAN KRISTEN yaitu  percaya mendahului pengetahuan yang berarti 

“Percaya dulu pada Tuhan  baru kita dapat mengenal DIA” karena DIA tidak dapat 

dibuktikan melakui ilmu pengetahuan manusia yang terbatas. Untuk memperoleh 

ilmu sejati, pertama-tama orang harus mempunyai rasa hormat dan takut kepada 

TUHAN. Orang bodoh tidak menghargai hikmat dan tidak mau diajar (Amsal 

1:7-BIS). Hiduplah dengan takut akan Tuhan  dengan menghormati-NYA sebagai 

Tuhan, maka DIA akan menolong kita untuk mengerti akan hal-hal yang sulit 

dipahami. 

Iman Kristen memandang IPTEK sebagai alat atau kelengkapan dari anugerah 

Tuhan . Melaluinya, manusia dapat mewujudkan panggilan untuk mengembangkan 

kehidupan yang manusiawi. IPTEK yaitu  pemberian Tuhan. 

 


       warga  majemuk yang berkeadaban yaitu  suatu warga  yang 

memiliki keberagaman latar belakang kehidupan yang berbeda (multiple 

identities), baik dari aspek suku bangsa, ras, agama dan keyakinan maupun 

kulturalnya, dimana dalam hidup bersama, setiap orang atau kelompok 

warga  saling menunjukkan akhlak atau kesopanan dan kehalusan budi 

berdasarkan norma-norma yang berlaku. 

       Pengertian ini menunjuk pada 2 (dua) hal, yakni: Pertama, warga  

(society) negara kita  mencirikan sebuah warga  yang majemuk (plural), bukan 

homogen. Pada realitasnya, warga  negara kita  memiliki multi suku - sub suku. 

Misalnya suku Ambon dengan sub sukunya: Seram,